pengaruh katalis cao dari cangkang bekicot pada pembuatan
Post on 29-Oct-2021
4 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ISSN : xxx
Vol. 01 No. 01 Universitas PGRI Banyuwangi
ISSN : xxx | 1 Maret 2019 39
Pengaruh Katalis CaO Dari Cangkang Bekicot Pada Pembuatan Biodiesel Dari
Lemak Sapi Dengan Proses Transesterifikasi
Reni Listia Nirmala, Eko Malis*, Rosyid Ridho Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas PGRI Banyuwangi *email korespondensi : malisgsn@gmail.com
ABSTRAK
Lemak sapi merupakan produk hasil ikutan (by product) dari pemotongan sapi yang
potensi ketersediaannya cukup tinggi dan masih dianggap sebagai limbah
pemotongan karena pemanfaatannya belum maksimal sehingga dapat diarahkan pada
produksi biodiesel sebagai alternatif energi yang ramah lingkungan. Tujuan dari
penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh jenis katalis CaO Cangkang bekicot
serta rasio lemak dengan metanol terhadap optimalisasi biodiesel. Kegunaan
penelitian ini adalah sebagai metode penerapan teknologi bidang pengolahan limbah
hasil ternak dalam mendukung energi yang ramah lingkungan dan dapat diperbaharui
(renewable). Penelitian ini dilaksanakan secara eksperimental berdasarkan dengan
mencari nilai optimum dari 3 variasi mol metanol dan lemak sapi (1:9, 1:10, 1:11)
Jumlah katalis (4, 5, 6 dan 7) w/w% dan Suhu 55, 60, 60 dan 65oC. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa nilai optimum yang didapat dari masing-masing variasi adalah
1:10, 5 w/w % dan 600oC sedangkan hasil karakterisasi Inframerah CaO Cangkang
bekicot menunjukkan adanya pita gelombang pada bilangan gelombang kurang dari
600 cm-1
yang menunjukkan Katalis CaO, Hasil karakterisasi Metil Ester
menunjukkan munculnya puncak pada spektrum dibilangan gelombang 2922,42 cm-1
dan 2852,80 cm-1
yang menunjukkan adanya –CH3, –CH2 pada bilangan gelombang
1742,99 cm-1 menunjukkan adanya gugus karbonil C=O (Ester) dan pada bilangan
gelombang antara 1300-1000 cm-1
menunjukkan adanya gugus karboksil C-O,
sedangkan hasil karakterisasi GC-MS menunjukkan 3 peak tertinggi merupakan
senyawa ester dengan nama Metil palmitat (C17H34O2) sebesar 33,64%, Metil Stearat
(C19H38O2) sebesar 24,76% dan Metil Oleat (C19H36O2) sebesar 17,39.
Kata kunci : Transesterifikasi, Katalis, CaO, Cangkang Bekicot.
ISSN : xxx
Vol. 01 No. 01 Universitas PGRI Banyuwangi
ISSN : xxx | 1 Maret 2019 40
PENDAHULUAN
Meningkatnya populasi manusia di bumi mengakibatkan kebutuhan akan energi
semakin meningkat. Bahan bakar minyak bumi adalah salah satu sumber energi
utama yang banyak digunakan berbagai negara di dunia pada saat ini. Kebutuhan
bahan bakar ini selalu meningkat, seiring dengan penggunaannya di bidang industri
maupun transportasi. Setiap hari jutaan barel minyak mentah bernilai jutaan dolar
dieksplotasi tanpa memikirkan bahwa minyak tersebut merupakan hasil dari proses
evolusi alam yang berlangsung selama ribuan bahkan jutaan tahun yang lalu dan
tidak bisa diperbaharui (unrenewable), sehingga untuk memperoleh bahan bakar
minyak bumi dalam waktu yang singkat menjadi tidak mungkin. Besarnya kebutuhan
akan minyak bumi yang tidak diimbangi ketersediaan kuantitasnya membuat harga
minyak sangat mahal. Selain itu, muncul berbagai dampak buruk yang diakibatkan
efek rumah kaca sehingga mendorong usaha penemuan bahan bakar alternatif yang
dapat mengurangi dampak tersebut (Elisabeth dan Haryati, 2001). Salah satu upaya
yang dapat dilakukan untuk menggantikan atau melengkapi bahan bakar yang berasal
dari bahan bakar fosil seperti diesel adalah mengembangkan suatu energi alternatif
yang disebut dengan biodiesel. Biodiesel merupakan bahan bakar dari minyak
tumbuhan dan minyak hewan yang telah dikonversi menjadi bentuk metil ester, asam
lemak yang ramah lingkungan sehingga dapat membantu ketersediaan minyak diesel.
