pengantar s - sakip.pertanian.go.idsakip.pertanian.go.id/admin/tahunan/laporan tahuann 2011.pdf ·...
Post on 14-Mar-2018
246 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Inovasi Teknologi 2011
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 20111
Pengantar
Sebagai institusi publik, Badan Litbang Pertanian dituntut untuk
menghasilkan inovasi yang mampu mengatasi masalah yang
dihadapi petani dalam berproduksi. Hal ini semakin penting mengingat
beragam dan makin beratnya ancaman terhadap keberlanjutan sistem
produksi pertanian dewasa ini. Perubahan iklim, misalnya, kini telah
melanda berbagai negara di dunia. Kekeringan dan banjir yang datang
silih berganti dengan intensitas yang makin sering akibat perubahan
iklim telah merusak sebagian area pertanian, termasuk di Indonesia.
Pengalaman empiris membuktikan, ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) diperlukan
dalam mengatasi berbagai masalah yang terjadi. Pengalaman itu menguatkan keyakinan
peneliti Badan Litbang Pertanian untuk terus bekerja menghasilkan inovasi teknologi untuk
masyarakat pertanian.
Dengan inovasi teknologi yang dihasilkan, Badan Litbang Pertanian telah memberikan
kontribusi yang nyata dalam mengatasi berbagai masalah di lapangan. Ledakan hama wereng
batang coklat (WBC) yang terjadi di beberapa sentra produksi padi akhir-akhir ini, misalnya,
dapat diredam dengan menerapkan teknologi, antara lain pengembangan varietas Inpari 13
yang tahan terhadap WBC dan ditanam secara serempak.
Melalui penelitian dari berbagai aspek, Badan Litbang Pertanian pada tahun 2011 juga
telah menghasilkan berbagai inovasi teknologi yang diharapkan segera meluas pengembangan-
nya untuk meningkatkan daya saing produk pertanian di pasar global. Untuk dapat diketahui
dan dimanfaatkan oleh masyarakat pertanian, inovasi teknologi tersebut disosialisasikan melalui
berbagai media diseminasi.
Laporan tahunan ini memuat kinerja Badan Litbang Pertanian pada tahun 2011. Kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan laporan ini disampaikan penghargaan
dan terima kasih.
Jakarta, Januari 2012
Kepala Badan,
Dr. Haryono
Pengantar
Inovasi Teknologi 2011
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 20112
Inovasi Teknologi 2011
Krisis ekonomi dunia tampaknya belum akan berakhir. Sebagian negara bahkan
terjebak dalam krisis yang makin berat dan beberapa di antaranya di ambang
kebangkrutan. Indonesia termasuk beruntung yang ditandai oleh pertumbuhan
ekonomi makro sebesar 6,5% pada tahun 2011. Hal ini tentu tidak terlepas dari
keyakinan dan kerja keras berbagai pihak.
Di Indonesia, sektor pertanian relatif tidak terpengaruh oleh krisis ekonomi dunia
dan menjadi tumpuan bagi jutaan penduduk di perdesaan. Oleh karena itu,
Kementerian Pertanian tetap optimistis untuk meraih “empat sukses” yang meliputi
(1) swasembada dan swasembada berkelanjutan; (2) peningkatan diversifikasi
pangan; (3) peningkatan nilai tambah, daya saing, dan ekspor; serta (4) peningkatan
kesejahteraan petani.
Hal mendasar yang tetap menjadi perhatian utama pemerintah adalah ketahanan
pangan nasional karena berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan, terutama
sosial, ekonomi, dan bahkan politik. Untuk itu, Kementerian Pertanian senantiasa
berupaya meningkatkan produksi padi yang menjadi pangan utama sebagian besar
penduduk hingga mencapai 70,6 juta ton. Dalam lima tahun ke depan, pemerintah
menargetkan surplus beras 10 juta ton. Selain beras, pemerintah juga meng-
garisbawahi pentingnya melanjutkan swasembada jagung dan meraih swasembada
kedelai, daging, dan gula yang dibutuhkan oleh semua lapisan masyarakat.
Inovasi Teknologi 2011
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 20113
Diversifikasi pangan, peningkatan nilai tambah, daya saing, dan ekspor produk
pertanian perlu pula direalisasikan dalam upaya mendorong pemanfaatan potensi
sumberdaya dan keberagaman pangan lokal serta peningkatan pendapatan petani.
Di sisi lain, sektor pertanian menghadapi berbagai tantangan yang makin berat.
Selain jumlah penduduk yang terus meningkat dengan laju yang masih tinggi,
perubahan iklim telah dan akan terus pula mengancam keberlanjutan usaha pertanian.
Perubahan iklim tidak hanya meningkatkan suhu udara yang mengancam kehidupan,
tetapi juga berdampak terhadap anomali iklim yang ditandai oleh seringnya terjadi
kemarau panjang yang menyebabkan tanaman terancam kekeringan dan tingginya
curah hujan yang tidak jarang merendam area pertanian, terutama di kawasan
pesisir. Perkembangan hama dan penyakit tanaman dalam beberapa tahun terakhir
juga tidak terlepas dari dampak perubahan iklim. Ledakan hama wereng batang
coklat di beberapa daerah akhir-akhir ini, misalnya, telah merusak sebagian
pertanaman padi yang tentu saja berdampak terhadap penurunan produksi.
Fragmentasi dan konversi lahan pertanian yang masih berlangsung di beberapa
daerah, lemahnya modal petani untuk operasionalisasi usaha, dan makin ketatnya
persaingan produk pertanian di pasar dunia juga merupakan masalah yang perlu
dicarikan upaya pemecahannya.
Pengalaman lebih dari tiga dekade terakhir membuktikan bahwa sebagian
masalah yang dihadapi petani dalam berproduksi dapat diatasi dengan penerapan
inovasi teknologi. Oleh karena itu, Badan Litbang Pertanian terus berupaya
menghasilkan inovasi dan terobosan peningkatan produksi dan kesejahteraan petani
yang menjadi basis pembangunan pertanian dewasa ini.
Inovasi Teknologi 2011
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 20114
Didukung oleh segenap unit kerja penelitian dan pengkajian di hampir semua
provinsi di Indonesia, Badan Litbang Pertanian pada tahun 2011 telah menghasilkan
berbagai inovasi teknologi. Di beberapa daerah telah teridentifikasi potensi lahan
yang dapat dikembangkan untuk pertanian. Sejumlah varietas unggul baru padi,
jagung, dan kedelai yang dilepas oleh Menteri Pertanian dalam tahun 2011 diharap-
kan dapat mempercepat upaya peningkatan produksi pangan menuju swasembada
berkelanjutan.
Berbagai varietas unggul sayuran, buah-buahan, dan tanaman hias telah
dihasilkan dalam upaya meningkatkan daya saing di pasar global yang makin
kompetitif. Ketersediaan benih unggul hortikultura merupakan keharusan untuk
mengurangi bahkan menghilangkan ketergantungan pada pasokan benih dari luar
negeri.
Perkebunan yang memiliki peran strategis dalam pembangunan ekonomi nasional
terus pula dipacu daya saingnya melalui peningkatan produktivitas, mutu produk,
dan efisiensi usaha dengan tetap memerhatikan kelestarian lingkungan. Sejumlah
varietas unggul maupun teknologi proses yang dihasilkan diharapkan dapat segera
dimanfaatkan dalam upaya meningkatkan kontribusinya terhadap perekonomian
nasional maupun kesejahteraan para pelaku usaha.
Upaya mencapai swasembada daging sapi pada 2014 memerlukan komitmen
berbagai pihak terkait untuk membangun usaha peternakan yang efisien, produktif,
dan berbasis sumberdaya lokal. Dukungan kebijakan pemerintah menjadi bagian
penting dalam meraih swasembada daging dan meningkatkan kesejahteraan
peternak.
Inovasi Teknologi 2011
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 20115
Badan Litbang Pertanian juga telah menghasilkan teknologi diversifikasi pangan,
peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian. Diversifikasi pangan
dengan memanfaatkan sumber pangan lokal menjadi pilar penting dalam
mempertahankan ketahanan pangan yang berkelanjutan. Pemanfaatan lahan
pekarangan untuk memproduksi berbagai bahan pangan keluarga juga ditingkatkan
melalui pengembangan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari. Sejumlah inovasi
teknologi spesifik lokasi yang dihasilkan diharapkan pula dapat meningkatkan
produktivitas, pendapatan, dan kesejahteraan petani melalui pemberdayaan dalam
mengakses informasi, teknologi, dan modal untuk mengembangkan agribisnis dan
kemitraan dengan sektor swasta.
Agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat pertanian, inovasi hasil penelitian
disosialisasikan melalui kegiatan diseminasi dengan memanfaatkan berbagai media,
baik di tingkat pusat maupun daerah. Berkaitan dengan hal tersebut, Badan Litbang
Pertanian memanfaatkan spektrum diseminasi multichannel untuk mempercepat arus
penyampaian inovasi teknologi kepada pengguna, terutama petani.
Sumberdaya Lahan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 20116
Sumberdaya Lahan
Salah satu kegiatan utama Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian untuk men-
dukung Program Penciptaan Teknologi Varietas Unggul Berdaya
Saing adalah melakukan inventarisasi dan evaluasi potensi
sumberdaya lahan pertanian, meliputi pemetaan tanah
sistematis seperti pemetaan tinjau skala 1:250.000 di seluruh
wilayah Indonesia, dan pemetaan tematik seperti pemetaan
sumberdaya lahan untuk mendukung pengembangan
hortikultura dan P2BN di lokasi terpilih. Untuk meningkatkan
produktivitas dan efisiensi pemupukan, BBSDLP telah
menghasilkan formulasi pupuk dan pembenah tanah. Untuk
mengoptimalkan penggunaan air dan meminimalkan dampak
bencana alam terhadap sektor pertanian telah disusun strategi
antisipasi dan mitigasi. Melalui kerja sama dengan Pemda
setempat, telah dikembangkan sistem pertanian terpadu lahan
kering beriklim kering di Nusa Tenggara Timur dan Nusa
Tenggara Barat.
Sumberdaya Lahan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 20117
Informasi Spasial Sumberdaya
Lahan Pertanian
Pemetaan Sumberdaya Lahan di Gorontalodan Sulawesi Tengah
Pada tahun 2011 telah dilakukan pemetaan sumber-
daya lahan tingkat tinjau di sebagian wilayah
Gorontalo bagian barat dan Sulawesi Tengah bagian
utara. Dari kegiatan pemetaan ini telah dihasilkan:
(1) Peta sumberdaya tanah tingkat tinjau, skala 1:
250.000 wilayah Gorontalo dan Sulawesi Tengah; (2)
Peta arahan penggunaan lahan untuk pengembangan
pertanian (intensifikasi dan ekstensifikasi) skala
1:250.000; dan (3) informasi penggunaan lahan
sekarang (present landuse). Peta-peta tersebut dapat
digunakan untuk perencanaan tata ruang di tingkat
provinsi.
Berdasarkan hasil penelitian, daerah yang
disurvei mempunyai iklim bervariasi dari kering
sampai basah dengan curah hujan rata-rata tahunan
antara 760 mm (daerah lembah Palu) sampai 3.486
mm (daerah Marisa/Popayato), termasuk zona
agroklimat A, B1, C1, D1, E1, E2, dan E3. Daerah ini
didominasi oleh batuan tersier dan pratersier. Bahan
induk tanah berupa endapan aluvium, batuan intrusi,
batuan metamorfik, batuan sedimen, dan batuan
volkan tua. Berdasarkan bentuk wilayahnya, daerah
penelitian dibedakan menjadi datar sampai agak datar
dengan luas 418.815 ha (11,9%) dan berombak/agak
landai 64.105 ha (1,8%). Sebagian besar lahan
potensial telah dimanfaatkan untuk pertanian yang
relatif intensif, seperti sawah, tegalan/kebun tanaman
pangan dan sayuran, tanaman tahunan kakao,
kelapa, cengkih, kopi, dan buah-buahan, serta
tambak. Oleh karena itu, praktis hampir tidak tersedia
lahan untuk perluasan area, bahkan sebagian lahan
perbukitan berlereng curam sudah digarap untuk
pertanian.
