perbaikan teknik produksi dan analisis kelayakan … · puji dan syukur penulis panjatkan ke...
Post on 06-Mar-2019
225 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PERBAIKAN TEKNIK PRODUKSI DAN
ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PRODUKSI
MINYAK AKAR WANGI (Vetiveria zizanoides) DI KAMPUNG
LEGOK PULUS KABUPATEN GARUT
LILIA NOVALINA DALIMUNTHE
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perbaikan Teknik
Produksi dan Analisis Kelayakan Finansial Usaha Produksi Minyak Akar Wangi
(Vetiveria Zizanoides ) di Kampung Legok Pulus Kabupaten Garut adalah benar karya
saya dengan arahan dari pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
diskripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Lilia Novalina Dalimunthe
NIM F14080032
ABSTRAK
LILIA NOVALINA DALIMUNTHE. Perbaikan Teknik Produksi dan Analisis
Kelayakan Finansial Usaha Produksi Minyak Akar Wangi (Vetiveria Zizanoides)
di Kampung Legok Pulus Kabupaten Garut. Dibimbing oleh SETYO PERTIWI.
Akar wangi merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri.
Permintaan yang tinggi dan jumlah produsen yang masih terbatas menunjukkan
peluang pemasaran minyak akar wangi masih cukup terbuka. UKM Haji Ede
merupakan salah satu penghasil minyak akar wangi yang terletak di Kampung
Legok Pulus Kabupaten Garut. Tujuan penelitian ini untuk melakukan perumusan
perbaikan teknik produksi serta menganalisis kelayakan finansial usaha produksi
minyak akar wangi di UKM Haji Ede. Perbaikan yang direkomendasikan antara
lain pada penyeragaman umur panen, pengeringan, pengaturan tekanan
penyulingan, dan penggantian air suling. Nilai investasi 10 tahun sebesar Rp
200,000,000, investasi alat pelengkap setiap tahunnya sebesar Rp 429,000, biaya
tetap sebesar Rp 27,188,000/tahun, biaya tidak tetap sebesar Rp
1,996,457,500/tahun, diperoleh harga pokok minyak akar wangi sebesar Rp
766,600/kg. Nilai BEP 2.530 ton/tahun. Dengan harga jual sebesar Rp.
800,000/kg keuntungan yang diperoleh UKM penyulingan minyak akar wangi
adalah Rp. 88,176,000/tahun, NPV sebesar Rp 213,508,492, Net B/C sebesar 3.27,
Gross B/C sebesar 1.02, IRR sebesar 36.17%, dan pengembalian modal selama 2
tahun 6 bulan. Dengan demikian UKM Haji Ede dinyatakan layak secara finansial.
Kata kunci : akar wangi, kelayakan finansial, teknik produksi
ABSTRACT
LILIA NOVALINA DALIMUNTHE. Improvement of Production Techniques
and Analysis of Financial Feasibility of Oil Vetiver (Vetiveria Zizanoides)
production in Legok Pulus, Garut. Supervised by SETYO PERTIWI.
Vetiveria zizanoides commonly known as vetiver is a kind of essential oil
that has large marketing opportunities. Haji Ede home industry is one of the
vetiver root oil producers that located in Kampung Legok Pulus, Garut. The
purpose of this research is to formulate the improvement of production method
and to analyze the financial feasibility of vetiver root oil production. The
suggested improvement were formulated on the process of harvesting, drying, and
distillation. With 10-year investment value of Rp 200,000,000, investment of
complement tools each year amounting to Rp 429,000, fixed costs of Rp
27,188,000/year, the variable cost of Rp 1,996,457,500/year, the unit cost of
producing oil vetiver is Rp 766,600/kg. The BEP 2,530 kg/year. As the selling
price is Rp. 800,000/kg, the profit obtained by UKM vetiver oil refinery is Rp.
88,176,000/year. The NPV of Rp 213,508,492, Net B/C of 3.27, Gross B/C 1.02,
IRR 36.17%, and payback period for the past 2 years and 6 months indicate that
the business is financially feasible.
Keyword : financial feasibility, production techniques, vetiver root
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
PERBAIKAN TEKNIK PRODUKSI DAN ANALISIS
KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PRODUKSI MINYAK
AKAR WANGI (Vetiveria zizanoides) DI KAMPUNG LEGOK
PULUS KABUPATEN GARUT
LILIA NOVALINA DALIMUNTHE
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Perbaikan Teknik Produksi dan Analisis Kelayakan Finansial
Usaha Produksi Minyak Akar Wangi (Vetiveria zizanoides) di
Kampung Legok Pulus Kabupaten Garut
Nama : Lilia Novalina Dalimunthe
NIM : F14080032
Disetujui oleh
Dr Ir Setyo Pertiwi, M Agr
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Desrial, M Eng
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKARTA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat ALLAH SWT atas segala
karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Adapun judul yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan dari bulan Februari sampai Juli 2014 adalah
Perbaikan Teknik Produksi dan Analisis Kelayakan Finanasial Usaha Produksi
Minyak Akar Wangi ( Vetiveria zizanoides) di Kampung Legok Pulus Kabupaten
Garut.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, kakak, adik, dan keluarga penulis yang telah
memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis.
2. Dr Ir Setyo Pertiwi, M Agr selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan arahan.
3. Bapak Haji Ede yang telah memberikan penulis kesempatan untuk melakukan
penelitian di UKM penyulingan akar wangi.
4. Prof Dr Ir Bambang Pramudya, M Eng dan Dr Ir Diyah Wulandani, MS
selaku dosen penguji penulis.
5. Teman-teman seperjuangan MAGENTA TMB 45 dan IMATAPSEL.
6. Dan seluruh kalangan yang telah membantu dan memberi semangat yang tidak
bisa disebutkan satu persatu atas segala dukungannya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurna. Oleh
sebab itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat
diharapkan. Akhir kata semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pihak yang
memerlukan.
Bogor ,Juli 2014
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Tanaman Akar Wangi 2
Budidaya akar wangi 3
Teknologi Produksi Minyak Akar Wangi 5
Analisis Kelayakan Finansial 8
METODE 9
Lokasi dan Waktu Penelitian 9
Jenis dan Sumber Data 9
Analisis Data 10
HASIL DAN PEMBAHASAN 11
Teknik Produksi Akar Wangi dan Minyak Akar Wangi 11
Teknik Produksi 14
Perbaikan Teknik Produksi 17
Analisis Kelayakan Finansial 19
SIMPULAN DAN SARAN 23
DAFTAR PUSTAKA 24
LAMPIRAN 26
RIWAYAT HIDUP 29
DAFTAR TABEL
1 Pemotongan bonggol dan akar tanaman akar wangi 14 2 Alat/mesin penyulingan akar wangi 15 3 Bak pendingin penyulingan akar wangi 15 4 Proses pemisahan minyak akar wangi 16 5 Bahan bakar dan alat pembakaran 17 6 Proses pencucian akar wangi 17
DAFTAR GAMBAR
1 Proses pemotongan bonggol dan akar tanaman akar wangi 14
2 Alat/mesin penyulingan akar wangi 15
3 Bak pendingin penyulingan akar wangi 15
4 Proses pemisahan minyak akar wangi 16
5 Bahan bakar dan alat pembakaran 17
6 Proses pencucian akar wangi 17
DAFTAR LAMPIRAN
1 Biaya investasi tanah, bangunan, dan mesin serta perlengkapan
penyuling akar wangi 26 2 Pajak dan biaya produksi setahun 27 3 Arus kas bersih 28
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tumbuhan akar wangi (Vetiveria zizaniodes) merupakan salah satu
komoditas perkebunan yang dapat diolah menjadi minyak akar wangi dengan
proses penyulingan (destilasi) atau juga ekstraksi dengan pelarut yang menguap
yaitu solvent extraction serta bisa juga dilakukan dengan cara absorbsi oleh lemak
padat (enfleurage). Minyak akar wangi merupakan salah satu jenis minyak atsiri
yang juga dikenal sebagai volatile oil atau essential oil, berupa cairan pekat yang
tidak larut dalam air, serta mengandung senyawa-senyawa beraroma khas. Minyak
atsiri dapat dijadikan bahan dasar parfum, bahan kosmetik, pewangi sabun, obat-
obatan, perasa makanan, minuman, dan produk pembersih rumah tangga serta
penangkal serangga. Selain akar wangi masih banyak tanaman penghasil minyak
atsiri misalnya tanaman pala, cengkih, kayu putih, teh pohon, nilam, jahe, mawar,
melati, lavender, serai wangi, dan kayu manis (Kardinan 2005).
Pasar luar negeri yang menyerap produk minyak akar wangi adalah para
pengusaha dari berbagai kawasan, meliputi Asia, Eropa dan Amerika, khususnya
negara-negara seperti Singapura, India, Jepang, Hongkong, Inggris, Belanda,
Jerman, Italia, Swiss, dan Amerika Serikat. Peluang ekspor untuk pemasaran
minyak akar wangi juga masih cukup terbuka terutama ekspor untuk kawasan
Asia Selatan, Asia Timur, Eropa Timur dan Amerika Selatan, apalagi jika diingat
bahwa jumlah produsen atau negara pesaing di pasar internasional masih sangat
terbatas.
Indonesia merupakan negara terbesar kedua pengekspor minyak atsiri di
dunia setelah Haiti. Sentra budidaya tanaman dan produksi minyak akar wangi di
Indonesia berada di daerah Kabupaten Garut, Jawa Barat. Produksi minyak akar
wangi ini sebagian besar dilakukan oleh industri kecil dengan menggunakan
teknologi yang sederhana/konvensional, sehingga minyak yang dihasilkan belum
memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan eksportir maupun konsumen.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia memperoleh peringkat
ketiga penghasil minyak akar wangi setelah Haiti dan Bourbon. Tabel 1
menyajikan data perkembangan ekspor dan impor minyak akar wangi tahun 2001-
2005.
Tabel1 Perkembangan ekspor dan impor minyak akar wangi
Tahun
Ekspor Impor
Volume
(kg)
Nilai
(US $)
Volume
(kg)
Nilai
(US $)
2001 1.583.798 1.759.241 2.312 43.728
2002 79.714 1.973.451 2.572 46.312
2003 45.821 1.428.682 2.465 18.680
2004 58.444 2.445.744 2.231 51.308
2005 74.210 1.544.618 532 22.890
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Tutuarima (2009)
Kuantitas dan kualitas bahan baku dan cara penyulingan menentukan
kuantitas dan kualitas minyak akar wangi. Dari hasil penelitian Tutuarima (2009),
penyulingan minyak akar wangi dengan tekanan uap bertahap (2, 2.5, 3 bar)
2
menghasilkan kinerja recovery sebesar 92.58%, sedikit lebih tinggi jika
dibandingkan dengan tekanan konstan 3 bar yaitu 90.37%. Sementara itu, umur
panen akar wangi yang tidak seragam dan di bawah umur layak panen akan
menyebabkan kualitas minyak yang rendah.
