pengaruh tipe kepribadian, self-esteem, loneliness,...
Post on 13-Oct-2019
10 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENGARUH TIPE KEPRIBADIAN, SELF-ESTEEM,
LONELINESS, DAN DEMOGRAFIS TERHADAP
SELF-DISCLOSURE PENGGUNA INSTAGRAM
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)
Oleh :
Puspita Brillianti Nugroho
NIM: 11140700000095
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H / 2018
v
MOTTO :
“Jangan menunggu bahagia datang baru
bersyukur, tapi bersyukurlah maka kebahagiaan
akan datang”
-Unknown-
Persembahan :
“Skripsi ini kupersembahkan untuk Papa dan Mama yang
selalu mendoakanku selama 22 tahun ini. Semoga Allah
memberikan surga firdaus untuk kalian.”
vi
ABSTRAK
A. Fakultas Psikologi
B. September 2018
C. Puspita Brillianti
D. Pengaruh Tipe Kepribadian, Self-Esteem, Loneliness dan Demografis
terhadap Self-Disclosure Pengguna Instagram
E. 105
F. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kepribadian big five
(neuroticism, extraversion, openness to experience, agreeableness,
conscientiousness), self-esteem, loneliness dan demografis (usia dan jenis
kelamin) terhadap self-disclosure pengguna Instagram. Penelitian ini
menggunakan teknik non-probability sampling yaitu convenience
sampling. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan
metode analisis regresi berganda pada taraf signifikansi 0.05 atau 5%.
Partisipan dalam penelitian ini adalah pengguna Instagram yang secara
aktif mengupload/menggunakan fitur-fitur yang ada di Instagram dan
berjumlah 225 orang.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
dari variabel kepribadian big five (neuroticism, extraversion, openness to
experience, agreeableness, conscientiousness), self-esteem, loneliness dan
demografis (usia dan jenis kelamin) terhadap self-disclosure. Besar
proporsi varians dari self-disclosure yang dijelaskan oleh seluruh
independen variabel sebesar 7.9% sedangkan sisanya yaitu 92.1%
dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini. Berdasarkan koefisien
regresi menunjukkan hanya ada tiga variabel yang berpengaruh secara
signifikan terhadap self-disclosure, yaitu neuroticism, extraversion, dan
agreeableness. Sedangkan variabel openness to experience,
conscientiousness, self-esteem, loneliness, usia dan jenis kelamin tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap self-disclosure. Bedasarkan hasil
penelitian ini, maka disarankan agar penelitian selanjutnya meneliti serta
menganalisis pengaruh variabel lain untuk mendapatkan informasi yang
lebih komprehensif. Penulis menyarankan untuk mengkaji variabel lain
seperti budaya atau konformitas.
G. Bahan bacaan : 51 ; Buku: 11 + disertasi: 2 + jurnal : 37
vii
ABSTRACT
A. Faculty of Psychology
B. September 2018
C. Puspita Brillianti
D. The Effect of Big Five Personality, Self Esteem, Loneliness, and
Demographic toward Instagram Users
E. 105
F. This study was conducted to determine the integrity of the top five
(neuroticism, extraversion, openness to experience, friendliness,
thoroughness), self-esteem, loneliness and demographics (information
and gender) to the self-disclosure of Instagram users. This research
uses a non-probability sampling technique, namely convenience
sampling. This study uses quantitative analysis with multiple
regression analysis methods at a significance level of 0.05 or 5%.
Participants in this study were Instagram users who were able to
upload/use the features on Instagram and 225 users.
The results of this study indicate that there are significant variables
(neuroticism, extraversion, openness to experience, friendliness,
thoroughness), self-esteem, loneliness and demographics (money and
gender) to self-disclosure. The variance of self-disclosure which is
covered by the whole variable is 7.9% while the rest is 92.1% by other
variables outside this study. Based on the regression coefficient there
are only three variables that significantly influence self-disclosure,
namely neuroticism, extraversion, and friendliness. While the variables
of openness to experience, prudence, self-esteem, loneliness, and
people are not significantly significant in self-disclosure. Based on the
results of this study, the invitation for further research also discusses
other variables to get more comprehensive information. The author
suggests reviewing other variables such as culture or conformity.
G. Reading materials : 51 ; Books: 11 + disertation: 2 + journals : 37
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadiran Allah SWT dan semua nikmat
yang telah Allah berikan kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan
penelitian skripsi dengan judul “Pengaruh Tipe Kepribadian, Self-Esteem,
Loneliness dan Demografis terhadap Self-Disclosure Pengguna Instagram”.
Tidak lupa pula shalawat serta salam penulis curahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, berikut para sahabat dan pengikutnya.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak penulis tidak
akan mampu menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag, M.Si, dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan jajarannya serta seluruh civitas akademik
Fakultas Psikologi, atas bantuan, arahan, dan bimbingan selama penulis
menyusun skripsi.
2. Solicha M.Si, dosen pembimbing skripsi dan Nia Tresniasari M.Si selaku
dosen pembimbing semprop atas kesabaran dan keikhlasannya
meluangkan waktu dan tenaga dalam memberikan masukan, arahan serta
koreksi kepada penulis agar penulis bisa menghasilkan skripsi yang
bermutu.
3. Drs. Rachmat Mulyono, M.Si, dosen pembimbing akademik yang telah
membantu, mendukung serta memberikan arahan kepada penulis selama
masa perkuliahan.
4. Kedua orang tua penulis Bapak Satrio dan Ibu Hidayati untuk doa, kasih
sayang, kesabaran, dukungan, dan didikan yang telah diberikan kepada
penulis sampai saat ini sehingga penulis bisa menjadi pribadi yang
tangguh saat ini. Terimakasih sudah mengajarkan penulis untuk selalu
mendahulukan agama daripada dunia. Untuk kedua kakak penulis
terimakasih sudah memberikan dukungan secara tidak langsung, namun
dukungan tersebut sangat berharga bagi penulis.
ix
5. Sahabat fiiddunnya wal akhirat, Bela, Ria, Riri, dan Zulfa, yang selalu siap
sedia mendukung, mendengarkan curhatan, menghibur penulis dengan
lawakan-lawakan receh mereka. Terima kasih sudah menjadi sahabat
penulis selama 22 tahun ini, semoga persahabatan kita benar-benar sampai
ke surga nanti. Aamiin.
6. Dunkin, brother from another parents. Terimakasih atas kesabaran dan
dukungan yang telah diberikan kepada penulis. Terimakasih sudah
menjadi motivasi untuk penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan
skripsi ini.
7. Mas Arba’i, terimakasih atas masukan-masukan, bantuan, dukungan yang
diberikan selama menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih juga pernah
menjadi salah satu alasan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
8. Sahabat “Save Our Maskot”, Hafla, Mila, Dyah, Rivera atas bullyan (:P),
dukungan dan kerecehan kalian. Terimakasih sudah bersedia menjadi
sahabat penulis selama 4 tahun ini. Semoga kita tetap menjadi sahabat
sampai kita menjumpai kesuksesan kita masing-masing. Aamiin.
9. Teman-teman KKL BABES REHAB BNN, Jaka, Icha, Kresna, Firas,
terimakasih atas pengalaman berharga ketika kita KKL di BNN. Salah satu
pengalaman berharga yang penulis rasakan dalam dunia perkuliahan ini.
10. Teman-teman Psiko D (khususnya Yani dan Fathia) dan teman-teman
angkatan 2014, terimakasih atas bantuan dan kerjasama kalian selama
penulis menuntut ilmu di Fakultas Psikologi ini. See you on top!
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis menerima adanya kritik dan saran yang
membangun untuk penyempurnaan penelitian ini. Pada akhirnya penulis
mengucapkan semoga karya tulis ini dapat bermanfaat untuk banyak pihak.
Jakarta, 30 Juli 2018
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN .................................................................................. iv
MOTTO .................................................................................................................... v
ABSTRAK ................................................................................................................ vi
ABSTRACT .............................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR .............................................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. x
DAFTAR TABEL .................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xiv
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................ 1- 12
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
1.2 Pembatasan Masalah ................................................................................ 10
1.3 Perumusan Masalah .................................................................................. 11
1.4 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 12
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................... 12
BAB 2 LANDASAN TEORI ................................................................................... 13 - 39
2.1 Self-Disclosure ......................................................................................... 13
2.1.1 Definisi self-disclosure ................................................................... 13
2.1.2 Dimensi self-disclosure .................................................................. 16
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi self-disclosure ........................ 17
2.1.4 Pengukuran self-dsiclosure ............................................................ 19
2.2 Tipe Kepribadian ...................................................................................... 20
2.2.1 Definisi kepribadian ....................................................................... 20
2.2.2 Tipe kepribadian big five ................................................................ 20
2.2.3 Pengukuran big five ........................................................................ 24
2.3 Self-Esteem .............................................................................................. 25
2.3.1 Definisi self-esteem ....................................................................... 25
2.3.2 Dimensi self-esteem........................................................................ 26
2.3.3 Pengukuran self-esteem .................................................................. 27
2.4 Loneliness ................................................................................................ 28
2.4.1 Definisi loneliness ......................................................................... 28
2.4.2 Dimensi loneliness ......................................................................... 29
2.4.3 Pengukuran loneliness .................................................................... 31
2.5 Kerangka Berfikir .................................................................................... 32
2.6 Hipotesis Penelitian ................................................................................. 38
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ................................................................. 40 - 61
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ................................ 40
xi
3.2 Variabel & Definisi Operasional Variabel ............................................... 41
3.3 Instrumen Pengumpulan Data ................................................................. 42
3.4 Uji Validitas Konstruk ............................................................................ 47
3.4.1 Uji validitas konstruk self-disclosure ............................................. 47
3.4.2 Uji validitas konstruk kepribadian big five ................................... 49
3.4.3 Uji validitas konstruk self-esteem ................................................. 55
3.4.4 Uji validitas konstruk loneliness ................................................... 57
3.5 Teknik Analisis Data ............................................................................... 58
BAB 4 HASIL PENELITIAN ................................................................................ 62 - 74
4.1 Gambaran Subyek Penelitian .................................................................. 62
4.2 Hasil Analisis Deskriptif .......................................................................... 63
4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian ...................................................... 65
4.4 Uji Hipotesis Penelitian ............................................................................ 67
4.4.1 Analisis regresi ................................................................................ 67
4.4.2 Pengujian proporsi varians .............................................................. 71
BAB 5 KESIMPULAN, KRITIK DAN SARAN ................................................... 75 - 83
5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 75
5.2 Diskusi ...................................................................................................... 75
5.3 Saran ......................................................................................................... 80
5.3.1 Saran teoritis ................................................................................... 80
5.3.2 Saran praktis ................................................................................... 82
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 84 - 88
LAMPIRAN .............................................................................................................. 89 - 105
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Costa and Mc Crae’s Five Factor Model of Personality ........................... 23
Tabel 3.1 Blueprint Skala self-disclosure .................................................................. 43
Tabel 3.2 Blueprint Skala Mini-IPIP NEO ................................................................ 44
Tabel 3.3 Blueprint Skala Self-Esteem ....................................................................... 45
Tabel 3.4 Blueprint Skala Loneliness......................................................................... 46
Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Self-Disclosure .......................................................... 48
Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Neuroticism ............................................................... 50
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Extraversion .............................................................. 51
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Openness to Experience ............................................ 52
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Agreeableness ........................................................... 54
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Conscientiousness ................................................... 55
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Self-Esteem .............................................................. 56
Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Loneliness................................................................ 58
Tabel 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian .......................................................... 62
Tabel 4.2 Analisis Deskriptif ..................................................................................... 64
Tabel 4.3 Pedoman Interpretasi Skor ......................................................................... 65
Tabel 4.4 Kategorisasi Skor Variabel ........................................................................ 66
Tabel 4.5 Tabel R-Square .......................................................................................... 68
Tabel 4.6 Tabel Anova ............................................................................................... 68
Tabel 4.7 Koefisien Regresi Independent Variable ................................................... 69
Tabel 4.8 Proporsi Varians Tiap IV terhadap DV ................................................... 72
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir .................................................................................. 37
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian ............................................................................... 89
Lampiran 2 Path Diagaram ........................................................................................ 97
Lampiran 3 Syntax Uji Validitas ............................................................................... 103
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Manusia hidup disebut sebagai makhluk sosial dimana perlu adanya interaksi dan
komunikasi untuk memelihara tingkah tingkah laku sosial individu tersebut,
sehingga individu dapat tetap bertingkah laku sosial dengan individu lain
(Santoso, 2010). Proses menjalin komunikasi tersebut diperlukan adanya
penyampaian informasi kepada orang lain mengenai diri sendiri. Hal ini
berhubungan dengan adanya peran self-disclosure pada individu.
Self-disclosure adalah proses menceritakan tentang diri yang sebelumnya
tidak diketahui sehingga menjadi pengetahuan bersama, proses membuat diri
dikenal orang lain (Jourard & Lasakow, dalam Joinson, 2008). Self-disclosure
biasanya mempelajari dalam hal pesan lisan yang mengandung pernyataan seperti
“yang saya rasakan” dan “saya kira”, tapi pesan nonverbal seperti pakaian yang
dikenakan juga merupakan contoh self-disclosure jika tujuannya adalah untuk
mengungkapkan sesuatu tentang pribadi, tentang diri sendiri dan pihak lain tidak
tahu sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh Greene, Derlega dan Mathews
(2006) menunjukkan bahwa self-disclosure sering berfokus pada pengungkapan
informasi yang sangat sensitif (seperti ketakutan pribadi, keyakinan religius yang
mendalam, informasi yang berpotensi menstigmatisasi), namun self-disclosure
2
juga berkaitan dengan informasi yang kurang serius (seperti hanya informasi :
saya suka membuat pizza). Self-disclosure menurut Adler, Rosenfeld and Proctor
(dalam Javier, 2013) mempertimbangkan serangkaian faktor, yaitu (1) memiliki
self sebagai subjek, (2) disengaja, (3) diarahkan ke orang lain, (4) jujur, (5)
mengungkapkan, (6) berisi informasi yang umumnya tidak tersedia dari sumber
lain, dan (7) mendapatkan banyak sifat intim dari konteks yang diungkapkannya.
Self-disclosure pada awalnya hanya dilakukan secara face to face oleh dua
orang saja yang sudah saling mengenal dan dilakukan hanya secara verbal saja
(Cozby, 1973). Namun seiring dengan perkembangan zaman, self-disclosure kini
dapat dilakukan secara online khususnya dengan media sosial. Para ahli
berpendapat bahwa pengguna media sosial saling mengenal satu sama lain lebih
cepat dan intim daripada dalam hubungan face to face karena fitur internet dapat
membuat pengungkapan diri lebih mudah secara online dibandingkan dengan
secara langsung. Fitur pada media sosial seringkali memberikan penggunanya
untuk bersifat anonim dan kenyamanan psikologis yang berasal dari anonimitas
tersebut dapat menyebabkan mereka untuk mengungkapkan lebih banyak
informasi tentang diri mereka sendiri (Wallace, dalam Kim & Dindia, 2011).
Namun kenyataannya profil yang dibuat di media sosial seringkali menunjukkan
ketidakjujuran demi mengangkat kepopuleran. Banyak di antara pengguna media
sosial memalsukan identitas mereka di media sosial, demi terlihat sebagai
seseorang yang memiliki nama yang bagus agar menaikkan identitas sosial
(Hendro,2016).
3
Menurut Tamir dan Mitchell (2012), self-disclosure memenuhi kebutuhan
mendasar akan keterhubungan dan kepemilikan sosial dan secara pemenuhan ke
dalam memiliki banyak manfaat. Seperti meningkatkan hormon dophamine,
meningkatkan hubungan antar pasangan, dan meningkatkan personal well-being.
Self-disclosure sebaliknya juga membawa risiko kerentanan dan kehilangan
informasi yang penting karena pengungkapan diri melepaskan beberapa tingkat
privasi dan kontrol pribadi dengan berbagi informasi dengan orang lain (Altman,
dalam Bazarova 2014). Selain itu efek negatif dari self-disclosure secara online
adalah secara tidak langsung menurunkan perilaku prososial seseorang. Sebagai
contoh, ketika seseorang mengungkapkan diri tentang rasa bersalahnya, mereka
menggunakan media sosial sebagai media pelepasan rasa bersalah. Hal ini
berakibat ketika ada orang lain melihat dan berkomentar lalu mendukung
pernyataan individu, tersebut maka individu tersebut sudah merasa
menghilangkan rasa bersalah tersebut. Akibatnya individu tersebut merasa tidak
membutuhkan perilaku lain seperti perilaku prososial untuk pelepasan rasa
bersalah (Levontin & Yom-Tov, 2017).
Selain itu, menurut Devito (1997) pada awalnya orang akan berbicara hal
yang umum- umum saja. Makin akrab hubungan, maka akan lebih mendalam
topik pembicaraan. Hal yang jarang terjadi kita membicarakan hal-hal yang
bersifat sangat pribadi pada orang yang baru saja kita kenal. Namun kenyataannya
sekarang ini di media sosial setiap orang bisa dengan bebasnya mengungkapkan
topik apapun tanpa khawatir siapa yang akan melihat isi pembicaraan tersebut.
4
Seperti yang diungkapkan Gross dan Acquisti (2005) menemukan bahwa dalam
penelitian mereka lebih dari 4000 mahasiswa yang menggunakan media sosial
mengungkapkan informasi pribadi yang akurat tentang profil mereka dengan
sedikit kekhawatiran bahwa informasi yang mereka ungkapkan akan dapat
disalahgunakan.
Selain itu, beberapa studi empiris menunjukkan bahwa, paling tidak dalam
konteks di mana interaksi masa depan diharapkan, seperti kencan online, penipuan
cenderung lebih mudah terjadi. Misalnya, data online pria biasanya menambahkan
beberapa inci ke tinggi mereka, sedangkan perempuan mengurangi beberapa pon
dari berat badan mereka untuk tampil lebih menarik bagi lawan jenis. Ini mungkin
tidak berbeda dari penipuan yang terjadi dalam pengaturan face to face.
Perbedaannya adalah bahwa ada lebih banyak jaminan keaslian dalam pengaturan
face to face. Kita dapat melihat tubuh orang lain sehingga mereka hanya dapat
berbohong tentang usia, berat badan, tinggi badan, dll. Dalam pengaturan online,
individu dapat memposting gambar diri ketika lebih kurus dan lebih muda atau
gambar yang bahkan bukan gambar dari diri sendiri. (Kim & Dindia, 2011).
Menurut hasil wawancara dengan beberapa mahasiswa S1 studi Ilmu Komunikasi
Universitas Slamet Riyadi, memposting status itu membantu meredam perasaan
yang sedang berkecamuk dalam pikiran, namun pada akhirnya, mereka
mengalami penyesalan setelah mengungkapkannya di media sosial apalagi jika
pesan yang disampaikan secara etika tidak pantas, mereka sendiri menyadari
bahwa pesan-pesan yang seperti itu tidak pantas untuk disampaikan di media
sosial.
5
Dapat dilihat, sebenarnya para pengguna media sosial sadar, bahwa tidak
semua kegiatan atau perasaan mereka harus di posting di media sosial. Namun,
lagi-lagi perasaan ingin dipuji muncul. Ketika pengguna media sosial sudah
memposting yang mereka lakukan mereka akan merasakan kebahagiaan tersendiri
ketika orang lain dapat melihat image diri yang mereka bangun di akun media
sosial mereka dan akan lebih bahagia lagi ketika ada temannya yang merasa iri
dengan gambaran yang mereka lakukan.
Saat ini, media sosial mengembangkan beberapa fitur dan aplikasi
sehingga memudahkan penggunanya untuk memanfaatkan fitur di dalamnya.
Terdapat beberapa jenis media sosial yang bisa dijumpai saat ini, seperti
Facebook, Twitter, dan Instagram. Salah satu media yang dibahas dalam
penelitian ini adalah Instagram, karena meningkatnya angka pengguna Instagram
setiap tahunnya. Menurut data statistik pada web survey We Are Social,
Instagram berada pada urutan ke-tiga bedasarkan banyaknya pengguna (Kemps,
2017). Bedasarkan data pada web Instagram.com memiliki fitur upload foto
dengan menambahkan caption, instastory, siaran video langsung, dan yang
terbaru pada tahun 2018 yaitu IGTV (fitur untuk mengupload dan menonton video
yang berdurasi panjang).