Tanah di daerah ini terdiri atas ordo Histosols,
Entisols, Inceptisols, Mollisols, Ultisols, dan Alfisols.
Tanah terbentuk dari endapan aluvium, batuan sedi-
men, batuan volkan tua, batuan intrusi, dan batuan
metamorfik. Penampang tanah bervariasi dari dalam
sampai dangkal (berkerikil, berbatu), tekstur halus
sampai kasar, konsistensi gembur sampai teguh, dan
drainase baik sampai terhambat. Tanah bereaksi
masam sampai netral, kadar bahan organik rendah
sampai tinggi, kapasitas tukar kation tanah rendah
sampai sedang, dan kejenuhan basa sedang sampai
tinggi. Dari kegiatan pemetaan dihasilkan 94 satuan
peta tanah (SPT), yang terdiri atas grup aluvial 35
SPT, fluvio-marin dua SPT, marin empat SPT, karst
lima SPT, tektonik 28 SPT, volkan tua enam SPT,
intrusi volkan 12 SPT, dan lain-lain.
Hanya sebagian kecil lahan yang tergolong sesuai
(kelas S) dan sesuai bersyarat (CS) untuk pengem-
bangan tanaman pangan/semusim dan tanaman
tahunan/perkebunan. Sebagian besar lahan tidak
sesuai (N) dengan faktor penghambat lereng curam/
bahaya erosi dan retensi hara. Arahan penggunaan
lahan untuk intensifikasi pertanian adalah: (1) padi
sawah 76.989 ha; (2) tanaman pangan lahan kering/
sayuran 173.007 ha; (3) tanaman tahunan atau
perkebunan/buah-buahan 74.870 ha; dan (4) per-
ikanan tambak 6.690 ha. Arahan penggunaan lahan
untuk perluasan area pertanian adalah: (1) padi
Peta arahan penggunaan lahan untuk
pertanian daerah Gorontalo dan Sulawesi
Tengah.
Sumberdaya Lahan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 20118
Tabel 1. Arahan penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian di Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tengah.
Kode UraianLuas
ha %
Lahan untuk intensifikasi
LB-i Tanaman pangan lahan basah (padi sawah) 76.989 2,19
LK-i Tanaman pangan lahan kering (palawija/sayuran) 173.007 4,92
TT1-i Tanaman tahunan (kebun campuran/buah-buahan) 3.822 0,11
TT2-i Tanaman perkebunan (kakao, kelapa, cengkih, kelapa sawit) 71.048 2,02
Lahan untuk ekstensifikasi
LB-e Tanaman pangan lahan basah (padi sawah) 34.536 0,98
LK-e Tanaman pangan lahan kering (palawija/sayuran) 140.075 3,98
TT2-e Tanaman perkebunan (kakao, kelapa, cengkih, kelapa sawit) 92.762 2,64
TB Tambak/perikanan air payau 6.690 0,19
Kawasan konservasi/hutan produksi
Kv Hutan konservasi/lahan tidak berpotensi untuk pertanian 650.426 18,48
HL Hutan lindung 674.876 19,18
HP Hutan produksi 191.258 5,43
HPK Hutan produksi konversi 17.454 0,50
HPT Hutan produksi terbatas 904.282 25,70
KSA+CA Hutan suaka alam, taman nasional, cagar alam, dan lain-lain 445.020 12,65
Penggunaan lain
X Pemukiman, tubuh air, bandar udara, pulau karang, dan lain-lain 40.493 1,18
sawah 34.536 ha; (2) tanaman pangan lahan kering
dan sayuran 140.075 ha; dan (3) tanaman tahunan/
perkebunan 92.762 ha (Tabel 1). Penerapan teknik
konservasi tanah diperlukan untuk mengurangi erosi/
longsor, sedangkan penerapan teknik pengelolaan
sumber air pengairan, bahan organik, dan pemupuk-
an penting untuk memperbaiki dan meningkatkan
produktivitas lahan.
Sumberdaya Lahan untuk PengembanganHortikultura di Sulawesi Utara
Identifikasi dan evaluasi sumberdaya lahan untuk
pengembangan hortikultura telah dilakukan di
kawasan Modasi, di lereng Pegunungan Ambang
(1.830 m dpl) – Tudutalong (1.680 m dpl) – Sinsingon
(1.424 m dpl) – Molibut (1.565 m dpl). Dari kegiatan
ini telah dihasilkan: (1) Peta wilayah potensial/sesuai
untuk pengembangan tanaman hortikultura di
Sulawesi Utara skala 1:50.000 sampai 1:100.000;
(2) Peta wilayah rawan erosi skala 1:50.000 sampai
1:100.000 di Sulawesi Utara, terutama wilayah sentra
produksi hortikultura; (3) data dan informasi sumber-
daya lahan Sulawesi Utara untuk pengembangan
tanaman hortikultura; dan (4) peta arahan/rekomen-
dasi pengembangan tanaman hortikultura secara
berkelanjutan di Sulawesi Utara.
Kawasan ini ideal untuk pengembangan kentang
dan sayuran dataran tinggi lainnya, seperti bawang
daun, wortel, kubis, sawi, cabai, dan tomat. Curah
hujan di atas 2.000 mm/tahun diperlukan tanaman
untuk tumbuh optimal. Namun, curah hujan dengan
intensitas yang tinggi berdampak terhadap tingginya
laju erosi di daerah berlereng, yang akan memper-
cepat penurunan produktivitas tanah.
Tanah di kawasan Modasi dengan ketinggian
tempat >700 m dpl didominasi oleh Andisols,
Inceptisols, dan Alfisols. Pada kawasan dengan
ketinggian di bawah 700 m dpl didominasi oleh
Inceptisols dan Alfisols. Sifat fisik tanah umumnya
baik, struktur remah sampai lepas, solum tebal (>75
Sumberdaya Lahan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 20119
cm), berdrainase baik, dan mempunyai porositas
yang tinggi. Kesuburan tanah umumnya cukup baik.
Hasil evaluasi kesesuaian lahan menunjukkan
kawasan Modasi cukup sesuai (kelas kesesuaian
lahan S2) untuk tanaman kentang, wortel, bawang
daun, cabai, sawi, dan kubis dengan luas area 1.628
ha dan faktor pembatas kandungan hara rendah dan
erosi. Lahan yang diindikasi sesuai marginal (kelas
kesesuaian lahan S3) seluas 10.958 ha.
Produktivitas kentang yang diusahakan petani di
kawasan tersebut berkisar antara 15-18 t/ha. Angka
ini masih dapat ditingkatkan menjadi 25 t/ha melalui
penerapan inovasi, pemupukan berimbang, dan
konservasi lahan.
Komoditas buah-buahan dan perkebunan yang
diusahakan petani di dataran tinggi (>700 m dpl)
antara lain adpokat, jeruk, markisa, apel, pisang,
pepaya, kopi, cengkih, aren, kelapa, kakao, dan jahe.
Selain bernilai ekonomi cukup tinggi, komoditas ini
dapat berfungsi sebagai konservasi lahan. Luas lahan
rawan erosi dengan tingkat kerawanan rendah (R),
sedang (S1), sedang - tinggi (S2), dan tinggi (T) di
kawasan ini berturut-turut adalah 4.012 ha (7,4%),
24.673 ha (36,4%), 16.489 ha (24,4%), dan 21.547
ha (31,8%).
Pengembangan Sistem Pertanian TerpaduLahan Kering Beriklim Kering
Badan Litbang Pertanian pada tahun 2009 telah
menginisiasi konsorsium pengembangan Sistem
Pertanian Terpadu Lahan Kering Beriklim Kering
(SPTLKIK). Kegiatan ini diimplementasikan pada tahun
2010 di Kebun Percobaan (KP) Naibonat, Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Timur.
Kegiatan mencakup penerapan pola integrasi
tanaman - ternak (padi, jagung, kacang hijau, dan
Peta kesesuaian lahan untuk tanaman kentang daerah Modasi, Sulawesi Utara.
Sumberdaya Lahan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201110
tanaman pakan - sapi), optimalisasi pemanfaatan
lahan dan air (zero waste dan clean run-off) dengan
peningkatan daya tampung embung dan pemanfaatan
air tanah dan aliran permukaan, serta peningkatan
produktivitas lahan dan tanaman.
Penerapan model SPTLKIK mampu meningkatkan
pemanfaatan sumberdaya lahan dan air serta pro-
duktivitas tanaman, khususnya padi, jagung, dan
kacang hijau melalui peningkatan luas tanam, indeks
pertanaman, dan produktivitas tanaman, masing-
masing sebesar 300%, 200-300%, dan 120-150%.
Berdasarkan hasil penelitian superimpose, produkti-
vitas jagung masih dapat ditingkatkan sebesar 20%
dan efisiensi pemupukan 25% dengan pengelolaan
bahan organik secara in situ.
Pada tahun 2011 pengembangan SPTLKIK di NTT
meliputi: (1) peningkatan kapasitas dan pembuatan
Peta desain optimalisasi pengelolaan sumberdaya air dari mata air Oelbeba, Desa Oebola, NTT.
Ilustrasi bangunan intake dan bak penampung
air dari mata air Oelbeba, Desa Oebola, NTT.
Sumberdaya Lahan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201111
Klaster B : kawasan usaha tanaman pangan berbasis
konservasi
Klaster C: kawasan konservasi di daerah penyangga
dan resapan air (hulu)
Identifikasi dan Delineasi Lahan KawasanRumah Pangan Lestari di Pacitan, Jawa Timur
Untuk mendukung Model Pengembangan Kawasan
Rumah Pangan Lestari (M-KRPL) di lokasi percontoh-
an Dusun Jelok, Desa Kayen, Kecamatan Pacitan,
Jawa Timur, BBSDLP telah melakukan identifikasi dan
delineasi lahan di kawasan ini. Identifikasi dan deli-
neasi dilakukan secara detail menggunakan peta
dasar citra satelit ALOS, dilanjutkan dengan verifikasi
detail di lapangan. Posisi setiap obyek di lapangan
ditetapkan menggunakan GPS.
Hasil identifikasi dan delineasi berupa data
spasial. Di lokasi percontohan, telah diidentifikasi dan
embung baru bantuan Dinas PU NTT dan penambahan
ternak sesuai dengan daya dukung pakan in situ; (2)
replikasi SPTLKIK di Fatuleu, Kabupaten Kupang dan
identifikasi potensi sumberdaya lahan dan air untuk
mendukung penyusunan rancang bangun SPTLKIK di
lokasi baru; dan (3) pengembangan daerah rembesan
sebagai tindak lanjut komitmen Badan Litbang
Pertanian dengan Pemerintah Provinsi NTT dalam
pengembangan sistem perbenihan padi dan jagung
seluas 2.000 ha di lahan petani.
Pada tahun 2011 SPTLKIK mulai dikembangkan
di Lombok Timur, NTB. Kegiatan ini bersinergi dengan
program Pemerintah Provinsi NTB, antara lain prog-
ram PIJAR (sapi, jagung, dan rumput laut) dan
program Pemerintah Kabupaten Lombok Timur.
