triage
Post on 02-Dec-2015
121 Views
Preview:
TRANSCRIPT
TRIAGE
Pengertian Triage
Triage adalah suatu proses yang mana pasien digolongkan menurut tipe dan tingkat kegawatan kondisinya. Triage terdiri dari upaya klasifikasi kasus cedera secara cepat berdasarkan keparahan cedera mereka dan peluang kelangsungan hidup mereka melalui intervensi medis yang segera. Sistem triage tersebut harus disesuaikan dengan keahlian setempat. Prioritas yang lebih tinggi diberikan pada korban yang prognosis jangka pendek atau jangka panjangnya dapat dipengaruhi secara dramatis oleh perawatan sederhana yang intensif. Sistem triase ini digunakan untuk menentukan prioritas penanganan kegawat daruratan. Sehingga tenaga medis benar-benar mem-berikan pertolongan pada pasien yang sangat membutuhkan dengan penanganan secara cepat dan tepat, dapat menyelamatkan hidup pasien tersebut.
Tujuan Triage Tujuan utama adalah untuk mengidentifikasi kondisi mengancam nyawa. Tujuan triage selanjut-nya adalah untuk menetapkan tingkat atau derajat kegawatan yang memerlukan pertolongan kedaruratan.
Kode Warna International Dalam Triage :
1. Prioritas 1 atau Emergensi: warna MERAH (kasus berat) Pasien dengan kondisi mengancam nyawa, memerlukan evaluasi dan intervensi segera, perdara-han berat,pasien dibawa ke ruang resusitasi, waktu tunggu 0 (nol)
Misalnya: ·Asfiksia, cedera cervical, cedera pada maxilla ·Trauma kepala dengan koma dan proses shock yang cepat ·Fraktur terbuka dan fraktur compound ·Luka bakar > 30 % / Extensive Burn dan Shock tipe apapun
2. Prioritas 2 atau Urgent: warna KUNING (kasus sedang) Pasien dengan penyakit yang akut, mungkin membutuhkan trolley, kursi roda atau jalan kaki, waktu tunggu 30 menit, area critical care.
Misalnya:· Trauma thorax non asfiksia · Fraktur tertutup pada tulang panjang · Luka bakar terbatas ( < 30% dari TBW ) · Cedera pada bagian / jaringan lunak
3. Prioritas 3 atau Non Urgent: warna HIJAU (kasus ringan) Pasien yang biasanya dapat berjalan dengan masalah medis yang minimal, luka lama, kondisi yang timbul sudah lama, area ambulatory / ruang P3.
· Minor injuries · Seluruh kasus-kasus ambulant / jalan
4. Prioritas 0: warna HITAM (kasus meninggal) · Tidak ada respon pada semua rangsangan · Tidak ada respirasi spontan · Tidak ada bukti aktivitas jantung · Tidak ada respon pupil terhadap cahaya
Metode TRIAGE
A. START ( Simple triage And Rapid Treatment)
Adalah suatu system yang dikembangkan untuk memungkinkan paramedic memilah korban dalam waktu yang singkat kira – kira 30 detik.Yang perlu diobservasi : Respiration, Perfusion, dan Mental Status ( RPM ).System START di desain untuk membantu penolong untuk mene-mukan pasien yang menderita luka berat. START didasarkan pada 3 observasi : RPM ( respiration, perfusion, and Mental Status )
1. Respiration / breathing
Jika pasien bernafas, kemudian tentukan frekuensi pernafasanya, jika lebih dari 30 / menit, kor-ban ditandai Merah / immediate. Korban ini menujukkan tanda – tanda primer shock dan butuh perolongan segera. Jika pasien bernafas dan frekuensinya kurang dari 30 / menit, segera lakukan observasi selanjutnya ( perfusion and Mental status ). Jika pasien tidak bernafas, dengan cepat bersihkan mulut korban dari bahan – bahan asing.
2. Perfusion or Circulating
Bertujuan untuk mengecek apakah jantungnya masih memiliki kemampuan untuk mensirku-lasikan darah dengan adekuat, dengan cara mengecek denyut nadi. Jika denyut nadi lemah dan tidak teratur korban ditandai immediate. Jika denyut nadi telah teraba segera lakukan obserbasi status mentalnya.