Akibat bermunculannya aplikasi media sosial yang berfokus kepada
mengupload gambar atau video, akhirnya dipertanyakan lah definisi self-
disclosure pada saat ini. Definisi tradisional tentang self-disclosure tadinya
hanyalah mengacu pada ekspresi diri yang disengaja berupa "verbal", dan tidak
termasuk isyarat nonverbal, seperti bagaimana orang berpakaian. Namun, definisi
6
self-disclosure ini mungkin tidak memadai untuk komunikasi secara online.
Akhirnya muncul definisi self-disclosure secara online, yaitu pengungkapan diri
secara online mungkin termasuk komunikasi nonverbal, termasuk gambar yang
diposkan yang mungkin merupakan mekanisme sadar yang digunakan untuk
mengungkapkan diri. Bagaimana individu menampilkan diri secara fisik, baik
online maupun offline, dapat dimanipulasi (melalui pakaian, make up, dll.),
Namun dalam pengaturan online, tergantung pada niat individu akankah individu
tersebut membagikan penampilan fisiknya atau tidak (Kim & Dindia, 2011).
Seperti halnya pada media sosial Instagram, dimana individu dapat
membagikan foto lalu menuliskan caption pada foto tersebut, mengunggah video,
dan melakukan video siaran langsung. Foto sekarang menjadi komponen utama
pengungkapan diri secara online. Pada halaman web dan situs jejaring sosial, dan
bahkan situs kencan, gambar adalah sarana utama untuk menyampaikan informasi
tentang diri. Dengan memposting foto mereka sendiri dan membagikan foto
keluarga dan teman-teman mereka, pengunggah memilih untuk mengungkapkan
diri ideal mereka. Sedangkan viewers membuat asumsi tentang bagaimana
pengunggah melihat dan siapa mereka berdasarkan gambar-gambar yang mereka
upload (Kim & Dindia, 2011). Akibatnya, setiap pesan atau unit pesan berpotensi
bervariasi dalam tingkat pengungkapan-diri, tergantung pada persepsi pesan oleh
mereka yang terlibat.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Al-Kandari, Melkote, dan Sharif
(2016) menunjukkan perbedaan individu dalam melakukan self-disclosure di
Instagram. Ada individu yang mengunggah gambar hanya untuk sekedar
7
menyampaikan perasaannya dan pikirannya, selain itu ada juga individu
mengunggah gambar untuk pertukaran pendapat mengenai gambar yang
diposting, dan untuk hiburan semata. Seperti dalam wawancara yang dilakukan
oleh Arnus (2016) terhadap mahasiswa IAIN Kendari, yang mengungkapkan
bahwa :
“Saya suka pasang foto di status saya trus saya komentari, biasanya kalau
saya lagi bahagia, seperti saya lagi liburan atau jalan-jalan di tempat yang
bagus, saya lagi makan di tempat-tempat yang keren, karena rasanya puas
kalau teman-teman iri dengan hal-hal yang sedang saya kerjakan”.
Menurut Devito (1997) perbedaan individu dalam mengungkapkan diri
bisa terjadi karena adanya faktor kepribadian dari individu. McCrae dan Costa
(dalam Chen,Xi. Pan,Yin & Guo, Bin 2016) mengkonseptualisasikan lima faktor
kepribadian yang stabil, atau yang disebut "Big Five" yaitu neuroticism,
extraversion, openness to experience, conscientiousness, dan agreeableness.
Neuroticism mengacu pada tingkat stabilitas emosi, kontrol impuls, dan
kecemasan. Extraversion tercermin dalam tingkat keramahan, ketegasan, dan
keterampilan yang tinggi. Openness mencerminkan keingintahuan intelektual
yang kuat dan preferensi untuk hal baru dan beragam. Conscientiousness mengacu
pada keinginan untuk melakukan tugas dengan baik. Terakhir, agreeableness
mengacu pada membantu, kooperatif, dan bersimpati terhadap orang lain.
Individu dengan extraversion tinggi dapat mengungkapkan informasi yang
lebih akurat kepada orang lain dan mengungkapkan sejumlah besar informasi
8
pribadi kepada orang lain (Chen, et.all, 2016). Tingkat extraversion dan
conscientiousness yang tinggi berhubungan dengan tingkat niat yang lebih tinggi
untuk mengungkapkan informasi pribadi secara intens (Loiacono, 2012). Tiga
lainnya big five theory adalah neuroticism, agreeableness, dan openness to
experience, memiliki hubungan negatif dengan niat untuk mengungkapkan diri.
Orang dengan tingkat neuroticsm yang lebih tinggi memiliki niat yang lebih
rendah dalam menempatkan informasi pribadi pada SNS mereka. Tingkat
agreeableness dan openness yang lebih tinggi dialami oleh pengalaman
menunjukkan niat yang lebih rendah untuk mengungkapkan diri. Alasannya,
mereka yang memiliki tingkat keterbukaan yang lebih tinggi terhadap pengalaman
cenderung terlibat dalam banyak aktivitas dan merasa tidak perlu mengungkapkan
banyak informasi pribadi mengingat waktu dan usaha yang diperlukan untuk
melakukannya (Loiacono, 2012). Namun hal ini berlainan dengan hasil temuan
Hollenbaugh dan Ferris (2013) yang mengemukakan individu dengan
agreeableness dan openness yang tinggi mengungkapkan lebih banyak dan lebih
dalam terhadap informasi pribadi.
Selain itu bedasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Forest dan
Wood (2012) telah menemukan bahwa self-esteem juga mempengaruhi seseorang
dalam mengungkapkan dirinya di media sosial. Orang yang memiliki self-esteem
yang rendah menganggap Facebook sebagai tempat yang aman dan menarik untuk
pengungkapan diri. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Varnali dan Toker (2015) ; Marshall (2015) yang menyatakan
bahwa self-esteem berhubungan negatif dengan self-disclosure. Dikarenakan
9
mungkin saja mereka yang memiliki harga diri lebih rendah daripada orang lain,
menggunakan sosial media untuk meningkatkan citra diri mereka, membantu
mereka mengatasi rasa rendah diri dengan memperkuat identitas sosial mereka di
media sosial (Varnali & Toker , 2015).
Pengungkapan diri di media sosial juga bergantung pada perasaan yang
dialami individu saat itu, seperti ketika seseorang yang mengalami loneliness atau
kesepian di Facebook, individu mengungkap informasi-informasi umum yang
tertera di Facebook seperti informasi pribadi (misalnya kutipan favorit, olahraga
favorit, tim favorit, dan atlet favorit), hubungan informasi (yaitu status hubungan,
ketertarikan, jenis kelamin dan alamat). Sedangkan orang yang merasa terhubung
berani mengungkapkan pandangan mereka (yaitu pandangan politik, agama) dan
wall mereka (yaitu timeline) daripada orang yang merasa kesepian (Al-Saggaf &
Nielsen, 2014). Namun menurut Leung (2002), stigma sosial yang melekat pada
kesepian, dapat membuat orang yang merasa kesepian lebih ragu untuk mendekati
orang lain dan mengungkapkan masalahnya karena takut ditolak dan dianggap
mengganggu. Akibatnya orang-orang yang merasa kesepian jarang sekali
memunculkan dirinya di publik. Namun berbeda dengan Blachino, Przepiorka,
Balakier, dan Boruch (2015) yang mengemukakan bahwa individu yang
mengalami kesepian lebih sering mengungkapkan diri dibandingkan dengan orang
yang tidak merasa kesepian.
Selain faktor di atas, faktor demografis seperti usia dan jenis kelamin juga
berpengaruh terhadap self-disclosure seseorang di media sosial. Menurut
Valkenburg dan Schouten (2005), usia remaja awal cenderung lebih sering
10
mengungkapkan dirinya dibandingkan dengan remaja akhir, dikarenakan remaja
awal masih bermain dengan identitas dirinya. Sedangkan menurut Christofides,
Muise dan Desmarais (2012) mengungkapkan bahwa remaja lebih sering
mengungkapkan diri dibandingkan usia dewasa. Selain itu jenis kelamin juga
mempengaruhi seseorang dalam mengungkapkan dirinya di media sosial. Menurut
Special dan Li-Barber (2011), laki-laki mengungkapkan informasi yang lebih
mendasar, seperti informasi kontak, pekerjaan dan pendidikan. Sedangkan
perempuan lebih mengungkapkan tentang informasi yang bersifat personal
(Punyanunt & Carter, 2006). Selain itu, menurut Hollenbaugh dan Ferris (2013)
perempuan cenderung lebih mengungkapkan informasi yang lebih personal
daripada laki-laki baik dalam konteks face to face maupun secara online.
Dari uraian latar belakang diatas, peneliti ingin melakukan penelitian
dengan judul “Pengaruh Tipe Kepribadian, Self-esteem dan Loneliness
terhadap Self-Disclosure Pengguna Instagram”.
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan masalah
Dalam penelitian ini masalah hanya dibatasi pada pengaruh tipe kepribadian big
five, self-esteem, loneliness, dan demografis terhadap self-disclosure pengguna
Instagram. Adapun pengertian dari variabel-variabel yang diteliti adalah sebagai
berikut :
1. Self-disclosure adalah pesan apapun tentang diri seseorang yang
dikomunikasikan dengan orang lain (Wheeles & Grotz, 1976). Dalam
11
penelitian, peneliti ingin melihat self-disclosure dalam situasi online khususnya
dalam media sosial Instagram.
2. Tipe Kepribadian, menggunakan lima faktor kepribadian yang stabil, atau yang
disebut big five theory, dengan dimensi neuroticism, extraversion, openness to
experience, conscientiousness, dan agreeableness (McCrae & Costa, 1992).
3. Self-esteem didefinisikan sebagai sikap tentang diri dan terkait dengan
kepercayaan pribadi tentang keterampilan, kemampuan, hubungan sosial, dan
hasil masa depan (Heatherton & Wyland, 2003).
4. Loneliness dapat didefinisikan sebagai kesadaran kognitif akan kekurangan
dalam hubungan sosial maupun perorangan dan reaksi afektif yang akan terjadi
dari kesedihan, kekosongan atau kerinduan (Asher & Paquette, 2003).
5. Demografis dibatasi pada jenis kelamin dan usia.
6. Pengguna Instagram adalah seseorang yang mempunyai situs jejaring sosial
Instagram, sering mengupload atau menggunakan fitur instasory.
1.2.2 Perumusan masalah
Bedasarkan latar belakang penelitian yang telah dijelaskan, dirumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Apakah ada pengaruh tipe kepribadian (neuroticism, extraversion, openness to
experience, conscientiousness, dan agreeableness), self-esteem,loneliness dan
variabel demografis (usia dan jenis kelamin) terhadap self-disclosure?
2. Variabel apa sajakah yang mempengaruhi self-disclosure?
12
3. Variabel manakah yang memiliki pengaruh paling besar dan signifikan terhadap
self-disclosure pengguna Instagram?
1.3 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variabel tipe kepribadian
(neuroticism, extraversion, openness to experience, conscientiousness, dan
agreeableness), self-esteem, loneliness dan variabel demografis (usia dan jenis
kelamin) terhadap self-disclosure pengguna Instagram.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu psikologi,
khusunya di bidang Psikologi Sosial. Juga sebagai bahan pertimbangan untuk
mengembakan penelitian selanjutnya mengenai tipe kepribadian big five, self-
esteem, loneliness dan variabel demografis (usia dan jenis kelamin) terhadap self-
disclosure pengguna Instagram.
1.4.2 Manfaat praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai bahan bacaan masyarakat untuk
menelaah kegunaan media sosial sebagai sarana pengungkapan diri seseorang.
Selain itu, penelitian ini bermanfaat untuk memberi masukan akan pentingnya
mengurangi hal-hal yang tidak perlu dalam melakukan proses pengungkapan
informasi diri melalui media sosial. Individu juga diharapkan selalu berhati-hati
dalam mengungkapkan informasi pribadi melalui media sosial.
13
BAB 2
LANDASAN TEORI.
2.1 Self-disclosure
2.1.1 Definisi self-disclosure
Menurut Cozby (1973), pengungkapan diri dapat didefinisikan sebagai informasi
apapun tentang diri seseorang, dimana orang A berkomunikasi secara verbal
dengan orang B. Definisi ini memperlihatkan bahwa self-disclosure dilakukan
hanya oleh dua orang saja, tidak kepada orang banyak.
Menurut Wheeles dan Grotz (1976) pengungkapan diri adalah pesan apapun
tentang diri seseorang yang dikomunikasikan dengan orang lain. Akibatnya, setiap
pesan atau unit pesan berpotensi bervariasi dalam tingkat pengungkapan-diri,
tergantung pada persepsi pesan oleh mereka yang terlibat. Definisi tersebut
menunjukkan bahwa pengungkapan diri berisi informasi apa saja, tidak terbatas
hanya satu topik yang dibicarakan.
Self-disclosure adalah proses menceritakan tentang diri yang sebelumnya tidak
diketahui sehingga menjadi pengetahuan bersama, atau proses membuat diri
dikenal orang lain (Jourard & Lasakow, dalam Joinson 2008). Pengetahuan
bersama ini dimaksudkan antara dua orang, dalam kelompok, atau antara individu
dan organisasi. Pengungkapan ini memiliki berbagai tujuan, sebagian tergantung
pada konteks di mana pengungkapan terjadi (Joinson,2008).
Sedangkan dalam kamus American Psychology Association (APA), self-
disclosure didefinisikan sebagai tindakan mengungkapkan informasi pribadi
14
tentang diri seseorang kepada orang lain. Dalam penelitian, self-disclosure telah
terbukti menumbuhkan perasaan kedekatan dan keintiman (APA, 2015).
Self-disclosure dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan mendasar akan
keterhubungan dan kepemilikan sosial dan secara mendalam memiliki manfaat,
namun juga membawa resiko kerentanan dan kehilangan informasi yang
signifikan karena pengungkapan diri melepaskan beberapa tingkat privasi dan
kontrol pribadi dengan berbagi informasi dengan orang lain (Altman, dalam
Bazarova 2014).
Definisi tradisional tentang self-disclosure tadinya hanyalah mengacu pada
ekspresi diri yang disengaja berupa "verbal", dan tidak termasuk isyarat
nonverbal, seperti bagaimana orang berpakaian. Namun, definisi self-disclosure
ini mungkin tidak memadai untuk komunikasi secara online. Akhirnya muncul
definisi self-disclosure secara online, yaitu pengungkapan diri secara online
mungkin termasuk komunikasi nonverbal, termasuk gambar yang diposkan yang
mungkin merupakan mekanisme sadar yang digunakan untuk mengungkapkan diri
(Kim & Dindia, 2011).
Self-disclosure sebenarnya memiliki banyak manfaat, namun selain itu juga
terdapat beberapa resiko yang mungkin ditimbulkan dari self-disclosure tersebut.
Devito (1997) menyatakan ada beberapa resiko yang mungkin dialami individu
saat mereka sedang mengungkapkan diri, antara lain:
1. Penolakan pribadi dan sosial
Bila kita melakukan pengungkapan diri biasanya kita melakukannya
kepada orang yang kita percaya. Kita melakukan pengungkapan diri kepada
15
orang yang kita anggap akan bersikap mendukung pengungkapan diri kita.
Tentu saja orang ini mungkin ternyata menolak kita. Misalnya ketika
mengungkapkan diri kepada orang tua bahwa ingin menikah dengan seseorang
yang berbeda agama.
2. Kerugian material
Adakalanya pengungkapan diri mengakibatkan kerugian material. Seperti
politikus yang mengungkapkan diri bahwa ia pernah dirawat oleh psikiater
mungkin akan kehilangan dukungan partai politiknya sendiri dan rakyat
enggan memberikan suara baginya.
3. Kesulitan intra pribadi
Bila reaksi orang lain tidak seperti yang diduga, kesulitan intra pribadi
dapat terjadi. Bila individu ditolak dan bukan didukung, bila orangtua justru
mencemooh dan bukan membela, maka individu berada dalam jalur menuju
kesulitan intra pribadi.
Dari beberapa definisi di atas, penulis menggunakan teori Wheeles dan Grotz
(1976). Peneliti menggunakan teori ini karena teori ini sesuai dengan target
penelitian ini, teori menyatakan bahwa pengungkapan diri adalah pesan apapun
tentang diri seseorang yang dikomunikasikan dengan orang lain. Akibatnya, setiap
pesan berpotensi bervariasi dalam tingkat pengungkapan-diri, tergantung pada
persepsi mereka yang terlibat.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan media sosial sebagai sarana
pengungkapan diri, di media sosial semua orang bebas mengungkapkan diri nya
tentang apapun dan dibagikan kepada orang lain.
16
2.1.2 Dimensi self-disclosure
Menurut Cozby (1973) dan Altman (dalam Joinson, Paine, Buchanan & Reips,
2008) terdapat parameter dasar dalam mengungkapkan diri, yaitu :
1. Breadth, yaitu jumlah informasi yang diungkapkan
2. Depth, yaitu keintiman atau kedalaman informasi yang diungkapkan
3. Duration, yaitu lamanya pengungkapan.
Sedangkan menurut Wheeless dan Grotz (1976), terdapat lima dimensi dalam
self-disclosure, yaitu :
1. Intent yaitu kesadaran niat (kemauan) individu untuk membuat pengungkapan
diri.
2. Amount, dalam konteks ini, jumlah pengungkapan akan menjadi fungsi dari
frekuensi dan durasi dari pesan yang diungkapkan.
3. Positivity-negativity (valence), yaitu isi pesan yang disampaikan berisi pesan
negatif atau positif menurut persepsi individu tersebut.
4. Depth, yaitu keintiman atau kedalaman informasi yang dirasakan individu dari
topik informasi yang diungkapkan.
5. Accuracy (honesty), yaitu keakuratan yang dirasakan oleh individu dan
mampu untuk mengungkapkan persepsi tersebut secara verbal.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dimensi dari Wheeless dan Grotz
(1976) karena sesuai dengan definisi self-disclosure yang peneliti pilih
sebelumnya.
17
2.1.3 Faktor- faktor self-disclosure
Menurut Devito (1997) mengungkapkan bahwa terdapat tujuh faktor yang
mempengaruhi self-disclosure, diantaranya yaitu :
1. Besar kelompok
Pengungkapan diri lebih banyak terjadi di dalam kelompok kecil
dibandingkan dengan kelompok besar. Dyad (kelompok yang terdiri atas dua
orang) merupakan lingkungan yang paling cocok untuk pengungkapan diri.
Dengan satu pendengar, pihak yang melakukan pengungkapan diri dapat
meresapi tanggapan dengan cermat. Bila terdapat lebih dari satu orang
pendengar, pemantauan menjadi lebih sulit karena tanggapan yang muncul
pasti berbeda dari pendengar yang berbeda.
2. Perasaan menyukai
Individu membuka diri kepada orang-orang yang disukai atau dicintai, dan
tidak akan membuka diri kepada orang yang tidak disukai.
3. Efek dyadic
Individu melakukan pengungkapan diri bila bersama dengan individu lain
yang juga melakukan pengungkapan diri. Efek dyadic ini mungkin membuat
seseorang merasa lebih aman dan, nyatanya memperkuat perilaku
pengungkapan diri itu sendiri.
4. Kompetensi
Orang yang kompeten lebih banyak melakukan pengungkapan diri
ketimbang orang yang kurang kompeten. Individu yang merasa dirinya
kompeten mempunyai rasa percaya diri yang diperlukan untuk melakukan
18
self-disclosure, dan orang yang kompeten memiliki lebih banyak hal positif
tentang diri mereka sendiri untuk diungkapkan ketimbang orang-orang yang
tidak berkompeten.
5. Kepribadian
Orang-orang yang pandai bergaul dan ekstrovert melakukan self-
disclosure lebih banyak ketimbang mereka yang kurang pandai bergaul dan
lebih introvert. Perasaan gelisah juga mempengaruhi derajat pengungkapan
diri. Rasa gelisah adakalanya meningkatkan pengungkapan diri namun
adakalanya juga menguranginya sampai batas minimum. Orang yang kurang
berani bicara pada umumnya juga kurang mengungkapkan diri ketimbang
mereka yang merasa lebih nyaman dalam berkomunikasi.
6. Topik
Seseorang lebih cenderung membuka diri tentang topik tertentu ketimbang
topik yang lain. Sebagai contoh, seseorang lebih mungkin mengungkapkan
infromasi diri tentang pekerjaan atau hobi ketimbang kehidupan seks atau
situasi keuangan. Semakin pribadi dan semakin negatif suatu topik, makin
kecil kemungkinan seseorang mengungkapkannya.
