repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/576/1/subinto hartono habeahan-14520166 2.… · kecuali yang secara...
Post on 23-Nov-2020
5 Views
Preview:
TRANSCRIPT
iv
HALAMAN PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa sksripsi yang berjudul Akselerasi
Pengentasan Kemiskinan Melalui Optimaliasi Program Bela Beli Kulon Progo di
Desa Gerbosari, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta sebagai syarat memperoleh gelar sarjana strata satu (S1)
bukan merupakan hasil karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar
keserjanaan di suatu perguruan tinggi dengan sepenjang pengetahuan saya tidak
terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,
kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam Daftar
Pustaka.
Saya menyatakan bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik
yang saya peroleh dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan yang
berlaku, apa bila kemudian hari ditemukan adanya plagiasi dalam skripsi ini.
Yogyakarta, 07 Oktober 2018
Subinto Hartono Habeahan
14520166
v
HALAMAN MOTO
“Jadi, usahakanlah dahulu supaya Allah memerintah atas hidupmu dan
lakukanlah kehendak-Nya. Maka semua yang lain akan diberikan Allah
juga kepadamu”
(Matius 6: 33)
“Ketika kau tak menyukai suatu sistem, naikalah ke puncak yang paling
tinggi dari sistem dan ubahlah itu”
( Adolf Hitler)
“Karena kebenaran adalah kesatuan dari kehendak universal dan
subyektif; dan yang Universal harus ditemukan dalam negara, dalam
hukum-hukumnya, dalam bentuknya yang universal dan rasional.
Negara adalah Roh Tuhan yang ada di atas Bumi”
(Georg Wilhelm Friedrich Hegel )
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
Segala Puji serta syukur yang teramat dalam saya panjatkan ke hadirat Tuhan
Semesta Alam yang mahabaik lagi maha penyayang karena atas segala kemuliaan
dan belas kasih-Nya sehingga saya memiliki semangat dan kekuatan untuk
menyelesaikan skripsi ini. Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari banyak pihak
yang telah memberikan dukungan, bantuan dan doa.
Karya ilmiah ini saya persembahkan untuk :
1. Kepada Ketua Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa (APMD)
dengan segenap civitas akademika.
2. Untuk selanjutnya dengan sepenuh hati karya kecil ini saya dedikasikan
sebagai kenangan untuk Alm Ayahku. Terimakasih bapak atas hasil peluhmu
yang sampai sekarang menghidupiku. Hanya karya kecil ini yang bisa aku
persembahkan untuk saat ini, jika saatnya tiba aku hendak memberikan karya
kecil lainnya pada fase berikutnya. Semoga Bapak tersenyum dari Surga sana,
begitu pun dengan mendiang kakak saya Masda Habeahan yang dulu Gusti
Yesus mengutus kakak hebat saya ini untuk menyuruh saya kuliah. Dan
bahkan yang sampai saat ini hingga detik ini masih aku ingat ketika itu ia yang
awalnya selalu menyampaikan rencana ingin mengajak orang tua yang kami
kasihi untuk datang melihatku ketika Wisuda. Tapi rencana itu sudah hilang,
Tuhan nggak kasih kesempatan itu untuk keduanya.
3. Tidak lupa trimakasihku juga saya ucapkan kepada mamak yang sedang
meniti hari-hari tuannya, semoga Skripsi ini bisa buat mama bangga terhadap
“Subinto” hingga saat ini mama adalah wanita paling sabar yang doa-doanya
selalau ditujukan untukku. Terimakasih sudah mau bersabar semoga Tuhan
selalu menyertaimu mamak.
vii
4. Untuk seluruh saudara ku, yang tak terhingga untuk abang yang sudah
bersedia sebagai pengganti bapak yang Tuhan pakai untuk mengirimi biaya
kuliah sampai sejauh ini. Sekali lagi ku ucap trimakasih kepada bang Robin
karena sampai kini beliau disela-sela kesibukannya telah berbesar hati untuk
direpotkan. Dan tidak lupa saya ucapkan rasa terimakasih juga untuk abangku
Sunggul Habeahaan, Diman, Kaka ku Nika dan Evi Sarwendah yang telah
memberikan support, dorongan, dan doa dalam mengenyam pendidikan
jenjang sarjana. Kalian semua itu spesial.
5. Ponakan ku yang jauh di sana Ricky, Yeyen, Rendy, Yecika, Geby, Mamo,
Sidon, Ramona, Mery, Stifen dan Canmoti Padang.
6. Seluruh keluarga besar dari Alm Bapak M. Habeahan dan P. Br Anakampun
(+) dan Ibu L. Br Purba.
7. Sahabat-sahabat seperjuangan mahasiswa program studi Ilmu Pemerintahan
STPMD ”APMD’ Yogyakarta serta teman-teman KKN Pedukuhan
Kalinongko yang telah memberikan pengalaman dan pembelajaran hidup yang
penuh arti selama KKN. Bersama kalian kutemukan makna hidup yang lebih
mendalam. Untuk pak Andar Kusnanto sekeluarga maafkan saya apabila ada
salah selama melewati 50 hari di posko KKN.
8. Teman-teman/ sahabat penulis selama bertahun-tahun menempa diri di
kampus tercita: Frid Doru, Beni Eka, Gabriel Bato yang selalu bersama
bercanda, tawa dan sharing di saat jenuh, dan untuk calon master Ilmu
Pemerintahan Cobas Plaikol terimakasih sudah meminjamkan penulis laptop
selama proses penyusunan tulisan ini, juga anak Kalimantan Hendrikus
Lawing, Irvanov Alil, Ardi dan anak Sumba NTT lainnya Brayen, Narti,
Nelson, Krisna, dan yang akan segera menyusun skrispi semangat Kak Fian,
Andi Tauwe teman paling kocak dari Sorong Papua, Hengki Jaiwu dan
Thomas Sangu anak Kodi met berjuang menyelesaikan skripsi dan semoga
viii
kalian secepatnya menyusul menjadi sarjana. Selanjutnya Bestari Lahagu,
Andra, Ben Panda, Ka Konradus, Bayu, Sastra dari nias serta teman-teman
lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang selalu mendukung,
memberikan support dan semangat dalam mengerjakan karya ilmiah ini.
Sekali lagi ku ucap terimakasih telah menjadi kawan bertumbuh sampai sejauh
ini, dan semoga ke depannya kita semua menjadi orang suskses. Amin
9. Untuk seluruh kawan-kawan organisasi Ikatan Mahasiswa Pak-pak
Yogyakarta (IMPY) terimakasih yang setinggi-tingginya, terkhusus untuk
seluruh pengurus IMPY yang pernah berbagi ilmu, pengalaman dan keceriaan
bersama penulis. Termikasih telah menerima saya dengan tangan terbuka.
10. Sahabat teman dari luar kampus, Sendi Nahampun, Girang Sinamo dan teman-
teman dari Sidikalang lainnya yang tidak bisa saya tulisakan semua namanya
dan juga mantan kawan satu kontrakan selama penulis berada di Jogja, kaka
Evi, Dewi, Sarah, Sari, Melinda, Verah, Jhen, dan Bang Setyadi salah satu
anak kontrakan Cepit Baru. Tak lupa, penulis pun menyampaikan terimakasih
kepada anak Trantam dari Pekan Baru Randi Sanjaya Girsang, dari Siantar
Andi Siregar, Hotlan Pangaribuan dari Tobasa, Ardiansyah dari Beras Tagi.
Juga yang masih ada hubungan saudara dengan penulis dari Sidikalang, Fredy
dan Endah Padang serta semua teman yang pernah tinggal serumah dengan
saya sewaktu ngontrak di Gendeng maaf tidak bisa dituliskan semua.
11. Dan semua orang yang telah berkontribusi dalam hidup penulis yang mana
penulis tidak bisa menyebutkan satu-persatu.
ix
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang
Mahakuasa, karena atas rahmat dan penyertaan-Nya sehingga penulis memiliki
semangat, hikmat serta akal budi dalam rangka menyelesaikan skripsi dengan
judul Akselerasi Pengentasan Kemiskinan Melalui Optimalisasi Program Bela
Beli Kulon Progo (Suatu Penelitian Deskriptif Kualitatif di Desa Gerbosari,
Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta). Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana jenjang pendidikan strata satu (S1) pada prodi
Ilmu Pemerintahan Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa.
Selanjutnya dalam kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, penulis
juga menyampaikan terimakasih yang setulus-tulusanya kepada yang terhormat :
1. Bapak Habib Muhsin, S.Sos, M. Si selaku Ketua Sekolah Tinggi
Pembangunan Masyarakat Desa’AMD” Yogyakarta.
2. Bapak Gregorius Sahdan, S.IP, M.A selaku Ketua Program Studi Ilmu
Pemerintahan STPMD ”APMD” Yogyakarta.
3. Ibu Dra, Sri Utami M.Si selaku Dosen Pembimbing yang selama ini telah
begitu sabar memberikan bimbingan, nasehat, arahan dan masukan yang
sangat berharga bagi Penulis.
4. Ibu Leslie Retno Angeningsih, Ph.D selaku Dosen (Penguji 1) dan Bapak Drs.
Hasto Wiyono, MS selaku Dosen (Penguji 2) yang sudah berkenan menguji
dan memberikan teguran, koreksi dan saran untuk mendekati kesempurnaan
skripsi ini.
x
5. Bapak dan Ibu Dosen yang telah banyak memberi materi kuliah khususnya
Dosen jurusan Ilmu Pemerintahan Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat
Desa ”APMD” Yogyakarta.
6. Disperindag Kabupaten Kulon Progo, Aparatur Kecamatan Samigaluh,
Pemerintah Desa Gerbosari dan para pelaku UMKM Gerbosari serta pihak
lain yang sudah memberikan data/informasi yang diperlukan dalam
melaksanakan penelitian terkususnya informan pada saat penelitian.
7. Seluruh keluarga Besar Korps Mahasiswa Ilmu Pemerintahan STPMD
“APMD” Yogyakarta.
8. Almamater kebesaran, Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa
”APMD” Yogyakarta, terimakasih atas jasamu dalam setiap perjalanan dan
pengalaman hidup selama menempuh teori dan penyelesaian kuliah.
Akhir kata “tidak ada gading yang tak retak “, penulis menyadari juga
skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis dengan senang
hati untuk menerima segala kritik, masukan serta saran oleh siapapun demi
kebaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan
manfaat yang sangat berharga bagi para pembaca pada umumnya dan bagi
penyusun khususnya. Terima Kasih.
Yogyakarta 07 Oktober 2018
Hormat saya,
Subinto H Habeahan
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................... iv
HALAMAN MOTTO ...................................................................................... v
HALAMAN PESEMBAHAN ......................................................................... vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xvi
ABSTRAK ....................................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 16
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 16
D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 17
E. Kerangka Teori ........................................................................... 18
1. Kemiskinan .......................................................................... 18
2. Konsep Pembangunan Ekonomi Daerah .............................. 30
3. Model Pembangunan dan Ekonomi Kerakyatan .................. 46
4. Kajian Manajemen Dalam Strategi Pemasaran .................... 60
xii
F. Ruang Lingkup ........................................................................... 74
G. Metode Penelitian ....................................................................... 75
1. Jenis Penelitian ..................................................................... 75
2. Unit Analisis ........................................................................ 76
3. Teknik Pengumpulan Data ................................................... 79
4. Teknik Analisi Data ............................................................. 81
BAB II PROFIL DESA GERBOSARI DAN DESKRIPSI TENTANG
PROGRAM BELA BELI KULON PROGO ..................................... 83
A. Sejarah Singkat............................................................................. 83
B. Aspek Geografis ........................................................................... 83
1. Keadaan Wilayah ................................................................... 83
2. Letak dan Batas Wilayah ....................................................... 84
3. Orbitasi .................................................................................. 85
4. Luas Wilayah ......................................................................... 87
5. Keadaan Tanah ....................................................................... 88
6. Keadaan Iklim ........................................................................ 89
7. Keadaan Air ........................................................................... 89
C. Aspek Demografi ......................................................................... 90
D. Aspek Perekonomian ................................................................... 92
E. Aspek Pendidikan ........................................................................ 97
F. Aspek Kesehatan .......................................................................... 100
G. Aspek Sosial ................................................................................. 102
H. Aspek Pemerintahan..................................................................... 103
xiii
1. Struktur Pemerintahan Desa ................................................... 103
2. Visi dan Misi Desa Gerbosari ................................................ 108
3. Implementasi Program Pemerintah ........................................ 109
4. Kinerja Pemerintah Desa........................................................ 113
5. Keuangan Desa....................................................................... 114
6. Lembaga Kemasyarakatan ..................................................... 115
I. Aspek Kesenian dan Kebudayaan ................................................ 117
J. Aspek Teknologi Informasi.......................................................... 119
K. Menilik Program Bela Beli Kulon Progo ..................................... 121
a. Sejarah Singkat Pembentukan Program ................................. 121
b. Tahap-tahap Perumusan Program .......................................... 124
c. Cakupan Program ................................................................... 129
d. Implementasi Program ........................................................... 134
BAB III ANALISIS TENTANG AKSELERASI PENGENTASAN
KEMISKINAN MELALUI OPTIMALISASI PROGRAM BELA
BELI KULON PROGO ..................................................................... 148
A. Optimalisasi Program Bela Beli Kulon Progo ............................. 148
1. Efektifitas Program Bela Beli Kulon Progo Dalam Rangka
Pengentasan Kemiskinan ....................................................... 151
2. Ketersediaan Sumber Daya Manusia Dalam Hal Kapasitas
Sebagai Pelaku Ekonomi Serta Sebagai Produsen ................. 160
3. Kesiapan dan Konsistensi Pemerintah Dalam Memberikan
Dukungan Melalui Regulasi dan Bantuan ............................. 173
xiv
4. Model kebijakan yang digunakan dalam strategi perluasan
pemasaran produk lokal ......................................................... 182
BAB IV PENUTUP .......................................................................................... 194
A. Kesimpulan .................................................................................. 194
B. Saran ............................................................................................. 200
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Pendekatan dan Konsep Baru Dalam Pembangunan ................... 34
Tabel 1.2 Deskripsi Nama dan Pekerjaan Informan .................................... 77
Tabel 2.1 Keadaan Orbitasi Desa Gerbosari ................................................ 86
Tabel 2.2 Luas Wilayah Desa Gerbosari ...................................................... 88
Tabel 2.3 Prasarana Air Bersih di Desa Gerbosari....................................... 90
Tabel 2.4 Jumlah Penduduk Desa Gerbosari ............................................... 91
Tabel 2.5 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Gerbosari ..... 91
Tabel 2.6 Data Rumah Tidak Layak Huni di Desa Gerbosari ..................... 94
Tabel 2.7 Data Kemiskinan Desa Gerbosari ................................................ 94
Tabel 2.8 Mata Pencaharian Penduduk ........................................................ 96
Tabel 2.9 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan .................... 97
Tabel 2.10 Fasilitas Pendidikan Umum Desa Gerbosari................................ 98
Tabel 2.11 Fasilitas PAUD Desa Gerbosari ................................................... 99
Tabel 2.12 Daftar Posyandu Desa Gerbosari ................................................. 101
Tabel 2.13 Fasilitas Kesehatan Desa Gerbosari ............................................. 102
Tabel 2.14 Data Kelembagaan Desa Gerbosari ............................................. 116
Tabel 2.15 Daftar Produk Lokal Kulon Progo yang Masuk ke Tomira ......... 143
Tabel 2.16 Implementasi Program Bela Beli Kulon Progo ............................ 146
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Peta Desa Gerbosari ................................................................... 85
Gambar 2.2 Struktur Pemerintahan Desa Gerbosari ...................................... 105
Gambar 2.3 Alur Penyusunan APBDesa Gerbosari....................................... 110
Gambar 2.4 WI-FI Umum Desa Gerbosari .................................................... 120
Gambar 2.5 PDRB Kabupaten Kulon Progo ................................................. 131
Gambar 2.6 Laju Inflasi Kabupaten Kulon Progo ......................................... 132
Gambar 2.7 Distribusi Penyumbang Inflasi Kabupaten Kulon Progo ........... 133
Gambar 2.8 Air Kemasan “AirKU ................................................................. 135
Gambar 2.9 Beras Rasda Kulon Progo .......................................................... 137
Gambar 2.10 Motif Geblek Renteng pada Kain Batik ..................................... 139
Gambar 2.11 Produk Lokal Kulon Progo di Tomira Gerbosari ....................... 144
Gambar 2.12 Desain Bangunan Tomira di Desa Gerbosari ............................. 145
xvii
ABSTRAK
Kulon Progo merupakan Kabupaten yang terletak di bagian barat Daerah
Istimewa Yogyakarta yang pada tahun 2011 dari lima kabupaten/kota di provinsi DIY. Kulon Progo menduduki peringkat terakhir dalam kesejahteraan masyarakatnya. Dengan demikian solusi yang dilakukan Pemkab Kulon Progo untuk membebaskan Kulon Progo ini dari belenggu kemiskinan adalah dengan meluncurkan program mengembangkan produk lokal selanjutnya disebut gerakan “Bela Beli Kulon Progo”. Selanjutnya sejak program Bela Beli Kulon Progo yang dideklarasikan Bupati-Wakil Bupati Kulon Progo, Hasto Wardoyo bersama Wakil Bupati, Sutedjo, pada tanggal 25 Maret 2013, selama lebih kurang 6 tahun program ini dilaksanakan terbukti cukup berhasil dalam menanggulangi kemiskinan. Hal ini dapat dilihat dari data BPS Kulon Progo menunjukkan angka persentase kemiskinan mengalami penurunan, yaitu tahun 2013 menjadi sebesar 21,39%, tahun 2014 sebesar 20,64%, tren penurunan tersebut terus berlanjut dimana pada tahun 2016 berhasil turun menjadi 20,30%.
Oleh karena itu berdasarkan analisa dari fakta yang terjadi menunjukkan bahwa peluncuran program tersebut terbukti mampu membebaskan wilayahnya dari peredikat Kabupaten termiskin di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Namun, disatu sisi realisasi program tersebut masih belum berjalan mulus dalam mengembangkan dan memasarkan produk khas daerah yang mempunyai daya saing. Hal ini dapat dilacak pada produk yang diproduksi melalui implementasi program tersebut selama ini masih terus menjual dengan kekuatan sendiri dan senyatanya produk Kulon Progo sampai saat ini belum banyak dikonsumsi oleh masyarakt luar. Masih terkait dengan konteks permasalahan kemiskinan, berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik dan media online pada penjelasan sebelumnya maka dapat kita ketahui bahwa meski angka kemiskinan di daerah Kulon Progo mulai berkurang dari waktu ke waktu, namun demikian secara umum belum merata, terbukti di beberapa wilayah di tingkat desa khususnya di Desa Gerbosari terhitung sejak tahun 2014 hingga tahun 2016 jumlah warga miskin dan sangat miskin masih tergolong tinggi.
Maka atas dasar itu penulis merasa tertarik memilih judul tentang: “Akselerasi Pengentasan Kemiskinan Melalui Optimalisasi Program Bela Beli Kulon Progo (Suatu penelitian Deskriftif Kualitatif di Desa Gerbosari, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi DIY)”. Dalam penelitian ini mengunakan metode Penelitian kualititaif dengan tipe deskriptif peneliti menggunakan Porposive. Teknik pengumpulan data peneliti mengunakan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi, yakni mengumpulkan dokumen yang relevan dengan penelitian ini. Dalam melakukan wawancara peneliti mengambil 29 informen yang ditemui di daerah Kulon Progo. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa, tujuan utama dicanangkannya program „Bela Beli Kulon Progo‟ ini adalah untuk pengentasan kemiskinan di Kabupaten Kulon Progo. Pemerintah berupaya untuk membebaskan Kulon Progo ini dari belenggu kemiskinan, sehingga predikat sebagai salah satu Kabupaten dengan jumlah kemiskinan yang tinggi dapat ditanggalkan. Program ini diharapkan dapat meningkatkan rasa cinta masyarakat terhadap daerahnya dengan mengutamakan membeli produk asli daerahnya.
Kata Kunci: Bela Beli Kulon Progo, Untuk Pengentasan Kemiskinan
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Krisis yang melanda perekonomian Indonesia pada pertengahan tahun
1997 lalu selain telah menghempas masyarakat juga telah menghancurkan
struktur bangunan ekonomi dan pencapaian hasil pembangunan di bidang
kesejahteraan sosial selama rezim Orde Baru (1966-1998). Salah satu
penyebab terjadinya krisis tersebut adalah kenyataan bahwa meningkatnya
angka-angka statistik pertumbuhan ekonomi selama Orde Baru tidak benar-
benar merefleksikan terjadinya pemerataan kesempatan dan perolehan
kesejahteraan secara bermakna. Kebijakan pembangunan Indonesia yang
menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi tidak selalu diikuti oleh
terjadinya penyebaran kemakmuran (trickle down effect). Dalam kenyataanya,
strategi pembangunan ekonomi Indonesia yang bertumpu pada pertumbuhan
ekonomi selama masa orde baru hingga bergulirnya reformasi sampai dewasa
ini sering menuai gugatan bukan saja karena ketidaktepatan sasarannya,
melainkan juga karna kesalahan orientasinya. Pembangunan ekonomi yang
berorientasi pertumbuhan hanya melahirkan peningkatan kesejahteraan semu
pada sekelompok kecil orang yang sangat kaya, ketimbang secara rill
dirasakan oleh mayoritas penduduk miskin pada umumnya.
Berdasarkan pengalaman yang terjadi dalam praktik pembangunan
Indonesia yang lebih menekankan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi
2
pada akhir dasawarsa 1960-an hingga dewasa ini, seringkali tidak mampu
mengatasi masalah sebenarnya, yakni upaya meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan mengentaskannya dari belenggu kemiskinan. Gambaran
terwujudnya masyarakat yang sejahtera masih sebatas impian, karena
kenyataan menunjukkan Indonesia saat ini masih dihadapkan pada
pemasalahan kemiskinan yang ditandai oleh besarnya jumlah penduduk yang
hidup di bawah garis kemiskinan dan penduduk yang rentan untuk jatuh ke
bawah garis kemiskinan. Bicara masalah kemiskinan sesungguhnya bukan
merupakan isu baru, melainkan merupakan isu yang seolah abadi sepanjang
jaman yang melanda setiap bangsa. Bahkan bangsa maju sekalipun masih
memiliki kantong-kantong kemiskinan.
Kemiskinan sendiri merupakan masalah gradual yang cukup rumit,
khususnya bagi negara-negara sedang berkembang. Terbukti kurang lebih 900
juta penduduk dunia adalah miskin, mereka meggantungkan hidup dengan
kurang dari $1 setiap hari, mereka tinggal di Asia dan Afrika. Satu dari tiga
orang di Asia adalah miskin. Kondisi kemiskinan sebagaimana diilustrasikan
oleh data tersebut sangat menggelisahkan. Beban kemiskinan serupa juga
dijumpai di Indonesia. Dalam konteks Indonesia, setelah nyaris tumbang
dilanda badai krisis yang begitu dahsyat, Indonesia saat ini masih berkutat
untuk melepaskan diri dari segala kesulitannya. Tak terkecuali salah satunya
kemiskinan.
Sebagaimana dalam kutipan publikasi tentang jumlah dan persentase
penduduk miskin dan indikator untuk memahami suatu masyarakat berada
3
dalam lingkaran kemiskinan, di Indonesia umunya menggunakan cara
penggolongan yang diajukan BPS (Badan Pusat Statistik) yang mendapat
keunggulan sebagai angka resmi yang dipakai oleh pemerintah. Berikut
berdasarkan kriteria metode pengukuran kemiskinan, menurut Badan Pusat
Statistik dalam Sulistiyani (2007: 35) yang mengkonversikan dengan
kebutuhan kalori, yaitu apabila penduduk dalam pengeluaran tidak mampu
memenuhi kecukupan konsumsi makanan serta 2, 100 kalori per hari ditambah
pemenuhan kebutuhan pokok minuman non makanan berupa perumahan,
pakaian, kesehatan dasar, pendidikan dasar, transportasi dan aneka barang/jasa
yang sekarang dijabarkan ke dalam penetapan upah minimum dan standar
pemenuhan kebutuhan hidup layak dari masing-masing wilayah, maka secara
eksplisit dapat diketahui bahwa orang atau keluarga yang tidak mampu
memenuhi kebutuhan pokok minimum sebagaimana disampaikan dalam
ukuran yang dibangun oleh pihak Badan Pusat Statistik di atas maka dapat
dikatagorikan miskin.
Selanjutnya jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan
september 2015 sebesar 28,51 juta orang (11,13 persen). Dibandingkan pada
penduduk miskin pada september 2014 yang berjumlah 27,73 juta (10,96
persen), berarti jumlah penduduk miskin pada tahun 2015 bertambah 780 ribu
orang. (sumber: https://www.bps.go.id/statictable/2014/01/30/1494/ jumlah
penduduk miskin-persentase-penduduk-miskin-dan-garis-kemiskinan-1970-
2017.html).
4
Berdasarkan dari data tersebut terlihat bahwa tingkat kemiskinan di
Indonesia saat ini jika diamati dengan data penduduk miskin yang dikeluarkan
Badan Pusat Statistik (BPS) apa bila sebelumnya ada pandangan bahwa
indikator utama kemiskinan terkait dengan pemenuhan kebutuhan primer,
maka realitas yang terjadi menunjukkan bahwa selama ini penduduk Indonesia
boleh dikatakan belum pernah terbebas dari kemiskinan, sebab masih banyak
yang sulit memenuhi kebutuhan dasar tersebut.
Oleh karena itu belajar dari kekuarangan tersebut maka pembangunan
salah satunya harus dipandang sebagai sebuah upaya untuk mengurangi angka
kemiskinan sekecil mungkin, dan juga diperlukan adanya perubahan orientasi
dalam bingkai paradigma membangun manusia (people centered
developmment) adalah peningkatan produktifitas yang tinggi melalui investasi
pada manusia (human investment) dan pengembangan ekonomi makro yang
memungkinkan manusia meraih potensi optimalnya, berkaitan dengan
pengentasan kemiskinan Usman (dalam Jamasy: 2004: xiii) mengatakan
bahwa :
“Upaya pengentasan dan penanggulangan kemiskinan di negeri ini
ditandai dengan perubahan dari semula berorientasi pada
pertumbuhan ekonomi menjadi berorientasi pada pemberdayaan
masyarakat.”
Terlepas dari kepentingan dan cara pandang di atas, bahwa bicara
mengenai pengentasan kemiskinan bukan hanya masalah ekonomi saja.
Masalah kemiskinan hakekatnya adalah masalah mental bangsa, kemiskinan
bahkan bisa saja diartikan sebagai sebuah fakta sosial mengakibatkan
5
permasalahan di beberapa bidang pembangunan. Oleh karena itu pengentasan
kemiskinan perlu dilakukan dengan cara megubah mind set masyarakat
melalui berbagai pendekatan pemberdayaan. Pengentasan kemikinan hanya
dapat dilakukan melalui upaya pemberdayaan masyarakat. Masyarakat
didorong untuk memiliki kemampuan sesuai potensi dan kebutuhannya untuk
berdiri tegak di atas kakinya sendiri, memiliki daya saing, serta mandiri,
melalui berbagai kegiatan pemberdayaan.
Hal tersebut didasari oleh pemahaman bahwa kemiskinan merupakan
wujud kegagalan pembangunan ekonomi yang harus segera ditangani dengan
serius oleh semua bangsa. Pembangunan yang menekan pertumbuhan
ekonomi dengan mengabaikan pemerataan, maka dengan sendirinya akan
melahirkan ketimpangan yang memicu kemiskinan dan keterbelakangan baik
secara sosial maupun spasial. Kemiskinan yang merupakan kegagalan
pembangunan ekonomi ini melanda sebagian besar negara-negara berkembang
dan menjadi masalah akut yang belum diselesaikan dengan tuntas melalui
pembangunan ekonomi. Negara Indonesia yang juga merupakan Negara
berkembang dengan angka kemiskinan yang tergolong tinggi sejak awal
berdirinya juga berupaya meningkatkan pembangunan ekonominya dalam
rangka untuk mewujudkan cita-cita yang luhur dibentuknya Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Tujuan pembangunan nasional pada akhirnya diharapkan
dapat megangkat tingkat kesejahteraan untuk memajukan kesejahteraan
umum.
6
Untuk pemenuhan kesejahteraan tersebut di Indonesia berbagai
kebijakan telah dikeluarkan dalam rangka pengentasan kemiskinan, akan
tetapi pilihan kebijakan pengentasan kemiskinan selalau menyisahkan
persoalan di dalam implementasinya pada level mikro. Maka upaya untuk
mengentaskan kemiskinan agar sejalan pada paradigma yang berpusat pada
manusia people centered development (PCD), diperlukan upaya membangun
kesadaran suatu masyarakat dan sekaligus menata kembali tatanan sosial yang
ada maka metoda yang sangat efektif adalah melalui pembangunan
partisipatif, yaitu pembangunan yang secara langsung melibatkan semua pihak
yang terkait dalam proses pengambilan dan pelaksanaan keputusan dengan
tetap mendudukkan komunitas/masyarakat pemanfaat sebagai pelaku utama,
artinya keputusan-keputusan penting yang menyangkut hidup mereka
sepenuhnya ada di tangan komunitas/ masyarakat.
