pengaruh ketebalan dan persen aerasi terhadap ... · permukaan kacang semakin besar sehingga kapang...
Post on 13-Mar-2019
221 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENGARUH KETEBALAN DAN PERSEN AERASI TERHADAP
KARAKTERISTIK TEMPE GRITS KACANG MERAH
(Phaseolus vulgaris L.) UKURAN 8 MESH
ISNAINI AYU LESTARI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Ketebalan
dan Persen Aerasi terhadap Karakteristik Tempe Grits Kacang Merah (Phaseolus
vulgaris L.) Ukuran 8 Mesh adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Isnaini Ayu Lestari
NIM F24100062
ABSTRAK
ISNAINI AYU LESTARI. Pengaruh Ketebalan dan Persen Aerasi Terhadap
Karakteristik Tempe Grits Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.) Ukuran 8 Mesh.
Dibimbing oleh EKO HARI PURNOMO.
Salah satu komoditas yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam
pembuatan tempe adalah kacang merah (Phaseolus vulgaris L.). Kacang merah
kaya akan karbohidrat kompleks dan serat, namun kandungan proteinnya lebih
rendah dibandingkan kacang kedelai. Oleh karena itu, diperlukan adanya rekayasa
proses untuk meningkatkan kadar protein dan rendemen tempe kacang merah.
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah grits kacang merah dan
laru campuran R. oligosporus dengan R. oryzae (1:1). Penelitian ini menggunakan
perlakuan luas aerasi kemasan (1%, 2.5%, dan 4%) dan ketebalan tempe (1cm,
2cm, dan 3cm). Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya iris tempe grits kacang
merah berkurang seiring bertambahnya ketebalan tempe. Kecerahan lebih rendah
dibandingkan dengan tempe kedelai dan menunjukkan warna kromatik merah
serta kuning. Rendemen tempe grits kacang merah berkisar antara 92.11%-
96.79%. Tempe dengan perlakuan aerasi 4% dan ketebalan 1cm mempunyai kadar
protein tertinggi sebesar 41.13% (bk), protein terlarut 23.31 g/100 g, dan daya
cerna protein tertinggi 91.26%. Pengembangan tempe menggunakan grits kacang
merah dapat meningkatkan kadar protein dan daya cerna protein karena luas
permukaan kacang semakin besar sehingga kapang dapat tumbuh maksimal dan
penguraian protein maupun zat nutrisi lainnya menjadi lebih baik.
Kata kunci : grits kacang merah, protein, rendemen, tempe
ISNAINI AYU LESTARI. Effect of Thickness and Percent Aeration on Red
Beans Grits Tempe (Phaseolus vulgaris L.) Size 8 Mesh. Supervised by EKO
HARI PURNOMO.
One of the commodities that can be used to make tempe is red beans
(Phasolus vulgaris L.). Red beans are rich in carbohydrate complex and fiber, but
the protein content is lower than soybean. Therefore, process engineering is
required to increase protein content and yield of red beans tempe. The raw
material used in this research is grits of red beans and starter (mixture of R.
oligosporus and R. oryzae (1:1)). Two process parameters studied in this research
are aeration area (1%, 2.5%, 4%) and thickness of tempe (1cm, 2cm, 3cm). The
result showed that the force to slice tempe decreases as the thickness of tempe
increases. The brigthness of red bean tempe is lower than soybean tempe and
showing cromatic colors of red and yellow. The yield of red beans grits tempe
ranges between 92.11%-96.79 %. Tempe with aeration treatment 4% and
thickness 1 cm having the highest protein content (41.13 % db), soluble protein
23.31 g/100 g, and higest protein digestibility 91.26 %. Process engineering (size
reduction and aeration level) applied in this research increases protein content and
its digestibility because of the increased surface area which eventually maximize
the gowth of fungi and hidrolize protein more effectively.
Keywords: red beans grits, protein, tempe, yield
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
PENGARUH KETEBALAN DAN PERSEN AERASI TERHADAP
KARAKTERISTIK TEMPE GRITS KACANG MERAH
(Phaseolus vulgaris L.) UKURAN 8 MESH
ISNAINI AYU LESTARI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ialah karakteristik tempe grits kacang merah, dengan
judul Pengaruh Ketebalan dan Persen Aerasi terhadap Karakteristik Tempe Grits
Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.) Ukuran 8 Mesh.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Eko Hari Purnama, STP,
MSc. selaku pembimbing, Ibu Antung Sima Firlieyanti STP, MSc. yang telah
banyak memberi banyak saran dalam penelitian, serta Bapak Dr. Ir. Feri
Kusnandar, MSc. dan Ibu Dr. Dra. Suliantari, MS selaku dosen penguji. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada keluarga tercinta, Bapak Ahsan Busro, Ibu Sri
Lestari, dan kakak Dhanang Agus Musthofa atas doa dan motivasi yang
diberikan. Di samping itu penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh laboran
di laboratorium ITP dan SEAFAST Center, staf UPT, rekan-rekan sepenelitian,
Vega Widya Karisma, Alexander Tommy Wicaksono, Dewi Ratna Sari, Lulu
Maknun, Barli Abiyoga, Andini Giwang Kinasih, dan teman-teman ITP 47 atas
kebersamannya, segenap dosen dan staf Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
atas ilmu yang diberikan kepada penulis, keluarga Pondok Iswara atas
kekeluargaan yang hangat di Bogor. Terima kasih kepada teman-teman KSR PMI
Unit I IPB, teman-teman Paguyuban Putra-Putri Kota ATLAS (PATRA ATLAS
Semarang), teman-teman Forum Komunikasi Mahasiswa Boyolali (FKMB) atas
kebersamaan dan pembelajaran selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Terima kasih.
Bogor, September 2014
Isnaini Ayu Lestari
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 1
Tujuan Penelitian 1
Manfaat Penelitian 2
METODE 2
Bahan 2
Alat 2
Prosedur Analisis Data 2
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
Karakteristik Fisik 6
Karakteristik Kimia 13
Mutu Sensori 17
SIMPULAN DAN SARAN 18
Simpulan 18
Saran 19
DAFTAR PUSTAKA 19
RIWAYAT HIDUP 27
DAFTAR TABEL
1 Analisis proksimat sampel terbaik (perlakuan aerasi 4% dan ketebalan 1
cm) 16 2 Penerimaan panelis terhadap tempe grits kacang merah ukuran 8 mesh
perlakuan aerasi 4% dan ketebalan 1 cm 18
DAFTAR GAMBAR
1 Diagam alir pembuatan tempe grits kacang merah 3 2 Penampakan miselium tempe grits kacang merah 7 3 Daya iris tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan ketebalan 8 4 Nilai L tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan ketebalan 9 5 Nilai a tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan ketebalan 10 6 Nilai b tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan ketebalan 11 7 Rendemen tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan ketebalan 12 8 Kadar protein kasar % (bk) tempe grits kacang merah pada tingkat
aerasi dan ketebalan 13 9 Protein terlarut (g/100 g) tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi
dan ketebalan 14 10 Daya cerna protein (%) tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi
dan ketebalan 15 11 Kurva standar untuk pengukuran protein terlarut metode Bradford (%) 24
DAFTAR LAMPIRAN
1 Rekapitulasi data analisis daya iris tempe grits kacang merah 22 2 Rekapitulasi data analisis warna tempe grits kacang merah 22 3 Rekapitulasi data analisis rendemen tempe grits kacang merah 23 4 Rekapitulasi data analisis kadar protein kasar tempe grits kacang merah 23 5 Rekapirulasi data absorbansi standar BSA 24 6 Rekapitulasi data analisis protein terlarut (g/100 g) tempe grits kacang merah 24 7 Rekapitulasi data analisis daya cerna (%) tempe grits kacang merah 25 8 Rekapitulasi data analisis proksimat sampel terbaik (perlakuan aerasi 4% dan
ketebalan 1 cm) 25 9 Form kuesioner rating hedonik terhadap sampel tempe grits kacang merah
goreng terbaik (perlakuan aerasi 4% dan ketebalan 1 cm) 25
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tempe merupakan produk fermentasi tradisional Indonesia dengan bantuan
kapang. Standar Nasional Indonesia (2009) menyebutkan bahwa tempe kedelai
merupakan produk yang diperoleh dari fermentasi biji kedelai dengan
menggunakan Rhizopus sp., berbentuk padatan kompak, berwarna putih sedikit
keabu-abuan, dan berbau khas tempe. Kapang yang biasa digunakan antara lain
Rhizopus oligosporus, R. oryzae, R. stolonifer, dan R. arrhizus (Dwinaningsih
2010).
Pengembangan tempe dengan bahan baku selain kedelai kini telah banyak
dilakukan karena pemenuhan kebutuhan kacang kedelai sebagian besar masih
dipenuhi dengan impor. Salah satu bahan yang dapat digunakan untuk membuat
tempe adalah kacang merah (Phaseolus vulgaris L.). Menurut Badan Pusat
Statistik (2011), produksi kacang merah di Indonesia tergolong cukup tinggi, yaitu
mencapai 116 397 ton pada tahun 2010. Namun apabila dilihat dari kandungan
proteinnya, kacang merah memiliki kadar protein yang lebih rendah daripada
kacang kedelai. Kadar protein kacang merah sebesar 23.1 g/100 g, sedangkan
kadar protein kacang kedelai mencapai 34.9 g/100 g (Depkes 1992).
