qasam
Post on 24-Jul-2015
186 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Semaking berkembangnya teknologi tentunya kita akan selalu dituntut
untuk berfikir kritis dan berhati-hati dalam segala hal apalagi masalah akhlaq
dan kepribadian, dikarenakan para pemuda saat ini telah banyak terjerumus
dalam kesesatan-kesesatan, dan hal kecilpun sekarang menjadi sepele
walaupun hal kecil tersebut bila kita langgar akan membuat kita musyrik
contohnya Sumpah Qasam, sekarang menjadi kebiasaan melontarkan hal
tersebut walaupun kita berbohong/dusta karena pada asalnya sumpah Qasam
disini sebagai peyakin atau penguat dengan catatannya hal tersebut nyata
terjadi,
Maka kita tim penulis akan mengangkat sebuah
problema/permasalahan yang biasa terjadi di masyarakat umumnya dan para
pemuda khususnya dalam menggunakan sumpah-sumpah qasam, oleh kerena
itu kita akan mengangkat tema “Qosam-qosam Al-Qur’an”
B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi dan Sigat Qasam?
2. Apa saja faedah Qasam dalam Qur’an?
3. Apa sajakah Muqsambih dalam Qur’an?
4. Berapa macam-macam Qasam itu sendiri?
C. Tujuan
Untuk mengetahui apa itu Qasam Qur’an dan faedah yang terkadung di
dalamnya serta macam-macamnya.
1
BAB II
PEMBAHASAN
QASAM-QASAM QUR’AN1
Kesiapan jiwa setiap individu dalam menerima kebenaran dan tunduk
terhadap cahayanya itu berbeda-beda. Jiwa yang jernih yang fitrahnya tidak
ternoda kejahatan akan segera menyambut petunjuk dan membukakan pintu hati
bagi sinarnya serta berusaha mengikutinya sekalipun petunjuk itu sampai
kepadanya hanya sepintas kilas. Sedang jiwa yang tertutup awan kejahilan dan
diliputi gelapnya kebatilan tidak akan tergoncang hatinya kecuali dengan pukulan
peringatan dan bentuk kalimat yang kuat lagi kokoh, sehingga dengan demikian
barulah tergoncang keingkarannya itu. Qasam (sumpah) dalam pembicaraan,
termasuk salah satu uslub pengukuhan kalimat yang diselingi dengan bukti
konkrit dan dapat menyeret lawan untuk mengakui apa yang diingkarinya.
A. Definisi dan Sigat Qasam
Aqsam adalah bentuk jamak dan qasam yang berarti al-hilf dan al-
yamin, yakni sumpah. Sigat asli qasam ialah fi’il atau kata kerja “aqsama”
atau “ahlafa” yang di-muta’addi(transitif)-kan dengan “ba” untuk sampai
kepada muqsam bih (sesuatu yang digunakan untuk bersumpah), lalu disusul
dengan muqsam ‘alaih (sesuatu yang karena sumpah diucapkan) yang
dinamakan dengan jawab qasam. Misalnya firman Allah: “Mereka bersumpah
dengan nama Allah, dengan sumpah yang sungguh-sungguh, bahwasanya
Allah tidak akan membangkitkan orang yang mati” (an-NahI [16]:38).
Dengan demikian, ada tiga unsur dalam sigat qasam: fi’il yang
ditransitifkan dengan “ba”, muqsam bih dan muqsam ‘alaih.
Oleh karena qasam itu sering dipergunakan dalam percakapan maka ia
diringkas, yaitu fi’il qasam dihilangkan dan dicukupkan dengan “ba”.
Kemudian “ba”.2 pun diganti dengan “wawu” pada isim zahir, seperti:
(Demi malam, bila menutupi [cahaya siang]) (al-
1 Ibnu Qayyim mengulas secara khusus masalah qasam ini dalam kitabnya, Aqsamul Qur’an yang dinamakan pula dengan at-Tibyan, sebuah kitab yang unik dalam masalah ini. Di sini kita akan carikan pembahasan kitab tersebut2 “Ba” tidak terdapat dalam Qur’an kecuali berangkai dengan fi’il qasam, seperti dalam an-Nur [24]:53
2
Lail [92]:1), dan diganti dengan “ta” pada lafaz jalalah, misalnya:
(Demi Allah, sesungguhnya aku akan
melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu.) (al-Anbiya’ [21]:57).
