referat abses tht
Post on 10-Aug-2015
161 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Definisi
Abses adalah kumpulan pus dalam berbagai bagian tubuh yang dalam
kebanyakan kasus menyebabkan pembengkakan dan reaksi inflamasi di daerah
sekelilingnya.1Biasanya disebabkan oleh bakteri, yang bisa dibagi menjadi abses
superfisial yang menginfeksi daerah kulit dan abses profunda yang menginfeksi
tubuh bagian dalam dan organnya.2
I.2. Etiologi
Abses terjadi bila jaringan terinfeksi dan sistem imun tubuh berusaha
melawannya. Leukosit menuju ke jaringan yang terinfeksi dan berkumpul di
dalam jaringan yang rusak, maka terbentuklah pus. Pus adalah penumpukan
cairan, leukosit yang masih hidup dan yang mati, jaringan yang mati, dan bakteri
atau unsur asing lainnnya.1
Faktor predisposisinya meliputi selulitis, imunodefisiensi, diabetes,
iskemia, penyakit vaskuler perifer, benda-benda asing, obstruksi, luka ataupun
trauma.2Abses dalam kulit mudah dilihat, tampak kemerahan, menonjol dan
nyeri. Abses di bagian tubuh yang lain yang tidak jelas terlihat, mungkin dapat
menyebabkan kerusakan organ yang cukup berbahaya.1
Sesuai dengan lokasi yang terinfeksi, abses dapat terbagi menjadi
beberapa tipe abses, tipe yang spesifik seperti abses abdomen, abses hepar,
abses anorektal, abses cerebri, abses epidural, abses kulit, abses gigi, abses
peritonsil, abses leher, dan lain-lain.1 Dalam referat ini akan dibahas mengenai
abses dalam bidang Telinga Hidung dan Tenggorokan beserta
penatalaksanaannya.
I.3 Gejala Klinis
Abses kepala dan leher adalah abses yang terbentuk di dalam struktur
kepala dan leher, yang berbeda dengan abses kulit. Yang termasuk abses kepala
1
dan leher antara lain, abses leher dalam, angina Ludwig dan abses cerebri, abses
peritonsilaris, abses retrofaring. Abses yang superfisial biasanya memiliki
gejala-gejala radang seperti rubor, kalor, dolor, tumor, sedangkan abses yang
lebih dalam biasanya timbul demam, menggigil, myalgia, sakit kepala.2
I.4 Diagnosis dan Penatalaksanaan
Abses yang superficial biasanya didiagnosa berdasarkan gejala, tanda,
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Abses yang lebih dalam sering memerlukan
pemeriksaan penunjang seperti CT-scan, USG, sering juga diperlukan
pemeriksaan kultur dan pewarnaan gram.2
Kebanyakan abses ditatalaksana melalui prosedur pembedahan yang
disebut insisi dan drainase abses. Abses superfisial biasanya dilakukan anestesi
lokal, sedangkan abses yang dalam atau abses yang berkomplikasi dilakukan
anestesi umum. Biasanya dilakukan insisi, lalu pus didrainase, kantong diirigasi
dan biarkan terbuka sehingga sembuh dengan sendirinya. Perawatan pasca-
operasi memerluka perawatan luka dan antibiotik biasanya luka sembuh dalam
beberapa minggu.2
2
BAB II
ABSES DALAM BIDANG THT DAN PENATALAKSANAANNYA
a. Abses Ekstradural
Definisi dan Etiologi
Abses ekstradural adalah kumpulan pus di antara duramater dan
tulang yang menutupi rongga mastoid atau telinga tengah.3 Pertama kali
dikemukakan oleh Sir Percival Pott pada tahun 1760. Abses ekstradural
biasanya merupakan penyebaran infeksi dari sinus paranasal, telinga
tengah, orbita ataupun mastoid.4
Organisme penyebab biasanya adalah Streptococcus yang
berkaitan dengan sinusitis dan kuman anaerob lainnya dan Stafilokokus
bila disertai trauma. Virulensi organisme dan ketahanan hospes
menentukan berat ringannya komplikasi yang ditimbulkan. 4Pada otitis
media supuratif kronis, keadaan ini berhubungan dengan jaringan
granulasi dan kolesteatoma yang menyebabkan erosi tegmen timpani atau
mastoid.5Abses ini lebih banyak ditemukan pada laki-laki dan pada usia
dekade keenam, jarang ditemukan pada usia dibawah 12 tahun.4
Gejala Klinis dan Diagnosa
Gejalanya terutama nyeri telinga hebat dan nyeri kepala.
