teori bilangan untuk mahasiswa pgsd
Post on 16-Oct-2021
12 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Penerbit Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Syiah Kuala
Linda Vitoria, S.Si., M.Sc.
TEORI BILANGAN UNTUK MAHASISWA PGSD
i
TEORI BILANGAN UNTUK MAHASISWA PGSD
Linda Vitoria, S.Si., M.Sc.
Penerbit Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP)
Universitas Syiah Kuala
ii
Teori Bilangan untuk Mahasiswa PGSD
Penulis:
Linda Vitoria, S.Si., M.Sc.
Editor:
Dra. Monawati, M.Pd.
Hak cipta 2019 pada Penulis.
Hak cipta dilindungi undang-undang.
Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis dari pemegang hak cipta/Penerbit.
Diterbitkan oleh:
Penerbit Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP)
Universitas Syiah Kuala
Jalan Tgk. Hasan Krueng Kale
Darussalam, Banda Aceh 23111
Telepon 085260002082, Faximile 06517551407
Homepage: www.fkip.unsyiah.ac.id
E-mail: penerbit@fkip.unsyiah.ac.id
Perpustakaan Nasional RI: Katalog dalam Terbitan (KDT)
Linda Vitoria.
Teori Bilangan untuk Mahasiswa PGSD. -- Banda Aceh :
Penerbit Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP)
Universitas Syiah Kuala, 2019.
v, 95 hlm.; 15,5 cm x 23 cm.
ISBN: 978-602-73716-9-9
iii
KATA PENGANTAR
Buku ini disusun sebagai buku referensi mahasiswa Pendidikan
Guru Sekolah Dasar (PGSD) dalam mengikuti matakuliah Teori
Bilangan. Pembahasan teori bilangan diperlukan untuk memperkuat
pemahaman mahasiswa PGSD sebagai calon guru sekolah dasar
mengenai aturan-aturan yang berlaku pada bilangan.
Materi-materi yang dikaji meliputi sifat-sifat dan teorema-
teorema yang berlaku pada sistem bilangan bulat seperti aturan
penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian; urutan
bilangan bulat; keterbagian; faktor persekutuan terbesar (FPB) dan
kelipatan persekutuan terkecil (KPK); dan kekongruenan.
Buku ini dirancang sedemikian rupa sehingga menuntut
keaktifan mahasiswa dalam mengerjakan contoh-contoh dan soal-
soal latihan. Dengan demikian diharapkan mahasiswa dapat
membangun pemahamannya secara mandiri tentang materi-materi
teori bilangan.
Banda Aceh, Januari 2019
Penulis
iv
DAFTAR ISI
1. PENDAHULUAN .................................................................... 1 2. HIMPUNAN BILANGAN ....................................................... 5
Soal Latihan ................................................................................. 9 3. BILANGAN PRIMA .............................................................. 11
Soal Latihan ............................................................................... 13 4. OPERASI HITUNG PADA BILANGAN ................................. 15
4.1 Operasi Hitung pada Bilangan Cacah .................................. 15
4.2 Operasi Hitung pada Bilangan Bulat ................................... 18
4.3 Operasi Hitung Bilangan Rasional ....................................... 19 4.4 Sifat Komutatif (Pertukaran) ................................................ 20
4.5 Sifat Asosiatif (Pengelompokan) ......................................... 23 4.6 Unsur Identitas ..................................................................... 25 4.7 Invers .................................................................................... 28
4.8 Sifat Distributif .................................................................... 29 4.9 Sifat Ketertambahan. ............................................................ 30
4.10 Sifat Ketergandaan ............................................................. 31 4.11 Sifat Kanselasi .................................................................... 31
Soal Latihan ............................................................................... 32 5. ATURAN PENJUMLAHAN, PENGURANGAN, PERKALIAN
DAN PEMBAGIAN BILANGAN BULAT .................................. 34
5.1 Aturan Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat ....... 34 Soal Latihan ............................................................................... 36
5.2 Aturan Perkalian Bilangan Bulat ......................................... 36 Soal Latihan ............................................................................... 38 5.3 Aturan Pembagian Bilangan Bulat ....................................... 38
Soal Latihan ............................................................................... 45
6. URUTAN BILANGAN BULAT ............................................... 46 Soal Latihan ............................................................................... 52
7. KETERBAGIAN BILANGAN BULAT ................................ 54
Soal Latihan ............................................................................... 57 8. FAKTOR PERSEKUTUAN TERBESAR (FPB) .................. 59
Algoritma Pembagian ................................................................ 62 Soal Latihan ............................................................................... 68
9. KELIPATAN PERSEKUTUAN TERKECIL (KPK) ............ 70 Soal Latihan ............................................................................... 73
v
10. HUBUNGAN FPB DAN KPK DARI DUA BILANGAN .... 74 Soal Latihan ............................................................................... 77
11. KEKONGRUENAN BILANGAN ......................................... 78
Soal Latihan ............................................................................... 90 DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 91 GLOSARIUM ................................................................................ 92 INDEKS ......................................................................................... 94
1
1. PENDAHULUAN
Kajian mata kuliah Teori Bilangan pada buku ajar ini membahas
aturan-aturan yang berlaku pada sistem bilangan, khususnya sistem
bilangan bulat. Terdapat beberapa istilah yang sering digunakan
dalam pembahasan teori bilangan. Untuk memudahkan pembaca,
berikut disajikan beberapa istilah yang lazim digunakan dalam teori
bilangan dan pembahasannya.
1. Angka dan bilangan
Bilangan menyatakan banyaknya anggota suatu himpunan,
sedangkan angka adalah lambang bilangan.
Contohnya:
a. Terdapat lima buah pensil di atas meja.
Bilangan lima dapat dilambangkan dengan angka 5 atau
V (angka romawi).
b. Bilangan 4.537 terdiri dari 4 angka, yaitu angka 4, 5, 3
dan 7.
c. Bilangan VI terdiri dari 2 angka, yaitu angka V dan I.
d. Penjumlahan dua buah bilangan tiga angka artinya
penjumlahan yang melibatkan dua bilangan yang
masing-masing terdiri atas tiga angka, misalnya 225 +
314.
2. Sistem desimal
Sistem desimal merupakan salah satu metode penulisan
bilangan. Dalam sistem desimal digunakan pengelompokan
2
bilangan dengan basis sepuluh, yaitu pengelompokan ke
dalam sepuluh-sepuluh.
Lambang bilangan pada sistem desimal terdiri atas sepuluh
angka yaitu 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9.
Penulisan lambang bilangan pada sistem desimal didasarkan
pada nilai tempat angkanya.
Lambang “30” menyatakan tigapuluh, yaitu 3 puluhan dan 0
satuan.
Lambang “270” menyatakan bilangan dua ratus tujuh puluh,
yaitu 2 ratusan, 7 puluhan, dan 0 satuan.
Lambang “1445” menyatakan 1 ribuan, 4 ratusan, 4 puluhan,
dan 5 satuan. Di sini, angka 4 pada ratusan tidak sama
nilainya dengan angka 4 pada puluhan, karena perbedaan
nilai tempatnya.
3. Notasi
Notasi adalah cara menuliskan atau melambangkan sesuatu
sesuai dengan kesepakatan yang berlaku. Misalnya:
untuk menyatakan bilangan dua puluh lima, notasinya
adalah 25 atau 20 + 5;
untuk menyatakan “lebih dari” notasinya adalah “>”.
Contohnya: 0 > –3, dibaca “0 lebih besar dari negatif 3”.
notasi untuk operasi penjumlahan adalah +
notasi untuk operasi pengurangan adalah –
notasi perkalian adalah ×
notasi pembagian adalah ÷
3
4. Faktor dan Kelipatan
Suatu bilangan 𝑎 dikatakan faktor dari bilangan 𝑏 apabila 𝑎
membagi habis 𝑏 tanpa sisa. Contohnya, 2 adalah faktor dari
8 karena 2 habis membagi 8 tanpa sisa.
Yaitu 8 ÷ 2 = 4, sisa = 0. Atau ditulis 8
2= 4.
3 bukan faktor dari 16 karena 3 tidak membagi habis 16.
Yaitu 16 ÷ 3 = 5, sisa = 1.
Atau ditulis 16
3= 5
1
3.
Suatu bilangan 𝑎 dikatakan kelipatan dari bilangan 𝑏 jika 𝑎
diperoleh dari mengalikan 𝑏 dengan bilangan lain.
Contohnya, 8 adalah kelipatan dari 2 karena 8 diperoleh dari
mengalikan 2 dengan 4.
Atau ditulis 8 = 2 x 4.
12 adalah juga kelipatan dari 2 karena 12 = 2 x 6.
4 dan 6 juga kelipatan dari 2. Jika didata kelipatan dari 2
adalah 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, dst.
Kelipatan dari 1 adalah 1, 2, 3, 4, …
Kelipatan dari 3 adalah 3, 6, 9, 13, …
Kelipatan dari 15 adalah 15, 30, 45, 60, ….
5. Faktorisasi yaitu menguraikan menjadi faktor-faktor.
Misalnya 12 dapat difaktorisasi menjadi: 12 = 2 x 6;
12 = 3 x 4;
12 = 3 x 2 x 2.
4
6. Algoritma
Algoritma artinya prosedur penyelesaian suatu masalah
secara bertahap. Istilah algoritma diambil dari nama Al-
Khwarizmi, seorang ahli matematika berkebangsaan Arab.
7. Teorema
Teorema merupakan sebuah pernyataan yang dapat
dibuktikan berdasarkan asumsi-asumsi yang telah disetujui.
Contoh teorema yang terkenal adalah Teorema Pythagoras
yang mengatakan bahwa pada suatu segitiga siku-siku,
kuadrat sisi miring sama dengan jumlah kuadrat kedua sisi
yang lain.
8. Aksioma
Yaitu pernyataan yang diterima sebagai kebenaran tanpa
memerlukan bukti.
Contohnya: melalui dua titik A dan B hanya dapat dibuat satu
garis lurus saja.
9. Dan lain-lain.
5
2. HIMPUNAN BILANGAN
Tujuan Pembelajaran
1. Mahasiswa mampu mengidentifikasi klasifikasi suatu
bilangan.
2. Mahasiswa mampu menyatakan pecahan dalam bentuk
desimal dan persen, dan sebaliknya.
Secara garis besar, bilangan dikelompokkan menjadi dua himpunan
yaitu himpunan bilangan real dan himpunan bilangan imajiner.
Himpunan bilangan imajiner atau bilangan khayal terdiri atas
bilangan √−1. Sedangkan himpunan bilangan riil atau bilangan
nyata terdiri atas bilangan-bilangan lain selain √−1.
Diagram berikut ini menggambarkan himpunan bilangan real.
Bilangan Real (R)
Bilangan Rasional (Q)
Bilangan Bulat (Z)
Bilangan Cacah
Bilangan NolBilangan Asli
(N)
Bilangan Bulat Negatif
Pecahan
Bilangan Irrasional
6
Berikut penjelasan dari diagram di atas, dimulai dari bilangan
terkecil yaitu bilangan nol.
Bilangan Nol dilambangkan dengan “0” menyatakan tidak ada.
Bilangan Asli dilambangkan dengan N (Natural Numbers) yaitu
bilangan yang digunakan untuk membilang banyak benda.
N = {1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, …}
Bilangan asli dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu:
1) Unit, terdiri atas bilangan 1.
2) Bilangan prima, yaitu bilangan asli yang mempunyai
tepat 2 faktor saja yaitu 1 dan bilangan itu sendiri. Contoh
bilangan prima adalah 2, 3, 5, 7, 11, dan seterusnya.
3) Bilangan komposit, yaitu bilangan asli yang mempunyai
lebih dari 2 faktor. Contohnya: 4, 6, 8, 9, 10, dan
seterusnya.
Berdasarkan habis dibagi 2, bilangan asli juga dapat
dikelompokkan menjadi bilangan genap dan bilangan ganjil.
1) Bilangan genap, yaitu bilangan asli yang habis dibagi 2
seperti 2, 4, 6, 8, dan seterusnya.
2) Bilangan ganjil, yaitu bilangan asli yang tidak habis
dibagi 2 seperti 3, 5, 7, 9, dan seterusnya.
Bilangan Cacah yaitu himpunan bilangan yang terdiri atas 0 dan
bilangan asli. Bilangan cacah = {0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, …}.
7
Bilangan Bulat atau Integer dilambangkan dengan I (integer) atau
Z (Zahlen, yaitu bahasa Jerman yang artinya ‘bilangan’). Bilangan
bulat terdiri atas bilangan cacah dan bilangan bulat negatif. Anggota
himpunan bilangan bulat adalah:
Z = { …, –5, –4, –3, –2, –1, 0, 1, 2, 3, 4, 5, …}.
Bilangan Rasional dilambangkan dengan Q (Quotient) merupakan
bilangan yang dapat ditulis sebagai pembagian dua bilangan
bulat 𝑝
𝑞 dengan 𝑞 ≠ 0. Notasi untuk bilangan rasional adalah:
Q = {𝑝
𝑞, 𝑝 𝑑𝑎𝑛 𝑞 ∈ 𝒁, 𝑞 ≠ 0}.
Beberapa contoh bilangan rasional: 1
3 , 5, –2, 0, −
4
5 , 1000,
dan lain-lain.
Bilangan rasional dapat dinyatakan dalam bentuk pecahan
biasa, bentuk desimal dan persen.
Contoh:
a. Nyatakan bentuk pecahan biasa dan bentuk persen berikut
ini ke dalam bentuk desimal.
1
2= 0,5 75% =
75
100= 0,75
1
10= 0,1 20% =
20
100= 0,2
1
100= 0,01 33% =
33
100= 0,33
1
1000= 0,001 2,5% =
2,5
100=
25
1000= 0,025
23
10= 2,3 8% =
8
100= 0,08
8
b. Nyatakan bentuk desimal berikut ke dalam bentuk
pecahan.
0,5 =5
10=
1
2 2,3 =
23
10= 2
3
10
0,25 =25
100=
1
4 2,70 = 2
70
100= 2
7
10
24,5 = 245
10= 24
1
2 12,25 = 12
25
100= 12
1
4
c. Nyatakan bentuk pecahan dan desimal berikut ke dalam
bentuk persen.
1
2= 50%
Perhitungannya sebagai berikut: 1
2=
1
2 𝑥 100% = 50%
0,4 = 40%
Perhitungannya sebagai berikut: 0,4 = 0,4 𝑥 100% =
40%
3
5=
3
5× 100% = 60%
0,25 = 0,25 × 100% = 25%.
Bilangan Irrasional adalah bilangan yang tidak dapat ditulis
sebagai pembagian dua bilangan bulat. Contohnya 𝜋. Bilangan
𝜋 adalah rasio keliling suatu lingkaran dengan diameternya.
Nilai bilangan 𝜋 = 3,14159265358979323846 …. Bilangan
9
𝜋 ini tidak dapat dinyatakan dalam bentuk pembagian dua
bilangan bulat. Dengan kata lain, tidak ada bentuk pecahan
untuk 𝜋. Tapi, untuk memudahkan dalam perhitungan,
biasanya diambil nilai pendekatan 𝜋 yaitu 22
7 atau 3,14. Contoh
lain bilangan irrasional adalah √2 .
