post mow villa
Post on 12-Aug-2015
708 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ASUHAN KEBIDANAN
PADA Ny. “N” P3003 Ab000 Post SC hari ke 1 dan Post MOW
DI VK PERISTI
RSUD SIDOARJO
Disusun Oleh :
Vivi Agusti Villa Andari
1009.1540.451
PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYAGAMA HUSADA
MALANG
2012
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa nifas adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika otot-
otot kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang lamanya 6
minggu, pada masa nifas ini banyak terjadi perubahan pada klien, perubahan-
perubahan yang bertujuan untuk pengembalian tubuh terutana alat reproduksi
ke keadaan seperti sebelum hamil, Di Indonesia jumlah angka kematian ibu
(AKI) tergolong cukup tinggi dibandingkan dengan negara lain. Pada tahun
1995 masih ada 390 ibu yang meninggal dunia dari 100.000 kelahiran hidup,
kematian ibu paling banyak terjadi karena masalah perdarahan. Ini merupakan
tantangan bagi kita dan merupakan suatu kenyataan bahwa kesadaran
masyarat terhadap kesehatan ibu hamil, ibu bersalin dan ibu nifas masih
rendah.
Pada wanita nifas post partum dengan SC kebanyakan tidak mau
bergerak atau hanya berbaring terlentang yang justru dengan adanya
mobilisasi akan mempercepat proses involusi, pada masa ini banyak terdapat
keluhan seperti nyeri yang mengganggu kenyamanan sehingga tidak mau atau
takut melakukan aktifitas atau mobilisasi sedini mungkin, pada wanita post SC
juga rentan terjadi infeksi sehingga perawatan dan penanganan yang lebih
intensif dibanding dengan wanita nifas normal
Perubahan yang terjadi tidak semua diketahui oleh wanita post partum
denga SC, oleh karena itu adanya asuhan kebidanan dapat membantu wanita
post SC mengetahui keadaan dirinya.
Dari kejadian tersebut, maka penulis tertarik untuk membuat asuhan
kebidanan pada Ny “I” P3003 Ab000 post partum hari ke-1 dengan luka bekas
operasi.
2
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa mampu melaksanakan dan memberikan asuhan
kebidanan pada ibu nifas dengan post SC
1.2.2 Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu melaksanakan manajemen kebidanan sesuai langkah
yang meliputi :
1. Mengkaji data
2. Mengidentifikasi diagnosa dan masalah
3. melakukan intervensi
4. Melakukan implementasi
5. Mengevaluasi
6. melakukan catatn perkembangan
1.3 Metode Penulisan
Anamnese
Pengambilan data dengan tanya jawab langsung dengan pasien.
Observasi
Mengamati perilaku dan keadaan pasien untuk memperoleh data pasien.
Studi dokumentasi
Mempelajari dan melengkapi data dengan cara melihat catatan/ status
pasien
Studi pustaka
Dari buku-buku penunjang.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 KONSEP DASAR NIFAS
2.1.1 Definisi Nifas
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan
selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil.
(Rustam Mochtar, 1998. hal 115)
Nifas atau puerperium adalah periode waktu atau masa dimana organ-
organ reproduksi kembali keadaan tidak hamil.
(Helen Varney, 1999. hal 225)
Puerperium merupakan waktu yang diperlukan untuk pulihnya alat
kandungan pada keadaan yang normal, berlangsung selama 6 minggu
atau 42 hari.
2.1.2 Fisiologi Nifas
a. Involusi
Proses involusi uterus
Involusi Tinggi fundus uteri Berat uterus
Bayi lahir
Uri lahir
1 minggu
2 minggu
6 minggu
8 minggu
Setinggi pusat
2 jari bawah pusat
Pertengahan pusat simphysis
Tidak teraba diatas symphysis
Bertambah kecil
Sebesar normal
1000 gram
750 gram
500 gram
350 gram
50 gram
30 gram
Proses involusi uteri pada batas implantasi plasenta
- Batas implantasi plasenta segera setelah lahir seluas 12x15 cm
permukaan kasar, dimana pembuluh darah besar bermuara.
4
- Pada pembuluh darah terjadi pembentukan trombose, disamping
pembuluh darah tertutup karena kontraksi otot rahim
- Bekas luka implantasi dengan cepat mengecil, pada minggu ke-2
sebesar 6 sampai 8 cm, dan akhir puerperium sebesar 2 cm.
