strategi pengembangan usaha kecil dan menengah
Post on 27-Nov-2015
290 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 79
STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
(UKM): STUDI KASUS DI KABUPATEN BANTUL
Jaka Sriyana
Fakultas Ekonomi
Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta
ABSTRAK
Pembangunan dan pertumbuhan usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan salah
satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Dari penelitian Tambunan (2003)
disebutkan bahwa salah satu karakteristik dari dinamika dan kinerja ekonomi yang baik
dengan laju pertumbuhan yang tinggi di negara-negara Asia Timur dan Tenggara yang
dikenal dengan Newly Industrializing Countires (NICs) seperti Korea Selatan,
Singapura, dan Taiwan adalah kinerja UKM mereka yang sangat efisien, produktif dan
memiliki tingkat daya saing yang tinggi. UKM di negara-negara tersebut sangat
responsif terhadap kebijakan-kebijakan pemerintahannya dalam pembangunan sektor
swasta dan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berorientasi ekspor. Dari hasil
kajian, maka diperoleh beberapa masalah yang dihadapi oleh UKM di Kabupaten
bantul, Provinsi DIY, antara lain: (1) pemasaran, (2) modal dan pendanaan, (3) inovasi
dan pemanfaatan teknologi informasi, (4) pemakaian bahan baku, (5) peralatan
produksi, (6) penyerapan dan pemberdayaan tenaga kerja, (7) rencana pengembangan
usaha, dan (8) kesiapan menghadapi tantangan lingkungan eksternal. Berkaitan dengan
berbagai masalah yang dihadapai UKM, maka diperlukan strategi untuk mengatasinya.
Untuk mengembangankan UKM tentu saja tidak hanya dibebankan pada UKM sendiri
namun harus memperoleh dukungan seluruh stake-holders. Dukungan termaksud
diharapkan datang dari asosiasi pengusaha, perguruan tinggi, dinas/instansi terkait di
lingkungan pemerintah kabupaten/kota dan provinsi. Di samping itu diperlukan
kebijakan pemerintah yang mendorong pengembangan UKM. Pengembangan UKM di
Kabupaten Bantul, Yogyakarta pada dasarnya adalah percepatan transformasi UKM
dari fase formasi menuju fase stabilisasi.
Kata kunci: usaha kecil, pemasaran, produk, UKM, Bantul
PENDAHULUAN
Pada akhir dasa warsa ini daerah-daerah telah tumbuh dengan sangat pesat dengan
ditandai oleh tiga hal. Pertama, jumlah pengangguran dan setengah menganggur
yang besar dan semakin meningkat. Kedua, proporsi tenaga kerja yang bekerja
pada sektor industri di kota hampir tidak dapat bertambah dan malahan mungkin
berkurang. Ketiga, jumlah penduduk dan tingkat pertumbuhannya sudah begitu
pesat sehingga pemerintah tidak mampu memberikan pelayanan kesehatan,
perumahan, dan transportasi yang memadai. Ketiga hal tersebut menjadi ciri khas
dari setiap kota yang mengalami pertumbuhan kegiatan ekonomi dengan cepat.
Studi yang dilakukan oleh Todaro (2000), dikatakan bahwa sektor informal pada
umumnya ditandai oleh beberapa karakteristik seperti sangat bervariasinya bidang
Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 80
kegiatan produksi barang dan jasa, berskala kecil, unit-unit produksinya dimiliki
secara perorangan atau keluarga, banyak menggunakan tenaga kerja (padat karya),
dan teknologi yang dipakai relatif sederhana. Para pekerja yang menciptakan
sendiri lapangan kerjanya di sektor UKM biasanya tidak memiliki pendidikan
formal. Pada umumnya mereka tidak mempunyai ketrampilan khusus dan sangat
kekurangan modal kerja. Oleh sebab itu, produktivitasnya dan pendapatan mereka
cenderung lebih rendah daripada kegiatan-kegiatan bisnis lainnya. Selain itu,
mereka yang berada di sektor tersebut juga tidak memiliki jaminan keselamatan
kerja dan fasilitas-fasilitas kesejahteraan seperti yang dinikmati rekan-rekan
mereka di sektor lain.
Kawasan perkotaan di Indonesia, seperti juga perkotaan di dunia ketiga, banyak
dijumpai berkembangnya industri kecil sebagai akibat tidak mampunya
pemerintah mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan. Beberapa
kegiatan industri kecil bahkan masuk dalam sektor informal. Namun keberadaan
mereka belum mendapat perhatian serius dari pemerintah. Pada umumnya
pemerintah daerah sebagai pengelola kota masih banyak memikirkan sektor
formal yang lebih mudah dikontrol. Padahal sektor industri kecil (dan
menengah) memiliki kontribusi yang nyata bagi pengatasan masalah
pengangguran dan masalah perekonomian kawasan perkotaan. ILO melaporkan
bahwa 60% buruh di kota-kota negara berkembang diserap oleh sektor informal
dan kegiatan pada usaha kecil dan menengah (UKM). Dilaporkan juga bahwa
peran sektor UKM sangat penting karena mampu menciptakan pasar-pasar,
mengembangkan perdagangan, mengelola sumber alam, mengurangi
kemiskinan, membuka lapangan kerja, membangun masyarakat dan menghidupi
keluarga mereka tanpa kontrol dan fasilitas dari pihak pemerintah daerah yang
memadai (ILO, 1991 dan Reddy et.al., 2002). Di Indonesia, sektor UKM bahkan
menjadi tumpuan kehidupan yang semakin besar sejak terjadinya krisis ekonomi
yang dimulai pada tahun 1997 (Sarosa, 2000).
Dalam pembahasan mengenai sektor usaha kecil tentunya tidak terlepas dengan
permasalahan urbanisasi dan migrasi ataupun pengangguran. Kenyataan baru
tersebut adalah terjadinya arus urbanisasi dan migrasi yang melanda negara-
negara di dunia secara besar-besaran. Adanya perpindahan atau mobilisasi
penduduk dari pedesaan ke perkotaan tersebut secara berkait mau tidak mau
adalah karena akibat strategi pembangunan yang dijalankan. Terlepas dari
terdapatnya implikasi baik positif maupun negatif yang ditimbulkan, ternyata
keberadaan urbanisasi dan migrasi menjadikan suatu kasus tersendiri yang mutlak
memerlukan pengelolaan dan perencanaan dari sisi kebijakan ekonomi (economic
policy).
Permasalahan urbanisasi dan migrasi dianggap sebagai kekuatan yang terus
menerus memperburuk masalah pengangguran di perkotaan yang disebabkan oleh
Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 81
ketidak seimbangan struktural dan ekonomi antara daerah pedesan dan perkotaan,
dimana lokasi perkotaan terus diberi insentif untuk mengembangkan kegiatan
ekonominya, sementara lokasi pedesaan justru makin lama makin dijauhkan dari
kemungkinan-kemungkinan untuk mengakselerasi tingkat kemajuannya. Dengan
begitu, terjadinya proses urbanisasi dan migrasi tersebut pada hakekatnya
merupakan refleksi perbedaan pertumbuhan dan ketidakmerataan fasilitas
pembangunan antara satu daerah dengan daerah lain, dan untuk itu terdapat
argumentasi bahwa model pembangunan ekonomi yang dilakukan selama ini tidak
mengarahkan adanya suatu hasil atau pemerataan sejajar antar wilayah di daerah
yang sama; dalam hal ini antara wilayah pedesaan dan perkotaan. Pada tabel
berikut ini dapat kita lihat sebarapa besar peranan migrasi desa ke kota sebagai
sumber pertumbuhan penduduk perkotaan di beberapa negara berkembang.