Bilangan Real dilambangkan dengan R merupakan gabungan dari
semua bilangan di atas. Bilangan real atau bilangan nyata
adalah lawan dari bilangan imajiner atau bilangan khayal.
Bilangan imajiner dilambangkan dengan I yaitu √−1 .
Soal Latihan
1. Diantara pernyataan-pernyataan berikut ini, manakah yang
benar?
a. 0 ∈ 𝑵
b. −1
5∈ 𝒁
c. −3 ∈ 𝒁
d. 100 ∈ 𝑸
e. √5 ∈ 𝑹
2. Lengkapilah tabel berikut ini.
No. Pecahan Desimal Persen
a 3
4
10
b
0,1
c
24%
d
1,50
e 4
5
11
3. BILANGAN PRIMA
Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa mampu menentukan suatu bilangan adalah bilangan
prima atau komposit.
Pada bab sebelumnya telah dibahas himpunan-himpunan bilangan.
Pada bab ini akan dikaji lebih mendetil tentang bilangan prima.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bilangan prima adalah
bilangan asli yang lebih besar dari 1 yang hanya habis dibagi oleh 1
dan bilangan itu sendiri. Dengan kata lain, bilangan prima hanya
mempunyai dua faktor. Contoh bilangan prima: 2, 3, 5, 7, 11, 13, 17,
19, 29, dst.
Berikut ini adalah beberapa teorema yang berlaku pada bilangan
prima.
1. Setiap bilangan asli yang lebih besar dari 1 dapat dibagi oleh
suatu bilangan prima.
Coba berikan contohnya.
2. Setiap bilangan asli yang lebih besar dari 1 adalah bilangan
prima atau bilangan itu dapat dinyatakan sebagai perkalian
bilangan-bilangan prima.
Berikan contohnya.
12
Untuk memeriksa apakah suatu bilangan 𝑛 adalah prima atau bukan,
coba bagi 𝑛 dengan bilangan-bilangan prima yang kurang dari √𝑛.
Apabila 𝑛 tidak habis dibagi oleh bilangan-bilangan prima tersebut,
maka 𝑛 adalah bilangan prima. Namun apabila 𝑛 habis dibagi oleh
bilangan-bilangan prima tersebut, maka 𝑛 bukan bilangan prima.
Contoh: apakah 109 prima?
Jawab:
√𝑛 = √109 = 10,44
Kita periksa dengan membagi 109 dengan bilangan-bilangan
prima yang lebih kecil dari 10 yaitu 2, 3, 5, dan 7.
109 ÷ 2 = 54,5
109 ÷ 3 = 36,3
109 ÷ 5 = 21,8
109 ÷ 7 = 15,57
Tampak bahwa 109 tidak habis dibagi oleh semua bilangan-
bilangan prima di atas. Itu artinya 109 adalah bilangan prima.
Contoh lain, apakah 2191 bilangan prima?
Jawab:
√𝑛 = √2191 = 46,81
Kita periksa dengan membagi 2191 dengan bilangan-bilangan
prima yang lebih kecil dari 46 yaitu 2, 3, 5, 7, 11, 13, 17, 19, 23,
29, 31, 37, 41, dan 43.
13
2191 ÷ 3 = 730,33
2191 ÷ 5 =438,2
2191 ÷ 7 = 313
Ternyata 2191 habis dibagi 7, hasilnya 313. Ini artinya 7 dan 313
adalah faktor dari 2191. Jadi faktor-faktor dari 2191 adalah 1, 7,
313, dan 2191. Karena 2191 memiliki lebih dari 2 faktor, maka
2191 bukan bilangan prima.
Soal Latihan
1. Manakah yang saling prima?
a. 4 dan 6
b. 8 dan 18
c. 15 dan 42
d. 12 dan 25
2. Untuk menentukan apakah 1027 merupakan bilangan prima
atau bukan, dapat ditunjukkan ada atau tidaknya bilangan-
bilangan prima yang membagi 1027. Bilangan-bilangan
prima itu adalah yang …
a. Kurang dari 1027
b. Kurang dari 32
c. Kurang dari 100
d. kurang dari 10
14
3. Dari bilangan-bilangan berikut ini, yang merupakan
bilangan prima adalah …
a. 117
b. 237
c. 357
d. 227
4. Dari bilangan-bilangan berikut ini, yang merupakan
bilangan komposit adalah …
a. 37
b. 137
c. 237
d. 337
15
4. OPERASI HITUNG PADA BILANGAN
Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa mampu menerapkan sifat-sifat penjumlahan,
pengurangan, perkalian dan pembagian dalam menyelesaikan soal-
soal operasi hitung bilangan.
Pada himpunan bilangan riil dapat dilakukan operasi-operasi hitung
seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, penarikan
akar, perpangkatan, dan lain-lain. Berikut ini akan dibahas beberapa
definisi yang berkaitan dengan operasi hitung pada bilangan, dimulai
dari bilangan cacah.
4.1 Operasi Hitung pada Bilangan Cacah
1. Misalkan p dan q adalah bilangan cacah. Penjumlahan p dan
q ditulis p + q. Hasilnya adalah cacah gabungan himpunan
yang memiliki p buah anggota dan himpunan yang memiliki
q buah anggota.
Contoh: 3 + 5 = 8
15 + 28 = ....
7 + .... = 16
.... + .... = 27
.... + .... = ....
Operasi penjumlahan bilangan cacah bersifat tertutup,
artinya hasil penjumlahan dua bilangan cacah adalah
bilangan cacah juga.
16
2. Operasi pengurangan merupakan lawan dari operasi
penjumlahan. Pengurangan bilangan cacah p – q = r adalah
lawan dari penjumlahan q + r = p. Dapat ditulis,
p – q = r ⇔ p = q + r. Dibaca: p – q = r jika dan hanya jika
p = q + r.
Contoh: 5 – 2 = 3 ⇔ 5 = 2 + 3
6 – 4 = .... ⇔ 6 = 4 + ....
7 – .... = .... ⇔ 7 = .... + ....
.... – .... = .... ⇔ .... = .... + ....
Bagaimana dengan pengurangan dua bilangan yang sama?
Contoh: 12 – 12 = 0 ⇔ 12 = 12 + 0
6 – 6 = 0
.... – .... = 0
Dapat disimpullkan bahwa pengurangan dua bilangan yang
sama menghasilkan 0. Secara umum dapat ditulis p – p = 0.
Operasi pengurangan bilangan cacah tidak memenuhi
sifat tertutup. Hal ini karena hasil pengurangan dua bilangan
cacah bisa berupa bilangan cacah, namun bisa juga bukan
bilangan cacah. Coba berikan contohnya.
3. Operasi perkalian dua bilangan cacah p × q adalah
penjumlahan berulang q sebanyak p kali. Ditulis:
p × q = q + q + q + ... + q
sebanyak p kali
17
contohnya: 2 × 4 = 4 + 4 = 8
4 × 2 = 2 + 2 + 2 + 2 = 8
3 × 5 = .... + .... + .... = ....
5 × 6 = .... + .... + .... + .... + .... = ....
7 × 1 =
Operasi perkalian bilangan cacah memenuhi sifat tertutup.
4. Operasi pembagian merupakan kebalikan dari operasi
perkalian. Pembagian dua bilangan cacah p ÷ q = r adalah
kebalikan dari p = q × r. Ditulis, p ÷ q = r ⇔ p = q × r.
Dibaca: p ÷ q = r jika dan hanya jika p = q × r.
Contoh: 12 ÷ 3 = 4 ⇔ 12 = 3 × 4
10 ÷ 2 = .... ⇔ 10 = 2 × ....
21 ÷ .... = 7 ⇔ 21 = .... × 7
.... ÷ .... = 6 ⇔ .... = .... × 6
.... ÷ .... = .... ⇔ .... = .... × ....
Bagaimana hasil pembagian dua bilangan yang sama?
Contoh: 2 ÷ 2 = 1 ⇔ 2 = 2 × 1
3 ÷ 3 = ....
.... ÷ .... = ....
Dapat disimpulkan bahwa pembagian dua bilangan yang
sama menghasilkan 1. Secara umum dapat ditulis p ÷ p =1.
18
Operasi pembagian bilangan cacah tidak bersifat
tertutup karena hasil pembagiannya bisa berupa bilangan
cacah, namun bisa pula bukan bilangan cacah. Berikan
contohnya.
4.2 Operasi Hitung pada Bilangan Bulat
Himpunan bilangan bulat merupakan perluasan dari himpunan
bilangan cacah. Himpunan bilangan bulat terdiri atas bilangan cacah
dan bilangan bulat negatif. Definisi-definisi serta sifat-sifat operasi
hitung yang berlaku pada bilangan cacah juga berlaku pada bilangan
bulat ditambah dengan sedikit perluasan.
Penjumlahan dan perkalian bilangan bulat memenuhi sifat
tertutup, sama seperti bilangan cacah. Namun, sifat pengurangan
bilangan bulat berbeda dengan pengurangan bilangan cacah.
Pengurangan bilangan cacah tidak bersifat tertutup sedangkan
pengurangan bilangan bulat bersifat tertutup. Hal ini karena
pengurangan dua bilangan bulat menghasilkan bilangan bulat pula.
Contohnya, 3 – 2 = ....
4 – 5 = ....
2 – (–3) = ....
–6 – 7 = ....
Bagaimana dengan operasi pembagian bilangan bulat, apakah
memenuhi sifat tertutup? Perhatikan contoh berikut.
8 ÷ 4 = ....
19
3 ÷ 2 = ....
–12 ÷ 6 = ....
–9 ÷ 4 = ....
Dari contoh-contoh di atas, apa yang dapat Anda simpulkan tentang
sifat pembagian bilangan bulat?
4.3 Operasi Hitung Bilangan Rasional
Himpunan bilangan rasional merupakan perluasan dari himpunan
bilangan bulat. Himpunan bilangan rasional terdiri atas bilangan
bulat dan pecahan. Definisi-definisi serta sifat-sifat operasi hitung
yang berlaku pada bilangan bulat juga berlaku pada bilangan
rasional ditambah dengan sedikit perluasan.
Pada bilangan bulat, penjumlahan, pengurangan, dan
perkalian memenuhi sifat tertutup. Hal ini juga berlaku pada
bilangan rasional. Pembagian bilangan bulat tidak memenuhi sifat
tertutup, namun pembagian bilangan rasional memenuhi sifat
tertutup karena hasil pembagian dua bilangan rasional adalah
bilangan rasional pula.
Contohnya,
14 ÷ 7 = ....
5 ÷ 15 = ....
–8 ÷ 0,5 = ....
3 ÷1
5 = ....
2
3 ÷
1
4 = ....
20
Disamping sifat tertutup yang dibahas di atas, terdapat sifat-sifat
operasi hitung lainnya yaitu sifat komutatif, asosiatif, distributif,
unsur identitas dan invers. Berikut akan dibahas satu persatu.
4.4 Sifat Komutatif (Pertukaran)
Urutan mengerjakan sesuatu terkadang mempengaruhi hasil.
Misalnya memakai kaus kaki sebelum memakai sepatu berbeda
hasilnya jika urutannya diubah, yaitu memakai sepatu dulu baru kaus
kaki. Tetapi, terkadang urutan tidak mempengaruhi hasil. Misalnya
saat membuat segelas air manis, memasukkan gula sebelum air
maupun memasukkan air sebelum gula, hasilnya tetap sama. Begitu
pula bila kita berjalan 3 langkah, lalu berjalan lagi 5 langkah,
hasilnya akan sama jika kita berjalan 5 langkah terlebih dahulu,
kemudian 3 langkah. Pada operasi hitung, apabila urutan pengerjaan
tidak mempengaruhi hasil (tetap memberikan hasil yang sama),
maka operasi seperti itu dikatakan bersifat komutatif.
Untuk memeriksa sifat komutatif operasi hitung pada
bilangan riil, lengkapilah tabel berikut ini dan bandingkan hasil pada
kolom kiri dan kolom kanan.
Penjumlahan
4 + 7 =
2 + (–3) =
7 + 4 =
–3 + 2 =
21
5,2 + 6,9 =
–4,6 + 0,8 =
1 + 3
4 =
6,9 + 5,2 =
0,8 + (–4,6) =
3
4 + 1 =
Pengurangan
4 – 7 =
2 – (–3) =
5,2 – 6,9 =
–4,6 – 0,8 =
1 – 3
4 =
7 – 4 =
–3 – 2 =
6,9 – 5,2 =
0,8 – (–4,6) =
3
4 – 1 =
Perkalian
4 × 7 =
2 × (–3) =
5,2 × 6,9 =
–4,6 × 0,8 =
4 × 7 =
2 × (–3) =
5,2 × 6,9 =
–4,6 × 0,8 =
22
1 × 3
4 =
1 × 3
4 =
Pembagian
6 ÷ 3 =
8 ÷ (–2) =
4 ÷ 0,5 =
3 ÷ 6 =
–2 ÷ 8 =
0,5 ÷ 4 =
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa operasi penjumlahan
memenuhi sifat komutatif. Secara umum ditulis, 𝑝 + 𝑞 = 𝑞 + 𝑝.
Apakah operasi perkalian memenuhi sifat komutatif?
Secara umum dapat ditulis, 𝑝 × 𝑞 = .... × ....
Apakah operasi pengurangan memenuhi sifat komutatif?
Apakah operasi pembagian memenuhi sifat komutatif?
Sifat komutatif dapat memudahkan kita pada saat melakukan operasi
hitung penjumlahan dan perkalian. Contohnya, 6 + 148. Soal ini
lebih mudah dihitung dengan menukarkan tempat kedua suku
penjumlahan menjadi 148 + 6. Dengan cara bersusun ke bawah dapat
ditulis,
148
6 +
....
23
Untuk perkalian contohnya, 34 × 1652. Soal ini juga lebih mudah
dihitung dengan menukarkan tempatnya menjadi
1652
34 ×
.......
4.5 Sifat Asosiatif (Pengelompokan)
Hasil penjumlahan tiga bilangan tidak bergantung pada cara kita
mengelompokkan ketiga bilangan tersebut. Contohnya,
penjumlahan 2 + 3 + 4 dapat dilakukan dengan menjumlahkan 2 + 3
terlebih dahulu kemudian hasilnya dijumlahkan dengan 4; dapat pula
dilakukan dengan menjumlahkan 3 + 4 terlebih dahulu, baru
kemudian dijumlahkan dengan 2. Cara yang pertama ditulis sebagai
berikut.
(2 + 3) + 4
Sedangkan cara yang kedua ditulis sebagai berikut.
2 + (3 + 4)
Keduanya memberikan hasil yang sama. Yaitu (2 + 3) + 4 = 2 + (3
+ 4) = 9. Oleh karena itu dikatakan operasi penjumlahan memenuhi
sifat asosiatif. Secara umum ditulis, (𝑝 + 𝑞) + 𝑟 = 𝑝 + (𝑞 + 𝑟).
Untuk memeriksa apakah pengurangan, perkalian, dan pembagian
juga memenuhi sifat asosiatif, lengkapilah tabel berikut ini
kemudian bandingkan hasil di kolom kanan dan di kolom kiri.
