renungan lenten pra-paskah 2015 gmi imanuel lenten 2015 final.pdf · memperhitungkan hari minggu...
Post on 14-Jul-2019
246 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
2
PENGANTAR
Apakah yang dimaksud dengan Masa Lenten?
Masa Lenten adalah masa pertobatan, berpuasa dan persiapan menjelang
Hari Paskah. Pada masa gereja mula-mula, masa Lenten merupakan waktu
mempersiapkan para petobat baru untuk baptisan. Di masa kini, orang
percaya mengisi masa Lenten dengan berfokus pada hubungan pribadi
dengan Tuhan, serta dengan rela memberi diri membantu orang lain yang
membutuhkan.
Kapankah Masa Lenten itu?
Masa Lenten adalah masa selama 40 hari sebelum hari Paskah (tanpa
memperhitungkan hari Minggu yang dianggap sebagai Paskah kecil). Bila
diurutkan, maka masa Lenten akan dimulai pada hari Rabu Abu dan
berakhir menjelang hari Paskah. Untuk tahun 2015 ini, Masa Lenten
dimulai dari hari Rabu, 18 Februari 2015 dan berakhir pada hari Sabtu, 4
April 2015.
Mengapa 40 hari?
Empat puluh hari menggambarkan masa Tuhan Yesus berada di padang
gurun berpuasa setelah itu dicobai oleh Iblis. Oleh karenanya bagi kita
orang percaya masa Lenten merupakan masa kita berpuasa, berdoa, dicobai
dan bertobat. Masa Lenten tidaklah diwajibkan oleh satupun ayat Alkitab
namun itu sudah menjadi suatu tradisi gereja yang dilakukan oleh orang
percaya pada 2.000 tahun terakhir ini.
3
Bagaimanakah Kehidupan Selama Masa Lenten?
Masa Lenten menitikberatkan untuk kita mengingat kembali karya
keselamatan yang telah digenapi Yesus Kristus, dan merasakan
kelemahlembutan, kasih, keberanian, dan kesepian-Nya. Pada Masa
Lenten umumnya orang percaya melakukan puasa, doa dan perbuatan baik
kepada sesama. Puasa yang dilakukan selama Masa Lenten adalah puasa
yang disesuaikan dengan keadaan kesehatan. Mengaku dosa dan bertobat,
mendekatkan diri pada Tuhan dengan hati yang tulus dan murni,
merupakan bagian dari persiapan diri menyongsong hari Paskah. Berpuasa
bukan sekedar tidak makan atau minum, juga menjaga pancaindera dan hati
dari segala sesuatu yang menghalangi fokus kepada Tuhan. Belajar
menahan diri dan menderita bersama Kristus, mengalami pencobaan dan
memperoleh kemenangan atas pencobaan tersebut. Melalui menahan lapar,
haus dan hawa nafsu, kita dilatih untuk meningkatkan kehidupan rohani,
selain menderita bersama Kristus, kita juga dapat merasakan kehidupan
orang lain yang menderita kekurangan. Masa Lenten juga diisi dengan
menghemat uang untuk makan dan hiburan sehingga dapat memberi lebih
banyak untuk menolong mereka yang kekurangan sebagai wujud kasih
yang nyata dari Tuhan.
4
PENDAHULUAN
“Ketika hampir genap waktunya Yesus diangkat ke surga, Ia
mengarahkan pandangan-Nya untuk pergi ke Yerusalem.” – Lukas 9:51
Misi Tuhan Yesus datang ke dunia adalah salib. Dalam kitab
Lukas, Tuhan Yesus telah memberitahukan tentang kematian-Nya
sebanyak 2 kali (9:22, 44). Dan ketika tiba waktunya untuk menghadapi
kematian-Nya, bukannya menghindar dari penderitaan, tapi Dia bergerak
ke arah itu, langkah demi langkah. Ia tertuju ke Yerusalem, dan di akhir
perjalanan-Nya, Dia akan naik ke atas sepotong kayu. Sepanjang
kehidupan-Nya di muka bumi ini, hanya satu tujuan-Nya, ”menuju salib”.
Dalam perjalanan-Nya, Tuhan Yesus menantang orang-orang yang
ada di sekitar-Nya untuk ikut bergerak ”menuju salib” juga. Dari hari
pertama Tuhan Yesus memulai pelayanan-Nya, beragam reaksi yang Ia
terima atas undangan yang disebar-Nya. Ada penolakan keras, keraguan,
ketakjuban sementara, keegoisan dan lain-lain. Bahkan menjelang saat-saat
terakhir, murid-muridNya pun goyah dan meninggalkan Tuhan Yesus.
Tuhan Yesus memanggil kita untuk memikul salib kita dan
mengikuti Dia juga. Tuhan Yesus menantang kita untuk mengutamakan
orang lain dari pada diri sendiri dan bergabung dengan misi TUHAN
untuk merubah dunia ini dalam kasih sejati. Orang-orang percaya
”menuju salib” bukan dengan tujuan untuk memuliakan orang Kristen
tetapi untuk memuliakan Kristus. Kehidupan ”menuju salib” itu berarti
kehidupan yang menanggalkan manusia lama, mengasihi, melayani, rela
berkorban dan tahan uji. Kehidupan yang juga bersandar pada kekuatan
5
Tuhan Yesus supaya dapat mengikuti teladan Dia yang mengarahkan
pandangan-Nya ke Kalvari, bukan demi kepentingan-Nya sendiri tetapi
untuk kita yang dikasihi-Nya.
Seperti murid-murid Tuhan Yesus, kita pernah mengasihi Dia
dengan sungguh-sungguh, tetapi mungkin juga pernah dan sering
”meninggalkan” Dia dan tidak tekun ”menuju salib.” Renungan Lenten
masa Pra Paskah tahun ini, Tuhan Yesus kembali mengundang dan
menantang kita untuk kembali ”menuju salib” dengan setia. Biarlah
melalui renungan lenten ini, kita bukan sekedar membaca dan mengerti
tentang salib itu, tetapi kita juga meneladani kehidupan Tuhan Yesus yang
”menuju salib” dengan penuh kasih sambil menantikan kedatangan-Nya
kembali. Amin.
6
Hari ke-1 Rabu, 18 Februari 2015 (Rabu Abu)
Bacaan Alkitab: Lukas 14:25–33
“Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat
menjadi murid-Ku.” (Luk. 14:27)
Menurut tradisi Gereja barat, pada hari Rabu Abu, orang-orang
Kristen akan diberikan tanda salib pada dahinya dengan abu. Tradisi ini
telah dilakukan oleh orang-orang Israel sebagai simbol kesedihan,
penyesalan dan pertobatan (Est. 4:1, Dan. 9:3) Pada masa sekarang,
simbol ini dapat dimaknai juga sebagai pengingat akan kefanaan kita dan
sikap berkabung atas dosa-dosa kita. Dengan kita memasuki perjalanan
”menuju salib” ini, kita mengakui satu dosa yang banyak orang percaya
lakukan: kita tidak mau atau tekun memikul salib kita dan mengikut
Tuhan Yesus.
Dalam perikop ini, Tuhan Yesus menceritakan kepada kita tentang
pengorbanan untuk mengikut Dia. Kata Tuhan Yesus, untuk menjadi
seorang murid-Nya itu berarti mengasihi Dia lebih dari pada mengasihi
orang lain yang paling kita kasihi sekali pun (14:26). Pada saat jaman
Tuhan Yesus, keputusan untuk mengikut Tuhan Yesus bagi sebagian orang
bisa berakibat dimusuhi oleh keluarga sendiri. Selain itu, mengikut Tuhan
Yesus juga berarti merelakan seluruh area kehidupan kita dibawah
kedaulatan-Nya (14:31-33).
Harga mengikuti Tuhan Yesus ini harus dipersiapkan sebaik-
baiknya sebelum kita mengambil keputusan, karena kalau kita gagal di
tengah jalan maka kita akan menerima cemooh (14:28-29) dan Allah
berdaulat untuk menarik kita dari menjadi murid-Nya (14:33-35). Hal
7
mengikut Tuhan Yesus membutuhkan pengorbanan besar dari kita, oleh
karena itu Tuhan Yesus mengajak kita untuk memikul salib kita dan
mengikut Dia.
Fokus iman kita sering pada apa yang Tuhan lakukan untuk kita:
menjawab doa-doa kita, memberi kita keselamatan, memberkati kita atau
menolong kita di masa kesulitan. Kita sering menjadikan Tuhan sebagai
alat pemuas hati kita, ketimbang membiarkan diri kita dipakai untuk
menggenapi tujuan-Nya. Kita perlu lebih memusatkan perhatian kita pada
apa yang dapat kita lakukan untuk mengerjakan kehendak Tuhan;
bagaimana kita dapat memikul salib dan mengikut Tuhan Yesus melalui
kehidupan pengorbanan dan pelayanan kasih. Apakah kita bersedia
bergabung menjadi murid Tuhan Yesus?
Tuhan Yesus, ampuni kami karena tidak mengikuti Engkau dengan
setia. Tolong kuatkan kami dalam perjalanan memikul dan menuju
salib ini, Amin.
8
Hari ke-2 Kamis, 19 Februari 2015
Bacaan Alkitab: Lukas 19:41-44
”Dan ketika Yesus telah dekat dan melihat kota itu. Ia menangisinya.”
(Luk. 19:41)
Bagaikan seorang raja yang akan ditahbiskan, Tuhan Yesus
disambut secara luar biasa oleh orang-orang ketika Ia memasuki
Yerusalem. Penantian panjang mereka sepertinya terjawab sudah untuk
mempunyai seorang raja yang akan memerdekakan Israel dari penjajahan
Romawi. Pemilik keledai merelakan keledainya dan mengalasinya dengan
pakaian untuk ditunggangi oleh Tuhan Yesus. Orang-orang
menghamparkan pakaian mereka di jalan. Daun-daun palem dilambaikan
mengiringi kedatangan Tuhan Yesus (Yoh. 12:13). Dan mereka memuji-
muji Tuhan Yesus sebagai raja mereka yang diutus Allah untuk membawa
kejayaan bangsa Israel seperti jaman raja Daud. Ini adalah bentuk
penyambutan kedatangan seorang raja yang luar biasa dan penuh suka cita
dari orang-orang.
Tetapi berbeda dengan orang-orang, hati Tuhan Yesus menangis
melihat kota Yerusalem. Sambutan meriah yang diberikan oleh orang-orang
tidak menyukakan hati Tuhan Yesus. Tuhan Yesus tahu bahwa Ia akan
mengalami ketertolakan dari bangsa-Nya sendiri dan harus mengalami
penderitaan. Mengapa? Karena bangsa-Nya sendiri gagal melihat lawatan
Allah, di dalam diri Tuhan Yesus, kepada mereka dengan membawa damai
sejahtera yang sejati. Tuhan Yesus sedih karena kota Yerusalem, yang
berarti ”kota perdamaian” tidak mengenal damai sejahtera yang dibawa
Tuhan Yesus. Mereka merasa tahu apa jalan terbaik untuk beroleh damai
9
untuk diri sendiri dan bangsanya sendiri. Kebutaan mereka akan membawa
kota Yerusalem kepada penghakiman Allah sendiri.
Tidak berbeda jauh dengan bangsa Israel, kita mungkin juga sering
merasa tahu apa jalan terbaik untuk mencapai kedamaian sendiri. Kita
mungkin menumpuk harta benda, mencari kekuasaan yang lebih besar lagi,
mengumpulkan banyak sumber daya untuk memenangkan konflik, dan
lain-lain. Itu semua dicari oleh bangsa-bangsa atau orang-orang yang tidak
mengenal Allah (Mat. 6:32). Berbeda dengan Tuhan Yesus, Ia
menyerahkan segala kemuliaan-Nya, kekuasaan-Nya dan sumber daya-Nya
untuk menuju salib dan membawa damai sejahtera sejati. Kedamaian yang
dibawa Yesus inilah yang kita butuhkan untuk pemulihan relasi dengan
Allah yang adalah segala sumber kehidupan kita. Siapkah kita ”menuju
salib” dengan menyerahkan segalanya, mengejar, memelihara dan
membagikan damai sejahtera sejati tersebut?
Ampuni kami ya, Tuhan jika kami sering merasa kami tahu yang terbaik
untuk diri kami. Bukakan mata hati kami ya, Tuhan, agar kami dapat
melihat dan menerima Tuhan Yesus yang adalah teladan dan sumber
damai sejahtera yang sejati. Amin.
10
Hari ke-3 Jumat, 20 Februari 2015
Bacaan Alkitab: Lukas 19:45-46
”Lalu Yesus masuk ke Bait Allah dan mulailah Ia mengusir semua
pedagang di situ.” (Luk. 19:45)
Kesedihan hati Tuhan Yesus masih berlanjut ketika Ia memasuki
Bait Allah menjelang hari raya Paskah orang Yahudi. Bait Allah yang
seharusnya menjadi tempat untuk beribadah, dipenuhi oleh pedagang-
pedangang dan para penukar uang (Yoh. 2:14). Kehadiran mereka
sebenarnya membawa manfaat kemudahan bagi orang-orang Yahudi yang
ingin mempersembahkan korban hewan dan membayar pajak di Bait Allah.
Tetapi hati Tuhan Yesus menjadi sedih bercampur marah karena rumah
Bapa-Nya yang seharusnya menjadi rumah doa, berubah fungsi menjadi
tempat untuk mencari keuntungan besar. Selain itu, juga menjadi tameng
untuk menutupi keserakahan hati para pemimpin agama dengan praktek-
praktek keagamaan.
Dalam perjalanan-Nya ”menuju salib”, Tuhan Yesus tidak menjadi
lemah dan tak berdaya melihat praktek dosa. Tuhan Yesus yang adalah
pribadi Allah yang kudus tidak tahan melihat kekudusan Allah dicemari
oleh dosa manusia. Hati Tuhan Yesus menjadi sedih ketika Ia harus
menyaksikan manusia yang dikasihi-Nya berbuat dosa. Dan dengan
digerakkan oleh kesedihan hati-Nya yang penuh kasih inilah, Tuhan Yesus
melakukan tindakan untuk memperbaikinya, termasuk dengan mengusir
para pedagang dan penukar uang tersebut.
Luapan kemarahan Tuhan Yesus yang Ia tumpahkan ini
berlandaskan cinta-Nya kepada rumah Bapa-Nya. Bentuk emosi inilah yang
11
dapat dikatakan sebagai kemarahan yang kudus, karena Ia memiliki hati
untuk menjaga kekudusan Allah. Apakah kita juga memiliki hati seperti
Tuhan Yesus? Apakah kita menjadi lemah dan tak berdaya terhadap dosa
dalam perjalanan kita ”menuju salib”? Kalaupun kita pernah gagal dalam
perjalanan ”menuju salib” ini, apakah kita punya kerinduan untuk segera
berbalik kepada Allah? Dan juga apakah hati kita menjadi sedih bercampur
marah ketika kita melihat praktek dosa di depan mata kita? Tuhan Yesus
pernah berkata, ”Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka
akan dihibur.” (Mat. 5:4).
Tuhan Yesus, tolong kami agar kami boleh mempunyai hati seperti Engkau.
Sertai kami dalam perjalanan ”menuju salib” ini agar kami dapat menjaga
kekudusan Engkau dan kekudusan diri kami sendiri. Amin.
12
Hari ke-4 Sabtu, 21 Februari 2015
Bacaan Alkitab: Lukas 19: 47-48
”Imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat serta orang-orang terkemuka
dari bangsa Israel berusaha untuk membinasakan Dia.” (Luk. 19:47b)
Lukas banyak mencatat kehidupan pelayanan Tuhan Yesus dalam
menuju salib, di antaranya mengajar, menyembuhkan orang sakit,
membangkitkan orang mati, mengusir roh jahat, menghardik angin ribut
dan menobatkan orang-orang berdosa. Sepanjang pelayanan-Nya, ber-
ragam reaksi Tuhan Yesus terima, tak terkecuali dari pemimpin-pemimpin
agama Yahudi yang terus mengintai dan berusaha mencari-cari kesalahan
Tuhan Yesus dalam ajaran dan tindakan-Nya. Salah satu reaksi kerasnya
adalah sesudah Tuhan Yesus menyucikan Bait Allah dan melanjutkan
pelayanan mengajar-Nya di Bait Allah.
Lukas mencatat bahwa setelah peristiwa Tuhan Yesus mengusir
pedagang-pedagang di Bait Allah, para pemimpin agama Yahudi mulai
mencari cara untuk dapat membunuh Tuhan Yesus. Mereka merasa
dirugikan dan dilecehkan oleh ajaran-ajaran dan tindakan-tindakan Tuhan
Yesus dalam rangka menegakkan kebenaran sejati di dunia. Yang patut
dicermati, Lukas menambahkan ”orang-orang terkemuka dari bangsa
Israel” menjadi kelompok yang juga memusuhi Tuhan Yesus dan bersama
imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat berusaha membinasakan Tuhan
Yesus. Artinya, perlawanan dan penolakan terhadap Tuhan Yesus semakin
besar dan perjalanan ”menuju salib” Tuhan Yesus akan segera tiba. Tetapi
walaupun Tuhan Yesus harus menjadi sasaran rencana jahat dari
sekelompok orang, Tuhan Yesus tetap dengan setia mengajar di Bait Allah
13
setiap harinya. Bahkan Lukas mencatat bagaimana pelayanan pengajaran
Tuhan Yesus tetap terus berbuah ketika ”seluruh rakyat terpikat kepada-
Nya dan ingin mendengarkan Dia”.
Kesetiaan Tuhan Yesus melayani dalam membawa berita
keselamatan di tengah-tengah penolakan terhadap diri-Nya menjadi teladan
bagi kita semua. Tuhan Yesus sadar bahwa penolakan terhadap diri-Nya
adalah konsekuensi dari pribadi Tuhan Yesus sendiri yang adalah Allah
sejati dan kondisi dunia yang gelap. Tuhan Yesus pernah berkata bahwa
dunia akan membenci kita karena kita dipilih dan berasal dari Allah (Yoh.
15:18-19). Menjalani panggilan melayani dalam perjalanan ”menuju salib”
tidak akan pernah mulus, oleh karena itu apakah kita tetap setia kepada
pelayanan berita Injil di tengah-tengah dunia yang membenci kita? Apakah
kita tetap setia dalam panggilan melayani walaupun menerima kritik tajam
bahkan cemooh dari sekeliling kita?
Ya Tuhan, berkati pelayanan kami agat dapat terus berbuah, tolong dan
sertai kami dalam tekun menjalani panggilan pelayanan kami apapun
tantangan yang kami hadapi. Amin.
