tanda gagal jantung pada anak dan penatalaksanaannya
Post on 21-Jul-2016
298 Views
Preview:
TRANSCRIPT
TANDA GAGAL JANTUNG PADA ANAK DAN PENATALAKSANAANNYA
Saat ini penentuan derajat gagal jantung masih menggunakan kriteria klinis gagal
jantung yaitu kriteria Ross (kemampuan minum, laju jantung, laju nafas, dan keringat yang
berlebihan) dan pada pemeriksaan penunjang non invasif yaitu ekokardiografi.
Tabel 1. Klasifikasi Ross untuk gagal jantung pada bayi sesuai NYHA
Kelas I Tidak ada pembatasan aktivitas fisik; aktivitas biasa
tidak menimbulkan kelelahan, dispnea, atau
palpitasi.
Kelas II Ada pembatasan ringan dari aktivitas fisik : aktivitas
biasa menimbulkan kelelahan, dispnea, palpitasi, atau
angina.
Kelas III Pembatasan pada aktivitas fisik : walaupun pasien nyaman
saat istirahat, sedikit melakukan aktivitas biasa saja dapat
menimbulkan gejala.
Kelas IV Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas. Gejala gagal
jantung timbul saat istirahat
Klasifikasi untuk anak tidak mudah dibuat karena luasnya kelompok umur
dengan variasi angka normal untuk laju nafas dan laju jantung, rentang
kemampuan kapasitas latihan yang lebar (mulai dari kemampuan minum ASI
sampai kemampuan mengendarai sepeda), dan variasi etiologi yang berbeda pula.
Ross dkk tahun 1922 mempublikasikan sistem skor untuk mengklasifikasikan
gagal jantung secara klinis pada bayi (Tabel 2). Skor Ross ini disejajarkan dengan
klasifikasi New York Heart Association (NYHA) (Tabel 1) dapat memberikan
gambaran yang lebih rinci oleh karena peningkatan derajat beratnya gagal jantung
sesuai dengan peningkatan kadar norepinefrin plasma dan kadar ini akan menurun
setelah dilakukan koreksi ataupun setelah pemberian obat anti gagal jantung.
1
Tabel 2. Sistem skor Ross untuk gagal jantung pada bayi
0 poin 1 poin 2 poinVolume sekali minum (cc) >115 75-115 <25Waktu persekali minum (menit)
Laju nafas
Pola nafas
<40 menit
<50/
menit
<40 menit
50-
60/menit
>60/menit
S3 atau diastolik rumble Tidak ada Ada Ja r a k t e pi h e p a r d a r i b a t a s ko s t a e < 2 c m 2 - 3 C m >3 c m
TOTAL:
Tanpa gagal jantung : 0-2 poin
Gagal jantung ringan : 3-6 poin
Gagal jantung sedang : 7-9 poin
G a g a l j a ntung b e r a t : 10 - 12 poin
Untuk anak lebih dari 1 tahun sampai remaja, Reittmann
dkk menganjurkan menggunakan klasifikasi lain (Tabel 3). Dengan
menggunakan skor ini bila skor lebih dari 6 mempunyai korelasi yang
bermakna terhadap menurunnya aktivitas adenilat siklase.
2
Tabel 3. Sistem klinis gagal jantung pada anak
Kriteria Skor
0 1 2
Riwayat
Diaporesis (berkeringat) Hanya
dikepala
Kepala dan
badan saat
beraktivitas
Kepala
dan badan
saat
istirahat
Ta ki p n e a Ja r a ng K a d a n g - k a d a ng S e r i n g
Pemeriksaan Fisik
Pernapasan Normal retraksi Dispnea
Laju napas/ menit
1-6 th <35 35-45 >45
7-10 th <25 25-35 >35
11-14 th <18 18-28 >28
Laju Jantung/ menit
1-6 th <105 105-115 >115
7-10 th <90 90-100 >100
11-14 th <80 80-90 >90
Hepatomegali (tepi
hepar dari tepi kostae
kanan)
< 2 cm 2-3 cm >3
3
Manifestasi Klinik
Tanda-tanda dan gejala-gejala gagal jantung adalah karena curah jantung rendah,
adaptasi sistemik terhadap keadaan curah jantung rendah dan/ atau kongesti vena
sistemik atau vena pulmonalis. Manifestasi klinis ini tergantung pada tingkat cadangan
jantung pada berbagai keadaan. Bayi yang sakit berat atau anak yang mekanisme
kompensasinya telah sangat lelah pada saat dimana ia tidak mungkin lagi memperoleh
curah jantung yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal tubuh, akan
bergejala pada saat istirahat. Walaupun fisiologi yang mendasari serupa, manifestasi
klinik gagal jantung pada masa bayi dan masa anak-anak berbeda.
Manifestasi Klinis Gagal Jantung pada Masa Bayi
Pada bayi, gagal jantung mungkin lebih sukar ditentukan. Manifestasi klinis
yang menonjol adalah takipnea, kesukaran makan, pertambahan berat jelek, keringat
berlebihan, iritabilitas, menangis lemah, dan pernapasan berisik, berat dengan
retraksi interkostal dan subkostal serta cuping hidung mengembang. Tanda-tanda
kongesti kardiopulmonal mungkin tidak dapat dibedakan dengan tanda-tanda
bronkiolitis , termasuk mengi sebagai tanda yang paling mencolok. Pneumonitis
dengan atau tanpa atelektase sering ada, terutama lobus medius dan bawah kanan,
karena kompresi bronkus oleh jantung yang membesar. Hepatomegali hampir
selalu terjadi, dan selalu ada kardiomegali. Walaupun takikaria mencolok, irama
gallop seringkali dapat dikenali. Tanda-tanda auskultasi lain adalah tanda-tanda yang
dihasilkan oleh lesi jantung yang mendasari. Penilaian klinis tekanan vena
jugularis pada bayi mungkn sukar karena leher pendek dan sukar diamati pada
keadaan relaks. Edema dapat menyeluruh, biasanya melibatkan kelopak mata serta
sacrum, dan jarang, kaki maupun telapak kaki. Diagnosis bandingnya tergantung umur.