24
Pengurangan
(7 – 5) – 4 =
(2 – (–1)) – 3 =
(23
4−
1
3) − 1 =
(4,6 – 3,2) – 0,5 =
7 – (5 – 4) =
2 – (–1 – 3) =
23
4− (
1
3− 1) =
4,6 – (3,2 – 0,5) =
Perkalian
(3 × (–2)) × 4 =
(23
4×
1
3) × (– 3) =
(4 × 2,4) × 0,5 =
3 × (–2 × 4) =
23
4× (
1
3× (−1)) =
4 × (2,4 × 0,5) =
Pembagian
(6 ÷ 3) ÷ 2 =
(−8 ÷ 4) ÷ (−3) =
(2
3÷ 1
1
4) ÷ 4 =
6 ÷ (3 ÷ 2) =
−8 ÷ (4 ÷ (−3)) =
2
3÷ (1
1
4÷ 4) =
25
Apakah operasi pengurangan bersifat asosiatif?
Apakah operasi perkalian bersifat asosiatif?
Apakah operasi pembagian bersifat asosiatif?
Sama halnya dengan sifat komutatif, sifat asosiatif juga
memudahkan kita dalam menghitung hasil penjumlahan dan
perkalian. Contohnya, penjumlahan 53 + 86 + 47 + 24 lebih mudah
dilakukan dengan menukar tempat dan mengelompokkan suku-suku
penjumlahannya menjadi (53 + 47) + (86 + 24) = 100 + 110 = 210.
Begitu juga perkalian 4 × 39 × 25 lebih mudah dihitung dengan
(4 × 25) × 39 = 100 × 39 = 3900.
4.6 Unsur Identitas
Dalam matematika, 0 dan 1 adalah bilangan yang istimewa.
Diskusikan kasus-kasus berikut ini untuk melihat keistimewaan 0
dan 1.
a. Menjumlahkan suatu bilangan positif atau negatif dengan 0.
Contoh: a. 5 + 0 = ....
b. –6 + 0 = ....
c. 1235 + 0 = ....
Kesimpulan:
b. Mengurangkan suatu bilangan positif atau negatif dengan 0.
Contoh: a. 5 – 0 = ....
b. –24 – 0 = ....
26
c. 450 – 0 = ....
Kesimpulan:
c. Mengalikan suatu bilangan positif atau negatif dengan 0.
Contoh: a. 2 × 0 = ....
b. −3 × 0 = ....
c. 1000 × 0 = ....
Kesimpulan:
d. Membagi suatu bilangan positif atau negatif dengan 0.
Contoh: a. 4 : 0 = ....
b. –3 : 0 = ....
c. 120 : 0 = ....
Kesimpulan:
e. Membagi 0 dengan suatu bilangan positif atau negatif.
Contoh: a. 0 : 12 = ....
b. 0 : (–5) = ....
c. 0 : 100 = ....
Kesimpulan:
f. Mengalikan suatu bilangan positif atau negatif dengan 1.
Contoh: a. 3 × 1 = ....
b. –30 × 1 = ....
c. 1000 × 1 = ....
Kesimpulan:
27
g. Membagi suatu bilangan positif atau negatif dengan 1.
Contoh: a. 27 : 1 = ....
b. –50 : 1 = ....
c. 1500 : 1 = ....
Kesimpulan:
h. Membagi 1 dengan suatu bilangan positif atau negatif.
Contoh: a. 1 : 2 = ....
b. 1 : 4 = ....
c. 1 : (–50) = ....
Kesimpulan:
Kasus a di atas menunjukkan keistimewaan 0 sebagai unsur identitas
penjumlahan. Sedangkan kasus f menunjukkan 1 sebagai unsur
identitas perkalian. Hal ini dapat didefinisikan sebagai berikut.
Catatan. Operasi pengurangan dan pembagian tidak memiliki unsur
identitas.
Unsur Identitas
0 adalah unsur identitas penjumlahan karena menjumlahkan
dengan 0 tidak mengubah hasil penjumlahan. Secara umum ditulis,
𝑝 + 0 = 0 + 𝑝 = 𝑝
1 adalah unsur identitas perkalian karena mengalikan dengan 1
tidak mengubah hasil perkalian. Secara umum ditulis,
𝑝 × 1 = 1 × 𝑝 = 𝑝
28
4.7 Invers
Dalam operasi hitung dikenal istilah invers penjumlahan dan invers
perkalian. Untuk memahami makna invers penjumlahan, lengkapi
perhitungan berikut ini.
1 + .... = 0, maka invers penjumlahan dari 1 adalah ....
24 + .... = 0, maka invers penjumlahan dari 24 adalah ....
–3 + .... = 0, maka invers penjumlahan dari –3 adalah ....
3
5 + .... = 0, maka invers penjumlahan dari
3
5 adalah ....
−1
2 + .... = 0, maka invers penjumlahan dari −
1
2 adalah ....
Invers penjumlahan dari suatu bilangan adalah lawan dari bilangan
itu. Apabila suatu bilangan dijumlahkan dengan invers
penjumlahannya maka hasilnya 0. Secara umum ditulis,
𝑝 + (−𝑝) = 0.
Untuk memahami makna invers perkalian, lengkapi perhitungan
berikut ini.
2 × .... = 1, maka invers perkalian dari 2 adalah ....
−5 × .... = 1, maka invers perkalian dari −5 adalah ....
3
4× .... = 1, maka invers perkalian dari
3
4 adalah ....
−1
2× .... = 1, maka invers perkalian dari −
1
2 adalah ....
3,5 .... = 1, maka invers perkalian dari 3,5 adalah ....
29
Invers perkalian dari suatu bilangan adalah kebalikan (reciprocal)
dari bilangan tersebut. Apabila suatu bilangan dikalikan dengan
kebalikannya maka hasilnya 1. Secara umum ditulis, 𝑝 ×1
𝑝= 1.
4.8 Sifat Distributif
Pada operasi hitung berlaku sifat distributif (penyebaran), yaitu
p × (q + r) = p × q + p × r dan
(p + q) × r = p × r + q × r
Sifat distributif memudahkan kita dalam melakukan operasi hitung.
Contohnya, 25 × 42 dapat diselesaikan sebagai berikut.
25 × 42 = 25 × (40 + 2)
= (25 × 40) + (25 × 2)
= 1000 + 50
= 1050
Contoh lain, 16 × 5 dapat diselesaikan sebagai berikut.
36 × 5 = (30 + 6) × 5
= (30 × 5) + (6 × 5)
= 150 + 30
= 180
30
4.9 Sifat Ketertambahan.
Misalkan p, q, dan r adalah bilangan real. Jika p = q, maka
p + r = q + r. Sifat ini dinamakan sifat ketertambahan, yaitu
menambahkan bilangan yang sama pada kedua ruas penjumlahan
tidak mengubah hasil penjumlahan tersebut.
Sifat ketertambahan digunakan dalam menyelesaikan suatu
persamaan yang memuat operasi penjumlahan.
Contoh:
1. Tentukan nilai m yang memenuhi 3 + m = 12.
Soal ini diselesaikan dengan menerapkan sifat ketertambahan,
yaitu kedua ruas ditambah dengan –3 sebagai berikut.
3 + m + (–3) = 12 + (–3),
m = 9.
2. Tentukan nilai k yang memenuhi.
a) k – 3 = 8
k = 8 + ...
k = ....
b) 2k + 4 = 10 + k
2k – k = .... – ....
k = ....
31
4.10 Sifat Ketergandaan
Misalkan p, q, dan r adalah bilangan real. Jika p = q, maka p×r =
q×r. Sifat ini dinamakan sifat ketergandaan, yaitu mengalikan
bilangan yang sama pada kedua ruas perkalian tidak mengubah hasil
perkalian tersebut.
Sifat ketergandaan diterapkan dalam menyelesaikan suatu
persamaan operasi perkalian.
Contoh:
1. Tentukan nilai m yang memenuhi 8m = 24.
Soal ini diselesaikan dengan menggunakan sifat ketergandaan,
yaitu kedua ruas dikalikan dengan invers dari 8 yaitu 1
8
8m × 1
8 = 24 ×
1
8 ,
m = 3.
2. Tentukan nilai p yang memenuhi
a) 9p – 3 = 15
9p = ............
p = ......
b) 10 – 3p = 4p + 3
4.11 Sifat Kanselasi
Pada operasi penjumlahan dan perkalian bilangan real juga berlaku
sifat kanselasi. Misalkan p, q, dan r adalah bilangan real. Sifat
kanselasi pada penjumlahan yaitu jika p + r = q + r, maka p = q. Sifat
32
kanselasi pada perkalian yaitu jika p × r = q × r dan r ≠ 0, maka
p = q.
Contoh:
1. Tentukan nilai m yang memenuhi 125 + m = 175.
Soal ini dapat diselesaikan dengan menerapkan sifat
ketertambahan, namun juga dapat diselesaikan dengan
menerapkan sifat kanselasi sebagai berikut.
125 + m = 125 + 50, artinya m = 50.
2. Tentukan nilai t yang memenuhi 13t = 39.
Soal ini dapat diselesaikan dengan menerapkan sifat
ketergandaan yaitu membagi kedua ruas dengan 13, namun bisa
juga diselesaikan dengan menerapkan sifat kanselasi sebagai
berikut.
13 × t = 13 × 3, artinya t = 3.
Soal Latihan
1. Lingkari Benar (B) atau Salah (S) pada pernyataan-pernyataan
berikut ini. Apabila salah, tuliskan jawaban yang benarnya.
a. B – S Perkalian bilangan cacah bersifat asosiatif.
b. B – S Pengurangan bilangan asli bersifat tertutup.
c. B – S Invers penjumlahan dari 10 adalah 1
10
d. B – S Invers perkalian dari 25 adalah –25
33
e. B – S Operasi-operasi yang memenuhi sifat komutatif
adalah penjumlahan, pengurangan dan perkalian
bilangan rasional.
2. Pada soal berikut ini, terapkan sifat komutatif dan asosiatif
dalam menghitung hasilnya.
a. 47 + 58 + 12
b. 34 + 23 + 46 + 17
c. 4 × 3,4 × 5
3. Tentukan nilai k.
a. 5 – k = 16 – 2k
b. 4k – 8 = k + 19
c. 3,5 + 2k = 7,7
4. Sifat apakah yang ditunjukkan berikut ini sehingga ruas kiri
dapat dinyatakan menjadi seperti yang tertera pada ruas kanan?
a. (a + b) + ((−c) + c) = a + b
i. ((−c) × a) + ((−c) × b) = (−c) (a + b)
j. (−a) + (−b + b) + c = (−a) + c
k. (a × (−c)) + (b × (−c)) = (a + b) (−c)
34
5. ATURAN PENJUMLAHAN, PENGURANGAN,
PERKALIAN DAN PEMBAGIAN BILANGAN
BULAT
Tujuan Pembelajaran:
Mahasiswa mampu menyelesaikan operasi penjumlahan,
pengurangan, perkalian dan pembagian bilangan.
Operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian
bilangan bulat merupakan operasi hitung yang biasa digunakan
dalam kehidupan sehari-hari. Prosedur melakukan operasi hitung
telah diajarkan sejak sekolah dasar dan selalu digunakan baik dalam
ruang belajar maupun di luar kelas. Aturan-aturan operasi hitungpun
telah dimaklumi secara luas, misalnya perkalian dua bilangan bulat
negatif menghasilkan bilangan positif, perkalian dengan 0
menghasilkan 0, dan lain-lain. Pada bab ini akan dibahas pembuktian
aturan-aturan tersebut dimulai dari aturan penjumlahan dan
pengurangan bilangan bulat.
5.1 Aturan Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat
Berikut akan dibahas pembuktian tiga aturan penting dalam
penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.
1. (−𝑝) + (−𝑞) = −(𝑝 + 𝑞)
Bukti
(−𝑝) + (−𝑞) = (−𝑝) + (−𝑞) + 0
= (−𝑝) + (−𝑞) + (𝑝 + 𝑞) + (−(𝑝 + 𝑞))
35
= (𝑝 + (−𝑝)) + (𝑞 + (−𝑞)) + (−(𝑝 + 𝑞))
= 0 + 0 + −(𝑝 + 𝑞)
= −(𝑝 + 𝑞)
Contoh: a. −2 + (−3) = −(2 + 3) = −5
b. −4 + (−2) = −6
2. 𝑝 + (−𝑞) = 𝑝 − 𝑞
Bukti
𝑝 + (−𝑞) = 𝑝 + (−𝑞) + 0
= 𝑝 + (−𝑞) + 𝑞 − 𝑞
= 𝑝 + ((−𝑞) + 𝑞) − 𝑞
= 𝑝 + 0 − 𝑞
= 𝑝 − 𝑞
Contoh: a. 3 + (−2) = 3 − 2 = 1
b. 5 + (−1) = 4
3. 𝑝 − (−𝑞) = 𝑝 + 𝑞
Bukti
Pada no.2 telah dibuktikan bahwa 𝑝 − 𝑞 = 𝑝 + (−𝑞), maka
𝑝 − (−𝑞) = 𝑝 + (−(−𝑞))
= 𝑝 + (−(−𝑞)) + 0
= 𝑝 + (−(−𝑞)) + 𝑞 + (−𝑞)
= 𝑝 + 𝑞 + (−(−𝑞)) + (−𝑞)
= 𝑝 + 𝑞 + 0
= 𝑝 + 𝑞
36
Contoh: a. 2 − (−5) = 2 + 5 = 7
b. 3 − (−1) = 4
Soal Latihan
Jawablah soal-soal berikut.
1. –4 + (–5) =
2. 4 + (–1) =
3. –2 + (–6) =
4. 3 – (–2) =
5. –5 – (–1) =
5.2 Aturan Perkalian Bilangan Bulat
Berikut akan dibahas tiga aturan penting dalam perkalian bilangan
bulat dimulai dari aturan yang pertama yaitu perkalian dengan 0
menghasilkan 0.
1. 𝑝. 0 = 0
Bukti
𝑝. 0 = 𝑝. 0 + 0
= 𝑝. 0 + 𝑝𝑞 + (−(𝑝𝑞))
= 𝑝(0 + 𝑞) + (−(𝑝𝑞))
= 𝑝𝑞 + (−(𝑝𝑞))
= 0
37
2. 𝑝(−𝑞) = −(𝑝𝑞) dan (−𝑝)𝑞 = −(𝑝𝑞)
Aturan ini menyebutkan bahwa bilangan positif dikali
bilangan negatif, hasilnya adalah bilangan negatif.
Bukti
Pertama akan ditunjukkan bahwa 𝑝(−𝑞) = −(𝑝𝑞)
𝑝(−𝑞) = 𝑝(−𝑞) + 0
= 𝑝(−𝑞) + 𝑝𝑞 + (−(𝑝𝑞))
= 𝑝(−𝑞 + 𝑞) + (−(𝑝𝑞))
= 𝑝(0) + (−(𝑝𝑞))
= 0 + (−(𝑝𝑞))
= −(𝑝𝑞)
Selanjutnya akan ditunjukkan bahwa (−𝑝)𝑞 = −(𝑝𝑞)
(−𝑝)𝑞 = (−𝑝)𝑞 + 0
= (−𝑝)𝑞 + 𝑝𝑞 + (−(𝑝𝑞))
= (−𝑝 + 𝑝)𝑞 + (−(𝑝𝑞))
= (0)𝑞 + (−(𝑝𝑞))
= 0 + (−(𝑝𝑞))
= −(𝑝𝑞)
3. (−𝑝)(−𝑞) = 𝑝𝑞
Aturan ini menyebutkan bahwa bilangan negatif dikali
dengan bilangan negatif, hasilnya adalah bilangan positif.
