penyakit cacing nematoda
Post on 16-Jan-2016
201 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
ASCARIASIS
Ascarisis adalah suatu penyakit parasit yang disebabkan oleh genus Ascaris sp.,
dimana parasit dapat menyerang ternak babi, kuda, sapi, kambing, domba, anjing
dan ayam. Cacing ini predeleksinyapada usus halus ternak. Adapun penyebab dari
ascariasis pada masing-masing ternak adalah :
- Babi disebabkan oleh Ascaris suum
- Sapi, kambing dan domba : Ascaris/Toxocara vitolorum
- Kuda ------ Ascaris equorum
- Anjing ----- Toxocara canis
- Kucing ----- Toxocara cati
Cara Penularan
Penularan Ascariasis pada ternak dapat melalui beberapa cara :
- Makanan atau minuman yang tercemar telur infektif (L2) pada Anjing, Babi,
kuda,sapi dan domba.
Pada anjing dan kucing penularan dapat juga melalui :
- Melalui air susu yaitu hewan terinfeksi atau anak terinfeksi bila induknya
menderita ascariasis (larva dormant)
- Secara prenatal (kecuali pada kucing tidak bisa secara prenatal) yaitu anak
terinfeksi melalui placenta. Pada migrasi larva melalui sirkulasi sistemik larva
menuju jaringan somatik . didalam jaringan ini larva menetap tanpa
berkembang dan larva ini kemudian dapat melalui plasenta dari induk bunting
kepada anak yang sedang berkembang didalam uterus. Hal ini dapat terjadi
akibat reaktivasi infeksi larva somatik yang laten pada induknya.
- Inang paratenik (terjadi pada anjing) seperti tikus dan ular, bila telur infektif
termakan oleh inang paratenik, maka larva akan tinggal dalam otot. Bila tikus
itu termakan oleh anjing maka larva akan menjadi dewasa dalam waktu 3
minggu.
1
Sumber infeksi Ascariasis pada anjing adalah :
1. Lingkungan yang tercemar : lingkungan merupakan tempat perkembangan
telur menjadi stadium infektif sehingga lingkungan yang tercemar feses yang
mengandung telur infektif (L2) merupakan sumber penularan pada anjing.
2. Larva dorment (somatik ) pada otot : induk yang mengandung larva yang
bersifat dormant merupakan sumber penularan bagi anak baik secara prenatal
maupun secara colustrum (laktogenik). Dimana pada saat bunting atau
melahirkan larva yang dormant akan aktif termobilisasi karena pengaruh
hormonal.
3. Inang paratenik : tikus dan ular.
SIKLUS HIDUP
Dalam perkembangannya, cacing A. suum melalui dua fase perkembangan yakni
fase eksternal (diluar tubuh ternak) dan fase internal ( di dalam tubuh ternak)
Fase eksternal : dimulai sejak telur cacing Ascaris dikeluarkan bersama dengan
faeses dari dalam tubuh ternak penderita saat defikasi. Di alam luar, pada kondisi
lingkungan yang menunjang, telur akan berkembang sehingga didalam telur
terbentuk larva stadium I. Bila kondisi tetap menunjang, larva stadium I akan
menyilih menjadi larva stadium II yang bersifat infeksius (telur infektif) dan siap
menulari ternak babi apabila telur tertelan.
Fase internal dimulai saat telur yang infektif tertelan oleh hospes definitif.
Didalam usus halus, telur infektif tersebut dicerna oleh enzim pencernaan dan
terbebaslah larva stadium II. Larva II akan menembus dinding usus halus menuju
hati atau larva akan mengikuti peredaran darah vena porta menuju ke hati.
Selanjutnya larva II tersebut menembus kapsul hati dan masuk melalui sel-sel
parenkem hati untuk selanjutnya ikut peredaran darah dari hati menuju ke jantung,
paru-paru, dan bahkan dapat menyebar seluruh organ tubuh. Jika babi bunting
dapat terjadi infeksi prenatal. Juga larva dapat mencapai kelenjar susu, didalam
2
kelenjar susu, larva cacing akan bersifat dorman (tidak berkembang lebih lanjut
atau mengalami fase istirahat ) dan baru akan berkembang didalam tubuh
keturunannya (anak) bila mana sudah lahir dan penularannya melalui air susu.
Didalam paru-paru larva stadium II berkembang menjadi larva III, kemudian
keluar dari kapiler alveoli paru-paru menuju bronchioli, bronchi dan selanjutnya
ke trachea, pharing (iritasi terjadi proses batuk) akhirnya larva III tertelan dan
sampailah kembali ke dalam usus halus. Di dalam usus halus larva III menyilih
menjadi larva IV dan menyilih untuk menjadi larva V (dewasa).
Cacing betina dewasa dapat menghasilkan telur sebanyak 200.000 butir per hari,
dan diduga bahwa seekor cacing A. suum betina dewasa selama hidupnya dapat
menghasilkan telur sebanyak 27 milyard butir. Telur berukuran 50-80 X 40-60
mikron, berdinding tebal, berwarna kuning kecoklatan serta pada bagian luarnya
dilapisi oleh lapisan albumin yang tidak rata sehingga membentuk tonjolan yang
bergerigi (ciri khas dari genus Ascaris ).
Patogenesis
Patogenesis dari ascariasis tergantung dari tingkat infeksi, dan umumnya hewan
muda lebih peka dibanding hewan dewasa. Lesi-lesi pada usus akibat adanya
migrasi pada stadium larva dan terjadi enteritis haemorhagika, berlanjut menjadi
anemi. Pada hati larva stadium 2 dapat menyebabkan perdarahan pada hati yang
terjadi disekeliling vena intra lobuler dari hati dan berlanjut menimbulkan cirosis
hepatis dan kadang kadang dapat menyumbat saluran empedu. Larva stadium 2
yang bermigrasi ke dalam hati dan usaha penyerapan oleh jaringan hati terhadap
larva yang mati akan meninggalkan jejas berwarna putih dibawah kapsul hati. Di
paru-paru larva stadium 2 menyebabkan fibrosis, bronchitis dan pnemonia,
sehingga terjadi batuk dan sesak nafas. Migrasi larva cacing juga dapat
menyebabkan perforasi usus halus sehingga cacing dapat merusak peritonium
yang mengakibatkan terjadinya peritonitis dan menimbulkan kematian pada
penderita . terjadinya larva migran dapat merangsang pembentukan antibodi yang
3
dapat dideteksi di dalam colostrum dan serum. Adanya antibodi ini dapat
mencegah agar jumlah cacing dewasa tidak berlebihan.
Sedangkan cacing dewasa didalam usus dalam jumlah banyak sering
menyebabkan penyumbatan pada usus sehingga terjadi kolik dan iritasi pada usus
sehingga sering timbul gejala diare. Adanya cacing dewasa di usus halus
akibatnya gangguan pencernaan , karena cacing ini berpengaruh terhadap proses
penyerapan zat-zat makanan dalam saluran pencernaan. Parah tidaknya gangguan
yang ditimbulkan tergantung banyak tidaknya cacing yang terdapat di dalam usus
dan daya tahan tubuh dari hewan terinfeksi. Kondisi ini juga mendorong
masuknya kuman patogen kedalam jaringan sebagai hasil infeksi sekunder.
Gejala Klinis.
Gejala klinis yang muncul tergantung dari beberapa faktor :
1. jumlah telur infektif yang menginfeksi.
2. Durasi/lamanya infeksi.
3. Kerusakan /gangguan yang ditimbulkan larva/cacing pada organ tertentu.
4. Respon imun dari host.
Gejala klinis yang timbul dapat berupa kekurusan, anemi, diarhe, pertumbuhan
terhambat, ikterus, kolik, dehidrasi dan nafsu makan menurun. Larva stadium 2
didalam paru-paru menimbulkan fibrosis, bronchitis dan pneumonia yang dapat
menimbulkan gejala batuk dan dispnu. Anemia terjadi disebabkan adanya enteritis
yang menyebabkan terjadinya diarhe sehingga penyerapan zat-zat makanan
menjadi kurang efesien. Luka-luka pada hati dan pembuluh alveoli dan bronchioli
serta kompitisi zat-zat makanan dengan cacing Ascaris sp. dapat memperbesar
dampak yang timbul. Pada anak anjing sering timbul gejala klinis muntah
dimana muntahannya kadang-kadang berisi cacing. Cacing dalam usus dan
lambung menggelitik organ ini dan menolak semua makanan yang tertelan
Visceral larva migran adalah larva Toxocara canis (Telur infektif =L2) tertelan
oleh manusia maka dalam usus menetas, menembus dinding usus terus ke hati,
paru dan alat tubuh lain dan tidak menjadi dewasa didalam usus. Infeksi ini dapat
4
menyebabkan terjadi demam, batuk yang terus menerus, anemia, eosinophilia,
pembesaran hati karena adanya larva pada paru dan hati.
Larva migran Oculer (LMO) dapat menyebabkan adanya infeksi pada oculer
mata dan retina manusia.
Pada pedet gejala yang nampak meliputi diare, kurus , kelemahan, lesu
kekurangan energi , pertumbuhan terhambat, kulit menjadi kering dan bulu
menjadi kusam dan kasar. Gejala ikterus juga dapat muncul, anemia dan busung
air dibawah rahang (bottle jaw) atau sepanjang dibawah perut.
Perubahan Anatomis
Pada hati terlihat adanya fibrosis, bercak-bercak putih yang sering disebut Milk
Spots (terutama babi) . Pada paru-paru terjadi bronchitis, pnemonia dan
perdarahan petichia. Pada usus halus terjadi peradangan pada usus dan dindingnya
menebal.
