role play.doc
Post on 09-Feb-2016
1.514 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai perawat kita akan temui tindakan-tindakan yang akan menguji
keterampilan serta kecakapan dalam melakukan tindakan, apakah itu di Rumah
Sakit, Puskesmas, Klinik dan tempat kesahatan yang lainnya. Dari tindakan tersebut
kita dituntut untuk profesional agar semua tindakan yang kita lakukan tidak
merugikan & berdampak buruk pada klien. Agar semua tidak terjadi maka kita wajib
mengetahui prosedeur-prosedurnya.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk untuk mengetahui,
mempelajari dan memahami prosedur-prosedur tindakan yang akan kita lakukan di
tempa-tempat kesehatan.
1.3 Rumusan masalah
Materi yang akan dipelajari pada makalah ini adalah :
1. Pemeriksaan fisik
2. Pemberian obat oral
3. Pemberian obar intramoskulel
4. Pemberian obat intravena
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang kami harapkan dari pembahasan makalah ini adalah bagi penulis dan
pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang prosedur pemberian obat
dengan intravena. Kami juga berharap bahwa makalah ini dapat dijadikan sebagai
ilmu penunjang untuk mahasiswa.
1
BAB II
PEMBAHASAN
PRINSIP DAN METODE PEMERIKSAAN FISIK
A. Pengertian Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik adalah suatu teknik pengumpulan data. Dalam keperawatan digunakan untuk mendapatkan data objektif dari riwayat keperawatan klien. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan bersamaan dengan wawancara. Fokus pengkajian fisik keperawatan adalah pada kemampuan fungsional klien. Tujuan dari pemeriksaan fisik dalam keperawatan adalah untuk menentukan status kesehatan klien, mengidentifikasi masalah klien dan mengambil data dasar untuk menentukan rencana tindakan keperawatan.
B. Ada 4 teknik dalam pemeriksaan fisik yaitu :
1. Inspeksi Adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh yang diperiksa melalui pengamatan. Cahaya yang adekuat diperlukan agar perawat dapat membedakan warna, bentuk dan kebersihan tubuh klien. Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh, warna, bentuk, posisi, simetris. Dan perlu dibandingkan hasil normal dan abnormal bagian tubuh satu dengan bagian tubuh lainnya. Contoh : mata kuning (ikterus), terdapat struma di leher, kulit kebiruan (sianosis), dan lain-lain.
2. PalpasiPalpasi adalah suatu teknik yang menggunakan indera peraba. Tangan dan jari-jari adalah instrumen yang sensitif digunakan untuk mengumpulkan data, misalnya tentang : temperatur, turgor, bentuk, kelembaban, vibrasi, ukuran.Langkah-langkah yang perlu diperhatikan selama palpasi :· Ciptakan lingkungan yang nyaman dan santai.· Tangan perawat harus dalam keadaan hangat dan kering· Kuku jari perawat harus dipotong pendek.· Semua bagian yang nyeri dipalpasi paling akhir.Misalnya : adanya tumor, oedema, krepitasi (patah tulang), dan lain-lain.
Gambar 4 1 Area tangan yang digunakan untuk palpasi.‐
2
Gambar 4-2 Teknik palpasi (A) Ringan (B) Dalam3. Perkusi Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh tertentu untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri kanan) dengan tujuan menghasilkan suara.Perkusi bertujuan untuk mengidentifikasi lokasi, ukuran, bentuk dan konsistensi jaringan. Perawat menggunakan kedua tangannya sebagai alat untuk menghasilkan suara.Adapun suara-suara yang dijumpai pada perkusi adalah :Sonor : suara perkusi jaringan yang normal.Redup : suara perkusi jaringan yang lebih padat, misalnya di daerah paru-paru pada pneumonia.Pekak : suara perkusi jaringan yang padat seperti pada perkusi daerah jantung, perkusi daerah hepar.Hipersonor/timpani : suara perkusi pada daerah yang lebih berongga kosong, misalnya daerah caverna paru, pada klien asthma kronik.
Gambar 4 3 Perkusi jari tak langsung.‐
Gambar 4 4. Perkusi kepalan tangan. (A) Perkusi tak langsung pada daerah ‐costovertebral(CVA). (B) Perkusi langsung pada CVA.
4. AuskultasiAdalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.Suara tidak normal yang dapat diauskultasi pada nafas adalah :Rales : suara yang dihasilkan dari eksudat lengket saat saluran-saluran halus pernafasan
3
mengembang pada inspirasi (rales halus, sedang, kasar). Misalnya pada klien pneumonia, TBC.Ronchi : nada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat inspirasi maupun saat ekspirasi. Ciri khas ronchi adalah akan hilang bila klien batuk. Misalnya pada edema paru.Wheezing : bunyi yang terdengar “ngiii….k”. bisa dijumpai pada fase inspirasi maupun ekspirasi. Misalnya pada bronchitis akut, asma.Pleura Friction Rub ; bunyi yang terdengar “kering” seperti suara gosokan amplas pada kayu. Misalnya pada klien dengan peradangan pleura.C. Peralatan-perelatan dalam pemeriksaan fisik :
Gambar 4 5 Peralatan yang digunakan selama‐ pemeriksaan fisik:
D. Pendekatan pengkajian fisik dapat menggunakan :
1. Head to toe (kepala ke kaki)Pendekatan ini dilakukan mulai dari kepala dan secara berurutan sampai ke kaki. Mulai dari : keadaan umum, tanda-tanda vital, kepala, wajah, mata, telinga, hidung, mulut dan tenggorokan, leher, dada, paru, jantung, abdomen, ginjal, punggung, genetalia, rectum, ektremitas.
2. ROS (Review of System / sistem tubuh) Pengkajian yang dilakukan mencakup seluruh sistem tubuh, yaitu : keadaan umum, tanda vital, sistem pernafasan, sistem kardiovaskuler, sistem persyarafan, sistem perkemihan, sistem pencernaan, sistem muskuloskeletal dan integumen, sistem reproduksi. Informasi yang didapat membantu perawat untuk menentukan sistem tubuh mana yang perlu mendapat perhatian khusus.
3. Pola fungsi kesehatan Gordon, 1982Perawat mengumpulkan data secara sistematis dengan mengevaluasi pola fungsi kesehatan dan memfokuskan pengkajian fisik pada masalah khusus meliputi : persepsi kesehatan-penatalaksanaan kesehatan, nutrisi-pola metabolisme, pola eliminasi, pola tidur-istirahat, kognitif-pola perseptual, peran-pola berhubungan, aktifitas-pola latihan, seksualitas-pola reproduksi, koping-pola toleransi stress, nilai-pola keyakinan.
4. DOENGOES (1993)
4
Mencakup : aktivitas / istirahat, sirkulasi, integritas ego, eliminasi, makanan dan cairan, hygiene, neurosensori, nyeri / ketidaknyamanan, pernafasan, keamanan, seksualitas, interaksi sosial, penyuluhan / pembelajaran.
ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TYPOID
A. Tinjauan Teoritis Demam Typoid
1. Pengertian“ Demam typoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna dengan gejala demam lebih dari tujuh hari, gangguan pada saluran cerna dan gangguan kesadaran“. (Mansjoer, 2000: 432).
“ Demam typoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakteremia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi nodus peyer di distal ileum. Disebabkan salmonella thypi, ditandai adanya demam 7 hari atau lebih, gejala saluran pencernaan dan gangguan kesadaran”. (Soegijanto, 2002: 1).
“Demam typoid adalah penyakit infeksi bakteri hebat yang di awali di selaput lendir usus, dan jika tidak di obati secara progresif akan menyerbu jaringan di seluruh tubuh”. (Tambayong, 2000: 143).
“Demam typoid adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh infeksi salmonella typhi”. ( Ovedoff, 2002: 514).
2. Etiologi Menurut Lewis, Et al (2000: 192) “Penyakit demam typoid disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella typhi”.
Sedangkan menurut Arif Mansjoer, dkk (1999: 421) etiologi dari demam typoid adalah Salmonella typhi, sedangkan demam paratipoid disebabkan oleh organisme yang termasuk dalam spesies salmonella enteretidis bioseratife para typhi B, salmonella enteretidis bioseratife C. Kuman-kuman ini lebih dikenal dengan nama salmonella paratyphi A, salmonella schottmueller dan salmonella hirscfeldii.
Menurut Ruth F, Craven dan Constance J, Hirni (2002: 1011) tentang penyebab dari demam typoid adalah bakteri Salmonella typhi.
3. PatofisiologiKuman salmonella thypi masuk bersama makanan/ minuman setelah berada di dalam usus halus mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus (terutama plak peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan keradangan dan nekrosis setempat kuman lewat pembuluh darah limfe masuk ke darah (bakterimia primer) menuju organ retikuloendotelial system (RES) terutama hati dan limfa. Di tempat ini kuman difagosit oleh sel-sel fagosit RES dan kuman yang tidak difagosit berkembang biak. Pada akhir masa inkubasi 5-9 hari kuman kembali masuk ke darah menyebar keseluruh tubuh (bakteremia sekunder) dan sebagian kuman masuk ke organ tubuh terutama limpa, kandung empedu yang selanjutnya kuman tersebut di keluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga usus dan menyebabkan reinfeksi di usus.
5
Dalam masa bakteremia ini kuman mengeluarkan endotoksin yang susunan kimia nya sama dengan somatik antigen (lipopolisakarida), yang semula diduga bertanggung jawab terhadap terjadinya gejala-gejala dari demam typoid. (Suriadi, 2001: 281).
Demam typoid disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya yang merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang. Selanjut zat pirogen yang beredar di darah mempengaruhi pusat termoregulasi di hipotalamus yang mengakibatkan timbulnya gejala demam.
4. Tanda dan GejalaMenurut Ruth F Craven dan constance J, Hirnie (2002: 1011) tanda dan gejala demam typoid adalah sakit kepala, panas, sakit perut, diare dan muntah.
Gejala-gejala yang timbul bervariasi. Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya, yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan peningkatan suhu badan.
Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relatif, lidah typoid (kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan kesadaran berupa samnolen koma, sedangkan reseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia. (Mansjoer, 1999: 422).
Menurut Ngastiyah (2005: 237), demam typoid pada anak biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, kemudian menyusul gejala klinis yang biasanya ditemukan, yaitu:
a. DemamPada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.b. Gangguan Pada Saluran PencernaanPada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai nyeri dan peradangan.c. Gangguan KesadaranUmumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat mendapatkan pengobatan). Gejala lain yang juga dapat ditemukan, pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseol, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit, yang ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan pula trakikardi dan epistaksis.d. RelapsRelaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam typoid, akan tetapi berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak
6
dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti.
5. Komplikasi Menurut Ngastiyah (2005: 241), komplikasi pada demam typoid dapat terjadi pada usus halus, umumnya jarang terjadi bila terjadi sering fatal diantaranya adalah:
a. Perdarahan Usus, bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat disertai perasaan nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.b. Perforasi Usus, timbul biasanya pada minggu ke-3 atau setelah itu dan terjadi pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara dirongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara hati dan diafragma. Pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.c. Peritonitis, biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus halus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang (defense musculair) dan nyeri tekan.
Komplikasi di usus halus, terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakterimia) yaitu meningitis, kolesistitis, ensefalopati dan lain-lain, terjadi karena infeksi sekunder yaitu Bronkopneumonia. Dehidrasi dan asidosis dapat timbul akibat masukan makanan yang kurang dan respirasi akibat suhu tubuh yang tinggi.
6. Pemeriksaan Penunjang Menurut David Ovedoff (2002: 514), pemeriksaan khusus yang diperiksa adalah:a. Jumlah leukosit (biasanya terdapat leukopenia).b. Selama minggu pertama, biakan darah positif pada 90% penderita.c. Biakan tinja menjadi positif pada minggu kedua dan ketiga.d. Biakan sum-sum tulang sering berguna bila biakan darah negatif.e. Titer agglutinin (tes widal terhadap antigen somatic (O) dan flagel (A) meningkat selama minggu ketiga, positif semua dan kadang-kadang negatif semua bisa mungkin terjadi pada tes widal).
Menurut Arif Mansjoer, dkk (1999: 421), biakan darah positif memastikan demam typoid, tetapi biakan darah negatif tidak menyingkirkan demam typoid. Peningkatan uji titer widal empat lipat selama 2-3 minggu memastikan diagnosis demam typoid.
Menurut Rachmat Juwono (1999: 436) bahwa pemeriksaan Laboratorium melalui:1. Pemeriksaan leukositPemeriksaan leukosit ini tidaklah sering dijumpai, karena itu pemeriksaan jumlah leukosit ini tidak berguna untuk diagnosis demam typoid.2. Pemeriksaan SGOT dan SGPTSGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi kembali ke normal setelah sembuhnya demam typoid. Kenaikan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan pembatasan pengobatan.3. Biakan darahBiakan darah positif memastikan demam typoid, tetapi biakan darah negatif tidak menyingkirkan demam typoid.4. Uji widalUji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella typhi terdapat dalam serum pasien demam typoid, juga pada orang yang pernah ketularan salmonella typhi dan juga para orang yang pernah divaksinasi terhadap
7
demam typoid.
Dari pemeriksaan widal, titer antibodi terhadap antigen O yang bernilai > 1/200 atau peningkatan > 4 kali antara masa akut dan konvalensens mengarah kepada demam typoid, meskipun dapat terjadi positif maupun negatif palsu akibat adanya reaksi silang antara spesies salmonella. Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan kuman salmonella typhi pada biakan empedu yang diambil dari darah klien. (Mansjoer, 2000: 433).
Akibat infeksi oleh kuman salmonella typhi pasien membuat antibodi (aglutinin), yaitu:a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen (berasal dari tubuh kuman).b. Aglutinin H, berasal dari rangsangan antigen H (berasal dari flagella kuman).c. Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosis, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typoid.
Faktor-faktor yang mempengaruhi uji widal Faktor yang berhubungan dengan klien:
a. Keadaan umum: gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah klien sakit satu minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.b. Penyakit-penyakit tertentu: ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam typoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut.c. Pengobatan dini dengan antibiotika: pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.d. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid: obat-obat tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial.e. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa: seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.f. Infeksi klien dengan klinis/ subklinis oleh salmonella sebelumnya: keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah.g. Reaksi anamnesa: keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typoid pada seseorang yang pernah tertular salmonella dimasa lalu.
7. Penatalaksanaan Medis Menurut Copstead, et al (2000: 170) “Pilihan pengobatan mengatasi kuman Salmonella typhi yaitu ceftriaxone, ciprofloxacin, dan ofloxacin. Sedangkan alternatif lain yaitu trimetroprin, sulfametoksazol, ampicilin dan cloramphenicol”.