Pembangunan partisipatif ini merupakan model pembangunan yang
melibatkan komunitas pemanfaat sebagai pelaku utama untuk secara aktif
mengambil langkah-langkah penting yang dibutuhkan untuk memperbaiki
hidup mereka. Pembangunan partisipatif ini juga merupakan koreksi sekaligus
model yang secara nyata memadukan antara perencanaan dari atas atas
kebijakan pemerintah (top down planing) dan perencanaan dari bawah atas
inisiatif masyarakat (bottom up planing). Pemerintah dalam hal ini bertindak
sebagai katalis pembangunan dan masyarakat sebagai klien sebagai pihak
yang diberdayakan untuk difasilitasi agar mampu berperan sebagai pelaku
7
utama untuk memecahkan persoalan mereka melalui hasil kerja mereka
sendiri.
Pembangunan partisipatif bercirikan :
1. Pelaku eksternal (katalis pembangunan) bersama masyarakat merumuskan
persoalan yang dihadapi
2. Masyarakat aktif mengambil sikap dan tindakan untuk mengatasi
persoalan tersebut serta menentukan cara menangani persoalan tersebut
3. Pelaku eksternal (katalis Pembangunan) bersama masyarakat menetapkan
sumber daya yang dapat dialokasikan untuk memecahkan persoalan
tersebut
4. Pelaku eksternal (katalis pembangunan) bersama masyarakat memutuskan
rencana dan program pelaksanaan untuk mencapai tujuan pemecahan
persoalan tersebut
5. Pelaku eksternal (katalis pembangunan) bersama masyarakat memutuskan
pada upaya untuk mendorong masyarakat mengembangkan dirinya untuk
mampu mengambil keputusan yang rasional, dan merencanakan perbaikan
masa depan mereka melalui tata oraganisasi yang ada pada masyarakat itu
sendiri.
Pembangunan partisipatif memiliki beberapa kelebihan antara lain:
Pertama, Pembangunan lebih efektif dan efisien, dalam penggunaan
sumber daya akan bisa dipadukan antara yang berasal dari masyarakat,
pemerintah ataupun pihak-pihak lain yang terlibat, sehingga dengan alokasi
sama dapat menjangkau lebih luas.
8
Kedua, pembangunan lebih menyentuh masyarakat, pembangunan
partisipatif yang mengedepankan peran aktif masyarakat tentu saja adalah
dalam rangka memenuhi kebutuhan walaupun bukan berarti tidak sesuai
dengan rencana dari eksternal.
Ketiga, Kesadaran masyarakat relatif tinggi, karena masyarakat
mengetahui persoalan yang mereka hadapi dan potensi yang mereka miliki.
Keempat, Masyarakat bertanggung jawab, rasa tanggung jawab atas
keberhasilan dan pemanfaatan hasil pembangunan. Masyarakat dapat saling
belajar dalam proses pembangunan antara anggota masyarakat ataupun pihak
lain. Dari proses partisipatif akan tumbuh solidaritas, dan masyarakat secara
terorganisir mampu mengambil keputusan untuk menentukan masa depan
mereka.
Selain itu dalam mencari jalan ke arah pembangunan yang berkeadilan,
serta ketidakpuasan terhadap pelaksanaan teori-teori pembangunan di Negara-
negara berkembang, Korten (1984 dalam Theresia, dkk 2015: 22)
memunculkan teori baru yang menyajikan potensi-potensi baru yang penting
guna memantapkan pertumbuhan dan kesejahteraan manusia, keadilan dan
kelestarian pembangunan itu sendiri, yang kemudian disebut sebagai teori
Pembangunan yang Berpusat pada Rakyat (People Centered Development).
Teori ini menyatakan bahwa pembangunan harus beriorientasi pada
pembangunan peningkatan kualitas hidup manusia dengan memperhatikan
unsur pemberdayaaan, bukan pada pertumbuhan eknomi melalui pasar
maupun memperkuat Negara. Menurut Widjaja (2003: 169) pemberdayaan
9
masyarakat adalah upaya meningkatkan kemampuan dan potensi yang dimiliki
masyarakat, sehingga masyarakat dapat mewujudkan jati diri, harkat dan
martabatnya secara maksimal untuk bertahan dan mengembangkan diri secara
mandiri baik di bidang ekonomi, sosial, agama dan budaya.
Prinsip-prinsip swadaya dan kebersamaan dalam konteks
pemberdayaan saat ini dianggap paling tepat dalam rangka pengentasan
kemiskinan, pengentasan kemiskinan pada masa sekarang bukan lagi harus
dimotori dan dimonopoli oleh negara, akan tetapi negara hanya menjadi
fasilitator dengan cara memberikan stimulan atau tratment kepada masyarakat
itu sendiri agar mampu memanfaatkan sumberdaya yang ada untuk keluar
dari garis kemiskinan secara mandiri.
Sejalan dengan hal tersebut dan dengan semangat otonomi daerah yang
dituangkan pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah yang telah disempurnakan lagi oleh Undang-Undang Nomor 9 Tahun
2015, sistem pemerintah di Indonesia berubah dari sistem sentralistis menjadi
desentralistis sehingga untuk setiap daerah diberi kewenangan yang
seluasluasnya di dalam menyelenggarakan otonomi daerah dan mengurus
urusan pemerintah dan kepentingan masyarakatnya sendiri. Desentralisasi
merupakan sebuah cara untuk membangun pemerintahan yang efektif,
mengembangkan pemerintahan yang demokratis di seluruh level,
mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat, menghargai berbagai
keragaman lokal, menghormati dan mengembangkan potensi penghidupan
masyarakat lokal, serta memelihara integrasi nasional.
10
Dalam konteks asas desentralisasi, atau yang lebih populer disebut
otonomi daerah adalah dasar hukum yang menyatakan penyerahan sejumlah
urusan pemerintah dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk
mengatur dan mengurus daerah mulai dari kebijakan, perencanaan sampai
pada implementasi dan pembiayaan dalam rangka demokrasi. Dengan
demikian, sejalan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah berlaku, maka upaya
pengentasan kemiskinan tidak lagi sepenuhnya menjadi tanggungjawab oleh
pemerintah Pusat. Hal tersebut menegaskan bahwa dalam kewenangan
ekonomi yang dimiliki daerah melekat pula wewenang dan tanggungjawab
untuk secara aktif dan secara langsung mengupayakan penanggulangan
kesmiskinan di daerah yang bersangkutan. Program pengentasan kemiskinan
pada dasarnya menekankan pada kegiatan pemberdayaan masyarakat. Pola ini
diharapkan dapat memacu partisipasi aktif masyarakat, terutama potensi sosial
yang dimiliki masyarakat miskin juga dapat ditumbuhkembangkan sehingga
mereka bukan sebagai objek melainkan subyek yang terlibat di dalam program
tersebut.
Melalui partisipasi aktif masyarakat, diharapkan terjadi pengurangan
ketergantungan pada pihak-pihak lainnya. Salah satu isu didalam persoalan
kemiskinan adalah rendahnya partisipasi mereka dalam kegiatan ekonomi
produktif. Hal ini dapat disebabkan berbagai alasan, diantarannya adalah
rendahnya pendidikan dan keterampilan yang mereka miliki, yang bisa
dipandang sebagai akibat ketidakadilan sosial yang terjadi di masyarakat.
Tanpa bekal pendidikan dan keterampilan yang dimiliki seseorang akan sulit
11
memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang layak. Dengan kondisi yang
demikian, seseorang akan semakin terjebak didalam lingkaran kemiskinan
(proverty trap). Dari uraian tentang kemiskinan baik konsep, program, dan
hambatan maka kata kuncinya adalah ketidak mampuan menuju kemandirian.
Oleh karena itu upaya pengentasan kemiskinan memerlukan
pendekatan yang bisa meningkatkan potensi yang dimiliki sehingga dapat
menekan ketidak mampuannya menuju kemandirian dan konsep
pemberdayaan dapat terwujud. Banyak program dengan konsep pemberdayaan
sudah diimplementasikan untuk penanggulangan kemiskinan di Indonesia dan
salah satunya adalah dari kebijakan Pemerintah Daerah Kulon Progo yang
telah meluncurkan program mengembangkan produk lokal selajutnya disebut
“Bela Beli Kulon Progo”. Adapun tujuan utama dari program yang dibuat ini
tentunya adalah sebagai upaya untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat
di wilayah ini. Selanjutnya melalui semangat yang disebut Gerakan Bela-Beli
Kulon Progo dirumuskan kembali mekanisme upaya percepatan pengentasan
kemiskinan dan sekaligus dalam rangka untuk mewujudkan kemandirian
pertumbuhan ekonomi yang melibatkan unsur masyarakat, mulai dari tahap
perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi.
Pada intinya Gerakan Bela-Beli Kulon Progo merupakan gerakan
sosial yang dirintis oleh Pemerintah Kabupaten Kulon Progo dengan
berlandaskan aspek pemberdayaan masyarakat dalam RPJMD. Gerakan “Bela
Beli Kulon Progo” waktu itu semangatnya adalah merebut pasar di negeri
sendiri, maka berkenaan untuk mencapai tujuan mulia tersebut Pemerintah
12
Kabupaten Kulon Progo telah mengikrarkan Bela Beli Kulon Progo guna
memberi dukungan dan sekaligus sebagai tekad dan wujud keberpihakan dan
pembelaan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo kepada seluruh komponen
yang ada baik petani, pelaku UMKM, Koperasi, BUMD, Perusahaan, dan
seluruh masyarakat Kulon Progo dengan memanfaatkan, menggunakan,
mengonsumsi, membeli, dan mengembangkan serta mencintai produk-produk
lokal dalam rangka mewujudkan kemandirian dan kedaulatan ekonomi lokal
Kulon Progo. Pada bagian berikutnya dalam konteks regional dan nasional,
gerakan ini dapat diterapkan untuk mewujudkan kemandirian dan kedaulatan
Negara dalam menghadapi system ekonomi kapitalis/pasar bebas.
Disi sisi lain, sejak program Bela Beli Kulon Progo yang
dideklarasikan Bupati-Wakil Bupati Kulon Progo, Hasto Wardoyo bersama
Wakil Bupati, Sutedjo, pada tanggal 25 Maret 2013, selama lebih kurang 6
tahun program Bela Beli Kulon Progo ini dilaksanakan telah membawa
dampak dan pengaruh positif yang signifikan terutama terciptanya multiplier
effect bagi perekonomian daerah khususnya menjadikan produk-produk lokal
Kulon Progo menjadi “Raja di Negeri Sendiri”. Di samping hal-hal yang
umum Gerakan “Bela Beli Kulon Progo” juga merupakan salah satu bentuk
kebijakan yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam meningkatkan
perekonomian daerah. Sebagaimana telah diulas di muka, bahwa program
Bela Beli Kulon Progo ini ikut berkontribusi dalam upaya pengentasan
kemiskinan. Hal ini dapat dilihat dari angka kemiskinan Kabupaten Kulon
Progo yang menunjukkan bahwa ada penurunan angka kemiskinan yang
13
cukup signifikan sebesar 1,93 % yaitu dari 23,32 % pada tahun 2012 menjadi
21,39 % pada tahun 2013. Trend penurunan tersebut terus berlanjut, dimana
pada tahun 2014 berhasil turun menjadi 20,64% dan kondisi ini diharapkan
akan terus menurun pada tahun-tahun berikutnya.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat kita lihat bahwa sejak
digalakkanya program Bela Beli Kulon Progo ada beberapa keberhasilan yang
diperoleh melalui program Bela Beli Kulon Progo khususnya angka
kemiskinan mengalami penurunan namun tetap tergolong masih tinggi. Oleh
karena itu, dengan mempertimbangkan besarnya manfaat dan dampak
Program Bela Beli Kulon Progo bagi pemberdayaan dan kemandirian Kulon
Progo, maka program ini tidak hanya perlu terus dilanjutkan tetapi akan
dikembangkan sesuai dengan potensi, kondisi, dan kebutuhan.
Dengan demikian berkenaan dalam konteks desentralisasi pada
prinsipnya terkait adanya kebebasan dalam hak kewenangan yang dimiliki
daerah untuk mengatur rumah tangga sendiri, maka pada peran Pemerintah
Daerah dari aspek regulasi dalam keberlanjutan program Bela Beli Kulon
Progo sudah menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo Nomor 5
Tahun 2016 tentang Perlindungan Produk Lokal. Peraturan tersebut
menggariskan dari segi administrasi pemerintah, bertujuan untuk lebih
memperlancar dan menertibkan tata kelola produk lokal agar dapat
terselenggara secara efektif, efisien dan produktif dengan menerapkan prinsip
membela produk lokal.
14
Regulasi tersebut akan bersifat dinamis mengikuti perkembangan dan
perubahan lingkungan internal maupun eksternal serta mengakomodasi
aspirasi, kebutuhan, dan kepentingan segenap komponen yang ada dan seluruh
masyarakat Kulon Progo. Dalam keberlanjutan dari aspek ekonomi akan terus
dikembangkan baik dari sisi kuantitas, kualitas, dan pengembangan serta
inovasi produk-produk lokal Kulon Progo. Untuk memaksimalkan keuntungan
secara ekonomi peningkatan skala ekonomi (economic of scale) dari produk-
produk lokal Kulon Progo adalah sebuah keharusan. Peningkatan skala
ekonomi sudah mulai nampak berdasarkan data output produk-produk Kulon
Progo yang semakin meningkat sejak diluncurkannya program Bela Beli
Kulon Progo. Dari aspek kelembagaan, program Bela Beli Kulon Progo yang
diinisiasi oleh Bupati Kulon Progo akan semakin kuat dengan dukungan dan
partisipasi segenap komponen yang ada dan seluruh masyarakat Kulon Progo.
Selanjutnya, berdasarkan analisa dari fakta yang terjadi menunjukkan
bahwa program ini menjadikan semangat tersendiri bagi masyarakat untuk
meningkatkan taraf hidupnya. Selain itu, program Bela dan Beli Kulon Progo
merupakan program pemerintah yang sangat populer dibanding program
pemerintah lainnya khususnya dikalangan masyarakat Desa Gerbosari. Namun
demikian kenyataan dilapangan target dari program ini masih belum
sepenuhnya mampu mensejahterakan seluruh warga masyarakat Desa
Gerbosari. Yang menjadi persoalan utamanya karena Gerakan ”Bela Beli
Kulon Progo ini belum optimal dilaksanakan sepenuhnya oleh masyarakat
Desa Gerbosari terbukti hanya kelompok-kelompok tertentu yang terlibat.
15
Program ini belum melibatkan partisipasi dalam mengembangkan dan
memasarkan produk lokal khas desa yang mempunyai daya saing.
Hal ini dapat dilacak pada produk yang diproduksi melalui
implementasi program tersebut selama ini masih terus menjual dengan
kekuatan sendiri dan selain itu produksi barang yang diproduksi oleh pelaku
UMKM hingga saat ini senyatanya belum banyak dikonsumsi oleh masyarakt
luar, akan tetapi kenyataan dilapangan produk yang dihasilkan tersebut hanya
populer di sekitar wilayah Kulon Progo saja. Masih terkait dengan konteks
permasalahan kemiskinan, berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik dan
media online pada halaman sebelumnya maka dapat kita ketahui bahwa meski
angka kemiskinan di daerah Kulon Progo mulai berkurang dari waktu ke
waktu, namun demikian secara umum belum merata, terbukti di beberapa
wilayah di tingkat desa khususnya di Desa Gerbosari terhitung sejak tahun
2014 hingga tahun 2016 jumlah warga miskin dan sangat miskin masih cukup
tinggi. Sehingga dalam hal ini sesuai yang tercantum dalam amanat pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945 untuk benar-benar merealisasikan janji-janji
terkait memberikan kesejahteraan masyarakat secara adil dan merata. Dalam
artian, upaya menekan angka kemiskinan benar-benar terjadi secara signifikan
dan dapat dibuktikan dengan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Maka
dalam hal ini Pemerintah Daerah Kulon Progo terus berupaya untuk
menanggulanginya, dengan tema pemberdayaan yang ditiupkan melalui
program Bela Beli Kulon Progo dengan masksud untuk dapat memperluas
prospek dan pilihan dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat.
16
Namun, agar supaya program bela beli Kulon Progo tersebut dapat
berjalan dengan optimal tentunya membutuhkan berbagai dukungan oleh
semua komponen termasuk Pemerintah dan seluruh masyarakat yang ada baik
petani, pelaku UMKM, Koperasi, BUMD, Perusahaan, dan seluruh
masyarakat Kulon Progo diharapkan untuk lebih mengembangkan produk
mereka agar kedepannaya masyarakat luar selain penduduk daerah Kulon
Progo lebih tertarik untuk memanfaatkan, menggunakan, mengonsumsi,
membeli, hasil produksi dan mengembangkan serta mencintai produk-produk
lokal dalam rangka mewujudkan Kulon Progo yang mandiri dan sejahtera.
Oleh sebab itu, mengingat angka kemiskinan di daerah Kulon Progo
khususnya di desa Gerbosari relatif masih cukup tinggi. Begitu juga terkait
dengan program Beli Kulon Progo yang jika dilihat dari salah satu tujuannnya
untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Maka atas dasar itu penulis
merasa tertarik memilih judul tentang: “Akselerasi Pengentasan Kemiskinan
Melalui Optimaliasi Program Bela Beli Kulon Progo.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan alur argumentasi yang telah dielaborasi pada latar belakang di
atas, maka peneliti mengfokuskan pada pertanyaan dalam tulisan ini adalah:
“Bagaimana Optimalisasi Program Bela Beli Kulon Progo di Desa Gerbosari
Melalui Perluasan Pemasaran Produk Lokal Dalam Rangka Mengakselerasi
Pengentasan Kemiskinan.”
17
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah diajuakan sebelumnya
maka penelitian ini dirancang untuk beberapa hal, yaitu:
1. Mendeskripsikan efektifitas program daerah Bela Beli Kulon Progo yang
berlangsung di Desa Gerbosari dalam rangka untuk mengakselerasi
pengentasan kemiskinan.
2. Mendeskripsikan gambaran singkat mengenai model perluasan pemasaran
produk lokal yang dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten Kulon
Progo dan masyarakat Desa Gerbosari yang juga sebagai pihak yang
terlibat dan kepentingannya terkait dalam optimalisasi program Bela Beli
Kulon Progo.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Peneliti
Dari segi teoritis hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan
dan wawasan yang bermanfaat bagi penulis sendiri, dalam kaitannya
dengan akselerasi pengentasan kemiskinan melalui optimalisasi program
Bela Beli Kulon Progo di Desa Gerbosari.
Pembaca
Secara tertulis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
bagi pembaca sebagai bahan informasi maupun sebagai referensi dalam
kaitannya dengan akselerasi pengentasan kemiskinan yang berlangsung
18
melalui optimalisasi program daerah Bela Beli Kulon Progo di Desa
Gerbosari.
2. Manfaat Praktis
Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa serta bagi pihak lain yang
terkait berhubungan dengan program Bela Beli Kulon Progo
Dari segi praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran serta sekaligus untuk menjadi bahan pertimbangan
dan evaluasi bagi pengambil kebijakan pengentasan kemiskinan
khususnya Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Desa juga kepada pihak
lain yang terlibat dan kepentingannya terkait dalam program Bela Beli
Kulon Progo.
Masyarakat Kulon Progo
Secara praktis, Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi
dan sumbang saran yang bermanfaat kepada masyarakat, serta dapat
dijadikan referensi dalam mengambil keputusan khususnya dalam upaya
meningkatkan kemampuan sosial-ekonominya.
E. Kerangka Teori
1. Kemiskinan
1.1. Definisi Kemiskinan
Istilah kemiskinan muncul ketika seseorang atau sekelompok
orang tidak mampu mencukupi tingkat kemakmuran ekonomi yang
dianggab sebagai kebutuhan minimal dari standar hidup tertentu.
19
Dalam arti sempit, kemiskinan (porper) dipahami sebagai keadaan
kekurangan uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup.
Dalam arti luas, Chambers (dalam Machmud, 2016: 280), mengatakan
bahwa kemiskinan adalah suatu konsep terpadu (intergrated concept)
yang memiliki lima dimensi, yaitu:
a) Kemiskinan (proper)
b) Ketidakberdayaan (powerless)
c) Kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency)
d) Ketergantungan (depedence)
e) Keterasingan (isolation)
Menurut Kuncoro (2003 dalam Machmud, 2016: 281),
kemiskinan didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi
standar hidup minimum, di mana pengukuran kemiskinan didasarkan
pada komsumsi. Berdasarkan komsumsi ini, garis kemiskinan terdiri
dari duan unsur yaitu (1) pengeluaran yang diperlukan untuk membeli
standar gizi minimum dan kebutuhan mendasar laiannya, dan (2)
jumlah kebutuhan lain yang sangat bervariasi, yang mencerminkan
biaya partisipasi dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Ewnowski menggunakan indikator-indikator sosial untuk
mengukur tingkat indeks kehidupan (the level of living indekx).
Menurutnya terdapat tiga tingkatan kebutuhan untuk menentukan
tingkat kehidupan seseorang:
20
(a) Kehidupan fisik dasar (basic fisical needs), yang meliputi
gizi/nutrisi, perlindungan/perumahan (shelter/housing), dan
kesehatan.
(b) Kebutuhan budaya dasar (basic cultural needs), yang meliputi
pendidikan, penggunaan waktu luang dan rekreasi, serta jaminan
sosial (social security).
(c) High income, yang meliputi surplus pendapatan atau melebihi
takarannya. Menurut Amartya Sen (Machmud, 2016: 281),
seseorang dapat dikatakan miskin bila mengalami
“capabilitydeprivation” sehingga mengalami kekurangan
kebebasan yang substantif. Menurut (Amartya Sen dalam
Machmud, 2016: 281), kebebasan substantif memiliki dua sisi:
kesempatan dan rasa aman/keamanan. Kesempatan membutuhkan
pendidikan dan rasa aman atau keamanan membutuhkan kesehatan.
Menurut Chamsyah (2006 dalam Machmud, 2016: 281)
kemiskinan merupakan keadaan ketertutupan, yaitu tertutup dari segala
bentuk pemenuhan kebutuhan diri yang bersifat fisik atau non-fisik.
Selanjutnya, Suparlan (2000 dalam Machmud, 2016: 281) kemiskinan
didefinisikan sebagai keadaan serba kekurangan harta benda dan benda
berharga yang dialami oleh seseorang atau sekelompok orang yang
hidup dalam lingkunagan serba miskin atau serba kekurangan modal,
uang, pengetahuan, kekuatan sosial, fisik, hukum, maupun akses ke
fasilitas pelayanan umum, kesempatan kerja dan berusaha.
21
Menurut Friedman (dalam Machmud, 2016: 281) kemiskinan
adalah ketidaksamaan kesempatan untuk memformulasikan kekuasaan
sosial berupa aset, sumber keuangan, organisasi sosial politik, jaringan
sosial, barang atau jasa, pengetahuan dan keterampilan, serta informasi.
Badan Pusat Statistik mendefenisikan kemiskinan dengan
menetapkan beberapa kriteria kemiskinan yang mengacu pada
besarnya pengeluaran tiap orang perharinya. Kriteria statistik dari BPS
adalah sebagai berikut :
(a) Tidak miskin, yaitu mereka yang pengeluaran per bulannya lebih
dari Rp350.610.
(b) Hampir tidak miskin, yaitu orang dengan pengeluaran per bulan
per kepala antara Rp280.488 s/d Rp350.610, atau sekitar antara
Rp9.350 s/d Rp11.687 per orang dalam satu hari.
(c) Hampir miskin, yaitu orang dengan pengeluaran per bulan per
kepala antara Rp233.740 s/d Rp280.488 atau sekitar antara
Rp.7.780 s/d Rp.9.350 per orang dalam satu hari.
(d) Miskin, dengan pengeluaran per orang per bulan per kepala
Rp233.740 ke bawah atau sekitar Rp7.780 ke bawah per orang
dalam 1 hari.
(e) Sangat miskin (kronis), tidak ada kriteria berapa pengeluaran per
orang dalam satu hari. Tidak diketahui berapa jumlah pastinya.
Pihak lain, Uni Eropa umumnya mendefenisikan penduduk
miskin sebagai mereka yang mempunyai pendapatan perkapita di
22
bawah 50% dari median (rata-rata) pendapatan. Ketika median/rata-
rata pendapatan meningkat, garis kemiskinan relatif juga meningkat.
Dua ukuran kemiskinan yang digunakan oleh Bank Dunia adalah:
(a) US$ 1 per kapita per hari diperkirakan ada sekitar 1,2 miliar
penduduk dunia yang hidup dibawah ukuran tersebut.
(b) US$ 2 per kapita per hari dimana lebih dari 2 miliar penduduk
yang hidup kurang dari batas tersebut. US dolar yang digunakan
adalah US$ PPP (Purchasing Power Parity), bukan nilai tukar
resmi (exchange rate). Kedua batas ini adalah garis kemiskinan
absolut.
Dari beberapa defenisi tersebut dapat diketahui bahwa
kemiskinan merupakan keadaan di mana terjadi ketidakmampuan
untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat
berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan
oleh kelangkaan alat pemenuhan kebutuhan dasar, ataupun sulitnya
akses ke pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah
global, dimana sebagian orang memahami istilah ini secara subjektif
dan komparatif, sementara yang lain melihatnya dari segi moral dan
evaluatif, serta sebagian lainnya memahaminya dari sudut pandang
ilmiah yang telah mapan. Selanjutnya, kemiskinan juga terkait dengan
batas absolut standar hidup sebagian masyarakat miskin. Dengan
demikian sejalan dengan pengertiannya, maka apabila berbicara
tentang kemiskinan akan menyangkut standar hidup relatif dari
23
masyarakat. Pengertian ini lebih mengarah pada batasan kemiskinan
relatif. Jika demikian halnya kemiskinan dapat diukur melalui
perbandingan antara tingkat pendapatan dengan nilai kebutuhan hidup
minimum seseorang pada kurun waktu tertentu. Bertolak dari
pengertian ini, maka kemiskinan dibedakan menjadi kemiskinan
absolut dan kemiskinan relatif.
1.2. Penyebab dan Upaya Pengentasan Kemiskinan
a. Faktor Penyebab Kemiskinan
Faktor-faktor penyebab terjadinya kemiskinan sangat beragam
bergantung pada kondisi demografis, sosiografis, dan geopolitik
sebagaimana disampaikan oleh Coombs dalam, Bambang Rustanto
(2015: 5) menyebutkan bahwa yang terkait dengan (1) penduduk (2)
perumahan dan (3) pekerjaan. Hal ini terlihat dari bertambahnya
jumlah penduduk, semakin tumbuhnya pemukiman yang tidak
terkendali dan kesempatn kerja yang terbatas karena pendidikan
yang rendah.
Terdapat bentuk-bentuk kemiskinan yang sekaligus
menjadi faktor penyebab kemiskinan (asal mula kemiskinan),
seperti (1) kemiskinan natural, (2) kemiskinan kultural, dan (3)
kemiskinan struktural Kartasasmita dan Baswir (1997 dalam
Bambang Rustanto, 2015: 5) sebagai berikut.
24
1. Kemiskinan Natural
Kemiskinan natural adalah keadaan miskin karena dari awalnya
memang miskin, kelompok masyarakat tersebut menjadi
miskin karena tidak memiliki sumber daya yang memadai baik
sumber daya alam, sumber daya manusia maupun sumber daya
pembangunan atau kalaupun mereka ikut serta dalam
pembangunan mereka hanya mendapat imbalan pendapatan
yang rendah. Menurut Baswir dalam Bambang Rustanto (2015:
6) kemiskinan natural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh
faktor-faktor alamiah, seperti karena cacat, sakit, lanjut usia,
atau karena bencana alam. Kondisi kemiskinan seperti ini
menurut (Kartasasmita dalam Bambang Rustanto, 2015: 6)
disebut sebagai “persisten poverty”, yaitu kemiskinan yang
telah krosnis atau turun-temurun. Daerah seperti ini pada
umumnya merupakan daerah yang kritis sumber daya alamnya
atau daerah yang terisolasi.
2. Kemiskinan Kultural
Kemiskinan kultural adalah mengacu pada sikap hidup
seseorang atau kelompok masyarakat yang disebabkan oleh
gaya hidup, kebiasaan hidup dan budaya dimana mereka tidak
berkecukupan dan selalu merasa kekurangan. Kelompok
masyarakat seperti ini tidak mudah untuk diajak berpartisipasi
dalam pembangunan, tidak mau berusaha untuk memperbaiki
25
dan mengubah tingkat kehidupannya. Akibatnya tingkat
pendapatan mereka rendah menurut ukuran yang dipakai secara
umum. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan Baswir (1997
dalam Bambang Rustanto, 2015: 6) bahwa ia miskin karena
faktor budaya seperti malas, tidak disiplin, boros, apatis, nrimo,
dan sebagainya.
3. Kemiskinan Struktural
Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh
faktor-faktor buatan manusia, seperti kebijakan ekonomi yang
tidak adil, distribusi aset produksi yang tidak merata, korupsi
dan kolusi serta tatanan ekonomi dunia yang cenderung
menguntungkan kelompok mayarakat tertentu. Menurut Baswir
(1997 dalam Bambang Rustanto, 2015: 6) mengemukakan
bahwa munculnya kemiskinan struktural disebabkan oleh
adanya upaya menanggulangi kemiskinan natural, yaitu dengan
direncanakannya bermacam-macam program dan kebijakan.
Namun, karena pelaksanaanya tidak seimbang, pemilik sumber
daya tidak merata, kesempatan yang tidak sama menyebabkan
keikutsertaan masyarakat menjadi tidak merata pula sehingga
menimbulkan struktur masyarakat yang timpang. Menurut
Kartasasmita (1997 dalam Bambang Rustanto, 1997: 6) hal ini
disebut “accident poverty”, yaitu kemiskinan karena dampak
26
dari suatu kebijakan tertentu yang menyebabkan menurunya
tingkat kesejahteraan masyarakat.
