t2 092010005 bab ii -...
Post on 02-May-2019
215 Views
Preview:
TRANSCRIPT
14
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Tinjauan teoritis merupakan pendekatan teori yang akan
digunakan untuk menjelaskan permasalahan yang ditemukan dalam
melakukan penelitian. Dalam bab II ini dibahas beberapa pengertian
mengenai, penjelasan tentang teori gerakan Sosial untuk perubahan,
dan teori strategi gerakan untuk perubahan. Dengan demikian
penjelasan itu akan mempermudah pembaca untuk melihat gerakan
perubahan sosial yang dilakukan oleh Komunitas gerakan transformasi
Papua atau Perkumpulan Papua Pusaka Bangsa (P3B) yang sedang
berlangsung sampai saat ini. Untuk itu dibawah ini dijelaskan secara
singkat tentang apa yang dimaksudkan dengan hal-hal di atas.
2.1. Teori Gerakan Sosial (Social Movement)
Gerakan sosial adalah aktivitas sosial berupa gerakan sejenis
tindakan sekelompok yang merupakan kelompok informal yang
berbentuk organisasi, yang berfokus pada suatu isu-isu sosial atau
politik gerakan sosial dengan melaksanakan, menolak, atau
mengampanyekan sebuah perubahan sosial. Macam-macam tipe
gerakan sosial misalnya: gerakan buruh, gerakan petani, gerakan
mahasiswa, gerakan sosial, gerakan perempuan, gerakan ideologi,dan
gerakan-gerakan sosial lainnya. Adanya keragaman gerakan sosial
maka berbagai ahli sosiologi mengelarifikasikan dengan menggunakan
kriteria tertentu, misalnya Wahab (2007:7) menampilkan pendapat
McCarthy yang tulisannya mengenai struktur mobilisasi bahwa
15
sejumlah cara kelompok gerakan sosial melebur dalam aksi kolektif
termasuk di dalamnya taktik gerakan dan bentuk organisasi gerakan
sosial. Struktur mobilisasi juga memasukkan serangkaian posisi sosial
dalam kehidupan sehari-hari struktur mobilisasi mikro yang tujuannya
adalah mencari lokasi-lokasi di dalam masyarakat untuk dapat
melakukan mobilisasi. Dalam konteks ini yang dibutuhkan adalah unit-
unit keluarga, jaringan pertemanan, sosialisasi tenaga sukarela, unit-
unit tempat kerja, gerakan sosial membentuk suatu jaringan
kekerabatan dan persaudaraan menjadi dasar bagi rekrutmen gerakan
atau aksi sosial dalam perubahan yang diinginkan.
Gerakan-gerakan sosial selalu melibatkan proyeksi akan sebuah
peta aspirasi dan rancangan masa depan yang diinginkan. Masyarakat
bertanggung jawab kepada dirinya dan kelompok untuk mengubah,
membentuk dirinya dari realitas sosial yang ia alami dalam hidupnya,
oleh sebab itu dunia sosial bukanlah sesuatu yang ditakdirkan
sebelumnya melainkan diciptakan oleh masyarakat dalam proses
perkembangan masyarakat dalam dunia modern seperti saat ini.
Dengan demikian gerakan sosial menggunakan dan mencerminkan
metode dan strategi-strategi masyarakat untuk memperbaharui diri
dan meregenerasi diri melalui aksi kolektif. Misalnya gerakan sosial
Perkumpulan Papua Pusaka Bangsa (P3B) secara umum menyediakan
sebuah sabuk pengaman untuk memungkinkan masyarakat Papua
untuk keluar dari tekanan, beban hidup secara ekonomi, ketimpangan,
penindasan, ketidakadilan.
16
Gerakan sosial semacam ini sudah membentuk sebuah pola pikir
baru dalam suatu kelompok atau komunitas untuk perubahan, mulai
berpikir bagaimana kita dapat memahami dunia kita dengan melihat
relitas sosial yang terjadi dan bertindak dipengaruhi ide-ide untuk
perubahan menuju suatu transformasi masyarakat. Gerakan-gerakan
sosial muncul ketika ada ruang. Habermas (1962) dalam bukunya The
structural Transformation of the public sphere, Habermas
mendefinisikan ruang publik sebagai komunitas virtual atau imajiner
yang tidak selalu eksis dalam sebuah bentuk dan ruang formal. Secara
ideal, ruang publik terbentuk dari kumpulan perorangan yang
berkumpul, berserikat dalam “publik” dan mengartikulasikan
kebutuhan masyarakat kepada Negara. Ruang publik ditandai dengan
aksi berserikat, berdialog untuk mengagas sebuah opini atau aksi
untuk menyatakan atau menantang dan selanjutnya mengarahkan
kebijakan negara, dalam tema idealnya, ruang publik sebagaimana
dinyatakan Rutherford, adalah sumber sebuah opini publik berasal
yang dibutuhkan untuk mensahkan otoritas dalam sebuah demokrasi
yang berfungsi baik.1
Ruang publik (public sphere) dipandang penting karena
merupakan tempat dimana masyarakat (Civil Society)
mengekspresikan dan merupakan ruang tempat kegiatan intelektual
1 Disampaikan dalam acara seminar Nasional berjudul “Demokrasi Deliberatif: Membedah
peran “Ruang Publik”
Dalam filsafat politik Jurgen Habermas yang diadakan oleh Program Studi komunikasi
(Fiskom) Pascasarjana
Magister Sosiologi Agama (Teologi) dan Pascasarjana Magister Ilmu Hukum. Di Universitas
Kristen Satya Wacana
(UKSW) Salatiga 11 April 2012
17
dan politik diaktualisasikan. Ruang publik disini merujuk pada
kehidupan sosial tempat opini terbentuk. Tempat dimana
pembentukan intelektualitas kekinian (modern), Seperti yang
digambarkan oleh Jurgen Habermas (1989) pembentukan intelektual
modern dalam konteks Eropa Barat merupakan bagian dari
kemunculan apa yang disebutnya sebagai ruang publik borjuis
(bourgeois public sphere) sekitar abad ke 17 dan ke 18.2 Dalam dunia
modern kekinian orang mempunyai kebebasan untuk memilih
imajinasi dan gaya hidup mereka yang mereka sukai kedengarannya
positif. Dengan melakukan diskursus dengan persoalan yang dihadapi
oleh negara.