Rancangan disusun secara terpadu dengan tiga
klaster wilayah pengembangan, yaitu:
Klaster A: kawasan inti sistem usaha tani (SUT) ber-
basis lahan pekarangan dengan integrasi
ternak
Peta Kawasan Rumah Pangan Lestari di Desa Kayen, Pacitan, Jawa Timur.
Sumberdaya Lahan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201112
Si, dan formulasi pupuk organik untuk meningkatkan
produksi tanaman dan efisiensi pemupukan; (2)
pengembangan formula pembenah tanah berbahan
baku organik dan anorganik dengan dosis <1 t/ha;
dan (3) pengembangan dan validasi perangkat uji
(test kit) PUPO, PUTR, PUTS digital, dan perangkat
lunak teknologi pengelolaan lahan.
Hasil penelitian menunjukkan efektivitas pupuk
organik granul dan curah relatif sama. Namun, peng-
gunaan pupuk organik curah lebih menguntungkan
dibandingkan dengan pupuk organik granul yang
harganya lebih mahal karena proses granulasi dan
filler (pengisi). Perbedaan filler memengaruhi
kelarutan pupuk organik di dalam tanah. Filler liat
dan gipsum memberi daya rekat dan lebih kuat di-
bandingkan filler yang lain sehingga pupuk dapat
bertahan lebih lama di dalam tanah.
Formula pupuk NPK lepas lambat 1 dan 2 (NPK
SL-1 dan NPK SL-2) perlu disempurnakan karena NPK
15:10:10 yang diharapkan baru mencapai 10:10:10.
Bahan pelapis kitosan + zeolit pada NPK SL-1 lebih
baik dibandingkan dengan zeolit saja (NPK SL-2).
Pupuk NPK yang dilapisi kitosan + zeolit lebih lambat
melepas unsur hara dan lebih konstan dibandingkan
dengan yang dilapisi zeolit. Pemberian pupuk silika
meningkatkan pertumbuhan tanaman padi. Jika pupuk
silika diberikan, penggunaan pupuk N lebih efisien.
didelineasi tiga strata model. Strata 1 adalah rumah
penduduk yang mempunyai halaman sempit, halaman
ditanami sayuran dalam rak tanaman. Strata 2 adalah
rumah penduduk yang mempunyai halaman sedang
dan dapat ditanami dengan beberapa jenis tanaman.
Strata 3 adalah rumah penduduk dengan pekarangan
cukup luas, sehingga selain tanaman pangan/
hortikultura juga dapat dikembangkan ternak atau
ikan. Selain itu diidentifikasi penggunaan lain,
terutama infrastruktur yang mendukung pengem-
bangan model ini, di antaranya kebun bibit desa
(KBD), lumbung pangan, jalan desa, dan lahan
pesawahan.
Teknologi Pengelolaan Sumberdaya
Tanah dan Pupuk
Formulasi Pupuk dan Pembenah Tanah
Untuk meningkatkan produktivitas tanaman dan
efisiensi pemupukan, telah dilakukan penelitian: (1)
formulasi pupuk anorganik lengkap bersifat lepas
lambat, formulasi pupuk anorganik yang mengandung
Pupuk organik granul (POG) dan pupuk
organik curah (POCr) hasil formulasi.
POG Standar POG 1
POG 2 POG 3 POG A
POCr 1 POCr 2 POCr 3
Pupuk NPK lepas lambat dan pupuk silika.
NPK SL-1 NPK SL-2
15:10:10 15:10:10
NPK Si NPK Si SiO2 30%
15:10:10:10 15:10:10:5
Sumberdaya Lahan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201113
Penelitian di laboratorium menunjukkan formula
pembenah tanah berukuran < 100 µm mempunyai
kemampuan memegang air lebih tinggi dibandingkan
formula pembenah tanah melalui proses ballmill satu
kali dan dua kali. Pada pengujian di rumah kaca, peng-
gunaan formula pembenah tanah BetaHumat < 100
µm dan SP50Humat < 100 µm dengan dosis lebih
rendah (0,75-1,00 t/ha) mampu memperbaiki sifat
fisik tanah dan berpotensi meningkatkan hasil jagung.
Pengendalian Keracunan Besi denganPemberian Bahan Organik
Ekstensifikasi dan intensifikasi tanaman padi di lahan
rawa pasang surut belum optimal karena kendala
biofisik lahan dan produktivitas tanah yang rendah.
Lahan rawa pasang surut termasuk lahan suboptimal,
tanah bereaksi masam, miskin hara makro dan mikro,
dan mengandung zat beracun (Al, Fe, H2S). Keracun-
an besi (Fe) merupakan penyakit fisiologis tanaman
padi yang berasosiasi dengan kelebihan besi terlarut.
Bahan organik dapat mempertahankan suasana
reduktif dan menekan oksidasi pirit di tanah. Laju
reduksi bergantung pada kandungan bahan organik
tanah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian
jerami 5 t/ha + purun tikus 5 t/ha lebih baik dibanding
perlakuan lainnya. Indeks bronzing daun dan skor
keracunan besi lebih baik dibandingkan dengan cara
petani dan pemberian dolomit 2 t/ha. Varietas Inpara
1 dan Inpara 2 menunjukkan indeks dan skor yang
lebih baik dibandingkan dengan IR64 (Gambar 1).
Pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman, jumlah
anakan maksimum, dan bobot kering tanaman) lebih
baik dibanding perlakuan lainnya. Hasil gabah berbeda
Pertumbuhan tanaman padi dengan dan tanpa
pupuk NPK silika.
75% N
100% K, P, Si
NPK 100%
Gambar 1. Indeks bronzing daun dan skor keracunan besi tiga varietas padi pada lima kondisi bahan
amelioran (jerami, purun tikus, dolomit) pada tanah sulfat masam tipe luapan B,
Belandean, Barito Kuala, MK 2011.
Indeks bronzing
daun
Skor keracunan
besi
6
5
4
3
2
1
0Kontrol Dolomit Cara Jerami Jerami
2 t/ha petani 2,5 t/ha + 5 t/ha +
purun tikus purun tikus
2,5 t/ha 5 t/ha
Inpara 1
Inpara 2
IR64
Inpara 1
Inpara 2
IR64
0,8
0,6
0,4
0,2
0Kontrol Dolomit Cara Jerami Jerami
2 t/ha petani 2,5 t/ha + 5 t/ha +
purun tikus purun tikus
2,5 t/ha 5 t/ha
Sumberdaya Lahan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201114
sangat nyata dibandingkan dengan kontrol, perlakuan
petani, dan pemberian dolomit 2 t/ha (Tabel 1).
Antisipasi Perubahan Iklim
Strategi Antisipasi dan Mitigasi
Air merupakan faktor utama penentu kelangsungan
produksi pertanian. Namun, pengelolaannya meng-
hadapi banyak kendala dan bahkan memunculkan
masalah baru, seperti kelangkaan air dan banjir.
Kondisi ini diperparah oleh kompetisi penggunaan air
oleh sektor pertanian dengan sektor lain.
Dalam upaya mengoptimalkan penggunaan air
dan meminimalkan dampak bencana alam terhadap
sektor pertanian, diperlukan strategi antisipasi dan
mitigasi, antara lain melalui kegiatan: (1) pemetaan
daerah rawan banjir DAS Jeneberang, DAS Saddang,
dan DAS Walanae; (2) penelitian pengelolaan air pada
DAS mikro untuk meningkatkan produktivitas tanaman
di DAS mikro Selopamioro dan DAS Citanduy; dan
(3) pengembangan model pembagian air secara
optimal untuk keberlanjutan ketersediaan sumber
daya air di DAS Citarum, Jawa Barat. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa perubahan iklim di daerah tropis
diperkirakan akan meningkatkan dampak dari ke-
jadian iklim ekstrem, seperti banjir dan kekeringan.
Tabel 1. Pertumbuhan dan hasil tiga varietas padi pada lima kondisi bahan amelioran (jerami, purun tikus, dan dolomit) pada
tanah sulfat masam tipe luapan B, Belandean, Barito Kuala, MK 2011.
PerlakuanTinggi tanaman Anakan Bobot kering Hasil
(cm) maksimum jerami (g) (t/ha)
Bahan organik
Kontrol 77,68 13,99 20,93 2,95
Cara petani 82,87 16,09 25,44 3,73
Dolomit 2,0 t/ha 83,86 16,31 26,12 3,83
Jerami 2,5 t/ha + purun tikus 2,5 t/ha 88,81 17,38 29,45 4,34
Jerami 5,0 t/ha + purun tikus 5,0 t/ha 91,61 18,33 33,61 4,78
Varietas
Inpara 1 86,57 17,49 30,05 4,50
Inpara 2 90,73 16,77 28,48 4,34
IR64 77,59 15,00 22,80 2,93
Wilayah banjir DAS Jeneberang, Saddang, dan
Walanae didelineasi melalui dua pendekatan, yaitu
berdasarkan aplikasi model hidrodinamik HEC-RAS
dan analisis data citra radar ALOS PALSAR. Hasil
penelusuran menginformasikan ketersediaan data
citra radar ALOS PALSAR untuk perekaman 24 April
2008 yang merepresentasikan kejadian banjir pada
19 April 2008 dan perekaman 9 September 2008
untuk kondisi musim kemarau. Data citra yang terpilih
melingkupi lokasi banjir di DAS Saddang.
Profil melintang sungai diidentifikasi mengguna-
kan dua pendekatan, yaitu pengukuran elevasi
bantaran sungai dengan total station dan pengukuran
kedalaman sungai dengan river survey. Hasil analisis
periode ulang banjir menunjukkan bahwa debit
puncak Sungai Saddang untuk periode ulang 100
tahun mencapai 5,108 m3/detik. Pengukuran sesaat
debit sungai Saddang pada 2 Juli 2011 menggunakan
river survey menunjukkan debit 49,8 m3/detik. Pada
kondisi tersebut, perbedaan elevasi antara permuka-
an air dan tanggul alami Sungai Saddang pada titik
pengukuran profil melintang sungai mencapai 2,9 m.
Pengelolaan DAS mikro Progo menggunakan
basis sungai dan lahan. Pengelolaan DAS berbasis
sungai sudah cukup banyak dilakukan oleh pemerintah
maupun swasta, terutama berkaitan dengan sistem
panen air, pembuatan sumur resapan, dan pembuatan
Sumberdaya Lahan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201115
embung. Pengelolaan mengintegrasikan teknologi
konservasi tanah dan air pada lahan budi daya.
Teknologi ini sudah diterapkan oleh masyarakat di
daerah hulu, tengah, dan hilir, berupa penanaman
tanaman budi daya searah kontur disertai dengan
teras gulud yang dikombinasikan dengan tanaman
rumput gajah dan atau tanaman pohon penguat teras.
Persepsi masyarakat dalam pengelolaan DAS Progo
cenderung positif. Mereka berupaya untuk tetap
menjaga lingkungan DAS secara lestari. Hal ini
ditunjukkan oleh keterlibatannya secara aktif dalam
perbaikan lingkungan dan penerapan teknik konser-
vasi tanah dan tata guna air melalui konsep water
sharing dan kelembagaan pengelolaan air.