14
Hari ke-5 Senin, 23 Februari 2015
Bacaan Alkitab: Lukas 20: 1-8
”Maka kata Yesus kepada mereka:”Jika demikian, Aku juga tidak
mengatakan kepadamu dengan kuasa manakah Aku melakukan hal-hal
ini?” (Luk. 20:8)
Di tengah kebingungan para pemimpin agama Yahudi untuk
mencari cara agar dapat membunuh Tuhan Yesus, mereka memulainya
dengan menanyakan otoritas Tuhan Yesus yang melakukan pengusiran
pedagang-pedagang di Bait Allah dan pengajaran-pengajaranNya. Lukas
menggambarkan bagaimana pertanyaan ini merupakan pertanyaan resmi
dari mahkamah agama Yahudi yang merupakan otoritas tertinggi dalam
keagamaan Yahudi. Para pemimpin agama Yahudi merasa terancam
dengan apa yang Tuhan Yesus lakukan selama ini dan berusaha untuk
menjebak Tuhan Yesus.
Karena Tuhan Yesus mengetahui isi hati dan pikiran mereka yang
jahat (Luk. 5:22; 20:23), Tuhan Yesus tidak langsung memberikan
jawaban. Tetapi Ia menantang mereka untuk membuat pengakuan tentang
otoritas pelayanan Yohanes Pembaptis yang telah memberikan dampak
yang besar (Luk. 7:29-30) tetapi yang tidak diakui oleh mereka sendiri.
Hikmat Tuhan Yesus yang agung membuat mereka dalam posisi yang sulit
dalam menjawab pertanyaan Tuhan Yesus. Karena mereka lebih takut
kepada efek dari pengakuan yang harus mereka berikan, mereka lebih
memilih untuk mengatakan tidak tahu. Dengan demikian, Tuhan Yesus pun
berketetapan untuk tidak memberitahukan juga dengan otoritas dari siapa Ia
dapat melakukan semuanya itu.
15
Kembali, Tuhan Yesus menunjukkan bahwa hidup ”menuju salib”
adalah satu kekuatan, bukan kelemahan. Pada saat itu, Tuhan Yesus tahu
bahwa pelayanan-Nya mengancam pihak yang berkuasa. Namun tidak
menghalangi Tuhan Yesus dari panggilan-Nya; Ia mengajar dan
memberitakan kabar baik, sekalipun perlawanan meningkat. Ketegangan
bertambah, begitu juga komitmen Tuhan Yesus untuk tetap berjalan
menuju salib. Tuhan Yesus bukan hanya sebagai satu teladan yang baik
karena menolak untuk menyerahkan hidup yang setia pada saat-saat yang
sulit, Ia juga yang dengan Roh Kudus memampukan kita untuk terus maju,
dan tidak mudah menyerah pada keadaan yang sulit. Kalau dalam
perjalanan ”menuju salib” kita menghadapi semakin banyak tantangan dan
pergumulan, kita harus meminta kepada Roh Kudus untuk semakin
menguatkan kita, bukan sekedar meminta Bapa mengubahkan keadaan agar
semakin mudah. Ingat, perjalanan ”menuju salib” adalah satu kekuatan,
bukan kelemahan.
Tuhan Yesus, terima kasih karena telah menunjukkan kepada kami
bagaimana hidup yang setia dan kuat dalam menghadapi kesulitan.
Ya, Roh Kudus, tolong dan memampukan kami untuk menjalaninya.
Amin.
16
Hari ke-6 Selasa, 24 Februari 2015
Bacaan Alkitab: Lukas 20: 9-16
”Ia akan datang dan membinasakan penggarap-penggarap itu, dan
mempercayakan kebun anggur itu kepada orang-orang lain.” (Luk.
20:16a)
Tuhan Yesus memberikan sebuah perumpamaan kepada orang
banyak tentang penggarap-penggarap kebun anggur yang menolak
memberikan hasil kebunnya dan membunuh para utusan pemilik kebun.
Pemilik kebun anggur adalah gambaran Allah sebagai pencipta dan pemilik
alam semesta. Penggarap-penggarap kebun adalah pemimpin-pemimpin
agama yang dipercaya untuk melayani atau menggembalakan umat Allah.
Sedangkan hamba-hamba utusan itu adalah para nabi yang diutus oleh
Allah dan anak yang dikasihi adalah Tuhan Yesus.
Penggarap-penggarap kebun memiliki kewajiban untuk membayar
uang sewa kepada pemilik kebun. Oleh karena itu, pemilik kebun mengutus
hamba-hambanya untuk menagih uang sewa tersebut. Tetapi para
penggarap kebun memilih untuk melukai hamba-hamba tersebut dan
menolak memberikan sebagain hasil dari kebunnya. Hingga akhirnya
pemilik kebun anggur mengutus anaknya yang dikasihi dengan harapan
diterima dan disegani oleh para penggarap kebun. Tetapi kali ini si anak
sebagai ahli waris menerima perlakuan yang lebih buruk dengan dibunuh
dan para penggarap kebun berharap kebun anggur itu jatuh ke tangan
mereka.
Melalui perumpamaan ini, Tuhan Yesus mau menggambarkan
kenyataan yang terjadi di antara bangsa Israel dan para pemimpin agama
17
Yahudi. Di sepanjang sejarah, Allah telah banyak mengutus nabi-nabi
kepada umat-Nya tetapi mereka tidak didengarkan bahkan ditolak. Dan
hingga pada saat itu, Tuhan Yesus yang datang sebagai Anak Allah pun
juga ditolak bahkan akan dibunuh oleh para pemimpin agama. Hingga pada
akhirnya, Tuhan Yesus memberikan peringatan bahwa Allah berdaulat
untuk ”membuang” para pemimpin agama yang tidak menjalankan tugas
dan fungsi mereka sebagaimana mestinya. Para pemimpin agama
menganggap bahwa dunia ada untuk menjadi milik mereka dan melayani
mereka.
Kita pun akan mudah jatuh kepada kesalahan yang sama dengan
para pemimpin agama Yahudi. Segala berkat yang Tuhan berikan, kita
simpan untuk diri sendiri tanpa pernah digunakan untuk kemuliaan Tuhan.
Pelayanan yang dipercayakan kepada kita dengan mudahnya kita ubah
untuk melayani diri sendiri dan mencari kehormatan darinya, bukan untuk
umat Allah dan Allah sendiri. Kita harus ingat, Allah akan meminta
pertanggungjawaban atas segala perbuatan kita pada saat penghakiman
terakhir (2 Kor. 5:10). Kesetiaan kita dalam ”menuju salib” adalah
kesetiaan kita dalam melakukan kehendak Allah. Mana yang kita pilih,
setia melakukan kehendak-Nya dalam perjalanan ”menuju salib” ini atau
menanggung murka Allah dan terbuang dari kebun anggur-Nya?
Tuhan, jadikan kami orang Kristen yang sesuai dengan yang Engkau
kehendaki, dan ajarilah kami untuk mengucap syukur dan menggunakan
berkat-berkatMu untuk kemuliaan nama-Mu. Amin.
18
Hari ke-7 Rabu, 25 Februari 2015
Bacaan Alkitab: Lukas 20: 17-19
”Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu
penjuru?” (Luk. 20:17)
Para pemimpin agama Yahudi melihat Tuhan Yesus sebagai
ancaman bagi ajaran-ajaran dan praktek-praktek keagamaan mereka.
Mereka memandang Tuhan Yesus sebagai seseorang yang membawa
ajaran sesat, menggunakan kuasa gelap dalam melakukan mujizat, dan
seseorang yang terus menghujat Allah. Oleh karena itu, mereka merasa diri
benar, dihormati oleh orang banyak dan akan mendapatkan pujian dari
Allah ketika mereka menolak dan berhasil membinasakan Yesus.
Tetapi Yesus tahu perjalanan menuju salib-Nya tidak berakhir di
kayu salib semata, Ia akan bangkit. Melalu kebangkitan-Nya, Yesus
memproklamirkan diri-Nya bahwa Ia adalah batu penjuru yang sangat
ditinggikan oleh Allah Bapa, karena Ia adalah pribadi yang berkenan
kepada Bapa, dikasihi oleh Bapa dan taat kepada Bapa. Tuhan Yesus yang
semula ditolak oleh para pemimpin agama, justru diterima dan dimuliakan
oleh Allah. Konteks asli dari kutipan Yesus ini dalam Maz. 118:22
merupakan ucapan syukur pemazmur karena Allah telah meninggikan ia
ke tempat yang tertinggi mengatasi para musuhnya. Demikian juga dengan
Tuhan Yesus, Bapa meninggikan Ia ke tempat yang tertinggi dan termulia
mengalahkan musuh-musuh-Nya dan mengalahkan hukuman dosa.
Posisi Tuhan Yesus yang tertinggi dan termulia ini akan
menempatkan diri-Nya menjadi Hakim yang Agung untuk menghakimi
semua orang, termasuk musuh-musuh atau orang-orang yang pernah
19
menolak-Nya. Mereka akan dihukum setimpal dengan perbuatan mereka
seperti batu penjuru yang akan meremukkan mereka ketika mereka jatuh
ke atas batu ataupun ketika batu itu jatuh menimpa mereka. Tidak akan ada
orang fasik yang tahan berdiri di hadapan tahta penghakiman Kristus pada
saat kedatangan-Nya yang kedua kalinya (Mzm. 1:5).
Inilah pengharapan bagi kita sebagai orang-orang percaya. Kita
memiliki pengharapan akan janji-janji mulia Tuhan Yesus akan
kebangkitan dan kemenangan kita. Kita akan dibangkitkan bersama-sama
dengan Dia dan bahkan akan bersama-sama dengan Dia ikut menghakimi
dunia (1 Kor. 6:2-3). Pengharapan ini yang menjadi kekuatan kita untuk
dengan tekun dan setia menjalani kehidupan ”menuju salib” yang tidak
mulus. Mungkin dalam ketekunan dan kesetiaan kita memegang teguh
iman kepada Yesus, kita mendapatkan banyak cemooh, hinaan, penolakan
dan aniaya dari orang-orang sekitar. Tapi ingatlah, Tuhan Yesus sang
Hakim Agung akan membawa keadilan sejati di tengah-tengah dunia ini.
Terima kasih, ya Tuhan, untuk pengharapan kebangkitan dan kemenangan
yang menyertai kami dalam perjuangan menuju salib ini. Amin.
20
Hari ke-8 Kamis, 26 Februari 2015
Bacaan Alkitab: Lukas 20: 20-26
”Tetapi Yesus mengetahui maksud mereka yang licik itu,” (Luk. 20:23a)
Setelah ”ditelanjangi” habis-habisan oleh Tuhan Yesus di depan
orang banyak, hati para pemimpin agama semakin panas dan semakin
besar niatan mereka untuk menangkap Tuhan Yesus. Kali ini mereka
mencoba satu taktik baru untuk menjerat Tuhan Yesus. Mereka
menyusupkan beberapa orang untuk bertingkah seperti layaknya pengikut
Tuhan Yesus dan memberikan pertanyaan yang sulit perihal membayar
pajak. Isu membayar pajak kepada Kaisar menjadi isu yang sensitif, karena
orang Yahudi dipaksa untuk membayar pajak kepada penjajah. Mereka
berharap Tuhan Yesus terjerat dengan pertanyaan ini dan menjadi alasan
untuk menyerahkan Tuhan Yesus kepada penguasa untuk dibunuh.
Tetapi sekali lagi, hikmat Tuhan Yesus yang agung dapat
mengenali isi hati dan pikiran mereka yang tidak kelihatan, walaupun
mereka ”dibungkus” agar terlihat jujur dan benar. Walaupun menjadi isu
yang sensitif, dari jawaban-Nya, Tuhan Yesus menegaskan bahwa tidak
ada pemisahan antara urusan negara dengan urusan keagamaan dalam hal
kewajiban membayar pajak. Sebagai umat Tuhan, kita dipanggil dan wajib
untuk tunduk dan taat kepada pemerintahan yang ada. Sama halnya dengan
kematian yang akan dihadapi oleh Tuhan Yesus, para pemimpin agama
pun menginginkan kematian Tuhan Yesus. Tuhan Yesus sendiri sedang
menjelang kematian-Nya dalam perjalanan menuju salib. Sama-sama
berujung kepada kematian, tetapi berbeda dalam tujuan atau motivasi.
Tuhan Yesus dapat mengenali pemisahan atau perbedaan motivasi
21
orang-orang yang bertanya kepada Dia. Pertanyaan mereka dibekali oleh
para pemimpin agama untuk mencari kesalahan Tuhan Yesus sehingga
dapat membunuh Dia. Motivasi para pemimpin agama adalah
menyelamatkan diri mereka sendiri. Sedangkan Tuhan Yesus berjalan
menuju salib mengorbankan diri-Nya sendiri untuk menyelamatkan dunia.
Pada saat Tuhan Yesus mati, para pemimpin agama mungkin merasakan
kemenangan karena berhasil. Tetapi pada saat yang bersamaan pula, Tuhan
Yesus sebenarnya yang mendapatkan kemenangan sejati karena Ia
ditinggikan dan dimuliakan oleh Bapa di atas kayu salib.
Dalam kehidupan sehari-hari pun, setiap orang memiliki beragam
motivasi dalam mengerjakan sesuatu. Orang-orang yang bekerja bisa
dengan motivasi mencari uang, mencari pengakuan dari orang lain,
mendapatkan status sosial yang lebih tinggi, dan lain-lain. Dalam gereja
pun, kita bisa memiliki banyak motivasi dalam menjalankan kegiatan
gerejawi. Ada orang yang melayani supaya dipandang rohani, dipaksa
orang lain, mencari kedudukan di gereja, mendapatkan pujian dan lain-
lain. Tetapi seharusnya motivasi pelayanan kita adalah karena cinta kepada
Tuhan dan umat-Nya. Motivasi kita dalam perjalanan ”menuju salib” harus
berdasarkan pengorbanan diri seperti Tuhan Yesus yang mengorbankan
diri-Nya sendiri. Bukan untuk keuntungan pribadi. Jadi, apa motivasi Anda
dalam beribadah? Apa motivasi Anda dalam pelayanan? Bahkan apa
motivasi Anda dalam berdoa, membaca Alkitab dan membaca renungan
lenten pada hari ini?
Ya Tuhan, ampuni kami jikalau dalam kegiatan keagamaan, kami memiliki
motivasi selain kasih dan pengorbanan. Berikan kami motivasi yang murni
dan hanya tertuju kepada-Mu saja, Amin.
22
Hari ke-9 Jumat, 27 Februari 2015
Bacaan Alkitab: Lukas 20: 27-40
”Ia bukan Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup, sebab di
hadapan Dia semua orang hidup.” (Luk. 20: 38)
Setelah para ahli Taurat dan imam-imam kepala, Lukas mencatat
giliran orang-orang Saduki yang mengajukan pertanyaan yang sulit. Niat
mereka hampir sama dengan para pimpinan agama lainnya yaitu untuk
mencari kesalahan dalam diri Tuhan Yesus, tetapi kali ini mereka
mengajukan suatu pertanyaan yang lebih teologis dibandingkan sebelum-
sebelumnya. Mereka menanyakan kondisi kehidupan sesorang setelah
kematian.
Pada dasarnya orang Saduki tidak percaya kepada konsep
kehidupan setelah kematian. Mereka berpegang teguh kepada ajaran-ajaran
dalam kitab-kitab Musa (Pentateukh), dan menolak tradisi-tradisi oral yang
dipegang teguh juga oleh orang-orang Farisi. Oleh karena itu, pertanyaan
mereka berpijak dari hukum Musa dan dikaitkan dengan kebangkitan. Inti
dari pertanyaan mereka adalah mereka ingin menghadapkan Tuhan Yesus
pada dilema antara kebangkitan dan hukum Musa tentang perkawinan.
Tuhan Yesus sebagai Juruselamat yang membawa kebangkitan
dan hidup kekal menjelaskan bahwa kehidupan setelah kematian akan
berbeda jauh dengan kehidupan di dunia. Ikatan perkawinan hanya ada di
dalam dunia untuk menjaga keberlangsungan kehidupan di dunia.
Sedangkan dalam kehidupan setelah kematian, orang-orang akan menjadi
seperti malaikat dan tidak akan mengalami kematian lagi. Tetapi Tuhan
Yesus mengatakan bahwa tidak semua orang akan menerima kebangkitan
23
ini, hanya bagi orang-orang yang ”dianggap layak”, yaitu mereka yang
dalam kehidupannya di dunia ini selalu hidup di hadapan Allah. Karena
Allah adalah Allah bagi orang-orang yang hidup, maka semua orang yang
hidup di hadapan Allah (dalam hidup di dunia ini) ketika mereka mati akan
dibangkitkan dan terus hidup di hadapan Allah.
Dalam perjalanan menuju salib yang berujung kepada kematian,
Tuhan Yesus sebenarnya membawa hidup yang kekal bagi mereka yang
mau menerima dan percaya kepada-Nya. Kebangkitan hanya diterima bagi
mereka yang dalam sepanjang kehidupannya selalu hidup di hadapan
Allah. Hidup di hadapan Allah berarti menyadari bahwa Allah hadir 24
jam dalam setiap kehidupan kita dan kita menjaga kekudusan hidup ini.
Hidup di hadapan Allah berarti menikmati sekaligus menaati Allah dalam
kehidupan kita. Inilah panggilan kita dalam ”menuju salib”, yaitu
menjalani hidup di hadapan Allah.
Kami memuji Engkau, ya Tuhan Yesus, untuk hidup kekal yang Kau
tanamkan dalam diri kami. Mohon mampukan kami dalam kehidupan ini
agar kami selalu hidup di hadapan-Mu. Amin.
24
Hari ke-10 Sabtu, 28 Februari 2015
Bacaan Alkitab: Lukas 20: 41-44
”Jadi Daud menyebut Dia Tuannya, bagaimana mungkin Ia anaknya
pula?” (Luk. 20:44).
Setelah diajukan pertanyaan yang bertubi-tubi dari para pemimpin
agama, sekarang giliran Tuhan Yesus yang mengajukan suatu pertanyaan.
Kalau selama ini para pemimpin agama bertanya kepada Yesus dengan
motivasi untuk menjatuhkan Dia, tetapi pertanyaan Tuhan Yesus bukan
dengan motivasi menjatuhkan lawan-lawanNya, melainkan meluruskan
pandangan yang salah selama ini. Tuhan Yesus meluruskan pandangan
yang salah tentang identitas-Nya sendiri.
