pentingnya amdal pesisir dalam perspektif pembangunan berwawasan lingkungan (studi kasus :...

Post on 07-Aug-2015

342 Views

Category:

Science

2 Downloads

Preview:

Click to see full reader

TRANSCRIPT

1

PENTINGNYA AMDAL PESISIR DALAM PERSPEKTIFPEMBANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN

(Studi kasus : Eksploitasi Sumberdaya Minyak)

Mujiyanto 1)1) Peneliti pada Balai Penelitian Pemulihan dan Koservasi Sumberdaya Ikan

PendahuluanSumberdaya wilayah pesisir dan laut, merupakan sumberdaya yang

bersifat open access dan common property sehingga setiap

orang/stakeholder berhak memanfaatkannya dengan tujuan memperoleh

economic rent. Pola pemanfaatan yang demikian cenderung mengarah

kepada deplesi sumberdaya, sehingga jika tidak ada upaya untuk menjaga

kelestariannya seperti konservasi dikhawatirkan terjadi scarcity

sumberdaya yang mengarah kepada kepunahan.

Indonesia sebagai negara kaya akan sumberdaya alam (baik

renewable dan non renewable) yang merupakan sumberdaya esensial

bagi kelangsungan hidup manusia. Kekayaan sumberdaya alam Indonesia

ini pula yang menyebabkan negara kita dijajah selama berabad-abad oleh

negara Belanda dan juga selama tiga setengah tahun oleh negara

Jepang. Salah satu sumberdaya alam yang kita miliki adalah tambang

minyak dan gas (MIGAS), yang termasuk dalam golongan sumberdaya

non renewable. Sektor migas merupakan salah satu andalan untuk

mendapatkan devisa dalam rangka kelangsungan pembangunan negara.

Penerimaan migas pada tahun 1996 mencapai 43 persen dari APBN, dan

pada tahun 2003 menurun menjadi 22,9 persen. Penurunan ini tampaknya

akan terus terjadi. Cadangan minyak bumi kita dewasa ini sekitar 5,8

miliar barel dengan tingkat produksi 500 juta barel per tahun. Apabila

cadangan baru tidak ditemukan dan tingkat pengurasan (recovery rate)

Catatan: Penyutingan dalam Daftar Pustaka : Mujiyanto, 2015. Pentingnya Amdal Pesisir DalamPerspektif Pembangunan BerwawasanLingkungan (Studi kasus : EksploitasiSumberdaya Minyak). Makalah FalsafahSains. Diakses pada ....tanggal....

2

tidak bertambah, maka sebelas tahun lagi cadangan minyak kita akan

habis. (Anonim, 2005)

Kegiatan eksploitasi minyak lepas pantai merupakan kegiatan

pengembangan eksploitasi minyak di wilayah pesisir dan laut, yang

diharapkan akan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan

fiscal dan ekonomi di sekitar lokasi kegiatan maupun yang mencakup luas

berupa pengembangan ekonomi yang berskala kabupaten, provinsi,

nasional dan internasional. Dalam PP. No. 27 tahun 1999 tentang Analisa

Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) Kepmeneg LH. No 17

Tahun 2001 tentang Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib

dilengkapi AMDAL dan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam UU.

No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dijelaskan

bahwa pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan yaitu

suatu upaya sadar dan terencana serta memadukan lingkungan hidup,

termasuk sumber daya ke dalam proses pembangunan untuk menjamin

kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan

generasi masa depan. Usaha pembangunan dengan mengeksploitasi

minyak di wilayah pesisir dan laut merupakan salah satu kegiatan yang

mewajibkan untuk melaksanakan AMDAL, karena kegiatan pembangunan

tersebut dapat memberikan dampak yang kompleks terhadap lingkungan

perairan pada khususnya dan lingkungan darat serta beberapa biota darat

lainnya.

Keragaman karakteristik minyak dan beberapa kejadian

pencemaran minyak di laut menunjukkan bahwa metodologi pemulihan

pencemaran bersifat site-specific (Xueqing et al., 2001). Ini adalah suatu

tantangan dalam upaya pemulihan pencemaran minyak di laut diperlukan

pre-studi setempat untuk menetapkan teknologi pemulihan yang tepat.