Penggunaan mulsa sebagai penutup tanah dapat
mengubah hidrologi dengan menurunkan debit
puncak, koefisien aliran permukaan, dan mem-
perpanjang waktu respons pada episode hujan kurang
dari 22 mm. Untuk episode hujan di atas 22 mm,
perubahan karakteristik hidrologi baru terlihat pada
penurunan nilai koefisien aliran permukaan. Dua
episode hujan terpilih tahun 2001-2002 dan 2010-
2011 yang memiliki curah hujan yang sama adalah
pasangan hujan 24 Oktober 2001 dengan 23 Mei 2010
dan 30 Januari 2002 dengan 8 Juni 2010. Pada dua
pasang episode hujan tersebut, debit puncak berturut-
turut menurun dari 88,3 menjadi 27,1 l/detik, dan
dari 91 menjadi 33,2 l/detik. Perpanjangan waktu
respons selama 6 menit hanya terjadi pada pasangan
hujan 24 Oktober 2001 dengan 23 Mei 2010. Nilai
koefisien aliran permukaan menurun dari 8,7% men-
jadi 2,3% dan dari 11,9% menjadi 3,3%.
DAS Citarum memiliki luas 1.739,97 km2. Debit
maksimum Sungai Citarum pada stasiun pengamatan
hidrologi Nanjung mencapai 329,9 m3/detik pada
periode ulang dua tahun dan 644,9 m3/detik pada
periode ulang 100 tahun. Potensi air tersedia DAS
Citarum pada musim hujan 53.304.804.892 m3/detik
dan pada musim kemarau 35.737.145.744 m3/detik.
Kebutuhan air DAS Citarum merupakan jumlah dari
proyeksi kebutuhan domestik, industri, dan pertanian
sebesar 19.904.421.950 m3/tahun. Proyeksi
kebutuhan pada tahun 2020 adalah 20.195.790.207
m3. Status neraca ketersediaan dan kebutuhan air
DAS Citarum menunjukkan bahwa neraca tahunan
surplus, kecuali Kota Cimahi. Secara umum, neraca
Rekontruksi jaringan hidrologi dan cakupan wilayah DAS Citarum hulu.
Sumberdaya Lahan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201116
ketersediaan dan kebutuhan air pada musim kemarau
positif, kecuali di Kabupaten Cianjur, Bandung,
Sumedang, Bekasi, dan Kota Cimahi.
Teknologi Remediasi Lahan PertanianTercemar
Penggunaan insektisida golongan organoklorin pada
tahun 1970-an masih meninggalkan residu dalam
tanah karena sifatnya yang persisten. Residu
organoklorin dapat terbawa dalam produk pertanian
sehingga berdampak negatif terhadap kesehatan
konsumen. Sebagian besar insektisida organoklorin
merupakan senyawa persistent organic pollutants
(POPs) yang masih ditemukan di lahan pertanian
sayuran dan padi. Indikasi cemaran residu beberapa
insektisida POPs di DAS Citarum telah dilaporkan,
namun masih bersifat spot. Peta residu insektisida
POPs di lahan pertanian di DAS Citarum dapat diguna-
kan sebagai acuan dalam penanggulangannya.
Bioremediasi dan biokemoremediasi merupakan
alternatif penanggulangan yang dapat dilakukan.
Penelitian pada Januari - Desember 2011 di Jawa
Barat dan Jawa Tengah menunjukkan bahwa
berdasarkan sifat fisik air (suhu, TDS, TSS) dan kimia
air (pH, DO, COD, DHL), air Sungai Citarum hulu dan
Citarum tengah sesuai untuk pengairan tanaman.
Beberapa lokasi air sungai dan air sawah DAS Citarum
hulu dan tengah memiliki konsentrasi aldrin, DDT, Pb,
dan Cd melebihi batas maksimum baku air minum.
Untuk pengairan tanaman, satu lokasi konsentrasi DDT
dan beberapa lokasi logam Pb melebihi batas
maksimum yang ditetapkan. Senyawa POPs
endosulfan terdeteksi di semua lokasi tanah sawah
DAS Citarum hulu dan tengah, sedangkan lindan, DDT,
dan aldrin terdeteksi di beberapa lokasi.
Upaya penanggulangan melalui bioremediasi
telah dilakukan. Telah ditemukan isolat bakteri
Pseudomonas mallei dan jamur Trichoderma sp. yang
mampu mendegradasi senyawa POPs. Aplikasi
teknologi bioremediasi dengan menggunakan cam-
puran bakteri P. mallei dan jamur Trichoderma sp.
dapat menurunkan residu POPs (DDT, heptaklor,
dieldrin, endosulfan) pada tanaman caisim sampai
di bawah batas maksimum residu (BMR) dan
memberikan hasil yang tinggi.
Upaya remediasi melalui teknologi pengkayaan
urea berlapis arang aktif dengan mikroba memper-
oleh tujuh isolat yang mampu mendegradasi senyawa
POPs. Lima isolat bersifat gram positif (BOB1, BOB2,
BOB3, BOB4, BOB5) dan efektif mendegradasi POPs
berbahan aktif lindan, heptaklor, DDT, dan dieldrin.
Dua isolat bersifat gram negatif (BOB6 dan BOB7),
efektif mendegradasi POPs berbahan aktif aldrin.
Teknologi pelapisan pupuk urea dengan arang aktif
yang diperkaya dengan mikroba pendegradasi
senyawa POPs (BOB1, BOB2, BOB3, BOB4, BOB5,
BOB6, dan BOB7) dapat meningkatkan efisiensi pupuk
N sebesar 24% dan menurunkan residu POPs. Urea
berlapis arang aktif tempurung kelapa + mikroba
menurunkan residu lindan hingga 94%. Urea berlapis
arang aktif tongkol jagung + mikroba menurunkan
residu heptaklor hingga 71% dan dieldrin 83%. Urea
berlapis arang aktif tongkol jagung menurunkan residu
aldrin 88% dan DDT 94%.
Dinamika Emisi Gas Rumah Kaca dari LahanPertanian
Ekstensifikasi dan pemupukan selain mendongkrak
produktivitas juga meningkatkan kapasitas rosot
karbon sehingga dapat memitigasi laju perubahan
iklim. Hasil penelitian perlakuan berbagai jenis ame-
lioran menunjukkan bahwa nilai Global Warming
Potential (GWP) tertinggi (8,124 kg CO2-C/ha) diper-
oleh dari perlakuan dolomit. Penurunan emisi tertinggi
terjadi pada perlakuan abu vulkan sebesar 45,9%.
Fungsi amelioran dalam mempertahankan stabilitas
tanah gambut adalah melalui penekanan laju
kehilangan karbon dalam bentuk CH4 dan CO
2.
Peningkatan stabilitas tanah gambut akan tercapai
melalui penurunan emisi CH4 karena berkaitan
dengan terbentuknya senyawa kompleks antara asam
organik dari tanah gambut dengan kation logam Fe3+
dari bahan amelioran.
Total kandungan karbon tertinggi terdapat pada
perlakuan pugam (5.557 kg C/ha). Selisih tertinggi
yang dihasilkan dari pengurangan total kandungan
Sumberdaya Lahan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201117
karbon dengan GWP (net karbon) terdapat pada
perlakuan kontrol, yaitu 3.785 kg C/ha. Perlakuan abu
vulkan menghasilkan net karbon -72 kg C/ha, yang
menunjukkan emisi GRK dapat diserap seluruhnya.
Ini berarti penggunaan abu vulkan pada tanaman padi
di tanah gambut mampu menyerap karbon lebih ba-
nyak dibandingkan dengan jumlah karbon yang dilepas
ke atmosfer sehingga mampu menekan emisi GRK.
Kandungan karbon organik terendah terdapat
pada perlakuan kontrol, baik dengan pengairan terus-
menerus maupun pada pengairan terputus, berturut-
turut sebesar 2.538,3 kg dan 2.285,4 kg C/ha. Nilai
GWP pada perlakuan pengairan terus-menerus lebih
tinggi dibanding pengairan terputus, berkisar antara
41-59%. Hal ini menunjukkan pengairan terus-
menerus memberikan kontribusi yang lebih besar
terhadap potensi pemanasan global. Meskipun
menghasilkan emisi GRK yang tinggi, pengairan terus-
menerus mampu menyerap emisi GRK kembali,
walaupun serapan karbon pada perlakuan tersebut
lebih rendah dibanding perlakuan pengairan terputus.
Serapan karbon tertinggi terdapat pada perlaku-
an pengairan terputus + 100% NPK + NI, yaitu 2.642,4
kg C/ha. Serapan karbon semakin tinggi dengan me-
ningkatnya takaran pupuk NPK. Perlakuan pengairan
terus-menerus menghasilkan rasio yang lebih tinggi
dibanding perlakuan pengairan terputus, berkisar
antara 36-50%. Rasio terendah terdapat pada
perlakuan pengairan terputus + 75% NPK. Perlakuan
pengairan terus-menerus dengan penambahan pupuk
menghasilkan gabah yang lebih tinggi (3,9-6,2 t/ha).
Jika dilihat dari upaya penurunan emisi GRK, perlakuan
pengairan terputus lebih ramah lingkungan dan lebih
efisien dalam penggunaan air.
Analisis emisi gas CH4, N
2O, dan CO
2 di laboratorium gas rumah kaca.
CG system dihubungkan oleh sebuah CBM
dengan komputer untuk interpretasi data
Perangkat komputer untuk
memperlihatkan puncak hasil
pembacaan
Puncak hasil pembacaan
Tanaman Pangan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201118
Tanaman Pangan
Ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup sepanjang
waktu merupakan suatu keniscayaan. Oleh sebab itu,
Kementerian Pertanian memberikan prioritas yang tinggi
terhadap upaya peningkatan produksi pangan, sebagaimana
tercermin dalam program pembangunan pertanian 2010-2014
yang dikenal dengan Empat Sukses Kementerian Pertanian.
Di satu sisi, kebutuhan pangan masyarakat yang terus
meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk
harus dipenuhi dari produksi dalam negeri. Di sisi lain, masalah
yang dihadapi petani dalam berproduksi makin berat dan
kompleks. Perubahan iklim global, misalnya, telah dan akan
terus mengancam keselamatan tanaman pangan. Dengan
sumberdaya yang dimiliki, Badan Litbang Pertanian senantiasa
berupaya menghasilkan inovasi demi inovasi untuk mencapai
ketahanan pangan dan kelestarian lingkungan.
Tanaman Pangan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201119
Varietas Unggul Baru
Selama ini keberhasilan upaya peningkatan produksi
sebagian terletak pada penggunaan varietas unggul
oleh petani. Mereka menyadari bahwa varietas
unggul merupakan komponen teknologi yang dapat
diandalkan dalam meningkatkan produksi karena
berdaya hasil tinggi, tahan terhadap hama penyakit
utama, dan toleran terhadap kondisi lingkungan
tertentu. Untuk mempercepat upaya peningkatan
produksi, Badan Litbang Pertanian pada tahun 2011
telah melepas sejumlah varietas unggul padi, jagung,
kedelai, kacang tanah, dan ubi jalar.
Dari 17 varietas unggul padi yang dilepas pada
tahun 2011, 11 di antaranya sesuai dikembangkan
pada lahan sawah irigasi yang masih menjadi tulang
punggung produksi padi nasional, tiga varietas untuk
lahan kering (gogo), dan tiga varietas sesuai untuk
lahan sawah tadah hujan (Tabel 1). Sebelas dari 17
varietas padi yang dilepas adalah jenis inbrida.
Pengembangan varietas unggul baru ini diharapkan
dapat mengatasi masalah yang terjadi di lapangan.
Varietas Inpari Sidenuk hasil dari konsorsium padi,
misalnya, agak tahan terhadap hama wereng batang
coklat biotipe 1, 2, dan 3 yang diharapkan dapat
menangkal perkembangan hama yang berbahaya itu.
