struktur keruangan peribadatan umat islam di...
Post on 06-Aug-2019
227 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 1, Nomor 2, September 2013 | 1
STRUKTUR KERUANGAN PERIBADATAN UMAT ISLAM DI KELURAHAN ISOLA KECAMATAN SUKASARI KOTA
BANDUNG
Oleh 1Faiz Urfan, 2Enok Mayani, 3Ahmad Yani
Departemen Pendidikan Geografi FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia 1faiz.urfan@gmail.com , 2enokmaryani@upi.edu , 3ahmadyani@upi.edu
ABSTRAK
Masjid adalah tempat ibadah yang berjumlah cukup banyak di Kelurahan Isola,
yakni 12 masjid. Namun jumlah masjid yang banyak tidak menentukan jumlah jemaah
yang banyak pula, sehingga ada masjid yang penuh ketika shalat berjamaah dan ada
pula masjid yang sedikit jemaah ketika shalat berjamaah. Tentu ini menjadi sebuah
masalah yang harus diteliti karena masjid merupakan salah satu tempat pelayanan di
Kelurahan Isola yang mengindikasikan efektivitas pemanfaatan tata ruang kota.
Penelitian ini memiliki satu variabel yaitu struktur keruangan peribadatan umat Islam
di Kelurahan Isola. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif dengan pendekatan keruangan. Data yang digunakan merupakan data primer,
data sekunder, dan data terestrial (data peta hasil survey lapangan). Populasi penelitian
ini terbagi dua yaitu populasi masjid dan populasi jemaah masjid. Cara mengambil
sampel pada populasi masjid adalah purposive sampling sementara pada populasi
jemaah masjid adalah accidental sampling. Hasil dari penelitian ini adalah
ketimpangan jumlah jemaah pada setiap masjid diakibatkan oleh pengelolaan setiap
masjid yang berbeda-beda. Masjid Daarut Tauhiid memiliki posisi keruangan sebagai
pusat pertumbuhan, Masjid Al-Furqan memiliki posisi keruangan sebagai sarana
penunjang dari pusat pertumbuhan yang lain, yaitu Gedung Isola, sementara untuk
masjid lain seperti Masjid Baetur Rohman dan Masjid Nurul Iman memiliki posisi
keruangan yang saling lepas dengan sarana penunjang lain yang berada di sekitarnya.
Kata kunci: Struktur Keruangan Masjid, Ketimpangan Jemaah.
2 | Faiz Urfan, dkk
Struktur Keruangan Tempat Peribadatan Umat Islam…
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Keberadaan masjid merupakan
hal yang penting dalam menunjang
penyebaran ajaran-ajaran Islam. Selain
sifat masjid yang multifungsi bagi
masyarakat, masjid pun dapat menjadi
indikator keshalehan sosial masyarakat
sekitarnya. Masjid yang selalu penuh
pada waktu shalat fardhu
mengindikasikan tingkat pengamalan
ajaran Islam yang tinggi di masyarakat.
Namun faktanya, masjid seringkali hanya
diisi oleh para lansia yang memang sudah
menginginkan ketenangan dalam hidup
tanpa memikirkan masalah dunia.
Sementara para pemuda dan orang
dewasa sibuk dengan aktivitasnya
masing-masing. Masalah ketimpangan
jemaah diakibatkan oleh masjid yang
tidak dimakmurkan oleh penduduk
disekitarnya pernah dinyatakan oleh
Syahidin (2003: 93):
Banyaknya jumlah masjid yang
berdiri menandakan umat Islam
sangat bersemangat untuk
mendirikan masjid karena
meyakini hal tersebut adalah
sebuah kebaikan yang besar.
Namun semangat umat Islam
untuk membangun masjid tidak
diikuti dengan semangat untuk
memakmurkannya dengan
berbagai aktivitas ibadah.