3. Mental status
Untuk mengetesnya dapat dilakukan dengan memberikan instruksi yang mudah pada korban tersebut : “buka matamu” atau “ tutup matamu “.
R :30 P:2” M: IKUT
B. METTAG (Triage tagging system)
Sistem METTAG digunakan untuk memprioritaskan tindakan atas korban dan melakukan resusitasi di tempat. Tag warna pada METTAG sama dengan Kode Warna International Dalam Triage (merah, kuning, hijau, dan hitam) .
Selain 4 warna di atas, ada juga yang mengkategorikan menjadi 5 warna, tag warna biru : korban dengan cedera yang sangat berat dan tidak memungkinkan untuk dilakukan resusitasi.
PATIENT SAFETY (KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT)
Rhudy Marseno*
*Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
1. LATAR BELAKANG PATIENT SAFETY
Hampir setiap tindakan medic menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis
obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah
Sakit yang cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi terjadinya ke-
salahan medis (medical errors). Menurut Institute of Medicine (1999), medi-
cal error didefinisikan sebagai: The failure of a planned action to be com-
pleted as intended (i.e., error of execusion) or the use of a wrong plan to
achieve an aim (i.e., error of planning). Artinya kesalahan medis didefinisikan
sebagai: suatu Kegagalan tindakan medis yang telah direncanakan untuk
diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (yaitu., kesalahan tindakan) atau
perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan (yaitu., kesalahan
perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa
berupa Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).
Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat melak-
sanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera
serius tidak terjadi, karena keberuntungan (misalnya,pasien terima suatu
obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat
dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan
membatalkannya sebelum obat diberikan), dan peringanan (suatu obat den-
gan overdosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan anti-
dotenya).
Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu keja-
dian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena
suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharus-
nya diambil (omission), dan bukan karena “underlying disease” atau kondisi
pasien.
Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostic seperti kesalahan
atau keterlambatan diagnose, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai,
menggunakan cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertin-
dak atas hasil pemeriksaan atau observasi; tahap pengobatan seperti kesala-
han pada prosedur pengobatan, pelaksanaan terapi, metode penggunaan
obat, dan keterlambatan merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak
layak; tahap preventive seperti tidak memberikan terapi provilaktik serta
monitor dan follow up yang tidak adekuat; atau pada hal teknis yang lain
seperti kegagalan berkomunikasi, kegagalan alat atau system yang lain.
Dalam kenyataannya masalah medical error dalam sistem pelayanan kese-
hatan mencerminkan fenomena gunung es, karena yang terdeteksi umum-
nya adalah adverse event yang ditemukan secara kebetulan saja. Sebagian
besar yang lain cenderung tidak dilaporkan, tidak dicatat, atau justru luput
dari perhatian kita semua.
Pada November 1999, the American Hospital Asosiation (AHA) Board of
Trustees mengidentifikasikan bahwa keselamatan dan keamanan pasien (pa-
tient safety) merupakan sebuah prioritas strategik. Mereka juga menetapkan
capaian-capaian peningkatan yang terukur untuk medication safety sebagai
target utamanya. Tahun 2000, Institute of Medicine, Amerika Serikat dalam
“TO ERR IS HUMAN, Building a Safer Health System” melaporkan bahwa
dalam pelayanan pasien rawat inap di rumah sakit ada sekitar 3-16% Keja-
dian Tidak Diharapkan (KTD/Adverse Event). Menindaklanjuti penemuan ini,
tahun 2004, WHO mencanangkan World Alliance for Patient Safety, program
bersama dengan berbagai negara untuk meningkatkan keselamatan pasien
di rumah sakit.
Di Indonesia, telah dikeluarkan pula Kepmen nomor 496/Menkes/SK/IV/2005
tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit, yang tujuan utamanya adalah
untuk tercapainya pelayanan medis prima di rumah sakit yang jauh
dari medical error dan memberikan keselamatan bagi pasien. Perkembangan
ini diikuti oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia(PERSI) yang
berinisiatif melakukan pertemuan dan mengajak semua stakeholder rumah
sakit untuk lebih memperhatian keselamatan pasien di rumah sakit.