Belajar dari sejumlah definisi tersebut, maka persoalan
kemiskinan tersebut di atas dikatakan sebagai suatu lingkaran
setan yang meliputi enam unsur, yaitu: keterbelakangan,
kekurangan modal, investasi rendah, tabungan rendah,
pendapatan rendah, dan produksi rendah. Lain halnya dengan
pendapat Chamber (1983 dalam Bambang Rustanto, 2015: 7)
yang mengatakan bahwa inti dari masalah kemiskinan dan
kesenjangan sebenarnya disebut “deprivation trap” atau
jebakan kemiskinan ini terdiri dari lima unsur, yaitu kemiskinan,
kelemahan jasmani, isolasi, kerentanan dan ketidakberdayaan.
Kelima unsur tersebut saling antara satu dengan yang lainnya
dan saling memengaruhi.
b. Upaya Pengentasan Kemiskinan
Strategi pengentasan kemiskinan dapat dilakukan melalui:
penguatan untuk memberdayakan, dan kegiatan pemberdayaan.
Masyarakat yang sangat miskin (hard rock), misalnya belum bisa
memenuhi kebutuhan makan sehari hari dan kesehatan. Pada
kelompok masyarakat ini perlu diberikan program-program
pelayanan yang dapat meningkatkan kemampuan.
Kemiskinan sejak zaman dahulu hingga sekarang belum
bisa terpecahkan secara tuntas. Kemiskinan menyangkut negara
27
kaya akan sumberdaya alam. Kemiskinan juga masih ditemukan
dalam negara-negara maju. Kemiskinan memang sangat komplek,
karena menyangkut berbagai aspek kehidupan manusia. Secara
umum masyarakat miskin dapat dikelompokkan menjadi tiga
kelompok, yaitu golongan miskin sekali (fakir miskin), miskin, dan
hampir miskin (rentan terjadi miskin). Untuk masyarakat golongan
fakir miskin pemerintah sudah melakukan kegiatan-kegiatan
seperti bantuan Raskin, Bantuan Tunai Langsung, beasiswa,
Jamkesmas, dan sebagainya. Dalam realitasnya, bantuan tersebut
ternyata tidak mudah. Masyarakat lebih suka mengaku fakir miskin
dengan harapan mendapat berbagai bantuan gratisan tersebut.
Akibatnya sifat ketergantungan semakin meningkat.
Menyadari sangat kompleksnya masalah dan faktor
penyebab kemiskinan, maka pengentasan kemiskinan tidak bisa
dipecahkan dari aspek ekonomi saja. Menurut Suyono (2003 dalam
Oos M. Anwas, 2014: 85), penuntasan kemiskinan menuju
keluarga sejahtera perlu memasukkan variabel non ekonomi. Hal
ini disebabkan karena penuntasan kemiskinan tidak sekedar
meningkatkan pendapatan, tetapi perlu dilakukan secara holistik
yang menyangkut apek kehidupan dasar manusia. Orang menjadi
miskin bukan hanya karena dia tidak mempunyai modal usaha atau
tidak punya aset produksi, akan tetapi ia berpotensi tetap miskin
karena dia tidak mempunyai penyangga ekonomi.
28
Hakikat penyebab kemiskinan sesungguhnya adalah
melekat dalam diri individu atau sosial yang bersangkutan.
Masalah kemiskinan sangat terkait dengan peningkatan kualitas
sumber daya manusia. Oleh karena itu pengentasan kemiskinan
adalah bagaimana meningkatkan kualitas sumberdaya manusia,
sehingga mereka mampu berdaya, berdiri di atas kakinya sendiri,
autonomy atau memiliki daya tawar dan daya saing untuk mampu
hidup mandiri. Dengan kata lain penuntasan kemiskinan dapat
diatasai melalui pendekatan pemberdayaan.
Pemberdayaan dalam menuntasakan kemiskinan dapat
dilakukan dengan cara mengubah mind set individu dan
masyarakat untuk berdaya dan mandiri. Pemberdayaan juga dapat
dilakukan melalui berbagai aktivitas pemberdayaan tersebut
diantaranya: kegiatan pendidikan dan latihan yang dapat
mendorong kemampuan dan keterampilan yang sesuai dengan
potensi dan kebutuhan masyarakat, kegiatan pendampingan yang
dilakukan secara berkelanjutan, menumbuhkan lembaga-lembaga
non formal dalam masyarakat, menciptakan berbagai kesempatan
kerja, menghidupkan kembali budaya dan kearifan-kearifan lokal
sebagai modal sosial, dan bentuk aktivitas lainnya. Kegiatan
pemberdayaan tersebut merupakan pembangunan sosial yang
menjadi gerakan masyarakat yang didukung oleh semua unsur
mulai: pemerintah, anggota legislatif, perguruan tinggi, dunia
29
usaha, LSM, organisasi sosial, masyarakat, dan juga media massa.
Kegiatan pemberdayaan ini dilakukan secara bertahap dan
berkelanjutan yang menyentuh semua lapisan masyarakat.
Jadi dapat saya simpulkan berdasarkan asumsi di atas
mengenai solusi tentang jalan keluar proses untuk memberdayakan
masyarakat dalam upaya menghasilkan kemitraan, maka dengan
demikian sudah sepantasnya melalui kegiatan pemberdayaan,
individu dan masyarakat disadarkan akan potensi, kebutuhan, dan
masalah yang ada pada diri dan lingkungannya. Selanjutnya
mereka didorong untuk mau melakukan perubahan yang dimulai
dari dalam dirinya. Perubahan dimulai dari hal-hal kecil yang
mudah dan bisa dilakukan individu dan lingkungannya. Perubahan
juga dimulai dari saat ini, tidak menunggu komando atau
kesempatan tertentu. Tahapan selajutnya adalah penguatan dengan
meningkatkan kemampuan dan keterampilan sehingga perubahan
itu akan meningkat. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui
pendidikan dan latihan serta pendampingan. Selanjutnya
memberikan reward kepada individu atau masyarakat yang
memiliki prestasi dalam perubahan. Pada akhirnya keberhasilan
proses ini ditandai adanya perubahan perilaku individu dan
masyarakat ke arah yang lebih baik, meningkatkan kualitas
kehidupan dan kesejateraan keluarganya. Tahapan ini perlu
dilakukan sebagai motivasi bagi diri dan lingkungan di sekitarnya.
30
Semua tahapan ini dilakuakn secara bertahap dan
berkesinambungan.
2. Konsep Pembangunan Ekonomi Daerah
2.1. Pengertian Pembangunan Ekonomi Daerah
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana
pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-
sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara
pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu
lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi
(pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad 1999: 108).
Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak
pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang
didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous
development) dengan menggunakan potensi sumberdaya manusia,
kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini
mengarahkan kita kepada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal
dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan
kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi.
Sebagaimana yang telah disebutkan dalam pengertian
pembangunan ekonomi daerah diatas bahwa pembangunan ekonomi
daerah merupakan suatu proses. Yaitu proses yang mencakup
pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri
alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk
31
menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar
baru, alih ilmu pengetahuan, dan pengembangan perusahaan-
perusahaan baru.
Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan
utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk
masyarakat daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut,
pemerintah daerah dan masyarakatnya harus secara bersama-sama
mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah
daerah beserta partisipasi masyarakatnya dan dengan menggunakan
sumberdaya-sumberdaya yang ada harus mampu menaksir potensi
sumberdaya-sumberdaya yang diperlukan untuk merancang dan
membangun perekonomian daerah.
Terlepas dari pengertian pembangunan ekonomi daerah di atas,
dapat disimpulkan bahwa hal yang perlu kita pahami dalam konteks
pembangunan ekonomi daerah, agar strategi pengurangan kemiskinan
di suatu daerah menjadi efektif, pemerintah dan para pelaku
pembangunan lainnya harus dapat merangsang kreativitas masyarakat
dan dirinya sendiri untuk meningkatkan produktivitas kerjanya.
Misalnya melakukan perbaikan derajad kesejahteraan masyarakat dan
peningkatan kualitas sumber daya manusia yang benar-benar mampu
berperan sebagai subyek pembangunan melalui orientasi pertumbuhan
ekonomi daerah yang menekankan partisipasi masyarakat, seraya
menonjolkan nilai-nilai kebebasan, otonomi, harga diri dan
32
empowernemt, sekaligus penguatan institusi lokal untuk ketahanan
sosial. Sehingga tujuan muluk yang hendak dicapai dalam paradigma
baru pembangunan ekonomi daerah, pada akhirnya perlu disadari di
sini bahwa hasil akhir yang dicapai jika usaha tersebut berjalan efektif,
maka negara nantinya tidak lagi bertindak sebagai promotor utama,
melainkan sebagai katalis yang membuat lingkungan memungkinkan
(enabling) bagi tumbuhnya intitusi lokal, otonomi, demokratisasi, dan
seterusnya.
Orientasi berkelanjutan pada pertumbuhan ekonomi daerah
didasarkan pada teori modernisasi (partisipatoris), konsep ini sama
persis dengan desain pembangunan yang dicanangkan pada masa orde
lama dan orde baru yang sama-sama juga ditunjukkan dengan agenda
penghargaan terhadap kearifan dan teknologi lokal, perbaikan
produktivitas secara partisipatoris dengan kegiatan ekonomi produktif,
termasuk untuk melindungi aset komunitas miskin dengan memajukan
produk lokal yang memanfaatkan bahan pangan lokal sekaligus
mengembangkan jiwa enterpreneurship masyarakat dengan
menciptakan peluang usaha baru, meningkatkan ketrampilan dalam
pengelolaan hasil bumi, memenuhi peluang pasar yang masih terbaca,
baik di dalam maupun di luar daerah.
33
2.2. Kebijakan dan Implikasi Perencanaan Pembangunan Ekonomi
Daerah
a. Paradigma Baru Kebijakan Pembangunan Ekonomi Daerah
Menurut Kuncoro 2004 dalam Safi’i, 2008: 57), teori
pembangunan yang ada selama ini memang belum berhasil
mengupas secara tuntas mengenai kegiatan-kegiatan pembangunan
ekonomi yang ada di daerah. Karena itulah sangat penting untuk
melakukan perumusan ulang paradigma baru perencanaan
pembangunan ekonomi daerah yang lebih komprehensif.
Diperlukan suatu sintesis di antara berbagai pendekatan yang ada
sehingga bisa dihasilkan rumusan baru tentang paradigma baru
pembangunan ekonomi di daerah secara lebih tepat.
Dalam berbagai pandangan yang ada terdapat beberapa
perbedaan antara konsep lama dan baru tentang pembangunan.
Mengikuti dari pemetaan tersebut dapat dipahami paradigma baru
pembangunan ekonomi di daerah sangat mengandalkan pada
adanya potensi penduduk setempat sesuai dengan kebutuhan.
Dalam hal ini ukuran keberhasilan bukanlah banyaknya perusahaan
yang berdiri, tetapi seberapa besar angkatan kerja di lingkungan
sekitar yang berhasil diserap oleh kegiatan pembangunan. Selain
itu pertimbangan keberhasilan bukan terletak pada seberapa banyak
aset fisik yang dimiliki melainkan pada kualitas lingkungan dan
34
pengembangan kelembagaan ekonomi dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat.
Tabel 1.1. Pendekatan dan Konsep Baru Dalam Pembangunan
KOMPONEN KONSEP LAMA KONSEP BARU
Kesempatan
Keja
Semakin banyak
perusahaan =
semakin banyak
peluang kerja
Perusahaan harus
mengembangkan
pekerjaan yang sesuai
dengan potensi
penduduk daerah
Basis
Pembangunan
Pengembangan
sektor ekonomi
Pengembangan
lembaga-lembaga
ekonomi baru
Aset-aset
Lokasi
Keunggulan
komperatif
didasarkan pada aset
fisik
Keunggulan kompetitif
didasarkan pada
kualitas lingkungan
Sumberdaya
pengetahuan
Ketersediaan
Angkatan Kerja
Pengetahuan dan
inovasi sebagai
pengerak ekonomi
Sumber: Kuncoro, 2004
Salah satu pokok yang harus diperhatikan dalam rangka
menerapkan paradigma pembangunan ekonomi daerah yang lebih
komperhensif ini adalah bagaimana proses identifikasi fundamental
ekonomi secara lebih realistis. Dalam resentra, ataupun Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) perlu digariskan
hal-hal pokok untuk mencapai sasaran, di mana hal itu harus dicapai
secara simultan dan menyeluruh, serta bukan dimensi yang terpisah.
Di antaranya adalah peningkatan potensi daerah yang dapat
diaktualkan, dan peningkatan sumberdaya manusia (SDM) di daerah.
Sedangkan pokok-pokok yang harus diperhatikan untuk menyusun
identifikasi fundamental ekonomi pembangunan daerah tersebut
35
adalah: (a) Peningkatan laju pertumbuhan ekonomi pembangunan
daerah tersebut adalah; (b) Peningkatan pendapatan per kapita; (c)
Pengurangan angka kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan
secara signifikan Kuncoro (2004 dalam Safi’i, 2008: 59)
Dari pembahasan di atas dengan ringkas dapat dinyatakan,
ketiga hal tersebut proses pencapaiannya tidak berdiri sendiri
melainkan terkait satu sama lain. Sebab apabila proses
pencapaiannya hanya menguntungkan yang satu dan mengabaikan
yang lain dikhawatirkan hal tersebut justru akan menghasilkan
permasalahan pembangunan yang lebih kompleks. Sebagaimana
diketahui, pertumbuhan ekonomi nasional di masa Orde Baru
tidaklah signifikan dengan pengentasan kemiskinan. Demikian pula
yang terjadi di masa otonomi daerah ini, pertumbuhan ekonomi
daerah yang baik belum tentu mencerminkan berkurangnya
kemiskinan dan pengangguran yang signifikan. Dalam membahas
kemiskinan, penelitian dari Subagio (2004 dalam Safi’i, 2008: 59)
dengan topik Help the Poor Help Themselves menegaskan bahwa
kemiskinan ekonomi jelas keberadaannya. Keberadaannya mudah
dapat ditemukan. Namun kemiskinan bagaimanapun, perlu tidak
hanya dipahami oleh terminologi ekonomi saja. Kemiskinan pada
pokoknya multidimensional. Kemiskinan ekonomi akan susah
diatasi kalau terintegrasi dengan kemiskinan secara politis atau yang
diakibatkan secara struktural.
36
b. Implikasi Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah
Perencanaan pembangunan ekonomi daerah bisa dianggap sebagai
perencanaan untuk memperbaiki penggunaan sumberdaya-
sumberdaya publik yang tersedia di daerah tersebut dan untuk
memperbaiki kapasitas sektor swasta dalam menciptakan nilai
sumberdaya-sumberdaya swasta secara bertanggungjawab.
Pembangunan ekonomi yang efisien membutuhkan secara seimbang
perencanaan yang teliti mengenai penggunaan sumberdaya publik
dan sektor swasta – petani, pengusaha kecil, koperasi, pengusaha
besar, organisasi-organisasi sosial- harus mempunyai peran dalam
proses perencanaan. Namun di satu sisi dari apa yang disampaikan
mengenai perencanaan pembangunan ekonomi daerah di dalamnya
menurut Arsyad (1999: 133), ada 3 implikasi pokok yang perlu
diperhatiakn dari perencanaan pembangunan ekonomi daerah:
Pertama, perencanaan pembangunan ekonomi daerah yang realistik
memerlukan pemahaman tentang hubungan antara daerah dengan
lingkungan nasional (hirisontal dan vertikal) dimana daerah tersebut
merupakan bagian darinya, keterkaitan secara mendasar antara
keduanya. Dan konsekuensi akhir dari interaksi tersebut.
Kedua, sesuatu yang tampaknya baik secara nasional belum tentu
baik untuk daerah, dan sebaliknya yang baik bagi daerah belum
tentu baik untuk daerah. Dan sebaliknya yang baik bagi daerah
belum tentu baik secara nasional.
37
Ketiga, perangkat kelembagaan yang tersedia untuk pembangunan
daerah misalnya administrasi, proses pengambilan keputusan,
otoritas biasanya sangat berbeda pada tingkat daerah dengan yang
tersedia pada tingkat pusat. Selain itu, derajat pengendalian
kebijakan sangat berbeda pada dua tingkat tersebut. Oleh karena itu,
perencanaan daerah yang efektif harus bisa membedakan apa yang
seyogyanya dilakukan dan apa yang dapat dilakukan, dengan
menggunakan sumberdaya-sumberdaya pembangunan sebaik
mungkin yang benar-benar dapat dicapai, dan mengambil manfaat
dari informasi yang lengkap yang tersedia pada tingkat daerah
karena kedekatan para perencanaannya dengan obyek perencanaan.
2.3. Strategi Pembangunan Ekonomi Daerah
Strategi pembangunan ekonomi daerah pada saat ini secara
universal diketahui bahwa dalam upaya mengangkat ekonomi daerah
agar dapat keluar dari titik mati stagnasi diperlukan adanya
pembaharuan rasio-ekonomi secara cepat. Pada fase awal
pembangunan, investasi harus dilakukan di bidang-bidang yang
meningkatkan ekonomi eksternal yaitu yang mengarah pada
penciptaan overhead sosial dan ekonomi yang dalam hal ini
dikelompokkan menjadi 4 kelompok besar yaitu: (1) Strategi
Pengembangan Fisik/lokalitas (Locality or Physical Development
Strategy), (2) Strategi Pengembangan Dunia Usaha (Business
38
Development Strategy), (3) Strategi Pengembangan Sumberdaya
Manusia (Human Resource Development Strategi), dan menurut
Arsyad (1999: 122), ada (4) Strategi Pengembangan Masyarakat
(Community-based Development Strategi).
1. Strategi Pengembangan fisik/lokalitas
Melalui pengembangan program perbaikan kondisi fisik/lokalitas
daerah yang ditunjukkan untuk kepentingan pembangunan industri
dan perdagangan, pemerintah daerah akan berpengaruh positif bagi
pengembangan dunia usaha daerah. Secara khusus tujuan strategi
pembangunan fisik/lokalitas ini adalah untuk menciptakan identitas
daerah/kota, memperbaiki basis pesona (amenity base) atau
kualitas hidup masyrakat, dan memperbaiki dunia usaha daerah.
a. Alat untuk mencapai tujuan pembangunan fisik/lokalitas daerah ini
mencakup antara lain: Pembuatan bank tanah (landbanking). Hal
ini bertujuan agar kita mempunyai data tentang tanah yang
penggunaannya kurang optimal, belum dikembangkan, atau salah
penggunaan, dan sebagainya. Pembuatan katalog mengenai luas
dan lokasi tanah yang terus diperbaharui akan sangat bermanfaat
untuk proses pengambilan kebijakan daerah.
b. Pengendalian perencanaan dan pmbangunan. Jika hal ini dilakukan
dengan benar akan memperbaiki iklim investasi di daerah dan
memperbaiki citra pemerintah daerah.
39
c. Pengaturan tata ruang (zoning) dengan baik akan merangsang
pertumbuhan dan pembangunan ekonomi daerah. Peruntukan lahan
harus jelas dan tepat, misalnya penetapan kawasan permukiman,
kawasan industri, kawasan perdagangan, dan kawasan hijau.
d. Penyediaan perumahan dan permukiman yang baik akan
berpengaruh pada dunia usaha. Selain itu, kegiatan di sektor ini
juga akan menciptakan kesempatan kerja.
e. Penyediaan Infrastruktur seperti: Sarana air bersih, listrik, sarana
parkir dan akses jalan yang pastinya mudah untuk dilalui sehingga
bagi calon investor di daerah dan pelaku dunia usaha yang ingin
memperluas jaringan kerjasama dapat dengan lancar membangun
sistem investasi maupun pemanfaatannya.
2. Strategi Pengembangan Dunia Usaha
Pengembangan dunia usaha merupakan komponen penting dalam
perencanaan pembangunan ekonomi daerah karena daya tarik,
kreasi, atau daya tahan kegiatan dunia usaha merupakan cara
terbaik untuk menciptakan perekonomian daerah yang sehat.
Beberapa alat untuk mengembangkan dunia usaha ini yakni:
a. Penciptaan iklim usaha yang baik bagi dunia usaha, melalui
pengaturan dan kebijakan yang memberikan kemudahan bagi dunia
usaha dan pada saat yang sama mencegah penurunan kualitas
lingkungan.
40
b. Pembuatan pusat informasi terpadu yang dapat memudahkan
masyarakat dunia usaha untuk berhubungan dengan aparat
pemerintah daerah untuk segala macam kepentingan, terutama
mengetahui masalah perijinan, rencana pembangunan ekonomi
daerah, pemerintah daerah, ketersediaan lahan, ijin mendirikan
bangunan, dan sebagainya.
c. Pendirian pusat konsultasi dan pengembangan usaha kecil. Selain
peranannya yang penting sebagai penyerap tenaga kerja dan
sebagai sumber dorongan kewirausahaan, usaha kecil sering kali
mengalami kegagalan atau tidak dapat berkembang dengan baik.
Faktor penyebab utamanya adalah jeleknya manajemen usaha kecil.
Oleh karena itu, perlu didirikannya suatu pusat konsultasi dan
pengembangan usaha kecil yang siap untuk membantu para
pengusaha kecil tersebut sehingga kinerjanya meningkat.
d. Pembuatan sistem pemasaran bersama untuk menghindari sekala
yang tidak ekonomis dalam produksi. Meningkatkan daya saing
terhadap produk-produk impor, dan meningkatkan sikap kooporatif
antar sesama pelaku bisnis.
e. Pembuatan lembaga penelitian dan pengembangan (Lit-Bang).
Peningkatan persaingan di dunia yang berbasiskan ilmu
pengetahuan sekarang ini menuntut pelaku bisnis dan pemerintah
daerah untuk secara terus menerus melakukan kajian tentang
41
pengembangan produk baru, pengembangan teknologi baru, dan
pencarian pasar-pasar baru.
3. Strategi Pengembangan Sumberdaya Manusia
Sumberdaya manusia merupakan aspek yang paling penting dalam
proses pembangunan ekonomi. Oleh karena peningkatan kualitas dan
keterampilan sumberdaya manusia adalah suatu keniscayaan.
Pengembangan kualitas sumberdaya manusia ini dapat dilakukan
dengan cara antara lain:
a. Pelatihan dengan sistem customized training. Sistem pelatihan
seperti ini adalah sistem pelatihan yang dirancang secara khusus
untuk memenuhi kebutuhan dan harapan si pemberi kerja.
b. Pembuatan Bank keahlian (skillbanks). Informasi yang ada pada
bank keahlian berisi data tentang keahlian dan latar belakang orang
yang menganggur di suatu daerah. Informasi ini bermanfaat bagi
pengembangan jenis pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan
dan keterampilan para penganggur tersebut. Selain itu, informasi
ini juga merupakan informasi cadangan keahlian yang pada
akhirnya dapat juga digunakan untuk mengisi lowongan-lowongan
kerja yang muncul di daerah tersebut. Pada akhirnya, bank keahlian
ini dapat juga digunakan untuk pembentukan koperasi.
c. Penciptaan iklim yang mendukung bagi berkembangnya lembaga-
lembaga pendidikan dan keterampilan (LPK) di daerah.
Berkembangnya lembaga-lembaga pendidikan dan keterampilan di
42
suatu daerah secara tidak langsung bermanfaat bagi peningkatan
kualitas sumberdaya manusia di daerah tersebut. Misalnya:
lembaga kursus bahasa, lembaga kursus komputer, lembaga kursus
pembengkelan, dan lembaga kursus perhotelan, dan sebagainya.
d. Pengembangan lembaga pelatihan bagi penyandang cacat. Hal ini
penting bagi si penyandang cacat itu sendiri untuk meningkatkan
rasa harga diri dan percaya dirinya. Selain itu, untuk jenis-jenis
pekerjaan tertentu kadang-kadang penyandang cacat/kaum difable
mempunyai beberapa kelebihan.
4. Strategi Pengembangan Ekonomi Masyarakat
Kegiatan pengembangan masyarakat ini merupakan kegiatan yang
ditunjukkan untuk mengembangkan suatu kelompok masyarakat
tertentu di suatu daerah. Dalam bahasa populer sekarang ini sering juga
dikenal dengan istilah kegiatan pemberdayaan (empowerment)
masyarakat. Kegiatan-kegiatan seperti ini berkembang marak di
Indonesia belakangan ini karena ternyata kebijakan umum ekonomi
yang ada tidak mampu memberikan manfaat bagi kelompok-kelompok
masyarakat tertentu. Tujuan kegiatan ini adalah untuk menciptakan
manfaat sosial, misalnya melalui penciptaan proyek-proyek padat
karya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka atau memperoleh
keun-tungan dari usahanya.
43
Jadi sebagaimana telah dijelaskan pada halaman sebelumnya,
bahwa dalam strategi pembangunan ekonomi daerah, untuk
mengangkat ekonomi daerah agar dapat keluar dari titik mati stagnasi
selain melakukan pembaharuan rasio-ekonomi diperlukan adanya
pembangunan berproses melalui difusi pertumbuhan dengan mengacu
pendapat diatas dikatakan bahwa pembangunan memerlukan prioritas,
pilihan lokasi, individu maupun sektor strategis yang juga punya efek
forward dan backward. Dengan ketersediaan prasarana, orientasi
perencanaan pembangunan dapat diarahkan kepada Direct Productive
Activities (DPA), yang berarti lebih menitikberatkan perencanaan
kegiatan ekonominya lokal sendiri. Dengan adanya peningkatan
kegiatan ekonomi, secara logis dapat diharapkankan akan
meningkatkan kebutuhan akan pelayanan sarana dan prasarana.
Kebutuhan yang timbul tersebut adalah benar-benar kebutuhan riil
yang dibutuhkan oleh sektor produktif. Dengan tumbuhnya kebutuhan
riil yang dirasakan tersebut (effective demand) akan memudahkan
penerapan tarif jasa pelayanan, impact fee, dan sejenisnya, serta untuk
dapat menstimulasi agen pembaharu sebagai dinamisator dalam proses
pemberdayaan masyarakat sebagaimana telah dideskripsikan, maka
untuk menumbuh kembangkan pertumbuhan ekonomi daerah perlu
menciptakan iklim investasi yang baik dengan mengundang
investor/sektor swasta-petani, pengusaha kecil, koperasi, pengusaha
44
besar serta oraganisasi-organiasi sosial untuk ikut berperan sebagai
penyedia sarana dan prasarana publik, serta penyedia lapangan kerja
baru.
2.4. Peran Pemerintah dalam Pembangunan Ekonomi Daerah
Tahap pertama perencanaan bagi setiap organisasi yang tertarik
dalam pembangunan ekonomi daerah adalah menentukan peran (role)
yang akan dilakukan dalam proses pembangunan. Menurut Arsyad
(1999: 120), ada empat peran yang dapat diambil oleh pemerintah
daerah dalam proses pembangunan ekonomi daerah yaitu sebagai
berikut:
1. Entrepreneur
Dengan perannya sebagai entrepreneur, pemerintah daerah
bertanggungjawab untuk menjalankan suatu usaha bisnis.
Pemerintah daerah bisa mengembangkan suatu usaha sendiri
(BUMD). Aset-aset pemerintah daerah harus dapat dikelolah
dengan lebih baik sehingga secara ekonomis menguntungkan.
2. Koordinator
Pemerintah daerah dapat bertindak sebagai koordinator untuk
menetapkan atau mengusulkan strategi-strategi bagi pembangunan
di daerahnya. Perluasan dari peranan ini dalam pembangunan
ekonomi bisa melibatkan kelompok-kelompok dalam masyarakat
dalam proses pengumpulan dan pengevaluasian informasi ekonomi,
misalnya tingkat kesempatan kerja, angkatan kerja, pengangguran
45
dan sebagainya. Dalam perannya sebagai koordinator, pemerintah
daerah juga bisa melibatkan lembaga-lembaga pemerintah lainnya,
dunia usaha, dan masyarakat dalam penyusunan sasaran-sasaran
ekonomi, rencanarencana, dan strategi-strategi.
3. Fasilitator
Pemerintah daerah dapat mempercepat pembangunan melalui
perbaikan lingkungan attitudinal (perilaku atau budaya mayarakat)
di daerahnya. Hal ini akan mempercepat proses pembangunan dan
prosedur perencanaan serta pengaturan penetapan daerah (zoning)
yang lebih baik.
4. Stimulator
Pemerintah daerah dapat menstimulasi penciptaan dan
pengembangan usaha melalui tindakan-tindakan khusus yang akan
mempengaruhi perusahaan-perusahaan untuk masuk ke daerah
tersebut dan menjaga agar perusahaan-perusahaan yang telah ada
tetap berada di daerah tesebut. Stimulasi ini dapat dilakukan
dengan cara antara lain: pembuatan brosur-brosur, pembangunan
kawasan industri, pembuatan outlets untuk produk-produk industri
kecil, membantu industri-industri kecil melakukan pameran.
Dari Pendapat di atas dapat dikatakan bahwa untuk
menggerakkan orang lain dalam suatu kelompok atau organisasi maka
diperlukan kepemimpinan sekaligus fasilitator untuk mewujudkan visi
dan misi pembangunan ekonomi daerah, sehingga dalam konteks
46
otonomi daerah saat ini. Dengan adanya konsep desentralisasi, yakni
pelimpahan sebagian wewenang yang dimilki pusat terhadap
pemerintah daerah tentunya akan semakin membuka jalan panjang
bagi pemerintah daerah dalam membangun daerah-daerah di Indonesia
yang sejatinya senantiasa diarahkan agar perekonomian di daerah
mengalami akselerasi pertumbuhan yang tinggi, baik pada
pembangunan jangka panjang maupun jangka menengah. Selain itu
salah satu pokok yang harus diperhatikanpemerintah daerah dalam
rangka menerapkan paradigma pembangunan ekonomi daerah yang
lebih komperhensif ini adalah membuat strategi kebijakan yang bisa
lebih seimbang pada penyediaan pelayanan baik fisik dan non-fisik
(solf-infrastructure) seperti menjalin hubungan antara pemerintah
daerah dan unsur masyarakat berserta investor untuk berperan dalam
hal mengatasi diskontinuitas pembangunan.
