pengelolaan dana haji pada sukuk dana haji indonesia … · untuk surat berharga syariah sendiri...
Post on 17-Feb-2020
7 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENGELOLAAN DANA HAJI PADA SUKUK
DANA HAJI INDONESIA (SDHI)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar
Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh:
ARIE HAURA
NIM. 106046101597
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H/2010
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang belaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta: 15 Desember 2010
9 Muharam 1432 H
Arie Haura
v
ABSTRAK
Dewasa ini perkembangan keuangan syariah semakin berkembang pesat. khususnya
pada surat berharga syariah. Untuk surat berharga syariah sendiri telah mengalami
perkembangan yang diawali dengan penerbitan Surat Berharga Syariah Negara atau biasa
disebut sukuk pada tahun 2000. Sukuk yang telah diterbitkan diantaranya adalah Sukuk Ritel.
Menginjak tahun 2009, pemerintah kembali melakukan diversivikasi pada sukuk dengan
menerbitkan Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI).
Penerbitan SDHI didasari oleh semangat antara Kementrian Agama RI sebagai
pemegang keuangan dana haji dan Kementrian Keuangan sebagai pengelola sukuk. Hingga
tahun 2010 sudah terdapat tujuh seri SDHI yang diterbitkan dan tiga diantaranya sudah jatuh
tempo. Dalam prakteknya, SDHI menggunakan akad Ijarah Al-khadamat, metode private
placement, dan imbal hasil fix coupon yang akan dibayarkan setiap bulannya.
Dalam penelitian ini, menggunakan metode deskriptif kualitatif untuk mengetahui
kelebihan dan kekuarangan SDHI serta deskriptif kuantitatif untuk mengatahui pengelolaan
dana haji pada SDHI yang dilihat dari pengelolaan anggaran negara.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa penempatan dana haji pada SDHI
menguntungkan bagi Kementrian Agama karena bebas default risk.sedangkan dari sisi
Kementrian Keuangan akan menambah investor baru dalam pengelolaan anggaran negara.
vi
KATA PENGANTAR
Islam diturunkan sebagai ajaran yang sempurna dan menyeluruh untuk
mengatur umat manusia agar berkehidupan sesuai dengan fitrah- Nya, sebagai
khalifah di muka bumi adalah kewajiban kita untuk mengabdikan diri semata-mata
untuk menggapai dan meraih ridho- Nya.
Alhamdulillah, puji syukur hanya kepada Allah swt., atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“PENGELOLAAN DANA HAJI PADA SUKUK DANA HAJI INDONESIA
(SDHI)”.
Salawat serta salam senantiasa tercurah kepada Junjungan kita Nabi besar
Muhammad saw yang telah memberikan petunjuk kepada umat manusia, dari zaman
jahiliyah ke zaman berperadaban.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak sedikit
hambatan serta kesulitan yang penulis hadapi. Namun berkat kesungguhan hati dan
kerja keras serta dorongan dan bantuan dari berbagai pihak baik langsung ataupun
tidak, sehingga membuat penulis tetap bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
Untuk itu, dengan segala kerendahan hati, penulis haturkan terima kasih kepada yang
terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH,MA, MM., selaku Dekan
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
vii
2. Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag. sebagai Ketua Jurusan Muamalat, Fakultas Syariah
dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Yang
memberikan semangat kepada penulis dalam proses penyelesaian tugas akhir.
3. Bapak Dr. Abdurrahman Dahlan, MA. dan Bapak Djaka Badranaya, ME. selaku
dosen pembimbing, yang dengan sabar telah meluangkan waktu, memberi
masukan dan dorongan sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.
4. Bapak Azharuddin Lathif, M.Ag sebagai Sekretaris Jurusan Muamalat, Fakultas
Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah memberikan kritikan dari awal pengajuan judul hingga tahap akhir
penyelesaian skripsi
5. Kepada seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mentransfer ilmunya dengan ikhlas
kepada penulis. Semoga ilmu yang diberikan menjadi pemberat amal Bapak dan
Ibu Dosen di hari akhir kelak.
6. Segenap staff Akademik dan Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Kedua orang tua penulis tercinta dan tersayang, Bapak Mochamad Hidayat dan
Mama Mariah, S.Ag., salam takzim penulis haturkan untuk keduanya yang telah
dengan sabar tanpa pamrih mendidik dan mengajarkan kepada penulis untuk
gigih menuntut ilmu di manapun dalam kondisi apapun, do’a dan ridho keduanya
viii
adalah segalanya. Serta adik terbaik Muhammad Zakaria dengan tulus selalu
membantu, memberi dorongan dan semangat tiada henti kepada penulis,
8. Bapak Agus P. Laksono selaku staff Direktorat Pembiayaan Syariah-Direktorat
Jenderal Pengelolaan Utang Kementrian Keuangan RI yang telah banyak
memberikan arahan serta meluangkan waktunya untuk penulis.
9. Teman-teman seperjuangan di jurusan Perbankan Syariah angkatan 2006,
khususnya Diyanti, Hilda, Hosein, Yani, dan teman-teman PS B’06 yang tidak
bisa disebut satu persatu
10. Keluarga besar di rumah kos Bapak dan Ibu Zulkifli Hasibuan, Enni, Mayang,
Liya, Nurul, Zume, Reni, Huda, Nisa, Yenni, Intan, dan Liah. Terima kasih atas
kebersamaan dan kehangatan yang telah diberikan.
11. Rekan-rekan Lembaga Dakwah Kampus Syahid, khususnya periode
kepengurusan 2008-2009 Rifqoh, Rudi, dan Noor Luthfi Az Zahra.
12. Rekan-rekan Lingkar Studi Ekonomi Syariah (LiSEnSi) 2009, Riza, Giska, Ali
Reza, Toyyib, Obby, Unie, Lukman, Azhar, dan Syukron.
13. Rekan-rekan Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas (DPMU) periode
kepengurusan 2008-2009.
14. Rekan-rekan Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Ka Achmad Iqbal, Mba Yuni,
Ka Farizal, Ka Dedi, Ka Muis, Mba Dewi, Ka Izul, Ka Joko, dan Janu. Terima
kasih atas semangat dan sharing pengalaman yang diberikan.
ix
15. Adik-adik penulis Wulan, Riri, Isty, Dinda, Diba, Amel, Jajah, Ratna, Mila, Eva,
Alifa.
16. Seluruh pihak terkait yang telah membantu penulis, menyemangati dan
menghibur penulis selama proses penyelesaian tugas akhir ini.
Akhirnya, penulis menghaturkan banyak terima kasih atas semua pihak yang
turut berperan dalam proses penyelesaian tugas akhir penulis. Semoga karya ini dapat
bermanfaat bagi semua kalangan masyarakat dan para akademisi.
Jakarta: 15 Desember 2010
9 Muharam 1432 H
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI .................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQASYAH ................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ iv
ABSTRAK ............................................................................................................ v
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... x
BAB I: PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................... 3
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................... 4
D. Metodologi Penelitian ....................................................................... 5
E. Review Studi Terdahulu .................................................................... 8
F. Kerangka Teori dan Konseptual ..................................................... 10
G. Sistematika Penulisan ..................................................................... 12
BAB II: KAJIAN TEORITIS .......................................................................... 14
A. Kajian Teoritis Investasi .................................................................. 14
1. Pengertian Investasi .................................................................... 14
2. Tipe-tipe Investor ........................................................................ 15
3. Instrumen Investasi ..................................................................... 16
4. Proses Manajemen Investasi ....................................................... 16
5. Pola Investasi Islam .................................................................... 20
xi
B. Investasi pada Obligasi Syariah (Sukuk) ....................................... 23
1. Obilagsi .................................................................................. 23
2. Obligasi Syariah (Sukuk) .......................................................... 26
C. Pengelolaan Anggaran Negara ..................................................... 33
1. Pembiayaan Defisit Anggaran ................................................. 33
2. Pengelolaan Utang Negara ...................................................... 34
BAB III: TINJAUAN UMUM SUKUK DANA HAJI INDONESIA ............ 39
A. Sukuk Dana Haji Indonesia .......................................................... 39
1. Pengertian Sukuk Dana Haji Indonesia ................................... 39
2. Struktur Sukuk Dana Haji Indonesia ....................................... 40
3. Jenis-jenis Sukuk Dana Haji Indonesia ................................... 42
4. Landasan Hukum Sukuk Dana Haji Indonesia ........................ 44
5. Karakteristik Sukuk Dana Haji Indonesia ............................... 46
BAB IV: ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................... 47
A. Pengelolaan Dana Haji Indonesia Dilihat dari Pengelolaan
Anggaran Negara .......................................................................... 48
B. Kelebihan dan Kekurangan Sukuk Dana Haji Indonesia ............. 63
BAB V: PENUTUP ............................................................................................ 62
A. Kesimpulan ................................................................................... 62
B. Saran ............................................................................................. 63
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seperti kita ketahui bahwa Indonesia merupakan negara dengan jumlah
penduduk muslim terbesar pertama di dunia. Kaitannya dengan hal tersebut, kuota
haji Indonesia merupakan kuota terbesar di dunia. Calon haji Indonesia telah
mencapai lebih dari 700.000, sementara kuota haji hanya 207.000.
Sampai dengan 21 April 2009 saja jumlah calon jamaah haji yang
mendaftar sebanyak 781.595 orang, terdiri dari calon jamaah haji reguler sebanyak
761.865 orang dan calon jamaah haji khusus sebanyak 19.730 orang.1
Melihat jumlah calon jamaah haji dibandingkan dengan kuota yang
tersedia, tentunya seorang calon haji dalam suasana normal harus menunggu
sekitar tiga tahun atau lebih. Apabila calon jamaah haji telah membayar down
payment sebesar Rp 20 juta atau 3000 USD, maka uang tersebut akan mengendap
selama beberapa waktu. Dengan demikian jumlah dana yang terkumpul di
Departemen Agama sebesar Rp 15,273 triliun dan US$ 59,19 akan semakin besar
seiring bertambahnya pendaftar haji setiap harinya. Dana tersebut akan
mengendap. Dalam persepsi pengelolaan keuangan, nilai uang akan tergerus oleh
inflasi sehingga mengalami penurunan.
1 “Penempatan Dana Haji dan Dana Abadi Umat ke SBSN Lebih Aman”, artikel diakses
pada 28 januari 2010 dari http://www.jurnalhaji.com.htm.
2
Hal ini memberikan suatu gambaran mengenai potensi pengelolaan
keuangan yang apabila dilakukan dengan tetap berprinsip pada rambu-rambu
kehati-hatian dapat dilakukan dengan tanpa menghilangkan aspek untuk dapat
memaksimalkan nilai uang.2
Selama ini pengelolaan dana haji dilakukan oleh Departemen Agama.
Dana-dana haji yang ada pada Departemen Agama ditempatkan di deposito
perbankan. Dana-dana tersebut hanya dijamin Rp 2 miliar oleh LPS. Bila kita
bandingkan dengan akumulasi dana haji per individu dan jumlah calon haji, angka
Rp 2 miliar tentu sangat kecil sekali. Dan akan sangat disayangkan apabila jumlah
dana haji yang mengendap cukup besar tanpa diputar di sektor yang produktif.
Maka dari itu dana penyelenggaraan haji yang tersebar di 21 bank di
Indonesia secara bertahap akan ditarik oleh Departemen Agama. Dana ini
dialihkan dalam bentuk investasi sukuk negara (SBSN) dengan seri SDHI 2010.3
Kaitannya dengan hal tersebut, Departemen Keuangan dalam kapasitas
sebagai pengelola keuangan negara melihat bahwa negara membutuhkan suatu
pembiayaan yang sedemikian sehingga instrumen yang dikeluarkan oleh
pemerintah memiliki risiko terkecil, keamanan tertinggi, beban yang serendah-
rendahnya kepada negara.
2 “Sambutan Menteri Keuangan pada Acara Penandatanganan MoU antara Menteri
Keuangan dan Menteri Agama dalam rangka Penempatan Dana Haji dan DAU dalam SBSN”,
artikel diakses pada 1 Februari 2010dari http://www.depkeu.go.id.htm. 3 Umi Kalsum dan Agus Dwi Darmawan, “Depag Siap Tarik Dana Haji di 21 Bank”,
artikel diakses pada 1 Februari 2010 dari http://www.bisnis.vivanews.com 2.htm.
3
Oleh karena itu instrumen sukuk menjadi salah satu prioritas. Dana Haji
atau Dana Abadi Umat merupakan salah satu potensi yang dapat digunakan untuk
membiayai anggaran negara yang memberikan keuntungan dan manfaat yang
sama bagi kedua belah pihak.4
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengangkat tema
tersebut kedalam bentuk tulisan (skripsi) dengan judul “Pengelolaan Dana Haji
pada Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI)”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Mengingat tema penelitan mengenai sukuk yang diangkat oleh penulis
masih luas dan berdasarkan pada latar belakang tersebut, serta agar penelitian yang
dilakukan lebih terarah dan spesifik maka permasalahan dalam penelitian ini
dibatasi pada pengelolaan Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI) dalam anggaran
negara.
Permasalahan-permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini
dirumuskan dalam pertanyaan-pertanyaan, yaitu:
1. Bagaimana pengelolaan dana haji pada Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI)
ditinjau dari perspektif pengelolaan anggaran negara?
