tb paru kasus lalai
Post on 31-Jan-2016
265 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB IPENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh
Mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB
baru dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB
dan 98% kematian akibat TB di dunia, terjadi pada negara-negara berkembang.
Penyakit ini hampir selalu fatal tanpa pengobatan, penderita TB di Indonesia
mencapai sekitar 583.000 kasus per tahun. Secara nasional TB membunuh kira-
kira 140.000 orang per tahun atau setiap hari 43 orang meninggal karena penyakit
TB ini.(1)
Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah
pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina
dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB di dunia.
Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian
101.000 orang. Insidensi Tuberculosis dilaporkan meningkat secara drastis pada
dekade terakhir ini di seluruh dunia termasuk juga di Indonesia. Penyakit ini
biasanya banyak terjadi pada negara berkembang atau yang mempunyai tingkat
sosial ekonomi menengah ke bawah. Tuberculosis merupakan penyakit infeksi
penyebab kematian dengan urutan atas atau angka kematian (mortalitas) tinggi,
angka kejadian penyakit (morbiditas), diagnosis dan terapi yang cukup lama.(1)
WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam
penanggulangan TB sejak tahun 1995. Penanggulangan tuberculosis dengan
strategi DOTS bertujuan menurunkan angka kesakitan dan angka kematian TB,
memutuskan rantai penularan, serta mencegah terjadinya MDR-TB yang mana
salah satu faktor risiko terjadinya MDR TB adalah terapi TB yang terputus.
Perluasan strategi DOTS ke rumah sakit merupakan tantangan besar bagi
keberhasilan Indonesia dalam mengendalikan TB. Dalam perkembangannya saat
ini sekitar 40% dari seluruh rumah sakit yang ada di Indonesia telah
melaksanakan strategi DOTS. Hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh
tim TB External Monitoring Mission pada tahun 2005 dan evaluasi yang
1
dilakukan oleh WHO serta program nasional TB menunjukkan bahwa meskipun
angka penemuan kasus TB di rumah sakit cukup tinggi, angka keberhasilan
pengobatan masih rendah yaitu dibawah 50% dengan angka default yang
mencapai 50% sampai 80%.(2,3)
Jika tidak ditangani secara tepat, mortalitas penyakit ini mendekati 100%,
tetapi dengan pengobatan yang dini dan adekuat mortalitas dapat di tekan. Karena
itu penanggulangan TB tidak hanya terkait dengan masalah kesehatan saja namun
juga mencakup masalah sosial, ekonomi, sikap dan prilaku penderita perlu
mendapat perhatian. Karena itu sangat penting untuk mengenal, mendiagnosa,
secara dini dan melakukan pengobatan yang adekuat terhadap penderita TB.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Defenisi
Tuberculosis (TB) adalah penyakit menular melalui udara yang disebabkan
oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis (MTB). TB biasanya mempengaruhi
paru-paru tetapi juga dapat mempengaruhi organ lain dari tubuh. Biasanya diobati
dengan regimen obat yang diambil selama enam bulan sampai dua tahun,
tergantung pada jenis infeksi.(4)
Bila seseorang menghirup droplet yang mengandung M.tuberculosis dari
orang yang terinfeksi, M.Tuberculosis aka masuk ke dalam tubuh bereaksi
dengan imunitas tubuh. Sebagian besar bakteri m.tuberculosis terjebak di jalur
nafas atas dan dikeluarkan oleh sel mukosa bersilia, hanya sedikit bakteri tb
sampai ke alveoli sehingga tidak ada aktivitas khusus oleh makrofag. Bila bakteri
sekresi C2a dari dindingnya + opsonisasi C3b dari bakteri untuk merusak
makrofag, barulah makrofag aktif.(4)
Pada fase inisial (asimptomatik), basil MTB multiplikasi dan dengan cepat
membunuh makrofag yang memberi signal kemotaksis sehingga monosit non
aktif datang dari darah ke tempat tersebut untuk memfagosit basil yang dihasilkan
dari makrofag yang lisis. Setelah 2-4 minggu, tubuh memberi respon terhadap
perkembangan MTB dengan terjadinya: 1. Kerusakan jaringan akibat dari
hipersensitivitas lambat. 2. Aktivasi makrofag untuk membunuh dan mencerna
MTB yang akibatnya terbentuk pengkijuan sebagai lesi primer.(4)
2.2. Patogenesis Tuberkulosis Paru
Tuberculosis Primer
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau
dibersihkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel
infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada
tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk, dan kelembapan. Bila partikel
infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran nafas atau
jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5
3
mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian oleh
makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag
keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya.(5)
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma
makrofag. Dari sini dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang
bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberculosis pneumonia kecil
dan disebut sarang primer atau afek primer (focus) Ghon. Sarang primer ini dapat
terjadi di setiap bagian jaringan paru dan bisa juga menuju organ lain di luar paru.(5)
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju
hilus (limfangitis local) dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening
(limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis local+ limfadenitis regional
membentuk kompleks primer. Semua proses ini selanjutnya dapat menjadi : (5)
Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat
Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotic,
kalsifikasi di hilus, dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang
dormant
Berkomplikasi dan menyebar secara : perkontinuitatum, bronkogen,
limfogen, dan hematogen.
