psikologi bermain anak
Post on 21-Jun-2015
1.224 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
PSIKOLOGI PERKEMBANGAN BERMAIN
Untuk memenuhi tugas Psikologi Perkembangan
Oleh :
Lukman Hanafi Prasetyo [511304869]
Tri Ajeng Sekarweni [510904250]
Diniyah Hidayati [511304900]
Devi Agustina [510904257]
Eviana [511304867]
Nanda Khusnur Rofiq [511304861]
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945
SURABAYA
Pengertian
Dunia anak adalah dunia bermain.Melalui kegiatan bermain, anak belajar berbagai
hal.Bermain merupakan bagian yang amat penting dalam tumbuh kembang anak untuk
menjadi manusia seutuhnya.Bermain bagi anak adalah salah satu hak anak yang paling
hakiki.Melalui kegiatan bermain ini, anak bisa mencapai perkembangan fisik, intelektual,
emosi, dan social (Prasetyono, 2007).
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa dunia anak adalah dunia
bermain.Dan bermain adalah hak anak yang paling hakiki.Melalui kegiatan bermain ini, anak
bisa mencapai perkembangan fisik, intelektual, emosi, dan social. Perkembangan secara fisik
dapat dilihat saat bermain, perkembangan intelektual bisa dilihat dari kemampuannya
menggunakan atau memanfaatkan lingkungan, perkembangan emosi, dapat dilihat ketika
anak merasa senang, tidak senang, marah menang dan kalah dan perkembangan social bisa
dilihat dari hubungannya dengan teman sebayanya, menolong dan memperhatikan
kepentingan orang lain.
Fungsi dan Tujuan mempelajari bermain
Bermain merupakan kegiatan yang tidak pernah lepas dari anak.Keadaan ini menarik
minat peneliti sejak abad ke 17 untuk melakukan penelitian tentang anak dan
bermain.Peneliti ingin menunjukkan sejauhmana bermain berpengaruh terhadap anak, apakah
hanya sekedar untuk mendapatkan pengakuan dan penerimaan sosial atau sekedar untuk
mengisi waktu luang.
Pendapat pertama tentang bermain oleh Plato mencatat bahwa anak akan lebih mudah
memahami aritmatika ketika diajarkan melalui bermain. Pada waktu itu Plato mengajarkan
pengurangan dan penambahan dengan membagikan buah apel pada masing-masing
anak.Kegiatan menghitung lebih dapat dipahami oleh anak ketika dilakukan sambil bermain
dengan buah apel.Eksperimen dan penelitian ini menunjukkan bahwa anak lebih mampu
menerapkan aritmatika dengan bermain dibandingkan dengan tanpa bermain.
Pendapat selanjutnya oleh Aristoteles, ia mengatakan bahwa ada hubungan yang
sangat erat antara kegiatan bermain anak dengan kegiatan yang akan dilakukan anak dimasa
yang akan datang. Menurut Aristoteles, anak perlu dimotivasi untuk bermain dengan
permainan yang akan ditekuni di masa yang akan datang. Sebagai contoh anak yang bermain
balok-balokan, dimasa dewasanya akan menjadi arsitek. Anak yang suka menggambar maka
akan menjadi pelukis, dan lain sebagainya.
Berdasarkan kajian tersebut maka bermain sangat penting bagi anak usia dini karena
melalui bermain mengembangkan aspek-aspek perkembangan anak.
a. Perkembangan Sensorik-Motorik
Bermain mengembangkan aspek fisik/motorik yaitu melalui permainan motorik kasar
dan halus, kemampuan mengontrol anggota tubuh, belajar keseimbangan, kelincahan,
koordinasi mata dan tangan, dan lain sebagainya. Adapun dampak jika anak tumbuh
dan berkembang dengan fisik/motorik yang baik maka anak akan lebih percaya diri.
