sejarah pki
Post on 25-Jul-2015
677 Views
Preview:
TRANSCRIPT
qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwerty
uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasd
fghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx
cvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq
wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui
opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg
hjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxc
vbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq
wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui
opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg
hjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxc
vbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq
wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui
opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg
hjklzxcvbnmrtyuiopasdfghjklzxcvbn
mqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwert
yuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopas
dfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklz
PENUMPASAN G 30 S PKI
XI IPA 2
Mega Amelia (25)
Monica Salim (26)
Muhammad Fadhil (27)
Nabila Sarnia (28)
Nardi Kiswanto (29)
Nariswari Khairannisa (30)
Raden Muhammad Dimas Prasetyo (31)
Raedhita Arya Kanigoro (32)
SEJARAH | PENUMPASAN G 30 S PKI 2
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Setiap tanggal 1 Oktober, diperingati hari Kesaktian Pancasila. Hari Kesaktian Pancasila
adalah sarana untuk mengenang tragedi kemanusiaan pemberontakan Gerakan 30 September atau
yang lebih dikenal dengan sebutan G 30 S/PKI yang dilakukan oleh organisasi pergerakan nasional
PKI. Hal ini dilakukan PKI untuk merebut kekuasaan yang sah di Indonesia. Namun upaya tersebut
berhasil digagalkan oleh unsur-unsur yang setia terhadap Pencasila.
Gerakan 30 September dilatarbelakangi oleh persaingan antara PKI dengan Angkatan
Darat karena adanya perbedaan kepentingan. PKI ingin mendirikan Negara komunis di Indonesia,
sedangkan Angkatan Darat berkepentingan untuk mengamankan Pancasila sebagai dasar negara.
Ketegangan itu mencapai puncaknya pada pada hari Kamis tanggal 30 September 1965 di
Ibukota Republik Indonesia, Jakarta telah terjadi “gerakan militer dalam Angkatan Darat” yang
dinamakan “Gerakan 30 September”, dikepalai oleh Letkol Untung, Komandan Bataliyon
Cakrabirawa, pengawal pribadi Presiden Soekarno. Sejumlah besar jendral telah ditangkap, alat-
alat komunikasi yang penting-penting serta obyek penting lainnya sudah dikuasai Gerakan tersebut
dan Presiden Soekarno selamat dalam lindungan Gerakan 30 September. Gerakan tersebut ditujukan
kepada jendral-jendral anggota yang menamakan dirinya Dewan Jendral. Komandan Gerakan 30
Sepetember itu menerangkan bahwa akan dibentuk Dewan Revolusi Indonesia ditingkat pusat yang
dikuti oleh tingkat kabupaten, kecamatan dan desa.
Tetapi, bagaimanakah sikap pemerintah dalam menumpaskan pemberontakan gerakan 30
September?
Karena itulah kami menyusun makalah yang berjudul “Penumpasan G 30 S/PKI” ini guna mengetahui
bagaimana cara penumpasan terhadap Gerakan 30 September.
Dengan ini kami juga berharap agar makalah ini bisa bermanfaat bagi pelajar untuk menambah
pengetahuan dan wawasan.
1.2 Perumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang masalah diatas maka kami merumuskan permasalahannya
sebagai berikut:
Apa yang dimaksud dengan G 30 S/PKI?
Bagaimanakah penumpasan G 30 S/PKI?
Bagaimanakah pasca terjadinya G 30 S/PKI?
SEJARAH | PENUMPASAN G 30 S PKI 3
1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai ialah:
Mengetahui apa yang dimaksud dengan G 30 S/PKI
Mengetahui cara penumpasan G 30 S/PKI
Mengetahui keadaan pasca kejadian G 30 S/PKI
1.4 Manfaat
Manfaat dari makalah ini ialah:
Sebagai bahan referensi untuk bahan pembelajaran
Untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang penumpasan G 30 S/PKI
SEJARAH | PENUMPASAN G 30 S PKI 4
BAB I
TENTANG G 30 S PKI
Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah partai politik di Indonesia
yang berideologi komunis. PKI merupakan partai komunis yang
terbesar di seluruh dunia, di luar Tiongkok dan Uni Soviet.
Anggotanya berjumlah sekitar 3,5 juta, ditambah 3 juta dari
pergerakan pemudanya. PKI juga mengontrol pergerakan serikat
buruh yang mempunyai 3,5 juta anggota dan pergerakan petani
Barisan Tani Indonesia yang mempunyai 9 juta anggota.
Termasuk pergerakan wanita (Gerwani), organisasi penulis dan
artis dan pergerakan sarjananya, PKI mempunyai lebih dari 20 juta
anggota dan pendukung.