Habermas juga menafsirkan gagasannya bahwa proses
terbentuknya masyarakat dalam kelompok tidak terlepas dari apa
yang dimaknai dari dunianya dimana dunia dia tempati/tinggal jadi
kehidupan dunia mencerminkan perspektif internal, sedangkan
system social mencerminkan pandangan eksternal. Habermas melihat
kehidupan dunia dan tindakan komunikatif sebagai dua konsep yang
saling mengisi, lebih khusus lagi, tindakan komunikatif dapat dilihat
sebagai yang terjadi dalam dunia, maka Habermas menyatakan
bahwa:
Kehidupan dunia boleh dikatakan sebagai tempat bertemunya
pembicara dan pendengar, dimana mereka saling mengajukan
tuntutan bahwa ucapan mereka sesuai dengan apa yang
mereka pikirkan dan dimana mereka dapat mengecam dan
2 Ruang public sebuah kajian tentang kategori masyarakat borjuis 1989
18
memperkuat kebenaran yang mereka nyatakan,
menyelesaikan perselisihan pendapat mereka, dan mencapai
kesepakatan (Habermas, 1987a:126)
Dalam proses terbentuknya masyarakat juga tidak terlepas dari
tindakan komunikatif, atau interaksi sosial dengan menggunakan
komunikasi sehingga terbentuk integrasi sosial dan integrasi sistem.
Dari perspektif dari integrasi sosial penekanannya pada kehidupan
dunia dan cara sistem tindakan integrasikan melalui jaminan normatif
atau pencapaian konsensus secara komunikatif. Hal ini di yakini bahwa
masyarakat diintegrasikan memulai dengan tindakan komunikatif dan
memandang masyarakat sebagai kehidupan sehari-hari. Sementara itu
integrasi sistem menurut Habermas bahwa integrasi sistem
menekankan pada sistem dan cara sistem diintegrasikan melalui
kontrol eksternal terhadap tindakan individual yang terkoordinasi
secara subjektif. Dalam konteks kekiniaan tindakan individual juga
dipengaruhi oleh pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki. Tindakan
juga dipengaruhi intelektualitas sesorang dimana dia memaknai
dunianya dan tindakan apa yang dia harus melakukannya.
Pengetahuan yang dimiliki adalah sebagai budaya baru, inova, cara
berpikir yang baru dan pengembangan baru. Budaya itu membangun
nilai-nilai baru dari cara-cara lama ke cara-cara yang baru jadi budaya
baru ini tidak terlepas dari pendidikan, pengalaman ilmu yang dimiliki
masyarakat atau individu-individu.
Herbert Marcuse (1962) dalam Abdul Wahab, (2007:38,39)
berpendapat bahwa pendidikan memainkan peran penting dalam
19
memperkenalkan dan mengembangkan refleksi kritis atas masing-
masing individu dalam masyarakat, oleh karena itu universitas dan
lembaga pendidikan lainnya adalah kaya atas sumber material yang
dapat dipergunakan. Di Universitas inilah ditemukan salah satu
kelompok juga menderita dari satu dimensi dan kelompok-kelompok
ini relatif muda diubah dengan gagasan-gagasan pembebasan baru,
misalnya Universitas Kristen Satya Wacana mendidik mahasiswa/i
untuk mengembangkan ilmu yang diberikannya untuk kepentingan
masyarakat. Intelektualitas dipergunakan untuk kepentingan kaum
tertindas, oleh sebab itu Marcuse berpendapat bahwa mahasiswa
memiliki kesempatan terbesar melalui pemberontakan melawan
tatanan lama.
Marcuse juga berpendapat bahwa tujuan dari perjuangan adalah
untuk memperhatikan masyarakat yang lemah untuk mencapai
kebahagiaan bersama, kita harus mengidentifikasi orang-orang
tertindas bergabung dalam gerakan pembebasan, gerakan sosial
untuk perubahan, untuk mencapai perbaikan ekonomi baik dalam
ruang produksi dan konsumsi dalam lapangan politik. Marcuse
menyatakan tidak hanya model parlementer sebagai alat tujuan akan
tetapi juga kita mendukung gerakan mahasiswa, buruh, gender, ras
dan lingkungan hidup. Misalnya gerakan sosial yang sangat kelihatan
adalah buruh di PT Freeport meminta kenaikan upah, dan perbaikan
kondisi kerja, gerakan mahasiwa Papua Barat atas kekecewaan pada
pemerintah Indonesia yang dianggap telah gagal membangun
20
masyarakat Papua Barat melalu program otsus untuk Papua Barat (
Kompas 28 Mei 2011)3.
Gerakan sosial yang merupakan pilihan rasional setiap individu-
individu dan yang bergabung dalam gerakan sosial memiliki alasan
tertentu dan alasan ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Bahkan
untuk beberapa hal alasan-alasan individu bergabung dalam gerakan
sosial jauh lebih rasional dibandingkan individu-individu yang hanya
begitu saja kondisi sosial yang ada meskipun kondisi sosial tersebut
menindas mereka. Gerakan sosial bergeser, dari pusat menjadi
menyebar ke berbagai pusat-pusat disiplin ilmu baik dikalangan
akademisi maupun para pelaku perubahan atau agen (Wahab,
2007:1,3)
Gerakan-gerakan sosial terletak pada sejauh mana mereka
memenangkan pertempuran atas arti. Hal ini berkaitan dengan usaha
para pelaku perubahan mempengaruhi makna kebijaksanaan publik
oleh karena itu para pelaku perubahan memiliki tugas penting
mencapai perjuangan melalui membuat framing, masalah sosial dan
ketidakadilan ini sebuah cara untuk meyakinkan kelompok sasaran
yang beragam dan luas sehingga mereka terdorong mampu
memformulasikan sekumpulan konsep untuk berpikir dengan
menyediakan skema interpretasi terhadap masalah-masalah dunia
melalui beragam media cetak dan elektronik, buku, pamflet, aktivitas
gerakan sosial, mempergunakan warung kopi, café, dan ruang-ruang
3 Data bersumber dari hasil pengamatan peneliti melalui media elektronik, & media
cetak, berkaitan dengan gerakan buruh untuk menuntut kenaikan upah dari
karyawan, kompas 28 Mei 2011.
