tinjauan hukum islam terhadap pemakaian parfum...
Post on 06-Mar-2019
228 Views
Preview:
TRANSCRIPT
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMAKAIAN
PARFUM BERALKOHOL
( Analisis Atas Pendapat KH Abdul Wahab Khafidz dan Ustadz
Sulkhan di Pondok Pesantren Putri Al Irsyad Kauman Kab.
Rembang)
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Strata 1 Dalam Ilmu Syariah
Disusun Oleh :
Siti Rifaah
072311014
JURUSAN MUAMALAH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp : 4 Naskah eks.
Hal : Naskah Skripsi
Sdri. Siti Rifaah
Kepada Yth.
Dekan Fakultas Syariah
IAIN Walisongo Semarang
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan
seperlunya, bersama ini saya kirimkan naskah skripsi saudari:
Nama : Siti Rifaah
Nim : 072311014
Judul Skripsi : “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pemakaian
Parfum Beralkohol (Analisis Atas Pendapat K.H Abdul Wahab
Khafidz dan Ustadz Sulkhan di Pondok Pesantren Putri Al-
Irsyad Kauman Kab. Rembang).
Dengan ini saya mohon kiranya skripsi saudari tersebut
dapat segera dimunaqosahkan.
Demikian harap menjadi maklum.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Semarang, 13 Desember 2011
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof. Dr. H. Muhibbin, M. Ag Drs. Moh. Solek, MA
NIP. 19600312 198703 1 007 NIP.19660318 199303 1004
iii
PENGESAHAN
Nama : Siti Rifaah
NIM : 072311014
Jurusana : Muamalah
Judul Skripsi : Tinjauan Hukum Islam Terhadap
Pemakaian Parfum Beralkohol (Analisis Atas
Pendapat KH Abdul Wahab Khafidz dan Ustadz
Sulkhan di Pondok Pesantren Putri Al-Irsyad
Kauman Kab. Rembang)
Telah dimunaqosahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Syari’ah Institut Agama
Islam Negeri Walisongo Semarang, dan dinyatakan lulus, pada tanggal : 27
Desember 2011. Dan dapat diterima sebagai syarat guna memperoleh gelar
sarjana Strata 1 tahun akademik 2011 / 2012
Semarang, 9 Januari 2012
Ketua Sidang, Sekretaris Sidang,
Ahmad Arief Budiman, M. Ag. Drs. Mohammad Solek, MA.
NIP. 19691031 199503 1002 NIP. 19660318 199303 1004
Penguji I, Penguji II,
Drs. H. Nur Khoirin, M. Ag. DR. Ali Murtadho, M. Ag
NIP. 19630801 199203 1001 NIP. 19710830 199803 1003
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof. Dr. H. Muhibbin, M. Ag Drs. Moh. Solek. MA.
NIP. 19600312 198703 1 007 NIP. 19660318 199303 1003
iv
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis
menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi
yang telah pernah ditulis orang lain atau diterbitkan.
Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun
pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang
terdapat dalam refrensi yang dijadikan bahan rujukan.
Semarang, 07 Desember 2012
Deklarator,
Siti Rifaah
Nim 072311014
v
MOTTO
كل مسكر خمر وكل مسكر حرم
(رواه الجماعة اال البخار وابن ماجه)
“Setiap yang memabukkan adalah khamer, dan setiap yang memabukkan adalah haram”
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk orang-orang yang telah dengan
ikhlas berkorban dan membantu penulis dalam mengarungi perjalanan panjang
menggapai cita-cita.
1. Untuk Bapak Karnyoto dan Ibu Sutarmi, kedua orang tua yang
sangat penulis cintai. Tiada henti-hentinya penulis panjatkan doa
kepada Alloh Swt, semoga dan ibu selalu ada dalam rahmat dan
karunia-Nya di dunia dan akhirat. Tentunya adik penulis yang
selalu mendorong penulis untuk segara lulus.
2. Segenap pimpinan Rektorat IAIN Walisongo Semarang dan
pegawainya. Para pimpinan Fakultas Syariah dan para pegawainya.
Tidak mungkin penulis lupakan jasa-jasa para dosen yang telah
membekali penulis dengan ilmu pengetahuan.
3. K.H Abdul Wahab Khafidz dan Nyai. Masyrifah, pengasuh Ponpes
Al-Irsyad Kauman Rembang sekaligus murrabbi ruh penulis yang
telah membekali ilmu yang tidak ternilai harganya. Sebagai alumni
santri, penulis selalu mengharap ridlo serta menanti fatwa dan
mau’idzoh khasanahnnya.
4. Segenap sahabat-sahabat kos ungu yang tak bisa disebutkan satu
persatu selalu menghibur penulis disaat pusing selama
mengerjakan skripsi.
5. Aktifis Justisia (Ainung, Sholi, Nasron, Kholik, Ubed dkk, kapan
mau diskusi lagi?).
6. Mas Misbah, Terimakasih untuk dukungan, dan semangat serta
doronganmu selama penulis kuliah.
7. Posko 86 KKN Desa Krikil (Muslich, Sovil kordes, Murwati,
Kholifah, Nurul, Kuncup, Ida, Dian, Faiz, Rohadi).
8. Teman-teman MUA Kholifah, Neli, Widi, dkk maupun MUB 07,
kenangan yang tak dapat dilupakan. Terkhusus orang selalu
mendukung suka, duka, dan bahagia dalam mengerjakan skripsi.
vii
ABSTRAK
Siti Rifaah (NIM. 072311014). Tinjauan Hukum Islam Terhadap
Pemakaian Parfum Beralkohol (Analisis Atas Pendapat K.H Abdul Wahab
Khafidz dan Ustadz Sulkhan di Pondok Pesantren Putri Al-Irsyad Kauman
Kab. Rembang). Skripsi. Semarang, Fakultas Syariah, Jurusan Muamalah
(Hukum Ekonomi Islam) IAIN Walisongo Semarang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui “Bagaimana pendapat KH
Abdul Wahab dan ustadz Sulkhan di pondok Pesantren Putri Al-Irsyad Kauman
kab. Rembang? Serta Bagaimana Tinjauan Hukum Islam terhadap pendapat KH
Abdul Wahab dan ustadz Sulkhan di Pondok Pesantren Putri Al-Irsyad Kauman
Kab. Rembang?”.
Parfum merupakan salah satu jenis kosmetik yang banyak digandrungi
manusia.apalagi dalam perkembangan zaman, parfum baik yang beralkohol atau
non beralkohol sangatlah diperlukan untuk menunjang penampilan dalam bergaul
agar tampak lebih sempurna. Memakai parfum merupakan salah satu bentuk
perbuatan yang dianjurkan nabi Saw. Namun dewasa ini sebagian besar parfum
yang berada dipasaran mengandung alkohol yang digunakan sebagai pelarut.
Padahal dalam hukum Islam, alkohol merupakan salah satu zat yang diharamkan
karena efek yang ditimbulkan.
Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) yaitu
mengumpulkan data yang dilakukan dengan penelitian ditempat terjadinya segala
yang diselidiki.
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif yaitu tradisi tertentu
dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental tergantung pada manusia
dalam kawasannya tersendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut
dalam bahasannya dengan dengan bahasannya dan dalam peristilahannya.
Untuk mengelola data yang diperoleh, penulis menggunakan data.
Deskriptif normative yaitu, menggambarkan atau memaparkan secara kritis dalam
rangka memberikan perbaikan, solusi terhadap permasalahan yang dihadapi
sekarang. Kaidahnya dimaksudkan agar nantinya peraturan mengenai pemakaian
parfum beralkohol dapat jelas kedudukkannya dalam peraturan di dalam pondok
pesantren putri Al-Irsyad Kauman Kab. Rembang.
KH Abdul Wahab secara tegas mengharamkan pemakaian parfum baik
non alkohol ataupun beralkohol bagi santriwati dalam lingkungan ataupun diluar
pesantren. Dan menurut ustadz Sulkhan diperbolehkan jika syaratnya terpenuhi,
hukumnya menjadi haram jika kadar lakohol pada minyak wangi ini tinggi (lebih
dari 50%) sehingga bisa memabukkan
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat ilahi rabbi, karena hanya dengan rahmat dan
hidayahnya skripdi ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam semoga selalu
tercurahkan kepada nabi Muhammad Saw, yang telah membawa Islam sebagai
agama dan rahmat bagi seluruh alam.
Skripsi ini yang berjudul Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pemakaian
Parfum Beralkohol (Analisis Atas Pendapat KH Abdul Wahab Khafidz dan
Ustadz Sulkhan di Pondok Pesantren Putri Al-Irsyad Kauman Kab. Rembang).
Yang dilatar belakangi oleh permasalahan sebagai berikut: Bagaimana pendapat
KH Abdul Wahab Khafidz dan Ustadz Sulkhan terhadap pemakaian parfum
beralkohol di pondok pesantren putri kauman kab. Rembang. Bagaimana tinjauan
hukum Islam terhadap pemakaian parfum yang mengandung alcohol. Diharapkan
di dalam kajian skripsi ini akan ditemukan kesimpulan yang berguna untuk
perkembangan ekonomi syariah yang akan datang.
Penulis sangat sadar, bahwa hanya karena pertolongan Allah Swt dan
dukungan semua pihak lahir maupun batin, akhirnya penulis dapat melalui semua
rintangan dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada;
1. Yth. Prof. Dr. H. Muhibbin, M. Ag, selaku Rektor IAIN Walisongo
dan sekaligus pembimbing I. Atas bimbingan, masukan dan arahannya
meskipun banyak halangan dan rintangan menghandang. Juga atas
luangan waktu yang diberikan.
2. Yth. Dr. Imam Yahya (Dekan Fakultas Syariah). Semoga dibawah
pimpinannya Fakultas Syariah akan lebih baik.
3. Drs. Moh. Solek, MA. Atas bimbingan, koreksian dan gagasan yang
telah diberikan, tentunya banyak pengetahuan baru yang penulis
dapatkan.
ix
4. Yth. Kajur, Sekjur dan Biro judul skripsi Muamalah. Beserta segenap
dosen Fakultas Syariah yang telah memberikan ilmunya tanpa pamrih.
Juga segenap pegawai Fakultas Syariah yang selalu direpotkan
mahasiswa.
5. Bapak serta Ibu, kedua orang tua yang telah berkorban segalanya demi
masa depan penulis. Ungkapan yang tidak dapat terucap dengan kata-
kata, hanya doa yang dapat penulis panjatkan untuk kebahagian tanpa
akhir bagi keduanya di dunia dan akhirat. Adik Saib Fauzi, yang selalu
memotifasi penulis agar segera menyelesaikan kuliahnya.
Kepada mereka semua penulis tidak dapat memberikan apa-apa, hanya
untaian terimakasih dan semoga menjadi amal yang baik (shaleh) dan
mendapatkan pahala yang berlipat dari Allah SWT.
Penulis sadar bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan karena
keterbatasan penulis dalam banyak hal, oleh karena itu saran dan kritik yang
membangun dari pembaca sangat penulis harapkan.
Semarang, 07 Desember 2011
Penulis,
Siti Rifaah
072311014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
HALAMAN NOTA PEMBIMBING.................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii
HALAMAN DEKLARASI................................................................................... iv
HALAMAN MOTTO............................................................................................ v
HALAMAN PERSEMBAHAN............................................................................ vi
HALAMAN ABSTRAKSI................................................................................... vii
HALAMAN KATA PENGANTAR..................................................................... viii
HALAMAN DAFTAR ISI.................................................................................... x
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................... 10
C. Tujuan Penelitian...................................................................... 10
D. Telaah Pustaka.......................................................................... 11
E. Metode Penelitian......................................................................13
F. Sistematikan Penulisan..............................................................16
BAB II : KONSEPSI PARFUM BERALKOHOL DALAM PANDANGAN
HUKUM ISLAM DAN ILMU KIMIA SERTA SUMBER
HUKUMNYA A. Parfum Beralkohol Dalam Islam ............................................. 17
1. Pengertian Parfum Beralkohol.......................................... 17
2. Pendapat tentang kesucian khamer dan Alkohol.............. 20
B. Parfum Alkohol Dalam Ilmu Kimia........................................ 23
C. Sumber Hukum Parfum Beralkohol........................................ 28
ii
BAB III : PENDAPAT KH ABDUL WAHAB KHAFIDZ DAN USTADZ
SULKHAN DI PONDOK PESANTREN
A. Gambaran Umum Pesantren..................................................... 34
B. Pendapat KH Abdul Wahab Khafidz Dan Ustadz Sulkhan......40
1. Biografi dan Pendapat K.H Abdul Wahab........................40
2. Biografi dan Pendapat Ustadz Sulkhan............................ 49
BAB IV : KRITIK TERHADAP PEMAKAIAN PARFUM BERALKOHOL
DARI KH ABDUL WAHAB KHAFIDZ SERTA USTADZ
SULKHAN DI PONDOK PESANTREN
A. Analisis Terhadap Pendapat KH Abdul Wahab Khafidz........... 53
B. Analisis Terhadap Pendapat Ustadz Sulkhan............................ 68
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan..............................................................................66
B. Saran-Saran..............................................................................67
C. Penutup.................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
TINJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMAKAIAN PARFUM
BERALKOHOL
(Analisis Atas Pendapat K.H Abdul Wahab dan Ustadz Sulkhan di Pondok
Pesantren Putri Al-Irsyad Kauman Kab. Rembang )
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Parfum atau minyak wangi merupakan salah satu jenis kosmetika
yang digandrungi oleh manusia. Khususnya kaum wanita. Apalagi dalam
perkembangan yang semakin maju dan modern saat ini, parfum baik itu yang
beralkohol atau non alkohol sangatlah diperlukan untuk menunjang
penampilan dalam bergaul agar tampak lebih sempurna. Disamping itu,
memakai parfum merupakan salah satu bentuk perbuatan yang dianjurkan
rasulullah SAW, terutama dalam melaksanakan ibadah. Namun, dewasa ini
sebagian besar parfum yang berada dipasaran mengandung alkohol yang
digunakan sebagai pelarut. Padahal dalam hukum Islam, alkohol merupakan
salah satu zat yang diharamkan karena efek yang ditimbulkannya.
Banyak kritik dan solusi yang dilontarkan oleh para ahli hukum Islam
dari dulu sampai sekarang dalam menyelesaikan masalah pemakaian parfum
yang mengandung alkohol. Fakta diatas bukan hanya berlaku pada anak-anak
gaya metropolitan, tapi pemakaian parfum berlaku bagi seluruh masyarakat
2
Indonesia tak terkecuali santriwati pondok pesantren kauman Rembang yang
terkenal dengan salafnya.
Terlepas dari itu semua, agama Islam adalah agama yang selalu
sesuai dengan zaman sehingga tidak menolak perkembangan. Sebagai agama
yang rahmatan lil‟alamin tentunya tidak ada masalah yang tidak dapat
ditemukan jawabannya dalam agama Islam.
