eprints.unm.ac.ideprints.unm.ac.id/5471/1/skripsi siap burning.docx · web viewmakna simbolis tari...
Post on 11-Jul-2019
230 Views
Preview:
TRANSCRIPT
MAKNA SIMBOLIS
TARI PATTUDUQ TOMMUANE DI KECAMATAN PAMBOANG
KABUPATEN MAJENE SULAWESI BARAT
SKRIPSI
SUNDARI HARLI
098204006
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENDRATASIKJURUSAN PENDIDIKAN SENDRATASIK
FAKULTAS SENI DAN DESAINUNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2013
MAKNA SIMBOLIS TARI PATTUDUQ TOMMUANE DIKECAMATAN PAMBOANG
KABUPATEN MAJENE SULAWESI BARAT
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Seni Dan desain Program Studi Pendidikan Sendratasik Universitas Negeri Makassar Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
SUNDARI HARLI098204006
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENDRATASIKFAKULTAS SENI DAN DESAIN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR2013
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Judul penelitian : MAKNA SIMBOLIS TARI PATTUDUQ TOMMUANE DI KECAMATAN PAMBOANG KABUPATEN MAJENE SULAWESI BARAT
Nama : Sundari Harli
Nim : 098204006
Program Studi : Pendidikan Sendratasik
Fakultas : Fakultas Seni dan Desain
Setelah skripsi ini diperiksa, dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diujiankan
Makassar, 15 April 2013
Di setujui oleh:
Pembimbing I,
Dra.Heryati Yatim, M.Pd (......................................)NIP. 19611103 198903 2 001
Pembimbing II,
Hj.Dra. Andi Padalia, M.Pd (............................................)NIP. 19591008 198702 2 001
HALAMAN PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Skripsi ini atas nama: Sundari Harli/ NIM. 098204006 dengan Judul: “Makna Simbolis Tari Pattuduq Tommuane Di Kecamatan Pamboang Kabupatan Majene Sulawesi Barat” diterima oleh Panitia Ujian Skripsi Fakultas Seni dan Desain, Universitas Negeri Makassar dengan SK. No. 489/UN36.21/PP/2013, Tanggal 27 Februari 2013 untuk memenuhi sebagian persyaratan akademik guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Pendidikan Sendratasik, Fakultas Seni dan Desain, Universitas Negeri Makassar pada hari Senin tanggal 04 Maret 2013
Di sahkan oleh :
Dekan Fakultas Seni dan Desain,
Dr. Karta Jayadi, M.Sn.NIP 19650708 198903 1 002
Panitia Ujian :
1. KetuaDr. Karta Jayadi, M.Sn. (....................................)
2. SekertarisKhaeruddin, S.Sn., M.Pd. (....................................)
3. Pembimbing IDra.Heryati Yatim, M.Pd (...................................)
4. Pembimbing II Dra. Hj. Andi Padalia, M.Pd (...................................)
5. Penguji IDra. Halilintar Latief, M.Pd (....................................)
6. Penguji IIRahma, S.Pd, M.Sn (....................................)
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Sundari Harli
Nim : 098204006
Program Studi / Keahlian : Pendidikan Sendratasik
Fakultas : Seni dan Desain
Judul Skripsi : Makna Simbolis Tari Pattuduq Tommuane Di Kecamatan Pamboang Kabupaten Majene Sulawesi Barat
Menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil pekerjaan saya, tidak berisi materi yang
dipublikasikan atau ditulis oleh orang lain atau telah digunakan sebagai persyaratan
menyelesaikan studi diperguruan tinggi lain kecuali kegiatan-kegiatan tertentu yang
saya ambil sebagai acuan.
Apabila terbukti pernyataan ini tidak benar, maka sepenuhnya menjadi tanggung
jawab saya.
Makassar, 15 April 2013
Yang Membuat Pernyataan
Sundari Harli098204006
Motto
Kunci utama untuk meraih sukses adalah belajar dari pengalaman
”Ketahuilah bahwa kamu bukan satu-satunya orang yang mendapat ujian tidak
seorangpun yang luput dari kesedihan dan kesalahan yakinkan pada diri bahwa dunia
adalah tempat cobaan, ujian dan tantangan Doa adalah kuncinya
Karya ini kupersembahkan kepada Ibunda dan Ayahanda tercinta,
saudara-saudaraku yang tercinta dan sahabat- sahabatku yang tak
terlupakan, serta orang-orang yang menyayangiku yang selalu berdoa
demi keberhasilan dan kesuksesanku.
ABSTRAK
Sundari Harli, 2013. Makna Simbolis tari Pattuduq Tommuane di Kecamatan pamboang Kabupaten Majene Sulawesi Barat. Skripsi Fakultas Seni dan Desain Universitas Negeri Makassar.Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data dan informasi tentang: 1) Makna Dari Tiap-Tiap Ragam Gerak Yang Disajikan Dalam Tari Pattuduq Tommuane Di kecamatan Pamboang Kabupaten Majene Sulawesi Barat, 2) Makna dari Properti Dan Kostum Yang Digunakan dalam tari Pattuduq Tommuane di kecamatan pamboang Kabupaten Majene Sulawesi Barat. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini adalah: 1) Studi Pustaka, 2) Observasi, 3) Wawancara, 4) Dokumentasi. Hasil penelitian adalah: 1) Makna dari tiap-tiap ragam gerak yang disajikan dalam tari Pattuduq tommuane di kecamatan Pamboang Kabupatn Majene Sulawesia Barat meliputi beberapa ragam gerak yaitu Mappamula, Mappasumanga, Ummewa, Mattangkis, dan Mappapura, Pola lantai yang digunakan Bershaf, Perbanjar dan Melingkar. Kostum yang terdiri dari Calana Alang, sokko biring, Tombi Care-Care, Kawari, Jima, Poto, Selendang. Properti yang digunakan Perisai atau Utte dan Tombak atau Bandang Bulu Manu, Musik pengiring terdiri dari Gendang, Gong,dan keke. Tari Pattuduq Tommuane dahulu kala dipersembahkan kepada dewa atau leluhur yang kemudian dipersembahkan pada acara tertentu yang selanjutnya menjadi hiburan rakyat. Tari Pattuduq tommuane biasanya dilakukan selama tujuh hari tujuh malam atau biasa juga dilakukan selama tiga hari tiga malam, tergantung lamanya pelaksanaan upacara. 2) Adapun Makna dari semua ragam gerak tari Pattuduq Tommuane yaitu Inti dari semua ragam gerak tersebut adalah hanya sebagai hiburan untuk masyarakat yang menyukai tarian Pattuduq Tommuane, dan juga sebagai gambaran semangat juang masyaraakat dalam mencampai kesuksesan.
KATA PENGANTAR
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillah, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkah,
Rahmat dan hidayah-Nya jualah sehinggah kita masih dapat meerasakan anugrahnya, dan
Shalawat dan salam kita tujukan kepada Nabi besar Muhammad SAW, seorang yang telah
menunjukkan jalan kebenaran.
Suka dan duka, senang susah mewarnai proses-proses dalam menjalani skipsi ini.
Walaupun demikian, sebuah kata yang mampu membuat bertahan yakni semangat
sehinggah segala tantangan mampu dilalui sampai akhir penyelesaian skripsi ini, sebagai
tugas untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh diselesaikan sebagai tugas akhir
untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Program
Studi Pendidikan Sendratasik Fakultas Seni dan Desain Universitas Negeri Makassar
dengan judul “Makna Simbolis Tari Pattuduq Tommuane di Kecamatan Pamboang
Kabupaaten Majene Sulawesi Barat”. Skripsi saya persembahkan sebagai rasa terima kasih
dan sayangku kepada Almarhum ayahanda Drs.Hj. Harli Yanja dan ibunda Hj. Siti
Nurjannah yang telah merawat dan mengasuh, membesarkan, dan mendidik saya dengan
penuh kasih sayang. Dan semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan berkat
dan karunia yang berlimpah kepada mereka.
Penulis mengucapkan rasa syukur, terima kasih, serta penghargaan yang tulus yang
tak terhingga kepada ibu Dra. Hj. Heriyati Yatim M.Pd dan ibu Dra. Hj. Andi Padalia,
M.Pd dan beliau selaku pembimbing yang selalu meluangkan waktu, tenaga untuk
memberikan motivasi, bimbingan dan petunjuk, saran-saran mulai menyusun proposal
hingga skipsi ini dapat terselesaikan.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis juga sampaikan kepada :
1. Prof. Dr. Aris Munandar M. Pd, selaku Rektor Universitas Negeri Makassar.
2. Dr. Karta Jayadi, M. Sn, selaku Dekan Fakultas Seni dan Desain Universitas Negeri
Makassar.
3. Andi Ikhsan S.Sn, M.Pd, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Seni dan Desain
Universitas Negeri Makassar.
4. Khaeruddin S.Sn, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sendratasik
Fakultas Seni dan Desain Universitas Negeri Makassar.
5. Ibu Dra.Hj. Heryati Yatim, M.Pd dan Ibu Dra. Hj. Andi Padalia M.Pd
yang sabar dan tak pernah lelah dalam membimbing dan membantu penulis dalam
merampungkan skripsi ini.
6. Bapak Dr. halilintar Latief, M.Pd dan Ibu Rahma, S.Pd, M.Sn.selaku Dosen penguji
dalam ujian skripsi ini.
7. Bapak/Ibu dosen dilingkungan Universitas Negeri Makassar utamanya pada
Program Studi Pendidikan Sendratasik yang telah banyak memberikan bantuan, baik
dalam perkuliahan maupun dalam penyelesaian skripsi ini.
8. Para staf dan pegawai di lingkungan Fakultas Seni dan Desain Universitas Negeri
Makassar atas bantuan dan pelayanannya kepada penulis ketika masih kuliah.
9. Masyarakat di Kabupaten Majene yang telah banyak membantu dalam penyelesaian
skripsi tersebut. Terutama narasumber bapak Yasing dan Ahmad Hasan terima
kasih banyak.