4 Diakses dari http://www.depkeu.go.id.htm, pada tanggal 1 Februari 2010
4
2. Bagaimana dampak pengelolaan Sukuk Dana Haji Indonesia terhadap
pengelolaan anggaran ditinjau dari sisi Kementrian Agama dan Kementrian
Keuangan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, tujuan yang ingin dicapai oleh penulis
adalah:
a. Mengetahui mekanisme penempatan dan pengelolaan dana haji pada Sukuk
Dana Haji Indonesia (SDHI)
b. Mendeskripsikan kekurangan dan kelebihan penempatan dana haji pada
Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI)
2. Manfaat Penelitian
Selain itu, penulis berharap penyusunan skripsi ini dapat memberikan
manfaat yang bersifat teoritis-pragmatis, yaitu dapat bermanfaat bagi
akademis. Dimana hasil penulisan skripsi ini:
a. Dapat menambah referensi tentang sukuk, khususnya Sukuk Dana Haji
Indonesia (SDHI).
b. Dapat menyumbang nilai-nilai keilmuan bagi Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada
umumnya.
Serta dapat memberikan manfaat praktis pragmatis, dimana hasil
penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi:
5
a. Pemerintah khususnya Kementrian Keuangan dan Kementrian Agama,
sebagai masukan dalam menjalankan peranannya sebagai regulator.
b. Masyarakat, sebagai tambahan wawasan dan pengetahuan tentang sukuk,
khususnya Sukuk Dana Haji indonesia (SDHI).
D. Metodologi Penelitian
1. Jenis penelitian
Penelitian ini termasuk kedalam penelitian deskriptif. Metode
deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk membuat pencandraan
(gambaran) mengenai situasi-situasi atau kejadian dalam pengertian ini
penelitian deskriptif menggunakan data dasar deskriptif semata, tidak perlu
mencari atau menerangkan saling berhubungan, menguji hipotesis, membuat
ramalan, atau mendapatkan makna dan implikasi. Pendapat lainnya mengatakan
bahwa metode deskriptif bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang
tengah berlangsung pada saat riset dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari
gejala tertentu.5
Disebut juga dengan penelitian survei deskriptif (penelitian
pengembangan), yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan teori
5 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian (Jakarta: Rajawali Press, 2002), h. 18.
6
dari masalah-masalah suatu fenomena yang dihubungkan dengan teori-teori dari
suatu ilmu tertentu untuk memecahkan masalah secara rasional.6
2. Pendekatan Penelitian
Penelitian berupa penelitian langsung dengan cara survai pada
Kementrian Keuangan. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan dokumen
yaitu melakukan pengumpulan data dan informasi melalui arsip, dokumen, serta
laporan yang dipublikasikan oleh Kementrian Keuangan.
3. Jenis data
Bahan atau data yang dicari berupa :
a. Sumber primer berupa hasil wawancara dan observasi langsung mengenai
Sukuk Dana Haji Indonesia
b. Sumber sekunder berupa bahan acuan lainnya yang berisikan informasi
tentang Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI) berupa data, buku, tulisan,
jurnal, majalah, dan lain-lain.
4. Tehnik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi
maka penulis menggunakan metode pengumpulan dengan cara:
6 Etty Rochaety, dkk., Metode Penelitian Bisnis, Jakarta: Mitra Wacana Media, 2007,
h. 13.
7
a. Studi Kepustakaan, yaitu mempelajari dan menganalisis secara sistematis
buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, peraturan perundang-undangan
dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.
b. Wawancara, dilakukan untuk mengetahui lebih mendalam tentang
penempatan dana haji pada Sukuk Dana Haji Indonesia dari pihak yang
bersangkutan.
5. Tehnik Analisis Data
Untuk menganalisa efektifitas pengelolaan Sukuk Dana Haji Indonesia
digunakan 2 pendekatan analisa, yaitu:
a. Analisis Kuantitatif
Analisa kuantitatif digunakan untuk melihat pengelolaan sukuk dana
pada pengeloalaan anggaran negara. Analisa kuantitatif ini berdasarkan data
keuangan yaitu outstanding SBSN dan data keuangan lain yang telah
dipublikasikan oleh Kementrian Keuangan.
b. Analisis Kualitatif
Analisa kualitatif digunakan untuk mengetahui kekurangan dan
kelebihan pengelolaan dana haji pada Sukuk Dana Haji Indonesia. Analisa
kualitatif ini berdasarkan hasil wawancara formal secara terstruktur ke
Kementrian Keuangan dan data-data berupa artikel, berita, dan lainnya yang
dapat memberikan gambaran.
8
6. Pedoman Penulisan Laporan
Teknik penulisan laporan yang digunakan dalam penyusunan skripsi
ini, berpedoman kepada : Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun
2007.
E. Review Studi Terdahulu
1. Penelitian yang dilakukan oleh Ani Khoironi (skripsi tahun 2008) mahasiswi
Perbankan Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul “Potensi
Sukuk Bagi Pertumbuhan Investasi di Pasar Modal”.
Pembahasan hasil dari skripsi tersebut menerangkan bahwa sukuk sangat
berpotensi dalam mengembangkan pasar modal di Indonesia dan untuk
kedepannya sukuk akan terus dikembangkan pemerintah.
2. Penelitian oleh Uswatun Hasanah (skripsi tahun 2009) mahasiswi Perbankan
Syariah UIN Syraif Hidayatullah Jakarta dengan judul “Akad Ijarah dan
Sistem Penentuan Imbalan pada SBSN dan Sukuk Ijarah Perusahaan
Listrik Negara (PLN) III”.
Dalam penelitian tersebut dikemukakan bahwa aplikasi akad ijarah pada SBSN
terjadi pada saat SPV mengijarahkan hak manfaat asset yang telah dibelinya
dari pemerintah sebagai penjual kepada pemerintah sebagai penyewa dengan
pembagian imbalan yang telah disepakati antara pemerintah dan investor yang
diperantarai oleh SPV. Sedangkan pada sukuk Ijarah, pengaplikasian akad
9
ijarah terjadi pada saat investor meminta perseroan untuk mewakilkan dirinya
untuk menyewa jaringan listrik dan pada saat investor menyewakan hak
manfaat jaringan listrik pada perseroan sebagai emiten, jadi terdapat dua akad
ijarah dalam sukuk ijarah PLN III.
Persamaan SBSN dan sukuk ijarah PLN III adalah merupakan bentuk investasi
efek syariah yang menggunakan dua akad yaitu akad ijarah dan akad wakalah
dalam transaksinya.
Perbedaan keduanya adalah ijarah yang dimiliki SBSN adalah akad sale and
lease beck dimana pemerintah memiliki hak penuh untuk membeli kembali hak
manfaat asset dari SPV, sedangkan sukuk PLN menggunakan akad ijarah murni
yaitu sewa menyewa murni antara investor dan emiten.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Nova Liza (skripsi tahun 2010), mahasiswi
Perbankan Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul “Analisis
Penggunaan Barang Milik Negara sebagai Underlying Asset Sukuk
Negara”
Penelitian tersebut memaparkan bahwa Pemerintah yaitu Departemen
Keuangan menerbitkan SBSN untuk membantu pemerintah menutup defisit
APBN dan pembangunan proyek untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.
Pemerintah menggunakan Barang Milik Negara sebagai Underlying Asset
SBSN adalah untuk memberikan kenyamanan bagi investor.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Haniyah Indayani (skripsi tahun 2010),
mahasisiwi Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Perbankan Syariah UIN
10
Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul “Pengelolaan Keuangan Publik
dalam Perspektif Ekonomi Islam”
Penelitian tersebut memaparkan bahwa kebijakan anggaran yang digunakan
oleh pemerintah Indonesia saat ini adalah Defisit Budget, sedangkan dalam
Ekonomi Islam dikenal dengan Balance Budget. Dengan diterapkannya
Balance Budget tentu pemerintah tak perlu berhutang untuk menutupi defisit
APBN.
Perbedaan dari skripsi tersebut dengan skripsi ini yaitu dalam skripsi
sebelumnya tidak ada yang membahas mengenai Sukuk Dana Haji Indonesia
(SDHI). Sedangkan dalam skripsi yang berjudul Pengelolaan Dana Haji pada
Sukuk Dana Haji Indonesia, penulis membahas mengenai dana haji yang
dikelola di sukuk. Untuk selanjutnya melakukan analisis terhadap pengelolaan
Sukuk Dana Haji Indonesia pada anggaran negara.
F. Kerangka Teori dan Konseptual
1. Kerangka Teori
Dalam melaksanakan pembangunan untuk mencapai target
pertumbuhan ekonomi yang telah ditetapkan, pemerintah dihadapkan pada
berbagai pilihan sumber pembiayaan. Pembiayaan dalam negeri merupakan
pilihan utama pemerintah untuk pembiayaan pembangunan. sumber penerimaan
dalam negeri yang berasal dari penerimaan pajak, penerimaan migas, serta
penerimaan dalam negeri lainnya belum cukup untuk membiayai pembangunan
11
sesuai target pertumbuhan yang diinginkan. Oleh karena itu, pemerintah
mengupayakan pembiayaan pembangunan tersebut dari utang.7
Pengelolaan Utang Negara diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 447/KMK.06/2005 Tentang Strategi Pengelolaan Utang Negara Tahun
2005-2009. Dimana Secara umum tujuan pengelolaan utang negara dalam
jangka panjang adalah meminimalkan biaya utang pada tingkat risiko yang
terkendali.
Pinjaman dalam negeri digunakan untuk membiayai kegiatan dalam
rangka pemberdayaan industri dalam negeri dan pembangunan infra struktur
untuk pelayanan umum serta kegiatan investasi yang menghasilkan penerimaan.
Salah satu instrumen pembiayaan dalam negeri yang digunakan pemerintah
Indonesia adalah Surat Berharga Syariah Negara (Sukuk).
Sukuk merupakan instrumen investasi syariah yang telah banyak
diterbitkan baik oleh korporasi maupun negara. Saat ini sukuk telah menjadi
instrumen pembiayaan negara yang penting.
Selama ini dapat dilihat bahwa pasar akan sangat responsif terhadap
penerbitan sukuk. Hampir semua sukuk yang dikeluarkan diserap habis oleh
pasar dan bahkan pada beberapa kasus sampai menimbulkan kelebihan
7 Arief Tri Hardiyanto,” Pengelolaan Utang Negara Analisis Risiko dan Strategi
Utang”, artikel diakses pada 23 September 2010 dari
http://www.pusdiklatwas.bpkp.go.id/artikel/namafile/34/paper_S3-hutang-v.doc.
12
permintaan. Apalagi jika sukuk tersebut diterbitkan oleh negara. Salah satu
jenis sukuk yang diterbitkan oleh negara adalah Sukuk Dana Haji Indonesia.
2. Kerangka Konseptual
G. Sistmatika Penulisan
Supaya lebih memudahkan penelitian ini, maka penulis membagi topik
ke dalam 5 (lima) bab. Tulisan ini dimulai dengan Bab I, yaitu Pendahuluan. Bab
ini berisi tentang latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, kerangka teori dan konseptual, review studi terdahulu,
metodologi penelitian, sistematika penulisan.
Selanjutnya untuk memberikan gambaran yang memadai mengenai bab
inti, dijelaskan dalam Bab II. Bab ini berisi tentang kajian teoritis, yaitu kajian
teori investasi, investasi pada obligasi syariah (sukuk), pengelolaan anggaran
negara.
Kementrian Agama RI Kementrian Keuangang RI
Dana Haji & DAU Sukuk Dana Haji Indonesia
Pengelolaan
Anggaran Negara
13
Masuk ke dalam Bab III, bab ini berisi tinjauan umum. Yaitu
pengertian Sukuk Dana Haji Indonesia, struktur Sukuk Dana Haji Indonesia,
landasan hokum Sukuk Dana Haji Indonesia,dan karakteristik Sukuk Dana Haji
Indonesia.
Bab IV berisi tentang Analisa hasil temuan di lapangan. Dimana
membahas tentang Model atau Mekanisme penempatan dan pengelolaan Sukuk
Dana Haji Indonesia (SDHI) dalam anggaran negara, Kekurangan dan kelebihan
penempatan dana haji pada Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI)
Dan terakhir yaitu Bab V akan dibahas mengenai kesimpulan temuan-
temuan yang telah dipaparkan serta saran dari penulis.
14
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Kajian Teoritis Investasi
1. Pengertian Investasi
Dalam kamus istilah Pasar Modal dan Keuangan kata investasi
diartikan sebagai penanaman uang atau modal dalam suatu perusahaan atau
proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan.
Dan dalam Kamus Lengkap Ekonomi, investasi didefinisikan sebagai
penukaran uang dengan bentuk-bentuk kekayaan lain seperti saham atau harta
tidak bergerak yang diharapkan dapat ditahan selama periode waktu tertentu
supaya menghasilkan pendapatan.
Pendapat lainnya investasi diartikan sebgai komitmen atas sejumlah
dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan
memperoleh sejumlah keuntungan di masa yang akan datang. 8
Sebuah proses investasi menunjukan bagaimana pemodal seharusnya
melakukan investasi dalam sekuritas. Yaitu sekuritas yang akan dipilih,
seberapa banyak investasi tersebut dan kapan investasi tersebut akan
dilakukan.9
8 Nurul Huda dan Mustafa E. Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah
(Jakarta: Kencana , 2008), h. 7. 9 Suad Husnan, Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas (Yogyakarta:
UPP AMP YKPN, 2005), h 48.