Sebagai orang salaf sabar, alim, ulet, zuhud, bersahaja (KH Abdul
Wahab Khafidz dan Nyai Masrifah ) yang masih memegang keteguhan hukum
yang ada dikitab kuning, tidak mengizinkan santri, terutama santriwatinya
memakai parfum, terutama parfum-parfum yang mengandung alkohol dengan
alasan. Pertama, tidak sah buat sholat. Sebagaimana halnya seorang Muslim
agar dalam keadaan suci dari hadats jika ia ingin sholat, maka ia juga dituntut
agar suci tubuh, pakaian, dan tempatnya.1 Najis adalah kotoran tertentu yang
menyebabkan shalat tidak sah. Di antaranya adalah khamer, darah bangkai,
kencing, dll.2 Sesuai dengan firman Alloh surat al Muddatstsir ayat 4
وثيابك فطهر
Artinya; “dan pakaianmu bersihkanlah”
Kedua menghindari adanya kemaksiatan lantaran bau yang
ditimbulkan. Karena secara historis Abdul Wahab Khafidz mempunyai alasan
1 Saleh Al-Fauzan, Fiqh Sehari-hari, Jakarta: Gema Insani Press, 2005, hlm 46
2 Ibid, hlm 74
3
sosiologis. Sebagai pengasuh generasi kedua dari ayahandanya K.H
Abdullaoh Khafidz, Abdul Wahab mempunyai tanggung jawab untuk
membenahi gaya hidup para santrinya. Abdul Wahab sangat menjaga dan
menghindari hal-hal yang dapat menjerumuskan dirinya, keluarganya dan
anak didiknya dalam jurang kemaksitan.
Faktor kehatian-hatian inilah yang digunakan ketika terjadi
permasalahan yang melanggar syariat Islam, ketegasan dalam menyelesaikan
sebuah masalah mutlak dibutuhkan bagi seorang pemimpin. Terkait dengan
maraknya pemakaian parfum beralkohol pada saat ini menuntutnya untuk
memecahkan permasalahan sesuai dengan kemaslahatan.
Alasan Abdul Wahab melarang pemakaian parfum beralkohol tetap
berpijak pada ketetapan al Quran dan Hadits, adapun faktor sosiologis
menjadi landasan permasalahan yang harus diselesaikan dengan merujuk
keduanya.
Didalam salah satu kaidah fiqh yaitu;
الضرر والضرر
“ Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh memberi
bahaya (mudarat) kepada orang lain”.3
Menurut jumhur ulama, khamer itu hukumnya najis.4 Kebanyakan
kitab-kitab fiqh mutakhkhrin bahwa arak (segala sesuatu yang memabukkan)5
3 Diriwayatkan oleh Drs. Moh. Adib Bisri, Terjemah Al-Faraidul Bahiyyah
(Risalah Qawaid Fiqh), Menara Kudus, hlm. 21
4
itu najis. Kalau kena badan atau kain wajib dicuci, lebih parahnya orang-orang
madzhab Hanafi, bahwa tangan yang kena arak musti dipotong.6
Pendapat ini berdasarkan nash-nash al-Quran surat al-Maidah ayat
90-91
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum)
khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah,
adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu
agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud
hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran
(meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat
Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan
itu).7
Dalam kedua ayat tersebut ditegaskan keharaman khamer melalui
beberapa cara;
a. Alloh memberitahu perkara-perkara tersebut dengan istilah rijs (perbuatan
keji). Istilah ini tidak digunakan dalam al-Quran kecuali untuk menyebut
4 Syaikh Kamil Muhammad , „Uwaidah Muhammad, Fiqih Wanita, Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 1998, hlm. 18 5 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994, hlm. 18 6 Mutakhkhrin „Ulama yang sesudah abad ke III atau th, ke 400 H. A. Hasan dkk,
Soal Jawab, Bandung, 1984, hlm. 40 7 Departemen Agama Republik Indonesia Jkt, Al-Quran dan Terjemahnya, PT.
Kumudasmoro Grafindo Semarang, Edisis Revisi, 1994, hlm
5
berhala dan daging babi, hal ini menunjukkan larangan keras agar orang
menjauhinya.
b. Alloh menegaskan larangan “menjauhi” dengan maksud agar mendapatkan
keberuntungan, dengan firman-Nya: “ supaya kamu mendapat
keberuntungan”. Hal ini menunjukkan bahwa menjauhi (Khamer dan lainnya)
merupakan kewajiban yang lazim.8
c. Diterangkan dalam kitab Kanzul „Ummal, bahwa Khalid bin Walid r.a. masuk
kamar mandi, kemudian ia menggosok badannya dengan bekas kapur,
digosok sekali lagi dengan roti ushfur yang dicampur dengan khamer. Lalu
Umar berkirim surat kepadanya “telah sampai suatu berita kepadaku, bahwa
engkau menggosok tubuhmu dengan khamer, padahal khamer telah
diharamkan baik bendanya (dhahir) maupun hukumnya (batin), dan
diharamkan menyentuh khamer seperti halnya haram meminumnya. Oleh
sebab itu, janganlah menyentuhnya pada tubuhmu, karena barang tersebut
adalah najis”.9
d. Bahwa benda-benda tersebut seandainya tidak termasuk dalam kategori
memabukkan dan melemahkan, maka ia termasuk dalam jenis khabaits
(sesuatu yang buruk) dan membahayakan, sedangkan di antara ketetapan
8 Yusuf Qardhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer jilid I, Jakarta, Gema Insani Press,
1995, hlm.812 9 Muhammad Abdul Aziz Al-Halawi, Fatwa dan Ijtihad Umar bin Khaththab,
Surabaya: Risalah Gusti, 1999, hal 46
6
syara‟: bahwa Islam mengharamkan sesuatu yang buruk dan
membahayakan.10
e. Setelah ditunjukkan „illat (alasan) perintah menjauhinya dengan menjelaskan
sebagian mudharat khamer, baik mudharat (bahaya) kemasyarakatannya
maupun keagamaannya.11
Ini sesuai dengan nash al Qur‟an yang telah
menetapkan keharaman khamer dengan lafal tahrim, sebagaimana firman-Nya
dalam surat Al-A‟raf: 33;
Artinya : "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik
yang nampak atau pun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak
manusia tanpa alasan yang benar”12
Kalau ditinjau dari kandungan kalimat „ijtanibuuhu‟ (maka jauhilah)
dalam ayat diatas maka penggunaannya dilarang secara mutlak, karena
khamer harus dijauhi secara mutlak, baik meminumnya atau menggunakannya
sebagai minyak wangi atau sebangsanya.
Sehubungan pelarangan yang disampaikan K.H Abdul Wahab
Khafidz dan sebagaian guru-guru yang ada di dalam pondok pesantren yang
telah dibahas perihal pelarangnya diatas, santriwati mencoba mencari solusi
11Yusuf Qardhawi, Loc. cit., hlm 793-794 12 Departemen Agama Republik Indonesia Jkt, Al-Quran dan Terjemahnya, PT.
Kumudasmoro Grafindo Semarang, Edisis Revisi, 1994, hlm
7
kepada guru yang kontemporer yang baginya dirasa lebih mudah, dan bisa
memakai parfum untuk menunjang penampilan.
Karena dalam kehidupan sehari-hari santriwati sebagai mahluk yang
sama-sama punya keinginan berpenampilan sempurna. Disini mereka akan
mencari jawaban yang memperbolehkannya memakai parfum beralkohol, ia
juga salah satu pengasuh dan guru dipondok pesantren (bapak Sulkhan)
menantu dari KH Abdul Wahab Khafidz. Dengan alasan kadar alkohol tidak
sampai 50%-keatas, karena kadar sekian persen itu tentu tidak menimbulkan
efek membahayakan atau memabukkan.
Disini Sulkhan juga berpijak dalam al Quran dan Hadits yang
digunakan untuk landasan. Karena hakikatnya minyak wangi dapat
menenangkan hati, melapangkan dada, menyegarkan jiwa, membangkitkan
tenaga dan kegairahan dalam bekerja. Sebagai landasan atas hal ini adalah
hadits Anas ra., ia berkata, Rasulullah saw. Bersabda,
انى ي انذ يا انسأ وانطيب و جعم قرة عيي في انصالةحبب إني ي
“Telah ditambatkan kesenangan bagiku dalam urusan dunia,
perempuan (istri), wangi-wangian, dan telah dijadikan ketenangan bagiku
dalam shalat...”(HR Ahmad dan Nasai)
Dari abu Hurairah ra, ia berkata, Rasullulah saw. bersabda,
ي عرض عهي ريحا فاليرد فأ خفيف انحم طيب انريح
8
“Barang siapa yang ditawarkan padanya minyak wangi, hendaknya
ia tidak menolak. Sebab, ia mudah dibawa dan baunya harum.”(HR Muslim,
Nasai dan Abu Daud)13
Adapun dalil Rasulullah yang menerangkan;
كم يسكرخر وكم : انبى صهى اهلل عهي وان وسهى قالعرا اب و ع
( را انجاعت االانبخار واب ياج)يسكرحرو “ Setiap yang memabukkan adalah Khamer. Setiap yang
memabukkan pastilah haram” 14
Yang jadi illah (sebab) pengharaman khamer adalah karena
memabukkan. Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsamanin; khamer
diharamkan karena illah (sebab pelarangan) yang ada di dalamnya yaitu
memabukkan. Jika illah tersebut hilang, maka pengharamannya pun hilang.
Karena sesuai kaedah “al hukmu yaduuru ma‟a illatihi wa‟adaman (hokum itu
ada dilihat dari ada atau tidak adanya illah)”, illah dalam pengharaman
khamer adalah memabukkan dan illah berasal dari al-Quran, As Sunnah dan
ijma‟ (kesepakatan ulama kaum muslimin).15
Sebab inilah kenapa khamer diharamkan karena memabukkan. Oleh
karenanya, tidak tepat jika dikatakan bahwa khamer itu diharamkan karena
alkohol yang terkadung di dalamnya. Walaupun tidak memungkiri bahwa
yang jadi patokan dalam menilai keras atau tidaknya minuman keras adalah
karena alkohol di dalamnya.
13 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Jakarta; Cakrawala Publishing, 2008, hlm 64-65 14 Tengku Muhammad Hashbi Ash Shiddieqy, Koleksi-Koleksi Hadits Hukum Jilid
9, Jakarta; PT. Pustaka Rezki Putra, 2001. Hlm.380 15
Majmu‟ Fatwa wa Rosa-il Ibnu „Utsaimin, 11/195, Asy Syamilah
9
Parfum beralkohol yang berbentuk minyak dengan kadar alkohol
rendah bukanlah najis, tetapi bisa menjadi haram, jika minyak wangi ini
berkadar alkohol tinggi sehingga bisa memabukkan.
Namun perlu diingat, alkohol bukan satu-satunya zat yang dapat
menimbulkan efek memabukkan, masih ada zat lainnya dalam minuman keras
yang juga sifatnya sama-sama toksik (beracun).
Oleh karena itu sangat diperlukan sekali jalan alternatif kejelasan dari
larangan dan diperbolehkannya memakai parfum-parfum yang beralkohol
agar tidak terjadi kesimpang siuran dalam memberikan peraturan di dalam
pondok. Kalau tidak diberikan kejelasan yang sebenar-benarnya, disini
pastinya para santri akan memilih menggunakan parfum agar berpenampilan
lebih pede, karena bau badannya yang segar. Dengan dalih segala sesuatu
tergantung pada niatnya.
Tapi disisi lain, mereka yang memakai parfum ini akan terkesan
melanggar larangan dari pengasuh, dan jika melanggar setiap larangan ujung-
ujungnya tidak akan mendapatkan ilmu barokah.
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis terdorong ingin mengetahui
lebih dalam mengenai pemakaian parfum beralkohol pada lingkungan pondok
pesantren al-Irsyad kauman Rembang yang notabennya berbentuk salaf.
Akhirnya, dalam proses kerja penulisan karya ilmiah ini penulis akan
memberi judul “ Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pemakaian Parfum
10
Beralkohol (Studi Kritik Atas Pendapat KH Abdul Wahab dan Ustadz
Sulkhan di Pondok Pesantren Putri Al-Irsyad kauman Kab. Rembang).
B. PERMASALAHAN
Merujuk Jujun S. Suriasumantri, permasalahan merupakan upaya
untuk menyatakan secara tersurat pertanyaan-pertanyaan apa saja yang ingin
dicarikan jawabannya.16
Menilik pada latar belakang yang telah dipaparkan di
atas, kiranya bisa diambil pokok-pokok permasalahan yang menjadi bahan
kajian dalam penelitian ini agar lebih fokus, dimaksudkan agar pembahasan
karya tulis ini, tidak melebar dari apa yang dikehedaki. apapun permasalahan
yang bisa diklarifikasi antara lain sebagai berikut:
Bagaimana pendapat KH Abdul Wahab dan ustadz Sulkhan terhadap
pemakaian parfum beralkohol di pondok Pesantren Putri Al-Irsyad kauman
Kab. Rembang )?
Bagaimana tinjuan hukum Islam terhadap pemakaian parfum yang
mengandung alkohol?
16
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, Jakarta:
Pustaka Sinar harapan, 1993, hlm. 312.
11
C. TUJUAN PENELITIAN
a. Tujuan Formal
untuk memenuhi salah satu syarat Akademik, guna memperoleh gelar
Sarjana (S-1) Hukum Islam Fakultas Syari‟ah Institut Agama Islam
Walisongo Semarang.
b. Tujuan Materiil
berdasarkan pada tujuan yang hendak dicapai pada rumusan
permasalahan yang ada di atas, kemudian dianalisa berdasarkan data-data
yang berkaitan dan mendukung pembahasan penelitian ini, maka data-data
tersebut dimaksudkan untuk menjawab pokok pemasalahan yang ada, dan
diharapkan menghasilkan manfaat untuk:
Bagaimana pendapat KH Abdul Wahab dan ustadz Sulkhan terhadap
pemakaian parfum beralkohol di pondok Pesantren Putri Al-Irsyad
kauman Kab. Rembang )?
Bagaimana tinjuan hukum Islam terhadap pemakaian parfum yang
mengandung alkohol?
12
D. TELAAH PUSTAKA
Sejalan dengan permasalahan yang telah penulis paparkan diatas,
penulis ini bertujuan untuk mengetahui ketentuan hukum atas kebijakan
peraturan KH Wahab Khafidz dan ustadz Sulkhan bagi santriwati dalam
pemakaian parfum beralkohol, dan alasannya secara spesifik dari sumber
hukum dan pendapat para ulama klasik maupun kontemporer, serta
memberikan kesimpulan dari hasil penelitian tersebut.
Alam pikiran manusia bersifat sinambung. Pikiran yang baru
dikatakan baru untuk membedakannya dengan yang lama, dan justru
karenanya alam pikiran yang baru terikat kepada alam pikiran yang lama.17
Karena itu, memeriksa atas hasil kajian terdahulu setidaknya berfungsi
sebagai pembuka jalan atau semacam pemberi inspirasi bagi kajian
sesudahnya. Pasalnya, orisinalitas kajian justru akan tampak pada saat
khazanah lama dibuka dan dipetakan. Meski statemen ini tidak bermaksud
untuk menutup kemungkinan munculnya kajian yang betul-betul genuine.
Diantaranya skripsi karya Jajang Nurjaman dengan judul, Tinjauan
Hukum Islam terhadap Jual Beli Parfum Beralkohol, Fakultas Syari‟ah
Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2009.
Skripsi ini berisi tentang rukun dan akad jual beli parfum beralkohol.
Meskipun dalam beberapa contoh dibahas tentang kenajisan alcohol yang
17
Bernard Delfgaauw, Filsafat Abad 20, Terj. Soejono Soemargono, Yogyakarta:
Tiara Wacana, 1988, hlm. 3
13
terkandung di dalam parfum beralkohol, tetapi tidak membahas tentang
pemakaian sehingga tidak menjawab seputar permasalahan tersebut.
Tapi sampai saat ini penulis belum menemukan ada pembahasan
yang spesifik terkait pemahaman tentang alkohol, khamer, serta perbedaan
yang digunakan untuk campuran parfum dalam tinjuan Hukum Islam. Oleh
sebab itu, penulis merasa perlu melakukan penelitian dan membuat karya
ilmiah ini.