Namun qasam dengan “ta” ini jarang dipergunakan, sedang yang banyak ialah
dengan “wawu”.
Qasam dan yamin adalah dua kata sinonim, mempunyai makna yang
sama. Qasam didefinisikan sebagai “mengikat jiwa (hati) agar tidak
melakukan atau melakukan sesuatu, dengan ‘suatu makna’ yang dipandang
besar, agung, baik secara hakiki maupun secara i’tiqadi, oleh orang yang
bersumpah itu.” Bersumpah dinamakan juga dengan yamin (tangan kanan),
karena orang Arab ketika sedang bersumpah memegang tangan kanan
sahabatnya.
B. Faedah Qasain dalam Qur’an
Bahasa Arab mempunyai keistimewaan tersendiri berupa kelembutan
ungkapan dan beraneka ragam uslubnya sesuai dengan berbagai tujuannya.
Lawan bicara (mukhatab) mempunyai beberapa keadaan yang dalam ilmu
Ma’ani disebut adrubul khabar as-salâsah atau tiga macam pola penggunaan
kalimat berita; ibtidâ’i, talabi dan inkari.
Mukhâtab terkadang seorang berhati kosong (khaliyuz zihni), sama
sekali tidak mempunyai persepsi akan pernyataan (hukum) yang diterangkan
kepadanya, maka perkataan yang disampaikan kepadanya tidak perlu
memakai penguat (ta ‘kid). Penggunaan perkataan demikian dinamakan
ibtida’i.
Terkadang pula ia ragu-ragu terhadap kebenaran pernyataan yang
disampaikan kepadannya. Maka perkataan untuk orang semacam ini
sebaiknya diperkuat dengan suatu penguat guna menghilangkan keraguannya.
Perkataan demikian dinamakan talabi.
Dan terkadang ia inkar atau menolak isi pernyataan. Maka pembicaraan
untuknya harus disertai penguat sesuai kadar keingkarannya, kuat atau lemah.
Pembicaraan demikian dinamakan inkâri.
Qasam merupakari salah satu penguat perkataan yang masyhur untuk
memantapkan dan memperkuat kebenaran sesuatu di dalam jiwa. Qur’an al-
3
Karim diturunkan untuk seluruh manusia, dan manusia mempunyai sikap
yang bermacam-macam terhadapnya. Di antaranya ada yang meragukan, ada
yang mengingkari dan ada pula yang amat memusuhi. Karena itu dipakailah
qasam dalam Kalamullah, guna menghilangkan keraguan, melenyapkan
kesalahpahaman, menegakkan hujjah, menguatkan khabar dan menetapkan
hukum dengan cara paling sempurna.
C. Muqsam Bih dalam Qur’an
Allah bersumpah dengan Zat-Nya yang kudus dan mempunyai sifat-
sifat khusus, atau dengan ayat-ayat-Nya yang memantapkan eksistensi dan
sifat-sifat-Nya. Dan sumpah-Nya dengan sebagian makhluk menunjukkan
bahwa makhluk itu termasuk salah satu ayat-Nya yang besar.
Allah telah bersumpah dengan Zat-Nya sendiri dalam Qur’an pada tujuh
tempat:
1) “Orang-orang kafir menyangka bahwa mereka sekali-kali tidak akan
dibangkitkan. Katakanlah: Tidak demikian, demi Tuhanku, benar-benar kamu
akan dibangkitkan.” (at-Tagabun [64]:7),
2) “Dan orang-orang kaflr berkata: Hari berbangkit itu tidak akan
datang kepada kami. Karakanlah: Pusti datang, demi Tuhanku, sungguh
kiamat itu pasti akan datang kepadamu.” (Saba’ [34]:3),
3) “Dan mereka menanyakan kepadamu: Benarkah (azab yang
dijanjikan) itu? Katakanlah: Ya, demi Tuhanku, sesungguhnya azab itu
benar.” (Yunus [10]:53),
Dalam ketiga ayat ini Allah memerintahkan Nabi agar bersumpah
dengan zat-Nya.
