pengaruh faktor-faktor sosial ekonomi terhadap … · analisis data panel 8 ... angka kematian bayi...
Post on 23-Mar-2019
234 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL EKONOMI
TERHADAP KINERJA SEKTOR KESEHATAN KABUPATEN
DAN KOTA PROVINSI JAWA BARAT
DIYANE ASTRIANI SUDARYANTI
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Faktor-
Faktor Sosial Ekonomi Terhadap Kinerja Sektor Kesehatan Kabupaten dan Kota
Provinsi Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Diyane Astriani Sudaryanti
NIM. H14100038
ABSTRAK
DIYANE ASTRIANI S. Pengaruh Faktor-Faktor Sosial Ekonomi terhadap
Kinerja Sektor Kesehatan Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Barat. Dibimbing
oleh DEWI ULFAH WARDANI. Kesehatan merupakan salah satu tujuan pembangunan dan merupakan tolak
ukur kesejahteraan. Sektor kesehatan merupakan sektor yang memegang peranan
cukup penting bagi kemajuan suatu bangsa karena sektor kesehatan merupakan modal
dasar bagi investasi sumber daya manusia. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis hubungan antara output sektor kesehatan yaitu Angka Kematian Bayi
dan Angka Harapan Hidup dengan faktor sosial ekonomi di Provinsi Jawa Barat.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan data panel pada 25 kabupaten dan
kota di Provinsi Jawa Barat. Variabel bebas yang digunakan pada penelitian ini
adalah alokasi anggaran belanja kesehatan, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
per kapita, persalinan ditolong tenaga kesehatan, dan angka melek huruf wanita. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa alokasi anggaran belanja kesehatan, persalinan
ditolong tenaga kesehatan, dan angka melek huruf wanita memiliki pengaruh
signifikan negatif terhadap angka kematian bayi. Alokasi anggaran belanja kesehatan
dan angka melek huruf wanita memiliki pengaruh signifikan positif terhadap angka
harapan hidup. Variabel PDRB per kapita memiliki pengaruh yang signifikan positif
terhadap angka kematian bayi dan angka harapan hidup.
Kata kunci: Sektor kesehatan, angka kematian bayi, angka harapan hidup, alokasi
anggaran belanja kesehatan
ABSTRACT
DIYANE ASTRIANI S. The Impacts of Socio-Economic Factors on Performance
of Health Sector in The Counties and Cities of West Java Province. Supervised by
DEWI ULFAH WARDANI.
Health is one of the goals of human development and the measure of well-
being. Health sector is a sector that plays an important role for the progress of a
nation because health sector is an investment in human resources. The purpose of
this study is to analyze the relationship between output of health sector, infant
mortality rate and life expectancy with socioeconomic factors of West Java
Province. This research uses description method and panel data on 25 counties
and cities of West Java Province. The independent variables used in this study are
the allocation of regional health expenditure, the assisted delivery of health
personnel, GDP per capita, and women literacy rates. The results of the analysis
shows that allocation of regional health expenditure, the assisted delivery of
health personnel, and women literacy rates has a negative relationship on infant
mortality. Allocation of regional health expenditure and women literacy rates has
a positive relationship on life expectancy. GDP per capita is positively related on
infant mortality and life expectancy of West Java Province.
Keywords: Health Sector, Infant Mortality Rate, Life Expectancy, Allocation of
Regional Health Expenditure
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi
PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL EKONOMI
TERHADAP KINERJA SEKTOR KESEHATAN KABUPATEN
DAN KOTA PROVINSI JAWA BARAT
DIYANE ASTRIANI SUDARYANTI
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PRAKATA
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga penulis diberi kelancaran dan kemudahan dalam menyelesaikan
skripsi ini. Salawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang
telah membawa umat muslim dari zaman kegelapan menuju zaman yang penuh
dengan rahmat dan hidayah-Nya. Skripsi yang berjudul Pengaruh Faktor-Faktor
Sosial Ekonomi Terhadap Kinerja Sektor Kesehatan Kabupaten Dan Kota
Provinsi Jawa Barat ini disusun sebagai syarat mendapatkan gelar Sarjana
Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,
Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada Ir. Dewi Ulfah Wardani, M.Si. selaku dosen pembimbing yang
dengan segala kesibukannya masih meluangkan waktu untuk memberikan arahan
dan bimbingan yang sangat bermanfaat bagi penulisan skripsi ini. Ucapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Tanti Novianti, S.P, M.Si. selaku dosen
penguji utama yang telah bersedia memberikan masukan dan arahan yang bermanfaat
kepada penulis sebagai penyempurnaan penulisan skripsi ini serta kepada Laily Dwi
Arsyianti, S.E, M.Sc. selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah
memberikan banyak masukan mengenai tata cara penulisan skripsi yang baik.
Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang
tua penulis yaitu Bapak Titut Julianto Sudartono dan Ibu Ria Wariati Sriningsih serta
adik-adik tercinta M. Dio Danarianto juga Intan Yunianti Adiningsih kemudian
seluruh keluarga penulis atas doa, motivasi dan dukungan baik moril maupun materiil
bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Terima kasih dan penghargaan juga penulis sampaikan untuk semua dosen
yang telah mengajar penulis, begitu pula rekan-rekan kuliah yang senantiasa
membantu penulis selama mengikuti perkuliahan pada Program Studi Ilmu
Ekonomi IPB.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
dan kontribusi bagi dunia pendidikan dan penelitian di Indonesia.
Bogor, Juni 2014
Diyane Astriani Sudaryanti
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN ix
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 4
Manfaat Penelitian 4
Ruang Lingkup Penelitian 4
TINJAUAN PUSTAKA 5
Teori Pengeluaran Pemerintah 5
Kesehatan 6
Derajat Kesehatan 7
Angka Harapan Hidup 7
Angka Kematian Bayi 8
Analisis Data Panel 8
Pengujian Kesesuaian Model 10
Uji Asumsi 11
Penelitian Terdahulu 12
Kerangka Pemikiran 12
Hipotesis Penelitian 13
METODE 13
Jenis dan Sumber Data 13
Metode Pengolahan dan Analisis data 14
Analisis Deskriptif 14
Analisis Data Panel 14
HASIL DAN PEMBAHASAN 16
Perkembangan Faktor-Faktor Sosial Ekonomi Sektor Kesehatan 16
Perkembangan Kinerja Sektor Kesehatan 21
Keterkaitan antara Faktor-Faktor Sosial Ekonomi dengan Kinerja Sektor
Kesehatan 23
SIMPULAN DAN SARAN 28
Simpulan 28
Saran 29
DAFTAR PUSTAKA 29
LAMPIRAN 31
RIWAYAT HIDUP 39
DAFTAR TABEL
1 Perbandingan capaian angka kematian bayi dan angka harapan
hidup Provinsi di Pulau Jawa tahun 2010 3
2 Data dan sumber data 14
3 Uji model angka kematian bayi terbaik (pooled least square, fixed
effect model, random effect model) 23
4 Hasil estimasi model pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap
angka kematian bayi kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat
2007 sampai 2012 25
5 Uji model angka harapan hidup terbaik (pooled least square, fixed
effect model, random effect model) 26
6 Hasil estimasi model pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap
angka harapan hidup kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat
2007 sampai 2012 27
DAFTAR GAMBAR
1 Rasio jumlah penduduk provinsi terhadap jumlah penduduk
Indonesia pada sensus penduduk 2010 2
2 Proporsi anggaran kesehatan terhadap total belanja daerah
menurut provinsi tahun 2012 2
3 Proporsi anggaran per sektor terhadap total belanja daerah
Provinsi Jawa Barat tahun 2012 3
4 Kerangka pemikiran 13
5 Rasio alokasi anggaran kesehatan terhadap total alokasi
anggaran daerah kabupaten kota Provinsi Jawa Barat tahun 2007
sampai 2012 16
6 Rasio rata-rata alokasi anggaran belanja kesehatan terhadap
total alokasi anggaran belanja daerah kabupaten kota Provinsi
Jawa Barat 2007 sampai 2012 18
7 PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) per kapita atas dasar
harga berlaku daerah kabupaten dan kota Provinsi Jawa Barat
2007 sampai 2012 19
8 Cakupan persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan kabupaten
dan kota Provinsi Jawa Barat 2007 sampai 2012 20
9 Rasio penduduk perempuan usia 10 tahun ke atas kabupaten dan
kota Provinsi Jawa Barat menurut kemampuan membaca/menulis
tahun 2007 sampai 2012 21
10 Jumlah kematian bayi per 1000 kelahiran hidup kabupaten dan
kota Provinsi Jawa Barat 2007 sampai 2012 21
11 Angka harapan hidup kabupaten kota Provinsi Jawa Barat tahun
2007 sampai 2012 22
DAFTAR LAMPIRAN
1 Data yang digunakan 31
2 Hasil estimasi model pengaruh faktor sosial ekonomi
terhadap angka kematian bayi kabupaten dan kota
Provinsi Jawa Barat pendekatan fixed effect 35
3 Hasil uji Chow pada model angka kematian bayi 35
4 Hasil uji Hausman pada model angka kematian bayi 36
5 Uji normalitas pada model angka kematian bayi 36
6 Uji multikolinearitas pada model angka kematian bayi 36
7 Hasil estimasi model pengaruh faktor sosial ekonomi
terhadap angka harapan hidup kabupaten dan kota
Provinsi Jawa Barat pendekatan fixed effect 37
8 Hasil uji Chow pada model angka harapan hidup 37
9 Hasil uji Hausman pada model angka harapan hidup 38
10 Uji normalitas pada model angka harapan hidup 38
11 Uji multikolinearitas pada model angka harapan hidup 38
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu tujuan pembangunan dan tolak ukur
kesejahteraan suatu negara. Sektor kesehatan memegang peranan cukup penting
bagi kemajuan suatu bangsa karena sektor kesehatan merupakan modal dasar bagi
investasi sumber daya manusia yang kemudian akan bermuara pada kualitas
pembangunan bangsa. Kebutuhan kesehatan merupakan hak asasi manusia yang
tertuang di dalam deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang hak asasi
universal manusia (Universal Declaration of Human Right) tahun 1948.
Masyarakat dengan tingkat kesehatan yang baik akan lebih produktif dalam
menempuh pendidikan dan penghidupan yang layak. Pendidikan dan penghidupan
yang layak memiliki pengaruh yang besar terhadap proses pembangunan ekonomi.
Pemerintah berperan dalam melaksanakan pembangunan dan peningkatan
kesejahteraan bagi rakyatnya. Alokasi anggaran merupakan salah satu instrumen
kebijakan fiskal yang dimiliki pemerintah, dalam hal ini alokasi anggaran
kesehatan merupakan faktor penentu derajat kesehatan masyarakat. Peran
pemerintah lainnya yaitu pelayanan kesehatan publik sebagai sarana untuk
meningkatkan kesehatan masyarakat. Tantangan bagi pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah adalah menciptakan pelayanan kesehatan masyarakat yang
berimplikasi pada pembangunan ekonomi. Meningkatnya kesehatan masyarakat
berperan penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, misalnya dengan
mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi akan meningkatkan kualitas
pendidikan dan pekerjaan. Kualitas gizi yang tinggi akan berpengaruh terhadap
cara berpikir terutama dalam pendidikan dan akan menghasilkan pekerja yang
produktif sehingga pada akhirnya meningkatkan produktivitas pekerjaan. Dengan
meningkatnya kualitas pendidikan dan pekerjaan tersebut maka akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Dalam pencapaian kualitas kesehatan yang baik secara menyeluruh, tidak
hanya diperlukan peran pemerintah saja tetapi juga peran masyarakat. Masyarakat
sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan sektor kesehatan melalui perilaku
sehari-hari dan kesadaran akan pentingnya kesehatan juga merupakan upaya
dalam peningkatan kinerja sektor kesehatan. Tercapainya kerjasama antara
pemerintah dan masyarakat dilihat dari sisi sosial dan ekonomi akan menentukan
keberhasilan sektor kesehatan melalui kinerja sektor kesehatan yaitu angka
kematian bayi dan angka harapan hidup. Angka kematian bayi merupakan salah
satu pengukur keadaan sosial ekonomi dimana kematian bayi tersebut dihitung
dan angka harapan hidup merupakan alat evaluasi kebijakan pemerintah dalam
sektor kesehatan terkait dengan kesejahteraan penduduk.
Dari penjelasan tersebut pentingnya untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh faktor-faktor sosial ekonomi baik dari pemerintah maupun masyarakat
pada bidang kesehatan terhadap kinerja sektor kesehatan yang dinilai dengan
derajat kesehatan masyarakat yaitu angka kematian bayi dan angka harapan hidup.
2
Perumusan Masalah
Provinsi Jawa Barat termasuk daerah yang memiliki jumlah penduduk yang
cukup banyak. Berdasarkan data Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk
Provinsi Jawa Barat terhadap jumlah penduduk Indonesia mencapai 18% (BPS
2012). Gambar 1 menunjukkan Provinsi Jawa Barat dibandingkan dengan
Provinsi lainnya di Indonesia memiliki jumlah penduduk paling tinggi. Jumlah
penduduk di Provinsi Jawa Barat yang banyak tersebut membuat permasalahan
kesehatan pada Provinsi Jawa Barat diduga akan berdampak besar terhadap
tingkat nasional.
Sumber : Badan Pusat Statistik 2014
Gambar 1 Rasio Jumlah Penduduk Provinsi terhadap Jumlah Penduduk Indonesia
pada Sensus Penduduk 2010
Selain jumlah penduduk yang tinggi, proporsi anggaran kesehatan Provinsi
Jawa Barat merupakan ukuran perhatian pemerintah terhadap sektor kesehatan.
