tasawuf islam dalam mistik kebatinan jawa: studi...
Post on 06-Jun-2019
255 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
TASAWUF ISLAM DALAM MISTIK KEBATINAN
JAWA: STUDI KASUS SEJARAH MISTIK
KAPRIBADEN 1955-1998
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Humaniora
Oleh :
ERIKO DWI SAPUTRO
216-14-013
JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2018
ii
iii
iv
v
MOTTO
Di mana saja engkau berada, kepada siapapun,
bagaimanapun keadaanmu, cobalah selalu menjadi pecinta
yang senantiasa dimabuk oleh kasih-Nya.
(Jalaluddin Rumi)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada Sang Maha Hidup
juga sesama hidup seluruhnya yang meliputi semesta raya
ini.
vi
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur penulis haturkan atas kehadirat Allah SWT yang tak
pernah henti mengasihi, menyayangi juga mencintai, sehingga penulis berani
mengarungi samudera kehidupan yang penuh lika-liku ini. Shalawat serta salam
senantiasa penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW, sang teladan sejati
untuk seluruh hidup di alam semesta.
Kini tiba saatnya, setelah melalui beberapa proses dalam penulisan skripsi ini,
dapat dikatakan telah mencapai titik akhir. Penulis menyadari, bahwa penulisan
skripsi ini tidak akan tiba pada titik akhir tanpa adanya keterlibatan berbagai pihak
di dalamnya. Atas bimbingan, arahan juga semangat yang hadir dari berbagai
pihak, akhirnya penulis merasa haru –meski masih jauh dari rasa puas- karena
yang pastinya proses di lapangan tidaklah semudah omongan. Terkait dengan hal
itu, dengan penuh kerendahan penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga
beserta jajaranya.
2. Bapak Dr. Benny Ridwan, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Ushuludin,
Adab dan Humaniora beserta jajarannya.
3. Bapak Haryo Aji Nugroho, S.Sos, M.A., Selaku Ketua Jurusan Sejarah
Peradaban Islam beserta seluruh Dosen Pengajar juga staf akademik.
4. Bapak Drs. Taufiqul Mu’in, M.Ag., selaku Dosen Pembimbing
penulis.
vii
5. Bapak Sagimin, Ibu Sutiyem dan Mbak Nuning Rukmanawati orang
tua dan saudari tercinta penulis yang tiada henti berjuang demi
kesuksesan penulis.
6. Bapak Dr. KH. Sapto Wibowo, S.Par, M.M, M.Hum., selaku sang
pamomong penulis beserta keluarga juga seluruh santri Pondok
Pesantren Manunggal Nurul Huda Hidayatullah.
7. Segenap Asatidz dan Ustadzah KMI Assalam serta seluruh guru
penulis yang senantiasa membimbing, mendidik dan mengajari
penulis.
8. Teman-teman Jurusan Sejarah Peradaban Islam angkatan tahun 2014
juga seluruh teman dari kecil hingga akhir hayat yang telah dan akan
banyak mewarnai studi penulis.
9. Segenap saudara penghayat Kapribaden yang telah rela membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi.
10. Saudara-saudari yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang
senantiasa merestui dan mendukung perjalanan hidup penulis.
Salatiga, 18 September 2018
Yang menyatakan,
Eriko Dwi Saputro
NIM.216-14-013
viii
ABSTRAK
Eriko Dwi Saputro, 2018. Tasawuf Islam dalam Mistik Kebatinan Jawa: Studi
Kasus Sejarah Mistik Kapribaden 1955-1998.Skripsi. Jurusan Sejarah
Peradaban Islam Fakultas Ushuluddin Adab, dan Humaniora. Institut
Agama Islam Negeri Salatiga. 2018. Pembimbing: Drs. Taufiqul Mu’in,
M.Ag.
Kata kunci: Semono, Mistik dan Kapribaden.
Wacana tentang mistik kebatinan Jawa telah ada sejak orang Jawa belum
mengenal agama-agama besar, seperti Hindu, Buddha, Islam, Kristen, dan lain-
lain. Dimensi mistik pada setiap agama bermula dari kesadaran manusia bahwa
manusia berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada-Nya. Spiritualitas
merupakan salah satu sikap yang meyakini adanya kehadiran dan campur tangan
Tuhan dalam diri manusia, meski terkadang juga tidak seperti itu. Kesadaran ini
menimbulkan pengalaman keagamaan pada dirinya mengenai hubungan dengan
Tuhannya itu, yang terefleksikan dalam sikap takut, cinta, rindu, ingin dekat
kepada-Nya, dan lain sebagainya. Penghayat kepercayaan di Indonesia, khususnya
di Jawa, identik dengan perkumpulan suatu kelompok yang bermanifestasikan
atas dasar kepercayaan yang berasal dari tradisi nenek moyang dan dibalut dengan
budaya kearifan lokal di Indonesia. Atas dasar itu penulis tertarik untuk mengkaji
sebuah aliran kepercayaan yang masih eksis dan berkembang di tengah-tengah
masyarakat. Melihat hal itu penulis mengambil rumusan masalah bagaimana
sebab kemunculan mistik kebatinan di Indonesia, khususnya di Jawa, serta
bagaimanakah aspek tasawuf Islam dalam mistik Kapribaden. Dari tulisan ini
penulis bertujuan dan berharap agar supaya dapat memberikan pemahaman variasi
perilaku spiritual masyarakat, khususnya Jawa, dalam berkehidupan dan
beragama.
Penelitian ini adalah penelitian lapangan yang bersifat deskriptif analitis dan
menggunakan metode sejarah, yaitu dengan tahapan heuristik, kritik sumber,
interpretasi dan historiografi. Adapun data-data yang digunakan adalah data
sumber primer, sumber sekunder, dan literatur yang setema. Dalam penelitian ini,
penulis menggunakan pendekatan fenomenologi.
Dari hasil analisis sumber-sumber yang diperoleh penulis, dapat disimpulkan
bahwa tumbuhnya berbagai mistik Kebatinan merupakan dampak dari masa krisis
dan masa transisi masyarakat. Masa krisis disebabkan karena berbagai
permasalahan dan resesi ekonomi yang mendera. Mistik Kapribaden lahir
perantara seorang yang bernama Semono Sastrohadidjojo pada tanggal 13 malam
14 November 1955, bertepatan pada malam Senin Pahing pukul 18:05 WIB, di
jalan Perak Barat No. 93 Surabaya. Paguyuban Kapribaden didirikan semata-
mata untuk mendapatkan legalitas dari negara dan mengurus segala perizinan bila
suatu saat mengadakan sebuah kegiatan. Pada intinya, konsepsi dalam mistik
Kapribaden hakekatnya sama dengan konsepsi yang terdapat pada agama Islam,
khususnya dalam dunia tasawuf Islam. Seperti halnya aspek tentang penyucian
diri, esensi Tuhan, mikro kosmos dan makro kosmos, serta insan kamil.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN .................................................... iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................... v
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi
ABSTRAK ...................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
DAFTAR SINGKATAN DAN AKRONIM .................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup Penelitian ............................... 3
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................. 4
D. Tinjauan Pustaka ................................................................................... 4
E. Kerangka Konseptual ............................................................................ 7
F. Metode Penelitian ................................................................................ 13
G. Sistematika Penulisan ......................................................................... 15
BAB II SEJARAH LAHIRNYA MISTIK KAPRIBADEN ...................... 16
A. Kemunculan Mistik Kebatinan di Jawa .............................................. 16
B. Lahirnya Mistik Kapribaden ............................................................... 21
C. Konsepsi Mistik Kapribaden .............................................................. 30
x
BAB III DINAMIKA MISTIK KAPRIBADEN .......................................... 41
A. Perkembangan Penghayat Mistik Kapribaden ..................................... 41
B. Berdirinya Paguyuban Penghayat Kapribaden ..................................... 43
C. Konflik dalam Mistik Kapribaden ...................................................... 49
BAB IV TASAWUF ISLAM DALAM MISTIK KAPRIBADEN ............ 52
A. Pembersihan Diri ................................................................................. 52
B. Esensi Tuhan ....................................................................................... 54
C. Mikro Kosmos dan Makro Kosmos .................................................... 56
D. Insan Kamil ......................................................................................... 58
BAB V PENUTUP ......................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 64
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xi
DAFTAR SINGKATAN DAN AKRONIM
ABRI : Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
AD : Anggaran Dasar
ART : Anggaran Rumah Tangga
BKKI : Badan Kongres Kebatinan Indonesia
KEMENDIKBUD : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
KTP : Kartu Tanda Penduduk
MPR : Majelis Permusyawaratan Rakyat
PANGESTU : Paguyuban Ngesti Tunggal
PKI : Partai Komunis Indonesia
PNPS : Penetapan Presiden
SD : Sekolah Dasar
SUBUD : Susila Budhi Dharma
UU : Undang-undang
xii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Wacana tentang mistik kebatinan Jawa telah ada sejak orang Jawa belum
mengenal agama-agama besar, seperti Hindu, Buddha, Islam, Kristen, dan lain-
lain. Di Indonesia, khususnya di Jawa, sudah menjadi sesuatu yang tidak asing
bagi kita dengan istilah mistik kebatinan Jawa. Kemunculan mistik kebatinan
Jawa sendiri dilatarbelakangi dengan adanya naluri religius yang dimiliki setiap
manusia, khususnya manusia Jawa. Mereka sadar, bahwa betapa pun hebatnya
mereka, ada satu Dzat yang memegang kendali seluruh kejadian di alam semesta
yang mereka tinggali.1
Penghayatan batiniah kepada Tuhan dengan jalan spiritualitas tertentu dapat
ditemui di hampir setiap agama. Kompleksitas hidup dalam sehari-hari dan
pengalaman personal menjadikan tidak semua penganut agama mampu dan mau
menekuni laku mistik. Walaupun diyakini bersama, bahwa agama itu berasal dari
Tuhan, namun spiritualitas adalah area manusia. Spiritualitas merupakan salah
satu sikap yang meyakini adanya kehadiran dan campur tangan Tuhan dalam diri
manusia, meski terkadang juga tidak seperti itu.2
Dimensi mistik pada setiap agama bermula dari kesadaran manusia bahwa
manusia berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada-Nya. Kesadaran ini
menimbulkan pengalaman keagamaan pada dirinya mengenai hubungan dengan
1 Haryo Aji Nugroho, Dunia Mistik Orang Subud, Cet-1, (Salatiga: STAIN Salatiga
Press, 2014), hlm. 3.
2 Ibid., hlm. 115.
2
Tuhannya itu, yang terefleksikan dalam sikap takut, cinta, rindu, ingin dekat
kepada-Nya, dan lain sebagainya. Pengalaman keagamaan itu kemudian
terpolakan menjadi suatu sistem ajaran yang mengajarkan bagaimana cara,
metode ataupun jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan yakni kembali
menyatu dengan Tuhan. Dalam kenyataannya, rasa keagamaan bukan sekedar
perasaan yang hanya bersandar pada formalitas agama, tanpa substansi, atau
penunaian seruan agama yang dimanfaatkan untuk menyatakan kepentingan diri
sendiri. Sebaliknya, rasa keagamaan ialah pemahaman secara intens dan
pengamalan terhadap ajaran, sehingga mewujudkan keselarasan dalam hidup
menyembah Tuhan dan bergaul dengan sesama makhluk hidup.3
Penghayat kepercayaan di Indonesia, khususnya di Jawa, identik dengan
perkumpulan suatu kelompok yang bermanifestasikan atas dasar kepercayaan
yang berasal dari tradisi nenek moyang dan dibalut dengan budaya kearifan lokal
Indonesia. Kepercayaan lokal inilah yang kemudian sering disebut sebagai aliran
Kepercayaan, Kebatinan atau Mistik. Sejak Orde Lama, mereka hidup di tengah
percaturan politik yang keras antara kelompok agama dan komunis.4
Kaitannya dengan permasalahan di atas, penulis tertarik untuk mengkaji
sebuah aliran kepercayaan yang masih eksis dan berkembang di tengah-tengah
masyarakat. Dalam penelitian ini, penulis memilih objek aliran kepercayaan atau
lebih tepatnya mistik Kapribaden sebagai objek kajian penulis. Penulis melihat,
bahwa eksistensi mistik Kapribaden masih kurang dikenal (awam) oleh
3 Abu al-Wafa al-Ghanimi al-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman, Cet-1, (Bandung:
Penerbit Pustaka, 1985), hlm. 11. 4 https://student.cnnindonesia.com//merayakan/ diakses pada pukul 12.15 hari Rabu 22
November 2017.
3
masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Jawa, bila dibandingkan dengan
mistik Kebatinan lainnya. Di sini penulis mendapati mistik Kapribaden
merupakan salah satu mistik yang menawarkan kepada siapa saja agar bisa hidup
bahagia, akibat permasalah hidup yang senantiasa ada dan silih berganti. Lebih
dari itu, mistik Kapribaden juga bisa digunakan siapa saja untuk mencapai
kesempurnaan hidup, yaitu selamat dunia dan akhirat. Oleh karena itu, di sini
penulis akan menguraikan sejarah mistik Kapribaden sebagai sebuah ajaran
(wulang wuruk), bukan sebagai sebuah agama, kepercayaan, organisasi, gerakan,
dan lain sebagainya. Dan dalam mengkaji mistik Kapribaden sendiri, penulis
melakukan penelitian lapangan (field research).
B. Rumusan masalah dan Ruang Lingkup
Dari uraian latar belakang di atas, penulis merumuskan beberapa
permasalahan dengan pertanyan sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah lahirnya mistik Kapribaden?
2. Bagaimana dinamika perkembangan mistik Kapribaden?
3. Bagaimanakah aspek tasawuf Islam dalam mistik Kapribaden?
Terkait ruang lingkup dalam penelitian ini, penulis membatasi dimensi
spasialnya hanya seputar sejarah mistik Kapribaden, sebab itu merupakan objek
kajian penulis. Adapun batasan dimensi temporal, penulis membatasi mulai dari
tahun 1955 sampai 1998. Tahun 1955 merupakan menyatanya mistik Kapribaden
sebagai sebuah ajaran mistik (wulang wuruk) yang bisa diajarkan kepada siapa
saja yang menghendaki hidup bahagia. Adapun tahun 1998 penulis gunakan
sebagai batasan akhir dimensi temporal, sebab pada tahun 1998 merupakan
4
berakhrinya masa Orde Baru, yang mana pada masa Orde Baru, mistik Kebatinan
Jawa, khususnya Kapribaden, mengalami tindak diskriminatif.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menelusuri bagaimana awal mula kemunculan
mistik kebatinan Jawa, lebih khususnya bagaimana lahirnya mistik Kapribaden,
dan bagaimana dinamika yang terjadi pada mistik Kapribaden itu sendiri, serta
bagaimana aspek-aspek keislaman yang terdapat dalam mistik Kapribaden.
Penulis berharap agar supaya tulisan ini dapat memberikan pemahaman variasi
perilaku spiritual masyarakat Jawa dalam berkehidupan dan beragama. Tak luput
pula penulis berharap agar tulisan ini bermanfaat bagi para tokoh agama juga
kalangan pemerintah dalam hal memberikan pemahaman kritis tentang sikap,
karakteristik dan persepsi umat dan masyarakatnya.
Adapun manfaat dari penelitian ini, diharapkan dapat menambah khasanah
pengetahuan, khususnya dalam bidang kajian mistik yang menggunakan
pendekatan kesejarahan. Semoga dapat memberikan pengetahuan dan wawasan
kepada pembaca mengenai salah satu mistik atau kebatinan Jawa yang masih
terjaga keberadaannya, serta dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai
mistik Kapribaden. Lebih penting lagi, semoga tulisan ini dapat memberi sedikit
pemahaman tentang keberagaman masyarakat sebagai potensi positif umat bukan
komoditas untuk dipertentangkan.
D. Tinjauan Pustaka
Sejauh ini, penulis menemukan beberapa buku dan penelitian-penelitian yang
bisa penulis jadikan sebagai salah satu acuan dalam mengkaji penelitian ini. Di
5
antaranya: buku karya Simuh yang berjudul Sufisme Jawa: Transformasi Tasawuf
Islam ke Mistik Jawa (1996), skripsi Moch. Syafi’udin (1996) yang berjudul
Konsep Manusia Menurut Penghayat Kapribaden, skripsi Siti fauziyah (2014)
yang berjudul Spiritualitas Penghayat Kapribaden di Desa Kalinongko
Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo, skripsi M. Sholeh (2016) yang berjudul
Konsep Perbuatan Manusia Dalam Pandangan Aliran Kepercayaan Kapribaden,
skripsi Abdul Basit (2016) yang berjudul Strategi Perlawanan Kelompok
Penghayat Kapribaden Terhadap Diskriminasi Agama studi kasus di Dusun
Kalianyar Desa Ngunggahan Kecamatan Bandung Kabupaten Tulungagung.
Dalam buku Simuh yang berjudul Sufisme Jawa: Transformasi Tasawuf
Islam ke Mistik Jawa (1996), memperlihatkan bahwa di Jawa terdapat tasawuf
yang unik, yaitu tasawuf murni atau tasawuf mistik yang kemudian dikenal
dengan mistikisme. Dalam bukunya, Simuh memetakan adanya dua jenis tasawuf,
yakni tasawuf Islam dan tasawuf mistik. Tasawuf Islam didasarkan atas ajaran
Qur’an dan Hadits, sedang tasawuf mistik menekankan pada tercapainya
manunggal dengan Tuhannya (manunggaling kawula Gusti).