Tuberculosis Pasca Primer
Kuman yang dormant pada tuberculosis primer akan muncul bertahun-
tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberculosis dewasa
(tuberculosis post primer/ TB sekunder). Tuberculosis sekunder terjadi karena
imunitas menurun seperti malnutrisi, alcohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS,
gagal ginjal. Tuberculosis pasca primer ini dimulai dengan sarang dini yang
berlokasi di regio atas paru (bagian apical posterior lobus superior atau inferior).
Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru.(1,5)
Sarang dini ini mula-mula juga terbentuk sarang pneumoni kecil. Dalam 3-
10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari
sel-sel histiosit dan sel datia-langhans (sel besar dengan banyak inti) yang
dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.(1,5)
TB pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda
4
menjadi TB usia tua. Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya dan imunitas
pasien, sarang ini dapat menjadi : (1,5)
Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
Sarang yang meluas, tapi segera menyembuh dengan serbukan jaringan
fibrosis. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang
menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami
nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju
dibatukkan keluar akan terjadi kavitas.
Di sini lesi sangat kecil, tetapi bakteri sangat banyak, kavitas dapat meluas
kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas ini masuk ke
dalam peredaran darah arteri, maka akan terjadi TB milier. Lesi ini juga dapat
memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma, menjadi cair dan
kavitas lagi. Dapat juga menyembuh dengan membungkus diri menjadi kecil.(1,5)
2.3. Penemuan Pasien TB
A. Gejala Klinis
Keluhan yang dapat dirasakan penderita antara lain:(6,7)
1. Demam. Demam biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi
kadang-kadang panas badan mencapai 40-41ºC. Serangan demam pertama
dapat sembuh sebentar , tetapi kemudian dapat timbul kembali.
2. Batuk/batuk darah. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk
ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang luar. Sifat batuk
dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul
peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut
adalah batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
3. Sesak napas. Sesak napas ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang
infiltrasinya meliputi setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri dada. Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga
menimbulkan pleuritis.
5. Malaise. Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu
makan, badan makin kurus, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam,
dan lain-lain.
5
B. Pemeriksaan Fisik Dan Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan fisik(6)
Pada pemeriksaan fisik pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan
terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimptomatik.
Penyakit baru dicurigai dengan didapatkannya kelainan radiologis dada pada
pemeriksaan rutin atau uji tuberculin yang positif.
a. Inspeksi: Inspeksi keadaan umum pasien, mungkin ditemukan konjungtiva
mata atau kulit yang pucat karena anemia, demam, badan kurus atau berat badan
menurun.
b. Palpasi : Sulit menilai dari palpasi dinding dada
c. Perkusi : Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian
apeks (puncak paru). Bila dicurigai ada infiltrate yang cukup luas, maka
didapatkan perkusi yang redup. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi
memberikan suara hipersonor atau timfani. Bila tuberculosis mengenai pleura,
tejadi efusi pleura, pada perkusi terdengar suara beda.
d. Auskultasi : TB paru yang menimbulkan infiltrat yang luas didapatkan
auskultasi suara napas bronchial, didapatkan juga suara napas tambahan berupa
ronki basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila infiltrate diliputi oleh penebalan
pleura, suara napas menjadi vesikuler melemah. Pada efusi pleura akibat TB Paru
menimbulkan suara napas yang melemah sampai tidak terdengar sama sekali pada
auskultasi toraks.
Pemeriksaan Penunjang(6)
a. Pemeriksaan Dahak Mikroskopis
Untuk pemeriksaan TB paru, semua pasien susupek TB diperiksa 3
spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu-pagi-sewaktu. Diagnosis TB
paru ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pemeriksaan dahak
mikroskopis juga digunakan untuk menilai keberhasilan pengobatan dan
menentukan potensi penularan.
Sewaktu : dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung
pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk
mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
6
Pagi : dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua , segera setalah
bangun tidur.
Sewaktu : dahak dikumpulkandi UPK pada hari kedua, saat menyerahkan
dahak pagi.
b. Pemeriksaan Biakan (kultur TB)
Berfungsi untuk mengidentifikasi M.tuberkulosis ( gold standard), dan
untuk mengetahui apakah kuman BTA pada pasien tersebut masih peka/sensitive
terhadap OAT yang digunakan atau sudah persisten. Indikasi kultur TB dan uji
resistensi OAT :
Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronis
Pasien TB ekstraparu dan pasien TB anak
Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan ganda
c. Pemeriksaan Radiologis
Lokasi lesi tuberkulosis biasanya di apeks paru (segmen apikal lobus atau
segmen apikal lobus bawah), tetpai dapat juga, mengenai lobus bawah (bagian
inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya pada tuberkulosis
endobronkial).
