sectoral risk assessment on forestry crimes · 2020. 8. 7. · pencucian uang hasil tindak pidana...
Post on 06-Nov-2020
0 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes ii
© 2020, Tim Riset PPATK
PENILAIAN RISIKO SEKTORAL TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
HASIL TINDAK PIDANA KEHUTANAN
ISBN : 978-602-9285-42-0
Ukuran Buku : 295 x 210 mm
Jumlah Halaman : vi + 42 Halaman
Naskah : Tim Riset PPATK dan Bareskrim POLRI
Diterbitkan Oleh : Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Indonesia
Cetakan Pertama : Maret 2020
INFORMASI LEBIH LANJUT:
Tim Penyusun
Jl. Trunojoyo No.3, RT.2/RW.1, Selong, Kec. Kby. Baru,
Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12110
Telepon: (021) 7220802
website: www.polri.go.id dan www.ppatk.go.id
Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.
Dilarang memperbanyak isi buku ini sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun tanpa izin
penerbit, kecuali untuk pengutipan dalam penulisan artikel atau karangan ilmiah.
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes iii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji Syukur kita panjatkan kepada Allah SWT karena
berkat rahmat dan hidayah–Nya sehingga pada akhirnya
Kepolisian Negara Republik Indonesia bersama dengan
PPATK, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,
Kejaksaan Agung RI dan Mahkamah Agung RI telah
melakukan Penilaian Risiko Sektoral Tindak Pidana
Pencucian Uang Hasil Tindak Pidana Kehutaan tahun
2020.
Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa tindak
pidana kehutanan merupakan salah satu tindak pidana
asal pencucian uang yang berisiko tinggi. Dalam dokumen strategi nasional upaya
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme
tahun 2019 dimandatkan untuk dilakukannya penilaian risiko sektoral untuk memahami risiko
utama secara komprehensif serta langkah mitigasi risiko yang efektif terhadap pencucian
uang hasil tindak pidana kehutanan.
Kepolisian Negara Republik Indonesia menyambut baik penyusunan Penilaian Risiko Sektoral
Tindak Pidana Pencucian Uang Hasil Tindak Pidana Kehutanan ini. Kami berharap bahwa
dokumen ini dapat bermanfaat dalam perumusan kebijakan internal dalam penanganan
perkara di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia maupun Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Akhirnya, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah
memberikan kontribusi terhadap penyusunan Penilaian Risiko Sektoral Tindak Pidana
Pencucian Uang Hasil Tindak Pidana Kehutanan ini. Semoga amal usaha kita diridai Allah
SWT. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh.
Jakarta Maret 2020
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DRS. IDHAM AZIS, M.SI
JENDRAL POLISI
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes iv
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT karena berkat
rahmat dan hidayah-NYA, maka PPATK bersama stakeholders
rezim Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan
Terorisme (APU dan PPT) yang tergabung dalam Komite TPPU
dapat menyelesaikan penyusunan dokumen “Penilaian Risiko
Sektoral Tindak Pidana Pencucian Uang Hasil Tindak Pidana
Kehutanan tahun 2020”.
Melalui hasil penilaian tersebut, diharapkan dapat menjadikan
dasar dalam perumusan kebijakan strategis dan prioritas bagi
pihak pemangku kepentingan utama diantaranya Kepolisian
Negara Republik Indonesia dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam
memitigasi risiko utama yang teridentifikasi dalam “Penilaian Risiko Sektoral Tindak Pidana
Pencucian Uang Hasil Tindak Pidana Kehutanan tahun 2020”. Dokumen ini menjadi bukti
komitmen Pemerintah Indonesia dalam memitigasi risiko utama pada tindak pidana asal
(predicate crime) yang berisiko tinggi terhadap pencucian uang di Indonesia sesuai pada
Indonesia’s Risk Assessment on ML Updated 2019.
Akhirnya, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah
memberikan kontribusi terhadap penyusunan Penilaian Risiko Sektoral Tindak Pidana
Pencucian Uang Hasil Tindak Pidana Kehutanan ini. Semoga amal usaha kita diridai Allah
SWT. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta Maret 2020
KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN
KIAGUS AHMAD BADARUDDIN
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes v
RINGKASAN EKSEKUTIF
Hasil Pengkinian Penilaian Risiko Indonesia terhadap Pencucian Uang Tahun 2015 telah
memetakan risiko pencucian uang berdasarkan tindak pidana asal yang menunjukan bahwa
adanya 5 (lima) Tindak Pidana Asal yang memiliki risiko tinggi, diantaranya Tindak Pidana
Narkotika, Korupsi Perbankan, Kehutanan dan Pasar Modal.
Untuk merespon hal tersebut, Pemerintah Indonesia telah menyusun Strategi Nasional
Dalam Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan
Pendanaan Terorisme Tahun 2019 yang menyatakan bahwa aksi priotitas untuk memitigasi
risiko tersebut diantaranya melalui penyusunan Penilaian Risiko Sektoral Penanganan
Perkara Pencucian Uang Hasil Tindak Pidana Kehutanan atau Sectoral Risk Assessment on
Forestry Crimes. Pemangku kepentingan dalam tindak lanjut Aksi Strategi Nasional (Stranas)
tersebut diantaranya Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.
Penilaian Sektoral ini menggunakan data kuantitatif dan kualitatif selama periode 2017 s.d.
2019 dari berbagai sumber yang diperoleh oleh anggota tim. Sumber data dan informasi ini
termasuk Laporan Transaksi Keuangan Mencrigakan, Hasil Analisis atau Hasil Pemeriksaan
PPATK, Penyidikan, Penuntutan dan Putusan Pengadilan, Studi Kasus. Pelaksanaan
Indepth Study dalam Penilaian ini juga dilakukan bersama Pihak Penegak Hukum, Lembaga
Pengawas dan Pengatur serta PPATK untuk melakukan self-assessment dan identifikasi
tipologi dan indikator transaksi keuangan mencurigakan yang berlaku.
Hasil analisis 3 faktor risiko (ancaman, kerentanan, dan dampak) terhadap 5 jenis delik pidana
kehutanan, ditemukan bahwa Mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu yang
tidak dilengkapi secara bersama surat keterangan sahnya hasil hutan (Pasal 12 huruf e),
Melakukan kegiatan perkebunan tanpa izin Menteri di dalam kawasan hutan (Pasal 17 ayat 2
huruf b), Melakukan kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri
(Pasal 17 Ayat 1 huruf b), Mengedarkan kayu hasil pembalakan liar melalui darat, perairan
atau udara (Pasal 12 huruf I), Menerima, membeli, menjual, menerima tukar, menerima titipan,
dan/atau memiliki hasil hutan kayu diketahui berasal dari pembalakan liar (Pasal 12 huruf k).
Berdasarkan profil pelaku kejahatan diketahui bahwa Pengusaha atau Wiraswasta PEP dan
Non Perorangan-PT, PD/UD memiliki Risiko Tinggi. Selanjutnya, berdasarkan sebaran
wilayah terjadinya pencucian uang hasil tindak pidana kehutanan diketahui bahwa Papua,
Riau, Papua Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Jambi dan Sumatera Selatan
termasuk dalam kategori wilayah risiko tinggi.
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes vi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................................... iv
RINGKASAN EKSEKUTIF .................................................................................................. iv
DAFTAR ISI ......................................................................................................................... vi
PENDAHULUAN .................................................................................................................. 1
LATAR BELAKANG ......................................................................................................... 1
RUANG LINGKUP DAN METODOLOGI .......................................................................... 2
KLASIFIKASI RISIKO ....................................................................................................... 3
FRAMEWORK PENILAIAN RISIKO ................................................................................. 4
PENILAIAN RISIKO, TIPOLOGI DAN STUDI KASUS ......................................................... 5
REGULASI PENANGANAN PERKARA PENCUCIAN UANG HASIL TINDAK PIDANA
KEHUTANAN .................................................................................................................... 5
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG HASIL TINDAK PIDANA KEHUTANAN ............. 6
TINDAK PIDANA KEHUTANAN ....................................................................................... 7
PENYIDIKAN DI BIDANG KEHUTANAN ....................................................................... 11
HASIL PENILAIAN RISIKO SEKTORAL TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG HASIL
TINDAK PIDANA KEHUTANAN ........................................................................................ 12
PENILAIAN RISIKO BERDASARKAN JENIS TINDAK PIDANA KEHUTANAN ............ 12
PENILAIAN RISIKO BERDASARKAN PROFIL PELAKU KEJAHATAN ....................... 26
PENILAIAN RISIKO BERDASARKAN WILAYAH .......................................................... 29
STRATEGI MITIGASI RISIKO TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG HASIL TINDAK
PIDANA KEHUTANAN ....................................................................................................... 34
TANTANGAN PENANGANAN PERKARA PENCUCIAN UANG HASIL TINDAK PIDANA
KEHUTANAN .................................................................................................................. 34
STRATEGI MITIGASI RISIKO TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG HASIL TINDAK
PIDANA KEHUTANAN ................................................................................................... 34
A. BIDANG PENCEGAHAN ........................................................................................ 34
B. BIDANG PEMBERANTASAN ................................................................................. 35
C. BIDANG KERJASAMA ........................................................................................... 35
LAMPIRAN 1 ...................................................................................................................... 36
METODOLOGI PENELITIAN .......................................................................................... 36
MATRIKS PENILAIAN RISIKO SEKTORAL TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
HASIL TINDAK PIDANA KEHUTANAN ......................................................................... 37
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes 1
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Hasil Pengkinian Penilaian Risiko
Indonesia terhadap Pencucian Uang
Tahun 2015 telah memetakan risiko
pencucian uang diantaranya berdasarkan
tindak pidana asal yang menunjukan
bahwa Tindak Pidana Narkotika, Korupsi,
Perbankan, Kehutanan dan Pasar Modal
merupakan tindak pidana asal pencucian
uang yang memiliki risiko tinggi.
Untuk merespon hal tersebut, Pemerintah
Indonesia telah menyusun Strategi
Nasional Dalam Upaya Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang dan Pendanaan Terorisme Tahun
2019 yang menyatakan bahwa aksi
priotitas untuk memitigasi risiko tersebut
diantaranya melalui penyusunan Penilaian
Risiko Sektoral Penanganan Perkara
Pencucian Uang Hasil Tindak Pidana
Kehutanan atau Sectoral Risk Assessment
on Forestry Crime. Pemangku kepentingan
dalam tindak lanjut Strategi Nasional
(Stranas) tersebut diantaranya Kepolisian
Negara Republik Indonesia (POLRI),
Kementrian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (KLHK) serta Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan.
Penilaian Risiko Sektoral Penanganan
Perkara Pencucian Uang Hasil Tindak
Pidana Kehutanan ini bertujuan untuk
mencapai pemahaman penanganan
perkara pencucian uang hasil tindak
pidana Kehutanan yang lebih baik,
mengidentifikasi risiko utama dan
mengeksplorasi strategi mitigasi untuk
mencegah dan memberantas tindak
pidana pencucian uang dari hasil tindak
pidana Kehutanan.
Capaian atau Outcomes dari penilaian ini
akan menjadi dasar untuk pengembangan
koordinasi domestik antara Penegak
Hukum, Lembaga Pengawas dan
Pengatur, dan Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan dalam
mencegah dan memberantas tindak
pidana pencucian uang dari hasil tindak
pidana Kehutanan, khususnya bagi
penyidik Polri dan KLHK agar menjadi
dasar penyusunan kebijakan strategis
penanganan perkara pencucian yang
berbasis risiko terkait tindak pidana
Kehutanan di Kepolisian Negara Republik
Indonesia, Penyidik Kehutanan
Kementrian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan serta memperkuat kerentanan
yang telah terindentifikasi.
Tim Penyusun Penilianan Risiko Sektoral
Tindak Pidana Kehutanan ini melibatkan
Aparat Penegak Hukum dan Lembaga
Intelijen Keuangan, sebagai berikut:
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes 2
a. Direktorat Tindak Pidana Tertentu
(Dit Tipiter) Bareskrim Polri.
b. Direktorat Jenderal Penegakan
Hukum Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan Republik
Indonesia.
c. Direktorat Pemeriksaan, Riset dan
Pengembangan, Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan.
d. Direktorat Analisis Transaksi, Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan.
e. Direktorat Kerjasama dan Humas,
Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan
f. Direktorat Hukum, Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan.
g. Direktorat Pengawas Kepatuhan,
Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan.
h. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana
Umum, Kejaksaan Agung RI.
i. Mahkamah Agung RI.
Anggota tim masing-masing berkontribusi
memberikan input dan pengalaman
bersama berdasarkan keahlian mereka
untuk memberikan penilaian risiko sektoral
ini.
RUANG LINGKUP DAN
METODOLOGI
Lingkup Tindak Pidana Kehutanan dalam
penilaian risiko sektoral ini merujuk pada
Undang – Undang tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Perusakan Hutan
Nomor 18 Tahun 2013.