10. Drs. H. Harli Yanja, dan Hj. Sitti Nurjannah, kedua orang tuaku dan kakakku
tercinta, Ir. Hasmudi, Erwin, Fahri, Siti Nurdiana, Hardiansyah, Sepriani, Nur
Eliyanti, Muh. Fadil terima kasih telah memberikan peluang, motivasi, bantuan
selama penulis kuliah sampai skripsi ini selesai.
11. Keluarga besar Yandja, tanpa terkecuali yang selalu memberikan dukungan dan
support kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
12. Teman-teman seperjuanganku angkatan 09 SCORPION, bersama-sama penulis
menapaki perkuliahan dan memberikan kesan kenangan tersendiri pada penulis
13. Terima kasih banyak buat sahabat-sahabatku Nurdianti Rahman, Muliah Musphira,
Sulfiana, Fauziah akib, susi susanti dan rezky andriani yang telah memberikan
dukungan menyelesaikan skripsi ini.
Atas segala kebaikan dan ketulusan ini penulis hanya bisa mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya dan mendoakan semoga tuhan senantiasa memberikan
limpahan anugerah dan berkat-Nya, Amin.
Makassar, 15 April 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................................................ii
SURAT PENGESAHAN PENGUJI........................................................................iii
SURAT PERNYATAAN.........................................................................................iv
MOTTO....................................................................................................................v
ABSTRAK...............................................................................................................vi
KATA PENGANTAR.............................................................................................vii
DAFTAR ISI.............................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................xii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................5
C. Tujuan Penelitian........................................................................................5
D. Manfaat Penelitian.....................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR.................................7
A. Tinjauan Pustaka.......................................................................................7
B. Kerangka Pikiran......................................................................................13
BAB III METODOLOGI PENELITIAN...............................................................14
A. Variabel dan Desain Penelitian...............................................................14
B. Defenisi Operasional Variabel................................................................15
C. Tehnik Pengumpulan Data ......................................................................15
D. Tehnik Analisis Data................................................................................27
BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN......................................................18
A. Hasil Penelitian........................................................................................18
B. Pembahasan ............................................................................................48
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................52
A. Kesimpulan................................................................................................52
C. Saran..........................................................................................................54
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................55
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
No Teks Halaman
7. Skema Kerangka pikir..............................................................................................13
8. Skema Desain Penelitian…………………………………………………………..15
9. Ragam Mappamula…………………………………………………………………………21
10. Ragam Mappasumanga……………………………………………………………………23
11. Ragam Ummewa……………………………………………………………………………27
12. Ragam Mattangkis………………………………………………………………………….30
13. Ragam Mappapura…………………………………………………………………………31
14. Kostum dan Perhiasan Calana alang……………………...……………………………………………..35 Sokko Biring.........................................................................................................36 Tombi Care-Care...................................................................................................37 Kawari……...........................................................................................................38 Jima……...............................................................................................................39 Poto………...........................................................................................................40 Selendang…..........................................................................................................41
15. Properti Perisai atau Utte…………………………………………………………………44 Tombak atau Bndang Bulu Manu………………………………………………45
16. Musik - Gendang…………………………………………………………………………46- Gong……………………………………………………………………………..47- Keke……………………………………………………………………………..47
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran I Daftar Pertanyaan
2. Lampiran II
Narasumber 1
Narasumber 2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia dalam pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan telah mengalami
perubahan yang sangat besar, masuknya berbagai komunikasi dan informasi menandakan
adanya keterbukaan masyarakat Indonesia, salah satu unsur yang memperkuat persatuan
dan kesatuan bangsa Indonesia adalah adanya unsur kesamaan yaitu keterbukaan,
keanekaragaman budaya bangsa Indonesia yang senantiasa dijaga dan dilestarikan secara
turun temurun merupakan gambaran kekayaan budaya bangsa Indonesia yang dalam
perkembangannya senantiasa bersinggungan baik antar budaya daerah maupun budaya
asing. Kesenian sebagai bagian
dari kehidupan manusia dan merupakan warisan generasi kegenerasi merupakan cerminan
dari kepribadian manusia itu sendiri, dengan demikian, sebagai bangsa pemilik aneka
budaya, maka selayaknya ada usaha untuk mempertahankan bahkan melestarikan
kebudayaan tersebut. Untuk mempertahankan dan melestarikan kebudayaan asli Indonesia
perlu ada upaya nyata dari seluruh komponen bangsa Indonesia, baik itu pemerintah,
masyarakat ataupun lembaga-lembaga formal, bahkan sampai pada individu-individu
sebagai elemen terkecil dari masyarakat. Kesenian sebagai suatu sistem
kegiatan dari kelakuan berpola yang selalu hadir dalam stiap stratifikasi masyarakat. Akan
tetapi dalam masyarakat tradisional agraris, kesenian tidak memiliki batasan tegas tetapi
menyatu sebagai pernyataan nilai kehidupan yang menyeluruh dari masyarakat. Secara
teoritis dapat ditemukan bahwa pada kelompok manusia dan masyarakat di dalamnya
terdapat aktifitas kesenian.
Tradisi merupakan kebenaran yang telah menjadi nilai, yang teruji sebagai yang
paling benar dari kebaikan yang diyakini dalam suatu komunitas. Tradisi bukan hanya
merupakan produk masa lalu atau adat kesenian turun-temurun nenek moyang yang masih
dan terus dijalankan oleh masyarakat, tetapi juga sesuatu yang normative, dan asumsi
demikian maka, berpegang teguh pada tradisi berarti memahami dan menjalankan nilai-
nilai yang baik dan benar. Jika dihubungkan dengan seni maka dapat diartikan bahwa seni
tradisi adalah suatu seni yang bermakna pada komunitas pemiliknya.
Menurut Koentjaraningrat, (dalam Jusnita, 2004: 13) Kebudayaan dari
pandangan ini dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil
karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik oleh manusia
dengan belajar, serupa dengan gagasan Honigman, yang membedakan tiga gejala
kebudayaan yaitu ideas, activities dan artifacts. Keragaman kebudayaan Indonesia sangat
dipengaruhi oleh banyaknya suku yang ada di Indonesia. Suku-suku ini satu sama lain
memiliki adat istiadat yang berbeda-beda, perbedaan tersebut jelas terlihat dalam
kehidupan sehari-hari seperti upacara-upacara tradisional, kesenian dan kepercayaan. Oleh
karena itu, sebagai bangsa pemilik aneka budaya maka selayaknya diupayakan dapat
mempertahankan bahkan melestarikan kebudayaan tersebut, kebudayaan adalah kompilasi
(jalinan) dalam keseluruhan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,
keagamaan, hukum, adat istiadat, serta lain-lain, kenyataan dan kebiasaan-kebiasaan yang
dilakukan manusia sebagai anggota masyarakat, seperti yang terjadi pada salah satu suku
bangsa yang cukup dikenal yakni suku mandar yang berdiam di bagian Sulawesi Barat.
Mandar adalah salah satu suku bangsa yang terbilang penduduk
Sulawesi yang berdiam dibagian barat, orang Mandar bersama orang bugis, orang
Makassar, dan orang toraja. Wilayah orang mandar adalah daerah yang dulunya
merupakan wilayah administratif kabupaten Mamuju, Majene, dan Polewali Mamasa
(POLMAS). Ketiga kabupaten ini semula merupakan satu kabupaten yakni kabupaten
Mandar, sekarang pada propinsi baru yang dibentuk yakni propinsi Sulawesi Barat dengan
Kabupaten Mamuju, Mamuju Utara (MATRA), Majene, Polewali Mandar (POLMAN),
dan Mamasa. Sesuai dengan keadaan lingkungan alamnya yang bergunung-gunung dan
sebagian bertautan dengan lautan (selat Makassar), mata pencaharian masyarakat Mandar
adalah bertani dan nelayan.
Salah satu kebudayaan yang harus mendapat perhatian adalah keberadaan tari
tradisional yang berada di seluruh wilayah nusantara. Hal ini sangat penting artinya bagi
upaya menunjukkan identitas bangsa dengan tetap mempertahankan tradisional yang ada.
Salah satu tari tradisional yang ada hingga saat ini masih hidup di daerah mandar adalah
tari tradisional Pattuduq yang sampai saat ini telah ditemukan 10 (sepuluh) jenis Pattuduq
yaitu: 1).Pattuduq Kumba, 2). Pattuduq Palappa, 3). Pattuduq Losa-losa, 4). Pattuduq
Sawawar, 5). Pattuduq Sarabadang, 6). Pattuduq Dego, 7). Pattuduq Cakkuriri, 8).
Pattuduq Sore, 9). Pattuduq Sayakumba, 10). Pattuduq Paling Rigona. Pattuduq sebagai
tarian dapat diklasifikasikan menurut jenis penari serta strata sosial penarinya. Menurut
kelompok penari terbagi pada jenis kelamin adalah Pattuduq towaine , Pattuduq yang
penarinya adalah perempuan. Pattuduq Tommuane, Pattuduq yang penariya laki-laki dan
Pattuduq Sawawar, Pattuduq yang penarinya campuran antara laki-laki dan perempuan
yang dimainkan secara massal. Sedangkan menurut strata sosial penari, Pattuduq terbagi
atas Pattuduq Ana Puang (anak bangsawan), Pattuduq Ana Pattola Hadat (anak
pemangku adat), Pattuduq Sassawuarang (keturunan pembantu di istana kerajaan).
Gerak tari Pattuduq Tommuane memiliki arti penting
bagi masyarakat Mandar guna menumbuhkan semangat kerja dan semangat hidup. Setiap
gerak memiliki makna tersendiri bagi kelangsungan hidup masyarakat. Uraian tersebut
menggambarkan betapa pentingnya gerak-gerak tari Pattuduq Tommuane sebagai simbol
kekuatan hidup. Dalam kesempatan ini penulis mengangkat Makna Simbolis Tari
Pattuduq Tommuane dikec. Pamboang Kab. Majene Sulawesi Barat.