Pada awal penyakit, gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan
dan dengan batas-batas yang tida tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka
bayangan terlihat berupa bulatan batas yang tegas. Lesi ini disebut tuberkuloma.
Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis.
Lama-lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis
terlihat bayang yang bergaris-garis. Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai
bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
Indikasi pemeriksaan foto thoraks adalah :
Hanya ada 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus
ini foto thoraks diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA
positif
Ketiga specimen dahak negative setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negative dan tidak ada perbaikan
setelah pemberiaan antibiotic non OAT.
7
Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang
memerlukan penanganan khusus (seperti : penumothoraks, pleuritis
eksudativa, efusi perikarditis, atau efusi pleura) dan hemoptisis berat,
untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma.
2.5. Klasifikasi Penyakit Dan Tipe Pasien
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB memerlukan “defenisi
kasus yang meliputi 4 hal :(6)
8
1. lokasi : organ tubuh yang sakit, TB Paru atau TB ekstraparu
2. bakteriologi : TB BTA positif atau TB BTA negatif
3. tingkat keparahan penyakit : TB ringan atau TB berat
4. riwayat pengobatan TB sebelumnya : TB baru atau TB sudah pernah diobati
Ada beberapa tipe pasien berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, yaitu :(5)
a. kasus baru : pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari 1 bulan (4 minggu)
b. kasus kambuh (relaps) : pasien TB yang sebelumnya pernah mendapatkan
pengobatan lengkap/dinyatakan sembuh, didiagnosis kembali dengan BTA positif.
c. kasus putus berobat (default) : pasien yang telah berobat dan putus berobat 2
bulan atau lebih dengan BTA positif
d. kasus gagal (failure) : pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif
atau kembali menjadi positif pada bulan ke lima atau lebih selama pengobatan.
e. pindahan (transfer in) : pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki
register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
f. lain-lain : semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan di atas. Dalam
kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan
masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.
2.6. Penatalaksanaan TB Secara Umum(6)
Pengobatan tuberculosis bertujuan untuk menyembuhan penderita,
mencegah kematian, mencegah kekambuhan, dan menurunkan tingkat penularan.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan
fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Panduan obat yang digunakan terdiri dari paduan
obat utama dan tambahan.
A. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)(6)
Pengobatan TB DepKes RI 2007
Tujuan pengobatan TB
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah
9
terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.
Jenis OAT Sifat
Dosis yang direkomendasikan
(mg/kgBB)
Harian 3x seminggu
Isoniazid (H) Bakterisid5
(4-6)
10
(8-12)
Rifampicin (R) Bakterisid10
(8-12)
10
(8-12)
Pyrazinamide (Z) Bakterisid25
(20-30)
35
(30-40)
Streptomycin (S) Bakterisid15
(12-18)
15
(12-18)
Ethambutol (E) Bakteriostatik15
(15-20)
30
(20-35)
Prinsip Pengobatan(6)
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis
Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap awal (intensif)(6)
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam
2 bulan.
10
Tahap Lanjutan(6)
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama.
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan
Paduan OAT yang digunakan di Indonesia(6)
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis di Indonesia:
o Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
o Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
o Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
o Kategori Anak: 2HRZ/4HR
Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa
obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara
ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak. Tablet OAT KDT ini terdiri dari
kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan
berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
Paket Kombipak.
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid
dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini
disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang
mengalami efek samping OAT KDT.
Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket,
dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan
(kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien
dalam satu (1) masa pengobatan.
KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas
obat dan mengurangi efek samping.
2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya
resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep
11
3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi
sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien
Paduan OAT dan peruntukannya(6,7,8)
a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
• Pasien baru TB paru BTA positif.
• Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
• Pasien TB ekstra paru
Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1
Berat BadanTahap Intensif tiap hari
selama 56 hari
RHZE (150/75/400/275)
Tahap lanjutan 3 kali
seminggu selama 16
minggu
RH (150/150)
30 – 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38 – 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55 – 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT
Dosis paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 1
Tahap
Pengobata
n
Lama
Pengobata
n
Dosis per hari/kali Jumlah
hari/kal
i
menela
n obat
Tablet
Isoniazi
d @300
mgr
Kaplet
Rifampisi
n @450
mgr
Tablet
Pirazinami
d @500
mgr
Tablet
Etambut
ol @250
mgr
Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48
12
b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)(6)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya:
• Pasien kambuh
• Pasien gagal
• Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2
Berat badan
Tahap Intensif tiap hari RHZE
(150/75/400/275) + S
Tahap Lanjutan 3
kali seminggu
Berat RH
(150/150) +
E(400)
Selama 56 hari Selama 28 hari selama 20 minggu
30-37 kg
2 tab 4KDT + 500
mg Streptomisin
inj.
2 tab 4KDT2 tab 2KDT + 2
tab Etambutol
38-54 kg
3 tab 4KDT + 750
mg Streptomisin
inj.