7. Jenis kelamin
Faktor terpenting yang mempengaruhi pengungkapan diri adalah jenis
kelamin. Umumnya pria lebih kurang terbuka ketimbang wanita.
Selain faktor-faktor diatas, peneliti mengambil faktor-faktor lain yang
mempengaruhi self-disclosure bedasarkan penelitian terdahulu. Penelitian ini
dilakukan oleh Forest dan Wood (2012) ; Varnali dan Toker (2015) ; Marshall
19
(2015) mengungkapkan bahwa yang menyebabkan seseorang melakukan self-
disclosure atau tidaknya adalah faktor self-esteem. Sedangkan Al-Saggaf dan
Nielsen (2002); Leung 2002 mengungkapkan faktor yang mempengaruhi self-
disclosure adalah loneliness atau perasaan kesepian.
Dari penjelasan di atas, peneliti memilih kepribadian, self-esteem,
loneliness, variable demografi yaitu usia dan jenis kelamin sebagai faktor-faktor
yang mempengaruhi self-disclosure. Faktor-faktor tersebut akan peneliti angkat
menjadi independent variable dalam penelitian ini.
2.1.4 Pengukuran self-disclosure
Terdapat beberapa alat ukur yang bisa digunakan untuk mengukur tingkat self-
disclosure, diantaranya adalah :
1. The Jourard Self-Disclosure Questionnaire-21. Alat ukur ini ditulis pada
tahun 1971 sebagai bagian dari studi pengungkapan diri oleh Sidney M.
Jourard dan Paul Lasakow. Terdiri dari 21 item, dengan beberapa topik self-
disclosure, yaitu pendapat, ketertarikan atau kesukaan, pekerjaan, keuangan,
perasaan, dan keadaan tubuh. Alat ukur ini memiliki koefisien alpha sebesar
0.90 (Pearce & Wiebe, 1975).
2. Self-disclosure Scale. Alat ukur ini dikembangkan oleh Magno dkk pada tahun
2009 yang terdiri dari 60 item. Alat ukur ini memiliki reliabilitas sebesar 0.91
(Attrill, 2012).
3. The Revised Self-disclosure Scale. Alat ukur ini dikembangkan oleh Leung
(2002) yang berisi 19 item tentang self-disclosure. Item-item ini bedasarkan
20
lima dimensi self-disclosure yaitu intent, amount, positivity-negativity, depth,
dan accuracy (honesty). Alat ukur ini memiliki reliabilitas sebesar 0.79.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan The Revised Self-disclosure yang
dikembangkan oleh Leung (2002). Peneliti menggunakan alat ukur ini karena
sesuai dengan dimensi yang peneliti pilih, selain itu alat ukur ini mengukur self-
disclosure pada media online sehingga alat ukur ini yang paling sesuai untuk
peneliti gunakan.
2.2 Tipe Kepribadian
2.2.1 Definisi kepribadian
Feist dan Feist (2008) mendefinisikan kepribadian sebagai sebuah pola yang
relatif menetap, trait, disposisi atau karakteristik didalam individu yang
memberikan beberapa ukuran yang konsisten tentang perilaku.
Kepribadian menurut Pervin (dalam Mischel & Shoda, 2008) adalah
organisasi kognisi, pengaruh, dan perilaku yang kompleks yang memberi arahan
dan pola terhadap kehidupan seseorang. Seperti tubuh, kepribadian terdiri dari
struktur dan proses dan mencerminkan baik alam (gen) maupun pengasuhan
(experience). Selain itu, kepribadian mencakup dampak masa lalu, termasuk
kenangan masa lalu, serta konstruksi masa kini dan masa depan.
2.2.2 Tipe kepribadian big five
Selama bertahun-tahun dalam pencarian panjang untuk kepribadian, peneliti tidak
setuju dengan dimensi kepribadian mana yang harus mereka gunakan untuk
menggambarkan kepribadian. Beberapa mengusulkan sebanyak 16, yang lain
hanya dua atau tiga (Vernon, dalam Mischel & Shoda, 2008).
21
Pada akhir 1970-an dan awal 1980-an, Costa dan McCrae, seperti
kebanyakan peneliti faktor lainnya, sedang membangun taksonomi yang rumit
tentang ciri kepribadian, tapi ternyata tidak menggunakan klasifikasi atau
taksonomi ini untuk menghasilkan hipotesis yang dapat diuji. Sebagai gantinya,
mereka hanya menggunakan teknik analisis faktor untuk memeriksa stabilitas dan
struktur kepribadian. Selama masa ini, Costa dan McCrae awalnya berfokus pada
dua dimensi utama neuroticsm dan ekstraversion. Setelah mereka menemukan N
dan E, Costa dan McCrae menemukan faktor ketiga, yang disebut openness to
experience (Feist & Feist, 2010).
Meski Lewis Goldberg pertama kali menggunakan istilah “Big Five” pada
tahun 1981 untuk menggambarkan temuan yang konsisten dari analisis faktor atas
sifat kepribadian, Costa dan McCrae masih melanjutkan pekerjaan mereka di tiga
faktor. Baru pada 1985 mereka mulai melaporkan studi pada lima faktor
kepribadian (Feist & Feist, 2010). Selanjutnya, Lima faktor tersebut dapat dilihat
pada tabel 2.1
Menurut McCrae (dalam Feist & Feist, 2010) big five personality dibangun
dengan menggunakan pendekatan yang sederhana. Penjelasan lima faktor tersebut
dapat dilihat sebagai berikut :
1. Neuroticism (N)
Orang-orang yang memiliki skor tinggi pada neuroticism cenderung penuh
kecemasan, temperamental, mengasihi diri sendiri, sadar akan dirinya sendiri,
emosional, dan rentan terhadap gangguan yang berhubungan dengan stress
(Feist & Feist, 2010)
22
2. Ekstraversion (E)
Orang dengan ekstraversi tinggi cenderung penuh kasih sayang, ceria, senang
berbicara, senang berkumpul dan menyenangkan. Sebaliknya mereka yang
memiliki skor E yang rendah biasanya tertutup, pendiam, penyendiri, pasif dan
tidak mempunyai cukup kemampuan untuk mengeskpresikan emosi yang kuat
(Feist & Feist, 2010).
3. Openness to experience (O)
Orang-orang yang memiliki keterbukaan yang tinggi, biasanya kreatif,
imajinatif, penuh rasa penasaran, terbuka dan lebih memiliki variasi,
sebaliknya mereka yang rendah pada keterbukaannya kepada pengalaman
biasanya konvensiobal, rendah hati, konservatif, dan tidak terlalu penasaran
terhadap sesuatu (Feist & Feist, 2010).
4. Agreeablenss
Orang-orang yang memiliki skor keramahan atau agreeableness yang tinggi,
cenderung mudah percaya, murah hati, pengalah, mudah menerima dan
memiliki perilaku yang baik. Mereka yang memiliki skor sebaliknya,
cenderung penuh curiga, pelit, tidak ramah, mudah kesal dan penuh kritik
terhadap orang lain (Feist & Feist, 2010).
5. Conscientiousness (C)
Faktor kesadaran atau conscientiousness dideskripsikan sebagai orang-orang
yang teratur, terkonntrol, terorganisir, ambisius, terfokus pada pencapaian, dan
memiliki disiplin diri. Orang yang memiliki skor C yang tinggi biasanya
23
pekerja keras, berhati-hati, tepat waktu, dan mampu bertahan (Feist & Feist,
2010)
Tabel 2.1
Costa and McCrae’s Five-Factor Model of Personality
Sumber : (Feist & Feist, 2010).
High Scores
Low Scores
Extraversion
Affectionate
Joiner
Talkative
Fun
Loving
Active
Passionate
Reserved
Loner
Quiet
Sober
Passive
Unfeeling
Neuroticism
Anxious
Temperamental
Self-pitying
Self-conscious
Emotional
Vulnerable
Calm
Even-tempered
Self-satisfied
Comfortable
Unemotional
Hardy
Openness
Imaginative
Creative
Original
Prefers variety
Curious
Liberal
Down-to-earth
Uncreative
Conventional
Prefers routine
Uncurious
Conservative
Agreeableness
Softhearted
Trusting
Generous
Acquiescent
Lenient
Good-natured
Truthless
Suspicious
Stingy
Antagonistic
Critical
Irritable
Conscientiousness
Conscientious
Hardworking
Well-organized
Punctual
Ambitious
Persevering
Negligent
Lazy
Disorganized
Late
Aimless
Quitting
24
2.2.3 Pengukuran tipe kepribadian big five
Terdapat beberapa alat ukur yang dikembangkan untuk mengukur kepribadian big
five, diantaranya yaitu :
1. BFI (Big Five Inventory), alat ukur ini dikembangkan oleh John dan
Srivastava (1999) terdiri dari 44 item yang mengukur individu pada big five
factor (dimensi) kepribadian. Masing-masing faktor tersebut kemudian dibagi
lagi menjadi beberapa aspek kepribadian. Alat ukur ini memiliki koefisien
reliabilitas alpha sebesar 0.83.
2. IPIP-NEO (International Personality Item Pool), alat ukur ini dibuat oleh
Lewis Goldberg pada tahun 1999 yang terdiri dari 300 item (Johnson, 2014).
Alat ukur ini memiliki koefisien reliabilitas alpha sebesar 0.80.
3. Mini-IPIP NEO, dikembangkan oleh Donellan (2006) alat ukur ini merupakan
modifikasi dari alat ukur IPIP NEO. Skala ini berisi 20 item yang telah
disederhanakan dari 300 item IPIP NEO. Alat ukur ini memiliki reliabilitas
sebesar 0.6.
Dari beberapa alat ukur diatas, pada penelitian ini, peneliti menggunakan
Mini-IPIP NEO yang dikembangkan oleh Donellan (2006) yang terdiri dari 20
item. Peneliti menggunakan alat ukur ini karena item yang digunakan sangat jelas
dan mudah diadaptasi, selain itu jumlah item pada alat ukur ini tidak sebanyak alat
ukur lain. Walaupun reliabilitas alat ukur ini hanya 0.60, namun alat ukur ini
sudah divalidasi melalui lima tahapan studi sehingga bisa diyakini bahwa alat
ukur ini benar-benar mengukur big five.
25
2.3 Self-Esteem
2.3.1 Definisi self-esteem
Self-esteem menurut Baumeister dan Tice (1985) adalah evaluasi diri secara
global, dan biasanya diukur berdasarkan tingkat di mana orang tersebut
menyetujui berbagai pernyataan evaluatif tentang dirinya sendiri. Individu yang
memiliki nilai tinggi dalam harga diri adalah mereka yang memperhatikan dan
menekankan kemampuan, kekuatan, dan kualitas mereka. Orang-orang yang nilai
rendah dalam harga diri adalah mereka yang berfokus dan menekankan
kekurangan, kelemahan, dan kualitas buruk mereka. Sedangkan menurut
Rosenberg (dalam Varnali & Aysegul, 2015) menyatakan bahwa self-esteem
mengacu pada evaluasi diri secara negatif atau positif secara keseluruhan.
Self-esteem menurut Coopersmith (dalam Heatherton & Wyland, 2003)
adalah evaluasi yang dilakukan individu dan biasanya dilakukan terhadap dirinya
sendiri, dimana individu mengungkapkan sikap persetujuan dan menunjukkan
sejauh mana seseorang percaya akan kemampuan dirinya. Singkatnya, harga diri
adalah penilaian pribadi atas kelayakan yang diungkapkan dalam sikap individu
terhadap dirinya sendiri. Menurut Heatherton dan Wyland (2003) self-esteem
merupakan sikap tentang diri dan terkait dengan kepercayaan pribadi tentang
keterampilan, kemampuan, hubungan sosial, dan hasil masa depan.
Dari definisi-definisi diatas, peneliti menggunakan definisi dari Heatherton
dan Wyland (2003) yang menyatakan bahwa self-esteem merupakan sikap tentang
diri dan terkait dengan kepercayaan pribadi tentang keterampilan, kemampuan,
hubungan sosial, dan hasil masa depan.
26
2.3.2 Dimensi self-esteem
Tafarodi dan Swann (2001) mengemukakan dua dimensi dari self-esteem, yaitu :
1. Self-competence, adalah pengalaman berharga seseorang sebagai agen
penyebab suatu hal yang disengaja yang dapat menghasilkan hal yang
diinginkan dengan menjalankan kehendaknya. Sebagai ciri umum, ini
mengacu pada keseluruhan orientasi postif atau negatif terhadap diri sendiri
sebagai sumber kekuatan dan keberhasilan.
2. Self liking, yaitu pengalaman penilaian diri sebagai objek sosial, menilai diri
sendiri sebagai orang yang baik atau buruk
Sedangkan menurut Heatherton & Polivy (1991) self-esteem memiliki tiga
komponen, yaitu :
1. Performance self-esteem, komponen ini mengacu pada kompetensi umum
seseorang dan mencakup kemampuan intelektual, kinerja belajar, kemampuan
mengatur diri sendiri, keefektifan diri, dan efisiensi. Orang yang memiliki
performance self-esteem yang tinggi percaya bahwa mereka percaya diri dan
cekatan (Heatherton & Wayland, 2003).
2. Social self-esteem, mengacu pada bagaimana individu percaya persepsi orang
lain dalam memandang dirinya. Jika individu percaya bahwa orang lain,
terutama orang yang penting, memandang dan menghargai mereka, mereka
akan mengalami harga diri sosial yang tinggi (Heatherton & Wayland, 2003).
3. Physical / Appearence self-esteem, mengacu pada bagaimana individu melihat
tubuh mereka secara fisik, dan mencakup hal-hal seperti keterampilan atletik,
27
daya tarik fisik, citra tubuh, serta stigma fisik dan perasaan tentang ras dan
etnis (Heatherton & Wayland, 2003).
Sedangkan menurut Rosenberg, self-esteem merupakan unidimensional
dengan karakteristik individu yang memiliki self-esteem yang tinggi dianggap
lebih disukai dan menarik, memiliki hubungan yang lebih baik, dan memberi
kesan yang lebih baik pada orang lain daripada individu dengan self-esteem
rendah (dalam Baumeister, Campbell, Krueger, Vohs ,2003).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dimensi dari Heatherton & Polivy
(1991), yaitu performance self-esteem, social self-esteem, dan physical /
appearence self-esteem.
2.3.3 Pengukuran self-esteem
Terdapat beberapa alat ukur yang dikembangkan untuk mengukur skala self-
esteem, diantaranya adalah :
1. The State Self-Esteem Scale (SSES)
Kuesioner ini dikembangkan oleh Heatherton dan Polivy pada tahun 1991 dan
terdiri dari 20 item yang menilai bagaimana individu memandang dirinya pada
saat ini. Di dalam Heatherton dan Wyland (2003) dijelaskan bahwa kuesioner
ini dirancang untuk mengukur apa yang individu pikirkan saat ini. Tentu saja,
tidak ada jawaban yang tepat untuk pernyataan apa pun. Jawaban terbaik
adalah apa yang individu rasakan benar pada dirinya saat ini. Skor dinilai
bedasarkan pada 5 skala jawaban. Sedangkan mengenai keajegan, alat ukur ini
memiliki koefisien alpha sebesar 0.92 yang mana cukup tinggi dan cukup
terpercaya untuk digunakan.
28
2. The Rosenberg Self-Esteem scale (RSE)
RSE dikembangkan oleh Rosenberg pada tahun 1965, merupakan skala
Guttman 10 item yang mengukur self-esteem secara global dengan mengukur
perasaan postif dan negatif. Skala ini diyakini bersifat unidimensional, dan
memiliki reliabilitas sebesar 0.92 (Heatherton & Wyland, 2003)
3. Revised Janis–Field Feelings of Inadequacy
Janis–Field Feelings of Inadequacy scale (JFS) yang asli adalah tes 23 item
yang dikembangkan pada tahun 1959 untuk digunakan dalam penelitian
perubahan sikap. Skala multidimensi ini mengukur rasa hormat diri,
kemampuan akademis, kepercayaan sosial, dan penampilan. Skala ini terdiri
dari 36 item dan alat ukur ini memiliki reliabilitas sebesar 0.91 (Heatherton &
Wyland, 2003).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan The State Self-Esteem Scale
(SSES) yang dikembangkan oleh Heatherton dan Polivy (1991) yang terdiri dari
20 item. Peneliti menggunakan alat ukur ini karena sesuai dengan dimensi yang
peneliti pilih, selain itu alat ukur ini diyakini mendukung validitas self-esteem
sebagai fenomena yang terpisah dari keadaan suasana hati (Heatherton & Polivy,
1991).
2.4 Loneliness
2.4.1. Definisi loneliness
Menurut Perlman & Peplau (1984) loneliness adalah pengalaman yang tidak
menyenangkan yang terjadi ketika jaringan hubungan sosial seseorang
kekurangan kualitas atau kuantitas secara signifikan.
29
Loneliness dapat didefinisikan sebagai kesadaran kognitif tentang
kekurangan hubungan sosial dan perorangan dan reaksi afektif yang menyusul
dari kesedihan, kekosongan atau kerinduan (Asher & Paquette, 2003). Kesadaran
kognitif ini memiliki pengertian bahwa perasaan loneliness benar-benar subjektif,
tergantung dari individu tersebut merasakan hubungan sosialnya. Seperti contoh
sangat mungkin individu memiliki banyak teman dan masih merasa kesepian.
Selain itu bisa juga individu tidak diterima oleh kelompok teman sebaya atau
kekurangan teman namun individu tersebut tidak merasa kesepian.
Kesepian adalah perasaan yang tidak diinginkan dan mengganggu.
Kesepian terasa sendirian di dalam dirinya sendiri atau tidak lengkap atau tidak
cukup memuaskan ketimbang secara fisik sendiri. Tidak seperti kesepian, jika
sendirian adalah hasil pilihan yang lebih disukai, yang mungkin tidak
menyebabkan rasa kesepian (Cosan, 2014)
Dalam penelitian ini, peneliti memakai teori Asher dan Paquette (2003)
yang mendefinisikan bahwa loneliness adalah kesadaran kognitif tentang
kekurangan hubungan sosial dan perorangan dan reaksi afektif yang menyusul
dari kesedihan, kekosongan atau kerinduan. Loneliness yang dimaksudkan dalam
penelitian ini adalah perasaan kesepian yang benar-benar individu rasakan, tidak
melihat dari banyak atau sedikitnya jumlah pertemanan yang individu punya.
2.4.2 Dimensi loneliness
De Jong (dalam Peplau & Perlman, 1984) mengungkapkan tida jenis loneliness
yang biasa terjadi pada individu :
30
1. Positivity-Negativity.
Moustakas (dalam Peplau & Perlman, 1984) dia membedakan antara
existential loneliness dan anxiety loneliness. Menurut Moustakas, existential
loneliness adalah bagian tak terelakkan dari pengalaman manusia, yang
melibatkan periode konfrontasi diri dan merupakan jalan bagi perkembangan
diri. Existential loneliness dapat menyebabkan pengalaman positif yaitu
penciptaan yang penuh kemenangan. Sebaliknya, anxiety loneliness adalah
pengalaman negatif yang dihasilkan dari keterasingan dasar antara manusia
dengan manusia lainnya.
2. Social versus emotional loneliness
Weiss (dalam Peplau & Perlman, 1984) membedakan emotional loneliness
(berdasarkan tidak adanya hubungan pribadi, intim atau keterikatan) berasal
dari social loneliness (berdasarkan kurangnya "keterhubungan" sosial atau
perasaan bermasyarakat). Dia percaya bahwa emotional loneliness adalah
bentuk isolasi yang sangat menyakitkan. Social loneliness dialami sebagai
campuran perasaan ditolak atau tidak bisa diterima, bersamaan dengan rasa
bosan.
3. Chronicity
Young (dalam Peplau & Perlman, 1984) membedakan tiga jenis kesepian.
Transient atau kesepian sehari-hari, mencakup suasana hati yang singkat dan
sesekali. Pengalaman ini belum terlalu memprihatinkan peneliti atau dokter.
Situational atau kesepian transituasional, melibatkan orang-orang yang telah
memuaskan hubungan sampai terjadi perubahan tertentu, seperti perceraian,
31
kehilangan atau pindah ke kota baru. Chronic loneliness, terjadi ketika
seseorang tidak memiliki hubungan sosial yang memuaskan selama dua tahun
atau lebih. Bila kesepian situasional berlanjut dalam waktu lama, penyakit ini
bisa menjadi kronis.
