pertumbuhan dan produksi kedelai pada berbagai...

Post on 30-Mar-2019

215 Views

Category:

Documents

0 Downloads

Preview:

Click to see full reader

TRANSCRIPT

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013 115

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI PADA BERBAGAI DOSIS PUPUK N

DI LAHAN SAWAH TADAH HUJAN BEKAS PADI

Fitri Handayani1)* dan Sriwulan P. Rahayu1)

1)Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur Jl. PM Noor, Sempaja, Samarinda, Telp.(0541)220857 *)Email: fitri.handayani01@gmail.com

ABSTRAK Kedelai mampu mengikat N2 dari udara secara simbiotik, sehingga kebutuhan pupuk N relatif

rendah. Pemupukan nitrogen dalam jumlah banyak hanya dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif kedelai tanpa disertai oleh kenaikan hasil biji. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis pupuk N yang efektif bagi kedelai di lahan sawah bekas padi, varietas kedelai yang paling adaptif di lahan sawah tadah hujan, dan interaksi antara dosis pupuk N dan varietas kedelai. Pene-litian dilaksanakan di Kabupaten Kutai Timur pada Juni–September 2009, dalam rancangan acak kelompok faktorial dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah dosis pupuk N (tanpa N, 22,5 kg N/ha, dan 45 kg N/ha) dan faktor kedua adalah varietas kedelai (Grobogan, Kaba, Ijen, dan Wilis). Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk mendapatkan hasil kedelai >1,3 t/ha dapat digunakan varietas Grobogan dengan tetap diberi pupuk N 22,5 kg/ha.

Kata kunci: kedelai, pupuk N, varietas.

ABSTRACT Growth and yield of soybean in different N fertilizer dosage on rainfed paddy field

after rice. Soybean can bound N2 from the air, so it just need less amount of N fertilizer. Large amount of nitrogen fertilizing is ineffective because it just increases the growth, but not for the yield. The aim of this research were to determine effective N fertilizer dosage on soybean in paddy field after rice, the most adaptive soybean variety in rainfed paddy field, and interaction between N fertilizer dosage and soybean variety. The research was held in Kutai Timur regency from Juni–September 2009, on Randomized Completely Block Design (RCBD) Factorial with three blocks as replication. The first factor is N fertilizer dosage (without N, 22,5 kg N/ha, and 45 kg N/ha) and the second is soybean variety (Grobogan, Kaba, Ijen, Wilis). The result showed that Grobogan variety with 22,5 kg/ha N fertilizer can improve soybean yield until 1,3 t/ha on rainfed paddy field after rice in Kutai Timur regency.

Keywords: soybean, N fertilizer, variety.

PENDAHULUAN Tanaman kedelai dapat tumbuh di berbagai agroekosistem pada jenis tanah, iklim, dan

pola tanam yang berbeda. Di Indonesia, agroekosistem utama kedelai adalah lahan sawah (Sulistyo 2012). Sekitar 60% areal kedelai terdapat di lahan sawah, ditanam pada musim kemarau I dan II, dan sisanya di lahan kering yang diusahakan pada musim hujan. Dibandingkan dengan lahan kering, lahan sawah memiliki potensi yang lebih besar dalam mendukung peningkatan produksi kedelai, karena penanaman di lahan sawah setelah padi tidak memerlukan pengolahan tanah yang intensif sehingga memberikan keuntungan ganda, yaitu mempercepat waktu tanam dan mengurangi biaya produksi (Zakaria et al. 2010).

Sawah tadah hujan adalah sawah yang sumber air utamanya berasal dari hujan (Dirjen PSP 2007). Lahan sawah tadah hujan umumnya tidak sesubur lahan sawah irigasi. Lahan

Handayani et al.: Produksi kedelai dan dosis N di lahan sawah tadah hujan bekas padi 116

sawah tadah hujan mempunyai ciri-ciri pengairan bergantung pada hujan, kandungan unsur hara rendah, kandungan bahan organik rendah dan sulit dipertahankan dalam jangka panjang, dan produktivitas tanaman rendah (Rahayu 2010). Meskipun faktor pembatasnya cukup banyak, namun di Indonesia sawah tadah hujan potensial untuk pengembangan tanaman pangan mengingat potensinya yang cukup besar, 2,1 juta ha (Balitsereal 2002). Di sawah tadah hujan, seperti halnya sawah dengan irigasi terbatas, kedelai ditanam setelah panen padi pertama (MK I) dalam pola tanam padi–kedelai–kedelai atau padi–kedelai–palawija (Balitkabi 2010).