Dalam skripsi Moch. Syafi’udin (1996) dengan judul Konsep Manusia
Menurut Penghayat Kapribaden, penulis menemukan perincian unsur-unsur
dalam diri manusia, serta bagaimana dan apa tujuan sebenarnya manusia
diciptakan berdasar pada penuturan para penghayat Kapribaden. Dan dapat
disimpulkan bahwa manusia terdiri dari raga dan hidupnya (roh), adapun tujuan
sebenarnya manusia hidup adalah manunggal dengan Gusti Ingkang Moho Suci
dengan menggunakan alat Panca gaib.
6
Dalam skripsi Siti fauziyah (2014) yang berjudul Spiritualitas Penghayat
Kapribaden di Desa Kalinongko Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo penulis
melihat orientasi yang dilakukan Fauziah menekankan pada ajaran Kapribaden,
bahwa dalam ajaran Kapribaden untuk mengenal hidup (urip), menggunakan laku
yang terdiri dari singkir, paweling, kunci, asmo dan mijil. Dan dalam menjalani
hidup selalu melakukan mijil dalam gelar dan gulung.
Dalam skripsi M. Sholeh (2016) yang berjudul Konsep Perbuatan Manusia
Dalam Pandangan Aliran Kepercayaan Kapribaden penulis menemukan objek
kajian penelitian Sholeh menitik beratkan terhadap perbuatan manusia dalam
menjalani kehidupan. Dan dapat diambil kesimpulan, bahwa berdasarkan
pandangan Kapribaden, perbuatan manusia merupakan cipta dan karsanya sendiri.
Manusia dapat memilih baik atau buruk. Dengan kebebasan tersebut manusia akan
menanggung akibat dari perbuatannya. Oleh karena itu, manusia membutuhkan
Panca gaib dan Pangumbahing rogo agar mampu mengenalkan manusia dengan
hidup.
Skripsi Abdul Basit (2016) yang berjudul Strategi Perlawanan Kelompok
Penghayat Kapribaden Terhadap Diskriminasi Agama studi kasus di Dusun
Kalianyar Desa Ngunggahan Kecamatan Bandung Kabupaten Tulungagung
mengemukanan bagaimana perlawanan para penghayat Kapribaden atas
diskriminasi yang dilakukan oleh warga setempat, yaitu dengan cara perlawanan
terbuka atau konfrontasi dan dengan perlawanan tertutup (segregasi), di samping
itu juga membaur dengan masyarakat setempat.
7
Dari penelitian ini jelas terdapat kesamaan objek penelitian, akan tetapi
terdapat perbedaan dalam kajian, yaitu Moch. Syafi’udin mengkaji tentang konsep
manusia dalam pandangan Kapribaden, Siti Fauziah mengkaji mengenai
spiritualitas penghayat Kapribaden, M. Sholeh mengkaji mengenai konsep
perbuatan manusia berdasarkan aliran Kapribaden, Abdul Basit mengkaji
mengenai perlawanan penghayat kapribaden atas diskriminasi yang dilakukan
oleh warga setempat, sedangkan penulis mengkaji tentang sejarah lahirnya mistik
Kapribaden.
Dari beberapa tinjauan pustaka di atas, penulis menegaskan, bahwa belum
ada penelitian secara khusus yang mengkaji mengenai sejarah mistik Kapribaden.
E. Kerangka Konseptual
Dalam sebuah penelitian diperlukan kerangka konseptual agar alur pemikiran
penulis dapat dipahami sehingga tidak menimbulkan kekaburan atau salah
pengertian mengenai judul yang penulis ambil, maka dalam kerangka konseptual
ini, penulis akan menjelaskan beberapa kata penting secara rinci, yaitu:
a. Mistik
Kata mistik berasal dari bahasa Yunani mystiek atau mystikos yang artinya
rahasia (geheim), serba rahasia (geheimzinnig), tersembunyi (verborgen), atau
terselubung dalam kekelaman (in het duister gehuld). Jadi mistisisme dapat
diartikan paham yang memberi ajaran serba mistis (serba rahasia) hingga
hanya dapat dikuasai dan dipahami oleh orang atau kelompok tertentu saja,
terutama penganutnya.5
5 Haryo Aji, Dunia Mistik, hlm. 1.
8
Menurut Jalaluddin, kata mistik berasal dari bahasa Yunani, yaitu myein
yang artinya menutup mata (de ogen sluiten) dan musterion yang artinya suatu
rahasia (geheimnis). Kata mistik biasanya digunakan untuk menunjukkan
sesuatu yang berkaitan dengan pengetahuan tentang misteri. Dalam arti
luasnya, mistik dapat didefinisikan sebagai kesadaran terhadap kenyataan
tunggal.6
Menurut Harun Nasution, dalam tulisan Orientalis Barat mengatakan
bahwa mistisisme disebut juga sebagai sufisme, sebutan ini tidak dikenal di
agama-agama lain kecuali Islam. Itu menandakan bahwa di dalam dunia
Islam, juga terdapat mistik dan aliran mistik, yaitu tasawuf. Sebagaimana
mistisme, tasawuf atau sufisme juga memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk
bisa memperoleh hubungan langsung dengan Tuhan.7
Damarjati Supadjar mengemukakan ciri-ciri mistik, di antaranya: pertama,
mistisisme adalah persoalan praktik, kedua, secara keseluruhan mistisme
segala aktivitas yang bersifat spiritual, ketiga, jalan mistisme adalah cinta
kasih sayang, keempat, mistisme menghasilkan pengalaman psikologis yang
nyata, kelima, mistisme sejati tidak mementingkan diri sendiri.8
Selain dari beberapa pengertian tentang mistik di atas, masih banyak
pengertian lain tentang mistik, baik versi kamus maupun disiplin ilmu lain.
Untuk menambah pemahaman kita mengenai mistik, maka penulis akan
6 Jalaluddin dan Ramayalis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 1993),
hlm. 51. 7 Petir Abimanyu, Mistik Kejawen, Cet-1, (Yogjakarta: Palapa, 2014), hlm. 27-28.
8 Ibid., hlm. 18.
9
memaparkan beberapa pengertian mistik dari berbagai disiplin ilmu tersebut,
di antaranya:
a) Mistik merupakan hal gaib yang tidak bisa dijelaskan dengan akal
manusia biasa.
b) Mistik merupakan subsistem yang ada di hampir semua agama dan sistem
religi untuk memenuhi hasrat manusia bersatu dengan Tuhan.
c) Mistik merupakan bentuk religi yang berdasar kepercayaan kepada satu
Tuhan, yang dianggap meliputi segala hal di alam semesta.
d) Mistik merupakan pengetahuan yang tidak dapat dipahami secara rasio,
maksudnya hubungan sebab-akibat yang terjadi tidak dapat dipahami oleh
rasio.
e) Mistik merupakan pengetahuan (ajaran atau keyakinan) tentang Tuhan
yang diperoleh melalui meditasi latihan spiritual, bebas dari
ketergantungan pada indra dan rasio.9
Dari semua pengertian mengenai mistik di atas dapat disimpulkan, bahwa
mistik berbeda dengan sikap irasional, bodoh, klenik, maupun puritan. Akan
tetapi, mistik merupakan suatu perbuatan yang adiluhung dan edipeni. Mistik
sarat akan spiritualitas, yakni pengalaman-pengalaman halus, di mana terjadi
adanya sinkronisasi antara logika rasio dan logika batin. Pelaku mistik juga
dapat memahami eksistensi gaib sebagai kenyataan yang logis atau masuk
akal. Hal demikian disebabkan karena akal telah mendapat informasi dari
dimensi gaib.
9 Abimanyu, Kejawen, hlm. 17.
10
b. Kebatinan
Kata “kebatinan” berasal dari bahasa Arab “batin” yang artinya di
dalam, bagian dalam. Dalam bahasa Indonesia mendapat imbuhan ke–an,
jadi kebatinan, artinya bagian yang tertutup yang berada di dalam.
Ditinjau dari makna, kebatinan mempunyai bermacam-macam pengertian,
yaitu: di dalam “Ensiklopedia Umum” Kebatinan ialah sumber asas dan
sila Ketuhanan Yang Maha Esa untuk mencapai budi luhur guna
kesempurnaan hidup. Di dalam ‘Ensiklopedia Pendidikan”, Kebatinan
adalah sumber rasa dan kemauan untuk mencapai kebenaran, kenyataan,
kesempurnaan, dan kebahagiaan.10
Rasyidi mengatakan bahwa kata batin dapat diartikan sebagai orang-
orang yang mencari arti yang dalam dan tersembunyi. Mereka
mengartikan kata itu tidak menurut bunyi hurufnya tetapi menurut bunyi
interpretasi sendiri.11
Rahmat Subagyo mengemukakan bahwa kebatinan
adalah suatu ilmu atas dasar ketuhanan absolut, yang mempelajari
kenyataan dan mengenal hubungan langsung dengan Tuhan tanpa
perantara.12
Badan Kongres Kebatinan Indonesia (BKKI) mengemukan bahwa
kebatian adalah sepi ing pamrih rame ing gawe, memayu hayuning
bawono; artinya: kebatinan adalah tidak punya maksud yang
10
Ridin Sofwan, Menguak Seluk Beluk Aliran Kebatinan, (Semarang: Aneka Ilmu, 1999),
hlm. 3. 11
H. M. rasyidi, Islam dan Kebatinan, (Jakarta: Yayasan Islam Studi Club Indonesia,
1967), hlm. 49. 12
Rahmat Subagya, Kepercayaan Kebatinan Kerohanian Kejiwaan dan Agama,
(Yogyakarta: Kanisius, 2002), hlm. 115.
11
meguntungkan, giat bekerja, dan berupaya untuk mensejahterakan dunia.13
Dalam kongres BKKI yang kedua, definisi kebatinan diubah menjadi
“kebatinan adalah sumber asas dan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, untuk
mencapai budi luhur, guna kesempurnaan hidup.14
c. Kapribaden
Istilah kapribaden15
di sini merupakan sebuah laku spiritual pribadi
masing-masing untuk menuju kesempurnaan dengan mengikuti lakunya hidup
yang juga diikuti oleh raganya, menuju Tuhan yang Maha Esa.16
Jadi, di sini penulis menggunaan istilah mistik Kapribaden sebatas untuk
mempermudah pemahaman; di samping itu juga agar tidak melenceng dari makna
“laku hidup” yang terkandung dalam mistik Kapribaden itu sendiri.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan paradigma fenomenologi.
Fenomenologi diartikan sebagai sebuah pengalaman subjektif atau pengalaman
fenomenologikal, dan suatu studi tentang kesadaran dari perspektif pokok dari
seseorang. Istilah fenomenologi sering digunakan sebagai anggapan umum untuk
petunjuk pada pengalaman subjektif dari berbagai jenis dan tipe subjek yang
ditemui. Dalam arti yang lebih khusus, fenomenologi mengacu pada penelitian
terdisiplin tentang kesadaran dari perspektif pertama seseorang.17
13
Definisi pertama yang dirumuskan oleh Badan Kongres Kebatinan Indonesia (BKKI)
yang ke-1, 1959, hlm. 7. 14
Definisi ini dirumuskan pada kongres BKKI yang ke-2 di Semarang. Alasan
penggantian definisi karena definisi yang pertama masih lemah sebab tidak mempunyai landasan
hukum. 15
Berdasarkan KTP Romo Semono; pada kolom agama tertulis Kapribaden. 16
M. Sholeh, Konsep Perbuatan Manusia dalam Pandangan Aliran Kepercayaan
Kapribaden, (Skripsi: Institut Agama Islam Negeri Tulungagung, 2016), hlm. 6. 17
Lexi J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012),
hlm. 14.15.
12
Fenomenologi menekankan upaya menggapai “hal itu sendiri” lepas dari
segala persepsi. Langkah pertamanya adalah menghindari semua kontruksi dan
asumsi yang dipasang sebelum dan sekaligus mengarahkan pengalaman. Tak
peduli apakah kontruksi filsafat, sains, agama, dan kebudayaan, semuanya harus
dihindari sebisa mungkin. Semua penjelasan tidak boleh dipaksakan sebelum
pengalaman menjelaskannya sendiri dari dan dalam pengalaman itu sendiri.18
Husserl mengajukan sebuah langkah yang harus ditempuh untuk mencapai
esensi fenomena, yaitu metode epoche. Kata epoche berasal dari bahasa Yunani
yang berarti ”menunda keputusan” atau “mengosongkan diri dari keyakinan
tertentu”. Epoche bisa juga berarti tanda kurung terhadap setiap keterangan yang
diperoleh dari suatu fenomena yang tampak, tanpa memberikan putusan benar
salahnya terlebih dahulu.19
Fenomena yang tampil dalam kesadaran adalah benar-benar natural tanpa
dicampuri oleh pre-suposisi. Untuk itu, Husserl menekankan satu hal penting
yakni penundaan keputusan, maksudnya keputusan harus ditunda atau dikurangi
dulu dalam kaitannya dengan status objek. Selanjutnya, menurut Husserl, epoche
memiliki empat macam, yaitu: pertama, metode yang mengesampingkan aneka
macam teori dan pandangan yang pernah kita terima dalam kehidupan sehari-hari,
baik dari adat, agama maupun ilmu pengetahuan. Kedua, meninggalkan sikap
keputusan atau diam dan menunda. Ketiga, mengolah data yang kita sadari
menjadi gejala yang trasendental dalam kesadaran murni. Keempat, mencari
18
Ibid., hlm. 14-15. 19
M. Sholeh, Konsep Perbuatan Manusia, hlm. 27.
13
esensi fakta, semacam menjadikan fakta-fakta tentang realitas menjadi esensi dari
intisari realitas itu.20
F. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian sejarah, yaitu: heuristik
(pencarian dan pengumpulan sumber), verifikasi (kritik dan keabsahan sumber),
interpretasi (analisis dan sintesis), serta historiografi (penulisan).21
Melihat objek yang penulis kaji dalam penelitian ini, maka tema penelitian ini
tergolong tema kontemporer, sehingga dalam pengumpulan sumber penulis juga
menggunakan sumber lisan, yaitu melalui wawancara dengan pelaku sejarah.
Selain itu, penulis juga menggunakan sumber tertulis berupa transkrip-transktip
wedaran mistik Kapribaden dan foto. Sumber-sumber tersebut merupakan sumber
primer. Adapun sumber-sumber sekunder penulis juga menggunakannya untuk
melengkapi kekurangan-kekurangan.
Dalam tahapan heuristik, sampai sejauh ini, penulis mendapatkan sumber
primer berupa, transkrip wedaran mistik Kapribaden dengan judul Wedharan
Romo Semono Pitulas Tahun Mijil Kunci, transkrip dialog antara Semono dan
para penghayat Kapribaden (kadang) yang berjudul Sabda Dhawuh
Panganndhika Romo yang dirangkum oleh Soedaryo, buku Pambuka rasa
“Purwa Dumadine Manungsa” (1968), berkas-berkas tertulis tentang paguyuban
Kapribaden yang penulis dapatkan dari Susalid Prasetyo Hutomo, serta Sabda
Hanacaraka yaitu satu-satunya ajaran tertulis yang ditulis oleh Semono, penulis
dapatkan dari website resmi Paguyuban Penghayat Kapribaden. Penulis juga
20
M. Sholeh, Konsep Perbuatan Manusia, hlm. 28. 21
Daliman, Metode Penelitian Sejarah, (Yogyakarta: Ombak, 2012), hlm. 51.
14
melakukan wawancara lisan dengan Sapto Wibowo (Semarang), Daniel Riyanto
(Semarang), Susalid Prasetyo Hutomo (Salatiga), dan Purnomo (Purworejo).
Adapun sumber sekunder penulis dapatkan dari beberapa wedaran Semono
yang telah dihimpun oleh ‘Kadhang” penghayat Kapribaden, diantaranya:
kumpulan wedaran mistik Kapribaden yang dihimpun oleh pengikut Kapribaden,
yaitu: M. Soewardhiyono dan Djoko Roso Seger Pitulas dengan diberi judul
“Panggugah Rasa Sejati Tuntunan Hidup Berdasarkan Sabda Romo Semono”
(1985). Buku yang berjudul “Hidup Bahagia yang diakhiri dengan mencapai
Kasampurnan Jati” ditulis oleh ketua pertama Paguyuban Kapribaden Wahyono
Raharjo, meski tergolong pelaku sejarah, akan tetapi buku tersebut tercatat dibuat
pada tahun 1993. Buku kasampurnan Jati; Panca Gaib dan Adiatma, buku
“Kunci Hidup” yang ditulis oleh Sapto Wibowo (kadhang), Serta beberapa
rekaman yang penulis dapatkan saat mengikuti wedaran mistik kapribaden oleh
kadhang Sapto Wibowo.
Dalam tahapan verifikasi, penulis mencoba mengkritisi sumber-sumber yang
telah didapat agar sumber-sumber tersebut dapat dipertanggung jawabkan
keabsahannya. Karena dari sumber-sumber yang telah diperoleh terdapat pula hal-
hal yang sifatnya non-akademis.
Dalam tahapan interpretasi, penulis mencoba untuk menganalisis sumber-
sumber yang telah dikritisi tersebut. Dari hasil analisis itu, penulis mensintesiskan
agar tidak terjadi simpang siur.
Tahapan akhir dalam penulisan ini adalah historiografi, yaitu penulisan
sejarah itu sendiri. Dalam penulisan ini, penulis mencoba untuk menarasikan
15
sejarah secara deskriptif analitis berdasar konsep dan teori yang penulis penulis
gunakan dalam penelitian ini.
