strategi komunikasi penyuluh agama dalam upaya
Post on 30-Oct-2021
16 Views
Preview:
TRANSCRIPT
STRATEGI KOMUNIKASI PENYULUH AGAMA
DALAM UPAYA DERADIKALISASI PADA
NARAPIDANA TERORISME
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Meraih Gelar Sarjana
Sosial (S.Sos.)
Oleh :
SITI NURHASANAH
NIM : 11140520000042
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN
PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU
KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
TAHUN 1442 H/ 2021 M
STRATEGI KOMUNIKASI PENYULUH AGAMA DALAM
UPAYA DERADIKALISASI PADA NARAPIDANA
TERORISME
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Meraih Gelar Sarjana Sosial
(S.Sos.)
Oleh :
Siti Nurhasanah
NIM : 11140520000042
Dibawah Bimbingan
Tasman, M.Si
NIP: 19730201 20411 1 003
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN
ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
TAHUN 1442 H/ 2021 M
ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul STRATEGI KOMUNIKASI PENYULUH
AGAMA DALAM UPAYA DERADIKALISASI PADA
NARAPIDANA TERORISME (NAPITER) telah diujikan dalam
sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada Kamis, 01 Juli 2021 skripsi ini
telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Sosial pada Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.
Jakarta, 19 Juli 2021
Sidang Munaqasyah
Ketua Sidang Sekertaris Sidang
Ir. Noor Bekti Negoro, M.Si Muhtar Mochamad Solihin, M.Si
NIP. 19650301 199903 1 001 NIP. 198903032020121012
Anggota
Penguji I Penguji II
M. Jufri Halim, M.Si Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si
NIP. 197307262014111002 NIP. 196906071995032003
Di Bawah Bimbingan
Tasman, M,Si
NIP. 19730201 20411 1 003
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasl karya asli saya yang diajukan
untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar
Strata I di Fakulas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah
saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil
karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya
orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang
berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 23 Juli 2021
Siti Nurhasanah
NIM : 11140520000042
i
ABSTRAK
Siti Nurhasanah/11140520000042, Strategi Komunikasi Penyuluh
Agama Dalam Upaya Deradikalisasi Narapidana Terorisme
(Napiter) di bawah bimbingan Tasman, M.Si
Islam sebagai agama rahmatan lil alamin bermakna Islam
dengan penuh kedamaian, keamanan, kenyamanan, dan perlindungan
bagi seluruh umat manusia. Radikalisme merupakan paham kekerasan
yang muncul sebagai akar dari tindak teror yang terjadi di masyarakat,
hal itu telah memberikan dampak buruk bagi kondisi ekonomi, maupun
psikologis mereka para korban, akibat dari tindak teror yang dilakukan
oleh mereka penganut paham radikalsme. Menariknya strategi
penanggulangan yang dijalankan pemerintah melalui Densus 88
membuat para pelaku semakin radikal karena Densus 88 menempuh
jalan kekerasan. Maka dari itulah dalam menanggani permasalahan
tersebut pemerintah melakukan strategi lain yakni soft approach
pendekatan lebih kepada kelembutan, dan kasih sayang.
Program deradikalisasi bertujuan untuk menetralisir paham
radikal sehingga mereka menjadi seseorang yang moderat, serta mau
menerima, dan mengakui pancasila sebagai ideologi bangsa. Dengan
demikian program deradikalisasi juga melibatkan beberapa penyuluh
agama, salah satunya penyuluh agama dari Kementrian Agama guna
membantu BNPT dalam melakukan program deradikalisasi yang
dilakukan dalam bentuk penyuluhan. Adapun penelitian ini
menggunakan beberapa teori yaitu teori komunikasi, radikalisme
agama, serta strategi penyuluhan.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif yang
dalam mengetahui keabsahan datanya menggunakan teknik trigulasi
data, dengan mengambil informasi dari dua responden penyuluh agama
di lapas khusus BNPT Citeureup Bogor. Kemudian data dianalisis
sesuai dengan teori komunikasi, radikalisme agama, dan strategi
penyuluhan.
Hasil observasi dan wawancara penulis menunjukan bahwa
ditemukan adanya strategi komunikasi yang digunakan saat
melakukan penyuluhan seperti komunikasi antarpribadi antara
penyuluh dengan narapidana terorisme, komunikasi kelompok,
komunikasi persuasif serta bagaimana para penyuluh melakukan
penyuluhan dengan strategi ceramah, diskusi, serta wawancara
sehingga para napiter tidak merasa benar atas apa dengan yang mereka
ii
bawa dan pahami dan strategi penyuluhan deradikalisasi yang
diterapkan di lapas khusus BNPT yaitu proses identifikasi,
rehabilitasi, reedukasi, resosialisasi dan reintegrasi, serta
pengembangan masyarakat.
Keynote: Strategi Penyuluhan, Penyuluh Agama dan
Deradikalisasi
iii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala Puji Bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga penulis bisa menyelesaikan tulisan ini
dengan seksama, terperinci, sedikit menggelitik dan terarah. Dengan
semangat dan tanpa lelah terhenti diiringi rasa syukur dalam setiap
nafas, dengan dasar keimaan yang kuat, ketegaran hati yang kokoh,
mengantarkan penulis mampu menyelesaikan penulisan ini.
Dengan semangat Keindonesian, kemoderenan, dan kesetiaan
antara Lembaga Pemerintah dan Perguruan Tinggi Islam Negeri Di
Indonesia menjadikan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta patut menjadi
pusat peradaban pendidikan yang berbasis ke-Islaman dan Ke-
Indonesiaan dalam menghadapi tantangan global.
Dengan semangat Keindonesiaan dan Keislaman yang terbentuk
dalam diri, itulah yang menjadi pilar terpenting dalam berdemokrasi
bagi setiap insan cita, didorong keberanian dalam berpendapat, tanpa
mengindahkan kelemahan dalam berpikir, kelemahan menjadi
tantangan bagi setiap insan akademis melalui hal itu organisasi
kepemudaan menjadi garda terdepan sebagai ruang aktualisasi diri
dalam mengoptimalkan komoditas primer yang dibutuhkan.
Hal itulah yang menjadi pengantar penulis agar bisa ikut andil
dalam menangkis dan memberikan kontribusi dalam menjawab
tantangan dan isu nasional maupun regional dalam tubuh Negara
Kesatuan Republik Indonesia NKRI.
iv
Pancasila sebagai ideologi bangsa begitupula NKRI sebagai
marwah setiap manusia berjiwa pengabdi melalui bingkai keadilan
sosial haruslahh tertanam dalam qalbu agar persoalan Keislaman dan
keindonesiaan tentu kiranya mampu menjadi wadah kemajuan, dan
perbaikan konsep dan dedikasi. Maka dari situlah muncul keresahan
untuk meneliti persoalan melalui pendidikan karakter dalam
menghadapi tantangan generasi milenial dalam menghadapi tantangan
globalisasi, dan westernisasi.
Dalam wujud kekaryaan nyata yang dimiliki diharapkan
penelitian ini menjadi sumbangsih dalam keilmuan dakwah terkhusus
ilmu kepenyuluhan untuk generasi mendatang, kekaryaan menjadi
modal utama dalam marwah Ciputat sebagai keunggulan dalam
menuang, dan menyajikan pemberitaan dan penerangan bagi semua
kalangan masyarakat tanpa membedakan latarbelakang agama, ras,
suku dan budaya.
Begitu lama proses penulis dalam melakukan penelitian ini
hingga penulis bisa menyelesaikan tulisan ini tanpa rekayasa. Namun
dengan semangat penulis sampaikan. Selain itu tentu penulis juga
sangat berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
penulis dalam penelitian ini diantaranya kepada:
1. Suparto, M.Ed, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr Siti
Napsiyah,S.Ag, BSW,MSW sebagai Wakil Dekan Bidang
Administrasi Umum, serta Cecep Castrawijaya, MA selaku
Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Alumni, dan Kerjasama.
v
2. Ir. Noor Bekti Negoro, SE, M.Si. sebagai Ketua Jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi yang senantiasa mengayomi, dan mencurahkan
waktu, tenaga, serta pikirannya untuk memberikan arahan dalam
menyelesaikan penelitian ini.
3. Artiarini Puspita Arwan, M.Psi sebagai sekretaris Jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
senantiasa mengerti, dan memahami penulis.
4. Musfiroh Nurlaili H., M.A. selaku Pembimbing Akademik
Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam angkatan 2014 yang
selalu memberikan bimbingan, waktu, tenaga dan pikiran untuk
memberikan bimbingan, waktu, dan curahan pikiran serta saran
kepada penulis.
5. Tasman, M.Si selaku dosen pembimbing yang senantiasa
meluangkan waktu, tenaga, serta curahan pemikiran dalam
memberikan arahan, bimbingan serta saran dalam penyusunan
penelitian ini.
6. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik dan
memberikan ilmu bermanfaat kepada penulis selama menempuh
pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Kepada segenap pimpinan dan karyawan perpustakaan Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, dan Perustakaan Utama
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang membantu memfasilitasi
penulis untuk pencarian sumber.
vi
8. Kepada pihak BNPT pak Anugrah, pak Toto, mas Tutur dan ibu
Rose penulis menghaturkan terima kasih atas bantuannya dalam
menyelesaikan skripsi ini.
9. Kepada para informan yang telah bersedia meluangkan
waktunya dan membantu penulis untuk melakukan penelitian ini.
10. Teruntuk Ibu, serta bapakku tercinta yang senantiasa
mencurahkan seluruh kasih sayang, tenaga, serta isi hati dalam
mendidik, dan merawat sendari kecil sampai saat ini, di salah
satu puncak kebahagian penulis.
11. Seluruh kader dan keluarga besar komisariat HMI komfakda
terkhusus angkatan 2014 yang telah memberikan ruang bagi
penulis untuk berproses bersama di himpunan tercinta.
12. Seluruh Keluarga Besar Lapmi HMI Cabang Ciputat yaitu ka
Akmal, ka Tanto, ka Nuna, Ka Erfan Ma’ruf, ka Moh. Syauqi,
ka Deni Hidayat, ka Rahma Sari, ka Agita Surya, ka Agustina,
Moch Daniel Halim Badran, Tafrichul Fuady Absa, Sa’dullah,
Ilka Sawidri, Ratu Aisyah, Agung Apriliani, Ika Wahyuni,
Helen Sagita dll.
Semoga segala bentuk bantuan dan masukan yang telah
diberikan mendapat balasan dari Allah SWT, selain itu semoga
segala yang diharapkan dan dicita-citakan kita semua dapat
terwujud dan terealisasikan serta mendapatkan ridha dari Allah
SWT. amin
Penulis menyadari dalam penelitian ini masih banyak
kekurangan dalam proses penulisannya, dengan adanya
kekurangan tersebut penulis berharap masukan, kritikan dan saran
vii
agar dapat menjadi acuan dalam pembelajaran baik bagi penulis
maupun para pembaca yang budiman.
Terakhir semoga skripsi dapat bermanfaat bagi pembaca
umumnya, dalam mengerjakan tugas akhir mahasiswa serta
terkhusus adik-adik dari program studi Bimbingan dan
Penyuluhan Islam
Jakarta, 28 Mei 2021
.
Siti Nurhasanah
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK .......................................................................... …… i
KATA PENGANTAR ...................................................... ….. iii
DAFTAR ISI ..................................................................... …. viii
BAB I : PENDAHULUAN ……………………………......... 1
A. Latar Belakang ........................................................ … 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah .............................. …. 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................... …. 8
D. Metodelogi Penelitian ............................................. …. 9
E. Tinjauan Pustaka .................................................... …..14
F. Sistematika Penulisan ............................................. …..20
BAB II : LANDASAN TEORI …………………………….. 24
A. Strategi Komunikasi ………………………………….. 24
a. Pengertian Strategi dan komunikasi ……………… 26
b. Pengertian Strategi Komunikasi ………………….. 31
c. Elemen-elemen Komunikasi ……………………… 31
B. Penyuluhan ………………………………………... …..33
a. Pengertian Penyuluhan ……………………………..33
b. Pengertian Penyuluh Agama ……………………… 36
C. Radikalisme, Radikalisasi Deradikalisasi ……………. 41
a. Pengertian Radikalisme dan Radikalisme Agama… 43
b. Pengertian Radikalisasi dan Deradikalisasi ………. 49
D. Terorisme dan Narapidana Terorisme .................. ….. 52
a. Pengertian Narapidana ……………………………. 52
b. Pengertian Narapidana Terorisme ………………… 53
ix
c. Anarkisme Sosial ……………………………….. 58
d. Hak-hak Narapidana ……………………………. 59
BAB III : GAMBARAN UMUM TENTANG BNPT ….... 68
A. Profil BNPT ………………………………………... 68
B. Sejarah BNPT ……………………………………… 69
C. Tugas Pokok dan Fungsi BNPT …………………… 70
D. Visi, dan Misi BNPT ……………………………… 71
E. Struktur Organisasi Kelembagaan BNPT …………. 72
F. Tugas Pokok dan Fungsi Unit Kerja ………………. 73
BAB IV : HASIL DAN TEMUAN LAPANGAN ………. 87
A. Program Deradikalisasi BNPT …………………….. 96
B. Kegiatan Penyuluhan di Lapas Khusus ……………. 100
BAB V: ANALISIS DAN PEMBAHASAN ……………. 101
A. Analisis Strategi Komunikasi ……………………. 101
B. Media komunikasi ……………………………….. 105
C. Analisis Pelaksanaan Deradikalisasi …………… 105
BAB VI : PENUTUP …………………………………….. 107
A. Kesimpulan ………………………………………... 107
B. Implikasi …………………………………………... 108
C. Saran ………………………………………………. 108
DAFTAR PUSTAKA …………………………………… 110
LAMPIRAN ....................................................................... 115
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Semboyan “Bhineka Tunggal Ika” yang berarti berbeda-
beda namun tetap satu tujuan menunjukan bahwa jelas nyata
tentang kondisi Indonesia sebagai negara yang plurar yang
bermakna beragam. Dengan demikian, menurut Harold J. Laski,
Negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena
mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan secara yang
lebih sah lebih berkuasa daripada individu atau kelompok yang
merupakan bagian dari masyarakat.
Hal itu dilihat dari karakteristik bangsa Indonesia yang
demokratis, moderat, toleran menjadikan Indonesia memilih
menyatukan agama ke dalam negara, begitupun sebaliknya negara
ke dalam agama tergantung bagaimana situasi, dan kondisi
realitas sosial yang sedang terjadi di kehidupan bermasyarakat.
Dengan demikian, perlu kiranya diantara keduanya saling
bergantung antara kebijakan mana yang lebih bisa di nilai
rasional, dan mampu dipertanggungjawabkan keabsahan
argumentasinya serta mau menerima pendapat dari pelbagai
pihak.
Melihat fenomena di era digital inilah yang pada
akhirnya terjadi konflik baru di kalangan masyarakat akibat dari
2
adanya globalisasi, dan kemajuan teknologi.1 Mengingat hal
tersebut mengakibatkan terjadinya kemunduran finansial,
sehingga mereka memilih radikalisme sebagai alternatif, dan
melakukan berbagai aksi radikal di masyarakat sehingga
terjadilah masalah terorisme.2
Terorisme sebagai salah satu aksi radikal di Indonesia
menjadi bentuk ancaman bagi keberlangsungan suatu bangsa.
Ancaman kejahatan terorisme saat ini masih berkembang di
Indonesia. Menurut pusat pengkajian PPIM Islam dan Masyarakat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (PPIM) (2004) keberadaan
terorisme bermula dari adanya ideologi radikal.
Terorisme adalah musuh bersama bagi bangsa, dan
kemanusiaan. Oleh sebab itu pemberantasan harus dikaji secara
komprehensif, berdasarkan hukum yang adil tanpa rekayasa, serta
tetap menghormati prinsip dasar hak asasi manusia.3
Penanggulangan terorisme pada mulanya dilakukan
melalui pendekatan kekerasan atau hard approach, di mana
strategi ini dijalankan oleh Densus 88. Namun hal itu dinilai
bertentangan dengan hak asasi manusia dengan adanya kelemahan
tersebut pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan
1 Dr. Fayakhun Andriadi, M.Kom, Kebijakan Di Tangan Netizen (tantangan dan
prospek demokrasi digital, (Jakarta: Rm Books, 2016).
2 http://nasional.tempo.co/read/1062388/. Lipi ungkap 4 alasan mengapa
radikalisme berkembang di Indonesia, diakses pada 30 Agustus 2019.
3 Frassminggi Kamasa, Terorisme Kebijakan Kontra Terorisme Indonesia,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2015) h. 138.
3
Terorisme (BNPT) melakukan strategi lain melalui soft approach
yaitu melalui program deradikalisasi.4
Dalam beberapa kasus dari tayangan televisi,
pemberitaan media baik cetak, elektronik serta internet terkait
aksi teror setelah ledakan bom Bali I, dan II antara lain tragedi
penyerangan, dan bom bunuh diri di Sarinah Jakarta Pusat,
pembakaran, dan penyerangan kepada aparat kepolisian, aksi
radikal penembakan di Mako Brimob Kebayoran Lama Jakarta
Selatan, terakhir aksi bom bunuh diri di halte transjakarta
Kampung Melayu Jakarta Timur.
Dengan melihat hal-hal diatas maka deradikalisasi
merupakan program BNPT sebagai upaya untuk menetralisir
paham-paham radikal melalui pendekatan intredisipliner. Seperti
hukum, psikologi, agama, dan sosial budaya bagi mereka yang
dipengaruhi paham radikal atau pro kekerasan.
Konsep deradikalisasi untuk menanggulangi terorisme ini
dilakukan, dan disampaikan melalui proses penyuluhan di mana
pendekatan yang digunakan pun mengutamakan dialog secara
komprehensif, persuasif, penuh kelembutan dan kasih sayang.5
Secara umum penyuluhan bisa diartikan sebagai kegiatan
pemberian penerangan kepada masyarakat, kemudian penyuluhan
4 Mochamad N. Febriyansah, Lailatul Khodriah, Raka K. Wardana, Seminar
Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang: Upaya Deradikalisasi Narapidana
Terorisme di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Keung Pane Semarang, vol 3
Nomor 1 Tahun 2017, 91-108. 5 Siti Nurmalita, “Strategi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
Dalam Upaya Deradikalisasi Pemahaman Agama Narapidana Terorisme di
Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang, (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016)
4
dimaksudkan untuk mengajak, dan mengayomi orang lain atau
orang yang disuluhi sadar, mau serta mampu untuk melakukan
hal-hal baru serta perubahan pada dirinya, dan orang yang
melakukan penyuluhan disebut penyuluh.6
Penyuluhan deradikalisasi ini dimaksudkan sebagai bentuk
pencegahan, dan penanggulangan terhadap permasalahan
terorisme, adapun pelaksanaan atau penerapannya BNPT
melakukan strategi penyuluhan program deradikalisasi di dua
tempat yaitu di dalam dan luar lapas.
Dalam upaya pencegahan, dan penanggulangan
permasalahan terorisme, sampai dengan saat ini BNPT telah
melaksanakan pendekatan soft approach yang di mulai sejak
tahun 2010, dan sampai saat ini BNPT sudah banyak
melaksanakan penyuluhan program deradikalisasi baik di luar
maupun di dalam Lapas.
Pelaksanaan penyuluhan program deradikalisasi di
masyarakat merupakan salah satu bentuk pencegahan pemerintah
terhadap paham radikalisme, di mana dalam pencegahan ini
dilakukan kepada masyarakat umum, dan pelajar di luar lapas
sebagai sasaran .
Penyuluhan program deradikalisasi yang dilakukan
bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang penyimpangan
paham tersebut, sehingga mereka bisa mendeteksi secara dini, dan
6 Zulkarnain Nasution, Prinsip-Prinsip Komunikasi Untuk Penyuluhan (Jakarta:
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1990), h. 6.
5
menangkal sejak awal agar bisa terhindar dari bahaya paham
tersebut.7
Selanjutnya, dalam upaya penanggulangan terorisme
BNPT melaksanakan penyuluhan program deradikalisasi di dalam
lapas, penyuluhan ini merupakan strategi penyuluhan bagi mereka
yang sudah terpapar paham radikalisme. Penyuluhan program
deradikalisasi bertujuan agar mereka yang sudah terpapar mau
meninggalkan, dan menghilangkan pemahaman radikalnya,
sehingga pada saat kembali ke masyarakat mereka tidak lagi
menganut paham radikalisme, dan melakukan tindakan kejahatan
(aksi teror).
Dengan demikian narapidana terorisme yang telah
menyelesaikan masa tahanannya, dan terintegrasi dengan
masyarakat, mereka menjadi moderat, mau menerima dan
mengakui pancasila sebagai ideologi NKRI. Kendati demikian,
seiring berjalannya waktu ada hal menarik yang penulis lihat
selama pelaksanaan penyuluhan program deradikalisasi, di mana
penyuluhan program deradikalisasi dinilai kurang efektif,
sehingga deradikalisasi belum berjalan dengan optimal.
Hal itu terjadi terutama dalam upaya penanggulangan
terorisme di dalam lapas, di mana menurut penelitian-penelitian
sebelumnya baik dari observasi lapangan, jurnal, skripsi, dan tesis
mengatakan bahwa, seseorang yang sudah terpapar paham radikal,
7Josefhin Mareta, Rehabilitasi Dalam Upaya Deradikalisasi Narapidana
Terorisme, Jurnal Masalah-masalah Hukum, jilid 47 No. 4, Oktober 2018, h. 339.
6
dirinya sukar untuk menerima pancasila, dan cenderung belum
sepenuhnya dipercaya oleh masyarakat sekitar.
Kurang efektif, dan belum berjalan optimal dari program
ini yaitu karena masih adanya kekerasan senjata dalam
mengungkap aksi terorisme, hal ini menimbulkan rasa solidaritas,
dan balas dendam pada jaringan radikalisme, pembiaran
pengajaran paham radikal, sehingga hal itu membuat dorongan
perlawanan melalui aksi teror terhadap negara semakin radikal,
serta biaya untuk penyuluhan deradikalisasi yang terbatas padahal
program deradikalisasi hadir sebagai solusi penanggulangan
terorisme dengan pendekatan persuasive, penuh kelembutan dan
kasih sayang.
Selain itu, BNPT sebagai lembaga negara yang berbentuk
badan khusus dalam hal menangani permasalahan terorisme di
Indonesia, dan langsung bertanggung jawab kepada Presiden yang
akhirnya BNPT tidak bisa keluar dari koridor administrasi
kenegaraan.