Di beberapa daerah kedelai diusahakan di lahan sawah setelah panen padi mengikuti pola tanam padi–padi–kedelai, padi–kedelai–bera, padi–kedelai–bawang merah, atau padi–kedelai–jagung, bergantung pada kondisi iklim dan kebutuhan petani setempat. Dalam hal ini ketepatan waktu tanam sangat menentukan keberhasilan usahatani kedelai, mengingat terbatasnya waktu untuk penyiapan lahan. Untuk ketepatan waktu tanam yang dikaitkan dengan kondisi lengas tanah dan menghemat tenaga dan biaya produksi, benih kedelai perlu segera ditanam 2–4 hari setelah panen padi dengan sistem tanpa olah tanah (Balitkabi 2008).

Tanaman kedelai yang ditanam langsung setelah padi bisa mendapatkan manfaat residu hara dari pemupukan padi, sehingga tanaman kedelai memerlukan lebih sedikit pupuk dibandingkan yang ditanam setelah palawija lain. Berdasarkan kelas kesesuaian, lahan sawah dibedakan menjadi lahan sawah berpotensi tinggi, sedang, dan rendah. Pupuk N praktis tidak diperlukan pada lahan sawah berpotensi tinggi. Pada sawah berpotensi sedang dan rendah diperlukan urea 25 kg/ha untuk mendukung pertumbuhan (Tim Balittanah 2009). Ishizuka (1977) cit. Sisworo et al. (1985) berpendapat bahwa pemberian nitrogen dalam jumlah banyak hanya dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif kedelai tanpa disertai oleh kenaikan hasil biji akibat gugurnya bunga dan polong muda. Oleh karena itu, pemupukan N dalam budidaya kedelai harus kurang dari 40 kg/ha.

Takaran pemupukan nitrogen dalam budidaya kedelai lebih rendah dibanding tanaman serealia. Namun nitrogen yang diserap untuk pertumbuhan dan perkembangan kedelai jauh lebih banyak dibandingkan dengan tanaman serealia karena kedelai mampu mengikat N2 dari udara secara simbiotik. Dengan demikian kebutuhan nitrogen kedelai diperoleh dari tiga sumber, yaitu dari tanah, pupuk, dan udara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nitrogen pada kedelai yang diperoleh dari pupuk, fiksasi/udara, dan tanah berturut-turut sebesar 5%, 39%, dan 56% dari seluruh kebutuhan tanaman (Sisworo et al. 1985). Menurut Balitkabi (2009), fiksasi N2 dapat menghemat kebutuhan pupuk N sampai 60% melalui simbiosis dengan rhizobium apabila tanaman mampu membentuk bintil akar secara optimal.

Tanaman kedelai dikenal sebagai sumber protein nabati yang murah karena kadar protein dalam biji lebih dari 40%. Semakin besar kadar protein dalam biji, semakin banyak pula kebutuhan nitrogen sebagai bahan utama protein. Untuk memperoleh hasil biji 2,5 t/ha diperlukan nitrogen sekitar 200 kg/ha. Dari jumlah tersebut, sekitar 120–130 kg nitrogen dipenuhi dari kegiatan fiksasi nitrogen. Pemupukan nitrogen sebagai starter perlu dilakukan pada awal pertumbuhan dalam 1 minggu pertama karena pada saat itu akar tanaman belum berfungsi sehingga tambahan nitrogen diharapkan dapat merangsang pembentukan akar. Selain itu, sistem perkecambahan kedelai yang epigeal menyebabkan persediaan makanan di dalam kotiledon lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan vegetatif awal dan seringkali nitrogen yang dibutuhkan tidak tercukupi. Namun pemberian

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013 117

pupuk nitrogen yang terlalu banyak akan menekan jumlah dan ukuran bintil akar sehingga akan mengurangi efektivitas pengikatan N2 dari atmosfer (Irwan 2006).

Hasil penelitian Sisworo et al. (1985) menunjukkan bahwa varietas kedelai memiliki kemampuan yang berbeda dalam mengikat N2 udara, varietas Orba mengikat N2 udara lebih banyak daripada Lokon. Untuk mencapai produksi maksimal perlu dilakukan pemu-pukan sesuai kondisi tanah dan varietas yang ditanam. Perbedaan sifat genetik antarva-rietas kedelai menyebabkan perbedaan respon terhadap lingkungan dan faktor produksi, sehingga setiap varietas memerlukan jumlah pupuk yang berbeda untuk menunjang pertumbuhannya (Zahrah 2011).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis pupuk N yang efektif bagi kedelai di lahan sawah bekas padi, dan varietas kedelai yang paling adaptif di lahan sawah tadah hujan.

BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di lahan sawah tadah hujan di Kabupaten Kutai Timur, Kaltim

pada bulan Juni–September 2009. Penelitian disusun dalam rancangan acak kelompok faktorial dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah varietas kedelai yang terdiri dari Grobogan, Kaba, Ijen, dan Wilis. Faktor kedua adalah dosis pupuk N yang terdiri dari tanpa pupuk N, 22,5 kg N/ha atau setara dengan Urea 50 kg/ha, dan 45 kg N/ha atau setara dengan Urea 100 kg/ha.