Gambar 2 menunjukkan proporsi anggaran kesehatan Provinsi Jawa Barat hanya
Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2014
Gambar 2 Proporsi Anggaran Kesehatan Terhadap Total Belanja Daerah
Menurut Provinsi Tahun 2012
18%
02468
101214161820
Ace
hS
um
ater
a U
tara
Su
mat
era
Bar
atR
iau
Jam
bi
Su
mat
era
Sel
atan
Ben
gk
ulu
Lam
pu
ng
Ban
gk
a B
elit
un
gK
epu
lauan
Ria
uD
KI
Jak
arta
Jaw
a B
arat
Jaw
a T
eng
ahD
I Y
ogy
akar
taJa
wa
Tim
ur
Ban
ten
Bal
iN
usa
Ten
gg
ara
Bar
atN
usa
Ten
gg
ara
Tim
ur
Kal
iman
tan
Bar
atK
alim
anta
n T
eng
ahK
alim
anta
n S
elat
anK
alim
anta
n T
imur
Su
law
esi
Uta
raS
ula
wes
i T
eng
ahS
ula
wes
i S
elat
anS
ula
wes
i T
eng
gar
aG
oro
nta
loS
ula
wes
i B
arat
Mal
uk
uM
alu
ku U
tara
Pap
ua
Bar
atP
apu
a
Jum
lah P
end
ud
uk (
%)
Provinsi
9.89%
3.37%
8.65% 6.00%
15.05%
5.53%
0%
5%
10%
15%
20%
DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten
Provinsi
3
sebesar 3.37% terhadap total belanja daerahnya. Dengan proporsi alokasi
anggaran belanja kesehatan tersebut, Jawa Barat memiliki proporsi yang
paling kecil di antara beberapa provinsi khususnya yang berada di Pulau
Jawa.Kemudian, jika dilihat dari alokasi anggaran belanja tiap sektor, Gambar 3
menunjukkan bahwa sektor kesehatan dibanding sektor lainnya masih menempati
urutan rasio yang kecil dimana alokasi anggaran sektor kesehatan masih berada di
bawah sektor pelayanan umum, ekonomi, perumahan dan fasilitas umum, dan
pendidikan. Hal ini menunjukan sektor kesehatan belum menjadi prioritas
pembangunan di daerah Provinsi Jawa Barat.
Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2014
Gambar 3 Proporsi Anggaran per Sektor Terhadap Total Belanja Daerah
Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
Kinerja sektor kesehatan yang digambarkan melalui pencapaian angka
kematian bayi dan angka harapan hidup Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1 Perbandingan Capaian Angka Kematian Bayi dan Angka Harapan Hidup
Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2010
Provinsi Angka Kematian Bayi
(Per 1000 Kelahiran)
Angka Harapan Hidup
(Tahun)
Jawa Barat 26.0 70.9
DKI Jakarta 14.0 74.7
Jawa Tengah 21.0 72.4
DI Yogyakarta 15.7 74.1
Jawa Timur 25.0 71.3
Banten 24.3 71.4 Sumber : Profil Kependudukan dan Pembangunan Indonesia 2013
Tabel 1 menunjukkan pencapaian angka kematian bayi dan angka harapan
hidup Provinsi Jawa Barat yang masih di bawah Provinsi lainnya di Pulau Jawa.
Provinsi Jawa Barat memiliki nilai angka kematian bayi terbesar yaitu 26 per
seribu kelahiran dan angka harapan hidup paling rendah dibandingkan provinsi
lainnya yang berada di Pulau Jawa yaitu hanya sebesar 70.9 tahun. Hal ini
mengindikasikan bahwa masih rendahnya kinerja sektor kesehatan Provinsi Jawa
76.99%
0.10%
6.34%
1.65%
5.45%
3.37%
0.68%
4.66%
0.77%
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Pelayanan Umum
Ketertiban dan Ketentraman
Ekonomi
Lingkungan Hidup
Perumahan dan Fasilitas Umum
Kesehatan
Pariwisata dan Budaya
Pendidikan
Perlindungan Sosial
Rasio
4
Barat yang terlihat dari banyak faktor. Rendahnya hasil kinerja sektor kesehatan
berupa angka kematian bayi dan angka harapan hidup diduga dipengaruhi oleh
berbagai faktor sosial ekonomi tidak hanya dari sisi pemerintah, tetapi juga
masyarakat. Dari uraian permasalahan tersebut, maka memunculkan beberapa
pertanyaan penelitian :
1. Bagaimana perkembangan faktor-faktor sosial ekonomi sektor kesehatan
Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat tahun 2007 sampai 2012?
2. Bagaimana perkembangan kinerja sektor kesehatan Kabupaten/Kota Provinsi
Jawa Barat ditinjau dari Angka Kematian Bayi dan Angka Harapan Hidup
tahun 2007 sampai 2012?
3. Bagaimana keterkaitan antara faktor-faktor sosial ekonomi dengan kinerja
sektor kesehatan Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat tahun 2007 sampai
2012?
Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan perkembangan faktor-faktor sosial ekonomi sektor kesehatan
kabupaten dan kota Provinsi Jawa Barat tahun 2007 sampai 2012.
2. Mendeskripsikan perkembangan kinerja sektor kesehatan kabupaten dan kota
Provinsi Jawa Barat ditinjau dari Angka Kematian Bayi dan Angka Harapan
Hidup 2007 sampai 2012.
3. Menganalisis keterkaitan antara faktor-faktor sosial ekonomi dengan kinerja
sektor kesehatan kabupaten dan kota Provinsi Jawa Barat 2007 sampai 2012.
Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengambil kebijakan
terkait peningkatan kualitas dan kinerja kesehatan di kabupaten dan kota
Provinsi Jawa Barat.
2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan umum yang dapat
diambil manfaatnya bagi masyarakat, khususnya pengetahuan mengenai sektor
kesehatan.
3. Penelitian ini diharapkan menjadi salah satu sumber referensi yang baik bagi
kegiatan penulisan dan penelitian selanjutnya.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah Provinsi Jawa Barat dengan
pertimbangan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang
terletak dekat dengan Ibu Kota Negara Indonesia dan sedang berupaya mengatasi
permasalahan kesehatan.
5
TINJAUAN PUSTAKA
Teori Pengeluaran Pemerintah
Kebijakan pemerintah dicerminkan oleh pengeluaran pemerintah. Untuk
melaksanakan kebijakan tersebut, pemerintah mengeluarkan biaya yang
diperlukan ketika telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan
jasa. Biaya yang diperlukan tersebut adalah cerminan dari pengeluaran pemerintah.
Menurut Mangkoesoebroto (1999), teori-teori yang berkaitan mengenai
perkembangan pengeluaran pemerintah dapat dibagi menjadi teori mikro dan teori
makro. Tujuan dari teori secara mikro adalah untuk menganalisis faktor-faktor
yang menimbulkan permintaan dan memengaruhi tersedianya barang publik.
Teori perkembangan pengeluaran pemerintah dalam penelitian ini
mengedepankan teori secara makro. Teori makro mengenai perkembangan
pengeluaran pemerintah dikemukakan oleh para ahli ekonomi dan dapat
digolongkan ke dalam tiga golongan, yaitu model pembangunan tentang
perkembangan pengeluaran pemerintah teori Rostow dan Musgrave, hukum
Wagner mengenai perkembangan aktivitas pemerintah, dan teori Peacock dan
Wiseman.
Teori Rostow dan Musgrave
Model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran pemerintah yang
dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave mengenai hubungan perkembangan
pengeluaran pemerintah dengan tahap pembangunan ekonomi. Pada tahap awal
perkembangan ekonomi, persentase investasi pemerintah lebih besar dari total
investasi sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana seperti
pendidikan, kesehatan dan sebagainya. Pada tahap menengah investasi pemerintah
tetap diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, namun pada tahap
ini peranan investasi swasta juga semakin besar. Peranan pemerintah tetap besar
pada tahap menengah, oleh karena pada tahap ini banyak terjadi kegagalan pasar
yang ditimbulkan karena perkembangan ekonomi. Musgrave berpendapat bahwa
dalam suatu proses pembangunan, investasi swasta dalam persentase terhadap
Gross National Product (GNP) semakin besar dan persentase investasi
pemerintah dalam persentase terhadap GNP akan semakin mengecil. Pada tingkat
yang lebih lanjut, Rostow mengatakan bahwa pembangunan ekonomi, aktivitas
pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran-pengeluaran untuk
aktivitas sosial seperti halnya program kesejahteraan hari tua, program pelayanan
kesehatan masyarakat, dan sebagainya.
HukumWagner
Wagner mengemukakan suatu teori mengenai perkembangan pengeluaran
pemerintah yang semakin besar dalam persentasi terhadap GNP yang juga
didasarkan pula pada pengamatan di negara-negara Eropa, Amerika Serikat dan
Jepang pada abad ke-19. Wagner mengemukakan pendapatnya dalam bentuk
suatu hukum, akan tetapi dalam pandangannya tersebut dijelaskan apa yang
dimaksud dengan pertumbuhan pengeluaran pemerintah dan GNP, apakah dalam
pengertian pertumbuhan secara relatif ataukah secara absolut. Apabila yang
6
dimaksud Wagner adalah perkembangan pengeluaran pemerintah secara relatif
sebagaimana teori Musgrave, maka hukum Wagner adalah sebagai berikut :
Dalam suatu perekonomian, apabila pendapatan perkapita meningkat, secara
relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat. Dasar dari hukum tersebut
adalah pengamatan empiris dari negara-negara maju (Amerika Serikat, Jerman
dan Jepang), tetapi hukum tersebut memberi dasar akan timbulnya kegagalan
pasar dan eksternalitas. Wagner menyadari bahwa dengan bertumbuhnya
perekonomian hubungan antara industri dengan industri, hubungan industri
dengan masyarakat, dan sebagainya menjadi semakin rumit atau kompleks. Dalam
hal ini Wagner menerangkan mengapa peranan pemerintah menjadi semakin besar,
yang terutama disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan yang
timbul dalam masyarakat, hukum, pendidikan, rekreasi, kebudayaan dan
sebagainya. Kelemahan hukum Wagner adalah karena hukum tersebut tidak
didasarkan pada suatu teori mengenai pemilihan barang-barang publik. Wagner
mendasarkan pandangannya dengan suatu teori yang disebut teori organis
mengenai pemerintah yang menganggap pemerintah sebagai individu yang bebas
bertindak, terlepas dari anggota masyarakat yang lainnya.
Teori Peacock dan Wiseman
Peacock dan Wiseman adalah dua orang yang mengemukan teori mengenai
perkembangan pengeluaran pemerintah yang terbaik. Teori mereka didasarkan
pada suatu pandangan bahwa pemerintah senantiasa berusaha untuk memperbesar
pengeluaran sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak yang besar untuk
membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut, sehingga teori
Peacock dan Wiseman merupakan dasar dari teori pemungutan suara. Peacock dan
Wiseman mendasarkan teori mereka pada suatu teori bahwa masyarakat
mempunyai suatu tingkat toleransi pajak, yaitu suatu tingkat dimana masyarakat
dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh pemerintah
untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Jadi masyarakat menyadari bahwa
pemerintah membutuhkan dana untuk membiayai aktivitas pemerintah sehingga
mereka mempunyai suatu tingkat kesediaan masyarakat untuk membayar pajak.
Tingkat kesediaan ini merupakan kendala bagi pemerintah untuk menaikan
pemungutan pajak secara semena-mena.
Kesehatan
Kesehatan dapat diartikan sebagai keadaan sejahtera pada seseorang.
Kesejahteraan yang meliputi aspek raga, jiwa dan sosial sehingga dapat hidup
secara produktif baik dari segi ekonomi dan sosial. Kesehatan merupakan keadaan
prima baik secara mental dan fisik sehingga seseorang dapat berinteraksi dan
bersosialisasi dengan baik dalam lingkungannya. Menurut Undang-Undang No.23
Tahun 1992, kesehatan dapat didefiniskan sebagai suatu keadaan sejahtera dari
badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan
ekonomi.
7
Derajat Kesehatan
Derajat kesehatan masyarakat kerap dipaparkan dengan berbagai indikator
yang secara garis besar terdiri dari dua aspek yaitu mortalitas dan morbiditas
(Depkes RI 2008). Mortalitas adalah kejadian kematian dalam suatu kelompok
populasi. Indikator tingkat kematian yang ada di antaranya adalah Angka
Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKABA), Angka Kematian Ibu
Maternal (AKI), Angka Kematian Kasar (AKK), dan Umur Harapan Hidup
Waktu Lahir (UHH). Sedangkan morbiditas adalah kejadian berupa tingkat
kesakitan suatu negara yang mencakup indikator-indikator yang berupa penyakit
menular dan penyakit tidak menular. Pada tinjaun pustaka ini, hanya akan dibahas
mengenai derajat kesehatan berupa aspek mortalitas yang dijadikan objek dalam
penelitian ini, angka kematian bayi dan angka harapan hidup.
Angka Harapan Hidup
Angka Harapan Hidup (AHH) mengindikasikan kesehatan masyarakat dan
mencerminkan tingkat keberhasilan pembangunan bidang kesehatan. Semakin
tinggi AHH maka derajat kesehatan masyarakat semakin baik dan hal ini
didukung oleh keberhasilan pembangunan bidang kesehatan. Sebaliknya,
pembangunan bidang kesehatan yang kurang berdampak pada rendahnya derajat
kesehatan masyarakat sehingga AHH rendah. Meningkatnya perawatan kesehatan
melalui puskesmas, meningkatnya daya beli masyarakat akan meningkatkan akses
terhadap pelayanan kesehatan, mampu memenuhi kebutuhan gizi dan kalori,
mampu mempunyai pendidikan yang lebih baik sehingga memperoleh pekerjaan
dengan penghasilan yang memadai, yang pada gilirannya akan meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat dan memperpanjang usia harapan hidupnya. Umur
Harapan Hidup pada suatu umur x adalah rata-rata tahun hidup yang masih akan
dijalani oleh seseorang yang telah berhasil mencapai umur x, pada suatu tahun
tertentu, dalam situasi mortalitas yang berlaku di lingkungan masyarakatnya.