Secara lebih lanjut, Todaro (2000) menganalisis ketidakseimbangan struktural
desa dan kota dari dua sudut. Pertama, dari sisi penawaran (supply). Karena
perpindahan penduduk tersebut berlangsung terus-menerus maka akan terjadi arus
urbanisasi secara berlebihan sehingga menaikkan tingkat pertambahan penduduk
perkotaan. Pada akhirnya, kehadiran mereka cenderung untuk menambah jumlah
penawaran tenaga kerja di perkotaan, sementara persediaan tenaga kerja yang
sangat berarti di pedesaan sangat menipis.Kedua, dari sisi permintaan (demand).
Disini penciptaan tenaga kerja di perkotaan lebih sulit dan mahal daripada
penciptaan lapangan pekerjaan di pedesaan, karena adanya kebutuhan terhadap
input-input komplementer yang sangat banyak bagi kebanyakan pekerjaan di
sektor industri. Maksudnya, untuk membuka kesempatan kerja di sektor industri
dibutuhkan lebih banyak biaya tambahan dibandingkan di sektor pertanian
tradisional, sehingga mengakibatkan sedikitnya jumlah kesempatan kerja yang
dapat dibuka di sektor industri perkotaan tersebut.
Dengan latar belakang seperti itulah, lahir fenomena perkembangan UKM di
negara-negara berkembang pada umunya. Mereka yang melakukan urbanisasi dan
tidak dapat tertampung di sektor formal terpaksa harus menciptakan lapagan kerja
sendiri. Mereka yang menganggur di perkotaan tersebut untuk kembali lagi ke
desa harus berpikir dua kali, karena di desa mereka menjumpai kondisi yang tidak
menguntungkan, seperti sumber daya alam yang terbatas, upah rendah, tidak
memiliki tanah dan lain sebagainya. Semakin metropolis sebuah daerah, maka
semakin terbuka ruang bagi pengusaha untuk memasuki dan memenuhi sudut-
sudut kota tersebut. Secara lebih mengerucut, keberadaan mereka biasanya
tersebar di pusat-pusat kegiatan ekonomi yang memberikan peluang permintaan
terhadap produk yang mereka tawarkan.
Perkembangan sektor usaha kecil dan menengah hingga saat ini jumlahnya telah
menggelembung sedemikian besar bahkan hampir menyamai jumlah mereka yang
bekerja di sektor formal lainnya. Di banyak negara-negara miskin dan
Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 82
berkembang, kontribusi yang bisa diberikan oleh pelaku usaha kecil mencapai
30%-60% dari seluruh penduduk perkotaan. Sedangkan di wilayah Jawa jumlah
pelaku sektor ini berkisar antara 37% sampai 43%, sementara di luar Jawa lebih
banyak lagi berkisar antara 40%-55%. Dengan begitu saat ini tidak bisa dikatan
lagi bahwa sektor usaha kecil dan menengah cuma sebagai tempat penampungan
sementara bagi para pekerja yang belum bisa masuk ke sektor formal lainnya,
tetapi keberadaannya justru sebagai motor pertumbuhan aktivitas ekonomi
(perkotaan) karena jumlah penyerapan tenaga kerjanya yang demikian besar (sama
dengan jumlah tenaga kerja di sektor formal).
Di banyak negara di dunia, pembangunan dan pertumbuhan usaha kecil dan
menengah (UKM) merupakan salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi.
Dari penelitian Tambunan (2003) disebutkan bahwa salah satu karakteristik dari
dinamika dan kinerja ekonomi yang baik dengan laju pertumbuhan yang tinggi di
negar-anegara Asia Timur dan Tenggara yang dikenal dengan Newly
Industrializing Countires (NICs) seperti Korea Selatan, Singapura, dan Taiwan
adalah kinerja UKM mereka yang sangat efisien, produktif dan memiliki tingkat
daya saing yang tinggi. UKM di negara-negara tersebut sangat responsif terhadap
kebijakan-kebijakan pemerintahannya dalam pembangunan sektor swasta dan
peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berorientasi ekspor. Di negara-negara
sedang berkembang, UKM juga sangat penting peranannya. Di India, misalnya,
UKM-nya menyumbang 32% dari nilai total ekspor, dan 40% dari nilai output dari
sektor industri manufaktur dari engara tersebut. Di beberapa negara di kawasan
Afrika, perkembangan dan pertumbuhan UKM, termasuk usaha mikro, sekarang
diakui sangat penting untuk menaikkan output agregat dan kesempatan kerja..
Masih menurut Tambunan (2000), disebutkan bahwa di Indonesia, di lihat dari
jumlah unit usahanya yang sangat banyak yang terdapat di semua sektor ekonomi
dan kontribusinya yang besar terhadap kesempatan kerja dan pendapatan,
khususnya di daerah perdesaan dan bagi keluarga berpendapatan rendah, tidak
dapat diingkari betapa pentingnya UKM bagi pembangunan ekonomi nasional.
Selain itu, selama ini kelompok usaha tersebut juga berperan sebagai suatu motor
penggerak yang sangat krusial bagi pembangunan ekonomi dan komunitas lokal.
Sekarang, UKM memiliki peranan baru yang lebih penting lagi yakni sebagai
salah satu faktor utama pendorong perkembangan dan pertumbuhan eksor non-
migas dan sebagai industri pendukung yang membuat komponen-komponen dan
spare parts untuk industri besar (IB) lewat keterkaitan produksi misalnya dalam
bentuk subcontracting. Bukti di NICs menunjukkan bahwa bukan hanya usaha
besar (UB) saja, tetapi UKM juga bisa berperan penting di dalam pertumbuhan
ekspor dan bisa bersaing di pasar domestik terhadap barang-barang impor maupun
di pasar global.
Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 83
Perkembangan UKM di Indonesia sangatlah pesat dari tahun ke tahun. Walaupun
demikian dnegan adanya krisis ekonomi telah mengakibatkan banyaknya usaha
yang merugi, bahkan menutup usahanya. Namun beberapa thaun berikutnya telah
terjadi perkembangan yang signifikan, baik dalam jumlah unit, penyediaan
lapangan ekrja maupun jumlah output yang dihasilkan. UKM di Indonesia
memiliki perana sangat penting terutama dalam hal penyediaan kesempatan kerja.
Pendapat ini didasarkan pada berbagai kenyataan dan frnomena yang
menunjukkan bahwa kelompok usaha ini memperkerjakan lebih banyak orang
dibandingkan unit-unit usaha lain. Mereka diharapkan bisa tetap menciptakan dan
mengembangkan usahanya sampai pada skla optimalnya sehingga mampu
menyediakan lebih banyak kesempatan kerja baru dengan berbagai cara.