Dalam penelitian ini, peneliti memilih dimensi dari Weiss (dalam Peplau &
Perlman, 1984) yaitu, social loneliness dan emotional loneliness. Dimensi-
dimensi tersebut sesuai dengan teori yang peneliti pilih sebelumnya, selain itu
dimensi ini mudah untuk diinterpretasi dan bisa dirasakan langsung oleh
responden nantinya. Social loneliness dan emotional loneliness dapat langsung
diukur melalui kehidupan sehari-hari tanpa harus menunggu lama.
2.4.3 Pengukuran loneliness
Terdapat beberapa alat ukur yang dikembangkan untuk mengukur loneliness,
diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Skala De Jong Gierveld,
Alat ukur ini dikembangkan oleh De Jong tahun 2006. Skala terdiri dari 11
item, 6 dirumuskan secara negatif dan 5 dirumuskan secara positif. Ciri khas
pendekatan kesepian dalam skala ini adalah penekanan pada perbedaan
antara apa yang sese orang inginkan dan apa yang dimiliki. Alat ukur ini
menggunakan dua skala yaitu emotional loneliness dan social loneliness.
2. SELSA (The Social and Emotional Loneliness Scale for Adults)
Alat ukur ini dikembangkan oleh DiTommaso dan Spinner (1992).
Kuesioner ini merupakan self report yang dirancang untuk menilai tingkat
emosional (keromantisan dan keluarga) dan kesepian sosial yang dialami
32
seseorang. Skala ini terdiri dari 37 item dengan tiga subskala masing-masing
12, 11 dan 14 item. Skala ini memiliki reliabilitas dengan koefisien alpha
sebesar 0.89 – 0.93.
3. UCLA Loneliness Scale
Alat ukur ini dikembangkan oleh D.Russell & Peplau (1978). Skala ini
terdiri dari 20 item yang dirancang untuk mengukur perasaan subyektif
seseorang tentang perasaan kesepian serta perasaan isolasi sosial. Peserta
menilai setiap item sebagai O ("Saya sering merasakan seperti ini"), S
("Kadang saya merasa seperti ini"), R ("Saya jarang merasa seperti ini"), N
("Saya tidak pernah merasa seperti ini”). Skala ini memiliki reliabiliatas
yang cukup tinggi, yaitu cronbach alpha sebesar 0.96.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan UCLA Loneliness Scale yang
dikembangkan oleh D.Russell terdiri dari 20 item. Peneliti menggunakan alat ukur
ini karena skala ini sesuai dengan dimensi yang peneliti pilih.
2.5 Kerangka berpikir
Pada dasarnya manusia membutuhkan privasi, dari privasi tersebut memberikan
individu identitas, otonomi atau kebebasan pada dirinya sendiri. Sedangkan self-
disclosure itu sendiri adalah bagian dari interaksi sosial dan itu penting untuk
mengekspresikan pikiran dan perasaan, selain itu untuk menciptakan keintiman
dalam hubungan interpersonal. Namun, dalam beberapa tahun terakhir ini dengan
perkembangan zaman, perbatasan antara apa yang bersifat pribadi dan apa yang
tidak ingin terlihat menjadi kabur. Situs jejaring sosial memberi orang kesempatan
untuk berbagi informasi pribadi dengan cara yang mudah.
33
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, terdapat faktor-faktor yang
menyebabkan seseorang melakukan self-disclosure, antara lain yaitu besar
kelompok, perasaan menyukai, efek dyadic, kompetensi, kepribadian, topik, jenis
kelamin, self-esteem, dan loneliness. Dalam penelitian ini, faktor-faktor self-
disclosure yang dijadikan independen variabel adalah kepribadian, self-esteem,
dan loneliness.
Peneliti mengambil faktor pertama yang mempengaruhi self-disclosure yaitu
kepribadian. Menurut Jourard (dalam Chen, et.all, 2016) individu yang memiliki
kecenderungan untuk melakukan pengungkapan diri adalah yang memiliki
karakteristik kepribadian yang stabil. McCrae dan Costa (dalam Chen, et.all 2016)
mengkonsepkan lima faktor kepribadian yang stabil. Berangkat dari teori tersebut
akhirnya peneliti memilih tipe kepribadian big five, yaitu neuroticism,
extraversion, openness to experience, agreeableness dan conscientiousness.
Individu yang memiliki tingkat neuroticism yang tinggi memiliki
pengungkapan diri yang rendah. Dikarenakan menurut McCrae (dalam Feist &
Feist, 2010), individu yang memiliki tingkat neuroticism yang tinggi cenderung
penuh kecemasan, temperamental, mengasihi diri sendiri, sadar akan dirinya
sendiri. Sehingga niat mengungkapkan diri mereka rendah karena kekhawatiran
mereka akan bagaimana persepsi mereka. Mereka mungkin menahan informasi
untuk lebih melindungi citra mereka (Loiacono et.al., 2012). Hal ini menunjukkan
bahwa ada pengaruh negatif antara neuroticism dan self-dicsloure, yang berarti
semakin kuat neuroticism maka semakin rendah self-dsiclosure.
34
Lalu, extraversion berhubungan positif dengan self-disclosure. Menurut
Chen,Xi. Pan,Yin and Guo, Bin, (2016) individu dengan extraversion yang tinggi
lebih akurat mengungkapkan informasi pribadi kepada orang lain. Hal ini
disebabkan karena individu dengan ciri extraversion tinggi, ia cenderung ceria,
senang berbicara, senang berkumpul, sehingga ia senang berbagi informasi kepada
orang lain. Selanjutnya, openness berhubungan positif dengan self-disclsoure. Hal
ini menunjukkan bahwa individu dengan openness to experience yang tinggi
memiliki ciri kreatif, imajinatif, penuh rasa penasaran, terbuka dan lebih memiliki
variasi, sehingga memiliki tingkat self-disclosure yang tinggi (Hollenbaugh &
Ferris 2013).
Selanjutnya adalah agreeableness. Individu dengan tingkat agreeableness
yang tinggi memiliki tingkat self-disclosure yang rendah, hal ini mungkin
dikarenakan menurut individu agreeableness tinggi merasa bahwa
mengungkapkan diri di media sosial menawarkan lebih banyak area tentang
kemungkinan konflik. Media sosial memungkinkan seseorang untuk
mengkomentari tentang apa yang orang lain tulis di laman media sosialnya,
sehingga individu dengan agreeableness yang tinggi merasa khawatir orang lain
akan menilai mereka lewat unggahan mereka di media sosial. Namun menurut
Hollenbaugh & Ferris (2013), individu dengan agreeableness tinggi memiliki self-
disclosure yang tinggi pula, dikarenakan individu ini memiliki ciri yang ramah,
mudah percaya, mudah menerima sehingga mereka merasa aman saat
mengungkapkan diri.
35
Dimensi terakhir dari variable big five adalah conscientiousness.
Conscientiousness berhubungan positif dengan self-disclosure. Hal ini
menunjukkan bahwa individu yang memiliki tingkat conscientiousness yang
tinggi, juga memiliki tingkat self-disclosure yang tinggi pula (Loiacono et.al.,
2012). Individu dengan conscientiousness yang tinggi memiliki ciri teratur,
disiplin, dan terorganisiri, sehingga mereka sering melaporkan aktivitas harian
mereka. Mereka senang membagikan kegiatan sehari-hari mereka di media sosial.
Faktor selanjutnya yang ingin peneliti pilih dan mempengaruhi self-
disclosure adalah self-esteem. Menurut Heatherton dan Wyland (2003) yang
menyatakan bahwa self-esteem merupakan sikap tentang diri dan terkait dengan
kepercayaan pribadi tentang keterampilan, kemampuan, hubungan sosial, dan
hasil masa depan. Menurut Varnali dan Toker (2015), individu yang memiliki
self-esteem yang rendah lebih sering mengungkapkan diri di media sosial, hal ini
menunjukkan bahwa self-esteem berhubungan negatif dengan self-disclosure. Hal
ini dikarenakan mungkin saja mereka yang memiliki self-esteem lebih rendah
daripada orang lain, mereka menggunakan sosial media untuk meningkatkan citra
diri mereka, membantu mereka mengatasi rasa rendah diri dengan memperkuat
identitas sosial mereka di media sosial. Berbagi perasaan dan pikiran mereka di
media sosial mungkin terasa aman dan memiliki resiko yang rendah dibandingan
dengan mengungkapkan diri secara langsung atau face to face. Hal ini
dikarenakan individu yang mengungkapkan diri di media sosial tidak dapat
melihat wajah orang lain secara langsung yang mungkin menolak apa yang
mereka ungkapkan.
36
Selain kepribadian dan self-esteem, peneliti juga ingin mencari tahu
pengaruh loneliness terhadap self-disclosure. Menurut Asher dan Paquette (2003)
loneliness adalah kesadaran kognitif tentang kekurangan hubungan sosial dan
perorangan dan reaksi afektif yang menyusul dari kesedihan, kekosongan atau
kerinduan. Sehingga individu dengan tingkat loneliness tinggi akan mencari
hubungan sosial lain lewat media sosial. Mereka merasa bisa meluapkan segala
kesedihannya di dalam media sosial dan mereka juga bisa mendapatkan teman
baru di media sosial tersebut.
Selain itu usia juga mempengaruhi seseorang dalam pengungkapan diri di
media sosial. Menurut Valkenburg dan Schouten (2005), usia remaja awal
cenderung lebih sering mengungkapkan dirinya dibandingkan dengan remaja
akhir, dikarenakan remaja awal masih bermain dengan identitas dirinya. Sehingga
media sosial bisa menjadi wadah yang tepat untuk mengekspresikan diri mereka.
Sedangkan usia dewasa awal menurut Hurlock (1980) adalah usia keterasingan
sosial, dimana usia dewasa awal hanya dapat menyisihkan waktu sedikit untuk
bersosialisasi karena mereka sibuk mencurahkan tenaga mereka pada pekerjaan
mereka. Sehingga mereka jarang menggunakan media sosial dan akibatnya
mereka jarang mengungkapkan diri di media sosial.
Selain itu jenis kelamin juga mempengaruhi seseorang dalam
mengungkapkan dirinya di media sosial. Menurut Special dan Li-Barber (2011),
laki-laki mengungkapkan informasi yang lebih mendasar, seperti informasi
kontak, pekerjaan dan pendidikan. Sedangkan perempuan lebih mengungkapkan
tentang informasi yang bersifat personal (Punyanunt & Carter, 2006). Perempuan
37
lebih tinggi dalam pengungkapkan diri mungkin dikarenakan perempuan lebih
ekspresif dan dapat mengungkapkan perasaannya kepada publik dibandingkan
laki-laki. Peran laki-laki sebagai individu yang kuat dan mandiri menjadikan laki-
laki menyimpan sendiri perasaannya sehingga jarang mengungkapkan dirinya.
Berdasarkan berbagai penjelasan diatas, peneliti membuat kerangka
berpikir terkait penelitian yang akan dilakukan :
Gambar 2.1 Bagan kerangka berpikir
Usia
SELF-ESTEEM
1.Neuroticsm
TIPE
KEPRIBADIAN
5.Conscientiousnes
ss
4. Agreeableness
3. Openness to
Experinece
2. Extraversion
LONELINESS
SELF
DISCLOSURE
DEMOGRAFIS
Jenis Kelamin
38
2.6 Hipotesis Penelitian
Karena pengujian hipotesis penelitian harus dilakukan secara statistik, maka
hipotesis yang akan diuji adalah hipotesis noh (nihil), lalu terdapat juga informasi
tambahan yaitu hipotesis alternatif, sebagai berikut :
Hipotesis nol (H0) : Ada pengaruh yang signifikan dari tipe kepribadian big
five (neuroticism, extraversion, openness to experience, agreeableness,
conscientiousness), self-esteem, dan loneliness terhadap self-disclosure pada
pengguna media sosial.
Hipotesis alternative (Ha) :
H1 : Ada pengaruh yang signifikan neurotisme pada tipe kepribadian terhadap self-
disclosure pengguna Instagram
H2 : Ada pengaruh yang signifikan extraversion pada tipe kepribadian terhadap
self-disclosure pengguna Instagram
H3 : Ada pengaruh yang signifikan openness to experience pada tipe kepribadian
terhadap self-disclosure pengguna Instagram
H4 : Ada pengaruh yang signifikan agreeableness pada tipe kepribadian terhadap
self-disclosure pengguna Instagram
H5 : Ada pengaruh yang signifikan conscientiousness pada tipe kepribadian
terhadap self-disclosure pengguna Instagram
H6 :: Ada pengaruh yang signifikan self-esteem terhadap self-disclosure pengguna
H7 : Ada pengaruh yang signifikan loneliness terhadap self-disclosure pengguna
39
H8 : Ada pengaruh yang signifikan usia terhadap self-disclosure pengguna
H9 : Ada pengaruh yang signifikan jenis kelamin terhadapa self-disclosure
pengguna Instagram
40
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi dan Sampel
Populasi dari penelitian ini adalah pengguna sosial media Instagram aktif. Sampel
yang akan peneliti gunakan adalah sebanyak 225 orang. Teknik sampling yang
peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah nonprobability sampling,
dikarenakan jumlah populasi tidak diketahui secara pasti. Karakteristik sampel
dalam penelitian ini adalah pengguna Instagram dan aktif mengupload atau
menggunakan fitur instastory. Kuesioner disebarkan melalui google forms mulai
tanggal 19 April 2018 – 5 Juni 2018, dan didownload pada tanggal 8 Juni 2018.
3.2 Variabel Penelitian
Adapun variabel penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Self-disclosure
2. Tipe kepribadian big five :
a. Neuroticism
b. Extraversion
c. Openness to experience
d. Agreeableness
e. Conscientiousness
3. Self-esteem
4. Loneliness
5. Usia
41
6. Jenis Kelamin
Dependent variable (DV) dalam penelitian ini adalah self-disclosure,
sedangkan variabel lainnya adalah independent variable (IV).
Adapun definisi operasional dari masing-masing variabel dalam penelitian ini
adalah :
1. Self-disclosure adalah pesan apapun tentang diri seseorang yang
dikomunikasikan dengan orang lain bedasarkan intent, amount, valence, depth
dan accuracy.
2. Neuroticism adalah individu yang cenderung penuh kecemasan,
temperamental, mengasihi diri sendiri, sadar akan dirinya sendiri, emosional,
dan rentan terhadap gangguan yang berhubungan dengan stress.
3. Extraversion adalah individu yang memiliki sifat cenderung penuh kasih
sayang, ceria, senang berbicara, senang berkumpul dan menyenangkan
4. Openness to experience adalah individu yang memiliki keterbukaan yang
tinggi, biasanya kreatif, imajinatif, penuh rasa penasaran, terbuka dan lebih
memiliki variasi.
5. Agreeableness adalah individu yang memiliki sifat cenderung mudah percaya,
murah hati, pengalah, mudah menerima dan memiliki perilaku yang baik.
6. Conscientiousness adalah individu yang memiliki sifat yang teratur,
terkonntrol, terorganisir, ambisius, terfokus pada pencapaian, dan memiliki
disiplin diri yang tinggi.
42
7. Self-esteem adalah evaluasi individu akan persepsi dirinya. Dimana individu
yang memiliki nilai tinggi dalam harga diri adalah mereka yang
memperhatikan dan menekankan kemampuan, kekuatan, dan kualitas mereka.
8. Loneliness adalah suatu perasaan menyendiri, tidak memiliki persahabatan,
kekurangan jaringan sosial yang menyebabkan individu merasa kesepian.
9. Usia dalam penelitian ini dibagi menjadi dua kategori yaitu usia remaja dan
usia dewasa awal.
10. Jenis kelamin dalam penelitian ini adalah klasifikasi dari responden laki-laki
dan perempuan.
3.3 Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner. Kuesioner yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian
ini berbentuk model skala likert, yaitu sangat tidak setuju (STS), tidak setuju (TS),
setuju (S), dan sangat setuju (SS). Sedangkan skala yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari empat skala, yaitu skala self-disclosure, skala
kepribadian big five, skala self-esteem, dan skala loneliness.
1. Skala self-disclosure
Pada tabel 3.1 dapat dilihat, blueprint skala baku Revised Self-disclosure Scale
(RSDS), dikembangkan oleh Leung (2002) yang berisi 19 item tentang self-
disclosure. Item- item ini bedasarkan lima dimensi dari Wheeles (1976) yaitu
intent, amount, valence (positivity or negativity), depth, dan accuracy, untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.1 dibawah ini.
43
Tabel 3.1
Blueprint Skala Self-Disclosure
No
. Aspek Indikator Fav Unfav
1. Intent - Menyadari apa yang akan
diungkapkan 18,19 -
2. Amount - Jumlah pengungkapan pada diri 13,14 12
3. Valence - Mengungkapkan hal yang lebih
positif dan diinginkan - 15,16,17
4. Depth
- Membicarakan dirinya sendiri
secara mendalam
- Mengungkapkan hal-hal pribadi
- Mengungkapkan perasaan
mereka sepenuhnya
1,2,3,5,6
,7 4
5. Accuracy
- Tingkat akurasi keterbukaan
- Kejujuran tentang perasaan,
emosi, dan pengalaman
responden
8,10,11 9
Total 19
2. Skala kepribadian big five
Pada tabel 3.2 dapat dilihat blueprint skala untuk mengukur tipe kepribadian big
five. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan skala baku dari Mini-IPIP (Mini
International Personal Item Pool) yang diadaptasi oleh Donellan (2006) dari alat
ukur IPIP-NEO yang dikembangkan oleh Goldsberg pada tahun 1999 (dalam
Donellan, 2006). Skala Mini-IPIP berisikan 20 item, dengan menggunakan
penilaian skala likert.
Penskoran pada skala ini memiliki nilai tertinggi favorable pada penyataan
“SS”=4 dan nilai terendah pada pernyataan “STS”=1. Sebaliknya pada item
44
unfavorable nilai tertinggi pada pernyataan “STS”=4 dan nilai terendah pada
pernyataan “SS”=1. Untuk lebih jelasnya dapa dilihat pada tabel 3.2
Tabel 3.2
Blueprint Skala Mini-IPIP NEO
No. Aspek Indikator Fav UnFav
1. Neuroticism - Cemas
- Mudah marah 4, 14 9, 19
2. Extraversion - Ramah
- Suka berteman
- Ceria
1,11 6, 16
3. Openness to
experience
- Minat pada artistik
- Emosional
- Jiwa petualang
- Banyak akal
5 10, 15,
20
4 Agreeableness
- Dapat dipercaya
- Taat pada moralitas
- Suka menolong
- Dapat bekerjasama
- Bersimpati
2,12
7, 17
5 Conscientiousness
- Teratur
- Disiplin
- Pekerja keras
- Fokus pada pencapaian
- Berhati-hati
3, 13 8, 18
Total 20
3. Skala self-esteem
Pada tabel 3.3 dapat dilihat, blueprint skala untuk mengukur self-esteem. Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan skala The State Self-Esteem Scale (SSES)
yang dikembangkan oleh Heatherton dan Polivy pada tahun 1991 dan terdiri dari
20 item yang menilai bagaimana individu memandang dirinya pada saat ini, selain
itu skala ini terbebas dari pengaruh mood.
45
Setiap item terdapat 4 pilihan pernyataan jawaban, seperti “STS = Sangat
Tidak Setuju”, “TS= Tidak Setuju”, “S= Setuju”, dan “SS= Sangat Setuju”.
Dengan skor tertinggi favorable pada jawaban S = 4 dan terendah STS = 1,
sedangkan pada jawaban unfavorable skor tertinggi pada jawaban STS dan
terendah pada jawaban S.
Tabel 3.3
Blueprint Skala Self-Esteem
No. Aspek Indikator Fav UnFav
1. Performance
- Merasa percaya dengan
kemampuan
- Kemampuan intelektual
- Memiliki kinerja yang tinggi
- Menghargai kemampuan diri
1,9,1
4
4,5,18,1
9
2. Social
- Merasa orang lain
menyukainya
- Merasa dirinya dianggap
penting oleh orang lain
- Merasa dirinya dihargai
orang lain
- 2,8,10,1
3,15,17,
20
3 Appearance
- Merasa puas dengan bentuk
tubuh
- Merasa dirinya menarik
secara fisik
3,6,1
1,12
7,16
Total 20
4. Skala loneliness
Pada tabel 3.4 dapat dilihat, blueprint skala baku UCLA loneliness yang
digunakan oleh peneliti.. Skala tersebut, dikembangkan oleh D.Russell & Peplau
(1978) yang berisi 20 item. Setiap item dinilai sebagai O ("Saya sering merasakan
seperti ini"), S ("Kadang saya merasa seperti ini"), R ("Saya jarang merasa seperti
ini"), N ("Saya tidak pernah merasa seperti ini”). Dengan skor tertinggi favorable
46
pada jawaban O = 4 dan terendah N = 1, sedangkan pada jawaban unfavorable
skor tertinggi pada jawaban N dan terendah pada jawaban O.