E. METODE PENELITIAN
Penelitian ini akan difokuskan kepada ketentuan hukum dari
peraturan yang ditetapkan KH Wahab dan ustadz Sulkhan yang berlandasan
sumber hukum, selama ini ditemukan banyaknya perbedaan pendapat dari
kalangan ahli fikih. Permasalahan tersebut terkait dengan peraturan
pelarangan pemakaian parfum beralkohol dan batasan kadar diperbolehkannya
menggunakan parfum beralkohol.
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field
research) yaitu mengumpulkan data yang dilakukan dengan penelitian di
tempat terjadinya segala yang telah diselidiki.18
Dalam penelitian ini penulis
18 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Yogyakarta; Andi Offset, 1995, hlm. 6
14
akan melakukan penelitian di pondok pesantren Al-Irsyad Kauman Rembang
untuk memperoleh data.
Adapun jenis penelitiannya adalah kualitatif, yaitu tradisi tertentu
dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada
manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang
tersebut dalam bahasannya dengan bahasannya dan dalam peristilahannya.19
b. Sumber Data
Sumber data adalah subjek dari mana data itu dapat diperoleh.20
Sumber data itu sendiri terbagi menjadi dua sumber, sumber primer (pokok)
dan sumber sekunder(tambahan). Sumber primer hasil dari keseharian penulis
ketika dulu pernah ikut (mengabdi) kepada KH Abdul Wahab Khafidz dan
Nyai Masyrifah. Karena apa yang dikerjakan disetiap harinya pasti akan ada
ilmu yang dapat diambil. Bukan sebatas itu untuk mencari kevalidan
penelitian, penulis akan melakukan wawancara terhadap pengasuh generasi
setelah KH Abdul Wahab, ustadz ustadzah yang menjadi pengajar, dan santri
pondok pensantren kauman Rembang. Wawancara di sini adalah percakapan
19 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung; PT. Remaja
Rosda Karya, 2001, hlm ttd 20
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, suatu pendekatan pratek, Jakarta:
Rineka Cipta, 1993, hlm. 114
15
dengan maksud tertentu, yang dilakukan oleh dua belah pihak, yaitu
pewancara (interviewer) dengan pihak yang diwancara (interviewee).21
Sumber kedua adalah sumber sekunder (tambahan) berupa buku atau
literatur-literatur yang mempunyai sifat melengkapi dan menguatkan dari
sumber-sumber pokok yang ada, tentu saja tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan pembahasan. Dalam hal ini penulis akan menggunakan
penelitian kepustakaan (library research), yaitu kegiatan penelitian yang
dilakukan dengan pengumpulan dan penelusuran data-data serta pengolahan
(buku-buku, literatur dan bahan pustaka) yang berkaitan dengan topik
pembahasan.22
c. Metode Analisis Data
Analisa data adalah proses menyusun data agar data tersebut dapat
ditafsirkan.23
Adapun metode atau teknik analisis data dalam skripsi ini
menggunakan deskriptif normative, maksudnya adalah menggambarkan atau
memaparkan secara kritis dalam rangka memberikan perbaikan, solusi
terhadap permasalahan yang dihadapi sekarang.24
Dimaksudkan agar nantinya
peraturan mengenai pemakaian parfum beralkohol dapat jelas kedudukannya
dalam peraturan di dalam pondok pesantren al-Irsyad kauman Rembang.
21
Lexy J. moleong Op. Cit, hlm. 17 22
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2004, hlm. 3 23 Dadang K Ahmad, Metode Penelitian Agama, Bandung: CV. Pustaka Setia,
2000, hlm. 102 24 Suharsimi Arikunto, op, cit,. hlm. 236
16
F. SISTEMATIKA PENULISAN SKRIPSI
Untuk memudahkan pembahasan dan pemahaman yang lebih lanjut
serta jelas dalam membaca penelitian ini, maka disusunlah sistematika
penulisan penelitian ini. Dengan garis besarnya adalah sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan.
Berisi aspek-aspek utama peneltian yang meliputi: Latar Belakang
Masalah, Rumusan Permasalahan, Tinjauan Penelitian, Telaah
Pustaka, Metodologi Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
Bab II : Konsepsi Parfum beralkohol meliputi, parfum beralkohol dalam
Islam: Pengertian parfum beralkohol, pendapat tentang kesucian
khamer dan alkohol, Parfum beralkohol dalam ilmu Kimia, Sumber
Hukum parfum beralkohol, sumber yang memperbolehkan dan sumber
yang tidak memperbolehkan.
Bab III : Pendapat KH Abdul Wahab Khafidz dan Ustadz Sulkhan tentang
pemakaian Parfum beralkohol didalam kenyataan Pondok Pesantren,
meliputi: gambaran umum pondok pesantren, biografi dan pendapat
KH Abdul Wahab Khafidz dan ustadz Sulkhan,
Bab IV : Analisis terhadap pendapat dari KH Wahab Khafidz serta ustadz
Sulkhan di Pondok Pesantren dan Solusi yang Ditawarkan.
Bab V : Penutup, meliputi: Kesimpulan, Saran-saran, Penutup
17
BAB II
KONSEPSI PARFUM BERALKOHOL DALAM ISLAM DAN ILMU
KIMIA SERTA SUMBER HUKUMNYA
A. KONSEPSI PARFUM BERALKOHOL
a. Pengertian Parfum Beralkohol
Dalam perspektif Islam atau kamus besar lainnya secara umum
tidak ada pengertian parfum beralkohol secara spesifik. Dua kata itu
mempunyai dua pengertian tersendiri. Alkohol asalnya dari bahasa arab
yaitu alghaul atau al khuhul1. Khamer artinya raksasa, nama itu diberi
kepada pati arak, lantaran khasiatnya yang seperti raksasa. Selain itu dapat
diartikan minuman yang memabukkan.2
Keterangan dari kitab al-Mabahitsa al-Wafiyyah, pengertian
alkohol sebagaimana yang kami dapatkan dari pernyataan orang yang
mengetahui hakekatnya serta yang kami lihat dari peralatan industri
pembuatannya adalah, merupakan unsur yang dapat menguap yang
terdapat pada minuman yang memabukkan. Keberadaannya akan
mengakibatkan mabuk. Alkohol ini juga terdapat pada selain minuman,
seperti pada rendaman air bunga dan buah-buahan dibuat untuk wangi-
1 Ali Mutahar, Kamus Bahasa Arab,Surabaya; al-Hikmah, hlm, 805
2 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran,
Jakarta; Lentera hati, 2002, hlm. 34
18
wangian dan lainnya, sebagaimana juga terdapat pada kayu-kayuan yang
diproses dengan mempergunakan peralatan khusus dari logam. Dan yang
akhir terakhir ini merupakan alkohol dengan kadar paling rendah,
sedangkan yang terdapat pada perasan anggur merupakan alkohol dengan
kadar tertinggi.3
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, Alkohol yaitu cairan tidak
berwarna yang mudah menguap, mudah terbakar, di pakai dalam industri
atau pengobatan, merupakan unsur yang memabukkan, dll. Kebanyakan
minuman keras, C2H5OH, etanol, senyawa organik dengan gugus OH pada
atom karbon jenuh.4
Pengertian alkohol menurut kamus Ilmiah Populer ialah zat kimia
cair yang dapat memabukkan.5
Parfum menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah minyak
wangi, bau wangi-wangian yang berupa cairan, zat pewangi.6
3 Ahkamul Fuqaha, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan
Muktamar, Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926-2004), penerjemah Teks Arab,
Prof. Dr. H. M. Djamaluddin Miri, Lc, Ma. Pengantar, DR. KH. MA. Sahal Mahfudh
4 Kam. Kamus besar Bahasa Indonesia/tim penyusun kamus pusat pembinaan
dan pengembangan bahasa-ed. 2.- cet. , Jakarta: Balai Pusaka, 1994, hlm, 27
5 M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya; Arkola, 1994, hlm. 22
6 Kam. Kamus besar Bahasa Indonesia/tim penyusun kamus pusat pembinaan
dan pengembangan bahasa, op. cit.., hlm. 730
19
Menurut Prof. dr. Muhammad Sa‟id al-Suyuthi, alkohol merupakan
istilah yang diarabkan dari sebuah kata berbahasa Perancis, yaitu alcool,
dengan kata cohol.7
Sedangkan parfum menurut kamus Ilmiah Populer adalah zat
pewangi tubuh, wewangian.8
Dari banyaknya definisi tentang alkohol tersebut, meskipun dalam
redaksinya berbeda tapi hakikat dan tujuannya sama, yaitu sama-sama zat
cair yag dapat memabukkan. Dan segala sesuatu yang diarakkan serta
memabukkan hukumnya najis.9
Selain kata alkohol sesuatu yang memabukkan itu ada yang cair
sesuai dengan asalnya, seperti khamer dan nabidz, dan ada pula yang
padat. Seperti candu dan ganja.10
Terlepas candu dan ganja dalam
pembahasan kali ini agar tidak melebar, penulis hanya memfokuskan
masalah alkohol dalam campuran yang digunakan pada parfum.
7 KH Ali Mustapa Yaqub, Kriteria Hala Haram Untuk Pangan, Obat, dan
Kosmetika Menurut al-Quran dan Hadits, Jakarta; PT. Pustaka Firdaus, hlm 121
8 M. Dahlan Al Barry, op. cit,,. hlm. 570
9 Imam Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Bandung; CV. Diponegoro, hlm 36
10 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Ja’fari, ditejemahkan oleh Samsuri
Rifa‟i, dkk, Jakarta: Lentera, 1996, hlm. 25
20
b. Pendapat Tentang Kesucian Khamer dan Alkohol
Imam al-Qurthubi rahimahullah berkata, mayoritas ulama memandang
dan menghukumi bahwa khamer/alkohol adalah haram. Dengan
pandangan syariat tentang buruk dan kotornya, serta perintah untuk
menjauhinya,menunjukkan bahwa Khamer itu najis.
Menurut para imam madzab yang empat sepakat bahwa alkohol
dan khamer adalah najis. Karena dalam firman Allah, “Rijs” menunjukkan
bahwa khamer itu najis. Karena “al-Rijs” dalam arti kebahasaan adalah
najis. Kemudian, seandainya kita tidak memutuskan sebuah syara kecuali
ketika menemukan nashnya, maka syariat akan banyak yang terbuang,
karena nash-nash tentang syariat dibanding permasalahan yang ada sedikit
jumlahnya.
Apakah ada nash (secara tekstual) yang menyatakan tentang
najisnya air kencing, kotoran, darah, bangkai dan lain sebagainya?
Kenajisan itu semua berdasarkan aspek pemahaman, keumuman, dan
analogi semata. Demikianlah pendapat imam al-Qurthubi.11
Menurut Rabi‟ah al-Ra‟y guru Imam Malik, Imam al-Hasan al-
Bashri, al-Muzani (murid Syafi‟i) Imam al-Laits bin Sa‟d dan beberapa
11 KH. Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal dan Haram Untuk Pangan, Obat dan
Kosmetik Menurut al-Quran dan Hadits, Jakarta; PT. Pustaka Firdaus, 2009, hlm 74-75
21
ulama muta’akhirin dari Baghdad dan Irak. Mereka berpendapat bahwa
khamer dan alkohol adalah suci.
Sa‟id bin al-Haddad al-Qurawi berdalil tentang kesucian khamer
atau alkohol dengan alasana bahwa ketika itu, khamer ditumpahkan di
jalanan kota Madinah. Menurutnya, seandainya khamer itu najis, mana
mungkin para sahabat r.a akan melakukan hal itu, dan Rasulullah SAW
tentu akan melarangnya sebagaimana beliau melarang buang air besar di
jalanan.12
Pendapat Sa‟id al-Haddad al-Qurawi tentang kesuciannya
dipatahkan oleh imam al-Qurthubi bahwa ditumpahkannya khamer di
ruas-ruas jalan Madinah bukan lantas hukum alkohol ataupun khamer
suci. Hal ini dapat dijawab bahwa pendapat Sa‟id tersebut merupakan
qiyas ma’a al-fariq (menganalogikan dua objek yang sifatnya berlainan).
Buang air besar di jalanan adalah perilaku yang tidak sejalan
dengan akhlak yang mulia. Sebab, ketika setiap orang diperbolehkan
buang air besar di jalanan, tentu kebiasaan ini akan berlanjut pada masa
berikutnya. Padahal perilaku ini mengandung unsur bahaya, karena
pengguna jalan merasa terganggu dengan kondisi jalanan yang selalu najis
dan kotor.
12 Ibid 74
22
Berbeda halnya dengan khamer ataupun alkohol yang hanya
ditumpahkan pada saat pengharamannya, tidak dilakukan berulang kali
setiap saat pengharamannya, tidak dilakukan berulang kali setiap saat
seperti yang terjadi ketika buang air besar di jalanan.13
Dengan begitu, perbedaan pendapat diatas akan berimbas pada
hukum menggunakan zat cair yang memabukkan dalam alat-alat
kosmetika, seperti parfum. Bagi ulama yang berpendapat bahwa khamer
atau alkohol itu najis, maka menggunakan parfum yang mengandung zat
tersebut adalah haram. Keharamannya ini mencakup dengan
menggunakan, mengkonsumsi bahan-bahan najis atau yang mengandung
najis, baik untuk makan, minum, atau penggunaan yang lain.
Sedangkan bagi ulama yang berpendapat bahwa khamer atau
alkohol itu suci, maka memakai parfum yang mengandung zat tersebut
adalah boleh.
Seiring dengan perkembangan zaman yang begitu canggih, maka
pendapat ulama kontemporer berkenanan alkohol dan khamer itu berbeda
hukumnya. Alkohol hukumnya suci dan khamer hukumnya haram. Karena
partikel yang terkandung dari keduanya berbeda.14
13 Ibid, 76 14 Ibid, hlm 122
23
B. PARFUM ALKOHOL DALAM ILMU KIMIA
Dalam kimia, alkohol adalah istilah yang lebih umum untuk
senyawa organik apa pun yang memiliki gugus hidroksil (-OH) yang
terikat pada atom karbon, yang alkohol sendiri terikat pada atom hidrogen
atau karbon lain.15
Sebagaimana sumber yang ada dari Wikipedia, terdapat info
sebagai berikut: minyak biasanya dilarutkan dengan menggunakan solvent
(pelarut), solvent yang digunakan untuk minyak wangi adalah etanol atau
campuran antara etanol dan air. Minyak wangi juga bisa dilarutkan dalam
minyak yang sifatnya netral seperti dalam fraksi minyak kelapa, atau
dalam larutan lak (lilin) seperti dalam minyak jojoba (salah satu jenis
tanaman, pen).16
Beberapa kegunaan etanol sebagai berikut;
a. Sebagai pelarut (solvent), misalnya pada parfum, perasa,
pewarna makanan dan obat-obatan
b. Sebagai bahan sintesis (feedstock) untuk menghasilkan bahan
kimia lain, seperti dalam pembuatan asam asetat (sebagaimana
terdapat pada cuka)
c. Sebagai bahan alternatif. Bahan bakar etanol telah banyak
dikembangkan di negara Brasil sejak mereka mengalami krisis
15 Riswiyanto, Kimia Organik, Jakarta; Erlangga, 1995, hlm 146 16 Sumber: http//en. Wikipedia.org/wiki/parfume
24
energi. Brasil adalah negara yang memiliki industri etanol
terbesar untuk memproduksi bahan bakar.
d. Sebagai penangkal racun (antidote)
e. Sebagai antiseptik (penangkal infeksi)
f. Sebagai deodorant (penghilang bau tidak enak atau bau busuk)
LP POM MUI, alkohol yang dimaksudkan dalam parfum adalah
etanol. Menurut fatwa MUI, etanol yang merupakan senyawa murni bukan
berasal dari industri minuman khamer sifatnya tidak najis. Hal ini berbeda
dengan khamer yang bersifat najis. Oleh karena itu, etanol tersebut dijual
sebagai pelarut parfum, yang notabene memang dipakai diluar (tidak
dimaksudkan ke dalam tubuh).