Umur Harapan Hidup Saat Lahir adalah rata-rata tahun hidup yang akan dijalani
oleh bayi yang baru lahir pada suatu tahun tertentu. Umur Harapan Hidup atau
Angka Harapan Hidup merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah
dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan meningkatkan
derajat kesehatan pada khususnya. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) (2014)
Angka Harapan Hidup yang rendah di suatu daerah harus diikuti dengan program
pembangunan kesehatan, dan program sosial lainnya termasuk kesehatan
lingkungan, kecukupan gizi dan kalori termasuk program pemberantasan
kemiskinan. Idealnya Angka Harapan Hidup dihitung berdasarkan Angka
Kematian Menurut Umur (Age Specific Death Rate/ASDR) yang datanya
diperoleh dari catatan registrasi kematian secara bertahun-tahun sehingga
dimungkinkan dibuat tabel kematian. Tetapi karena sistem registrasi penduduk di
Indonesia belum berjalan dengan baik maka untuk menghitung Angka Harapan
Hidup digunakan cara tidak langsung dengan program software Mortpak Lite.
8
Angka Kematian Bayi
Angka Kematian Bayi (infant mortality rate) adalah kematian yang terjadi
antara saat setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun.
Penyebab kematian bayi dapat dibagi menjadi dua macam yaitu endogen dan
eksogen. Kematian bayi endogen atau kematian neo-natal adalah kematian bayi
yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan umumnya terjadi karena faktor
yang dibawa sejak lahir oleh orangtuanya pada saat konsepsi atau selama
kehamilan. Kematian bayi eksogen atau post-neonatal adalah kematian bayi yang
terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun disebabkan oleh
faktor-faktor dari lingkungan luar (BPS 2014). Angka Kematian Bayi
menggambarkan keadaan sosial ekonomi masyarakat dimana angka kematian itu
dihitung. Pengembangan perencanaan menggunakan Angka Kematian Bayi
berbeda antara kematian neo-natal dan kematian bayi yang lain. Kematian neo-
natal disebabkan oleh faktor endogen yang berhubungan dengan kehamilan
sehingga perencanaan dan pengembangannya melalui program-program untuk
mengurangi angka kematian neo-natal atau yang bersangkutan dengan program
pelayanan kesehatan ibu hamil, misalnya program pemberian pil besi dan suntikan
anti tetanus. Sedangkan Angka Kematian Post-Neonatal dan Angka Kematian
Anak serta Kematian Balita dapat berguna untuk mengembangkan program
imunisasi, serta program-program pencegahan penyakit menular terutama pada
anak-anak, program penerangan tentang gizi dan pemberian makanan sehat untuk
anak dibawah usia 5 tahun. Secara matematis, Angka Kematian Bayi adalah
banyaknya kematian bayi berusia dibawah satu tahun, per 1000 kelahiran hidup
pada satu tahun tertentu. Adapun cara penghitungannya adalah sebagai berikut:
Σ
dimana:
AKB = Angka Kematian Bayi / Infant Mortality Rate (IMR)
D 0-<1th = Jumlah Kematian Bayi (berumur kurang 1 tahun) pada satu
tahun tertentu di daerah tertentu
Σlahir hidup = Jumlah Kelahiran Hidup pada satu tahun tertentu di daerah
tertentu
K = 1000
Analisis Data Panel
Data yang digunakan dalam analisis ekonometrika terdiri dari tiga jenis,
yaitu data cross section, data time series dan data panel. Cross section merupakan
data yang dikumpulkan dalam satu waktu pada banyak individu, sedangkan time
series merupakan data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu terhadap suatu
individu. Pooled data merupakan penggabungan data cross section dan time
series dimana data yang dikumpulkan secara cross section pada periode waktu
tertentu. Penggunaan data panel telah memberikan banyak manfaat secara statistik
9
maupun menurut teori ekonomi. Manfaat dari penggunaan panel data antara lain
adalah:
1. Dapat mengontrol heterogenitas individu.
2. Mampu mengurangi kolinearitas antar variabel, meningkatkan degrees of
freedom, lebih bervariasi, dan lebih efisien.
3. Mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat
diperoleh dari data cross section murni atau data time series murni dengan baik.
4. Dapat menguji dan membangun model perilaku yang lebih kompleks.
Teknik untuk mengestimasi parameter model dengan data panel dibagi menjadi
tiga yaitu Pooled Least Square, metode efek tetap atau Fixed Effect dan metode
efek acak atau Random Effect.
1. Model Pooled Least Square
Metode ini merupakan penggabungan sederhana dari data time series dan cross
section. Estimasi dari model Pooled Least Square dapat diuraikan ke dalam
model berikut:
Yit
= α + βXit
+ εit
Asumsi yang digunakan pada metode ini terbatas karena mengasumsikan
intersep dan koefisien dari setiap variabel konstan untuk setiap i (data cross
section) yang diobservasi. Hal ini dapat menyebabkan variabel yang diabaikan
mengubah intersep time series dan cross section.
2. Model Fixed Effect
Keterbatasan yang ada pada model Pooled Least Square dapat diatasi dengan
memasukan peubah dummy untuk memungkinkan perbedaan intersep α.
Koefisien-koefisien lainnya tetap sama bagi setiap kabupaten dan kota yang
diobservasi. Metode fixed effect dapat diuraikan sebagai berikut:
Yit= α + βX
it + γW
2t + γW
3t + ⋯ + γ
NW
NT + δ
2Z
i2 + δ
3Z
i3 + ⋯ + δ
2Z
i2 + ε
it
dimana :
Wit = 1 untuk individu daerah ke-i; i= 2,3,…,N
0 selainnya
Zit = 1 untuk periode waktu ke-t; t= 2,3,…,N
0 selainnya
Koefisien dari variabel dummy akan mengukur perubahan intersep cross
section dan time series. Namun model ini memiliki beberapa kekurangan
seperti penggunaan dummy tidak langsung mengidentifikasi apa yang
menyebabkan pergeseran garis regresi sepanjang waktu dan antar daerah.
Kedua teknik dummy mengurangi derajat bebas cukup besar (Juanda 2009).
3. Model Random Effect
Model Random Effect mengasumsikan tidak ada korelasi antara efek individu
dan regresor. Model ini memiliki dua komponen residual, yaitu residual secara
menyeluruh dan residual secara individu. Model Random Effect dapat
dijabarkan sebagai berikut:
Yit
= α + βXit
+ εit
εit
= ui + v
t + w
it
dimana :
𝑢𝑖 ~ N(0, ²) : komponen sisaan data cross section
𝑣𝑡 ~ N(0, ²) : komponen sisaan data time series
10
𝑤𝑖 ~ N(0, ²) : komponen sisaan gabungan
Formulasi model Random Effect diperoleh dari model Fixed Effect dengan
mengasumsikan rataan efek acak dari variabel time-series dan cross section
termasuk dalam intersep dan deviasi acak dari rataanya sama dengan masing-
masing komponen galat 𝑢 dan 𝑣 .
Pengujian Kesesuaian Model
Pengujian terhadap parameter estimasi dilakukan setelah parameter estimasi
didapat. Pengujian dapat dilakukan secara statistik dan juga dengan pendekatan
analisis model data panel.
1. Uji Chow
Pengujian yang digunakan untuk memilih apakah model Pooled Least Square
atau Fixed Effect untuk digunakan. Hipotesisnya adalah sebagai berikut:
: Model Pooled Least Square (Restricted)
: Model Fixed Effect (Unrestricted)
Dasar penolakan dengan menggunakan F statistik dengan rumus :
𝑡 𝑡
Keterangan :
RRSS = Restricted Residual Sum Square
URSS = Unrestricted Residual Sum Square
N = Jumlah data cross section
T = Jumlah data time series
K = Jumlah variabel penjelas
Jika nilai F-stat lebih besar dari F-tabel, maka cukup bukti untuk menolak
hipotesis nol yaitu menggunakan model Fixed Effect, jika Jika nilai F-stat lebih
kecil dari F-tabel, maka terima hipotesis nol yaitu menggunakan model Pooled
Least Square.
2. Uji Hausman
Uji Hausman dilakukan setelah pengujian Uji Chow. Uji Hausman digunakan
untuk memilih model yang terbaik antara model Random Effect atau model
Fixed Effect. Hipotesisnya sebagai berikut:
: Model Fixed Effect
: Model Random Effect
Dasar penolakan menggunakan perbandingan statistik Hausman dengan
Chi-Square atau juga bisa dilihat dari nilai p-value nya. Jika p-value lebih kecil
dari 5% maka dapat disimpulkan bahwa model Fixed Effect lebih baik
dibandingkan dengan model Random Effect.
3. Kecocokan Model (Goodness of Fit)
Koefisien determinasi yang dilambangkan dengan dapat menguji goodness
of fit dari estimasi model yang dibuat. Koefisien determinasi dapat menjelaskan
persentase total variasi variabel tak bebas yang dijelaskan dalam model. Nilai
selalu berada di antara 0 dan 1. Semakin besar nilai semakin baik
kualitas model, karena semakin dapat menjelaskan hubungan antara variabel
bebas dan variabel tak bebas.
11
4. Pengujian Hipotesis
Untuk membuktikan bahwa koefisien regresi suatu model secara statistik
signifikan atau tidak, perlu dikaji apakah koefisien regresi satu per satu secara
statistik signifikan atau tidak dalam memengaruhi nilai variabel tak bebas, juga
perlu diuji untuk membuktikan secara statistik bahwa keseluruhan koefisien
regresi juga signifikan dalam menentukan nilai variabel tak bebas. Untuk
melihat seberapa jauh pengaruh masing-masing variabel bebas dapat dilakukan
dengan Uji Statistik t. Cara yang lebih mudah juga dapat dilihat dari p-value.
Jika p-value lebih kecil dari nilai α = 5%, maka variabel bebas berpengaruh
secara signifikan. Keseluruhan koefisien regresi dapat dilakukan dengan uji
statistik F.
Uji Asumsi
1. Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah kondisi dimana terjadi korelasi yang kuat di antara
variabel-variabel penjelas yang diikutsertakan dalam pembentukan model
regresi linier. Dalam regresi liniear klasik, salah satu asumsi yang harus
dipenuhi adalah tidak adanya multikolinieritas. Selama kolinearitas itu tidak
sempurna, estimator OLS masih tetap Best Linear Unbiased Estimator
(BLUE) meskipun salah satu atau lebih koefisien regresi parsial dalam regresi
berganda bisa saja secara individual tak signifikan secara statistik (Gujarati
2006).
2. Autokorelasi
Autokorelasi merupakan keadaan dimana adanya korelasi berantai antar
variabel gangguan periode tertentu dengan variabel gangguan periode lain.
Autokorelasi secara simbolis dapat ditulis 𝐸 𝑢 𝑢 ≠0 𝑖≠𝑗. Uji untuk
mendeteksi autokorelasi yang paling terkenal adalah uji yang dikembangkan
oleh Durbin dan Watson. Uji Durbin dan Watson (DW test) dapat dimulai
dari menentukan hipotesis.
3. Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas menunjukkan varians 𝑢𝑖 adalah 𝜎𝑖², yang berarti adanya
ketidaksamaan varians dari residual dari setiap pengamatan pada model
regresi. Juanda (2009) menyatakan ketika heteroskedastisitas terjadi, dugaan
parameter koefisien regresi dengan metode OLS tidak bias dan masih
konsisten tetapi standar errornya bias ke bawah yang menyebabkan penduga
OLS tidak efisien lagi.
4. Normalitas
Dalam analisis statistik parametrik, asumsi yang harus dimiliki pada data
adalah faktor kesalahan 𝑢 didistribusikan secara normal. Prosedur sederhana
untuk uji normalitas yaitu uji Jarque-Bera. Uji Jarque-Bera merupakan uji
sampel besar yang didasarkan atas residu Ordinary Least Square. Hipotesis
pada data berdistribusi normal, nilai probabilitas yang kecil cenderung
mengarahkan pada penolakan hipotesis nol distribusi normal. Bila nilai
Jarque-Bera dan probabilitas lebih besar dari α = 5%, maka data berdistribusi
normal.
12
Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian telah dilakukan tentang faktor sosial ekonomi dan
kaitannya dengan sektor kesehatan. Jutting (2007) melakukan penelitian untuk
mengetahui kontribusi desentralisasi fiskal dan karakteristik sosial ekonomi pada
sektor kesehatan melalui Angka Kematian Bayi di China. Hasil penelitian ini
menyatakan bahwa kabupaten/kota yang memiliki pendapatan yang rendah
memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap provinsi dalam menentukan belanja
kesehatan. Pendidikan, tingkat fertilitas, dan pendapatan masyarakat berpengaruh
signifikan dalam mengurangi angka kematian bayi.
Asfaw et al (2004) melakukan penelitian tentang dampak desentralisasi
fiskal dan faktor sosial ekonomi terhadap outcomes kesehatan di pedesaan India.
Hasil penelitian menyatakan bahwa desentralisasi dapat mengurangi angka
kematian bayi. Pada penelitian ini menyatakan bahwa desentralisasi fiskal pada
komunitas atau daerah yang memiliki partisipasi politik yang rendah
menyebabkan rendahnya penurunan angka kematian bayi. Pendapatan dan angka
melek huruf wanita merupakan faktor yang berpengaruh dalam mengurangi angka
kematian bayi di India.
Jimenez (2010) melakukan penelitian untuk mengetahui dampak
penerimaan pajak pemerintah terhadap sektor kesehatan pada 19 negara OECD.
Hasil penelitian menyatakan bahwa penerimaan pajak oleh pemerintah dapat
mengurangi angka kematian bayi. Penelitian ini menyatakan bahwa penerimaan
pajak pemerintah memiliki pengaruh yang positif terhadap efektifitas dari
kebijakan publik dalam peningkatan kesehatan masyarakat. Jumlah dokter dan
tingkat pendidikan memiliki pengaruh dalam mengurangi angka kematian bayi
dan perilaku masyarakat dalam konsumsi alkohol dan rokok signifikan
mempengaruhi peningkatan angka kematian bayi.