“Pengobatan demam typoid terdiri atas 3 bagian, yaitu:1. PerawatanPasien demam typoid perlu dirawat di Rumah Sakit untuk isolasi, observasi dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah perdarahan usus. Mobilisasi pasien dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
8
2. DietDi masa lampau, pasien demam typoid diberi bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring tersebut dimaksudkan untuk menghindari komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus, karena ada pendapat bahwa usus perlu di istirahatkan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan selai kasar) dapat diberikan dengan aman pada pasien demam typoid.
3. ObatObat-obatan antimikroba yang sering dipergunakan, ialah:
a. Kloramfenikol, dosis hari pertama 4 kali 250 mg, hari kedua 4 kali 500 mg, diberikan selama demam dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam, kemudian dosis diturunkan menjadi 4 kali 250 mg selama 5 hari kemudian.b. TiamfenikolDosis dan efektifitas tiamfenikol pada demam typoid sama dengan kloramfenikol. Komplikasi hematologis pada penggunaan tiamfenikol lebih jarang dari pada kloramfenikol. Dengan tiamfenikol demam pada demam typoid turun setelah rata-rata 5-6 hari.c. Ampicilin dan Amoxilin, efektifitas keduanya lebih kecil dibandingkan dengan kloramfenikol. Indikasi mutlak penggunaannya adalah klien demam typoid dengan leukopenia. Dosis 75-150 mg/kg berat badan, digunakan sampai 7 hari bebas demam.d. Kontrimoksazol (kombinasi trimetroprin dan sulfametaksazol), efektifitas nya kurang lebih sama dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa 2 kali 2 tablet sehari digunakan sampai 7 hari bebas demam turun setelah 5-6 hari.e. Sepalosporin generasi ketiga, beberapa uji klinis menunjukkan bahwa sepalosporin generasi ketiga antara lain sefoperazon, cefriaxone, cefotaxim efektif untuk demam typoid.f. FluorokinolonFluorokinolon efektif untuk demam typoid, tetapi dosis dan lama pemberian yang optimal belum diketahui dengan pasti.
Selain dengan pemberian antibiotik, penderita demam typoid juga diberikan obat-obat simtomatik antara lain:
a. Antipiretika tidak perlu diberikan secara rutin setiap klien demam typoid karena tidak berguna.b. KortikosteroidKlien yang toksit dapat diberikan kortikosteroid oral atau parenteral dalam pengobatan selama 5 hari. Hasilnya biasanya sangat memuaskan, kesadaran klien menjadi baik, suhu badan cepat turun sampai normal, tetapi kortikosteroid tidak boleh diberikan tanpa indikasi, karena dapat menyebabkan perdarahan intestinal dan relaps”. (Sjaifoellah, 1996: 440).
8. Prognosis“Prognosis demam typoid tergantung dari umur, keadaan umum, derajat kekebalan tubuh, jumlah dan virulensi salmonella, serta cepat dan tepatnya pengobatan. Angka kematian pada anak-anak 2,6% dan pada orang dewasa 7,4% rata-rata 5,7 %”. (Sjaifoellah, 1996: 441).
Sedangkan menurut Ngastiyah (2005: 236), umunya prognosis demam typoid pada anak baik, asal pasien cepat berobat. Mortalitas pada pasien yang dirawat adalah 6%. Prognosis menjadi tidak baik bila terdapat gambaran klinis yang berat seperti:a. Demam tinggi (hiperpireksia) atau febris continue.b. Kesadaran sangat menurun (supor, koma atau delirium).
9
c. Terdapat komplikasi yang berat misalnya dehidrasi dan asidosis perforasi.
B. Tinjauan Teoritis Keperawatan Demam Typoid
1. Pengkajian Keperawatan Menurut Doenges (1999: 476-485) adalah:
a. Aktivitas dan Istirahat. Gejala: Kelemahan, kelelahan, malaise, merasa gelisah dan ansietas, pembatasan aktivitas/ kerja sehubungan dengan proses penyakit.b. SirkulasiTanda: Takikardi (respon demam, proses inflamasi dan nyeri), bradikardi relatif, hipotensi termasuk postural, kulit/membran mukosa turgor buruk, kering, lidah kotor.c. Integritas EgoGejala: Ansietas, gelisah, emosi, kesal misal perasaan tidak berdaya/ tidak ada harapan.Tanda: Menolak, perhatian menyempit.d. EliminasiGejala: Diare/konstipasi.Tanda: Menurunnya bising usus/tak ada peristaltik meningkat pada konstipasi/adanya peristaltik.e. Makanan/cairanGejala: Anoreksia, mual dan muntah.Tanda: Menurunnya lemak subkutan, kelemahan, tonus otot dan turgor kulit buruk, membran mukosa pucat.f. HygieneTanda: Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri, bau badan.g. Nyeri/ kenyamananGejala: Hepatomegali, Spenomegali, nyeri epigastrium.Tanda: Nyeri tekan pada hipokondilium kanan atau epigastrium.h. Keamanan Gejala: Peningkatan suhu tubuh 38C-40C, penglihatan kabur, gangguan mental delirium/ psikosis.i. Interaksi Sosial Gejala: Menurunnya hubungan dengan orang lain, berhubungan dengan kondisi yang di alami.j. Penyuluhan/ PembelajaranGejala: Riwayat keluarga berpenyakit inflamasi usus.
2. Diagnosis Keperawatan Diagnosis Keperawatan yang muncul menurut NANDA (2001-2002) yaitu:
a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella typhi.b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keharusan istirahat ditempat tidur/ tirah baring.c. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pemasukan yang kurang, mual, muntah/pengeluaran yang berlebihan, diare, panas tubuh.d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake kurang akibat mual, muntah, anoreksia atau output yang berlebihan akibat diare.e. Diare berhubungan dengan peradangan pada dinding usus halus.f. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada usus halus.g. Kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit, kebutuhan pengobatan dan prognosis berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat.
3. Perencanaan Keperawatan
10
a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella typhi.
Intervensi:1) Monitor suhu tubuh minimal tiap 2 jam.Rasional: Mengetahui perubahan suhu, suhu 38,9-41,1C menunjukkan proses inflamasi.2) Jelaskan upaya untuk mengatasi hipertermi dan bantu klien/ keluarga dalam melaksanakan upaya tersebut, seperti: dengan memberikan kompres dingin pada daerah frontal, lipat paha dan aksila, selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh, tingkatkan intake cairan dengan perbanyak minum.Rasional: Membantu mengurangi demam.3) Observasi tanda-tanda vital (Tekanan darah, Suhu, Nadi dan Respirasi) setiap 2-3 jam.Rasional: Tanda-tanda vital dapat memberikan gambaran keadaan umum klien.4) Monitor penurunan tingkat kesadaran.Rasional: Menentukan intervensi selanjutnya untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.6) Anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien.Rasional: Untuk mempercepat proses penyembuhan.5) Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian obat antipiretik dan antibiotik.Rasional: Obat antiperitik untuk menurunkan panas dan antibiotik mengobati infeksi basil salmonella typhi.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keharusan istirahat di tempat tidur/ tirah baring.
Intervensi: 1) Berikan bantuan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari berupa makanan, minuman, ganti baju dan perhatikan kebersihan mulut, rambut, genetalia dan kuku.Rasional: Pemberian bantuan pada klien dapat menghindari timbulnya komplikasi yang berhubungan dengan pergerakan yang melanggar program tirah baring.2) Libatkan keluarga dalam pemenuhan ADL.Rasional: Partisipasi keluarga sangat penting untuk mempermudah proses keperawatan dan mencegah komplikasi lebih lanjut.3) Jelaskan tujuan tirah baring untuk mencegah komplikasi dan mempercepat proses penyembuhanRasional: Istirahat menurunkan mobilitas usus juga menurunkan laju metabolisme dan infeksi.
c. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pemasukan yang kurang, mual, muntah/ pengeluaran yang berlebihan, diare, panas tubuh.
Intervensi:1) Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, turgor kulit, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik) jika diperlukan.Rasional: Perubahan status hidrasi, membran mukosa, turgor kulit menggambarkan berat ringannya kekurangan cairan.2) Monitor tanda-tanda vitalRasional: Perubahan tanda vital dapat menggambarkan keadaan umum klien.3) Monitor masukan makanan/ cairan dan hitung intake kalori harian.Rasional: Memberikan pedoman untuk menggantikan cairan.4) Dorong keluarga untuk membantu pasien makan.Rasional: Keluarga sebagai pendorong pemenuhan kebutuhan cairan klien.5) Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian cairan IV.Rasional: Pemberian cairan IV untuk memenuhi kebutuhan cairan.
11
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake kurang akibat mual, muntah, anoreksia, atau output yang berlebihan akibat diare.
Intervensi:1) Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.Rasional: Mengetahui penyebab pemasukan yang kurang sehingga dapat menentukan intervensi yang sesuai dan efektif.2) Monitor adanya penurunan berat badan.Rasional: Kebersihan nutrisi dapat diketahui melalui peningkatan berat badan 500 gr/minggu.3) Monitor lingkungan selama makan.Rasional: Lingkungan yang nyaman dapat menurunkan stress dan lebih kondusif untuk makan.4) Monitor mual dan muntah.Rasional: Mual dan muntah mempengaruhi pemenuhan nutrisi.
5) Libatkan keluarga dalam kebutuhan nutrisi klien.Rasional: Meningkatkan peran serta keluarga dalam pemenuhan nutrisi untuk mempercepat proses penyembuhan.6) Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C.Rasional: Protein dan vitamin C dapat memenuhi kebutuhan nutrisi.7) Berikan makanan yang terpilih.Rasional: Untuk membantu proses dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi.8) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.Rasional: Membantu dalam proses penyembuhan.
e. Diare berhubungan dengan peradangan pada dinding usus halus.
Intervensi:1) Monitor tanda dan gejala diare.Rasional: Untuk menentukan intervensi yang akan dilakukan.2) Identifikasi faktor penyebab diare.Rasional: Mengetahui penyebab diare sehingga dapat menentukan intervensi selanjutnya.3) Observasi turgor kulit secara rutin.Rasional: Turgor kulit jelek dapat menggambarkan keadaan klien.4) Ajarkan pasien untuk menggunakan obat antidiare.Rasional: Untuk membantu dalam proses penyembuhan.5) Anjurkan pasien untuk makan makanan rendah serat, tinggi protein dan tinggi kalori jika memungkinkan.Rasional: Makanan rendah serat dan tinggi protein dapat membantu mengatasi diare.6) Evaluasi efek samping pengobatan terhadap gastrointestinal.Rasional: Untuk melanjutkan intervensi dan pemberian obat berikutnya.7) Evaluasi intake makanan yang masuk.Rasional: Untuk mengetahui tingkat perkembangan klien.8) Kolaborasi dengan tim medis lain dalam pemberian cairan IV.Rasional: Untuk membantu mempercepat proses penyembuhan.
f. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada usus halus.
Intervensi:1) Kaji tingkat nyeri, lokasi, lamanya, intensitas dan karakteristik nyeri.Rasional: Perubahan pada karakteristik nyeri dapat menunjukkan penyebaran penyakit/ terjadi
12
komplikasi.2) Kaji ulang faktor yang meningkatkan nyeri dan menurunkan nyeri.Rasional: Dapat menunjukkan dengan tepat pencetus atau faktor yang memperberat (seperti stress, tidak toleran terhadap makanan) atau mengidentifikasi terjadinya komplikasi, serta membantu dalam membuat diagnosis dan kebutuhan terapi.3) Beri kompres hangat pada daerah nyeri.Rasional: Untuk menghilang nyeri.4) Kolaborasi dengan tim medis lainnya dalam pemberian obat analgetik.Rasional: Analgetik dapat membantu menurunkan nyeri.
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit, kebutuhan pengobatan dan prognosis berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat.
Intervensi:1) Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit anaknya.Rasional: Mengetahui pengetahuan ibu tentang penyakit demam typoid.2) Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan klien.Rasional: Agar ibu klien mengetahui tentang penyakit demam typoid, penyebab, tanda dan gejala, serta perawatan dan pengobatan penyakit demam typoid.3) Beri kesempatan keluarga untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti.Rasional: Supaya keluarga lebih memahami tentang penyakit tersebut.4. EvaluasiEvaluasi adalah usaha untuk menilai keefektifan asuhan keperawatan yang telah diberikan kepada klien dengan demam typoid.
Hasil evaluasi yang diharapkan adalah:a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella typhi.Evaluasi:1) Suhu tubuh dalam batas normal (36,6-37,5 C).2) Klien tidak demam lagi.3) Klien tidak gelisah.4) Turgor kulit baik.5) Kesadaran compos mentis.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keharusan istirahat di tempat tidur/ tirah baring.Evaluasi:1) Kebutuhan mandi, makan, minum, eleminasi, ganti pakaian, kebersihan mulut, rambut, kuku dan genetalia terpenuhi.2) Klien berpartisipasi dalam tirah baring.3) Klien mobilisasi secara bertahap.c. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pemasukan yang kurang, mual, muntah/ pengeluaran yang berlebihan, diare, panas tubuh.Evaluasi:1) Masukan dan haluaran cairan seimbang.2) Turgor kulit baik, membran mukosa lembab.3) Tanda-tanda vital dalam batas normal.
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake kurang akibat mual, muntah, anoreksia, atau output yang berlebihan akibat diare.Evaluasi:
13
1) Klien dapat menghabiskan makanan yang disediakan.2) Klien tidak lagi mual, dan muntah.3) Menunjukkan berat badan stabil atau peningkatan berat badan sesuai saran dengan nilai laboratorium normal dan tidak ada tanda-tanda mal nutrisi.
e. Diare berhubungan dengan peradangan pada usus halus.Evaluasi:1) Tidak mengalami diare.2) Turgor kulit baik.
f. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada usus halus.Evaluasi:1) Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol.2) Tampak rileks dan mampu tidur atau istirahat secara adekuat.
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit, kebutuhan pengobatan dan prognosis berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat.Evaluasi:Keluarga klien mengerti tentang penyakit anaknya.
14
ROLE PLAY TEKNIK PEMERIKSAAN FISIK
SITUASI :Pada suatu hari di RSMH Palembang, telah dirawat seorang pasien yang bernama
Fandi, yang berumur 18 tahun di rawat di ruang Cendrawasi. Fandi mengalami demam typoid yang mengakibatkan nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. Dia selama beberapa hari harus terbaring selama beberapa hari di tempat tidurnya sebelum kondisi serta keadaannya berangsur-angsur pulih.
Suatu pagi, ada seorang perawat datang kesebuah ruangan untuk mengecek keadaan Fandi. Di sebuah ruangan itu ada juga keluarganya yang mendampingi serta menemaninya.
FASE ORIENTASI :
Ners Afif : “Assalamualaikum…” (sambil memasuki ruangan).Pak Andri : “Walaikumsalam…”Ners Afif : “Selamat pagi pak..”. Perkenalkan, saya Ners Afif. Pada pagi hari ini, saya yang bertugas
merawat saudara Fandi. Menurut data yang saya terima bahwa anak Bapak mengalami nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis.