Etanol disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut
atau alkohol saja. Etanol merupakan sejenis yang mudah menguap
(volatile), mudah terbakar (flammable), tak berwarna (colorless), memiliki
wangi yang khas dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan
dalam kehidupan sehari-hari.17
Etanol dibuat melalui fermentasi molase yaitu residu yang didapat
dari pemurnian gula tebu. Pati dari padi-padian, kentang dan beras dan
difermentasi dengan cara yang sama menjadi etanol, sehingga hasilnya
sering dinamakan alkohol padi-padian (grain alkohol). 18
17 Donald C. Kleinfelter dan Jesse H. Wood, Ilmu Kimia Untuk Universitas,
diterjemahkan oleh Aloysius, Hadyana Pudjaatmaka Jakarta; Erlangga, 1992, hlm 402 18
Harold Hart, Kimia Organik, diterjemahkan oleh Suminar
Achmadi, Jakarta: Erlangga 1983, hlm. 176
25
Selain fermentasi, etanol juga dibuat melalui hidrasi etilena dengan
katalis asam. Dengan katalis asam sulfat atau katalis asam lainnya.
Pertama-tama melibatkan konversi ezimatik pati menjadi gula, gula itu
kemudian diubah menjadi etanol dan karbondioksida oleh kerja zimase,
suatu zimase yang dihasilkan oleh sel-sel ragi yang hidup. 19
Etanol dibuat kebanyakan dengan dua metode; pertama, peragian
dari molase (tetes) dari tebu. Kedua, adisi air kepada etilena dengan
hadirnya suatu katalis asam.
Maka dari itu, etanol adalah zat yang suci, ada tiga point yang
dibuat pertimbangan dari kesimpulan diatas;
a. Hukum asal etanol jika ia berdiri sendiri dan tidak bercampur
dengan zat lain adalah halal.
b. Etanol bisa berubah statusnya jadi haram, jika ia menyatu
dengan minuman yang haram seperti miras.
c. Etanol ketika berada dalam miras yang dihukumi adalah
campuran mirasnya dan bukan etanolnya lagi.
jika melihat etanol (alkohol) yang ada dalam parfum, maka penulis
dapat katakan bahwa yang jadi solvent (pelarut) dalam parfum tersebut
adalah etanol yang suci, bukanlah khamer.
Banyak orang yang menyamakan minuman beralkohol dengan
alkohol, maka disinilah sering kurang difahami dan ini menjadi titik
19
Kleinfelter Wood, loc. cit, 1992, hlm. 382-383
26
masalah oleh sebagian orang yang menghukumi haramnya parfum
beralkohol, karena mengira bahwa alkohol yang terdapat dalam parfum
adalah khamer.
Khamer itu mau diminum cuma setetes atau mau ditengak
seember, sama-sama haram. Alkohol tidak sama atau tidak identik dengan
khamer. Karena orang tak akan sanggup meminum alkohol dalam bentuk
murni, karena akan menyebabkan kematian.
Alkohol memang merupakan komponen kimia terbesar setelah air
yang terdapat pada minuman keras, akan tetap alkohol bukan satu-satunya
senyawa kimia yang dapat menyebabkan mabuk, karena banyak senyawa-
senyawa lain yang terdapat pada minuman keras yang juga bersifat
memabukkan jika diminum pada konsentrasi cukup tinggi. Secara umum,
golongan alkohol bersifat narcosis (memabukkan), demikian juga
komponen-komponen lain yang terdapat pada minuman keras seperti
aseton, beberapa ester. Secara umum, senyawa-senyawa organik
mikromolekul dalam bentuk murni juga bersifat racun.20
Disini penulis katakan bahwa alkohol adalah senyawa kimia,
sedangkan khamer adalah karakter suatu bahan makanan, minuman atau
benda yang dikonsumsi. Definisi khamer tidak terletak pada sub kimianya,
tapi definisinya terletak pada efek yang dihasilkannya, yaitu al-iskar
20 http://lppommuikaltim.multiply.com/journal/item/9/STATUS KEHALALAN
ALKOHOL
27
(memabukkan). Maka benda apapun yang kalau dimakan atau diminum
akan memberikan efek mabuk, dikategorikan sebagai khamer.
Menurut IUPAC penamaan alkohol sama seperti penamaan alkana
dengan menambahkan akhiran ol, yaitu;
a. Rantai terpanjang yang mengandung gugus hidroksil diberi
nama dengan mengganti akhiran –na dengan –ol
b. Penomoran rantai cabang dilakukan dengan memberi atom
karbon yang mengandung gugus hidroksil dengan nomor yang
paling kecil
c. Jika terdapat banyak rantai pada rantai utama, penamaan rantai
cabang berdasarkan alfabet.21
Maka definisi khamer yang benar menurut para ulama adalah
segala yang memberikan efek iskar (memabukkan).22
Dan jelaslah disini
bukanlah semua makanan yang mengandung alkohol. Sebab menurut para
ahli kesehatan, secara alami beberapa makanan seperti, singkong, duren,
dan buah lainnya malah mengandung alkohol. Tapi kenapa tidak pernah
menyebut bahwa makanan itu haram karena mengandung alkohol.
Dan karena definisinya segala benda yang memberikan efek iskar,
maka ganja, opium, drug, mariyuana dan sejenisnya, tetap bisa
21 Riswiyanto, Kimia Organik, Jakarta; Erlangga, 1995 hlm 49
22 http://rumaysho.com/
28
dimasukkan sebagai khamer. Padahal benda itu malah tidak mengandung
alkohol, jika senyawa alkohol sendiri kalau kita minum, bukan efek al-
iskar (mabuk) yang dihasilkan, melainkan efek mati.
Padahal pemakaian parfum beralkohol tidaklah menikmatinya dan
tidak merasakan rasa dari kandungan alkohol tersebut, apalagi membuat
orang pingsan atau mabuk. Kalau khamer itu pasti akan membuat mabuk
dan orang akan menikmatinya.
Alkohol (etanol) dan minuman beralkohol adalah dua hal yang
berbeda. Minuman beralkohol sudah pasti memabukkan dan diharamkan
sedangkan alkohol (etanol) belum tentu demikian. Alkohol (etanol) adalah
sebagaimana hukum zat pada asalnya yaitu halal. Etanol bisa menjadi
haram jika memang menimbulkan dampak negatif.
29
C. SUMBER HUKUM PARFUM BERALKOHOL
a. Sumber Hukum Tidak Memperbolehkan
a. Al-Quran
1. Surat al-Maidah ayat 90-91
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya
(meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib
dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan
dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi
itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka
berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).
2. Surat al-A‟raf; 157
30
Artinya: yaitu orang-orang yang mengikut Rasul, nabi yang ummi,
yang namanya mereka temukan tertulis di dalam Taurat dan Injil yang
ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang mungkar,
menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi
mereka segala yang buruk, membuang dari mereka beban dan belenggu-
belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman
kepadanya memuliankannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang
terang yang diturunkan kepadanya (al-Quran), mereka itulah orang-orang
yang beruntung.23
Ayat ini menjelaskan tentang keharaman khaba’its (hal-hal yang
buruk). Sebagaimana sudah dikemukakan, khaba’its adalah bentuk jamak
dari khabitsah. Najis sendiri masuk dalam kategori khaba’its.
3. Surat al-Baqorah; 219
“ Mereka bertanya kepadamu tentang khamer dan judi.
Katakanlah pada keduanya itu terdapat dosa dan beberapa manfaat bagi
manusia, tapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”
b. Al- Hadits
c. كم : انب صه اهلل عه ان سهى قالعزا اب ع
( را انجاعت االانبخار اب ياج)يسكزخزكم يسكزحزو
“setiap yang memabukkan adalah Khamer, dan setiap yang
memabukkan adalah haram”24
يااسكز كثز فقهه حزاو :ع اب عز ع انب صه اهلل عه ان سهى قال
(را احد اب ياج اندار قط صحح)
23 Departemen Agama Republik Indonesia Jkt, Al-Quran dan Terjemahnya, PT Kumudasmoro
Grafindo Semarang, Edisi Revisi, 1994, hlm 246 24 Tengku Muhammad Hashbi Ash Shiddieqy, Koleksi-Koleksi Hadits Hukum
Jilid 9, Jakarta; PT. Pustaka Rezki Putra, 2001. Hlm. 380
31
“sesuatu yang banyaknya memabukkan, maka sedikitnya pun
haram”(HR. Ahmad, Ibn Majah, dan al-Daruquthni serta
menshahihkannya)25
Kalau ditinjau dari kandungan kalimat „ijtanibuuhu‟ (maka
jauhilah) dalam ayat diatas maka penggunaannya dilarang secara mutlak,
karena khamer harus dijauhi secara mutlak, baik meminumnya atau
menggunakannya sebagai minyak wangi atau sebangsanya.
b. Sumber Hukum yang Memperbolehkan
Sesungguhnya penggunaan parfum merupakan anjuran Rasulullah
SAW, sehingga hukumnya sunnah. Karena Rasulullah Saw sendiri secara
pribadi memang menyukai parfum, sebab nabi menyukai wewangian
secara fitrah
جعم قزة ع ف انصالة, انطبأانس: اندا حبب إن و
“ Telah dijadikan aku menyukai bagian dari dunia yaitu, menyukai
wanita dan parfum. Dan dijadikan sebagai qurratu a’yun di dalam
shalat”26
Bahkan di dalam beribadah, umat Islam dianjurkan untuk memakai
wewangian, agar suasana ibadah bisa semakin khusu‟.
قال رسل اهلل صه اهلل عه سهى إ ذا و : ب عباس رض اهلل عا قال ع
إ , انجعت فهغتسم, عهكى بانساك يكى إنأف ج, عد جعه اهلل نهسه
كا طب فهس ي
25 Ibid; 383 26 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Jakarta; Cakrawala Publishing, 2008, hlm. 64
32
“ dari ibni Abbas ra berakata Rasulullah SAW bersabda, hari ini
adalah hari besar yang dijadikan Alloh untuk muslimin. Siapa di antara
kamu yang datang shalat jumat hendaklah mandi dan bila punya parfum
hendaklah dipakainya. Dan hendaklah kalian bersiwak”
, ع أب ززة رض اهلل ع طب انزجال يا ظز رح خف ن
طب انساء يا خف رح ظز ن را انتزيذ انسائ
" Dari Abi Hurairah ra, "Parfum laki-laki adalah yang aromanya
kuat tapi warnanya tersembunyi. Parfum wanita adalah yang aromanya
lembut tapi warnanya kelihatan jelas.” (HR. At-Tirmizi dan Nasa'i)27
Maka dari itu, didalam al-Quran dan hadits atau sahabat-sahabat
tidak ada satupun keterangan yang menunjukkan bahwa khamer itu najis.
Diantara alasannya;
a. Tidak ada dalil tegas yang menyatakan khamer itu najis
b. Terdapat dalil yang menyatakan khamer itu suci. Sebagaimana
hal ini dapat kita lihat pada hadits dari Anas bin Malik tentang
kisah pengharaman khamer. Pada saat Rasululloh SAW
menyeru dengan berkata, “ ketahuilah, khamer telah
diharamkan.”28
Dalam hadits tersebut disebutkan bahwa ketika
bejana-bejana khamer pun dihancurkan dan tumpahlah dijalan-
jalan kota Madinah dengan khamer, pastinya orang-orang akan
melewatinya.
27 Terjemahan Shahih Bukhari Juz VII, oleh; Achmad Sunarto dkk, Semarang;
CV. Asy Syifa‟, hlm. 412
28 HR. Bukhari 2464 dan Muslim 1980 dari Anas
33
Jika khamer najis, maka Nabi akan menyuruh membersihkan
sebagaimana Nabi memerintahkan untuk membersihkan
kencing orang Badui. Dan jika khamer itu najis tentunya nabi
tak akan membiarkan orang-orang membuangnya di jalan
begitu saja.
c. Hukum asal segala sesuatu adalah suci.29
Jika sudah jelas zat
khamer itu suci da tidak najis, maka tiak menjadi masalah
dengan parfum beralkohol.
Alasan pada poin terakhir diperjelas oleh pendapat Imam Ash
Shan‟ani, bahwa pokok pada semua kewajiban adalah suci. Sedangkan
semua yang haram itu belum tentu najis. Hasyisy (opium) itu haram, akan
tetapi ia suci. Semua yang dihukumi najis itu sudah pasti diharamkan.30
Dengan kata lain, setiap yang najis itu sudah tentu diharamkan dan tidak
semua yang diharamkan itu najis.
Karena hukum yang diberlakukan pada sesuatu yang dihukumi
najis itu adalah larangan menyentuhnya, bagaimanapun bentuknya.
Sesuatu yang najis sudah pasti diharamkan. Sebaliknya, sesuatu yang
diharam tidak dapat dipastikan sebagai hal yang najis. Pemakaian sutera
dan emas itu diharamkan (bagi laki-laki). Sementara keduanya suci
29 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Ja’fari, diterjemahkan oleh Samsuri
Rifa‟i, Ibrahim, dkk, Jakarta; Lentera, 1996, hlm. 26
30 Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, Fiqih Wanita, diterjemahkan oleh M.
Abdul Ghofur, Jakarta; Pustaka Al-Kautsar, 1998, hlm. 18
34
menurut pandangan syariat Islam maupun ijma‟ (bagi wanita). Apabila
seseorang telah memahami hal tersebut, maka ia akan mengerti bahwa
diharamkannya khamer yang didasarkan pada banyak nash tidak berarti
khamer itu najis, kecuali jika ada dalil lain yang menyatakan kenajisannya.
Jika tidak ada, maka khamer tetap berada pada kedudukan dasarnya yaitu
suci.31
31 Ibid, hlm. 18
35
BAB III
PENDAPAT K.H ABDUL WAHAB KHAFIDZ DAN USTADZ SULKHAN
DI PONDOK PESANTREN PUTRI AL-IRSYAD KAUMAN KAB.
REMBANG
A. GAMBARAN UMUM PESANTREN
Secara historis, asal usul pesantren tidak dapat lepas dari sejarah
pengaruh Walisongo abad 15-16 di Jawa. Pesantren merupakan lembaga
pendidikan Islam yang unik di Indonesia. Lembaga pendidikan ini telah
berkembang, khususnya di Jawa selama berabad-abad. Dalam catatan
sejarah walisongo yang mempunyai peran penting dalam perkembangan di
pondok pesantren.1
Pesantren adalah sebuah kehidupan yang unik, sebagaimana dapat
disimpulkan dari gambaran lahiriahnya. Pesantren merupakan sebuah
kompleks dengan lokasi yang umumnya terpisah dari kehidupan
disekitarnya.2 Dalam komplek terdiri beberapa bangunan seperti; rumah
kediaman pengasuh, sebuah surau atau aula, tempat pengajaran (madrasah
kitab), dan asrama tempat tinggal santri.
