peran rokok terhadap laju aliran...
Post on 06-Feb-2018
223 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PERAN ROKOK TERHADAP LAJU ALIRAN SALIVA
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Disusun oleh:
Abqariyatuzzahra Munasib
NIM : 1112103000090
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015 M
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
puji dan syukur kehadirat Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah
melimpahkan rahmat dan ridho-Nya sehingga Laporan Penelitian berjudul “Peran
Rokok terhadap Laju Aliran Saliva” ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya. Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang selalu menjadi panutan kehidupan.
Penulis menyadari Laporan penelitian ini tidak dapat tersusun sedemikian
rupa tanpa adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak,oleh karena itu
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes selaku Dekan Fakultas kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. dr. Achmad Zaki, Sp.OT, M.Epid selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Dokter yang telah membimbing saya selama menjalani pendidikan di Program
Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D dan dr.Nouval Shahab, Sp.U, Ph.D, FICS, FACS
selaku Penanggung Jawab Riset Program Studi Pendidikan Dokter
4. drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D selaku Pembimbing 1 yang telah
meluangkan waktu, pikiran, dan tenaganya untuk membimbing penulis baik
dalam pengambilan data, penyusunan laporan, hingga laporan ini dapat
terselesaikan
5. dr. Fikri Mirza P, Sp.THT-KL selaku Pembimbing II yang terus memberikan
bimbingan, arahan, dan saran-saran yang sangat membangun dalam
pelaksanaan penelitian dan penyusunan laporan penelitian
6. Mbak Lilis, Mbak Ai, dan Mbak Suryani selaku Laboran di laboratorium riset,
biokimia dan biologi yang membantu dalam pengambilan data penelitian
7. Seluruh responden penelitian yang telah bersedia menjadi sampel penelitian
sehingga penulis bisa mendapatkan ilmu yang baru dari hasil penelitian ini
vi
8. Abah dan Ummi yang tercinta, Drs.A.Munasib Syihad,MA dan Dra.Nurul Aini
Hidayati serta adik kandung penulis Maziyatuzzahra, Zaiematuzzahra, dan
Nailatul Izzatizahra yang memberikan dukungan terus menerus, semangat yang
tak pernah hangus, dan lantunan do’a yang tak pernah putus untuk penulis
dalam menyelesaikan penelitian ini
9. Faruq Yufarriqu, Muhammad Reza Syahli, Sari Dewi, dan Nabila Syifa,
teman-teman seperjuangan dalam penelitian ini yang terus berjalan bersama,
menghabiskan waktu, tenaga, pikiran dan semangat bersama dalam
menyelesaikan penelitian ini.
10. Riza Mawaddatar, Eka Rahma, Annisafitria, Mulia Sari, Irwana Arif, Novia
Putri, Atina Nabila, Hapsari, Nisa, yang terus mengingatkan, menemani dan
memberikan semangatnya kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian ini
11. Kakak Fella Zaki yang banyak memberikan saran dalam pengolahan data
penelitian ini, serta keluarga CSS MoRA, teman-teman PSPD 2012 dan
keluarga IKPI Jakarta atas waktu yang telah banyak dilalui selama masa
perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12. Seluruh pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan baik
langsung maupun tak langsung yang tentunya tidak dapat disebutkan satu
persatu
Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari
kesempurnaan. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
berbagai pihak dalam mewujudkan laporan penelitian yang jauh lebih baik. Hasil
laporan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk semua pihak.
Semoga penelitian yang telah dilakukan ini mendapat barokah dan Ridlo dari
Allah SWT, Aamiin.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ciputat, 08 Oktober 2015
Penulis
vii
ABSTRAK
Abqariyatuzzahra Munasib. Program Studi Pendidikan Dokter. Peran
Rokok terhadap Laju Aliran Saliva.
Tujuan:Untuk mengetahui efek rokok terhadap laju aliran saliva. Metode:
penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional yang diikuti oleh 55
laki-laki perokok dan 31 laki-laki non-perokok. Seluruh subjek penelitian mengisi
formulir riwayat merokok, dan dilakukan pemeriksaan fisik gigi mulut oleh dokter
gigi serta dilakukan pengambilan saliva tidak terstimulasi. Pengukuran laju aliran
saliva menggunakan metode passive drool. Hasil: Laju aliran saliva pada perokok
tidak berbeda bermakna dibandingkan dengan non-perokok (p=0,241), dengan
perbandingan nilai median perokok (0,24 ml/menit) lebih rendah dari pada non-
perokok (0,3 ml/menit). Hasil pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut perokok
lebih buruk dibandingkan non-perokok dan berbeda bermakna secara statistik,
dilihat dari nilai CI (p=0,048) dan nilai OHIS (p=0,014). Simpulan: Pada
penelitian ini rokok mempengaruhi kesehatan gigi mulut namun tidak
mempengaruhi laju aliran saliva
Kata Kunci: Rokok, laju aliran saliva, kesehatan mulut
ABSTRACT
Abqariyatuzzahra Munasib. Medical Education Study Program. The Role of
Smoking on Salivary Flow Rate.
Obejective: to investigate the role of smoking on salivary flow rate. Methods:
This cross sectional study was carried out among 55 smokers and 31 non-
smokers. All participants filled out form of smoking history and completed
physical examination of mouth and teeth by the dentist and performed
unstimulated saliva collection. The salivary flow rate was measured by passive
drool method. Result: Salivary flow rate was not significantly different between
male smokers and non-smokers(p=0,241) but the median value of smokers(0,24
ml/min) were lower than non-smokers(0,3 ml/min). Based on the value of
CI(p=0,048) and OHIS(p=0,014), the physical examination of oral health of
smokers were significantly worse. Conclusion: In this study smoking altered oral
and dental health but did not altered salivary flow rate.
Key: Smoking, salivary flow rate, oral health
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL .............................................................................................. i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ......................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN ................................................................. iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................... v
ABSTRAK ....................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL.............................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1.Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2.Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
1.3.Hipotesis ........................................................................................................ 3
1.4.Tujuan .......................................................................................................... 3
1.5.Manfaat Penelitian ........................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 4
2.1.Landasan Teori .............................................................................................. 4
2.1.1.Saliva ................................................................................................... 4
2.1.1.1.Pengertian Saliva .................................................................... 4
2.1.1.2.Kelenjar Saliva ....................................................................... 4
2.1.1.3.Kandungan Saliva ................................................................... 7
2.1.1.4.Fungsi Saliva .......................................................................... 9
2.1.1.5.Regulasi Saliva ..................................................................... 10
2.1.1.6.Produksi dan Sekresi Saliva ................................................. 12
2.1.1.7.Laju Aliran Saliva ................................................................. 14
2.1.1.8.Faktor yang Mempengaruhi Sekresi Saliva .......................... 14
2.1.1.9.Metode Pengambilan Saliva ................................................. 15
2.1.2.Rokok ................................................................................................ 17
2.1.2.1.Pengertian Rokok ................................................................. 17
2.1.2.2.Kandungan Rokok ................................................................ 18
2.1.2.3.Pengertian dan Klasifikasi Perokok ...................................... 20
2.1.2.4.Tahapan Merokok ................................................................. 22
2.1.3.Kesehatan Gigi dan Mulut ................................................................ 22
2.1.4.Efek Rokok terhadap Kesehatan Gigi dan Mulut ............................. 24
2.1.5.Efek Rokok terhadap Saliva .............................................................. 25
2.2.Kerangka Teori............................................................................................ 27
2.3.Kerangka Konsep ........................................................................................ 28
2.4.Definisi Operasional.................................................................................... 29
ix
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 32
3.1.Desain Penelitia ........................................................................................... 32
3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................... 32
3.3.Populasi dan Sampel ................................................................................... 32
3.3.1.Kriteria Inklusi Umum ...................................................................... 32
3.3.2.Kriteria Eksklusi Umum ................................................................... 32
3.3.3.Besar Sampel .................................................................................... 33
3.4.Alat dan Bahan ............................................................................................ 34
3.5.Cara kerja Penelitian ................................................................................... 34
3.6.Identifikasi Variabel .................................................................................... 36
3.7.Managemen dan Analisis Data.................................................................... 36
3.8.Alur Penelitian ............................................................................................ 37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................... 38
4.1.Hasil Penelitian ........................................................................................... 38
4.1.1.Karakteristik Subjek Penelitian ......................................................... 38
4.1.2.Karakteristik Perokok Subjek Penelitian .......................................... 39
4.1.3.Status Kesehatan Gigi dan Mulut ..................................................... 40
4.1.4.Laju Aliran Saliva ............................................................................. 41
4.2.Pembahasan ................................................................................................. 41
4.3.Aspek Keislaman ........................................................................................ 44
4.3.Keterbatasan Penelitian ............................................................................... 45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 46
5.1.Kesimpulan ................................................................................................. 46
5.2.Saran ............................................................................................................ 46
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 47
LAMPIRAN ..................................................................................................... 54
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Kelenjar parotis, submandibularis, dan sublingualis ...................... 5
Gambar 2.2.Struktur kelenjar parotis .................................................................. 6
Gambar 2.3.Struktur kelenjar submandibularis dan sublingualis ....................... 7
Gambar 2.4.Penghantaran impuls refleks sekresi saliva ................................... 11
Gambar 2.5.Sekresi air dan protein pada sel asinar kelenjar saliva .................. 12
Gambar 3.1.Alat dan bahan penelitian .............................................................. 34
Gambar 3.2.Pengisian informed consent dan kuistioner ................................... 35
Gambar 3.3.Pemeriksaan gigi dan mulut .......................................................... 35
Gambar 3.4.Pengambilan sampel saliva ........................................................... 36
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1.Kandungan saliva terstimulasi dan tidak terstimulasi ......................... 8
Tabel 2.2.Kandungan bahan kimia dalam tembakau ........................................ 18
Tabel 2.3.Komponen major partikel asap rokok mainstream non-filter ........... 19
Tabel 4.1.Karakteristik subjek penelitian.......................................................... 38
Tabel 4.2.Karakteristik Perokok ....................................................................... 39
Tabel 4.3.Status kesehatan gigi dan mulut ........................................................ 40
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Lembar informed consent dan kuistioner responden ........................... 55
2. Riwayat penulis ..................................................................................... 65
xiii
DAFTAR SINGKATAN
CAMP : Adenosine Cyclic Monophosphat
CI : Calculus Index
DI : Debris Index
GATS : Global Adult Tobacco Survey
GI : Gingival Index
IMT : Indeks Masa tubuh
OHIS : Oral Higiene Index Simplified
TPM : Total Particulate Matter
TSNA : Tobacco Spesific Nitrosamine
WHO : World Health Organization
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rokok merupakan suatu produk yang dikonsumsi dan dapat menjadi
masalah kesehatan pada masyarakat. Jumlah perokok di seluruh dunia
meningkat di setiap tahunnya seiring dengan peningkatan pertumbuhan
penduduk. Fenomena merokok di tempat umum kerap kali dijumpai di
Indonesia, menunjukkan bahwa kebiasaan tersebut seakan membudaya di
kalangan penduduk Indonesia dari berbagai kelompok usia, profesi, ataupun
jenis kelamin. GATS (Global Adult Tobacco Survey) pada tahun 2011
menyebutkan bahwa di Indonesia 67% penduduk laki-laki dan 2,7%
perempuan merupakan konsumen rokok, sedangkan berdasarkan hasil Riset
Kesehatan Dasar tahun 2013 didapatkan 64% laki-laki dan 2,1% perempuan
dengan usia lebih dari 15 tahun mengkonsumsi rokok.1,2,3
Rokok dapat mengandung kurang lebih 5000 molekul kimia yang sebagian
besarnya memiliki efek toksik dan memicu beberapa penyakit pada tubuh
manusia. Komponen yang terdapat dalam batang rokok antara lain adalah tar,
nikotin, propylene glycol, kadmium, nitrosamin, hydrogene cyanide, karbon
monoksida, nitrit oksida, ester, nitrofenol, dan yang lainnya. Beberapa zat
kimia tersebut bersifat pyrolisis, karsinogen, dan radikal bebas yang dapat
mempengaruhi keseimbangan fisiologis tubuh dan menimbulkan penyakit atau
kanker pada beberapa sistem tubuh seperti sistem respirasi, cardiovaskular
ataupun gastrointestinal yang dapat membawa kepada kematian. 4,5
Terpajannya rongga mulut oleh komponen-komponen rokok secara tidak
langsung dapat merubah keseimbangan dan kebersihan rongga mulut seperti
pada saliva yang berfungsi sebagai salah satu pertahanan di rongga mulut,
sehingga pada akhirnya akan berdampak pada penurunan kesehatan gigi dan
mulut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Akaji EA et al. di tahun
2010 pada 230 orang penghuni penjara di Nigeria menunjukkan kesehatan
rongga mulut perokok lebih buruk dari pada non-perokok.6
Saliva yang diproduksi oleh kelenjar parotis, submandibula dan
sublingualis mengandung 99,4% air dan 0,6% elektrolit dan protein.