Pak Andri : “Iya, ners.. mungkin itu yang menyebabkan Fandi kelihatan tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat”.
Ners Afif : “Iya,pak.. Bapak jangan khawatir,, Keadaan ini biasanya terjadi pada pasien yang mengalami demam typoid seperti pada anak Bapak ini. Oleh karena itu saya disini akan melakukan pemeriksaan fisik terhadap anak Bapak untuk mengetahui perkembangan keadaan tubuh anak Bapak.
Pak andri : “Oh.. begitu ya??Ners Afif : “Iya, pak”.
FASE KERJA :
Kemudian Ners Afif pun datang menghampiri Fandi dengan membawa peralatan-peralatannya untuk pemeriksaan fisik yang diletakkannya diatas meja pasien.
Ners Afif : “Assalamualaikum, selamat pagi saudara Fandi…” (mendekati Fandi)Fandi : “Wa’alaikumsalam, selamat pagi juga”Ners Afif : Saudara Fandi, perkenalkan saya Ners Afif.. Pada hari ini saya yang akan bertugas
merawat anda. Bagaimana keadaan Fandi sekarang..??Fandi : “Saya masih merasakan pusing dan tidak enak badan juga lesu sekali kag..Ners Afif : “Iya.. saya akan berusaha menolong anda.. Baiklah Fandi, disini saya akan
memeriksa tanda-tanda vital anda yang mana bertujuan untuk mengetahui perkembangan keadaan tubuh anda agar anda bisa cepat sembuh. Mohon bantuannya ya ndi??
Fandi : “Baik lah kak..”Ners Afif : “Iya, sekarang kita atur dulu posisi tidurnya, tolong fandi terlentang dan maaf saya
akan menanggalkan sebagian baju anda.. Fandi : Iya.
15
Ners Afif : (Ners Afif memasukkan thermometer ke axsila(ketiak) bagian kiri Fandi). Fandi tolong jepit thermometer yang ada di ketiak kiri anda dengan mempertahankan posisi tangan anda. Lalu tolong tekukkan tangan kanan anda ke atas dada anda (Ners Afif memegang tangan kanan Fandi yg berada di atas dada lalu menghitung denyut nadi dan pernafasan Fandi). Apakah anda masih merasa pusing ndi??
Fandi : “Iya, kak.”Ners Afif : (Ners Afif kemudian setelah menghitung denyut nadi dan pernafasan fandi lalu
Ners Afif mengukur tekanan darahnya). Fandi tolong anda agak naikkan baju lengan baju anda karena saya akan mengukur tekanan darah anda!!
Fandi : “Iya, baiklah”.Ners Afif : (lalu setelah mengukur tekanan darah fandi, Ners Afif mengambil thermometer
yang ada di ketiak kiri fandi tadi dan kembali merapikan baju Fandi)
FASE TERMINASI :
Ners Afif : “Baiklah Fandi, hasil pengukuran tadi yaitu …………………………………………..”Semoga Fandi bisa cepat sembuh.
Fandi : “Terima kasih kak.”Ners Afif : “Iya, sama-sama.”
Tak lama kemudian dating seorang keluarga pasien masuk ke ruangan tempat Fandi dirawat.
Pak Andri : “Assalamualaikum..”Ners+Fandi : “Wa’alaikumsalam..”Pak Andri : “Bagaimana keadaan anak saya sekarang ners..??Ners Afif : “Alhamdulillah setelah di periksa ternyata keadaan anak bapak sekarang sudah
agak baikanPak Andri : “Alhamdulillah lah jika begitu, terima kasih ya ners..”Ners Afif : “Sama-sama, pak.. Baiklah jika begitu saya tinggal dulu. Nanti jika anak bapak
membutuhkan saya silahkan panggil saya/ suster yang lain diruangan ya..??Pak Andri : “Iya..”Ners Afif : “Assalamualaikum..”Pak Andri : “Wa’alaikumsalam..”
16
PRINSIP KOMUNIKASI & ETIKA DALAM PEMBERIAN OBAT PER ORAL
1. DefinisiPemberian obat per oral adalah memberikan obat yang dimasukkan melalui mulut.
2. Tujuan Pemberian
a. Untuk memudahkan dalam pemberianb. Proses reabsorbsi lebih lambat sehingga bila timbul efek samping dari obat tersebut
dapat segera diatasic. Menghindari pemberian obat yang menyebabkan nyerid. Menghindari pemberian obat yang menyebabkan kerusakan kulit dan jaringan
3. Persiapan alata) Baki berisi obatb) Kartu atau buku berisi rencana pengobatanc) Pemotong obat (bila diperlukan)d) Martil dan lumpang penggerus (bila diperlukan)e) Gelas pengukur (bila diperlukan)f) Gelas dan air minumg) Sedotanh) Sendoki) Pipetj) Spuit sesuai ukuran untuk mulut anak-anak
4. Prosedur kerja Siapkan peralatan dan cuci tangan Kaji kemampuan klien untuk dapat minum obat per oral (menelan, mual, muntah, adanya
program tahan makan atau minum, akan dilakukan pengisapan lambung dll) Periksa kembali perintah pengobatan (nama klien, nama dan dosis obat, waktu dan cara
pemberian) periksa tanggal kedaluarsa obat, bila ada kerugian pada perintah pengobatan laporkan pada perawat/bidan yang berwenang atau dokter yang meminta.
Ambil obat sesuai yang diperlukan (baca perintah pengobatan dan ambil obat yang diperlukan)
Siapkan obat-obatan yang akan diberikan. Siapkan jumlah obat yang sesuai dengan dosis yang diperlukan tanpa mengkontaminasi obat (gunakan tehnik aseptik untuk menjaga kebersihan obat).
1) Tablet atau kapsula) Tuangkan tablet atau kapsul ke dalam mangkuk disposibel tanpa menyentuh obat.b) Gunakan alat pemotong tablet bila diperlukan untuk membagi obat sesuai dengan dosis
yang diperlukan.c) Jika klien mengalami kesulitan menelan, gerus obat menjadi bubuk dengan
menggunakan martil dan lumpang penggerus, kemudian campurkan dengan menggunakan air. Cek dengan bagian farmasi sebelum menggerus obat, karena beberapa obat tidak boleh digerus sebab dapat mempengaruhi daya kerjanya.
2) Obat dalam bentuk cair
17
a) Kocok /putar obat/dibolak balik agar bercampur dengan rata sebelum dituangkan, buang obat yang telah berubah warna atau menjadi lebih keruh.
b) Buka penutup botol dan letakkan menghadap keatas. Untuk menghindari kontaminasi pada tutup botol bagian dalam.
c) Pegang botol obat sehingga sisa labelnya berada pada telapak tangan, dan tuangkan obat kearah menjauhi label. Mencegah obat menjadi rusak akibat tumpahan cairan obat, sehingga label tidak bisa dibaca dengan tepat.
d) Tuang obat sejumlah yang diperlukan ke dalam mangkuk obat berskala.e) Sebelum menutup botol tutup usap bagian tutup botol dengan menggunakan kertas
tissue. Mencegah tutup botol sulit dibuka kembali akibat cairan obat yang mengering pada tutup botol.
f) Bila jumlah obat yang diberikan hanya sedikit, kurang dari 5 ml maka gunakan spuit steril untuk mengambilnya dari botol.
Berikan obat pada waktu dan cara yang benar.1. Identifikasi klien dengan tepat.2. Menjelaskan mengenai tujuan dan daya kerja obat dengan bahasa yang mudah
dimengerti oleh klien.3. Atur pada posisi duduk, jika tidak memungkinkan berikan posisi lateral. Posisi ini
membantu mempermudah untuk menelan dan mencegah aspirasi.4. Beri klien air yang cukup untuk menelan obat, bila sulit menelan anjurkan klien
meletakkan obat di lidah bagian belakang, kemudian anjurkan minum. Posisi ini membantu untuk menelan dan mencegah aspirasi.
5. Catat obat yang telah diberikan meliputi nama dan dosis obat, setiap keluhan, dan tanda tangan pelaksana. Jika obat tidak dapat masuk atau dimuntahkan, catat secara jelas alasannya.
6. Kembalikan peralatan yang dipakai dengan tepat dan benar, buang alat-alat disposibel kemudian cuci tangan.
7. Lakukan evaluasi mengenai efek obat pada klien.
18
Asuhan Keperawatan Gastritis
A. Pengkajian
1. Faktor predisposisi dan presipitasiFaktor predisposisi adalah bahan-bahan kimia, merokok, kafein, steroid, obat analgetik, anti inflamasi, cuka atau lada.Faktor presipitasinya adalah kebiasaan mengkonsumsi alcohol dan rokok, penggunaan obat-obatan, pola makan dan diet yang tidak teratur, serta gaya hidup seperti kurang istirahat.
2. Test dignostik
o Endoskopi : akan tampak erosi multi yang sebagian biasanya berdarah dan letaknya tersebar.
o Pemeriksaan Hispatologi : akan tampak kerusakan mukosa karena erosi tidak pernah melewati mukosa muskularis.
o Pemeriksaan radiology.
o Pemeriksaan laboratorium.
a) Analisa gaster : untuk mengetahui tingkat sekresi HCL, sekresi HCL menurun pada klien dengan gastritis kronik.
b) Kadar serum vitamin B12 : Nilai normalnya 200-1000 Pg/ml, kadar vitamin B12 yang rendah merupakan anemia megalostatik.
c) Kadar hemagiobi, hematokrit, trombosit, leukosit dan albumin.
d) Gastroscopy.Untuk mengetahui permukaan mukosa (perubahan) mengidentifikasi area perdarahan dan mengambil jaringan untuk biopsi.
B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul1. Resti gangguan keseimbangan volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, muntah.2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat, anorexia.
3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan inflamasi mukosa lambung.
4. Keterbatasan aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
5. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi.
C. Intervensi Diagnosa Keperawatan 1. :
Tujuan :Resti gangguan keseimbangan cairan tidak terjadi.
19
Kriteria Hasil :Membran mukosa lembab, turgor kulit baik, elektrolit kembali normal, pengisian kapiler berwarna merah muda, tanda vital stabil, input dan output seimbang.Intervensi :Kaji tanda dan gejala dehidrasi, observasi TTV, ukur intake dan out anjurkan klien untuk minum ± 1500-2500ml, observasi kulit dan membran mukosa, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan infus.
Diagnosa Keperawatan 2. :
TujuanGangguan nutrisi teratasi.
Kriteria Hasil :Berat badan stabil, nilai laboratorium Albumin normal, tidak mual dan muntah BB dalam batas normal, bising usus normal.
Intervensi :Kaji intake makanan, timbang BB secara teratur, berikan perawatan oral secara teratur, anjurkan klien makan sedikit tapi sering, berikan makanan dalam keadaan hangat, auskultasi bising usus, kaji makanan yang disukai, awasi pemeriksaan laboratorium misalnya : Hb, Ht, Albumin.
Diagnosa Keperawatan 3. :
Tujuan :Nyeri dapat berkurang/hilang.
Kriteria Hasil :Nyeri hilang/terkontrol, tampak rileks dan mampu tidur/istirahat, skala nyeri menunjukkan angka 0.
Intervensi :Kaji skala nyeri dan lokasi nyeri, observasi TTV, berikan lingkungan yang tenang dan nyaman, anjurkan tekhnik relaksasi dengan nafas dalam, lakukan kolaborasi dalam pemberian obat sesuai dengan indikasi untuk mengurangi nyeri.
Diagnosa Keperawatan 4. :
Tujuan :Keterbatasan aktifitas teratasi.
Kriteria Hasil :K/u baik, klien tidak dibantu oleh keluarga dalam beraktifitas.
Intervensi :Tingkatkan tirah baring atau duduk, berikan lingkungan yang tenang dan nyaman, batasi pengunjung, dorong penggunaan tekhnik relaksasi, kaji nyeri tekan pada gaster, berikan obat
20
sesuai dengan indikasi.
Diagnosa Keperawatan 5. :
Tujuan :Kurang pengetahuan teratasi.
Kriteria Hasil :Klien dapat menyebutkan pengertian, penyebab, tanda dan gejala, perawatan, pencegahan dan pengobatan.
Intervensi :Kaji tingkat pengetahuan klien, beri pendidikan kesehatan (penyuluhan) tentang penyakit, beri kesempatan klien atau keluarga untuk bertanya, beritahu tentang pentingnya obat-obatan untuk kesembuhan klien.
D. EvaluasiEvaluasi pada klien dengan Gastrtitis, yaitu :
1. Keseimbangan cairan dan elektrolit teratasi2. Kebutuhan nutrisi teratasi
3. Gangguan rasa nyeri berkurang
4. Klien dapat melakukan aktifitas
5. Pengetahuan klien bertambah.
21
ROLE PLAY KOMUNIKASI & ETIKA DALAM PEMBERIAN OBAT PER ORAL PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN GASTRITIS
SITUASI :
Pada suatu hari di RSMH Palembang, telah dirawat seorang pasien yang bernama Deni, yang berumur 19 tahun di rawat di ruang Rajawali. Deni mengalami gangguan gastritis yang mengakibatkan erosi mukosa pada lambungnya. Dia selama beberapa hari harus terbaring selama beberapa hari di tempat tidurnya.
Suatu pagi, ada seorang perawat datang kesebuah ruangan untuk memberikan obat per oral kepada Deni . Di sebuah ruangan itu ada juga keluarganya yang mendampingi serta menemaninya.
FASE ORIENTASI :
Ners Andri : “Assalamualaikum…” (sambil memasuki ruangan).Pak Fandi : “Walaikumsalam…”Ners Andri : “Selamat pagi pak..”. Perkenalkan, saya Ners Andri. Pada pagi hari ini, saya yang
bertugas merawat saudara Deni. Menurut data yang saya terima bahwa anak Bapak mengalami gangguan gastritis yang ditandai nyeri ulu hati, anorexia, nausea, dan keluhan anemia dan pemeriksaan fisik tidak di jumpai kelainan.
Pak Fandi : “Iya, ners.. mungkin itu yang menyebabkan Deni kelihatan, lesu, mual, muntah dan nyeri epigastriumnya.
Ners Andri : “Iya,pak.. Bapak jangan khawatir,, Keadaan ini biasanya terjadi pada pasien yang mengalami gangguan gastritis seperti pada anak Bapak ini. Oleh karena itu saya disini akan memberikan obat -obatan H2 blocking (Antagonis reseptor H2)/ (Obat-obatan alkus lambung ). Fungsi obat tersebut untuk mengatur sekresi asam lambung agar mengurangi rasa nyeri lambung pada lambung anak bapak.
Pak Fandi : “Oh.. begitu ya??Ners Aandri : “Iya, pak”.
