tinjauan pustaka jurnal
Post on 24-Jul-2015
298 Views
Preview:
TRANSCRIPT
KONSEP LANJUT USIA (PROSES PENUAAN)
a. Pengertian
Lanjut usia adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindarkan, umur manusia sebagai
makhluk hidup terbatas oleh suatu peraturan alam, maksimal sekit 6 (enam) kali masa bayi
sampai dewasa, atau 6 x 20 tahun sampai dengan 120 tahun (Depkes, 2007). Kelompok
lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas (Anwar, 2007).
Penuaan adalah proses yang dinamis dan kompleks yang dihasilkan oleh perubahan-
perubahan sel, fisiologis dan psikologis. Lanjut usia adalah proses yang tidak dapat
dihindarkan yang berumur 60 tahun ke atas (UU Nomor 13 tentang kesejahteraan lanjut
usia).
b. Batasan Lanjut Usia
1. Kelompok lansia dini (55–64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia.
2. Kelompok lansia (65 tahun ke atas).
3. Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.
c. Perubahan Pada Sistem Perkemihan
Seiring bertambahnya usia, akan terdapat perubahan pada ginjal, bladder, uretra, dan sisten
nervus yang berdampak pada proses fisiologi terlait eliminasi urine. Hal ini dapat
mengganggu kemampuan dalam mengontrol berkemih, sehingga dapat mengakibatkan
inkontinensia, dan akan memiliki konsekuensi yang lebih jauh.
Perubahan pada Sistem Renal
Pada usia dewasa lanjut, jumlah nefron telah berkurang menjadi 1 juta nefron dan memiliki
banyak ketidaknormalan. Penurunan nefron terjadi sebesar 5-7% setiap dekade, mulai usia 25
tahun. Bersihan kreatinin berkurang 0,75 ml/m/tahun. Nefron bertugas sebagai penyaring
darah, perubahan aliran vaskuler akan mempengaruhi kerja nefron dan akhirnya
mempebgaruhi fungsi pengaturan, ekskresi, dan matabolik sistem renal. Berikut ini
merupakan perubahan yang terjadi pada sistem renal akibat proses menua:
Membrana basalis glomerulus mengalami penebalan, sklerosis pada area fokal,
dan total permukaan glomerulus mengalami penurunan, panjang dan volume tubulus
proksimal berkurang, dan penurunan aliran darah renal. Implikasi dari hal ini adalah
filtrasi menjadi kurang efisien, sehingga secara fisiologis glomerulus yang mampu
menyaring 20% darah dengan kecepatan 125 mL/menit (pada lansia menurun hingga 97
mL/menit atau kurang) dan menyaring protein dan eritrosit menjadi terganggu, nokturia.
Penurunan massa otot yang tidak berlemak, peningkatan total lemak tubuh,
penurunan cairan intra sel, penurunan sensasi haus, penurunan kemampuan untuk
memekatkan urine. Implikasi dari hal ini adalah penurunan total cairan tubuh dan risiko
dehidrasi.
Penurunan hormon yang penting untuk absorbsi kalsium dari saluran
gastrointestinal. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan risiko osteoporosis.
Perubahan pada Sistem Urinaria
Perubahan yang terjadi pada sistem urinaria akibat proses menua, yaitu penurunan kapasitas
kandung kemih (N: 350-400 mL), peningkatan volume residu (N: 50 mL), peningkatan
kontraksi kandung kemih yang tidak di sadari, dan atopi pada otot kandung kemih secara
umum. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan risiko inkotinensia.
INKONTINENSIA URIN
Pengertian
Inkontinensia urine (beser) adalah ketidakmampuan menahan air kencing. Gangguan ini
lebih sering terjadi pada wanita yang pernah melahirkan daripada yang belum pernah
melahirkan. Diduga disebabkan oleh perubahan otot dan fasia di dasar panggul. Kebanyakan
penderita inkontinensia telah menderita desensus dinding depan vagina disertai sisto-
uretrokel. Tetapi kadang-kadang dijumpai penderita dengan prolapsus total uterus dan vagina
dengan kontinensia urine yang baik ( Andrianto,1991 ).
Inkontinensia urine merupakan eliminasi urine dari kandung kemih yang tidak terkendali
atau terjadi di luar keinginan ( Brunner & Suddarth, 2002 ).