Usaha Kecil Menengah (UKM) Haji Ede merupakan salah satu UKM di
Kampung Legok Pulus Kabupaten Garut yang bergerak di bidang usaha produksi
minyak akar wangi. Bahan baku sebagian berasal dari kebun sendiri, sebagian
lainnya merupakan pembelian dari hasil petani lain. Bahan baku yang akan
disuling tidak disortir terlebih dahulu sebelum dilakukan penyulingan, sehingga
umur panen tidak sama dan sangat berpengaruh terhadap hasil penyulingan.
Produksi minyak akar wangi dilakukan dengan metode kukus (water and steam
distilation), dimana tekanan yang digunakan adalah tekanan tinggi 5 bar.
Penyulingan dengan cara tersebut menghasilkan minyak yang berkualitas kurang
baik dan menghasilkan minyak berbau gosong serta warna gelap.
Usaha produksi minyak akar wangi Haji Ede dikelola sebagai usaha
keluarga, tidak ada pembukuan sebagaimana layaknya suatu usaha, sehingga tidak
diketahui secara pasti apakah usaha tersebut untung atau rugi. Sementara, nilai
jual minyak akar wangi yang berbau gosong dan berwarna gelap berkisar Rp
800,000/kg. Meskipun pemilik menyatakan usahanya untung, ditunjukkan dengan
masih berlangsungnya usaha tersebut dari saat berdiri hingga sekarang, dalam
rangka perbaikan kuantitas dan kualitas produk minyak akar wangi, perlu
dilakukan penelitian mengenai “Perbaikan Teknik Produksi dan Analisis
Kelayakan Finansial Usaha Produksi Minyak Akar Wangi (Vetiveria zizanoide )
di Kampung Legok Pulus Kabupaten Garut”.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Melakukan studi pustaka dan pengamatan teknik produksi akar wangi dan
minyak akar wangi untuk perumusan perbaikan teknik produksi.
2. Menganalisis kelayakan finansial usaha produksi minyak akar wangi.
Untuk tujuan pertama, ruang lingkup penelitian adalah budidaya akar
wangi dan pengolahan minyak akar wangi dengan metode kukus (water and
steam distilation), sedangkan untuk tujuan kedua dibatasi hanya pada usaha
penyulingan untuk produksi minyak akar wangi.
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Akar Wangi
Akar wangi dapat tumbuh pada tanah yang berketinggian 300-2,000 m di
atas permukaan laut (dpl), dengan ketinggian optimum sekitar 600-1,500 m dpl.
Sedangkan tanah yang cocok untuk pertumbuhan akar wangi yaitu tekstur tanah
berpasir dan abu vulkanik yang terdapat pada lereng-lereng pegunungan sehingga
saat panen akar dengan mudah dicabut tanpa ada yang tertinggal. Penanaman
3
kurang baik bila dilakukan di atas tanah yang padat, keras dan berlempung karena
akarnya sulit dicabut, dan menghasilkan akar dengan rendemen minyak yang
rendah. Derajat kemasaman tanah (pH) yang cocok bagi pertumbuhan akar wangi
sekitar 6-7. Curah hujan yang dibutuhkan tanaman akar wangi sekitar 140 hari per
tahun, sedangkan suhu yang sesuai untuk budidaya tanaman akar wangi adalah
sekitar 17-270 C (Santoso 1993).
Akar wangi merupakan salah satu tanaman rumput tahunan yang tumbuh
tegak dengan tinggi 1.5-2.5 m dan berkembang biak dengan cepat sehingga
terbentuk rumpun-rumpun besar. Di Indonesia ada dua jenis akar wangi yang
dikenal, yakni jenis yang berbunga dan tidak berbunga. Jenis yang berbunga
umumnya diproduksi oleh petani di daerah Garut (Jawa Barat) sedangkan yang
tidak berbunga diproduksi oleh petani di daerah Purwokerto (Jawa Tengah).
Kadar minyak yang lebih rendah serta mutu minyak yang kurang baik terdapat
pada tanaman akar wangi yang berbunga. Untuk memperoleh hasil minyak atsiri
yang berkualitas sebaiknya diusahakan dari jenis yang tidak berbunga (Kardinan
2005).
Budidaya Akar Wangi
Pembibitan
Menurut Santoso (1993) cara memperbanyak tanaman akar wangi
dilakukan dengan cara vegetatif yaitu penggunaan bonggol-bonggol akarnya.
Bonggol-bonggol ini dipecah sehingga memiliki mata tunas lalu ditanam ke
kebun. Jika ragu-ragu terhadap bonggol yang baru tidak bisa beradaptasi dengan
lingkungan baru, bonggol terlebih dahulu disemai. Setelah berumur 3-4 minggu
sudah ada muncul tunas serta akarnya, dan itu merupakan tanda akar wangi siap
dipindahkan ke kebun.
Pengolahan Tanah/Penyiangan Lahan
Pada dasarnya tanaman akar wangi tidak membutuhkan pengolahan tanah
secara rumit atau intensif kecuali bila akar wangi ditanam di tanah yang berat atau
liat. Bila akar wangi ditanam pada tanah yang belum pernah terolah, maka perlu
dilakukan pengolahan tanah. Alat yang digunakan untuk pengolahan tanah adalah
cangkul atau secara mekanis menggunakan traktor dan implemen bajak, garu, atau
rotary. Pengolahan tanah ini dilakukan 1.5-2.5 bulan sebelum penanaman
berlangsung. Setelah pengolahan tanah selesai lalu dilanjutkan ke proses
pembuatan lubang tanam, yakni kedalaman 10 cm, panjang 30 cm, dan lebar 30
cm (Santoso 1993).
Penanaman
Penanaman akar wangi sebaiknya dilakukan saat musim hujan, yaitu bulan
Oktober-November, karena pada fase awal pertumbuhan akar wangi
membutuhkan air yang cukup. Akan tetapi penanaman juga boleh dilakukan di
luar musim hujan asalkan disiram setiap pagi dan sore. Cara penanaman akar
wangi dapat dilakukan secara monokultur atau tumpangsari. Jarak tanam akar
wangi seharusnya 1 x 1 meter untuk tanah subur dan 0.75 x 0.75 meter untuk
tanah kurang subur (Santoso 1993).
4
Pemeliharaan
Santoso (1993) menyatakan bahwa cara pemeliharaan akar wangi terdiri
dari beberapa cara, yaitu:
Penyulaman. Akar wangi yang sudah ditanam sekitar 2-3 minggu tanam
harus dilakukan pemeriksaan ke kebun untuk mengetahui perkembangan
pertumbuhan akar wangi. Apabila ada tunas akar wangi yang pertumbuhannya
gagal (loyo) atau bahkan mati, maka dengan segera dilakukan penyulaman, agar
pertumbuhan bibit sulaman itu tidak terlalu jauh tertinggal dengan tanaman
sebelumnya. Penyulaman ini dilakukan untuk mengetahui jumlah tanaman yang
sesungguhnya, dan nantinya dapat digunakan untuk memprediksi produk yang
dihasilkan.
Penyiangan. Penyiangan dilakukan untuk mencegah datangnya hama
yang biasanya menjadikan gulma lain sebagai tempat persembunyian sekaligus
untuk memutus daur hidup hama. Pada umur 3 bulan sejak tanam, tindakan
penyiangan merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan, agar
pertumbuhan tanaman akar wangi tidak kerdil atau terlambat. Penyiangan
biasanya dilakukan pada awal maupun akhir musim penghujan, karena pada
waktu itu banyak gulma yang tumbuh.
Pemupukan. Sebelum melakukan penanaman, saat pencangkulan atau
pembuatan lubang tanah sudah diberi pupuk kandang. Setiap lubang diberi pupuk
kandang sebanyak ± 1 kg sehingga total kebutuhan pupuk 10 ton per hektar.
Berikut adalah rincian dosis dan waktu pemupukan untuk lahan seluas 1 ha yang
baru dibuka. Pada tahun pertama, dimana akar wangi berumur 3 bulan
membutuhkan pupuk kandang sebanyak 5 ton, 100 kg urea, 50 kg TSP, dan 50 kg
KCl, dan untuk umur 9 bulan juga membutuhkan 5 ton pupuk kandang, 50 kg
urea, 25 kg TSP, dan 25 kg KCl. Tahun kedua, saat akar wangi berumur 15 bulan
baru dilakukan pemupukan dengan dosis 5 ton pupuk kandang, 50 kg urea, 25 kg
TSP, dan 25 kg KCl.
Pemangkasan. Pada tanaman akar wangi yang berumur ± 6 bulan perlu
dilakukan pemangkasan daun agar memperoleh akar yang rimbun dan panjang.
Pemangkasan daun akar wangi setiap 3 bulan atau 6 bulan sekali akan berdampak
positif khusus untuk dataran tinggi karena dapat meningkatkan hasil panen sampai
10%, sedangkan untuk dataran rendah proses pemangkasan tidak bagus dilakukan
karena akan berdampak negatif yaitu penurunan hasil panen (Balai Penelitian
Industri Bogor).
Pengendalian hama. Hama yang terdapat pada tanaman akar wangi
adalah ulat yang menyerang akar, sehingga menyebabkan akar terputus-putus,
mudah rapuh, dan membusuk. Penanganan terhadap hama tersebut adalah dengan
penyemprotan insektisida.
5
Panen
Umur panen. Menurut Kardinan (2005) bahwa sistem perakaran akar
wangi mengalami perkembangan yang penuh setelah berumur 24 bulan. Akar
yang mencapai umur tersebut akan mengandung mutu minyak yang tinggi, akan
tetapi kadar minyak atsirinya dalam akar rendah. Hasil penelitian Rusli dan
Kemala (1991) menyatakan bahwa akar wangi sebaiknya dipanen umur 18 bulan
agar didapatkan produksi dan mutu minyak yang cukup tinggi dengan rendemen
yang diperoleh berkisar antara 0.4-0.5% untuk akar basah dan 1.4-2.1% untuk
akar kering dengan lama penyulingan 18-24 jam.
Cara panen. Tahap awal pemanenan yaitu terlebih dahulu menyiram
tanah agar mempermudah proses pencangkulan. Tanah di sekitar akar wangi
digali menggunakan cangkul sedalam 30-35 cm kemudian akar wangi dicabut.