Mempertimbangkan betapa pentingnya misi rumah sakit untuk mampu
memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik terhadap pasien meng-
haruskan rumah sakit untuk berusaha mengurangi medical error sebagai
bagian dari penghargaannya terhadap kemanusiaan, maka dikembangkan
system Patient Safety yang dirancang mampu menjawab permasalahan yang
ada.
2. PENGERTIAN PATIENT SAFETY
Patient Safety atau keselamatan pasien adalah suatu system yang
membuat asuhan pasien di rumah sakit menjadi lebih aman.
Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan aki-
bat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang se-
harusnya diambil.
- Keselamatan pasien ( patient safety ) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah s a k i t m e m b u a t a s u h a n p a s i e n l e b i h a m a n . S i s t e m t e r s e b u t m e l i p u t i a s e s m e n r e s i k o , identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dananalisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasisolusi untuk meminimalkan timbulnya resiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegahterjadinya cedera yan disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atautidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.(Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah sakit, Depkes R.I. 2006)
3. TUJUAN PATIENT SAFETY
Tujuan “Patient safety” adalah
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di RS
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit thdp pasien dan masyarakat;
3. Menurunnya KTD di RS
4. Terlaksananya program-program pencegahan shg tidak terjadi pengu-
langan KTD.
4. LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN PATIENT SAFETY
Pelaksanaan “Patient safety” meliputi
1. Sembilan solusi keselamatan Pasien di RS (WHO Collaborating
Centre for Patient Safety, 2 May 2007), yaitu:
1) Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike
medication names)
2) Pastikan identifikasi pasien
3) Komunikasi secara benar saat serah terima pasien
4) Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar
5) Kendalikan cairan elektrolit pekat
6) Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan
7) Hindari salah kateter dan salah sambung slang
8) Gunakan alat injeksi sekali pakai
9) Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.
2. Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada “Hospital Pa-
tient Safety Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on
Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA, tahun
2002),yaitu:
1. Hak pasien
Standarnya adalah
Pasien & keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang
rencana & hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian
Tidak Diharapkan).
Kriterianya adalah
1) Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan
2) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana
pelayanan
3) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan
yang jelas dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan
hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemu-
ngkinan terjadinya KTD
2. Mendidik pasien dan keluarga
Standarnya adalah
RS harus mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung
jawab pasien dalam asuhan pasien.
Kriterianya adalah:
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dgn keterli-
batan pasien adalah partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di RS harus
ada system dan mekanisme mendidik pasien & keluarganya tentang kewa-
jiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.Dengan pendidikan
tersebut diharapkan pasien & keluarga dapat:
1) Memberikan info yg benar, jelas, lengkap dan jujur
2) Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab
3) Mengajukan pertanyaan untuk hal yg tdk dimengerti
4) Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
5) Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS
6) Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
7) Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Standarnya adalah
RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar
tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriterianya adalah:
1) koordinasi pelayanan secara menyeluruh
2) koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan
sumber daya
3) koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi
4) komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
Standarnya adalah
RS harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yg ada, memoni-
tor & mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara
intensif KTD, & melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta KP.
Kriterianya adalah
1) Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design)
yang baik, sesuai dengan ”Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien
Rumah Sakit”.
2) Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
3) Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
4) Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi
hasil analisis
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
Standarnya adalah
1) Pimpinan dorong & jamin implementasi progr KP melalui penerapan “7
Langkah Menuju KP RS ”.
2) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko
KP & program mengurangi KTD.
3) Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar unit &
individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang KP
4) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yg adekuat utk mengukur,
mengkaji, & meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan KP.
5) Pimpinan mengukur & mengkaji efektifitas kontribusinyadalam
meningkatkan kinerja RS & KP.
Kriterianya adalah
1) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan
pasien.
2) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan
program meminimalkan insiden,
3) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen
dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi
4) Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan
kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan
penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.
5) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan den-
gan insiden,
6) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden
7) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit
dan antar pengelola pelayanan
8) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
9) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan
kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah
sakit dan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
Standarnya adalah
1) RS memiliki proses pendidikan, pelatihan & orientasi untuk setiap ja-
batan mencakup keterkaitan jabatan dengan KP secara jelas.
2) RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang berkelanjutan un-
tuk meningkatkan & memelihara kompetensi staf serta mendukung pen-
dekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.