3. Model Pembangunan dan Ekonomi Kerakyatan
3.1. Model Ekonomi Lingkungan
Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) harus
menjaga keseimbangan lingkungan, perekonomian yang efisien serta
menuju pemerataan pendapatan, termasuk kemakmuran generasi yang
akan datang dalam kaitan secara ekonomi, sosial maupun budaya.
Pemikiran ekonomi yang memasukkan unsur lingkungan ke dalam
faktor produksi akan mengubah pembangunan ekonomi secara
struktural. Di mana secara drastis akan mengubah cara-cara
47
penggunaan sumber daya, perilaku konsumen, perdagangan
internasional maupun sosial-ekonomi, seperti pemerataan pendapatan,
pertumbuhan penduduk, dan kualitas hidup.
Pembangunan memiliki kriteria yang majemuk (multi-criteria)
dan tujuan yang kadang bertentangan satu sama lainnya (conflicting
goal), misalnya: pertumbuhan ekonomi setinggi-tinginya dihadapkan
pada usaha menjaga kerusakan lingkungan sekecil-kecilnya. Tujuan
pembangunan majemuk dan bertentangan tersebut harus dicari titik
temu toleransinya. Pada saat ini dirasakan pentingnya penelitian untuk
menyusun perencanaan pembangunan yang memiliki dimensi tujuan
yang majemuk dan bertentangan serta secara khusus memasukkan
faktor lingkungan maupun aspek sosial, Hamengku Buwono X (2007:
153).
Investasi yang tinggi di indonesia dulu pernah membuahkan
hasil pesatnya pertumbuhan ekonomi, namun sebenarnya perlu di kaji
kembali apakah manfaat sosial bersih (net social benefit) dari
pembangunan ekonomi yang pesat tersebut meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, khususnya dalam hal kualitas hidup (quality
of life).
Untuk mengevaluasi strategi investasi dapat menggunakan
model ekonomi lingkungan (environmental economic modeling).
Model ekonomi lingkungan tersebut mencakup analisis dinamis, multi
regional, multi-criteria, dan multi-level dari pembangunan suatu
48
industri dengan memasukkan selain faktor input-output, juga unsur
non-market value dari lingkungan (SDA dan polusi) dan aspek sosial.
Dari hasil studi ditemukan bahwa target pertumbuhan ekonomi
(produksi dan ekspor) pada industri tambak udang, saebagai sampel,
dapat dicapai tanpa perlu adanya tambahan pembabatan areal hutan
bakau (mangrove), yang diperlukan adalah reorganisasi struktur
industri pertambakan.
Skenario pertumbuhan ekonomi yang dititikberatkan pada
ekspor lebih cenderung menggunakan strategi investasi dengan
teknologi padat modal (capital intensive). Sedangkan, bila unsur
lingkungan (SDA dan polusi) dimasukkan ke dalam model, maka
strategi investasi dengan teknologi tradisional dan semi-intensive bisa
menggantikan padat teknologi padat modal tersebut. Namun demikian,
pemasukkan unsur lingkungan ke dalam model berdampak pada
turunnya (1,5%) tingkat kemakmuran generasi sekarang, sedang
kemakmuran generasi berikutnya yang diukur dengan Net Present
Value (NPV) lebih tinggi sebesar 2,6 persen dibanding strategi
innvestasi yang tidak memasukkan unsur lingkungan.
Hal ini menunjukkan bahwa tesis kemakmuran antar generasi
dipengaruhi oleh discount rate pemanfaatan SDA dan lingkungan
benar adanya. Maka, pembangunan yang hanya beriorientasi pada
produksi dan ekspor cenderung memilih strategi investasi pada
teknologi padat modal yang pada umumnya kurang memiliki aspek
49
pemerataan. Strategi investasi yang mempertimbangkan faktor
lingkungan, walaupun cenderung menghasilkan pertumbuhan ekonomi
yang lebih rendah Gross Domestic Product (GDP) lebih rendah,
namun memberikan benefit lebih besar pada generasi berikutnya (NPV
lebih inggi), dibanding strategi investasi yang dititikberatkan pada
peningkatan produksi dan ekspor.
Pembangunan berkelanjutan memerlukan kontinuitas
pertumbuhan ekonomi, dan bukannya stagnasi karena rusaknya SDA
dan lingkungan. Pembangunan Indonesia yang berwawasan
lingkungan lebih tepat untuk mencapai sasaran pembangunan jangka
panjang yang berkelanjutan.
3.2. Pengertian dan Tujuan Penguatan Ekonomi Kerakyatan
a. Pengertian Ekonomi Kerakyatan
Ekonomi kerakyatan adalah gagasan tentang cara, sifat, dan
tujuan pembangunan dengan sasaran utama perbaikan nasib rakyat
yang pada umumnya bermukim di pedesaan. Ekonomi kerakyatan
mengadakan perubahan penting ke arah kemajuan, khususnya ke
arah pendobrakan ikatan serta halangan yang membelenggu bagian
terbesar rakyat Indonesia dalam keadaan serba kekurangan dan
keterbelakangan. Untuk itu, sangat diperlukan perubahan politik.
Demokrasi yang murni dan sejati harus menjamin kebebasan serta
terbukanya kesempatan untuk ikut serta dalam persoalan
masyarakat. Menurut Sarbini Sumawinata (2004: 161).
50
Selanjutnya, definisi ekonomi kerakyatan yang lainnya
adalah suatu sistem perekonomian yang berbasis pada kekuatan
ekonomi rakyat. Dimana ekonomi rakyat sendiri adalah sebagai
kegiatan ekonomi atau usaha yang dilakukan oleh rakyat
kebanyakan (popular) yang dengan secara swadaya mengelola
sumberdaya ekonomi apa saja yang dapat diusahakan dan
dikuasainya, yang selanjutnya disebut sebagai Usaha Kecil dan
Menegah (UKM) terutama meliputi sektor pertanian, peternakan,
kerajinan, makanan, dan lain-lain yang ditujukan terutama untuk
memenuhi kebutuhan dasarnya dan keluarganya tanpa harus
mengorbankan kepentingan masyarakat lainnya.
Pengertian ekonomi kerakyatan merujuk pada Pasal 33
UUD RI 1945, dapat dipahami sebagai suatu sistem perekonomian
yang ditujukan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam bidang
ekonomi. Jadi, intinya terletak pada tujuan kedaulatan rakyat.
Ekonomi rakyat seperti ini biasanya banyak diidentikkan dengan
keberadaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Keberadaan atau
aktivitas UKM ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasar dari
masyarakat dalam suatu negara. Hanya saja, hal yang sama tidak
berlaku untuk negara-negara berkembang. Beberapa negara
berkembang yang menerapkan prinsip dari teori pertumbuhan
justru mengalami kegagalan. Penerapan teori pertumbuhan ini di
51
negara-negara berkembang justru menimbulkan peningkatan
kesenjangan sosial ekonomi.
Berkaca pada hal inilah, maka para ahli ekonomi Indonesia
mengupayakan adanya alternatif konsep pembangunan yang sesuai
dengan kondisi bangsa, namun tetap bertumpu pada pertumbuhan
ekonomi sebagai prioritas utamanya. Pertumbuhan ekonomi yang
dilaksanakan harus mampu berorientasi pada manusia, dengan
tetap mengakomodir kepentingan manusia atau masyarakat lain.
Hal ini menjadi wujud dari strategi pembangunan kesejahteraan
dengan mengutamakan pemberdayaan masyarakat. Pada akhirnya,
upaya ini memunculkan konsep ekonomi kerakyatan.
Bertolak dari pendapat dalam kaitannya mengenai
pengertian ekonomi kerakyatan pada halaman sebelumnya dapat
dipahami bahwa untuk konteks ekonomi kerakyatan sendiri sering
dijabarkan sebagai bentuk ekonomi humanistik yang mendasarkan
pada tercapainya kesejahteraan rakyat secara luas. Dalam ekonomi
kerakyatan, pembangunan ekonomi juga harus dilakukan dengan
dasar kemanusiaan, serta dengan menghindarkan diri dari bentuk
persaingan bebas, monopoli dan penindasan manusia satu dengan
yang lainnya.
b. Tujuan Penguatan Ekonomi Kerakyatan
Tujuan yang akan dicapai dari penguatan ekonomi
kerakyatan adalah untuk melaksanakan amanat konstitusi,
52
khususnya mengenai: (1) perwujudan tata ekonomi yang disusun
sebagai usaha bersama yang berasaskan kekeluargaan yang
menjamin keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia
(pasal 33 ayat 1), (2) perwujudan konsep Trisakti (berdikari di
bidang ekonomi, berdaulat di bidang politik, dan berkepribadian di
bidang kebudayaan), (3) perwujudan cabang-cabang produksi yang
penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup rakyat banyak
dikuasai negara (pasal 33 ayat 2), dan (4) perwujudan amanat
bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak (pasal 27 ayat 2). Adapun tujuan khusus
yang akan dicapai adalah untuk :
1. Membangun Indonesia yang berdikiari secara ekonomi,
berdaulat secara politik, dan berkepribadian yang
berkebudayaan.
2. Mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan.
3. Mendorong pemerataan pendapatan rakyat.
4. Meningkatkan efisiensi perekonomian secara nasional.
Jadi sebagaimana pendapat di atas, terdapat beberapa tujuan
penguatan ekonomi kerakyatan yang disebutkan bahwa tujuan
ekonomi kerakyatan adalah proses tahapan kegiatan yang
diselenggarakan oleh pemerintah beserta seluruh unsur masyarakat
secara partisipatif guna pemanfaatan pengalokasian sumber daya
daerah dalam rangka mencapai tujuan peningkatan pertumbuhan
53
ekonomi daerah. Adanya partisipasi masyarakat dalam
pembangunan menguntungkan pelaksanaan pembangunan itu
sendiri. Disamping itu juga agar terciptanya masyarakat sejahtera
yang berkadilan sosial serta memiliki kemerdekaan untuk
menentukan nasip mereka sendiri, sehingga dalam proses
pembangunan daerah yang bersbasis pada ekonomi kerakyatan
hendaknya dilaksanankan oleh pemerintah daerah dengan
melibatkan seluruh masyarakat beserta sektor swasta/investor yang
ada di daerah dengan semangat gotong royong.
3.3. Strategi dan Tujuan Dari Penerapan Sistem Ekonomi
Kerakyatan
a. Strategi Ekonomi Kerakyatan dalam Pembangunan Ekonomi
Ada 4 (empat) alasan mengapa ekonomi kerakyatan perlu dijadikan
paradigma baru dan strategi utama pembangunan ekonomi
Indonesia. Keempat alasan, dimaksud adalah:
1. Karakteristik Indonesia
Pengalaman keberhasilan Korea Selatan, Taiwan, Singapura,
Brazil, meniru konsep pembangunan ekonomi yang dilakukan
oleh negara-negara Eropa Barat dan Amerika, ternyata bagi
negara-negara berkembang lainnya memberikan hasil yang
berbeda. Pengalaman Indonesia yang mengandalkan dana
pinjaman luar negeri untuk membiayai pembangunan,
mengandalkan investasi dari luar negeri, memperkuat industri
54
substitusi ekspor, selama dua sampai tiga dasawarsa memang
berhasil mendorong pertumbuhan output nasional yang cukup
tinggi dan memberikan lapangan kerja cukup luas bagi rakyat.
Indonesia pernah dijuluki sebagai salah satu dari delapan
negara di Asia sebagai Asian Miracle, karena tingkat
pertumbuhan ekonominya yang cukup mantap selama tiga
dasawarsa, tetapi ternyata sangat rentan dengan terjadinya
supply shock. Krisis mata uang Bath di Thailand, ternyata
dengan cepat membawa Indonesia dalam krisis ekonomi yang
serius dan dalam waktu yang amat singkat, ekonomi Indonesia
runtuh.
2. Tuntutan Konstitusi
Walaupun rumusan konstitusi kita yang menyangkut
tata ekonomi yang seharusnya dibangun, belum cukup jelas
sehingga tidak mudah untuk dijabarkan bahkan dapat
diinterpretasikan bermacam-macam (semacam ekonomi bandul
jam, tergantung siapa keyakinan ideologi penguasanya); tetapi
dari analisis historis sebenarnya makna atau ruhnya cukup jelas.
Ruh tata ekonomi usaha bersama yang berasas kekeluargaan
adalah tata ekonomi yang memberikan kesempatan kepada
seluruh rakyat untuk berpartisiasi sebagai pelaku ekonomi.
Tata ekonomi yang seharusnya dibangun adalah bukan
tata ekonomi yang monopoli atau monopsoni atau oligopoli.
55
Tata ekonomi yang dituntut konstitusi adalah tata ekonomi
yang memberi peluang kepada seluruh rakyat atau warga
negara untuk memiliki aset dalam ekonomi nasional. Tata
ekonomi nasional adalah tata ekonomi yang membedakan
secara tegas barang dan jasa mana yang harus diproduksi oleh
pemerintah dan barang dan jasa mana yang harus diproduksi
oleh sektor private. Mengenai bentuk kelembagaan ekonomi,
walaupun dalam penjelasan pasal 33 UUD RI 1945
dinterpretasikan sebagai bentuk koperasi, tetapi tentu harus
menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat dan
lingkungan.
3. Fakta Empirik
Dari krisis moneter yang berlanjut ke krisis ekonomi dan
kejatuhan nilai tukar rupiah terhadap valas, ternyata tidak
sampai melumpuhkan perekonomian nasional. Bahwa akibat
krisis ekonomi, harga kebutuhan pokok melonjak, inflasi
hampir tidak dapat dikendalikan, ekspor menurun (khususnya
ekspor produk manufaktur), impor barang modal menurun,
produksi barang manufaktur menurun, pengangguran
meningkat, adalah benar. Tetapi itu semua ternyata tidak
berdampak serius terhadap perekonomian rakyat
penghasilannya bukan dari menjual tenaga kerja. Fakta yang
lain, ketika investasi nol persen, bahkan ternjadi penyusutan
56
kapital, ternyata ekonomi Indonesia mampu tumbuh 3,4 persen
pada tahun 1999. Ini semua membuktikan bahwa ekonomi
Indonesia akan kokoh kalau pelaku ekonomi dilakukan oleh
sebanyak-banyaknya warga negara.
4. Kegagalan Pembangunan Ekonomi
Pembangunan ekonomi yang telah kita laksanakan selama ini,
dilihat dari aspek makro ekonomi memang menunjukkan hasil-
hasil yang cukup baik. Pertumbuhan ekonomi masih di atas 6
persen pertahun. Pendapatan perkapitan meningkat cukup
tajam, volume dan nilai eksport non migas juga meningkat.
Tetapi pada aspek lain, kita juga harus mengakui, bahwa
jumlah penduduk miskin jumlahnya tetap banyak, kesenjangan
pendapatan antar golongan penduduk dan atar daerah makin
lebar, dan pemindahan pemilikan aset ekonomi dari rakyat ke
sekelompok kecil warga negara juga meningkat. Terjadi
paradok ekonomi.
b. Tujuan Dari Penerapan Sistem Ekonomi Kerakyatan
Adapun tujuan utama penerapan sistem ekonomi kerakyatan adalah
untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
melalui peningkatan kemampuan masyarakat dalam
mengendalikan jalannya roda perekonomian. Bila tujuan utama
ekonomi kerakyatan itu dijabarkan lebih lanjut, maka sasaran
57
pokok dari penerapan sistem ekonomi kerakyatan meliputi enam
hal berikut:
a. Pembebasan Kemiskinan
Pada umumnya, kemiskinan muncul bersamaan dengan
kebodohan. Ada orang yang miskin karena bodoh dan adapula
orang yang bodoh karena miskin. Maka kedua kondisi tersebut
wajib diperangi dengan pencerdasan bangsa sebagai prioritas.
b. Pembebasan Keterbelakangan
Manusia tidak akan bodoh lagi jika dikenalkan dengan program
pemberdayaan masyarakat di bidang pendidikan serta
kesehatan. Oleh karena itu untuk mencapai tujuan muluk
tersebut diperlukan upaya terselenggaranya pendidikan
nasional secara cuma-cuma bagi setiap anggota masyarakat.
c. Kemerdekaan
Terjaminnya kemerdekaan setiap anggota masyarakat untuk
mendirikan dan menjadi anggota serikat-serikat ekonomi. Hal
ini dapat dilaksanakan untuk melepaskan diri dari
ketergantungan terhadap bangsa dan negara lain.
d. Penghapusan mentalitas putus asa
Pesimisme dan kekhawatiran masyarakat akan perekonomian
nasional harus dicegah dengan jalan prakarsa pemerintah dalam
pembangunan nasional terutama lewat penetapan kesempatan
58
lapangan kerja sebagaimana telah tertuang dalam UUD RI
1945 pasal 27 ayat 2.
e. Pembebasan dari peluang aniaya dalam rangka kewajiban
memikul beban pembangunan relatif terhadap manfaat yang
bisa dipetik.
f. Pencegahan dan penanggulangan dampak pembangunan yang
terhitung bernilai salah atau buruk di segenap bagian alam.
Jadi dapat digambarkan berdasarkan beberapa tujuan yang
ingin dicapai melalui pelaksanaan ekonomi kerakyatan yang telah
dikemukakan di atas, bahwa tujuan ekonomi kerakyatan pada
hakikatnya tentang kemitraan yang berimbang antara hubungan
sinergis masyarakat, pemerintah dan swasta dalam maksud untuk
dapat memperluas prospek dan pilihan dalam rangka meningkatkan
taraf hidup masyarakat melalui proses pemberdayaan.
3.4. Ekonomi Kerakyatan Mengisi Otonomi Daerah
Di samping TAP No.XVI/1998 tentang Politik Ekonomi, MPR
juga memutuskan satu TAP sangat penting lainnya tentang reformasi
pembangunan yaitu TAP No. XV tentang Otonomi Daerah, yang
dalam waktu relatif singkat sudah diikuti undang-undang untuk
mewujudkannya yaitu UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah
dan UU No.33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah. Kedua UU yang akan efektif berlaku
tahun 2000 ini akan berarti kenaikan yang sangat besar dari dana-dana
59
pembangunan daerah berupa bagian daerah dari penerimaan PBB, bea
perolehan hak atas tanah dan bangunan, dan penerimaan daerah dari
sumberdaya alam minyak, hutan, dan perikanan. Dalam hal minyak
pemerintah daerah akan memperoleh bagian 15%, dalam hal tambang
gas 30%, kehutanan dan perikanan 80%, dan bea perolehan hak atas
tanah dan bangunan juga 80%.
Jika ke dua UU ini benar-benar sudah dapat dilaksanakan maka
daerah yang akan kaya akan sumberdaya alam tidak saja akan
menguasai lebih banyak dana untuk pembangunan daerah, tetapi juga
akan mempunyai wewenang jauh lebih besar dari sebelum reformasi
untuk mengarahkan pemanfaatannya. Dengan demikian, penerapan
sistem ekonomi kerakyatan akan mampu mengembangkan program-
program kongkrit bagi pemerintah daerah yang lebih mandiri, dan
lebih mampu mewujudkan keadilan dan pemerataan pembangunan
daerah.
Meningkatnya penerimaan daerah dari pengelolaan sumberdaya
alam di daerah-daerah sebagai hasil pelaksanaan UU No. 23/2014 akan
meningkatkan APBD ini akan mampu meningkatkan kemakmuran dan
kesejahteraan rill penduduk di daerah? Tentu saja ini tergantung pada
kemampuan pemerintah daerah mengembangkan program-program
yang berdampak langsung pada kesejahteraan penduduk. Program-
program ini dapat berupa program-program pembangunan ekonomi
maupun pembangunan sosial.
60
Jadi jika dilihat dari beberapa penjelasan pada halaman
sebelumnya mengenai ekonomi kerakyatan dalam perspektif otonomi
daerah, pada intinya sejumlah argumentasi dalam perspektif politik
desentralisasi dapat dikemukakan mengapa dalam paket program
otonomi daerah pada tujuan utamanya dimaksudkan untuk mencapai
tingkat kesejahteraan yang memadai, juga diarahkan pada akselerasi
pembangunan ekonomi daerah yang berbasis sistem ekonomi
kerakyatan. Selanjutnya dalam konteks peningkatan kemampuan
masyarakat dalam mengendalikan jalannya roda perekonomian
tentunya diperlukan suatu pola kebijakan ekonomi yang dikembangkan
oleh pemerintah daerah dalam menanggulangi ketidakmerataan, hal itu
supaya otonomi daerah akan bermanfaat bagi pembangunan ekonomi
daerah sehingga jika konsep desentraliasi di dalamnya dimaknai
sebagai membuka ruang partisipasi dan emansipasi serta berorientasi
pada penerapan sistem ekonomi tradisional maka untuk mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia melalui kemitraan dalam
pemberdayaan masyarakat.
4. Kajian Manajemen Dalam Strategi Pemasaran
4.1. Pengertian Pemasaran
Apabila anda bertanya kepada beberapa orang tentang defenisi
pemasaran, maka jawabnya dapat bervariasi sebagai berikut :
1. Pemasaran adalah jualan
2. Pemasaran adalah periklanan
61
3. Pemasaran adalah konsep dagang
4. Pemasaran adalah usaha yang mempengaruhi agar melakukan
tindakan beli atas produk dan jasa yang ditawarkan.
Semua pendapat ini tidak dapat disalahkan, masing-masing bisa
memberikan defenisi sesuai dengan pemahamannya. Defenisi
pemasaran bisa berbeda untuk setiap orang. Namun demikian, sangat
mudah dipahami, bahwa pemasaran (marketing) merupakan kegiatan
transaksi pertukaran nilai yang dimiliki oleh masing-masing pihak,
misalnya pertukaran produk yang dimiliki oleh perusahaan terhadap
uang yang dimiliki oleh pelanggan. Hal ini menunjukkan bahwa
pelanggan menginginkan sesuatu dari perusahaan, dan perusahaan
menginginkan sesuatu dari pelanggan. Jadi sebagai pemasar, perlu
mengetahui apakah yang benar-benar diinginkan oleh pelanggan dan
bagaimana memberikan yang diinginkan tersebut supaya dia mendapat
pengembalian yang biasanya diukur dengan uang sebagai
penggantinya. Pemasaran adalah seni dan sains tentang kepuasan
pelanggan. American Marketing Association mendefenisikan bahwa
pemasaran adalah suatu aktivitas dan proses menciptakan,
mengkomunikasikan, memberikan, dan menawarkan pertukaran nilai
terhadap pelanggan, klien, rekan, dan masyarakat luas.
Pemasaran mempunyai arti yang beragam berdasarkan pemirsa,
media, dan dinamika pasar. Itu sebabnya tidak heran bahwa pemasar
mendefenisikan pemasaran dengan pandangan yang berbeda.
62
Pemasaran berasal dari kata dasar “pasar” dimana salah satu pengertian
umumnya adalah tmpat dimana terjadinya transaksi jual beli barang
atau jasa dan transaksi tukar menukar barang atau jasa antara penjual
dengan pembeli. Pemasaran merupakan aktivitas, mengatur lembaga,
dan proses untuk menciptakan, berkomunikasi, memberikan, dan
bertukar penawaran yang memiliki nilai bagi pelanggan, klien, mitra,
dan masyarakat pada umumnya. Berikut ini disajikan tiga pendapat
tentang pemasaran (marketing).
1. Pemasaran adalah membangun merek Anda, meyakinkan orang-
orang bahwa merek Anda (yang berarti produk / jasa / perusahaan)
adalah yang terbaik dan melindungi hubungan Anda dalam
membangun dengan pelanggan Anda. (Clayman dalam Harman
2017: 17)
2. Pemasaran adalah percakapan antara perusahaan atau merek dan
konsumen yang pada akhirnya mengarah transaksi, (Glantz dalam
Harman, 2017: 21)
3. Pemasaran adalah adalah seni dan ilmu membujuk calon pembeli
dari produk / jasa untuk membeli dari sebuah perusahaan yang
bertanggung jawab untuk membuat pesan menarik dan
megkomunikasikan pesan yang melalui saluran yang ditargetkan
dengan cukup jangkauan dan frekuensi untuk memandu bahwa
pembeli potensial melalui siklus pembelian “perhatian, minat,
keinginan, tindakan.” (Mosenson dalam Harman 2017: 25)
63
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut yang telah
dikemukakan pada halaman sebelumnya berarti dapat dijelaskan
bahwa, pemasaran terdiri dari tindakan-tindakan yang menyebabkan
berpindahnya hak milik atas barang serta jasa dan yang menimbulkan
distribusi fisik mereka. Dalam bagian ini, proses pemasaran meliputi
aspek fisik dan nonfisik. Aspek fisik menyangkut perpindahan barang-
barang ke tempat di mana mereka dibutuhkan. Sedangkan aspek
nonfisik dalam arti bahwa para penjual harus mengetahui apa yang
diinginkan oleh para pembeli dan pembeli harus pula mengetahui apa
yang dijual.
4.2. Konsep dan Strategi Pemasaran
a. Konsep Pemasaran
Konsep pemasaran (marketing concept) adalah suatu konsep dan
cara dasar yang di terapkan dalam melakukan strategi manajemen
pemasaran produk atau jasa pada sebuah organisasi ataupun
perusahaan. Jadi konsep pemasaran merupakan sebuah falsafah
bisnis yang menyatakan bahwa pemuasan kebutuhan konsumen
merupakan syarat ekonomi dan sosial bagi kelangsungan hidup
perusahaan.
Menurut Philip Kotler, (1997 dalam Usmara, 2008: 17) ada
empat konsep yang merupakan dasar pelaksanaan kegiatan
pemasaran suatu organisasi :
64
1. Konsep berwawasan Produksi
Konsep ini berpendapat bahwa konsumen akan menyukai
produk yang tersedia di mana-mana dan harganya murah. Para
manajer dalam organisasi yang berorientasi pada produksi
memusatkan upayanya untuk mencapai efisiensi produksi yang
tinggi dan liputan distribusi yang luas.
2. Konsep berwawasan Produk
Konsep ini menjelaskan bahwa konsumen akan menyukai
produk yang menawarkan mutu, performansi dan ciri-ciri yang
terbaik. Para manajer dalam organisasi yang berorientasi pada
produk ini memusatkan usaha untuk menghasilkan produk
yang baik dan terus menerus menyempurnakannya.
3. Konsep berwawasan Penjualan
Konsep ini berpendapat bahwa konsumen jangan dibiarkan
begitu saja, organisasi harus melaksanakan upaya penjualan
dan promosi yang agresif.
4. Konsep berwawasan Pemasaran
Konsep ini mengatakan bahwa kunci untuk mencapai tujuan
organisasi terdiri dari penentuan kebutuhan dan keinginan pasar
sasaran serta memberikan kepuasan yang diharapkan secara
lebih efektif dan efisien dibandingkan para pesaing.
65
Konsep Pemasaran bersandar pada empat tiang utama:
a) Fokus pasar.
Perusahaan akan berhasil baik jika mereka menetapkan
batas pasarnya secara cermat. Perusahaan akan berhasil
baik bilamana mereka mempersiapkan program pemasaran
yang sesuai untuk masing-masing pasar sasaran.
b) Orientasi kepada pelanggan.
Pemikiran yang berorientasi pelanggan mengharuskan
perusahaan untuk secara cermat menentukan kebutuhan
pelanggan dari sudut pandang pelanggan bukan dari sudut
pandangnya sendiri.
Pemasaran yang terkoordinasi, yang bermakna dua hal:
Pertama, berbagai fungsi pemasaran-armada penjualan,
periklanan, riset pemasaran dan lain-lain harus
terkoordinasi.
Kedua, Pemasaran harus terkoordinasi secara baik dengan
bagian-bagian lain perusahaan. Pemasaran akan berhasil
bila seluruh karyawan menyadari bagaimana dampak
terhadap kepuasan pelanggan.
c) Kemampulabaan/keuntungan.
Untuk perusahaan swasta tujuan utama adalah laba, bagi
organisasi nirlaba atau organisasi masyarakat tujuannya
adalah mempertahankan dan menarik cukup dana guna
66
menyelenggarakan kegiatannya. Perusahaan menghasilkan
uang dengan memuaskan kebutuhan pelanggan lebih baik
daripada yang dapat dilakukan pesaing.
b. Strategi Pemasaran
Menurut Usmara (2008: 32), strategi adalah hal menciptakan suatu
posisi yang unik dan bernilai, yang membedakan perusahaan satu
dengan yang lainnya, yang melibatkan berbagai aktivitas
perusahaan. Kalau hanya ada satu posisi ideal, maka tidak perlu
ada strategi. Perusahaan-perusahaan pun hanya akan berhadapan
dengan satu tuntutan sederhana, yaitu menangkan perlombaan
untuk menemukan strategi tersebut dan menguasainya.
Selanjutnya, strategi pemasaran dirumusakan. Strategi
pemasaran berupaya untuk memberikan pelanggan nilai lebih dari
persaiangan sementara masih menghasilkan keuntungan bagi
perusahaan. Strategi pemasaran dirumuskan dalam bauran
pemasaran: yaitu setiap ide yang bagus akan segera ditiru.