3 tab 4KDT3 tab 2KDT + 3
tab Etambutol
55-70 kg
4 tab 4KDT + 1000
mg Streptomisin
inj.
4 tab 4KDT4 tab 2KDT + 4
tab Etambutol
≥71 kg
5 tab 4KDT +
1000mg
Streptomisin inj.
5 tab 4KDT5 tab 2KDT + 5
tab Etambutol
13
Dosis paduan OAT Kombipak untuk Kategori 2
Tahap
Pengobata
n
Lama
Pengobata
n
Tablet
Isoniasi
d @
300
mgr
Kaplet
Rifampis
in @ 450
mgr
Tablet
Pirazinam
id @ 500
mgr
Etambutol
Streptomis
in injeksi
Jumlah
hari/kal
i
menela
n obat
Tabl
et @
250
mgr
Tabl
et @
400
mgr
Tahap
Intensif
(dosis
harian)
2 bulan
1 bulan
1
1
1
1
3
3
3
3
-
-
0,75 gr
-
56
28
Tahap
Lanjutan
(dosis 3x
semggu)
4 bulan 2 1 - 1 2 - 60
Catatan:
• Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin
adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.
• Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
• Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan
aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).
c. OAT Sisipan (HRZE)(7)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori
1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).
14
Dosis KDT untuk Sisipan
Berat BadanTahap Intensif tiap hari selama 28 hari
RHZE (150/75/400/275)
30 – 37 kg 2 tablet 4KDT
38 – 54 kg 3 tablet 4KDT
55 – 70 kg 4 tablet 4KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT
Dosis OAT Kombipak untuk Sisipan
Tahap
Pengobata
n
Lamanya
Pengobata
n
Tablet
Isoniasi
d @
300
mgr
Kaplet
Ripamfisi
n @ 450
mgr
Tablet
Pirazinami
d @ 500
mgr
Tablet
Etambut
ol @ 250
mgr
Jumlah
hari/kal
i
menela
n obat
Tahap
intensif
(dosis
harian)
1 bulan 1 1 3 3 28
Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya
kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru
tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada
OAT lapis pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan terjadinya risiko
resistensi pada OAT lapis kedua.
Terapi Pembedahan(6)
Indikasi operasi
1. Indikasi mutlak
a. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetapi dahak tetap positif
b. Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif
15
c. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi
secara konservatif
2. Indikasi relatif
a. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang
b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
c. Satu kaviti yang menetap
Tindakan Invasif (Selain pembedahan)
Bronkoskopi
Punksi pleura
Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)
2.7. Pemantauan Dan Hasil Pengobatan TB(6)
Pemantauan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan
pengobatan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara
mikoskopis lebih baik dibandingkan dengan dengan pemeriksan radiologis dalam
pemantauan kemajuan pengobatan. Untuk memantau kemajuan pengobatan
dilakukan pemeriksaan spesimen sebayak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil
pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 spesimen tersebut negatif. Bila salah
satu spesimen atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tesebut
dinyatakan positif.
Tindak lanjut hasil pemeriksaan ulang dahak mikroskopik :
1. Pasien baru BTA positif, dengan pengobatan kategori 1(Pada minggu
terakhir bulan ke 2, ke 5 dan ke 6).
2. Pasien baru BTA negatif dan foto thoraks mendukung TB, dengan
pengobatan kategori 1(Pada minggu terakhir bulan ke 2, ke 5 dan ke 6).
3. Pasien BTA positif dengan pengobatan kategori 2 (Pada minggu terakhir
bulan ke 3, ke 7 dan ke 8).
Hasil pengobatan pasien TB BTA positif :(6)
Sembuh
Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan
16
pemeriksaan ulang dahak (folow up) hasilnya negatif pada Akhir Pengobatan (AP)
dan minimal satu pemeriksaan follow-up sebelmnya negatif.
Pengobatan lengkap
Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap
tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal
Meninggal
Adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab
apapun.
Pindah
Adalah pasien yang pindah berobat ke unit pengobatan lain (dengan
register kartu TB 03) dan hasil pengobatannya tidak di ketahui.
Default (Putus Berobat/lalai)
Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut turut atau lebih sebelum
masa pengobatan selesai dengan BTA positif
Gagal
Pasien yang hasil pemerisaan dahaknya tetap positif pada bulan ke lima
atau lebih selama pengobatan
2.8. Komplikasi TB Paru(6,7,9)
Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
Komplikasi dini :
Pleuritis
Efusi pleura
Empiema
Laryngitis
TB usus
Komplikasi lanjut :
Obstruksi jalan napas SOFT (sindrom obstruksi pasca tuberculosis)
Kerusakan parenkim berat
Fibrosis paru
17
Kor pulmonal
Amiloidosis
Karsinoma paru
Sindrom gagal napas dewasa
2.9. Multi Drug Resistant TB (MDR-TB)(6,7)
MDR TB adalah bentuk TB yang resistan terhadap obat di mana bakteri
TB tidak lagi dapat dibunuh oleh sekurang-kurangnya dua antibiotik terbaik,
isoniazid (INH) dan rifampisin (RIF), biasanya digunakan untuk menyembuhkan
TB. Akibatnya, bentuk ini penyakit ini lebih sulit untuk mengobati daripada TB
biasa dan membutuhkan sampai dua tahun multidrug pengobatan.