Kesukaran makan adalah gejala yang paling mencolok pada bayi dengan gagal
jantung. Sementara bayi normal makan dengan penuh semangat, sering menyelesaikan
makan dalam 15 atau 20 menit, bayi dengan gagal jantung makan lebih sukar.
Perawatan diperpanjang dan dihubungkan dengan takipnea yang nyata dan keringat
bertambah. Beberapa bayi berjuang selama 5-10 menit dan tertidur, hanya bangun
satu jam atau lebih lama dengan tidak puas-puasnya lapar lagi. Yang lain agaknya
lelah dan tertidur sesudah makan hanya 1 atau 2 oz. Agaknya kesukaran makan
akibat dari gabungan antara upaya mengisap dan mempertahankan frekuensi pernapasan
cepat, juga akibat dari cadangan jantung yang terbatas. Masukan kalori total pada
keadaan ini dapat turun sampai dibawah 75 kkal/ kg/ hari, ini tidak cukup untuk
mempertahankan
Orangtua sering melihat keringat berlebihan (terutama ketika makan) yang tidak
sebanding dengan suhu sekeliling atau pakaian. Ini disebabkan oleh bertambahnya
aktivitas sistem saraf autonom dalam upaya memperbaiki kinerja (performance)
miokardium. Pada pemeriksaan fisik anak hampir selalu takikardi dengan frekuensi
jantung anak istirahat lebih dari 160 denyut permenit pada neonatus dan lebih dari 120
pada bayi yang lebih tua. Takikardi juga merupakan akibat bertambahnya
katekolamin yang bersirkulasi yang memperbesar curah jantung dengan
menambah kontraktilitas miokardium dan frekuensi jantung.
Takipnea (frekuensi pernapasan istirahat lebih dari 60 pada neonatus atau lebih
dari 40 pada bayi lebih tua) biasanya ada dan dikaitkan dengan bertambah kakunya paru-
paru akibat bertambahnya cairan interstitial dari tekanan venosa paru-paru yang naik
(udem pulmonal) atau aliran pirau besar dari kiri ke kanan. Ketika gagal jantung
menjadi lebih berat, fungsi ventilasi dapat menjadi lebih terganggu dan dapat
ditemukan kembang kempis cuping hidung (alae nasi), retraksi interkostal, dan
dengkur. distensi vena leher tidak sering ditemukan pada neonatus, tetapi mungkin
ditemukan pada bayi yang lebih besar. Tekanan vena sistemik naik akibat pembesaran
hati, tetapi udem perifer tidak sering pada bayi dan hanya bersama dengan gagal
jantung yang amat berat. Ekstrimitas dingin, nadi teraba lemah, dan tekanan darah
arterial rendah dengan tekanan nadi sempit dapat ditemukan sebagai manifestasi dari
curah jantung rendah. Ekstrimitas berbintik-bintik dan pengisian kembali kapiler
lambat merupakan tanda-tanda gangguan vaskular yang lebih berat.
Kadang-kadang, pemeriksaan dada menunjukkan mengi (wheezing) ringan yang
dapat dirancukan dengan bronkiolitis atau pneumonia dan dapat diperburuk dari
penekanan jalan nafas oleh pembuluh darah paru yang mengembang. Ronki tidak sering
kecuali bersama pneumonia, suatu hubungan yang tidak jarang. Penemuan pada
pemeriksaan jantung bervariasi tergantung pada etiologi gagal jantungnya. Bayi dengan
penyakit primer otot jantung biasanya dengan perikardium tenang: seseorang dengan
gagal jantung dari beban volume berlebihan biasanya perikardium sangat aktif;
seseorang dengan beban tekanan berlebihan dapat mempunyai thrill sistolik.
Seringkali ada irama galop tetapi sukar dinilai pada frekuensi jantung yang cepat.
Sinar-x dada hampir selalu menunjukkan kardiomegali; bila tidak ada harus
merupakan tantangan diagnosis yang cukup serius. Pengecualian utama termasuk lesi
obstruksi atrium kiri seperti kor triatriatum dan anomali total muara vena pulmonalis
dengan obstruksi. Aliran darah pulmonal yang berlebihan ada pada mereka dengan
gagal jantung akibat shunt besar dari kiri ke kanan, dan kekaburan difus karena
kongesti vena paru ditemukan pada kebanyakan lainnya. Distribusi kembali aliran darah
paru-paru ke lobus bagian atas tidak sering terjadi pada diafragma yang hiperekspansi
dan datar, dan pembesaran atrium kiri dapat menyebabkan kolaps lobus bawah kiri.
Elektrokardiogram jarang berguna dalam diagnosis, tetapi hampir selalu abnormal,
dengan kelainan spesifik tergantung pada lesi penyebab gagal jantung. Ekokardiogram
jarang berguna dalam penilaian fungsi ventrikel kiri. Fraksi pemendekan ventrikel kiri,
interval waktu sistolik sisi kiri, dan angka pemendekan serabut melingkar sebagai
fungsi stres dinding akhir sistolik telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi otot.
Ekhokardiogram dapat juga mengesampingkan efusi perikardial. Dengan lesi beban
volume berlebih kinerja miokardium mungkin normal; tanda-tanda dan gejala gagal
jantung pada kasus ini disebabkan oleh beban volume jantung yang sangat besar bersama
dengan fungsi miokardium normal atau bahkan meningkat.
