sintesis dan karakterisasi oligomer 4-vinilpiridin …digilib.unila.ac.id/62181/3/3. skripsi tanpa...
Post on 26-Oct-2020
7 Views
Preview:
TRANSCRIPT
SINTESIS DAN KARAKTERISASI OLIGOMER 4-VINILPIRIDIN
SEBAGAI INHIBITOR KOROSI UNTUK BAJA LUNAK DALAM
LARUTAN KOROSIF JENUH DENGAN KARBON DIOKSIDA
(Skripsi)
Oleh
RAFIKA FITRIANI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020
ABSTRAK
SINTESIS DAN KARAKTERISASI OLIGOMER 4-VINILPIRIDIN
SEBAGAI INHIBITOR KOROSI UNTUK BAJA LUNAK DALAM
LARUTAN KOROSIF JENUH DENGAN KARBON DIOKSIDA
Oleh
RAFIKA FITRIANI
Pada penelitian ini, telah dilakukan sintesis oligomer 4-vinilpiridin atau O(4-VP)
dengan inisiator hidrogen peroksida 0,25 mol. O(4-VP) hasil sintesis dilakukan
pemisahan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT), dan kemudian
dikarakterisasi gugus fungsi dan berat molekul menggunakan spektrofotometer
fourier transform infrared (FTIR), dan mass spectrometry (MS) untuk
menentukan berat molekul. O(4-VP) selanjutnya dilakukan uji aktivitas sebagai
inhibitor korosi pada baja lunak dalam larutan korosif jenuh dengan karbon
dioksida dengan menggunakan metoda wheel test dan elektrokimia, yaitu
electrochemical impedance spectroscopy (EIS) dan Tafel. Analisis permukaan
baja lunak dilakukan dengan scanning electron microscopy (SEM). Hasil sintesis
O(4-VP) berupa cairan kental berwarna jingga pekat. Spektrum massa
menunjukkan bahwa senyawa O (4-VP) memiliki massa (m / z) 100-900, yang
sesuai dengan panjang rantai 1-9 unit monomer, dengan panjang rantai 4
(tetramer) ) sebagai fraksi paling melimpah. Hasil TLC menunjukkan bahwa
produk yang disintesis masih mengandung monomer tidak terpolimerisasi dan
FTIR tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara monomer dan O (4-
VP). Wheel test sebagai screening test menunjukkan bahwa O(4-VP) memiliki
aktivitas sebagai inhibitor korosi. Aktivitas ini diperkuat oleh hasil analisis EIS
dan Tafel, yang juga menunjukkan bahwa proteksi meningkat dengan
meningkatnya konsentrasi O (4-VP) dan suhu. Pada suhu 70 oC dan konsentrasi
150 mg L-1, persen proteksi O (4-VP) mencapai 82,5% (berdasarkan metoda EIS)
dan 87,5% (berdasarkan metode Tafel). Proteksi sampel baja juga diperkuat oleh
morfologi permukaan sampel seperti yang terlihat pada karakterisasi SEM.
Kata kunci: oligomer 4-vinilpiridin, baja lunak, larutan korosif, inhibitor korosi
ABSTRACT
SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION OF 4-VINYLPYRIDINE
OLIGOMER AS A CORROSION INHIBITOR FOR MILD STEEL IN
CORROSIVE SOLUTION SATURATED WITH CARBON DIOXIDE
Oleh
RAFIKA FITRIANI
In this research, the oligomer 4-vinylpyridine or O(4-VP) has been synthesized
using hydrogen peroxide 0,25 mole as initiator. Synthesized O(4-VP) was
separated using thin layer chromatography (TLC), and then characterized Fourier
transformed infrared (FTIR) spectroscopy for functional groups identification, and
mass spectroscopy (MS) for molecular weights determination. O(4-VP) was
tested as corrosion inhibitor of mild steel in a corrosive solution saturated with
carbon dioxide using wheel test and electrochemical methods of electrochemical
impedance spectroscopy (EIS) and Tafel. Mild steel surface analysis performed
with scanning electron microscopy (SEM). Product of t h e synthesis is orange
viscous compound. The mass spectrum showed that the O(4-VP) compound has a
mass (m/z) of 100-900, wich is in accordance with chain length of 1-9 units of
monomer, with that having chain length of 4 (tetramer) as the most abundant
fraction. The results of TLC show that the synthesized product still contains
unpolymerized monomers and FTIR show no significant difference between
monomers and O(4-VP). Wheel test as a screening test showed the result that
O(4-VP) exhibited corrosion inhibitor activity. This activity was confirmed by
the results of EIS and Tafel analyses, which also demonstrated that prorection
increased with increased concentration of O(4-VP) and temperature. At
temperature 70 oC and concentration 150 mg L-1, the percent protection by the
O(4-VP) reached 82.5 % (based EIS metod) and 87.5 % (based Tafel method).
Protection of the metal sample was also confimed by the surface morphology of
the sample as seen by SEM charcterization.
Keywords: oligomer 4-vinylpyridine, corrosion inhibitor, CO2 corrosion,
corrosive solution
SINTESIS DAN KARAKTERISASI OLIGOMER 4-VINILPIRIDIN
SEBAGAI INHIBITOR KOROSI UNTUK BAJA LUNAK DALAM
LARUTAN KOROSIF JENUH DENGAN KARBON DIOKSIDA
Oleh
RAFIKA FITRIANI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA SAINS
Pada
Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Lampung
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020
Judul : SINTESIS DAN KARAKTERISASI
OLIGOMER 4-VINILPIRIDIN SEBAGAI
INHIBITOR KOROSI DALAM LARUTAN
KOROSIF JENUH DENGAN KARBON
DIOKSIDA
Nama Mahasiswa : Rafika Fitriani
Nomor Pokok Mahasiswa : 1517011028
Program Studi : Kimia
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Dr. Ilim, M. S. Prof. Wasinton Simanjuntak, Ph.D.
NIP 196505251990032002 NIP 195907061988111001
2. Ketua Jurusan Kimia FMIPA
Mulyono, Ph.D
NIP. 197406112000031002
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Dr. Ilim, M.S. …………..
Sekretaris : Prof. Wasinton Simanjuntak, Ph.D. …………..
Penguji
Bukan Pembimbing : Syaiful Bahri, M.Si. …………..
2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T.
NIP. 197407052000031001
Tanggal Lulus Ujian Skripsi : 15 April 2020
PERNYATAAN
Nama : Rafika Fitriani
Nomor Pokok Mahasiswa : 1517011028
Program Studi : Kimia
Jurusan : Kimia
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Sintesis dan Karakterisasi
Oligomer 4-Vinilpiridin Sebagai Inhibitor Korosi Dalam Larutan Korosif Jenuh
Dengan Karbon Dioksida ini tidak terdapat karya yang pernah dilakukan orang
lain, dan sepengetahuan saya tidak ada karya atau pendapat yang ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini,
sebagaimana disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila ada pernyataan saya yang tidak benar maka aya bersedia dikenai sanksi
dengan hukum yang berlaku.
Bandar Lampung, 06 Mei 2020
Menyatakan,
Rafika Fitriani
NPM 1517011028
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Rafika Fitriani dilahirkan di Bandar
Lampung pada 23 Januari 1997. Penulis merupakan anak
pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Edy Antoni
dan Ibu Rumaini. Penulis menyelesaikan pendidikan di SD N 2
Beringin Raya lulus pada tahun 2009, kemudian melanjutkan ke
SMP N 1 Jati Agung lulus pada tahun 2012, selanjutnya penulis melanjutkan
pendidikan di SMA N 1 Jati Agung lulus pada tahun 2015. Pada tahun 2015
penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa,
penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia Anorganik 1
angkatan 2018 tahun 2019. Penulis juga mengikuti aktivitas organisasi, dimulai
dengan menjadi Kader Muda Himaki (KAMI) tahun 2015. Penulis juga pernah
menjadi anggota Bidang Sains dan Penalaran Ilmu Kimia (SPIK) Himaki FMIPA
Unila periode 2016-2017 dan 2017-2018. Tahun 2018 penulis menyelesaikan
kerja praktik dengan judul Sintesis dan Karakterisasi Oligomer 4-Vinilpiridin
Sebagai Inhibitor Korosi Dalam Larutan Korosif Jenuh Dengan Karbon Dioksida
di Laboratorium Kimia Anorganik/Fisik, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Lampung. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja
Nyata (KKN) di Desa Giriklopomulyo, Kecamatan Sekampung, Lampung Timur
pada Juli-Agustus 2018.
MOTTO
Sesungguhnya bersama kesulitan pasti ada kemudahan
(Qs. Al-Insyirah 5&6)
Allah akan meninggikan orang – orang yang beriman
diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat
(Q.S. al-Mujadalah: 11)
Kesempatan bukanlah hal yang kebetulan.
Kau harus menciptakannya
(Chris Grosser)
Apabila manusia telah meninggal dunia maka
terputuslah semua amalannya
Kecuali tiga amalan yaitu: shadaqah jariyah, ilmu yang
bermanfaat, dan do’a anak yang shaleh
(HR. Muslim).
SANWACANA
Assalamualaikum Wr. Wb.
Segala puji hanya milik Allah, yang telah memberikan segala bentuk rahmat,
hidayah dan inayah-Nya yang tak bertepi. Shalawat beriring salam semoga selalu
tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Pembawa rahmat bagi seluruh alam,
suri tauladan yang baik bagi seluruh umat manusia. Semoga kita sebagai umatnya
diberikan keistiqomahan dalam menjalankan sunnah-sunnahnya. Atas segala
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Sintesis dan Karakterisasi Oligomer 4-Vinilpiridin Sebagai Inhibitor Korosi
Dalam Larutan Korosif Jenuh Dengan Karbon Dioksida”
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains di Jurusan Kimia,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah memberikan bantuan berupa dukungan baik moril maupun
material kepada penulis dari awal perkuliahan sampai dengan penyelesaian skripsi
ini, terutama kepada :
1. Kedua Orang Tua tercinta Ibu Rumaini dan Bapak Edy Antoni yang selalu
memberikan semangat, motivasi, pengalaman, dan doa yang tak pernah henti-
hentinnya terucap untuk saya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini, serta
segala perjuangan dan pengorbanan yang telah diberikan. Semoga Allah SWT
selalu memberikan kesehatan, menjaga, dan melindunginya. Aamiin.
2. Adikku Ramadhan Syaputra yang telah memberikan warna-warni tingkahnya
sehingga dapat menjadi penyemangat dan selalu sabar mengadapi kakaknya
yang seperti adiknya ini.
3. Keluarga dari pihak Ibu dan Bapak yang telah memberikan nasihat, motivasi,
dan semangat.
4. Dr. Ilim, M.S. selaku pembimbing I dan pembimbing akademik yang telah
bersedia membimbing penulis dan telah banyak memberikan ilmu
pengetahuan, bimbingan, gagasan, bantuan, dukungan, semangat, kesabaran,
dan nasehat-nasehatnya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga Allah memberikan yang terbaik dan membalas segala kebaikan
Bapak.
5. Prof. Wasinton Simanjuntak, Ph.D. selaku pembimbing II yang telah banyak
memberikan ilmu pengetahuan, bimbingan, gagasan, bantuan, dukungan,
semangat, kesabaran, dan nasehat-nasehatnya kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah memberikan yang terbaik dan
membalas segala kebaikan Ibu.
6. Syaiful Bahri, M.Si. selaku pembahas yang telah memberikan kritik , saran,
arahan, dukungan dan motivasi kepada penulis sehingga skripsi ini
terselesaikan dengan baik.
7. Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T., selaku Dekan Fakultas matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
8. Bapak Diky Hidayat, M.Sc., selaku pembimbing akademik atas bimbingan,
nasehat, serta motivasi yang telah diberikan kepada penulis.
9. Mulyono, Ph.D., selaku Ketua Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Lampung atas segala bimbingan dan motivasi
yang telah diberikan kepada penulis.
10. Seluruh Dosen Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Lampung atas ilmu, bimbingan, pengalaman, dan semangat
yang telah diberikan kepada penulis. Semoga menjadi amal jariah. Aamiin
11. Seluruh civitas akademika Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Lampung yang telah memberikan bantuan
serta dukungan kepada penulis.
12. Guru-guru SD, SMP, dan SMA yang telah mendidik dan memberikan ilmu
pengetahuan yang sangat berguna kepada penulis selama menempuh
pendidikan.
13. My True Friends: Dwi Esterlina dan Ria Nurfitriani. Terima kasih sudah
menjadi keluarga keduaku dan terima kasih untuk dulu, sekarang, dan nanti.
14. My Secret Woman. Astria Gesta Anggraini, Fitri Oktaviani, Nur Fitriana dan
Nurmalia. Terima kasih atas bantuan-bantuan yang sangat bermanfaat dari
awal kuliah sampai selesai.
15. Temen Makan: Annisa Nurdianti, Fitri Oktaviani, Fitria Ayu Lestari, Setiasih,
dan Widya Ekasari. Terima kasih atas waktu yang telah kita habiskan dengan
menyenangkan 3 tahun terakhir ini.
16. Partner sebimbingan: Annisa Nurdianti, Fitri Oktaviani, Rezky Perdana
Bangun, dan Tria Prabowo. Terima kasih sudah menyelesaikan semua ini
dengan tetap bersama.
