pengaruh gel lidah buaya
Post on 16-Feb-2015
243 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
MAKALAH
Penerapan Penggunaan Daun Lidah Buaya (Aloe vera) untukPengobatan Recurrent Aphtous Stomatitis
Diajukan untuk memenuhi tugas skill lab blok pencegahan
Disusun Oleh :
SHUFI MUSDALLIFAH
101610101095
Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Jember
2010
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME atas rahmat, taufik serta hidayahnya
sehingga penyusunan makalah dapat terselesaikan dengan baik. Makalah ini merupakan tugas
yang diberikan pada Blok Kedokteran Gigi Pencegahan sebagai syarat untuk memenuhi tugas
dari dosen yang bersangkutan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. drg. Zahara M., M.Kes selaku pembimbing atas masukan dan bimbingan yang telah
diberikan pada penulis selama ini.
2. Para dosen pemateri blok Kedokteran Gigi Pencegahan yang telah memberikan ilmu.
3. Teman-teman angkatan 2010 dan semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diperlukan dalam penyusunan yang
akan datang. Harapan penulis semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
Jember, 07 September 2011
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang…………………………………………………………
1.2. Rumusan Masalah……………………………………………………...
1.3. Tujuan………………………………………………………………….
1.4. Manfaat………………………………………………………………..
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Recurrent Aphtous Stomatitis (RAS)
2.1. Definisi Recurrent Aphtous Stomatitis (RAS)…………………………
2.2. Etiologi dari Recurrent Aphtous Stomatitis (RAS)…………………….
2.3. Klasifikasi dan Gambaran Klinis……………………………………...
2.4. Diagnosa………………………………………………………………
2.5.Perawatan dan Pengobatan………………………………………….....
Aloe vera (Lidah Buaya)
2.1. Taksonomi…………………………………………………………….
2.2. Gambaran umum……………………………………………………...
2.3. Jenis dan Varietas Lidah Buaya (Aloe vera)…………….....................
2.4. Struktur dan Kandungan Daun Lidah Buaya…………………………
BAB III. PEMBAHASAN
3.1. Peran Aloe vera dalam pengobatan RAS…………………………….
3.2. Penelitian tentang Lidah Buaya………………………………………
3.3. Lidah Buaya sebagai Anti Bakteri……………………………………
3.4.Kegunaan Lidah buaya di Bidang Kedokteran Gigi…………………..
KESIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kasus Recurrent Aphtous Stomatitis (RAS) sering terjadi di kalangan masyarakat, bahkan
terdapat sekelompok orang yang hampir secara rutin menderita sakit yang berupa luka di dalam
mulutnya. Kalangan awan sering menyebutnya dengan nama sariawan atau panas dalam,
sedangkan dalam dunia medis penyakit ini lebih di kenal dengan sebutan recurrent aphtous
stomatitis (RAS).
RAS bukanlah suatu penyakit yang baru , melainkan suatu penyakit yang relatife sering
terjadi di masyarakat. Sebenarnya, penyakit ini masuk dalam kategori penyakit ringan, tidak
membahayakan, namun seringkali keadaan ini menggangu aktifitas penderita, mulai dari
gangguan mengunyah, menelan, maupun bicara, dan dapat pula menurunkan kualitas hidup
penderita. Pada beberapa orang yang menderita sariawan kerap sekali penyakit ini terjadi secara
berulang dengan luka yang berukuran besar dan sangat menganggu karena terasa sakit. Sariawan
di katakan sering bila dalam sebulan terjadi 2-3 kali. Daerah yang sering terjadi adalah bagian-
bagian selaput lendir/mukosa mulut yang bisa di gerakkan, yaitu daerah pipi bagian dalam, bibir
bagian dalam. Untuk proses penyembuhannya juga cukup lama, rata-rata 7-9 hari atau bisa
sampai 2 minggu. Dari beberapa penelitian menunjukkan pada umunya prevalensi RAS berkisar
20 - 60% dari setiap jenis RAS, tetapi yang lebih mendominasi adalah RAS tipe mayor yang
berkisar antara 70 - 90% di bandingkan RAS tipe lainnya.
Lidah buaya (Aloe vera) adalah salah satu tanaman obat tradisional yang termasuk ke
dalam suku Liliaceae, sering ditanam didalam pot atau halaman rumah hanya saja khasiatnya
belum digunakan secara optimal, padahal lidah buaya ini mengandung berbagai zat aktif yang
dapat menyembukan berbagai penyakit, khasiat yang sudah dikenal dari tanaman ini yaitu hanya
sebagai penyubur rambut dan memperhalus kulit akan tetapi khasiat lidah buaya untuk
mengobati stomatitis aphtous belum banyak orang yang mengetahuinya (Fumawanthi, 2003).