21
pertemuan sebagai media berdebat untuk mensosialisasikan isu
sehingga kelompok masyarakat berkeinginan untuk terlibat dalam
gerakan sosial tersebut.( Jurnal Basis Edisi Khusus Pierre Bourdieu,
2003)4
Beberapa pendapat seperti Charles Kurzman dan Lymn Owens
(2002), Julien Benda (1999) dan Antonio Gramsci (1971) yang
ditampilkan oleh Mutahir (2011:4,5) berkenan dengan posisi
intelektual dalam masyarakat ada tiga pendekatan yang acap diajukan
tiga pendekatan tersebut melihat intelektual sebagai kelas dalam
masyarakat, yakni:
1. Pendekatan yang menempatkan intelektual sebagai kelas pada
dirinya sendiri. Pendekatan ini meletakan intelektual berposisi
di atas awan. Pendekatan yang kerap disebut dengan
Bendaisme ini merujuk pada pandangan Julien Benda yang
termuat dalam penghiyanatan kaum cendekiawan. Dia
mengatakan bahwa terdapat antinomi antara kekuasaan dan
kebenaran adalah pekerjaan kaum intelektual. menurut
pandangan ini para intelektual yang pekerja di pemerintahan
atau perusahaan bisnis dipandang telah menghianati
kebenaran karena ingin mendapatkan kekuasaan, popularitas,
dan uang.
2. Pendekatan yang menganggap kaum intelektual merupakan
bagian dari kelas itu sendiri, pendekatan ini berakar dari
4 Jurnal Basis Edisi khusus Piere Bourdie. Dua bulanan, No 11-12, Tahun ke 52.
November-Desember 2003
22
pemikiran Antoni Gramsci, Gramsci menyatakan bahwa
“semua orang adalah intelektual, namun tidak semua orang
mempunyai fungsi intelektual. Dalam masyarakat Gramsci
membagi beberapa tipologi intelektual:
3. Intelektual tradisional, yakni intelektual yang menyebarkan ide
dan berfungsi sebagai mediator antara massa rakyat dengan
kelas atasnya.
4. Intelektual organik, yakni kelompok intelektual dengan badan
penelitian dan studi yang berusaha memberi refleksi atas
keadaan namun terbatas untuk kepentingan kelompoknya
sendiri.
5. Intelektual kritis, yakni intelektual yang mampu melepaskan
diri dari hegemoni penguasa elite kuasa yang sedang
memerintah dan mampu memberikan pendidikan alternatif
untuk proses pemerdekaan.
6. Intelektual universal, yakni tipe intelektual yang berusaha
memperjuangkan proses peradaban dan struktur-struktur
budaya yang memperjuangkan pemanusiawian dan
humanisme serta dihormatinya harkat manusia
Dalam kerangka itu kelompok intelektual adalah salah satu dari
kelas sosial yang ada, mereka menggunakan pengetahuan untuk
mempromosikan kepentingan dan kekuasaan kelas intelektual. Maka
jelas terlihat bahwa kaum intelektual yang tergabung dalam aksi
sosial, bergabung dengan sebuah kelompok kekuasaan maka
intelektualiatasnya dibajak oleh orang-orang yang punya kepentingan,
23
sehingga intelektualitas yang dimilikinya hanya kepentingan kelas
sosial tertentu.
7. Pendekatan yang melibatkan intelektual secara potensial
bukan merupakan bagian dari kelas mana pun. intelektual
merupakan orang bebas “free-floating.” Jadi intelektual
merupakan penjaga nilai keseluruhan yang ada di masyarakat,
dengan demikian, intelektual tidak bisa dimasukkan dalam
kelas mana pun.
Membaca beberapa pendapat atau pandangan di atas kiranya
masih kurang relatif misalnya pandangan Bendaisme dan Gramscian
keduanya belum memadai untuk melihat intelektual secara
komprehensif, pandangan Bendaisme tidak mengartikulasikan
pandangan dunia, kepentingan, tujuan dan kemampuan kelas
tertentu, sedangkan pandangan Gramscian alih-alih membebaskan
diri penindasan, bisa terjebak dalam soal kekuasaan.
Dalam pandangan Piere Bourdieu, (dalam Mutahir, 2011: 9)
bahwa intelektual merupakan hasil dari suatu pola hubungan,
Relations, seorang menjadi intelektual disatu sisi berdasarkan
konsepsi diri dan pandangan terhadap orang lain (subjektif) dan sisi
lain seluruh subjektivitasnya ditentukan oleh dan mendapatkan
pengaruh dari posisi seseorang di dalam ranah sosial (social field) yang
tidak bisa dihilangkan begitu saja. Jadi bagi Bourdieu intelektual
menanggung kepentingan universal, yakni mempertahankan
kebenaran dan keperpihakan pada yang tertindas.
24
Jadi apa yang diperlihatkan dalam tulisan maupun dalam
prakteknya bahwa Bourdieu memang menghendaki bahwa kita harus
mempertahankan intelektual untuk melakukan kritik terhadap suatu
kebijakan pemerintah yang meminggirkan kaum minoritas. Jadi kita
memiliki suatu perjuangan dengan nilai-nilai sosial, norma,
keberanian, membangun kemunikasi yang efektif, dan dengan melalu
gerakan intelektual kolektif (collective intellectuals). Kita bermain
imajinasi dalam konteks Indonesia, sambil memahami apa yang
digambarkan Bourdieu bahwa benar sekali intelektual kian
dipinggirkan dalam pemahaman kebjakan publik, intelektual tak punya
daya untuk mendorong sebuah kebijakan yang berpihak pada
kepentingan publik. Menghadapi semacam itu Bourdieu menawarkan
sebuah gerakan untuk mengembalikan otonomi intelektual untuk
melawan dominasi terhadap ketidakadilan, gerakan intelektual ini
cara baru dalam menghadapi tantangan zaman.
2.2. Strategi Gerakan Perubahan sosial
Strategi gerakan sosial berkembang secara kreatif sesuai dengan
kultur dan kondisi sosial politik yang muncul disuatu daerah.
Pemahaman demikian harus terlebih dahulu disadari oleh setiap
pelaku atau aktor penggerak perubahan sosial sebelum ia
memutuskan bekerja dalam dunia gerakan. Muncul gerakan sosial
sebagai kekuatan dalam rangka untuk melakukan perubahan
masyarakat tidak lepas dari posisi strategis dari sekelompok kekuatan
sosial yang menjadi pioner atau katalisator dari sebuah gerakan.