Definisi Usaha Kecil
Badan Pusat Statistik mendefiniskan Usaha Mikro sebagai usaha yang memiliki
tenaga kerja lebih dari 4 orang . Sedangkan Usaha Kecil sebagaimana dimaksud
Undang-undang No.9 Tahun 1995 adalah usaha produktif yang berskala kecil dan
memenuhi kriteria kekayaan bersih paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus
juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil
penjualan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) per tahun serta
dapat menerima kredit dari bank maksimal di atas Rp50.000.000,- (lima puluh juta
rupiah) sampai dengan Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). World Bank
mendefinisikan Usaha Kecil atau Small Enterprise, dengan kriteria: Jumlah
karyawan kurang dari 30 orang; Pendapatan setahun tidak melebihi $ 3 juta;
Jumlah aset tidak melebihi $ 3 juta
Namun demikian pengertian terbaru mengenai Usaha Kecil menurut Undang-
Undang Nomor 20 tahun 2008 adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri
sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha
menengah atau usaha besar yang memiliki kekayaan bersih lebih
dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha; atau mememiliki hasil penjualan tahunan lebih dari
Rp.300.000.000,00(tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
Definisi Usaha Menengah
Pengertian Usaha Menengah menurut Badan Pusat Statistik adalah usaha yang
memiliki tenaga kerja antara 20 orang hingga 99 orang. Sedangkan Usaha
Menengah sebagaimana dimaksud Inpres No.10 tahun 1998 adalah usaha bersifat
produktif yang memenuhi kriteria kekayaan usaha bersih lebih besar dari
Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 84
Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak sebesar
Rp.10.000.000.000,00, (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha serta dapat menerima kredit dari bank sebesar
Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) s/d Rp.5.000.000.000,00 (lima milyar
rupiah). World Bank mendefinisikan Usaha Menengah atau Medium Enterprise
adalah usaha dengan kriteria : Jumlah karyawan maksimal 300 orang; Pendapatan
setahun hingga sejumlah $ 15 juta; Jumlah aset hingga sejumlah $ 15 juta
Sedangkan pengertian Usaha Menengah menurut Undang-Undang Nomor 20
tahun 2008 adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan
oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian
baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar yang
memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta
upiah) sampai dengan paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh milyar
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil
penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.50.000.000.000,00 (lima puluh milyar
rupiah). Secara detil berbagai defisnis usaha kecil dan menengah dipaparkan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Definisi dan Kriteria UKM Menurut Berbagai Sumber
Organisasi Jenis Usaha Kriteria
Biro Pusat
Statistik
(BPS)
Usaha Kecil Pekerja 5 – 19 orang
Usaha Menengah Pekerja 20 – 99 orang
Bank
Indonesia
(BI)
Usaha Mikro
(SK Dir BI No
31/24/KEP/ DIR Tgl
5 Mei 1998)
Usaha yang dijalankan oleh rakyat miskin
atau mendekati miskin
Dimiliki oleh keluarga sumber daya lokal
dan teknologi sederhana
Lapangan usaha mudah untuk exit dan
entry
Usaha Menengah
(SK Dir BI No
30/45/Dir/ UK tgl 5
Januari 1997)
Aset < Rp 5 M untuk industri
Aset < Rp 600 juta diluar tanah &
bangunan
Omzet tahunan < Rp 3 M
Bank Dunia Usaha Kecil
Jumlah karyawan < 30 orang
Pendapatan setahun < $ 3 juta
Jumlah aset < $ 3 juta
Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 85
Organisasi Jenis Usaha Kriteria
Usaha Menengah
Jumlah karyawan maksimal 300 org
Pendapatan setahun hingga sejumlah $ 15
juta
Jumlah aset hingga sejumlah $ 15 juta
Kementerian
Koperasi
dan UKM
(Undang-
undang No.
20 tahun
2008)
Usaha Kecil
Kekayaan Bersih (tidak termasuk tanah &
bangunan) Lebih dari Rp. 50 juta sampai
dengan paling banyak Rp. 500 juta
Hasil Penjualan Tahunan (Omset/tahun)
Lebih dari Rp.300 juta sampai dengan
paling banyak Rp. 2,5 Milyar
Usaha Menengah
Kekayaan Bersih (tidak termasuk tanah &
bangunan) Lebih dari Rp. 500 juta sampai
dengan paling banyak Rp. 10 Milyar
Hasil Penjualan Tahunan (Omset/tahun)
Lebih dari Rp. 2,5 Milyar sampai dengan
paling banyak Rp. 50 Milyar
Sumber : Bank Indonesia; http://infoukm.wordpress.com (diolah)
Sebagai acuan utama pengertian UKM pada kajian ini mengacu pada Undang-
undang UKM Nomor 20 Tahun 2008, yaitu:
1) Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau
badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro. Kriteria
Usaha Mikro adalah sebagai berikut:
memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;
atau
memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah).
2) Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai,
atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha
Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil.
Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00
(dua milyar lima ratus juta rupiah).
Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 86
3) Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung
dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih
atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
ini. Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:
memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha; atau
memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua
milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
4) Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan
usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih
besar dari Usaha Menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara
atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan
ekonomi di Indonesia.
BERBAGAI KAJIAN TERDAHULU TENTANG UKM
Susilo et al., (2008) melakukan kajian masalah dan kinerja industri kecil di
Kabupaten Bantul Provinsi DIY. Survei dilakukan terhadap 100 pengusaha yang
tergolong industri skala kecil dan menengah (IKM). Hail kajian tersebut
menjelaskan bahwa masalah utama yang dihadapi oleh pengusaha adalah
ketidakmampuan memenuhi kewajiban finansial terhadap pihak lain dan
keterbatasan untuk menambah modal. Masalah lain yang dihadapi adalah
menurunnya hasil produksi dan pemasaran hasil produksi. Dengan indikator
kinerja tingkat produksi maka sebagian besar unit usaha (65%) mengalami
penurunan, sedangkan 23% produksinya tetap, dan sebanyak 12% mengalami
peningkatan. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa para pengusaha pada skala IKM
memiliki kerentanan yang tinggi terhadap berbagai sumber goncangan. Adanya
bencana gempa bumi berdampak cukup besar terhadap kemampuan finansial
perusahaan.
Tarigan dan Susilo (2008) melakukan kajian masalah dan kinerja industri kecil
pada industri kerajinan perak di Kota Yogyakarta. Dari hasil kajian tersebut dapat
diberikan kesimpulan bahwa, pengusaha/pengrajin perak menghadapi
permasalahan yang terkait dengan terganggunya kegiatan produksi karena adanya
kerusakan bangunan serta prasarana produksi, terganggunya proses produksi
menyebabkan berkurangnya jumlah produksi yang berimplikasi pada kemampuan
melayani permintaan, dan penurunan permintaan pada gilirannya akan
Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 87
mengurangi pendapatan dan berimplikasi pada kemampuan memenuhi kewajiban
finansial.
Dalam hal perbedaan masalah yang dihadapi tergantung dari jenis dan
karaketristik industri kecil. Ada yang menyatakan masalah pokok yang dihadapi
adalah kemampuan bersaing di pasar, pemasaran produk, dan ketersediaan tenaga
kerja terampil. Dalam hal dinamika usaha, persamaan diantara mereka terutama
dalam diversifikasi produk. Pengusaha industri kecil melakukan diversifikasi dari
sisi bahan baku dan hasil produksi. Perbedaan dinamika usaha terjadi dalam hal
diversifikasi usaha. Pengusaha industri kecil melakukan diversifikasi usaha yang
berbeda sama sekali dengan usaha sebelumnya, namun juga ada yang melakukan
diversifikasi usaha yang terkait dengan usaha sebelumnya (Ali dan Swiercz,
1991).
Susilo dan Krisnadewara (2007) menyatakan bahwa, berdasarkan hasil riset yang
mereka lakukan tentang strategi bertahan industri pasca gempa di Yogyakarta,
strategi yang bisa diterapkan untuk pengembanga UKM adalah berproduksi
dengan fasilitas / peralatan terbatas, berproduksi dengan jumlah bahan baku
terbatas, berproduksi dengan jumlah tenaga kerja terbatas, berproduksi dengan
modal finansial terbatas, membuka shoow-room/outlet, melakukan usaha
sampingan. Rekomendasi dari hasil kajian in berkaitan dengan upaya percepatan
pemulihan kembali untuk berusaha adalah dengan melakukan kegiatan produksi
kembali yang menekankan pada tambahan modal. Dengan tambahan modal maka
berbagai keterbatasan dalam kegiatan produksi dapat diatasi, sehingga kegiatan
produksi akan lebih lancar sehingga dapat meningkatkan pendapatan.
Menurut Priyono (2004), pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep
pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Dalam kerangka
pikiran itu, upaya memberdayakan masyarakat, dapat dilihat dari tiga sisi.
Pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi
masyarakat berkembang (enabling). Di sini titik tolaknya adalah pengenalan
bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat
dikembangkan. Artinya, tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya,
karena, kalau demikian akan sudah punah. Pemberdayaan adalah upaya untuk
membangun daya itu, dengan mendorong memotivasikan dan membangkitkan
kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk
mengembangkannya.
Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat
(empowering). Dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih positif, selain
dari hanya menciptakan iklim dan suasana. Perkuatan ini meliputi langkah-
langkah nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta
pembukaan akses ke dalam berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat
Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 88
masyarakat menjadi makin berdaya. Untuk itu, perlu ada program khusus bagi
masyarakat yang kurang berdaya, karena program-program umum yang berlaku
untuk semua, tidak selalu dapat menyentuh lapisan masyarakat ini.