Ruang adalah tempat manusia
hidup dan tanpa ruang manusia tidak
akan bisa hidup. Agar ruang tempat
manusia hidup selalu tersedia maka
manusia perlu memiliki wawasan
keruangan. Wawasan keruangan dapat
menumbuhkan sensitivitas pada manusia
terhadap keganjilan-keganjilan yang
terjadi akibat dari ketidakefektifan
pembangunan. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Sumaatmadja (1998: 4) yang
menyatakan bahwa,”Manusia wajib
memiliki wawasan keruangan, yaitu
kemampuan melihat dan menganalisis
perspektif ruang muka bumi, yang
meliputi perubahan serta
perkembangannya hari ini terutama di
hari-hari mendatang.”
Kelurahan Isola merupakan salah
satu kelurahan yang terletak di Kota
Bandung dan termasuk dalam wilayah
administratif Kecamatan Sukasari.
Kelurahan Isola memiliki 6 Rukun Warga
dan 29 Rukun Tetangga. Di dalamnya
terdapat 12 masjid yang tersebar di
seluruh wilayah kelurahan yang salah
satunya adalah Masjid Daarut Tauhiid.
Masjid berukuran sedang yang memiliki
daya jangkau begitu luas. Sementara
masjid lain tidak memiliki daya jangkau
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 1, Nomor 2, September 2013 | 3
yang begitu besar, bahkan dengan ukuran
bangunan yang lebih besar.
Melihat fenomena ini, peneliti
merasa perlu melakukan sebuah
penelitian yang ditujukan untuk mencari
penyebab serta solusi untuk memecahkan
masalah ketimpangan jemaah di setiap
masjid. Ketika setiap masjid dapat
memenuhi ruang shalatnya dengan
jemaah pada waktu shalat fardhu, maka
secara tidak langsung pemanfaatan ruang
telah mencapai tahap optimalnya.
Berdasarkan latar belakang yang telah
diuraikan, peneliti bermaksud melakukan
sebuah penelitian yang berjudul
“Struktur Keruangan Peribadatan
Umat Islam di Kelurahan Isola
Kecamatan Sukasari Kota Bandung”.
2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini
adalah “Bagaimana struktur keruangan
setiap peribadatan umat Islam di
Keluarahan Isola?”
3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah,
“Menganalisis struktur keruangan
peribadatan umat Islam di Kelurahan
Isola.”
B. Tinjauan Pustaka
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia 2010, kata ‘ruang’
diterjemahkan sebagai rongga yang tidak
terbatas dan tempat segala sesuatu ada.
Istilah ruang memang sudah tidak asing
lagi bagi masyarakat awam, namun tidak
semua orang mengetahui hakikat dari
ruang itu sendiri. Maryani (2012: 3)
menyebutkan bahwa, “Dalam
kesehariannya manusia sering
dihadapkan dalam berbagai hal yang
menyangkut masalah dan pertanyaan
tentang ruang.” Sebagai contoh,
seseorang yang akan melakukan sebuah
perjalanan ke Kota K akan dihadapkan
pada pertanyaan tentang ruang, “Dimana
Kota K itu?” dan “Bagaimana cara
mencapai Kota K?” Untuk menjawab
pertanyaan tersebut tentu manusia harus
menggunakan ilmu tentang ruang atau
setidaknya memiliki wawasan tentang
keruangan.
Adapun ilmu yang mempelajari
tentang ruang adalah Geografi.
Sebenarnya definisi Geografi
beranekaragam karena Geografi selalu
mengikuti perkembangan zaman. Namun
terdapat titik temu yang sama dari
berbagai definisi tersebut yaitu “…bumi
sebagai ruang huni bagi manusia”
4 | Faiz Urfan, dkk
Struktur Keruangan Tempat Peribadatan Umat Islam…
(Daldjoeni, 1978: 44). Artinya, titik temu
yang dimaksud adalah ruang sebagai
kajian utama Geografi. Hal ini diperkuat
dalam Seminar Lokakarya Ikatan
Geograf Indonesia di Semarang pada
tahun 1988 yang menyatakan bahwa,
‘Geografi adalah sebagai ilmu yang
mempelajari persamaan dan perbedaan
fenomena geosfer dengan sudut pandang
kewilayahan atau kelingkungan dalam
konteks keruangan’ (Pasya, 2012: 82).