17. Elsina Azmi, Fakhry Qolby A. F, I Wayan Raspayana, Mega Laelatusyifa, M.
Taufik Saifuddin, dan Nadia Fitra. Terima kasih untuk 32 hari bersama dan
masih berlanjut sampai seterusnya.
18. Chemistry 2015. Maaf tidak bisa disebutkan satu-satu tapi terima kasih atas
jalinan persaudaraan ini, semoga akan selalu seperti ini. Terutama untuk
keluarga tersayang, terima kasih hari-hariku di kampus sangat berwarna.
19. Sahabat dan teman-teman sejak kecil hingga sekarang yang tidak dapat saya
sebutkan satu per satu, terimakasih telah memberikan warna-warni kehidupan.
20. Seluruh teman-teman kimia dari berbagai angkatan, baik senior maupun
junior, terimakasih atas bimbingan, arahan, dan juga menjadi bahan
pembelajaran untuk saya selama duduk dibangku perkuliahan.
21. Seluruh civitas akademika Universitas Lampung dan Almamater tercinta
Universitas Lampung.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................... i
DAFTAR TABEL................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... iiv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vii
I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4
C. Manfaat Penelitian .................................................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 6
A. Korosi ........................................................................................................ 6
B. Macam-Macam Korosi ............................................................................. 7
C. Dampak Korosi ......................................................................................... 9
D. Perlindungan Terhadap Korosi ............................................................... 10
E. Korosi CO2 .............................................................................................. 12
F. Inhibitor Korosi ....................................................................................... 14
G. Senyawa Polimer .................................................................................... 17
H. Oligomer 4-Vinilpiridin .......................................................................... 20
I. Pengukuran Laju Korosi ......................................................................... 23
1. Metode kehilangan berat (wheel test) .............................................. 23
2. Polarisasi Tafel ................................................................................ 24
3. Pengujian electrochemical impedance spectroscopy (EIS) ............. 27
J. Integrated Potentiostat System ............................................................... 29
K. Spektrofotometer Fourier Transform Infrared (FTIR)........................... 31
L. Scanning Electron Microscopy (SEM) ................................................... 33
M. Mass Spectrometry (MS) ........................................................................ 36
III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................. 41
A. Waktu dan Tempat .................................................................................. 41
B. Alat dan Bahan yang Digunakan ............................................................ 41
C. Metode .................................................................................................... 42
1. Sintesis oligomer 4-vinilpiridin ....................................................... 42
ii
2. Karakterisasi struktur, gugus fungsi dan berat molekul (Mw) ......... 42
3. Persiapan spesimen baja lunak ........................................................ 43
4. Pembuatan medium korosif (larutan korosif) .................................. 43
5. Pembuatan larutan induk inhibitor ................................................... 43
6. Pembuatan clarke’s solution ............................................................ 43
7. Penentuan laju korosi (uji aktivasi) ................................................. 44
8. Analisis permukaan .......................................................................... 48
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 49
A. Sintesis Senyawa Oligomer 4-Vinilpiridin ............................................. 49
B. Karakterisasi Struktur, Gugus Fungsi dan Berat Molekul (Mw) ............ 50
1. Analisis kromatografi lapis tipis (KLT) ........................................... 50
2. Penentuan Berat Molekul ................................................................. 52
3. Analisis spektrofotometri fourier transform infrared (FTIR) ......... 56
C. Uji Aktivitas (Penentuan Laju Korosi) ................................................... 58
1. Metoda wheel test ............................................................................ 58
2. Metoda Elektrokimia ....................................................................... 59
D. Analisis Permukaan ................................................................................ 69
V. SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 72
A. Simpulan ................................................................................................. 72
B. Saran ....................................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 74
LAMPIRAN ......................................................................................................... 78
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Massa gugus akhir untuk beberapa kombinasi (Ilim, 2017) .......................... 21
2. Massa oligomer (H+) untuk variasi kombinasi gugus akhir (Ilim, 2017) ...... 21
3. Puncak-puncak yang muncul dalam spektrum MS dengan intensitasnya ..... 53
4. Massa oligomer (H+) hasil sintesis untuk variasi kombinasi gugus akhir ..... 55
5. Hasil uji aktivitas dengan metoda wheel test ................................................. 59
6. Parameter sirkuit yang didapatkan dari analisis spektra impedansi dalam
Gambar 22 dan % proteksi O(4-VP) .............................................................. 61
7. Parameter sirkuit yang didapatkan dari analisis spektra impedansi dalam
Gambar 23 dan % proteksi O(4-VP) .............................................................. 63
8. Parameter sirkuit yang didapatkan dari analisis spektra impedansi dalam
Gambar 24 dan % proteksi O(4-VP) .............................................................. 64
9. Polarisasi potensiodinamik oligomer 4-VP pada suhu 30, 50, dan 70 oC ...... 68
10. Hasil pengukuran berat dan dimensi kupon baja ........................................... 81
11. Data hasil ekstrapolasi kurva Nyquist ............................................................ 91
12. Data hasil ekstrapolasi kurva polarisasi ......................................................... 96
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Mekanisme proteksi inhibitor O(4-VP) pada pembentukan senyawa kompleks
(Ilim dkk, 2007) ............................................................................................. 16
2. Reaksi polimerisasi adisi vinilklorida ............................................................ 19
3. Reaksi polimerisasi kondensasi asam amino ................................................. 19
4. (a) Struktur umum dan (b) gugus-gugus akhir Oligomer 4-vinilpiridin (Ilim,
2017) .............................................................................................................. 20
5. Diagram Polarisasi Tafel katodik dan Anodik (Papavinasam, 2013) ............ 25
6. Plot Nyquist .................................................................................................... 27
7. Skema alat spektrofotometer FTIR (Azzis, 2012) ......................................... 31
8. Skema bagan SEM (Gabriel, 1985) ............................................................... 34
9. Skema alat SEM (Handayani dan Sitompul., 1996) ...................................... 34
10. Skema alat spektrofotometer massa (Dachriyanus, 2004) ............................. 37
11. Spektrum MS 4-vinil piridin .......................................................................... 39
12. Proses Pengamplasan Elektroda Uji (Baja Silinder) ...................................... 45
13. Skema Rangkaian Alat Pada Metode Elektrokimia ....................................... 45
14. Pengaturan sel potensiodinamik EIS .............................................................. 46
15. Pengaturan polarisasi Tafel ............................................................................ 47
16. Oligomer 4-VP hasil sintesis .......................................................................... 50
17. Hasil KLT monomer 4-VP (s) dan oligomer 4-VP (p) .................................. 51
18. Spektrum MS oligomer 4-VP......................................................................... 52
v
19. Contoh struktur (a) monomer 4-VP dengan berat molekul 122 m/z dan
oligomer 4-VP hasil sintesis dengan berat molekul bervariasi (b) 227, (c) 332,
(d) 451, dan (e) 558 m/z ................................................................................. 56
20. Spektra FTIR monomer 4-VP dan oligomer 4-VP ........................................ 57
21. Kurva Nyquist blanko pada suhu 30, 50, dan 70 oC ...................................... 60
22. Kurva Nyquist dari blanko dan O(4-VP) dengan variasi konsentrasi pada
suhu 30 oC ...................................................................................................... 61
23. Kurva Nyquist dari blanko dan O(4-VP) dengan variasi konsentrasi pada
suhu 50 oC ...................................................................................................... 62
24. Kurva Nyquist dari blanko dan O(4-VP) dengan variasi konsentrasi pada
suhu 70 oC ...................................................................................................... 64
25. Kurva polarisasi blanko pada suhu 30, 50, dan 70 oC .................................... 66
26. Kurva polarisasi blanko dan inhibitor O(4-VP) 150 mg L-1 pada suhu
30 oC ............................................................................................................... 67
27. Kurva polarisasi blanko dan inhibitor O(4-VP) 150 mg L-1 pada suhu
50 oC ............................................................................................................... 67
28. Kurva polarisasi blanko dan inhibitor O(4-VP) 150 mg L-1 pada suhu
70 oC ............................................................................................................... 68
29. Permukaan baja lunak (a) sebelum perlakuan, (b) setelah direndam larutan
korosif tanpa penambahan inhibitor O(4-VP), dan (c) setelah direndam
larutan korosif dan ditambahkan inhibitor O(4-VP) 150 mg L-1 pada suhu
50 oC selama 24 jam dengan perbesaran 100x ............................................... 70
30. Kurva Nyquist blanko pada suhu 30 oC ......................................................... 83
31. Kurva Nyquist blanko dengan penambahan O(4-VP) 25 mg L-1 pada suhu
30 oC ............................................................................................................... 83
32. Kurva Nyquist blanko dengan penambahan O(4-VP) 50 mg L-1 pada suhu
30 oC ............................................................................................................... 84
33. Kurva Nyquist blanko dengan penambahan O(4-VP) 100 mg L-1 pada suhu
30 oC ............................................................................................................... 84
34. Kurva Nyquist blanko dengan penambahan O(4-VP) 150 mg L-1 pada suhu
30 oC ............................................................................................................... 85
35. Kurva Nyquist blanko pada suhu 50 oC ......................................................... 85
vi
36. Kurva Nyquist blanko dengan penambahan O(4-VP) 25 mg L-1 pada suhu
50 oC ............................................................................................................... 86
37. Kurva Nyquist blanko dengan penambahan O(4-VP) 50 mg L-1 pada suhu
50 oC ............................................................................................................... 86
38. Kurva Nyquist blanko dengan penambahan O(4-VP) 100 mg L-1 pada suhu
50 oC ............................................................................................................... 87
39. Kurva Nyquist blanko dengan penambahan O(4-VP) 150 mg L-1 pada suhu
50 oC ............................................................................................................... 87
40. Kurva Nyquist blanko pada suhu 70 oC ......................................................... 88
41. Kurva Nyquist blanko dengan penambahan O(4-VP) 25 mg L-1 pada suhu
70 oC ............................................................................................................... 88
42. Kurva Nyquist blanko dengan penambahan O(4-VP) 50 mg L-1 pada suhu
70 oC ............................................................................................................... 89
43. Kurva Nyquist blanko dengan penambahan O(4-VP) 100 mg L-1 pada suhu
70 oC ............................................................................................................... 89
44. Kurva Nyquist blanko dengan penambahan O(4-VP) 150 mg L-1 pada suhu
70 oC ............................................................................................................... 90
45. Kurva polarisasi blanko pada suhu 30 oC ...................................................... 93
46. Kurva polarisasi blanko dengan penambahan O(4-VP) 150 mg L-1 pada
suhu 30 oC ...................................................................................................... 93
47. Kurva polarisasi blanko pada suhu 50 oC ...................................................... 94
48. Kurva polarisasi blanko dengan penambahan O(4-VP) 150 mg L-1 pada
suhu 50 oC ...................................................................................................... 94
49. Kurva polarisasi blanko pada suhu 70 oC ...................................................... 95
50. Kurva polarisasi blanko dengan penambahan O(4-VP) 150 mg L-1 pada
suhu 70 oC ...................................................................................................... 95
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Perhitungan Pembuatan Larutan…………………………………………….79
2. Perhitungan Metoda Wheel Tes……………………………………………...81
3. Kurva Nyquist dan Perhitungan Metoda EIS………………………………..83
4. Kurva polarisasi dan perhitungan metoda Tafel…………………………….93
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Korosi merupakan degradasi material (biasanya logam) akibat reaksi elektrokimia
material tersebut dengan lingkungannya. Lingkungan tersebut dapat berupa air,
udara, gas, larutan asam, dan lain-lain (Pandyo, 2012). Degradasi logam yang
dimaksud adalah berkurangnya nilai logam baik dari segi ekonomis, maupun
teknis. Penurunan kualitas logam ini besar pengaruhnya terhadap kehidupan
manusia, baik dalam segi ekonomi maupun lingkungan. Disamping itu logam
yang mengalami korosi dapat membuat penampilan yang tak menyenangkan,
untuk mengatasi hal ini diperlukan biaya perawatan yang tidak sedikit
(Javaherdashti, 2000).
Pada industri dan petambangan migas, sistem permipaan, transportasi dan sumur
produksi minyak mentah (crude oil) sangat rentan terhadap korosi akibat
keberadaan garam-garam anorganik (garam klorida, sulfat, dan karbonat); asam-
asam organik dengan berat molekul rendah (asam format, asetat, dan propanoat);
serta adanya gas CO2 dan H2S (Choi et al., 2010). Adanya senyawa-senyawa
tersebut pada pipa penyalur crude oil dapat meningkatkan potensi korosi,
ditambah lagi dengan adanya gas CO2 pada sumur minyak dapat menyebabkan
korosi CO2 pada pipa semakin meningkat. Adanya interaksi antara gas CO2
2
dengan fasa cair akan menyebabkan korosi internal pada material yang dikenal
sebagai korosi CO2 (Sim et al., 2013).
Adapun beberapa cara perlindungan terhadap korosi yaitu; proteksi katodik,
pelapisan (coating), pemilihan material (material selection), dan penambahan
inhibitor (Hidayat et al., 2013). Penambahan inhibitor merupakan teknik
pengendalian korosi yang paling banyak digunakan saat ini karena relatif murah,
sederhana, dan memiliki keefektifan yang cukup besar untuk memproteksi korosi
internal (Adzhani dan Sulistijono, 2013).