Berdasarkan banyaknya presentase kasus di atas, maka saat ini banyak beredar obat-
obatan yang dipromosikan sebagai pencegahan maupun menyembuhkan sariawan (stomatitis)
dengan cepat, sedangkan kita ketahui bahwa obat-obatan tersebut dijual dengan harga yang
relatif mahal, terutama bagi masyarakat golongan menengah ke bawah. Selain itu, penggunaan
obat-obatan yang kurang hati-hati atau tidak sesuai dengan dosis yang dianjurkan dapat
menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan. Oleh karena factor inilah yang menjadikan
obat tradisional kembali populer dipilih sebagai obat untuk menyembuhkan berbagai penyakit.
Karena di samping harganya terjangkau, tanpa efek samping, khasiatnya juga cukup
menjanjikan. Salah satu tanaman obat yang dapat di gunakan sebagai pencegah dan pengobatan
tersebut adalah Aloe vera atau yang biasa kita kenal dengan sebutan lidah buaya. Sejak berabad-
abad yang lalu orang sudah mengenal lidah buaya sebagai obat untuk menyembuhkan berbagai
penyakit, mulai dari obat untuk kulit, penyubur rambut, dan pencahar. Akan tetapi, untuk fungsi
lidah buaya sebagai obat untuk membantu proses penyembuhan penyakit stomatitis aphtous atau
sariawan ini masih belum banyak sebagian besar masyarakat yang mengetahuinya. Alasan
mengapa lidah buaya dipercaya memiliki peran dalam mempercepat proses penyembuhan
stomatitis aphthous adalah karena lidah buaya banyak mengandung zat-zat yang dibutuhkan
dalam proses penyembuhan stomatitis aphtous. Di antaranya yaitu enzyme bradykinase dan
karboxypeptidase sebagai anti inflamasi, kemudian aloe vera ini juga mengandung vitamin Bl,
B2, B6, C, mineral, asam amino, asam folat, dan zat-zat lainnya yang penting
dalam proses penyembuhan lesi stomatitis aphthous (Purbaya, 2003).
Karena sariawan atau Recurrent Aphtous Stomatitis merupakan salah satu kelainan yang
sering terjadi secara berulang pada mukosa mulut seseorang, jadi dapat dikatakan bahwa setiap
orang pasti pernah mengalami sariawan, baik yang ringan maupun yang berat sampai sariawan
tersebut mengganggu fungsi fisiologis. Gangguan ini dapat menyebabkan seseorang penderita
mengalami gangguan bicara, mengunyah, menelan bahkan kelainan ini dapat mengakibatkan
menurunnya kondisi tubuh bila terjadi dalam waktu yang lama dengan frekuensi kejadian yang
sering. Upaya untuk pencegahan dan mengobati kelainan ini (sariawan) tidak terlepas dari
perubahan perilaku sebagai komponen utama, disamping motivasi dan tanggung jawab terhadap
kesehatan gigi dan mulut. Untuk itu perlu pengetahuan tentang kesehatan mulut untuk
menunjang keberhasilan pencegahan penyakit gigi dan mulut secara umum, dan penanggulangan
sariawan secara khusus.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat di rumuskan suatu masalah, yaitu sebagai
berikut : Apakah Gel dari Lidah buaya (Aloe vera) berpengaruh terhadap proses penyembuhan
Recurrent Aphtous Stomatitis (RAS) ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh gel lidah buaya (Aloe vera) terhadap proses
penyembuhan Recurrent Aphtous Stomatitis (RAS).
2. Untuk mensosialisasikan bahwa ada terdapat obar tradisional yang mudah di dapat
dan dengan harga yang murah dapat di gunakan untuk mengobati sariawan
(stomatitis), khususnya Recurrent Aphtous Stomatitis (RAS).
1.4 Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah :
1. Dapat mengetahui pengaruh gel lidah buaya (Aloe vera) terhadap proses
penyembuhan Recurrent Aphtous Stomatitis (RAS.
2. Memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat luas mengenai
penggunaan gel lidah buaya (Aloe vera) untuk penyembuhan sariawan (stomatitis)
khususnya Recurrent Aphtous Stomatitis (RAS), sehingga tanaman lidah buaya
(Aloe vera) dapat di manfaatkan secara maksimal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Recurrent Aphtous Stomatitis (RAS).
RAS merupakan radang yang terjadi pada mukosa mulut, biasanya berupa ulser putih
kekuningan. Ulser ini dapat berupa ulser tunggal maupun lebih dari satu. RAS dapat menyerang
selaput lendir pipi bagian dalam, bibir bagian dalam, lidah, serta palatum dalam rongga mulut.
Meskipun tidak tergolong berbahaya, namun sariawan sangat mengganggu.
2.1. Definisi Recurrent Aphtous Stomatitis (RAS).
Recurrent Aphtous Stomatitis (RAS), atau yang di kalangan masyarakat awam disebut
sariawan adalah luka yang terbatas pada jaringan lunak rongga mulut. Istilah rekuren digunakan
karena memang lesi ini biasanya hilang timbul. Luka ini bukan infeksi, dan biasanya timbul
soliter atau di beberapa bagian di rongga mulut seperti pipi, di sekitar bibir, lidah, atau mungkin
juga terjadi di tenggorokan dan langit-langit mulut (Anonim, 2009).