Definisi tersebut menyatakan bahwa
ruang merupakan aspek utama dalalm
ilmu Geografi. “Sebagai ilmu yang
mempelajari tentang ruang, Geografi
mempelajari sesuatu hal yang terdapat di
permukaan bumi yang mempunyai arti
penting bagi manusia dalam upaya
meningkatkan kelangsungan hidupnya”
(Pasya, 2006: 85).
Gejala atau fenomena yang terjadi
di permukaan bumi tentu memiliki ciri
khasnya tersendiri, baik itu fenomena
sosial, ekonomi, bahkan agama.
Rubeinstein (1983: 161) menyatakan
bahwa, “We can utilize geographic
concepts to understand the religions
landscape. As one of the most important
characteristics of culture, religions
leaves a strong imprint on the
landscape.” Fenomena sosial keagamaan
memang memberikan dampak yang
cukup besar terhadap berbagai aspek
keruangan seperti persebaran kepadatan
penduduk penganut agama tertentu yang
juga berdampak pada persebaran
peribadatan. Namun hal yang dapat
diamati dalam fenomena sosial
keagaamaan adalah persebaran
peribadatan, karena peribadatan
merupakan pusat ajaran dari nilai-nilai
agama yang dianut penduduk setempat.
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia 2010, kata struktur diartikan
sebagai susunan. Susunan berasal dari
kata susun yang merujuk kepada kata
kerja untuk menata kumpulan objek-
objek secara teratur. Jika digabungkan
dengan kata ruang maka dapat
disimpulkan bahwa struktur keruangan
merupakan susunan pola persebaran
suatu objek atau gejala di permukaan
bumi. Lebih jauh lagi, Abler, et al. (1971:
60) mengemukakan tentang makna dari
struktur keruangan.
Today, geographers are more
often interested in the internal
organization of a distribution, the
location of the elements of the
distributions with respect to each
other. This kind location is always
relative. Geographers frequently
talk about the “pattern” of a
distribution, using terms like
“dense,” “sparse,”
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 1, Nomor 2, September 2013 | 5
“agglomerated,” “dispersed,”
and “linear.” The way these
terms simultaneously relate the
locations of the elements of a
distribution to each other and to
the entire distribution are subtle
but important. In recent years
internal relative location has
often been called “spatial
structure.”
Dari kutipan diatas, Abler
menegaskan bahwa struktur keruangan
atau spatial structure merupakan susunan
distribusi keruangan dari suatu objek.
Struktur keruangan suatu objek atau
gejala adalah kondisi lokasi relatif serta
hubungannya dengan objek atau gejala
lain yang serupa sehingga dapat
ditemukan pola persebarannya.
Kemudian Yunus (2010: 56)
menyatakan,”…dalam membahas
struktur keruangan yang menjadi tekanan
adalah kekhasan komposisi gejala yang
ada dalam ruang.”
Sementara itu, menurut Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 25
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
disebutkan bahwa:
Struktur ruang adalah susunan
pusat-pusat permukiman dan
sistem jaringan prasarana dan
sarana yang berfungsi sebagai
pendukung kegiatan sosial
ekonomi masyarakat yang secara
hierarkis memiliki hubungan
fungsional.
Struktur keruangan masjid yang
optimal adalah struktur yang
menunjukkan keterkaitan masjid dengan
fasilitas lain yang mendukung fungsi
sekundernya. Maka dari itu masjid harus
berkaitan dengan fasilitas sosial
kemasyarakatan, fasilitas ekonomi,
fasilitas pendidikan, fasilitas politik dan
fasilitas pengembangan seni dan budaya
seperti yang tersaji pada Gambar 1.