Biodiesel pada umumnya diproduksi melalui proses transesterifikasi minyak nabati
atau lemak hewani dengan alkohol rantai pendek (umumnya metanol) dengan
bantuan katalis. Biodiesel yang dihasilkan harus memiliki harga yang lebih murah
serta proses produksi yang ramah lingkungan, agar dapat bersaing dengan minyak
diesel dari fosil (Ma dan Hanna,1999; Knothe, 2010; Zhang dkk., 2003; Leung dkk.,
2010;). Pada penelitian ini akan digunakan bahan baku biodiesel yang bersumber
dari lemak sapi karena bahan sangat mudah untuk didapat dengan adanya perubahan
diet manusia yang cenderung mengurangi makanan berlemak.
ISSN : xxx
Vol. 01 No. 01 Universitas PGRI Banyuwangi
ISSN : xxx | 1 Maret 2019 41
Proses transesterifikasi pada tahap pembuatan biodiesel selama ini dilakukan
dengan alkohol menggunakan bantuan katalis homogen NaOH atau KOH. Namun,
beberapa kelemahan dari penggunaan katalis homogen adalah katalis tidak dapat
digunakan kembali atau diregenarasi karena katalis bercampur dengan minyak dan
metanol, terbentuknya produk samping berupa sabun dan pemisahan antara katalis
dan produk lebih rumit serta kurang ramah lingkungan karena membutuhkan banyak
air untuk proses pemisahan antara produk dan katalis. Untuk mengatasi kelemahan
tersebut di atas, mulai dikembangkan penggunaan katalis heterogen (padat) untuk
menggantikan katalis homogen tersebut. Beberapa contoh katalis heterogen misalnya
kalsim oksida (CaO), magnesium oksida (MgO), Stonsium oksida (SrO), Zeolit,
Alumunium trioksida (Al2O3), Zing oksida (ZnO), Titanium dioksida (TiO2), dan
ZrO telah digunakan dalam proses transesterifikasi. Diantara katalis ini, logam alkali
oksida (misalnya MgO, CaO, dan SrO) memiliki aktivitas tinggi untuk digunakan
dalam proses transesterifikasi. Dari beberapa logam alkali oksida ini, CaO lebih
mudah ditemukan di lingkungan. Umumnya, kalsium nitrat {Ca(NO3)2}, kalsium
karbonat (CaCO3), atau Ca(OH)2 adalah bahan baku untuk memproduksi katalis
CaO. Ada beberapa sumber kalsium alam yang berasal dari limbah untuk mensintesis
katalis CaO seperti kulit telur, kulit moluska dan tulang. Alasan dipilih CaO dari
limbah cangkang bekicot ini karena tidak hanya menghilangkan biaya pengelolaan
limbah, tetapi juga katalis dengan efektivitas tinggi dapat secara bersamaan dicapai
untuk industri biodiesel. Penggunaan katalis ini diharapkan dapat meningkatkan laju
reaksi transesterifikasi minyak hewani menjadi biodiesel.