Dalam sejarahnya, PKI pernah berusaha melakukan pemberontakan melawan pemerintah kolonial
Belanda pada 1926, mendalangi pemberontakan PKI Madiun pada tahun 1948, serta dituduh
membunuh 6 jenderal TNI AD di Jakarta pada tanggal 30 September 1965 yang di kenal dengan
peristiwa G30S/PKI.
Ada pun Gerakan 30 September 1965, secara politik dikendalikan oleh sebuah Dewan Militer
yang diketuai oleh D.N. Aidit dengan wakilnya Kamaruzzaman (Syam), bermarkas di rumah sersan
(U) Suyatno di komplek perumahan AURI, di Pangkalan Udara Halim. Sedang operasi militer dipimpin
oleh kolonel A. Latief sebagai komandan SENKO (Sentral Komando) yang bermarkas di Pangkalan
Udara Halim dengan kegiatan operasi dikendalikan dari gedung PENAS (Pemetaan Nasional), yang
juga instansi AURI dan dari Tugu MONAS (Monumen Nasional). Sedang pimpinan gerakan, adalah
Letkol. Untung Samsuri.
Gerakan 30 September atau yang sering disingkat G 30 S PKI, G-30S/PKI, Gestapu (Gerakan
September Tiga Puluh), Gestok (Gerakan Satu Oktober) adalah sebuah peristiwa yang terjadi
selewat malam tanggal 30 September sampai di awal 1 Oktober 1965 di mana enam perwira
tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha percobaan
kudeta yang kemudian dituduhkan kepada anggota Partai Komunis Indonesia.
Alasan utama tercetusnya peristiwa G30S disebabkan sebagai suatu upaya pada melawan apa
yang disebut "rencana Dewan Jenderal hendak melakukan coup d‘etat terhadap Presiden Sukarno“.
Pada 1 Oktober 1965 dini hari, enam jenderal senior dan beberapa orang lainnya dibunuh
dalam upaya kudeta yang disalahkan kepada para pengawal istana (Cakrabirawa) yang
dianggap loyal kepada PKI dan pada saat itu dipimpin oleh Letkol. Untung Samsuri. Panglima
Komando Strategi Angkatan Darat saat itu, Mayjen Soeharto kemudian mengadakan penumpasan
terhadap gerakan tersebut.
SEJARAH | PENUMPASAN G 30 S PKI 5
BAB II
PENUMPASAN G 30S PKI
1. TINDAKAN KOSTRAD
1. Penilaian Panglima Kostrad
Pada hari Jum’at tanggal 1 Oktober 1965 pagi hari, setelah memperoleh informasi terjadinya
penculikan dan pembunuhan terhadap pimpinan TNI-AD , pangkostrad Mayjend TNI Soeharto
segera mengumpulkan staffnya di markas Kostrad, untuk mempelajari situasi. Dalam rapat
tersebut Pangkostrad belum mendapat gambaran yang lengkap dan jekas tentang gerkan yang
beru saja terjadi, serta belum mengetahui tempat presiden berada. Setelah tampilnya Letkol Inf.
Untung, seorang perwira menengah TNI-AD yang pernah berdinas dalam jajaran Kodam
VII/Doponegoro dan beliau ketahui sebagai anggota PKI, dengan pengumuman pertamannya
yang disiarkan setelah warta berita RRI Jakarta pukul 07.00, maka Pangkostrad Mayjend TNI
Soeharto mempunyai keyakinan bahwa Gerakan 30 September adalah gerakan PKI yang
bertujuan menggulingkandan merebut kekuasan dari Pemerintah RI yang sah.
2. Operasi Penumpasan
Berdasarkan keyakinan itu, Pangkostrad Mayjend TNI Soeharto segera menyusun rencana untuk
menumpas gerakan pengkhiatan tersebut. Beliau segera mengkonsolidasikan dan menggerakkan
personil Markas Kostrad dan satuan-satuan lain di Jakarta yang tidak mendukung Gerakan 30
September, disertai dengan usaha menginsyafkan kesatuan-kesatuan yang digunakan oleh
Gerakan 30 September. Imbangan kekuatan makin tidak menguntukan pihak Gerakan 30
September, terutama setelah sebagian besar satuan yang digunakan oleh beberpa perwira yang
dibina PKI berhasil disadarkan dan kembali menggabungkan diri kedalam Komando dan
pengendalian Kostrad.
Setelah pasukan-pasukan yang dopengaruhi oleh
G30S berhasil disadarkan, maka langkah
selanjutnya adalah merebut RRI Jakarta dan
Kantor Besar Telkom yang sejak pagi-pagi
diduduki oleh pasukan Kapten Inf. Suradi yang
berada dibawah komando Kolonel Inf. A. Latief.
Pada pukul 17.00 pasukan RPKAD dibawah
pimpinan Kolonel Inf. Sarwo Edhie Wibowo
diperintahkan merebut kembali kedua objek
penting tersebut dengan sejauh mungkin
menghindari pertumpahan darah.