G. Sistematika Penulisan
Penyajian penulisan karya ilmiah secara umum memiliki tiga bagian
sistematika, bab satu dengan bab yang lainnya saling berkesinambungan. Untuk
itu penulis akan membagi bab-bab sebagai berikut:
Dalam bab I, penulis memaparkan mengenai latar belakang, rumusan masalah
dan ruang lingkup, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka
konseptual, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Dalam bab II, penulis membahas mengenai lahirnya mistik Kapribaden,
dengan memaparkan sebab kemunculan mistik kebatinan Jawa, lahirnya mistik
Kapribaden, dan konsepsi dalam mistik Kapribaden.
Dalam bab III penulis menjelaskan bagaimana terjadinya perkembangan
penghayat mistik Kapribaden, berdirinya paguyuban Penghayat mistik
Kapribaden, serta terjadinya konflik antara kalangan Islam dan Pemerintah
Indonesia dengan mistik Kapribaden.
Dalam bab IV penulis mengemukakan mengenai aspek-aspek keislaman yang
terdapat dalam mistik Kapribaden, di antaranya: pembersihan diri, esensi Tuhan,
mikro kosmos dan makro kosmos, dan insan kamil.
Dalam bab V penulis memaparkan penutup, yaitu sebuah kesimpulan dan
saran dari bahasan-bahasan yang telah diuraikan
16
BAB II
SEJARAH LAHIRNYA MISTIK KAPRIBADEN
A. Kemunculan Mistik Kebatinan Jawa
Kebatinan Jawa telah ada sejak orang Jawa belum mengenal agama-agama
besar, seperti Hindu, Buddha, Islam, Kristen, dan lain-lain. Di sini penulis
mengalami kesulitan dalam penelusuran sumber-sumber dan literatur terkait asal-
usul lahirnya mistik kebatinan Jawa. Awal munculnya mistik kebatinan Jawa
tidak disebutkan secara eksplisit di dalam beberapa referensi. Di Jawa, sudah
menjadi sesuatu yang tidak asing bagi kita dengan istilah mistik kebatinan Jawa.
Faktor yang melatarbelakangi munculnya mistik Jawa dikarenakan adanya naluri
religius yang dimiliki setiap manusia, khususnya manusia Jawa. Mereka sadar
bahwa betapa pun hebatnya mereka, ada satu Dzat yang memegang kendali
seluruh kejadian di alam semesta yang mereka tinggali.
Purbatjaraka menacatat, bahwa jauh sebelum kedatangan Hindu-Budha,
masyarakat Jawa sudah mempunyai keyakinan mengenai Tuhan Yang Maha Esa,
dan menyembah-Nya menurut tata caranya sendiri. Salah satu sebutan untuk tuhan
dari era pra-Hindu dapat dilacak dari penggunaan bahasa-bahasa Nusantara asli,
sebelum dipengaruhi bahasa Sanskerta, Arab atau bahasa-bahasa Barat. Salah satu
sebutan untuk Tuhan adalah Hyang (Tuhan, yang diagungkan), Sang Hyang
Tunggal (Tuhan Yang Maha Esa), dan Sang Hyang Taya (Sang Maha Gaib). Hal
tersebut merepresentasikan bagaimana masyarakat jawa dulu sudah memiliki
konsep tentang Tuhannya sendiri sebelum tercampur dengan agama-agama besar
17
dunia. Sementara banyak dari kalangan ahli meyakini, bahwa mistik kebatinan
Jawa dimulai sejak orang Jawa mendapat amunisi rohani atau mistis dari bangsa
India dengan agama Syiwa dan Budha-nya yang kemudian ditambah dengan
unsur-unsur Islam.22
Pada awal masa kemerdekaan Indonesia, gerakan kebatinan, khususnya di
Jawa, menjadi salah satu gerakan yang populer, kritis dan spiritualis serta
eksistensinya diakui oleh pemerintah. Saat terjadi perang kemerdekaan berbagai
propaganda dan semangat-semangat nasionalisme begitu digencarkan, hal itu
dilakukan sebagai usaha mempertahankan kemerdekaan yang baru terbentuk.
Orang-orang bersatu dengan segala cara supaya bisa memenangkan perang
dengan kolonial Belanda. Berbagai laskar-laskar rakyat dibentuk untuk membantu
angkatan bersenjata. Hal itu menumbuh suburkan perguruan atau paguyuban
aliran kejawen yang juga ikut andil dalam perang kemerdekaan. Ribuan kaum
laki-laki dan para pemuda berduyun-duyun mencari kesaktian atau kekebalan
tubuh untuk mencari keselamatan dan menambah mental berani berperang secara
fisik.23
Tumbuhnya berbagai aliran kepercayaan itu juga sebagai dampak dari masa
krisis dan masa transisi masyarakat. Masa krisis disebabkan karena berbagai
permasalahan dan resesi ekonomi yang mendera. Krisis yang terjadi ini
merupakan sebuah bencana bagi masyarakat kita, karena berbagai bahan makanan
22
Aji Nugroho, Dunia Mistik, hlm. 3. 23
Kuntowijoyo, Budaya dan Masyarakat, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2006),
hlm. 61.
18
yang sulit ditemui, tidak ada minyak tanah dan bahkan pakaian pun sulit didapat.
Keadaan tersebut menyengsarakan rakyat Indonesia.24
Pada masa itu, disebut juga sebagai masa transisi, sebab dalam kurun waktu
kurang dari 5 tahun (1940-1945) sudah terjadi perpindahan kekuasaan dari zaman
Belanda ke zaman Jepang, kemudian menjadi zaman Indonesia merdeka.
Ketidakpastian sistem kekuasaan membuat sebuah kebingungan tersendiri
bagi rakyat. Terlebih kebijakan sistem pemerintahan yang diterapkan sangat
berbeda, sehingga mengombang-ambingkan psikis rakyat. Kebingungan secara
fisik dan psikologis itu membuat setiap orang harus terus survive dengan berbagai
cara bersama keluarganya. Faktor itulah yang mendukung dan menimbulkan
berbagai gerakan kebatinan.25
Di sisi lain, sistem dogma dan ritual agama-agama besar, seperti Islam dan
Kristen, tidak mampu memberikan kepuasan bagi pemeluknya. Dari sinilah yang
menyebabkan orang-orang beralih ke Kebatinan.26
Gerakan ini mencoba untuk
melindungi diri dari gerakan-gerakan sekulerisme, materialisme dan rasionalisme
dengan menggali nilai-nilai luhur terpendam dari kebudayaan asli. Bahkan misi
lain gerakan kebatinan ini karena ingin menyelamatkan unsur dari tradisi yang
sangat kaya tetapi sudah luntur. Kelompok gerakan kebatinan menyediakan juga
pemikiran-pemikiran untuk penguatan rasa agama dan kepribadian (sebagai
24
Subagya, Kepercayaan, hlm. 115. 25
Ibid., hlm. 115. 26
Harun Hadiwijoyo, Kebatinan Islam Abad XVI. Cet-II. (Jakarta: Gunung Mulia,1985),
hlm. 11.
19
bagian dari kepercayaan) asli maupun pemulangan harga diri melawan rasa
minder terhadap teknologi asing.27
Menurut Bakker, hal itu masuk dalam kategori gerakan Gnostik, yaitu sebuah
gerakan sosio-agama yang sekali-kali timbul dalam zaman kegoncangan besar.
Gerakan tersebut terjadi bila dalam sistem masyarakatnya terjadi perubahan sosial
secara cepat atau bila nilai-nilai moral dan keagamaan mendadak menjadi pudar
sehingga nilai-nilai yang dipegang menjadi lenyap, bila tekanan
lahir mengasingkan manusia dari identitasnya maka muncul pula dengan yang
disebut harkat gnostik. Harkat itu mendorong manusia untuk memikirkan kembali
tempatnya dalam arus zaman, selain itu manusia semakin didorong ke dalam
refleksi dan permenungan ke dalam segala pemecahan masalah-masalah yang
sedang memporak-porandakan sistem mereka. Gerakan ini bisa dimasukkan
sebagai bagian dari mistik (jalan hidup spiritual) yang dekat dengan nuansa
mistis.28
Menurut Sartono Kartodirjo, maju mundurnya gerakan mistik selaras
dengan keadaan sosial dan banyak contoh mengenai gerakan-gerakan
mistik khiliastik (yang sangat menantikan Ratu Adil dan sejenisnya) yang
dipimpin oleh guru-guru mistik yang kharismatis sebagai protes terhadap
penindasan. Sama halnya dengan pendapat Niels Mulder, yang menganggap
bahwa perkembangan ramai dari berbagai aliran mistik yang harus dimengerti
sebagai usaha mengungkapkan diri dan mencari makna ditengah-tengah suatu
27
Rachmat Subagya, Agama Asli Indonesia. ( Jakarta : Djaya Pirusa, 1981). Hlm. 252. 28
Bekker, Agama dan Alam Kerohanian Asli di Indonesia, (Jakarta: Nusa Indah, 1979),
hlm. 192.
20
zaman yang kacau. Bahkan hal itu terkadang sebagai suatu bentuk organisasi
modern untuk menghidupkan kembali warisan kebudayaan Jawa.29
Sementara solusi yang ditawarkan oleh kelompok agamawan tidak serta
merta mampu menyejukkan jiwa masyarakat yang sedang kekeringan batin,
doktrin ajaran yang biasa menjadi sangat menjemukan dan memuakkan bagi
sebagian besar bagi masyarakat yang sedang menderita. Apalagi ajaran-ajaran
agama yang terlalu bersifat doktriner teologis yang ketat.30
Di masa seperti itu, orang butuh sesuatu yang mampu menjawab berbagai
tantangan hidup dan perubahan zaman. Maka tak heran kalau di tengah kejenuhan
hidup tumbuhlah berbagai aliran-aliran agama lokal yang menjanjikan sebuah
pencerahan dan sebuah kepastian. Dari latar belakang keresahan seperti itulah
yang mendorong segala jenis gerakan-gerakan kebatinan, semangat kebatinan ini
menjadi harapan besar untuk datangnya zaman baru yang adil, aman, makmur,
sentosa dan lain sebagainya.31
Saat itu banyak pilihan atau alternatif pilihan yaitu berupa paguyuban atau
komunitas, dimana orang bisa mencari dan mendapatkan sebuah keselamatan,
kedamaian dan kecukupan, yaitu seperti aliran kepercayaan Sapto Dharmo, Susila
Budhi Dharma, Pangestu, Adam Makrifat, Kawruh Bejo, Budha Jawi, Pran-Suh,
Waris Mataram dan lain sebagainya. Dalam data Departemen Agama tahun 1953
melaporkan adanya 360-an aliran kepercayaan di Indonesia.
29
Niels Mulder, Mistisme Jawa, Ideologi Indonesia, (Yogyakarta: LKiS, 2001), hlm. 20. 30
Haryo Aji, Dunia Mistik, hlm. 7. 31
Asa’ad el Hafidy, Aliran-Aliran Kepercayaan dan kebatinan di Indonesia, (Jakarta:
Ghalia, 1977), hlm. 67.
21
Gerakan kebatinan yang sangat pesat pada periode itu, selain bergerak di
bidang spiritual, mereka juga membentuk wadah di kalangan para penghayat
kepercayaan itu sendiri, yaitu dengan membentuk Badan Kongres Kebatinan
Indonesia (BKKI) pada tanggal 19 Agustus 1955 di Semarang. Pembentukan
BKKI itu dihadiri oleh 70 wakil aliran besar kepercayaan se-Indonesia dan
memutuskan untuk memilih Wongsonegoro sebagai ketua kongres tersebut. Latar
belakang pembentukan ini adalah sebagai wujud preventif terhadap anggapan dan
prasangka buruk yang diarahkan kepada kelompok keprcayaan ini. BKKI
inilah yang memperjuangkan hak-hak kelompok aliran kepercayaan
untuk disetarakan dengan ”agama resmi”.32
B. Lahirnya Mistik Kapribaden
Sebagaimana telah kita kenal, bahwa di Jawa masih terdapat banyak aliran
mistik Kebatinan yang sampai saat ini masih eksis, seperti Sapto Darmo,
Hardapusara, Susila Budi Darma (Subud), Paguyuban Ngesti Tunggal (Pangestu),
Paguyuban Sumarah, dan lain-lain. Terlepas dari aliran-aliran mistik kebatinan
tersebut, terdapat sebuah aliran mistik yang sampai saat ini kurang terkenal dan
masih asing di telinga mayoritas masyarakat, khususnya masyarakat Jawa. Mistik
yang dimaksud penulis tidak lain ialah mistik Kapribaden.
Sejarah mengenai munculnya aliran mistik Kapribaden tidak bisa terlepas dari
seorang yang bernama Semono Sastrohadidjojo, sebab ia adalah orang yang
dijadikan perantara lahirnya mistik Kapribaden tersebut. Berbicara mengenai
riwayat hidup Semono, penulis belum mendapati sumber otentik mengenai kapan
32
Syafi’udin, Konsepsi Manusia, hlm. 2.
22
lahirnya Semono secara tepat dan akurat. Meski demikian, penulis mencoba
menguraikan sejarah riwayat hidup Semono semaksimal mungkin.
Sekitar sebelum tahun 1900-an, seorang isteri “padhemi” (istri resmi) dari
seorang raja Keraton, dibuang dalam arti diberikan kepada seseorang yang dinilai
berjasa. Itu karena desakan seorang “selir” raja yang sangat dicintai. Meski hal
demikian tidak jarang terjadi pada masa itu. Namun terlihat ada unsur
kecemburuan antar selir dan perasaan takut akan tersaingi. Oleh karena desakan
seorang selir yang sangat dicintainya, akhirnya hati raja pun luluh oleh rayuan
selir tersebut.33
Isteri “priyagung” yang dibuang itu bernama Dewi Nawangwulan. Karena
termasuk isteri seorang raja, maka kepergiannya disertai seorang dayang (emban)
yang bernama Rantamsari. Dewi Nawangwulan dibuang (“dhikendangake”) dan
diberikan kepada Kasandhikromo yang sering juga disebut Kasan Kesambi,
seorang pertapa atau tokoh spiritual pada kala itu, yang berdiam di desa
Kalinongko, Gunung Damar, Kecamatan Loano, Kabupaten Purworejo, Jawa
Tengah.34
Kashandhikromo tidak pernah mau menganggap apalagi memperlakukan
Dewi Nawangwulan sebagai isterinya. Dewi Nawangwulan tetap dianggap dan
dia perlakukan sebagai ratunya. Demikian pula dengan isteri Kasandhikromo,
yaitu Nyi Kasandhikromo. Ketika Dewi Nawangwulan diberikan kepada
Kasandhikromo, ternyata sedang dalam keadaan mengandung. Bayi yang
33
Wahyono Raharjo, Hidup Bahagia yang diakhiri dengan mencapai Kasampurnan Jati,
1993, hlm. 5. 34
Ibid., hlm. 5.
23
dikandungnya kemudian lahir pada hari Jum’at Pahing tahun 190035
dan diberi
nama Semono, akan tetapi Dewi Nawangwulan wafat saat ketika melahirkan bayi
Semono. Tidak lama kemudian, dayang Rantamsari yang menemani Dewi
Nawangwulan tersebut juga meninggal dunia. Keduanya dimakamkan di Puncak
Gunung Damar Purworejo.36
Kemudian Semono dipelihara dan dibesarkan di bawah didikan
Kasandhikromo bersama kedua anak dan istrinya. Semono disekolahkan oleh
Kasandikromo di sekolah Ongko Loro (SD yang 5 tahun tamat untuk pribumi).
Ketika sudah tamat SD itu, Semono langsung diangkat menjadi guru bantu.37
Suatu hari, Semono yang saat itu masih berumur 14 tahun (sudah dianggap
dan diperlakukan sebagai orang dewasa pada kala itu), disuruh Nyi Kasan
mengambilkan minyak di dalam salah satu bilik rumah mereka. Tanpa Semono
sangka ternyata di dalam bilik itu ada seorang gadis yang tertidur lelap, gadis itu
tak lain adalah keponakan Nyi Kasan. Dalam kelelapan tidurnya, kain yang
dipakai tersingkap, hal itu menjadikan tubuh gadis itu kelihatan atau terbuka.38
Melihat hal itu, Semono mengkorok (berdiri bulu-bulu tubuhnya). Atas
kejadian tersebut, Semono lalu merenung. Mempertanyakan apa sebenarnya yang
menggerakkan bulu-bulu tubuhnya itu. Renungan demi renungan Semono
lakukan, akan tetapi masih tidak menemukan jawaban.39
Oleh karena Semono tidak menemukan jawaban dari renungan-renungannya,
akhirnya ia memutuskan untuk pergi bertapa. Jiwa bertapa Semono tidak luput
35
Tidak ada catatan resmi tanggal dan bulannya. 36
Raharjo, Hidup Bahagia, hlm. 5. 37
Raharjo, Hidup Bahagia, hlm. 5. 38
Raharjo, Hidup Bahagia, hlm. 5. 39
Raharjo, Hidup Bahagia, hlm. 5.
24
dari didikan Kasandhikromo, yang latar belakangnya juga seorang pertapa,
bahkan diceritakan pula oleh salah seorang penghayat Kapribaden (kadhang),
bahwa Ibu Semono, yakni Dewi Nawangwulan juga merupakan seorang pertapa.
