skenario 6 - laptut - patofis ca cerviks
Post on 23-Dec-2015
256 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
CA CERVIKS
PATOFISIOLOGI
TUMORIGENESIS
Squamous cell carcinoma serviks meluas dari SCJ dari lesi displastik yang ada sebelumnya, lesi yang pada kebanyakan kasus
disebabkan oleh infeksi HPV. Meskipun sebagian besar wanita dapat menghilangkan infeksi ini tapi pada sebagian yang persisten,
infeksi ini dapat berkembang preinvasive dysplastic cervical disease.
Perubahan molekuler yang terjadi pada karsinogenesis merupakan suatu mekanisme yang kompleks dan belum dipahami
sepenuhnya. Diduga karsinogenesis merupakan hasil dari interaksi antara factor lingkungan, imunitas pejamu dan variasi genomic sel
somatik.
HPV berperan penting/utama dalam perkembangan kanker serviks. Juga terjadi peningkatan bukti bahwa onkoprotein HPV mungkin
merupakan komponen kritikal
dari proliferasi sel kanker
selanjutnya.
Human Papiloma Virus (HPV)
dari 70 jenis yang tidak dapat
diidentifikasi secara serologis,
tetapi dengan DNA-
hybridization dan PCR-spesifik
primer dapat teridentifikasi. Genome virus ini terdiri dari the early region (E) yang mengkode protein yang berperan pada replikasi
genome, mengkrontrol transkripsi dan replikasi serta transformasi sel. The late region (L) berisi L-genes yang mengkode protein
capsid. Definisi tipe HPV yang terbaru tidak lebih dari 90% terlihat adanya homologi pada sequence DNA E6, E7 dan L1. Protein E6
(onco-protein) high-risk HPV (tipe 16 dan 18) mempunyai peran dalam proliferasi sel yang dihubungkan dengan keberadaan tumor
supressor gene-p53. E6-protein HPV 16 and 18 akan mengakibatkan inaktivasi gen p53 melalui mekanisme pengikatan yang disebut
ubiquitin-dependent proteolytic pathway (E6AP). Jadi dengan penurunan kadar protein p53 dalam sel akan berakibat pada kegagalan
pengendalian pertumbuhan sel, karena tidak terjadinya hambatan aktivasi sel. Protein E7 (onco-protein) highrisk HPV mempunyai
peran dalam proliferasi sel yang dihubungkan dengan keberadaan tumor supressor gene- Rb. Protein E7 (onco protein) akan mengikat
gen Rb. Ikatan tersebut menyebabkan tidak terikatnya gen E2F (faktor transkripsi) oleh protein Rb, sehingga gen E2F menjadi aktif
dan akan membantu c-myc (faktor transkripsi) untuk terjadinya replikasi DNA dan menstimuli siklus sel.
Protein c-myc (proto-oncogene) adalah protein yang disandi oleh gen c-myc, yang berfungsi sebagai protein inti sel untuk
transkripsi dan replikasi sel dalam siklus sel, sehingga dikelompokkan dalam gen-gen pemicu terjadinya tumor. Gen ras adalah famili
proto-oncogenes juga yang merupakan second major class dari GTP-binding proteins, dimana dalam banyak penelitian protein ini
dipastikan berperan dalam mitogenic signal transduction pada siklus sel. Gen p53 adalah gen yang mengkode phosphoprotein inti sel
seberat 53 kDa, dan bertindak sebagai negatif regulator dalam siklus sel, sehingga dikelompokkan dalam gen-gen penekan tumor. Gen
Rb adalah gen yang ditemukan bertanggung jawab pada tumor retina-mata (retinoblastoma) dan merupakan prototipe dari gen-gen
penekan tumor
Perbedaan potensi berbagai tipe HPV terhadap karsinogenesis
tergantung affinitas protein-E6 dalam mengikat gen p53 dan
protein-E7 dalam mengikat gen Rb. yang mempunyai arti yang penting
dalam karsinogenesis kanker serviks uteri. Hal tersebut diatas
bukan merupakan proses mutasi akibat pengaruh karsinogen.
ZONA TRANSFORMASI
Ektoserviks dilapisi oleh epitel squamous, epitel berlapis yang sangat mirip dengan kulit, tapi sedikit keratin. Kanalis servikal,
dilapisi oleh epitel kolumnar, hanya selapis sel dan di titik dimana sel ini bertemu disebut squamocolumnar junction. Letak SCJ
berbeda-beda selama kehidupan yaitu:
masa prapubertas: hanya melapisi ostium eksterna
masa pubertas dan kehamilan: meningkat volume sehingga meluas keluar menuju ektoserviks.
Pada wanita muda SCJ terletak diluar ostium uteri eksternum, sedang pada wanita usia > 35 Tahun SCJ berada pada kanalis
serviks.
