perancangan interior restoran keluarga & …digilib.isi.ac.id/4556/8/jurnal_1411962023.pdf4...
Post on 14-Aug-2019
263 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PERANCANGAN INTERIOR RESTORAN KELUARGA & RUANG
PERTEMUAN LAPO CODIAN, JAKARTA
PERANCANGAN
SERENA GABRIELLE
NIM: 141 1962 023
PROGRAM STUDI S-1 DESAIN INTERIOR
INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA
2018
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
2
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
3
PERANCANGAN INTERIOR RESTORAN KELUARGA & RUANG
PERTEMUAN LAPO CODIAN, JAKARTA
Serena Gabrielle1
Abstrak
Lapo Codian merupakan restoran keluarga yang terletak di Cawang, Jakarta.
Restoran ini memiliki dua area dengan berbagai kegunaan yang berbeda-beda. Pada
bagian depan merupakan area makan yang terdapat live music di dalamnya.
Sedangkan bagian belakang terdapat area outdoor, toilet, dan sebuah bangunan
yang terdapat beberapa ruang pertemuan kecil bersekat-sekat yang dapat
dipersatukan menjadi satu ruang aula, biasanya digunakan untuk rapat hingga
acara-acara lainnya yang memiliki daya tampung tertentu. Permasalahan pada Lapo
Codian merupakan bagaimana agar ambiance restoran dengan live music-nya dan
ruangan auditorium yang membutuhkan privasi dapat berdiri berdampingan, namun
kegiatan tetap berjalan dengan lancar. Metode yang digunakan pada karya desain
ini diangkat dari buku A Design Method milik Eric Karjaluto dengan tahap-tahap,
antara lain: Penemuan, Perencanaan, Kreatifitas, dan Pengaplikasian. Konsep yang
diambil dalam perancangan re-desain Lapo Codian ini merupakan Intimate in
Openness yang diharapkan dapat memberikan suasana yang intim walaupun
berdampingan dengan karakteristik lapo yang sangat terbuka. Dari pendekatan
konsep ini diharapkan semua pengunjung dapat merasakan Intimate in Openness
baik itu melalui sifat, karakteristik, dan suasana pada Lapo Codian.
Kata Kunci: interior, Lapo Codian, Intimate in Openness, live music,
mangupa-upa batak
1 Korespondensi penulis dialamatkan ke
Program Studi Desain Interior, Fakultas Seni Rupa, Institut Seni Indonesia Yogyakarta,
HP: +62 82165199939
E-mail: serena.gabrielle24@gmail.com
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
4
Abstract
Lapo Codian is a family restaurant based in Cawang, Jakarta which is a
multifunction building. On the front side, there’s indoor dining area with a live
music. Then on the back side is outdoor dining, toilet, and parted meeting rooms
which could be unite to be one mini auditorium, it used to be a meeting or gathering
place that have any certain of capacity in a room. The main problem of Lapo
Codian is how to build a good ambience on the dining area with a live music spotted
on it, can be side by side with meeting rooms which is need to be private, without
disturbing each other. This designwork use a book by Eric Karjaluto, A Design
Method, with those steps: Discovery, Planning, Creativity, and Application. The
concept is Intimate in Openness which mean to rise an intimate vibe inside of the
overt characteristic of lapo. The application of the concept is expected that all of
customer can feel the “Intimate in Openness” on the characteristic, atmosphere,
and ambience of Lapo Codian.