Kepribadian atau gaya hidup yang demikian pastinya menurun ke anak turunnya,
sebagaimana kita ketahui bahwa karakter seorang anak lebih dominan ditentukan
oleh lingkungan di sekitar, terutama keluarga. Hal serupa juga terjadi antara
seorang murid dengan gurunya, karakter murid identik meniru gaya seorang guru
yang mendidik dan mengajarnya, karena secara tidak langsung, seorang murid
melihat guru sebagai sosok panutannya. Dari kedua hal tersebut ternyata juga
terjadi pada seorang Semono, yang kemudian meminta izin kepada
Kasandhikromo, dan Kasandhikromo pun mengizinkannya. Semono yang pada
saat itu masih berusia 14 tahun, dengan keteguhan hati demi menemukan
kejanggalan yang meresahkan hidupnya, ia dengan tanpa rasa takut pergi bertapa
di goa Singo Barong yang berada dasar laut di Nusa Kambangan.40
Selama tiga tahun (1914-1917) Semono bertapa, namun ia tidak menemukan
sesuatu yang ia cari. Sebaliknya, ia mendapat “cangkok wijoyo mulyo kembang
wijoyo kusumo”, di samping itu, Semono juga mendapat bisikan gaib (wangsit),
yang berbunyi:
“Angger putroningsun wis cukup! Badarno anggonmu teteki, mbesuk yen
ono tahun limo-limo meh entek, mengko jenengsiro banjur ketemu klawan
kadangiro banjur ono”.41
Setelah mendapat bisikan itu, kemudian Semono bergegas untuk kembali ke
rumah. Baju yang ia pakai ternyata hancur, sebab selama 3 tahun bertapa ia sama
40
Transkrip Wedharan Romo Semono Pitulas Tahun Mijil Kunci. 41
Ibid., “Wedharan Romo Semono”.
25
sekali tidak berganti baju. Dengan hanya bercawat dedaunan, Semono pulang ke
rumah. Dalam perjalanan pulang, Semono hanya berjalan di malam hari saja,
sedang di siang hari ia bersembunyi karena takut dan malu bila bertemu dengan
orang.42
Sesampainya di rumah, bukannya dirayakan, akan tetapi malah sudah
disediakan sebuah lubang (luweng) untuk ditempati Semono. Oleh
Kasandhikromo, Semono ditanam (dipendem) di dalam lubang tersebut selama 40
hari 40 malam. Untuk bernafas, Semono hanya diberi sebatang gelagah yang
ditancapkan ke dalam lubang itu dan setias usai menanak nasi, Nyi
Kasandhikromo mengepulkan asap nasi itu ke dalam lubang gelagah tersebut.43
Selanjutnya, Semono menjadi seorang Marsose (marinir) dan bertugas di
Surabaya. Selama menjadi Marsose, ia tetap menjalani laku sebagaimana
sebelumnya, yaitu bertapa atau bermeditasi. Jika pada siang hari ia dinas,
malamnya ia pergi ke laut sambil berendam dan juga menjala ikan, akan tetapi ia
tidak pernah mendapatkan ikan selama menjala sampai tahun 1955.44
Dalam kesehariannya, Semono makan sehari dua kali, akan tetapi setiap kali
makan, Semono hanya makan satu sendok. Berdasarkan penuturan para
penghayat, Semono jarang sekali tidur, bahkan hampir tidak pernah tidur. Jarang
mandi, tapi tetap tidak berbau badan, bahkan tidak terlihat ada kotoran (daki) di
badan Semono, meski demikian tubuhnya tetap terlihat sehat dan gagah. Seuasi
dinas sebagai Kapten Marinir (1960), Semono lalu pulang ke kampung
halamannya di Purworejo dan berdiam di Kalinongko dan Sejiwan, Loano,
42
Raharjo, Hidup Bahagia, hlm. 6. 43
Raharjo, Hidup Bahagia, hlm. 6. 44
Raharjo, Hidup Bahagia, hlm. 6.
26
Purworejo (dua rumah kediaman) bersama kedua istrinya, Ngarinem dan Tumirin.
Tidak dikisahkan kapan tepatnya kedua istri Semono meninggal, penulis hanya
mendapatkan referensi, bahwa keduanya meninggal dan dimakamkan tidak jauh
dari pusara Semono. Dari kedua istrinya, Semono tidak dikaruniai seorang anak
sekalipun.
Penulis menemukan titik temu kejadian sebab-akibat yang dialami Semono.
Meski penulis juga mengakui, bahwa kejadian sebab-akibat pelaku mistik
terkadang juga tidak masuk rasio akal orang biasa, dengan kata lain hanya
penghayat mistik yang dapat memahami hubungan sebab akibat tersebut. Dalam
sudut pandang psikologi, apa yang dilakukan Semono adalah bentuk revolusi ke
dalam diri (revolusi batin) yang kemudian menghasilkan evolusi atas dirinya
sendiri.45
Semono yang saat itu masih berumur 14 tahun, berdasarkan cerita salah satu
kadhang,46
Semono beragama Islam, Semono mengkorok (berdiri bulu-bulu
tubuhnya) sebab melihat bagian dalam tubuh seorang gadis. Atas kejadian yang
dialami Semono tersebut, kemudian Semono merenung dan mempertanyakan apa
sebenarnya yang menggerakkan bulu-bulu tubuhnya itu. Renungan demi renungan
Romo Semono lakukan, akan tetapi masih tidak menemukan jawaban. Hingga
akhirnya Semono memutuskan untuk pergi bertapa. Hal demikian mencerminkan
bahwa seorang Semono pada kala itu masih belum tau secara mendalam atau
gagal dalam memahami agama yang ia anut. Agama seakan candu bagi Semono
45
Soedjatmo Soemowerdojo, Psikologi Alam Ghaib, (Bandung: Alumni, 1992), hlm. 1-3. 46
Wawancara dengan Sapto Wibowo di Desa Nyemoh Kecamatan Bringin Kabupaten
Semarang pada tanggal 03 Juli 2018.
27
kala itu, bukannya menemukan solusi permasalahan, melainkan malah menambah
masalah dalam dirinya.47
Namun demikian, akhirnya Semono menemukan jawaban atas permasalahan
yang ia dapat; meski memerlukan waktu yang relatif lama. Semono melakukan
suatu ritual meditasi.48
Karena meditasi bukan suatu metode atau teknik,
melainkan ia secara natural datang sebagai transformasi dasar melalui suatu
perubahan yang bermula dari suatu perkembangan dan pertumbuhan. Hingga
akhirnya Semono diberi sebuah anugerah berupa diam dan hening dalam
meditasinya. Apa yang diraih oleh Semono adalah bentuk totalitas dari hidupnya,
ia berpasrah menyerahkan segalanya kepada Sang Maha Hidup itu sendiri.49
Pada tanggal 13 malam 14 November 1955, bertepatan pada malam Senin
Pahing pukul 18:05 WIB, banyak orang di Perak Surabaya, terkejut menyaksikan
rumah Letnan KKO (sekarang letnan satu marinir), terbakar. Tetapi setalah
didekati ternyata bukan api, melainkan cahaya. fenomena itu terjadi di rumah
Letnan Semono di jalan Perak Barat No. 93 Surabaya.50
Peristiwa itulah yang terkenal sebagai menyatunya (mijile) Semono.
Pernyataan Semono saat mijil, menyatakan bahwa “Ingsun mijil, arso nyungsang
bawono balik, arso nggelar jagat anyar”. Ingsun (bukan aku) menyatu hendak
47
Wawancara dengan Sapto Wibowo di Desa Nyemoh Kecamatan Bringin Kabupaten
Semarang pada tanggal 03 Juli 2018. 48
Meditasi adalah suatu pertumbuhan kehidupan total yang berasal dari kehidupan total
manusia. Meditasi bukan sesuatu yang dapat ditambahkan kepada diri seseorang sebagaimana
adanya dia. 49
Soemowerdojo, Psikologi, hlm. 15. 50
Transkrip “Wedharan Romo Semono”.
28
memutar-balikkan jagad (maksudnya jagad kecil, pribadi manusia, micro cosmos)
dan hendak menggelarkan dunia baru (micro cosmos baru).51
Mengutip dari transkrip Wedharan Romo Semono Pitulas Tahun Mijil Kunci,
yaitu:
“naliko dino Senen Pahing kasebut, jam 6.05 menit ragane kang Romo
Purworejo duk naliko Semono isih dumunung aneng Suroboyo, iku adu
arep karo bocah wadon kanga ran Sri Mukani. Sri Mukani iku nandang
loro wis pirang-pirang minggu lawase durung biso wicoro klawan liyan,
senadyan wis maneko warno kang wis den tindakake murih dadi lan
warase. Usodo sakehing usodo, tombo sakehing tombo kang dienggoni
ning ora waras. Naliko kuwi bocah wadon mau banjur ono sasmito
sakjrone dhadhane, kenen naliko upoyo usodo songko “Opsir Angkatan
Laut” lan dituduhake papan dununge Opsir mau, terus bojone sroyo
tansah upoyo marang Opsir mau, wekasan ketemu klawan kang Romo,
kang Romo banjur diboyong marang daleme Sri Mukani mau. Ing kono
sakwise lenggah Sri Mukani kang maune ora biso obah kejobo mung
ngathang-ngathang wae mau banjur sak naliko gumregah tangi, ngadek
banjur ngagem busono methukake kang Romo, banjur lenggah sejajar.
Kang Romo diundhat-undhat ora karuan lan dielokake: opo iki dhukun
Angkatan Laut sing biso marekne aku, jajal, cobanen katiyasaniro, tokno
kasektenmu! Lha kang Romo ditantang sing koyo mengkono banjur
nandukake kabisane. Usodo sakehing usodo, katiyasan sekabehing
katiyasan jangkep dilolosi, gegebengane kang pungkasan naliko kuwi
kang den darbeni dening kanjeng Romoniro ora mempan malah
digeguyu:jeneng siro aneng telenging samodro, opo kang wis ingsun
dhawuhake marang jeneng siro heh? Yen jeneng siro nyoto
Satriyo….elingo!
Sak naliko keng Romo dielingake tahun pitulas, yokuwi duk naliko keng
Romo isih topo broto aneng guwo “Singo Barong” aneng Nuso
Kambangan, ingkono ono suworo tanpo rupo, duk naliko keng Romo
nampani “Cangkok Wijoyo Mulyo Kembang Wijoyo Kusumo”. Dhawuhe
suworo kang tanpo rupo iku mengkene: “Angger putroningsun wis cukup!
Badarno anggonmu teteki, mbesuk yen ono tahun limo-limo meh entek,
mengko jenengsiro banjur ketemu klawan kadangiro banjur ono”. Iku
suworo kang den rungu tanpo ono wujude. Mulo naliko kang Romo adu
arep karo Sri Mukani, dielingake tahun pitulas, sak naliko eling suworo
kang ndawuhi kuwi lan sak naliko sangko telenging dhadhane keng Romo
geter, banjur gregah geter sekujur medhar sabdo: “heh yayi jeneng siro
Sri Sejati Garwaningsun”. Ingkono njur ono patemone loro: kang siji
sinebut “ROMO”, kang siji sinebut “Ibu Sri Sejati”. Tetemonan iku mahu
51
Transkrip “Wedharan Romo Semono”.
29
aneng wilayah Suroboyo jam 6.05 menit tanggal 14 November 1955 dino
Senen Pahing.52
Dari beberapa sumber yang diperoleh oleh penulis, mistik Kapribaden
diyakini pertama kali menyata menjadi sebuah ajaran (wulang wuruk) pada
tanggal 13 malam 14 November 1955, bertepatan pada malam Senin Pahing pukul
18:05WIB. Berdasarkan wedharan Semono, kejadian tersebut merupakan
turunnya “Wahyu Eko Buwono, Wahyu Wahyuning Wahyu, Wahyuning Hyang
Tunggal yo Hiwang Moho Suci yo Hiwang Jagad Anyar” yang kemudian dikenal
sebagai Wahyu Ponco Goib (lima sarana gaib).
Seluruhnya ada 5 sarana gaib yang didapat oleh Semono dari lakunya selama
41 tahun (1914-1955). Semono mendapatkan 5 sarana gaib (Panca Gaib) secara
berangsur-angsur. Dalam mendapatkan sarana gaib Kunci, Semono menghabiskan
waktu selama 25 tahun hanya untuk melengkapkan Kunci saja. Tiap saat Semono
hanya dapat satu huruf, beberapa saat lagi satu huruf, dan begitu seterusnya,
hingga 25 tahun baru huruf-huruf yang Semono dapat itu lengkap dan menjadi
sarana gaib Kunci. Baru di tahun sesudahnya sarana gaib Kunci itu lengkap,
Semono mendapat 4 sarana gaib yang lain, yaitu Singkir, Paweling, Mijil dan
Asmo Sejati.53
Apa yang didapat oleh Semono bukanlah hasil dari pemikirannya, hal itu
terlihat dalam percakapan gaibnya:
“angger putroningsun . . . jenengsiro Ingsun paringi purbowasesaningsun,
Panjenengan Ingsun iki Moho Suci, jeneng siro Ingsun agemi,Ingsun puji
dadiyo putroningsun kang sejati, kanggo anandukake kardi yo kuwi
karsaningsun anggelar jagad anyar ono ing alam dunyo kene”. Mulo keng
52
Transkrip “Wedharan Romo Semono”. 53
Transkrip “Wedharan Romo Semono”.
30
Romo banjur matur “welah, kulo puniko lare cubluk, bodho balelo, lare
gunung, lare dhusun, sekolah mawon mboten tutug, lakok badhe
kedhawuhan ingkang kados mekaten, punopo inggih kulo mangkeh badhe
saged angayahi?. banjur Moho Suci dhawuh: “angger putroningsun,
panjenengan ingsun iki urip sejati sejatine urip sinebut Moho Suci. Jeneng
siro among kari anandukake purbowasesaningsun kang bakal gawe
jeneng siro biso, mulo jeneng siro ingsun puji ojo was lan sumelang.
Jeneng siro pasti, jeneng siro biso nglakoni opo kang ingsun dhawuhake.
Jeneng siro yekti putroningsun kang sejati”.
Selama 25 tahun lebih (13 malam 14 November 1955 s/d 3 Maret 1981)
Semono memberikan wulang wuruk laku kapribaden kepada siapapun yang
menghendaki (tidak ada paksaan, tidak menakut-nakuti dengan cara dan jalan
apapun), yang ingin hidup bahagia (ayem tentrem), agar bisa mencapai
Kasampurnan Jati.54
Dari sini mengindikasikan, bahwa mistik Kapribaden bukan
merupakan sebuah gerakan, organisasi, agama, aliran, kepercayaan, kebatinan,
ataupun sejenisnya, melainkan ia (mistik Kapribaden) adalah sebuah “laku hidup”
manusia itu sendiri, siapapun orangnya, untuk mencapai hidup yang bahagia dan
selamat dunia serta akhirat.
C. Konsepsi Mistik Kapribaden
Sebagaimana pada mistik Kebatinan yang lain, dalam mistik Kapribaden juga
memiki berbagai macam konsepsi, di antaranya sebagai berikut:
1. Konsep Tentang Tuhan
Dalam mistik Kapribaden, Tuhan disebut dengan sebutan ROMO, Gusti,
Sumbere Urip atau Sejatine Urip. Pengertian tentang Tuhan, dalam mistik
Kapribaden pada umumnya tidak dijelaskan secara mendalam. Hal ini
bertujuan agar penghayat Kapribaden, dalam mencari, menemukan dan
54
Raharjo, Hidup Bahagia, hlm. 7.
31
menyembah tidak didahului dengan gambaran tentang Tuhan. Karena ketika
didahului gambaran akan Tuhan, dikhawatirkan adanya obsesi terhadap
gambaran Tuhan di dalam benak penghayat Kapribaden.55
Setelah bisa mencapai atau bisa menemukan Tuhan, biasanya justru tidak
dapat memberikan gambaran tentang apa, siapa, atau bagaimana Tuhan itu
sesungguhnya. Karena segala apa saja yang dapat digambarkan oleh otak
manusia, tidak ada yang mampu menyerupai, mirip, atau bahkan menyamai-
Nya.56
2. Konsep tentang Manusia
Manusia terdiri dari dua unsur pokok, yaitu roh (hidup) dan raga (jasad).
Roh ialah dzat Tuhan yang diturunkan atau dimasukkan Tuhan ke dalam raga
manusia, jadi yang menjadikan manusia bisa bergerak, bernafas, tumbuh dan
beraktifitas apapun itu karena di dalam raga manusia terdapat roh (hidup).
Adapun raga (jasad) itu sifatnya materiil. Raga manusia berasal dari unsur-
unsur tanah (zat-zat kimia organik dan anorganik), air (70% badan manusia
terdiri dari air), angin (segala yang bersifat angina/gas dalam tubuh), dan api
(kalori atau energi).57
Dalam prosesnya, bapak dan ibu yang hidup dari sumber bahan tersebut
(tanah, air, angin, dan api) menghasilkan sesuatu yang disebut sel mani
(sperma) dan sel telur (ovum). Dari pertemuan antara sperma dan ovum akan
terus hidup dan berkembang bilamana dimasuki roh (hidup) ke dalamnya.
55
Transkrip dialog antara Romo Semono dan paro putro dalam “Sabdo Pangandhiko
Romo”. 56
Ibid., transkrip “Sabdo Pangandhiko Romo”. 57
Transkrip “Sabdo Pangandhiko Romo”.