Kriterianya adalah
1) memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat
topik keselamatan pasien
2) mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan in-
service training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insi-
den.
3) menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork)
guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka
melayani pasien.
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien.
Standarnya adalah
1) RS merencanakan & mendesain proses manajemen informasi KP untuk
memenuhi kebutuhan informasi internal & eksternal.
2) Transmisi data & informasi harus tepat waktu & akurat.
Kriterianya adalah
1) disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses man-
ajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait den-
gan keselamatan pasien.
2) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi un-
tuk merevisi manajemen informasi yang ada
3. Tujuh langkah menuju keselamatan pasien RS (berdasarkan KKP-
RS No.001-VIII-2005) sebagai panduan bagi staf Rumah Sakit
1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan Pasien, “ciptakan
kepemimpinan & budaya yang terbuka dan adil”
Bagi Rumah sakit:
Kebijakan: tindakan staf segera setelah insiden, langkah kumpul fakta,
dukungan kepada staf, pasien, keluarga
Kebijakan: peran & akuntabilitas individual pada insiden
Tumbuhkan budaya pelaporan & belajar dari insiden
Lakukan asesmen dg menggunakan survei penilaian KP
Bagi Tim:
Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila ada insiden
Laporan terbuka & terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan tin-
dakan/solusi yg tepat
2. Pimpin dan dukung staf anda, “bangunlah komitmen &focus yang kuat
& jelas tentang KP di RS anda”
Bagi Rumah Sakit:
Ada anggota Direksi yg bertanggung jawab atas KP
Di bagian-2 ada orang yg dpt menjadi “Penggerak” (champion) KP
Prioritaskan KP dlm agenda rapat Direksi/Manajemen
Masukkan KP dlm semua program latihan staf
Bagi Tim:
Ada “penggerak” dlm tim utk memimpin Gerakan KP
Jelaskan relevansi & pentingnya, serta manfaat gerakan KP
Tumbuhkan sikap ksatria yg menghargai pelaporan insiden
3. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, “kembangkan sistem &
proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi & asesmen hal yg poten-
sial brmasalah”
Bagi Rumah Sakit:
Struktur & proses mjmn risiko klinis & non klinis, mencakup KP
Kembangkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko
Gunakan informasi dr sistem pelaporan insiden & asesmen risiko &
tingkatkan kepedulian thdp pasien
Bagi Tim:
Diskusi isu KP dlm forum2, utk umpan balik kpd mjmn terkait
Penilaian risiko pd individu pasien
Proses asesmen risiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap risiko, &
langkah memperkecil risiko tsb
4. Kembangkan sistem pelaporan, “pastikan staf Anda agar dg mudah dpt
melaporkan kejadian/insiden serta RS mengatur pelaporan kpd KKP-RS”
Bagi Rumah sakit:
Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden, ke dlm maupun
ke luar yg hrs dilaporkan ke KKPRS – PERSI
Bagi Tim:
Dorong anggota utk melaporkan setiap insiden & insiden yg telah dicegah
tetapi tetap terjadi juga, sbg bahan pelajaran yg penting
5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, “kembangkan cara-cara
komunikasi yg terbuka dg pasien”
Bagi Rumah Sakit
Kebijakan : komunikasi terbuka ttg insiden dg pasien & keluarga
Pasien & keluarga mendpt informasi bila terjadi insiden
Dukungan,pelatihan & dorongan semangat kpd staf agar selalu terbuka
kpd pasien & kel. (dlm seluruh proses asuhan pasien
Bagi Tim:
Hargai & dukung keterlibatan pasien & kel. bila tlh terjadi insiden
Prioritaskan pemberitahuan kpd pasien & kel. bila terjadi insiden
Segera stlh kejadian, tunjukkan empati kpd pasien & kel.