Keywords: interior, Lapo Codian, Intimate in Openness, live music, mangupa-
upa batak
1. Pendahuluan
Jakarta merupakan kota dengan perkembangan ekonomi dan pembangunan
yang pesat, hal inilah yang menjadi alasan utama dimana banyaknya pendatang dari
berbagai daerah untuk tinggal dan menetap dikota yang merupakan ibukota
Indonesia tersebut. Berbagai suku dan budaya mulai dari sabang sampai merauke
pasti ada yang mengadu nasib dan bertempat tinggal di Jakarta. Kehidupan urban
yang padat dengan hiruk pikuk jalanan, entah mengapa masih primadona
masyarakat untuk mencari tempat tinggal. Tidak hanya pemerintah, pengusaha-
pengusaha swasta juga turut ikut serta dalam membangun Jakarta dan menjadikan
kota Jakarta menjadi lebih padat. Hal tersebut merupakan pemicu terbesar semakin
banyaknya persaingan bisnis, dapat dilihat dari berbagai pembangunan seperti:
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
5
Gedung-gedung perkatoran, Hotel, Restoran, Bar, hingga café-café kecil dalam
berbagai level.
Penduduk dari berbagai daerah di Indonesia mulai berkembang di kota
Jakarta. Namun semakin banyaknya budaya barat modern yang masuk dan
mempengaruhi kota Jakarta, cukup membuat lupa bahwa Jakarta adalah ibukota
Indonesia yang seharusnya lebih mengangkat budaya Indonesia-nya. Padahal
penduduk yang datang daru luar daerah (merantau) pasti rindu akan suasana
kampung halaman, seharusnya degan memperkuat ke-budaya-annya pada desain
justru lebih memberikan kesan nolstalgia pada budaya itu sendiri.
Hal tersebut tampak jelas di beberapa bangunan yang mengutamakan ke-
modern-annya dari pada ke-budaya-annya. Banyak yang mengangkat konsep
budaya tetapi dari desain hingga bentuknya tidak memunculkan konsep tersebut.
Seperti contoh: Lapo Codian, yang dibangun di daerah Cawang. Lapo Codian
merupakan restoran keluarga yang berasal dari budaya Sumatera Utara (Batak).
Pada dasarnya dengan letak restoran sudah cukup strategis untuk membangun
bisnis karena berasa di tengah kota yang menengah, namun restoran tersebut
dibangun dengan gaya modern yang minim akan kebudayaannya, sangat
disayangkan karena tidak mendukung dengan identitas yang ada. Begitupula
sebaliknya, sesungguhnya restoran tersebut sudah cukup mengangkat tema budaya,
tetapi penataannya tidak diperhitungkan dengan baik.
Restoran ini memiliki dua area yang memiliki kegunaan yang berbeda-beda.
Area depan bangunan adalah restoran keluarga yang terdapat live music di
dalamnya. Sedangkan area belakang terdapat restoran outdoor, toilet, dan beberapa
ruang pertemuan bersekat-sekat yang dapat digabungkan antar ruang, biasanya
digunakan untuk rapat kecil hingga acara-acara lainnya yang memiliki daya
tampung tertentu. Adanya live music dan ruang pertemuan pada bangunan tersebut
cukup membuat berbagai masalah seperti sirkulasi yang tidak jelas, akustik yang
kurang memadai, hingga estetika yang masih sangat modern dan minim budaya
Batak-nya. Padahal melihat fakta yang ada, Lapo Codian memiliki nama yang
cukup dikenal oleh orang-orang batak di Jakarta. Mulai dari kalangan atas hingga
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
6
bawah sekalipun, yang biasanya datang walaupun hanya untuk sekedar berkumpul
keluarga sembari mendengarkan musik. Namun sangat disayangkan penggunaan
material dan desainnya masih masuk kategori yang di peruntukkan kalangan
menengah ke bawah.
Membahas hal-hal diatas merupakan tantangan untuk seorang desainer
dalam mendesain sebuah bangunan dan hal tersebut pula membuat penulis tertarik
untuk mengambil Tugas Akhir yang mengangkat unsur budaya. Dan sebagai calon
desainer interior profesional dimasa mendatang, penulis diharapkan mampu
menangani permasalahan yang ditemui dengan memberikan solusi-solusi desain
yang tepat untuk membuktikan kelayakannya dalam menjalani bidang profesi
kelak.