4). “Demi Tuhanmu, sungguh Kami akan membangkitkan mereka
bersama syaitan.” (Maryam [19]:68),
5) “Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua!”
(al-Hijr [15]:92),
6) “Maka demi Tuhanmu, merekti (pada hakikatnya) tidak beriman
hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka
perselisihkan.” (an-Nisa’ [41:65) dan
4
7) “Maka Aku bersumpah dengan Tuhan yang memiliki timur dan
barat.” (al-Ma’arij [70]:40).
Selain ketujuh tempat ini semua sumpah dalam Qur’an adalah dengan
makhluk-Nya. Misalnya:
“Demi matahari dan cahayanya di pagi hari, dan bulan apabila
mengiringinya...” (asy-Syams [91]:1-7),
“Demi malam apabila menurupi (cahaya siang), dan siang apabila
terang benderang, dan penciptaan laki-laki dan perempuan.” (al-Lail [92]:1-
3),
“Demi fajar, dan malam yang sepuluh...” (al-Fajr [89]:1-4),
“Sungguh, Aku bersumpah dengan bintang-bintang.” (at-Takwir
[81]:15) dan
“Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun, dan demi bukit Sinai.” (at-Tin
[95]:1-2).
Sumpah dengan makhluk-Nya inilah yang paling banyak dalam Qur’an.
Allah dapat saja bersumpah dengan apa yang dikehendaki-Nya. Akan
tetapi sumpah manusia dengan selain Allah merupakan salah satu bentuk
kemusyrikan. Dari Umar bin Khattab ra. diceritakan, Rasulullah berkata:
_______________________________________________________
“Barang siapa bersumpah dengan selain (nama) Allah, maka ia telab
kafir atau telah mempersekutukan (Allah).”3
Allah bersumpah dengan makhluk-Nya, karena makhluk itu
menunjukkan Penciptanya, yaitu Allah, di samping menunjukkan pula akan
keutamaan dan kemanfaatan makhluk tersebut, agar dijadikan pelajaran bagi
manusia. Dan al-Hasan diriwayatkan, Ia berkata:
_________________________________________________________
“Allah boleh bersumpah dengan makhluk yang dikehendaki-Nya.
Namun tidak boleh bagi seorang pun bersumpah kecuali dengan (nama)
Allah.”4
D. Macam-macam Qasam
3 Hadist Tirmizi yang menilainya hadist hasan, dan dinilainya sahih oleh hakim4 Dikeluarkan oleh Ibn Abi Hatim
5
Qasam itu adakalanya zahir (jelas, tegas) dan adakalanya mud- mar
(tidak jelas, tersirat).
1). Zahir, ialah sumpah yang di dalamnya disebutkan fi’il qasam dan
muqsam bih. Dan di antaranya ada yang dihilangkan fi’il qasamnya,
sebagaimana pada umumnya, karena dicukupkan dengan huruf jarr berupa
“ba”, “wawu” dan “ta”.
Di beberapa tempat, fi’il qasam terkadang didahului (dimasuki) “LA”
nafy, seperti:
(Tidak, Aku bersumpah dengan hari kiamat.
Dan tidak, Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya
sendiri).) (al-Qiyamah [75]: 1-2).
Dikatakan, “LA” di dua tempat ini adalah “LA” nafy yang berarti
“tidak”, untuk menafikan sesuatu yang tidak disebutkan yang sesuai dengan
konteks sumpah. Dan taqdir (perkiraan arti)-nya adalah: “Tidak benar apa
yang kamu sangka, bahwa hisab dan siksa itu tidak ada.” Kemudian baru
dilanjutkan dengan kalimat berikutnya: “Aku bersumpah dengan hari kiamat
dan dengan nafsu lawwamah, bahwa kamu celaka akan dibangkitkan.”