Tabel 3.4
Blueprint Skala Loneliness
No. Aspek Indikator Fav UnFav
1. Social
loneliness
- Merasa dikucilkan
- Merasa bukan
bagian dari
kelompok
8,11,12,14,17,18 1,4,5,6,9,1
9
2. Emotional
loneliness
- Merasa tidak punya
teman dekat
- Merasa tidak punya
hubungan yang
berarti
- Merasa tidak ada
yang memahami
2,3,7,13 10,15,16,2
0
Total 20
3.4 Uji Validitas Konstruk
Dalam penelitian ini, peneliti akan menguji validitas konstruk dari item-item yang
sudah disusun menggunakan teknik analisis Confirmatory Factor Analysis (CFA).
Langkah-langkah dalam CFA menurut Umar (2011) adalah sebagai berikut :
1. Dibuat atau disusun suatu definisi operasional tentang konsep yang hendak
diukur. Untuk mengukur faktor tersebut diperlukannya item-item
2. Disusun hipotesis bahwa seluruh item yang disusun adalah valid mengukur
konstrak yang didefinisikan
3. Berdasarkan data yang diperolah kemudian dihitung matriks korelasi antar
item, yang disebut matriks S.
47
4. Matriks korelasi tersebut digunakan untuk mengestimasi matriks korelasi yang
seharusnya terjadi menurut teori/model yang ditetapkan. Jika hipotesis pada
butir 2 adalah benar, maka semestinya semua item hanya mengukur satu fakor
saja (unidimensional)
5. Dilakukan uji CFA dengan model satu faktor dan dilihat dari chi-square yang
dihasilkan. Jika nilai Chi-square tidak signifikan (p>0,05) berarti semua item
hany mengukur satu faktor saja. Namun, jika nilai Chi-square signifikan
(p<0,05) maka dilakukan modifikasi terhadap model pengukuran yaitu dengan
langkah dibawah ini.
6. Memodifikasi dengan cara membebaskan parameter berupa korelasi kesalahan
pengukuran. Ini terjadi ketika suatu item selain mengukur konstruk yang ingin
diukur, juga mengukur faktor lain. Jika setelah beberapa kesalahan
pengukuran dibebaskan untuk saling berkorelasi dan akhirnya diperoleh model
fit, maka model terakhir inilah yang akan digunakan pada langkah selanjutnya.
7. Jika telah diperolah model yang fit, maka dilakukan lah analisis item dengan
melihat apakah muatan faktor item tersebut signifikan dan mempunyai nilai
koefisien positif. Jika t-value untuk koefisien muatan faktor suatu item lebih
besar dari 1,96, maka item tersebut dinyatakan signifikan dalam mengukur
faktor yang hendak diukur (tidak di drop).
3.4.1 Uji validitas konstruk self-disclosure
Pada uji validitas konstruk self-disclosure, peneliti ingin menguji apakah 19 item
yang ada bersifat unidimensional artinya benar hanya mengukur variabel self-
disclosure. Hasil CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, dihasilkan model
48
tidak fit dengan Chi-Square = 1124,00 df=152 P-value = 0,00000 RSMEA =
0,169. Setelah dilakukan modifikasi sebanyak 50 kali terhadap model dengan
membebaskan korelasi kesalahan pengukuran diantara item-item yang dianalisis,
maka diperoleh model yang fit dengan Chi-Square = 123,40 df = 102 P-Value =
0.07347 RSMEA = 0.031. Nilai Chi-Square menghasilkan P-Value > 0.05, yang
artinya model satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item
hanya mengukur satu faktor saja yaitu self-disclosure.
Tabel 3.5
Muatan Faktor Item Self-disclosure
No. Item Lambda St. Error T-Value Signifikan
1 0.82 0.06 14.10
2 0.61 0.06 9.60
3 0.70 0.06 11.58
4 0.36 0.07 5.54
5 0.39 0.07 6.00
6 0.57 0.06 9.03
7 0.66 0.06 10.90
8 0.51 0.07 7.71 9 -0.02 0.07 -0.30 X
10 0.05 0.07 0.79 X
11 0.53 0.06 8.29 12 0.04 0.07 0.59 X
13 0.75 0.06 12.84
14 0.45 0.07 6.48 15 -0.21 0.07 -3.19 X
16 -0.11 0.07 -1.57 X
17 -0.24 0.07 -3.64 X
18 -0.08 0.07 -1.17 X
19 -0.05 0.07 0.65 X
Keterangan : = Signifikan; X = Tidak Signifikan, Syarat item valid apabila t-
value > 1.96 dan Lambda bernilai positif
Peneliti ingin melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak
diukur secara signifikan serta sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu
49
dikeluarkan atau tidak, pengujiannya dapat dilakukan dengan melihat nilai t di
setiap koefisien muatan faktor seperti yang disajikan dalam tabel 3.5
Berdasarkan tabel 3.5 dapat diketahui bahwa terdapat 11 item yang
signifikan yaitu item nomer 1,2,3,4,5,6,7,8,11,13,14 karena nilai t > 1,96. Dengan
demikian terdapat 8 item yang tidak signifikan dan harus didrop yaitu item nomer
9,10,12 ,15,16,17,18,19 karena nilai t < 1,96 atau bernilai negatif. Artinya bobot
nilai pada 9 item tersebut tidak akan ikut dianalisis dalam perhitungan factor
score.
3.4.2 Uji validitas konstruk kepribadian big five
3.4.2.1 Neuroticism
Pada uji validitas konstruk neuroticism, peneliti ingin menguji apakah 4 item yang
ada bersifat unidimensional artinya benar hanya mengukur variabel neuroticism
saja. Dari hasil CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, dihasilkan model
tidak fit dengan Chi-Square = 28,23 df=2 P-value = 0,00000 RSMEA = 0,242.
Namun, setelah dilakukan modifikasi sebanyak 1 kali terhadap model dengan
membebaskan korelasi kesalahan pengukuran diantara item-item yang dianalisis,
maka diperoleh model yang fit dengan Chi-Square = 0.35 df = 1 P-Value =
0.55647 RSMEA = 0.000. Nilai Chi-Square menghasilkan P-Value > 0.05, yang
artinya model satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item
hanya mengukur satu faktor saja yaitu neuroticism.
Kemudian peneliti ingin melihat apakah item tersebut mengukur faktor
yang hendak diukur secara signifikan serta sekaligus menentukan apakah item
50
tersebut perlu dikeluarkan atau tidak, pengujiannya dapat dilakukan dengan
melihat nilai t di setiap koefisien muatan faktor seperti yang disajikan dalam tabel
3.6
Tabel 3.6
Muatan Faktor Item Neuroticism
No. Item Lambda St. Error T-Value Signifikan
1 0.47 0.08 5.67
2 0.53 0.09 6.16
3 0.86 0.11 7.83
4 0.30 0.08 3.81
Keterangan : = Signifikan; X = Tidak Signifikan
Syarat item valid apabila t-value > 1.96 dan Lambda bernilai positif
Berdasarkan tabel 3.6 dapat diketahui bahwa keempat item signifikan
karena nilai t > 1,96. Dengan demikian untuk konstruk neuroticism tidak ada item
yang didrop. Selanjutnya keempat item tersebut akan digunakan dalam
perhitungan factor score.
3.4.2.2 Extraversion
Pada uji validitas konstruk extraversion, peneliti ingin menguji apakah 4 item
yang ada bersifat unidimensional artinya benar hanya mengukur variabel
extraversion. Dari hasil CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, dihasilkan
model tidak fit dengan Chi-Square = 2.54 df=2 P-value = 0.28140 RSMEA =
0.035. Namun, setelah dilakukan modifikasi sebanyak 1 kali terhadap model
dengan membebaskan korelasi kesalahan pengukuran diantara item-item yang
dianalisis, maka diperoleh model yang fit dengan Chi-Square = 0.32 df = 1 P-
Value = 0.57156 RSMEA = 0.000. Nilai Chi-Square menghasilkan P-Value>0.05,
51
yang artinya model satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh
item hanya mengukur satu faktor saja yaitu extraversion.
Kemudian peneliti ingin melihat apakah item tersebut mengukur faktor
yang hendak diukur secara signifikan serta menentukan apakah item tersebut perlu
dikeluarkan atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t disetiap
koefisien muatan faktor seperti yang disajikan dalam tabel 3.7.
Berdasarkan tabel 3.6 dapat diketahui bahwa keempat item signifikan
karena nilai t > 1,96. Dengan demikian untuk konstruk extraversion tidak ada item
yang didrop. Selanjutnya keempat item tersebut akan digunakan dalam
perhitungan factor score.
Tabel 3.7
Muatan Faktor Item Extraversion
No. Item Lambda St. Error T-Value Signifikan
1 0.57 0.07 8.11
2 0.81 0.07 11.46
3 0.64 0.07 9.08
4 0.49 0.07 6.80
Keterangan : = Signifikan; X = Tidak Signifikan
Syarat item valid apabila t-value > 1.96 dan Lambda bernilai positif
3.4.2.3 Openness to experience
Pada uji validitas konstruk openness, peneliti ingin menguji apakah 4 item yang
ada bersifat unidimensional artinya benar hanya mengukur variabel openness.
Dari hasil CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, dihasilkan model tidak
fit dengan Chi-Square = 48.44 df=2 P-value = 0.00000 RSMEA = 0.322. Namun,
52
setelah dilakukan modifikasi sebanyak 2 kali terhadap model dengan
membebaskan korelasi kesalahan pengukuran diantara item-item yang dianalisis,
maka diperoleh model yang fit dengan Chi-Square = 0.00 df = 0 P-Value =
1,00000 RSMEA = 0.000. Nilai Chi-Square menghasilkan P-Value > 0.05, yang
artinya model satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item
hanya mengukur satu faktor saja yaitu openness to experience.
Kemudian peneliti ingin melihat apakah item tersebut mengukur faktor
yang hendak diukur secara signifikan serta sekaligus menentukan apakah item
tersebut perlu dikeluarkan atau tidak, pengujiannya dapat dilakukan dengan
melihat nilai t disetiap koefisien muatan faktor seperti yang disajikan dalam tabel
3.8
Tabel 3.8
Muatan Faktor Item Openness to Experience
No.
Item Lambda St. Error T-Value Signifikan
1 0.48 0.12 3.93
2 0..08 0.14 0.58 X
3 0.31 0.08 3.95
4 1.19 0.30 3.94
Keterangan : = Signifikan; X = Tidak Signifikan
Syarat item valid apabila t-value > 1.96 dan Lambda bernilai positif
Berdasarkan tabel 3.8 dapat diketahui bahwa terdapat 3 item yang
signifikan yaitu item nomer 1,3,dan 4 karena nilai t>1,96, tidak ada muatan faktor
negatif pada salah satu item. Dengan demikian hanya terdapat 1 item yang tidak
signifikan dan harus didrop yaitu item nomer 2 karena nilai t < 1,96. Artinya
53
bobot nilai pada 1 item tersebut tidak akan ikut dianalisis dalam perhitungan
factor score.
3.4.2.4 Agreeableness
Pada uji validitas konstruk agreeableness, peneliti ingin menguji apakah 4 item
yang ada bersifat unidimensional artinya benar hanya mengukur variabel
agreeableness.. Dari hasil CFA yang dilakukan dengan model satu faktor,
dihasilkan model tidak fit dengan Chi-Square = 27.95 df=2 P-value = 0.00000
RSMEA = 0.241. Namun, setelah dilakukan modifikasi sebanyak 1 kali terhadap
model dengan membebaskan korelasi kesalahan pengukuran diantara item-item
yang dianalisis, maka diperoleh model yang fit dengan Chi-Square = 0.00 df = 1
P-Value = 0,98738 RSMEA = 0.000. Nilai Chi-Square menghasilkan P-Value >
0.05, yang artinya model satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa
seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu agreeableness.
Kemudian peneliti ingin melihat apakah item tersebut mengukur faktor
yang hendak diukur secara signifikan serta sekaligus menentukan apakah item
tersebut perlu dikeluarkan atau tidak, pengujiannya dapat dilakukan dengan
melihat nilai t disetiap koefisien muatan faktor seperti yang disajikan dalam tabel
3.9
Berdasarkan tabel 3.9 dapat diketahui bahwa keempat item signifikan
karena nilai t > 1,96. Dengan demikian untuk konstruk agreeableness tidak ada
item yang didrop. Selanjutnya keempat item tersebut akan digunakan dalam
perhitungan factor score.
54
Tabel 3.9
Muatan Faktor Item Agreeableness
No.
Item Lambda St. Error T-Value Signifikan
1 0.80 0.14 5.81
2 0.46 0.09 5.18
3 0.75 0.14 5.50
4 0.41 0.09 4.85
Keterangan : = Signifikan; X = Tidak Signifikan
3.4.2.5 Conscientiousness
Pada uji validitas konstruk conscientiousness, peneliti ingin menguji apakah 4
item yang ada bersifat unidimensional artinya benar hanya mengukur variabel
conscientiousness.. Dari hasil CFA yang dilakukan dengan model satu faktor,
dihasilkan model tidak fit dengan Chi-Square = 6.79 df=2 P-value = 0.03352
RSMEA = 0.103. Namun, setelah dilakukan modifikasi sebanyak 1 kali terhadap
model dengan membebaskan korelasi kesalahan pengukuran diantara item-item
yang dianalisis, maka diperoleh model yang fit dengan Chi-Square = 0.39 df = 1
P-Value = 0,53149 RSMEA = 0.000. Nilai Chi-Square menghasilkan P-Value >
0.05, yang artinya model satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa
seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu conscientiousness.
Kemudian peneliti ingin melihat apakah item tersebut mengukur faktor
yang hendak diukur secara signifikan serta sekaligus menentukan apakah item
tersebut perlu dikeluarkan atau tidak, pengujiannya dapat dilakukan dengan
melihat nilai t disetiap koefisien muatan faktor seperti yang disajikan dalam tabel
3.10.
55
Berdasarkan tabel 3.10 dapat diketahui bahwa keempat item signifikan
karena nilai t > 1,96. Dengan demikian untuk konstruk conscientiousness tidak
ada item yang didrop. Selanjutnya keempat item tersebut akan digunakan dalam
perhitungan factor score.
Tabel 3.10
Muatan Faktor Item Conscientiousness
No. Item Lambda St. Error T-Value Signifikan
1 0.43 0.09 4.50
2 0.40 0.09 4.35
3 0.68 0.15 4.65
4 0.84 0.16 5.33
Keterangan : = Signifikan; X = Tidak Signifikan
Syarat item valid apabila t-value > 1.96 dan Lambda bernilai positif
3.4.3 Uji validitas konstruk self-esteem
Pada uji validitas konstruk self-esteem, peneliti ingin menguji apakah 20 item
yang ada bersifat unidimensional artinya benar hanya mengukur variabel self-
esteem.. Dari hasil CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, dihasilkan
model tidak fit dengan Chi-Square = 890.50 df=170 P-value = 0.00000 RSMEA =
0.138. Namun, setelah dilakukan modifikasi sebanyak 52 kali terhadap model
dengan membebaskan korelasi kesalahan pengukuran diantara item-item yang
dianalisis, maka diperoleh model yang fit dengan Chi-Square = 141,75 df = 118
P-Value = 0,06729 RSMEA = 0.020. Nilai Chi-Square menghasilkan P-Value >
0.05, yang artinya model satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa
seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu self-esteem.
56
Kemudian peneliti ingin melihat apakah item tersebut mengukur faktor
yang hendak diukur secara signifikan serta sekaligus menentukan apakah item
tersebut perlu dikeluarkan atau tidak, pengujiannya dapat dilakukan dengan
melihat nilai t disetiap koefisien muatan faktor seperti yang disajikan dalam tabel
3.11
Tabel 3.11
Muatan Faktor Item Self-esteem
No. Item Lambda St. Error T-Value Signifikan
1 0.51 0.07 7.87
2 0.61 0.06 9.80
3 0.52 0.07 7.99
4 0.73 0.06 12.18
5 0.51 0.07 7.83
6 0.23 0.07 3.25
7 0.45 0.07 6.51
8 0.16 0.07 2.32
9 0.29 0.07 4.21
10 0.64 0.06 10.45
11 0.58 0.06 8.99
12 0.60 0.06 9.42
13 0.57 0.06 8.79
14 0.33 0.07 4.84
15 0.82 0.06 14.41
16 0.72 0.06 12.02
17 0.55 0.06 8.68
18. 0.52 0.07 8.05
19. 0.69 0.06 11.32
20 0.53 0.07 8.11
Keterangan : = Signifikan; X = Tidak Signifikan
Syarat item valid apabila t-value > 1.96 dan Lambda bernilai positif
Berdasarkan tabel 3.11 dapat diketahui bahwa 20 item seluruhnya
signifikan karena nilai t > 1,96 dan tidak ada muatan faktor negatif pada salah satu
item. Dengan demikian untuk konstruk self-esteem tidak ada item yang didrop.
57
Selanjutnya seluruh item tersebut akan digunakan dalam perhitungan factor score
untuk variabel self-esteem.
3.4.4 Uji validitas konstruk loneliness
Pada uji validitas konstruk loneliness, peneliti ingin menguji apakah 20 item yang
ada bersifat unidimensional artinya benar hanya mengukur variabel loneliness..
Dari hasil CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, dihasilkan model tidak
fit dengan Chi-Square = 1128.18 df = 170 P-value = 0.00000 RSMEA = 0.159.
Namun, setelah dilakukan modifikasi sebanyak 53 kali terhadap model dengan
membebaskan korelasi kesalahan pengukuran diantara item-item yang dianalisis,
maka diperoleh model yang fit dengan Chi-Square = 141.84 df = 117 P-Value =
0.05889 RSMEA = 0.031. Nilai Chi-Square menghasilkan P-Value > 0.05, yang
artinya model satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item
hanya mengukur satu faktor saja yaitu loneliness.
Kemudian peneliti ingin melihat apakah item tersebut mengukur faktor
yang hendak diukur secara signifikan serta sekaligus menentukan apakah item
tersebut perlu dikeluarkan atau tidak, pengujiannya dapat dilakukan dengan
melihat nilai t disetiap koefisien muatan faktor seperti yang disajikan dalam tabel
3.12.
Berdasarkan tabel 3.12 dapat diketahui bahwa 20 item seluruhnya
signifikan karena nilai t > 1,96 dan tidak ada muatan faktor negatif pada salah satu
item. Dengan demikian untuk konstruk loneliness tidak ada item yang didrop.
58
Selanjutnya seluruh item tersebut akan digunakan dalam perhitungan factor score
untuk variabel loneliness.
Tabel 3.12
Muatan Faktor Item Loneliness
No. Item Lambda St. Error T-Value Signifikan
1 0.38 0.06 5.87
2 0.75 0.06 13.09
3 0.84 0.06 14.60
4 0.21 0.07 3.20
5 0.55 0.06 8.70
6 0.38 0.06 5.83
7 0.65 0.06 10.52
8 0.48 0.06 7.44
9 0.26 0.07 3.81
10 0.60 0.06 9.91
11 0.76 0.06 13.25
12 0.53 0.07 8.12
13 0.62 0.06 10.32
14 0.67 0.06 11.39
15 0.56 0.07 8.64
16 0.57 0.06 9.08
17 0.27 0.07 4.12
18. 0.76 0.06 12.69
19. 0.59 0.06 9.60
20 0.71 0.06 11.99
Keterangan : = Signifikan; X = Tidak Signifikan
Syarat item valid apabila t-value > 1.96 dan Lambda bernilai positif
3.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan untuk menganalisis data pada penelitian ini
adalah analisis regresi berganda (Multiple Regression Analysis). Teknik analisis
regresi berganda ini digunakan untuk menentukan ketepatan prediksi dan
ditunjukan untuk mengetahui besarnya pengaruh dari independent variable yaitu
59
kepribadian big five (neuroticism, extraversion, openness to experience,
agreeableness, dan conscientiousness), self-esteem, loneliness dan demografis
terhadap dependent variable yaitu self-disclosure.