2. Metode Perancangan
Metode desain yang diangkat oleh penulis merupakan metode desain yang
diambil dari buku milik Eric Karjaluoto yang berjudul THE DESIGN METHOD -
A Philosophy and Process for Functional Visual Communication.
a. Proses Desain:
Tabel 1 Metode Desain dari Eric Karjaluto
Discovery (Penemuan): Mengumpulkan data-data yang ada, kemudian
menyatukan dan mencocokan situasi dengan cara observasi data dan
analisis.
Planning (Perencanaan): Mengidentifikasi kebutuhan utama dan lainnya,
kemudian mengembangkan strategi dan rencana yang memugkinkan untuk
ditindaklanjuti, agar dapat menentukan permasalahan (fokus).
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
7
Creative (Kreatifitas): Mencari opsi konseptual dan arah potensi desain,
serta mengorganisir beberapa kemungkinan menjadi visi yang jelas.
Application (Pengaplikasian): Menerapkan pendekatan dan membuat
elemen desain bersamaan dengan percobaan, pengukuran, evaluasi, dan
perbaikan.
b. Metode Desain:
Memperoleh Pemahaman: Tahap Penemuan
Melalui observasi, analisis, dan dokumentasi, desainer mendapatkan
perspektif ke dalam situasi klien. Tahap Penemuan Metode Desain
mempersiapkan desainer untuk merencanakan, kemudian mengidealkan,
dan akhirnya menghasilkan desain yang sesuai.
Pada tahap ini penulis akan melakukan riset dari beberapa media
seperti buku, artikel, ataupun melalui wawancara untuk mendapatkan
informasi lebih mengenai objek yang akan dedesain. Riset tersebut yang
akan menjadi acuan penulis untuk mendesain Lapo Codian.
Kursus Menentukan: Tahap Perencanaan
Tahap Perencanaan melibatkan menguraikan strategi tingkat tinggi
desainer dan kemudian membuat rencana yang lebih lanjut menjelaskan
arahan, pemirsa, dan taktik. Hanya dengan rencana ini di tempat desainer
harus pindah ke tahap Kreatif.
Pada tahap ini penulis akan melakukan cara seperti brainstorming
yang akan direkam menjadi mind map. Hal ini dilakukan agar penulis lebih
konsisten dalam mendesain.
Bekerja dengan Ide: Tahap Kreatif
Dalam tahap Kreatif Metode Desain, desainer menetapkan konsep
dan arah desain, dan mengevaluasi efektivitasnya. Kemudian akan
mendapatkan persetujuan klien untuk mengikuti jalur materi iklan ini di
tahap Aplikasi.
Pada tahap ini penulis harus telah benar-benar matang dalam
perencanaan, karena akan membuat beberapa alternatif desain tiap ruang
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
8
hingga detail furniturnya dengan cara sketsa. Hal ini dilakukan agar penulis
dapat memvisualisasikan ide yang telah dibuat.
Membuat Desain Nyata: Tahap Aplikasi
Setelah menentukan pendekatan kreatif, saatnya desainer
membangun desainnya. Tahap Aplikasi melibatkan prototyping, pengujian,
analisis, dan penyempurnaan-diikuti oleh produksi dan iterasi yang sedang
berlangsung.
Pada tahap ini penulis akan membuat 3D modelling, animasi,
ataupun maket sehingga penulis dapat mempertimbangkan dimensi maupun
sirkulasi pada desain. Hal ini dilakukan agar menguji kelayakan desain pada
Lapo Codian yang telah dibuat.
3. Pembahasan dan Hasil Perancangan
Perancangan Lapo Codian akan difokuskan pada keseluruhan bagian ruang,
mulai dari restoran hingga ruang pertemuan. Restoran sendiri akan meliputi
ruang makan, live music, dapur, dan display merchandise.