Ketiga, memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Dalam proses
pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena
kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu, perlindungan
dan pemihakan kepada yang lemah amat mendasar sifatnya dalam konsep
pemberdayaan masyarakat. Melindungi tidak berarti mengisolasi atau menutupi
dari interaksi. Melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya
persaingan yang tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah.
Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi makin tergantung
pada berbagai program pemberian (charity) karena pada dasarnya setiap apa yang
dinikmati, harus dihasilkan atas usaha sendiri (yang hasilnya dapat dipertukarkan
dengan pihak lain. Dengan demikian, tujuan akhirnya adalah memandirikan
masyarakat, memampukan, dan membangun kemampuan untuk memajukan diri
ke arah kehidupan yang lebih baik secara sinambung. Permberdayaan ekonomi
rakyat adalah tanggung jawab pemerintah. Akan tetapi, juga merupakan tanggung
jawab masyarakat, terutama mereka yang telah lebih maju, karena telah terlebih
dahulu memperoleh kesempatan bahkan mungkin memperoleh fasilitas yang tidak
diperoleh kelompok masyarakat lain.
Studi yang dilakukan oleh International Labour Organization (ILO) seperti
dikemukakan dalam Sethuraman (1993), dijelaskan bahwa aktivitas-aktivitas
UKM tidak terbatas pada pekerjaan-pekerjaan tertentu, tetapi bahkan juga meliputi
berbagai aktivitas ekonomi yang antara lain ditandai dengan: mudah untuk
dimasuki, bersandar pada sumberdaya lokal, usaha milik sendiri, opersinya dalam
skala kecil, padat karya dan teknologinya bersifat adaptif, ketrampilan dapat
diperoleh di luar sistem sekolah formal, dan tidak terkena langsung oleh regulasi
dan pasarnya bersifat kompetitif. Studi yang dilakukan ILO ini menyebutkan
sektor UKM punya ciri: ukuran usaha kecil, kepemilikan keluarga, intensif tenaga
kerja, status usaha individu, tanpa promosi, dan tidak ada hambatan masuk.
Menurut Chris Manning, dkk (1991) sektor UKM adalah bagian dari sistem
ekonomi kota dan desa yang belum mendapatkan bantuan ekonomi dari
pemerintah atau belum mampu menggunakan bantuan yang telah disediakan atau
telah menerima bantuan tetapi belum sanggup dikembangkan. Sektor UKM di
Indonesia, umumnya mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: Kegiatan usaha tidak
terorganisasikan secara baik, karena timbulnya unit usaha tidak mempergunakan
fasilitas/kelembagaan yang tersedia, tidak nmempunyai izin usaha, pola kegiatan
usaha tidak teratur baik dalam arti lokasi maupun jam kerja, pada umunya
kebijakan pemerintah untuk membantu golongan ekonomi lemah tidak sampai ke
sektor ini. Pada umumnya UKM di Indonesia masih dihadapkan pada berbagai
Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 89
permasalahan yeng menghambat kegiatan usahnya. Berbagai hambatan etrsebut
meliputi kesulitan pemasaran, keterbatasan finansial, keterbatasan SDM
berkualitas, masalah bahan baku, keterbatasan teknologi, infrastruktur pendukung
dan rendahnya komitmen pemerintah.
KERANGKA ANALISIS
Kajian ini merupakan penelitian kebijakan (policy research) yang bertujuan untuk
menggali berbagai informasi berkaitan dengan dinamika UKM dalam rangka
memberikan rekomendasi kebijakan pengembangannya. Berbagai hal berkaitan
lokasi, metode sampling, tahapan kerja dan metode analisis dijelaskan sebagai
berikut.
1. Data
Data yang dibutuhkan dalam studi ini adalah data primer. Data primer diperoleh
dengan survei lapangan yang menggunakan semua metode pengumpulan data dari
sumber aslinya. Kajian ini mencakup wilayah kabupaten Bantul Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY), khususnya pada daerah-daerah sentra industri. Dalam
kajian ini data primer dikumpulkan hasil wawancara dengan pengusaha / pengrajin
industri kecil dan berbagai pihak yang telah dipilih menjadi sampel sebagai
responden. Responden dalam studi adalah para pelaku dari berbagai jenis UKM
produktif yang muncul dari tahap analisis data sekunder. Pada survei jumlah
responden yang dijadikan responden adalah 82 UKM di Kabupaten Bantul.
Sampel diambil secara purposive sampling.
2. Tahap-Tahap Analisis
Analisis pada kajian ini dilakukan melalui analisis data primer dari hasil survei
kepada para pelaku UKM yang berlokasi di Kabupaten Bantul, Provinsi DI
Yogyakarta. Kajian ini dilakukan dalam beberapa tahapan analisis sebagai berikut:
Gambar 1. Tahap-Tahap Analisis
Tahap inventarisasi
masalah
Survei lapangan
Proses Analisis
Statistik Deskriptif
Perumusan Strategi
Pengembangan
Rekomendasi Strategi
Pengembangan
Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 90
3. Metode Analisis
Analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan statistik deskriptif.
Analisis ini memberikan gambaran pola-pola yang konsisten dalam data, sehingga
hasilnya dapat dipelajari dan ditafsirkan secara singkat dan mendalam berdasarkan
hasil analisis deskriptif (Kuncoro, 2003). Dalam analisis deskriptif dilakukan
interprestasi atas data dan hubungan yang ada dalam penelitian tersebut. Di
samping itu juga dilakukan komparasi antara hasil penelitian dengan hasil-hasil
penelitian terkait dan dilakukan korelasi antara hasil-hasil penelitian tersebut
dengan teori atau konsep yang relevan. Selanjutnya analisis secara deskriptif dapat
juga dilakukan dengan teknik statistik yang relatif sederhana, seperti misalnya
menggunakan tabel, grafik, dan prosentase komulatif. Dengan mengacu pada
pengertian analisis deskriptif tersebut maka sekalipun metode analisis yang
digunakan dalam riset ini relatif sederhana, namun dapat menjawab tujuan
penelitian dalam perumusan rekomendasi kebijakan.
TEMUAN KAJIAN DAN REKOMENDASI STRATEGI
PENGEMBANGAN
Survei yang dlakukan di kbaupaten Bantul, Jogjakarta ini meliputi tiga besar
kelompok industri kecil dan menengah, yaitu kelompok industri bidang mebel,
kerajinan kulit, dan industri pengolahan makanan yang berjumlah 81 unit usaha.
Dari hasil survei diperoleh data-data yang dipaparkan pada tabel - tabel berikut.
Tabel 2. Kelompok Usaha
Jenis Usaha Jumlah %
Kerajinan Kayu, Meubel,
Rotan, Bambu 52 68,85
Kerajinan Kulit 16 16,39
Pengolah Makanan 13 14,75
Sarana dan prasarana yang meliputi jalan raya, listrik, air, telekomunikasi
merupakan faktor penting yang mendukung usaha. Dari hasil survei menunjukkan
bahwa hanya sekitar 15 % dari total sampel yang mengatakan bahwa kualitas
sarana dan prasarana baik, sedangkan 60 % mengatakan cukup. Ini menunjukkan
bahwa sarana baru merupakan fakor yang mampu mendukung iklim usaha dalam
arti minimalis, belum mampu menjadi daya dukung yang optimal.
Adapun fasilitas fisik yang sangat diperlukan oleh sebagian besar pegusaha adalah
lahan usaha dan bangunan usaha untuk meningkatkan kegiatan usaha mereka. Ini
berarti bahwa perlu adanya regulasi dari peemrintah untuk menyediakan area-area
yang diperuntukkan bagi sentra-sentra pengembangan usaha (spasial) sehingga
akan menjamin pula kelangsungan usaha mereka. Kebijakan tata ruang merupakan
faktor yang sangat penting. Hal ini dapat dilihat pula bahwa usaha-usha kecil yang
ada di Jogjakarta berbaur dengan perumahan untuk kediaman temapt tinggal.
Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 91
Tabel 3. Persepsi Pengusaha tentang Kualitas Prasarana
Penilaian Jumlah Persentase Komulatif
Sangat Baik 5 1,63 1,63
Baik 13 14,75 16,39
Cukup 41 60,65 77,04
Kurang 15 18,03 95,08
Sangat Kurang 7 4,91 100
81
Tabel 4. Fasilitas yang Dibutuhkan
Jumlah %
Lahan Usaha 31 42,62
Bangunan 18 21,31
Kepastian Usaha 23 29,50
Lainya 9 6,55
Total 81
Tabel 5. Harapan Kemudahan dari Pemerintah
No Kemudahan-kemudahan yang di Harapkan dari Pemerintah
1 Bantuan modal usaha dengan persyaratan ringan
2 Jaminan dalam mendapatkan kredit ringan
3 Promosi iklan gratis, memberikan orderan gratis
4 Kemudahan memperoleh kredit, pengurusan administrasi usaha
5 Pajak dikurangi, Fasilitas kredit
6 Kredit lunak dan cepat
7 Memberikan perhatian kepada industri ini
8 Dana UKM terealisasikan merata
9 Jadi mitra pemerintah dlm pengadaan barang, dipasarkan oleh pemerintah
10 Bunga stabil & tidak mati lampu
11 Lebih memperhatikan sektor kecil
12 Bantuan KUR dipermudah
13 Agar dapat orderan proyek dari pemerintah
14 Bantuan dana dari pemerintah
15 Pemerintah bekerja sama dengan bank untuk mempermudah usaha
Sumber: Hasil Wawancara
Fasilitas lain berupa dana juga merupakan faktor yang tidak mendukung usaha.
Sekitar 56 % pengusaha mengatakan bahwa tingkat bunga mahal. Mereka
berharap ada kebijakan dari pemerintah untuk memberikan subsidi tingkat bunga
sehingga tidak membebani mereka. Dilihat dari persepsi mereka menunjukkan
bahawa cost of capital masih mahal. Ini mendukung adanya high cost economy di
Jogjakarta. Dilihat dari beban biaya yang harus dikeluarkan, maka porsi yang
Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 92
terbesar ada pada mahalnya bahan baku yang mencapai 32%, sedangkan tenaga
kerja dan bahan bakar masing-masing hanya 23 dan 21 persen.
Dilihat dari jumlah konsumen yang membeli produk mereka, rata-rata lebih dari
50 orang mencapai lebih dari 50 % dari total sampel. Ini merupakan angka yang
tinggi bagi sebuah industri kecil. Tetapi prestasi ini tidak mendukung adanya
jaminan kelangsungan usaha mereka. Hanya sekitar 25 % dari mereka yang
mengatakan bahwa usaha mereka masih berjalan lebih dari 10 tahun. Sekitar 58 %
dari mereka mengatakan bahwa usaha mereka akan berhenti pada kurun wakt
kurang dari 10 tahun. Bahkan ada sekitar 24 % dari mereka akan terancam
usahanya pada kurun waktu kurang dari 5 tahun. Ini berkorelasi pula dengan
tingkat persaingan usaha. Sekitar 75 % menyatakan bahawa persaingan usaha
cukup ketat.
Beberapa informasi tersebut ternyata tidak membuat pengusaha pesimis. Sebagin
besar dari mereka mengatakan bahwa prospek usaha masih baik, dan 90 persen
dari mereka berminat mengembangkan usaha. Namun demikian ada beberapa hal
yang menjadi hambatan mereka. Hasil kajian tenatng hambatan tersebut
dipaparkan pada tabel 11. Namun hal penting yang perlu dikemukakan adalah
perlunya regulasi dari pemerintah yang meliputi perbaikan sarana dan prasarana,
akses perbankan dan perbaikan iklim ekonomi yang lebih baik.
Tabel 6. Komponen Biaya Operasional Usaha
Item Jumlah % Komulatif
Tenaga
Kerja 19 22,95 22,95
Bahan Baku 37 52,45 75,40
Bahan Bakar 18 21,31 96,72
Lainnya 7 3,27 100
81
Tabel 7. Kemudahan Kredit yang Diharapkan
Item Jumlah %
Plafond 9 8,19
Tingkat Bunga 38 55,73
Jangka Waktu 12 13,11
Proses
Pengajuan 7 4,91
Lainnya 15 18,03
81
Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 93
Tabel 8 Kendala/Hambatan dan Keinginan Kepada Perbankan
Kendala/Hambatan berkaitan dengan
Modal/Pendanaan
Keinginan Kepada Perbankan dalam
Hal Modal/Pendanaan
Orderan tidak sebanding dengan Dana kredit bahan baku
Modal sedikit, perkembangan usahanya
susah Dipanjar dari konsumen
Jaminan / Agunan Pinjaman kredit lunak
Lambatnya Modal Pinjam / gadai
Tidak ada karena memakai modal sendiri tidak ada
semakin lama perusahaan membutuhkan
dana besar, sedangkan modal terbatas
buka cek mundur, kepercayaan toko krn
didampingi bank
Pinjaman susah kredit lunak
harga bahan baku naik proses cepat dan mudah
penambahan alat yang harganya mahal
banyak persyaratan
sulit mendapatkan modal
harga bahan yang tidak stabil
belum ada hambatan
kurangnya panjar dr konsumen untuk
material
banyak perusahaan
karena kurangnya modal, banyak pesanan
yg tdk bisa di buat
terlalu banyak persyaratan dan rumit
bunga bank tinggi
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan
Tabel 9. Rerata Konsumen Yang Membeli Produk
Jumlah
Konsumen
(Orang)
Jumlah
%
Komulatif
<20 11 11,47 11,47
20 - 50 26 36,06 47,54
50 - 70 10 9,83 57,37
70 - 100 13 14,75 72,13
>100 21 27,86 100
81
Penyediaan lapangan ekrja merupakan masalah utama bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat. UKM memiliki pernan penting dalam penyediaan
Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 94
lapangan kerja. Hasil survei di Jogjakarta ini menunjukkan bahwa sebagian besar
usaha kecil hanya menggunakan tenaga kerja sejumlah 10 atau kurang, sekitar 16
persen menggunakan 10-20 orang dan hanya sekitar 16 persen saja yang mampu
menampung lebih dari 20 orang. Untuk meningkatkan skala usaha dan
meningkatkan penggunaan tenaga ekrj tentu dipengaruhi oleh banyak faktor yang
meliputi pemasaran produk, kemampuan usaha dan invesstasi baru.
eberapa informasi tersebut ternyata tidak membuat pengusaha pesimis. Sebagin
besar dari mereka mengatakan bahwa prospek usaha masih baik, dan 90 persen
dari mereka berminat mengembangkan usaha. Namun demikian ada beberapa hal
yang menjadi hambatan mereka. Hasil kajian tenatng hambatan tersebut
dipaparkan pada tabel 11. Namun hal penting yang perlu dikemukakan adalah
perlunya regulasi dari pemerintah yang meliputi perbaikan sarana dan prasarana,
akses perbankan dan perbaikan iklim ekonomi yang lebih baik.