Oleh karena beberapa hal di atas, diadakan penelitian ini untuk mempelajari
pengaruh berbagai perlakuan untuk menghasilkan tempe kacang merah dengan
karakteristik terbaik, salah satunya dengan pengecilan ukuran kacang merah.
Tempe yang dibuat dalam penelitian ini menggunakan grits kacang merah ukuran
8 mesh sebagai bahan baku dengan perlakuan ketebalan dan persen aerasi yang
berbeda. Laru yang digunakan dalam penelitian ini adalah campuran R.
oligosporus dan R. oryzae dengan perbandingan 1:1. R. oligosporus lebih banyak
menyintesis enzim pemecah protein (protease) dan R. oryzae lebih banyak
menyintesis enzim pemecah pati ( amilase) selama proses fermentasi (Sapuan
dan Sutrisno 2001).
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai upaya
substitusi bahan baku pembuatan tempe selain kedelai oleh pengajin tempe. Selain
itu, dapat membantu petani dalam memanfaatkan potensi kacang merah yang
melimpah ketika panen.
Perumusan Masalah
1. Bagaimana cara membuat tempe dengan bahan baku grits kacang
merah?
2. Bagaimana pengaruh perlakuan perbedaan aerasi dan ketebalan terhadap
karakteristik (fisik dan kimia) tempe grits kacang merah?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh ketebalan tempe dan
persen aerasi kemasan terhadap karakteristik fisikokimia dan sensori tempe grits
kacang merah ukuran 8 mesh.
2
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah dapat mengetahui proses pembuatan grits
kacang merah, pembuatan tempe grits kacang merah, serta mengetahui rekayasa
proses yang dilakukan sehingga dapat meningkatkan kadar proteinnya dan
memperoleh karakteristik tempe terbaik. Melalui penelitian ini, dapat membantu
masyarakat dalam memanfaatkan kacang merah sebagai produk pangan yang
mempunyai nilai lebih.
2. METODE
2.1 Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain grits kacang
merah berukuran 8 mesh, laru campuran R. oligosporus dan R. oryzae, serta
plastik polipropilen sebagai kemasan. Kacang merah diperoleh dari Pasar Bogor
dan pembuatan grits dilakukan di Pilot Plant SEAFAST Center, IPB. Bahan-
bahan yang digunakan untuk analisis antara lain kertas saring Whatman No.2 dan
41, heksana, HCl 25%, akuades, H2SO4 pekat ,HgO, K2SO4, larutan 60% NaOH-
5% Na2S2O3.5H2O, HCl 0.02 N, batu didih, H2BO3 jenuh, indikator metilen red-
metilen blue, indikator phenolftalein 1%, TCA 10%, ethyl eter, coomassis briliant
blue G-250, etanol 90%, asam folat 85%, HCl 0.1 N, enzim pepsin, enzim
pankreatin, larutan buffer fosfat 0.2 M pH 8.0 yang mengandung natrium azida
0.005 M. Selain itu digunakan pula tempe komersial yang diperoleh dari pasar
sebagai pembanding dalam analisis daya iris dan warna.
2.2 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini secara garis besar terbagi menjadi
dua, yakni alat untuk membuat grits dan tempe serta alat untuk analisis. Alat-alat
yang digunakan dalam pembuatan grits dan tempe antara lain panci, oven, loyang,
Hammer Mill, Ginder, ember, rak plastik, jarum pembuatan lubang aerasi, dan
sealer. Adapun alat-alat yang digunakan untuk analisis antara lain oven
pengering, tanur listrik, alat ekstraksi soxhlet berupa kondensor dan pemanas
listrik, pemanas kjeldahl lengkap, alat destilasi lengkap, buret, spektrometer UV-
Vis, alat sentrifus, Texture Analyzer, chromameter, cawan alumunium, neraca
analitik, pHmeter, pipet volumetrik, desikator, erlenmeyer, shaker, serta alat-alat
analisis fisik dan kimia lainnya.
2.3 Prosedur Analisis Data
Penelitian ini terdiri atas tiga tahap, yaitu pembuatan grits kacang merah
ukuran 8 mesh, pembuatan tempe, dan analisis karakteristik tempe. Tahapan
penelitian yang dilakukan meliputi :
3
2.3.1 Pembuatan Grits Kacang Merah
Langkah pembuatan grits kacang merah antara lain merendam kacang
selama 7 jam di dalam air hingga muncul busa. Setelah itu, dilakukan
pembilasan dan pengupasan kulit kacang merah dengan menggunakan Grinder.
Perendaman sebelum pengupasan bertujuan untuk mempermudah pengupasan
kulit. Setelah kulit kacang dikupas, kacang dimasukkan ke dalam oven dengan
suhu 60 selama 4 jam. Setelah kering, kacang dimasukkan ke dalam Disc
Mill yang telah diatur untuk menghasilkan grits dengan ukuran 8 mesh.
2.3.2 Pembuatan Tempe
Pembuatan tempe grits kacang merah pada dasarnya hampir sama dengan
pembuatan tempe pada umumnya. Proses pembuatan tempe diawali dengan
perebusan grits, perendaman asam, pembilasan, pengukusan, penirisan dan
pendinginan, pelaruan, pengemasan dalam plastik, pelubangan kemasan, dan
fermentasi. Berikut meupakan Diagram alir pembuatan tempe grits kacang merah
dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagam alir pembuatan tempe grits kacang merah
Pengukusan 10 menit
Pelaruan
Pengemasan ke dalam plastik.Ketebalan : 1, 2, 3 cm
Pelubangan kemasan : 1%, 2,5%, 4%
Fermentasi 36 jam
Penirisan dan pendinginan hingga 35 oC – 40
oC
Perendaman asam 2 malam
Perebusan grits 10 menit
Pembilasan grits
Laru 5 g/kg
bahan
Tempe grits kacang merah
Air asam :
1 sdm
DixiTM
dalam
400 ml air
4
2.3.3 Analisis Karakteristik Tempe
2.3.3.1 Analisis Fisik
Pertumbuhan Miselium
Pengamatan miselium dilakukan secara subjektif terhadap penampakan
tempe grits kacang merah secara keseluruhan. Pengamatan meliputi pertumbuhan
miselium dan kekompakan tempe.
Daya Iris
Pengukuran daya iris tempe dilakukan dengan menggunakan alat Texture
Analyzer. Probe yang digunakan adalah Warner-Bratzler Blader dengan
pengaturan kecepatan probe mengiris tempe sebesar 1.5 mm/detik dan distance 35
mm. Data yang diperoleh dari alat ini adalah kerja (g s) yang menyatakan besar
gaya keseluruhan yang diperlukan probe untuk mengiris tempe.
Warna
Pengujian warna dilakukan dengan menggunakan alat Minolata Chroma
Meters CR310. Setelah alat dihidupkan, dilakukan pengaturan indeks data dengan
cara menekan tombol Index Set, kemudian dilanjutkan dengan menekan tombol
Scroll Bar dan Enter untuk mengaktifkan perintah pengukuran warna. Pengukuran
warna dilanjutkan dengan cara mendekatkan kamera pengukur warna pada sampel
dan dilanjutkan dengan menekan tombol Target Color Set. Data hasil pengukuran
warna L, a, dan b akan tercata pada alat Paper Sheat. Nilai L menunjukkan tingkat
kecerahan yang memiliki nilai antar 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai a
menunjukkan warna kromatik merah sampai hijau. Nilai + a (positif) mempunyai
kisaran 0 sampai 100 untuk warna merah dan nilai –a (negatif) dari 0 sampai -80
untuk warna hijau. Nilai b menunjukkan warna kromatik biru sampai kuning
dengan kisaran 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai 0 sampai -70 untuk
warna biru.
Rendemen
Rendemen dihitung dengan membandingkan bobot tempe grits kacang
merah yang dihasilkan dengan bobot grits sebelum fermentasi.Hasil penimbangan
kemudian dibandingkan dan dihitung. Hasil perhitungan dinyatakan dalam satuan
persen.
Rendemen (%) =
2.3.3.2 Analisis Kimia
Kadar Air Metode Oven (AOAC 2005)
Pengukuran kadar air dilakukan dengan metode oven. Cawan alumunium
kosong dikeringkan dalam oven 105 selama 15 menit lalu didinginkan dalam
desikator selama 5 menit atau sampai tidak panas lagi. Cawan ditimbang dan
dicatat beratnya. Lalu sampel ditimbang sebanyak 5 g di dalam cawan tersebut.
Sampel dikeringkan dalam oven sampai beratnya konstan (perubahan berat tidak
5
lebih dari 0.003 g). Setelah itu cawan didinginkan di dalam desikator dan
ditimbang berat akhirnya.