Recurrent Aphtous Stomatitis (RAS) adalah salah satu kelainan mukosa rongga mulut
yang paling sering terjadi dan menyerang kira-kira 15-20% populasi masyarakat. Stomatitis
Aftosa Rekuren sering menimbulkan rasa sakit dan perasaan yang tidak nyaman (Plemons dkk,
1994). Recurrent Aphtous Stomatitis (RAS) mengenai permukaan mukosa, baik mukosa
berkeratin maupun mukosa yang tidak berkeratin. Berikut ini permukaan mukosa rongga mulut
yang terlibat : mukosa labial dan bukal, attached gingiva, palatum lunak, pipi, bibir, atap atau
dasar rongga mulut, serta permukaan tengah dari lidah (Casiglia, 2006).
Recurrent Aphtous Stomatitis (RAS) merupakan ulser yang terjadi berulang – ulang pada
mukosa mulut tanpa adanya tanda – tanda suatu penyakit. Penyakit ini relative ringan karena
tidak bersifat membahayakan jiwa dan tidak menular. Tetapi bagi orang – orang yang menderita
RAS dengan frekuensi yang sangat tinggi akan sangat merasa terganggu. Beberapa ahli
menyatakan bahwa RAS bukan merupakan penyakit yang berdiri sendiri, tetapi lebih merupakan
gambaran beberapa keadaan patologis dengan gejala klinis yang sama.
2.2. Etiologi dari Recurrent Aphtous Stomatitis (RAS).
Sampai saat ini, etiologi yang pasti dari RAS belum di ketahui dengan pasti. Tetapi, para
ahli mengatakan terdapat beberapa faktor yang turut berperan dalam timbulnya lesi – lesi RAS.
Faktor – faktor tersebut antara lain terdiri dari : factor local berupa trauma, herediter, infeksi
bakteri dan virus, psikologi atau emosi, gangguan system imun, hipersensitif atau alergi,
hormonal contohnya premenstruasi dan menopouse, penyakit gastrointestinal contohnya
penyakit kolon, penyakit darah contohnya defisiensi Fe, defisiensi B12, dan defisiensi asam
folat, dan gangguan sistem imun yang sampai sekarang belum juga di ketahui penyebabnya.
1) Faktor Lokal
Trauma rongga mulut dapat berpengaruh cepatnya perkembangan Recurrent Aphtous
Stomatitis (RAS). Pada studi yang dilakukan oleh Rees terhadap 128 pasien dimana 20
pasien terbukti mengalami trauma pada mukosa mulutnya yang berlanjut menjadi
Recurrent Aphtous Stomatitis (RAS). Trauma tersebut disebabkan karena tergigitnya
mukosa rongga mulut, sikat gigi atau makanan yang tajam yang bisa menyebabkan luka
pada mukosa rongga mulut (Rees dan Binnie, 2006).
2) Alergi
Bahan-bahan allergen yang diduga berhubungan dengan Recurrent Aphtous Stomatitis
(RAS) adalah benzoic acid dan cinnamic aldehide yang sering dipakai sebagai penyedap
rasa, kacang kenari, tomat, buah-buahan terutama strawberry, coklat, kacang tanah,
sereal, kacang, keju, tepung terigu atau gandum yang mengandung gluten (Scully, 2007).
3) Bakteri
streptococcal bakteria juga berperan dalam terjadinya Recurrent Aphtous Stomatitis
(RAS). Jenis bakteri yang juga berperan yaitu Streptococcus sanguis, Streptococcus mitis,
dan Helicobacter pylori (Melamed, 2007).
4) Imunologi
Recurrent Aphtous Stomatitis (RAS) umumnya terjadi pada pasien dengan
imunodefisiensi sel B dan 40% dari pasien-pasien Recurrent Aphtous Stomatitis (RAS)
mempunyai kompleks sirkulasi imun. Pengendapan imunoglobulin dan komponen-
komponen komplemen dalam epitel dan atau respon umum seluler (cell mediated
immune response) terhadap komponen-komponen imun merupakan peyebab terjadinya
Recurrent Aphtous Stomatitis (RAS) (Lawler dkk, 2002).
5) Hematologi
Lebih dari 15-20% pasien Recurrent Aphtous Stomatitis (RAS) adalah penderita defisiensi
zat besi, vitamin B12 atau folic acid dan mungkin juga terdapat pada penderita anemia.
Penyembuhan Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor seringkali terjadi sesudah terapi
untuk mengatasi defisiensi tersebut (Lawler dkk, 2002).
6) Hormonal
Diduga ada hubungan antara siklus menstruasi dan terjadinya Recurrent Aphtous
Stomatitis (RAS), yang berhubungan dengan kadar estrogen dan progesteron. Dimana
perkiraan ada hubungan antara produksi estrogen yang rendah waktu premenstruasi
dengan kornifikasi rongga mukosa mulut (Hidayanti dan Suyoso, 2006).