Dengan foto Rontgen mastoid yang baik, terutama posisi Schuller, dapat
dilihat kerusakan di lempeng tegmen yang menandakan tertembusnya
tegmen.5 Biasanya nyeri kepala difus atau terlokalisir di satu sisi, bisa
disertai demam yang merupakan perkembangan dari sinusitis atau otitis
media, secret purulen dari telinga atau sinus, oedem periorbita, bisa
menyebabkan peningkatan tekanan intakranial seperti mual, muntah,
papiledema,4
Penatalaksanaan
Diagnosis dini dan penatalaksanaan abses ekstradural meliputi
intubasi endotrakeal dan hiperventilasi diperlukan bila pasien kritis,
3
penanganan inisial tergantung gejala klinis yang muncul. Bila timbul
kejang dan defisit neurologis fokal memerlukan intubasi segera, terapi
antikejang, hiperventilasi dan stabilisasi hemodinamik, pasien yang tidak
kritis bisa dilakukan CT-scan setelah evaluasi klinis, status neurologis
harus dimonitor.4
Terapi antibiotik harus diberikan berdasarkan penyebab sambil
menunggu hasil kultur. Bila pasien dalam keadaan darurat, bisa diberikan
antibiotik anaerob. Antibiotik dilanjutkan selama lebih dari 8 minggu jika
tidak dilakukan pembedahan dan kurang dari 4 minggu bila abses
didrainase. Pemeriksaan dengan CT-scan atau MRI dilakukan setelah 10-
14 hari terapi antibiotik dihentikan.4
Tindakan bedah dilakukan apabila pada pasien terdapat gejala
neurologis atau yang tidak merespon terhadap medikamentosa.
Penanganan yang optimal melalui drainase bedah saraf, pewarnaan Gram,
tinta India, dan acid-fast bacilli (AFB), dan pemberian antibiotic yang
tepat. Jenis pembedahan tergantung luas lesi dan paparan dengan tulang
cranium. Bila lubang yang dibentuk tidak bisa mengoptimalkan drainase
atau bila diindikasikan debridement dengan drainase, maka dilakukan
kraniotomi. Bila duramater terinfeksi, diperlukan donor duramater. Selama
dianestesi, produk anestesi yang bisa menyebabkan vasodilatasi
intrakranial dihindari karena dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan
juga herniasi.4
Noggle dkk, mengemukakan abses ekstradural supraorbital,
frontal pada fossa cranium anterior dan media dapat dibersihkan secara
aman dan adekuat melalui kraniotomi suprasiliar invasive minimal.
Tindakan ini mempunyai keuntungan dalam bidang kosmetik dan
menurunkan morbiditas. Eviator dkk, merekomendasikan abses ekstradural
yang disebabkan sinusitis yang terletak di sisi anterior, dapat dilakukan
drainase abses dengan endoskopi melalui kavum nasi.4
Komplikasi
Kejang, herniasi, perdarahan, penyebaran infeksi, dan syok septik.4
4
b. Abses Subdural
Definisi dan Etiologi
Abses subdural adalah infeksi dalam ruang subdural, yaitu
ruang di antara duramater dan membrane arakhnoid yang mengelilingi
otak, yang disebabkan oleh bakteri, antara lain genus Streptokokus,
Stafilokokus, Pseudomonas, Bacteroides, Enterobacter, Klebsiella, H.
Influenza dan E. Coli. Pada remaja dan dewasa, abses subdural biasanya
terjadi karena penyebaran infeksi dari sinus paranasal, telinga tengah dan
sinus mastoid.6
Abses subdural jarang terjadi sebagai perluasan langsung dari
abses ekstradural, biasanya sebagai perluasan tromboflebitis melalui
pembuluh vena.5 Lebih sering ditemukan pada laki-laki, dalam berbagai
usia, tapi duapertiganya berusia 10-40 tahun.7
Gejala Klinis dan Diagnosa
Gejala-gejala antara lain demam, nyeri kepala, dan timbul
koma pada pasien dengan otitis media supuratif kronis (OMSK). Temuan
sistem saraf pusat antara lain berupa bangkitan kejang, hemiplegia, dan
tanda Kernig positif.2
Dapat juga muncul gejala ambliopia, disfasia, riwayat abses
intraserebral. Dengan pemeriksaan laboratorium darah lengkap didapatkan
leukositosis toksik, pemeriksaan kultur bakteri penyebab. Pemeriksaan
preoperative mencakup pemeriksaan elektrolit, BUN, fungsi hati dan
hitung jenis darah.7 Yang terpenting adalah pemeriksaan menggunakan
CT-scan dengan kontras atau MRI pada massa yang berisi cairan dalam
rongga subdural, CT scan sinus paranasal, mastoid.6
Pungsi lumbal perlu untuk membedakan abses subdural dengan
meningitis. Pada abses subdural, pada pemeriksaan likuor serebrospinal
(LCS) kadar protein biasanya normal dan tidak ditemukan bakteri. Kalau
pada abses ekstradural, nanah keluar pada waktu operasi mastoidektomi,
pada abses subdural nanah harus dikeluarkan secara bedah saraf, sebelum
dilakukan operasi mastoidektomi.5
Penatalaksanaan
5
Mempertahankan jalan napas yang adekuat dan memastikan
pernapasan dan sirkulasi dengan perawatan suportif seperti oksigen, infuse
intravena. Diperlukan pemeriksaan foto rontgen dan laboratorium.