Penelitian dilakukan di lahan sawah bekas pertanaman padi sehingga tidak dilakukan pengolahan tanah. Dosis pupuk untuk padi sawah pada pertanaman sebelumnya adalah urea 200 kg/ha, SP36 150 kg/ha dan KCl 100 kg/ha. Hasil analisis tanah menggunakan PUTS menunjukkan bahwa kandungan N dan P tanah rendah, sedangkan kandungan K tinggi.

Di sekeliling lahan penelitian dibuat saluran drainase untuk mengalirkan kelebihan air, kemudian dibuat petak-petak percobaan ukuran 4,5 m x 2 m. Jerami padi dipotong pendek kemudian kedelai ditanam dengan cara ditugal pada jarak tanam 40 cm x 15 cm, dua benih per lubang. Pengamatan dilakukan terhadap 10 tanaman sampel yang dipilih secara acak dan diberi tanda. Hasil per hektar diperoleh melalui konversi dari bobot biji per petak.

Data yang dikumpulkan meliputi tinggi tanaman dan jumlah cabang produktif, serta data komponen hasil yang meliputi jumlah polong isi, bobot biji per tanaman, dan bobot biji per petak. Data kemudian dianalisis dengan metode varian dan jika ada beda nyata dilanjutkan dengan uji BNT.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis varian menunjukkan bahwa pengaruh varietas terlihat nyata pada

variabel bobot brangkasan kering, bobot biji per tanaman dan hasil biji per hektar. Sedangkan variasi dosis pupuk N berpengaruh nyata pada tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, jumlah polong isi, berat biji per tanaman, dan hasil biji per hektar.

Pengaruh dosis pupuk N pada seluruh variabel pengamatan ditampilkan pada Tabel 1. Pemupukan nitrogen menyebabkan profil tanaman lebih tinggi dibandingkan kontrol. Jumlah cabang produktif juga meningkat pada tanaman yang dipupuk dengan pupuk nitrogen. Pada variabel generatif, yaitu jumlah polong isi, bobot biji per tanaman dan hasil

Handayani et al.: Produksi kedelai dan dosis N di lahan sawah tadah hujan bekas padi 118

biji per hektar, tanaman yang diberi pupuk nitrogen memiliki nilai rata-rata lebih tinggi dibandingkan kontrol.

Tabel 1. Rata-rata nilai variabel pengamatan pada dosis N yang berbeda Variabel pengamatan

Dosis N TT JCP JPI BBT HB

Tanpa N 25,65 b 1,06 b 3,26 b 1,82 b 0,61 b 22,5 kg N/ha 34,39 a 1,47 a 9,27 a 2,83 a 0,94 a 45 kg N/ha 34,57 a 1,79 a 9,34 a 3,17 a 1,06 a

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%; TT : Tinggi tanaman umur 60 HST (cm); JCP : Jumlah cabang produktif; JPI : Jumlah polong isi (buah); BBK : Bobot brangkasan kering (g); BBT : Bobot biji per tanaman (g); HB : Hasil per hektar (t/ha).

Pemupukan nitrogen dengan dosis 22,5 kg/ha nyata meningkatkan nilai variabel pengamatan dibandingkan kontrol. Penambahan dosis pupuk nitrogen sampai 45 kg/ha juga meningkatkan nilai setiap variabel, namun tidak nyata lebih tinggi dibanding pemupukan nitrogen 22,5 kg/ha.

Pada Tabel 2 disajikan nilai rata-rata seluruh variabel pengamatan pada varietas kedelai yang berbeda. Dari kelima variabel yang diamati, varietas hanya berpengaruh nyata pada bobot biji per tanaman dan hasil biji per hektar. Sedangkan tinggi tanaman, jumlah cabang produktif dan jumlah polong isi tidak berbeda nyata pada kedelai varietas Grobogan, Kaba, Ijen, dan Wilis.

Tabel 2. Rata-rata nilai variabel pengamatan pada varietas yang berbeda Variabel Pengamatan

Varietas TT JCP JPI BBT HB

Grobogan 26,89 a 1,29 a 4,73 a 4,11 a 1,37 a Kaba 32,13 a 1,53 a 9,50 a 2,51 b 0,84 b Ijen 33,13 a 1,53 a 7,79 a 1,92 b 0,64 b Wilis 34,00 a 1,4 a 7,14 a 1,90 b 0,63 b

Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5% TT : Tinggi tanaman umur 60 HST (cm). JCP : Jumlah cabang produktif, JPI : Jumlah polong isi (buah), BBK : Bobot brangkasan kering (g), BBT : Bobot biji per tanaman (g), HB : Hasil per hektar (t/ha).