2
Kandungan protein pada 0,6% saliva antara lain terdiri dari amilase, lisozim,
dan mukus. Bentuk saliva yang berupa cairan dan adanya kandungan mukus di
dalamnya menjadikan saliva sebagai pelicin mukosa, pencampur makanan
untuk mempermudah proses menelan serta pembersih sisa-sisa makanan,
benda asing ataupun sel-sel yang telah rusak dengan bantuan alirannya yang
cenderung konstan pada keadaan normal. Enzim lisozim yang terdapat pada
saliva membantu untuk membunuh bakteri yang masuk ke dalam rongga
mulut, sedangkan enzim amilase dapat mencerna karbohidrat dengan
menguraikannya menjadi partikel yang lebih kecil. Jadi, seluruh komponen
saliva dan laju aliran saliva memiliki pengaruh pada keseimbangan fungsi gigi
dan rongga mulut.7
Konsumsi rokok dalam kurun waktu yang lama dapat menurunkan laju
aliran saliva yang dibuktikan dalam penelitian Rad et al. di Iran pada tahun
2010 bahwa terdapat penurunan laju aliran saliva yang signifikan pada
perokok dibandingkan dengan non-perokok. Berbeda dengan beberapa yang
penelitian menyebutkan bahwa merokok tidak mempengaruhi laju aliran
saliva seperti laporan dari Pangestu et al., Khan et al., dan Hidayani et al. pada
penelitiannya, sehingga masih terdapat kontroversi mengenai pengaruh rokok
terhadap laju aliran saliva.8,9,10,11,12
Jumlah perokok yang semakin bertambah setiap tahunnya dengan
kandungan toksin yang tetap terdapat di dalam rokok tersebut dapat
menyebabkan penyakit-penyakit sistemik termasuk rongga mulut sebagai
paparan utama asap rokok, sedangkan masih terdapat perbedaan pendapat
mengenai pengaruh rokok terhadap laju aliran saliva yang berfungsi sebagai
salah satu sistem pertahanan rongga mulut. Oleh karena itu, penelitian ini
dilakukan untuk melihat ada tidaknya peran rokok terhadap laju aliran saliva
yang dapat mengganggu keseimbangan fungsi normal rongga mulut dan
menyebabkan penyakit-penyakit rongga mulut nantinya.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana peran rokok terhadap laju aliran saliva?
3
1.3 Hipotesis
Rokok dapat mempengaruhi laju aliran saliva
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui peran rokok terhadap saliva
1.4.2 Tujuan Khusus
Mengetahui perbedaan laju aliran saliva pada laki-laki perokok dan
non-perokok
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat untuk :
1.5.1 Bagi peneliti
- Merupakan syarat kelulusan preklinik Program Studi Pendidikan
Dokter.
- Menambah pengetahuan mengenai kadar laju aliran saliva pada
laki-laki perokok dan non-perokok.
1.5.2 Bagi masyarakat
- Menambah pengetahuan mengenai dampak merokok terhadap
kadar laju aliran saliva pada laki-laki perokok dan non-perokok
- Menambah pengetahuan mengenai dampak merokok terhadap
kesehatan rongga mulut dan gigi.
1.5.3 Bagi civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
- Sumber pengetahuan dan sebagai referensi bagi peneliti
selanjutnya yang akan melakukan penelitian yang berkaitan
dengan ini.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Saliva
2.1.1.1. Pengertian Saliva
Saliva merupakan cairan pada rongga mulut yang disekresikan oleh
beberapa kelenjar rongga mulut dengan kandungan terbesarnya adalah air
dan kandungan lainnya adalah elektrolit dan protein. Saliva diproduksi
terus menerus oleh tiga pasang kelenjar saliva dan disekresikan melalui
duktus-duktus pendek. Dalam saliva terkandung 99,5% H20 dan 0,5%
nya adalah elektrolit dan protein. Kelenjar-kelenjar saliva tersebut
mensekresikan sekitar 1000 mililiter per harinya. Kadar pH saliva
berkisar 6,5-6,9 sehingga memiliki fungsi sebagai pendapar.7,13,14
Komponen yang terkandung di dalam saliva masing-masing
memiliki fungsi tersendiri. Struktur saliva yang berupa cairan dapat
membersihkan sisa sisa makanan yang terdapat dalam rongga mulut.
Protein dan enzim-enzim dalam saliva membantu proses pencernaan
makanan dan presepsi rasa pada makanan. Produksi saliva diatur oleh
saraf otonom dan stimulasi sekresi nya dipengaruhi oleh faktor kimiawi
ataupun mekanik.7,13
2.1.1.2. Kelenjar Saliva
Kelenjar saliva merupakan kelenjar-kelenjar yang memproduksi
dan mensekresikan saliva melalui duktus-duktus kecil ke dalam rongga
mulut. Saliva yang terdapat di dalam rongga mulut diproduksi oleh tiga
kelenjar saliva utama yang berpasangan yaitu kelenjar parotis, kelenjar
submandibularis, kelenjar sublingualis dan kelenjar-kelenjar minor
seperti kelenjar bukalis, labial, palatal dan lingual yang terdapat pada
mukosa dan submukosa bibir, pipi, palatum dan lidah. 14,15
Kelenjar saliva tersusun dari beberapa sel yaitu sel serosa, sel
mukosa dan sel mioepitel. Sel serosa dan sel sekretorik sekelilingnya
5
disatukan oleh suatu tautan yang biasa disebut dengan sel asinus serosa.
Sel ini utamanya menghasilkan protein terpolarisasi, protein-protein
lainnya dan enzim pencernaan seperti enzim ptialin. Sedangkan sel
mukosa lebih banyak menghasilkan mukus yang di dalamnya terkandung
musin glikoprotein hidrofilik yang dapat membantu membahasi atau
menjadi pelumas mukosa rongga mulut. Selanjutnya sel mioepitel
berfungsi untuk membatasi pelebaran bagian distal saat saliva memenuhi
lumen dan kontraksi sel mioepitel dapat mempercepat sekresi produk
kelenjar.13,14,15
Gambar 2.1 Kelenjar parotis, submandibularis dan sublingualis
Sumber: Tortora, 2011
Kelenjar-kelenjar utama saliva merupakan penghasil saliva
terbesar, antara lain adalah:
1. Kelenjar Parotis
Kelenjar parotis terletak di dekat telinga yaitu di bagian pipi
sebelah anterior dan inferior dari telinga, tepatnya diantara kulit dan
otot masseter. Pada kelenjar parotis ini hanya terdapat sel-sel asinar
serosa yang lebih dominan menghasilkan enzim amilase dan protein
kaya akan prolin. Prolin ini bersifat antimikroba dan membantu
dalam pengikatan Ca+
sehingga dapat mempertahankan permukaan
email gigi. 14,15,16
6
Gambar 2.2. Struktur kelenjar parotis
Sumber: Whelton H, 2004
2. Kelenjar Submandibularis
Berbeda dengan kelenjar parotis, kelenjar submandibularis
terdiri dari kombinasi sel asinar serosa dan sel mukosa sehingga
akan didapatkan kombinasi produksi dari kedua sel tersebut yaitu
enzim amilase dan musin yang mengandung glikoprotein. Kelenjar
ini terletak pada bagian bawah rongga mulut bagian medial dan
inferior dari mandibula. Produksi kelenjar submandibularis
disalurkan menuju rongga mulut melalui duktus yang memanjang di
mukosa rongga mulut bagian bawah sebelah lateral dari frenulum
lingualis dan bagian posterior dari gigi. 15,16
3. Kelenjar Sublingualis
Kelenjar sublingualis merupakan kelenjar yang terletak di
bawah dari lidah, yaitu di rongga mulut bagian bawah letaknya lebih
superrior dari kelenjar submandibularis. Sel-sel mukosa lebih
dominan pada kelenjar ini, sehingga hasil sekresi nya merupakan
musin dengan kandungan glikoprotein yang tinggi, fungsinya adalah
menjadi lubrikan dan melumasi rongga mulut. Duktus sublingualis
7
yang terbuka akan menyalurkan hasil sekresi dari kelenjar
sublingualis menuju rongga mulut melalui rongga mulut bagian
bawah.15,16
Gambar 2.3. Struktur kelenjar submandibularis dan lingualis
Sumber: Whelton H, 2004
2.1.1.3. Kandungan Saliva
Saliva mengandung 95% air dan 0,5% nya adalah elektrolit,
protein, dan komponen-komponen lainnya seperti enzim-enzim
pencernaan, immunoglobulin A, bakteriolisis enzim lisozim,
glikoprotein, polipeptida, oligopeptida, dan elektrolit seperti K+, Na
+, Cl
-,
HCO3-. Masing-masing komponen yang terkandung dalam saliva ini
memiliki fungsi yang berbeda-beda sehingga akan didapatkan bahwa
saliva memiliki fungsi yang banyak dan beragam.17,18,19
8
Tabel 2.1. Kandungan saliva tidak terstimulasi dan terstimulasi
Sumber: Edgar M, 2004
Komposisi saliva berhubungan dengan kecepatan sekresi saliva,
pada kecepatan aliran yang rendah saliva lebih cenderung memiliki
osmolaritas rendah yaitu dengan konsentrasi Na+ Cl
- dan HCO3
- yang
rendah dan kadar K+ tinggi. Sedangkan pada kecepatan aliran yang
tinggi, sekresi saliva mengandung komposisi hampir sama dengan
plasma yaitu Na+ dan Cl
- dengan kadar tinggi dan kadar HCO3
- dan K
+
rendah, perbandingan kandungan saliva pada saliva tidak terstimulasi dan
terstimulasi tercantumkan pada Gambar 2.2. Variasi komposisi saliva ini
mempengaruhi kadar pH saliva yang berkisar pada 6,5 – 7 pada kondisi
normal. Pada penelitian Indriana T et al. menyebutkan bahwa pH
berbanding lurus dengan laju aliran saliva, semakin tinggi laju aliran
saliva maka kadar pH juga semakin meningkat.13,21,22,23
9
2.1.1.4. Fungsi Saliva
Peran dan fungsi cairan saliva yang berada dalam rongga mulut
ini berhubungan dengan komponen molekul penyusunnya. Glukosa,
sodium, klorida, dan urea yang terkandung dalam saliva dengan
konsentrasi rendah dapat memecah makanan yang masuk ke dalam mulut
menjadi partikel-partikel yang lebih kecil dan larut ke dalam cairan saliva
sehingga akan merangsang reseptor taste bud yang berfungsi untuk
mendeskripsikan rasa yang beragam.7,17
Kombinasi sekresi saliva yang diproduksi oleh kelenjar parotis,
submandibularis, dan sublingualis berbentuk seromukosa yang tidak
hanya mengandung enzim amilase namun juga terkandung musin dengan
kadar glikoprotein yang tinggi yang akan menjaga viskositas saliva agar
tidak berubah dan dapat melumasi rongga mulut agar tetap dalam
keadaan lembab sehingga permukaan rongga mulut tetap terlindungi dari
perlekatan bakteri-bakteri ataupun partikel-partikel benda asing yang
masuk ke dalam mulut. Konsistensi saliva yang licin dengan kandungan
terbesarnya air dan kental akibat adanya komponen-komponen tersebut
berfungsi juga dalam melumasi makanan yang masuk, sehingga akan
mempermudah proses menelan. 7,16,17
Tidak hanya proses pencernaan mekanik saja yang terjadi di
dalam mulut, pencernaan kimiawi oleh enzim amilase yang terdapat
dalam saliva juga terjadi di dalam rongga mulut. Ion klorida yang
terkandung di dalam saliva akan mengaktivasi enzim amilase yang lebih
dominan dihasilkan oleh sel-sel asinar serosa pada kelenjar parotis,
sehingga dapat berfungsi untuk memecah karbohidrat menjadi
polisakarida-polisakarida yang lebih sederhana.7,16,17
Fungsi lain dari saliva yaitu sebagai penetral atau pengontrol
keseimbangan asam-basa dalam rongga mulut. Ion bikarbonat dan fosfat
yang terdapat dalam kandungan saliva ini berperan dalam menetralkan
keasaman makanan yang masuk ke dalam rongga mulut, sehingga kadar
pH normal rongga mulut berkisar antara 6,35-6,85. Walaupun ion
bikarbonat dan fosfat memiliki fungsi yang sama, namun masing-masing
10
menempati peran yang sedikit berbeda. Ion bikarbonat lebih dominan
berperan untuk menetralkan sekresi saliva yang terstimulasi sedangkan
ion fosfat pada sekresi saliva yang tidak terstimulasi.7,15,17
Faktor-faktor anti bakteri seperti Immunoglobulin A dan enzim
lisozim yang terdapat dalam saliva juga melindungi rongga mulut dari
infeksi mikroorganisme. Imunoglobulin A akan menghalangi perlekatan
mikroorganisme ke dalam mukosa rongga mulut sehingga tidak akan
terjadi penetrasi mikroorganisme yang menimbulkan terjadinya infeksi.