Pemberian antibiotik sesegera mungkin dengan antibiotik anaerob. Anti
kejang juga diperlukan apabila terjadi kejang, juga terapi untuk
menurunkan tekanan intrakranial.7
Drainase bedah saraf harus segera dilakukan. Pilihan utamanya
yaitu kraniotomi, yang mana memberikan pajanan yang lebar, eksplorasi
adekuat dan pembersihan kumpulan purulen lebih baik daripada metode
lain. Dibuat lubang dengan bor di atas dan di bawah tempat yang terkena,
dan pus yang terkumpul dihisap. Kemudian dilakukan irigasi dengan
cairan fisiologik serta dengan larutan antibiotika, dan dipasang salir karet
agar dapat dilakukan reirigasi berkali-kali.5 Penempatan lubang stereotatic
dengan drainase dan irigasi adalah pilihan lainnya tapi kurang memuaskan
karena pemajanan yang kurang dan kemungkinan pembersihan yang tidak
lengkap. Pasien dengan kontraindikasi terhadap pembedahan atau resiko
morbiditas diberikan antibiotik saja. Tindakan bedah lain diperlukan untuk
membersihkan sumber infeksi primer, seperti mastoidektomi pada
mastoiditis kronik.7
Komplikasi
Kejang, thrombosis sinus kavernosus, peningkatan tekanan
intrakranial, hidrosefalus, edema cerebri, infark cerebri, deficit neurologis.
c. Abses Otak
Definisi dan Etiologi
Abses otak adalah kumpulan sel-sel imun, pus dan bahan-bahan
lain di otak, biasanya berasal dari bakteri atau infeksi jamur. Oedem dan
inflamasi terjadi pada otak, berkumpulnya sel otak yang terinfeksi,
leukosit, bakteri yang mati dan hidup, dan kumpulan jamur. Jaringan
mengelilingi area ini dan menimbulkan massa.8
Biasanya bakteri yang menyebabkan abses otak menyebar
secara hematogen, berasal dari area infeksi terdekat (seperti infeksi
6
telinga) atau melewati sumber trauma atau bedah.8 Lebih banyak
ditemukan pada laki-laki, pada usia kurang dari 40 tahun.9
Gejala Klinis dan Diagnosa
Biasanya berjalan lambat, lebih dari 2 minggu atau tiba-tiba.
Gejalanya seperti penurunan kesadaran, afasia, demam, sakit kepala,
muntah, kejang, kaku kuduk, perubahan penglihatan, papiledema. Gejala
dan tanda dari kelainan fungsi langsung dari sisi yang terkena. Abses
cerebral, gejalanya nistagmus, ataksia, muntah dan dismetria. Abses
batang otak, gejalanya kelemahan wajah, sait kepala, demam, muntah,
disfagia dan hemiparesis. Abses frontal, gejalanya sakit kepala, kurang
perhatian, gangguan bicara, hemiparesis unilateral. Abses lobus temporal,
gejalanya sakit kepala, afasia ipsilateral dan gangguan penglihatan.9
Uji darah rutin, hitung jenis, CRP, test serologi, kultur darah.
Leukosit bisa mencapai 100.00 atau lebih ketika abses pecah ke dalam
cairan serebrospinal.9
Penatalaksanaan
Medikamentosa diindikasikan apabila mempunyai:
Abses jarang
Sebuah abses kecil ( < 2 cm )
Sebuah abses dalam di dalam otak
Sebuah abses dan meningitis
Saluran dalam otak untuk hidrosefalus
Infeksi Toxoplasma gondii dengan HIV
Antibiotik, antifungal bila disebabkan oleh jamur, terapi
sesegera mungkin diperlukan bila abscess menekan jaringan otak atau
abses besar dangan sejumlah besa oedem yang meningkatkan tekanan
dalam otak.8
Tindakan bedah dilakukan apabila :
Tekanan dalam otak berlanjut atau memburuk
Abses otak tidak mengecil setelah pengobatan
Abses otak berisi gas
Abses otak beresiko rupture
7
Drainase merupakan tindakan yang optimal, dilakukan aspirasi
melalui lobang yang dibor dan eksisi lengkap setelah kraniotomi.9 tindakan
bedah dilakukan tergantung dari ukuran dan kedalaman abses.