Febriana (2009) melakukan penelitian untuk mengetahui keterkaitan antara
alokasi anggaran belanja pembangunan dan belanja rutin pemerintah dengan
kinerja sektor kesehatan melalui angka harapan hidup dan angka kematian bayi di
Indonesia. Hasil penelitian menyatakan bahwa alokasi anggaran belanja
pembangunan pemerintah memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap angka
kematian bayi dan memiliki pengaruh positif terhadap angka harapan hidup.
Hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah
pada penelitian ini menggunakan daerah provinsi, yaitu Provinsi Jawa Barat
sebagai studi kasus untuk melihat kondisi sosial ekonomi yang memengaruhi
kinerja sektor kesehatan lingkup kabupaten dan kota. Variabel yang digunakan
dalam model penelitian ini merupakan kombinasi dari penelitian sebelumnya dan
penambahan variabel lainnya.
Kerangka Pemikiran
Sektor kesehatan merupakan salah satu komponen yang mencerminkan
keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Tingkat kesehatan yang baik akan
mendorong produktivitas tenaga kerja yang akhirnya berimplikasi pada output
yang tinggi. Untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat, diperlukan tidak
hanya peran pemerintah tetapi dibutuhkan juga peran masyarakat dari segi sosial
13
dan ekonomi. Dengan adanya sinergi antara sosial ekonomi pemerintah dan
masyarakat diharapkan dapat mempengaruhi peningkatan kualitas derajat
kesehatan masyarakat melalui angka kematian bayi dan angka harapan hidup.
Gambar 4 Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
1. Semakin tinggi rasio anggaran belanja kesehatan terhadap total belanja daerah
mencerminkan peningkatan kualitas kesehatan yang semakin baik, diduga
akan mengurangi angka kematian bayi dan meningkatkan angka harapan
hidup.
2. Semakin tinggi PDRB per kapita diduga dapat menurunkan angka kematian
bayi dan meningkatkan kualitas angka harapan hidup.
3. Persalinan oleh tenaga kesehatan mencerminkan tingkat pelayanan kesehatan
yang diduga akan mengurangi angka kematian bayi.
4. Angka melek huruf mencerminkan tingkat pendidikan masyarakat yang
diduga akan mengurangi angka kematian bayi dan meningkatkan angka
harapan hidup.
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan jenis
data panel. Objek yang diteliti adalah 25 kabupaten dan kota di Provinsi Jawa
Barat pada tahun 2007 sampai 2012. Kabupaten Bandung Barat tidak dimasukkan
14
dalam objek penelitian untuk kekonsistenan data. Data pendukung lainnya seperti
buku, jurnal dan lain-lain diperoleh dari perpustakaan BPS Pusat, BPS Kabupaten
Bogor, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Barat dan perpustakaan di lingkungan IPB. Berikut jenis data dan sumber
data yang disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Data dan Sumber Data
Keterangan Sumber
Angka Harapan Hidup BPS Pusat
Angka Kematian Bayi (terlapor) Dinas Kesehatan Jawa Barat (diolah)
Anggaran Belanja Kesehatan Dinas Kesehatan Jawa Barat (diolah)
Produk Domestik Regional
Bruto/Kapita
BPS Kabupaten Bogor
Persalinan dengan Tenaga
Kesehatan
Dinas Kesehatan Jawa Barat (diolah)
Angka Melek Huruf Dinas Kesehatan Jawa Barat (diolah)
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari analisis
deskriptif dan analisis regresi data panel. Analisis deskriptif digunakan untuk
menginterprestasikan data kuantitatif secara sederhana. Pengolahan dilakukan
dengan menggunakan program software Microsoft Excel dan Eviews7.
Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk menjawab tujuan
pertama dan kedua yaitu menggambarkan perkembangan faktor-faktor sosial
ekonomi kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat untuk sektor kesehatan.
Faktor-faktor sosial ekonomi dilihat dari peran pemerintah dan masyarakat.
Dilihat melalui faktor ekonomi yaitu pengeluaran pemerintah pada sektor
kesehatan dan pdrb per kapita, dalam pengukurannya, perlu diketahui seberapa
besar anggaran pengeluaran pemerintah di sektor tersebut dan pengaruhnya
terhadap derajat kesehatan masyarakat serta pdrb per kapita sebagai gambaran
kondisi kesejahteraan terhadap derajat kesehatan masyarakat. Faktor sosial
melalui pelayanan kesehatan dan pendidikan perlu diketahui perkembangannya
dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat. Derajat kesehatan masyarakat
pada penelitian ini dilihat melalui angka kematian bayi dan angka harapan hidup
yang diperlukan untuk mengukur perkembangan kinerja sektor kesehatan di
kabupaten dan kota Provinsi Jawa Barat.
Analisis Data Panel
Analisis regresi dengan metode data panel digunakan untuk menjawab
tujuan ketiga yaitu mengetahui sejauh mana keterkaitan antara faktor-faktor sosial
ekonomi dengan kinerja sektor kesehatan kabupaten dan kota Provinsi Jawa Barat.
Penelitian ini menggunakan nilai Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka
Harapan Hidup (AHH) yang menggambarkan derajat kesehatan. Variabel rasio
anggaran belanja pemerintah bidang kesehatan (RBKes) digunakan sebagai
15
gambaran alokasi anggaran belanja kesehatan pemerintah, variabel Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita sebagai gambaran tingkat
kesejahteraan masyarakat, selain itu sebagai gambaran kondisi pelayanan bagi
sektor kesehatan menggunakan variabel Persalinan ditolong oleh Tenaga
Kesehatan (SALINKES) dan variabel Angka Melek Huruf Perempuan diatas 10
tahun (RAMH) sebagai kondisi pendidikan masyarakat. Adapun estimasi model
keterkaitan antara pengeluaran untuk kesehatan dengan kualitas kesehatan
masyarakat kabupaten dan kota Provinsi Jawa Barat secara matematis dituliskan
sebagai berikut:
LnAKBit
= α1
+β1RBKes
it +β
2LnPDRBK
it +β
3LnSALINKES
it +β
4 RAMH
it+ ε
it .
Keterangan:
AKB = Angka Kematian Bayi (jiwa)
RBKes = Rasio anggaran belanja kesehatan terhadap total belanja
daerah (%)
PDRBK = Produk Domestik Regional Bruto per Kapita (juta rupiah)
SALINKES = Jumlah persalinan ditolong tenaga kesehatan (jiwa)
RAMH = Rasio angka melek huruf wanita terhadap jumlah penduduk
di atas 10 tahun (%)
αi = intersep
𝛽i = koefisien regresi
εit = error term
i = kabupaten/ kota ke-i
t = periode waktu (2007,…,2012)
LnAHHit
= α1
+ β1RBKes
it + β
2LnPDRBK
it + β
3RAMH
it + ε
it .
Keterangan:
AHH = Angka Harapan Hidup (tahun)
RBKes = Rasio anggaran belanja kesehatan terhadap total belanja daerah
(%)
PDRBK = Produk Domestik Regional Bruto per Kapita (juta rupiah)
RAMH = Rasio angka melek huruf wanita terhadap jumlah penduduk di
atas 10 tahun (%)
αi = intersep
𝛽i = koefisien regresi
εit = error term
i = kabupaten/ kota ke-i
t = periode waktu (2007,…,2012)
16
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan Faktor-Faktor Sosial Ekonomi Kabupaten dan Kota di
Provinsi Jawa Barat Terhadap Sektor Kesehatan Tahun 2007-2012
Faktor Ekonomi
Perkembangan Alokasi Anggaran Belanja Kesehatan
Belanja kesehatan merupakan pengeluaran yang ditujukan dalam rangka
peningkatan kualitas kesehatan dan produktivitas masyarakat. Pencapaian visi dan
misi pembangunan kesehatan melalui peningkatan kualitas kesehatan dan
produktivitas masyarakat dapat tercapai jika didukung dengan pembiayaan yang
memadai dan manajemen yang benar. Sumber biaya berasal dari ; Anggaran
Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten, APBD Provinsi, Anggaran
Penerimaan dan Belanja Nasional (APBN) melalui Dana Alokasi Khusus (DAK),
Asuransi Kesehatan untuk Masyarakat Miskin (ASKESKIN), Pinjaman/Hibah
Luar Negeri (PHLN), dan sumber lainnya. Perkembangan rasio alokasi anggaran
terhadap total anggaran belanja daerah kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat
selama 2007 sampai 2012 dapat dilihat dari Gambar 5. Selama kurun waktu tahun
2007 sampai 2012, rasio alokasi anggaran belanja kesehatan terhadap total
anggaran belanja daerah cenderung mengalami peningkatan di setiap kabupaten
dan kota Provinsi Jawa Barat. Besarnya proporsi anggaran belanja kesehatan
terhadap total anggaran belanja daerah dapat dilihat sebagai ukuran skala prioritas
pembangunan kesehatan oleh pemerintah.
Sumber: Dinas Kesehatan Jawa Barat 2014
Gambar 5 Rasio Alokasi Anggaran Kesehatan Terhadap Total Alokasi Anggaran
Daerah Kabupaten Kota Provinsi Jawa Barat tahun 2007 sampai 2012
Berdasarkan Gambar 5, Kota Banjar memiliki rasio alokasi anggaran
belanja kesehatan tertinggi terhadap total alokasi anggaran belanja daerah yaitu
sebesar 31.08% pada tahun 2011. Namun alokasi tinggi tersebut tidak terjadi di
tahun sebelum dan setelah 2011 dimana pada tahun 2010 dan 2012 masing-
masing hanya sebesar 5.63% dan 6.07%. Hal tersebut terjadi karena pada tahun
0
5
10
15
20
25
30
35
Ras
io (
%)
2007 2008 2009 2010 2011 2012
17
2011 Pemerintah Daerah Kota Banjar menetapkan anggaran publik sebesar 55%
untuk belanja publik dan 45% untuk belanja aparatur. Dengan meningkatnya
anggaran belanja publik maka terjadi peningkatan alokasi anggaran pada setiap
sektor terkait pelayanan masyarakat termasuk sektor kesehatan. Pada tahun 2011
Kota Banjar menggalakan program Kampung Keluarga Berencana dengan
melibatkan masyarakat dan program pembebasan biaya berobat di Puskesmas dan
kelas tiga Rumah Sakit Umum Daerah Kota Banjar.
Daerah yang tidak mengalami fluktuasi rasio alokasi anggaran belanja
kesehatan terhadap total anggaran belanja daerah adalah Kota Cirebon. Kota
Cirebon merupakan daerah yang cenderung mengalami peningkatan rasio alokasi
anggaran terhadap total alokasi anggaran selama kurun waktu 2007 sampai 2012
berturut-turut sebesar 4.10%, 5.49%, 6.16%, 11.36%, 15.00%, dan 18.01%. Hal
ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah Kota Cirebon berupaya menempatkan
sektor kesehatan sebagai sektor prioritas dengan meningkatnya rasio anggaran
setiap tahunnya.
Rata-rata rasio alokasi anggaran belanja kesehatan terhadap total alokasi
anggaran daerah di setiap kabupaten dan kota Provinsi Jawa Barat pada kurun
waktu 2007 sampai 2012 dapat dilihat dari Gambar 6. WHO menetapkan standar
rasio anggaran kesehatan sebesar 15% dari total anggaran belanja daerah.
Mengacu pada standar kesehatan WHO tersebut, Pada Gambar 6 rata-rata rasio
alokasi anggaran kesehatan terhadap total alokasi anggaran dibagi menjadi lima
interval dimana interval 0.0%-5% merupakan kondisi prioritas pemerintah daerah
terhadap sektor kesehatan melalui rasio alokasi anggaran belanja kesehatan sangat
kurang. Interval 5%-10% menggambarkan kondisi prioritas pemerintah daerah
terhadap sektor kesehatan kurang. Kondisi prioritas pemerintah terhadap sektor
kesehatan cukup jika rasio mencapai 10%-15%, baik jika rasio mencapai pada
interval 15%-20%, dan sangat baik jika mencapai lebih dari 20% Rasio rata-rata
alokasi anggaran belanja kesehatan Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Barat yang
berada pada interval 0.0%-5% adalah sebanyak 12% dari total jumlah Kabupaten
dan Kota di Provinsi Jawa Barat. Sebanyak 72% berada pada rasio 5%-10% yang
menunjukkan sebagian besar pemerintah daerah kabupaten dan kota di Provinsi
Jawa Barat belum menempatkan sektor kesehatan sebagai sektor prioritas dengan
prioritas rasio alokasi anggaran belanja kesehatan terhadap total anggaran belanja
daerah yang cukup. Pada interval 5%-10% sebanyak 12% dan pada interval lebih
besar dari 15% hanya sebanyak 4%.
Daerah yang telah mencapai ketentuan yang ditetapkan WHO adalah Kota
Sukabumi dengan rata-rata rasio anggaran kesehatan terhadap total anggaran
keseluruhan sebesar 15.03%. Pemerintah Daerah Kota Sukabumi memiliki
perhatian yang sangat tinggi terkait dengan peningkatan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM), dalam hal ini peningkatan derajat kesehatan masyarakat sebagai
cerminan keberhasilan pembangunan di Kota Sukabumi. Peningkatan derajat
kesehatan masyarakat menjadi salah satu prioritas pemerintah Kota Sukabumi
dalam pembangunan di bidang kesehatan.
18
Sumber: Dinas Kesehatan Jawa Barat, 2014
Gambar 6 Rasio Rata-Rata Alokasi Anggaran Belanja Kesehatan Terhadap Total
Alokasi Anggaran Belanja Daerah Kabupaten Kota Provinsi Jawa
Barat 2007 sampai 2012
Kota Tasikmalaya sebagai daerah yang memiliki rata-rata rasio alokasi
anggaran belanja kesehatan terhadap total anggaran belanja daerah yang masih
berada pada interval sangat kurang dan merupakan daerah dengan rasio anggaran
belanja kesehatan terkecil hanya sebesar 3.81% dari total anggaran belanja daerah.