Setelah dicabut, tanah yang masih menempel di akar dibersihkan dengan cara
memukul-mukulkan pada kayu atau tanah, lalu daun akar wangi dipotong.
Pengolahan. Sebelum pengolahan, akar yang dipanen segera dicuci agar
sisa-sisa tanah tidak menempel di akar. Proses pencucian ini dilakukan dengan
hati-hati agar akar tidak rusak dan hilang. Kemudian dilakukan pengeringan akar
wangi dengan menjemur di bawah sinar matahari selama 1-2 hari sampai bau
minyak akar wanginya keluar. Penjemuran akar dilakukan di atas lantai penjemur
yang diberi alas tikar, atau bambu anyam dengan ketebalan 20-30 cm. Penjemuran
dilakukan dari jam 09.00-14.00 dan dibolak-balik sebanyak 2-3 kali sehingga
kadar air yang dikandung akar wangi 15%. Pengeringan akar membutuhkan waktu
lebih singkat sehingga kemungkinan minyak yang menguap selama penjemuran
lebih kecil. Pengeringan yang berkepanjangan di bawah sinar matahari tidak
bagus karena akan mengurangi hasil minyaknya. Akar yang sudah kering dapat
disimpan di tempat teduh atau gudang selama 60-70 hari. Jika tidak segera
disuling, akar wangi dikemas dalam karung plastik dan ditutup rapat, kemudian
disimpan dengan cara ditumpuk dalam gudang yang tidak tembus cahaya
matahari, tidak lembab, suhu 20-300C, dan letaknya jauh dari ketel suling.
Tujuannya adalah untuk mengurangi penguapan minyak selama penyimpanan.
Teknologi Produksi Minyak Akar Wangi
Jenis Teknologi dan Peralatan
Peralatan yang digunakan untuk proses penyulingan tanaman aromatika
yaitu ketel suling (retort), bak pendingin (condensor), alat pemisah minyak, dan
ketel uap (boiler).
Ketel suling (retort). Menurut Santoso (1993), ketel yang terbuat dari
stainless steel dilengkapi dengan tutup dan di atas tutup dipasang pipa leher angsa
yang berfungsi untuk mengalirkan campuran uap ke alat pendingin. Agar tidak
kehilangan panas, ketel tersebut dibungkus dengan bahan penahan panas seperti
karung goni dan sebagainya. Guenther (2006) menyatakan bahwa leher angsa
dipasangkan pada bagian tengah (bagian cembung) tutup ketel, dan dihubungkan
langsung ke kondensor. Pipa penghubung ini berdiameter paling kecil 4 inchi dan
jika melakukan proses penyulingan lebih cepat, maka diameternya harus lebih
6
besar. Leher angsa ini biasanya tidak dipasang terlalu tinggi agar fungsinya tidak
seperti refluks kondensor.
Ketel penyuling merupakan tempat bahan baku yang akan disuling, dan
bahan dapat berhubungan langsung dengan air atau uap. Ketel penyulingan
umumnya berbentuk silinder yang terbuat dari seng tebal (galvanized sheet metal)
yang dilengkapi dengan penutup yang dapat ditutup rapat. Pada tutup tersebut
terdapat pipa yang mengalirkan uap ke kondensor (Ketaren 1973). Ketel suling
berfungsi sebagai wadah tempat air dan/atau uap untuk mengadakan kontak
langsung dengan bahan, serta untuk menguapkan minyak atsiri yang dihasilkan.
Ketel suling tersebut berbentuk silinder atau tangki yang mempunyai diameter
sama atau lebih kecil dari tinggi tangki (Guenther 2006).
Bak pendingin (condensor). Bak pendingin adalah suatu tempat yang
berbentuk bak atau silinder dan di dalamnya terdapat pipa lurus atau berbentuk
spiral yang berfungsi untuk mengubah uap menjadi cair (Ketaren 1973).
Condensor berfungsi untuk mengubah uap air dan uap minyak menjadi fase cair
(Guenther 2006). Condensor adalah sebuah perangkat yang mengalirkan panas
yang tidak diinginkan dari sistem pendingin untuk media (udara, air, atau
kombinasi dari udara dan air) yang menyerap panas dan mengalir ke titik
pembuangan.
Pemisah minyak. Pemisah minyak yang terbuat dari bahan stainless steel
ini dilengkapi dengan dua saluran, yaitu saluran bawah dan saluran atas. Saluran
bawah berfungsi untuk mengalirkan atau menampung minyak akar wangi, dimana
berat jenis minyak lebih besar dibandingkan berat jenis air. Sedangkan saluran
bagian atas berfungsi untuk membuang air yang nantinya akan digunakan lagi
untuk proses berikutnya (Santoso 1993).
Kardinan (2005) menyatakan bahwa untuk mempercepat proses pemisahan
air dan minyak, perlu dilakukan penambahan larutan garam dapur 5%, kemudian
campuran tersebut diaduk dan didiamkan sehingga minyak menjadi jernih dan
dapat dikeluarkan dari tangki. Untuk mencegah penguapan dan kehilangan
minyak, maka suhu minyak dalam alat pemisah air dan minyak (florentine flask)
dipertahankan pada suhu 20-250C (Ketaren 1973).
Proses penyulingan
Menurut Santoso (1993), penyulingan (distilation) adalah salah satu cara
untuk mendapatkan minyak atsiri dengan mendidihkan bahan baku yang telah
dimasukkan ke dalam ketel hingga terdapat uap yang diperlukan atau dengan cara
mengalirkan uap jenuh (saturated or superheated) dari ketel pendidih air ke dalam
ketel penyulingan. Ketel merupakan bejana tertutup dimana panas pembakaran
dialirkan ke air sampai terbentuk air panas atau steam. Penyulingan ini bertujuan
untuk memisahkan zat-zat yang bertitik didih tinggi dari zat-zat yang tidak dapat
menguap.
Pengisian bahan baku pada ketel tidak boleh penuh atau sejajar dengan
ketel karena di dalam ketel terdapat saluran air dan uap. Semakin tinggi bahan
baku dalam ketel, semakin rendah rendemen yang dihasilkan, karena makin tinggi
bahan dalam ketel, akan semakin besar jarak yang ditempuh dan halangan yang
dialami uap air. Pertambahan jarak dan gesekan yang dialami uap air akan
7
mengakibatkan rendahnya kecepatan penyulingan dan dengan sendirinya semakin
kecil rendemen yang diperoleh (Rusli dan Hasan 1977).
Tekanan uap selama penyulingan juga berperan penting agar memperoleh
minyak akar wangi yang bermutu bagus. Berdasarkan hasil penelitian Fajar
(2008), peningkatan tekanan uap bertahap dari 0 bar sampai 3 bar selama proses
penyulingan dengan kepadatan akar wangi yang sesuai dapat meningkatkan
rendemen minyak akar wangi, bau segar khas akar wangi (tidak terkesan gosong)
dan menghasilkan mutu yang memenuhi nilai Standar Nasional Indonesia.
Menurut Tutuarima (2009) bahwa laju aliran uap yang signifikan dapat
menentukan kinerja recovery proses penyulingan. Peningkatan laju aliran uap
selama proses juga mampu meningkatkan recovery penyulingan. Laju aliran uap
konstan tertinggi sebesar 2 l/jam/kg bahan dapat memberi kerja recovery lebih
baik.
Titik didih yang tinggi sangat erat hubungannya dengan aroma. Minyak
dengan titik didih yang tinggi hanya dapat diperoleh dengan waktu penyulingan
yang cukup lama. Waktu penyulingan yang lama membutuhkan penggunaan uap
yang cukup besar jumlahnya, serta membutuhkan biaya yang besar pula (Ketaren
dan Djatmiko 1978).
Waktu yang dibutuhkan selama proses penyulingan adalah 16-20 jam.
Penyulingan dengan waktu 20 jam menghasilkan rendemen yang lebih baik
dibandingkan dengan 16 jam tetapi penyulingan yang lebih dari 20 jam tidak
menyebabkan perbedaan hasil (Kardinan 2005).
Macam-Macam Penyulingan
Berikut ini tiga cara yang lazim digunakan untuk penyulingan minyak
atsiri, yaitu: penyulingan dengan air (water distilation), penyulingan kukus (water
and steam distilation), dan penyulingan langsung dengan uap (steam distilation).
Penyulingan dengan air (water distilation). Santoso (1993), prinsip kerja
penyulingan dengan air (water distilation) adalah ketel penyulingan diisi dengan
air sampai volumenya hampir separuh kemudian dipanaskan. Bersamaan dengan
itu pula bahan baku dimasukkan ke dalam ketel penyulingan. Dengan demikian,
penguapan air dan minyak atsiri berlangsung secara bersamaan. Cara penyulingan
ini disebut penyulingan langsung (direct distilation). Bahan baku yang digunakan
pada proses direct distilation biasanya bunga atau daun yang mudah bergerak di
dalam air dan tidak mudah rusak oleh panas uap air. Namun, mutu minyak atsiri
yang dihasilkan cukup rendah dengan kadar minyaknya juga rendah, terkadang
terjadi proses hidrolisis ester, dan produk minyaknya bercampur dengan hasil
sampingan.
Penyulingan kukus (water and steam distilation). Santoso (1993), ketel
penyulingan diisi air sampai batas saringan. Bahan baku diletakkan di atas
saringan, sehingga tidak terkontak langsung dengan air yang mendidih, akan
tetapi berhubungan dengan uap air. Oleh karena itu, penyulingan ini disebut
penyulingan tidak langsung (indirect distilation). Uap air akan membawa partikel-
partikel minyak atsiri kemudian dialirkan melalui pipa ke alat pendingin, sehingga
terjadi pengembunan. Uap air yang bercampur dengan minyak atsiri akan mencair
kembali. Selanjutnya dialirkan ke alat pemisah untuk memisahkan minyak atsiri
8
dari air berdasarkan berat jenis. Produk minyak yang dihasilkan cukup bagus, jika
pengerjaannya dilakukan dengan baik produk minyak pun masuk dalam kategori
ekspor.
Penyulingan langsung dengan uap (steam distilation). Santoso (2006),
penyulingan ini hampir sama dengan cara penyulingan kukus (indirect
distillation), tetapi ketel uap dan ketel penyulingan dipasang secara terpisah. Ketel
uap yang berisi air dipanaskan, kemudian uap dialirkan ke ketel penyulingan yang
berisi bahan baku. Partikel-partikel minyak pada bahan baku terbawa bersama uap
lalu dialirkan ke alat pendingin. Di dalam alat pendingin itulah terjadi proses
pengembunan, sehingga uap air yang bercampur minyak akan mengembun dan
mencair kembali. Selanjutnya minyak dialirkan menuju alat pemisah yang akan
memisahkan minyak atsiri dari air. Mutu minyak atsiri yang dihasilkan jauh lebih
bagus dibanding dengan kedua cara penyulingan lainnya sehingga harga jual
minyaknya pun jauh lebih tinggi.