Tipe-tipe dari inkontinensia urin dan patofisiologinya:
Menurut Buku Ajar Fundamental Keperawatan tipe-tipe inkontinensia urine, yaitu:
a) Inkontinensia Urine Fungsional
Deskripsi: involunter, jalan keluar urine tidak dapat diperkirakan pada klien yang system
saraf dan system perkemihannya tidak utuh.
Penyebab: perubahan lingkunga; deficit sensorik, kognitif atau mobilitas
Gejala: mendesaknya keinginan untuk berkemih menyebbakan urine keluar sebelum
mencapai tempat yang sesuai. Klien yang mengalami perubahan kognitif mungkin telah
lupa mengenai apa yang harus ia lakukan.
b) Inkontinensia Urine Overflow (Refleks)
Deskripsi: keluarnya urine secara invoulunter terjadi pada jarak waktu tertentu yang telah
diperkirakan. Jumlah urine dapat banyak atau sedikit.
Penyebab: terhambatnya berkemih akibat efek anastesi atau obat-obatan, disfungsi
medulla spinalis (baik gangguan pada kesadaran serebral atau kerusakan pada arkus
refleks).
Gejala: tidak menyadari bahwa kandung kemihnya sudah terisi, kurangnya urgensi untuk
berkemih, kontraksi spasme kandung kemih yang tidak dapat dicegah.
c) Inkontinensia Urine Stress
Deskripsi: peningkatan tekanan intraabdomen yang menyebabkan merembesnya
sejumlah kecil urine.
Penyebab: batuk, tertawa, muntah, atau mengangkat sesuatu saat kandung kemih penuh,
obesitas, uterus yang penuh pada trimester ketiga, jalan keluar pada kandung kemih yang
tidak kompeten, lemahnya otot panggul.
Gejala: keluarnya urin saat tekanan intraabdominal meningkat, urgency dan seringnya
berkemih.
d) Inkontinensia Urine Urge (Desakan)
Deskripsi: pengeluaran urin yang tidak disadari setelah merasakan adanya urgensi yang
kuat untuk berkemih.
Penyebab: daya tampung kandung kemih menurun, iritasi pada reseptor peregang
kandung kemih, konsumsi alcohol atau kafein, peningkatan asupan cairan dan infeksi.
Gejala: urgensi berkemih, sering disertai oleh tingginya frekuensi berkemih (lebih sering
dari 2 jam sekali), spasme kandung kemih atau kontraktur, berkemih dalam jumlah kecil
(kurang dari 100 ml) atau dalam jumlah besar (lebih dari 500 ml).
e) Inkontinensia Urine Total
Deskripsi: kelurnya urine total yang tidak terkontrol dan berkelanjutan.
Penyebab: neuropati, trauma atau penyakit pada saraf spinalis atau sfingter uretra, firtula
yang berada di kandung kemih dan vagina.
Gejala: urin tetap mengalir pada waktu-waktu yang tidak dapat diperkirakan, nokturia,
tidak menyadari bahwa kandung kemihnya terisi atau inkontinensia. (Potter & Perry,
2005: 1687)
Faktor resiko terjadinya inkontinensia, yaitu:
a) Usia
Bertambahnya usiamerupakan salah satu faktor risiko inkontinensia urin yang dipaparkan
dalam konsensus inkontinensia urin oleh National Institutes of Health pada tahun 1988.
Banyak penelitian menunjukkan terjadinya peningkatan angka prevalensi Inkontinensia
urine dengan bertambahnya usia. Melville baru-baru ini melaporkan bahwa prevalensi
Inkontinensia urineterjadi sekitar 28% pada wanita berusia 30-39 tahun dan 55% pada
wanita berusia 80-90%. Peningkatan prevalensi pada wanita manula mungkin disebabkan
oleh kelemahan otot pelvis dan jaringan penyokong uretra terkait dengan bertambahnya
usia. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh faktor-faktor pada manula seperti gangguan
mobilitas dan/atau kemunduran status mental yang dapat meningkatkan risiko episode
inkontinensia.
b) Herediter/genetic
Beberapa peneliti mempertanyakan apakah terdapat dasar genetik dalam atrofi dan
kelemahan jaringan penyokong yang menyebabkan terjadinya inkontinensia urin
stres.Mushkat dkk.menguji prevalensi inkontinesia urin tipe stres pada turunan pertama
dari 259 wanita. Sebagai kontrol, mereka mengumpulkan data pada turunan pertama dari
165 wanita (sesuai umur, paritas, dan berat badan) tanpa inkontinensia urin tipe stres dan
dilakukan pemeriksaan terhadap kelompok kontrol di sebuah klinik ginekologi.