Teknologi pemulihan dapat dilakukan baik secara fisik, kimiawi, biologis,

maupun kombinasinya. Perbedaan penerapan teknologi pemulihan

memerlukan metode pemantauan dan evaluasi yang sesuai. Kesesuaian

antara pre-studi, penerapan teknologi, dan pemantauan berikut

3

evaluasinya akan menghasilkan kinerja yang efektif dan efisien dalam

pemulihan pencemaran minyak di laut.

Berdasarkan uraian diatas tulisan ini bertujuan untuk mengetahui

arti pentingnya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) terhadap

suatu rencana pembangunan di wilayah pesisir, dimana dalam tulisan ini

akan membahas tentang eksploitasi minyak di wilayah pesisir maupun laut

yang merupakan bagian dari langkah awal dalam usaha pengendalian

dampak pencemaran lingkungan.

Sumberdaya AlamFauzi (2004) menjelaskan bahwa sesuatu untuk dapat dikatakan

sebagai sumberdaya harus : 1) ada pengetahuan, teknologi atau

keterampilan untuk memanfaatkannya; dan 2) harus ada permintaan

(demand) terhadap sumberdaya tersebut. Dengan kata lain sumberdaya

alam adalah faktor produksi yang digunakan untuk menyediakan barang

dan jasa dalam kegiatan ekonomi. Secara umum sumberdaya alam dapat

diklasifikasi kedalam dua kelompok, yaitu :

a. Kelompok Stok (non renewable) yaitu Sumberdaya yang tidak dapat

diperbaharui (non renewable) atau terhabiskan (exhuastible).

b. Kelompok flow jenis sumberdaya ini meliputi jumlah dan kualitas fisik

dari perubahan sumberdaya sepanjang waktu. Sumberdaya ini

dikatakan dapat diperbaharui (renewable) yang regenerasinya ada dan

tergantung pada proses biologi.

Sumberdaya alam tidak dapat diperbaharui atau sering juga disebut

sebagai sumberdaya terhabiskan adalah sumberdaya alam yang tidak

memiliki kemampuan regenerasi secara biologis. Sumberdaya alam ini

terbentuk melalui proses geologi yang memerlukan waktu sangat lama

untuk dapat dijadikan sebagai sumberdaya alam yang siap diolah atau

siap pakai. Jika diambil (eksploitasi) sebagian, maka jumlah yang tinggal

tidak akan pulih kembali seperti semula. Salah satu yang termasuk dalam

golongan sumberdaya tidak dapat terbarukan adalah tambang minyak.

Tambang minyak memerlukan waktu ribuan bahkan jutaan tahun untuk

4

terbentuk karena ketidakmampuan sumberdaya tersebut dalam

melakukan regenerasi. Sumberdaya ini sering kita sebut juga sebagai

sumberdaya yang mempunyai stok tetap.

Sifat-sifat tersebut menyebabkan masalah eksploitasi sumberdaya

alam tidak terbarukan (non renewable) berbeda dengan ekstrasi

sumberdaya terbarukan (renewable). Pengusaha pertambangan atau

perminyakan, harus memutuskan kombinasi yang tepat dari berbagai

faktor produksi untuk menentukan produksi yang optimal, dan juga

seberapa cepat stok harus diekstraksi dengan kendala stok yang terbatas.

Eksploitasi Sumberdaya MinyakKebutuhan energi bagi aktivitas kehidupan manusia masih berlanjut

menggunakan sumber energi hidrokarbon (fosil). Berbagai kegiatan

eksploitasi, transportasi, penyimpanan, pengolahan dan distribusi minyak

mentah maupun minyak olahan masih sering menghasilkan kejadian

kebocoran dan/atau tumpahan minyak ke lingkungan khususnya dalam

mata rantai eksploitasi-distribusi melalui media laut, tumpahan minyak di

laut telah berdampak pencemaran multidimensi bagi makhluk hayati laut

itu sendiri, usaha perikanan, usaha turisme, sampai kepada tingkat

kerusakan laut (Edwards and White, 1999). Minyak masih digunakan

secara luas, meskipun tindakan pengamanan dikembangkan tetapi

kebocoran dan/atau tumpahan minyak di laut hampir dipastikan akan terus

terjadi. Oleh karena itu, tindakan pro-aktif untuk kesiapan pemulihan

pencemaran laut adalah diperlukan untuk tujuan: tanggap pencemaran,

atau penggunaan kembali sebagai tempat kegiatan eksploitasi minyak.