Analisis Kelayakan Finansial
Analisis kelayakan finansial yang dilakukan meliputi analisi biaya pokok,
analisis titik impas, analisis Net Present Value (NPV), analisis Internal Rate of
Return (IRR), dan analisis B/C Ratio.
Analisis Biaya Pokok
Menurut Pramudya et al. (1992) biaya pokok adalah biaya yang diperlukan
suatu mesin pertanian untuk setiap unit produk. Misalnya berapa biaya yang
diperlukan untuk pengolahan tanah per ha (Rp/ha), berapa biaya penggiling padi
setiap kg (Rp/kg). Data yang diperlukan dalam perhitungan biaya pokok meliputi
biaya tetap, biaya tidak tetap, kapasitas produksi/alat serta perkiraan jam kerja
dalam satu tahun.
Kapasitas kerja suatu alat atau mesin pertanian ialah kemampuan dari alat
untuk menghasilkan produk (output) per satuan waktu. Misalnya berapa hektar
luas lahan yang dapat diolah dalam satu jam, berapa liter air yang dipompa setiap
jam, atau berapa kilogram padi yang digiling dalam satu jam.
Analisis Titik Impas
Titik perpotongan dua buah garis pada sebuah kurva menunjukkan bahwa
pada titik tersebut tercapai suatu keseimbangan di antara variabelnya. Titik ini
biasa disebut titik impas (breakeven point) (Pramudya et al. 1992).
Santoso (2010) mengatakan bahwa pertemuan dari garis total cost (TC)
dan total revenue (TR) adalah titik impas (titik pulang pokok, Break Event Point,
BEP). Pada titik tersebut terjadi keseimbangan, yaitu keseimbangan antara
keuntungan kotor dan biaya produksi, yang berarti pada titik tersebut tidak terjadi
kerugian dan keuntungan.
Analisi Net Present Value (NPV)
NPV merupakan perbedaaan nilai sekarang (present value) dari manfaat
dan biaya (Pramudya et al. 1992). Jika NPV lebih besar sama dengan 0 maka
proyek layak untuk dilaksanakan dan sebaliknya jika NPV lebih kecil sama
9
dengan 0 proyek tidak layak untuk dilaksanakan. Artinya jika NPV sama dengan
0, maka proyek akan mendapat modalnya kembali setelah diperhitungkan
discount rate yang berlaku. Untuk NPV lebih besar 0 proyek dapat dilaksanakan
dengan memperoleh keuntungan sebesar nilai NPV. Sedangkan apabila nilai NPV
kurang dari 0, maka sebaiknya proyek tersebut tidak dilaksanakan, dan
dipertimbangkan untuk mencari alternatif proyek yang lain yang lebih
menguntungkan.
Analisis Internal Rate of Return (IRR)
IRR merupakan tingkat pengembalian modal dalam satu proyek. Nilai IRR
merupakan nilai tingkat bunga, dimana NPV-nya sama dengan nol. Metode IRR
sangat umum dan luas digunakan dalam menyelesaikan studi ekonomi (Pramudya
et al. 1992).
Perhitungan IRR untuk satu proyek melibatkan bunga modal dimana
penerimaan saat ini sama dengan pengeluaran (biaya) saat ini. Untuk
menyelesaikan perhitungan IRR digunakan cara coba-coba (Trial and Error)
sampai nilai i dapat ditemukan. Apabila nilai i lebih besar atau sama dengan
tingkat bunga modal yang berlaku, maka proyek layak dilaksanakan.
Analisis B/C Ratio
Benefit-Cost Ratio (B/C ratio) adalah perbandingan antara besarnya
manfaat dengan besarnya biaya yang dikeluarkan. Perhitungan dengan metode ini
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: Net B/C dan Gross B/C.
Net B/C
Untuk menghitung Net B/C sebelumnya perlu menghitung nilai NPVB-C
setiap tahun selama umur proyek. Kemudian nilai Net B/C dapat dihitung dari
perbandingan jumlah semua NPVB-C yang bernilai positif dengan jumlah semua
NPVB-C yang bernilai negatif (Pramudya et al. 1992).
Gross B/C
Nilai Gross B/C merupakan perbandingan antara NPV manfaat dan NPV
biaya sepanjang umur proyek (Pramudya et al. 1992).
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kampung Legok Pulus, Desa Sukakarya,
Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada
bulan Februari-Juli 2013.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer bersumber dari masing-masing entitas/pelaku aktivitas
dalam produksi akar wangi dan penyulingan akar wangi. Data primer yang
dibutuhkan dalam penelitian berupa data tenaga kerja, biaya produksi, jenis
10
produksi, dan harga akar wangi. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian
bersumber dari Dinas Pertanian, Badan Pusat Statistik, Internet serta berbagai
literatur yang berkaitan dengan minyak akar wangi.
Analisis Data
Analisis teknik produksi akar wangi dan minyak akar wangi
- Budidaya meliputi pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan, dan
panen.
- Teknik produksi meliputi penyulingan, kondensasi, dan pemisahan
minyak.
- Perbaikan teknik produksi
Analisis finansial produksi minyak akar wangi
a. Biaya Pokok Biaya pokok dihitung dengan persamaan berikut :
BP = 𝐵𝑇
𝑘𝑥+
𝐵𝑇𝑇
𝑥………………………………………… 1
BP = Biaya pokok (Rp/kg)
BT = Biaya tetap (Rp/tahun)
BTT = Biaya tidak tetap (Rp/tahun)
k = Bulan kerja (bulan/tahun)
x = Kapasitas kerja (unit/bulan)
b. Analisis Titik Impas (BEP)
Analisis titik impas dapat dilakukan dengan persamaan berikut :
BEP=BT
P-BTT…………………………………………..(2)
BEP = Titik impas (kg/tahun)
BT = Biaya tetap (Rp/tahun)
BTT = Biaya tidak tetap (Rp/tahun)
P = Harga jual (Rp/kg)
c. AnalisisNet Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) dapat dihitung dengan persamaan :
NPV= Bt-Ct
(1+i)1
………………………………………(3)
n
t=1
NPV = Net present value (Rp)
Bt = Manfaat pada tahun ke-t (Rp/tahun)
Ct = Biaya pada tahun ke-t (Rp/tahun)
11
i = Tingkat suku bunga yang berlaku (%/tahun)
n = periode
t = tahun ke-t
d. Analisis Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) ditentukan dengan menggunakan persamaan
berikut :
IRR=i1+NPVi1
NPVi1-NPVi2x i2-i1 ………………………...(4)
IRR = Internal rate of return (%)
i1 = Tingkat bunga bank pada saat NPV yang didapat positif (%)
i2 = Tingkat bunga bank pada saat NPV yang didapat negatif (%)
e. Analisis B/C Ratio
1. Net B/C
Net B/C ratio dihitung dengan menggunakan persamaan :
Net B C =+NPVB-C positif
-NPVB-C negatif
……………………….(5)
2. Gross B/C
Gross B/C ratio dihitung dengan menggunakanpersamaan :
Gross B C=
Bt
(1+i)t
nt=1
Ct
(1+i)t
nt=1
……………………….(6)
Bt = Manfaat pada tahun ke-t (Rp/tahun)
Ct = Biaya pada tahun ke-t (Rp/tahun)
i = Tingkat suku bunga bank yang berlaku
n = Periode
Dari hasil perhitungan B/C Ratio, dapat diambil keputusan sebagai berikut:
Jika B/C ≥ 1 maka usaha tersebut layak untuk dilaksanakan.
Jika B/C < 1 maka usaha tersebut tidak layak untuk dilaksanakan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Teknik Produksi Akar Wangi dan Minyak Akar Wangi
Budidaya Akar Wangi
Kabupaten Garut merupakan bagian Selatan dari Propinsi Jawa Barat yang
terletak pada posisi 107º 46' - 107º 6' BT dan 5º 50' - 1º 20' LS. Luas wilayah
administratif sebesar 306.519 Ha (3.065,19 km²). Sebelah Utara Kabupaten Garut
berbatasan dengan Kabupaten Sumedang, sebelah timur Kabupaten Tasikmalaya,
12
sebelah Selatan Samudera Indonesia, dan sebelah Barat Kabupaten Cianjur dan
Kabupaten Bandung.
Kampung Legok Pulus di Kabupaten Garut merupakan salah satu tempat
yang cocok untuk budidaya akar wangi dan usaha penyulingan akar wangi
dikarenakan kondisi alam yang mendukung, baik akan kebutuhan tanah yang
berpasir dan air. Haji Ede merupakan salah satu pelaku budidaya akar wangi
sekaligus pengusaha produksi minyak akar wangi. Bibit akar wangi yang
dibutuhkan berasal dari kebun Haji Ede sendiri dengan bonggol (bibit) pilihan.
Bonggol ini diperoleh ketika panen akar wangi, yang diambil untuk disuling
hanya akarnya lalu bonggolnya dipisahkan untuk dijadikan bibit penanaman
berikutnya. Selama ini belum pernah terjadi kekurangan bibit akar wangi.
Proses pengolahan tanah dilakukan mulai dari jam 07.00-12.00 dengan
cara manual menggunakan cangkul. Pekerja yang dipekerjakan untuk mengolah
tanah rata-rata 4 orang dengan usia yang beragam, mulai dari anak muda sampai
orang tua sehingga kecepatan kerjanya berbeda. Tanah terlebih dahulu
dibersihkan dari sisa-sisa tanaman akar wangi, jika akar wangi terlalu banyak
perlu dilakukan pembakaran. Setelah itu baru dicangkul dengan membuat
gundukan dan parit/saluran irigasi, dimana lebar rata-rata gundukan 1.32 m
dengan panjang rata-rata13.64 m, dan parit/saluran irigasi yang terbentuk
sebanyak 20 serta gundukan sebanyak 21. Luas rata-rata pengolahan tanah adalah
473.91 m2/hari, sehingga diperoleh waktu yang dibutuhkan untuk mengolah tanah
seluas 1 ha yaitu 105 jam (21 hari). Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2 Kecepatan pekerja dalam pengolahan tanah
Daerah Pekerja
(orang)
Waktu
(jam)
Panjang
(m)
Lebar
(m) Luas (m
2)
V
(m2/menit)
Siekek 3 5 31.30 16.12 504.56 1.68
Siekek 8 5 41.55 16.12 669.79 2.23
Parabon 2 5 28.50 8.68 247.38 0.82
Total
1.58 V : kecepatan
Proses penanaman dilakukan setelah selesai pengolahan tanah, misalnya
hari ini dilakukan pengolahan tanah besoknya sudah mulai proses penanaman.