Penilaian ini berfokus pada penanganan
perkara pada tindak pidana Kehutanan dan
hasil pencucian uang dari tindak pidana
Kehutanan. Adapun struktur dalam
penilaian ini terdiri dari beberapa bagian,
diantaranya:
a. Identifikasi dan analisis risiko
pencucian uang pada tindak pidana
Kehutanan berdasarkan karakteristik
jenis tindak pidana Kehutanan;
b. Identifikasi dan analisis risiko
pencucian uang pada tindak pidana
Kehutanan berdasarkan profil pelaku
tindak pidana Kehutanan;
c. Identifikasi dan analisis risiko
pencucian uang pada tindak pidana
Kehutanan berdasarkan wilayah
terjadinya tindak pidana Kehutanan;
d. Tipologi Pencucian Uang, termasuk
profil pelaku kejahatan, pihak pelapor,
pola transaksi atau instrumen
transaksi dan jenis karakteristik tindak
pidana Kehutanan,
e. Redflag atau Indikator Transaksi
Keuangan Mencurigakan Indikasi
Tindak Pidana Kehutanan.
Penilaian Sektoral ini menggunakan data
kuantitatif dan kualitatif selama periode
2017 s.d. 2019 dari berbagai sumber yang
diperoleh oleh anggota tim. Sumber data
dan informasi ini termasuk Laporan
Transaksi Keuangan Mencurigakan, Hasil
Analisis atau Hasil Pemeriksaan PPATK,
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes 3
Penyidikan, Penuntutan dan Putusan
Pengadilan, Studi Kasus. Pelaksanaan
Indepth Study dalam Penilaian ini juga
dilakukan bersama Pihak Penegak
Hukum, Lembaga Pengawas dan
Pengatur serta PPATK untuk melakukan
self-assessment dan identifikasi tipologi
serta indikator transaksi keuangan
mencurigakan yang berlaku.
KLASIFIKASI RISIKO1
>7 - 9 TINGGI
Kecenderungan besar terjadi dan/atau
menyebabkan dampak yang signifikan.
Hal ini memerlukan penanganan
sesegera mungkin.
>5 - 7 MENENGAH
Kecenderungan cukup sering terjadi
dan/atau menyebabkan dampak yang
cukup signifikan. Hal ini perlu adanya
upaya perbaikan.
3 - 5 RENDAH
Kecenderungan rendah terjadi dan/atau
menyebabkan dampak yang rendah
atau minimum. Hal ini perlu dilakukan
review secara berkala.
1 Berdasarkan Best Practice International-FATF Guidance. National Money Laundering and Terrorist Financing Risk Assessment. Februari 2013.
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes 4
FRAMEWORK PENILAIAN RISIKO
RISIKO (Risk)
DAMPAK
(Consequence)
KECENDERUNGAN
(Likelihood)
ANCAMAN
(Threat)
KERENTANAN
(Vulnerability)
X
+
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes 5
PENILAIAN RISIKO, TIPOLOGI DAN
STUDI KASUS
REGULASI PENANGANAN PERKARA PENCUCIAN UANG HASIL
TINDAK PIDANA KEHUTANAN
Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010
tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang (UU
TPPU), hasil tindak pidana adalah Harta
Kekayaan yang diperoleh dari tindak
pidana:
1. korupsi;
2. penyuapan;
3. narkotika;
4. psikotropika;
5. penyelundupan tenaga kerja;
6. penyelundupan migran;
7. di bidang perbankan;
8. di bidang pasar modal;
9. di bidang perasuransian;
10. kepabeanan;
11. cukai;
12. perdagangan orang;
13. perdagangan senjata gelap;
14. terorisme;
15. penculikan;
16. pencurian;
17. penggelapan;
18. penipuan;
19. pemalsuan uang;
20. perjudian;
21. prostitusi;
22. di bidang perpajakan;
23. di bidang kehutanan;
24. di bidang lingkungan hidup;
25. di bidang kelautan dan perikanan;
atau
26. tindak pidana lain yang diancam
dengan pidana penjara 4 (empat)
tahun atau lebih,
yang dilakukan di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia atau di
luar wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan tindak pidana tersebut
juga merupakan tindak pidana menurut
hukum Indonesia.
Kewenangan untuk melakukan
penyidikan tindak pidana pencucian
uang dilakukan oleh penyidik tindak
pidana asal sebagaimana tersebut di
atas sesuai dengan ketentuan Pasal 74
Undang-Undang No. 8 Tahun 2010
tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang. Disamping itu, KLHK
telah memiliki MoU atau Perjanjian
Kerjasama dengan PPATK dalam
rangka pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana
pencucian uang di bidang lingkungan
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes 6
hidup dan kehutanan. Hal tersebut
dilakukan untuk mengoptimalkan
pelaksanaan tugas dan kewenanganan
KLHK dalam penanganan perkara
tindak pidana kehutanan.
TINDAK PIDANA PENCUCIAN
UANG HASIL TINDAK PIDANA
KEHUTANAN
Dengan penyidikan tindak pidana
pencucian uang, harta kekayaan hasil
tindak pidana yang dikuasai oleh pelaku
dapat disita atau dirampas. Penyidikan
TPPU diharapkan dapat meningkatkan
deterrent effect bagi pelaku tindak pidana
di bidang perpajakan, serta pemulihan
harta (asset recovery) hasil tindak pidana.
Salah satu studi kasus terkait dengan
evironemental crimes sekaligus sebagai
tindak pidana pencucian uang yang
pernah tercatat dalam APG Yearly
Typologies Report, Methods and Threats
tahun 2017 adalah tindak pidana di bidang
Kehutanan yang pernah dilakukan oleh
Jaringan Mr K, warga negara Thailand,
dimana terlibat dalam penyelundupan
kayu rosewood Thailand yang dilindungi
ke luar negeri. Jaringan Mr K sendiri
menggunakan 28 akun terpisah untuk
memindahkan illicit fund dalam melakukan
transaksi. Uang hasil penjualan kayu
rosewood akan ditransfer terlebih dahulu
melalui Jaringan Mr K di Thailand Selatan
yang kemudian ditransfer kembali ke akun
jaringan Mr K yang berada di luar negeri.
Jaringan ini tercatat berhasil mencuci uang
hasil tindak pidana di bidang Kehutanan
sebesar 1,18 Miliar Baht atau setara
dengan USD 35 Juta.
Selanjutnya, beberapa modus
pencucian uang hasil tindak pidana di
bidang Kehutanan yang umum dilakukan
oleh para pelaku sesuai dengan APG
Yearly Typologies Report, Methods and
Trends of Money Laundering and
Terrorism Financing adalah sebagai
berikut:
• Pembelian aset dan barang–
barang mewah
Uang hasil tindak pidana yang
digunakan membeli barang – barang
mewah jam mewah, mobil dan
perhiasan ataupun aset seperti tanah
atau apartemen dijadikan sebagai
upaya pengaburan asal usul hasil
tindak pidana tersebut. Aset dan
barang mewah selanjutnya umumnya
diatasnamakan pihak ketiga yang
bertujuan untuk menyembunyikan
beneficial owner yang sebenarnya.
• Penggunaan akun nama orang lain
(nominee), wali amanat, anggota
keluarga dan pihak ketiga yang
berasal dari lingkup pelaku
kejahatan
Teknik ini biasa digunakan untuk
mengaburkan identitas orang-orang
yang mengendalikan dana hasil
kejahatan. Contohnya pembelian
aset/barang-barang mewah berupa
tanah, bangunan dan properti dengan
mengunakan nama kepemilikan orang
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes 7
lain (perantara) dan pihak keluarga
(anak, istri, orang tua). Pihak tersebut
hanya tercatat atas kepemilikannya
(registered ownership) dan bukan
sebagai penerima manfaat.
• Penggunaan uang tunai
Cara ini digunakan sehingga
perpindahan dana tidak diketahui atau
terhindar dari pelaporan transaksi
tunai.
TINDAK PIDANA KEHUTANAN
Dalam penilaian risiko ini, lungkup tindak pidana kehutanan yang dimaksud yaitu suatu
perbuatan yang pelakunya diancam hukuman pidana berdasarkan Undang-Undang.
Ketentuan pemidanaan atas Tindak Pidana Kehutanan diatur dalam Undang–Undang Nomor
18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Berdasarkan
Undang–Undang Nomor 18 Tahun 2013 tersebut, perbuatan tindak pidana kehutanan
meliputi:
No Karakteristik Tindak
Pidana Kehutanan Perbuatan Pidana
1 Pasal 12 huruf a
sampai m
a. Melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan
yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan hutan
b. Melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan
tanpa memiliki izin yang dikeluarkan oleh pejabat yang
berwenang
c. Melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan
secara tidak sah
d. Memuat, membongkar, mengeluarkan, mengangkut,
menguasai dan/atau memiliki hasil penebangan di
Kawasan hutan tanpa izin
e. Mengangkut, menguasai atau memiliki hasil hutan kayu
yang tidak dilengkapi secara bersama surat keterangan
sahnya hasil hutan
f. Membawa alat–alat yang lazim digunakan untuk
menebang, memotong atau membelah pohon di dalam
kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang
g. Membawa alat–alat berat dan/atau alat–alat lainnya
yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk
mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan tanpa
izin pejabat yang berwenang
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes 8
No Karakteristik Tindak
Pidana Kehutanan Perbuatan Pidana
h. Memanfaatkan hasil hutan kayu yang diduga berasal
dari hasil pembalakan liar
i. Mengedarkan kayu hasil pembalakan liar melalui darat,
perairan atau udara
j. Menyelundupkan kayu yang berasal dari atau masuk ke
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui
sungai, darat, laut atau udara
k. Menerima, membeli, menjual, menerima tukar,
menerima titipan dan atau memiliki hasil hutan yang
diketahui berasal dari pembalakan liar
l. Membeli, memasarkan dan/atau mengolah hasil hutan
kayu yang berasal dari kawasan hutan yang diambil
atau dipungut secara tidak sah
m. Menerima, menjual, menerima tukar, menerima titipan,
menyimpan dan/atau memiliki hasil hutan kayu yang
berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut
secara tidak sah
2 Pasal 14 huruf a dan
b
a. Memalsukan surat keterangan sahnya hasil hutan kayu;
dan/atau
b. Menggunakan surat keterangan sahnya hasil hutan
kayu yang palsu
3 Pasal 15 Setiap orang dilarang melakukan penyalahgunaan dokumen
angkutan hasil hutan kayu yang diterbitkan oleh pejabat yang
berwenang
4 Pasal 16 Setiap orang yang melakukan pengangkutan kayu hasil
hutan wajib memiliki dokumen yang merupakan surat
keterangan sahnya hasil hutan dengan ketentuan peraturan
perundangan – perundangan
5 17 Ayat 1 huruf a s.d.
e
a. Membawa alat – alat berat dan/atau alat – alat lain yang
lazim atau patut diduga akan digunakan untuk
melakukan kegiatan penambangan dan/atau
mengangkut hasil tambang di dalam kawasan hutan
tanpa izin Menteri;
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes 9
No Karakteristik Tindak
Pidana Kehutanan Perbuatan Pidana
b. Melakukan kegiatan penambangan di dalam kawasan
hutan tanpa izin Menteri;
c. Mengangkut dan/atau menerima titipan hasil tambang
yang berasal dari kegiatan penambangan di dalam
kawasan hutan tanpa izin;
d. Menjual, menguasai, memiliki dan/atau menyimpan
hasil tambang yang berasal dari kegiatan penambangan
di dalam kawasan hutan tanpa izin; dan/atau
e. Membeli, memasarkan dan/atau mengolah hasil
tambang dari kegiatan penambangan di dalam kawasan
hutan tanpa izin
6 17 Ayat 2 a hingga e a. Membawa alat – alat berat dan/atau alat – alat lainnya
yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk
melakukan kegiatan perkebunan dan/atau mengangkut
hasil kebun di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri;
b. Melakukan kegiatan perkebunan tanpa izin Menteri di
dalam kawasan hutan;
c. Mengangkut dan/atau menerima titipan hasil
perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin;
d. Menjual, menguasai, memiliki dan/atau menyimpan
hasil perkebunan yang berasal dari kegaitan
perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin;
dan/atau
e. Membeli, memasarkan dan/atau mengolah hasil kebun
dari perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan
di dalam kawasan hutan tanpa izin
7 Pasal 19 huruf a
hingga i
a. Menyuruh, mengorganisasi, atau menggerakkan
pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan
secara tidak sah;
b. Ikut serta melakukan atau membantu terjadinya
pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan
secara tidak sah;
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes 10
No Karakteristik Tindak
Pidana Kehutanan Perbuatan Pidana
c. Melakukan permufakatan jahat untuk melakukan
pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan
secara tidak sah;
d. Mendanai pembalakan liar dan/atau penggunaan
kawasan hutan secara tidak sah secara langsung atau
tidak langsung
e. Menggunakan dana yang diduga berasal dari hasil
pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan
secara tidak sah
f. Mengubah status kayu hasil pembalakan liar dan/atau
hasil penggunaan kawasan hutan secara tidak sah,
seolah–olah menjadi kayu yang sah atau hasil
penggunaan kawasan hutan yang sah untuk dijual
kepada pihak ketiga, baik di dalam maupun di luar
negeri
g. Memanfaatkan kayu hasil pembalakan liar dengan
mengubah bentuk, ukuran, termasuk pemanfaatan
limbahnya
h. Menempatkan, mentransfer, membayarkan,
membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan,
menitipkan, membawa ke luar negeri dan/atau
menukarkan uang atau surat berharga lainnya serta
harta kekayaan lainnya yang diketahuinya atau patut
diduga merupakan hasil pembalakan liar dan/atau hasil
pengggunaan kawasan hutan secara tidak sah;
dan/atau
i. Menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta
yang diketahui atau patut diduga berasal dari hasil
pembalakan liar dan/atau hasil penggunaan kawasan
hutan secara tidak sah sehingga seolah – olah menjadi
harta kekayaan yang sah
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes 11
PENYIDIKAN DI BIDANG
KEHUTANAN
Berdasarkan Pasal 29 Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2013 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan
Perusakan Hutan, dinyatakan bahwa
selain Penyidik Pejabat Polisi Negara
Republik Indonesia, Penyidik Pegawai
Negeri Sipil (PPNS) diberikan wewenang
khusus sebagai penyidik sebagaimana
dimaksud dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana. Dalam hal ini PPNS
yang dimaksud adalah PPNS pada
Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (KLHK).