Dikatakan pula bahwa “LA” tersebut untuk menafikan qasam, seakan-akan Ia
mengatakan: “Aku tidak bersumpah kepadamu dengan hari itu dan nafsu itu.
Tetapi Aku bertanya kepadamu tanpa sumpah, apakah kamu mengira bahwa
Kami tidak akan mengumpulkan tulang belulangmu setelah hancur berantakan
karena kematian? Sungguh masalahnya teramat jelas, sehingga tidak lagi
memerlukan sumpah.” Tetapi dikatakan pula, “LA” tersebut za ‘idah
(tambahan). Pernyataan jawab qasam dalam ayat di atas tidak disebutkan
tetapi telah ditunjukkan oleh perkataan sesudahnya, “Apakah manusia
mengira...” (al-Qiyamah [75]:3). Taqdirnya ialah: “Sungguh kamu akan
dibangkitkan dan akan dihisab.”
2). Mudmar, yaitu yang di dalamnya tidak dijelaskan fa’il qasam dan
tidak pula muqsam bih, tetapi ia ditunjukkan oleh “Lam taukId” yang masuk
ke dalam jawab qasam, seperti firman Allah:
(Kamu sungguh akan diuji
6
terhadap hartarnu dan dirimu.) (Ali‘Imran [3]:186). Maksudnya, Demi Allah,
kamu sungguh-sungguh akan diuji...
E. Hal Ihwal Muqsam ‘Alaib
I). Tujuan qasam adalah untuk mengukuhkan dan mewujudkan muqsam
‘alaih (jawab qasam, pernyataan yang karenanya qasam diucapkan). Karena
itu, muqsam ‘alaih haruslah berupa hal-hal yang Ia yak didatangkan qasam
baginya, seperti hal-hal gaib dan tersembunyi jika qasam itu dimaksudkan
untuk menetapkan keberadaannya.
2). Jawab qasarn itu pada umumnya disebutkan, Namun terkadang ada
juga yang dihilangkan, sebagaimana jawab “LAU” (jika) sering dibuang,
seperti firman Allah: (Janganlah
begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin.) (at-Takasur
[102]:5). Penghilangan seperti inl merupakan salah satu uslub paling baik,
sebab menunjukkan kebesaran dan keagungan. Dan taqdir ayat inl ialah:
“Seandainya kamu mengetahui apa yang akan kamu hadapi secara yakin,
tentulah kamu akan melakukan kebaikan yang tidak terlukiskan banyaknya.”
Penghilangan jawab qasam, misalnya:
(Demi fajar, dan malam yang sepuluh, dan yang genap dan yang ganjil,
dan malam bila berlalu. Pada yang demikian itu terdapat .sumpah (yang dapat
diterima) oleh orang-orang yang berakal. Apakah kamu tidak memperhatikan
bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum ‘Ad?) (al-Fajr [89]:l-6). Yang
dimaksud dengan qasam di sini ialah, waktu yang mengandung amal-amal
seperti ini pantas untuk dijadikan oleh Allah sebagai muqsam bih. Karena itu
ia tidak memerlukan jawaban lagi. Namun demikian, ada sementara pendapat
mengatakan, jawab qasam itu dihilangkan, yakni: “Kamu pasti akan disiksa
wahai orang kafir Mekah.” Juga ada pendapat lain mengatakan, jawab itu
disebutkan, yaitu firmanNya: ______________________________
(Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi,) (aI-Fajr [89]:14).
7
Pendapat yang benar dan sesuai dalam hal mi adalah bahwa qasam tidak
memerlukan jawaban.
Jawab qasam terkadang dihilangkan karena sudah ditunjukkan oleh
perkataan yang disebutkan sesudahnya, seperti:
(Aku bersumpah dengan hari kiamat dan Aku bersumpah dengan jiwa yang
banyak mencela.) (al-Qiyamah [75]:1-2). Jawab qasam di sini dihilangkan
karena sudah ditunjukkan oleh firman sesudahnya, yaitu:
_________________________ (Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak
akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya?) (al-Qiyamah [75]:3).
