senyuman dan tangisan untuk sissy
Post on 01-Jan-2016
14 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Senyuman dan Tangisan untuk Sissy
Oleh: Dwini Normayulisa Putri
Layar laptop di meja belajar itu menunjukkan tanda-tanda tidak adanya aktivitas si
pemakai. Layarnya berwarna hitam. Bukan karena telah dinonaktifkan, melainkan karena si
pemakai tidak lagi mengoperasikan laptop tersebut namun tidak pula menonaktifkannya.
Alhasil laptop dalam keadaan standby.
Ternyata dugaan itu benar. Si pemakai telah tertidur pulas di samping meja belajar
tersebut. Sepertinya, si pemakai tidak sengaja tertidur. Hal ini terlihat dari keadaan kamar
yang sedikit berantakan. Laptop yang masih dalam keadaan standby, buku-buku yang
berserakan, dan rancangan alat yang belum rampung. Mungkin ia terlalu lelah, mungkin ia
butuh istirahat, atau mungkin ia tak sanggup lagi melanjutkan pekerjaannya. Ketiga alasan itu
sepertinya memang terjadi pada diri Sissy.
Dalam waktu sebulan terakhir, Sissy memang sedang disibukkan oleh kegiatan
ekstrakurikulernya. Setiap hari berkutat dengan buku-buku yang tidak biasa dibawa oleh
pelajar SMA, terlihat tebal dan berat, baik dalam arti sebenarnya maupun tidak. Ia juga
berkutat dengan alat-alat yang terlihat rumit bagi orang awam. Dan tidak lupa, ia selalu
membawa laptop kemana-mana.
Ya, Sissy memang sedang mengerjakan sebuah “proyek” besar miliknya. Ia sedang
mengikuti ajang lomba tingkat nasional bersama teman-temannya. Dalam lomba tersebut, ia
bersama dua temannya harus dapat menciptakan dan merakit alat yang sesuai dengan
ketentuan yang diberikan oleh panitia lomba. Selain itu merekapun harus membuat essai atau
penjelasan mengenai alat tersebut. Mulai dari bahan-bahan yang diperlukan, cara merakit,
cara kerja, dan yang terpenting yaitu penjelasan mengenai manfaat dan efektivitas dari alat
tersebut.
Maka tak heran, jika Sissy akhir-akhir ini “lembur”, karena deadline pengumpulan
karya tersebut tak lebih dari satu minggu lagi. Sedangkan masih banyak hal yang harus
diselesaikan. Mulai dari menguji kelayakan dan efektivitas alat tersebut, sampai membuat
kesimpulan dari karyanya itu.
Malam itu, Mama yang terjaga dari tidurnya, menyempatkan diri untuk melihat gadis
sulungnya di kamarnya. Ia merasa tidak tega, saat mendapati anaknya dengan raut muka lelah
yang tak bisa disembunyikan. Tidur dengan sangat pulas dan terlihat sangat menikmati
tidurnya yang tidak disengaja itu. Mama tidak tega membangunkan putrinya yang terlihat
sangat pulas itu. Mungkin Sissy belum lama tertidur, pikir Mama. Tapi, Mama lebih tidak
tega melihat anaknya tidur di tempat yang tidak semestinya. Mamapun memutuskan untuk
membangunkan sulungnya untuk tidur di tempat tidurnya.
Usapan lembut itu membangunkan Sissy yang tertidur pulas. Tubuhnya menggeliat
seperti ulat.
“ Sayang, bangun Sayang. Ayo, pindah tidurnya.”
” Emmh, iya Ma.” Jawab Sissy singkat tanpa merubah posisi tidurnya.
“ Ayo pindah, Sayang. Lebih enak tidur di tempat tidur. Biar besok kamu fresh lagi,
Sayang.” Rayu Mama.
“ Eeeh, nggak apa-apa Ma di sini, aku ngantuk banget.” Jawab Sissy dengan malas dan
melanjutkan tidurnya dengan posisi yang berbeda.
Akhirnya, Mamapun terpaksa meraih badan Sissy, kemudian menuntunnya menuju
tempat tidur yang tak jauh dari meja belajar. Sissypun tak menolaknya. Dan seketika ia
menjatuhkan diri, saat tau tempat tidur telah berada di hadapannya.
“ Makasih Ma.” Ucap si sulung sebelum melanjutkan tidurnya yang singkat.