25
Seperti yang dikemukakan Michel Crozeir dalam Mutahir,
(2011:41) bahwa dalam pendekatan strategis, pelaku sosial
mempunyai rasionalitas dan sekaligus mempunyai rasionaltas
terbatas, mempunya batas kebebasan yang menjadi dasar kekuasaan
mereka, jadi keberhasilan strategis, ditentukan oleh strategi
lawannya. Untuk membangun suatu strategi yang baik kita
mempunyai modal sosial yang termanifetasikan melalui hubungan-
hubungan dan jaringan hubungan-hubungan yang merupakan sumber
daya yang berguna dalam penentuan dan reproduksi kedudukan-
kedudukan sosial, kemudian yang termasuk modal budaya ialah
keseluruhan kualifikasi intelektual yang diproduksi secara formal
maupun warisan keluarga. Tercakup dalam modal ini misalnya, ijazah,
pengetahuan yang sudah diperoleh,, kode-kode budaya, cara
berbicara, kemampuan menulis, cara pembawaan, tata krama atau
sopan santun, cara bergaul dan sebagainya.
Menurut Fukuyama (dalam Hasbullah, 2006:82) menyatakan
bahwa Trust: Social virtues and the creation of prosperty rasa percaya
dan saling mempercayai menentukan kemampuan suatu bangsa untuk
membangun masyarakat dan institusi-institusi di dalamnya guna
mencapai kemajuan. Rasa saling mempercayai juga akan
mempengaruhi semangat dan kemampuan berkompetisi secara sehat
di tengah masyarakat. Rasa saling percaya itu tumbuh dan berakar
dari nilai-nilai yang melekat pada budaya kelompok tersebut.
Strategi dalam pandangan Bourdieu merupakan hasil yang harus
berlanjut dari interaksi antara disposisi habitus dan kendala serta
26
segala kemungkinannya. Strategi merupakan orientasi spesifik dari
praktik, dalam Bahasa Bourdieu (1990) strategi adalah “The product of
the prctical sense as the feel of game. Ada dua tipe strategi menurut
Bourdieu (1984) yaitu:
1. Strategi reproduksi (reproduction strategies) strategi ini
dirancang oleh agen untuk mempertahankan atau
meningkatkan modal ke arah masa depan. strategi ini
merupakan sekumpulan praktik, jumlah dan komposisi modal
serta kondisi sarana produksi menjadi patokan utama dalam
strategi ini.
2. Strategi penukaran kembali (reconversion strategies), strategi
ini berkenaan dengan pergerakan-pergerakan agen dalam
ruang sosial. Ruang sosial tempat pergerakan agen,
terustruktur dalam dua dimensi, yakni keseluruhan jumlah
modal yang terustruktur dan pembentukan jenis modal yang
dominan dan yang terdominasi, (Mutahir, 2011:71)
Selain dua tipe strategi tersebut menurutnya juga ada strategi
yang lain strategi-strategi ialah strategi investasi biologis. Strategi
pewarisan, strategi pendidikan, strategi investasi biologi dan strategi
investasi simbolis. Strategis biologis terlihat dalam upaya mengontrol
jumlah keturunan. Hal itu dilakukan untuk menjamin pewarisan modal
dalam memudahkan kenaikan posisi sosial. Strategi pewarisan
berfungsi untuk menjamin kekayaan terutama material. Strategi
pendidikan diarahkan dengan tujuan agar pelaku sosial mempunyai
kecakapan yang sesuai dan yang dibutuhkan dalam struktur sosial agar
27
mampu menerima warisan kelompok atau bahkan mampu
memperbaiki posisi sosial. Sedangkan strategi investasi ekonomi
diarahkan untuk mempertahankan untuk menambah berbagai jenis
modal, investasi bukan hanya modal ekonomi tetapi juga modal
sosial.5
Penggunaan strategi oleh agen adalah untuk mempertahankan
posisi, memperbaiki posisi, membedakan diri atau untuk memperoleh
posisi baru di dalam arena dalam arena selalu terjadi pertarungan
sosial. Rumusan generatif (Habitus x Modal)+Arena = Praktik
dikemukakan Bourdieu adalah dalam rangka memajukan sebuah
pendekatan dalam memahami realitas sosial secara dialektis.6 Jadi
seperti apa yang dikemukakan Bourdieu tidak terlepas dari peran
pendidikan yang menuntun cara berpikir dan bertindak karena semua
berasal dari pikiran dan tindakan manusia.
Menengok sedikit terhadap dua bangsa terkenal di dunia Cina dan
Yahudi bagaimana mereka bertindak dan berkembang keduanya
mempunyai bersamaan dan perbedaan dalam proses berpikir di dalam
dunia usaha untuk bertahan dan berkembang, mereka lebih menyukai
mempercayai dan menjalankan kesatuan (unity) kelompoknya,
menjalankan koneksi dan birokrasi kekuatan-kekuatan pasar dan
aturan hukum, tetapi bangsa Yahudi lebih tertutup dan Unity-nya
lebih kuat dari bangsa Cina. Faktor sejarahlah yang membuatnya
5 Intelektual kolektif Piere Bourdieu, sebuah gerakan melawan dominasi. Arizal
Mutahir, 2011. hal 72 6 Intelektual kolektif Piere Bourdieu, sebuah gerakan melawan dominasi. Arizal
Mutahir, 2011.hal 73
28
mereka sebagai kelompok minoritas yang pernah dikucilkan dan
dibantai. Bagaimana bangsa Yahudi mengembangkan strategi agar
tetap bertahan dan menjadi manusia super di muka bumi, hanya satu
kata: pendidikan. Mereka memiliki pengetahuan, dan hal ini
menunjukkan bahwa orang-orang Yahudi memiliki pendidikan yang
cukup tinggi dan terarah dengan baik, orang-orang Yahudi tidak hanya
mengejar pendidikan untuk semata-mata mendapatkan uang tetapi
juga demi pendidikan serta ilmu pengetahuan itu sendiri,(Wang Xiang
Jun, 2010:6,9)
Jadi setiap strategi dan gerakan sosial berkembang secara kreatif
sesuai dengan kultur dan kondisi sosial politik yang muncul disuatu
daerah. Pemahaman demikian harus terlebih dahulu disadari oleh
setiap pelaku atau aktor penggerak perubahan sosial sebelum ia
memutuskan bekerja dalam dunia gerakan. Muncul gerakan sosial
sebagai kekuatan dalam rangka untuk melakukan perubahan
masyarakat tidak lepas dari posisi strategis dari sekelompok kekuatan
sosial yang menjadi pioner atau katalisator dari sebuah gerakan.