Dengan mempertimbangkan hal tersebut, dalam
pelaksanaan penyuluhan program deradikalisasi sendiri
pemerintah harus lebih intensif, dan BNPT melalui programnya
tidak bisa bergantung dengan hal itu karena penyuluhan program
deradikalisasi harus berjalan terus menerus, serta konsisten agar
penanggulangan terorisme di Indonesia bisa berjalan efektif, serta
mendapatkan hasil optimal.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan
program deradikasisasi, yaitu strategi komunikasi penyuluh,
7
kejelasan standar operasional program, koordinasi kewenangan
yang baik, dan ketersediaan sumber daya. Kendati dengan kondisi
seperti itu BNPT berhasil membuat narapidana terorisme bersedia
untuk mengikuti program deradikalisasi, bekerjasma dengan
pemerintah untuk memberi informasi jaringan, dan kepatuhan
terhadap Pancasila.8
Maka dari itu sehubung dengan masih banyaknya
kekurangan dengan alasan tersebut, inilah yang menarik perhatian
penulis untuk meneliti, menelaah, dan memperhati proses
pelaksanaan penyuluhan program deradikalisasi, sejauh ini
meskipun dengan kondisi biaya yang terbatas, Oleh karena itulah
penulis tertarik untuk mengambil tema, “Strategi Komunikasi
Penyuluh Agama Pada Program Deradikalisasi Narapidana
Terorisme (Napiter),”
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar penelitian terarah dan terperinci, maka penulis
memfokuskan penelitian dengan membatasi masalah yang akan
dibahas tentang bagaimana strategi komunikasi penyuluhan
penyuluh.
2. Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah penelitian ini sebagai berikut:
8 Muh. Hamdan, Deradikalisasi Pelaku Tindak Pidana Terorisme Di Indonesia,
(Tesis S2 Kajian Agama dan Studi Perdamaian, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2015).
8
1. Bagaimana Strategi Komunikasi Penyuluh Agama dalam
pelaksanaan program Deradikalisasi Narapidana Terorisme
(Napiter) ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Sebagai bentuk evaluasi Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebagai lembaga
khusus, serta pelayanan publik dengan lebih
mengutamakan hak-hak narapidana sesuai dengan UU
terorisme.
2. Manfaat Penelitian
a. Akademis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan keilmuan dalam ranah akademisi dan profesi
penyuluh, baik penyuluh agama maupun sosial, meliputi
Ilmu Dakwah, Ilmu Komunikasi, terkhusus Bimbingan dan
Penyuluhan Agama, tempat penelitian ini dapat dijadikan
sebagai rekomendasi untuk praktikum mahasiswa BPI
dikemudian hari sehingga dapat terwujud kerja sama antara
Program studi Bimbingan Penyuluhan Islam dengan
Lembaga Pemasyarakatan, baik yang dijalankan secara
sukarela, kelompok, maupun massa.
b. Teoritis
Diharapkan dalam penelitian ini dapat memberikan
penguatan, dan dukungan, sebagai bentuk evaluasi kepada
pemerintah Repulik Indonesia, atas segala permasalahan
9
sosial, finansial, keagamaan, dan kebudayaan. Maka dari
itu perlu kiranya peran, serta penyuluh agama layak
dikatakan sebagai profesi yang profesional, dan
berintegritas.
D. Metodologi Penelitian
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif
deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk
menggambarkan keadaan status fenomena secara sistematik
dan rasional. Menurut M. Nazir dalam buku metodologi
penelitian menyatakan, bahwa metode penelitian deskriptif
merupakan proses pencarian fakta, gambaran atau lukisan
secara sistematis, faktual dan akurat mengenai sifat-sifat serta
hubungan antara fenomena yang teliti.9
Untuk melengkapi data yang sudah ada, penulis
menggunakan cara sebagai berikut:
a. Data Primer (Primary Data), merupakan data utama
yang diperoleh langsung dari responden berupa
catatan tertulis dari hasil wawancara, serta
dokumentasi.
b. Data Sekunder, merupakan data yang diperoleh dari
penelitian kepustakaan untuk mencari konsep dari
teori-teori yang berhubungan dengan masalah
9 M. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Galia Indonesia, 1998), h. 63.
10
dalam penulisan skripsi ini, seperti buku-buku,
diktat dan literatur terkait.
2. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa
metode sebagai berikut:
a. Metode Wawancara
Metode ini adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang
memberikan jawaban atas pertanyaan itu.10
Wawancara yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu
penulis mengadakan komunikasi, langsung dan
mengajukan beberapa pertanyaan ke beberapa pihak yang
bersangkutan baik lisan maupun tulisan, dan mendengarkan
langsung keterangan-keterangan atau informasi dari tenaga
ahli BNPT selaku penyuluh program deradikalisasi.11
b. Metode Observasi
Metode observasi adalah metode pengumpulan data
yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan,
pencatatan secara sistematis dan kendala-kendala yang
dihadapi tentang yang diteliti.12
Dalam penelitian penulis
menggunakan metode observasi atau pengamatan yang
10Lexy Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung: CV Remaja
Rosdakarya, 2000), h. 148
11 Jalaludin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi Dilengkapi Analisis
Statistik, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), Cet 11, h. 24. 12 Hadi Sutrisno, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi, 2000) jilid 2, h. 136
11
dilakukan dengan partisipasi. Dengan adanya sebuah
pengamatan sambil berpartisipasi dapat menghasilkan data
yang lebih banyak, lebih mendalam dan lebih terici.
c. Metode Dokumentasi
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode
dokumentasi yang berhubungan dengan kegiatan
penyuluhan program deradikalisasi, dan para narapidana
terorisme di lembaga pemasyarakatan (LP), foto-foto yang
berhubungan dengan kegiatan, dan strategi penyuluhan
yang dilakukan kepada para narapidana terorisme
3. Teknik Pengelolaan Data
Setelah terkumpul, selanjutnya yang dilakukan peneliti
adalah dengan mengelola data dengan cara editing, yaitu
kegiatan mempelajari berkas-berkas data yang telah
terkumpul, sehingga keseluruhan berkas itu dapat diketahui
dan dapat dinyatakan baik.
4. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Teknik keabsaan data, data yang digali, dikumpulkan
dan dicatat dalam kegiatan penelitian. Untuk menjaga
keabsahan data dalam penelitian ini diperlukan teknik
pemeriksaan. Adapun teknik pemeriksaan yang digunakan
untuk menjaga keabsahan data adalah sebagai berikut:
a. Kriterium Kredibilitas/kepercayaan
Fungsinya adalah untuk melaksanakan inkuiri
sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan
penemunya dapat dicapai, kemudian
12
mempertunjukan derajat kepercayaan hasil-hasil
penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti
pada kenyataan ganda yang sedang diteliti.
kriterium kredibilitas ini menggunakan dua teknik
pemeriksaan.
1. Ketekunan pengamatan
Dimaksudkan untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-
unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan
persoalan atau isu dalam penelitian ini dan
kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut
secara rinci.
Dengan kata lain, penelitian mengadakan
pengamatan kepada subyek penelitian yaitu,
2. Triangulasi
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan
data yang memanfaatkan sesuatu yang lain, di luar
data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu. Salah satu teknik
triangulasi yang digunakan untuk penelitian ini
adalah teknik triangulasi dengan sumber, triangulasi
dengan sumber akan digunakan untuk
membandingkan dengan mengecek balik derajat
kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui
waktu dan alat yang berbeda. Hal ini dilakukan
dengan cara:
13
a) Membandingkan data hasil wawancara dengan
pengematan di lapangan,
b) Membandingkan keadaan dan perspektif
seseorang dengan berbagai pendapat dan
pandangan orang lain,
c) Membandingkan hasil wawancara dengan hasil
dokumen yang berkaitan dengan masalah yang
sedang diteliti. Wawancara tersebut untuk
keperluan engecekan atau sebagai pembanding
terhadap data tersebut.13
b. Kriterium Kepastian
Ada beberapa unsur kualitas yang melekat pada
konsep objektif, dalam hal ini daap digali dari
pengertian bahwa sesuatu objektifitas berarti
dapat dipercaya, factual, dan dapat dipastikan.
Dari sisi peneliti dapat membuktikan bahwa
data-data ini terpercaya. Kepercayaan ini
didasarkan pada hasil data-data yang diperoleh
dari hasil wawancara dan observasi terhadap
subjek penelitian.14
5. Lokasi dan waktu penelitian
13 Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidatullah Jakarta (Jakarta: UIN Press), h.
7
14 Farida Yusuf Taybnafis, Evaluasi Program (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), h.
166
14
Adapun waktu yang ditentukan dalam penelitian ini
dimulai pada hari Rabu, 19 September 2019. Penelitian ini
dilaksanakan di Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme (BNPT), Citeureup Bogor Jawa Barat 16810,
Jalan Anyar 1221, Sukaharti, Kec. Citeureup, Bogor Jawa
Barat.
6. Analisis Data
Dalam hal ini penulis menggunakan analisis deskriptif,
yaitu penulis berusaha menggambarkan objek penelitian
(Strategi Komunikasi Penyuluh Agama Dalam Upaya
Deradikalisasi Narapidana Terorisme) Citeurep Bogor
dengan apa adanya, yaitu dengan kenyataan.
Adapun pedoman yang digunakan dalam teknik
penulisan skripsi ini adalah mengacu pada buku “Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi)”
yang diterbitkan oleh Center For Quality Development and
Assurance (CeQDA) Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta 2007 cetakan pertama.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam pengamatan penulis ada beberpa penelitian yang
relevan dengan pembahasan skripsi ini. Diantaranya skripsi,
tesis, disertasi dan jurnal yang berjudul sebagai berikut:
1. Josefhin Mareta, Jurnal Masalah-Masalah Hukum, judul
jurnal, “Rehabilitasi Dalam Upaya Deradikalisasi
Narapidana Terorisme”. Jurnal ini membahas bagaimana
15
proses rehabilitasi pada narapidana terorisme. Hasil dari
penelitian ini adalah terorisme sebagai permasalahan
individual yang membutuhkan pembinaan khusus sesuai
prinsip individual pembinaan, dan rehabilitasi yang efektif
diperlukan partisipasi narapidana dan fasilitator,
ketersediaan prosedur dan modul pembinaan, serta evaluasi
keberhasilan rehabilitasi narapidana terorisme. Kelebihan
dari penelitian ini yaitu dengan membahas secara rinci atas
bagaimana urgensi proses rehabilitasi pada narapidana
terorisme. Kekurangan penelitian ini belum maksimalnya
belum efektifnya partisipasi narapidana dan ketersediaan
prosedur serta modul pembinaan. Bedanya dengan
penelitian ini
2. Farid Septian, Jurnal Kriminolog Indonesia, judul jurnal
“Pelaksanaan Deradikalisasi Narapidana Terorisme di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang”. Jurnal ini
membahas bentuk pelaksanaan kegiatan deradikalisasi
narapidana terorisme di dalam LP Cipinang. Dalam
penelitian ini menyimpulkan bahwa bentuk pelaksanaan
kegiatan deradikalisasi narapidana terorisme di dalam LP
Cipinang Kelas I belum berjalan optimal, hal itu
berdasarkan pelaksanaan pembinaan tidak jauh berbeda
dengan narapidana lainya. Kelebihan. Kekurangan bedanya
dengan penelitian ini
3. Irvan Roberto, Tahir Kasnawi, andi Alimuddin Unde,
Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, judul jurnal, “Strategi
16
Komunikasi Penyuluhan Program KB Vasektomi
Masyarakat Miskin Perkotaan di Makassar”. Jurnal ini
membahas tentang strategi komunikasi penyuluhan
program KB dengan perencanaan komunikasi yang cukup
baik yang melibatkan elemen-elemen penting dari strategi
komunikasi seperti, tujuan pesan komunikasi, mengenal
khalayak, menentukan komunikator, menyusun pesan,
memilih saluran serta monitoring, dan evaluasi. Hasilnya,
bahwa strategi komunikasi penyuluhan telah dilakukan
dengan perencanaan komunikasi yang cukup baik
mengingat hal tersebut dilaksanakan dengan
memperhatikan elemen-elemen penting dari sebuah strategi
komunikasi. Kelebihan. Kekurangan bedanya dengan
penelitian ini
4. Gondo Utomo, Jurnal Komunikasi Islam, judul jurnal,
“Merancang Strategi Komunikasi Melawan Radikalisme
Agama”. Jurnal ini membahas tentang kampanye informasi
dalam melawan radikalisme, di mana kampanye tersebut
merupakan strategi perencanaan komunikasi dalam
melawan radikalisme agama yang memiliki keterkaitan
dengan tujuan yang ingin dicapai oleh pelaksananya.
Hasilnya
5. Saella Fitriana, Jurnal Departemen Hubungan
Internasional, judul jurnal “Upaya BNPT Dalam
Melaksanakan Program Deradikalisasi di Indonesia”. jurnal
ini membahas tentang program deradikalisasi sebagai
17
upaya BNPT dalam menanggulangi terorisme. Hasil dari
penelitian ini yaitu, program deradikalisasi yang
dikoordinasikan oleh BNPT disusun komprehensif, bersifat
inklusif dan netral, dengan melibatkan berbagai lembaga
pemerintah maupun non pemerintah, lapisan masyarakat,
serta stakeholder terkait. Kelebihan. Kekurangan bedanya
dengan penelitian ini
6. Try Prasetyo Aprianto, NIM: 108052000004, Program
studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, dengan judul “Strategi
Komunikasi Penyuluhan Pada Pembinaan Mu’alaf di
Yayasan An-Naba’ Center Sawah Baru Ciputat”. Skripsi
ini membahas strategi komunikasi penyuluhan yang terjadi
di Yayasan An-naba’ Center antara pembina kepada para
muallaf. Hasilnya, dalam proses komunikasi pada
pembinaan muallaf secara garis besar terbangun dengan
baik antara pembina kepada para muallaf ataupun
sebaliknya, hal itu karena pembina memiliki terapan
keilmuan komunikasi seputar komunikasi Antarpribadi,
komunikasi Kelompok dan komunikasi massa, sehingga itu
menyebabkan hubungan keakraban antara keduanya.
Kelebihan. Kekurangan bedanya dengan penelitian ini
7. Siti Nurmalita Sari, NIM: 1111053000022, Konsentrasi
Manajemen Ziswaf Jurusan Manajemen Dakwah Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, dengan judul “Strategi
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Dalam
18
Upaya Deradikalisasi Pemahaman Agama Narapidana
Terorisme di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang”,
skripsi ini membahas strategi BNPT dalam menanggulangi
terorisme di Indonesia dengan menekankan soft approach
dalam konsep deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan
Cipinang. Hasilnya, melalui kebijakannya BNPT
menekankan strategi soft approach dalam konsep
deradikalisasi untuk menanggulangi terorisme di Indonesia.
yaitu pendekatan yang mengutamakan dialog secara
komprehensif, persuasive, penuh kelembutan serta kasih
sayang. Kelebihan. Kekurangan bedanya dengan
penelitian ini
8. Muh. Khamdan, NIM: 10.2.00.1.24.08.0027, Kajian
Agama dan Studi Perdamaian Sekolah Pascasarjana
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
dengan judul “Deradikalisasi Pelaku Tindak Pidana
Terorisme di Indonesia”, tesis ini membahas proses
deradikalisasi bagi narapidana terorisme sebagai kebijakan
pemerintah dalam strategi penanggulangan dan penanganan
aksi terorisme di dalam Lembaga Pemasyarakatan maupun
di luar Lembaga Pemasyarakatan. Hasilnya, bahwa
pelibatan mantan narapidana terorisme memberi dampak
positif terhadap perubahan sikap moderat narapidana
terorisme. Kelebihan. Kekurangan bedanya dengan
penelitian ini
19
9. Mochamad Nurhuda Febriyansyah, Lailatul Khodriah,
Raka Kusuma Wardana, Jurnal hukum Universitas Negeri
Semarang, judul jurnal “Upaya Deradikalisasi Narapidana
Terorisme di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kedung
Pane Semarang”, jurnal ini membahas tentang upaya
deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan Kedung Pane
Semarang sebagai program pembinaan kepada marapidana
terorisme dengan melakukan program antara lain
pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian.
Hasilnya, LP Kadung Pane Semarang dalam upaya
deradikalisasi narapidana terorisme telah berupaya secara
maksimal melakukan pembinaan, meskipun mengalami
beberapa kendala. Faktor sarana dan prasarana, jumlah
petugas yang minim, kurangnya kerjasama dengan
lembaga-lembaga lain serta sifatbyang tidak ingin dirubah
dari narapidana menjadi kendala upaya deradikalisasi, sifat
tidak ingin berubah dari narapidana teroris sebagai kendala
terbesar dalam upaya deradikalisasi. Kelebihan.
Kekurangan bedanya dengan penelitian ini
10. Sihabudin Noor, Penyuluh Untuk Harmoni Antar Umat
Beragama Di Indonesia, (Jakarta : Jurnal Suluh Bimbingan
Dan Penyuluhan Islam, 2016). Jurnal ini menjelaskan
tentang istilah kepenyuluhan (extension) yang
dikembangkan pertama kali di Universitas Oxford dan
Universitas Cambrigde pada tahun 1850, dalam istilah
terminologi bahasa Belanda disebut woorlichiting (obor,
20
ina) bermakna menerangi. Kelebihan. Kekurangan bedanya
dengan penelitian ini
Berbeda dengan sepuluh penelitian sebelumnya, penulis
lebih memfokuskan pada penggunaan strategi penyuluhan yang
dilakukan oleh penyuluh agama dalam upaya deradikalisasi pada
narapidana terorisme, sehingga penelitian yang akan penulis teliti
berjudul, “Strategi Komunikasi Penyuluh Agama Dalam
Upaya Deradikalisasi Pada Narapidana Terorisme (Napiter).”
F. Sistematika Penulisan
Penyusunan skripsi ini terdiri dari 6 bab, dan masing-masing
bab dibagi menjadi beberapa sub-sub bab. Sistematika tersebut
dirumuskan sebagai berikut:
BAB I: Pendahuluan yang akan membahas tentang garis
besar penelitian ini, meliputi latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
tinjauan pustaka, metodologi penelitian yang
didalamnya memuat jenis dan pendekatan penelitian,
sumber data, metode dan pengumpulan data, analisis
data, dan terakhir sistematika penulisan skripsi.
BAB II: Landasan Teori yang membahas tentang ruang
lingkup radikalisme, radikalisme agama,
deradikalisasi, penyuluhan, strategi penyuluhan,
narapidana, dan terorisme.
BAB III: Tinjauan Umum Tentang Lembaga BNPT dan
Lapas Sentul Bogor, kegiatan penyuluhan program
21
deradikalisasi, strategi penyuluhan yang digunakan,
struktur pengurus rutin yang diadakan oleh Penyuluh
Agama.
BAB IV: Temuan Lapangan Umum di bab ini akan
diuraikan tentang peran serta fungsi penyuluh secara
luas, serta sumbangsih dalam menangkal
radikalisme agama.
BAB V: Analisis Data dan Pembahasaan yang terbagi
menjadi beberapa sub bab. Analisis terkait strategi
komunikasi penyuluhan, dan analisis pelaksanaan
kegiatan penyuluhan sebagai upaya deradikalisasi
pada napiter.
BAB VI: Penutup meliputi kesimpulan dari penulis mengenai
hal-hal yang telah dibahas oleh penulis dalam
penelitian ini serta saran-saran kemudian diakhiri
dengan daftar kepustakaan, dan lampiran-lampiran
baik berupa foto maupun hasil wawancara.
22
DAFTAR PUSTAKA
Djelantik, Sukawarsini. 2010, Terorisme Tinjauan Psiko-politis, Peran
Media, Kemiskinan, dan Keamanan Nasiona, Jakarta:
Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Efendi, Onong Uchjana. 1992, Dinamika Komunikasi, Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Febriyansah, Mochamad N, Lailatul Khodriah, Raka K. Wardana,
Upaya Deradikalisasi Narapidana Terorisme di Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas) Keung Pane Semarang, Seminar
Nasional Hukum Universitas Negeri, Vol. 3 Nomor 1
Tahun 2017.
Fitriana, Saella. Upaya BNPT Dalam Melaksanakan Program
Deradikalisasi di Indonesia, Jurnal Internasional, Vol 2,
Nomor 3 Tahun 2016.
Hamdan, Muh. Deradikalisasi Pelaku Tindak Pidana Terorisme Di
Indonesia, Tesis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.
Handayani. Yeni, Peranan BNPT Dalam Penanggulangan Terorisme,
Media Pembinaan Hukum Nasional, 2016.
Hendro priyono, A.M. 2009, Terorisme Fundamentalis Kristen,
Yahudi, Islam, Jakarta: Kompas Media Nusantara.
Kamasa, Frassminggi . 2015, Terorisme Kebijakan Kontra Terorisme
Indonesia, Yogyakarta: Graha Ilmu.
Moleong, Lexy. 2000, Metodelogi Penelitian Kualitatif, Bandung: CV
Remaja Rosdakarya.
Nasution, Zulkarimein. 1990, Prinsip-prinsip Komunikasi Penyuluhan,
Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia.
Nurmalita, Siti. Strategi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
(BNPT) Dalam Upaya Deradikalisasi Pemahaman Agama
Narapidana Terorisme di Lembaga Pemasyarakatan (LP)
Cipinang, Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016.
Rokmad, Abu. Pandangan Kiai Tentang Deradikalisasi Paham Islam
Radikal di Kota Semarang, Jurnal Analisa Vol 21 Nomor
01 Juni 2014.
Septian, Farid. Pelaksanaan Deradikalisasi Narapidana Terotisme di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang, Jurnal
Kriminolog Indonesia, Vol. 7 No.I Mei 2010.
23
Sihabuddin Noor, Penyuluh Untuk Umat Beragama Di Indonesia,
(Jakarta: Jurnal Suluh Bimbingan dan Penyuluhan Islam,
2016). Jurnal ini menjelaskan tentang istilah kepenyuluhan
(extension) yang dikembangkan pertama kali di Universitas
Oxport dan Universitas Cambrigde pada tahun 1850, dalam
istilah terminology bahasa Belanda disebut woorlichiting
(obor, ina) bermakna menerangi.
Sutrisno, Hadi. 2000, Metodologi Research, Yogyakarta: Andi.
Umam, Khairul. 1998, Bimbingan dan Penyuluhan, Bandung: Pustaka
Setia.
Wawancara Penyuluh, dan Observasi Pusat Pengamanan BNPT Lapas
Bogor, Jawa Barat
http://nasional.tempo.co/read/1062388/lipi-ungkap-4-alasan --
mengapa-radikalisme-berkembang-di-indonesia. diakses
pada 30 Agustus 2019 pukul 16:00.
https://beritabaru.co/mahfud-md-sampaikan-indonesia-adalah-
laboratorium-pluralisme/ diakses Rabu, 19 Febuari 2020.
https://kumparan.com/erucakra-garuda-nusantara/pergeseran-orientasi-
terorisme-di-indonesia-2000-2018 diakses pada 30
September 2019.
https://www.ilmudasar.com/2017/08Pengertian/radikalisme, diunduh
10 September 2019.
Jalaludin Rahmat, Islam Dan Pluralisme : Akhlak Quran Menyikapi
Perbedaan, (Jakarta Serambi,2006), Cet Ke-2, h.126.
24
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Landasan Teori Strategi Komunikasi Penyuluhan,
Radikalisme Agama, dan Deradikalisasi
1. Pengertian Strategi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa strategi
adalah seni atau ilmu yang menggunakan sumber daya untuk
melaksanakan kegiatan tertentu. Secara bahasa strategi berasal
dari bahasa yunani, yaitu “Strattegeia” atau sering disebut
stratos yang berarti militer. Pada awalnya strategi diartikan
sebagai generalsshift atau suatu yang dilakukan oleh para
jendral dalam membuat rencana untuk menaklukan musuh dan
memenangkan perang.15
Strategi menurut istilah adalah proses penentuan rencana
yang disatukan, menyeluruh dan terpadu yang mengaitkan
keunggulan strategi perusahaan dengan tantangan lingkungan
dan dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama dapat
dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh perusahaan.16
Sedangkan menurut para ahli pengertian strategi dapat
didefinisikan sebagai berikut:
15 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional RI, Kamus Besar Bahasa
Indonesia edisi ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h. 100
16 Siti Nurmalita, “Strategi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
(BNPT) Dalam Upaya Deradikalisasi Pemahaman Agama Narapidana Terorisme
di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang, (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
2016),h. 18.