Penulis mengangkat tari ini karena dianggap memiliki hal yang unik dan
istimewah, walaupun tarian ini sebelumnya sudah diangkat dan dikaji tetapi pada
kesempatan ini penulis ingin mengangkat kembali tari Pattuduq Tommuane ini namun
penulis mengangkat tentang makna simbolis tari Pattuduq Tommuane. Karena banyaknya
keunikan dalam tari ini di antaranya bersifat kokoh, kuat dan pemberani serta semua gerak
dilakukan dalam satu rangkaian indah namun tetap dibatasi oleh ketentuan-ketentuan, tata
kesopanan yang mengikat sehingga memberikan kesan bagi masyarakat kec. Pamboang
Kab. Majene Sulawesi Barat. Dalam hal
ini penulis memfokuskan pada tari Pattuduq Tommuane sebagai tari tradisional yang ada
di kabupaten Majene yang perlu dilestarikan. Dengan demikian maka sangat penting untuk
mengetahui sejauh mana makna dari tiap-tiap ragam gerak dan makna busana dan properti
tari Pattuduq Tommuane, yaitu arti atau lambang-lambang gerak, kostum dan properti
yang akan diwujudkan dalam tari ini.
Hal inilah yang melatar belakangi penulis untuk melakukan suatu penulisan skripsi
dengan mengangkat judul “ Makna Simbolis Tari Pattuduq Tommuane di kec. Pamboang
kab.Majene Sulawesi Barat B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis
memutuskan pokok masalah penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana makna dari tiap-tiap ragam gerak yang disajikan dalam Tari Pattuduq
Tommuane di Kecamatan Pamboang Kabupaten Majene Sulawesi Barat
2. Apa makna dari properti dan kostum yang digunakan dalam Tari Pattuduq Tommuane
di Kec. Pamboang Kab. Majene Sulawsia Barat
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui makna dari tiap-tiap ragam gerak dalam Tari Pattuduq Tommuane di
Kec. Pamboang Kab. Majene Sulawesi Barat
2. Untuk mengetahui makna properti dan kostum yang digunakan dalam tari Pattuduq
Tommuane di Kec. Pamboang Kab. Majene Sulawesi Barat
D. Manfaat Hasil Penelitian
Jika tujuan penelitian ini dapat dicapai, maka hasil penelitian ini di harapkan memilki
manfaat sebagai berikut:
1. Bagi penulis sendiri manfaat dari hasil penelitian ini adalah sebagai bekal pengetahuan
dan apresiasi terhadap kesenian daerah sebagai warisan budaya bangsa.
2. Diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi daerah Sulawesi Barat dalam upaya
pembinaan kesenian daerah
3. Sebagai bahan acuan peneliti selanjutnya yang ingin melengkapi kekurangan atau hal-
hal yang penting untuk dibahas dalam Tari Pattuduq Tommuane
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka ini akan dibahas dua hal yakni: Tinjauan Pustaka dan Kerangka
Berpikir.
1. Makna dan Simbolis
Makna mengandung pengertian tentang arti atau maksud tertentu (Poerwadarminta,
1976:947-624), sedangkan simbolis berarti perlambang.
Jadi makna adalah arti yang terkandung di dalam lambang tertentu. Sedangkan
simbol merupakan bentuk lahiriah yang mengandung maksud. Dengan demikian
makna dan simbol merupakan dua unsur yang berbeda tetapi saling berkaitan bahkan
saling melengkapi. Kesatuan makna dan simbol akan menghasilkan suatu bentuk yang
mengandung maksud (Suharto, 1990: 9)
Simbol merupakan komponen utama manusia dalam kebudayaan, karena setiap hal
yang diingat, dialami manusia sebenarnya diolah menjadi serangkaian simbol yang
dimengerti oleh manusia. Suparlan (dalam Nurhayani 2005:8) adapun bentuk simbol
yang berdasarkan sifatnya ada empat kategori, yaitu:
a. Simbol-simbol konstitutif yang berbentuk kepercayaan
Kepercayaan telah dikenal oleh nenek moyang kita sejak zaman prasejarah.
Masyarakat prasejarah dengan pola pikir yang masih sangat sederhana (primitif),
kehidupan tergantung pada alam, alam adalah sesuatu yang misteri bagi mereka.
Kehidupan mereka penuh dengan mitos untuk menjinakkan alam terkadang
membawa bencana bagi kehidupan mereka. Dengan kepercayaan animisme dan
dinamismenya mereka menggunakan simbol-simbol sebagai sarana penyembahan
kepada dewa-dewa yang menguasai alam.
b. Simbol-simbol kognitif
Simbol-simbol kognitif adalah simbol-simbol yang digunakan di dalam ilmu
pengetahuan maka untuk mempermudah atau menyederhanakan ingatan atau
kemampuan mengingat suatu ilmu pengetahuan. Demikian di dalam ilmu kimia
dikenal adanya lambang-lambang nama unsur seperti besi (Fe), air (H2O), oksigen
(O2) dan sebagainya.
c. Simbol-simbol evaluatif atau penilaian moral
Simbol-simbol ini adalah simbol yang membentuk nilai-nilai atau aturan-
aturan dalam kehidupan manusia. Jenis simbol ini umumnya ditemukan didalam
masyarakat tradisional yang telah teguh memegang adat istiadat yang diwariskan
secara turun temurun. Simbol evaluative diperagakan sejak bayi (manusia) masih
dalam kandungan saat dilahirkan, saat menikah sampai dia meninggal dunia. Bahkan
beberapa suku bangsa upacara kematian masih berlangsung sampai beberapa waktu
setelah jenazah dikuburkan.
Segala bentuk dan jenis kegiatan simbolik tersebut dalam masyarakat
tradisional merupakan upaya pendekatan kepada Tuhan yang mengatur segala
kehidupan. Karena itu simbolisme dalam masyarakat tradisonal di samping
menyampaikan pesan-pesan, nilai-nilai kepada generasi muda, juga dilaksanakan
dalam kaitannya dngan kepercayaan.
d. Simbol-simbol ekspresif
Simbol-simbol ekspresif atau mengungkapkan perasaan adalah simbol-simbol
yang simbol ekspresif oleh Langer adalah simbol yang presentasional atau penghadir
(prentation symbol) pemahaman terhadap simbol ekspresif tidak tergantung pada
hukum yamg mengatur perhubungan unsur-unsurnya. Melainkan pada situasi
langsung. Lagi pula simbol ini tidak merupakan suatu konstruksi yang bisa dicerai
beraikan unsur-unsurnya, melainkan satu kesatuan yang bulat dan utuh, suatu
gestalt. (Rohendi dalam Nurhayani, 2001: 10).
Dalam hal ini apabila dikaitkan dengan tari maka dapat diartikan bahwa tari
tersebut mrupakan makna simbolis dari suatu gagasan ataupun ide-ide yang
diwujudkan dalam bentuk gerak yang mempunyai arti atau maksud dari setiap
gerakan yang diartikan bukan hanya dalam bentuk gerak tapi juga dapat dilihat dari
kostum dan property yang digunakan.
2. Gerak
Dalam bahasa sehari-hari gerak (gerakan) merupakan salah satu isyarat atau wujud
komunikasi. Dengan demikian, gerak adalah bahasa komunikasi yang luas dan
divariasikan dari berbagai unsur-unsurnya yang terdiri atas beribu-ribu kata, gerak juga
dalam konteks tari (Smith 1985:178) Gerak bila dikaitkan dengan tari
berarti sebagai sarana atau bahan baku dari sebuah tarian, oleh sebab itu seseorang yang
hendak menyusun atau menata sebuah tari harus benar-benar memahami hukum-hukum
dan unsur-unsur pembangun gerak dengan segala sifat dan wataknya. Gerak yang
ditampilkan bukan gerak sehari-hari tetapi gerak yang sudah mengalami pengolahan
sehingga kelihatan lebih indah. Menurut Bastomi,
(1992: 37) mengatakan bahwa Unsur seni tari adalah gerak tari bukan sembarang gerak
karena gerak tari adalah gerak yang memilki makna dan watak. Selain itu gerak seluruh
anggota badan yang gemulai indah disebut wiraga; yang dibarengi dengan musik dan
tertata dengan irama lagu bahwa gerak tari seiring dengan irama musik disebut Wirama;
kesesuaian air muka terhadap maksud tari menunjukkan adanya ekspresi tari atau
penghayatan tari yang disebut wirasa. Sebuah tarian dikatakan bagus jika ketiga faktor
tersebut yaitu wiraga, wirama, wirasa dapat dilakukan dalam satu kebulatan yang utuh.
3. Pengertian Tari Gerak
dalam tari adalah ekspresi kinestetik yang mengandung muatan tata nilai suatu budaya
masyarakat. Secara komunal berarti tari mengandung tata nilai budaya komunitasnya.