Keseluruhan abses akan diangkat apabila dekat dengan permukaan dan
tertutup kantong. Aspirasi dengan jarum dipandu oleh CT atau MRI untuk
abses yang dalam. Selama tindakan ini, obat-obatan diinjeksi ke dalam
massa. Diuretic dan steroid tertentu mungkin digunakan untuk mengurangi
oedem otak.8
Drainase bisa ditunda atau dihindari apanila infeksi pada
stadium serebritis atau lesi pada area vital atau yang tidak bisa dijangkau.
Resiko aspirasi berulang adalah perdarahan. Eksisi diindikasikan dalam
fossa posterior yang disebabkan lesi yang tidak berkapsul, juga
diindikasikan pada pasien dengan penurunan sensoris, peningkatan
tekanan intracranial, tidak ada perbaikan klinis dalam 7 hari dan atau abses
makin membesar secara progresif.9
Komplikasi
Kerusakan otak, meningitis, rekurensi infeksi dan kejang.8
d. Abses Zigomatikus
Definisi dan Etiologi
Selama beberapa tahun terakhir, dua kasus sama dalam karakter
telah dipelajari di King's College Hospital. Keduanya adalah pasien wanita
yang menderita otorrhea kronis dari telinga kiri selama bertahun-tahun. Ini
merupakan komplikasi yang jarang dari OMSK.10
Gejala Klinis dan Diagnosa
Terdapat pembengkakan di depan dan di atas aurikula dengan
oedem di sekelilingnya yang dapat menyebar ke kelopak mata dan pipi.
Mastoid tampak oedema sedang. Dinding liang telinga dalam pada bagian
superior dan posterosuperior tampak sangat oedem, hampir menutup
saluran. Pada operasi, sejumlah besar pus dibersihkan, tapi tidak
ditemukan kerusakan pada permukaan tulang. Tulang tersebut terdiri dari
sel tipe aselular yang sangat tebal.10
8
Antrum berisi pus, jaringan granulasi dan kolesteatom.
Terdapat erosi yang luas pada atik dan dinding posterosuperior liang
telinga dalam dan merupakan jalur pus untuk berjalan sepanjang telinga
dan tulang untuk mencapai zigoma dan temporal.10
Penatalaksanaan
Pencegahan ke stadium yang lebih berat adalah menatalaksana
komplikasi akut dengan drainase abses dan antibiotik intravena yang
adekuat, sering juga dilakukan mastoidektomi untuk mengangkat
kolesteatom mastoid secepat mungkin.11
e. Abses Subperiosteal
Definisi dan Etiologi
Infeksi dapat menyebar dari ruang periorbita, khususnya dari
selulitis periorbita pada anak-anak, dari faring, telinga tengah, kulit wajah,
hidung, kelenjar air mata atau dari gigi. Kemudahan dan cepatnya
penyebaran infeksi dikarenakan sistem vena wajah, yang mana
mempunyai banyak anastomosis dan tidak berkatup.12
Infeksi orbita dapat dikelompokkan menjadi 5 oleh Smith dan
Spencer, dan dimodifikasi oleh Chandler dkk :
Grup I : selulitis periorbita
Grup II : selulitis orbita
Grup III : abses subperiosteal
Grup IV : abses orbita
Grup V : thrombosis sinus kavernosus12
Abses subperiosteal adalah kumpulan bahan purulen diantara
dinding tulang orbita dan periosteum. Dapat merupakan penyebaran dari
selulitis orbita ataupun dari infeksi sekitarnya, seperti sinusitit sethmoid
menyebar ke ruang subperiosteal orbita media.12
Gejala Klinis dan Diagnosa
Pada mata yang terkena dapat terjadi penurunan penglihatan,
parestesi pada dahi. Proptosis secara langsung karena bola mata digeser
oleh abses, gerakan bola mata pasien terbatas atau nyeri bila bergerak kea
9
rah abses, tanda-tanda orbita berupa poptosis, kemosis dan gangguang
penglihatan. Dilakukan pemeriksaan darah lengkap, kadar glukosa darah
meningkat.12
Penatalaksanaan
Pemberian antibiotik intravena, bila perlu dilakukan tindakan
bedah segera. Antibiotik anaerob yang berkaitan sinusitis akut seperti S.
pneumonia, S. aureus, bisa diberikan sefuroksim. Terapi intravena
dipertahankan sampai mata yang terinfeksi kembali normal. Dekongestan
diperlukan untuk mengeringkan sinus. Tindakan drainase abses
dipertimbangkan bersama tinakan drainase sinus. Pasien dimonitor selama
48 jam dengan pemberian antibiotik intravena, bila setelah 48 jam demam
masih berlanjut atau antibiotic gagal makan dilakukan tindakan bedah.