Pierre Bourdieu adalah intelektual yang aktif terlibat dalam
gerakan-gerakan sosial dan politik, ia memberontak melawan
mekanisme-mekanisme dominasi sosial dan membela kelompok-
kelompok terpinggir dan tertindas. Alasan Bourdieu sendiri membela
yang lemah adalah dia sendiri salah satu korban moralisme bebas-
nilai, seakan yang ilmiah tidak boleh berimplikasi politik, sehingga
melalui perubahan sikap Bourdieu sendiri untuk memberontak
terhadap ketidakadilan yang terjadi di dalam masyarakat. Perubahan
29
ini bukannya tanpa dipengaruhi keprihatinan mendasar Bourdieu
terhadap lingkungan sosial dan hasrat terhadap perubahan.
Pengalamannyalah yang menjadi bagian kelompok sosial yang
didominasi mengakibatkan promosi sosial yang diperoleh sekolah,
universitas dan intelektual ia membuka segi-segi kehidupan sosial
yang tidak dilihat oleh intelektual lainnya.7
Pendekatan strategis yang dikemukakan Michel Crozeir (dalam
Mutahir 2011:40,41) bahwa hubungan-hubungan kekuasaan dan
organisasi-organisasi merupakan tekanan utama bagi analisis realitas
sosial. Dalam pendekatan strategi pelaku sosial mempunyai
rasionalitas dan sekaligus mempunyai rasionalitas terbatas,
mempunyai batas kebebasan yang menjadi dasar kekuasaan mereka.
Keberhasilan strategi ditentukan oleh strategi lawannya. Crozeir
mencoba menjelaskan dialektika antara pelaku dan sistem, disatu sisi
struktur-struktur sosial diciptakan, dilanggengkan dan diubah oleh
pelaku-pelaku sosial, sebaliknya disisi lain pelaku sosial meski
dikatakan bebas dikondisikan struktur-struktur tersebut, pada
pendekatan ini dimensi dualitas pelaku dan struktur masih sangat
kuat.8
Bourdieu menyatukan kedua unsur yang belum terdamaikan oleh
pemikir di atas dengan mencoba mempertemukan pertentangan
7 Lihat Pierre Bourdieu, kritik terhadap neoliberalisme, Basis menembus fakta. Majalah
Sciences Humaines/repro no 11-12, tahun ke 52November-Desember 2003 hlm 3-8 8 Lihat Arizal Mutahir 2011: 40,41) Intelektual Kolektif Pierre Bourdieu (sebuah gerakan untuk
melawan dominasi)
30
antara pelaku dan struktur, antara subjektivisme dan objektivisme9
melalui metode yang disebut strukturalis genetis (genetic
stucturalism) struktur genetis berusaha mendiskripsikan suatu cara
berpikir dan cara mengajukan pertanyaan dengan metode tersebut
Bourdieu mencoba mendeskripsikan, menganalisis dan
memperhitungkan asal-usul seseorang dan asal-usul berbagai struktur
sosial. Dengan demikian menurutnya bahwa asal usul analisis struktur-
struktur objektif tidak bisa dipisahkan dari analisis asal usul struktur-
struktur mental dalam individu-individu biologis yang sebagian
merupakan produk dari struktur-struktu sosial itu sendiri.
Strukturalisme merupakan cara berpikir yang melihat bahwa
semua masyarakat mempunyai struktur yang sama dan tetap, ( dalam
Mutahir, 2011:42), dan bahasa menekankan utama dalam pendekatan
strukturalisme bahasa merupakan suatu sistem tanda-tanda yang
mengekspresikan ide-ide, bahasa adalah paling penting, karena itu
suatu orang dapat membayangkan suatu ilmu yang mempelajari
kehidupan tanda-tanda dalam rangka kehidupan sosial Saussure,
(dalam Mutahir, 2011: 43), jadi pendekatan strukturalisme merupakan
sebuah tanggapan atas demam pendekatan fenomenologi yang
diwakili eksistensialisme dalam ranah intelektual, pendekatan
fenomenologi merupakan pendekatan yang menitik beratkan pada
analisis terhadap gejala yang membanjiri kesadaran manusia,
kesadaran manusia akan sesuatu, kesadaran selalu terarah kepada
yang lain dari dirinya, ( dalam Mutahir, 2011: 44-45).
9 Ritzer, 1996, Teori sosiologi modern hlm 536 (dalam Arizal Mutahir 2011:41)
31
Pendekatan fenomenologi secara garis besar menyatakan bahwa
realitas sosial merupakan keadaan kontingen yang terus dibentuk oleh
subjek berdasarkan kreativitasnya dalam kehidupan sehari-hari,
dengan kata lain masyarakat merupakan hasil dari putusan tindakan
dan kesadaran pikiran individu dalam dunia yang ditempatinya dan
berarti bagi dirinya. Dengan demikian Bourdieu mengkaji pendekatan
strukturalisme dan fenomenologinya bahwa Bourdieu menyebut tiga
metode pengetahuan teoritis dalam ilmu sosial, ( dalam Mutahir 2011:
46)
1. Fenomenologi: atau etnometodologi. Metodologi pengetahuan
teoritis ini menekankan pada pencarian kebenaran
pengalaman dasar dunia sosial, atau kebiasaan yang tidak
dipertanyakan, atau pengertian tentang dunia sosial yang tidak
dipertanyaankan lagi.
2. Objektivitas: Ini adalah metode pengetahuan teoritis berusaha
menjawab kebenaran objektif pengalaman dasar dan kondisi
yang terkait dengan kemungkinan pengalaman-pengalaman
yang terbentuk.
3. Metode pengetahuan teoritis yang berusaha menguji
kemungkinan kondisi-kondisi pengalaman terbentuk sembari
menyelidiki batas pertimbangan objektif yang menyatakan
bahwa prosedur eksternal memengaruhi pemahaman tindakan
praktis.
Dalam proses pembentukan dan perkembangannya, ketiga
pengetahuan teoritis tersebut, secara garis besar Bourdieu
32
menunjukan terjadinya dikotomi dalam ilmu sosial yakni objektivisme
dan subjektivisme (Bourdieu 1990 dalam Arizal Mutahir 2011:47). Jadi
untuk proses perubahan si agen perubahan memberikan kontribusi
data, ide-ide, fakta, nilai konsep, tegaknya nila-nilai keadilan,
kesejahteraan, kebenaran, dan kemajuan peradaban, jadi seorang
agen perubahan sosial adalah seorang agen transformasional dalam
kemajuan masyarakat suatu daerah untuk menuju perubahan (Edi
Suharto 1997:69).