FASE KERJA :
Kemudian Ners Afif pun datang menghampiri Fandi dengan membawa peralatan-peralatannya untuk pemeriksaan fisik yang diletakkannya diatas meja pasien.
Ners Andri : “Assalamualaikum, selamat pagi saudara Deni…” (mendekati Deni)Deni : “Wa’alaikumsalam, selamat pagi juga”Ners Andri : Saudara Fandi, perkenalkan saya Ners Andri.. Pada hari ini saya yang akan bertugas
merawat anda. Bagaimana keadaan Deni sekarang..??Deni : “Saya masih merasakan mual dan nyeri di lambung saya…Ners Andri : “Iya.. saya akan berusaha menolong anda.. Baiklah Den, disini saya akan
memberikan obat H2 blocking/(obat alkus lambung) bertujuan untuk mengatur sekresi asam lambung anda agar mengurangi rasa nyeri lambung pada lambung anda. Mohon bantuannya ya ndi??
Deni : “Baik lah kak..”22
Ners Andri : “Iya, sekarang kita atur dulu posisi tidurnya, tolong Deni posisi duduk atau posisi lateral.
Deni : Iya.Ners Andri : (Ners Andri mendekatkan peralatannya ke meja pasien). Deni tolong buka
mulutnya dan telan obat ini ya!!! (Ners Andri memberikan air yang cukup kepada Deni untuk menelan obat tersebut ). Apakah rasanya sedikit pahit den??
Deni : “Iya, kak.”Ners Andri : (Ners Andri kemudian mencatat obat yang telah diberikan meliputi nama dan dosis
obat, setiap keluhan, dan tanda tangan pelaksana lalu mengembalikan peralatan yang dipakai, kemudian mencuci tangannya)
FASE TERMINASI :
Ners Andri : “Baiklah Deni, pemberian obat sudah saya lakukan …………………………………………..”Semoga Deni bisa cepat sembuh ya..
Deni : “Terima kasih kak.”Ners Andri : “Iya, sama-sama.”
Tak lama kemudian dating seorang keluarga pasien masuk ke ruangan tempat Fandi dirawat.
Pak Fandi : “Assalamualaikum..”Ners+Deni : “Wa’alaikumsalam..”Pak Fandi : “Bagaimana keadaan anak saya sekarang ners..??Ners Andri : “Alhamdulillah setelah di berikan obat tadi keadaan anak bapak sekarang sudah
agak mendingan.Pak Fandi : “Alhamdulillah lah jika begitu, terima kasih ya ners..”Ners Andri : “Sama-sama, pak.. Baiklah jika begitu saya tinggal dulu. Nanti jika anak bapak
membutuhkan saya silahkan panggil saya/ suster yang lain diruangan ya..??Pak Fandi : “Iya..”Ners Andri : “Assalamualaikum..”Pak Fandi : “Wa’alaikumsalam..”
23
PEMBERIAN OBAT INTRAMUSKULAR
Pengertian
Jaringan intramuskular: terbentuk dari otot bergaris yang mempunyai banyak
vaskularisasi (setiap 20 mm3 terdiri dari 200 otot dan 700 kapiler darah). Aliran
darah tergantung dari posisi otot di tempat penyuntikkan.
Pemberian obat secara intra muskuler adalah Pemberian obat / cairan
dengan cara dimasukkan langsung ke dalam otot (muskulus). Pemberian obat
dengan cara ini dilakukan pada bagian tubuh yang berotot besar,agar tidak ada
kemungkinan untuk menusuk syaraf, misalnya pada bagian bokong, dan kaki bagian
atas, atau pada lengan bagian atas. Pemberian obat seperti ini memungkinkan obat
akan dilepaskan secara berkala dalam bentuk depot obat.
Jaringan intramuskular: terbentuk dari otot bergaris yang mempunyai banyak
vaskularisasi (setiap 20 mm3 terdiri dari 200 otot dan 700 kapiler darah). Aliran
darah tergantung dari posisi otot di tempat penyuntikkan. Tujuan pemberian obat
dengan cara ini adalah agar absorpsi obat lebih cepat.
Contoh obat yang diberikan melalui intramuskular
Contoh obat yang diberikan melalui intramuskuler adalah:
o Kodein
o Morfin
o Metotreksat
o Metoclopramide
o Olanzapine
o Streptomisin
24
o Diazepam
o Prednisone
o Penisilin
o Interferon beta-1a
o Hormon seks, seperti testosteron , Valerat Estradiol , dan Depo
Provera
o Dimercaprol
o Ketamine
o Lupron
o Nalokson
o Kina , dalam Surat glukonat bentuk
o Vitamin B12 , juga dikenal sebagai cyanocobalamin.
Selain itu, beberapa vaksin yang diberikan secara intramuskuler:
o Gardasil
o Hepatitis A Vaksin
o Rabies Vaksin
o Flu vaksin berdasarkan virus yang dilemahkan biasanya diberikan
intramuskuler (walaupun ada penelitian aktif sedang dilakukan untuk
rute terbaik administrasi) dorsogluteal.
Daerah injeksi intrsamuskular
- Vastus lateralis (VAS-tuss lat-er-AL-iss) Otot (Paha)
25
Paha ini sering digunakan untuk anak-anak, terutama anak di bawah
3. Ini juga merupakan tempat yang baik untuk orang dewasa. Daerah paha
sangat berguna jika Anda perlu untuk memberikan diri tembakan karena
mudah untuk melihat.
o Lihatlah paha yang akan mendapatkan tembakan. Dalam
pikiran Anda, membagi paha (daerah antara lutut dan
pinggul) menjadi tiga bagian yang sama. Sepertiga tengah
adalah tempat suntikan akan pergi.
o Otot ini disebut vastus lateralis. Ini berjalan di bagian atas
paha (depan) dan sedikit ke luar. Meletakkan ibu jari Anda
di tengah bagian atas paha, dan jari-jari Anda di sepanjang
sisi. Otot Anda merasa antara mereka adalah vastus
lateralis.
- Ventrogluteal (Ven-percaya pd-LEM-tee-Ull) Otot (Hip)
Pinggul adalah daerah dengan landmark tulang yang baik dan bahaya
sangat sedikit memukul pembuluh darah atau saraf. Ini adalah tempat yang
baik untuk menembak untuk orang dewasa dan anak di atas 7 bulan. Orang
yang ditembak harus berbaring di nya atau sisinya. Untuk menemukan
tempat yang tepat untuk memberikan tembakan di pinggul ke orang
lain. Tempatkan tumit tangan Anda pada tulang pinggul di bagian atas
paha. Pergelangan tangan Anda akan sejalan dengan paha
seseorang. Arahkan ibu jari Anda di pangkal paha, jari menunjuk ke kepala
seseorang. Membentuk "V" dengan jari-jari Anda dengan membuka ruang
antara jari pointer Anda dan tiga lainnya jari. Jari kelingking dan jari manis
akan merasakan ujung tulang di sepanjang ujung jari. Tempat untuk
memberikan tembakan itu di tengah segitiga berbentuk V.
- Deltoideus (DEL-toyd) otot (otot lengan Atas)
Orang yang ditembak dapat duduk, berdiri atau berbaring. Mulailah
dengan lengan atas benar-benar terbuka. Anda akan memberikan tembakan 26
di tengah sebuah segitiga terbalik. Merasakan tulang yang berlangsung di
bagian atas lengan atas. Tulang ini disebut proses akromion. Bagian bawah
akan membentuk dasar segitiga. Titik segitiga adalah langsung di bawah
tengah dasar pada sekitar tingkat ketiak. Daerah benar memberikan
tembakan adalah di pusat segitiga, 1 sampai 2 inci (2,5 sampai 5 cm) di
bawah bagian bawah proses akromion.
- Dorsogluteal (pintu-begitu-LEM-tee-Ull) Otot (belakang akhir)
Daerah ujung atas belakang adalah daerah di mana kebanyakan
orang mendapatkan tembakan. Paparan satu pipi seluruh bagian
belakang-. Dengan alkohol menghapus menarik garis dari atas celah antara
pipi ke sisi tubuh. Dimulai di tengah sisi yang sama, menarik garis lain di
yang pertama dengan alkohol menghapus. Mulai dari sekitar 3 inci di atas
baris pertama untuk sekitar setengah jalan di tengah pipi. Anda harus telah
menarik salib. Di alun-alun luar atas Anda akan merasakan tulang
melengkung. Tembakan akan di alun-alun luar atas di bawah tulang
melengkung.
Prinsip 5 Benar Dalam Pemberian Obat
Melaksanakan pemberian obat kepada pasien sesuai program terapi dengan
menerapkan prinsip 5 benar :
o Tepat Pasien
Dalam memberikan obat, harus memastikan dan memeriksa identitas
klien pada setiap kali pemberian obat. Apakah obat yang diberikan sesuai
dengan penderitanya.
o Tepat Obat
27
Sebelum memberikan obat pada klien, perlu membaca kembali label
obat serta interaksi obat dan memastikan kembali bahwa klien menerima
obat yang telah diresepkan sesuai dengan penyakit yang derita.
Dalam memberikan obat pada klien, sebaiknya mengecek obat pada
saat menerima resep, akan memberikan pada klien dan pada saat pemberian
pada klien agar tidak terjadi kesalahan memberikan obat.
o Tepat cara
Dalam melakukan pemberian obat melalui intramuscular tentunya
harus melalui cara yang tepat baik itu dari tempat pemberian obat dan teknik
dalam pemberian obat tersebut.
o Tepat Dosis
Memastikan dan memeriksa dosis tertentu yang telah diresepkan
dokter untuk klien dengan penyakit tertentu agar tidak terjadi over dosis atau
under dosis yang dapat menimbulkan efek yang tidak dingin (efek skunder).
o Tepat Waktu
Memberikan obat yang telah diresepkan pada waktu-waktu tertentu
serta memperhatikan kapan obat tersebut diberikan, sebelum makan atau
sesudah makan. Misal: obat x diberikan dengan dosis harian 2 x sehari
sebelum makan
Prosedur Dalam Melakukan Injeksi Intramuskuler
Prosedur Pelaksanaan Pemberian Obat Secara IM (Intra Muskuler)
A. Tahap PraInteraksi
1. Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada
2. Mencuci tangan.
3. Menyiapkan obat dengan benar
28
4. Menempatkan alat di dekat klien dengan benar
B. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/klien
3. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan
A. Tahap Kerja
1. Mengatur posisi klien, sesuai tempat penyuntikan
2. Memasang perlak dan alasnya
3. Membebaskan daerah yang akan di injeksi
4. Memakai sarung tangan
5. Menentukan tempat penyuntikan dengan benar ( palpasi area
injeksi terhadap adanya edema, massa, nyeri tekan. Hindari area
jaringan parut, memar, abrasi atau infeksi)
6. Membersihkan kulit dengan kapas alkohol (melingkar dari arah
dalam ke luar diameter ±5cm)
7. Menggunakan ibu jari dan telunjuk untuk mereganggkan kulit
8. Memasukkan spuit dengan sudut 90 derajat, jarum masuk 2/3
9. Melakukan aspirasi dan pastikan darah tidak masuk spuit
10. Memasukkan obat secara perlahan (kecepatan 0,1 cc/detik)
11. Mencabut jarum dari tempat penusukan
12. Menekan daerah tusukan dengan kapas desinfektan
13. Membuang spuit ke dalam bengkok.
29
A. Tahap Terminasi
1. Melakukan evaluasi tindakan
2. Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
3. Berpamitan dengan klien
4. Membereskan alat-alat
5. Mencuci tangan
6. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
Jika perawat telah memberitahukan pasien untuk menggunakan otot, mengikuti
petunjuk mereka. Otot berubah dengan usia. Misalnya, daerah belakang-akhir tidak pernah
digunakan untuk bayi atau anak di bawah 3 tahun karena tidak dikembangkan cukup
baik. Deltoideus dapat bekerja dengan baik untuk seseorang dengan otot dikembangkan
pada tubuh bagian atas. Deltoideus tidak dapat digunakan jika daerah yang sangat tipis atau
kurang dimanfaatkan. Otot harus mudah dijangkau.
A. Alat dan Bahan yang Digunakan Dalam Melakukan Injeksi Intramuskuler
Satu alkohol menyapu dibungkus foil.
Satu kering 2x2 steril dalam bungkus kertas.
Sebuah ampul atau vial yang mengandung obat.
Jarum yang benar ukuran dan jarum suntik. Pengasuh Anda harus memberikan
informasi ini.
Anda mungkin ingin menggunakan sarung tangan untuk melindungi Anda atau
perlindungan dari orang yang mendapatkan tembakan.
30
B. Cara Injeksi Intramuskuler
Silakan baca bagian ini sebelum memberikan seluruh tembakan. Hal ini penting untuk
mendapatkan gambaran umum tentang apa yang akan Anda lakukan sebelum
memulai. Baca prosedur langkah-demi-langkah lagi ketika Anda melakukannya.
Cuci tangan dengan seksama menggunakan sabun dan keringkan
sepenuhnya.Kenakan sarung tangan jika perlu. Buka foil meliputi alkohol pertama
bersihkan.
Berlindung off jarum dengan memegang jarum suntik dengan tangan tulisan
Anda dan menarik di sampul dengan tangan lain. Ini seperti mengambil tutup dari
pena.
Pegang jarum suntik di tangan Anda gunakan untuk menulis. Tempatkan jarum
suntik di bawah ibu jari dan jari telunjuk. Mari laras sisa jarum suntik di jari kedua
Anda. Banyak orang memegang pena cara ini ketika mereka menulis.
Usap daerah di mana jarum akan pergi dengan alkohol menghapus. Biarkan
daerah tersebut kering.
Tekan dan tarik kulit sedikit dengan tangan bebas Anda. Tetap memegang kulit
sedikit ke sisi mana Anda berencana untuk menempatkan jarum.
Gunakan pergelangan tangan Anda untuk menyuntikkan jarum jarum di tingkat
90 (lurus). Tindakan ini seperti menembak anak panah. Jangan mendorong jarum
masuk Jangan membuang jarum, baik. Melontar jarum akan membuat
memar. Jarum yang tajam dan akan masuk melalui kulit dengan mudah bila tindakan
pergelangan tangan Anda benar.
31
Lepaskan kulit. Jarum akan ingin menyamping brengsek. Ketika Anda
melepaskan kulit, menahan jarum suntik sehingga tetap menunjuk langsung
masuk
Tarik kembali plunger hanya sedikit untuk memastikan Anda tidak berada dalam
pembuluh darah. (Jika darah kembali, keluarkan jarum segera. Jangan
menyuntikkan obat Jika ini terjadi, membuang kedua jarum suntik dan obat..
Dapatkan obat lebih dalam jarum suntik baru. Ketika Anda memberikan tembakan
kedua memberikannya di sisi lain .) Menarik kembali plunger lebih mudah
dikatakan daripada dilakukan. Gunakan tangan Anda yang lain untuk menarik
kembali plunger sekaligus mempertahankan jarum suntik dalam posisi tegak. Ini
akan merasa canggung pada awalnya.
