ppt referat rinitis alergi

Post on 09-Dec-2015

113 Views

Category:

Documents

25 Downloads

Preview:

Click to see full reader

DESCRIPTION

ppt RA

TRANSCRIPT

REFERAT RINITIS ALERGI

ALAA ‘ULIL HAQIYAHH2A009001

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

Diajukan kepada :Dr. Sukamta Yudi, Sp.THT-KL

BAB 1PENDAHULUAN

Hampir semua materi dalam udara atau yang dapat ditelan terbukti memiliki sifat alergenik. Seringkali seorang pasien alergi terhadap sejumlah agen daripada hanya satu inhalan saja.

Alergi adalah respon jaringan yang berubah terhadap antigen spesifik atau alergen. Hipersensitivitas pejamu bergantung pada antigen, frekuensi paparan, genetik dari individu tersebut, dan kepekaan relatif tubuh pejamu.

Rinitis alergika telah terbukti berkaitan dengan insiden asma dan ekzema atopik.

Suatu penelitian pada sekelompok pasien dengan rinitis alergika memperlihatkan 17-19% dari mereka juga menderita asma, namun 56-74% pasien asmatik ternyata menderita rinitis alergika.

Rinitis alergika terjadi bilamana suatu antigen terhadap seorang pasien telah mengalami sensitisasi, merangsang reseptor neurokimia hidung

I.2 Rumusan Masalah• Apakah definisi dan etiologi dari Rinitis Alergi ?• Bagaimana patologi terjadinya Rinitis Alergi ?• Bagaimana gambaran klinis dan diagnosis dari Rinitis Alergi ?• Apa saja pemeriksaan yang mendukung diagnosis Rinitis Alergi ?• Bagaimana penatalaksaan dalam menangani Rinitis Alergi?

I.3 TujuanPenulisan referat tinjauan kepustakaan ini bertujuan untuk

memberikan informasi mengenai etiologi, patofisiologi, pemeriksaan dan penatalaksanaan dari Rinitis Alergi.

I.4 ManfaatHasil dari penulisan tinjauan pustaka ini dapat memberikan

informasi mengenai etiologi, patofisiologi, pemeriksaan dan penatalaksanaan dari Rinitis Alergi. Selain itu, dapat juga dijadikan sebagai bahan dasar pada penelitian selanjutnya.

ANATOMI HIDUNG

1. ANATOMI HIDUNG BAGIAN LUAR

2. ANATOMI KERANGKA HIDUNG

3. ANATOMI SEPTUM NASI

4. ANATOMI HIDUNG DALAM

MUKOSA HIDUNG

Secara histologik dan fungsionaln dibagi atas mukosa pernafasan ( mukosa respiratori) dan mukosa peghidu (mukosa olfaktorius).

mukosa pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang mempunyai silia dan sel goblet.

Dengan pergerakan silia yang teratur → palut lendir di kavum nasi di dorong ke nasofaring → mukosa mempunyai daya membersihkan dirinya sendiri dan mengeluarkan benda asingyang masuk ke dalam rongga hidung.

VASKULARISASI DAN INERVASI HIDUNG1. VASKULARISASI Bagian atas rongga hidung → a. etmoid anterior dan posterior

yang merupakan cabang a. oftalmmika Bagian bawah rongga hidung → cabang a. maksilaris interna

( ujung a. palatina mayor dan a. sfenopalatina) Bagian depan hidung → cabang-cabang a. fasialis Bagian depan septum → terdapat anastomosis dari cabang-

cabang a. sfenopalatina, a. etmoid anterior, a. labialis superior dan a. palatina mayor disebut Pleksus Kiesselbach

Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan adengan arterinya. Vena-vena dihidung tidak memiliki katup sehingga merupakan faktor predis posisi untuk penyebaran infeksi ke intrakranial.

INERVASI Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat

persarafan sensoris → n. etmoidalis anterior Rongga hidung lain medapat persarafan sensoris → n.