Dengan adanya fakta bahwa karakteristik lapo yang pada umumnya terbuka
dalam sosial, hal tersebut merupakan point penting dalam mendesain lapo.
Namun semakin berkembangnya jaman banyak pengunjung yang datang ke
Lapo Codian untuk tujuan yang berbeda, seperti contoh: makan siang/malam,
bertemu klien, rapat kecil, atau hanya sekedar menghibur diri dengan
menikmati live music. Sehingga dalam mendesain lapo membutuhkan
pertimbangan karena pengunjung membutuhkan kadar privasi yang berbeda-
beda. Akan tetapi live music disini merupakan salah satu poin utama pada bisnis
Lapo Codian, sehingga sangat penting apabila live music sedikit ditonjolkan
dalam pendesainannya.
Maka dari itu, ide dan solusi yang digunakan dalam perancangan interior
Lapo Codian secara keseluruhan akan menerapkan konsep “Intimate in
Openness”, konsep ini berarti memberikan ambiance akrab namun tetap
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
9
mengutamakan privasi pengunjung yang harus berdampingan dengan
karakteristik lapo yang terbuka. Hal tersebut akan diterapkan pada pembagian
zona dan sirkulasi pada interior Lapo Codian. Pembagian zona secara
keseluruhan akan dibagi 3, yaitu: zona private (ruang pertemuan) serta non
private dan semi private (restoran). Kemudian pada sirkulasinya akan diberikan
akses langsung (tranisisi) menuju masing-masing zona, agar memberikan
kenyamanan dan mempermudah pengunjung menjangkau tiap zona tanpa
menggangu privasi pengunjung lain.
Konsep perancangan Restoran diangkat dari tradisi suku batak “Mangupa-
upa” yang merupakan penggambaran orangtua beserta keluarga besar yang
akan memberikan bekal untuk anaknya yang hendak merantau. Pada tradisi ini
gambaran si anak akan menjadi titik fokus seluruh orang yang hadir. Dalam
perancangan restoran, live music akan menjadi gambaran si anak tersebut
karena kegiatan kegiatannya yang cukup mengangkat keuntungan dalam bisnis
di Lapo Codian.
Pada perancangan dapur akan difokuskan pada alur dengan membagi
menjadi beberapa bagian. Bagian-bagain tersebut terdiri dari Penyimpanan
(Storage) yang merupakan tempat pegawai menyimpan atau mengambil bahan
baku makanan, Persiapan (Preparation) dimana pegawai akan mempersiapkan
bahan-bahan yang akan dimasak, Memasak (Cooking) maupun itu mengoreng,
merebus, hingga memanggang, Pelayanan (Service) sebagai tempat pegawai
mempersiapkan makanan yang hendak disajkan kepada pengunjung, dan
terakhir Pembersihan (Cleaning) dimana merupakan area untuk membersihkan
peralatan masak maupun peralatan makan.
Alur yang dibuat sesuai dengan aktifitas yang ada dalam dapur, yaitu
memusat pada satu titik. Area Pelayanan (Service) terpilih sabagai titik temu
dari semua area, dilihat dari aktifitas dalam dapur area Pelayanan paling sering
dihampiri semua bagian. Seperti ketika pegawai mempersiapkan makanan di
Preparation kemudian menuju Cooking akan berakhir di Service, disisi lain
apabila pegawai membuat minuman bisa langsung menuju ke area Pelayanan.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
10
Begitupula ketika pegawai telah selesai pembersihan di Cleaning akan menuju
ke Service untuk menyimpan piring-piring bersih yang harus disimpan di area
tersebut, demi mendukung aktifitas pada Service.
Perlu digaris-bawahi re-desain pada Lapo Codian merupakan 85% renovasi
ulang yang dimana aka nada beberapa pemindahan kolom dan tangga untuk
kepentingan pembesaran ruangan dengan berpatokan pada zoning yang telah
dibuat, tanpa melupakan konsep yang diangkat dan sistem konstruksi yang
seharusnya.
