sifat partikel radiasi
Post on 05-Dec-2014
100 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
3.1 Tinjauan ulang gelombang electromagnet
A. Hakikat cahaya
Para ilmuwan menganggap cahaya sebagai sebuah fenomena murni yang unik, yang sifat-
sifatnya dapat dianalisis tanpa perlu menyelidiki hakikat dari cahaya itu sendiri. Namun pada
tahun 1665, Isaac Newton mengusik ketenangan para ilmuwan ketika melalui sebuah percobaan
ia berhasil menguraikan berkas cahaya putih menjadi berkas warna pelangi. Fakta cahaya putih
merupakan campuran dari berbagai macam warna merupakan fenomena yag baru dapat
dijelaskan dengan menyelidiki hakikat dari cahaya.
Pada abad ke-17 muncul dua teori tentang cahaya, yaitu teori Newton dan teori Huygens.
Kedua teori ini begitu ramai diperdebatkan selama hampir satu abad, sampai akhirnya Thomas
Young melakukan percobaan yang bersejarah pada 1801. Percobaan tersebut membuktikan
bahwa teori Huygens lah yang benar. Pada 1862, Maxwell mengemukakan sebuah hipotesis yang
sangat brilian dengan mengatakan cahaya sebagai gelombang elektromagnetik. Hipotesis ini baru
diterima luas pada 1887 ketika Hertz melakukan percobaan yang membuktikan keberadaan
gelombang elektromagnetik. Pada awal abad ke-20, para ilmuwan modern memunculkan teori
kuantum, antara lain mengemukakan adanya sifat dualism gelombang partikel dari cahaya.
1. Teori Newton Vs teori Huygens
Pada abad ke-17, Sir Isaac Newton memunculkan teori partikel cahaya. Teori ini
menganggap cahaya sebagai berkas partikel yang sangat ringan yang terpancar dengan
kelajuan yang sangat tinggi. Pada saat itu teori ini dianggap mampu menjelaskan
mengapa cahaya merambat lurus dan mampu menjelaskan peristiwa pemantulan cahaya.
Untuk peristiwa pembiasan cahaya, teori ini beranggapan bahwa ada gaya interaksi antara
partikel cahaya dan medium. Misalnya pada saat cahaya memasuki kaca, gaya interaksi
antara partikel cahaya dan medium kaca mendekati garis normal. Newton meramalkan
gaya interaksi ini akan membuat kecepatan cahaya bertambah ketika memasuki medium
kaca.
Teori partikel ini memiliki beberapa kelemahan. Yang pertama, hasil pengamatan
menunjukkan bahwa dua berkas cahaya dapat saling berpotongan pada sudut berapa pun
tanpa saling mempengaruhi satu dengan lainnya, baik dalam hal arah rambat maupun
warnanya. Padahal jika benar cahaya merupakan berkas partikel, seharusnya terjadi
tumbukan antara kedua berkas tersebut.
Sebagai alternative lain dari teori partikel, seorang ilmuwan Belanda Christian
Huygens mengusulkan teori gelombang cahaya. Teori ini menyatakan bahwa cahaya
merupakan gelombang yang bergerak menembus ruang sebagaimana riak air melintasi
permukaan kolam. Huygens mengatakan bahwa peristiwa pemantulan dan pembiasan
cahaya dapat juga dijelaskan dengan teori gelombang. Dalam hal ini, Huygens
mengungkapkan bahwa perambatan gelombang apapun yang melalui ruang dapat
digambarkan dengan suatu metode geometri. Metode ini dikenal sebagai prinsip
Huygens.
Perdebatan mengenai hakikat cahaya berlangsung selama lebih dari satu abad.
Perdebatan ini demikian sengitnya, sampai-sampai para fisikawan terpecah menjadi dua
kelompok. Kelompok yang satu mendukung teori partikel cahaya yang diusung oleh
Newton, sedangkan kelompok yang lain menjadi pembela teori gelombang cahaya yang
dipelopori oleh Huygens. Namun keadaan menjadi berbalik melalui percobaan yang
dilakukan Thomas Young .
2. Percobaan Young
Tahun 1801, ilmuwan Inggris yang bernama Thomas Young melakukan
percobaan bersejarah . Young merumuskan seberkas cahaya yang keluar dari sebuah
celah menuju penghalang yang memiliki celah ganda. Celah ganda ini berfungsi sebagai
dua buah sumber gelombang yang koheren. Tidak berapa jauh dari penghalang dipasang
layar untuk menangkap bayangan yang terbentuk.