- Lapisan endometrium dilepaskan dalam bentuk jaringan nekrosis
bersama dengan lochea.
- Luka bekas implantasi plasenta akan sembuh karena pertumbuhan
endometrium yang berasal dari tepi luka dan lapisan basalis
endometrium.
- Kesembuhan sempurna pada saat akhir dari masa puerperium.
b. Lochea
Pengeluaran lochea dapat dibagi berdasarkan jumlah dan warnanya
sebagai berikut :
- Lochea rubra (kruenta)
Keluar pada hari ke-1 sampai ke-3, berwarna merah dan hitam yang
terdiri dari sel desidua, verniks kaseosa, lanugo sisa darah.
- Lochea sanguinolenta
Keluar pada hari ke-3 sampai ke-7 yang berwarna merah
kekuningan.
- Lochea serosa
Terjadi pada hari ke-7 sampai ke-14 yang berwarna kekuningan.
- Lochea alba
Terjadi setelah hari ke-14 yang berwarna putih.
c. Serviks
Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus, setelah persalinan
ostium uteri eksternum dapat dimasuki oleh 2 hingga 3 jari tangan,
setelah 6 minggu postnatal, serviks menutup.
d. Vulva dan vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat
besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari pertama
sesudah proses tersebut, vulva dan vagina kembali ke keadaan tidak
5
hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul
kembali, sementara labia menjadi lebih menonjol.
e. Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya
teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju, pada postnatal
hari ke-5 perineum sudah mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya
sekalipun tetap kendur daripada keadaan sebelum melahirkan.
f. Payudara
Berbeda dengan perubahan atrofik yang terjadi pada organ-organ pelvis.
Payudara mencapai maturitas yang penuh selama masa nifas kembali
jika laktasi disupresi payudara akan terjadi lebih besar, lebih kencang
dan mula-mula lebih nyeri tekan sebagai reaksi terhadap perubahan
status hormonal serta dimulai laktasi.
g. Traktus urinarius
Buang air kecil sering sulit selama 24 jam pertama. Kemungkinan
terdapat spasme sfingter dan oedem leher buli-buli sesudah bagian ini
mengalami kompresi antara kepala janin dan tulang publis selama
persalinan.
h. Sistem gastrointestinal.
Kerap kali diperlukan waktu 3 sampai 4 hari sebelum faal usus kembali
normal. Meskipun kadar progesteron menurun setelah melahirkan,
namun asupan makanan juga mengalami penurunan selama 1 atau 2 hari.
Gerak tubuh berkurang dan usus bagian bawah sering kosong jika
sebelum melahirkan diberi enema. Rasa sakit di daerah perienum dapat
menghalangi keinginan ke belakang.
i. Sistem kardiovaskuler
Setelah terjadi diuerisis yang mencolok akibat penurunan kadar estrogen,
volume darah kembali kepada ke keadaan tidak hamil, jumlah sel darah
merah dan kadar hemoglobin kembali normal pada hari ke-6.
j. Perubahan psikologis
Fase taking in (ketergantungan)
6
Terjadi pada hari I sampai 2, biasanya perhatian ibu terutama
terhadap kebutuhan dirinya sendiri, pasif dan tidak menginginkan
kontak dengan bayinya tetapi bukan tidak memperhatikan.
Fase taking hold
Terjadi pada hari ke 3 sampai 4 ibu biasanya mengatasi fungsi tubuh
seperti BAK dan BAB, melakukan aktivitas duduk, jalan dan belajar
tentang perawatan diri sendiri dan anaknya, sehingga timbul kurang
percaya diri.
Fase letting go
Berlangsung pada hari ke-5 sampai 6 terjadi peningkatan
kemandirian dalam perawatan bayi dan dirinya.
2.1.3 Pengawasan Nifas
Puerperium dibagi menjadi 3 periode :
a.Puerperium dini
Yaitu keputihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan jalan-jalan.
b. Puerperium intermedial
Yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8
minggu.
c.Remote puerperium
Yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama
bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi.