6 | Faiz Urfan, dkk
Struktur Keruangan Tempat Peribadatan Umat Islam…
Gambar 1. Struktur keruangan masjid yang optimal.
(Sumber: Hasil Studi Literatur)
C. Metode Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah
Kelurahan Isola Kecamatan Sukasari
Kota Bandung. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif, yaitu
“…metode yang bermaksud membuat
pemeriaan (penyandaraan) secara
sistematis, faktual, dan akurat
mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat
populasi tertentu” (Usman dan Akbar,
2006: 4). Populasi penelitian terbagi
dalam dua kelompok yaitu populasi
masjid dan populasi jemaah masjid.
Populasi masjid yang terdiri dari 12
masjid di seluruh Kelurahan Isola akan
diambil sampelnya dengan
menggunakan teknik purposive
sampling. Adapun sampel masjid yang
akan diambil adalah Masjid Al-Furqan,
Masjid Daarut Tauhiid, Masjid
Baeturrohman dan Masjid Nurul Iman.
Sementara populasi jemaah masjid
akan diambil dengan menggunkan
teknik accidental sampling karena
populasi jemaah masjid yang datang ke
masjid untuk shalat berjamaah tidak
dapat diprediksi jumlahnya.
D. Hasil Penelitian
Masjid Al-Furqan merupakan
masjid yang berdaya-dukung tinggi
namun berdaya-jangkau yang kecil
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 1, Nomor 2, September 2013 | 7
karena daya jangkaunya dibatasi oleh
kawasan kampus. Walaupun demikian
masjid ini sudah dapat menjalankan
fungsinya sebagai masjid kampus yaitu
dengan menghadirkan nilai-nilai
religius di kalangan civitas akademika
Universitas Pendidikan Indonesia
dengan berbagai kegiatan keagamaan
terutama Program Tutorial Pendidikan
Agama Islam.
Mayoritas jemaah yang datang
ke Masjid Al-Furqan merupakan
jemaah yang berstatus sebagai
mahasiswa atau berprofesi sebagai
dosen serta karyawan di lingkungan
UPI. Hal ini mengindikasikan bahwa
jemaah-jemaah tersebut tidak
menyengaja datang ke UPI untuk shalat
di Masjid Al-Furqan tetapi mereka
sengaja datang ke UPI untuk belajar
atau bekerja. Kemudian, waktu shalat
dengan jumlah jemaah yang paling
tinggi pun hanya waktu Dzuhur dan
Ashar sehingga terlihat bahwa jemaah
yang sholat di masjid ini memang
orang-orang yang terkait dengan
aktivitas akademik di kampus bukan
aktivitas agama di Masjid Al-Furqan.
Dari analisis data di atas dapat
disimpulkan bahwa Masjid Al-Furqan
bukanlah pusat atau inti dari
Universitas Pendidikan Indonesia,
sehingga fungsinya sedikit terhambat
sebagai pusat penyebaran ajaran Islam
di Kelurahan Isola. Hal ini disebabkan
karena daya tarik utama dari
Universitas Pendidikan Indonesia
adalah jurusan dan program studinya
yang pengelolaannya terpusat di
gedung rektorat atau Gedung Isola.
Dengan kata lain, responden
yang berdatangan ke Univeristas
Pendidikan Indonesia adalah orang-
orang yang tertarik oleh pengaruh
Gedung Isola dan menyengaja untuk
menuntut ilmu atau bekerja, bukan
untuk menunaikan shalat di Masjid Al-
Furqan. Sementara Masjid Al-Furqan
adalah salah satu sarana penunjang
untuk menciptakan suasana yang telah
dijadikan motto UPI yaitu “Edukatif,
Ilmiah, dan Religius”. Kegiatan-
kegiatan keagamaan yang dilaksanakan
oleh DKM Al-Furqan pun harus
didasarkan oleh instruksi dan
persetujuan dari Rektor UPI.