Hasil percobaan Young seakan menjadi hakim yang memutuskan teori mana yang
benar, teori partikel atau teori gelombang. Percobaan Young menunjukkan adanya
interferensi cahaya, padahal interferensi merupakan salah satu sifat dari gelombang .
dengan demikian bias disimpulkan bahwa cahaya merupakan gelombang. Sejak
percobaan Young, perdebatan di kalangan fisikawan mereda dan mereka beramai-ramai
mulai meninggalkan teori Newton.
3. Hipotesis Maxwell
Ditemukannya sifat interferensi cahaya melalui percobaan Young tidak membuat
persoalan selesai. Memang cahaya telah disimulkan sebagai suatu gelombang. Namun
semua gelombang yang diketahui pada saat itu membutuhkan medium untuk merambat.
Padahal, sinar matahari dapat sampai ke bumi dengan melewati ruang angkasa yang
hampa. Sementara itu dengan usainya perdebatan antara teori Newton dan teori Huygens,
perhatian para fisikawan beralih ke persoalan lain. Pada abad ke-19 para fisikawan
beralih ke persoalan lain. Pada abad ke-19 para fisikawan berlomba-lomba melakukan
penyelidikan tentang gejala kelistrikan dan gejala kemagnetan. Sampai pertengahan abad
ke-19, ada tiga hukum dasar yang dianggap sebagai landasan dari gejala listrik magnet .
ketiga hukum dasar tersebut adalah:
1. Hukum Gauss, yang menjelaskan tentang medan listrik di sekitar muatan listrik
2. Hukum Ampere, yang menyatakan bahwa arus listrik menghasilkan medan magnet.
3. Hukum Faraday, yang menyatakan bahwa perubahan fluks magnetic akan
menimbulkan medan listrik.
Ketiga hukum diatas seakan berdiri sendiri. Sampai pada tahun 1862 seorang
fisikawan Skotlandia, James Clerk Maxwell mengemukakan suatu hipotesis yang akan
dikenang sebagai salah satu tonggak paling bersejarah dalam dunia fisika. Setelah lama
merenungkan ketiga hukum di atas, Maxwell menemukan bahwa ketiga hukum di atas
akan menjadi satu kesatuan bila dilengkapi oleh satu hukum lagi. Gagasan Maxwell
didasarkan pada adanya prinsip simetri di dunia ini. “jika perubahan fluks magnetic dapat
menimbulkan medan listrik, maka boleh jadi perubahan fluks listrik dapat menghasilkan
medan magnet”. Hipotesis Maxwell ini melahirkan apa yang kemudian dikenal sebagai
empat persamaan Maxwell. Keempat persamaan Maxwell bila diturunkan ternyata
bermuara pada satu ramalan akan adanya gelombang elektromagnetik, yaitu getaran
medan listrik dan medan magnet yang merambat. Lebih jauh lagi, Maxwell berhasil
menurunkan persamaan kecepatan dari gelombang elektromagnetik ini, yang bergantung
pada koefisien permitivitas dan permeabilitas dengan hubungan:
c= 1
√ μ° ε°
Dengan
c = cepat rambat gelombang elektromagnetik
μ° = permeabilitas vakum = 4 πx 10−7 Wb A−1m−1
ε ° = permitivitas vakum = 8,85 x10−12C2 N−1 m−2
Dengan memasukkan nilai koefisien di atas, maka akan kita dapatkan besar cepat
rambat gelombang elektromagnetik ini adalah
c= 1
√ (4 πx 10−7 Wb A−1m−1 ) (8,85 x10−12C2 N−1 m−2 )
c=2,99 x 108 ms
Mendapatkan hasil perhitungan ini, jantung Maxwell berdegup kencang karena
ternyata nilai ini sangat dekat dengan nilai cepat rambat cahaya. Maxwell menduga
bahwa kesesuaian ini bukanlah suatu kebetulan. Bahkan Maxwell membuat suatu
kesimpulan yang sangat menarik yaitu cahaya tidak lain merupakan gelombang
elektromagnetik. Artinya ketika kita melihat seberkas cahaya, sebenarnya kita sedang
melihat getaran dari medan listrik dan medan magnet yang merambat.
Dapat disimpulkan bahwa ada tiga gagasan pokok yang dikemukakan Maxwell,
dimana ketiganya saling berkaitan satu dengan yang lain. Ketiga gagasan tersebut adalah:
1. Maxwell meramalkan bahwa perubahan fluks listrik dapat menimbulkan medan
magnet;
2. Maxwell meramalkan adanya gelombang elektromagnetik;
3. Maxwell meramalkan bahwa cahaya merupakan gelombang elektromagnetik.
4. Percobaan Hertz
Pada tahun 1888, seorang fisikawan Jerman bernama Heinrich Hertz secara
kebetulan berhasil membuktikan adanya gelombang elektromagnetik.