Sehingga dalam hal ini lagi-lagi kinerja akan sangat tergantung
pada efektivitas operasional. Obsesi para manajer pemasaran
dewasa ini tidaklah cukup untuk menjaring sebanyak-banyaknya
konsumen, seperti:
1. Menekan biaya
2. Meluncurkan produk ke pasar lebih awal beberapa minggu
3. Merespon tuntutan dari para pelanggan sedikit lebih cepat
67
4. Meningkatkan kualitas
5. Mencari market share lain
6. Berusaha lebih keras membuat slogan untuk promosi yang baik.
Satu fungsi pokok dari strategi pemasaran adalah
menciptakan suatu hubungan bagi seluruh kegiatan di perusahaan.
Dengan adanya strategi pemasaran yang jelas dan konseptual maka
dapat mendukung iklim koordinasi yang tepat yang lebih efisien
dibandingkan dengan proses administrasi yang ada saat ini. Semua
tugas atau pekerjaan yang harus dilakukan sebagai tuntutan pokok
dalam mengimplementasikan strategi tersebut dilaksanakan dan
diserahkan sepenuhnya kepada anggota organisasi.
Misalnya, suatu perusahaan teknologi tinggi menghadapi
pilihan strategi pemasaran antara menawarkan produk-produk
berharga tinggi dengan kualitas yang baik dijual dengan volume
lebih tinggi. Jika manajer pemasaran senior tidak menunjukkan
arah yang jelas dan konsisten bagaimana posisi perusahaan dalam
menghadapi persoalan-persoalan pilihan tersebut di atas, maka
akan muncul konflik lanjutan antara penjualan, perancangan,
produksi dan personil perusahaan.
Tujuan suatu strategi adalah untuk menyebarkan secara
efektif sumber-sumber khas dan unggulan suatu perusahaan. Jika
manajer-manajer utama tidak tergerak oleh suatu strategi, tidak
68
merasa senang dengan sasaran-sasaran dan metode-metodenya,
maka strategi tersebut dianggap gagal.
Pengertian berikutnya dari James F. Engel D. Blackwell,
dan Paul W. Miniard, (1995 dalam Usmara, 2008: 28)
mengemukakan bahwa dalam setiap perusahaan memiliki tiga
kemungkinan pandangan terhadap strategi pemasaran dalam
melayani pasarnya.
a. Mass marketing (undifferentiated marketing).
Strategi ini sering disebut strategi agregasi pasar atau
pemasaran tidak terdiferensiasi. Strategi ini didasarkan para
filosofi mass market, yang menganggap suatu pasar besar
dengan kebutuhan yang serupa, tanpa ada segmen-segmen
individual. Perusahaan berusaha memenuhi kebutuhan semua
pembeli dengan melakukan produksi massa, dan promosi
massa suatu produk. Strategi ini bertujuan untuk meningkatkan
efisiensi dan skala ekonomi sehingga biaya dan harganya
rendah dan dapat menjangkau sebanyak mungkin pembeli
potensial. Untuk mendukung kesuksesan strategi ini ada
beberapa persyaratan yang harus dipenuhi yaitu:
1) Harus ada sejumlah besar orang yang memiliki kebutuhan
atau keinginan yang sama (homogen).
2) Konsumen merasa bahwa produk-produk dari setiap
perusahaan tidak ada bedanya atau hanya kecil bedanya.
69
3) Perusahaan harus mampu merancang suatu bauran
pemasaran yang dapat memuaskan pelanggan.
b. Product-variety marketing (differentiated marketing)
Di dalam strategi ini perusahaan berusaha menghasilakan
beberapa produk yang memiliki karakteristik yang berbeda-
beda.
Misalnya :
1) Kualitas
2) Ukuran
3) Model
4) Warna atau ciri-cirinya.
Strategi ini lebih menekankan penyediaan berbagai macam
produk kepada pembeli daripada usaha menarik berbagai
segmen pasar yang berbeda. Dasar pemikiran strategi ini adalah
bahwa pelanggan memiliki selera masing-masing dan selera
tersebut berubah sepanjang waktu: pelanggan membutuhkan
variasi dan perubahan, perusahaan berupaya menawarkan
sebanyak mungkin produk yang bisa memenuhi semua variasi
tersebut.
c. Target marketing
Perusahaan melakukan segmentasi pasar, kemudian memilih
satu atau lebih segmen yang dianggap paling potensial dan
menguntungkan serta mengembangkan produk dan program
70
pemasaran yang dirancang khusus untuk segmen-segmen yang
dipilih.
Dari berbagai pernyataan teoritis pada halaman
sebelumnya dapat disimpulkan bahwa strategi pemasaran
merupakan suatu alat fundamental yang direncanakan
berdasarkan pemahaman tentang perilaku konsumen dan
analisis pasar yang dipertimbangkan oleh pihak organisasi
perusahaan untuk mempengaruhi konsumen melalui kegiatan
pemasaran yang terjadi di dalam banyak acara televisi, di
dalam produk yang digunakan dalam film, dan dalam iklan
yang disajikan kepada konsumen melalui media teknologi.
Strategi ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan skala
ekonomi sehingga biaya dan harganya rendah dan dapat
menjangkau sebanyak mungkin pembeli potensial.
4.3. Paradigma dan Prinsip-prinsip Pemasaran Baru
Regis McKenna, (1991 dalam Usmara, 2008: 203)
mengemukakan pendapatnya bahwa teknologi mengubah pilihan, dan
pilihan mengubah pangsa pasar. Hasilnya, kita menjadi saksi dari
muncul-nya paradigma pemasaran baru – bukan pemasaran yang
“melakukan lebih” yang sekadar melakukan volume penjualan masa
lalu tetapi pemasaran yang berdasarkan pengetahuan – dan
pengalaman.
71
Transpormasi pemasaran didorong oleh kekuatan yang hebat
dan dengan penyebaran teknologi begitu meresap. Teknologi telah
beralih ke produk, tempat kerja, dan pangsa pasar dengan kecepatan
dan kepenuhan yang begitu menakjupkan. Karakteristik penentu dari
dorongan teknologi baru ini adalah kemampuan untuk memprogram.
Dengan menggunakan sistem komputer yang saling terhubung melalui
jaringan telekomunikasi, transaksi, penjualan dapat dilakukan secara
otomatis dan dalam waktu yang sangat singkat. Sehingga, informasi
yang dibutuhkan untuk keperluan transaksi penjualan tersedia pada
saat diperlukan. Dengan melakukan penjualan secara elektronik,
produsen dapat menekan biaya yang harus dikeluarkan untuk
keperluan pengiriman informasi. Seiring dengan era perdagangan
bebas maka hampir setiap perusahaan ingin mendapatkan segmen
pasar yang seluas-luasnya. Hal ini didukung dengan teknologi internet
dan berbagai software di internet yang semakin mudah bagi para
pengguna internet seperti halnya pelaku bisnis yang melakukan
perdagangan melalui internet.
Pemasaran melalui internet membuat pelanggan mampu
memilih produk yang diinginkan tanpa harus membuang waktu untuk
pergi ke tempat dimana ia membutuhkan barang atau produk sesui
kebutuhan. Dengan adanya pemasaran melalui internet maka akan
mengurangi biaya pemasaran yang seharusnya dikeluarkan untuk
memasarkan produk baru maupun produk yang banyak dibutuhkan
72
oleh konsumen saat ini. Pemasaran melalui internet juga memiliki
keuntungan yang lebih banyak dibandingkan pemasaran dengan banner
atau baligho yang disebarkan kepada target konsumen, dimana yang
saat ini konsumen lebih menyukai hal yang lebih cepat, lebih instan,
tidak memakan banyak waktu.
Selanjutnya, berkaitan dengan prinsip-prinsip pemasaran baru
Sergio Zyman, (2000 dalam Usmara, 2008: 208) mengemukakan
beberapa hal pokok dalam prinsip pemasaran baru, yaitu sebagai
berikut:
1. Satu-satunya tujuan pemasaran adalah menjual semakin banyak
produk kepada banyak orang, semakin sering, dan dengan harga
yang semakin tinggi. Tidak ada alasan lain untuk melakukannya.
2. Pasar dewasa ini merupakan demokrasi konsumen. Konsumen
memiliki banyak pilihan, sehingga para pemasar harus memberi
tahu mereka bagaimana cara memilih.
3. Pemasaran adalah ilmu. Pemasaran adalah tentang ekperimen,
perhitungan, analisis, penyempurnaan, dan replikasi. Anda harus
bersedia mengubah pemikiran Anda.
4. Memancinglah di mana ada ikan. Konsentrasikan usaha-usaha
penjualan Anda pada konsumen yang bersedia dan mampu
membeli produk Anda. Tentukan segmen pasar untuk membantu
Anda agar bisa melakukan identifikasi target Anda yang paling
meguntungkan.
73
5. Perhitungkan setiap merek dan wilayah pemasaran. Lakukan hal itu
secara teratur dan sering, paling tidak sebulan sekali. Pemasaran
harus memberikan keuntungan.
6. Buatlah merek Anda dengan mempergunakan semua elemen citra:
citra merek dagang, citra produk, citra pemakai, citra pemakaian,
dan cita asosiatif.
7. Pasarkan secara lokal. Anda harus memberikan kepada semua
konsumen Anda sesuatu yang memiliki daya tarik terhadap mereka
secara pribadi. Merek global diciptakan dari banyak merek lokal
yang kuat.
8. Pastikan setiap orang di dalam organisasi Anda memehami strategi,
arah, dan tujuan bisnis. Lalu biarkan mereka melaksanakannya.
9. Strategi adalah pekerjaan Anda. Pekerjaan agen periklanan Anda
adalah mengkomunikasikan strategi Anda secara efektif.
Dari penjelasan di atas bisa disimpulkan bahwa dunia semakin
berkembang, berkat teknologi semua sekarang jadi serba mudah dan
praktis. Internet telah membuat interaksi bisnis menjadi multi-aspek.
Sekarang orang bisa melakukan bisnis, seperti membeli sesuatu,
berteransaksi, dan menjalankan fungsi-fungsi bisnis melalui internet.
Konsumen dan pemilik/ pengelola bisnis dapat mendapatkan dan
melakukan apa yang mereka inginkan tanpa harus meninggalkan
beranjak dari tempat duduk, selama terhubung dengan internet. Sebab
di era tehnologi yang canggih seperti sekarang ini dengan seiring era
74
perdagangan bebas berhasil mewujudkan janji dari kemampuan
program teknologi yang telah meledak ke dalam realitas dalam pilihan
yang hampir tidak terbatas. Bagi sebagian pemasar, penciptaan pilihan
pelanggan yang hampir tidak terbatas menunjukkan suatu ancaman,
khususnya ketika teknologi berkembang dan persaingan semakin
meningkat, sebagian perusahaan mengalihkan model pendekatannya
dan menjadi perusahaan yang digerakkan oleh pelanggan. Perusahaan-
perusahaan seperti ini mengungkapkan kesediaan baru dan pada
akhirnya mengubah produknya untuk menyesuaikan dengan
permintaan para pelanggan.
F. Ruang Lingkup
Program Bela Beli Kulon Progo yang diluncurkan Bupati Kulonprogo,
Hasto Wardoyo bersama Wakil Bupati, Sutedjo, pada tanggal 25 Maret 2013,
dalam upayanya ikut berkontribusi dalam pengentasan kemiskinan, maka
sejalan dengan hal tersebut penulis dapat merumuskan ruang lingkup sebagai
berikut :
1. Efektifitas program Bela Beli Kulon Progo dalam rangka pengentasan
kemiskinan
2. Ketersedian Sumber Daya Manusia (SDM) dalam hal kapasitas sebagai
pelaku Ekonomi sekaligus sebagai konsumen dalam menciptakan dan
mengkonsumsi produk lokal
75
3. Kesiapan dan konsistensi Pemerintah Kabupaten Kulon Progo dalam
memberikan dukungan melalui regulasi dan bantuan
4. Model kebijakan yang digunakan dalam strategi perluasan pemasaran
produk lokal.
G. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang dipilih, maka penelitian yang
dilakukan oleh peneliti adalah jenis penelitian deskriftif kualitatif. Dimana
metode ini digunakan untuk mendeskripsikan tentang Akselerasi
Pengentasan Kemiskinan Melalui Optimalisasi Program Bela Beli Kulon
Progo. Menurut Whitney (1960 dalam Prastowo, 2016 hal. 201), penelitian
deskriptif merupakan pencarian fakta dengan interprestasi yang tepat.
Penelitian ini mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat serta
situasi-situasi tertentu, termasuk hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap,
pandangan-pandangan serta protes-protes yang sedang berlangsung dan
pengaruh-pengaruh dalam suatu fenomena.
Selanjutnya dalam pemilihan metode yang penulis gunakan dalam
penelitian ini berdasarkan pendapat dari (Bogdan dan Taylor dalam
Djamal, 2015: 9) mendefenisikan metode penelitian kualitatif sebagai
“Prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriftif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati atau
perilaku perilaku yang dapat diamati.
76
Berdasarkan pendapat pada halaman sebelumnya dapat
disimpulkan bahwa deskriptif kualitatif merupakan prosedur pemecahan
masalah yang diteliti dengan jalan menggambarkan dan menuliskan
peristiwa yang berlangsung saat ini dengan berdasarkan fakta-fakta yang
ada sekarang, baik berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamati.
Adapun dengan perkataan lain tujuan penelitian deskriptif kualitatif
yang digunakan penulis bertujuan untuk memperoleh data melalui
penelitian lapangan maupun penelitian pustaka yang sudah diseleksi
sebelumnya berdasakan permasalahan, kemudian data dalam penelitian
tersebut disusun secara sistematis dan dilihat kesesuaiannya dengan
kenyataan studi kasus yang terjadi di lapangan.
2. Unit Analisis
a. Subyek Penelitian
Subyek penelitian pada skripsi ini adalah tentang akselerasi
pengentasan kemiskinan melalui optimalisasi program Bela Beli Kulon
Progo di Desa Gerbosari, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon
Progo Daerah Istimewa Yogyakarta, maka teknik pengambilan
informen atau narasumber tidak dibatasi, tetapi disesuaikan dengan
kebutuhan dan kelengkapan data. Teknik penentuan informen
dilakukan dengan teknik purposive yakni mengambil informen
berdasarkan pihak-pihak yang terkait untuk menjadikan sumber data
yang akan diperlukan. Berikut ini deskripsi tentang nama dan
pekerjaan narasumber yang telah peneliti dapatkan.
77
Tabel 1.2 Deskripsi Nama dan Pekerjaan Informan
No Nama Umur Jenis
Kelamin Pendidikan Jabatan/Pekerjaan
1 Drs. Bambang
Widodo, M.Si
57 Laki-laki S2 Kepala Bidang
Perdagangan Kabupaten
Kulon Progo
2 Drs, Dewantoro
Slamet SP, MM
54 Laki-laki S2 Kepala Bidang
Perindustrian Kabupaten
Kulon Progo
3 Marga Subekti 45 Laki-laki S1 Kepala Sub Bagian
Umum Kecamatan
Samigaluh
4 Agus Budiarto 49 Laki-laki S1 Kepala Sub Bagian
Keuangan Kecamatan
Samigaluh
5 Damar, A.Md 34 Laki-laki D3 Kepala Desa Gerbosari
6 Wiwit Triraharjo,
S.Si
41 Laki-laki S1 Sekertaris Desa
Gerbosari
7 Rudi Hartoyo,
A.Md
45 Laki-laki D3 Kasi Pembangunan dan
Pemberdayaan Desa
Gerbosari
8 Nurul Hidayanto,
S.H
31 Laki-laki S1 Kaur Perencanaan dan
Keuangan Desa
Gerbosari
9 Mulyono 45 Laki-laki SLTA Staf Kesra Desa
Gerbosari
10 Suwando, A.Ma.
Pd
73 Laki-laki D2 Ketua BPD Desa
Gerbosari
11 Sutiah 58 Perempuan SMA Kepala Dukuh Keceme
Desa Gerbosari
12 Sukardi 50 Laki-laki S1 Kepala Dukuh Sendat
Desa Gerbosari
13 Sumingan 52 Laki-laki SLTA Kepala Dukuh Clumprit
Desa Gerbosari
14 Darmawan 42 Laki-laki SLTA Kepala Dukuh Pengos A
Desa Gerbosari
15 Suratiman 50 Laki-laki SLTA Kepala Dukuh Jetis Desa
Gerbosari
16 Agus Sujarwo.
S.E
40 Laki-laki S1 Ketua LPMD Desa
Gerbosari
17 Raden Dwi 66 Laki-laki STM Anggota Tim Pelaksana
78
No Nama Umur Jenis
Kelamin Pendidikan Jabatan/Pekerjaan
Purwanto Pembangunan Desa
Gerbosari
18 Murohma
Erinawati
43 Perempuan S1 Guru SMK/ Ketua
UPPKS Desa Gerbosari
19 Windarno 33 Laki-laki SMP Petani/ Pengusaha Kopi
Suroloyo
20 Wahyu
Widayanto
39 Laki-laki SMA Pengrajin/ Pengusaha
Batik Geblek Renteng
21 Warno Ahmadi 48 Laki-laki SMA Pengrajin/ Pengusaha
Alat Musik Dram
22 Joko Kuncoro 47 Laki-laki SMP Pengrajin/ Pengusaha
alat musik gesek dan
petik
23 Kalung Imandanu 22 Laki-laki SMP Pengrajin/ Pengusaha
seni topeng kayu pahat
24 Asih Istikomah 40 Perempuan SLTA Wiraswasta/ Pengusaha
makanan kripik khas
Samigaluh
25 Suti 47 Perempuan SMP Petani/ Pengusaha kripik
Suroloyo
26 Mudayanti 50 Perempuan SMP Wiraswasta/ Pengusaha
kripik regedek, peyek
kacang dan teri ikan asin
27 Ermina Widayanti 50 Perempuan SLTA PNS/ Pengusaha Kue
kering dan Basah
28 Sutarmi S.Pd 40 Perempuan S1 Warga Masyarakat/Guru
Paud
(Sumber : Hasil Data Primer, 2018)
b. Obyek Penelitian
Obyek penelitian dalam penelitian ini dibatasi oleh obyek yang
dikaji, obyek dalam penelitian ini menyoroti tentang Akselerasi
Pengentasan Kemiskinan Melalui Optimalisasi Program Bela Beli
Kulo Progo.
c. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini terletak di Desa Gerbosari Kecamatan Samigaluh
Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta.
79
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menempatkan
peneliti sebagai instrumen peneliti utama dalam pengumpulan data. Oleh
karenanya proses pengumpulan data peneliti tidak mengalami banyak
hambatan dan dengan mudah melakukan penyesuaian terhadap kenyataan
dilapangan. Jenis data yang dikumpulkan meliputi jenis data primer
maupun data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara
dengan pihak-pihak yang terpilih oleh peneliti untuk menjadikan sumber
data yang diperlukan. Sedangkan data skunder diperoleh melalui buku-
buku dan artikel-artikel yang terkait dengan tema penelitian. Adapun
sumber buku-buku tersebut yang terkait dengan topik penelitian bisa
didapatkan di Perpustakaan Kampus STPMD, UPN, dan Perpustakaan
Grhatama Pustaka Yogyakarta, serta beberapa perpustakaan/toko buku
yang berada di Yogyakarta. Dan artikel itu bisa diperoleh dari media cetak
maupun electronik. Sedangkan untuk menggali lebih mendalam tentang
informasi program Bela Beli Kulon Progo melalui teknik pengumpulan
data sebagai berikut:
a. Observasi Langsung
Sebagai metode pengumpulan data, observasi biasa diartikan sebagai
pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap unsur-unsur
yang nampak dalam suatu gejala pada objek penelitian. Unsur yang
nampak itu disebut dengan data atau informasi yang harus diamati dan
dicatat secara benar dan lengkap (Widyoko, 2012: 46). Metode ini
80
digunakan untuk mengetahui pelaksanaan optimalisasi program bela
beli Kulon Progo melalui perlusan pemasaran produk lokal di Desa
Gerbosari. Observasi juga dilakukan untuk identifikasi hal-hal yang
berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat, terutama
dalam rangka akselerasi pengentasan kemiskinan dan peningkatan
perekonomian masyarakat.
b. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan
itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang
memberikan jawaban atas pertanyaan itu Lexy Moleong 2017: 2002:
186). Teknik yang digunakan dalam metode wawancara ini dimaksud
karena peneliti ingin mendapatkan data-data yang lebih jelas dan
mendalam mengenai akselerasi pengentasan kemiskinan melalui
optimalisasi program bela beli Kulon Progo. Adapun upaya untuk
mendapatkan data-data tersebut peneliti melakukan wawancara dengan
pihak-pihak terkait seperti, Pemerintah Daerah Kulon Progo dan para
pelaku usaha mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Desa Gerbosari
dan juga pihak lain yang dianggap penting dan berpengaruh serta
mengetahui program Bela Beli Kulon Progo tersebut.
c. Dokumentasi
Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang berarti barang-barang
tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen nilai, peraturan-peraturan,
81
catatan harian, dan sebagainya (Suharsini Arikanto, 2006: 231).
Selanjutnya, adapun dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto,
gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya
misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, film dan lain-
lain. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode
observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.
4. Teknik Analisis Data
Tehnik analisis data menurut Sugiyono dalam Djamal, (2015: 138) adalah
proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari
hasil wawancara mendalam, catatan lapangan (observasi), dan
dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori,
menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam
pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, serta membuat
kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.
pada tahap analisis data kualitataif ini, peneliti menggunakan beberapa
tahap:
a. Reduksi data
Reduksi data merupakan proses merangkum, memilih hal-hal yang
pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari pola dan
temannya, dengan demikian data yang telah direduksi akan
memberikan gambaran yang jelas dan mempermudah peneliti untuk
melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencari data yang
diperlukan lagi.
82
b. Penyajian data
Setelah data dikumpulkan (data collection) kemudian dilakukan
reduksi data karena data yang diperoleh dilapangan jumlahnya cukup
banyak, kompleks dan rumit. Mereduksi data berarti merangkum,
memilih hal-hal yang pokok dengan memperhatikan prinsip validitas,
sehingga data yang relevan saja yang akan digunakan. Setelah data
direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data.
Demikian dengan melalui penyajian data tersebut, maka data
terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan
semakin mudah dipahami.
c. Penarikan kesimpulan
Tahap terakhir setelah penyajian data adalah penarikan kesimpulan,
dalam tahap ini agar analisis penelitian ini tidak tumpul maka
selanjutnya peneliti terlebih dulu menceritakan dan menganalisis
pokok permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini. Berdasarkan
pada tiga langkah teknik analisis data yang dikemukakan diatas
menjadi alat bantu bagi peneliti untuk menyelesaikan analisis atas data
yang terkumpul. Reduksi data, penyajian data hingga penarikan
kesimpulan adalah teknik yang peneliti tempuh untuk meyelami data
hasil wawancara terhadap masyarakat Kulon Progo terkait tentang
program bela beli Kulon Progo, sehingga hasil dari wawancara yang
dikumpulkan berupa penjelasan yang berisi jawaban atas pokok
permasalahan tersebut, secara logis serta sistematis dapat diolah
menjadi sebuah paparan cerita yang bisa dibaca oleh orang lain.
83
BAB II
PROFIL DESA GERBOSARI DAN DESKRIPSI TENTANG PROGRAM
BELA BELI KULON PROGO
A. Sejarah Singkat Desa Gerbosari
Desa Gerbosari merupakan satu dari 7 desa di Kecamatan Samigaluh,
Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada zaman
penjajahan Belanda Kelurahan Gerosari belum berdiri, pada saat itu wilayah
Gerbosari terbagi menjadi 3 (tiga) Kelurahan, yaitu: Kelurahan
Menggermalang, Kelurahan Samigaluh, dan Kelurahan Kemirombo.
Kemudian setelah dua tahun Indonesia merdeka, yaitu pada tahun 1947 maka
kelurahan tersebut digabung menjadi satu Desa. Penggabungan ketiga
kelurahan ini pada waktu itu merupakan inisiatif tokoh-tokoh masyarakat
kelurahan yang pada saat ini guna memperluas daerah pemerintahan dan
ekonomi. Adapun nama desa Gerbosari pada waktu itu diambil berdasarkan
hasil penggabungan dari nama ke tiga kelurahan, yaitu: GER =
Menggermalang, BO = Kemiriombo, SA = Samigaluh, dan Ri = Tambahan
suku kata.
B. Aspek Geografis
1. Keadaan Wilayah
Letak dan keadaan lingkungan alam suatu wilayah merupakan salah satu
faktor utama penentu baik kondisi sosial, ekonomi, budaya, kesehatan,
84
maupun kelembagaan bagi masyarat. Bermacam-macam karakter dan
kebudayaan menunjukkan kearifan lokal manusia sebagai individu
maupun sebagai kesatuan masyarakat terhadap lingkungan sekitar. Desa
Gerbosari merupakan bagian internal dari wilayah Kabupaten Kulon Progo
yang terdiri dari 5 (lima) desa yang berbatasan langsung dengan wilayah
Jawa Tengah. Diketahui secara geografis kondisi alam Desa Gerbosari
merupakan daerah perbukitan yang berada di ketinggian 500-900 M diatas
permukaan laut, sehingga secara keseluruhan permukaan wilayahnya
adalah pertanian lahan kering (kebun) dengan kondisi kelerengan suhu
udara rata-rata 23oC-34oC.
2. Letak dan Batas Wilayah
Desa Gerbosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan
Samigaluh, Kabupaten Kulonprogo, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Wilayah Desa Gerbosari memiliki letak posisi yang strategis atau lebih
kurang 0,5 km ke Ibu Kota Kecamatan. Secara administratif desa
Gerbosari memiliki batas-batas wilayah Sebagai berikut :
a. Sebelah Utara : Propinsi Jawa Tengah
b. Sebelah Selatan : Desa Banjarsari
c. Sebelah Barat : Desa Ngargosari
d. Sebelah Timur : Desa Sidoharjo dan Purwoharjo
85
Gambar 2.1
Peta Desa Gerbosari
Sumber: Peta Desa Gerbosari Tahun 2018
3. Orbitasi
Orbitasi wilayah adalah gambaran umum tentang jarak antara/pusat
pemerintahan ke pusat-pusat pelayanan publik seperti pasar, stasiun,
bandara dan lain-lain. Jadi keadaan orbitasi dapat menggambarkan jarak
86
dari ibu kota Desa Gerbosari ke beberapa titik strategis sentra aktivitas
masyarakat dapat dirincikan dalam tabel berikut ini :
Tabel 2.1. Keadaan Orbitasi Desa Gerbosari
NO Keterangan Jarak (Km)
1 Jarak ke perbatasan Negara 260,00 Km
2 Jarak ke perbatasan Provinsi 60,00 Km
3 Jarak ke perbatasan Kabupaten/ Kota 42,00 Km
4 Jarak ke perbatasan Kecamatan 0,50 Km
5 Jarak ke Gunung Jongkang 2,00 Km
6 Jarak ke Laut Jawa 58,00 Km
7 Jarak ke Sungai Progo 11,00 Km
8 Jarak ke pinggiran Hutan Ngori 9,00 Km
9 Jarak ke Bandara Adisucipto 51,00 Km
10 Jarak ke Terminal Jombor 40,00 Km
11 Jarak ke Stasiun Tugu 48,00 Km
12 Jarak ke Pelabuhan Semarang 114,00 Km
13 Jarak ke Kantor Polisi Polsek Samigaluh 0,45 Km
14 Jarak ke Pasar Samigaluh 0,60 Km
15 Jarak ke Wisata Candi Borobudur 35,00 Km
Sumber : Dokumen Dari Data Pemerintah Desa Gerbosari: 2018
Dari data di atas menunjukan Desa Gerbosari adalah sebuah desa
yang berada di wilayah pegunungan dan sangat jauh dari laut serta
Pelabuhan. Selain itu jarak tempuh ke beberapa titik dari ibu kota Desa
Gerbosari ke perbatasan Negara (lautan India) mencapai 260 Km, jarak
tempuh dari Ibu kota Desa Gerbosari ke Wisata Candi Borobudur jaraknya
yakni 40 Km. Hal ini karena Desa Gerbosari berada di wilayah perbatasan
provinsi DIY dan Jawa Tengah, selain itu juga tidak terlalu jauh ke
beberapa tempat umum dan titik-titik vital pemerintahan di Kota Jogja
sebagaimana telah digambarkan dalam tabel di atas. Jarak dari ibu kota
Desa Gerbosaari ke sejumlah pusat pemerintahan/ ibu kota tujuan seperti
87
ibu kota Kecamatan, ibu kota Kabupaten, ibu Provinsi dan ibu kota Negara
dapat dilihat sebagai berikut :
1. Ke Kecamatan : 0,50 Km (4 Menit)
2. Ke Kabupaten : 42,00 KM (60 Menit)
3. Ke Provinsi : 60,00 Km (110 Menit)
4. Ke Ibu Kota Negara : 490 Km (671 Menit)
Desa Gerbosari terletak di tengah wilayah Kecamatan Samigaluh
sehingga jarak Desa Gerbosari dengan Kabupaten Kulon Progo cukup jauh.
Begitu pula jaraknya dengan DIY yang lumayan jauh.
4. Luas Wilayah
Desa Gerbosari merupakan daerah perbukitan yang dikelilingi sawah dan
perkebunan warga serta berjarak hanya 0,5 km dari ibu kota Kecamatan
dan ke pusat Kabupaten 42 KM, dengan luas desa 1,315,21 Ha atau
15,54% dari total luas kecamatan samigaluh. Secara administratif wilayah
desa ini terdiri dari 19 Pedukuhan terdiri dari RT : 75 dan RW : 38.