Sedangkan enzim lisozim akan menghancurkan bakteri dengan cara
melisiskan dinding bakteri yang masuk ke dalam rongga mulut. Melalui
kedua mekanisme ini saliva memiliki fungsi sebagai antibakteri di dalam
rongga mulut.7,12
Struktur saliva yang berbentuk cairan dan produksi nya yang terus
menerus oleh kelenjar-kelenjar utama saliva akan membentuk suatu
aliran saliva yang konstan dan berfungsi dalam membersihkan sisa-sisa
makanan ataupun mikroorganisme yang masuk ke dalam mulut. Oleh
sebab itu, aliran saliva memegang peranan penting dalam kebersihan dan
kesehatan gigi dan mulut.7,15,16,17
2.1.1.5. Regulasi Saliva
Mekanisme sekresi saliva yang terdapat di dalam rongga mulut
didominasi oleh pengaturan saraf otonom yang didahului dengan
stimulasi pada sensory reseptor melalui kemoreseptor pada taste bud,
mekanoreseptor pada ligamen periodontal dan jaringan mukosa
ginggival, gustatory reseptor, nosiseptor, dan olfactory reseptor pada
lamina kribiformis. Rangsangan pada sensory reseptor akan diteruskan ke
serabut aferen yang dikontrol oleh nervus V, VII, IX, dan X menuju
nukleus salivatory sebagai pusat sekresi saliva di medula oblongata.
Selain itu, impuls pada nukleus salivatory dapat dihambat atau diaktivasi
oleh pengaturan sistem pusat pada otak yang berasal dari rangsangan
visual, suara, ataupun pikiran dan perasaan. Impuls yang sampai pada
11
nukleus salivatory akan mengaktifkan serabut eferen yang terdiri dari
serabut saraf parasimpatis dan simpatis. 16,18, 19
Pada masing-masing kelenjar saliva diinervasi oleh kedua saraf
otonom yaitu saraf simpatis dan parasimpatis. Inervasi oleh saraf
simpatis pada kelenjar parotis lebih rendah daripada pada kelenjar
submandibula, dan pada kelenjar labial (minor) inervasi simpatis jauh
lebih rendah. Oleh karena itu, pada keadaan parasimpatis volume saliva
yang disekresikan lebih banyak dari pada keadaan simpatis. 18,20,21
Gambar 2.4. Penghantaran impuls refleks sekresi saliva
Sumber: Smith, 2004
Impuls pada nukleus salivatory yang mengaktifkan refleks sekresi
parasimpatis berjalan dari saraf fasialis menuju submandibular ganglion
melalui saraf corda timpani dan saraf lingual. Selain itu refleks sekresi
saraf parasimpatis juga berjalan dari saraf glossofaringeus sampai pada
otic ganglion yang akan dilanjutkan oleh saraf aurikulotemporal menuju
kelenjar parotis. Sedangkan refleks sekresi simpatis yang teraktivasi akan
meneruskan impuls menuju serabut saraf preganglion pada paravertebral
trunkus simpatikus kemudian sampai pada serabut postganglion di
ganglion servikalis superior yang selanjutnya mencapai kelenjar melalui
arteri. 18,22,23,24
Aktivasi simpatis yang terjadi pada sekresi saliva melepaskan
neurotransmitter noreadrenaline yang akan diterima oleh reseptor α-
12
adrenergik dan β-adrenergik pada sel asinar kelenjar. Refleks sekresi
parasimpatis selain melepaskan neurotransmiter asetilkolin yang akan
diterima oleh resptor muskarinik kelenjar, juga dilepaskan transmitter
yang lain seperti vasoactive intestinal peptide dan akan ditangkap oleh
reseptor vasoactive intestinal peptide sendiri. Stimulasi dari reseptor
adrenergik, reseptor muskarinik maupun reseptor vasoactive intestinal
peptide akan mengaktivasi adenosine cyclic monophosphate (cAMP) dan
memicu mobilisasi Ca sehingga produksi saliva oleh kelenjar terbentuk
dan disekresikan menuju rongga mulut.18
2.1.1.6. Produksi dan Sekresi Saliva
Produksi saliva oleh kelenjar parotis, submandibularis,
sublingualis dan beberapa kelenjar saliva minor menghasilkan dua tipe
sekresi saliva yaitu sekresi serosa yang mengandung ptialin dan sekresi
mukosa yang mengandung musin. Sel-sel pada kelenjar tersebut
memproduksi kandungan cairan saliva dan beberapa protein, selain itu
sel duktus juga menghasilkan protein lain dalam jumlah kecil. Saliva
terus menerus diproduksi sepanjang hari, normalnya sekresi saliva
dalam sehari kurang lebih sekitar 1-2 liter.18
Saliva diproduksi oleh sel-sel asinar sekretorius pada
masing-masing lobulus kelenjar yang kemudian disalurkan dan
dimodifikasi kembali sepanjang duktus interkalaris menuju ke duktus
intralobaris dan selanjutnya diekskresikan oleh duktus eksretorius
utama menuju rongga mulut. Sekresi saliva terdiri dari sekresi primer
yang terjadi di sel asinar dan sekresi sekunder di sepanjang
duktus.13,14,18
Pelepasan neurotransmiter oleh saraf simpatis atau parasimatis
memicu pelepasan cAMP dan meningkatkan mobilisasi Ca ke dalam
sel. Di dalam sel asinar proses sekresi saliva terjadi melalui pembukaan
kanal ion dan transport pada bagian apical membran sel asinar yang
menuju ke arah lumen dan basolateral membran ke arah intersisial.
Peningkatan Ca dalam sel membuka kanal K+ dan Cl
-, dan membuat
13
perpindahan Na+ yang diikuti oleh air menuju lumen. Produk sekresi
saliva primer yang dihasilkan oleh sel asinar pada awalnya bersifat
hipotonis yang hampir sama dengan plasma. Selanjutnya sel-sel duktus
yang dilewati saliva akan mereabsorbsi Na+ dan Cl
- serta
mensekresikan K+ dan HCO3
- ke dalam lumen. Sehingga saat mencapai
rongga mulut saliva yang disekresikan akan memiliki konsentrasi K+
dan HCO3- yang tinggi dan Na
+ dan Cl
- rendah.
13,18,19,21,22
Proses sekresi sekunder yang terjadi di lumen duktus tersebut
mempengaruhi konsentrasi saliva yang disekresikan ke dalam rongga
mulut. Pada keadaan sekresi saliva lambat, rearbsobsi Na+ yang diikuti
oleh sekresi K+ dan HCO3
- terjadi sempurna sehingga saliva yang
mencapai rongga mulut bersifat hipotonis dengan kandungan Na yang
lebih rendah serta kandungan K+ dan HCO3
- yang lebih tinggi. Berlaku
sebaliknya, saat kecepatan sekresi saliva meningkat maka proses sekresi
sekunder yang terjadi di sepanjang duktus tidak terjadi sempurna,
sehingga sekresi saliva yang dihasilkan lebih bersifat isotonis yaitu
konsentrasi Na+ yang lebih tinggi dan kandungan K
+ serta HCO3
- yang
rendah.18,22,24,25
Gambar 2.5. Sekresi air dan protein pada sel asinar kelenjar saliva
Sumber: Ekstrom J, 201
14
2.1.1.7. Laju Aliran Saliva
Saliva diproduksi normalnya 1-1,5 liter/hari, yang disekresikan
terus menerus dengan kecepatan tertentu. Laju aliran saliva merupakan
volume saliva yang diproduksi dan disekresikan oleh kelenjar saliva
menuju rongga mulut dalam satu menit, dapat pula disebut sebagai laju
aliran saliva. Normalnya laju aliran saliva berkisar antara 0,3 ml/menit
sampai dengan 0,4 ml/menit. Produksi saliva tidak terstimulasi yang
kurang dari 0,1 ml/menit disebut sebagai hiposalivasi, sedangkan laju
aliran saliva yang distimulasi memiliki nilai normal 1-2 ml/menit dan
disebut hiposaliva apabila nilai laju aliran saliva kurang dari 0,7
ml/menit. 26,27
2.1.1.8.Faktor yang Mempengaruhi Sekresi Saliva
Produksi dan sekresi saliva dipengaruhi oleh beberapa faktor pada
beberapa bagian dan komponen, antara lain:
1) Pada reseptor
- Stimulus pada mekanoreseptor dan kemoreseptor berupa makanan
merangsang serabut saraf menyalurkan impuls pada kelenjar
untuk memproduksi saliva.18
- Iritasi pada lambung dan saluran pencernaan lainnya serta rasa
mual mengaktivasi reseptor gustatorius sehingga akan
meningkatkan rangsangan pembentukan saliva.18
- Bau masakan yang diterima oleh reseptor olfaktorius
meningkatkan rangsangan produksi saliva.18
2) Jalur saraf
- Gangguan pada nervus yang termasuk dalam serabut aferen
pembawa impuls pada pembentukan saliva dapat menghambat
produksi ataupun sekresi saliva, seperti pada gangguang
serebrovaskular. 18,28
- Faktor-faktor yang mengaktivasi saraf simpatis ataupun
parasimpatis seperti aktifitas, suhu, dan obat-obatan yang bekerja
15
pada reseptor adrenergik ataupun kolinergik. Obat-obatan seperti
obat antidepresan, antipsikotik, antihipertensi menginhibisi pada
reseptor adrenergik atau kolinergik sehingga menurunkan
produksi saliva.17,18,28
3) Kelenjar
- Pada usia lanjut jumlah produksi saliva cenderung mengalami
penurunan disebabkan karena sel asinar pada usia lanjut akan
mengalami penyempitan, sehingga fungsi normal pembentukan
saliva juga akan menurun. 17,18,29
- Berat badan mempengaruhi ukuran kelenjar saliva, sehingga pada
orang dengan berat badan yang besar umumnya didapatkan
ukuran kelenjar nya lebih besar dibandingkan dengan yang
memiliki berat badan rendah. 17
- Radioterapi pada tumor kepala dan leher juga menyebabkan sel
asinar kelenjar menyempit, sehingga saliva yang diproduksi akan
mengalami penurunan.17,30
4) Komponen penyusun produksi saliva
- Kadar air dalam tubuh yang rendah dapat menyebabkan produksi
saliva yang rendah.17
- Kadar gula yang tinggi pada pasien diabetes melitus dapat
menyebabkan peningkatan diuresis, sehingga akan berpengaruh
pada produksi saliva. Oleh karena itu, sering kali pasien diabetes
mellitus mengalami keluhan mulut kering.17,31
- Produksi saliva bergantung juga pada aliran darah yang
menyuplai kelenjar saliva. Penurunan aliran darah dengan
penyebab apapun akan menyebabkan penurunan saliva juga.18,24
2.1.1.9. Metode Pengambilan Saliva
Pengumpulan saliva terdiri dari dua metode besar yaitu
pengumpulan saliva yang tidak terstimulasi dan pengumpulan saliva
16
yang terstimulasi. Metode pengumpulan saliva yang tidak terstimulasi
dilakukan dengan melakukan pengambilan sampel saliva langsung dan
tanpa stimulasi dari luar. Berbeda dengan metode pengumpulan saliva
yang terstimulasi, pada pengambilan sampel saliva metode terstimulasi
dilakukan stimulasi berupa rangsangan mekanoreseptor yaitu diberikan
parafin ke dalam rongga mulut.32,33,34
Pengumpulan sampel dengan metode saliva terstimulasi
dilakukan dengan memberikan parafin ke dalam rongga mulut dan
memerintahkan untuk mengunyah parafin tersebut. Proses mengunyah
parafin dilakukan terus menerus dalam jangka waktu tertentu tanpa
melakukan proses menelan. Setiap satu menit, saliva yang terkumpul
dalam rongga mulut diperintahkan untuk dikeluarkan dengan tetap
melakukan pengunyahan parafin tersebut. Begitupun dengan menit menit
selanjutnya sampai pada waktu yang telah ditentukan. Metode
pengumpulan saliva yang tidak terstimulasi biasanya digunakan untuk
menilai saliva secara umum dan komponen-komponen yang terkandung
di dalamnya.32,33,34