Sedangkan tari individual meletakkan nilai-nilai individu yang berupa cita-cita, harapan,
keputus-asaan, kritik atau sekedar bercerita tentang dirinya sendiri, sebagai muatan karya
tarinya. (Wahyudiyanto. 2008: 27). Hal ini diperkuat oleh (Jazuli.1996: 1) bahwa Tari
mempunyai arti penting dalam kehidupan manusia karena dapat memberikan manfaat,
seperti sebagai hiburan dan sarana komunikasi. Mengingat kedudukannya itu, tari dapat
hidup, tumbuh dan berkembang sepanjang zaman sesuai dengan perkembangan
kebudayaan manusianya. Dengan kata lain, bahwa perkembangan maupun perubahan
yang terjadi pada tari yang sangat ditentukan oleh masyarakat pendukungnya. Perubahan
pola pikir masyarakat akan berpengaruh terhadap fungsi tari, tari senantiasa
menyesuaikan dengan konteksnya. Karena Tari merupakan alat ekspresi ataupun sarana
komunikasi seorang seniman kepada orang lain (penonton/penikmat), sebagai alat
ekspresi tari mampu menciptakan untaian gerak yang dapat membuat penikmatnya peka
terhadap sesuatu yang terjadi di sekitarnya. Tari bisa juga sebagai ungkapan pertanyaan
dan ekspresi dalam gerak yang memuat komentar, komentar mengenai realita kehidupan.
a. Tari Tradisional
Tradisi biasanya didefenisikan sebagai cara mewariskan pemikiran, kebiasaan,
kepercayaan, kesenian, tarian dari generasi kegenerasi, dari leluhur ke anak cucu secara
lisan. (Murgiyanto, 2004: 2), hal yang sama dikatakan oleh (Najamuddin, 1982: 13)
bahwa Pengertian tari tradisional, di daerah Sulawesi selatan, ialah suatu bentuk tari yang
mengandung nilai-nilai luhur, bermutu tinggi, yang di bentuk dalam pola-pola gerak
tertentu dan terikat, telah berkembang dari masa ke masa dan mengandung pula nilai-
nilai filosofis yang dalam, simbolis, religious dan tradisi yang tetap. (Najamuddin. 1982:
13). Juga di ungkapkan oleh (Sedyawati, 1991: 23) Seni tradisi bisa diartikan sebagai
pewarisan budaya maupun sebagai sumber inspirasi penciptaan suatu karya. Tarian
“warisan“ (istilah pewarisan yang sering di pakai Edi Sedyawati) biasanya menjadi
kekayaan karya tari baru. Tarian “warisan“ yang akan di angkat harus diidentifikasi
kembali di mana yang menjadi unsur-unsurnya yang esensial, baik secara struktural
maupun secara fungsional. Sedangkan Tradisi menurut (Poerwadarminta, 1970:108)
biasanya didefinisikan sebagai cara mewariskan pemikiran, kebiasaan, kepercayaan,
kesenian, tarian dari generasi, dan leluhur ke anak cucu secara lisan. Selanjutnya
Soedarsono, (1984:29) mengatakan bahwa Tradisional merupakan istilah yang artinya
mewariskan. Jadi tradisional adalah semua tarian yang mengalami perjalanan sejarah
yang cukup lama yang selalu bertumpu pada pola-pola tradisi
4. Pattuduq Tommuane
Seperti pengertian tari pada umumnya yang ada di Sulawesi Barat, ekspresi
seninya mengandung unsur keindahan, menjelma dalam gerakan yang diatur dengan
irama musik pengiring, dan gerakan tari yang ditonjolkan adalah kegemulaian dan
kehalusan serta, dinamika, irama, dan tempo iringan musiknya.
Pattuduq Tommuane adalah ragam Tuqduq tari daerah Mandar. Sedang orang yang
melakukan Tuqduq disebut Pattuduq. Tudduq berarti tari atau tarian, sedang Tommuane
berarti laki-laki. Pattuduq dapat diklasifikasikan menurut jenis penari serta strata sosial
penarinya, yakni jenis Pattuduq yaitu: 1.Pattuduq Kumba, 2. Pattuduq Palappa, 3.
Pattuduq Losa-losa, 4. Pattuduq Sawawar, 5. Pattuduq Sarabadang, 6. Pattuduq Dego,
7. Pattuduq Cakkuriri, 8. Pattuduq Sore, 9. Pattuduq Sayakumba, 10. Pattuduq Paling
Rigona.
Menurut kelompok penari terbagi pada jenis kelamin adalah Pattuduq towaine ,
Pattuduq yang penarinya adalah perempuan. Pattuduq Tommuane, Pattuduq yang
penariya laki-laki dan Pattuduq Sawawar, Pattuduq yang penarinya campuran antara
laki-laki dan perempuan yang dimainkan secara massal. Sedangkan menurut strata
sosial penari, Pattuduq terbagi atas Pattuduq Ana Puang (anak bangsawan), Pattuduq
Ana Pattola Hadat (anak pemangku adat), Pattuduq Sassawuarang (keturunan
pembantu di istana kerajaan). Tata penyajian Pattuduq di pergelarkan menurut berapa
lamanya berlangsung upacara atau pesta tersebut (Novianty, 2005: 17)
B. Kerangka Pikir
Berdasarkan kerangka teori yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya, berikut ini
diuraikan pula hal-hal yang dijadikan sebagai kerangka pikir, yang selanjutnya akan
mengarahkan peneliti dalam memecahkan persoalan-persoalan yang telah dirumuskan
Skema 1. Kerangka Berpikir
Skema 1. Kerangka Pikir
BAB III
METODE PENELITIAN
Makna properti dan kostum yang digunakan
dalam tari Pattuduq Tommuane
Makna dari tiap-tiap ragam gerak yang
disajikan dalam tari Pattuduq Tommuane
Makna simbolis tari Pattuduq Tommuane di Kec. Pamboang Kab. Majene Sulawesi barat.
A. Variabel dan Desain Penelitian
1. Variabel Penelitian
Penelitian ini dilakukan guna memperoleh data tentang variabel-variabel
yang ada dalam penelitian. Adapun variabel yang ada dalam penelitian ini adalah
Makna Simbolis Tari Pattuduq Tommuane di kec. Pamboang Kab. Majene antara
lain:
1. Bagaimana makna dari tiap-tiap ragam gerak yang disajikan dalam tari Pattuduq
Tommuane di kec. Pamboang kab. Majene Sulawesi Barat
2. Makna properti dan kostum yang digunakan dalam tari Pattuduq Tommuane di
kec. Pamboang kab. Majene Sulawesi Barat
2. Desain Penelitian
Dalam penelitian tari Pattuduq tommuane dikecamatan Pamboang Kabupaten
Majene ini diperlukan desain penelitian yang akan digunakan sebagai pedoman
dalam pelaksanaan di lapangan.
Adapun desain penelitian pada penlitian ini dapat digambarkan sebagai
berikut:
Makna dari tiap-tiap ragam gerak yang disajikan dalam tari pattuduq tommuane di kec. Pamboang Kab. Majene Sulawesi barat
Makna kostum dan properti yang digunakan dalam Tari Pattuduq Tommuane di kec. Pamboang kab. Majene Sulawesi Barat
Skema 2. Desain Penelitian
B. Definisi Operasional Variabel
Guna mempertegas ruang lingkup dalam tiap variabel yang diteliti maka dapat
didefinisikan dalam operasional sebagai berikut :
1. Makna dari tiap-tiap ragam gerak yang disajikan dalam tari Pattuduq Tommuane yang
berarti pemaknaan dari tiap-tiap ragam gerak Tari
2. Makna kostum dan properti yang dimaksud adalah makna dari unsur-unsur kostum
dan aksesoris yang mempunyai arti dan makna dalam susunan kostum yang di
wujudkan.
C. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data diperlukan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
a. Studi pustaka
Studi pustaka merupakan langkah kerja awal yang akan menentukan arah
penulisan dalam karya tulis ini. Dalam melakukan studi pustaka ini, sumber tersebut
diperoleh dari instansi-instansi dan perpustakaan daerah. Data yang diperoleh inilah
merupakan acuan utama untuk mendapatkan berbagai informasi dan data untuk
menunjang hasil penulisan. Buku koleksi perpustakaan merupakan bahan
perbandingan dan tambahan untuk melengkapi penulisan.
b. Observasi
Pengolahan dan Analisis data
kesimpulan
Observasi dilakukan pada tempat-tempat yang telah ditentukan sesuai hasil
penjajakan lapangan. Peneliti mengunjungi lokasi pertunjukkan tari langsung
mengamati dan memperhatikan segala hal yang erat hubungannya dengan tari
Pattuduq Tommuane yang dipertunjukkan seperti personil, gerakan, pola lantai,
kostum, aksesoris, peralatan alat musik dan lain-lain
c. Wawancara
Wawancara maksudnya dalam penelitian cara mengumpulkan data atau
informasi dengan cara langsung bertatap muka denagn informan, dengan maksud
mendapatkan gambaran lengkap tentang topik yang diteliti.
Teknik wawancara ini di lakukan dalam bentuk Tanya jawab dengan personil
yang terlibat dalam tari tersebut. Baik bentuk tari dan makna dari gerak-gerak dalam
tari Pattuduq Tommuane.
\
d. Dokumentasi
Teknik dilakukan untuk melengkapi perolehan data di lapangan baik pada saat
melakukan observasi maupun pada saat melakukan wawancara. Teknik dokumentasi
ini dilakukan dengan pengambilan foto-foto, gambar pada saat pertunjukan
berlangsung hal tersebut sangat perlu guna sebagai bahan dokumentasi
D. Teknik Analisis Data
Penelitian ini bersifat deskriptif yang menjelaskan tentang makna dari tiap-tiap
ragam gerak, kostum dan properti yang digunakan dalam pertunjukan tari pattuduq
Tommuane di kec. Pamboang kab. Majene Sulawesi Barat. Maka untuk menganalisis
data ini akan digunakan data kualitatif dengan bentuk analisis non statistik
Analisis data dalam penelitian ini dimulai dengan cara pengklasifikasian data baik
yang diperoleh dari hasil wawancara maupun observasi, kemudian dianalisis
berdasarkan kriteria dari permasalahan yang ada. Dari hasil analisis tersebut
kemudian dilakukan penafsiran yang disajikan secara deskriptif.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Penyajian Hasil Analisis Data
1. Makna Simbolis Tari Pattuduq Tommuane di Kecamatan Pamboang Kabupaten Majene Sulawesi Barat
Pada masa kerajaan, Pattuduq hanya dipertunjukkan pada lingkungan
kerajaan. Pertunjukkannya biasanya dilakukan selama tujuh hari tujuh malam
atau tiga hari tiga malam, tergangtung lamanya pelaksanaan upacara. Dalam
penyajian pattuduq biasanya menggambarkan pola lantai bersaf, membanjar dan
melingkar yang mempunyai makna:
1. Pola lantai bershaf bermakna pertahanan karena dapat mempertahankan apa
yang menjadi kewajibannya
2. Pola lantai perbanjar bermakna semangat untuk selalu meningkatkan diri.
Karena dapat memperlihatkan ketekunan berusaha unuk meraih sukses
3. Pola lantai melingkar bermakna untuk selalu bersama dalam kesetiaan
mengabdi kepada kerajaan karena pola lantai ini menggambarkan akan
utuhnya suatu kesatuan
Gerakan Pattuduq Tommuane mempunyai makna antara lain:
1. Gerakan I mappamula artinya memulai atau pembukaan yang
memperlihatkan kerendahan diri sesorang dan tidak saling
menyombongkan diri.