Diagnosa
Ascariasis dapat didiagnosa dari gejala klinis yang tampak akibat infeksi oleh
cacing muda dan dewasa. Untuk memastikan diagnosa dilakukan pemeriksaan
feses untuk menemukan telur cacing ini dalam tinja penderita. Pada post mortem
dilakukan pemeriksaan isi usus halus untuk menemukan cacing ascaris sp. dan
adanya perubahan patologis pada organ-organ predeleksi. Uji hipersensitifitas
juga dapat dilakukan untuk mengetahui adanya infeksi T. vitolorum dengan
menggunakan ekstrak larval dan “” excretory-secretory (ES)” antigen yang
diinjeksikan intradermal pada daerah leher. Adanya reaksi hipersensitivitas
terhadap antigen menunjukkan sapi terinfeksi.
Pengobatan
1. piperazine (dosis tunggal)
- anjing dan kucing 110 mg/kg bb
- kuda 220-275 mg/kg bb
- sapi dan babi 275 mg/kg bb
- kambing dan domba 400-800 mg/kg bb
5
2. Levamisole : 8 mg/kg bb
3. Pyrantel pamoat : 5 mg/kg bb
Pencegahan :
- sanitasi kandang, pisahkan hewan muda dengan hewan tua dari sumber
infeksi. Bersihkan kandang dengan desinfektif, feses harus segera dibersihkan
sehingga telur tidak berkembang /mencemari kandang.
- dilakukan pengobatan secara teratur yaitu 1 bulan sekali. Bi la membeli anak
babi/anjing dilakukan pengobatan 2 kali dengan jarak 1 minggu.
- Memberikan makanan yang bergizi baik
- Pada induk bunting dilakukan mengobatan (terutama babi/anjing) untuk
menghindari infeksi secara prenatal dan laktogenik . dilakukan pengobatan 3
minggu sebelum melahirkan.
Daya Tahan Tubuh ternak Terhadap Infeksi Parasit
Kegagalan pertumbuhan dan perkembangan cacing didalam tubuh ternak
terinfeksi, kesulitan migrasi, keluarnya larva bersama feses, gangguan bentuk
anatomi cacing, penurunan intensitas infeksi dan penurunan produksi telur cacing
merupakan tanda dari timbulnya resistensi tubuh terhadap parasit.
Daya tahan tubuh terhadap parasit cacing dibedakan menjadi dua yakni
daya tahan aktif dan pasif. Daya tahan aktif bersifat humoral dan seluler. Daya
tahan humoral diperoleh karena adanya kontak dengan antigen (parasit atau
produk parasit yang bersifat imunogenis), sedangkan daya tahan seluler diperoleh
karena kemampuan sel-sel tubuh tertentu untuk menghalangi, memakan serta
kemampuan merusak antigen, misalnya sel limpoid yang meningkatkan kepekaan
larva cacing. Daya tahan pasif merupakan daya tahan tubuh diperoleh misalnya
dari air susu induk yang kebal. Dinyatakan makin meningkat umur ternak, makin
meningkat pula daya tahan tubuh terhadap parasit cacing, hal ini disebabkan
karena makin banyak terbentuk sel-sel goblet yang menghasilkan cairan mukus
yang mengandung fraksi globolin yang menghambat invasi larva cacing serta
membunuhnya.
6
ASCARIASIS PADA UNGGAS
Ascariasis pada unggas adalah penyakit disebabkan oleh Ascaridia galli. Dimana
penyakit ini dapat menyerang ternak ayam, mentog, angsa, itik dan berbagai
burung liar di seluruh dunia. Cacing ini berperasit pada usus halus dari unggas.
Cara penularan
Infeksi cacing Ascaridia galli melalui makanan/minuman yang terkontaminasi
oleh telur yang infektif (L2). Telur yang dihasilkan oleh cacing dewasa berbentuk
ellips berdinding tebal, tidak bersegmen dan tidak berembrio pada saat
dikeluarkan dari tubuh induk semangnya, didalam telur embrio yang dihasilkan
mengalami dua kali ecdisis sebelum menjadi telur infektif. Cacing tanah dapat
juga membantu penyebaran cacing Ascaridia galli dan unggas terinfeksi bila
memakan cacing tanah yang mengandung larva stadium 2 cacing Ascaridia galli.
Gejala klinis
Gejala klinis yang ditimbulkan tergantung dari tingkat infeksi apabila tingkat
infeksi tinggi maka gejala klinis yang terlihat adalah nafsu makan menurun, bulu
kasar, mencret, anemi, gangguan pertumbuhan, produksi telur menurun dan
penyumbatan usus secara mekanis. Gangguan pertumbuhan ayam terutama
disebabkan kurang efesiensinya penggunaan makanan dan akibat penyerapan
makanan dalam usus oleh adanya kerusakan mukosa usus, terutama disebabkan
pada saat larva cacing A. galli menembus mukosa dinding usus.
Patogenesa
Intensitas infeksi Ascariasis tergantung dari beberapa faktor :
Makanan, mikroflora usus, infeksi coccidia, sex/jenis kelamin dan umur
Kerentanan meningkat bila dalam ransum kekurangan vit A, B dan B12 serta
mineral dan protein. Lewat umur tiga bulan ayam lebih tahan, hal ini berkaitan
dengan meningkatnya sel-sel goblet dalam usus.
7
Patogenitas yang ditimbulkan dari serangan cacing ini dapat meliputi 2 stadium :
a. pada saat larva cacing A. galli menembus mukosa usus sehingga akan
mengakibatkan kerusakan pada dinding usus dan pada usus dapat terjadi
perdarahan sehinngga menimbulkan enteritis, yang mengakibatkan
penyerapan zat-zat makanan terganggu.
b. Pada saat cacing dewasa pada lumen usus. Cacing dewasa hidup bebas dalam
lumen usus halus dan bila jumlah cacing dalam jumlah yang banyak akan
dapat menyumbat dari usus halus. Cacing dewasa akan aktif memakan
makanan yang dimakan unggas (kompetitif dengan hospes) sehingga efisiensi
penyerapan makanan terganggu dan akibatnya pertumbuhan ayam juga
terganggu.
Perubahan Anatomis
Pada mukosa usus akan terlihat enteritis haemorrhagis dan dalam selaput lendir
usus ditemukan telur cacing. Karkas akan terlihat kurus, pucat dan cacing dewasa
ditemukan dalam usus. Kadang-kadang parasit cacing ditemukan dalam albumin
telur cacing., diduga dari kloaka kesasar ke uterus dan terperangkap dalam putih
telur
Diagnosa : berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan tinja
Pengobatan :
- Penothiazine 220 mg/kg
- Piperazine citrat 300 –400 mg/kg bb.
Pencegahan :
Ayam yamg muda hendaknya dipisahkan dari yang dewasa. Kandang harus
kering dan sering dibersihkan. Pemberian obat cacing secara teratur setiap 2 bulan
sekali.
8
HETERAKIASIS
Kecacingan pada unggas yang disebabkan oleh cacing H. gallinarrum . cacing ini
habitnya pada sekum ayam, itik, unggas dan kalkun.
Siklus Hidup
Di alam bebas telur berkembang dan mencapai tahap infektif (L2) dalam
waktu 14 hari. Penularan terjadi bila telur infektif termakan oleh unggas, maka
dalan usus ayam menetas dalam waktu 1-2 jam. Sampai hari keempat cacing
muda sangat erat dengan mukosa sekum dan menimbulkan kerusakan pada
kelenjar epitel. Selanjut menjadi L3 ( 6 hari) dan L4 (Hari ke 10) dan dewasa.
Patogenesis
Pengaruh langsung dari H. gallinarum tidak begitu berarti kecuali dalam jumlah
yang banyak. Terjadi penebalan mukosa sekum serta perdarahan. Yang lebih
berbahaya karena cacing ini merupakan vektor protozoa Histomonas
Meleagridis yang menyebabkan Blachead atau enterohepatitis pada kalkun .
protozoa ini hidup lama dalam telur H. gallinarum.
Diagnosa : menemukan telur cacing dalam feses
9
Pertanyaan :1. Kenapa ascariasis pada babi dapat terjadi milk spot pada hati ?2. Bagaimana dampak ascariasis pada anjing ?3. Apa yang dimaksud visceral larva migran ?4. Apa perbedaan patogenesis ascariasis pada ayam dan babi ?5. Bagaimana cara mencegah infeksi prenatal pada anjing ? 6. Mengapa pada pedet bisa timbul gejala dehidrasi ? 7. Bagaimana cara penularan ascariasis ?
OXYURIASIS
Oxyoriasis merupakan penyakit pada kuda yang disebabkan oleh O. equi, dimana
habiat cacing ini pada sekum dan kolon kuda.
Kuda terinfeksi apabila makan atau minun yang tercemar telur infektif.
Patogenesis : pada saat cacing betina bertelur akan mengeluarkan cairan lengket
yang keluar bersama telur, yang dapat menimbulkan kegatalan disekitar anus.
Kegatalan ini mengakibatkan kuda menggosok-gosokkan pangkal ekornya pada
tembok atau kandang, pohon atau apa saja. Pangkal ekornya menjadi gundul atau
lecet dan keadaan ini mengundang infeksi sekunder. Larva IV memakan mukosa
usus, sedang dewasa mengambil makanan dari isi usus.
Gejala Klinis : kegatalan sekitar anus, hewan gelisah, nafsu makan terganggu
sehingga kondisi menurun. Kuda menggosok-gosokkan pangkal ekor sehingga
bulu disekitar anus rontok.
Diagnosis : gejala klinis (kegatalan) dan ditemukan telur cacing
Pengobatan : Piperazine 400 mg/kg bb, Thiabendazole 100 mg/kg bb.
ANCYLOSTOMIASIS
Ancylostomiasis merupakan penyakit parasit yang disebabakan oleh
cacing Ancylostoma sp. yang dapat menyerang anjing dan kucing. Cacing
Ancylostoma canium predeleksinya pada usus halus.