15
2. Tipe-tipe Investor
Dalam menilai sebuah investasi ada tiga tipe investor, yaitu investor
yang suka terhadap resiko, investor yang netral terhadaap resiko dan investor
yang suka terhadap resiko. 10
. Adapun penjelasan mengenai tipe-tipe investor
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Investor yang suka terhadap risiko (risk seeker)
Merupakan investor yang apabila dihadapkan pada dua pilihan investasi
yang memberikan tingkat pengembalian yang sama dengan risiko yang
berbeda, maka ia akan lebih suka mengambil investasi dengan risiko yang
lebih besar. Investor dengan karakter tersebut cenderung bersikap agresif
dan spekulatif dalam mengambil keputusan investasi.
b. Investor yang netral terhadap risiko (risk neutrality)
Merupakan tipikan investor yang meminta kenaikan tingkat pengembalian
yang sama untuk setiap kenaikan risiko. Investor dengan karakter tersebut
lebih cenderung besikap hati-hati (prudent) dan fleksibel dalam mengambil
keputusan investasi.
c. Investor yang tidak suka terhadap risiko (risk averter)
Merupakan investor yang apabila dihadapkan pada dua pilihan investasi
yang memberikan tingkat pengembalian yang sama dengan risiko yang
berbeda, maka ia cenderung mengambil investasi dengan risiko yang lebih
kecil.
10
Ahmad Rodoni, Investasi Syariah,( Jakarta: Lembaga Penelitian UIN, 2009), h 40.
16
3. Instrumen Investasi
Ada beberapa jenis instrumen investasi di pasar keuangan (financial
market), yaitu: 11
a. Instrumen Pasar Modal
Pasar modal adalah pertemuan antara pihak yang memiliki kelebihan
dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan cara menjual sekuritas.
Dengan demikian, pasar modal juga bisa diartikan sebagai pasar untuk
memperjualbelikan sekuritas yang umumnya memiliki umur lebih dari satu
tahun, seperti saham dan obligasi.
b. Instrumen Pasar Uang
Pasar uang mempunyai berbagai macam instrumen investasi yang
dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan spesifik para investor tetapi secara
umum mempunyai waktu jatuh tempo kurang atau sama. Setiap instrumen
dengan satu tahun dalam pasar uang memiliki nilai tertentu sesuai dengan
tingkat likuiditas serta tingkat jenis pendapatan yang diinginkan oleh
investor. Beberapa instrumen pasar uang adalah sertifikat deposito, SBI,
commercial paper.
4. Proses Manajemen Investasi
Ekspektasi return dan resiko yang akan dihadapi turut dipertimbangkan
dalam suatu proses pengambilan keputusan dalam investasi, hal tersebut
dilakukan untuk mencapai tujuan investasi.
11
Ahmad Rodoni, Investasi Syariah, h. 46.
17
Salah satu informasi yang diperoleh dari keputusan investasi yakni
berapa jumlah dana yang diperlukan untuk investasi tersebut. Oleh karena itu
melalui keputusan pendanaan ini akan dibahas mengenai sumber dana yang
akan digunakan yang akan digunakan untuk membiayai suatu investasi yang
sudah dianggap layak.
Setiap dana yang digunakan pasti mempunyai biaya yang disebut
sebagai biaya dana (cost of fund). Jika menggunakan dana yang berasal dari
utang, jelasa dana itu mempunyai biaya. Tetapi jika menggunakan modal
sendiri (equity capital), maka masih harus mempertimbangkan opportunity cost
bagi modal sendiri yang dimaksud.12
Biaya atau dana itu biasanya bervariasi antara dana yang satu dan dana
yang lainnya, ada yang mahal ada pula yang murah, oleh karena itu, masalah
pemilihan jenis data yang akan digunakan memerlukan pertimbangan yang
cukup matang. Artinya penentuan jenis dana yang akan digunakan mempunyai
dampak langsung terhadap pencapaian tujuan.
Menurut Nurul Huda dan Mustafa E.Nasution, terdapat beberapa
tahapan dalam pengambilan keputusan investasi. Yaitu menentukan kebijakan
investasi, analisis sekuritas, pembentukan portofolio, melakukan revisi
portofolio, dan melakukan evaluasi kinerja portofolio.
a. Menentukan Kebijakan Investasi
12
Moeljadi, Manajemen Keuangan Pendekatan Kuantitatif dan Kualitataif jilid 1 (
Jawa Timur: Bayumedia Publishing, 2006), h. 235.
18
Pada tahapan ini investor menentukan tujuan investasi dan
kemampuan atau kekayaan yang dapat diinvestasikan. Dikarenakan ada
hubungan positif antara risiko dan return, maka hal yang tepat bagi para
investor untuk menyatakan tujuan investasinya tidak hanya untuk
memperoleh banyak keuntungan saja, tetapi juga memahami bahwa ada
kemungkinan risiko yang berpotensi menyebabkan kerugian. Jadi, tujuan
investasi harus dinyatakan baik dalam keuntungan maupun risiko.
Pemodal yang bersedia menaggung resiko lebih besar akan
mengalokasikan dananya pada sebagian sekuritas yang lebih beresiko.
Dengan demikian portofolio investasinya mungkin akan terdiri dari saham
dan bukan obligasi. Sebaliknya untuk pemodal yang tidak bersedia
menanggung resiko yang tinggi mungkin akan memilih sebagian besar
investasinya pada obligasi-obligasi dari perusahaan yang dinilai aman.13
b. Analisis Sekuritas
Pada tahapan ini berarti melakukan analisis sekuritas yang meliputi
penilaian terhadap sekuritas secara individual atau beberapa kelompok
sekuritas. Salah satu tujuan melakukan penilaian tersebut adalah untuk
mengidentifikasi sekuritas yang salah harga (mispriced). Adapun pendapat
lainnya mereka yang berpendapat bahwa harga sekuritas adalah wajar karena
mereka berasumsi bahwa pasar modal efisien. Dengan demikian, pemilihan
13
Suad Husnan, Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas,h. 48.
19
sekuritas bukan didasarkan atas kesalahan harga tetapi didasarkan atas
preferensi risiko para investor, pola kebutuhan kas, dan sebagainya.
c. Pembentukan Portofolio
Portofolio berarti sekumpulan investasi. Pada tahapan ketiga ini
adalah membentuk portofolio yang melibatkan identifikasi aset khusus mana
yang akan diinvestasikan dan juga menentukan seberapa besar investasi pada
tiap aset tersebut. Di sini masalah selektivitas, penentuan waktu, dan
diversivikasi perlu menjadi perhatian investor.
d. Melakukan Revisi Portofolio
Pada tahapan ini, berkenaan dengan pengulangan secara periodik dari
tiga langkah sebelumnya. Sejalan dengan waktu, investor mungkin
mengubah tujuan inveatasinya yaitu membentuk portofolio baru yang lebih
optimal. Motivasi lainnya disesuaikan dengan preferensi investor tentang
risiko dan return itu sendiri
e. Evaluasi Kinerja Portofolio
Pada tahap terakhir ini, investor melakukan penilaian terhadap
kinerja portofolio secara periodik dalam arti tidak hanya return yang
diperhatikan tetapi juga risiko yang dihadapi. Jadi, diperlukan ukuran yang
tepat tentang return dan resiko juga standar yang relevan.
Secara sederhana apabila digambarkan dalam bentuk bagan, akan
tampak seperti pada gambar berikut:
20
Gambar 2.1 Tahapan Investasi
5. Pola Investasi Islam
Harta merupakan hak milik Allah swt., sementara Allah telah
menyerahkan kekuasaan atas harta tersebut kepada manusia, melalui izin
dariNya maka perolehan seseorang atas harta tersebut sama dengan kegiatan
yang dilakukan seseorang memanfaatkan serta mengembangkan harta, yang
antara lain menjadi miliknya.
Sebab ketika seseorang memiliki harta dan mendiamkan harta secara
tidak produktif (idle) dan menumpuk kekayaan adalah perbuatan yang sangat
tidak dibenarkan.
Larangan terhadap penumpukan dan penimbunan harta kekayaan
dilatarbelakangi oleh prinsip dalam filosofi Islam yang menghendaki terjadinya
Menetapkan Sasaran Investasi
Membuat Kebijakan Investasi
Mengukur dan Mengevaluasi Kinerja
Memilih Aktiva/ Asset
Memilih Strategi Portofolio
21
perputaran terhadap harta milik secara lebih merata.14
Khalifah Umar ra
menekankan agar umat Islam menggunakan modal mereka secara produktif,
dalam perkataannya
“Mereka yang mempunyai uang perlu menginvestasikannya, dan
mereka yang mempunyai tanah perlu mengeluarkannya”.
Dari perkataan Khalifah Umar ra tersebut menunjukan bahwa dalam
Islam memang terdapat anjuran untuk melakukan investasi. 15
Dalam buku Investasi Syariah, Ahmad Rodoni menekankan bahwa
dalam berinvestasi terdapat prinsip-prinsip yang harus dipatuhi, antara lain
yaitu:
a. Halal dan thayyib
Artinya suatu bentuk investasi harus terhindar dari bidang maupun
prosedur yang syubhat atau haram. Suatu bentuk investasi yang tidak halal
hanya akan membawa pelakunya kepada kesesatan serta sikap dan perilaku
destruktif secara individu maupun sosial. Hal tersebut dijelaskan dalam QS.
Al Baqarah ayat 168.
Artinya: “Hai sekalian manusia makanlah yang halal lagi baik dari apa
yang terdapat di bumi; dan janganlah kamu mengikuti langkah-
14
Ahmad Rodhoni, Investasi Syariah, h. 30. 15
Muhammad Firdaus, dkk, Briefcase book: Edukasi Profesional Syariah Sistem
Keuangan dan Investasi (Jakarta: Renaisan, 2005), h. 14.
22
langkah syaitan; karena sesunguhnya syaitan itu adalah musuh
yang nyata bagimu”.
b. Prinsip keadilan dan persamaan
Hal tersebut dijelaskan dalam QS Al A’raf ayat 29.
Artinya: “Katakanlah: “Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan.” Dan
(katakanlah): “Luruskanlah muka (diri) mu di setiap sembahyang
dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu
kepadaNya. Sebagaimana mereka telah menciptakan kamu pada
permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali padaNya)”.
c. Tidak melakukan gangguan yang disengaja.
Dari segi penawaran maupun permintaan pemilik harta (investor) dan
pemilik usaha (emitten) tidak boleh melakukan hal-hal yang menyebabkan
gangguan yang disengaja atas mekanisme pasar.
d. Aspek material atau finansial
Artinya suatu bentuk investasi hendaknya menghasilkan manfaat finansial
yang kompetitif dibandingkan dengan bentuk investasi lainnya.
e. Aspek sosial dan lingkungan,
Suatu bentuk investasi hendaknya memeberikan kontribusi positif bagi
masyarakat benyak dan lingkungan sekitar.
23
B. Investasi Pada Obligasi Syariah (Sukuk)
1. Obligasi
a. Pengertian
Menurut Nurul Huda, Obligasi adalah surat utang yang dikeluarkan
oleh emiten (dapat berupa badan hukum/perusahaan atau pemerintah) yang
memerlukan dana untuk kebutuhan operasi maupun ekspansi mereka.
Investasi pada obligasi memiliki potensial keuntungan lebih besar daripada
produk perbankan.16
Obligasi merupakan instrumen utang jangka panjang, yang pada
umumnya diterbitkan dalam jangka berkisar antara lima sampai sepuluh
tahun lamanya. Ada juga yang jatuh tempo selama satu tahun. Semakin
pendek jangka waktu obligasi, maka semakin diminati oleh investor karena
dianggap resikonya kecil. Pada saat jatuh tempo, pihak penerbit obligasi
berkewajiban untuk melunasi pokok investasi di dalam obligasi tersebut.17
Obligasi jangka panjang menrupakan investasi lebih beresiko
dibanding investasi dalam surat utang pemerintah jangka pendek dan bahwa
investasi saham jauh lebih beresiko.18
16
Nurul Huda dan Mustafa E. Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah, h. 12 17
Abdul Manan, Obligasi Syariah, artikel diakses pada 9 Juli 2010 dari
http://www.badilag.net 18
Bodie, Kane dkk., Invesments (Investasi), Jakarta: Salemba 4, 2006, hal. 216.
24
b. Karakteristik
Obligasi sebagaimana juga sekuritas pendapatan tetap (fixed income
securities) yang lain, memiliki beberapa karakteristik antara lain: 19
1. Obligasi merupakan surat berharga yang mempunyai kekuatan hukum.
2. Memiliki jangka waktu tertentu atau masa jatuh tempo sebagaimana yang
tersebut dalam surat obligasi.
3. Obligasi dapat memerikan pendapatan tetap secara periodik dan besarnya
presentase pembayaran yang diberikan secara periodik ini didasarkan atas
pembayaran presentase tertentu atas nilai nominalnya atau disebut
pembayaran kupon (coupon).