Kunjungan yang dilakukan selama nifas
Kunjungan I
Waktunya 6 sampai 8 jam setelah persalinan, tujuannya :
- Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri
- Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan rujuk jika
perdarahan berlanjut
- Memberikan konseling pada ibu bagaimana mencegah
perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
- Pemberian ASI awal
- Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir
7
- Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermia
- Jika petugas kesehatan menolong persalinan ia harus tinggal
dengan ibu dan bayi baru lahir untuk 2 jam pertama setelah
kelainan atau sampai ibu dan bayi dalam keadaan stabil.
Kunjungan ke II
Waktunya 6 hari setelah persalinan, tujuannya :
- Memastikan involusi uterus berjalan normal : uterus
berkontraksi, fundus dibawah umbilikus. Tidak ada perdarahan
abnormal, dan tidak ada bau
- Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan
istirahat
- Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperhatikan
tanda-tanda penyulit.
- Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali
pusat menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.
Kunjungan ke III
Waktunya 2 minggu setelah persalinan, tujuannya sama seperti 6 hari
setelah persalinan.
Kunjungan ke IV
Waktunya 6 minggu setelah persalinan, tujuannya :
- Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia atau bayi
alami.
Memberikan konseling untuk KB secara dini.
2.1.4 KIE
a. Mobilisasi
Ibu harus istirahat, sering tidur miring ke kiri dan ke kanan, kemudian
mulai berjalan-jalan.
b. Diet
Ibu harus makan-makanan yang bergizi dan cukup kalori yang
mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan buah-buahan.
c. Miksi
8
Jangan ditahan, segera dilakukan sendiri secepatnya kadang wanita
mengalami sulit kencing karena oedema selama persalinan atau sfingter
uretra ditekan oleh kepala janin.
d. Defekasi
BAB harus dilakukan 3 sampai 4 hari pasca persalinan. Bila sulit BAB
dapat diberi obat laksan per oral atau per rektal.
e. Perawatan payudara
Hendaknya melakukan perawatan payudara secara rutin 2 kali sehari
sebelum mandi untuk memperlancar produksi ASI.
f. Menyusui
Hendaknya memberikan ASI saja sampai bayi berusia 6 bulan.
Menyusui bayinya secara teratur setiap 2 jam, dengan bergantian antara
payudara yang kanan dan kiri.
g. Senggama
Secara fisik melakukan hubungan suami istri bila darah sudah merah,
sudah berhenti dan ibu dapat memasukkan 1 atau 2 jari ke dalam vagina
tanpa rasa sakit.
h. KB
Menganjurkan pada ibu untuk segera ikut KB jika sudah mendapatkan
menstruasi, dan menganjurkan ibu untuk menggunakan jenis KB yang
tidak mengganggu proses laktasi seperti jenis KB non homonal (IUD,
kalender) atau juga suntik KB 3 bulan.
2.2 KONSEP DASAR SEKSIO CAESAREA
2.2.1 Pengertian
Suatu Persalinan Buatan,Dimana Janin Dilahirkan Melalui Suatu Insisi
Pada Perut Dan Dinding Rahim Dengan Syarat Rahim Dalam Keadaan
Utuh Serta Berat Janin Diatas 500 Gram
(Prawirohardjo,Sarwono,1998,133)
9
Suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat diatas 500 gram
melalui sayatan dinding uterus yang masih utuh
(Prawirohardjo,Sarwono,1998,134)
Persalinan melalui sayatan pada dinding abdomen dan uterus yang masih
utuh dengan berat janin > 1000 gram atau umur kehamilan > 28 minggu
(Manuabua :1999,257 )
2.2.2 Istilah SC
1. seksio caesarea secara primer (efektif)
Dari semula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara seksio
caesarea tidak diharapakan lagi kelahiran pervaginam,misalnya pada panggul
sempit
2. seksio caesarea sekunder
Kita bersikap mencoba menunggu kelahiran biasa bila tidak ada kemajuan
persalinan atau partus percobaan,baru dilakukan SC
3. seksio caesarea berulang