Keragaman senyawa minyak menghasilkan keragaman kualitas

fisik kimia. Komposisi dan karakteristik minyak telah dideskripsikan secara

rinci (Jokuty, et al., 2000). Usaha eksploitasi sumberdaya alam yang ada,

cenderung kepada usaha untuk memperoleh keuntungan yang

semaksimal mungkin, akan tetapi perubahan lingkungan yang merupakan

dampak kedepan dari aktifitas eksploitasi tersebut kurang begitu

diperhatikan. Anonimus, (2009) menjelaskan bahwa aspek ekologis

5

didasarkan pada pertimbangan bahwa perubahan lingkungan akan terjadi

diwaktu yang akan datang dan dipengaruhi oleh aktivitas manusia. Dari

pandangan aspek ekologis mempunyai 3 prinsip dasar utama, yaitu :

a. Aktivitas ekonomi yang dilakukan manusia adalah tidak terbatas dan

berhadapan dengan ekosistem yang terbatas. Kerusakan lingkungan

dan polusi yang ditimbulkannya akan mempengaruhi life support

sistem.

b. Aktivitas ekonomi yang lebih maju seiring dengan pertumbuhan

populasi akan meningkatkan kebutuhan akan sumberdaya alam dan

tingginya produksi limbah (waste) yang dapat merusak lingkungan

karena melebihi daya dukung ekosistem.

Karakteristik minyakSifat fisik minyak yang mempengaruhi kelakuan minyak di laut dan

pemulihannya, yang penting adalah densitas, viskositas, titik ubah (pour

point), dan kelarutan air. Densitas diekspresikan sebagai specific gravity

dan American Petroleum Institute (API) gravity. Specific gravity adalah

rasio berat massa minyak dan berat massa air pada temperature tertentu.

API gravity dinyatakan dalam angka 10° pada air murni 10°C. API gravity

dapat dihitung dari specific gravity menggunakan formula: AP Gravity (o) =

(141,5/Specific Gravity 10°C) – 131,5 (Xueqing et al., 2001). Minyak

mentah mempunyai specific gravity dalam rentang 0.79 -1.00 (setara

dengan API 10 - 48) (Mangkoedihardjo, 2005). Densitas minyak adalah

penting untuk memprediksi kelakuan minyak di air. Viskositas adalah sifat

yang menunjukkan ketahanan dalam perubahan bentuk dan pergerakan.

Viskositas rendah berarti mudah mengalir. Faktor viskositas adalah

komposisi minyak dan temperature. Viskositas ini adalah penting untuk

memprediksi penyebaran minyak di air. Titik ubah adalah tingkat

temperature yang mengubah minyak menjadi memadat atau berhenti

mengalir.

Kelarutan minyak dalam air adalah rendah sekitar 30 mg/L (NAS,

1985) dan tergantung kepada komposisi kimia dan temperature. Besaran

6

kelarutan itu dicapai oleh minyak aromatic dengan berat molekul kecil

seperti Benzene, Toluene, Ethylbenzene, dan Xylene (BTEX). Sifat

kelarutan ini adalah penting untuk prediksi kelakuan minyak di air, proses

bioremediasi, dan ekotoksisitas minyak. Karakteristik kimia minyak adalah

berbeda untuk minyak mentah dan minyak olahan. Senyawa baru dapat

muncul dalam minyak olahan, yang dihasilkan dari proses pengolahan

minyak mentah.

Mangkoedihardjo (2005) menambahkan bahwa minyak mentah

mengandung senyawa hidrokarbon sekitar 50-98 % dan selebihnya

senyawa non-hidrokarbon (sulfur, nitrogen, oxygen, dan beberapa logam

berat) (Leahy and Colwell, 1990). Selanjutnya minyak diklasifikasikan

berdasarkan kelarutan dalam pelarut organic, yaitu: 1) Hidrokarbon jenuh.