Bukti
(−𝑝)(−𝑞) = (−𝑝)(−𝑞) + 0
= (−𝑝)(−𝑞) + 𝑝𝑞 + (−(𝑝𝑞))
38
= ((−𝑝)(−𝑞) + (−(𝑝𝑞))) + 𝑝𝑞
Pada aturan no.2 telah dibuktikan bahwa−(𝑝𝑞) = (−𝑝)𝑞,
maka
= ((−𝑝)(−𝑞) + ((−𝑝)𝑞)) + 𝑝𝑞
= (−𝑝)(−𝑞 + 𝑞) + 𝑝𝑞
= (−𝑝)(0) + 𝑝𝑞
= 0 + 𝑝𝑞
= 𝑝𝑞
Soal Latihan
Tentukan hasil perkalian bilangan-bilangan bulat berikut ini.
1. 1000 × 0 = ……
2. 0 × (–250) = ……
3. 4 × (–3) = ……
4. –2 × 6 = ……
5. –7 × (–2) = ………
6. Jika 50 × a = 0, maka a = …….
5.3 Aturan Pembagian Bilangan Bulat
Ingat kembali definisi pembagian bilangan bulat, yaitu 𝑝 ÷ 𝑞 =
𝑟 ⟺ 𝑝 = 𝑞𝑟, dimana 𝑞 ≠ 0. Hal ini menunjukkan bahwa operasi
pembagian berkaitan erat dengan operasi perkalian.
39
Dari aturan perkalian p(–q) = –(pq), maka menurut definisi
pembagian:
–(pq) ÷ p = –q
–(pq) ÷ (–q) = p
Begitu juga untuk (–p)q = –(pq), maka menurut definisi pembagian:
–(pq) ÷ (–p) = q
–(pq) ÷ q = –p
Demikian pula untuk (–p)( –q) = pq, maka:
pq ÷ (–p) = –q dan
pq ÷ (–q) = –p
Dari turunan di atas dapat disimpulkan:
1. Bilangan negatif dibagi bilangan positif hasilnya bilangan
negatif.
2. Bilangan positif dibagi bilangan negatif hasilnya bilangan
negatif.
3. Bilangan negatif dibagi bilangan negatif hasilnya bilangan
positif.
Berikut akan dijabarkan aturan-aturan pembagian bilangan bulat.
1. p ÷ 1 = p.
Bukti
Mencari hasil pembagian p ÷ 1 = …., artinya mencari bilangan
yang memenuhi p = 1 × …. Dari sifat identitas perkalian
40
diketahui bilangan yang memenuhi adalah p yaitu p = 1 × p. Jadi,
p ÷ 1 = p. Disimpulkan bahwa semua bilangan bulat dibagi 1
hasilnya adalah bilangan bulat itu sendiri.
Contoh:
a. 5 ÷ 1 = 5
b. –7 ÷ 1 = –7
c. 0 ÷ 1 = 0
d. 100 ÷ 1 = 100
e. –2500 ÷ 1 = –2500
2. p ÷ p = 1
Bukti
Sama seperti pembuktian no.1, mencari hasil pembagian p ÷ p
adalah mencari bilangan yang memenuhi p = p × …. Dari sifat
identitas perkalian diketahui bilangan yang memenuhi adalah 1
karena p = p × 1.
Disimpulkan bahwa setiap bilangan bulat dibagi dengan dirinya
sendiri hasilnya adalah 1.
Contoh:
a. 2 ÷ 2 = 1
b. –4 ÷ –4 = 1
c. 1000 ÷ 1000 = 1
41
3. p × (1 ÷ p) = 1
Bukti
Pembuktiaan dilakukan dengan mencari hasil perkalian
p × (1 ÷ p) = …. Dari definisi invers perkalian diketahui bahwa
(1 ÷ p) adalah invers perkalian dari p. Telah diketahui pula bahwa
hasil perkalian suatu bilangan dengan inversnya adalah 1. Jadi,
p × (1 ÷ p) = 1.
Contoh:
a. 6 × (1 ÷ 6) = 1
b. –5 × (1 ÷ (–5)) = 1
c. –30 × (1 ÷ (–30)) = 1
4. p ÷ (p ÷ q) = q
Bukti:
Untuk mencari hasil pembagian p ÷ (p ÷ q) = …, terlebih dahulu
dimisalkan (p ÷ q) = k, maka dari definisi pembagian dapat ditulis
p = q × k, atau p = k × q. Substitusikan kembali nilai k sehingga
didapatkan p = (p ÷ q) × q.
Menurut definisi pembagian, p = (p ÷ q) × q
artinya p÷(p÷q) = q.
Contoh:
a. 7 ÷ (7 ÷ 3) = 3
b. –2 ÷ ((–2) ÷ 5) = 5
c. –3 ÷ ((–3) ÷ (–4)) = –4
42
5. p ÷ q = p × (1 ÷ q)
Bukti
p ÷ q = (p ÷ q) × 1
= (p ÷ q) × [q × (1 ÷ q)]
= [(p ÷ q) × q] × (1 ÷ q)
Pada aturan 4 telah ditunjukkan bahwa p ÷ (p ÷ q) = q.
Berdasarkan definisi pembagian, ini berarti p = (p ÷ q) × q, atau
(p ÷ q) × q = p.
Jadi, [(p ÷ q) × q] × (1 ÷ q) = p × (1 ÷ q), maka terbukti
bahwa p ÷ q = p × (1 ÷ q).
Contoh:
a. 2 ÷ 3 = 2 × (1 ÷ 3)
b. 4 ÷ (–7) = 4 × (1 ÷ –7)
6. (1 ÷ p) × (1 ÷ q) = 1 ÷ pq
Bukti
(1 ÷ p) × (1 ÷ q) = 1 × (1 ÷ p) × (1 ÷ q)
= (pq ÷ pq) × (1 ÷ p) × (1 ÷ q) (aturan 2)
= [pq×(1 ÷ pq)]×(1 ÷ p) × (1 ÷ q) (aturan 4)
= [p × (1 ÷ p)] × [q × (1 ÷ q)] × (1 ÷ pq)
= 1 × 1 × (1 ÷ ab) (aturan 3)
= 1 ÷ pq
Contoh:
a. (1 ÷ 2) × (1 ÷ 3) = 1 ÷ (2.3) = 1 ÷ 6
43
b. (1 ÷ (–4)) × (1 ÷ 5) = 1 ÷ (–4.5) = 1 ÷ (–20)
c. (1 ÷ (–3)) × (1 ÷ (–6)) = 1 ÷ ((–3)( –6)) = 1 ÷ 18
7. (p ÷ q) × (r ÷ s) = pr ÷ qs
Bukti:
(p ÷ q) × (r ÷ s) = [p × (1 ÷ q)] × [r × (1 ÷ s)] (aturan 5)
= pr × [(1 ÷ q) × (1 ÷ s)]
= pr × (1 ÷ qs) (aturan 6)
= pr ÷ qs (aturan 4)
Catatan:
Perkalian (p ÷ q) × (r ÷ s) = pr ÷ qs dapat pula ditulis dalam
bentuk pecahan sebagai berikut. 𝑝
𝑞 ×
𝑟
𝑠=
𝑝𝑟
𝑞𝑠
Dapat disimpulkan bahwa cara menghitung perkalian dua
pecahan adalah pembilang kali pembilang dan penyebut kali
penyebut.
Contoh:
a. (2 ÷ 5) × (3 ÷ 4) =2
5 ×
3
4=
2 × 3
5 × 4=
6
20=
3
10
b. (1 ÷ (–5)) × (6 ÷ 7) =1
−5 ×
6
7=
1 × 6
−5 × 7=
6
−35= −
6
35
8. (p ÷ q) + (r ÷ q) = (p + q) ÷ r
Bukti
(p ÷ q) + (r ÷ q) = [p × (1 ÷ q)] + [r × (1 ÷ q)] (aturan 5)
= (p + r) × (1 ÷ q)
= (p + r) ÷ q (aturan 5)
44
Catatan:
Penjumlahan (p ÷ q) + (r ÷ q) = (p + r) ÷ q dapat pula ditulis
dalam bentuk pecahan 𝑝
𝑞+
𝑟
𝑞=
𝑝 + 𝑟
𝑞
Dapat disimpulkan bahwa cara menjumlahkan dua pecahan
berpenyebut sama adalah dengan menjumlahkan kedua
pembilangnya, sedangkan penyebutnya tetap.
Contoh:
a. (4 ÷ 5) + (7 ÷ 5) = 4
5+
7
5=
4 + 7
5=
11
5= 2
1
5
b. (3 ÷ 4) + ((–1) ÷ 4) = 3
4+
−1
4=
3 +(−1)
4=
3−1
4=
2
4=
1
2
9. (p ÷ q) ÷ (r ÷ s) = ps ÷ qr
Bukti
Dengan menggunakan bentuk pecahan, (p ÷ q) ÷ (r ÷ s) dapat
dijabarkan sebagai berikut.
(p ÷ q) ÷ (r ÷ s) =
𝑝
𝑞𝑟
𝑠
=
𝑝
𝑞𝑟
𝑠
× 1
=
𝑝
𝑞𝑟
𝑠
× 𝑠
𝑟𝑠
𝑟
= 𝑝
𝑞 ×
𝑠
𝑟
1
= 𝑝
𝑞 ×
𝑠
𝑟
45
=𝑝𝑠
𝑞𝑟
Jadi (p ÷ q) ÷ (r ÷ s) = ps ÷ qr.
Catatan: Dapat disimpulkan pembagian dua pecahan dapat
ditulis sebagai perkalian, dimana suku kedua dibalik.
Contoh
a. (3 ÷ 2) ÷ (4 ÷ 5) =3
2÷
4
5=
3 ×5
2 ×4=
15
8= 1
7
8
b. (–1 ÷ 3) ÷ (2 ÷ (–7)) =−1
3÷
2
−7=
−1 ×(−7)
3 ×2=
7
6= 1
1
6
Soal Latihan
Selesaikan soal-soal pembagian berikut ini.
1. –5 ÷ (2 ÷ (–4))
2. 5 ÷ ((–2) ÷ (–4))
3. ((–5) ÷2) ÷ (–4)
4. (–4 ÷ 3) × (2 ÷ 8)
5. (1 ÷ (–6)) × (1÷2)
6. (9 ÷ (–2)) ÷ (3÷4)
46
6. URUTAN BILANGAN BULAT
Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa mampu menentukan urutan bilangan bulat.
Urutan bilangan bulat merupakan relasi yang menggambarkan nilai
suatu bilangan bulat terhadap bilangan bulat lainnya. Urutan
bilangan bulat dapat digambarkan pada garis bilangan sebagai
berikut.
Pada garis bilangan, apabila suatu bilangan 𝑝 terletak di sebelah
kanan bilangan 𝑞, maka 𝑝 lebih besar nilainya daripada 𝑞. Namun
apabila 𝑝 berada di sebelah kiri 𝑞, maka 𝑝 lebih kecil nilainya
daripada 𝑞. Contohnya, –2 lebih besar dari –3, tetapi –2 lebih kecil
dari 0. Simbol untuk menyatakan 𝑝 lebih besar dari 𝑞 adalah 𝑝 > 𝑞,
dan simbol untuk menyatakan 𝑝 lebih kecil dari 𝑞 adalah 𝑝 < 𝑞.
Pada relasi urutan bilangan bulat berlaku sifat transitif, yaitu
jika 𝑝 < 𝑞 dan 𝑞 < 𝑟, maka 𝑝 < 𝑟. Sebagai contoh, −1 < 4 dan 4 <
5, maka −1 < 5.
Perlu diingat, 5 > 4 sama artinya dengan 4 < 5.
Begitu juga –2 < 0 sama artinya dengan 0 > –2.
Secara umum ditulis, (𝑝 > 𝑞) ⟺ (𝑞 < 𝑝) dan (𝑝 < 𝑞) ⟺ (𝑞 > 𝑝).
-2 -1 1 2 3 4 5 0 -5 -4 -3
47
Definisi urutan bilangan bulat.
Untuk bilangan bulat 𝑝 dan 𝑞, berlaku 𝑝 < 𝑞 jika dan hanya jika
terdapat sebuah bilangan bulat positif 𝑟 sehingga 𝑝 + 𝑟 = 𝑞.
Contoh:
a. 2 < 5 artinya terdapat suatu bilangan bulat positif yaitu …
sehingga 2 + … = 5.
b. –3 < –1 artinya terdapat suatu bilangan bulat positif yaitu …
sehingga –3 + … = –1.
c. –4 < 2 artinya terdapat suatu bilangan bulat positif yaitu …
sehingga –4 + … = 2.
Ingat kembali aturan pada perkalian bilangan positif dan negatif
a. Jika 𝑝 > 0 dan 𝑞 > 0 maka 𝑝𝑞 > 0
b. Jika 𝑝 > 0 dan 𝑞 < 0 maka 𝑝𝑞 < 0
c. Jika 𝑝 < 0 dan 𝑞 < 0 maka 𝑝𝑞 > 0
Poin a, b dan c di atas menyatakan bahwa perkalian bilangan positif
dengan bilangan positif menghasilkan bilangan positif; perkalian
bilangan positif dengan bilangan negatif menghasilkan bilangan
negatif; dan perkalian bilangan negatif dengan bilangan negatif
menghasilkan bilangan positif.
Ketiga poin di atas dapat juga dilihat sebagai berikut.
a. Untuk 𝑝𝑞 > 0, jika 𝑝 > 0 maka 𝑞 > 0.
Begitu juga, jika 𝑞 > 0 maka 𝑝 > 0.
b. Untuk 𝑝𝑞 > 0, jika 𝑝 < 0 maka 𝑞 < 0.
Begitu juga, jika 𝑞 < 0 maka 𝑝 < 0.
48
c. Untuk 𝑝𝑞 < 0, jika 𝑝 > 0 maka 𝑞 < 0.
Begitu juga, jika 𝑞 > 0 maka 𝑝 < 0.
Berikut ini akan dibahas beberapa sifat dan aturan yang berlaku pada
relasi urutan bilangan bulat.
1. Sifat ketertambahan pada ketaksamaan. Yaitu jika 𝑝 < 𝑞,
maka 𝑝 + 𝑐 < 𝑞 + 𝑐.
Bukti
𝑝 < 𝑞 artinya terdapat suatu bilangan bulat positif 𝑟 sehingga
𝑝 + 𝑟 = 𝑞.
Menambahkan kedua ruas dengan suatu bilangan bulat 𝑐
diperoleh (𝑝 + 𝑟) + 𝑐 = 𝑞 + 𝑐.
atau (𝑝 + 𝑐) + 𝑟 = 𝑞 + 𝑐.
Jadi, (𝑝 + 𝑐) < (𝑞 + 𝑐).