10
Pertanyaan :1. Bagaimana gejala klinis yang khas pada Oxyoriosis ? dan mengapa bisa
terjadi gejala tersebut ?
Cara Penularan
Cara penularan Ancylostomiasis pada anjing dapat dilakukan dengan
beberapa cara :
1. Infeksi per. Oral. Larva infektif (Larva stadium 3) dimakan bersama makanan
dan minuman.
2. Infeksi dengan menembus kulit. Larva yang aktif menembus kulit ataupun
menembus membrana mukosa mulut dan mencapai pembuluh-pembuluh balik
yang kecil kemudian bersama aliran darah menuju jantung dan mengalami
migrasi peredaran darah kemudian menuju paru-paru dan disana mengalami
pergantian kulit (L4) dan melalui trakea tertelan sampai di usus menjadi
dewasa. Cacing dewasa mengkaitkan diri pada mukosa usus halus dan
menghisap darah.
3. Infeksi prenatal. Pada hewan bunting, infeksi prenatal bisa terjadi bila larva
memasuki aliran darah hewan bunting dan mencapai foetus. Larva akan tetap
tinggal didalam tubuh foetus sampai dilahirkan, kemudian akan berkembang
menjadi cacing muda didalam usus halus anjing.
4. Infeksi laktogenik. Larva stadium 3 ancylostoma yang bersifat dormant
didalam otot akan menjadi ineksius pada saat laktasi.
Pathogenesis
Cacing dewasa di dalam usus halus penderita akan mengkaitkan dirinya
pada mukosa usus halus induk semang, dan menghisap darah. Cacing tidak
tinggal di satu tempat untuk bebarapa lama, tetapi cenderung berpindah-pindah
mengkaitkan dirinya pada mukosa usus disebelahnya. Dalam satu hari seekor
cacing dewasa menghisap darah sekitar 0,001-0,2 ml. Cacing juga mengeluarkan
zat anti koagulan yang menyebabkan darah tetap mengalir beberapa lama dari
tempat cacing mengkaitkan dirinya.
Akibat dari cacing tersebut akan dapat menyebabkan anemia pada induk semang
dan nekrosa pada tempat-tempat cacing mengkaitkan dirinya. Anemia yang
ditimbulkan bersifat mikrositik hipokromik dan terjadi defesiensi zat besi dan
11
protein, selanjutnya bila infeksi berat terjadi hypopriteinemia yang dapat
menyebabkan terjadinya oedema pulmonum.
Bekas luka karena kaitan cacing pada membrana mukosa usus sering diikuti
dengan terjadinya sekunder oleh bakteri, sehingga menimbulkan enteritis yang
ditandai dengan diare berdarah dan berlendir.
Pada infeksi melalui kulit dapat terjadi reaksi lokal pada tempat masuknya
larva berupa adanya kemerahan dan tampak vesikel kecil. Migrasi larva pada
paru-paru mengakibatkan perdarahan bintik-bintik atau perdarahan yang lebih
luas. Radang paru-paru disertai perdarahan ditimbulkan sebagai akibat dari larva
infektif, ketika larva meninggalkan sirkulasi darah ke alveoli. Bila alveoli ditutupi
oleh perdarahan yang banyak maka berakibat fatal bagi induk semang.
Pada infeksi akut terutama pada infeksi prenatal pada anjing baru lahir,
kematian bisa terjadi tanpa didahului dengan gejala klinis.
Cutaneus larva migran : larva cacing Ancylostoma caninum infektif menembus
kulit manusia, tetapi tidak memasuki aliran limfe dan darah. Larva tinggal dalam
kulit, memasuki lorong-lorong intrakutan yang berkelak-kelok selama 2-8
minggu. Kondisi tersebut disebut Creeping eruption. Tempat jendolan berisi
larva terasa gatal. Larva tidak menjadi dewasa dan diabsorpsi oleh jaringan kulit.
Gejala Klinis
Bentuk gejala klinis ancylostomiasis dibedakan menjadi :
a. perakut : terjadi pada anak anjing baru lahir dimana infeksinya melalui
colostrum. pada keadaan ini anjing dengan gejala mukosa pucat, diarhe
berdarah dan terjadi kematian secara mendadak. Telur cacing belum bisa
ditemuka pada feses.
b. Akut : terjadi infeksi larva infektif secara tiba-tiba dalam jumlah besar.
Beberapa telur ditemukan pada feses tetapi gejala klinis muncul sebelum telur
cacing nampak dalam feses.
c. Khronik : tanpa gejala klinis yang khas. Diagnosis berdasarkan telur yang
ditemukan dalam feses. Terjadi penurunan jumlah erythrocyte, Hb dan PCV.
12
Gejala klinis tidak selalu menyertai setiap infeksi dari ancylostoma sp. dan
biasanya erat hubungannya aktivitas dan habitat dari parasit yang bersangkutan.
Diarhe berdarah yang disertai cairan lendir sebagai akibat adanya cacing pada
usus halus disertai infeksi sekender dari bakteri. Dermatitis akibat penetrasi larva
pada kulit disertai infeksi sekender. Bila larva berdiam dalam saluran pernafasan
dan paru-paru maka timbul gejala sesak nafas sebagai akibat radang saluran
pernafasan dan paru-paru. Bila penyakti berlangsung kronis maka induk semang
mengalami dehidrasi, lemah, kurus, dan konjungtiva pucat karena anemi.
Diagnosis
- melalui pemeriksaan faeses dengan menemukan telur cacing.
- Melihat tanda klinis
Resistensi Host terhadap Ancylostomiasis :
a. kemampuan untuk membatasi jumlah cacing dewasa didalam usus halus yang
dipengaruhi oleh umur, premunition dan kekebalan yang diperoleh.
b. Kemampuan tubuh mengkompensasi darah yang hilang akibat cacing
menghisap darah dalam usus halus. Keadaan ini dipengaruhi oleh kapasitas
hematopoitic dan keadaan nutrisi individu dan faktor stress.
Pengobatan
- Pyrantel pamoat, diberikan secara oral : 15 mg/kg bb
- Mebendazole, secara oral : 22 mg/kg bb per hari selama 5 hari
- Albendazole secara oral : 5 mg/kg bb
- Ivermectine secara sub kutan 200 ug/kg
13
Pertanyaan : 1. Apa akibat dari migrasi larva ancylostoma sp. pada anjing ?2. Apa akibat dari cacing dewasa ancylostoma sp pada anjing ?3. Kenapa gejala diarhe berdarah terjadi pada ancylostomiasis ?4. Apa yang dimaksud anemi mikrositik hipokromik ?
DIROFILARIASIS
Dirofilariasis pada anjing adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh cacing
Dirofilaria immitis atau sering disebut dengan cacing jantan, cacing berukuran 12-
16 cm untuk yang jantan dan yang betina 25-30 cm. Cacing betina dewasa
mengeluarkan larva yang disebut Mikrofilaria kedalam aliran darah dan
mikrofilaria ini akan tetap aktif selama 1-3 tahun, akan tetapi tidak mampu
berkembang menjadi dewasa sebelum terhisap oleh induk semang antara yaitu
sebangsa nyamuk penghisap darah seperti Aedes sp., Culex sp. Predeleksi cacing
dewasa pada jantung yaitu ventrikel kanan, arteri pulmonalis dan vena cava.
Biasanya penyakit ini terjadi pada daerah panas dan lembab, dimana tempat ini
sangat cocok bagi perkembangan nyamuk.
Hewan peka : Anjing, kucing, serigala dan rubah
Siklus hidup.
Cacing betina dewasa mengeluarkan larva (mikrofilaria) kedalam aliran darah,
mikrofilaria ini akan aktif selama 1-3 tahun, akan tetapi tidak mengalami
perkembangan lebih lanjut, sampai terhisap oleh Hospes intermidier (HI) yaitu
beberapa jenis nyamuk (Aedes aegypti, A.sollicitans, culex salinarius). Didalam
tubuh nyamuk terjadi perkembangan mikrofilaria menjadi L3 bersifat infeksius
dan larva ini berubah dalam tubuh nyamuk selama 2 minggu. kemudian saat
nyamuk menghisap darah host maka mikrofilaria akan terbebaskan selanjutnya
akan berpredeleksi pada jaringan sub kutan, sub serosa atau fascia intramuskuler
sampai 2-3 bulan yang menyilih menjadi L4 dan setelah itu menuju ke organ
predeleksi yaitu jantung.
Cara penularan
Penularan penyakit ini dari anjing terinfeksi ke anjing sehat adalah melalui gigitan
nyamuk. Jika nyamuk menggigit anjing, maka pada saat nyamuk menghisap
darah, yang mana larva infektif tertarik oleh panas/suhu tubuh dan membuat jalan
14
bawah melalui probocis dan masuk kedalam darah induk semang. Larva
mikrofilaria yang masuk kedalam tubuh anjing akan berkembang biak dalam
tubuh anjing dan menjadi dewasa pada jantung dan arteri pulmonalis 6 sampai 7
bulan. Anjing berumur 6 bulan baru bisa dilihat adanya cacing jantung dewasa.
Patogenesa
Tingkat keparahan cacing jantung tergantung dari seberapa banyak dan seberapa
lama mereka berada dalam tubuh dan bagaima sistem kekebalan tubuh bereaksi
terhadap cacing. Adanya cacing jantung pada arteri pulmonalis menyebabkan
reaksi peradangan dan dapat menyebabkan penggumpalan darah. Juga
mengakibatkan kebocoran pada arteri yang akhirnya cairan keluar dan masuk
kedalam jaringan (Oedema pulmonum). Kemungkinan dapat terjadi hipertensi
paru-paru karena adanya pembesaran ventrikel kanan akibat jantung bekerja lebih
cepat memompa darah untuk melawan tekanan.