Kadar Protein Metode Kjeldahl (AOAC 2005)
Sampel sebanyak 0.1 sampai 0.2 g dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 100
ml, lalu ditambahkan 2 g K2SO4, 40 mg HgO, dan 2,5 ml H2SO4 pekat. Setelah itu,
diekstrusi selama 30 menit sampai cairan berwarna jernih dan dibiarkan sampai
dingin. Selanjutnya ditambahkan air suling secukupnya dan 10 ml NaOH pekat
sampai berwarna cokelat kehitaman dan didestilasi. Hasil destilasi ditampung
dalam erlenmeyer 125 ml yang berisi H2BO3 dan indikator, kemudian dititrasi
dengan HCl 0.02 N. Larutan blanko juga dianalisis seperti sampel.
Kadar Protein Terlarut Metode Bradford (AOAC 1995)
Sampel digerus dan ditimbang sebanyak 2 gam, kemudian ditambah 5 ml
aquades sambil diaduk. Setelah itu, cairan disaring dengan menggunakan kertas
saring atau kasa. Setelah disaring, cairan diambil sebanyak 1 ml, ditambah 1 ml
aquades dan 1 ml TCA 10%. Penambahan TCA bertujuan untuk mendenaturasi
protein. Larutan kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3 000 rpm, suhu 25 ,
selama 10 menit. Supernatan kemudian dibuang dan pada endapan ditambahkan 2
ml ethyl eter. Sentrifugasi kemudian dilakukan dengan kecepatan 3 000 rpm, suhu
25 , selama 10 menit. Setelah itu, endapan dibiarkan satu malam pada suhu
ruang hingga endapan kering (tidak ada cairan di dalam tabung sentrifuse).
Setelah endapan kering, ditambahkan 4 ml aquades dan 6 ml reagen Bradford,
divortex, kemudian didiamkan selama 30 menit. Setelah itu dilakukan pengukuran
absorbansi menggunakan spektrofotometri pada panjang gelombang 595 nm.
Sebelum dilakukan pengukuran sampel, sebelumnya harus dilakukan pembuatan
kurva standar.
Daya Cerna Protein Metode Anderson (1969)
Sampel sebanyak 250 mg dimasukkan ke dalam erlenmeyer 50 ml,
kemudian ditambah 15 ml HCl 0,1 N yang mengandung 1,5 mg enzim pepsin, dan
dikocok pada kecepatan rendah pada suhu 37 selama 3 jam dengan shaker.
Larutan kemudian dinetralkan dengan NaOH 0.5 N dan ditambah 4 mg enzim
pankreatin di dalam 7.5 ml larutan buffer fosfat 0.2 M dengan pH 8.0 yang
mengandung natrium azida 0.005 M. Larutan yang diperoleh dikocok dengan
kecepatan rendah pada suhu 37 selama 24 jam dengan menggunakan shaker,
kemudian disentrifuse pada 2 500 rpm selama 5 menit. Padatan yang diperoleh
dari akhir penyaringan dengan kertas Whatman 41, dikeringkan dalam oven 105
selama 2 jam, lalu ditimbang (sebelumnya bobot kering kertas saring sudah
dicatat). Setelah itu sampel dianalisis kandungan nitrogennya dengan
menggunakan metode Kjeldahl.
Daya cerna protein (%) =
Kadar Abu (AOAC 2005)
Cawan porselen dibakar dalam tanur selama 15 menit kemudian
didinginkan di dalam desikator. Setelah dingin ditimbang. Kemudian sampel
6
sebanyak 5 g di dalam cawan diabukan di dalam tanur hingga diperoleh abu
berwarna putih dan beratnya tetap. Setelah itu, cawan didinginkan di dalam
desikator lalu ditimbang.
Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC 1995)
Labu lemak yang telah bebas lemak dikeringkan di dalam oven kemudian
ditimbang setelah dingin. Sampel sebanyak 5 g dibungkus dalam kertas saring
kemudian ditutup kapas yang bebas lemak. Sampel dimasukkan ke dalam alat
ekstraksi soxhlet, kemudian kondensor dan labu dipasang pada ujung-ujungnya.
Pelarut heksana dimasukkan ke dalam alat lalu sampel direfluks selama 5 jam.
Labu lemak dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 sampai diperoleh berat
tetap. Kemudian labu dipindahkan ke desikator, didinginkan, dan ditimbang.
Kadar Karbohidrat By Difference (AOAC 1995)
Kadar karbohidrat dihitung sebagai sisa dari kadar air, abu, lemak, dan
protein. Karbohidrat diasumsikan sebagai bobot sampel selain air, abu, lemak, dan
protein.
2.3.3.3 Analisis Sensori (Meilgard 1991)
Analisis sensori yang dilakukan menggunakan uji rating hedonik untuk
menentukan penerimaan konsumen terhadap tempe kacang merah. Uji sensori
dilakukan dengan 70 panelis tidak terlatih. Tempe yang telah digoreng disajikan
di atas piring, kemudian panelis diminta untuk memberikan penilaian terhadap
aroma, rasa, warna, tekstur, dan penerimaan keseluruhan (over all). Skala yang
digunakan adalah 7 skala penilaian : sangat tidak suka (1), tidak suka (2), agak
tidak suka (3), netral (4), agak suka (5), suka (6), dan sangat suka (7).
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Karakteristik Fisik
3.1.1 Pertumbuhan Miselium
Kacang merah merupakan salah satu bahan yang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan substitusi kedelai dalam pembuatan tempe. Pengembangan tempe
kacang merah telah banyak dilakukan, salah satunya dilakukan oleh Munirah
(2013). Tempe kacang merah yang dihasilkan pada penelitian tersebut mempunyai
penampakan yang baik, miselium dapat menutup permukaan tempe, dan terbentuk
tekstur kompak (Munirah 2013).
Berdasarkan Gambar 2 terlihat bahwa pada seluruh sampel, permukaan
tempe dapat tertutup oleh miselium kapang. Miselium berwarna putih dan tempe
yang dihasilkan kompak pada ketebalan 1 cm dan 2 cm. Namun pada tempe
dengan ketebalan 3 cm mempunyai tekstur yang kurang kompak karena penetrasi
kapang tidak mampu mencapai bagian dalam tempe, sehingga tempe yang
7
dihasilkan rapuh. Pertumbuhan miselium dipengaruhi oleh jenis kapang yang
digunakan, viabilitas laru, suhu, konsentrasi asam organik yang tidak terdisosiasi,
serta pH (De Reu et al 1993). Gambar tempe grits kacang merah dengan berbagai
perlakuan ketebalan dan persen aerasi dapat dilihat pada Gambar 2.
Aerasi 1% 1 cm Aerasi 1% 2 cm Aerasi 1% 3 cm
Aerasi 2.5% 1 cm Aerasi 2.5% 2 cm Aerasi 2.5% 3 cm
Aerasi 4% 1 cm Aerasi 4% 2 cm Aerasi 4% 3 cm
Gambar 2 Penampakan miselium tempe grits kacang merah pada berbagai tingkat
aerasi (1%, 2.5%, dan 4%) dan ketebalan tempe (1 cm, 2 cm, dan 3
cm). Fermentasi dilakukan pada suhu ruang selama 36 jam dengan
menggunakan laru campuran R. oligosporus dan R. oryzae (1:1).
Kondisi inkubasi sangat mempengaruhi pertumbuhan kapang dan
pembentukan miselium. Pembuatan lubang kemasan (aerasi) berperan dalam
penyediaan oksigen untuk pertumbuhan kapang. Aerasi yang terlalu sedikit
menyebabkan kapang kekurangan oksigen sehingga pertumbuhannya terhambat.
Namun ketika lubang kemasan terlalu banyak, kapang akan tumbuh dengan cepat
dan terjadi sporulasi (Kovac dan Raspor 1997). Hal ini tidak dikehendaki dalam
pembuatan tempe. Sporulasi akan menyebabkan munculnya spora berwarna hitam
pada permukaan tempe (Frazier 1976).
Selama proses fermentasi, kapang akan menghasilkan hifa berwarna putih
yang mengikat grits kacang sehingga diperoleh tekstur tempe yang kompak.
Ketebalan hifa akan berkurang seiring jarak penetrasi yang bertambah (Hesseltine
et al 1963). Hifa kapang berpenetrasi pada dinding sel dan tumbuh sepanjang
pertengahan lamela atau tumbuh pada area intraselular yang tersedia (Jurus dan
Sundberg 1976). Hifa mengeluarkan berbagai enzim ekstraseluer dan
menggunakan komponen di dalam kacang sebagai sumber nutrisinya. Kumpulan
hifa akan membentuk struktur yang disebut miselium. Panjang miselium
dipengaruhi oleh kondisi pertumbuhan. Hifa akan berukuran sangat panjang
8
ketika tumbuh pada permukaan medium, sedangkan jika tumbuh di bawah
permukaan, hifa akan terputus-putus, mempunyai ukuran yang lebih pendek dan
bercabang-cabang (Fardiaz 1987). Semakin besar nilai persen aerasi, terlihat
bahwa miselium yang tumbuh semakin lebat namun tidak sampai terjadi sporulasi.