Melalui alat percobaannya, Hertz memberikan tegangan induksi yang sangat
tinggi kumparan S. ketika tegangan induksi ini sudah sedemikian tinggi, timbul loncatan
bunga api listrik pada kutub A dan B. anehnya, pada saat yang bersamaan timbul juga
percikan bunga api pada kutub C dan D, yang dapat dianggap sebagai ujung-ujung
sebuah cincin yang terpotong. Seakan percikan bunga api pada kutub A dan B menjalar
ke kutub C dan D. Melihat fenomena ini, Hertz teringat akan hipotesis Maxwell tentang
gelombang elektromagnetik. Hertz menduga, ketika terjadi percikan bunga api di kutub A
dan B, kutub ini memancarkan gelombang elektromagnetik ke segala arah. Gelombang
elektromagnetik ini ketika tiba di kutub C dan D menimbulkan percikan bunga api listrik
di kutub ini. Untuk menguj interpretasinya, Hertz melakukan pengukuran untuk
menghitung cepat rambat gelombang ini. Ternyata, nilai cepat rambat yang ia dapatkan
sangat dekat dengan nilai cepat rambat cahaya. Tidak diragukan lagi, percobaan Hertz
merupakan bukti yang sangat telak akan kebenaran hipotesis Maxwell.
3.2 Radiasi Benda Hitam
Mungkin kita pernah menyaksikan logam yang dipanaskan sampai suhu tertentu
terlihat berpijar dan mengeluarkan cahaya. Peristiwa ini menunjukkan bahwa benda pada
temperatur tinggi akan memancarkan energi radiasi gelombang elektromagnetik. Pada
daerah tampak, radiasi ini sering kita lihat sebagai cahaya. Makin tinggi suhu, makin
tinggi frekuensi gelombang elektromagnetik yang dipancarkan. Ini juga menunjukkan
makin besar energi kalor yang dipancarkan.
Dalam fisika, benda hitam (bahasa Inggris black body) adalah obyek yang
menyerap seluruh radiasi elektromagnetik yang jatuh kepadanya. Tidak ada radiasi yang
dapat keluar atau dipantulkannya. Namun demikian, dalam fisika klasik, secara teori
benda hitam haruslah juga memancarkan seluruh panjang gelombang energi yang
mungkin, karena hanya dari sinilah energi benda itu dapat diukur.
Meskipun namanya benda hitam, dia tidaklah harus benar-benar hitam karena dia
juga memancarkan energi. Jumlah dan jenis radiasi elektromagnetik yang dipancarkannya
bergantung pada suhu benda hitam tersebut. Benda hitam dengan suhu di bawah sekitar
700 Kelvin hampir semua energinya dipancarkan dalam bentuk gelombang inframerah,
sangat sedikit dalam panjang gelombang tampak. Semakin tinggi temperatur, semakin
banyak energi yang dipancarkan dalam panjang gelombang tampak dimulai dari merah,
jingga, kuning dan putih.
Istilah "benda hitam" pertama kali diperkenalkan oleh Gustav Robert Kirchhoff
pada tahun 1862. Cahaya yang dipancarkan oleh benda hitam disebut radiasi benda
hitam
Ketika temperatur berkurang, puncak dari kurva radiasi benda hitam bergerak ke
intensitas yang lebih rendah dan panjang gelombang yang lebih panjang. Grafik radiasi
benda hitam ini dibandingkan dengan model klasik dari Rayleigh dan Jeans.
Dalam laboratorium, benda yang paling mendekati radiasi benda hitam adalah radiasi dari
sebuah lubang kecil pada sebuah rongga. Cahaya apa pun yang memasuki lubang ini akan
dipantulkan dan energinya diserap oleh dinding-dinding rongga berulang kali, tanpa
memedulikan bahan dinding dan panjang gelombang radiasi yang masuk (selama panjang
gelombang tersebut lebih kecil dibandingkan dengan diameter lubang). Lubang ini
(bukan rongganya) adalah pendekatan dari sebuah benda hitam. Jika rongga dipanaskan,
spektrum yang dipancarkan lubang akan merupakan spektrum kontinu dan tidak
bergantung pada bahan pembuat rongga. Pancaran radiasinya mengikuti suatu kurva
umum (lihat gambar). Berdasarkan hukum radiasi termal dari Kirchhoff kurva ini hanya
bergantung pada suhu dinding rongga, dan setiap benda hitam akan mengikuti kurva ini.