Bangsa Israel selalu menantikan penggenapan janji akan hadirnya
Raja atau Mesias di tengah-tengah mereka yang berasal dari keturunan
Daud. Mereka merindukan agar bangsa Israel dapat mencapai kembali
kejayaan seperti yang pernah dicapai oleh Daud pada masa
pemerintahannya. Mereka merindukan sesosok Mesias yang setidaknya
sama seperti Daud sebagai raja terbesar dan tersukses dalam sejarah
kerajaan Israel. Tapi Daud menyadari bahwa Mesias yang akan datang dari
keturunannya akan lebih besar dari dirinya sendiri, karena Daud
menyebut-Nya sebagai ”Tuanku” (Mzm. 110:1). Mesias ini akan memiliki
kedudukan yang terhormat dan memiliki kekuasaan dan otoritas yang
sama dengan Allah, karena Ia duduk di sebelah kanan Allah.
Ayat ini dikutip oleh Tuhan Yesus untuk menunjuk kepada diri-
Nya. Petrus sendiri ketika berkotbah setelah peristiwa Pentakosta juga
menunjuk kepada sosok Tuhan Yesus ketika mengutip ayat ini (Kis. 2:29-
25
36). Tuhan Yesus datang sebagai Raja dan Mesias yang jauh lebih besar
dari pada Daud, karena Ia adalah Allah. Tuhan Yesus datang untuk
mengerjakan sesuatu yang jauh lebih agung dari yang Daud telah kerjakan,
yaitu membawa pembebasan dari penjajahan dosa bagi umat-Nya. Bahkan
Tuhan Yesus akan membawa kemenangan yang jauh lebih sempurna dari
pada kemenangan-kemenangan yang Daud raih, karena kemenangan-Nya
untuk selama-lamanya.
Dalam perjalanan-Nya menuju salib yang penuh kehinaan, Tuhan
Yesus adalah pribadi yang paling mulia. Dalam pelayanan-Nya, Tuhan
Yesus menantang orang-orang di sekitar-Nya untuk menjadi pengikut-Nya
ketimbang pengikut mujizat-mujizatNya. Bagaimana dengan kita? Apakah
dalam perjalanan ”menuju salib” ini kita memiliki pandangan yang benar
tentang Tuhan Yesus? Rindukah pikiran kita terus diubahkan semakin
serupa dengan pikiran Tuhan Yesus dengan membaca Alkitab,
mendengarkan kotbah, dan berdoa? Apakah selama ini kita menjadi
pencari setia kehendak-Nya atau mujizat-Nya? Lukas mencatat bagian ini
untuk menjadi refleksi bagi pembacanya dengan tidak mencatat reaksi dari
para pemimpin agama. Oleh karena itu, mari kita sama-sama ber-refleksi
dengan pertanyaan-pertanyaan di atas.
Ya Tuhan, ampuni kami dan mampukan kami untuk menjadi pengikut
sejati-Mu tanpa mencari keuntungan bagi diri kamu sendiri. Amin.
26
Hari ke-11 Senin, 2 Maret 2015
Bacaan Alkitab: Lukas 20: 45-47
”Waspadalah terhadap ahli-ahli Taurat ... Mereka pasti akan menerima
hukuman yang lebih berat.” (Luk. 20: 45a, 47b)
Dalam kisah penciptaan, Allah menciptakan dunia dan manusia
dengan tujuan yang baik dan mulia. Allah rindu agar semua ciptaan-Nya
dapat menikmati dan memuliakan Dia. Tetapi karena dosa, dunia
menggeser tujuan yang semula ditetapkan oleh Allah menjadi menikmati
dan memuliakan diri sendiri. Semenjak itu, dunia menawarkan dan
mewajibkan manusia untuk mengejar kehormatan sendiri dan keuntungan
pribadi ketimbang kehormatan dan kemuliaan Allah.
Kali ini Tuhan Yesus memberikan peringatan kepada orang
banyak untuk waspada terhadap ahli-ahli Taurat. Jubah panjang yang
mereka kenakan adalah jubah mahal yang tidak dapat terbeli untuk
kalangan orang-orang pekerja biasa. Mereka terbiasa dan suka menerima
penghormatan di mana pun mereka berada, baik di keramaian seperti di
pasar, atau pun mendapatkan posisi terhormat dalam rumah ibadat dan
perjamuan makan. Tetapi penghormatan yang diterima pun tidak sesuai
dengan kehidupan mereka. Dalam hubungan dengan sesama, para janda
diperas habis-habisan oleh mereka sewaktu mereka membela perkara
kaum yang lemah ini. Dalam hubungan dengan Allah, doa mereka lebih
mementingkan panjangnya kata-kata dibandingkan kesungguhan hati
mereka, agar terlihat rohani di mata orang lain. Tuhan Yesus mengakhiri
dengan mengatakan bahwa mereka akan menerima hukuman setimpal
dengan penghormatan atau kemunafikan mereka. Semakin banyak
27
penghormatan yang mereka terima atau kemunafikan yang mereka
lakukan, semakin berat hukuman yang mereka terima.
Kehidupan Tuhan Yesus berbanding terbalik dengan kehidupan
ahli-ahli Taurat. Tuhan Yesus tidak mencari kehormatan dalam perjalanan
menuju salib, walaupun Ia adalah pribadi yang terhormat dan termulia.
Tuhan Yesus tidak memeras, tetapi berbelas kasihan terhadap kaum yang
lemah. Tuhan Yesus memiliki hubungan yang intim dengan Allah Bapa
dalam kehidupan doa-Nya. Semuanya itu dilakukan tanpa kemunafikan
dan hati yang murni dengan mencari kehormatan dan kemuliaan Allah
Bapa.
Bagaimana dengan kita? Untuk kehormatan siapakah kita
melayani di gereja? Untuk kehormatan siapakah kita berbuat baik kepada
sesama? Untuk kehormatan siapakah kita menjalankan praktek-praktek
keagamaan kita? Tuhan Yesus menantang kita dalam ”menuju salib” untuk
melawan arus dunia dalam perihal mencari kehormatan. Kehormatan dan
kemuliaan hanya diberikan kepada yang sungguh-sungguh pantas
menerimanya, yaitu Allah Tritunggal.
Tuhan, ampuni kami jikalau dalam kehidupan, kami hanya mencari
kehormatan untuk diri sendiri. Biarlah segala kehormatan dan kemuliaan
hanya untuk Tuhan. Amin.
28
Hari ke-12 Selasa, 3 Maret 2015
Bacaan Alkitab: Lukas 21: 1-4
”Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya,
tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh
nafkahnya.” (Luk. 21: 4).
Setelah memberikan peringatan tentang bahaya ahli-ahli Taurat
yang hanya mencari kehormatan sendiri, Tuhan Yesus memberikan satu
pengajaran tentang makna terpenting dalam kehidupan ini, yaitu memberi.
Di dalam bait Allah, Tuhan Yesus memperhatikan orang-orang yang
memberikan persembahan mereka ke dalam peti persembahan. Orang-
orang kaya biasanya memberikan persembahan dalam jumlah yang besar
untuk keperluan-keperluan bait Allah.
Tetapi perhatian Tuhan Yesus jatuh kepada seorang janda yang
ikut memberikan persembahan. Lukas memberikan penegasan, selain
status sosialnya sebagai kaum yang lemah, kondisi keuangannya pun
lemah. Ia memasukkan dua peser yang merupakan satuan terkecil dari
uang pada masa itu. Jika dibandingkan dengan orang-orang kaya, jumlah
persembahan si janda miskin tidak ada artinya. Tetapi Tuhan Yesus lebih
memilih untuk memuji tindakan si janda miskin. Orang-orang kaya dan si
janda miskin sama-sama memberi, tetapi perbedaanya bukan hanya pada
jumlah yang diberikan, melainkan yang terpenting adalah jumlah yang
tersisa dari mereka.
Tuhan Yesus tidak memandang remeh pemberian yang diberikan
dari kelimpahan, tetapi jauh lebih bermakna adalah pemberian yang keluar
dari hati yang mau berkorban dan bersandar kepada Allah. Pengorbanan si
29
janda miskin yang ingin memberikan yang terbaik kepada Allah dengan
memberikan apa yang ia punya, itulah sikap hati yang dipuji oleh Tuhan
Yesus, karena esensi memberi adalah pengorbanan. Dalam kisah ini,
Tuhan Yesus mengkritisi motivasi orang-orang yang memberi untuk
mencari, tetapi memberi harus dengan suatu pengorbanan.
Bentuk pemberian Tuhan Yesus terbesar dalam menuju salib
adalah Ia mengorbankan diri-Nya untuk kita. Teladan pengorbanan inilah
yang Tuhan Yesus kehendaki untuk dimiliki orang-orang percaya. Akibat
dosa, kecenderungan manusia untuk memberi bertujuan untuk diri sendiri.
Kita harus belajar dalam perjalanan ”menuju salib” ini untuk selalu
berkorban dalam memberi. Relakah kita jika dalam memberi, kita tidak
mendapatkan pujian dari orang lain? Siapkah kita jika dalam memberi, kita
menerima cemooh dari orang lain? Bisakah kita belajar untuk memberi
tanpa diketahui oleh orang lain? Maukah kita dalam memberi, kita
menyandarkan diri kita kepada Tuhan?
Tuhan Yesus, terima kasih untuk pengorbanan-Mu yang besar kepada
kami. Tolong kami untuk belajar memberi dengan pengorbanan seperti
yang Kaukehendaki. Amin.
30
Hari ke-13 Rabu, 4 Maret 2015
Bacaan Alkitab: Lukas 21: 5-6
”Apa yang kamu lihat di situ -- akan datang harinya di mana tidak ada
satu batu pun yang akan dibiarkan terletak di atas batu yang lain;
semuanya akan diruntuhkan.” (Luk. 21: 6)
Mulai perikop ini dan seterusnya, kita melihat Tuhan Yesus
mengakhiri pengajaran-pengajaranNya di Bait Allah dengan kotbah
tentang akhir zaman. Matius dan Markus juga memulai perikop ini sebagai
pembuka kotbah Tuhan Yesus tentang akhir zaman. Tuhan Yesus
memulainya dengan nubuatan perihal apa yang akan terjadi pada bait
Allah yang sedang Ia tempati ini. Bait Allah yang megah dan indah ini
akan mengalami kehancuran.
Bait Allah yang digunakan oleh Tuhan Yesus untuk mengajar
adalah Bait Allah yang dibangun oleh Herodes. Bangunan ini merupakan
penyempurnaan dari Bait Allah yang dibangun oleh orang-orang Israel
yang kembali dari pembuangan. Bait Allah yang didirikan oleh Herodes
ini jauh lebih besar dan megah dari Bait Allah yang dibangun oleh
Salomo. Kemegahan dan kebesaran Bait Allah ini dapat kita bayangkan
ketika kita mengetahui motivasi yang tersembunyi dari hati Herodes pada
saat itu, yaitu mengambil hati orang-orang Israel demi terciptanya
perdamaian antara Israel dan Romawi. Lukas menggambarkan bagaimana
orang-orang mengagumi Bait Allah yang dibangun dengan batu-batu yang
indah dan berbagai barang persembahan.
Tetapi bagi Tuhan Yesus segala keindahan Bait Allah yang ada
tidaklah berguna kalau hati umat-Nya jauh dari Allah atau bahkan menolak
31
kehadiran diri-Nya. Bait Allah dengan segala kemegahannya akan
dihancurkan karena kebutaan dan kebobrokan spiritualitas umat-Nya. Bagi
Tuhan Yesus, perjalanan menuju salib-Nya bertujuan untuk membawa
pembaharuan spiritual, bukan fisikal. Orang-orangnya lebih penting dari
pada bangunannya. Hatinya lebih penting dari pada tampak luarnya.
Perjalanan kita dalam ”menuju salib” pun rentan untuk jatuh ke
dalam hal yang sama. Kita bisa lebih mementingkan hal-hal yang lahiriah
dibandingkan yang rohaniah. Tempat kediaman kita diatur dengan indah,
tetapi tidak ada kedamaian di tengah-tengah keluarga. Tubuh kita hadir di
ruangan ibadah, tetapi pikiran dan hati kita bisa melayang-layang.
Pelayanan kita bisa ditata dengan baik dan rapi, tetapi motivasinya untuk
diri sendiri. Apa yang Tuhan Yesus cari dan kehendaki? Yang Tuhan
Yesus cari dan kehendaki adalah hati yang mendekat pada hati-Nya,
karena yang tidak kelihatan lebih bernilai kekal dibandingkan yang
kelihatan (2 Kor. 4:18).
Tuhan tolong bukakan mata kami untuk mengutamakan hal-hal yang tidak
kelihatan ketimbang hal-hal yang kelihatan semata. Amin.
32
Hari ke-14 Kamis, 5 Maret 2015
Bacaan Alkitab: Lukas 21: 7-8
”Jawab-Nya:”Waspadalah, supaya kamu jangan disesatkan.” (Luk.
21:8a)
Ketika mendengar bahwa Bait Allah akan dihancurkan, murid-
murid Tuhan Yesus spontan bertanya kapan peristiwa itu akan terjadi. Bait
Allah adalah kebanggaan dan pusat kegiatan spiritualitas orang-orang
Yahudi. Bangunan ini sangat penting karena menjadi tempat kehadiran
Allah dan tempat berjumpanya Allah dengan umat-Nya. Jika Tuhan Yesus
menubuatkan kehancuran Bait Allah, maka bagi orang-orang Yahudi
peristiwa hancurnya Bait Allah merupakan akhir dari dunia ini.
Orang-orang Yahudi percaya akan ada tanda-tanda yang
mendahului sebelum terjadinya akhir jaman. Maka tak heran, murid-murid
Tuhan Yesus pun bertanya pertanyaan beritkutnya, yaitu perihal tanda-
tanda peristiwa akhir jaman. Tetapi Tuhan Yesus tidak menjawab langsung
pertanyaan mereka perihal tanda-tanda yang akan terjadi. Tuhan Yesus
mengkoreksi pemahaman murid-murid bahwa peristiwa kehancuran Bait
Allah tidak sama dengan peristiwa akhir jaman. Nubuatan Tuhan Yesus
terbukti ketika sejarah mencatat bahwa Bait Allah dihancurkan pada tahun
70 Masehi oleh bangsa Romawi. Dan semenjak itu, dunia masih ada dan
berjalan hingga sekarang.
Tetapi sebelum Tuhan Yesus menjelaskan tanda-tanda menjelang
akhir jaman, Tuhan Yesus memberikan peringatan penting terlebih dahulu
tentang bahaya penyesatan yang akan terjadi. Akan banyak penyesat yang
mengatasnamakan otoritas Allah untuk perkataan-perkataan mereka,
33
bahkan mereka mengklaim diri mereka sebagai ”Kristus”. Penyesat-
penyesat mengklaim mampu memprediksi bahkan mengetahui dengan
tepat kapan terjadinya peristiwa akhir jaman. Orang-orang seperti ini akan
menarik perhatian banyak orang untuk menjadi pengikut mereka. Perihal
penyesatan ini, Tuhan Yesus menegaskan, ”Waspadalah, supaya kamu
jangan disesatkan.”
Peringatan Tuhan Yesus ini penting untuk diperhatikan oleh
orang-orang percaya. Tuhan Yesus mengindikasikan bahwa orang-orang
percaya bisa dipengaruhi oleh ajaran sesat ini jikalau kita tidak waspada.
Tuhan Yesus menegaskan tak seorang pun yang tahu kapan peristiwa ini
akan terjadi, selain Allah Bapa (Mrk. 13:32). Orang-orang percaya harus
berpegang teguh pada perkataan Tuhan Yesus sebagai tuntunan kehidupan
ini. Alkitab yang adalah firman Allah menjadi sumber tolok ukur kita
dalam menerima pengajaran-pengajaran di dunia ini. ”Menuju-salib”
bukanlah bertujuan untuk mereka-reka apa yang bukan menjadi bagian
kita. ”Menuju-salib” adalah suatu perjalanan yang penuh kewaspadaan.
Kewaspadaan dalam menghadapi pengajaran yang tidak sesuai dengan
firman Allah. Kewaspadaan yang terbangun ketika kita bertekun di dalam
firman Allah.
Tuhan, tolong kami supaya kami terus bertekun di dalam firman dan
pengajaran-Mu, sehingga dengan demikian kami tidak mudah untuk
tersesat. Amin.
34
Hari ke 15 Jumat, 6 Maret 2015
Bacaan Alkitab: Lukas 21: 9-11
”Janganlah kamu terkejut. Sebab semuanya itu harus terjadi dahulu,
tetapi itu tidak berarti kesudahannya akan datang segera.” (Luk. 21: 9b).
Setelah memberikan peringatan akan bahaya penyesatan, Tuhan
Yesus mulai memberikan jawaban atas pertanyaan murid-murid terkait
dengan tanda-tanda. Tanda-tanda yang Tuhan Yesus jabarkan adalah
perang, gempa bumi, wabah penyakit, kelaparan dan tanda-tanda dari
langit. Di sepanjang Perjanjian Lama, kita banyak menemukan tanda-tanda
ini menjadi suatu nubuatan para nabi terkait dengan maksud tertentu.
Misalnya wabah kelaparan yang dimimpikan oleh Firaun dan diartikan
oleh Yusuf sehingga menjadikan dia sebagai penguasa Mesir. Atau ketika
bangsa Mesir ditimpa tulah-tulah dari Allah agar bangsa Israel dibebaskan.
Tetapi kali ini Tuhan Yesus tidak menjelaskan arti dari tanda-
tanda yang disebutkan-Nya. Tanda-tanda tersebut bukanlah belum pernah
terjadi sebelumnya, dan baru akan terjadi setelah Yesus mengatakannya.
Peperangan pernah terjadi, misalnya ketika bangsa Israel harus membasmi
bangsa-bangsa Kanaan untuk ditempati tanahnya. Gempa bumi sering
tejadi ketika Allah melancarkan penghakiman-Nya terhadap orang-orang
yang durhaka. Tanda-tanda dari langit pernah Allah berikan ketika Ia tidak
menurunkan hujan selama 3 ½ tahun atas permintaan nabi Elia. Semuanya
itu sudah terjadi jauh sebelum Tuhan Yesus datang ke dunia.
Bagi Tuhan Yesus, tanda-tanda tersebut bukanlah tanda-tanda
akhir jaman atau tanda-tanda kedatangan-Nya yang kali kedua. Semuanya
itu masih terjadi dan akan terus terjadi selama dosa masih merajalela di
35
dunia. Beberapa tanda dapat terjadi karena konsekuensi langsung dari dosa
manusia. Atau bisa juga penghakiman Allah dan maksud Allah untuk
menyatakan kehendak-Nya. Walaupun Tuhan Yesus tidak menjelaskan arti
tanda-tanda ini, Tuhan Yesus memberikan nasihat kepada murid-
muridNya untuk tidak terkejut dan takut ketika tanda-tanda ini terjadi,
karena segala sesuatu masih berada di dalam kendali Allah.