Pada saat melakukan permainan, aktivitas sensorik-motorik merupakan komponen
terbesar yang digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk perkembangan
fungsi otot, sehingga kemampuan penginderaan anak mulai meningkat dengan adanya
stimulasi-stimulasi yang diterima anak seperti: stimulus visual (pengelihatan),
stimulasi audio (pendengaran), stimulasi taktil (sentuhan) dan stimulasi kinetic
b. Perkembangan Intelektual (Kognitif)
Pada saat bermain, anak melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap segala sesuatu
yang ada di lingkungan sekitar, terutama mengenal warna, bentuk, ukuran, tekstur dan
membedakan objek. Saat bermain, anak akan melakukan komunikasi dengan bahasa
anak, mampu memahami objek permainan seperti dunia tempat tinggal, mampu
membedakan khayalan dengan kenyataan dan berbagai manfaat benda yang
digunakan dalam permainan, sehingga fungsi bermain pada model demikian akan
meningkatkan perkembangan kognitif selanjutnya.
c. Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial ditandai dengan anak mampu berinteraksi dengan
lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan menerima.
Bermain dengan orang lain akan membantu anak mengembangkan hubungan sosial,
beajar memecahkan masalah dari hubungan tersebut. Contoh pada anak-anak usia
toddler yang bermain dengan teman sebayanya dan bentuk permainanya adalah
bermain peran seperti menjadi guru, menjadi ayah atau ibu, menjadi anak dan lain-
lain. Ini merupakan tahap awal bagi anak usia toddler dan prasekolah untuk
meluaskan aktivitas sosialnya diluar lingkungan keluarga.
d. Perkembangan Kreativitas
Bermain dapat menigkatkan kreativitas yaitu anak mulai menciptakan sesuatu dan
mewujudkannya kedalam bentuk objek atau kegiatan yang dilakukannya. Melalui
kegiatan bermain, anak akan belajar dan mencoba untuk merealisasikan ide-idenya,
misalnya dengan membongkar dan memasang satu alat permainan akan merangsang
kreatifitasnya untuk semakin berkembang.
e. Perkembangan Kesadaran Diri
Anak yang bermain akan mengembangkan kemampuannya dalam mengatur tingkah
laku. Anak juga akan belajar mengenali kemampuannya dan membandingkannya
dengan orang lain dan menguji kemampuannya dengan mencoba peran-peran baru
dan mengetahui dampak tingkah lakunya terhadap orang lain.
f. Perkembangan Moral
Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya, terutama dari orang tua
dan guru. Anak yang melakukan aktivitas bermain, akanmendapatkan kesempatan
untuk menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat diterima di lingkungannya dan
dapat menyesuaikan diri dengan aturan kelompok yang ada dalam
lingkungannya.Bermain juga dapat membantu anak belajar mengenai nilai moral dan
etika, belajar membedakan mana yang benar dan mana yang salah, serta belajar
bertanggung jawab atas segala tindakan yang dilakukannya.
Permainan adalah media yang efektif untuk mengembangkan nilai moral
dibandingkan dengan memberikan nasehat.Oleh karena itu, penting bagi orang tua
untuk mengawasi anak saat melakukan aktivitas bermain dengan mengajarkan nilai
moral, seperti baik atau buruk, benar atau salah.
g. Bermain sebagai Terapi
Bermain mempunyai nilai terapeutik, bermain dapat menjadikan diri anak lebih
senang dan nyaman sehingga adanya stress dan ketegangan dapat dihindarkan,
mengigat bermain dapat menghibur diri anak terhadap dunianya.
Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami perasaan yang sangat tidak
menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih dan nyeri. Anak yang melakukan
kegiatan bermain akan terlepas dari ketegangan dan stress yang dialaminya akibat dari
efek dirawat di rumah sakit.
Bermain di rumah sakit membuat normal sesuatu yang asing dan kadang kondisi
lingkungan yang tidak ramah dan memberi jalan untuk menurunkan tekanan.
Bermain membantu untuk memahami ketegangan dan tekanan, mengembangkan
kapasitas mereka, dan menguatkan pertahanan mereka.
Tahapan Perkembangan Bermain
Tahapan perkembangan bermain terdiri dari tahap eksplorasi, tahap permainan, tahap
bermain dan tahap melamun (Hurlock, 1999)
1. Tahap Eksplorasi
Hingga bayi berusia sekitar 3 bulan, permainan mereka terutama terdiri atas melihat
orang dan benda serta melakukan usaha acak untuk menggapai benda yang
diacungkan dihadapannya.
Bayi dapat mengendalikan tangan sehingga cukup memungkinkan bagi mereka untuk
mengambil, memegang dan mempelajari benda kecil, setelah mereka dapat
merangkak atau berjalan, mulai memperhatikan apa saja yang berada dalam jarak
jangkauannya.