Inhibitor korosi merupakan suatu zat yang ditambahkan dalam jumlah sedikit ke
dalam lingkungan tertentu sehingga menurunkan laju korosi terhadap logam.
Inhibitor korosi menurunkan laju korosi dengan berbagai cara diantaranya;
adsorpsi ion/molekul kepermukaan logam, meningkatkan atau menurunkan reaksi
anodik dan/atau katodik, menurunkan laju difusi reaktan menuju permukaan
logam, menurunkan ketahanan elektrik permukaan logam, dan memiliki
keuntungan aplikasi in-situ. Umumnya inhibitor korosi merupakan senyawa-
senyawa organik dan anorganik yang mengandung gugus-gugus yang memiliki
pasangan elektron bebas, seperti nitrit, kromat, fospat, urea, fenilalanin,
imidazolin, dan oksigen (Afandi dkk., 2015). Penggunaan inhibitor dari senyawa
anorganik seperti fosfat, kromat, dikromat, silikat, borat, molibdat dan arsenat
telah banyak digunakan, tetapi inhibitor tersebut tidak ramah lingkungan,
sehingga diperlukan inhibitor korosi yang ramah lingkungan (Putra, 2011).
Beberapa senyawa organik baik alam maupun sintetis telah dipelajari dan
dianalisis untuk menyelidiki potensinya sebagai inhibitor korosi, diantaranya
3
yaitu; nikotin dan kafein (Ilim dkk., 2007), tanin (Wahyuni dan Syamsudin,
2014), metamina (Wahyuningsih, 2010), vinilpiridin (Ilim et al., 2016),
vinilpiperidin (Ilim et al., 2017), dan turunan imidazolin (Fahrurrozie, 2010).
Inhibitor organik mampu untuk memunculkan efek katodik dan juga anodik.
Mekanisme dari inhibitor jenis ini adalah dengan cara membentuk lapisan tipis
yang bersifat hidrofobik sebagai hasil adsorpsi ion inhibitor oleh permukaan
logam (Fahrurrozie, 2010).
Salah satu kelompok senyawa yang diketahui memiliki aktivitas sebagai inhibitor
korosi dan terus dikembangkan adalah polimer (inhibitor polimerik). Sebagai
inhibitor korosi, polimer memiliki kemampuan membentuk kompleks dengan ion
logam pada permukaan logam (Eliyan and Alfantazi, 2014). Adanya heteroatom,
terutama oksigen, fosfor, sulfur, dan nitrogen pada polimer menunjukkan daya
inhibisi yang baik pada polimer tersebut. Berbagai senyawa polimer yang
mengandung heteroatom telah diteliti kemampuannya sebagai inhibitor korosi
(Lin et al., 2014; Ilim et al., 2016; Ilim et al., 2017; Eduok et al., 2018; Zhang et
al., 2018). Poli(4-vinilpiridin) merupakan salah satu senyawa polimer yang telah
diteliti sebagai inhibitor korosi baja lunak dalam NaCl jenuh dengan CO2 (Ilim et
al, 2016; Ilim, 2017). Senyawa O(4-VP) dapat menghambat korosi baja lunak
dalam larutan NaCl tetapi monomernya tidak (Ilim et al, 2016).
Pada penelitian sebelumnya (Ilim, 2017) telah dilakukan sintesis oligomer 4-
vinilpiridin (O(4-VP)) dengan variasi konsentrasi H2O2 sebagai inisiator, yaitu
0,80; 0,50, dan 0,33 mol yang kemudian hasil sintesis tersebut dikarakterisasi
menggunakan MALDI-TOF MS dan diperoleh O(4-VP) dengan konsentrasi H2O2
4
0,80 dan 0,50 mol berupa padatan, sedangkan O(4-VP) dengan konsentrasi H2O2
0,33 mol berupa cairan kental. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan
H2O2 sebagai inisiator dengan konsentrasi yang berbeda akan menghasilkan O(4-
VP) dengan fasa yang berbeda pula. Semakin besar konsentrasi H2O2 maka
senyawa O(4-VP) yang dihasilkan akan memiliki berat molekul yang semakin
besar pula dan efektivitas inhibitor korosinya akan semakin menurun. Namun,
pada penelitian tersebut berat molekul O(4-VP) yang dihasilkan masih terlalu
besar sebagai inhibitor korosi.
Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mensintesis senyawa oligomer 4-
vinilpiridin dengan konsentrasi inisiator H2O2 yang lebih rendah (0,25 mol) agar
mendapatkan O(4-VP) dengan berat molekul yang lebih rendah pula, sehingga
efektivitas inhibitor korosinya semakin besar. Senyawa hasil sintesis
dikarakterisasi dengan menggunakan fourier transform infrared spectroscopy
(FTIR) untuk mengetahui gugus fungsi yang ada pada senyawa tersebut dan
spektroskopi massa untuk mengetahui berat molekulnya. Kemudian diuji
efektivitasnya sebagai inhibitor korosi dalam larutan korosif yang jenuh dengan
karbon dioksida dengan metode wheel test dan elektrokimia.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mensintesis senyawa oligomer 4-vinilpiridin menggunakan H2O2 sebagai
inisiator dengan konsentrasi 0,25 mol.
5
2. Mengkarakterisasi gugus fungsi dan berat molekul senyawa hasil sintesis
menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) dan fourier transform infrared
spectroscopy (FTIR) serta spektroskopi massa.
3. Menguji efektivitas senyawa hasil sintesis sebagai inhibitor korosi baja lunak
dalam medium korosif yang jenuh dengan gas karbon dioksida dengan
metoda wheel test dan elektrokimia.
C. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi ilmiah tentang
aktivitas senyawa oligomer 4 vinilpiridin sebagai inhibitor korosi dan
memberikan kontribusi dalam menangani masalah korosi di Indonesia.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Korosi
Korosi adalah degradasi atau penurunan mutu logam akibat reaksi kimia suatu
logam dengan lingkungannya (Pandyo, 2012). Korosi secara umum didefinisikan
sebagai suatu peristiwa kerusakan atau penurunan kualitas suatu bahan yang
disebabkan oleh terjadinya reaksi dengan lingkungannya. Korosi pada logam
(perkaratan) adalah peristiwa perusakan pada logam yang disebabkan oleh reaksi
oksidasi. Kerusakan terhadap logam-logam tersebut dipengaruhi oleh adanya gas
oksigen, amoniak, klorida, air, larutan garam, basa, asam, dan juga akibat arus
listrik (Pandyo, 2012). Pada umumnya korosi yang paling banyak terjadi adalah
korosi oleh udara dan air. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses korosi,
diantaranya; fisika (panas, perubahan temperatur, pendinginan, dan radiasi
matahari), kimia (larutan asam, basa, garam, bahan-bahan organik, dan gas
buangan), dan biologi (mikroorganisme, jamur, ganggang, binatang laut, dan
bakteri).
7
B. Macam-Macam Korosi
Korosi dapat dibagi menjadi delapan jenis berdasarkan bentuknya; korosi merata,
korosi galvanik, korosi celah, korosi sumuran, korosi batas butir, korosi kavitasi,
korosi erosi, dan korosi regangan.
1. Korosi merata (uniform corrosion)
Korosi merata merupakan bentuk korosi yang sering terjadi dan banyak dijumpai
pada besi yang mengalami perendaman dalam larutan asam. Logam besi akan
menjadi tipis secara merata pada permukaannya dengan kecepatan yang hampir
sama, sehingga daerah-daerah anoda dan katoda tersebar pada seluruh permukaan.
Contohnya sebatang besi (Fe) atau seng (Zn) direndam dalam larutan H2SO4.
Keduanya akan larut dengan laju yang merata pada permukaan logam.
2. Korosi galvanik (galvanic corrosion)
Korosi galvanik terjadi karena perbedaan potensial antara dua logam yang tidak
sama, bila kedua logam ini bersinggungan akan menghasilkan aliran elektron di
antara kedua logam tersebut. Logam yang lebih mulia bersifat katodik dan akan
diserang korosi lebih kecil, sedangkan logam yang kurang mulia bersifat anodik
dan akan lebih mudah diserang korosi.
3. Korosi celah (crevice corrosion)
Korosi ini terjadi pada suatu logam di daerah yang berhubungan langsung dengan
bahan lain yang bukan logam. Umumnya terjadi karena terdapat perbedaan
konsentrasi larutan atau konsentrasi oksigen, sehingga menyebabkan adanya
perbedaan potensial oksidasi pada logam tersebut.
8
4. Korosi sumuran (pitting corrosion)
Korosi sumuran adalah bentuk penyerangan korosi setempat yang menghasilkan
sumur pada logam di tempat tertentu. Logam mula-mula terserang korosi pada
suatu titik di permukaannya atau pada daerah tertentu yang sangat kecil dan
diteruskan menuju ke dalam logam. Penyebab korosi sumuran yang paling umum
adalah serangan selektif terhadap logam di tempat-tempat yang lapisan pelindung
permukaannya tergores atau pecah akibat perlakuan mekanik. Korosi ini terjadi
pada permukaan oksida pelindung logam yang terjadi sebagai stimulasi dari reaksi
anoda aktivasi anion dan reaksi katoda melalui kehadiran agen pengoksidasi dan
melalui permukaan katoda efektif dengan polarisasi rendah. Korosi sumuran akan
terjadi jika logam memenuhi potensial korosi minimum yang selanjutnya disebut
sebagai potensial pitting.
5. Korosi batas butir (intergranular corrosion)
Korosi batas butir merupakan korosi yang terjadi pada batas butir logam. Dalam
hal ini timbul keretakan pada logam akibat korosi melalui batas butir. Retak yang
ditimbulkan korosi jenis ini disebut stress corrosion cracking (SCC) yang terdiri
atas retak intergranular dan retak transgranular. Retak intergranular berjalan
sepanjang batas butir, sedangkan retak transgranular berjalan tanpa menyusuri
batas butir tersebut.
6. Korosi kavitasi
Korosi kavitasi terjadi karena tingginya kecepatan cairan yang menciptakan
daerah-daerah bertekanan tinggi dan rendah secara berulang-ulang pada
permukaan peralatan cairan tersebut mengalir. Maka terjadi gelembung
9
gelembung uap air pada permukaan tersebut, yang apabila pecah kembali menjadi
cairan akan menimbulkan pukulan pada permukaan yang cukup besar untuk
memecahkan film oksida pelindung permukaan. Akibatnya bagian permukaan
yang tidak terlindungi terserang korosi.
7. Korosi erosi (erosion corrosion)
Korosi erosi disebabkan oleh gabungan peristiwa korosi dan korosi akibat aliran
fluida sehingga proses korosi lebih cepat. Korosi ini dicirikan oleh adanya
gelombang, lembah yang biasanya merupakan suatu pola tertentu.
8. Korosi regangan (stress corrosion)
Gaya-gaya seperti tarikan (tensile) atau kompresi (compressive) berpengaruh
sangat kecil pada proses pengkaratan. Adanya kombinasi antara regangan tarik
(tensile stress) dan lingkungan yang korosif, maka akan terjadi kegagalan material
berupa retakan yang disebut retak korosi regangan.
C. Dampak Korosi
Korosi akan mengurangi kekuatan struktur bangunan terutama yang berbahan
dasar baja seperti pada gedung-gedung perindustrian dan jembatan. Bahkan,
korosi dapat terjadi pada pondasi beton sehingga bangunan menjadi rapuh dan
dapat membahayakan keselamatan bagi penggunanya. Selain itu, dampak yang
dapat ditimbulkan akibat kerusakan oleh korosi akan sangat besar pengaruhnya
terhadap kehidupan manusia, antara lain dari segi ekonomi dan lingkungan. Dari
segi ekonomi misalnya tingginya biaya perawatan, kerugian produksi pada suatu
industri akibat adanya pekerjaan yang terhenti pada waktu perbaikan bahan yang
10
terserang korosi, dan dari segi lingkungan misalnya adanya proses pengkaratan
besi yang berasal dari berbagai konstruksi yang dapat mencemarkan lingkungan
(Javaherdashti, 2000).
D. Perlindungan Terhadap Korosi
Adapun beberapa metode untuk perlindungan terhadap korosi adalah sebagai
berikut:
1. Proteksi Katodik
Menurut Roberge (2000) proteksi merupakan salah satu cara perlindungan
terhadap korosi yaitu dengan pemberian arus searah (DC) dari suatu sumber
eksternal untuk melindungi permukaan logam dari korosi. Metode ini efektif dan
berhasil melindungi logam dari korosi khusus di lingkungan yang terbenam air
maupun di dalam tanah, seperti perlindungan pada kapal laut, instalasi pipa bawah
tanah, dan sebagainya.