Dalam penelitian ini akan dilakukan pengujian hipotesis dengan analisis
statistik, maka hipotesis penelitian yang ada diubah menjadi hipotesis nihil.
Hippotesis nihil inilah yang akan diuji dalam analisis statistik nantinya. Pada
penelitian ini digunakan analisis regresi berganda di mana terdapat lebih dari satu
variabel bebas untuk memprediksi variabel terikat.
Pada penelitian ini, terdapat 7 independent variable dan 1 dependent
variable. Dengan menggunakan rumus persamaan garis regresi
Y = a + b1X1 +b2X2 +b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + b9X9 + e
Keterangan :
Y = self-disclosure
a = konstan
b = koefisien regresi
X1 = neuroticism
X2 = extraversion
X3 = openness to experience
X4 = agreeableness
X5 = conscientiousness
X6 = self-esteem
X7 = loneliness
60
X8 = usia
X9 = jenis kelamin
e = residu
Melalui analisis regresi berganda ini, dapat diperoleh R2
(R square).
Fungsi dari R2 adalah untuk mengetahui seberapa besar sumbangan seluruh iv
terhadap dv yaitu self-disclosure. Untuk mendapatkan nilai R2
digunakan rumus
sebagai berikut :
Lalu selanjutnya, untuk membuktikan apakah R2 signifikan atau tidak
dilakukanlah uji F., untuk membuktikan hal tersebut dengan menggunakan rumus
F sebagai berikut :
Keterangan :
= jumlah IV
N = jumlah sampel
Dari uji F ini akan diperoleh apakah benar independent variable memiliki
pengaruh terhadap dependent variable.
Kemudian untuk menguji apakah pengaruh yang diberikan oleh
independent variable signifikan terhadap dependent variable, maka dilakukan uji
t. Pengujian ini dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut :
61
Keterangan :
b = koefisien regresi
Sb = standard error dari b
Hasil uji t ini akan diperoleh dari hasil regresi yang dilakukan peneliti.
Dalam penelitian ini, perhitungan statistik dilakukan dengan menggunakan
program hitung SPSS.
62
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Subjek Penelitian
Untuk mendapatkan gambaran umum mengenai latar belakang subjek penelitian
maka ditampilkan gambaran banyaknya subjek penelitian bedasarkan jenis
kelamin dan usia. Subjek penelitian ini berjumlah 225 orang, dengan range usia
14 – 26 tahun. Berikut adalah gambaran sampel yang menjadi subjek dalam
penelitian ini.
Tabel 4.1
Gambaran Umum Subjek Penelitian
Deskripsi N %
Jenis Kelamin
Lak-laki 50 24 %
Perempuan 170 76 %
Usia
14 – 21 tahun 132 59 %
22 – 26 tahun 92 41 %
Bedasarkan data pada tabel 4.1 dapat diketahui bahwa subjek dengan jenis
kelamin laki-laki sebanyak 50 orang (24 %) dan perempuan sebanyak 170 orang
(76 %) yang artinya responden didominasi oleh perempuan. Sedangkan dalam
pengelompokkan responden bedasarkan usia, peneliti membagi menjadi dua
bagian. Remaja pada usia 14 hingga 21 tahun dan dewasa awal pada usia 22
hingga 27 tahun (Monks, 2002). Dari tabel 4.1 dapat diketahui bahwa subjek
dengan rentang usia 14-21 tahun sebanyak 132 orang (59 %) dengan persentase
paling tinggi. Artinya, responden didimonisai oleh kelompok usia ini. Dan subjek
dengan usia 22 – 27 tahun sebanyak 92 orang (41%).
63
4.2 Hasil Analisis Deskriptif
Dalam penelitian ini digunakan skor berupa skor faktor. Skor faktor didapat
dengan merubah semua item yang valid menjadi satu skor yaitu disebut factor
score pada software SPSS. Tujuan penggunaan factor score ini adalah untuk
menghindari bias estimasi dari kesalahan pengukuran. Selanjutnya factor score
diubah menjadi t- score (skor murni) untuk menghilangkan bilangan negatif.
Proses ini ditujukan untuk agar mudah dalam membandingkan antar skor hasil
pengukuran variabel-variabel yang diteliti. Secara teknis komputasi yang
ditempuh adalah dengan melakukan transformasi dai raw score (skor mentah)
menjadi z-score. Untuk menghilangkan bilangan negative pada z-score, semua
skor ditransformasikan ke skala T.
Setelah dilakukan analisis statistik deskriptif, maka didapatkan deskripsi
statistik masing-masing variabel pada penelitian ini. Indeks yang menjadi patokan
adalah mean, median, standar deviasi, nilai maksimum dan nilai minimum dari
masing- masing variabel. Gambaran hasil deskripsi statistik dapat dilihat pada
tabel 4.2
Bedasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa pada variabel self-disclosure
memiliki nilai minimum = 31.05 dan nilai maksimum = 74.10. Sedangkan pada
variabel kepribadian big five, dimensi neuroticism memiliki nilai minimum =
26.51 dan nilai maksimum = 70.20. Pada dimensi extraversion memiliki nilai
minimum = 28.99 dan nilai maksimum = 71.43. Pada dimensi openness to
experience memiliki nilai minimum = 14.90 dan nilai maksimum = 65.98. Pada
64
dimensi agreeableness memiliki nilai minimum = 33.18 dan nilai maksimum =
68.50. Dan pada dimensi conscientiousness memiliki nilai minimum = 29.12 dan
nilai maksimum = 68.80. Selanjutnya, pada variabel self-esteem memiliki nilai
minimum = 24.42 dan nilai maksimum = 77.08. Dan terakhir pada variabel
loneliness memiliki nilai minimum = 31 dan nilai maksimum = 79. Sedangkan
untuk nilai mean, karena semua skor telah berada pada skala yang sama, maka
mean = 50.
Tabel 4.2
Analisis Deskriptif
Variabel N Minimum Maximum Mean Std.
Deviation
Self-disclosure 225 31.05 74.10 50.00 9.11019
Neuroticism 225 26.51 70.20 50.00 7.90030
Extraversion 225 28.99 71.43 50.00 8.43593
Openness 225 14.90 65.98 50.00 9.99500
Agreeableness 225 33.18 68.50 50.00 7.15442
Conscientiousness 225 29.12 68.80 50.00 7.42342
Self-esteem 225 24.42 77.08 50.00 9.47066
Loneliness 225 31 79 50.00 9.491
Valid N (listwise) 225
Dari statistik deskriptif yang telah dijelaskan di atas, dapat terlihat bahwa
secara keseluruhan untuk nilai minimum terendah adalah variabel openness to
experience dengan nilai 14.90. Sedangkan nilai maksimum tertinggi adalah
variabel loneliness. Artinya, variabel loneliness memiliki nilai tertinggi dan
variabel openness to experience memiliki nilai terendah dari keseluruhan data
pada sampel penelitian ini.
65
4.3 Kategorisasi skor variabel penelitian
Kategorisasi skor bertujuan untuk menempatkan individu ke dalam kelompok-
kelompok yang terpisah bedasarkan skor variabel yang diukur, apakah individu
tersebut termasuk ke dalam golongan kelompok dengan skor rendah atau skor
tinggi.
Sebelum mengkategorisasikan skor bedasarkan tingkat tinggi dan rendah,
peneliti terlebih dahulu menetapkan norma dari skor dengan menggunakan mean
dan standar deviasi yang dapat dilihat pada tabel 4.2. Norma skor tersebut dapat
dilihat pada tabel 4.3
Tabel 4.3
Pedoman Intepretasi Skor
Kategori Rumus
Tinggi X > Mean + 1SD
Sedang Mean – 1 SD ≤ X ≤ Mean + 1 SD
Rendah X < Mean – 1SD
Setelah norma skor tersebut didapatkan, selanjutnya akan dijelaskan
perolehan nilai persentase kategorisasi untuk variabel self-disclosure, neuroticism,
extraversion, openness, agreeableness, conscientiousness, self-esteem dan
loneliness, yang dapat dilihat pada tabel 4.4
Bedasarkan tabel 4.4 dapat dilihat, bahwa skor pada variabel self-
disclosure sebanyak 45 orang (20%) berada pada kategori rendah dan 35 orang
(15.6%) berada pada kategori tinggi. Dapat disimpulkan hasil dari sebaran
variabel self-disclosure berada pada kategori rendah. Selanjutnya pada variabel
neuroticism sebanyak 33 orang (14.5%) berada pada kategori rendah dan 40 orang
66
(17.6%) berada pada kategori tinggi. Dengan demikian, hasil sebaran variabel
neuroticism berada pada kategori tinggi.
Tabel 4.4
Kategorisasi Skor Variabel
Variabel Frekuensi
Rendah (%) Sedang (%) Tinggi (%)
Self-disclosure 45 (20 %) 145 (64.4 %) 35 (15,6 %)
Neuroticism 33 (14.5%) 152 (67%) 40 (17.6%)
Extraversion 37 (16.3 %) 152 (67%) 36 (15.9%)
Openness to 30 (13.3%) 150 (66.7%) 45 (20%)
Agreeableness 23 (10.2%) 169 (75.1%) 33 (14.7%)
Conscinetiousness 35 (15.6%) 154 (68.4%) 36 (16%)
Self-esteem 32 (14.2%) 161 (71.6%) 32 (14.2%)
Loneliness 37 (16.4%) 153 (68%) 35 (15.6%)
Selanjutnya, pada variabel extraversion sebanyak 37 orang (16.3%) berada
pada kategori rendah dan 40 orang (17.6%) berada pada kategori tinggi. Maka
dari itu, hasil sebaran variabel extraversion berada pada kategori tinggi. Untuk
variabel openness to experience, sebanyak 30 orang (13.3%) berada pada kategori
rendah dan 45 orang (20 %) berada pada kategori tinggi. Dengan demikian, hasil
sebaran variabel openness berada pada kategori tinggi.
Untuk variabel agreeableness, sebanyak 23 orang (10.2%) berada pada
kategori rendah dan 33 (14.7%) berada pada kategori tinggi. Dengan demikian,
hasil sebaran variabel agreeableness berada pada kategori sedang. Kemudian
untuk variabel conscientiousness sebanyak 35 orang (15.6%) berada pada kategori
rendah dan sebanyak 36 orang (16%) berada pada kategori tinggi. Dengan
demikian hasil sebaran variabel conscientiousness berada pada kategori tinggi.
67
Selanjutnya untuk variabel self-esteem, sebanyak 32 orang (14.2%) berada
pada kategori rendah dan 32 orang (14.2%) berada pada kategori tinggi. Dengan
demikian, hasil sebaran variabel self-esteem berada pada kategori sedang. Dan
yang terakhir, untuk variabel loneliness sebanyak 37 orang (16.4%) berada pada
kategori rendah dan 35 orang (15.6%) berada pada kategori tinggi. Maka dari itu
hasil sebaran variabel loneliness berada pada kategori rendah.
4.4 Hasil Uji Hipotesis Penelitian
4.4.1 Analisis regresi variabel penelitian
Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui pengaruh antara masing- masing
independent variable (IV) terhadap dependent variable (DV). Dalam melakukan
uji hipotesis penelitian, peneliti menggunakan teknik analisis regresi dengan
software SPSS 16. Dalam melakukan analisis regresi berganda terapat tiga hal
yang harus diperhatikan, yaitu melihat R2
(R square) untuk mengetahui berapa
persen proporsi varians dependent variable, yaitu self-disclosure yang dijelaskan
oleh independent variable, yaitu kepribadian big five (neuroticism, extraversion,
openness to experience, agreeableness, dan conscientiousness), self-esteem, dan
loneliness. Kedua, apakah secara keseluruhan independent variable berpengaruh
secara signifikan terhadap dependent variable, kemudian yang terakhir adalah
melihat signifikansi koefisien regresi dari masing-masing IV.
Langkah pertama, dengan melihat besaran R square untuk mengetahui
persentase dependent variable yang dijelaskan oleh independent variable.
Selanjutnya untuk tabel R square, dapat dilihat pada tabel 4.5.
68
Tabel 4.5
Tabel R-Square
a. Predictors: (Constant), Loneliness, Agreeable, Conscient, Openness, Neuro, Extraversion, Self-
esteem
Bedasarkan tabel 4.5, dapat diperoleh R square sebesar 0.079 atau 7.9 %
yang artinya sebesar 7.9% . Hal ini mengandung makna bahwa besarnya proporsi
varians dari self-disclosure yang dijelaskan oleh neuroticism, extraversion,
openness to experience, agreeablesness, conscientiousness, self-esteem dan
loneliness adalah sebesar 7,9 % sedangkan sisanya 92,1 % dipengaruhi oleh
variabel lain diluar penelitian.
Selanjutnya peneliti melakukan uji F untuk menganalisis pengaruh dari
keseluruhan independent variable terhadap self-disclosure Adapun hasil uji F
dapat dilihat pada tabel 4.6
Tabel 4.6
Tabel Anova
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression 1472.056 9 163.562 2.054 .035a
Residual 17118.929 215 79.623
Total 18590.986 224
a. Predictors: (Constant), usia, Loneliness, Openness, Neuro, Agreeable, Conscient, JenisKelamin, Extraversion, Self-esteem b. Dependent Variable: Self-disclosure
Bedasarkan tabel 4.6, dapat dilihat nilai p (sig) sebesar 0.035 dengan
demikian dikehatui bahwa p = 0.035 < 0.05, maka hipotesis nihil yang
menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dari seluruh independent variable
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the
Estimate
1 .281a .079 .041 8.92317
69
terhadap self-disclosure ditolak. Artinya, ada pengaruh yang signifikan dari
variabel neuroticism, extraversion, openness to experience, agreeablesness,
conscientiousness, self-esteem dan loneliness terhadap self-disclosure.
Selanjutnya, langkah terakhir adalah melihat koefisien regresi dari masing-
masing independent variable. Dengan ketentuan, apabila independent variable
memiliki nilai sig < 0.05 maka koefisien regresi tersebut signifikan, yang artinya
independent variable tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap self-
disclosure. Adapun koefisien regresi dari masing-masing independent variable
terhadap dependent variable dapat dilihat pada tabel 4.7
Tabel 4.7
Koefiesien Regresi Independent Variable dalam Mempengaruhi Self-disclosure
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 38.314 12.013 3.189 .002 Neuro .238 .086 .206 2.759 .006 Extraversion .168 .082 .156 2.054 .041 Openness .011 .063 .012 .171 .864 Agreeable -.181 .087 -.142 -2.086 .038 Conscient .113 .089 .092 1.273 .204 Self-esteem -.004 .083 -.004 -.042 .966 Loneliness -.025 .077 -.026 -.320 .750 JenisKelamin .912 1.535 .043 .594 .553 usia -.218 .348 -.043 -.625 .533
a. Dependent Variable: SD Keterangan :*signifikan p < 0,05
Bedasarkan tabel 4.7, untuk melihat signifikansi koefisien regresi yang
dihasilkan, dilihat melalui nilai pada kolom Sig. (kolom paling kanan). Jika Sig <
0.05, maka koefisien regresi yang dihasilkan memiliki pengaruh terhadap self-
disclosure dan sebaliknya. Jika dilihat dari tabel tersebut, dapat disimpulkan
bahwa hanya variabel neuroticism, extraversion, dan agreeableness saja yang
70
memiliki nilai regresi yang signifikan. Berikut adalah penjelasan dari masing –
masing koefisien regresi tersebut :
1. Neuroticism memiliki koefisien regresi sebesar 0.238 dengan signifikansi
sebesar 0.006 (sig < 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel neuroticism
memberikan pengaruh secara signifikan terhadap self-disclosure. Arah positif
menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat neuroticism seseorang maka
semakin tinggi pula tingkat self-disclosure individu tersebut.
2. Extraversion memiliki koefisien regresi sebesar 0.168 dengan signifikansi
sebesar 0.041 (sig < 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel extraversion
memberikan pengaruh secara signifikan terhadap self-disclosure. Arah positif
menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat extraversion seseorang maka
semakin tinggi pula tingkat self-disclosure individu tersebut.
3. Openness to experience memiliki koefisien regresi sebesar 0.011 dengan
signifikansi sebesar 0.864 (sig > 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel
openness to experience tidak memberikan pengaruh secara signifikan terhadap
self-disclosure.
4. Agreeableness memiliki koefisien regresi sebesar –0.181 dengan signifikansi
sebesar 0.038 (sig < 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel agreeableness
memberikan pengaruh secara signifikan terhadap self-disclosure. Nilai
koefisien regresi menunjukkan arah negatif artinya jika semakin tinggi tingkat
agreeableness seseorang, maka semakin rendah self-disclosure¸ dan
sebaliknya.
71
5. Conscientiousness memiliki koefisien regresi sebesar 0.113 dengan signifikansi
sebesar 0.204 (sig > 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel
conscientiousness tidak memberikan pengaruh secara signifikan terhadap self-
disclosure.
6. Self-esteem memiliki koefisien regresi sebesar –0.004 dengan signifikansi
sebesar 0.966 (sig > 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel self-esteem
tidak memberikan pengaruh secara signifikan terhadap self-disclosure.
7. Loneliness memiliki koefisien regresi sebesar -0.025 dengan signifikansi
sebesar 0.750 (sig > 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel loneliness
tidak memberikan pengaruh secara signifikan terhadap self-disclosure.
8. Jenis kelamin memiliki koefisien regresi sebesar 0.912 dengan signifikansi
sebesar 0.553 (sig > 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel jenis kelamin
tidak memberikan pengaruh secara signifikan terhadap self-disclosure.
9. Usia memiliki koefisien regresi sebesar – 0.218 dengan signifikansi sebesar
0.533 (sig > 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel usia tidak memberikan
pengaruh secara signifikan terhadap self-disclosure.
4.4.2 Pengujian proporsi varians
Selanjutnya peneliti ingin mengetahui sumbangan proporsi varians dari masing-
masing independent variable terhadap self-disclosure. Maka dari itu, peneliti
melakukan analisis regresi berganda dengan cara menambahkan satu independent
variable setiap melakukan regresi. Pada tabel 4.8, kolom pertama (model) adalah
independent variable yang dianalisis satu persatu, kolom ketiga (R square)
72
merupakan penambahan varians self-disclosure dari setiap independent variable
yang masukkan secara satu persatu.
Kolom keenam (R square change) adalah nilai murni varians dependent
variable dari tiap independent variable yang dimasukkan secara satu persatu.
Kolom df adalah derajat kebebasan atau taraf nyata bagi independent variable
yang bersangkutan, nilai pada kolom inilah yang akan dibandingkan dengan nilai
F hitung. Selanjutnya besarnya proporsi varians pada perilaku self-disclosure
dapat dilihat pada tabel 4.8.
Tabel 4.8
Proporsi Varians tiap IV terhadap DV
Model Summary
Model
R R
Square Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate
Change Statistics R
Square Change
F Change
df1 df2 Sig. F Chan
ge
1 .156a .024 .020 9.01817 .024 5.594 1 223 .019
2 .222b .049 .041 8.92334 .025 5.765 1 222 .017
3 .222c .049 .036 8.94350 .000 .000 1 221 .989
4 .263d .069 .052 8.86842 .020 4.758 1 220 .030
5 .276e .076 .055 8.85488 .007 1.674 1 219 .197
6 .276f .076 .051 8.87504 .000 .006 1 218 .938
7 .277g .077 .047 8.89429 .000 .058 1 217 .811
8 .278h .078 .043 8.91057 .001 .208 1 216 .649
9 .281i .079 .041 8.92317 .002 .390 1 215 .533
Predictors: (Constant), Neuro, Extraversion,Openness, Agreeable, Conscient, Self-esteem, Loneliness, JenisKelamin, usia
Bedasarkan data pada tabel 4.8 dapat diketahui sebagai berikut :
1. Variabel neuroticisim memberikan sumbangan sebesar 2.4 % terhadap varians
self-disclosure. Sumbangan tersebut signifikan dengan Sig.F Change = 0.019
(sig < 0.05)
73
2. Variabel extraversion memberikan sumbangan sebesar 2.5 % terhadap varians
self-disclosure. Sumbangan tersebut signifikan dengan Sig.F Change = 0.017
(sig < 0.05).
3. Variabel openness to experience memberikan sumbangan sebesar 0 %
terhadap varians self-disclosure. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan
Sig.F Change = 0.989 (sig > 0.05).
