tugas mid - politik hukum_edit
Post on 07-Aug-2015
143 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
Sharief Hidayat TullahC 100 070 167
FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA2011
POLITIK HUKUMDosen Pengampu: Prof. Dr. Absori, SH, M.Hum
2
POLITIK HUKUM BAGIAN DARI ILMU HUKUM
Persoalan politik hukum yang kita bicarakan
sekarang dalam kaitannya dengan “Pembagian ilmu
hukum“ (verdeling der rechtswetenschap). Dalam
pandangan Bellefroid memberikan kesan bahwa politik
hukum tersebut pada dasarnya adalah menyangkut dan
termasuk, serta harus dilihat sebagai bagian dari ilmu
hukum. Untuk itu menurut Bellefroid, ilmu hukum dapat
dibagi dalam lima ilmu khusus dengan masing-masing
objeknya, yaitu dogmatik hukum, sejarah hukum,
perbandingan hukum, ajaran hukum, dan politik hukum.
3
Mengenai filsafat hukum dan sosiologi hukum,
Bellefroid mempunyai pendapat yang sedikit berbeda
dengan para ahli hukum lainnya, sebagimana
dikatakannya, (filsafat hukum dan sosiologi hukum adalah
filsafat dan sosiologi dalam bidang hukum. Keduanya
adalah bukan ilmu hukum, tetapi adalah ilmu-ilmu
pembantu dalam mempelajari hukum).
Bagaimana konsepsi Bellefroid tentang bidang-
bidang ilmu hukum tersebut di atas dapat kita ikuti
uraiannya sebagai berikut.
4
Ilmu hukum dogmatik atau dogmatik hukum
Menggambarkan isi dari hukum yang ada, menerangkan arti
dari ketentuan-ketentuan hukum dan menyusun peraturan-
peraturan hukum menurut asasnya dalam sistem hukum. Pendapat
para penulis mengenai hal ini merupakan suatu ajaran atau doktrin
yaitu ajaran yang berlaku kalau pendapat-pendapat mereka
bersesuaian satu sama lain. Dalam dogmatik hukum, bagian-
bagian dari hukum dibicarakan secara khusus dengan mengikuti
pembedaan hukum dalam hukum perdata, hukum dagang hukum
tata negara, hukum pidana dan lain-lain. Soal yang terpenting yang
termasuk salah satu bagian ini, diselesaikan dalam monografi-
monografi.
5
Sejarah Hukum
dalam pandangan keilmuan, mempelajari stelsel-
hukum masa lalu, yang membantu terbentuknya hukum
yang ada. sejarah hukum ini sangat diperlukan untuk dapat
mengartikan dengan baik hukum yang berlaku sekarang.
Karena dalam sejarah hukum kita mengikuti jalan
perkembangan dari lembaga-lembaga hukum yang diambil
oleh hukum yang ada sekarang ini dari stelsel-stelsel
hukum masa lalu.
6
Perbandingan Hukum
Ilmu perbandingan hukum membandingkan hukum –
hukum yang berlaku dalam berbagai negara dan mencari
peraturan-peraturan yang sama dan perbedaan-
perbedaannya. Ia dapat menjadi sebab dan biasanya
menyebabkan diambil opernya peraturan-peraturan dari
hukum asing.. selain dari itu, perbandingan hukum
menunjukkan asas-asas hukum yang sama dalam berbagai
macam tertib hukum dan oleh sebab itu, dijadikan dasar
dari hukum internasional.
7
Ajaran Hukum
Ajaran hukum tidak menyelidiki suatu tertib hukum
tertentu, tetapi meninjau kembali hukum itu sendiri, lepas dari
kekhususan waktu dan tempat. Ia mencoba menetapkan
pengertian-pengertian dasar yang menjadi pangkalan dari
tiap-tiap tertib hukum, diantaranya ialah pengertian hukum,
kewajiban hukum, pribadi, kecakapan bertndak, objek hukum,
hubungan hukum. Dengan tidak adanya pengertian dasar ini
maka hukum dan ilmu hukum tidak mungkin ada. pokok-
pokok dari ajaran hukum umum yang bersangkutan dengan
huku, negeri Belanda dengan ringkasan diuraikan dalam
pengantar dalam ilmu hukum.
8
Politik Hukum
Menyelidiki perubahan-perubahan apakah yang
harus diadakan pada hukum yang ada sekarang, supaya
dapat memenuhi syarat-syarat baru dari hidup
kemasyarakatan. Ia melanjutkan perkembangan tertib
hukum.
9
DESKRIPSI ATAU RUMUSAN TENTANG POLITIK HUKUM YANG DIGAMBARKAN MELALUI BEBERAPA PANDANGAN AHLI HUKUM
ANTARA LAIN :
William Zevenbergen, politik hukum menjawab pertanyaan
peraturan-peraturan hukum mana yang patut untuk
dijadikan hukum.
Bellefroid, politik hukum menyelidiki perubahan-perubahan
apakah yang harus diadakan pada hukum yang ada
sekarang, supaya dapat memenuhi syarat-syarat baru dari
hidup kemasyarakatan. Ia melanjutkan perkembangan
tertib hukum, karena dia menjadikan ius constitutum yang
diperkembangkan dari stelsel-stelsel hukum yang lama,
menjadi ius constituendum atau hukum untuk masa yang
akan datang (hukum yang dicita-citakan)
10
E. Utrecht mengungkapkan dua hal, yaitu tentang politik
hukum dan filsafat hukum. Namun sayangnya ia tidak
mengungkapkan dalam posisi yang mana kedudukan dari
politik hukum dan filsafat hukum dalam ilmu positif dengan
ilmu-ilmu pembantunya. Hukum juga menjadi objek politik,
yaitu objek dari politik hukum.
11
Politik hukum berusaha membuat kaidah-kaidah yang
akan menentukan bagaimana seharusnya manusia
bertindak, politik hukum berusaha menyelidiki perubahan-
perubahan apa yang harus diadakan dalam hukum yang
sekarang berlaku supaya menjadi sesuai dengan
kenyataan sosial (sociale erkelijkhed). Akan tetapi,
kadang-kadang juga untuk menjauhkan tata hukum dari
sociale erkelijkhed yaitu dalam hal politik hukum menjadi
alat dalam tangan. Suatu ruling class yang hendak
menjajah tanpa memperhatikan kenyataan sosial itu.
12
HUBUNGAN POLITIK HUKUMDAN ILMU HUKUM
Ulasan ini kami batasi pada hubungan politik dengan
ilmu hukum positif, yaitu ilmu hukum yang mempelajari
hukum yang berlaku di dalam suatu masyarakat tertentu
pada suatu waktu yang tertentu pula. Dengan berpegang
pada pengertian politik hukum dari Bellefroid berpendapat
bahwa ilmu pengetahuan hukum itu terdiri atas 5 bagian,
yang masing-masing adalah sebagai berikut:
13
• Dogmatis hukum, yakni bagian ilmu pengetahuan
hukum yang menelaah isi hukum yang berlaku, arti
ketentuan hukum yang berlaku, tingkatan ketentuan
hukum yang berlaku dan sistem.
• Sejarah hukum, yakni bagian ilmu pengetahuan hukum
yang menelaah ketentuan hukum yang berlaku di
berbagai negara untuk mendapatkan persamaan dan
perbedaannya.
• Perbandingan hukum, yaitu bagian ilmu pengetahuan
hukum yang membandingkan ketentuan hukum yang
berlaku di berbagai negara untuk mendapatkan
persamaan dan perbedaannya.