8 | Faiz Urfan, dkk
Struktur Keruangan Tempat Peribadatan Umat Islam…
Gambar 2. Peta Persebaran Masjid Kelurahan Isola
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 1, Nomor 2, September 2013 | 9
Hal ini memperkuat argumen
bahwa Masjid Al-Furqan adalah
fasilitas penunjang pendidikan di
lingkungan Universitas Pendidikan
Indonesia yang menginduk pada
kebijkan yang keluar dari Gedung
Isola. Gambaran yang lebih jelas ada
pada Gambar 3.
Dari Gambar 3 dapat dilihat
bahwa Gedung Isola merupakan pusat
pertumbuhan yang memiliki jangkauan
daya dukung tersendiri. Selain itu
adapula range yang menunjukkan jarak
yang bersedia ditempuh seseorang
untuk kuliah disana, karena dahulu
perkuliahan diadakan di Gedung Isola
ketika UPI masih bernama PTPG.
Threshold menunjukkan jumlah
populasi minimum di sekitar Gedung
Isola untuk mendukung keberlanjutan
UPI sebagai Lembaga Pendidikan
Tinggi Keguruan (LPTK) Kemudian
beberapa puluh tahun kemudian, UPI
terus mengembangkan sarana
penunjang pendidikan hingga sebesar
saat ini yang salah satunya Masjid Al-
Furqan. Dengan bertambahnya sarana
penunjang tersebut maka daya tarik
UPI pun semakin besar. Semakin besar
daya tarik maka semakin luas daya
jangkaunya yang juga berarti orang-
orang akan rela menempuh jarak yang
sangat jauh untuk berkuliah disini.
Terbukti dengan adanya mahasiswa
dari luar Pulau Jawa bahkan luar negeri
yang datang ke UPI. Threshold yang
ada pun semakin bertambah, hal ini
dapat dilihat dari kepadatan penduduk
yang semakin bertambah dari awal
PTPG dibuka hingga berubah menjadi
UPI.
Masjid Daarut Tauhiid adalah
masjid yang sudah dikenal oleh
masyarakat luas. Dengan daya dukung
yang lebih kecil dibanding Masjid Al-
Furqan, Masjid Daarut Tauhiid
memiliki daya jangkau yang lebih besar
dibanding Masjid Al-Furqan. Penyebab
dari hal ini adalah Masjid Daarut
Tauhiid memiliki jemaah yang
berstatus sebagai santri Pondok
Pesantren Daarut Tauhiid. Santri-santri
tersebut dididik secara intensif di dalam
masjid dan dibiasakan untuk selalu
menunaikan shalat berjamaah tepat
waktu. Selain itu, Masjid Daarut
Tauhiid merupakan model masjid yang
10 | Faiz Urfan, dkk
Struktur Keruangan Tempat Peribadatan Umat Islam…
sesuai dengan pendapat Rifa’i (2005:
45-46) dalam Firdaus (2011: 74), yang
mengatakan bahwa,”…terdapat dua
fungsi masjid yaitu fungsi primer dan
fungsi sekunder.”
(A) (B)
Gambar 3. Gedung Isola sebagai pusat pertumbuhan Universitas Pendidikan Indonesia (A), Gedung
Isola memperluas daya jangkaunya dengan menambahkan berbagai macam sarana pendukung yang
salah satunya Masjid Al-Furqan (B).
(Sumber: Hasil Analisis Data Penelitian 2013)
Masjid Daarut Tauhiid
menjalankan fungsi sekundernya
dengan sangat baik ditambah dengan
daya tarik Aa Gym sehingga fungsi
primernya pun berjalan dengan baik.
Dapat dikatakan bahwa jumlah jemaah
yang shalat fardhu berjamaah
mengindikasikan keberhasilan DKM
dalam mengelola masjidnya sebagai
pusat kebudayaan dan ilmu
pengetahuan agama Islam.