Tuhan Yesus berjalan menuju salib tanpa suatu ketidakberdayaan
yang menjadikan-Nya di posisi yang lemah. Bahkan dunia tidak terlepas
dari genggaman tangan-Nya ketika Ia naik dan mati di kayu salib. Sebagai
Allah, Ia memegang kendali penuh atas sejarah dan keberlangsungan
dunia. Penulis Ibrani menyadari ini dan mencatat bahwa Yesus lah yang
”menopang segala yang ada dengan firman-Nya” (Ibr. 1:3). Sebagai anak-
anak Allah, sungguhkah kita mempercayai hal ini? Tahukah kita bahwa
segala sesuatu yang terjadi di dunia ini selalu dalam kendali Allah?
Sadarkah kita bahwa dalam ”menuju salib” kita terus berada di dalam
genggaman tangan-Nya tanpa terlepas sedikitpun? Serahkanlah segala
kekuatiran dan ketakutan kita kepada Tuhan Yesus, karena Ia selalu
mempunyai rencana yang indah untuk anak-anakNya.
Terima kasih ya Tuhan, kalau Engkau tetap setia memegang kendali untuk
apa yang terjadi atas kehidupan kami. Tolong kami untuk tetap berserah
kepada-Mu sambil menantikan penggenapan janji-janjiMu. Amin.
36
Hari ke 16 Sabtu, 7 Maret 2015
Bacaan Alkitab: Lukas 21: 12-19
”Kalau kamu tetap bertahan, kamu akan memperoleh hidupmu.” (Luk.
21:19)
Setelah menjelaskan tanda-tanda kekacauan kosmik yang akan
terjadi, Tuhan Yesus memberikan satu nubuatan yang akan terjadi segera
setelah Ia naik ke surga, yaitu penganiayaan gereja. Ia menyadari, akibat
dosa, dunia akan menolak kedatangan diri-Nya. Dunia akan memandang
ajaran-Nya sebagai ajaran sesat dan bahkan akan membinasakan Dia.
Setelah berhasil membinasakan Tuhan Yesus, dunia akan mengalihkan
perhatiannya kepada murid-muridNya. Mereka pun tidak akan luput dari
penganiayaan dan pembinasaan oleh dunia.
Tuhan Yesus menggambarkan apa yang akan terjadi kepada
murid-muridNya. Mereka akan dianiaya, ditangkap dan diserahkan ke
rumah-rumah ibadat, penjara-penjara bahkan kepada para penguasa.
”Rumah-rumah ibadat” melambangkan bahwa penganiayaan akan berasal
dari orang-orang Yahudi sendiri (khususnya para pemimpin agama),
karena mereka adalah penguasa rumah-rumah ibadat. Sedangkan ”penjara-
penjara, raja-raja dan penguasa-penguasa” melambangkan bahwa
penganiayaan juga akan berasal dari orang-orang non Yahudi. Tidak hanya
dari pihak luar, dari pihak terdekat pun seperti keluarga juga akan
menyerahkan mereka untuk dianiaya. Ini berarti bahwa mereka akan
dibenci oleh banyak orang dan akan mengalami penganiayaan yang berat
karena nama Tuhan Yesus.
Tetapi karena Tuhan Yesus memegang kendali atas seluruh
ciptaan-Nya, maka Ia pun tetap menyertai murid-muridNya ketika mereka
37
harus memberikan pertanggung jawaban kepada para penguasa. Ia akan
menolong dan memberikan hikmat kepada mereka dalam memberikan
jawaban, bahkan Ia akan menggunakan kesempatan tersebut untuk
menjadikan mereka saksi Kristus. Penyertaan dan pertolongan Tuhan
Yesus kepada murid-muridNya tidak memberikan jaminan bahwa mereka
semua akan selamat, karena sebagian dari mereka akan mati dibunuh.
Tetapi Tuhan Yesus memberikan jaminan bahwa mereka tetap dalam
genggaman tangan-Nya dan akan menerima kehidupan kekal jika mereka
tetap teguh dan bertahan.
Tujuan utama Tuhan Yesus menuju salib adalah untuk
menganugerahkan keselamatan sejati, bukan sekedar keselamatan duniawi.
Akibat dosa, pengikut Kristus akan menghadapi berbagai macam
penganiayaan. Walaupun Tuhan Yesus tidak pernah berjanji untuk
meloloskan mereka dari penganiayaan setiap saat, tetapi Ia berjanji untuk
menyertai mereka dalam menghadapi setiap penganiayaan. Demikian juga
dengan kita, sebagai pengikut Kristus, kita pun tidak luput dari
penganiayaan dalam ”menuju-salib”. Kita bisa dimusuhi oleh keluarga
karena memilih Kristus. Kita bisa mengalami tekanan dalam beribadah
dari orang-orang sekitar. Bahkan di daerah tertentu, banyak orang Kristen
yang harus kehilangan nyawa mereka karena mempertahankan iman. Yang
Tuhan Yesus minta adalah agar kita tetap bertahan atau teguh di dalam
iman. Karena walaupun kita harus menderita, bahkan mati karena Tuhan
Yesus, maka kita adalah orang-orang yang berbahagia karena kita lah
”yang empunya Kerajaan Sorga” (Mat. 5: 10).
Tuhan, tolong dan perteguh kami dalam menghadapi segala tantangan
dan penderitaan karena nama-Mu. Amin.
38
Hari ke-17 Senin, 9 Maret 2015
Bacaan Alkitab: Lukas 21: 20-24
”Sebab itulah masa pembalasan di mana akan genap semua yang ada
tertulis.” (Luk. 21: 22)
Di awal kotbah-Nya tentang akhir jaman, Tuhan Yesus telah
menubuatkan tentang kehancuran bait Allah (Luk. 21: 5-6). Pada bagian
ini, Tuhan Yesus menubuatkan pula bahwa sebelum Bait Allah
dihancurkan, kota Yerusalem akan ditundukkan terlebih dahulu. Pasukan
yang mengepung kota Yerusalem akan meruntuhkan tembok-tembok kota
dan keadaan akan menjadi kacau balau. Tuhan Yesus menggambarkan
kondisi yang kacau balau ini dengan mengatakan bahwa penduduk kota
akan melarikan diri atau mengungsi ke pegunungan-pegunungan, dan
melarang orang dari luar untuk masuk ke dalam kota. Selain itu, Tuhan
Yesus pun menggambarkan kondisi yang sangat sulit dan yang penuh
dengan kesesakan. Para ibu yang sedang hamil dan menyusui tidak akan
mendapatkan ketenangan dan kemudahan dalam mengasuh anak-anak
mereka. Kota Yerusalem akan menjadi tempat di mana orang-orang tidak
ingin berada di dalamnya lagi.
Hasil dari kehancuran kota Yerusalem dan Bait Allah akan banyak
penduduk yang mati dibunuh dan diangkut sebagai tawanan bangsa-
bangsa. Josephus, seorang sejarahwan Yahudi pada abad pertama,
mencatat bahwa korban perang pada saat itu mencapai 1,1 juta orang yang
dibunuh dan 97 ribu orang Yahudi ditawan. Dan kota Yerusalem akan
terus mengalami penjajahan oleh berbagai bangsa sampai Allah sendiri
yang akan menggenapkan penghakiman juga atas bangsa-bangsa tersebut.
39
Penghakiman atas kota Yerusalem dan bangsa-bangsa lain ini
merupakan penggenapan atas apa yang telah disampaikan Allah
sebelumnya. Nabi-nabi dalam jaman Perjanjian Lama telah banyak
menubuatkan hal-hal yang akan terjadi di masa yang akan datang, dan
Allah menggenapi semuanya itu. Tuhan Yesus sendiri juga adalah
penggenapan dari rencana dan janji Allah. Tuhan Yesus datang ke dunia
dan menuju salib untuk menggenapi keselamatan yang Allah telah janjikan
pada saat Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa.
Allah kita adalah Allah yang setia kepada janji-janji dan rencana-
rencanaNya. Tidak ada satupun dari janji atau rencana-Nya yang tidak Ia
genapi. Kesetiaan adalah salah satu kualitas yang membedakan Allah dan
manusia. Manusia dengan mudah menjadi tidak setia dan mengikari janji-
janjinya. Tetapi tidaklah dengan Allah kita. Bahkan Ia tetap setia walaupun
kita tidak setia (2 Tim. 2: 13). Sebagai ahli waris Kerajaan Sorga, kita pun
telah menerima janji-janji Allah. Janji akan penyertaan Allah, janji akan
kebangkitan orang percaya, janji akan kehidupan yang kekal dan janji
menerima dan masuk dalam kebahagiaan Kerajaan Sorga. Itulah janji-janji
Allah kepada kita semua yang akan digenapi oleh Allah. Maukah kita
berpegang teguh pada janji-janji Allah tersebut dalam perjalanan ”menuju
salib”?
Tuhan, terima kasih karena Engkau adalah Allah yang setia. Allah yang
selalu menepati janji-janji yang Kauberikan. Tolong kami, ya Tuhan, agar
kami tetap berpegang teguh dan setia kepada-Mu. Amin.
40
Hari ke 18 Selasa, 10 Maret 2015
Bacaan Alkitab: Lukas 21: 25-28
”Apabila semuanya itu mulai terjadi, bangkitlah dan angkatlah mukamu,
sebab penyelamatanmu sudah dekat.” (Luk. 21: 28)
Setelah berbicara tentang keruntuhan Yerusalem, Tuhan Yesus
melanjutkan nubuatan-Nya tentang kegenapan jaman bangsa-bangsa, yaitu
penghakiman atas seluruh bumi. Tanda-tanda yang akan terjadi di langit
merupakan tanda-tanda yang sering dipakai oleh nabi-nabi di Perjanian
Lama untuk menggambarkan penghakiman atau murka Allah atas suatu
bangsa karena dosa-dosa dan pelanggaran-pelanggaran mereka (contoh
Yes. 13: 9-10). Selain itu, deru dan gelora laut juga menggambarkan
kekacauan yang akan terjadi melanda seluruh bumi, dan orang-orang akan
kebingungan dengan apa yang sedang terjadi di dunia.
Di tengah kekacauan tersebut, seluruh dunia akan melihat sesosok
Anak Manusia datang dari langit dengan awan melingkupi-Nya. Berbeda
dengan kedatangan-Nya yang pertama kali dengan penuh kerendahan diri,
Tuhan Yesus akan datang kembali ke dunia untuk kedua kalinya dengan
penuh kemuliaan dan kekuasaan. Dia datang sebagai Raja untuk
menegakkan Kerajaan Allah di muka bumi, di mana segala dominasi
bangsa dan segala kekuasaan akan tunduk di bawah kaki-Nya. Dia juga
datang sebagai Hakim yang Agung, di mana otoritas penghakiman dari
Allah sudah berada di tangan-Nya, dan Ia datang untuk menghakimi
seluruh bumi. Dunia akan dihakimi menurut perbuatan mereka, dan orang-
orang akan tertunduk dan menutup muka mereka karena ketakutan atas
bencana yang terjadi.
41
Kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kalinya bisa merupakan
bencana bagi orang-orang yang tidak mengharapkan kedatangan-Nya.
Tetapi bagi orang-orang yang menanti-nantikan kedatangan-Nya, ini
merupakan kegenapan rencana Allah yang agung dan mulia. Oleh karena
itu Tuhan Yesus memberikan dorongan kepada para pengikut-Nya
menjelang semuanya ini terjadi. Mereka harus bangkit dan mengangkat
muka mereka ketika semuanya ini terjadi. Karena saat itulah keselamatan
orang-orang percaya digenapi.
Tuhan Yesus membawa janji untuk datang kembali ke dunia kedua
kalinya ketika Ia menuju salib. Kedatangan-Nya akan menjadi
penggenapan keselamatan yang telah Ia anugerahkan kepada orang-orang
yang percaya kepada-Nya. Sebagai orang-orang percaya, kita pun ”menuju
salib” dalam penantian sejati untuk kedatangan Tuhan Yesus ini. Fanny J.
Crosby dalam lagu hymn ”Jaminan Mulia” mengekspresikan imannya
untuk menantikan Tuhan Yesus datang kembali walaupun ia tidak dapat
melihat secara fisik. Dalam liriknya ia mengatakan, ”Aku serahkan diri
penuh, di dalam Tuhan hatiku teduh. Sambil menyongsong kembali-Nya,
ku-diliputi anugrah-Nya.” Seperti Fanny J. Crosby, maukah kita
menyerahkan diri dan menikmati keteduhan Tuhan dan anugerah-Nya?
Dan yang terpenting, apakah kita memiliki hati yang sungguh-sungguh
menantikan kedatangan Tuhan Yesus kembali?
Tuhan, kami mengucap syukur untuk janji-Mu untuk datang kembali ke
dalam dunia untuk menggenapkan keselamatan kami. Biarlah kami pun
dengan setia dan tekun menantikan kedatangan-Mu ya, Tuhan. Amin.
42
Hari ke 19 Rabu, 11 Maret 2015
Bacaan Alkitab: Lukas 21: 29-33
”Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu.”
(Luk. 21: 33)
Tanda-tanda yang akan terjadi menjelang kedatangan Tuhan Yesus
yang kedua kalinya dapat dilihat oleh orang-orang percaya. Tanda-tanda
ini akan mudah dikenali oleh orang-orang percaya semudah orang-orang
pada jaman Tuhan Yesus mengenali tanda-tanda alam. Salah satunya
adalah siklus pertumbuhan pohon ara yang banyak dijumpai di tanah
Palestina. Ketika tunas pohon ara (atau pohon apapun) mulai bertumbuh,
itu pertanda bahwa musim panas akan tiba.
Tuhan Yesus tidak bermaksud agar murid-muridNya untuk
mereka-reka atau menghitung kapan waktu Tuhan Yesus akan datang
kembali ketika memperhatikan gejala-gejala alam. Karena tentang hal itu,
hanya Allah Bapa saja yang tahu (Mrk. 13:32). Tetapi Tuhan Yesus
mengajarkan kepada murid-muridNya bahwa ketika tanda-tanda itu terjadi,
itu menandakan bahwa Kerajaan Allah sudah dekat. Artinya, kedatangan
Tuhan Yesus yang kedua kalinya itu juga adalah kedatangan Kerajaan
Allah di tengah-tengah dunia. Kerajaan Allah sendiri telah hadir di dunia
ketika Tuhan Yesus lahir dan melayani. Tetapi kegenapan Kerajaan Allah
akan disempurnakan ketika Tuhan Yesus datang untuk kedua kalinya.
Karena Alkitab sering menggambarkan kerajaan sebagai simbol
bentuk kemenangan dan pemerintahan, maka Kerajaan Allah yang akan
datang itu hadir untuk memerintah seluruh dunia untuk selama-lamanya.
Selain itu, Kerajaan Allah juga menandakan bahwa segala ciptaan dan
43
bentuk kekuasaan duniawi akan ditundukkan atau dikalahkan dibawah
kaki Tuhan Yesus sebagai Raja. Ini berarti bahwa segala sesuatu akan
berlalu. Tetapi satu hal yang tidak akan berlalu, yaitu perkataan-perkataan
yang keluar dari mulut Tuhan Yesus. Oleh karena itu, orang-orang yang
berpegang teguh kepada perkataan-perkataan Tuhan Yesus yang akan
bertahan menghadapi penganiayaan, bahkan beberapa dari mereka akan
bertahan hingga akhirnya untuk melihat kedatangan Tuhan Yesus yang
kedua kalinya.
Tuhan Yesus mengajarkan bahwa tidak ada satu angkatan dari
orang-orang percaya yang akan luput dari penganiyaan sampai Ia datang.
Tetapi hal tersebut seharusnya tidak menjadikan kita takut atau gentar.
Tuhan Yesus dalam menuju salib telah memberikan firman-Nya kepada
kita untuk dijadikan tuntunan dalam perjalanan ”menuju salib” kita
masing-masing. Firman Allah yang kekal dan pasti menjadikan kita teguh
dan siap dalam menyongsong jaman baru yang penuh dengan kemuliaan.
Tuhan, terima kasih untuk firman-Mu yang kekal dan amin yang telah
Kauberikan kepada kami. Tolong kami supaya kami tetap teguh dan kuat
di dalam pengajaran firman-Mu dalam menjalani kehidupan ini. Amin.
44
Hari ke 20 Kamis, 12 Maret 2015
Bacaan Alkitab: Lukas 21: 34-36
”Jagalah dirimu..., Berjaga-jagalah senantiasa sambil berdoa... supaya
kamu tahan berdiri di hadapan Anak Manusia.” (Luk. 21: 34-36)
Satu minggu terakhir ini, kita telah banyak melihat dan belajar
tentang pengajaran-pengajaran Tuhan Yesus tentang hal-hal yang akan
terjadi menjelang kedatangan-Nya yang kedua kali. Pada bagian ini, Tuhan
Yesus menyimpulkan dari apa yang telah diajarkan-Nya, yaitu bagaimana
orang-orang percaya harus menyikapi semua yang akan terjadi.
Pertama-tama Tuhan Yesus memberikan peringatan kepada orang-
orang percaya untuk memperhatikan cara hidup mereka masing-masing
dan bersiap-siap untuk hal-hal yang akan terjadi. Pesta pora, kemabukan
dan mencari-cari kepentingan duniawi bukanlah cara hidup yang
dikehendaki oleh Tuhan Yesus. Orang-orang seperti ini membiarkan
dirinya dikuasai oleh hawa nafsu dan mencari-cari kesenangan duniawi
untuk memenuhi hawa nafsu mereka. Cara hidup ini adalah cara hidup
yang dimiliki binatang-binatang yang tidak mempunyai akal budi. Hal-hal
seperti ini juga yang banyak ditentang oleh rasul Paulus dalam kehidupan
jemaat-jemaat gembalaannya. Cara hidup seperti ini menyebabkan
seseorang tidak menjadi sadar dan waspada akan kedatangan Tuhan Yesus
yang akan terjadi secara tak terduga. Bahkan bagi mereka, kedatangan
Tuhan Yesus menjadi seperti perangkap.