14
• Politik hukum, yakni bagian dari ilmu pengetahuan
hukum yang menelaah perubahan yang harus dilakukan
dalam hukum yang berlaku agar dapat memenuhi tuntutan
kehidupan masyarakat, dengan demikian politik hukum
membahas arah perkembangan suatu tata hukum politik
hukum membangun ius constituendum dari ius
constitutum (yang berkembang dari stelsel hukum masa
lalu).
• Teori hukum umum, yakni bagian ilmu pengetahuan
hukum yang menelaah hukum terlepas dari kekhususan
waktu dan tempat tertentu, teori hukum umum mencari
pengertian hukum, kewajiban hukum, person hukum, objek
hukum, hubungan hukum, dan sebagainya.
15
DIMENSI KAJIAN POLITIK HUKUMPERUNDANG-UNDANGAN
Apakah yang menjadi pangkal tolak bagi kita untuk
membuat kerangka kajian tentang hukum. Apakah ”politik
hukum” termasuk kajian hukum? Oleh karena itu, untuk
menjawab pertanyaan ini tidaklah mudah mengingat
banyaknya pandangan mengenai hal tersebut.
Akan tetapi, perlu kita membuat membuat kerangka
kajian politik hukum. Sebagai pegangan sementara, kita dapat
menetapkan bahwa bidang kajian ini adalah bergerak antara
filsafat pada satu ujung dan teori politik pada ujung yang lain.
16
Penegasan ini sebenarnya hanyalah ditujukan kepada
perbincangan tentang teori hukum (legal theory), tetapi juga
dapat digunakan untuk seluruh kajian keilmuan tentang
hukum, sehingga kita dapat menempatkan kerangka kajian
politik dalam ilmu hukum. Terkadang ada yang memulainya
dari pemikiran filosofi dan terkadang ada pula yang
memulainya dar pemikiran politis, tetapi dari manapun kita
memulainya, setiap kajian tentang hukum dimensi filosofis
dan dimensi politis akan selalu kita temukan dan harus dilihat
sebagai dua hal yang tidak boleh diabaikan, yaitu sebagai
berikut:
17
• Dimensi politis dalam kajian hukum melihat adanya
keterkaitan yang erat sekali antara hukum dan politik,
bahkan ada yang melihat law as a political instrument
yang kemudian menjadi lebih berkembang dan
melahirkan satu bidang kajian tersendiri yang disebut
”politik hukum” yang kelihatannya dapat mengarahkan
pada perlunya apa yang disebut political gelding van het
recth atau dasar berlakunya hukum secara politik,
disamping apa yang ada sekarang yaitu landasan yuridis,
landasan sosiologis dan landasan filosofis.
18
• Dimensi filosofis dalam kajian hukum melihat sisi lain
dari hukum sebagai seperangkat ide-ide yang bersifat
abstrak dan merupakan penjabaran lebih jauh dari
pemikiran filosofis, yaitu apa yang dinamakan filsafat
hukum. Untuk jelasnya dapat dilihat dalam gambar arus
timbal balik berikut ini:
Filsafat Hukum Ilmu Hukum Politik Hukum
19
Antara politik hukum yang lebih banyak mengarah
pada permusan konkret tentang apa dan bagaimana
seharusnya hukum yang akan datang (ius constituendum),
yang akan dibentuk, dirumuskan, dan filsafat hukum yang
lebih banyak meramu ide-ide tentang hukum, maka
berkembanglah apa yang kita bicarakan tentang ”ilmu
hukum”, sehingga dalam gambar tersebut bagaimana
terjadinya arus timbal balik dan kekuatan tarik menarik
antara filsafat hukum dengan politik hukum tentang
kecenderungan yang akan dapat dikaji dalam ilmu hukum.
20
Pemikiran yang demikian itu dapatlah dikatakan
bahwa ilmu hukum adalah suatu kajian tentang hukum
yang berada dalam ranah atau domein antara politik
hukum di satu pihak dan filsafat hukum di lain pihak dan
ketiga-tiganya filsafat hukum, politik hukum merupakan
suatu kerangka dasar tentang kajian hukum yang dapat
dikembangkan dalam kerangka kajian yang lebih rinci,
sehingga hal ini tidak boleh diabaikan begitu saja.
Apa yang dikemukakan tersebut di atas dalam kajian
hukum tentunya bukan merupakan satu-satunya kerangka
dasar yang harus diterima.
21
OBJEK KAJIAN POLITIK HUKUM
Hukum menjadi juga objek politik, yaitu objek dari
politik hukum. Politik hukum berusaha membuat kaidah-
kaidah yang akan menentukan bagaimana seharusnya
manusia bertindak. Politik hukum menyelidiki perubahan-
perubahan apa yang harus diadakan dalam hukum yang
sekarang berlaku supaya menjadi sesuai dengan
kenyataan sosial (sociale werkelijkheid). Akan tetapi,
kadang-kadang juga untuk menjauhkan tatahukum dari
kenyataan sosial, yaitu dalam hal politik hukum menjadi
alat dalam tangan satu ruling class yang hendak menjajah
tanpa memperhatikan kenyataan sosial itu.
22
Dalam membahas politik hukum maka yang dimaksud
adalah keadaan yang berlaku pada waktu sekarang di
Indonesia, sesuai dengan asas peryimbangan (hierarki) hukum
itu sendiri, atau dengan terminologi Logeman, sebagai hukum
yang berlaku di sini dan kini. Adapun tafsiran klasik politik
hukum, merupakan hukum yang dibuat atau ditetapkan negara
melalui lembaga negara atas pejabat yang diberi wewenang
untuk menetapkanya.
23
Dari pengertian politik hukum secara umum dapat
dikatakan bahwa politik hukum adalah kebijakan yang
diambil atau ditempuh oleh negara melalui lembaga negara
atau pejabat yang diberi wewenang untuk menetapkan
hukum yang mana yang perlu diganti, atau yang perlu
diubah, atau hukum yang mana perlu dipertahankan, atau
hukum mengenai apa yang perlu diatur atau dikeluarkan
agar dengan kebijakan itu penyelenggaraan negara dan
pemerintaha dapat berjalan dengan baik dan tertib,
sehingga tujuan negara secara bertahap dapat terencana
dan dapat terwujud.
24
Pengertian tersebut, umumnya dianut oleh negara-
negara demokrasi konstitusional atau negara hukum yang
demokratis. Sebab ada negara atau pemerintah yang
mengambil kebijakan untuk menerapkan hukum itu agar
melalui hukum itu kekuasaannya dapat dipertahankan, atau
kekuasaan dapat dikonsentrasikan ke tangan
penguasanya.
25
Kebijakan itu diambil dengan berbagai dalih atau
alasan, misalnya demi pembantunan kepentingan rakyat,
stabilitasi nasional, memberantas korupsi dan lain
sebagainya. Politik hukum semacma ini biasanya
diterapkan oleh negara kekuasaan (monarcstaat) dengan
tipe pemerintahan atau kekuasaan yang oligarki, monarki
yang abosolut, otoriter, atau totaliter. Negara kekuasaan ini
masih banyak dianut oleh negara-negara dunia ketiga atau
dikenal sebagai negara – negara sedang berkembang.
26
Adpaun menurut Soedarto (Ketua Perancang Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana), politik hukum adalah
kebijakan dari negara melalui badan-badan negara yang
berwenang untuk menetapkan peraturan yang
dikehendaki yang diperkirakan akan digunakan untuk
mengekspresikan apa yang dicita-citakan. Pengertian
politik hukum dikemukakan oleh Soedarto di atas
mencakup pengertian yang sangat luas.