Faktor risiko:
Terapi TB yang tidak sukses
Terapi TB yang terputus
Regimen OAT sebagai terapi TB tidak tepat
Durasi terapi TB tidak tepat
Prevalensi TB yang tinggi
HIV + tidak sebagai faktor tunggal
Tanda-tanda MDR-TB
Suspek MDR-TB bila pewarnaan/kultur positif saat akhir fase inisial
(2bulan) atau fase lanjutan (bulan ke-5)
Gejala klinis tidak membaik walaupun kepatuhan pasien baik.
2.10. Penatalaksanaan MDR-TB(6)
Salah satu masalah utama pengobatan TB adalah munculnya strain
M.tuberculosis yang bersifat resistensi ganda terhadap obat primer. Resistensi
ganda dapat berkembang dengan salah satu dari dua cara yaitu resistensi obat
primer dan resistensi obat sekunder. Resistensi obat primer berkembang pada
orang yang belum menerima pengobatan TB sebelumnya, yaitu mereka yang
terinfeksi strain resistan, sedangkan resistensi sekunder atau yang diperoleh
merujuk ke resistensi yang berkembang selama periode pengobatan.
18
Untuk terapi MDR, obat anti-TB dibagi berdasarkan efikasi, pengalaman
pengobatan, dan kelas obat. Semua obat lini pertama anti-TB masuk pada grup 1,
kecuali streptomisin yang diklasifikasikan dengan agen injeksi pada grup 2.
Semua obat pada grup 2-5 (kecuali streptomisin) adalah lini kedua atau obat
cadangan. Resistensi silang maksudnya adalah terjadinya mutasi resisten (pada
M.tuberculosis) kepada satu obat anti-TB yang dapat terjadi resistensi terhadap
beberapa atau semua jenis obat yang berada pada famili yang sama.
Kelompok obat-obatan dalam pengobatan MDR-TB
Kelompok Obat (singkatan)
Kelompok 1: agen oral lini pertama Pyrazinamide (Z)
Ethambutol (E)
Rifabutin (Rfb)
Kelompok 2: agen injeksi Kanamycin (Km)
Amikacin (Am)
Capreomycin (Cm)
Streptomycin (S)
Kelompok 3: flouroquinolones Levofloxacin (Lfx)
Moxifloxacin (Mfx)
Ofloxacin (Ofx)
Kelompok 4: agen lini kedua
bakteriostatik oral
Para-aminosalicylic acid (PAS)
Cycloserine (Cs)
Terizidone (Trd)
Ethionamide(Eto)
Protionamide (Pto)
Kelompok 5: agen yang
mekanismenya belum pasti dalam
pengobatan MDR-TB
Clofazimine (Cfz)
Linezolid (Lzd)
Amoxicillin/clavilunate
(Amx/Clv)
Thioacetazone (Thz)
Imipenem/cilastatin (Ipm/Cln)
Isoniazid dosis tinggi (high-dose
H)
19
Clarithromycin (Clr)
Monitoring Pasien MDR-TB
Perlu dilakukan monitoring ketat pada pasien MDR-TB. Untuk mengetahui
respon terapi, lakukan smear sputum dan kultur setiap bulan sampai hasilnya
mengalami konversi. Konversi maksudnya adalah dua kali berturut-turut hasilnya
negatif pada smear dan kultur dalam waktu yang terpisah dalam 30 hari.
Monitoring terhadap perubahan berat badan tiap bulannya.(6,7)
Durasi Pengobatan MDR TB
Pada terapi MDR-TB, fase intensif didefinisikan sebagai lamanya
pengobatan dengan menggunakan agen injeksi. Agen injeksi harus dilanjutkan
selama 6 bulan , dan sekurangnya 4 bulan setelah pasien pertama kali pemeriksaan
kultur dan smear negatif. Melihat kembali hasil kultur, smear, x-ray, dan status
klinis dapat membantu dalam memutuskan apakah terapi dilanjutkan atau tidak.(6)
20
BAB IIILAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. R Y
Umur : 61 tahun
No. CM : 1-06-76-26
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Sawang
Suku : Aceh
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Pensiunan
Tanggal Masuk : 16 Oktober 2015
Tanggal Pemeriksaan : 23 Oktober 2015
3.2 Anamnesis
Keluhan utama : Batuk berdahak
Keluhan tambahan : Sesak nafas, demam pada malam hari,
lemas dan nafsu makan menurun
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke poli paru RSUDZA
dengan keluhan batuk berdahak dan sesak
nafas sejak 4 bulan yang lalu. Pasien juga
mengeluhkan demam pada malam hari,
lemas dan nafsu makan menurun. Pasien
pernah mengkonsumsi OAT 6 bulan pada
tahun 2014 namun hanya mengkonsumsinya
21
selama 5 bulan secara tidak teratur. Pasien
berhenti mengkonsumsi OAT karena merasa
keluhannya tidak berkurang.