Hal ini menunjukkan perhatian Pemerintah Daerah Kota Tasikmalaya terhadap
sektor kesehatan masih sangat minim.
Perkembangan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) per Kapita
Perkembangan PDRB per kapita kabupaten dan kota Provinsi Jawa Barat
secara keseluruhan mengalami peningkatan dalam kurun waktu 2007 sampai 2012.
Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa daerah kabupaten yang memiliki rata-rata
PDRB per kapita pada kurun waktu 2007 sampai 2012 tertinggi adalah Kabupaten
Bekasi, Kabupaten Karawang, dan Kabupaten Purwakarta dengan persentase
terhadap rata-rata Provinsi Jawa Barat masing-masing sebesar 9.90%, 6.44%, dan
4.83%. Sedangkan daerah kota yang memiliki rata-rata tertinggi adalah Kota
Cirebon, Kota Bandung, dan Kota Cimahi dengan persentase masing-masing
10.94
7.38
6.10
7.05
6.03
4.29
5.95
7.06
11.05
8.09
6.35
5.10
8.36
5.14
6.46
4.02
6.60
15.03 5.84
10.02
6.34
6.08
9.02
3.81
9.84
0.00 5.00 10.00 15.00 20.00
Kabupaten Bogor
Kabupaten Sukabumi
Kabupaten Cianjur
Kabupaten Bandung
Kabupaten Garut
Kabupaten Tasikmalaya
Kabupaten Ciamis
Kabupaten Kuningan
Kabupaten Cirebon
Kabupaten Majalengka
Kabupaten Sumedang
Kabupaten Indramayu
Kabupaten Subang
Kabupaten Purwakarta
Kabupaten Karawang
Kabupaten Bekasi
Kota Bogor
Kota Sukabumi
Kota Bandung
Kota Cirebon
Kota Bekasi
Kota Depok
Kota Cimahi
Kota Tasikmalaya
Kota Banjar
Interval Rasio (%)
Rata-Rata Rasio
19
sebesar 9.45%, 8.51%, dan 6.03%. Rata-rata PDRB per kapita kabupaten terhadap
rata-rata PDRB per kapita Provinsi Jawa Barat adalah sebesar 3.47%, dan rata-rata
PDRB per kapita kota sebesar 4.92%. Hal ini menunjukkan PDRB per kapita
kabupaten lebih rendah dibandingkan dengan PDRB per kapita daerah kota.
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014
Gambar 7 PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) per kapita atas dasar harga
berlaku Daerah Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Barat 2007 samai
2012
Faktor Sosial
Perkembangan Cakupan Persalinan Ditolong Tenaga Kesehatan
Cakupan persalinan ditolong tenaga kesehatan merupakan indikator kondisi
upaya pelayanan kesehatan daerah. Tenaga kesehatan meliputi dokter, bidan, dan
tenaga ahli lainnya sangat diperlukan bagi persalinan. Persalinan dengan tenaga
kesehatan mencegah resiko gangguan dalam persalinan karena berdasarkan ilmu
pengetahuan dan menggunakan alat-alat medis yang steril dibandingkan
persalinan menggunakan dukun atau tenaga non-kesehatan lainnya.
Perkembangan cakupan persalinan ditolong tenaga kesehatan kabupaten dan kota
di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat melalui Gambar 8.
Pada Gambar 8 menunjukan cakupan persalinan ditolong tenaga kesehatan
kabupaten dan kota Provinsi Jawa Barat mengalami fluktuasi setiap tahunnya
dalam kurun waktu 2007 sampai 2012. Cakupan persalinan ditolong tenaga
kesehatan kabupaten selama kurun waktu 2007 sampai 2012 sebagian besar
cenderung mengalami peningkatan kecuali Kabupaten Karawang dan Kabupaten
Bekasi yang cenderung menurun. Untuk cakupan persalinan ditolong tenaga
kesehatan daerah kota di Provinsi Jawa Barat mengalami fluktuasi cenderung
menurun.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Tri
liun R
up
iah
2007 2008 2009 2010 2011 2012
20
Sumber: Dinas Kesehatan Jawa Barat 2014
Gambar 8 Cakupan Persalinan Ditolong Oleh Tenaga Kesehatan Kabupaten dan
Kota Provinsi Jawa Barat 2007 sampai 2012
Hal ini menunjukan perhatian pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk
cakupan persalinan ditolong tenaga kesehatan lebih ke daerah kabupaten. Daerah
kabupaten merupakan daerah yang memiliki masyarakat masih tertinggal
dibandingkan daerah kota, khususnya mengenai tenaga kesehatan. Kesadaran
masyarakat daerah kabupaten yang masih rendah mengenai pentingnya persalinan
menggunakan tenaga kesehatan mendorong pemerintah untuk terus memberikan
perhatian kepada daerah kabupaten, terutama daerah tertinggal.
Kondisi Angka Melek Huruf
Tingkat pendidikan dapat dilihat dari sisi kemampuan penduduk dalam
membaca dan menulis (melek huruf). Pendidikan merupakan salah satu faktor
yang dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Angka melek huruf
merupakan kondisi pendidikan yang paling mendasar untuk mendukung ke
jenjang pendidikan berikutnya, sehingga dengan angka melek huruf pengetahuan
masyarakat tidak hanya dengan membaca tetapi juga mengerti maksud dari tulisan
dan berbagai pengetahuan mengenai kesehatan. Dalam periode tahun 2007 sampai
2012 perkembangan angka melek huruf kabupaten dan kota Provinsi Jawa Barat
dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9 menunjukkan sebanyak 84% daerah
kabupaten dan kota cenderung mengalami peningkatan angka melek huruf dan
sebanyak 16% daerah kabupaten dan kota mengalami kecenderungan angka melek
huruf yang menurun yaitu Kabupaten Indramayu, Kabupaten Sumedang,
Kabupaten Bekasi, dan Kota Cirebon. Rasio angka melek huruf Provinsi Jawa
Barat tahun 2012 adalah sebesar 94.94%, dengan daerah yang memiliki rasio
angka melek huruf diatas rasio Provinsi Jawa Barat sebanyak 72% dan daerah
yang memiliki rasio angka melek huruf di bawah rasio Provinsi Jawa Barat
sebanyak 28%.
Hal ini menunjukkan tingkat pendidikan yang dilihat dari kemampuan
membaca dan menulis masyarakat terutama wanita cukup baik, namun masih ada
beberapa daerah yang memiliki ketertinggalan dalam pencapaian angka melek
huruf ini.
0
20
40
60
80
100
120R
asio
(%
)
2007 2008 2009 2010 2011 2012
21
Sumber: Dinas Kesehatan Jawa Barat, 2014
Gambar 9 Rasio Penduduk Perempuan Usia 10 Tahun Ke atas Kabupaten dan
Kota Provinsi Jawa Barat Menurut Kemampuan Membaca/Menulis
Tahun 2007 sampai 2012
Perkembangan Kinerja Sektor Kesehatan Kabupaten dan Kota Provinsi
Jawa Barat
Kinerja sektor kesehatan dilihat melalui indikator derajat kesehatan
masyarakat yaitu angka kematian bayi dan angka harapan hidup. Perkembangan
angka kematian bayi pada daerah kabupaten dan kota Provinsi Jawa Barat
ditunjukkan pada Gambar 10.
Sumber: Dinas Kesehatan Jawa Barat, 2014
Gambar 10 Jumlah Kematian Bayi per 1000 Kelahiran Hidup Kabupaten dan
Kota Provinsi Jawa Barat 2007 sampai 2012
Daerah kabupaten yang memiliki rata-rata angka kematian bayi pada kurun
waktu 2007 sampai 2012 tertinggi adalah Kabupaten Majalengka, Kabupaten
Indramayu, dan Kabupaten Subang dengan persentase terhadap rata-rata Provinsi
Jawa Barat masing-masing sebesar 246%, 167%, dan 163%. Sedangkan daerah
kota yang memiliki rata-rata tertinggi adalah Kota Banjar, Kota Cirebon, dan Kota
0
20
40
60
80
100
120
Ras
io (
%)
2007 2008 2009 2010 2011 2012
0
5
10
15
20
25
30
Jiw
a
2007 2008 2009 2010 2011 2012
22
Tasikmalaya dengan persentase masing-masing sebesar 237%, 156%, dan 132%.
Rata-rata angka kematian bayi Provinsi Jawa Barat selama kurun waktu 2007
sampai 2012 adalah sebesar 7.23 per 1000 kelahiran. Rata-rata angka kematian
bayi pada daerah kabupaten di Provinsi Jawa Barat sebesar 7.37 per 1000
kelahiran, dan rata-rata angka kematian bayi pada daerah kota adalah sebesar 6.98
per 1000 kelahiran. Angka kematian bayi pada daerah kota yang lebih rendah
dibandingkan dengan daerah kabupaten menunjukkan bahwa ketersediaan fasilitas
kesehatan pada daerah kota lebih banyak dibandingkan daerah kabupaten, selain
itu penduduk daerah perkotaan rata-rata memiliki pendidikan yang cukup tinggi
sehingga tingkat kesadaran masyarakat terhadap kesehatan juga cukup tinggi.
Derajat kesehatan selanjutnya diukur melalui angka harapan hidup. Angka
harapan hidup merupakan indikator penting dalam mengukur keberhasilan
pembangunan kesehatan dan berhubungan erat dengan angka kematian bayi. Jika
angka kematian bayi di suatu wilayah rendah maka angka harapan hidupnya
cenderung tinggi begitupun sebaliknya. Angka harapan hidup kabupaten dan kota
di Provinsi Jawa Barat terus mengalami peningkatan. Peningkatan angka harapan
hidup yang terjadi menunjukkan bahwa pemerintah beserta jajarannya terus
melakukan perbaikan dalam pembangunan kesehatan. Gambar 11 menunjukan
perkembangan selama kurun waktu 2007 sampai 2012 angka harapan hidup rata-
rata kabupaten dan kota cenderung mengalami peningkatan. Daerah kabupaten
yang memiliki rata-rata angka harapan hidup pada kurun waktu 2007 sampai 2012
tertinggi adalah Kabupaten Subang, Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Bandung
sebesar 69.32 tahun, 69.24 tahun, dan 68.98 tahun. Sedangkan daerah kota yang
memiliki angka harapan hidup tertinggi adalah Kota Depok, Kota Bandung, dan
Kota Tasikmalaya dengan nilai masing-masing sebesar 73.03 tahun, 69.69 tahun,
dan 69.67 tahun. Meskipun secara keseluruhan angka harapan hidup di Provinsi
Jawa Barat telah mengalami peningkatan selama kurun waktu 2007 sampai 2012,
namun masih terdapat daerah yang memiliki nilai angka harapan hidup tergolong
rendah yaitu Kabupaten Cirebon 65.23 tahun, Kabupaten Garut 65.40 tahun, dan
Kabupaten Cianjur 65.82 tahun.
Sumber: Badan Pusat Statistik 2014
Gambar 11 Angka Harapan Hidup Kabupaten Kota Provinsi Jawa Barat Tahun
2007 sampai 2012
58606264666870727476
Usi
a
2007 2008 2009 2010 2011 2012
23
Rata-rata angka harapan hidup selama kurun waktu 2007 sampai 2012
Provinsi Jawa Barat sebesar 67.98 tahun, sedangkan rata-rata angka harapan hidup
daerah kabupaten dan kota masing-masing sebesar 67.23 tahun dan 69.33 tahun.
Angka harapan hidup rata-rata kabupaten berada di bawah rata-rata angka harapan
hidup Provinsi Jawa Barat dan kota di Provinsi Jawa Barat. Rendahnya angka
harapan hidup pada daerah kabupaten menunjukan bahwa rata-rata daerah
kabupaten memiliki tingkat kesejahteraan masyarakat yang masih rendah
dibandingkan dengan daerah perkotaan. Sehingga daerah kabupaten mendapat
prioritas utama dari kebijakan pemerintah mengenai program-program untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Keterkaitan antara Faktor-Faktor Sosial Ekonomi dengan Kinerja Sektor
Kesehatan
Angka Kematian Bayi
Uji Chow dilakukan untuk memilih model terbaik antara model Pooled
Least Square dan Fixed Effect. Hasil Uji Chow diperoleh nilai Prob sebesar
0.0000. Nilai Prob yang kurang dari α = 5% berarti menolak hipotesis nol untuk
menggunakan Pooled Least Square dan menerima hipotesis untuk menggunakan
Fixed Effect. Pemilihan model antara Fixed Effect dengan Random Effect
dilakukan dengan menggunakan Uji Hausman. Hasil Uji Hausman menunjukkan
nilai Prob sebesar 0.0045, artinya menerima hipotesis untuk menggunakan Fixed
Effect. Hasil dari Uji Chow dan Uji Hausman pada model angka kematian bayi
dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Lampiran 4. Perbandingan Uji Chow dan Uji
Hausman dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Uji model angka kematian bayi terbaik (Pooled Least Square, Fixed
Effect Model, Random Effect Model) Uji Model Terbaik Probabilitas Chi-Square
Uji Chow 0.0000*
Uji Hausman 0.0045*
Sumber: Hasil pengolahan menggunakan program Eviews7
Keterangan: *) signifikan pada taraf nyata 5%
Hasil estimasi model untuk melihat pengaruh faktor sosial ekonomi
terhadap angka kematian bayi dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan hasil
estimasi, diperoleh nilai pada model sebesar 0.916626. Hal ini menunjukkan
bahwa keragaman angka kematian bayi dapat dijelaskan oleh variabel bebas
sebesar 91.6626% sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model.