Termasuk dalam kelas ini adalah alkana dengan struktur CnH2n+2

(aliphatics) dan CnH2n (alicyclics), dimana n > 40. Hidrokarbon jenuh ini

merupakan kandungan terbanyak dalam minyak mentah. 2) Hidrokarbon

aromatic. Termasuk dalam kelas ini adalah monocyclic aromatics (BTEX)

dan polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs: naphthalene, anthracene,

dan phenanthrene). PAHs bersifat karsinogen, atau dapat ditransformasi

oleh mikroba menjadi senyawa karsinogen, sehingga menjadi senyawa

penting dalam penjagaan kualitas lingkungan. 3) Resin, termasuk di sini

adalah senyawa polar berkandungan nitrogen, sulfur, oksigen (pyridines

dan thiophenes), sehingga disebut pula sebagai senyawa NSO. 4)

Asphalt. Termasuk di sini adalah senyawa dengan berat molekul besar

dan logam berat nickel, vanadium, dan besi.

Minyak olahan seperti gasoline, kerosene, minyak jet, dan lubricant

adalah produk olahan minyak mentah melalui proses catalytic cracking

dan fractional distillation. Sebagai hasil olahan, minyak olahan mempunyai

sifat fisik kimia berbeda dengan minyak mentah. Minyak olahan

mempunyai kandungan minyak mentah dan senyawa hidrokarbon tak

jenuh seperti olefins (alkenes dan cycloalkenes) dari proses catalytic

cracking. Kandungan olefins adalah cukup besar sampai 30% dalam

gasoline dan sekitar 1% dalam jet fuel (NAS, 1985).

7

Tingkah Laku MinyakSaat minyak terekspose ke lingkungan laut, minyak akan segera

berubah sifat-sifat fisik kimia dan biologis. Menurut Mangkoedihardjo

(2005) proses perubahan sifat fisik meliputi:

a. Perluasan. Perluasan ini mungkin merupakan proses terpenting

selama awal ekspose minyak dalam air, sepanjang titik ubah minyak

adalah lebih rendah dibanding temperature sekitar. Proses ini akan

memperluas sebaran minyak sehingga meningkatkan perpindahan

massa melalui proses evaporasi, kelarutan dan biodegradasi.

b. Evaporasi. Proses ini dapat diandalkan untuk menghilangkan fraksi

minyak dengan kandungan toksik dan berat molekul rendah. Evaporasi

alkana (< C15) dan aromatic berlangsung antara 1 – 10 hari (Xueqing

et al., 2001). Faktor lingkungan yang mempengaruh evaporasi adalah

angin, gelombang air dan temperature. Evaporasi menyebabkan

minyak tertinggal dalam air mengalami peningkatan densitas dan

viskositas.

c. Pelarutan. Proses ini tidak signifikan dari sudut perpindahan massa

tetapi penting dalam proses biodegradasi. Aromatik dengan berat

molekul kecil dan bersifat paling toksik adalah paling larut air dibanding

senyawa minyak lainnya (NAS, 1985). Kecepatan pelarutan

dipengaruhi oleh proses foto-oksidasi dan proses biologis.

d. Foto-oksidasi. Dalam kondisi aerobic dan terpapar sinar matahari,

minyak aromatic dapat ditransformasi menjadi senyawa lebih

sederhana. Senyawa lebih sederhana ini (hydroperoxides, aldehydes,

ketones, phenols, dan carboxylic acids) bersifat lebih larut air sehingga

meningkatkan laju biodegradasi tetapi lebih toksik (Nicodem et al.

1997).

e. Dispersi. Penyebaran ini terjadi karena proses gradient konsentrasi

dengan membentu formasi emulsi minyak-air (butiran minyak dalam

kolom air) sehingga memperluas permukaan butir minyak. Emulsi

8

minyak-air dapat terjaga dengan agitasi (angin dan gelombang adalah

contoh agitasi alamiah), atau dengan penambahan dispersan.

f. Emulsifikasi. Emulsifikasi adalah proses perubahan status dari butiran

minyak dalam air menjadi butiran air dalam minyak (disebut juga

chocolate mousse). Bahan asphaltic dapat meningkatkan emulsifikasi,

akan tetapi emulsifikasi akan mempersulit pembersihan minyak.

g. Lain-lain. Termasuk di sini adalah proses absorpsi minyak pada zat

padat air, sedimentasi dan formasi butir tar.

Berbeda dengan proses fisik kimia sebagai perpindahan massa

antar media lingkungan, proses biodegradasi adalah proses perpindahan

massa dari media lingkungan ke dalam massa mikroba (menjadi bentuk

terikat dalam massa mikroba) sehingga minyak hilang dari air. Hasil

proses biodegradasi adalah umumnya karbondioksida (CO2) dan metana

yang kurang berbahaya dibanding minyak pada besaran konsentrasi yang

sama.