Tekan ke bawah plunger dan menyuntikkan obat. Jangan memaksa obat dengan
mendorong keras pada plunger. Beberapa obat terluka. Mereka akan lebih
menyakitkan jika obat masuk dengan cepat.
Setelah semua obat yang disuntikkan, tarik jarum keluar dengan cepat pada
sudut yang sama itu pun masuk
Gunakan 2x2 kasa steril kering untuk menekan lembut pada tempat di mana
jarum pun masuk.
32
DIABETES MELLITUS
A. Pengertian
Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan komplikasi kronik
33
pada mata, ginjal, syaraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada pembuluh basalis
dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron. (ArifMansyoer,1997:580).
Diabetes Mellitus merupakan suatu penyakit kronik yang kompleks yang
melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan
berkembangnya komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis. Diabetes
Mellitus digolongkan sebagai penyakit endokrin atau hormonal karena gambaran
produksi atau penggunaan insulin (Barbara C. Long, 1996:4).
Diabetes Mellitus adalah sindrom yang disebabkan oleh ketidakseimbangan
antara tuntutan dan suplai insulin. Sindrom ini ditandai oleh hiperglikemia dan
berkaitan dengan abnormalitas, metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.
Abmormalitas metabolik ini mengarah pada perkembangan bentuk spesifik
komplikasi ginjal, okular, neurogenik dan kardiovaskuler.
(HotmaRumoharba,Skp,1997).
Diabetes Mellitus adalah penyakit herediter (diturunkan) secara genetis
resesi berupa gangguan metabolisme karbohidrat yang disebabkan kekurangan
insulin relatif atau absolut yang dapat timbul pada berbagai usia dengan gejala
hiperglikemia, glikosuria, poliuria, polidipsi, kelemahan umum dan penurunan berat
badan.
Klasifikasi etiologis DM American Diabetes Association (1997) sesuai anjuran
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) adalah:
1. Diabetes tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut):
a. Autoimun
b. Idiopatik
2. Diabetes tipe 2 (bervariasi mulai terutama dominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai terutama defek sekresi insulin disertai resistensi
insulin).
3. Diabetes tipe lain
a. Defek genetik fungsi sel beta:
1) Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY) 1,2,3
34
2) DNA mitokondria
b. Defek genetik kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pankreas
1) Pankreatitis
2) Tumor / pankreatektomi
3) Pankreatopati fibrotakalkus
d. Endokrinopati: akromegali, sindrom cushing, feokromositoma, dan
hipertiroidism.
e. Karena obat / zat kimia
1) Vacor, pentamidin, asam nikotinat
2) Glukokortikoid, hormon tiroid
3) Tiazid, dilantin, interferona, dll.
f. Infeksi: rubela kongenital, sitomegalovirus
g. Penyebab imunologi yanng jarang : antibodi antiinsullin
h. Sindrom genetik lain yanng berkaitan dengan DM: sindrom down, sindrom
kllinefelter, sindrom turner, dll.
4. Diabetes Mellitus Gestasiona
B. Etiologi
Insulin Dependent Diabetes Mellitus ( IDDM ) atau Diabetes Melitus
Tergantung Insulin ( DMTI ) di sebabkan oleh destruksi sel beta pulau lengerhands
akibat proses autoimun. Sedangkan Non Insulin Dependent Diabetes Melitus
( NIDDM ) atau Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin ( DMTTI ) disebabkan
kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin.C.
C. Patofisiologi
Karena proses penuaan, gaya hidup, infeksi, keturunan, obesitas dan
kehamilan akan menyebabkan kekurangan insulin atau tidak efektifnya insulin
sehingga sehinga terjadi gangguan permeabilitas glukosa di dalam sel.
Di samping itu juga dapat di sebabkan oleh karena keadaan akut kelebihan
hormon tiroid, prolaktin dan hormon pertumbuhan dapat menyebabkan
35
peningkatan glukosa darah. Peningkatan kadar hormon – hormon tersebut dalam
jangka panjang terutama hormon pertumbuhan di anggap diabetogenik
( menimbulkan diabet ). Hormon – hormon tersebut merangsang pengeluaran insulin
secara berlebihan oleh sel-sel beta pulau lengerhans pankreas, sehingga akhirnya
terjadi penurunan respon sel terhadap innsulin dan apabila hati mengalami
gangguan dalam mengolah glukosa menjadi glikogen atau proses glikogenesis maka
kadar gula dalam darah akan meningkat.
Dan apabila ambang ginjal dilalui timbulah glukosuria yang menyebabkan
peningkatan volume urine, rasa haus tersimulasi dan pasien akan minum air dalam
jumlah yang banyak ( polidipsi) karena glukosa hilang bersama urine, maka terjadi
kehilangan kalori dan starvasi seluler, selera makan dan orang menjadi sering makan
(polifagi).
Hiperglikemia menyebabkan kadar gula dalam keringat meningkat, keringat
menguap, gula tertimbun di dalam kulit dan menyebabkan iritasi dan gatal – gatal.
Akibat hiperglikemia terjadi penumpukan glukosa dalam sel yang yang merusak
kapiler dan menyebabkan peningkaatan sarbitol yang akan menyebabkann gangguan
fungsi endotel. Kebocoran sklerosis yang menyebabkan gangguan – ganguan pada
arteri dan kepiler.
Akibat hiperglikemia terjadi penimbunan glikoprotein dan penebalan
membran dasar sehingga kapiler terganggu yang akan menyebebkan gangguan
perfusi jaringan turun yang mempengaruhi organ ginjal, mata, tungkai bawah, saraf.
( Elizabeth J. Corwin, 2001 )
D. Manifestasi Klinis
1. Poliuria
2. Polidipsia
3. Polifagia
4. Penurunan berat badan
36
5. pruritus vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan, peka rangsang dan keram
otot, ( gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi aterosklerosis ).
Gejala lain yang mungkin dikeluhkan pada pasien adalah kesemutan, gatal-
gatal, mata kabur dan Impotaansi pada pria. (Mansjoer, 1999 )
E. Gejala Kronik
Kadang-kadng pasien yang menderita penyakit Diabetes Mellitus tidak
menunjukkan gejala akut ( mendadak ), tapi pasien tersebut menunjukkan gajala
sesudah beberapa bulan atau beberapa bulan mengiap penyakit DM. gejala ini
disebut gejala kronik atau menahun, adapun gejala kronik yang sering timbul adalah:
- Kesemutan
- Kulit terasa panas ( medangen ) atau seperti terusuk jarum
- Rasa tebal di kulit sehingga seeehingga kalau berrjalan seperti di atas bantal atau
kasur
- Keram
- Mudah mengntuk
- Capek
- Mata kabur, biasanya sering ganti kaca mata
- Gatal sekitar kemaluan, terutama pada wanita
- Gigi mudah lepas dan mudah goyah
- kemampuan seksual menurun atau bahkan impoten
- terjadi hambatan dalam pertumbuhan dalam anak-anak
( Tjokro Prawito, 1997 )
Adapun kelompok resiko tinggi yang memudahkan terkena penyakit diabetes melitus
adalah:
- Kelompok resiko tinggi untuk penyakit diabetes mellitus
- Kelompok usia dewasa tua (lebih dari 40 tahun)
- Kegemukan
- Tekanan darah tinggi
- Riwayat keluarga DM
37
- Riwayat DM pada kehamilan
- Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi 4 kg
- Riwayat terkena penyakit infeksi virus, misal virus morbili
- Riwayat lama mengkonsumsi obat-obatan atau suntikan golongan kortikosteroid.
( Tjokro Prawito, 1997 )
F. Pemeriksaan Penunjang
- Glukosa darah: meningkat 200 – 100 mg/dl, atau lebih
- Aseton plasma (keton): positif secara menyolok
- Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
- Osmolalitas serum: menngkat tetapi biasanya kurang dari 330 m Osm/l
- Natrium: mungkin normal, meningkat atau menurun
- Kalium: normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler), selanjutnya akan
menurun
- Fosfor: lebih sering menurun.
- Hemoglobin glikosilat: kadarnya menngkat 2 – 4 kali lipat
- Gas darah arteri: biasanya menunjukkan PH rendah dan penurunan pada HCO3
(Asidosis metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
- Trombosit darah: Ht mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis,
hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
- Ureum/Kreatinin: mungkin meningkat atau normal (dehidrasi/penurunan fungsi
ginjal)
- Amilase darah: mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pankreatitis akut
sebagai penyebab dari Diabetes melitus (Diabetik ketoasidosis)
- Pemeriksaan fungsi tiroid: peningkatan aktifitas hormon tiroid dapat meningkatkan
glukosa darah dan kebutuhan akan insulin
- Urin: gula dan asetan positif, berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
- Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya infeksi saaluran kemih, infeksi
pernafasan, dan infeksi pada luka.
38
G. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama untuk mengatur glukosa darah dan mencegah timbulnya
komplikasi akut dan kronis. Jika pasien berhasil mengatasi diabetesnya,ia akan
terhindar dari hiperglikemia dan hipoglikemia.
Penatalaksanaan medis pada pasien diabetes mellitus tergantung pada
ketepatan interaksi tiga faktor:
- Aktivitas fisik
- Diet
- Intervensi farmakologi dengan preparat hipoglikemik oral atau insulin.
Intervensi yang direncanakan untuk diabetes harus individual, harus
berdasarkan pada tujuan, usia, gaya hidup, kebutuhan nutrisi, maturasi, tingkat
aktivitas, pekerjaan, tipe diabetes pasien dan kemampuan untuk secara mandiri
melakukan ketrampilan yang dibutuhkan oleh rencana penatalaksanaan.
Tujuan awal untuk pasien yang baru didiagnosa diabetes atau pasien dengan
kontrol buruk diabetes harus difokuskan pada yang berikut ini:
- Eliminasi ketosis, jika terdapat
- Pencapaian berat badan yang diinginkan
- Pencegahan manifestasi hiperglikemia
- Pemeliharaan kesejahteraan psikososial
- Pemeliharaan toleransi latihan
- Pencegahan hipoglikemia
- Pengelolaan Hipoglikemia:
a. Stadium permulaan (sadar):
Berikan gula murni 30 gram (2 sendok makan) atau sirop/ permen gulamurni
(bukan pemanis pengganti gula atau gula diet/ gula diabetes) dan makanan yang
pengandung hidrat arang. Stop obat hipoglikemik sementara, periksa glukosa darah
sewaktu.
b. Stadium lanjut (koma hipoglikemia):
Penanganan harus cepat. Berikan larutan dekstrosa 40% sebanyak 2 flakon
melalui vena setiap glukosa darah dalam nilai normal atau di atas normal disertai
pemantauan glukosa darah. Bila hipoglikemia belum teratasi, berikan anatagonis
39
insulin seperti: adrenalin, kortison dosis tinggi, atau glucagon 1mg
intravena/intramuscular
H. Komplikasi
a. Akut
- Koma hipoglikemia
- Ketoasidosis
- Koma hiperosmolar nonketotik
b. Kronik
- Makroangiopati, menegnai pembuluh darah besar, pembukluh darah jantung,
pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak
- Mikroangiopati, mengenaipembuluh darah kecil, retino diabetik, nefropati
diabetik
- Neuropati diabetik
- Rentan infeksi, seperti tuberculosis paru, gingivitas, dan infeksi saluran kemih
- Kaki diabetik.
ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELLITUS
A. Pengkajian
1. Riwayat
40
a. Informasi Umum:
- Umur
- Sex
- BB sebelum dan sesudah sakit
- TB
b. Jika klien telah terdiagnosa
- Gejala spesifik
- Kapan gejalan tersebut muncul
- Obat-obat diabetes: nama, berapa lama, cara penyuntikan RX. Obat
- Jenis stressor: pekerjaan, rumah atau keluarga,penyaakit lain
- Jenis monitoring: darah, urin
- Program latihan: jenis
c. Riwayat kesehatan dan masa lalu
d. Riwayat keluarga: DM, penyakit jantung, stroke, obesitas, riwayat lahhir mati,
kelahiran, dengan bayi 9 bulan
e. Riwayat kesehatan saat ini:
- Pandangan double kabur
- “Cramp” kaki pada saat jalan dan saat istirahat tidak nyaman
- Pada extrimitas terasa: baal, perubahan warna, dingin, kesemutan, nyeri.
- Jika terdapat diare: fekol inkontinensia, kapan terjadinya
- Adakah masalah pemasukan
- Adakah masalah pemasukan: urin tersisa di vesicaurinaria
- Concern klien dan keluarga: harapan dan kebutuhhan khusus
2. Pemeriksaan Fisik
a. Tingkat kesadaran → orientasi klien respon terhadap stimulasi
b. Tanda vital: N, S, TD, P, nafas bau aseton
c. Manifestasi komplikasi: tanda retinopati → ophtamoncopic
d. Suhu kulit, nadi lemah (posterior tibial dan dorsalis pedia)
e. Sensasi: tumpul dan tajam
f. Reflex
41
g. Psikososia
- Gambaran klien tentang dirinya sebelum terdiagnosa dan persepsi saat ini.
- Kapan klien terhadap kemampuan untuk melakukan tugas dan fungsi
- Interaksi klien dengan anggota keluarga yang lain dan orang dalam
pekerjaan dan sekolah
- Kapan kien merasa lebih stress
- Suport dan pelayanan orang di sekitarnya
- Depresi merasa kehilangan fungsi, kebebasan dan kontrol.
h. Laboratorium
- Serum elektrolit (k dan Na)
- Glukosa darah
- BUN dan serum cretinin
- Microalbuminuria
- Glycosylated hemoglobin (HbA1c)
- Nilai PH dan PCO2
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan
Dapat berhubungan dengan: Diuresis osmotik (dari hiperglikemia), kehilangan gastrik
berlebihan, diare, muntah, masukan dibatasi, mual, kacau mental.
Kemungkinan dibuktikan oleh: Peningkatan keluaran urine, urine encer. Kelemahan,
haus, penurunan BB tiba-tiba, kulit /membran mukosa kering, turgor kulit buruk,
hipotensi, takikardi, pelambatan pengisian kapiler.
2. Nutrisi, perubahan: kurang dari kebutuhan tubuh.
Dapat berhubungan dengan : Ketidakcukupan insulin (penurunan ambilan dan
penggunaan glukosa oleh jaringan mengakibatkan peningkatan metabolisme protein
atau lemak).
Peenurunan masukan oral: anoreksia, mual, lambung penuh, nyeri abdomen,
perubahan kesadaran.
Status hipermetabolisme: pelepasan hormon stres (misal epinfrin, kortisol dan
42
hormon pertumbuhan), proses infeksius.
Kemungkinan dibuktikan oleh : Melaporkan masukan tidak adekuat, kurang minat
pada makanan. Penurunan BB, kelemahan, kelelahan, tonus otot buruk, diare.