Tabel 10. Penggunaan Tenaga Kerja
Lama Jumlah % Komulatif
< 5 orang 18 21,31 21,31
5 - 10 orang 29 39,34 60,65
10 – 20 orang 15 16,39 77,05
> 20 orang 19 22,95 100
81
Tabel 11. Kendala/Hambatan dalam Tenaga Kerja
Kendala / Hambatan Cara Mengatasi Kendala / Himbauan
Pengetahuan atau skiil Mengikuti training
Skill & SDM tidak sesuai dengan
pimpinan Belajar sendiri
SDM kurang Tidak ada
Tenaga kerja sering menghilang/ bolos Menyimpan tanda pngenal
Kendalanya malas
Memberi upah perhari & memproduksi
sesuai tenaga kerja yang ada
Borongan diluar susah diperoleh Cari model baru
Kinerja menurun, disiplin kurang Gaji persenan
Skill Dibina dengan sabar
Kekurangan tenaga kerja Perpanjangan waktu pemesanan
Faktor gaji saat deadline Pembagian gaji
Tidak biasa kerja berat Dimaksimalkan yang ada
Ada kesibukan lain Tenggang waktu diperpanjang
Produktivitas menurun Tidak ada
Kekurangan karyawan Mencari karyawan baru
Kendalanya harus mengajar kembali Training
Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 95
Kendala / Hambatan Cara Mengatasi Kendala / Himbauan
karyawan baru
Kesehatan pekerja, disiplin menurun Memberikan bonus
Karyawan sering pergi Melakukan pekerjaan sendiri
Kreatifitas kurang Langsung dilatih
Sumber: Hasil Wawancara
Tabel 12. Pendapat Pengusaha tentang Prediksi Kelangsungan Usahanya
Lama Jumlah % Komulatif
< 5 th 21 26,22 26,22
5 - 10 th 24 31,14 57,37
> 10 th 20 24,59 81,96
lainya 16 18,03 100
81
Tabel 13. Tingkat Persaingan Usaha
Item Jumlah % Komulaitf
Sangat Ketat 15 18,03 18,03
Ketat 12 13,11 31,14
Cukup Ketat 31 44,26 75,40
Kurang Ketat 17 21,31 96,72
Sangat
Longgar 6 3,27 100
81
Tabel 14. Pendapat Pengusaha Tentang Rencana Usaha
Prospek Baik?
Mengembangkan
Usaha?
Ingin Pindah
Usaha?
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
Jumlah 59 22 65 16 24 57
% 80,32 19,67 90,16 9,83 22,95 77,04
Dari perusahaan-perusahaan di daerah penelitian sebagian besar responden
menjawab pentingnya inovasi dalan usaha guna meningkatkan keuntungan atau
sekedar mempermudah usaha. Dari Gambar 2, Responden yang melakukan
Inovasi sebanyak 62 (84%) responden dan yang tidak melakukan sebanyak 20
(16%) responden. Penerapan inovasi dalam bentuk teknologi tanpa disertai dengan
keahlian tenaga kerja bukan jaminan untuk meningkatkan efisiensi perusahaan.
Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 96
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan
Gambar 2. Aspek Inovasi Yang Dilakukan Responden
Pada Tabel 13. terlihat jelas kendala responden dalam pemanfaatan teknologi
masih kurang, baik itu kurang pahamnya responden dalam teknologi atau faktor
dari kegunaannya dalam usaha, bahkan kurangnya dana dalam menggunakan
internet.
Tabel 15. Hambatan / Kendala Dalam Pemanfaatan Teknologi Informasi
Hambatan / Kendala Cara mengatasi Hambatan / Kendala
Belum tersedinya teknologi Memberikan apa adanya
Harganya masih mahal biaya produksi dikurangi &
meningkatkan produk
Biaya Untuk akses Internet Dipakai sesuai kebutuhan
Rusak Memperbanyak referensi dalam
mengakses
Banyak konsumen kurang percaya
dengan internet
Membeli bekas
Pengaruh model Tidak ada
Tidak ada operator Perbaiki manajemen
Dianggap belum perlu Belajar sendiri
Kurangnya keahlian karyawan
menggunakan komputer
Secara manual
Masih jarang di gunakan Pelatihan
Pengalaman masih rendah, sering rusak Secara manual
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan
Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 97
Berbagai kendala masih bisa diatasi dengan penggantian bahan baku dengan harga
yang sama, kemudian faktor cuaca serta lokasi juga menghambat responden dalam
memperoleh bahan baku.namun semua kendala dan hambatan dalam hal ini masih
bisa diatasi responden.
Tabel 16. Kendala/Hambatan dalam hal Bahan Baku
Kendala/Hambatan dalam hal Bahan
Baku
Cara Mengatasi Kendala/Hambatan
Kendala pd uang cash Kredit
Keterlambatan pasokan bahan baku Mempercepat pesanan bahan baku
Distribusi bahan baku yang terhambat,
mahalnya bahan baku
Mempercepat bahan baku, meningkatkan
harga produk
Persediaan terbatas pada satu jenis Memesan lebih awal
Harganya cukup tinggi Menambah persediaan
Cuaca mempengaruhi pasokan bahan Jadwal mundur
Ingin membeli bahan baku tapi kekurangan
modal
Memberikan informasi kepada pelanggan
bila tidak ada bahan
Harga tidak stabil Model di ganti
Penjemuran dimusim hujan sulit dilakukan Pengadaan persiapan bahan
Sumber: Hasil Wawancara
Menurut responden pada daerah penelitian untuk penggunaan peralatan produksi.
Responden yang menjawab pentingnya peralatan produksi dimana 54 responden
memiliki peralatan produksi yang baru, sedangkan peralatan produksi bekas
sebanyak 2 responden, responden yang menggunakan peralatan produksi
campuran sebanyak 4 responden dan responden yang menjawab belum tahu
sebanyak 2 responden.
Tabel 17. Kendala/Hambatan dalam Peralatan Produksi
Kendala / Hambatan Produksi Cara Mengatasi Kendala / Hambatan
Produksi
Harga mesin mahal Mengganti dengan merk lain
Harga mesin mahal cari yang lebih terjangkau
Mesin dari cina cepat rusak Melakukan izin usaha
Harga mesin mahal Pemeliharaan
Suku cadang mesin susah diperoleh &
mahal Diservis alat yang rusak
Dana untuk beli baru Memperbaiki sendiri
Alatnya sudah tua Diservis
Penggunaanya rumit Cari pengganti suku cadang
Mesin sering rusak Cari pengganti suku cadang
Kadang tidak ada spare part Menjaga & merawat alat tersebut
Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 98
Kendala / Hambatan Produksi Cara Mengatasi Kendala / Hambatan
Produksi
Kabel sering putus Servis
Belum ada kendala Cari pengganti suku cadang
Sumber: Hasil Pengamatan Lapangan
Rekomendasi Strategi Pengembangan UKM
Dari berbagai konsep mengenai pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi,
berikut beberapa pilihan strategi yang dilakukan dalam pemberdayaan UKM,
yaitu:
1. Kemudahan dalam Akses Permodalan
Salah satu permasalahan yang dihadapi UKM adalah aspek permodalan.
Lambannya akumulasi kapital di kalangan pengusaha mikro, kecil, dan menengah,
merupakan salah satu penyebab lambannya laju perkembangan usaha dan
rendahnya surplus usaha di sektor usaha mikro, kecil dan menengah. Faktor modal
juga menjadi salah satu sebab tidak munculnya usaha-usaha baru di luar sektor
ekstraktif. Oleh sebab itu dalam pemberdayaan UKM pemecahan dalam aspek
modal ini penting dan memang harus dilakukan.
Yang perlu dicermati dalam usaha pemberdayaan UKM melalui aspek permodalan
ini adalah: (1) bagaimana pemberian bantuan modal ini tidak menimbulkan
ketergantungan; (2) bagaimana pemecahan aspek modal ini dilakukan melalui
penciptaan sistem yang kondusif baru usaha mikro, usaha kecil, dan usaha
menengah untuk mendapatkan akses di lembaga keuangan; (3) bagaimana skema
penggunaan atau kebijakan pengalokasian modal ini tidak terjebak pada
perekonomian subsisten. Tiga hal ini penting untuk dipecahkan bersama. Inti
pemberdayaan adalah kemandirian masyarakat. Pemberian hibah modal kepada
masyarakat, selain kurang mendidik masyarakat untuk bertanggungjawab kepada
dirinya sendiri, juga akan dapat mendistorsi pasar uang. Oleh sebab itu, cara yang
cukup elegan dalam memfasilitasi pemecahan masalah permodalan untuk usaha
mikro, usaha kecil, dan usaha menengah, adalah dengan menjamin kredit mereka
di lembaga kuangan yang ada, dan atau memberi subsidi bunga atas pinjaman
mereka di lembaga keuangan. Cara ini selain mendidik mereka untuk bertanggung
jawab terhadap pengembalian kredit, juga dapat menjadi wahana bagi mereka
untuk terbiasa bekerjasama dengan lembaga keuangan yang ada, serta
membuktikan kepada lembaga keuangan bahwa tidak ada alasan untuk
diskriminatif dalam pemberian pinjaman.