Dipesantren memang diciptakan semacam kehidupan yang
memiliki sifat dan ciri tersendiri, dimulai dengan jadwal kegiatan yang
memang menyimpang dari rutinitas masyarakat pada umumnya. Dimensi
1 Saifuddin Zuhri, Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di
Indonesia, Bandung; Al-Ma‟arif, 1979, hlm. 263 2 Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Pesantren, Yogyakarta; LKiS, 2001,
hlm. 3
36
waktu yang unik ini, tercipta karena kegiatan pokok pesantren dipusatkan
pada pemberian pengajian buku-buku teks (al-kutub al-muqarrarah) pada
tiap-tiap habis menjalani sembayang wajib.
Corak yang tersendiri dari kehidupan pesantren dapat dilihat juga
dari struktur pengajaran yang diberikan. Selain kurikulum pelajaran yang
sedemikian lentur (luwes), keunikan pengajaran di pesantren juga dapat
ditemui pada cara pemberian pelajarannya, dan kemudian dalam
penggunaan materi yang telah diajarkan dan dikuasai oleh para santri.
Karena semua mata pengajian yang diberikan bersifat aplikatif,
dalam artian harus dijalankan dalam perbuatan dan amalan sehari-hari,
tentu saja segi kemampuan para santri untuk mengaplikasikan pelajaran
yang diterimanya menjadi perhatian pokok kiai. Karena hampir setiap
kehidupan pondok pesantren langsung bersentuhan dengan pengajian yang
diberikan mulai dari; cara-cara menyucikan diri untuk beribadat, ritual
hingga pada ketentuan-kentuan prosedural tata niaga yang diperankan oleh
agama, maka pemberian pengajian oleh sang kiai kepada para santrinya
sama saja artinya dengan sebuah proses pembentukan nilai yang lengkap,
dengan cara penilain dan orientasinya sendiri.3
Nilai-nilai yang tercipta dalam bentuk serangkaian perbuatan
sehari-hari inilah yang kemudian dikenal dengan nama cara kehidupan
santri. Struktur pengajaran yang unik dan memiliki ciri khas ini tentu saja
menghasilkan pandangan hidup dan aspirasi yang khas dan unik pula.
3 Ibid; hlm. 4
37
Visi dalam pondok pesantren yang tertinggi adalah segala sesuatu
kegiatannya selalu disandarkan dengan keridhaan Alloh dan menempati
kedudukan tertinggi dimata-Nya. Visi ini lebih terkenal dengan
keikhlasannya, keikhlasan dalam pondok pesantren berbeda pengertiannya
dengan lingkungan masyarakat, dalam keikhlasan dipondok pesantren
lebih ditekankan dengan menerima, memberikan, dan melakukan sesuatu
di antara sesama mahluk.
Visi diatas berorientasi ke arah kehidupan alam akhirat, dan ini
ditekankan pada pengerjaan agama seteliti dan selengkap mungkin,
merupakan pokok dasar kehidupan pesantren, sebagaimana dapat
ditemukan pada literatur yang diwajibkan didalamnya. Wajah lain dari
pandangan hidup ini adalah kesedian yang tulus untuk menerima apa saja
kadar yang diberikan oleh kehidupan, terutama bila dipandang dari sudut
kehidupan material, asalkan bisa mencapai keridhaan Allah.4
Walaupun kedengarannya aneh dan penuh sikap fatalistis bila
ditinjau dari ukuran-ukuran yang terdapat di luar pesantren, pandangan
hidup semacam ini memiliki segi positifnya seperti, kemampuan
menciptakan penerimaan perubahan-perubahan status dalam kehidupan
dengan mudah, serta fleksibilitas para santri untuk menempu karir masing-
masing kelak.
Ke dalam praktik kehidupan pesantren tercermin sebagai berikut;
pertama, ketaatan beribadat ritual secara maksimal, penerimaan atas
4 Ibid, hlm 6
38
kondisi material yang serba kurang (kesederhanaan), dan kesadaran
kelompok yang tinggi.
Kedua, pengekangan ini melatih satri untuk disiplin sosial yang
ketat dalam pondok pesantren. Kesetiaan tunggal pada pesantren adalah
dasar pokok disiplin ini. Kesetian pada ilmu fiqh berbentuk kesediaan
untuk mengikuti seseorang dalam hal-hal yang tidak bersifat maksiat.
Pengertian ini jauh berbeda pula dengan pengertian sehari-hari di
masyarakat, di mana kesetiaan diartikan sebagai pembelaan kepada
seseorang dalam segala hal dan persoalan.
Sedangkan ta‟zir (hukuman) yang dijatuhkan atas
pembakangannya semata-mata hanya konsekuensi para santri yang tak
tunduk pada peraturan pondok. Jika ta‟zir belum bisa mendisplinkan
santri yang suka bangkang, maka pengusiran adalah jalan terakhir
peraturan pondok pesantren keluarkan untuk memberikan pelajaran.
Terciptanya pola kehidupan yang memiliki unsur peniruan dan
pengekangan yang demikian ketat merupakan keharusan bagi pendiri atau
pengasuh pesantren untuk memiliki kepribadian yang sangat kuat,
terutama dalam ketekuanan dan penguasaan diri yang berkadar tinggi.
Yang termasuk dalam warga pesantren adalah kiai yang menjadi
pendiri sekaligus pengasuh dan pimpinan tertinggi, para guru, dan para
santri. Kepengurusan pesantren adakalanya berbentuk sederhana, dimana
kiai memegang pimpinan mutlak dalam segala hal, sedangkan
39
kepemimpinannya itu sering kali diwakilkan kepada ustadz senior selaku
lurah pondok.
Menurut Walisongo, mendidik adalah tugas dan panggilan agama.
Mendidik murid atau santri sama halnya mendidik anak kandung sendiri.
Pesan mereka dalam konteks ini adalah sayangi, hormati dan jagalaha
santrimu, hargailah tingkah laku mereka sebagaimana engkau
memperlakukan anak turunmu. Beri mereka makanan dan pakaian hingga
mereka dapat menjalankan syariat Islam dan memegang teguh ajaran
agama tanpa keraguan.5
Tugas lurah membentuk susunan oraganisasi atau pengurus,
lengkap dengan tugas masing-masing pengurus untuk melaksanakan
segala sesuatu yang berhubungan dengan jalannya pesantren sehari-hari,
tapi tetap saja kekuasaan mutlak berada ditangan kiai.
Kiai bertugas mengajarkan berbagai pengajian untuk tingkat
pengajaran di pesantrennya, dan terserah kepada santri untuk memilih
mana yang akan ditempuhnya. Kalau santri ingin mengikuti semua jenis
pengajian yang diajarkan, tentu saja akan membutuhkan waktu yang
sangat lama, bahkan belasan tahun. Akan tetapi, pengajaran tidak
ditentukan berapa lama dan panjang masa santri mengaji tapi ukuran yang
digunakan adalah ketundukan seorang santri kepada kiai, keluarga kiai,
ustadz utadzahnya, dalam kemampuannya untuk memperoleh ilmu.
5 Abdurrahman Mas‟ud, Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta; Gama
Media, 2000, hlm 223-224
40
Dengan demikian, barokah yang selalu diharapkan oleh para santri yang
ingin mendapatkan ilmu bermanfaat.
Ustadz, ustadzah mempunyai tugas pokok sebagai latihan
penumbuhan kemampuannya untuk menjadi kiai dikemudian hari dan
sebagai pembantu kiai dalam mendidik para santri.
Santri adalah siswa tunggal yang tinggal di pesantren, guna
menyerahkan diri dan hatinya untuk selalu tunduk dan patuh terhadap
semua ketentuan yang berlaku dalam pondok pesantren.6 Itu merupakan
syarat mutlak untuk memungkinkan diri santri untuk menjadi anak didik
kiai dalam arti yang sepenuhnya. Santri harus mencari keralaan sang kiai
dengan mengikuti segenap kepentingannya.
Pengabdian harus dianggap sebagai tugas kehormatan yang
merupakan ukuran penyerahan diri. Kerelaan ini yang biasa dikenal dalam
lingkungan pesantren adalah barakah, adalah alasan tempat berpijak santri
di dalam menuntut ilmu dengan tekanan pada kebutuhan memperoleh
kerelaan kiai inilah diciptakan mekanisme konsensus dalam pembentukan
tata nilai di pondok pesantren.
Status sebagai seorang santri di pesantren, dengan demikian
memiliki fungsi sebagai medium guna menciptakan ketundukan pada tata
nilai yang berlaku di pesantren itu sendiri. Oleh karena itu, tidaklah tepat
untuk menggunakan drop out bagi para santri yang tidak menyelesaikan
pelajaran di pesantren atau tidak mampu mendirikan pesantren sendiri.
6 Pradjarta Dirdjosanjoto, Memelihara Umat Kiai Pesantren-Kiai Langgar di
Jawa, Yogyakarta; LKiS, 1999, hlm 144
41
Selama santri dapat diolah menjadi manusia yang tunduk pada tata
nilai yang berlaku di pesantren tempatnya dahulu belajar, dengan harapan
ia akan mampu berpegang pada tata nilai itu dalam hidupan di masyarakat
luar nanti, ia dianggap telah berhasil menjadi santri yang baik.
Demikian halnya dengan pondok pesantren Al-Irsyad Rembang
yang didirikan sejak tahun 1957 oleh KH Abdullah Chafidz (Almarhum)
terus berupaya dalam pembentukan kepribadian bangsa yang berakhlaqul
karimah menuju muslim yang kaffah.
Setelah KH Abdullah chafidz wafat, pondok pesantren Al-Irsyad
dipimpin oleh KH Abdul Wahab Chafidz, LAS, putra sulung almarhum
dan ia alumnus Universitas Al-Azhar Kairo.
B. PENDAPAT K.H ABDUL WAHAB CHAFIDZ DAN USTADZ
SULKHAN
a. Biografi dan Pendapat K.H Abdul Wahab
Abdul wahab Khafidz lahir di Rembang, 05 Agustus 1949,
ayahandanya Abdullah Khafidz (Pengasuh pertama ), dan ibundanya
Shofiyah Khafidz. Wahab mempunyai satu adik, yang bernama KH.
Manshur Khafidz. KH. Manshur juga mempunyai pondok pesantren di
Pandean tak jauh dengan letak pondok pesantren al-Irsyad.
Pondok pesantren Al-Irsyad Kauman Rembang tempatnya terletak
dijantung kota Rembang. Dekat dengan alun-alun, hanya berjarak tiga
42
meter untuk menuju terminal, dan lebih tepatnya terletak dibelakang
masjid Agung kebanggaan masyarakat Rembang.
Sebagai pengasuh sekaligus ustadz dalam pondok pesantren
menuntut KH Abdul Wahab untuk selalu mendidik keluarga dan santrinya
untuk tetap di jalan yang telah disyariatkan agama. Sebagai orang yang
salaf dan zuhud, setiap tingkah laku dan tindakan Wahab selalu berhati-
hati agar tidak melarang syariat. Karena kehatian-hatian inilah K.H Wahab
melarang hal-hal yang dianggap melarang syariat, misalnya dalam
pemakaian parfum beralkohol.
Maka berdasarkan sumber hukum dari bab II ditegaskan bahwa
bagi siapa saja muslimah terutama santriwati dilarang keras menggunakan
parfum beralkohol dan ketika keluar akan terkena ancaman. Alasannya
juga jelas, bahwa akan membangkitkan syahwat kaum laki-laki.
Yang demikian itu dikatakan Syauqi bahwa itu disebut berzina
karena wangi-wangian yang dikenakan wanita membangkitkan syahwat
laki-laki dan menarik perhatian mereka. Laki-laki yang melihatnya berarti
telah berzina mata dan wanita itu akan melakukan perbuatan dosa.
Dan menurutnya ada hadis yang lain pula dijelaskan, bahwa
meninggalkan perkara yang diragui kehalalan dan keharaman sesuatu
perkara adalah menandakan kesungguhan seseorang itu dalam memelihara
agama dan kehormatannya. Manakala membuat perkara yang masih di
dalam kesamaran akan membawa kepada melakukan perkara yang haram.
43
Begitu pula menurut putri pertama KH Wahab bernama Noor
Roikhana Zulfa, Jika memakai wangi-wangian saja diharamkan bagi
wanita yang hendak keluar masjid, maka tidak diragukan lagi hukumnya,
hal ini akan jauh lebih haram dan berdosa besar.
Pelarang keharaman khamer disini melalui beberapa cara;
a. Alloh memberitahu perkara-perkara tersebut dengan istilah rijs
(perbuatan keji). Istilah ini tidak digunakan dalam al-Quran kecuali
untuk menyebut berhala dan daging babi, hal ini menunjukkan
larangan keras agar orang menjauhinya.
b. Alloh menegaskan larangan “menjauhi” dengan maksud agar
mendapatkan keberuntungan, dengan firman-Nya: “ supaya kamu
mendapat keberuntungan”. Hal ini menunjukkan bahwa menjauhi
(Khamer dan lainnya) merupakan kewajiban yang lazim.7
c. Diterangkan dalam kitab Kanzul „Ummal, bahwa Khalid bin Walid r.a.
masuk kamar mandi, kemudian ia menggosok badannya dengan bekas
kapur, digosok sekali lagi dengan roti ushfur yang dicampur dengan
khamer. Lalu Umar berkirim surat kepadanya “telah sampai suatu
berita kepadaku, bahwa engkau menggosok tubuhmu dengan khamer,
padahal khamer telah diharamkan baik bendanya (dhahir) maupun
hukumnya (batin), dan diharamkan menyentuh khamer seperti halnya
7 Qardhawi Yusuf, Fatwa-Fatwa Kontemporer jilid I, Jakarta, Gema Insani
Press, 1995, hlm.812
44
haram meminumnya. Oleh sebab itu, janganlah menyentuhnya pada
tubuhmu, karena barang tersebut adalah najis”.8
d. Bahwa benda-benda tersebut seandainya tidak termasuk dalam
kategori memabukkan dan melemahkan, maka ia termasuk dalam jenis
khabaits (sesuatu yang buruk) dan membahayakan, sedangkan di
antara ketetapan syara‟: bahwa Islam mengharamkan sesuatu yang
buruk dan membahayakan.9
e. Setelah ditunjukkan „illat (alasan) perintah menjauhinya dengan
menjelaskan sebagian mudharat khamer, baik mudharat (bahaya)
kemasyarakatannya maupun keagamaannya. Ini sesuai dengan nash al
Qur‟an yang telah menetapkan keharaman khamer dengan lafal tahrim,
sebagaimana firman-Nya surat Al-A‟raf: 33;
Artinya : "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik
yang nampak atau pun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa,
melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar”10
Alasan diatas juga diamini sebagian ulama Kontemprer seperti Dr.
Shalih bin Abd al-Aziz Alu Manshur dalam kitabnya Mauqif al-Islam min
al-Khamr, setelah menguraikan tentang makna khamer secara etimologi
dan terminologi, ia berkata, berdasarkan hal tersebut, maka khamer adalah
8 Al-Halawi Muhammad Abdul, Fatwa dan Ijtihad Umar bin Khaththab,
Surabaya: Risalah Gusti, 1999, hal 46 9 Qardhawi Yusuf, Loc. cit., hlm 793-794
10 Yusuf Qardhawi, loc. cit.,813
45
setiap yang memabukkan, baik dalam pengertian etimologi maupun
terminologi, dari jenis apa saja, baik berupa minuman maupun makanan,
baik dengan cara dihirup, disuntik, maupun dengan cara lainnya.11
Imam „Ala al-Din al-Samarqandi (w.540) dari kalangan Hanafiyah
berkata bahwa Khamer itu haram meminumnya baik sedikit maupun
banyak, dan haram memanfaatkannya, baik untuk pengobatan maupun
untuk yang lainnya.