METODE PENELITIAN
Preparasi Katalis dari Cangkang Bekicot
Kulit atau cangkang dibersihkan untuk menghilangkan protein dan zat-zat lain
kemudian dicuci dengan air panas beberapa kali. Cangkang kemudian dikeringkan
menggunakan oven 105oC, selama semalam. Cangkang yang diperoleh kemudian
ISSN : xxx
Vol. 01 No. 01 Universitas PGRI Banyuwangi
ISSN : xxx | 1 Maret 2019 42
digerus dan diayak sehingga lolos 100 mesh. Untuk memperoleh katalis CaO,
cangkang dikalsinasi pada suhu 800oC selama 4 jam. Katalis ini disimpan di desikator
agar tidak bereaksi dengan udara. Fase kristalin dari sampel yang dikalsinasi dianalisis
dengan X-Ray Difraction (XRD).
Preparasi Lemak Sapi
Lemak sapi dipanaskan pada suhu l10oC untuk menguapkan air. Setelah
dipanaskan selanjutnya lemak cair didekantasi untuk memisahkan pengotor padatan
yang terlarut.
Penentuan Asam Lemak Bebas
Lemak sapi yang telah dibersihkan diambil sebanyak 20 g dicampurkan dengan
metanol kemudian dipanaskan selama 20 menit pada suhu 65oC. Kemudian
dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan beberapa tetes indikator
Fenoftalein kemudian dititrasi dengan menggunakan NaOH 0,1 M sampai tepat warna
merah jambu kemudian dihitung kandungan asam lemak bebasnya.
Reaksi Transesterifikasi
Reaksi transesterifikasi dilakukan dalam reaktor batch. esterifikasi yang 50 g lemak
sapi berada dalam labu 500 cm3 dan dilengkapi dengan refluks kondensor diaduk pada
suhu 60oC. Campuran metanol dan katalis CaO ditambahkan ke dalam minyak.
Kemudian reaksi transesterifikasi dilakukan dalam berbagai kondisi rasio mol metanol
dan minyak sapi (1:9, 1:10, 1:11) suhu reaksi ( 55, 60, 65 dan 70) oC dan jumlah
katalis CaO (4, 5, 6 dan 7) w/w%. Dan campuran reaksi diaduk dengan pengaduk
mekanis pada 900 rpm. Reaksi dihentikan setelah 90 menit, dan campuran reaksi
dituang ke dalam corong pemisah . Campuran reaksi dibiarkan dingin dan terjadi
pemisahan dari tiga lapisan. Lapisan atas terdiri dari metanol yang tidak bereaksi,
metil ester, dan trigliserida yang tidak bereaksi, lapisan tengah terdiri dari gliserol, dan
lapisan bawah terdiri dari campuran CaO padat dan sejumlah kecil gliserol. Setelah
pemisahan dari tiga lapisan dengan sedimentasi, lapisan atas dicuci dengan air tiga
kali. Tahap pencucian berfungsi untuk menghilangkan sisa metanol. Kemudian metil
ISSN : xxx
Vol. 01 No. 01 Universitas PGRI Banyuwangi
ISSN : xxx | 1 Maret 2019 43
ester yang telah dicuci dipanaskan pada suhu 105oC selama 10 menit untuk
menghilangkan sisa air. Produk sebelum dan sesudah pengeringan ditimbang untuk
menghitung hasil metil ester dengan membagi berat akhir metil ester dengan berat
awal minyak.