32
Maka, berkembanglah menjadi mudigah, janin, bayi dan lahir menjadi
manusia hidup. Komposisi raga (jasad) terdiri dari 7 lapis (istilah simbolik),
yaitu rambut, kulit, daging, otot (syaraf), tulang, sungsum, dan darah (segala
cairan tubuh). Maka dalam Kapribaden tujuh lapis komposisi tersebut
digolongkan sebagai raga. Adapun raga sendiri tidak bersifat kekal
(langgeng). Maka, setiap manusia pada suatu saat raganya akan rusak dan
tidak lagi dapat menjadi tempat atau alatnya hidup (urip). Raga nantinya harus
kembali ke asalnya, yaitu tanah, air, angin dan api; dengan kata lain raganya
telah menjadi mayat dan ditinggalkan hidupnya (roh).58
Manusia yang selalu menuruti segala keinginan raganya tidak akan bisa
mencapai kesempurnaan hidup, karena ia selalu memperbudak hidup. Padahal,
yang benar-benar mengetahui asal, ada, dan tujuannya (sangkan paraning
dumadi) hanyalah hidup (roh) itu sendiri, karena ia berasal dari sumbernya
hidup (Tuhan). Jadi, manusia yang ingin mencapai kesempurnaan hidup
(kasampurnan urip), maka dalam laku hidupnya harus menjadi abdinya hidup,
bukan memperbudak hidup. Oleh karena itu, manusia tinggal menurut dan
mengikuti kehendak hidup itu bagaimana, sebab hidup tau betul bagaimana
tugas dan kewajiban manusianya sesuai situasi dan kondisi.59
3. Konsep Tentang Alam Semesta
Alam semesta, bukan hanya bumi, bulan, matahari atau langit yang kita
lihat selama ini, melainkan seluruh yang ada, yang hingga saat ini belum ada
seorang pun yang mengetahuinya secara menyeluruh. Alam semesta
58
Raharjo, Hidup Bahagia, hlm. 8-9. 59
Transkrip “Sabdo Pangandhiko Romo”.
33
diciptakan, ditata, dijaga oleh Tuhan dan tanpa sedetik pun luput dari
pengawan-Nya.60
Atas dasar pandangan yang demikian, maka dalam Kapribaden
menganggap bahwa semua yang ada di alam semesta ini, selama masih ada
gerak, tumbuh, dan berkembang; dengan kata lain masih “dilenggahi urip”
adalah sama dengan kita, yaitu sama-sama hidup. Oleh karenanya, manusia
seraya dituntut untuk selalu merasa dirinya menjadi satu dengan alam semesta,
serta selalu mengikuti jalan dan kehendaknya hidup. Melalui penghayatan
yang dalam, benar-benar bisa dirasakan bahkan dibuktikan menyatunya diri
kita dengan alam semesta.61
4. Konsep Tentang Kitab Suci
Dalam setiap agama pasti memiliki pola tertentu, seperti: Nabi, aturan-
aturan, kitab suci dan lain sebagainya. Maka yang menjadi dasar pada setiap
agama itu adalah pemimpinnya, atau pembawa ajarannya. Sedang dalam
Kapribaden, kedudukan Semono bukan pemimpin (Nabi), ia berposisi sebagai
sesepuh atau penyalur ajaran.
Dalam Kapribaden ada istilah Kitab Suci Adam Makno, akan tetapi yang
dimaksud bukan seperti kitab suci yang terdapat pada agama-agama, juga
bukan kitab tertulis. Adam berarti penuntun, makno berarti jelas. Jadi, yang
dimaksud sebagai Kitab Suci Adam Makno ialah hidup yang ada pada diri
manusia itu sendiri. Karena hiduplah yang tau mana baik dan buruk, mana
yang boleh diperbuat dan mana yang tidak. Maka jelas, bahwa hidup yang
60
Transkrip “Sabdo Pangandhiko Romo”. 61
Transkrip “Sabdo Pangandhiko Romo”.
34
harus dijadikan sebagai panutan atau patokan dalam menjalani kehidupan.
Untuk bisa menemukan, mengerti dan atau menjadi Kitab Suci Adam Makno,
penghayat Kapribaden harus selalu menjadi abdinya hidup, selalu menaati
petunjuk rasa, serta harus beneran dan bersungguh-sungguh dalam menjalani
laku.62
5. Konsep Tentang Kesempurnaan
Istilah kesempurnaan di sini sebagai terjemahan dari “kasampurnan”, yang
dalam pandangan Kapribaden merupakan kondisi menyatunya (manunggal
roso) hidup dalam diri manusia dengan hidup yang meliputi, menata,dan
menggerakkan alam semesta seisinya (urip kang nglimputi jagad royo sak
isine).63
Kesempurnaan (kasampurnan jati) akan dapat dicapai, bukan oleh
manusia, melainkan oleh hidup yang ada di dalam diri manusia. Hal tersebut
terjadi apabila raga yang ditempati oleh hidup (roh) tidak dikotori dengan
perbuatan-perbuatan salah oleh raganya, sehingga roh bisa kembali dan
mencapai kesempurnaan; artinya kembali ke asalnya, ke sumbernya, yaitu
Tuhan.64
Selama manusia masih hidup di dunia, yang dapat dilakukan ialah
menelusuri dan mengenal jalan menuju ke kesempurnaan, sampai menemukan
yang benar-benar disembahnya, yaitu Tuhan. Merasakan sendiri menyatunya
hidup dengan hidup; yang dimaksud menyatu disini bukan menyatu antara
62
Wawancara dengan Daniel Riyanto di desa Pringapus pada tanggal 06 Juli 2018. 63
Transkrip “Sabdo Pangandhiko Romo”. 64
Transkrip “Sabdo Pangandhiko Romo”.
35
hamba dengan Tuhan (manunggaling kawulo Gusti), melainkan rasa (roh)
dengan sumbernya rasa (Tuhan).65
6. Lima Sarana Gaib (Panca Gaib)
Dalam mistik Kapribaden, terdapat lima sarana gaib (panca gaib) yang
dapat digunakan untuk memperkenalkan, mempertemukan, dan menyatukan
manusia dengan hidup, rasa dengan sejatinya rasa, atau hamba dengan
Tuhannya. Adapun yang dimaksud lima sarana gaib, yaitu:
a. Kunci
Yang dimaksud dengan ”kunci” disini bukanlah semacam aliran
kebatinan atau kepercayaan ataupun suatu aliran agama baru. Kunci juga
bukanlah sebuah nama melainkan sebuah asma, segala apa saja yang ada
di dalam semesta ini. Tulisan kunci yang tertera di bawah ini bukanlah
seluruh bacaan, rapalan, doa ataupun mantera kebatinan. Kunci itu
bukanlah tulisan bahasa-bahasa Jawa, melainkan bahasa rasa. Jadi sarjana
bahasa Jawa pun tidak mungkin bisa menterjemahkan secara pasti.
Kenyataan membuktikan bahwa orang luar negeripun menyebutkan
”kunci” juga, bukan key atau sebutan lainnya, walaupun ejaan hurufnya
tidak sama (Inggris : coonchea, Jepang : konggi dan sebagainya). Begitu
juga kalau seandainya kunci dibaca atau disuarakan oleh orang luar negeri
ternyata sama kedengarannya.66
Berikut adalah bunyi ”unine kunci”:
Gusti ingkang Moho Suci
Kulo nyuwun pangapuro
65
Transkrip “Sabdo Pangandhiko Romo”. 66
M. Soewardhiyono dan Djoko Roso Seger Pitulas, “Panggugah Rasa Sejati Tuntunan
Hidup Berdasarkan Sabda Romo Semono”, (Jember: 1985), hlm. 17.
36
Dumateng Gusti ingkang Moho Suci
Sirolah datolah sipatolah
Kulo sejatine Satriy /Wanito
Nyuwun wicaksono nyuwun panguwoso
Kangge tumindake Satriyo/wanito sejati
Kulo nyuwun kangge hanyirnakake tumindak ingkang luput.67
b. Asma
Asma yang dimaksud di sini adalah sesuatu yang bersatu dengan wujud
dari sebuah nama. Atau bisa diartikan bahwa sesuatu benda atau makhluk
itu sebenarnya merupakan manunggalnya beberapa unsur yang bersatu
padu (bersatunya jasad dan hidup). Jadi jasadnya saja yang berbeda alias
sebutan nama seseorang; begitu juga bisa saja sama seseorang sama benar
dengan namanya sendiri. Untuk mengetahui asma seseorang memang tidak
mudah dan tidak boleh atau dapat dikarang begitu saja dengan daya pikir.
Dibutuhkan kematangan pribadi, kemantapan rasa yang betul-betul hening
sehingga rasa tidak lagi dipengaruhi daya angan-angan, panca indera dan
budi pekerti (akal).68
c. Mijil
Mijil bisa tidak berarti keluar atau lahir, tapi yang dimaksud di sini
adalah memanunggalkan, menyatu atau menyesuaikan perilaku (pikiran,
ucapan, sikap dan perbuatan) dengan aturan gelar dan gulung sekaligus.
Yang disebut aturan gelar atau luar itu adalah semua aturan/tata yang
dibuat oleh manusia antara lain undang-undang, hukum adat, hukum
agama, peraturan negara, regional maupun aturan internasional, yang
tertulis maupun yang tidak dan diberlakukan setempat. Sedang aturan
67
Transkrip “Wedharan Romo Semono”. 68
Soewardhiyono dan Djoko, “Panggugah Rasa”, hlm. 26.
37
gulung adalah aturan rasa. Kalau tata gelar itu setiap negara, bangsa atau
tempat tidak sama, tapi aturan/tata gulung mencakup semua bangsa di
seluruh dunia tidak terkecuali. Tata pada aturan/tata gelar disebut ”Mijil
Gelar” dan yang taat pada aturan/tata rasa disebut ”Mijil Gulung”. Kalau
seseorang melanggar tata gelar akan terkena sanksi berupa hukuman,
denda atau dikucilkan oleh kelompok masyarakat. Begitu juga hal bagi
mereka yang melanggar tata gulung akan terkena sanksi yang berupa sakit,
kecelakaan atau kejadian-kejadian yang fatal lainnya.69
Kata-kata mijil:
1) (Asmo), jeneng siro mijilo, pajenengan ingsun kagungan karso,
arso . . . . (Ini digunakan hanya dalam hal hal yang bersifat spiritual
“gulung”)
2) (Asmo), jeneng siri mijilo, panjenengan ingsun kagungan karso,
raganiro arso . . . . . (Ini digunakan, sebelum anda, raganya,
manusianya, akan berbuat apa saja “gelar”).70
d. Paweling
Paweling diibaratkan sebagai sebuah kaca toilet atau cermin.
Sebagaimana anda ketahui bahwa kaca toilet atau cermin adalah peralatan
untuk bersolek, berdandan busana, jelasnya untuk memperindah diri.
Apabila kita berkaca di depan cermin maka sesuatunya bisa nampak jelas
segala kekurangan, kekeliruan kesalahan yang ada pada diri kita. Dengan
melihat kekurangan dan kesalahan yang ada pada diri kita, kita dituntut
69
Soewardhiyono dan Djoko, “Panggugah Rasa”, hlm. 29. 70
Raharjo, Hidup Bahagia, hlm. 22.
38
untuk memperbaiki dan memperindahnya. Kalau rambut kurang rapi, kita
harus mencari sisir untuk merapikannya dan kalau bedaknya kurang rata
kita dituntut untuk mencari penghapus bedak untuk meratakannya. Jadi
pengertian ”Paweling” disini adalah wahana pengontrol sekaligus
rehabilitasi, renovasi dan proses nilai tambah, termasuk refleksi dan
succesi. Dengan cara intropeksi manusia akan mengerti dan menyadari
kekurangan, kesalahan dan kealpaan perilaku yang sudah-sudah.71
Dengan kontrol itu manusia akan berusaha untuk menambah,
membetulkan serta memperbaharui atau meningkatkan agar memenuhi
persyaratan sebagai manusia baik. Jadi dengan paweling manusia akan
dapat dengan sadar memperbaiki perilakunya sehingga dihari ini akan
selalu lebih baik dari keadaan yang kemarin. Perilaku yang demikian itu
disebut dengan istilah ”eling”. Eling bukan berarti ”Ingat” melainkan
adanya usaha pikiran, ucapan, sikap maupun tindakannya lebih baik dari
yang sudah-sudah.72
Adapun bunyi paweling, sebagai berikut:
Siji-siji
Loro-loro
Telu-telonono
Siji sekti
Loro dadi
Telu pandito
Siji wahayu
loro gratrahino
Telu rejeki.73
71
Soewardhiyono dan Djoko, “Panggugah Rasa”, hlm. 34. 72
Soewardhiyono dan Djoko, “Panggugah Rasa”, hlm. 34-35. 73
Transkrip “Wedharan Romo Semono”.
39
e. Singkir
Singkir bukan untuk menyingkirkan bahaya setan roh-roh jahat
melainkan untuk menipiskan ego, dan juga menunjukkan asal mula
terjadinya manusia. Manusia asalnya dari manunggalnya rasa laki-laki dan
perempuan atau bersatu padunya kasih sayang bapak ibu. Disingkat
manusia asalnya dari kasih sayang. Karena asalnya dari kasih sayang
manusia dituntut untuk selalu bertuntunan kepada ”kasih sayang” dalam
berperilaku kepada siapapun. Singkir juga merupakan ilmu komunikasi
yang luas, dalam, teliti dan universal, khususnya komunikasi dengan
sesama manusia.74
Berikut kata-kata singkir:
Gusti Ingkang Moho Suci
Kulo nyuwun pangapuro dumateng Gusti Ingkang Moho Suci
Sirolah, Dhatolah, Sipatolah
Kulo sejatine satriyo/wanito
Hananiro hananingsun
Wujudiro wujudingsun
Siro sirno mati dhening satriyo / wanito sejati
Ketiban idhuku putih, sirno layu dhening (Asmo).75
7. Laku Spiritual dalam Mistik Kapribaden
Dalam mistik Kapribaden, penghayat menjalani laku hidup sehari-hari
dengan menggunakan lima sarana gaib (panca gaib), yaitu sarana untuk
memperkenalkan manusia pada hidup (urip) yang baik sesuai kehendaknya.
Dalam proses pengenalan diri kepada hidup, sarana gaib pertama yang
digunakan ialah kunci. Dalam laku tersebut, kunci dibaca tujuh kali dengan
sikap menyembah; tujuh lapis raga seluruhnya menyerah dan pasrah kepada
74
Soewardhiyono dan Djoko, “Panggugah Rasa”, hlm. 38. 75
Transkrip “Wedharan Romo Semono”.
40
hidup yang ada di dalam raga penghayat itu sendiri. Setelah bisa merasakan
keberadaan hidup dalam diri penghayat, kemudian ia akan diberi asmo. Asmo
diberikan oleh penghayat (kadhang tuo), yang sudah dikehendaki oleh
hidupnya (kadhang tuo), kepada penghayat (kadhang enom). Setelah
mendapat asmo, maka penghayat diperkenankan dan ditekankan untuk selalu
mijil dalam setiap aktifitas hidupnya.76
Dalam Kapribaden, untuk meningkatkan lakunya, maka penghayat dituntut
untuk selalu berusaha membersihkan raganya dengan laku mencuci
(pangumbahing rogo), yaitu: sabar,ikhlas, narimo, ngalah, welas, asih lan
tresno marang sepodo-podone urip. Di samping itu, penghayat juga
disarankan menggunakan sarana gaib singkir. Dengan singkir, penghayat bisa
menipiskan atau bahkan mengendalikan nafsu agar aku (diri manusia) tidak
senantiasa memperbudak hidup, melainkan aku (diri manusia) menjadi
abdinya hidup. Jika penghayat sudah bisa dan mampu menggunakan empat
sarana gaib tersebut, maka ia akan selalu merasa bahagia (ayem tentrem).
Setelah itu, baru ia dapat menggunakan sarana gaib yang kelima, yaitu
paweling. Dengan sarana paweling, manusia yang digambarkan di atas dapat
menyatukan (manunggal roso) hidup dalam dirinya dengan hidup yang
menghidupi serta menggerakkan alam semesta dan hidup yang menjadi
sumber segala hidup, yaitu Tuhan Yang Maha Esa.77
76
Transkrip “Sabdo Pangandhiko Romo”. 77
Transkrip “Sabdo Pangandhiko Romo”.
41
BAB III
DINAMIKA MISTIK KAPRIBADEN
A. Perkembangan Penghayat Kapribaden
Mistik Kapribaden lahir perantara seorang yang bernama Semono
Sastrohadidjojo. Mistik Kapribaden bukanlah sebuah agama, aliran, kepercayaan,
kebatinan, gerakan maupun organisasi atau bahkan yang lainnya, melainkan
sebuah laku hidup (alat manunggal) manusia itu sendiri untuk dipergunakan
manusia sebagai jalan mencapai hidup bahagia (ayem tentrem) dan kembali ke
pangkuan Tuhan (sangkan paraning dumadhi). Sehingga seluruh agama, bangsa,
maupun budaya manapun bisa mengikuti jalan mistik Kapribaden. Ajaran asli
Kapribaden sebenarnya disebut sebagai manunggal kinantenan sarwo mijil.
Karena Kapribaden sebagai wadah yang legal, dan nama Kapribaden sendiri
ditemui pada kolom agama KTP Semono, juga nama Kapribaden lebih familiar di
telinga orang, maka penulis lebih memilih menggunakan istilah Kapribaden.78
Awal mula mistik Kapribaden hanya diberikan kepada orang-orang tertentu,
biasanya para pertapa-pertapa, itu pun pertapa yang sudah lama, biasanya
minimal 25 tahun bertapa, yang bisa menerima mistik Kapribaden. Hal tersebut
dibuktikan ketika Romo Semono memberikan kunci kepada Soedarmo Efendi,
ketika kunci diberikan kepada Soedarmo Efendi, ia jatuh pingsan (nggeblag
78
Raharjo, Hidup Bahagia, hlm. 6.