Adapun Pedukuhan-pedukuhan tersebut yaitu :
- Pedukuhan 1 : Sarimulyo - Pedukuhan 11 : Jetis
- Pedukuhan 2 : Kemiriombo - Pedukuhan 12 : Tlogo
- Pedukuhan 3 : Jeruk - Pedukuhan 13 : Jati
- Pedukuhan 4 : Manggis - Pedukuhan 14 : Sumbo
- Pedukuhan 5 : Pengos A - Pedukuhan 15 : Dukuh
- Pedukuhan 6 : Pengos B - Pedukuhan 16 : Sendat
- Pedukuhan 7 : Ketaon - Pedukuhan 17 : Kayugede
88
- Pedukuhan 8 : Ngroto - Pedukuhan 18 : Menggermalang
- Pedukuhan 9 : Clumprit - Pedukuhan 19 : Keceme
- Pedukuhan 10 : Karang
5. Keadaan Tanah
Tanah adalah salah satu faktor produksi penting yang menjadi modal dasar
kegiatan ekonomi khususnya untuk wilayah agraris. Menurut data profil
Desa pada tahun 2018 luas tanah di Desa Gerbosari tercatat 966.3465
hektar, sehingga penggunaan yang ada sangat bervariasi. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat dari tabel berikut ini :
Tabel 2.2. Luas Wilayah Desa Gerbosari
No Jenis Peruntukan Tanah Luas (Ha)
1 Sawah 229,3526 Ha
2 Tegalan 209,6405 Ha
3 Pekarangan 133,6842 Ha
4 Hutan Negara -
5 Tanah Bengkok 29,0700 Ha
6 Tanah tandus 19,8763 Ha
7 Permukiman Pejabat Pemerintah 0,1400 Ha
8 Permukiman Umum 549,6189 Ha
9 Perkantoran 1,2300 Ha
10 Sekolah 2,1370 Ha
11 Pertokoan 0,4215 Ha
12 Pasar 0,1450 Ha
13 Tempat Peribadatan 0,6200 Ha
14 Makam 7,3545 Ha
15 Jalan 5,000 Ha
16 Lapangan sepak bola 1,000 Ha
17 Lapangan Volley 0,1125 Ha
18 Kolam 0,3947 Ha
Sumber : Dokumen Dari Data Pemerintah Desa Gerbosari: 2018
Dari tabel di atas nampak bahwa dari 18 (delapan belas) jenis peruntukan
tanah yang ada di Desa Gerbosari, jumlah yang paling besar dimanfaatkan
89
untuk permukiman umum dengan luas tanah 549, 6189 Ha atau sebesar
47.98 % dari luas Desa Gerbosari. Sedangkan yang paling kecil
peruntukannya adalah Lapangan Volley dengan luas tanah 0.1125 Ha atau
sebesar 0,94% dari luas wilayah Desa Gerbosari.
6. Keadaan Iklim
Desa Gerbosari termasuk beriklim sedang yang terletak pada dataran
tinggi dengan memiliki suhu udara rata-rata 23oC-34oC. Keadaan iklim
tersebut sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat, seperti dalam
bidang peternakan dan pertanian. Dalam bidang pertanian berpengaruh
terhadap petani karena dengan mengetahui iklim yang terjadi maka petani
dapat menentukan tanaman yang sesuai pada saat itu sehingga tanaman
yang ditanam dapat tumbuh dengan baik.
7. Keadaan Air
Seperti yang kita ketahui air merupakan salah satu unsur penting yang ada
di bumi yang sangat dibutuhkan untuk semua jenis makhluk hidup tanpa
terkecuali. Oleh karena itu air ini sendiri sering disebut sebagai sumber
kehidupan yang dimana ada air maka disitu pula terdapat kehidupan. Desa
Gerbosari dikatakan Desa yang memiliki persediaan air cukup untuk
kebutuhan air minum dan kebutuhan sehari-hari lainnya.
90
Tabel. 2.3. Prasarana Air Bersih di Desa Gerbosari
No Sumber Air Bersih Jumlah Unit
1 Sumur Pompa 3 Unit
2 Sumur Gali 37 Unit
3 Bangunan pengolahan air Bersih/air minum -
4 PAH -
5 Embung -
6 Hidran Umum -
7 Tangki Air Bersih -
8 Mata Air 2 Unit
Sumber : Data dari Pemerintah Desa Gerbosari: 2018
Melihat dari data di atas maka desa Gerbosari dapat dikatakan memiliki
sumber air yang bersal dari 3 sumber yakni pertama Mata Air, Kedua
Sumur Gali, dan Ketiga Sumur Pompa. Berdasarkan tabel tersebut maka
tingkat penggunaan air bersih di Desa Gerbosari mayoritas bersumber dari
sumur gali dengan jumlah 37 Unit dari keseluruhan pengguna air bersih di
Desa Gerbosari.
C. Aspek Demografi
Berdasarkan data penduduk pada tahun 2018 dapat diketahui bahwa di Desa
Gerbosari memiliki jumlah penduduk keseluruhan 4780 jiwa dengan
komposisi penduduk laki-laki dan perempuan yang hampir seimbang karena
hanya memiliki selisih yang kecil, yakni terdiri 2349 laki-laki dan 2341
perempuan yang tersebar di 19 pedukuhan, berikut ini merupakan tabel jumlah
penduduk di Desa Gerbosari :
91
Tabel 2.4. Jumlah Penduduk Desa Gerbosari
No Nama Pedukuhan Jumlah Kepala
Keluarga
Penduduk
(Jiwa)
1 Pedukuhan Keceme 64 251
2 Pedukuhan Menggermalang 105 336
3 Pedukuhan Kayugede 82 284
4 Pedukuhan Dukuh 74 270
5 Pedukuhan Sumbo 71 261
6 Pedukuhan Tlogo 77 276
7 Pedukuhan Jati 69 218
8 Pedukuhan Jetis 119 469
9 Pedukuhan Clumprit 61 217
10 Pedukuhan Ngroto 61 208
11 Pedukuhan Ketaon 27 102
12 Pedukuhan Pengos A 50 186
13 Pedukuhan Pengos B 44 190
14 Pedukuhan Karang 142 552
15 Pedukuhan Sendat 48 167
16 Pedukuhan Manggis 47 154
17 Pedukuhan Kemiriombo 44 171
18 Pedukuhan Jeruk 87 342
19 Pedukuhan Sarimulyo 37 126
Sumber : Data Pemerintah Desa Gerbosari: 2018
Dari tabel penduduk 2.4, di atas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk
yang ada di Desa Gerbosari sebesar 4780 jiwa yang terdiri atas 19 (sembilan
belas) Pedukuhan. Angka ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk terbanyak
berada di Pedukuhan Jetis dengan total jiwa sebesar 469 jiwa sedangkan
jumlah penduduk terendah berada di Pedukuhan Ketaon sebesar 102 jiwa.
Tabel 2.5. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Gerbosari
Uraian Jumlah Penduduk Berdasarkan
Jenis Kelamin RTM
Non
RTM Dusun
Jenis
Kelamin
Laki-laki Perempuan
2.349 2.431 1333 Kepala
Keluarga (KK) - 19
Sumber : Data dari Pemerintah Desa gerbosari: 2018
92
Dari tabel 2.5 pada halaman sebelumnya dapat dilihat bahwa jumlah
penduduk berdasarkan jenis kelamin Laki-laki sebanyak 2,349 jiwa. Dan
jumlah penduduk yang berjenis kelamin perempuan adalah 2.431 jiwa.
Dengan demikian angka ini menunjukan bahwa di Desa Gerbosari jumlah
penduduk dengan berjenis kelamin perempuan dapat dikatakan terbanyak
dengan jumlah 2.431 jiwa.
D. Aspek Perekonomian
Mata Pencaharian sebagian besar penduduk Desa Gerbosari adalah
sebagai petani. Sebagian yang lain bekerja sebagai buruh, karyawan swasta,
dan berwirausaha dengan membuka toko kelontong, toko meubel, warung
makan, angkringan, bengkel, peternakan, perikanan dan sebagainya. Di sisi
lain lapangan pekerjaan baru yang saat ini baru digeluti oleh sebagian
kalangan masyarakat Desa Gerbosari yaitu pada sektor wisata. Ada beberapa
tempat wisata di Desa Gerbosari diantaranya Puncak Suroloyo, Agro wisata
kisaran dan wisata alam gunung Jongkang. Adapun upaya untuk membantu
perekonomian masyarakat baik untuk penambahan modal usaha maupun
kebutuhan konsumsi, pemerintah desa memiliki setidaknya 12 unit kios yang
disewakan kepada masyarakat sebagai tempat usaha yang dibangun sepanjang
jalan provinsi yang dulu dikenal dengan dengan pasar Totogan yang menjadi
pusat perdaganagan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat Desa Gerbosari.
Selain itu pemerintah desa gerbosari memiliki BUM Desa Binangun
Sejahtera Gerbosari sebagai penyedia jasa keuangan. BUM Desa Binangun
93
Sejahtera Gerbosari juga memberikan sumbangan besar pada Pendapatan Asli
Desa (PA Desa). Pada bagian berikutnya dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Pemerintah Desa melaksanakan program kampung Keluarga
Berencana (KB) yang dicanangkan sejak tahun 2017 yang dikuatkan dengan
Keputusan Kepala Desa No. 15 Tahun 2017 merupakan Pedukuhan sampel
yang ada di Desa Gerbosari yaitu Pedukuhan Clumprit. Kampung KB ini
bertujuan untuk membantu pemerintah khususnya dalam program KB dan
pembangunan keluarga untuk peningkatan kesejahteraan keluarga. Kampung
KB ini dijalankan oleh pengurus Kampung KB beserta kader sesuai dengan
tugas dan fungsi pokok yang didukung oleh 5 Kelompok Kegiatan. Adapun 5
(lima) kelompok kegiatan tersebut adalah :
1. Bina Keluarga Balita (BKB)
2. Bina Keluarga Lansia
3. Bina Keluarga Remaja
4. UPPKS
5. Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIKR).
Selain itu juga upaya atau langkah yang dilaksanakan pemerintah desa untuk
menanggulangi kemiskinan dan peningkatan kapasitas masyarakat diwujudkan
melalui program/ kegiatan Bedah RLTH, Jambanisasi, dan pelatihan
kewirausahaan seperti pelatihan pembuatan kerajinan dari sampah pelastik dan
pengolahan makanan lokal. Data RLTH sebagai berikut :
94
Tabel 2.6. Data RLTH Desa Gerbosari
No Keterangan Jumlah KK dan
Tahun Realisasi
(2016)
Jumlah KK dan
Tahun Realisasi
(2017)
1 Jumlah Awal 215 117
2 APBDesa 1 1
3 APBD 35 30
4 Swadaya 61 3
5 Sisa Akhir 117 84
Sumber : Data Dari Pemerintah Desa Gerbosari: 2018
Berdasarkan tabel 2.6, terlihat bahwa kondisi awal pada tahun 2016
tingkat kemiskinana masyarakat berjumlah 215 Kepala Keluarga (KK) dan
setelah adanya program/ kegiatan yang dicanangkan oleh Pemerintah Desa
yang meliputi bedah RLTH, Jambanisasi, dan Pelatihan kewirausahaan, maka
dapat kita lihat dari data yang telah dikemukakan di atas bahwa ada
keberhasilan pengurangan angka kemiskinan pada tahun 2016, yaitu menjadi
sisa akhir 117 orang. Kemudian setelah itu pada tahun 2017 program ini
semakin digalakkan hingga sekarang dan pada sisa akhir tahun 2017 angka
kemiskinan kembali berhasil berkurang yaitu total seluruhnya menjadi 84
Kepala Keluarga.
Tabel 2.7. Data Kemiskinan Desa Gerbosari
No Uraian
Jumlah (jiwa)
dan Tahun
(2014)
Jumlah (jiwa)
dan Tahun
(2015)
Jumlah (jiwa)
dan Tahun
(2016)
1 Miskin dan
Sangat Miskin 1.021 375 335
2 Hampir Miskin 1420 1700 1905
Sumber : Data Dari Dokumen Dinas Sosial Kabupaten Kulon Progo: 2018
Berdasarkan tabel 2.7, tampak bahwa kondisi golongan masyarakat
miskin dan sangat miskin di Desa Gerbosari pada tahun 2014 jumlahnya 1.021
95
jiwa dan jumlah penduduk jiwa yang hampir miskin adalah 1420 orang. Dan
pada tahun 2015 penduduk jiwa miskin dan sangat miskin berkurang menjadi
375 orang dengan penduduk yang hampir miskin ikut menyusul berubah
menjadi 1700 jiwa. Kemuadian penduduk miskin dan sangat miskin kembali
berkurang pada tahun 2016 jumlahnya menjadi 335 orang dan yang hampir
miskin juga mengalami penambahan sebanyak total seluruhnya 1905 jiwa.
Namun, disamping keberhasilan dalam penagggulangan kemiskinan
yang telah di jelaskan sebagaimana pada tabel tersebut, di satu sisi saat ini jika
ditinjau dari potret perekonomian Desa Gerbosari, dengan menggunakan hasil
data observasi Pemerintah Desa Gerbosari dijelaskan bahwa kondisi
perekonomian masyarakat Desa Gerbosari hingga saat ini jika dibandingkan
dengan Desa-desa lainnya memang cukup ketinggalan dari sisi perekonomian.
Penghasilan bruto per Kepala Keluarga dalam setiap tahunnya masih sangat
kecil. Hal ini dapat dimaklumi karena saat ini pendapatan rata-rata per bulan
masyarakat Rp. 400.000, jumlah ini bergantung dengan hitungan seluruh
jumlah KK Desa Gerbosari yang ada 1,333, sedangkan jumlah penduduk
berjumlah 4.780 jiwa. Jadi pendapatan perkapita per tahun = Rp. 400.000 x
1.333 = 533.200.000 sehingga jika dibagi per bulan untuk setiap jiwa hanya
Rp. 111.548 maka seperti diketahui jumlah tersebut masih jauh dari KHL
(Kebutuhan Hidup Layak) Yang seharusnya minimal sekitar 251.250 jiwa per
bulan. Adapun seperti diketahui bahwa penduduk di Desa Gerbosari memiliki
mata pencaharian yang berbeda-beda dan bervariatif sebagaimana yang telah
96
dijelaskan pada bagian sebelumnya. Berikut tabel mata pencaharian penduduk
desa Gerbosari :
Tabel 2.8. Mata Pencaharian Penduduk
No Jenis Mata Pencaharian Penduduk (Jiwa)
1 Tani 2011
2 Buruh tani 20
3 Dagang 28
4 Peternak 2276
5 Jasa 238
6 Pegawai Negri 268
7 Kerajinan 95
Sumber : Data Pemerintah Desa Gerbosari: 2018
Berdasarkan data tabel 2.8, di atas dapat disimpulkan bahwa mata
pencaharian penduduk Desa Gerbosari sebagian besar adalah peternak yaitu
sebesar 2276 orang sedangkan yang paling kecil adalah buruh tani yaitu 20
orang. Di samping itu dalam bagian berikutnya sebagai mana telah dijelaskan
di atas, bahwa pendapatan penduduk di Desa Gerbosari perlu upaya
penanganan serius dalam meningkatkan penghasilan masyarakat dengan
menerapkan program pemberdayaan yang meliputi produktivitas pelatihan
keterampilan, penyediaan sarana dan prasarana yang memadai yang
diharapkan tentunya akan membentuk masyarakat semakin pintar, cerdas,
mandiri, dan dapat menciptakan lapangan kerja. Namun disamping itu perlu
dipahami sebelumnya bahwa main set masyarakat sangat menentukan untuk
kemajuan desa Gerbosari karena peningkatan produktivitas sangat dipengaruhi
oleh keterampilan dan keahlian yang dimiliki penduduk. Sehingga rendahnya
pendidikan tentunya akan berpengaruh terhadap tingkat keterampilan dan
97
keahlian yang dimiliki oleh masyarakat dan juga akan berpengaruh pada
tingkat penghasilan dan kesejahteraan penduduk.
E. Aspek Pendidikan
Bagi desa Gerbosari pendidikan merupakan hal yang paling
fundamental dan mejadi hak setiap orang. Pendidikan merupakan landasan
kuat yang diperlukan untuk meraih kemajuan bangsa di masa depan, bahkan
lebih penting lagi sebagai bekal dalam menghadapi era global yang penuh
dengan persaingan. Pendidikan yang merupakan salah satu sarana untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia perlu didukung sarana untuk
menunjang pendidikan. Implikasi yang dapat dirasakan dari pendidikan adalah
untuk menumbuhkan kemampuan seseorang, karakter, dan budi pekerti, serta
akan mampu merubah wajah desa Gerbosari. Berikut tabel yang
menggambarkan jumlah sekolah baik formal maupun informal di Desa
Gerbosari berdasarkan tingkat pendidikan.
Tabel 2.9. Jumlah Penduduk Bedasarkan Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Jumlah (orang)
1 SD 1.135
2 SMP 884
3 SMA 465
4 Perguruan Tinggi (Universitas) 71
5 Pondok Pesantren 23
6 Keterampilan 119
Sumber : Data Pemerintah Desa Gerbosari: 2018
Berdasarkan data tabel 2.9, di atas dapat disimpulkan jumlah anak
Sekolah berdasarkan atas Golongannya yang sebagaimana dijelaskan dalam
tabel, yakni jumlah anak Sekolah Dasar (SD) berjumlah 1.135 orang,
98
Golongan II atau SMP berjumlah 884 orang, Golongan III atau SMA
berjumlah 465 orang, Golongan IV atau Mahasiswa berjumlah 71 orang,
Golongan V atau Pondok Pesantren berjumlah 23 orang, dan Golongan VI
atau Keterampilan Khusus ada 199 orang. Dengan demikian dapat
disimpulkan yang paling banyak jumlahnya adalah anak Sekolah Dasar (SD)
dengan jumlah 1.135 orang dan yang paling sedikit yakni Golongan V atau
Pondok Pesantren yang berjumlah 23 orang.
Tabel 2.10. Fasilitas Pendidikan Umum Berdasarkan Sarana Formal dan
Informal
No Sarana Pendidikan Jumlah Fasilitas
1 Formal:
a. Taman kanak-kanak
b. Sekolah Dasar
c. SLTP/MTs
d. SLTA/MA
3 Unit
5 Unit
1 Unit
1 Unit
2 Informal:
a. PAUD
b. TPA
c. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
5 Tempat
19 Tempat
1 Tempat
Sumber : Data Pemerintah Desa Gerbosari: 2018
Dari data di atas dapat dikatakan pendidikan merupakan bagian
penting dalam kehidupan masyarakat Gerbosari. Pendidikan khusus seperti
keagamaan, Pusat kegiatan belajar masyarakat dan lain sebagainya masih
mendapat perhatian yang cukup penting dalam kehidupan masyarakat
Gerbosari. Hal ini tentunya patut untuk di contoh bagi masyarakat ataupun
pemerintah lain untuk tetap mempejuangkan pendidikan demi memperbaiki
kualitas SDM yang ada. Untuk lebih jelasnya dalam tabel di atas dapat dilihat
bahwa jumlah gedung sekolah di Desa Gerbosari berjumlah 35 gedung
99
sekolah. Dari jumlah tersebut terdapat 15 sekolah yang bestatus Formal, dan
25 sekolah berstatus Informal baik itu PAUD, TPA (Taman Pendidikan Al-
Qur‟an) dan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat. Jika dilihat berdasarkan
sarana fasilitas yang sudah ada seperti yang dikemukakan di atas bahwa untuk
memfasilitasi masyarakat yang tidak dapat melanjutkan pendidikan/ putus
sekolah, Pemerintah Desa melakukan fasilitasi melalui Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat “Galuh Sari” untuk mengikuti Kegiatan Belajar.
Tabel 2.11. Fasilitas PAUD yang ada di wilayah Desa Gerbosari
No Nama Pos PAUD Jumlah
Tendik
Alamat
1 PAUD Galuh Siwi 3 Clumprit, Gerbosari
2 PAUD Wahana Siwi 2 Kemiriombo, Gerbosari
3 PAUD Rahayu Siwi 2 Dukuh, Gerbosari
4 PAUD Menoreh Ceria 2 Keceme, Gerbosari
5 PAUD Putra Harapan 3 Ngroto, Gerbosari
Sumber : Data dari Pemerintah Desa Gerbosari: 2018
Berdasarkan atas tabel 2.11 di atas dapat disimpulkan pula jumlah
Tendik seluruhnya ada 12 yang terbagi dalam 19 wilayah pedukuhan di Desa
Gerbosari. Jika di lihat berdasarkan lokasi dan nama pos Paud yang berjumlah
5 gedung, tentunya hal tersebut sangat membantu masyarakat agar anak-anak
yang ingin tumbuh kembang sebagaiman yang orang tua harapkan untuk
kemajuan anaknya dapat tercapai melalui fasilitas pendidikan yang telah
disiapkan di Desa Gerbosari.
100
F. Aspek Kesehatan
Salah satu program/ kegiatan pemerintah desa berkaitan dengan
kesehatan masyarakat adalah pembangunan jambanisasi, yaitu pembuatan
jamban bagi masyarakat yang tidak atau belum memiliki kamar mandi yang
layak. Kegiatan pembangunan jambanisasi tersebut dilaksanakan untuk
mewujudkan Desa Gerbosari Kawasan Bebas Buang Air Besar Sembarangan.
Desa Gerbosari khususnya di 13 pedukuhan juga telah memperoleh peredikat
Kampung Bebas Asap Rokok/Pedukuhan santun Merokok. Hal tersebut
cerminan dari besarnya kepedulian masyarakat terhadap kesehatan baik untuk
diri sendiri maupun lingkungan sekitarnya. Fasilitas lain untuk menunjang
kesehatan adalah dibangunnya Gedung Serba Guna (GSG) Desa yang
bertujuan sebagai tempat olahraga indor yang didesain sedemikian rupa agar
masyarakat tertarik untuk berolahraga dan mengembangkan bakat dalam
bidang keolahragaan yang dimiliki. Senada dengan uraian di atas berkaitan
dengan pos pelayanan terpadu, dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat, posyandu Desa Gerbosari bekerja sama dengan Puskesmas
Samigaluh I. Dalam hal ini Pos pelayanan terpadu merupakan fasilitas
kesehatan masyarakat yang aktif memberikan pelayanan penimbangan balita
dan makanan pendamping serta kesehatan lansia. Jumlah Posyandu yang ada
di Desa Gerbosari sebanyak 12 Pos dengan 67 kader aktif. Berikut ini daftar
Posyandu yang ada di Desa Gerbosari :
101
Tabel.2.12. Daftar Posyandu Desa Gerbosari
No Nama Posyandu Jumlah
Kader
Alamat
1 Posyandu Nusa Indah 5 Sarimulyo, Gerbosari
2 Posyandu Mekar Bakti 5 Kemiriombo, Gerbosari
3 Posyandu Sumber Rejeki 7 Jeruk, Gerbosari
4 Posyandu Mekarsari 5 Pengos A, Gerbosari
5 Posyandu Lestari 5 Pengos B, Gerbosari
6 Posyandu Tunas Harapan 5 Manggis, Gerbosari
7 Posyandu Teratai 5 Ketaon, Gerbosari
8 Posyandu Kuncup 5 Ngroto, Gerbosari
9 Posyandu Harapan 5 Clumprit, Gerbosari
10 Posyandu Lestari 5 Karang, Gerbosari
11 Posyandu Cemara 5 Jetis, Gerbosari
12 Posyandu Melati 5 Jati, Gerbosari
13 Posyandu Anggrek 5 Tlogo, Gerbosari
14 Posyandu Kuncup Mekar 6 Dukuh, Gerbosari
15 Posyandu Sekarwangi 5 Sumbo, Gerbosari
16 Posyandu Anggrek 5 Sendat, Gerbosari
17 Posyandu Menoreh 5 Kayugede, Gerbosari
18 Posyandu Guyub Rukun 6 Menggermalang, Gerbosari
19 Posyandu The 5 Keceme, Gerbosari
Sumber : Data dari Pemerintah Desa Gerbosari: 2018
Berdasarkan tabel 2.12 di atas, menunjukkan bahwa tersedianya
prasarana posyandu dan kader aktif yang ada di setiap pedukuhan tentunya
sangat menguntungkan masyarakat untuk tidak jauh-jauh dalam mendapatkan
pelayanan penimbangan balita maupun makanan pendamping serta kesehatan
lansia dan lain sebagainya. Hal lain yang juga berkaitan dengan kondisi
pelayanan di setiap pedukuhan wilayah Desa Gerbosari. Dapat dilihat
berdasarkan tabel di atas jumlah kader di setiap pedukuhan sudah cukup
mendukung dalam fungsinya untuk memberikan pelayanan bagi masyarakat.
Hal ini tentunya terus diperjuangkan oleh masyarakat dan Pemerintah Desa
dalam menyediakan sarana dan prasarana dibidang Kesehatan.
102
Tabel 2.13. Fasilitas Kesehatan di Desa Gerbosari
No Uraian Fasilitas Kesehatan
1 Puskesmas Ada
2 Posyandu 19
3 Mantri Kesehatan -
4 Bidan Ada
5 Dukun Beranak Ada
6 Poskesdes 1
Sumber : Data dari Pemerintah Desa Gerbosari: 2018
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa jumlah fasilitas
kesehatan terbanyak yaitu Posyandu dengan jumlah 19 unit. Hal ini
dimaksudkan bahwa desa Gerbosari tersedia prasarana kesehatan yang relatif
cukup. Keadaan ini tentunya memperlihatkan bahwa kesehatan sangat penting
bagi kehidupan sehari-hari. Untuk itu dengan tersedianya segala prasarana ini
tentunya meminimalisir terjadinya gizi buruk dan angka kematian anak.
G. Aspek Sosial
Sebagai manusia yang hidup di lingkungan masyarakat Desa Gerbosari,
maka terdapat suatu tujuan yang sama yaitu terciptanya hubungan yang
harmonis dan hidup rukun dalam hal yang positif. Tidak dapat dipungkiri
bahwa pada hakikatnya manusia itu sebagai makhluk sosial yang selalu hidup
bermasyarakat (zoon politicon). Keutuhan manusia akan tercapai apabila
manusia sanggup menyelaraskan perannya sebagai makhluk ekonomi dan
sosial. Sebagai makhluk sosial (homo socialis), manusia tidak hanya
mengandalkan kekuatannya sendiri, tetapi membutuhkan manusia lain dalam
beberapa hal tertentu. Artinya manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan
serta kebiasaan untuk berkomunikasi dan saling bersosialisasi antara satu sama
103
lainnya membuat interaksi yang kuat untuk mengenal kepribadian manusia
lain.
Masyarakat di Desa Gerbosari memiliki keunikan dan ciri khas
tersendiri dalam hidup bermasyarakat. Hal ini dapat dilihat dari keterikatan
hubungan antar sesama, manusia dengan Tuhan, dan manusia dengan
lingkungan sekitar. Terdapat hubungan yang sinergis yang tidak dapat
terpikirkan oleh pemikiran yang rasional seperti adat Keboan yang masih
lestari, yaitu masyarakat mengucap syukur pada Tuhan dengan bersuka-cita
dari budaya yang diwarisakan secara turun-temurun. Keharmonisan
masyarakat ini dapat dilihat saat bulan Suro, masyarakat asing di Desa
Gerbosari mempercayai dan meyakini bahwa adat budaya adalah pengikat
hubungan dan dapat mempersatukan masyarakat.
Selain itu terdapat beberapa hubungan baik di lingkungan masyarakat
dengan adanya wadah aspirasi yang berbentuk organisasi kelembagaan seperti:
LPMD, PKK, Gapoktan, Karang Taruna, RT, RW, Lembaga Adat, Kelompok
Toga, Forum Usaha Perlindungan Masyarakat, Kemudian Kelompok Wanita
Tani (KWT) dan Kelompok Peningkatan Pendapatan keluarga Sejahtera.
H. Aspek Pemerintahan
1. Struktur Pemerintahan Desa
Desa Gerbosari secara administratif berada di bawah Pemerintah
Daerah tingkat II Kulon Progo, dalam menjalankan roda pemerintahan,
Desa Gebosari dipimpin oleh seorang Kepala Desa dibantu Perangkat
104
Desa yang terdiri dari Sekertaris Desa, Kaur Umum Aparatur Desa dan
Aset, Kaur Perencanaan dan Keuangan, Kasi Pemerintahan, Kasi
Pembangunan dan Pemberdayaan, Kasi Kemasyarakatan serta tiga orang
Staf, dan 19 (sembilan belas) orang Kepala Dukuh. Untuk fungsi
pengawasan dilaksanakan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
Pelaksanaan program/kegiatan pemerintahan desa Gerbosari dapat dicapai
dengan baik berkat kerjasama dengan Lembaga-lembaga Desa yang ada,
antara lain Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD),
Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Karang Taruna, dan
lainnya. Berikut adalah bagan struktur organisasi Pemerintah Desa
Gerbosari :
105
Gambar 2.2. Struktur Pemerintahan Desa Gerbosari
Sumber : Data dari Pemerintah Desa Gerbosari: 2018
Kemudian untuk melihat lebih jelas mengenai struktur kepengurusan
Kantor Desa Gerbosari, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo
Yogyakarta akhir tahun anggaran 2018 sebagai berikut :
1. Kepala Desa, dijabat oleh Damar, A.Md. 2015 – 2021, terhitung
tanggal 31 oktober 2015 (masa jabatan 6 tahun)
106
2. Sekretaris Desa, dijabat oleh Wiwit Triraharjo, S.Si, masa jabatan
sampai dengan umur 60 tahun berakhir pada 3 April 2038
3. Kepala Urusan Umum Aparatur Desa dan Aset, dijabat oleh Caturia
Indriani, A.md, masa jabatan sampai dengan umur 60 tahun berakhir
tanggal 26 Juni 2036
4. Kepala Seksi Pemerintahan, dijabat oleh Saronto, BA, masa jabatan
sampai dengan umur 64 tahun berakhir tanggal 28 September 2025
5. Kepala Seksi Pembangunan dan Pemberdayaan dijabat oleh Rudi
Hartono, A.Md, masa jabatan sampai dengan umur 60 tahun berakhir
tanggal 20 September 2032.