3. Infeksi,Resiko tinggi terhadap (Sepsis)
Faktor resiko meliputi : kadar gula tinggi, penurunan fungsi leukosit, perrubahan
pada sirkulasi, infeksi pernafasan yang ada seebelumnya atau ISK.
Kemungkinan di buktikan oleh : ( tidak dapat di terapkan : adanya tendaa-tanda dan
gejala – gejala membuat diaknosa aktual )
4. Kelelahan
Dapat dihubungkan dengan : penurunan produksi energi metabolik, perubahan kimia
darah : insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi : status hieper metabolik /
infeksi.
Kemungkinan di buktikan oleh : kurang energi yang berlebihan, ketidakmampuan
untuk mempertahakan rutinitas biasanya, penutunan kinerja, kecenderungan untuk
kecelakaan.
5. Kurang Pengetahuan ( Kebutuhan Beljar ) Mengenal Penyakit, Proknosis, dan
Kebutuhan Pengobatan.
Dapat di hubungkan dengan : kurang pemajanan / mengingat kesalahan interpretasi
informasi.
Kemungkinan di buktikan oleh : pertanyaan atau meminta informasi,
mengungkapkan masalah.ketidakakuratan mengikuti instruksi terjadinya komplikasi
yang dapat di cegah.
C. Implementasi/ Perencanaan
Diagnosa pertama
Berikan terapi sesuai dengan indikasi:
- Normal salin atau setengah normal salin dengan atau tanpa dextrasa
- Albumin, plasma atau dextran.
43
- Berikan Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan
dan
respon pasien secara individual.
- Plasma ekspander (pengganti kadang dibutuhkan jika kekurangan mengancam
kehidupan atau tekanan darah). Pasang atau pertahankan kateter urine tetap
terpasang. Memberikan pengukuran yang tepat atau akurat terhadap
pengukuran keluaran urine terutama jika neuropati otonom menimbulkan
gangguan kantong kemih (retensi urine atau inkontinensia).
- Berikan kalium atau elektrolit yang lain melalui intravena dan atau melalui
sesuai indikasi.
- Kalium harus ditambahkan pada intravena (segera aliran adekuat) untuk
mencegah hipokalemia.
Diagnosa kedua
- Lakukan pemeriksaan gula darah dengan menggunakan “finger stiek”
- Analisa keadaan di tempat tidur terhadap gula darah lebih akurat
(menunjukkan keadaan saat dilakukan pemeriksaan) daripada memantau
gula dalam urine (reduksi urine yang tidak cukup akurat untuk mendeteksi
fluktuasi kadar gula darah.
- Berikan larutan glukosa, misalnya dekstrosa dan setengah salin normal.
- Larutan glukosa ditambahkan setelah insulin dan cairan membawa gula darah
kira-kira 250 mg/dl.
- Lakukan konsultasi dengan ahli diit.
- Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diit untuk memenuhi
kebutuhan nitrisi pasien.
Diagnosa ketiga
- Lakukan pemeriksaan kultur dan sensitifitas sesuai dengan indikasi.
44
- Untuk mengidentifikasi organisme sehingga dapat memilih / memberikan
terapi anti biotik yang terbaik.
- Berikan anti biotik yang sesuai.
- Penanganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis.
D. Intervensi / Pelaksanaan
Untuk diagnosa pertama
- Pantau TTV, catat adanya perubahan tekanan darah ortostatik. Hipovolemia
dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. Suhu, warna kulit, atau
kelembabannya. Meskipun demam, menggigil dan diaforesis merupakan hal
yang umum terjadi pada proses infeksi, demam dengan kulit yang
kemerahan, kering mungkin sebagai cerminan dari dehidrasi.
- Kaji adanya perubahan mental/ sensori. Perubahan mental dapat
berhubungan dengan glukosa yang tinggi atau yang rendah (hiperglikemia),
elektrolit yang abnormal, asidosis, penurunan perfusi serebral dan
berkembangnya hipoksia.
Untuk diagnosa kedua
- Tentukan program diit dan pola makan pasien dan bandingkan dengan
makanan yang dapat dihabiskan pasien.
- Mengindentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapetik.
- Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut kembung, mual,
muntahan makanan yang belum sempat dicerna,pertahankan keadaan puasa
sesuai dengan indikasi. Hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit dapat menurunkan mobilitas atau fungsi lambung (distensi
atau ilius paralitik) yang akan mempengaruhi pilihan intervensi.
- Identifikasi makanan yang disukai atau dikehendaki termasuk kebutuhan
etnik atau kultur. Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam
pencernaan makanan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang.
Timbang BB setiap hari atau sesuai dengan indikasi. Mengkaji pemasukan
makanan yang adekuat (termasuk absorpsi dan utilisasinya).
45
Untuk diagnosa ketiga
- Lakukan pemeriksaan kultur dan ssensitifitas sesuai dengan indikasi untuk
mengidentifikasi organisme sehingga dapat memilih / memberikan terapi anti
biotik yang terbaik.
- Berikan anti biotik yang sesuai penanganan awal dapat membantu mencegah
timbulnya sepsis.
Untuk diagnosa keempat
- Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas, pendidikan dapat
memberikan motivasi untuk meninkatkan tingkat aktivitas meskipun passien
mungkin sangat lelah.
- Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup / tanpa di
ganggu, mencegah kelelahan yang berlebihan.
- Pantau nadi, frekuensi pernapsan dan tekanan darah sebelum atua sesudah
melakukan aktivitas, mengindikasikan tingkat aktivitass yang dapat di
toleransi secara fisiologis.
- Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai
dengan yang dapat di toleransi, meningkatkan kepercayaan diri / harga diri
yang positif sesuai tingkat aktifitas yang dapat di toleransi pasien.
Untuk diagnosa kelima
- Ciptakan lingkungan saling percaya dengan mendengarkan penuh perhatian
dan selalu ada untuk pasien, memperhatikan dan menanggapi perlu perlu
diciptakan sebelum pasien bersedia mengambil bagian dalam proses belajar.
- Bekerja dengan pasien dalam menata tujuan belajar yang diharapkan,
partisipasi dalaam perencanaan meningkatkan antusias dan bekerja sama
dengan pasien dengan prinsip-prinsip yang di pelajari.
- Diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serta dan cara
untuk melakukan makan di luar rumah, kesadaran tentang pentingnya
kontrol diet akan membantu pasien dalam emrancanakan makan atau
menaati program.
- Tinjau ulang pengaruh rokok pada penggunaan insulin, anjurkan pasien
untuk menghentikan merokok, nikotin mengkonstriksi pembuluh darah kecil
46
daan absorbsi insulin di perlambat selama pembuluh darah ini mengalami
konstriksi.
- Identifikasi sumber – sumber yang ada di masyarakat, bila ada dukungan
kontinue biassanya penting untuk menumpang perubahan gaya hidup dan
meningkatkan penerimaan atas diri sendiri.
E. Evaluasi
Untuk diagnosa pertama
pasien diharapkan mampu mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh
tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler
baik,keluaran urine tepat secara individu, dan kadar elektrolit dalam batas
normal.
Untuk diagnosa kedua
pasien diharapkan mampu mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
menunjukkan tingkat energy, mendemonstrasikan BB stabil atau penambahan ke
arah rentang biasanya /yang diinginkan dengan nilai laboratorium normal.
Untuk diagnosa ketiga
pasien diharapkan mampu mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau
menurunkan resiko infeksi. Mendemonstrasikan teknik, perubahan gaya hidup
untuk mencegah terjadinya infeksi.
Untuk diagnosa keempat
Pasien diharapkan mampu mengungkapkan peningkatan tingkat energi,
menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang di
inginkan.
Untuk diagnosa kelima
Pasien diharapkan mampu mengungkapkan pemahaman tentang penyakit.
Mengidentifikasi hubungan tanda atau gejala degnan proses penyakit dn
menghubungkan gejala dengan faktor penyebab. Dengan benar melakukan
prosedur yang perlu dan menjelaskan rasional tindakan. Melakukan perubahan
47
gaya hidup dan beraprtisipassi dalaam program pengobatan.
48
ROLE PLAY DALAM PEMBERIAN OBAT INTRAMUSKULAR
DENGAN PENYAKIT DIABETES MELLITUS
Situasi:
Pada suatu waktu di RSMH Palembang, dirawatlah seorang pasien laki-laki yang bernama
Afif, yang berumur 41 tahun. Pak Afif didiagnosa mengalami penyakit diabetes mellitus
dikarenakan pola hidup atau pola makan yang kurang sehat. Oleh karena itu Pak Afif harus
berbaring dan hanya bisa melakukan aktivitasnya diatas tempat tidur.
Suatu pagi ada dua orang perawat yang bertugas dan masuk ke ruangan tempat Pak Afif
dirawat. Di dalam ruangan tersebut Pak Afif didampingi oleh adiknya yaitu Pak Deni
Fase Orientasi:
Perawat Dede dan Jun : “Assalamualaikum…….” (sambil memasuki ruangan)
Pak Afif dan Pak Deni : “Wa’alaikumsalam…….”
Perawat Jun : “Selamat pagi bapak…” “ Perkenalkan sebelumnya pak, nama saya Jun
dan ini teman saya Dede. Pada pagi ini kami adalah perawat yang
bertugas di ruangan bapak. Berdasarkan data yang saya dapat
bapak mengidap penyakit diabetes mellitus dikarenakan pola
makan yang kurang baik”.
Pak Deni : “iya dek, selama ini kakak saya memang memilki pola makan yang
kurang baik, ia selalu makan makanan yg banyak mengandung
gula & banyak sekali makan nasi.”
Perawat Jun : “Iya,pak.. Bapak jangan khawatir,, Keadaan ini biasanya terjadi
pada pasien yang mengalami penyakit diabetes atau kencing
manis seperti pada kakak Bapak ini. Oleh karena itu kami disini
akan melakukan tindakan pemberian obat dengan suntik untuk
mengetahui perkembangan keadaan beliau.”
Pak Deni : “Oh.. begitu ya??”
Perawat Jun : “Iya, pak.”49
FASE KERJA :
Kemudian Perawat Dede pun bersiap untuk melakukan tindakan dan mengambil
peralatan yang telah disiapkan oleh Perawat Jun sebelumnya.
Perawat Dede : “ Selamat pagi Bapak Afif…” (mendekati Bapak Afif))
Bapak Afif : “Selamat pagi dek.”
Perawat Dede : “Perkenalkan Bapak Afif nama saya Dede. Pada hari ini saya yang
akan bertugas merawat bapak. Bagaimana keadaan Bapak
sekarang..??”
Bapak Afif : “Saya masih merasakan pusing dan tidak enak badan juga lesu sekali
dek.”
Perawat Dede : “Iya Pak. Saya akan berusaha untuk membantu bapak. Baiklah bapak
Afif, disini saya akan memberi bapak obat dengan cara di suntik
yang bertujuan untuk mengetahui perkembangan keadaan tubuh
anda agar anda bisa cepat sembuh. Rasanya tidak sakit, seperti
digigit oleh Semut saja Pak. Mohon bantuannya ya pak??
Pak Deni : “ Obat apa itu dek?”
Perawat Jun : “ Ini adalah injeksi insulin pak, insulin ini diberikan karena tubuh Pak
Afif tidak mampu memproduksi insulin secara normal, jadi kita
bantu memberikan hormon insulin dari luar.”
Pak Deni : “ O begitu, baiklah dek mohon bantuannya.”
Perawat Dede : “Iya pak, sekarang kita atur dulu posisinya, tolong Pak Afif duduk
biar memudahkan saya melakukan injeksi.” “maaf ya pak saya akan
menarik keatas lengan baju bapak.”
Bapak Afif : “Iya.”
Perawat Dede : “(Perawat Dede pun bersiap melakukan tindakan). Tahan ya pak, ini
tidak terasa sakit kok.”
Bapak Afif : “Iya, dek,,”
Perawat Dede : (Perawat Dede kemudian mengoleskan kapas alkohol di bagian
50
lengan sambil meremas-remas bagian tersebut) “di bawa rileks saja
ya pak,,, agar otot-ototnya tidak tegang dan semua proses nya
berjalan.”
Bapak Afif : “Iya, baiklah.”
Perawat Dede : (lalu Perawat Dede langsung menyuntikan obat nya ke lengan Pak
Afif) “ditahan ya pak,,,??”
Bapak Afif : “Aw…”
Perawat Dede : “Baiklah pak sudah selesai.” ( lalu Perawat Dede memberikan kapas
pada daerah yg disuntik tadi dan kembali merapikan baju Bapak
Afif)
FASE TERMINASI :
Perawat Dede : “Baiklah bapak Afif , Tindakan pemberian obat tadi sudah dilakukan,
silakan istirahat ya pak dan semoga Pak Afif bisa cepat sembuh.”
Bapak Afif : “Terima kasih Dek.”
Perawat Dede : “Iya, sama-sama, baiklah pak saya permisi dulu ya, jika bapak
membutuhkan kami, kami ada di ruang perawat dan kami siap
membantu bapak.”
Bapak Afif : “Iya dek, terima kasih ya.”
Perawat Dede : “ Iya pak, kami permisi dulu. Assalamualaikum..”
Bapak Afif & Pak Deni : “Waalaikumsalam…”
51
PEMBERIAN OBAT INTRAVENA
A. Pengertian
Memasukkan cairan obat langsung kedalam pembuluh darah vena sehingga
obat langsung masuk ke dalam sistem sirkulasi darah.