42
semaput) sebab tidak kuat menerima pemberian. Berdasarkan penuturan Semono,
Kapribaden dulunya harus ditebus dengan laku (bertapa) dulu.79
Di sini penulis tidak menemukan secara pasti kapan wulang wuruk
Kapribaden bisa diberikan kepada siapa saja yang menghendaki. Berdasarkan
referensi yang didapat penulis, antara tahun 1955-1960, Semono sudah
mengajarkan laku kasampurnan kepada para rekan-rekan sesama prajurit ABRI,
bahkan masyarakat Jawa Timur pada umumnya. Hal itu dapat dibuktikan dengan
nama dan alamat para tamu serta plat nomor polisi mereka yang menunjukkan
berasal dari wilayah Jawa Timur, Bali, Mataram, Lombok, dan lain-lain. Mulai
tahun 1960-an ketika Semono sudah habis masa dinasnya sebagai Kapten Marinir
dan kembali ke kampung halamanya di Purworejo dan berdiam di Kalinongko dan
Sejiwan, Loano, Purworejo (dua rumah kediaman) bersama kedua istrinya,
Ngarinem dan Tumirin, beliau menerima kedatangan tamu setiap hari rata-rata
500-an orang bahkan lebih, baik tamu lokal, nasional, maupun internasioanal.80
Dari sekian tamu yang datang, tentunya memiliki perbedaan tujuan mengapa
ia datang, mulai dari pengobatan penyakit, memohon restu untuk sesuatu,
meminta solusi atas kesulitan hidup yang dialami, dan tidak sedikit pula yang
datang untuk memohon bisa mengikuti laku kasampurnan, baik orang pribumi
maupun orang asing. Ada di antara mereka yang mendapat informasi dari mistis,
ada juga dari penuturan teman, saudara, atau orang lain.81
Dari situ penulis melihat beberapa faktor yang menyebabkan orang mau
menekuni dan menghayati mistik Kapribaden, di antaranya: pertama, karena
79
Transkrip “Sabdo Pangandhiko Romo”. 80
Raharjo, Hidup Bahagia, hlm. 7. 81
Raharjo, Hidup Bahagia, hlm. 7.
43
sebab mistik. Kedua, karena bertamu ke Semono; dengan kata lain tidak sengaja.
Ketiga, karena penuturan pengalaman teman, saudara atau orang lain. Keempat,
karena orang tersebut gagal memahami agama yang dianut. Penulis menilai,
bahwa kedatangan para tamu ini juga merupakan media yang dipakai Semono
untuk menyebar luaskan laku kasampurnan ini, meski pada hakekatnya laku
kasampurnan tidak memaksakan kepada siapa saja yang menghendaki atau tidak
menghendaki untuk menempuh jalan spiritual mistik Kapribaden. Bahkan sampai
saat ini, Kapribaden tidak pernah menyiarkan ajarannya, akan tetapi Kapribaden
terbuka untuk siapa saja yang menghendaki untuk mengikuti ajaran Kapribaden,
juga terbuka untuk siapa saja yang bertanya tentang Kapribaden.82
Sampai saat ini tidak diketahui berapa jumlah penghayat Kapribaden, bisa
jadi ribuan atau bahkan jutaan penghayat yang tersebar di mana-mana, di seluruh
penjuru dunia. Sebab dalam Kapribaden tidak ada pendataan anggota. Dalam
kapribaden tidak ada tingkatan-tingkatan derajat atau maqom dari satu penghayat
dengan penghayat lainnya, adanya hanya penghayat yang lebih berpengalaman
(kadhang tuo) dan penghayat pemula atau baru memiliki sedikit pengalaman
(kadhang enom).83
B. Berdirinya Paguyuban Penghayat Kapribaden
Ketika mistik Kapribaden mulai berkembang di seluruh Jawa dan sekitarnya,
tak pelak, pemerintah masa peralihan pun merasa gusar. Oleh Presiden Soeharto
yang saat itu menguasai pusat kepemimpinan negara mengirim utusan dari ABRI
untuk mencekal Semono beserta para penghayat Kapribaden. Setelah diadakan
82
Wawancara dengan Daniel Riyanto di desa Pringapus pada tanggal 06 Juli 2018. 83
Transkrip “Sabdo Pangandhiko Romo”.
44
perundingan yang cukup alot, akhirnya kesalahpahaman itu bisa kembali diterima
oleh pemerintah.84
Paguyuban Kapribaden didirikan semata-mata untuk mendapatkan legalitas
dari negara dan mengurus segala perizinan bila suatu saat mengadakan sebuah
kegiatan. Karena sebenarnya dalam Kapribaden tidak ada organisasi, adanya
kekadhangan (hubungan antar manusia yang melebihi saudara kandung), tidak
ada guru-murid, senior-junior, melainkan semua sama. Bahkan dalam
kebersamaan, semua latar belakang manusia dihilangkan, tidak ada kaya-miskin,
berpangkat-rakyat jelata, ataupun berpendidikan-buta huruf.85
Paguyuban Kapribaden didirikan atas dasar perintah (dawuh) Semono, yaitu
pada tanggal 29 April 1978. Ketika itu ada 5 orang (putro) yang sowan Semono,
di antaranya: Wahyono Raharjo, Hartini Wahyono, Soehirman, S. Parmin, dan
Sakir. Di hadapan para putro Semono menerbitkan sebuah tulisan aksara Jawa;
satu-satunya sabda Semono yang tertulis, yang berbunyi: ”Romo mangestoni,
putro-putro kudu ngakoni putro Romo”.86
Penjelasan Romo Semono: ” ditulis ono
tutup, kareban putro-putro podo nyawang mengisor, sebab putro-putro isih
nyawang menduwur, ben podo nyawang sing urip ono ngisor kreteg”. Lalu para
putro (penghayat) diperintah untuk menyebarkan sabda tersebut kepada para putro
yang lainnya.87
84
Wawancara dengan Daniel Riyanto di desa Pringapus pada tanggal 06 Juli 2018. 85
http://www.kapribaden.org/O_Organisasi.php diakses pada pukul 18.05 hari Senin, 09
Juli 2018. 86
Ditulis pada tutup kue dadar-gulung berwarna merah-putih, kemudian sabda tertulis ini
dikenal dengan sabda Honocoroko, karena tertulis dengan aksara Jawa. 87
http://www.kapribaden.org/O_Organisasi.php diakses pada pukul 18.05 hari Senin, 09
Juli 2018.
45
Kemudian para putro yang sowan saat itu memohon petunjuk bagaimana cara
”ngakoni putro Romo”. Semono pun menyarankan untuk membentuk sebuah
paguyuban. Mereka menyanggupi untuk membentuk sebuah paguyuban,
kemudian paguyuban tersebut diberi nama ”Paguyuban Penghayat Kapribaden”.
Nama paguyuban itu didasarkan dengan KTP Semono; yang tertulis Kapribaden
pada kolom agama.88
Dari kelima putro yang sowan, wahyono Raharjo ditunjuk Semono sebagai
ketua paguyuban, akan tetapi Wahyono menolak, bahkan sampai tiga kali
menolak dengan alasan ”mangke mboten wurung nami/wahyono mpun
dhadosaken ontran-ontran ing kalangan putro Romo”. Semono menjawab: ”siro
ora pareng nolak, amargo iki wis dikersakake Moho Suci”. Akhirnya, dengan
sangat berat hati, Wahyono menyatakan kesanggupannya. Ia pun mengemukakan
permintaan kepada Semono ”dalem sagah, nanging nyuwun Romo dhawuhi
langsung putro-putro, supados sampun ngantos putro-putro nginten wontenipun
paguyuban saking kajengipun Wahyono”, Semono pun menyanggupi dan
kemudian membagi-bagikan formulir bagi para penghayat.89
Ketika lima putro tadi pamit pulang, sampai di depan kamar Semono, lengan
Wahyono dipegang oleh Semono, dan disuruh menunggu di depan kamar.
Semono mengambil sebatang tongkat berwarna coklat kehitaman yang terbuat
dari kayu galih kelor yang terbungkus kain merah. Oleh Semono, tongkat itu
diberikan kepada Wahyono sambil berkata ”iki tongkat komando, jeneng siro wis
88
http://www.kapribaden.org/K_Sejarah%20Kapribaden.php diakses pada pukul 18.05
hari Senin, 09 Juli 2018.
89
http://www.kapribaden.org/K_Sejarah%20Kapribaden.php diakses pada pukul 18.05
hari Senin, 09 Juli 2018.
46
ngerti tegese, sopo wae seng mbangkang, sektiyo, digdhoyo koyo ngopo, mbok
dhudhul iki mesti modar. Siro ora usah was sumelang amargo sekabehing bolo
sirolah bakal sabiyantu marang jeneng siro, iki sabdane Moho Suci,
tampanono!”.90
Kemudian persiapan-persiapan dilakukan, beberapa kali mengajukan izin
untuk bertemu Soeharto selaku Presiden Indonesia kala itu, akan tetapi beberapa
kali juga ditolak dengan berbagai alasan. Hingga akhirnya diizinkan bertemu
Presiden Soeharto dengan durasi waktu 5 menit. Akan tetapi ketika yang menemui
Soeharto ternyata adalah Wahyono, yang mana Wahyono adalah cucu dari juragan
Kerbau yang digembala Soeharto waktu masih muda dulu, Soeharto kaget hingga
akhirnya berbincang-bincang lama. Dan sejak saat itu papan larangan dicabut.91
Akhirnya berbagai langkah strategis dan taktis dilakukan, dan paguyuban bisa
diresmikan. Tepat pada malam Senin Pahing tanggal 30 Juli 1978 Paguyuban
Penghayat Kapribaden sah di mata hukum dan diresmikan. Upacara ritual
dilaksanakan di Sanggar Sasono Adiroso, sedang upacara peresmian dilaksanakan
di Anjungan Mataram Taman Mini Indonesia Indah. Sejak berdirinya paguyuban
Kapribaden, Semono mulai mengajarkan lagi ajarannya.92
Setelah resmi diakui oleh pemerintah, Wahyono bersama S. Hoetomo dan
Hendra Yudianto dua bulan berkeliling ke daerah-daerah untuk membentuk
paguyuban (cabang) di daerah-daerah tersebut, sekaligus mengantar pengurus
cabang untuk mendaftar ke 5 instansi pemerintah, kalau provinsi ke 7 instansi,
90
http://www.kapribaden.org/K_Sejarah%20Kapribaden.php diakses pada pukul 18.05
hari Senin, 09 Juli 2018. 91
Wawancara dengan Daniel Riyanto di desa Pringapus pada tanggal 06 Juli 2018. 92
http://www.kapribaden.org/K_Sejarah%20Kapribaden.php diakses pada pukul 18.05
hari Senin, 09 Juli 2018.
47
sedang pusat ke 9 instansi. Hal ini dilakukan agar mistik Kapribaden tidak sekedar
diakui oleh pemerintah Indonesia, akan tetapi juga diakui secara sah menurut
Undang-Undang Negara.93
Paguyuban Penghayat Kapribaden kemudian terdaftar pada DEPDIKBUD
R.I. : No. 1.099/F.3/N.1.1/1980 dan baru sah diakui menurut Undang-Undang
Negara pada tahun 1985 sesuai UU No. 8/1985 dalam pengumuman pemerintah
tentang organisasi-organisasi kemasyarakatan yang sah tingkat nasional,
bernomor 324.94
Sampai saat ini, sistem keorganisasian dalam Kapribaden sebenarnya tidak
berjalan sesuai dengan prosedur keorganisasian pada umumnya. Meski demikian,
paguyuban Kapribaden tetap menaati dan mematuhi peraturan yang diberlakukan
oleh pemerintah. Dengan bukti, dalam Kapribaden tetap ada struktur
keorganisasian yang rapi, meski sifatnya formalitas. Diadakan pula pergantian
pengurus setiap lima tahun sekali, mulai dari tingkat kabupaten/kota, provinsi,
sampai nasional. Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART)
dalam Kapribaden juga diberlakukan.95
Demikian uraian mengenai sejarah berdirinya Paguyuban Penghayat
Kapribaden di atas yang dapat dilaporkan penulis, dan perlu diketahui, bahwa
Paguyuban Penghayat Kapribaden masih eksis sampai saat ini.
93
http://www.kapribaden.org/O_Organisasi.php diakses pada pukul 18.05 hari Senin, 09
Juli 2018 pukul 18.05. 94
http://www.kapribaden.org/O_Organisasi.php diakses pada pukul 18.05 hari Senin, 09
Juli 2018. 95
Wawancara dengan Susalid Prasetyo Hutomo di Perumahan Salatiga Permai pada
tanggal 08 Juli 2018.
48
C. Konflik dalam Kapribaden
1. Konflik Internal
Dalam perkumpulan suatu kelompok, pasti terdapat perbedaan. Dari
perbedaan itu pula seringkali terjadi gesekan-gesekan. Seakan menjadi hal
yang wajar bila dalam sebuah kelompok terjadi suatu konflik. Akar dari
terciptanya konflik dalam kelompok bisa terjadi karena kecemburuan sosial,
merasa benar dan merasa pantas berkuasa.
Dalam Kapribaden sendiri, hal itu terjadi, meski tidak tergolong sebagai
konflik besar. Berdasarkan penuturan Daniel Riyanto, konflik tersebut terjadi
sebab adanya kecemburuan sosial dari penghayat Kapribaden yang merasa
pantas, mampu, sakti dan bisa memimpin paguyuban Kapribaden. Akibat dari
konflik tersebut, akhirnya beberapa penghayat Kapribaden yang tidak setuju
dengan pemimpin paguyuban, mengeluarkan diri dari organisasi Kapribaden.
Menganggap paguyuban Kapribaden telah menyimpang dari ajaran. Mereka
juga mengolok-olok serta menghasut penghayat Kapribaden yang lainnya,
bahwa paguyuban Kapribaden didirikan semata untuk mencari uang. Ada juga
yang merasa bahwa Kapribaden bukanlah sebuah organisasi, jadi tidak perlu
mengikuti dan menjadi anggota di paguyuban Kapribaden.96
Dengan tegas Daniel Riyanto97
mengklarifikasi anggapan tersebut, bahwa
pandangan mereka tentang kesemua itu tidaklah benar. Paguyuban Kapribaden
didirikan semata hanya untuk melegalkan ajaran Kapribaden di mata hukum
96
Wawancara dengan Daniel Riyanto di desa Pringapus pada tanggal 06 Juli 2018. 97
Pimpinan Paguyuban Penghayat Kapribaden tingkat Provinsi Jawa Tengah. Pertama
kali belajar ajaran Kapribaden umur 10 tahun (1967) oleh bapaknya. Aktif di organisasi
Kapribaden sejak tahun 2005.
49
serta mudah ketika akan mengadakan sebuah acara. Dalam Kapribaden sendiri
tidak ada istilah penghayat itu sakti, ahli dan merasa mampu. Sebab kesemua
itu hanya hidup yang memiliki kuasa, manusia (raga) tidaklah bisa apa-apa.
Daniel Riyanto berani menjamin, bahwa sampai saat ini Kapribaden tidak
pernah sama sekali ketika mengadakan suatu acara meminta-minta uang
kepada penghayat, apalagi meminta sumbangan kepada instansi pemerintah.
Dana didapat biasanya dari pemberian secara sukarela (berdasarkan rasa) oleh
penghayat atau pengurus paguyuban Kapribaden tanpa meminta atau bahkan
memaksa.98
2. Konflik Eksternal
Keberadaan mistik kebatinan di Indonesia, khususnya di Jawa telah menarik
perhatian dari berbagai pihak. Di antaranya dari sarjana-sarjana, baik di dalam
maupun di luar negeri, tak pelak pula dari para ahli agama dan juga
pemerintah.
Pada masa awal pemerintahan Orde Baru, tepatnya tahun 1973, terjadi
ketegangan antara pemerintah dengan mistik Kapribaden. Orang-orang
dilarang untuk datang di tempat atau di kediaman Semono. Siapapun yang
ingin menemui Semono harus izin dahulu ke Polsek, Koramil, Kodim dan
Polres. Hal demikian dilakukan pemerintah Orde Baru yang merasa khawatir
akan keterlibatan Kapribaden dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), sebab
sebelumnya Soekarno pernah juga ikut belajar di Kapribaden. Pemerintah Orde
baru khawatir bahwa Soekarno telah menyebarkan faham komunis pada
98
Wawancara dengan Daniel Riyanto di desa Pringapus pada tanggal 06 Juli 2018.
50
Semono serta penghayat Kapribaden lainnya. Bahkan pada tahun 1976 ada
papan larangan, yang melarang siapa saja untuk mendatangi dan menemui
Semono, baik dengan kepentingan berobat, meminta solusi permasalahan,
sampai belajar ajaran yang dibawa Semono. Sebenarnya pada tahun 1973
sudah ada larangan dari pemerintah Orde Baru (belum dipasang papan
larangan), akan tetapi masih ada orang yang datang secara sembunyi-
sembunyi, hingga akhirnya dibikinlah papan larangan itu pada tahun 1976.