Beberapa penelitian menunjukkan drainase abses subperiosteal sukses
dengan endoskopi.12
Untuk tindakan endoskopi dipersiapkan TIVA, MOFFATs,
kapas dengan adrenalin 1:100. Prosedurnya meliputi uncinectomy,
antrostomy, anterior ethmoidectomy (membentuk akses dan menegaskan
lamina papyracea), drainase abses dengan endoskopi melalui lamina
papyracea, pembersihan antrum dan dimasukkan kateter drainase.
Kesulitannnya perdarahan, kavum nasi yang masih sempit pada anak-
anak.13
Gambar 1. Abses Subperiosteal21
10
Gambar 2. Abses Subperiosteal21
Gambar 3. Insisi dan drainase Abses Subperiosteal21
Gambar 4. Insisi dan drainase Abses Subperiosteal21
Komplikasi
Thrombosis sinus kavernosus, abses otak, kehilangan
penglihatan.
f. Abses Septum Nasi
Definisi dan Etiologi
Abses septum nasi adalah pembentukan pus yang cukup
berbahaya, infeksi bakteri di dalam septum nasi. Septum nasi adalah
jaringan normal yang terdapat di tengah-tengah hidung memisahkan kedua
lubang hidung. Biasanya terjadi karena didahului trauma hidung, dapat
ditemukan dalam berbagai usia.14Seringkali didahului oleh hematoma
septum yang kemudian terinfeksi kuman dan menjadi abses. 15
11
Gejala Klinis dan Diagnosa
Timbulnya abses septum nasi menyebabkan beratnya hidung
tersumbat, nyeri dan kemerahan pada puncak hidung. Sumbatan hidung
berlangsung progresif, dapat menyebabkan kesulitan dalam bernapas.
Demam, sakit kepala dan malaise sering dirasakan.14Pemeriksaan lebih
baik tanpa menggunakan speculum hidung. Tampak pembengkakan
septum yang berbentuk bulat dengan permukaan licin.15Pemeriksaan darah
menunjukkan leukositosis.14
Penatalaksanaan
Abses septum harus segera diobati sebagai kasus darurat karena
komplikasinya dapat berat, yaitu dlam waktu yang tidak lama dapat
menyebabkan nekrosis tulang rawan.15Pasien diposisikan terlentang
dengan elevasi pada kepala. Dapat dilakukan aspirasi dengan jarum 18-20
dengan anestesi lokal.16
Untuk drainase, dilakukan insisi mukosa pada fluktuansi
terbesar tanpa menginsisi kartilago.
Gambar 5. Insisi mukosa16
Selanjutnya dilakukan drainase, dan diirigasi dengan saline steril. Sedikit
bagian mukoperikondrium dieksisi untuk mencegah penutupan insisi
premature.16
Gambar 6. Eksisi mukoperikondrium16
12
Pasangkan drain Penrose kecil dan jahit pada tempatnya.
Selanjutnya, tampon kedua lubang hidung, seperti pada epistaksis anterior,
untuk melekatkan perikondrium dengan kartilago. Drain dan tampon
dipertahankan sampai drainase berhenti selama 24 jam, biasanya 2-3 hari.
Diberikan antibiotic, bila terjadi infeksi sekunder bsa diberikan antibiotic
intravena. Bisa diberikan klindamisisn samapi hasil kultur keluar.16
Gambar 7. Penempatan drain Penrose16
Komplikasi
Meningitis, abses intracranial, selulitis orbita, thrombosis sinus
kavernosus, bisa juga menyebabkan nekrosis kartilago.16 Untuk mencegah
deformitas hidung, bila sudah ada destruksi tulang rawan perlu dilakukan
rekonstruksi septum. Komplikasi yang mungkin terjadi ialah destruksi
tulang rawan septum yang dapat menyebabkan perforasi septum atau
hidung pelana.15
g. Abses Peritonsil (Quincy Throat)
Definisi dan Etiologi
Abses peritonsil adalah kumpulan bahan yang terinfeksi di area
yang mengelilingi tonsil.17Kadang-kadang, infeksi tonsil berlanjut menjadi
selulitis difusa dari daerah tonsila meluas sampai palatum mole, yang
kemudian berlanjut menjadi abses peritonsilar.18Bisa juga merupakan
infeksi yang bersumber dari kelenjar mucus Weber di kutub atas tonsil.19
Biasanya disebabkan oleh Steptokokus hemolitikus grup A.17
Biasanya unilateral dan lebih sering pada anak-aak yang lebih tua dan
dewasa muda.18
13
Gejala Klinis dan Diagnosa
Pada stadium permulaan (infiltrate), selain pembengkakan
tamapk permukaannya hiperemis. Bila proses berlanjut, terjadi supurasi
sehingga daerah tersebut lebih lunak. Pembengkakan peritonsil akan
mendorong tonsil dan uvula kea rah kontralateral. Bial proses berlanjut
terus, peradangan jaringan di sekitarnya akan menyebabkan iritasi pada m.