Spektrum yang teramati tidak dapat dijelaskan dengan teori elektromagnetik
klasik dan mekanika statistik. Teori ini meramalkan intensitasi yang tinggi pada panjang
gelombang rendah (yaitu, frekuensi tinggi); suatu ramalan yang dikenal sebagai bencana
ultraungu.
Masalah teoretis ini dipecahkan oleh Max Planck, yang menganggap bahwa
radiasi elektromagnetik dapat merambat hanya dalam paket-paket, atau kuanta (lihat
bencana ultraungu untuk rinciannya). Gagasan ini belakangan digunakan oleh Einstein
untuk menjelaskan efek fotolistrik. Perkembangan teoretis ini akhirnya menyebabkan
digantikannya teori elektromagnetik klasik dengan mekanika kuantum. Saat ini, paket-
paket tersebut disebut foton.
Benda Hitam
Benda hitam adalah benda khayal yang dengan kondisi ideal tertentu yang
berusaha diciptakan oleh para ilmuwan fisika untuk menganalisis prilaku radiasi yang
terperangkap dalam rongganya. Di anggap sebagai benda khayal karena sulitnya
menemukan benda dengan hitam sempurna. Benda yang hampir hitam sempurna adalah
jelaga lampu. Jelaga ini memancarkan kira-kira 1% energi radiasi yang mengenainya.
Para ilmuwan bersepakat bahwa yang dimaksud dengan benda hitam disini adalah benda
dengan ruang tertutup yang terdapat lubang kecil di dindingnya.
Gambar: Radiasi Benda Hitam
Sebagian besar energi radiasi yang masuk melalui lubang ini akan diseraap oleh
dinding-dinding bagian dalam. Dari sebagian yang terpantul hanya sebagian kecil yang
dapat keluar lewat lubang tersebut. Jadi dapat dianggap bahwa lubang ini berfungsi
sebagai penyerap yang sempurna. Benda hitam ini akan memancarkan radiasi lebih
banyak jika bendanya memiliki suhu tinggi. Spektrum benda hitam panas mempunyai
puncak frekuensi lebih tinggi daripada puncak spektrum benda hitam yang lebih dingin.
Fisika Klasik dan Radiasi Benda Hitam
Terdapat masalah besar yang menarik dan belum terpecahkan oleh para ilmuwan
fisika di akhir abad 19. Mengenai penjelasan ilmiah radiasi benda hitam. Ada dua teori
klasik yang mencoba menjelaskan spektrum radiasi benda hitam, yaitu teori Wien dan
teori Rayleigh-Jeans. Teori Wien menyatakan hubungan antara intensitas radiasi dengan
panjang gelombang menggunakan analogi antara radiasi dalam ruangan dan distribusi
kelajuan molekul gas. Namun teori Wien gagal menjelaskan panjang gelombang yang
panjang.
Berbeda dengan Wien, teori Rayleigh-Jeans menyatakan gubungan antara
intensitas dan panjang gelombang radiasi dengan menggunakan penurunan dari teori
klasik murni. Namun ternyata, teori ini hanya berhasil menjelaskan radiasi benda hitam
untuk panjang gelombang yang panjang. Untuk panjang gelombang yang pendek teori ini
tidak dapat dipakai.
Intensitas Radiasi Planck
Teori fisika klasik yang menganggap cahaya sebagai gelombang, ternyata tidak
dapat menerangkan spektrum radiasi benda hitam. Kegagalan ini menggugah Max Planck
untuk melakukan penyelidikan spektrum radiasi benda hitam. Ia menyatakan suatu
anggapan yang sangat radikal kala itu, yaitu cahaya dapat dianggap sebagai partikel yang
terdiri atas paket-paket energi yang disebut sebagai kuanta atau foton. Teori ini lantas
terbukti dengan adanya fenomena efek fotolistrik dan efek compton yang hanya mampu
dijelaskan jika cahaya dianggap sebagai partikel. Mas Planck menggunakan dasar teoritis
untuk memperkuat rumus empirisnya dengan membuat beberapa asumsi sebagai berikut:
1. Energi radiasi yang dipancarkan oleh getaran melekul-molekul benda bersifat diskrit,
yang besarnya E = n . h . f. n adalah bilangan kuantum (n = 1, 2, 3, …) dan f adalah
frekuensi getaran molekul, sedangkan h adalah konstanta Planck.