Akibat kondisi asam pada vagina, terjadi proses metaplasia berupa transformasi epitel kolumner menjadi skuamosa sehingga
disebut zona transformasi.
DISPLASIA
Proses metaplasia dapat mengalami gangguan oleh pengaruh luar dan menyebabkan kelainan epitel skuamosa disebut epitel
displastik. HPV serta faktor lainnya seperti merokok dan imunosupresan berperan dalam terjadinya proses displasia ini. Karakter dari
epitel yang mengalami displasia yaitu sedikitnya sel-sel matur yang berpindah dari lapisan basal ke superfisial. Nukleusnya cenderung
lebih besar, ukuran & bentuk lebih bervariasi dan lebih mitotik. Istilah displasia ini sekarang disebut sebagai CIN/NIS (Cervical
Intraepithelial Neoplasia/ Neoplasia Intra Servikal).
CIN I: mengenai hanya 1/3, dari lapisan basal ke superfisial
CIN II: mengenai 2/3, dari lapisan basal ke superfisial
CIN III: mengenai semua lapisan sel
Klasifikasi yang lebih mudah ialah menurut sistem Berhesda yaitu:
'low-grade squamous intraepithelial lesions (LSIL): infeksi HPV dan CIN I
'high-grade SIL (HSIL): CIN II dan CIN III
Perjalanan alamiah CIN
Telah lama diketahui bahwa CIN akan berkembang menjadi keganasan servikal pada keadaan tertentu. CIN III cenderung
berasal dari CIN I dan CIN II, dan hanya CIN III yang dapat berkembang menjadi keganasan.
Tumor dapat tumbuh :
1. Eksofitik yakni mulai dari SCJ kearah lumen vagina sebagai masa ploriferatif
yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis.
2. Endofitik yakni mulai dari SCJ tumbuh kedalam stroma serviks dan cenderung
mengadakan infiltrasi menjadi ulkus.
3. Ulseratif yakni mulai dari SCJ dan cenderung merusak jaringan serviks dengan
melibatkan awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas.
Periode laten dari NIS-I sampai KIS tergantung dari daya tahan tubuh penderita.
Umumnya masa prainfasif pada 3-20 tahun (Rata-rata 5-10 tahun). Unitarian concept
dari Richart dikenal sebagai perubahan epitel displastik serviks secara
kontinue yang masih memungkinkan terjadinya regresi spontan dengan atau
tanpa pengobatan. Histopatologik sebagian besar epidermoid atau squamous cell
karsinoma, sisanya adenokarsinoma, clear cell karsinoma/ mesonefroid
karsinoma dan yang paling jarang adalah sarkoma.
Tingkatan pramaligna
Porsio yang erosif dengan ekorpion bukanlah premaligna selama tidak ada
bukti perubahan displastik dari SCJ. Penanganan harus berdasarkan
histopatologik, sehingga hasil pap smear harus di tindak lanjuti dengan biopsi
serviks.
Penyebaran
Secara limfogen :
1. Kearah fornises dan dinding vagina.
2. Kearah korpus uterus.
3. Kearah parametrium dan dalam tigkat lanjut dapat meginfiltrasi septum rektovaginal dan kandung kemih.
Tumor juga dapat menyebar pada kelenjar iliak luar dan iliak dalam (Hipogastrik). Penyebaran melalui pembuluh darah tidak
lazim, dan pada umumnya terbatas pada panggul saja. Mikro invasif jika kedalaman invasi < 1 mm dan sel-sel tumor belum terlihat
dalam kelenjar limfe dan darah sedangkan dikatakan invasif jika kedalaman invasi >1 mm dan sel-sel tumor sudah terlihat dalam
kelenjar limfe dan darah, tumor mungkin telah memfiltrasi stroma serviks, tetapi secara klinik belum terlihat sebagai karsinoma, tumor
yang demikian disebut ganas praklinik (Tingkat IB-occult). Sesudah tumor menjadi invasif maka akan menyebar menuju kelenjar
limfe regional, menjalar ke vagina, korpus uterus, rektum dan kandung kemih yang pada tingkat akhir dapat menimbulkan fistula
rektum atau kandung kemih. Melalui trunkus limfatikus dikanan dan vena subklavia kiri dapat mencapai paru, hati, ginjal,tulang dan
otak. Biasanya penderita sudah meninggal lebih dahulu karena perdarahan yang eksesif dan gagal ginjal menahun akibat uremia oleh
karena obstruksi ureter ditempat ureter masuk kandung kemih.