Untuk memberikan arus searah dalam sistem proteksi katodik, terdapat dua cara
yaitu dengan cara menerapkan anoda karbon (sacrificial anode) atau dengan cara
menerapkan arus tanding (impressed current). Metode anoda karbon
menggunakan prinsip galvanik, dimana logam yang ingin dilindungi dengan
logam lain yang akan menjadi pelindung, dengan syarat logam pelindung tersebut
bersifat lebih anodik (lebih negatif) dibandingkan dengan logam yang ingin
dilindungi, sehingga logam yang ingin dilindungi akan bersifat katodik dan tidak
terkorosi. Sedangkan metode arus tanding (impressed current) dilakukan dengan
memberikan arus listrik searah dari suatu sumber eksternal, untuk melindungi
suatu struktur logam yang saling berdekatan. Pada metode ini, kita memberikan
11
suplai elektron pada struktur yang diproteksi secara katodik agar tidak terjadi
kebocoran elektron. Proses ini memerlukan penyearah (rectifier) dengan kutub
negatif dihubungkan ke logam yang akan dilindungi dan kutub positif
dihubungkan ke anoda. Anoda yang digunakan biasanya adalah anoda inert.
2. Pelapisan (Coating)
Coating merupakan proses pelapisan permukaan logam dengan cairan atau
serbuk, yang akan melekat secara kontinu pada logam yang akan dilindungi.
Adanya lapisan pada permukaan logam akan meminimalkan kontak antara logam
dengan lingkungannya, yang kemudian akan mencegah proses terjadinya korosi
pada logam. Pelapisan yang paling umum digunakan adalah dengan cat.
Pelapisan biasanya dimaksudkan untuk memberikan suatu lapisan padat dan
merata sebagai bahan isolator atau penghambat aliran listrik diseluruh permukaan
logam yang dilindungi. Fungsi dari lapisan tersebut adalah untuk mencegah
logam dari kontak langsung dengan elektrolit dan lingkungan sehingga reaksi
logam dan lingkungan terhambat.
Pelapisan dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Pelapisan Logam: electroplating, electroless-plating, hot dip galvanizing, pack
cementation, cladding, thermal spraying, dan physical vapor deposition.
b. Pelapisan Anorganik: anodizing, chromate filming, phosphate coating,
nitriding, dan lapisan pasif.
c. Pelapisan Organik, dengan tiga metode proteksi, yaitu barrier effect, sacrificial
effect, dan inhibition effect.
12
3. Pemilihan Material (Material Selection)
Prinsip dasar dari pemilihan material ini adalah mengenai tepat atau tidaknya
pengaplikasian suatu material terhadap suatu lingkungan tertentu. Pemilihan
material yang sesuai dengan kondisi lingkungan, dapat meminimalisir terjadinya
kerugian akibat proses korosi. Deret galvanik merupakan suatu acuan yang
penting dalam melakukan pemilihan material.
4. Penambahan Inhibitor
Inhibitor adalah zat kimia yang ditambahkan ke dalam suatu lingkungan korosif
dengan kadar sangat kecil (ukuran ppm) guna mengendalikan korosi.
E. Korosi CO2
Korosi yang terjadi pada industri minyak dan gas umumnya dipengaruhi oleh
beberapa faktor utama yaitu :
1. Suhu dan tekanan yang tinggi.
2. Adanya gas korosif (CO2 dan H2S).
3. Air yang terproduksi dari dalam sumur.
4. Adanya aktivitas bakteri.
Dalam pemanfaatan sumber daya minyak dan gas dibutuhkan suatu proses
eksplorasi dan produksi yang sangat aman dan ramah lingkungan. Ada banyak
masalah yang terdapat dalam pengolahan minyak dan gas alam, diantaranya dari
segi peralatan dan maintenance dry peralatan tersebut. Salah satu dari masalah
yang akan timbul dalam pengolahan minyak dan gas alam adalah terjadinya
korosi.
13
Material baja merupakan material yang sangat umum digunakan pada industri
pertambangan dan migas. Material baja digunakan sebagai material penyusun
pipeline dan flowline untuk mengalirkan migas. Hal ini karena harganya relatif
murah tetapi memiliki sifat-sifat yang baik untuk berbagai aplikasi di dunia
industri. Namun, material baja memiliki kelemahan yaitu memiliki ketahanan
terhadap korosi yang tidak begitu baik pada lingkungan yang mengandung CO2.
Pada industri dan pertambangan minyak dan gas, sistem perpipaan, transportasi
dan sumur produksi minyak mentah (crude oil) sangat rentan terhadap korosi
akibat keberadaan garam-garam anorganik (garam klorida, sulfat, dan karbonat);
asam-asam organik dengan berat molekul rendah (asam format, asetat, dan
propanoat); serta adanya gas CO2 dan H2S yang kadarnya bergantung pada lokasi
sumur (Choi et al, 2010). Adanya senyawa-senyawa tersebut pada pipa penyalur
crude oil dapat meningkatkan potensi korosi, ditambah lagi dengan adanya injeksi
gas CO2 pada sumur minyak dapat menyebabkan korosi CO2 pada pipa semakin
meningkat. Adanya interaksi antara gas CO2 dengan fasa cair akan menyebabkan
korosi internal pada material yang dikenal sebagai korosi CO2 (Sim et al, 2013).
Korosi pada pipa sumur produksi dan transportasi sudah menjadi masalah sangat
serius dilihat dari segi ekonomi, lingkungan industri minyak dan gas untuk
beberapa dekade (Wahyuningsih, 2010).
Korosi CO2 pada intinya merupakan masalah korosi yang disebabkan asam
karbonat. Mekanisme reaksi yang terjadi ditunjukkan pada persamaan 1-4.
1. Pelarutan CO2 yang bereaksi membentuk H2CO3
CO2 (g) → CO2 (aq) (1)
14
CO2 (aq) + H2O (l) → H2CO3 (aq) (2)
2. Asam karbonat terbentuk akan terdisosiasi menjadi bikarbonat dan ion
karbonat, dimana setiap tahap akan menghasilkan ion hidrogen.
H2CO3 (aq) → H+ (aq) + HCO3- (aq) (3)
HCO3- (aq)→ CO3
2-(aq)+H+ (aq) (4)
Dengan demikian proses korosi yang terjadi adalah:
Anoda : Fe (s) + HCO3- (aq) → FeCO3 (s) + H+ (aq) + 2e- (5)
Katoda : 2H+ (aq) + 2e- → H2 (g) (6)
Reaksi total : Fe (s) + HCO3- (aq) + H+ (aq) → FeCO3 (s) + H2 (g) (7)
Reaksi ini menghasilkan suasana yang asam, dan ion hidrogen akan menyerang
besi pada pipa penyalur gas alam dan membuat pipa mengalami oksidasi dan
mengalami pengikisan. Pengikisan ini akan terus terjadi hingga ion hidrogen
yang dihasilkan habis tidak bereaksi.
F. Inhibitor Korosi
Inhibitor korosi adalah suatu senyawa organik atau anorganik yang apabila
ditambahkan dalam jumlah relatif sedikit kedalam sistem logam-media elektrolit
akan menurunkan laju korosi logam. Ada dua jenis inhibitor korosi secara umum,
yaitu inhibitor anorganik dan inhibitor organik.
1. Inhibitor anorganik adalah senyawa yang mengandung unsur fosfat, kromat,
dikromat, silikat, borat, molibdat dan arsenat. Inhibitor anorganik bersifat
sebagai inhibitor anodik karena inhibitor ini memiliki gugus aktif, yaitu anion
15
negatif yang berguna untuk mengurangi korosi. Senyawa-senyawa ini juga
sangat berguna dalam aplikasi pelapisan antikorosi, tetapi mempunyai
kelemahan utama yaitu bersifat toksik (Haryono, 2010).
2. Inhibitor organik adalah senyawa karbon yang mengandung atom nitrogen,
sulfur, atau oksigen dalam strukturnya serta memiliki pasangan elektron
bebas. Inhibitor organik diklasifikasikan dalam dua jenis yaitu sintetis dan
alami. Inhibitor sintetis mempunyai keuntungan antara lain dapat disintesis
senyawa yang diinginkan. Beberapa inhibitor sintetis dari senyawa oligomer
dengan proteksi cukup baik telah dilakukan sintesis oligomer 4-vinilpiridin
(Ilim et al, 2016) dan oligomer 4-vinilpiperidina (Ilim et al, 2017).
Pada umumnya senyawa-senyawa organik yang dapat digunakan adalah senyawa-
senyawa yang mampu membentuk senyawa kompleks. Untuk itu diperlukan
adanya gugus-gugus fungsi yang mengandung atom-atom yang mampu
membentuk ikatan kovalen terkoordinasi, misalnya atom nitrogen, belerang,
ataupun oksigen pada suatu senyawa tertentu (Dalimunthe, 2004). Senyawa
organik yang bertindak sebagai inhibitor korosi dapat teradsorpsi pada permukaan
logam karena adanya elektron-π dan heteroatom yang cenderung meningkatkan
adsorpsi molekul. Inhibitor organik mampu untuk memunculkan efek katodik dan
juga anodik. Mekanisme dari inhibitor jenis ini adalah dengan cara membentuk
lapisan tipis yang bersifat hidrofobik sebagai hasil adsorpsi ion inhibitor oleh
permukaan logam. Inhibitor organik ini membentuk lapisan film protektif yang
teradsorpsi di permukaan logam dan menjadi penghalang antara logam dan
elektrolit sehingga reaksi reduksi dan oksidasi pada proses korosi dapat terhambat
(Fahrurrozie, 2010).
16
Reaksi yang terjadi antara logam Fe2+ dengan medium korosif diperkirakan
menghasilkan FeCO3, oksidasi lanjutan menghasilkan Fe2(CO3)3 dan reaksi antara
Fe2+ dengan inhibitor alam maupun sintetis menghasilkan senyawa kompleks.
Inhibitor ekstrak bahan alam ataupun sintetis yang mengandung nitrogen
mendonorkan sepasang elektronnya pada permukaan logam mild steel ketika ion
Fe2+ terdifusi ke dalam larutan elektrolit, reaksinya adalah seperti tampak pada
Gambar 1.
Fe→Fe2++ 2e-(melepaskan elektron) dan
Fe2++ 2e-→Fe (menerima elektron)
Gambar 1. Mekanisme proteksi inhibitor O(4-VP) pada pembentukan senyawa
kompleks (Ilim dkk, 2007)
Produk yang terbentuk mempunyai kestabilan yang tinggi dibanding dengan Fe
saja, sehingga sampel besi atau baja yang diberikan inhibitor akan lebih tahan
(terproteksi) terhadap korosi (Ilim dkk., 2007). Inhibitor ada 2 macam, yaitu
inhibitor anorganik dan inhibitor organik. Inhibitor organik dibagi menjadi 2,
yaitu inhibitor organik bahan alam dan sintesis. Salah satu inhibitor organik
sintesis adalah senyawa oligomer 4-vinilpiridin yang merupakan senyawa hasil
sintesis yang mengandung gugus atom nitrogen akan menyumbangkan pasangan
17
elektron bebasnya untuk mendonorkan elektron pada logam Fe2+ sehingga
terbentuk senyawa kompleks (Ilim, 2017).
G. Senyawa Polimer
Polimer merupakan suatu senyawa dengan berat molekul yang besar dan tersusun
atas unit-unit kecil berulang yang disebut monomer. Polimer berasal dari bahasa
Yunani yaitu Poly, yang berarti banyak, dan mer yang berarti bagian atau satuan
(Stevens, 2001). Untuk polimer dengan unit monomer yang tergabung bersama
dalam jumlah yang kecil polimer disebut dengan oligomer. Oligomer berasal dari
bahasa Yunani yaitu oligos, yang berarti beberapa. Oligomer merupakan polimer
yang tersusun atas 2-8 monomer. Monomer-monomer ini saling terhubung satu
sama lain melalui ikatan kovalen.
Polimer dapat diklasifikasikan berdasarkan sumber dan sifat termalnya.
Berdasarkan sumbernya, polimer diklasifikasikan menjadi sebagai berikut:
a. Polimer alami (Biopolimer)
Polimer jenis ini terbentuk melalui proses alami yang terjadi di kehidupan
sehari-hari, contoh yang paling banyak dijumpai adalah protein, karbohidrat
dan turunannya (seperti pati, selulosa, kitin, dan kitosan), dan lain sebagainya.
b. Polimer Sintetis
Polimer jenis ini diperoleh melalui serangkaian proses reaksi kimia. Polimer
sintetis yang paling banyak ditemui adalah polivinilpiridin, polipropilen,
polistirena, nylon, dan lain-lain (Stevano, 2013).
18
Berdasarkan sifat termal dari polimer tersebut, maka polimer dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu:
a. Polimer Termoplastik
Jika dipanaskan, polimer jenis ini bersifat lunak dan meleleh (viscous) dan saat
didinginkan akan menjadi kaku (rigid). Contoh yang paling sering ditemui
adalah polietilen, polipropilen, dan lain-lain.
b. Polimer Termoset
Polimer termoset merupakan polimer yang akan melebur ketika dipanaskan
dan ketika didinginkan akan mengeras secara permanen. Polimer ini memiliki
bentuk struktur tiga dimensi (jaringan) sehingga polimer ini memiliki sifat
lebih kaku (rigid).