7) Psikologi
Studi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang cukup erat antara stress dan
terjadinya Recurrent Aphtous Stomatitis (RAS) dalam 10-20% dari populasi masyarakat.
Tetapi faktor stress dalam perkembangan Recurrent Aphtous Stomatitis (RAS) masih
perlu diteliti lebih lanjut (Rees dan Binnie).
2.3. Klasifikasi dan Gambaran Klinis
Gambaran klinis Recurrent Aphtous Stomatitis (RAS) penting untuk di ketahui karena
tidak ada metode diagnosa laboratorium yang spesifik yang dapat di andalkan untuk menegakkan
diagnose RAS. RAS di awali dengan gejala prodormal yang di gambarkan sebagai rasa sakit,
rasa terbakar atau tertusuk – tusuk selama 24 - 48 jam sebelum terjadi ulser.
Selanjutnya, Stanley telah membagi karakter klinis dari RAS dalam 4 tahap, yaitu
premonitori, pre-ulseratif, ulseratif, dan penyembuhan. Tahap premonitory terjadi pada 24 jam
pertama perkembangan lesi RAS. Pada waktu prodormal, pasien akan merasakan sensasi
terbakar pada tempat dimana lesi akan muncul. Secara mikroskopis sel – sel mononuclear akan
menginfeksi epithelium, dan oedema akan berkembang.
Tahap pre-ulserasi terjadi pada 18-72 jam pertama perkembangan lesi RAS. Pada tahap
ini, makula dan papula akan berkembang dengan tepi eritematous, dan intensitas rasa nyeri akan
mulai meningkat. Tahap ulseratif akan berlanjut beberapa hari hingga 2 minggu. Pada tahap ini
papula-papula akan berulserasi dan ulser itu akan diselaputi oleh lapisan fibromembranous yang
akan di ikuti oleh intensitas nyeri yang berkurang.
Pada tahap penyembuhan, ulser akan di tutupi oleh epithelium. Penyembuhan luka
terjadi dan selalu tidak meninggalkan jaringan parut dimana lesi RAS pernah muncul.
Berdasarkan gambaran klinisnya, Recurrent Aphtous Stomatitis (RAS) di bagi menjadi 3
tipe, yaitu RAS tipe minor, RAS tipe mayor, dan RAS tipe hipertiform.
1. Recurrent Aphtous Stomatitis (RAS) tipe Minor.
Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor terjadi sekitar 75-85% dari semua lesi Stomatitis
Aftosa Rekuren (SAR). Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor sering mengenai
mukosa rongga mulut yang tidak mengalami keratinisasi seperti pada mukosa bibir,
mukosa bukal, dan dasar mulut (Scully, 2007). Pasien akan mengalami demam ringan,
kelenjar limfa, dan malaise. Lesi berbentuk bundar atau oval dengan diameter < 1 cm.
permukaan abu – abu sampai kuning. Tepi lesi di kelilingi jaringan eritematous.
Penyembuhan dapat terjadi selama beberapa hari hingga 2 minggu dan tidak
meninggalkan jaringan parut (scar).
Gambar . Stomatitis Aftosa Minor.
2. Recurrent Aphtous Stomatitis (RAS) tipe Mayor.
Stomatitis tipe ini di sebut juga Recurrent Scarring Aphtous Ulser, kira – kira berkisar
antara 10-15% kasus. Pada stadium permulaan berupa nodul atau plak yang kecil, lunak,
merah, dan sakit, dan jika pecah akan menjadi ulser yang sangat sakit. Lesi > 1 cm dan
dapat mencapai hingga 5cm. Tepi lesi meninggi dan erythematous. Lesi berbentuk kawah
warna abu – abu dank eras jika di palpasi. Masa penyembuhan sekitar 3 – 6 minggu, dan
meninggalkan jaringan parut.
Gambar . Stomatitis Aftosa Mayor
3. Recurrent Aphtous Stomatitis (RAS) tipe Herpetiform.
Stomatitis tipe ini sangat jarang terjadi, biasanya kasus hanya berkisar sekitar 5-10%.
Ukurannya lebih kecil, sebesar ujung peniti dan dapat terbentuk berkelompok. Karena
ukurannya yang sangat kecil, maka jumlahnya dapat mencapai 50 sampai 100.
Permukaan lesi berwarna abu- abu dengan tepi tidak arythematous.
2.4. Diagnosa
Untuk dapat menegakkan diagnosa yang tepat dari SAR dapat dilakukan dengan cara
melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Biasanya pada anamnesis pasien akan merasakan
sakit pada mulutnya, tempat ulser sering berpindah-pindah dan biasanya kejadiannya selalu
berulang-ulang. Pasien biasanya dalam keadaan demam ringan (Haikal, 2010).
Diagnosa Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) dapat dilihat dengan adanya ulser rekuren
yang simetris, bulat dan tidak terbatas pada mukosa mulut serta sembuh spontan dengan tidak
disertai oleh tanda ataupun gejala-gejala lainnya (Greenberg, 1994).