pterigoid interna, sehingga timbul trismus.19
Pada kasus yang agak berat, biasanya terdapat disfagia nyata,
nyeri alih ke telinga pada sisi yang terkena, salvias yang meningkat.
Palpasi jika memungkinkan, membantu membedakan abses dari selulitis.18
Penatalaksanaan
Jika terbentuk abses, memerlukan pembedahan drainase baik
dengan teknik aspirasi jarum atau dengan teknik insisi dan drainase.
Kesulitan dapat timbul dalam memastikan apakah berhubungan dengan
selulitis akut atau pembentukan abses yang sebenarnya telah terjadi.18
Teknik insisi dan drainase membutuhkan anestesi lokal.
Pertama faring disemprot dengan anestesi topical. Kemudian 2 cc Xilokain
dengan adrenalin 1/100.000 disuntikkan. Pisau tonsila nomor 12 atau 11
denga plester untuk mencegah penetrasi yang dalam digunakan untuk
membuat insisi melalui mukosa dean submukosa dekat kutub atas fosa
tonsilaris. Hemostat tumpul dimasukkan melalui insisi ini dan dengan
lembut direntangkan.18
Pengisapan tonsila sebaiknya segera disediakan untuk
mengumpulkan pus yang dikeluarkan. Pada anak yang lebih tua atau
dewasa muda dengan trismus yang berat, pembedahan drainase mungkin
dilakukan setelah aplikasi cairan kokain 4% pada daerah insisi dan daerah
ganglion sfenopalatina pada fosa nasalis.18
Anak-anak lebih muda membutuhkan anestesi umum.
Dainjurkan tonsilektomi segera (tonsilektomi Quinsy) yang merupakan
prosedur yang aman yang membantu drainase sempurna dari abses jika
tonsila diangkat. Di samping pembedahan drainase, apakah dengan
aspirasi jarum atau dengan insisi, pasien diobati dengan antibiotic dan
irigasi cairan garam hangat. Antibiotic diberikan yang efektif melawan
14
Streptokokus, Stafilokokus dan anaerob oral. Pada individu dengan abses
peritonsilaris ulangan atau riwayat episode faringitis ulangan, tonsilektomi
dilakukan segera atau dalam jangka waktu enam minggu kemudian
dilakukan tonsilektomi.18
Gambar 8. Abses Peritonsilar22
Gambar 9.Insisi dan drainase Abses Peritonsilar23
Gambar10.Insisi dan drainase AbsesPeritonsilar23
Komplikasi
Nekrosis jaringan yang terinfeksi, rekurensi, aspirasi, abses
leher, mediastinitis, meningitis, sepsis, abses otak, rupture arteri karotis.20
h. Abses Retrofaring
15
Definisi dan Etiologi
Penyakit ini terutama terjadi apada bayi atau anak-anak kecil
yang berusia di bawah dua tahun. Pada anak yang lebih tua atau dewasa
penyakit ini hampir selalu terjadi sekunder akibat dari penyebaran abses
spatium parafaringeum atau gangguan traumatic dari batas dinding faring
posterior oleh trauma yang berasal dari benda asing atau selama
penggunaan alat-alat atau intubasi.21
Gejala Klinis dan Diagnosa
Penyakit ini sebaiknya dicurigai jika pada bayi atau anak kecil
terdapat demam yang tidak dapat dijelaskan setelah infeksi pernapasan
bagian atas dan terdapat gejala hilangnya nafsu makan, perubahan dalam
bicara, dan kesulitan menelan. Stridor terjadi jika abses semakin besar atau
edema meluas ke bawah mengenai laring. Pada dewasa terdapat gejala
disfagia, nyeri menelan, dan gejala yang menandakan adanya obstruksi
jalan napas.21
Radiografi jaringan lunak lateral leher menunjukkan
peningkatan bayangan jaringan lunak yang jelas antara saluran udara
faring dan korpus vertebra servikalis. Jika terdapat keraguan mengenai
radiografi, maka dapat dipertegas dengn radiografi penelanan barium.21
Penatalaksanaan
Jika diagnosis abses sudah pasti, sebaiknya dilakukan drainase
abses. Jalan napas harus dilindungi. Kepala direndahkan sehingga
pengeluaran pus tidak akan diaspirasi dan dengan menggunakan pisau
scalpel tajam yang kecil dilakukan insisi vertical yang pendek pada titik
dimana pembengkakan paling besar. Pisau sebaiknya dituntun oleh jari
telunjuk yang diletakkan pada abses. Jika pus tidak keluar, dimasukkan
hemostat tertutup yang kecil pada luka, kemudian dengan lembut didorong
ke arah lebih dalam, dan meluas. 21 Pus yang keluar segera dihisap, agar
tidak terjadi aspirasi. Tindakan dapat dilakukan dalam analgesika lokal
atau umum.19
Dilakukan biakan, pewarnaan gram. Pengobatan antibiotic
anaerob, termasuk untuk Streptokokus, Stafilokokus.21
16
Komplikasi
Asfiksia karena aspirasi debris septic dan perdarahan
merupakan komplikasi abses retrofaring yang berbahaya. Jika terjadi
perdarahan, perdarahan biasanya terjadi berlebihan dan mungkin
membutuhkan ligasi arteri karotis interna pada sisi yang terkena.