Proses pembentukan polimer (polimerisasi) dibagi menjadi dua golongan, yaitu
Proses pembentukan polimer dari monomer-monomernya disebut reaksi
polimerisasi. Reaksi polimerisasi tersebut ada dua, yaitu reaksi polimerisasi adisi
dan reaksi polimerisasi kondensasi (Cowd, 1991).
a. Reaksi polimerisasi adisi
Reaksi polimerisasi adisi merupakan polimerisasi yang melibatkan reaksi rantai
dan dapat berupa radikal bebas atau beberapa ion yang menghasilkan polimer
yang memiliki atom yang sama seperti monomer dalam gugus ulangnya. Polimer
ini melibatkan reaksi adisi dari monomer ikatan rangkap. Contoh polimer ini
adalah polietilen, polipropilen dan polivinil klorida. Reaksi polimerisasi adisi
vinilklorida dapat dilihat pada Gambar 2.
19
Vinilklorida Polivinilklorida (PVC)
Gambar 2. Reaksi polimerisasi adisi vinilklorida
b. Reaksi polimerisasi kondensasi
Reaksi polimerisasi kondensasi terjadi dari reaksi antara gugus fungsi pada
monomer yang sama atau monomer yang berbeda. Dalam polimerisasi
kondensasi terkadang disertai dengan terbentuknya molekul kecil seperti H2O,
NH3 atau HCl. Contoh dari polimerisasi kondensasi ini adalah pembentukan
protein dari asam amino. Reaksi polimerisasi kondensasi asam amino dapat
dilihat pada Gambar 3.
Asam amino Polipeptida
Gambar 3. Reaksi polimerisasi kondensasi asam amino
Salah satu aplikasi senyawa polimer adalah sebagai inhibitor korosi. Interaksi
senyawa polimer ini dengan permukaan logam mengarah pada pembentukan suatu
film polimer pelindung yang mengarah ke penurunan laju korosi. Aksi inhibitor
polimer berhubungan secara struktural dengan berbagai pusat aktif adsorpsi
20
sebagai cincin siklik dan heteroatom terutama oksigen, fosfor, sulfur, dan
nitrogen. Banyak penelitian telah dilakukan untuk membuktikan efek
penghambatan korosi dari berbagai senyawa polimer (Lin et al., 2014; Ilim et al.,
2016; Ilim et al., 2017; Eduok et al., 2018; Zhang et al., 2018. Senyawa poli (4-
vinilpiridin isopentil bromida) (P4VPIPBr) bertindak sebagai inhibitor katodik
dan menyerap pada permukaan besi murni sesuai dengan model isoterm adsorpsi
(Chetouani et al, 2003). Senyawa oligomer(4-vinilpiridin) bertindak sebagai
inhibitor korosi secara kemisorpsi pada permukaan baja ringan (mild steel) (Ilim
et al, 2016; Ilim, 2017).
H. Oligomer 4-Vinilpiridin
Pada penelitian sebelumnya (Ilim, 2017) telah dilakukan sintesis oligomer 4-
vinilpiridin menggunakan metoda Schreven, dkk (1990) yang dimodifikasi
dengan cara mereaksikan monomer 4-vinilpiridin, pelarut metanol dan air, serta
(a) (b)
Gambar 4. (a) Struktur umum dan (b) gugus-gugus akhir Oligomer 4-vinilpiridin
(Ilim, 2017)
21
inisiator H2O2. Jumlah inisiator H2O2 yang digunakan bervariasi, yaitu 0,25; 0,33;
0,50; dan 0,80 mol dengan jumlah monomer 4-vinilpiridin 50 g, metanol 125 mL,
dan air 125 mL, tujuannya untuk mendapatkan senyawa oligomer 4-vinilpiridin
dengan berat molekul rendah sebagai inhibitor korosi. Untuk memastikan hal
tersebut maka produk sintesis dikarakterisasi menggunakan MALDI-TOF MS.
Karakterisasi menggunakan MALDI-TOF MS menghasilkan grafik yang
menunjukkan hubungan antara massa (m/z) sumbu x dengan jumlah relatif (%)
sumbu y. Berdasarkan penelitian tersebut diperoleh massa gugus akhir untuk
beberapa kombinasi seperti terlihat pada Tabel 1 dan massa oligomer (H+) untuk
variasi kombinasi gugus akhir seperti terlihat pada Tabel 2.
Tabel 1. Massa gugus akhir untuk beberapa kombinasi (Ilim, 2017)
Gugus Akhir
Massa C=C
(m=-1)
H
(m=1)
OH
(m=17)
CH3
(m=15)
OCH3
(m=31)
H (m=1)
OH (m=17)
CH3 (m=15)
OCH3 (m=31)
0
16
14
30
2
18
16
32
34
32
48
30
46 62
Tabel 2. Massa oligomer (H+) untuk variasi kombinasi gugus akhir (Ilim, 2017)
Unit
(n)
Massa gugus akhir (E)
0 2 14 16 18 30 32 34 46 48 62
1
2
3
4
5
6
7
8
9
106
211
316
421
526
631
736
841
946
108
213
318
423
528
633
738
843
948
120
225
330
435
540
645
750
855
960
122
227
332
437
542
647
752
857
962
124
229
334
439
544
649
754
859
964
136
241
346
451
556
661
766
871
976
138
243
348
453
558
663
768
873
978
140
245
350
455
560
665
770
875
980
152
257
362
467
572
677
782
887
992
154
259
364
469
574
679
784
889
994
168
273
378
483
588
693
798
903
1008
Massa Oligomer = n (105) + E + 1
22
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa produk sintesis mempunyai rentang
berat molekul 200-2200 atau 2-20 unit monomer dengan dimer (n=2) yang paling
dominan. Dimer dengan Mw 227 merupakan produk sintesis yang paling banyak
ditemukan (Ilim, 2017). Senyawa hasil sintesis dengan konsentrasi inisiator H2O2
0,80 dan 0,50 mol berupa padatan, sedangkan senyawa hasil sintesis dengan
konsentrasi inisiator H2O2 0,33 mol berupa cairan kental. Berdasarkan hasil
tersebut dapat diketahui bahwa semakin kecil konsentrasi inisiator H2O2 yang
digunakan maka berat molekul senyawa hasil sintesis akan semakin kecil dan
efektivitasnya akan semakin besar.
Oligomer 4-vinilpiridin yang telah dikarakterisasi struktur dan massa molekulnya
lalu dilakukan uji aktivitas sebagai inhibitor korosi baja lunak dalam larutan
korosif jenuh dengan CO2 menggunakan beberapa metode, yaitu wheel test, LPR,
dan EIS dengan berbagai konsentrasi dan suhu yang divariasikan. Hasilnya
dengan penambahan oligomer 4-vinilpiridin sebagai inhibitor korosi dalam
medium korosif jenuh dengan CO2 dapat menghambat terjadinya korosi pada baja
lunak yang digunakan. Semakin tinggi konsentrasi inhibitor oligomer 4-
vinilpiridin dan semakin tinggi suhu maka persen proteksi oligomer tersebut
semakin besar, hal ini menunjukkan bahwa daya inhibisinya semakin besar dan
korosi yang terjadi semakin berkurang (Ilim, 2017). Senyawa oligomer(4-
vinilpiridin) bertindak sebagai inhibitor korosi secara kemisorpsi pada permukaan
baja ringan (mild steel) (Ilim, 2017).
23
I. Pengukuran Laju Korosi
Laju korosi logam yang mengalami korosi merata ditentukan dengan beberapa
metode seperti metode kehilangan berat (wheel test), metode perolehan berat
(weight gain), analisis kimia larutan, teknik gasometri, pengukuran ketebalan,
electrical resistance probe maupun teknik elektrokimia.
1. Metode kehilangan berat (wheel test)
Metode kehilangan berat adalah metode pengukuran korosi yang paling banyak
digunakan. Kupon merupakan lempengan logam yang ditempatkan di dalam
sistem dan dibiarkan untuk terkorosi. Kupon digunakan untuk mengetahui laju
korosi melalui wheel test (Jones, 1992). Corrosion coupons kemungkinan paling
banyak digunakan untuk material konstruksi untuk mendeteksi serangan
permanen dari perubahan korosifitas. Coupons menggambarkan kerusakan korosi
selama periode waktu dan hanya digunakan pada kondisi dimana peningkatan laju
korosi dapat diukur. Bentuk dan dimensi coupon dapat bervariasi sesuai
persyaratan pengujian. Sebelum coupon test diletakkan pada lingkungan
pengujian selama periode tertentu, maka produk korosi yang terbentuk
sebelumnya harus dihilangkan. Metode penghilangan produk korosi dapat
dilakukan tanpa menyebabkan korosi lebih lanjut. Persamaan untuk menghitung
laju korosi adalah sebagai berikut :
CR (mm th-1) = 10 x (Wt/A) (I/D) x (365/t) (8)
Keterangan :
CR = laju korosi (mm th-1)
24
Wt = berat (gram) yaitu antara berat awal dikurang dengan berat akhir
A = luas sampel (cm2)
D = density(gram/cm2)
Persamaan untuk mengetahui efisiensi inhibisi suatu inhibitor dalam menghambat
laju korosi adalah sebagai berikut:
%𝑃 = 𝐶𝑅𝑜−𝐶𝑅𝑖
𝐶𝑅𝑜𝑥100% (9)
Keterangan :
%P : persen proteksi
CR0 : laju korosi tanpa inhibitor
CR1 : laju korosi dengan inhibitor
2. Polarisasi Tafel
Kecepatan atau laju korosi yang terjadi pada logam dalam lingkungan elektrolit
baik tanpa atau dengan adanya inhibitor korosi dapat dilakukan dengan
menggunakan metode Tafel. Pengukuran dengan metode Tafel untuk kinerja
inhibisi dilakukan dalam sel elektrokimia dengan sistem tiga elektroda, yaitu
sampel baja karbon sebagai elektroda kerja, elektroda Pt sebagai elektroda bantu,
dan elektroda kalomel sebagai elektroda pembanding.
Dengan metoda polarisasi, laju korosi dapat ditentukan oleh kerapatan arus yang
timbul (current density) untuk menghasilkan suatu kurva polarisasi (tingkat
perubahan potensial sebagai fungsi dari besarnya arus yang digunakan) untuk
permukaan yang laju korosinya sedang ditentukan. Semakin tinggi kerapatan arus
yang timbul, maka korosi akan semakin hebat begitu pula sebaliknya. Korosi
25
dapat digambarkan dengan kurva tegangan fungsi arus, yang selanjutnya disebut
kurva polarisasi (Trethewey, 1991). Ketika potensial pada logam terpolarisasi
menggunakan arus pada arah positif, maka hal ini disebut sebagai terpolarisasi
secara anodik. Apabila potensial pada permukaan logam terpolarisasi
menggunakan arus pada arah negatif, maka disebut terpolarisasi secara katodik.
Gambar 5. Diagram Polarisasi Tafel katodik dan Anodik (Papavinasam, 2013)
Arus korosi bisa langsung dibaca dari plot Tafel. Arus korosi untuk plot Tafel
pada Gambar 5 adalah perpotongan ekstrapolasi baik dari cabang anodik dan
katodik pada OCP sehingga arus korosi bisa dapat ditentukan. Arus korosi yang
telah didapatkan diubah menjadi laju korosi dengan menggunakan persamaan 3.
26
(10)
Keterangan :
CR = Laju korosi
ikor = Arus korosi
A = Luas area baja (1,13 cm2 )
ɛ = Berat ekivalen
˄ = konstanta (1,2866 x 105)
Berikut adalah persamaan yang akan digunakan dalam menentukan arus korosi
menggunakan persamaan Stern-Geary (4).
Ikor = [1/(2,303 Rp) ] [(βa.βc)] / (βa+βc)] (11)
Keterangan :
Ikor = Arus korosi
Rp = Ketahanan korosi (Ohm.cm2)
βa = Kemiringan tafel anodik (Volt/dekade) atau (mV/dekade)
βc = Kemiringan tafel katodik (Volt/dekade) atau (mV/dekade)
Efisiensi inhibisi (% P) dapat dihitung menggunakan persamaan (Deyab et al.,
2009; Fuchs-Godec., 2009):
%𝑃 =𝐼𝑐𝑜𝑟𝑟𝑜−𝐼𝑐𝑜𝑟𝑟𝑖
𝐼𝑐𝑜𝑟𝑟𝑖 (12)
Keterangan :
%P : persen proteksi
Icorro : arus korosi blanko
Icorri : arus korosi inhibitor
1. .
.korCR i
A
=
27
3. Pengujian electrochemical impedance spectroscopy (EIS)
Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) merupakan suatu teknik analisis
in situ yang digunakan untuk penyelidikan proses elektrokimia dan sistem korosi.
Pada prinsipnya EIS dapat menentukan sejumlah parameter yang berkaitan
dengan kinetika elektrokimia, termasuk di dalamnya tahanan polarisasi (Rp),
tahanan larutan (Rs), charge transfer resistance (Rct), dan kapasitansi lapisan
rangkap (double layer), (Cdl).
Data potensial dari pengukuran EIS biasanya disajikan dalam bentuk plot Nyquist
seperti pada Gambar 6 berikut ini
Gambar 6. Plot Nyquist
Berdasarkan plot Nyquist diperoleh nilai Rp, Rs, serta Rct. Nilai Rs merupakan
titik awal dari setengah lingkaran dan Rp merupakan titik akhir dari setengah
lingkaran yang terbentuk dari plot Nyquist. Sedangkan nilai Rct merupakan
selisih dari nilai Rp dan Rs atau besarnya diameter setengah lingkaran yang
dihasilkan dari plot Nyquist.