Terdapat empat jenis cara pengumpulan sampel saliva yang biasa
digunakan dalam penelitian yaitu spitting, passive drool, arbsorbent, dan
suction:34
1. Metode Spitting
Pada metode ini, saliva dikumpulkan dalam rongga mulut
dalam keadaan mulut tertutup dan dikeluarkan setiap satu menit
selama lima sampai lima belas menit. Pengumpulan saliva dalam
rongga mulut dapat mempengaruhi aliran saliva, sehingga
mempengaruhi penilaian laju aliran saliva.32,33
2. Metode Arbsorbent
Saliva dikumpulkan dengan cara meletakkan penyerap
seperti swab,cotton, atau sponge dalam mulut selama satu sampai
lima menit. Metode ini dapat memicu peningkatan aliran saliva dan
perubahan beberapa komponen sehingga untuk pengukuran laju
aliran saliva metode ini tidak akurat, sehingga dalam
17
pelaksanaannya penyerap diletakkan hanya dalam waktu dua menit
dalam mulut untuk menghindari adanya perubahan konsentrasi
komponen akibat aliran saliva yang terlalu tinggi.32,34
3. Passive Drool
Dalam metode passive drool saliva dikumpulkan secara pasif
dalam tabung ukur dengan tanpa adanya rangsangan mekanoreseptor
selama beberapa menit. Namun, metode ini seringkali sulit diterima
oleh partisipan penelitian terutama apabila pengambilan sampel
dilakukan di luar lingkungan rumah.33,34
4. Suction
Pengumpulan saliva menggunakan metode suction
dilakukan dengan cara mengaspirasi saliva yang diproduksi pada
kelenjar yang ingin diteliti. Aspirasi saliva dapat dilakukan dengan
menggunakan syringe, micropipet, saliva ejector, atau dengan gentle
suction. 33,34
5. Arbsorbent (swab)
Saliva dikumpulkan dengan meletakkan swab, cotton, atau
sponge gauze pada orificium kelenjar saliva, kemudian dilakukan
sentrifugasi pada sampel saliva. Umumnya metode ini digunakan
untuk memeriksa komponen-komponen tertentu pada saliva. 33,34
2.1.2. Rokok
2.1.2.1. Pengertian Rokok
Pemerintah Republik Indonesia dalam Peraturan pemerintah RI No
109 tahun 2012 mendefinisikan rokok sebagai salah satu produk tembakau
yang dimaksudkan untuk dibakar, dihisap, dan atau dihirup asapnya yang
dihasilkan dari tanaman Nicotina tabacum, Nicotina rustica, dan spesies
lainnya atau sintesisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar, dan
atau dengan bahan tambahan. Sedangkan menurut Kamus Besar bahasa
Indonesia, rokok dapat diartikan sebagai gulungan kertas kira-kira sebesar
kelingking yang dibungkus daun nipah atau kertas. Selain itu, Rokok juga
dimasukkan ke dalam golongan zat adiktif yang telah ditetapkan dalam
18
peraturan pemerintah RI No 19 tahun 2003 dan memiliki efek-efek
berbahaya bagi tubuh manusia.35,36
2.1.2.2. Kandungan Rokok
Analisis kandungan rokok terus dilakukan peneliti-peneliti, pada
tahun 2006 telah disebutkan terdapat 2.500 bahan kimia yang terkandung
dalam tembakau yang siap diolah menjadi rokok. Sekitar 1.100
komponen dapat diturunkan langsung tanpa perubahan menjadi asap dan
sisanya yaitu 1.400 komponen akan terpecah menjadi beberapa
komponen lagi dan akan saling bereaksi sehingga akan terbentuk kurang
lebih 4.800 komponen baru dalam asap rokok tersebut. Dari Ribuan
bahan kimia dalam rokok, 69 komponennya merupakan
karsinogenik.37,38,39
Tabel 2.2. Kandungan bahan kimia dalam tembakau
Sumber: Tirtosastro S, 2010
Asap rokok yang terbentuk terdiri dari dua jenis yaitu mainstream
smoke (asap rokok yang dihirup perokok) dan sidestream smoke (asap
rokok yang tidak dihirup perokok). Perbedaan pada mainstream ataupun
sidestream yang paling utama adalah terletak pada suhu, pH, komponen
19
oksigen yang terbentuk dan derajat dilusi dengan udara. Asap
mainstream cenderung memiliki suhu yang lebih tinggi 800-900 derajat
celcius, dengan pH yang lebih rendah 6,0-6,7 sehingga dapat
mempengaruhi keasaman rongga mulut dan kandungan oksigen yang
lebih tinggi kurang lebih 16%, berkaitan dengan pembentukan radikal
bebas pada sel yang terpapar serta lebih sulit terdilusi dengan udara.
Berbeda dengan asap sidestream yang memiliki temperatur lebih rendah
600 derajat celcius, dengan pH yang lebih tinggi 6,7-7,5 dan komponen
oksigen yang terbentuk lebih rendah dibandingkan mainstream yaitu 2%.
Melihat dari kecenderungan asap sidestream untuk terdilusi dengan udara
membuat komponen-komponen yang terkandung pada asap tersebut akan
memiliki ukuran partikel yang lebih kecil 0,01-1,0 µm dibandingkan
dengan asap mainstream 0,1-1,0 µm. Pengaruhnya akan terjadi pada
variasi tempat-tempat pengendapan partikel asap rokok tersebut dalam
tubuh.38
Tabel 2.3. Komponen major partikel asap rokok mainstream non-filter
Sumber: Tirtosastro S, 2010
20
Kandungan bahan kimia dalam asap rokok dapat dianalisis
menggunakan smoking machine dengan filter Cambridge dan dapat
dibagi menjadi dua kategori besar yaitu asap rokok yang tertangkap filter
dan asap rokok yang tidak tertangkap filter. Dalam asap rokok yang
tertangkap filter terdapat TPM (total particulate matter) dengan
komponen air, nikotin, dan tar. Tar sendiri adalah seluruh komponen
TPM dikurangi komponen air dan nikotin. Sedangkan komponen asap
rokok yang tidak tertangkap filter juga mengandung berbagai senyawa
kimia diantaranya adalah B-a-P (benzo-a-pyrine) dan TSNA (tobacco
spesific nitrosamine) yang bersifat karsinogenik yaitu memicu mutasi
gen sehingga dapat menyebabkan perubahan fungsi normal sel.37,38
2.1.2.3. Pengertian Perokok dan Klasifikasi Perokok
Perilaku menghisap rokok dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
disebut sebagai merokok, sedangkan orang yang menghisap rokok
dinamakan perokok. Merokok juga didefinisikan sebagai menghirup hasil
tembakau yang dibakar dalam bentuk rokok atau pipa. Sedangkan menurut
WHO perokok adalah seseorang yang saat dilakukan survey sedang
merokok atau menghisap segala jenis produk tembakau baik setiap hari
ataupun kadang-kadang, perokok ini juga dikelompokkan menjadi
beberapa kategori yaitu:35,39,40
a. Daily smoker (Perokok harian) adalah seseorang yang mengkonsumsi
segala jenis produk dari tembakau, paling tidak satu kali dalam sehari.
Seseorang yang setiap harinya setidak nya mengkonsumsi rokok
sekali dan berhenti merokok hanya pada saat bulan puasa juga masih
dikategorikan ke dalam perokok harian. 39,40
b. Occasional smoker (Perokok sesekali) adalah seseorang yang tidak
setiap hari mengkonsumsi produk tembakau. Perokok sesekali ini
dapat digolongkan lagi menjadi reducer, continuing occasional
smoker, dan experimenter. 39,40
21
Reducer merupakan seseorang yang pernah merokok setiap hari
namun sekarang mengurangi konsumsi tembakau nya dan tidak
merokok setiap hari lagi. 39,40
Continuing occasional smoker yaitu seseorang yang telah
merokok 100 rokok atau lebih namun tidak mengkonsumsi rokok
setiap hari baik dulu ataupun sekarang.39,40
Experimenter adalah seseorang yang merokok kurang dari 100
batang per hari dan saat ini merokok sesekali.39,40
Seseorang disebut sebagai non perokok yaitu apabila saat dilakukan
survey sedang tidak merokok. Non perokok dapat dikategorikan antara
lain sebagai:
a. Ex-smoker adalah seseorang yang dulu mengkonsumsi produk
tembakau setiap hari (perokok harian), namun sekarang sudah tidak
mengkonsumsi rokok lagi. 39,40
b. Never smoker merupakan seseorang yang tidak pernah mengkonsumsi
produk tembakau sama sekali, atau tidak pernah menjadi perokok
harian yang mengkonsumsi rokok setiap hari, atau pernah
mengkonsumsi rokok kurang dari 100 buah dalam hidupnya.35,39,40
c. An ex-occasional smoker adalah seseorang yang dulunya menjadi
perokok sesekali atau mengkonsumsi rokok namun tidak setiap hari,
atau seseorang yang telah mengkonsumsi rokok 100 buah atau lebih
dalam hidupnya.39,40
Selain itu, perokok juga dapat dikategorikan sesuai dengan riwayat
lama nya merokok dan jumlah rata-rata batang rokok yang dikonsumsi
setiap harinya. Pengelompokan perokok Indeks Brinkman dilakukan
dengan cara mengalikan jumlah rata-rata batang rokok yang dikonsumsi
setiap harinya qdengan riwayat lamanya merokok dalam tahun, sehingga
dapat dikategorikan menjadi berikut:41
Perokok ringan memiliki Indeks Brinkman 0-199
Perokok sedang memiliki Indeks Brinkman 200-600
Perokok berat memiliki Indeks Brinkman lebih dari 600
22
2.1.2.4. Tahapan Perokok
Menurut Leventhal dan Clearly untuk menjadi seorang perokok ada
beberapa tahapan yang dapat dilalui dalam waktu satu tahun atau lebih,
yaitu sebagai berikut:40,42
a. Tahap preparation
Tahap ini merupakan tahapan dimana seseorang yang akan merokok
menyakinkan diri untuk menjadi perokok dan meyakini manfaat-
manfaat yang akan diberikan oleh rokok. 40,42
b. Tahap initiation
Pada tahap ini seseorang tersebut mulai mencoba untuk
mengkonsumsi rokok. 40,42
c. Tahap become smoker
Tahapan dimana konsumsi rokok mulai ditingkatkan secara bertahap
di berbagai situasi. 40,42
d. Tahap maintenance of smoking
Pada tahap ini, perokok tersebut sudah mulai menjadikan merokok
sebagai rutinitas yang dimaksudkan untuk meningkatkan kesenangan
atau menghilangkan kecemasan. 40,42
2.1.3. Kesehatan dan Kebersihan Gigi dan Mulut
Status kesehatan dan kebersihan gigi dan mulut dapat dilihat
dengan menggunakan beberapa indeks penilaian diantaranya adalah OHIS
(Oral higiene index simplified) yang didapatkan dari pengukuran debris
index, calculus index, dan gingival index. Debris index digunakan untuk
melihat adanya debris atau sisa-sisa makanan yang ada pada permukaan
gigi, sedangkan calculus index untuk melihat karang gigi pada permukaan
gigi. Gingival index digunakan untuk menilai keadaan gusi seseorang
dengan melihat kondisi warna, konsistensi dan kecenderungan gusi
berdarah. Dari akumulasi nilai calculus index dan debris index didapatkan
nilai OHIS yang dapat menginterpretasikan status kebersihan gigi dan
mulut seseorang. Hasil nilai OHIS 0-1,2 menunjukkan bahwa tingkat
kebersihan gigi dan mulut baik, nilai OHIS 1,3-3,0 menandakan tingkat
23
kebersihan gigi dan mulut sedang, sedangkan nilai 3,1-6,0
diinterpretasikan bahwa tingkat kebersihan gigi dan mulut buruk.43,44
Pemeriksaan DI (Debris Index) bertujuan untuk melihat adanya
sisa makanan/debris yang menempel pada permukaan gigi, dengan kriteria
penilaian debris sebagai berikut: 43,44
- 0 : tidak ada debris/sisa makanan yang menempel pada gigi.