Riwayat Penyakit Dahulu : TB Paru dan Diabetes Mellitus
Riwayat Penggunaan Obat : OAT 6 bulan yang dikonsumsi selama 5
bulan secara tidak teratur.
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga pasien yang mengalami
keluhan yang sama dan tidak ada yang
mempunyai riwayat TB paru.
Riwayat Kebiasaan Sosial : Riwayat merokok (+)
3.3 Pemeriksaan Tanda Vital
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Frekuensi nadi : 68 kali/ menit, regular, lemah, isi cukup
Frekuensi nafas : 20 kali/ menit, regular.
BB : 46 kg
3.4 Pemeriksaan Fisik
Kulit : sawo matang, ikterik (-), sianosis (-), edema (-)
Kepala : rambut hitam, sukar dicabut
Wajah : simetris, edema (-), deformitas (-)
Mata : anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sekret (-/-), refleks cahaya
langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+), pupil isokor
Φ 3 mm/3 mm
Telinga : kesan normotia
Hidung : sekret (-/-), cavum nasi hiperemis (-), napas cuping hidung (-)
Mulut : mukosa kering (-), sianosis (-), tremor (-), hiperemis (-), tonsil
hiperemis (-/-), T1 – T1.
Leher : retraksi suprasternal (-), pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-),
benjolan dileher (-)
22
Thoraks anterior
Pemeriksaa
n Fisik ParuThorax Dekstra Thorax Sinistra
Inspeksi Statis : simetris, bentuk normochest
Dinamis : simetris, dinding pernafasan abdominotorakal,
retraksi interkostal (-/-), jejas (-)
Palpasi
Atas
Tengah
Bawah
Fremitus taktil/ vocal:
normal
Fremitus taktil/ vocal:
normal
Fremitus taktil/vocal: normal
Fremitus taktil/ vocal: normal
Fremitus taktil/ vocal : normal
Fremitus taktil/ vocal : normal
Perkusi
Atas
Tengah
Bawah
Sonor
Sonor
Sonor
Sonor
Sonor
Sonor
Auskultasi
Atas
Tengan
Bawah
Vesikuler, rhonki (-),
wheezing (-)
Vesikuler, rhonki (-),
wheezing (-)
Vesikuler, rhonki (-),
wheezing (-)
Vesikuler, rhonki (-), wheezing
(-)
Vesikuler, rhonki (-), wheezing
(-)
Vesikuler, rhonki (-), wheezing
(-)
23
Thoraks posterior
Pemeriksaan
Fisik ParuThorax Dekstra Thorax Sinistra
Inspeksi Statis : simetris, bentuk normochest
Dinamis : simetris, retraksi interkostal (-/-), jejas (-)
Palpasi
Atas
Tengan
Bawah
Fremitus taktil/ vocal: normal
Fremitus taktil/ vocal : normal
Fremitus taktil/ vocal : normal
Fremitus taktil/vocal: Normal
Fremitus taktil/vocal: Normal
Fremitus taktil/vocal: Normal
Perkusi
Atas
Tengah
Bawah
Sonor
Sonor
Sonor
Sonor
Sonor
Sonor
Auskultasi
Atas
Tengan
Bawah
Vesikuler, rhonki (-), wheezing
(-)
Vesikuler, rhonki (-), wheezing
(-)
Vesikuler, rhonki (-), wheezing
(-)
Vesikuler, rhonki (-), wheezing
(-)
Vesikuler, rhonki (-), wheezing
(-)
Vesikuler, rhonki (-), wheezing
(-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba, thrill (-)
Perkusi : Batas-batas jantung
Atas : Sela iga III linea midclavicula sinistra
Kiri : Sela iga V linea Axilaris anterior
24
Kanan : Sela iga V satu jari linea parasternal kanan
Auskultasi : BJ I > BJ II , reguler (+), bising (-)
Abdomen
Inspeksi : simetris, distensi (-), vena kolateral (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), defans muskular (-)
Perkusi : timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi : peristaltik (n)
Ekstremitas : sianosis (-), clubbing finger (-), edema ekstremitas inferior (-)
3.5 Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium Darah 18 Oktober dan 19 Oktober 2015
Jenis Pemeriksaan
18/10/15 19/10/2015 Nilai Rujukan
Hemoglobin 10,9* 10,3* 14,0-17,0 gr/dl
Hematokrit 32* 31* 45-55 %
Eritrosit 4,0* 3,8* 4,7-6,1x106
Leukosit 12,7* 12,8* 4,5-10,5x103
Trombosit 478 566* 150-450x103
Diftel 3/0/0/74/17/6 4/0/0/70/20/6
MCV 79* 81 80-100 fl
MCH 27 27 27-31 pg
MCHC 34 33 32-36%
Na 132* 135-145 mmol/L
K 4,5 3,5-4,5 mmol/L
Cl 91 90-110 mmol/L
25
LED 102*
Laki-laki: <10 mm/jam
Perempuan: <20 mm/jam
Bilirubin total 0,2-1,0 mg/dl
Bilirubin direct 0,29 0,05-0,30 mg/dl
Bilirubin indirect 0,2-0,9 mg/dl
SGOT 94* 0-35 U/ml
SGPT 89* 0-45 U/ml
Ureum 19 13-43 mg/dL
Kreatinin 0,52* 0,67-1,17 mg/dL
b) Sputum SPS 21 Oktober 2015
Hasil Pemeriksaan BTA sputum
Sewaktu Positif (3+)
Pagi Positif (3+)
Sewaktu Positif (3+)
c) Sputum Mo, 21 Oktober 2015
Tidak ada bakteri patogen terisolasi
d) Foto Thorax, 23 Januari 2015 dan 19 Oktober 2015
26
Ekspertise 19 Oktober 2015Foto thorax AP
Cor : Besar dan bentuk normal
Pulmo : Tampak fibroinfiltrat di suprahiler kanan dan paru kiri.