B. Tujuan
1. Memasukkan obat secara cepat
2. Mempercepat penyerapan obat
C. Pemberian obat secara intravena terbagi dua yaitu:
1. Pemberian obat intravena secara langsung
2. Pemberian obat intravena secara tidak langsung
D. Lokasi Injeksi :
1. Pada lengan (vena mediana cubiti / vena cephalica )
2. Pada tungkai (vena saphenosus)
3. Pada leher (vena jugularis) khusus pada anak
4. Pada kepala (vena frontalis, atau vena temporalis) khusus pada anak
E. Prosedur Pemberian Obat Intravena
Pemberian obat intravena secara langsung
Persiapan Alat :
1. Handscoon 1 pasang
2. Spuit steril 3 ml atau 5 ml atau sesuai kebutuhan
3. Bak instrument
4. Kom berisi kapas alkohol
5. Perlak dan pengalas
52
6. Bengkok
7. Obat injeksi dalam vial atau ampul
8. Daftar pemberian obat
9. Torniquet
10. Kikir ampul bila diperlukan
Tahap Kerja
A. Fase orientasi
1. Salam terapeutik
2. Evaluasi/ validasi
3. Kontrak
B. Fase kerja
1. Siapkan peralatan ke dekat pasien
2. Mengidentifikasi pasien dengan prinsip enam B (Benar obat, dosis,
pasien, cara pemberian, waktu dan dokumentasi)
3. Pasang sampiran atau tutup tirai untuk menjaga privasi pasien
4. Mencuci tangan dengan baik dan benar
5. Memakai handscoon dengan baik
6. Posisikan pasien dan bebaskan daerah yang akan disuntik dari
pakaian pasien
7. Mematahkan ampul ( bila perlu menggunakan kikir )
8. Memasukkan obat kedalam spuit sesuai dengan advice dokter
dengan teknik septik dan aseptik
9. Menentukan daerah yang akan disuntik
10. Memasang pengalas dibawah daerah yang akan disuntik
11. Memasang tourniquet 10-12 cm diatas vena yang akan disuntik
sampai vena terlihat jelas
12. Melakukan desinfeksi menggunakan kapas alkohol pada daerah
yang akan disuntik dan biarkan kering sendiri
53
13. Memasukkan jarum dengan posisi tepat yaitu lubang jarum
menghadap keatas, jarum dan kulit membentuk sudut 20 ̊14. Lakukan aspirasi yaitu tarik penghisap sedikit untuk memeriksa
apakah jarum sudah masuk kedalam vena yang ditandai dengan darah
masuk kedalam tabung spuit ( saat aspirasi jika ada darah berarti
jarum telah masuk kedalam vena, jika tidak ada darah masukkan
sedikit lagi jarum sampai terasa masuk di vena )
15. Buka tourniquet dan anjurkan pasien membuka kepalan
tangannya, masukkan obat secara perlahan jangan terlalu cepat
16. Tarik jarum keluar setelah obat masuk ( pada saat menarik jarum
keluar tekan lokasi suntikan dengan kapas alkohol agar darah tidak
keluar )
17. Rapikan pasien dan bereskan alat
18. Lepaskan sarung tangan
19. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, keringkan dengan
handuk atau tissu
C. Fase Terminasi
1. Evalusi respon klien terhadap tindakan yang dilakukan
2. Rencana tindak lanjut
3. Kontrak yang akan datang
Hal yang perlu diperhatikan :
1. Oleh karena injeksi ini menakutkan klien, maka usahakan agar klien
tidak menjadi takut dengan memberikan penjelasan.
2. Perhatikan tekhnik aseptik dan anti septik baik pada alat-alat
maupun cara kerja.
3. Jangan salah memberikan obat atau salah memberikan kepada
klien lain, ingat prinsip enam benar dalam pemberian obat.
54
4. Perhatikan reaksi-reaksi klien setelah dapat disuntikan dan dicatat
serta laporkan.
Pemberian obat intravena secara tidak langsung
Pengertian
Merupakan cara memberikan obat dengan menambahkan atau
memasukkan obat ke dalam wadah cairan intra vena.
Tujuan
Pemberian obat intra vena secara tidak langsung bertujuan untuk
meminimalkan efek samping dan mempertahankan kadar terapeutik dalam
darah.
Hal-hal yang perlu diperhatikan
Injeksi intra vena secara tidak langsung hanya dengan memasukkan
cairan obat ke dalam botol infuse yang telah di pasang sebelumnya
dengan hati-hati.
Jenis spuit dan jarum yang digunakan.
Infeksi yang mungkin terjadi selama injeksi.
Obat yang baik dan benar.
Pasien yang akan di berikan injeksi tidak langsung adalah pasien yang
tepat dan benar.
Dosis yang diberikan harus tepat tidak langsung harus
Cara atau rute pemberian obat melalui injeksi tepat dan benar.
Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasi : bias dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau
bekerja sama karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara
oral dan steril.
kontra indikasi : tidak steril, obat yang tidak dapat larut dalam air, atau
menimbulkan endapan dengan protein atau butiran darah.
55
Persiapan Alat
1) Spuit dan jarum sesuai ukuran
2) Obat dalam tempatnya.
3) Wadah cairan (kantung/botol).
4) Kapas alkohol dalam tempatnya.
Tahap Kerja
A. Fase orientasi
1). Salam terapeutik
2). Evaluasi/ validasi
3). Kontrak
B. Fase Kerja
1) Cuci tangan.
2) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3) Periksa identitas pasien dan ambil obat dan masukkan ke dalam
spuit.
4) Cari tempat penyuntikan obat pada daerah kantung. Alangkah
baiknya penyuntikan pada kantung infuse ini dilakukan pada
bagian atas kantung/botol infuse.
5) Lakukan desinfeksi dengan kapas alcohol pada kantung/botol
dan kunci aliran infuse.
6) Lakukan penyuntikan dengan memasukkan jarum spuit hingga
menembus bagian tengah dan masukkan obat secara perlahan-
lahan ke dalam kantong/botol infuse/cairan.
7) Setelah selesai, tarik spuit dan campur larutan dengan
membalikkan kantung cairan dengan perlahan-lahan dari satu
ujung ke ujung yang lain.
8) Ganti wadah atau botol infuse dengan cairan yang sudah di
injeksikan obat di dalamnya. Kemudian gantungkan pada tiang
56
infuse.
9) Periksa kecepatan infuse.
10) Cuci tangan.
11) Catat reaksi pemberian, tanggal, waktu dan dosis pemberian.
C. Fase Terminasi 1) Evalusi respon klien terhadap tindakan yang dilakukan
2) Rencana tindak lanjut
3) Kontrak yang akan datang
57
DEMAM BERDARAH
A. Pengertian
Dengue adalah penyakit virus didaerah tropis yang ditularkan oleh nyamuk
dan ditandai dengan demam, nyeri kepala, nyeri pada tungkai, dan ruam (Brooker,
2001). Demam dengue/dengue fever adalah penyakit yang terutama pada anak,
remaja, atau orang dewasa, dengan tanda-tanda klinis demam, nyeri otot, atau sendi
yang disertai leukopenia, dengan/tanpa ruam (rash) dan limfadenophati, demam
bifasik, sakit kepala yang hebat, nyeri pada pergerakkan bola mata, rasa menyecap
yang terganggu, trombositopenia ringan, dan bintik-bintik perdarahan (ptekie)
spontan (Noer, dkk, 1999).
Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue (arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti (Suriadi & Yuliani, 2001).
B. Etiologi
Virus dengue tergolong dalam famili/ suku/ grup flaviviridae dan dikenal ada
4 serotipe. Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia
ke-II, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953 –
1954. Virus dengue berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitif terhadap
inaktivasi oleh dietileter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 70 0C. Dengue
merupakan serotipe yang paling banyak beredar.
C. Patofisiologi
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti
dan kemudian bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus-antibody,
dalam asirkulasi akan mengaktivasi sistem komplemen (Suriadi & Yuliani, 2001).
58
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi
pertama kali menyebabkan demam dengue. Reaksi tubuh merupakan reaksi yang
biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda akan tampak, bila
seseorang mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan. Dan
DHF dapat terjadi bila seseorang setelah terinfeksi pertama kali, mendapat infeksi
berulang virus dengue lainnya. Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi
anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen-antibodi
(kompleks virus-antibodi) yang tinggi (Noer, dkk, 1999).
D. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF dengan
masa inkubasi anatara 13 – 15 hari, tetapi rata-rata 5 – 8 hari. Gejala klinik timbul
secara mendadak berupa suhu tinggi, nyeri pada otot dan tulang, mual, kadang-
kadang muntah dan batuk ringan. Sakit kepala dapat menyeluruh atau berpusat
pada daerah supra orbital dan retroorbital. Nyeri di bagian otot terutama dirasakan
bila otot perut ditekan. Sekitar mata mungkin ditemukan pembengkakan, lakrimasi,
fotofobia, otot-otot sekitar mata terasa pegal. Eksantem yang klasik ditemukan
dalam 2 fase, mula-mula pada awal demam (6 – 12 jam sebelum suhu naik pertama
kali), terlihat jelas di muka dan dada yang berlangsung selama beberapa jam dan
biasanya tidak diperhatikan oleh pasien.
Ruam berikutnya mulai antara hari 3 – 6, mula – mula berbentuk makula
besar yang kemudian bersatu mencuat kembali, serta kemudian timbul bercak-
bercak petekia. Pada dasarnya hal ini terlihat pada lengan dan kaki, kemudian
menjalar ke seluruh tubuh. Pada saat suhu turun ke normal, ruam ini berkurang dan
cepat menghilang, bekas-bekasnya kadang terasa gatal. Nadi pasien mula-mula
cepat dan menjadi normal atau lebih lambat pada hari ke-4 dan ke-5.
Bradikardi dapat menetap untuk beberapa hari dalam masa penyembuhan.
Gejala perdarahan mulai pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekia, purpura, ekimosis,
hematemesis, epistaksis. Juga kadang terjadi syok yang biasanya dijumpai pada saat
demam telah menurun antara hari ke-3 dan ke-7 dengan tanda : anak menjadi makin
lemah, ujung jari, telinga, hidung teraba dingin dan lembab, denyut nadi terasa
59
cepat, kecil dan tekanan darah menurun dengan tekanan sistolik 80 mmHg atau
kurang.
E. Klasifikasi
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4
golongan, yaitu:
a. Derajat I : Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan.
Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
b. Derajat II : Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala
perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena,
perdarahan gusi.
c. Derajat III : Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi
lemah dan cepat (>120x/mnt ) tekanan nadi sempit (120 mmHg), tekanan
darah menurun, (120/80 , 120/100 , 120/110, 90/70, 80/70, 80/0, 0/0)
d. Derajat IV : Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teratur (denyut
140x/mnt) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut :
a. Tirah baring atau istirahat baring.
b. Diet makan lunak.
c. Minum banyak (2 – 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis,
sirup dan beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan
hal yang paling penting bagi penderita DHF.
d. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali)
merupakan cairan yang paling sering digunakan.
e. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan)
jika kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
f. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.
g. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen.
60
h. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
i. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
j. Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum,
perubahan tanda-tanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang
memburuk.
k. Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam. Pada kasus dengan
renjatan pasien dirawat di perawatan intensif dan segera dipasang
infus sebagai pengganti cairan yang hilang dan bila tidak tampak
perbaikan diberikan plasma atau plasma ekspander atau dekstran
sebanyak 20 – 30 ml/kg BB.
l. Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit
dipertahankan 12 – 48 jam setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan
telah teratasi nadi sudah teraba jelas, amplitudo nadi cukup besar,
tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma biasanya dikurangi
menjadi 10 ml/kg BB/jam. Transfusi darah diberikan pada pasien
dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat. Indikasi pemberian
transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada perdarahan yang jelas
secara klinis dan abdomen yang makin tegang dengan penurunan Hb
yang mencolok.
Pada DBD tanpa renjatan hanya diberi banyak minum yaitu 1½-2 liter dalam
24 jam. Cara pemberian sedikit demi sedikit dengan melibatkan orang tua. Infus
diberikan pada pasien DBD tanpa renjatan apabila :
a. Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum
sehingga mengancam terjadinya dehidrasi.
b. Hematokrit yang cenderung mengikat.
G. Pencegahan Demam Berdarah
Prinsip yang tepat dalam pencegahan DHF ialah sebagai berikut :
a. Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh
alamiah dengan melaksanakan pemberantasan vektor pada saat
sedikit terdapatnya kasus DHF.
61
b. Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan
vektor pada tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan
penderita viremia sembuh secara spontan.
c. Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah penyebaran
yaitu di sekolah, rumah sakit termasuk pula daerah penyangga
sekitarnya.
d. Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi
penularan tinggi.
Ada 2 macam pemberantasan vektor antara lain :
a. Menggunakan insektisida. Yang lazim digunakan dalam program
pemberantasan demam berdarah dengue adalah malathion untuk
membunuh nyamuk dewasa dan temephos (abate) untuk membunuh
jentik (larvasida). Cara penggunaan malathion ialah dengan
pengasapan atau pengabutan. Cara penggunaan temephos (abate)
ialah dengan pasir abate ke dalam sarang-sarang nyamuk aedes yaitu
bejana tempat penampungan air bersih, dosis yang digunakan ialah 1
ppm atau 1 gram abate SG 1 % per 10 liter air.
b. Tanpa insektisida Caranya adalah :
1. Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan
air minimal 1 x seminggu (perkembangan telur nyamuk
lamanya 7–10 hari).
2. Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.
3. Membersihkan halaman rumah dari kaleng bekas, botol
pecah dan benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.
62
ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM BERDARAH
A. Pengkajian
1. Identitas
DHF merupakan penyakit daerah tropis yang sering menyebabkan kematian
anak, remaja dan dewasa, (Effendy, 1995).
2. Keluhan Utama
Pasien mengeluh panas, sakit kepala, lemah, nyeri ulu hati, mual dan nafsu
makan menurun.
3. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat kesehatan menunjukkan adanya sakit kepala, nyeri otot, pegal
seluruh tubuh, sakit pada waktu menelan, lemah, panas, mual, dan nafsu makan
menurun.
4. Riwayat penyakit terdahulu
Ada atau tidak ada penyakit yang diderita secara spesifik.
5. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat adanya penyakit DHF pada anggota keluarga yang lain sangat
menentukan, karena penyakit DHF adalah penyakit yang bisa ditularkan melalui
gigitan nyamuk aides aigepty.
6. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Biasanya lingkungan kurang bersih, banyak genangan air bersih seperti kaleng
bekas, ban bekas, tempat air minum burung yang jarang diganti airnya, bak mandi
jarang dibersihkan.
7. Riwayat Tumbuh Kembang
8. Pengkajian Per Sistem
1. Sistem Pernapasan yaitu Sesak, perdarahan melalui hidung, pernapasan
dangkal, epistaksis, pergerakan dada simetris, perkusi sonor, pada auskultasi
terdengar ronchi, krakles.
2. Sistem Persyarafan yaitu Pada grade III pasien gelisah dan terjadi
penurunan kesadaran serta pada grade IV dapat trjadi DSS
63
3. Sistem Cardiovaskuler yaitu Pada grde I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji
tourniquet positif, trombositipeni, pada grade III dapat terjadi kegagalan
sirkulasi, nadi cepat, lemah, hipotensi, cyanosis sekitar mulut, hidung dan
jari-jari, pada grade IV nadi tidak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
4. Sistem Pencernaan yaitu Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri
tekan pada epigastrik, pembesarn limpa, pembesaran hati, abdomen
teregang, penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri saat menelan, dapat
hematemesis, melena.
5. Sistem perkemihan yaitu Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30
cc/jam, akan mengungkapkan nyeri sat kencing, kencing berwarna merah.
6. Sistem Integumen. Yaitu Terjadi peningkatan suhu tubuh, kulit kering, pada
grade I terdapat positif pada uji tourniquet, terjadi pethike, pada grade III
dapat terjadi perdarahan spontan pada kulit.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
2. Resiko defisit cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler
ke ekstravaskuler.
3. Resiko syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan yang
berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
4. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual
dan nafsu makan yang menurun.
5. Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan faktor-faktor
pembekuan darah (trombositopeni).
6. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi anak.
64
C. Implementasi (perencanaan)
Untuk Diagnosa Perawatan pertama: Hipertermie berhubungan dengan
proses infeksi virus dengue
Tujuan : Suhu tubuh normal
Kriteria : Suhu tubuh antara 36 – 37, Nyeri otot hilang
Untuk Diagnosa Perawatan kedua: Resiko defisit volume cairan
berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi defisit voume cairan
Kriteria : Input dan output seimbang, Vital sign dalam batas normal,
Tidak ada tanda presyok, Akral hangat, Capilarry refill <>
Untuk Diagnosa Perawatan ketiga : Resiko Syok hipovolemik
berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan, pindahnya cairan
intravaskuler ke ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik
Kriteria : Tanda Vital dalam batas normal
Untuk Diagnosa Perawatan keempat: Resiko gangguan pemenuhan
kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang
menurun.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi
Kriteria : Tidak ada tanda-tanda malnutrisi, Menunjukkan berat badan
yang seimbang.
Untuk Diagnosa Perawatan kelima: Resiko terjadi perdarahan
berhubungan dengan penurunan factor faktor pembekuan darah
(trombositopeni)
Tujuan : Tidak terjadi perdarahan
Kriteria : TD 100/60 mmHg, N: 80-100x/menit reguler, pulsasi kuat,
Tidak ada tanda perdarahan lebih lanjut, trombosit meningkat.
Untuk Diagnosa Perawatan keenam: Kecemasan orangtua berhubungan
dengan kondisi anak.
65
Tujuan : ansietas berkurang/terkontrol.
Kriteria : klien melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan secara
fisik, tidak ada manifestasi perilaku akibat kecemasan.
D. Intervensi (Pelaksanaan)
Untuk Diagnosa Perawatan pertama:
1. Kaji suhu tubuh pasien
Rasional : mengetahui peningkatan suhu tubuh, memudahkan
intervensi
2. Beri kompres air hangat
Rasional : mengurangi panas dengan pemindahan panas secara
konduksi. Air hangat mengontrol pemindahan panas secara perlahan
tanpa menyebabkan hipotermi atau menggigil.
3. Berikan/anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari
(sesuai toleransi)
Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi.
4. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah
menyerap keringat
Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah
menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.
5. Observasi intake dan output, tanda vital (suhu, nadi, tekanan
darah) tiap 3 jam sekali atau sesuai indikasi
Rasional : Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui
keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital
merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
6. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat sesuai
program.
Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu
tubuh yang tinggi. Obat khususnya untuk menurunkan panas tubuh
pasien.
Untuk Diagnosa Perawatan kedua:
1. Awasi vital sign tiap 3 jam/sesuai indikasi
66
Rasional : Vital sign membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan
intravaskuler
2. Observasi capillary Refill
Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer
3. Observasi intake dan output. Catat warna urine / konsentrasi, BJ
Rasional : Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan BJ
diduga dehidrasi.
4. Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari ( sesuai toleransi )
Rasional : Untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh peroral
5. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
Rasional : Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh, untuk mencegah
terjadinya hipovolemic syok.
Untuk Diagnosa Perawatan ketiga:
1) Monitor keadaan umum pasien
Rasional : Untuk memonitor kondisi pasien selama perawatan
terutama saat terdi perdarahan. Perawat segera mengetahui tanda-
tanda presyok /syok.
2) Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih
Rasional : Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign untuk
memastikan tidak terjadi presyok / syok.
3) Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera
laporkan jika terjadi perdarahan
Rasional : Dengan melibatkan psien dan keluarga maka tanda-tanda
perdarahan dapat segera diketahui dan tindakan yang cepat dan tepat
dapat segera diberikan.
4) Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
Rasional : Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan
cairan tubuh secara hebat.
5) Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombosit
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang
dialami pasien dan untuk acuan melakukan tindakan lebih lanjut.
67
Untuk Diagnosa Perawatan keempat:
1. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan
intervensi
2. Observasi dan catat masukan makanan pasien
Rasional : Mengawasi masukan kalori/kualitas kekurangan konsumsi
makanan
3. Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan)
Rasional : Mengawasi penurunan BB / mengawasi efektifitas
intervensi.
4. Berikan makanan sedikit namun sering dan atau makan diantara
waktu makan
Rasional : Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan
meningkatkan masukan juga mencegah distensi gaster.
5. Berikan dan Bantu oral hygiene.
Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan masukan peroral
6. Hindari makanan yang merangsang dan mengandung gas.
Rasional : Menurunkan distensi dan iritasi gaster.
Untuk Diagnosa Perawatan kelima:
1. Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda
klinis.
Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda adanya kebocoran
pembuluh darah yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan tanda-
tanda klinis seperti epistaksis, ptike.
2. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat ( bedrest )
Rasional : Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan
terjadinya perdarahan.
3. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga untuk melaporkan
jika ada tanda perdarahan seperti : hematemesis, melena, epistaksis.
Rasional : Keterlibatan pasien dan keluarga dapat membantu untuk
penaganan dini bila terjadi perdarahan.
68
4. Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak,
pelihara kebersihan mulut, berikan tekanan 5-10 menit setiap selesai
ambil darah.
Rasional : Mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut.
5. Kolaborasi, monitor trombosit setiap hari
Rasional : Dengan trombosit yang dipantau setiap hari, dapat
diketahui tingkat kebocoran pembuluh darah dan kemungkinan
perdarahan yang dialami pasien.
Untuk Diagnosa Perawatan keenam
1. Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien.
Rasional : memudahkan intervensi.
2. Kaji mekanisme koping yang digunakan pasien untuk mengatasi
ansietas di masa lalu.
Rasional : mempertahankan mekanisme koping adaftif, meningkatkan
kemampuan mengontrol ansietas.
3. Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaan.
Rasional : pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk
mengeksternalisasikan kecemasan yang dirasakan.
4. Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat
ini, harapan-harapan yang positif terhadap terapy yang di jalani.
Rasional : alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang
dibutuhkan untuk mengurangi kecemasan.
5. Berikan penguatan yang positif untuk meneruskan aktivitas sehari-
hari meskipun dalam keadaan cemas.
Rasional : menciptakan rasa percaya dalam diri pasien bahwa dirinya
mampu mengatasi masalahnya dan memberi keyakinan pada diri
sendri yang dibuktikan dengan pengakuan orang lain atas
kemampuannya.
6. Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi.
Rasional : menciptakan perasaan yang tenang dan nyaman.
69
7. Sediakan informasi factual (nyata dan benar) kepada pasien dan
keluarga menyangkut diagnosis, perawatan dan prognosis.
Rasional : meningkatkan pengetahuan, mengurangi kecemasan.
8. Kolaborasi pemberian obat anti ansietas.
D. Evaluasi
1. Evaluasi kembali bagaimana suhu tubuh dari si pasien apakah sudah
kembali normal atau belum.Suhu tubuh normal
2. Evaluasi apakah terjadi devisit voume cairan
3. Tidak terjadi syok hipovolemik
4. Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi
5. Tidak terjadi perdarahan
6. Ansietas berkurang/terkontrol
KESIMPULAN
Dengue adalah penyakit virus didaerah tropis yang ditularkan oleh nyamuk dan ditandai
dengan demam, nyeri kepala, nyeri pada tungkai, dan ruam (Brooker, 2001).
Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
(arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (Suriadi &
Yuliani, 2001).
Pesan Dan Saran
1. Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan
melaksanakan pemberantasan vektor pada saat sedikit terdapatnya kasus DHF.
2. Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada tingkat
sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita viremia sembuh secara
spontan.
3. Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah penyebaran yaitu di sekolah,
rumah sakit termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.
4. Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi penularan
5. Prinsip 3 M
70
· Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air minimal 1 x seminggu
(perkembangan telur nyamuk lamanya 7 – 10 hari).
· Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.
· Membersihkan halaman rumah dari kaleng bekas, botol pecah dan benda lain yang
memungkinkan nyamuk bersarang.
. Diperlukan tindakan yang bersifat preventif melalui pemakaian kasa dan menghindari
kebiasaan mengantung pakaian yang biasanya dijadikan sebagai tempat peristirahatan
nyamuk.
71
ROLE PLAY DALAM PEMBERIAN OBAT INTRAVENA
DENGAN PASIEN DEMAM BERDARAH
Pada suatu waktu di RSMH telah dirawat seorang laki-laki yang bernama Dede. Dede berusia
37 tahun dan didiagnosa mengidap penyakit demam berdarah yang disebabkan oleh virus
yang dibawa oleh nyamuk aedes aegypti. Karena hal itulah saat ini Pak dede hanya bisa
berbaring di tempat tidur dan hanya bisa beristirahat untuk memulihkan kondisinya.
Kemudian pada suatu pagi ada dua orang perawat yang bertugas di ruangan pak Dede. Di
pagi itu perawat tersebut bertugas memberikan obat intravena yang disuntikkan melalui
selang atau aliran infus. Selama dirawat di rumah sakit pak Dede ditemani oleh kakaknya.
FASE ORIENTASI:
Perawat Jun dan Andri : “Assalamualaikum…….” (sambil memasuki ruangan)
Pak Dede dan Pak Afif : “Wa’alaikumsalam…….”
Perawat Andri : “Selamat pagi bapak Dede…” Bagaimana keadaannya hari ini..?
Apakah sudah lebih baik...?
Pak Dede : “Alhamdulillah dek sudah sedikit lebih baik, cuma mungkin saya
harus banyak istirahat.”
Perawat Andri : “Iya pak, baguslah kalau seperti itu. Bapak sekarang harus banyak
beristirahat agar tubuh bapak cepat sembuh.”
Pak Dede : “Iya dek, terima kasih.”
Pak Afif : “Bagaimana dek keadaan adik saya saat ini? Apakah sudah ada
perkembangan?”
Perawat Andri : “Bapak tenang saja saat ini keadaan adik bapak sudah lebih baik.
Apa yang dikatakan bapak Dede tadi memang benar, saat ini
kondisi kesehatannya sudah lebih baik, namun masih memerlukan
beberapa hari lagi untuk bapak Dede dirawat disini agar kondisi
kesehatannya benar-benar baik.”
Pak Afif : “O begitu berarti dalam waktu dekat ini adik saya sudah bisa
keluar dari rumah sakit?”72
Perawat Andri : “ Iya pak, namun kami masih harus melakukan beberapa
perawatan kepada bapak Dede.”
Pak Afif : “ O jadi begitu.’
FASE KERJA:
Kemudian Perawat Andri pun mempersiapkan alat yang akan digunakan untuk
memberikan obat secara intravena.
Perawat Jun : “ Baiklah bapak Dede kali ini saya akan memberikan obat kepada
bapak melalui saluran intravena bapak.”
Pak Dede : “ Apakah saya akan disuntik dek..?”
Perawat Jun : “ Tidak pak, pemberian obat ini memang masih menggunakan
suntikan namun bagian yang saya suntik bukan tubuh bapak
melainkan melalui selang atau aliran infus bapak.”
Pak Afif : “Mengapa seperti itu dek?”
Perawat Jun : “ Iya pak, pemberian obat ini dimaksudkan agar penyerapan obat
oleh tubuh dapat berlangsung lebih cepat sehingga mampu
memberikan respon yang positif bagi tubuh.”
Pak Dede : “ Apakah akan terasa sakit dek?”
Perawat Jun : “ Memang akan terasa sedikit sakit pak namun saya yakin bapak
bisa menahannya, jadi bapak tenang saja, apabila semuanya
lancar maka rasa sakit yang bapak rasakan pun tidak terlalu
terasa. Dan ini juga demi kesembuhan bapak.”
Pak Dede : “ Iya dek, tolong lakukan sebaik mungkin.”
Perawat Jun : “ Iya pak, bapak tenang saja biar saya yang melakukannya dan
saya mohon kerja sama bapak.”
Kemudian Perawat Jun pun mengambil peralatan yang telah disiapkan oleh Perawat Andri.
Perawat Jun : “ Ditahan ya pak.” ( Kemudian Perawat Jun pun melakukan tindakan
pemberian obat intravena melalui selang infus Bapak Dede ).
73
“Bagaimana bapak Dede, sakit tidak..?.”
Pak Dede : “ Lumayan sakit dek.”
Perawat Jun : “ Tidak apa-apa ya pak sakit nya cuma sebentar nanti juga akan
hilang dengan sendirinya.”
Perawat Andri pun merapikan peralatan yang telah digunakan oleh Perawat Jun.
FASE TERMINASI
Perawat Jun : “Baiklah pak Dede tindakan pemberian obat kepada bapak telah
dilaksanakan dan semuanya berjalan dengan lancar. Silakan
beristirahat ya pak dan semoga bapak bisa cepat sembuh.”
Pak Dede : “ Iya, terima kasih ya dek.”
Perawat jun : “ Iya pak sama-sama, kami permisi dulu ya pak jika membutuhkan
bantuan, kami ada di ruang perawat dan siap untuk membantu
bapak.”
Pak Dede : “ Iya Dek.”
Perawat Jun : “ Iya pak, kami permisi dulu ya, Assalamualaikum.”
Pak Dede dan Pak Afif : “ Waalaikumsalam.”
74
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Role Play merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang penting bagi mahasiswa
perawat karena dengan mempelajari role play seorang mahasiswa perawat dapat
mengetahui situasi dan kondisi yang ada ketika mereka melakukan praktiki klinik. Role play
juga bermanfaat untuk membuat seorang mahasiswa keperawatan menjadi lebih terbiasa
dalam melakukan tindakan keperawatan, tidak hanya dari segi keterampilan namun juga
dari segi etika dan komunikasi perawat itu sendiri. Etika dan komunikasi juga merupakan
factor pendukung yang sangat penting dalam praktik keperawatan, dengan etika dan
komunikasi yang baik maka akan lebih membuat pasien dank lien menjadi lebih nyaman.
3.2 Saran
Sebagai seorang mahasiswa keperawatan tentunya kita harus mampu menguasai
berbagai keterampilan tidak hanya keterampilan dalam melakukan tindakan keperawatan
namun juga dari segi rtika dan komunikasi kita. Seorang perawat harus mampu menguasai
semua aspek itu agar proses keperawatan yang diberikan dapat berjalan dengan baik dan
semestinya.
75
DAFTAR PUSTAKA
http://www.scribd.com/doc/28259409/pemeriksaan-fisik
http://www.dezlicious.blogspot.com/2009/03/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan demam typoid_30.html
http://jatiarsoeko.blogspot.com/2012/01/pemberian-obat-oral.html
www.akperppni.ac.id/askep-gastritis.html
nursingbegin.com/prosedur-pemberian-obat-im/
www.slideshare.net/alunand350/askep-dm - Amerika Serikat
nursingbegin.com/prosedur-pemberian-obat-iv/
www.nurseid.web.id/2010/.../askep-demam-berdarah-dengeu-dhf.ht.
76
top related