- 1: debris lunak menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi.
- 2 : debris lunak menutupi lebih dari 1/3 permukaan, tetapi tidak
lebih dari 2/3 permukaan gigi.
- 3 : debris lunak menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi.
Nilai DI skor diperoleh dari penjumlahan hasil penilaian debris dibagi
dengan jumlah gigi yang diperiksa.
DI skor = Jumlah nilai debris
Jumlah gigi yang diperiksa
Pemeriksaan CI (Calculus Index) bertujuan untuk melihat adanya
kalkulus atau karang gigi yang terdapat pada permukaan gigi. Kriteria
untuk penilaian CI yaitu:
- 0 : tidak terdapat kalkulus.
- 1 : kalkulus supragingival menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan
gigi.
- 2 : kalkulus supragingival lebih dari 1/3 tetapi tidak lebih dari
2/3permukaan gigi.
- 3 : kalkulus supragingival menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi.
Nilai CI skor didapatkan dengan menjumlahkan hasil penilaian calculus
dibagi dengan jumlah gigi yang diperiksa
CI skor = Jumlah nilai calculus
Jumlah gigi yang diperiksa
Pemeriksaan GI (Gingival index) dinilai dengan keberadaan inflamasi
gingival, dan perdarahan pada gigi yang diperiksa. Kriteria skor GI adalah:
- 0 : gingiva normal.
- 1 : inflamasi ringan pada gingiva yang ditandai perubahan warna,
sedikit edema, palpasi tidak terjadi perdarahan.
24
- 2 : inflamasi gingiva sedang, warna merah, edema, berkilat, palpasi
terjadi perdarahan.
- 3 : inflamasi gingiva parah, warna cenderung berdarah seperti
merah menyolok, edema terjadi ulserasi, gingiva spontan.
Nilai GI skor didapatkan dengan menjumlahkan hasil penilaian
gingival dibagi dengan jumlah gigi yang diperiksa
CI skor = Jumlah nilai gingival
Jumlah gigi yang diperiksa
Selain dari debris index, calculus index, gingival index, dan OHIS,
status kesehatan gigi dan mulut dapat juga dinilai dengan menggunakan
skor DMFT (decayed, missing, and filled teeth) yaitu menilai banyaknya
gigi yang berlubang, gigi yang hilang dan gigi yang telah ditambal. Oleh
karena itu, penilaian menggunakan OHIS skor lebih baik digunakan untuk
melihat tingkat kebersihan gigi mulut dan penilaian awal status kesehatan
gigi dan mulut.44,45
2.1.4. Efek Rokok terhadap Kesehatan Gigi dan Mulut
Lebih dari 4000 bahan kimia terkandung dalam batang rokok, dan
lebih dari 300 diantaranya merupakan zat karsinogen yang dapat memicu
pertumbuhan sel tidak normal. Dampak dari konsumsi rokok telah banyak
dilaporkan dapat menyebabkan penyakit-penyakit sistemik dari kanker
paru sampai penyakit jantung koroner, begitupun juga dengan rongga
mulut yang tentunya tidak bebas dari efek rokok yang dikonsumsi. Pada
laporan yang dibuat oleh Blom B et al. menunjukkan bahwa status
kesehatan mulut perokok lebih rendah dibandingkan ex-perokok dan non-
perokok. Selain itu juga, keluhan terhadap adanya gangguan kesehatan
rongga mulut didapatkan lebih besar pada perokok dibandingkan non-
perokok ataupun ex-perokok. Sehingga rokok dapat menjadi faktor resiko
dari penyakit-penyakit yang terdapat di dalam rongga mulut seperti
periodontis, gingivitis, caries atau bahkan kanker rongga mulut.45,46
Efek toksik rokok dapat menyebabkan penyakit rongga mulut dan
gigi seperti Leukoplakia, Mucosal burn, Gingival recession, Edentulism,
25
Periapical abses, dan yang lainnya. Senyawa kimia rokok akan merusak
jaringan lunak mukosa rongga mulut, sehingga pada perokok lebih banyak
ditemukan penyakit-penyakit rongga mulut. Pada beberapa penelitian juga
menunjukkan bahwa efek rokok dapat menurunkan komponen-komponen
dalam saliva yang dapat berpengaruh pada keberadaan spesies candida,
yang artinya merokok memiliki peranan penting dalam peningkatan
spesies Candida yang dapat menyebabkan candidiasis oral dengan
manifestasi klinis berupa eritema, plak, angular selitis, dan sariawan.
Walaupun efek rokok pada candidiasis masih dalam kontroversi, namun
83% dari penderita candidiasis merupakan perokok berat.6,8,45
Perubahan pada mukosa rongga mulut merupakan iritasi akibat
efek dari toksik yang ditimbulkan rokok paling sering terjadi pada mukosa
buccal disusul dasar rongga mulut. Perubahan atau lesi yang terjadi pada
rongga mulut dapat menjadi lesi awal dan dapat berkembang menjadi
keganasan rongga mulut.46
2.1.5. Efek Rokok terhadap Saliva
Efek rokok pada beberapa bagian tubuh tidak hanya akibat bahan
kimia yang terkandung di dalam rokok itu sendiri, namun komponen panas
dan senyawa-senyawa hasil pembakaran rokok tersebut pun dapat
mempengaruhi fungsi normal sel. Rongga mulut menjadi organ tubuh
yang pertama terpapar oleh rokok dan asapnya, sehingga rokok juga dapat
mempengaruhi fungsi normal sel yang terdapat dalam rongga mulut
termasuk saliva sebagai cairan yang terdapat di dalam rongga mulut.8,9,47
Pada penelitian Rad et al. menyebutkan bahwa merokok dapat
menurunkan jumlah saliva yang berfungsi sebagai pelindung mukosa
rongga mulut dan juga mengandung antibakteri. Kanwar et al. juga
menyebutkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara laju aliran
saliva perokok dan non-perokok, terlebih pada perokok yang telah
mengkonsumsi rokok dalam waktu yang cukup lama. Konsumsi rokok
yang lama juga dapat mengurangi sensitivitas dari reseptor rongga mulut,
26
sehingga refleks stimulasi sekresi saliva juga akan menurun dan akan
berdampak pada penurunan laju sekresi saliva.8,9
Senyawa aldehid yang terdapat dalam rokok ataupun asap rokok
dapat langsung merusak sel, dan juga dapat mempengaruhi pH pada saliva.
Komponen rokok yang bersifat asam dapat merusak system buffer
bikarbonat dan menyebabkan kehilangan bikarbonat yang cukup banyak
sehingga akan didapatkan derajat keasaman pada cairan saliva yang
meningkat.8
Rokok yang mengandung radikal bebas juga dapat merusak
protein-protein yang terdapat pada permukaan sel. Kolte et al. juga
melaporkan bahwa kadar protein total, magnesium, dan fosfor saliva yang
menurun pada perokok yang menderita periodontis atapun yang tidak
menderita periodontis, jika dibandingkan dengan non-perokok. Namun,
berbeda dengan laporan dari Laine et al. yang menyebutkan bahwa
terdapat peningkatan protein total, sodium dan potasium akibat konsumsi
rokok. Efek dari konsumsi rokok yang dapat menyebabkan kerusakan sel-
sel pada beberapa organ dalam rongga mulut dapat mempengaruhi
komponen-komponen yang terkandung di dalam saliva seperti enzim
amilase, laktat dehidrogenase, dan asam fosfatase pada penelitian yang
dilakukan oleh Negler et al.48,49,50
27
2.1.4. Kerangka Teori
Variabel bebas
Variabel terikat
Variabel perancu
28
2.2. Kerangka Konsep
29
2.3. Definisi Operasional
No Variabel Definisi Pengukur Alat
Ukur
Cara Ukur Skala
Pengukur
an
1 Laju
aliran
saliva
Kecepatan
produksi saliva
yang tidak
terstimulasi
dalam ml di
setiap menitnya
Peneliti Tabung
ukur
Melihat
jumlah
saliva yang
dihasilkan
dalam lima
menit,
kemudian
dihitung
kecepatanny
a dalam
ml/menit
Numerik
2 Status
merokok
Dikatakan
perokok jika
saat
pengambilan
sampel telah
menjadi perokok
aktif dan masuk
kriteria inklusi
dan disebut non-
perokok jika
saat
pengambilan
sampel tidak
merokok dan
masuk kriteria
inklusi
Peneliti Form
identitas
dan
riwayat
merokok
Melakukan
wawancara
dan
pengisian
form data
subjek
penelitian
Kategorik
30
3 OHIS(Ora
l Higiene
Index
Simplified
)
Nilai yang
menunjukkan
status kebersihat
mulut
Dokter
gigi
pembimbi
ng
Indeks
OHIS
Pemeriksaa
n gigi dan
mulut
Numerik
4 DI(Debris
Index)
Nilai yang
menunjukkan
ketebalan debris
pada permukaan
gigi
Dokter
gigi
pembimbi
ng
Indeks
DI
Pemeriksaa
n gigi dan
mulut
Numerik
5 CI(Calcul
us Index)
Nilai yang
menunjukkan
kalkulus pada
gigi
Dokter
gigi
pembimbi
ng
Indeks
CI
Pemeriksaa
n gigi dan
mulut
Numerik
6 GI(Gingiv
al Index)
Nilai yang
menunjukkan
gingivitis yaitu
penilaian warna,
konsistensi dan
kecendrungan
gusi berdarah
Dokter
gigi
pembimbi
ng
Indeks
GI
Pemeriksaa
n gigi dan
mulut
Numerik
7 IMT(Inde
ks Masa
Tubuh)
Berat badan(kg)
dibagi tinggi
badan(m)
kuadrat yang
menggambarkan
status gizi
Peneliti Penguku
r berat
badan
dan
tinggi
badan
Pengukuran
berat dan
tinggi badan
Numerik
8 Mulut
kering
Rasa kering atau
tidak enak yang
dirasakan di
rongga mulut
Peneliti Form
identitas
dan
riwayat
Melakukan
wawancara
dan
pengisisan
Kategorik
31
merokok form
9 Indeks
Brinkman
Perkalian lama
paparan rokok
dengan jumlah
batang rokok
yang
dikonsumsi per
harinya
Peneliti Form
identitas
dan
riwayat
Melakukan
wawancara
dan
pengisisan
Numerik
32
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik bivariat potong lintang
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah Ciputat pada Februari 2015 – Juli 2015
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1. Kriteria Inklusi Umum
1. Laki-laki
2. Usia 20 sampai 55 tahun
3. Bersedia menyetujui lembar informed consent
4. Kriteria partisipan perokok :
a) Perokok aktif saat survey
5. Kriteria partisipan non-perokok :
a) Tidak pernah merokok
b) Pernah merokok, namun sudah tidak merokok minimal sejak 5
tahun yang lalu
3.3.2. Kriteria Eksklusi Umum
1. Sedang berpuasa pada saat pengambilan saliva
2. Tidak dapat berpartisipasi karena keadaan psikologis yang buruk
(gaduh, gelisah, agitasi)
3. Memiliki kelainan sistemik yang mempengaruhi sekresi saliva(seperti
Diabetes Melitus, Tumor, Kanker)
4. Mengkonsumsi alkohol dan NAPZA
33
3.3.3. Besar Sampel
Besar sampel dalam penelitian ini dihitung dengan
menggunakan rumus besar sampel penelitian analitik tidak
berpasangan dengan variabel numerik yakni sebagai berikut:
Keterangan:
Zα = kesalahan tipe I sebesar 10% = 1,282
Zβ = kesalahan tipe II sebesar 20% = 0,842
(X1 – X2) = selisih minimal yang dianggap bermakna = 0,05
S = Sg = standar deviasi, diperoleh dengan rumus:
Sg = standar deviasi gabungan
S1 = standar deviasi kelompok 1 pada penelitian sebelumnya
n1 = besar sampel kelompok 1 pada penelitian sebelumnya
S2 = standar deviasi kelompok 2 pada penelitian sebelumnya
n2 = besar sampel kelompok 2 pada penelitian sebelumnya
Maka akan didapatkan perkiraan besar sample berdasarkan penelitian
Pangestu tahun 2014 adalah sebagai berikut:
(Sg)2= [(0,203)
2 x (15-1) + (0,270)
2 x (15-1)]
15+15-2
= [(0,041) x (14) + (0,073) x (14)]
28
= [0,574 + 1,022] = 0,057
28
(Sg) = √ = 0,239
Kemudian dimasukkan ke dalam rumus jumlah sampel:
34
N = 2{(1,645 + 1,645) 0,239}2
{0,2}2
N = 31
Maka pada penelitian ini dibutuhkan sampel sebanyak 31 orang
untuk kelompok perokok dan 31 orang untuk non-perokok
3.4 Alat dan Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah saliva perokok
dan non perokok. Sedangkan alat penelitian yang digunakan antara lain :
1. Tabung ukur penampung
2. Jam tangan
3. Corong 40 mm
4. Tissue
5. Perlengkapan alat tulis
6. Alat pemeriksa gigi dan mulut
Gambar 3.1. Alat dan bahan penelitian
3.5 Cara Kerja Penelitian
Menentukan sample penelitian sesuai dengan kriteria inklusi dan
eksklusi
35
Memperoleh informed consent dari subjek penelitian, pengisian data
diri, riwayat merokok dan memberikan penjelasan mengenai prosedur
pengumpulan saliva yang akan dilakukan kepada subjek penelitian
Gambar 3.2. Pengisian informed consent dan kuistioner
Melakukan pemeriksaan gigi dan mulut subjek penelitian oleh dokter
gigi untuk mengetahui status GI (Gingival Index), DI (Debri Index), CI
(Calculus Index), dan OHIS (Oral Higiene Index Score)
Gambar 3.3. Pemeriksaan gigi dan mulut
Partisipan diinstruksikan untuk tidak makan dan minum 1 jam sebelum
pengambilan saliva
Pengambilan sampel saliva tidak terstimulasi menggunakan metode
passive drool dilakukan selama 5 menit dengan meminta subjek
penelitian membuang saliva pada wadah penampung melalui corong di
setiap menitnya.