6. Kepala Seksi Kemasyarakatan, dijabat oleh Ratna Endarni, masa
jabatan sampai dengan umur 60 tahun berakhir tanggal 31 Januari
2042.
7. Kepala urusan perencanaan dan keuangan, dijabat oleh Nurul
Hidayanto S.H, masa jabatan sampai dengan umur 60 tahun berakhir
24 Juli 2047
8. Staf, dijabat oleh Rujianto, masa jabatan sampai dengan umur 60 tahun
berakhir 24 Juli 2047
9. Staf, dijabat oleh Mulyono, masa jabatan sampai dengan umur 64
tahun berakhir tanggal 15 April 2036
10. Staf, dijabat oleh Erni Agustina, masa jabatan sampai dengan umur 60
tahun berakhir tanggal 15 Agustus 2053
107
11. Dukuh Sarimulyo, dijabat oleh Aris Dwihantara, masa jabatan sampai
dengan umur 60 tahun berakhir tanggal 18 Maret 2043
12. Dukuh Kemiriomb, dijabat oleh Dwi Pandoyo, masa jabatan sampai
dengan umur 60 tahun berakhir tanggal 17 Juni 2038.
13. Dukuh Jeruk, dijabat Sarjono, masa jabatan sampai dengan umur 60
tahun berakhir tanggal 3 oktober 2029
14. Dukuh Manggis, dijabat oleh Ludiyo masa janbatan sampai dengan
umur 60 tahun berakhir tanggal 4 April 2033
15. Dukuh Pengos A, dijabat oleh Darmawan, masa jabatan sampai
dengan umur 60 tahun berakhir tanggal 28 November 2036
16. Dukuh Pengos B, dijabat oleh Djuwali masa jabatan sampai dengan
umur 60 tahun berakhir tanggal 07 April 2021
17. Dukuh Ketaon, dijabat oleh Subar masa jabatan sampai dengan umur
60 tahun berakhir tanggal 11 November 2019
18. Dukuh Ngroto, dijabat oleh Suradi, masa jabatan sampai dengan umur
60 tahun berakhir tanggal 20 Desember 2039
19. Dukuh Clumprit, dijabat oleh Sumingan, masa jabatan sampai dengan
umur 60 tahun berakhir tanggal 20 Juli 2027
20. Dukuh Karang, dijabat oleh Nasrun, masa jabatan sampai dengan umur
60 tahun berakhir tanggal 23 Juli 2029
21. Dukuh Jetis, dijabat oleh Suratiman, masa jabatan sampai dengan
umur 60 tahun berakhir tanggal 12 Maret 2028
108
22. Dukuh Jati, dijabat oleh Supardal, masa jabatan sampai dengan umur
64 tahun berakhir tanggal 10 Maret 2020
23. Dukuh Tlogo, dijabat oleh Slamet Untoro, masa jabatan sampai
dengan umur 60 tahun berakhir tanggal 28 Januari 2027
24. Dukuh Sumbo, dijabat oleh Surahmat, masa jabatan sampai dengan
umur 60 tahun berakhir tanggal 24 April 2018
25. Dukuh Dukuh, dijabat oleh Bambang Suryanto, masa jabatan sampai
dengan umur 64 tahun berakhir tanggal 4 April 2029
26. Dukuh Sendat, dijabat oleh Sukardi, S.Sos masa jabatan samapai
dengan umur 60 tahun berakhir tanggal 11 Desember
27. Dukuh Kayugede, dijabat oleh Sarjiman, masa jabatan sampai dengan
umur 64 tahun berakhir tanggal 4 April 2022
28. Dukuh Menggermalang, dijabat oleh Nasiyah, masa jabatan sampai
dengan umur 64 tahun berakhir tanggal 7 Juni 2027
29. Dukuh Keceme, dijabat oleh Sutiyah, masa jabatan sampai dengan
umur 60 tahun berakhir tanggal 24 Februari 2020.
2. Visi dan Misi Pemerintah Desa Gerbosari
1. Visi
“Terwujudnya tata kelola pemerintahan desa yang baik dan bersih
guna mewujudkan kehidupan masyarakat Desa Gerbosari yang adil,
makmur dan sejahtera”.
109
2. Misi
1) Melakukan revolusi mental kinerja perangkat desa guna
meningkatkan kapasitas dan kualitas pelayanan kepada masyarakat
2) Menyelenggarakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa
selama dunia dan akhirat
3) Menyelenggarakan urusan pemerintahan desa secara terbuka dan
akuntabel
4) Menyelenggarakan pembangunan fisik dan non fisik secara
menyeluruh dan merata
5) Menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat yang kondusif,
bereaksi cepat dan siaga dalam segala bidang
6) Meningkatkan sumber daya manusia (revolusi mental) untuk
mencapai kesejahteraan masyarakat lahir batin
7) Meningkatkan kesadaran masyarakat dalam berpatisipasi dan
berperan aktif dalam berbagai kegiatan kelembagaan desa serta
dalam pelaksanaan pembangunan
8) Menciptakan kerja sama dan hubungan yang baik antar desa, antar
dinas dan industri terkait dalam berbagai program kegiatan.
3. Implementasi Program Pemerintah Desa
Berdasarkan desain program/kegiatan yang dilaksanakan
setiap tahun anggaran merupakan hasil dari pelaksanaan musyawarah
pedukuhan dan musyawarah desa yang selanjutnya disusun dalam
Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa). Peserta Musyawarah
110
Desa terdiri dari tokoh masyarakat/ lembaga desa, anggota BPD,
Kepala Desa beserta perangkat desanya. Musyawarah desa
dilaksanakan maksimal bulan juni sebelum tahun berjalan (pada tahun
anggaran sebelunya). Materi yang dibahas dalam musyawarah desa
yaitu perencanaan pembangunan desa, dokumen RPJM Desa (review),
RKP Desa yang selanjutnya disusun menjadi peraturan desa tentang
APB Desa. Berikut ini alur penyusunan RKP Desa yang kemudian
menjadi dasar penyusunan APB desa :
Gambar 2.3. Alur Penyusunan APBDesa Gerbosari
Sumber : Data dari Pemerintah Desa Gerbosari: 2018
Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa penyusunan RKP Desa
merupakan kelanjutan dari proses penyusunan RPJM Desa, dan
pelaksanaan kegiatannya tetap dijalankan oleh Pokja (Tim) Perencana
Desa yang sama. Beberapa istilah sering dipergunakan untuk tim ini, yaitu
111
Tim Penyelenggara Musrenbang (TPM) Desa atau Tim Penyusun RKP
Desa. Istilah apa pun yang digunakan, intinya adalah tim yang bertugas
menyelenggarakan dan memandu proses sejak dari persiapan, pelaksanaan
musrenbang sampai paska pelaporan. Materi lain yang dibahas dalam
musyawarah desa yaitu pembentukan program unggulan dan kawasan
wisata desa (prukades) sesuai dengan Peraturan Mentri Desa dan
Pembangunan Daerah tertinggal dan transmigrasi no 19 tahun 2017
tentang prioritas dana desa tahun 2018. Selanjutnya dalam hal
melaksanakan program/ kegiatan Pemerintah Desa yang dilaksanakan oleh
pemerintah desa didampingi oleh mitra kerja yaitu Badan
Permusyawaratan Desa (BPD). Keseluruhan jumlah anggota BPD yang
ada di Desa Gerbosari adalah 11 orang, dengan struktur organisasi Periode
2014-2019 sebagai berikut:
1) Ketua : Suwando, A.Ma. Pd
2) Wakil Ketua : R Moch Triyadi
3) Sekretaris : Arry Cahyadi
4) Anggota : 1. Sugiyatno
2. Kunanto
3. Saudahono, S.Pd
4. Catur Mardi Widayat
5. Anggro Wiji Sulistyo
6. Isharyanto
7. Tri Wahyuni Suprihatin
8. Margiyanto, S.Pdi
112
Untuk melaksanakan tugas kegiatan BPD, dalam APBDes Desa
Gerbosari terdapat anggaran untuk kegiatan operasional dan tunjangan
BPD, ruang kerja berikut peralatan dan perlengkapan seperti komputer,
printer, lemari, meja dan kursi sudah tersedia. Dokumen-dokumen yang
dibuat oleh BPD yaitu buku data anggota peraturan Tata Tertib BPD, buku
data keputusan, dan buku data kegiatan. Pada akhir tahun anggaran,
Pemeintah Desa dalam hal ini Kepala Desa Gerbosari melaporkan kegiatan
pelaksanaan Pemerintah Desa yang disusun dalam Laporan Keterangan
Penyelenggaraan Pemerintah Desa (LKPPD).
Sebagai fasilitator kantor kepala desa dan aparatur desa serta
pelayanan kepada masyarakat, gedung kantor dan aula sudah dibangun
permanen dan merupakan gedung milik desa yang dilengkapi sumber daya
listrik yang stabil dan jaringan internet gratis/ hotspot. Pelayanan pada
masyarakat di dasarkan pada prosedur atau Standar Operasional Prosedur
(SOP) sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dalam pelaksanaan
penyelenggaraan pemerintahan desa, disusun beberapa Peraturan Desa
sebagai dasar/ pedoman kerja. Fasilitas lain yang ada di balai desa
gerbosari adalah perpustakaan desa. Meskipun masih berada dalam ruang
yang sederhana, adanya perpustakaan desa merupakan wujud dari
kepedulian pemerintah desa terhadap pendidikan terutama untuk
mendorong minat baca masyarakat.
Setiap kegiatan pelayanan kepada masyarakat maupun pelaksanaan
program/ kegiatan yang telah tertuang dalam APBDesa dicatat dalam buku
113
administrasi umum, administrasi pembangunan. Berkaitan dengan
APBDesa, pendapatan desa Gerbosari terdiri dari Pendapatan Asli Desa
yang nominal terbesar berasal dari hasil usaha BUMD Binangun Sejahtera
Gerbosari, Pendaptan Transfer, dan Pendapatan lain-lain. Belanja desa
digunakan untuk kegiatan dibidang penyelenggaraan pemerintahan desa,
pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan
pemberdayaan masyarakat desa.
Laporan yang dibuat atas penyelenggaraan pemerintahan desa yaitu
lapaoran penyaluran dan realisasi pengunaan Dana Desa (DD), laporan
pertanggungjawaban APBDes dalam bentuk peraturan desa, LKPPD
kepada BPD, LPPD kepada Bupati melalui Camat, pemberitahuan kepada
masyarakat melalui pertemuan pedukuhan/RT.
4. Kinerja Pemerintah Desa
Pelayanan kantor kepada masyarakat dilaksanakan selama lima hari kerja
(Senin-Jumat). Akan tetapi, mengingat kebutuhan masyarakat yang ada,
pemerintah desa siap memberikan pelayanan pada hari libur khususnya
untuk pelayanan surat pengantar, surat keterangan tidak mampu yang
kegunaannya mendesak serta verifikasi pertanahan (pemeriksaan jual beli,
turun waris, hibah tanah). Sebagai wujud tanggung jawab dalam melayani
masyarakat, kehadiran perangkat aparatur desa sudah dicatat dalam daftar
hadir yang juga berfungsi sebagai dokumen evaluasi terhadap kesiapan
dan kesediaan menjalankan kewajiban aparatur desa dalam melayani
masyarakat. Adapun salah satu bagian dari upaya Pemerintah Desa dalam
114
meningkatkan kualitas perbaikan pelayanan publik di Desa Gerbosari yaitu
dengan memberikan pelayanan kepada masyarakat sebagaimana sudah
dilaksanakan berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) selama
standar jam pelayanan dan sudah diatur dengan keputusan Kepala Desa
Gerbosari No 33 Tahun 2015 Tentang Standar Operasional Prosedur (SOP)
Pelayanan di Desa Gerbosari.
5. Keuangan Desa
a. Sumber Pendapatan Desa
Sumber pendapatan desa berasal dari:
a. Pendapatan Asli Desa
b. Dana Alokasi Desa
c. Bantuan Pemerintah Daerah Provinsi
d. Bantuan Pemerintah Daerah Kabupaten, dan
e. Hibah/ sumbangan pihak ke tiga
Menggali Sumber Pendapatan Asli Desa, dengan cara :
1. Setiap tahun dilakukan peninjauan kembali pelaksanaan
pengelolaan Tanah Kas Desa, system pelaksanaanya diatur dalam
Peraturan Kepala Desa
2. Setiap tahun dilakukan peninjauan kembali pelaksanaan pungutan
Desa, dengan tetap memperhatikan kondisi sosial ekonomi
masyarakat
3. Meningkatkan partisipasi swadaya dan gotong royong masyarakat.
115
b. Arah Kebijakan Keuangan Desa
1. Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur
secara rasional dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, dan
Belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi pengeluaran
belanja.
2. Pengambilan keputusan dalam proses penyusunan, penetapan dan
pelaksanaan Anggaran melibatkan partisipasi masyarakat.
3. Dalam rangka percepatan peningkatan ekonomi masyarakat,
penggunaan anggraran digunakan untuk :
a. Belanja Aparatur dan operasional Pemerintah Desa maksimal 30%
(tiga puluh per seratus)
b. Belanja Pemberdayaan Masyarakat minimal 70% (tujuh puluh per
seratus).
6. Lembaga Kemasyarakatan
Untuk Melaksanakan setiap program/kegiatan yang sudah direncanakan
dalam APBDes, pemerintah desa dibantu oleh Lembaga Kemasyarakatan
Desa Gerbosari anatara lain :
1. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD)
2. Pemberdayaan Kesejateraan Keluarga (PKK)
3. Karang Taruna
4. RT dan RW
5. Rintisan Desa Budaya
6. Desa Siaga
116
7. Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan)
8. Kelompok Wanita Tani (KWT)
9. Ustat ustadzah
10. Koordinator KONI
11. Rois dan Prodiakon
Tabel 2.14. Kelembagaan Desa gerbosari
No Lembaga Tahun
(2016)
Tahun
(2017)
1 Perlindungan Masyarakat Ada Ada
2 RT/RW Ada Ada
3 PKK Ada Ada
4 Gapoktan Ada Ada
5 LPMD Ada Ada
6 Karang Taruna Ada Ada
7 Posyandu Balita Ada Ada
8 Posyandu Lansia Ada Ada
9 Rintisan Desa Budaya Ada Ada
10 Kelompok Toga Ada Ada
11 Ustadz/Ustadzah Ada Ada
12 Kampung Siaga Bencana Ada Ada
13 Pendidikan Usia Dini Ada Ada
14 PIK Remaja Ada Ada
15 Pekerja Sosial Masyarakat Ada Ada
16 Desa Siaga Ada Ada
17 Rois / prodiakon Ada Ada
18 Pokdarwis Ada Ada
Sumber : Data dari Pemerintah Desa Gerbosari: 2018
Berdasarkan data tabel 2.13 di atas dapat disimpulkan jumlah
kelembagaan Desa Gerbosari berdasarkan atas perkembangan tahun yang
sebagaimana dijelaskan dalam tabel, yakni pada tahun 2016 hingga 2017
lembaga Desa Gerbosari tidak mengalami perubahan baik itu menjadi
bertambah maupun berkurang. Dengan demikian melihat jumlah lembaga
yang ada berdasarkan tabel di atas bahwa sebagai manusia yang hidup di
117
lingkungan masyarakat maka terdapat suatu tujuan yang sama yaitu
terciptanya hubungan yang harmonis dan hidup rukun serta saling bahu
membahu dan membudayakan ciri khas bangsa yaitu gotong royong pada
setiap pelaksanaan program yang sudah di susun sedemikian rupa oleh
Pemerintah Desa Gerbosari dalam upaya meningkatkan perekonomian dan
mutu pelayanan kepada masyarakat.
I. Aspek Kesenian dan Kebudayaan
Desa Gerbosari merupakan salah satu rintisan desa budaya yang ada di
wilayah Kabupaten Kulon Progo. Menyikapi hal tersebut, pemeintah desa
membentuk lembaga “Rintisan Desa Budaya pada tahunn 2014” dan
merupakan peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2013
berstatus “kantong budaya” Hal ini membantu dalam pembinaan pelestarian
dan pengembangan adat dan budaya yang dimiliki Desa Gerbosari. Sejak
dahulu hingga saat ini Kesenian dan Adat khas yang masih ada dilestarikan
oleh masyarakat di Desa Gerbosari yaitu Kirap dan jamasan pusaka di
Sendang Kawidodaren, tradisi bersih desa, baritan dan wiwitan, sedangkan
budaya keseniannya yaitu Wayang kontemporer, Kethoprak, Jathilan, dan
Gejog Lesung. Adapun Penjelasan dalam hal ini menurut persamaan
pemikiran masyarakat Desa Gerbosari yang dimaksud dengan Kirap dan
jamsan pusaka merupakan adat yang dilakukan pada tanggal 1 Sura didahului
dengan kirab perangkat desa dan warga masyarakat yang dilanjutkan dengan
jamasan pusaka Keraton yaitu Tombak Manggala Murti yang dipayungi
118
dengan pusaka Songsong Makutho Dewa dengan air Sendang Kawiwodaren,
dan diakhiri dengan perebutan Gunungan dari panen hasil bumi. Bersih desa
merupakan tradisi tahunan yang dilakukan setiap tahun sehabis musim panen
kedua diawali dengan wayang yang pada siang hari mengambil lakon “sri
mulih” dan dilanjutkan wayang kulit semalam suntuk. Sedangkan adat
Wiwitan adalah ritual persembahan tradisional masyarakat sebelum panen
padi dilakukan yang pada dasarnya juga sebagai perwujudan syukur kepada
Tuhan yang telah menyuburkan padi yang telah ditanam oleh masyarakat.
Pelestarian dan pengembangan adat budaya sejak dahulu hingga saat ini
dilaksanakan swadaya oleh masyarakat dan pengajuan Dana Istimewa.
Pada bagian berikutnya berkaitan dengan seni budaya, berkat
kerjasama yang baik antara Dinas Kebudayaan, pendamping desa budaya, dan
Pemerintah Desa Gerbosari, saat ini telah tercipta berbagai tari baru maupun
tari kreasi yang menambah daftar seni dan budaya Desa Gerbosari.
Pementasan berbagai kesenian dalam penyelenggaraan acara pemerintahn desa
maupun masyarakat dilaksanakan sebagai salah satu langkah memperkenalkan
dan melestarikan kesenian yang dimiliki oleh Desa Gerbosari. Adapun
upacara adat yang hingga saat ini masih berlaku di Desa Gerbosari yaitu:
1. Tanggap Warso tahun Jawa setiap tanggal 1 Sura
2. Upacara Kirab dan Jamasan Pusaka Kraton Paringan dalem Sultan
Hamengkubuwono IX Tombak Kyai Manggolo Murti dan Songsong Kyai
Makutho Dewo dari tempat Pusaka disimpan, ke sendang Kawidodaren
yang jaraknya menapaki tangga sejauh 1 Km, disetiap tanggal 1 Sura
119
3. Bersih dusun warga Dusun Keceme setiap bulan agustus
4. Saparan setiap bulan Sapar.
J. Aspek Teknologi Informasi
Sarana komunikasi sangat penting dalam melakukan interaksi kepada
sesama. Selain itu sarana komunikasi memudahkan masyarakat untuk
memperoleh informasi yang dibutuhkan. Untuk itu di Desa Gerbosari dalam
pelaksanaan tugas, setiap ruangan Kasi dan Kaur sudah dilengkapi dengan
komputer dan laptop. Jaringan internet juga tersedia sebagai fasilitas tambahan
yang digunakan salah satunya untuk berbagi data (sharing) antar Kasi dan
Kaur sehingga memudahkan pekerjaan dan pelayanan kepada masyarakat.
Internet juga dapat digunakan oleh masyarakat umum saat berkunjung ke
Balai Desa. Adapun jenis WI-Fi yang telah dipasang di Sekitar balai Desa
dapat dilihat pada gambar berikut :
120
Gambar 2.4
WI-Fi Umum Desa Gerbosari
Sumber: Data primer peneliti dilapangan, 2018
Adapun tahapan yang perlu diperhatikan ketika mengaktifkan WI-Fi
langkah awal pada pengaturan koneksi handphone atau laptop, akan muncul
network connection, kemudian masyarakat umum dapat memilih WI-Fi
Umum Gerbosari dengan username “desa gerbosari” dan password “tidak ada”.
Sebagai langkah pemanfaatan teknologi informasi terutama internet, Desa
Gerbosari memiliki website desa, yaitu www.gerbosari.com yang memuat
berita-berita dan informasi terkini berkaitan dengan Desa Gerbosari. Selain itu
mengenai pengelolaan desa saat ini sudah menggunakan Siskeudes sehingga
untuk perencanaan pengelolaan pelaksanaan dan pelaporan kita sudah berbasis
Siskeudes.
121
K. Menilik Program “Bela Beli Kulon Progo”
a. Sejarah Singkat Pembentukan Program Bela Beli Kulon Progo
Program Bela Beli Kulon Progo merupakan sebuah program yang
pada awalnya terinspirasi dari program “Beli Indonesia” yang digagas oleh
Ir.Heppy Trenggono. Beli Indonesia adalah sebuah gerakan yang
dipelopori oleh para pengusaha dan ulama untuk cinta terhadap negeri
sendiri dengan cara membeli produk buatan Indonesia. Gerakan inilah
yang memberikan inspirasi kepada dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) untuk
membawa semangat gerakan “Beli Indonesia” ke wilayah Kulon Progo.
Awal pertemuan Hasto Wardoyo dengan Ir. Heppy Trenggono terjadi pada
tahun 2012. Pada saat itu, Ir. Heppy Trenggono mendatangi Hasto
Wardoyo yang baru saja dilantik menjadi Bupati Kulon Progo. Kemudian
setelah pemaparan ide oleh Ir. Heppy Trenggono tersebut, Hasto Wardoyo
tertarik untuk menerapkan semangat gerakan Beli Indonesia di Kabupaten
Kulon Progo. Ketertarikan tersebut dikarenakan ide gerakan Beli
Indonesia selaras dengan visi Pemerintah Kabupaten Kulon Progo yang
tertuang dalam RPJMD Kabupaten Kulon Progo tahun 2011-2016, yaitu
“Terwujudnya Kabupaten Kulon Progo yang sehat, mandiri, berprestasi,
adil, aman, dan sejahtera berdasarkan iman dan taqwa”.
Untuk mendalami lebih lanjut tentang program “Beli Indonesia”
yang seyogianya selaras dengan visi Pemerintah daerah Kulon Progo
tersebut, Hasto Wardoyo kemudian mengadakan diskusi dengan jajaran
stafnya, adapun gambaran singkat dari hasil rapat diketahui bahwa
122
Kabupaten Kulon Progo bukanlah kabupaten miskin sumber daya. Banyak
sumber daya yang dapat digunakan untuk menunjang kabupaten tersebut
memproduksi produknya sendiri dan menjualnya untuk dikonsumsi oleh
masyarakat Kulon Progo. Untuk lebih lanjut Hasto Wardoyo juga
berpendapat bahwa apabila ingin mewujudkan kabupaten yang mandiri,
maka kabupaten itu harus dapat memproduksi dan menjual produk
buatannya sendiri, serta dikonsumsi oleh masyarakat kabupaten itu sendiri.
Oleh sebab itu, Hasto Wardoyo tertarik menerapkan ide gerakan Beli
Indonesia untuk Kabupaten Kulon Progo.
Sejalan dengan tingginya angka kemiskinan di Kabupaten Kulon
Progo, dilihat dari angka kemiskinan Kabupaten Kulon Progo dimana pada
tahun 2011 menurut data Bappeda Kulon Progo persentase kemiskinan
sebesar 23,32% dan ini merupakan persentase kemiskinan tertinggi di
Daerah Istimewa Yogyakarta dibandingkan dengan kabupaten lainnya.
Dengan demikian hal ini menjadi komitmen Pemerintah Daerah dalam
semangat yang dijunjung melalui tujuan awal gerakan Bela Beli Kulon
Progo dimaksudkan untuk pengentasan kemiskinan di Kulon Progo, dan
menjaga perputaran uang agar tidak banyak keluar daerah, sehingga dapat
digunakan untuk pembangunan di Kulon Progo. Akan tetapi, gerakan
tersebut dimodifikasi menjadi gerakan “Bela Beli Kulon Progo”.
Penambahan kata “Bela” mempunyai filosofi agar masyarakat tidak hanya
akan membeli produk saja, namun harus ada patriotismenya yaitu
123
pembelaan dalam bidang ekonomi terhadap daerah tempat tinggalnya
dengan membeli produk lokal.
Lebih lanjut pada bagian berikutnya terkait dengan konsep “Beli”
pada “Beli Kulon Progo” memiliki arti yang sama dengan konsep “Beli”
pada “Beli Indonesia”, yaitu membeli semua produk-produk hasil produksi
masyarakat Kulon Progo untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
Penambahan kata “Bela” mempunyai arti nasionalisme dan patriotisme.
Hasto Wardoyo tidak hanya menginginkan masyarakat untuk membeli-beli
saja produk hasil masyarakat Kulon Progo, tanpa ada rasa cinta dan
bangga terhadap produk tersebut. Selain itu, dari pemilihan nama “Bela
Beli Kulon Progo” diharapkan membuat masyarakat tertarik untuk
mengetahui program tersebut dan memudahkan masyarakat untuk
mengingatnya dikarenakan pemilihan nama “Bela Beli” tidak hanya
mempertimbangkan kesesuaian tujuan tetapi juga memperhatikan unsur
estetis tidak hanya asal pilih nama. Pada awalnya nama program tersebut
“Beli Kulon Progo” dikarenakan program ini terinspirasi dari “Gerakan
Beli Indonesia”. Akan tetapi, Bupati Hasto Wardoyo menginginkan
masyarakatnya tidak hanya membeli produk saja tetapi harus ada rasa
cinta dan bangga, sehingga dipilihlah kata “Bela” dan diletakkan didepan
kata “Beli” dikarenakan sesuai dengan urutan huruf vokal „a‟ pada Bel‟a‟
lebih mendahului kata „i‟ pada kata Bel‟i‟ dan membuat pengucapannya
lebih nyaman diucapkan dan nyaman untuk didengar.
124
b. Tahap-Tahap Perumusan Program Bela Beli Kulon Progo
Kebijakan program “Bela Beli Kulon Progo” merupakan kebijakan yang
melewati tahapan sebelum pada akhirnya disetujui dan dijadikan sebuah
program pemerintah. Tahapan-tahapan ini dilakukan dengan tujuan agar
program tersebut dapat diimplementasikan secara riil dan sesuai dengan
karakteristik wilayah, serta agar sesuai dengan visi/misi dan tujuan yang
ingin dicapai. Adapun tahap-tahap perumusan program “Bela Beli Kulon
Progo” sebagai berikut :
1) Diskusi
Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubawana X atas nama
Presiden RI melantik dan mengambil sumpah dr. Hasto Wardoyo,
Sp.OG(K) dan Drs. H. Sutedjo pada Rabu, 24 Agustus 2011 di Gedung
DPRD Kulon Progo. Pelantikan dan pengambilan sumpah tersebut
menandai resminya Hasto Wardoyo dan Sutedjo sebagai Bupati dan
Wakil Bupati Kulon Progo periode 2011-2016. Setelah pelantikan
tersebut, Hasto Wardoyo dan Tedjo beserta jajaran SKPD Kabupaten
Kulon Progo, yaitu DPRD Kulon Progo, Bagian Kesra, Bappeda,
Dinas Koperasi dan UMKM, Bagian Perekonomian, Bagian Umum,
Bagian Humas dan TI Kulon Progo, PPID, dan lain sebagainya
melakukan rapat untuk membahas mengenai Kabupaten Kulon Progo
untuk 5 tahun kedepan. Visi yang disepakati adalah menjadikan
Kabupaten Kulon Progo menjadi Kabupaten yang sehat, mandiri,
berprestasi, adil, aman, dan sejahtera berdasarkan iman dan taqwa.
125
Selanjutnya, diadakan diskusi untuk membahas mengenai
masalah yang sedang dialami di Kabupaten Kulon Progo. Salah satu
poin penting dalam diskusi adalah mengenai masalah kemiskinan.
Kemiskinan di Kulon Progo merupakan tingkat kemiskinan paling
tinggi diantara kabupaten-kabupaten lain di Daerah Istimewa
Yogyakarta menurut data BPS DIY tahun 2011. Hal tersebut menjadi
masalah tersendiri bagi Kulon Progo dikarenakan salah satu visi
Pemerintah Kabupaten Kulon Progo adalah meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat ini dapat dicapai
apabila masyarakatnya makmur dalam bidang ekonomi yangmana
seharusnya tingkat kemiskinan sangat kecil. Selain itu, pada tahun
2015 masyarakat indonesia akan dihadapi oleh kebijakan MEA
(Masyarakat Ekonomi ASEAN). Apabila Kebijakan MEA ini telah
resmi diberlakukan, maka semua produk asing dari negara-negara
anggota ASEAN akan dengan mudah masuk ke Indonesia.
Hal tersebut tentu akan berakibat pada produk-produk lokal
yang akan bersaing ketat dengan produk asing. Produk-produk asing
selama ini dikenal memiliki keunggulan dalam hal kualitas dan harga.