28
Tahanan listrik dalam EIS dinyatakan dengan impedansi (Z). Impedansi adalah
ukuran kemampuan suatu rangkaian dalam menahan arus listrik. Dalam
impedansi, sinyal potensial dan arus AC berada dalam fase yang berbeda, dan
nilainya dipengaruhi oleh frekuensi. Impedansi dari sel elektrokimia, Z,
ditentukan berdasarkan analogi dari hukum Ohm seperti di bawah ini. Dengan ω
adalah frekuensi radial atau kecepatan sudut yang diterapkan (rad sec -1).
𝑍(ω) =𝐸 (𝑡)
𝑙 (𝑡)= 𝑍′(ω) + 𝑗𝑍′′(ω) (13)
𝑌(ω) =𝑙 (𝑡)
𝐸 (𝑡)= 𝑌′(ω) + 𝑗𝑌′′(ω) (14)
Keterangan :
E (t) = Potensial yang bergantung waktu (V)
I (t) = Arus yang bergantung waktu (A)
ω = 2 𝜋 f = frekuensi angular (Hz)
f = frekuensi sinyal (Hz)
Z’ (ω ), Y’(ω) = bagian real
Z” (ω), Y” (ω) = bagian imajiner
t = waktu (s)
j = -11/2
j2 = -1
Untuk mengetahui besarnya efisiensi inhibisi maka digunakan persamaan berikut
ini (Asefi et al., 2009; Musa et al., 2010):
% 𝑃 =𝑅𝑐𝑡(𝑖)− 𝑅𝑐𝑡(0)
𝑅𝑐𝑡(𝑖)𝑥100 (15)
29
Keterangan :
%P = persen proteksi
𝑅𝑐𝑡(0) = charge transfer resistance blanko
𝑅𝑐𝑡(𝑖) = charge transfer resistance inhibitor
J. Integrated Potentiostat System
Instrumentasi Integrated Potentiostat System eDAQ terdiri dari potensiostat dan
E-chem. Potentiostat berfungsi untuk mengontrol tegangan elektroda yang
kemudian direkam datanya oleh e-corder. Sedangkan Echem berfungsi dalam
menampilkan data dalam bentuk grafis untuk selanjutnya dianalisis. Hasil
pengujian ditampilkan dalam bentuk grafis, kemudian diolah dengan metoda
analisis Tafel untuk mendapatkan arus korosi. Arus korosi ini kemudian dapat
dikonversi menjadi laju korosi.
Potensiometri atau biasa dikenal dengan voltammetri adalah metode analisis
kimia yang memberikan informasi analit berdasarkan hubungan arus (ampere)
dengan tegangan listrik (voltase) pada waktu proses elektrolisis sedang
berlangsung. Hubungan arus dengan tegangan listrik dapat dinyatakan dalam
voltammogram. Dari voltammogram dapat diperoleh informasi mengenai analit
seperti kinetika kimia yang dapat ditinjau dari karakterisasi suatu bahan.
Parameter analisis kimia kimia kualitatifnya adalah nilai Eo yang menyatakan
besarnya potensial reduksi standar elektroda, sedangkan parameter analisis kimia
kuantitatifnya ditinjau dari besarnya arus (Qudus, 2009).
30
Dalam pengukuran, umumnya digunakan 3 jenis elektroda yang terhubung ke alat
potentiostat melalui kabel penghubung, kabel berwarna hijau terhubung ke
elektroda kerja, kabel merah terhubung ke elektroda bantu sedangkan kabel
kuning terhubung ke elektroda acuan/pembanding. Fungsi masing-masing
elektroda antara lain sebagai berikut:
1. Elektroda kerja (working electrode): elektroda ini dibentuk dari logam benda
uji yang akan diteliti berfungsi untuk melakukan proses elektrolisis.
2. Elektroda bantu (auxiliary electrode): menyempurnakan proses
faraday/elektrolisis, jika elektrode kerja sedang melakukan oksidasi, maka
elektrode bantu melakukan reduksi atau sebaliknya, melindungi elektrode
acuan akibat pengaruh arus listrik dengan cara membagi arus listrik yang
melewati elektrode acuan.
3. Elektroda acuan (reference electrode): Sebagai potensial acuan untuk
menyatakan potensial analit yang muncul pada voltammogram (Qudus, 2009).
Prinsip kerja alat potensiostat adalah ketika sel dialiri arus, maka akan terjadi
pergerakan elektron sehingga elektroda kerja mengalami proses elektrolisis (misal
mengalami oksidasi) pada saat tersebut elektroda bantu menyempurnakan proses
elektrolisis dengan mengalami proses reduksi sehingga menyebabkan terjadinya
perubahan beda potensial. Nilai potensial dalam sel diperoleh sebagai hasil
perbandingan dengan elektroda acuan. Beda potensial yang terukur diterima oleh
alat kemudian setelah melalui proses konversi, data yang diperoleh dikirim ke
rekorder untuk diterjemahkan ke output dalam bentuk voltamogram pada
komputer.
31
K. Spektrofotometer Fourier Transform Infrared (FTIR)
Spektrofotometer Fourier Transform Infrared (FTIR) merupakan salah satu alat
yang dipakai untuk mengidentifikasi senyawa, baik alami maupun buatan. Dalam
FTIR, dua molekul senyawa dengan struktur kimia yang berbeda memiliki
spektrum inframerah yang juga berbeda. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan
jenis ikatan dan frekuensi vibrasi.
Meskipun jenis ikatan sama, namun jenis senyawa berbeda, frekuensi vibrasi yang
dihasilkan juga berbeda, sehingga spektrum inframerah pada FTIR merupakan
sidik jari dari suatu molekul. Jika sinar inframerah dilewatkan melalui sampel
senyawa organik, maka terdapat sejumlah frekuensi yang diserap dan ada yang
diteruskan atau ditransmisikan. Serapan cahaya oleh molekul tergantung pada
struktur elektronik dari molekul tersebut. Skema alat spektrofotometer FTIR
ditunjukkan pada Gambar 7.
Gambar 7. Skema alat spektrofotometer FTIR (Azzis, 2012)
Molekul yang menyerap energi tersebut akan mengalami perubahan energi vibrasi
dan perubahan tingkat energi rotasi. FTIR akan mendeteksi suatu sampel pada
tingkat gugus fungsi. Ikatan-ikatan yang berbeda seperti C-C, C=C, C≡C, CO,
32
C=O, OH serta N-H mempunyai frekuensi karakteristiknya sebagai pita serapan
dalam spektrum inframerah. Gugus fungsi pada pita serapan di daerah 3500-3000
cm-1 yang menunjukkan karakteristik vibrasi ulur OH, pita serapan di atas 3300
cm-1 yang menunjukkan karakteristik vibrasi ulur NH amina. Pita serapan lainnya
yang menunjukkan adanya vibrasi NH2 amina yaitu pada daerah 1650-1550 cm-1
yang menunjukkan vibrasi tekuk NH2 (amina primer), pita serapan pada daerah
1250-1000 cm-1 yang menunjukkan vibrasi ulur CN, pita serapan daerah 3000-
2850 cm-1 menunjukkan karakteristik vibrasi ulur CH, pita serapan lainnya pada
daerah 1470-1350 cm-1 yang menunjukkan vibrasi tekuk CH, dan pita serapan
pada daerah 1250-970 cm-1 yang menunjukkan vibrasi tekuk C-O. Hasil analisa
dari FTIR adalah sebuah grafik absorbansi yang terdiri dari nilai absorbansi pada
sumbu Y dan bilangan gelombang cm-1 atau frekuensi pada sumbu X. Analisis
gugus fungsi suatu sampel dilakukan dengan membandingkan pita absorbansi
yang terbentuk pada spektrum inframerah (Silverstein et al., 2005)
Berdasarkan daerah bilangan gelombang, sinar infrared terbagi menjadi tiga
daerah, yaitu daerah infrared dekat (4.000-14.000 cm-1), daerah infrared
pertengahan (400-4000cm-1), dan daerah infrared jauh (10-400 cm-1). Daerah
yang paling banyak digunakan untuk berbagai analisis molekul adalah daerah
infrared pertengahan (400-4000cm-1), karena daerah tersebut cocok untuk
mempelajari energi vibrasi dalam molekul. Identifikasi suatu senyawa organik
atau anorganik, baik dalam bentuk padat, cair, maupun gas dapat dideteksi melalui
metode (Prayogha,2012).
33
L. Scanning Electron Microscopy (SEM)
Scanning Electron Microscopy (SEM) adalah salah satu jenis mikroskop elektron
yang dapat mengamati dan menganalisis karakteristik struktur mikro dari bahan
padat yang konduktif maupun yang non konduktif. Sistem pencahayaan pada
SEM menggunakan radiasi elektron yang mempunyai λ = 200 – 0,1 Å, daya pisah
(resolusi) yang tinggi sekitar 5 nm sehingga dapat dicapai perbesaran hingga ±
100.000 kali dan menghasilkan gambar atau citra yang tampak seperti tiga
dimensi karena mempunyai depth of field yang tinggi, sehingga SEM mampu
menghasilkan gambar atau citra yang lebih baik dibandingkan dengan hasil
mikroskop optik. Aplikasi mikroskop elektron ini tidak hanya terbatas pada
analisis logam dan paduan di bidang metalurgi, melainkan dapat diaplikasikan di
berbagai bidang lain, seperti farmasi, pertanian, biologi, kedokteran, dan industri
bahan elektronika, komponen mesin serta pesawat terbang. Pada prinsipnya
mikroskop elektron dapat mengamati morfologi, struktur mikro, komposisi, dan
distribusi unsur. Untuk menentukan komposisi unsur secara kualitatif dan
kuantitatif perlu dirangkaikan satu perangkat alat EDS (Energy Dispersive X-ray
Spectrometer) atau WDS (Wavelength Dispersive X-ray Spectrometer). Skema
bagan SEM ditunjukkan pada Gambar 8.
34
Gambar 8. Skema bagan SEM (Gabriel, 1985)
Prinsip dasar dari SEM ialah interaksi antara berkas elektron dengan spesimen
padatan, seperti dalam Gambar 9.
Gambar 9. Skema alat SEM (Handayani dan Sitompul., 1996)
Electron gun adalah suatu sumber elektron dengan energi yang tinggi dipancarkan
dari sebuah filamen seperti tungsten, yang berfungsi sebagai katoda. Hal ini akan
35
mengakibatkan elektron mengalir menuju anoda. Dalam prinsip pengukuran SEM
dikenal ada dua jenis elektron, yaitu elektron primer dan elektron sekunder.
Elektron primer merupakan elektron berenergi tinggi yang dipancarkan dari
sebuah katoda (Pt, Ni, W) yang dipanaskan. Katoda yang biasa digunakan adalah
tungsten (W) atau Lanthanum Hexaboride (LaB6). Tungsten digunakan sebagai
katoda karena memiliki titik lebur yang paling tinggi dan tekanan uap yang paling
rendah dari semua logam, sehingga memungkinkannya dipanaskan pada
temperatur tinggi untuk emisi elektron. Elektron sekunder adalah elektron
berenergi rendah, yang dibebaskan oleh atom pada permukaan, setelah permukaan
dikenai oleh berkas elektron elektron primer. Elektron sekunder inilah yang akan
ditangkap oleh detektor dan mengubah sinyal tersebut menjadi suatu gambar,
yang dikenal sebagai mikrograf.
Ketika arus mengalir melalui filamen maka terjadi perbedaan potensial antara
katoda dan anoda akibat pancaran elektron (electron beam). Kemudian berkas
elektron difokuskan ke suatu titik pada permukaan sampel dengan menggunakan
cermin pengarah (condenser lens). Gelombang elektron yang dipancarkan
electron gun terkondensasi di lensa kondensor dan terfokus sebagai titik yang
jelas oleh lensa objektif. Kumparan pemindai (scanning coil) yang diberi energi
menghasilkan medan magnetik. Berkas elektron yang mengenai cuplikan
menghasilkan elektron sekunder (secondary electron) dan kemudian dikumpulkan
oleh detektor sekunder atau detektor backscatter. Mikrograf yang dihasilkan dari
analisis dengan SEM memberikan beberapa informasi yang berkaitan dengan
morfologi permukaan sampel, yakni ukuran butir, distribusi butir, dan porositas
permukaan.
36
M. Mass Spectrometry (MS)
Mass Spectrometry adalah teknik analisis instrumentasi untuk membantu
identifikasi dan elusidasi struktur molekul senyawa murni berdasarkan massa
molekul relatif ionnya/ion fragmennya (m/e) (Permatasari, 2003). Penggunaan
spektrofotometer massa berkembang dengan pesat karena banyak senyawa
organik dapat diionisasi dalam keadaan uap dan dicatat berat molekulnya dengan
mengukur perbandingan massa terhadap muatan (m/e). Kedua ion molekul dapat
diputus-putus lagi atau difragmentasi dalam fragmentasi yang lebih kecil yang
didapat guna untuk penentuan struktur molekul. Perangkat yang digunakan untuk
memproduksi ion-ion selalu memberikan energi vibrasional yang cukup berlebih
kepada ion-ion. Selanjutnya digunakan berfragmentasi menghasilkan ion baru
dengan kehilangan fragmen netral (Riyanto, 2005).