Tempe dengan perlakuan aerasi 4% mempunyai pertumbuhan miselium yang
paling baik dan tempe yang lebih kompak dibandingkan perlakuan persen aerasi
lainnya.
3.1.2 Daya Iris
Kerja (g s) pada pengukuran menggunakan Texture Analyzer menunjukkan
besarnya gaya keseluruhan yang diperlukan untuk mengiris tempe. Nilai ini
diperoleh dari luas area gafik yang diperoleh dari data daya iris. Gambar 3
menunjukkan data pengujian daya iris tempe grits kacang merah dengan
menggunakan Texture Analyzer.
Gambar 3 Daya iris tempe grits kacang merah pada pada berbagai tingkat
aerasi (1%, 2.5%, dan 4%) dan ketebalan tempe (1 cm, 2 cm, dan
3 cm). Fermentasi dilakukan pada suhu ruang selama 36 jam
dengan menggunakan laru campuran R. oligosporus dan R.
oryzae (1:1).
Perlakuan ketebalan dan persen aerasi tidak berpengaruh terhadap daya iris
tempe grits kacang merah (Gambar 3). Hal ini dikarenakan nilai error bar yang
besar pada uji daya iris. Nilai error bar ditunjukkan oleh garis vertikal di atas
setiap balok data. Apabila dibandingkan dengan tempe komersial, nilai kerja pada
tempe komersial semakin tinggi seiring dengan bertambahnya ketebalan tempe.
Hal ini menunjukkan bahwa pada tempe komersial, perbedaan ketebalan
mempengaruhi daya iris. Hasil pengujian daya iris tempe grits kacang merah 8
mesh menunjukkan hasil 9 388.83-13 661.70 gs. Nilai ini lebih rendah jika
dibandingkan dengan tempe grits kacang merah ukuran 10 mesh yakni mencapai
10 088.80-14 429.00 gs (Wicaksono 2014). Hal ini dapat disebabkan oleh ukuran
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
18000
1 2.5 4 Tempe
Komersial
Ker
ja (
g s
)
Aerasi (%)
1 cm
2 cm
3 cm
9
grits 8 mesh yang lebih besar sehingga lebih sulit untuk menggabungkan
antargrits. Tekstur kompak pada tempe disebabkan oleh miselium kapang yang
merekatkan biji-biji kacang sehingga terbentuk tekstur memadat dan kompak
(Steinkraus 1960). Miselium kapang berwarna putih dan semakin lama semakin
kompak sehingga mengikat grits satu dengan grits lainnya menjadi satu kesatuan.
Miselium tampak rapat dan kompak serta mengeluarkan aroma enak pada tempe
yang baik (Indriani 1990).
3.1.3 Warna
Parameter warna diukur dengan menggunakan Minolata Chroma Meters
CR310. Data yang diperoleh berupa nilai L, a, dan b. Nilai L pada pengukuran
warna secara objektif digunakan untuk menyatakan kecerahan warna. Nilai L hasil
penelitian menunjukkan bahwa kecerahan sampel berkisar antara 51.52 hingga
67.34. Sampel dengan perlakuan aerasi 1% dan ketebalan 2 cm mempunyai nilai
L tertinggi, yakni 67.34. Nilai L terendah dimiliki sampel dengan perlakuan aerasi
4% dan ketebalan 1 cm (Gambar 4).
Gambar 4 Nilai L tempe grits kacang merah pada berbagai tingkat aerasi
(1%, 2.5%, dan 4%) dan ketebalan tempe (1 cm, 2 cm, dan 3
cm). Fermentasi dilakukan pada suhu ruang selama 36 jam
dengan menggunakan laru campuran R. oligosporus dan R.
oryzae (1:1).
Kecerahan tempe sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan miselium yang
menutupi permukaan tempe. Semakin banyak miselium yang tumbuh menutupi
permukaan tempe, semakin tinggi nilai L (kecerahan) yang dihasilkan pada uji
menggunakan Chromameter. Nilai L seluruh sampel lebih rendah jika
dibandingkan dengan tempe komersial. Hal ini menunjukkan bahwa miselium
pada tempe komersial lebih rata dan tumbuh dengan baik pada permukaannya
sehingga nilai L yang tinggi.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
1 2.5 4 Tempe
Komersial
Nil
ai L
Aerasi (%)
1 cm
2 cm
3 cm
10
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1 2.5 4 Tempe
Komersial
Nil
ai a
Aerasi (%)
1 cm
2 cm
3 cm
Gambar 5 Nilai a tempe grits kacang merah pada berbagai tingkat aerasi
(1%, 2.5%, dan 4%) dan ketebalan tempe (1 cm, 2 cm, dan 3
cm). Fermentasi dilakukan pada suhu ruang selama 36 jam
dengan menggunakan laru campuran R. oligosporus dan R.
oryzae (1:1).
Parameter a pada pengukuran warna secara objektif menggunakan
Chromameter digunakan untuk menyatakan warna kromatik merah hingga hijau.
Nilai a+ (positif) dari 0 sampai +100 menunjukkan warna merah dan nilai –a
(negatif) dari 0 sampai – 80 menunjukkan warna hijau. Sampel dengan perlakuan
aerasi 1% dan ketebalan 1 cm mempunyai nilai a tertinggi, yakni 9.00. Sampel
dengan perlakuan aerasi 4% dan ketebalan 1 cm mempunyai nilai a terendah,
yakni 1.80 (Gambar 5). Hal ini menunjukkan bahwa tempe grits kacang merah
cenderung berwarna merah karena nilai a bernilai positif. Nilai a yang diperoleh
dari seluruh sampel, sebagian besar lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan
kontrol, kecuali pada sampel perlakuan aerasi 2.5% dan 4% pada ketebalan 1cm.
Pengujian pada tempe komersial menunjukkan bahwa nilai a semakin rendah
seiring dengan meningkatnya ketebalan tempe. Hal ini berbeda dengan hasil
pengujian sampel. Sampel dengan ketebalan 1 cm pada aerasi 2.5% dan 4%
mempunyai nilai yang lebih rendah dibandingkan sampel dengan ketebalan 2 cm
dan 3 cm.
Nilai b menyatakan warna kromatik biru hingga kuning. Nilai +b (positif)
dari 0 sampai +70 menunjukkan warna kuning, sedangkan nilai –b (negatif) dari 0
sampai -70 menunjukkan warna biru. Gambar 6 menunjukkan hasil uji b berkisar
9.29-19.71 pada tempe grits kacang merah.
11
0
5
10
15
20
25
1 2.5 4 Tempe
Komersial
Nil
ai b
Aerasi (%)
1 cm
2 cm
3 cm
Gambar 6 Nilai b tempe grits kacang merah pada berbagai tingkat aerasi
(1%, 2.5%, dan 4%) dan ketebalan tempe (1 cm, 2 cm, dan 3
cm). Fermentasi dilakukan pada suhu ruang selama 36 jam
dengan menggunakan laru campuran R. oligosporus dan R.
oryzae (1:1).
Tempe grits kacang merah dengan perlakuan ketebalan 2 cm pada masing-
masing perlakuan aerasi memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan ketebalan lainnya. Nilai uji b seluruh sampel mempunyai nilai positif.
Hal ini menunjukkan bahwa tempe grits kacang merah cenderung berwarna
kuning. Hampir seluruh sampel mempunyai nilai b yang lebih rendah
dibandingkan dengan tempe komersial, kecuali sampel dengan perlakuan aerasi
2.5% dan 4% pada ketebalan 1 cm. Warna kuning pada tempe merupakan hasil
sintesis Rhizopus sp, yang berupa karoten. Jumlah karoten pada tempe sekitar
5.0 IU/g (Pawiroharsono 2010). Pengujian pada kontrol menunjukkan bahwa
semakin meningkat ketebalan tempe maka semakin rendah nilai b. Hal ini berbeda
dengan hasil pengujian sampel. Sampel dengan ketebalan 1 cm pada semua
perlakuan aerasi mempunyai nilai b yang lebih rendah dibandingkan tempe
dengan ketebalan 2 cm dan 3 cm. Hal ini dimungkinkan terjadi karena tempe
dengan ketebalan 1 cm mempunyai massa grits yang lebih kecil, sehingga substrat
yang dapat digunakan oleh kapang untuk menyintesis karoten lebih sedikit
dibandingkan dengan tempe ketebalan 2 cm dan 3 cm. Namun demikian, pada
tempe dengan ketebalan 3 cm mempunyai nilai b lebih kecil dibandingkan tempe
dengan ketebalan 2 cm. Hal ini dapat dikarenakan penetrasi miselum yang tidak
dapat mencapai bagian dalam tempe pada sampel dengan ketebalan 3 cm,
sehingga kapang tidak dapat menyintesis karoten dengan maksimal meskipun
mempunyai massa grits yang lebih banyak.