Mereka mampu menjual produknya dengan harga murah, namun
kualitas yang tidak murahan. Di sisi lain, apabila pemerintah tidak
bertindak, maka bisa saja produk-produk lokal akan kalah bersaing.
Hal ini dapat berimbas terhadap keberlangsungan industri dalam negeri,
tak terkecuali industri di Kulon Progo. Sebab jika industri tersebut
126
gulung tikar, maka dapat dipastikan akan banyak pengangguran. Hal
ini tentu berbanding terbalik dengan visi untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Sebagaimana telah diulas dimuka, bahwa
dalam diskusi pada waktu itu juga dibahas mengenai potensi-potensi
yang dimiliki oleh Kulon Progo. Melalui diskusi itu diperolehlah
kesimpulan bahwa sebenarnya Kulon Progo bukanlah kabupaten yang
miskin akan sumber daya, baik sumber daya alamnya maupun sumber
daya manusianya. Dengan demikian, apabila pemerintah serius dalam
menangani hal ini dan memberikan bantuan baik dalam bentuk
pelatihan maupun regulasi kebijakan, maka Kulon Progo dapat bangkit
melalui produk-produknya.
2) Merumuskan Ideologi Bela Beli
Pada tahun 2012, Ketua gerakan Beli Indonesia Ir.Heppy
Trenggono mendatangi Bupati Kulon Progo terpilih dr. Hasto
Wardoyo, Sp.OG(K) di Kantor Bupati Kulon Progo. Dalam pertemuan
tersebut, Ir. Heppy Trenggono memaparkan mengenai ide gerakan
yang digagasnya, Beli Indonesia. Heppy Trenggono menjelaskan
bahwa apabila ingin membuat kemajuan di suatu daerah, maka
diperlukannya suatu program yang pro-daerah tersebut. Program yang
menjamin uang masyarakat daerah tidak mengalir ke luar, sehingga
uang tersebut dapat dialirkan untuk pembangunan daerah itu sendiri.
Salah satu hal yang dapat mendukung ide tersebut yaitu dengan
membuat suatu program yang mendukung produk-produk lokal untuk
127
diproduksi dan dikonsumsi oleh masyarakat itu sendiri. Dengan kata
lain, mendukung daerahnya dengan membeli produk hasil daerah itu
sendiri.
Setelah pemaparan ide oleh Ir. Heppy Trenggono tersebut,
Hasto Wardoyo tertarik untuk menerapkan semangat gerakan Beli
Indonesia di Kabupaten Kulon Progo. Ketertarikan tersebut
dikarenakan ide gerakan Beli Indonesia selaras dengan visi Pemerintah
Kabupaten Kulon Progo yang tertuang dalam RPJMD Kabupaten
Kulon Progo tahun 2011-2016, yaitu “Terwujudnya Kabupaten Kulon
Progo yang sehat, mandiri, berprestasi, adil, aman, dan sejahtera
berdasarkan iman dan taqwa”. Hasto Wardoyo berpendapat bahwa
apabila ingin mewujudkan kabupaten yang mandiri, maka kabupaten
itu harus dapat memproduksi dan menjual produk buatannya sendiri,
serta dikonsumsi oleh masyarakat kabupaten itu sendiri. Selain itu,
setelah melalui diskusi dengan jajaran stafnya diketahui bahwa
Kabupaten Kulon Progo bukanlah kabupaten miskin sumber daya.
Banyak sumber daya yang dapat digunakan untuk menunjang
kabupaten tersebut memproduksi produknya sendiri dan menjualnya
untuk dikonsumsi oleh masyarakat Kulon Progo. Oleh sebab itu, Hasto
Wardoyo tertarik menerapkan ide gerakan Beli Indonesia untuk
Kabupaten Kulon Progo.
128
3) Terbentuk kebijakan program Bela Beli Kulon Progo
Setelah melewati dua tahap sebelumnya, terbentuklah kebijakan
program “Bela Beli Kulon Progo”. Program “Bela Beli Kulon Progo”
merupakan semangat Pemerintah Kabupaten Kulon Progo dengan
menggaungkan semboyan “Membela dengan Cara Membeli”, yaitu
apabila ingin membela Kulon Progo, maka belilah produk lokal hasil
Kulon Progo. Program ini juga mempunyai tujuan untuk menjaga
perputaran uang agar mayoritas uang tersebut beredar di Kulon Progo,
sehingga uang tersebut dapat digunakan untuk kepentingan
pembangunan Kulon Progo demi kesejahteraan masyarakat. Pada
program “Bela Beli Kulon Progo” juga memiliki semangat
nasionalisme dan patriotisme untuk menghimbau masyarakat agar
berjuang membela daerahnya.
Apabila pada jaman penjajahan, masyarakat berjuang membela
negara dengan mengangkat senjata, maka pada program tersebut
masyarakat diajak untuk berjuang membela dengan membeli produk
lokal agar perputaran uang beredar didaerahnya, sehingga dapat
digunakan untuk kemajuan daerah dan membebaskan daerahnya dari
belenggu kemiskinan. Dengan demikian setelah menjalani tahapan
proses yang cukup panjang akhirnya Program “Bela Beli Kulon
Progo” resmi diikrarkan pada 25 Maret 2013 di Alun-Alun Wates,
Kulon Progo. Ikrar ini dihadiri oleh Bupati Kulon Progo, Wakil Bupati
dan jajaran Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, Kepala Desa,
129
perwakilan kelompok masyarakat, dan ribuan masyarakat Kulon Progo
yang mengenakan batik “gebleg renteng”, serta didukung oleh
Indonesia Islamic Business Forum (IIBF). Ikrar ini menandakan
program “Bela Beli Kulon Progo” resmi dijalankan oleh Pemerintah
Kabupaten Kulon Progo bersama masyarakat Kulon Progo.
c. Cakupan Bela Beli Kulon Progo
Program Bela Beli Kulon Progo ini sesungguhnya merupakan konsep
aplikatif untuk menumbuh-kembangkan aktivitas perekonomian
masyarakat Kulon Progo menuju tatanan perekonomian rakyat yang
memiliki bobot kemandirian. Selain itu gerakan untuk membeli dengan
cara membeli produk-produk lokal yang dipunyai di wilayah barat
Provinsi DIY memiliki beberapa cakupan sebagai berikut :
1. Bela Kulon Progo merupakan semangat pembelaan yang ditunjukkan
oleh seluruh komponen masyarakat, tokoh dan pemerintah Kabupaten
Kulon Progo terhadap kepentingan untuk menumbuhkan
perekonomian Kulon Progo secara konkret dalam sikap sehari-hari.
2. Beli Kulon Progo artinya masyarakat Kulon Progo berkomitmen untuk
memprioritaskan pemenuhan kebutuhannya dengan membeli produk-
produk dari Kulon Progo sendiri sebelum yang lainnya.
3. Beli Kulon Progo artinya adalah menjadikan potensi pasar Kulon
Progo untuk kepentingan industri dan perekonomian masyarakat
Kulon Progo.
130
4. Beli Kulon Progo adalah karakter unggul yang menggambarkan
kecerdasan ekonomi dan kecerdasan sosial masyarakat Kulon Progo.
5. Semangat Bela-Beli Kulon Progo merupakan semangat untuk
membebaskan masyarakat Kulon Progo dari kaum kapitalis.
6. Dicanangkannya gerakan “Bela dan Beli Kulon Progo” yang lebih
mencintai dan membeli produk lokal yang diproduksi masyarakat
Kulon Progo akan meningkatkan pendapatan masyarakat serta
menimbulkan multiplier effect (efek berganda) terhadap perekonomian
wilayah.
7. Bela Beli Kulon Progo merupakan sebuah gerakan untuk membel dan
membeli produk lokal melalui gelora idiologi untuk mencintai dan
menggunakan produk sendiri.
Dengan berpedoman dari berbagai pendapat di atas, dalam penelitian dan
penulisan ini disimnpulakan bahwa gerakan Beli Kulon Progo dapat
menciptakan iklim pasar yang cukup signifikan, mengalami trend positif
baik dari volume produksi maupun omset. Dengan demikian Bela Beli
Kulon progo mengalami kecenderungan mempengaruhi tingkat
pertumbuhan ekonomi daerah dan tidak berkorelasi langsung dengan laju
inflasi daerah. Hal ini karena inflasi daerah tidak bisa diciptakan oleh
suatu daerah tetapi dipengaruhi oleh banyak faktor baik lokal, regional dan
nasional maupun global. Selanjutnya, untuk mendalami labih jauh tentang
dampak positif dari eksistensi program Bela Beli Kulon Progo terhadap
131
perekonomian masyarakat, dapat dilihat dari indikator pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Kulon Progo pada gambar berikut ini :
Gambar 2.5. PDRB Kabupaten Kulon Progo
Sumber : Data dari BPS Kabupaten Kulon Progo
Dari gambar 3.1, di atas menunjukkan, bahwa angka perkiraan sementara
pertumbuhan ekonomi Kulon Progo atas dasar harga konstan tahun 2000
untuk 2014 dalam proses penghitungan dan rekonsiliasi.
132
Gambar 2.6. Laju Inflasi Kabupaten Kulon Progo
Sumber : Data dari Kabupaten Kulon Progo
Gambar di atas menunjukkan, bahwa laju inflasi Kulon Progo pada tahun
2012 sampai 2014 meningkat hingga 2,52persen kemudian gini dari 2013
yang semula berada pada angka 5,18 pesen berubah menjadi6,19 pesen
pada tahun 2014.
133
Gambar 2.7. Distribusi Penyumbang Inflasi Kabupaten Kulon Progo
Sumber: Data dari Kabupaten Kulon Progo
Dari Gambar 3.3, di atas menunjukkan bahwa pada tahun 2013 sampai
tahun 2014 rata-rata semua komponen penyumbang inflasi naik kecuali
transportasi, komunikasi dan jasa keuangan.
134
d. Implementasi Program Bela Beli Kulon Progo
Implementasi atau pelaksanaan dalam program “Bela Beli Kulon
Progo” ini diawali dengan beberapa langkah kegiatan yang sederhana,
mudah, dapat segera dikerjakan, dan terjangkau oleh masyarakat. Langkah
tersebut antara lain :
1) Memproduksi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK)
Nama yang digunakan sebagai merek air kemasan ini adalah
AirKU atau Air Kulon Progo. Merek AirKU ini juga bisa diartikan
“Air saya bukan air asing”. Tujuan dari produksi air ini adalah untuk
meningkatkan pendapatan daerah. Hasil dari pendapatan daerah ini
akan digunakan untuk menjalankan program yang lain dalam rangka
mengentaskan kemiskinan di Kabupaten Kulon Progo. Air kemasan
“AirKU” diproduksi oleh PDAM Tirta Binangun yang beralamat di
Hargowilis, Kokap, Kulon Progo 55653. AirKU lolos sertifikasi SNI:
01-3553-2006, standar mutu ISO 9001:2008, dan izin edar dari BPOM
Nomor: MD 265212061006. Kapasitas produksi per jam sebanyak 40
karton dengan spesifikasi gelas/cup 240 ml dengan rata-rata produksi
per hari sebanyak 320 karton. Pemerintah Kabupaten Kulon Progo
meluncurkan air mineral dalam kemasan merek “AirKU” bertepatan
dengan peringatan HUT Kabupaten Kulon Progo ke-62 pada tanggal
15 Oktober 2013 di Alun-Alun Wates, diresmikan oleh Gubernur DIY,
Sri Sultan Hamengkubawono X.
135
Gambar 2.8. Air Kemasan “AirKU”
Sumber: Data dari Disperindag Kabupaten Kulo Progo
Kebijakan ini dilatarbelakangi keadaan Kabupaten Kulon
Progo sebagai daerah yang memiliki sumber daya alam berupa mata
air yang cukup banyak dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan air
minum siap konsumsi. Dengan latar belakang tersebut serta dalam
rangka untuk mewujudkan “Madhep Mantep Ngombe Banyune
Dhewe”, maka pemerintah berusaha untuk membuat air minum siap
konsumsi dalam kemasan agar praktis. Sebagai motor penggerak
adalah pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah
Kabupaten Kulon Progo. PNS diwajibkan menggunakan air kemasan
“AirKU” sebagai merek air minum kemasan yang digunakan baik
untuk sehari-hari, rapat-rapat, dan acara-acara di lingkungan
pemerintahan. Pada tahun 2013, permintaan terhadap “AirKU” sekitar
2.000 dos per bulan dan meningkat pada tahun 2015 sebesar 10.000
dos per bulan. Akan tetapi, PDAM Tirta Binangun baru bisa
136
memproduksi sebesar 3.00 sampai 4.000 dos per bulan, sehingga
PDAM Tirta Binangun ini akan menambah alat produksi AirKU dan
dapat meningkatkan kapasitas sebesar 6.000 dos lagi. Saat ini tercatat
jumlah pelanggan AirKU sebanyak 22.800 pelanggan dan pada tahun
2017 ditargetkan pelanggan baru sebesar 2.735 sambungan, serta target
di tahun 2019 jumlah pelanggan dapat mencapai 30.000 sambungan
terpasang.
2) Menggunakan Beras Daerah (Rasda)
Kebijakan ini didasari pada pengamatan Bupati Kulon Progo,
Hasto Wardoyo bahwa produksi padi di Kulon Progo cukup besar.
Tercatat produksi padi Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2013
mencapai 112.007 ton atau setara produksi beras 72.837 ton.
Sedangkan, konsumsi beras rata-rata sebesar 38.805 ton, sehingga
surplus 34.032 ton (data dari Bappeda Kulon Progo). Berdasarkan data
tersebut, Bupati berinisiatif untuk mensuplai program beras miskin
(raskin) menggunakan beras lokal Kulon Progo atau yang sering
disebut sebagai Beras Daerah (Rasda). Tahap awal yang dilakukan
Pemerintah Kabupaten Kulon Progo adalah menjalin kerjasama dengan
Bulog Divre Yogyakarta sebagai pengelola Raskin.
Kerjasama ini dalam bentuk MoU antara Pemerintah
Kabupaten Kulon Progo dengan Perum Bulog Divre DIY yaitu MoU
No. 501/7496 dan MoU-01/12000/XII/2013 tanggal 30 Desember
2013. Dalam kerjasama MoU tersebut dinyatakan bahwa Gapoktan
137
Kulon Progo sebagai supplier (penyedia) raskin untuk kawasan Kulon
Progo. Hasilnya mulai tahun 2014 telah dilakukan penyaluran Rasda
(Beras Daerah) ke Bulog yang didistribusikan ke keluarga miskin yaitu
sebesar 1.290 ton, meningkat pada tahun 2015 sebesar 4.176 ton dan
pada tahun 2016 diharapkan akan mencukupi kebutuhan pasokan beras
untuk keluarga miskin sebesar 7.740 ton.
Gambar 2.9. Peninjauan Beras Rasda oleh Bupati Kulon Progo di
Gudang Bulog Wates
Sumber: Portal Pemkab Kulon Progo
3) Kewajiban Membeli Beras “SEHAT” bagi PNS
Langkah selanjutnya adalah mewajibkan setiap PNS di
lingkungan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo untuk membeli
beras hasil produksi petani melalui Gabungan Kelompok Tani
(Gapoktan) sebanyak 10 kg perbulan. Kebijakan ini tertuang dalam
Surat Edaran Bupati Kulon Progo No. 500/3483 tanggal 2
138
Desember 2011 tentang Himbauan Program Beras Untuk Pegawai
Negeri Sipil. Berdasarkan Surat Edaran Bupati tersebut, seluruh
PNS Kabupaten Kulon Progo dihimbau untuk dapat membeli beras
“SEHAT” Kulon Progo minimal 10 kg/orang setiap bulan. 100 Di
Kulon Progo tercatat ada 8.000 PNS, sehingga target setiap
bulannya beras tersebut dapat terjual sekitar 80.000 kg perbulannya
(pendapatan sebesar Rp 693 juta setiap bulan atau Rp 8,316 miliar
setiap tahunnya).
Hal ini tentu saja meningkatkan kesejahteraan dari para
petani di Kabupaten Kulon Progo. Hal ini juga telah memicu
kelompok tani tersebut atau Gapoktan untuk mengemasi produk
beras mereka lebih baik dan menarik, serta telah berani
mencantumkan tulisan produksi Gapoktan Kulon Progo, sekaligus
menciptakan pasar beras tersendiri di lingkungan para petani Kulon
Progo dan secara tidak langsung telah menciptakan sistem untuk
mencintai produk beras lokal asli daerah Kabupaten Kulon Progo.
4) Batik Gebleg Renteng
Demi mewujudkan semangat “Madhep Mantep Nganggo
Klambine Dhewe” (siap dan mantap menggunakan pakaian yang
diproduksi sendiri), Bupati Kulon Progo mengeluarkan Surat
Edaran Bupati pada tanggal 2 Juli 2012 dengan No. 025/2171
tentang Penggunaan pakaian batik motif “Gebleg Renteng”.
Berdasarkan surat edaran tersebut, maka seragam Pegawai Negeri
139
Sipil, Kepala Desa, Perangkat Desa, Karyawan 101 Badan Usaha
Milik Daerah (BUMD), dan seluruh siswa/siswi dari Tingkat
Taman Kanak-Kanak sampai dengan Sekolah Lanjutan Tingkat
Atas di lingkungan Kabupaten Kulon Progo wajib memakai
seragam motif “Gebleg Renteng”. Jumlah pelajar di Kabupaten
Kulon Progo sekitar 80.000 siswa ditambah 8.000 PNS dan 10.000
perangkat desa seluruh Kabupaten Kulon Progo. Atas kebijakan
tersebut, berhasil mendongkrak sentra industri batik di Kulon
Progo dari semula hanya 2 sentra industri batik menjadi 50 sentra
industri batik dan seribu pengrajin yang awalnya bekerja di
Yogyakarta kini memilih bekerja di Kulon Progo. Batik “Gebleg
Renteng” bahkan telah menjelma menjadi ikon Kabupaten Kulon
Progo. Selain itu, batik ini juga sudah dilindungi hak ciptanya.
Gambar 2.10. Motif “Gebleg Renteng” pada Kain Batik
Sumber: Data dari Disperindag Kabupaten Kulon Progo
140
Batik motif “Gebleg Renteng” ini merupakan pemenang
lomba desain motif batik yang diselenggarakan Dinas Kebudayaan,
Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Kulon Progo.
Pengumuman pemenang lomba ini pada tanggal 6 Mei 2012 dan
diluncurkan pada Festival Kesenian Rakyat di Desa Banjarsari,
Kompleks Boro Asri Menoreh pada tanggal 25 Mei 2012. Motif
batik pemenang lomba yang selanjutnya dikenal dengan nama
“Gebleg Renteng” adalah hasil karya pelajar SMA bernama Ales
Candra Wibawa, warga Pedukuhan Dlaban, Kecamatan Sentolo,
Kulon Progo. motif “Gebleg Renteng” sebagai batik khas Kulon
Progo bukan berarti dipilih secara acak saja. Akan tetapi, dalam
motif “Gebleg Renteng” tersebut terdapat makna-makna yang
melambangkan Kabupaten Kulon Progo. Motif yang sudah
menjadi ikon Kulon Progo tersebut terdiri dari gambar “gebleg”
sebagai motif utama dan berbagai simbol yang menunjukkan
kekayaan alam dan kondisi Kabupaten Kulon Progo. Makna yang
terkandung dalam motif batik “Gebleg Renteng” sebagai berikut :
a. “Gebleg” dijadikan motif utama karena merupakan makanan
asli khas Kulon Progo. Gebleg sendiri adalah camilan khas
Kulon Progo yang terbuat dari tepung tapioka. Camilan ini
menggunakan bumbu bawang putih, garam, tepung tapioka
yang dipilin dan dibentuk menyerupai angka delapan lalu
digoreng sampai mengembang. Gebleg biasanya disantap
141
dengan tempe yang terbuat dari kacang benguk dan disajikan
dari sore hingga malam hari
b. Di antara motif gebleg tersebut, ditorehkan lambang Binangun
yang digambarkan sebagai kuncup bunga yang akan mekar,
memiliki makna bahwa Kulon progo merupakan daerah yang
sebentar lagi akan mekar menjadi permata indah dari pulau
jawa
c. Di sampingnya terdapat motif buah manggis yang merupakan
flora khas Kulon Progo
d. Ketiga motif tersebut dibuat dengan pola naik turun sebagai
lambang bahwa kenampakan alam di Kulon Progo yang sangat
bervariasi, mulai dari pegunungan, dataran tinggi, dataran
rendah hingga pantai
e. Pada bagian kain bawah, motif binangun sedikit dimodifikasi
dengan menambahkan hiasan yang menyerupai sayap,
melambangkan bahwa sebentar lagi di Kabupaten Kulon Progo
akan dibangun Bandar Udara yang diharapkan mampu
meningkatkan kemajuan masyarakat Kulon Progo
f. Gambar burung kacer yang terbang ke atas, sebagaimana
diketahui bahwa burung kacer merupakan salah satu fauna
identitas Kulon Progo.
142
5) Pendirian Tomira (Toko Milik Rakyat)
Pemerintah Kabupaten Kulon Progo mengeluarkan
Peraturan Daerah (Perda) Nomor 11 Tahun 2011 yang mengatur
mengenai perlindungan pasar tradisional serta penataan pusat
perbelanjaan dan toko modern. Dalam pasal 14 huruf C disebutkan,
“Toko Modern yang berstatus waralaba dan/atau berstatus cabang
tidak boleh berjarak kurang dari 1.000 meter (seribu meter) dengan
Pasar Tradisional”. Konsekuensi dari peraturan tersebut adalah
semua minimarket modern dengan jarak kurang dari 1.000 meter
harus menentukan pilihan, yaitu tak diperpanjang izin (tutup) atau
pengambilalihan oleh Koperasi (take over). Salah satu minimarket
yang memilih untuk take over yaitu Alfamart. Tujuan kebijakan
ini untuk memberdayakan perekonomian masyarakat yang bersifat
kemitraan dengan Koperasi maupun Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM), sehingga dapat menjadi minimarketnya
rakyat Kulon Progo.
Wujud nyatanya dengan membangun program Toko Milik
Rakyat (ToMiRa). Hal ini juga disepakati melalui
penandatanganan Nota Kesepahaman antara pengelola Alfamart,
yaitu PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk dengan Pemerintah
Kabupaten Kulon Progo pada hari Senin, 1 September 2014 untuk
bekerjasama mengembangkan pemberdayaan ekonomi masyarakat
bersifat kemitraan dengan koperasi dan UMKM melalui program
143
TOMIRA (Toko Milik Rakyat). Semua produk hasil masyarakat
Kulon Progo wajib untuk diperjualbelikan di Tomira. Pada
prinsipnya hanya produk yang tidak dimiliki atau dihasilkan Kulon
Progo yang boleh didatangkan dari luar Kulon Progo. Produk lokal
tersebut antara lain :
Tabel 2.15. Daftar Produk Lokal Kulon Progo yang Berhasil
Masuk Tomira
No Produk No Produk
1 Ikan Krispi Mina Rasa 11 Emping Garut
2 Kripik Belut 12 Kopi Moka
3 Abon cabe nyoss 13 Kopi Jahe
4 Stik Buah 14 Teh tabur Hitam
5 Criping pisang rohana 15 Kopi Moka Menoreh
6 Gula Kristal Sari Nila 16 Kecap Benguk
7 Sari Nila Jahe Box 17 Slondok Kalibawang
8 Sari Nila jahe Kaleng 18 Jamur Tiram
9 Kripik Pegagan 19 Rengginang
10 Peyek Menoreh 20 Enting-enting Jahe
Sumber: www.kulonprogokab.go.id
144
Gambar 2.11. Produk Lokal Kulon Progo di ToMiRa Gerbosari
Sumber: Data primer peneliti dilapangan
Tomira mendukung program penanggulangan kemiskinan
di Kabupaten Kulon Progo dalam bentuk penyisihan laba untuk
kegiatan pendampingan UMKM danmpendampingan sosial
masyarakat, meliputi bedah rumah, beasiswa bagi siswa yang tidak
mampu, dan kegiatan sosial lainnya. Kemitraan ini merupakan
bentuk implementasi UU No. 20 tentang UMKM, pasal 25 No. 1
mengenai Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan
Masyarakat memfasilitasi, mendukung, dan menstimulasi kegiatan
kemitraan yang saling membutuhkan, mempercayai, memperkuat,
dan menguntungkan. Saat ini Tomira hasil kerjasama dengan
Alfamart sudah ada 7 Tomira, yaitu :
a. ToMiRa Bendungan, dikelola KSU BMT Giri Makmur
b. ToMiRa Jombokan, dikelola KSU BIMA
145
c. ToMiRa Dekso, dikelola Kopaneka
d. ToMiRa Proliman, dikelola KPN Sumber Rejeki
e. ToMiRa Josuto Wates, dikelola KSU Mitra Prima Daya
f. ToMiRa Temon, dikelola KSU Trijata
g. ToMiRa Galur, dikelola KSU Legowo
Pada tahun 2016 Pemerintah Kabupaten Kulon Progo
berencana untuk menambah cabang ToMiRa menjadi 14 cabang
baru. Saat ini, Pemerintah telah mengakuisisi 14 unit toko
berjejaring, akan tetapi yang sudah menjadi ToMiRa baru 7 cabang.
Selain itu, kedepannya semakin banyak produk-produk hasil
produksi masyarakat Kulon Progo yang dapat diperjualbelikan di
ToMiRa setelah lulus uji persyaratan, seperti bahan baku, jumlah
produksi, dan kemasan produk, serta sertifikat izin pangan industri
rumah tangga (PIRT).
Gambar 2.12. Desain Bangunan Tomira di Desa Gerbosari
Sumber: Data primer peneliti dilapangan
146
Adapun implementasi dalam program atau gerakan “Bela Beli
Kulon Progo” dapat dilihat dalam bentuk tabel, sebagai berikut :
Tabel 2.16. Implementasi Program Bela Beli Kulon Progo
No Program Regulasi Kebijakan Keterangan
1 Memproduksi
Air Minum
Dalam Kemasan
(AMDK) dengan
merek “AirKU”
- Sertifikasi SNI: 01-
3553-2006 - Standar mutu
ISO 9001:2008 - Izin edar
dari BPOM No. MD
265212061006
- Sebagai implementasi dari
slogan “Madhep Mantep
Ngombe Banyune Dhewe”
2 Menggunakan
Beras Daerah
(Rasda)
Kerjasama dengan Perum
Bulog Divre DIY dalam
bentuk MoU antara
Pemkab Kulon Progo
dengan Perum Bulog
Divre DIY yaitu MoU No.
501/7496 dan
MoU01/12000/XII/2013
tanggal 30 Desember
2013
- Mulai tahun 2014 telah
dilakukan penyaluran Rasda
(Beras Daerah) ke Bulog
yang selanjutnya
didistribusikan ke keluarga
miskin
3 Kewajiban
membeli beras
“SEHAT” bagi
PNS Kulon
Progo
Tertuang dalam Surat
Edaran Bupati Kulon
Progo No. 500/3483
tanggal 2 Desember 2011
- Berdasarkan Surat Edaran
Bupati tersebut, seluruh
PNS Kabupaten Kulon
Progo dihimbau untuk dapat
membeli beras “SEHAT”
Kulon Progo minimal 10
kg/bulan
4 Batik “Gebleg
Renteng”
Surat Edaran Bupati pada
tanggal 2 Juli 2012
dengan No. 025/2171
tentang Penggunaan
pakaian batik motif
“Gebleg Renteng”
Seragam Pegawai Negeri
Sipil, Kepala Desa,
Perangkat Desa, Karyawan
Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD), dan seluruh
siswa/siswi dari Tingkat
Taman Kanak-Kanak
sampai dengan Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas wajib
memakai motif “Gebleg
Renteng”.
147
No Program Regulasi Kebijakan Keterangan
5 ToMiRa (Toko
Milik Rakyat)
Pemerintah Kabupaten
Kulon Progo
mengeluarkan Peraturan
Daerah (Perda) Nomor 11
Tahun 2011 yang
mengatur mengenai
perlindungan pasar
tradisional serta penataan
pusat perbelanjaan dan
toko modern
- Senin, 01 September 2014
ditandatangani nota
kesepahaman antara
Pemkab Kulon Progo
dengan PT. Sumber Alfaria
Trijaya Tbk sebagai
pengelola Alfamart untuk
bekerjasama dalam
pengembangan
pemberdayaan ekonomi
masyarakat bersifat
kemitraan dengan koperasi
dan UMKM melalui
program ToMiRa
Sumber: Humas Kabupaten Kulon Progo
Jadi dapat dideskripsikan kembali mengenai implementasi
proggram bela beli kulon progo yang telah dikemukakan pada
halaman sebelumnya, bahwa implementasi tiga produk unggulan
Bela-Beli Kulon Progo dideskripsikan dalam lima dimensi yaitu:
Sumber Daya Manusia, Kelembagaan, Manajerial, Kerja Sama,
dan Konstruksi Keruangan. Analisis SWOT menunjukkan bahwa
Air-KU merupakan produk yang paling unggul pada seluruh
dimensi yang dikaji dibandingkan dua produk unggulan lainnya.
Secara umum, implementasi dari Bela-Beli Kulon Progo ditinjau
dari tiga produk unggulannya dapat dikatakan telah sesuai dengan
konsep inisiator (Bupati dan Wakil Bupati Kulon Progo) sehingga
strategi pengembangan yang dapat dirumuskan adalah penigkatan
kualitas SDM yang terlibat dalam implementasi Bela-Beli Kulon
Progo agar perkembangannya ke depan dapat lebih baik lagi.
top related