Waktu yang dibutuhkan untuk penanaman adalah 5 jam terhitung mulai jam 07.00
sampai 12.00, sama dengan pengolahan tanah. Jika hari ini tidak selesai
penanaman bisa dilanjutkan keesokan harinya. Tenaga yang dibutuhkan pada
proses ini biasanya 4 orang, dimana satu orang pengangkat bibit ke lokasi,
biasanya tenaga kerja laki-laki, satu orang pencacah bibit, satu orang pembuat
lubang, dan satu orang lagi yang memasukkan bibit dan menutup lubang tanam.
Jarak tanam akar wangi di UKM Haji Ede yaitu 48 x 34 cm dan kapasitas
penanaman sebesar 65 jam/ha (13 hari). Tabel 3 menunjukkan luas dan kecepatan
untuk menanam akar wangi.
13
Tabel 3 Kecepatan pekerja dalam penanaman akar wangi
Daerah Pekerja
(orang)
Waktu
(jam)
Panjang
(m)
Lebar
(m) Luas (m
2)
V
(m2/menit)
Siekek 4 5 64.24 16.12 1035.55 3.45
Siekek 3 5 55.30 14.50 801.85 2.67
Siekek 2 4 30.36 14.50 440.22 1.83
Total
2.65 V : kecepatan
Proses pemeliharaan dilakukan setelah akar wangi berumur 4-6 bulan.
Perlakuan terhadap pemeliharaan akar wangi Haji Ede berupa pembersihan gulma
yang tumbuh di sekitar tanaman akar wangi. Tenaga kerja yang diperlukan 10
orang dan umumnya wanita. Kegiatan ini dimulai dari jam 07.00 – 12.00.
Kapasitas pemeliharaan yaitu 70 jam/ha (14 hari). Lebih jelasnya dapat dilihat
pada Tabel 4.
Tabel 4 Kecepatan pekerja dalam pemeliharaan akar wangi
Daerah Pekerja
(orang)
Waktu
(jam)
Panjang
(m)
Lebar
(m)
Luas
(m2)
V
(m2/menit)
Parabon 10 5 37.80 13.50 510.30 1.70
Parabon 10 5 40.70 13.50 549.45 1.83
Parabon 10 5 42.30 24.70 1044.81 3.48
Total
2.34 V : kecepatan
Proses selanjutnya adalah pemanenan dan pengangkutan. Umur akar
wangi yang dipanen berkisar 8 bulan sehingga dalam 2 tahun pemanenan
dilakukan sebanyak 3 kali panen. Kegiatan ini juga berlangsung mulai dari jam
07.00-14.00, dimana pekerjanya 8 orang. Biasanya dilakukan suami-istri, bagian
yang mencangkul dan menarik akar wangi adalah tugas laki-laki sedangkan yang
memotong akar adalah tugas perempuan. Proses pengangkutan dilakukan
bergantian dengan cara menggendong dipunggung masing-masing. Jika jarak
kebun kurang dari 1 km maka pekerja mengangkut sampai pabrik, dan jika jarak
kebun jauh lebih besar dari 1 km maka pekerja manganggkut hanya sampai
tempat pengumpulan kemudian akar wangi diangkut ke pabrik dengan
menggunakan angkutan umum sewaan. Kapasitas pemanenan yaitu 112 jam/ha
sama dengan 16 hari. Tabel 5 menunjukkan produktivitas akar wangi.
Table 5 Produktivitas akar wangi di Kampung Legok Bulus
Daerah Waktu
(jam)
Pekerja
(orang)
Luas
(m2)
Produksi
(kg)
Produktivitas
(kg/m2)
Siekek 7 8 667.4 940 1.4
Parabon 7 8 719.23 1013 1.4
Parabon 7 8 489.19 689 1.4
14
Peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan saat panen akar wangi belum
terpenuhi, karena saat panen para pekerja membawa alat masing-masing seperti
cangkul dan bacok. Cangkul digunakan untuk mencangkul akar lalu akar ditarik
dan dipukul-pukul ke tanah untuk mengurangi tanah yang menempel pada akar,
sedangkan bacok digunakan untuk memisahkan akar dengan bonggol dan daunnya
(Gambar 1). Selain itu penyediaan transportasi untuk mengangkut hasil panen
juga belum tersedia. Selama ini Haji Ede menggunakan jasa angkut dari angkutan
umum dengan sistem sewa. Kondisi akar wangi yang ada di pabrik termasuk
kondisi segar yang baru di panen lalu diangin-anginkan sehingga memiliki kadar
air sebesar 42% (Tutuarima 2009). Sementara menurut pendapat Ketaren (1985)
pengeringan akar wangi akan membantu percepatan proses penyulingan,
meningkatakan rendemen, dan memperbaiki mutu minyak akar wangi walaupun
kemungkinan terjadi kehilangan minyak karena penguapan dan oksidasi oleh
oksigen udara.
Gambar 1 Pemotongan bonggol dan akar tanaman akar wangi
Dari pengamatan budidaya akar wangi, ditemukan praktek-praktek yang
memerlukan perbaikan, yaitu pemanenan dan pengeringan sebelum pengolahan
akar wangi. Adapun perbaikan yang direkomendasikan antara lain, pada
pemanenan perlu adanya penyeragaman umur panen agar diperoleh rendemen
minyak yang lebih banyak. Sedangkan pada pengeringan akar wangi perlu
pengeringan yang merata agar diperoleh kadar air yang sama (seragam).
Teknik Produksi
Penyulingan
Haji Ede melakukan penyulingan dengan menggunakan metode water and
steam distilation, dimana ketel suling yang digunakan dapat dilihat pada gambar
2a. Ketel suling terbuat dari bahan stainless yang berkapasitas kurang lebih 2000
kg dan suhu saat penyulingan yaitu 160oC. Tinggi ketel suling yang digunakan
adalah 4.2 meter dengan diameter dalamnya 1.50 m dan luar 1.59 m. Di dalam
ketel terdapat saringan berlubang yang berfungsi sebagai tempat bahan baku (akar
wangi). Bahan yang dimasukkan ke dalam ketel suling setinggi 1.8 m, kemudian
diisi air sampai permukaan air tidak jauh di bawah saringan berlubang kira-kira 2
m, sehingga bahan baku dan air memiliki jarak 0.4 m. Di dalam ketel suling
terdapat tabung pemanas atau tempat bara api (Gambar 2b) dengan diameter 40
cm dan jarak tabung dari dasar ketel suling sebesar 10 cm.
15
a b
Gambar 2 Alat/mesin penyulingan akar wangi. a) ketel penyulingan, dan b)
tabung tempat bara api
Kondensasi
Kondensasi dilakukan menggunakan bak pendingin atau kondensor
dengan panjang 4.75 m, tinggi 1.8 m, lebar 4.55 m,dan volume 38.9 m3. Pipa yang
dihubungkan dari tutup ketel suling langsung ditarik ke dalam kondensor dengan
panjang pipa 9 lente, dimana 1 lente adalah 6 m. Jadi panjang pipa yang
digunakan untuk mengalirkan uap ke kondensor sepanjang 54 m dan didalam
kondensor pipa berbentuk spiral seperti yang disajikan pada Gambar 3. Pipa yang
berbentuk spiral memerlukan lebih sedikit air pendingin, karena berkontak
langsung dengan uap sehingga kondensat mengalir lebih lama. Akibatnya daya
absorbsi panas lebih besar dan suhu kondensat yang keluar mendekati suhu air
pendingin yang mengalir masuk ke dalam kondensor. Oleh karena itu, kondensor
lebih baik berukuran lebih besar. Uap minyak yang berbentuk gas akan mengalir
melalui pipa menuju kondensor sehingga berubah wujud menjadi cair kemudian
mengalir ke pemisah minyak.
Gambar 3 Bak pendingin penyulingan akar wangi
Pemisahan Minyak
Hasil penguapan yang berupa gas dialirkan ke bak pendingin melalui
pipa dan berubah wujud menjadi cair selanjutnya dialirkan ke penampungan
pemisah minyak. Pemisahan minyak akar wangi di UKM Haji Ede ada tiga:
pertama dan kedua berbentuk silinder sedangkan yang ketiga berbentuk persegi.
Pemisahan yang pertama memiliki tinggi 40 cm dengan diameter 60 cm. Pemisah
ini berbentuk silinder dengan volume 113 liter. Sedangkan pemisah yang
berikutnya memiliki diameter lebih kecil sekitar 30 cm tetapi tinggi sama dengan
volume lebih kecil sekitar 28 liter. Seharusnya pemisah minyak yang ketiga ini
tidak ada, akan tetapi minyak dipemisah yang kedua masih mengandung air maka
pemisah ketiga dibuat. Perbandingan hasil pemisahaan minyak akar wangi dapat
16
dilihiat pada Gambar 4. Selanjutnya minyak dan air dipisah menggunakan kain
monel, dimana minyak berada dibawah sedangkan air diatas. Hal ini menunjukkan
bahwa massa jenis minyak akar wangi lebih berat dibandingkan dengan massa
jenis air.
Gambar 4 Proses pemisahan minyak akar wangi. a) hasil minyak pada pemisahan
pertama, b) hasil minyak pada pemisahan kedua, dan c) hasil minyak
pada pemisahan ketiga
Peralatan dan perlengkapan di pabrik sudah cukup memadai. Walaupun
bengkel tidak tersedia di dekat pabrik, tetapi Haji Ede masih menyediakan alat-
alat bengkel yang sering digunakan dan tenaga kerja bisa menggunakan alat
tersebut. Oleh karena itu jika ada kerusakan yang tidak terlalu serius bisa
diperbaiki oleh tenaga kerja dan tidak mengganggu aktifitas produksi. Alat/mesin
penyulingan akar wangi dengan metode water and steam distilation yang
digunakan Haji Ede belum tersedia dipasaran. Untuk mendapatkan alat/mesin
penyuling ini, Haji Ede harus memesan ke bengkel yang sudah ahli dalam
pembuatan alat/mesin.