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan pasien, “dorong
staf anda utk melakukan analisis akar masalah utk belajar bagaimana &
mengapa kejadian itu timbul”
Bagi Rumah Sakit:
Staf terlatih mengkaji insiden scr tepat, mengidentifikasi sebab
Kebijakan: kriteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause Analy-
sis/RCA) atau Failure Modes & Effects Analysis (FMEA) atau metoda analisis
lain, mencakup semua insiden & minimum 1 x per tahun utk proses risiko
tinggi
Bagi Tim:
Diskusikan dlm tim pengalaman dari hasil analisis insiden
Identifikasi bgn lain yg mungkin terkena dampak & bagi pengalaman terse-
but
7. Cegah cedera melalui implementasi system Keselamatan pasien, “Gu-
nakan informasi yg ada ttg kejadian/masalah utk melakukan perubahan pd
sistem pelayanan”
Bagi Rumah Sakit:
Tentukan solusi dg informasi dr sistem pelaporan, asesmen risiko, kajian in-
siden, audit serta analisis
Solusi mencakup penjabaran ulang sistem, penyesuaian pelatihan staf &
kegiatan klinis, penggunaan instrumen yg menjamin KP
Asesmen risiko utk setiap perubahan
Sosialisasikan solusi yg dikembangkan oleh KKPRS-PERSI
Umpan balik kpd staf ttg setiap tindakan yg diambil atas insiden
Bagi Tim:
Kembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik & lebih aman
Telaah perubahan yg dibuat tim & pastikan pelaksanaannya
Umpan balik atas setiap tindak lanjut ttg insiden yg dilaporkan
LANGKAH LANGKAH KEGIATAN PELAKSANAAN PATIENT
SAFETY ADALAH
a. Di Rumah Sakit
1. Rumah sakit agar membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit,
dengan susunan organisasi sebagai berikut: Ketua: dokter, Anggota: dokter,
dokter gigi, perawat, tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya.
2. Rumah sakit agar mengembangkan sistem informasi pencatatan dan
pelaporan internal tentang insiden
3. Rumah sakit agar melakukan pelaporan insiden ke Komite Kesela-
matan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) secara rahasia
4. Rumah Sakit agar memenuhi standar keselamatan pasien rumah sakit
dan menerapkan tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit.
5. Rumah sakit pendidikan mengembangkan standar pelayanan medis
berdasarkan hasil dari analisis akar masalah dan sebagai tempat pelatihan
standar-standar yang baru dikembangkan.
b. Di Provinsi/Kabupaten/Kota
1. Melakukan advokasi program keselamatan pasien ke rumah sakit-
rumah sakit di wilayahnya
2. Melakukan advokasi ke pemerintah daerah agar tersedianya dukungan
anggaran terkait dengan program keselamatan pasien rumah sakit.
3. Melakukan pembinaan pelaksanaan program keselamatan pasien
rumah sakit
c. Di Pusat
1. Membentuk komite keselamatan pasien Rumah Sakit dibawah Perhim-
punan Rumah Sakit Seluruh Indonesia
2. Menyusun panduan nasional tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
3. Melakukan sosialisasi dan advokasi program keselamatan pasien ke Di-
nas Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota, PERSI Daerah dan rumah sakit pen-
didikan dengan jejaring pendidikan.
4. Mengembangkan laboratorium uji coba program keselamatanpasien.
Selain itu, menurut Hasting G, 2006, ada delapan langkah yang bisa di-
lakukan untuk mengembangkan budaya Patient safety ini
1. Put the focus back on safety
Setiap staf yang bekerja di RS pasti ingin memberikan yang terbaik dan tera-
man untuk pasien. Tetapi supaya keselamatan pasien ini bisa dikembangkan
dan semua staf merasa mendapatkan dukungan, patient safety ini harus
menjadi prioritas strategis dari rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan
lainnya. Empat CEO RS yang terlibat dalamsafer patient initiatives di Inggris
mengatakan bahwa tanggung jawab untuk keselamatan pasien tidak bisa
didelegasikan dan mereka memegang peran kunci dalam membangun dan
mempertahankan fokus patient safety di dalam RS.
2. Think small and make the right thing easy to do
Memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien mungkin membu-
tuhkan langkah-langkah yang agak kompleks. Tetapi dengan memecah kom-
pleksitas ini dan membuat langkah-langkah yang lebih mudah mungkin akan
memberikan peningkatan yang lebih nyata.