4. Ada nilai nominal yang disebut dengan nilai pari, par-value, stated value,
face value, atau nilai kupon.
c. Jenis-Jenis Obligasi
Heru Sudarsono dalam buku Bank dan Lembaga Keuangan Syariah
menyebutkan jenis-jenis obligasi, diantaranya yaitu:
1. Berdasarkan Penerbitan, obligasi berdasarkan penerbitan dibagi menjadi
empat, yaitu Obligasi Pemerintah Pusat, Obligasi Pemerintah Daerah,
Obligasi Badan Usaha Milik Negara, dan Obligasi Perusahaan Swasta.
2. Berdasarkan Jaminan, dibagi menjadi enam yaitu Unsecured bonds /
debentures atau obligasi tanpa jaminan, Indenture atau obligasi dengan
19
Abdul Manan, Obligasi Syariah, artikel diakses pada 9 Juli 2010 dari
http://www.badilag.net
25
jaminan, Mortgage bond atau obligasi yang dijamin dengan properti,
Collateral trust atau obligasi yang dijamin dengan sekuritas, Equipment
trust certificates atau obligasi yang dijamin aset tertentu, Collateralized
mortgage atau obligasi yang dijamin pool of mortgages atau portofolio
mortgage-backed securitie
3. Berdasarkan Jenis Kupon, dibagi menjadi Fixed rate yaitu obligasi yang
memberikan tingkat kupon tetap sejak diterbitkan hingga jatuh tempo,
Floating rate yaitu obligai yang tingkat bunganya mengikuti tingkat
kupon yang berlaku di pasar, dan Mixed rate yaitu obligasi yang
memberikan tingkat kupon tetap untuk periode tertentu.
4. Berdasarkan Peringkatnya, yaitu Investement grade bonds dengan
ketentuan minimal BB+, Non-investment-grade bonds dengan ketentuan
CC atau speculative bond, dan D atau junk bond.
5. Berdasarkan Kupon, yaitu Coupon bonds pada obligasi berkupon dan
Zero coupon bonds, untuk obligasi nirkupon.
6. Berdasarkan Call Feature, yaitu Freely collable bond adalah obligasi
yang dapat ditarik kembali oleh penerbitnya setiap waktu sebelum masa
jatu tempo, Non-collable bond yaitu setelah obligasi diterbitkan dan
terjual tidak dapat dibeli/ditarik kembali oleh penerbitnya sebelum
obligasi tersebut jatuh tempo, Deffered collable bond adalah kombinasi
antara freely collable bond dan non-collable bond
26
7. Berdasarkan Konversi, dibagi menjadi Convertible bond yaitu obligasi
yang dapat ditukarkan saham setelah jangka waktu tertentu dan Non-
convertible bond yaitu obligasi yang tidak dapat dikonversi menjadi
saham.
2. Obligasi Syariah (Sukuk)
1. Pengertian Obligasi Syariah (Sukuk)
Secara terminologi shak (sukuk) adalah sebuah kertas (buku) atau
catatan yang padanya terdapat perintah dari seseorang untuk pembayaran
uang dengan jumlah tertentu pada orang lain yang namanya tertera pada
kertas tersebut. Kata sukuk juga berasal dari bahasa Persia yaitu ‘jak’, lalu
masuk dalam bahasa Arab dengan nama ‘shak’. Shak adalah asal kata dari
kata cek atau cheque yang terdapat dalam bahasa Inggris dimana ia pada
dasarnya adalah surat hutang.20
Sukuk dapat pula diartikan dengan Efek Syariah berupa sertifikat
atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian penyertaan
yang tidak terpisahkan atau tidak terbagi atas kepemilikan aset berwujud
tertentu, nilai manfaat dan jasa atas aset proyek tertentu atau aktivitas
investasi tertentu, kepemilikan atas aset proyek tertentu atau aktivitas
investasi tertentu.
20
Abdul Hamid, Pasar Modal Syariah (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN, 2009),
h.68.
27
Karakteristik dan istilah sukuk merupakan pengganti dari istilah
sebelumnya yang menggunakan istilah ‘bond’, dimana istilah bond
mempunyai makna loan (hutang), dengan menambahkan ‘Islamic’ maka
sangat kontradiktif maknanya karena biasanya yang mendasari mekanisme
hutang (loan) adalah interest, sedangkakn dalam Islam interest tersebut
termasuk riba yang diharamkan. Untuk itu sejak tahun 2007 istilah ‘bond’
ditukar dengan istilah sukuk sebagaimana disebutkan dalam peraturan di
Bapepam LK. 21
2. Landasan Hukum Obligasi Syariah
Al Quran:
Obligasi Syariah dijelaskan dalam QS Al-Maidah ayat 1 dan
Al-Isra’ ayat 34
Artinya:“Hai orang-orang yang beriman! Penuhilah aqad-aqad itu.
Hewan ternak dihalalkan bagimu, kecuali yang akan
disebutkan kepadamu, dengan tidak menghalalkan berburu
ketika kamu sedang berihram (haji atau umrah). Sesungguhnya
Allah menetapkann hukum sesuai dengan yang dia kehendaki”.
21
Ahmad Rodoni, Investasi Syariah, h. 59.
28
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali
dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampapi ia dewasa
dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta
pertanggungjawabannya”.
Hadis:
Hadis Nabi riwayat Imam al-Tarmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf al-
Muzani, Nabi saw bersabda:
الطوسىأ يوب بنالح س نبنالحس ينأ خب ر ن االروذب ارىع لى أ بوخب ر ن اأ ث ن ام س رة أ بىبني حي ىأ بوأ خب ر ن ا ث ن اال ة ز ب ابنح د ثيرح د ع ناللوع بدبنك
هع نأ بيو ائز الصلح»:ق ال -وسلمعليواهللصلى-النبىأ نج د ب ين ج {ت}.«ح ال لح رم أ وح ر اماأ ح لصلحاإلالمسلمين
Artinya: “Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali
perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan
yang haram; dan kaum muslimin terkait dengan syarat-syarat
mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram”.22
22
Abu Bakar Ahmad bin al Husain bin Ali al Baihaqi, Kitab: Sunan Al Kubra,
(cet 1, tahun 1344).
29
3. Tujuan Diterbitkan Sukuk
Dalam Ekonomi Islam, sukuk adalah instrumen yang disarankan.
Sukuk berperan besar dalam menyeimbangkan kekayaan yang terdapat
dalam neraca keuangan pemerintah serta dapat memobilisasi dana
masyarakat.23
Begitupun dengan penerbitan sukuk yang dilakukan oleh pemerintah
saat ini memiliki beberapa tujuan, yaitu memperluas basis sumber
pembiayaan anggaran negara, mendorong pengembangan pasar keuangan
syariah, menciptakan benchmark di pasar keuangan syariah, diversivikasi
basis investor, mengembangkan alternatif instrumen investasi,
mengoptimalkan pemanfaatan Barang Milik Negara, serta memanfaatkan
dana-dana masyarakat yang belum terjaring oleh sistem perbankan
konvensional.
4. Jenis-Jenis Sukuk
Dalam perkembangannya hingga saat ini, sukuk telah menggunakan
beragam jenis akad dalam prakteknya, yaitu:
1. Sukuk Ijarah
Sukuk ijarah yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian
atau akad Ijarah dimana satu pihak bertindak sendiri atau melalui
wakilnya menjual atau menyewakan hak manfaat atas suatu aset kepada
23
Khairunnisa Musari, “Sukuk Untuk Fiskal Sustainability”, Majalah Sharing edisi
35 Tahun IV (November 2009), h: 22.
30
pihak lain berdasarkan harga dan periode yang disepakati, tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri.
2. Sukuk Mudharabah
Sukuk mudharabah yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan
perjanjian atau akad mudharabah dimana suatu pihak menyediakan modal
(mudharib), keuntungan dari kerjasama tersebut akan dibagi berdasarkan
perbandingan yang telah disetujui sebelumnya. Kerugian yang timbul
akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak yang menjadi penyedia modal.
3. Sukuk Musyarakah
Sukuk musyarakah yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan
perjanjian atau akad musyarakah dimana dua pihak atau lebih
bekerjasama menggabungkan modal untuk membangun proyek baru,
mengembangkan proyek yang ada.
4. Sukuk Istishna’
Yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad
istisna’ dimana para pihak menyepakati jual-beli dalam rangka
pembiayaan suatu proyek/barang. Adapun harga, waktu penyertaan, dan
spesifikasi barang/proyek ditentukan terlebih dahulu.
5. Sukuk Ijarah Al-Khadamat
Yaitu penerbitan sukuk berdasarkan mekanisme transaksi
penjualan jasa di masa yang akan datang, beserta keuntungan/profit yang
diharapkan (pre-sale of the cost of services and their expected benefits).
31
5. Ketentuan Umum Obligasi Syariah (Sukuk)
Dalam pelaksanaannya, obligasi syariah memiliki beberapa ketentuan,
yaitu:24
1. Pelaksanaan obligasi syariah mulai dari awal sampai akhir harus terhindar
dari format dan substansi akad yang berkaitan dengan riba (pembuangaan
uang) dan gharar (spekulasi murni atau terdapa unsur judi).
2. Transaksi obligasi syariah harus berdasarkan konsep muamalah yang
sejalan syariah seperi akad kemitraan (musyarakah dan mudharabah), jual
beli baranag (murabahah, salam, dan istishna’, atau jual beli jasa).
3. Usaha yang dilakukan emiten berhubungan dengan dana sukuk yang
dikelola harus terhindar dari semua unsur-unsur non halal.
4. Pemberian pendapatan dapat dilakukan secara periodik (sesuai karakter
masing-masing akad).
5. Tidak semua sertifikat sukuk dapat diperjualbelikan dan tidak semua
pendapatan dapat bersifat mengambang (floating) atau indikatif.
6. Pengawasan terhadap pelaksanaan dilaksanakan oleh DPS dan aspek
syariah dan oleh wali amanat atau SPV dari segi operasional lapangan
khususnya terhadap usahah emiten.
7. Apabila emiten melakukan kelalaian atau melanggar syarat perjanjan,
dilakukan pengembalian dana investor dan dibuat surat pengakuan utang.
24
Abdul Hamid, Pasar Modal Syariah, h. 71.
32
8. Jasa asuransi syariah dapat digunakan untuk sebagai alat perlindungan
resiko aset sukuk.
Pada dasarnya ketentuan-ketentuan umum obligasi syariah harus
terpenuhi guna tercapainya tujuan syariah. ketentuan di atas menjelaskan
bahwa sudah seharusnya obligasi syariah yang dipraktekan selama ini
berjalan tanpa riba, sesuai dengan akad dalam muamalah, ditempatkan di
sektor usaha yang halal, serta diawasi secara ketat oleh Dewan Pengawas
Syariah.
6. Prinsip Obligasi Syariah (Sukuk)
Sejalan dengan ketentuan-ketentuan di atas. Maka ada beberapa
prinsip yang seharusnya dilaksanakan dalam praktek obligasi syariah.
Beberapa prinsip yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut: 25
1. Pembiyaan hanya untuk suatu transaksi atau suatu kegiatan usaha yang
spesifik dimana harus dapat diadakan pembukuan yang terpisah untuk
menentukan manfaat yang timbul, Hasil investasi yang akan ditearima
pemilik dana merupakan fungsi dari manfaat yang diterima dari
dana/harta hasil penjualan sukuk, bukan dari kegiatan usaha yang lain.
2. Bila pemilik dana tidak harus menaggung rugi maka pemilik dana harus
mengikat diri (akad jaiz) untuk menanggung semua biaya dari kegiatan
usaha yang melebihi pendapatan usaha.
25
Abdul Hamid, Pasar Modal Syariah, hal. 65.
33
3. Pemilik dana dapat menerima dari pendapatan (revenue sharing) bila
pemilik usaha (emitten) mengikat diri untuk membatasi penggunaan
pendapatan sebagai biaya usaha.
C. Pengelolaan Anggaran Negara
1. Pembiayaan Defisit Anggaran
Dalam teori kebijakan fiskal, disebutkan bahwa kebijakan fiskal
adalah kebijakan yang diambil pemerintah untuk membelanjakan
pendapatannya dalam merealisasikan tujuan-tujuan ekonomi. Kebijakan
tersebut memiliki dua instrumen, pertama kebijakan pendapatan dan kedua
instrumen anggaran belanja negara.26
Sasaran kebijakan fiskal ditetapkan secara konsisten berdasarkan
pada target ekonomi makro yang hendak dicapai dalam kurun waktu
tertentu. Selanjutnya, dengan mempertimbangkan kondisi terkini disusun
kebijakan operasional untuk mencapai target-target yang hendak dicapai.
Setiap perubahan terhadap pendapatan maupun penerimaan negara
memberikan dampak terhadap anggaran pemerintah (government budget).
Selayaknyalah anggaran pemerintah ini sesuai dengan kemampuan negara
(government budget constraint). Bila pendapatan negara lebih besar dari
penerimaan maka akan terjadi budget surplus. Sebaliknya bila pendapatan
26
Eko Suprayitno, Ekonomi Islam Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan
Konvensional (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005), h. 159.