Manifestasi Klinis Gagal Jantung pada Masa Anak-anak
Tanda-tanda dan gejala-gejala gagal jantung pada anak yang lebih tua sangat
serupa dengan tanda-tanda dan gejala-gejala gagal jantung pada orang dewasa. Tanda-
tanda ini meliputi kelelahan, tidak tahan kerja fisik, batuk, anoreksia, dan nyeri
abdomen. Kesukaran bernafas merupakan tanda yang biasa dari dekompensasi
ventrikel kiri pada anak akibat kongesti paru. Ini biasanya tampak sebagai dispneu pada
waktu pengerahan tenaga dan respon kesukaran bernafas yang bertambah berat pada
pengerahan tenaga yang berat. Mula-mula penurunan kemampuan mungkin masih
dalam kisaran variasi normal, tetapi akhirnya, ketika gagal jantung bertambah
berat, anak mungkin mendapat kesukaran dengan tuntutan hidup sehari-hari,
termasuk naik tangga di sekolah.
Batuk pendek kronik, akibat kongesti mukosa bronkus dan ronki basal, dapat
juga ada pada beberapa anak. Ketika tekanan atrium kiri bertambah, anak dapat
menderita ortopnea, memerlukan peninggian kepala diatas beberapa bantal pada malam
hari. Kelelahan dan kelemahan merupakan manifestasi yang relatif lambat.
Pada pemeriksaan fisik, anak dengan gagal jantung ringan atau sedang
tampak tidak dalam keadaan distres, tetapi mereka yang menderita gagal jantung berat
mungkin dispneu pada waktu istirahat. Jika mulainya gagal jantung relatif mendadak,
anak mungkin tampak cemas tetapi perkembangan baik dan gizi baik; mereka yang
mengalami proses lebih kronik biasanya tidak tampak cemas tetapi mungkin kurang
gizi dan kurang energi. Seperti bayi, anak dengan gagal jantung biasanya takikardi karena
naiknya aktifitas simpatis dan takipneu karena bertambahnya air dalam paru-paru . Curah
jantung yang rendah dapat menyebabkan vasokonstriksi perifer, berakibat dingin, pucat
dan sianosis jari, dengan pengisian kapiler jelek. Kenaikan tekanan venosa sistemik
dapat diukur dengan penilaian klinis tekanan vena jugularis dan pembesaran hati.
Tekanan vena sistemik yang naik mungkin dideteksi oleh pelebaran (dilatasi) vena-vena
leher dengan pulsasi vena dapat tampak di atas klavikula sementara penderita
duduk. Hati mungkin membesar pada palpasi atau perkusi, dan jika pembesaran
relative akut, mungkin tepinya lunak karena meregangnya kapsul hati.
Anak-anak dapat juga menderita udem perifer. Mula-mula tanda-tandanya
mungkin tidak kentara, tetapi bila telah ada kenaikan berat badan 10%, muka
terutama kelopak mata, mulai tampak bengkak dan udem terjadi pada bagian tubuh
yang tergantung atau dapat anasarka. Udem yang sudah berjalan lama dapat
menimbulkan kemerahan dan indurasi kulit., biasanya diatas betis dan pergelangan
kaki. Eksudasi cairan ke dalam rongga-rongga tubuh dapat ditemukan sebagai
asites dan kadang-kadang hidrothoraks. Pada pemeriksaan jantung hampir selalu ada
kardiomegali. Sering ada irama gallop, tanda-tanda auskultasi lain khas untuk lesi
jantung spesifik. Impuls jantung mungkin tenang bila ada penyakit otot jantung primer
(missal, miokarditis atau kardiomiopati), tetapi biasanya hiperaktif bila gagal
kongestif disebabkan oleh beban volume berlebih dari pirau kiri ke kanan atau
regurgitasi katup atrioventrikula. Suara jantung ketiga yang terjadi dalam mid diastol
mungkin merupakan tanda normal pada anak tetapi sering bersama dengan bertambahnya
kekakuan ventrikel pada mereka yang dengan penyakit jantung. Pulsus alternans ditandai
irama teratur dengan pulsasi kuat dan lemah berselang-seling, kadang- kadang dapat
dirasakan, tetapi lebih mudah dinilai sementara mengukur tekanan darah sistemik atau
pemantauan tekanan darah. Pulsus alternans diduga disebabkan oleh perubahan
pada volume ventrikel kiri, akibat pemulihan miokardiumnya tidak sempurna pada denyut
yang berselang-seling. Pulsus paradoksus (turunnya tekanan darah pada inspirasi dan
naik pada ekspirasi), akibat irama tekanan intrapulmoner yang mencolok yang
mempengaruhi pengisian ventrikel (seperti pada tamponade pericardium),
kadang-kadang ditemukan pada anak yang lebih tua.
Pada anak, sinar-x dada hampir selalu menunjukkan pembesaran jantung.
Gambaran aliran arteria pulmonalis normal terbalik (yaitu, aliran ke dasar paru- paru
bertambah dibandingkan dengan yang di apeks). Bila tekanan kapiler melebihi
20-25 mmHg, udem pulmonum interstisial mungkin terjadi, menyebabkan kekabutan
seluruh lapangan paru-paru terutama pada “gambaran kupu-kupu” sekitar hilus. Ini
dapat menimbulkan garis Kerley, kepadatan linier tajam pada septum interlobarus.
Pada gagal jantung kronik, proteinuria dan berat jenis kencing yang tinggi
merupakan penemuan biasa, dan mungkin ada kenaikan urea nitrogen dan kreatinin
darah, akibat menurunnya aliran darah ginjal. Kadar natrium darah dalam kencing
biasanya kurang dari 10 mEq/L. angka elektrolit serum biasanya normal sebelum
pengobatan tetapi hiponatremi, akibat bertambahnya retensi air, mungkin ditemukan
pada gagal jantung lama yang berat. Hepatomegali kongestif dan sirosis kardiak dapat
menyebabkan kelainan hati dan/ atau kenaikan bilirubin pada keadaan yang jarang.