3. Encourage open reporting
Belajar dari pengalaman, meskipun itu sesuatu yang salah adalah pengala-
man yang berharga. Koordinator patient safety dan manajer RS harus mem-
buat budaya yang mendorong pelaporan. Mencatat tindakan-tindakan yang
membahayakan pasien sama pentingnya dengan mencatat tindakan-tin-
dakan yang menyelamatkan pasien. Diskusi terbuka mengenai insiden-insi-
den yang terjadi bisa menjadi pembelajaran bagi semua staf.
4. Make data capture a priority
Dibutuhkan sistem pencatatan data yang lebih baik untuk mempelajari dan
mengikuti perkembangan kualitas dari waktu ke waktu. Misalnya saja data
mortalitas. Dengan perubahan data mortalitas dari tahun ke tahun, klinisi
dan manajer bisa melihat bagaimana manfaat dari penerapan patient safety.
5. Use systems-wide approaches
Keselamatan pasien tidak bisa menjadi tanggung jawab individual. Pengem-
bangan hanya bisa terjadi jika ada sistem pendukung yang adekuat. Staf
juga harus dilatih dan didorong untuk melakukan peningkatan kualitas
pelayanan dan keselamatan terhadap pasien. Tetapi jika pendekatan patient
safety tidak diintegrasikan secara utuh kedalam sistem yang berlaku di RS,
maka peningkatan yang terjadi hanya akan bersifat sementara.
6. Build implementation knowledge
Staf juga membutuhkan motivasi dan dukungan untuk mengembangkan
metodologi, sistem berfikir, dan implementasi program. Pemimpin sebagai
pengarah jalannya program disini memegang peranan kunci. Di Inggris,
pengembangan mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien sudah
dimasukkan ke dalam kurikulum kedokteran dan keperawatan, sehingga di-
harapkan sesudah lulus kedua hal ini sudah menjadi bagian dalam budaya
kerja.
7. Involve patients in safety efforts
Keterlibatan pasien dalam pengembangan patient safety terbukti dapat
memberikan pengaruh yang positif. Perannya saat ini mungkin masih kecil,
tetapi akan terus berkembang. Dimasukkannya perwakilan masyarakat
umum dalam komite keselamatan pasien adalah salah satu bentuk kon-
tribusi aktif dari masyarakat (pasien). Secara sederhana pasien bisa di-
arahkan untuk menjawab ketiga pertanyaan berikut: apa masalahnya? Apa
yang bisa kubantu? Apa yang tidak boleh kukerjakan?
8. Develop top-class patient safety leaders
Prioritisasi keselamatan pasien, pembangunan sistem untuk pengumpulan
data-data berkualitas tinggi, mendorong budaya tidak saling menyalahkan,
memotivasi staf, dan melibatkan pasien dalam lingkungan kerja bukanlah
sesuatu hal yang bisa tercapai dalam semalam. Diperlukan kepemimpinan
yang kuat, tim yang kompak, serta dedikasi dan komitmen yang tinggi untuk
tercapainya tujuan pengembangan budaya patient safety. Seringkali RS
harus bekerja dengan konsultan leadership untuk mengembangkan ker-
jasama tim dan keterampilan komunikasi staf. Dengan kepemimpinan yang
baik, masing-masing anggota tim dengan berbagai peran yang berbeda bisa
saling melengkapi dengan anggota tim lainnya melalui kolaborasi yang erat.
5. ASPEK HUKUM TERHADAP PATIENT SAFETY
Aspek hukum terhadap “patient safety” atau keselamatan pasien adalah se-
bagai berikut
UU Tentang Kesehatan & UU Tentang Rumah Sakit
1. Keselamatan Pasien sebagai Isu Hukum
a. Pasal 53 (3) UU No.36/2009
“Pelaksanaan Pelayanan kesehatan harus mendahulukan keselamatan
nyawa pasien.”
b. Pasal 32n UU No.44/2009
“Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama
dalam perawatan di Rumah Sakit.
c. Pasal 58 UU No.36/2009
1) “Setiap orang berhak menuntut G.R terhadap seseorang, tenaga kese-
hatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian aki-
bat kesalahan atau kelalaian dalam Pelkes yang diterimanya.”
2) “…..tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan
penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan
darurat.”
2. Tanggung jawab Hukum Rumah sakit
a. Pasal 29b UU No.44/2009
”Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan
efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar
pelayanan Rumah Sakit.”
b. Pasal 46 UU No.44/2009
“Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian
yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di RS.”
c. Pasal 45 (2) UU No.44/2009
“Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka
menyelamatkan nyawa manusia.”