Pengoperasian mesin/alat penyuling minyak akar wangi metode water and
steam distilation tidak terlalu susah, dengan mengikuti atau memperhatikan
penjelasan dari pembuat mesin/alat karyawan dengan mudah mengoperasikan
mesin/alat penyuling. Pemeliharaan terhadap mesin/alat produksi juga tidak begitu
rumit, berikut hal yang perlu diperhatikan yaitu pembersihan sisa-sisa yang
tertinggal disaringan ketel suling, pemeriksaan baut kuping apa ada yang longgar,
serta pengelasan pada body ketel bila ada yang bocor. Pergantian air dalam ketel
suling dilakukan setiap 4 kali produksi, sedangkan pembersihan sisa tanah yang
menempel disaringan maupun didalam ketel suling dilakukan 25-30 kali
penggunaan. Pembersihan ini berfungsi untuk menghindari penyumbatan serta
berkurangnya rendemen minyak yang dihasilkan.
Bahan bakar yang digunakan untuk penyulingan akar wangi metodewater
and steam distilation yaitu oli bekas yang disajikan pada Gambar 5 a). Oli bekas
diperoleh dari supllier dengan harga Rp 4,000/liter, dimana satu kali produksi
membutuhkan oli bekas sebanyak 300 liter. Berarti biaya untuk bahan bakar sekali
produksi yaitu Rp 1,200,000. Proses pembakarannya dibantu dengan compressor
dan motor disel (gambar 5b). Motor disel yang digunakan merek dong feng 5 pk
menggunakan bahan bakar solar dengan kapasitas bahan bakar 8 liter. Sedangkan
Compressor yang digunakan model BAC 1530 made Italy Technology dengan
a b c
17
spesifikasi mesin (Gambar 5c). Kerusakan yang sering terjadi tidak begitu serius.
Pergantian karet hanya sekali serta pergantian oli setiap 500 jam.
Gambar 5 Bahan bakar dan alat pembakaran. a) oli bekas sebagai bahan bakar, b)
motor disel dan compressor, dan c) spesifikasi compressor
Proses penyulingan juga sangat membutuhkan air misalnya saat pencucian
akar wangi ketika musim hujan, proses penyulingan, dan proses pendinginan pada
kondensor. Air yang digunakan berasal dari mata air. Tujuan pencucian akar
wangi saat musim hujan adalah untuk mengurangi tanah yang menempel diakar
sehingga mempermudah proses penyulingan. Cara penyucian akar wangi disajikan
pada Gambar 6.
Gambar 6 Proses pencucian akar wangi
Perbaikan Teknik Produksi
Prapanen
Prapanen meliputi pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan, dan
panen. Pengolahan tanahpada UKM Haji Ede seperti yang sudah dipaparkan di
atas tidak ada kendala yang diperoleh. Sementara penanaman menunjukkan angka
berbeda berdasarkan dari hasil jarak tanam yang dipaparkan di atas menurut
Santoso (1993). Hal ini akan berpengaruh terhadap pertumbuhan akar wangi,
karena memiliki jarak tanam yang dekat. Pemeliharaan berupa pembersihan
gulma agar mempermudah proses pemanenan serta pemanenan yang tidak sesuai
dengan umur panen akan mempengaruhi rendemen dan kualitas serta kuantitas
produksi minyak akar wangi.
Pascapanen
Pascapanen merupakan tahap penanganan hasil pertanian setelah panen
yaitu pengeringan, pendinginan, pembersihan, penyortiran, dan pengemasan.
a
a b c
18
Guenther (2006) berpendapat bahwa persiapan bahan dalam metode water and
steam distilation (kukus) memerlukan perhatian khusus. Pengeringan akar wangi
hingga mencapai kadar air yang seragam yaitu 15% akan meningkatkan hasil
minyak. Pengisian akar wangi ke dalam ketel juga harus seragam dan diatur
sedemikian rupa agar uap dapat berpenetrasi dan merata dalam bahan, sehingga
rendemen minyak yang dihasilkan lebih tinggi. Sementara bahan baku yang
digunakan pada UKM Haji Ede kurang diperhatikan, misalnya tidak ada
penyortiran pada bahan baku baik dari umur panen, dan ukuran yang seragam dan
optimum. Jika akar wangi yang disuling di bawah umur panen akan mengandung
minyak yang sedikit seperti yang dipaparkan di atas, serta ukuran bahan terlalu
halus akan menimbulkan penggumpalan dan menyebabkan terjadinya
penghambatan penetrasi uap.
Selain umur panen, lama penyulingan dan tekanan saat penyulingan juga
sangat berpengaruh terhadap proses penyulingan akar wangi. Berdasarkan hasil
penelitian di laboratorium ITB, lama penyulingan optimum adalah 20 jam dengan
metode penyulingan steam. Percobaan yang dilakukan dengan membedakan
tekanan ternyata mempengaruhi rendemen yang diperoleh. Penyulingan dengan 1
bar memperoleh rendemen minyak sebesar 1.08%, 2 bar 1.92%, dan 3 bar 1.94%.
Rendemen yang diperoleh dari tekanan 2 bar ternyata tidak berbeda jauh
dibandingkan dengan tekanan 3 bar. Oleh karena itu tekanan optimum
penyulingan akar wangi dengan metode steam adalah 2 bar. Kardinan (2005)
menyatakan bahwa penyulingan akar wangi dalam bentuk segar akan
menghasilkan rendemen minyak yang rendah (0.4-0.5%), dibandingkan dengan
rendemen minyak pada penyulingan akar wangi kering (1.6-2.1%).
Penyulingan di UKM Haji Ede berdasarkan hasil wawancara
menggunakan tekanan tinggi yaitu 5 bar. Semesntara itu, hasil perhitungan
dengan menggunakan persamaan gas ideal nilai tekanan yang diperoleh sebesar
2.6 bar dengan asumsi massa jenis 1.3 kg/m3 dan suhu 160
0C. Penyulingan
dengan tekanan tinggi akan mempengaruhi kerusakan minyak, misalnya bau
gosong, dan warna minyak yang kecoklatan. Selain itu, faktor yang perlu
diperhatikan juga adalah pergantian air dalam ketel suling. Berdasarkan hasil
wawancara di lapangan, proses pergantian air di UKM Haji Ede dilakukan setiap
4 kali produksi. Hal ini akan menimbulkan terjadinya dekomposisi zat ekstraktif
dalam bahan, serta menghasilkan zat yang mudah menguap dan berbau tidak enak
karena menggunakan air yang berulang-ulang (Guenther 2006).
Berdasarkan hasil penelitian Moestafa et al. (1991) bahwa laju
penyulingan sangat berpengaruh nyata terhadap rendemen dan kadar vetiverol
minyak akar wangi. Jumlah minyak dan kadar vetiverol minyak akar wangi lebih
tinggi pada laju penyulingan 600 gram uap per jam dibandingkan dengan laju
penyulingan 500 gram uap per jam. Semakin lama penyulingan dilakukan, hasil
minyak yang diperoleh semakin banyak dengan kadar vetiverol yang lebih tinggi
serta bobot jenis dan indeks bias yang lebih tinggi. Laju aliran uap air juga
berpengaruh terhadap laju ekstraksi minyak serta berhubungan dengan konsumsi
energi (Suwarda 2009).
Rekomendasi perbaikan teknik produksi di UKM Haji Ede agar
meningkatkan rendemen minyak akar wangi adalah adanya perhatian khusus
terhadap ukuran akar wangi yang berpengaruh terhadap rendemen minyak,
melakukan penyortiran terhadap umur panen, melakukan pengeringan akar wangi
19
secara lebih baik hingga diperoleh akar wangi yang lebih kering, memperhatikan
kapasitas penyulingan sehingga tidak memuat akar wangi secara berlebih,
melakukan pembalikan bahan baku pada waktu penyulingan agar penyulingan
minyak maksimal dan rendemen meningkat, melakukan penggantian air suling
lebih sering karena penggunaan air yang berulang-ulang sangat berpengaruh
terhadap hasil minyak yang disuling, pengaturan laju penyulingan melalui
pengaturan tekanan.
Analisis Kelayakan Finansial
Asumsi dasar yang digunakan dalam melakukan analisis finansial dalam
usaha penyulingan minyak akar wangi sebagai berikut :
1. Harga-harga yang digunakan dalam analisis finansial ini berdasarkan harga
pada bulan Februari sampai bulan Juni 2013.
2. Analisis kelayakan usaha dilakukan selama 10 tahun berdasarkan umur
ekonomis mesin penyulingan.
3. Semua bahan baku dianggap membeli dari petani, dan pengangkutan
menggunakan transportasi.
4. Nilai sisa yang digunakan pada bangunan 10%, sedangkan nilai sisa untuk
mesin dan peralatan 15% dari harga awal.
5. Biaya pemeliharaan dan perbaikan sebesar 3 % dari harga awal.
6. Suku bunga diperhitungan sebesar 19.25% berdasarkan tingkat suku bunga
pinjaman di Bank Rakyat Indonesia.
7. Penentuan besar pajak penghasilan yang digunakan berdasarkan Undang-
Undang Perpajakan tahun 1994, yaitu apabila pendapatan kurang dari Rp
25,000,000, maka dikenakan pajak 10% dari pendapatan. Bila pendapatan
berada antara Rp (25,000,000-50,000,000) dikenakan pajak 15%, dan
pendapatan lebih dari Rp 50,000,000 dikenakan pajak 30%.
Biaya Investasi
Biaya investasi usaha penyulingan meliputi biaya bangunan, dan mesin
penyulingan dengan total keseluruhan adalah Rp 204,290,000 (Tabel 6). Biaya
bangunan untuk UKM ini adalah sebesar Rp 100 Juta, sedangkan biaya untuk
mesin/alat penyulingan pada analisis ini sebesar Rp 104,290 Juta. (Lampiran 1).
Tabel 6 Biaya investasi bangunan dan mesin akar wangi
No. Item Total (Rp)
1 Bangunan 100,000,000
2 Mesin 104,290,000
Total 204,290,000
Biaya Tetap
Menurut Pramudya (1992) biaya tetap adalah jenis-jenis biaya yang
selama satu periode kerja tetap jumlahnya. Biaya-biaya yang termasuk dalam
biaya tetap adalah biaya penyusutan, bunga modal dan asuransi, pajak, dan
gudang/garasi. Sedangkan biaya tetap pada analisis ini yaitu biaya sewa tanah,
penyusutan mesin dan alat, penyusutan bangunan, dan pajak bumi dan bangunan.
20
UKM ini tidak menggunakan jasa pinjaman baik dari berbagai pihak, sehingga
bunga modal dan asuransi tidak ada pada analisis tersebut. Dalam hal ini, jumlah
produk yang dihasilkan tidak mempengaruhi biaya tetap (Tabel 7). Rincian
perhitungan untuk biaya tetap dapat dilihat pada Lampiran 1.