Pada gambar 1 dijelaskan bahwa CO2 yang berasal dari minyak

nabati dan CO2 yang berasal dari minyak bumi (fosil), sama-sama

berpotensi sebagai ”pencemar”. Bedanya adalah bahwa CO2 yang berasal

dari minyak bumi ”menambah” CO2 yang sebelumnya ”terkubur” di dalam

materi hidrokarbon di dalam perut bumi, sementara bahan bakar dari

tumbuh-tumbuhan merupakan bagian dari siklus karbon yang setimbang

di atas permukaan bumi.

9

Gambar 1. Kandungan CO2 yang berasal dari minyak(sumber : www.co2logic.com/Images/carbon%20cycle.jpg)

Mikroba yang mampu menguraikan minyak adalah tersedia di alam

laut yaitu sekitar 200 spesies bacteria, ragi dan fungi. Bacteria terpenting

adalah Achromobacter, Acinetobacter, Alcaligenes, Arthrobacter, Bacillus,

Brevibacterium, Cornybacterium, Flavobacterium, Nocardia,

Pseudomonas, Vibrio; ragi dan fungsi adalah Aspergillus, Candida,

Cladosporium, Penicillium, Rhodotorula, Sporobolomyces, Trichoderma

(Leahy and Colwell, 1990).

Berdasarkan kemampuan proses biodegradasi, potensi senyawa

minyak yang dapat diuraikan oleh mikroba adalah sebagai berikut: 1)

Hidrokarbon jenuh. Umumnya nalkanes siap untuk diuraikan mikroba

menjadi alcohol, aldehydes, atau fatty acid. Branched alkanes dan

Cycloalkanes adalah sulit diuraikan mikroba (Atlas, 1995). 2) Aromatik.

Umumnya aromatic sulit terurai biologis tetapi aromatic dengan berat

molekul rendah (naphthalene) dapat terurai biologis (Prince, 1993). 3)

Resin dan asphalt. Senyawa ini mempunyai struktur kompleks dan sulit

diuraikan secara biologis, tetapi dalam konsentrasi rendah dapat terurai

biologis secara cometabolisme (Leahy and Colwell, 1990).

Pengendalian Risiko PencemaranBerdasarkan Peraturan Pemerintah No.19/1999, pencemaran laut

diartikan dengan masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,

energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan

manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang

menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu

dan/atau fungsinya (Pramudianto, 1999). Sedangkan Konvensi Hukum

Laut III (United Nations Convention on the Law of the Sea = UNCLOS III)

memberikan pengertian bahwa pencemaran laut adalah perubahan dalam

lingkungan laut termasuk muara sungai (estuaries) yang menimbulkan

akibat yang buruk sehingga dapat merugikan terhadap sumber daya laut

hayati (marine living resources), bahaya terhadap kesehatan manusia,

10

gangguan terhadap kegiatan di laut termasuk perikanan dan penggunaan

laut secara wajar, memerosotkan kualitas air laut dan menurunkan mutu

kegunaan dan manfaatnya (Siahaan, 1989).

Pemulihan ekosistem berdasarkan kelakuan pencemar minyak

dapat dilakukan dengan pendekatan resiko jejaring pencemar. Berikut ini

diketengahkan beberapa contoh pendekatan pemulihan ekosistem

berdasar pengendalian risiko. Pengendalian pencemaran pada tempat

kejadian. Resiko penyebaran pencemaran dan perluasan dampak dapat

ditekan secara maksimal. Pendekatan ini dengan mengarahkan teknologi

pemulihan yang diterapkan di tempat pencemaran (in-situ remediation).

Pemulihan setempat dapat dilakukan untuk wilayah pesisir, termasuk

lahan basah, muara, pantai dan laut lepas yang dapat terjangkau.

Pengendalian media perjalanan pencemar. Pemompaan air laut adalah

contoh pengendalian perjalanan pencemar dan dilanjutkan dengan

pemulihan di luar tempat (ex-situ remediation). Penutupan sediment

pantai, injeksi oksigen dan bahan kimia ke dalam air laut adalah contoh

pengendalian perjalanan pencemar dengan pemulihan setempat (insitu

remediation).