34
negara lebih kecil daripada pengeluaran negara, maka akan terjadi budget
deficit.27
Kerangka ekonomi tersebut disusun oleh Pemerintah untuk
selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pembahasan difokuskan pada kebijakan umum yang hendak ditempuh
oleh pemerintah untuk mendorong sasaran makro dimaksud, selanjutnya
dituangkan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah dan diwujudkan melalui
Rencana Belanja Negara.
Penyusunan perkiraan penerimaan, pemilihan kegiatan prioritas,
dan penentuan sumber pembiayaan dalam hal terjadi defisit, harus
diperhitungkan secara cermat sehingga APBN dapat secara obyektif
mencerminkan upaya pencapaian target.28
2. Pengelolaan Utang Negara
a. Tujuan Pengelolaan Utang Negara
Secara umum tujuan pengelolaan utang negara dalam jangka
panjang adalah meminimalkan biaya utang pada tingkat risiko yang
terkendali.
27
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2007), h. 242. 28
Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal,
diakses pada 23 Oktober 2010
dari:http://docs.google.com/viewer?url=http://www.anggaran.depkeu.go.id/Content/08
-08-15,+BAB+VI.pdf&chrome=true
35
Secara terinci, tujuan pengelolaan utang adalah:29
1. Menjamin terpenuhinya financing gap dan ketahanan fiskal yang
berkesinambungan (fiscal sustainability) yang sesuai dengan
kondisi ekonomi makro, serta biaya terendah.
2. Meningkatkan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan utang
terutama untuk meminimalkan risiko, baik risiko pasar maupun
risiko refinancing.
3. Mengembangkan upaya-upaya agar pinjaman yang sudah
direncanakan dapat dilaksanakan sesuai jadwal dan perkiraan
biaya.
Kegiatan pengelolaan utang negara sehari-hari dilaksanakan
dengan menerapkan prinsip-prinsip operasional manajemen dalam
rangka mencapai sasaran yang telah ditetapkan.
Semua prinsip-prinsip operasional diarahkan untuk mencapai 3
(tiga) sasaran antara yang menjadi landasan dalam pencapaian sasaran
akhir pengelolaan utang negara, yaitu: 30
1. Proteksi terhadap Posisi Keuangan Pemerintah
29
Suminto, Manajemen Utang Pemerintah:Best Practices dan Pengalaman
Indonesia, diakses pada 23 September 2010 dari
http://www.iei.or.id/publicationfiles/Manajemen%20Utang%20Pemerintah%20%20Be
st%20Practices%20dan%20Pengalaman%20Indonesia.pdf 30
Lampiran Keputusan Menteri Keuangan Nomor 447/KMK.06/2005
Tentang Strategi Pengelolaan Utang Negara Tahun 2005-2009, diakses pada 26
Oktober 2010 dari http://www.dmo.or.id
36
Untuk melindungi dan menjaga posisi keuangan Pemerintah,
kegiatan operasional pengelolaan utang negara mengacu kepada
beberapa prinsip. Yaitu prinsip efektivitas biaya, prinsip Kehati-
hatian, diversivikasi, transparansi dan akuntabel, bebas ikatan,
menjamin kesinambungan fiskal, mekanisme APBN, serta
menunjang pertumbuhan ekonomi
2. Pengembangan Pasar
Upaya mengembangkan pasar utang dalam rangka mendapatkan
dan memelihara sumber pembiayaan yang murah bagi Pemerintah
dijalankan dengan prinsip dapat diprediksi, dan komunikasi yang
baik dengan investor.
3. Penguatan Kinerja Kelembagaan Pengelolaan Utang Negara
Efisiensi dan efektifitas kinerja unit-unit pengelola utang negara
ditingkatkan dengan menjalankan prinsip-prinsip yaitu
kemandirian, kinerja yang terukur, akuntabilitas, profesionalitas,
dan pertanggungjawaban
Dalam penyusunan strategi utang, Pemerintah akan
memperhatikan dan memasukan berbagai faktor baik eksternal
maupun internal yang secara langsung maupun tidak langsung menjadi
bahan pertimbangan yang akan mempengaruhi strategi yang ditempuh.
37
Dilihat dari sisi fiskal negara, faktor-faktor yang
mempengaruhi strategi yang ditempuh antara lain adalah:31
posisi dan
struktur utang saat ini, kebutuhan pembiayaan yang harus dipenuhi,
daya dukung operasional dalam pengelolaan utang, kondisi pasar baik
global maupun domestik, status kemajuan dari beberapa hal terkait
dengan pengelolaan utang seperti komitmen utang, rencana penarikan
utang, perjanjian penundaan utang, dan lain-lain.
b. Strategi Pengelolaan SBN (SUN dan SBSN)
Dalam pengelolaan utang negara, pemerintah menerbitkan
Surat Berharga Negara sebagai instrumen dalam pembiayaan negara.
Adapun beberapa strategi pengelolaan Surat Berharga Negara
adalah memaksimalkan penerbitan SBN domestik dengan
keseimbangan antara tenor dan jenis instrumen, penerbitan SBN valas
akan dilakukan dalam jumlah yang terukur,
Terus dilakukan upaya-
upaya untuk perluasan dan pemupukan basis investor, Meningkatkan
likuiditas dan daya serap pasar SBN 32
31
Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal,
diakses pada 23 Oktober 2010
dari:http://docs.google.com/viewer?url=http://www.anggaran.depkeu.go.id/Content/0
8-08-15,+BAB+VI.pdf&chrome=true 32 Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal,
diakses pada 23 Oktober 2010
dari:http://docs.google.com/viewer?url=http://www.anggaran.depkeu.go.id/Content/0
8-08-15,+BAB+VI.pdf&chrome=true.
38
Selain itu, sebenarnya yang dapat dilakukan adalah dengan
mempertimbangkan antara kebutuhan investor dan tingkat risiko atau
biaya yang wajar bagi portofolio pemerintah. Melalui penyempurnaan
fitur instrumen, komunikasi investor, diversifikasi instrumen,
pengelolaan benchmark, dan peningkatan infrastruktur pendukung.
39
BAB III
TINJAUAN UMUM SUKUK DANA HAJI INDONESIA (SDHI)
A. Sukuk Dana Haji Indonesia
1. Pengertian
Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI) adalah penempatan Dana Haji dan
Dana Abadi Umat (DAU) dalam SBSN yang dilakukan dengan cara private
placement, berdasarkan kesepakatan bersama (MoU) antara Kementerian
Agama dengan Kementerian Keuangan pada tanggal 22 April 2009. Jenis
akad yang digunakan adalah Ijarah al-Khadamat dengan underlying assets
berupa jasa (services).33
Penetapan tenor sesuai kesepakatan dengan mempertimbangkan siklus
pembiayaan haji/DAU dan portofolio utang pemerintah, sedangkan jumlah
penempatan sukuk sesuai kesepakatan mempertimbangkan pengelolaan
portofolio dana haji.
Waktunya dapat dilakukan setiap saat sepanjang tahun dengan
mempertimbangkan kebutuhan dana untuk biaya operasional penyelenggaraan
ibadah haji, penerima setoran dana pendaftaran calon haji. Manfaat
penempatan sukuk dijamin aman 100 persen oleh negara, sehingga tidak ada
33
Istilah SBSN, diakses pada 1 Februari 2010 dari http://www.dmo.or.id
40
gagal bayar berdasar UU SBSN, memiliki penatausahaan oleh BI, dan tanpa
warkat.
Sukuk ini juga menguntungkan karena memiliki imbal hasil lebih
tinggi dari deposito dengan rata-rata per tahun 8,1 persen dan pajak atas imbal
hasil yang lebih rendah dari bunga deposito yaitu 15 persen34
2. Struktur Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI)
Kementrian Agama setiap tahunnya membutuhkan pelayanan jasa
katering, penginapan, dan penerbangan untuk jamaah haji. Di sisi lain
Kementrian Agama memiliki hak untuk mengatur keuangan jamaah haji
terkait pengadaan jasa tersebut.
Berdasarkan penempatan tersebut, maka Kementrian Keuangan selaku
pengelola sukuk tersebut bertindak sebagai wakil dalam penyediaan jasa
pelayanan haji. Akad yang digunakan adalah wakalah. Di sisi lain SPV
bertindak sebagai penerbit sukuk melakukan transaksi dengan Kementrian
Agama dengan menggunakan akad Ijarah al Khadamat.
Alur penempatan dan pengelolaan dana haji pada Sukuk Dana Haji
Indonesia dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
34
Sukuk Dana Haji Kembali Terbit, diakses dari http://bataviase.co.id/node/215191
pada tanggal 23 November 2010
41
Gambar 3.1 Skema Sukuk Dana Haji Indonesia
Dalam Sukuk Dana Haji Indonesia yang berperan sebagai investor
adalah Kementrian Agama, sebagai pemegang otoritas penuh dana haji
menempatkan dana haji dalam pengelolaan Sukuk Dana Haji Indonesia.
Adapun Kementrian Keuangan sebagai berperan sebagai obligor.
Struktur akad ijarah al khadamat digunakan karena memang akad
tersebut sesuai dengan karakteristik Sukuk Dana Haji itu sendiri.35
3. Jenis-jenis Sukuk Dana Haji
Jenis Sukuk Dana Haji yang sudah diterbitkan oleh pihak Kementrian
Keuangan diantaranya adalah:36
35
Agus P. Laksono, Staff Direktorat Pembiayaan Syariah-Direktorat Jenderal
Pengelolaan Utang Kementrian Keuangan RI, Wawancara Pribadi, Jakarta, 18 Oktober 2010
42
a. SDHI 2010 A
Sebesar 1,5 Triliyun dengan tenor 1 tahun. Terbit pada tanggal 7 Mei 2009
dan jatuh tempo tanggal 7 Mei 2010. Besar kupon 8,52% dan dibayarkan
setiap tanggal 7 tiap bulannya.
b. SDHI 2010 B
Sebesar 850 milyar dengan tenor 11 bulan. Terbit pada tanggal 24 Juni
2009 dan jatuh tempo tanggal 7 Mei 2010. Besar kupon 7,83% dibayarkan
setiap tanggal 7 tiap bulannya.
c. SDHI 2010 C
Sebesar 336 Milyar dengan tenor 13 bulan. Terbit pada tanggal 24 Juni
2009 dan jatuh tempo 24 Juli 2010. Besar kupon 7,89 % dibayarkan setiap
tanggal 7 tiap bulannya.
d. SDHI 2013 A
Sebesar 4,12 Triliun terbit pada tanggal 17 Mei 2010
e. SDHI 2014 A
Sebesar 2,8 Triliun dengan tenor 4 tahun. Terbit pada tanggal 29 Agustus
2010 dan jatuh tempo apda tanggal 9 Agustus 2014, besar kupon 7,36 %
f. SDHI 2014 B
36
Outstanding Surat Berharga Negara, diakses pada 2 September 2010 dari
http://www.dmo.or.id
43
Sebesar 336 miliar dengan tenor 4 tahun. Terbit pada 25 Agustus 2010 dan
jatuh tempo 25 Agustus 2014. Besar kupon 7,30 % pertahun. Pertama kali
dibayarkan pada 25 September 2010.
g. SDHI 2014 C
tingkat imbalan sebesar 7,1 % per tahun, tanggal penerbitan 7 Oktober
2010, jatuh tempo 7 Oktober 2014, pembayaran imbalan tanggal 7 tiap
bulan, tanggal pembayaran pertama 7 November 2010, tanggal pembayaran
imbalan terakhir 7 Oktober 2014.
Dari tujuh jenis SDHI tersebut, yang sudah jatuh tempo adalah SDHI
dengan seri SDHI 2010 A, SDHI 2010 B, dan SDHI 2010 C. karena hanya
memilki tenor satu tahun. Sedangkan untuk jenis SDHI dengan seri lainnya
akan jatuh tempo antara waktu tiga sampai 4 tahun lagi.
4. Landasan Hukum Sukuk Dana Haji Indonesia
Untuk Sukuk Dana Haji Indonesia ada beberapa fatwa yang terkait, yaitu:
a. Fatwa Dewan Syariah nasional No.9/DSN-MUI/2000 tentang Pembiayaan
Ijarah
b. Fatwa Dewan Syariah Nasional No.10/DSN-MUI/IV/2000 tentang wakalah
c. Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 69/DSN-MUI/VI/2008 tentang Surat
Berharga Syariah Negara
d. Fatwa Dewan Syariah Nsional No.70/DSN-MUI/VI/2008 tentang Metode
Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara
44
Landasan hukum Sukuk Dana Haji mengacu pada landasan hukum
fatwa Dewan Syariah nasional tentang Ijarah. Karena memang akad yang
digunakan adalah akad Ijarah al Khadamat, yaitu ijarah pelayanan.37
Terkait beberapa fatwa tersebut di atas, terdapat beberapa dasar hukum
penerbitan dan pengelolaan SBSN, yaitu:
a. Undang-Undang No. 19 Tahun 2008 tentang SBSN
1. Memberi kewenangan kepada pemerintah untuk menerbitkan SBSN.
2. Memberi kewenangan kepada pemerintah menggunakan BMN sebagai
aset SBSN setelah mendapat persetujuan DPR.