Pada pukul 17.20 Studio RRI Jakarta telah dikuasai oleh RPKAD dan bersamaan dengan itu telah
direbut pula Kantor Besar Telkom. Setelah diperoleh laporan bahwa daerah di sekitar pangkalan
Uadara Halim Perdanakusuma digunakan sebagai basis Gerakan 30 September, operasi
penumpasan diarahkan ke daerah tersebut. Perkembangan menjelang petang tanggal 1 Oktober
1965 berlangsung dengan cepat. Pasukan pendukung G 30 S yang menggunakan Pondok Gede
sebagai basis segera menyadari adanya situasi yang semakin tidak menguntungkan gerakannya.
SEJARAH | PENUMPASAN G 30 S PKI 6
Situasi menjadi semakin gawat bagi pasukan G 30 S setelah Presiden memerintahkan secara lisan
kepada Brigjen TNI Soepadjo agar pasukan-pasukan yang mendukung G 30 S menghentikan
pertumpahan darah.
Setelah RRI berhasil dikuasai kembali oleh RPKAD, pada pukul 19.00 Mayjen TNI Soeharto selaku
pimpinan sementara AD menyampaikan pidato radio yang dapat ditangkap diseluruh wilayah
tanah air. Dengan bukti-bukti siaran G 30 S melalui RRI Jakarta Soeharto menjelaskan bahwa
telah terjadi tindakan pengkhianatan oleh apa yang menamakan dirinya Gerakan 30 September.
Selanjutnya dijelaskan bahwa G 30 S telah melakukan penculikab terhadap beberapa Perwira
Tinggi TNI-AD, sedangkan Presiden dan Menko Hankam/Kasab Jendral TNI A.H. Nasution dalam
keadaan aman. Situasi Ibu Kota Negara telah dikuasai kembali dan telah dipersiapkan langkah-
langkah untuk menumpas G 30 S tersebut. Untuk sementara pimpinan AD dipegang oleh Soeharto.
Pidato Pangkostrad tersebut dapat menentramkan hati rakyat yang seharian penuh diliputi
suasana gelisah dan tanda tanya.
Pasukan pendukung G 30 S setelah melakukan perlawanan lebih kurang setengah jam, pada
tanggal 2 Oktober 1965 pukul 14.00 menghentikan perlawanannya dn melarikan diri dari
Pondok Gede.
3. Ditemukannya Tempat Penguburan Para Korban Penculikan di Lubang Buaya
Dengan hancurnya kekuatan fisik G 30 S / PKI
di Ibu Kota operasi dilanjutkan untuk
mengetahui nasib para korban penculikan.
Sukitman, anggota polisi yang ditangkap
pasukan penculik pada saat dilakukannya
penculikan terhadap Brigjen TNI D.I. Panjaitan,
yang berhasil melarikan diri melaporkan
kepada pasukan keamanan bahwa ia
menyaksikan sendiri penyiksaan dan
membunuhan yang dilakukan terhadap korban
penculikan.
Atas perintah Mayjen Soeharto dengan bantuan Sukitman tanggal 3 Oktober 1965 sekitar 17.00
dapat ditemukan timbunan tanah dan sampah yang diperkirakan sebagai tempat penguburan
kemudian dilakukan penggalian terhadap timbunan tanah dan sampah tersebut yang ternyata
adalah sebuah sumur tua. Hasil penggalian membenarkan bahwa sumur tua tersebut ditemukan
tanda-tanda adanya janazah sesuai dengan laporan Sukitman.
Atas perintah Kolonel Inf Sarwo Edhie Wibowo, penggalian timbunan tanah dihentikan karena
mengalami kesulitan teknis, dan lagi hal tersebut perlu dilaporkan terlebih dahulu kepada Mayjen
Soeharto.
Keesokan harinya, setelah mendapat laporan tentang ditemukannya tempat yang kemmungkinan
besar menjadi tempat para korban penculikan dikubur, Mayjen Soeharto kemudian menuju sumur
tua itu yang berada di lingkuangan kebun karet di daerah Lubang Buaya. Atas perintah Soeharto
penggalian mulai dilakukan, yang pelaksanaan teknisnya dilakukan oleh anggota kesatuan Intai
para Ampibi (KIPAM) dari KKU AD (Marinir) bersama-sama anggota RPKAD dengan disaksikan
kembali oleh mayjen Soeharto. Dalam sumur tua tersebut ditemukan jenazah semua korban
penculikan yang berjumlah tujuh orang, Letjen TNI Ahmad Yani, Mayjen TNI Soeprapto, Mayjen
TNI S. Parman, Mayjen TNI Haryono M. T, Brigjen TNI D. I Panjaitan, Brigjen TNI Soetojo S, serta
Lettu Czi Pierre Andreas Tendean.