Pengendalian penerima pencemar dapat dilakukan dengan cara

memodifikasi akses bagi penerima pencemar potensial. Beberapa contoh

adalah pengalihan jalur transport menjauh tempat kejadian pencemaran,

pelindung bagi petugas pemulih ekosistem, larangan konsumsi hewan laut

dalam radius 25 km dari kejadian pencemaran.

AMDAL dalam Pembangunan Berwawasan LingkunganPelaksanaan AMDAL secara benar dan terencana merupakan

suatu usaha dalam pengendalian sumberdaya alam yang lestari. AMDAL

sendir mempunyai arti yaitu suatu kajian mengenai dampak besar dan

penting dari usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan

hidup dan diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang

penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Sedangkan UKL-UPL

merupakan upaya yang dilakukan dalam pengelolaan dan pemantauan

11

lingkungan hidup oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang

tidak wajib melakukan AMDAL (Anonim, 2009).

Pelaksanaan AMDAL menjadi salah satu bagian utama dalam

setiap pembangunan karena akhir-akhir ini pencemaran laut yang

merupakan dampak dari suatu pelaksanaan pembangunan telah menjadi

suatu masalah yang perlu ditangani secara sungguh-sungguh. Hal ini

berkaitan dengan semakin meningkatnya kegiatan manusia dalam usaha

memenuhi kebutuhan hidupnya. Di samping menghasilkan produk-produk

yang diperlukan bagi kehidupannya, kegiatan manusia menghasilkan pula

produk sisa (limbah) yang dapat menjadi bahan pencemar (polutan).

Cepat atau lambat polutan itu sebagian akan sampai di laut. Hal ini perlu

dicegah atau setidak-tidaknya dibatasi hingga sekecil mungkin.Sebagian

besar wilayah Republik Indonesia berupa perairan laut yang letaknya

sangat strategis. Perairan laut Indonesia selain dimanfaatkan sebagai

sarana perhubungan lokal maupun internasional, juga memiliki sumber

daya laut yang sangat kaya dan penting antara lain sumber daya

perikanan, terumbu karang, mangrove, bahan tambang, dan pada daerah

pesisir dapat dimanfaatkan sebagai obyek wisata yang menarik.

EKONOMI EKOLOGI

SOSIAL

Paradigma PembangunanYang berpusatkan

Pada Rakyat

ParadigmaPembangunan Berkelanjutan

ParadigmaPembangunan Sosial

Paradigma PembangunanBerwawasan Lingkungan

12

Gambar 2. Hubungan antar paradigma pembangunan (Harry, 1995)

Pada gambar 2 mendeskripsikan suatu konsep tentang Perspektif

Ilmu Lingkungan dalam paradigma pembangunan yang dikenal sebagai

pembangunan berwawasan lingkungan (Environmental Development).

Dimana wilayah pesisir dam laut mempunyai arti penting bagi kehidupan

makhluk hidup seperti manusia, ikan, tumbuh-tumbuhan, dan biota lainya.

Hal ini menunjukkan bahwa sektor kelautan mempunyai potensi yang

sangat besar untuk dapat ikut mendorong pembangunan di masa kini

maupun masa depan. Oleh karena itu, wilayah pesisir dan laut yang

merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat perlu untuk

dilindungi. Hal ini berarti pemanfaatannya harus dilakukan dengan

bijaksana dengan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang dan

yang akan datang. Agar laut dapat bermanfaat secara berkelanjutan

dengan tingkat mutu yang diinginkan, maka kegiatan pengendalian

dan/atau perusakan laut menjadi sangat penting. Pengendalian

pencemaran dan/atau perusakan ini merupakan salah satu bagian dari

kegiatan pengelolaan lingkungan hidup.

Pengelolaan sumberdaya alam harus tetap mengedepankan

kelestarian sumberdaya alam dan kesejahteraan rakyat. Proses

penyusunan undang-undang dan juga implementasi teknis (seperti kontrak

karya) harus transparan. Sekali udang-undang ditetapkan, jangan lagi

upaya untuk mengakalinya dengan melakukan perubahan untuk menjual

sumberdaya kepada negara asing. Pemerintah Indonesia harus mampu

untuk mengupayakan terciptanya sistem struktur hukum dan peraturan

perundangan yang yang transparan. Kondisi ini diperlukan untuk

menghormati nilai keabsahan kontrak itu sendiri, selain bisa memberikan

gambaran yang lebih jelas menyangkut wewenang lembaga administrasi

pemerintahan yang bertanggungjawab menjalankan hukum dan kebijakan

pemerintah demi peningkatan kesejahteran masyarakat.