36
Pengukuran saliva dilihat dari saliva yang dikeluarkan oleh subjek
penelitian selama 5 menit. Selanjutnya volume saliva yang dibuang
dicatat
Gambar 3.4.Pengambilan sampel saliva
3.6 Identifikasi Variabel
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah:
Variabel bebas pada penelitian ini adalah kebiasaan merokok dan tidak
merokok
Variabel terikat pada penelitian ini adalah laju aliran saliva
Variabel perancu pada penelitian ini antara lain: paparan rokok pada
perokok pasif, dan aktivitas subjek penelitian yang berbeda beda
3.7 Managemen dan Analisis Data
Data dari kuisioner yang telah diisi subjek penelitian dan data hasil
pengukuran laju aliran saliva dimasukkan ke dalam komputer dan dianalisis
menggunakan software SPSS. Dari kedua data tersebut dianalisa secara
deskriptif untuk mengetahui rata-rata, standar deviasi, dan frekuensi.
Normalitas distribusi data diuji dengan uji Kolomogorov-Smirnov untuk
kelompok yang lebih dari 50 orang dan Shapiro-Wilk untuk kelompok yang
kurang dari 50 orang.
Uji hipotesis untuk melihat perbandingan penurunan laju aliran saliva
pada perokok dan non perokok diuji dengan menggunakan uji T-test apabila
distribusi normal dan dengan uji Mann-Whitney apabila uji tidak normal. Jika
didapatkan nilai p<0.05 maka hasilnya adalah terdapat perbedaan signifikan
37
laju aliran saliva pada perokok dan non perokok. Sedangkan untuk melihat
hubungan empat kelompok Indeks Brinkman dengan laju aliran saliva
digunakan uji one way ANOVA apabila distribusi normal dan uji Kruskal-
Wallis pada distribusi yang tidak normal.
3.8 Alur penelitian
Pemilihan subjek penelitian
Inform consent dan pengisian lembar
persetujuan inform consent
Pengisian form identitas subjek
Pengambilan sampel saliva tidak terstimulasi
setiap satu menit dalam
Catat hasil saliva dan hitung laju aliran saliva
(ml/menit)
Pengolahan data
38
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian
Penelitian ini terdiri dari 86 subjek penelitian, 55 dari 86 subjek
merupakan perokok dan 31 adalah non-perokok dengan karakteristik usia,
penyakit, Indeks Masa Tubuh (IMT), dan keluhan mulut kering sesuai
pada tabel 4.1
Tabel 4.1. Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik Perokok Non Perokok p
value Jumlah (55) Presentase Jumlah (31) Presentase
Usia
15-24
25-35
36-45
46-55
Rerata ± SD
IMT
BB kurang (<18,5)
Normal (18,5-22,9)
BB berlebih (>22,9)
0
7
27
21
0
12,7
49,1
38,2
3
10
8
10
9,7
32,3
25,8
32,3
0,008*
43,5 ± 0,78 37,4 ± 1,77
0,569
13
12
30
23,63
21,81
54,56
3
6
22
9,7
19,4
70,9
Rerata ± SD 25,2 ± 7,83 24,4 ± 3,65
0,996
Riwayat Penyakit
Tidak ada
TBC
Hipertensi
Lainnya
51
2
1
1
92,7
3,6
1,8
1,8
26
1
4
0
83,9
3,2
12,9
0
Keluhan Mulut
Kering
Ada
Tidak ada
18
37
32,7
67,3
3
28
9,7
90,3
0,017*
*p value signifikan
Subjek penelitian perokok rata-rata berusia 43,5 tahun dan jumlah
subjek perokok terbanyak terdapat pada kelompok usia 36-45 tahun
sebanyak 49,1% dari 55 subjek perokok. Kelompok subjek penelitian non-
perokok memiliki rata-rata usia 37,4 tahun dan jumlah terbanyak terdapat
39
pada kelompok usia 46-55 tahun yaitu sebanyak 34,4% dari 32 subjek non
perokok. Dilihat dari hasil IMT yang diukur saat penelitian, didapatkan
rata-rata IMT pada kelompok perokok adalah 25,2 dan non perokok adalah
24,4 yang keduanya termasuk dalam kategori berat badan berlebih.
Berdasarkan riwayat penyakit 92,7% subjek perokok dan 81,3% subjek
non perokok memiliki kesehatan yang baik dan tidak menderita penyakit
tertentu, walaupun terdapat subjek yang menderita penyakit-penyakit
tertentu seperti Tuberkulosis, Hipertensi dan yang lainnya. Kelompok
perokok sebanyak 32,7% lebih sering mengalami keluhan mulut kering
jika dibandingkan dengan non-perokok yang hanya 9,7% dari seluruh
subjek non-perokok.
4.1.2. Karakteristik Perokok Subjek Penelitian
Subjek penelitian perokok dalam penelitian ini terdapat 55 orang,
dan didapatkan karakteristik perokok tersebut dilihat dari jenis rokok, lama
merokok, jumlah batang per hari dan indeks brinkman seperti yang
tercantum dalam tabel 4.2
Tabel 4.2. Karakteristik Perokok
Karakteristik Perokok (n=55)
Jumlah (n) Persentase
Jenis Rokok
Non-Kretek
Kretek
37
17
69,1
30,9
Jumlah Rokok Perhari
<10
10-20
21-30
>30
11
29
9
6
20
52,7
16,4
10,9
Rerata ± SD 12(2-40) *
Lama Merokok
<10 tahun
10-30 tahun
>30 tahun
8
36
11
14,5
65,5
20
Rerata ± SD 21,8 ± 1,42
Indeks Brinkman Perokok
Ringan
Sedang
Berat
21
21
13
38,2
38,2
23,6
*Median (Minimum-maximum)
40
Dari hasil penelitian pada tabel 4.2, sebagian besar perokok
mengkonsumsi rokok non kretek (67,3%) termasuk filter atau herbal.
Rokok yang dikonsumsi subjek perokok dalam satu hari memang
bervariasi, nilai median konsumsi rokok dalam satu hari adalah 12 batang
setara dengan satu bungkus rokok dan rata-rata subjek perokok telah
merokok selama 21,8 tahun. Penggolongan perokok dapat dilihat dari
jumlah batang rokok yang dikonsumsi dalam satu hari dan lamanya
merokok (dalam tahun) sampai didapatkan hasil indeks brinkman yang
membagi perokok ke dalam perokok ringan sebanyak 38,2%, perokok
sedang 38,2% dan perokok berat 23,6%.
4.1.3. Status Kebersihan Gigi dan Mulut Subjek Penelitian
Kebersihan gigi dan mulut dapat dinilai dengan cara melakukan
pemeriksaan fisik gigi dan mulut menggunakan beberapa indeks penilaian.
Pada subjek penelitian baik perokok maupun non perokok dilakukan
pemeriksaan fisik gigi dan mulut dengan menilai debris index, calculus
index, ginggival index, dan OHIS. Sehingga didapatkan hasil pemeriksaan
kesehatan gigi dan mulut seperti pada tabel 4.3
Tabel 4.3. Status Kesehatan Gigi dan Mulut
Karakteristik Perokok Non Perokok
p value n = 55 n = 31
Debris Index 1,00 (0,33-1,67)* 0,83 (0,17-1,5)* 0,083
0,048**
0,960
0,014**
Calculus Index 1,67 (0,83-2,83)* 1,67 (0,33-2,33)*
Gingival Index 1,17 (0,33-2,33)* 1,17 (0,17-2,17)*
OHIS 2,64 ± 0,65 2,26 ± 0,80
*Median (minimum-maximum)
**p value signifikan
Dari hasil pemeriksaan debris index, calculus index, gingival index,
dan OHIS pada tabel 4.3 yang dapat menilai status kebersihan gigi dan
mulut didapatkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara subjek
perokok dan non-perokok hanya pada nilai calculus index (U=634,000 Z=-
1,980 p=0,048 r=-0,023) dan OHIS (T-test independent p=0,014) yang
mengartikan bahwa status kebersihan gigi dan mulut pada perokok lebih
rendah dari pada non-perokok dilihat dari calculus index dan OHIS,
41
sedangkan pada hasil penelitian debris index, dan gingival index tidak
terdapat perbedaan yang signifikan antara subjek perokok dan non-
perokok.
4.1.4. Laju aliran saliva pada Saliva Subjek Penelitian
Laju aliran saliva pada perokok memiliki nilai median 0,24
ml/menit dengan nilai minimum 0,01 ml/menit dan maximum 1,10
ml/menit. Kelompok non perokok memiliki nilai median laju aliran saliva
0,30 ml/menit dengan nilai minimum 0,02 ml/menit dan maksimum1,12
ml/menit. Perbandingan laju aliran saliva perokok tidak berbeda bermakna
dengan non-perokok (U=982,500 Z=1,172 p=0,241).
4.2. Pembahasan
Pada penelitian yang terdiri dari 55 subjek penelitian perokok dan 32
subjek non-perokok ini, dapat dilihat karakteristik masing-masing subjek
penelitian. Kelompok subjek perokok rata-rata berusia 43,5 tahun dan
kelompok terbanyak terdapat pada usia antara 36-45 tahun (49,1%), tidak
jauh berbeda dengan data Riskesdas 2013 yang menunjukkan bahwa perokok
penduduk Indonesia terbanyak berasal dari kelompok usia 30-34 tahun
(33,4%) dan usia 35-39 tahun (32,2%). Perbedaan ini dapat terjadi oleh
karena perbedaan pengklasifikasian umur yang digunakan. Sedangkan pada
kelompok usia non-perokok rata-rata usia yang dimiliki subjek adalah 37,4
tahun. Sehingga didapatkan bahwa usia pada subjek memiliki perbedaan
bermakna pada kelompok perokok dengan non-perokok (T-test Independent
p=0,186), rata-rata usia subjek non-perokok lebih rendah dari pada perokok.2
Karakteristik IMT subjek penelitian masing-masing 25,2 pada perokok
dan 24,4 pada non-perokok yang keduanya berarti memiliki berat badan
diatas nomal, sehingga pada kedua kelompok tidak terdapat perbedaan IMT
yang bermakna. Pengaruh IMT pada laju aliran saliva pada penelitian ini
dapat dikendalikan dengan membuat rerata IMT yang tidak berbeda pada
kedua kelompok.17
42
Sebagian besar subjek penelitian tidak memiliki riwayat penyakit
tertentu yaitu sebanyak 92,7% pada kelompok perokok dan 81,3% kelompok
non-perokok, sehingga kekhawatiran kemungkinan adanya pengaruh riwayat
penyakit terhadap laju aliran saliva bisa dikendalikan pada penelitian ini.