3. Bukan tanggung jawab Rumah Sakit
Pasal 45 (1) UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit
“Rumah Sakit Tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/
atau keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat be-
rakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang komprese-
hensif. “
4. Hak Pasien
a. Pasal 32d UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan yang
bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional”
b. Pasal 32e UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif dan efisien
sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi”
c. Pasal 32j UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis, alternatif tindakan,
risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan
yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan”
d. Pasal 32q UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit
apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai den-
gan standar baik secara perdata ataupun pidana”
5. Kebijakan yang mendukung keselamatan pasien
Pasal 43 UU No.44/2009
1) RS wajib menerapkan standar keselamatan pasien
2) Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden,
menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menu-
runkan angka kejadian yang tidak diharapkan.
3) RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang
membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri
4) Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan ditu-
jukan untuk mengoreksi system dalam rangka meningkatkan keselamatan
pasien.
Pemerintah bertanggung jawab mengeluarkan kebijakan tentang kesela-
matan pasien. Keselamatan pasien yang dimaksud adalah suatu system di-
mana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. System tersebut
meliputi:
a. Assessment risiko
b. Identifikasi dan pengelolaan yang terkait resiko pasien
c. Pelaporan dan analisis insiden
d. Kemampuan belajar dari insiden
e. Tindak lanjut dan implementasi solusi meminimalkan resiko
6. MANAJEMEN PATIENT SAFETY
Pelaksanaan Patient Safety ini dilakukan dengan system Pencacatan dan
Pelaporan serta Monitoring san Evaluasi
7. SISTEM PENCACATAN DAN PELAPORAN PADA PATIENT SAFETY
a. Di Rumah Sakit
1. Setiap unit kerja di rumah sakit mencatat semua kejadian terkait den-
gan keselamatan pasien (Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan
dan Kejadian Sentinel) pada formulir yang sudah disediakan oleh rumah
sakit.
2. Setiap unit kerja di rumah sakit melaporkan semua kejadian terkait
dengan keselamatan pasien (Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Dihara-
pkan dan Kejadian Sentinel) kepada Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit
pada formulir yang sudah disediakan oleh rumah sakit.
3. Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit menganalisis akar penyebab
masalah semua kejadian yang dilaporkan oleh unit kerja
4. Berdasarkan hasil analisis akar masalah maka Tim Keselamatan Pasien
Rumah Sakit merekomendasikan solusi pemecahan dan mengirimkan hasil
solusi pemecahan masalah kepada Pimpinan rumah sakit.
5. Pimpinan rumah sakit melaporkan insiden dan hasil solusi masalah ke
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) setiap terjadinya insiden
dan setelah melakukan analisis akar masalah yang bersifat rahasia.
b. Di Propinsi
Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah menerima produk-produk dari
Komite Keselamatan Rumah Sakit
c. Di Pusat
1. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) merekapitulasi lapo-
ran dari rumah sakit untuk menjaga kerahasiaannya
2. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan analisis
yang telah dilakukan oleh rumah sakit
3. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan analisis
laporan insiden bekerjasama dengan rumah sakit pendidikan dan rumah
sakit yang ditunjuk sebagai laboratorium uji coba keselamatan pasien rumah
sakit
4. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan sosial-
isasi hasil analisis dan solusi masalah ke Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI
Daerah, rumah sakit terkait dan rumah sakit lainnya.
8. MONITORING DAN EVALUASI
a. Di Rumah sakit
Pimpinan Rumah sakit melakukan monitoring dan evaluasi pada unit-unit
kerja di rumah sakit, terkait dengan pelaksanaan keselamatan pasien di unit
kerja
b. Di propinsi
Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah melakukan monitoring dan eval-
uasi pelaksanaan Program Keselamatan Pasien Rumah Sakit di wilayah ker-
janya
c. Di Pusat
1. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan monitoring dan
evaluasi pelaksanaan Keselamatan Pasien Rumah Sakit di rumah sakit-
rumah sakit
2. Monitoring dan evaluasi dilaksanakan minimal satu tahan satu kali.
REFERENSI
1. Komalawati, Veronica. (2010) Community&Patient Safety Dalam Per-
spektif Hukum Kesehatan.