PPNS bidang kehutanan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 berwenang:
a. Melakukan pemeriksaan atas
kebenaran laporan atau keterangan
berkenaan dengan tindak pidana
perusakan hutan;
b. Melakukan pemeriksaan terhadap
orang atau badan hukum yang diduga
melakukan tindak pidana perusakan
hutan;
c. meminta keterangan dan barang bukti
dari orang atau badan hukum
sehubungan dengan peristiwa tindak
perusakan hutan;
d. melakukan pemeriksaan atas
pembukuan, catatan, dan dokumen
lain berkenaan dengan tindak pidana
perusakan hutan;
e. melakukan pemeriksaan di tempat
tertentu yang diduga terdapat barang
bukti, pembukuan, pencatatan, dan
dokumen lain serta melakukan
penyitaan terhadap bahan dan barang
hasil kejahatan yang dapat dijadikan
bukti dalam perkara tindak pidana
perusakan hutan;
f. melakukan penangkapan, penahanan,
penggeledahan, dan penyitaan;
g. meminta bantuan ahli dalam rangka
pelaksanaan tugas penyidikan tindak
pidana perusakan hutan;
h. menghentikan penyidikan apabila
tidak terdapat bukti tentang adanya
tindakan perusakan hutan;
i. memanggil orang untuk didengar dan
diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
j. membuat dan menandatangani berita
acara dan surat-surat lain yang
menyangkut penyidikan perkara
perusakan hutan; dan
k. memotret dan/atau merekam melalui
alat potret dan/atau alat perekam
terhadap orang, barang, sarana
pengangkut, atau apa saja yang dapat
dijadikan bukti tindak pidana yang
menyangkut hutan, kawasan hutan,
dan hasil hutan.
Direktorat Jenderal Penegakan Hukum
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Ditjen
PHLHK) yang telah dibentuk pada tahun
2015.
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes 12
HASIL PENILAIAN RISIKO SEKTORAL TINDAK
PIDANA PENCUCIAN UANG HASIL TINDAK
PIDANA KEHUTANAN
PENILAIAN RISIKO
BERDASARKAN JENIS
TINDAK PIDANA KEHUTANAN
Sebagian besar wilayah Indonesia
merupakan Kawasan Hutan atau wilayah
tertentu yang harus dipertahankan
keberadaannya sebagai hutan tetap. Hal
tersebut ditunjukan bahwa negara
mengalokasikan 120,6 juta hekta atau
sekitar 63 persen dari luas daratannya
sebagai Kawasan Hutan.2 Sisanya
merupakan lahan milik negara sebagai
areal penggunaan lain (APL) dan tanah
milik. Pemerintah telah menyatakan
komitmennya yang kuat dalam mengurangi
laju deforestasi dan degradasi hutan,
terutama dari kebakaran hutan dan lahan
serta pembalakan liar.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh
Pemerintah Indonesia untuk melakukan
tata kelola Kawasan Hutan, diantaranya
Aspiratif dan Tanpa Konflik, Penegakan
Hukum, Kualitas Peraturan, Pemerintahan
yang efektif, Tanpa Korupsi.
Untuk mengoptimalkan penegakan hukum
terhadap tindak pidana di bidang
kehutanan, maka dilakukan penilaian risiko
2 Status Hutan dan Kehutanan Indonesia Tahun 2018.
pencucian uang hasil tindak pidana di
bidang kehutanan.
Berdasarkan hasil penilaian risiko terhadap
jenis tindak pidana Kehutanan diketahui
bahwa terdapat 5 dari 36 karakteristik
tindak pidana kehutanan sebagaimana
telah diatur dalam Undang-Undang Nomor
18 Tahun 2013 yang memiliki risiko tinggi
terjadinya pencucian uang diantaranya
Mengangkut, menguasai, atau memiliki
hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi
secara bersama surat keterangan sahnya
hasil hutan (Pasal 12 E), Melakukan
kegiatan perkebunan tanpa izin Menteri di
dalam kawasan hutan (Pasal 17 Ayat 2B),
Melakukan kegiatan penambangan di
dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri
(Pasal 17 Ayat 1B), Mengedarkan kayu
hasil pembalakan liar melalui darat,
perairan atau udara (Pasal 12 I),
Menerima, membeli, menjual, menerima
tukar, menerima titipan, dan/atau memiliki
hasil hutan kayu diketahui berasal dari
pembalakan liar (Pasal 12 K). Hasil
tersebut dapat diuraikan pada tabel
dibawah ini.
Selama periode penilaian tahun 2017-2019
secara tingkat ancaman tindak pidana
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes 13
kehutanan mengalami fluktuasi yang dari
Laporan Transaksi Keuangan
Mencurigakan, Laporan Intelijen Keuangan
mencakup Hasil Anaisis/Pemeriksaan dan
Informasi PPATK serta Hasil Putusan
Perkara Pencucian Uang Hasil Tindak
Pidana Kehutanan maupun Tindak Pidana
Kehutanan.
Kategori 2017 2018 2019
Laporan
Transaksi
Keuangan
Mencurigakan*
57 27 51
Laporan
Intelijen
Keuangan
5 5 12
Penyidikan
Tindak Pidana
Kehutanan
oleh Polri**
575 428 73
Penyidikan
Tindak Pidana
Kehutanan
oleh KLHK
75 121 102
Kategori 2017 2018 2019
Penuntutan
Tindak Pidana
Kehutanan
44 19 18
Penuntutan
Tindak Pidana
Pencucian
Uang Hasil
Tindak Pidana
Kehutanan
0 0 1
Putusan Tindak
Pidana
Kehutanan***
44 19 18
Putusan
Pencucian
Uang Hasil
Tindak Pidana
Kehutanan***
0 0 1
Keterangan:
*Buletin Statistik PPATK Tahun 2017-2019
**Data Penanganan Perkara oleh Dittipiter
Bareskrim Polri Tahun 2017-2019
***Data Putusan melalui akses Website
Mahkamah Agung RI.
Pasal Delik Tindak Pidana Tingkat Risiko
Pasal 12 A Melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan hutan
Pasal 12 B Melakukan penebangan pohon dalam kawasan tanpa memilki izin yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang
Pasal 12 C Melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan secara tidak sah
Pasal 12 D Memuat, membongkar, mengeluarkan, mengangkut, menguasai, dan/atau memiliki hasil penebangan di kawasan hutan tanpa izin
Pasal 12 E Mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi secara bersama surat keterangan sahnya hasil hutan
Pasal 12 F Membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong, atau membelah phon di
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes 14
Pasal Delik Tindak Pidana Tingkat Risiko
dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang
Pasal 12 G Membawa alat-alat dan/atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang
Pasal 12 H Memanfaatkan hasil hutan kayu yang diduga berasal dari hasil pembalakan liar
Pasal 12 I Mengedarkan kayu hasil pembalakan liar melalui darat, perairan atau udara
Pasal 12 J Menyelundupkan kayu yang berasal dari atau masuk ke wilayah NKRI melalui sungai, darat, laut, atau udara
Pasal 12 K Menerima, membeli, menjual, menerima tukar, menerima titipan, dan/atau memiliki hasil hutan kayu diketahui berasal dari pembalakan liar
Pasal 12 L Membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil hutan kayu yang berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah
Pasal 12 M Menerima, menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, dan/atau memiliki hasil hutan kayu yang berasal dari jawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah
Pasal 14 A Memalsukan surat keterangan sahnya hasil hutan kayu; dan/atau
Pasal 14 B Menggunakan surat keterangan sahnya hasil hutan kayu yang palsu
Pasal 15 Setiap orang dilarang melakukan penyalahgunaan dokumen angkutan hasil hutan kayu yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang
Pasal 16 Setiap orang yang melakukan pengangkutan kayu hasil hutan wajib memiliki dokumen yang merupakan surat keterangan sahnya hasil hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Pasal 17 Ayat 1 A Membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lain yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk melakukan kegiatan penambangan dan/atau mengangkut hasil tambang di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri;
Pasal 17 Ayat 1 B Melakukan kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri;
Pasal 17 Ayat 1 C Mengangkut dan/atau menerima titipan hasil tambang yang berasal dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin;
Pasal 17 Ayat 1 D Menjual, menguasai, memiliki, dan/atau menyimpan hasil tambang yang berasal dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin; dan/atau
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes 15
Pasal Delik Tindak Pidana Tingkat Risiko
Pasal 17 Ayat 1 E Membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil tambang dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin.
Pasal 17 Ayat 2 A Membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk melakukan kegiatan perkebunan dan/atau mengangkut hasil kebun di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri;
Pasal 17 Ayat 2 B Melakukan kegiatan perkebunan tanpa izin Menteri di dalam kawasan hutan;
Pasal 17 Ayat 2 C Mengangkut dan/atau menerima titipan hasil perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin
Pasal 17 Ayat 2 D Menjual, menguasai, memiliki, dan/atau menyimpan hasil perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin; dan/atau
Pasal 17 Ayat 2 E Membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil kebun dari perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin.
Pasal 19 A menyuruh, mengorganisasi, atau menggerakkan pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah;
Pasal 19 B ikut serta melakukan atau membantu terjadinya pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah;
Pasal 19 C melakukan permufakatan jahat untuk melakukan pembalakan liar dan/ atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah;
Pasal 19 D mendanai pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah secara langsung atau tidak langsung
Pasal 19 E menggunakan dana yang diduga berasal dari hasil pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah;
Pasal 19 F mengubah status kayu hasil pembalakan liar dan/ atau hasil penggunaan kawasan hutan secara tidak sah, seolah-olah menjadi kayu yang sah, atau hasil penggunaan kawasan hutan yang sah untuk dijual kepada pihak ketiga, baik di dalam maupun di luar negeri
Pasal 19 G memanfaatkan kayu hasil pembalakan liar dengan mengubah bentuk, ukuran, termasuk pemanfaatan limbahnya
Pasal 19 H menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, dan/atau menukarkan uang atau surat berharga lainnya serta harta kekayaan lainnya yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil pembalakan liar dan/atau hasil
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes 16
Pasal Delik Tindak Pidana Tingkat Risiko
penggunaan kawasan hutan secara tidak sah; dan/atau
Pasal 19 I menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta yang diketahui atau patut diduga berasal dari hasil pembalakan liar dan/atau hasil penggunaan kawasan hutan secara tidak sah sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.
STUDI KASUS 13
Kasus Posisi
Terdakwa BS merupakan
pensiunan pegawai BUMN yang
melakukan kegiatan perkebunan
tanpa izin Menteri di dalam
kawasan hutan pada rentang
waktu 2012 hingga 2017 di
Kawasan Hutan Produksi sejak
2001 serta membawa alat – alat
berat untuk melakukan kegiatan
perkebunan dan mengangkut hasil
perkebunan tanpa izin Menteri
serta melakukan tindak pidana
pencucian uang dari hasil tindak
pidana kehutanan tersebut. Oleh
karena itu, terdakwa diduga
melanggar:
1. Pasal 92 Ayat (1) huruf a Jo.
Pasal 17 Ayat (2) huruf b
Undang–Undang Nomor 18
Tahun 2013 tentang
Pencegahan dan
Pemberantasan
Perusahakan Hutan;
2. Pasal 92 Ayat (1) huruf b Jo.
Pasal 17 Ayat (2) huruf a
Undang–Undang Nomor 18
Tahun 2013 tentang
Pencegahan dan
3 Putusan Pengadilan Negeri Palembang 1010/Pid.B/LH/2019/PN Plg.
Pemberantasan
Perusahakan Hutan;
3. Pasal 3 Undang–Undang
Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang;
Terdakwa BS tidak memiliki izin
dalam penanaman kelapa sawit
dan penggunaan alat berat di atas
lahan yang diakui sebagai milik
terdakwa. Sementara itu lahan
kebun yang diakui masuk dalam
kawasan hutan produksi dan
menurut peraturan berlaku, dalam
hutan produksi tidak
diperkenankan untuk ditanamani
dengan tanaman sawit dan
penggunaan alat berat tanpa izin.
Namun terdakwa BS mengakui
mempunyai izin dari Kepala Desa
dan Camat setempat terkait
dengan pembukaan lahan
perkebunan ini.
Tindak Pidana Asal
1. Pada tahun 2012 dari ZM
selaku Kepala Desa
menawarkan lahan yang
terletak di Desa Mendis Jaya,
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes 17
Provinsi Sumatera Selatan
seluas kurang lebih 500 hektar
dengan kompensasi uang
senilai Rp6,5 Miliar. Namun
terdakwa BS hanya melakukan
transaksi untuk lahan seluas
kurang lebih 200 hektar.