12
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
1 2.5 4
Ren
dem
en (
%)
Aerasi (%)
1 cm
2 cm
3 cm
3.1.4 Rendemen
Rendemen tempe merupakan perbandingan bobot tempe grits kacang merah
(g) yang dihasilkan dengan total berat grits sebelum fermentasi (g). Rendemen
tempe sangat dipengaruhi oleh proses pembuatan tempe. Gambar 7 menunjukkan
hasil pengujian rendemen tempe grits kacang merah berkisar antara 92.11%
hingga 96.79%
Gambar 7 Rendemen tempe grits kacang merah pada berbagai tingkat aerasi
(1%, 2.5%, dan 4%) dan ketebalan tempe (1 cm, 2 cm, dan 3 cm).
Fermentasi dilakukan pada suhu ruang selama 36 jam dengan
menggunakan laru campuran R. oligosporus dan R. oryzae (1:1).
. Berdasarkan Gambar 7 dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan
antarsampel akibat perlakuan. Proses pembuatan tempe grits kacang merah sangat
mempengaruhi rendemen tempe yang dihasilkan. Selama proses perendaman,
kacang mengalami proses hidrasi sehingga kadar airnya meningkat hingga dua
kali lipat (Dwinaningsih 2010). Hidrasi merupakan proses penyerapan air
sebanyak-banyaknya dengan cara merendam kacang dalam air pada suhu ruang
maupun air mendidih (Nurhaida 1999). Perendaman menggunakan air mendidih
memerlukan waktu yang lebih singkat yakni 1 hingga 1.5 jam, dengan perebusan
20-30 menit. Perendaman pada suhu ruang dapat biasanya dilakukan selama 10-24
jam. Perendaman ini dimaksudkan untuk mencapai tingkat keasaman (pH) yang
sesuai untuk pertumbuhan kapang, yakni pH 3.5-5.2. Selain itu, proses hidrasi
juga terjadi pada saat perebusan. Perebusan berfungsi untuk melunakkan kacang
sehingga miselium kapang akan mudah berpenetrasi, menjadikan kandungan air di
dalam kacang cukup untuk pertumbuhan kapang, serta untuk mematikan bakteri
yang tumbuh selama perendaman (Rohani 1999).
13
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
1 2.5 4
Kad
ar P
rote
in (
% b
k)
Aerasi (%)
1 cm
2 cm
3 cm
3.2 Karakteristik Kimia
3.2.1 Kadar Protein Kasar
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar protein kasar tempe grits
kacang merah berkisar antara 29.60% sampai 41.13% (Gambar 8). Sampel dengan
perlakuan aerasi 4% dan ketebalan 1 cm mempunyai kadar protein tertinggi, yakni
mencapai 41.13% (bk). Nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan tempe kacang
merah utuh yang mempunyai kadar protein tertingi sebesar 24.32 % (bk)
(Munirah 2013).
Gambar 8 Kadar protein kasar (% bk) tempe grits kacang merah pada
berbagai tingkat aerasi (1%, 2.5%, dan 4%) dan ketebalan tempe
(1 cm, 2 cm, dan 3 cm). Fermentasi dilakukan pada suhu ruang
selama 36 jam dengan menggunakan laru campuran R.
oligosporus dan R. oryzae (1:1).
Peningkatan kadar protein pada tempe disebabkan oleh hilangnya beberapa
komponen terlarut seperti mineral dan gula dari biji kedelai (Bavia et al 2012).
Miselium kapang juga berkontribusi untuk meningkatkan kadar protein karena
mempunyai aktivitas proteolitik (Rahayu 2004). Selama proses fermentasi, enzim
protease diproduksi dalam jumlah banyak dan memecah lebih dari 50% protein
menjadi asam amino dan zat terlarut lainnya sehingga mudah diserap oleh tubuh
(Shurtleff dan Aoyagi1979). Aktivitas enzim protease dapat terdeteksi setelah
fermentasi 12 jam ketika pertumbuhan miselium kapang masih relatif sedikit.
Hidrolisis protein yang digunakan sebagai sumber karbon dan energi hanya
sekitar 5%, sisanya terakumulasi dalam bentuk peptida dan asam amino (Deliani
2008). Berdasarkan hasil penelitian, kadar protein tempe semakin turun seiring
bertambahnya ketebalan. Hal ini dapat disebabkan oleh penetrasi kapang yang
rendah pada tempe dengan ketebalan 3 cm sehingga kemampuan untuk
menguraikan protein berkurang.
14
3.2.2 Kadar Protein Terlarut
Metode Bradford digunakan untuk mengukur jumlah protein terlarut pada
bahan pangan. Pengukurannya didasarkan pada pengikatan zat warna Coomassie
Blue G250 ke protein. Bentuk kationik zat ini berwarna merah dan hijau dengan
panjang gelombang serapan 470 nm sampai 650 nm, sedangkan untuk anionik
berwarna biru dengan absorbansi maksimum pada panjang gelombang 595 nm
(Bradford 1976).
Gambar 9 Protein terlarut (%) tempe grits kacang merah pada berbagai
tingkat aerasi (1%, 2.5%, dan 4%) dan ketebalan tempe (1 cm, 2
cm, dan 3 cm). Fermentasi dilakukan pada suhu ruang selama 36
jam dengan menggunakan laru campuran R. oligosporus dan R.
oryzae (1:1).
Protein terlarut merupakan jenis oligosakarida dan terdapat rantai kurang
dari 10 asam serta memiliki sifat yang mudah diserap oleh pencernaan (Purwoko
dan Handajani 2007). Hasil pengukuran kadar protein terlarut tempe grits kacang
merah berkisar antara 7.04 g/100 g sampai 23.31 g/100 g (Gambar 9). Nilai ini
lebih tinggi dibandingkan dengan kadar protein terlarut tempe kacang merah utuh,
yakni 21.48 g/100 g (Munirah 2013). Sampel dengan perlakuan aerasi 4 % dan
ketebalan 1 cm mempunyai kadar protein terlarut tertinggi, yakni 23.31 g/100 g.
Sampel dengan perlakuan aerasi 1% dan ketebalan 3 cm mempunyai kadar protein
terlarut 21.15 g/100 g. Sampel dengan perlakuan aerasi 2.5% dan ketebalan 1 cm
mempunyai nilai terendah, yakni 4.85 g/100 g. Enzim proteolitik menyebabkan
degradasi protein kacang menjadi asam amino, sehingga nitrogen terlarut
meningkat. Kandungan protein kasar hanya mengalami sedikit perubahan selama
fermentasi, tetapi kelarutannya meningkat menjadi sekitar 50% (Deliani 2008).
Nilai kadar protein terlarut tertinggi diperoleh pada sampel dengan perlakuan
aerasi 4% dan ketebalan 1 cm. Hal ini dapat terjadi karena pada tempe dengan
ketebalan 1 cm mempunyai pertumbuhan miselium yang baik dan kompak
0
5
10
15
20
25
30
1 2.5 4
Pro
tein
Ter
laru
t (g
/100 g
)
Aerasi (%)
1cm
2cm
3cm
15
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
1 2.5 4
Day
a C
erna
Pro
tein
(%
)
Aerasi (%)
1 cm
2 cm
3 cm
sehingga penguraian protein pun menjadi lebih maksimal dibandingkan dengan
perlakuan ketebalan yang lain.
3.2.3 Daya Cerna Protein
Daya cerna protein menunjukkan kemampuan suatu protein untuk dicerna
oleh enzim protease (Pellet dan Young 1980). Semakin tinggi daya cerna protein
maka protein dapat dihidrolisis dengan baik menjadi asam-asam amino sehingga
jumlah asam amino yang dapat diserap dan digunakan oleh tubuh tinggi, begitu
pula sebaliknya.
Gambar 10 Daya cerna protein (%) tempe grits kacang merah pada berbagai
tingkat aerasi (1%, 2.5%, dan 4%) dan ketebalan tempe (1 cm, 2
cm, dan 3 cm). Fermentasi dilakukan pada suhu ruang selama 36
jam dengan menggunakan laru campuran R. oligosporus dan R.
oryzae (1:1).
Daya cerna protein berkisar antara 84.12% hingga 91.26% (Gambar 10).
Perlakuan tidak mempengaruhi hasil daya cerna protein antarsampel. Namun
demikian, tempe dengan perlakuan luas aerasi 4% dan ketebalan 1 cm mempunyai
nilai daya cerna tertinggi yakni 91.26%. Hal ini dapat disebabkan oleh luas aerasi
yang semakin besar sehingga ketersediaan O2 semakin besar untuk tumbuhnya
kapang. Semakin banyak kapang yang tumbuh, maka semakin banyak pula
protein yang dipecah oleh kapang sehingga daya cerna protein semakin tinggi.