Para ulama dari kalangan empat madzhab sepakat atas najisnya
cairan-cairan yang memabukkan, sebab mengandung alkohol. Kenajisan
alkohol bukan berdasarkan metode qiyas kepada khamer, melainkan
sebuah fakta bahwa alkohol merupakan zat yang memabukkan, karenanya
khamer diharamkan.12
Pelarangan Wahab sangatlah beralasan, karena selalu berpijak
dalam al-Quran dan al-Hadits. Diantaranya; Karena alkohol dianggap
najis. Kata rijsun berasal dari rajisa-yarjasu-rajasan-wa rijasan, yang
berarti najis.13
Sebagai orang muslim dan muslimah agar selalu dalam
keadaan suci dari hadats jika ia ingin melakukan sholat.14
Najis adalah
kotoran yang dapat meyebabkan seseorang tak sah dalam sholat. Misalnya,
khamer, darah, bangkai, kencing dan masih banyak lagi yang lainnya.15
Al-Quran surat al Muddatstsir ayat 4
11 KH Ali Mustapa Yaqub, Kriteria Hala Haram Untuk Pangan, Obat, dan
Kosmetika Menurut al-Quran dan Hadits, Jakarta; PT. Pustaka Firdaus, hlm. 110 12
Ibid, hlm, 159 13
Ibid, hlm 226 14 Saleh Al-Fauzan, Fiqh Sehari-hari, Jakarta; Gema Insani Press, 2005, hlm. 46 15
Imam Al-Ghazali, Ihya‟ Ulumuddin, Bandung; C.V Diponegoro, hlm. 36
46
Artinya; “dan pakaianmu bersihkanlah”
Al-Hadits
طيارة االعضأ مه انحذث :أشرائط انصال ة قبم انذ خل فييا خمست اشي (فصم)
اننجس ستر انعرة بهباس طاىر انقف عه مكان طاىرانعهم بذخل انقت
استقبال انقبهت
“Syarat-syarat sahnya sholat itu ada lima: menyucikan anggota
tubuh dari hadats dan najis, menutup aurat dengan pakaian yang suci,
berdiri dari tempat yang suci, mengetahui masuknya waktu sholat dan
menghadap kiblat”16
Syeikh al-Islam Zakariyah al-Anshari dan Syeikh al-Khatib al-
Syarbani berkata sesuatu yang diharamkan bukan karena kemuliaannya,
bukan karena sesuatu yang diharamkan dan bukan karena dipandang jijik,
juga bukan karena mengandung bahaya, menunjukkan atas kenajisannya.17
Melihat pernyataan kedua syeikh ini ingin mengatakan bahwa kriteria najis
itu adalah keharamannya, bukan kemuliaannya, dipandang jijik atau
bahayanya.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas menjaga kesucian diri
(wara‟) dibagi menjadi empat tingkatan;
16
Abi Syuja‟ Ahmad Al-Ashfahani, Matan Ghoya Wat Taqrib, Jakarta; Pustaka
Amani, 1995, hlm 26 17 KH Ali Mustapa Yaqub, Kriteria Hala Haram Untuk Pangan, Obat, dan
Kosmetika Menurut al-Quran dan Hadits, Jakarta; PT. Pustaka Firdaus, hlm 67
47
a) Wara‟ul Udhul (menjaga kesucian diri demi sifat dalilnya). Yaitu
sesuatu yang membuat orang menjadi fasik apabila melecehkannya,
dan sifat adilnya menjadi gugur/hilang serta positif maksiat dan
mengharapkan neraka karena perbuatannya ini, yaitu menjaga diri dari
apa yang diharamkan menurut fatwa para ahli fiqih.
b) Wara‟us Shalihin (menjaga kesucian diri bagi orang-orang salih) yaitu
menghindari apa-apa yang bisa menjerumuskan ke arah haram,
walaupun fatwa dari seorang ahli memperbolehkan hal itu. Sebab
menurut lahiriah barang tersebut termasuk barang yang ada
kemungkinannya mengandung syubhat.
Sabda Rasulullah SAW,
(راه اننساء)دع مايريبك ان مااليريبك
Artinya: “tinggalkanlah hal-hal yang meragukanmu kepada hal-
hal yang tidak meragukanmu. (HR. Nasai)18
c) Barang yang diharamkan oleh fatwa ulama, dan tidak diragukan
halalnya tetapi dikuatirkan bisa membawa kepada yang haram, yaitu
meninggalkan barang yang tak mengapa karena dikuatirkan
dampaknya, dan ini sifat wara‟ para ahli taqwa.
Rasulullah SAW bersabda:
(راه ماجو)اليبهغ انعبذ درجت انمتقيه حت يذع ماالباس بو مخافت مابو باس
Artinya;”seorang hamba belum sampai ke tingkat ahli taqwa
sebelum ia meninggalkan hal yang tak mengapa (sepele), karena takut
bisa membawa kepada yang ada apa-apanya.” (HR. Ibnu Majah)
18
Imam Al-Ghazali, Halal Haram dan Syubhat, diterjemahkan oleh
AbdulHamid Zahwan, Solo; CV. Pustaka Mantiq, 1995, hlm.32
48
d) Meninggalkan sesuatu yang sebenarnya tidak apa-apa kalau dilakukan,
tetapi takut jikalau memperoleh (dilakukannya) bukan karena Alloh
atau didasarkan pada taqwallah. Atau cara mendapatkannya dicampuri
oleh hal yang makruh atau bersifat dosa. Menghindari hal yang
semacam ini sifatnya wara‟ para ahli kebenaran.19
Para ahli kebenaran
ini memandang haram segala sesuatu yang bukan karena Allah, sesuai
firman Allah Ta‟ala;
Artinya; “Katakanlah Allah-lah (yang menurunkannya), kemudian
(sesudah kamu menyampaikan Al Qur'an kepada mereka), biarkanlah
mereka bermain-main dalam kesesatannya”
Ini adalah taraf ahli tauhid yang telah melepaskan segala
keuntungan diri dan menyatukan tujuan kepada Allah Ta‟ala secara sadar.
Tiada diragukan lagi, bahwa orang yang bersifat wara‟ dengan
menghindarkan segala yang bisa menjadi jalan atau penolong untuk
berbuat maksiat, tentu bersifat wara‟ pula menghindarkan segala barang
yang dalam menghasilkannya tersangkut maksiat ataupun hal yang tak
baik.20
Diriwayatkan dari Imam Shadiq, jika pakaianmu terkena khamer,
nabidz, atau sesuatu yang memabukkan, jika kamu tahu tempatnya cucilah
19 Imam Al-Ghazali, Halal & Haram, diterjemahkan oleh Achmad Sunarto,
Jakarta; Pustaka Amani, 1989, hlm
20 Ibid, hlm. 39-40
49
semuanya. Dan jika tahu setelah mengerjakan sholat dengan pakaian yang
terkena barang yang mabukkan meskipun sedikit, ulangilah sholatmu. 21
Pernyataan diatas sesuai dengan pendapat Jumhur fukaha bahwa
khamer hukumnya najis. Dengan alasan bahwa Alloh tidak mengharamkan
khamer karena khamernya, tetapi karena akibatnya. Maka, semua yang
mempunyai akibat memabukkan sama dengan akibat khamer adalah
khamer.22
Dan penjelasan diatas dipertegas oleh pendapat Imam Syafi‟i,
sekalipun kadar najis itu sedikit. Bagi Imam Syafi‟i tetaplah najis, karena
yang namanya najis sedikit atau banyak itu mempunyai konsekuensi
hukum yang sama.23
Konsep Islam sungguh sangat menghormati, menyayangi umatnya,
karena Islam tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh
memberi bahaya (mudarat) kepada orang lain.24
21 Ibid., hlm. 25 22 Ibid., 25-26 23 Al-Fakih Abul Walid Muhammad bin Ahmad, Bidayatul Mujtahid wa
Nihayatul Muqtashid, diterjemahkan oleh Imam Ghazali Said, Jakarta: Pustaka
Amani, 2002, hlm. 173 24 Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ibnu Majah dari ibnu Abbas, dan
diriwayatkan Ibnu majah sendiri dari Ubadah, dan para ulama hadits
mengesahkannya karena banyak jalannya.
50
b. Biografi dan Pendapat Ustadz Sulkhan
Sulkhan lahir dan dibesarkan di Salatiga 9 Juli 1978, ayahnya
Abdurrahman dan ibunya Hantamah. Ia anak sulung dari tiga
bersaudara. Ia alumnus pondok pesantren Krapayak Yogyakarta.
Sekalipun ia terhitung pendatang baru dibandingkan dengan
pengasuh, pengurus dan ustadz yang lebih awal bergelut didalam
pondok pesantren. Kemampuan, keahlian serta potensi ilmu agama
yang dimiliki Sulkhan tak diragukan lagi.
Sulkhan merupakan menantu dari putri KH Wahab yang terakhir
bernama Khaidar Muna, ia lulusan dari pondok pesantren Krapayak
Yogyakarta. Sebagai ustadz dan pengasuh, Sulkhan juga berhak
memberikan solusi bagi kemaslahatan bagi pondok pesantren Al-
Irsyad agar kedepannya lebih baik.
Disaat hiruk pikuknya para santriwati mempermasalahkan
pemakaian parfum beralkohol, Sulkhan memberikan kelonggaran
kepada santriwatinya untuk memakai parfum beralkohol, dengan
alasan selama kandungan alkohol didalam parfum itu tidak mencapai
50% tak menjadi masalah, jika melebihi kadar ia tetap sama
menghukumi bahwa pemakaian parfum alkohol adalah najis. Dan
melarang keras santriwatinya untuk memakai parfum beralkohol.
51
Ini sesuai dengan madzhab Hanafi yaitu imam „Ala al-Din al-
Samarqandi25
(w.540 H) dari kalangan Hanafiyah berkata, adapun
najis yang sedikit, baik dalam kategori berat (mughallazhah) atau pun
paling ringan (mukhaffah), maka statusnya tidak menghalangi sahnya
shalat, dengan alasan istihsan.
Ulama lainnya berpendapat bahwa kriteria najis yang sedikit dan
ditoleransi adalah seukuran satu dirham. Imam Ibn „Abidin
menambahkan dalam kitab al-Hilyah dikatakan, ukuran satu dirham
merupakan kata kinayah (kiasan) yang berarti tempat keluarnya hadats
dari dubur. Seperti dituturkan Ibrahim al-Nakha‟i dalam perkataannya,
mereka tidak suka menyebut dubur di dalam majelis-majelis pengajian.
Makanya mereka menggunakan kata dirham sebagai kiasan semata.
Ukuran kadar kenajisan yang tetapkan diatas ini berbeda ketika
Umar menjawab pertanyaan yang dilontarkan para syeikh, apabila
najis tersebut seperti kuku tanganku ini, maka ia tidak menghalangi
sahnya shalat. Para syeikh berkata, bahwa kuku Umar hampir sama
dengan ukuran telapak tangan kita.
Ketika berbicara tentang najis ma‟fu dalam madzhab Hanafi,
Syeikh Wahbah al-Zuhaili berkata, mereka (ulama Hanafiyah)
25
Ia adalah Muhammad bin Ahmad bin Abu Ahmad, Abu Bakar „ala al-Din al-
Samarqandi. Ia merupakan seorang pakar dari kalangan tokoh ulama Hanafiyyah.
52
menentukan batasan ma‟fu berdasarkan kategori najis. Mughallazhah
(berat) atau mukhaffah (ringan). 26
Pendapat Sulkhan pun sesuai dengan keputusan Muktamar, Munas,
dan Konbes berpendapat najis hukumnya, karena alkohol itu menjadi
arak. Adapun minyak wangi yang dicampuri alkohol itu, kalau
campurannya hanya sekedar menjaga kebaikannya, maka dimaafkan.
Begitupun halnya obat-obatan.
Pengertian alkohol sebagaimana dari Aisyah anak Analisis
Kesehatan Universitas 17 Agustus, merupakan unsur yang dapat
menguap yang terdapat pada minuman yang memabukkan.
Keberadaanya akan mengakibatkan mabuk. Alkohol ini juga terdapat
pada rendaman air bunga dan buah-buahan yang dibuat wewangian
dan lainnya, sebagimana juga terdapat pada kayu-kayuan yang
diproses dengan mempergunakan peralatan khusus logam.
Termasuk najis yang dima‟fu (ditoleransi) adalah cairan-cairan
najis yang dicampurkan untuk komposisi obat-obatan dan parfum.
Cairan tersebut bisa ditoleransi dengan kadar yang memang diperlukan
untuk komposisi yang seharusnya.
Menurut penjelasan syaikh Muhammad Rosyid Ridho dalam
fatwanya, alkohol adalah zat yang suci dan mensucikan. Alkohol
merupakan zat yang sangat urgen dalam dunia farmasi dan pengobatan
26
KH Ali Mustapa Yaqub, Kriteria Hala Haram Untuk Pangan, Obat, dan
Kosmetika Menurut al-Quran dan Hadits, Jakarta; PT. Pustaka Firdaus, hlm 81
53
dalam kedokteraan serta pabrik-pabrik. Alkohol telah tercampur dalam
banyak obat-obatan. Pengharaman penggunaan alkohol bagi kaum
muslimin menghalangi mereka untuk bisa menjadi pakar dalam banyak
ilmu dan teknologi. Hal ini malah akan menyebabkan orang-orang
kafir unggul atas kaum muslimin dalam bidang kimia, farmasi,
kedokteraan, pengobatan dan industri. Pengharaman alkohol bisa jadi
penyebab terbesar meninggalnya orang-orang yang sakit, luka yang
lama sembuh dan semakin parah.
Memakai parfum yang mengandung alkohol halal hukumnya.
Alkohol menjadi haram jika digunakan untuk mabuk-mabukkan. Jika
dipakai untuk tujuan yang baik, misalnya untuk bahan bakar
hukumnya tidak haram. Alkohol tidak najis.27
27 Mutawalli Asy Sya‟rani, Anda Bertanya Islam Menjawab, Jakarta; Gema
Insani Press, 1994, hlm. 419
54
BAB IV
ANALISIS TERHADAP PEMAKAIAN PARFUM BERALKOHOL
PENDAPAT DARI K.H ABDUL WAHAB KHAFIDZ SERTA USTADZ
SULKHAN DI PONDOK PESANTREN PUTRI AL-IRSYAD KAUMAN
KAB. REMBANG
A. ANALISIS TERHADAP PENDAPAT K.H ABDUL WAHAB
KHAFIDZ
Diera modern ini, pemakaian parfum disatu sisi memang membawa
dampak positif, namun disisi lain dapat menimbulkan perbedaan faham,
perselisihan pendapat, maupun ketimpangan dalam memberikan peraturan
dalam pondok pesantren, sebagai akibat para santri merasa kebingungan
dalam melaksanakan dan menjalankan peraturan. Karena semua tindakan,
sikap, tingkah laku sehari-hari selalu berusaha mengharapkan barokah serta
keridhoan kiai.
Permasalahan mendasar yang terkesan berbeda dari KH Wahab
Khafidz, karena ia secara tegas mengharamkan pemakaian parfum beralkohol
maupun parfum non beralkohol tanpa ada kelonggaran sedikitpun, karena
pelanggaran pemakaian parfum beralkohol telah mendarah daging. Larangan
itu pasti mempunyai tujuan yang sangatlah mulia, yaitu jika parfum itu
mengandung alkohol, menurut ia alkohol hukumnya najis. Disamping itu,
bahaya fitnah akibat memakai parfum beralkohol karena dapat menarik lawan
jenis untuk menikmati bau yang ditimbulkan.