Maksila melalui ganglion sfenopalatina Ganglion Sfenopalatina selain memberikan persarafan

sensoris juga persarafan vasomotor atau otonom mukosa hidung

Fungsi penghidu berasal dari n. Olfaktorius. Saraf ini turun melalui lamina kribosa dari permukaan bawah bulus olfaktorius dan berakhir pada sel- sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.

KOMPLEK OSTEOMEATAL (KOM)

FISIOLOGI HIDUNG

fungsi fisiologis hidung dan sinus paranasal

Fungsi Respirasi

Fungsi Penghidu

Fungsi Fonetik

Fungsi Statik dan Mekanik

Reflek Nasal

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISIRinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut (Von Pirquet, 1986).

Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.

2. ETIOLOGIsecara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang secara genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan.

Peran lingkungan dalam rinitis alergi yaitu alergen, yang terdapat diseluruh lingkungan, terpapar dan merangsang respon imun yang secara genetik telah memiliki kecenderungan alergi.

3. PREVALENSIRinitis alergi merupakan bentuk yang paling

sering dari semua penyakit atopi, diperkirakan mencapai prevalensi 5-22% dan mempengaruhi 10-40% penduduk dunia.

Namun, prevalensi ini bisa menjadi lebih tinggi, hal ini dikarenakan banyak pasien yang mengobati diri sendiri tanpa konsultasi ke dokter, maupun pasien yang tidak terhitung pada survey resmi.

PATOFISIOLOGI

Karakteristik utama dari sistem kekebalan tubuh adalah pengenalan dari "non-self" yang berpasangan dengan ”memory”. Fungsi dari sistem kekebalan tubuh melibatkan limfosit T dan limfosit B serta sitokin yang bertindak di dalam dan di luar sistem kekebalan tubuh untuk mempengaruhi sistem tersebut dan juga beraneka ragam mediator.

Gell dan Coombs menggambarkan empat jenis reaksi hipersensitivitas: langsung, sitotoksik, komplek imun, dan tertunda. Rhinitis alergi melibatkan terutama jenis ,Gell dan Coombs, reaksi hipersensitif tipe I

Reaksi alergi terdiri dari 2 fase :• immediate phase allergic reaction/reaksi alergi fase cepat (RAFC) berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya• late phase allergic reaction/reaksi alergi fase lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktivitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung 24-48 jam.

MEKANISME HUBUNGAN RINITIS ALERGI DAN ASMA

refleks sentral yang berasal dari ujung saraf sensorik

menuju susunan saraf pusat melalui saraf trigeminus

masuk ke serabut eferen lewat saraf vagus dan menimbulkan kontraksi otot polos bronkus

meningkatnya inhalasi melalui mulut terhadap udara dingin, kering atau alergen inhalan

mengeringnya sekret dan terjadi spasme bronkus

Drenase post nasal bahan inflamasi ke saluran napas bawah mengakibatkan penyebaran sel-sel inflamasi

Teori Nasopulmonary Reflex

GAMBARAN HISTOPATOLOGIKSecara mikroskopik tampak adanya : • Dilatasi pembuluh (vascular bad) dengan pembesaran sel goblet dan sel pembentuk mukus. • pembesaran ruang interseluler dan penebalan membran basal, •infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa dan submukosa hidung.

Dengan masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi reaksi yang secara garis besar terdiri dari:

1. RESPON PRIMERTerjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini bersifat non spesifik, Bila Ag tidak berhasil seluruhnya dihilangkan, reaksi berlanjut menjadi respon sekunder.

2. RESPON SEKUNDERReaksi bersifat spesifik, mempunyai tiga kemungkinan yaitu sistem imunitas seluler atau humoral atau keduanya dibangkitkan. Bila Ag masih ada, atau sudah ada defek dari sistem imunologik, maka reaksi berlanjut menjadi respon tersier.