Pemberdayaan masyarakat seringkali melibatkan perencanaan,
pengorganisasian, dan pengembangan aktivitas, pembuatan program,
usaha untuk perubahan bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup
atau kesejahteraan sosial (social well-being) masyarakat. Menurut
pengertian yang diberikan oleh PBB, pengertian perencanaan sosial
meliputi Edi Suharto (1997:72).
1. Perencanaan sosial sebagai perencanaan pada sektor-sektor
sosial, seperti sektor kesejahteraan sosial, pendidikan,
kesehatan, kependudukan, dan kekeluargaan berencana.
2. Perencanaan sosial sebagai perencana lintas sektoral
pengertian ini sifatnya lebih menyeluruh dalam arti
perencanaan yang lebih dari sekedar perencanaan ekonomi
saja.
3. Perencanaan sosial sebagai perencana pada aspek sosial dari
perencana ekonomi, dalam pengertian ini, pertama
perencanaan sosial memiliki dua dimensi, pertama
perencanaan dipandang sebagai perencena input sosial bagi
33
perencanaan ekonomi. Kedua, perencanaan sosial dipandang
sebagai perencana bagai akibat sosial yang tidak diharapkan
dari adanya pembangunan ekonomi, misalnya keretakan
keluarga, kenalan remaja, polusi, pelacuran dan sebagainya.
2.3. Habitus
Para ahli antropologi menyatakan bahwa kebudayaan merupakan
manifestasi dalam lingkungan individu yang bermasyarakat yang
kemudian dapat mempengaruhi individu-individu lainnya yang berada
dalam lingkungan masyarakat tersebut. Reaksi-reaksi dari
pengaruhnya terhadap kehidupan bermasyarakat ini kemudian
merubah pola hidup dari lingkungan masyarakat tersebut. Untuk
memahami suatu budaya, tindakan dan reaksi masyarakat tersebut
kita melihat dari apa yang dikemukakan atau dideskripsikan oleh filsuf
Prancis bernama Pierre Bourdieu. Konsepnya yang dia bicarakan
adalah Habitus. Menurut Pierre Bourdieu10
,
bahwa habitus adalah struktur mental atau kognitif yang
diinternalkan (internalized) yang melaluinya individu
memahami kehidupan sosial. Habitus menghasilkan dan
dihasilkan oleh bermasyarakat. Lapangan adalah jaringan
hubungan antara berbagai posisi objektif. Struktur lapangan
membantu memaksa atau menghambat agen, yang mungkin
individual atau kolektif.
10
Pierre Bourdieu, 1977, dalam Ritzer-Goodman, 2008: 102)
34
Jadi apa yang dikemukakan Bourdieu di atas mendiskripsikan
bahwa manusia sebagai mahluk sosial dimana manusia saling
berinteraksi satu sama yang lainnya dengan membentuk jaringan-
jaringan sosial. Pembentukan jaringan sosial itu terjadi pada ruang dan
waktu, dimana masyarakat itu menjalankan kehidupan. Kehidupan
adalah dunia mikro tempat individu berinteraksi dan berkomunikasi.
Hal inilah yang dikemukakan Bourdieu betapa akrabnya modal sosial
yang dikembangkan dalam komunitas masyarakat diarena atau yang
dia sebut dengan lapangan. Karena secara menyeluruh Bourdieu
memusatkan perhatiannya pada hubungan habitus dan lapangan
dengan menyatakan bahwa lapangan mensyaratkan adanya habitus
dan habitus merupakan lapangan jadi ada hubungan dialektis antara
habitus dan lapangan. Dia melihat bahwa sistem sosial tumbuh
dengan mengembangkan ciri-ciri strukturalnya sendiri. Ketika
strukturnya tumbuh dengan bebas dan kuat makinlama makin
memaksakan dunia kehidupan.
Ketika kita memperhatikan dari kehidupan ini bahwa gerakan
kearah integrasi mikro-makro dan agen struktur menguat, gerakan
akan meluas dengan mengikuti arus dan gerakan menuju integrasi
yang lebih kompak dapat meningkatkan status sosiologis. Kemudian
ada usaha untuk membawa ide-ide individu-ke individu atau indivud
ke kelompok atau kelompok ke kelompok untuk memperkuat
kekuatan kelompok sosial masyarakat untuk suatu gerakan
perubahan. Untuk melakukan suatu gerakan perubahan ada aktor,
aktor menjadi agen gerakan perubahan, kesadaran dan kemauan agen
35
yang mampu mempengaruhi atau mengendalikan praktek mereka
dalam komunitas tersebut. Aktor merupakan representative daripada
kelompok tersebut dia mampu membimbing dan mengarahkan
anggotanya untuk melakukan suatu gerakan sosial.
Maka seperti apa yang dikemukakan Bourdieu bahwa dimana
agen berpartisipasi sesuai dengan posisi mereka di dalam ruang sosial
dan sesuai dengan struktur mental yang menyebabkan agen dapat
memahami ruang sosial. Ruang sosial dipahami sebagai pusat
pembentukkan praktik-praktik sosial, misalnya ide-ide, inovatif,
kreativitas, dan membentuk struktur masyarakat dan membangun
kehidupan sosial. Jadi habitus ada dalam pikiran orang atau di dalam
pikiran aktor. Jadi menurut Bourdieu:
habitus adalah “struktur mental atau kognitif” yang digunakan
aktor untuk menghadapi kehidupan sosial. Aktor dibekali
serangkaian skema atau pola yang diinternalisasikan yang
mereka gunakan untuk merasakan, memahami, menyadari,
dan menilai dunia sosial. Melalui pola-pola itulah aktor
memproduksi tindakan mereka dan juga menilainya. Secara
dialektika habitus adalah “produk internalisasi struktur “ dunia
sosial.11
Sehingga disini kita bisa memahami apa yang digambarka Bourdieu
bahwa habitus yang merupakan produk histrois, hasil ciptaaan
kehidupan kolektif yang berlangsung selama periode relatif panjang.