Nilai F-statistik yang signifikan yaitu pada tingkat α = 5% yaitu sebesar 0.000000
yang berarti masing-masing variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh
nyata terhadap variabel tak bebas. Masing-masing variabel bebas menunjukan
nilai probabilitas yang signifikan sehingga model penduga sudah layak untuk
menduga parameter yang ada di dalam fungsi.
Model yang baik harus memenuhi asumsi model linear klasik yaitu model
terbebas dari masalah multikolinieritas, autokorelasi, dan heterokedastisitas serta
didasarkan pada asumsi bahwa faktor-faktor 𝑢 menyebar secara normal. Tahap
uji asumsi yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:
24
1. Uji Multikolinieritas
Uji korelasi menunjukan tidak terdapat variabel yang mempunyai nilai korelasi
yang lebih besar daripada R-Square yaitu sebesar 0.91 sehingga dapat
disimpulkan model tidak memiliki masalah kolinearitas. Hasil uji
multikolinieritas pada model angka kematian bayi disajikan pada lampiran 6.
2. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi dilihat dari nilai statistik Durbin-Watson, nilai statistik
Durbin-Watson pada tabel model Fixed Effect yaitu sebesar 2.027331, nilai
dU (1.8012) < DW (2.0273) < 4-dU (2.1988), sehingga model ini tidak
memiliki masalah autokorelasi.
3. Uji Heterokedastisitas
Pengujian heterokedastisitas dapat dilihat dari nilai sum squared resid. Nilai
sum squared resid weighted sebesar 16.36858 lebih kecil dari nilai sum
squared resid unweighted yaitu sebesar 17.50955 yang artinya tidak adanya
gejala heterokedastisitas pada model ini.
4. Uji Normalitas
Selanjutnya dilakukan Uji Jarque-Bera untuk melihat normalitas. Nilai Jarque-
Bera menunjukkan nilai Prob 0.461760, nilai Prob yang lebih besar dari
α = 5% dapat disimpulkan model ini berdistribusi normal. Hasil uji normalitas
disajikan pada Lampiran 5.
Berdasarkan persamaan regresi, nilai p-value rasio alokasi anggaran belanja
kesehatan sebesar 0.0257 yang berarti bahwa rasio alokasi anggaran belanja
kesehatan terhadap total anggaran belanja daerah berpengaruh signifikan terhadap
angka kematian bayi pada taraf nyata 5%. Berdasarkan hasil persamaan regresi,
terlihat koefisien regresi variabel rasio alokasi anggaran belanja kesehatan
terhadap angka kematian bayi memiliki pengaruh negatif sebesar 0.012830.
Artinya, kenaikan 1% rasio alokasi anggaran belanja kesehatan terhadap total
anggaran belanja daerah akan menurunkan angka kematian bayi sebesar
0.012830%, dengan asumsi cateris paribus. Hal ini sesuai dengan dengan
hipotesis penelitian dimana rasio alokasi anggaran kesehatan terhadap total
anggaran kesehatan daerah yang tinggi dapat meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat dengan menurunnya angka kematian bayi, hal tersebut diharapkan
dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia itu sendiri dan berkontribusi
dalam pembangunan nasional.
Penelitian yang dilakukan oleh Rubio (2010) menemukan bahwa dengan
meningkatnya alokasi anggaran bidang kesehatan akan berpengaruh negatif
terhadap angka kematian bayi. Hasil penelitian Febriana (2009) juga
menyimpulkan bahwa meningkatnya pengeluaran pemerintah pusat untuk sektor
kesehatan akan berpengaruh positif terhadap peningkatan kualitas kesehatan
masyarakat dengan menurunnya angka kematian bayi.
Hasil estimasi menunjukkan variabel PDRB per kapita secara signifikan
positif terhadap mempengaruhi angka kematian bayi pada taraf nyata 5%.
Koefisien regresi variabel PDRB per kapita bernilai positif sebesar 0.354027 yang
artinya setiap kenaikan 1% PDRB per kapita akan meningkatkan angka kematian
bayi sebesar 0.354027%, dengan asumsi cateris paribus. Hal ini menunjukan hasil
yang tidak sesuai dengan hipotesis yaitu PDRB per kapita berpengaruh terhadap
derajat kesehatan dengan menurunnya angka kematian bayi. Hal ini diduga karena
di daerah Provinsi Jawa Barat masyarakatnya belum menempatkan kesejahteraan
25
sebagai salah satu prioritas, dalam hal ini pola konsumsi masyarakat yang masih
mengutamakan pengeluaran pokok bukan pengeluaran kesehatan. Hasil penelitian
ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Uchimura (2007) yang
menemukan semakin tinggi PDB perkapita akan mengurangi angka kematian bayi
di China. Namun, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
Purusa dan Sasana (2013) yang menemukan PDRB per kapita berpengaruh positif
dan signifikan terhadap angka kematian balita di Provinsi Jawa Tengah .
Tabel 4 Hasil estimasi model pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap angka
kematian bayi kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat 2007 sampai
2012
Variabel Koefisien Std.Error t-Statistik Prob
C 3.387004 0.963451 3.515491 0.0006*
RBKES -0.012830 0.005679 -2.258950 0.0257*
LNPDRBK 0.354027 0.068108 5.198023 0.0000*
LNSALINKES -0.468861 0.033902 -13.82974 0.0000*
RAMH -0.027804 0.003477 -7.997513 0.0000*
Sumber: Hasil pengolahan menggunakan program Eviews7
Keterangan: *) signifikan pada taraf nyata 5%
Hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel jumlah persalinan ditolong
tenaga kesehatan berpengaruh negatif secara signifikan terhadap angka kematian
bayi. Nilai koefisien dari hasil estimasi sebesar -0.468861 menunjukan bahwa
kenaikan jumlah persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan sebesar 1% akan
menurunkan angka kematian bayi sebesar 0.468861% dengan asumsi cateris
paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal yaitu peningkatan pelayanan
masyarakat yaitu dengan jumlah persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan akan
mengurangi angka kematian bayi yang dampaknya akan meningkatkan kualitas
kesehatan masyarakat.
Hasil estimasi juga menunjukkan, variabel angka melek huruf wanita di atas
10 tahun berpengaruh negatif dan signifikan terhadap angka kematian bayi. Nilai
koefisien yang diperoleh sebesar -0.027804 yang artinya jika angka melek huruf
meningkat sebesar 1%, maka persentase angka kematian bayi akan menurun
sebesar 0.027804%, dengan asumsi cateris paribus. Hal ini sesuai dengan
hipotesis yaitu dengan peningkatan angka melek huruf bagi wanita berusia diatas
10 tahun mengindikasikan perilaku masyarakat yang berpendidikan akan
meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dengan menurunnya angka kematian
bayi. Pendidikan wanita merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan
derajat kesehatan dengan meningkatnya kualitas masyarakat dan berpengaruh
terhadap tingkat kematian bayi.
Weighted Statistics Unweighted Statistics
R-squared 0.916626 0.787596
Sum squared resid 16.36858 17.50955
Durbin-Watson stat 2.027331 2.202126
Prob(F-statistic) 0.000000
26
Angka Harapan Hidup
Uji Chow dilakukan untuk memilih model terbaik antara model Pooled
Least Square dan Fixed Effect. Hasil Uji Chow diperoleh nilai Prob sebesar
0.0000. Nilai Prob yang kurang dari α = 5% berarti menolak hipotesis nol untuk
menggunakan Pooled Least Square dan menerima hipotesis untuk menggunakan
Fixed Effect. Pemilihan model antara Fixed Effect dengan Random Effect
dilakukan dengan menggunakan Uji Hausman. Hasil Uji Hausman menunjukkan
nilai Prob sebesar 1.0000, namun nilai tersebut menunjukkan Cross-section test
variance yang tidak valid sehingga model terbaik adalah Fixed Effect. Hasil dari
Uji Chow dan Uji Hausman pada model angka harapan hidup dapat dilihat pada
Lampiran 8 dan Lampiran 9. Perbandingan Uji Chow dan Uji Hausman dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Uji model angka harapan hidup terbaik (Pooled Least Square, Fixed
Effect Model, Random Effect Model) Uji Model Terbaik Probabilitas Chi-Square
Uji Chow 0.0000*
Uji Hausman 1.0000
Sumber: Hasil pengolahan menggunakan program Eviews7
Keterangan: *) signifikan pada taraf nyata 5%
Hasil estimasi model untuk melihat pengaruh faktor sosial ekonomi
terhadap angka harapan hidup dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan hasil
estimasi, diperoleh nilai pada model sebesar 0.997804. Hal ini menunjukkan
bahwa keragaman angka harapan hidup dapat dijelaskan oleh variabel bebas
sebesar 99.7804% sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model.
Nilai F-statistik yang signifikan yaitu pada tingkat α = 5% yaitu sebesar 0.000000
yang berarti masing-masing variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh
nyata terhadap variabel tak bebas. Masing-masing variabel bebas menunjukan
nilai probabilitas yang signifikan sehingga model penduga sudah layak untuk
menduga parameter yang ada di dalam fungsi.
Model yang baik harus memenuhi asumsi model linear klasik yaitu model
terbebas dari masalah multikolinieritas, autokorelasi, dan heterokedastisitas serta
didasarkan pada asumsi bahwa faktor-faktor 𝑢 menyebar secara normal. Tahap
uji asumsi yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Uji Multikolinieritas
Uji korelasi menunjukan tidak terdapat variabel yang mempunyai nilai korelasi
yang lebih besar daripada R-Square yaitu sebesar 0.99 sehingga dapat
disimpulkan model tidak memiliki masalah kolinearitas. Hasil uji
multikolinieritas pada model angka harapan hidup disajikan pada lampiran 11.
2. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi dilihat dari nilai statistik Durbin-Watson, nilai statistik
Durbin-Watson pada tabel model Fixed Effect yaitu sebesar 1.211503, dimana
0 < DW (1.211503) < dL (1.6788), sehingga model ini memiliki masalah
autokorelasi, namun pada data panel model ini telah diestimasi dengan metode
Generalized Least Square (GLS) cross-section weighted sehingga konsekuensi
masalah autokorelasi pada data panel sudah diatasi (Juanda 2009).
27
3. Uji Heterokedastisitas
Pengujian Heterokedastisitas dapat dilihat dari nilai sum squared resid. Nilai
sum squared resid weighted sebesar 0.001003 lebih kecil dari nilai sum
squared resid unweighted yaitu sebesar 0.01109 yang artinya tidak adanya
gejala heterokedastisitas pada model ini.
4. Uji Normalitas
Selanjutnya dilakukan Uji Jarque-Bera untuk melihat normalitas. Nilai Jarque-
Bera menunjukkan nilai Prob 0.343470, nilai Prob yang lebih besar dari α =
5% dapat disimpulkan model ini berdistribusi normal. Hasil uji normalitas
disajikan pada Lampiran 10.
Berdasarkan persamaan regresi, nilai p-value rasio alokasi anggaran belanja
kesehatan sebesar 0.0203 yang berarti bahwa rasio alokasi anggaran belanja
kesehatan terhadap total anggaran belanja daerah berpengaruh signifikan terhadap
angka harapan hidup pada taraf nyata 5%. Berdasarkan hasil persamaan regresi,
terlihat koefisien regresi variabel rasio alokasi anggaran belanja kesehatan
terhadap angka harapan hidup memiliki pengaruh positif sebesar 0.000062.
Artinya, kenaikan 1% rasio alokasi anggaran belanja kesehatan terhadap total
anggaran belanja daerah akan meningkatkan angka harapan hidup sebesar
0.000062%, dengan asumsi cateris paribus. Hal ini sesuai dengan dengan
hipotesis penelitian dimana rasio alokasi anggaran kesehatan terhadap total
anggaran kesehatan daerah yang tinggi dapat meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat dengan meningkatnya angka harapan hidup. Meningkatnya angka
harapan hidup diharapkan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia itu
sendiri dan berkontribusi dalam pembangunan nasional.
Tabel 6 Hasil estimasi model pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap angka
harapan hidup kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat 2007-2012
Variabel Koefisien Std.Error t-Statistik Prob
C 3.827164 0.029779 128.5199 0.0000*
RBKES 0.000062 0.000026 2.351793 0.0203*
LNPDRBK 0.022030 0.001674 13.16187 0.0000*
RAMH 0.000309 3.66E-05 8.432051 0.0000*
Sumber: Hasil pengolahan menggunakan program Eviews7
Keterangan: *) signifikan pada taraf nyata 5%
Hasil estimasi menunjukkan variabel PDRB per kapita secara signifikan
positif terhadap mempengaruhi angka harapan hidup pada taraf nyata 5%.
Koefisien regresi variabel PDRB per kapita bernilai positif sebesar 0.022030 yang
artinya setiap kenaikan 1% PDRB per kapita akan meningkatkan angka harapan
hidup sebesar 0.022030%, dengan asumsi cateris paribus. Hal ini menunjukan
hasil sesuai dengan hipotesis yaitu tingginya PDRB per kapita mengindikasikan
meningkatnya kualitas hidup masyarakat melalui pertumbuhan ekonomi yang
Weighted Statistics Unweighted Statistics
R-squared 0.997804 0.990085
Sum squared resid 0.001003 0.001109
Durbin-Watson stat 1.211503 0.619119
Prob(F-statistic) 0.000000
28
akan berpengaruh terhadap derajat kesehatan dengan meningkatnya angka
harapan hidup.
Hasil estimasi juga menunjukkan, variabel angka melek huruf wanita di atas
10 tahun berpengaruh positif dan signifikan terhadap angka harapan hidup. Nilai
koefisien yang diperoleh sebesar 0.000309 yang artinya jika angka melek huruf
meningkat sebesar 1%, maka persentase angka harapan hidup akan meningkat
sebesar 0.000309%, dengan asumsi cateris paribus. Hal ini sesuai dengan
hipotesis yaitu dengan peningkatan angka melek huruf bagi wanita berusia diatas
10 tahun mengindikasikan perilaku masyarakat terutama wanita yang
berpendidikan akan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dengan
meningkatnya angka harapan hidup.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai
berikut:
1. Perkembangan alokasi anggaran belanja kesehatan pemerintah daerah selama
kurun waktu 2007 sampai 2012 kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat
semakin meningkat. Namun, persentase belanja kesehatan terhadap total
belanja pemerintah masih rendah dibandingkan dengan sektor lainnya. PDRB
per kapita kabupaten dan kota Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan
setiap tahunnya. Persalinan ditolong tenaga kesehatan Provinsi Jawa Barat
sebagian besar mengalami peningkatan. Angka melek huruf kabupaten dan
kota Provinsi Jawa Barat sebagian besar mengalami peningkatan.