Selain itu, terdapat fasilitas
penunjang yang berkontribusi terhadap
banyaknya jumlah jemaah di Masjid
Daarut Tauhiid. Adapun fasilitas
penunjang tersebut sepert SMM DT
(mini market), K-Pe Sehat (klinik),
SMP dan SMK DT, DPU DT (badan
amil zakat) dan tentunya pondok
pesantren berupa asrama santri dan
santriyah. Semua fasilitas tersebut
mendukung terhadap kemajuan Masjid
Daarut Tauhiid hingga sukses dan
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 1, Nomor 2, September 2013 | 11
sepopuler saat ini. Kesimpulannya,
Masjid Daarut Tauhiid merupakan
pusat dari kawasan Pondok Pesantren
Daarut Tauhiid.
Gambar 4 (A) menunjukkan
Masjid Daarut Tauhiid pada awal
keberadaannya yang waktu itu masih
berupa masjid biasa. Dengan daya
jangkau yang kecil, range yang pendek,
serta threshold yang rendah. Seiring
berjalannya waktu, Masjid Daarut
Tauhiid pun terus mengembangkan
dirinya sebagai sebuah pondok
pesantren yang memiliki banyak sarana
penunjang, khususnya untuk kehidupan
santri-santrinya. Kini Masjid Daarut
Tauhiid berada di bawah naungan
Yayasan Daarut Tauhiid namun tetap
menjadi pusat pertumbuhan pondok
pesantren. Sarana penunjang pun
tergolong lengkap, mulai dari sarana
pendidikan, ekonomi, hingga
kesehatan. Akhirnya, daya jangkau
Masjid Daarut Tauhiid pun dapat
meningkatkan daya jangkaunya seperti
saat ini (Gambar 4 (B)).
Berbeda halnya dengan Masjid
Baetur Rohman dan Masjid Nurul
Iman. Kedua masjid ini memiliki
karakteristik keruangan yang berbeda
dari dua masjid sebelumnya. Masjid
Baetur Rohman dan Masjid Nurul Iman
merupakan masjid yang berada di
tengah-tengah permukiman dan tidak
berperan sebagai pusat pertumbuhan.
Kedua masjid ini berfungsi hanya
sebagai tempat shalat dan ibadah
lainnya sehingga daya tariknya kecil
yang berakibat pada sempitnya daya
jangkau. Di sekitar masjid pun tidak
ada sarana penunjang yang dapat
memperluas daya jangkaunya.
Tidak seperti Masjid Daarut
Tauhiid yang berperan sebagai pusat
pertumbuhan dan memiliki keterkaitan
dengan bangunan-bangunan lainnya.
Masjid Baetur Rohman dan Masjid
Nurul Iman tidak memiliki keterkaitan
dengan bangunan-bangunan
sekitarnya. Hal ini diperkuat oleh
motivasi semua responden yang
menyatakan bahwa mereka datang ke
masjid-masjid ini karena jaraknya yang
dekat.
12 | Faiz Urfan, dkk
Struktur Keruangan Tempat Peribadatan Umat Islam…
(A) (B)
Gambar 4. Masjid Daarut Tauhiid sebagai sebuah masjid biasa memiliki daya jangkau yang sempit
(A). Setelah beberapa tahun Masjid Daarut Tauhiid berkembang menjadi sebuah pondok pesantren
dengan berbagai sarana penunjang yang menambah luasan daya jangkau masjid tersebut (B).
(Sumber: Hasil Analisis Data Penelitian 2013)
(A)
(B)
Gambar 5. Struktur keruangan Masjid Baetur Rohman(A), Struktur Keruangan Masjid Nurul Iman(B).