Kemudian terdakwa
menyerahkan uang
kompensasi senilai
Rp1.202.500.000 untuk
membuka lahan perkebunan
sawit sebanyak 3 tahapan
dengan rincian:
a. Tanggal 7 Maret 2012,
menyerahkan uang
melalui pihak lain kepada
ZM sebesar
Rp100.000.000;
b. Tanggal 2 April 2012, BS
menyerahkan uang
sebesar Rp700.000.000
kepada ZM;
c. Tanggal 9 April 2012, BS
menyerahkan uang
sebesar Rp402.500.000
kepada ZM;
2. Setelah penyerahan uang
pada tahap pertama, BS
kemudian membuat 52 lembar
Surat Pernyataan Usaha yakni
atas nama:
a. 5 lembar an BS
b. 2 lembar an TS
c. 5 lembar an HS
d. 5 lembar an FS
e. 5 lembar an LG
f. 5 lembar an YM
g. 5 lembar an BH
h. 5 lembar an OS
i. 5 lembar an DS
j. 5 lembar an LN
k. 5 lembar an MS
3. Surat Pernyataan Usaha
tersebut berisi keterangan
mempunyai usaha kebun di
Desa Mendis Jaya kemudian
surat tersebut didaftarkan di
Kantor Kepala Desa Mendis
Jaya pada tanggal 27 Maret
2012 dan Kantor Camat
Mendis Jaya pada tanggal 9
April 2012.
4. Surat Pernyataan Usaha
tersebut berisi keterangan
mempunyai usaha kebun di
Desa Mendis Jaya yang
kemudian surat tersebut
didaftarkan di Kantor Kepala
Desa Mendis Jaya pada
tanggal 27 Maret 2012 dan
Kantor Camat Bayung Lencir
pada tanggal 9 April 2012.
5. Mulai dari tahun 2012, BS
mulai melakukan kegiatan
perkebunan dengan cara
membibit kelapa sawit dengan
polybag dan menggunakan
lahan seluas 160 hektar.
Kemudian pada tahun 2016,
BS mulai memanen Tandan
Buah Segar (TBS) buah sawit
namun masih berupa pasir
(buah kecil). Hingga pada
tahun 2017, terdakwa mulai
memanen Tandan Buah Segar
(TBS) buah Sawit dengan cara
mendodos setiap 2 minggu
sekali dengan hasil panen
sebanyak 10 ribu kilogram
sampai 12 ribu kilogram.
6. Selain itu, pada Agustus 2016,
terdakwa juga membeli
excavator Hitachi ZX 110 MF
untuk memperbaiki jalan serta
membersihkan parit di lahan
perkebunan sawit tersebut.
7. Kemudian pada 28 Februari
2019, anggota Polisi
Kehutanan pada Balai
Pengamanan dan Penegakan
Hukum Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (BPPHLHK)
Wilayah Sumatera Selatan
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes 18
melakukan penangkapan
terhadap BS karena
berdasarkan hasil overlay
dalam peta Wilayah Sumatera
Selatan Kawasan Hutan dan
Konservasi Perairan Provinsi
Sumatera Selatan tentang
Kawasan Hutan dan
Konservasi Perairan Sumatera
Selatan, lahan perkebunan
sawit tersebut berada di dalam
Kawasan Hutan produksi
Lalan Desa Mendis Jaya
Provinsi Sumatera Selatan.
Terdakwa BS tidak memiliki
izin dari Menteri untuk
melakukan kegiatan
perkebunan di dalam kawasan
hutan tersebut.
8. Setelah diselidiki, ternyata
terdakwa BS menggunakan
lahan perkebunan kelapa
sawit yang perizinannya masih
atas nama PT. BPU. Lahan
tersebut sendiri termasuk
kawasan hutan produksi
namun izin untuk pengelolaan
atas nama PT. BPU telah
habis pada tahun 2017.
Selanjutnya, lahan yang telah
habis izinnya maka status
pengelolaannya menjadi
pengelolaan KPH (Kesatuan
Pengelolahan Hutan).
Sementara itu, dilarang untuk
membakar hutan,
memperjualbelikan hasil hutan
tanpa dokumen dan
mengangkut hasil hutan tanpa
izin di kawasan hutan yang
sudah menjadi pengelolaan
KPH.
9. Dalam kawasan hutan
produksi Lalan Mendis sendiri,
terdapat 5 perusahaan yang
memiliki izin pengelolaan,
salah satunya adalah PT.
BPU, LJM, CBS, BPP dan
GAL.
Tindak Pidana Pencucian Uang
10. Uang dari hasil kegiatan
perkebunan di dalam kawasan
hutan dinyatakan sebagai
uang tidak sah karena
berdasarkan hasil overlay
pada Peta Kawasan Hutan dan
Konservasi Perairan Provinsi
Sumatera Selatan, lahan
perkebunan sawit tersebut
berada di dalam Kawasan
Hutan Produksi Lalan Desa
Mendil Jaya di Provinsi
Sumatera Selatan. Sementara
itu, terdakwa BS tidak memiliki
izin dari Menteri terkait
penggunaan kawasan hutan
ini. Terdakwa sendiri
melakukan transaksi dengan
cara pembayaran uang tunai
(uang kartal) dengan cara
mentransfer melalui rekening
Bank XXX 105-00-00XXXX-X
atas nama BS antara lain
untuk:
a. Membeli racun rumput;
b. Membeli pupuk;
c. Membeli bibit sawit;
d. Membeli excavator yang
dibayar secara bertahap
sebanyak 3 kali dengan
jumlah total sebesar
Rp100.000.000 pada
Agustus 2016;
e. Membayar gaji pekerja;
f. Membayar angsuran
pembayaran rumah di
Provinsi Jambi sebesar
Rp197.005.0000 pada 21
September 2016;
g. Melakukan renovasi
rumah sebesar
Rp250.000.000 hingga
Rp300.000.000 pada
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes
19
rentang waktu akhir tahun
2016 hingga awal tahun
2017 di Provinsi DKI
Jakarta;
h. Melakukan biaya renovasi
rumah.
i. Penempatan Dana
sebesar Rp3.000.000.000
ke Koperasi Simpan
Pinjam.
Atas perbuatan tersebut, BS telah
dipindana penjara selama 5 tahun
penjara dan denda
Rp2.000.000.000 (Dua Miliar
Rupiah) dengan ketentuan
apabila denda tersebut tidak
dibayar diganti dengan kurungan
selama 4 (emam) bulan.
TIPOLOGI
Kategori
Jenis Tindak Pidana Kehutanan
Melakukan kegiatan perkebunan
tanpa izin Menteri di dalam kawasan
hutan;
Profil
Pensiunan BUMN
Pihak Lainnya
Kepala Desa
Perseroan Terbatas (PT)
Pihak Pelapor
Bank
Agen Properti
Perusahaan Kendaraan Bermotor
Koperasi Simpan Pinjam
Instrumen Transaksi
Cash atau Uang Tunai
Transfer
RTGS
Aset
Cash
Exavator
Hasil Perkebunan
4 Putusan Nomor 812/Pid.Sus/2019/PN Mks, 811/Pid.Sus/2019/PN Mks, 810/Pid.Sus/2019/PN Mks,
STUDI KASUS 24
Berdasarkan hasil operasi
Peredaran Hasil Hutan oleh tim
gabungan yang dilakukan oleh
KLHK, TNI Angkatan Laut,
Bareskrim Mabes Polri, Bea Cukai,
Kepala Pelabuhan telah melakukan
pengecekan dan pengamanan
sejumlah 199 kontainer bermuatan
kayu olahan yang diduga illegal.
Berdasarkan hasil pengecekan dan
pemeriksaan dokumen hanya
ditemukan 12 dokumen angkutan
berupa Surat Keterangan Sahnya
Hasil Hutan Kayu Olahan (SKSHH-
HO) sebanyak 57 kontainer miliki PT
MGM, 27 Kontainer milik PT EAJ
telah dilakukan penyitaan
dikarenakan diangkut dengan
menggunakan dokumen berupa
Nota Angkutan Kayu oleh
Perusahaan yang tidak sesuai
dengan peruntukannya. Hasil Kayu
Ilegal tersebut diangkut
menggunakan Kapal Motor Selat
Mas milik PT TEMAS di Pelabuhan
PT Terminal Teluk Lamong
Surabaya Jawa Timur. Estimasi nilai
kejahatan mencapai ratusan miliar
rupiah.
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes 20
Kasus ini telah di vonis oleh
Pengadilan Negeri Makassar
kepada 4 (empat) Direktur
Perusahaan yang terlibat dalam
mengangkut kayu illegal asal
wilayah Papua. Empat pihak Direktur
Perusahaan tersebut diantaranya
DT (Direktur CV EAJ), DG (Direktur
PT MGM), BA (Kuasa Direktur PT
HB) dan TS (Direktur PT RPF).
Selanjutnya untuk mendukung
penelusuran asset hasil kejahatan
tersebut, KLHK bekerjasama
dengan PPATK untuk melakukan
penelusuran asset.
Diketahui berdasarkan aliran dana
pada perusahaan PT MGM telah
menerima dana masuk dari luar
negeri (Hongkong) sejumlah Rp 5
Miliar serta beberapa transaksi
keuangan tunai mencapai miliar
rupiah. Selain itu transaksi keuangan
tunai yang diterima oleh DG selaku
Direktur PT MGM sejumlah lebih dari
Rp 13 Miliar. Selanjutnya, aliran
dana pada DT mayoritas berupa
transaksi penarikan tunai mencapai
Rp 2 Miliar. Pada aliran dana TS
diketahui adanya penempatan dana
pada polis asuransi untuk pribadi,
anak dan istri sejumlah lebih dari Rp
3 Miliar pada 5 perusahaan polis
asuransi.
TIPOLOGI
Kategori
Jenis Tindak Pidana Kehutanan
Mengangkut, menguasai, atau
memiliki hasil hutan kayu yang tidak
dilengkapi secara bersama dengan
surat keterangan sahnya hasil hutan
Profil
Pegawai Swasta (Direktur)
Wiraswasta
Pihak Lainnya
Perseroan Terbatas (PT)
Commanditaire Vennootschap (CV)
Pihak Pelapor
Bank
Perusahaan Asuransi
Instrumen Transaksi
Cash atau Uang Tunai
5 Putusan 34/Pid.Sus/LH/2019/PN Son
Kategori
Transfer
Aset
Cash atau Uang Tunai
Negara
Hongkong
STUDI KASUS 35
Bahwa HBS selaku Direktur CV ATI
yang bergerak di bidang usaha
perkayuan dari Ijin Pemanfaatan
Kayu (IPK), Ijin Usaha Industri Kayu
Primer (IUI-IPHHK) atau Kayu
Olahan dan Ijin Usaha Industri
Sekunder atau Molding serta Pemilik
perusahaan pada CV STI dengan
Direktur atas nama NCA, CV STI
bergerak di bidang usaha perkayuan
selama periode 2018 s.d. 2019 telah
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes 21
melakukan perbuatan dengan
sengaja menerima, membeli,
menjual, menerima tukar, menerima
titipan dan/atau memiliki hasil hutan
yang diketahui berasal dari
pembalakan liar, serta mengedarkan
kayu hasil pembalakan liar melalui
perairan berupa 285,175 M3 dan 35
kontainer kayu sekunder atau
moulding dari CV ATI serta 46
kontainer dari CV STI.
Diketahui bahwa dalam dokumen
Rencana Pemenuhan Bahan Baku
Industri Primer Hasil Hutan Kayu
(RPBBI) CV ATI dan CV STI memilki
rencana produksi tahun 2018
sebanyak 6.000m3 kayu per tahun.
Dalam kegiatan usaha kayu oleh
Industri Primair CV ATI dilakukan
dengan proses berikut:
a. Petugas teknis (ganis) Kayu
Bulat membuat Laporan Hasil
Produksi Penebangan Kayu
yang berasal dari IPK CV ATI
kemudian di input ke dalam
Sistem Informasi
Penatausahaan Hasil Hutan
(SIPUHH) Online.
b. Setelah itu menerbitkan E-
Billing terkait pembayaran
Penerimanaan Negara Bukan
Pajak (PNBP).
c. Kemudian Pengangkutan Kayu
Bulat diterbitkan barcode
dengan SKSHH-KB (Surat
Keterangan Sahnya Hasil Hutan
Kayu Bulat) selanjutnya kayu
bulat diangkut ke Industri Primer
CV ATI.
d. Selanjutnya dilakukan
pengolahan dan penggergajian
kayu bulat menjadi saw timber
dengan pembelahan kayu bulat
bernama Log Carry yang
bertujuan membelah kayu
sesuai dengan ukuran dan
kondisi kayu. Setelah itu
diterbitkan Surat Keterangan
Sahnya Hasil Hutan Kayu
Olahan (SKSHH-KO) oleh
Ganis melalui Sistem SIPUHH
Online.
e. Bahwa produk akhir dari Industri
Sekunder CV ATI yaitu berbagai
jenis moulding.
f. Bahwa prosedur pengiriman
kayu dengan menggunakan
kapal laut yang diawali oleh
HBS melalui surat permintaan
pemberitahuan rencana
pemuatan Kepada Kepala
Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Kabupaten
Sorong guna mendapatkan
rekomendasi untuk membawa
atau mengirim kayu industri
sekunder dengan melampirkan
surat penyataan tujuan
pengangkutan atau penjualan,
Daftar Kayu Olahan dan Asal-
Usul Kayu.