2. Rata-rata angka kematian bayi mengalami fluktuasi, dimana daerah
kabupaten memiliki nilai di atas rata-rata kematian bayi Provinsi Jawa Barat
dan daerah kota memiliki rata-rata kematian bayi di bawah rata-rata kematian
bayi Provinsi Jawa Barat. Rata-rata angka harapan hidup mengalami
peningkatan dimana daerah kabupaten memiliki rata-rata angka harapan
hidup di bawah rata-rata angka harapan hidup Provinsi Jawa Barat, dan
daerah kota memiliki rata-rata angka harapan hidup di atas rata-rata angka
harapan hidup Provinsi Jawa Barat. Kinerja sektor kesehatan yang dilihat
melalui angka kematian bayi dan angka harapan hidup daerah kabupaten
masih kurang dalam pencapaiannya.
3. Hasil penelitian menunjukan alokasi anggaran belanja kesehatan pemerintah,
persalinan ditolong tenaga kesehatan dan angka melek huruf berpengaruh
signifikan dalam mengurangi tingkat kematian bayi di kabupaten dan kota
Provinsi Jawa Barat. Variabel PDRB per kapita memberikan hasil
berpengaruh positif secara signifikan terhadap angka kematian bayi. Untuk
indikator angka harapan hidup, hasil penelitian menunjukan alokasi anggaran
belanja kesehatan pemerintah, PDRB per kapita, dan angka melek huruf
berpengaruh signifikan dalam meningkatkan angka harapan hidup di
kabupaten dan kota Provinsi Jawa Barat.
29
Saran
1. Peningkatan kinerja sektor kesehatan dengan mengurangi angka kematian
bayi dan peningkatan angka harapan hidup dapat didukung dengan
peningkatan alokasi anggaran belanja kesehatan, pelayanan kesehatan melalui
ketersediaan tenaga medis di setiap daerah khususnya pada daerah yang
memiliki tingkat kematian bayi yang paling besar dan angka harapan hidup
rendah. Peningkatan pendidikan perlu dilakukan untuk mendukung kinerja
sektor kesehatan melalui penyuluhan pemerintah mengenai pentingnya
pendidikan bagi kualitas kesehatan masyarakat. Dengan meningkatnya
kualitas kesehatan masyarakat maka akan mendukung pembangunan manusia
yang pada akhirnya akan meningkatkan perekonomian Provinsi Jawa Barat.
2. Bagi penelitian selanjutnya, perlu ditambahkan variabel lain seperti
morbiditas (angka kesakitan), status gizi di masyarakat, angka partisipasi
sekolah agar dapat menggambarkan kondisi kesehatan sesungguhnya dalam
masyarakat. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan
PDRB per kapita dengan kinerja sektor kesehatan yang lebih mendalam.
DAFTAR PUSTAKA
Asfaw A, Frohberg K, James K S, Jutting J. 2007. Fiscal Decentralization and
health outcomes: empirical evidence from rural India. Journal of
Developing Areas, Fall 2007.
[BKKBN] Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2013. Profil
Kependudukan dan Pembangunan di Indonesia 2013. Jakarta (ID) :
BKKBN.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Provinsi Jawa Barat dalam Angka berbagai
Edisi. Jawa Barat (ID): BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Kegiatan Percepatan Penyediaan Data Statistik
dalam Rangka Kebijakan Dana Perimbangan Berbagai Edisi. Jakarta (ID):
BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Konsep Dasar Angka Kematian Bayi dan
angka Harapan Hidup. Data Statistik [Internet]. Jakarta ID: BPS ; [diunduh
2014 Mei 2014]. Tersedia pada: http://www.datastatistik-
indonesia.com/portal/index.php
[Depkes] Departemen Kesehatan. 2008. Profil Kesehatan Indonesia 2007.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
[Dinkes] Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. 2008. Profil Kesehatan Provinsi
Jawa Barat 2007. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Bandung.
[Dinkes] Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. 2009. Profil Kesehatan Provinsi
Jawa Barat 2008. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Bandung.
[Dinkes] Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. 2010. Profil Kesehatan Provinsi
Jawa Barat 2009. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Bandung.
[Dinkes] Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. 2011. Profil Kesehatan Provinsi
Jawa Barat 2010. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Bandung.
30
[Dinkes] Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. 2012. Profil Kesehatan Provinsi
Jawa Barat 2011. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Bandung.
[Dinkes] Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. 2013. Profil Kesehatan Provinsi
Jawa Barat 2012. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Bandung.
[DPJK] Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. 2014. Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah 2007 sampai 2012. Jakarta (ID) : DPJK
Febriana R. 2009. Keterkaitan antara Alokasi Anggaran dan Kinerja Sektoral:
Kasus Sektor Kesehatan di Indonesia (1996-1997) [skripsi]. Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Gujarati DN. 2006. Dasar-dasar ekonometrika Jilid 1. Jakarta (ID); Penerbit
Erlangga.
Juanda B. 2009. Ekonometrika: Pemodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB
Press.
Jimenez, Rubio D. 2010. Is Fiscal Decentralization Good For Your Health?
Evidence From a Panel of OECD Countries. HEDG Working Paper .
Mangkoesoebroto G. 1999. Ekonomi Publik. BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta.
Purusa M, Sasana H. 2013. Implikasi Desentralisasi Fiskal Terhadap AKABA
dan APM SD/MI Di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007-
2010. Jurnal ekonomi 2013, Semarang.
Jutting J, Uchimura H. 2009. Fiscal decentralization, Chinese style: good for
health outcomes? World Development, 37 (12), 1924-1936.
31
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data yang digunakan
Kabupaten/Kota Tahun LNAKB LNAHH LNPDRBK LNSALINKES RBKES RAMH
Kab. Bogor 2007 0,6745508 4,214051672 16,362391 11,2207 9,55 88,87
Kab. Bogor 2008 -0,2926169 4,216562195 16,377306 11,265464 9,74 89,73
Kab. Bogor 2009 1,4394879 4,221931237 16,471033 11,306664 6,75 91,90
Kab. Bogor 2010 1,1450203 4,226512526 16,554128 11,477692 13,78 93,20
Kab. Bogor 2011 0,7638712 4,231072922 16,654195 11,477091 8,00 94,71
Kab. Bogor 2012 0,5644487 4,235612616 16,706941 11,498208 17,81 96,23
Kab. Sukabumi 2007 0,7950479 4,191471273 15,678871 10,478527 9,03 94,09
Kab. Sukabumi 2008 1,5666072 4,189654742 15,748835 10,602517 8,55 94,34
Kab. Sukabumi 2009 2,4154235 4,192831509 15,807673 10,618983 4,89 95,81
Kab. Sukabumi 2010 1,8206454 4,194672435 15,872504 10,700319 5,47 96,47
Kab. Sukabumi 2011 2,223751 4,196509979 15,936474 10,779602 6,74 97,33
Kab. Sukabumi 2012 2,2884894 4,198344152 16,010406 10,744279 9,58 98,19
Kab. Cianjur 2007 1,4158486 4,173771696 15,662279 10,258606 5,42 93,97
Kab. Cianjur 2008 1,6575543 4,171305603 15,799899 10,402322 4,30 95,18
Kab. Cianjur 2009 1,4021126 4,174848702 15,866867 10,420613 2,77 96,47
Kab. Cianjur 2010 1,4220627 4,176784394 15,954485 10,556385 7,30 97,71
Kab. Cianjur 2011 1,7551766 4,178716347 16,046379 10,630722 7,79 98,96
Kab. Cianjur 2012 1,56982 4,180644575 16,081613 10,700319 9,03 100,21
Kab. Bandung 2007 0,5234638 4,230913005 16,288687 11,12049 5,65 96,94
Kab. Bandung 2008 0,6548049 4,235554731 16,340027 10,774739 7,47 97,08
Kab. Bandung 2009 1,2130725 4,23757873 16,390039 10,870833 7,31 97,31
Kab. Bandung 2010 1,2016107 4,240290244 16,478695 10,820678 7,58 97,48
Kab. Bandung 2011 0,8076876 4,242994426 16,567908 10,885154 7,00 97,67
Kab. Bandung 2012 1,6407131 4,245691315 16,627757 10,952805 7,27 97,85
Kab. Garut 2007 2,1698433 4,165424144 15,875225 10,431111 5,73 96,22
Kab. Garut 2008 2,4351893 4,17438727 15,980564 10,409672 3,99 96,44
Kab. Garut 2009 2,0113525 4,181439269 16,055212 10,464217 5,83 97,08
Kab. Garut 2010 1,6693995 4,188927205 16,150967 10,860671 6,80 97,44
Kab. Garut 2011 1,945686 4,196359488 16,234412 10,801777 6,38 97,87
Kab. Garut 2012 1,6148383 4,203736939 16,276201 10,901616 7,45 98,30
Kab. Tasikmalaya 2007 2,3228474 4,209457369 15,528827 10,211266 0,74 95,99
Kab. Tasikmalaya 2008 2,2925464 4,209160237 15,668106 10,273429 5,25 96,33
Kab. Tasikmalaya 2009 2,553529 4,21153483 15,786424 10,441617 0,35 96,83
Kab. Tasikmalaya 2010 2,4497681 4,213193696 15,846543 10,501719 5,75 97,22
Kab. Tasikmalaya 2011 2,2615872 4,214849815 15,915673 10,516292 6,89 97,64
Kab. Tasikmalaya 2012 2,3889967 4,216503196 15,96409 10,481785 6,75 98,06
Kab. Ciamis 2007 2,5114934 4,201253878 15,918669 10,14941 5,07 93,22
Kab. Ciamis 2008 1,3474654 4,201703081 16,069894 10,164428 5,53 95,44
Kab. Ciamis 2009 2,4444865 4,203721999 16,071323 10,178578 4,76 95,10
32
Kab. Ciamis 2010 2,3876594 4,205319289 16,165627 10,185428 6,11 96,47
Kab. Ciamis 2011 2,4196986 4,206914031 16,24393 10,197462 5,81 97,41
Kab. Ciamis 2012 2,2493147 4,208506234 16,316323 10,21713 8,39 98,35
Kab. Kuningan 2007 0,6576355 4,206482062 15,543354 10,015968 7,27 90,18
Kab. Kuningan 2008 2,6420122 4,207673248 15,740924 9,9761337 8,26 93,88
Kab. Kuningan 2009 2,1423463 4,209308814 15,8857 9,9687602 4,63 92,95
Kab. Kuningan 2010 1,9541114 4,210823044 15,992278 9,9928711 7,30 95,11
Kab. Kuningan 2011 1,657487 4,212334984 16,067213 9,9913611 5,11 96,49
Kab. Kuningan 2012 1,355765 4,213844641 16,091998 9,9816978 9,77 97,88
Kab. Cirebon 2007 2,2933302 4,173155743 15,637529 10,632533 5,70 85,08
Kab. Cirebon 2008 2,0338924 4,177459469 15,84542 10,646044 5,63 85,78
Kab. Cirebon 2009 2,039473 4,179910451 15,93469 10,64101 5,51 86,87
Kab. Cirebon 2010 1,6468011 4,182843721 16,04268 10,664387 15,05 87,70
Kab. Cirebon 2011 1,622336 4,185768412 16,115226 10,697385 8,49 88,60
Kab. Cirebon 2012 1,6085872 4,188684575 16,158492 10,759094 25,92 89,49
Kab. Majalengka 2007 2,8847873 4,183118274 15,624165 9,7168567 7,41 86,54
Kab. Majalengka 2008 3,312243 4,185098925 15,763306 9,761924 6,71 88,07
Kab. Majalengka 2009 2,9591674 4,188669408 15,847246 9,9174891 10,62 92,45
Kab. Majalengka 2010 2,7017262 4,191803946 15,966754 9,8439498 2,64 94,93
Kab. Majalengka 2011 2,6307969 4,194928689 16,027778 9,881702 12,68 97,89
Kab. Majalengka 2012 2,609947 4,198043699 16,081515 9,9514679 8,48 100,84
Kab. Sumedang 2007 1,9751084 4,206184044 15,978713 9,6563074 5,48 95,72
Kab. Sumedang 2008 2,7087433 4,207673248 16,079609 9,8138363 6,75 95,83
Kab. Sumedang 2009 2,5763472 4,209160237 16,150988 9,9022868 9,08 95,09
Kab. Sumedang 2010 2,3053124 4,210645018 16,232839 10,044379 1,81 94,92
Kab. Sumedang 2011 2,6230317 4,212127598 16,313279 9,9740392 8,50 94,60
Kab. Sumedang 2012 2,5874347 4,213607983 16,356008 9,962935 6,47 94,29
Kab. Indramayu 2007 2,4134142 4,183880528 15,79257 10,143567 4,23 72,21
Kab. Indramayu 2008 2,8772409 4,180522258 15,965553 10,307986 2,99 72,73
Kab. Indramayu 2009 2,3569341 4,184489912 16,112286 10,365994 5,91 71,35
Kab. Indramayu 2010 2,3825103 4,18649825 16,209671 10,392865 2,03 71,24
Kab. Indramayu 2011 2,314978 4,188502563 16,32012 10,414873 7,56 70,81
Kab. Indramayu 2012 2,3410286 4,190502867 16,33456 10,46792 7,87 70,38
Kab. Subang 2007 1,7683992 4,233381604 15,871479 10,26249 9,25 80,16
Kab. Subang 2008 1,7415947 4,231203745 15,959659 10,248884 5,61 82,65
Kab. Subang 2009 1,8834338 4,232293267 16,051712 10,230162 5,69 84,32
Kab. Subang 2010 1,7092224 4,23251103 16,121458 10,238673 2,55 86,54