Kedatangan Tuhan Yesus akan menjadi peristiwa universal, bukan
hanya di tanah Palestina atau di salah satu belahan bumi saja, tetapi akan
terjadi sekali dan bersaman di seluruh muka bumi. Ini berarti Tuhan Yesus
45
akan datang kepada semua manusia yang hidup, baik yang tua maupun
muda, atau orang-orang percaya maupun orang-orang non percaya,
semuanya tanpa terkecuali. Oleh karena itu, Tuhan Yesus memberikan
perintah kepada orang-orang percaya khususnya untuk ”berjaga-jaga
senantiasa sambil berdoa.” Berjaga-jaga berarti kita harus memperhatikan
cara hidup kita yang harus berbeda dengan orang-orang duniawi. Selain
berjaga-jaga, kita pun harus sambil berdoa, karena doa yang menjadi
kekuatan kita untuk dapat melalui segala sesuatu yang akan terjadi,
termasuk segala macam penganiayaan menjelang kedatangan Tuhan
Yesus. Tuhan Yesus mau agar orang-orang percaya tetap menjaga dan
mempertahankan imannya hingga akhirnya kita bertemu dengan-Nya
”muka dengan muka.”
Perjalanan Tuhan Yesus menuju salib adalah agar kita dapat
berdiri di hadapan-Nya kelak ketika Ia datang. Perjalanan kita ”menuju
salib” adalah untuk berjaga-jaga dan berdoa senantiasa. Tuhan Yesus mau
agar kita bertahan dalam segala penganiayaan yang akan terjadi. Bukankah
sukacita kita menjadi penuh dan sempurna ketika kita berdiri di hadapan-
Nya dan sang Hakim yang Agung tersebut berkata, ”... hai hambaku yang
baik dan setia... masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.”
(Mat. 25: 21).
Tuhan, tolong kami agar kami senantiasa berjaga-jaga dan berdoa
menantikan kedatangan-Mu kembali. Amin.
46
Hari ke 21 Jumat, 13 Maret 2015
Bacaan Alkitab: Lukas 21: 37-38
”Pada siang hari Yesus mengajar di Bait Allah dan pada malam hari Ia
keluar dan bermalam di gunung yang bernama Bukit Zaitun.” (Luk. 21:
37)
Di akhir pengajaran Tuhan Yesus tentang hal-hal yang akan terjadi
menjelang kedatangan-Nya yang kedua kali, Lukas memberikan sedikit
catatan tentang keseharian Tuhan Yesus. Keseharian Tuhan Yesus banyak
diisi dengan mengajar di Bait Suci pada siang hari. Orang-orang sangat
tertarik dengan ajaran-ajaran Tuhan Yesus, sehingga membuat mereka
sangat antusias untuk datang pagi-pagi tiap harinya. Tetapi pada malam
hari, Tuhan Yesus menarik diri ke bukit Zaitun.
Bukit Zaitun adalah tempat yang tidak asing bagi Tuhan Yesus.
Selama hidup-Nya di dunia, Tuhan Yesus sering datang ke tempat ini.
Beberapa kali Tuhan Yesus datang ketika Ia mengunjungi Maria dan
Martha, karena Betania terletak di lereng bukit Zaitun. Kitab Injil beberapa
kali mencatat bahwa Tuhan Yesus juga sering menyampaikan pengajaran-
Nya di tempat ini (Mat. 24: 3 dan Mrk. 13: 3). Puncaknya adalah ketika
Tuhan Yesus bergumul dalam doa menjelang kematian-Nya di taman
Getsemani yang juga terletak di bukit Zaitun. Lukas dalam kisahnya
mengenai doa di taman Getsemani memberi keterangan yang lebih jelas
bahwa Tuhan Yesus sering mengunjungi bukit Zaitun menjelang naik ke
kayu salib (Luk. 22: 39). Ia datang ke bukit Zaitun tidak hanya untuk
bermalam atau beristirahat, tetapi Ia datang untuk berdoa.
Pelayanan Tuhan Yesus sepanjang hidup-Nya sangat padat dengan
47
berkeliling untuk mengajar, menyembuhkan orang sakit, membangkitkan
orang mati, mengusir kuasa gelap dan lain-lain. Tetapi dalam kesibukan-
Nya melayani, Tuhan Yesus tidak pernah meninggalkan hubungan pribadi
dengan Allah Bapa. Beberapa kali kitab Injil mencatat bagaimana Tuhan
Yesus menarik diri dari kerumunan orang-orang untuk berdoa.
Tuhan Yesus tidak pernah terlalu sibuk melayani sehingga Ia lupa
untuk berdoa. Ataupun Ia terlalu sibuk berdoa, sehingga melupakan
panggilan melayani. Pola kehidupan seimbang Tuhan Yesus yang
”memberi diri” (melayani) dan ”menarik diri” menolong kita untuk
membentuk pola hidup kita. Kekuatan perjalanan Tuhan Yesus menuju
salib didapat dari Allah Bapa ketika Ia berlutut dan berdoa. Dan dengan
kekuatan ini, Ia sanggup untuk melayani bahkan menderita di kayu salib.
Bagaimana dengan keseimbangan pola hidup kita sendiri? Kesibukan
pekerjaan dan pelayanan bisa menjadikan kita lelah dan kering secara
kerohanian. Dari mana kita mendapatkan kekuatan untuk perjalanan
”menuju salib” yang kita jalani ini? Melalui kisah ini, Lukas mengingatkan
kita untuk meneladani pola kehidupan Tuhan Yesus yang berimbang
antara ”memberi diri” dan ”menarik diri”.
Ya Tuhan, ampuni kalau kami sering tidak menyadari pentingnya
pembaharuan kekuatan hidup kami melalui doa. Tunjukan kepada kami
”bukit Zaitun” dan mampukan kami untuk tekun berdoa. Amin.
48
Hari ke 22 Sabtu, 14 Maret 2015
Bacaan Alkitab: Lukas 22: 1-6
”Maka masuklah Iblis ke dalam Yudas, yang bernama Iskariot, seorang
dari kedua belas murid itu.” (Luk. 22:3)
Mulai bagian ini dan seterusnya, Lukas menggambarkan plot
untuk membunuh Tuhan Yesus semakin nyata dan intens. Keinginan untuk
membunuh Tuhan Yesus telah muncul sejak peristiwa penyucian Bait
Allah (Luk. 19: 47). Sejak saat itu, imam-iman kepala, ahli-ahli Taurat dan
orang-orang terkemuka dari bangsa Israel selalu mencari-cari cara untuk
dapat menangkap Tuhan Yesus dengan sembunyi-sembunyi. Bagai pucuk
dicinta ulam tiba, keinginan mereka akhirnya akan segera terpenuhi.
Mereka tidak perlu lagi mencari-cari cara, karena orang terdekat Tuhan
Yesus yang akan membantu untuk menyerahkan Dia kepada mereka.
Dialah Yudas Iskariot, orang yang akan membantu musuh-musuh
Tuhan Yesus untuk menangkap Dia. Yudas adalah salah satu dari 12 murid
Tuhan Yesus. Penulis kitab-kitab Injil selalu menggambarkan Yudas
sebagai seseorang yang berbeda dengan murid-murid yang lain. Menjelang
kematian Tuhan Yesus, Lukas menggambarkan bahwa Iblis ”masuk” ke
dalam diri Yudas untuk mendorong dan menggerakan hatinya untuk
menyerahkan Tuhan Yesus. Dengan dorongan yang kuat ini, Yudas
bersekongkol dengan musuh-musuh Tuhan Yesus untuk menyerahkan diri-
Nya. Mereka menyambut dengan gembira niat jahat Yudas dan membayar
ia dengan 30 keping perak.
Yudas bersekongkol karena ia membiarkan dirinya dikuasai oleh
Iblis. Sosok Iblis di sepanjang Alkitab selalu digambarkan sebagai sosok
49
yang aktif untuk menggoda manusia jatuh dalam dosa. Dalam kisah
penciptaan, Hawa jatuh dalam dosa karena godaan si ular untuk tidak
menaati Allah (Kej. 3: 4). Duad pun menerima murka Allah ketika Iblis
menipunya untuk melakukan sensus terhadap bangsa Israel (1 Taw. 21: 1).
Atau ketika Ananias dan Safira yang dikuasai oleh Iblis dan membohongi
rasul Petrus tentang persembahan (Kis. 5: 3). Alkitab mencatat banyak
kisah Iblis ketika menggoda manusia. Banyak dari mereka yang gagal dan
jatuh dalam dosa, tetapi ada juga yang berhasil mengalahkannya..
Sebagai manusia, kita rentan terhadap godaan si Iblis. Tetapi ini
tidak berarti kita akan terus kalah dan jatuh dalam dosa terus menerus.
Dalam perjalanan menuju salib, Tuhan Yesus pernah memberi teladan
untuk menang atas godaan si Iblis ketika Ia akan memulai pelayanan-Nya
di muka bumi. Selain itu, Tuhan Yesus telah mengutus pribadi Roh Kudus
untuk untuk menolong kita untuk menang atas godaan si Iblis (Gal. 5: 16).
Perjalanan ”menuju salib” kita adalah perjalanan untuk menang atas
godaan si Iblis pula. Perjalanan ”menuju salib” kita adalah penguasaan diri
untuk tidak membiarkan dosa menguasai diri kita (Kej. 4: 7).
Ya Tuhan, mampukan kami untuk terus menang atas godaan si Iblis yang
menjerat kami dalam dosa. Amin.
50
Hari ke 23 Senin, 16 Maret 2015
Bacaan Alkitab: Lukas 22: 7-13
”Maka tibalah hari raya Roti Tidak Beragi, yaitu hari di mana orang
harus menyembelih domba Paskah.” (Luk. 22: 7)
Tuhan Yesus dan murid-muridNya memasuki salah satu perayaan
hari raya terbesar dalam tradisi bangsa Yahudi, yaitu Paskah. Hari raya
Paskah selalu jatuh setiap tahunnya pada tanggal 14 pada bulan pertama
(bulan Nisan). Sehari sesudah hari raya Paskah, mereka merayakan hari
raya Roti Tidak Beragi yang berlangsung selama 7 hari, di mana selama 7
hari tersebut mereka harus makan roti yang tidak beragi.
Paskah merupakan hari raya di mana bangsa Yahudi mengingat
kembali peristiwa ketika tulah ke sepuluh ditimpakan oleh Allah di Mesir.
Pada tulah ke sepuluh tersebut, seluruh anak sulung termasuk ternak di
Mesir meninggal. Tetapi tulah ini tidak menimpa kepada bangsa Israel
karena pintu-pintu rumah mereka telah diolesi oleh darah domba. Allah
berjanji untuk melewati rumah-rumah yang pintunya telah diolesi darah
domba dari tulah tersebut. Inilah arti dari kata Paskah dalam bahasa
aslinya, yaitu ”melewati”. Sedangkan hari raya Roti Tidak Beragi adalah
perayaan di mana mereka mengingat peristiwa keluarnya bangsa Israel dari
Mesir dengan terburu-buru tanpa sempat menunggu roti mengembang dan
hanya bisa membawa roti tidak beragi sebagai bekal. Pada kedua perayaan
hari raya ini, mereka merayakannya dengan mengadakan perjamuan
makan daging domba, roti tidak beragi dan minum anggur sambil
menceritakan kembali makna Paskah kepada anak-anak mereka. Kedua
perayaan ini dirayakan tiap tahun dan menjadi pengingat bagaimana Allah
51
membawa mereka keluar dari perbudakan di Mesir.
Bagi Tuhan Yesus, dalam beberapa saat ke depan, Ia sendiri akan
memberi makna baru tentang perayaan Paskah. Kalau secara tradisi, orang-
orang Yahudi akan menyembelih dan memakan daging anak domba pada
perayaan Paskah. Tetapi kali ini Tuhan Yesus sendiri yang akan menjadi
Anak Domba disembelih dan membawa umat-Nya keluar dari perbudakan
dosa. Sedangkan roti dan anggur yang dihidangkan juga menjadi
perlambangan dari tubuh dan darah Tuhan Yesus yang dipecah-pecahkan
dan dicurahkan untuk menebus umat-Nya.
Tujuan Tuhan Yesus menuju salib adalah untuk membawa
pembaharuan. Ia tidak meniadakan apa yang telah diciptakan dengan baik,
tetapi Ia membawa segala sesuatu menjadi baru karena apa yang dirusak
oleh dosa. Ia ”disembelih” untuk memulihkan relasi antara Allah dengan
manusia. Tubuh-Nya ”dipecah-pecahkan” untuk memperbaharui
kerohanian kita. Darah-Nya dicurahkan untuk memberikan makna dan
tujuan baru dalam kehidupan kita. Perjalanan kita ”menuju salib” adalah
untuk menerima pembaharuan yang dikerjakan oleh Kristus. Pembaharuan
berarti kita memiliki cara hidup yang baru dan tujuan hidup yang baru.
Sudahkah cara hidup kita diperbaharui di dalam Tuhan? Sudahkah kita
mendapatkan tujuan hidup yang baru di dalam Kristus?
Ya Tuhan Yesus, terima kasih untuk pembaharuan yang Kau kerjakan dan
berikan kepada kami. Biarlah kehidupan kami terus diperbaharui di dalam
Engkau. Amin.
52
Hari ke 24 Selasa, 17 Maret 2015
Bacaan Alkitab: Lukas 22: 24-30
”Tetapi kamu tidaklah demikian, melainkan yang terbesar di antara kamu
hendaklah menjadi sebagai yang paling muda dan pemimpin sebagai
pelayan.” (Luk. 22: 26)
Pada bagian ini, Lukas mencatat bahwa percakapan di meja
Perjamuan Malam berkembang menjadi pertengkaran di antara murid-
murid tentang siapa yang terbesar di antara mereka. Pertengkaran yang
sama juga dicatat oleh Lukas pada Luk. 9: 46-48. Dari kedua peristiwa
pertengkaran ini, Tuhan Yesus tidak menjawab siapa yang terbesar di
antara kedua belas murid-Nya. Tetapi Tuhan Yesus memberi petunjuk
bagaimana yang terbesar tersebut harus bertingkah laku.
Dunia mengenal yang dimaksud dengan yang terbesar adalah
mereka yang menjadi pemimpin dan memiliki kuasa atas orang-orang lain.
Pada jaman Tuhan Yesus, yang dimaksud dengan yang terbesar adalah
raja-raja dan pelindung-pelidung. Raja-raja menggunakan kekuasaannya
untuk memerintah rakyatnya dengan tangan besi agar ditakuti dan ditaati.
Sedangkan pelindung-pelindung adalah para pejabat yang memiliki
kekuasaan dan sangat dikagumi dan dihormati oleh sekelompok orang.
Mereka disebut sebagai yang terbesar karena kedudukan yang mereka
miliki dan dilayani oleh orang-orang lain. Tetapi Tuhan Yesus
memberikan makna baru perihal yang terbesar, yaitu dia yang paling muda
dan yang melayani. Pada umumnya, yang paling muda atau yang terkecil
tidak memiliki status atau kedudukan terhormat. Tetapi lebih dari itu, yang
patut dikatakan yang terbesar adalah dia yang memiliki sikap hati untuk
melayani yang lain.
53
Tuhan Yesus memberikan diri-Nya sebagai teladan bagi murid-
muridNya. Sebagai Allah yang Maha Tinggi dan Maha Kuasa, Ia datang
ke dunia dengan kerendahan diri dan melayani, bukan dilayani (Mrk. 10:
45). Hal ini tercermin dalam jamuan makan yang mereka lakukan. Secara
umum dalam jamuan makan, yang duduk makan jelas lebih terhormat
dibanding dengan mereka yang melayani meja jamuan. Tetapi Tuhan
Yesus sendiri melayani bersama-sama dengan murid-muridNya. Bukan
hanya melayani bersama-sama, bahkan Ia melayani murid-muridNya
dengan membasuh kaki para murid (Yoh. 13: 5). Sikap hati yang mau
melayani ini memerlukan konsistensi dalam keadaan apa pun. Dengan
demikian, atas kedaulatan-Nya, Tuhan Yesus akan memberikan kepada
murid-muridNya suatu kedudukan yang penuh kemuliaan dan terhormat
dalam jamuan makan di Kerajaan Allah.
Bagi Tuhan Yesus, perjalanan menuju salib adalah perjalanan
”mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba”
untuk melayani ciptaan-Nya (Fil. 2:7). Ia tidak mencari-cari kehormatan
atau pujian dalam hidup-Nya, tetapi Ia memberikan semua apa yang
dimiliki, termasuk nyawa-Nya sendiri. Bagaimana dengan perjalanan
”menuju salib” kita? Apakah kita lebih mengejar posisi terhormat
dibandingkan sikap hati yang melayani? Hari ini Tuhan Yesus
mengingatkan kita, perjalanan ”menuju salib” bukan suatu jabatan, tetapi
ini merupakan suatu pelayanan.
Ya Tuhan Yesus, berikan kepada kami hati-Mu yang mau melayani
sesama. Sertai dan kuatkan kami dalam melayani, sehingga akhirnya kami
pun akan mendapatkan bagian termulia dan terhormat dalam perjamuan
makan di Kerajaan-Mu. Amin.
54
Hari ke 25 Rabu, 18 Maret 2015
Bacaan Alkitab: Lukas 22: 31-34
”tetapi Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur.
Dan engkau, jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu.”
(Luk. 22: 32)
Tuhan Yesus sadar momen diri-Nya akan ditangkap semakin
mendekat. Dia menyadari bahwa pada saat itu murid-muridNya akan
tergoncang dan menjadi seperti kawanan domba yang tercerai berai karena
gembala mereka dibunuh. Pada saat itulah iman para murid diuji, karena
Allah telah mengijinkan si Iblis untuk melancarkan godaan yang berat.
Para murid Tuhan Yesus akan menjalani ujian iman tanpa
terkecuali. Tetapi Tuhan Yesus mengkhususkan kepada Petrus karena Iblis
telah meminta ijin kepada Dia untuk menguji kemurnian iman Petrus
seperti sebuah tampi yang memisahkan gandum dari dedaknya. Selain itu,
Petrus adalah murid yang dengan lantang meyakinkan Tuhan Yesus kalau
ia tidak akan gagal dalam ujian ini. Tetapi Tuhan Yesus mengenal dengan
baik siapa murid-muridNya. Sapaan Simon untuk nama Petrus, itu
menandakan bahwa Yesus mengenal baik karakter Petrus yang serba
tergesa-gesa dan mudah sekali panik. Karena itu Tuhan Yesus telah berdoa
agar Petrus walaupun ia gagal dalam ujian ini, tetapi imannya tetap ada
dan segera bangkit kembali. Tidak hanya bangkit kembali, Petrus pun
dipanggil untuk menguatkan murid-murid yang lain.