4. Variabel agreeableness memberikan sumbangan sebesar 2.0 % terhadap
varians self-disclosure. Sumbangan tersebut signifikan dengan Sig.F Change =
0.030 (sig < 0.05)
5. Variabel conscientiousness memberikan sumbangan sebesar 0.7 % terhadap
varians self-disclosure. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan Sig.F
Change = 1.197 (sig > 0.05)
6. Variabel self-esteem memberikan sumbangan sebesar 0% terhadap varians
self-disclosure. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan Sig.F Change =
0.938 (sig > 0.05)
7. Variabel loneliness memberikan sumbangan sebesar 0% terhadap varians self-
disclosure. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan Sig.F Change = 0.811
(sig > 0.05)
8. Variabel jenis kelamin memberikan sumbangan sebesar 0.1% terhadap varians
self-disclosure. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan Sig.F Change =
0.649 (sig > 0.05)
74
9. Variabel usia memberikan sumbangan sebesar 0.2% terhadap varians self-
disclosure. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan Sig.F Change = 0.533
(sig > 0.05)
75
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Bedasarkan hasil analisis data pada bab 4, kesimpulan penelitian ini adalah
“terdapat pengaruh yang signifikan variabel tipe kepribadian big five (neuroticism,
extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiousness), self-
esteem, loneliness dan demografis terhadap self-disclosure pengguna Instagram.
Bedasarkan proporsi varians keseluruhan, self-disclosure dipengaruhi oleh
variabel kepribadian big five (neuroticism, extraversion, openness to experience,
agreeableness, dan conscientiousness), self-esteem, loneliness, jenis kelamin dan
usia yaitu sebesar 7,9 %. Jika dilihat dari signifikan atau tidaknya koefisien
regresi dari masing-masing independent variable, ditemukan bahwa dari sembilan
independent variabel yang di uji, terdapat tiga independent variable yang
menghasilkan koefisien regresi yang signifikan, yaitu variabel neuroticism,
extraversion, dan agreeableness.
5.2 Diskusi
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan untuk variabel neuroticism
menunjukkan bahwa variabel tersebut memiliki pengaruh yang siginifikan
terhadap self-disclosure dengan arah positif dan memberikan sumbangan sebesar
2.4%. Artinya, semakin kuat tingkat neuroticism seseorang maka akan semakin
tinggi tingkat self-disclosure pada Instagram. Hasil penelitian ini sejalan
penelitian yang dilakukan oleh Chen, Widjaja, Yen (2015) yang menyatakan
bahwa semakin kuat tingkat neuroticism individu maka semakin tinggi pula
76
kecenderungan individu tersebut untuk melakukan self-disclosure. Namun
bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Loiacono (2012) yang
menyatakan bahwa neuroticism berhubungan negatif dengan self-disclosure.
Dimana individu dengan neuroticism tinggi memiliki niat yang lebih rendah untuk
melakukan self-disclosure, dikarenakan mereka khawatir dengan persepsi orang
lain yang melihat diri mereka di media sosial.
Variabel selanjutnya yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
self-disclosure adalah extraversion. Dengan sumbangan sebesar 2.5% dan
memiliki arah positif, yang artinya apabila indivu memiliki tingkat extraversion
yang tinggi, maka semakin tinggi pula tingkat self-disclosure individu tersebut.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Zhang & Ling (2015) yang
menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat extraversion seseorang maka akan
semakin tinggi pula tingkat self-disclosure individu di Instagram. Hal ini
dikarenakan indivdu dengan extraversion lebih mau berbagi pikiran dan perasaan
dengan orang lain. Ketika orang-orang ekstrovert mengekspresikan diri mereka
dalam situasi offline, kegemaran mereka tidak akan berubah dalam situasi online.
Kemudian dimensi openness menunjukkan bahwa dimensi tersebut tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap self-disclosure dan tidak memberikan
sumbangan sama sekali. Hal ini mungkin disebabkan karena individu openness
memiliki ciri imajinatif, penuh rasa penasaran, dan senang melakukan hal-hal baru
sehingga kurang merasa tertantang ketika waktunya hanya dihabiskan untuk
mengunggah kegiatan pribadinya di media sosial. Mereka lebih memilih
melakukan kegiatan di dunia nyata yang bisa menghasilkan manfaat. Namun hasil
77
penelitian ini berlainan dengan penelitian yang dilakukan oleh Chen, et.al (2015),
yang menyatakan bahwa opennes mempengaruhi self-disclosure, dimana individu
dengan tingkat openness yang rendah lebih sering mengungkapkan diri. Hal
mungkin dikarenakan individu dengan tingkat openness yang tinggi kaya dengan
ide-ide baru dan mencoba cara-cara baru dalam melakukan sesuatu.
Variabel selanjutnya yang memiliki pengaruh signifikan terhadap self-
disclosure adalah variabel agreeableness, dimana variabel tersebut memberikan
sumbangan sebesar 2% dengan arah negatif. Artinya, semakin kuat tingkat
agreeableness maka semakin rendah tingkat self-disclosure individu tersebut.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Chen, et.al (2015)
yang menyatakan bahwa individu dengan agreeableness yang rendah memiliki
tingkat self-disclosure yang tinggi. Hal ini mungkin dikarenakan individu dengan
tingkat agreeableness yang rendah memiliki perilaku antisosial, sehingga
menyulitkan mereka untuk bersosialisasi secara langsung sehingga mereka merasa
lebih nyaman untuk mengungkapkan diri mereka di Instagram dibandingkan
dengan berinteraksi secara langsung di dunia nyata. Namun penelitian ini
berlainan dengan penelitian yang dilakukan oleh Zhang & Ling (2015) yang
menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat agreebleness seseorang maka semakin
tinggi pula tingkat self-disclosure individu tersebut.
Selanjutnya, diperoleh data bahwa variabel conscientiousness tidak
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap self-disclosure, namun
memberikan sumbangan sebesar 0.7%. Hal ini mungkin disebabkan karena
individu yang memiliki conscientiousness memiliki ciri fokus pada pencapaia.
78
Sehingga menurut mereka melakukan self-disclosure di media sosial hanya
membuang-buang waktu karena harus mengupdate apa yang mereka lakukan dan
akhirnya tujuan mereka tidak akan cepat tercapai. Namun, penelitian ini bertolak
belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Chen, et.al (2015) yang
menyatakan bahwa conscientiousness memiliki pengaruh terhadap self-disclosure,
dimana individu dengan conscientiousness rendah memiliki self-disclosure yang
tinggi ketika menggunakan media sosial. Hal ini dikarenakan individu yang
rendah pada conscientiousness memiliki kecenderungan untuk bertindak tanpa
berpikir konsekuensinya (Chen, et.al. 2015).
Dalam penelitian ini diperoleh data bahwa self-esteem tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap self-disclosure dan tidak memberikan
sumbangan sama sekali. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Seamon (2003) yang menyatakan bahwa individu yang memiliki self-esteem
tinggi maupun rendah tidak memiliki perbedaan dalam masalah self-disclosure.
Hal ini mungkin dikarenakan adanya efek kedekatan hubungan dalam self-
disclosure, artinya self-esteem akan berpengaruh ketika self-disclosure dilakukan
dalam hubungan yang sudah dekat tidak pada media sosial. Namun dalam
penelitiannya (Chen, et.al. 2015) menyatakan bahwa self-esteem memiliki
pengaruh terhadap self-disclosure, dimana individu yang memiliki tingkat self-
esteem yang rendah lebih mungkin untuk melakukan self-disclosure di media
sosial dibandingakan dengan individu dengan tingkat self-esteem yang tinggi.
Selanjutnya, pada variabel loneliness menunjukkan bahwa loneliness tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap self-disclosure, dan tidak
79
memberikan sumbangan sama sekali. Hal ini mungkin dikarenakan orang-orang
dengan tingkat loneliness yang tingi cenderung menghabiskan banyak waktu
untuk mengakses internet atau media sosial, tidak melakukan self-disclosure di
media sosial. Mereka senang membaca atau melihat unggahan orang lain dan
merasa mendapat dukungan ketika ada orang lain yang memiliki minat yang sama
dengan mereka. Namun dalam penelitiannya, Lee, Noh dan Koo (2013)
mendapatkan hasil bahwa loneliness mempengaruhi self-disclosure, dimana
individu dengan tingkat loneliness tinggi memiliki tingkat self-disclosure yang
tinggi pula. Hal ini dikarenakan orang yang kesepian biasanya tidak memiliki
keterampilan sosial dalam konteks offline sehingga mengandalkan media sosial
untuk mengekspresikan diri mereka.
Dari hasil penelitian ini diperoleh data bahwa secara umum, jumlah
perempuan sebanyak 170 orang (76%) lebih banyak dibandingkan dengan laki-
laki sebanyak 50 orang (24%). Hasil penelitian ini didukung penelitian yang
dilakukan oleh Elliot (1966); Seamon (2003) yang menyatakan bahwa perempuan
lebih sering mengungkapkan dirinya daripada laki-laki. Hal ini mungkin
disebabkan karena laki-laki melakukan pengungkapan diri secara mendalam
hanya ketika mencoba hubungan romantisme, sedangkan wanita mengungkapkan
diri secara mendalam dalam berbagai hubungan (Seamon, 2003). Namun dalam
hasil analisis proporsi varians dapat diketahui bahwa variabel jenis kelamin tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap self-disclosure.
Selanjutnya variabel usia tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap self-disclosure namun memberikan sumbangan sebesar 0.2%. Hal ini
80
mungkin dikarenakan mudahnya akses untuk menggunakan Instagram sehingga
saat ini segala usia bisa menggunakan Instagram. Selain itu pada usia dewasa awal
yang sejatinya memiliki keterasingan sosial karena fokus pada pekerjaan mereka,
saat ini media sosial juga menjadi wadah untuk melakukan pekerjaan mereka
sehingga sangat mungkin pada era saat ini dewasa awal melakukan self-disclosure
di media sosial.
Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, antara lain adalah
kurangnya sampel yang belum merepresentasikan pengguna media sosial secara
keseluruhan. Selain itu kurang spesifiknya item-item yang digunakan, sehingga
kurang cocok digunakan untuk responden yang berusia remaja awal, karena masih
membutuhkan pemahaman yang mendalam dari kuesioner yang disajikan. Dalam
penelitian ini tidak membahas jenis informasi apa yang paling sering diungkapkan
oleh responden, sehingga tidak terdapat data yang lebih kompeherensif untuk
dianalisis secara lebih mendalam lagi.
5.3 Saran
Peneliti menyadari bahwa dalam penelitian ini masih banyak terdapat kekurangan
dan kesalahan. Namun hal tersebut menjadi pembelajaran bagi peneliti sendiri
maupun bagi penelitian selanjutnya. Bedasarkan hasil penelitian yang sudah
dijelaskan di atas, maka ada beberapa saran yang kiranya dapat bermanfaat, yaitu :
5.3.1 Saran teoritis
1. Pada penelitian ini ditemukan bahwa proporsi varians dari self-disclosure
yang dijelaskan oleh semua independent variable adalah sebesar 7.9%
sedangkan sisanya sebesar 92.1% dipengaruhi oleh variabel lain di luar
81
penelitian ini. Penulis menyarankan untuk penelitian selanjutnya agar meneliti
serta menganalisis pengaruh variabel lain untuk mendapatkan informasi yang
lebih komprehensif. Penulis menyarankan untuk mengkaji juga variabel lain
seperti budaya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Chen (2015), perilaku
self-disclosure antar budaya bisa berbeda, sehingga penelitian selanjutnya bisa
meneliti self-disclosure dari latar belakang budaya yang ada di Indonesia.
2. Dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan variabel-variabel endogen
sehingga disarankan untuk penelitian selanjutnya agar meneliti variabel-
variabel eksogen. Dengan mengkaji variabel endogen maupun eksogen
bersama-sama maka pemahaman tentang self-disclosure lebih mendalam dan
komprehensif. Variabel eksogen yang disarankan antara lain misalnya
konformitas.
3. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan google form dalam menyebarkan
kuesioner, disarankan untuk penelitian selanjutnya dalam menyebarkan
kuesioner langsung berhadapan dengan responden dan membacakan item satu
persatu sehingga tidak terjadi salah pengartian oleh responden dalam mengisi
kuesioner. Selain itu, disarankan juga menggunakan metode lain selain self-
report, mungkin bisa dengan wawancara, observasi atau yang lainnya, karena
self-report memiliki bias yang cukup tinggi. Selain itu, dengan menggunakan
metode lain data yang didapat lebih bervariasi, seperti contohnya jenis
informasi apa yang sering diungkapkan oleh responden.
4. Penulis menyarankan untuk penelitian selanjutnya perbandingan antara jumlah
sampel laki-laki dan perempuan lebih seimbang sehingga nantinya didapatkan
82
data yang lebih valid dan dapat terlihat dengan jelas perbedaan antara
keduanya.
5.3.2 Saran praktis
Terkait dengan hasil penelitian, variabel yang memiliki pengaruh terhadap self-
disclosure pada pengguna Instagram adalah variabel neuroticism, extraversion,
dan agreeableness, sehingga dapat disarankan sebagai berikut :
1. Pada penelitian ini, ditemukan bahwa neuroticism memiliki pengaruh yang
positif terhadap self-disclosure, artinya semakin tinggi tingkat neuroticism
maka besar kemungkinan individu tersebut untuk melakukan self-dsiclosure.
Dalam hal ini ketika individu merasa dirinya penuh cemas, mudah marah
(tempramental), dan rentan terhadap stress, maka supaya bisa berpikir ulang
sebelum mengupload sesuatu. Karena ketika individu sedang merasa marah
dan cemas cenderung lepas kontrol sehingga. Sehingga ditakutkan nantinya
hal-hal yang ingin disampaikan di media sosial memberi pengaruh buruk bagi
dirinya maupun orang yang melihatnya.
2. Pada penelitian ini, ditemukan bahwa extraversion memiliki pengaruh positif
terhadap self-disclosure pengguna Instagram, artinya semakin tinggi tingkat
extraversion seseorang maka semakin besar kemungkinan individu tersebut
untuk melakukan self-disclosure. Dalam hal ini, ketika individu merasa
dirinya memiliki ciri-ciri ceria, senang berbicara, dan berkumpul dengan orang
banyak, maka supaya lebih bisa mengontrol dirinya ketika akan mengupload
sesuatu ke media sosial. Dengan cara mengupload kegiatan yang benar-benar
83
dirasa bermanfaat dan positif untuk orang banyak. Karena biasanya individu
dengan ciri-ciri tersebut mengungkapkan apa saja yang dialaminya sehingga
terkadang mereka kurang menyadari apa saja yang baru mereka ungkapkan di
media sosial.
3. Pada penelitian ini, ditemukan bahwa agreeableness memiliki pengaruh yang
negatif terhadap self-disclosure, artinya semakin rendah tingkat agreeableness
seseorang maka akan semakin besar kemungkinan individu tersebut untuk
melakukan self-disclosure. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa ketika
individu dengan agreeableness rendah, dalam artian juga memiliki sifat
prososial yang rendah lebih sering mengungkapkan diri di Instagram. Oleh
karena itu agar diperoleh manfaat, diharapkan pengguna Instagram
meningkatkan perilaku prososial lalu membagikan kegiatannya yang positif di
Instagram sehingga orang lain termotivasi untuk berbuat kebaikann.
4. Dari hasil penelitian ini, ternyata lebih banyak usia remaja yang menggunakan
media sosial dan melakukan pengungkapan dirinya di media sosial, oleh
karena itu disarankan bahwa penting sekali diadakannya seminar “Cerdas
Bersosmed”. Tujuannya agar pengguna media sosial khususnya para remaja
bisa menyaring dirinya atau membatasi dirinya dalam hal pengungkapan diri
di media sosial. Selain itu, diharapkan orang tua untuk selalu memberikan
kontrol dan pengawasan kepada anak-anaknya dalam menggunakan media
sosial.
84
DAFTAR PUSTAKA
Al-Kandari, A., Melkote, S. R., & Sharif, A. (2016). Needs and motives of
Instagram users that predict self-disclosure use: a case study of young adults
in Kuwait. Journal of Creative Communications, 11(2), 85–101.
DOI:10.1177/0973258616644808
Al-Saggaf, Y., & S. Nielsen. (201). Self-disclosure on facebook among female
users and its relationship to feelings of loneliness. Computer in Human
Behavior. 36, 460 – 468.
Arnus, S.H. (2016). Self disclosure di media sosial pada mahasiswa IAIN Kendari
(suatu kajian psikologi komunikasi pada pengguna media sosial). Al-Izzah:
Jurnal Hasil-Hasil Penelitian, 11(2)
American Psychological Association. (2015) . APA Dictionary of Psychology
second edition. Washington DC : American Psychological Association.
Asher, S. R. & Paquette, J. A. (2003). Loneliness and peer relations in childhood.
Current Directions in Psychological Science. 12, 75-78. Doi :
10.1111/1467-8721.01233.
Attrill, A. (2012). Sharing only parts of me: selective categorical self-disclosure
across internet arenas. International Journal of Internet Science. 7(1), 55–
77.
Baumeister, R.F & Tice, D.M. (1985). Self-esteem and responses to success and
failure: subsequent performance and intrinsic motivation. Journal of
Personality. 53(3). Doi : 10.1111/j.1467-6494.1985.tb00376.x
Baumeister, R.F., Campbell, J.D., Krueger, J.I., & Vohs, K.D. (2003). Does high
self-esteem cause better performance, interpersonal success, happiness, or
healthier lifestyles?. Psychological Science in The Public Interest. 4(1), 1-
44.
Bazarova, N. N., & Choi, Yoon Hyung. (2014). Self-disclosure in social media:
extending the functional approach to disclosure motivations and
characteristics on social network sites. Journal of Communication.
Doi:10.1111/jcom.12106.
Blachino, A. Przepriopka, A. Balakier, E. Boruch, W. (2015). Who discloses the
most on facebook?. Computers In Human Behavior. 55, 664-6647.
Chen, Xi. Pan, Yin. Guo, Bin. (2016). The influence of personality traits and
social networks on the self-disclosure behavior of social network site users.
Internet Research. 26, 566 – 586.
Cosan, Deniz. (2014). An evaluation of loneliness. The European Proceedings of
Social & Behavioural Sciences, 103-110.
85
Costa,P.T.& McCrae,R.R. (1992). Four ways five factors are basic. Personality
and Individual Differences. 13(6), 653-665. Doi:10.1016/0191
8869(92)90236-I
Chen, J.V., Widjaja, A.E., & Yen,D.C. (2015). Need for affiliation, need for
popularity, self-esteem, and the moderating effect of big five personality
traits affecting individuals’ self-disclosure on facebook. Intl. Journal of
Human–Computer Interaction. 31, 815–831. Doi:
10.1080/10447318.2015.1067479
Christofides, E., Muise, A., & Desmarais, S. (2012). Hey mom, what’s on your
facebook? comparing facebook disclosure and privacy in adolescents and
adults. Social Psychological and Personality Science. 3(1), 48-54. Doi:
10.1177/1948550611408619.
Cozby, P. C. (1973). Self-disclosure: a literature review. Psychological Bulletin.
79(2), 73–91. Doi:10.1037/h0033950.
Devito, Joseph A. Human Communication, Komunikasi Antarmanusia. Agus
Maulana (terj). 1997. Jakarta: Proefessional books
De Jong Gierveld, J. & Van Tilburg, T. (2006). A 6-item scale for overall,
emotional, and social loneliness confirmatory tests on survey data. Research
on Aging, 28(5), 582-598.
DiTommaso, Enrico., & Spinner, Barry. (1992). The development and initial
validation of social and emotional loneliness scale for adults (SELSA).
Person Individual Differences. 14(1) , 127-134. Doi : 10.1016/0191-
8869(93)90182-3.
Donnellan, M.B,. Oswal, F.L., Baird, B.M., & Lucas, R.E. (2006). The mini-IPIP
scales: tiny-yet-effective measures of the big five factors of personality.
Psychological Assesment. 18(2), 192–20. Doi : 10.1037/1040-3590.18.2.192
D.Russell, Peplau L.A,. & Fergusen, M.L. (1978). Developing a measure of
loneliness. Journal of Personality Assessment. 42 (3), 290-294.
Elliot, P.Evelyn. (1966). The relationship between age, sex, self-disclosure, and
neuroticism [disertation]. Ann Arbor (US) : University of Windsor.
Feist, Jess & Feist, Gregory. (2008). Theories Of personality 7 th Edition.