Dan habitus menghasilkan dan dihasilakan, oleh kehidupan sosial
11 Dalam Ritzer dan Goodman 2008, hlm 522.
36
dengan artian bahwa kebiasaan individu tertentu diperoleh melalui
pengalaman hidupnya dan terjadi melalui kebiasaan itu terjadi. Disatu
pihak Bourdieu menyatakan habitus adalah struktur yang menstruktur
(structuring structure) yakni ialah struktur yang strukturisasi oleh
dunia sosial. Maka apa yang digambar Bourdieu bahwa tindakanlah
yang mengantarai habitus dan kehidupan sosial. Tetapi jelas disini kita
juga pahami bahwa apa yang dikemukakan (Myles,1999)12
berkaitan
dengan habitus bahwa walaupun habitus adalah sebuah struktur yang
diinternalisasikan, yang mengendalikan pikiran dan pilihan tindakan,
namun habitus tidak menentukannya.
2.4. Modal (kapital) Menurut Pierre Bourdieu
Para ahli sosiologi memahami modal sosial merupakan konsep
sosiologi yang digunakan dalam beragam ilmu seperti bisnis,
ekonomika, perilaku organisasi, politik, kesehatan masyarakat dan
ilmu-ilmu sosial. Semua itu untuk menggambarkan adanya hubungan
di dalam dan antarjejaring sosial. Jaringan sosial (social network) itu
memiliki nilai (value), kepercayaan (trust). Seperti halnya modal fisik
atau modal manusia yang dapat meningkatkan produktifitas individu
dan kelompok maka modal sosial pun demikian pula. Bourdieu (1986),
dalam bukunya The Forms of Capital membedakan tiga bentuk modal
yakni modal ekonomi, modal budaya, dan modal sosial. Dia
mendefinisikan modal sosial sebagai "the aggregate of the actual or
potential resources which are linked to possession of a durable
12
Myles,1999, dalam Ritzer-Goodman 2008:524
37
network of more or less institutionalised relationships of mutual
acquaintance and recognition”.
2.4.1.1. Modal Sosial
Menurut Pierre Bourdieu modal sosial sebagai “sumber daya
aktual dan potensial yang dimiliki oleh seseorang berasal dari jaringan
sosial yang terlembagakan serta berlangsung terus menerus dalam
bentuk pengakuan dan perkenalan timbal balik (atau dengan kata lain:
keanggotaan dalam kelompok sosial) yang memberikan kepada
anggotanya berbagai bentuk dukungan kolektif”13
. Sementara itu
James Coleman mendefinisikan modal sosial sebagai “sesuatu yang
memiliki dua ciri, yaitu merupakan aspek dari struktur sosial serta
memfasilitasi tindakan individu dalam struktur sosial tersebut”. Dalam
pengertian ini, bentuk-bentuk modal sosial berupa kewajiban dan
harapan, potensi informasi, norma dan sanksi yang efektif, hubungan
otoritas, serta organisasi sosial yang bisa digunakan secara tepat dan
melahirkan kontrak sosial.14
Sedangkan Robert Putnam modal sosial
sebagai suatu nilai mutual trust antara anggota masyarakat dan
masyarakat terhadap pemimpinnya. Modal sosial didefinisikan sebagai
institusi sosial yang melibatkan jaringan (Networks), norma-norma
(Norms), dan kepercayaan sosial (social trust) yang mendorong pada
13 Copyright@2003,Institute For Research And Empowerment (IRE), Pemberdayaan
Masyarakat Adat. 14
Copyright@2003,Institute For Research And Empowerment (IRE), Pemberdayaan
Masyarakat Adat.
38
sebuah kolaborasi sosial (koordinasi dan kooperasi) untuk
kepentingan bersama15
.
Akhir dari ketiga definisi mendasar tersebut tidak membedakan
modal sosial yang berlainan tetapi ketiga merujuk pada modal sosial
yang mengikat yang artian ikatan dalam komunitas yang berlangsung
selama akitivitas dalam organisasi dan saling berinteraksi terhadap
satu sama lain. Jadi modal sosial adalah jaringan sosial yang
membentuk dan merupakan aset yang sangat bernilai sebuah jaringan
sosial memberikan koneksi antar kelompok dan antar individu ke
individu jadi membentuk konektifitas sosial atau kohesi sosial karena
mendorong orang untuk bekerjasama satu sama yang lain dalam
komunitasnya untuk menyukseskan tujuan yang ingin dicapai. Jadi
modal sosial termanifestasikan melalui hubungan-hubungan yang
merupakan sumber daya yang berguna dalam penentuan dan
reproduksi kedudukan sosial.
2.4.2.1. Modal Ekonomi
Dalam pemikiran ekonomi istilah modal pada awalnya berarti
sejumlah uang. Dalam pandangan Bourdieu bahwa modal ekonomi
menurutnya ‘modal ekonomi adalah akar dari semua jenis modal
lain’ ia mengingatkan pembaca bahwa modal adalah akumulasi
kerja dan ia tertarik pada bagaimana hal ini dapat dikombinasikan
dengan bentuk modal lain untuk menciptakan dan memproduksi
15
Copyright@2003,Institute For Research And Empowerment (IRE), Pemberdayaan
Masyarakat Adat
39
ketimpangan. Selain berbicara modal budaya Bourdieu juga
berbicara modal ekonomi dan modal sosial, menurutnya bahwa
keduanya diperoleh individu-individu dari jaringan relasi sosial
mereka. Berkaitan dengan modal ekonomi Bourdieu menjelaskan
bahwa modal ekonomi misalnya alat-alat reproduksi, mesin, tanah,
tenaga kerja, materi pendapatan dan benda-benda yang dihasilkan
melalui karya orang dan uang yang terakhir ini bisa digunakan
untuk segala tujuan dan itu biasanya diwariskan dari satu generasi
ke generasi berikut.
2.4.3.2. Modal Budaya
Menurut Bourdieu modal budaya adalah sebagai bentuk modal
simbolik, jauh lebih luas daripada konsep modal manusia yang
berkembang dalam wacana ekonomi. Budaya diartikan sebagai
keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma dan keyakinan (belief)
manusia yang dihasilkan masyarakat. Modal budaya dalam kondisi-
kondisi tertentu dapat ditukar dengan kapital ekonomi dan dapat
dilembagakan dalam bentuk kualifikasi pendidikan. Modal budaya itu
wujud yang nyata dalam bentuk ijazah merupakan sertifikat yang
dipercayai orang sebagai kapital untuk bekerja. Artinya bahwa melalui
disertifikatkan itu mencerminkan sungguh-sungguh kemampuan
manusia dalam bentuk keahlian atau keterampilan. Seperti Mutahir
menampilkan pendapatnya Pierre Bourdieu Mutahir (2011:69), bahwa
modal budaya ialah keseluruhan kualifikasi intelektual yang diproduksi
secara formal maupun warisan keluarga. Tercakup dalam modal ini
40
misalnya ijazah, pengetahuan yang sudah diperoleh, kode-kode
budaya, cara berbicara, kemampuan menulis, cara pembawaan, tata
karma atau sopan santun, cara bergaul dan sebagainya yang berperan
di dalam penentuan dan reproduksi kedudukan sosial.