Tuhan Yesus mengenal kedalaman dan kekuatan iman murid-
muridNya. Ia rindu agar iman murid-muridNya bertumbuh kuat. Tidak ada
jalan lain untuk mencapai kesempurnaan iman, selain melalui ujian iman
55
yang Tuhan Yesus ijinkan bagi mereka untuk melaluinya. Demikian juga
dalam perjalanan ”menuju-salib” kita. Di akhir perjalanan kita, Tuhan
Yesus menginginkan agar kita serupa dengan Dia. Keserupaan ini tidak
akan terjadi secara instan ketika kita percaya kepada Dia. Keserupaan ini
tercapai melalui proses yang harus dijalani oleh setiap orang percaya. Dan
Allah dalam kedaulatan-Nya dapat mengijinkan si Iblis untuk mencobai
kita. Jika tujuan si Iblis adalah menjatuhkan kita, tetapi Allah ingin agar
melalui pencobaan, kita bertumbuh. Adakalanya kita gagal dalam ujian,
tetapi Tuhan Yesus dengan setia berdoa dan menjadi perantara kita dengan
Allah agar kita tidak jatuh sedemikan rupa sehingga kita tidak dapat
bangkit kembali. Bangkit dari kegagalan ujian iman adalah salah satu cara
Allah membentuk dan menyempurnakan iman kita. Setelah kita bangkit,
maka kita pun harus saling menguatkan di antara sesama orang percaya.
Keakraban perjamuan makan terakhir Tuhan Yesus dan murid-
muridNya akan berakhir dengan 2 kisah penyesalan karena gagal dalam
ujian iman. Yudas Iskariot menyesal karena telah menjual Tuhan Yesus
untuk ditangkap, tetapi ia mengakhiri nyawanya dengan membunuh diri.
Dan Simon Petrus menyesal karena telah menyangkal Tuhan Yesus, tetapi
ia segera bangkit kembali dari keterpurukannya dan menjadi rasul yang
dipakai luar biasa. Apa yang menjadi ujian iman kita hari ini? Bersediakah
kita semakin disempurnakan melalui ujian iman yang Tuhan Yesus ijinkan
terjadi dalam hidup kita? Maukah kita bangkit lagi dari kegagalan ujian
iman kita?
Ya Tuhan, tolong kami untuk dapat melalui ujian iman yang Kau ijinkan
terjadi dalam kehidupan kami. Mampukan kami untuk bangkit dari
kegagalan dan menguatkan yang lain. Amin.
56
Hari ke 26 Kamis, 19 Maret 2015
Bacaan Alkitab: Lukas 22: 35-38
”Tetapi sekarang ini, siapa yang mempunyai pundi-pundi, hendaklah ia
membawanya, demikian juga yang mempunyai bekal; dan siapa yang tidak
mempunyainya hendaklah ia menjual jubahnya dan membeli pedang.”
(Luk. 22: 36b)
Di awal pelayanan murid-muridNya, Tuhan Yesus pernah
mengutus mereka dengan pesan untuk tidak membawa perbekalan ketika
berkeliling dan memberitakan Injil (Luk. 9: 4). Pesan yang sama juga
diberikan oleh Tuhan Yesus ketika Ia mengutus 70 murid untuk
mendahului-Nya ke setiap kota dan tempat yang akan dikunjungi-Nya
(Luk. 10: 4). Setelah sekian lama dan di akhir pelayanan-Nya, Tuhan
Yesus menanyakan apakah mereka pernah kekurangan apa-apa selama
perjalanan mereka tersebut. Murid-muridNya menjawab tidak pernah.
Tetapi menjelang penangkapan diri-Nya, Tuhan Yesus menyuruh mereka
untuk membawa perbekalan dan pedang.
Kali ini Tuhan Yesus meminta murid-muridNya untuk membawa
pundi-pundi, bekal, jubah dan pedang. Pada jaman Tuhan Yesus, pundi-
pundi, bekal dan jubah adalah perlengkapan yang biasa dibawa seseorang
sebagai perbekalan ketika akan berjalan jauh. Sedangkan pedang sebagai
lambang kekerasan adalah perlengkapan untuk membela diri atau
menyerang musuh. Apakah Tuhan Yesus merubah pikiran-Nya dan
menganjurkan kekerasan menjelang penangkapan-Nya? Tuhan Yesus
datang membawa, mengajarkan dan memberikan teladan tentang kasih
Allah. Bahkan Ia sendiri adalah Kasih (1 Yoh 4: 16). Tuhan Yesus tidak
57
merubah pikiran-Nya dan menganjurkan kekerasan kepada murid-
muridNya. Ia memperlihatkan kepada murid-muridNya bahwa momen
penolakan dan kekerasan kepada diri-Nya akan segera memuncak dan ini
pun akan berimbas kepada murid-muridNya. Tuhan Yesus meminta
mereka untuk mempersiapkan diri secara rohani dan mental agar mereka
kuat dan teguh dalam menghadapi situasi yang akan segera terjadi.
Tuhan Yesus tidak pernah mengajarkan dan menganjurkan
kekerasan. Ini terbukti ketika Tuhan Yesus mengakhiri kesalahpahaman
dan diskusi dengan murid-muridNya tentang pedang dengan mengatakan,
”Sudah cukup.” Bahkan Ia pun mengakhiri kekerasan yang dilakukan oleh
Petrus ketika ia memutuskan telinga seorang hamba Imam Besar dengan
mengatakan, ”Sudahlah itu.” (Luk. 22: 51). Dan dengan penuh kasih,
Tuhan Yesus memulihkan telinganya. Perjalanan Tuhan Yesus menuju
salib adalah perjalanan yang penuh dengan kasih dan menjadi teladan bagi
kita. Tetapi ada kalanya Tuhan Yesus pun meminta agar kita bersiap-siap
untuk teguh dan kuat menghadapi musuh dalam perjalanan ”menuju-salib”
kita. Kita tidak perlu menggunakan kekerasan untuk mengalahkan musuh,
tetapi dengan kekuatan, keteguhan hati dan penyerahan diri kepada Allah,
itu yang memampukan kita mengalahkan setiap musuh kita.
Ya Tuhan, terima kasih untuk teladan kasih yang Kau berikan kepada
kami. Tolong kuatkan dan teguhkan kami dalam menghadapi setiap musuh
kami, dan atas pertolongan Engkau, kami akan menang atas musuh-musuh
kami. Amin.
58
Hari ke 27 Jumat, 20 Maret 2015
Bacaan Alkitab: Lukas 22: 39-44
”Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku;
tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi.”
(Luk. 22: 42).
Persekutuan Tuhan Yesus dengan murid-muridNya pada
Perjamuan Malam terakhir telah usai. Mulai perikop ini, Tuhan Yesus
memasuki babak terakhir dalam kehidupan-Nya di dunia. Ia menuju ke
suatu tempat di mana Ia biasa berdoa dan mengajak murid-muridNya
untuk berdoa bersama-sama Dia. Bagi Tuhan Yesus, doa adalah kekuatan
untuk menjalani kehidupan-Nya di dunia ini, terutama menjelang
kematian-Nya.
Setiba-Nya di sana, Tuhan Yesus meminta murid-muridNya untuk
berdoa juga. Tuhan Yesus menyadari, bahwa pencobaan yang akan
dihadapi mereka bukan sekedar pencobaan biasa karena si Iblis telah
menanti mereka untuk menjatuhkan iman mereka. Tuhan Yesus tidak ingin
murid-muridNya gagal dalam pencobaan ini, karena dengan doa, mereka
akan menerima kekuatan untuk tetap teguh dan setia kepada Tuhan Yesus.
Dari kata aslinya, pesan Tuhan Yesus kepada murid-muridNya memiliki
makna untuk berdoa terus menerus. Ini menandakan bahwa dengan tekun
berdoa, mereka menyatakan diri bahwa mereka membutuhkan dan
mengandalkan Allah dalam menghadapi pencobaan.
Setelah berpesan kepada murid-muridNya, Tuhan Yesus pun
mengambil tempat dan posisi berlutut untuk berdoa. Posisi berlutut
menandakan bahwa doa Tuhan Yesus adalah doa dengan sikap
59
merendahkan diri-Nya di hadapan Allah Bapa dan sangat menyesakkan
untuk apa yang akan dihadapi-Nya. Ini bukan perkara mudah bagi Tuhan
Yesus, karena Ia harus menanggung penderitaan yang teramat besar yaitu
menanggung dosa seluruh dunia dan dijadikan berdosa oleh dosa-dosa
manusia. Tetapi penderitaan yang sudah menanti di depan mata-Nya tidak
menjadikan Tuhan Yesus undur, malahan Tuhan Yesus tetap menyerahkan
diri-Nya di bawah kehendak dari Allah Bapa.
Tuhan Yesus tidak sedang berdoa memohon untuk merubah
kehendak Allah Bapa. Bagi Tuhan Yesus, perjalanan menuju salib adalah
melakukan dan menyelesaikan kehendak Bapa-Nya (Yoh. 4: 34). Bahkan,
kehendak Tuhan Yesus selalu selaras dengan kehendak Allah Bapa, karena
Ia dan Bapa adalah satu. Tetapi apa yang Tuhan Yesus minta dari Allah
Bapa adalah kekuatan dan penyertaan Allah Bapa untuk melalui segala
penderitaan ini. Semuanya itu Tuhan Yesus dapatkan ketika Ia
menyerahkan diri-Nya sepenuhnya di bawah kehendak Bapa-Nya. Doa
Tuhan Yesus seharusnya menjadi doa bagi kita semua ketika menjalani
perjalanan ”menuju-salib”. Memang lebih mudah bagi kita untuk berdoa
agar Tuhan menolong kita dari setiap pergumulan kita, tetapi berdoa
biarlah kehendak Allah saja yang terjadi membutuhkan suatu penyerahan
penuh kepada Allah dan kita akan mendapatkan kekuatan untuk melalui
segala pergumulan. Apa yang menjadi pergumulan kita hari ini? Apa yang
kita utamakan dalam doa pergumulan kita? Maukah kita berdoa agar
kehendak Allah saja yang terjadi dalam kehidupan kita?
Ya Tuhan, bukan kehendakku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi.
Amin.
60
Hari ke 28 Sabtu, 21 Maret 2015
Bacaan Alkitab: Lukas 22: 45-46
”Kata-Nya kepada mereka:”Mengapa kamu tidur? Bangunlah dan
berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan.” (Luk. 22: 46)
Setelah selesai berdoa, Tuhan Yesus kembali kepada murid-murid
yang diajak-Nya untuk berdoa bersama. Tetapi Tuhan Yesus menemukan
mereka tertidur. Lukas tidak mencatat siapa murid-murid yang diajak
Tuhan Yesus untuk beroda. Tetapi Markus mencatat bahwa mereka adalah
Petrus, Yohanes dan Yakobus (Mrk. 14: 33). Mereka jugalah yang dibawa
Tuhan Yesus untuk berdoa di atas gunung dan Tuhan Yesus dimuliakan
oleh Allah Bapa (Luk 9: 28).
Peristiwa Tuhan Yesus dimuliakan dan berdoa di taman
Getsemani memiliki kesamaan. Tuhan Yesus mengajak Petrus, Yohanes,
dan Yakobus untuk berdoa, tetapi mereka semuanya tertidur sewatu Tuhan
Yesus berdoa sendirian. Di taman Getsemani, Lukas menjelaskan bahwa
mereka tertidur karena dukacita yang dialami. Menjelang kematian Tuhan
Yesus, murid-muridpun merasakan suatu pergumulan dan kesedihan yang
teramat. Emosi mereka telah banyak terkuras dan mencapai titik terendah
menjelang kematian Guru mereka. Kondisi mental mereka mempengaruhi
fisik mereka, sehingga mereka pun tertidur pulas ketika berdoa. Tuhan
Yesus menyadari kondisi mental yang dialami para murid-muridNya pada
saat itu, tetapi Tuhan Yesus tetap meminta dan mengutamakan mereka
untuk berdoa. Tuhan Yesus menyadari bahwa pencobaan mendatang akan
lebih banyak menguras dan menghabiskan mental para murid-muridNya.
Tidak hanya secara mental, tetapi iman mereka pun akan diuji dalam
61
pencobaan mendatang. Mental mereka akan diuji ketika melihat Sang
Guru mengalami penyiksaan dan penderitaan yang berat bahkan mati di
kayu salib. Kesetiaan mereka akan diuji ketika mereka dikatakan orang
banyak bahwa mereka adalah para pengikut Tuhan Yesus. Dan iman
mereka akan diuji untuk tetap setia atau meniggalkan Tuhan Yesus ketika
Ia mati dan dikuburkan Oleh karena itu Tuhan Yesus mendorong mereka
untuk tetap berdoa agar mereka tidak gagal sepenuhnya dalam pencobaan.
Kekuatan doa yang dijalani dan dialami Tuhan Yesus, itu yang
menjadikan Ia selalu menang atas setiap pencobaan dalam perjalanan
menuju salib. Jikalau Tuhan Yesus, yang sepenuhnya Allah dan
sepenuhnya manusia, tekun berdoa, terlebih lagi kita yang rentan untuk
jatuh dan gagal dalam pencobaan di perjalanan ”menuju-salib” ini. Doa
tidak menjauhkan atau menyingkirkan pencobaan, tetapi doa menjadikan
kita kuat dan menang dalam mengalami pencobaan. Tetaplah berdoa.
Terima kasih Tuhan untuk teladan doa yang Kauberikan kepada kami,
tolong kami agar kami pun dapat bertekun di dalam doa dan menang atas
pencobaan-pencobaan yang kami alami. Amin.
62
Hari ke 29 Senin, 23 Maret 2015
Bacaan Alkitab: Lukas 22: 47-48
”Maka kata Yesus kepadanya:”Hai Yudas, engkau menyerahkan Anak
Manusia dengan ciuman?” (Luk. 22: 48)
Penangkapan Tuhan Yesus untuk disalibkan diawali dengan suatu
kisah yang sangat tragis, yaitu pengkhianatan. Yudas, yang mengkhianati
Tuhan Yesus, adalah salah satu murid yang selama ini melayani bersama-
sama dan khusus ditunjuk sebagai bendahara. Dalam pelayanannya
sebagai bendahara, penulis Injil Yohanes menggambarkan bahwa ia adalah
seorang pencuri dan ”sering mengambil uang yang disimpannya dalam kas
yang dipegangnya.” (Yoh. 12: 6). Kali ini, Yudas mengambil uang dari
para kepala pengawal Bait Allah untuk ditukarkan dengan sebuah sebuah
ciuman pengkhianatan.
Karena keadaan yang gelap, Yudas memberi tanda kepada para
pengawal dengan mencium Tuhan Yesus. Tuhan Yesus sendiri tidak ber-
reaksi melawan ataupun melarikan diri ketika dicium oleh Yudas. Tetapi
dengan tenang, Tuhan Yesus hanya memperjelas kepada Yudas apakah
hanya dengan sebuah ciuman ia akan menyerahkan diri-Nya untuk
ditangkap. Sebuah ciuman adalah suatu bentuk nyata dari kasih. Sebuah
ciuman hanya diberikan dari orang yang mengasihi untuk orang yang
dikasihi. Tetapi dalam kisah pengkhianatan ini, sebuah ironi besar terjadi.
Yudas menyerahkan Tuhan Yesus untuk disalibkan dengan ”dibungkus”
sebuah bentuk dari kasih.
Dalam kisah Yesus diurapi di Betania, Yudas pun memprotes
tindakan Maria yang membuang-buang minyak narwastu untuk mengurapi
63
Tuhan Yesus. Yudas beralasan bahwa uang sebanyak itu lebih baik
diberikan kepada orang-orang miskin sebagai bentuk kasih. Tetapi penulis
Injil Yohanes sekali lagi menyatakan karakter Yudas yang sesungguhnya
dengan mengatakan bahwa, ”hal itu dikatakannya bukan karena ia
memperhatikan nasib orang-orang miskin, melainkan karena ia adalah
seorang pencuri.” Sekali lagi, Yudas membungkus isi hatinya yang busuk
dengan perkataan yang penuh dengan kasih.
Berbeda dengan Tuhan Yesus, Yudas sering melakukan atau
mengeluarkan kata-kata yang penuh dengan kasih, tetapi digunakan untuk
membungkus isi hatinya yang penuh dengan kebusukan. Tuhan Yesus
mengajarkan agar perkataan dan tindakan kita harus sesuai dengan isi hati
kita. Semua perkataan dan tindakan Tuhan Yesus selama menuju salib
selalu keluar dari isi hati-Nya yang tulus, murni dan penuh dengan kasih.
Bagimana dengan kita? Apakah isi hati kita lebih mencerminkan isi hati
Tuhan Yesus atau isi hati Yudas? Apakah kita sering menggunakan
perkataan dan tindakan yang baik untuk ”membungkus” kebusukan hati
kita? Perjalanan kita ”menuju salib” akan menjadi sia-sia kalau kita
memilih untuk baik di luar, tetapi busuk di dalam. Perjalan kita ”menuju
salib” adalah untuk belajar memiliki hati seperti Tuhan Yesus, dan
menyatakannya itu semua dalam tindakan dan perkataan kita.
Ya Tuhan, berikan kami hati seperti hati-Mu yang bersih dan suci, agar
kami dapat memancarkan sinar-Mu bagi sekeliling kami. Amin.
64
Hari ke 30 Selasa, 24 Maret 2015
Bacaan Alkitab: Lukas 22: 49-53
”Tetapi Yesus berkata:”Sudahlah itu.” Lalu Ia menjamah telinga orang
itu dan menyembuhkannya.” (Luk. 22: 51)
Terhadap pengkhianatan Yudas, Tuhan Yesus sendiri tidak ber-
reaksi melawan ketika hendak ditangkap. Murid-muridNya lah justru yang
ber-reaksi dengan bertanya apakah mereka harus melawan mereka dengan
pedang yang sudah mereka siapkan. Wajar jika mereka bertanya demikian,
karena pemahaman murid-murid akan pesan Tuhan Yesus tentang pedang
disalahmengerti. Mereka sudah memperlengkapi diri dengan alat
kekerasan, dan sekarang tiba saatnya bagi mereka untuk melancarkan
kekerasan.
Apa yang di awalnya disalahmengerti akan menghasilkan tindakan
yang salah pula. Tuhan Yesus tidak pernah berkehendak kekerasan ketika
Ia berpesan untuk membawa pedang. Ketika murid-murid mengatakan
mereka mempunyai 2 pedang, Tuhan Yesus langsung memotong
perbincangan mengenai pedang dengan mengatakan,” Sudah cukup.” Hal
yang sama juga dikatakan Tuhan Yesus untuk menghentikan serangan
yang dilancarkan oleh Petrus. Tuhan Yesus tidak pernah menginginkan
terjadinya kekerasan ketika diri-Nya ditangkap. Tidak dari pihak murid-
murid ataupun dari pihak para pengawal. Oleh karena itu Tuhan Yesus
bertanya dengan nada sindiran mengapa para pengawal berpakaian
lengkap dengan meyandang pedang dan pentungan.