SEJARAH | PENUMPASAN G 30 S PKI 7
Dengan telah ditemukannya seluruh korban penculikan dalam keadaan meninggal, Soeharto
menyampikan pidato yang kemudian disiarkan oleh RRI Jakarta tanggal 4 Oktober 1965 sekitar
pukul 20.00. dalam pidato tersebut Soeharto mengatakan bahwa dengan kesaksian beliau sendiri
secara langgsung telah berhasil ditemukaan jenazah 6 orang jendral dan seorang Perwira
pertama yang menjadi korban penculikan Gerakan 30 September.
Ketujuh jenazah tersebut dikubur dalam sebuah sumur tua di ddaerah Lubang Buaya, tempat
pelatihan sukwan-sukwati pemuda Rakyat dan Gerwani. Hal itu terbukti dari pengakuan seorang
anggota Gerwani yang berasal dari Jawa Ten gah yang pernah dilatih ditempat tersebut dan
tertangkap di Cirebon.
Setelah dirawat sebagaimana mestinya, para korban fitnah dan pembunuhan G 30 S kemudian
disemayamkan d iaula markas Besar TNI AD jakarta. Keesokan harinya pertepatan dengan HUT
ke 20 ABRI, tanggal 5 Oktober 1965 dengan upacara kebesaran militer jenazah para putra
terbaik bangsa dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Jendral TNI A.H Nasution
bertindak selaku inspektur upacara. Dalam pidato pengantar jenazah para pahlawan itu, Menko
Hankam/Kasab dengan terbata-bata dan penuh kesedihan menyatakan bahwa hari angkatan
bersenjata tanggal 5 Oktober adalah hari yang selalu gemilang, tetapi pada hari itu telah
dihinakan oleh pengkhianatan dan penganiayaan para perwira tinggi TNI AD. Beliau juga
mengatakan bahwa fitnah terhadap ABRI merupakan perbuatan yang lebih kejam daripada
pembunuhan dan mengajak segenap prajurit TNI untuk melanjutkan perjuangan para pahlawan
tersebut dengan meminta kepada rakyat agar ikhlas melepas para pahlawan tersebut
menghadap Tuhan YME.
Di sepanjang jalan iring-iringan jenazah para pahlawan Revolusi itu, ratusan ribu rakyat
mengantarkannya sebagai perwujudan rasa hormat, belasungakawa dan simpati.
Pada akhir 1965, antara 500.000 dan satu juta anggota-anggota dan pendukung-pendukung
PKI telah menjadi korban pembunuhan dan ratusan ribu lainnya dipenjarakan di kamp-kamp
konsentrasi, tanpa adanya perlawanan sama sekali. Sewaktu regu-regu militer yang didukung
dana CIA menangkapi semua anggota dan pendukung PKI yang terketahui dan melakukan
pembantaian keji terhadap mereka, majalah "Time" memberitakan:
"Pembunuhan-pembunuhan itu dilakukan dalam skala yang sedemikian sehingga pembuangan mayat
menyebabkan persoalan sanitasi yang serius di Sumatera Utara, di mana udara yang lembap membawa bau mayat
membusuk. Orang-orang dari daerah-daerah ini bercerita kepada kita tentang sungai-sungai kecil yang benar-
benar terbendung oleh mayat-mayat. Transportasi sungai menjadi terhambat secara serius."
Di pulau Bali, yang sebelum itu dianggap sebagai kubu PKI, paling sedikit 35.000 orang menjadi
korban di permulaan 1966. Di sana para Tamin, pasukan komando elite Partai Nasional
Indonesia, adalah pelaku pembunuhan-pembunuhan ini. Koresponden khusus dariFrankfurter
Allgemeine Zeitung bercerita tentang mayat-mayat di pinggir jalan atau dibuang ke dalam
galian-galian dan tentang desa-desa yang separuh dibakar di mana para petani tidak berani
meninggalkan kerangka-kerangka rumah mereka yang sudah hangus.
Di daerah-daerah lain, para terdakwa dipaksa untuk membunuh teman-teman mereka untuk
membuktikan kesetiaan mereka. Di kota-kota besar pemburuan-pemburuan rasialis "anti-
Tionghoa" terjadi. Pekerja-pekerja dan pegawai-pegawai pemerintah yang mengadakan aksi
mogok sebagai protes atas kejadian-kejadian kontra-revolusioner ini dipecat.
Paling sedikit 250,000 orang pekerja dan petani dipenjarakan di kamp-kamp konsentrasi.
Diperkirakan sekitar 110,000 orang masih dipenjarakan sebagai tahanan politik pada akhir
SEJARAH | PENUMPASAN G 30 S PKI 8
1969. Eksekusi-eksekusi masih dilakukan sampai sekarang, termasuk belasan orang sejak tahun
1980-an. Empat tapol, Johannes Surono Hadiwiyino, Safar Suryanto, Simon Petrus Sulaeman dan
Nobertus Rohayan, dihukum mati hampir 25 tahun sejak kudeta itu.