Untuk memberikan banyak pilihan bagi petani, Badan
Litbang Pertanian juga melepas sembilan varietas
unggul baru padi hibrida dengan potensi hasil di atas
10 t/ha (Tabel 1).
Lima dari tujuh varietas jagung yang dilepas
adalah jenis hibrida, masing-masing bernama Bima
12 Q, Bima 13 Q, Bima 14 Batara, Bima 15 Sayang,
dan Bima 16. Dua lainnya adalah jenis bersari bebas,
masing-masing dilepas dengan nama Provit A1 dan
Provit A2.
Bima 12 Q dan Bima 13 Q memiliki mutu protein
yang lebih baik, tahan terhadap bercak daun, dan
potensi hasil berkisar antara 9,3-9,8 t/ha. Varietas
Bima 12 Q lebih genjah, dapat dipanen pada umur
98 hari. Bima 14 Batara dan Bima 15 Sayang berdaya
hasil lebih tinggi, masing-masing 12,9 dan 13,2 t/ha.
Varietas Bima 16 memiliki potensi hasil 12,4 t/ha dan
mampu beradaptasi pada lingkungan suboptimal.
Jagung bersari bebas Provit A1 dan Provit A2 lebih
genjah, dapat dipanen pada umur 96-98 hari dengan
potensi hasil 7,4-8,8 t/ha (Tabel 2).
Varietas unggul baru kedelai diberi nama Gema,
yang sebelumnya di lapangan diberi kode SHR/W-C-
60. Kedelai ini mampu berproduksi hingga 2,47 t/ha,
lebih tinggi daripada varietas Burangrang (3,06 t/ha)
dengan ukuran biji lebih besar (11,9 g/100 biji). Selain
untuk tempe, varietas Gema juga sesuai untuk bahan
Keragaan jagung Bima 14 Batara di lapangan,
potensi hasil 12,9 t/ha dan tahan bulai.
Keragaan padi varietas Inpari 19 di lapangan,
potensi hasil 9,5 t/ha dan tahan wereng
batang coklat.
Tanaman Pangan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201120
Tabel 1. Varietas unggul padi yang dilepas pada tahun 2011.
VarietasUmur Potensi hasil
Sifat penting lainnyaAgroekosistem
(hari) (t/ha) pengembangan
Inpari 14 Pakuan 113 8,2 Agak tahan HDB III, agak Lahan sawah tadah hujan
tahan blas ras 033 dan 133
Inpari 15 Parahyangan 117 7,5 Agak tahan WBC 1 Lahan sawah tadah hujan
Inpari 16 Pasundan 118 7,6 Tahan HDB III, tahan blas ras 033 Lahan sawah tadah hujan
Inpari 17 111 7,9 Tahan HDB III, IV, VIII, tahan Lahan sawah irigasi
blas ras 033 dan 133, agak
tahan WBC 1 dan 2
Inpari 18 120 9,5 Tahan WBC 1 dan 2 Lahan sawah irigasi dan
tadah hujan
Inpari 19 104 9,5 Tahan WBC 1 dan 2, tahan Lahan sawah irigasi dan
HDB III tadah hujan
Inpari 20 104 8,8 Tahan HDB III, agak tahan WBC 1 Lahan sawah irigasi
Inpari Sidenuk 103 9,1 Agak tahan WBC 1, 2, 3, agak Lahan sawah irigasi
tahan HDB III
Hipa 12 SBU 105 10,5 Agak tahan WBC 3, agak Lahan sawah irigasi
tahan HDB III
Hipa 13 105 10,5 Agak tahan WBC 2, agak Lahan sawah irigasi
tahan HDB III
Hipa 14 SBU 112 12,1 Agak tahan WBC 2, agak Lahan sawah irigasi
tahan HDB III
Hipa Jatim 1 119 10,0 Agak rentan WBC 1, 2 dan pulen Lahan sawah irigasi
Hipa Jatim 2 116 10,9 Agak rentan WBC 3, agak Lahan sawah irigasi
tahan HDB III
Hipa Jatim 3 117 10,7 Agak tahan HDB III Lahan sawah irigasi
Inpago 8 119 8,1 Tahan blas ras 033, 133, 073, Lahan kering
173, toleran kekeringan,
agak toleran Al
Inpago Unram 1 108 7,6 Tahan blas ras 033, 133, Lahan kering
agak toleran Al dan Fe Lahan kering
Inpago Unsoed 1 110 7,2 Tahan blas ras 133, toleran Fe,
agak toleran kekeringan
HDB III, IV, VIII = hawar daun bakteri strain III, IV, dan VIII
WBC 1, 2, 3 = wereng batang coklat biotipe 1, 2, dan 3
Al= aluminium; Fe = besi
baku tahu. Rendemen tahu dari 8 kg biji kedelai
varietas Gema mencapai 267%, lebih tinggi dibanding
kedelai impor yang hanya 235%, masing-masing
dengan kadar protein 39% dan 37%. Varietas Gema
berumur super genjah, sudah dapat dipanen pada
umur 73 hari.
Dua varietas unggul baru kacang tanah dilepas
masing-masing dengan nama Hypoma-1 dan Hypoma-
2. Hypoma-1 adaptif pada lingkungan optimal dengan
potensi hasil 3,70 t/ha polong kering, cukup tahan
terhadap penyakit bercak dan karat daun, dan agak
tahan penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum).
Varietas Hypoma-2 mempunyai daya adaptasi yang
baik terutama di lingkungan tercekam kekeringan,
agak tahan terhadap penyakit bercak dan karat daun,
potensi hasil 3,50 t/ha polong kering.
Tanaman Pangan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201121
Hypoma-1 dan Hypoma-2 berumur 90-91 hari,
atau 4-5 hari lebih genjah dari varietas Jerapah dan
14-15 hari lebih genjah dari varietas Singa. Keduanya
potensial dikembangkan dalam pola tanam padi-padi-
kacang tanah pada lahan tadah hujan yang memiliki
bulan basah terbatas. Hasil Hypoma-1 dan Hypoma-
2 masing-masing 1,3% dan 36% lebih tinggi dari
varietas Jerapah (Gambar 1).
Tabel 2. Varietas unggul jagung yang dilepas pada tahun 2011.
VarietasPotensi hasil Umur Reaksi terhadap Reaksi terhadap
Keunggulan lainnya(t/ha) (hari) bulai bercak daun
Hibrida
Bima 12 Q 9,3 98 Peka Tahan Mutu protein lebih baik,
lisin 0,52%, triptofan 0,11%
Bima 13 Q 9,8 103 Agak peka Tahan Mutu protein lebih baik,
lisin 0,46%, triptofan 0,09%
Bima 14 Batara 12,9 95 Tahan -
Bima 15 Sayang 13,2 100 Agak tahan -
Bima 16 12,4 100 Tahan - Sesuai di lahan suboptimal
Bersari bebas
Provit A1 7,4 96 Peka - Kandungan beta karotin
0,081 ppm
Provit A2 8,8 98 Peka - Kandungan beta karotin
0,144 ppm
Kedelai varietas Gema, di lapangan diberi
kode SHR/W-60 dengan potensi hasil 3,06 t/
ha.
Dua varietas unggul ubi jalar yang dilepas
masing-masing diberi nama Antin-1 dan Antin-2.
Keduanya memiliki kandungan antosianin yang
tinggi. Dalam pengujian multilokasi, varietas Antin-1
mampu berproduksi 33,2 t/ha, toleran kekeringan,
dan kandungan antosianin 33,89 mg/100 g. Varietas
Antin-2 berpotensi hasil 27,3 t/ha dan memiliki
kandungan antosianin 156 mg/100 g umbi.
Gambar 1. Hasil polong kering kacang tanah
varietas Hypoma-1 dan Hypoma-2 dibanding
varietas Singa dan Jerapah.
2,5
2,0
1,5Hyp 1 Hyp 2 Singa Jerapah
Varietas
Polong kering
(t/ha)
Tanaman Pangan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201122
Tingkat Adopsi Varietas Unggul
Baru Padi
Survei di daerah pengembangan pengelolaan
tanaman terpadu (PTT) padi sawah irigasi pada tahun
2011 dilakukan di Kabupaten Landak dan Sambas,
Kalimantan Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara dan
Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, dan
Kabupaten Pidie dan Aceh Jaya, Nanggroe Aceh
Darussalam. Di Kalimantan Barat, varietas Ciherang
masih ditanam oleh hampir 50% petani responden.
Varietas unggul yang mulai diadopsi adalah Inpara 1
dan Inpara 3 yang ditanam oleh 20% petani, sesuai
dengan kondisi lahan pertanian mereka berupa rawa
gambut. Di Kalimantan Timur, varietas Ciherang dan
IR64 ditanam masing-masing dengan proporsi 25%
dan 16%. Varietas Cibogo, Mekongga, Cigeulis, dan
Inpari 13 diusahakan oleh 10% petani. Di Aceh,
penggunaan varietas unggul baru belum bervariasi,
dalam tiga tahun terakhir masih menggunakan
varietas Ciherang dengan proporsi 70%. Beberapa
varietas lokal bahkan masih ditanam petani, terutama
di daerah pegunungan.
Di Kalimantan Barat, 71% petani telah meng-
gunakan benih bersertifikat. Di Kalimantan Timur
hanya 37% petani yang menanam benih bermutu,
sementara di Aceh 60% petani sudah menggunakan
benih bersertifikat.
Pemetaan Ketahanan Varietas Padi
terhadap Tungro
Tungro merupakan penyakit virus pada tanaman padi
yang ditularkan oleh hama wereng hijau. Penyakit ini
perlu terus diwaspadai karena pernah merusak
pertanaman padi dalam area yang luas, terutama di
Sulawesi Selatan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat,
dan Kalimantan Selatan dengan kerugian yang cukup
besar. Salah satu cara yang dianjurkan untuk
mengendalikan tungro adalah penggunaan varietas
tahan.
Varietas tahan tungro digolongkan menjadi
varietas tahan wereng hijau dan tahan tungro.
Varietas tahan virus tungro digolongkan pula menjadi:
V1 dengan tetua Utri Merah (varietas Tukad Petanu
dan Inpari 7 Lanrang); V2 dengan tetua tahan TKM6
(varietas Tukad Balian dan Kalimas); V3 dengan tetua
TKM6 + Gampai (varietas Bondoyudo, Inpari 8, dan
Inpari 9 Elo); dan V4 dengan tetua tahan Balimau
Putih (varietas Tukad Unda). Varietas tahan wereng
hijau digolongkan menjadi: T1 dengan gen tahan
tetua Glh1 (varietas IR20, 30, 26, 46, Citarum,
Serayu); T2 dengan gen tahan tetua Glh6 (varietas
IR32, 36, 38, 47, Semeru, Asahan, Ciliwung, Krueng
Aceh, Bengawan Solo); T3 dengan gen tahan tetua
Glh3 (varietas IR48, 50, 52, 54, 64); dan T4 dengan
gen tetua tahan Glh 4 (varietas IR66, 70, 72, 68, Klara,
dan Barumun).
Kemampuan penularan wereng hijau me-
nularkan virus bervariasi, begitu pula virulensi virus
tungro, sehingga perlu dilakukan uji kesesuaian
varietas terhadap populasi wereng hijau dan virus
tungro di berbagai daerah endemis tungro. Hingga
tahun 2011, pengujian kesesuaian varietas telah
dilakukan di 15 provinsi endemis tungro dengan uji
efisiensi penularan virus oleh wereng hijau pada
varietas tahan dan uji virulensi inokulum tungro
terhadap varietas tahan virus tungro.