2. Gerakan II Mappasumanga artinya memberi semangat dalam usaha yang
dikerjakan dengan penuh ketekunan dan semangat dengan penuh
ketekunan akan berakhir sebagai sebuah keberhasilan yaitu ungkapan dari
rasa suksesnya sebuah usaha
3. Gerakan III Ummewa artinya menyerang menggambarkan tingginya suatu
kebersamaan
4. Gerakan IV Mattangkis artinya menangkis serangan dari musuh yang
menggambarkan satu kesatuan dari persatuan untuk mencapai sesuatu yang
dicita-citakan
5. Gerakan V Mappapura artinya penutupan selesainya tarian Pattuduq ini
merupakan ungkapan terima kasih.
Adapun rincian gerak sebagai berikut:
1. Ragam I Mappamula
Para penari berdiri siap, tangan kiri memegang perisai atau alat penangkis di depan
badan penari. Tangan kanan memegang tombak Bulu ayam yang satu ujungnya
diletakkan pada permukaan perisai bagian depan. Setelah terdengar irama musik
iringan Pattuduq Tommuane para penari memukul ujung tombak keperisai diiringi
teriakan heillah. Tombak diangkat naik seolah-olah akan melemparkan tombak utte
tetap berada didepan penari, ini dilakukan pada empat penjuru yakni menombak
kedepanm kekanan, kebelakang, dan kekiri.
1. Mengayun kaki kanan kekanan agak melingkar, Nampak penari mengeper kedua
tangan diayunkan kekanan bersamaan dengan ayunan kaki, sambil diliukkan
mengikuti gerakan tangan. Tangan kanan berada di bawah menghadap keatas,
tangan kiri berada di atas tangan kanan sehinggah nampak dari depan siku tangan
menonjol kedepan. Tangan kanan memegang tombak dan tangan kiri memegang
perisai.
2. Kaki kiri diayunkan agak melingkar kekiri diikuti ayunan kedua tangan kekiri
dengan posisi tangan kiri berada di bawah tangan kanan.
3. Kedua tangan diangkat lurus keatas bersamaan dengan mengangkat kaki kanan ke
atas, lalu diturunkan bersamaan dengan kedua tangan lurus ke bawah. Pada saat
kaki di bawah, tumit menyentuh lantai, lengan kanan lurus ke bawah dengan
tangan memegang perisai menghadap ke atas.
4. Kedua tangan diayunkan secara bersamaan ke depan dengan telapak tangan kanan
memegang tombak menghadap keatas, demikian pula telapak tangan kiri
memegang utte juga menghadap keatas dan kedua lengan lurus kedepan. Disaat
kaki kanan berpijak kembali kelantai dengan posisi tubuh tegak, kaki kiri diangkat.
5. Secara serentak kedua tangan tangan direntangkan kesamping kanan, kaki kanan
diangkat setinggi paha (lutut membentuk sudut siku-siku di depan). Alat penangkis
dipegang tangan kanan ujungnya menghadap ke depan.
Ragam mappamula bermakna permulaan, memulai atau pembukaan yang
memperlihatkan kerendahan diri seseorang dan tidak saling menyombongkan diri
Gambar 1. Ragam Mappamula(Reproduksi dari Dokumentasi Dinas Kebudayaan 2005)
2. Ragam II Mappasumanga
Setelah penari berdiri tegak para penari pelan-pelan kebawah. Para penari duduk
dalam posisi lutut sebelah kanan rapat kelantai dan pantat rapat ketumit kaki kanan.
Lutut sebelah kiri tegak keatas menadah siku tangan ke atas memegang penangkis,
dan tangan sebelah kanan memegang tombak yang ujungnya rapat kelantai.
Mengayun kaki kanan kekanan agak melingkar, Nampak penari mengeper kedua
tangan diayunkan ke kanan bersamaan dengan ayunan kaki, sambil diliukkan
mengikuti gerakan tangan. Tangan kanan berada di bawah menghadap ke atas, tangan
kiri berada di atas tangan kanan sehingga nampak dari depan siku tangan menonjol
kedepan. Tangan kanan memegang tombak dan tangan kiri memegang perisai.
1. Kaki kiri diturunkan kelantai, kemudian para penari membuat posisi pasang kuda-
kuda, lutut kaki kiri agak condong ke depan dengan tubuh dalam posisi tegak agak
diturunkan sehingga nampak mengeper. Dalam posisi pasang kuda-kuda, perisai
yang dipegang oleh tangan kiri tetap lurus dan menghadap kedepan. Tombak yang
dipegang oleh tangan kanan diletakkan di atas bahu, ujung tombak tetap
menghadap ke depan
1. Bangkit dari posisi kuda-kuda, dengan mengangkat kaki kanan agak menyilang di
depan kaki kiri, tangan kanan yang memegamg perisai ditarik ke dalam sehingga
perisai berada di depan perut, menyusul tangan Masing-masing pasangan
mengangkat kaki kanan ke samping kanan bagi pasangan daalam komposisi
membanjar sedangkan pasangan dalam komposisi bershaf salah seorang pasangan
penari harus mengangkat kaki kanannya ke kanan agak ke belakang. Angkatan
kaki kanan penari dilakukan bersamaan dengan ayunan kedua tangan sambil
meliukkan badan agak membungkuk ke kanan. Sehingga lengan kanan menjulur
ke depan agak ke bawah lengan kanan, sehingga nampak siku lengan kiri di depan
dada dengan tangan memegang perisai berada di atas tombak yang dipegang oleh
tangaan kanan.
Mappasumanga bermakna memberi semangat dalam usaha yang dikerjakan
dengan penuh ketekunan dan semangat akan berakhir sebagai sebuah
keberhasilan yaitu ungkapan dari rasa suksesnya sebuah usaha
Gambar 1.2 Ragam Mappasumanga
Gambar 1.3 Ragama Mappasumanga
(Reproduksi dari dokumentasi Dinas Kebudayaan 2005)
Gambar 1.4 Ragam Mappasumanga (Reproduksi dari Dokumentasi Dinas Kebudayaan 2005)
3.,Ragam III Ummewa
Gerakan-gerakan berikutnya adalah gerakan-gerakan membentuk posisi para
penari dalam keadaan berhadapan bersisian. Sebelum melakukan gerakan-gerakan
ini, terlebih dahulu para penari memperhatikan pasangannya masing-masing. Jika
dalam komposisi membanjar, pasangan penari berada dalam posisi saling
menyamping yakni, satu di kanan dan satu lainnya di kiri. Dan jika dalam
komposisi bershaf, maka salah seorang pasangan penari pada saat melakukan
gerakan pertama mengangkat kaki kanan agak kebelakang, sehingga salah seorang
pasangan penari berada di belakang pasangannya. Adapun urutan-urutan gerakan-
gerakan yang membentuk posisi para penari dalam keadaan berhadapan bersisian
adalah sebagai beerikut:
1.Masing-masing pasangan mengangkat kaki kanan kesamping kanan bagi pasangan
dalam komposisi membanjar sedangkan pasangan dalam komposisi bershaf salah
sorang pasangan penari harus mengangkat kaki kanannya kekanan agak kebelakang.
Angkatan kaki kanan penari dilakukan bersamaan dengan ayunan kedua tangan
sambil meliukkan badan agak membungkuk kekanan. Sehingga lengan kanan
menjulur kedepan agak kebawah, lengan kiri di sebelah atas mengikut ayunan
lengan kanan, sehingga nampak siku lengan kiri di depan dada dengan tangan
memegang perisai berada di atas tombak yang dipegang oleh tangan kanan.
2. Masing-masing pasangan penari membalik badan 1800 ke arah ke kiri bersamaan
dengan ayunan kedua tangan, dan langsug membentuk posisi sikap kuda-kuda
sambil mempertemukan antara perisai dengan tombak
3. Masing-masing pasangan penari memindahkan kaki kanan kesamping kanan
bersamaan dengan ayunan tangan sama dengan pada poin satu di atas
4. Masing-masing pasangan penari membalik badan membentuk posisi bersisisan
dengan sikap pasang kuda-kuda
5. Masing-masing pasangan penari melakukan gerakan sama dengan gerakan pada poin
tiga, sehingga kelihatan masing-masing pasangan saling membelakangi
6. Masing-masing pasangan penari kmbali melakukan gerakan dengan poin empat
7. Masing-masing pasangan penari kembali melakukan gerakan sama dengan
gerakan pada poin ke tiga
8. Masing-masing penari kembali melakukan gerakan sama dengan gerakan pada
point empat
Gerakan-gerakan point satu sampai dengan point delapan dilakukan secara
berurutan sebanyak dua kali dengan kesimpulan, hanya kaki kanan yang dipindah-
pindahkan. Sedangkan kaki kiri hanya berputar tetap pada porosnya.
Masing-masing pasangan penari meletakkan tombak dan perisai di sebelah kanan
setinggi bahu, seolah dalam keadaan siap menyerang (menombak), berlari-lari keliling
bertukar tempat. Setelah masing-masing pasangan bertukar tempat, sambil lari-lari
berputar ditempat ke kiri sehingga saling berhadapan secara sempurna. Disaat saling
berhadapan, masing-masing pasangan saling menombak kearah perisai pasangan
masing-masing. Kemudian masing-masing menarik tombak bersamaan dengan
menarik kaki kiri ke samping kaki kanan lalu memukul tongkat keperisainya sendiri.