2. TUNTUTAN MASSA DALAM PEMBUBARAN PKI
1. Reaksi Partai Politik dan organisasi Massa
Kenyataan menunjukkan bahwa setelah tersiar adanya G 30 S melalui studio RRI Jakarta
pada tanggal 1 Oktober 1965, baik parpol maupun ormas belum menentukan sikap karena
sama sekali tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dan latar belakangnya. Mereka
belum mempunyai pedoman untuk menanggapinya. Situasi maupun kondisi sosial politik pada
saat itu memaksa mereka bertindak sangat cermat sekali agar sikap yang mereka ambil
jangan sampai menimbulkan kerugian politis bagi partai atau golongan.
Baru setelah mendengar siaran langsung pidato Soeharto ditempat ditemukannya para
korban penculikan pada tanggal 4 Oktober 1965 dan siaran upacara pemakaman para
pahlawan Revolusu tanggal 5 Oktober 1965, keluarlah pernyataan-pernyataan dan ormas
yang umumnya bernada sebagai berikut:
Mengucap syukur atas terhindarnya presiden Soekarno dari bahaya;
Tetap berdiri penuh di belakang presiden/Pangti ABRI/Pemimpin Besar Revolusi Bung
Karno;
Mengutuk pemberontakan dan pengkhianatan G 30 S
2. Tindakan Spontan Massa terhadap PKI
Setelah diperoleh tanda-tanda yang semakin jelas bahwa PKI adalah dalang dari pelaku
Gerakan 30 September, mulailah terjadi aksi-aksi spontan berbagai kelompok massa
pemuda, mahasiswa dan pelajar. Pada tanggal 8 Oktober 1965 mulai terjadi aksi-aksi
massa menyerbu gedung-gedung kantor PKI serta ormas-ormasnya. Aksi-aksi massa tersebut
terjadi diberbagai daerah dan tempat-tempat dimana terdapat basis-basis kekuatan PKI
disitu terjadi suasana tegang dan konflik fisik.
Sementara itu tanggal 8 Oktober 1965 di taman Suropati Jakarta, partai politik dan
berbagai organisasi massa melakukan apel kebulatan tekad untung mengamankan Pancasila.
Apel kebulatan tekad tersebut juga mendesak Presiden untuk membubarkan PKI beserta
ormas pendukungnya, membersihkan kabinet, DPR-GR, MPRS, serta lembaga-lembaga
negara lainnya dari unsur-unsur G 30 S/PKI.
Kegiatan penindakan terhadap PKI yang semula hanya timbul secara spontan dari masing-
masing golongan masa, pemuda, mahasiswa dan pelajar kemudian menjadi lebih luas. Pada
tanggal 2 Oktober 1965 berbagai partai politik yaitu NU, IPKI, Partai Katolik, Parkindo, PSII,
unsur-unsur perti, dan unsur-unsur PNI, serta ormas-ormas aanti komunis seperti Muhamadiyah,
SOSKI, dan lain-lain membentuk dan begabung menjadi fron Pancasila.
Dengan memperhatikan munculnya suasana yang sama dilingkungan mahasiswa dalam
menuntut pembubaran PKI dan menyerbu gedung-gedung PKI, tanggal 25 Oktober 1965
SEJARAH | PENUMPASAN G 30 S PKI 9
Menteri perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP), Brigjen TNI dr. Syarif Thayeb,
memanggil beberapa tokoh dari organisasi mahasiswa. Beliau mengatakan bahwa untuk
menghadapi gerakan komunis, para mahasiswa agar tidak bergerak sendiri-sendiri tetapi
terpadu dalam satu kesatuan aksi. Dan menganjurkan kepada mahasiswa agar membentuk
Gerakan Mahasiswa yang terpadu dengan nama “ Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia”
(KAMI). Sejak saat itulah terbentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia yang kemudian diikuti
oleh munculnya berbagai kesatuan aksi lainnya. Kesatuan-kesatuan aksi ini tergabung dalam
Badan Koordinasi Kesatuan Aksi. Pada tanggal 31 Desember 1965 BKKA dan Fron Pancasila
menandatangani naskah deklarasi mendukung pancasila, yang bertujuan menggalang
persatuan antara rakyat dan ABRI sebagai Dwi Tunggal dalam mengamalkan ideologi
pancasila secara murni serta menolak usaha pembelaan terhadap Gerakan 30 September
dalam bentuk apapun.
3. Tri Tuntutan Rakyat (Tritura)
Janji yang berulang kali diucapkan Presiden Soekarno untuk memberikkan penyelesaian
politik yang adil terhadap pemberontakan G-30-S/PKI belum juga diwujudkan. Sementara
itu, gelombang demonstrasi menuntut pembubaran PKI kian keras dan bertambah luas. Situasi
yang menjurus kearah konflik politik tersebut bertambah lagi dengan munculnya rasa tidak
puas terhadap kesdaan ekonomi negara.