Analisis Produk
Komposisi metil ester dari limbah lemak sapi ditentukan menggunakan
kromatogafi gas (GC-MS), analisis katalis menggunakan XRD dan analisis gugus
fingsi menggunakan FTIR.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Preparasi Katalis
Analisis FTIR CaO Cangkang Bekicot
Sampel katalis CaO yang dibuat dari cangkang bekicot dikalsinasi pada suhu
800oC selama 4 jam menghasilkan data sebagai berikut:
Gambar 4.1 Spektrum FTIR CaO Cangkang Bekicot
ISSN : xxx
Vol. 01 No. 01 Universitas PGRI Banyuwangi
ISSN : xxx | 1 Maret 2019 44
Karakteristik puncak dari spektra inframerah sampel CaO dari cangkang
bekicot diatas menunjukkan adanya pita dari gugus OH, CO, dan CaO seperti pada
Tabel 4.1. Pita absorbsi dari gugus OH (hidroksil) pada daerah sekitar 3837,98 -
3648,05 cm-1. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh (Liu
dkk, 2008) bahwa spektra inframerah dari Ca(OH)2 ditunjukkan dari gugus OH
yang muncul pada daerah antara 4000-3600 cm-1. Pada hasil penelitian (Granados
dkk, 2007) menyebutkan bahwa gugus OH dari (Ca(OH)2) tampak pada 3837 cm-
1 dan OH bending sebagai fisorbsi molekul air pada permukaan padatan pada
1649,95 cm-1. Sedangkan menurut (Albuquerque dkk, 2009), penyerapan air
(fisorbsi) ditunjukkan pada pita 3470 cm-1 dan 1660 cm-1. Spektra dari katalis
dengan kandungan kalsium yang tinggi ditunjukkan pada puncak 3640 cm-1 yang
menunjukkan vibrasi OH dari permukaan gugus hidroksil (Ca(OH)2).
Tabel 4.1 Karakteristik puncak gugus CaO Cangkang Bekicot dan CaO Standar
Karakterisasi XRD CaO Cangkang Bekicot
Analisis menggunakan X-ray diffraction bertujuan untuk memberikan informasi
tentang terbentuknya atau tidaknya gugus-gugus pada CaO Cangkang Bekicot.
Karakterisasi XRD CaO Cangkang Bekicot yang dikalsinasi dengan suhu 800oC
ISSN : xxx
Vol. 01 No. 01 Universitas PGRI Banyuwangi
ISSN : xxx | 1 Maret 2019 45
selama 4 jam diperoleh data sebagaimana yg terdapat pada gambar 4.2, Pada gambar
4.2 menunjukkan CaO Cangkang Bekicot memiliki serapan CaO yang cukup tinggi
pada daerah 2θ : 28o;
36o dan 53
o serta terbentuk serapan dengan intensitas sedang
pada daerah 2θ : 32o; 36.8
o; 53
o dan 64
o menunjukkan terbentuknya serapan CaO
sesuai dengan data standard CaO yang tertera pada gambar 4.3 bahwa puncak
karakteristik kalsium oksida (CaO) mulai muncul pada 2θ : 32,16o; 37,15
o; 53,54
o;
64,16o dan 67,5
o yang dikonfirmasi sesuai dengan standard CaO (JCPDS No. 82-
1690). Namun dalam CaO Cangkang Bekicot masih terdapat Serapan dari CaCO3 yang
belum terkonversi menjadi CaO yang ditunjukkan pada daerah 2θ : 25,9o ; 30,9o ;
36,5o ; 38,9
o ; 43
o; 50,2o dan 47,9
o serapan tersebut sesuai dengan standard CaCO3
yang muncul pada gambar 4.3 sebagaimana berikut:
Reaksi Transesterifikasi
Pengaruh Rasio mol Metanol dan Minyak Sapi
Untuk menentukan rasio mol metanol dan lemak sapi dilakukan dengan
memvariasikan rasio mol metanol dan minyak sapi dari, 9:1, 10:1, 11:1 dengan suhu
reaksi, jumlah katalis, pengadukan dan waktu reaksi dibuat konstan yaitu 60oC dan 5
w/w%, 900 rpm dan waktu 90 menit. Hasil dari pengaruh rasio mol metanol dan
lemak sapi seperti yang dijelaskan diatas ditunjukkan pada gambar 4.4 sebagaimana
berikut:
ISSN : xxx
Vol. 01 No. 01 Universitas PGRI Banyuwangi
ISSN : xxx | 1 Maret 2019 46
Pada gambar 4.4 diatas tampak jelas hasil dari rasio mol metanol dan minyak sapi
didapat bahwa rasio mol b dapat menghasilkan minyak lebih baik dalam perlakuan
yang sama dari rasio mol a dan c. Hal ini disebabkan karena pada saat proses
transesterifikasi, metanol akan teruapkan dan terkondensasi kemudian mengekstrak
kembali, sehingga menghasilkan rendemen yang tinggi, sesuai dengan pendapat
Priyanto (2007), yang menyatakan bahwa proses transesterifikasi merupakan reaksi
kesetimbangan sehingga diperlukan alkohol untuk mendorong reaksi ke arah kanan
sehingga dihasilkan metil ester. Dan penggunaan metanol yang berlebih juga akan
meningkatkan pembentukan gliserol sehingga memperbesar kemungkinan tumbukan
antara molekul zat yang bereaksi sehingga kecepatan reaksinya bertambah besar. Hal
ini sesuai dengan pendapat Yitnowati (2008) keberadaan gliserol yang tinggi dalam
larutan alkil ester akan mendorong reaksi berbalik ke arah kiri membentuk
monogliserida, sehingga hasil alkil ester (biodiesel) menjadi berkurang.