Contoh:
a. 1 < 4, maka (1 + 2) < (4 + 2) yaitu 3 < 6.
b. –2 < 5, maka (–2 + 3) < (5 + 3) yaitu 1 < 8.
c. –3 < 6, maka (–3 + (–2)) < (6 + (–2)) yaitu –5 < 4.
2. Sifat kanselasi pada ketaksamaan. Yaitu jika (𝑝 + 𝑐) < (𝑞 +
𝑐) maka 𝑝 < 𝑞.
Bukti
(𝑝 + 𝑐) < (𝑞 + 𝑐) berarti terdapat suatu bilangan bulat
positif 𝑟 sehingga (𝑝 + 𝑐) + 𝑟 = 𝑞 + 𝑐.
49
Apabila kedua ruas ditambahkan dengan – 𝑐 maka diperoleh
(𝑝 + 𝑐) + 𝑟 + (−𝑐) = 𝑞 + 𝑐 + (−𝑐). Sehingga didapatkan
𝑝 + 𝑟 = 𝑞. Ini artinya 𝑝 < 𝑞.
3. Misalkan 𝑝, 𝑞 dan 𝑟 adalah bilangan bulat.
a. Untuk 𝑟 > 0, berlaku 𝑝 < 𝑞 jika dan hanya jika 𝑝𝑟 < 𝑞𝑟.
b. Untuk 𝑟 < 0, berlaku 𝑝 < 𝑞 jika dan hanya jika 𝑝𝑟 > 𝑞𝑟.
Aturan 3a mengatakan bahwa pada ketaksamaan 𝑝 < 𝑞,
apabila kedua ruas dikalikan dengan suatu bilangan bulat
positif 𝑟, maka 𝑝𝑟 < 𝑞𝑟. Begitu juga sebaliknya, pada
ketaksamaan 𝑝𝑟 < 𝑞𝑟, apabila 𝑟 > 0, maka 𝑝 < 𝑞.
Sebagai contoh, 3 < 5. Bila kedua ruas dikalikan dengan 2,
maka diperoleh (3 × 2) < (5 × 2) yaitu 6 < 10.
Aturan 3b mengatakan bahwa pada ketaksamaan 𝑝 < 𝑞,
apabila kedua ruas dikalikan dengan suatu bilangan bulat
negatif 𝑟, maka 𝑝𝑟 > 𝑞𝑟. Begitu pula sebaliknya, pada
ketaksamaan 𝑝𝑟 > 𝑞𝑟, apabila 𝑟 < 0, maka 𝑝 < 𝑞.
Sebagai contoh, 3 < 5. Bila kedua ruas dikalikan dengan –2,
maka diperoleh (3 × (−2)) > (5 × (−2)) yaitu −6 > −10.
Dengan kata lain, apabila kedua ruas ketaksamaan dikali
dengan suatu bilangan positif, maka tanda ketaksamaannya
tetap. Namun apabila kedua ruas ketaksamaan dikali dengan
bilangan negatif, maka tanda ketaksamaannya berubah.
50
Berikut akan diberikan pembuktian untuk aturan 3a dan 3b.
3a. Untuk bilangan bulat 𝑝, 𝑞 dan 𝑟. Apabila 𝑟 > 0, berlaku 𝑝 < 𝑞
jika dan hanya jika 𝑝𝑟 < 𝑞𝑟.
Pernyataan di atas memuat relasi ‘jika dan hanya jika’, artinya
berlaku dua arah yaitu:
1) jika 𝑝 < 𝑞 maka 𝑝𝑟 < 𝑞𝑟, dan sebaliknya
2) jika 𝑝𝑟 < 𝑞𝑟 maka 𝑝 < 𝑞.
Oleh karena itu, pembuktiannya ada dua arah.
Bukti
1) Akan ditunjukkan bahwa jika 𝑝 < 𝑞 maka 𝑝𝑟 < 𝑞𝑟.
𝑝 < 𝑞 berarti terdapat bilangan bulat positif 𝑘 sehingga
𝑝 + 𝑘 = 𝑞. Apabila kedua ruas dikalikan dengan 𝑟, maka
diperoleh:
(𝑝 + 𝑘) × 𝑟 = 𝑞 × 𝑟
(𝑝𝑟) + (𝑘𝑟) = 𝑞𝑟
(𝑘𝑟) bernilai positif, maka berdasarkan definisi urutan
bilangan bulat disimpulkan bahwa 𝑝𝑟 < 𝑞𝑟.
2) Akan ditunjukkan bahwa jika 𝑝𝑟 < 𝑞𝑟 maka < 𝑞.
Pada ketaksamaan 𝑝𝑟 < 𝑞𝑟, bila kedua ruas ditambah dengan
(–𝑞𝑟), maka diperoleh:
𝑝𝑟 + (−𝑞𝑟) < 𝑞𝑟 + (−𝑞𝑟)
(𝑝 + (−𝑞)) × 𝑟 < 0
Karena 𝑟 > 0, maka (𝑝 + (−𝑞)) < 0
Lalu, menambahkan kedua ruas dengan 𝑞 diperoleh:
51
𝑝 + (−𝑞) + 𝑞 < 0 + 𝑞
Jadi, 𝑝 < 𝑞.
3b. Untuk bilangan bulat 𝑝, 𝑞 dan 𝑟. Apabila 𝑟 < 0, berlaku 𝑝 < 𝑞
jika dan hanya jika 𝑝𝑟 > 𝑞𝑟.
Pernyataan ini berarti:
1) jika 𝑝 < 𝑞 maka 𝑝𝑟 > 𝑞𝑟, dan sebaliknya
2) jika 𝑝𝑟 > 𝑞𝑟 maka 𝑝 < 𝑞.
Bukti
1) Akan ditunjukkan bahwa jika 𝑝 < 𝑞 maka 𝑝𝑟 > 𝑞𝑟.
𝑝 < 𝑞 berarti berarti terdapat bilangan bulat positif 𝑘 sehingga
𝑝 + 𝑘 = 𝑞.
Tambahkan kedua ruas dengan – 𝑘, diperoleh:
𝑝 = 𝑞 + (−𝑘)
Mengalikan kedua ruas dengan 𝑟, diperoleh:
𝑝𝑟 = (𝑞 + (−𝑘))𝑟
𝑝𝑟 = 𝑞𝑟 + (−𝑘𝑟) atau 𝑞𝑟 + (−𝑘𝑟) = 𝑝𝑟
Karena (−𝑘𝑟) > 0, maka menurut definisi urutan bilangan
bulat disimpulkan bahwa 𝑞𝑟 < 𝑝𝑟, atau 𝑝𝑟 > 𝑞𝑟.
2) Akan ditunjukkan bahwa 𝑝𝑟 > 𝑞𝑟 maka 𝑝 < 𝑞.
𝑝𝑟 > 𝑞𝑟
𝑝𝑟 + (−𝑞𝑟) > 𝑞𝑟 + (−𝑞𝑟)
(𝑝 + (−𝑞)) × 𝑟 > 0
Karena 𝑟 < 0 maka (𝑝 + (−𝑞)) < 0
𝑝 + (−𝑞) + 𝑞 < 0 + 𝑞
Jadi, 𝑝 < 𝑞.
52
Soal Latihan
Untuk soal nomor 1 sampai 6, pilihlah pilihan jawaban yang paling
benar. Soal nomor 1 sampai 4 dikutip dari buku Herry Sukarman
yang berjudul Teori Bilangan.
1. Jika p, q, dan r bilangan bulat dan p > q, maka ….
a. p × r > q × r
b. p × r < q × r
c. p – r > q – r
2. Jika a × (–c) < b × (–c) maka a < b. Dari pernyataan ini dapat
disimpulkan bahwa
a. c adalah bilangan bulat tidak nol
b. c adalah bilangan bulat positif
c. c adalah bilangan bulat negatif
3. Jika (p + q) × r < 0 dan (p + q) > 0, maka …..
a. p > q
b. r > 0
c. r < 0
4. Jika p, q, r, dan s bilangan bulat dengan p > q dan r > s, maka
pernyataan yang benar adalah …..
a. p × r > q × r
b. p + r > q + r
c. p – q > r – s
53
Soal nomor 5 dan 6 berikut ini dikutip dari laporan penelitian
Zachary Scott McIntyre (2005).
Untuk soal 7 dan 8, uraikan jawaban Anda.
7. Jika 𝑎 > 0, kapankah 𝑎𝑏 bernilai negatif?
8. Jika diketahui (𝑝 + 𝑞) (𝑝𝑞) > 0 dan 𝑝𝑞 < 0, maka apa yang
dapat disimpulkan tentang 𝑝 dan 𝑞?
5. Diketahui x adalah suatu bilangan Riil. Apabila x < 5,
maka manakah yang benar dari tiga pilihan jawaban
berikut ini?
a. x + 1 = 5
b. x + 1 < 5
c. x + 1 < 6
6. Apabila diketahui x adalah bilangan Riil yang nilainya
lebih besar dari 7, maka nilai 2x + 1 ….
a. sama dengan 17
b. lebih besar dari 15
c. lebih besar dari 16
54
7. KETERBAGIAN BILANGAN BULAT
Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa mampu menentukan keterbagian suatu bilangan bulat.
Konsep keterbagian berkaitan erat dengan konsep faktor dan
kelipatan. Pada bab ini akan dibahas tentang keterbagian bilangan
bulat dan teorema-teorema yang berlaku pada keterbagian bilangan
bulat.
Definisi Keterbagian
Untuk bilangan bulat 𝑝 dan 𝑞, 𝑝 habis membagi 𝑞 (ditulis 𝑝|𝑞) jika
dan hanya jika terdapat tepat satu bilangan bulat 𝑘 sehingga 𝑝𝑘 = 𝑞.
Contoh:
3|18 karena terdapat tepat satu bilangan bulat yaitu 6 sehingga
3×6 =18.
3∤20 (dibaca: 3 tidak habis membagi 20) karena tidak terdapat
bilangan bulat 𝑘 yang memenuhi 3 × 𝑘 = 20.
4|32 karena terdapat tepat satu bilangan bulat yaitu 8 sehingga
4×8 =32.
4∤25 karena tidak terdapat bilangan bulat 𝑘 yang memenuhi
4 × 𝑘 = 25.
Sebagaimana dapat dilihat dari contoh di atas, jika 𝑝|𝑞 maka 𝑝 adalah
faktor dari 𝑞; dan 𝑞 adalah kelipatan dari 𝑝.
55
Dari yang berikut ini, manakah yang benar?
a. 77|7
b. 7|77
c. 24|24
d. 0|24
e. 24|0
Berikut akan dibahas beberapa teorema yang berlaku pada
keterbagian bilangan bulat.
1. Jika 𝑝|𝑞 dan 𝑞|𝑟, maka 𝑝|𝑟.
Bukti
𝑝|𝑞 berarti terdapat satu bilangan bulat 𝑘 sehingga 𝑝𝑘 = 𝑞.
Begitu juga 𝑞|𝑟 berarti terdapat satu bilangan bulat 𝑚 sehingga
𝑞𝑚 = 𝑟. Dengan mensubstitusikan 𝑝𝑘 = 𝑞 ke 𝑞𝑚 = 𝑟 diperoleh
𝑝𝑘𝑚 = 𝑟. Atau ditulis 𝑝(𝑘𝑚) = 𝑟. Karena 𝑘𝑚 adalah bilangan
bulat, maka berdasarkan definisi keterbagian dapat disimpulkan
bahwa 𝑝|𝑟.
Contoh:
a. Jika 3|6 dan 6|24 maka 3|24.
b. Jika (–2)|4 dan 4|8 maka (–2)|8.
c. Jika 5|(–10) dan (–10)|250 maka 5|250.
2. Jika 𝑝|𝑞 dan 𝑝|𝑟 maka 𝑝|(𝑞 + 𝑟).
Bukti
56
𝑝|𝑞 berarti terdapat suatu bilangan 𝑚 sehingga 𝑝𝑚 = 𝑞. Begitu
juga 𝑝|𝑟 berarti terdapat suatu bilangan 𝑛 sehingga 𝑝𝑛 = 𝑟. Jika
dijumlahkan, 𝑝𝑚 + 𝑝𝑛 = 𝑞 + 𝑟
𝑝(𝑚 + 𝑛) = 𝑞 + 𝑟
(𝑚 + 𝑛) adalah suatu bilangan bulat, maka dari definisi
keterbagian dapat disimpulkan bahwa 𝑝|(𝑞 + 𝑟).
Contoh:
a. Jika 4|12 dan 4|16 maka 4|(12 + 16) yaitu 4|28.
b. Jika 2|(–6) dan (–6)|18 maka 2|(–6+18) yaitu 2|12.
c. Jika (–3)| (–9) dan (–9)|27 maka (–3)|( (–9 + 27) yaitu (–
3)|18.
3. Jika 𝑝|𝑞 maka 𝑝|𝑟𝑞 untuk sembarang bilangan bulat 𝑟. Dengan
kata lain, jika 𝑝|𝑞, maka 𝑝 membagi semua kelipatan 𝑞.
Bukti
𝑝|𝑞 berarti terdapat bilangan bulat 𝑘 sehingga 𝑝𝑘 = 𝑞. Apabila
kedua ruas dikali dengan suatu bilangan bulat 𝑟, maka diperoleh
𝑝𝑘𝑟 = 𝑞𝑟. Atau dapat ditulis 𝑝(𝑘𝑟) = 𝑞𝑟. Menurut definisi
keterbagian, dapat disimpulkan bahwa 𝑝|𝑞𝑟.
Contoh:
Diketahui 5|30. Maka 5| (30 × (–2))
5| (30 × 0)
5| (30 × 4)
5| (30 × 31), dan seterusnya.
57
4. Jika 𝑝|𝑞 dan 𝑞|𝑝 maka 𝑝 = 𝑞 atau 𝑝 = −𝑞.
Bukti
𝑝|𝑞 berarti terdapat bilangan bulat 𝑘 sehingga 𝑝𝑘 = 𝑞. Begitu
juga, 𝑞|𝑝 berarti terdapat bilangan bulat 𝑙 sehingga 𝑞𝑙 = 𝑝.
Dengan mensubstitusikan 𝑞 = 𝑝𝑘 ke 𝑞𝑙 = 𝑝, diperoleh 𝑝𝑘𝑙 = 𝑝.
Menurut aturan perkalian, haruslah 𝑘𝑙 = 1. Hal ini hanya
dipenuhi oleh 𝑘 = 𝑙 = 1 atau 𝑘 = 𝑙 = −1.
Untuk 𝑘 = 𝑙 = 1 maka 𝑝𝑘 = 𝑞 menjadi 𝑝 = 𝑞.
Untuk 𝑘 = 𝑙 = −1 maka 𝑞𝑙 = 𝑝 menjadi 𝑝(−1) = 𝑞 atau
𝑝 = −𝑞.
Soal Latihan
Jawablah soal-soal berikut. Untuk nomor 1 dan 2, lingkari semua
pilihan jawaban yang Anda anggap benar.
1. Diantara yang berikut ini mana sajakah yang benar?
a. 2|4
b. 4|2
c. 6|60
d. 60|6
e. 3|(–9)
f. (–9)|3
2. Diketahui 5|10. Maka mana sajakah dari yang berikut ini yang
benar?
58
a. 5 adalah faktor dari 10.
b. 10 adalah faktor dari 5.
c. 5 adalah kelipatan dari 10.
d. 10 adalah kelipatan dari 5.