Prevalensi inkontinensia urin stres hampir 3 kali lebih tinggi (20,3% berbanding 7,8%)
pada wanita turunan pertama dari wanita dengan inkontinensia urin. Data ini
menunjukkan bahwa mungkin ada penurunan sifat secara familial yang dapat
meningkatkan insiden inkontinensia urin stres.
c) Obesitas
Beberapa penelitian epidemiologik telah menunjukkan bahwa peningkatan Indeks Massa
Tubuh (IMT) merupakan faktor risiko yang signifikan dan independen untuk
inkontinensia urin semua tipe.Fakta menunjukkan bahwa prevalensi inkontinensia urine
maupun stres meningkat sebanding dengan IMT.Penelitian SWAN menunjukkan terjadi
peningkatan sekitar 5% kemungkinan kebocoran untuk setiap unit kenaikan IMT. Secara
teori, obesitas menyebabkan peningkatan tekanan intra-abdominal yang sebanding
dengan peningkatan tekanan intravesikal.Tekanan yang tinggi ini mempengaruhi tekanan
penutupan uretra dan menyebabkan terjadinya inkontinensia.
d) Persalinan dan Kehamilan
Sebagian besar wanita mengalami inkontinensia urin selama kehamilan, tetapi umumnya
hanya berlangsung hanya sementara.Banyak penelitian mengungkapkan tingginya
prevalensi inkontinensia urin pada wanita hamil dibandingkan wanita nullipara (wanita
yang belum pernah melahirkan). Suatu penelitian pada 305 primipara (wanita yang telah
melahirkan seorang anak, yang cukup besar untuk hidup di dunia luar matur atau
premature), 4% mengalami stress incontinence sebelum kehamilan, 32% selama
kehamilan, dan 7% pada masa post partum. Kehamilan dan obesitas menambah beban
struktur dasar panggul dan dapat menyebabkan kelemahan panggul yang pada akhirnya
menyebabkan inkontinensia urin.
Persalinan menyebabkan kerusakan sistem pendukung uretra, kelemahan dasar panggul
akibat melemah dan mereganggnya otot dan jaringan ikat selama proses persalinan,
kerusakan akibat laserasi saat proses persalinan penyangga organ dasar panggul, dan
peregangan jaringan dasar panggul selama proses persalinan melalui vagina yang dapat
merusak saraf pudendus dan dasar panggul sesuai kerusakan otot dan jaringan ikat dasar
panggul, serta dapat mengganggu kemampuan sfingter uretra untuk kontraksi dan respon
peningkatan tekanan intraabdomen atau kontraksi detrusor. Jika kolagen rusak, maka
origo maupun insersio otot menjadi kendur sehingga mengganggu kontraksi
isometrik.Hal ini menyebabkan mekanisme fungsi yang tidak efisien dan hipermobilitas
uretra.Pemakainan forseps selama persalinan dapat memicu inkontinensia urine.
Tingginya usia, paritas, dan berat badan bayi tampaknya berhubungan dengan
inkontinensia urine.
e) Menopause
Sejumlah besar reseptor estrogen berafinitas tinggi telah diindentifikasi terdapat di
m.pubokoksigeus, uretra, dan trigonum vesika. Interaksi estrogen dengan reseptornya
akan menghasilkan proses anabolik. Akibatnya, bila terjadi penurunan estrogen terutama
pada traktus urinarius, perempuan menopause akan mengalami perubahan struktur dan
fungsi dari traktus urinarius. Estrogen dapat mempertahankan kontinensia dengan
meningkatkan resistensi uretra, meningkatkan ambang sensoris kandung kemih, dan
meningkatkan sensitivitas α-adrenoreseptor pada otot polos uretra.Penurunan estrogen
saat menopause menyebabkan penipisan dinding uretra sehingga penutupan uretra tidak
baik.Defisiensi estrogen juga membuat otot kandung kemih melemah.Jika terjadi
penipisan dinding uretra dan kelemahan otot kandung kemih, latihan fisik dapat
menyebabkan terbukanya uretra tanpa disadari.
f) Merokok
Merokok telah diidentifikasi sebagai faktor risiko independen untuk terjadinya
inkontinensia urin dalam beberapa penelitian, dengan efek terkuat terlihat pada
inkontinensia urin tipe stres dan campuran pada perokok berat.Mekanisme
patofisiologinya mungkin disebabkan oleh efek langsung maupun tidak langsungpada
uretra, dimana umumnya terjadi peningkatan tekanan kandung kemih akibat batuk, yang
melampaui kemampuan uretra untuk menutup rapat pada perokok.