Melihat efek yang ditimbulkan rokok tentunya tidak lepas dari
karakteristik perokok yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi lama
paparan dan konsumsi jumlah batang rokok per harinya. Lama paparan dan
konsumsi batang rokok yang dikonsumsi dapat dilihat dari nilai Indeks
Brinkman. Didapatkan pada penelitian ini 21 orang (38,2%) masing-masing
perokok ringan dan sedang dan 13 orang (23,6%) merupakan perokok
berat.8,9
Rongga mulut dan komponen yang terdapat di dalamnya tentunya
menjadi bagian pertama yang terpapar oleh rokok, sehingga kandungan-
kandungan toksin yang terdapat dalam rokok dapat merusak bagian-bagian
rongga mulut yang dapat mempengaruhi penurunan kesehatan gigi dan
rongga mulut. Penelitian yang dilakukan oleh Azodo et al. didapatkan bahwa
status kesehatan perokok cenderung lebih buruk, namun beberapa penelitian
menyebutkan bahwa kerusakan mukosa dan gangguan rongga mulut hanya
terjadi pada konsumsi rokok dalam waktu yang lama. Status kebersihan gigi
dan mulut perokok pada penelitian ini lebih buruk dibandingkan dengan non-
perokok jika dilihat dari calculus index (U=634,000 Z=-1,980 p=0,048 r=-
0,023) dan OHIS (T-test independent p=0,014) saja, sedangkan pada debris
index (Mann-Whitney p=0,083) dan gingival index (Mann-Whitney p=0,954)
tidak ada perbedaan yang bermakna secara statistik antara perokok dan non-
perokok. Menghindari adanya faktor lain yang dapat mempegaruhi
kebersihan rongga mulut sehingga dapat menjadikan hasil yang bias terhadap
efek rokok, maka dilakukan penyetaraan faktor-faktor lain seperti kebiasaan
sikat gigi dan mengkonsumsi obat kumur pada kelompok perokok dan non
perokok18,21
Paparan rokok pada rongga mulut dapat mengenai saliva sebagai cairan
yang diproduksi untuk melindungi mukosa mulut. Pengaruh rokok terhadap
penurunan laju aliran saliva masih kontroversial, karena beberapa penelitian
43
juga menyebutkan bahwa efek dari rokok tidak mempengaruhi saliva pada
laju aliran salivanya. Hasil penelitian ini juga didapatkan bahwa tidak ada
perbedaan bermakna antara laju aliran saliva perokok dan non perokok
(Mann-Whitney p=0,241), dengan perbandingan nilai median laju aliran
saliva perokok (0,24 ml/menit) lebih rendah dari pada non-perokok (0,3
ml/menit). Riwayat keluhan mulut kering pada subjek perokok lebih sering
didapatkan dari pada subjek non perokok (Chi square p=0,017), namun tidak
diikuti dengan penurunan laju aliran saliva. Kemungkinan keluhan mulut
kering yang dapat terjadi pada subjek perokok merupakan keluhan subjektif
masing-masing individu, dibuktikan dengan tidak terdapat perbedaan laju
aliran saliva yang bermakna pada kelompok dengan keluhan mulut kering dan
kelompok yang tidak memiliki keluhan mulut kering.
Hasil penelitian saat ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Palomares et al. di Spanyol dan Khan et al. di Pakistan bahwa tidak terdapat
perbedaan laju aliran saliva yang bermakna pada perokok dan non perokok.
Penelitian serupa yang dilakukan di Indonesia oleh Pangestu et al.
melaporkan bahwa tidak terdapat perbedaan penurunan laju aliran saliva yang
bermakna di kelompok perokok (0,318 ml/menit) dibandingkan non-perokok
(0,333 ml/menit). Penurunan volume dan pH hanya terjadi pada kelompok
perokok usia lanjut lebih dari 60 tahun dibandingkan dengan perokok usia
kurang dari 60 tahun yang dibuktikan oleh Hidayani et al. dalam
penelitiannya. Hasil penelitian yang telah dilaporkan tersebut menunjukkan
bahwa efek rokok tidak mempengaruhi produksi saliva pada kuantitas saliva
dan laju aliran saliva, karena laju aliran saliva tidak hanya ditentukan oleh
stimulus pada reseptor-reseptor rongga mulut yang diasumsikan mengalami
kerusakan akibat rokok. Laju aliran saliva juga dipengaruhi oleh beberapa
faktor eksternal maupun internal, baik dari penghantaran impuls oleh saraf
atau fungsi dari sel kelenjar itu sendiri.10,11,12,47,48
Hasil berbeda ditunjukkan pada penelitian yang dilakukan oleh Rad et
al. di Iran dan Singh et al. di India yang menyebutkan bahwa toksin-toksin
rokok juga dapat mempengaruhi produksi saliva, pada laju aliran saliva dan
pH. Penelitian yang dilakukan oleh Kanwar et al. di India menyebutkan
44
bahwa terdapat penurunan signifikan laju aliran saliva pada pria perokok
(0,35 ml/menit), pria pengunyah tembakau (0,26 ml/menit) dibandingkan non
perokok (0,45 ml/menit).8,9,49
Penelitian ini memang menunjukkan bahwa rokok tidak
mempengaruhi produksi saliva pada kuantitasnya, namun terdapat
kemungkinan bahwa rokok dapat mempengaruhi kualitas saliva.
Kemungkinan efek rokok yang mempengaruhi kualitas saliva ini dapat dilihat
dari efek rokok yang menyebabkan rendahnya status kebersihan gigi dan
mulut perokok, sedangkan saliva merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi status kebersihan gigi dan mulut. Laporan penelitian yang
dilakukan oleh Syifa, Nasution, dan Syahli dengan responden yang sama
menyatakan bahwa terdapat perbedaan bermakna pada derajat keasaman
(pH), protein total dan kalsium saliva kelompok perokok dibandingkan non-
perokok, yang menunjukkan bahwa konsumsi rokok dapat mempengaruhi
kualitas saliva.54,55,56
1.3.Aspek Keislaman
Efek rokok yang dapat menyebabkan penyakit-penyakit dalam tubuh
dan dapat berujung pada kematian membuktikan bahwa sudah sepatutnya
untuk menghindari konsumsi rokok dengan kandungan bahan-bahan kimia
yang berbahaya di dalamnya. Pedoman agama islam Al-qur’an dan hadits
juga memaparkan dengan cukup jelas mengenai larangan untuk
mencelakakan diri sendiri maupun orang lain, sebagaimana Allah SWT telah
berfirman dalam surat Al-baqarah ayat 195:
Artinya: “Dan belanjakanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri pada kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik” (Q.S. Al-
baqarah: 195)
45
Ayat tersebut menerangkan dengan jelas mengenai larangan untuk merugikan
diri sendiri, seperti perilaku merokok yang dapat menyebabkan penyakit-
penyakit tertentu hingga kematian. Kandungan bahan-bahan kimia dalam
asap rokok yang dapat dihirup oleh perokok itu sendiri maupun orang di
sekitarnya dapat menjadi toksik untuk sel-sel tubuh. Nabi bersabda dalam
suatu hadits:
ار َلا ِضرا را وا را َلا ضا
“Tidak ada kemudharatan terhadap diri sendiri dan tidak juga kepada orang
lain” (HR. Ibnu Majah no 2341)
Hadits tersebut semakin menjelaskan larangan merokok yang dapat
merugikan tidak hanya pada diri sendiri namun juga pada orang lain. Oleh
karena itu, sudah seharusnya bagi perokok untuk mulai mengurangi konsumsi
rokok dan mulai berhenti merokok secara bertahap.
1.4.Keterbatasan Penelitian
Ketelitian yang kurang pada pengukuran laju aliran saliva
menggunakan tabung ukur dengan ketelitian 0,5 ml karena melihat nilai laju
aliran saliva yang kecil.
46
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
6.1. Simpulan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsumsi rokok tidak
berpengaruh terhadap laju aliran saliva (U=982,500 Z=1,172 p=0,241),
walaupun didapatkan nilai median laju aliran saliva perokok (0,24 ml/menit)
lebih rendah dibandingkan non-perokok (0,30 ml/menit).
6.2. Saran
a. Pengukuran laju aliran saliva sebaiknya menggunakan tabung pengukur
yang memiliki ketelitian kurang dari 0,05 ml.
b. Pada penelitian ini konsumsi rokok tidak mempengaruhi jumlah produksi
saliva, namun perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat efek rokok
pada komponen-komponen yang terkandung di dalam saliva.
47
DAFTAR PUSTAKA
1. Ng M, Freeman MK, Fleming TD, Robinson M, Lindgren LD, Thomson B, et
al. Smoking Prevalence and Cigarette Consumption in 187 Countries 1980-
2012. JAMA [internet]. 2014 August [cited 2015 August 27];311(2):183-129.
Available from
http://www.healthdata.org/sites/default/files/files/research_articles/2014/JAM
A_Smoking_prevalence_and_cigarette_consumption_in_187_countries_1980
-2012.pdf
2. WHO. Global Adult Tobacco Survey: Indonesia Report 2011. Jakarta: World
Health Organization; 2012.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan. Riset Dasar
Kesehatan Tahun 2013. Jakarta: Kesehatan Kementerian Republik Indonesia;
2013.
4. Rodgman A. Pyrolisis. In: Rodgman A, Perfetti TA, editor. The Chemical
Components of Tobacco and Tobacco Smoke 2nd Edition. London: CRC
Press; 2013. p. 1303-1327
5. Sumartono W, Strait AM, Holy M, Thabrany H. Smoking and Socio-
Demographic Determinant of Cardiovacular Disease among Males 45+ Years
in Indonesia. Int J Environ Res Public Health[internet]. 2011 August[cited
2015 August 27]; 8(2): 528-539. Available from
http://doi.org/10.3390/ijerph8020528
6. Akaji EA, Folaranmi N. Tobacco Use and Oral Health of Inmates in a
Nigerian Prison. NJCP[internet]. 2013 August[cited 2015 August 27]; 16(4):
473-477. Available from
http://www.njcponline.com/temp/NigerJClinPract164473-
3379107_005619.pdf
7. Sherwood L. Sistem Pencernaan. In:Sherwood L, editor. Fisiologi Manusia
dari Sel ke Sistem Ed 7. Jakarta: EGC; 2012. p. 589-591
8. Rad M, Kakoie S, Brojeni FN, Pourdamghan N. Effect of Long-term
Smoking on Whole-mouth Salivary Flow Rate and Oral Health. JODD. 2010.
4(4): 110-114
48
9. Kanwar A, Sah K, Grover N, Chandra S, Singh RR. Long-term Effect of
Tobacco on Resting Whole Mouth Salivary Flow Rate and pH: An
Institutional based Comparative Study. EJGD. 2013 December; 2(3): 296-299
10. Khan GJ, Javed M, Ishaq M. Effect of Smoking on Salivary Flow Rate.
Gomal Journal of Medical Science. 2010 Dec. 8(2); 221-224
11. Hidayani TA, Hidajani J. Efek Merokok terhadap Status pH dan Volume
Saliva pada Laki-Laki Dewasa dan Usia Lanjut. Dentika Dental Journal.