27
Pernyataan ”mengekspresikan” apa yang terkandung
dalam masyarakat bisa ditafsirkan sangat luas sekolah dan
dapat memasukkan pengertian di luar hukum, yakni politik
hukum berkaitan dengan hukum yang dicita-citakan ius
constituendum. Berbeda dengan dua pengertian terdahulu,
Soedarto tidak hanya berbicara pada kurun waktu apa
hukum yang ditetapkan (ius constituendum), tetapi
tampaknya sudah pula menyinggung kerangka pikir macam
apa yang ahrus digunakan ketika menyusun sebuah
produk hukum.
28
Politik hukum yang dikemukakan oleh Abdul Hakim
Garuda Nusantara dalam sebuah makalahnya yang
berjudul Politik Hukum Nasional yang disampaikan pada
kerja latihan bantuan hukum (Kalabahu). Menurut Abdul
Hakim Garuda Indonesia Nusantara, politik hukum nasional
secara harfiah dapat diartikans ebagai kebijakan hukum
(legal policy) yang hendak diterapkan atau dilaksanakan
secara nasional oleh suatu pemerintahan negara tertentu.
29
Politik hukum nasional meliputi (1) pelaksanaan
ketentuan hukum yang telah ada secara konsisten, (2)
pembangunan hukum yang intinya adalah pembaharuan
terhadap ketentuan hukum yang telah ada dan dianggap
usang, dan penciptaan ktentuan hukum, baru yang
diperlukam untuk memenuhi tuntutan perkembangan yang
terjadi dalam masyarakat, (3) penegasan fungsi lembaga
penegak hukum atau pelaksanaan hukum dan pembinaan
anggotanya, (4) meningkatkan kesadaran hukum
masyarakat menurut persepsi kelom;om elite pengambil
kebijakan.
30
Apabila kita diperhatikan, definisi politik hukum dari
Garuda Nusantara di atas merupakan definisi politik hukum
yang paling komprehensif di antara definisi-definisi politik
hukum yang dipaparkan sebelumnya. Ini disebabkan karena ia
menjelaskan secra gamblang wilayah kerja politik hukum yang
meliputi : pertama, berlakunya politik hukum dan kedua, proses
pembaharuan dan pembuatan hukum yang mengarah pada
sikap kritis terhadap hukum yang diberdimensi ius constitutum
dan mencptakan hukum yang berdimensi ius constitutum.
Lebih dari itu, ia menekankan pada pentingnya penegakkan
fungsi lembaga dan pembinaan para penegak hukum, suatu
hal yang tidak disinggung oleh para ahli sebelumnya.
31
Berdasarkan elaborasi ragam definisi politik hukum
yang telah dikemukakan di atas, perlu penentuan sikap dan
menyimpulkan bahwa politik hukum adalah kebijakan dasar
penyelenggaraan negara dalam bidang hukum yang akan,
sedang dan telah berlaku, yang bersumber dari nilai-nilai
yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan negara
yang dicita-citakan.
32
CORAK DAN KARAKTER PRODUK HUKUM
Istilah karakter produk hukum yang pertama kali dipopulerkan
di Indonesia oleh Prof. Moh. Mahfud MD, karena itu untuk
menggambarkan mengenai pengaruh konfigurasi politik dengan
produk hukum, menurut Prof. Mahfud ada dua karakter
produk hukum yaitu: pertama, produk hukum responsif /
populistik adalah produk hukum yang mencerminkan rasa
keadilan dna memenuhi harapan masyarakat. Dalam proses
pembuatannya memberikan peranan besar dan partisipasi penuh
kepada kelompok-kelompok sosial atau individu di dalam
masyarakat. Hasilnya bersifat responsif terhadap tuntutan-
tuntutan kelompok sosial atau individu dalam masyarakat.
33
Dalam arti cirinya selalu melibatkan semua komponen
masyarakat, kedua produk hukum konservatif adalah
produk hukum yang isinya (materi muatannya) lebih
mencerminkan fisinya elit politik, lebih mencerminkan
keinginan pemerintah, bersifat positivis instrumentalis,
yakni menjadi masyarakat alat pelaksanaan ideologis dan
program negara. Berlawanan dengan hukum responsif,
hukum ortodoks lebih tertutup terhadpa tuntutan-tuntutan
kelompok maupun individu-individu di dalam masyarakat.
Dalam pembuatannya peranan dan partisipasi masyarakat
relatif kecil.
34
Untuk mengkualifikasi apakah suatu produk hukum
responsif, atau konservatif, indikator yang dipakai adalah
proses pembuatan hukum, sifat fungsi hukum, dan
kemungkinan penafsiran atas sebuah produk hukum. Produk
hukum yang berkarakter responsif, prose spembautannya
bersifat partisipatif, yakni mengundang sebanyak-banyaknya
partisipasi masyarakat melalui kelompok-kelompok sosial dan
individu di dalam masyarakat. Adapun proses pembuatan
hukum yang berkarakter ortodoks bersifat sentralistis dalam
arti lebih didominasi oleh lembaga negara terutama pemegang
kekuasaan eksekutif.
35
Dilihat dari fungsinya maka hukum yang berkarakter
responsif bersifat aspiratif. Artinya memuat materi-materi
yang secara umum sesuai dengan aspirasi atau kehendak
masyarakat yang dilayaninya, sehingga produk hukum itu
dapat dipandang sebagai kristalisasi dari kehendak
masyarakat. Adapun hukum yang berkarakter ortodoks
bersifat positivis-instrumentalis. Artinya, memuat materi yag
lebih merefleksikan visi sosial dan politik pemegang
kekuasan atau memuat materi yang lebih merupakan alat
untuk mewujudkan kehendak dan kepentingan program
pemerintah.
36
Jika dilihat dari segi penafsiran, maka produk hukum
yang berkarakter responsif biasanya memberi sedikit
peluang bagi pemerintah untuk membuat penafsiran sendiri
melalui berbagai peraturan pelaksanaan dan peluang yang
sempit itupun hanya berlaku untuk hal-hal yang betul-betul
bersifat teknis. Adapun produk hukum yang berkarakter
ortodks memberi peluang luas kepada pemerintah untuk
membuat berbagai interpretasi dengan berbagai perauran
lanjutan yang berdasarkan visi sepihak dari pemerintah dan
tidak sekedar masalah teknis.
37
Oleh sebab itu, produk hukum yang berkarakter
responsif biasanya memuat hal-hal penting secara
cukup rinci, sehingga sulit bagi pemerintah untuk
membuat penafsiran sendiri. Hal ini menurut hemat
penulis, apabila suatu produk hukum (ius
constitutum) memuat secara rinci akan terjadi
materi muatan hukum yang mudah tertinggal dari
perkembangan dan tuntutan serta kebutuhan
masyarakat.
38
Sedangkan produk hukum yang berkarakter ortodoks
biasanya cenderung memuat materi singkat dan pokok-
pokoknya saja untuk kemudian memberi peliang yang luas
bagi pemerintah untuk mengatur berasarkan visi dan
keuatan politiknya. Hal yang terakhir ini menurut hemat
penulis bawha produk hukum yang demikian itu lebih
menjamin perkembanan dan kebutuha amsyarakat dna
bersifat lebih adik karena produk hukum itu megiuti tas
akeadilan dan kemanfaatan bagi masyarakat yang seiting
dengan tuntutan dan kebutuhan akan keadilan hukum serta
jaminan kepastian hukum.