Akibat dari serangan Petrus, telinga salah satu hamba Imam Besar
terluka bahkan putus. Tuhan Yesus segera meyembuhkan telinga hamba
65
Imam Besar tersebut. Tuhan Yesus tetap menunjukkan identitas-Nya
sebagai Allah yang penuh dengan kasih. Di tengah-tengah kericuhan
peristiwa penangkapan diri-Nya, Tuhan Yesus tetap tenang dan tetap
menujukkan perbuatan kasih. Di tengah-tengah kegelapan maut yang
menghampiri-Nya, Tuhan Yesus tetap memancarkan terang kasih yang
juga dirasakan oleh orang lain. Bagi Tuhan Yesus, kekerasan tidak harus
dilawan dengan kekerasan. Jalan Tuhan Yesus menuju salib adalah jalan
penuh ketaatan kepada Allah Bapa dan jalan menghidupi kasih Allah
Bapa. Bagiamana dengan jalan ”menuju-salib” kita? Mungkin saat ini ada
orang-orang atau keluarga kita sendiri yang memperlakuan kita dengan
tidak menyenangkan bahkan cenderung kasar. Bagaimana kita harusnya
bersikap? Tuhan Yesus memberikan teladan yang sempurna. Kita tidak
perlu ber-reaksi kasar atau menggunakan kekerasan untuk membalas hal-
hal yang tidak menyenangkan dan kekerasan, tetapi tetap dengan penuh
kasih kita bisa memberikan teguran atau masukan. Tetapi yang terlebih
lagi, kita tetap menghidupi kasih Tuhan Yesus yang sudah kita terima
dalam perjalanan kehidupan ”menuju-salib” ini.
Terima kasih ya Tuhan Yesus untuk kasih dan teladan kasih-Mu yang kami
sudah terima dari Engkau sendiri. Ajarkan kami untuk menghidupi kasih-
Mu di dalam diri kami dalam kondisi apa pun. Amin.
66
Hari ke 31 Rabu, 25 Maret 2015
Bacaan Alkitab: Lukas 22: 54-62
”Lalu berpalinglah Tuhan memandang Petrus. Maka teringatlah Petrus
bahwa Tuhan telah berkata kepadanya:”Sebelum ayam berkokok pada
hari ini, engkau telah tiga kali menyangkal Aku.” Lalu ia pergi ke luar
dan menangis dengan sedihnya.” (Luk 22: 61-62)
Tuhan Yesus berketetapan untuk taat kepada Allah Bapa dan
merelakan diri-Nya ditangkap untuk diadili dan disalibkan. Pertama Tuhan
Yesus harus melalui pengadilan di rumah Imam Besar yang nantinya akan
dihadiri para petinggi yang disebut dengan Mahkamah Agama. Di tempat
ini, kerumunan orang telah menanti untuk menyaksikan Tuhan Yesus
diadili. Dan Petrus hadir di tengah-tengah mereka untuk melihat apa yang
terjadi dengan Gurunya.
Hati Petrus bercampur aduk antara penasaran dan ketakutan. Ia
berusaha untuk membaur dengan kerumunan orang agar tidak dikenali
sebagai salah satu pengikut Tuhan Yesus. Ia menyadari identitasnya akan
berbahaya jika terbongkar, karena mungkin saja ia akan ikut ditangkap dan
diadili. Ketakutan Petrus akhirnya terbukti. Lukas mencatat bahwa yang
pertama kali mengenalinya adalah seorang hamba perempuan yang sedang
duduk dekat Petrus, dan mengatakan bahwa ia pernah melihat Petrus
bersama-sama dengan Tuhan Yesus. Ujian pertama ini seharusnya tidak
menjadi ketakutan terbesar Petrus, karena keluar dari mulut seseorang
hamba dan juga seorang perempuan yang kemungkinan besar tidak akan
dipercayai oleh orang banyak. Tetapi karena Petrus takut dengan
kerumunan orang banyak, Petrus segera menyangkal.
67
Ujian kedua datang dari seorang laki-laki yang mengkonfirmasi
bahwa Petrus adalah salah satu dari murid Tuhan Yesus. Ujian kedua lebih
berat dari ujian pertama karena dikeluarkan oleh seorang laki-laki yang
lebih dipercaya dibandingkan seorang hamba perempuan. Sekali lagi
Petrus menyangkal dan gagal pada ujian kedua. Ujian terakhir datang dari
seseorang yang merupakan kerabat dari ”hamba yang telinganya dipotong
oleh Petrus” (Yoh. 18: 26). Ia mengenali Petrus dan menuduh dengan lebih
tegas kalau ia adalah murid Tuhan Yesus. Dan untuk terakhir kalinya,
Petrus menyangkal dengan lebih tegas lagi bahwa ia tidak mengerti apa
yang dikatakan orang tersebut.
Segera sesudah penyangkalan terakhir, ayam pun berkokok sesuai
dengan perkataan Tuhan Yesus. Lukas mencatat bahwa wajah Tuhan
Yesus lah yang mengingatkan dan menyadarkan Petrus bahwa ia telah
berdosa dengan menyangkal-Nya. Sepanjang perjalanan menuju salib,
Tuhan Yesus mengajak kita untuk terus memandang kepada Dia dan
mengingat akan ajaran-Nya. Adakalanya, karena kedagingan, kita gagal
memandang Dia dan jatuh ke dalam dosa. Tetapi Ia mau agar kita segera
kembali memandang wajah-Nya dan bertobat dari dosa-dosa kita. Bangkit
dari kegagalan dan bertobat dari dosa-dosa, itulah panggilan Tuhan Yesus
bagi kita dalam ”menuju-salib” Apa yang menjadi dosa-dosa kita hari ini?
Mari, segera pandang kepada wajah Tuhan Yesus, mohon pengampunan
dan kembali menerima pembaharuan hidup yang dari-Nya.
Terima kasih ya Tuhan kalau Engkau begitu mengasihi kami dan rela mati
untuk kami. Biarlah darah-Mu terus membasuh kehidupan kami ketika
kami gagal dan berdosa, dan semakin disempurnakan serupa dengan
Engkau. Amin.
68
Hari ke 32 Kamis, 26 Maret 2015
Bacaan Alkitab: Lukas 22: 63-65
”Mereka menutup muka-Nya dan bertanya:”Cobalah katakan siapakah
yang memukul Engkau?” (Luk. 22: 65)
Fungsi kenabian Tuhan Yesus saat itu diuji oleh beberapa orang
yang menahan-Nya. Setelah menjalani persidangan, Tuhan Yesus dijaga
oleh beberapa pengawal sambil diolok-olok dan dipukuli. Dengan ditutup
mata-Nya, Tuhan Yesus diminta untuk menebak siapa yang memukul diri-
Nya. Mereka ingin menguji apa benar Tuhan Yesus adalah seorang nabi.
Selama ini, bangsa Israel menantikan seorang nabi yang akan
dibangkitkan dari antara mereka dan akan memiliki nama besar seperti
Musa (Ul. 18: 15). Bagi mereka, seorang nabi adalah seorang pembuat
keajaiban seperti Musa membelah laut Teberau dan dapat meramalkan
masa depan.
Tuhan Yesus jelas lebih besar dari pada Musa yang menjadi
pemimpin bangsa Israel dulu. Keutamaan Tuhan Yesus sebagai Nabi
bukanlah dalam meramal atau melakukan keajaiban-keajaiban. Tetapi
fungsi utama kenabian Tuhan Yesus adalah diutus untuk
memproklamirkan kebenaran Allah di tengah-tengah dunia yang berdosa.
Dengan kuasa-Nya, Tuhan Yesus pun dapat melakukan keajaiban-
keajaiban di luar pemahaman manusia. Perkara menebak siapa yang
memukul diri-Nya adalah perkara mudah bagi Tuhan Yesus. Tetapi Ia
tidak menjawab olokan mereka. Tuhan Yesus memilih untuk diam dan
menerima penderitaan yang memang harus Ia jalani.
Tuhan Yesus memilih untuk merendahkan diri-Nya ketimbang
69
menunjukkan kehebatan-Nya dalam menebak siapa yang memukul-Nya.
Rasul Paulus dalam Filipi 2: 6-7 mengatakan,”yang walaupun dalam rupa
Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang
harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri,
dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan
manusia.” Mulai saat itu, Tuhan Yesus mulai menjalani penderitaan
jasmani hingga akhirnya mati di kayu salib. Tetapi semuanya itu diterima-
Nya tanpa menunjukkan keilahian-Nya untuk membalas atau diperlihatkan
untuk dikagumi. Tuhan Yesus tetap merendahkan diri-Nya dan ”taat
sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” (Fil. 2:8b).
Perjalanan menuju salib bagi Tuhan Yesus adalah perjalanan
merendahkan diri-Nya dari kedudukan-Nya sebagai Allah menjadi hamba,
dari tidak terbatas menjadi terbatas, dan dari kemuliaan menjadi kehinaan.
Semuanya dijalani-Nya agar kita menerima kehidupan yang kekal. Selain
memberi manfaat, yang juga terpenting adalah bahwa kerendahan diri
Tuhan Yesus memberi teladan kepada kita untuk diikuti. Apa yang
menjadi sikap hidup kita dalam menjalani perjalanan ”menuju-salib” ini?
Apa godaan yang kita alami hari ini sehingga kita tergoda untuk
meninggikan diri dan menunjukkan bahwa kita lebih baik dari orang lain?
Maukah kita meneladani Tuhan Yesus untuk merendahkan diri? ”dan
rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan
Kristus.” (Ef. 5:21).
Terima kasih Tuhan karena kerendahan diri-Mu kami beroleh kehidupan
kekal. Ajari kami untuk meneladani kerendahan diri-Mu dalam kehidupan
kami. Amin.
70
Hari ke 33 Jumat, 27 Maret 2015
Bacaan Alkitab: Lukas 22: 66-71
”Kata mereka semua:”Kalau begitu, Engkau ini Anak Allah?” Jawab
Yesus:”Kamu sendiri mengatakan, bahwa Akulah Anak Allah.” (Luk. 22:
70)
Pertanyaan mengenai identitas Tuhan Yesus sepanjang kehidupan-
Nya banyak dilontarkan oleh banyak orang. Identitas Tuhan Yesus
dipertanyakan ketika Ia menganpuni seorang perempuan berdosa yang
mengurapi kaki-Nya di rumah seorang Farisi (Luk 7: 49). Identitas Tuhan
Yesus juga dipertanyakan ketika Ia menyembuhkan seseorang yang sudah
38 tahun sakit di pinggir kolam Betesda pada hari Sabat (Yoh. 5: 12). Dan
masih banyak lagi kisah-kisah di mana identitas Tuhan Yesus
dipertanyakan terkait dengan apa yang dilakukan dan diajarkan-Nya.
Kali ini Tuhan Yesus diperhadapkan kepada Mahkamah Agama
Yahudi yang menjadi pengadilan pertama-Nya. Di hadapan tua-tua bangsa
Yahudi, imam-imam kepala, dan para ahli Taurat, mereka tetap
menanyakan identitas Tuhan Yesus. Mereka bertanya bukan untuk
mengenal Tuhan Yesus sesungguhnya. Pertanyaan mereka dimaksudkan
untuk menemukan kesalahan ketika Tuhan Yesus menghujat Allah (Luk.
5: 21). Dalam persidangan ini, identitas Tuhan Yesus terungkap setidaknya
3 kali, yaitu Mesias / Kristus yang berarti ”Yang Diurapi”, Anak Manusia
yang merupakan penggenapan dari nubuatan Daniel tentang Mesias yang
akan datang (Dan. 7:13) dan Anak Allah yang menunjukkan bahwa Ia
adalah Allah yang diutus menjadi manusia. Dari ungkapan-ungkapan ini,
tidak ada satu pun yang mereka akui sebagai identitas Tuhan Yesus.
71
Sebagai para ahli kitab suci, bukannya mereka tidak mengenal atau
mengerti arti ungkapan-ungkapan tersebut, tetapi mereka dibutakan oleh
kebenaran diri sendiri dan kemunafikan yang menguasai mereka sehingga
mereka tidak dapat mengenali Tuhan Yesus dengan sungguh-sungguh.
Semuanya telah dicatat dalam Perjanjian Lama, tetapi hati dan pikiran
mereka tidak diterangi oleh hikmat Allah untuk melihat bahwa Tuhan
Yesus adalah penggenapan dari Perjanjian Lama.
Sepanjang perjalanan menuju salib, Tuhan Yesus telah
menunjukkan identitas-Nya melalui karya dan pengajaran-Nya. Ia tidak
dengan terang-terangan mengungkapkan siapa diri-Nya secara langsung,
tetapi Ia mau agar orang lain yang mengenali-Nya melalui pertumbuhan
pengenalan akan diri-Nya. Pertanyaan ”Menurut kamu, siapakah Aku ini?”
tidak saja ditujukan kepada murid-muridNya. Kepada kita pun Tuhan
Yesus bertanya demikian. Apa yang menjadi jawaban kita? Apakah
pengenalan kita tentang Dia semakin bertumbuh seiring waktu kita
percaya kepada-Nya? Dan apakah pertumbuhan pengenalan itu membawa
perubahan dalam diri kita untuk semakin serupa dengan-Nya? Hari ini
Tuhan Yesus bertanya kepada kita, ”Menurut kamu, siapakah Aku ini?”
Ya Tuhan, Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup! Amin.
72
Hari ke 34 Sabtu, 28 Maret 2015
Bacaan Alkitab: Lukas 23: 1-5
”Kata Pilatus kepada imam-imam kepala dan seluruh orang banyak
itu:”Aku tidak mendapati kesalahan apa pun pada orang ini.” (Luk. 23: 4)
Dalam sistem peradilan di dunia, seorang terdakwa harus melalui
serangkaian pengadilan untuk ditentukan nasibnya apakah ia layak
dihukum atau dibebaskan. Ketika di dalam pengadilan tidak ditemukan
bukti-bukti kuat untuk menghukumnya, maka seorang terdakwa harus
dibebaskan dari segala macam bentuk hukuman. Tetapi jikalau dalam
pengadilan ditemukan bukti-bukti yang kuat untuk menghukumnya, maka
terdakwa akan menerima hukuman setimpal dengan perbuatannya, bahkan
bisa berupa hukuman mati.
Kali ini Tuhan Yesus dibawa kepada Pilatus seorang pemimpin
provinsi Yudea. Sebagai pemimpin, Pilatus memegang kekuasaan penuh
atas wilayahnya termasuk membebaskan atau menghukum mati seorang
terdakwa. Di hadapan Pilatus, para lawan Tuhan Yesus menuduhkan 3 hal.
2 tuduhan terakhir, yaitu melarang membayar pajak kepada Kaisar dan
Tuhan Yesus menyatakan diri sebagai Raja adalah tuduhan serius yang
mereka harapkan Pilatus dapat ber-reaksi keras dengan menghukum-Nya.
Tetapi setelah melalui proses pengadilan, Pilatus memberikan vonis bahwa
Tuhan Yesus tidak bersalah. Pilatus tidak menemukan satu kesalahan apa
pun yang membuat Tuhan Yesus layak untuk dihukum. Tidak hanya
sekali, penulis Lukas mengutarakan bahwa Tuhan Yesus tidak bersalah
berkali-kali (23: 4; 14; 22; 41 dan 47). Penulis Lukas ingin menunjukkan
bahwa bukan karena suatu dosa atau kesalahan Tuhan Yesus menerima
73
hukuman mati.
Tuhan Yesus pun sadar sepenuhnya bahwa Ia tidak bersalah
sedikit pun sehingga Ia layak untuk menerima penderitaan, penghakiman,
dan penyaliban. Tetapi walaupun Tuhan Yesus tidak bersalah, itu tidak
menjadikan Ia berpaling dari salib. Tetapi dengan kasih-Nya yang begitu
besar, Ia tetap memandang salib dan rela untuk mati di sana. Ketaatan dan
tekad kuat Tuhan Yesus menuju salib menjadi teladan bagi kita. Apa yang
menjadi fitnahan / tuduhan orang lain terhadap diri kita saat ini ketika kita
berjalan ”menuju-salib”? Apakah kita memiliki kerelaan juga dalam
”menuju-salib” walaupun banyak orang yang menentang kita? Maukah
kita memikul salib dan menyangkal diri untuk mencapai tujuan yang telah
Allah tetapkan bagi kita?
Ya Tuhan, berikan kami kerelaan dan kemampuan untuk memikul salib
yang Kautetapkan untuk kami pikul, dan tuntun kami hingga kami tiba di
tujuan yang Kauinginkan. Amin.
74
Hari ke 35 Senin, 30 Maret 2015
Bacaan Alkitab: Lukas 23: 6-12
”Ia banyak mengajukan pertanyaan kepada Yesus, tetapi Yesus tidak
memberi jawaban apa pun.” (Luk. 23: 9)
Hukum Romawi mengatur bahwa terdakwa harus diadili dan
dihukum di daerah di mana kejahatan dilakukan. Tetapi hukum Romawi
juga membolehkan agar terdakwa bisa diadili di daerah di mana sang
terdakwa berasal. Karena Pilatus tidak menemukan kesalahan pada diri
Tuhan Yesus, maka ia menghindari untuk menghukum Tuhan Yesus
dengan mengirim Dia ke Herodes, karena Herodes adalah pemimpin
provinsi Galilea di mana Tuhan Yesus berasal. Pilatus melempar ”bola
panas” kepada Herodes untuk menghukum Tuhan Yesus.
Kebetulan Herodes sedang berada di Yerusalem, dalam rangka
mengamat-amati kegiatan Paskah agama Yahudi untuk menyenangkan
rakyatnya. Herodes menyambut kedatangan Tuhan Yesus, karena ia sudah
lama ingin berjumpa dengan sosok orang yang selama ini menjadi bahan
perbincangan di masyarakat. Di telinga Herodes, Tuhan Yesus terkenal
sebagai seseorang yang banyak melakukan mujizat dan ia sangat ingin
menyaksikan dengan mata kepala sendiri mujizat Tuhan Yesus. Tetapi
Tuhan Yesus tidak merespon atau menjawab sedikit pun permintaan dan
pertanyaan Herodes. Tuhan Yesus menyadari keberadaan-Nya di hadapan
Herodes bukanlah dalam rangka mengadili diri-Nya, melainkan untuk
melalukan suatu pertunjukan yang memuaskan keinginan Herodes.