California : McGraw−Hill Primis
__________. Theories Of personality 7 th Edition book 2, Teori kepribadian.
Smita Prathita (terj). 2010. Jakarta : Salemba Humanika.
Forest, A.L & Wood, J.V. (2012). When social networking is not working:
individuals with low self-esteem recognize but do not reap the benefits of
self-disclosure on Facebook. Psychological Science. 23(3), 295 –302. Doi:
10.1177/0956797611429709
86
Greene, K., Derlega, V.J., & Mathews, A. (2006). Self-disclosure in personal
relationship. In A. Vangelisti & D.Perlman (Eds.) , Cambridge Handbook of
Personal Relationships.
Gross, R., & Acquisti, A. (2005). Information revelation and privacy in online
social Networks. In Proceedings of the 2005 ACM workshop on privacy in
the electronic society, 71–80.
Heatherton, T.F & Polivy, J. (1991). Development and validation of a scale for
measuring state self-esteem. Journal of Personality and Social Psychology.
60(6), 895-910.
Heatherton, T.F., & Wayland, C.L. (2003). Assessing self-esteem. In S. J. Lopez
& C. R. Snyder (Eds.), Positive Psychological Assessment: A handbook of
models and measures, 219-233. Doi :10.1037/10612-014
Hendro, Fanny. (2016). Perilaku penggunaan media sosial dan identitas diri. The
1st International Conference on Language, Literature and Teaching. 945-
958.
Hollenbaugh, E.E., Ferris , A.L (2013). Facebook self-disclosure: Examining the
role of traits, social cohesion, and motives. Computer In Human Behaviors.
30,50-58.
Hurlock, Elizabeth. (1991). Psikologi Perkembangan. Edisi ke 5. Diterjemahkan
oleh : Istiwidayanti & Soedjarwo. Jakarta: Erlangga.
Instagram. (2016). What is Instagram?. Website:
https://help.instagram.com/154475974694511/. Diakses 28 Juli 2018.
Javier, V., & Martin (2013). Exploring self- disclosure in online social
networking. Disertasi. Universitas North Carolina
John, O. P., & Srivastava, S. (1999). The Big-Five trait taxonomy: History,
measurement, and theoretical perspectives. In L. A. Pervin & O. P. John
(Eds.), Handbook of personality: Theory and research, 2. 102–138. New
York: Guilford Press.
Johnson, J.A. (2014). Measuring thirty facets of the five factor model with a 120-
item public domain inventory: development of the IPIP-Neo-120. Journal of
Research in Personality, 51. 78-89.
Joinson, A.N., Paine, C., Buchanan, T., & Reips, U. (2008). Measuring self-
disclosure online: Blurring and non-response to sensitive items in web-
based surveys. Computer In Humans Behavior 24, 2158-2171.
Kemps, Simon. (2017). Digital in 2017 : Global Review.
https://wearesocial.com/special-reports/digital-in-2017-globarl-review. 22
Febuari 2018
87
Kim, J., & Dindia, K. (2011). Online self-disclosure: A review of research. In K.
B. Wright & L. M. Webb (Eds.), Computer-mediated communication in
personal relationships. 156-180). New York: Peter Lang Publishing
Lee, K., Noh, M., & Koo, D. (2013). Lonely people are no longer lonely on social
networking sites: The mediating role of self-disclosure and social support.
Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking. 10, 1–7. Doi:
10.1089/cyber.2012.0553.
Leung, Luis. (2002). Loneliness, self disclosure, and ICQ (i seek you) use. Cyber
Psychology & Behavior,5(3).
Levontin, L., & Yom-Tov, E. (2017). Negative self-disclosure on the web: The
role of guilt relief. Frontiers in Psychology : Self-Disclosure and Guilt
Relief. 8, 1-8. Doi : 10.3389/fpsyg.2017.01068
Loiacono, E., Carey, D., Misch, A., Spencer, A., & Speranza, R. (2012).
Personality impacts on self-disclosure behavior on social networking sites.
Association for Information Systems. 9-12.
Marshall, T.C., Lefringhausen, K., & Ferenczi,N. (2015). The big five, self-
esteem, and narcissism as predictors of the topics people write about in
Facebook status updates. Personality and Individual Difference. 85, 35–40.
Mischel, Walter., Shoda, Yuichi., & Ayduk, Ozlem. (2008). Introduction to.
Personality 8 th edition.
Monks, F.J., Knoers, A.M.P., & Haditono, S.R. (2002). Psikologi perkembangan :
pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta : UGM Press.
Pearce, W.B., & Wiebe, Bernie. (1975). Item-anaysis of jourard’s self-disclosure
questionnaire-21. Educational and Psychological Measurement. 35, 115-
118. Doi : 10.1177/001316447503500113.
Perlman, Daniel & Peplau, Annne. (1984). Loneliness research : a survey of
empirical findings. Preventing the Harmful Consequences of Severe and
Lonelines. 2, 13-46.
Punyanunt-Carter, N.M. (2006). An analysis of sollege students' self-disclosure
behaviors on the internet. College Student Journal, 40(2), 329-331.
Seamon, C(2003). Self-esteem, sex differences, and self-disclosure: a study of the
closeness of relationships. The Osprey Journal of Ideas and Inquiry.
99(153-167).
Slamaet Santoso. (2010). Teori Psikologi Sosial. Bandung : PT Refika Aditama
Special, W. P., & Li-Barber, K. T. (2012). Self-disclosure and student satisfaction
with Facebook. Computers in Human Behavior. 28, 624–630. Doi :
10.1016/j.chb.2011.11.008.
88
Tafarodi, R.W & Swann, W.B. (2001). Two-dimensional self-esteem : theory and
measurement. Personality and Individual Differences. 31, 653-673. Doi:
10.1016/S0191-8869(00)00169-0
Tamir, D. I., & Mitchell, J. P. (2012). Disclosing information about the self is
intrinsically rewarding. Proceedings of the National Academy of Sciences of
the United States of America. 109(21), 8038–8043.
Doi:10.1073/pnas.1202129109.
Umar, J. (2011). Confirmatory factor analysis: Bahan Ajar Perkuliahan. Fakultas
Psikologi UIN Jakarta
Valkenburg, P.M, Schouten, A.P, Peter, J. (2005). Adolescents' identity
experiments on the internet. New Media & Society. 7(3), 383–402. DOI:
10.1177/1461444805052282.
Varnali, Kaan & Toker, Aysegul. (2015). Self-disclosure on social networking
sites. Social, Behavior and Personality. 43(1), 1-14.
http://dx.doi.org/10.2224/sbp.2015.43.1.1
Wheeless, L.R & Grotz, J. (1976). Conceptualization and measurement of
reported self-disclosure. Conceptualizing and Measuring Self-disclosure.
2(4), 338 – 345. Doi : 10.1111/j.1468-2958.1976.tb00494.x.
Zhang, Yafei & Ling, Qi. (2015). SNS as intimacy zone: social intimacy,
loneliness, and self-disclosure on sns. Global Media Journal. 13(25), 1-18.
LAMPIRAN
89
Lampiran 1
Assalammualaikum, Wr.Wb
Saya adalah mahasiswi semester 8 fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Saat ini saya sedang melakukan penelitian untuk
menyelesaikan tugas akhir saya. Saya membutuhkan bantuan dan kesediaan Anda
untuk menjadi responden dalam penelitian ini, apabila Anda memiliki kriteria
sebagai berikut :
1. Memiliki akun instagram
2. Aktif dalam mengupload foto/video atau menggunakan fitur
snapgram/instastory
Maka saya membutuhkan bantuan dan kesediaan Anda untuk menjadi
responden dalam penelitian ini, dengan mengisi jawaban sesuai dengan apa yang
Anda rasakan. Tidak ada jawaban benar ataupun salah dalam hal ini. Identitas
responden dan jawaban yang diberikan, akan dijaga dan dijamin kerahasiaannya.
Atas bantuan dan kerjasama Anda dalam mengisi kuesioner ini saya
ucapkan terima kasih. Dan semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas kebaikan
Anda dan dimudahkan segala urusan Anda. Aamiin.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Hormat saya,
Peneliti
Puspita Brillianti
90
Identitas Responden (WAJIB DIISI)
Nama/Inisial :
Usia : tahun
Jenis kelamin : *laki-laki/perempuan
*Coret yang tidak perlu
Pernyataan :
Saya bersedia mengisi kuesioner penelitian berikut ini. Data yang saya isikan
merupakan benar adanya.
Ttd Responden
PETUNJUK PENGISIAN SKALA
Baca dan pahamilah dengan baik setiap pernyataan. Anda diminta untuk memilih
pernyataan mana yang paling sesuai dengan diri anda, dengan cara memberi tanda
checklist (√) di dalam kotak di setiap pernyataan. Tidak ada jawaban benar atau
salah dalam pernyataan ini.
Keterangan Pilihan Jawaban :
STS : Sangat Tidak Setuju
TS : Tidak Setuju
S : Setuju
SS : Sangat Setuju
Contoh Pengerjaan Skala 1
No Pernyataan STS TS S SS
1. Saya melakukan olahraga setiap hari √
91
SKALA 1
No Pernyataan STS TS S SS
1. Saya biasanya berbicara tentang diri saya di Instagram
untuk jangka waktu yang cukup lama
2. Saya sering mengungkapkan hal-hal pribadi yang
mendalam tentang diri saya tanpa ragu-ragu
3.
Begitu saya memulai untuk mengupdate, saya secara
mendalam dan totalitas dalam pengungkapan diri di
4. Saya tidak sering berbicara tentang diri saya di
5.
Saya merasa bahwa kadang-kadang saya tidak bisa
mengendalikan pengungkapan diri saya tentang hal-hal
pribadi di Instagram
6. Saya sering menanyakan pendapat orang tentang diri
saya di Instagram (melalui vote/snapgram)
7.
Begitu saya memulai memainkan Instagram, maka
saya akan mengupdate apapun yang berkaitan dengan
diri saya dan berlangsung lama
8.
Update an saya tentang perasaan, emosi, dan
pengalaman saya selalu merupakan interpretasi diri
yang akurat
9. Saya tidak selalu jujur dalam pengungkapan diri saya
10. Saya selalu jujur saat mengungkapkan perasaan dan
pengalaman saya sendiri
11. Secara detail saya mengungkapkan siapa saya
92
sebenarnya, dengan terus terang dan sedalam-
dalamnya
12.
Saat saya sedang berbicara (update) tentang diri saya
di Instagram biasanya hanya berlangsung singkat
dibandingkan dengan berbicara tentang hal lain
13. Saya sering berbicara tentang diri saya di Instagram
14. Saya hanya sedikit mengungkapkan diri di Instagram
jika itu berhubungan langsung dengan diri saya
15. Secara keseluruhan, pengungkapan tentang diri saya
lebih negatif daripada positif
16.
Saya sering mengungkapkan hal-hal yang tidak
diinginkan tentang diri saya daripada hal-hal yang
diinginkan
17. Saya biasanya mengungkapkan hal-hal negatif tentang
diri saya
18. Ketika saya mengungkapkan perasaan di Instagram,
Saya menyadari apa yang saya lakukan dan katakan
19. Saat saya mengungkap diri sendiri di Instagram, saya
sadar akan apa yang saya ungkapkan
SKALA II
No. Pernyataan STS TS S SS
1. Saya pandai menghidupkan suasana
2. Saya bersimpati dengan perasaan orang lain
3. Saya melakukan tugas dengan segera
4. Saya sering mengalami mood swings (perubahan
93
mood secara tiba-tiba)
5. Saya mempunyai imajinasi yang tinggi
6. Saya tidak banyak berbicara
7. Saya tidak tertarik dengan masalah orang lain
8. Saya sering lupa menaruh barang pada tempatnya
9. Saya orang yang tenang
10. Saya tidak suka pada sesuatu yang abstrak dan belum
pasti
11. Saya suka berbicara dengan banyak orang
12. Saya dapat merasakan emosi orang lain
13. Saya suka keteraturan
14. Saya mudah marah
15. Saya sulit memahami sesuatu yang abstrak
16. Saya tidak suka menjadi pusat perhatian
17. Saya tidak memikirkan orang lain
18. Saya sering mengacaukan suatu hal
19. Saya jarang merasa sedih
20. Saya tidak memiliki imajinasi yang baik
SKALA III
No. Pernyataan STS TS S SS
1. Saya merasa yakin dengan kemampuan saya
94
2. Saya khawatir tentang anggapan orang lain yang
menganggap diri saya sukses atau gagal
3. Saya merasa puas dengan penampilan tubuh saya saat ini
4. Saya merasa frustrasi atau bingung tentang kinerja saya
5. Saya merasa bahwa saya mengalami kesulitan memahami
hal-hal yang saya baca
6. Saya merasa bahwa orang lain menghormati dan
mengagumi saya
7. Saya tidak puas dengan berat badan saya
8. Saya merasa orang-orang selalu memperhatikan gelagat
saya
9. Saya merasa sepintar orang lain
10. Saya merasa tidak senang dengan diri saya sendiri
11. Saya merasa baik tentang diri saya sendiri
12. Saya senang dengan penampilan saya sekarang
13. Saya khawatir tentang apa yang orang lain pikirkan tentang
saya
14. Saya merasa yakin bahwa saya memahami banyak hal
15. Saya merasa minder dengan orang lain pada saat ini
16. Secara fisik, saya merasa tidak menarik
17. Saya merasa khawatir dengan kesan yang saya buat kepada
orang lain
18. Dibandingkan dengan yang lain, saya merasa bahwa saya
kurang dalam kemampuan akademik
19. Saya merasa seperti tidak melakukan sesuatu dengan baik
95
20. Saya khawatir terlihat bodoh
PETUNJUK PENGERJAAN SKALA 4
Baca dan pahamilah dengan baik setiap pernyataan. Anda diminta untuk memilih
pernyataan mana yang paling sesuai dengan diri anda, dengan cara memberi tanda
checklist (√) di dalam kotak di setiap pernyataan. Tidak ada jawaban benar atau
salah dalam pernyataan ini.
Keterangan pilihan jawaban :
TP : Tidak Pernah Merasakan
KD : Kadang-kadang Merasakan
M : Merasakan
S : Sering Merasakan
CONTOH PENGISIAN SKALA 4
No. Pernyataan TP KD M S
1. Saya merasa bosan ketika berada dalam kelas √
SKALA 4
No. Pernyataan TP KD M S
1. Saya merasa sejalan dengan orang-orang disekitar
saya
2. Saya kekurangan persahabatan
3. Ketika saya mengalami masalah, tidak ada orang
yang bisa saya andalkan
4. Saya tidak merasa sendiri
5. Saya merasa menjadi bagian dari kelompok
6. Saya memiliki banyak kesamaan dengan orang-
orang di sekitar saya
96
7. Saya tidak dekat dengan siapapun
8. Saya sulit menceritakan minat dan ide-ide saya
kepada orang lain
9. Saya orang yang ramah
10. Ketika saya mendapat masalah, ada orang yang bisa
saya andalkan
11. Saya merasa ditinggalkan
12. Hubungan sosial saya bersifat tidak mendalam
13. Tidak ada seseorang yang benar-benar mengenal
saya dengan baik
14. Saya merasa terisolasi dari orang lain
15. Saya bisa menemukan persahabatan saat saya
menginginkannya
16. Ada orang yang benar-benar mengerti saya
17. Saya tidak senang karena selalu dilibatkan oleh
orang lain
18. Saya merasa sendiri
19. Selalu ada orang yang bisa saya ajak bicara
20. Selalu ada orang yang bisa saya andalkan
97
LAMPIRAN 2
PATH DIAGRAM UJI VALIDITAS
Hasil analisis faktor konfirmatorik skala self disclosure
98
Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Neuroticism
Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Extraversion
99
Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Openness to Experience
Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Agreeableness
100
Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Conscientiousnes
101
Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Self Esteem
102
Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Loneliness
103
LAMPIRAN 3
SYNTAX UJI VALIDITAS
Syntax Self-Disclosure
UJI VALIDITAS KONSTRUK SELF DISCLOSURE
DA NI=19 NO=225 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM ITEM8 ITEM9 ITEM10
ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19
PM SY FI=NEW.COR
MO NX=19 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
SELF
FR TD 17 15 TD 19 18 TD 10 9 TD 19 2 TD 13 3 TD 10 8 TD 18 5 TD 7 6 TD
17 11 TD 17 16 TD 16 15 TD 16 5 TD 5 2 TD 19 3 TD 18 6 TD 6 5 TD 17 8 TD
12 10 TD 14 12 TD 10 7 TD 15 10 TD 19 5 TD 19 9 TD 18 10 TD 16 10 TD 11
10 TD 11 9 TD 19 10 TD 19 8 TD 17 2 TD 18 8 TD 14 3 TD 17 12 TD 8 7 TD 11
7 TD 16 1 TD 14 1 TD 14 2 TD 12 6 TD 18 14 TD 19 14 TD 14 8 TD 13 10 TD
11 1 TD 13 4 TD 13 6 TD 9 6 TD 3 2 TD 18 1 TD 16 7
PD
OU TV AD=OFF SS MI
Syntax Neuroticism
UJI VALIDITAS KONSTRUK NEUROTICISM
DA NI=4 NO=225 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4
PM SY FI=NEURO.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
NE
FR TD 4 1
PD
OU SS TV MI
Syntax Extraversion
UJI VALIDITAS KONSTRUK EXTRAVERSION
DA NI=4 NO=225 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4
PM SY FI=EXTRA.COR
104
MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
EX
FR TD 3 1
PD
OU TV SS MI
Syntax Openness to Experience
UJI VALIDITAS OPENESS
DA NI=4 NO=225 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4
PM SY FI=OPENESS.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY ME=UL
LK
OPENESS
FR TD 4 2 TD 3 2
PD
OU TV SS MI
Syntax Agreeableness
SYNTAX
UJI VALIDITAS KONSTRUK AGREEABLENESS
DA NI=4 NO=225 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4
PM SY FI=NEW.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
AG
FR TD 3 1
PD
OU TV SS MI
Syntax Conscientiousness
UJI VALIDITAS KONSTRUK CONSCIENTIOUSNESS
DA NI=4 NO=225 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4
PM SY FI=YGINI.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
CON
105
FR TD 4 3
PD
OU TV SS MI
Syntax Self-Esteem
UJI VALIDITAS KONSTRUK SELF ESTEEM
DA NI=20 NO=225 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10
ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19
ITEM20
PM SY FI=SELFE.COR
MO NX=20 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
ESTEEM
FR TD 13 2 TD 12 3 TD 14 1 TD 17 14 TD 17 13 TD 19 18 TD 14 9 TD 18 2 TD
20 18 TD 14 12 TD 20 17 TD 19 1 TD 16 3 TD 9 6 TD 13 3 TD 5 3 TD 7 6 TD
14 8 TD 17 8 TD 8 1 TD 18 5 TD 18 4 TD 18 13 TD 11 2 TD 15 3 TD 19 17 TD
15 1 TD 15 4 TD 10 9 TD 10 7 TD 17 4 TD 11 7 TD 20 13 TD 20 19 TD 7 1 TD
18 14 TD 12 7 TD 7 3 TD 16 7 TD 7 4 TD 20 2 TD 17 2 TD 20 7 TD 14 2 TD 14
11 TD 12 11 TD 15 8 TD 12 10 TD 6 1 TD 16 5 TD 16 11 TD 9 3
PD
OU TV SS MI
Syntax Loneliness
UJI VALIDITAS KONSTRUK LONELINESS
DA NI=20 NO=225 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10
ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19
ITEM20
PM SY FI=COBA2.COR
MO NX=20 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
LONY
FR TD 20 10 TD 18 11 TD 6 1 TD 19 16 TD 20 19 TD 6 5 TD 7 3 TD 16 13 TD
20 3 TD 16 14 TD 16 11 TD 19 10 TD 18 7 TD 13 1 TD 15 11 TD 20 11 TD 15 8
TD 5 3 TD 6 3 TD 14 13 TD 5 4 TD 9 3 TD 13 12 TD 2 1 TD 12 7 TD 8 7 TD 11
2 TD 11 10 TD 6 2 TD 16 10 TD 20 16 TD 14 10 TD 19 11 TD 12 11 TD 15 12
TD 20 14 TD 12 1 TD 17 14 TD 17 13 TD 15 3 TD 14 2 TD 17 11 TD 9 4 TD 7 6
TD 18 15 TD 12 3 TD 12 4 TD 10 6 TD 18 6 TD 16 3 TD 18 1 TD 14 11 TD 18 3
PD
OU TV AD=60 SS MI
top related