Pengaruh Jumlah Katalis terhadap Hasil Metil Ester
Penentuan jumlah katalis dilakukan dengan variasi jumlah katalis CaO pada
konsentrasi 4, 5, 6, dan 7 w/w% dari minyak dengan waktu reaksi selama 90 menit,
perbandingan mol minyak dengan metanol 1:10, kecepatan pengadukan dan suhu
adalah 900 rpm dan 60oC. Pada gambar 4.5 menunjukkan data yang dihasilkan
berdasarkan perlakuan diatas:
ISSN : xxx
Vol. 01 No. 01 Universitas PGRI Banyuwangi
ISSN : xxx | 1 Maret 2019 47
Gambar 4.5 tersebut menunjukkan hubungan antara jumlah katalis terhadap hasil
metil ester dengan variasi jumlah katalis CaO pada waktu reaksi 90 menit dan rasio
mol metanol dan minyak sapi 1:10. Katalis adalah zat yang dapat mempengaruhi
kecepatan reaksi tetapi zat tersebut tidak mengalami perubahan kimia pada akhir
reaksi. Katalis tidak berpengaruh pada energi bebas ΔG<0, jadi juga tidak berpengaruh
terhadap tetapan kesetimbangan k. Umumnya kenaikan konsentrasi katalis juga
menaikkan kecepatan reaksi, jadi katalis ini ikut dalam reaksi tetapi pada akhir reaksi
diperoleh kembali (Sukardjo, 2002). Namun, peningkatan konsentrasi katalis tidak
selalu meningkatkan konversi malah sebaliknya akan mempersulit terbentuknya
prodak. Dan dalam penelitian ini pengaruh jumlah katalis untuk menghasilkan minyak
terbaik diabaikan ketika massa CaO dari minyak meningkat diatas 5 w/w% hal ini
dikarenakan meningkatnya jumlah katalis, campuran katalis dan reaktan menjadi
terlalu rapat mengingat yang digunakan adalah katalis heterogen sehingga bermasalah
dalam pencampuran untuk menghasilkan metil ester. disisi lain, ketika jumlah katalis
tidak cukup, hasil maksimum metil ester tidak dapat tercapai. Jumlah katalis terbaik
adalah 5 w/w% dari minyak.
Pengaruh Suhu Reaksi terhadap Metil Ester yang dihasilkan
ISSN : xxx
Vol. 01 No. 01 Universitas PGRI Banyuwangi
ISSN : xxx | 1 Maret 2019 48
Penentuan suhu reaksi dilakukan dengan variasi suhu 55, 60, 65, 70 oC dengan
jumlah katalis 5 w/w% dari berat minyak dan perbandingan rasio mol minyak sapi dan
meanol 1:10 dalam reaksi selama 90 menit.