Dalam menegakkan diagnosis, diperoleh dari hasil anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang meliputi foto dada, elektrokardiografi, ekhografi,
analisis gas darah, dan melihat petanda biologis gagal jantung.
Anamnesis
Dari anamnesis dapat ditanyakan mengenai adanya:
- sesak napas,
- kesulitan minum/ makan,
- bengkak pada kelopak mata dan atau tungkai,
- gangguan pertumbuhan dan perkembangan (pada kasus kronis),
- penurunan toleransi latihan, maupun keringat berlebihan di dahi.
Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan fisik, antara lain:
- Kompensasi karena fungsi jantung yang menurun maka akan tampak:
o takikardia,
o irama galop,
o peningkatan rangsangan simpatis, keringat dan kulit dingin/ lembab,
o kardiomegali serta
o gagal tumbuh.
- Tanda kongesti vena pulmonalis (gagal jantung kiri)
o takipnea,
o ortopnea,
o wheezing atau ronki pada auskultasi paru,
o batuk.
- Tanda kongesti vena sistemik (gagal jantung kanan)
o peningkatan tekanan vena jugularis,
o Edema perifer: palpebra udem pada bayi, udem tungkai pada anak,
o Hepatomegali: kenyal dan tepi tumpul.
Pemeriksaan Penunjang
Dari pemeriksaan penunjang, meliputi:
- Foto toraks
- EKG
- Ekokardiografi
- Analisis gas darah
- Darah rutin
Foto toraks menunjukkan adanya kardiomegali. Namun kardiomegali bukan
selalu berarti adanya gagal jantung. Selain itu juga dapat menunjukkan adanya
edema paru, atelektasis regional, dan kemungkinan adanya penyakit penyerta seperti
gambaran pneumonia. Elektrokardiografi dapat membantu menentukan tipe defek,
adanya sinur takikardia, pembesaran atrium dan hipertrofi ventrikel, tetapi tidak untuk
menentukan apakah terdapat gagal jantung atau tidak. Analisis gas darah dapat
menunjukkan adanya asidosis metaboik disertai dengan peningkatan kadar laktat sebagai
hasil dari metabolisme anaerob di dalam tubuh. Ekokardiografi dapat secara nyata
menggambarkan stuktur jantung, data tekanan, dan status fungsional jantung sehingga
dapat mengetahui pembesaran ruang jantung dan etiologi.
Penatalaksanaan
Keberhasilan pengobatan gagal jantung pada anak didasarkan pada pengertian
mengenai sifat dan akibat fisiologis cacat jantung spesifik yang menyebabkan kegagalan
jantung, dan tersedianya cara-cara pengobatan. Untuk mereka yang dengan penyakit
struktural dan keadaan terkait atau keadaan yang memperburuk yang dapat merupakan
penyebab yang mempercepat gagal jantung (misalnya demam, disritmia, dan anemia),
pengenalan dan pengobatan segera dapat mengahsilkan perbaikan yang dramatis. Jika
ada lesi anatomik spesifik yang dapat dipertanggungjawabkan untuk tindakan
pembedahan paliatif atau pembedahan koreksi, upaya farmakologik atau upaya lain
yang memperbaiki tanda-tanda dan gejala-gejala gagal jantung mungkin berlebih,
masalah mekanik sering memerlukan penyelesaian mekanik. Namun jika pembedahan
tidak tersedia atau tidak memadai, tersedia bermacam-macam cara umum dan
farmakologis untuk memperbaiki keadaan klinik penderita.
Penatalaksanaan Umum:
1. Tirah baring, posisi setengah duduk
Pengurangan aktivitas fisik merupakan sandaran utama
pengobatan gagal jantung dewasa, namun sukar pada anak. Olahraga
kompetitif, yang memerlukan banyak tenaga atau isometrik harus
dihindari, namun tingkat kepatuhan anak dalam hal ini sangat rendah.
Jika terjadi gagal jantung berat, aktivitas fisik harus sangat dibatasi. Saat
masa tirah baring seharian, sebaiknya menyibukkan mereka dengan
kegiatan ringan yang mereka sukai yang dapat dikerjakan diatas
tempat tidur (menghindari anak berteriak-teriak tidak
terkendali).Sedasi kadang diperlukan: luminal 2-3 mg/kgBB/dosis tiap 8
jam selama 1-2 hari.
2. Penggunaan oksigen.
Penggunaan oksigen mungkin sangat membantu untuk penderita
gagal jantung dengan udem paru-paru, terutama jika terdapat pirau dari
kanan ke kiri yang mendasari dengan hipoksemia kronik.
Diberikan oksigen 30-50% dengan kelembaban tinggi supaya jalan
nafas tidak kering dan memudahkan sekresi saluran nafas keluar.
Namun, oksigen tidak mempunyai peran pada pengobatan gagal
jantung kronik.
3. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
4. Pembatasan cairan dan garam. Dianjurkan pemberian cairan sekitar 70-
80% (2/3) dari kebutuhan. Sebelum ada agen diuretik kuat, pembatasan diet
natrium memainkan peran penting dalam penatalaksanaan gagal jantung.
Makanan rendah garam hampir selalu tidak sedap, lebih baik untuk
mempertahankan diet adekuat dengan menambah dosis diuretik jika
diperlukan. Sebaiknya tidak menyarankan untuk membatasi konsumsi air
kecuali pada gagal jantung yang parah.
5. Diet makanan berkalori tinggi
Bayi yang sedang menderita gagal jantung kongestif
banyak kekurangan kalori karena kebutuhan metabolisme bertambah dan
pemasukan kalori berkurang. Oleh karena itu, perlu menambah kalori
harian. Sebaiknya memakai makanan berkalori tinggi, bukan makanan
dengan volume yang besar karena anak ini ususnya terganggu. Juga
sebaiknya makanannya dalam bentuk yang agak cair untuk membantu
ginjal mempertahankan natrium dan
keseimbangan cairan yang cukup.