Untuk soal nomor 3 sampai 5, uraikan jawaban Anda.
3. Benarkah jika 𝑝 > 𝑞, maka 𝑝 tidak habis membagi 𝑞?
4. Benarkah jika 𝑝|𝑚 dan 𝑞|𝑛 maka 𝑝𝑞|𝑚𝑛? Jika benar, buktikan
dan berikan contohnya.
5. Benarkah jika 𝑝|𝑚 dan 𝑝|𝑛 maka 𝑝|(𝑚 − 𝑛)? Jika benar,
buktikan dan berikan contohnya.
59
8. FAKTOR PERSEKUTUAN TERBESAR (FPB)
Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa mampu menentukan fpb dari 2 bilangan atau lebih.
Pada Bab Pendahuluan telah dijelaskan makna dari faktor. Pada bab
ini akan dibahas tentang faktor persekutuan terbesar (FPB) dari dua
bilangan. Untuk itu perhatikan uraian berikut ini.
Bilangan 24 dihasilkan dari perkalian bilangan-bilangan asli berikut.
24 = 1 × 24
= 2 × 12
= 3 × 8
= 4 × 6
Jadi, faktor-faktor dari 24 adalah 1, 2, 3, 4, 6, 8, 12 dan 24.
Bagaimana dengan faktor-faktor dari 36? Bilangan 36 didapatkan
dari perkalian bilangan-bilangan asli berikut.
36 = 1 × 36
= 2 × 18
= 3 × 12
= 4 × 9
= 6 × 6
Jadi, faktor-faktor dari 36 adalah 1, 2, 3, 4, 6, 9, 12, 18 dan 36.
60
Dari jabaran di atas dapat dilihat bahwa faktor-faktor persekutuan
dari 24 dan 36 adalah 1, 2, 3, 4, 6 dan 12. Secara umum, istilah faktor
persekutuan dapat didefinisikan sebagai berikut.
Definisi faktor persekutuan.
Untuk bilangan bulat 𝑘, 𝑝 dan 𝑞, apabila 𝑘|𝑝 dan 𝑘|𝑞 maka 𝑘 adalah
faktor persekutuan dari 𝑝 dan 𝑞.
Telah didapatkan faktor-faktor persekutuan dari 24 dan 36 di atas,
yaitu 1, 2, 3, 4, 6 dan 12. Dari fakor-faktor persekutuan ini, manakah
faktor persekutuan terbesarnya? Jawabannya adalah 12. Oleh karena
itu 12 disebut sebagai faktor persekutuan terbesar (FPB) dari 24 dan
36, ditulis fpb(24, 36) = 12.
Secara umum, istilah FPB dapat didefinisikan sebagai berikut.
Definisi FPB.
Suatu bilangan bulat 𝑟 adalah faktor persekutuan terbesar dari
bilangan bulat 𝑝 dan 𝑞, ditulis 𝑟 = fpb(𝑝, 𝑞), apabila 𝑟 lebih besar
dari semua faktor-faktor persekutuan 𝑝 dan 𝑞.
Contoh:
1. fpb(3, 12) = ....
2. fpb(15, 24) = ....
3. fpb(45, 60) = ....
4. fpb(9, 23) = ....
5. fpb(17, 25) = ....
61
Catatan. Jika fpb(𝑝, 𝑞) = 1, maka dikatakan 𝑝 dan 𝑞 saling prima
atau 𝑝 prima relatif dengan 𝑞.
Berapakah FPB dari 32 dan 0?
Menggunakan cara yang sama seperti sebelumnya, mula-mula
dijabarkan faktor-faktor dari masing-masing 32 dan 0.
32 = 1 × 32
= 2 × 16
= 4 × 8
Jadi, faktor dari 32 adalah 1, 2, 4, 8, 16 dan 32.
Bagaimana dengan faktor-faktor dari 0?
0 = 0 × 0
= 0 × 1
= 0 × 2
= 0 × 3
dan seterusnya.
Jadi faktor dari 0 adalah semua bilangan bulat.
Dapat dilihat bahwa faktor-faktor persekutuan dari 32 dan 0 adalah
1, 2, 4, 8, 16 dan 32. Dan faktor persekutuan terbesarnya adalah 12,
ditulis fpb(32, 0) = 32.
Kesimpulan apakah yang dapat Anda ambil dari penjabaran di atas?
62
Tentukanlah:
fpb(12, 0) = ….
fpb(15, 0) = ….
fpb(0, 127) = ….
fpb(5374, 0) = …
Ada beberapa cara menentukan FPB dari dua bilangan. Salah
satunya adalah dengan cara mendaftarkan faktor-faktor persekutuan
dari kedua bilangan tersebut sebagaimana dicontohkan di atas. Cara
lainnya adalah dengan pohon faktor atau faktorisasi prima.
Cara-cara ini dapat digunakan untuk menentukan FPB dari
dua bilangan yang relatif kecil nilainya. Namun untuk bilangan yang
besar, misalnya menentukan FPB dari 31.145 dan 387.597,
dibutuhkan cara lain yang lebih efisien. Oleh karena itu berikut ini
akan dibahas tentang algoritma pembagian.
Algoritma Pembagian
Untuk memahami tentang algoritma pembagian, terlebih dahulu
mari ingat kembali cara pembagian yang diajarkan di SD dengan
cara bersusun ke bawah. Misalnya 117 ÷ 31. Soal ini diselesaikan
sebagai berikut.
Pada penyelesaian soal di atas, 117 adalah bilangan yang dibagi
(dividen), 31 adalah pembagi (divisor), 3 adalah hasil bagi
63
(quotient), dan 24 adalah sisa pembagian (remainder). Jadi
pembagian 117 ÷ 31 dapat ditulis sebagai 117
31= 3 +
24
31. Apabila
kedua ruas dikali dengan 31, maka penulisannya menjadi 117 =
31 × 3 + 24.
Secara umum, pembagian 𝑏 oleh 𝑎 dengan hasil bagi 𝑞 dan
sisa pembagian 𝑟 dapat ditulis sebagai berikut:
𝑏
𝑎= 𝑞 +
𝑟
𝑎 atau 𝑏 = 𝑎𝑞 + 𝑟
Contoh:
a. 9 : 4 = 9
4= 2
1
4 atau
9
4= 2 +
1
4 dapat juga ditulis menjadi:
9 = 2 × 4 + 1.
b. 16 : 5 = 16
5= 3
1
5 atau
16
5= 3 +
1
5 dapat juga ditulis menjadi:
16 = 5 × 3 + 1.
Berkaitan dengan penjabaran di atas, berikut ini diberikan dua
teorema yang dapat membantu memudahkan dalam menentukan fpb
dari dua bilangan.
Teorema 1.
Untuk bilangan bulat a dan b, dimana a > 0, terdapat satu pasang
bilangan bulat q dan r sehingga b = aq + r dengan 0 ≤ r < a , dimana
q adalah hasil bagi dan r adalah sisa pembagian b oleh a.
64
Contoh:
1. Misalkan a = 7 dan b = 12, maka 12 : 7 dapat ditulis menjadi
12 = 7q + r. Di sini, q = 1 dan r = 5, yaitu 12 = 7 × 1 + 5.
2. Misalkan a = 4 dan b = 21, maka 21 : 4 dapat ditulis menjadi
21 = 4q + r. Di sini q = 5 dan r = 1, yaitu 21 = 4 × 5 + 1.
3. Misalkan a = 3 dan b = 18, maka 18 : 3 dapat ditulis menjadi
18 = 3q + r. Di sini q = 6 dan r = 0, yaitu 18 = 3 × 6 + 0.
Teorema 2.
Untuk bilangan bulat a, b, q dan r, berlaku aturan berikut ini.
Jika b = aq + r, maka fpb(b, a) = fpb(a, r).
Contoh:
1) 12 = 7 × 1 + 5.
Maka menurut teorema di atas, fpb(12, 7) = fpb(7, 5) = 1.
2) 18 = 3 × 6 + 0.
Maka fpb(18, 3) = fpb(3, 0) = 3.
3) 26 = 4 × 6 + 2.
Maka fpb(26, 4) = fpb(4, 2) = 2.
65
Dengan bantuan teorema 1 dan 2, kita dapat menentukan FPB dari
dua bilangan a dan b dengan menggunakan algoritma pembagian
berkali-kali sehingga kita hanya menentukan FPB dari dua bilangan
yang masing-masing lebih kecil dari a dan b. Prosedur penentuan
FPB dengan cara ini dinamakan Algoritma Euclid atau Algoritma
Pembagian.
Contoh:
1. Gunakan Algoritma Pembagian untuk menentukan FPB dari
24 dan 36.
Jawab
36 = 24 × 1 + 12
24 = 12 × 2 + 0
Menurut Teorema 2, fpb(36,24) = fpb(24, 12) = fpb(12, 0) = 12.
Jadi, FPB dari 24 dan 36 adalah 12.
2. Pada sebuah olimpiade, ada 2 kota yang bertanding. Kota A
mengirimkan 5767 orang perwakilan dan Kota B, 4453 orang.
Jika perwakilan kedua kota dikelompokkan ke dalam beberapa
grup yang anggotanya sama banyak,
a. Berapa maksimal grup yang dapat dibentuk?
b. Berapa banyak masing-masing perwakilan Kota A dan Kota B
pada tiap grup?
66
Jawab
a. Soal ini adalah soal FPB. Maksimal banyak grup yang dapat
dibentuk adalah FPB dari 5767 dan 4453.
5767 = 4453 × 1 + 1314.
4453 = 1314 × 3 + 511
1314 = 511 × 2 + 292
511 = 292 × 1 + 219
292 = 219 × 1 + 73
219 = 73 × 3 + 0
Menurut teorema 2, fpb(5767,4453) = fpb(4453,511) =
fpb(511,292) = fpb(292, 219) = fpb(219, 73)= fpb(73, 0) = 73.
Jadi FPB dari 5767 dan 4453 adalah 73. Maka maksimal
banyak grup yang dapat dibentuk adalah sebanyak 73 grup.
b. Banyak perwakilan dari Kota A pada tiap grup adalah 5767 :
73 = 79 orang; dan Kota B = 4453 : 73 = 61 orang.
3. Coba tentukan FPB dari 260 dan 632.
632 = 260 × …. + ….
260 = 112 × …. + ….
112 = 36 × …. + …..
36 = 4 × …. + 0
Jadi, fpb(632, 260) = fpb(4, 0) = ....
4. Tentukan FPB dari 314 dan 159.
5. Tentukan fpb(305, 185).
67
Catatan. untuk bilangan bulat a dan b berlaku,
fpb(a, b) = fpb(–a, b) = fpb(a, –b) = fpb(–a, –b).
Algoritma pembagian memudahkan kita menentukan FPB dari dua
bilangan. Bagaimana dengan FPB dari tiga bilangan atau lebih?
Teorema berikut ini menjelaskan cara menentukan FPB dari tiga
bilangan atau lebih.
Teorema 3.
fpb(𝑝1, 𝑝2, 𝑝3, … , 𝑝𝑘) = fpb(fpb(𝑝1, 𝑝2), 𝑝3, … , 𝑝𝑘)
Menurut Teorema 3 di atas, untuk menentukan FPB dari 𝑘 buah
bilangan 𝑝1, 𝑝2, sampai dengan 𝑝𝑘, dilakukan dengan menentukan
FPB dari dua bilangan terlebih dahulu. Misalkan telah didapatkan
fpb(𝑝1, 𝑝2) = 𝑑. Selanjutnya ditentukan fpb(d, 𝑝3), dan seterusnya
sehingga pada akhirnya tinggal ditentukan FPB dari dua bilangan
saja.
Contoh:
1. Tentukan FPB dari 36, 24, 54 dan 27.
Jawab
fpb(54, 36, 27, 24) = ....
Mula-mula ditentukan FPB dari 2 bilangan, misalkan 54 dan
36. Kedua bilangan ini cukup mudah ditentukan FPB nya
dengan cara biasa atau cara faktorisasi prima. Didapatkan
fpb(54, 36) = 9. Selanjutnya ditentukan fpb 9 dan 27, yaitu
68
fpb(9, 27) = 9. Kemudian tinggal dicari fpb dari 9 dan 24,
yaitu fpb(9, 24) = 3.
Proses di atas dapat ditulis sebagai berikut.
fpb(54, 36, 27, 24) = fpb((fpb(54, 36)), 27, 24)
= fpb(9, 27, 24)
= fpb((fpb(9, 27)), 24)
= fpb(9, 24)
= 3
2. Tentukan fpb dari 25, 81, 46 dan 63.
3. Tetukan fpb dari 100, 144 dan 164.
4. Tentukan fpb dari 90, 138, 150 dan 162.
5. Kakak mempunyai 12 pulpen, 36 buku dan 20 pensil dan
akan dibagikan ke dalam beberapa parcel yang isinya sama
banyak. Berapa maksimal banyak parcel yang dapat Kakak
buat? Berapa isi masing-masing pulpen, buku dan pensil
pada tiap parcel?
Soal Latihan
Untuk soal-soal berikut ini, tentukan salah atau benar dan berikan
alasannya.
1. B – S Sisa pembagian dari 120 : 9 adalah 5.
2. B – S Jika 𝑚|𝑛 dan 𝑝|𝑛 maka 𝑛 adalah faktor persekutuan
dari 𝑚 dan 𝑝.
69
3. B – S Diketahui 𝑎 dan 𝑏 mempunyai hanya dua faktor
persekutuan yaitu 𝑟 dan 𝑠. Jika 𝑟 < 𝑠, maka
𝑠 = fpb(𝑎, 𝑏).
4. B –S fpb(921, 654) = 3.
5. B –S fpb(315, 81, 72, 125) = 3.
70
9. KELIPATAN PERSEKUTUAN TERKECIL
(KPK)
Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa mampu menentukan kpk dari 2 bilangan atau lebih.
Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai faktor suatu bilangan.
Pada bab ini akan dibahas tentang kelipatan bilangan dan kelipatan
persekutuan terkecil (KPK) dari dua bilangan.
Konsep kelipatan berkaitan erat dengan konsep faktor.
Sebagaimana telah dijabarkan sebelumnya, jika 4 habis membagi 8
maka 4 adalah faktor dari 8. Jelas bahwa 8 diperoleh dari mengalikan
4 dengan suatu bilangan bulat, maka 8 dikatakan sebagai kelipatan
dari 4. Berapa sajakah kelipatan dari 4? Kelipatan 4 didapatkan dari
mengalikan 4 dengan bilangan bulat lainnya. Namun pada buku ini,
pembahasan kelipatan dibatasi pada bilangan asli saja.
4 × 1 = 4
4 × 2 = 8
4 × 3 = 12
4 × 4 = 16
4 × 5 = 20
4 × 6 = 24
dan seterusnya.
Jadi, himpunan kelipatan dari 4 adalah {4, 8, 12, 16, 20, 24, ...}.
Berapa sajakah kelipatan dari 6?
71
Himpunan kelipatan dari 6 adalah {6, 12, 18, 24, 30, 36, ...}.
Perhatikan himpunan kelipatan 4 dan 6. Tampak bahwa 4 dan 6
memiliki kelipatan persekutuan, yaitu 12, 24, 36, dan seterusnya.