Selain pemeriksaan visual, pemeriksaan laboratoris diindikasikan bagi pasien yang menderita
SAR di atas usia 25 tahun terutama dengan tipe mayor yang selalu hilang timbul, atau bila
sariawan tidak kunjung sembuh, atau bila ada gejala dan keluhan lain yang berkaitan dengan
faktor pemicu (Anonim, 2009). Pertimbangan adanya defisiensi hematologi, dan oleh karena itu
penderita harus mengalami pemeriksaan hitung darah lengkap serta perkiraan kadar vitamin B12
(Lewis dan Lamey, 1998).
2.5. Perawatan dan Pengobatan.
SAR sebetulnya dapat sembuh sendiri, karena sifat dari kondisi ini adalah self-limiting.
Obat-obatan untuk mengatasi SAR diberikan sesuai dengan tingkat keparahan lesi (Anonim,
2009). Banyak obat-obatan, termasuk vitamin, obat kumur antiseptik, steroid topikal dan
imunomodulator sistemik untuk mengatasi Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR). Walaupun
demikian hanya sebagian kecil yang secara ilmiah terbukti efisien. Kombinasi vitamin B1
(thiamin, 300 mg sehari) dan vitamin B6 (pyridoxine, 50 mg setiap 8 jam) diberikan selama 1
bulan dianjurkan sebagai penatalaksanaan empiris tahap awal. Penggunaan terapi anxiolytic atau
rujukan hipnoterapi dapat membantu bagi penderita yang diperkirakan memiliki faktor
presipitasi berupa stress. Beberapa pasien memberikan respon yang baik terhadap obat kumur
klorheksidin serta kortikosteroid topikal, seperti hidrokortison hemisuksinat (pellet, 2,5 mg
dilarutkan dalam air dan digunakan sebagai obat kumur 3 kali sehari) (Lewis dan Lamey, 1998).
Terapi Stomatitis Aphthous juga dapat menggunakan obat-obatan, contohnya obat analgesik
untuk mengurangi rasa sakit, agen antiseptik untuk mengurangi indeksi sekunder, antibody
topical untuk menghilangkan berbagai gejala yang timbul akibat infeksi sekunder, kemudian
steroid topical sebagai anti inflamasi (Field dan Longman, 2003).
B. Lidah Buaya (Aloe vera)
Sekilas lidah buaya atau aloe vera hanya merupakan tanaman hias yang banyak
memenuhi pot di rumah-rumah, akan tetapi ternyata lidah buaya merupakan tanaman yang
memiliki banyak kandungan zat bermanfaat untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Lidah
buaya atau aloe vera termasuk suku liliaceae, yang berasal dari kepulauan sebelah barat Afrika,
hal tersebut terungkap dari catatan “Papyrus Ebers” atau pada “Egyption Book of Remidies” di
dalam buku itu dikisahkan bahwa pada jaman Cleopatra, lidah buaya dimanfaatkan untuk bahan
baku kosmetik dan pelembab kulit. Beberapa sumber mengatakan bahwa lidah buaya masuk
Indonesia dibawa petani keturunan cina pada abad ke-17 (Fumawanthi, 2004).
Gambar 1. Tanaman lidah Buaya
2.1. Taksonomi
Klasifikasi ilmiah atau taksonomi dari lidah buaya adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Division : Spermatophyta
Class : Monocotyledoneae
Ordo : Liliflorae
Family : Liliceae
Genus : Aloe
Species : Aloe vera
2.2. Gambaran Umum
Lidah buaya sama seperti tanaman lainnya yang mempunyai struktur akar, batang, daun
dan bunga, namun yang sering digunakan di dalam pengobatan adalah bagian daun. Daun lidah
buaya merupakan daun tunggal berbentuk tombak dengan helaian memanjang berupa pelepah
dengan panjang mencapai kisaran 40–60 cm dan lebar pelepah bagian bawah 8–13 cm dan tebal
antara 2–3 cm. Daunnya berdaging tebal, tidak bertulang, berwarna hijau keabu- abuan dan
mempunyai lapisan lilin di permukaan serta bersifat sukulen, yakni mengandung air, getah dan
lendir yang mendominasi daun. Bagian atas daun rata dan bagian bawahnya membulat
(cembung). Daun lidah buaya muda memiliki bercak berwarna hijau pucat sampai putih. Bercak
ini akan hilang saat daun lidah buaya dewasa. Namun tidak demikian halnya dengan tanaman
lidah buaya jenis kecil atau lokal. Hal ini kemungkinan disebabkan faktor genetiknya. Sepanjang
tepi daun berjajar gerigi atau duri yang tumpul dan tidak berwarna.
2.3. Jenis dan Varietas Lidah Buaya (Aloe vera)
Ada lebih dari 350 jenis lidah buaya yang termasuk dalam suku Liliaceae dan tidak
sedikit yang merupakan hasil persilangan. Ada tiga jenis lidah buaya yang dibudidayakan secara
komersial di dunia yaitu Aloe vera atau Aloe barbadensis Miller, Cape aloe atau Aloe ferox
Miller dan Socotrine aloe atau Aloe perry Baker (tabel 1).