6. Pemantauan hemodinamik yang ketat. Pengamatan dan pencatatan
secara teratur terhadap denyut jantung, napas, nadi, tekanan darah,
berat badan, hepar, desakan vena sentralis, kelainan paru, derajat
edema, sianosis, kesadaran dan keseimbangan asam basa.
7. Hilangkan faktor yang memperberat (misalnya demam, anemia,
infeksi) jika ada. Peningkatan temperatur, seperti yang terjadi saat
seorang menderita demam, akan sangat meningkatkan frekuensi denyut
jantung, kadang-kadang dua kali dari frekuensi denyut normal.
Penyebab pengaruh ini kemungkinan karena panas meningkatkan
permeabilitas membran otot ion yang menghasilkan peningkatan
perangsangan sendiri. Anemia dapat memperburuk gagal jantung,
jika Hb < 7 gr % berikan transfusi PRC. Antibiotika sering
diberikan sebagai upaya pencegahan terhadap miokarditis/
endokarditis, mengingat tingginya frekuensi ISPA
(Bronkopneumoni) akibat udem paru pada bayi/ anak yg
mengalami gagal jantung kiri. Pemberian antibiotika tersebut boleh
dihentikan jika udem paru sudah teratasi. Selain itu, antibiotika
profilaksis tersebut juga diberikan jika akan dilakukan tindakan-
tindakan khusus misalnya mencabut gigi dan operasi. Jika seorang anak
dengan gagal jantung atau kelainan jantung akan dilakukan operasi,
maka tiga hari sebelumnya diberikan antibiotika profilaksis dan boleh
dihentikan tiga hari setelah operasi.
8. Penatalaksanaan diit pada penderita yang disertai malnutrisi, memberikan
gambaran perbaikan pertumbuhan tanpa memperburuk gagal jantung bila
diberikan makanan pipa yang terus-menerus.
Karena penyebab gagal jantung begitu bervariasi pada anak, maka sukar untuk
membuat generalisasi mengenai penatalaksanaan medikamentosa. Walaupun
demikian, dipegang beberapa prinsip umum. Secara farmakologis, pengobatan adalah
pendekatan tiga tingkat, yaitu:
1. Memperbaiki kinerja pompa jantung
2. Mengendalikan retensi garam dan air yang berlebihan
3. Mengurangi beban kerja
Pendekatan pertama adalah memperbaiki kinerja pompa dengan menggunakan
digitalis, jika gagal jantung tetap tidak terkendali maka digunakan diuretik
(pegurangan prabeban) untuk mengendalikan retensi garam dan air yang berlebihan.
Jika kedua cara tersebut tidak efektif, biasanya dicoba pengurangan beban kerja
jantung dengan vasodilator sistemik (pengurangan beban pasca). Jika pendekatan ini
tidak efektif, upaya lebih lanjut memperbaiki kinerja pompa jantung dapat
dicoba dengan agen simpatomimetik atau agen inotropik positif lain. Jika tidak
ada dari cara-cara tersebut yang efektif, mungkin diperlukantransplantasi
jantung. Untuk menilai hasilnya harus ada pencatatan yang teliti dan berulangkali
terhadap denyut jantung, napas, nadi, tekanan darah, berat badan, hepar, desakan
vena sentralis, kelainan paru, derajat edema, sianosis, dan kesadaran.
Me n i n g k a tk a n D a y a K e r ja Ja n t u ng
Digitalis merupakan obat anti gagal jantung yang paling banyak dipakai
pada bayi dan anak. Prinsip efek farmakologik digitalis ialah meningkatkan
kontraksi otot jantung (inotropik positif) dan memperlambat frekuensi denyut jantung
(kronotopik negatif). Efek ini menyebabkan curah jantung meningkat, desakan
vena sentralis menurun dan ruangan jantung mengecil. Dengan membaiknya
sirkulasi terjadi diuresis (pra beban menurun) sehingga curah sekuncup
meningkat. Dianjurkan supaya selalu memakai satu macam preparat saja yang dapat
diberikan peroral maupun parenteral supaya memperoleh pengalaman dan mudah
mengenal tanda-tanda intoksikasinya. Preparat yang dianjurkan untuk bayi dan
anak ialah digoksin, karena preparat ini dapat digunakan secara oral maupun
parenteral. Secara oral, digoksin dapat diserap antara 60-85%. Juga dapat
digunakan pada keadaan gawat darurat maupun dalam keadaan kronis. Efek maksimal
terjadi pada sekitar 2-6 jam sesudah pemberian per oral, efek awal dapat dilihat
sesudah 30 menit pemberian. Bila obat diberikan secara intravena, efek awal
terlihat pada sekitar 15-30 menit, dan efek puncak terjadi pada sekitar 1-4 jam.
Sebagian terbanyak dari dosis inisial dieksresikan melalui ginjal dalam waktu 24
jam dan menghilang dari tubuh dalam waktu 48-72 jam.
Pemakaian digitalis harus hati-hati karena respons dan toksisitas bersifat
individu dan juga sempitnya batas antara dosis terapi dan dosis toksis. Dosis
disesuaikan dengan respons penderita. Pada inflamasi miokardium, pasca operasi
jantung dan bayi prematur, umumnya sensitivitas miokardium meningkat terhadap
digitalis. Untuk menghindari efek buruk digitalis maka perlu diperhatikan
beberapa hal berikut:
1. Instruksi harus jelas tentang macam preparat dan cara pemberian, harus
ditulis.
2. Lakukan EKG sebelum pemberian digoksin untuk membedakan apakah
perubahan EKG yang mungkin terjadi akibat digitalis atau akibat penyakitnya.