Kesimpulan

13

Karakteristik minyak mentah mempunyai perbedaan sesuai dengan

sumbernya. Dimana minyak olahan berbeda karakteristik sesuai proses

pengolahan, dan apabila tumpah pada ekosistem maka kelakuan fisik

kimia minyak bersifat site-specific. Kekhususan tempat tersebut

menentukan pendekatan pengendalian resiko pencemaran dan pilihan

teknologi remediasi (melokalisasi dan mengambil semaksimal mungkin

tumpahan minyak dari laut).

Permasalahan pencemaran dan kerusakan lingkungan pesisir dan

laut merupakan isu yang penting untuk ditangani mengingat besarnya

ketergantungan terhadap sumber daya pesisir dan laut serta luasnya

dampak yang diakibatkan pencemaran tersebut. Untuk itu perlu dilakukan

langah-langkah pencegahan dan penanggulangan terhadap berbagai

kegiatan yang dapat memacu terjadinya pencemaran dan kerusakan

lingkungan laut. Terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan

perairan adalah pembungan limbah yang tidak terolah sempurna atau

bahkan tidak diolah sama sekali ke perairan.

Pemerintah bIndonesia harus mampu untuk mengupayakan

terciptanya sistem struktur hukum dan peraturan perundangan yang yang

transparan, sehingga dalam pemanfaatan sumberdaya alam harus

dilakukan dengan bijaksana dan memperhitungkan kepentingan generasi

sekarang dan yang akan datang.

Daftar Pustaka

Anonim. 2005. Peraturan Presiden Republik Indonesia No 7 Tahun 2005tentang Rencana Pembangunan Jangka Menegah Nasional tahun2004-2009. Jakarta ; Lembaran Negara RI Tahun 2005 Nomor 11.

Anonim. 2009. Di akses dari www.google.com. Hari Senin tanggal 9Januari 2009.

Atlas, R.M., 1995. Petroleum biodegradation and oil spill bioremediation.Marine Pollution Bulletin, 31, 178-182.

Fauzi, Akhmad. 2004. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

14

Jokuty, P., Whiticar, S.P., Wang, Z., Fingas, M., Lambert, P., Fieldhouse,B., and Mullin, J., 2000. A Catalogue of Crude Oil and Oil ProductProperties. Environmental Protection Service, EnvironmentCanada, Ottawa, ON.

Leahy, J.G.; Colwell, R.R., 1990. Microbial Degradation of hydrocarbons inthe environment. Microbial Reviews, 53(3), 305-315.

Mangkoedihardjo Sarwoko, 2005. Seleksi Teknologi Pemulihan untukEkosistem Laut Tercemar Minyak. Seminar Nasional Teori danAplikasi Teknologi Kelautan ITS. Surabaya. 24 November 2005.

National Academy of Sciences, 1985. Oil in the Sea: Inputs, Fates andEffects. National Academy Press. Washington DC.

Nicodem, D.E., Fernandes, M.C., Guedes, C.L.B., Correa, R.J., 1997.Photochemical processes and the environmental impact ofpetroleum spills. Biogeochemistry, 39, 121-138.

Pramudianto, Bambang, 1999. Sosialisasi PP No.19/1999 tentangPengendalian Pencemaran dan atau Perusakan Laut, ProsidingSeminar Sehari Teknologi dan Pengelolaan Kualitas LingkunganPesisir dan Laut, Bandung: Jurusan Teknologi Lingkungan ITB.

Prince, R.C., 1993. Petroleum spill bioremediation in marine environments.Critical Rev. Microbiol. 19, 217-242.

Siahaan, N.H.T, 1989. Pencemaran Laut dan kerugian yang Ditimbulkan(I), dalam Harian Angkatan Bersenjata, Jakarta: 8 Juni 1989.

Xueqing Zhu, Albert D. Venosa, Makram T. Suidan, and Kenneth Lee,2001. Guidelines for the Bioremediation of Marine Shorelines andFreshwater Wetlands. U.S. Environmental Protection Agency.Cincinnati, OH 45268.

www.co2logic.com/Images/carbon%20cycle.jpg, diakses pada hari Selasatanggal 10 Februari 2009.

oooOooo

top related