Sebelum krisis ekonomi tahun 1997, kredit Perbankan lebih banyak terkonsentrasi
pada kredit korporasi dan juga konsumsi dan hanya segelintir kredit yang
disalurkan ke sektor Usaha Kecil dan Menengah. Oleh karena itu, untuk
Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 99
meningkatkan kapasitas UKM ini, Perbankan harus menjadikan sektor ini sebagai
pilar terpenting perekonomian negeri. Bank diharapkan tidak lagi hanya memburu
perusahaan-perusahaan yang telah mapan, akan tetapi juga menjadi pelopor untuk
mengembangkan potensi perekonomian dengan menumbuhkan wirausahawan
melalui dukungan akses permodalan bagi pengembangan wirausaha baru di sektor
UKM. Perbankan harus meningkatkan kompetensinya dalam memberdayakan
Usaha Kecil-Menengah dengan memberikan solusi total mulai dari menjaring
wiraushawan baru potensial, membinanya hingga menumbuhkannya. Pemberian
kredit inilah satu mata rantai dalam pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengah
secara utuh.
2. Bantuan Pembangunan Prasarana
Usaha mendorong produktivitas dan mendorong tumbuhnya usaha, tidak akan
memiliki arti penting bagi masyarakat, kalau hasil produksinya tidak dapat
dipasarkan, atau kalaupun dapat dijual tetapi dengan harga yang amat rendah.
Oleh sebab, itu komponen penting dalam usaha pemberdayaan UKM adalah
pembangunan prasarana produksi dan pemasaran. Tersedianya prasarana
pemasaran dan atau transportasi dari lokasi produksi ke pasar, akan mengurangi
rantai pemasaran dan pada akhirnya akan meningkatkan penerimaan petani dan
pengusaha mikro, pengusaha kecil, dan pengusaha menengah. Artinya, dari sisi
pemberdayaan ekonomi, maka proyek pembangunan prasarana pendukung desa
tertinggal, memang strategis.
3. Pengembangan Skala Usaha
Pemberdayaan ekonomi pada masyarakat lemah, pada mulanya dilakukan melalui
pendekatan individual. Pendekatan individual ini tidak memberikan hasil yang
memuaskan, oleh sebab itu, semenjak tahun 80-an, pendekatan yang dilakukan
adalah pendekatan kelompok. Alasannya adalah, akumulasi kapital akan sulit
dicapai di kalangan orang miskin, oleh sebab itu akumulasi kapital harus
dilakukan bersama-sama dalam wadah kelompok atau usaha bersama. Demikian
pula dengan masalah distribusi, orang miskin mustahil dapat mengendalikan
distribusi hasil produksi dan input produksi, secara individual. Melalui kelompok,
mereka dapat membangun kekuatan untuk ikut menentukan distribusi.
Pengelompokan atau pengorganisasian ekonomi diarahkan pada kemudahan untuk
memperoleh akses modal ke lembaga keuangan yang telah ada, dan untuk
membangun skala usaha yang ekonomis. Aspek kelembagaan yang lain adalah
dalam hal kemitraan antar skala usaha dan jenis usaha, pasar barang, dan pasar
input produksi. Aspek kelembagaan ini penting untuk ditangani dalam rangka
pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 100
4. Pengembangan Jaringan Usaha, Pemasaran dan Kemitraan Usaha
Upaya mengembangkan jaringan usaha ini dapat dilakukan dengan berbagai
macam pola jaringan misalnya dalam bentuk jaringan sub kontrak maupun
pengembangan kluster. Pola-pola jaringan semacam ini sudah terbentuk akan
tetapi dalam realiatasnya masih belum berjalan optimal. Pola jaringan usaha
melalui sub kontrak dapat dijadikan sebagai alternatif bagi eksistensi UKM di
Indonesia. Meskipun sayangnya banyak industri kecil yang justru tidak memiliki
jaringan sub kontrak dan keterkaitan dengan perusahaan-perusahaan besar
sehingga eksistensinya pun menjadi sangat rentan. Sedangkan pola pengembangan
jaringan melalui pendekatan kluster, diharapkan menghasilkan produk oleh
produsen yang berada di dalam klaster bisnis sehingga mempunyai peluang untuk
menjadi produk yang mempunyai keunggulan kompetitif dan dapat bersaing di
pasar global.
Selain jaringan usaha, jaringan pemasaran juga menjadi salah satu kendala yang
selama ini juga menjadi faktor penghambat bagi Usaha Kecil Menengah untuk
berkembang. Upaya pengembangan jaringan pemasaran dapat dilakukan dengan
berbagai macam strategi misalnya kontak dengan berbagai pusat-pusat informasi
bisnis, asosiasi-asosiasi dagang baik di dalam maupun di luar negeri, pendirian
dan pembentukan pusat-pusat data bisnis UKM serta pengembangan situs-situs
UKM di seluruh kantor perwakilan pemerintah di luar negeri.
Penguatan ekonomi rakyat melalui pemberdayaan UKM, tidak berarti
mengalienasi pengusaha besar atau kelompok ekonomi kuat. Karena
pemberdayaan memang bukan menegasikan yang lain, tetapi give power to
everybody. Pemberdayaan masyarakat dalam bidang ekonomi adalah penguatan
bersama, dimana yang besar hanya akan berkembang kalau ada yang kecil dan
menengah, dan yang kecil akan berkembang kalau ada yang besar dan menengah.
Daya saing yang tinggi hanya ada jika ada keterkaiatan antara yang besar dengan
yang menengah dan kecil. Sebab hanya dengan keterkaitan produksi yang adil,
efisiensi akan terbangun. Oleh sebab itu, melalui kemitraan dalam bidang
permodalan, kemitraan dalam proses produksi, kemitraan dalam distribusi,
masing-masing pihak akan diberdayakan.
5. Pengembangan Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia merupakan faktor penting bagi setiap usaha termasuk juga
di sektor usaha kecil. Keberhasilan industri skala kecil untuk menembus pasar
global atau menghadapi produk-produk impor di pasar domestik ditentukan oleh
kemampuan pelaku-pelaku dalam industri kecil tersebut untuk mengembangkan
produk-produk usahanya sehingga tetap dapat eksis. Kelemahan utama
pengembangan usaha kecil menengah di Indonesia adalah karena kurangnya
ketrampilan sumber daya manusia. Manajemen yang ada relatif masih tradisional.
Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 101
Oleh karena itu dalam pengembangan usaha kecil menengah, pemerintah perlu
meningkatkan pelatihan bagi Usaha Kecil Menengah baik dalam aspek
kewiraswastaan, administrasi dan pengetahuan serta ketrampilan dalam
pengembangan usaha. Peningkatan kualitas SDM dilakukan melalui berbagai cara
seperti pendidikan dan pelatihan, seminar dan lokakarya, on the job training,
pemagangan dan kerja sama usaha. Selain itu, juga perlu diberi kesempatan untuk
menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk mempraktekkan teori melalui
pengembangan kemitraan rintisan (Hafsah, 2004).