A+ B+ + fragmen netral
C+ + fragmen netral
Bila energi vibrasional cukup maka B+ atau C+ dapat terurai lebih lanjut.
C+ D+ + fragmen netral
Fragmen netral tidak nampak dalam spektra, yang nampak hanya ion yang
bermuatan positif. Terjadinya fragmentasi merupakan usaha untuk stabilitas
akibat adanya pemberian energi yang berlebih (Riyanto, 2005).
Spektrofotometer massa pada umumnya digunakan untuk :
1. Menentukan massa suatu molekul.
2. Menentukan rumus molekul dengan menggunakan spektrum massa beresolusi
tinggi (High Resolution Mass Spectra).
37
3. Mengetahui informasi dari struktur dengan melihat pola fragmentasinya.
Skema alat spektrofotometer massa ditunjukkan pada Gambar 10.
Gambar 10. Skema alat spektrofotometer massa (Dachriyanus, 2004)
Spektrometer massa bekerja melalui 4 tahap yaitu (Dachriyanus, 2004):
1. Ionisasi
2. Akselerasi
3. Defleksi
4. Deteksi
1. Ionisasi
Molekul diionisasi dengan cara membuang satu atau lebih elektron sehingga
memberikan muatan positif. Ada beberapa cara untuk membuang elektron dari
suatu molekul, salah satunya adalah dengan cara menembak dengan elektron lain
yang berkecepatan tinggi. Metode ini disebut dengan metode Electron Impact
(EI).
Sampel yang sudah dalam bentuk uap akan dilewatkan pada ruang ionisasi. Koil
logam yang sudah dipanaskan secara elektrik akan menghasilkan elektron, dimana
38
elektron ini akan tertarik pada penangkap elektron yang merupakan plat
bermuatan positif. Partikel sampel (atom atau molekul) akan ditembak dengan
elektron sehingga elektron dari partikel akan lepas dan memberikan ion positif.
Ion yang bermuatan positif ini akan didorong melewati mesin oleh penolak ion
(ion repeller) berupa plat logam yang sedikit bermuatan positif. Ion yang
dihasilkan pada ruang ionisasi bisa terus melewati mesin dengan bebas tanpa
menumbuk molekul udara.
2. Akselerasi
Ion yang terbentuk akan diakselerasi sehingga seluruhnya akan mempunyai energi
kinetik yang sama. Ion positif akan ditolak dari ruang ionisasi dan seluruh ion
diakselerasikan menjadi sinar ion yang terfokus dan tajam.
3. Defleksi
Ion didefleksikan (dibelokkan) oleh medan magnet sesuai dengan massanya.
Semakin ringan massanya maka akan semakin terdefleksi. Besarnya defleksi juga
tergantung pada berapa besar muatan positif pada ion atau dengan kata lain
tergantung pada berapa elektron yang lepas. Makin banyak elektron yang lepas
maka ion tersebut makin terdefleksi.
Ion-ion yang berbeda akan didefleksikan oleh medan magnet dengan jumlah yang
berbeda-beda. Besarnya defleksi tergantung pada :
1. Massa ion: Ion yang memiliki massa kecil akan lebih terdefleksi dari yang
berat.
2. Muatan ion: Ion yang mempunyai 2 atau lebih muatan positif akan lebih
terdefleksi dari yang hanya mempunyai satu muatan positif.
39
Kedua faktor ini digabung menjadi rasio massa/muatan (rasio massa/muatan).
Rasio massa/muatan diberi simbol m/z (atau kadang-kadang dengan m/e).
Sebagai contoh: jika suatu ion memiliki massa 20 dan bermuatan 1+, maka rasio
massa/muatannya adalah 20. Jika suatu ion memiliki massa 56 dan muatannya
adalah 2+, maka ion ini akan mempunyai rasio m/z 28. Karena sebagian besar ion
yang melewati spektrometer massa mempunyai muatan 1+, maka rasio
massa/muatannya akan sama dengan massa ion tersebut.
4. Deteksi
Ion yang melewati mesin akan dideteksi secara elektrik. Hanya ion pada lintasan
B yang melewati mesin dan sampai pada detektor. Ion yang lain akan dinetralisir
dengan mengambil elektron dari dinding dan mereka akan dikeluarkan dari
spektrometer massa dengan pompa vakum.
Ketika ion menyentuh kotak logam maka muatannya akan dinetralisir oleh
elektron yang melompat dari logam ke ion. Aliran elektron akan dideteksi
sebagai arus listrik yang bisa dicatat. Makin banyak ion yang mencapai kotak
logam, makin besar arus yang dihasilkan.
Contoh spektrum MS dari senyawa 4-VP dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Spektrum MS 4-vinil piridin
40
Spektrum MS menunjukkan berat molekul (m/z) suatu senyawa dengan jumlah
relatifnya (%) seperti pada Gambar 11 yang menunjukkan berat molekul 4-
vinipiridin adalah 105 m/z dengan jumlah relatifnya 100 %..
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-November 2019 di Laboratorium
Anorganik/Fisik Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung, analisis senyawa
menggunakan Mass Spectrometer (MS) di Laboratorium Kimia Fisik Material
Program Studi Kimia ITB, analisis senyawa menggunakan spektrofotometer
fourier transform infrared spectroscopy (FTIR) dan analisis permukaan
menggunakan scanning electron microscopy (SEM) di Unit Pelaksanaan Teknis
Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi Teknologi (UPT-LTSIT) Universitas
Lampung serta pengujian aktivitas inhibitor menggunakan metoda wheel test di
Laboratorium Kimia Fisik Material Program Studi Kimia ITB dan elektrokimia
dilakukan di Laboratorium korosi, jl.Sanggar Kencana Utama, Jatisari, Kota
Bandung, Jawa Barat.
B. Alat dan Bahan yang Digunakan
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah; alat-alat gelas laboratorium,
satu set alat refluks, rotary evaporator, pemotong baja lunak, neraca analitik,
mikropipet, botol gelas, wheel oven, satu set alat metode elektrokimia, elektroda
pembanding (elektroda Ag/AgCl), elektroda bantu Pt, thermometer, chamber
42
glass, magnetic stirrer, water bath, mesin amplas, fourier transform infrared
spectroscopy (FTIR) (Cary 630 FTIR agilent), mass spectrometer (MS), scanning
electron microscopy (SEM) (Zeiss), dan instrument voltalab (Pgz 301).
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah; 4-vinilpiridin, hidrogen
peroksida (H2O2), metanol, etanol, Sb2O2, SnCl2, HCl pekat, NaCl, akuades,
NaHCO3, gas CO2, gas hidrogen, kertas amplas dengan ukuran kekasaran 200,
400, 600, 800, 1000, dan 1200 serta baja lunak kupon dan baja lunak silinder.
C. Metode
1. Sintesis oligomer 4-vinilpiridin
Monomer 4-vinilpiridin (30,7 mL), pelarut metanol (75 mL) dan akuades (75 mL)
dan inisiator H2O2 (28,3 mL; 0,25 mol), dicampur dalam labu leher tiga dan
direfluks pada suhu 80 oC selama 10 jam dalam penangas yang mengandung
minyak. Pelarut dihilangkan dengan menggunakan rotary evaporator.
2. Karakterisasi struktur, gugus fungsi dan berat molekul (Mw)
Karakterisasi struktur monomer 4-vinilpiridin dan senyawa hasil sintesis
dilakukan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT), gugus fungsi senyawa
hasil sintesis dianalisis dengan spektrofotometer fourier transform infrared
(FTIR) dan penentuan berat molekulnya ditentukan menggunakan mass
spectrometer (MS).
43
3. Persiapan spesimen baja lunak
Spesimen baja lunak dipotong-potong dengan ukuran(2 x 1 x 0,1) cm
menggunakan pemotong baja lunak, kemudian diamplas dengan kertas amplas
dengan tingkat kekasaran 200, 400, 600, 800, 1000, dan 1200. Selanjutnya
dibersihkan dengan akuades dan larutan etanol lalu ditimbang massanya dengan
neraca analitik dan diukur luasnya dengan menggunakan mikrometer.
4. Pembuatan medium korosif (larutan korosif)
Medium korosif yang digunakan adalah larutan NaCl 3 % . Larutan NaCl 3 %
dibuat dengan melarutkan 30 gram kristal NaCl dan 0,1 gram NaHCO3 ke dalam
labu takar 1000 mL dan ditambahkan akuades hingga batas tera lalu
dihomogenkan.
5. Pembuatan larutan induk inhibitor
Larutan induk inhibitor 10.000 ppm dibuat dengan melarutkan 0,5 gram inhibitor
oligomer 4-vinilpiridin dalam labu takar 50 mL dan ditambahkan akuades hingga
tera lalu dihomogenkan.
6. Pembuatan clarke’s solution
Clarke’s solution dibuat dengan melarutkan 1 gram Sb2O3 dan 2,5 gram SnCl2
dalam labu takar 50 mL dan ditambahkan HCl pekat hingga tera lalu
dihomogenkan.
44
7. Penentuan laju korosi (uji aktivasi)
1. Metoda kehilangan berat atau wheel test
Larutan korosif dimasukkan ke dalam 6 botol gelas masing-masing sebanyak 175
mL. Larutan inhibitor dengan variasi konsentrasi dipipetkan ke dalam botol
menggunakan mikropipet dan larutan tersebut dialiri gas CO2 selama 45 menit.
Kupon-kupon baja lunak yang telah diukur luas dan ditimbang beratnya
dimasukkan ke dalam masing-masing botol gelas. Aliran gas CO2 dihentikan
hati-hati dengan memastikan tidak ada kontaminan oksigen, botol langsung
ditutup dan ditempatkan dalam wheel oven selama 24 jam.
Botol-botol dipindahkan dari wheel oven dan dibuka tutupnya. Kupon
dikeluarkan dan dibersihkan dengan clarke’s solution (larutan yang terdiri dari
Sb2O3 2% dan SnCl2 5% yang dilarutkan dengan HCl pekat) selama 45 detik
untuk menghilangkan produk korosi dari permukaan. Kupon kemudian dicuci
dengan air dan etanol, lalu dikeringkan. Setelah kering sampel ditimbang kembali
dan dilakukan analisis data.
2. Metoda elektrokimia
Penentuan laju korosi dengan metoda elektrokimia membutuhkan 3 elektroda
yaitu: elektroda uji, elektroda pembanding, dan elektroda bantu. Elektroda uji
yang digunakan untuk semua pengukuran adalah baja lunak berbentuk silinder
dengan luas 1,13 cm2, elektroda pembanding yang digunakan adalah elektroda
Ag/AgCl, sedangkan elektroda bantu yang digunakan adalah potongan Pt.
45
Semua alat-alat gelas, chamber glass, thermometer, magnetic stirrer, dan semua
alat yang digunakan pada metoda elektrokimia dibersihkan agar tidak adanya
kontaminan. Elektroda kerja disiapkan dengan mengamplas permukaannya
dengan alat amplas sampai benar-benar bersih, terlihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Proses Pengamplasan Elektroda Uji (Baja Silinder)
Chamber glass, thermometer, magnetic stirrer, satu set alat yang digunakan pada
metoda elektrokimia dan 3 buah elektroda dibuat rangkaian seperti pada Gambar
13.
Gambar 13. Skema Rangkaian Alat Pada Metode Elektrokimia
Keterangan:
1. Termometer
2. Chamber glass
3. Elektroda kerja (baja)
4. Elektroda pembanding
(Ag/AgCl)
5. Hot plate
6. Sparging CO2
7.Water bath
8. Elektroda bantu (Pt)
9. Magnetic stirrer
1
7
8 4
3
9
5
6
2
46
a. Metoda EIS
Chamber glass diisi dengan dengan 100 mL larutan korosif lalu semua alat yang
digunakan pada metode elektrokimia dirangkai seperti pada gambar 13.
Kemudian rangkaian elektroda dihubungkan dengan instrument voltalab, water
bath dihidupkan dan disetting pada suhu 30 oC, dan disparging dengan gas CO2
sampai medium korosif jenuh (± 45 menit). Setelah medium korosif jenuh dengan
gas CO2 dan suhu konstan 30 oC, pengukuran laju korosi dengan metoda EIS
dilakukan dengan mengatur voltase dan luas alas masing-masing elektroda pada
aplikasi voltameter seperti pada Gambar 14.
Gambar 14. Pengaturan sel potensiodinamik EIS
Setelah voltase dan luas masing-masing elektroda diatur pada aplikasi,
pengukuran dengan metoda EIS dapat dimulai untuk pengukuran blanko. Metoda
EIS dilakukan dengan voltase kecil (10 mV) sehingga untuk penambahan
inhibitor dapat langsung diinjeksi ke dalam blanko yang telah diukur laju
korosinya. Penambahan inhibitor korosi mulai dari 25, 50, 100, dan 150 g L-1.
47
Perlakuan yang sama dilakukan untuk penentuan laju korosi pada suhu 50 dan 70
oC.
b. Metoda Tafel
Chamber glass diisi dengan dengan 100 mL larutan korosif lalu semua alat yang
digunakan pada metoda elektrokimia dirangkai seperti pada gambar 16.