Dalam keadan serba tidaak puas dan tidak sabar, akhirnya tercetuslah Tri-Tuntutan hati
Nurani Rakyat, atau lebih dikenal sebagai Tri Tuntutan Rakyat, yang disingkat menjadi
Tritura. Dengan dipelopori oleh KAMI dam KAPI, pada tanggal 12 Januari 1966 kesatuan-
kesatuan aksi yang bergabung dalam fron Pancasila memenuhi halaman DPR GR dan
mengajukan tiga buah tuntutan yang kemudian dikenal sebagai Tritura itu, yang isinya
adalah:
Pembubaran PKI;
Pembersihan kabinet dari unsur-unsur G-30-S/PKI; dan
Penurunan harga dan perbaikan ekonomi.
SEJARAH | PENUMPASAN G 30 S PKI 10
3. KOMANDO PEMULIHAN KEAMANAN DAN KETERTIBAN
Sore hari tanggal 2 Oktober 1965 setelah berhasil mengiuasai kembali keaasaan kota Jakarta,
Mayend Soeharto menemui Presiden di Istana Bogor. Dalam pertemuan tersebut presiden memutuskan
untuk secra langsung memegang tampuk PimpinanAngkatan Darat yang semenjak tanggak 1 Iktober
1965 untuk sementara Mayjend Soeharto. Sebagai pelaksana harian presiden menunjuk Mayjend
Pranoto Reksosamudro untuk menyelenggarakan pemulihan keamanan dan ketertiban seperti sedia
kala ditunjuk Mayjend Soeharto, panglima Kostrad.
Keputusan tersebut disiarkan oleh Presiden dalam Pidato melalui RRI Pusat dini hari pukul 01.30
tanggal 3 Oktober 1965. Pengangkatan Mayjend Soeharto sebagai panglima operasi pemulihan
keamanan dan ketertiban serta pembentukan komando operasi pemulihan keamanan dan ketertiban
(Kopkamtib) kemudian diatur dengan Kepres/Pangti ABRI/Koti Nomor 142/Koti/1965 tanggal 1
November 1965, Nomor 162/Koti/1965/tgl 12 November 1965 dan Nomor 179/Koti/1965
tanggal 6 Desember 1965.
Tugas pokok Kopkamtib adalah memulihkan keamanan dan ketertiban dari akibat-akibat peristiwa
Gerakan 30 September serta menegakkan kembali kewibawaan pemerintah pada umumnya dengan
jalan operasi fisik, militer dan mental. Dalam usaha penumpasan gerakan pemberontakan ini, di
mana-mana ABRI mendapat bantuan dari rakyat dan bekerjasama dengan organisai-organisasi
politik dan organisasi-organisasi massa yang setia kepada pancasila.
4. SURAT PERINTAH 11 MARET
Pada tanggal 11 Maret 1966 Presiden mengeluarkan surat perintah kepada Letjen Soeharto,
menteri/pangad, yang pokoknya berisi perintah kepada Letjen Soeharto untuk atas nama
presiden/Pangti ABRI/peminpim besar Revolusi, mengambil sega tindakan yang dianggap perlu guna
terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kesetabilam pemerintahan.
Pemberian surat perintah tersebut merupakan pemberian kepercayaan dan sekaligus pemberian
wewang kepda Letjend Soeharto untuk mengatasi keadaan yang waktu itu serba tidak menentu.
Keluarnya Surat Perintah tersebut disambut dengan semangat yang menggelora oleh rakyat dan
durat perintah tersebut sering disebut “Supersemar” (Surat Perintah 11 Maret). Berdasarkan
kewenangan yang bersumber pada Supersemar, dengan menimbang masih adanya kegiatan sisa-sisa
G30S/PKI serta memperhatikan hasil-hasil pengadilan dan keputusan Mahkamah militer Luar Biasa
terhadap tokoh-tokoh G30S/PKI, pada tanggal 12 Maret 1966 Letjend Soeharto atas nama
Presiden/Pangti ABRI/Pemimpin Besar Revolusi menandatangani Surat Keputusan Prsiden/Pangti
ABRI/Pemimpin Besar Revolusi/PBR. No 1/3/1966, yaitu pembubaran PKI dan organisasi-organisasi
yang bernaungdan berlindung dibawahnya serta menyatakan sebagai organisasi terlarang di
wilayah kekuasaan Negara RI.