2. Molekul-molekul menyerap atau memancarkan energi radiasi dalam paket diskrit yang
disebut kuantum dan foton. Energi radiasi terkuantitasi, dimana energi satu foton sama
dengan konstanta Planck dikalikan frekuensi getaran molekulnya (h x f)
3.3 EFEK FOTOELEKTRIK
Pada efek fotoelektrik, permukaan sebuah logam disinari dengan seberkas cahaya,
dan sejumlah elektron terpancar dari permukaannya. Dalam studi eksperimental terhadap
efek fotoelektrik, kita mengukur bagaimana laju dan energi kinetik elektron yang
terpancar bergantung pada intensitas dan panjang gelombang sumber cahaya. Percobaan
ini harus dilakukan dalam ruang hampa, agar elektron tidak kehilangan energinya karena
ber tumbukan dengan molekul-molekul udara.
Laju pancaran elektron diukur sebagai arus listrik pada rangkaian luar dengan
menggunakan sebuah ammeter , sedangkan energi kinetiknya ditentukan dengan
mengenakan suatu potensial perlambat (retarding potential) pada anoda sehingga
elektron tidak mempunyai energi yang cukup untuk “memanjati” bukti potensial yang
terpasang. Secara eksperimen, tegangan perlambat terus diperbesar hingga pembacaan
arus pada ammeter menurun ke nol. Tegangan yang bersangkutan ini disebut potensial
henti (stopping potential) V S . Karena elektron yang berenergi tertinggi tidak dapat
melewati potensial henti ini, maka pengukuran V S merupakan suatu cara untuk
menentukan energi kinetik maksimum elektron Kmaks:
Kmaks=eV s ……………… ………………………………(3.28)
e adalah muatan elektron. Nilai khas V S adalah dalam orde beberapa volt.
Dari berbagai percobaan seperti ini, kita pelajari fakta-fakta terinci efek fotoelektrik
berikut:
1. Laju pemancaran elektron bergantung pada ontensitas cahaya.
2. Laju pemancaran elektron tak bergantung pada panjang gelombang cahaya dibawah
suatu panjang gelombang tertentu; diatas nilai itu arus secara berangsur-angsur menurun
hingga menjadi nol pada suatu panjang gelombang pancung (cut off wave length) λc.
Panjang gelombang λc ini biasanya terdapat pada spektrum daerah biru dan ultraviolet.
3. Nilai λc tidak bergantung pada intensitas sumber cahaya, tetapi hanya bergantung pada
jenis logam yang digunakan sebagai permukaan fotosensitif. Di bawah λc, sebarang
sumber cahay, selemah apapun, akan menyebabkan terjadinya pemancaran fotoelektron;
di atas λc, tidak satupun cahaya, sekuat apapun, dapat menyebabkan terjadinya
pemancaran fotoelektron.
4. Energi kinetik maksimum elektron yang dipancarkan tidak bergantung pada intensitas
cahaya, tetapi hanyalah bergantung pada panjang gelombangnya; energi kinetik ini
didapati bertambah secara linear terhadap frekuensi sumber cahaya.
5. Apabila sumber cahaya dinyalakan, arus segera akan mengalir (dalam selang waktu 10 -9
s).
Marilah kita perhatikan terlebih dahulu bagaimana analisis teori gelombang
cahaya gagal menjelaskan fakta-fakta efek fotoelektrik ini. Menurut teori gelombang
cahaya, sebuah atom akan menyerap energi dari gelombang elektromagnet datang yang
sebanding dengan luasnya yang menghadap ke gelombang datang. Dan sebagai
tanggapan terhadap medan elektrik gelombang, elektron atom akan bergetar, hingga
tercapai cukup energi untuk melepaskan sebuah elektron dari ikatan dengan atomnya.
Penambahan kecemerlangan sumber cahaya memperbesar laju penyerapan energi, karena
medan elektriknya bertambah, sehingga laju pemancaran elektron juga akan bertambah,
yang sesuai dengan hasil pengamatan percobaan. Tetapi, penyerapan ini terjadi pada
semua panjang gelombang, sehingga keberadaan panjang gelombang pancung sama
sekali bertentangan dnegan gambaran gelombang cahaya. Pada panjang gelombang yang
lebih besar daripada λc pun, teori gelombang mengatakan bahwa seharusnya masih
mungkin bagi suatu gelombang elektromagnet memberikan energi yang cukup guna
melepaskan eektron.