Selain itu, tempe dengan ketebalan 1 cm memudahkan penetrasi kapang ke dalam
grits sehingga seluruh bagian tempe ditumbuhi kapang dan penguraian protein
menjadi lebih maksimal. Pertumbuhan kapang hasil penelitian menunjukkan
bahwa tempe dengan ketebalan 1 cm dan 2 cm mempunyai tekstur yang kompak
yang menunjukkan penetrasi miselium dapat mencapai bagian dalam tempe
(Gambar 1). Namun pada ketebalan tempe 3 cm mempunyai daya penetrasi
miselium yang rendah, sehingga penguraian protein pun lebih rendah
16
dibandingkan dengan tempe 1 cm dan 2 cm. Daya cerna protein tempe semakin
meningkat seiring dengan bertambahnya luas aerasi, namun menurun seiring
dengan bertambahnya ketebalan.
Selama proses fermentasi, kapang memproduksi enzim yang dapat
mengubah sebagian besar nutrisi menjadi padatan terlarut dan nitrogen terlarut,
sehingga daya cerna protein meningkat (Shurtleff dan Aoyagi 1979). Menurut
Steinkraus (1983), nitrogen larut air meningkat karena adanya aktivitas enzim
protease yang menguraikan protein menjadi fragmen-fragmen yang lebih mudah
larut air. Nitrogen larut air mengalami peningkatan dari 0.5% menjadi 28%
setelah fermentasi selama 72 jam. Peningkatan jumlah padatan dan nitrogen larut
air disebabkan oleh peningkatan jumlah asam amino bebas selama fermentasi
kacang (Murata 1967).
3.2.4 Komposisi Gizi Makro
Uji proksimat dilakukan pada sampel terbaik dari beberapa pengujian yang
telah dilakukan sebelumnya, meliputi pengujian fisik dan kimia. Tempe grits
kacang merah menghasilkan tempe dengan permukaan tertutup miselium putih,
selain itu miselium juga mengikat grits sehingga membentuk tekstur yang kompak
pada ketebalan 1 cm dan 2 cm. Namun demikian, sampel dengan ketebalan 3 cm
mempunyai tekstur yang rapuh (Gambar 2). Tekstur tempe berpengaruh terhadap
daya iris tempe. Semakin kompak tempe, semakin besar kerja yang diperlukan
untuk mengiris tempe. Nilai kerja untuk mengiris tempe pada sampel dengan
ketebalan 2 cm mempunyai nilai tertinggi yang menunjukkan teksturnya paling
kompak. Rendemen tempe yang dihasilkan tidak menunjukkan perbedaan
antarsampel. Berdasarkan uji kadar protein kasar, sampel dengan perlakuan aerasi
4% dan 1 cm mempunyai nilai tertinggi yakni 41.13%. Begitu pula hasil uji kadar
protein terlarut dan daya cerna protein, sampel dengan perlakuan aerasi 4% dan
ketebalan 1 cm mempunyai nilai tertinggi pada semua sampel. Berdasarkan hasil
berbagai pengujian tersebut, maka diperoleh sampel terbaik adalah sampel dengan
perlakuan 4% dan ketebalan 1 cm. Berikut merupakan hasil uji proksimat sampel
terbaik:
Kadar air tempe grits kacang merah dengan perlakuan aerasi 4% dan
ketebalan 1 cm mencapai 64.42%. Nilai ini memenuhi Standar Nasional Indonesia
(SNI) 3144:2009 tentang tempe, yakni maksimal 65%. Kadar abu sampel
Tabel 1 Analisis proksimat sampel terbaik (perlakuan aerasi 4% dan ketebalan 1
cm)
Uji Hasil (%)
Kadar air (bb) 64.42
Kadar abu (bb) 0.17
Kadar lemak (bb) 0.11
Kadar protein (bb) 12.92
Kadar karbohidrat
(bb)
22.38
17
mencapai 0.17%. Nilai ini masih lebih rendah apabila dibandingkan dengan SNI
3144:2009, yaitu maksimal 1.5%. Kadar abu menunjukkan kandungan mineral
yang terkandung dalam bahan pangan. Proses pembuatan tempe sangat
berpengaruh terhadap kandungan gizi tempe yang dihasilkan.
Kadar lemak tempe grits kacang merah hasil pengukuran adalah 0.11%.
Nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan SNI 3144:2009 yakni minimal 10%.
Penurunan kadar lemak selama fermentasi mencapai 0.8% sampai 2.8% (Murata
et al 1971). R. oligosporus dan R. oryzae menghasilkan enzim lipase yang akan
mengubah lemak menjadi trigliserida dan asam lemak bebas selama fermentasi
(Astuti et al 2000). Kapang menggunakan asam lemak bebas tersebut sebagai
sumber karbon (De Reu et al 1994). Jumlah gliserol hasil hidrolisis yang lebih
sedikit mengindikasikan bahwa trigliserida dihidrolisis menjadi mono- dan
digliserida serta asam lemak bebas (Ruiz-Teran dan Owens 1996).
Kadar protein tempe grits kacang merah mencapai 12.92% (bb). Nilai ini
lebih rendah dibandingkan dengan standar SNI 3144:2009 yang menetapkan kadar
protein tempe kedelai minimal 16.00% (bb). Hal ini dapat disebabkan oleh
perbedaan bahan baku yang digunakan, yakni grits kacang merah. Kacang merah
mempunyai kandungan protein 23.1 g/100g bahan, sedangkan pada kacang
kedelai mempunyai kandungan protein 34.9 g/100g bahan (Depkes 1992). Namun
nilai 12.92% (bb) ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan tempe kacang merah
utuh, yakni sebesar 10.16% (Munirah 2013). Hal ini dapat membuktikan bahwa
pengembangan tempe menggunakan grits kacang merah dapat meningkatkan
kadar protein tempe kacang merah. Aktivitas proteolitik R. oligosporus dan R.
oryzae sangat berperan dalam peningkatan protein selama proses fermentasi
tempe. Kapang menggunakan asam-asam amino (albumin, globulin) dan basa
terlarut untuk pertumbuhannya (Handoyo dan Morita 2006).
Kadar karbohidrat sampel adalah 22.38%. Selain menghasilkan enzim
protease, kapang juga menghasilkan enzim amilase dan lipase yang digunakan
untuk menguraikan karbohidrat dan lemak. Aktifitas enzim amilase ditemukan
pada R. oryzae yang aktif yang mencapai puncaknya pada 12 jam fermentasi,
ditandai dengan jumlah maltosa tertinggi pada jam tersebut (Sapuan dan Soetrisno
2001). Sebagian gula (karbohidrat) terdegadadsi selama perendaman, pemasakan,
dan fermentasi tempe (Mulyowidarso et al 1991; Egounlety dan Aworh 2003).
Dinding sel yang tersusun atas polisakarida seperti pektin, selulosa, dan
hemiselulosa sebagian terdegadasi selama fermentasi oleh enzim yang diproduksi
oleh kapang yang membuatnya lebih larut air (Kiers et al 2000).
3.3 Mutu Sensori
Uji sensori dilakukan dengan menggunakan uji rating hedonik untuk
mengetahui tingkat kesukaan 70 panelis tidak terlatih terhadap tempe grits kacang
merah ukuran 8 mesh dengan perlakuan aerasi 4 % dan ketebalan 1 cm. Tempe
dipotong dadu dengan ukuran 2x2 cm dan digoreng selama 5 menit tanpa
penambahan bumbu.
18
Table 2 menunjukkan bahwa parameter warna pada uji rating hedonik
mempunyai nilai 4.9. Hal ini menunjukkan bahwa warna tempe grits kacang
merah masih dapat diterima oleh panelis karena berada pada hasil penilaian netral
(4) hingga agak suka (5). Warna tempe sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan
miselium. Namun parameter warna yang dinilai dalam penelitian ini adalah warna
tempe setelah digoreng. Begitu pula pada parameter aroma dan tekstur tempe grits
kacang merah, berada pada penilaian netral hingga agak suka. Panelis tidak
menyukai rasa tempe grits kacang merah, penilaian untuk parameter rasa berkisar
antara agak tidak suka hingga tidak suka. Penilaian sampel secara keseluruhan
(over all) berkisar pada penilaian agak tidak suka hingga netral. Karakteristik
yang kurang disukai pada tempe dikarenakan adanya rasa asam meskipun sampel
telah digoreng. Rasa asam ini dimungkinkan muncul karena tahap perendaman air
asam yang dilakukan pada proses pembuatan tempe selama dua malam.
Perendaman asam yang terlalu lama dapat menyebabkan terjadinya penetrasi asam
ke dalam grits sehingga terdapat rasa asam pada produk akhir. Waktu untuk
perendaman asam dapat dipersingkat untuk meminimalkan rasa asam pada produk
akhir.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Perlakuan perbedaan aerasi dan ketebalan mempengaruhi karakteristik
tempe grits kacang merah ukuran 8 mesh antara lain penampakan secara visual,
warna, kadar protein kasar, dan protein terlarut. Tempe dengan karakteristik
terbaik adalah tempe dengan perlakuan aerasi 4% dan ketebalan 1 cm.