25
a. Menurut Sondang Siagan, Strategi adalah cara yang terbaik
untuk mempergunakan dana, daya, dan tenaga yang bersedia
sesuai tuntunan perubahan lingkungan.17
b. Menurut Chaldler yang dikutip Supriyono, strategi adalah
penentuan dasar goals jangka panjang dan tujuan perusahaan
serta pemakaian cara-cara bertindak dan alokasi sumber-
sumber yang di perlukan.18
c. Menurut Prof. Dr. Onong Uchyana Efendi, MA. Strategi pada
hakekatnya adalah perencanaan (planning), dan manajemen
untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidak hanya berfungsi
sebagai peta jalan yang hanya memberi arah saja, melainkan
harus mampu menunjukan bagaimana taktik operasionalnya.19
d. Menurut Prof. Dr. A.M. Kardiman, Strategi adalah penentuan
tujuan utama yang berjangka panjang, dan sasaran dari suatu
perusahaan atau organisasi serta pemilihan cara-cara
bertindak dan mengalokasikan sumber daya yang diperlukan
untuk tujuan tersebut. Jadi startegi menyaut soal pengaturan
berbagai sumber daya yang dimiliki perusahaan agar dalam
jangka panjang tidak kalah bersaing.20
Berdasarkan beberapa definisi diatas, penulis
menyimpulkan bahwa strategi yaitu cara, atau taktik yang
17 Sondang Siagian, Analisa Serta Kebijaksanaan dan Strategi Organisasi.
(Jakarta: PT Gunung Agung , 1986), cet ke-2, h.17.
18 Supriyono, Manajemen Strategi dan Kebijakan Bisnis (Yogyakarta: BPFE,
1986) h. 9
19 Onong Uchyana, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1992), cet Ke-4, h.32
20 A.M. Kardima, Pengantar Ilmu Managemen, (Jakarta: PT. Pronhalindo), h.
58
26
digunakan untuk mencapai tujuan dengan menggabungkan
antara konsep, gagasan, visi, dan misi.
2. Pengertian Komunikasi
Pengertian komunikasi secara etimologi berasal dari
kata latin cum, yaitu kata depan yang berarti dengan dan
bersama dengan, dan unus, yaitu kata bilangan yang berarti
satu. Dari kata itu terbentuk kata benda communio yang dalam
bahasa Inggris menjadi communion dan berarti kebersamaan,
persatuan, persekutuan, gabungan, pergaulan, hubungan.21
Selain itu menurut Onong Uchjana Effendy
mendefinisikan komunikasi secara etimologi berasal dari
bahasa latin communication, yang bersumber dari kata
Communis yang berarti “sama” dalam artian sama makna.22
Menurut Bitter yang dikutip dari Wiryanto menerangkan
bahwa komunikasi adalah penyampaian pesan oleh satu orang
dan penerima pesan orang lain atau sekelompok kecil orang,
dengan berbagai dampaknya, dan berbagai peluang untuk
memberikan umpan balik.23
Pengertian komunikasi secara terminologi, Onong
Uchjana mendefinisikan dalam bukunya bahwa komunikasi
merupakan sarana sebagai proses penyampaian suatu
pertanyaan oleh seseorang kepada orang lain untuk
memberitahukan atau merubah sikap, mendapat, atau prilaku,
21 Khairul Umam, Bimbingan dan Penyuluhan, (Bandung: Pustaka Setia,
1998), h. 17.
22 Onong Uchjana Effendy, Komunikasi: Teori dan Praktek, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1997), hal. 9.
23 Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: PT. Grasindo, 2004), h. 32.
27
baik langsung, secara lisan maupun secara tidak langsung
dengan media sebagai sarananya.24
Secara sederhana dapat dikatakan proses komunikasi
akan terjadi apabila ada pengirim menyampaikan informasi
berupa verbal maupun non verbal kepada penerima dengan
menggunakan medium suara manusia, maupun dengan
medium tulisan. Selain pengertian diatas, beberapa pakar
komunikasi mendefinisikan komunikasi dengan artian lain
yaitu:
a. Menurut Breslon dan Steiner mengatakan bahwa,
“Komunikasi sebagai penyampai informasi, ide, gagasan,
emosi, keterampilan, dan seterusnya melalui penggunaan
simbol, kata, gambar, grafik, dan lain-lain. Kemudian
Shannon dan Weaver mengartikan komunikasi sebagai
mencakup prosedur melalui nama pikiran seseorang yang
dapat mempengaruhi orang lain”.25
b. Wibram Scrahmm mengatakan bahwa komunikasi
didasarkan atas hubungan (intune) antara satu dengan
yang lain, fokus pada informasi yang sama, sangkut paut
tersebut berada dalam komunikasi tatap muka (face to
face communication).26
Kata atau istilah “komunikasi” diambil dari
terjemahan bahasa Inggris ‘Communication’ yang
24Onong Uchjana Effendy, Komunikasi:Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1997), h. 9.
25 Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Rajawali Press,
2005). 26 Onong Uchjana Effendy, Kepemimpinan dan Komunikasi, (Bandung: CV
Mandar Maju, 1998), hal. 59.
28
dikembangkan di Amerika Serikat, dan komunikasi pun
berasal dari unsur persuratkabaran, yaitu journalism. Dalam
arti kata lain menurut buku Dr. Hj. Roudhonah, M.A
komunikasi berasal dari perkataan Latin, yaitu:27
1. Communicare, yang berarti berpartisipasi ataupun
memberi tahukan.
2. Communis, yang berarti milik bersama ataupun berlaku
di mana-mana.
3. Communis Opinion, yang berarti pendapat umum
ataupun pendapat mayoritas.
4. Communico, yang berarti membuat sama.
5. Communicatio yang bersumber dari kata Comunis yang
berarti sama, maksud disini yaitu sama makna.
Adapun pengertian komunikasi secara etimologi ini
memberi pengertian bahwa komunikasi yang dilakukan
hendaknya dengan lambang-lambang, atau bahasa yang
mempunyai kesamaan arti antara orang yang memberi pesan
dengan orang yang menerima pesan.
Menurut pandangan ahli Carl I. Hovland, mengatakan
bahwa komunikasi adalah “The process by which an
individuals (the Comunikator) transmits stimuli (usually
Verbal Symbols) to modify the behavior of other individuals
(Communicant) ”proses di mana seseorang (Komunikator)
menyampaikan perangsang-perangsang untuk mengubah
tingkah laku orang-orang lain. (komunikan). Jadi bagaimana
27 Dr. Hj. Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Depok: Rajawali Pers, 2019), h. 21-
22.
29
pesan bisa diterima dengan baik, efektif, dan komunikatif,
yaitu dengan menggunakan lambang atau simbol antara
pemberi pesan, dan penerima pesan.28
Dari beberapa definisi baik secara bahasa, atau istilah
dapat penulis disimpulkan bahwa komunikasi adalah suatu
proses, tergantung bagaimana sudut pandang subjek yang
menyajikan, dengan kata lain komunikasi dipahami sebagai
“siapa berkata apa, kepada siapa, untuk apa serta bagaimana
dampak atau efek yang timbul dari si penerima pesan,
(stimulus-respon)”.
A. Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi interpersonal atau antarpribadi adalah proses
penyampaian dan penerimaan pesan antara pengirim pesan
(sender) dengan penerima pesan (receiver) baik secara
langsung maupun tidak langsung. Komunikasi dapat
dikatakan terjadi secara langsung apabila pihak-pihak yang
terlibat komunikasi dapat saling brbagi informasi tanpa
melalui media.29
a. Tujuan Komunikasi Antarpribadi
Tujuan komunikasi antrapribadi menurut Suranto Aw
dalam bukunya yang berjudul Komunikasi Interpersonal
menyebutkan bahwa tujuan komunikasi antarpribadi ada
delapan diantaranya:
1) Mengungkapkan perhatian terhadap orang lain
29 Suranto Aw, Komunikasi Interpersonal, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2011), cet
1, hlm 5
30
2) Mengenal diri sendiri dan orang lain
3) Mengetahui dunia luar
4) Membangun dan memelihara hubungan yang
harmonis dan lebih bermakna
5) Mempengaruhi sikap dan prilaku
6) Mencari hiburan
7) Menghindari kerugian akibat salam komunikasi
8) Memberikan bantuan berupa konseling.30
B. Komunikasi Persuasif
Komunikasi persuasif merupakan salah satu cabang
komunikasi yang sering sekali kita temukan dalam kehidupan
sehari-hari terutama dalam media massa. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia komunikasi adalah pengiriman dan
penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih
sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami.dengan
demikian komunikasi dapat bermakna pemberitahuan,
pembicaraan, percakapan, pertukaran pikiran atau hubungan.
Sedangkan persuasif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
memiliki arti ajakan kepada seseorang dengan cara
memberikan alasan dan prospek baik yang meyakinkan. Jadi
komunikasi persuasif adalah pengiriman atau penerimaan
pesan yang bertujuan untuk mengubah atau mempengaruhi
komunikan dengan apa yang dimaksud komunikator.
30 Roudhonah, Ilmu Komunikasi (Jakarta: UIN Jakarta press, 2007) hlm.113-
114
31
3. Strategi Komunikasi
Adapun pengertian dari strategi Komunikasi yaitu
panduan perencanaan komunikasi (communication planning)
dengan manajemen komunikasi (communication
management) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Strategi komunikasi bisa berbeda-beda bergantung pada
situasi, dan kondisi.
Strategi komunikasi ini digunakan untuk memastikan
bahwa klien atau komunikan mengerti pesan yang
diterimanya, jika sudah dapat mengerti, dan menerima maka
penerimaannya harus dibina, dan pada akhirnya kegiatan
dimotivasikan. Maka dari itu, strategi komunikasi dapat
mengubah pendapat, sikap dan aksi seseorang. Strategi
komunikasi harus bersifat dinamis, saat terjadi perubahan
situasi atau kondisi yang terjadi pada komunikan,
komunikator yang harus melakukan perubahan strategi
komunikasi yang telah dijalankan.31
4. Elemenen-elemen Komunikasi
Dalam sebuah jurnal tentang komunikasi menyebutkan
elemen-elemen komunikasi yang membentuk proses
komunikasi antara lain yaitu
1) People (komunikator dan komunikan)
Komunikasi melibatkan orang bisa antarpribadi,
kelompok kecil, dan publik berlangsung antara dan diantara
31 Trisnayanti, Strategi Komunikasi Penyuluh Agama Islam Fungsional Dalam
Upaya Pencegahan Perceraian Di Kabupaten Tangerang, (Tesis S2 Program
Magister Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Ilmy Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018) hal, 32-33
32
semua tipe sender dan receiver (bergantian merupakan
individu-individu yang memberikan dan menerima pesan
secara serempak).
2) Message (pesan)
Bersifat verbal (menggunakan kata-kata) dan non-
verbal antara lain: kedekatan, sentuhan, aroma, waktu,
gerakan mata, gerakan tangan dan kepala, teriakan, dll.
3) Channel (saluran)
Saluran yang digunakan dalam berkomunikasi, misalnya
semua indera kita. Manusia adalah multi channel
communicator.
4) Noise
Merupakan distorsi yang berpotensi menggangu
aktivitas komunikasi, misal: aroma yang terlalu tajam,
suara bising ruangan yang panas, dll.
5) Context
Kita berkomunikasi selalu berada dalam suatu
konteks. Misalnya, kadang dalam konteks organisasi, lalu
berubah menjadi konteks akrab/keluarga.
6) Feedback
Merupakan respon balik dari pihak lain yang
menerima pesan terhadap pesan yang kita sampaikan.
Feedback dapat dibedakan menjadi:
33
Immediate (langsung), delayed (tertunda), lalu positive
atau negative.
7) Effect (dampak)
Komunikasi berdampak atau berpengaruh terhadap
orang lain. Dampaknya bisa bermacam-macam misal:
pengetahuan, sikap atau perilaku, tindakan, atau
campuran.32
5. Pengertian Penyuluhan (konseling)
Secara harfiah, penyuluhan bersumber dari kata
“suluh” yang berarti “obor” ataupun alat untuk menerangi
kegelapan. Dari situ dapat diartikan bahwa penyuluhan
bertujuan untuk memberikan penerangan serta penjelasan
kepada yang disuluh. Maksud dari istilah penyuluhan adalah
mengandung arti menerangi, menasehati, atau memberi
kejelasan kepada orang lain agar memahami atau mengerti
tentang hal yang sedang dialaminya.33
Penyuluhan merupakan kegiatan penerangan ataupun
penjelasan kepada orang yang disuluhi agar tidak lagi berada
dalam posisi yang gelap terhadap suatu masalah tertentu, dan
adanya perubahan dalam pengetahuan, sikap, dan prilaku dari
penyuluhan yang mampu di serap secara bertahap dan bukan
instan.
Istilah Penyuluhan dalam paper yang ditulis oleh
penulis sebagai sebuah sentuhan awal tentang ilmu
32 library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00374-MC%20Bab%202.
pdf halaman 6-9 diunduh pada 16 Juli 2021. 33 Zulkarimein Nasution, Prinsip-prinsip Komunikasi Penyuluhan, (Jakarta:
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1990) h. 7
34
bimbingan, dan penyuluhan yang merajuk pada beberapa
buku salah satunya, buku hamdani dan afiffudin tahun 2012
menyebutkan bahwa, penyuluhan adalah suatu pelayanan,
atau sistem untuk membantu masyarakat melalui cara
pendidikan, dalam memperbaiki metode dan teknik suatu
kegiatan, meningkatkan efisiensi produksi dan pendapatan
lebih memperbaiki tingkat hidup masyarakat dan mengangkat
standar sosial dan pendidikan kurang dari baik.34
Sedangkan menurut M. Arifin dalam bukunya yang
berjudul pedoman pelaksanaan bimbingan, dan pelaksanaan
penyuluhan agama menuturkan bahwa “penyuluhan”
mengandung arti “menerangi, menasehati, atau memberi
kejelasan” kepada orang lain agar memahami atau mengerti
tentang hal yang sedang dialaminya.35
Menurutnya, penyuluhan tidak hanya proses perubahan
perilaku pada diri sendiri, akan tetapi sebuah proses perubahan
sosial yang mencakup banyak aspek, termasuk politik dan
ekonomi dalam jangka panjang secara bertahap mampu
diandalkan serta menciptakan pilihan-pilihan baru untuk
memperbaiki kehidupan masyarakatnya.36
Selain itu, penyuluhan merupakan pendidikan non
formal untuk masyarakat yang kurang beruntung dimana
34 Hamdani dan Affifuddin, Bimbingan dan Penyuluhan. (Bandung: Pustaka
Setia, 2012)
35 M, Arifin Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama,
(Jakarta: PT Golden Terayon Press, 1994), Cet ke-5, h 1
36Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama,(Jakarta:
PT. Golden Trayon Press,1982), h. 40
35
mereka belajar sambil berbuat untuk menjadi tahu, mau dan
bisa menyelesaikan sendiri masalah yang dihadapi dengan
baik, menguntungkan dan memuaskan.
Maka mengingat hal tersebut, dari berbagai pengertian
di atas menyimpulkan bahwa, penyuluhan membutuhkan
suatu ketegaran, semangat, stamina yang stabil, realistik
ketika menilai pencapaian, memelihara stamina yang stabil,
realistik ketika menilai pencapaian, memelihara kontinuitas,
serta tidak tergoda oleh desakan tergesa-gesa ingin segera
memetik hasil pada prosesi penyuluhan tersebut.
a. Pengertian Penyuluh
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, penyuluh berasal
dari kata “suluh” yang artinya barang yang dipakai untuk
menerangi (biasa dibuat dari daun kelapa yang kering dan
damar) obor. Sedangkan pengertian dalam arti lain yaitu,
penerangan, penunjuk jalan.37
Seorang penyuluh bisa dikatakan sebagai tempat
berlindung dari segala kesalahan batin. Seorang tokoh agama
yang berkharisma, berwawasan luas, menerima perbedaan
dapat juga dikatakan serta berfungsi sebagai penyuluh
kehidupan beragama dalam masyarakat sekitarnya, karena ia
memiliki jiwa yang tenang, stabil, menentramkan orang lain
yang berada didekatnya.
Apabila dirinya memberikan petuah-petuah dengan nada
ucapan dan gaya yang menyejukkan hati, maka orang yang
37 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia, 1995), cet. Ke- 1, h 283.
36
mendengarnya seperti meneguk air sejuk nan menenangkan
jiwa, dan batin. Kendati demikian seorang penyuluh bisa
memberikan konsekuensi apabila petuah-petuah itu lantas
tidak dijalankan,.38
b. Penyuluh Agama
Sejak tahun 1985 istilah Penyuluh Agama mulai
disosialisasikan beriringan dengan adanya keputusan Menteri
Agama nomor 791 tentang honorium bagi Penyuluh Agama.
Istilah penyuluh Agama dipergunakan untuk mengganti istilah
Guru Agama Honorer (GAH) yang dipakai sebelum di
lingkungan kedinasan Departemen Agama.
Sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 16 Tahun
1994 tentang jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil antara
lain dinyatakan bahwa untuk meningkatkan mutu profesional,
dan pembinaan karir pegawai negeri sipil perlu ditetapkan
jabatan fungsional.
Sebagai pelaksanaan dari ketentuan tersebut,
dikeluarkan keputusan Presiden nomor 87 Tahun 1999
tentang rumpun jabatan fungsional pegawai negeri sipil yang
antara lain menetapkan bahwa penyuluh agama adalah jabatan
fungsional pegawai negeri yang termasuk dalam rumpun
jabatan keagamaan.
Mengacu pada kebijakan di atas, pengertian penyuluh
Agama adalah pegawai sipil yang diberi tugas, bertanggung
jawab, dan wewenang secara penuh oleh jabatan untuk
38 Khairul Umam dan H.A Achyar Aminudin, Bimbingan Dan Penyuluhan,
(Bandung: CV Pustaka Setia, 1998), h 76.
37
melakukan kegiatan bimbingan keagamaan dan penyuluhan
pembangunan melalui bahasa universal, serasas, dan seirama.
Dari pemaparan di atas dapat kita simpulkan bahwa
Penyuluh Agama adalah orang yang memberikan bimbingan
atau penerangan kepada orang lain untuk meningkatkan
pengertian, kemampuan dalam menghadapi dan memecahkan
masalah melalui jalan kebenaran, sehingga orang yang
tersuluh menjadi tau, mau, dan mampu.39
Berdasarkan dari pemaparan di atas menyimpulkan
bahwa, komunikasi pada proses penyuluhan dilakukan
melalui dua konsep yaitu melalui komunikasi interpribadi,
antarpribadi, kelompok yang bersifat persuasive. Tanpa
mengindahkan apresiasi, dan konsekuensi terhadap orang
yang disuluh.
Dalam proses komunikasi penyuluhan maka seorang
penyuluh harus menguasai pengetahuan tentang:
1. Komunikasi Antarpribadi, hal yang sangat dibutuhkan
ketika melakukan komunikasi penyuluhan sebab menurut
pengalaman para penyuluh yang menyebarserapkan
inovasi, agar bisa menjalin komunikasi antarpribadi dengan
masyarakat seperti semestinya, seorang penyuluh di tuntut
untuk memperhatikan hal sebagai berikut:
39 M. Adhiya Muzzaki, Peran Penyuluh Agama Dalam Menangkal Paham
Radikalisme Agama Di Kampung Sawah, Kec. Ciputat, Tangerang Selatan,
(Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah.
2019) hal, 35.
38
a. Kemampuan empati, yaitu kemampuan penyuluh
untuk menempatkan dirinya pada posisi warga
masyarakat yang dibinanya.
b. Menciptakan suasana homophily dengan khalayak,
yaitu membangun suasana dengan penuh keakraban
sehingga khalayak merasa nyaman ketika
mendapatkan penyuluhan.
c. Menyesuaikan dengan program yang dijalankan
dengan kebudayaan khalayak setempat.
2. Komunikasi Kelompok, Komunikasi Kelompok
merupakan satu disiplin ilmu yang harus dikuasai oleh
seorang penyuluh sebagai komunikan, karena sekalipun
kelompok dalam masyarakat terdiri dari pribadi-pribadi
yang bersifat individual, kelompok ini bermacam-
macam bentuk dan tujuannya, ada kelompok yang
mempunyai latar belakang budaya, ideologi atau
agama, dalam hal ini ada beberapa prinsp pokok yang
perlu di pahami oleh seorang penyuluh yaitu:
a. Komunikasi kelompok merupakan suatu proses
sistematik, proses yang terjadi dalam satu
sistem, komponen-komponen yang dimaksud
adalah: konteks situasional, penyuluh, pesan,
penerima, dan perlu interaksi yang muncul
ketika suatu kelompok berkomunikasi.
b. Komunikasi kelompok bersifat kompleks,
kompleks itu disebabkan dimensi sistemik
39
yang mempengaruhi komunikasi kelompok
berfungsi secara simultan.40
3. Komunikasi Massa, merupakan suatu proses, yang
membedakan dari bentuk komunikasi lainya yaitu
bahwa komunikasi massa merupakan proses
penyampaian pesan dari satu sumber kepada
khalayak yang berjumlah besar, dengan
menggunakan saluran media massa terdapat lima
unsur komunikasi massa yang diungkapkan dalam
bukunya Zulkarimein Nasution, adalah
a. Komunikator, dikarenakan komunikasi massa
maka komunikator disini adalah pekerja
profesional dari suatu organisasi komunikasi
seperti, penerbit, stasiun radio, televisi,
ataupun stasiun film, yang merupakan suatu
lembaga sosial yang memiliki tujuan, aturan-
aturan, birokrasi, dan sebagainya.
b. Saluran, untuk keberlangsungan komunikasi
diperlukan saluran yang memungkinkan
disampaikannya pesan kepada khalayak yang
dituju. Saluran media massa ini dapat
dikelompokan atas:
40 Try Prasetyo Aprianto, “Strategi Komunikasi Penyuluhan Pada Pembinaan
Mu’alaf di Yayasan An-Naba’ Center Sawah Baru Ciputat”, (skripsi S1 Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2015), h. 14-15.
40
1) Media cetak, yang mencakup surat kabar,
majalah, buku, pamflet, brosur, dan
sebagainya.
2) Media elektronik, seperti radio, televisi,
film, slide, video, dan lain-lain
c. Pesan, dalam komunikasi massa pesan
ditujukan untuk semua orang yang terjangkau
oleh peristiwa komunikasi tersebut. Secara
umum pesan tersebut dapat dikelompokkan
menjadi pesan-pesan yang informatif, edukatif,
dan persuasif.41
4. Gaya Bahasa atau Retorika Penyuluh
Ini belum diketik belum dikerjain sama hasanah
tolong ingatkan ya guys,,,,, kenapa harus ada
retorika.