2. Lestari, Trisasi. Knteks Mikro dalam Implementasi Patient Safety: Dela-
pan Langkah Untuk Mengembangkan Budaya Patient Safety. Buletin IHQN
Vol II/Nomor.04/2006 Hal.1-3
3. Pabuti, Aumas. (2011) Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien (KP)
Rumah Sakit. Proceedings of expert lecture of medical student of Block
21st of Andalas University, Indonesia
4. Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety).
2005
BSB.
Tugas BSB :
a. Menangani penderita/ korban akibat kejadian bencana dengan cecepat, tepat, cermat
b. Membantu mengatasi dan memulihkan dampak bencana
c. Membantu kesiapan masyarakat dalam melakukan penyiapan dan mitigasi bencana
d. Menciptakan kondisi yang mendukung agar masyarakat mau memanfaatkan tim BSB
secara efisien dan efektif
KEANGGOTAAN
Keanggotaan BSB daerah Meliputi unsur manjemen, teknis media dan unsur non medis.
a. Tenaga manajemen terdiri dari unsur yang bekerja di bawah Dinas Kesehatan dan
Rusetempat (pemerintah & Swasta) yang terkait dengan penangan bencana.
b. Tenaga Teknis medis adalah perangkat tenaga medis ramah sakit, dokter Puskesmas
c. Tenaga non medis adalah unsur awam umum dan awam khusus, organisasi profesi lain,
dan organisasi sosial lainnya terlibat
KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNSI BSB DAERAH
1. Dalam Keadan sehari-hari/ tidak terjadi bencana :
Tujuan yang tergabung dalam BSB berada di dalam unit kerjanya masing
2. Dalam Keadaan bencana :
Semua anggota BSB di bawah Kepala Dinas Kesehatan setempat dengan koordinasi
Satkorlak/ satlak PBP, bertugas sebagai Reaksi Cepat dalam penanganan korban bencana
(Rapid Response) serta melaksanakan penilaian kebutuhan yang berhubungan dengan pe-
naggulangan masalah kesehatan akibat bencana (Rapid Health Asesment)
3. Pasca Bencana
BSB melaksanakan survailans epidemiologi untuk pengendalian penyakit menular,
higien, dan sanitasi lingkungan serta membantu rehabilitasi stress paska trauma
Komponen Utama BSB Daerah
1. Komponen pra rumah sakit
Komponen intra rumah sakit
Komponen antar rumah sakit
2. Komponen penunjang
Ø Komponen komunikasi
Ø Komponen transportasi
Ø Komponen Pendanaan
3. Komponen sumber daya manusia
Ø Tenaga kesehatan : perawat mahir, dokter, dokter spesialis
Ø Tenaga non kesehatan : awam umum, awam khusus
4. Koordinasi antara tim kesehatan dan non kesehatan dalam bentuk kerja sama Lintas Sektor
Komponen –komponen tersebut harus dapat berinteraksi secara efektif dan efisien
untuk menjamin berhasilnya pelayanan gawat darurat yang bermutu. Peningkatan mutu hanya
dapat dicapai apabila dilakukan perbaikan pada semua komponen tanpa kecuali. Pada
kenyataannya saau ini komponen pra rumah sakit adalah satu komponen yanng masih lemah.
Maka dari itu untuk menjamin profesionalitas kemampuan pendukung komponen
Brigade Siaga Bencana perlu diselenggrakan pelatihan khusus mengenai penanganan
kegawatdaruratan sehari-hari maupun bencana baik untuk tenaga kesehatan maupun non
kesehatan. Adapun jenis pelatihan penanganan kegawatdaruratan :
JENIS SDM KEMAMPUAN YANG HARUS DIMILIKI
Awam Umum PPGD awam umum
Awam Khusus
Ø Polisi
Ø Pemadam Kebakaran
Ø Pramuka
Ø PMI
Ø Hansip
Ø Driver Ambulance 118
Ø Organisasi profesi lain
PPGD awam khusus
Perawat Mahir PPGD perawat, BLS, AlS
Dokter Umum PPGD dokter, ATLS, ACLS
Dokter Specialis Diagnosa dan terapi alternatif
top related