Infeksi virus HPV pada dasarnya tidak hanya terkait kanker servik saja karena jenis-jenis HPV lain dapat menyebabkan kutil
pada tangan atau kaki, kutil kelamin pada penis, vagina dan dubur. HPV juga dapat mengakibatkan masalah pada mulut atau pada
lidah dan bibir. Jenis HPV lain dapat menyebabkan pertumbuhan sel yang tidak normal yang disebut displasia. Displasia dapat
berkembang menjadi kanker dubur pada laki-laki dan perempuan, dan kanker leher rahim (cervical cancer), atau kanker penis.
Displasia di sekitar dubur disebut neoplasia intraepitelial anal (anal intraepithelial neoplasia/AIN). AIN adalah perkembangan
sel baru yang tidak normal pada lapisan dubur. Displasia pada daerah leher rahim disebut neoplasia intraepitelial serviks (cervical
intraepithelial neoplasia/CIN). Tampaknya AIN dan CIN lebih umum pada Odha dibanding orang HIV-negatif.
Jadi dari penjelasan di atas, infeksi HPV bisa terjadi di luar serviks. Kecenderungan terjadinya kanker serviks pada wanita
akibat infeksi HPV mungkin terjadi karena keadaan sel di SCJ yang secara normal mengalami metaplasia sehingga lebih mudah
terjadi displasia. Dikatakan bahwa infeksi HPV saja kurang cukup untuk menyebabkan displasia sehingga faktor-faktor lain seperti
merokok dan keadaan imunosupresi dapat meningkatkan kerentanan ke arah displasia.
Manifestasi Klinis
Secara umum, tidak ada tanda atau gejala spesifik untuk kanker serviks, karsinoma servikal prainvasif tidak memiliki gejala,
namun karsinoma invasif dini dapat menyebabkan sekret vagina atau perdarahan vagina. Walaupun perdarahan adalah gejala yang
signifikan, perdaraahn tidak selalu muncul pada saat-saat awal, sehingga kanker dapat sudah dalam keadaan lanjut setelah didiagnosis.
Jenis perdarahan vagina yang paling sering adalah pasca koitus atau bercak antara menstruasi. Bersamaan dengan munculnya tumor,
gejala yang muncul kemudian adalah nyeri punggung bagian bawah atau nyeri tungkai akibat penekanan syaraf lumbosakralis,
frekuensi berkemih yang sering dan mendesak, hematuria, atau perdarahan rektum.
Perdarahan vagina yang abnormal adalah gejala umum yang sering dirasakan oleh pasien pada kanker serviks invasif dan dapat
berbentuk keputihan dengan bercakan darah, spotting, atau bahkan perdarah murni. Leukorea biasanya bersifat purulen, berbau dan
tidak gatal (non pruritic). Riwayat perdarahan paska koitus juga merupakan gejala yang spesifik.
Nyeri pelvis yang terkadang unilateral dan menyebar pada pinggang dan paha merupakan gejala penyakit yang telah lanjut.
Selain itu, ditemukan juga urine yang keluar secara involunter dan feses melalui vagina merupakan tanda juka telah terjadi fistula.
Lemah, letih, lesu dan anemia merupakan ciri khas dari tahap lanjut suatu penyakit meskipun perdarahan akut dan anemia terjadi pada
saat fase awal lesi.
Keputihan merupakan gejala yang sering ditemukan. Getah yang keluar dari vagina ini akin lama akan berbau busuk akibat
infeksi dan nekrosis jaringan. Dalam hal demikian, pertumbuhan tumor menjadi ulseratif. Perdarahan yang dialami setelah sehabis
senggama (disebut perdarahan kontak) merupakan gejala karsinoma serviks (75-80%).
Adanya perdarahan spontan umumnya terjadi pada tingkat klinik yang lebih lanjut (II atau III), terutama tumor yang bersifat
eksofitik.
CINPatogenesis
Meningkatkan peubahaan sel yang sudah diawali oleh infeksi HPV
respon seluler terhadap infeksi menurun
Meningkatkan resiko infeksi HPV
Ca ceviks
Nikotin dan metabolit lain yg terdapat dalam rokok ditemukan dalam mukosa cerviks dan cairan semen
E6 dan E& bind produk gen dai p53 dan Rb tumor supresor gen
sel yang terinfeksi akan mengalami neoplastik
Low risk (6, 11, 42,43,44)
High risk (16,18)
Dysplasia (cervical intraepithelial neoplasia)
1. Multiple seksual partner
2. Early active seksual activity
3. Factor resiko tinggi pada pasangan yang
Aktif dan pasief
Rendah vitamin A,E,C, beta karoten dan asam folat
Sistesis protein E6 dan E7
Peningkatan mutasi gen
Infeksi HPV Diet Rokok Behavior
Meningkatkan resiko infeksi HPV persisten
Sel epitel basal dan membrane mukosa
Usia tua
(Schorge, 2008)
Interpretasi
Cervical intraepithelial neoplasia atau CIN biasa disebut dengan dysplasia, yang artinya
kelainan pada pertumbuhan dan perkembangan dari epitel serviks. Ada beberapa derajat variasi
dari CIN. Displasia ringan atau CIN I, yang artinya kerusakan pada pertumbuhan sekitar 1/3
lapisan epitel, kelainan ini juga disebut sebagai Low-grade squamous intraepithelial lesion
(LSIL). Abnormalitas maturasi sekitar 2/3 lapisan epitel disebut juga dengan dysplasia sedang
atau CIN II. Dysplasia berat, CIN III, meliputi > 2/3 lapisan epitel, sedangkan carcinoma in situ
semua lapisan epitel mengalami dismatuasi. Untuk CIN II dan III masuk dalam High-grade
squamous intraepithelial lesion (HSIL) ( Decherney, 2007).