Gambar 1 Moodboard
Gaya yang akan diambil dalam perancangan desain ini merupakan
Contemporary Ethnic, dengan tujuan mengedepankan rasa kontemporer pada
ruangan namun tidak melupakan kebudayaan Batak yang merupakan identitas Lapo
Codian itu sendiri. Alasan mengapa mengambil gaya kontemporer, agar dapat
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
11
diterima semua masyarakat. Hal tersebut didasari oleh fakta bahwa Lapo Codian
merupakan restoran keluarga yang memiliki customer dari semua kalangan dan
usia. Gaya ini juga akan didukung dengan pemilihan material, warna, dan elemen
dekoratif yang ramah terhadap anak-anak hingga lansia. Sentuhan unsur budaya
pada desain ini akan sedikit di minimalisir karena Lapo Codian sendiri sudah
menggambarkan budaya Batak tersebut, seperti dari sajian makanan dan kegiatan
live music yang merupakan ciri khas lapo-lapo pada umumnya.
Gambar 2 Skema Bahan
Sesuai dengan gaya yang dipilih, akan diambil beberapa material yang
mendukung. Concrete, brick (bata ekspos), kaca dan besi akan mengangkat
tema kontemporer. Sedangkan bahan kayu, parquette, dan tegel kunci akan
mewakilkan tema ethnic. Kemudian pada dapur akan didominasi dengan
material stainless steel untuk menjaga kebersihan dan keamanan pegawai. Pada
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
12
desain elemen dekoratif juga nantinya akan didominasi dengan material kayu,
agar ramah terhadap pengunjung.
Gambar 3 Skema Warna
Pada perancangan ini terinspirasi dari warna-warna pada Gorga (merah,
putih, hitam), ornamen asli batak yang sering dijumpai pada rumah-rumah adat
batak. Disamping itu warna lain yang akan hadir pada peracangan ini adalah
hijau dan coklat, untuk memberikan unsur hangat dengan material kayu dan
segar dengan menghadirkan tamanaman pada indoor maupun semi outdoor.
Furnitur yang digunakan pada Lapo Codian akan menggunakan material
yang ramah terhadap anak-anak maupun lansia. Hal ini dikarenakan Lapo
Codian merupakan restoran keluarga yang memiliki beragam aktifitas, mulai
dari makan, bercengkrama, hingga bersantai sambil menikmati live music,
sehingga rata-rata durasi waktu yang biasa digunakan pengguna lebih dari 60
menit. Maka dari itu pemilihan material pada perancangan ini akan mengambil
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
13
bahan yang berkualitas kuat, permukaan halus, dan tidak bersudut, untuk
mengutamakan kenyamanan dan keamanan pengunjung.
Gambar 4 Perspektif kasir dan resepsionis restoran (indoor) 1
Gambar 5 Perspektif Restoran (indoor) & area merchandise
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
14
Gambar 6 Perspektif area semi private restoran (indoor)
Area Restoran di Lapo Codian dibagi menjadi 2, indoor dan semi outdoor.
Pada bagian indoor terdapat area kasir, merchandise, dan semi private yang dibatasi
oleh elemen dekoratif partisi. Partisi tersebut menggunakan bahan dasar kayu yang
dihiasi kain ulos, kain tradisional Batak.
Gambar 7 Perspektif Restoran dan live music (outdoor) 1
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
15
Gambar 8 Perspektif Restoran dan live music (outdoor) 2
Kemudian area semi outdoor merupakan area dimana orang dibebaskan
untuk merokok. Area semi outdoor juga terdapat live music yang memiliki peran
besar dalam Lapo Codian, dengan demikian desain dari live music pada Lapo
Codian dibuat menjadi point of interest.