5. Hambatan Komunikasi
c. Pengertian Upaya
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata upaya
yaitu usaha, ikhtiar untuk memcapai suatu maksud,
memecahkan persoalan, mencari jalan keluar, dan sebagainya.
Dalam pengertian lain, kata upaya memiliki arti yaitu yang
didekati atau pendekatan untuk mencapai tujuan. Sedangkan
dibuku lain menjelaskan bahwa pengertian upaya yaitu suatu
usaha, akal atau ikhtiar untuk mencapai suatu maksud,
memecahkan persoalan, dan mencari jalan keluar.
41 Zulkarimein Nasution, Prinsip-prinsip Komunikasi Penyuluhan, (Jakarta:
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1990)
41
Dalam hal ini upaya yang dimaksud oleh penulis yaitu
usaha penyuluh agama dalam memaksimalkan proses
penyuluhan agar bisa dinilai efektif, efisien dan berjalan
optimal.42
Dengan demikian jika diterapkan dalam analisa
komunikasi penyuluhan, maka setiap langkah yang di mulai
saat menciptakan pesan penyuluhan oleh penyuluh adalah
sampai pada pesan itu dipahami, dan dilakukan oleh
komunikan atau khalayak sebagai usaha dalam merubah
perilaku.
6. Pengertian Radikalisme, Radikalisme Agama dan
Deradikalisasi
A. Pengertian Radikalisme
Secara bahasa radikalisasi adalah serapan dari bahasa
latin yaitu “radix” yang berarti akar. Dalam kamus politik
radikal diartikan amat keras menuntut perubahan yang
menyangkut undang-undang dan ketentuan pemerintah.43
Radikalisme adalah paham atau ideologi yang menuntuk
perubahan dan pembaruan sistem sosial dan politik dengan
cara kekerasan.
Esensi dari radikalisme adalah sikap jiwa yang
mengusung perubahan. Tuntutan perubahan oleh kaum yang
menganut paham ini adalah perubahan drastis yang jauh
42 uin-suka.ac.id, pdf diunduh hari Rabu, 15 April 2020 pukul 09.40 WIB.
43 Siti Nurmalita, “Strategi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
(BNPT) Dalam Upaya Deradikalisasi Pemahaman Agama Narapidana Terorisme
di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang, (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
2016),h. 27.
42
berbeda dari sistem yang sedang berlaku. Kekerasan menjadi
cara dalam mencapai tujuannya.
Radikalisme sering dikaitkan dengan terorisme, karena
mereka akan melakukan apa saja untuk menghabisi
musuhnya. Radikalisme sering dikaitkan dengan kelompok-
kelompok ekstrim dalam suatu agama tertentu. Menurut
terminologi bahasa, radikalisme adalah paham atau aliran
yang mempunyai keyakinan menginginkan perubahan atau
pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau
drastis.
Radikalisme juga dapat diartikan sebagai inti
perjuangan untuk melakukan perubahan dengan memakai
cara-cara kekerasan. Penggunaan kekerasan yang merupakan
ciri utama dari radikalisme sudah menunjukan pertentangan
dengan agaran agama manapun pada umumnya dan ajaran
Islam pada khususnya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, radikalisme
paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau
pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan, atau
sikap ekstrim dalam aliran politik bersifat utopis. Radikalisme
atas nama agama dapat diartikan sebagai pemikiran atau sikap
keagamaan yang ditandai oleh beberapa hal, yaitu sikap tidak
toleran (intoreran), tidak mau menghargai pendapat dan
keyakinan orang lain, serta sikap revolusioner yang cenderung
menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan.
Sehubung dengan hal ini, Pusat Pengkajian Islam dan
Masyarakat Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta (PPIM)
43
(2004) sebagaimana dikutip oleh Husaini menguraikan empat
kriteria radikal antara lain sebagai berikut:44
1) Mempunyai keyakinan ideologis tinggi dan
fanatik yang mereka perjuangkan untuk
menggantikan tatanan nilai dan sistem yang
sedang berlangsung,
2) Dalam kegiatannya mereka seringkali
menggunakan aksi-aksi yang keras, bahkan tidak
menutup kemungkinan kasar terhadap kegiatan
kelompok lain yang dinilai bertentangan dengan
keyakinan mereka,
3) Secara sosio-kulturar dan sosio-religius, kelompok
radikal mempunyai ikatan kelompok yang kuat
dan menampilkan ciri-ciri penampilan diri dan
ritual yang khas,
4) Kelompok ‘Islam radikal’ seringkali bergerak
secara bergerilya, walaupun banyak juga yang
bergerak secara terang-terangan.
Jadi dalam pemaparan diatas menyimpulkan
bahwa Radikalisme merupakan suatu paham yang
menghendaki adanya perubahan, pergantian, dan
penjebolan terhadap suatu sistem masyarakat sampai pada
akarnya. Radikalisme menginginkan adanya perubahan
secara total terhadap suatu kondisi atau semua aspek
kehidupan masyarakat.
44 Zuly Qodir, Radikalisme Agama Di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2014), h. 117.
44
B. Pengertian Radikalisme Agama
Berbicara tentang Radikalisme agama mari kita
telisik dengan cara yang serderhana, indah nan tentram,
istilah radikalisme muncul dari pemahaman agama yang
tertutup, dan tekstual hingga menganggap kelompoknya
yang paling benar, sehingga pemahaman kelompok lain
dianggap sesat, dan kafir yang berhak untuk diperangi
dengan kekerasan
Menurut buku yang ditulis M.I Rahmat berjudul
Arus Baru Islam Radikal, Radikalisme agama adalah suatu
gerakan yang memiliki ciri radikal dengan indikator
adanya karakter keras dan tegas, tanpa kompromi dalam
mencapai agenda-agenda tertentu yang berkaitan dengan
kelompok muslim tertentu.45
Mengutip hasil temuan Haraco M Kallen, radikalisme
agama paling tidak dicirikan oleh tiga kecenderungan:
a. Radikalisme Agama merupakan respons terhadap
kondisi yang sedang berlangsung. Biasanya respons
tersebut muncul dalam bentuk evaluasi, penolakan atau
bahkan perlawanan. Masalah-masalah yang ditolak
dapat berupa asumsi, ide, lembaga, atau nilai-nilai yang
dipandang bertanggungjawab terhadap
keberlangsungan kondisi yang ditolak.
b. Radikalisme Agama tidak berhenti pada upaya
penolakan, melainkan terus berupaya mengganti
tatanan tersebut dengan suatu bentuk tatanan lain. Ciri
45 M.I Rahmat, Arus Baru Islam Radikal, (Jakarta: Erlangga, 2005), h. 153.
45
ini menunjukan bahwa di dalam radikalisme agama
terkandung suatu program atau pandangan dunia
tersendiri.
c. Kuatnya keyakinan kaum radikalisme agama akan
kebenaran program atau ide atau ideologi yang mereka
bawa.46
Lahirnya, fenomena radikalisme agama tidak
terlepas dari permasalahan psikologis baik para tokoh
pelopor, wayang pelakon, dan kemungkinan adanya deviasi
sosial, yaitu selalu ada komunitas yang abnormal. Baik ia
berada dalam abnormalitas demografis, sosial, maupun
psikologis.
Sedangkan bentuk deviasi dapat bersifat
individual, situasional, dan sistemik. Abnormal perilaku
seseorang berkategori normal dalam pengertian
kepribadian tetapi abnormal dalam pengertian sosial dan
moral. Berkenaan dengan hal itu, menjadi benar ungkapan
Sidney Jones bahwa ancaman terorisme, dan radikalisme di
Indonesia itu nyata.
Dari berbagai problematika yang terjadi dari
berbagai aspek baik sosial, agama dan moral dapat ditarik
kesimpulan bahwa Islam sebagai agama rahmatan lil
alamin yaitu, agama yang diutus oleh Allah SWT sebagai
jalan yang benar, akan tetapi disini negara Indonesia
sebagai negara yang mengajarkan tentang nilai-nilai serta
46 Tarmizi Taher, Eddy, Kristityanto, Faranz Suseno, Sumartana, Radikalisme
Agama (Jakarta: PPIM IAIN Jakarta, 1998) hvii.
46
sikap saling menghargai (toleransi), harmoni, menghormati
harta, dan nyawa manusia. Sehingga agama manapun
mengajarkan tentang kedamaian serta tidak menganjurkan
kekerasan.
Di dalam Islam sendiri tidak pernah membenarkan
praktek penggunaan kekerasan atas nama agama, termasuk
dalam menyebarkan ajaran agamanya.47
Agama Islam yang
merupakan agama perdamaian inilah, yang mana di era
kontemporer ini menjadi modal besar bagi peradaban Islam
di Indonesia dalam menghadapi tantangan globalisasi.
Kendati demikian, berbicara mengenai radikalisme agama
kita tidak bisa fokus pada satu agama, mengingat Indonesia
tidaklah berlandas pada satu agama saja.
Sila pertama yang menegaskan bahwa Ketuhanan
Yang Maha Esa inilah yang menyimpulkan bahwa,
Indonesia merupakan negara berideologi Pancasila, harus
bersifat terbuka, gotong royong, berkeadilan dalam
persatuan, adil serta makmur, dan pada akhirnya
diharapkan dapat memberikan manfaat bagi proses
demokrasi, dengan tetap dalam koridor NKRI.48
Lahirnya radikalisme agama ini terjadi karena
adanya propaganda isu sara yang berkembang di
masyarakat baik media massa, maupun sosial.
Ketidakpahaman masyarakat awam terkait pemahaman
47 Tarmizi Taher, Eddy Kristityanto, Faranz Suseno, Sumartana, Radikalisme
Agama (Jakarta: PPIM IAIN Jakarta, 1998), xvii
48 Pendidikan kewargaan (Civic Education), Demokrasi Hak Asasi Manusia
dan Masyarakat Madani, (Jakarta: Prenada Media Group) edisi ketiga.
47
keagamaan yang rahmatan lil A’alamin inilah yang
menjadikan seseorang, atau kelompok tertentu ikut
terpropokasi dalam aksi radikal tersebut.
Dalam sudut pandang agama, atau keyakinan
“theology” penyebab dari adanya gagasan radikal ini
bermula dari adanya ketidakpuasan masyarakat awam
terhadap pemerintahan. Dalam beberapa pertemuan forum
bersama tokoh besar pemuka agama di Indonesia sebuah
forum diskusi tentang refleksi sumpah pemuda Joang 45 di
auditorium aukumene Jakarta Pusat, dengan beberapa
tokoh pemuka agama baik Islam, Hindu, Budha, Katolik,
Protestan, dan Khonghucu,.
Dalam forum tersebut menjelaskan, masing-
masing menyadari bahwa tidak hanya Islam yang kerap
berlabel radikal, di agama selain Islam pun ada yang
radikal, hasil diskusi menyebutkan bahwa mereka adalah
masyarakat minoritas yang segala hak, dan kewajiban
dalam melakukan segala aktivitas keagamaan merasa
belum terpenuhi, dan terbatas.49
Selain itu, pelabelan agama menjadi radikal
disebabkan karena adanya paradigma masyarakat pertama,
penilaian seorang individu terhadap individu lain. Misalnya
karena penampilan, karakter atau watak keras, intonasi,
49 Bersama Ahmad Nauval dari Komisariat Tarbiyyah, Ika Wahyuni Direktur
Bidang Administrasi dan Keuangan Lapmi HMI Ciputat, serta dua rekan aktivis
PMII, dan IMM dari Fakultas Adab dan Humaniora yang ikut serta pada kegiatan
tersebut, disambut oleh Inayah Wahid selaku moderator dengan pembicara
beberapa tokoh pemuka agama, para anggota gusdurian, serta dari agama Baha’i.
48
gaya berbicara, ekspresi wajah dan simbol agama yang
menempel pada pribadinya serta himpitan ekonomi.
Kedua karena faktor geografis atau lokasi tempat
tinggal, antara dataran tinggi, dan rendah. seperti
pegunungan cenderung santai, lembut, tenang, berbeda
dengan lokasi pesisir pantai cenderung keras karena efek
kondisi alam yang membuat mereka harus meninggikan
suara agar pesan yang hendak disampaikan dapat
tersampaikan.
Kita tengok lagi pada contoh kasus negara-negara
muslim minoritas, hal inilah yang menjadi barometer
tentang kepenyuluhan sebagai “obat penenang” bagi
kondisi umat Islam di Indonesia, Islam di Indonesia
sebagai roll model studi agama universal yang terbuka
terhadap sesama, toleran, dan moderat tanpa membeda-
bedakan baik itu dari segi gender, agama dan status sosial
di masyarakat. Melalui Islam Nusantara dengan
pendidikan Islam berkarakter di lihat dari sudut pandang
sosiologis.50
“ Negara Indonesia yang pluralis akan selalu
berlandaskan pada ideologi Pancasila yang menghargai
keragaman, nilai-nilai Islam yang tetap tidak dihilangkan,
serta selalu menerapkannya dalam kehidupan sehari-
hari,”.
50 Dirangkum dari hasil wawancara Prof. Oman Faturahman, biasa kita sapa
kang Oman pada hari Kamis, jam 15:00 di ruangannya PPIM UIN Jakarta, 11
Desember, 2015,.
49
C. Pengertian Radikalisasi
Menurut The Internasional Center for the study of
Radicalisation and Political Violence (ICSR, 2010:17)
yang terdapat pada jurnal kriminolog Indonesia
menerangkan bahwa, radikalisasi adalah suatu proses
dimana individu atau kelompok menerima dan (utamanya)
berpartisipasi dalam penggunaan kekerasan untuk tujuan-
tujuan politik. Biasanya proses ini merajuk pada violent
radicalization untuk menekankan radikalisasi yang
dimaksud berkaitan dengan radikalisasi kekerasan yang
berbeda dengan proses berpikir “radikal”.
Radikalisasi adalah internalisasi seperangkat
kepercayaan atau keyakinan, suatu pola pikir (mindset)
militant yang mempercayai kekerasan atas nama jihad
sebagai keyakinan tertinggi. Tito Karnavian mengatakan
radikalisasi yaitu suatu kemajuan dalam mengadopsi,
memelihara, dan mengembangkan sistem keyakinan sistem
Islam ektrim meliputi keinginan untuk menggunakan,
mendukung, atau memfasilitasi kekerasan sebagai metode
untuk mempengaruhi perubahan sosial kemasyarakatan.51
D. Pengertian Deradikalisasi
Setelah kita membahas terkait apa itu radikal,
radikalisme, dan radikalisasi agama. Selanjutnya penulis
akan membahas tentang deradikalisasi. Pada dasarnya
deradikalisasi merupakan proses meyakinkan kelompok
51 Jurnal Kriminolog Indonesia, Vol. 7 No. 1 Mei 2010, hal 112.
50
radikal untuk meninggalkan penggunaan kekerasan dalam
bertindak.
Adapun definisi konsep deradikalisasi belum layak
yang mendefinisikan, tapi pada dasarnya deradikalisasi
adalah suatu usaha untuk mengajak para teroris dan para
pendukungnya untuk meninggalkan penggunaan
kekerasan.deradikalisasi menjadi popular dalam siklus
kontra terorisme, yang juga dapat berarti suatu proses
konseling yang bertujuan pada memodifikasi interpretasi
naskah-naskah religious, memberi jarak atau melepaskan
ikatan seseorang dari kelompok jihad tertentu.
dapat berkaitan dengan proses menciptakan
lingkungan yang mencegah tumbuhnya gerakan-gerakan
radikal dengan cara menanggapi “root couses” (akar-akar
penyebab) yang mendorong tumbuhnya gerakan-gerakan
radikal. Deradikalisasi juga bermakna menyebarkan
kebaikan tidak boleh menggunakan cara yang tidak baik
(kekerasan). Kekerasan atau ancaman kekerasan
merupakan ide yang selalu ada dalam terorisme.52
Deradikalisasi berasal dari bahasa inggris
deradicalization dengan dasar kata radical, mendapat
awalan de yang memiliki arti opposite, reverse, remove,
reduce, get off, (kebaikan atau membalik). Mendapat
imbuhan akhir –isasi- dari kata –ize, yang berarti cause to
be resemble adopt or spread the mannner of activity or
52 Abu Rokmad, Pandangan Kiai Tentang Deradikalisasi Paham Islam Radikal
di Kota Semarang, Jurnal Analisa Vol 21 Nomor 01 Juni 2014 h. 30-31.
51
the teaching of (suatu sebab untuk menjadi atau
menyerupai, mamakai atau penyebaran cara atau
mengajari). Secara sederhana deradikalisasi dapat
dimaknai suatu proses atau upaya untuk menghilangkan
radikalisme.
Deradikalisasi merupakan segala upaya untuk
menetralisir paham-paham radikal melalui pendekatan
interdisipliner, seperti hukum, psikologi, agama dan sosial
budaya bagi mereka yang dipengaruhi paham radikal atau
pro kekerasan. Sedangkan dalam konteks terorisme yang
muncul karena paham keberagamaan radikal,
deradikalisasi dimaknai sebagai proses untuk meluruskan
pemahaman keagamaan yang sempit mendasar, menjadi
moderat, luas dan komprehensif.53
Tujuan utama dari deradikalisasi adalah untuk
merubah ideologi atau pemahaman individu radikal agar
dapat kembali moderat dengan mematahkan pemahaman
ajaran radikal tersebut. Karena pelaku aksi terorisme di
Indonesia utamanya melakukan aksi mereka atas dasar
jihad, atau perjuangan untuk membela penganut dan
ajaran Islam, maka deradikalisasi dirancang untuk
memberikan kontra argumen dari pemahaman Islam
radikal yang diyakini oleh individu radikal, dengan
53 Siti Nurmalita, “Strategi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
(BNPT) Dalam Upaya Deradikalisasi Pemahaman Agama Narapidana Terorisme
di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang, (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
2016),h. 35-36.
52
mengenalkan kembali ajaran Islam moderat yang damai
dan inklusif.54
7. Narapidana Terorisme
A. Pengertian Narapidana
Secara umum, Pengertian narapidana menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang hukuman
(orang yang sedang menjalani hukuman) karena tindak
pidana. Berdasarkan ketentuan pasal 1 nomor 7 UU
Pemasyarakatan menentukan bahwa narapidana adalah
terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di
Lembaga Pemasyarakatan.
Narapidana adalah orang-orang yang sedang
menjalani sanksi kurungan atau sanksi lainnya, menurut
perundang-undangan. Pengertian narapidana menurut
kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang hukuman
(orang yang sedang menjalani hukuman) karena tindak
pidana. 55
Narapidana secara umum adalah orang yang
kurang mendapat perhatian, baik dari masyarakat maupun
dari keluarganya. Oleh sebab itulah diperlukan perhatian
yang cukup dari petugas Rutan, maupun Lapas, untuk
dapat memulihkan rasa percaya diri. Perhatian dalam
pembinaan, akan membawa banyak perubahan dalam diri
54 Saella Fitriana, Upaya BNPT Dalam Melaksanakan Program Deradikalisasi
di Indonesia, Jurnal Internasional, Vol 2, Nomor 3 Tahun 2016, h. 192-193.
55 Siti Nurmalita, “Strategi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
(BNPT) Dalam Upaya Deradikalisasi Pemahaman Agama Narapidana Terorisme
di Lembaga
53
narapidana, sehingga akan sangat berpengaruh dalam
merealisasikan perubahan diri sendiri.
B. Pengertian Narapidana Terorisme
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa Narapidana
adalah orang yang sedang dijatuhi hukuman sanksi, dan
dicabut segala haknya dalam berdemokrasi, baik secara
pidana maupun perdata. Adapun terorisme, mengacu pada
sebuah istilah bahwa terorisme adalah suatu aktivitas
terencana, kekerasan yang bermotivasi politik dengan
sasaran masyarakat sipil yang tidak berdosa, dan
dilakukan oleh kelompok-kelompok sub-nasional atau
agen-agen terselubung. Narapidana terorisme adalah orang
yang dijatuhi hukuman akibat melakukan tindak teror
kepada masyarakat yang tidak bersalah. Berdasarkan
definisi tersebut, terdapat 4 elemen kunci terorisme yaitu:
56
a. Aktivitas yang terencana, dan bukanlah
kegiatan yang dilakukan secara impulsif atau
berdasarkan dorongan sesaat.
b. Bermotivasi politik, bukan kriminal, seperti
halnya kekerasan yang dilakukan oleh
kelompok mafia. Aksi teroris tidak semata-mata
dilakukan untuk mendapatkan uang tebusan tapi
bertujuan untuk merubah tatanan politik yang
mapan. 56 Sukawarsini Djelantik, Terorisme Tinjauan Psiko-politis, Peran Media,
Kemiskinan, dan Keamanan Nasional, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia,
2010) h. 280.
54
c. Dilakukan oleh kelompok-kelompok sub-
nasional, bukan tentara pemerintah.
d. Korban adalah masyarakat sipil yang tidak
berdosa.57
Istilah terorisme digunakan sebagai alat teror
politik, yang saat ini menjadi praktik yang menggejala,
dan sangat tidak menyenangkan dilihat dari sudut
pandang moral, dan hukum. Menurut Alex P. Schimd,
dalam buku yang ditulis Ahmad Jainuri dkk
mengatakan, bahwa ada empat kelompok yang
berbeda pandangan mengenai terorisme, yakni
akademisi, pemerintah, masyarakat umum, dan kaum
teroris serta simpatisannya.
Kaum akademisi biasanya mengedepankan intelektual
dan bersikap netral dalam melakukan penyelidikan segala
sesuatu yang berbau teroris. Definisi terorisme dari kelompok
ini menyebutkan bahwa terorisme adalah sebuah metode yang
didorong oleh semangat melakukan aksi kekerasan secara
berulang, yang dilakukan oleh individu, kelompok, atau faktor
penguasa bawah tanah, karena alasan ideosinkratis, krimininil,
atau politik.58
Berbeda dengan definisi di atas, dalam hal ini
kalangan pemerintah cenderung memaknai istilah terorisme
57 Sukawarsini Djelantik, Terorisme Tinjauan Psiko-politis, Peran Media,
Kemiskinan, dan Keamanan Nasional, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia,
2010) h. 280.
58 Achmad Jainuri, Zainuddin Maliki, Samsul Arifin,dkk. Terorisme dan
Fundamentalisme Agama, (Malang: Bayumedia Publishing, 2003), h. 79.
55
lebih tegas dan keras, karena mereka secara aktif
berkewajiban memberantas aktivitas terorisme, dan bahkan
menjadi korban dari terorisme. Di dalam pandangan
masyarakat, aksi terorisme dimaknai dengan bentuk kekerasan
dengan aktivitas penyanderaan, pembunuhan, pengeboman
tanpa membedakan sasaran, penculikan, pembajakan, untuk
pemaksaan perundingan, perang gerilya kota, sabotase,
penganiayaan, pembajakan untuk melepaskan diri.
Pandangan tersebut merupakan hasil dari sebuah
survei terhadap 20 agen berita televisi, stasiun radio, dan surat
kabar yang sebagaian besar berasal dari Erofa Barat.59
Dalam
pandangan kaum teroris sendiri, mereka sering kali melawan
balik untuk memperoleh jastifikasi moral dengan
membandingkan kekerasan yang mereka lakukan dengan
kekerasan yang dilakukan oleh lawan-lawannya. Dengan
perbandingan seperti ini, kaum teroris mencoba
memposisikan tujuan moral dan aksinya pada tingkatan moral
yang sama sebagaimana yang dilakukan oleh pemerintah yang
melawannya.