Tabel 1. KARAKTERISTIK TIGA JENIS TANAMAN LIDAH BUAYA
No. Karakteristik
Aloe
barbadensis
Miller
Aloe ferox
Miller
Aloe perry
Baker
1. BatangTidak terlihat
jelas
Terlihat jelas
(tinggi 3-5 m
atau lebih)
Tidak terlihat
jelas (lebih
kurang 0,5 m)
2. Bentuk daun
Lebar dibagian
bawah, dengan
pelepah bagian
atas cembung
Lebar di
bagian bawah
Lebar di bagian
bawah
3. Lebar daun 6-13 cm 10-15 cm 5-8 cm
4.Lapisan lilin pada
daunTebal Tebal Tipis
5. DuriDi bagian pinggir daun
Di bagian pinggir dan bawah daun
Di bagian pinggir daun
6.Tinggi Bunga
(mm)
25-30 (tinggi tangkai bunga 60-100 cm)
35-40 25-30
7. Warna Bunga Kuning Merah tua hingga jingga
Merah terang
Dari tiga jenis di atas yang banyak dimanfaatkan adalah spesies Aloe barbadensis Miller
karena jenis ini mempunyai banyak keunggulan yaitu: tahan hama, ukurannya dapat mencapai 121
cm, berat per batangnya bisa mencapai 4 kg, mengandung 75 nutrisi serta aman dikonsumsi.
2.4. Struktur dan Kandungan Daun Lidah Buaya
a. Kulit daun
Kulit daun adalah bagian terluar dari struktur daun lidah buaya yang berwarna hijau. Sejauh
ini belum ada tulisan mengenai zat yang terkandung di dalam kulit daun namun penelitian yang
dilakukan Agarry., et al (2005) menunjukkan bahwa ekstrak kulit daun lidah buaya pada konsentrasi
25 mg/ml menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dengan zona hambat 4 mm. Di dalam
buku pengobatan menyatakan bahwa teh yang terbuat dari kulit daun lidah buaya dapat
menghilangkan kecanduan merokok.
Gambar 1. Struktur daun Lidah Buaya
b. Eksudat
Eksudat adalah getah yang keluar dari daun saat dilakukan pemotongan. Eksudat
berbentuk cair, berwarna kuning dan rasanya pahit. Zat- zat yang terkandung di dalam
eksudat adalah: 8- dihidroxianthraquinone (Aloe Emoedin) dan glikosida (Aloins), biasa
digunakan untuk pencahar.
c. Gel
Gel adalah bagian yang berlendir yang diperoleh dengan cara menyayat bagian dalam
daun setelah eksudat dikeluarkan. Ada beberapa zat terkandung di dalam gel.
Tabel Kandungan Zat aktif Lidah buaya (aloe vera)yang Telah Teridentifikasi.
Zat Aktif Manfaat
Lignin Mempunyai kemampuan penyerapan yang tinggi sehingga
memudahkan peresapan gel ke dalam kulit atau mukosa.
Saponin Mempunyai kemampuan membersihkan dan bersifat
antiseptik, serta bahan pencuci yang baik.
Komplekss
Anthraguinone
Sebagai bahan laksatif, penghilang rasa sakit, mengurangi
racun, sebagai anti bakteri. Antibiotik.
Acemannan Sebagai anti virus, anti bakteri, anti jamur, dan dapat
menghancurkan sel tumor, serta meningkatkan daya tahan
tubuh.
Enzim bradykinase,
karbiksipeptidase
anti inflamasi, anti alergi dan dapat mengurangi
rasa sakit
Glukomannan,
mukopolysakarida
Memberikan efek imonomodulasi
Tennin, aloctin A Sebagai anti inflamasi
Salisilat Menghilangkan rasa sakit, dan anti inflamasi
Asam amino Bahan untuk pertumbuhan dan perbaikan serta sebagai
sumber energi. Aloe vera menyediakan 20 asam amino dari
22 asam amino yang dibutuhkan oleh tubuh
Mineral Memberikan ketahanan tubuh terhadap penyakit, dan
berinteraksi dengan Vitamin untuk mengandung fungsifungsi
tubuh
Vitamin A, Bl, B2, B6.