39
KONFIGURASI POLITIK DAN KARAKTER DAN PRODUK HUKUM
Untuk mengukur konfigurasi politik dalam setiap produk
hukum, apakah ia demokratis atau otoriter dapat dilihat
melalui tiga pilar demokrasi yaitu : peranan partai politik
dan dewan perwakilan rakyat, peranan lembaga eksekutif,
kebebasan pers (kebebasan memperoleh informasi bagi
setiap warga masyarakat).
Berdasarkan tolok ukur di atas, maka kajian politik
hukum perundang-undangna dapat kita telusuri produk
legislatif apakag memenuhi sebagai peoduk hukum atau
sebagai produk politik.
40
Sebagai contoh, sejalan dengan pendekatan
sejarah berkaitan dengan kasus UU No. 5 Tahun
1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah
yangs ekarang ini telah dinyatakan tidak berlaku
dengan berlakuny UU NO, 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah. Demikian pula UU No. 22
Tahun 1999 tentang dinyatakan tidak berlaku
dengan berlakunya UU No.juncto UU No. 12 Tahun
2008 tentang perubahan kedua UU NO, 32 Tahun
2004 tentang pemerintaha daerah .
41
Adanya konstelasi bahwa otonomi hukum di Indonesia
cenderung selalu lemah terutama jika ia bethdapan dengan
subsistem politik. Tegasnya konsentrasi ini dapat dilihat
dari fakta bahwa pelaksanaan fungsi dan penegakkan
hukum tidaklah berjalan eiring dengan perekembangan
strukturnya. Dikatakan demikian jika program pembentukan
hukum dijadikan ukuran, maka pembanunan struktur
hukum telah berjalan dengan cukup baik dan stabil karena
dari waktu ke waktu ada peningkatan produktivitas, tetapi
pada sisi lain dapat dilihat juga bahwa fungsi hukum
cenderung merosot.
42
Struktur hukum dapat berkembang dalam segala
konfigurasi politik yang ditandai dengan keberhasilan
pembuatan peraturan perundang-undangan berbagai
bidang hukum, tetapi pelaksanaan fungsi atau penegakkan
fungsi hukum cenderung semakin lemah. Ketidaksinkronan
pertumbuhan antara gungsi dan struktur hukum itu
disebabkan oleh terjadinya gangguan tindakan-tndakan
politik terhadap upaya penegakkan fungsi hukum.
43
Asumsi dasar yang digunakan kajian ini menurut
Moh. Mahfud MD adalah hukum merupakan produk politik,
sehingga karakter setiap produk hukum akan sangat
ditentukan atau diwarnai oleh imbangan kekuaran atau
konfigurasi politik yang melahirkannya. Asumsi tersebut
berdasarkan kenyataan bawha setiap produk hukum
merupakan produk keputusan politik, sehinga hukum apat
dilihat sebagai kristalisasi dari pemikiran politik yang saling
berinteraksi di kalangan para politisi.
44
Dari sudut das sollen bahwa politik harus tunduk pada
ketentuan hukum. Namun, dari sudut das sein atau
empirisnya bawha hukum lah yang dalam kenyataan
ditentukan oleh konfigurasi politik yang melatarbelakanginya.
Di Indonesia menonjolnya fungsi instrumental hukum sebagai
sarana kekuasan politik dibandingkan dengan fungsi-fungsi
lainnya. Dapat dilihat dari pertumbuhan pranata hukum, nilai
dan prosedur perundang-undangan dan birokrasi penegak
hukum yang bukan hanya mencerminkan hukum sebagai
kondisi dari proses pembangunan melainkan juga menjadi
penopang tangguh struktur politik, ekonomi dan sosial.
45
HUKUM YANG BERLAKU DAN PERUBAHAN KEHIDUPAN MASYARAKAT
I. Hukum yang Berlaku (Ius Constitutun)
Hukum yang berlaku kini dan yang akan datang dalam
kepustakaan ilmu hukum biasanya disebut ius constitutum. ius
constitutum itu sendiri adalah suatu istilah bahasa latin yang berarti
hukum yang telah ditetapkan. Dalam uraian ini yang dimaksud
dengan hukum yang telah ditetapkan itu adalah hukum yang
berlaku, yakni berlaku di suatu tempat tertentu pad awaktu yang
tertentu pula. Kepastian apakah suatu ketentuan merupakan suatu
ketentan hukum yang berlaku atau bukan menentukan apakah
seseorang petugas atau aparat hukum yang menghadapi
perubahan kehidupan dalam masyarakat perlu melakukan politik
hukum atau tidak.
46
Hal ini disebabkan karna dalam kehidupan masyarakat
berlaku berbagai ketentuan, misalnya ketentuan sopan santun,
ketentuan moral, ketentuan agama dan ketentuan hukum.
Seorang petugas hukum hanya akan melakukan politik hukum
bila ia menghadapi suatu kesukaran yang timbul kaena adanya
ketidaksesuiaan antara ketentuan hukum yang telah
ditetapkan atau yang harus dilakukannya, dengan kenyataan
kehidupan masyarakat yang dihadapinya. Hal itu disebbakan
karena hanya ketentuan hukum saja yang ahrus dilaksanakan
dalam menghadpai kenyatana kehidupan amstarakat karena
ketentuan hukum itu dipaksanakan berlakunya oleh external
power.
47
Berbeda dengan ketentuan-ketentuan hukum itu
berlakunya ketentuan sopan santun, ketentuan moral dan
ketentuan aghama, misalnya tidaklah dipaksanakan oleh
external power.
Untuk memahami ketentuan hukum yang berlaku itu
perlu ditelaah tiga hal, yakni pertama, apakah suatu
ketentuan merupakan ketentuan hukum yang berlaku,
kedua, bagaimana kedudukan ketentuan hukum itu dan
keriga, bagaimana arti atau sii ketentuan hukum tersebut.
48
1. Ketentuan Hukum Yang Berlaku
Untuk mengetahui apakah suatu ketentuan
merupakan ketentuan hukum yang berlaku kita berhadapan
dengan ajaran sumber hukum. Sumber hukum dalam
tulisan ini diartikan dalam dua arti. Pertama, sumber hukum
diartikan sebagai suatu ajaran tentang ukuran yang
digunakan untuk menentukan apakah suatu ketentuan
merupakan suatu ketentuan hukum atau bukan dan yang
kedua, sumber hukum diartikan sebagai suatu kumpulan
ketentuan yang dapat diterapkan oleh pengadilan. Berikut
dua pengertian sumber hukum tersebut.
49
a. Sumber Hukum sebagai ajaran berlakunya hukum Sumber hukum dalam arti ajaran tentang ukuran untuk
menentukan apakah suatu ketentuan merupakan ketentuan
hukum yang berlaku umum. Hal itu disebabkan karena
apakah suatu ketentuan merupakan ketentuan hukum yang
berlaku dapat diukur dengan dua hal, yakni isi atau materi
ketentuan hukum yang bersangkutan dan proses
pembentukan ketentuan hukum tersebut.
Pertama, sumber hukum material adalah prinsip yang
menentukan isi ketentuan hukum yang berlaku. Berdasarkan
ukuran ini ditentukan apakah suatu ketentuan itu merupakan
ketentuan hukum yang berlaku umum atau bukan.