Ibu pada kehamilan yang lalu mengalami seksio caesarea dan pada kehamilan
selanjutnya dilakukan seksio caesarea ulang
4. seksio caesarea histerektomi
Suatu operasi dimana setelha janin keluar dari kavum uteri dan langsung
dialkukan histerektomi,oleh karena sutu indikasi
5. seksio caesarea porro
Suatu operasi tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri dan langsung
dilakukan histerektomu,misalnya pada keadaan infeksi rahim yang berat
2.2.3 Indikasi SC
Plasenta previa
Panggul sempit
Dispropporsi cephalopelvik
Ruptur uteri mengancam
Partus lama
Distosia servik
10
Preeklamsi dan hipertensi
Kelainan letak (sungsang,lintang)
(Hanifa,2000)
2.2.4 Jenis-jenis operasi seksio caesarea
seksio caesarea Klasik atau korporal dengan insisi memanjang pada korpus
uteri
seksio caesarea Ismika atau profumda dengan insisi pada segmen bawah
rahim
seksio caesarea Ekstra peritonealis,yaitu membuka peritoneum parteralis
dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis
Menurut arah sayatan pada rahim, dapat dilakukan sbb:
Sayatan memanjang (longitidinal) memulai kronimg
Sayatan tranversal (melintang)
Sayatan huruf T (T-insicion)
(Manuaba,1999)
2.2.4 Komplikasi
a. infeksi puerpuralis (nifas)
- Ringan dengan kenaikan suhu tubuh beberapa hari saja
- Sedang dengan peningkatan lebih tinggi disertai dehidrasi dan perut
sedikit kembung
- Berat dengan peritolisis sepsis dan, hal ini sering disertai post partum
terlambat dimana sebelumnya terjadi infeksi intra partial karena ketuban
yang telah pecah terlalu lama, penanggulangan adalah dengan pemberian
cairan elektrolit dan antibiotika yang adekuat dan tepat
b. perdarahan disebabkan karena:
- Banyaknya pembuluh darah yang terputus dan terbuka
- Atonia uteri
- Perdarahan plasenta yang berat
c. luka,kandung kemih, emboli paru
d. kemungkinan rupture spontan pada kehamilan mendatang
(Hanifa,2000)
11
2.2.5 Perawatan setelah operasi
Observasi komplikasi meliputi:
1. kesadaran penderita
2. pengukuran dan memerikasi TTV
Pengukuran :
Tekana darah,suhu,nadi,pernafasam
Keseinbangan cairan meliputi produksi urine,dengan perhitungan
o Produksi urine : 500-600 cc
o Penguapan badan : 900-1000 cc
Penberian cairan pengganti sekitar 2000-2500 cc dengan perhitungan
20 tetes/menit (1 cc/menit)
Infus setelah operasi
Pemeriksaan
Paru
o Kebersihan jalan nafas
o Ronkhi basal untuk mengetahui adanyan oedema paru
Bising usus menandakan berfungsinya usus (dengan adanya flatus)
Perdarahan lokal pada luka operasi
Kontraksi rahim yang menutupi pembuluh darah
Perdarahan pervaginam adalah : evaluasi pengeluaran lochea, adanya
atonia uteri yang meningkatkan perdarahan berkepanjangan
3. Profilaksis antibiotika
Pertimbangan pemberian antibiotika yaitu profilaksis, bersifat terapi karena
sudah terjadi infeksi,berpedoman pada hasil tes sensitifitas,kualitas
antibiotik yang akan diberikan
4. mobilisasi penderita
a. mobilisasi fisik
setelah sadar pasien boleh miring
berikutnya duduk,bahkan jalan dengan infus
infus dan kateter dibuka pada hari kedua ketiga
b. mobilisasi usus
12
setelah hari pertama dan keadaan pasien baik, penderita boleh
minum.diikuti makan bubur saring dan pada hari kedua ketiga makan
bubur,hari kempat kelima nasi biasa dan boleh pulang
(Manuaba,1999)
2.2.6 Nasehat bagi ibu yang telah dilakukam Sc
1. Sedapat-dapatnyan jangan hamil dulu selama 2 tahu n setelah SC
2. Kehamilan dan persalinan berikutnya harus diawasi dan berlangsung di RS
yang lebih lengkap,untuk mengetahui apakah pada persalinan berikutnya
dilaksanakan SC lagi atau tergantung dari indikasi dilakukan SC sebelumnya
(Sastra winata,sulaiman,1996)
2.3 KONSEP KONTRASEPSI MANTAP WANITA (MOW)
2.3.1 Definisi
1. Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan
fertilitas (kesuburab) seorang perempuan secara permanen.