Sinus costophrenicocostalis kanan tajam dan kiri tumpul.
Hemidiafragma kiri tampak tenting
Kesimpulan : TB paru
Efusi pleura kiri minimal
3.6 Diagnosa Banding
TB Paru Kasus Lalai
TB Paru Gagal Pengobatan
TB Paru MDR
3.7 Diagnosa
TB Paru Kasus Lalai + DM tipe II
3.8 Tatalaksana
IVFD RL selang seling Aminofluid 20 gtt/i
Inj. Ceftazidine 1 gr / 12 jam IV
Inj. Streptomisin 0,75 / hari IM
Inj. Novorapid 8-8-8 IU SC
Inj. Levemir 0-0-0-12 IU SC
Nebul Ventoline / 8 jam
Rimstar 1 x 3 tab
Curcuma 3 x 1 tab
Inadryl Syrup 3 x C 1
3.9 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad fungsionam : dubia ad malam
Quo ad sanactionam : dubia ad malam
27
3.10 Follow Up harian
Tanggal/Hari
RawatanCatatan Instruksi
23/10/2015 S/ Batuk berdahak (+), Lemas (+)
O/ TD: 90/60 mmHg
HR: 68x/i
RR: 20 x/i
T : 36,7°C
PF/
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
T/H/M : dalam batas normal
Leher : pemb. KGB (-)
Thoraks:I: Simetris, retraksi intercostal (-)P: SF kanan = SF kiri P : Sonor/SonorA: Ves (+/+), Wh (-/-), Rh (-/-)
Cor : BJ I>BJ II, reg, bising (-)
Abdomen: I : simetrisP: soepel, H/L/R tidakteraba, P: timpani (+)
Th/
IVFD RL selang seling Aminofluid 20 gtt/iInj. Ceftazidine 1 gr / 12 jam IVInj. Streptomisin 0,75 / hari IMInj. Novorapid 8-8-8 IU SCInj. Levemir 0-0-0-12 IU SCNebul Ventoline / 8 jamRimstar 1 x 3 tabCurcuma 3 x 1 tabInadryl Syrup 3 x C 1
P/ Cek GeneExpert
28
A: peristaltik usus (+)
Ektremitas : pucat (-/-), edema (-/-)
Ass/ TB Paru Kasus Lalai
Tanggal/Hari
Rawatan
Catatan Instruksi
24/10/2015 S/ Batuk berdahak (+), Lemas (+)
O/ TD: 100/70 mmHg
HR: 80x/i
RR: 20 x/i
T : 36,2°C
PF/
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
T/H/M : dalam batas normal
Leher : pemb. KGB (-)
Thoraks:
I: Simetris, retraksi intercostal (-)
P: SF kanan = SF kiri
P : Sonor/Sonor
A: Ves (+/+), Wh (-/-), Rh (-/-)
Cor : BJ I>BJ II, reg, bising (-)
Abdomen:
I : simetris
P: soepel, H/L/R tidak teraba,
P: timpani (+)
Th/
IVFD RL selang seling Aminofluid 20 gtt/iInj. Ceftazidine 1 gr / 12 jam IVInj. Streptomisin 0,75 / hari IMInj. Novorapid 8-8-8 IU SCInj. Levemir 0-0-0-12 IU SCNebul Ventoline / 8 jamRimstar 1 x 3 tabCurcuma 3 x 1 tabInadryl Syrup 3 x C 1
P/ Cek GeneExpert
29
A: peristaltik usus (+)
Ektremitas : pucat (-/-), edema (-/-)
Ass/ TB Paru Kasus Lalai
BAB IV
ANALISA KASUS
Diagnosis pada pasien dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan pasien
laki-laki berusia 61 tahun datang dengan keluhan batuk berdahak dan sesak nafas
yang sudah dirasakan sejak 4 bulan yang lalu, disertai demam pada malam hari
dan nafsu makan menurun. Sesuai teori bahwa gejala klinis dari seorang penderita
penyakit tuberkulosis yaitu batuk lebih dari 2 minggu , batuk darah, sesak nafas
dan nyeri dada, gejala respiratori ini sangat bervariasi. Disertai pula dengan gejala
sistemik seperti demam, malaise, keringat malam, anoreksia, serta berat badan
yang menurun.