Jadi dari semua pengertian terorisme seperti yang telah
dipaparkan di atas menjelaskan adanya penekanan tujuan
pokok dari pada taktiknya. Umumnya, kaum teroris mencoba
menghindari pengelompokan taktik perjuangan mereka
sebagai tindakan kriminal.
59 Achmad Jainuri, Zainuddin Maliki, Samsul Arifin,dkk. Terorisme dan
Fundamentalisme Agama, (Malang: Bayumedia Publishing, 2003), h. 196
56
Kaum teroris lebih senang apabila perjuangan mereka
itu diletakan dalam kerangka “perang” melawan musuh guna
mencapai tujuan politik. Karena, jika istilah terorisme
disamakan dengan tindakan kriminal, maka keabsahannya
akan lebih berkurang dibandingkan dengan jika terminologi
“perang” digunakan untuk mendeskripsikan terorisme.60
Orang yang melakukan aksi teror terhadap masyarakat, yang
membuat keadaan menjadi tidak aman, dan nyaman.
Radikalisasi dapat terjadi di dalam lapas, dan tidak
timbul begitu saja, melainkan melalui suatu proses yang
membutuhkan waktu dan actor yang terlibat di dalamnya. hal
inilah yang menyebutkan bahwa lapas menjadi tempat yang
rentan bagi terjadinya penanaman radikalisasi,. Menurut
Noor Huda Ismail (Direktur Yayasan Prasasti Perdamaian)
mengatakan bahwa setidaknya ada empat faktor yang
memungkinkan terjadinya radikalisasi di dalam lapas, atau
setelah keluar dari lapas antara lain:
a. Religius gathering, yakni dimana narapidana teroris
biasanya deberikan kepercayaan dan tanggung jawab
atas fasilitas masjid di lapas. Hal ini sangat beresiko,
karenadari sini napi teroris mendapatkan keuntungan
berupa kesempatan interaksi mereka menjadi lebih
mudah untuk melakukan pendekatan dan kerjasama
baik dengan sipir maupun napi lain.
60 Achmad Jainuri, Zainuddin Maliki, Samsul Arifin,dkk. Terorisme dan
Fundamentalisme Agama, (Malang: Bayumedia Publishing, 2003), h. 198-199.
57
b. Internal discussion, yakni diskusi internal yang
melihatkan ustadz dari dalam atau luar lapas, termasuk
hubungan via telepon. Beberapa diskusi tidak
dimoderatori dan tidak melibatkan orang lain sehingga
memungkinkan terjadinya internalisasi nilai dan
persepsi tentang jihad, lebih jauh menguatkan
pemahaman orang yang diajak berdiskusi untuk tetap
berkomitmen pada jihad.
c. Reading material about jihad, relatif mudah untuk
menemukan bahan bacaan tentang jihad dan
mendiskusikannya di dalam lapas. Sesuai dengan
pepatah bahwa buku adalah guru terbaik, khususnya
dalam proses internalisasi pemahaman jihad yang
terjadi adalah banyak buku teks Arab yang dibawa
dari luar ke dalam lapas oleh narapidana teroris
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kemudian
didistribusi secara luas sebagai sarana untuk
mempengaruhi pemikiran orang lain.
d. A strong bond between the jihadist (terrorist), kuatnya
ikatan antara teroris seringkali dibangun di dalam
lapas, membuat mereka lebih eksis baik secara
individu maupun kelompok. Interaksi mereka dalam
kelompok terus berlanjut dari sebuah landasan
ideologis menuju penguatan posisi masing-masing.
Dalam komunitasnya, mereka mendapatkan
penghargaan status sosial yang tinggi serta dianggap
sebagai “pembela agama” dan “pahlawan”. Napi
58
teroris juga selalu di jenguk sebagai bentuk solidaritas
sesama muslim.
Hal tersebutlah yang membuat napiter diperlakukan
dangan istimewa karena keimanan yang terlalu kuat terhadap
agama yang dianutnya membuatnya menjadi tertutup, Islam
fundamentalis, dan tidak ingin dirinya merasa terganggu
dalam aliran atau organisasi lain.
Disini penulis menyimpulkan bahwa yang membuat
radikal yaitu, mereka anak-anak remaja, dan orangtua yang
kurang kasih sayang., Rasa syukur yang kurang maksimal,
dan ketidaksabaran menghadapi ujian baik dari manusia
lainnya, maupun dari Tuhan Yang Maha Esa (Allah SWT).
Dengan adanya program deradikalisasi untuk narapidana
teroris yaitu agar napiter menjadi moderat, dan yang sudah
moderat tidak menjadi radikal.
C. Anarkisme Sosial
Anarkisme berasal dari bahasa Yunani yakni archein
berarti akar. Paham ini secara umum menolak segala sesuatu
yang berakar pada hierarki llebih lengkapnya, pemikiran
Anarkisme lahir di abad ke-19 walau jauh sebelum era
modern pemikiran sejenis ini sudah ada. Sikap anarki
diartikan sebagai prinsip yang berhubungan dengan hal-hal
yang bernuansa destruktif, chaos, hura-hura, kekacauan,
kerusuhan, keruwetan, dan pemberontakan. Sedangkan arti
kata anarkis adalah pemberontak, pengacau, perusuh (anarkis
= menunjuk pada orangnya), kemudian sering juga
ketegangan fisikal yang berlaku dalam masyarakat mudah
59
dikonotasikan dengan Anarkisme. Terlebih di Indonesia
sendii Anarkisme juga kerap diposisikan bersebrangan dengan
demokrasi.
Kata “anarki” berasal dari bahasa Yunani, awalan an
(atau a), berarti tidak, ingin akan, ketiadaan atau kekurangan
ditambah archos yang berarti suatu peraturan, pemimpin, ke
pala, penguasa, atau kekuasaan. Anarkisme adalah teori
politik yang bertujuan menci ptakan anarki, ketiadaan tuan,
tanpa raja yang berkuasa. Dengan demikian anarkisme
diartikan sebagai teori politik yang bertujuan menciptakan
suatu masyarakat yang di dalamnya individu bebas berkumpul
bersama secara sederajat.
Anarkisme macam itu melawan semua bentuk kontrol
hierarkis-baik kontrol negara maupun kapitalis karena
merugikan individu dan individualitas mereka. Dari situlah
maka dapat diketahui bahwa makna anarkisme tidak seperti
apa yang sering di gempor-gemporkan sebagai suatu hal yang
bersifat destruktif. Anarkisme adalah ide tentang kebebasan
individu, anti penindasan dan anti kapitalisme.61
D. Hak-hak Narapidana
Mengenai hak-hak narapidana diatur dalam ketentuan
pasal 14 ayat (1) UU Pemasyarakatan, yang menyebutkan
bahwa: 62
Narapidana berhak:
61 Muhammad Fahmi Nur Cahya, Jurnal Fenomena Anarkisme, pdf hal. 2-6
62 Pengamatan melalui akun media sosial Lembaga Pemasyarakatan Kelas I
Cipinang.
60
1) Melakukan ibadah sesuai dengan Agama atau
kepercayaannya
2) Mendapat perawatan, baik perawat jasmani
maupun rohani (sesuai agama yang dianut),
3) Mendapat pendidikan (non formal)
4) Menyampaikan keluhan
5) Mendapatkan bahwa bacaan dan mengikuti siaran
media massa lainnya dan tidak di larang
6) Mendapatkan bahan bacaan, dan mengikuti siaran
media massa lainnya dan tidak di larang
7) Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang
dilakukan
8) Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum
atau orang tertentu lainnya
9) Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi).
8. Strategi Penyuluhan
Sebagaimana telah dijelaskan diatas terkait pengertian
tentang strategi, dan penyuluhan. Alangkah baiknya kita
membahas kembali terkait apa itu strategi dan penyuluhan,
bagaimana strategi penyuluhan yang hendaknya digunakan
agar proses penyuluhan bisa berjalan efektif, efisien, dan
optimal, yaitu dengan menggunakan pendekatan
manajemen pelaksanaan penyuluhan.
Menurut James AF. Stoner dalam modul latihan kader
1 Himpunan Mahasiswa Islam, Komisariat Fakultas
Dakwah dan Ilmu Komunikasi Cabang Ciputat
menjelaskam bahwa, manajemen adalah proses
61
perencanaan pengorganisasian, pengarahan dan
pengawasan dari kegiatan anggota organisasi, dan
penggunaan sumber-sumber organisasi lainnya untuk
mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Sedangkan menurut David R Hampton dalam bukunya
management, menerangkan bahwa organisasi adalah suatu
pengelompokan manusia yang relatif bertahan lama dalam
sistem yang terstruktur dan berkembang dimana usaha-
usahanya yang terkoordinir dimaksudkan untuk mencapai
tujuan dalam lingkungan yang dinamis.63
Dari dua definisi di atas menerangkan bahwa
penyuluhan merupakan sebuah pelatihan yang bersifat
berkelanjutan, maka dari itu agar kegiatan bisa terpenuhi
dibutuhkan cara atau strategi yang sistematis agar proses
tersebut saling berhubungan, hal itu antar lain:
A. Proses Manajemen: Penyuluh Menggunakan
Strategi Manajemen Organisasi dan kepemimpinan
(Penyuluh adalah pemimpin).
Proses di dalam managemen adalah cara yang
sistematis untuk melakukan sesuatu hal. Proses
tersebut terdiri dari kegiatan-kegiatan yang saling
berhubungan yang meliputi:
a) Perencanaan (Planning)
Setiap kegiatan yang akan dilakukan oleh sebuah
organisasi haruslah direncanakan terlebih dahulu
63 Modul LK 1 Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi Cabang Ciputat, hal. 97.
62
secara matang, supaya dapat dirancang sebaik
mungkin dan jelas apa yang akan dilakukan. Termasuk
di dalam hal menetapkan tujuan dan program-program
yang akan mendukung pencapaian tujuan tersebut.
Dalam merencanakan sesuatu kegiatan dapat
dianalisa dengan menggunakan dengan menggunakan
5 W+1H, yaitu:
a. What: Kegiatan apa yang akan dilakukan dan
kegiatan apa yang bisa mengembangkan skill
dan tingkat kesadaran masyarakat sebagai
audiens dalam pelaksanaan penyuluhan.
b. Why: Mengapa kegiatan tersebut dianggap
perlu untuk dilaksanakan
c. When: Kapan kegiatan tersebut akan
dilaksanakan, dalam melaksanakan sebuah
kegiatan harus diperhatikan waktu yang tepat
jangan sampai kegiatan yang dilaksanakan
mengganggu kegiatan yang lainnya atau
berbarengan.
d. Where: Tempat pelaksanaan sebuah kegiatan
haruslah dipilih yang strategis, dan kondusif,
sehingga dapat menunjang dapat menunjang
kesuksesan jalannya kegiatan tersebut.
e. Who: Disini diperhatikan sumber daya manusia
yang akan terlibat dalam kesuksesan sebuah
acara (kegiatan penyuluhan). Baik ditinjau dari
kesiapan panitia yang terampil maupun dilihat
63
dari kemampuan peserta, begitupun kesiapan
materi seorang penyuluh sebagai komunikator
dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan.
f. How: Hal ini menyangkut bagaimana teknis
pelaksanaan sebuah kegiatan agar berjalan
sukses sesuai harapan.
b) Pengorganisasian (Organaizing)
Mengkoordinir sumber daya manusia dan
perlengkapan organisasi (SDA), termasuk
menyusun struktur kepengurusan, dan pembagian
kerja untuk melaksanakan program yang telah
ditetapkan. Terdapat 5 pedoman desain organisasi
yang sebaiknya digunakan untuk penyuluh agama
antara lain:
a. Pembagian kerja (Division of Labor), yaitu
pemecahan seluruh pekerjaan menjadi beberapa
tahap, setiap kader melakukan pekerjaan yang
telah distandardisir sesuai keterampilan dan
keahlian secara terus menerus.
b. Kesatuan Perintah (Unity of Command), yaitu
suatu prinsip dimana bawahan hanya
bertanggung jawab kepada seorang atasan saja.
c. Kewenangan, tanggung jawab dan kekuasaan.
d. Rentan kendali (Span of Control), yaitu
banyaknya bawahan yang dapat dikendalikan
oleh seorang atasan secara efektif dan efisien.
c) Pengarahan (Actualizing)
64
Proses pelaksanaan penyuluhan, yang
melibatkan beberapa elemen, yang tersusun, dan
saling bekerjasama antar anggota individu,
kelompok, komunitas, dan organisasi (lembaga).
d) Pengawasan (Controlling)
Controlling dilakukan sebagai bentuk
pengawasan terhadap individu, Kelompok,
Komunitas, di dalam masyarakat baik Desa maupun
Kota setelah kegiatan penyuluhan berjalan sesuai
perencanaan awal. Pengawasan ini bertujuan untuk
mengetahui, dan melihat indikator keberhasilan dan
tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan dari
rencana semula. Maka dari itulah diperlukannya
koreksi dan evaluasi, segala kekuranga dan
kelebihan dikerjakan untuk mengadakan
peningkatan pada masa yang akan datang.
B. Penyuluh dinilai sebagai komunikator, Eksekutor,
dan konseptor
Adapun yang dimaksud dengan strategi dalam
penyuluhan yaitu konsep, metode, teknik dalam
pelaksanaan proses penyuluhan, proses ini melibatkan
beberapa elemen baik dalam primer, dan sekunder ( pokok
dan penunjang), sebelum melaksanakan proses
penyuluhan seorang penyuluh/komunikator melakukan
penyuluhan, terlebih dahulu seorang penyuluh menguasai
teknik, dan metode dalam berbicara dihadapan komunikan,
65
baik bersifat individu, kelompok, maupun massa
(publisistik).
Menurut Marhaen Fajar dalam buku berjudul ilmu
komunikasi teori, dan praktik menjelaskan bahwa ada
beberapa indikator kualitas komunikator yang efektif
antara lain:64
(1) Menilai orang / lembaga
(2) Mendengarkan secara efektif
(3) Bijaksana
(4) Memberikan pujian
(5) Konsisten
(6) Mengakui kesalahan
(7) Memiliki rasa humor
(8) Memberi contoh yang baik
(9) Menggunakan bahasa yang jelas, lugas, dan tepat.65
C. Penyuluh Sebagai Konseptor dengan melakukan
analisis SWOT (Strengths, Weaknesses,
Opportunities, Threats)
SWOT adalah metode perencanaan strategis yang
dipakai untuk mengevaluasi kekuatan (strengths),
kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan
64 Marhaen Fajar, Ilmu Komunikasi teori & Praktik, (Yogyakarta: graha ilmu,
2009), h, 57.
66
ancaman (treats) dalam melakukan suatu
perencanannan.66
a) Kekuatan (Strengths)
b) Kelemahan (weaknesses)
c) Peluang (opportunities)
d) Ancaman (treats)
D. Teknik atau Metode Penyuluhan
a) Teknik yang digunakan dalam penyuluhan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, teknik
atau metode yaitu cara yang teratur dalam
melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai
dengan yang diharapkan. Cara atau praktek dalam
penyuluhan dilakukan melalui komunikasi verbal,
maupun nonverbal, dengan menggunakan alat
komunikasi media massa dan digital.
E. Evaluasi
Evaluasi yang digunakan pada proses, dan
pelaksanaan penyuluhan ada beberapa yang harus
dilakukan yaitu:
Evaluasi di awal (attachmen, stimulus awal
terkait tema penyuluhan)
Evaluasi di tengan (Tanya Jawab, atau
sukarela)
Evaluasi di akhir (Apresiasi, dan konsekuensi
bagi penyuluh dan peserta penyuluhan).67
66 https://id.m.wikipedia.org/wiki/Analisis_SWOT diakses rabu, 5 februari
2020.
67
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan
bahwa profesi penyuluh adalah profesi mulia, bersifat
tanpa pamrih, paksaan serta harus berkarakter
progressive, dan visioner. Maka dengan itulah profesi
penyuluh diharuskan diisi oleh Sarjana Penyuluhan
baik dalam bidang agama, maupun sosial.
67 Ezi Hendri, Komunikasi Persuasif, (Remaja Rosdakarya: Bandung), hal. 25
68
BAB III
Gambaran Umum Tentang Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme (BNPT)
1. Profil BNPT
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
yaitu badan khusus yang mengfokuskan diri dalam
mengatasi permasalahan terorisme di Indonesia, melalui
pendekatan hard, soft, dan intregrative. Narapidana yang
merasa dirinya terisolasi dari masyarakat, dirinya mampu
dan masih mau mengikuti intervensi dari pemerintah, hal ini
merupakan bentuk kepercayaan yang mutlak, independen,
dan transparan.
Maka dari itulah, dengan adanya jaringan yang
bersifat radikal harus dinetralisir dengan pelayanan yang
baik, dan penuh kelembutan, tanpa membedakan ras dan
golongan, serta pengarahan dari aparat yang berwenang.
Berkenaan dengan hal itu, TNI (Tentara Nasional
Indonesia) berperan menjaga pertahanan, dan kesatuan
terlebih guna menjaga teritorial, serta Polri (Polisi Republik
Indonesia) berperan menjaga keamanan, dan kenyamanan
Negara Kesatuan Republik Indonesia dari segala kejahatan
baik Nasional maupun Internasional.68
68 Wawancara Langsung Penyuluh Bagian Reedukasi Narapidana
Terorisme, saat ini bertugas sebagai Penyuluh di Lapas Nusakambangan,
Cilacap. Selasa, 09 September 2019, pukul 14.00 WIB.
69
a. Sejarah BNPT
Membahas mengenai sejarah BNPT sudah barang
tentu kita tidak bisa lepas dari kinerja dari beberapa
pakar, baik psikolog, kriminolog, tokoh agama, dan
pihak pemerintah. Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme (disingkat BNPT) adalah sebuah lembaga
pemerintah nonkementerian (LPNK) yang
melaksanakanugas pemerintah di bidang
penanggulangan terorisme.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BNPT
dikoordinasikan Menteri Koordinator Bidang Politik,
Hukum dan Keamanan. BNPT dipimpin oleh seorang
kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada presiden.
Pada awalnya jabatan Kepala BNPT setingkat
eselon l.a. Namun sejak diterbitkannya Peraturan
Presiden Nomor 12 Tahun 2012 tentang Perubahan atas
Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010 Tentang
Badan Penanggulangan Terorisme, jabatan Kepala
BNPT naik menjadi setingkat menteri. BNPT dibentuk
berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010.
Sebelumnya cikal bakal lembaga in adalah Desk
Koordinasi Pemberantasan Terorisme (DKPT).69
Berdirinya BNPT ini tidak lepas dari tragedy bom
Bali I pada 12 Oktober 2002 Megawati selaku kepala
69 diakses dari https://www.bnpt.go.id/sejarah BNPT pada Jum’at, 01 Mei
2020.
70
negara kala itu mengeluarkan instruksi kepada
Menkopolkam (Mentri Koordinator Bidang Politik dan
Keamanan) saat itu dijabat oleh Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) untuk membuat kajian dan strategi
nasional penanggulangan terorisme.70
b. Tugas Pokok dan Fungsi
Berikut adalah tugas pokok dan fungsi BNPT dalam
menjalankan tugasnya antara lain yaitu:
Merumuskan, mengoordinasikan, dan
melaksanakan kebijakan, strategi, dan program
nasional penanggulangan terorisme di bidang
kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisasi, dan
deradikalisasi.
Mengoordinasikan antar penegak hukum dalam
penanggulangan Terorisme.
Merumuskan, mengoordinasikan, dan
melaksanakan kebijakan, strategi, dan program
nasional penanggulangan Terorisme di bidang
kerja sama internasional.
Menyusun dan menetapkan kebijakan, strategi,
dan program nasional di bidang
penanggulangan Terorisme.
70 Siti Nurmalita, Strategi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
(BNPT) Dalam Upaya Deradikalisasi Pemahaman Keagamaan Narapidana
Terorisme Di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang, (Skripsi: UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta) hal, 46.
71
Menyelenggarakan koordinasi kebijakan,
strategi, dan program nasional di bidang
penanggulangan Terorisme.
Melaksanakan kesiapsiagaan nasional, kontra
radikalisasi, dan deradikalisasi.
c. Visi dan Misi BNPT
1. Visi
“Mewujudkan Penanggulangan terorisme dan radikalisme
melalui upaya sinergi institusi pemerintah dan masyarakat
meliputi pencegahan, perlindungan, penindakan dan
deradikalisasi serta meningkatkan kewaspadaan nasional
dan kerjasama internasional untuk menjamin
terpeliharanya keamanan nasional”.
2. Misi
Melakukan upaya pencegahan terjadinya aksi
terorisme, meningkatkan kewaspadaan, dan
memberikan perlindungan terhadap objek-objek
vital yang potensial menjadi target serangan
terorisme
Melakukan deradikalisasi dan melawan propaganda
ideologi radikal
Melakukan penindakan aksi terorisme melalui
penggalan intelijen dan surveillance, dan penegakan
hukum melalui koordinasi dan kerjasama dengan
institusi terkait, masyarakat, dan seluruh komponen
bangsa
72
Melaksanaakan pembinaan kemampuan dan
kesiapsiagaan nasional terhadap ancaman terorisme
Melaksanakan kerjasama internasional dalam
penanggulangan terorisme.71
d. Struktur Organisasi kelembagaan BNPT
71 diakses dari https://www.bnpt.go.id/visimisibnpt, pada Minggu, 03
Mei 2020 pukul 21.00 WIB.
KEPALA BNPT
SEKRETARIAT
UTAMA KELOMPOK
AHLI
INSPEKTORAT
DEPUTI BIDANG
KERJASAMA
INTERNASIONAL
DEPUTI BIDANG
PENINDAKAN,
DAN PEMBINAAN
KEMAMPUAN
DEPUTI BIDANG
PENCEGAHAN,
PERLINDUNGAN
DAN
DERADIKALISASI
PRESIDEN RI
DIREKTUR DIREKTUR DIREKTUR
73
e. Tugas pokok dan fungsi unit kerja
a. Kepala BNPT
Kepala mempunyai tugas memimpin BNPT dalam
menjalankan tugas dan fungsi BNPT.
b. Sekretariat Utama
Mempunyai tugas melaksanakan dan
mengkoordinasikan perencanaan, pembinaan, dan
pengendalian terhadap program, administrasi dan
sumber daya serta kerja sama.
Secretariat Utama menyelenggarakan fungsi :
1. Pengkoordinasian dan sinkronikasi penyusunan
kebijakan dan perencanaan di lingkungan BNPT.
2. Pembinaan dan pelayanan administrasi
ketatausahaan, hukum, dan peraturan perundang-
undangan, organisasi, tata laksana, kepegawaian,
keuangan, persandian, perlengkapan, dan rumah
tangga BNPT
3. Pembinaan dan pelaksanaan hubungan
kelembagaan dan protocol
4. Fasilitas pelaksanaan tugas dan fungsi kelompok
ahli di lingkungan BNPT
5. Pengkoordinasian dalam penyusunan laporan
BNPT.
f. Biro Perencanaan dan Hubungan Antar Lembaga
Melaksanakan perencanaan program dan
anggaran, evaluasi , melakukan persidangan dan
hubungan antar lembaga.