Jika cacing dalam jumlah banyak, kemungkinan bisa memenuhi atrium kanan dan
vena cava caudal sehingga akan mengakibatkan gangguan sirkulasi darah ke
jantung, ini mengakibatkan perubahan pada sel-sel darah merah dan sistim
pembekuan darah. Sistem kekebalan (immun) bisa dirusak oleh mikrofilaria
sehingga hasil tes serologis negatif.
Terjadi peradangan pada jantung (endometritis), juga dapat menyebabkan emboli
dan thrombus oleh cacing yang hidup maupun yang telah mati pada arteri
pulmonalis. Pada infeksi yang berat akan menyebabkan distres (kesulitan
sirkulasi), terutama karena gangguan mekanis cacing dewasa. Juga dapat terjadi
gangguan fungsi katup terio ventrikuler yang akibatnya terjadi cirrhosis
kongestive hati dan ascites. Dilatasi dan hipertropi ventrikel kanan akibat dari
cacing. Pada arteri pulmonalis dapat menimbulkan endarteritis.
Gejala klinis
Gejala klinis bervariasi tergantung derajat keparahan infeksi dan lokasi parasit.
Gejala klinis yaitu gangguan sirkulasi, kesulitan bernafas (respirasi). Batuk dan
cendrung menjadi cepat lelah, anemi, acites, oedema, adanya kegagalan jantung
15
akan timbul gejala sesak nafas. Anemia disebabkan oleh destruksi sel darah dalam
sirkulasi darah..
Patologi Anatomi
- pada jantung kanan dipenuhi cacing diliputi gumpalan darah yang membeku
- endokardium menebal dan meradang
- paru-paru memperlihatkan nekrose dengan foki kecil
- endarteritis pada arteri pulmonalis menyebabkan penyempitan pembuluh
darah arteri
Diagnosa
Diagnosa dirofilariasis dapat dilakukan dengan menemukan mikrofilaria secara
langsung pada aliran darah penderita. Teknik yang bisa digunakan untuk
mendiagnosa mikrofilaria dalam darah antara lain dengan preparat basah, teknik
modifikasi knott, metode aceton dan teknik kapiler hematokrit. Selain itu dapat
digunakan pemeriksan serologis dengan ELISA.
Pencegahan
Hewan penderita merupakan sumber infeksi bagi hewan lainnya. Tindak
pencegahan paling baik adalah kontrol terhadap nyamuk yang bertindak sebagai
vektor (hospes intermidier).
Pengobatan
Diethyl carbamazin : 25 mg/kg bb 3 kali 1
Levamisole hidrochlorida 10 ml/kg bb 2x1 hari selama 8 hari.
Ivomec 0,2 mg/kg bb.
16
Pertanyaan :1. kenapa terjadi gejala gangguan sirkulasi pada dirofilariasis ?2. bagaima cara mendiagnosis penyakit ini ?
THELAZIASIS
Thelaziasis merupakan Suatu Penyakit cacing mata yang disebabkan oleh
Thelazia sp. dan dapat menyerang berbagai jenis ternak. Thelazia sp. yang banyak
menyerang ternak sapi adalah TheLazia rhodisii, T. glukosa dan T. Skrijabini
(Soulsby, 1982).
Thelazia merupakan cacing berwarna yang berwarna putih yang jantan memiliki
14 pasang papillae prekloaka dan 3 pasang papillae kloaka. Panjang tubuh yang
jantan 7-13 mm, yang betina adalah 12-18 mm.
Sikus hidup
Siklus hidup Thelazia sp. adalah tidak langsung yaitu memerlukan induk
semang antara lalat Musca larvipara dan Musca confexifronts. Lalat ini tercemar
oleh larva saat menghisap air mata sapi penderita. Larva ini kemudian masuk ke
dalam perut lalat, disini larva berkembang menjadi larva II dengan [anjang badan
3,6-4 mm. Selanjutnya berkembang menjadi larva III yang merupakan larva
infektif dengan panjang badan 5,06 – 7,9 mm. Perkembangan dalam tubuh lalat
memerlukan waktu 15 – 20 hari. Larva III selanjutnya meninggalkan folikel
ovarium menuju bagian mulut lalat dan akhirnya pindah kepada induk semang
definitif ( sapi ) dan cacing dewasa akan timbul dalam waktu 20-25 hari.
Phatogenesa
Terjadi infeksi cacing mata Thelazia sp. dapat terjadi pada salah satu mata atau
kedua mata. Pada hari ke-3 atau ke-4 setelah infeksi oleh larva cacing dapat
terjadi konjungtivitis ringan disertai lacrimasi. Pada perkembangan selanjutnya
dapat mengakibatkan kongesti konjungtiva dan photobia. Bila keadaan ini
dibiarkan dapat kekeruhan kornea, konjungtiva membengkak karena adanya
penyumbatan duktus lakrimalis oleh nanah.
17
Pathologi Anatomi
Apabila serangan cacing mata tidak segera mendapatkan pengobatan maka
akan terjadi peradangan yang meluas pada konjungtiva dan menyebabkan
keratitis, ulserasi kornea yang dapat melanjut mewnjadi kerusakan lensa dan iris
mata. Pada serangan yang cukup parah kornea akan mengalami fibrosis yang
bersifat permanan.
Epidemiologi
Kejadian thealaziasis di indonesia pada ternak sapi sudah banyak
dilaporkan, bahkan masalah yang timbul akibat infeksi parasit ini pernah
dilaporkan di kupang NTT, Bali dan Timor Timur. Penularan penyakit ini
tergantung oleh induk semang antara dari lalat yaitu Musca larvipara dan Musca
convexifronts. Pada saat terjadi peningkatan kasus Thealaziasis pada ternak.
Gejala Klinis dan Diagnosa
Gejala Klinis terlihat adanya lakrimasi, kemerahan dan pembengkakan
konjungtiva, photophobia dan beberapa kasus terjadi keratitis dan keadaan
melanjut dapat terjadi kebutaan.
Diagnosa didasarkan atas ditemukan cacing Thelazia sp. pada kantung
konjungtiva dengan jalan membuka kedua kelopak mata.
Pengobatan dan pengendalian
Pengobatan serangan cacing mata Thelazia sp. pada sapi, ada beberapa
obat yang disarankan, antara lain :
(1) Piperazin 3% diteteskan pada mata yang terinfeksi.
(2) Larutan Boric acid 3% diteteskan pada mata.
(3) Tetramizole 15 mg/kg bb.
Pencegahan dilakukan penyemprotan secara teratur untuk membasmi
vektor penyebab penyakit ini.
18
OXYSPIRURIASIS (CACING MATA PADA AYAM)
Penyakit cacing mata pada ayam disebabkan oleh cacing Oxyspirura mansoni,
dimana cacing ini berpredeleksi pada mata dibawah membrana nictitans ayam,
didalam kantung konjungtiva.
Cara Penularan
Penularan dari penyakit ini adalah secara tidak langsung melalui induk semang
antara, yaitu sebangsa kecoa (Pycnoscelus surinamensis). Ayam terinfeksi bila
memakan kecoa mengandung larva cacing.
Patogenesa dan gejala klinis
Adanya cacing pada mata akan menyebabkan iritasi pada mata sehingga keluar
cairan air mata. Pada infeksi berat terjadi radang konjungtiva, kekeruhan kornea,
mata membengkak dan ditutupi eksudat dan nanah. Pada keadaan yang melanjut
ayam akan lemah, nafsu makan menurun dan ayam menjadi buta.
Diagnosa
- menemukan cacing didalam kanjungtiva dengan membuka kelopak mata
- pemeriksaan feses untuk menemukan telur cacing.
Pengobatan dan pencegahan
Mengeluarkan cacing dari mata dengan pinset setelah mata ditetesi dengan bahan
pembius untuk mata. Tetesan asam borat 2-3% dan Tetramisole 10% dengan tetes
mata. Pencegahan dilakukan dengan mencegah ayam memakan induk semang
antara dan pemberantasan induk semang antara.
Pertanyaan : 1. bagaimana cara mencegah dan mengobati penyakit cacing mata pada sapi ?2. kenapa bisa terjadi kebutaan pada thelaziasis ?
19
HABRONEMOSIS
Habronemosis merupakan penyakit cacing Nematoda yang dapat menyerang kuda
dan disebabkan oleh Habronema sp. dengan predeleksi cacing pada lambung
kuda.
Etiologi : Habronema muscae
: Habronema megastoma
: Habronema microstoma
Cara Penularan : Penularan dari Habronemosis adalah secara tidak lansung yaitu
melalui induk semang antara dari lalat (musca domestica dan Stomoxys
calcitrans).
Siklus hidup : cacing dewasa pada lambung kuda akan mengeluarkan telur atau
larva melali faeses, kemudian dimakan oleh induk semang antara dari larva lalat
dan perkembangan terjadi di dalam tubuh lalat. Apabila larva lalat dimakan atau
diletakkan pada bagian luka dari kuda maka kuda terinfeksi.
Phatogenesa
Gastritis habronemiasis : H. megastoma didalam lambung kuda menyebabkan
tumor atau pembengkakan besar pada dinding lambung yang mempunyai satu
atau lebih rongga berisi cacing. Tumor yang terbentuk ini akibat cacing masuk ke
dalam sub mukosa lambung dan membentuk nodul bulat dan terjadi jaringan
granulasi, kemudian terjadi infiltrasi sel. Nodul- nodul ini bertambah besar
menyerupai tumor dan dapat menonjol ke dalam lumen lambung, sehingga dapat
mengganggu fungsi lambung. Spesies lain hidup bebas di dalam lambung dan
penetrasi ke dalam mukosa sehingga menghasilkan iritasi yang mengakibatkan
gastrisis chatral chronic dengan membentuk banyak mukus. Juga menghasilkan
ulcer sehingga dapat terjadi perdarahan.