(Sumber: Hasil Analisis Data Penelitian 2013)
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 1, Nomor 2, September 2013 | 13
Tidak ada motivasi lain seperti karena
pekerjaan, karena kajian agama yang
baik atau bahkan karena kebersihan
masjid yang baik. Kedatangan mereka
semata-mata karena ingin shalat
berjamaah di masjid yang dekat.
Kemudian kedua masjid ini
memiliki pengelolaan yang tidak sebaik
pengelolaan Masjid Daarut Tauhiid
maupun Masjid Al-Furqan. Hal ini
berakibat pada tidak berjalannya fungsi
sekunder masjid. Faktor ini pun
mengakibatkan terhambatnya
perluasan daya jangkau oleh kedua
masjid tersebut sehingga jumlah
jemaah yang tertarik untuk shalat di
masjid ini paling sedikit dibanding dua
sampel masjid yang lain. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5.
E. Kesimpulan
Masjid Daarut Tauhiid
memiliki daya jangkau yang lebih besar
daripada Masjid Al-Furqan sekalipun
daya dukungnya lebih kecil. Hal ini
dikarenakan Masjid Daarut Tauhiid
merupakan pusat pertumbuhan dari
Pondok Pesantren Daarut Tauhiid.
Artinya, fasilitas apapun yang dibangun
di kawasan pondok pesantren adalah
usaha untuk menambah kapasitas
pelayanan masjid yang berakibat pada
meningkatnya jumlah jemaah.
Sementara Masjid Al-Furqan
merupakan salah satu sarana penunjang
pendidikan di Universitas Pendidikan
Indonesia. Pusat pertumbuhan dari UPI
bukanlah Masjid Al-Furqan melainkan
Gedung Isola. Artinya, bagi UPI
kemakmuran Masjid Al-Furqan
bukanlah tujuan utama. Kemakmuran
masjid sepenuhnya menjadi wewenang
DKM Al-Furqan.
Dua masjid lainnya yaitu
Masjid Baetur Rohman dan Masjid
Nurul Iman memiliki struktur
keruangan yang sama, yaitu daya
jangkau yang sempit serta berada di
tengah-tengah permukiman. Hal ini
dikarenakan kedua masjid tersebut
bukanlah pusat pertumbuhan dan bukan
pula fasilitas penunjang yang
digunakan oleh pusat pertumbuhan.
Kedua masjid ini hanya berfungsi
sebagai tempat shalat dan mengkaji
ilmu-ilmu agama sehingga tidak
memiliki daya tarik yang lebih besar
14 | Faiz Urfan, dkk
Struktur Keruangan Tempat Peribadatan Umat Islam…
dibanding Masjid Al-Furqan dan
Masjid Daarut Tauhiid.
DAFTAR PUSTAKA
Abler, Ronald. Adam, John. S dan
Gould, Peter. (1971). Spatial
Organization: The geographer’s
View of The World. New Jersey:
Prentice-Hall, Inc.
Maryani, Enok. (2010). Dimensi
Geografi dalam Kepariwisataan
dan Relevansinya dengan Dunia
Pendidikan. Pidato Pengukuhan
Guru Besar di Jurusan Pendidikan
Geografi FPIPS UPI Bandung:
Tidak diterbitkan.
Pasya, Gurniwan. K. (2006). Geografi:
Pemahaman Konsep dan
Metodologi. Buana Nusantara:
Bandung.
Republik Indonesia. (2007). Undang-
undang Republik Indonesia
Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang. Jakarta:
Sekretariat Negara
Rubeinstein, James. M. (1983). The
Cultural Landscape: An
Introduction to Human
Geography. Ohio: Merril
Publishing Company.
Sumaatmadja, Nursid. (1998). Manusia
dalam Konteks Sosial, Budaya
dan Lingkungan Hidup. Alfabeta:
Bandung.
Syahidin M.Pd. (2003). Pemberdayaan
Umat Berbasis Masjid. Bandung:
Alfabeta.
Yunus, Hadi. S. (2010). Metodologi
Penelitian Wilayah Kontemporer.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
top related