B12, C, E, asam folat
Bahan penting untuk menjalankan fungsi tubuh secara
normal dan sehat
(Purbaya, 2003, Fumawanthi, 2004)
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Peran Aloe vera dalam pengobatan RAS
Alasan mengapa lidah buaya dipercaya memiliki peran dalam mempercepat proses
penyembuhan stomatitis aphtous ini karena lidah buaya banyak mengandung zat-zat yang
dibutuhkan dalam proses penyembuhan stomatitis aphtous diantaranya acemannan sebagai
Sebagai anti virus, anti bakteri, anti jamur, serta meningkatkan daya tahan tubuh, enzyme
bradykinase dan karboxypeptidase sebagai anti inflamasi, Aloctin A dan tannin sebagai anti
inflamasi, kemudian mengandung vitamin Bl, B2, B6, C, mineral, asam amino, asam folat dan
zat-zat lainnya yang penting dalam proses penyembuhan lesi stomatitis aphtous yang bekerja
melakukan re-epitelisasi (Purbaya, 2003)
3.2 Penelitian Tentang Lidah Buaya
Berikut adalah beberapa penelitian telah ditemukan berkaitan dengan efektifitas lidah
buaya diantaranya adalah:
1. Penelitian Dr. Bill Wolfe pada tahun 1969 membuktikan bahwa lidah buaya sangat
efektif membunuh bakteri penyebab infeksi. Diantaranya bakteri Staphylococcus aureus .
2. Pada tahun 1994, FDA (Food and drug administration) telah menyetujui penggunaan
ekstrak gel lidah buaya dengan bahan aktif acemannan untuk mengobati apthous
stomatitis.
3. S. levanson dan K. Somova menggunakan getah lidah buaya untuk mengobati penyakit
pada gigi dengan cara menyuntikkan ekstrak getah lidah buaya pada gigi yang terinfeksi.
4. John Heggars menamatkan laporan penelitiannya dan menemukan fungsi asam salisilat
tidak ubahnya seperti aspirin yang bisa mengontrol rasa sakit sekaligus bersifat anti
infeksi dan antimikrobakteri.
5. Agarry., et al (2005) membuktikan bahwa ekstrak lidah buaya sudah menunjukkan
efektifitasnya terhadap Staphylococcus aureus dengan zona hambat 18 mm oleh gel dan 4
mm oleh kulit daun lidah buaya dengan konsentrasi 25 mg/ml.
3.3 Lidah Buaya sebagai Anti Bakteri
Pada tahun 1977 dilaporkan dalam Drugs and Cosmetic Journal bahwa rahasia
keampuhan lidah buaya terletak pada kandungan zat nutrisinya (terutama glukomannan) yang
bekerjasama dengan asam-asam amino esensial dan sekunder, enzim oksidase, katalase dan
lipase terutama enzim- enzim pemecah protein (protease). Lidah buaya mengandung gugus
glikosida yang merupakan gugus aminoglikosida yang bersifat antibiotik. Senyawa ini akan
berdifusi pada dinding sel bakteri dan proses ini berlangsung lama dan terus menerus dalam
suasana aerob. Setelah masuk ke dalam sel, kemudian diteruskan pada ribosom yang
menghasilkan protein, sehingga akan menimbulkan gangguan pada proses sintesa protein dan
selanjutnya akan menyebabkan terjadinya pemecahan ikatan protein sel bakteri. Saponin dapat
menimbulkan reaksi saponifikasi. Senyawa ini akan menyebabkan kerusakan struktur lemak
membran bakteri sehingga dinding sel bakteri akan ruptur dan lisis kemudian mati.15 Sedangkan
acemannan merupakan senyawa karbohidrat yang akan mengaktifkan makrofag sehingga
menyebabkan terjadinya fagositosis.
3.4 Kegunaan Lidah buaya di Bidang Kedokteran Gigi
1. Mempercepat penyembuhan luka dan mengurangi rasa sakit akibat tindakan bedah
periodontal ataupun trauma karena sikat gigi, pasta gigi abrasif, makanan yang keras,
dental flos, ataupun karena tusuk gigi dan juga pada luka bakar.
2. Pada lokasi ekstraksi memberikan respon yang lebih nyaman dan dry socket tidak
berkembang lebih lanjut.
3. Aplikasi secara langsung dapat mempercepat penyembuhan lesi akut misalnya pada lesi
virus herpes, aphtous ulcer, sariawan, abses gingiva, dan pecah- pecah pada bibir dan
sudut mulut.
4. Mengurangi lesi- lesi penyakit mulut kronis seperti lichen planus dan Benign pemphigus
bahkan masalah gusi yang berhubungan dengan AIDS dan leukemia
5. Menyembuhkan migratory glossitis, geographic tongue dan burning mouth syndrome.
6. Dapat mengurangi kontaminasi bakteri dan mengurangi inflamasi pada pasien denture
stomatitis.
7. Mengontrol inflamasi dan kontaminasi bakteri pada sekeliling dental implant.
BAB IV
KESIMPULAN
Recurrent Aphtous Stomatitis (RAS), atau yang di kalangan masyarakat awam disebut
sariawan adalah luka yang terbatas pada jaringan lunak rongga mulut. Istilah rekuren digunakan
karena memang lesi ini biasanya hilang timbul. Luka ini bukan infeksi, dan biasanya timbul
soliter atau di beberapa bagian di rongga mulut seperti pipi, di sekitar bibir, lidah, atau mungkin
juga terjadi di tenggorokan dan langit-langit mulut (Anonim, 2009).