i. Abses Parafaring
Definisi dan Etiologi
Ruang parafaring dapat mengalami infeksi denga cara
langsung, yaitu akibat tusukan jarum pada saat tonsilektomi dengan
analgesia. Peradangan terjadi karena ujung jarum suntik yang telah
terkontaminasi kuman menembus lapisan otot tipis (m. konstriktor faring
superior) yang memisahkan ruang parafaring dari fosa tonsilaris. Proses
supurasi kelenjar limfa leher bagian dalam, gigi, tonsil, faring, hidung,
sinus paranasal, mastoid dan vertebra servikal. Penjalaran infeksi ruang
peritonsil, retrofaring atau submandibula.19
Gejala Klinis dan Diagnosa
Gejala dan tanda yang utama adalah trismus, indurasi atau
pembengkakan di sekitar angulus amndibula, demam tinggi dan
pembengkakan dinding lateral faring sehingga menonjol ke arah medial.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, gejala dan tanda
klinik. Dapat juga dilakukan foto Rontgen AP atau CT scan.19
Penatalaksanaan
Untuk terapi diberikan antibiotika dosis tinggi secara parenteral
terhadap kuman aerob dan anaerob. Evakuasi abses harus segera dilakukan
bila tidak ada perbaikan dengan antibiotika dalam 24-48 jam dengan cara
eksplorasi dalam narcosis, caranya melalui insisi dari luar dan intra oral.19
Insisi dari luar dilakukan 2½ jari di bawah dan sejajar
mandibula. Secara tumpul eksplorasi dilanjutkan dari batas anterior m.
sternokleidomastoideus ke arah atas belakang menyusuri bagian medial
mandibula dan m. pterigoid interna mencapai ruang parafaring dengan
terabanya prosesus stiloid. Biala nanah terdapat di dalam selubung karotis,
17
insisi dilanjutkan vertical dari pertengahan insisi horizontal ke bawah di
depan m. sternokleidomastoideus (cara Mosher).19
Insisi intraoral dilakukan pada dinding lateral faring. Dengan
memakai klem arteri eksplorasi dilakukan dengan menembus m.
konstriktor faring superior ke dalam ruang parafarinf anterior. Insisi
intraoral dilakukan bila perlu dan sebagai terapi tambahan terhadap insisi
eksternal.19
Komplikasi
Dapat menjalar secara hematogen, limfogen atau langsung.