20
Cutaneus habronemiasis : disebabkan larva habronema sp. yang diletakkan
didalam luka yang ada pada bagian tubuh kuda oleh lalat infektif. Larva ini tidak
dapat ditembus kulit dan secara alami larva pernah ditemukan didalam luka.
Orbital habronemiasis : lesi pada orbit muncul akibat ulcer pada membran
nictitan atau kulit disekitar mata sehingga terjadi lacrimasi.
Gejala klinis :
Apabila tumor dekat pylorus dapat menutup shpincter dan mengganggu
pencernaan. Cutaneus habronemiasis dapat terjadi pada bagian dari badan seperti
kaki, daerah sekitar mata dan ekor. Gejala klinis lain anemia, serta kematian tiba-
tiba akibat kehilangan darah akut. Bottle jow, kadang diarhe ditemukan pada
beberapa kasus.
Perubahan anatomi :
- degradasi dari lemak, viscera pucat/membrana mukosa pucat, anemia, cacing
ditemukan pada lambung, terjadi ulcer dan cacing terlihat pada ulcer.
Diagnosa :
- melihat gejala klinis berupa anemia
- pemeriksaan faeses
- menemukan cacing
Pengobatan
- Carbon bisulphide : 5 ml/100 kg
- Sodium bikarbonat 2% 8-10 liter
Kontrol
- Sanitasi kandang
- Kontrol lalat
21
HAEMONCHIASIS
Haemonchiasis merupakan penyakit parasit yang disebabkan oleh cacing
Haemonchus contortus. Cacing ini merupakan cacing berkati dan menghisap
darah, yang sering disebut cacing rambut dan berparasit pada lambung kambing
dan ruminansia lainnya.
Cara penularannya :
Ternak kambing, sapi dan ruminansia lainnya terinfeksi karena memakan rumput
yang tercemar larva terinfeksi dari cacing Haemonchus contortus.
Siklus hidup
Telur cacing yang dikeluarkan oleh penderita melalui faeses saat defikasi, maka
setelah 24 jam telur akan menetas menjadi L1 dan selanjutnya berkembang
menjadi L2 dan L3. Stadium L3 yang bersifat infeksius akan merayap keatas daun
atau rumput-rumputan serta dapat hidup beberapa minggu- bulan jika kondisi
tetap mendukung. Hospes definif terinfeksi jika memakan rumput yang tercemar
larva infektif dan selanjutnya larva akan menyilih menjadi L std 4 dan menempel
atau masuk pada sub mukosa abomasum untuk menghisap darah. L4 menyilih
menjadi L5 (dewasa) dalam abomasum dan menghisap darah.
Petogenesa
Ternak kambing, sapi dan domba yang memakan larva infektif
Haemonchus contortus,di dalam abomasumnya larva cacing akan melepaskan
selubung tubuhnya, kemudian akan membuat lubang pada abomasum dan
menetap disana. Kemudian larva tersebut akan mengalami perkembangan menjadi
stadium ke empat yang mulai mengisap darah sehingga terjadi bercak-bercak
darah ditempat larva menempel. Infeksi cacing ini pada induk semang
menyebabkan banyak kehilangan darah dengan rata-rata darah yang hilang adalah
sekitar 0,05 ml per parasit per hari. Adanya cacing dewasa yang hidup bebas pada
22
abomasum dan melekat pada mukosanya, menyebabkan terjadinya luka-luka pada
dinding abomasum akibat dari tusukan bucal lancetnya yang menembus mukosa
abomasum untuk menghisap darah. Cacing ini mengeluarkan zat anti pembekuan
darah ke dalam luka gigitan sehingga darah akan terus mengucur dari bekas
gigitan cacing. Selain itu adanya cacing dewasa pada abomasum akan
menyebabkan iritasi pada abomasum sehingga daya cerna dan daya serap
abomasum terhadap protein, kalsium dan pospor menjadi berkurang.
Gejala klinis
Gejala klinis yang dapat ditimbulkan oleh penyakit ini tergantung dari
tingkat infeksi. Bila infeksinya tinggi gejala klinisnya yang terlihat berupa
gangguan pertumbuhan, kekurusan, anemi, nafsu makan menurun dan kadang-
kadang timbul diarhe. Pada kasus kronis terjadi anemi, hypoproteinnemia dan
oedema diantara tulangrahang bawah (botle jaw).
Perubahan anatomis
Perubahan anatomis yang tampak adanya lesi pada abomasum, mukosa
abomasum bengkak dan haemorrhagis. bila bersifat khronis akan terlihat karkas
kurus, nukosa abomasum menebal terjadi inplamasi dan ulserasi. Mukosa
abomasum mengalami iritasi hebat maka akan terjadi atropi, degenarasi dan
anemi dan dapat ditemukan gumpalan darah pada mukosa abomasum.
Diagnosa
Diagnosadapat ditegakkan dengan melihat tanda klinis penyakit, yang kemudian
dilanjutkan dengan pemeriksaan tinja untuk menemukan telur cacing.
Pengobatan
- Mebendazole 15 mg/kgbb, levamizole, ivermectine dan Albendazole.
Pertanyaan : kenapa anemi dan odema bisa terjadi ?
23
STRONGYLOSIS
Merupakan penyakit parasit yang umumnya menyerang bangsa kuda dan
disebabkan oleh Strongylus sp. ( S. equinus, S. edentatus, S. vulgaris). Predeleksi
cacing ini pada caecum dari kuda.
Penularan
Kuda terinfeksi cacing ini bila memakan rumput yang tercema larva
infektif.
Pathogenesa
Cacing strongylus sp. yang mempunyai buccal capsul besar
merusak/mukosa dinding usus besar dan aktif menghisap darah, merusak epithel
usus dan menyebabkan ulserasi-ulcerasi kecil berdarah akibat perlekatan cacing
dewasa pada mukosa usus besar.
Migrasi larva (std 3 dan std 4) menimbulkan lesi pada mukosa usus halus dan usus
besar. Juga lesi pada sistem arterial di daerah kranial arteri mesentrika (larva S.
vulgaris). Peradangan terjadi pada lapisan media dan menimbulkan endarteritis
dan pembentukan trombus. Trombus ini berbahaya bila terjadi di daerah pangkal
arteri. Infeksi fatal disebabkan 4000 larva dengan perdarahan yang meluas pada
hati dan pankreas. Migrasi larva ke ruang peritonium menimbulkan perdarahan
pada hati, peritonitis dan pankreas.
Infeksi berat terjadi anemia dengan tipe normorkromik normositik dihubungkan
penurunan kemampuan hidup sel darah merah dan meningkatkan katabolisma
albumin.
Gejala klinis
Dipengaruhi oleh beberapa faktor : jumlah larva yang menginfeksi, umur kuda
dan daya tahan tubuh. Gejala klinis yang terlihat anemi, kelemahan kekurusan dan
diarhe. Gejala kolik dan enteritis ganggern disebabkan oleh s. vulgaris.
24
Diagnosa
- gejala klinis
- pemeriksaan faeses
pengobatan
- Phenothiazine 66 mg/kg bb
- Pyrantel tartrat 110 mg/kg bb
- Thiabendazole 200 mg/kg bb
OESOPHAGOSTOMIASIS
Oesophagostomiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh
Oesophagostomiasissp. Yang dapat menyerang ternak sapi, kambing, domba dan
babi. Cacing ini predeleksinya pada bagian caecum dari ternak tersebut.
Etiologi : Kambing, domba ---------- : O. columbionum dan O. venolusum
: Sapi ------------------------- : O. radiatum
: Babi ------------------------- : O. dentatum
Cara penularan : melalui makanan/minuman yang tercemar larva infektif.
Pathogenesis :
Setelah larva infektif dimakan akan menembus dinding usus dari phylorus
ke rectum dan mengambil untuk perkembangan dari larva, sehingga adanya larva
pada mukosa usus akan menimbulkan rangsangan yang akan menimbulkan reaksi
25
Pertanyaan :1. kenapa S. Vulgaris dianggap paling patogen ?2. apa dampak infeksi strongylosis pada kuda ? jelaskan
pada tubuh host ( reaksi imunologis) sehingga membentuk nodule pada jaringan
sub mukosa, dimana larva mengalami ecdisis di dalam nodule. Pembentukan
nodule pada usus halus akan dapat mengganggu peristatik usus. Nodule dapat
ditemukan pada dinding usus halus dan usus besar sedangkan cacing dewasa
terdapat pada colon sehingga dapat menimbulkan iritasi pada dinding colon dan
terjadi diarhe.
Beberapa nodul pecah dan berdarah, yang menunjukkan larva kembali ke
lumen usus untuk menjadi dewasa. Larva didalam nodul menghasilkan abses kecil
yang berisi leukosit dan usus akan mengalami peradangan dan oedema. Pada
hewan muda ditemukan sedikit nodul dan pada hewan tua ditemukan banyak
nodul yang menunjukkan adanya kekebalan. Nodul pada usus halus dan besar
akan mengganggu penyerapan dan peristaltik usus. Cacing dewasa akan
mengakibatkan penebalan mukosa dan menghasilkan lendir yang banyak.
Gejala klinis
Pada sapi, kambing dan domba terjadi kondisi tubuh menurun diarhe terjadi ketika
cacing muda keluar dari nodule pada dinding usus, kekurusan, faeses lunak yang
kadang-kadang berdarah bercampur mukus dan anemia.
Pada babi berat badan menurun, kadang menimbulkan kematian.
Perubahan anatomis
- kekururan, enteritis, nodule pada dinding ussu dengan ukuran bervariasi.
- Larva cacing dapat ditemukan di dalam nodule
- Cacing dewasa dapat ditemukan pada bagian anterior dari colon sehingga
mukosa menebal.