Sampai saat ini, etiologi yang pasti dari RAS belum di ketahui dengan pasti. Tetapi, para
ahli mengatakan terdapat beberapa faktor yang turut berperan dalam timbulnya lesi – lesi RAS.
Faktor – faktor tersebut antara lain terdiri dari : factor local berupa trauma, herediter, infeksi
bakteri dan virus, psikologi atau emosi, gangguan system imun, hipersensitif atau alergi,
hormonal contohnya premenstruasi dan menopouse, penyakit gastrointestinal contohnya
penyakit kolon, penyakit darah contohnya defisiensi Fe, defisiensi B12, dan defisiensi asam
folat, dan gangguan sistem imun yang sampai sekarang belum juga di ketahui penyebabnya.
Untuk jenis dan macamnya berdasarkan gambaran klinisnya, Recurrent Aphtous Stomatitis
(RAS) di bagi menjadi 3 tipe, yaitu RAS tipe minor, RAS tipe mayor, dan RAS tipe hipertiform.
SAR sebetulnya dapat sembuh sendiri, karena sifat dari kondisi ini adalah self-limiting.
Obat-obatan untuk mengatasi SAR diberikan sesuai dengan tingkat keparahan lesi (Anonim,
2009). Banyak obat-obatan, termasuk vitamin, obat kumur antiseptik, steroid topikal dan
imunomodulator sistemik untuk mengatasi Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR).
Sedangkan untuk terapi Stomatitis Aphthous juga menggunakan obat-obatan, contohnya
obat analgesik untuk mengurangi rasa sakit, agen antiseptik untuk mengurangi indeksi sekunder,
antibody topical untuk menghilangkan berbagai gejala yang timbul akibat infeksi sekunder,
kemudian steroid topical sebagai anti inflamasi (Field dan Longman, 2003).
SARAN :
Saran yang perlu di perhatikan sehubungan dengan jumlah kasus Recurrent Aphtous
Stomatitis (RAS) yang memiliki presentase yang cukup tinggi dan sering terjadi di kalangan
masyarakat luas adalah sebagai berikut :
1. Masyarakat hendaknya menjaga kebersihan gigi dan mulut dengan memeriksa gigi
minimal 6 bulan sekali.
2. Menghindari situasi yang membuat kondisi menjadi stress, dan sesering mungkin untuk
mengkonsumsi vitamin yang terdapat pada sayuran dan buahan ( terutama yang banyak
mengandung vitamin B , C, dan zat besi ) untuk mencukupi nutrisi tubuh.
3. Jika terdapat keluhan sariawan yang tak kunjung sembuh, segera di lakukan penanganan
dengan mengunjungi dokter atau dokter gigi, karena dapat di diagnose sebagai salah satu
gejala dari HIV/AIDS.
DAFTAR PUSTAKA
Borrego, P., dkk. 2002. Stomatitis Aftosa Recurrent. Rev Cubana Estomatol, Vol. 39, no. 2,
hlm 39.
Casiglia, J. M. 2006. Stomatitis Aphthous Recurrent. Harvard School of Dental Medicine,
hlm : 1-23.
Fernandes, dkk. 2007. The Best Treatment for Aphthous Ulcers. American Dental Journal,
hlm : 1-7.
Hidayanti, A. N. dan Suyoso, S. 2006. Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS). Berkala
Penyakit Kulit dan Kelamin, Vol. 18, no. 2, hlm : 156-164.
Lawler, dkk. 2002. Buku Pintar Patologi untuk Kedoktera Gigi. Penerbit Buku Kedokteran
EGC : Jakarta.
Melamed, F. 2007. Aphthous Stomatitis. UCLA Medical School Journal, hlm 1-5
Haikal, Mohammad. 2009. Aspek Imunologi Stomatitis Aftosa Rekuren. USU Available :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/8273/1/10E00345.pdf
Scully, C. 2007. Aphthous Ulceration. American Dental Journal, hlm : 1-8.
Field, A dan Longman, L. 2003. Tyldesley's Oral Medicine. Ed. Ke-5. Oxford University
Press. Hlm 52-58
Fitriana, S., Ema H. Tenny S. 2005. Efektifitas Pemberian Gel Lidah Buaya (Aloe Vera Gel)
Secara Topikal Pada Stomatitis Aphthousa Minor (Sariawan). Lembaga Penelitian. Unpad.
Fumawanthi, I. 2004. Khasiat & Manfaat Lidah Buaya Si Tanaman Ajaib. Agro Media
Pustaka. Jakarta. Hlm 1-21.
Greenberg M.S.,D.D.S. dan Glick M. 2003. Burket's Oral Medicine Diagnosis & Treatment.
Ed. Ke-10. BC Decker Inc. New Jersey. Hlm. 63-65.
W.B. Saundeis Company.Hlm. 45-471. Purbaya J.R. 2003. Mengenal & Memanfaatkan
Khasiat Aloe Vera. CV. Pionerjaya. Bandung. Hlm. 21-165.
top related