Dari pemeriksaan fisik pada auskultasi terdengar suara vesikuler pada
seluruh lapangan paru tanpa disertai suara rhonki maupun wheezing. Pada
pemeriksaan fisik penderita tuberkulosis dapat ditemukan antara lain suara nafas
melemah, rhonki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.
Dari pemeriksaan foto thoraks pasien menunjukkan TB paru dan efusi
pleura kiri minimal. Foto thoraks merupakan pemeriksaan standar pada TB.
Gambaran foto thoraks pada kasus TB dapat memberikan gambaran bermacam-
macam bentuk seperti bayangan berawan atau nodular di segmen apikal dan
posterior lobus atas, kavitas yang dikelilingi oleh bayangan opak berawan, dan
bayangan bercak milier.
Pasien didiagnosa menderita TB pada tahun 2014 karena keluhan batuk
yang dialaminya dan berat badan pasien yang turun tanpa sebab, pasien mendapat
terapi selama 6 bulan namun pasien hanya mengkonsumsinya selama 5 bulan
secara tidak teratur. Pasien berhenti mengkonsumsi OAT karena merasa
keluhannya tidak berkurang. Lalu pasien datang ke poli paru RSUDZA dengan
30
keluhan batuk berdahak dan sesak nafas sejak 4 bulan yang lalu. Pasien juga
mengeluhkan demam pada malam hari, lemas dan nafsu makan menurun. Pasien
lalu dinyatakan menderita TB paru kasus lalai. Pasien mendapatkan terapi Rimstar
1 x 3 tab (rifampicin 150 mg, INH 75 mg, pyrazinamide 400 mg, etambutol 275
mg) dan injeksi streptomisin 0,75 mg IM. Obat-obat tersebut adalah regimen
standar pengobatan TB paru kasus lalai di Indonesia.
Pasien ini mengalami terapi TB yang terputus oleh karena pasien merasa
keluhannya tidak berkurang, sehingga pasien ini memiliki faktor risiko MDR TB.
Sesuai dengan teori, faktor risiko terjadinya MDR TB adalah antara lain terapi TB
yang tidak sukses, terapi TB yang terputus, regimen OAT sebagai terapi TB tidak
tepat, durasi terapi TB tidak tepat, dan prevalensi TB yang tinggi. Sehingga
diperlukan pemeriksaan resistensi terhadap OAT yang diberikan. Oleh karena itu
pada setiap pasien harus dilakukan penilaian resiko kemungkinan terjadinya
resistensi OAT.
31
BAB V
KESIMPULAN
Tuberculosis (TB) adalah penyakit menular melalui udara yang disebabkan
oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis (MTB). Prevalensi TB kasus lalai terus
meningkat. TB paru kasus lalai merupakan salah satu kategori suspek TB resisten
obat ganda, sehingga diperlukan penilaian resiko kemungkinan terjadinya
resistensi OAT dan pemeriksaan resistensi terhadap OAT yang diberikan.
Terapi yang dianjurkan untuk TB kasus lalai adalah dengan kategori -2
(2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3). Pemberian obat TB yang benar dan terawasi secara
baik merupakan salah satu kunci penting untuk mencegah dan mengatasi masalah
ini. Konsep DOTS merupakan salah satu upaya dalam menjamin keteraturan
berobat penderita dan mencegah MDR TB.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Amin, Z., A. Bahar. 2007. Tuberkulosis Paru. Dalam : Sudoyo, A.W, dkk
(Editor). Ilmu Penyakit Dalam. Departemen Ilmu penyakit Dalam FK UI,
Jakarta, Indonesia. Hal 988-993.
2. WHO. 2008. Guideline for the programmatic management of drug-
resistant tuberculosis . Emergency Update.
3. Depkes RI. 2007. Pedoman Nasional penanggulangan Tuberkulosis,
cetakan pertama (Edisi 2), Jakarta
4. WHO. 2010. Treatment of tuberculosis Guidelines. Fourth Edition.
Geneva: World Health Organization Press.
5. Price, Sylvia A., Wilso, Loraine M. 2008. Patofisiologi, Konsepklinis
Proses-Proses Penyakit, Buku II, edisi keempat. Penerbit Buku
Kedokteran, EGC.
6. PDPI. 2015. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta.
7. PDPI. 2007. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta.
8. Katzung, Bertram G. 2007. Farmakologi Dasar dan Klinik. 10th ed.
Nirmala WK, Yesdelita N, Susanto D, Dany F, editors. Jakarta: EGC.
9. Aditiya TY,dkk. 2006. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan. Jakarta: Perpari.
33
top related