Diagnosis
- pemeriksaan faeses menemukan telur cacing (mirip dengan Hyostrongylus
rubidus)
26
Pengobatan
- Phenothiazine 600-700 mg/kg bb
- Albendazole 5 mg/kg bb
- Piperazine 125 mg/kg bb
Pencegahan
- Menghindari kepadatan ternak dan memisahkan ternak muda dan dewasa
- Sanitasi kandang
- Pengobatan secara reguler
TRICHURIASIS
Trichuriaris adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh cacing Trichuris sp.
yang dapat menyerang ternak sapi, kambing, domba, babi, dan anjing engan
lokasi parasit pada caecum.
Etiologinya :
T. suis ------ : pada babi
T. Ovis----- : kambing, domba dan sapi
T. vulvis--- : anjing
Cara penularan : penularan dari penyakit ini adalah secara langsung yaitu melalui
makanan yang tercemar telur infektif.
Pethogenesis
27
Pertanyaan : 1. kenapa bisa terjadi nodul pada penyakit ini2. kenapa makin meningkat kekebalan pada ternak terhadap penyakit
ini maka daya cerna makin jelek .?
Kerusakan yang ditimbulkan dari penyakti ini tergantung dari spesies yang
diserang. Pada manusia dan anjing dapat menyebabkan peradangan pada caecum.
Cacing menempel pada mukosa caecum dengan alat penghisap yang menembus
mukosa sampai pembuluh darah kapiler dan cacing ini menghisap makanan darah.
Kadang-kadang ditemukan perdarahan dan odema pad mukosa caecum. Bila
terjadi infeksi akut terjadi diarhe profus. Pada babi dilaporkan bahwa infeksi
cacing ini menyebabkan nekrosis, perdarahan dan oedema pada sekum babi
(terutama babi berumur 8-14 minggu).
Gejala Klinis
Pada infeksi berat terjadi gejala anemia, nafsu makan menurun, dehidrasi, diarhe,
lemah dan penurunan berat badan
Diagnosa
Melakukan pemeriksaan feses untuk menemukan telur cacing yang bentuk khas
dimana pada kedua ujungnya terdapat tonjolan (sumbat).
Pengobatan
- Levamisole 7,5 mg/kg bb
- Tetramisole : 15 mg/kg bb secara oral.
Pencegahan
Babi dipelihara dalam kandang dengan lantai terbuat dari beton. Bila digunakan
halaman bertanah maka pembuangan tinja harus secara teratur dan tempat
pembuangan tinja harus terbuat dari sumur beton yang tertutup agar tidak menarik
kumbang. Telur cacing ini sangat resisten terhadap kondisi lingkungan dan telur
infektif mampu bertahan pada lingkungan yang sesuai sampai beberapa tahun.
Pertanyaan : kelainanan apa yang ditimbulkan cacing ini pada caecum babi ?
28
GAVE WORM DISEASE
Gaveworm disease adalah penyakit cacing pada ayam yang disebabkan oleh
cacing syngamus trachea. Penyakit ini sering menyerang bangsa unggas seperti
ayam, mentog, bebek, angsa dan berbagai burung buas diseluruh dunia. Predeleksi
cacing ini pada tubuh hospes adalah pada trakea, bronkia dan paru-paru,
dimana cacing ini selalu dalam keadaaan copulasi antara jantan dan betina.
Cara Penularan
Penularan dari penyakit ini dapat secara langsung maupun tidak langsung. Secara
langsung adalah masuknya larva infektif melalui mulut atau menelan telur yang
mengandung larva infektif bersama makanan. Penularan secara tidak langsung
terjadi bila larva infektif ini dimakan oleh cacing tanah, siput, lalat dan arthropoda
lainnya. Didalam induk semang transport larva ini membentuk kista yang dapat
bertahan hidup berbulan-bulan dan ayam terinfeksi bila makan induk semang
transpor ini.
Patogenesa
Pada infeksi yang tinggi cacing ini dapat bermigrasi keparu-paru dan
menimbulkan kerusakan pada paru-paru (peneumonia) dan oedema. Pada trachea
cacing akan merusak mukosa trachea dan menghisap darah, sehingga
menyebabkan trachetis catharalis dan sekresi mukus yang berlebihan. Iritasi pada
trachea akan menimbulkan radang pada trachea dan mukos yang berlebihan akan
menggangu pernafasan ayam.
Gejala klinis
Gejala yang tampak akibat penyakit ini adalah pertumbuhan terhambat, ayam
yang terserang terutama ayam muda, lemah, kurus, sesak napas, ayam menguap
karena gangguan pernapasan, napas terengah-engah dan anemi.
29
Perubahan Anatomi
- karkas kelihatan kurus dan anemis
- cacing ditemukan pada bagian posterior dari trachea
- pada mukosa trachea ditemukan lendir yang bercampur dengan darah.
Diagnosa
Melihat gejala klinis dari ayam yang terinfeksi berupa menguap dan sesak napas,
menemukan telur cacing melalui pemeriksaan feses dan menemukan cacing jantan
dan betina yang membentuk huruf Y (selalu berkopulasi) didalam trachea.
Pengobatan dan Pencegahan
Pengobatan dilakukan dengan pemberian obat Thiabendazole dengan dosis 0,3 -
1,5 g/kg bb dan Mebendazole 0,01 %. Sedangkan pencegahan dilakukan dengan
menghindari kandang yang becek dimana cacing tanah dan siput dapat hidup
dengan baik, serta sanitasi kandang harus baik.
TRICHINOSIS
Trichinosis adalah penyakit yang disebabkan oleh larva cacing Trichinela spiralis.
Cacing dewasanya hidup dalam usus mamalia dan larvanya dalam jaringan otot
hospes yang sama. Hewan yang rentan adalah babi, tikus, beruang dan manusia.
Sapi, domba, kambing kurang rentan.
Siklus Hidup
30
Pertanyaan :1. bagaimana gejala klinis khas pada penyakit ini ? dan bagaimana hal
tersebut bisa terjadi pada ayam ?2. bagaimana peranan cacing tanah pada penyakit ini ?
Bila larva yang infektif termakan oleh hewan atau manusia, kapsul kistanya akan
lepas di usus halus. Larva yang terlepas akan masuk keselaput lendir usus dan
menjadi dewasa setelah 2 hari. Cacing yang sudah dewasa kelamin itu keluar dari
selaput lendir dan masuk kelumen usus dimana terjadi perkawinan. Setelah kawin
yang jantan segera mati dan yang betina setelah pembuahan masuk ke mukosa
usus sampai kesaluran limfe dan mengeluarkan larva. Larva akan mengikuti aliran
limfe terus keductus thoracicus yang kemudian mengikuti aliran darah dan
sesudah melewati paru-paru terus tersebar ke otot badan. Otot-otot yang banyak
mengandung larva adalah diafragma, lidah laring, mata, maseter, abdominalis dan
intercostae. Larva yang sudah mencapai otot ini mengubur diri dengan arah sejajar
dengan serabut otot, kemudian melingkar dan mengkista pada hari ke tujuh.
Setelah 30 hari larva berukuran 0,8-1 mm dan melingkar menyerupai huruf S
didalam kista, lama kelamaan terjadi pengapuran sehingga dinding kista makin
sempurna. Larva didalamnya bisa tahan 11 tahun pada babi dan 31 tahun pada
manusia.
Cara Penularan
Babi terinfeksi akibat makan tikus yang menderita trichinosis. Disamping itu tinja
tikuspun dapat infektif apabila tikus makan daging yang mengkista dan larvanya
dikeluarkan dalam keadaan tidak tercerna. Selain itu babi juga dapat sebagai
sumber infeksi bagi babi lain. Babi tertular biasanya bila diberikan makanan dari
sisa restoran yang tercemar daging babi yang mengandung lava infektif.
Gejala klinis
Gejala klinis ditimbulkan dipengaruhi oleh faktor-faktor sbb:
Jumlah cacing, besar dan umur hewan, otot yang diserang, daya tahan tubuh
hewan dan adanya penyakit lain. Gejala yang patogenitas adanya larva pada alat-
alat pernapasan yang dapat melumpuhkan alat pernapasan. Gejala yang jelas
(manusia) adalah diare, sakit otot, suara parau, oedema pada dahi dan tuli, cacing
ini memproduksi zat racun yang sangat berbahaya pada hewan.
31
Penyakit ini bersifat zoonosis, berbahaya bagi manusia pemakan daging babi.
Cacing dewasa pada usus dapat menimbulkan iritasi dan menyebabkan enteritis.
Perubahan anatomi.
Kelainan hanya terjadi pada tempat-tempat ditemukan kista.
Diagnosa
a. Metode Kompresi
Trichinosis dapat didiagnosa dengan menjepit sepotong daging yang diperoleh
secara biopsi atau otopsi diantara gelas obyek dan diperiksa dibawah
mikroskop atau trichinoskop.
b. Metode digesti
Metode digesti dengan menggunakan asam pepsin. Larutan asam pepsin ini
dapat menghancurkan otot, tetapi kistanya tetap utuh.
100 ml asam pepsin + 4 gram daging------- dibiarkan 1 jam 370 C-------
supermatanya dibuang dan endapan doperiksa adanya larva.
c. Metode serologik
Metoda ELISA dan Circum Larva Micro Presipitation Test
Cara kerja Circum Larva Micro Presipatition test adalah :
Tempat larva dalam serum hewan tersangka pada suhu 37 C, bila disekitar
larva itu terjadi penggumpalan pada serum antibodi, hasilnya positif.