Gerakan memukul tombak utte ini merupakan interval selama tiga ketukan, untuk
berpindah kepada gerakan berikutnya
Ragam ummewa bermakna menyerang menggambarkan tingginya suatu kebersamaan
dalam mencapai usaha walaupun melewati banyak rintangan
Gambar 1.6 Ragam Ummewa
(Reproduksi dari Dokumentasi Dinas Kebudayaan 2005)
Gambar 1.7 Ragam Ummewa
(Reproduksi dari Dokumentasi Dinas Kebudayan 2005)
4 Ragam IV Mattangkis
Masing-masing penari kembali melakukan gerakan lari-lari, dengan cara dan
sikap yang sama pada gerakan point satu di atas, sehingga masing-masing
pasangan penari kembali pada tempatnya semula. Masing-masing
pasangan/lawannya dengan mengikuti irama gendang lawan di sebelah kanan
menombak lawan di sebelah kiri. Lawan di sebelah kiri menangkis kepala tombak
lawan dengan perisai dalam posisi badan agak di rendahkan ke bawah. Tombak
bagi yang menangkis di pasang di samping bahu kanan mengarah kepada yang
menombak. Kemudian masing-masing menutup kaki.
Masing-masing pasangan lawan penari, dengan mengikuti irama gendang,
kembali melakukan gerakan lari-lari. Setelah pasangan/lawan penari dalam suasana
interval sebanyak tiga ketukan, kembali melakukan gerakan sama dengan gerakan
pada point dua tetapi yang menombak adalah lawan di sebelah kiri sebagai tombak
balasan dan yang disebelah kanan menagkis, kemudian menutup kembali kedua
kaki. Gerakan-gerakan selanjutnya, terdiri atas:
1. Masing-masing pasangan/lawan penari berputar di tempat, dengan cara meengangkat
kaki kanan berpijak seorang ke kanan bersamaan ayunan kedua tangan ke bawah.
2. Kaki kiri ke depan menyilang kaki kanan sehingga kedua paha berimpit, perisai dan
tombak diayun ke kiri dan badan bersamaan dengan badan juga berputar ke kiri
3. Kemudian langsung memutar badan kembali ke kanan hingga ke belakang, kaki kiri
berputar pada poros, kaki kanan diangkat ke belakang.
4. Masing-masing penari secara bersamaan melompat seorang kiri kedepan, langsung
bersikap menombak. Lompatan jangan terlalu jauh agar pada waktu sikap menombak
tadi membentuk para penari berada pada satu barisan, di mana masing-masing
pasangan saling bersisisan kanan.
5. Masing-masing penari melakukan gerakan sama dengan pada point satu
6. Masing-masing penari melakukan gerakan sama dengan pada point dua
7. Masing-masing penari melakukan grakan sama dengan gerakan pada point tiga
8. Masing-masing penari melakukan gerakan sama dengan gerakan pada point empat.
Tetapi pada sikap pasang kuda-kuda disertai dngan mnombak dan pekikan. Gerakan-
gerakan menyilang ini dilakukan dengan pengulangan dua kali.
Ragam Mattangkis bermakna menagkis serangan dari musuh yang
menggambarkan satu kesatuan dari persatuan untuk mencapai sesuatu yang dicita-
citakan
Gambar 1.8 Ragam Mattangkis (Reproduksi dari Dokumentasi Dinas Kebudayaan 2005)
5 Ragam V Mappapura atau massorei
Masing-masing penari mengayun kaki kanan ke kanan sambil mengeper kedua
tangan diayunkan ke samping kanan dan badan diliukkan sedikit. Tangan kanan
dengan memegang perisai berada di atas tangan kanan dengan siku menghadap
atau menonjol ke depan. perisai dan tombak masing-masing menghadap ke depan.
Gerakan ini dilakukan oleh penari sambil memperbaiki jarak satu sama lain,
kesamping dan kebelakang, serta membentuk barisaan berbanjar ataupun bershaf.
Gerakan ini dilakukan berulang kali, ditambah lagi satu kali tetapi pada gerakan
terakhir penari tidak memukulkan tombak ke permukaan utte. Tetapi langsung
menombakkan ke depan, ke kanan, ke belakang dan ke kiri. Lalu kembali ke depan
dengan sikap jongkok berlutut. Lutut kanan berpijak ke lantai, sedangkan lutut kiri
berdiri tegak. Kedua lengan diulur teriakkan heillah dengan suara yang panjang,
menunjukkan bahwa tari telah selesai.
Selanjutnya para penari berdiri lalu berlari membentuk posisi melingkar,
kemudian langsung berlari-lari meninggalkan arena panggung pertunjukkan.
Ragam Mappapura bermakna penutupan selesainya tarian Pattuduq ini
merupakan ungkapan terima kasih.
Gambar 1.9 Ragam Mappapura atau massorei
(Reproduksi dari dokumentasi Dinas Kebudayaan 2005)
Gambar 1.10 Ragam Mappapura atau massorei(Reproduksi dari Dokumentasi Dinas Kebudayaan 2005)
2 Makna Simbolis Kostum Dan Properti
kostum atau pakaian adat yang digunakan oleh penari. Kostum biasa juga disebut
tata busana yaitu seperangkat pakaian yang di pakai dalam sebuah tarian. Pemilihan
kostum senantiasa memperhatikan nilai yang terkandung pada pola garapan serta
tema dari tarian tersebut.
Kostum yang dipakai dalam tari Pattuduq Tommuane bukan hanya berfungsi
sebagai penutup tubuh penari tetapi juga merupakan pendukung desain tari atau
pertunjukan tari serta menunjang ekspresi peran selain itu diusahakan pula agar
busana tidak mengganggu gerak dan sikap penari pada saat melakukan suatu
rangkaian gerak.
Kostum tari Pattuduq Tommuane meliputi
1. Calana alang bermakna sebagai pakaian sehari-hari seorang pria sebagai
penghormatan
2. Sokko biring dikenakan pada bagian kepala yang bermakna tinggi sulaman
benang emas sebagai simbol kadar darah bangsawan atau kekayaan
3. Tombi Care-Care dikenakan pada bagian dada bermakna sebagai
kepercayaan orang mandar terhadap persatuan dan keturunan, yang tidak
bisa bercerai berai antara satu dengan yang lain karena saling membutuhkan.
4. Kawari dikenakan pada bagian perut muka belakang bermakna
melambangkan bahwa persatuan antara turunana raja adat raja dan
masyarakat biasa dalam menjalankan roda pemerintahan yang terus berputar
pada zaman dahulu.
5. Jima dikenakan pada pangkal lengan bermakna melambangkan bahwa
kehidupan manusia yang dilindungi dan
6. Poto atau gelang dikenakan pada pergelangan tangan bermakna
melambangkan keberanian bertindak dalam mempertahankan haknya
7. Selendang bermakna melambangkan bahwa kehidupan yang ada di lautan
dan di daratan sangat erat hubungannya, berkait pada daerah mandar diapit
dan dikelilingi oleh lautan dan pegunungan
Secara umum tata rias adalah usaha untuk mengubah wajah dari bentuk
asalnya. Dalam tari untuk memperoleh suatu perwatakan tertentu sesuai
dengan peran yang dibawakan maka rias dapat dibedakan atas tata rias adat,
tata rias panggung, tata rias modern dan tata rias harian. Tata rias yang
digunakan dalam tari Pattuduq Tommuane adalah rias alami.
Gambar 2.1 Calana alang(Dokumentasi Sundari Harli 2013)
Celana yang dipakai penari yang terbuat dari bahan kain katun atau sejenisnya,
yang bermakna sebagai pakaian sehari-hari seorang pria sebagai penghormatan
Gambar 2.2 Sokko biring
(Dokumentasi Sundari Harli 2013)
Sokko biring adalah jenis kelengkapan pakaian yang dikenakan pada bagian kepala,
berupa songkok yang terbuat dari serat kayu dililit dengan sepuhan emas pada bahagian
pinggirnya yang bermakna tinggi sulaman benang emas sebagai simbol kadar darah
bangsawan atau kekayaan.
Gambar 2.2 Tombi Care-Care (Dokumentasi Sundari Harli 2013)
Kalung berantai panjang yang berbentuk segi empat memanjang ke bawah dikaitkan pada
leher, yang terbuat dari kain berwarna merah dan hijau selang-seling dihiasi perhiasan emas
atau perak (salaka) yang berukuran 80 cm.yang bermakna sebagai kepercayaan orang Mandar
terhadap persatuan dan keturunan, yang tidak bisa bercerai berai antara satu dengan yang lain
karena saling membutuhkan
Gambar 2.3 Kawari (Dokumetasi Sundari Harli 2013)
Perhiasan yang berbentuk bulat sepasang dikenakan pada bagian pinggul di samping kiri dan
kanan, muka dan belakang terbuat dari bahan emas atau perak yang dikaitkan pada benang
yang berukuran 30 cm. melambangkan bahwa persatuan antara turunan adat raja dan
masyarakat biasa dalam menjalankan roda pemerintahan yang terus berputar pada zaman
dahulu.
Gambar 2.4.Jima (Dokumentasi Sundari Harli 2013)
Perhiasan khas khusus yang menyerupai buah kelor yang terbuat dari emas atau perak
(salaka) yang dikaitkan pada kain berwarna merah dan diikatkan pada pangkal lengan, yang
berukuran 20 cm. melambangkan bahwa kehidupan manusia yang dilindungi dan dipagari
oleh suatu norma-norma dan aturan adat yang ada dalam kerajaan..