(Hanafi,
2004:243)
2. Tubektomi pada wanita ialah setiap tindakan pada kedua saluran telur
wanita atau saluran bibit pria yang mengakibatkan orang/pasangan
yang bersangkutan tidak akan mendapat keturunan lagi.
(Sarwono,
2002:924)
2.3.2 Jenis dan Profil
1. Profil
a. Sangat efektif dan permanen
b. Tindak pembedahan yang aman dan sederhana
c. Tidak ada efek samping
d. Konseling dan informed concent mutlak diperlukan.
2. Jenis
a. Mini laparrotomi
b. Laparoskopi
13
2.3.3 Mekanisme Kerja dan Manfaat
1. Mekanisme kerja
Dengan mengoklusi Tuba Falopii (mengikat dan memotong atau
memasang cincin), sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan
ovum.
2. Manfaat
a. Kontrasepsi
1) Sangat efektif (0,2-4 kehamilan per 100 perempuan selama
tahun pertama penggunaan).
2) Permanen
3) Tidak mempengaruhi proses menyusui (breast feeding).
4) Tidak tergantung pada faktor senggama.
5) Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi resiko
kesehatan yang serius.
6) Pembedahan sederhana dilakukan anstesi lokal.
7) Tidak ada efek samping dalam jangka panjang
8) Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada
produksi hormon ovarium).
b. Non Kntrasepsi
1) Harus dipertimbangkan sefat permanen metode kontrasepsi ini
(tidak dapat dipulihkan kembali) kecuali dengan operasi.
rekanalisis.
2) Resiko komplikasi kecil (meningkat apabila digunakan anestesi
umum).
3) Rasa sakit atau ketidaknyamanan dalam jangka
penderita spesialis ginekologi atau dokter spesialis bedah untuk
proses laparoskopi).
4) Tidak menlindungi ddiri dari IMS termasuk HBV dan
HIV/AIDS.
2.3.4 Yang dapat menjalani Tubektomi
- Usia > 26 tahun
14
- Paritas > 2
- Yakin telah mempunyai besar keluarga yang sesuai dengan
kehendaknya.
- Pada kehamilan akan menimbulkan kesehatan yang serius.
- Pasca persalinan
- Pasca keguguran
2.3.5 Yang sebaiknya tidak menjalani Tubektomi
- Hamil (sudah terdeteksi atau dicurigai).
- Perdarahan Pervaginal yang belum jelas (hingga harus di evaluasi).
- Infeksi sistemik atau pelvik yang akut (hingga masalah itu
disembuhkan/dikontrol).
- Tidak boleh menjalani proses pembedahan.
- Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas dimasa depan.
- Belum memberikan persetujuan tertulis.
2.3.6 Kapan Dilakukan
1. Setiap waktu selama silus menstruaasi menstruasi di yakini secara
rasional klien tersebut tidak hamil.
2. Hari ke-6 hingga ke-13 dari silus hari menstruasi (fase profilerasi).
3. Pasca persalinan
a. Mini laporoskopi : Didalam 2 hari atau setelah 6 minggu atau 12
minggu.
b. Laparoskopi : Tidak tepat untuk klien-klien pasca persalinan.
4. Paca keguguran
a. Triulan pertama : Dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti
infeksi Pelvik (Minilaparotomi atau
Laparoskopi).
b. Triwulan kedua : Dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti
infeksi pelvik (Minilaparotomi saja).
2.3.7 Persiapan Pre-Operatif untuk Kontap Wanita
Persiapan Pre Operatif meliputi :1. Informed concent
2. Riwayat medis/kesehatan yang meliputi :
a. Penyakit-penyakit pelvis
15
b. Adhesi/perlekatan
c. Pernah mengalami operasi abdominal/operasi pelvis.
d. Riwayat diabetes mellitus
e. Penyakit paru-paru : asma, bronchiolitis, emphysema
f. Obesitas
g. Pernah mengalami problem dengan anestesi
h. Penyakit-penyakit perdarahan
i. Alergi
j. Medikamentosa pada saat ini
3. Pemeriksaan Fisik
4. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap
b. Pemeriksaan urine
c. Pap smear
2.3.8 Instruksi Kepada Klien
1. Jagalah luka operasi tetap kering hingga pembalut dilepaskan.
2. Mulai lagi aktivitas normal yang secara bertahap (sebaliknya dapat
kembali keaktifitas didalam waktu 7 hari setelah pembedahan).