Kemudian rangkaian elektroda dihubungkan dengan instrument Voltalab, lalu
waterbath dihidupkan dan disetting pada suhu 30 oC, dan disparging dengan gas
CO2 sampai medium korosif jenuh (± 45 menit). Setelah medium korosif jenuh
dengan gas CO2 dan suhu konstan 30 oC, pengukuran laju korosi dengan metoda
Tafel dilakukan dengan mengatur voltase dan luas alas masing-masing elektroda
pada aplikasi voltameter seperti pada Gambar 15.
Gambar 15. Pengaturan polarisasi Tafel
Setelah voltase dan luas masing-masing elektroda diatur pada aplikasi,
pengukuran dengan metoda Tafel dapat dimulai untuk pengukuran blanko.
Metoda Tafel dilakukan dengan voltase besar (200 mV) sehingga setiap
48
pengukuran, medium korosif dan elektroda uji tidak dapat digunakan kembali.
Medum korosif harus diganti dan elektroda uji harus diamplas sampai bener-benar
bersih. Perlakuan yang sama dilakukan untuk penentuan laju korosi pada suhu 50
dan 70 oC. Inhibitor korosi yang digunakan hanya satu konsentrasi, yaitu 150 mg
L-1 dengan variasi suhu 30, 50, dan 70 oC.
8. Analisis permukaan
Sampel baja lunak tanpa menggunakan larutan korosif, baja lunak dengan larutan
korosif tanpa penambahan inhibitor, serta baja lunak dengan larutan korosif dan
dengan penambahan inhibitor, diamati dengan menggunakan scanning electron
microscopy (SEM).
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan, maka dapat
diperoleh simpulan sebagai berikut:
1. Hasil analisis MS menunjukkan bahwa O(4-VP) hasil sintesis memiliki berat
molekul 100-900 m/z atau 1-9 unit monomer.
2. Hasil uji efektivitas menggunakan metoda wheel test menunjukkan bahwa
inhibitor O(4-VP) dapat berfungsi sebagai inhibitor korosi baja lunak dalam
larutan korosif . Pada suhu 50 oC dan konsentrasi inhibitor O(4-VP) 150 mg L-1
dapat memproteksi korosi sebesar 49,21%.
3. Hasil uji efektivitas menggunakan metoda EIS menunjukkan bahwa semakin
bertambah konsentrasi inhibitor O(4-VP) maka tahanan transfer muatan (Rct)
akan semakin tinggi dan persen proteksi semakin meningkat. Persen proteksi
tertingginya yaitu 82,58 % pada suhu 70 oC dan kosentrasi 150 mg L-1.
4. Hasil uji efektivitas menggunakan metoda Tafel menunjukkan bahwa dengan
penambahan inhibitor O(4-VP) dapat meningkatkan nilai Ekor dan menurunkan
nilai ikor sehingga laju korosinya akan menurun dan persen proteksinya
semakin baik. Persen proteksi tertingginya yaitu 87,5 % pada suhu 70 oC dan
kosentrasi 150 mg L-1.
73
5. Hasil analisis SEM menunjukkan bahwa permukaan baja lunak dengan
penambahan inhibitor O(4-VP) terproteksi dari korosi sehingga produk k orosi
yang terbentuk hanya sedikit.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disarankan hal sebagai
berikut:
1. Pada penelitian selanjutnya analisis KLT dilakukan variasi perbandingan eluen.
2. Pada penelitian selanjutnya perlu dilakukan analisis menggunakan
spektrofotometer UV-Vis
3. Pada penelitian selanjutnya perlu dilakukan analisis permukaan menggunakan
SEM EDX.
DAFTAR PUSTAKA
Adzhani, D.R dan Sulistijono. 2013. Pengaruh Agitasi dan Penambahan
Konsentrasi Inhibitor Sarang Semut (Myromicodia Pendans) Terhadap
Laju Korosi Baja Api 5L Grade B Di Media Larutan 1M HCl. Jurnal
Teknik Pomits 2 (1), 1-7.
Afandi, K. Yudha, Irfan S.A., dan Amiadji. 2015. Analisa Laju Korosi Pelat Baja
Karbon dengan Variasi Ketebalan Coating. Jurnal Teknis ITS 4,. 1-5.
Asefi, D., Arami, M., Sarabi, A.A. and Mahmoodi, N.M. 2009. The Chain Length
Influence of Cationic Surfactant and Role of Nonionic Co-Surfactants On
Controlling The Corrosion Rate Of Steel In Acidic Media. Corrosion
Science, 51 , 1817-1821.
Azzis, S. N. 2012. Deteksi Hormon Kortikoster on Dalam Sampel Urine Tikus
(Rattus norvegicus) Betina MenggunakanTeknologi Fourier Transform
Infrared (FTIR). Departemen Biologi, Universitas Indonesia.
Chetouani, A., K. Medjahed., K.E. Benabadji, K. E., Hammouti, B., Kertit, S., and
Mansri, A. 2003. Poly(4-vinylpyridine isopenthyl bromide) as Inhibitor for
Corrosion of Pure Iron in Molar Sulphuric Acid. Progress in Organic
Coatings, 46, 312-316.
Choi, Y.S., Nesic, S., and Young, D. 2010. Effect of Impurities on The Corrosion
Behavior of CO2 Transmission Pipeline Steel in Supercritical CO2-Water
Environments. Environment Sci. Technology, 44, 9233–9238.
Cowd, M.A. 1991. Kimia Polimer. ITB. Bandung.
Dachriyanus. 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi.
Lembaga Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (LPTIK)
Universitas Andalas. Padang.
Dalimunthe. 2004. Kimia dari Inhibitor Korosi. Universitas Sumatera Utara.
Sumatera Utara.
Deyab, M., El-Rehim, S.A. and Keera, S. 2009. Study of the Effect of Association
Between Anionic Surfactant and Neutral Copolymer on the Corrosion
75
Ehaviour of Carbon Steel Incyclohexane Propionic Acid. Colloids and
Surfaces A: Physicochemical and Engineering Aspects , 348 , 170-176.
Eduok, U., Ohaeri, E., and Szpunar, J. 2018. Electrochemical and Surface
Analyses of X70 Steel Corrosion in Simulated Acid Pickling Medium:
Effect of Poly (N-Vinyl Imidazole) Grafted Carboxymethyl Chitosan
Additive. Electrochimica Acta, 279, 302-312.
Eliyan, F. F and Alfantazi, A. 2014. Mechanism of Corrosion and Electrochemical
Significance of Metallurgy and Environment With Corrosion of Iron and
Steel In Bicarbonate and Carbonate. Corrosion Science, 85, 380-393.
Fahrurrozie, A. 2010. Efisiensi Inhibisi Cairan Ionik Turunan Imidazolin Sebagai
Inhibitor Korosi Baja Karbon dalam Larutan Elektrolit Jenuh Karbon
Dioksida. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Fuchs-Godec, R. 2009. Effects of Surfactants and Their Mixtures on Inhibition of
the Corrosion Process of Ferritic Stainless Steel. Electrochimica Acta , 54 ,
2171-2179.
Gabriel, B.L. 1985. SEM: A User Manual of Material Science. USA: American
Society for Metal. 37-44.
Gandjar. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Handayani, A. dan Sitompul, A. S. 1996. Teknik Pengamatan Struktur Mikro
dengan SEM-EDAX. Serpong.
Haryono, G. S. 2010. Ekstrak Bahan Alam sebagai Inhibitor Korosi. Prosiding
Seminar Nasional Teknik Kimia "Kejuangan", 189-194.
Hidayat, Amri R., Imam Rochani, H., dan Supono. 2013. National Institute for
Research in Inorganic Materials 1-1 Namiki, Tsukuba, Ibaraki 305. Japan.
Ilim, Kamisah, D., dan Sudrajat. 2007. Studi Penggunaan Tumbuhan Tembakau,
Teh dan Kopi Sebagai Inhibitor Korosi Baja Lunak dalam Air Laut Buatan
Yang Jenuh CO2. Journal Sains Matematika dan Ilmu Pengeahuan Alam 13, 163-168.
Ilim, Jefferson, A., Simanjuntak, W., Jeanin, M., Syah, Y. M., Bundjali, B., and
Buchari, B. 2016. Synthesis and Characterization of Oligomer 4-
Vinylpyridine as a Corrosion Inhibitor for Mild Steel in CO2 Saturated
Brine Solution, Indonesian Journal of Chemistry 16, 198-207.
Ilim., Bahri. S., Simanjuntak, W., Syah, Y.M., Bundjali, B., and Buchari, B. 2017.
Performance of Oligomer 4-vinylpyridine as a Carbon Dioxide Corrosion
Inhibitor of Mild Steel. Journal of Material and Environmental Science, 8
(7), 2381-2390.
76
Ilim. 2017. Oligomer 4-Vinilpiridin Sebagai Inhibitor Korosi Baja Lunak Dalam
Larutan NaCl 3% Jenuh Dengan Karbon Dioksida. (Disertasi). ITB.
Bandung.
Javaherdashti, R. 2000. How Corrosion Affects Industry and Life. SpringerVerlag.
London.
Jones, D. 1992. Principles and Prevention of Corrosion. Macmillan Publishing
Company. Singapore.
Lin, Yuanhua., Singh, A., Ebenso, E. E., Wu, Yuanpeng. Zhu, Chunyang., Zhu,
Hongjun. 2014. Effect of Poly(Methyl Methacrylate-Co-N-Vinyl-2-
Pyrrolidone) Polymer on J55 Steel Corrosion in 3.5% Nacl Solution
Saturated with CO2. Journal of the Taiwan Institute of Chemical Engineers,
46, 214-222.
Musa, A.Y., Kadhum, A.A.H., Mohamad, A.B., and Takriff, M.S. 2010. On The
Inhibition of Mild Steel Corrosion by 4-Amino-5-Phenyl 4H-1,2,4-Trizole-
3-Thio. Corrosion Science , 53, 3672-3677.
Pandyo, Nitiyoga Adhika. 2012. Studi Pengaruh pH Lingkungan 4 terhadap Laju
Korosi Baja Karbon API 5LX-52 sebagai Pipa Penyalur Proses Produksi
Gas Alam yang Mengandung Gas CO2 Pada Larutan NaCl 3.5 % dengan
Variasi Laju Aliran. Teknik Metalurgi Universitas Indonesia. Depok.
Papvinasam, S. 2014. Corrosion Control in the Oil and Gas Industry. Elsevier.
USA.
Permanasari, Anna. 2003. Spektrometri Massa (Mass Spectrometry, MS). ITB.
Bandung.
Prayogha, P. K. 2012. Profil Hormon Ovari Sepanjang Siklus Estrus Tikus (Rattus
norvegicus) Betina MenggunakanFourrier Transform Infrared (FTIR).
Jurusan Biologi. Universitas Indonesia.
Putra, R.A. 2011. Pengaruh waktu perendaman dengan penambahan ekstrak ubi
ungu fucsebagai inhibitor organik pada baja karbon rendah di lingkungan
HCl 1M. (Skripsi). Universitas Indonesia. Depok.
Qudus, H. I. 2009. Voltammetri Bahan Ajar Kimia Analitik II. Bandar Lampung.
Universitas Lampung.
Roberge, P. R. 2000. Handbook of Corrosion Engineering. New York: McGraw-
Hill Book Company.
Riyanto, Sugeng. 2005. Spectroscopy 1st edition. UGM Press. Yogyakarta.
77
Stevano, R. 2013. Karakterisasi Plastik Biodegradable dari Campuran Kitosan
dan Polivinil Alkohol Menggunakan Metode Tanpa Pelarut.(Skripsi).
Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Stevens, M. P. 2001. Kimia Polimer. Diterjemahkan oleh Iis Sopyan. Pradya
Paramita. Jakarta, 33-35.
Trethewey, K. (1991). Korosi untuk Mahasiswa Sains dan Rekayasawan. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama.
Silverstein, R. M. Webster, F. X. Kiemle, D. J. 2005. Spectrometric Identification
of Organic Compounds 7 edition. USA: JohnWilley & Sons.
Sim, S., Cole, I.S., Bocher, F., Corrigan, P., Gamage, R.P., Ukwattage, N., and
Birbilis, N. 2013. Investigating The Effect of Salt and Acid Impurities in
Supercritical CO2 as Relevant to The Corrosion of Carbon Capture and
Storage Pipelines. International Journal Green Gas Control, 17, 534–541.
Wahyuni T. dan Syamsudin. 2014. Pemanfaatan Tanin Ekstrak Daun Jambu Biji
Terhadap Laju Korosi Besi Dalam Larutan Nacl 3 %. Konversi 3, 44-50.
Wahyuningsih, A. 2010. Merenamina sebagai Inhibitor Korosi Baja Karbon
dalam Lingkungan Sesuai Kondisi Pertambangan Minyak Bumi. Jakarta.
Universitas Pendidikan Indonesia.
Zhang, W., Hu Fuqiang., Tang, Jun., Xie, Juan., Tang, Junlei., Mao, Jianpeng.,
and Wang, Hu. 2018. Synergistic Effects between Gemini Inhibitor and
Thiourea/thiazole/pyridine as Corrosion Inhibitors on N80 Steel in Brine
Solution with Saturated CO2. International Journal of Electrochemical
Science, 13, 9803-9815.
top related