Gambar 4.6 diatas menunjukkan suhu berpengaruh terhadap hasil metanolisis dari
lemak sapi. Laju reaksi lambat pada suhu rendah karena resistensi difusi, katalis
heterogen membentuk 3 fase, minyak-metanol-katalis. Dan ketika reaksi dengan suhu
terlalu telalu tinggi juga akan berpengaruh dalam kinerja katalis karena semakin tinggi
suhu maka semakin cepat kinerja katalis, namun suhu juga dapat mempengaruhi
produk karena reaksi antara gliserol dan metanol dalam penelitian ini menghasilkan
nilai optimum 60oC. Jika lebih dari itu metanol akan berubah menjadi fase gas dan
akan mengurangi jumlah metanol dalam sistem sehingga terbentuknya metil ester
menjadi terganggu.
Karakterisasi Metil Ester dari Lemak Sapi
Spektrum FTIR Metil Ester dari Lemak sapi
Proses transesterifikasi dilakukan dalam reaktor beach dengan paramenter suhu
reaksi 60oC, jumlah katalis 5 w/w%, pengadukan 900 rpm, waktu reaksi 90 menit dan
perbandingan mol minyak dan metanol 1:10 menghasilkan data sebagai berikut:
ISSN : xxx
Vol. 01 No. 01 Universitas PGRI Banyuwangi
ISSN : xxx | 1 Maret 2019 49
Pada gambar 4.7 dijelaskan bahwa reaksi transesterifikasi dari minyak sapi
dengan bantuan katalis CaO sebagimana jumlah dan perlakuan yang didapat dari nilai
optimum menghasilkan produk yang diinginkan (Metil Ester) dengan karasteristik
yang munculnya puncak pada spektrum dibilangan gelombang 2922,42 cm-1 dan
2852,80 cm-1 yang menunjukkan adanya C-C pada bilangan gelombang 1742,99 cm-1
menunjukkan adanya gugus karbonil C=O (Ester) dan pada bilangan gelombang
antara 1300-1000 cm-1 menunjukkan adanya gugus karboksil C-O.
Sedangkan spektrum FTIR metil ester standard ditunjukkan pada gambar 4.8
sebagaimana berikut:
ISSN : xxx
Vol. 01 No. 01 Universitas PGRI Banyuwangi
ISSN : xxx | 1 Maret 2019 50
Gambar 4.8 merupakan spektra FTIR untuk metil ester standard (biodiesel),
terdapat spektrum serapan pada bilangan gelombang 1741 cm-1 yang menunjukkan
gugus karbonil (C=O) dari senyawa ester, 1165 cm-1 dan 1018 cm-1 menunjukkan
adanya ikatan C─O sedangkan pada bilangan gelombang sekitar 1650 cm-1
menunjukkan adanya ikatan C=C. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa telah
terbentuk metil ester pada hasil transesterifikasi minyak sapi dengan bantuan katalis
CaO (Fessenden, R. J. dan Fessenden, J. S. 1982)
Analisis GC-MS Metil Ester Minyak Sapi
Analisis GCMS dilakukan pada dua variasi suhu dan jumlah katalis dengan waktu
dan pengadukan yang konstan yaitu metil ester hasil transesterifikasi terbaik dari
variasi suhu dan jumlah katalis dengan hasil yang diperoleh yaitu jumlah katalis 5
w/w% , suhu 60oC, pengadukan dan waktu yang konstan adalah 900 rpm dan 90
menit, menghasilkan data sebagai berikut :
ISSN : xxx
Vol. 01 No. 01 Universitas PGRI Banyuwangi
ISSN : xxx | 1 Maret 2019 51
Kromatogam yang dihasilkan oleh analisa GC menggunakan detektor MS
dilakukan dengan pelarut helium dengan temperatur injeksi 300oC, tekanan injeksi
12.0 kPa, total aliran 15.0 mL/min, aliran column 0,53 mL/min menunjukkan adanya
21 puncak yang terdeteksi sebagai metil ester asam lemak hal ini terlihat pada (tabel