2. Tahap Permainan
Bermain barang mainan dimulai pada tahun pertama dan mencapai puncaknya pada
usia antara 5 dan 6 tahun. Anak semula hanya mengeksplorasi mainannya.Usia antara
2 sampai 3 tahun, mereka membayangkan bahwa mainannya mempunyai sifat hidup
dapat bergerak, berbicara dan merasakan, dengan semakin berkembangnya
kecerdasan anak, mereka tidak lagi menganggap benda mati sebagai sesuatu yang
hidup dan hal ini mengurangi minatnya pada barang mainan.
Faktor lain yang mendorong penyusutan minat dengan barang mainan ini adalah
bahwa permainan ini sifatnya menyendiri sedangkan mereka menginginkan teman.
Tahapan usia masuk sekolah, kebanyakan anak menganggap bermain barang mainan
sebagai “permainan bayi”.
3. Tahap Bermain
Tahapan usia masuk sekolah, jenis permainan mereka sangat beragam, semula mereka
meneruskan bermain dengan barang mainan, terutama bila sendirian, selain itumereka
merasa tertarik dengan permainan, olahraga, hobi dan bentuk permainan matang
lainnya.
4. Tahap melamun
Mendekati masa puber, mereka mulai kehilangan minat dalam permainan yang
sebelumnya disenangi dan banyak menghabiskan waktunya dengan melamun.
Melamun yang merupakan ciri khas anak remaja adalah saat berkorban, saat mereka
menganggap dirinya tidak diperlukan dengan baik dan tidak dimengerti oleh
siapapun.
Ciri utama Bermain
Pentingnya arti bermain bagi anak mendorong seorang tokoh psikologi dan filsafat
terkenal Johan Huizinga untuk ikut merumuskan teori bermain.Ia mengemukakan bahwa
bermain adalah hal dasar yang membedakan manusia dengan hewan. Melalui kegiatan
bermain tersebut terpancar kebudayaan suatu bangsa.Namun beberapa orang tidak dapat
membedakan kegiatan bermain dengan kegiatan tidak bermain.Pendidikan prasekolah yang
menerapkan prinsip pendidikan anak dengan belajar yang bermain, mengalami kerancuan
dalam makna.Untuk itu perlu diklasifikasikan antara kegiatan bermain dengan kegiatan yang
bukan bermain.
Menurut Rubin, Fein, & Vandenverg dalam Hughes ada 5 ciri utama bermain yang dapat
mengidentifikasikan kegiatan bermain dan yang bukan bermain :
1. Bermain didorong oleh motivasi dari dalam diri anak. Anak akan melakukannya apabila
hal itu memang betul-betul memuaskan dirinya. Bukan untuk mendapatkan hadiah atau
karena diperintahkan oleh orang lain.
2. Bermain dipilih secara bebas oleh anak. Jika seorang anak dipaksa untuk bermain,
sekalipun mungkin dilakukan dengan cara yang halus, maka aktivitas itu bukan lagi
merupakan kegiatan bermain. Kegiatan bermain yang ditugaskan oleh guru TK kepada
murid-muridnya, cenderung akan dilakukan oleh anak sebagai suatu pekerjaan, bukan
sebagai bermain. Kegiatan tersebut dapat disebut bermain jika anak diberi kebebasan
sendiri untuk memilih aktivitasnya.
3. Bermain adalah suatu kegiatan yang menyenangkan. Anak merasa gembira dan bahagia
dalam melakukan aktivitas bermain tersebut, tidak menjadi tegang atau stress.Biasanya
ditandai dengan tertawa dan komunikasi yang hidup.
4. Bermain tidak selalu harus menggambarkan hal yang sebenarnya. Khususnya pada anak
usia prasekolah sering dikaitkan dengan fantasi atau imajinasi mereka. Anak mampu
membangun suatu dunia yang terbuka bagi berbagai kemungkinan yang ada, sesuai
dengan mimpi-mimpi indah serta kreativitas mereka yang kaya.
5. Bermain senantiasa melibatkan peran aktif anak, baik secara fisik, psikologis, maupun
keduanya sekaligus.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktifitas Bermain
Ada lima faktor yang mempengaruhi aktivitas bermain pada anak (Supartini, 2004).
Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tahap Perkembangan Anak
Aktivitas bermain yang tepat dilakukan anak yaitu sesuai dengan tahapan
pertumbuhan dan perkembangannya. Tentunya permainan anak usia bayi tidak lagi
efektif untuk pertumbuhan dan perkembangan anak usia prasekolah, demikian juga
sebaliknya, karena pada dasarnya permainan adalah alat stimulasi pertumbuhan dan
perkembangan anak.
2. Status Kesehatan Anak
Aktivitas bermain memerlukan energi.Namun bukan berarti anak tidak perlu bermain
pada saat sedang sakit. Kebutuhan bermain pada anak sama halnya dengan kebutuhan
bekerja pada orang dewasa, yang penting pada saat kondisi anak sedang menurun atau
anak sedang terkena sakit, bahkan dirawat di rumah sakit, orang tua dan perawat harus
jeli memilihkan permainan yang dapat dilakukan anak sesuai dengan prinsip bermain
pada anak yang sedang dirawat di rumah sakit.
3. Jenis Kelamin Anak
Dalam melakukan aktivitas bermain tidak membedakan jenis kelamin laki-laki atau
perempuan, semua alat permainan dapat digunakan oleh anak laki-laki atau anak
perempuan untuk mengembangkan daya pikir, imajinasi, kreativitas, dan kemampuan
sosial anak.
Ada pendapat lain yang meyakini bahwa permainan adalah salah satu alat untuk
membantu anak mengenal identitas diri sehingga sebagai alat permainan anak
perempuan tidak dianjurkan untuk digunakan oleh anak laki-laki. Hal ini dilatar
belakangi oleh adanya alasan tuntutan perilaku yang berbeda antara laki-laki dan
perempuan dan hal ini dipelajari melalui media permainan.
4. Lingkungan Yang Mendukung
Fasilitas bermain lebih diutamakan yang dapat menstimulasi imajinasi dan kreativitas
anak.Keyakinan keluarga tentang moral dan budaya juga mempengaruhi bagaimana
anak dididik melalui permainan, sementara lingkungan fisik sekitar rumah lebih
banyak mempengaruhi ruang gerak anak untuk melakukan aktivitas fisik dan motoric.
5. Alat dan Jenis Permainan yang cocok
Alat dan jenis permainan dipilih yang sesuai dengan tahapan tumbuh kembang anak.
Label yang tertera pada mainan harus dibaca terlebih dahulu sebelum membelinya,
apakah mainan tersebut aman dan sesuai dengan usia anak. Alat permainan yang
harus didorong, ditarik dan dimanipulasi akan mengajarkan anak untuk
mengembangkan kemampuan kondisi gerak.
KESIMPULAN
Anak dan bermain tidak dapat dipisahkan. Dorongan alamiah anak adalah bermain. Beberapa manfaat diperoleh dari kegiatan bermain yaitu dapat mengembangkan aspek perkembangan anak. Tahapan perkembangan anak juga dapat menjadi ciri dalam kegiatan bermain anak, sehingga kegiatan bermain dapat diprediksi dan dijadikan acuan dalam perkembangan anak.
Beberapa asek perkembangan anak yang dapat diperoleh dari kegiatan bermain, yaitu:1. Perkembangan fisik anak2. Dorongan komunikasi3. Penyaluran emosi yang terpendam4. Penyaluran bagi kebutuhan dan keinginan5. Sumber belajar6. Rangsangan bagi kreativitas7. Perkembangan wawasan diri8. Belajar bersosialisasi9. Standar moral10. Mengembangkan kepribadian
Ketika pentingnya bermain dapat dipahami oleh orang tua dan pendidik, maka orang tua dan pendidik dapat mengupayakan kegiatan bermain menjadi lebih utama dalam kegiatan belajar untuk anak. Upaya lain yang dapat dilakukan orang tua dan pendidik adalah dengan merancang lingkungan yang kondusif untuk anak bermain, dan menjadi fasilitator serta motivator untuk anak ketika anak sedang bermain.
Daftar Pustaka
Elizabeth H. 1978. Perkembangan Anak 1. Jakarta : Erlangga
Dra. Kartini Kartono, Psikologi Anak. Bandung :1979
top related