3. RESPON TERSIER Reaksi imunologik yang terjadi tidak menguntungkan tubuh. Dapat bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag oleh tubuh.

KLASIFIKASI

Dulu, berdasar sifat berlangsungnya

Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis)

Rinitis alergi sepanjangt Tahun (perenial)

WHO Initiative ARIA tahun 2000

Intermiten (kadang-kadang)

Persisten/menetap

tingkat berat ringannya penyakit

Ringan

Berat

DIAGNOSIS

1.Anamnesis serangan bersin berulang (rinore) yang encer dan banyak Hidung tersumbat hidung dan mata gatal + lakrimasi Terkadang disertai gejala konjungtivitis

alergi ‘popping of the ears’

2. PEMERIKSAAN FISIK

Pada Rinoskopi anterior : mukosa edema, basah, berwarna pucat + sekret encer yang banyak Bila gejala persisten, mukosa inferior tampak hipertrofi

Allergic Shiner Allergic Sallute dan Allergic Crease

Facies Adenoid

Geographic Tongue

PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. In vitro Hitung eosinofil dalam darah tepi RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked Immuno

SorbentAssay Test) Pemeriksaan sitologi hidung → banyak eosinofil (menunjukkan alergi

inhalan), basofil > 5 sel/lap (menunjukkan alergi ingestan), dan sel PMN (menunjukkan infeksi bakteri)

a. In vivo Tes cukit kulit Untuk alergi makanan, dengan diet eliminasi dan provokasi (³Challenge

Test´).

TERAPI

1. Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen penyebabnya (avoidance) dan eliminasi

2. MedikamentosaA. ANTIHISTAMIN

Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamine H-1, yang bekerja secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target, dan merupakan preparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai lini pertama pengobatan rhinitis alergi.

Antihistamin oral optimal untuk rhinitis alergi

Efek samping sedasi dari antihistamin

B. DEKONGESTAN

tersedia dalam bentuk topikal maupun sistemik Onset obat topikal jauh lebih cepat daripada preparat sistemik., namun dapat menyebabkan rhinitis medikamentosa bila digunakan dalam jangka waktu lama.dekongestan sistemik : pseudoephedrine HCl dan Phenylpropanolamin HClDosis obat ini 15 mg untuk anak 2-5 tahun, 30 mg untuk anak 6-12 tahun, dan 60 mg untuk dewasa, diberikan setiap 6 jam.

C. Antikolinergik

Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromide, bermanfaat untuk mengatasi rinore, karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan sel efektor.

D. KORTIKOSTEROID

• Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala terutama sumbatan hidung akibat respon fase lambat tidak berhasil diatasi dengan obat lain• Yang sering dipakai adalah kortikosteroid topikal (beklometason, budesonid, flunisolid, flutikason, mometason, furoat dan triamsinolon)• Preparat sodium kromoglikat topikal bekerja menstabilkan mastosit (mungkin menghambat ion kalsium) sehingga pelepasan mediator dihambat• Hasil terbaik dapat dicapai bila diberikan sebagai profilaksis

D. OPERATIF

Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior), konkoplasti atau multiple outfractured

E. IMUNOTERAPI

dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat, sudah berlangsung lama, dengan pengobatan cara lain tidak memberikan hasil yang memuaskan. Ada 2 metode imunoterapi yang umum dilakukan yaitu intradermal dan sublingual

Komplikasi rinitis alergi yang paling sering adalah:

Polip hidung.

Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak. Sinusitis paranasal.

KOMPLIKASI

Pembeda Vasomotor Medikamentosa

Penyebab - ketidakseimbangan saraf simpatis dan parasinpatis

(otonom)

- obat-obatan yang bekerja menekan kerja simpatis

- faktor fisik : asap rokok, udara dingin, bau yang

merangsang

- faktor endokrin

- faktor psikis

- pemaakaian vasokonstriktor topikal (tetes hidung/semprot

hidung) dalam waktu lama dan berlebihan → sumbatan

menetap.