Kita dapat menaksir secara kasar waktu yang diperlukan sebuah atom untuk
mneyerap energi secukupnya guna melepaskan sebuah elektron. Sebagai sumber cahaya
kita pilih sebuah laser berintensitas sedang, seperti laser helium-neon yang mungkin telah
anda lihat dalam laboratorium. Keluaran daya yang dihasilkan laser seperti ini, paling
tinggi 10-3 W, yang penampang berkasna terbatasi pada luas sekitar beberapa milimeter
persegi (10-5 m2). Diameter khas atom adalah dalam orde 10-10 m, jadi luasnya dalam orde
10-20 m2. Karena itu, fraksi intensitas sinar laser yang jatuh pada atom adalah sekitar 10 -20
m2/10-5 m2 ≅ 10-15. Jadi, hanya 10-18 W = 10-18 J/s sebanyak beberapa eV diperlukan waktu
sekitar satu detik. Dengan demikian, menurut teori gelombang cahaya, kita
memperkirakan tidak akan melihat fotoelektron terpancarkan hingga beberapa detik
setelah sumber cahaya dinyalakan; dalam praktek kita dapati bahwa berkas fotoelektron
pertama dipancarkan dalam selang waktu 10-9 s.
Dengan demikian, teori gelombang cahaya gagal meramalkan keberadaan panjang
gelombang pancung dan waktu tunda (delay time) yang teramati dalam percobaan.
Teori efek fotoelektrik yang benar barulah dikemukakan Einstein pada tahun 1905.
Teorinya ini didasarkan pada gagasan Planck tentang kuantum energi, tetapi ia
mengembangkannya satu langkah lebih ke depan. Einstein menganggap bahwa kuantum
energi bukanlah sifat istimewa dari atom-atom dinding rongga radiator, tetapi merupakan
sifat radiasi itu sendiri. Energi radiasi elektromagnet bukannya diserap dalam bentuk
aliran kontinu gelombang, melainkan dalam buntelan diskret kecil atau kuanta, yang kita
sebut foton. Sebuah foton adalah satu kuantum energi elektromegnet yang diserap atau
dipancarkan, dan sejalan dengan usulan Planck, tiap-tiap foton dari radiasi berfrekuensi v
memiliki energi
E=hv …………………… …………………….(3.29)
h adalah tatapan Planck. Dengan demikian, foton-foton berfrekuensi tinggi memiliki
energi yang lebih besar – energi foton cahaya biru lebih besar dariapada energi foton
cahaya merah. Karena suatu gelombang elektromagnet klasik berenergi U memiliki
momentum p = U/c, maka foton haruslah pula memiliki momentum, dan sejalan dengan
rumusan klasik, momentum sebuah atom berenergi E adalah
p= Ec
……………………………… …………(3.30)
Dari persamaan (2.14), haruslah berlaku bahwa m0 = 0 bagi sebuah foton – sebuah
foton dengan demikian berperilaku sebagai sebuah “partikel” tanpa massa diam! Tentu
saja, Einstein menganggapnya benar pada awal teorinya; teori relativitas khusus tidak
memperkenalkan kita “menyusuli” sebuah berkas cahaya, karena itu gerak foton tidak
pernah dapat dihentikan. Persamaan (2.10) juga mensyaratkan bahwa m0 haruslah nol
bagi sebuah foton atau sebarang partikel yang bergerakdengan laju cahaya; karena bila
tidak demikian, energi mc2 akan menjadi tak hingga.
Dengan menggabungkan Persamaan ((3.29) dan (3.30) kita dapati hubungan
langsung berikut antara panjang gelombang dan momentum foton:
p=hλ
…………………… …………………… (3.31 )
Teori Einstein segera terbukti dapat menjelaskan semua fakta efek fotoelektrik yang
diamati. Andaikanlah kita menganggap bahwa sebuah elektron terikat dalam logam
dengan energi W, yang dikenal sebagai fungsi kerja (work function). Logam yang
berbeda memiliki fungsi kerja yang berbeda pula.
Suatu logam, kita harus memasok energi sekurang-kurangnya sebesar W. Jika hv < W,
tidak terjadi efek fotoelektrik; jika hv < W, maka elektron akan kaluar dan kelebihan
energi yang dipasok berubah menjadi energi kinetiknya. Energi kinetik maksimum Kmaks
yang dimiliki elektron yang terpental keluar dari permukaan dari permukaan logam
adalah: Kmaks=hv−W
Untuk elektron yang jauh di bawah permukaan logam, di butuhkan energi yang lebih
besar daripada W dan beberapa diantaranya keluar dengan energi kinetik yang lebih
rendah.