50
Kedua, sumber hukum formil adalah suatu proses
yang menjadikan suatu ketentuan menjadi ketentuan
hukum positif. Ukuran yang kedua ini ialah apakah suatu
ketentuan itu merupakan ketentuan hukum yang berlaku
umum tergantung pada proses pemberlakuan ketentuan
tersebut dalam kehidupan masyarakat itu melalui proses
pembentukan hukum yang berlaku dalam masyarakat,
ketentuan itu adalah ketentuan hukum.
51
Proses pembentukan hukum yang berlaku dalam
suatu masyaralat pada umumnya ada dua macam, yakni
perundang-undangan dan kebiasaan. Yang dimaksud
dengan perundang-undangan adalah proses pembentukan
hukum yang memenuhi dua syarat, yakni (1) dilakukan oleh
organ negara yang berwenang dan 2) melalui prosedur
yang telah ditentukan
52
b. Sumber hukum yang diterapkan pengadilan
Pengertian sumber hukum sebagai kumpulan ketentuan
yang dapat diterapkan oleh pengadilan berpangkal pada
ketentuan pasla 38 Statuta Mahkamah Internasional
(Internasional Court of Justice). Ketentuan ini lazim diterima
sebagai ketentuan yang menetapkan subyek hukum
inetrnasional. Sebenarnya ketentuan ini menetapkan
ketentuan-ketentuan yang harus ditetapkan oeh Mahkamah
Internasional dalm melaksanakan tugasnya memutukan
perselisihan menurut hukum internasional yang diajukan
kepadanya. Ketentuan pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah
Internasuonal itu selengkapnya menetapkan ebagai berikut:
53
The court, whose function is tod ecide in
accordance with international low nsuch diputes as
are submitted r it, shall apply, 1) international
treaties, 2) international custom, as avidence of a
general practice accepted as law, (3) the general
principles of law recognized by civilized nations, (4)
Judical decision adn teh teachings of the most
highly qualified publicits of the various countries as
subsidiary means for the determination of the rule
of law.
54
Dari uraian dia tas tampak adanya tiga pengertian
sumber hukum yakni sumber hukum material, sumber hukum
formal, dan kumpulan ketentuan hukum yang diterapkan untuk
mengelesaikan sengketa. Tiga sumber hukum itu sama lian
dapat dihubungkan sebagai berikut. Sumber hukum material
adalah materi yang menentukan isi ketentuan hukum yang
beflaku. Sumber hukum material itu wujudnya adalha prinsip-
prinsip yang ementukan isi ketentuan hukum yang berlaku.
Prinsip-prinsip itu misalnya prinsip saling menguntungkan
dalam hukum perjanjian, prinsip demokrasi dalma hukum
pemerintahan negara, prinsip pertanggungjawaban mereka
yang melakukan wrongful act.
55
Prinsip-prinsip itu kemudian diolah dalam sumber
formal yakni proses yang membuat suatu ketentuan
menjadi ketentuan hukum yang berlaku umum. Proses itu
dapat merupakan perundang-undangan dan dapat pula
merupakan suatu kebiasaan (custom). Seperti telah
diutarakan di muka perundang-undangan adalah suatu
proses yang membuat suatu ketentuan menjadi ketentuan
hukum yang berlaku umum yang dilakukan dengan
memenuhi dua syarat, yakni ditetapkan oleh organ negara
yang berwenang dan melaui proseudr yang telah
ditentukan.
56
Didalam pengertian perundang-undangna itu
termasuk pengertian treaty. Hal itu disebabkan karena
treaty adalah juga merupakan suatu proses yang membuat
suatu ketentuan menjadi ketentuan hukum yang berlaku
umum, yang ditetapkan oleh organ negara yang
berwenang dan melalui prosedur yang telah ditentukan.
57
Adapun kebiasaan adalah suatu prose yang membuat
sautu ketentuan menjadi ketentuan hukum yang berlaku
umum ttapi dilakukan tanpa memenuhi persyaraha yang
berlaku bagi perundang-undangan, salah satu syarat atau
kedua-duanya.
Namun, kebiasaan itu harus pula memenuhi
persyaratan material dan persyarayan psikologis. Sumber
hukum formal, yakni perundang-undangan dan kebiasana itu
menghasilkan peraturan perundang-undangan (statustory
rules) dan peraturan kebiasaan (customary rules).
58
Ketentuan hukum yang merupakan produk dari sumber
hukum formal itu, yakni peraturan perundang-undangan dan
peraturan kebiasaan, merupakan kumpulan ketentuan hukum
yang harus dipatuhi dalam kehidupan amsyarakat, c.q.
diterapkan oleh mahkamah dalam menyelesaikan sengketa.
Ringkasnya sumber hukum material menentukan materi
yang diperlukan bagi penetapan suatu ketentuan hukum.
Sumber hukum formal membeproses materi yang diperlukan
bagi peneapan suatu ketentuan hukum itu menjadi suatu
ketentuan hukum yang berlaku umum.
59
Keseluruhan produk dari sumber hukum formal itu
merupakna kumpulan ketentuan hukjum yang siap
diterapkan dalam kehidupan masyarakat, c.q. untuk
menyelesaikan sengketa oleh mahkamah. Hubungan tiga
sumber hukum itu bila digambarkan adalah sebagai
berikut:
Prinsip 2
Proses
Rule
Rule
60
2. Kedudukan ketentuan hukum yang berlaku
Bagaimana kedudukan ketentuan hukum yang berlaku?
Produk ketentuan hukum yang dihasilkan oleh sumber
hukum formal itu keseluruhannya merupakan suatu sistem.
Yang dimaksud dengan sistem adalah orderly combination
or arrangement as of particlat, parts or elements into a
whole (black’s law dictionary). Dengan kata lain sistem
adalah uatu susunan yang teratur dari elemen-elemen yang
membentui suatu kesatuan.
61
Dalam hubungannya dengan hukum elemen-elemen
itu adalah ketentuan hukum yang merupakan produk
sumber hukum formal yang bekerja dalam suara kehidupan
masyarakat. Kedudukan suatu ketentuan hukum dalam
kehidupan masyarakat tergantung pada kedudukan
ketentuan hukum itu dalam sistem hukum yang berlaku
dalam kehidupan masyarakat tersebut.
62
Kedudukan suatu ketentuan hukum dalam suatu
sistem hukum yang berlaku dalam kehidupan masyarakat
ditentukan oleh dua hal, yakni hakikat ketentuan hukum
tersebut dan sistem peraturan perundang-undangan
negara yang bersangkutan. Dilihat dari hakikatnya suatu
ketentuan hukum dapat dibedakan antara prinsip hukum
dan ketentuan hukum biasa. Perbedaan antara prinsip
huklum dan ketentuan hukum biasa merupakan ketentuan
hukum yang bersifat terinci.
63
Apabila dua macam ketentuan hukum itu dibandingkanh,
maka bila dilihat dari isnya prinsip hukum mempunyai
keduudkan yang lebih tinggi dari ketentuan hukum biasa. Hal itu
disebbakan kaena isi ketntuan hukum biasa merupakan
penjabaran dari prinsip hukum yang berlaku dalam kehidupan
masyarakat. Isi ketentuan hukum biasa itu dengan demikian
harus tunduk pada isi prinsip hukum tersebut. Namin, bila dilihat
dari kekuatan berlakunya, ketentuan hukum biasa yang lebih
terinci perumusannya lebih siap untuk diberlakukan. Terlebih
lagi bila ketentuan hukum biasa itu telah ditetapkan lewat
sumber hukum formal.
64
3. Arti Ketentuan Hukum yang Berlaku
Bagaimana arti ketentuan hukum yang berlaku itu?