Gambar 9 Perspektif stage dan lounge restoran (outdoor)
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
16
Gambar 10 Dapur
Dapur pada Lapo Codian di rancang dengan mengutamakan kenyamanan
pekerja, mulai material hingga pemilihan warna dibuat agar dapat bekerja dengan
efektif dan efisien. Alur yang dibuat juga berpatokan dengan aktifitas yang terdapat
didalamnya hingga keluar menuju meja makan pengunjung.
Gambar 11 Ruang pertemuan dalam keadaan bersekat
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
17
Gambar 12 Ruang Pertemuan dalam keadaan terbuka (aula) – sisi depan (lt. 1)
Ruang pertemuan merupakan beberapa ruang yang dibatasi oleh sekat, yang
dapat digabungkan menjadi sebuah aula yang cukup menampng sekitar 120 orang.
Disamping riang pertemuan terdapat gudang yang memiliki pintu alternatif yang di
desain menyatu dengan backdrop, agar tidak merusak estetika ruang.
Gambar 13 Ruang Pertemuan dalam keadaan terbuka (aula) – sisi depan (lt. 2)
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
18
Gambar 14 Ruang Pertemuan dalam keadaan terbuka (aula) – sisi belakang
Gambar 15 Toilet
Lapo Codian memiliki 2 toilet yang terletak di lantai 1 dan lantai 2. Toilet ini juga
menyediakan washtafel untuk pengunjung yang ingin mencuci tangan sebelum
makan.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
19
4. Kesimpulan
Perancangan re-desain interior Lapo Codian cukup penting karena memiliki
peran yang mendukung pada bisnis restoran ini. Kenyamanan pengunjung pada
sebuah restoran baik dalam visual hingga atmosfer sangat mempengaruhi
berjalannya kegiatan. Selain itu, dalam merancang, desainer juga harus dapat
mengerti kebutuhan dan aktivitas pengguna, hal ini guna mengoptimalkan
berjalannya kegiatan di Lapo Codian. Maka dari itu, konsep Intimate in Openness
sengaja diangkat untuk memberikan rasa nyaman tersebut tanpa mengesampingkan
kebutuhan hingga karakter pada lapo.
Untuk mencapai semua tujuan-tujuan tersebut akan dibantu dengan
penggunaan literatur yang akan menjadi panduan dalam mendesain dan refrensi
visual untuk membantu dalam pemilihan alternatif desain yang akan dibuat.
Dengan mengusung gaya Contemporary Ethnic, Lapo Codian akan dibuat
lebih kontemporer (masa kini) pada fisiknya dengan sedikit aksen ethnic di
dalamnya, sedangkan cita rasa budaya batak akan dihadirkan dalam penerapan tata
letak dan atmosfer di Lapo Codian. Karena pada dasarnya lapo merupakan restoran
yang menyajikan makanan khas budaya batak, sehingga akan terasa lebih baik
apabila suasana ruang dibuat lebih kontemporer dan tidak terlalu mengusung
budayanya secara visual, hal ini juga bertujuan agar gaya yang diangkat dapat
diterima oleh semua kalangan, baik itu dari usia hingga status sosial.
Penerapan gaya ini akan hadir disetiap ruang pada Lapo Codian baik itu
dalam pemilihan material, warna dan elemen dekoratif, maupun pemilihan elemen
pembentuk ruang, elemen pengisi ruang, hingga tata kondisi ruang.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
20
5. Daftar Pustaka
Karjaluto, E. (1990). The Design Method: A Philosophy and Process For
Functional Visual Communication. New York: New Riders, Intitute of
Finance.
Sidabutar, P. (2011, April 2011). Retrieved from www.gobatak.com:
http://www.gobatak.com/mangupaupa-tradisi-doa-kesembuhan-dan-
keselamatan/
Sumandoyo, A. (2018, Juni 6). Togarma Naibaho: "Ada Budaya Batak dalam
Lapo". Retrieved from https://tirto.id/ada-budaya-batak-dalam-lapo-chuE
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
top related