74
Biro Perencanaan program dan Hubungan Antar
Lembaga menyelenggarakan fungsi :
1. Penyusunan rencana dan evaluasi program
anggaran
2. Penyelenggaraan persidangan dan hubungan
antar lembaga
3. Penyusunan laporan anggaran.
g. Biro Umum
Mempunyai tugas melaksanakan urusan rumah
tangga, penatausahaan, pengelolaan kepegawaiian dan
organisasi, keuangan dan pelaksanaan tata usaha
pimpinan.
Biro Umum menyelenggarakan fungsi :
1. Pengelolaan kerumahtanggaan dan penatausahaan
2. Pengelolaan kepegawaian dan organisasi
3. Pengelolaan administrasi keuangan
4. Pengelolaan urusan tata usaha pimpinan.
h. Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan
Deradikalisasi
Mempunyai tugas merumuskan,
mengkoordinasikan, dan melaksanakan kebijakan,
strategi, dan program nasional penanggulangan
terorisme di bidang pencegahan, perlindungan, dan
deradikalisasi.
Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan
Deradikalisasi menyelenggarakan fungsi :
75
1. Monitoring, analisa, dan evaluasi mengenai
terorisme di bidang pencegahan, perlindungan, dan
deradikalisasi.
2. Penyusunan kebijakan, strategi, dan program
nasional penanggulangan terorisme di bidang
pencegahan, perlindungan, dan deradikalisasi
3. Koordinasi pelaksanaan penanggulangan terorisme
di bidang pencegahan ideologi radikal
4. Pelaksanaan kegiatan melawan propaganda
ideologi radikal
5. Pelaksanaan sosialisasi penanggulangan terorisme
di bidang pencegahan, perlindungan, dan
deradikalisasi
6. Koordinasi pelaksanaan program-program
reedukasi dan resosialisasi dalam rangka
deradikalisasi
7. Koordinasi pelaksanaan program-program
pemulihan terhadap korban aksi terorisme
i. Direktorat Pencegahan
Mempunyai tugas menyiapkan perumusan,
pengkoordinasian dan pelaksanaan kebijakan serta
strategi di bidang pengawasan, kontra propaganda dan
kewaspadaan terhadap ancaman terorisme.
Direktorat Pencegahan menyelenggarakan fungsi :
76
1. Monitoring, analisa, dan evaluasi mengenai
ancaman terorisme di bidang pengawasan, kontra
propaganda dan kewaspadaan.
2. Penyiapan penyusunan kebijakan, strategi, dan
program nasional penanggulangan terorisme di
bidang pengawasan, kontra propaganda dan
kewaspadaan.
3. Penyiapan koordinasi pelaksanaan penanggulangan
terorisme di bidang pengawasan, kontra
propaganda dan kewaspadaan.
4. Pelaksanaan penanggulangan terorisme di bidang
pengawasan, kontra propaganda dan kewaspadaan.
5. Pemantauan penanggulangan terorisme di bidang
pengawasan, kontra propaganda dan kewaspadaan.
6. Pengendalian program-program pencegahan bagi
korban aksi terorisme.
j. Direktorat Perlindungan
Mempunyai tugas menyiapkan perumusan,
pengkoordinasian, dan pelaksanaan kebijakan dan
strategi di bidang pengamanan objek vital, transportasi,
dan VVIP serta pengamanan lingkungan dalam rangka
pencegahan. Direktorat Perlindungan
menyelenggarakan fungsi :
1. Monitoring, analisa, dan evaluasi di bidang
pengamanan objek vital, transportasi dan VVIP serta
pengamanan lingkungan.
77
2. Penyusunan kebijakan strategi, dan program
nasional di bidang pengaman lingkungan
3. Pelaksanaan pengamanan objek vital, transportasi
dan VVIP serta pengamanan lingkungan.
4. Pemantauan pelaksanaan pengamanan objek vital,
transportasi dan VVIP serta pengamanan
lingkungan.
5. Pengendalian pengamanan objek vital, transportasi
dan VVIP serta pengamanan lingkungan.
k. Direktorat Deradikalisasi
Mempunyai tugas menyiapkan perumusan,
pengkoordinasian dan pelaksanaan kebijakan dan
strategi di bidang pengangkalan, resosialisasi dan
rehabilitasi. Direktorat Deradikalisasi
menyelenggarakan fungsi:
1. Monitoring, analisa, dan evaluasi mengenai kegiatan
kelompok-kelompok radikal dan aktivitas
radikalisme serta terorisme.
2. Penyusunan rancangan kebijakan, strategi dan
program nasional penanggulangan radikalisme dan
terorisme.
3. Penyiapan koordinasi pelaksanaan penanggulangan
terorisme di bidang deradikalisasi.
4. Pelaksanaan kegiatan-kegiatan penanggulan
radikalisme
5. Pemantauan dan pengendalian program-program
penanggulangan radikalisme.
78
l. Deputi Bidang Penindakan dan pembinaan Kemampuan
Mempunyai tugas merumuskan, mengkoordinasikan,
dan melaksanakan kebijakan, strategi, dan program
nasional penanggulangan terorisme di bidang
penindakan dan pembinaan kemampuan.
Deputi Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan
menyelenggarakan fungsi :
1. Monitoring, analisa, dan evaluasi mengenai
ancaman terorisme di bidang penindakan,
pembinaan kemampuan, dan penyiapan
kesiapsiagaan nasional.
2. Penyusunan kebijakan, strategi, dan program
nasional penanggulangan terorisme di bidang
penindakan dan pembinaan kemampuan.
3. Koordinasi dalam penentuan tingkat ancaman dan
upaya persiapan penindakan.
4. Koordinasi pelaksanaan perlindungan korban, saksi,
dan aparat penegak hukum terkait ancaman
terorisme
5. Koordinasi pelaksanaan pembinaan kemampuan
organisasi dan penyiapan kesiapsiagaan nasional
dalam penanggulangan terorisme
6. Pelaksanaan sosialisasi penanggulangan terorisme di
bidang penindakan, pembinaan kemampuan, dan
penyiapan kesiapsiagaan nasional.
m. Direktorat Penindakan
79
Mempunyai tugas mendukung perumusan,
pengkoordinasian dan pelaksanaan dukungan
operasional (intelijen), kesiapsiagaan, dan penanganan
krisis dalam rangka penindakan aksi terorisme.
Direktorat Penindakan menyelenggarakan fungsi :
1. Penyelidikan, monitoring, analisa, dan evaluasi
mengenai ancaman terorisme
2. Penyiapan rancangan kebijakan, strategis, dan
program nasional penanggulangan terorisme di
bidang penindakan meliputi dukungan operasional
(intelijen), kesiapsiagaan dan penanganan krisis
3. Koordinasi dalam penentuan tingkat ancaman dan
upaya persiapan penindakan
4. Penyiapan standar prosedur operasi (SOP) dan
aturan pelibatan satuan-satuan dalam penindakan
terorisme
5. Koordinasi pelaksanaan perlindungan korban, saksi,
dan aparat penegak hukum terkait ancaman
terorisme.
6. Pelaksanaan penanganan terorisme di bidang
operasional (intelijen), kesiapsiagaan dan
penanganan krisis.
7. Pemantauan dan pengendalian penindakan meliputi
dukungan operasional (intelijen), kesiapsiagaan, dan
penanganan krisis.
n. Direktorat Pembinaan Kemampuan
80
Mempunyai tugas mendukung, perumusan,
pengkoordinasian, pelaksanaan dan pemantauan di
bidang pelatihan, dan pengembangan sistem operasi
dalam jangka penanggulangan terorisme. Direktorat
Pembinaan Kemampuan menyelenggarakan fungsi :
1. Penyiapan rancangan kebijakan dan program
pembinaan kemampuan meliputi pelatihan, dan
pengembangan sistem operasi dalam rangka
penanggulangan terorisme.
2. Penyiapan koordinasi program-program pelatihan
dan pengembangan sistem operasi dalam rangka
penanggulangan terorisme.
3. Pelaksanaan program pelatihan, dan pengembangan
sistem operasi dalam rangka penanggulangan
terorisme.
4. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program
pelatihan, dan pengembangan sistem operasi.
o. Direktorat Penegak Hukum
Mempunyai tugas mendukung perumusan,
pengkoordinasian, pelaksanaan, dan pemantauan,
evaluasi, analisa di bidang kerja sama aparat penegak
hukum, dan perlindungan hukum.
Direktorat Penegak Hukum menyelenggarakan
fungsi:
1. Penyiapan rancangan kebijakan, strategi dan
program kerjasama aparat penegak hukum, dan
81
perlindungan hukum dalam rangka penindakan dan
pembinaan kemampuan
2. Pelaksanaan dan koordinasi program-program
kerjasama aparat penegak hukum, dan perlindungan
hukum dalam rangka penindakan dan pembinaan
kemampuan
3. Pelaksanaan kerjasama bidang hukum dan
penelaahan perundang-undangan dengan
kementerian/lembaga terkait
4. Pemantauan, evaluasi dan analisa pelaksanaan
program kerjasama aparat penegak hukum, dan
perlindungan hukum dalam rangka penindakan dan
pembinaan kemampuan.
p. Deputi Bidang Kerjasama Internasional
Mempunyai tugas merumuskan, mengkoordinasikan
dan melaksanakan kebijakan, strategi, dan program
nasional bidang kerjasama internasional dalam rangka
penanggulangan terorisme. Deputi Bidang Kerjasama
Internasional menyelenggarakan fungsi:
1. Monitoring, analisa, dan evaluasi mengenai
ancaman terorisme internasional dan kerjasama
internasional dalam menanggulangi terorisme.
2. Penyusunan kebijakan, strategi, dan program
kerjasama internasional di bidang penanggulangan
terorisme
3. Pelaksanaan dan pengembangan kerjasama
internasional di bidang penanggulangan terorisme
82
4. Koordinasi pelaksanaan perlindungan warga negara
Indonesia dan kepentingan nasional di luar negeri
dari ancaman terorisme
q. Direktorat Kerjasama Bilateral
Mempunyai tugas peremusan, pengkoordinasian,
pemantauan, analisa, evaluasi dan pelaksanaan
kebijakan bagi kepentingan dan penetapan posisi
Indonesia dalam kerjasama bilateral, yang meliputi
kawasan asia Pasifik, Afrika, Timur Tengah, Amerika
dan Eropa.
Direktorat Kerjasama Bilateral menyelenggarakan
fungsi:
1. Penyiapan rumusan kebijakan dan penetapan posisi
Indonesia mengenai masalah terorisme di kawasan
Asia Pasifik, Afrika, Timur Tengah, Amerika, dan
Erofa.
2. Koordinasi pelaksanaan kesepakatan-kesepakatan
dalam forum bilateral di bidang penanggulangan
terorisme
3. Pengembangan kerjasama bilateral dengan negara
tertentu guna mencegah berkembangnya jaringan
terorisme
4. Pengkajian kemampuan aparat keamanan dan sistem
penanganan terorisme di berbagai negara guna
meningkatkan kemampuan sumber daya dalam
negeri
83
5. Fasilitas instansi terkait untuk mengembangkan
program-program kerjasama dengan negara lain
guna peningkatan kemampuan dan pengembangan
kemitraan
6. Evaluasi kerjasama peningkatan kualitas dan
perluasan pelatihan
7. Pemantauan, analisis dan evaluasi atas
perkembangan terorisme internasional yang
berdampak bagi keamanan dalam negeri.
r. Direktorat Kerjasama Regional dan Multilateral
Mempunyai tugas mendukung perumusan kebijkan,
pengkoordinasian dan melakukan kebijakan, bagi
kepentingan dan penetapan posisi Indonesia, serta
melaksanakan pemantauan, analisa, evaluasi atas
pelaksanaan program kerjasama regional dan
multilateral. Direktorat Kerjasama Regional dan
Multilateral menyelenggarakan fungsi:
1. Penyiapan rumusan dan melaksanakan kebijakan
bagi kepentingan dan penetapan posisi Indonesia di
forum ASEAN, APEC, ASEM, dan FEALAC serta
PBB dan Non PBB.
2. Koordinasi pelaksanaan kesepakatan-kesepakatan
yang dihasilkan dalam forum bilateral
3. Pengembangan kerja sama bilateral dengan negara
tertentu guna mencegah berkembangnya jaringan
terorisme
84
4. Pengkajian kemampuan aparat keamanan dan sistem
penanggulangan terorisme di berbagai negara guna
meningkatkan kemampuan sumber daya dalam
negeri
5. Fasilitasi instansi terkait untuk mengembangkan
program-program kerja sama dengan negara lain
guna peningkatan kemampuan dan pengembangan
kerjasama kemitraan
6. Evaluasi kerja sama peningkatan kualitas dan
perluasan pelatihan
7. Pemantauan atas perkembangan terorisme
internasional, analisis dan evaluasi dampaknya bagi
keamanan dalam negeri
s. Direktorat Konvensi dan Perangkat Hukum
Internasional
Mempunyai tugas penyiapan rumusan kebijakan,
analisa dan evaluasi serta pemantauan tentang konvensi
internasional, resolusi PBB dan resolusi Badan Non
PBB yang menyangkut masalah terorisme.
Direktorat Konvensi dan Perangkat Hukum
Internasional menyelenggarakan fungsi:
1. Penyiapan rumusan kebijakan, analisa dan evaluasi
atas konvensi-konvensi internasional yang
telah/belum diratifikasi yang menyangkut masalah
terorisme
85
2. Penyiapan kajian untuk mendorong
diratifikasikannya konvensi internasional dan
regional
3. Pemantauan dan analisa konvensi internasional dan
perangkat hukum dalam rangka Resolusi PBB atau
Resolusi Badan Non PBB yang menyangkut
masalah terorisme
4. Pengkajian mengenai kewajiban yang dibebankan
kepada Indonesia dalam kedudukannya sebagai
negara Anggota PBB dan negara pihak pada
konvensi internasional
5. Melaksanakan koordinasi untuk memenuhi
kewajiban Indonesia atau mencarikan solusi atas
putusan PBB dan Badan Non PBB yang belum
dilaksanakan.
t. Inspektorat
Mempunyai tugas melaksanakan pengawasan
fungsional terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi di
lingkungan BNPT. Inspektorat menyelenggarakan
fungsi :
1. Perumusan kebijakan pengawasan intern di
lingkungan BNPT
2. Pelaksanaan pengawasan intern terhadap kinerja
dan keuangan melalui audit, reviu, evaluasi,
pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya
3. Pelaksanaan pengawasan untuk tujuan tertentu
atas penugasan kepala BNPT
86
4. Penyusunan laporan hasil pengawasan.
Tabel A
Alur runtutan aksi teror
No Tempat, dan Kejadian Tahun Korban
1. Bom Bali I 12, Oktober 2002 -+ 613
2. Kedutaan Besar Philipina 1 Agustus, 2000
2 tewas, 21 luka-
luka
3.
Peristiwa JW Marriot dan
Ritz Calton, Jakarta 5 Agustus 2003
4.
Bom malam natal di 38
Gereja di berbagai daerah
24 Desember
2000
19 tewas dan 120
luka-luka
5. Kedutaan Besar Australia
9 September
2004
6. Bom Bali II 1 Oktober 2005
7.
Hotel JW Marriot II dan Ritz
Calton, Jakarta 17 Juli 2009
8.
Teror penembakan, dan
pelemparan Granat di Poso 2010
9. GBIS Solo
25 September
2011
10. Tangerang Selatan, Banten 2014
11. Sarinah, Jakarta Pusat 14 Januari 2016 7 orang Tewas
87
BAB IV
Hasil dan Temuan Lapangan
1. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
dan Kementerian Agama
Sebagai badan khusus yang memfokuskan diri dalam
mengatasi permasalahan terorisme di Indonesia, dengan
pelbagai strateginya BNPT. yaitu melalui pendekatan hard,
dan soft, approuch. Seorang narapidana terorisme yang
merasa dirinya mau dan mampu mengikuti program
deradikalisasi, adalah karena itu sebagai bentuk kepercayaan
yang mutlak, dari dirinya terhadap pemerintah.
Maka dengan adanya jaringan yang bersifat radikal
harus dinetralisir dengan penyuluhan pembinaan yang baik,
persuasive dan penuh kelembutan, tanpa membedakan segala
ras dan golongan, salah satunya mendapatkan pengarahan
dari aparat yang berwenang.
Dari hasil penelitian-penelitian menyebutkan bahwa
mereka para napiter pada umumnya merupakan kalangan
akademisi yang khususnya menyangkut radikalisme agama
termasuk Islam, karena mayoritas umat beragama di
Indonesia merupakan penganut agama Islam maka tidak
heran jika Islam kerap kali dianggap radikal secara sosial.
Deradikalisasi sendiri salah satunya yaitu menerangkan
kepada masyarakat tentang kemajemukan dan pemahaman
keagamaan moderat, pemahaman kebangsaan, falsafah
88
pancasila serta penguatan sistem demokrasi, serta
keberagaman umat beragama di Indonesia, semangat
nasionalisme sehingga timbul kesadaraan masyarakat.
Kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara
potensial bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan
mengabadikan identitas, integritas, kemakmuran, serta
kekuatan bangsa itu sendiri semangat kebangsaan. Makin
menjiwai bangsanya.
Di Indonesia sendiri akibat adanya perbedaan suku,
agama, dan budaya inilah ideologi radikal mudah masuk
akibat keadaan realitas sosial dan politik di masyarakat, serta
mereka para napiter yang sudah terintegrasi dengan
masyarakat mereka sukar untuk diterima masyarakat karena
alasan ketakutan lingkungan akan ideologi yang mereka
anut, akan tetapi dengan adanya sikap, dan nilai-nilai
toleransi yang dipupuk akan memberikan manfaat serta
saling tolong menolong.
Dengan demikian, karena hal itulah presiden melalui TNI
(Tentara Nasional Indonesia) berperan menjaga pertahanan,
dan kesatuan terlebih guna menjaga teritorial Negara
Kesatuan Republik Indonesia dari kejahatan baik nasional,
maupun internasional, serta POLRI (Polisi Republik
Indonesia) berperan menjaga keamanan, keselamatan, dan
89
kenyamanan masyarakat di Negara Kesatuan Republik
Indonesia.72
Maka dilihat dari fungsinya BNPT merupakan badan
yang difokuskan untuk mengatasi permasalahan terorisme di
Indonesia yang pertanggungjawabannya langsung kepada
Presiden. Dengan mempertimbangkan hal tersebut maka
setelah adanya pernyataan dari Komisaris Jenderal Polisi
Drs. Suhardi Alius, M.H bahwa BNPT akan menggandeng
para penyuluh agama agar turut andil serta berperan aktif
dalam kegiatan penyuluhan program deradikalisasi guna
menjaga agar radikalisme agama tidak berkembang pesat di
Indonesia terutama di luar lapas sebagai suatu upaya
pencegahan permasalahan terorisme.73
Dengan demikian dalam hal proses penyuluhan
deradikalisasi baik di luar maupun di dalam lapas,. Maka
dari itulah pemerintah mengeluarkan kebijakan melalui
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) nomor
Per-1/K.BNPT/1/2017 tentang Organisasi dan tata kerja.
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme yang
berfungsi menyusun kebijakan dan strategi dalam rangka
menangkal radikalisme dan aksi terorisme. Disini dalam hal
radikalisme agama pemerintah melalui Kementerian Agama,
para penyuluh kerap kali berjuang untuk menjadi tombak
72 Wawancara Langsung Penyuluh Bagian Reedukasi Narapidana
Terorisme, saat ini bertugas sebagai penyuluh yang bertugas di Lapas Nusa
Kambangan. Kamis, 10/10, 2019.
73 diakses dari https://www.bnpt.go.id/pimpinan BNPT.
90
dalam rangka memberikan penyuluhan yakni tentang
keberagaman umat beragama di Indonesia.
Melalui PMA no 42 tahun 2016 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Agama mengangkat tugas khusus
yang tupoksinya adalah memberikan pemahaman kepada
masyarakat mengenai cara beribadah sesuai dengan ajaran
Islam yang benar dan konsisten.
Sehingga penyuluh secara khusus menjadi salah satu
ujung tombak yang berperan penting dalam upaya
membimbing masyarakat memahami ajaran agama, dan
mengamalkannya secara berkualitas. Keberhasilan seorang
Penyuluh Agama Islam dalam melaksanakan tugasnya di
masyarakat dipengaruhi oleh beberapa komponen strategi
dakwah yang dipilih dan dirumuskan.
Kita menyadari bahwa keberagaman dan kemajemukan
masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, ras,
tradisi, bahasa, serta status sosial ekonomi yang berbeda-
beda. Menghadapi kondisi itulah seorang penyuluh harus
menyusun strategi yang tepat dalam pelaksanaan tugas
penyuluh agar tercapai dalam rangka menunaikan visi
misinya.74
Dengan demikian ada pun upaya program penyuluhan
yang di rancang oleh para Penyuluh Agama yaitu dengan
menyusun beberapa program penyuluhan, dan acuan atau
74 Adhiya Muzaki, “Peran Penyuluh Agama Dalam Menangkal Paham
Radikalisme Agama di Kampung Sawah, Kec. Ciputat Tangerang Selatan”,
hal 11-12.
91
pedoman yang dilakukan kepada masyarakat serta pelajar
guna menangkal radikalisme secara umum terkhusus
radikalisme agama.75
Tak luput melalui peran para mahasiswa dan penyuluh
agama mereka saling bahu-membahu dalam melaksanakan
tugasnya sebagai agent of change di masyarakat, maka dari
kesemuanya sebelum melakukan penyuluhan, dan turun
langsung ke lapangan penyuluh agama mendapatkan
pengarahan tentang definisi sesungguhnya makna toleransi
umat beragama sehingga mereka tidak malah justru terpapar
paham radikal, serta bagaimana mereka bisa memahami
kondisi sosial, ekonomi masyarakat melalui berbagai tokoh
petinggi agama.
Selain itu guna tercapainya proses penyuluhan agar
penyuluhan berjalan efektif dan optimal maka metode dan
teknik dalam melakukan penyuluhan dilakukan dengan
waktu yang singkat, namun dilaksanakan dengan konsisten
yang mana dalam proses pelaksanaannya dilakukan secara
berkelanjutan dengan menggunakan difusi dan inovasi pada
proses penyuluhan serta jangka waktu yang tak sedikit guna
mencapai waktu yang efisien dengan tidak mengabaikan
kaidah-kaidah dalam penyuluhan itu sendiri.
Dalam mengaplikasikan proses penyuluhan di
masyarakat dalam upaya menangkal sejak dini dan
mencegah terjadinya radikalisme agama umunnya Islam
75 Buku Modul Praktikum Makro Bimbingan dan Penyuluhan Islam
angkatan 2014 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
92
pada khususnya, tak lupa Penyuluh Agama menggunakan
media komunikasi sebagai alat atau sarana dalam setiap
proses penyuluhan sebagai upaya pencegahan terhadap
masyarakat yang belum terpapar paham radikalisme, media
yang digunakan sebagai sarana dalam melakukan
penyuluhan pun disesuaikan dengan kondisi geografis, serta
ketersediaan sumber daya di lingkungan masyarakat itu
sendiri.