Taqdirnya ialah: Sungguh kamu akan dibangkitkan dan dihisab.
3). Fi’l madi musbat mutasarrif yang tidak didahului ma’mul-nya
apabila menjadi jawab qasam, harus disertai dengan “lam” dan “qad”. Dan
salah satu keduanya ini tidak boleh dihilangkan kecuali jika kalimat terlalu
panjang, seperti:
(Demi matahani dan cahayanya di pagi hari, dan bulan apabila
mengiringinya, dan siang apabila menampakkannya, dan malam apabila
menutupinya, dan langit serta pembinaannya, dan bumi serta
penghamparannya, dan jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya, maka Allah
mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya,
sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu.) (asy-Syams
[91]:1-9). Jawab qasamnya ialah (ayat ke-9). “Lam” pada ayat inl dihilangkan
karena kalam terlalu panjang. Atas dasar itu para ulama berpendapat tentang
firman Allah:
(Demi Iangit yang mempunyai gugusan bintang, dan hari yang
dijanjikan, dan yang menyaksikan dan yang disaksikan. Telah dibinasakan
8
orang-orang yang membuat parit.) (al-Buruj [85]:1-4): Yang paling baik ialah
qasam disini tidak memerlukan jawab, sebab maksudnya adalah
mengingatkan akan muqsam bih karena ia termasuk ayat-ayat Tuhan yang
besar, Dalam pada itu ada yang berpendapat, jawab qasam tersebut
dihilangkan dan ditunjukkan oleh ayat keempat. Maksudnya, mereka itu —
yakni orang kafir Mekah — terkutuk sebagaimana asâbul ukhdud terkutuk.
Juga ada yang mengatakan, yang dihilangkan itu hanyalah permulaannya saja,
dan taqdirnya ialah: ___________ sebab fi’l madi jika menjadi jawab qasam
harus disertai “lam” dan “qad”, dan tidak boleh dihilangkan salah satunya
kecuali jika kalam telalu panjang sehagaimana telah dikemukakan di atas,
berkenaan dengan firman-Nya Q.S. 91:1-9.
4). Allah bersumpah atas (untuk menetapkan) pokok-pokok keimanan
yang wajib diketahui makhluk, Dalam hal ini terkadang Ia bersumpah untuk
menjelaskan tauhid, seperti firman-Nya:
“Demi (rombongan) yang bersaf-saf dengan sebenar-benarnya, dan
demi (rombongan) yang melarang dengan sebenar-benarnya (dari perbuatan-
perbuatan maksiat, dan demi (rombongan) yang membacakan pelajaran,
sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Esa.” (as-Saffat [37]: 1-4).
Terkadang untuk menegaskan bahwa Qur’an itu hak, seperti firman-
Nya:
“Maka Aku bersumpah dengan masa turunnya bagian-bagian Qur’an.
Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah yang besar kalau kamu mengetahui.
Sesungguhnya Qur’an ini adaiah bacaan yang sangat mulia.” (al-Waqiah
[56]:75-77).
Terkadang untuk menjelaskan bahwa Rasul itu benar, seperti dalam:
“Yâ sIn. Demi Qur’an yang penuh hikmah, sesungguhnya kamu adalah
salah seorang dari rasul-rasul.” (Ya Sin [36]:1-3).
Terkadang untuk menjelaskan balasan, janji dan ancaman, seperti:
“Demi (angin) yang menebarkan debu dengan sekuat-kuatnya, dan awan
yang mengandung hujan, dan kapal-kapal yang berlayar
9
dengan mudah, dan (malaikat-malaikat) yang rnembagi-bagi urusan,
sesungguhnya apa yang dijanjikan kepadamu pasti benar, dan sesungguhnya
(hari) pembalasan past i terjadi.” (az-Zariyat [51]:1-6).