Pencegahan
1. Memutuskan siklus hidup
a. pengobatan penderita
b. bahan makanan untuk babi yang berasal dari sisa dapur dan RPH harus
dimasak terlebih dahulu.
c. Pemeliharaan ternak secara intensif dan higiene
d. Meniadakan tikus yang berkeliaran di RPH dan kandang babi
2. pengawasan terhadap ternak potongan, terutama didaerah tertular
3. memasak daging dengan sempurna dengan suhu paling sedikit 65,6 C
32
4. RPH harus dilengkapi dengan kamar pendingin hal ini untuk pencegahan kiste
terhadap konsumen. Kiste pada tempratur-27 C selama 36 jam akan mati.
METASTRONGYLOSIS
Merupakan penyakit perasit pada ternak babi, disebabkan oleh cacing
Metatrongylus sp. berpredeleksi di dalam alveoli paru-paru. Babi dapat tertular
oleh larva infektif, ditandai oleh gejala bronchitis dan pneumonia. Metastrongylus
disebabkan oleh cacing Metastrongylus (apri, salmi dan pudendotectus), di
Indonesia disebabkan oleh M. apri. Cacing Metastrongylus sp. umumnya
menyerang babi, juga pernah dilaporkan menyerang rusa, domba, ternak lain dan
manusia.
Cara Penularan
Cacing Metastrongylus sp.dewasa akan bertelur, telurnya berada di dalam sputum
dan karena proses batuk maka telur akan tertelan dan keluar bersama tinja. Pada
lingkungan yang mendukung telur akan berkembang menjadi larva stad.3 yang
bersifat infektif, atau setelah keluar bersama tinja telur cacing akan termakan oleh
cacing tanah yang selanjutnya berkembang menjadi larva infektif. Penularan
terjadi apabila babi memakan cacing tanah yang mengandung larva std. 3, atau
apabila cacing tanah mati maka larva stadium 3 terbebas dan mencemari makanan
atau minuman dan merupakan sumber pencemaran.
Patogenesa dan Gejala klinis
33
Pertanyaan :1. bagaimana peranan tikus dalam penularan penyakit ini2. kenapa pada migrasi larva lebih berbahaya dari cacing dewasa ?3. bagaimana cara diagnosa dan pencegahan penyakit ini ?
Cacing dewasa yang hidup pada paru-paru akan menimbulkan kerusakan alveoli
sehingga dapat terjadi bronchitis dan pnemonia sehingga gajal klinis yang tampak
berupa batuk batuk, sesak nafas dan pertumbuhan terhambat terutama pada babi
muda. Kematian biasanya terjadi akibat infeksi sekender atau tersumbatnya
alveoli dan saluran saluran udara oleh cacing dewasa.
Diagnosa dan Pengobatan
Berdasarkan gejala klinis dan didukung oleh pemeriksaan laboratorium yaitu
menemukan telur cacing. Pengobatan dengan methyridine SC dengan dosis 44
mg/kg bb.
CAPILLARIASIS
Capillariasis merupakan penyakit parasit pada ternak yang disebabkan oleh
Capillaria sp. penyakit ini dapat menyerang ternak unggas dan mamalia.
Etiologi :
C. entomelas peredeleksi usus halus manusia
C. plica peredeleksi ginjal dan vesica urinaria
C. hepatica peredeleksi hati mamalia, rodent
C. aerophila peredeleksi bronchitis, trachea
Unggas C. caudinflata ------------- usus halus
34
Pertanyaan :1. jelaskan perbedaan terjadinya pneumoni pada metastrongylosis dengan
peneumoni pada ascariasis pada babi ?2. pada pemeriksaan feses telur cacing ini sering dikelirukan dengan telur
cacing apa ?
C. columbae --------------- usus halus
C. annulata ---------------- tembolok dan esophagus
C. contorta --------------- esophagus, tembolok
Cara penularan
Pada mamalia : penularan secara langsung melalui telur infektif
Unggas : penularan secara tidak langsung melalui hospes intermedier
cacing tanah
Patogenesis dan gejala klinis
Mamalia : Apabila terinfeksi ringan tidak menunjukkan gejala klinis. Pada
infeksi tinggi terjadi broncheitis kronis, bila terjadi infeksi skunder terjadi
broncho pnemonia sehingga gejala klinis terjadi sesak napas, kekurusan, leleran
hidung, anemi dan bulu kasar.
Unggas : infeksi berat menimbulkan peradangan pada usus halus sehingga timbul
gejala diare, kelemahan otot, kekurusan, anemi, pertumbuhan
terhambat dan fertilitas menurun.
Diagnosa : pemeriksaan feses untuk menemukan telur cacing.
Pengobatan dan pencegahan
- Methridine 200-400 mg per 100 ml air minum
- Pencegahan dengan sanitasi lingkungan yang baik.
STEPHANURIASIS
Stephanurisis merupakan penyakit pada cacing ginjal yang disebabkan oleh
stephanurus dentatus Cacing ini biasanya menyerang babi dengan organ
predeleksi pada jaringan lemak perirenal, pars pelvina dari ginjal, rinding ureter
dan kadang- kadang dijumpai pada organ abdome yang lain seperti hati, jantung.
Siklus hidup dan cara penularan
35
Cacing dewasa hidup berkumpul didalam atau dekat ginjal di tempat perhubungan
dengan ureter. Bila babi terinfeksi cacing ini yang dapat melalui dua jalan yaitu
secara oral dan melalui kulit. Secar oral bila memakan makanan yang tercemar
larva infektif atau dapat melalui cacing tanah sebagai pembawa penyakit,
sedangkan melalui kulit dengan larva infektif (L3) menembus kulit. Dari kedua
jalan infeksi, larva menuju ke hati dan bila secara per oral melalui pembuluh
darah porta dan dicapai sekitar 3 hari. Bila per kutan melalui paru-paru dan sistem
sirkulasi selama 40 hari. Dari hati akan menembus kapsul hait mencapai rongga
peritorium, kemudian mencapai jaringan perirenal dan menembus dinding ureter,
serta membentuk kiste yang melanjutkan menghubungkan diri dengan ureter.
Patogenesa :
Pada stadium migrasi larva, terjadi kerusakan dapat berupa nekrosis, fibrosis dan
abses pada organ hati dan pada jaringan lemak perirenal. Adanya peradangan akan
menyebabkan bentukan perlekatan pada peritonium dan pleura, serta pada paru-
paru larva cacing ada yang membentuk kista. Migrasi larva melalui sirkulasi darah
dapat mencapai spinal cord sehingga menimbulkan paralysis.
Gejala klinis : kelemahan, acites, barat badan menurun dan paralisis
Perubahan anatomi : fibrosis bentukan abses dapat terjadi pada jaringan lemak
perirenal, ureter dan abses pada hati.
Diagnosis : melalui pemeriksaan urine untuk menemukan telur cacing
Pengobatan : ivermectine 0,03 mg/kg bb Sc dan Fenbendazole 10 mg/kg secara
oral
BUNOSTOMIASIS
36
Pertanyaan :1. Pada Migrasi larva cacing akan menimbulkan dampak pada organ apa ?2. Kenapa pemeriksaan telurpada penyakit ini baru ditemukan pada babi
umur diatas 6 bulan.
Bunostomiasis merupakan cacing kait yang umumnya menyerang ternak
ruminansia terutama pada domba dan sapi. Cacing ini predeleksinya pada usus
halus ruminansia.
Etiologi :
- B. phlebotomum -------- sapi
- B. trigonocehalum------ domba
Cara penularan
cara penularan penyakit ini dapat melalui dua cara jalan infeksi :
a. Melalui kulit ---------- hewan dapat terinfeksi apabila larva infektif (L3)
menembus kulit dan larva akan melalui peredaran darah dan sampai pada usus
halus.
b. melalui makanan atau minuman yang tercemar larva infektif.
Patogenesa
Cacing dewasa dari Bonustomum sp. akan aktif menghisap darah sehingga induk
semang banyak kehilangan darah, sehingga akan tampak gejala anemi. Gejala
sekit akan nampak bila jumlah cacing yang menginfeksi berkisar 100 ekor cacing
dan kematian terjadi pada hewan yang muda bila jumlah cacing yang menginfeksi
berkisar 200 ekor. Iritasi pada usus halus akan menimbulkan keradangan pada
usus halus, sehingga gejala yang nampak berupa diarhe. Akibat cacing yang
menghisap darah, induk semang banyak kehilangan darah, maka terjadi
hypopreteinemia. Larva yang penetrasinya melalui kulit akan terjadi iritasi pada
kulit.
Gejala klinis dan diagnosa
37
Gejala yang timbul tergantung dari tingkat infeksi, bila terjadi infeksi berat maka
timbul gejala yang nampak berupa diare, anemi, kekurusan, kelamahan berat
badan menurun.
Diagnosa penyakit ini dapat melalui pemeriksaan feses untuk menemukan telur
cacing.
Pengobatan : fenbendazole, Albendazole, oxfendazole
STRONGYLOIDIASIS
Penyakit cacing ini dapat menyerang ternak sapi, kuda, babi dan anjing. Parasit
ini pada ternak yang disebabkan oleh genus Strongyloides sp. dengan
predeleksinya pada usus halus. Penyakit ini bersifat zoonosis ( anjing—ke
manusia ). Penyebaran penyakit ini hampir diseluruh dunia terutama pada daerah
beriklim tropis penyakit ini lebih sering terjadi.
Etiologi : Pada ternak Sapi penyakit disebabkan S. papillos, Kuda ( S. westeri),
Babi ( S. ransomi ) dan pada Anjing dan manusia (S. stercoralis).
Penularan : penularan penyakit ini pada ternak dapat melalui beberapa cara :
1. larva infektif menembus kulit
2. colustrum / air susu
3. larva infektif mencemari makanan (oral)
4. autoinfeksi (pada anjing dan manusia)
38
Pertanyaan :1. kenapa terjadi gejala anemi2. apa diagnosa banding penyakit ini pada sapi
Patogenesa dan gejala klinis
Infeksi Strongyloides umumnya moderat sampai asymtomatik . cacing dewasa
hidup dan menancap dalam pada membran mukosa usus halus sehingga dapat
menimbulkan kerusakan pada usus halus .