Gambar 2.5 Poto (Dokumentasi Sundari Harli 2013)
Poto atau gelang gelang kecil dikenakan pada pergelangan tangan yang terbuat dari
emas atau perak kira-kira berukuran 20 cm melingkar. Melambangkan keberanian
bertindak dalam meempertahankan haknya.
Gambar 2.6 Selendang (Dokumentasi Sundari Harli 2013)
Selendang yang berbentuk segi empat panjang yang terbuat dari kain organdi.
Melambangkan bahwa kehidupan yang ada dilautan dan didaratan sangat erat
hubungannya, berkait pada darah Mandar diapit dan dikelilingi oleh lautan dan
pegunungan.
Adapun uraian bentuk dan makna simbolik dari kostum dan asessoris dari
tari Pattuduq Tommuane Sulawes barat dapat dilihat pada table berikut:
NO. Nama kostum dan asesoris
Bentuk Fungsi Makna Simbolik
1. Calana alang Celana panjang yang bawahannya agak kecil terbuat dari bahan kain katun atau sejenisnya yang
Sebagai pelindung
bermakna sebagai pakaian sehari-hari seorang pria sebagai penghormatan
2. Tombi care-care Kalung berantai panjang yang berbentuk segi empat memanjang kebawah dikaitkan pada leher, terbuat dari kain berwarna merah dan hijau selang-seling dihiasi perhiasan emas atau perak (salak) yang berukuran 80cm
Sebagai perisai
Sebagai kepercayaan orang Mandar terhadap persatuan dan keturunan, yang tidak bisa bercerai berai antara satu dengan yang lain karena saling membutuhkan
3. Kawari Perhiasan yang berbentuk bulat sepasang dikenakan pada bagian pinggul di samping kiri dan kanan, muka belakang terbuat dari bahan emas atau perak (salaka) yang dikaitkan pada benang yang berukuran 30cm.
Sebagai perisai
Melambangkan bahwa persatuan antara turunan adat raja dan masyarakat biasa dalam menjalankan roda pemerintahan yang terus berputar pada zaman dahulu
4. jima Perhiasan khas khusus yang menyerupai buah kelor yang terbuat dari emas atau perak (salaka) yang dikaitkan pada kain berwarna merah dan di ikatkan pada pangkal lengan, yang berukuran 20cm
Sebagai pelindung
Melambangkan bahwa kehidupan manusia yang dilindungi dan dipagari oleh suatu norma-norma dan aturan adat yang ada dalam kerajaan
5. Poto Potto atau gelang kecil yang dikenakan pada pergelangan tangan yang terbuat dari emas atau perak (salaka) kira-kira berukuran 20cm
Sebagai perisai
Melambangkan keberanian bertindak dalam mempertahankan haknya
melingkar
6. Selendang Selendang yang berbentuk segi mpat panjang yang terbuat dari kain organdi
Sebagai perisai
Melambangkan bahwa kehidupan yang ada dilautan dan didaratan sangat erat hubungannyaa, berkait pada daerah mandar diapit dan dikelilingi oleh lautan oleh pegunungan
7. Sokko biring jenis kelengkapan pakaian yang dikenakan pada bagian kepala, berupa songkok yang terbuat dari serat kayu dililit dengan sepuhan emas pada bahagian pinggirnya
Sebagai perisai
Melambangkan tinggi sulaman benang emas sebagai simbol kadar darah bangsawan atau kekayaan.
Properti Properti
atau alat yang digunakan sebagai bahan pelengkap dalam pertunjukan untuk member
kenikmatan dan kenyamanan penonton serta penunjang kualitas pertunjukan. Properti dalam
tari meliputi
1. Perisai atau Utte yang bermakna sebagai simbol kewaspadaan karena dapat
digunakan sebagai penangkis atau penangkal serangan lawan
2. Bandang bulu manu (berfungsi sebagai tombak) sebagai simbol keperkasaan
karena tombak tempo dulu bisa dilepaskan layaknya rudal dan tidak akan
kembali ke pemiliknya sebelum berhasil membunuh korbannya
Gambar 3.1 Perisai atau utte
(dokumentasi Sundari Harli 2013)
Perisai ini terbuat dari kayu yang dibentuk bundar dan diwarnai. Warna pada perisai
ini di ambil dari warna sarung lipa padhadha yang bermakna simbol kewaspadaan karena
dapat digunakan sebagai penangkis atau penangkal serangan lawan
Gambar 3.1 Bandang bulu manu (berfungsi sebagai tombak
(dokumentasi Sundari Harli 2013)
Tombak ini terbuat dari kayu yang panjangnya 1.25 cm dan terdapat bulu ayam yang
direkatkan pada tomabak secara bersusun, yang berjarak selitar setiap 40 cm yang bermakna,
sebagai simbol keperkasaan karena tombak tempo dulu bisa dilepaskan layaknya rudal dan
tidak akan kembali ke pemiliknya sebelum berhasil membunuh korbannya
Musik
Bunyi-bunyian sebagai pengiring tari tradisional di Sulawesi Selatan-Sulawesi barat
penggunaannya sangat terbatas karena tiap tari tradisional mempunyai irama tersendiri atau
cara memukul atau menabuh yang berbeda-beda, misalnya cara tabuhan gendang bagi tari
Pajaga berbeda cara tabuhan gendang tari Pattuduq.
Irama gendang sama keterikatannya dengan gerakan-gerakan tarinya, dimana bunyi yang
dilahirkan merupakan ciri khas dari daerah mana tari itu berasal.
Musik pengiring tari pada tari pattuduq Tommuane ini terdiri dari Gandrang dua buah,
Gong satu buah, Keke satu buah dan calong satu buah.
Gambar 4.1Gendang(dokumentasi Sundari Harli 2013)
Gendang yang digunakan terdiri dari dua buah yang cara penggunaanya
dengan menabuhnya dan akan menghasilkan sebuah bunyi
Gambar 4.2 Gong (dokumentasi Sundari harli 2013)
Gong ini ini berbentuk bulat yang dipukul sehingga berdengung dan menghasilkan
bunyi. Gong yang digunakan hanya satu buah
Gambar 4.3 Keke (Dokumentasi Sundari Harli 2013)
Keke ini digunakan dengan cara meniupnya sehingga akan menghasilkan bunyi, keke
ini alat musik khas dari sulawesi
B. PEMBAHASAN
Menurut beberapa narasumber yang ada di kabupaten Majene mengatakan bahwa
tari Pattuduq sudah ada sejak dahulu kala di mana tarian ini, dahulu kala
dipersembahkan kepada dewa atau leluhur yang kemudian dipersembahkan pada
acara tertentu yang selanjutnya menjadi hiburan rakyat.
Gerak dalam tarian ini terdapat lima ragam yaitu ragam I disebut Mappamula
yang artinya permulaan atau awal yang bermakna permulaan, memulai atau
membukaan yang memperlihatkan kerendahan diri seseorang dan tidak saling
menyombongkan diri, ragam II disebut Mappasumanga artinya penyemangat yang
bermakna memberi semangat dalam usaha yang dikerjakan dengan penuh ketekunan
dan semangat akan berakhir sebagai sebuah keberhasilan yaitu ungkapan dari rasa
suksesnya sebuah usaha, ragam III disebut Ummewa artinya menyerang bermakna
menggambarkan tingginya suatu kebersamaan dalam mencapai usaha walaupun
melewati banyak rintangan, ragam IV disebut Mattangkis artinya menangkis yang
bermakna menangkis serangan dari musuh yang menggambarkan satu kesatuan dari
persatuan untuk mencapai sesuatu yang dicita-citakan , ragam V disebut Mappapura
artinya mengakhiri yang bermakna penutupan selesainya tarian Pattuduq ini
merupakan ungkapan terima kasih.
Pola lantai yang digunakan bentuknya sangat sederhana dan belum mengalami
perkembangan bentuk pola lantai, intinya bentuk pola lantai bershaf bermakna
pertahanan, berbanjar bermakna semangat untuk selalu meningkatkan diri dan
lingkaran bermakna untuk selalu bersama dalam kesetiaan mengabdi kepada kerajaan
Iringan tari yang digunakan menggunakan 2 buah gendang, 1 buah gong, 1 buah
keke dan satu buah calong. Kostum penari menggunakan celana alang bermakna
sebagai pakaian sehari-hari seorang pria sebagai penghormatan. Tata rias yang di
pakai yakni tata rias alami. Menggunakan Sokko biring yang bermakna, sokko biring
dikepala songkok yang terbuat dari serat kayu dililit dengan sepuhan emas pada
bahagian pinggirnya yang bermakna tinggi sulaman benang emas sebagai simbol
kadar darah bangsawan atau kekayaan, tombi Care-Care dikenakan pada bagian dada
yang bermakna sebagai kepercayaan orang mandar terhadap persatuan dan keturunan
yang tidak bisa bercerai berai antara satu dengan yang lain karena saling
membutuhkan, kawari dikenakan pada bagian perut muka belakang yang bermakna
melambangkan bahwa persatuan antara turunan adat raja dan masyarakat biasa dalam
menjalankan roda pemrintahan yang terus berputar pada zaman dahulu, jima
dikenakan pada pangkal lengan yang bermakna melambangkan bahwa kehidupan
manusia yang dilindungi dan dipagari oleh suatu norma-norma dan aturan adat yang
ada dalam kerajaan, poto atau gelang dikenakan pada pergelangan tangan yang
bermakna melambangkan keberanian bertindak dalam mempertahankan haknya, dan
selendang yang bermakna melambangkan bahwa kehidupan yang ada di lautan dan di
daratan sangat erat hubungannya, berkait pada darah mandar diapit dan dikelilingi
oleh lautan oleh pegunungan.