3. Memberi kewenangan untuk pembentukan Perusahaan Penerbit SBSN.
b. Peraturan Pelaksanaan UU SBSN
1. PP terkait Perusahaan Penerbit SBSN
2. PMK terkait Penerbitan SBSN di Pasar Dalam & Luar Negeri.
3. PMK terkait Pengelolaan Aset SBSN.
c. Peraturan Lain Terkait Pengelolaan Utang Negara
1. UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara memberi kewenangan
kepada negara untuk melakukan pinjaman.
37
Agus P. Laksono, Staff Direktorat Pembiayaan Syariah-Direktorat Jenderal
Pengelolaan Utang Kementrian Keuangan RI, Wawancara Pribadi, Jakarta, 18 Oktober 2010.
45
2. UUNo.1/2004 tentang Perbendaharaan Negara memberi kewenangan
kepada Menteri untuk menunjuk pejabat yang diberi kuasa untuk
mengadakan utang baik dari dalam maupun luar negeri.
5. Karakteristik SDHI
a. Tidak menggunakan BMN sebagai Underlying Asset.
Dalam pelaksanaannya, Sukuk Dana Haji tidak menggunakan
Barang Milik Negara (BMN) sebagai Underlying Asset. Pada dasarnya
Underlying Asset yang digunakan oleh pemerintah ada tiga, yaitu
1. Barang Milik Negara (BMN)
Barang milik Negara biasanya digunakan menjadi Underlying Asset
pada Sukuk dengan akad Ijarah sale ang leasback.
2. Jasa (Services)
Khusus untuk Sukuk Dana haji Indonesia menggunakan Underlying
Asset berupa jasa.
3. Proyek atau kegiatan Pemerintah
Sukuk yang digunakan pada poyek-proyek pembangunan yang
dilakukan pemerintah menggunakan Underlying Asset berupa proyek
atau kegiatan pemerintah tersebut. Seperti misalnya pembangunan
jembatan, jalan raya, dan infrastruktur lainnya.
Dari pemaparan di atas, dijelaskan bahwa setiap sukuk yang
diterbitkan pemerintah memiliki bentuk dan jenis Underlying Asset sesuai
karakteristik dari sukuk itu sendiri.
46
Sehingga apabila yang dijadikan Underlying Asset SDHI adalah
berupa Barang Milik Negara (BMN) tentu tidak akan sejalan dengan
struktur Sukuk Dana Haji Indonesia itu sendiri38
.
b. Transaksi Aset SBSN berdasarkan penyediaan jasa layanan haji yang
dibutuhkan oleh Kementerian Agama.
Jasa disini yaitu berupa pelyanan dalam penyelenggaraan ibadah
haji berupa flying (penerbangan), catering (konsumsi), dan housing
(pemondokan).
c. Imbalan bagi investor berupa ujrah yang dapat dibayarkan secara periodik
dengan jumlah tetap. Bersifat tetap karena memang kupon yang disepakati
sejak awal adalah fix coupon.
d. SBSN bersifat non-tradable. Pada dasarnya SDHI tidak dapat
diperdagangkan di pasar sekunder.
e. Dapat di rollover pada saat jatuh tempo. Apabila satu SDHI telah jatuh
tempo maka secara langsung pemerintah bisa menerbitkan kembali SDHI
sesuai dengan kebutuhan dari pemerintah itu sendiri.
f. Metode yang digunakan adalah private placement Sukuk Dana Haji
menggunakan metode penempatan langsung. Karena terkait dana haji itu
sendiri yaitu penempatannya dilakukan oleh Kementrian Agama dari dana-
dana haji milik masyarakat.
38
Agus P. Laksono, Staff Direktorat Pembiayaan Syariah-Direktorat Jenderal
Pengelolaan Utang Kementrian Keuangan RI, Wawancara Pribadi, Jakarta, 18 Oktober 2010
47
BAB IV
ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengelolaan Sukuk Dana Haji Dilihat dari Pengelolaan Anggaran Negara
1. Pengelolaan Biaya Penyelenggaraan Haji
Setiap warga Indonesia yang hendak menunaikan ibadah haji wajib
menyetorkan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH). BPIH tersebut
disetorkan melalui Bank Penerima Setoran (BPS) ke rekening Menteri Agama.
Untuk selanjutnya BPIH tersebut dikelola dengan mempertimbangkan nilai
manfaat yang didapat untuk membiayai belanja operasional penyelenggaraan
ibadah haji.
Dalam rangka pembenahan penyelenggaraan ibadah haji maka
pengelolaan keuangan haji diarahkan lebih akuntabel dan transparan. Untuk itu
Kementrian Agama memutuskan menempatkan dana haji pada Sukuk Dana
Haji Indonesia bekerjasama dengan Kementerian Keuangan.
2. Sukuk Dana Haji Indonesia
Penempatan dana haji pada Surat Berharga Syariah Negara, termasuk
ke dalam Surat Berharga Syariah Negara jangka panjang dengan imbal hasil
tetap atau disebut dengan fix coupon.
Adapun Kementrian Keuangan menerbitkan Sukuk Dana Haji itu
sendiri yaitu dalam rangka pengembangan pasar syariah. Mengingat SBSN atau
48
sukuk merupakan salah satu instrumen yang digunakan oleh pemerintah
dengan maksud untuk memperluas sumber penerimaan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN).
Maka dengan diterbitkannya Sukuk Dana Haji Indonesia akan
menambah outstanding atau jumlah penerbitan Surat Berharga Syariah Negara,
dimana secara tidak langsung akan menambah penerimaan APBN.
Gambar 4.1 Tabel Realisasi Penerbitan SBN 2010
Sumber: Buku Perkembangan Utang Negara edisi Oktober 2010
Target
APBN-P
Realisasi % Realisasi
SBN Jatuh Tempo 2010 67.540.415 57.581.768 85,26%
SBN Netto (APBN) 107.500.400 87.580.092 81,47%
Rencana Buyback 3.000.000 168.000 5,60%
Kebutuhan penerbitan 2010 178.040.815 145.329.860 81,63%
SUN 120.745.000 82,12%
SUN Domestik 102.195.000
SUN Valas 18.550.000
SBSN 25.584.860 87,80%
IFR 5.768.000
SBSN Ritel 8.033.860
SDHI 10.783.000
SBSN Valas -
49
Dari tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa realisasi penerbitan Surat
Berharga Negara adalah sebesar 57,5 triliun rupiah dan Surat Berharga Syariah
Negara sebesar 24,5 Triliun. Dari total SBSN tersebut, realisasi penerbitan
Sukuk Dana Haji Indonesia sebesar 10,7 triliun rupiah. Jumlah tersebut cukup
besar mengingat Sukuk Dana Haji Indonesia pertamakali diterbitkan tahun
2009.
Nilai kupon SDHI tercatat antara 7,55-8,52 % dengan tenor dua belas
bulan bulan sampai dengan tiga tahun yang disesuaikan dengan kebutuhan
Kementerian Agama.
Sampai saat ini memiliki jumlah imbalan yang sudah dibayarkan
sebelum pajak sekitar Rp 252,3 miliar. Dengan potongan pajak sebesar Rp 47,1
miliar, maka neto hasil investasi yang diperoleh adalah Rp 205,2 miliar.39
Dari total Sukuk Dana Haji yang diterbitkan, sudah ada 3 jenis yang
jatuh tempo. Dari ketiga jenis tersebut, diperoleh hasil perhitungan kupon
sebagai berikut:
39
Rahmat Waluyanto, Pemerintah Kembali Terbitkan Sukuk, artikel diakses pada 17 Mei 2010 dari http://republika.co.id
50
Gambar 4.2 Tabel Sukuk Dana Haji Jatuh Tempo
Sumber: Outstanding SBN, http://www.dmo.or.id
Perhitungan jumlah kupon yang diterima dengan pengurangan pajak
sebesar 15%
Gambar 4.3 Tabel Sukuk Dana Haji Jatuh Tempo
No Seri Nominal Kupon
1
2
3
SDHI 2010 A
SDHI 2010 B
SDHI 2010 C
Rp 90.545.000.000
Rp 471.431.000.00
Rp 1.877.820.000
Sumber: data diolah pribadi
3. Kebijakan Pengelolaan Anggaran Negara
Kebijakan defisit anggaran akan ditempuh oleh pemerintah jika ternyata
belanja atau pengeluaran pemerintah lebih besar dibandingkan dengan
pendapatan yang diterima.
No. Seri Tgl Terbit
Tgl Jatuh
Tempo
Tgl Bayar
Kupon
Kupon Nominal Sukuk
1 SDHI 2010 A 07-Mei-09 07-Mei-10 tgl 7/bulan 8,52% Rp1.500.000.000.000
2 SDHI 2010 B 24-Jun-09 07-Mei-10 tgl 7/bulan 7,38 % Rp 850.000.000.000
3 SDHI 2010 C 24-Jul-09 24-Aug-10 Tgl 24/bulan 7,89% Rp 336.000.000.000
51
Setelah puluhan tahun pemerintah Indonesia enggan mengakui adanya
defisit anggaran dan selalu menagatakannya sebagai anggaran berimbang,
akhirnya pada tahun 2000 defisit anggaran diakui secara eksplisit.40
Berdasarkan data Dirjen Pengelolaan Hutang, dalam APBN-P 2010
defisit anggaran mencapai 2,1% terhadap GDP atau sekitar Rp 133,7 T dengan
GDP Rp 5.393,77 T (2009). Sementara rasio total utang terhadap GDP nominal
asumsi APBN-P 2010 mencapai 26%.41
Bisa dikatakan selama periode 1997 hingga 2009, tepatnya hingga
sekarang. Pemerintah hampir selalu mengandalkan utang dalam negeri berupa
penerbitan surat-surat berharga atau obligasi pemerintah. Penerimaan
pembiayaan memang lebih banyak didominasi oleh surat berharga
dibandingkan dengan pinjaman luar negeri serta dalam negeri dan sumber non
utang lainnya.
Hal tersebut selaras dengan kebijakan yang diambil pemerintah bahwa
lebih memprioritaskan SBN dibanding utang luar negeri dan dalam negeri
dengan alasan membantu pemerintah agar tidak terlalu ketergantungan dengan
utang itu sendiri.
40
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami ( Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2007), h. 241. 41
Dimas Bagus W.K., Telaah Kritis Budaya Berhutang Indonesia, diakses pada 23
Oktober 2010 dari http://suarapembaca.detik.com/read/2010/07/07/181558/1395067/471/telaah-
kritis-budaya-berhutang-indonesia
52
Selain itu pinjaman luar negeri juga hanya dibatasi untuk pinjaman
lunak pembangunan infrastruktur dan energi, perubahan iklm, dan proyek
pembangunan lainnya seperti kesehatan dan pendidikan42
Dalam buku Laporan Pertanggungjawaban Pengelolaan Surat Berharga
Negara tahun 2009, disebutkan bahwa kebijakan penerbitan SBSN dilakukan
dalam rangka perluasan basis investor, diversifikasi sumber pembiayaan, dan
pengembangan pasar keuangan dalam negeri, instrumen keuangan ini pada
prinsipnya sama seperti surat berharga konvensional, dengan perbedaan pokok
antara lain berupa penggunaan konsep imbalan dan bagi hasil sebagai pengganti
bunga, adanya suatu transaksi pendukung (underlying transaction) berupa
sejumlah tertentu aset yang menjadi dasar penerbitan sukuk, serta adanya aqad
atau penjanjian antara para pihak berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
Kaitannya dengan hal tersebut, dalam kebijakan Pengelolaan Utang
tahun 2008-2010 disebutkan pula bahwa tujuan pengelolaan utang salah
satunya adalah diversivikasi sumber pembiayaan termasuk pengembangan
instrumen pembiayaan syariah.43
.
Berikut ini adalah tabel mengenai gambaran hutang negara dari tahun
1998 hingga tahun 2010
42 Pengelolaan Utang Pemerintah RI, diakses pada tanggal 22 November 2010 dari
http://www.dmo.or.id/dmodata/6Publikasi/4Presentasi/Presentasi_diskusi)dirjenPU_dengan_f
orkem_19April2010.pdf 43
Agus P. Laksono, Sukuk Negara (SBSN) Instrumen Pembiayaan dan Investasi Berbasis Syariah, disampaikan pada Materi Sukuk Goes to Campus, Jakarta 7 Mei 2010
53
Gambar 4.4 Gambaran Utang Negara
Triliun Rupiah
Sumber: Buku Saku Perkembangan Utang Negara(Oktober 2010)
Dari tabel di atas terlihat bahwa memang hutang pemerintah hingga
tahun 2010 yang berasal dari penerbitan surat berharga negara lebih tinggi,
yaitu sebesar 64 % dibandingkan dengan hutang dari pinjaman luar negeri yang
sebesar 36 %. Serta dapat dilihat pula bahwa dari tahun ke tahun perkembangan
utang negara melalui Surat Berharga Negara mengalami kenaikan.
Tahun Pinjaman Surat Berharga Negara Pinjaman Surat Berharga Negara
1998 453 100 82% 18%
1999 438 502 47% 53%
2000 583 652 47% 53%
2001 613 661 48% 52%
2002 570 655 47% 53%
2003 583 649 47% 53%
2004 637 662 49% 51%
2005 620 693 47% 53%
2006 559 743 43% 57%
2007 586 803 42% 58%
2008 730 906 45% 55%
2009 611 379 38% 62%
2010 594 1059 36% 64%
54
Untuk menutup defisit anggaran, pemerintah membuka opsi pendanaan
melalui beberapa sumber, yaitu: 44
1. Pinjaman luar negeri dengan persyaratan lunak dan jangka panjang.
2. Membuka akses sumber pembiayaan di pasar internasional sepsrti obligasi
global dan sukuk global.