Ketentuan hukum yang berlaku itu berwujud suatu rangkaia
kata yang membentuk suatu kalimat yang menerapkan
akibat hukum tertentu pada fakta tertentu. Mirip dengan
pengertian itu Black mengarikan rule sebgai a legal precep
attaching a definite detailed legal consequene to definite
detaile statement to fact.
65
Apabila poilitik hukum ada;ah sautu bagian ilmu
hukum yang mengkaji perubahan ius constitutum menjadi
ius constituendeum untuik memenuhi kebutuhan
perubahan kehidupan masyarakat, maka untuk melakukan
politik hukum itu perlu diketahui lebih dahulu isi ketentuan
hukum yang hendak dirbah. Untuk dapat memehamai arti /
isi suatu ketentuan hukum c.q. akibat hukum apa yang
terkait pada fakta apam diperlukan penafsiran hukum
66
Penafsiran hukum adalah suatu usaha untuk
memberikan arti suatu ketentuan hukum agar dapat
diterapkan. Penafsiran hukum adalah suatu usaha untuk
menejalskan isi suatu ketentuan hukum. Menurut
Kertokusumo penafsiran hukum merupakan suatu metode
penemuan hukum. Dalam usaha untuk menjelaskan isi
ketentuan hukum itu Starke menunjuk 5 (liam) prinsip
penafsiran sebagai berikut:
67
a. Penafsiran Gramatikal
Berdasarkan penafsiran ini suatu ketentuan hukum
diartikan sesuai dengan arti kata dan kalimat ketentuan
hukum tersebut. Yang dimaksud dengan arti kata dan
kalimat ketentuan hukum itu adalah arti biasa (plan and
natural meaning) dari kata dan kalimat ketentuan hukum
tersebut. Dengan kata lain arti kata dan aklimat yang
dimaksud bukanlah arti kiasan dari kata dan kalimat yang
dimaksud bukanlah arti kiasan dari kata dan kalimat
tersebut.
68
Penafsiran gramatikal ini adalah penafsiran yang
utama dan pertama-tama harus digunakan dalam usaha
mencari arti isi suatu ketentuan hukum. Penafsitan
gramatikal dianggap sebagai penafsiran arti isi suatu
ketentuan hukum sesuai dengan maksud pembentk
ketentuan tersebut.
69
Namun, penggunaan penafsiran gramatikal sebagai
sarana utama untuk mencari arti suatu ketentuan hukum itu
tidaklah mutlak, dalam arti bahwa penafsiran gramatikal itu
dapat digunakan bila penafsiran itu menimbulkan pengertian
yang tidak masuk akal (absurb). Dalam hal demikian harus
digunakan penafsiran lain.
Dalam penafsiran gramatikal ini berlaku asas sens clair,
yakni asas yang menetapkan bahwa bila kata dan kalimat
suatu ketentuan hukum mempunyai arti yang cukup jelas,
maka ketentuan itu tidak boleh ditafsirkan menyimpang dari
arti kata dan kalimat ketentuan tersebut.
70
b. Penafsiran Berdasarkan Objek dan Konteks Peraturan Perundang-undagan
Penafsiran ini digunakan bila arti kata dan kalimat
suatu ketentuan hukum meragukan. Dengan kata lain
penafsiran berdasrakan objek dan konteks peraturan
perundang-undagan ini digunakan bila penafsiran
gramatikal tidak dapat digunakan dengan baik. Dalam hal
demikian, maka arti isi dari ketentuan hukum itu harus
dicari dalam hubungannya dengan tujuan (objek) dari
pembuatan peraturan perundang-undangan tersebut untuk
dalam kaitannya dengan ketentuan-ketentuan lain yang
merupakan suatu bagian tertentu atau keseluruhan dari
peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
71
c. Penafsitan yang Reasionable dan Konsisten
Penafsiran ini digunakan juga bila penafsiran gramatikal
tidak dapat digunakan, penafsiran yang reasonable adalah
penafsiran yang masuk akal. Sebagai contoh penafsiran yang
masuk akal misalnya pihak-pihak yang berjanji biasanya
berpegang pada titik tolak bahwa mereka tidak mau dibatasi
haknya kecuali pembatasna yang telah diperjanjikan dengan
tegas dalam suatu perjanjian. Oleh karena itu, bilamana
terdapay suatu ketentuan yang meragukan (dalam
menetapkan hak kewjiaban pihak yang berjanji), maka
ketentuan itu harus diartikan yang palings edikit membatasi
hak pihak-pihak yang berjanji.
72
Penafsiran yang konsisten adalah penafsiran yang
tidak berubah-ubah tetap berpegang pada satu asas.
Sebagai contoh asas lex specialis derogate legi generali
(hukum khusus mengingkari hukum yang umum). Dalam
menghadapi perbedan arti antara sutau ketentuan yang
sifatnya khusus dan suatu ketentuan yang sifatnya umum,
mislanya ketentuan kitab undang-undang hukum dagang
(KUHD) dan ketentuan BW, maka ketentuan KUHD harus
diutamakan.
73
d. Penafsiran Berdasarkan Prinsip Efektivitas
Penafsiran berdasarkan prinsip efektivitas adalah
pemberian arti suatu ketentuan hukum dari suatu peraturan
perundang-undangan sedemikian rupa sehinga semua
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan itu efektif.
Efektif dalam hal ini berarti semua ketentuan hukum dalam
peraturan perundang-undangan itu berlaku dan mempunyai
akibat hukum yakni menimbulkan suatu hak dan atau
kewajiban
74
e. Penggunaan bahan ekstrinsik
Yang dimaksud dengan bahan ekstrinsik adalah bahan
yang tidak diterapkan dalam batang tubuh suatu peraturan
perundang-undangan. Dalam penafsiran suatu ketentuan
hukum pada prinsipnya tidak dibenarkan menggunakan
bahan ekstrinsik, kecuali bila kata dan kalimat suatu
ketentuan hukum tidak jelas. Adapun yang dimaksud
denan bahan ekstrinsik itu misalnya sejarah relevan yang
ketentuan hkum yang bersangkutan, travaux preparatiries,
peraturan yang ditetapkan kemuian peraturan perundang-
undangan atau perjanjian in pari materia
75
4. Metode Penemuan Hukum
Metode argumen tasi menurut Sudikno Mertokusumo
adalah suatu sarana untuk menetapkan ketentuan hukum
bagi suatu peristiwa tertentu yang tidak diatur oleh hukum.
Metode argumentasi dengan demikiana dalah suatu sarana
untuk mengisi kekosongan hukum bagi suatu petistiwa
tertentu. Dalam menghadapi kekosongan hukum itu
penemuan hukum itu dapat dilakukan hakim dengan
metode argumentasi per analogian atau metode
argumentum a contrario.
76
Metode argumentum per analogiam adalah suatu
sartana untuk menetapkan ketentuan hukum bai suatu
peristiwa yang belum diatur hukum dengan mencari
persamaannya dengan peristiwa lain yang telah diatur oleh
suatu ketentuan hukum. Berdasarkan persamaan peristiwa
lain yang telah diatur oleh suatu ketentuan hukum.
Berdasarkan persamaan peristiwa itu ketentuan hukum
yang ditetapkan berlaku bagi peristiwa tersebut
diberlakukan pada petistiwa yang belum diatur hukum.
77
II. HUKUM DAN PERUBAHAN KEHIDUPAN MASYARAKAT
Politik hukum adalah bagian dari ilmu hukum yang
mengkaji perubahan ius constitutum menjadi ius
constituendum untuk memenuhi perubahan kehidupan
masyarakat. Untuk memahami perubahan kehidupan
masyarakat itu perlu ditelaah pengertian perubahan,
pengertian kehidupan dan pengertian masyarakat.