Dibandingkan dengan tiga varietas lainnya, Grobogan memiliki bobot biji yang nyata lebih tinggi. Karena populasi tanaman sama, maka hasil biji pada varietas Grobogan juga nyata paling tinggi dibanding Kaba, Ijen, dan Wilis.

Swain et al. (2005) cit. Faesal dan Syuryawati (2009) menyatakan bahwa salah satu kendala umum yang dihadapi dalam berusahatani pada lahan sawah tadah hujan di Asia adalah kurangnya varietas yang dapat beradaptasi pada ekosistem tersebut. Sawah tadah hujan memiliki faktor pembatas yang lebih kompleks dibanding sawah irigasi, di antaranya kesuburan tanah yang rendah dan masalah iklim yang mempengaruhi ketersediaan air. Pada penelitian ini, ketersediaan air menjadi kendala utama karena penanaman dilakukan pada bulan Juni. Dalam kondisi air yang terbatas, pertumbuhan varietas Wilis, Kaba dan Ijen terhambat, dan biji yang dihasilkan sedikit. Namun varietas Grobogan ternyata masih mampu bertahan dari cekaman kekeringan, dan memiliki produktivitas yang cukup tinggi, 1,37 t/ha.

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013 119

KESIMPULAN Varietas kedelai yang paling adaptif di lahan sawah tadah hujan pada MH II adalah

Grobogan karena cukup toleran kekeringan. Dosis N efektif untuk kedelai yang ditanam di sawah bekas padi adalah 22,5 N/ha atau setara dengan Urea 50 kg/ha.

DAFTAR PUSTAKA Adi, M.M. dan A. Krisnawati. 2007. Biologi Tanaman Kedelai, dalam Kedelai, Teknik Produksi

dan Pengembangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan

Balitkabi. 2008. Teknologi Produksi Kedelai: Arah dan Pendekatan Pengembangan. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 30(1): 5–6.

Balitkabi. 2009. Panduan Lapang Open House 2009. 28p. Balitkabi. 2010. Varietas unggul kedelai adaptif lahan sawah, lahan kering masam dan lahan

rawa pasang surut dalam Informasi ringkas bank pengetahuan tanaman pangan Indo-nesia. Pustaka.litbang.deptan.go.id/bppi/lengkap/bpp10036.pdf [31 Maret 2013].

Balitsereal. 2002. Inovasi Teknologi Jagung Menjawab Tantangan Ketahanan Pangan Nasional. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengem-bangan Tanaman Pangan. Balai Penelitian Tanaman Serealia.

Dirjen PSP. 2007. Penjelasan Istilah. Psp.deptan.go.id/sub_content.php?= statistik& id=5 [31 Maret 2013].

Faesal dan Syuryawati. 2009. Kendala dan prospek pengembangan jagung pada lahan sawah tadah hujan di Sulawesi Selatan dalam Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009. Hlm 183–188.

Irwan, AW. 2006. Budidaya Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merill). http://. Pustaka.unpad. ac.id/wp-content/uploads/2009/03/budidaya_tanaman_kedelai.pdf [30 Maret 2013].

Rahayu, SP. 2010. Sarana produksi budidaya padi pada lahan sawah tadah hujan (varietas mekongga). cybex.deptan.go.id/penyuluhan/sarana-produksi-budidaya-padi-pada-lahan-sawah-tadah-hujan-varietas-mekongga [31 Maret 2013].

Sisworo, WH., H. Rasjid, dan EL. Sisworo. 1985. Fiksasi nitrogen simbiotik pada kedelai varie-tas Orba dan Lokon. http://digilib.batan.go.id/e-prosiding/file%2520Prosiding/Pertanian_ Peternakan/pertanianpeternakan_1985/data/Widjang_Sisworo_227.pdf [30 Maret 2013].

Sulistyo, A. 2012. Dering 1, Varietas Unggul Baru Kedelai Toleran Kekeringan. http://balit-kabi.litbang.deptan.go.id/info-teknologi/14-inovasi-teknologi/965-dering-1-varietas-unggul-baru-kedelai-toleran-kekeringan.html [12 September 2012].

Tim Balittanah. 2009. Rekomendasi Pemupukan Tanaman Kedelai pada Berbagai Tipe Peng-gunaan Lahan. https://balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/lainnya/rekomendasi% 2520kedelai%2520terbaru.pdf+kebutuhan+pupuk+kedelai [12 September 2012]

Zahrah. S. 2011. Respons berbagai varietas kedelai terhadap pemberian pupuk NPK organik. Jurnal Teknobiologi volume II(1):65–69.

Zakaria, AK., WK. Sejati dan R. Kustiari. 2010. Analisis daya saing komoditas kedelai menurut agroekosistem: kasus di tiga provinsi di Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi 28(1): 21–37.

top related