3. Jika mungkin periksa kadar K dan Ca++ karena pada hipokalemi dan
hiperkalsemi, mempercepat keracunan digitalis. Karena hipokalemi relatif
sering pada penderita yang mendapat diuretik, maka diuretik harus dipantau
dengan ketat pada penderita yang mendapat diuretik yang memboroskan
kalium (furosemid).
4. Untuk penderita gagal jantung dengan udem, gunakan cara suntikan intravena.
5. Gunakan dosis efektif paling rendah.
6. Perhitungan dosis harus juga cermat. Dikenal 2 cara pemberian: dosis
digitalisasi (dosis inisial) dan rumatan.
a. Pada digitalisasi (dosis inisial), setengah dosis digitalisasi total diberikan
segera pada permulaan, 6-8 jam kemudian seperempat dosis digitalisasi
total dan sisanya 6-8 jam kemudian.Kadang-kadang untuk memperoleh
efek digitalisasi yang maksimal diperlukan dosis keempat yang sama dengan
dosis ketiga. EKG harus dipantau dengan ketat dan irama ekg diambil
sebelum setiap pemberian masing-masing pemberian digitalisasi tersebut.
Digoksin harus dihentikan jika ditemukan gangguan irama baru.
b. Rumatan, terapi digitalis rumat dimulai sekitar 12 jam sesudah digitalisasi
penuh. Dosis harian dibagi dalam dua bagian dan diberikan pada interval 12
jam agar kadar darah kurang lebih tetap dan fleksibilitasnya lebih besar
pada kasus keracunan. Dosis rumat adalah 1/5-1/3 dari dosis digitalisasi
total.Dosis maksimum untuk rumatan adalah 2 x 0,125 mg atau 2 x ½
tablet digoksin. Untuk penderita yang yang pada mulanya didigitalisasi
secara intravena, digoksin rumat dapat diberikan secara oral jika makanan oral
dapat diterima. Karena penyerapan dari saluran pencernaan kurang pasti,
dosis rumat oral biasanya 20-25% lebih tinggi daripada jika digoksin
digunakan secara parenteral. Dosis digoksin harian normal untuk anak
yang yang lebih tua (umur lebih dari 5 tahun) yang dihitung dengan berat
badan harus tidak melebihi dosis dewasa biasa 0,2-0,5 mg/24 jam.
7. Pada kasus yang tidak begitu berat,pemberian digitalis dapat langsung dengan
dosis rumatan.
Tanda bahwa digitalis berefek antara lain:
1. Frekuensi jantung dan respirasi berkurang
2. Hepar mengecil
3. Perasaan lebih enak
4. Volume urin 24 jam bertambah
Keracunan digitalis yang mudah terjadi karena sempitnya batas dosis optimum
dan dosis toksik, dapat menyebabkan kematian. Faktor predisposisi keracunan
digitalis adalah hipokalemia. Hipokalemia sering terjadi pada pemberian
diuretik yang kuat, pada anak dengan muntah-muntah, pada terapi steroid. Oleh
karena itu, bila pada anak diberi digitalis kombinasi dengan diuretik,jangan lupa
memberi preparat kalium.
Kadar kalsium yang tinggi juga dianggap menambah sensitivitas
miokardium terhadap digitalis. Oleh karena itu, pada waktu pemberian digitalis
jangan sekali-kali diberi kalsium secara intravena, pemberian ini dapat
menyebabkan henti jantung mendadak. Gejala klinik keracunan digitalis antara
lain:
- Mual muntah
- Takiaritmia, blokade atrioventrikular
Penanganan intoksikasi digitalis antara lain:
1. Hentikan pemberian digitalis
2. Hentikan pemberian diuretik
3. Lakukan pemantauan EKG terus menerus
4. Obati segala aritmia yang timbul, bradikardia bila ada dapat diatasi
dengan atropin 0,01 mg/kg/dosis im. Jika tidak ada perbaikan, dapat
diberikan dilantin
1 mg/kg iv perlahan-lahan dalam 1—2 menit yang dapat diulangi tiap 5
menit sampai ada perbaikan atau telah mencapai 10 dosis.
5. Periksa kadar elektrolit dan beri kalium seperlunya sampai kadar
kalium mencapai harga normal, kalium diberikan per os 1—2 gr/hari.
Pada keracunan berat dapat diberikan infus yang mengandung kalium,
jangan melebihi 80 mEq/kg/jam.
6. Pikirkan untuk melakukan transfusi tukar
Sampai kapan digitalis harus diberikan, belum ada persesuaian pendapat.
Pada bayi setelah gagal jantung teratasi, digitalis dilanjutkan kadang -kadang sampai
2 tahun. Keadaan klinik dan penyakit primer sangat penting sebagai patokan
pemberhentian pengobatan.Penderita yang tidak sakit berat dapat didigitalisasi pada
mulanya dengan secara oral, dan pada kebanyakan digitalisasi diselesaikan dalam
24 jam. Bila diinginkan digitalisasi lambat, misalnya pada masa segera pasca
bedah, skema memulai rumat digoksin tanpa dosis inisial sebelumnya, akan
mencapai digitalisasi dalam 7-10 hari. Hal ini sering dapat dilakukan pada
penderita rawat jalan.
Jika bayi membaik dengan memuaskan dengan digitalis selama beberapa bulan
dan kebutuhan obat tampak mengurang (misal, VSD yang menjadi semakin kecil),
dosis tidak ditambah meskipun berat anak bertambah. Jika keadaan klinis
menguatkan, obat akhirnya dihentikan.