55
Kekuatiran Wahab sangatlah logis, disamping ia mempunyai tanggung
jawab yang besar terhadap anak didiknya agar selalu dalam syariat Islam, di
era modern banyak merebak kemaksiatan yang ditimbulkan, serta kerusakan
moral berujung pada lahirnya orang-orang yang meremehkan agama. Langkah
antisipasi, Wahab melihat kemaslahatan syar’i sebagai tujuan utama. Wahab
mencoba menerapkan esensi dan nilai subtansi dari kedua sumber yaitu al-
Quran dan al-Hadits, meskipun terkesan mengeyampingkan kebutuhan
santriwati pada era modern seperti saat ini.
Karena zat yang memabukkan ini menjadikan khamer dihukumi haram
adalah kandungan alkohol didalamnya. Pendapat mengenai perbedaan hukum
alkohol dengan khamer karena partikelnya yang berbeda, bagi Wahab
merupakan pendapat yang lemah dasarnya, karena ijma’ para sahabat dan para
imam empat lebih dulu menghukumi bahwa khamer beserta alkohol haram
hukumnya.
Ia sebut berzina karena wangi-wangian yang dikenakan wanita
dapat membangkitkan syahwat laki-laki dan menarik perhatian mereka. Laki-
laki yang melihatnya berarti telah berzina dengan mata dan dengan demikian
wanita itu telah melakukkan perbuatan dosa..
Sehubungan dengan pelarangan yang dilakukan Wahab terkait
pelarangan pemakaian parfum beralkohol, tidak hanya sebatas menjaga diri
karena kenajisan yang terkandung dalam alkohol ataupun khamer.
Sehubungan hal-hal tersebut diatas, menjaga kesucian diri (wara’) dibagi
menjadi empat tingkatan;
56
a. Wara‟ul udhul
b. Wara‟us shalihin1
c. Wara‟ul muttaqin
d. Wara‟us shaddiqin2
Kembali kepada pembahasan haram yang telah disebutkan tadi, yaitu
haram yang harus dihindarkan sebagai syarat seorang dinilai menjaga diri di
samping menghapus kefasikan. Haram tersebut diklasifikasikan ke dalam
beberapa tingkat. Untuk menghindarinya menurut Wahab, maka orangnya
harus menjaga dirinya dari hal-hal sepele yang masih diragukan hukumnya
sekalipun.
Imam al-Qurthubi berkata, jika dikatakan bahwa kenajisan khamer
merupakan syara yang tidak berdasarkan nash ( teks-teks al-Quran dan
hadits), begitu pula bukan suatu kelaziman bahwa sesuatu yang haram pasti
najis. Karena betapa banyak yang diharamkan oleh syara dalam firman Alloh
rijs menunjukkan bahwa khamer itu najis hukumnya.
Diterangkan dalam kitab Kanzul Ummal, bahwa Khalid bin Walid r.a.
masuk kamar mandi, kemudian ia menggasok badannya dengan bekas kapur,
digosok sekali lagi dengan roti ushfur yang dicampur dengan khamer. Lalu
Umar berkirim surat kepadanya, telah sampai suatu berita kepadaku, bahwa
engkau menggosok tubuhnya dengan khamer, padahal khamer telah
diharamkan baik bendanya (dhahir) maupun hukumnya (batin), dan
1 Imam Al-Ghazali, Halal Haram dan Syubhat, diterjemahkan oleh Abdul
Hamid Zahwan, Solo; CV. Pustaka Mantiq, 1995, hlm. 32 2 Imam Al-Ghazali, Halal &Haram, diterjemahkan oleh Achmad Sunarto,
Jakarta; Pustaka Amani, 1989, hlm,
57
diharamkan menyentuh khamer seperti halnya haram meminumnya. Oleh
sebab itu, janganlah menyentuhkannya pada tubuhmu, karena barang tersebut
najis.3
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Malik dan al-Bazzar, dari Aslam
(bekas budak Umar), bahwa ada bau harum tercium oleh Umar, pada saat itu
ia berada di bawah sebuah pohon, lalu Umar bertanya,”Dari siapa bau harum
ini?” Mu’awiyah bin Abi Sufyan menjawab, “Dariku wahai Amirul
Mukminin.” Umar menandaskan, “Darimu...! Demi Alloh!” Mu’awiyah
berkata, “Sesungguhnya Ummu Habibah yang memberi parfum ini kepadaku
wahai Amirul Mukminin.” Umar berkata, “Aku meminta engkau kembali,
kemudian cucilah!”4
Dalam pembahasan tentang istihalah (perubahan dari najis menjadi
suci, atau dari haram menjadi halal), para ulama dari empat madzhab telah
sepakat, bahwa zat-zat yang najis tidak dapat menjadi suci dengan meng-
istihalah-kannya dari satu sifat ke sifat lainnya atau dari satu hakikat ke
hakikat lainnya, kecuali khamer yang berubah menjadi cuka dengan
sendirinya. Maka intinya bahwa kalangan Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah
dan hanabilah, sepakat bahwa khamer itu najis. Sekalipun kadar yang buat
campuran alkohol itu sedikit. Karena hakikat barang najis adalah najis.
Dari pendapat Wahab diatas, pertama-tama yang harus diperhatikan
adalah, kemaslahatan syar’i sebagai tujuan utama. Karena Wahab mencoba
menerapkan esensi dan nilai substansi dari kedua sumber yaitu al Quran dan
3Muhammad Abdul Aziz al-Halawi, Fatwa dan Ijtihad Umar bin Khaththab Ensiklopedia
Berbagai Persoalan Fiqih, Surabaya; Risalah Gusti, 1999, hlm 46 4 Ibid, hlm. 133
58
al-Hadits. Dan berdasarkan kemaslahatan syar’i sebagai tujuan utama, dapat
disimpulkan ada dua kemungkinan. Pertama, agar anak didiknya selalu dalam
syariat Islam terutama dalam menjaga diri dari kenajisan yang terkandung
dalam alkohol dan khamer. mengacu terhadap pemeliharaan terhadap
memelihara agama (al-muhafazhah ala al-din).5 Dalam rangka memelihara
dan mempertahankan kehidupan beragama serta membentengi jiwa dengan
nilai-nilai keagamaan itulah, maka berbagai macam pelarangan dilakukan
dalam pondok pesantren putri al-Irsyad.
Kedua, menjaga kesucian diri. Ini juga termasuk dalam memelihara
jiwa (al-muhafazhah ala an-nafs). Memelihara jiwa ialah hak untuk hidup
secara terhormat dan memelihara jiwa akan terhindar dari berbagai hal yang
tak diinginkan seperti zina mata. .
Menurut hemat penulis atas pendapat Wahab, semata-mata berperan
untuk selalu mengarahkan para santri pondok pesantren tetap dijalan yang
diridhoi Alloh. Selama perbuatan itu untuk kebaikan alangkah baiknya
dijalankan untuk kehati-hatian dan menjaga diri kita dari hal-hal yang bisa
menimbulkan fitnah pada diri kita sendiri. Hidup didunia hanya sekali,
alangkah baiknya menebarkan kebaikan dan manfaat bagi sesama.
Mari kita fahami hadits rasululloh SAW, dari abu Hurairah: “Bahwa
seorang wanita berpapasan dengan laki-laki dan bau wewangian (parfum)
menerpanya. Maka abu Hurairah berkata: “Wahai hamba Allah! Apakah kamu
hendak ke masjid?” ia menjawab: “Ya!” Abu Hurairah kemudian berkata lagi:
5 Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, Jakarta; Pustaka Firdaus, 2003. hlm, ttd
59
“Pulanglah saja, lalu mandilah! Karena sesungguhnya aku telah mendengar
Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda: “Jika seorang wanita keluar
menuju masjid sedangkan bau wewangiannya menghembus maka Allah tidak
menerima shalatnya, sehingga ia pulang lagi menuju rumahnya lalu mandi
(baru kemudian shalat ke masjid)”.
Dan hadits dari Thariq bin Suwaid ra bertanya kepada Nabi saw
tentang khamer (arak) dan beliau melarangnya. Lalu Thariq berkata, “aku
hanya menjadikannya campuran untuk obat.” Lalu nabi saw berkata lagi, “ itu
bukan obat tetapi penyakit.” Jika dilogika dari kedua hadits tersebut, untuk
campuran obat yang kebaikannya lebih banyak saja dilarang, apalagi parfum
yang kebaikannya lebih sedikit ketimbang manfaatnya.
Jika di dalam khamer ini tidak ada alkohol, tentu tidak dinamakan
khamer, karenanya lebih tepat untuk mengatakan bahwa alkohol sebagai zat
yang najis dan haram. Menetapkan najisnya alkohol ini bukan berdasarkan
qiyas, yaitu dengan menganalogikannya kepada khamer, melainkan karena
alkohol itu sendiri yang menjadikan khamer itu dihukumi najis dan haram.
B. ANALISIS TERHADAP PENDAPAT USTADZ SULKHAN
Pada dasarnya kedua pendapat pengasuh dari generasi ke generasi
mulai dari K.H Abdul Wahab sampai saat ini sama, sama-sama menghukumi
najis dalam pemakaian parfum beralkohol. Tapi setelah datangnya menantu
dari putri bungsu Wahab, ustadz Sulkhan namanya, ada sedikit kelonggaran
dalam pemakaian parfum beralkohol sebagai generasi yang kontemporer.
60
Meskipun ada kelonggaran peraturan yang diberikan Sulkhan dalam
pondok pesantren, ia tetap mempunyai tujuan yang mulia untuk kemaslahatan
bagi santri terutama santriwati. Meskipun terkesan ada ketimpangan peraturan
dari keduanya.
Parfum dan wanita merupakan bagian yang tak terpisahkan di dalam
kehidupan nyata. Saking pentingnya banyak kaum hawa tak terpercaya diri
bila tidak memakai benda ini. Sekejap saja keluar rumah, jalan, di pasar, di
tempat keramaian maka akan dengan mudah hidung kita mencium bau yang
semerbak dari wewangi-wangian parfum.
Maka dari itu, Sulkhan sedikit memberikan solusinya terhadap
pemakaian parfum beralkohol, karena alkohol merupakan salah satu zat kimia
yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia. Selama ini sering sekali
alkohol diidentikkan dengan mabuk-mabukkan. Dengan kata lain, tiap kali
mendengar kata alkohol adalah minuman keras. Padahal jika dikaji lebih jauh,
alkohol tidak selalu berkaitan dengan minuman keras. Alkohol juga dipakai
untuk obat, operasi, pewangi, dan masih banyak lagi.
Meskipun najis termasuk hal yang menghalangi sahnya shalat, dan
dikategorikan sebagai salah satu kriteria haram dalam hal makanan, minuman,
obat, alat-alat kosmetika terlebih parfum beralkohol sebagaimana pendapat
K.H Wahab. Sulkhan tetap menghargai dan menghormati pendapat
mertuanya, tetapi Sulkhan tetap memberikan sumbangsih dalam memberikan
peraturan dengan mengatakan bahwa para ulama telah menetapkan batasan
najis yang ditoleransi. Jika terpenuhi, maka najis kategori ini tidak
61
menghalangi sahnya shalat, juga diperbolehkannya untuk digunakan dalam
makanan, minuman, obat, alat kosmetik terutama parfum beralkohol.
Dan ia juga menambahkan parfum beralkohol yang berbentuk minyak
dengan kadar rendah bukanlah najis, tetapi bisa menjadi haram. Hukumnya
menjadi haram jika kadar alkohol pada minyak wangi ini tinggi (lebih dari
50%), sehingga bisa memabukkan. Dan jika hukumnya menjadi haram,
pemakaianpun dilarang menurutnya kecuali dengan keadaan mendesak.
Karena semua yang memabukkan dapat menutup akal, dalam salah
satu Maqasid Syariah yaitu memelihara akal (al-muhafadzah ala al-„aql)6.
Memelihara akal sangatlah penting sekali, terjaminnya akal pikiran dari
kerusakan yang menyebabkan orang bersangkutan tak berguna di tengah
masyarakat, menjadi sumber kejahatan. Upaya pencegahan yang bersifat
prefentif yang dilakukan pondok pesantren putrid al-Irsyad sesungguhnya
ditujukan untuk meningkatkan kemampuan akal pikiran dan menjaganya dari
berbagai hal yang membahayakan.
Jika suatu campuran tidak memiliki pengaruh pada benda yang
dicampuri, maka campuran ini tidak memiliki pengaruh hukum dan campuran
ini hukumnya mubah. Jadi prosentase yang kecil pada parfum beralkohol atau
yang lainnya, jika tidak memabukkan meskipun diminum orang dalam jumlah
yang banyak, maka ia bukanlah khamer. Dan hukum khamer tidak berlaku
pada campuran ini. Sebagaimana misalnya, ada setetes kencing jatuh di air,
6Ibid, ttd
62
lalu air itu tidak berubah, maka air itu tetap suci. Bagitu juga misalnya setetes
khamer jatuh pada sesuatu dan tidak terpengaruh karenanya, maka tidak lantas
menjadi khamer.
Mengacu dengan pendapat amirul mukminin Umar bin Khattab r.a,
khamer adalah segala sesuatu yang menutup akal. Yakni yang mengacu,
menutup, dan mengeluarkan akal dari tabi’atnya yang dapat membedakan
antara sesuatu dan mampu menetapkan sesuatu. Benda-benda ini akan
mempengaruhi akal dalam menghukumi ataupun menetapkan sesuatu,
sehingga terjadi kekacauan dan ketidaktentuan, yang jauh dipandang dekat
dan yang dekat dipandang jauh. Dan menurut al-mufattir ialah sesuatu yang
menjadikan tubuh loyo tidak bertenaga.
Imam Abidin berkata dalam kitab al-Minah disebutkan bahwa
berdasarkan kesepakatan para ahli bahasa Arab, nama khamer ini digunakan
khusus untuk minuman. Ia juga tidak mengatakan bahwa setiap yang
memabukkan itu khamer, karena derivasi kata khamer ini diambil dari kata
mukhamarah ( ketertutupan akal). Seperti halnya bejana tidak disebut botol
(qarurah) karena diamnya air (qarar) disitu.7
Pernyataan diatas sama halnya Imam al-Nasa’i tatkala menjelaskan
bab tentang khamer dalam kitabnya, ia berkata bahwa penetapan ini jelas
sekali, bahwa khamer bagi setiap minuman. Sedangkan zat-zat yang bukan
minuman, meskipun memabukkan tidak dinamakan khamer.8
7 KH Ali Mustapa Yaqub, Kriteria Halal, Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika
Menurut al-Quran dan Hadits, Jakarta; PT. Pustaka Firdaus, hlm. 111 8 Ibid, hlm. 116
63
Dan menurut Rabi’ah al-Ra’y guru Imam Malik, Imam al-Hasan al-
Bashri, al-Muzani (murid Syafi’i), Imam al-Laits bin Said dan beberapa ulama
mua‟akhirin dari Baghdad dan Irak. Mereka berpendapat bahwa khamer dan
alkohol adalah suci.
Said al-Hadad al-Qurawi tentang kesucian khamer dan alkohol dengan
alasan bahwa ketika itu khamer ditumpahkan di jalanan kota Madinah.