Pengembangan tempe grits kacang merah 8 mesh dapat meningkatkan kadar
protein tempe kacang merah. Analisis sensori menunjukkan bahwa penilaian
panelis terhadap sampel secara keseluruhan (over all) berkisar pada penilaian
agak tidak suka hingga netral.
Tabel 2 Penerimaan panelis terhadap tempe grits kacang merah ukuran 8 mesh
perlakuan 4% aerasi ketebalan 1 cm
Uji Penilaian (skala 1-7)
Warna 4.9
Aroma 4.1
Tekstur 4.1
Rasa 2.8
Over all 3.6
19
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai teknik penyimpanan tempe
grits kacang merah agar dapat disimpan dalam waktu lebih lama dan kualitasnya
terjaga. Selain itu, perlu dilakukan penelitian mengenai pengolahan tempe grits
kacang merah yang tepat sehingga karakteristik produk dapat diterima oleh
panelis dengan tetap mempertahankan nilai gizi terutama proteinnya. Waktu
perendaman grits menggunakan air asam dapat dipersingkat untuk meminimalkan
rasa asam pada produk akhir.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson SJ, Lall SP, Anderson DM, McNiven MA. 1969. Evaluation of protein
quality in fish meals by chemical and biologycal assays. Aquaculture. 115:
305-325.
Astuti M, Andreanyta CG, Halmer H, and Siljestrom M. 1983. Rapid enzymatic
assayof insoluble and soluble dietary fiber. J Agic Food Chem. 31(1): 476-
482.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 1995. Official Methods of
Analysis. Association of Official Analytical Chemistry. Washington DC
(US): AOAC.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 2005. Official Methods of
Analysis. Association of Official Analytical Chemistry. Washington DC
(US): AOAC.
Bavia ACL, Silva CE, Ferreira MP, Leite RS, Mandarino JMG, and Carrao
Panizzi MC. 2012. Chemical composition of tempeh from soybeans
cultivars specially developed for human consumption. Cienc Tecnol Aliment.
32(3):613-620.
Bradford MM. 1976. A rapid and sensitive methode for the quantitation of
microgam quantities of protein utilizing the principle of protein-dye binding.
Anal Biochem. 72:248-54.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Kacang Merah. Jakarta (ID): Badan Pusat
Statistik.
Deliani. 2008. Pengaruh lama fermentasi terhadap kadar protein, lemak,
komposisi asam lemak dan asam fitat pada pembuatan tempe [tesis]. Medan
(ID): Universitas Sumatra Utara.
[Depkes] Departemen Kesehatan. 1992. Kandungan Gizi Kacang. Jakarta (ID):
Departemen Kesehatan RI.
De Reu JC, MH Zwietering, FM Rombouts, MJR Nout. 1993. Appl. Microniol.
Bioechnol. 40:261-265.
De Reu JC, Ramdarasa D, Rombouts FM, and Nout MJR. 1994. Changes in soya
bean lipids during tempe fermentation. Food Chem. 50:171-175.
Dwinaningsih EA. 2010. Karakteristik kimia dan sensori tempe dengan variasi
bahan baku kedelai/beras dan penambahan angkak serta variasi lama
fermentasi [skripsi]. Solo (ID): Universitas Sebelas Maret.
20
Egounlety M, Aworh OC. 2003. Effect of soaking, dehulling, and fermentation
with Rhizopus oligosporus on the oligosaccharides, trypsin inhibitor, phytic
acid and tannins of soybean (Glycine max Merr), cowpera (Vigna
unguiculata L. Walp), and goundbean (Macrotyloma geocarpa Harms). J
Food Eng. 56:249-254.
Fardiaz S. 1987. Fisioligi Fermentasi. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas.
Frazier WC. 1976. Food Microbuology 2nd
Edition. New Delhi (IN): Mc Gaw-Hill
Publishing Company LTD.
Handoyo T, Naofumi M. 2006. Structural and Functional Properties of Fermented
Soybean (Tempeh) by Using Rhizopus oligosporus. I Journal of Food
Properties. (9):347-355. doi:10.1080/10942910500224746.
Hesseltine, CW Smith, B Bradle, Djien KS. 1963. Investigations of tempeh, an
Indonesian food. Dev. Ind Microbiol. 4:275-278.
Indriani EA. 1990. Pengaruh substitusi NaCl dengan KCl terhadap sifat
mikrobiologi, kimiawi, dan sensoris tauco [skrpisi]. Yogyakarta (ID):
Universitas Gajah Mada.
Jurus AM, Sundberg WJ. 1976. Penetration of Rhizopus oligosporus into soybean
in tempeh. American Soc. for Microbiol. 32(2):284-287.
Kiers EG, Nout MJR, dan Rombouts FM. 2000. In vitro digestibility of processed
and fermented soya bean, cowpea, and maize. J Scie Food Agic. 80:163-169.
Kovac B, Raspor P. 1997. The use of the mould Rhizopus oligosporus in food
production. Food Technol. Biotechnol. 35(1):69-73.
Meilgard. 1991. Sensory Evaluation Techniques 2nd
Edition. Florida (USA): CRC
Press Inc.
Mulyowidarso RK, Fleet GH, Buckle KA. 1991. Changes in the concentration of
carbohydrates during the soaking of soybenas for tempe production. Int J
Food Sci Tech. 26:595-606.
Munirah W. 2013. Effect of different aeration area and thickness on
physicochemical properties of red kidney beans (Phaseolus vulgaris L)
tempeh [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Murata K, H Ikehata, T Miyamoto. 1967. Studies on the nutritional value of
tempeh. J. Food Sci. 32:580.
Nurhaida R. 1999. Kajian pengaruh pengkukusan dan lama penyimpanan tempe
terhadap mutu keripik tempe [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Pariwoharsono S. 2010. Fermentation and biosynthesis of functional active
compounds in tempeh for products application. 3rd
Soy Symposium: Health,
Social-Cultural and Market Perspectives; 2010 Agust 2-3; Surabaya,
Indonesia. Surabaya (ID): BPPT .
Pellet PL, Young VR. 1980. Nutritional Evaluation of Protein Foods. Tokyo (JP):
The United Nation University.
Purwoko, Handajani. 2007. Kandungan protein kecap manis tanpa fermentasi
moromi hasil fermentasi Rhizophus oryzae dan R. oligosporus. Jurnal
Ilmiah Biodiversity 8 (2):223-227.
Rahayu K. 2004. Industrialization of tempe fermentation. In KH Steinkraus (ed).
Industrialization of Indigenous Fermented Foods. 2nd
Edition. New York
(US): Marcel Dekker, Inc.
Rohani E. 1999. Pengaruh jenis kedelai dan jenis laru terhadap perubahan sifat
fisiko-kimia keripik tempe [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
21
Ruiz-Teran, Owens JD. 1996. Chemical and enzymatic changes during the
fermentation of bacteria-free soya bean tempe. J Sci Food Agic. 71:523-530.
Sapuan, Sutrsino N. 2001. The Complete Handbook of Tempeh. Jonathan A, editor.
Singapura (SG): American Soybean Association.
Santoso BH. 2005. Kandungan Gizi Tahu dan Tempe. Jakarta (ID): PT Gamedia.
Shurtleff W, Aoyagi A. 1979. The Book of Tempe. New York (US): Harper &
Row.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2009. SNI 3144 Tahun 2009 tentang Tempe
Kedelai. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.
Steinkraus KH, YB Hwa, JP Van Buren, MI Provvidenti, DB Hand. 1960. Studies
in tempeh-an Indonesian fermented soybean food. Food Res. 25:777-778.
Steinkraus KH. 1983. Handbook of Indigenous Fermented Food. New York (US):
Mercel Dekker, Inc.