4.3). tiga puncak dengan persen area terbesar ditunjukkan pada (tabel 4.2) Puncak
tertinggi pertama terletak pada nomer 10 yaitu metil palmitat, (C17H34O2) sebesar
33,64% dengan waktu retensi 30,322 menit; Puncak ke 18 yaitu metil stearat,
(C19H38O2) sebesar 24,76% dengan waktu retensi 34,150 menit; Puncak ke 16 yaitu
metil oleat, (C19H36O2) sebesar 17,39% dengan waktu retensi 34,150 menit. Dalam
ketentuan biodiesel terdapat syarat adanya bilangan setana di mana memiliki atom C
sebanyak 16 atau lebih. Jadi ketiga jenis metil ester ini yaitu metil palmitat, metil
stearat, dan metil oleat, memenuhi ketentuan untuk dikatakan sebagai biodiesel karena
memiliki atom C lebih dari 16. metil palmitat, mempunyai rantai karbon yang paling
pendek sehingga puncaknya muncul lebih awal dibandingkan metil stearat, dan metil
oleat. Sedangkan puncak metil stearat, muncul lebih dulu dari karena berat molekul
metil oleat, lebih besar dari pada berat molekul metil stearat.
KESIMPULAN DAN SARAN
Sampel katalis kalsium oksida (CaO) yang dibuat dari cangkang bekicot melalui
dekomposisi termal dengan kalsinasi suhu 800oC terbentuk dengan baik hal tersebut
ISSN : xxx
Vol. 01 No. 01 Universitas PGRI Banyuwangi
ISSN : xxx | 1 Maret 2019 52
dapat di lihat dari sektrum FTIR pada serapan 600-400 cm-1 dan difraktogram pada 2
θ : 32o; 36.8o; 53o dan 64o. 2. Rasio mol minyak sapi dengan metanol optimum yang
didapat dari penelitian ini yaitu 1:10. 3. Suhu optimum yang didapat dari penelitian ini
adalah 60oC dengan metil ester yang dihasilkan yaitu 39.9 g. 4. aktivitas katalis yang
baik pada penelitian ini dalam produksi metil ester (biodiesel) dari limbah lemak sapi
mendapatkan nilai optimum yaitu 5 w/w%. 5. sampel metil ester yang dibuat dari
lemak sapi dapat terbentuk dengan baik berdasarkan kromatogram dari GC-MS dan
Spektrum FTIR yang dihasilkan.
Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut untuk sampel katalis dengan suhu
kalsinasi optimum yaitu 900oC sesuai yang didapat oleh ( Qoniah I., Prasetyoko D.,
2015) yang berasal dari cangkang bekicot pada variasi waktu, kecepatan pengadukan
dan pengujian prodak seperti uji viscositas, densitas, titik nyala dan lain sebagainya.
REFERENSI
A Pilot Plant to Produce Biodiesel from High Free Fatty Acid Feedstocks” An ASAE
Meeting Presentation, Paper Number: 01-6049
Chai, Ming; Tu, Qingshi; Yang, Jeffrey Y.; and Lu, Mingming, "Esterification
pretreatment of free fatty acid in biodiesel production, from laboratory to
industry" (2014). U.S. Environmental Protection Agency Papers. Paper 212.
Darnoko, D, Cheryan M., 2000. Kinetics of Palm Oil Transesterification in Batch
Reactor. J. Am. Oil Chem. Soc. 77:1263-1237. Elisabet, 2001.
Bahan Bakar Alternatif Ramah Lingkungan. Warta Penelitian Dan Pengembangan
Pertanian. Encinar, J.M., González, J.F., Pardal, A., Martínez, G., 2010
“Transesterification of Rapeseed Oil With Methanol in the Presence of Various Co-
Solvents” Third International Symposium on Energy from Biomass and Waste,
Venice Endalew, A.K., Kiros, Y., Zanzi, R., “Heterogeneous Catalyst for
Biodiesel Production from Jatropha curcas Oil (JCO)”, Energy, pp. 1-8, 2011.