Yang dimaksud dengan pengertian perubahan dalam
tulisan ini adalah keadaan suatu yang berbeda dari keadaan
semulanya. Segala sesuatu yang ada di dunia itu terdiri atas
unsur-unsur atau bagian-bagian.
78
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan
kehidupan suatu masyarakat dapat merupakan faktor yang
terdapat di dalam masyarakat itu sendiri (faktor internal)
dan dapat pula merupakan faktor-faktor yang datang dari
luar (faktor eksternal). Faktor – faktor internal itu misalnya
pemikiran manusia anggota masyarakat yang
bersangkutan, kebutuhan hidup anggota masyarakat yang
bersangkutan, dan cara hidup anggota masyarakat yang
bersangkutan.
79
Faktor-faktor eksternal yang dapat mengubah
kehidupan suatu masyarakat misalnya datangnya teknologi
modern, masuknya alat-alat komunikasi dan transportasi
modern dalam masyarkat tersebut.
Perubahan bidang kehidupan yang satu dapat
mempengaruhi perubahan kehidupan yang lain. Bagi politik
yang perlu dicatat ialah bahwa perubahan bidang-bidang
kehidupan selain perubahan hukum dapat mempengaruhi
perubahan bidang kehidupan lain.
80
1. Peran Hukum Dalam Perubahan Masyarakat Seperti diutarakan di muka masyarakat selalu berubah.
Dror bahkan mengutarakan bahwa perubahan masyarakat
dewasa ini adalah perubahan yang diarahkan. Dikatakan
bahwa perubahan masyarakat dewasa ini adalah directed
social change, suatu future directing society. Dalam
perubahan masyarakat itu hukum merupakan salah satu
instrumen perubahan kehidupan masyarakat tersebut,
tetapi hukum bukan merupakan satu-satunya instrumen
perubahan masyarakat.
81
Ada komponen-omponeb lain yang juga merupakan
instrumen perubahan masyarakat. Komponen-komponen
lain itu adalah politik ekonomi, sosial dan budaya. Oleh
karena itu, dalam mengkaji hukum sebagai instrumen
perubahan masyarakat harus juga memahami saling
keterkaitan hukum itu dengan instrumen-instrumen lain
tersebut, namun demikian juga harus diingat bahwa
sebagai instrumen perubahan masyarakat itu hukum
merupakan instrumen yang mempunyai kelebihan bila
dibanding dengan instrumen lain.
82
Hukum merupakan sarana yang kuat, karena hukum
merupakan sarana yang dapat memaksakan keputusannya
dengan eksternal power. Oleh karena itu, hukum sebagai
instrumen perubahan kehidupan masyarakat bila
digunakan dengan tepat akan merupakan instrumen yang
berguna, tetapi bila digunakan dengan salah hukum akan
menjadi instrumen yang berbahaya bagi kehidupan
masyarakat.
83
2.Hubungan Hukum dengan Perubahan Masyarakat
Seperti diutarakan di muka masyarakat selalu berubah.
Adapun hukum begitu ditetapkan menjadi pasti, tetap, nanun
ada jakanya hukum juga berubah dengan diterapkannya
ketentuan hukum yang baru. Keadaan demikian dapat
menimbulkan kesenjangan antara hukum dan kehidupan
masyarakat.
Kesenjangan itu dapat terjadi kara kehidupan amnyarakat
lebihg maju daipad aketentuan hukum yang berlaku. Dalam hal
demkian terdapat kehidupan masyarakat yang tidak sesuai
dengan keharusan yang dituntut oleh hukum. Dengan kaiat lain
kata timbullah keharusan yang hidup dalam masyarakat.
84
Kesenjangan juga dapat terjadi bila ada ketentuan
hukum baru yang ditetapkan yang tidak sesuai dengan
tingkah laku manusia di dalam masyarakat. Dalam hal
demikian tuntutan keharusan hukum yang baru ditetapkan
tdiak sesuai dengan tingkah laku yang hidup di
masyarakat. Hal itu berarti kehidupan masyarakat. Hal itu
berarti kehidupan masyarakat tertinggal dari ketentuan
hukum yang berlaku.
85
Untuk mengatasi kesenjangan itu hukum dapat
menetapkan tiga alternatif. yang pertama, tetap berpegang
pada hukum yang berlaku dan merubah tingkah laku
kehidupan dalam masyarakat yang ada. Yang kedua,
melegalisir perubahan kehidupan yang ada dan meniadakan
ketentuan hukum yang berlaku. Yang ketiga, sebagian
ketentuan hukum yang berlaku dipertahankan dengan juga
menerima sebagai perubahan kehidupan dalam masyarakat
yang terjadi.
86
Peran hukum dalam merubah kehidupan masyarakat
dapat dilakukan secara langsng dan dapat juga dilakukan
scara tidak langsung. Peran hukum dalam mengubah
kehidupan masyarkats secara langsung misalnya hukum
melarang poligami. Dalam hal demikian hukum meneapan
langsung hubungan hukum yang berlaku di masyarakat.
Peran hukum dalam mengubah kehidupan masyarakat
yang tidak langsung misalnya menetapkan hukum tentang
pendirian suatu gedung sekolah di suatu tempat. Penetapan
hukum demikian secara langsung akan menimbulkan
keharusan wajib belajar bagi anak-anak nusia sekolajh di
wilayah tersebut.
87
3. Hukum dapat mengbah perilaku masyarakatUntuk menjawab pertanyaan apakah hukum dapat
mengubah perilaku masyarakat, kiranya perlu dikemukakan teori
Marx klasik dan teori hukum mashab sejarah. Teori Mark klasik
membedakan kehidupan masyarakat dalam dua struktur, yakni
struktur atas dan struktur bawah. Yang dimaksud dengan struktur
atas adalah alam pikiran. Adapun struktur bawah adalah
kebutuhan jasmani. Menurut teori Marx itu struktur bawah
menentukan struktur atas, dan tidak sebaliknya, dengan
demikian, maka alam pikiran teramsuk hukum tidak dapat
mempengaruhi atau mengubah struktur bawah atau kehidupan
masyarakat.
88
Von Savigny, dari mashab sejarah berpendapat bahwa
hukum itu tidak dibuat tetapi hukum itu ada dan terbentuk
bersama-sama dengan masyarakat (das Recht is nicht
gemacht, aber Es ist udn wirdt mit dem volke).
Berdasarkan dalil itu Von Savigny hukum yang ditetapkan
dalam perundang-undangan tidak dapat merubah
kehidupan masyarakat. Hal itu disebabkan bahwa itu
tumbuh bersama kehidupan masyarakat yang
bersangkutan.
89
Dror berpendapat bahwa pendapat dua teori itu tidak
sesuai dengan kenyatanayang terjadi di dalam prakti.
Kenyataan di dalam praktik menunjukkan bawah hukum
dapat mengubah keidupan masyarakat dan juga terdapat
perundang-undangan yang menetapkan berlakunya hukum
negara lain ke dalam hukum suatu negara dengan hasil
yang baik. Misalnya Turki telah berhasil mengubah
kehidupan masyarakat dengan menerapkan hukum Eropa.
Demikian juga Jepang dan Rusia. Negara Indonesia sendiri
telah menrapkan hukum Belanda dengan menggunakan
asas konkordansi.