Wicaksono AT. 2014. Pengaruh ketebalan dan persen aerasi kemasan terhadap
sifat fifikokimia tempe grits kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
22
Lampiran 2a Rekapitulasi data analisis nilai L tempe grits kacang merah
Sampel Nilai L
Rata-rata Ulangan 1 Ulangan 2
Aerasi 1% 1 cm 62.45 62.46 62.46
Aerasi 1% 2 cm 69.81 64.87 67.34
Aerasi 1% 3 cm 64.31 64.34 64.33
Aerasi 2.5% 1 cm 53.25 53.25 53.25
Aerasi 2.5% 2 cm 67.05 67.40 67.23
Aerasi 2.5% 3 cm 63.39 63.39 63.39
Aerasi 4% 1 cm 51.50 51.53 51.52
Aerasi 4% 2 cm 65.86 66.48 66.17
Aerasi 4% 3 cm 64.53 64.61 64.57
Kontrol 76.90 77.30 77.10
Lampiran 2b Rekapitulasi data analisis nilai a tempe grits kacang merah
Sampel Nilai a
Rata-rata Ulangan 1 Ulangan 2
Aerasi 1% 1 cm 3.58 3.57 3.58
Aerasi 1% 2 cm 4.44 4.93 4.96
Aerasi 1% 3 cm 3.58 3.61 3.60
Aerasi 2.5% 1 cm 2.33 2.32 2.33
Aerasi 2.5% 2 cm 4.56 4.59 4.58
Aerasi 2.5% 3 cm 3.92 3.95 3.94
Aerasi 4% 1 cm 1.81 1.79 1.80
Aerasi 4% 2 cm 4.37 4.44 4.41
Lampiran1 Rekapitulasi data analisisi daya iris tempe grits kacang merah
Sampel Kerja (g s)
Rata-rata Ulangan 1 Ulangan 2
Aerasi 1% 1 cm 6 431.00 12 346.67 9 388.83
Aerasi 1% 2 cm 6 369.50 13 606.67 10 711.80
Aerasi 1% 3 cm 7 008.00 13 260.00 10 134.00
Aerasi 2.5% 1 cm 8 610.33 14 406.67 11 508.50
Aerasi 2.5% 2 cm 11 563.33 15 760.00 13 661.67
Aerasi 2.5% 3 cm 7 877.67 13 853.33 10 865.50
Aerasi 4% 1 cm 9 475.00 14 070.00 11 772.50
Aerasi 4% 2 cm 8 189.67 16 883.33 12 536.50
Aerasi 4% 3 cm 3 802.67 18 023.33 10 913.00
Kontrol 10 083.34 13 250.00 11 666.67
23
Aerasi 4% 3 cm 4.02 3.98 4.00
Kontrol 3.00 2.60 2.80
Lampiran 2c Rekapitulasi data analisis nilai b tempe grits kacang merah
Sampel Nilai L
Rata-rata Ulangan 1 Ulangan 2
Aerasi 1% 1 cm 16.16 16.16 16.16
Aerasi 1% 2 cm 18.26 21.16 19.71
Aerasi 1% 3 cm 18.07 18.11 18.09
Aerasi 2.5% 1 cm 11.02 10.99 11.01
Aerasi 2.5% 2 cm 18.28 18.38 18.33
Aerasi 2.5% 3 cm 16.96 16.98 16.97
Aerasi 4% 1 cm 9.28 9.30 9.29
Aerasi 4% 2 cm 17.76 17.91 17.84
Aerasi 4% 3 cm 16.18 16.51 16.17
Kontrol 11.10 11.70 11.40
Lampiran 4 Rekapitulasi data analisis kadar protein kasar tempe grits kacang
merah
Sampel Kadar protein kasar (% bk)
Rata-rata Ulangan 1 Ulangan 2
Aerasi 1% 1 cm 33.34 36.73 35.04
Aerasi 1% 2 cm 37.74 37.61 37.67
Aerasi 1% 3 cm 33.28 37.56 35.42
Aerasi 2.5% 1 cm 31.13 40.10 35.62
Aerasi 2.5% 2 cm 36.76 40.79 38.77
Lampiran 3 Rekapitulasi data analisis rendemen tempe grits kacang merah
Sampel Rendemen
Aerasi 1% 1 cm 96.79
Aerasi 1% 2 cm 94.11
Aerasi 1% 3 cm 89.48
Aerasi 2.5% 1 cm 92.67
Aerasi 2.5% 2 cm 93.96
Aerasi 2.5% 3 cm 95.42
Aerasi 4% 1 cm 92.11
Aerasi 4% 2 cm 92.31
Aerasi 4% 3 cm 93.82
24
y = 0.0007x + 0.0486 R² = 0.9819
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
0 200 400 600 800 1000 1200
Abso
rban
si
Konsentrasi BSA (ppm)
Aerasi 2.5% 3 cm 32.22 34.11 33.17
Aerasi 4% 1 cm 38.89 43.37 41.13
Aerasi 4% 2 cm 36.41 41.35 38.88
Aerasi 4% 3 cm 27.63 31.56 29.60
Lampiran 5 Rekapitulasi data absorbansi standar BSA
Konsentrasi
(ppm)
Protein terlarut (%) Rata-
rata Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
0 0 0 0 0
100 0.109 0.109 0.108 0.109
200 1.219 0.222 0.221 0.221
400 0.397 0.397 0.395 0.396
600 0.532 0.533 0.534 0.533
800 0.633 0.634 0.633 0.633
1000 0.756 0.755 0.755 0.755
Gambar 11 Kurva standar untuk pengukuran protein terlarut metode Bradford (%)
Lampiran 6 Rekapitulasi data analisis protein terlarut (g/100 g) tempe grits kacang
merah
Sampel Rata-rata
Aerasi 1% 1 cm 10.55
Aerasi 1% 2 cm 8.79
Aerasi 1% 3 cm 21.15
25
Aerasi 2.5% 1 cm 4.85
Aerasi 2.5% 2 cm 10.28
Aerasi 2.5% 3 cm 8.32
Aerasi 4% 1 cm 23.31
Aerasi 4% 2 cm 7.04
Aerasi 4% 3 cm 16.17
Lampiran 7 Rekapitulasi data analisis daya cerna protein (%) tempe grits kacang
merah
Sampel Daya cerna protein (%)
Rata-rata Ulangan 1 Ulangan 2
Aerasi 1% 1 cm 88.07 86.56 87.32
Aerasi 1% 2 cm 87.07 87.57 87.32
Aerasi 1% 3 cm 85.86 85.77 85.82
Aerasi 2.5% 1 cm 89.12 89.70 89.41
Aerasi 2.5% 2 cm 88.30 88.68 88.49
Aerasi 2.5% 3 cm 84.03 84.21 84.12
Aerasi 4% 1 cm 90.87 91.65 91.26
Aerasi 4% 2 cm 89.05 89.78 89.42
Aerasi 4% 3 cm 85.54 85.43 85.49
Lampiran 8 Rekapitulasi data analisis proksimat sampel terbaik (perlakuan
aerasi 4% dan ketebalan 1 cm)
Sampel Kadar (%)
Rata-rata Ulangan 1 Ulangan 2
Kadar air 64.85 64.00 64.42
Kadar abu (%bk) 0.47 0.49 0.48
Kadar lemak (%bk) 0.64 0.32 0.48
Kadar protein (% bb) 13.06 12.66 12.86
Lampiran 9 Form kuesioner sensori rating hedonik terhadap sampel tempe grits
kacang merah goreng terbaik (perlakuan aerasi 4% dan ketebalan 1
cm)
Nama : Tanggal :
Sampel : Tempe goreng No. HP :
26
Instruksi :
Di hadapan Anda terdapat satu sampel tempe goreng. Anda diminta untuk
melakukan pencicipan dan memberikan penilaian terhadap warna, aroma, tekstur,
rasa, dan atribut secara keseluruhan (over all). Penilaian dilakukan dengan
memberikan nilai terhadap sampel dengan skala kategori 1-7. Skala 1= sangat
tidak suka, 2= tidak suka, 3= agak tidak suka, 4= netral, 5= agak suka, 6= suka,
7= sangat suka.
Atribut Nilai (skala 1-7)
Warna
Aroma
Tekstur
Rasa
Over all
27
RIWAYAT HIDUP
Penulis adalah Isnaini Ayu Lestari, putri kedua dari dua bersaudara. Lahir di
Boyolali, 18 Oktober 1992 dari pasangan Ahsan Busro dan Sri Lestari. Penulis
menamatkan pendidikan jenjang SD di SD Negeri 1 Kembang pada tahun 2004,
jenjang SMP di SMP Negeri 1 Ampel pada tahun 2007, dan jenjang SMA di SMA
Negeri 1 Salatiga pada tahun 2010. Penulis melanjutkan pendidikan ke Institut
Pertanian Bogor pada tahun 2010 melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI)
dan terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Ketika kuliah penulis aktif di beberapa organisasi antara lain Ikatan
Keluarga Muslim TPB (2010-2011), Forum Bina Islami Fateta (2011-2013),
Organisasi Mahasiswa Daerah Semarang (PATRA ATLAS), Forum Komunikasi
Mahasiswa Boyolali (FKMB), dan Korps Sukarela PMI Unit I IPB (2011-2013).
Penulis aktif sebagai panitia MPKMB Sahabat Tani 48 (2011), Save Our Water
Asrama TPB IPB (2011), Agotechnology Fair and Contest (2011), Techno-F
(2012), BAUR-Access (2012), LCTIIP XX, Canvasing IPB di Semarang (2012),
Seminar Nasional Halal is Scientific (HASSASIN) 2012 dan 2013.
Penulis mempunyai pengalaman mengajar di Pondok Pesantren Miftahul
Huda, Bantar Kambing, Bogor. Beberapa prestasi penulis antara lain menjadi
Juara I Duta Lingkungan Gedung A1 Asrama Putri TPB IPB (2010), Juara
Harapan III Cabang Karya Tulis Al Qur’an MTQ Mahasiswa Nasional XIII di
Padang (2013), Juara I LKTIA Festival Ilmuwan Muslim Nasional Serum G
(2013). Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian yang berjudul
“Pengaruh Ketebalan dan Persen Aerasi terhadap Karakteristik Tempe Grits
Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.) Ukuran 8 Mesh” di bawah bimbingan Dr.
Eko Hari Purnomo, STP, MSc.
top related