3. Hindari hubungan intim hingga cukup merasa nyaman setelah mulai
kembali melakukan hubungan intim, hentikanlah bila perasaan kurang
nyaman.
4. Hindari mengangkat benda-beda berat dan bekerja keras selama
1 minggu.
5. Kalau sakit, minumlah 1 atau 2 tablet analgetika (atau penghilang rasa
sakit) setiap 4 hingga 6 jam.
6. Jadwalkan sebuah kunjungan pemeriksaan secara antara rutin 7 dan 14
hari setelah pembedahan (petugas akan memberitahu tempat layanan
ini akan diberikan).
2.3.9 Informasi Umum
1. Nyeri bahu selama 12 - 24 jam setelah laparaskopi relatif lazim dalami
karena gas (CO2 atau udara) dibawah diafragma sekunder terhadap
pneumoperitoneum.
16
2. Tubektomi efektif setelah operasi.
3. Periode menstruasi akan berlanjut seperti biasa (apabila
mempergunakan metode hormonal sebelum prosedur, khususnya PK
atau KSK, jumlah dan durasi haid dapat meningkat setelah
pembedahan).
4. Tubektomi tidak memberikan perlindungan atau IMS, termasuk virus
AIDS. Apabila pasangannya beresiko, pasangan tersebut sebaiknya
mempergunakan kondom bahkan setelah tubektomi.
(Sarwono, 2002)
17
BAB III
TINJAUAN KASUS
I. PENGKAJIAN
Tanggal : 18 November 2012 Jam : 07.00 WIB
Tempat : VK peristi RSUD Sidoarjo
Oleh : Vivi Agusti Villa Andari
A. Data Subyektif
1. Biodata
Nama Istri : Ny”N” Nama Suami : Tn”A”
Umur : 40 tahun Umur : 44 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : S1 Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Guru Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl.Tropodo 1 RT 17/2 Waru
Ibu melahirkan anak ketiganya secara sesar. Anak pertama lahir dibidan
dengan BB = 2700 gram, jenis kelamin perempuan sekarang umur 12
tahun. Anak kedua lahir dibidansecara normal dengan BB 4200 gram,
jenis kelamin laki-laki sekarang umur 6 tahun. Setelah melahirkan anak
ketiga ini ibu melakukan steril tanggal 17 November 2012. Mengeluh
nyeri luka bekas operasi.
B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
KU : cukup
TD : 130/80 mmHg
18
Nadi : 84x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,50 C
Muka tidak odem,tidak pucat
Conjungtiva tidak pucat,sclera putih
Payudara simetris, putting susu menonjol, tidak ada benjolan,
konsistensi kenyal, ASI +/+
TFU 2 jari dibawah pusat, UC baik, VU kosong, luka operasi + basah
Genetalia terdapat pengeluaran lochea rubra
Ekstremitas atas dan bawah tidak oedem, tidak varises
C. Assasment
Ny. “N” P3003 Ab000 Post SC hari ke 1 dan Post MOW
D. Penatalaksanaan
1. Menginformasikan hasil pemeriksaan dan rencana asuhan, ibu
memahami
2. Menganjurkan ibu untuk mobilisasi, ibu bersedia dan mau
melakukan miring kanan, miring kiri
3. Mengajarkan ibu untuk menjaga personal hygiene seperti cebok
dengan menggunakan air dari depan ke belakan, ibu memahami
4. Menganjurkan ibu untuk makan makanan yang bergizi, tidak
boleh tarak makanan, ibu memahami
5. Mengajarkan ibu untuk menyusui yang benar waktu pagi hari
saat bayi dibawa ke ruang nifas untuk disusui ibunya, ibu
mengerti
6. Menganjurkan ibu untuk minum obat sesuai advice dokter
- Amoxilin 500 mg
19
- Asam Mefenamat 500 mg
7. Mengajarkan ibu untuk cara perawatan payudara, ibu mau
melakukan
8. Memberikan KIE tentang MOW
- Ibu tidak bisahamil lagi karena saluran tuba sudah diikat,
ibu memahami
- Ibu tidak boleh berhubungan selama 40 hari setelah
MOW, ibu mengerti
9. Melakukan perawatan luka bekas SC pada jam 09.00
BAB IV
PEMBAHASAN
20
Setelah melaksanakan asuhan kebidanan pada Ny “N” P3003 Ab000 post SC
hari ke-1 dan post MOW, penanganannya yang diberikan tidak jauh berbeda
antara teori dengan kenyataan yang ada di lapangan.