***
Ruang itu memang tidak terlalu besar. Hanya berukuran lima kali enam meter. Namun
cukup untuk Sissy bersama dua temannya, ditambah dengan piranti yang mereka butuhkan
untuk merakit alat yang justru cukup banyak mengambil tempat di sekitar ruang tersebut.
Ruang yang terletak tak jauh dari ujung koridor sekolah itu menjadi saksi bisu atas kegigihan
dan kesungguhan Sissy dan teman-temannya dalam mengikuti lomba ini. Mereka sering
menghabiskan waktu pulang sekolah mereka di ruang itu. Merakit alat, mengetesnya. Jika
tidak sesuai dengan yang diharapkan, dibongkarnya kembali rakitan itu, mengganti dengan
piranti yang baru, mengetesnya kembali. Dan seterusnya sampai mendapatkan formula yang
cocok.
Tak hanya itu, mereka juga menghabiskan waktu di ruang tersebut untuk menganalisa
bagaimana kerja alat itu, bagaimana alat itu memberikan manfaat, dan bagaimana efektivitas
alat tersebut. Analisa yang tidak bisa mereka pikirkan dengan main-main. Dan akhirnya, hasil
analisa tersebut harus mereka tuangkan dalam bentuk kata-kata dan tulisan berupa essai.
Hari itu tepat H -4 sebelum deadline pengumpulan karya. Progress yang
menggembirakan. Alat yang telah berkali-kali dirakit dan dibongkar telah sesuai dengan yang
diinginkan. Alat itu dapat mendeteksi kualitas logam, berupa kadar dan kandungan yang
terdapat pada logam tersebut hanya dengan memasukkan logam ke bagian yang telah
diberikan sensor.
“ Runi, desain alat yang kamu buat ternyata benar! Tepat seperti apa yang kita
inginkan.” Tukas Sissy.
“ Benarkah?” Runi yang sedang sibuk mencari referensi di internet tak percaya.
Sissy mengangguk mantap disertai senyuman yang tak terkira. “ Ya, dengan mengganti
sensor yang sebelumnya dengan sensor yang baru, pendeteksian semakin jelas dan akurat.”
“ Itu artinya, alat yang kita buat telah sempurna! Iya kan Sy? Iya kan Runi?” Tegas
Salsa.
Mereka bertiga saling berpandangan. Sissy dan Runi sepakat mengangguk dengan
mantap. Merekapun senang bukan kepalang. Karena setelah beberapa minggu menghabiskan
waktu untuk mencari sumber dan mencari alat-alat yang dibutuhkan, akhirnya alat itupun
selesai. Namun, pekerjaan mereka belum selesai sampai disitu. Ya, menyelesaikan essai yang
berisi penjelasan mengenai alat yang mereka buat dalam waktu kurang dari 4 hari.
***
“ Apa yang masih kurang Sy?” Tanya Salsa.
Seperti biasa, sepulang sekolah mereka bertiga sudah mengambil posisi masing-masing
untuk penyelesaian essai yang tinggal tersisa waktu dua hari lagi. Runi berkutat dengan alat.
Ia mencatat dengan seksama apa-apa saja yang dapat dijadikan data sebagai laporan kerja
dari alat tersebut. Salsa berkutat dengan laptop yang tersambung dengan internet. Ia tak
pernah lupa membawa modem. Selalu siap mencari sumber referensi yang dapat dijadikan
literatur dalam pembuatan essai. Sedangkan Sissy sendiri juga tak lepas dari laptopnya. Ia
bertanggung jawab menyatukan data-data literatur dan laporan yang akan menjadi bahan
essai.
“ Emm, aku butuh data laporan kerja.” Jawab Sissy tanpa mengalihkan pandangan dari
laptopnya.
Runi sepertinya tidak mendengar Sissy. Ia tak merespon. Kelihatannya ia terlalu serius
mencatat.
“ Runi, apa sudah selesai mencatat data-datanya?” Sambung Salsa.
“ Eeh, iya sebentar lagi.” Jawab Runi cepat.
Hari itu juga, ruang kecil itu, ruang yang memantau tiap gerak-gerik mereka, ruang
yang juga tahu betul progress apa saja yang mereka dapatkan tiap harinya, menjadi saksi.
Saksi atas perjuangan ketiga makhluk yang tak kenal lelah, tak kenal menyerah, dan tak kenal
putus asa. Tak pernah ruang itu mendapati pemakainya segigih mereka, yang memikirkan
ide-ide yang mungkin tak pernah terpikirkan oleh orang-orang sebelum mereka dan
merealisasikan ide itu menjadi kenyataan. Meskipun seringkali mereka gagal menemukan
formula yang tepat untuk alatnya itu, tapi mereka terus mencoba dan mencoba. Sampai
akhirnya, mereka sempurna menyelesaikan rancangan ide yang dahulu mereka buat.