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes 22
g. Selanjutnya HBS memberikan
kuasa kepada pihak ekspedisi
yaitu Exspedisi Muatan Kapal
Laut (EMKL) PT Trans Papua
Indonesia (PT PTI) untuk
membuat Shipping Order
kepada jasa penyedia
pelayaran PT SPIL.
h. Kemudian EMKL mengajukan
permohonan Ijin Staving kepada
Pihak Kesyahbandaran dan
Otoritas Pelabuhan (KSOP)
dengan lampiran dokumen surat
pernyataan tujuan
pengangkutan atau penjualan,
daftar kayu olahan, asal usul
kayu.
Pada 29 Desember 2018 di
Pelabuhan Sorong dengan KM
Oriental Gold Voy Sorong-Surabaya
dilakukan proses muat atau
keberangkatan dan bongkar atau
kedatangan yang mengangkut 81
Kontainer. Selanjutnya dari 81
Kontainer tersebut disimpan secara
terpisah di Depo Teluk Bayur
sebanyak 21 Kontainer dan di Depo
JAFPA sebanyak 60 Kontainer.
Bahwa berdasarkan hasil
pengecekan terhadap dokumen
daftar muatan, diketahui bahwa
muatan 81 kontainer tersebut tertulis
kayu digergaji sedangkan dari
pengecekan pada dokumen
pengangkutan kayu berupa Nota
Angkutan Kayu Sekunder atau
Moulding. Dari 81 kontainer tersebut
diketahui bahwa 35 kontainer
bermuatan hasil hutan kayu jenis
merbau yang berasal dari hasil
pembalakan liar yang merupakan
kiriman dari CV ATI dengan
perusahaan penerima CV ATI-
Surabaya yang beralamat di sebuah
Apartemen di Kawasan Surabaya
dan PT Jasa Mulya Abadi Raya.
Berdasarkan pengecekan dokumen
pelaporan SKSHHK-KO Industri
Primer CV STI dan CV AI terdapat
ketimpangan antara laporan hasil
produksi dengan data pengiriman
kayu moulding jenis kayu merbau di
Kantor Kesahbandaran dan
Totaritas Pelabuhan (KSOP). Serta
adanya ketidaksesuaian terhadap
dokumen daftar muatan yang
menyebutkan barang berupa kayu
digergaji sedangkan pada dokumen
pengangkutan kayu berupa Nota
Angkutan Kayu Sekunder.
Diketahui bahwa HBS telah membeli
kayu pacakan jenis merbau hasil
tebangan masyarakat di Areal
Penggunaan Lain (APL)
Perkebunan Kelapa Sawit PT. IKS
tanpa dokumen legalitas kayu yang
sah berupa SKSHH.
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes 23
Berdasarkan Analisa transaksi pada
NCA selaku Direktur CV STI bahwa
mayoritas transaksi bersifat pass-by
dan mayoritas transaksi terindikasi
terkait dengan operasional
perusahaan, pembayaran
nota/invoice, transaksi luar negeri,
transaksi kepada para pihak
perorangan yang tidak memiliki
keterkaitan dengan bidang usaha
CV STI, istri, pihak perusahaan dan
transaksi lain terkait bisnis atau
usaha kayu atau pengiriman kayu.
Terdapat aliran dana masuk dari
pihak yang terindikasi tindak pidana
kehutanan di Papua pada tahun
2013. Terdapat beberapa transaksi
untuk pembelian Aset berupa 2 unit
Mobil. Diketahui dalam aplikasi
pembukaan rekening bahwa NCA
memiliki profil selaku pemilik CV
BKT yang bergerak di bidang usaha
importir wallpaper dan PT APM
namun berdasarkan fakta transaksi
menunjukan adanya kepemilikan
usaha lain terutama di bidang
perkayuan, bengkel dan batu alam.
Kemudian aliran dana ke luar negeri
pada beberapa pihak perseorangan
maupun perusahaan dengan tujuan
Hongkong dan China sejumlah Rp 3
Miliar.
Terdapat peranan NCA yang
terindikasi menjalankan operasional
CV STI dengan membentuk anak
perusahaan seperti CV ATI dan CV
SKM yang mayoritas transaksi
dilakukan menggunakan tunai,
transfer, dan penggunaan rekening
valas serta erdapat sejumlah aliran
dana masuk dari negara Hongkong.
TIPOLOGI
Kategori
Jenis Tindak Pidana Kehutanan
Menerima, membeli, menjual,
menerima tukar, menerima titipan,
dan/atau memiliki hasil hutan kayu
diketahui berasal dari pembalakan
liar
Mengedarkan kayu hasil pembalakan
liar melalui darat, perairan atau udara
Profil
Wiraswasta
Pihak Lainnya
Perseroan Terbatas (PT)
Commanditaire Vennootschap (CV)
Pihak Pelapor
Bank
Perusahaan Kendaraan Bermotor
Instrumen Transaksi
Cash atau Uang Tunai
Transfer
Rekening Valas
Aset
Cash
Negara
China
Hongkong
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes 24
STUDI KASUS 46
Tim Operasi Represif “Jaga Bumi”
yang terdiri dari Balai Penegak
Hukum KLHK Wilayah Sumatera,
TNI AD, Dinas Kehutanan Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung, BPKH
Wilayah XIII Pangkalpinang telah
mengamankan 3 unit alat berat/
ekskavator yang digunakan untuk
kegiatan pertambangan timah di
kawasan jutan produksi Sungailiat
Mapur selusar 3,8 Ha serta 2 orang
yaitu AK bertindak sebagai operator
alat berat dan HS selaku kuasa
lapangan yang memiliki profil
pekerjaan sebagai wiraswasta pada
CV TJ yang bergerak di bidang
timah.
HS telah terbukti melanggar
kegiatan penambangan di dalam
kawasan hutan tanpa izin Menteri
dan telah ditetapkan oleh
Pengadilan Negeri Sungailiat
dengan hukuman penjara selama 3
tahun dan denda sejumlah Rp1,5
Miliar subside 1 bulan.7
Selanjutnya atas pengembangan
kasus yang dilakukan oleh HS,
Penyidik KLHK telah menetapkan
tersangka pada AN yang menerima
modal timah illegal di Kawasan
Hutan Produksi Sungailiat, Mapur,
Kabupaten Bangka dari HT.
6 Putusan 34/Pid.Sus/LH/2019/PN Son
Berdasarkan hasil penelusuran
transaksi selama periode 2006 s,d,
2018 mencapai triliunan rupiah pada
beberapa akun rekening bank milik
AN dan HT (pengusaha di bidang
perkebunan) yang diduga hasil
tindak pidana. Diketahui bahwa
pada form aplikasi pembukaan
rekening AN memiliki profil
pekerjaan sebagai pengusaha
tanaman atau pupuk pemilik toko
GZ. Berdasarkan pola transaksi
diketahui bahwa adanya perbedaan
pola hubungan usaha dengan profil
para pihak yang melakukan
transaksi, diantaranya bidang usaha
otomotif, kosmetik, kontraktor, ibu
rumah tangga, toko emas dan pihak
lainnya. Adapun mayoritas dana
masuk pada akun rekening AN dan
HT bersumber dari setoran tunai,
transfer, RTGS dan internet banking
dari beberapa perusahaan dan pihak
perorangan yang bergerak di bidang
industri pertambangan timah
diantaranya PT BT (bergerak di
bidang peleburan bijih timah atau
smalter), PT BKT (perdagangan
barang dan jasa), PT PTU (bergerak
di bidang peleburan bijih timah), PT
PMP, PT MGM, PT SMS, PT APNJ,
PT MSP (perusahaan tambang di
wilayah Balikpapan), PT ISP
(perusahaan tambang), PT HKU
7 Putusan 579/Pid/Sus-LH/2018/PN Sgl
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes 25
(perusahaan tambang di wilayah
Balikpapan), PT HEKU (perusahaan
sewa alat berat di wilayah
Balikpapan).
Pada beberapa transaksi terdapat
underlying transaction mengenai
pembelian atau pembayaran
“excavator PC 200”, pembayaran
penjualan hasil tambang atau pasir
timah” serta perusahaan
pembiayaan.
Diketahui pada transkasi AN dan HT
terdapat pembelian asset berupa
kendaraan, properti, asuransi,
pembayaran kartu kredit dan
penggabungan dengan hasil usaha
yang legal agar seolah-olah
bersumber dari hasil transaksi
usaha. Selanjutnya, terdapat
transaksi yang signifikan lainnya
kepada para pihak yang memiliki
profil sebagai Anggota Aparat
Penegak Hukum, Pegawai Dinas
Pendapatan Pengelolaan dan Aset
Pemda dan Anggota Legislatif
sehingga berpotensi terjadinya
conflict of interest.
TIPOLOGI
Kategori
Jenis Tindak Pidana Kehutanan
Melakukan kegiatan penambangan di
dalam kawasan hutan tanpa izin
Menteri
Profil
Kategori
Wiraswasta
Pihak Lainnya
Anggota Legislatif
Aparat Penegak Hum
Karyawan Swasta
Pegawai Negeri Sipil
Pedagang
Commanditaire Vennootschap (CV)
Perseroan Terbatas (PT)
Pihak Pelapor
Bank
Perusahaan Kendaraan Bermotor
Perusahaan Asuransi
Perusahaan atau Agen Properti
Perusahaan Pembiayaan
Instrumen Transaksi
Cash atau Uang Tunai
Transfer
RTGS
Internet Banking
Pemindahbukuan
Kartu Kredit
Aset
Cash atau Uang Tunai
Kendaraan Bermotor
Polis Asuransi
Properti
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes 26
PENILAIAN RISIKO
BERDASARKAN PROFIL
PELAKU KEJAHATAN
Berdasarkan jenis profil pelaku kejahatan,
diketahui bahwa Pengusaha, PEP (Pejabat
Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif), Non
Perorangan-PT dan PD/UD memiliki risiko
tinggi terhadap pencucian uang hasil tindak
pidana kehutanan. Hal tersebut
dikarenakan tingginya ancaman yang
diperoleh dari banyaknya jumlah kasus
yang melibatkan profil tersebut. Disamping
itu, dalam penanganan kasus yang
melibatkan profil tersebut, terutama pada
profil pengusaha dan non perorangan-PT
sering kali mendapatkan upaya
perlawanan, dalam bentuk pra pradilan.
Kategori Tingkat
Risiko
Perseorangan
Pegawai Swasta
Pengusaha
PNS
Pedagang
Ibu Rumah Tangga
Pelajar
PEP (Politically
Exposed Person)
Pegawai
BI/BUMN/BUMD
Profesional
Kategori Tingkat
Risiko
TNI/Polri
Pengajar
Petani/Nelayan
Pegawai Bank
Buruh
Pengurus Parpol
Pengurus Yayasan
Pemuka Agama
Pengurus Lembaga
Swadaya Msyarakat
atau Ormas/NPO
Pengrajin
Pegawai Pedagang
Valuta Asing
Badan Usaha atau Korporasi
Perseroan Terbatas
(PT)
Koperasi
Commanditaire
Vennootschap (CV)
Perusahaan Dagang
(PD) atau Usaha
Dagang (UD)
Firma
Yayasan
Perkumpulan
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes 27
STUDI KASUS 58
Bahwa terdakwa PD. Industri
Penggergajian Kayu RC bergerak
di bidang perindustrian kayu dan
penggergajian kayu yang
berkedudukan di Desa Merang
Kecamatan Bayung Lencir
Kabupaten Musi Banyuasin,
Sumatera Selatan. Diketahui
bahwa MPM selaku
Direktur/Pemimpin PD. Industri
Penggergajian Kayu RC telah
memberikan hibah PD. Industri
Penggergajian Kayu RC dari MPM
kepada MO.
Bahwa telah dilakukan hibah PD.
Industri Penggergajian Kayu RC
dari MO kepada RPK berdasarkan
Surat Hibah PD. Industri
Penggergajian Kayu RC tanggal 5
Januari 2017 dan Berdasarkan Akte
Nomor: 31 tanggal 27 April 2017
tentang Hibah PD. Industri
Penggergajian Kayu RC
berkedudukan di Desa Merang
Kecamatan Bayung Lencir
Kabupaten Musi Banyuasin.
Bahwa terdakwa PD. Industri
Penggergajian Kayu RC telah
melakukan pembelian hasil hutan
kayu berupa kayu log jenis
Manggeris, Kempas, Rengas,
Punak, Meranti dan Kelompok Kayu
Rimba Campuran (KKRC) dari
masyarakat yang telah melakukan
penebangan secara tidak sah di
wilayah Hutan Produksi Lalan
Mendis.
Bahwa pada hari Kamis tanggal 6
April 2017, Polisi Kehutanan
melakukan penelusuran asal usul
8 Putusan Pengadilan 150/Pid.B/LH/2018/PN Plg dan 151/Pid.B/LH/2018/PN Plg
kayu yang ada di sawmill terdakwa
PD. Industri Penggergajian Kayu
RC tersebut melalui aliran Sungai
Merang menuju ke hulu Sungai
Merang hingga masuk dalam KPHP
Lalan, lalu ditemukan tunggul-
tunggul kayu di Hutan Desa Merang
yang masuk ke dalam wilayah
KPHP Lalan, tunggul-tunggul kayu
tersebut adalah jenis pohon Puna,
Meranti, Balam, Kempas/Manggris,
Jelutung, Durian dan Banitan
dengan diameter rata rata 40
(empat puluh) centimeter sampai
dengn 60 (enam puluh) centimeter
dan tempat ditemukannya tunggul-
tunggul kayu dari jenis pohon
Punak, Meranti, Balam,
Kempas/Manggris, Jelutung,
Durian dan Banitan tersebut
merupakan kawasan hutan.