Dan terkadang juga untuk menerangkan keadaan manusia, seperti
dalam:
“Demi malam apabila menutupi (cahaya siang), dan siang apabita terang
benderang, dan penciptaan laki-laki dan perempuan, sesungguhnya usaha
kamu memang berbeda-beda.” (al-Lail [92]: 1-4).
Siapa saja yang meneliti dengan cermat qasam-qasam dalam Qur’an,
tentu ia akan memperoleh berbagai macam pengetahuan yang tidak sedikit.
5). Qasam itu ada kalanya atas jumlah khabariyah, dan inilah yang
paling banyak, seperti firman-Nya:
“Maka demi Tuhan langit dan bumi, sesungguhnya yang dijanjikan itu
adalah benar-benar (akan terjadi).” (az-Zariyat [51]:23). Dan ada kalanya
dengan jumlah talabiyah secara maknawi5, seperti:
“Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua,
tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu,” (al-Hijr [15]: 92-93). Yang
dimaksud dengan ayat ini ialah ancaman dan peringatan.
F. Qasam dan Syarat6
Apabila qasam dan syarat berkumpul dalam suatu kalimat, Sehingga
yang satu masuk ke dalam yang lain, maka unsur kalimat yang menjadi jawab
adalah bagi yang terletak lebih dahulu dari keduanya, baik qasam maupun
syarat, sedang jawab dari yang terletak kemudian tidak diperlukan.
Apabila qasam mendahului syarat, maka unsur yang menjadi jawab
adalah bagi qasam, dan jawab syarat tidak diperlukan lagi. Misalnya: “Jika
kamu tidak berhenti, pasti kamu akan kurejam.” (Maryam [19]:46). Dalarn
5 Jumlah Khabariyah adalah kalimat berita, bersifat informatif. Sedang jumlah talabiyah, juga disebut jumlah insya’iyah, ialah kalimat yang tidak informatif, seperti kalimat yang berisi perintah, larangan, pertanyaan, ancaman dan sebagainya .6 Qasam (sumapah) dan syarat dalam gramatika bahasa arab merupakan unsur suatu kalimat. Keduanya harus mempunyai pernyataan jawab masing-masing, lazim disebut “jawab qasam” “disebut juga muqsam ‘alaih” dan “jawab syarat”. Misalnya, untuk yang pertama, “Demi Allah, saya akan bersedekah.” Pernyataan “saya akan bersedekah” disebut jawab qasam. Contoh yang kedua, “jika kamu rajin belajar, tentu akan pandai” pernyataan “tentu akan pandai” disebut jawab syarat.
10
ayat ini berkumpul qasam dan syarat, sebab taqdirnya ialah: “Demi Allah, jika
kamu tidak berhenti..”
“Lam” yang masuk ke dalam syarat itu bukanlah “lam” jawab qasam
sebagaimana yang terdapat dalam firrnan-Nya:
“Demi Allah, sungguh aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-
berhalamu.” (al-Anbiya’ [21]:57). Tetapi ia adalah “lam” yang masuk ke
dalam adatusy syarat yang berfungsi sebagai indikator bahwa pernyataan
jawab yang sesudahnya adalah bagi qasam yang sebelumnya, bukan bagi
syarat. “Lam” demikian dinamakan lam mu’zinah (indikator) dan juga
dinamakan lam mauti’ah (pengantar), karena ia mengantarkan atau merintis
jawaban bagi qasam. Misalnya:
“Sesungguhnya jika mereka diusir, orang-orang munafik itu tidak akan
keluar bersama mereka, dan sesungguhnya jika mereka diperangi, niscaya
mereka tidak akan menolangnya; sesungguhnya jika mereka menolangnya,
niscaya mereka akan berpaling ke belakang, kemudian mereka tidak akan
mendapat pertolongan.” (al-Hasyr [59]: 12).
Lam mauti’ah ini pada umumnya masuk ke dalam “in syartiyah”, tetapi
terkadang pula masuk ke dalam yang lain.