Semono juga dilarang mengajarkan ajarannya ke orang-orang, ia pun
mengikuti instruksi dari pemerintah.99
Ada beberapa penghayat yang khawatir bilamana ajaran yang dibawa
Semono tidak diajarkan lagi, maka akan hilang. Akhirnya pada tahun 1978,
Semono memberikan sabda bahwa akan ada orang yang berani mencabut
papan larangan ini. Tepat pada tanggal 29 Juni 1978, ada 5 orang sowan ke
tempat Semono secara bersamaan. Dari kelima orang tersebut, Wahyono diberi
amanat Semono untuk melegalkan Kapribaden dari pemerintah Orde Baru.
Akhirnya berbagai langkah strategis dan taktis dilakukan, dan paguyuban bisa
diresmikan. Tepat pada malam Senin Pahing tanggal 30 Juli 1978 Paguyuban
Penghayat Kapribaden diresmikan. Paguyuban Kapribaden legal di mata
hukum dan sejak saat itu tidak lagi terjadi konflik dengan pemerintah Orde
Baru.100
Dalam sejarah perjalanan Kapribaden, sama sekali tidak ada perseteruan
dengan agama-agama resmi di Indonesia, apalagi dengan mistik Kebatinan
99
Wawancara dengan Daniel Riyanto di desa Pringapus pada tanggal 06 Juli 2018. 100
Wawancara dengan Daniel Riyanto di desa Pringapus pada tanggal 06 Juli 2018.
51
yang lainnya. Bahkan, banyak pula para penghayat Kapribaden yang juga
beragama resmi. Berdasarkan pengakuan dari Susalid,101
dalam Kapribaden
diajarkan ”ora pareng cawe-cawe mring kapitayan liyan, marsudi kahanane
dhewe” (tidak boleh ikut campur mengenai kepercayaan orang lain, akan tetapi
meniti diri sendiri), dari sini penghayat Kapribaden berpegang teguh untuk
tidak mau menyalahkan atau ikut campur urusan orang lain. Meski pada
kenyataannya penghayat Kepercayaan atau mistik Kebatinan, khususnya
Kapribaden sering juga mendapat omongan-omongan dari kalangan umat
beragama yang kurang mengenakan. Namun di sini, penghayat Kapribaden
mendiamkan, membiarkan dan mengabaikan hal yang demikian.102
101
Penghayat Kapribaden umur 28. Akktif di organisasi sejak 1992, sekarang menjadi
sekretaris Kapribaden cabang Kota Salatiga. 102
Wawancara dengan Susalid Prasetyo Hutomo di Perumahan Salatiga Permai pada
tanggal 08 Juli 2018.
52
BAB IV
TASAWUF ISLAM DALAM MISTIK KAPRIBADEN
A. Pembersihan Diri
Pensucian diri merupakan laku yang berat serta membutuhkan waktu yang
relatif lama. Sebab pensucian diri meliputi upaya mawas diri untuk mengenal
sifat-sifat nafsu dan kemudian menemukan hakekat dari pribadinya. Lalu
dilanjutkan dengan upaya meninggalkan sifat-sifat yang tercela dan menghisa diri
dengan sifat-sifat yang terpuji. Dalam ajaran mistik Kapribaden, untuk
meningkatkan laku hidup penghayat, maka penghayat dituntut untuk selalu
berusaha membersihkan raganya dengan panca laku, yaitu: sabar, ikhlas, narimo,
ngalah, welas, asih lan tresno marang sepodo-podone urip. Dalam menjaga
kebersihan raga, ajaran mistik Kapribaden selain lima panca laku tersebut juga
menekankan untuk selalu cegah dhahar kelawan guling; maksudnya ialah sebagai
manusia, khususnya penghayat Kapribaden, agar tidak lagi memperturut
keinginan nafsu yang sifatnya keduniaan.103
Dalam tasawuf Islam, disebutkan secara bertahap mengenai pembersihan diri.
Pembersihan diri (jiwa) dalam Islam melalui beberapa tingkatan, di antaranya:
taubat, wara’, zuhud, faqir, sabar, tawakkal dan ridla. Maqamat tersebut
merupakan konsepsi tasawuf yang dibawa oleh al-Ghazali. Pada abad kelima
Hijriyah, muncul seorang Imam al-Ghazali yang sepenuhnya menerima tasawuf
yang berdasar pada al-Qur’an dan as-Sunnah serta bertujuan asketisme, yaitu
103
Transkrip “Sabdo Pangandhiko Romo”.
53
kehidupan yang sederhana, pelurusan jiwa dan pembinaan moral. Al-Ghazali lah
yang kemudianberhasil memancangkan prinsip-prinsip tasawuf yang moderat,
yang seiring dengan aliran Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Sejak abad keenam,
sebagai akibat dari kepribadian al-Ghazali yang begitu besar, pengaruh tasawuf
sunni semakin meluas dalam dunia Islam.104
Taubat dalam ajaran tasawuf Islam, bukan sekedar taubat dari perbuatan dosa,
melainkan juga taubat dari terlena (ghoflah) mengingat Allah. Jadi jelas, konsepsi
taubat di sini berarti melepaskan cara dan pola pikir hidup lama yang sering lalai
akan mengingat Tuhan dan merubahnya untuk selalu ingat dan lekat rasanya
dengan Tuhan. Selepas itu ditingkatkan untuk mencapai zuhud, yaitu tidak tamak,
tidak bergairah terhadap hal-hal duniawi atau menyidikitkan keinginan terhadap
dunia. Kemudian naik lagi ke tingkatan faqir. Dalam tasawuf Islam, faqir
diartikan tiada memiliki sesuatu dan hatinya tidak dimiliki oleh sesuatu. Dalam
keadaan faqir pasti akan mengalami berbagai cobaan hidup, maka jiwanya harus
ditingkatkan ke maqam sabar, rela atau menerima berbagai cobaan dan
penderitaan. Sehingga, nantinya meningkan ke maqam tawakkal. Tawakkal dalam
tasawuf Islam diartikan berserah diri terhadap kehendak Tuhan. Sesudah itu akan
mencapai tingkatan ridla yang berarti rela dan senang hati dengan segala macam
cobaan dan penderitaan.105
Latihan rohaniah tersebut, dalam Islam berlandaskan pada firman Allah,
sebagai berikut: ”dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan Kami,
104
Abu al-Wafa al-Ghanimi at-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman, Cet-1, (Bandung:
Penerbit Pustaka, 1985), hlm. 18 105
Simuh, Sufisme Jawa Transformasi Tasawuf Islam ke Mistik Jawa, Cet-2,
(Yogyakarta: Yayasan Benteng Budaya, 1996), hlm. 94-95.
54
benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan,
sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik”.106
Dan
juga firman Allah ”Hai orang-orang yang beriman, ingatlah Allah dengan dzikir
sebanyak-banyaknya”.107
Kaitannya laku welas asih tresno pada ajaran Kapribaden, dalam Islam Allah
berfirman ”Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang”.108
Dari sini memberi pengertian, bahwa Tuhan bersifat welas asih
dengan melipahkan karunia kepada seluruh makhluk, pun juga menyayangi
seluruh makhluknya, tanpa terkecuali. Manusia sebagai hamba yang berasal dari
dzat Tuhan sendiri, selayaknya juga selalu mengasihi dan menyayangi kepada
sesama hidup.
B. Esensi Tuhan
Mengenai hakekat Tuhan, dalam mistik Kapribaden tidak dapat memberikan
gambaran tentang apa, siapa, atau bagaimana Tuhan itu sesungguhnya. Karena
segala apa saja yang dapat digambarkan oleh otak manusia, tidak ada yang
mampu menyerupai, mirip, atau bahkan menyamai-Nya. Bahkan sejatinya, esensi
dari segala yang ada di alam semesta ini merupakan perwujudan Yang Tunggal.
Di sini penulis menemukan kesamaan hakekat tentang Tuhan dalam
perspektif Islam. Dalam ajaran ketuhanan mistik Kapribaden mirip dengan konsep
wihdatul wujud dalam Islam. Siti Jenar dalam pahamnya mengungkapkan, “tidak
ada sesuatu pun yang meng-Ada kecuali Allah. Jadi, orientasi pemikiran Siti jenar
ini adalah dari bawah ke atas, di mana manusia naik menuju-Nya (menyatu ke
106
QS., Al-Ankabut, 29:69. 107
QS., Al-Ahzab, 33:41. 108
QS., Al-Fatihah, 1:1.
55
yang Wujud), sehingga menjadi “hanya Allah yang wujud hakiki” Juga dalam
sifat Allah mukholafatul lil hawaditsi bahwa tidak ada apa dan siapapun yang
menyerupai, mirip, atau bahkan menyamai Tuhan.109
Ibnu ‘Arabi, dalam pahamnya mengenai wujud, mempercayai terjadinya
emanasi, yaitu Allah menampakkan segala sesuatu dari wujud ilmu menjadi
wujud materi. Ibnu ‘Arabi menginterpretasikan wujud segala yang ada sebagai
teofani abadi yang tetap berlangsung dan tertampaknya Yang Maha Tunggal di
setiap saat yang terhitung bilangannya. Jelasnya, realitas wujud ini hakekatnya
tunggal. Sementara beraneka macam hal yang ada, tidak lain hanyalah hasil indra-
indra lahiriah serta akal budi manusia yang terbatas.110
Ibnu Sab’in, seorang sufi dan filosof dari Andalusia, mempunyai gagasan
sebuah paham dalam tasawuf falsafi, yang dikenal dengan paham kesatuan
mutlak. Gagasan esensial pahamnya sederhana saja, yaitu wujud adalah satu, alias
wujud Allah semata. Wujud yang lainnya hanya wujud Yang Satu itu sendiri.
Dengan begitu, maka wujud, dalam kenyataannya, hanya satu persoalan yang
tetap. Dalam pahamnya, Ibnu Sab’in menempatkan ketuhanan pada tempat
pertama. Sebab wujud Allah, menurutnya, adalah asal segala yang ada pada masa
lalu, masa kini, maupun masa depan. Sementara wujud materi yang tampak justru
ia rujukkan pada wujud mutlak yang rohaniah.111
Ibnu Sab’in menganalogikan wujud dengan lingkarab; porosnya adalah wujud
yang mutlak, sementara wujud yang nisbi ada di dalam lingkaran. Sebenarnya
109
M. Sholikhin, Ajaran Ma’rifat Syekh Siti Jenar, Cet-1, (Yogyakarta: Narasi, 2011),
hlm. 29. 110
Abu, Sufi, hlm. 202-203. 111
Abu, Sufi, hlm. 210-211.
56
antara kedua wujud tersebut tidak ada perbedaan, sebab keduanya pada
hakekatnya adalah satu. Ibnu Sab’in juga menggambarkan wujud Allah yang
wajib dengan wujud Allah yang mungkin dalam kedudukan sebagaimana materi
dengan bentuk. Ringkasnya, wujud hanya satu, tidak ada dua dan juga tidak
sekali-kali banyak. Pemikirannya yang seperti ini dilandaskan atas firman Allah “
Dia itulah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Dzahir dan Yang Bathin” (QS, al-
Hadid, 57: 3).112
C. Mikro Kosmos dan Makro Kosmos
Dalam pandangan Islam, manusia (mikro kosmos) terbagi menjadi dua
bagian, yaitu: jasmani dan rohani, fisikal dan spiritual, badan dan ruh, diri
kebendaan dan diri kejiwaan, atau dzahir dan batin. Pada segi dzahirnya, manusia
adalah sama saja. Namun dari segi batiniah, setiap manusia masing-masing adalah
berbeda dan berlainan. Tingkat seseorang diukur menurut makrifat diri kepada
Allah dan pengenalannya terhadap Tuhan Yang Maha Tunggal.113
Sebagaimana dalam Islam, pada mistik Kapribaden juga terdapat konsep
mengenai manusia, yaitu manusia terdiri dari dua unsur pokok, adalah roh (hidup)
dan raga (jasad). Komposisi raga terdiri dari 7 lapis (istilah simbolik), yaitu
rambut, kulit, daging, otot (syaraf), tulang, sungsum, dan darah (segala cairan
tubuh). Maka dalam mistik Kapribaden tujuh lapis komposisi tersebut
digolongkan sebagai raga. Adapun raga sendiri tidak bersifat kekal (langgeng).
Maka, setiap manusia pada suatu saat raganya akan rusak dan tidak lagi dapat
menjadi tempatnya roh. Raga nantinya harus kembali ke asalnya, yaitu tanah, air,
112
Abu, Sufi, hlm. 211. 113
Abdul Qadir, Sirr al-Asrar Fi Ma Yahtaj Ilayh al-Abrar, terj. Oleh Abdul Majid, Cet-
23 (Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2008), hlm. 20.
57
angin dan api; dengan kata lain raganya telah menjadi mayat dan ditinggalkan
roh.114
Alam semesta bukan hanya bumi, langit ataupun matahari, tetapi seluruh
yang ada, yang belum seorang pun dapat mengetahui secara menyeluruh.
Kaitannya dengan alam semesta (makro kosmos), Islam mengajarkan adanya
hubungan dengan alam (hablun min al ’alam), maka pada mistik Kapribaden
terdapat pula konsep mengenai hubungan manusia dengan alam. Dalam
pandangan mistik Kapribaden menganggap, bahwa semua yang ada di alam
semesta ini, selama masih ada gerak, tumbuh, dan berkembang; dengan kata lain
masih “dilenggahi urip” adalah sama dengan manusia, yaitu sama-sama hidup.
Oleh karenanya, manusia seraya dituntut untuk selalu merasa dirinya menjadi satu
dengan alam semesta, serta selalu mengikuti jalan dan kehendaknya hidup.
Melalui penghayatan yang dalam, benar-benar bisa dirasakan bahkan dibuktikan
menyatunya diri manusia dengan alam semesta.115
Dalam pandangan Islam, proses penciptaan manusia adalah integral dari alam
semesta. Berdasar sistem kosmos, manusia dan alam semesta merupakan satu
kesatuan yang tak terpisahkan. Oleh karena manusia memiliki keunggulan dalam
kesadaran, maka alam semesta menjadi objek yang penting dalam kehidupan
manusia. Salah satu teori yang menunjukkan hubungan manusia dengan alam
semesta adalah teori anthrophosenstris, yang menyebutkan manusia sebagai pusat
alam. Dengan kata lain, semua yang ada di alam semesta ini adalah untuk
114
Transkrip “Sabdo Pangandhiko Romo”. 115
Transkrip “Sabdo Pangandhiko Romo”.
58
manusia.116
Sebagaimana firman Allah “Dan Dialah (Allah) yang menjadikan
segala yang ada di bumi untuk kamu”.117
Manusia, dalam pandangan Islam, juga
ditempatkan sebagai rahmat bagi alam semesta. Yang demikian berdasar firman
Allah “Dan tiadalah Kami mengutus kamu melainkan sebagai rahmat seluruh
alam”.118
Pada intinya, alam dan manusia saling bergantung, saling melengkapi, alam
menyediakan segala sesuatu yang manusia butuhkan, dan alam membutuhkan
manusia untuk menjaga kelestariannya. Alam semesta diciptakan Tuhan sebagai
objek untuk mengembangkan potensi dan pengetahuan yang dimiliki manusia
agar mereka bisa berkembang dan memakmurkan alam, serta mengetahui tanda-
tanda kebesaran pencipta-Nya.
D. Insan Kamil
Benar bahwa kesempurnaan itu hanyalah ada pada Tuhan. Maka,
bagaimanapun upaya manusia sepanjang dia masih mengikuti kehendak raganya,
sekalipun menurut akal fikiran manusia hal-hal yang terbaik, tidak akan tercapai
kesempurnaan itu. Istilah kesempurnaan di sini janganlah diartikan sebagaimana
secara umum dipahami, yaitu perfect (sempurna). Namun, kesempurnaan di sini
berarti kondisi manusia, apabila dapat memanunggalkan roh (Hidup) di dalam
dirinya dengan Tuhan (Sumber Hidup). Oleh karenanya, hanya manusia yang
116
`http://melyme-agama.blogspot/alam-semesta-menurut-pandangan-islam.html?m=1
diakses pada pukul 09.00 WIB hari Rabu 12 September 2018. 117
QS., Al-Baqarah, 2:29. 118
QS., Al-Anbiya, 21:107.
59
sepenuhnya, artinya dalam segala hal, segala aspek kehidupan dan penghidupan,
dan dalam berbuat apa saja, semata-mata hanya melakukan kehendak Tuhan.119
Bila tasawuf membawa seseorang untuk bermusyahadah dan berada sedekat
mungkin dengan Allah, maka demikian pula mistik Kapribaden. Mistik
Kapribaden memiliki orientasi membawa penghayatnya ke arah manunggaling
kawula-Gusti. Jadi, antara tasawuf dan mistik Kapribaden memiliki titik temu
yang jelas. Keduanya membawa pada proses pendekatan diri kepada Allah.
Tasawuf mengandalkan pemusatan batin melalui keheningan (khalwat dan
meditasi), maka mistik Kapribaden juga mengajarkan pengetahuan tentang
hakekat Tuhan yang didapatkan dari meditasi atau kesadaran spiritual yang bebas
dari campur tangan akal fikiran dan panca indra.120
Konsep mengenai kesempurnaan, dalam ajaran mistik Kapribaden mirip
dengan konsep tasawuf falsafi dalam Islam. Tasawuf falsafi merupakan ajaran
spiritual yang bertujuan untuk mencapai kesempurnaan (insan kamil). Tasawuf
falsafi dikategorikan sebagai mistik ketakterhinggaan (mysticism infinity), yang
berlandaskan kepada kepercayaan monistis, panteistis.121
Tasawuf falsafi mulai
muncul dengan jelas dalam khasanah Islam sejak abad keenam Hijriyah, namun
para tokoh-tokohnya baru dikenal seabad kemudian. Ciri umum tasawuf falsafi
ialah kesamar-samaran ajarannya, akibat banyaknya ungkapan dan peristilahan
khusus yang hanya bisa dipahami oleh mereka yang memahami ajaran tasawuf
119
Naskah Paguyuban Penghayat Kapribaden, Penyajian Pemaparan Budaya Spiritual
pada tanggal 20-22 September 1988 di Hotel Purnama, Cipayung, Bogor. Hlm. 9. 120
M. Sholikhin, Manungaling Kawula-Gusti, Cet-1, (Yogyakarta: Narasi, 2011), hlm.
187. 121
Rosihon Anwar dan Muhhtar Solihin, Ilmu Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2000),
hlm. 69.