Berdasarkan titik koordinat yang
diambil masuk ke dalam wilayah
Hutan Produksi Lalan (Hutan Desa
Merang). Bahwa setelah
melakukan pembelian kayu log
tersebut, kemudian ditampung di
lokasi sawmill terdakwa PD. Industri
Penggergajian Kayu RC untuk
diubah menjadi kayu olahan
berbentuk kepingan.
Bahwa setelah kayu diolah di
sawmill terdakwa PD. Industri
Penggergajian Kayu RC kemudian
dijual kepada pemesan baik
perorangan maupun dari
perusahaan kayu yang melakukan
pembelian dan sistem yang
dilakukan terdakwa PD. Industri
Penggergajian Kayu RC dalam
penjualan maupun pengiriman
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes 28
dilakukan dengan cara pembayaran
ke rekening pemilik terdakwa PD.
Industri Penggergajian Kayu RC
dan pengiriman kayu dapat diambil
sendiri oleh pembeli atau bisa
dikirim oleh terdakwa PD. Industri
Penggergajian Kayu RC dengan
menggunakan truk.
Bahwa dalam kegiatannya,
terdakwa PD. Industri
Penggergajian Kayu RC
mempekerjakan 15 (lima belas)
orang dengan gaji bervariasi yaitu
sebesar Rp 2.000.000,- (dua juta
rupiah) sampai dengan Rp
3.000.000,- (tiga juta rupiah) per
orang dan setiap penjualan kayu
terdakwa PD. Industri
Penggergajian Kayu RC
mendapatkan keuntungan sebesar
Rp 100.000.000,- (seratus juta
rupiah) per bulan dan setelah
dipotong dengan gaji karyawan,
keuntungan yang diterima
perusahaan adalah sebesar antara
Rp 15.000.000,- (lima belas juta
rupiah) sampai dengan Rp
20.000.000,- (dua puluh juta
rupiah).
Bahwa terdakwa PD. Industri
Penggergajian Kayu RC
mendapatkan pemesanan kayu
olahan dari DPT. TS yang
berdomisili di Tulang Bawang
Lampung dan oleh PD. Industri
Penggergajian Kayu RC dilakukan
pengiriman dengan menggunakan
1 (satu) unit mobil truck tronton.
Bahwa setelah dilakukan pemuatan
kayu olahan ke dalam mobil truk
tronton, kemudian mobil dikendarai
oleh ARD (belum diketahui
keberadaannya) dengan tujuan ke
DPT. TS yang berdomisili di Tulang
Bawang Lampung.
Bahwa ARD melakukan
pengangkutan kayu olahan tersebut
dengan dokumen angkut kayu
berupa Nota Angkutan Kayu
Olahan Hutan Hak Industri Primer
Hasil Hutan Nomor: A.000073.
RC.NAKOHH.MB.2017 yang
menerangkan bahwa kayu yang
diangkut adalah Kelompok Kayu
Rimba Campuran (KKRC) yang
ditandatangani oleh MA (belum
diketahui keberadaannya) sebagai
penerbit dokumen/pemilik kayu,
Pengirim PD. Industri
Penggergajian Kayu RC dan
Penerima DPT. TS yang beralamat
di Tulang Bawang Lampung
dengan melampirkan dokumen
Daftar Kayu Olahan (DKO).
Bahwa pada saat dalam perjalanan
dilakukan pemeriksaan oleh Polisi
Kehutanan pada Balai
Pengamanan dan Penegakan
Hukum Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (BPPHLHK) Wilayah
Sumatera Seksi Wilayah III karena
ditemukan muatan kayu yang
diangkut oleh ARD tidak
bersesuaian dengan muatan, yang
seharusnya muatan jenis kayu
Meranti dan Rengas menggunakan
sipuh online berupa Surat
Keterangan Sahnya Hasil Hutan
Kayu (SKSHHK) dan sebagaimana
diatur dalam Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Republik Indonesia Nomor:
P.85/MENLHK/SETJEN/KUM.1/11/
2016 tentang Pengangkutan Hasil
Hutan Kayu Budidaya yang berasal
dari Hutan Hak, seharusnya dalam
dokumen Nota Angkutan
disebutkan asal kayu berupa bukti
kepemilikan yang diakui oleh Badan
Pertanahan Nasional (BPN) dan
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes 29
terdapat Nomor Bukti Kepemilikan
dengan jenis kayu adalah jati,
mahoni, nyawai, gemelina, lamtoro,
kaliandra, akasia, kemiri, durian,
cempedak, dadap, duku, jambu,
jengkol, kelapa, kecapi, kenari,
mangga, manggis, melinjo, nangka,
rambutan, randu, sawit, sawo,
sukun, trembesi, waru, karet, jabon,
sengon dan petai.
Bahwa kemudian ARD dan barang
bukti dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut di Kantor Balai Pengamanan
dan Penegakan Hukum Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (BPPHLHK)
Wilayah Sumatera Seksi Wilayah
III.
Bahwa selanjutnya perbuatan
korporasi PD. Industri
Penggergajian Kayu RC telah
terbukti bersalah dan dijatuhkan
pidana terhadap PD. Industri
Penggergajian Kayu RC dengan
pidana denda sebesar Rp
5.000.000.000,- (lima milyar rupiah)
dengan ketentuan apabila denda
tersebut tidak dibayar dalam jangka
waktu 1 (satu) bulan sejak putusan
ini berkekuatan hukum tetap maka
harta benda Korporasi dapat disita
oleh Jaksa dan dilelang untuk
membayar denda. Selanjutnya bagi
pemilik PD. Industri Penggergajian
Kayu RC yaitu RPK telah dijatuhkan
pidana dengan pidana penjara
selama 2 (dua) tahun dan 6
(enam) bulan dan denda sebesar
Rp 500.000.000,- (lima ratus juta
rupiah) dimana apabila denda
tersebut tidak mampu dibayar oleh
Terdakwa diganti dengan pidana
berupa 4 (empat) bulan kurungan.
TIPOLOGI
Kategori
Jenis Tindak Pidana Kehutanan
Korporasi yang membeli,
memasarkan dan/atau mengolah
hasil hutan kayu yang berasal dari
kawasan hutan yang diambil atau
dipungut secara tidak sah
Orang perseorangan yang membeli,
memasarkan dan/atau mengolah
hasil hutan kayu yang berasal dari
kawasan hutan yang diambil atau
dipungut secara tidak sah
Profil
Wiraswasta
Pihak Lainnya
Perusahaan Dagang (PD)
Pihak Pelapor
Bank
Instrumen Transaksi
Cash atau Uang Tunai
Transfer
Aset
Cash atau Uang Tunai
PENILAIAN RISIKO
BERDASARKAN WILAYAH
Berdasarkan sebaran wilayah terjadinya
pencucian uang hasil tindak pidana
kehutanan diketahui bahwa Papua, Riau,
Papua Barat, Kalimantan Barat,
Kalimantan Tengah, Jambi dan Sumatera
Selatan termasuk dalam kategori wilayah
risiko tinggi.
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes 30
Kategori Tingkat
Risiko
Bali
Bangka Belitung
Banten
Bengkulu
DI. Yogyakarta
DKI Jakarta
Gorontalo
Jambi
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Timur
Kalimantan Utara
Kep. Riau
Lampung
Maluku
Maluku Utara
Nanggroe Aceh
Darussalam
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Papua
Kategori Tingkat
Risiko
Papua Barat
Riau
Sulawesi Barat
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Utara
Sumatera Barat
Sumatera Selatan
Sumatera Utara
Berdasarkan hasil penilaian risko
menunjukan bahwa kegiatan
mengedarkan kayu hasil pembalakan liar
melalui darat, perairan atau udara
merupakan jenis kejahatan di bidang
kehutanan yang memiliki risiko tinggi.
Dalam hal tersebut, Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai memiliki kewenangan untuk
melakukan penyidikan dan penindakan
Sumber Daya Alam (SDA). Selama periode
2017 s.d. 2019, telah dilakukan sebanyak
Penyidikan SDA pada komoditi kayu
sebanyak 9 Kasus dan 37 Penindakan
terhadap Illegal Logging yang terjadi
sebanyak 26 Penindakan di Laut dan 1
Penindakan di Darat. Berdasarkan data
intelijen diketahui bahwa negara tujuan
ekspor tersebar ke beberapa negara
diantaranya Malaysia, Singapura, China
dan Maldive.
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes 31
COUNTRY EXPERIENCES
Berikut ini berbagai upaya penguatan yang
telah dilakukan oleh Kepolisian Negara
Republik Indonesia dan Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan
bersama Stakeholders lainnya terhadap
aspek yang menjadi kerentanan pihak
penegak hukum dalam memberantas
tindak pidana pencucian uang hasil tindak
pidana kehutanan:
Pada tahun 2019 Kepolisian Negara
Republik Indonesia bersama
Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan telah memperbaharui
Nota Kesepahaman mengenai
Bantuan Pengamanan dan
Penegakan Hukum dalam
Penyelenggaraan Kegiatan
Lingkungan Hidup dan Kehutanan
selama periode 2019 s.d. 2024.
Pada tahun 2018, telah dilakukan
Nota Kesepahaman antara KLHK
dengan Kementerian Dalam Negeri
mengenai Pemanfaatan Nomor Induk
Kependudukan dan Data
Kependudukan.
Pada tahun 2018, Direktorat Jenderal
Penegakan Hukum KLHK telah
membentuk Tim Satuan Tugas
Rencana Aksi Penyelamatan Sumber
Daya Alam di Papua.
Pada tahun 2018, telah dilakukan
Nota Kesepahaman antara KLHK
dengan Komisi Yudisial RI dalam
rangka penyelesaian pengaduan
yang disampaikan oleh KLHK
mengenai dugaan pelanggaran yang
dilakukan oleh Hakim dalam proses
memeriksa, mengadili, dan menutus
perkara lingkungan hidup dan
kehutanan.
Pengenaan dasar hukum dan
otoritas Penyidik KLHK mencakup 7
Undang-Undang, diantaranya UU No
5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya, UU 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan, UU No.18 Tahun
2008 tentang Pengelolaan Sampah,
UU No.32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, UU No.18 Tahun
2013 tentang Perlindungan dan
Pemberantasan Perusakan Hutan,
UU No.37 Tahun 2014 tentang
Konservasi Tanah dan Air, UU No. 8
Tahun 2010 tetang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang.
Pada tahun 2018, KLHK Bersama
dengan Kepolisian, Kejaksaan
Agung, PPATK dan OJK
berkomitmen terhadap penegakan
hukum multidoor, dimana tuntutan
Bersama diajukan untuk pelanggaran
dua atau lebih produk hukum,
diantaranya UU Korupsi, UU
Pencucian Uang, UU Konservasi, UU
Kehutanan, UU Perkebunan, UU
Pertambangan. Hal ini dilakukan
untuk memperkuat efek jera dalam
penegakan hukum kehutanan
Indonesia.
Selama periode 2015 s.d. 2018 telah
melakukan Kegiatan Operasi
Pengamanan dan Pemulihan Hasil
Hutan yang dilaksanakan oleh Polisi
Hutan (Pohut), Satuan Polisi Hutan
Reaksi Cepat (SPORC) bekerjasama
dengan Pemerintah Daerah, Tentara
Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian
Negara Republik Indonesia yang
menargetkan operasi 3 (tiga) jenis
kegiatan illegal: perambahan
kawasan hutan, peredaran illegal
tumbuhan dan satwa liar yang
dilindungi, dan pembalakan liar.
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes 32
Selama periode 2015 s.d. 2018
terdapat sejumlah 241 operasi
pembalakan liar (illegal logging). Tim
operasi gabungan peredaran hasil
hutan telah efektif dilaksanakan di
beberapa Provinsi, diantaranya Jawa
Timur, Sulawesi Selatan, Maluku,
Papua dan Papua Barat.
Selama periode 2015 s.d. Oktober
2018 telah dikenakan 523 sanksi
administratif, mulai dari pencabutan
ijin, pembekuan ijin, paksaan
pemerintah, teguran tertulis, surat
peringatan. 9
Selama periode 2015-2018 terdapat
sejumlah 426 pengawasan ijin di
sektor kehutanan. 10 Serta telah
menerbitkan Peraturan Menteri
KLHK Nomor: P.46/Menlhk-
Setjen/2015 tentang pedoman audit
terhadap pemegang Ijin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dan
Ijin Pemanfaatan Kayu menyebutkan
(1) Pemegang IUPHHK-HA (Ijin
Usaha Pemanfataan Hasil Hutan
Kayu dalam Hutan Alam) dikenakan
sanksi denda administrasi sebesar
10 kali PSDH (Provisi Sumber Daya
Hutan) apabila melakukan
pelanggaran.
Pada tahun 2017, Ditjen Gakkum
KLHK telah membentuk dan
membangun Intelligence Center
untuk meningkatkan kapasitas SDM,
jejaring kerja, penerapan sains dan
teknologi forensik serta artificial
intelligence-IT.
Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (KLHK) telah melakukan
berbagai penguatan SDM, melalui
Pelaksanaan Bimbingan Teknis
PPNS Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (LHK), Pelaksanaan In-
House Training Psikologi Forensik,
Membentuk Tim Analisis Foreksik,
9 Status Hutan dan Kehutanan 2018, Hal. 41.
Membentuk Penyidik PNS Baru di
Lingkungan KLHK sebanyak 90
orang, Melakukan Penguatan
Kewenangan PPNS LHK dengan
pengurusan SKEP PPNS.
Tim Ditjen Gakkum KLHK telah
menyusun Buku Saku tentang
“Memahami Pola Pencucian Uang
Dalam Penyidikan Pidana
Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Pada tahun 2017, telah dilakukan
Nota Kesepahaman antara KLHK
dengan Dirjen Administrasi Hukum
Umum dalam rangka pelayanan
pemberian hak akses di bidang
perdata melalui sistem Administrasi
Hukum Umum Online.
Pada tahun 2017, KLHK telah
dilakukan Nota Kesepahaman antara
KLHK dengan Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional
dalam rangka mendukung
pemantauan hotspot, gangguan dan
ancaman terhadap lingkungan hidup
dan kehutanan.
Pada tahun 2016, telah dilakukan
Nota Kesepahaman antara KLHK
dengan Kepolisian Negara Republik
Indonesia tentang Penyelenggaraan
Pendidikan dan Pelatihan
Peningkatan Kapasitas Sumber Daya
Manusia.
Pada tahun 2016, Pemerintah telah
melakukan penyempurnaan
peraturan Sistem Verifikasi Legalitas
Kayu (SVLK) melalui PermenLHK
Nomor 30 Tahun 2016 dan Perdirjen
Nomor 14 Tahun 2016.
10 Statistik Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2018. Hal 384.
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes 33
INDIKATOR ATAU REDFLAG TRANSAKSI
KEUANGAN MENCURIGAKAN INDIKASI
TINDAK PIDANA KEHUTANAN
Indikator Transaksi Keuangan
Mencurigakan yang berindikasi tindak
pidana pencucian uang hasil kehutanan ini
diperoleh berdasarkan data-data transaksi
keuangan mencurigakan, Hasil Analisis
atau Pemeriksaan PPATK, serta Putusan
Pengadilan yang telah memiliki kekuatan
hukum tetap. Berikut ini hasil indikator
transaksi keuangan mencurigakan:
a. Terdapat transaksi yang dilakukan
dengan para pihak terduga dan/atau
terpidana melakukan aktifitas tindak
pidana kehutanan;
b. Pengajuan fasilitas pembiayaan
dengan menjaminkan lahan hutan
lindung di wilayah yang tidak memiliki
izin penggunaan kawasan;
c. Adanya instruksi transaksi yang tidak
wajar pada berita transaksi.
d. Transaksi tampak tidak sesuai atau
tidak konsisten dengan aktivitas atau
kegiatan bisnis pengguna jasa;
e. Penggunaan rekening pribadi atau
perseorangan untuk menampung hasil
kegiatan usaha;
f. Adanya transaksi dari rekening
pengurus atau perusahaan di bidang
kehutanan kepada pihak PEP (Pejabat
Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif),
g. Adanya setoran dan/atau penarikan
uang tunai yang dipecah-pecah
dengan nominal tertentu dan dilakukan
berkali-kali dalam sehari (structuring).
h. Transaksi yang dilakukan secara tunai
dalam jumlah besar diluar kebiasan
pengguna jasa.
i. Identitas profil pekerjaan pengguna
jasa saat pembukaan rekening tidak
sesuai dengan jabatan dan pekerjaan
saat ini.
j. Pola transaksi bersifat pass-by dengan
menggunakan metode MCM Inhouse
Transfer atau transfer yang dilakukan
secara mandiri oleh pengguna jasa.
k. Adanya pemanfaatan rekening lainnya
sebagai rekening penampungan.
l. Adanya penggunaan rekening pribadi
untuk melakukan aktivitas usaha yang
mengatasnamakan beberapa
perusahaan (Beneficiary Ownership).
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes 34
STRATEGI MITIGASI RISIKO TINDAK PIDANA
PENCUCIAN UANG HASIL TINDAK PIDANA
KEHUTANAN
TANTANGAN PENANGANAN
PERKARA PENCUCIAN UANG
HASIL TINDAK PIDANA
KEHUTANAN
Dalam penanganan perkara pencucian
uang hasil tindak pidana kehutanan, Pihak
Aparat Penegak Hukum memiliki beberapa
tantangan yang dihadapi, diantaranya
sebagai berikut:
• Banyaknya pihak pelaku kejahatan
yang terlibat dan memiliki akses politik
yang kuat.
• Terbatasnya waktu penyidik selama 90
hari dalam menyelesaikan dan
menyampaikan berkas perkara
perusakan hutan hingga ke aktor
intelektual.
• Adanya upaya hukum yang kuat
dilakukan oleh pelaku kejahatan,
• Masih terdapat kesulitan dalam
melakukan pembekuan asset seperti
akun rekening yang diindikasikan
sebagai penampungan hasil tindak
pidana di bidang kehutanan.
• Adanya trend atau fenomena pada hasil
putusan perkara di bidang kehutanan
yang memberikan hukuman denda yang
sangat besar namun opsi subsider yang
diberikan cukup ringan.
Hal ini belum sejalan dengan upaya
untuk mengoptimalkan pengembalian
kerugian negara maupun kerusakan
lingkungan.
STRATEGI MITIGASI RISIKO
TINDAK PIDANA PENCUCIAN
UANG HASIL TINDAK PIDANA
KEHUTANAN
A. BIDANG PENCEGAHAN
• Penyelerasan aturan–aturan yang
berkaitan dengan Tindak Pidana
Kehutanan yang berpotensi
menghasilkan Tindak Pidana
Pencucian Uang.
• Pemberian pedoman bagi sektor
industri terkait dengan indikator
transaksi keuangan mencurigakan
yang berindikasi Tindak Pidana
Pencucian Uang Hasil Tindak Pidana
Kehutanan.
• Sosialisasi dan edukasi program Anti
Pencucian Uang kepada masyarakat
di sekitar kawasan hutan yang berisiko
tinggi.
• Sosialisasi dan edukasi program Anti
Pencucian Uang kepada stakeholder
(Pihak Pelapor dan Aparat Penegak
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes 35
Hukum) di wilayah yang berisiko tinggi
terjadinya Tindak Pidana Kehutanan.
• Pihak Pelapor diharapkan dapat lebih
aware terhadap identifikasi dan
verikasi perizinan terhadap korporasi
yang bergerak di bidang kehutanan.
• Penyediaan akses data dan informasi
bagi publik mengenai Rencana Kerja
Usaha (RKU), Rencana Kerja
Tahunan (RKT) dan Ijin Pemanfaatan
Kayu (IPK) untuk membangun jaringan
pemantauan dari hulu sampai hilir.
B. BIDANG PEMBERANTASAN
• Peningkatan kapasitas aparat yang
berkaitan dengan penegakkan hukum
tindak pidana pencucian uang hasil
tindak pidana kehutanan.
• Optimalisasi kerjasama antara
Kepolisian Negara Republik
Indonesia, Kejaksaan Agung dan
Penyidikan tindak pidana kehutanan
termasuk penanganan tindak pidana
pencucian uang.
• Meningkatkan informasi antara
Kepolisian Negara Republik
Indonesia, Kejaksaan Agung dan
Penyidikan tindak pidana kehutanan
dengan PPATK dan Bea Cukai dalam
rangka pengungkapan tindak pidana
pencucian uang hasil tindak pidana
kehutanan.
• Meningkatkan alokasi sumber daya
berbasis risiko tindak pidana
kehutanan pada Penyidik Polri dan
Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan.
• Penegakan hukum yang konsisten dan
menyasar aktor intelektual sehingga
dapat memberikan efek jera bagi
pelaku dan menjadi bagian upaya
pencegahan bagi calon pelaku.
• Pemberian kewenangan penyidikan
penanganan perkara pencucian uang
bagi Penyidik Tindak Pidana
Kehutanan, dalam hal ini PPNS
Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
C. BIDANG KERJASAMA
• Melakukan koordinasi terkait dengan
penangan perkara sebelum
diterbitkannya Surat Pemberitahuan
Dimulainya Penyidikan (SPDP) antara
penyidik, penuntut dan PPATK untuk
menegakkan hukum tindak pidana
pencucian uang hasil tindak pidana di
bidang kehutanan
• Melakukan kolaborasi kerjasama
melalui program joint investigasi,
multidoor dan training antara penyidik,
penuntut dan PPATK untuk
menegakkan hukum tindak pidana
pencucian uang hasil tindak pidana
bidang kehutanan
• Mengoptimalkan pertukaran informasi
antara penegak hukum, regulator,
PPATK, Bea dan Cukai dan
counterpart lainnya yang relevan di
luar negeri.
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes 36
LAMPIRAN 1
METODOLOGI PENELITIAN
Risk Factors dalam Penilaian Risiko Sektoral Tindak Pidana Pencucian Uang
Hasil Tindak Pidana Kehutanan
Catatan: Dalam proses penilaian risiko, pihak Kejaksaan Agung dan Hakim terlibat saat
kegiatan Working Group Discussion untuk memberikan expert judgement yang dilaksanakan
pada tanggal 21 – 23 Oktober 2019 di Pusdiklat PPATK.
ANCAMAN
Ancaman Riil:
•Jumlah LTKM dengan Indikasi TP Kehutanan
•Jumlah Hasil Intelijen Keuangan PPATK indikasi TP Kehutanan
•Jumlah Penyidikan Indikasi TP Kehutanan dan Pencucian Uang
•Jumlah Penuntutan TP Kehutanan dan Pencucian Uang
•Jumlah Putusan Pengadilan Indikasi TP Kehutanan dan Pencucian Uang
Ancaman Potensial:
•Self - Assessment PPATK, POLRI & KLHK, Kejaksaan Agung dan Hakim
KERENTANAN
Self Assessment:
•Tingkat Kesulitan dalam Analisis Transaksi Keuangan Indikasi TP Kehutanan
•Tingkat Kesulitan dalam Penyidikan Indikasi Indikasi TP Kehutanan dan Pencucian Uang
•Tingkat Kesulitan dalam Penyidikan Indikasi TP Kehutanan dan Pencucian Uang.
•Tingkat Kesulitan dalam Penuntutan Indikasi TP Kehutanan dan Pencucian Uang.
•Tingkat Kesulitan dalam Pemeriksaan Perkara Indikasi TP Kehutanan dan Pencucian Uang.
DAMPAK
Dampak Riil:
•Nilai Nominal LTKM Indikasi TP Kehutanan dan Pencucian Uang
•Nilai Nominal Hasil Intelijen Keuangan Indikasi TP Kehutanan dan Pencucian Uang
•Nilai Nominal Penyidikan Indikasi TP Kehutanan dan Pencucian Uang.
•Nilai Nominal Penuntutan Indikasi TP Kehutanan dan Pencucian Uang
•Nilai Nominal Putusan Perkara Indikasi TP Kehutanan dan Pencucian Uang
Dampak Potensial:
•Self - Assessment PPATK, POLRI & KLHK, Kejaksaan Agung dan Hakim.