90
HUKUM HARUS DITETAPKAN(IUS CONSTITUENDUM)
A. Pengertian Ius Constituendum
Ius Constituendum dalam arti harfiah, yakni hukum yang
seharusnya berlaku meliputi dua pengerian, yakni apa dan
bagaimana hukum yang harus ditetapkan sea apa dan
bagaimana menerapkan hukum itu. Apa dan bagaimana Ius
Constituendum? Pembicaraan tentang apa dan bagaimanba
hukum yang harus ditetapkan (Ius Constituendum) itu meliputi
apakah hukum dan ketentuan hukum itu, bagaimana
perumusan ketentuan hukum itu, bagaimana fungsi bahasa
dalam perumusan ketentuan hukum itu, dan bagaimana isi
ketentuan hukum itu.
91
Dengan demikain berdasarkan pengertian itu
ketentuan hukum adalah suatu aturan yang menetapkan
akibat hukum tertentu pada suatu fakta tertentu. Akibat
hukum itu bila dilihat dari hukum tata negtara dapat pula
merupalkan wewenang dan tugas. Adapun fakta dalam
pengeftian itu dapat merupakna subjek suatu keadaan atau
perbuatan. Hukum yang harus di tetapkan sebagai Ius
Constituendum itu dengan demikian adalah suatu
ketentuan hukum, mungkin satu ketentuan hukum saja
atau mungkin seperangkat ketentuan-ketentuan hukum.
92
B.Sahnya Ius Constituendum
Hukum yang seharusnya berlaku ditetapkan dalam
proses politik hukum haruslah merupakan hukum yang sah.
Sah berarti berlaku menurut hukum (rechtsgelding). Agar
suatu hukum atau ketentan hukum merupakan hukum atas
ketentuan hukum yang sah, hukum atau ketentuan hukum
itu harus memenuhi beberapa persyaratan. Menurut van
der pot persyarartan itu adalah bahwa hukum atau
ketentuan hukum itu harus :
93
1. Ditetapkan oleh alat pemerintahan yang berwenang
2. Penetapan hukum atau ketentuan hukum itu tanpa cacat
kehendak
3. Bentuk penetapan hukum atau ketentuan hukum itu
sesuai dengan bentuk yang ditetapkan peraturan yang
menjadi dasar penetapan hukum atau ketentan hukum
tersebut.
4. Isi dan tujuan penetapan hukum atau ketentuan hukum itu
sesuai dengan isi dan tujuan yang ditetapkan peraturan
yang menjadi dasar penetapan hukum atau ketentuan
hukum tersebut.
94
C.Kekuatan Hukum Ius Constituendum
Kekuatan hukum dari hukum atau ketentuan hukum
yang ditetapkan berkait dengan kepoastian akibat hukum
dari hukum atau ketentuan hukum yang ditetapkan. Suatu
ketentuan hukum mempunyai kekuatan hukum berarti
bawha ketentuan hukum telah mempunyai akibat hukum
yang definitif, dalam arti bahwa akibat hukum yang timbul
dari ketentuan hulum itu, yakni hak dan kewajiban sudah
definitif atau pasti dapat dimanfaatkan oleh pihak yang
memperolehnya.
95
Kapan suatu ketentuan hukum mempunyai kekuatan
hukum dapat disebabkan karena telah selesainya proses
penetapannya atau karena sifat isi ketentuan hukum yang
bersangkutan. Kekuatan hukum yang timbul karena
selesainya proses penetapan ketentuan hukum itu disebut
kekuatan hukum formal.
Ketentuan hukum yang timbul karena sifat isi
ketentuan hukum itu disebut kekuatan hukum material. Isi
ketentuan hukum yang ditetapkan dalam sautu keputusan
ada yang karena sifatnya meniumbulkan akibat hukum
yang definitif.
96
Kekuatan hukum suatu keputusan hukum berkait erat
dengan sahnya suatu keputusan hukum. Hal itu
disebabkan karena suatu keputusan hukum hanya dapat
mempunyai kekuatan hukum bila keputusan hukum itu sah.
Keterkaitan erat antara sahnya suatu ketentuan hukum
dengan keuatan hukum suatu ketentuan tidaklah berarti
baha sahnya ketentuan hukum itu sama dengan ketentuan
hukum itu sma dengan kekuatan hukum suatu keuatan
hukum. Hal Itu disebabkan katena sahnya suau ketentuan
hukum itu sama dengan kekuatan hukum suatu ketentuan
hukum.
97
Sahnya ketentuan hukum justru berbeda dengan
kekuatan hukum suatu ketentuan hukum. Hal itu disebahkan
karena sahnya suatu ketentuan hukum itu merupakan akibat
hubungan antara ketentuan hukum tersebut dengan dasar
hukumnya. Apabila ketentuan hukum itu sesuai dengan dasar
hukumnya, ketentuan hukum adalah sah.
Adapun kekuatan hukum suatu ketentuan hukum itu
merupakan akibat dari hubungan ketentuan hukum terebut
dengan akibat hukumnya. Apabila ketentuan hukum itu
mempunyai hukum, akibat hukum yang definitif, ketentuan
hukum itu mempunyai kekuatan hukum. Pebedaan antara
sahnya ketentuan hukum dengan kekuatan hukum dari
ketentuan hukum dapat digambarkan sebagai berikut.
98
Apabila ketentuan hukum dengan dasar hukum = sah,
apabila ketentuan hukum punya akibat hukum definitif =
punya kekuatan hukum. Kekuatan hukum berbeda dengan
tidak dapat ditaroiknya kembali suatu ketentuan hukum.
Penarikan kembali suau ketentyuan hukum yang telah
ditetapkan secara sah oleh alat pemerintahan pada
prinsipnya tidak dapat ditarik kembali. Hal itu disebabkan
karena dalam menetapkan suatu ketntuan hukum diharapkan
bahwa alat pemerintahan itu bertindak serius.
DASARHUKUM
KETENTUANHUKUM
AKIBATHIUKUM
99
Penarikan kembali itu hanya dimungkinkan
berdasarkan dalam kehidupan masyarakat. Pengecualian
itu dimungkinkan berdasarkan asas rebus sic stantibus.
Dalam arti bahwa suatu ketentuan hukum itu ditetapkan
dan berlaku untuk dan selama keadaan tertentu. Apabila
keadaan yang melandasi berlakunya ketentuan hukum itu
berubah ketentuan hukum itu dapat ditarik kembali atau
diubah.
100
Penarikan kembal suatu ketentuan hukum dapat
dilakukan oleh alat pemerintahan yang menetapkan
ketentuan hukum itu atau oleh alat pemerintahan lain.
Penarikan kembali suatu ketentuan hukum oleh alat
pemerintahan yang menetapkan ketentuan hukum itu,s
elain bedasrakan asas rebus sioc stantibus, dapat juga
karena adanya cacat hukum ketentuan hukum tersebut,
karena ketentuan hukum itu merupakan ketentuan hukum
bersyarat, atau karena ketentuan hukum itu menimbulkan
keadaan yang tidak layak atau kerugian yang lebih besar.
101
Penarikan kembali ketentuan hukum oleh alat
pemerintahan ini harus dilakukan dengan mentaati asas
contraries octus, yakni bahwa penarikan kembali
ketentuan hukum itu harus melalui proses yang sama
dengan proses penetapannya dahulu. Penarikan kembali
suatu ketentuan hukum oleh dapat pemerintahan lain
selain alat pemerintahan yang menerapkannya hanya
dapat dilakukan bola noleh hukum alat pemerintahan itu
diberi wewenang.
top related