Menurutnya, seandainya khamer itu najis, mana mungkin para sahabat r.a
akan melakukan hal itu, dan Rasulullah barang tentu akan melarangnya
sebagaimana beliau melarang buang air besar di jalanan. Hal ini didukung
dengan surat al Shaffat ayat 47
ال فيا غل الم عىا يىزفن
Artinya; “ tidak ada dalam khamer itu alkohol dan mereka tidak
mabuk karenanya”9
Sedangkan ulama yang berpendapat khamer itu suci, maksudnya
bendanya suci. Dengan kata lain, khamer itu najis secara maknawi bukan
bendanya. Mereka mengatakan bahwa Alloh dalam surat al-Maidah: 90,
mengaitkan kata-kata rijsun adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan.
Jadi khamer itu rijsun secara amaliyah, bukan benda atau zatnya yang najis.
Dan kita tahu bahwa judi, berhala serta anak panah tidaklah najis.
Maka pernyataan empat perkara ini, yaitu khamer, judi, berhala dan anak
panah dalam satu lingkup sifat, berarti keempatnya memiliki sifat yang sama.
9Departemen Agama Republik Indonesia Jkt, al-Quran dan Terjemahnya, PT
Kumudasmoro Grafindo Semarang, Edisi Revisi, 1994, hlm. 720
64
Jika yang tiga (judi, berhala dan panah) najisnya maknawi, maka begitu juga
khamer, najisnya bersifat maknawi, karena juga termasuk perbuatan setan.
Sudah jelas perbedaan antara alkohol dengan khamer bukan. Tapi
disisi lain, khamer juga mengandung alkohol. Tapi tidak semua alkohol adalah
khamer. Kendati demikian ulama kontemporer berpendapat bahwa alkohol itu
suci.
Maka disinilah jelas perbedaan alkohol dengan khamer, khamer itu
mau diminum Cuma setetes atau mau ditengak seember, sama-sama haram.
Disini alkohol tidak sama atau tidak idententik dengan khamer. Karena orang
tak akan sanggup meminum alkohol dalam bentuk murni, karena akan
menyebabkan kematian.
Menurut Prof. Dr. Muhammad Sa’id al-Suyuti dalam kitabnya
Mu‟jizat fi al-Thib li al-Nabi al-Arabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa
Sallam. Berpendapat bahwa alkohol itu suci. Ia berkata mengqiyaskan alkohol
dengan khamer adalah bentuk qiyas yang tak relevan (al-qiyas ma‟a al-Fariq)
dan tidak benar karena susunan partikel yang berbeda.10
Pendapat diatas juga diamini oleh Prof. Al-Suyuthi, ia mengatakan
orang yang mengkaitkan najis pada alkohol sesungguhnya ia tidak mengetahui
persis zat-zat seperti minyak bumi, bensin, chloroform (obat bius), chrloral
(cairan berminyak tanpa warna tersebut chlorine dan alkohol), padahal semua
itu memiliki dampak memabukkan juga. Sebagaimana ia juga tidak
10 Ibid, hlm 123
65
memahami produk yang dihasilkan dari alkohol. Ia telah menggunakan qiyas
yang salah (fasid) karena memberatkan dan membahayakan.11
Dari pendapat ustadz Sulkhan menurut hemat penulis bahwa alkohol
itu suci sebagai berikut;
a. Pendapat yang menghukumi bahwa alkohol itu najis adalah dengan
mengqiyaskan alkohol dengan khamer. Mengqiyaskan ini seperti
mengqiyaskan dua hal yang berbeda (al-qiyas ma‟a al-fariq)
seperti yang dikatakan Prof. Suyuthi, karena partikel masing-
masing berbeda.
b. Alkohol dapat ditemukan pada minyak bumi dan bensin, tetapi
kenapa hanya parfum beralkohol yang dihukumi najis, sedangkan
yang lainnya tidak?
c. Banyak orang yang menyamakan minuman beralkohol dengan
alkohol, maka disinilah sering kurang difahami dan ini menjadi
titik perdebatan oleh sebagian orang yang menghukumi haram dan
diperbolehkannya menggunakan parfum beralkohol. Kebanyakan
orang yang menghukumi haram bahwasaannya alkohol yang
terdapat dalam parfum beralkohol.
d. Alkohol merupakan senyawa kimia, sedangkan khamer adalah
karakter suatu bahan makanan, minuman, atau benda yang
dikonsumsi. Definisi khamer tidak terletak pada sub kimianya, tapi
terletak pada efek yang dihasilkannya, yaitu memabukkan. Maka
11 Ibid, hlm. 124
66
benda apapun yang kalau dimakan dan diminum akan memberikan
efek mabuk dikategorikan sebagai khamer.
e. Memakai parfum yang mengandung alkohol halal hukumnya.
Alkohol menjadi haram kalau diminum untuk mabuk-mabukkan.12
Adapaun alkohol yang terdapat minyak wangi, maka penulis
katakan sah-sah saja menggunakan parfum beralkohol, bagi yang
berpendapat najis maka termasuk kategori rukhshah (kondisi dispensasi
yang menjadikan tidak boleh menjadi boleh), itupun jika benar pemakaian
parfum beralkohol itu najis.
Dari Abu Hurairah ra. Ia berkata, Rasulullah saw bersabda,
مه :قال رسل اهلل صل اهلل علي سلم: عه اب ريرة رض اهلل عي قال
(راي مسلم)فاو خفيف المحمل طيب الريح , عرض علي ريحان فالن فاليردي
Artinya;“barang siapa yang ditawarkan padanya minyak wangi,
hendaknya ia tidak menolaknya. Sebab, ia mudah dibawa dan baunya
harum.” (HR Muslim, Nasai dan Abu Daud)
راي )عه اوس به مالك رض اهلل عى ان الىب صل اهلل علي سلم اليرد الطيب
(البخار
Artinya; “ dari Anas bin Malik ra. Bahwasannya nabi saw. Tidak
pernah menolak harum-haruman. (Bukhari).13
Sebab sekarang ini dalam kehidupan sehari-hari tak akan terlepas
dengan pemakaian parfum beralkohol untuk menunjang penampilan.
Karena kita hidup bermasyarakat, tak terkecuali kehidupan pondok
pesantren. Pondok pesantren merupakan potret kecil kehidupan
12 Mutawalli, Asy Sya’rawi, Anda Bertanya Islam Menjawab, Jakarta; Gema Insani Press,
1994, hlm. 419 13 Terjemahan Riyadlus Shalihin oleh Muslich Shabir, Semarang; CV. Toha Putra
Semarang, hlm. 576
67
bermasyarakat, disana banyak aktifitas yang wajib bagi para santriwati
lakukan, sehingga tak menutup kemungkinan keringat yang
dikeluarkanpun banyak. Demi kemaslahatan bersama maka sah
menggunakan parfum baik beralkohol ataupun tak mengandung alkohol.
Meskipun sah-sah saja, sebaiknya para wanita (santriwati) jika
memakai parfum beralkohol ataupun yang tidak mengandung alkohol
sebaiknya agak mengurangi volume penggunaannya. Maka pilihlah yang
soft dan tak terkesan terlalu keras. Dan harus diperhatikan agar jangan
sampai terlalu dekat dengan laki-laki dalam pergaulan, agar tidak sampai
jatuh pada ancaman dari rasulullah.
68
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan;
KH Wahab Khafidz secara tegas mengharamkan pemakaian
parfum beralkohol baik santriwan dan santriwati dalam
lingkungan, bahkan harapannya sampai para santrinya keluar dari
pondok pesantren. Dengan banyak alasan, termasuk alasan yang
paling mendasar selain kenajisan yang ditimbulkan dari alkohol
yang terkandung dalam parfum beralkohol, disamping itu bahaya
fitnah parfum beralkohol jika dipakai santriwati, agar tak menarik
lawan jenis untuk menikmati harum akibat parfum beralkohol diera
yang serba modern saat ini.
Menurut Ustadz Sulkhan, Jika syaratnya terpenuhi, maka najis
kategori ini tidak menghalangi sahnya shalat, juga
diperbolehkannya untuk digunakan dalam makanan, minuman,
obat, alat kosmetika terlebih parfum beralkohol. Hukumnya
menjadi haram jika kadar alkohol pada minyak wangi ini tinggi (
lebih dari 50%) sehingga bisa memabukkan.
Dari berbagai sumber tentang perbedaan kenajisan dan
kesucian alkohol terlebih dalam campuran parfum beralkohol yang
kita pakai sehari-hari sebagai judul skripsi penulis sebagai berikut;
69
a. Pendapat yang mengatakan bahwa alkohol itu najis, tidak
mengqiyaskan alkohol kepada khamer, melainkan dengan
cara mencari illat (al-ta’lil),
b. Adapun alkohol yang terdapat pada minyak wangi, maka
penulis katakan sah-sah saja. Menggunakan parfum
beralkohol, bagi yang berpendapat najis maka termasuk
kategori rukhshah (kondisi dispensasi yang menjadikan
tidak boleh menjadi boleh). Itupun jika benar pemakaian
parfum beralkohol itu najis.
B. Saran-saran
Dari uraian tentang simpang siur pendapat dibolehkan atau
dilarangnya penggunaan parfum beralkohol, ada beberapa hal yang
perlu diingat di zaman yang sudah modern seperti ini;
a. Para santri harus selalu meneladani perintah yang telah
ditetapkan oleh almarhum dalam menjaga para santri dari
jurang kemaksiatan.
b. Dari perbedaan dari KH Abdul Wahab dan ustadz Sulkhan
mengenai diperbolehkannya menggunakan pemakaian parfum
beralkohol tetap menjadi khazanah keilmuan yang perlu
penulis hormati.
c. Dalam menentukan hukum seharusnya membedakan dahulu
antara khamer dan alkohol.
70
C. Penutup
puji syukur ke hadirat Ilahi rabbi, karena berkat rahmat dan
Hidayahnya penulis dapat merampungkan penulisan skipsi ini.
Terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu
kelancaran penggarapan tulisan yang sederhana ini.
Manusia tak luput dari dosa, begitu juga dengan skripsi ini.
Dengan diiringi kesadaran yang sedalam-dalamnya meskipun
usaha maksimal telah ditempuh, namun antara harapan dengan
kenyataan kadang berbeda dengan yang tampak, tentu masih
banyak kekurangan dan kesalahan. Saran dan kritik sangat penulis
harapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Semoga skripsi ini bermanfaat. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aziz Al-Halawi, Muhammad, Fatwa Dan Ijtihad Umar bin
Khathtab, Surabaya; Risalah Gusti, 1999
Ahkamul Fuqaha, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan
Muktamar, Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926-2004), penerjemah
Teks Arab, Prof. Dr. H. M. Djamaluddin Miri, Lc, Ma. Pengantar, DR.
KH. MA. Sahal Mahfudh
Ahmad Al-Ashfahani, Abi Syuja’, Matan Ghoya Wat Taqrib, Jakarta;
Pustaka Amani, 1995
Ahmad, Dadang K, Metode Penelitian Agama, Bandung; CV. Pustaka
Setia, 2000
Al Barry, M. Dahlan, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya; Arloka, 1994
Al-Fauzan, Saleh, Fiqh Sehari-hari, Jakarta; Gema Insani Press, 2005
Al-Fakih Abul Walid Muhammad bin Ahmad, Bidayatul Mujtahid wa
Nihayatul Muqtashid, diterje oleh Imam Ghazali Said, Jakarta; Pustaka
Amani, 2002
Al Ghazali, Imam, Ihya’ Ulumuddin, Bandung; CV. Diponegoro
Al Ghazali, Imam, Halal Haram dan Syubhat, diterj oleh Abdul Hamid
Zahwan, Solo; CV. Pustaka Mantiq, 1995
Al Ghazali, Imam, Halal & Haram, diterj oleh Achmad Sunarto, Jakarta;
Pustaka Amani
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, suatu pendekatan pratek,
Jakarta; Rineka Cipta, 1993
Asy Sya’rani, Mutawalli, Anda Bertanya Islam Menjawab, Jakarta; Gema
Insani Press, 1994
Bisri, Drs. Moh Adib, Terjemahan Al-Faraidul Bahiyyah (Risalah Qawaid
Fiqh), Menara Kudus,
Delfgaauw, Bernard, Filsafat Abad 20, terj. Soejono Soemargono,
Yogyakarta; Tiara Wacana, 1988
Departemen Agama Republik Jkt, Al-Quran dan Terjemahnya, PT
Kumudasmoro Grafindo Semarang, Edisi Revisi
Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Yogyakarta; Andi Offset, 1995,
Hart, Harold, Kimia Organik, diterjemahkan oleh Suminar Achmadi,
Jakarta; Erlangga 1983
Hasan dkk, A. H, Soal Jawab, Bandung, 1984
Hashbi Ash Shiddieqy, Tengku Muhammad, Koleksi-Koleksi Hadits
Hukum Jilid 9, Jakarta; PT. Pustaka Rezki Putra, 2001
Kamus Besar Bahasa Indonesia/tim penyusun kamus pusat pembinaan dan
pengembangan Bahasa-ed. 2-cet., Jakarta; Balai Pusaka, 1994
Kleinfelter, Donald C dkk, Ilmu Kimia Untuk Universitas, diterjemahkan
oleh Aloysius, Hadyana Pudjaatmaka, Jakarta; Erlangga, 1992
Mas’ud, Abdurrahman, Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta; Gama
Media, 2000
Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung; PT Remaja
Rosda Karya, 2001
Mughniyah, Muhammad Jawad, Fiqh Ja’fari, diterjemahkan oleh Samsuri
Rifai’i, dkk, Jakarta; Lentera, 1996
Mutahar, Ali, Kamus Bahasa Arab, Surabaya; al-Hikmah
Qardhawi, Yusuf, Fatwa-Fatwa Kontemporer Jilid I dan II, Jakarta, Gema
Insani Press, 1995
Rasjid, Sulaiman, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994
Riswiyanto, Kimia Organik, Jakarta; Erlangga, 1995
Terjemahan Shahih Bukhari Juz VII, oleh; Achmad Sunarto dkk.
Semarang; CV. Asy Syifa’
Terjemahan Riyadlus Shalihin oleh Muslich Shabir, Semarang; CV. Toha
Putra Semarang
Sabiq, Sayyid, Fikih Sunnah, Jakarta; Cakrawala Publishing, 2008
Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-
Quran, Jakarta; Lentera Hati, 2002
Sumber; http//en.Wikipedia.org/wiki/parfume
Suriasumantri, Jujun S, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 1993
Pradjarta, Dirdjosanjoto, Memelihara Umat Kiai Pesantren-Kiai Langgar
di Jawa, Yogyakarta; LkiS, 1999
Uwaidah Muhammad, Syaikh Kamil Muhammad, Fikih Wanita, Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 1998
Wahid, Abdurrahman, Menggerakkan Pesantren, Yogyakarta; LkiS, 2001
Yaqub, KH Ali Mustpa, Kriteria Halal Haram Untuk Pangan, Obat, dan
Kosmetika Menurut al-Quran dan Hadits, Jakarta; Pustaka Firdaus
Zed, Mestika, Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta; Yayasan Obor
Indonesia, 2004
Zuhri, Saifuddin, Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangan Di
Indonesia, Bandung; Al-Ma’arif, 1979
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama : Siti Rifaah
Nim : 072311014
TTL : Rembang, 05 Agustus 1988
Alamat : Dk. Semambung Rt. 01/02, desa Wiroto, Rembang
Bapak : Karnyoto
Pekerjaan : Tani
Ibu : Sutarmi
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : 1. SDN Wiroto Tahun 2000
2. Mts Mualimin Mualimat Rembang Tahun 2003
3. MA. Mualimin Mualimat Rembang Tahun 2007
Organisasi : Pimred Just News Justisia
Sekretaris Majalah Justisia
Pimred Majalah Justisia
Semarang, 13 Desember 2011
Siti Rifaah
NIM. 072311014
top related