Tidak dapat dikatakan, kalimat “syarat” itu adalah jawab bagi qasam
yang dikira-kirakan, karena “syarat” tidak dapat menjadi jawab. ini mengingat
jawab haruslah berupa kalimat berita. Sedangkan “syarat” adalah insya’,
bukan kalimat berita. Dengan demikian, firman Allah pada contoh pertama,
__________ adalah jawab bagi qasam yang dikira-kirakan dan tidak
diperlukan lagi jawab syarat.
Masuknya “lam mauti’ah” qasam ke dalam syarat tidaklah wajib Sebab
“lam” itu terkadang dihilangkan padahal qasam tetap diperkirakan sebelutn
syarat. Misalnya fIrman Allah:
11
(Dan jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti
orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksa yang pedih.) (al-
Ma’idah [5]:73).
Bukti bahwa jawab itu bagi qasam, bukan bagi syarat, adalah masuknya
“lam” ke dalamnya di samping lafaz. yang menjadi jawab tersebut tidak
majzum. ini dapat dilihat, misalnya, pada ayat:
(al-Isra’ [17]:88). Seandainya lafaz adalah jawab bagi syarat. tentu
ia majzum.
Adapun firman-Nya:
(Ali ‘Imran [3]:158), maka “lam” pada adalah mauti’ah bagi qasam;
sedang “lam” pada adalah “lam” qasam, yaitu lam yang terletak
pada jawab qasam. Dan “nun taukid” (nun penguat) tidak dimasukkan ke
dalam fi’il (yang menjadi jawab)7 karena antara lam qasam dengan fi’il
tersebut terpisah oleh jar majrur. Asalnya ialah _____________________
G. Beberapa Fi’il yang Berfungsi sebagal Qasam
Apabila qasam berfungsi memperkuat muqsam ‘alaih, maka beberapa
fl’il dapat difungsikan sebagai qasam jika konteks kalimatnya menunjukkan
makna qasam. Misalnya:
(Dan (ingatlah) ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah
diberi kitab (yaitu): Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada
manusia...) (Ali ‘Imran [3]:187). “Lam” pada adalah
7 Fi’il yang menjadi jawab qasam harus di-taukid-kan (dengan nun) apabila ia musbat (positif) dan mustaqbal (menunjukkan masa akan datang), dan antara fi’il tersebut dengan lam qasam tidak boleh dipisahkan dengan suatu pemisah apapun. Sedang jawab qasam disini. Meskipin musbat dan mustaqbal, namun ia telah dipisahkan dengan jar majrur.
12
lam qasam, dan kalimat sesudahnya adalah jawab qasam, sebab “akhzul
misaq” (mengambil janji) artinya adalab “istihlâf” (mengambil sumpah),
Atas dasar ini para mufasir memfungsikan sebagai qasam firman Allah
berikut:
(Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu):
Janganlah kamu menyembah selain Allah...) (al-Baqarah [2]:83),
(Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari kamu (yaitu): Kamu tidak
akan menumpahkan darahmu (membunuh orang),..) (al-Baqarah [2]:84), dan
(Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu
dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan
menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan
orang-orang sebeum mereka berkuasa...) (an-Nur [24]:55).
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Aqsam adalah bentuk jamak dan qasam yang berarti al-hilf dan al-
yamin, yakni sumpah. Sigat asli qasam ialah fi’il atau kata kerja “aqsama”
atau “ahlafa” yang di-muta’addi(transitif)-kan dengan “ba” untuk sampai
kepada muqsam bih (sesuatu yang digunakan untuk bersumpah), lalu disusul
dengan muqsam ‘alaih (sesuatu yang karena sumpah diucapkan) yang
dinamakan dengan jawab qasam.
Tidak sembarang Qasam yang perlu di lafazkan tetapi qasam yang
berdasarkan atas nama Allah, karena sesungguhnya orang yang melafadzkan
sebuah Qasam tanpa dilandasi atas nama Allah maka orang tersebut Kafir atau
telah mempersekutukan Allah.
14
DAFTAR PUSTAKA
Manna’ khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Pustaka Litera Antar Nusa,
Bogor 2010
15
top related