60
jenis ini. Selanjutnya, tasawuf falsafi tidak bisa dipandang sebagai filsafat, karena
ajaran dan metodenya didasarkan pada rasa (dzawq), dan sebaliknya, tidak pula
bisa dikategorikan pada tasawuf dalam pengertiannya yang murni, sebab
ajarannya sering diungkapkan dengan bahasa filsafat, dan berkecenderungan
mendalam pada panteisme. Para sufi dan juga filosof aliran tasawuf falsafi ini
mengenal dengan baik filsafat Yunani, serta berbagai alirannya, seperti Soxrates,
Plato, Aristoteles, dan aliran Stoa serta Neo-Platonisme dengan filsafatnya tentang
emanasi. Dan tak luput pula mereka akrab dengan filsafat-filsafat Timur kuno,
baik dari Persia maupun India, serta menelaah filsafat-filsafat para filosof Islam,
seperti Al-Farabi, Ibn Sina, dan lain-lain.122
Hubungan antara manusia dengan Tuhan diyakini sebagai persatuan dengan
Tuhan karena adanya persamaan esensi antara Tuhan dengan manusia. Teologi
yang mendasari mistik Kebatinan Jawa, khususnya mistik Kapribaden adalah
teologi yang bercorak pantheistic,123
oleh karena dalam pandangan tersebut
tergambarkan bahwa intisari manusia, esensinya sama dengan Tuhan. Dalam
mistik Kapribaden, Tuhan digambarkan sebagai bersifat transenden, tidak bisa
digambarkan seperti apa. Namun Tuhan juga imanen secara esensi dalam alam,
dan keberadaanya dalam diri manusia diwakili oleh roh suci. Kesempurnaan
dalam pandangan Kapribaden merupakan kondisi menyatunya (manunggal roso)
hidup dalam diri manusia dengan hidup yang meliputi, menata,dan menggerakkan
alam semesta seisinya. Kesempurnaan akan dapat dicapai, bukan oleh manusia,
melainkan oleh hidup yang ada di dalam diri manusia.
122
Abu, Sufi, hlm. 187-188. 123
Panteisme adalah teori yang menyatakan bahwa segala sesuatu yang terbatas adalah
aspek modifikasi atau bagian dari satu wujud yang kekal dan ada dengan sendirinya.
61
Ibnu ’Arabi juga mengemukakan pendapatnya mengenai kesempurnaan
(insan kamil), yang didasarkan pada paham kesatuan wujudnya. Manusia
sempurna, menurut Ibnu ’Arabi adalah alam keseluruhannya, yang meliputi
seluruh hal yang ada, yaitu karena hal ini bersifat wujud serta kepadanya itu Dia
mengemukakan rahasia-Nya. Maka kemunculan manusia sempurna, menurut Ibnu
’Arabi adalah esensi kecerlangan cermin alam. Ibnu ’Arabi membedakan manusia
sempurna menjadi dua, pertama, manusia sempurna dalam kedudukannya sebagai
manusia baru. Kedua, manusia sempurna dalam kedudukannya sebagai manusia
abadi. Bagi ia, tegaknya alam ini justru oleh manusia sempurna dan alam ini akan
tetap terpelihara selama manusia sempurna masih ada. Konsekuensinya, semua
agama adalah tunggal dan itu adalah kepunyaan Allah. Seorang yang benar-benar
arif adalah seorang yang menyembah Allah dalam setiap bidang kehidupannya.
Dalam kata lain dapat dinyatakan, bahwa ibadah yang benar adalah hendaknya
seorang hamba memandang semua apa pun sebagai realitas Dzat Yang Tunggal,
yaitu Allah.124
124
Abu, Sufi, hlm. 204.
62
BAB V
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, dapat disimpulkan,
bahwa:
1. Tumbuhnya berbagai mistik Kebatinan merupakan dampak dari masa krisis
dan masa transisi masyarakat. Terlebih kebijakan sistem pemerintahan yang
diterapkan sangat berbeda, sehingga mengombang-ambingkan psikis rakyat.
Di sisi lain, sistem dogma dan ritual agama-agama besar, seperti Islam dan
Kristen, tidak mampu memberikan kepuasan bagi pemeluknya. Dari sinilah
yang menyebabkan orang-orang beralih ke Kebatinan. Mistik Kapribaden
lahir perantara seorang yang bernama Semono Sastrohadidjojo pada tanggal
13 malam 14 November 1955, bertepatan pada malam Senin Pahing pukul
18:05WIB, di jalan Perak Barat No. 93 Surabaya. Semono lahir pada hari
Jum’at Pahing tahun 1900 melalui ibu Nawang Wulan, istri Hamengku
Buwono, yang diasingkan ke Purworejo. Semono diasuh oleh pertapa
Kasandhikromo yang tinggal di gunung Damar desa Kalinongko, Kecamatan
Loano, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Inti dalam ajaran mistik
Kapribaden adalah mengenal hidup (diri) dengan menggunakan sarana panca
gaib (kunci, asmo, mijil, paweling, singkir) dan panca laku (sabar, narimo,
eklas, kanthi ngalah, welas asih lan tresno). Maka penghayatnya akan bisa
manunggal dengan hidup (roh) dan sumbernya hidup (Tuhan) serta mencapai
kesempurnaan hidup.
63
2. Beberapa faktor yang menyebabkan orang mau menekuni dan menghayati
mistik Kapribaden, di antaranya: pertama, karena sebab mistik. Kedua,
karena bertamu ke Semono; dengan kata lain tidak sengaja. Ketiga, karena
penuturan pengalaman teman, saudara atau orang lain. Keempat, karena orang
tersebut gagal memahami agama yang dianut. Paguyuban Kapribaden
didirikan semata-mata untuk mendapatkan legalitas dari negara dan mengurus
segala perizinan bila suatu saat mengadakan sebuah kegiatan. Paguyuban
Kapribaden didirikan atas dasar perintah (dawuh) Semono, yaitu pada tanggal
29 April 1978. Tepat pada malam Senin Pahing tanggal 30 Juli 1978
Paguyuban Penghayat Kapribaden sah di mata hukum dan diresmikan.
Konflik internal yang terjadi dalam Kapribaden diakibatkan dari
kecemburuan sosial dari penghayat Kapribaden yang merasa pantas, mampu,
sakti dan bisa memimpin paguyuban Kapribaden.
3. Pada intinya, hakekat dari konsepsi yang terdapat pada mistik Kapribaden
sama dengan beberapa konsepi yang ada pada agama Islam, khususnya dalam
dunia tasawuf Islam. Seperti halnya aspek mengenai penyucian diri, esensi
Tuhan, mikro kosmos dan makro kosmos, serta insan kamil. Meski demikian
juga ada perbedaan-perbedaan praktek peribadatan.
64
DAFTAR PUSTAKA
1. Sumber Primer
Naskah Paguyuban Penghayat Kapribaden, Penyajian Pemaparan Budaya
Spiritual pada tanggal 20-22 September 1988 di Hotel Purnama, Cipayung,
Bogor.
Pambuka rasa “Purwa Dumadine Manungsa” 1968.
Sabda Hanacaraka
Soedaryo. Sabda Dhawuh Pangandhika Romo.
Wedharan Romo Semono Pitulas Tahun Mijil Kunci.
2. Sumber Sekunder
Kasampurnan jati; Panca Gaib dan Adiatma.
Raharjo, Wahyono. 1993. Hidup Bahagia yang diakhiri dengan mencapai
Kasampurnan Jati.
Soewardhiyono dan Seger Pitulas, Djoko Roso. 1985.. Panggugah Rasa Sejati
Tuntunan Hidup Berdasarkan Sabda Romo Semono. Jember.
Wibowo, Sapto. Kunci hidup.
3. Penelitian Terdahulu
Basit, Abdul. 2016. Strategi Perlawanan Kelompok Penghayat Kapribaden
Terhadap Diskriminasi Agama. Skripsi: Institut Agama Islam Negeri
Tulungagung.
Fauziah, Siti. Spiritualitas Penghayat Ajaran Kapribaden. Religi X (Januari,
2014): 12-26. Web. 09 Des. 2017.
Sholeh, M. 2016. Konsep Perbuatan Manusia dalam Pandangan Aliran
Kepercayaan Kapribaden. Skripsi: Institut Agama Islam Negeri
Tulungagung.
Syafi’udin, Moch. 1996. Konsepsi Manusia Menurut Penghayat Kapribaden.
Skripsi: Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
4. Buku
Abimanyu, Petir. 2014. Mistik Kejawen. Cet-1. Yogjakarta: Palapa.
____. 2014. Aliran Kebatinan dan Ajarannya. Cet-1. Yogyakarta: Laksana.
Al-Wafa al-Ghanimi al-Taftazani, Abu. 1985. Sufi dari Zaman ke Zaman. Cet-
1. Bandung: Penerbit Pustaka.
Ali Imron, M. 2015. Sejarah Agama-Agama di Dunia. Cet-1. Yogyakarta:
IRCisoD.
Aji Nugroho, Haryo. 2014. Dunia Mistik Orang Subud. Cet-1. Salatiga:
STAIN Salatiga Press.
65
Anwar, Rohison dan Solihin, Muhhtar. 2000. Ilmu Tasawuf. Bandung: Pustaka
Setia.
Asa’ad el Hafidy, Asa’ad. 1977. Aliran Aliran Kepercayaan dan kebatinan di
Indonesia. Jakarta: Ghalia.
Bekker. 1979. Agama dan Alam Kerohanian Asli di Indonesia. Jakarta: Nusa
Indah.
Daliman. 2012. Metode Penelitian Sejarah, Yogyakarta: Ombak.
Endraswara, Suwardi. 2006. Mistik Kejawen; Sinkretisme, Simbolisme, dan
Sufisme dalam Budaya Spiritual Jawa. Yogyakarta: Narasi.
Geertz, Clifford. 1983. Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa.
Jakarta: Pustaka Jaya.
Hadiwijono, Harun. 1985. Kebatinan Islam Abad XVI. Cet-II. Jakarta: Gunung
Mulia.
Hari Soewarno, Moh. 1982. Ramalan Jayabaya Versi Sabda Palon. Jakarta:
Yudha Gama Corp.
Hendarsah, Amir. 2007. Kisah Heroik Pahlawan Nasional Terpopuler.
Yogyakarta: Galang Press.
J. Moleong, Lexi. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Jalaluddin dan Ramayalis. 1993. Pengantar Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Kalam
Mulia.
Kuntowijoyo. 2006. Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta: Tiara Wacana
Yogya.
Magnis, Frans. & Suseno. 1999. Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme
Utopis ke Perselisihan Revisionisme. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa; Penerapannya oleh Raja-Raja
Mataram, Yogyakarta: Kanisius.
Mufid, Husnu. 2009. Tokoh Wahdatul Wujud. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Mulder, Niels. 2001. Mistisme Jawa, Ideologi Indonesia. Yogyakarta: LKiS.
Qadir, Abdul. 2008. Sirr al-Asrar Fi Ma Yahtaj Ilayh al-Abrar. terj. Oleh
Abdul Majid. Cet-23. .Yogyakarta: Pustaka Sufi.
Rasjidi, H.M. 1967. Islam dan Kebatinan. Jakarta: Jajasan Islam Studi Club
Indonesia.
Sholikhin, M. 2011. Manungaling Kawula-Gusti. Cet-1. Yogyakarta: Narasi.
____. 2011. Ajaran Ma’rifat Syekh Siti Jenar. Cet-1 Yogyakarta: Narasi.
Simuh. 1996. Sufisme Jawa; Transformasi Tasawuf Islam ke Mistik jawa. Cet-
2. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.
66
Soedjipto Abimanyu, Soedjipto. 2013. Babad Tanah Jawi Terlengkap dan
Terasli. Yogyakarta: Laksana.
Soemowerdojo, Soedjatmo. 1992. Psikologi Alam Ghaib. Bandung: Alumni.
Sofwan, Ridin. 1999. Menguak Seluk Beluk Aliran Kebatinan. Aneka Ilmu:
Semarang.
Subagya, Rachmat. 1981. Agama Asli Indonesia. Cet-2. Jakarta: Djaya Pirusa.
____. 1984. Kepercayaan, Kebatinan, Kerohanian, Kejiwaan, dan Agama,
Cet-5. Yogyakarta: Kanisius.
Suyono. 2007. Dunia Mistik Orang Jawa; Roh, Ritual, Benda Magis.
Yogyakarta: LKIS.
Sunyoto, Agus. 2004. Perjalanan Rohani Syekh Siti Jenar dan Sang
pembaharu. Yogyakarta: LKIS.
Tim Koordinasi Siaran Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1995. Aneka Ragam
Khasanah Budaya Nusantara VI. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Warsito S. 1973. Di Sekitar Kebatinan. Jakarta: Bulan Bintang.
Woodward, Mark R. 1999. Islam Jawa, Kesalehan Normatif Versus
Kebatinan. Yogyakarta: LKis.
5. Internet
Indra Yadi, Mengenal Agama Asli Indonesia, dalam http://kompasiana.com
(online) diakses pada 26 September 2017 pukul 20.07 WIB.
http://melyme-agama.blogspot/2012/07/alam-semesta-menurut-panangan-
islam.html?m=1 (online) diakses pada pukul 09.00 WIB hari Rabu 12
September 2018.
https://student.cnnindonesia.com
www.kapribaden.org
6. Wawancara
Wawancara dengan Bapak Sapto Wibowo (Penghayat Kapribaden) tanggal 03
Juli 2018 di Bringin Semarang.
Wawancara dengan Bapak Daniel Riyanto (Pimpinan Kapribaden Provinsi
Jawa Tengah) tanggal 07 Juli 2018 di Pringapus Semarang
Wawancara dengan Bapak Susalid Prasetyo Hutomo (Sekretaris Kapribaden
kota Salatiga) tanggal 08 Juli 2018 di kesekretariatan kapribaden kota
Salatiga.
Wawancara dengan Bapak Purnomo (Penasehat Kapribaden) tanggal 12 Juli
2018 di Sasono Adiroso Kapribaden Purworejo.
Lampiran 1
Lembar Konsultasi
Lampiran 2
NAMA-NAMA NARASUMBER
1. Nama : Sapto Wibowo
Umur : 48 tahun
Pekerjaan : wiraswasta
Alamat : Tempuran-Bringin-Semarang
2. Nama : Daniel Riyanto
Umur : 61 tahun
Pekerjaan : wiraswasta
Alamat : Pringapus-Semarang
3. Nama : Susalid Prasetyo Hutomo
Umur : 54 tahun
Pekerjaan : pegawai
Alamat : Salatiga
4. Nama : Purnomo
Umur : 60 tahun
Pekerjaan : wiraswasta
Alamat : Loano-Purworejo
Lampiran 3
Gambar Semono
Sumber:http://www.kapribaden.org/Romo%20Herucokro%20Semono.php
diakses tanggal 22 Juli 2018 pukul 11.41 WIB.
Lampiran 4
Sabdo Honocoroko
Sumber: http://www.kapribaden.org/KA_Sabdho.php diakses tanggal 22 Juli 2018
pukul 11.41 WIB.
Lampiran 5
Data Penghayat Kapribaden Mancanegara pada tahun 1983
Sumber: kesekretariat Kapribaden kota Salatiga.
Lampiran 6
Surat Inventarisasi Paguyuban Kapribaden
Sumber: kesekretariat Kapribaden kota Salatiga.
Lampiran 7
Pendaftaran Resmi Paguyuban Kapribaden pada Kejaksaan Agung R.I.
Sumber: kesekretariat Kapribaden kota Salatiga.
lampiran 8
Tanda pemaparan budaya spiritual
Sumber: kesekretariat Kapribaden kota Salatiga.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Curriculum Vitae
I. Data Pribadi
1. Nama : Eriko Dwi Saputro
2. Tempat dan Tanggal Lahir : Grobogan, 18 November 1995
3. Jenis Kelamin : Laki-Laki
4. Agama : Islam
5. Status Pernikahan : Belum Kawin
6. Warga Negara : Indonesia
7. Alamat KTP : RT: 03/RW: 02 Wolo Penawangan
Grobogan
8. Alamat Sekarang : RT: 03/RW: 02 Wolo Penawangan
Grobogan
9. Nomor Telepon / HP : 085864486499
10. e-mail : rikoputro9@gmail.com
11. Kode Pos : 58161
II. Pendidikan Formal :
Periode
(Tahun)
Sekolah / Institusi Alamat Jenjang
Pendidikan
2000 -
2001 TK Aisyiyah
Bustanul Athfal
Wolo Penawangan
Grobogan
TK
2001 -
2007 MI Hidayatus
Syar’iyah
Wolo Penawangan
Grobogan
SD
2007 - 2013 KMI Assalam Bangilan Tuban SMP & SMA
2014 - 2018 IAIN Salatiga Salatiga, Jawa Tengah S1
Demikian Daftar Riwayat Hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
top related