3. Mengutamakan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) Rupiah di pasar
dalam negeri. Instrumen pembiayaan dalam negeri yang digunakan
pemerintah Indonesia adalah Surat Berharga Negara yang terdiri dari Surat
Utang Negara (berupa Surat Perbendaharaan Negara (SPN/T-Bills) dan
Obligasi Negara (ORI, FR/VR Bond, Global Bond) dan Surat Berharga
Syariah Negara (SBSN)/Sukuk Negara baik SBSN berjangka pendek
(Islamic T-Bills) maupun jangka panjang (Ijarah Fixed Rate, Global Sukuk,
Sukuk Dana Haji Indonesia).
Jenis-jenis instumen tersebut, oleh pemerintah dikategorikan sebagai
instrumen utang. Dimana penggunaan atau pengelolaan pada masing-masing
instrumen tersebut berbeda. Untuk penyalurannya, dikategorikan menjadi lima,
yaitu untuk pengelolaan kas negara, untuk pembiayaan defisit negara,
pembiayaan kegiatan negara, pengelolaan portofolio dan pembiayaan-
pembiyaan lain.
44
“Kritik Ekonomi Islam terhadap APBN”, Majalah Sharing edisi 35 tahun IV
(November 2009): h.11.
55
Pemerintah memiliki beberapa jenis instrumen pembiayaan negara.
Dalam bentuk jenis instrumen pinjaman yang dimasukan ke dalam jenis
instrumen utang pemerintah, baik pinjaman dalam negeri maupun pinjaman
luar negeri.
Begitupula dengan Surat Berharga Negara, SUN maupun Sukuk
Negara. Dalam upaya pengelolaan utang dengan baik, maka pemerintah lebih
memprioritaskan penerbitan Surat Berharharga Negara karena lebih bisa
dikembangkan untuk pasar keuangan pemerintah. Mengenai pos-pos
penyaluran atau penggunaan jenis instrumen utang negara tersebut, secara lebih
rinci dapat dilihat pada tabel berikut ini
56
Gambar 4.5 Tabel Jenis Instrumen Pembiayaan APBN
Sumber: Materi Diskusi Dirjen Pengelolaan Utang-Kementerian Keuangan (19 April 2010)
Dana haji yang masuk ke dalam kas negara akan dikelola oleh bagian
perbendaharaan negara. Dalam pengelolaann dan penggunaan Sukuk dana haji
di anggaran negara, tidak ada prioritas ataupun penempatan khusus untuk pos
tertentu.
Jenis Instrumen Utang
Penggunaan
Pengelolaan Pembiayaan Pembiayaan Pengelolaan lain-lain
Kas Defisit Kegiatan Portofolio (pembiayaan
krisis)
Jangka
Pendek √
SUN
Surat
Berharga
Negara
Jangka
Panjang √
√ √
Jangka
Pendek √
SBSN
Jangka
Panjang √ √ √
Program √ √
Tunai
Pinjaman
Luar
Negeri
Tunai
Lainnya √ √
Kegiatan √
Pinjaman
Dalam
Negeri √
57
Penggunaan dana-dana tersebut termasuk ke dalam general financing,
yaitu penggunaan dana untuk pembiayaan yang bersifat umum bukan untuk
project financing, yaitu pembiayaan untuk jenis pembangunan proyek
tertentu.45
Sukuk Dana Haji Indonesia termasuk ke dalam SBSN jangka panjang,
dimana penggunaan SBSN jangka panjang adalah untuk pembiayaan kegiatan
dan pembiayaan defisit. Serta melihat pos penggunaan Sukuk Dana Haji
Indonesia adalah untuk general financing dapat dikatakan bahwa Sukuk Dana
Haji memang digunakan untuk pembiayaan defisit. Bukan untuk pembangunan
proyek tertentu.
B. Kelebihan dan Kekurangan Sukuk Dana Haji Indonesia
Dapat dikatakan bahwa Sukuk Dana Haji Indonesia sebagai salah satu
instrumen pembiayaan negara memiliki beberapa kelabihan dibandingkan dengan
dana haji yang diletakan di deposito perbankan, yaitu:
1. Memberikan imbalan tetap (fix return), yaitu imbalan diberikan secara
periodik. Imbal balik yang diberikan oleh Sukuk Dana Haji Indonesia
adalah fixed coupon yang disepakat di awal akad (predetermined) dan
dibayarkan secara periodik setiap bulannya.
45
Agus P. Laksono, Staff Direktorat Pembiayaan Syariah-Direktorat Jenderal
Pengelolaan Utang Kementrian Keuangan, Wawancara Pribadi, Jakarta, 18 Oktober 2010
58
2. Investasi yang aman, yaitu pembayaran imbalan dan nilai nominal
dijamin oleh negara dalam Undang-Undang No.19 Tahun 2008 dan
Undang-Undang APBN setiap tahunnya.
3. Pajak terhadap imbalan SBSN (15%) lebih kecil daripada pajak terhadap
bagi hasil deposito (20%).
Pada dasarnya sukuk dana haji indonesia disemangati oleh kedua belah
pihak, yaitu kepentingan Kementrian Agama dan Kementrian Keuangan.46
Kelebihan yang didapat dari penempatan dana haji ke sukuk dana haji indonesia
dari sisi Kementrian Agama diantaranya yaitu :
1. Menghindari sistem risk perbankan
Sebelum ditempatkan pada sukuk dana haji Indonesia, dana haji
ditempatkan di deposito perbankan. Dari sekian triliun dana haji yang masuk ke
perbankan, hanya senilai 2 miliar. Sekiranya perbankan mengalami collaps
maka uang dana haji senilai sekian triliun tidak ada yang menjamin.
Untuk alasan-alasan yang kuat, pinjaman pemerintah jauh lebih aman
dan dapat dipertanggungjawabakan daripada didepositokan di bank. Pemerintah
lebih dapat dipercaya dan janjinya lebih dapat diyakini daripada bank karena
peminjam mempunyai jaminan dari pemerintah akan kembalinya uang
pinjaman itu tepat pada waktu yang telah dijanjikan.
46
Agus P. Laksono, Staff Direktorat Pembiayaan Syariah-Direktorat Jenderal
Pengelolaan Utang Kementrian keuangan RI, Wawancara Pribadi, Jakarta, 18 Oktober 2010.
59
Dan diantara beberapa orang, dengan kondisi semacam itu lebih
senang pada pinjamn pemerintah daripada pada bank lain sebagai tujuan utama
mereka menyimpan uang. Di samping itu tindakan semacam ini merupakan
perbuata amal, Karena mereka akan membantu pemerintah demi kebaikan
seluruh masyarakat.47
2. Lebih terjamin dari sisi kesyariahannya
Dengan ditempatkannya dana haji pada sukuk dana haji Indonesia
akan lebih terjamin dari segi kesyariahannya. Selama ini, dana haji yang
ditempatkan di 21 bank bisa diasumsikan tidak semuanya bank-bank tersebut
adalah bank syariah. Sehingga dengan ditempatkannya dana haji pada sukuk
tentu tidak akan menghawatirkan karena sejak awal sudah ada akd yang jelas.
3. Merupakan tempat investasi yang bebas default risk (gagal bayar)
Dilihat dari sisi Kementrian Agama sebagai investor, dengan
menempatkan dana haji pada sukuk dana haji indonesia merupakan keptusan
yang tepat. Karena hal pertama yang akan dipertimbangkan oleh investor saat
akan menempatkan dananya adalah default risk, karena sukuk ini milik
pemerintah maka default risk nya tida ada. Karena seluruh dana dijamin oleh
pemerintah.
Dari sisi Kementrian Keuangan tentu juga mendatangkan manfaat,
diantaranya yaitu:
47
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam jilid 4 (Yogyakarta: PT Dana Bhakti
Wakaf, 2003), h. 506.
60
1. Sumber pendanaan baru
Dengan ditempatkannya dana haji pada sukuk dana haji indonesia
menjadi sumber pembiayaan baru bagi pemerintah untuk membiayai APBN
2. Efisiensi sektor keuangan
Dengan menempatkan dana haji langsung pada sukuk tentu akan lebih
efisien karena dana langsung masuk ke kas negara dan pengelolaannya diatur
langsung oleh perbendaharaan negara. berbeda ketika dana ditempatkan di
sektor perbankan baru kemudian ditempatkan di surat berharga negara, hal
tersebut akan menimbulkan tambahan spread karena ada tambahan efisiensi.
3. Tambahan investor
Dengan ditempatkannya dana haji pada sukuk dana haji indonesia
tentunya telah menambah basis investor baru bagi kementrian keuangan.
Dengan bertambahnya investor maka akan menambah masukan bagi
pembiayaan pemerintah.
Adapun beberapa kekurangan pada Sukuk Dana Haji Indonesia adalah:
1. Mengurangi Jumlah Dana Pihak Ketiga Bank Syariah
Pada aplikasinya, sukuk haji ternyata menarik dana haji yang
terkumpul dalam DPK (dana pihak ketiga) bank syariah, dana yang selama ini
mampu diserap dan membesarkan DPK bank syariah. Dana haji tersebut sedikit
banyak telah pula mampu meningkatkan kapasitas produksi bank syariah48
48
Ali Sakti. Kanibalisme Keuangan Syariah, diakses pada 23 Oktober 2010 dari
http://abiaqsa.blogspot.com/
61
Dana triliunan itu ditarik, baik dari bank syariah maupun bank
konvensional, untuk diletakkan dalam portfolio sukuk haji. Bagi bank
konvensional yang telah memiliki DPK cukup besar penarikan ini relatif tidak
mengganggu, tetapi dengan size bank syariah yang masih kecil, kebijakan
Kementerian Agama ini tentu akan mengganggu perkembangan bank-bank
syariah.
2. Keraguan pada pengelolaannya
Dari segi pengelolaannya di kas perbendaharaan negara ada sedikit
kekhawatiran. Yaitu sukuk dana haji itu sendiri digunakan untuk general
financing.49
Jadi ketika dana haji masuk ke kas negara maka akan dikelola oleh
bagian perbendaharaan negara. Di bagian tersebut tidak ada klasifikasi atau
pemisahan dana haji diagaunakan untuk apa. Tetapi dijadikan satu dengan
dana-dana lain untuk kemudian digunakan untuk general financing tersebut.
Secara syariah, hal tersebut menimbulkan keragu-raguan akan bercampurnya
dana tersebut dengan dana non sukuk.
49
Agus P. Laksono, Staff Direktorat Pembiayaan Syariah-Direktorat Jenderal
Pengelolaan Utang Kementrian Keuangan RI, Wawancara Pribadi, Jakarta, 18 Oktober 2010
62
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dalam pengelolaan anggaran negara, sukuk merupakan salah satu instrumen
pembiayaan negara. Digunakan sebagai salah satu sumber pembiayaan APBN.
Dana yang berasal dari sukuk digunakan untuk pengelolaan kas, pembiayaan
defisit dan pembiayaan kegiatan. Dana SDHI sendiri digunakan untuk
pembiayaan secara umum (general financing), bukan untuk membiayai proyek
(project financing). Maka dari itu bisa disimpulkan bahwa pengelolaan dana
haji pada Sukuk Dana Haji Indonesia adalah untuk pembiayaan defisit anggaran
mengingat penggunaannya adalah tergolong untuk pembiayaan secara umum.
Bukan untuk membiayai proyek tertentu.
Dalam Pengelolaan APBN, realisasi penerbitan Sukuk Dana Haji
Indonesia hingga tahun 2010 adalah sebesar 10,7 triliun. Dan total seri Sukuk
Dana Haji Indonesia yang sudah diterbitkan ada tujuh, yaitu SDHI 2010 A,
SDHI 2010 B, SDHI 2010 C, SDHI 2013 A, SDHI 2014 A, SDHI 2014 B,
SDHI 2014 C. Dari total tersebut, ada tiga yang sudah jatuh tempo, yaitu SDHI
2010 A, SDHI 2010 B, SDHI 2010 C.
1. Adapun kelebihan dan kekurangan pengelolaan dana haji pada Sukuk Dana
Haji adalah sebagai berikut:
a. Kelebihan
63
1) Dilihat dari sisi Kementrian Agama :
a) Menghindari sistem risk perbankan
b) Lebih terjamin dari sisi kesyariahannya
c) Merupakan tempat investasi yang bebas default (gagal bayar).
2) Dilihat dari sisi Kementrian Keuangan :
a) Sumber pendanaan baru
b) Efisiensi sektor keuangan
c) Tambahan investor
b. Kekurangan
Secara umum, tentu saja Sukuk Dana Haji Indonesia menimbulkan dampak
negatif dari sisi sektor keuangan, yaitu:
1) Mengurangi Dana Pihak Ketiga (DPK) pada bank syariah.
2) Menimbulkan keragu-raguan dari segi pengelolaannya, mengingat Sukuk
Dana Haji Indonesia tersebut ditempatkan untuk general financing jadi
terdapat kekhawatiran tercampur dengan dana selain sukuk.