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes 37
LAMPIRAN 2
MATRIKS PENILAIAN RISIKO SEKTORAL TINDAK PIDANA
PENCUCIAN UANG HASIL TINDAK PIDANA KEHUTANAN
Delik Kejahatan Kehutanan (UU No. 18 Tahun
2013)
Uraian Delik Pidana Kehutaan
An
ca
ma
n
Ke
ren
tan
an
Ke
nc
en
de
run
ga
n
Da
mp
ak
Nil
ai
Ris
iko
Tin
gk
at
Ris
iko
Ka
teg
ori
Ris
iko
Pasal 12 A Melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan hutan
3,00 3,50 6,50 5,50 35,75 3,12 Rendah
Pasal 12 B Melakukan penebangan pohon dalam kawasan tanpa memilki izin yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang
3,77 3,50 7,27 5,50 40,00 3,82 Rendah
Pasal 12 C Melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan secara tidak sah
3,39 3,50 6,89 5,50 37,87 3,47 Rendah
Pasal 12 D Memuat, membongkar, mengeluarkan, mengangkut, menguasai, dan/atau memiliki hasil penebangan di kawasan hutan tanpa izin
4,60 3,50 8,10 5,50 44,54 4,57 Rendah
Pasal 12 E Mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi secara bersama surat keterangan sahnya hasil hutan
6,50 4,50 11,00 6,50 71,50 9,00 Tinggi
Pasal 12 F Membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong, atau membelah phon di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang
3,65 4,00 7,65 6,00 45,89 4,79 Rendah
Pasal 12 G Membawa alat-alat dan/atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang
3,59 4,00 7,59 6,00 45,53 4,73 Rendah
Pasal 12 H Memanfaatkan hasil hutan kayu yang diduga berasal dari hasil pembalakan liar
3,77 4,50 8,27 6,50 53,74 6,08 Menengah
Pasal 12 I Mengedarkan kayu hasil pembalakan liar melalui darat, perairan atau udara
4,15 5,50 9,65 7,00 67,54 8,35 Tinggi
Pasal 12 J Menyelundupkan kayu yang berasal dari atau masuk ke wilayah NKRI melalui sungai, darat, laut, atau udara
4,50 3,50 8,00 5,00 40,00 3,82 Rendah
Pasal 12 K Menerima, membeli, menjual, menerima tukar, menerima titipan, dan/atau memiliki hasil hutan kayu
3,68 5,50 9,18 7,00 64,25 7,81 Tinggi
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes 38
Delik Kejahatan Kehutanan (UU No. 18 Tahun
2013)
Uraian Delik Pidana Kehutaan
An
ca
ma
n
Ke
ren
tan
an
Ke
nc
en
de
run
ga
n
Da
mp
ak
Nil
ai
Ris
iko
Tin
gk
at
Ris
iko
Ka
teg
ori
Ris
iko
diketahui berasal dari pembalakan liar
Pasal 12 L Membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil hutan kayu yang berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah
3,50 4,00 7,50 5,50 41,25 4,03 Rendah
Pasal 12 M Menerima, menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, dan/atau memiliki hasil hutan kayu yang berasal dari jawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah
3,59 4,00 7,59 5,50 41,74 4,11 Rendah
Pasal 14 A Memalsukan surat keterangan sahnya hasil hutan kayu; dan/atau
3,59 4,50 8,09 6,50 52,58 5,89 Menengah
Pasal 14 B Menggunakan surat keterangan sahnya hasil hutan kayu yang palsu
3,56 4,50 8,06 6,50 52,39 5,86 Menengah
Pasal 15 Setiap orang dilarang melakukan penyalahgunaan dokumen angkutan hasil hutan kayu yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang
5,50 3,50 9,00 5,50 49,50 5,38 Menengah
Pasal 16 Setiap orang yang melakukan pengangkutan kayu hasil hutan wajib memiliki dokumen yang merupakan surat keterangan sahnya hasil hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
5,59 3,50 9,09 6,00 54,53 6,21 Menengah
Pasal 17 Ayat 1 A Membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lain yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk melakukan kegiatan penambangan dan/atau mengangkut hasil tambang di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri;
3,53 4,50 8,03 6,00 48,18 5,17 Menengah
Pasal 17 Ayat 1 B Melakukan kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri;
4,56 4,50 9,06 7,50 67,95 8,42 Tinggi
Pasal 17 Ayat 1 C Mengangkut dan/atau menerima titipan hasil tambang yang berasal dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin;
3,50 3,50 7,00 5,00 35,00 3,00 Rendah
Pasal 17 Ayat 1 D Menjual, menguasai, memiliki, dan/atau menyimpan hasil tambang yang berasal dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin; dan/atau
3,50 3,50 7,00 5,00 35,00 3,00 Rendah
Pasal 17 Ayat 1 E Membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil tambang dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin.
3,50 3,50 7,00 5,00 35,00 3,00 Rendah
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes 39
Delik Kejahatan Kehutanan (UU No. 18 Tahun
2013)
Uraian Delik Pidana Kehutaan
An
ca
ma
n
Ke
ren
tan
an
Ke
nc
en
de
run
ga
n
Da
mp
ak
Nil
ai
Ris
iko
Tin
gk
at
Ris
iko
Ka
teg
ori
Ris
iko
Pasal 17 Ayat 2 A Membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk melakukan kegiatan perkebunan dan/atau mengangkut hasil kebun di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri;
3,50 3,50 7,00 5,00 35,00 3,00 Rendah
Pasal 17 Ayat 2 B Melakukan kegiatan perkebunan tanpa izin Menteri di dalam kawasan hutan;
5,00 4,50 9,50 7,50 71,25 8,96 Tinggi
Pasal 17 Ayat 2 C Mengangkut dan/atau menerima titipan hasil perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin
3,50 3,50 7,00 5,00 35,00 3,00 Rendah
Pasal 17 Ayat 2 D Menjual, menguasai, memiliki, dan/atau menyimpan hasil perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin; dan/atau
3,50 3,50 7,00 5,00 35,00 3,00 Rendah
Pasal 17 Ayat 2 E Membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil kebun dari perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin.
3,50 3,50 7,00 5,00 35,00 3,00 Rendah
Pasal 19 A menyuruh, mengorganisasi, atau menggerakkan pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah;
3,53 3,50 7,03 5,00 35,15 3,02 Rendah
Pasal 19 B ikut serta melakukan atau membantu terjadinya pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah;
3,50 3,50 7,00 5,00 35,00 3,00 Rendah
Pasal 19 C melakukan permufakatan jahat untuk melakukan pembalakan liar dan/ atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah;
3,50 3,50 7,00 5,00 35,00 3,00 Rendah
Pasal 19 D mendanai pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah secara langsung atau tidak langsung
3,50 3,50 7,00 5,00 35,00 3,00 Rendah
Pasal 19 E menggunakan dana yang diduga berasal dari hasil pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah;
3,50 3,50 7,00 5,00 35,00 3,00 Rendah
Pasal 19 F mengubah status kayu hasil pembalakan liar dan/ atau hasil penggunaan kawasan hutan secara tidak sah, seolah-olah menjadi kayu yang sah, atau hasil penggunaan kawasan hutan yang sah untuk dijual kepada pihak ketiga, baik di dalam maupun di luar negeri
3,65 5,00 8,65 6,50 56,22 6,49 Menengah
Pasal 19 G memanfaatkan kayu hasil pembalakan liar dengan mengubah bentuk, ukuran, termasuk pemanfaatan limbahnya
3,50 3,50 7,00 5,00 35,00 3,00 Rendah
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes 40
Delik Kejahatan Kehutanan (UU No. 18 Tahun
2013)
Uraian Delik Pidana Kehutaan
An
ca
ma
n
Ke
ren
tan
an
Ke
nc
en
de
run
ga
n
Da
mp
ak
Nil
ai
Ris
iko
Tin
gk
at
Ris
iko
Ka
teg
ori
Ris
iko
Pasal 19 H menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, dan/atau menukarkan uang atau surat berharga lainnya serta harta kekayaan lainnya yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil pembalakan liar dan/atau hasil penggunaan kawasan hutan secara tidak sah; dan/atau
3,50 3,50 7,00 5,00 35,00 3,00 Rendah
Pasal 19 I menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta yang diketahui atau patut diduga berasal dari hasil pembalakan liar dan/atau hasil penggunaan kawasan hutan secara tidak sah sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.
3,50 3,50 7,00 5,00 35,00 3,00 Rendah
Profil Pelaku
An
ca
ma
n
Kere
nta
na
n
Ken
ce
nd
eru
ng
an
Dam
pa
k
Nil
ai
Ris
iko
Tin
gk
at
Ris
iko
Kate
go
ri R
isik
o
PERORANGAN-Peg. Swasta 6 6 12 6 72,00 6,56 Menengah
PERORANGAN-Pengusaha 8 5,5 13,5 8 108,00 9,00 Tinggi
PERORANGAN-PNS 3 3,5 6,5 3 19,50 3,00 Rendah
PERORANGAN-Pedagang 5 3,5 8,5 5 42,50 4,56 Rendah
PERORANGAN-Ibu Rumah Tangga 3 3,5 6,5 3 19,50 3,00 Rendah
PERORANGAN-Pelajar 3 3,5 6,5 3 19,50 3,00 Rendah
PERORANGAN-PEPs (Pejabat Eksekutif, Legislatif, Yudikatif)
7,5 4,5 12 7 84,00 7,37 Tinggi
PERORANGAN-Peg. BI/BUMN/D 3 3,5 6,5 3 19,50 3,00 Rendah
PERORANGAN-Profesional 3 3,5 6,5 3 19,50 3,00 Rendah
PERORANGAN-TNI/Polri 4 4 8 4 32,00 3,85 Rendah
PERORANGAN-Pengajar 3 3,5 6,5 3 19,50 3,00 Rendah
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes 41
Profil Pelaku
An
ca
ma
n
Ke
ren
tan
an
Ke
nc
en
de
run
ga
n
Da
mp
ak
Nil
ai
Ris
iko
Tin
gk
at
Ris
iko
Ka
teg
ori
Ris
iko
PERORANGAN-Petani/Nelayan 3 3,5 6,5 3 19,50 3,00 Rendah
PERORANGAN-Peg. Bank 3 3,5 6,5 3 19,50 3,00 Rendah
PERORANGAN-Buruh 3 3,5 6,5 3 19,50 3,00 Rendah
PERORANGAN-Pengurus Parpol 3 3,5 6,5 3 19,50 3,00 Rendah
PERORANGAN-Pengurus Yayasan 3 3,5 6,5 3 19,50 3,00 Rendah
PERORANGAN-Pemuka Agama 3 3,5 6,5 3 19,50 3,00 Rendah
PERORANGAN-Pengurus LSM 3 3,5 6,5 3 19,50 3,00 Rendah
PERORANGAN-Pengrajin 3 3,5 6,5 3 19,50 3,00 Rendah
PERORANGAN-Peg. PVA 3 3,5 6,5 3 19,50 3,00 Rendah
PERORANGAN-Lain-Lain 3 3,5 6,5 3 19,50 3,00 Rendah
NONPERORANGAN-PT 6,5 6,5 13 6,5 84,50 7,41 Tinggi
NONPERORANGAN-Koperasi 4,5 4 8,5 4,5 38,25 4,27 Rendah
NONPERORANGAN-CV 6,5 5 11,5 6,5 74,75 6,75 Menengah
NONPERORANGAN-PD/UD 6,5 6,5 13 6,5 84,50 7,41 Tinggi
NONPERORANGAN-Firma 3 3,5 6,5 3 19,50 3,00 Rendah
NONPERORANGAN-Yayasan 3 3,5 6,5 3 19,50 3,00 Rendah
NONPERORANGAN-Perkumpulan 3 3,5 6,5 3 19,50 3,00 Rendah
NONPERORANGAN-Ormas Tidak Berbadan Hukum
3 3,5 6,5 3 19,50 3,00 Rendah
Wilayah
An
ca
ma
n
Kere
nta
na
n
Ken
ce
nd
eru
ng
an
Dam
pa
k
Nila
i R
isik
o
Tin
gk
at
Ris
iko
Kate
go
ri R
isik
o
BALI 3,00 4 7,00 3 21 3,21 Rendah
BANGKA BELITUNG 3,17 4 7,17 3 21,51428571 3,25 Rendah
BANTEN 5,78 4 9,78 7 68,46666667 6,56 Menengah
BENGKULU 3,00 4 7,00 3 21 3,21 Rendah
D.I. YOGYAKARTA 3,00 4 7,00 3 21 3,21 Rendah
DKI JAKARTA 4,33 4 8,33 6 50 5,25 Menengah
GORONTALO 3,34 4 7,34 3 22,02857143 3,28 Rendah
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes 42
Wilayah
An
ca
ma
n
Ke
ren
tan
an
Ke
nc
en
de
run
ga
n
Da
mp
ak
Nil
ai
Ris
iko
Tin
gk
at
Ris
iko
Ka
teg
ori
Ris
iko
JAMBI 6,71 5 11,71 7 82 7,51 Tinggi
JAWA BARAT 4,33 4 8,33 5 41,66666667 4,67 Rendah
JAWA TENGAH 4,00 4 8,00 5 40 4,55 Rendah
JAWA TIMUR 5,40 4 9,40 6 56,4 5,71 Menengah
KALIMANTAN BARAT 7,67 5 12,67 7 88,66666667 7,98 Tinggi
KALIMANTAN SELATAN 4,00 5 9,00 5 45 4,90 Rendah
KALIMANTAN TENGAH 6,80 5 11,80 7 82,6 7,55 Tinggi
KALIMANTAN TIMUR 6,93 4 10,93 6,5 71,06666667 6,74 Menengah
KALIMANTAN UTARA 4,50 4 8,50 6 51 5,32 Menengah
KEPULAUAN RIAU 3,09 3 6,09 3 18,25714286 3,02 Rendah
LAMPUNG 4,71 3 7,71 3 23,14285714 3,36 Rendah
MALUKU 3,34 3 6,34 3 19,02857143 3,07 Rendah
MALUKU UTARA 3,67 3 6,67 4 26,68571429 3,61 Rendah
NANGGROE ACEH DARUSSALAM 3,00 3 6,00 3 18 3,00 Rendah
NUSA TENGGARA BARAT 3,69 3 6,69 3 20,05714286 3,14 Rendah
NUSA TENGGARA TIMUR 3,60 3 6,60 3 19,8 3,13 Rendah
PAPUA 5,90 7 12,90 8 103,1619048 9,00 Tinggi
PAPUA BARAT 6,12 7 13,12 7 91,86666667 8,20 Tinggi
RIAU 6,70 7 13,70 7 95,86666667 8,49 Tinggi
SULAWESI BARAT 3,17 3 6,17 3 18,51428571 3,04 Rendah
SULAWESI SELATAN 5,37 3 8,37 4,5 37,67142857 4,39 Rendah
SULAWESI TENGAH 4,03 3 7,03 3 21,08571429 3,22 Rendah
SULAWESI TENGGARA 4,73 3 7,73 5 38,66666667 4,46 Rendah
SULAWESI UTARA 3,51 3 6,51 3 19,54285714 3,11 Rendah
SUMATERA BARAT 4,43 4 8,43 5 42,14285714 4,70 Rendah
SUMATERA SELATAN 5,73 5 10,73 7 75,13333333 7,03 Tinggi
SUMATERA UTARA 5,07 4 9,07 5,5 49,86666667 5,25 Menengah
Sectoral Risk Assessment on Forestry Crimes 43
top related