Varietas tahan virus V1 agak tahan di Sulawesi
Tenggara dan tahan di DI Yogyakarta, Banten,
Kalimantan Selatan, Jawa Timur, Lampung, Sulawesi
Barat, Sulawesi Tengah, Papua, Jawa Tengah, Bali,
Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat, dan Sulawesi
Ubi jalar ungu varietas Antin-2, potensi hasil
tinggi dan kaya antosianin.
Tanaman Pangan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201123
Selatan. Varietas V2 agak tahan di Jawa Barat,
Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, DI Yogyakarta,
dan tahan di Jawa Timur, Lampung, Sulawesi Barat,
Sulawesi Tengah, Papua, Jawa Tengah, dan Nusa
Tenggara Barat. Varietas V3 agak tahan di Bali, Nusa
Tenggara Barat, Jawa Barat, Sulawesi Tenggara,
Sulawesi Utara, Kalimantan Selatan dan tahan di
Sulawesi Utara, Jawa Timur, Lampung, Sulawesi
Barat, Sulawesi Tengah, Papua, dan Sulawesi Selatan.
Varietas V4 agak tahan di Sulawesi Tenggara,
Kalimantan Selatan, dan tahan di Sulawesi Utara,
Jawa Timur, Lampung, Sulawesi Barat, Sulawesi
Tenggara, Papua, Jawa Tengah, Bali, Nusa Tenggara
Barat, Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan.
Varietas tahan wereng hijau T1 agak tahan di
Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Lampung,
Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tengah. Varietas T2
agak tahan di DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Papua.
Varietas T3 bereaksi peka di semua provinsi. Varietas
T4 agak tahan di Banten, Sulawesi Barat, Jawa Barat,
Jawa Tengah, Sulawesi Selatan dan tahan di Jawa
Timur, Lampung, Sulawesi Tengah, Papua, Sulawesi
Tenggara, Sulawesi Utara, DI Yogyakarta, dan
Kalimantan Selatan.
Pemetaan Strain Penyakit Hawar
Daun Bakteri di Sentra Produksi
Padi
Penelitian untuk mengetahui penyebaran dan
komposisi kelompok patotipe bakteri Xanthomonas
oryzae pv. oryzae (Xoo), penyebab penyakit hawar
daun bakteri (HDB) di sentra produksi padi telah
dilakukan di Kabupaten Maros, Bone, Sopeng, Wajo,
Sidrap, Barru, Pangkep, Pinrang, Luwu, dan Palopo,
Sulawesi Selatan, dan Kabupaten Deli Serdang, Binjai,
Langkat, Serdang Bedagi, Simalungun, Batubara,
Asahan, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, dan Toba
Samosir, Sumatera Utara pada MT 2011. Daun padi
tertular HDB diisolasi untuk memperoleh isolat bakteri
Xoo, menggunakan metode pencucian.
Di Sulawesi Selatan, dari 210 sampel diperoleh
176 isolat bakteri Xoo dan ditemukan tiga kelompok
Xoo, yaitu strain III 50%, strain IV 23%, dan strain
VIII 19%. Di Sumatera Utara, dari 255 sampel
diperoleh 188 isolat bakteri Xoo dan ditemukan tiga
kelompok Xoo, yaitu strain III 59%, strain IV 32%,
dan strain VIII 9%. Dari data tersebut dibuat peta
penyebaran bakteri Xoo di kedua provinsi yang dapat
digunakan sebagai dasar rekomendasi dalam
penanaman varietas tahan HDB di daerah setempat.
Hingga saat ini, pengendalian penyakit HDB dengan
penggunaan varietas tahan merupakan cara yang
efektif dan ramah lingkungan.
Mutu Beras Beberapa Varietas Padi
Sebanyak 22 varietas dan 10 galur padi yang diperoleh
dari petani di Sumatera Utara, Sumatera Selatan,
Kalimantan Selatan, Jawa Barat, dan Jawa Timur,
serta dari BB Padi dipelajari karakteristik fisik,
fisikokimia, gizi, protein, dan nilai indeks glikemiknya.
Sampel gabah diproses menjadi beras giling yang
selanjutnya diamati karakter fisik (rendemen beras
giling, persentase beras kepala, beras patah, ukuran
dan bentuk, butir kapur, serta kebeningan beras); sifat
fisikokimia dan gizi beras (kadar amilosa, sifat
konsistensi gel, suhu gelatinisasi, dan kadar protein);
dan nilai indeks glikemik beras.
Hasil penelitian menunjukkan, seluruh varietas
dan galur padi yang diuji memiliki rendemen beras
giling relatif tinggi (62,4-71,5%), dengan persentase
beras kepala >70%, ukuran butiran berkisar dari
sedang (5,51-6,60 mm) hingga panjang (6,61-7,50
mm), bentuk beras medium (rasio P/L 2,1-3,0) dan
ramping (rasio P/L >3,0). Hampir semua varietas dan
galur memiliki tingkat kebeningan beras yang baik
dengan nilai >1,3%, dan memiliki butir kapur
rendah/kecil (0-10%). Tingkat kepulenan nasi semua
varietas/galur padi termasuk sedang sampai tinggi
dengan kadar amilosa 20,7-24,9%, tekstur nasi
beragam dari keras sampai lunak, suhu gel rendah
sampai tinggi (skor 1-7), dan kadar protein beras
7,3-9,6%.
Nilai indeks glikemik beras varietas Hipa 7, Inpari
12, dan Inpari 13 termasuk rendah, sedangkan beras
Tanaman Pangan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201124
varietas Hipa 6 dan Inpara 5 termasuk sedang. Beras
dengan nilai indeks glikemik rendah dapat disarankan
untuk dikonsumsi oleh penderita diabetes dalam
menjalankan program diet.
Tanam Legowo pada Jagung IP 400
Penelitian menggunakan jagung komposit (varietas
Sukmaraga dan Bisma) dan hibrida (varietas Bima 3
dan Bisi-2) yang ditanam dengan populasi 66.666
tanaman/ha (jarak tanam normal) dan 71.428
tanaman/ha (tanam legowo). Pada pertanaman I,
hasil varietas Bisma yang ditanam secara legowo
meningkat 7,6%, mencapai 10,63 t/ha, sementara
hasil varietas Sukmaraga 10,69 t/ha. Pada
pertanaman II, hasil kedua varietas menurun
dibanding pertanaman I. Hasil varietas Bisma yang
ditanam secara legowo hanya 9,19 t/ha dan hasil
varietas Sukmaraga 9,50 t/ha. Pada pertanaman I,
varietas Bima 3 yang ditanam secara legowo memberi
hasil 8,68 t/ha dan varietas Bisi-2 hanya memberi
hasil 8,39 t/ha. Pada pertanaman II, dengan cara
tanam yang sama dengan pertanaman I, hasil Bima
3 adalah 8,81 t/ha, sedangkan hasil Bisi-2 hanya 8,49
t/ha.
Pengelolaan Pengairan Pertanaman
Jagung
Pengairan tanaman jagung dengan interval 10 hari
sekali sebanyak enam kali selama masa pertumbuhan
tidak berbeda nyata dengan cara pengairan tanaman
berdasarkan titik layu (empat kali pengairan).
Pengairan pada setiap alur tanaman memberikan
hasil lebih tinggi dibanding pemberian air pada
setiap dua alur, baik yang ditanam dengan populasi
66.666 tanaman (jarak tanam normal) maupun
71.428 tanaman/ha (legowo). Pemberian air secara
terjadwal (enam kali selama pertumbuhan tanaman)
di setiap alur, hasil jagung yang ditanam secara
legowo adalah 7,26 t/ha dan yang ditanam dengan
jarak tanam normal 7,36 t/ha. Jika pengairan
tanaman dilakukan berdasar titik layu di setiap alur,
hasil jagung yang ditanam secara legowo 7,40 t/ha
dan yang ditanam dengan jarak tanam normal 7,54
t/ha. Dengan demikian, pengairan tanaman jagung
pada musim kemarau sebaiknya berdasarkan titik layu
untuk meningkatkan efisiensi pengairan tanaman.
Budi Daya Kedelai di Hutan Jati
Salah satu cara untuk mempercepat peningkatan
produksi kedelai menuju swasembada adalah
memperluas area tanam dengan memanfaatkan
lahan kosong di kawasan hutan. Melalui Gerakan
Peningkatan Produksi Pangan Berbasis Korporasi
(GP3K), Badan Litbang Pertanian mengembangkan
teknologi budi daya kedelai di kawasan hutan jati di
Ngawi, Jawa Timur, seluas 8,5 ha. Di kawasan
tersebut, tinggi tanaman jati pada saat itu berkisar
antara 2-3 m, jarak tanam 3 m x 4 m, dan tingkat
naungan sekitar 25%.
Selain mempercepat upaya peningkatan produksi
melalui perluasan area tanam, pengembangan
kedelai di lorong tanaman jati juga memberi
beberapa keuntungan: (1) optimalisasi pemanfaatan
lahan; (2) produk panen beragam; (3) lebih cepat
memperoleh tambahan penghasilan karena kedelai
sudah dapat dipanen pada umur 85-90 hari; (4)
memperbaiki kesuburan tanah karena tambahan
Kedelai yang dikembangkan di sela tanaman
jati di Ngawi, Jawa Timur, mampu
berproduksi di atas 2 t/ha.
Tanaman Pangan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201125
hara N dari Rhizobium dan bahan organik dari
serasah tanaman kacang-kacangan; (5) mencegah
erosi; dan (6) menyediakan pakan ternak.
Iletrisoy: Pupuk Hayati Kedelai di
Lahan Masam
Iletrisoy adalah pupuk hayati yang mampu meng-
gantikan pupuk urea untuk tanaman kedelai di lahan
masam. Dalam Iletrisoy terkandung bakteri Rhizobium
asal tanah masam yang efektif memacu pembentukan
bintil akar pada tanaman kedelai. Di tanah masam,
populasi bakteri Rhizobium di tanah umumnya sangat
rendah sehingga tanaman tidak mampu membentuk
bintil akar. Pada kondisi lingkungan tumbuh yang baik,
bintil akar kedelai dapat berfungsi sebagai penghasil
pupuk nitrogen alami yang mampu mencukupi
kebutuhan pupuk nitrogen lebih dari 75%. Oleh karena
itu, dalam budi daya kedelai di lahan masam, benihnya
perlu diinokulasi dengan Rhizobium toleran masam
agar tanaman mampu membentuk bintil akar dengan
baik dan memenuhi sebagian besar kebutuhan hara
nitrogennya.
Iletrisoy berisi tiga jenis bakteri Rhizobium yang
dikemas dalam bahan pembawa berkualitas dengan
populasi bakteri 108-109 sel/g bahan. Bakteri yang
digunakan berasal dari tanah masam dan telah diuji
toleransinya terhadap tanah dengan pH 4,5 dan
berkadar Fe dan Mn tinggi, serta keefektifannya di
lahan masam pada kejenuhan Al tanah di atas 20%.
Kenaikan hasil kedelai dengan perlakuan Iletrisoy pada
lahan masam Lampung Timur berkisar antara 63-
117% (Tabel 3).
Cara penggunaan Iletrisoy: benih kedelai
dimasukkan ke dalam wadah (ember), kemudian
dibasahi dengan air secukupnya. Inokulan ditaburkan
ke wadah benih dengan dosis 0,5 kg/50 kg benih/ha,
lalu diaduk sampai rata. Benih ditanam secara tunggal
dan ditutup dengan tanah atau pupuk organik.
Bioinsektisida Pengendali Hama
Daun dan Penggerek Polong Kedelai
Biopestisida ini berbahan aktif isolat JTM 97 C yang
berasal dari agens hayati Spodoptera litura Nuclear
Polyhedrosis Virus (Sl NPV), virus dari ulat grayak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sl NPV berpotensi
dikembangkan untuk mengendalikan ulat grayak,
Tabel 3. Hasil kedelai dengan dan tanpa penggunaan Iletrisoy di tanah masam, Lampung Timur.