Tuhan Yesus datang ke dunia bukan untuk menunjukkan
kepiawaian-Nya dalam melakukan keajaiban-keajaiban. Tuhan Yesus
75
datang ke dunia untuk mencari dan menyelamatkan ciptaan-Nya yang telah
jatuh ke dalam dosa. Walaupun Alkitab mencatat beberapa mujizat yang
luar biasa yang dibuat Tuhan Yesus, tetapi mujizat bukan ditujukan untuk
pemuas keinginan manusia, melainkan menantang manusia untuk datang
dan percaya kepada Dia. Apa yang kita cari dari Tuhan Yesus? Apakah
Tuhan Yesus sekedar menjadi alat pemuas keinginan kita? Tuhan Yesus
tidak berkenan kepada Herodes karena keinginannya. Tuhan Yesus pun
tidak akan berkenan kepada kita jikalau kita hanya menginginkan-Nya
untuk memuaskan keinginan kita semata. Mana yang kita rindukan,
berkat-berkatNya atau Sang Sumber Berkat itu?
Ya Tuhan, ampuni kami kalau kami menjadikan Engkau sebagai alat
pemuas keinginan kami. Berikan kami hati yang rindu untuk mengasihi
dan menaati Engkau sepenuhnya. Amin.
76
Hari ke 36 Selasa, 31 Maret 2015
Bacaan Alkitab: Lukas 23: 13-16
”Jadi aku akan menghajar Dia, lalu melepaskan-Nya.” (Luk. 23: 16)
Karena tidak berhasil mendapatkan apa yang diinginkan, Herodes
mengirim kembali Tuhan Yesus kepada Pilatus untuk diadili. Pilatus
kembali mengumpulkan para imam kepala dan para pemimpin rakyat
untuk menghadiri kembali persidangan Tuhan Yesus. Kali ini Pilatus
kembali menerima ”bola panas” dari Herodes, dan di tangan dia lah nasib
Tuhan Yesus harus diputuskan segera, karena rakyat sangat menginginkan
kematian-Nya.
Di depan rakyatnya, Pilatus kembali menegaskan bahwa dirinya
dan Herodes tidak menemukan kesalahan yang membuat Tuhan Yesus
pantas untuk menerima hukuman mati. Pilatus berusaha untuk meyakinkan
rakyatnya bahwa ia tidak dapat menghukum mati Tuhan Yesus. Tetapi
Pilatus menyadari situasi ini tidak menguntungkan baginya. Pilatus
memiliki agenda lain untuk dirinya sendiri. Ia tidak ingin kehilangan muka
di hadapan rakyatnya, apalagi sampai terjadi pemberontakan melawan
dirinya.
Pilatus menghadapi pilihan sulit antara menghukum mati Tuhan
Yesus dan itu menyenangkan hati rakyatnya, atau membebaskan Tuhan
Yesus dan itu bisa menyebabkan rakyat tidak menyukai dirinya. Untuk
mendapatkan simpati rakyatnya, Pilatus berkompromi untuk mencambuk
Tuhan Yesus sebelum membebaskan-Nya. Tetapi orang-orang tetap
menginginkan kematian Tuhan Yesus. Hati Pilatus yang bimbang dan
mendua, menandakan bagaimana ia masih menempatkan dirinya yang
77
terutama. Berbeda dengan Tuhan Yesus, dalam perjalanan menuju salib, Ia
meninggalkan keutamaan diri-Nya dan meletakan keutamaan yang lain,
yaitu orang-orang berdosa untuk ditebus di hadapan-Nya. Apa yang
menjadi godaan kita untuk mendua hati dalam mengikuti teladan Tuhan
Yesus hari ini? Tuhan Yesus pernah berkata berbahagialah kita semua
yang tidak mendua hati dalam mengikuti Dia, karena kita akan bertemu
dengan Tuhan Yesus.
Ya Tuhan, ampuni kami kalau kami sering memiliki hati yang bercabang
dalam mengikuti Engkau. Berikan kami hati-Mu yang tulus dan suci hanya
untuk kasih kepada Bapa saja. Amin.
78
Hari ke 37 Rabu, 1 April 2015
Bacaan Alkitab: Lukas 23: 18-25
”Lalu Pilatus memutuskan, supaya tuntutan mereka dikabulkan.” (Luk.
23: 24)
Pilatus yang dalam dilema besar harus segera mengambil
keputusan besar dalam hidupnya. Dorongan hatinya mengatakan bahwa ia
tidak menemukan kesalahan dalam diri Tuhan Yesus yang setimpal untuk
dihukum mati. Tetapi dorongan dari kumpulan rakyatnya menghendaki
agar Tuhan Yesus segera disalibkan sebagai bentuk hukuman mati.
Dorongan manakah yang akan dipilihnya?
Lukas mencatat bahwa Pilatus berusaha meyakinkan rakyatnya 3
kali bahwa ia tidak menemukan satu pun kesalahan dalam diri Tuhan
Yesus yang setimpal dengan hukuman mati. Karena hari di mana Tuhan
Yesus diadili bertepatan dengan hari di mana seseorang yang dihukum
dapat dibebaskan berdasarkan pilihan rakyat, Pilatus berusaha
menggunakan pilihan tersebut untuk membebaskan Tuhan Yesus. Tetapi
karena hasutan para imam kepala dan pemimpin rakyat yang dengki
dengan Tuhan Yesus, rakyat lebih memilih Pilatus untuk membebaskan
Barabas, seorang pemberontak dan pembunuh. Kebencian yang begitu
besar terhadap Tuhan Yesus telah membutakan mata hati orang-orang
untuk tidak memperdulikan siapa yang akan dibebaskan. Bagi mereka,
siapa saja boleh dibebaskan, asal bukan Tuhan Yesus.
Pilatus akhirnya harus tunduk kepada kehendak rakyat yang
menginginkan Tuhan Yesus dihukum mati dan Barabas yang dibebaskan.
Lukas mencatat bahwa suara keras Pilatus kalah dengan teriakan rakyat,
79
sehingga tidak ada pilihan lain bagi Pilatus untuk memenuhi tuntutan
mereka. Dengan dijatuhinya hukuman mati kepada Tuhan Yesus, Pilatus
tetap mendapatkan hormat dan perkenanan dari rakyatnya. Rakyat merasa
puas karena keinginannya terpenuhi. Dan para imam kepala dan pemimpin
rakyat merasa menang karena dengki dan dendam mereka terbalas sudah
kepada Tuhan Yesus. Masing-masing pihak mendapati kehendaknya
terpenuhi. Tetapi di atas semuanya itu, kehendak Allah lah yang terjadi
dan menang di atas semua intrik, teriakan dan nafsu untuk membalas
dendam.
Misi Tuhan Yesus adalah untuk mati di atas kayu salib menebus
orang-orang berdosa. Allah berdaulat untuk memakai orang-orang atau
situasi tertentu untuk menggenapi kehendak-Nya atas Tuhan Yesus.
Demikian juga dengan kita, setiap kesulitan dan pergumulan yang kita
hadapi Allah ijinkan terjadi untuk menggenapi tujuan-Nya yang mulia atas
kita. Perjalanan kita ”menuju-salib” bukanlah perjalanan yang mudah dan
lancar, tetapi Allah sedang bekerja di dalam diri kita untuk menggenapi
tujuan-Nya. Apa kesulitan dan pergumulan yang sedang kita hadapi?
Serahkan dan percaya kepada Dia yang dengan setia menyertai dan bekerja
di dalam diri kita, karena kita tahu bahwa kehendak Allah adalah yang
terbaik untuk kita semua.
Ya Tuhan, terima kasih kalau Engkau selalu menyertai dan bekerja di
dalam diri kami. Mampukan kami untuk mengerti dan melihat bahwa
kehendak-Mu lah yang terjadi dalam hidup kami. Amin.
80
Hari ke 38 Kamis, 2 April 2015 (Kamis Putih)
Bacaan Alkitab: Lukas 22: 14-23
”Ketika tiba saatnya, Yesus duduk makan bersama-sama dengan rasul-
rasul-Nya.” (Luk. 23: 14)
Hari ini kita kembali kepada peristiwa jamuan Paskah Tuhan
Yesus bersama murid-muridNya sebelum Ia ditangkap. Tuhan Yesus
sudah sangat menantikan dan sangat merindukan untuk dapat menikmati
jamuan Paskah bersama-sama murid-muridNya sebelum Ia mati. Ia
mengundang semua murid-Nya untuk ikut serta dalam jamuan makan
malam terakhir ini. Termasuk Yudas Iskariot yang akan segera
menghianati Dia.
Dalam jamuan makan malam ini, Tuhan Yesus membagikan
cawan dan roti yang menjadi perlambangan dari darah dan tubuh-Nya
kepada semua murid-Nya. Darah-Nya akan tertumpah dan tubuh-Nya akan
terkoyak agar murid-muridNya dapat menerima anugerah keselamatan
yang diberikan Tuhan Yesus. Selain itu, tradisi makan bersama dalam
jaman Tuhan Yesus memiliki makna penerimaan tuan rumah terhadap
tamu-tamu yang diundang makan dalam satu meja. Ini berarti Tuhan
Yesus menerima dan memberikan berkat-berkatNya kepada seluruh
murid-muridNya.
Yudas sebagai salah satu murid yang ikut dalam perjamuan
terakhir pun menerima cawan, roti dan penerimaan dari Tuhan Yesus.
Walaupun pada akhirnya Yudas memilih untuk menghianati Tuhan Yesus,
tetapi Tuhan Yesus tetap mengundang Yudas untuk menikmati kelimpahan
berkat-Nya. Dalam perjalanan menuju salib, Tuhan Yesus mengundang
81
orang-orang untuk menikmati berkat dan anugerah-Nya yang melimpah.
Walaupun menerima penolakan, Tuhan Yesus tetap pada jalan salib untuk
mengundang kita masuk ke dalam Kerajaan-Nya. Bagaimana perjalanan
kita ”menuju salib” ini? Apakah kita telah menerima undangan Tuhan
Yesus untuk menerima anugerah keselamatan-Nya? Hari ini kita
diingatkan bahwa anugerah keselamatan Tuhan Yesus ditujukan bagi
setiap manusia yang berdosa. Tuhan Yesus mau agar kita hidup di dalam
kelimpahan berkat dan anugerah-Nya. Selain itu, kita pun dipanggil untuk
mengingat segala karya kematian Tuhan Yesus dalam kehidupan kita.
Karena dengan mengingat terus karya kematian Tuhan Yesus, kita
diingatkan siapa diri kita yaitu manusia yang berdosa, siapa Allah yaitu
pribadi yang penuh kasih dan berlimpah anugerah-Nya, dan kita semakin
sadar bahwa kita membutuhkan terus anugerah yang dari Allah sendiri.
Terima kasih Tuhan untuk anugerah dan kasih-Mu yang melimpah dalam
kehidupan kami. Tolong kami untuk mengingat dan menghidupi anugerah
karya keselamatan yang telah Kau berikan kepada kami. Amin.
82
Hari ke 39 Jumat, 3 April 2015
Bacaan Alkitab: Lukas 23: 26-49
”Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring:”Ya Bapa, ke dalam tangan-
Mu kuserahkan nyawa-Ku.” Dan sesudah berkata demikian, Ia
menyerahkan nyawa-Nya.” (Luk. 23: 46)
Setelah melalui penderitaan yang panjang dan berat, Lukas
mencatat bahwa perjalanan Tuhan Yesus menuju salib berakhir pada
penyerahan nyawa-Nya ke dalam tangan Allah Bapa. Penyerahan diri
Tuhan Yesus secara penuh tidak hanya terjadi pada saat kematian-Nya,
tetapi sepanjang kehidupan-Nya di dunia Tuhan Yesus berserah
sepenuhnya kepada Allah Bapa. Rasul Paulus dalam suratnya kepada
jemaat di Filipi menegaskan bahwa Tuhan Yesus, ”... merendahkan
dirinya-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” (Fil
2: 8).
Perjalanan orang Kristen ”menuju-salib” tidak harus dan tidak
selalu berakhir pada kematian di kayu salib. Tetapi perjalanan kita
”menuju-salib” harus dan selalu berada dalam sikap merendahkan diri dan
ketaatan sepenuhnya kepada Allah Bapa. Merelakan kehendak Allah,
ketimbang kehendak kita, yang terjadi atas hidup kita. Menghidupi
kematian Tuhan Yesus dalam kerendahan diri kita karena kita telah
menjadi satu dengan kematian-Nya dalam baptisan kudus. Dan setia
menaati firman-Nya, seperti Tuhan Yesus menaati kehendak Allah Bapa.
Itulah penyerahan diri secara total kepada Allah dalam kehidupan kita,
hingga akhirnya kita dapat berkata bahwa hidup dan nyawaku berada di
dalam tangan-Mu, ya Bapa.
83
Darah dan tubuh Tuhan Yesus yang tercurah dan terkoyak di kayu
salib pada peristiwa Jumat Agung pertama membawa pengampunan dosa
bagi dunia. Tuhan Yesus telah menjadi kurban paling sempurna yang
dapat dipersembahkan untuk pengampunan dosa secara penuh. Tetapi
selain itu, kematian-Nya merupakan puncak kerendahan diri dan ketaatan-
Nya kepada Allah Bapa. Melalui kematian-Nya, Tuhan Yesus menyatakan
pula bahwa Ia telah setia dan menang dalam memikul salib-Nya sendiri.
Kematian Tuhan Yesus tidak hanya memberikan manfaat kepada kita.
Kematian Tuhan Yesus memberikan teladan untuk diikuti dan dihidupi.
Apa yang kita ingat dan dapatkan setiap tahun kita merayakan Jumat
Agung? Apa komitmen yang kita buat setiap kali selesai merayakan Jumat
Agung? Maukah kita menghidupi kematian Tuhan Yesus dalam diri kita
melalui sikap merendahkan diri terhadap Allah dan sesama kita? Relakah
kita dengan setia memikul salib kita hingga akhirnya kita dapat berkata,
”Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu kuserahkan nyawaku.”
Terima kasih Tuhan Yesus untuk kerelaan, kesetiaan, kerendahan diri dan,
ketaatan-Mu yang sudah Kau persembahkan bagi kami. Tolong kami,
mampukan kami untuk menghidupi kematian-Mu dalam perjalanan kami
”menuju-salib” ini. Amin.
84
Hari ke 40 Sabtu, 4 April 2015
Bacaan Alkitab: Lukas 23: 50-56
”Adalah seorang yang bernama Yusuf. Ia anggota Majelis Besar, dan
seorang yang baik lagi benar. Ia tidak setuju dengan putusan dan tindakan
Majelis itu.” (Luk. 23: 50-51a).
Kisah perjalanan Tuhan Yesus menuju salib telah mencapai
puncaknya dan berakhir dengan kematian-Nya. Sebagai seorang terhukum,
tubuh Tuhan Yesus yang disalibkan masih tergantung di atas kayu salib.
Karena hari Sabat hampir mulai, maka segala pekerjaan untuk penguburan
tubuh harus segera dilaksanakan. Lukas mencatat seseorang yang baik dan
benar bernama Yusuf dari Arimatea meminta tubuh Tuhan Yesus untuk
dikuburkan. Ia adalah salah satu anggota para pemimpin rakyat yang ikut
menghakimi Tuhan Yesus. Tetapi Yusuf sendiri tidak menyetujui
keputusan ini, karena ia sendiri adalah pengikut Tuhan Yesus.
Keputusan Yusuf untuk menghadap Pilatus dan meminta ijin
untuk menguburkan tubuh Tuhan Yesus bukanlah suatu tindakan tanpa
resiko. Sebagai salah satu anggota Majelis Besar, ia meresikokan
reputasinya di hadapan Pilatus. Tetapi karena Yusuf adalah seseorang yang
mengenal dan mengikuti ajaran-ajaran Tuhan Yesus, ia memberanikan
dirinya untuk memberikan yang terbaik, yaitu memberikan penguburan
yang layak untuk tubuh Tuhan Yesus dan menyediakan suatu tempat kubur
yang baru yang dibelinya dengan harga yang tidak murah.
Siapakah Yusuf dari Arimatea ini? Kisah kehidupannya tidak
tercatat di Alkitab selain di kisah penguburan tubuh Tuhan Yesus. Ke-
empat penulis Injil sepakat dalam menceritakan Yusuf sebagai orang yang
85
berbeda dari musuh-musuh Tuhan Yesus selama ini. Injil Matius dan
Yohanes menggambarkan Yusuf sebagai, “murid Yesus”. Injil Markus
menggambarkan Yusuf sebagai seseorang yang, “menantik-nantikan
Kerajaan Allah”. Dan Lukas sendiri menggambarkan Yusuf sebagai
seseorang yang, “baik lagi benar” Sepanjang Injilnya, Lukas hanya
menyebut beberapa tokoh yang dikatakan benar, Zakharia dan Elisabet,
Simeon dan puncaknya ada pada diri Tuhan Yesus sendiri melalui
pengakuan kepala pasukan setelah Tuhan Yesus mati. Menarik untuk
diperhatikan bagaimana Lukas memulai kisahnya dengan hadirnya
beberapa tokoh iman yang benar di kisah kelahiran Tuhan Yesus, dan
menutupnya dengan seorang tokoh iman yang benar pula di kisah
kematian Tuhan Yesus. Mereka adalah orang-orang yang merelakan
dirinya dipakai untuk menggenapi tujuan Allah.
Yusuf merelakan dirinya dipakai oleh Allah untuk menggenapi
nubuatan nabi Yesaya atas diri Tuhan Yesus. Kerelaan dan keberanian
Yusuf pun dapat menjadi teladan bagi kita. Di akhir perenungan lenten
pada tahun ini, kita mengakhiri dengan tokoh iman yang berasal dari
golongan musuh Tuhan Yesus. Tetapi ia memilih jalan salib dan mau
bersama-sama dengan Tuhan Yesus untuk “menuju-salib” juga.
Bagaimana dengan kita? Apakah kita berani mengambil keputusan untuk
setia mengikuti Tuhan Yesus? Apakah kita rela untuk memberikan yang
terbaik kepada Tuhan Yesus? Maukah kita menjadi bagian dalam rencana
Allah dan dipakai oleh-Nya untuk menggenapi tujuan-Nya yang mulia?
Terima kasih Tuhan Yesus untuk para tokoh iman yang dapat kamu
teladani, terlebih lagi kami dapat meneladani diri dan karya-Mu yang
begitu agung bagi kami. Amin.
86
top related