Pengukuran kadar digoksin serum berguna pada beberapa keadaan:
1. Bila dosis baku digoksin tidak mempunyai pengaruh terapeutik
yang bermanfaat
2. Bila jumlah digoksin yang diberikan tidak diketahui atau tertelan secara
tidak sengaja
2. Bla fungsi ginjal terganggu atau jika ada kemungkinan interaksi obat
(misal quinidin)
3. Bila ada masalah berkenaan dengan kepatuhan
4. Bila dicurigai ada keracunan
Darah biasanya diambil segera sebelum satu dosis tetapi minimum 4 jam
sesudah dosis terakhir sehingga telah terjadi keseimbangan jaringan/ plasma. Kadar
darah normal pada bayi sekitar 2-4 ng/ml dan pada anak yang lebih tua 1-2
ng/ml. melebih kadar ini biasanya tidak aka nada tambahan yang berarti pada
manjemen gagal jantung dan hanya akan menambah risiko keracunan. Pada
kecurigaan adanya keracunan, kadar digoksin serum yang tinggi tidak dengan
sendirinya didiagnosis keracunan tetapi harus diartikan sebagai pelengkap
terhadap tanda- tanda klinis dan EKG lain (gambaran irama dan hantaran). Nausea
dan muntah agak kurang sering pada penderita pediatri. Hipokalemia, hipomagnesia,
hiperkalsemia, radang jantung karena miokarditis, dan prematuritas semuanya
dapat memperkuat keracunan digitalis. Aritmia jantung yang terjadi pada anak
yang minum digitalis juga dapat akibat penyakit primernya bukannya akibat obat.
Namun setiap bentuk aritmia pasca pemberian terapi digitalis harus dianggap obat
sampai terbukti lain. Dosis berikutnya harus dihentikan sampai masalahnya
teratasi.
Me ngu r a n g i B e b a n K e r j a J a ntung
Istirahat setengah duduk (450) bertujuan untuk menurunkan prabeban sehingga
bendungan yang terjadi akan berkurang. Vasodilator bekerja dengan cara mengurangi
prabeban (golongan venodilator) karena dapat menurunkan tonus vena
sistemik,dan/ atau beban pasca (golongan arteriodilator) dengan cara mengurangi
tahanan vaskuler perifer, sehingga dapat memperbaiki kinerja miokardium. Pemberian
vasodilator memerlukan pengamatan yang ketat terhadap pengisian jantung dan
tekanan darah arteri. Pengurang beban pasca terutama berguna pada anak dengan
gagal jantung akibat kardiomiopati dan pada beberapa penderita dengan insufisiensi
mitral dan aorta berat. Mereka dapat juga efektif pada penderita dengan gagal
jantung akibat pirau dari kiri ke kanan. Obat ini biasanya tidak digunakan bila ada
lesi stenosis saluran aliran keluar ventrikel kiri. Obat pengurang beban pasca paling
sering digunakan bersama dengan obat-obat anti kongestif lainnya, seperti digoksin
dan diuretik.
Vasodilator terdiri dari:
- vasodilator arterioral (hidralazin),
- vasodilator venodilator (nitrogliserin, isosorbid dinitrat), dan
- gabungan (ACE inhibitor).
1. Nitroprusid
Nitroprusid hanya diberikan pada pelayanan di ruangan intensif
dan spendek mungkin. Waktu paruh intravenanya yang pendek
membuatnya ideal untuk memberikan dosis sedikit demi sedikit pada
penderita yang sakit berat. Vasodilatasi arteri perifer dan pengurangan beban
pasca merupakan pengaruh utamany, tetapi dilatasi vena menyebabkan
pengurangan aliran vena balik pada jantung yang mungkin
menguntungkan. Tekanan darah harus terus menerus dipantau dengan
cara-cara intra arterial, karena hipotensi mendadak dapat terjadi pada
kelebihan dosis. Nitroprusid terkontraindikasi bila sebelumnya telah ada
hipotensi. Ketika obat dimetabolisasi, dihasilkan sejumlah kecil sianida
dalam sirkulasi, yang didetoksifikasi dalam hati menjadi tiosianat yang
dieksresikan dalam urin. Namun, bila diberikan dosis tinggi nitroprusid
selama beberapa hari, gejala-gejala keracunan akibat racun tiosianat dapat
terjadi, seperti kelelahan , nausea, kehilangan orientasi, dan spasme otot.
Jika peggunaan nitroprusid lama, kadar tiosianat darah harus dipantau: nilai
> 10µg/dL sesuai dengan gejala klinis keracunan.
2. Hidralazin
Hidralazin merupakan relaksan otot polos arterioler langsung dan
sebenarnya tidak berpengaruh pada prabeban. Kadang-kadang diberikan
bersama dengan obat venodilatasi, seperti salah satunya adalah derivate
nitrat. Dosis hidralazin oral yang biasa adalah 0,5-7,5 mg/Kg/24 jam dalam
tiga dosis terbagi. Banyak penderita yang semakin lama memerlukan
dosis yang semakin lama semakin besar agar pengaruh dilatasi
perifernya bertahan (takifilaksis). Reaksi yang merugikan pada
hidralazin adalah nyeri kepala, palpitasi, nausea, dan muntah. Lagipula
lupus eritematous sistemik kadang-kadang terjadi sesudah pemberian dosis
besar hidralazin selama masa yang lama, manifestasi ini refersibel
bila obat dihentikan.
3. Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor
Penghambat ACE harus selalu dimulai dengan dosis rendah dan
dititrasi sampai dosis target. Untuk memulai pengobatan gagal
jantung dengan penghambat ACE, dianjurkan prosedur berikut:
1. Jika pasien telah menggunakan diuretik, turunkan dosisnya
atau hentikan selama 24 jam
2. Pengobatan dimulai di petang hari, sewaktu berbaring,
untuk menghindari terjadinya hipotensi
3. Pengobatan dimulai dengan dosis rendah dan dititrasi sampai
dosis target, biasanya dengan peningkatan 2 kali lipat setiap
kalinya
4. Jika fungsi ginjal mempburuk bermakna hentikan pengobatan
5. Diuretik hemat kalium harus dihindari selama awal terapi
6. Tekanan darah, fungsi ginjal dan kadar K harus diperiksa 1-2
minggu setelah pengobatan dimulai dan tiap peningkatan dosis.