Lokasi
Sifat tanah Hasil biji (t/ha)Kenaikan
pH Kejenuhan Al Tanpa Dengan (%)(%) Iletrisoy Iletrisoy
Sukadana 4,35 41,82 1,70 2,77 63
Bumi Ayu 5,25 11,52 0,72 1,56 117
Ponorogo 3,65 44,60 1,28 2,14 67
SlNPV yang dikemas dalam botol plastik.
Tanaman Pangan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201126
dapat diformulasikan dan diproduksi secara in vivo.
Isolat Sl NPV yang ditemukan di Banyuwangi (Sl NPV-
JTM 97C) memiliki potensi yang tinggi sebagai
biopestisida untuk mengendalikan ulat grayak pada
tanaman kedelai di lapangan. Aplikasi Sl NPV-JTM
97C dengan takaran 1,5 x 1011 PIBs/ha atau setara
dengan 500 g/ha menyebabkan kematian S. litura
80-100%.
Virus pada umumnya bersifat spesifik, yaitu pada
tingkat genus saja, tetapi strain JTM 97C selain dapat
mematikan ulat grayak juga dapat membunuh ulat
hama penggulung daun, ulat jengkal, perusak polong
kedelai, dan Maruca testulalis, perusak polong kacang
hijau. Penelitian ini membuktikan bahwa Sl NPV-JTM
97C mampu membunuh serangga sampai ke tingkat
ordo Lepidoptera. Keuntungan Sl NPV sebagai bio-
insektisida untuk mengendalikan ulat grayak adalah
bersifat spesifik dan selektif terhadap hama sasaran
sehingga aman bagi manusia, hewan, dan musuh
alami; persisten di alam, tidak menimbulkan residu
beracun; efektif terhadap inang yang sudah resisten
insektisida kimia; dan kompatibel dengan teknik
pengendalian lain.
Biopestisida untuk Pengendalian
Hama Utama Kedelai
Bio-Lec merupakan biopestisida yang diformulasi ke
dalam bentuk tepung, mengandung bahan aktif
konidia cendawan entomopatogen Lecanicillium
lecanii. Produk Bio-Lec dapat membunuh berbagai
jenis hama utama kedelai, terutama pengisap polong
(kepik coklat) Riptortus linearis. Kelebihan produk
Bio-Lec adalah mampu membunuh semua stadia
kepik coklat, mulai dari telur hingga nimfa maupun
imago. Mekanisme pengendalian hama kepik coklat
dengan aplikasi Bio-Lec adalah dengan menggagalkan
penetasan telur (ovicidal) hingga mencapai 80%.
Produk Bio-Lec juga toksik terhadap seluruh stadia
nimfa maupun imago kepik coklat.
Bio-Lec juga efektif mengendalikan kutu kebul
(Bemisia tabaci) yang juga merupakan hama penting
kedelai dalam lima tahun terakhir. B. tabaci
merupakan vektor cowpea mottle mozaic virus
(CMMV). Pengendalian dengan insektisida kimia
sering menimbulkan resistensi, resurjensi, dan
terbunuhnya serangga berguna sebagai pemangsa
B. tabaci, baik pada stadia telur, nimfa maupun
imago. Bahan aktif senyawa insektisida juga dapat
memicu hormon reproduksi serangga lebih aktif
sehingga dapat memproduksi telur dalam jumlah
yang lebih banyak pada waktu singkat. Bio-Lec yang
mengandung kumpulan konidia, jika dicampur dengan
air dan setelah berkecambah akan memproduksi
berbagai jenis toksin yang dapat menolak proses
peletakan telur serangga (deterent oviposition). Jenis
toksin yang dihasilkan Bio-Lec adalah dipicolinic acid,
hydroxycarboxylic acid, bassionalide, beauvericin, dan
cyclosporin.
Kelebihan lain dari cendawan L. lecanii adalah
mampu memparasitasi spora cendawan penyebab
penyakit karat Phakopsora pachyrhizi, downy mildew
Peronospora manshurica, dan powdery mildew
Microsphaera diffusa. Cendawan P. pachyrhizi, P.
manshurica, dan M. diffusa merupakan mikro-
organisme yang bersifat obligat dan termasuk penyakit
utama pada kedelai. Kemampuan L. lecanii dalam
menekan perkecambahan spora ketiga penyakit
tersebut masing-masing 29,6%; 36,4%; dan 21,4%.
Bio-Lec, biopestisida berbahan aktif konidia
cendawan entomopatogen Lecanicillium
lecanii.
Tanaman Pangan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201127
Bio-Lec dapat dikombinasikan dengan cara
pengendalian lain, antara lain predator. Aplikasi
cendawan L. lecanii pada kerapatan konidia hingga
1011/ml tidak menyebabkan kematian predator
hingga 30 hari setelah aplikasi (HSA). Oxyopes
javanus merupakan predator generalis yang banyak
ditemukan di pertanaman kedelai di Indonesia dengan
kemampuan mangsa 3-13 ekor. Bio-Lec juga dapat
dikombinasikan dengan pestisida nabati, terutama
serbuk biji srikaya dan serbuk biji jarak, untuk
meningkatkan efikasi pengendalian telur kepik coklat
di lapangan.
Produksi Benih Sumber
Padi
Selama musim tanam 2011, penyediaan benih
varietas unggul baru padi melalui kegiatan produksi
benih sumber untuk mendukung SL-PTT sebanyak
41,7 ton, yang terdiri atas 25,6 ton benih BS dan
16,1 ton benih FS. Di samping itu, juga telah
diproduksi 231,6 ton benih sumber, terdiri atas 27,0
ton benih BS dan 204,6 ton benih FS untuk
mendukung program SL-PTT di 18 provinsi di seluruh
Indonesia.
Jagung
Pada tahun 2011 telah diperbanyak benih sumber
jagung bersari bebas kelas penjenis (BS) dari varietas
Lamuru, Sukmaraga, Bisma, Srikandi Kuning-1,
Srikandi Putih-1, dan Anoman-1. Benih yang
dihasilkan dari kegiatan ini adalah 5.340 kg dengan
rincian Lamuru 890 kg, Sukmaraga 730 kg, Bisma
1.125 kg, Srikandi Kuning-1 865 kg, Srikandi Putih-1
830 kg, dan Anoman-1 900 kg. Jika benih sumber
kelas BS tersebut diperbanyak oleh penangkar
menjadi benih sumber kelas BP (benih pokok), maka
diperkirakan akan diperoleh benih kelas BP sebanyak
80.100 ton. Jumlah ini dapat memenuhi kebutuhan
area pertanaman jagung bersari bebas seluas lebih
dari 4,0 juta ha.
Perbanyakan benih sumber kelas BD juga
menggunakan varietas Lamuru, Sukmaraga, Bisma,
Srikandi Kuning-1, Srikandi Putih-1, dan Anoman.
Masing-masing varietas ditanam pada lahan 1,0 ha.
Empat dari enam varietas menghasilkan benih BD
sebanyak 8,7 ton.
Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian
Hasil pertanaman kedelai untuk penyediaan benih NS
hingga Oktober 2011 tercatat 756 kg yang meliputi
10 varietas (Grobogan, Burangrang, Detam 1, Detam
2, Kaba, Tanggamus, Anjasmoro, Argomulyo, Ijen,
dan Wilis). Pertanaman kacang tanah untuk
penyediaan benih NS dari delapan varietas (Tuban,
Bima, Domba, Jerapah, Gajah, Kelinci, Kancil, dan
Bison) menghasilkan 1.569 kg benih. Benih NS kacang
hijau telah dihasilkan pula sebanyak 344 kg dari
delapan varietas (Kutilang, Murai, Betet, Perkutut,
Sriti, Kenari, Vima 1, dan Walet).
Dari kegiatan penyediaan benih BS kacang tanah
(varietas Tuban, Bima, Domba, Jerapah, Gajah,
Kelinci, Kancil, dan Bison) diperoleh benih sebanyak
3.292 kg. Selain itu dihasilkan pula 4.144 kg benih
BS kacang hijau (varietas Kutilang, Murai, Betet,
Perkutut, Sriti, Kenari, Vima 1, dan Walet).
Hasil kedelai untuk penyediaan benih FS dari
varietas Grobogan, Burangrang, Kaba, Tanggamus,
Anjasmoro, Argomulyo, Sinabung, Wilis, dan
Panderman mencapai lebih dari 14 ton. Penyediaan
benih BS ubi kayu sedang diupayakan pula dari
varietas Darul Hidayah, Adira-1, Adira-4, Malang-1,
Malang-6, Malang-4, Uj-3, dan UJ-5.
Hortikultura
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201128
Hortikultura
Upaya peningkatan daya saing, nilai tambah, dan pe-
ngembangan sistem usaha yang sesuai dengan kondisi
lingkungan ekstrem membutuhkan inovasi yang berkelanjutan
dengan memanfaatkan sumberdaya lokal, mengadaptasikan
dengan perubahan iklim, mengembangkan komoditas
unggulan dan potensi wilayah, serta memanfaatkan lahan
suboptimal. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura
beserta Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa), Balai
Penelitian Tanaman Buah Tropika (Balitbu), Balai Penelitian
Tanaman Hias (Balithi), dan Balai Penelitian Tanaman Jeruk
dan Buah Subtropika (Balitjestro) telah menyediakan inovasi
teknologi yang bermanfaat bagi stakeholder. Penerapan inovasi
teknologi dalam pengembangan hortikultura diharapkan dapat
mewujudkan sistem usaha industrial unggul yang berkelanjutan
dan berbasis sumber daya lokal untuk meningkatkan
kemandirian pangan, daya saing, nilai tambah, ekspor, dan
kesejahteraan petani.
Hortikultura
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201129
Varietas Unggul
Upaya meningkatkan daya saing komoditas
hortikultura sebagai syarat utama merebut pasar
global perlu di dukung dengan pengembangan
komoditas unggulan yang mampu berkompetisi
dengan produk serupa dari negara lain. Ketersediaan
varietas unggul dalam negeri diharapkan dapat
menandingi varietas serupa dari negara lain sehingga
dapat menghilangkan ketergantungan pada varietas
dan benih dari luar negeri. Berkaitan dengan hal
tersebut, Puslitbanghorti telah menghasilkan berbagai
varietas unggul sayuran, buah-buahan, dan tanaman
hias.
Kentang
Varietas kentang yang ditanam petani masih terbatas,
yaitu Granola dan Atlantik. Penggunaan varietas yang
sama secara terus-menerus dapat menyebabkan
terjadinya erosi genetik sehingga jika terjadi ledakan
hama atau penyakit akan berdampak buruk terhadap
mata rantai produksi kentang. Balitsa telah meng-
hasilkan tiga varietas unggul baru (VUB) kentang, yaitu
Andina, Kastanum, dan Vernei dengan daya hasil lebih
tinggi daripada varietas Granola. Varietas Andina dan
Kastanum cocok untuk bahan baku keripik kentang.
Masing-masing varietas tersebut dapat dipanen pada
umur 100-110 hari setelah tanam, beradaptasi
dengan baik di dataran tinggi (1.250-1.500 m dpl),
tahan terhadap penyakit busuk daun, berdaya hasil
tinggi, cocok untuk kentang olahan, dan toleran
terhadap suhu panas sehingga dapat menunjang
industri kentang olahan dan diversifikasi pangan.