Tanah yang digunakan pada UKM ini adalah seluas 2000 m2 dan tanah
tersebut merupakan tanah milik sendiri. Meskipun lahan milik sendiri, untuk
perhitungan dipakai harga sewa tanah, dimana harga sewa tanah seluas 2,500 m
sebesar Rp 1 Juta/bulan sehingga diperoleh harga sewa Rp 400/m2/bulan
(http://properti24.com/tanah/sewa-tanah-33516.html). Jadi, harga sewa tanah pada
UKM ini sebesar Rp 9,600,000/tahun ( 2,000 m2 x Rp 400/m
2/bulan).
Tabel 7 Biaya tetap produksi selama setahun
Item Biaya (Rp/thn)
Sewa tanah 9,600,000
Penyusutan mesin dan alat 8,500,000
Penyusutan bangunan 9,000,000
Pajak bumi dan bangunan 88,000
Total 27,188,000
Biaya Variabel (Tidak Tetap)
Biaya variabel (tidak tetap) adalah biaya-biaya yang dikeluarkan pada saat
alat/mesin beroperasi dan jumlahnya tergantung pada jumlah jam kerja pemakaian
serta jumlah produk yang dihasilkan. Biaya tidak tetap terdiri dari biaya bahan
bakar, pelumas, perbaikan dan pemeliharaan, bahan baku, dan operator seperti
pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan, panen, pencucian, produksi, dan
pengangkutan. Rincian biaya tidak tetap disajikan pada Tabel 8 dan Lampiran 2.
Tabel 8 Biaya tidak tetap produksi selama setahun
Item Biaya (Rp)
Bahan bakar 402,930,000
Biaya pelumas 1,650,000
Perbaikan dan pemeliharaan 6,000,000
Operator 97,350,000
Bahan baku 1,485,000,000
Kemasan 3,527,500
Total 1,996,457,500
Bahan baku utama penyulingan minyak akar wangi adalah akar. Akar
wangi berasal dari kebun sendiri dan petani sekitar. Banyaknya akar wangi yang
dibutuhkan untuk melangsungkan proses produksi selama setahun sebanyak 660
ton/tahun. Bahan baku yang dibutuhkan cukup besar sehingga hasil dari kebun
sendiri tidak mencukupi produksi pabrik. Oleh karena itu perlu dilakukan
pembelian dari petani sekitar dengan kisaran harga sebesar Rp 1,000-3,000/kg.
Pada analisis ini, semua bahan baku dianggap dibeli dari petani dengan harga per
kg adalah Rp 2,250 dan banyaknya bahan baku yang digunakan sebanyak 660,000
kg/tahun. Jadi biaya yang dibutuhkan untuk bahan baku sebesar Rp 1.485
21
M/tahun. Kemasan minyak akar wangi berupa dirigen sebanyak 83 unit, dimana
per unit 40 liter dan biaya sebesar Rp 3,527,500/tahun.
Bahan bakar utama yang digunakan pada penyulingan ini adalah oli bekas,
dimana dalam setahun memerlukan sebanyak 99,000 liter. Harga per liternya Rp
4,000, sedangkan bahan bakar untuk motor diesel adalah solar dan memerlukan
sebanyak 1,386 liter/tahun dan harga per liternya Rp 5,000, maka diperoleh biaya
untuk bahan bakar sebesar Rp 402,930,000/tahun. Pelumas digunakan untuk
compressor dan kebutuhan yang digunakan sebanyak 66 liter/tahun dengan harga
per liternya Rp 25,000, sehingga diperoleh biaya untuk pelumas sebesar Rp
1,650,000. Total biaya perbaikan dan pemiliharaan diasumsikan 3% dari investasi
(bangunan dan alat/mesin) yaitu sebesar Rp 6,000,000/tahun.
Proses produksi penyulingan minyak akar wangi membutuhkan tenaga
kerja 3 orang. Dimana ke tiga tenaga kerja tersebut terlibat langsung dalam proses
produksi. Besarnya gaji yang diterima oleh tenaga kerja per produksi sebesar Rp
150,000/3 orang. Jika dalam setahun proses produksi minyak akar wangi
sebanyak 330 kali, maka gaji yang diterima ketiga tenaga kerja tersebut sebesar
Rp 49,500,000/tahun. Sedangkan gaji untuk per orangnya adalah Rp
16,500,000/tahun (Rp 1,375,000/bulan). Untuk upah pencucian akar wangi
sebesar Rp 25,000/ton dengan total sebesar Rp 8,250,000/tahun, dan upah
pengangkutan per tonnya dibayar sebesar Rp 60,000. Jadi total biaya
pengangkutan sebesar Rp 39,600,00/tahun.
Harga Pokok = 27,188,000 + 1,996,457,500 (Rp/thn)
8 kg/suling x 330 kali suling/thn= Rp766,600/kg
Dengan angka-angka perhitungan di atas maka harga pokok minyak akar wangi
sebesar Rp 766,600 per kilogram.
Penerimaan
Penerimaan diperoleh dari hasil perkalian jumlah produksi yang dihasilkan
dengan harga jual minyak akar wangi per kg. Jumlah produksi selama setahun
yaitu 330 x produksi, dan sekali produksi menghasilkan rendemen rata-rata 0.3-
0.4% (kurang lebih 6-8 kg). Dengan harga jual Rp 800,000/kg akan diperoleh
penerimaan sebesar Rp 2,112,000,000/tahun, dan berdasarkan harga pokok akan
mendapat keuntungan sebesar Rp. 88,176,000/tahun.
Kriteria Kelayakan
Hasil analisis menunjukkan bahwa secara finansial usaha ini layak
dijalankan. Berdasarkan nilai NPV yang diuraikan pada prakiraan arus kas
(Lampiran 3) adalah sebesar Rp 213,508,492 menunjukkan bahwa usaha ini akan
mendapatkan keuntungan sebesar nilai NPV tersebut. Net B/C dan Gross B/C
yang diperoleh sebesar 3.27 dan 1.02, sedangkan nilai IRR diperoleh sebesar
36.17% lebih besar dari discount rate yaitu 19.25% di Bank Rakyat Indonesia.
Sementara, bila dilihat dari harga pokok juga sudah mendapat keuntungan sebesar
Rp 33.400/kg. Jika ingin mendapatkan keuntungan maka UKM harus
memproduksi dan menjual lebih dari nilai BEP yaitu 2,530 kg/tahun, sedangkan
di UKM Haji Ede setiap tahun menjual minyak akar wangi sebesar 2,640 kg, oleh
karena itu usaha ini sudah bisa dinyatakan layak.
22
Net B/C = 307,491,301
93,982,809 = 3.27
Gross B/C= 9,087,840,083
8,874,331,591=1.02
IRR = 35% + 964,063
964,063 - ( -3,155,173) x 40 - 35 % = 36.17 %
BEP = (27,188,000 + 1,996,457,500) (Rp/tahun)
800,000 Rp/kg = 2,530 kg minyak/tahun
Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat apakah proyek masih layak
dijalankan jika terjadi kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar perhitungan.
Dalam penelitian ini ada lima variabel yang digunakan untuk menganalisis
sensitivitas usaha penyulingan minyak akar wangi yaitu: 1. Harga jual turun 5%,
2. Upah tenaga kerja naik 10%, 3. Harga bahan bakar naik 10%, 4. Upah tenaga
kerja naik 10%, harga bahan bakar naik 10%, dan harga jual tetap, dan 5. Upah
tenaga kerja naik 10%, harga bahan bakar naik 10%, dan harga jual naik 10%.
Tabel 9 Analisis sensitivitas kelayakan usaha produksi minyak akar wangi
No Uraian NPV (Rp) Net
B/C Gross
B/C IRR
(%) PP
1 Harga jual turun 5% -182,536,268 0 0 < 𝑖 -
2 Upah tenaga kerja naik 10% 171,633,100 2.68 1.02 19.47 3 tahun 3 Harga bahan bakar naik 10% 40,186,953 1.31 1.00 20.02 6.5 tahun
4 Upah tenaga kerja naik 10%, harga bahan
bakar naik 10%, dan harga jual tetap -135,935,010 0 0 < 𝑖 -
5 Upah tenaga kerja naik 10%, harga bahan
bakar naik 10%, dan harga jual naik 10% 41,171,908 ~ ~ > 𝑖 1 tahun
Berdasarkan tabel diatas, nilai NPVyang diperoleh ketika harga jual
minyak akar wangi turun 5%, atauapabila upah tenaga kerja naik 10% dan harga
bahan bakar naik 10% sedangkan harga jual tetap adalah negatif (NPV< 0)dan
usaha ini tidak layak dijalankan karena mengalami kerugian. Dimana kerugian
disebabkan harga jual turun 5% lebih rendah dibandingkan dengan harga jual
minimum (harga pokok). Selain itu nilai IRR yang diperoleh juga lebih kecil dari
discount rate yang berlaku. Jadi jika harga minyak akar wangi turun 5 %, atau
apabila upah tenaga kerja naik 10% dan harga bahan bakar naik 10% sedangkan
harga jual tetap maka lebih baik investor menginvestasikan uangnya ke bank
OCBC NISP Tbk yang memiliki tingkat suku bunga deposito sebesar 8 %
(www.seputarforex.com) dari pada untuk investasi usaha ini. Sedangkan apabila
upah tenaga kerja naik 10%, atau harga bahan bakar naik 10%, atau apabila upah
tenaga kerja naik 10%, harga bahan bakar naik 10%, dan harga jual naik 10%
menghasilkan nilai NPV positif, menunjukkan usaha tetap layak dijalankan.
23
Payback period (PP) adalah lama waktu pengembalian modal. PP yang
diperoleh berdasarkan perhitungan adalah 2 tahun 6 bulan, sedangkan PP yang
diperoleh setelah melakukan analisis sensitivitas adalah 1 tahun ketika upah
tenaga kerja naik 10%, harga bahan bakar naik 10%, dan harga naik 10%. PP
ketika upah tenaga kerja naik 10% adalah 3 tahun, ketika harga bahan bakar naik
10% selama 6 tahun 6 bulan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Produksi minyak akar wangi di usaha produksi Haji Ede memerlukan
perbaikan dalam hal pemanenan yang meliputi keseragaman umur panen,
melakukan pengeringan akar wangi sehingga kandungan air seragam yaitu 15%,
dan teknik penyulingan mulai dari kepadatan bahan baku saat melakukan
penyulingan, ukuran akar wangi yang seragam, penggantian air suling, dan tidak
menggunakan tekanan tinggi saat penyulingan berlangsung.