CIN I :
Displasia ringan dapat juga diklasifikasikan sebagai LSIL atau CIN 1. Lesi ini ditandai
dengan perubahan koilositotik, terutama dilapisan superfisial epitel. Koilositosis terbentuk
karena angulasi nukleus yang dikelilingi oleh vakuolisasi perinukleus akibat efek sitopatik virus,
(Schorge, 2008)
dalam hal ini HPV. Satu juta wanita di amerika serikat terdiagnosis CIN 1 setiap tahunnya. Jika
dilakukan LEEP setelah biopsy pada CIN I, 23 %-55% akan mencapai CIN 2/3 pada specimen
LEEP. Sebaiknya dilakukan pap smear ulang sekitar 6-12 bulan dengan melakukan pemeriksaan
kolposkopi ulang untuk ASC-US atau tingkatan yang lebih besar (Fortner, 2007).
CIN II/III
Setiap tahun 500.000 wanita di Amerikater diagnosis mengalami CIN 2/3. Lesi ini bisa di
terapi dan hasilnya akan baik jika dilakukan eksisi pada zona transformasi. Pasien yang memiliki
hasil kolposkopi yang memuaskan dan CIN 2/3 bisa di terapi dengan prosedur eksisi atau ablasi.
Ablasi bisa dilakukan jika adanya hasil yang tidak sesuai antara koloskopi, cytology, dan
histology (jika lesi terbatas pada endoserviks dan lesi keseluruhan terlihat) dan jika pada ECC
tidak terlihat lesi pada endoserviks. Sampai 7 % pasien dengan CIN 2/3 dan hasil kolposkopi
yang tidak memuaskan akan ditemukan lesi mikroinvasive. Oleh karena itu semua kasus harus
ditreatment dengan prosedur eksisi. Kanker ditemukan pada 0.5 % specimen saat eksisi CIN 2/3,
dengan hasil kolposkopi yang memuaska (Fortner, 2007).
Displasia sedang dapat juga diklasifikasikan sebagai HSIL atau CIN 2. displasianya lebih
parah, mengenai sebagian besar lapisan epitel. Kelainan ini berkaitan dengan variasi dalam
ukuran sel dan nukleus serta dengan mitosis normal di atas lapisan basal. Perubahan ini disebut
displasia sedang apabila terdapat maturasi epitel. Lapisan sel superfisial masih berdiferensiasi
dengan baik, tetapi pada beberapa kasus memperlihatkan perubahan koilositotik.
Displasia berat dapat juga diklasifikasikan sebagai HSIL atau CIN 3. Ditandai dengan
ukuran sel dan nukleus yang lebih bervariasi, kekacauan orientasi sel, dan mitosis normal atau
abnormal; perubahan ini mengenai hampir semua lapisan epitel dan ditandai dengan hilangnya
pematangan. Diferensiasi sel permukaan dan gambaran koilositotik biasanya telah lenyap.
Seiring dengan waktu, perubahan displastik menjadi lebih atipikal dan mungkin meluas ke dalam
kelenjar endokrin, tetapi masih terbatas di lapisan epitel dan kelenjarnya. Tampak jelas bahwa
perubahan ini menyebabkan karsinoma in situ.
Table diatas merupakan persentase perkiraan perkembangan CIN.
CIN 1 : Persentase untuk kembali ke keadaan normal sekitar 60 %, persisten 30 %,
bekembang ke CIN 3 sekitar 10 %, dan mengarah ke kanker sekitar 1 %
CIN II : Persentase untuk kembali ke keadaan normal sekitar 40 %, persisten 35 %,
bekembang ke CIN 3 sekitar 20 %, dan mengarah ke kanker sekitar 5 %
CIN III : Persentase untuk kembali ke keadaan normal sekitar 30 %, persisten 48 %, dan
mengarah ke kanker sekitar 22 % ( Decherney, 2007).
top related