LATIHAN KEGEL
Definisi senam kegel
Senam Kegel adalah senam yang bertujuan untuk memperkuat otot-otot dasar panggul terutama
otot pubococcygeal sehingga seorang wanita dapat memperkuat otot-otot saluran kemih (berguna
saat proses persalinan agar tidak terjadi “ngompol”) dan otot-otot vagina (memuaskan suaminya
saat berhubungan seksual). Nama senam ini diambil dari penemunya Arnold Kegel, seorang
dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan di Los Angeles sekitar tahun 1950-an.
Dokter Kegel seringkali melihat pasiennya yang sedang dalam proses persalinan sering tidak
dapat menahan keluarnya air seni (ngompol). Timbullah inisiatifnya untuk menemukan exercise
agar pasiennya tidak mengalami hal tersebut.
Manfaat dan tujuan senam kegel
Dalam perkembangan selanjutnya, senam ini selain dilakukan oleh wanita juga dilakukan oleh
para pria. Pada pria kerja otot ini lebih mudah diamati dari luar dibanding wanita. Hal ini dapat
dilihat dengan gerakan penis “naik-turun” dalam keadaan ereksi. Pria yang terlatih akan
mendapatkan orgasme yang lebih intens, dapat mencegah ejakulasi dini dan memperpendek
waktu untuk siap melakukan hubungan seks ulang. Pada wanita kerja otot pubococcygeal dapat
dirasakan berupa denyutan pada dinding vagina. Bila otot ini terlatih dan kuat , kontraksi otot
vagina dapat dengan sengaja dilakukan saat berhubungan intim tanpa menunggu orgasme
terlebih dahulu. Wanita dengan otot pubococcygeal terlatih lebih mudah mengalami
perangsangan seksual (tidak frigid), lebih cepat “basah” untuk mengalami orgasme yang sering
dan memuaskan bahkan dapat mencapai orgasme hanya dengan rangsangan pada G spot-nya.
Senam kegel juga dapat digunakan untuk mencegah konstipasi pada kehamilan. Dengan
melakukan senam kegel sirkulasi darah disekitar dubur dapat meningkat sehingga dapat
mencegah wasir. Senam kegel diketahui bisa membantu perempuan yang mengalami
inkontinensia urin (beser). Tujuan dsenam kegel adalah melatih kandung kemih untuk
mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi pegeluaran air
kemih
Langkah-langkah Senam Kegel
a. Latihan I
- Instruksikan klien untuk berkonsentrasi pada otot panggul.
- Minta klien berupaya untuk menghentikan aliran urine selama berkemih dan kemudian
memulainya kembali. Apabila klien masih terpasang kateter, latihan dapat dilakukan dengan
memberi klem pada selang urine bag sehingga urine tertahan pada kandung kemih, didiamkan
beberapa lama, lalu dilepas jika kandung kemih sudah terasa penuh.
- Praktekan setiap kali berkemih.
Rasional: membantu klien untuk merasakan otot-otot anterior pada dasar panggul dan
mengajarkan teknik pengontrolan.
b. Latihan II
- Minta klien mengambil posisi duduk atau berdiri.
- Instruksikan klien untuk mengencangkan otot-otot di sekitar anus.
Rasional: membantu klien merasakan otot-otot posterior pada dasar panggul.
c. Latihan III
- Minta klien mengencangkan otot di bagian posterior dan kemudian kontraksikan otot
anterior secara perlahan sampai hitungan ke empat
- Kemudian minta klien merelaksasikan otot-otot secara keseluruhan.
- Ulangi latihan 4x/jam saat terbangun dari tidur selama 3 bulan.
Rasional: Meningkatkan pengontrolan otot panggul dan membantu relaksasi sfingter selama
berkemih
d. Latihan IV
Apabila memungkinkan, ajarkan klien melakukan sit-ups yang dimodifikasi (lutut ditekuk).
Rasional: Menguatkan otot-otot abdomen untuk pengontrolan kandung kemih.
Langkah tersebut juga dapat dilakukan seperti berikut :
1. Pemanasan.
Kendurkan otot-otol perut, bokong dan paha atas se-rilek mungkin. Untuk memastikan otot-otot
tersebut rilek, letakkan kedua tangan di atas perut. Jika perut tidak ikut bergerak ketika otot-otot
dasar panggul (PC) dikontraksi, berarti gerakan Anda benar.