Diantara kelipatan-kelipatan persekutuan ini, yang paling kecil
nilainya adalah 12 maka 12 dikatakan sebagai KPK dari 4 dan 6,
ditulis kpk[4, 6] = 12.
Secara umum, istilah KPK dapat didefinisikan sebagai berikut.
Definisi KPK.
Bilangan bulat positif 𝑟 adalah KPK dari 𝑝 dan 𝑞 apabila 𝑝|𝑟 dan
𝑞|𝑟, dan 𝑟 juga habis membagi semua kelipatan persekutuan dari 𝑝
dan 𝑞.
Perhatikan kembali contoh di atas, kpk[4, 6] = 12. Ini berarti 4|12
dan 6|12. Juga 12 habis membagi semua kelipatan persekutuan
lainnya dari 4 dan 6, yaitu 12|24, 12|36, dan seterusnya.
Ada beberapa cara menentukan KPK dari dua bilangan atau lebih.
Berikut ini akan dibahas satu persatu.
1. Metode irisan himpunan.
Yaitu dengan mendata himpunan kelipatan dari bilangan-
bilangan yang akan ditentukan KPK nya.
Contoh:
72
a. Tentukan KPK dari 3 dan 8.
Himpunan kelipatan dari 3 = {3,6,9,12,15, 18, 21, 24, ...}
Himpunan kelipatan dari 8 = {8,16,24, 32, 40, 48, 56, ...}
Jadi KPK dari 3 dan 8 adalah 24. Ditulis kpk[3, 8] = 24.
b. Tentukan KPK dari 15, 45 dan 60.
Himpunan kelipatan dari 15 = {15,30, 45, 60, ..., 180, ...}
Himpunan kelipatan dari 45 = {45, 90, 135, 180, 225, ...}
Himpunan kelipatan dari 60 = {60,120,180, 240, 300, ...}
Jadi, kpk[15, 45, 60] = 180.
2. Metode faktorisasi prima.
Yaitu dengan menentukan faktor-faktor prima dari bilangan-
bilangan yang akan dicari KPK nya.
Contoh:
a. Tentukan KPK dari 8 dan 12.
Faktorisasi prima dari 8 adalah 2 × 2 × 2 = 23.
Faktorisasi prima dari 12 adalah 2 × 2 × 3 = 22 × 3.
kpk[8, 12] adalah sebuah bilangan yang merupakan
kelipatan dari 8 dan juga kelipatan dari 12 sehingga ia
harus memuat semua faktorisasi prima dari 8 dan 12
sebagai faktornya. Tapi, untuk faktor prima yang sama,
cukup diambil bilangan prima dengan pangkat tertinggi
saja. Di sini, 23 adalah kelipatan dari 22, oleh karena itu
cukup diambil 23 saja.
Jadi, kpk[8, 12] = 23 × 3 = 8 × 3 = 24.
73
b. Tentukan KPK dari 15, 45 dan 60.
15 = 3 × 5
45 = 3 × 3 × 5 = 32 × 5
60 = 2 × 2 × 3 × 5 = 22 × 3 × 5
Jadi, kpk[15, 45, 60] = 22 × 32 × 5 = 4 × 9 × 5 = 180.
Metode faktorisasi prima tampaknya lebih efisien dibandingkan
metode irisan himpunan, terutama jika bilangan-bilangan yang
terlibat nilainya cukup besar. Pada bab berikutnya akan dibahas cara
lain menentukan KPK dari dua bilangan yaitu dengan melibatkan
FPB kedua bilangan tersebut.
Soal Latihan
Jawablah soal-soal berikut ini.
1. Tentukan KPK dari 28 dan 36.
2. Tentukan KPK dari 14, 38 dan 54.
3. Budi dan Anto bekerja sebagai pengawas kebersihan. Budi
melakukan pemeriksaan setiap 84 hari sekali, sedangkan
Anto setiap 56 hari sekali. Jika hari ini Budi dan Anto
melakukan pemeriksaan kebersihan bersama-sama,
kapankah mereka bertemu untuk pemeriksaan kebersihan
berikutnya?
74
10. HUBUNGAN FPB DAN KPK DARI DUA
BILANGAN
Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa mampu menggunakan rumus hubungan fpb dan kpk
untuk menentukan kpk dari 2 bilangan.
Pada bab 8 dan 9 telah dibahas tentang cara menentukan FPB dan
KPK. Juga telah dikaji tentang algoritma pembagian untuk
menentukan FPB dari dua bilangan yang nilainya cukup besar. Pada
bab ini akan dibahas tentang cara menentukan KPK dari dua
bilangan dengan melibatkan FPB dari kedua bilangan tersebut.
Hubungan FPB dan KPK dari dua bilangan dinyatakan oleh
teorema berikut ini.
Teorema 1.
Untuk bilangan bulat 𝑝 dan 𝑞 berlaku, 𝑓𝑝𝑏(𝑝, 𝑞) × 𝑘𝑝𝑘[𝑝, 𝑞] = 𝑝𝑞.
Contoh:
1. fpb(12, 16) = 4 dan kpk[12, 16] = 48.
Dapat dilihat bahwa,
fpb(12,16) × kpk[12,16] = 12 × 16
4 × 48 = 12 × 16
192 = 192.
75
2. fpb(24, 56) = 8 dan kpk[24, 56] = 168.
Dapat dilihat bahwa,
fpb(24,56) × kpk[24,56] = 24 × 56
8 × 168 = 24 × 56
1344 = 1344
Teorema 1 menyebutkan bahwa untuk menentukan KPK dari dua
bilangan 𝑝 dan 𝑞 dapat digunakan rumus berikut.
𝑘𝑝𝑘[𝑝, 𝑞] = (𝑝 × 𝑞) ÷ 𝑓𝑝𝑏(𝑝, 𝑞)
Atau dapat juga ditulis,
𝑘𝑝𝑘[𝑝, 𝑞] =𝑝 × 𝑞
𝑓𝑝𝑏(𝑝, 𝑞)
Teorema ini dapat digunakan untuk menentukan KPK dari dua
bilangan yang cukup besar nilainya. Sedangkan untuk bilangan-
bilangan yang nilainya relatif kecil, KPK nya lebih mudah
ditentukan dengan menggunakan metode irisan himpunan atau
metode faktorisasi prima.
Contoh:
1. Tentukan KPK dari 212 dan 326.
Jawab
Untuk menggunakan rumus kpk[212, 326] = (212×326) ÷
fpb(212, 326), terlebih dahulu dicari FPB dari 212 dan 326.
FPB bisa ditentukan dengan faktorisasi prima atau dengan
menggunakan algoritma pembagian sebagai berikut.
76
326 = 212 × 1 + 114
212 = 114 × 1 + 98
114 = 98 × 1 + 16
98 = 16 × 6 + 2
16 = 2 × 8 + 0
Jadi fpb(212, 326) = 2
Maka kpk[212, 326] = (212 × 326) ÷ 2 = 69.112 ÷ 2 =
34.556
2. Tentukan KPK dari 12378 dan 3054.
Jawab
FPB dari 12378 dan 3054 ditentukan dengan algoritma
pembagian.
12378 = 3054 × 4 + 162
3054 = 162 × 18 + 138
162 = 138 × 1 + 24
138 = 24 × 5 + 18
24 = 18 × 1 + 6
18 = 6 × 3 + 0
Jadi fpb(12378, 3054) = 6.
Maka kpk[12378, 3054] = (12378 × 3054) ÷ (12378, 3054)
= 37.802.412 ÷ 6
= 6.300.402
77
Teorema 2.
Jika fpb(p, q) = 1 maka kpk[p, q] = pq.
Teorema 2 merupakan turunan dari teorema 1. Teorema ini
menyebutkan bahwa jika p prima relatif dengan q yaitu FPB nya =
1, maka KPK dari p dan q sama dengan pq.
Contoh:
a. fpb(5, 6) = 1, maka kpk[5, 6] = 5 × 6 = 30
b. fpb(9, 13) = 1, maka kpk[9, 13] = 9 × 13 = 117
Soal Latihan
Jawablah soal-soal berikut ini.
1. Misalkan fpb(a,b) = d, apakah d habis membagi kpk[a, b]?
2. Misalkan suatu bilangan bulat 𝑘 habis membagi KPK dari
bilangan bulat 𝑝 dan 𝑞, apakah 𝑘 juga habis membagi FPB
dari 𝑝 dan 𝑞? Jelaskan.
3. Untuk bilangan bulat 𝑝 dan 𝑞, jika diketahui 𝑝|𝑞
tunjukkanlah bahwa KPK dari 𝑝 dan 𝑞 adalah 𝑞.
4. Dengan menggunakan hubungan FPB dan KPK, tentukanlah
KPK dari:
a. 260 dan 632.
b. 214 dan 1023.
c. 90, 105 dan 315.
78
11. KEKONGRUENAN BILANGAN
Tujuan Pembelajaran
1. Mahasiswa mampu menentukan kekongruenan suatu
bilangan.
2. Mahasiswa mampu menyelesaikan masalah kontekstual
yang berkaitan dengan kekongruenan bilangan.
Materi kekongruenan bilangan atau aritmetika modular merupakan
kajian tentang salah satu bentuk sistem bilangan yang meliputi
bilangan cacah. Pembahasan tentang kekongruenan bilangan serupa
dengan pembahasan tentang jam duaan, jam tigaan, jam empatan,
jam limaan, dan lain-lain yang pernah dipelajari di SD. Contohnya
pada jam limaan, bilangan yang digunakan adalah lima bilangan
cacah pertama yaitu 0, 1, 2, 3, dan 4. Penulisannya biasanya
digambarkan seperti jam sebagai berikut.
Pada jam limaan tidak ada bilangan lain, hanya kekongruenannya
saja. Contohnya, bilangan 5 kongruen dengan 0;
6 kongruen dengan 1;
7 kongruen dengan 2;
8 kongruen dengan 3;
2
4
3
1
0
79
9 kongruen dengan 4;
10 kongruen dengan 0;
11 kongruen dengan 1;
12 kongruen dengan 2;
dan seterusnya.
Hal ini dapat dijelaskan lebih rinci sebagai berikut. Pada jam
limaan,
5 = 5 × 1 + 0, jadi 5 kongruen dengan 0.
6 = 5 × 1 + 1, jadi 6 kongruen dengan 1.
7 = 5 × 1 + 2, jadi 7 kongruen dengan 2.
8 = 5 × 1 + 3, jadi 8 kongruen dengan 3.
9 = 5 × 1 + 4, jadi 9 kongruen dengan 4.
10 = 5 × 2 + 0, jadi 10 kongruen dengan 0.
11 = 5 × 2 + 1, jadi 11 kongruen dengan 1.
12 = 5 × 2 + 2, jadi 12 kongruen dengan 2.
dan seterusnya.
Dengan kata lain, nilai kekongruenan suatu bilangan di jam limaan
sama dengan sisa pembagian bilangan tersebut oleh 5.
Untuk memantapkan pemahaman Anda tentang jam limaan,
jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut.
1. Berapa nilai 12 pada jam limaan?
Jawab
12 = 5 × ... + ...., jadi 12 kongruen dengan ....
80
2. Bilangan-bilangan apa saja yang kongruen dengan 2 pada
jam limaan?
Jawab
Di jam limaan, bilangan yang kongruen dengan 2 adalah:
2 + 5 = 7;
7 + 5 = 12;
12 + 5 = 17;
17 + 5 = 22;
22 + 5 = 27;
dan seterusnya.
Jadi 2 kongruen dengan 7, 12, 17, 22, dan seterusnya.
3. Berapa nilai 100 pada jam limaan?
Jawab
100 = 5 × .... + ...., jadi 100 kongruen dengan ....
Perhatikan bahwa pada jam limaan, semua kelipatan 5
kongruen dengan 0.
4. Berapa nilai 250 pada jam limaan?
Jawab
250 juga adalah kelipatan 5, maka 250 kongruen dengan 0.
5. Berapa nilai 254 pada jam limaan?
Jawab
254 = 5 × .... + .... Jadi 254 kongruen dengan ....
81
6. Berapa nilai 69 pada jam limaan?
Jawab
69 = 5 × .... + .... Jadi 69 kongruen dengan ....
Pada jam enaman, bilangan yang digunakan adalah enam bilangan
cacah pertama yaitu 0, 1, 2, 3, 4, dan 5.
Pada jam enaman, 6 kongruen dengan 0;
7 kongruen dengan 1;
8 kongruen dengan 2;
9 kongruen dengan 3;
10 kongruen dengan 4;
Cara menentukan kekongruenan di atas sama seperti pada jam
limaan yaitu dengan menentukan nilai hasil bagi.
Berkaitan dengan jam enaman, mari kaji pertanyaan-pertanyaan
berikut ini.
1. Berapa nilai 25 pada jam enaman?
Jawab
25 = 6 × 4 + 1, jadi 25 kongruen dengan 1.
2. Bilangan-bilangan apa saja yang kongruen dengan 1?
Jawab
Di Jam enaman, bilangan yang kongruen dengan 1 adalah:
1 + 6 = 7;
7 + 6 = 13;
13 + 6 = 19;
82
19 + 6 = 25;
dan seterusnya.
Jadi bilangan yang kongruen dengan 1 adalah 7, 13, 19, 25,
dan seterusnya.
3. Berapa nilai 35 pada jam enaman?
Jawab
35 = 6 × ... + .... Jadi, 35 kongruen dengan ....
4. Bilangan-bilangan apa saja yang kongruen dengan 5?
Pada jam duabelasan, bilangan yang digunakan adalah 0 sampai 11.
Jam duabelasan tampak mirip dengan jam yang kita gunakan sehari-
hari, hanya saja angka yang digunakan adalah 0 sampai 11.
Perhatikan gambar jam duabelasan berikut.
Berapa nilai 15 pada jam duabelasan?
Berapa nilai 20 pada jam duabelasan?
Berapa nilai 24 pada jam duabelasan?
Berapa nilai 28 pada jam duabelasan?
11 10
9
8 7
6 5
4
2
3
1 0
83
Apabila sekarang pukul 3, pukul berapakah 12 jam lagi? 24 jam
lagi? 30 jam lagi?
Penjabaran tentang jam limaan dan seterusnya di atas merupakan
pengantar untuk memahami konsep kekongruenan bilangan. Berikut
ini diberikan definisi dari kekongruenan.
Definisi Kekongruenan
Jika m suatu bilangan positif, maka a kongruen dengan b modulo m
(ditulis a ≡ b (mod m)), jika dan hanya jika terdapat bilangan bulat
k sehingga a = mk + b.
Contoh:
1. Pada jam duabelasan, 15 = 12 × 1 + 3, disini nilai k = 1.
Jadi, 15 kongruen dengan 3, ditulis 15 ≡ 3 (mod 12).
2. Pada jam enaman, 24 = 6 × 4 + 0, disini nilai k = 4.
Jadi, 24 kongruen dengan 0, ditulis 24 ≡ 0 (mod 6)
3. Hitunglah kekongruenan 25 dan 30 pada modulo 12.
Jawab
25 = 12 × … + ….
Jadi 25 kongruen dengan ...., ditulis 25 ≡ …. (mod 12).
30 = 12 × … + ….