Sebuah foton yang memasok energi sebesar W, yang dalah tepat sama dengan
energi yang dibutuhkan untuk melepaskan sebuah elektron, berkaitan dengan cahaya
yang panjang gelombangnya sama dengan panjang gelombang pancung λc. Pada
panjang gelombang ini, tidak ada kelebihan energi yang tersisa bagi kinetik
fotoelektron, sehingga persamaan (3.32) tersederhanakan menjadi
W =hv=hcλc
………… …………………………(3.33)
Dan dengan demikian
λc=hcW
Karena kita memperoleh satu fotoelektron untuk setiap foton yang terserap, maka
penaikan intensitas sumber cahaya akan berakibat semakin banyak fotoelektron yang
dipancarkan, namun demikian semua fotoelektron ini akan memiliki energi kinetik yang
sama, karena semua foton memiliki energi yang sama.
Terakhir, waktu tunda sebelum terjadi pemancaran fotoelektron diperkirakan
singkat−¿begitu foton pertama diserap, arus fotoelektrik akan mulai mengalir.
Jadi, semua fakta eksperimen efek fotoelektrik sesuai dengan perilaku kuantum dari
radiasi elektromagnet. Robert Milikan memberikan bukti yang lebih meyakinkan
tentang kesesuaian ini dalam serangkaian percobaan yang dilakukannya pada tahun
1915. Salah satu cuplikan dari hasil percobaannya diperlihatkan pada gambar 3.15. dari
kemiringan garisnya, yang tidak lain adalah rajahan Persamaan (3.15), diperoleh tetapan
Planck:
h=6,57.10−34 J . s
nilai ini sangat sesuai dengan nilai yang diturunkan dari pengukursn tetapan Stefan-
Boltzman, seperti pada persamaan (3.27). kesesuaian yang baik ini, yang diturunkan
dari dua percobaan yang berbeda, yang satu melibatkan penyerapan dan yang lainnya
pemancaran radiasi elektormagnet, memperlihatkan bahwa tetapan Planck mempunyai
arti penting lebih daripada sekedar untuk menerangkan satu oercobaan. Dewasa ini,
tetapan Planck dipandang sebagai slah satu tetapan alam, dan telah diukur dengan
ketelitian yang sangat tinggi dalam berbagai prcobaan. Nilai yang sekaran diterima
adalah
h=6,62618.10−34 J . s
3.4 EFEK COMPTON
Cara lain radiasi berinteraksi dengan atom adalah efek Compton, dalam mana
radiasi dihamburkan oleh elektron hampir bebas yang terikat lemah pada atomnya.
Sebagian energi radiasi diberikan kepada elektron, sehingga terlepas dari atom; energi
yang sisa diradiasikan kembali sebagai radiasi elektromagnet. Menurut gambaran
gelombang, energi radiasi yang dipancarkan itu lebih kecil daripada energi radiasi yang
datang (selisihnya berupa menjadi energi kinetik elektron), namun panjang gelombang
keduanya tetap sama. Kelak akan kita lihat bahwa konsep foton meramalkan hal yang
berbeda bagi radiasi yang dihamburkan.
Proses hamburan ini dianalisis sebagai suatu interaksi (“tumbukan” dalam
pengertian partikel secara klasik ) antara sebuah foton dan sebuah elektron, yang kita
anggap diam, gambar 3.16 memperlihatkan peristiwa tumbukkan ini. Pada keadaan
awal, foton memiliki energi E yang diberikan oleh
E=hv=hcλ
…………… …………………………(3.35)
Elektron, pada keadaan diam, memiliki energi diam mec2. Setelah hamburan foton
memiliki energi E’ dan momentum p’ dan bergerak pada arah yang membuat sudut θ
terhadap arah foton datang. Elektron memiliki energi total Ee dan momentum pe dan
bergerak pada arah yang membuat sudut ϕ terhadap foton datang. (Agar analisisnya
mencakup pula foton datang berenergi – tinggi yang memberikan energi sangat besar
pada elektron yang terhamburkan maka kita membuat kinematika relativistik bagi
elektron). Dalam interaksi ini berlaku persyaratan kekekalan energi dan momentum,
yakni:
Eawal=Eakhir
E+me c2=E'+Ee ……………………(3.37 a)
( p¿¿ x )awal=( p¿¿x )akhir¿¿
p=pe cos ϕ+ p' cosθ ……………… ……(3.37 b)
( p¿¿ y )awal=(p¿¿ y)akhir¿¿
0=pe sin ϕ−p ' sin θ ………………… ……(3.37 c )
Kita mempunyai tiga persamaan dengan empat besaran tidak diketahui, (θ, ϕ, Ee, E’; pe
dan p’ saling bergantungan) yang tidak dapat dipecahkan utuk memperoleh jawab
tunggal. Tetapi kita dapat menghilangkan (eliminasikan) dua jari keempat besaran ini
dengan memecahkan persamaannya secara serempak. Jika kita memilih untuk
mengukur energi dan arah foton hambur, maka kita menghilangkan Ee dan ϕ. Sudut ϕ
dihilangkan dengan menggambungkan persamaan-persamaan momentum:
pe cosϕ=p−p ' cosθ
pe sin ϕ=p' sin θ
Kuadratkan dan kemudian jumlahkan, memberikan
pe2=p2−2 p p ' cosθ+ p '2 …………………… (3.38)
Dengan menggunakan hubungan relativistik antara energi dan momentum menurut
persamaan (2.14) dari bab 2,
Ee2=c2 pe
2+me2 c4
Maka dengan menyisipkan Ee dan pe, kita peroleh
(E+me c2−E')2=c2¿
Dan lewat sedikit aljabar , kita dapati
1
E'− 1
E= 1
me c2(1−cosθ ) ……………… …………………………(3.40)
Persamaan ini dapt dituliskan sebagai berikut:
λ '−λ= hme c
(1−cosθ)
λ adalah panjang gelombang foton datang dan λ ' panjang gelombang foton hambur.