Kab. Subang 2011 1,4507945 4,232728744 16,183147 10,299912 12,72 88,62
Kab. Subang 2012 1,3037274 4,232946412 16,249681 10,32499 14,32 90,70
Kab. Purwakarta 2007 1,5475008 4,192680463 16,484737 9,5508758 5,09 91,08
Kab. Purwakarta 2008 1,9046483 4,194189897 16,592484 9,6654207 5,39 91,84
Kab. Purwakarta 2009 2,0656372 4,197953545 16,642342 9,7650872 5,03 91,77
Kab. Purwakarta 2010 1,8952906 4,201104099 16,744967 9,8517731 2,95 92,25
33
Kab. Purwakarta 2011 1,8505935 4,204244758 16,819217 9,8824682 6,53 92,60
Kab. Purwakarta 2012 1,8355789 4,207375584 16,863896 9,9407833 5,86 92,94
Kab. Karawang 2007 1,3651121 4,185098925 16,666177 10,756945 5,72 84,39
Kab. Karawang 2008 -0,181203 4,188138442 16,796408 10,838541 3,86 84,80
Kab. Karawang 2009 1,1261383 4,191168747 16,91907 10,867082 4,64 86,40
Kab. Karawang 2010 1,288835 4,194189897 17,067882 10,841031 7,37 87,21
Kab. Karawang 2011 1,3206627 4,197201948 17,169237 10,821197 8,25 88,21
Kab. Karawang 2012 1,4210238 4,200204953 17,196704 10,903715 8,93 89,22
Kab. Bekasi 2007 1,2915011 4,225811325 17,345489 10,724236 0,95 84,86
Kab. Bekasi 2008 0,6426094 4,223909767 17,334512 10,781495 3,61 85,36
Kab. Bekasi 2009 0,7824654 4,227052699 17,368529 10,866146 5,15 82,99
Kab. Bekasi 2010 0,6980984 4,228846317 17,410256 10,849803 2,74 82,53
Kab. Bekasi 2011 0,77715 4,230636724 17,483259 10,98996 5,82 81,60
Kab. Bekasi 2012 0,7333506 4,23242393 17,548029 10,883804 5,82 80,66
Kota Bogor 2007 0,3702876 4,228146752 15,998596 9,5593762 5,72 95,87
Kota Bogor 2008 -0,8332349 4,232656178 16,221466 9,820432 4,56 98,00
Kota Bogor 2009 1,1640239 4,234758466 16,364061 9,8419844 5,19 96,67
Kota Bogor 2010 1,2674748 4,237492071 16,498981 9,8149295 7,71 97,65
Kota Bogor 2011 0,8636121 4,240218225 16,588685 9,8126324 7,43 98,05
Kota Bogor 2012 0,2624143 4,242936966 16,609169 9,8171123 8,97 98,45
Kota Sukabumi 2007 1,7675923 4,229312423 16,136529 8,5872788 16,06 96,51
Kota Sukabumi 2008 1,6128724 4,231203745 16,362124 8,6117758 10,02 96,39
Kota Sukabumi 2009 1,6446079 4,234613622 16,51877 8,632306 8,30 96,94
Kota Sukabumi 2010 1,8190258 4,237607615 16,667792 8,8724872 23,18 97,04
Kota Sukabumi 2011 2,0601206 4,24059267 16,784603 8,8088175 26,28 97,26
Kota Sukabumi 2012 2,1259246 4,243568842 16,772625 8,8651704 6,32 97,47
Kota Bandung 2007 1,3109378 4,242045918 16,874685 10,500234 7,40 98,44
Kota Bandung 2008 1,4375876 4,247065649 17,063922 10,5015 0,45 99,45
Kota Bandung 2009 1,6158461 4,248852321 17,204149 10,696865 2,06 99,24
Kota Bandung 2010 1,4859944 4,251490751 17,348926 10,792243 7,02 99,84
Kota Bandung 2011 1,6925883 4,254122238 17,484692 10,731406 7,86 100,24
Kota Bandung 2012 1,322381 4,256746818 17,482301 10,794625 10,23 100,64
Kota Cirebon 2007 2,7614507 4,225372825 17,145585 8,5678863 4,10 93,65
Kota Cirebon 2008 2,1726315 4,228292535 17,23579 8,6150456 5,49 94,07
Kota Cirebon 2009 2,5599337 4,229021132 17,328572 8,6030038 6,16 92,95
Kota Cirebon 2010 2,2428659 4,230331271 17,423235 8,5913726 11,36 92,86
Kota Cirebon 2011 2,4755177 4,231639696 17,50841 8,6303433 15,00 92,51
Kota Cirebon 2012 2,2263505 4,232946412 17,527618 8,6157708 18,01 92,16
Kota Bekasi 2007 0,835954 4,239886868 16,286906 10,549176 3,59 95,34
Kota Bekasi 2008 -0,6433118 4,248495242 16,416261 10,63434 3,00 97,64
Kota Bekasi 2009 1,3495297 4,250635807 16,447001 10,611622 2,16 95,94
Kota Bekasi 2010 0,4483081 4,254477314 16,542118 10,623739 6,22 96,91
Kota Bekasi 2011 -0,0555444 4,25830412 16,651771 10,714884 9,71 97,21
34
Kota Bekasi 2012 -0,0010636 4,262116338 16,684311 10,756988 13,37 97,51
Kota Depok 2007 1,4442552 4,286341385 15,764584 10,177894 5,83 95,79
Kota Depok 2008 -0,5221731 4,287715955 15,870493 10,150582 2,54 95,52
Kota Depok 2009 1,269279 4,289088639 15,943697 10,521696 4,57 96,16
Kota Depok 2010 1,2023649 4,290459441 16,044041 10,441763 6,15 96,19
Kota Depok 2011 1,1730665 4,291828367 16,130196 10,512927 7,18 96,38
Kota Depok 2012 1,0378391 4,293195421 16,167189 10,602393 10,21 96,56
Kota Cimahi 2007 1,8192334 4,232656178 16,552685 9,1349701 9,38 98,74
Kota Cimahi 2008 1,9753013 4,238444906 16,838306 9,2973434 7,87 100,03
Kota Cimahi 2009 2,0083309 4,239886868 16,905312 9,2958757 4,80 99,26
Kota Cimahi 2010 1,900963 4,24247717 16,982521 9,2731274 16,26 99,86
Kota Cimahi 2011 2,0435095 4,24506078 17,062486 9,2516742 9,29 100,12
Kota Cimahi 2012 2,0181582 4,247637732 17,096187 9,2534956 6,54 100,38
Kota Tasikmalaya 2007 2,0717786 4,229749199 16,195319 9,4338838 3,37 98,56
Kota Tasikmalaya 2008 2,0703293 4,228292535 16,255587 9,435881 1,18 99,42
Kota Tasikmalaya 2009 2,4260833 4,231203745 16,328326 9,43628 3,57 98,62
Kota Tasikmalaya 2010 2,3311521 4,232946412 16,405327 9,5465983 3,67 98,93
Kota Tasikmalaya 2011 2,3472487 4,234686047 16,47841 9,5155431 5,54 98,96
Kota Tasikmalaya 2012 2,2435243 4,236422661 16,575366 9,5289395 5,52 98,99
Kota Banjar 2007 2,8073904 4,188138442 15,864426 8,0173075 9,33 94,90
Kota Banjar 2008 2,8827226 4,192680463 15,937377 7,9949695 3,00 96,79
Kota Banjar 2009 2,9975521 4,194943761 16,032405 8,0802374 3,95 95,23
Kota Banjar 2010 2,864704 4,197803271 16,128302 8,1062129 5,63 95,97
Kota Banjar 2011 2,8287824 4,200654627 16,206894 8,1536375 31,08 96,14
Kota Banjar 2012 2,6569772 4,203497876 16,282706 8,1682029 6,07 96,30
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat 2014
35
Lampiran 2 Hasil estimasi model faktor sosial ekonomi terhadap angka kematian
bayi kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat dengan pendekatan
Fixed Effect
Dependent Variable: LNAKB
Method: Panel EGLS (Cross-section weights)
Date: 06/10/14 Time: 00:22
Sample: 2007 2012
Periods included: 6
Cross-sections included: 25
Total panel (unbalanced) observations: 148
Linear estimation after one-step weighting matrix
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
RBKES -0.012830 0.005679 -2.258950 0.0257
LNPDRBK 0.354027 0.068108 5.198023 0.0000
LNSALINKES -0.468861 0.033902 -13.82974 0.0000
RAMH -0.027804 0.003477 -7.997513 0.0000
C 3.387004 0.963451 3.515491 0.0006
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
Weighted Statistics
R-squared 0.916626 Mean dependent var 3.177919
Adjusted R-squared 0.897008 S.D. dependent var 2.348387
S.E. of regression 0.370879 Sum squared resid 16.36858
F-statistic 46.72490 Durbin-Watson stat 2.027331
Prob(F-statistic) 0.000000
Unweighted Statistics
R-squared 0.787596 Mean dependent var 1.751335
Sum squared resid 17.50955 Durbin-Watson stat 2.202126
Lampiran 3 Hasil Uji Chow pada model angka kematian bayi
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects
Effects Test Statistic d.f. Prob.
Cross-section F 23.786329 (24,119) 0.0000
36
Lampiran 4 Hasil Uji Hausman pada model angka kematian bayi
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: Untitled
Test cross-section random effects
Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 15.103513 4 0.0045
Lampiran 5 Uji normalitas pada model angka kematian bayi
Lampiran 6. Uji multikolinearitas pada model angka kematian bayi
LNAKB RBKES LNPDRBK LNSALINKES RAMH
LNAKB 1.000000 -0.023990 -0.288830 -0.528675 -0.017740
RBKES -0.023990 1.000000 0.109184 -0.179762 0.101458
LNPDRBK -0.288830 0.109184 1.000000 -0.043443 -0.006998
LNSALINKES -0.528675 -0.179762 -0.043443 1.000000 -0.207009
RAMH -0.017740 0.101458 -0.006998 -0.207009 1.000000
0
2
4
6
8
10
12
-0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8
Series: Standardized Residuals
Sample 2007 2012
Observations 148
Mean -7.50e-18
Median 0.015752
Maximum 0.833761
Minimum -0.774995
Std. Dev. 0.333693
Skewness -0.052659
Kurtosis 2.510595
Jarque-Bera 1.545422
Probability 0.461760
37
Lampiran 7 Hasil estimasi model pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap angka
harapan hidup kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat dengan
pendekatan Fixed Effect
Dependent Variable: LNAHH
Method: Panel EGLS (Cross-section weights)
Date: 06/10/14 Time: 00:33
Sample: 2007 2012
Periods included: 6
Cross-sections included: 25
Total panel (balanced) observations: 150
Linear estimation after one-step weighting matrix
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
RBKES 6.22E-05 2.65E-05 2.351793 0.0203
LNPDRBK 0.022030 0.001674 13.16187 0.0000
RAMH 0.000309 3.66E-05 8.432051 0.0000
C 3.827164 0.029779 128.5199 0.0000
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
Weighted Statistics
R-squared 0.997804 Mean dependent var 7.942800
Adjusted R-squared 0.997319 S.D. dependent var 3.827021
S.E. of regression 0.002868 Sum squared resid 0.001003
F-statistic 2053.540 Durbin-Watson stat 1.211503
Prob(F-statistic) 0.000000
Unweighted Statistics
R-squared 0.990085 Mean dependent var 4.217150
Sum squared resid 0.001109 Durbin-Watson stat 0.619119
Lampiran 8 Hasil Uji Chow pada model angka harapan hidup
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects
Effects Test Statistic d.f. Prob.
Cross-section F 1278.981895 (24,122) 0.0000
38
Lampiran 9 Hasil Uji Hausman pada model angka harapan hidup
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: Untitled
Test cross-section random effects
Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 0.000000 3 1.0000
* Cross-section test variance is invalid. Hausman statistic set to zero.
** WARNING: robust standard errors may not be consistent with
assumptions of Hausman test variance calculation.
Lampiran 10 Uji normalitas pada model angka harapan hidup
Lampiran 11 Uji multikolinearitas pada model angka harapan hidup
LNAHH RBKES LNPDRBK RAMH
LNAHH 1.000000 0.065837 0.386651 0.335400
RBKES 0.065837 1.000000 0.116405 0.095732
LNPDRBK 0.386651 0.116405 1.000000 -0.010515
RAMH 0.335400 0.095732 -0.010515 1.000000
0
4
8
12
16
20
-0.006 -0.004 -0.002 0.000 0.002 0.004 0.006
Series: Standardized Residuals
Sample 2007 2012
Observations 150
Mean 1.10e-18
Median -0.000418
Maximum 0.006331
Minimum -0.006508
Std. Dev. 0.002595
Skewness 0.279945
Kurtosis 2.831200
Jarque-Bera 2.137312
Probability 0.343470
39
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Diyane Astriani Sudaryanti lahir pada tanggal 4 Juli 1992
di Jakarta, DKI Jakarta. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara,
dari pasangan Bapak Titut Julianto Sudartono dan Ibu Ria Wariati Sriningsih.
Penulis menamatkan pendidikan sekolah dasar di SD N Tanah Baru 1 Depok, lalu
melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP N 253 Jakarta, kemudian
melanjutkan pendidikan menengah umum di SMA N 97 Jakarta dan lulus pada
tahun 2010.
Pada tahun 2010 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian
Bogor (IPB). Penulis masuk IPB melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI)
dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas
Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis telah aktif dalam
organisasi dan kepanitian seperti Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi
Studi Pembangunan (HIPOTESA) Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, panitia
sportakuler serta menjadi panitia hipotex-r.
top related