Jadi, 30 kongruen dengan ...., ditulis 30 ≡ …. (mod 12).
84
4. 142 ≡ …. (mod 5).
5. 215 ≡ …. (mod 4).
Catatan.
1) Pada kekongruenan bilangan, perhitungan hasil operasi
hitung seperti penjumlahan dan perkalian sama seperti pada
bilangan real. Tetapi nilai bilangannya bergantung pada
modulo nya.
2) Pada kekongruenan bilangan berlaku aturan berikut.
Jika ac ≡ bc (mod m) dan fpb(c, m) = d maka
a ≡ b (mod 𝑚
𝑑).
Contoh:
1. Berapakah hasil 142 + 59 di modulo 5?
Jawab
Di modulo 5, 142 kongruen dengan 2 dan 59 kongruen dengan 4.
Maka 142 + 59 ≡ 2 + 4 ≡ 6 ≡ 1 (mod 5).
2. Berapakah hasil 142 × 59 di modulo 6?
Jawab
142 × 59 ≡ 4 × 5 ≡ 20 ≡ 2 (mod 6).
85
3. Tentukan nilai p yang memenuhi 5p ≡ 10 (mod 8).
Jawab
5p ≡ 10 (mod 8) dapat ditulis sebagai 5p ≡ 5.2 (mod 8).
Kedua ruas dibagi 5 sehingga didapatkan p ≡ 2 (mod 8
𝑓𝑝𝑏(5,8))
Yaitu p ≡ 2 (mod 8
1)
p ≡ 2 (mod 8).
4. Tentukan nilai a yang memenuhi 3a ≡ 20 (mod 12).
Jawab
3a ≡ 20 (mod 12)
3a ≡ 6 (mod 12).
3a ≡ 3.2 (mod 12).
Kedua ruas dibagi 3, didapatkan a ≡ 2 (mod 12
𝑓𝑝𝑏(3,12))
a ≡ 2 (mod 12
3)
a ≡ 2 (mod 4)
Berikut ini akan diberikan contoh penerapan kekongruenan bilangan
pada masalah kontekstual.
Contoh Soal
1. Misalkan sekarang hari selasa. Seribu hari lagi jatuh pada hari
apa?
Jawab
Ada 7 hari dalam seminggu, berarti yang digunakan adalah
modulo 7.
86
0 1 2 3 4 5 6
Sel Rab Kam Jum Sab Min Sen
Jika hari ini hari Selasa, maka 7 hari lagi adalah Selasa, 14 hari
lagi juga Selasa, 21 hari lagi juga Selasa, dst.
Semua kelipatan 7 di modulo 7 senilai dengan 0.
Sekarang akan dicari nilai kekongruenan 1000 pada modulo 7,
yaitu
1000 ≡ …. (mod 7)
Atau, 1000 = 7 × …. + …..
yaitu 1000 = 7 × 142 + 6, berarti 1000 ≡ 6 (mod 7).
Jadi, 1000 hari lagi jatuh pada hari Senin.
2. Ibu membeli manik-manik biru dan merah untuk membuat
perhiasan. Harga manik biru adalah Rp500 per butir, dan manik
merah Rp800 per butir. Jika ibu membayar Rp1800, berapa butir
masing-masing manik biru dan merah yang ibu beli?
Jawab
Misalkan p = banyaknya manik biru yang dibeli ibu, dan
q = banyaknya manik merah yang dibeli ibu,
maka model matematika untuk masalah di atas adalah
500p + 800q = 1800
87
Kedua ruas dibagi dengan 100, diperoleh bentuk yang lebih
sederhana:
5p + 8q = 18.
Persamaan seperti ini dinamakan dengan persamaan Diophantin
yaitu sebuah persamaan yang memuat beberapa variabel, dimana
penyelesaiannya berupa bilangan bulat.
Persamaan diophantin dapat diselesaikan dengan kekongruenan.
Ingat definisi kekongruenan yaitu
a = mk + b ↔ a ≡ b(mod m), k ∈ Z.
Berdasarkan definisi di atas, persamaan 5p + 8q = 18 dapat
ditulis menjadi
i) 18 = 5p + 8q, atau
ii) 18 = 8q + 5p.
Dari persamaan i, bentuk kekongruenannya adalah
18 ≡ 8q (mod 5) atau 8q ≡ 18 (mod 5).
Dari persamaan ii, bentuk kekongruenannya adalah
18 ≡ 5p (mod 8) atau 5p ≡ 18 (mod 8).
Pilih salah satu kekongruenan yang lebih mudah untuk
diselesaikan.
Misalkan kita pilih 5p ≡ 18 (mod 8).
5p ≡ 2 (mod 8)
88
Cari bilangan lain yang kongruen dengan 2 di modulo 8 yang
habis dibagi oleh 5.
5p ≡ 10 (mod 8)
5p ≡ 5 × 2 (mod 8)
Ingat: jika ac ≡ bc (mod m) dan (c, m) = d maka a ≡ b (mod 𝑚
𝑑)
Maka diperoleh p ≡ 2 (mod 8).
Artinya p = 8t + 2 untuk suatu bilangan bulat t.
Substitusikan nilai p ke persamaan 5p + 8q = 18, diperoleh:
8q = 18 – 5(8t + 2)
8q = 18 – 40t – 10
8q = 8 – 40t
q = 1 – 5t
Jadi solusi untuk persamaan 500p + 800q = 1800 adalah
p = 8t + 2 dan q = 1 – 5t, untuk suatu bilangan bulat t.
Pilih t = 0 sehingga didapatkan p = 2 dan q = 1
(Kita tidak akan mengambil nilai t yang lain, mengapa?)
Jadi, jawaban dari soal no.2 adalah Ibu membeli manik biru
sebanyak 2 butir dan manik merah 1 butir.
89
3. Tiket masuk suatu taman wisata adalah Rp7000 untuk anak-
anak dan Rp15.000 untuk orang dewasa. Jika total tiket yang
terjual hari ini adalah senilai Rp51.000, berapa lembar masing-
masing tiket anak-anak dan tiket dewasa yang terjual?
Jawab
Misalkan a = banyak tiket anak-anak yang terjual, dan
b = banyak tiket dewasa yang terjual,
Model matematika untuk masalah di atas adalah
7000a + 15000b = 51.000,
atau disederhanakan menjadi 7a + 15b = 51
berarti 15b ≡ 51 (mod 7)
b ≡ 2 (mod 7)
Jadi, b = 7t + 2 untuk suatu bilangan bulat t.
Substitusi nilai b ke persamaan 7a + 15b = 51, diperoleh:
7a = 51 – 15(7t + 2)
7a = 51 – 105t – 30
7a = 21 – 105t
a = 3 – 15t
Masukkan t = 0 diperoleh a = 3 dan b = 2.
(Apakah perlu dimasukkan nilai t yang lain?)
Jadi, tiket yang terjual adalah 3 lembar tiket anak-anak dan 2
lembar tiket dewasa.
90
Soal Latihan
1. Pak Amad menjual sejumlah telur ayam dan telur itik dengan
harga Rp180 per telur ayam dan Rp290 per telur itik. Pak
Amad menerima hasil penjualan semua telurnya sejumlah
Rp2.890. Berapa banyak telur yang dijual pak Amad?
2. Ulang tahun Nita yang ke-17 jatuh pada hari Rabu. Apabila
ada 360 hari dalam satu tahun, pada hari apakah ulang tahun
Nita yang ke 20?
3. Ibu membeli dua jenis jeruk. Jeruk A harganya Rp3.000 per
kg, dan jeruk B Rp4.000 per kg. Jika Ibu membayar
Rp44.000, berapa kg jeruk A dan B yang Ibu beli?
4. Sebuah lift dapat menampung berat hingga 268 kg. Jika rata-
rata berat seorang anak adalah 12 kg dan dewasa adalah 52
kg, berapa banyak anak-anak dan dewasa yang dapat
ditampung lift tersebut secara bersamaan?
91
DAFTAR PUSTAKA
McIntyre, Z.S. (2005). An analysis of variable misconceptions
before and after various collegiate level mathematics
courses. Thesis: University of Maine.
Negoro, S. T. & Harahap, B. (2010). Ensiklopedia Matematika
Edisi keenam. Bogor Selatan: Penerbit Ghalia Indonesia.
Nelson, D. (2003). Dictionary of Mathematics. England:
Penguin Books Ltd.
Sukarman, H. (1993). Teori Bilangan. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
92
GLOSARIUM
Bilangan : konsep yang menyatakan banyaknya
anggota suatu himpunan.
Bilangan bulat : bilangan yang terdiri atas 0 dan bilangan
bulat positif serta bilangan bulat negatif.
Bilangan komposit : bilangan asli yang mempunyai lebih dari 2
faktor.
Bilangan negatif : bilangan yang nilainya lebih kecil dari 0.
Bilangan positif : bilangan yang nilainya lebih besar dari 0.
Bilangan prima : bilangan asli yang mempunyai tepat 2 faktor.
Definisi : penjelasan atau pembatasan arti suatu
konsep atau istilah.
Faktor : bilangan yang habis membagi bilangan
tertentu. Contohnya, 2 adalah faktor dari 8
karena 2 habis membagi 8.
Faktor persekutuan : faktor yang sama dari 2 bilangan atau lebih.
Faktorisasi prima : penguraian suatu bilangan menjadi perkalian
bilangan-bilangan prima.
Himpunan : sekumpulan objek yang didefinisikan
dengan jelas.
Invers penjumlahan : lawan penjumlahan dari suatu bilangan,
yaitu jika suatu bilangan dijumlahkan
dengan inversnya maka menghasilkan 0.
Invers perkalian : kebalikan dari suatu bilangan, yaitu jika
suatu bilangan dikalikan dengan inversnya
maka menghasilkan 1.
Jika dan hanya jika : salah satu relasi matematika yang
menunjukkan hubungan dua arah.
Pernyataan “p jika dan hanya jika q”
menunjukkan relasi dua arah yaitu jika p
benar maka q juga benar. Demikian pula
sebaliknya, jika q benar maka p benar.
Kelipatan : bilangan yang diperoleh dari menjumlahkan
suatu bilangan dengan dirinya sendiri
sebanyak n kali, dimana n adalah bilangan
asli. Contohnya, 12 adalah kelipatan dari 3,
yaitu 12 = 3 + 3 + 3 + 3 atau 12 = 4 x 3.
93
Kelipatan persekutuan: kelipatan yang sama dari 2 bilangan atau
lebih.
Kesamaan : pernyataan matematika yang menggunakan
relasi “=”.
Ketaksamaan : pernyataan matematika yang menggunakan
relasi “≠”, “>”, “<”, “≥”, atau “≤”.
Kongruen : sama nilainya.
Model matematika : representasi suatu masalah menggunakan
simbol-simbol matematika.
Modulo : kekongruenan.
Operasi hitung : pengerjaan terhadap bilangan seperti
penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan
pembagian.
Persamaan : kalimat matematika yang memuat variabel
dan menggunakan relasi “=”.
Pertidaksamaan : kalimat matematika yang memuat variabel
dan menggunakan relasi “≠”, “>”, “<”, “≥”,
atau “≤”.
Relasi : hubungan.
Substitusi : penggantian.
Urutan bilangan : posisi suatu bilangan dibandingkan dengan
bilangan lainnya pada garis bilangan.
Variabel : peubah yang digunakan untuk mewakili
suatu bilangan yang belum diketahui
nilainya.
94
INDEKS
algoritma pembagian, 62, 65,
74, 75, 76
asosiatif, 20, 23, 25, 32, 33
bilangan, 2, 3, 20, 23, 28, 29,
36, 38, 40, 41, 46, 48, 50,
51, 54, 55, 56, 57, 59, 60,
61, 62, 63, 64, 65, 67, 70,
71, 73, 74, 75, 77, 79, 80,
82, 85, 87, 88, 89, 93
bilangan asli, 6
bilangan bulat, 1, 7, 8, 18, 19,
34, 36, 38, 39, 40, 46, 47,
48, 49, 50, 51, 54, 55, 56,
57, 60, 61, 63, 64, 67, 70,
74, 77, 83, 87, 88, 89, 92
bilangan cacah, 6, 7, 15, 16,
17, 18, 32, 78, 81
bilangan ganjil, 6
bilangan genap, 6
bilangan imajiner, 5, 9
bilangan irrasional, 9
bilangan komposit, 6, 92
bilangan negatif, 37, 39, 47,
49
bilangan positif, 25, 26, 27,
34, 37, 39, 47, 49, 83
bilangan prima, 6, 11, 12, 13,
14, 72, 92
bilangan rasional, 7, 19, 33
bilangan real, 5, 9, 30, 31, 84
definisi, 15, 18, 19, 38, 39,
41, 42, 50, 51, 55, 56, 83,
87
desimal, 1, 2, 5, 7, 8
distributif, 20, 29
faktor, 3, 6, 11, 13, 54, 58,
59, 60, 61, 62, 68, 69, 70,
72, 92
faktor persekutuan, 59, 60,
61, 62, 68, 69
faktor persekutuan terbesar,
59, 60
faktorisasi prima, 62, 67, 72,
73, 75
himpunan, 1, 5, 6, 7, 11, 15,
18, 19, 70, 71, 73, 75, 92
identitas perkalian, 27, 39, 40
invers, 20, 28, 31, 41
irisan, 71, 73, 75
kanselasi, 31, 32, 48
kekongruenan, 78, 79, 81, 83,
84, 85, 86, 87, 93
kelipatan, 3, 54, 56, 58, 70,
71, 72, 80, 86, 92, 93
kelipatan persekutuan
terkecil, 70
ketaksamaan, 48, 49, 50
keterbagian, 54, 55, 56
ketergandaan, 31, 32
ketertambahan, 30, 32, 48
komutatif, 20, 22, 25, 33
kongruen, 78, 79, 80, 81, 82,
83, 84, 88
modulo, 83, 84, 85, 86, 88
operasi hitung, 15, 18, 19, 20,
22, 28, 29, 34, 84
pangkat, 72
pecahan, 5, 7, 8, 9, 19, 43, 44,
45
penyebut, 43
persamaan, 30, 31, 87, 88, 89
2
persamaan diophantin, 87
persen, 5, 7, 8
prima relatif, 61, 77
reciprocal, 29
relasi, 46, 48, 50, 92, 93
sifat tertutup, 16, 17, 18, 19,
20
sifat transitif, 46
teorema, 4, 11, 54, 55, 63, 64,
65, 66, 74, 77
unit, 6
unsur identitas, 20, 27
urutan bilangan, iii, 46
95
Buku Teori Bilangan untuk Mahasiswa PGSD ini
bertujuan untuk membekali mahasiswa PGSD
dengan konsep-konsep penting yang berkaitan
dengan teori bilangan. Materi yang dikaji
mencakup himpunan bilangan, operasi hitung
bilangan, sifat-sifat dan aturan-aturan yang
berlaku pada operasi hitung bilangan, urutan
bilangan, penentuan faktor persekutuan
terbesar (FPB) dan kelipatan persekutuan
terkecil (KPK), serta kekongruenan bilangan.
Buku ini dilengkapi dengan contoh soal dan soal-
soal latihan untuk membantu pembaca,
khususnya mahasiswa PGSD, dalam memahami
teori bilangan.
top related