Hameed, B. H., Lai, L. F., Chin, L. H., “Production of Biodiesel from Palm Oil
ISSN : xxx
Vol. 01 No. 01 Universitas PGRI Banyuwangi
ISSN : xxx | 1 Maret 2019 53
(Elaeis guineensis) Using Heterogeneous Catalyst : An Optimized Process”, Fuel
Processing Technology, 90, pp. 606-610, 2009.
Jazie, A.A., Pramanik, H., Sinha, A.S.K., “Egg Shell As Eco-Friendly Catalyst for
Transesterification of Rapeseed Oil : Optimization for Biodiesel Production”,
Special Issue of International Journal of Suistanable Development and Geen
Economics (IJSDGE), Vol. 2 No.1, pp. 27-32, 2013.
Kombe, G.G,. Temu, A.K., Rajabu, H. M.,” Pre-Treatment of High Free Fatty Acids
Oils by Chemical Re-Esterification for Biodiesel Production—A Review”
Advances in Chemical Engineering and Science, 2013, pp. 242- 247
Lee, Dae-Won., Park, Young-Moo dan Lee, Kwan-Young., “Heterogeneous Base
Catalysts for Transesterification in Biodiesel Synthesis”, Catal Surv Asia, 13, pp.
63-77, 2009. Lotero, E., Liu, Y., Lopez, D.E., Suwannakarn, K., Bruce, D.A., dan
Goodwin, J.G. (2005).
Synthesis of Biodiesel via Acid Catalysis. Industrial & Engineering Chemistry
Research, 44(14), 5353–5363.
Martono Tjukup,. Efendi Abdullah,. 2011.” Biodiesel dari Lemak Hewani (Ayam
Broiler) dengan Ktalis Kapur Tohor” Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi
Industri, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta. Netti, H dan
Hendra, G. 2003.
Qoniah Imroatul., Prastyoko.,2011 ”Penggunaan Cangkang Bekicot Sebagai
Katalis Untuk Reaksi Transesterifikasi Refined Palm Oil” Jurusan Kimia Institut
Teknologi Sepuluh november, Surabaya. Rahadiyan, M., dkk., 2010.
“Pengaruh Katalis Basa-Heterogen Campuran (CaO.MgO) Pada Reaksi
Transesterifikasi Minyak Kelapa Sawit”. Jurusan Teknik Kimia Universitas
Sriwijaya. Palembang, Indonesia.
Saryanto, H., "High Temperature Oxidation Behavior of Fe80Cr20 Alloys Implanted
with Lanthanum and Titanium Dopant" Master Thesis, Universiti Tun Hussein
Onn Malaysia, Malaysia, 2011. Susilo, 2006.
ISSN : xxx
Vol. 01 No. 01 Universitas PGRI Banyuwangi
ISSN : xxx | 1 Maret 2019 54
Biodiesel revisi sumber energy alternative pengganti solar yang terbuat darie
kstraksi minyak jarak pagar, Trubus agrisarana. Surabaya. Suwannakarn, Kaewta,
"Biodiesel Production From High Free Fatty Acid Content Feedstocks" (2008).
All Dissertations. Paper 207. Syah, 2006.
Efficient Preparation of Biodiesel from Rapeseed Oil Over Modified CaO, Applied
energy 88, 2735 – 2739 Van Gerpen, Jon. 2004. Biodiesel Production and Quality.
Department of Biological and Agricultural Engineering. University of Idaho.
Moscow. Wei, Z., Xu, C., Li, B., 2009.
“Pengaruh Suhu Reaksi dan Jumlah katalis pada Pembuatan Biodiesel dari Limbah
Lemak Sapi dengan Menggunakan katalis Heterogen CaO Dari Kulit Telur Ayam”
Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 4. Yitnowati, U., Yoeswono, Wahyuningsih, T.,
D. & Tahir, I. 2008.
top related