Kapasitas minimum produksi di UKM penyulingan minyak akar wangi ini
berdasarkan nilai BEP yang diperoleh sebesar 2,530 kg/tahun. Dari hasil
perhitungan kriteria kelayakan, UKM penyulingan akar wangi Haji Ede layak
dijalankan. Dengan investasi bangunan dan mesin per 10 tahun sebesar Rp
200,000,000, investasi alat pelengkap setiap tahunnya sebesar Rp 429,000, dan
biaya tetap sebesar Rp 27,188,000/tahun, biaya tidak tetap sebesar Rp
1,996,457,500/tahun, harga pokok minyak akar wangi sebesar Rp 766,600/kg.
Sementara itu harga jual minyak akar wangi sebesar Rp 800,000/kg. Dengan
demikian keuntungan yang diperoleh UKM penyulingan minyak akar wangi
adalah Rp. 88,176,000/tahun. Kriteria kelayakan lain ditunjukkan oleh hasil yang
diperoleh berikut ini: NPV sebesar Rp 213,508,492, Net B/C sebasar 3.27, Gross
B/C sebesar 1.02, IRR sebesar 36.17%, dan waktu yang dibutuhkan untuk
pengembalian modal selama 2 tahun 6 bulan.
Saran
1. Perlu penyeragaman umur panen pada tingkat umur panen yang tepat.
2. Perlu melakukan penyortiran pada bahan baku, pengaturan tekanan,
pembalikan bahan baku pada proses penyulingan, dan penggantian air
penyulingan agar mendapat rendemen yang lebih tinggi.
3. Perlu dilakukan pembukuan biaya yang dikeluarkan mulai dari budidaya,
produksi, dan pemasaran, juga penerimaan usaha, agar kinerja keuangan dari
usaha yang dilakukan dapat dipantau secara cermat.
24
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 1977. Hasil laboratorium penyulingan akar wangi [internet].
[diunduh 2013 Juni 13]. Tersedia pada: www.pub.bhaktiganesha.or.id.
[Ditjenbun] Direktorat Jendral Perkebunan [internet]. [diunduh 2012 Des 06].
Tersedia pada: http://ditjenbun.deptan.go.id/budtansim/index.php? Option
=comcontent&view=article&id=75:potensi-besar-minyak-atsiri-ada-pada-
akarwangi&catid=8:inventaris-berita&Itemid=30.
Fajar MAB. 2008. Pengaruh kepadatan akar wangi pada penyulingan dengan
kenaikan tekanan uap bertahap terhadap rendemen dan mutu minyak akar
wangi yang dihasilkan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Guenther E. 2006. Minyak Atsiri Jilid I. Ketaren S, penerjemah; Guenther E,
editor. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press. Terjemahan dari:
Essential Oils.
Guenther E. 1990. Minyak Atsiri Jilid IVA. Ketaren S, penerjemah; Guenther E,
editor. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press. Terjemahan dari: The
Essential Oils.
Hasan M, Rusli S. 1977. Cara penyulingan daun nilam mempengaruhi rendemen
dan mutu minyak. Pemberitaan LPTI. Bogor (ID): Balai Besar Tanaman
Rempah dan Obat. 24: 1-7.
Kardinan A. 2005. Tanaman Penghasil Minyak Atsiri Komoditas Wangi Penuh
Potensi. Jakarta (ID): Agromidia Pustaka.
Ketaren S. 1973. Minyak Atsiri. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Ketaren S, Djatmiko B. 1978. Minyak Atsiri Bersumber dari Batang dan Akar.
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Moestafa A, Waspodo P, Hakim S. 1991. Pengaruh lama dan kecepatan
penyulingan terhadap kadar minyak dan vetiverol akar wangi. Warta
IHP/J. of Agro-based Industry. 8(2): 11-15.
Mukhtar Z. 2012. Garut Pasok Minyak Akar Wangi 60 Ton per Tahun [internet].
[diunduh 2012 Des 06]. Tersedia pada: http://www.inilah.com/read/
detail/garut - pasok-minyak-akar-wangi-60-ton-per-tahun.
OCBC NISP. 2014. Data suku bunga deposito rupiah [internet]. [diunduh 2014
Februari 10]. Tersedia pada: www.seputarforex.com/ data/ suku_ bunga_
deposito.
Pramudya B, Pertiwi S, Dewi N. 1992. Ekonomi Teknik. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Rusli S, Kemala S. 1991. Perkembangan penelitian tanaman atsiri. Di dalam:
Wahid P, Rusli S, Soetopo D, Hobir, editor. Prosiding Forum Komunikasi
Ilmiah Pengembangan Atsiri di Sumatera; Bukit Tinggi, 31 Agustus 1991.
Bogor (ID): Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. hlm. 77-86.
Santoso. 2010. Evaluasi Finansial untuk Manager, dengan Software Komputer.
Bogor (ID): `Institut Pertanian Bogor Press.
Santoso HB. 1993. Akar Wangi Bertanam dan Penyulingan. Yogyakarta (ID):
Kanisius.
25
Suwarda R. 2009. Analisis energi proses penyulingan minyak akar wangi dengan
peningkatan tekanan dan laju alir uap air secara bertahap [tesis]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Tutuarima T. 2009. Rekayasa proses penyulingan minyak akar wangi dengan
peningkatan tekanan dan laju aliran uap bertahap [tesis]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
26
Lampiran 1 Biaya investasi tanah, bangunan, dan mesin serta perlengkapan penyuling
akar wangi
No.
Item
Jumlah
Satuan
Total (Rp)
Nilai sisa
(Rp)
Penyusutan
Rp/Tahun
Biaya
Pemeliharaan
Rp/Tahun
1 Bangunan 300 m2 100,000,000 10,000,000 9,000,000 3,000,000
2 Mesin 1 Set 100,000,000 15,000,000 8,500,000 3,000,000
Total
200,000,000 25,000,000
6,000,000
Perlengkapan setiap tahun
No. Item Jumlah Harga/unit Biaya (Rp)
1 Baskom 2 12,000 24,000
2 Ayakan 2 15,000 30,000
3 Ember 2 30,000 60,000
4 Sinduk 1 15,000 15,000
5 Kain monel 1 300,000 300,000
Total
429,000
Jadi, total biaya investasi minyak akar wangi selama umur proyek adalah:
Rp 200,000,000 + (10 x Rp 429,000) = Rp 204,290,000
27
Lampiran 2 Pajak dan Biaya Produksi Setahun
A Pajak Bumi dan Bangunan
Item Biaya (Rp)
Jumlah nilai jual objek pajak bumi (tanah) -
Jumlah nilai jual objek pajak bangunan 100,000,000
NJOP kena pajak 300,000,000
NJOP tidak kena pajak 12,000,000
NJOP untuk perhitungan PBB 288,000,000
Nilai jual kena pajak 57,600,000
PBB yang terutang 88,000
B Biaya produksi minyak akar wangi dalam satu tahun (Rupiah/tahun)
No. Deskripsi Jumlah Satuan Harga/unit Biaya
1 Bahan baku 660,000 Kg/tahun 2,250 1,485,000,000
2 Kemasan 83 Unit/tahun 42,500 3,527,500
3 Bahan bakar
Oli bekas 99,000 Liter/tahun 4,000 396,000,000
Solar 1,386 Liter/tahun 5,000 6,930,000
4 Pelumas 66 Liter/tahun 25,000 1,650,000
5 Perbaikan
dan pemeliharaan
6,000,000
6 Biaya operator
Pencucian 330 Ton/tahun 25,000 8,250,000
Produksi 330 Produksi/tahun 150,000 49,500,000
Pengangkutan 660 Ton 60,000 39,600,000
Total 1,996,457,500
28
Lampiran 3 Arus Kas Bersih
Tahun C (Rp)
B (Rp) B-C (Rp) DF
19.25% NPV (Rp)
NPV
Kumulatif
(Rp) B*DF (Rp) C*DF (Rp)
Investasi BTT BT Total
1 200,429,000 1,996,457,500 27,188,000 2,224,074,500 2,112,000,000 -112,074,500 0.839 -93,982,809 -93,982,809 1,771,069,182 1,865,051,992 2 429,000 1,996,457,500 27,188,000 2,024,074,500 2,112,000,000 87,925,500 0.703 61,829,833 -32,152,977 1,485,173,319 1,423,343,486 3 429,000 1,996,457,500 27,188,000 2,024,074,500 2,112,000,000 87,925,500 0.590 51,848,916 19,695,940 1,245,428,359 1,193,579,443 4 429,000 1,996,457,500 27,188,000 2,024,074,500 2,112,000,000 87,925,500 0.495 43,479,175 63,175,115 1,044,384,368 1,000,905,193 5 429,000 1,996,457,500 27,188,000 2,024,074,500 2,112,000,000 87,925,500 0.415 36,460,524 99,635,639 875,794,020 839,333,495 6 429,000 1,996,457,500 27,188,000 2,024,074,500 2,112,000,000 87,925,500 0.348 30,574,863 130,210,502 734,418,465 703,843,602 7 429,000 1,996,457,500 27,188,000 2,024,074,500 2,112,000,000 87,925,500 0.292 25,639,298 155,849,800 615,864,541 590,225,243 8 429,000 1,996,457,500 27,188,000 2,024,074,500 2,112,000,000 87,925,500 0.245 21,500,460 177,350,260 516,448,252 494,947,793 9 429,000 1,996,457,500 27,188,000 2,024,074,500 2,112,000,000 87,925,500 0.205 18,029,736 195,379,995 433,080,296 415,050,560
10 429,000 1,996,457,500 27,188,000 2,024,074,500 2,129,500,000 105,425,500 0.172 18,128,497 213,508,492 366,179,281 348,050,784
28
29
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padangsidimpuan pada tanggal 25 Maret 1990 dari
ayah Bandahara Dalimunthe, S.Pd. dan ibu Nupaisah Harahap. Penulis adalah
putri kedua dari empat bersaudara. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 6
Padangsidimpuan dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut
Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan
diterima di Departemen Teknik Pertanian sekarang dikenal sebagai Departemen
Teknik Mesin dan Biosistem dengan Mayor Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian.
Selama perkuliahan, penulis aktif diorganisasi mahasiswa daerah yaitu
Ikatan Mahasiswa Tapanuli Selatan (IMATAPSEL) sebagai bendahara umum
(2009-2010). Pada tahun 2011 tepatnya bulan Juli-Agustus, penulis
melaksanakanPraktik Lapang di PTPN IV Sub. Unit Adolina dengan judul
Manajemen Pasca Panen Kelapa Sawit.
top related