***
Pagi itu, suasana rumah Sissy tak seperti biasanya. Mama sibuk menyiapkan yang harus
disiapkan, mulai dari sarapan, perlengkapan Sissy, perlengkapan Papa, dan perlengkapan
adik-adik Sissy. Sissypun tak kalah sibuknya. Pagi ini ia bangun lebih pagi dari biasanya.
Sejak bangun tidur, ia telah sibuk menyiapkan macam-macam perlengkapan yang
dibutuhkannya nanti. Ia tak mau telat hari ini, karena pukul enam lewat lima belas menit ia
sudah harus sampai di sekolah.
“ Semua barang sudah kamu siapkan Sy?” Tanya Mama.
“ Sudah Ma.” Jawab Sissy cepat sambil mengunyah roti yang ada di mulutnya.
“ Yakin Sy? Laptop, hand phone, id card, bekal …” Sebut Mama dengan cepat.
“ Sudah Mamaku sayaang.” Potong Sissy sambil menatap Mamanya.
“ Oh, oke kalau begitu.” Mama berusaha yakin.
“ Ma, Pa, doakan aku ya, semoga presentasi di hadapan para juri hari ini berjalan
lancar.” Mohon Sissy kepada Mama dan Papanya.
Ya, hari ini Sissy bersama Runi dan Salsa akan mempresentasikan hasil karyanya di
hadapan para juri. Karyanya berhasil lolos ke babak semifinal setelah dilakukan seleksi oleh
panitia.
“ Pasti dong, Sayang.” Jawab Papa tegas.
Mama menatap Sissy yang masih sibuk mengunyah rotinya.
“ Iya Sayaang, kita pasti selalu mendoakan kamu. Mama yakin kamu pasti bisa!” Jawab
Mama dengan semangat.
Sissypun seketika menatap Mama saat mendengar Mama begitu bersemangat. Tatapan
Mama yang lembut dan meyakinkan juga membuat Sissy tambah bersemangat. Sissy tak lagi
memikirkan bagaimana juri akan mengkritik hasil karyanya nanti. Yang Sissy tau, ia harus
bisa memberikan penampilan terbaiknya di hadapan para juri. Ia tak mau mengecewakan
orang tuanya yang sudah begitu bersemangat mendukungnya, terutama Mamanya. Sissy
berjanji akan melakukan yang terbaik yang dapat ia lakukan untuk presentasinya. Ini semua
ia lakukan demi orang-orang yang selalu mendukungnya dan atas perjuangan yang telah ia
lakukan selama ini.
***
Ruangan ini sangat besar. Banyak sekali lampu-lampu yang menjadi penerang ruangan
ini. Kursi-kursi tertata rapi dengan jumlah puluhan hingga ratusan. Banyak sekali orang-
orang yang memenuhi ruangan itu. Mulai dari pejabat-pejabat instansi penyelenggara, para
pembimbing, sampai para peserta sendiri. Di depan ruangan ini telah berdiri sebuah
panggung yang tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu pendek. Di panggung itu tertulis
“MALAM PENGANUGERAHAN” pada backdrop yang dipasang oleh panitia.
Ya, malam ini adalah malam yang ditunggu-tunggu oleh setiap peserta. Karena pada
malam ini akan diumumkan para peraih juara yang terbaik di masing-masing kategori lomba.
Juri harus memilih 3 yang terbaik dari 10 yang juga terbaik dari seluruh Indonesia.
Sepertinya pekerjaan yang tidak mudah dilakukan dalam waktu kurang dari satu hari.
Penentuan itu pasti tak main-main. Benar-benar dibutuhkan penilaian yang objektif. Banyak
hal yang dijadikan bahan pertimbangan penentuan sang juara.
Tak lama setelah semua yang yang berkepentingan memasuki ruangan, tepat pukul
19.00 WIB, acara malam itupun dimulai. Diawali dengan pembukaan dan sambutan-
sambutan oleh para pemegang jabatan di instansi yang terkait dengan penyelenggaraan event
nasional ini. Dilanjutkan dengan hiburan singkat oleh para penari.