SEJARAH | PENUMPASAN G 30 S PKI 11
SEJARAH | PENUMPASAN G 30 S PKI 12
5. PEMBUBARAN PKI
Berdasarkan wewenang yang bersumber pada Supersemar, Letjend Soeharto atas nama Presiden
menetapkan pembubaran dan pelarangan PKI, termasuk semua bagian-bagian organisasinya dari
tingkat pusat sampai kedaerah beserta semua organisasi yang se azas/ berlindung/bernaung
dibawahnya, keputusan tersebut dituangkan dalam Keputusan Presiden/Pangti ABRI/mandataris
MPR/PBR no.1/3/1966 tanggal 12 maret 1966 dan merupakan tindakan pertama Letjen Soeharto
sebagai pengemban perintah 11 Maret atau Supersemar.
Keputusan pembubaran dan pelarangan PKI itu diamabil oleh pengemban Supersemar berdasarkan
pertimbangan bahwa PKI telah nyata-nyata melakukan perbuatan kejahatan dan kekejaman. Bukan
itu saja, tetapi telah dua kali pengkhianatan terhadap negara dan rakyat Indonesia yang sedanag
berjuang.
Seluruh rakyat yang menjunjung tinggi landasan falsafah dan ideologi Pancasila waktu itu serentak
menuntut dibubarkannya PKI. Oleh karena itu, keputusan pembubaran PKI itu disambut dengan
gembira dan perasaan lega oleh seluruh rakyat Indonesia.
SEJARAH | PENUMPASAN G 30 S PKI 13
BAB III
PASCA PENUMPASAN G 30S PKI
Ada beberapa dampak setelah terjadinya peristiwa G30S/PKI. Karena ketidaktegasan sikap
pemerintah terhadap PKI membuat rakyat merasa kecewa.
Aksi Tritura
Pada tanggal 10 Januari 1966, KAMI dan KAPPI menggelar demonstrasi di DPR GR dan menyerukan
Tritura yang berisi : a. Bubarkan PKI dan ormas2 nya, b. Bersihkan kabinet Dwikora dari PKI, c.
Turunkan harga2 barang
Muncul pula aksi yang dilakukan KABI, KASI, KAWI, dan KAGI. Pada tanggal 26 Oktober 1966,
mereka bersatu menjadi Front Pancasila.
Sikap Angkatan Darat
Karena AD menjadi koraban provokasi PKI, mereka mendukung aksi Tritura. Bentuk dukungan
tersebut yaitu: seluruh Kodam Indonesia melarang pembentukan Barisan Soekarno di
wilayahnya masin2, Kodam Jaya melindungi para mahasiswa anggota KAMI saat membentuk
Laskar Arief Rachman Hakim
Sesudah kejadian tersebut, 30 September diperingati sebagai Hari Peringatan Gerakan 30
September. Hari berikutnya, 1 Oktober, ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Pada
masa pemerintahan Soeharto, biasanya sebuah film mengenai kejadian tersebut juga
ditayangkan di seluruh stasiun televisi di Indonesia setiap tahun pada tanggal 30 September.
Selain itu pada masa Soeharto biasanya dilakukan upacara bendera di Monumen Pancasila
Sakti di Lubang Buaya dan dilanjutkan dengan tabur bunga di makam para pahlawan
revolusi di TMP Kalibata. Namun sejak era Reformasi bergulir, film itu sudah tidak
ditayangkan lagi dan hanya tradisi tabur bunga yang dilanjutkan.
Pada 29 September - 4 Oktober 2006, diadakan rangkaian acara peringatan untuk
mengenang peristiwa pembunuhan terhadap ratusan ribu hingga jutaan jiwa di berbagai
pelosok Indonesia. Acara yang bertajuk "Pekan Seni Budaya dalam rangka memperingati 40
tahun tragedi kemanusiaan 1965" ini berlangsung di Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Indonesia, Depok. Selain civitas academica Universitas Indonesia, acara itu juga dihadiri para
korban tragedi kemanusiaan 1965, antara lain Setiadi, Murad Aidit, Haryo Sasongko, dan
Putmainah.
SEJARAH | PENUMPASAN G 30 S PKI 14
Pada tanggal 6 Oktober Sukarno mengimbau rakyat untuk menciptakan "persatuan nasional",
yaitu persatuan antara angkatan bersenjata dan para korbannya, dan penghentian
kekerasan. Biro Politik dari Komite Sentral PKI segera menganjurkan semua anggota dan
organisasi-organisasi massa untuk mendukung "pemimpin revolusi Indonesia" dan tidak
melawan angkatan bersenjata. Pernyataan ini dicetak ulang di koran CPA bernama
"Tribune".
Pada tanggal 12 Oktober 1965, pemimpin Uni-
Sovyet Brezhnev, Mikoyan dan Kosygin mengirim pesan khusus untuk Sukarno: "Kita dan
rekan-rekan kita bergembira untuk mendengar bahwa kesehatan anda telah membaik...Kita
mendengar dengan penuh minat tentang pidato anda di radio kepada seluruh rakyat
Indonesia untuk tetap tenang dan menghindari kekacauan...Imbauan ini akan dimengerti
secara mendalam."