Penjalaran ke atas dapat menyebabkan peradangan intracranial. Abses juga
dapat menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah. Bila nekrosis,
akan terjadi ruptut sehingga terjadi perdarahan hebat, dapat juga timbul
tromboflebitis dan septicemia.19
j. Abses Submandibula
Definisi dan Etiologi
Abses dapat terbentuk di ruang submandibula atau salah satu
komponennya sebagai kelanjutan infeksi dari daerah kepala leher. Infeksi
dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar liur atau kelenajr
submandibula, munkin juga sebagai kelanjutan infeksi ruang leher dalam
lain. Kuman penyebab biasanya campuran kuman aerob dan anaerob.19
Gejala Klinis dan Diagnosa
Terdapat demam dan nyeri leher disertai pembengkakan di
bawah mandibuila atau di bawah lidah, mungkin berfluktuasi. Trismus
sering ditemukan.19
Penatalaksanaan
Antibiotika dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob
harus segera diberikan secara parenteral. Evakuasi abses dapat dilakukan
dalam anestesi lokal untuk abses yang dangkal dan terlokalisasi atau
eksplorasi dalam narcosis bila letak abses dalam dan luas.19
Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi
os hyoid, tergantung letak dan luas abses.19 Suatu insisi servikal transversal
18
dibuat dua ruas jari di bawah mandibula dan dilanjutkan sampai
periosteum mandibula. Kemudian dilakukan pembedahan tumpul untuk
mendrainase abses. Dapat juga diperlukan untuk membuat suatu insisi
intraoral yang terpisah sehingga mendrainase infeksi ke dalam mulut.18
Gambar 11. Abses Submandibula24
Gambar 12. Drain tetap dipertahankan pada luka
insisi Abses Submandibula.24
k. Angina Ludovici (Angina Ludwig)
Definisi dan Etiologi
Angina ludovici ialah infeksi ruang submandibula berupa
selulitis dengan tanda khas berupa pembengkakan seluruh ruang
submandibula, tidak membentuk abses, sehingga keras pada perabaan
submandibula.19
19
Angina ludovici paling sering terjadi sebagai akibat infeksi yang
berasal dari gigi geligi, tetapi dapat berasal dari proses supuratif nodi
limfatisi servikalis pada ruang submaksilaris.18
Gejala Klinis dan Diagnosa
Terdapat nyeri tenggorok dan leher, disertai pembengkakan di
daerah submadibula, yang tampak hiperemis dan keras pada perabaan.
Dasar mulut membengkak, dapat mendorong lidah ke atas belakang,
sehingga menimbulkan sesak napas, karena sumbatan jalan napas.19
Penatalaksanaan
Sebagai terapi antibiotika dengan dosis tinggi, untuk kuman
aerob dan anaerob, dan diberikan secara parenteral. Selain itu dilakukan
eksplorasi yang dilakukan untuk tujuan dekompresi (mengurangi
ketegangan) dan evakuasi pus (pada angina Ludovici jarang terdapat pus)
atau jaringan nekrosis. Insisi dilakukan di garis tengah secara horizontal
setinggi os hyoid (3-4 jari di bawah mandibula). Perlu dilakukan
pengobatan terhadap sumber infeksi (gigi), untuk mencegah
kekambuhan.19
Sebelum insisi dan drainase dilakukan, sebaiknya dilakukan
persiapan terhadap kemungkinan trakeostomi karena ketidakmampuan
melakukan intubasi pada pasien, seperti lidah yang mengobstruksi
pandangan laring dan tidak dapat ditekan oleh laringoskop.18
Komplikasi
Sumbatan jalan napas, oenjalaran abses ke ruang leher dalam
lain dan mediatinum, sepsis.19
20
Gambar 13. Insisi dan Drainase Angina Ludovici25
BAB III
21
KESIMPULAN
Abses sering timbul di kepala dan leher, terutama di belakang tenggorokan
dan di dalam kelenjar liur pipi (kelenjar parotis). Abses juga bisa ditemukan di dalam
otak. Abses di belakang dan di samping tenggorokan (abses faringomaksiler)
biasanya terjadi akibat infeksi tenggorokan (termasuk infeksi amandel atau adenoid).
Abses tenggorokan lebih sering ditemukan pada anak-anak.
Abses juga bisa terbentuk di dalam kelenjar getah bening yang terletak di
samping tenggorokan (abses parafaringeal). Abses ini biasanya berasal dari infeksi
di sekitarnya (misalnya abses gigi atau infeksi kelenjar liur). Penderita merasakan
demam dan nyeri tenggorokan, mengalami kesulitan dalam membuka mulutnya.
Penyebaran infeksi bisa menyebabkan pembengkakan leher. Jika abses menyebabkan
kerusakan pada arteri karotisdi leher, maka bisa terjadi pembekuan darah atau
perdarahan hebat.
Abses juga bisa terjadi di saluran keluar dari salah satu kelenjar parotis. Abses
ini terjadi akibat penyebaran infeksi dari mulut dan sering ditemukan pada usia lanjut
atau penderita penyakit menahun yang mengalami kekeringan di mulutnya akibat
rendahnya asupan cairan atau akibat obat-obatan tertentu (misalnya antihistamin).
Penderita merasakan nyeri, demam dan menggigil, disertai pembengkakan leher.
Penanganan pada abses biasanya diberikan antibiotic yang seseuia dengan
organisme penyebab ataupun antibiotic anaerob bila masih menunggu hasil kultur.
Bila dengan medikamentosa, abses tidak berkurang, maka dilakukan insisi dan
drainase, bisa dengan anestesi lokal ataupun umum.
22
top related