2.4.4.3. Modal Simbolik
Modal simbolik menurut Bourdieu menunjuk pada kapital
apapun bentuknya sejauh dia terwakili, artinya secara simbolik
dimengerti dalam hubungannya dengan pengetahuan, atau lebih
tepatnya lagi dalam hubungan dengan penolakan atau penerimaan,
yang mengandaikan adanya intervensi habitus sebagai suatu
kapasitas kognitif yang dibentuk secara sosial, Bourdieu dalam
Lawang, (2005:23). Jadi apa yang dikemukakan pendapat Bourdieu
di atas bahwa modal simbolik menunjuk kepada penggunaan
simbol-simbol untuk melegitimasi kepemilikannya dalam berbagai
tingkatan. Baik di dalam organisasi, kelompok-kelompok sosial dari
level paling kecil sampai yang paling besar. Mereka memiliki simbol
sebagai identitas. Bourdieu menyebut beberapa jenis modal yang
menjadi pertaruhan dalam arena yakni modal ekonomi, modal
sosial, modal budaya dan modal simbolis. Menurut Bourdieu
bahwa modal simbolis dimengerti tidak lepas dari kekuasaan
simbolis, yakni kekuasaan yang memungkinkan untuk
mendapatkan setara dengan apa yang diperoleh melalui kekuasaan
fisik dan ekonomi berkat akibat khsus suatu mobilisasi. Modal ini
bisa berupa rumah di daerah perumahan yang mahal, kantor di
41
pusat berdagangan, mobil dengan sopirnya. Modal-modal tersebut
menurut Bourdieu semuanya dipertaruhkan dan diperebutkan di
dalam arena.16
Maka modal simbolik adalah setiap spesies modal
yang dipandang melalui skema klasifikasi, yang ditanamkan secara
sosial.
2.5. Modal Spiritual
Menurut ( Zohar dan Marshall: 2004)17
spiritual capital adalah
makna, tujuan, dan pandangan yang kita miliki bersama mengenai hal
yang paling berarti dalam hidup. Spiritual capital sebagai
penyemangat sekaligus kegelisahan, keprihatinan, kebutuhan dan
pergulatan riil eksistensial manusia yang mendalam untuk melakukan
sesuatu guna menjadikan hidup mengabdi menjadi tujuan penuh
makna. Menurut Zohar dan Marshall aktualisasi diri berupa
memaksimumkan penggunaan kemampuan, keahlian dan potensi
justru memegang peranan penting dalam mengembangkan modal
spiritual.
2.6. Modal Politik
Melihat perkembangan masyarakat dalam realita hidup bahwa
modal politik Capital politic sebagai bagian dari suatu sistem produksi
yang tentunya suatu cara berpikir yang dipengaruhi oleh
16
Pendapat Pirre Bourdieu yang ditampilkan oleh Mutahir dalam bukunya
Intelektual kolektif Pierre Bourdieu, sebuah gerakan untuk melawan dominasi,
(2011) hl. 69. 17
Komunitas, jurnal pengembangan masyarakat Islam Volume 3, Nomor 2, Juni 2007
42
paradigma/cara berpikir itu. Sehingga dalam konteks ini definisi
mengenai modal politik masih dimengerti dalam konteks modal
sosial18
. Modal politik seperti modal sosial melekat dalam hubungan
antar-orang, yang dapat diperoleh melalui partisipasi masyarakat atau
suka sukarela, yang ikut dalam kegiatan sosial,termasuk dalam
organisasi sosial P3B, ikut terlibat dalam kegiatan organisasi
kegerejaan, yang juga terlibat dalam kegiatan politik.
Peneliti mengacu pada apa yang dilkuakan oleh organisasi P3B
gerakan sosial untuk transformasi Papua Barat ini mereka
menggunakan modal-modal modal sosial yang ada dalam komunitas
untuk menciptakan modal politik. Peneliti mendefinisikan modal
politik dalam konteks ini kegiatan-kegiatan/aktivitas yang dilakukan
kelompok P3B adalah bagian daripada modal politik.
Gerakan sosial ini bersifat modal sosial tetapi gerakan sosial ini
menunjukan adanya suatu ideologi bagaimana hubungan antara
modal sosial, ekonomi dan budaya dalam konteksnya. Menggunakan
simbol-simbol kedaerahan dan nilai-nilai kristiani yang ditanamkan
dan koneksi masyarakat adalah bagian daripada modal sosial yang ada
dalam komunitas itu untuk menciptakan modal politik.
Adapun dalam penelitian ini kerangka pikir yang akan dikembangkan
tergambar dibawah ini:
18
Pernyataan di atas mengikuti apa yang dikemukakan Lawang dalam bukunya
kapital sosial dalam perspektif sosiologis (2005:35).
43
Gambar 1. 1. Kerangka Pikir
Sumber: Arsip P3B (2012)
Gerakan Sosial
Papua pusaka bangsa
Pemberdayaan
Ekonomi Masyarakat Pemberdayaan
Pendidikan Kegiatan/Aktivitas
-Strategi Perjuangan
-Aktor
-Trajectory
-Habitus
-Isu yang diangkat
-Modal/kapital
-Modal Sosial
-Modal modal ekonomi
-Modal budaya
-Modal simbolik
-Modal spiritual
-Modal politik
-Pencapain Perjuangan
-Kondisi yang
mempengaruhi dukungan
-Kondisi yangmpengaruhi
hambatan
-Relevansi gerakan sosial
P3B dengan masalah
pembangunan
-Kesimpulan
-Saran
-Strategi Perjuangan
-Aktor
-Trajectory
-Habitus
-Isu yang diangkat
-Modal/kapital
-Modal Sosial
-Modal modal ekonomi
-Modal budaya
-Modal simbolik
-Modal spiritual
-Modal politik
-pencapain Perjuangan
-Kondisi yang mempengaruhi
dukungan
-Kondisi yang mempengaruhi
hambatan
-Relevansi gerakan sosial P3B
dengan masalah
pembangunan
-Kesimpulan
-Saran
top related