2011. 16(1); 70-73
12. Pangestu A. Deteksi Salivary Flow Rate pada Pria Perokok dan Non-Perokok.
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;
2014
13. Guyton AC. Fisiologi Gastrointestinal. In: Guyton AC, Hall JE, editor. Buku
Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 12. Jakarta: EGC; 2011
14. Mescher AL. Histologi Dasar Junqueira Teks dan Atlas Ed 12. Jakarta: EGC;
2011. p. 245-255
15. Gerard J Tortora, BryanDerrickson. The Digestive System: Principles of
Anatomy and Physiology. 12 Edition. US:John Wiley & Sons, Inc; 2009. p.
928-931
16. Martini FH. The Digestive System. In: Martini FH, Nath JL, Bartholomew
EF,editors. Fundamentals of Anathomy and Physiology 9th Ed. SanFransisco:
Perason; 2012. p. 870-873
17. Almeida PDV, Gregio AMT, Machado MAN, Lima ADS, Azevedo LR.
Saliva Composition and Functions: A Comprehensive Review. Journal of
Contemporary Dental Practice[internet]; 2008 March [cited 2015 August 28].
9(3); 1-11. Available from
http://www.unc.edu/courses/2008ss2/obio/720/001/2008_Readings/070308_s
aliva_review.pdf
18. Ekstrom J, Khosravani N, Castagnola M, Messana I. Saliva and Control It’s
Secretion. In: Reiser MF, Hricak H, Knauth M, Ekberg O. Dysphagia
Diagnosis and Treatment Medical Radiology Diagnostic Imaging. New York:
Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2012. p. 19-47
49
19. Whelton H. Introduction: the Anatomy and Physiology of Salivary Glands.
In: Edgar M, Dawes C, O’Mullane D. Saliva and Oral Health 3rd Ed.
London: British Dental Journal; 2004. p. 1-36
20. Proctor GB, Carpenter GH. Review Regulation of salivary Gland Function by
Autonomic Nerves. Elsevier BV[internet]. 2006 Oct [cited 2015 August
28];133(1): 3-18. Available from
http://www.researchgate.net/publication/6642654_Regulation_of_salivary_gl
and_function_by_autonomic_nerves._Auton_Neurosci
21. Rhoades RA. Gastrointestinal Physiology: Neurogastroenterology and
Motility. In: Rhoades RA, Bell DR, editors. Medical Physiology: Principles
for Clinical Medicine Ed 4th
. Philadelphia: Lippincott William and Wilkins;
2013. p. 471-491
22. Costanzo LS. Fisiologi Gastrointestinal. In: Costanzo LS, Hartono A, editor.
Essential Fisiologi Kedokteran Ed 5. Jakarta: Binarupa Aksara; 2012. p. 309-
340
23. Indriana T. Perbedaan Laju Aliran Saliva dan pH karena Pengaruh Stimulus
Kimiawi dan Mekanis. J Kedokt Meditek. 2011 August; 17(44): 1-5
24. Smith PM. Mechanisms of Salivary Secretion. In: Edgar M, Dawes C,
O’Mullane D. Saliva and Oral Health 3rd Ed. London: British Dental Journal;
2004. p. 1-16
25. Catalan MA, Nakamoto T, Melvin JE. The salivary Gland Fluid secretion
Mechanism. The Journal of Medicine Investigation; 2009 Dec[cited 2015
August 28]; 56: 192-196. Available from
https://www.jstage.jst.go.jp/article/jmi/56/Supplement/56_Supplement_192/_
article
26. Scully C, Georgakopoulou EA. Oral Involvement. In:Casals MR, Stone JH,
Moutsopoulus HM, editors. Sjogren’s Syndrome Diagnosis and Therapeutics.
New York: Springer; 2012. p. 85-103
27. Bradley PJ. Saliva, Salivation and Functional Testing. In: Anniko M,
Sprekelsen MB, Bonkowsky V, Bradley PJ, Lurato S, editors.
Otorhinolaryngology Head & Neck Surgery. New York: Springer; 2010. p.
339-342
50
28. Pedersen AML. Saliva[internet]. [Place unknown]: Zendium; 2007[cited
2015 August 28]. Available from
http://www.zendium.dk/Files/zendium.dk/material/publikationer/saliva.pdf
29. Kurniawan A, Wimardhani YS, Rahmayanti F. Oral Health and Salivary
Profiles of Geriatric Output Patients in Cipto Mangunkusumo General
Hospital. Ina J Dent Res. 2010 Sept[2015 August 28]; 17(2); 53-57. Available
from
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=202096&val=6661&title
=Oral%20Health%20and%20Salivary%20Profiles%20of%20Geriatric%20O
utpatients%20in%20Cipto%20Mangunkusumo%20General%20Hosp%20ital
30. Surjadi N, Amtha R. Radiotherapy Reduced Salivary Flow Rate and Might
Induced C.albicans Infection. Ina J Dent Res. 2012; 19(1); 14-19
31. Pratama MABP. Perbedaan Sekresi Saliva Sebelum dan Sesudah Berkumur
Menggunakan Baking Soda pada Penderita Diabetes Melitus. Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar; 2014
32. Fox PC, Ship JA. Salivary Gland Disease. In: Greenberg, Glick, Ship, editors.
Burket’s Oral Medicine 11st Ed. India: BC Decker Inc; 2008. p. 191-222
33. Carthy DM. Biological Measurement in Intervention Research. In: Melnyk
BM, Dianne M, Beedy, editors. Intervention research:designing, conducting,
analyzing, funding. USA: Springer publishing Company; 2012. p. 135-142
34. Vissink A, Wolff A, Veerman ECI. Saliva Collectors. In: Wong DT. Salivary
Diagnostics. USA: Wiley-Blackwell; 2008. p. 37-59
35. Sugono D. Rokok. In: Sugono D.. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat
Bahasa Ed 4. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Pusat Bahasa
Indonesia; 2008
36. Depkes RI. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.109 Tahun 2012
Tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk
Tembakau Bagi Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2012 [cited
2015 August 29]. Available from
http://pppl.depkes.go.id/_asset/_regulasi/47_PP%20Nomor%20109%20Tahu
n%202012.pdf
51
37. Tirtosastro S, Murdiyati AS.Buletin Tanaman Tembakau, Serat dan Minyak
Industri 2: Kandungan Kimia Tembakau dan Rokok. Balai Penelitian
Tembakau dan Serat Universitas Tribuana Tunggadewi. 2010 Apr. 2(1); 33-
43
38. Geiss O. Environmental Tobacco Smoke, Chemistry of Tobacco. In: Geiss O,
Kotzias D, editor. Tobacco, Cigarettes and Cigarette smoke. Luxembourg:
Institute for Health and Consumer Protection, Directorate-General Joint
Research Centre; 2007. p. 29-46
39. Weikunat R, Coggins CRR, Wang ZS, Kallischnigg G, Dempsey R.
Assessment of Cigarette Smoking in Epidemiologic Studies. Beiträge zur
Tabakforschung International[internet]. 2013 Sept[cited 2015 Sept 1. 25(7);
638-648. Available from http://www.pmiscience.com/library/assesment-
cigarette-smoking-epidemiologic-studies
40. Tolonen H, Wolf H, Jakovljevic D, Kuulasmaa K. Smoking:Review of
Survey for Risk Factor Major Chronic Disease. National Public Health
Institute[internet]. 2002[cited 2015 Sept 1]. Avilable from
http://www.thl.fi/publications/ehrm/product1/title.htm
41. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Penyakit Paru Obstruktif kronik
(PPOK): Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia [Internet].
Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003[Cited 2015 Sept 9].
Available from: http://klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdf
42. Leffondre K, Abrahamowicz M, Siemiatycki J, Rachet B. Modeling Smoking
History: A Comparison of Different Approaches. Am J Epidemiol. 2002
June[cited 2015 Sept 1]. 156(9); 813-823. Available from
http://aje.oxfordjournals.org/content/156/9/813.full.pdf
43. Reddy S. Epidemiology of Gingival and Periodontal Disease. In: Reddy S,
editor. Essentials of Clinical Periodontology and Periodontics 2nd Edition.
New Delhi: Jaypee; 2008. p. 41-58
44. Notohartojo IT, Halim FXS. Gambaran Kebersihan Mulut dan Gingivitis
pada Murid Sekolah Dasar di Puskesmas Sepatan, Kabupaten Tangerang.
Media Litbang Kesehatan; 2010
52
45. Bloom B. Adams PF. Cohen RA. Simile C. Smoking and Oral Health in
Dentate Adults Aged 18-64. NCHS Data Brief. 2012 Feb[cited 2015 1 Sept
2015]. 2012(18);1-8
46. Aljabab MA, Aljbab AA, Patil SR. Evaluation of Oral Change Among
Tobacco Users of Aljouf Province, Saudi Arabia. J Clin Diagn Res[internet].
2015 May[cited 2015 August 28]; 9(5); ZC58-ZC61. Available from
http://jcdr.net/article_fulltext.asp?issn=0973-
709x&year=2015&volume=9&issue=5&page=ZC058&issn=0973-
709x&id=5950
47. Khan GJ, Mahmood R, Ul-Haq I. Salahudin. Secretion of Total
Solids(Solutes) in the Saliva of Long Term Tobacco Users. J Ayub Med Coll
Abbottabad[internet]. 2008[cited 2015 Sept 3]. 20(1); 20-22. Available from
http://www.ayubmed.edu.pk/JAMC/PAST/20-1/Jilani.pdf
48. Palomares CF, Montagud JVM, Sanchis V, Herreros B, Hernandez V,
Minguez M, Benages A. Unstimulated Salivary Flow Rate, pH Buffer
Capacity of Saliva in Healthy Volunteers. Rev Esp Enferm Dig. 2004 June.
96(11); 773-783
49. Singh M, Ingle NA, Kaur N, Yadav P, Ingle E. Effect Long Term Smoking
on Salivary Flow Rate and Salivary pH. Journal of Indian Association of
Public Health Dentistry[internet]. 2015 March[cited 2015 Sept 3]. 13(1); 11-
13. Available from http://www.jiaphd.org
50. Kolte AP, Kolte RA, Laddha RK. Effect of Smoking on Salivary
Composition and Periodontal Status. Journal of Indian Society of
Periodontology[internet]. 2012 Sept[cited 2015 Sept 3]. 16(3); 350-353.
Available from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3498702/#_ffnsectitle
51. Loo JA, Yan W, Ramachandran P, Wong DT. Comparative Human Salivary
and Plame Proteomes. J Dent Res[internet]. 2010 Oct[cited 2015 Sept 3].
89(10); 1016-1023. Available from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3144065/#_ffn_sectitle
52. Avsar A, Darka O, Bodrumlu EH, Bek Y. Evaluation of the Relationship
Between Passive Smoking and Salivary Electrolytes, Protein, Secretory IgA,
53
Sialic Acid and Amylase in Young Children. J Arch Oral Bio[internet]. 2009
Feb[cited 2015 Sept 3]. 54(5); 457-63. Available from
http://www.aobjournal.com/article/S0003-9969(09)00034-X/fulltext
53. Khan GJ, Ishaq M. Salivary Flow Rates in Paan “Tobacco-Betel-Lime
Quid” Chewers. J Med Sci. 2012 Jan. 20(1); 29-32
54. Syifa N. Peran Rokok terhadap Derajat Keasaman (pH) Saliva. Jakarta:
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta; 2015
55. Nasution SDA. Peran Rokok terhadap Protein Total Saliva. Jakarta:
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta; 2015
56. Syahli MR. Peran Rokok terhadap Kalsium Saliva. Jakarta: Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta; 2015
54
LAMPIRAN
Lampiran 1
Lembar Informed Consent dan Kuesioner Responden
55
(Lanjutan)
56
(Lanjutan)
57
(Lanjutan)
58
(Lanjutan)
59
(Lanjutan)
60
(Lanjutan)
61
(Lanjutan)
62
(Lanjutan)
63
(Lanjutan)
64
Lampiran 2
Riwayat Penulis
Identitas :
Nama : Abqariyatuzzahra Munasib
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir : Pasuruan, 09 September 1994
Agama : Islam
Alamat : Jalan raya tambakrejo No.04 Kraton Pasuruan
E-mail : abqariyah.azzahra12@mhs.uinjkt.ac.id
Riwayat Pendidikan :
2000 – 2006 : SD Muhammadiyah 02 Bangil-Pasuruan
2006 – 2009 : SMP Muhammadiyah 12 Paciran-Lamongan
2009 – 2010 : SMAN 01 Pasuruan
2010 – 2012 : MA Al-Ishlah Sendangagung-Lamongan
2012- sekarang : Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
top related