Maka dari itulah untuk memperkuat penyuluh agama di
lapangan melalui Ikatan Akademisi dan Praktisi Penyuluh
Agama (IKAPPETAIS), para Penyuluh Agama berusaha
menjadikan Penyuluh Agama menjadi Profesi dalam
menjawab segala permasalahan sosial dan keagamaan yang
berada di bawah naungan bendera NKRI.
Melalui IKAPPETAIS yang dibentuk langsung dan
diresmikan oleh Bimas Kementerian Agama, serta dibantu
oleh kelompok mahasiswa penyuluh (Pokmaluh) dalam
melaksanakan tugas penyuluhan di masyarakat dengan
tujuan agar profesi penyuluh sebagai ujung tombak dalam
menciptakan perubahan sosial di masyarakat terkhusus untuk
penyuluhan bahayanya radikalisime agama untuk
masyarakat.
Maka sudah menjadi jelas tujuan awal dalam tugas
penyuluhan bagaimana masyarakat bisa tau, mau serta
mampu dan memiliki daya saing sehingga narapidana yang
telah terintegrasi dengan masyarakat bisa menjadi berdaya
93
dengan mengandalkan skill yang diperoleh pada saat mereka
menerima program deradikalisasi di dalam lapas.
Pada pada proses penyuluhan yang pertama dilakukan
yaitu adanya attachmen atau sentuhan awal kepada sasaran
atau klien sehingga mereka mampu berbuat, dan agar tujuan
pada proses penyuluhan bisa tercapai, serta mendapatkan
hasil sesuai harapan dan penyuluhan yang dilaksanakan bisa
mendapatkan hasil yang lebih optimal.
Selain itu dalam proses penyuluhan kita tidak bisa
mengabaikan materi penyuluhan, materi dalam penyuluhan
disesuaikan dengan kondisi dan situasi masyarakat
tergantung bagaimana kondisi permasalahan sosial agama di
masyarakat, terkhusus dalam membendung pemahaman, dan
peredaran ideologi radikal.
Tak kalah penting dalam proses penyuluhan yaitu sarana
dan prasarana menjadi hal yang tidak bisa dipisahkan,
walaupun kita sudah hidup di zaman modern tentu kita tidak
bisa menapik, dan mengabaikan masyarakat daerah yang
masih berpegang teguh pada hukum adat, dan
mempertahankan budaya leluhurnya. Ini menarik jika
dibahas sebagai awal mula terjadinya kejahatan hingga
masuk dalam kancah internasional,.
Belajar langsung kepada ahlinya sebelum melakukan
tindakan penyuluhan adalah hal yang tepat guna menunjang
pengetahuan mahasiswa, dan penyuluh sebagai symbol atau
garda terdepan yang memahami dan mengamalkan makna
94
toleransi umat beragama di lingkungan civitas akademika
dan masyarakat khusus atau binaan.
Berkenaan dengan makna toleransi umat beragama
penyuluh sebagai ujung tombak pembendung paham radikal
terkhusus menyangkut masalah agama, tak kalah penting di
kalangan akademisi turut serta membantu pemerintah dalam
melangsungkan pemahaman Islam moderat di kalangan
mahasiswa sebagai insan akademis, maka dari itulah guna
menunjang tugas IKAPPETAIS melalui Gerakan Suluh
Bangsa ikut berperan dalam memberikan penyuluhan terkait
keberagaman itu sendiri kepada pelajar dan mahasiswa di
seluruh Indonesia.76
Masih tentang Penyuluh Agama tentu ini menjadi hal
penting apalagi jika agama turut dianggap menjadi sumber
radikal, disini jika radikal dalam pemikiran tidaklah terlalu
mengancam karena itu adalah tanggung jawab dirinya selaku
kaum intelek yang menjadi ancaman adalah ketika dirinya
sudah melakukan tindakan radikal dan menghilangkan
nyawa orang lain, apalagi nyawa dirinya sendiri studi kasus
bom bunuh diri hal itu dinilai sebagai mati konyol sebab
pada hakikatnya Tuhan tidak menyukai hamba-Nya yang
berputus asa.
76
Penyuluhan tentang keberagaman umat beragama dilakukan Prof.
Mahfud MD selaku penggerak Gerakan Suluh Kebangsaan bagi para
mahasiswa dan pelajar sebagai upaya membendung paham radikal di
lingkungan kampus dengan mengedepankan nilai-nilai toleransi serta
penguatan pada ideologi Pancasila.
95
Maka dari itulah hal utama dalam membendung ideologi
radikal di masyarakat yaitu melalui peran keluarga di setiap
rumah, jangan sampai ideologi itu tertanam mulai pada
proses pendidikan orangtua bagaimana pola asuh yang
diterapkan, hal itu jugalah yang menjadi salah satu fokus
Penyuluh Agama di luar lapas dalam melindungi setiap
anggota keluarga masyarakat agar tidak ikut dan
terpengaruh ideologi tersebut terutama hanya karena
masalah ekonomi.
Maka untuk memahami kondisi orang lain yang tersuluh
adalah dengan memahami diri sendiri sebagai objek, tak
hanya keluarga di rumah, lingkungan tempat bernaung dan
bersosialisasi menjadi faktor pendukung tersebarnya paham
tersebut, maka sikap terbuka dan saling menghargai adalah
salah satu bentuk cara agar masyarakat secara umum tidak
terpapar paham radikal.
Dalam menyikapi perbedaan di antaran anggota
masyarakat dengan ikut serta dalam setiap kegiatan
bermasyarakat agar masing-masing memiliki tenggang rasa
yang luhur. Jika masih ada yang mempermasalahkan hanya
karena perbedaan maka Penyuluh Agama berperan untuk
menyikapi itu dengan mencari, menonjolkan persamaan
diantara kesemuanya.77
77 Disarikan dari hasil wawancara dengan Ketua Majlis Tinggi Agama
Khonghucu Indonesia, Drs. Uung Sendana, M.Ag pada hari Rabu, 25 April
2018 di Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
96
Pemahaman kebangsaan melalui tokoh nasional, para
guru bangsa melalui diskusi dan kuliah umum kebangsaan
sebagai upaya penanaman nilai-nilai kebangsaan kepada
mahasiswa dan pelajar sehingga mahasiswa dan pelajar
ikut serta dalam mencegah, dan menangkal radikalisme
agama.
2. Program Deradikalisasi
A. Rehabilitasi
Membahas proses rehabilitasi ini tentu tidak terlepas
dari dua makna, yaitu pembinaan kepribadian, dan
pembinaan kemandirian. Pembinaan kepribadian adalah
melakukan pendekatan dengan berdialog kepada para
napi teroris agar mind set mereka bisa diluruskan serta
memiliki pemahaman yang komprehensif serta dapat
menerima pihak yang berbeda dengan mereka.
Sedangkan pembinaan kemandirian adalah melatih dan
membina para narapidana atau mantan napi terorisme
mempersiapkan keterampilan dan keahlian, gunanya
adalah agar setelah mereka keluar dari lembaga
pemasyarakatan, mereka sudah memiliki keahlian dan
membuka lapangan pekerjaan.78
78 Mochamad N. Febriyansah, Raka K. Wardana, Seminar Hukum
Universitas Negeri Semarang : Upaya Deradikalisasi Narapidana Terorisme
di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Keung Pane Semarang, Vol 3 nomor 1
Tahun 2017, https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/snh2017. Fakultas
Hukum, Universitas Negeri Semarang. Hal. 95
97
Faktor penghambat dan pendukung rehabilitas di
Lapas antara lain:79
a. Faktor sarana dan prasarana
b. Jumlah petugas
c. Kerjasama dengan lembaga lain
d. Sifat narapidana terorisme
B. Reedukasi
Reedukasi merupakan proses memberian edukasi
bagi narapidana terorisme, di dalam maupun di luar
lapas dengan materi yang disampaikan oleh penyuluh
yaitu materi penguatan Pancasila sebagai ideologi
bangsa Indonesia, pengajian rutin kitab kuning, shalat
berjama’ah, atau pun peribadatan lain sesuai agama
kepercayaan masing-masing.
Selain itu proses penangkalan dengan mengajarkan
pencerahan kepada masyarakat tentang paham radikal,
sehingga tidak terjadi pembiaran berkembangannya
paham tersebut. Sedangkan bagi narapidana terorisme,
reedukasi dilakukan dengan memberikan pencerahan
terkait dengan doktrin-doktrin menyimpang yang
mengajarkan kekerasan sehingga mereka sadar bahwa
melakukan kekerasan seperti bom bunuh diri bukanlah
jihad yang diidentikan dengan aksi terorisme.80
79 Josefhin Mareta, Rehabilitasi Dalam Upaya Deradikalisasi Napiter,
masalah-masalah hukum, jilid 47 no. 3, Oktober 2018. Hal. 340-341
80 wawancara langsung penyuluh deradikalisasi bagian reedukasi BNPT
98
C. Resosialisasi dan reintegrasi
Selain identifikasi, dan reedukasi BNPT juga
mendesain program resosialisasi dan reintegrasi dengan
cara membimbing mereka dalam bersosialisasi dan
menyatu kembali dengan masyarakat. Selain itu
deradikalisasi juga dilakukan melalui jalur pendidikan
dengan melibatkan perguruan tinggi, melalui
serangkaian kegiatan seperti public lecture, workshop,
dan lainnya, mahasiswa diajak untuk berfikir kritis dan
memperkuat nasionalisme sehingga tidak mudah
menerima doktrin yang destruktif.
Pada tindak kasus pidana terorisme perlu pembinaan
yang khusus, penanganan terorisme sebenarnya suatu
perlawanan yang ditujukan kepada ideologi yang dianut
teroris beserta penyebarannya. Program deradikalisasi
menjadi penting karena memiliki peran untuk
melepaskan ideologi yang dianut oleh radikalis-teroris
dengan menggantikannya dengan ideologi Pancasila.81
D. Pengembangan Masyarakat
Pengembangan masyarakat dilakukan agar
narapidana terorisme mampu terintegrasi dengan
masyarakat atau setidaknya meredakan niat mereka
supaya tidak melakukan tindak kejahatan. Penelitian
Mark Woodward terhadap jaringan teroris Aceh dan
81 Mochamad N. Febriyansah, Raka K. Wardana, Seminar Hukum
Universitas Negeri Semarang : Upaya Deradikalisasi Narapidana Terorisme
di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Keung Pane Semarang, Vol 3 nomor 1
Tahun 2017, https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/snh2017. Fakultas
Hukum, Universitas Negeri Semarang. Hal. 96
99
program deradikalisasi tahun 2010 menguraikan
kelebihan deradikalisasi yang dilakukan oleh
pemerintah Indonesia dengan soft approach sehingga
diadopsi oleh Yaman, Saudi Arabia, dan Singapura,.82
Kendati pun demikian, Ada pula kekurangan atau
kendala dalam program deradikalisasi pada awal
pembentukannya antara lain:83
a. Belum adanya pembinaan khusus untuk napiter dan
kurang optimalnya peran balai pemasyarakatan
(Bapas) sebagai institusi yang berfungsi
memberdayakan mantan narapidana terorisme
b. Efektif atau tidaknya deradikalisasi terhadap
narapidana terorisme sangat tergantung pada peran
lapas.
Telah dipaparkan diatas beberapa sub tentang profil
lembaga Badan Nasional Penanggulangan Terorisme sebagai
lembaga pemerintah dalam mengatasi secara dini, menangkal
dengan maksimal paham radikalisme agama yang
berkembang di Indonesia, dalam penelitian ini penulis akan
memfokuskan diri kepada para tokoh yang terlibat dalam
upaya deradikalisasi pada narapidana terorisme,.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode
penelitian kualitatif, di mana setelah melakukan observasi
penulis menentukan beberapa subjek atau informan dengan
82 Muh. Khamdan, Deradikalisasi Pelaku Tindak Pidana Terorisme di
Indonesia, Tesis Kajian Agama dan Studi Perdamaian, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 2015, hal. 38.
83 Josefhin Mareta, Rehabilitasi Dalam Upaya Deradikalisasi Napiter,
masalah-masalah hukum, jilid 47 no. 3, Oktober 2018.
100
menggunakan wawancara mendalam, walau tidak ke semua
aparat namun masing-masing dari narasumber bisa
melengkapi kekurangan data dan informasi narasumber
lainnya, sehingga informasi yang didapat adalah data yang
jelas dan relevan.
3. Kegiatan Penyuluhan yang dilakukan Penyuluh di BNPT
Citereup Bogor
Bertujuan untuk merubah prilaku napiter dengan
itulah penyuluh di lapas khusus BNPT memberikan
materi penyuluhan dengan metode ceramah, diskusi, dan
wawanca oleh penyuluh agama kepada napiter selama
satu minggu satu kali.
“Kita memberikan materi, di mulai dari
rehabilitasi terus di kasih isi kemudian di coba
untuk reedukasi serta disosialisasikan kepada
masyarakat, resosialisasi dan dan reintegrasi.
Rehab itu dia tidak lagi merasa paling benar
dengan pemikiran dia yang radikal, jadi dia tidak
bisa menerima perbedaan. Kalau dia sudah mau
menerima perbedaan baru kita isi, setelah itu
reedukasi dan di sana lebih banyak reedukasias
melakukan penyuluhan yang dilakukan dengan
memberikan reedukasi dan resosialisasi kepada
mereka.”84
84 wawancara dengan pembina atau penyuluh narapidana teroris di lapas
khusus BNPT Bogor pada Jum’at, 09 April 2021 pukul 16:15.
101
BAB V
Analisis dan Pembahasan
A. Analisis terkait strategi komunikasi
Strategi merupakan suatu proses untuk melakukan
perumusan dan penentuan rencana untuk mencapai suatu
tujuan, dengan demikian ketika individu atau kelompok ingin
melakukan suatu pembinaan, tentunya merencanakan sesuatu
untuk mencapai suatu tujuan.
Maka dengan demikian Badan Nasional
Penanggulangan Teroris Lapas Khusus Citeurep Sentul Bogor
melakukan suatu rencana strategis dalam proses pembinaan
pada narapidana melalui program deradikalisasi. Selanjutnya
penulis akan memaparkan hasil temuan lapangan berdasarkan
rumusan masalah yang telah penulis rumuskan pada bab I yakni
bagaimana strategi komunikasi penyuluh agama dalam pelaksanaan
program deradikalisasi narapidana terorisme (Napiter).
Komunikasi menjadi kebutuhan penting bagi
keberlangsungan hidup setiap manusia. Sebagai mahkluk
hidup yang mulia di hadapan Allah SWT, oleh karenanya
penting bagi kita untuk melakukan sesuatu kebaikan sekecil
apapun di mata diri sendiri dan Tuhan Yang Maha Esa. Hidup
sederhana berbudi luhur tidak hanya diukur dari mana kita
berasal, tetapi bagaimana kita bisa diterima di dalam
lingkungan.
102
Begitupun dengan seorang penyuluh agama untuk bisa
dan mampu merubah pola pikir kepribadian dan kemandirian
subjek terkait, sulit dan butuh waktu yang lama,. Proses
penyuluhan inilah yang seyogyanya sukar untuk dilakukan
secara mandiri atau perorangan, karena penyuluhan adalah
proses yang dilakukan secara berkelompok guna
mendapatkan hasil yang optimal.
Sejauh itu, penyuluhan bisa dilakukan dengan
komunikasi verbal dan non verbal. Sejauh ini penyuluhan bisa
digunakan melalui media massa berupa Koran, majalah,
brosur, pamplet dan majalah atau audio visual. Disini dapat
dilihat bagaimana sebenarnya manusia diciptakan untuk
saling tolong-menolong antara pihak pemerintah dengan
penyuluh agama bersama.
Maka begitupun dengan proses untuk dapat
melakukan penyuluhan dan menembus tertentu tergantung
situasi dan kondisi tokoh agama, dan tokoh masyarakat.
Dari hasil wawancara data lapangan komunikasi yang
dijalankan oleh penyuluh agama yaitu ada beberapa strategi,
dengan demikian strategi penyuluhan yang digunakan
menjadi beragam antara lain yaitu :85
1. Wawancara (komunikasi antarpribadi) .
wawancara dilakukan oleh penyuluh di lapas khusus
kepada napiter guna merubah pola pikir pribadi
85 Alinurdin, psikologi pendidikan hal. 48.
103
napiter sehingga ia tidak merasa benar dengan
pemikiran dia yang radikal , komunikasi dijalankan
agar diantara penyuluh dan napiter mendapatkan
hubungan emosional yang baik diantara keduanya.
2. Ceramah (komunikasi individu dan kelompok)
ceramah merupakan penjelasan yang disampaikan
secara verbal. Dalam kegiatan penyuluhan digunakan
teknik ceramah dari penyuluh agama kepada napiter.
Komunikasi ini dimaksudkan untuk merubah perilaku
napiter dengan metode ceramah ini nepiter bisa
mendengarkan isi pesan penyuluhan yang
disampaikan oleh penyuluh agama itu sendiri
3. Diskusi merupakan pembelajaran yang bersifat
interaktif dengan tujuan pembelajaran yang sesuai
dengan penggunaan diskusi, berbeda dengan metode
sebelumnya diskusi juga menjadi salah satu cara
penyuluh melaksanakan penyuluhan, cara ini juga
digunakan untuk menggali informasi daeri para
napiter. Sesi diskusi menjadi cara yang baik untuk
menemukan kendala-kendala dalam melakukan proses
penyuluhan. Dari diskusi ini napiter diberikan
kesempatan untuk mengungkapkan kendalanya
melalui sesi tanya jawab antara penyuluh agama
dengan napiter itu sendiri.
104
Selain itu, adapun strategi komunikasi yang dilakukan
oleh penyuluh dalam melakukan peran penyuluhannya antara
lain:
1. Penyuluh sebagai komunikator
Kompetensi penyuluh agama dalam berkomunikasi yaitu
kemampuan penyuluh dalam penyampaian pesan,
kemampuan menggunakan media penyuluhan, kemampuan
menggunakan metode penyuluhan kemampuan membantu
menyelesaian masalah orang yang disuluh, kemampuan
menyampaikan informasi sesuai dengan masalah yang
dihadapi klien, kemampuan menggunakan bahasa yang
mudah dipahami.
2. Penyuluh sebagai fasilitator
Peran penyuluh sebagai fasilitator dalam penyuluhan yaitu
dengan membantu menerapkan teknologi yang baik,
menyediakan konsultan terkait deradikalisasi, serta membantu
mendampingi kegiatan program deradikalisasi.
3. Penyuluh sebagai edukator
Penyuluh sebagai edukator yaitu untuk memfasilitasi
proses belajar yang dilakukan oleh para penerima manfaat
penyuluh atau (stakeholders) pembangunan yang lainnya.
4. Peran penyuluh sebagai mediator
Peran penyuluh sebagai mediator guna menghubungkan
antara narapidana dengan pemerintah, menhubungkan
penyuluh dengan peneliti.
105
5. Peran penyuluh sebagai motivator
Penyuluh mendorong penerima manfaat agar
mengikuti kegiatan penyuluhan deradikalisasi,
mendorong untuk memecahkan masalah terkait paham
radikal, mendorong penerima manfaat untuk bisa mau
menerima, dan pancasila sebagai ideologi bangsa.86
B. Media Komunikasi yang digunakan
Media yang digunakan penyuluh agama saat melakukan
penyuluhan terhadap napiter yakni melalui:
1. Media Elektronik
Media elektronik berupa komputer dan pointer
2. Media Audio Visual
Media audio visual yang digunakan adalah video
penyuluhan yang diberikan penyuluh agama kepada
napiter
3. Media Internet
Di masa pandemi covid 19 komunikasi langsung
menjadi terbatas, akibatnya media internet turut serta
digunakan dalam proses penyuluhan antara lain
mengunakan alikasi zoom meet, dan aplikasi webex
C. Analisis Pelaksanaan Deradikalisasi
Disamping penyuluhan diartikan sebagai proses
penerangan kepada klien atau sasaran penyuluhan. Maka
kepenyuluhan merupakan proses pendidikan bagi orang dewasa
86 Jurnal Of Integrasi Virginia Chintyasari, Hubungan Kompetensi dengan
peran penyuluh pertanian dalam mengembalikan kejayaan lada putih di
provinsi Belitung, (Universitas Bangka Belitung: Bangka) halaman, 57.
Diundung 16, Juli 2021 pukul 22.00
106
yang dilakukan di wilayah tertentu terutama desa, dusun dan
kelurahan. Beberapa strategi penyuluhan yang digunakan oleh
penyuluh agama untuk proses deradikalisasi.
Deradikalisasi yang dijalankan di lapas khusus diterapkan
beberapa kategori ntara lain yakni, reedukasi, reintegrasi dan
resosialisasi, di lapas khusus BNPT diterakan resosialisasi dan
reedukasi kepada napiter.
Ada beberapa materi yang diberikan kepada napiter dalam
upaya deradikalisasi oleh penyuluh diantaranya yakni, tentang
pemahaman keagamaan, kebangsaan, wirausaha, serta psikologi.
Penyuluhan tentang kewirausahaan sendiri sengaja diberikan
untuk meningkatkan kemandirian napiter agar setelah keluar
bebas dan terintegrasi dengan masyarakat mereka sudah memiliki
kemampuan untuk bekerja sesuai keahlian.
107
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konsep agama tentang bangsa dan negara dengan
demikian merupakan hal yang tidak hanya instrumental akan
tetapi suatu yang substansial. Islam rahmatan lil alamin
merupakan substansi dalam kehidupan bermasyarakat
terkhusus dalam deradikalisasi terhadap mereka yang telah
terpapar paham radikalisme.
Strategi komunikasi yang digunakan penyuluh agama
dalam melakukan proses penyuluham merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam melakukan suatu
pembinaan. Proses komunikasi penyuluhan merupakan
pendampingan yang dilakukan oleh pembina dalam
melakukan pembinaan kepada para napiter.
Pendampingan yang dimaksudkan adalah cara pembinaan
menyampaikan pesan dengan tujuan untuk memastikan para
napiter paham dengan informasi yang diberikan oleh pembina
dengan menggunakan komunikasi antarpribadi, persuasif,
komunikasi kelompok langsung dan tidak langsung.
Sebagaimana yang telah diuraikan dalam pembahasan
pada bab sebelumnya, maka penulis mencoba menyimpulkan
strategi komunikasi penyuluh agama dalam upaya
deradikalisasi narapidana terorisme.
108
Strategi komunikasi penyuluh agama dalam upaya
deradikalisasi narapidana ada beberapa diantaranya yakni:
a. wawancara
b. diskusi
c. ceramah
d. dan lainnya
B. Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dikemukakan
implikasi sebagai berikut:
1. Bahwa strategi komunikasi yang digunakan oleh
penyuluh agama dalam melakukan penyuluhan dapat
berpengaruh terhadap narapidana terorisme jika
dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan.
2. Kualitas keahlian dalam berkomunikasi penyuluh
agama dapat menentukan berhasil atau tidaknya
penyuluh sebagai komunikator.
3. Program deradikalisasi walaupun belum berjalan
maksimal, namun mampu membuat narapidana mau
mengikuti program serta merubah sikapnya menjadi
moderat.