Besaran h/mec dikenal sebagai panjang gelombang Compton dari elektron yang
memiliki nilai 0,002426 nm; namun perlu diingat bahwa ini bukanlah suatu panjang
gelombang dalam arti sebenarnya, melainkan semata-mata suatu perubahan panjang
gelombang.
Persamaan (3.40) dan (3.41) memberikan perubahan dalam energi atau panjang
gelombang foton, sebagai fungsi dari sudut hamburan θ. Karena besaran di ruas kanan
tidak pernah negatif, maka E’ selalu lebih kecil daripada E-foton hambur memiliki
energi yang lebih kecil daripada foton datang; selisih E-E ’ adalah energi kinetik yang
diberikan kepada elektron, (E¿¿ e−me c2)¿. Begitu pula, λ ' selalu lebih kecil daripada λ-
foton hambur memilki panjang gelombang yang lebih panjang daripada milik foton
datang; perubahan panjang gelombang ini merentang dari 0 pada θ = 0o hingga dua kali
panjang gelombang Compton pada θ = 180o. Tentu saja deskripsi foton dalam energi
dan panjang gelombang adalah setara, dan pilihan menegenai mana yang digunakan
hanyalah masalah kemudahan belaka.
Peragaan eksperimen dari jenis hamburan ini dilakukan oleh Arthur Compton
pada tahun 1923. Pada percobaan ini seberkas sinar-X dijatuhkan pada suatu sasaran
hamburan, yang oleh Compton dipilih unsur karbon. (Meskipun tidak ada sasaran
hamburan yang mengandung elektron yang benar-benar bebas, elektron terluar atau
elektron valensi dalam kebanyakan materi terikat sangat lemah pada atomnya sehingga
berperilaku seperti elektron hampir “bebas”. Energi kinetik elektron ini dalam atom
sangatlah kecil dibandingkan terhadap energi kinetik Ke yang diperoleh elektron dalam
proses hamburan ini). Energi dari sinar-X yang terhambur diukur dengan sebuah
elektron yang dapat berputar pada berbagai sudut θ.
Hasil percobaan asli Compton ini pada setiap sudut, muncul dua buah puncak,
yang berkaitan dengan foton-foton sinar-X hambur dengan dua energi atau panjang
gelombang yang berbeda. Panjang gelombang dari salah satu puncak ini tidak berubah
terhadap perubahan sudut; puncak ini berkaitan dengan hamburan foton sinar-X oleh
elektron-elektron “terdalam” yang terikat erat pada atom. Karena eratnya ikatan elektron
ini pada atom,maka foton ysng terhambur oleh elektron ini tidak mengalami kehilangan
energi. Akan tetapi panjang gelombang puncak yang lain sangat bergantung pada
perubahan sudut dan perubahan panjang gelombang ini tepat sesuai dengan yang
diramalkan rumus Compton.
Hasil yang sama dapat diperoleh bagi hamburan sinar gamma, yang adalah foton
berenergi lebih tinggi (panjang gelombangnya lebih pendek) yang dipancarkan dalam
berbagai peluruhan radioaktif. Compton juga mengukur perubahan panjang gelmbang
sinar gamma hambur, seperti diperlihatkan pada gambar 3.20. perubahan panjang
gelombang yang disimpulkan dari berbagai hamburan sinar gamma ternyata identik
dengan yang disimpulkan dari sinar-X: rumus Compton (3.41) menuntun kita untuk
memperkirakan hal ini, karena perubahan panjang gelombang tidak bergantung pada
panjang gelombang datang.
top related