Properti dalam tari Pattuduq tommuane terdiri dari 1 buah utte (perisai) yang
bermakna sebagai simbol kewaspadaan karena dapat digunakan sebagai penangkis
atau penangkal serangan lawan dan 1 buah bandang bulu manu (berfungsi sebagai
tombak) keperkasaan karena tombak tempo dulu bisa dilepaskan layaknya rudal dan
tidak akan kembali ke pemiliknya sebelum berhasil membunuh korbannya
Makna simbolis gerak dalam tari Pattuduq tommuane yakni ragam I mappamula
artinya permulaan artinya memulai atau pembukaan yang memperlihatkan kerendahan
diri seseorang dan tidak saling menyombongkan diri. Ragam II Mappasumanga
artinya memberi semangat dalam usaha yang dikerjakan dengan penuh ketekunan dan
semangat dengan penuh ketekunan akan berakhir sebagai sebuah keberhasilan yaitu
ungkapan dari rasa suksesnya sebuah usaha, ragam III masserang artinya menyerang
menggambarkan tingginya suatu kebersamaan, ragam IV Mattangkis artinya
menangkis serangan dari musuh yang menggambarkan satu kesatuan dari persatuan
untuk mencapai sesuatu yang dicita-citakan, dan ragam V Mappapura artinya
penutupan selesainya tarian Pattuduq ini merupakan ungkapan terima kasih.
Dalam penyajian dalam Tari Pattuduq biasanya bershaf, membanjar, dan
melingkar yang mempunyai makna
1. Pola lantai bershaf bermakna pertahanan karena dapat mempertahankan apa yang
menjadi kewajibannya
2. Pola lantai membanjar bermakna semangat untuk selalu meningkatkan diri Karena
dapat memperlihatkan ketekunan berusaha unuk meraih sukses
3. Pola lanati melingkar bermakna untuk selalu bersama dalam kestiaan mengabdi
kepada kerajaan. karena pola lantai ini menggambarkan akan utuhnya suatu
kesatuan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pattuduq adalah salah satu Tari Tradisional Mandar yang pada mulanya adalah
berupa bagian dari pada pemujaan terhadap roh nenek moyang. Kemudian
perkembangan selanjutnya pattuduq masuk kedalam lingkungan kerajaan tetapi tidak
lagi berfungsi sebagai salah satu bagian dari upacara pemujaan roh nenek moyang.
Melainkan berfungsi sebagai salah satu bagian dari pelaksanaan upacara resmi
kerajaan misalnya, upacara perkawinan putra/putri mahkota kerajaan, upacara
penjemputan tamu kerajaan, dan lain-lain upacara resmi kerajaan. Gerakan-gerakan
Pattuduq bermakna penghormatan atau penghargaan dan kepatuhan serta ketaatan
kepada kerajaan
Pada masa kerajaan Pattuduq hanya dipertunjukan pada lingkungan kerajaan di
atas arena terbuka. Pertunjukannya biasanya dilakukan salama tujuh hari tujuh malam
atau biasa juga dilakukan selam tiga hari tiga malam, tergantung lamanya pelaksanaan
upacara. Komposisi Pattuduq biasanya bershaf, membanjar, dan melingkar yang
mempunyai makna:
1. Pola lantai bershaf bermakna pertahanan karena dapat mempertahankan apa yang
menjadi kewajibannya
2. Pola lantai membanjar bermakna semangat untuk selalu meningkatkan diri
3. Pola lantai melingkar bermakna untuk selalu bersama dalam kesetiaan mengabdi
kepada kerajaan karena pola lanati ini menggambarkan akan utuhnya suatu
kesatuan
Setelah masa kerajaan, pada acara pasar malam yang dilaksanakan oleh
pemerintah belanda, Pattuduq dipertunjukan diatas panggung sehingga gerakan dan
bentuk komposisi sangat terbatas oleh luasnya panggung. Sehubungan dengan itu,
Pattuduq mengalami pengurangan makna dan keindahannya.
Untuk mengembalikan makna dan keindahan Pattuduq sebagaimana keindahan
Pattuduq Pada masa kerajaan kemungkinan akan mengalami pemilihan-pemilihan
dalam pertunjukan yang berlangsung diatas panggung. Pertunjukan Pattuduq sudah
berlangsung dalam waktu yang cukup lama.
Bentuk penyajian dalam tari Pattuduq Tommuane pemainnya ada 13 orang, gerak
dalam tari mempunyai 5 ragam yakni ragam mappamula, mappasumangaa, ummewa,
mattangkis, mappapura. Pola lantainya bershaf, membanjar, melingkar. Iringan tari
menggunakan 2 buah gendang, 1 buah keke, 1 buah gong dan 1 buah calong. Kostum
penari menggunkan celana alang, sokko biring, tombi Care-Care dikenakan pada
bagian dada, kawari dikenakan pada bagian perut muka belakang, jima dikenakan
pada pangkal lengan, poto dikenakan pada pergelangan tangan dan selendang. Tata
rias yang digunakan alami. Properti yang digunakan yakni utte (perisai) dan bandang
bulu manu (berfungsi sebagai tombak).
B. SARAN
1. Tari Pattuduq Tommuane yang ada di kabupaten Majene adalah sebuah tari yang
memiliki nilai-nilai filosofi yang bersifat tradisional yang perlu dilestarikan dan
dikembangkan agar tetap terpelihara
2. Perlu diadakan pengkajian lanjutan tentang tari Pattuduq sebagai seni tradisional
Sulawesi Barat
3. Diperlukan dukungan dari pemerintah setempat khususnya tentang seni dan
budaya yang ada di Nusantara Indonesia
4. Tari Pattuduq perlu didokumentasikan untuk keberlangsungan tari tersebut
5. Diharapkan agar hasil penelitian ini tidak hanya sebagai wadah pembelajaran tapi
juga sebagai salah satu sarana perkembangan pengetahuan bagi peneliti
selanjutnya yang ingin mengetahui tari tradisional.
DAFTAR PUSTAKA
Bastomi. Suwaji. 1992. Wawasan Seni. Semarang Pres: IKIP
Husain, Saleh, Muhammad, 2001. “ragam Hias Sebagai Media Komunikasi Simbolik Dalam Struktur Masyarakat Toraja”.(Tesis Bandung)
Jusnita. 2004.Tari dalam ritual mappande Banua Di kecamatan Malunda Sulawesi Selatan. Skripsi. Pendidikan sendratasik Fakultas Seni dan Desain
Jazuli, M. Telaah Teoritis Seni Tari. Semarang Press.
Koentjoroningrat. 1980. Kbudayaan Mentalitas Dan Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Marthasudjita, E, 1998. Memahami Simbol –Simbol Dalam Liturgi, Yogyakarta:Kanisius
Murgiayanto, Sal. 2004. Tradisi dan Inovasi. Wedatama Widya Sastra.
Najamuddin, Munasiah. 1982. Tari tradisional Sulawesi Selatan, Makassar,Bhakti Centra Baru.
Noor, Novianty. 2005. Kumpulan tari Tradisional Mandar, Majene
Nurhayani. 2005. Makna simbolis Tari Topendio dalam Masyarakat Mandar. Skripsi UNM.
Sedyawati, Edi. 1991. Budaya Indonesia. Jakarta, PT. Rajagrafindo Persada.
Smith, Jacqulin, 1985. Komposisi Tari Pertunjukan Sebuah Praktik bagi Guru. Yogjakarta: Ikalastis.
Soedarsono, 1976. Komposisi Tari, Elemen-elemen Dasar, Yogyakarta, ASTI.
, 1987. Tinjauan Seni Yogyakarta. Suku Dayar Sana.
Suharto, Ben. 1990. “Joget dan jagat”. Makalah Untuk Staf Pengajar ISI. Yogyakarta: ISI Yogyakarta.
Poerwadarminta, W. J. S. 1976. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Wahyudiyanto, 2008. Pengertian Tari. ISI Press Solo Guru. Yogyakarta: Ikalastis FORMAT WAWANCARA
1. Bagaimana latar belakang tari Pattuduq Tommuane
2. Bagaimana bentuk gerak tari Pattuduq Tommuane
3. Bagaimana bentuk kostum Tari Pattuduq Tommuane
4. Apa makna Simbolis gerak Tari Pattududq Tommuane
5. Apa makna simbolis kostum tari Pattuduq Tommuane
6. Peralatan apa yang digunakan dalam tari Pattuduq Tommuane
7. Apa makna simbolis Properti tari Pattuduq Tommuane
BIODATA INFORMAN
Nama : Ahmad Hasan
Tempat/tanggal lahir : Majene/00-00-1952
Umur : 60 Tahun
Pekerjaan : Kepala Museum Mandar Kabupaten majene
Alamat : Lingkungan Camba Utara, Kelurahan Baru Kecamatan Banggae
Nama : Muhammad Yasing
Tempat/tanggal Lahir : Majene/01-08-1944
Umur : 70 Tahun
Pekerjaan : Pensiunan Guru Sd
Alamat : Jln. Muh Yaming kelurahan Lembang Kecamatan Banggae timur
RIWAYAT HIDUP
Sundari Harli.2009. Lahir di Pamboang tanggal 12 februari 1991, anak
ke Sembilan dari Sembilan bersaudara, buah hati pasangan alm Drs.
Hj. Harli Yanja dengan H. Sitti Nurjannah. Penulis mulai memasuki
pendidikan formal pada tahun 1999-2000 di TK Aisiyah. Pada tahun
yang sama melanjutkan pendidikan di SD Negeri 17 Pamboang dan
tamat pada tahun 2005, pada tahun 2005 penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1
Pamboang dan tamat pada tahun 2007, Ditahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di
SMA Negeri 1 Pamboang dan tamat pada tahun 2009. Pada tahun 2009 penulis melanjutkan
pendidikan di Universitas Negeri Makassar melalui jalur SPMB pada jurusan Sendratasik.
Atas perjuangan, kerja keras dan iringan doa maka atas rahmat Allah SWT penulis dapat
menyelesaikan pendidikan di Universitas Negeri Makassar dengan menyusun Skripsi dengan
judul “Makna Simbolis Tari Pattuduq Tommuane di Kecamatan Pamboang Kabupaten
Majene Sulawesi Barat
top related