B. Saran
Berdasarkan uraian kesimpulan di atas maka saran penulia adalah:
1. Sebaiknya Kementrian Agama tidak perlu menarik dana haji yang sudah
ditempatkan di bank syariah lantas ditempatkan di sukuk. karena pada dasarnya
bila dilihat dari sisi kesyariahannya maka penempatan dana haji di bank syariah
sudah sesuai.
64
2. Kementrian Keuangan harus lebih selektif lagi dalam pengalokasian Sukuk
Dana Haji Indonesia. Agar tidak terjadi percampuran dengan dana-dana non
sukuk.
DAFTAR PUSTAKA
Al Quran.
Al Hadis.
Bagus, Dimas W.K., Telaah Kritis Budaya Berhutang Indonesia, diakses pada
tanggal 23 November 2010
dari
http://suarapembaca.detik.com/read/2010/07/07/181558/1395067/471/telaah
-kritis-budaya-berhutang-indonesia.
Buku Perkembangan Utang Negara, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang-
Kementerian Keuangan, edisi Oktober 2010.
Direktorat Pembiayaan Syariah-Direktorat Pengelolaan Utang Kementrian Keuangan,
Mengenal Sukuk Instrumen Investasi Berbasis Syariah, diakses pada tanggal
23 September 2010 dari http://www.dmo.or.id
Firdaus, Muhammad NH,dkk., Briefcase book edukasi Profesional Syariah Sistem
Keuangan dan Investasi, Jakarta: Renaisan, 2005.
Hamid, Abdul, Pasar Modal Syariah, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN, 2009.
http://www.depkeu.go.id.htm, diakses pada tanggal 1 Februari 2010
http://www.iei.or.id/publicationfiles/Manajemen%20Utang%20Pemerintah%20%20B
est%20Practices%20dan%20Pengalaman%20Indonesia.pdf pada tanggal 23
September 2010
Kane, Bodie, dkk., Invesments (Investasi), Jakarta: Salemba 4, 2006.
Kritik Ekonomi Islam terhadap APBN, Majalah Sharing edisi 35 tahun IV
November 2009.
Karim, Adiwarman A., Ekonomi Makro Islami, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2007.
Laksono, Agus P., Sukuk Negara (SBSN) Instrumen Pembiayaan dan Investasi
berbasis Syariah, disampaikan pada materi Sukuk Goes to Campus, Jakarta 7
Mei 2010.
Laksono, Agus P., Staff Direktorat Pembiayaan Syariah-Direktorat Jenderal
Pengelolaan Utang Kementrian Keuangan, Wawancara Pribadi, Jakarta, 18
Oktober 2010
Lampiran Keputusan Menteri Keuangan Nomor 447/KMK.06/2005 Tentang Strategi
Pengelolaan Utang Negara Tahun 2005-2009, diakses pada tanggal 26
Oktober 2010 dari http://www.dmo.or.id
Laporan Pertanggungjawaban Pengelolaan Surat Berharga Negara tahun 2009.
M. Umer Chapra, Sisitem Moneter Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 2003.
Manan, Abdul, Obligasi Syariah, diakses pada tanggal 9 Juli 2010 dari
http://www.badilag.net
Moeljadi, Manajemen Keuangan Pendekatan Kuantitatif dan Kualitataif jilid 1, Jawa
Timur: Bayumedia Publishing, 2006.
Mustafa Edwin Nasution, Kritik Ekonomi Islam terhadap APBN, Majalah Shariang
edisi 35 tahun IV November 2009.
Nurul Huda dan Mustafa E. Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah,Jakarta:
Kencana , 2008.
Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal, diakses pada
tanggal 23 Oktober 2010 dari
http://docs.google.com/viewer?url=http://www.anggaran.depkeu.go.id/Conte
nt/08-08-15,+BAB+VI.pdf&chrome=true
Penempatan Dana Haji dan Dana Abadi Umat ke SBSN lebih aman, diakses pada
tanggal 28 januari 2010 dari http://www.jurnalhaji.com.htm
Rahman, Afzalur, Doktrin Ekonomi Islam jilid 4, Yogyakarta: PT Dana Bhakti
Wakaf, 2003.
Rochaety, Etty, dkk., Metode Penelitian Bisnis, Jakarta: Mitra Wacana Media, 2007.
Rodoni, Ahmad, Investasi Syariah, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN, 2009.
Sakti, Ali, Kanibalisme Keuangan Syariah, diakses dari http://abiaqsa.blogspot.com/
pada tanggal 23 November 2010
Sambutan Menteri Keuangan pada Acara Penandatanganan MoU antara Menteri
Keuangan dan Menteri Agama dalam rangka Penempatan Dana Haji dan
DAU dalam SBSN, diakses pada tanggal 1 Februari 2010
dari http//www.depkeu.go.id.htm.
Suad Husnan, Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas, Yogyakarta: UPP
AMP YKPN, 2005.
Sudarsono, Heru, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta: Ekonosia-FH
UII, 2007.
Sukuk Dana Haji Kembali Terbit, diakses pada tanggal 23 November 2010 dari
http://bataviase.co.id/node/215191
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Jakarta: Rajawali Press, 2002.
Suprayitno, Eko, Ekonomi Islam Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional,
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005.
Trie, Arief Hardiyanto, Pengelolaan Utang Negara Analisis Risiko dan Strategi
Utang, diakses pada tanggal 23 September 2010 dari
http://www.pusdiklatwas.bpkp.go.id/artikel/namafile/34/paper_S3-hutang-
v.doc.
Kalsum, Umi dan Agus Dwi Darmawan, Depag Siap Tarik Dana Haji di 21 Bank,
diakses pada tanggal 1 Februari 2010 dari http://www.bisnis.vivanews.com
2.htm.
HASIL WAWANCARA
Nama : Agus P. Laksono
Jabatan: Staff Direktorat Pembiayaan Syariah-Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
Kementrian Keuangan RI
Waktu : Senin, 18 Oktober 2010
Pukul : 08.30-09.15
Hasil Wawancara:
1. Bagaimana mekanisme pengelolaan dan penggunaan dana haji pada Sukuk Dana
Haji Indonesia?
Mekanisme pengelolaan, dana tersebut dikelola mengikuti prosedur pelaksanaan
APBN seperti biasa. Dikelola oleh bagian perbendaharaan negara. Jadi uang
masuk ke rekening kas umum negara dan selanjutnya dikelola oleh mereka. Untuk
pengelokasiannya mengikuti pelaksanaan APBN, tidak ada yang berubah. Artinya
uang tersebut dialokasikan untuk apa tidak ada referensi atau prioritas. Jadi
sepanjang target dalam konteks APBN, ada belanja dan kebutuhan. Penentuan
APBN itu biasanya berdasarkan pertumbuhan . jika kita ingin pertumbuhan sekian
persen dalam tahun ini, maka atas dasar itu ada keperluan belanja untuk mencapai
target yang diinginkan, dengan banyak asumsi tentunya, seperti inflasi dan
macam-macam.
2. Mengapa akad Ijarah al-khadamat yang dijadikan model dalam Sukuk Dana Haji
Indonesia?
Alasan menggunakan Ijarah al-khadamat karena memang ini yang bisa kita
persiapkan. Insya Allah belum ada di negara lain. Untuk strukturnya kita buat
sendiri, diajukan ke Majelis Ulama Indonesia kemudian disetujui maka kita
jalankan. Untuk fatwa ini mengikuti fatwa ijarah, khusus untuk Ijarah al-khadamat
ini kita dokumentasikan lalu kita mintakan opininya ke MUI. Tetapi kalau
ditanyakan mengapa yang dijadikan model adalah Ijarah al-kahadamat, karena
memang ini yang bisa kami siapkan dan dari sisi syariah ini yang memungkinkan.
Jadi ini didesain khusus untuk Sukuk Dana Haji Indonesia. Karena dari sisi
namanya juag ijarah pelayanan. Pelayanan ini kita ambil dari pelayanan dalam
penyelenggaraan haji, misalnya flying, catering, dan housing.
3. Dalam Sukuk Dana Haji digunakan metode private palecement, apa yang
membedakannya dengan metode lain seperti lelang dan bookbuilding?
Metode private placement karena memang kewenangan dana haji tersebut khusus
milik Kementrian Agama yang ditempatkan pada sukuk.
4. Dalam pengelolaannya, Sukuk Dana Haji sudah dialokasikan ke proyek apa saja?
Sukuk Dana Haji Indonesia dianggap sebagai salah satu instrumen untuk general
financing. Jadi dia masuk ke APBN untuk pembiayaan umum APBN. Jadi tidak
spesifik digunakan untuk keperluan-keperluan tertentu. Begitu masuk ke APBN,
dana Sukuk Dana Haji Indonesia bersama dana-dana SBSN lain digunakan untuk
pembiayaan umum APBN. Digunakan untuk apapun sepanjang digunakan untuk
kebutuhan dalam konteks defisit berarti bisa dipakai. Dan ini memang didesain
untuk general financing, bukan untuk project financing. Karena pengaturan untuk
project financing itu belum siap. Jadi harus kita selesaikan terlebih dahulu. Tapi
meskipun itu sudah siap nanti untuk Sukuk Dana Haji Indonesia ini memang untuk
general financing. Berbeda dengan SBSN untuk project financing, itu nanti
digunakan spesifik kegiatan-kegiatan tertentu. Underlyingnya berupa kegiatan-
kegiatan pemerintah seperti jala, jembatan, dsb. Sedangkan Sukuk Dana Haji nanti
yang digunakan pertamakali adalah jasa layanan haji. Jadi tidak nyambung kalau
objeknya jasa haji tetapi digunakan untuk kegiatan pembiayaan jalan, begitupula
sebaliknya jika obyeknya jalan atau jembatan digunakan untuk Sukuk Dana Haji
juga tidak bisa.
5. Sukuk Dana Haji Indonesia bisa dikatakan masih baru karena baru berjalan kurang
dari dua tahun, apakah sudah bisa dikatakan memberikan manfaat bagi
pembiayaan APBN?
Memberikan banyak manfaat ini. Tahun ini saja ada sekitar 12 triliun yang
sumbernya dari Sukuk Dana Haji Indonesia. 12 triliun itu ya cukup besar dari 100
triliun yang kita biayai. Jadi dari sisi itu cukup besar. Yang jelas begini, manfaat
untuk APBN dari Sukuk Dana Haji Indonesia bisa dilihat bahwa ini disemangati
oleh dua pihak yaitu Kementrian Keuangan dan Kementrian Agama. Jadi kalau
dari sisi Kementrian Agama, selama ini dana haji ditempatkan di deposito bank.
Dari sisi syariahnya kan mengkhawatirkan. Karena ditempatkan di 21 bank,
diasumsikan ini tidak semuanya syariah sehingga karena uang nasabah ini
digunakan untuk ibadah haji maka seharusnya ditempatkan di instrument syariah.
Yang ke dua, dari sisi Kementrian Agama dengan menempatkan uang tersebut di
perbankan itu menghadapi system risk. Karena uang tersebut ditempatkan di
deposito, dan deposito itu yang masuk dalam penjaminan Lembaga Penjamin
Simpanan itu hanya 2 miliar. Kemudian untuk rate mengikuti rate normal
deposito. Jika perbankan mengalami collaps, uang jamaah haji yang sekian puluh
triliun itu tidak ada yang mempertanggungjawabkan. Kemudian yang terakhir,
uang-uang itu merupakan uang yang murah bagi perbankan karena diperoleh dari
Kementrian Agama dalam jumlah besar, dan seharusnya dana-dana tersebut untuk
sektor riil tapi kenyataannya perbankan menempatkannya di SBI dan SUN.
Sehingga ada kesan perbankan ini proses intermediasinya tidak efisien.
Berangkat dari situ, maka Kementrian Keuangan mengambil peluang tersebut.
Pertama, kita mengamankan, memberikan keamanan pada jamaah haji. Karena
pemerintah tidak mungkin default, kecil sekali kemungkinan pemerintah
mengalami default. Yang ke dua, dari sisi efisiensi. Jadi untuk pembangunan jiak
uang masuk ke perbankan terlebih dahulu lalu baru ke pemerintah maka aka nada
tambahan spread, maka disitu ada tambahan efisiensi. Jika uang langsung masuk
ke pemerintah, pemerintah akan dapat sumber pembiayaan baru. Jadi
kontribusinya terhadap APBN dapat memberikan sumber pendanaan baru,
pembiayaan lebih murah, memberikan investor baru, kemudian ada memberikan
efisiensi di sektor keuangan.
6. Kendala apa yang dihadapai oleh Kementrian Keuangan sebagai pengelola dana
haji pada Sukuk Dana Haji Indonesia, sejak diterbitkannya hingga mulai
berjalannya SDHI?
Kendala yang dihadapi hanya pada respon dunia perbankan yang kurang menerima
penempatan dana haji pada Sukuk Dana Haji Indonesia, serta penarikan dana
tersebut dari sektor perbankan untuk kemudian ditempatkan pada Sukuk Dana Haji
Indonesia.
Jakarta, 6 Februari 2011
Mengetahui,
Agus P. Laksono
(Staff Direktorat Pembiayaan Syariah-Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
Kementrian Keuangan RI)
top related