C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, analisis data dan kesimpulan
di atas maka penulis mengajukan saran-saran sebagai berikut
dalam upaya deradikalisasi narapidana terorisme sebaiknya
para penyuluh agama memperhatikan kembali:
109
1. dikembangkan kembali strategi-strategi yang lebih baik
dan persuasif untuk menumbuhkan rasa dan sikap
moderat dari narapidana terorisme tersebut.
2. Komunikasi yang dimiliki petugas atau pembina harus
ditingkatkan lagi guna memiliki hasil yang lebih optimal,
serta kondsi lapas yang mumpuni
3. Perlu adanya dukungan dari masyarakat ketika telah
terintegrasi dengan masyarakat dan turut memberikan
dukungan dan kepercayaan terhadap keahlian yang
dimiliki para napiter setelah berada di tengah-tengah
ingkungan masyarakat.
110
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Jainuri, Zainuddin Maliki, Samsul Arifin,dkk. Terorisme dan
Fundamentalisme Agama, (Malang: Bayumedia
Publishing, 2003), h. 198-199.
Alinurdin, psikologi pendidikan (Universitas Pamulang: Jakarta)
hal. 48.
Arifin. M, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan
Agama,(Jakarta: PT. Golden Trayon Press,1982), h. 40.
Cangara. Hafied, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Rajawali
Press, 2005).
Djelantik, Sukawarsini. 2010, Terorisme Tinjauan Psiko-politis,
Peran Media, Kemiskinan, dan Keamanan Nasiona,
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Djelantik. Sukawarsini, Terorisme Tinjauan Psiko-politis, Peran
Media, Kemiskinan, dan Keamanan Nasional, (Jakarta:
Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010) h. 280.
Efendi, Onong Uchjana. 1992, Dinamika Komunikasi, Bandung:
Remaja Rosdakarya. Fajar. Marhaen, Ilmu Komunikasi teori & Praktik, (Yogyakarta: graha
ilmu, 2009), h, 57.
Febriyansah, Mochamad N, Lailatul Khodriah, Raka K. Wardana,
Upaya Deradikalisasi Narapidana Terorisme di
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Keung Pane
Semarang, Seminar Nasional Hukum Universitas
Negeri, Vol. 3 Nomor 1 Tahun 2017.
Fitriana, Saella. Upaya BNPT Dalam Melaksanakan Program
Deradikalisasi di Indonesia, Jurnal Internasional, Vol
2, Nomor 3 Tahun 2016.
Hamdan, Muh. Deradikalisasi Pelaku Tindak Pidana Terorisme
Di Indonesia, Tesis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2015.
Hamdani dan Affifuddin, Bimbingan dan Penyuluhan.
(Bandung: Pustaka Setia, 2012).
111
Handayani. Yeni, Peranan BNPT Dalam Penanggulangan
Terorisme, Media Pembinaan Hukum Nasional, 2016. Hendri. Ezi, Komunikasi Persuasif, (Remaja Rosdakarya: Bandung),
hal. 25
Hendro priyono, A.M. 2009, Terorisme Fundamentalis Kristen,
Yahudi, Islam, Jakarta: Kompas Media Nusantara.
http://nasional.tempo.co/read/1062388/lipi-ungkap-4-alasan --
mengapa-radikalisme-berkembang-di-indonesia.
diakses pada 30 Agustus 2019 pukul 16:00.
https://beritabaru.co/mahfud-md-sampaikan-indonesia-adalah-
laboratorium-pluralisme/ diakses Rabu, 19 Febuari
2020. https://id.m.wikipedia.org/wiki/Analisis_SWOT diakses rabu, 5
februari 2020.
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/snh2017. Fakultas Hukum,
Universitas Negeri Semarang. Hal. 96
https://kumparan.com/erucakra-garuda-nusantara/pergeseran-
orientasi-terorisme-di-indonesia-2000-2018 diakses
pada 30 September 2019. https://www.bnpt.go.id/pimpinan BNPT.
https://www.ilmudasar.com/2017/08Pengertian/radikalisme,
diunduh 10 September 2019.
Jalaludin Rahmat, Islam Dan Pluralisme : Akhlak Quran
Menyikapi Perbedaan, (Jakarta Serambi,2006), Cet
Ke-2, h.126.
Jurnal Kriminolog Indonesia, Vol. 7 No. 1 Mei 2010, hal 112.
Jurnal Of Integrasi Virginia Chintyasari, Hubungan Kompetensi
dengan peran penyuluh pertanian dalam
mengembalikan kejayaan lada putih di provinsi
Belitung, (Universitas Bangka Belitung: Bangka)
halaman, 57
Kamasa, Frassminggi . 2015, Terorisme Kebijakan Kontra
Terorisme Indonesia, Yogyakarta: Graha Ilmu.
Kardima. A.M., Pengantar Ilmu Managemen, (Jakarta: PT.
Pronhalindo), h. 58. Khairul Umam dan H.A Achyar Aminudin, Bimbingan Dan
Penyuluhan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1998), h 76.
112
library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00374-
MC%20Bab%202. pdf halaman 6-9 diunduh
pada 16 Juli 2021. Mareta. Josefhin, Rehabilitasi Dalam Upaya Deradikalisasi
Napiter, masalah-masalah hukum, jilid 47 no. 3,
Oktober 2018. 1 Mochamad N. Febriyansah, Raka
K. Wardana, Seminar Hukum Universitas Negeri
Semarang : Upaya Deradikalisasi Narapidana
Terorisme di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas)
Keung Pane Semarang, Vol 3 nomor 1 Tahun 2017
Modul Praktikum Makro Bimbingan dan Penyuluhan Islam
angkatan 2014 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Modul LK 1 Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Cabang Ciputat,
hal. 97.
Moleong, Lexy. 2000, Metodelogi Penelitian Kualitatif,
Bandung: CV Remaja Rosdakarya.
Muhammad Fahmi Nur Cahya, Jurnal Fenomena
Anarkisme, pdf hal. 2-6 Nasution. Zulkarimein, Prinsip-prinsip Komunikasi Penyuluhan,
(Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, 1990) h. 7.
Nurmalita, Siti. Strategi Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme (BNPT) Dalam Upaya Deradikalisasi
Pemahaman Agama Narapidana Terorisme di
Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang,
Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016.
Pendidikan kewargaan (Civic Education), Demokrasi Hak
Asasi Manusia dan Masyarakat Madani,
(Jakarta: Prenada Media Group) edisi ketiga.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia, 1995),
cet. Ke- 1, h 283.
Qodir. Zuly, Radikalisme Agama Di Indonesia, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2014), h. 117.
113
Rokmad, Abu. Pandangan Kiai Tentang Deradikalisasi Paham
Islam Radikal di Kota Semarang, Jurnal Analisa Vol
21 Nomor 01 Juni 2014. Roudhonah, Ilmu Komunikasi (Jakarta: UIN Jakarta press, 2007)
hlm.113-114.
Septian, Farid. Pelaksanaan Deradikalisasi Narapidana
Terotisme di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I
Cipinang, Jurnal Kriminolog Indonesia, Vol. 7 No.I
Mei 2010.
Siagian. Sondang, Analisa Serta Kebijaksanaan dan Strategi
Organisasi. (Jakarta: PT Gunung Agung , 1986), cet
ke-2, h.17.
Sihabuddin Noor, Penyuluh Untuk Umat Beragama Di Indonesia,
(Jakarta: Jurnal Suluh Bimbingan dan Penyuluhan
Islam, 2016). Jurnal ini menjelaskan tentang istilah
kepenyuluhan (extension) yang dikembangkan
pertama kali di Universitas Oxport dan Universitas
Cambrigde pada tahun 1850, dalam istilah
terminology bahasa Belanda disebut woorlichiting
(obor, ina) bermakna menerangi.
Supriyono, Manajemen Strategi dan Kebijakan Bisnis
(Yogyakarta: BPFE, 1986) h. 9. Suranto Aw, Komunikasi Interpersonal, (Yogyakarta : Graha Ilmu,
2011), cet 1, hlm 5.
Sutrisno, Hadi. 2000, Metodologi Research, Yogyakarta: Andi.
Tarmizi Taher, Eddy Kristityanto, Faranz Suseno, Sumartana,
Radikalisme Agama (Jakarta: PPIM IAIN Jakarta,
1998), xvii
Tarmizi Taher, Eddy, Kristityanto, Faranz Suseno, Sumartana,
Radikalisme Agama (Jakarta: PPIM IAIN Jakarta,
1998) hvii.
Uchjana Effendy. Onong, Kepemimpinan dan Komunikasi,
(Bandung: CV Mandar Maju, 1998), hal. 59.
Uchjana Effendy. Onong, Komunikasi:Teori dan Praktek,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997), h. 9.
Umam, Khairul. 1998, Bimbingan dan Penyuluhan, Bandung:
Pustaka Setia.
114
Wawancara Penyuluh, dan Observasi Pusat Pengamanan
BNPT Lapas Bogor, Jawa Barat.
Lampiran
Catatan Lapangan
Nama
Peneliti
: Siti Nurhasanah
Tanggal : 20 Mei 2019
Kota : Sentul, Bogor Jawa Barat
Hari &
Jam
: Senin, & 11:53 WIB
Tempat : Desa. Sukahati Kecamatan. Citeurep Bogor, Jawa Barat
Kegiatan : Penelitian I
Teknik : Observasi
Deskripsi
Singkat
: Sekitar pukul 08:30 WIB hari senin tanggal 20 Mei 2019
ditemani Yanti Purnamasari mahasiswa akhir Bimbingan
dan Penyuluhan Islam, Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, penulis
bergegas pergi hendak melakukan observasi Lembaga
Pemasyarakatan Khusus Teroris di bilangan Sentul, Bogor
BNPT.
Hari itu adalah hari tepat umat muslim di Indonesia tengah
melakukan ibadah puasa bulan Ramadhan, cuaca pagi itu
cerah berawan serta keadaan lalu lintas dalam keadaan
ramai lancar. Lokasi kami saat itu berada di kawasan
Tangerang Selatan untuk menuju Bogor sebagai tujuan
utama, rute Sawangan Depok menjadi jalur alternative
seiring teman juga hendak melakukan observasi untuk
tempat penelitiannya yaitu rumah singgah di daerah Limo,
115
Depok.
Kami sampai di Depok pukul 09.24 menit, kondisi di
sekitar rumah singgah terbilang sepi hanya terlihat
beberapa warga yang melintas di sekitaran rumah singgah
tersebut. Setelah dirasa cukup, kami lantas melanjutkan
perjalanan utama kami yaitu pusat pengamanan Lapas
Sentul, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
(BNPT) Citeurep, Bogor Jawa Barat.
Saat melanjutkan perjalanan menuju BNPT jalur yang
dipilih yaitu melewati rute Citayem, dan Cibinong hingga
akhirnya kami bisa berada di kawasan Citeurep, saat
diperjalanan dengan sengaja terlihat kantor pemerintahan
kabupaten Bogor. Jalanan raya cukup luas, banyak
angkutan umum yang beroperasi disana, serta kendaraan
truk beroda enam hingga delapan ramai berlalu lalang.
Saat beberapa kilometer lagi menuju BNPT, udara mulai
terasa pengap cuaca panas mulai terasa hingga menusuk
setiap pori kulit sawo matang penulis, diperkirakan siang
itu sekitar 35 derajat Celsius.
Setelah beberapa jam diperjalanan, penulis sampai di jl.
Pahlawan, dipertigaan tepat di kanan jalan, tak jauh dari
Masjid Jami Nurul Yakin penulis menemukan plang yang
menunjukan arah ke BNPT serta beberapa tukang ojek
pangkalan sedang beroperasi di kawasan tersebut, ternyata
setelah penulis amati, BNPT terletak tak jauh dari kantor
pusat pelatihan BNPB keduanya berlokasi di komplek jl.
Anyar.
Berbeda dengan kondisi jalanan sebelumnya, jl. Anyar
memiliki nuansa lebih tenang, udara lebih terasa dingin
dibanding kawasan Cibinong, dan Citayam yang tadi
penulis jelaskan, tak banyak kendaran yang lalu lalang
disana hanya beberapa pemuda dan pelajar yang terlihat
menggunakan motor, dan pemukiman warga yang tak
begitu padat, serta masyarakatnya pun hanya beberapa
yang nampak di lingkungan.
Ketika masuk lebih dalam di jl. Anyar penulis dihadapkan
dengan kondisi jalan aspal yang mulus tak banyak lobang,
116
hanya saja kondisi alam yang mengakibatkan penulis harus
melewati beberapa tanjakan, dan turunan.
Hingga akhirnya penulis menemukan kantor BNPT penulis
langsung dihadapkan dengan tim pengamanan BNPT di
depan gerbang utama BNPT, kemudian setelah dijelaskan
maksud dan tujuan kepada salah satu pria dengan seragam
pengaman yang lengkap serta memiliki tinggi badan kira-
kira 169 cm memeriksa isi tas penulis berwarna perpaduan
biru terang, dan dongker yang isinya hanya amplop coklat
berisi surat perizinan wawancara untuk keperluan akademis
yaitu skripsi.
S etelah dirasa memenuhi standarnya penulis dipersilahkan
untuk masuk ke ruangan sekitar 3x2 meter di samping
gerbang utama BNPT, serta diarahkan untuk menulis
identitas diri di buku tamu yang disediakan pihak BNPT.
Ruangan itu dilengkapi meja dan kursi serta beberapa
furniture, dan satu pintu masuk menuju lingkungan BNPT.
Hari itu adalah hari pertama penulis melakukan observasi
langsung ke BNPT, petugas yang menerima kunjungan
bergender perempuan dengan tinggi badan sekitar 167 cm.
Melihat kondisi amplop surat, ia menyarankan untuk
menulis nama serta ditujukan kepada siapa agar surat
semakin jelas, setelah dirasa cukup penulis kembali
menemui teman, dan bergegas hendak kembali pulang ke
rumah.
Di lihat dari suasana lingkungan BNPT sendiri dipenuhi
pepohonan, serta aliran sungai jernih, lengkap dengan
bebatuan, ia terletak jauh dari pemukiman warga, jika
dilihat dari sudut pandang pemukiman warga, BNPT atau
Lapas Sentul berada di atas puncak gunung atau dataran
tinggi wilayah jl. Anyar Desa. Sukahati Citeurep.
Setelah mengambil dokumentasi berupa foto dalam jarak
200 meter dari gerbang awal tertulis Indonesia Peace and
Security Center yang masih dalam kawasan BNPT tepat di
jembatan aliran sungai penulis beristirahat sejenak sembari
memperhatikan lingkungan sekitar, serta melihat beberapa
pemuda/i Desa berlalu lalang melewati kawasan BNPT di
117
jl. Anyar tersebut.
Setelah beberapa menit kami beristirahat, tiba kami
bergegas pulang serta melakukan sholat dhuhur pukul
13:30 WIB di Masjid Jami Nurul Yakin, suasana masjid
tersebut terbilang sepi terlihat beberapa orang tengah
melakukan sholat juga, rata-rata jama’ah masjid tersebut
adalah mereka yang sedang dalam perjalanan. Berbeda
dengan tempat sholat untuk laki-laki, terdapat tempat
khusus perempuan yaitu di bagian belakang, jika dilihat
dari luar tempat itu persis di bagian kiri bangunan utama
masjid.
Setelah masuk ruangan itu seperti bekas tempat wudhu,
didalamnya dilengkapi kipas angin serta kamar mandi dan
toilet lengkap dengan keran untuk jama’ah jika ingin
melakukan wudhu. Setelah selesai melaksanakan sholat
dhuhur, penulis kembali ke rumah dengan memilih rute
Cibubur sebagai jalur pulang.
Dokumen
Pendukung
: Jenis Filename
Audio Tidak ada
Foto Ada
118
Dokumen Surat Keterangan Wawancara
Lainnya Surat Lembar Disposisi Kepala
119
Nama Peneliti : Siti Nurhasanah
NO : 2
Tanggal : 10 September 2019
Kota : Tangerang Selatan
Hari & Jam : Selasa & 14:00 WIB
Tempat : Ruang Jurnal Fakultas Ilmu Tarbiyyah dan
Keguruan, lantai 1
Kegiatan : Penelitian II
Teknik : Interview / Observasi
Deskripsi Singkat : Siang itu Selasa, 10 September 2019 ditemani Tiara
Imelia mahasiswa akhir Bimbingan dan Penyuluhan
Islam, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta penulis melakukan
interview terkait tema yang diambil sebagai bahan
untuk melakukan penelitian. Bulan Agustus 2019
penulis melakukan komunikasi melalui media
chatting yaitu whatsapp kepada narasumber seorang
penyuluh bagian reedukasi program BNPT yakni
deradikalisasi untuk narapidana terorisme lapas
kelas I Cipinang dan Nusakambangan, interview ini
dimaksudkan sebagai data awal untuk penulis
dalam menyelesaikan penelitian.
Di ruang jurnal Fakultas Ilmu Tarbiyyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tepat
pukul 14:00 WIB Penulis melakukan interview
terkait program deradikalisasi BNPT terutama
tentang pemahaman keagamaan, dan kebangsaan
terhadap narapidana terorisme.
Dokumen
Pendukung
: Jenis Filename
Audio Johan Aristia Lesmana, M.Han
Foto Belum Ada
Dokumen Surat Keterangan Wawancara
120
Lainnya
Nama Peneliti : Siti Nurhasanah
NO : 3
Tanggal : 09 April 2021
Kota : Tangerang Selatan
Hari & Jam : Jum’at & 16 :00 WIB
Tempat : Kantor Masjid Fatullah
Kegiatan : Penelitian III
Teknik : Interview / Observasi
Deskripsi Singkat : Sore itu tepat pukul 16:00 WIB penulis hendak
melakukan penelitian dengan kegiatan wawancara
salah seorang pembina rehabilitasi narapidana
terorisme bagian deradikalisasi BNPT yakni Dr.
Zuber, MA. Saat disambangi beliau ada di
kantornya di masjid Fatullah dengan tanpa ragu
penulis hendak menemuinya pada saat shalat
jama’ah telah selesai, ada banyak pertanyaan yang
saya tanyakan termasuk bagaimana proses
deradikalisasi atau proses pembinaan yang ia
lakukan terhadap napiter. Ia berkata bahwa lapas di
BNPT merupakan lapas khusus terdakwa terorisme.
Berikut wawancara penulis dengan narasumber :
Sudah berapa lama melakukan penyuluhan di lapas
bnpt ?
Sejak tahun 2015 jadi sekitar enam tahun, tapi kalu
deradikalisasi itu kita mulai sekitar 2017.
Kegiatan apa saja yang dilakukan bapak di bnpt
dalam dalam proses deradikalisasi ?
Kita memberikan materi, di mulai dari rehabilitasi
terus di kasih isi kemudian di coba untuk reedukasi
serta disosialisasikan kepada masyarakat,
resosialisasi dan dan reintegrasi. Rehab itu dia tidak
121
lagi merasa paling benar dengan pemikiran dia yang
radikal, jadi dia tidak bisa menerima perbedaan.
Kalau dia sudah mau menerima perbedaan baru kita
isi, setelah itu reedukasi dan di sana lebih banyak
reedukasi,
Apa saja materi yang disampaikan oleh penyuluh ?
Ada empat yakni tentang pemahaman keagamaan,
kebangsaan dan wirausaha. Kemuadian ada juga
psikologi. Terkhusus wirausaha sengaja diberikan
untuk meningkatkan kemandirian agar setelah
keluar bebas dan sudah terintregasi dengan
masyarakat mereka sudah memiliki kemampuan
untuk bekerja sesuai keahlian , selebihnya
dilakukan untuk meningkatkan kepribadian para
napiter
Program bnt yakni deradikalisasi dinilai belum
efektif dan optimal, strategi apa yang dilakukan
bapak agar program ini berjalan efektif dan
optimal.?
Oh iya karena lapas khusus di bnpt itu tingkat
radikalnya paling rendah, kita memiliki empat
kategori. Ideolog, militant, simpatisan, dan . yang di
bina disana itu adalah level 3 dan 4 yakni
simatisan,ting
Jika bisa diukur tingkat radikal maka seberapa
radikalkah napiter di lapas sentul ?
Yaa… boleh jadi dia itu sebelumnya ideolog, tapi
dia sudah berubah, sudah mau bekerja sama jadi
tingkat radikalnya sudah rendah sudah mau
mengikuti perbedaan jadi tidak tergantung pada
tingkat kejahatannya, ada juga yang membunuh tai
dia udah mau berubah dan satu lagi. Karena teknis
dia yang masa tahanannya sisa maksimal dua tahun
122
Metode apa yang bapak gunakan untuk proses
penyuluhan ?
Sama seperti metode kuliah yakni ceramah, diskusi
dan wawancara terhadap pribadi napiter, terkadang
dipersiapkan pointer serta ppt kita tayangkan
mereka juga baca kemudian ada evaluasi di akhir
kita Tanya apakah materi yang disampaikan itu bisa
dipahami atau belum terutama itu targetnya, di
awal-awal pendekatannya itu kita menggunakan
pendekatan kontra ideologi, hanya saja itu kurang
berhasil karena kalau kita kontra ideologinya dia
mencari pertahanan dan mencari cara untuk
menolak apa yang kita sampaikan misalnya:
Indonesia bukan Negara thogut, mereka tidak mau
menerima apa yang kita sampaikan jadi kita rubah
menjadi pendekatannya narasi alternative, tadi kan
kontra ideology sekarang kontra narasi, narasinya
aja yang kita banyakin narasinya banyak untuk
pemahaman yang berbeda tapi yang paling penting
sebenarnya materi pendekatan ini kita mencoba
untuk mengajarkan metode memahami al-qur’an
secara benar itu seperti apa, hadits bagaimana
memahami hadits dengan benar metodologinya yang
kita ajarkan,
Selain di dalam apakah bapak melakukan penyuluhan
juga di luar lapas yaitu kepada masyarakat luas guna
mecegah ideologi radikal?
Ada dua kategori di luar yakni di lapas khusus ada lagi
di dalam lapas itu di luar sana saya juga membina di
salemba kalau di luar lapas itu yang resosialisasi dan
reintegrasi kalo pencegahan lain lagi karena saya tidak
terlibat dalam program pencegahan yang dilakukan oleh
bnpt
Jadi hanya melakukan pembinaan deradikalisasi di
dalam lapas?
123
Iya, tapi tetap melakukan kegiatan pencegahan bersama
mahasiswa juga, kuliah, dan di masjid.
Media yang digunakan ?
Media kuliah, di saat pandemic kita online juga
Dalam satu tahun berapakali kah kegiatan penyuluhan
itu?
Banyak, kita mengadakannya selama sekali seminggu.
Intensip tiap minggu.
Ada berapa napiter ?
Sekitar ada 15 orang.
Hukuman paling minim berapa lama pak?
Kurang lebih sekitar dua tahun
Moderasi lawan katanya ekstrimis.
Dokumen
Pendukung
: Jenis Filename
Audio Dr. Zubair Ahmad, MA
Foto Belum Ada
Dokumen Surat Keterangan Wawancara
Lainnya
124
Biodata Narasumber
Nama : Johan Aristya Lesmana, M.Si
TTL : Bandung
Alamat : Bekasi
Riwayat Pendidikan :
Nama : Dr. Zubair Ahmad, M.A
TTL :
Alamat :
Riwayat Pendidikan :
top related