Patologi

Druf abuse → rebound dilatation → obstruksi berulang →

dilatasi dan kongesti jaringan, kerusakan mukosa

Gejala Klinis - hidung tersumbat bergantian kanan dan kiri

- renorea (mukus/serosa)

- bersin jarang, tidak ada gatal

- gejala memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur

- hidung tersumbat terus menerus dan berair

Pemeriksaan Fisik - edema mukosa hidung

- konka merah tua/gelap/pucat

- konka licin bernbenjol

- sekret mukoid/serous

- sekret hidung berlebihan, konka hipertrofi,

- kerusakan mukosa

silia rusak

sel goblet berubah ukuran

membran basal menebal

pembuluh darah melebar

stroma edem

hipersekresi keenjar mukus

lapisan mukosa menebal

lapisan periosteum menebal

Terapi - hindari penyebab

- simptomatis 9denkongestan oral, diatermi, kauterisasi

konka, kortikosteroid topikal)

- oprasi (bedah beku, elektrokauter, konkatomi inferior)

- Neurektomi N. Vidianus

- hentikan obat

- kortikosteroid

- dekongestan oral

- operatif

RINITIS NON-INFEKSI

Pembeda Simpleks Hipertrofi Atrofi

Sebab - Virus, self limiting desease

- dapat merupakan infeksi sekunder

(bakteri)

- infeksi berulang di hidung/sinus

- lanjutan rinitis alergi atau vasomotor

- Klabsiella ozaena

- defisiensi Fe, vitamin A

- sinusitis kronis

- kelainan hormon

- penyakit kolagen

- autoimun

Gejala - hidung kering, panas dan gatal

- bersin berulang

- hidung tersumbat

- sekret encer, putih, jernih ( kental bila

infeksi sekunder oleh bakteri)

- demam

- nyeri kepala

- nasolalia

- sumbatan hidung

- sekret banyak mukopurulen

- nyeri kepala

- konka hipertrofi, berbenjol-benjol

ditutupi mukosa hipertrofi dan sekret

yang mukopurulen

- nafas berbau (yang mencium orang lain,

pasien tidak)

- hiposmia atau anosmia

- sekret kental hijau, cepat kering

- terdapat krusta hijau dan busuk

- hidung tersumbat

- nyeri kepala

pemeriksaan penunjang :

- transluminasi

- Fe serum

- kultur dan uji kepekaan

- histologik

- Rontgen SPN

Pemeriksaan Fisik - sesuai gejala sistemik

- edema konka

- hiperemis mukosa

- sekret serous-mukus

- konka hipertrofi

- permukaan konka tak rata

- sekret mukopurulen

- Rongga hidung lapang, silia menghilang

- konka atrofi

- sekret dan krusta hijau

- lapisan sub mukosa menjadi lebih tipis

Terapi - istirahat

- analgesik antipiretik

- dekongestan

- sesuai penyebab

- kauterisasi konka

- konkotomi/reduksi

- antibiotik

- obat cuci hidung

- vitamin A

- preparat Fe

- operatif

RINITIS INFEKSI

Pembeda Difteri Sifilis TB

sebab Corynebacterium difteria T. Pallidum M. Tuberculosis

Gejala - demam

- toksemia

- limfadenitis

- paralisis

- sekret bercampur darah

- pseudomembran putih

- krusta coklat di nares dan

kavum nasi

- sama dengan rinitis akut lain

- bercak pada mukosa

- guma atau ulkus

- sekret mukopurulen

berbau+krusta

- perforasi septum/ hidung

pelana

- hidung tersumbat

- sekret mukopurulen +

krusta

- BTA (+)

Terapi - Isolasi

- Penisilin (lokal/IM)

- penisilin

- obat cuci hidung

- Obat anti TB

- obat cuci hidung

RINITIS SPESIFIK

TERIMAKASIH

top related