Pada tanggal 16 Oktober 1965, Sukarno melantik Mayjen Suharto menjadi
Menteri/Panglima Angkatan Darat di Istana Negara. Berikut kutipan amanat presiden
Sukarno kepada Suharto pada saat Suharto disumpah[5]:
“ Saya perintahkan kepada Jenderal Mayor Soeharto, sekarang Angkatan Darat pimpinannya saya berikan
kepadamu, buatlah Angkatan Darat ini satu Angkatan dari pada Republik Indonesia, Angkatan Bersenjata
daripada Republik Indonesia yang sama sekali menjalankan Panca Azimat Revolusi, yang sama sekali berdiri
di atas Trisakti, yang sama sekali berdiri di atas Nasakom, yang sama sekali berdiri di atas prinsip Berdikari,
yang sama sekali berdiri atas prinsip Manipol-USDEK.
Manipol-USDEK telah ditentukan oleh lembaga kita yang tertinggi sebagai haluan negara Republik
Indonesia. Dan oleh karena Manipol-USDEK ini adalah haluan daripada negara Republik Indonesia, maka
dia harus dijunjung tinggi, dijalankan, dipupuk oleh semua kita. Oleh Angkatan Darat, Angkatan Laut,
Angkatan Udara, Angkatan Kepolisian Negara. Hanya jikalau kita berdiri benar-benar di atas Panca Azimat
ini, kita semuanya, maka barulah revousi kita bisa jaya.
Soeharto, sebagai panglima Angkatan Darat, dan sebagai Menteri dalam kabinetku, saya perintahkan
engkau, kerjakan apa yang kuperintahkan kepadamu dengan sebaik-baiknya. Saya doakan Tuhan selalu
beserta kita dan beserta engkau! ”
Dalam sebuah Konferensi Tiga Benua di Havana di bulan Februari 1966, perwakilan Uni-
Sovyet berusaha dengan segala kemampuan mereka untuk menghindari pengutukan atas
penangkapan dan pembunuhan orang-orang yang dituduh sebagai PKI, yang sedang terjadi
terhadap rakyat Indonesia. Pendirian mereka mendapatkan pujian dari rejim Suharto.
Parlemen Indonesia mengesahkan resolusi pada tanggal 11 Februari, menyatakan
"penghargaan penuh" atas usaha-usaha perwakilan-perwakilan dari Nepal, Mongolia, Uni-
Sovyet dan negara-negara lain di Konperensi Solidaritas Negara-Negara Afrika, Asia dan
Amerika Latin, yang berhasil menetralisir usaha-usaha para kontra-revolusioner apa yang
dinamakan pergerakan 30 September, dan para pemimpin dan pelindung mereka, untuk
bercampur-tangan di dalam urusan dalam negeri Indonesia."
SEJARAH | PENUMPASAN G 30 S PKI 15
Pembangunan Monumen Pancasila Sakti
Pembuatan film Penumpasan Pengkhianatan G 30S PKI
SEJARAH | PENUMPASAN G 30 S PKI 16
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN Penumpasan G 30 S PKI dilakukan untuk menjaga keutuhan bangsa dari
ancaman yang datang dari dalam. Hal ini dilakukan agar kekerasan yang memakan korban nyawa dalam upaya pemaksaan ideologi komunisme segera
dihentikan.
4. 2 SARAN Salah satu kutipan Ir. Soekarno yang terkenal adalah “Jas Merah” yang berarti
jangan sekali-kali melupakan sejarah. Untuk itu, setelah kita memahami kronologi dari tragedi dan penumpasan G 30 S PKI, berikut adalah hikmah
yang dapat diambil sebagai pelajaran dari masa lalu dan pedoman bagi masa depan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara:
Sebagai warga Negara Kesatuan Republik Indonesia, hendaknya kita
menghormati kesatuan negara dengan tidak mencoba untuk mengobrak-abrik konsep yang ada.
Kepentingan negara haruslah diletakkan di atas kepentingan pribadi dan golongan.
Demi bangsa dan negara, kita harus rela berkorban, bahkan nyawa
sekalipun.
Kekerasan bukanlah jawaban dari setiap masalah, baik masalah kenegaraan maupun politik.
Kita tidak boleh memaksakan paham dan kehendak kita kepada orang lain.
SEJARAH | PENUMPASAN G 30 S PKI 17
DAFTAR PUSTAKA
Gottschalk, Louis. 1975. Mengerti Sejarah.terjemahan Nugroho
Notosusanto. Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia
Matroji. 2008. Sejarah 2 SMA. Jakarta: Bumi Aksara
1994. Gerakan 30 September Pemberontakan Partai Komunis Indonesia.
Jakarta: Sekretarit Negara RI.
1981. 30 Tahun Indonesia Merdeka. Jakarta: Sekretariat Kementrian
Negara RI.
http://id.wikipedia.org/wiki/Gerakan_30_September
top related