Pada 3 bulan dan selanjutnya tiap 6 bulan.
Efek samping yang penting adalah batuk, hipotensi, gangguan
fungsi ginjal, hiperkalemia, dan angioedema. Yang termasuk golongan
penghambat ACE antara lain, kaptopril, enalapril, kuinapril, fosinopril,
lisinopril, perindropril, ramipril.
Kaptopril merupakan penghambat enzim pengubah angiotensin yang
aktif secara oral (angiotensin-converting-enzyme= ACE) yang menyebabkan
dilatasi arteria yang mencolok. Dengan memblokade angiotensin II,
berakibat pengurangan beban pasca yang bermakna. Venodilatasi dan
akibatnya pengurangan prabeban telah dilaporkan juga. Obat ini juga
mengganggu produksi aldosteron dan karenanya juga membantu
mengendalikan retensi garam dan air.
Dosis oral adalah 0,5-6 mg/kg/ 24 jam dierikan pada dosis terbagi 2-3 kali.
Obat ini biasanya diberikan pada gagal jantung akibat beban volume,
kardiomiopati, insufisiensi mitral atau aorta berat, pirau dari kiri ke kanan
yang besar. Obat ini menyebabkan retensi kalium sehingga dianjurkan
untuk tidak diberikan bersamaan dengan diuretik yang bersifat penahan
kalium (spironolakton). Reaksi kaptopril yang merugikan adalah hipotensi
dan sekuelenya (misalnya sinkop, lemah dan pusing). Ruam pruritis
makulopapuler ditemukan pada 5-8% penderita, tetapi obat dapat dilanjutkan
karena ruam seringkali menghilang secara spontan dikemudian. Neutropenia
dan keracunan ginjal juga terjadi.
Me ngu r a n g i B e b a n Vol u m e
Diuretik dipergunakan untuk mengurangi prabeban. Obat ini
mengganggu penyerapan kembali air dan natrium oleh ginjal, yang
berakibat penurunan volume darah yang bersirkulasi dan karenanya
mengurangi kelebihan cairan dalam paru-paru dan tekanan pengisian
ventrikel. Obat ini sering harus digunakan bersama dengan terapi digitalis
pada penderita dengan gagal jantung berat. Obat yang dapat digunakan
diantaranya:
1. Furosemid
Furosemid adalah diuretik yang paling sering digunakan pada
penderita gagal jantung. Obat ini menghambat penyerapan kembali
natrium dan klorida pada tubulus distal dan lengkung henle. Penderita yang
memerlukan dieresis akut harus diberikan furosemid intravena atau
intramuskuler pada dosis awal 1-2 mg/kg. Hal ini biasanya menyebabkan
dieresis cepat dan perbaikan segera status klinis, terutama jika ada gejala
kongestif paru. Terapi furosemid lama diresepkan pada dosis 1-4 mg/kg/ 24
jam diberikan antara 1 dan 4 kali sehari. Pemantauan elektrolit yang teliti
perlu pada terapi furosemid jangka lama karena mungkin ada kehilangan
kalium yang berarti. Penambahan kalium klorida biasanya diperlukan,
kecuali kalau diuretik penghemat kalium spironolakton diberikan bersama-
sama. Bila furosemid diberikan setiap selang sehari, penambahan kalium
dalam diet mungkin cukup untuk mempertahankan kadar kalium serum
normal. Pemberian furosemid lama dapat menyebabkan kontraksi ruangan
cairan ekstraseluler, menimbulkan “alkalosis kontraksi”. Pada keadaan ini
asetazolamid, inhibitor karbonik anhidrase mungkin berguna.
2. Spironolakton
Spironolakton merupakan inhibitor aldosteron dan memperbesar
retensi kalium. Biasanya diberikan secara oral 2-3 mg/kgBB/24 jam
dalam 2-3 dosis terbagi, merupakan diuretik hemat kalium.
Kombinasi spirnolakton dan klorotiazid biasanya digunakan untuk
kenyamanan karena mereka menghilangkan kebutuhan penambahan kalium
yang sering kurang ditoleransi.
3. Klorotiazid
Klorotiazid kadang-kadang digunakan untuk dieresis pada anak
dengan gagal jantung kurang berat. Kerjanya obat ini kurang cepat dan
kurang poten disbanding dengan furosemid dan obat ini mempengaruhi
penyerapan kembali elektrolit hanya dalam tubulus ginjal. Dosis biasanya
adalah 20-50 mg/ kg/ 24 jam dalam dosis terbagi. Penambahan kalium
sering diperlukan jika obat ini digunakan sendirian.
Referensi
1. Bernstein, Daniel. 2003. Heart Failure dalam Nelson Textbook of
Pediatrics 17th edition. USA: Elsevier Science (USA).
2. Pusponegoro, H. D dkk. 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak
edisi I. Jakarta: Badan Penerbit IDAI
3. Fred, M, D. 1996. Gagal Jantung Kongestif dalam Kardiologi
Anak Nadas.Yogyakarta: Gajah Mada University press.
5. NYHA. 1994. The Stages of Heart Failure – NYHA Classification.
[SerialOnline]. ht t p: / / w w w .a b o u t h f . o r g /qu e s t ion s _ s t a g e s. h t m. [29 Mei 2014].
6. Syarif, Amir dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta:
Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI.
7. Supriyatno, Bambang. 2009. Management of Pediatric Heart Disease for
practitioner: From Early Detection to Intervention. Jakarta: Departemen IKA
FKUI-RSCM
8. Wahab, Samik. 2003. Penyakit Jantung Anak Edisi 3. Jakarta: EG
top related