Tempat predeksi cacing ini adalah pada usus halus, cacing tersebut
terutama cacing betina akan menyebabkan iritasi serta peradangan pada mukosa
usus halus. Sel-sel epithel banyak yang pecah, kerusakan epithel tersebut akan
menyebabkan peningkatan permeabilitas mukosa usus halus sehingga
menyebabkan keluarnya protein plasma dari sistem sirkulasi ke lumen usus.
Penularan transmammary paling umum terjadi sehingga pada anak kuda
yang terinfeksi telur cacing ditemukan 10 hari - 2 minggu setelah lahir. Pada anak
babi 2-4 hari setelah lahir. Penularan S. ransomi terjadi melalui larva infektif
menembus kulit atau tertelan, tetapi penularan terpenting adalah penularan dari
induk ke anak melalui colostrum yang mengandung larva infektif. Gejala klinis
yang tampak diare berdarah (disentri), anemia, kekurusan, gangguan respirasi
dan pertumbuhan berhenti. Pada babi dewasa betina bila terinfeksi larva infektif
melalui kulit/oral maka larva cacing mengalami migrasi trachea dan dewasa
setelah 6 hari atau migrasi somatik dan larva terakumulasi/berkumpul pada
jaringan lemak didaerah mammae. Apabila terjadi rangsangan pada daerah
ambing, maka Larva cacing pada jaringan lemak ini akan dikeluarkan melalui
colustrum dan susu dan menularkan pada anak babi. Strongyloidosis pada anak
babi dapat bersifat akut terjadi enteritis dengan diarhe berdarah sehingga dapat
terjadi kematian anak babi sebelum sapih. Selama masa migrasi gejala klinis yang
nampak pada anak babi biasanya batuk-batuk, sakit pada bagian perut dan
kematian secara tiba-tiba. Pada anak babi yang menderita penyakit ini secara
tajam terjadi penurunan berat badan secara tajam.
Pada anjing periode prepaten berkisar 1 minggu. Pada kasus yang serius dapat
terjadi bronchopneumonia dan diarhe profus. Pada infeksi dalam jumlah besar
migrasi larva dapat terjadi perdarahan petichia pada paru-paru akibat pecahnya
capiler alveoli. Infeksi S. stercoralis pada manusia atau mungkin pada anjing
dapat terjadi seumur hidup karena penularannya dapat terjadi secara Autoinfeksi.
39
Ini dapat terjadi beberapa kasus dimana telur cacing yang mengandung larva 1
yang seharusnya keluar bersama feses menetas pada usus dan berkembang
menjadi larva filariform dan menembus dinding usus ( internal autoinfeksi) atau
melalui kulit daerah perianal (eksternal autoinfeksi).
Diagnosa : untuk mendiagnosa penyakit ini dapat dilakukan berdasarkan gejala
klinis yang nampak dan untuk menegakkan diagnosa dapat dilakukan
pemeriksaan feses secara mikroskopis untuk menentukan adanya telur cacing
yang khas dari Strongyloides sp. telur cacing yang khas ditandai dengan adanya
embrio (larva) di dalam telur, namun pada babi perlu dibedakan dengan telur
metastrongylus sp. (cacing paru pada babi ).
Pengobatan : ivermectine 0,2 mg/kg bb, Thia bendazole 100-150 mg/kgbb
selama 3 hari.. dan obat Benzimidazole, febanthel dan levamisol sangat efektif.
Program pengobatan pada induk sebelum melahirkan merupakan langkah efektif
untuk menekan terjadinya penularan dari induk ke anak. Ivermectine dan
doramectine terbukti efektif pada babi diberikan 16 hari sebelum induk
melahirkan.
40
Pertanyaan :1. sebutkan etiologi penyakit ini pada kuda, sapi, babi dan anjing.2. infeksi berat pada anak babi gejala klinis apakah yang muncul dan cara
penularan melalui apa ?3. kenapa pada pemeriksaan feses sering ditemukan larva cacing ?4. kenapa pada anak babi menularan terutama melalui colustrum ?
DIAGNOSIS HELMINTHIASIS
Pemeriksaan pada Hewan Hidup
Parasit cacing dapat ditemukan dalam hampir semua bagian dari tubuh
induk semangnya. Karena itu pemeriksaan pada hewan hidup harus dilaksanakan
seteliti mungkin, baik bagian luar maupun bagian dalam. Sebagian besar dari jenis
cacing tinggal dalam saluran cerna atau dalam alat tubuh yang berhubungan
dengan saluran pencernaan. Selama hidupnya parasit menghasilkan produk
biologis misalnya telur, yang keluar bersama tinja hospes. Karena itu diagnosis
harus disertai dan dikuatkan dengan pemeriksaan tinja.
Makin banyak cacing maka banyak pula telur yang dihasilkan tiap hari,
yang tercampur merata dengan tinja. Hospes mengeluarkan tinja dalam jumlah
yang kurang lebih tetap tiap hari, karena itu pemeriksaan tinja bukan hanya untuk
melihat ada tidaknya telur cacing, tetapi yang lebih penting lagi ialah untuk
menghitung berapa telur yang terkandung dalam tiap gram tinja hewan
yang diperiksa (TTGT). Banyaknya telur tiap gram tinja berkorelasi positip
dengan banyaknya cacing, sehingga ttgt menunjukkan derajat infeksi
Untuk keperluan diagnosis dan identifikasi cacing lebih meyakinkan tinja harus
dikirim ke laboratorium. Tinja yang dikirimkan perlu diawetkan agar telur cacing
tidak menetas dalam perjalanan. Bahan pengawet atau pencegah penetasan adalah
formalin 10 % atau fenol-glyserin yaitu campuran antara fenol, glyserin dan
akuades dalam perbandingan 1 : 5 : 94. Sedangkan pengawetan parasitnya
(cacing) dapat digunakan alkohol 70 % untuk keperluan identifikasi.
Pemeriksaan telur cacing (kualitatif) dapat menggunakan metoda natif, sedimen
dan pengapungan. Zat pengapung dapat digunakan antara lain : gula jenuh dan
garam jenuh. Fungsi zat pengapung untuk mengapungkan telur cacing, karena
berat jenis (BJ) cairan lebih tinggi dari BJ telur cacing.
41
Pemeriksaan telur cacing (metoda kuantitatif) untuk menghitung telur
cacing per gram tinja (ttgt) dilakukan dengan metoda Stoll dan Metoda Mc.
Master atau modifikasi Mc Master.
Faktor yang Mempengaruhi perhitungan telur (ttgt)
1. kepadatan atau konsistensi feses (tinja kering, lembek,encer)
2. banyaknya tinja yang dikeluarkan tiap hari oleh hewan sering kali berbeda.
3. Produksi telur harian tiap jenis cacing berbeda
4. Distribusi telur dalam tinja tidak selalu merata
5. Produksi telur cacing tua dan cacing muda berbeda.
6. Perbandingan antara cacing jantan dan betina
7. Reaksi immunologic dari cacing terhadap hospes .
Deteksi infeksi cacing melalui pemeriksaan feses tergantung produksi telur yang
dikeluarkan cacing. Kesalahan dalam diagnosa melalui pemeriksaan feses dengan
menemukan telur cacing dapat terjadi ( False negatif dan False positif).
Penomena False negatif : pada pemeriksaan feses tidak ditemukan telur cacing,
tetapi hewan tersebut sudah terinfeksi cacing. Hal ini dapat terjadi bila hewan
hanya mengandung cacing muda yang belum memproduksi telur. Dapat juga
terjadi bila sedikit cacing dewasa yang menginfeksi ( hanya jantan atau betina ).
Penomena False positif : pada pemeriksaan feses ditemukan telur cacing tetapi
hewan tersebut tidak terinfeksi cacing. Hal ini terjadi bila memakan telur cacing
yang belum infektif (unembryonated) contoh : Ascaris suum dan Trichuris sp.
Kerugian Akibat Infeksi Cacing :
Kerusakan tergantung : Patogenitas, derajat infeksi, habitat dan kondisi kekebalan
hospes. Beberapa kerusakan atau gangguan akibat infeksi cacing adalah :
1. Menghisap sari Makanan. Dan gannguan metabolisme umum (kurus )
2. Menimbulkan penyumbatan pada usus, saluran empedu dan pembuluh darah.
3. Tekanan pada syaraf oleh gelembung atau tumor
4. Menghisap darah /limfe hospes
5. Merusak selaput lendir usus hospes
6. Kerusakan jaringan organ tubuh hospes
7. Membuat luka yang memudahkan infeksi mikroorganisme patogen
42
8. Larva migrasi merusak organ/jaringan tubuh
9. Menimbulkan tumor atau nodul pada usus
10. Mengeluarkan zat toksis seperti haemosilin dan antikuagulan
Bahan Bacaan :
1. Georgi, J. R and Georgi, M. E (1990). Parasitology for Veterinarians. 5 th Ed. W. B. Saunders Company.
2. Soulsby, E.j.l (1982). Helminth, Arthropods and Protozoa of Domestic Animals. 7thEd. Bailliere Tyndall. W.B. Saunders. London.
3. Levine, N. D. (1990). Parasitologi Veteriner. Gadjah Mada University Pess Yogyakarta4. Urguhart, G.M, J. Amour, JL.Duncan, A. M. Dunn and F.W. Jennings, 1987.
Veterinary Parasitology. Departement of Veterinary Medicine. The University of Glasgow. Scotland.
5. Kusumamiharja, S. 1992. Parasit dan Parasitosis Pada Hewan Ternak dan Hewan Piaraan di Indonesia. Departemen pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan tinggi . Institut Pertanian Bogor.
43
top related