Selain itu, salah satu bentuk pengembangan sumber daya manusia di sektor UKM
adalah Pendampingan. Pendampingan UKM memang perlu dan penting. Tugas
utama pendamping ini adalah memfasilitasi proses belajar atau refleksi dan
menjadi mediator untuk penguatan kemitraan baik antara usaha mikro, usaha
kecil, maupun usaha menengah dengan usaha besar. Yang perlu dipikirkan
bersama adalah mengenai siapa yang paling efektif menjadi pendamping
masyarakat. Pengalaman empirik dari pelaksanaan IDT, P3DT, dan PPK, dengan
adanya pendamping, ternyata menyebabkan biaya transaksi bantuan modal
menjadi sangat mahal. Selain itu, pendamping eksitu yang diberi upah, ternyata
juga masih membutuhkan biaya pelatihan yang tidak kecil. Oleh sebab itu, untuk
menjamin keberlanjutan pendampingan, sudah saatnya untuk dipikirkan
pendamping insitu, bukan pendamping yang sifatnya sementara. Sebab proses
pemberdayaan bukan proses satu dua tahun, tetapi proses puluhan tahun.
6. Peningkatan Akses Teknologi
Penguasaan teknologi merupakan salah satu faktor penting bagi pengembangan
Usaha Kecil Menengah. Di negara-negara maju keberhasilan usaha kecil
menengah ditentukan oleh kemampuan akan penguasaan teknologi. Strategi yang
perlu dilakukan dalam peningkatan akses teknologi bagi pengembangan usaha
kecil menengah adalah memotivasi berbagai lembaga penelitian teknologi yang
lebih berorientasi untuk peningkatan teknologi sesuai kebutuhan UKM,
pengembangan pusat inovasi desain sesuai dengan kebutuhan pasar,
pengembangan pusat penyuluhan dan difusi teknologi yang lebih tersebar ke
lokasi-lokasi Usaha Kecil Menengah dan peningkatan kerjasama antara asosiasi-
asosiasi UKM dengan perguruan Tinggi atau pusat-pusat penelitian untuk
pengembangan teknologi UKM.
7. Mewujudkan iklim bisnis yang lebih kondusif
Perkembangan Usaha Kecil Menengah akan sangat ditentukan dengan ada atau
tidaknya iklim bisnis yang menunjang perkembangan Usaha Kecil Menengah.
Persoalan yang selama ini terjadi iklim bisnis kurang kondusif dalam menunjang
perkembangan usaha seperti terlihat dengan masih rendahnya pelayanan publik,
kurangnya kepastian hukum dan berbagai peraturan daerah yang tidak pro bisnis
merupakan bukti adanya iklim yang kurang kondusif. Oleh karena perbaikan
Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 102
iklim bisnis yang lebih kondusif dengan melakukan reformasi dan deregulasi
perijinan bagi UKM merupakan salah satu strategi yang tepat untuk
mengembangkan UKM. Dalam hal ini perlu ada upaya untuk memfasilitasi
terselenggaranaya lingkungan usaha yang efisien secara ekonomi, sehat dalam
persaingan dan non diskriminatif bagi keberlangsungan dan peningkatan kinerja
UKM. Selain itu perlu ada tindakan untuk melakukan penghapusan berbagai
pungutan yang tidak tepat, keterpaduan kebijakan lintas sektoral, serta
pengawasan dan pembelaan terhadap praktek-praktek persaingan usahah yang
tidak sehat dan didukung penyempurnaan perundang-undangan serta
pengembangan kelembagaan.
PENUTUP
Dari kajian ini dapat disimpulkan bahwa usaha kecil dan menengah (UKM)
memiliki peranan penting dalam perkeonomian lokal daerah, khususnya dalam
menggerakkan aktivitas ekonomi regional dan penyediaan lapangan kerja di
Kabupaten Bantul.Namun demikian industri UKM masih menghadapi berbagai
masalah mendasar, yaitu masalah kualitas produk, pemasaran dan sustainability
usaha. Diperlukan berbagai kebijakan yang bersifat terobosan untuk memotong
mata rantai maslah yang dihadapi UKM, hususnya untuk mengatasi beberapa hal
yang menjadi hambatan dalam bidnag pengembangan produk dan pemasaran.
Adapun regulasi dari pemerintah yang diperlukan untuk memberikan peluang
berkembangnya UKM meliputi perbaikan sarana dan prasarana, akses perbankan
dan perbaikan iklim ekonomi yang lebih baik untuk mendukung dan
meningkatkan daya saing mereka serta untuk meningkatkan pangsa pasar.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, A. dan Swiercz, P.M. (1991), “Firm Size and Export Behaviour: Lessons from
the Midwest,” Journal of Small Business Management, April.
Chris Manning, Tadjuddin Noer Effendi, Penyunting, (1991), Urbanisasi,
Pengangguran dan Sektor Informal di Kota, Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta.
Disperindagkop dan UKM Provinsi DIY, (2009), Rencana Stratejik Dinas
Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta Tahun 2009 – 2013, Yogyakarta.
ILO, (1991), The Dilemma of the Informal Sector. Report of the Director General,
Part I, the 78th
Session of the International Labour Conference, Geneva
Kementrian Koperasi dan UKM, (2010), Renstra (Rencana Strategis) Kementrian
Koperasi dan UKM Tahun 2010 – 2014, Jakarta.
Kuncoro, Mudrajat, (2003), Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi, Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Kuncoro, Mudrajad, (2004), Otonomi & Pembangunan Daerah: Reformasi,
Perencanaan, Strategi dan Peluang, Erlangga, Jakarta.
Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 103
Priyono, Edy, (2004), Usaha Kecil Sebagai Strategi Pembangunan Ekonomi :
Berkaca Dari Pengalaman Taiwan, dalam Jurnal Analisis Sosial Volume 9
No. 2 Agustus 2004.
Sarosa, Wicaksono, (2000), “Menyoroti Sektor Informal Perkotaan,” Research and
Development Director Urban and Regional Development Institute (URDI)
diakses pada 7 Agustus 2004 dari http://www.urdi.org/urdi/bulletin/volume-
12a.php
Sethuraman., S.U., (1993), The Urban Informal Sector in Developing Countries,
International Labor Organization, Jenewa
Susilo, S.Y., dan Krisnadewara, P.D., (2007), “Strategi Bertahan Industri Kecil
Pascagempa Bumi di Yogyakarta”, Ekonomi dan Bisnis, Vol. 9 No. 2, Juni
2007, hal. 127 – 146
Susilo, S.Y., (2007), Masalah dan Dinamika Usaha Kecil: Studi Empiris Pedagang
Klithikan di Alun-alun Selatan Yogyakarta, Jurnal Ekonomi, Vol. 12 No. 01
Maret 2007, hal. 64 - 77
Susilo, S.Y., Krisnadewara, P.D., dan Soeroso, A., (2008), ”Masalah dan Kinerja
Industri kecil Pascagempa: Kasus di Kabupaten Klaten (Jateng) dan
Kabupaten Bantul (DIY)”, Jurnal Akuntansi Bisnis dan Manajemen, Vol. 15
No. 2, Agustus 2008, hal. 271 – 280
Tambunan, Tulus (2000), Perkembangan Industri Skala Kecil di Indonesia,
Jakarta: PT Mutiara Sumber Widya.
Tambunan, Tulus (2003), Perkembangan UKM dalam Era AFTA: Peluang,
Tantangan, Permasalahan dan Alternatif Solusinya. Paper Diskusi pada
Yayasan indonesia Forum
Tambunan, T.T.H., (2008), “Masalah Pengembangan UKM di Indonesia: Sebuah
Upaya Mencari Jalan Alternatif”, Makalah, diakses dari http://www.kadin-
indonesia.or.id pada tanggal 1 Mei 2010
Tarigan, Y.P., dan Sri Susilo, Y., (2008), “Masalah dan Kinerja Industri Kecil
Pascagempa: Kasus Pada Industri Kerajinan Perak Kotagede Yogyakarta”,
Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen, Vol. 8 No. 2, Mei 2008, hal. 188 –
199
Todaro., M. P, (2000), Economic Development, Sevent Edition, Massachusetts
UU No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
www.depkop.go.id
www.bps.go.id
top related