Fokus utama intervensi pada pasien post SC adalah perawatan luka operasi
agar selalu dalam keadaan kering untuk mencegah terjadinya infeksi, akan tetapi
tidak dapat dikesampingkan pemenuhan nutrisi observasi TTV, TFU, perdarahan,
Lochea, UC harus dilakukan setiap hari karena hal itu untuk mendeteksi adanya
komplikasi pada ibu nifas,adapun kesenjangan dan persamaan antara teori dan
kasus adalah:
1. Pengkajian Data
Dalam pengkajian data subyektif maupun data obyektif baik antara tinjauan
teori dengan tinjauan kasus dilaksanakan seluruhnya sehingga tidak ada
kesenjangan antara tinjauan teori dengan tinjauan kasus.
2. Identifikasi Diagnosa dan Masalah
Pada kasus ditemukan masalah gangguan rasa nyaman nyeri sehubungan
dengan luka bekas operasi intervensi yang diberikan pada kasus sesuai dengan
teori.
3. Intervensi
Intervensi yang dilakukan pada tinjauan teori dan semua dilakukan pada
tinjauan kasus,jadi tidak ada kesenjangan
4. Implementasi
Pada tinjauan teori implementasi tidak dijelaskan dan dijabarkan tapi pada
tinjauan kasus dijelaskan dan dijabarbarkan sesuai dengan pelaksanaan
dilapangan,tetapi tidak semua intervensi dilakukan disesuaikan dengan kasus.
5. Evaluasi
Setelah dilakukan intervensi dan implementasi pada kasus tidak terjadi
komplikasi pada ibu sesuai dengan tinjauan teori
BAB V
PENUTUP
21
Kesimpulan
Setelah melaksanakan asuhan kebidanan pada Ny “N” P3003 Ab000 post SC
hari ke-1 dan post MOW, penanganannya yang diberikan tidak jauh berbeda
antara teori dengan kenyataan yang ada di lapangan.
Fokus utama intervensi pada pasien post SC adalah perawatam luka
operasi agar selalu dalam keadaan kering untuk mencegah terjadinya infeksi,akan
tetapi tidak dapat dikesampingkan pemenuhan nutrisi observasi
TTV,TFU,perdarahan,Locheo,UC harus dilakukan setiap hari karena hal itu untuk
mendeteksi adanya komplikasi pada ibu nifas,adapun kesenjangan dan persamaan
antara teori dan kasus adalah:
Dalam pemberian informasi yang baik, tepat dan jelas diharapkan ibu nifas
lebih termotivasi dan kooperatif dalam perawatan sehingga tidak terjadi
komplikasi dan mempercepat proses penyembuhan luka serta masa nifas berjalan
dengan normal.
Saran
Tenaga kesehatan
Diharapkan dapat meningkatkan pelayanan dan pengawasan serta harus
mampu mengenali tanda-tanda bahaya yang terjadi pada ibu post partum
sehingga dapat memberikan penanganan yang cepat dan dapat mencegah
terjadinya komplikasi.
Masyarakat
Diharapkan untuk lebih memperhatikan ibu pada masa nifas dan
menghilangkan budaya yang dapat merugikan seperti berpantang makanan
karena pada ibu nifas memerlukan asupan nutrisi yang cukup.
DAFTAR PUSTAKA
22
Manuaba, Ida Bagus, 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB. Jakarta : EGC
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid I. Jakarta : EGC
Prawirohardjo, Sarwono. 1999. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP-SP
Aayfudin,Abdul bari,2000, Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarata :YPB-SP
Taher, Ben-Zen. 1994. Kapita Selekta Kegawatdaruratan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : EGC
Wiknosastro, Hanifa. 1999. Ilmu Kebidanan Edisi 3. Jakarta : YBP-SP
YBP-SP. 2002. Pelayanan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBP – SP
23
top related