2. Kontraksi.
Kontraksikan otot-otot PC Anda dengan menarik ke dalam dan keras sekitar vagina, anus dan
saluran kencing (uretra) seperti menahan air seni. Tujuannya untuk menemukan letak otot PC.
Untuk mudahnya dapat melakukan latihan berikut: Ketika Anda ingin buang air kecil, tahanlah
aliran air seni, lalu lepaskan kembali. Lakukan beberapa kali sehingga bisa merasakan benar
letak otot PC lersebut.
3. Ulangan.
Setelah Anda mampu melakukan, mulailah berlatih sebanyak 10 kali ulangan. Setiap kali
kontraksi, tahan selama tiga hitungan. Kemudian secara perlahan naikkan hitungan kontraksinya
hingga Anda bisa menahan selama 10-15 hitungan, dengan istirahat selama 10 detik diantaranya.
Jumlah optimum kira-kira 50-100 kali sepanjang hari, pagi, siang, sore dan malam.
4. Variasi.
Lakukan variasi untuk menghindari kebosanan dengan munggabungkan latihan otot-otot PC
dengan latihan pengencangan otot-otot lain di sekitarnya, yaitu otot-otot perut, paha atas, dan
otot bokong, dalam posisi berdiri, duduk atau berbaring.
5. Catatan.
Latihan Kegel dengan menahan air seni, disarankan hanya dilakukan pada saat awal berlatih.
Gunanya untuk menemukan letak otot PC. Setelah itu sebaiknya jangan dilakukan lagi karena
akan mengganggu pola kencing Anda. Sebaiknya berkonsultasi lebih dulu sebelum berlalih dan
lakukan evaluasi dalam jangka waktu tertentu.
Factor pendukung senam kegel
Tindakan berikut dapat membantu klien yang menderita inkontinensia untuk memperoleh
kembali kontrol berkemihnya dan merupakan bagian dari perawatan rehabilitatif serta restorasi.
1. Mempelajari latihan untuk menguatkan dasar panggul.
2. Memulai jadwal berkemih pada bangun tidur, setiap 2 jam sepanjang siang dan sore hari,
sebelum tidur, dan setiap 4 jam pada malam hari.
3. Menggunakan metode untuk mengawali berkemih (misalnya air mengalir dan menepuk
paha bagian dalam)
4. Menggunakan metode untuk relaks guna membantu pengosongan kandung kemih secara
total (misalnya membaca dan menarik nafas dalam).
5. Jangan pernah mengabaikan keinginan untuk berkemih (hanya jika masalah klien
melibatkan pengeluaran urine yang jarang sehingga dapat mengakibatkan retensi).
6. Mengonsumsi cairan sekitar 30 menit sebelum jadwal waktu berkemih.
7. Hindari teh, kopi, alkohol, dan minuman berkafein lainnya.
8. Minum obat-obatan diuretic yang sudah diprogramkan atau cairan yang dapat
meningkatkan dieresis (seperti teh atau kopi) dini pada pagi hari.
9. Semakin memanjangkan atau memendekkan periode antar berkemih.
10. Menawarkan pakaian dalam pelindung untuk menampung urine dan mengurangi rasa
malu klien (bukan popok).
11. Mengikuti program pengontrolan berat tubuh apabila masalahnya adalah obesitas.
12. Memberikan umpan balik positif saat tercapai pengontrolan berkemih.
Pedoman ini dapat membantu klien untuk mendapatkan pola berkemih rutin dan mengontrol
factor-faktor yang mungkin meningkatkan jumlah episode inkontinensia.
DAFTAR PUSTAKA
Soetojo. INKONTINENSIA URINE PERLU PENANGANAN MULTI DISIPLIN
http://soetojo.blog.unair.ac.id/2009/03/13/inkontinensia-urine-perlu-penanganan-multi-
disiplin/ (akses, 7 maret 2012)
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktik;.
Volume 2. Jakarta : EGC
Smeltzer, C. Suzanne. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Volume 2. Jakarta:
EGC
Rejeki Herdiana, dr. Tri. 2009. Berbagai Kegunaan Senam Kegel.
http://kesehatan.liputan6.com/tips/200905/229796/Berbagai.Kegunaan.Senam.Kegel.
(Diakses pada: 7 Maret 2012)
top related