Malam itu tak hanya Sissy yang berada di ruang maha megah itu. Ia bersama Runi dan
Salsa tentunya. Ditemani pula dengan Guru Pembimbing yang selalu memberikan motivasi
dan semangatnya pada mereka. Tak lupa, Mama dan Papa Sissy ternyata juga berada tak jauh
dari ruangan itu. Mereka menyempatkan diri untuk hadir langsung di tempat
penganugerahan.
Sebelum pintu ruangan ditutup, Sissy rupanya telah melihat Mama dan Papanya yang
sedang berupaya untuk masuk ke dalam ruangan dengan meminta izin pada petugas. Namun
sayang, karena hanya yang berkepentingan yang diizinkan masuk, akhirnya Mama
memutuskan untuk menunggu di luar.
Ma, Pa, aku tak akan mengecewakanmu malam ini, ucap Sissy dalam hati saat ia tau
Mama dan Papanya hadir langsung untuk mendukung Sissy.
Akhirnya, setelah mengikuti rangkaian acara yang cukup membosankan di awal, tibalah
saatnya pengumuman pemenang.
“ Sissy, Salsa, aku deg-degan.” Keluh Runi.
“ Tenang Runi, perjuangan kita ngga akan sia-sia.” Balas Sissy dengan tenang.
“ Ibu yakin Nak, kalian pasti mendapatkan hasil yang terbaik. Perjuangan kalian bukan
main.” Tukas Ibu Guru menenangkan.
Setelah saling menguatkan, merekapun kembali memperhatikan sang pembawa acara.
“ Langsung saja, juara ketiga…” Terdengar suara pembawa acara yang siap
menyebutkan siapa peringkat terbaik ketiga.
“ Dimenangkan oleh, Sarsyabila Ayuningtyas bersama teman-temannya dari Jawa
Timur.”
Selesai pembawa acara menyebutkan juara ketiga, penonton seketika riuh memberikan
tepuk tangan. Namun, Sissy tetap mempertahankan ketenangannya.
Mungkin juara kedua, pikir Sissy.
Pembawa acara melanjutkan pembicaraannya.
“Juara kedua, dimenangkan oleh, I Made Agung bersama teman-temannya dari Bali.”
Penonton makin riuh setelah diumumkan sang runner up. Namun tidak dengan Sissy, ia
justru terlihat diam sekali.
Apa mungkin juara pertama? Rasanya tidak mungkin. Banyak yang lebih hebat
dibandingkan kelompokku. Apa aku siap bertemu dengan Mama dan Papa tanpa membawa
satupun tanda sebagai pemenang? Apa aku tega membiarkan Mama dan Papa datang ke
tempat ini dan pulang dengan tangan kosong? Pikiran Sissy melayang sejenak.
Sissy teringat pagi itu. Betapa Mama dan Papa begitu semangat mendukungnya.
Memberikan motivasi yang tak akan pernah Sissy dapatkan selain dari kedua orang tuanya.
Pagi itupun Sissy telah berjanji untuk memberikan yang terbaik untuk orang tuanya. Sissypun
mengaburkan pikirannya yang sebelumnya. Ia optimis kembali akan mendapatkan hasil yang
baik setelah ia dan kedua temannya berjuang tanpa kenal lelah.
“ Dan juara pertama…”
Hati Sissy meletup-letup tak sanggup mendengar pembawa acara membacakan siapa
juara pertamanya.
“ Diraih oleh, Sissy Nafilah dan teman-temannya dari DKI Jakarta.”
Seketika itu Sissy berdiri dan mencari celah diantara deretan kursi untuk bisa
melakukan sujud syukur. Diikuti dengan Salsa dan Runi. Selesai melakukan ritual singkat itu,
merekapun berpelukan. Dan tak terasa, Sissy menitikkan air matanya. Ia sangat bahagia saat
itu. Bukan karena ia akan menjadi terkenal nantinya setelah mendapatkan gelar juara. Bukan
juga karena akan mendapatkan pujian dari guru-guru dan teman-teman di sekolahnya. Tak
hanya sekedar itu. Sissy begitu senang karena ia tak mengecewakan kedua orang tuanya yang
telah mendukungnya setiap saat. Yang telah banyak berkorban untuk dirinya. Yang dengan
apapun itu, tak akan pernah bisa Sissy balas semua pengorbanannya. Sissy hanya ingin Mama
dan Papanya bisa tersenyum dan menangis. Tersenyum karena bahagia dan menangis karena
bahagia. Karena untuk Sissy, melihat orang-orang yang sangat ia cintai bisa tersenyum dan
menangis bahagia karenanya, adalah kebahagiaan yang tak terhingga yang dapat ia rasakan.
***
top related