Produktivitas varietas Kastanum berkisar antara
24,50-34,03 t/ha, Vernei 21,10-35,60 t/ha, dan
Andina 20,40-34,10 t/ha.
Cabai Merah
Produktivitas tanaman cabai sangat dipengaruhi oleh
musim. Serangan penyakit sangat dominan terjadi
pada musim hujan. Untuk mengatasi masalah tersebut
Balitsa telah menghasilkan tiga VUB cabai merah
besar dan keriting, yaitu Lingga, Ciko, dan Kencana.
Ketiganya beradaptasi dengan baik di dataran medium
(510-550 m dpl) pada musim hujan maupun kemarau
basah. Produktivitasnya tinggi, berkisar antara 13,40-
20,50 t/ha.
Buncis
Balitsa juga menghasilkan tiga VUB buncis tegak
Balitsa 1, Balitsa 2, dan Balitsa 3. Ketiganya berbunga
serempak, berumur genjah, dan beradaptasi baik di
dataran medium (400-500 m dpl). Varietas Balitsa 1
dan Balitsa 2 bersifat menyerbuk sendiri dan meru-
pakan hasil introduksi dari Perancis. Produktivitasnya
berkisar antara 20,0-23,8 t/ha. Varietas Balitsa 3 juga
menyerbuk sendiri dan merupakan hasil introduksi
dari Amerika dengan keunggulan produktivitas tinggi
(20-24 t/ha). Varietas baru buncis tegak Balitsa 1 dan
Balitsa 2 telah dilisensikan ke PT Fajar Seed untuk
pengembangannya.
Umbi varietas unggul baru kentang Andina (kiri), Kastanum (tengah), dan Vernei (kanan).
Hortikultura
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201130
Bawang Merah
Empat varietas unggul baru bawang merah Pikatan,
Trisula, Pancasona, dan Mentes memiliki keunggulan
umur genjah dan beradaptasi dengan baik di dataran
rendah (6-85 m dpl). Varietas Pikatan merupakan
hasil persilangan antara B 2558 x B 3155 dengan
produktivitas 6,20-23,31 t/ha. Varietas Trisula adalah
hasil persilangan antara B 2558 x B 4127 dengan
keunggulan produktivitasnya tinggi (6,50-23,21 t/ha).
Varietas Pancasona merupakan hasil persilangan
antara B 2275 x B 4127 dengan produktivitas berkisar
antara 6,90-23,70 t/ha, sedangkan varietas Mentes
adalah hasil persilangan antara B 3117 x B 3155
dengan produktivitas tinggi (7,10-27,58 t/ha).
Tomat
Balitsa telah menghasilkan tiga varietas hibrida tomat
Tosca, Ruby, dan Topaz yang mempunyai keunggulan
umur genjah, daya simpan buah lama, buah lebat,
beradaptasi dengan baik di dataran tinggi (850-1.300
m dpl), dan produktivitasnya tinggi. Produktivitas
Tosca dan Ruby berkisar antara 30-40 t/ha,
sedangkan Topaz 40-50 t/ha.
Jamur
Jamur merupakan sayuran yang diminati konsumen
karena kandungan gizinya tinggi. Balitsa telah
menghasilkan tiga VUB jamur yang beradaptasi
dengan baik di dataran medium sampai tinggi (700-
1.250 m dpl) dan masa produksinya panjang (3,8
bulan). Produktivitas varietas Emas berkisar antara
54,33-91,08 t/ha, Ratu 54,22-81,94 t/ha, dan Zafira
50,48-78,70 t/ha.
Semangka dan Melon
Balitbu Tropika telah menghasilkan dua calon varietas
hibrida semangka dan melon unggul baru yang sta-
bil ditanam di semua lokasi dan diminati konsumen.
Varietas unggul baru sayuran (dari kiri ke kanan), cabai merah Lingga, Ciko, dan Kencana; buncis
tegak Balitsa 1, Balitsa 2, dan Balitsa 3; tomat Tosca, Ruby, dan Topaz; bawang merah Pikatan,
Trisula, Pancasona, dan Mentes; serta jamur Emas, Ratu, dan Zafira.
Hortikultura
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201131
Calon varietas semangka BT1 dan BT2 memiliki
daging buah masir dan sangat manis. Daging buah
varietas BT1 merah menyala, bobot buah 7-8 kg, dan
umur tanaman 80-85 hari, sedangkan BT2 buahnya
berwarna kuning pekat dengan bobot buah 6,5-7,0
kg, dan umur tanaman 75-80 hari.
Calon varietas melon MB1 memiliki buah ber-
bentuk lonjong, tekstur daging buah renyah, rasa
manis, aroma buah sedang, dan bobot buah 1,8-2,0
kg. Melon MB2 disukai konsumen karena warna daging
buahnya oranye, aromanya sangat kuat, rasa manis,
dan bobot buah 1,6-1,8 kg. Kedua calon varietas
tersebut memiliki umur tanaman 55-60 hari.
Jeruk
Indonesia memiliki jeruk unggulan yaitu siam, keprok,
dan pamelo. Kualitas buahnya memuaskan, tetapi
bijinya cukup banyak sehingga sulit bersaing dengan
buah jeruk impor yang sebagian tanpa biji (seedless).
Upaya memperoleh buah jeruk tanpa biji melalui
penembakan sinar gama menghasilkan jeruk keprok
SoE, garut, dan pamelo nambangan tanpa biji. Pada
tahun 2011, Balitjestro menghasilkan calon VUB jeruk
keprok SoE dan jeruk pamelo tanpa biji, daya hasil
tinggi, rasa manis, dan warna kulit menarik.
Anggrek
Anggrek Dendrobium, Phalaenopsis, dan Vanda
memiliki nilai ekonomi tinggi. VUB anggrek sangat
diperlukan agar pengembangan varietas anggrek
Calon varietas semangka BT1 dan BT2.
Calon varietas melon MB1 dan MB2.
Buah jeruk keprok SoE (kiri) dan pamelo
(kanan) tanpa biji.
Hortikultura
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201132
bermanfaat bagi produsen maupun konsumen.
Produsen akan mendapat manfaat dengan adanya
alternatif pilihan varietas anggrek unggul, sedangkan
konsumen dapat memperoleh benih yang terjamin
mutunya.
Perakitan varietas unggul anggrek Dendrobium,
Phalaenopsis, dan Vanda telah dilakukan Balithi
melalui persilangan konvensional. Hasil persilangan
kemudian diseleksi dan yang terpilih dilepas sebagai
varietas unggul, yang meliputi 10 varietas Den-
drobium, 10 varietas Phalaenopsis, dan dua calon
varietas Vanda.
Kesepuluh varietas Dendrobium memiliki
keunggulan warna bunga cerah dengan dasar warna
ungu dan kemerahan. Bunganya berbentuk setengah
bintang dan bentuk kelinci dengan ukuran sedang.
Sepuluh varietas Phalaenopsis terdiri atas satu
varietas Phalaenopsis standar, tujuh varietas
Phalaenopsis tipe multiflora, dan dua varietas
Phalaenopsis tipe novelti. Calon varietas Vanda
memiliki keunggulan bunganya beraroma wangi.
Calon varietas baru anggrek Vanda.
Varietas unggul baru anggrek Phalaenopsis.
Phal. Balithi MF001 Phal. Balithi MF002 Phal. Balithi ST005 Phal. Balithi MF003
Phal. Balithi MF004 Phal. Balithi MF005 Phal. Balithi MF006 Phal. Balithi MF007
Phal. Balithi NV001 Phal. Balithi NV002
Hortikultura
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201133
Teknologi Produksi
Perbanyakan Benih Phalaenopsis
Perbanyakan cepat anggrek Phalaenopsis dapat
dilakukan melalui organogenesis. Eksplan yang
digunakan adalah irisan daun yang berasal dari mata
tunas tangkai bunga. Mata tunas akan membentuk
tunas berdaun selama 2-4 bulan, bergantung pada
genotipenya.
Perbanyakan Benih Dendrobium
Teknologi perbanyakan cepat Dendrobium dapat
melalui pembentukan protocorm like body (plb) pada
media cair Vacin dan Went. Mata tunas yang telah
diinisiasi akan membentuk plb dalam waktu 3-6
bulan, bergantung genotipenya. Regenerasi plb
membutuhkan waktu sekitar 6 bulan sampai akhirnya
planlet dapat diaklimatisasi.
Perbanyakan Benih Vanda
Perbanyakan anggrek Vanda adalah yang paling sulit
dibandingkan dengan Dendrobium dan Phalaenopsis.
Perbanyakannya dapat melalui organogenesis dan
embriogenesis. Eksplan yang paling sesuai adalah
irisan tangkai bunga yang masih muda. Pembentukan
Varietas unggul baru anggrek Dendrobium.
Mata tunas yang tumbuh dari tangkai bunga
pada perbanyakan anggrek Phalaenopsis: (a)
kultur mata tunas tangkai bunga dan (b)
perkembangan tunas setelah empat bulan
tanam.
kalus membutuhkan waktu 2-5 bulan, namun
proliferasi kalus cukup sulit karena sering terjadi
pencoklatan.
Efektivitas Formula Bakteri Antagonisterhadap Penyakit Busuk Lunak padaAnggrek
Gejala penyakit busuk lunak (PBL) atau Pecto-
bacterium carotovorum pv dapat muncul pada seluruh
bagian tanaman anggrek, tetapi umumnya pertama
Den. Balithi CF001-10 Den. Balithi CF001-31 Den. Balithi CF002-45 Den. Balithi CF003-21 Den. Balithi CF003-23
Den. Balithi CF003-27 Den. Balithi CF003-28 Den. Balithi CF003-58 Den. Balithi CF003-62 Den. Balithi PP001-374
Hortikultura
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201134
Proses induksi kalus organogenik dan
embriogenik pada Vanda: (a) eksplan pada
awal kultur dan (b) kalus embriogenik yang
beregenerasi 2,5 bulan setelah kultur inisiasi.
kali terlihat pada daun. Pada awalnya, daun berwarna
hijau pucat dan kemudian berkembang menjadi
bercak basah berwarna hijau tua dan akhirnya
seluruh daun membusuk. Penyakit selanjutnya
berkembang ke arah batang. Daun dan batang yang
tertular berbau busuk karena bakteri PBL menyekresi-
kan enzim maupun isoenzim dalam jumlah banyak
sehingga mampu mendegradasi kompleksitas polimer
dinding sel tanaman.
Intensitas penularan PBL pada tanaman anggrek
Phalaenopsis bervariasi antara 0,82-92% dengan
waktu inkubasi satu hari. Pada pengamatan 1-7 hari
setelah inokulasi, perlakuan bakteri antagonis nomor
isolat 30 (B30) yang disuspensikan dalam air suling
dan diaplikasikan satu hari setelah inokulasi, dapat
menekan tingkat penularan PBL pada Phalaenopsis
hingga 41,6%. Hal ini berarti perlakuan tersebut
bersifat kuratif, dapat menekan penyakit pada
tanaman yang terinfeksi. Mekanisme penekanan
mikroba antagonis terhadap patogen dapat terjadi
melalui hiperparasitisme, kompetisi ruang dan hara,
antibiosis, dan lisis.
Efektivitas formulasi biopestisida berbahan aktif
bakteri antagonis nomor isolat B30 terhadap intensitas
penularan PBL pada tanaman anggrek Phalaenopsis
dipengaruhi oleh derajat kolonisasi bakteri antagonis
pada daun. Derajat kolonisasi pada tiga hari setelah
aplikasi paling tinggi dibandingkan sebelum aplikasi.
Populasi sebelum aplikasi sebanyak (7 + 2)102 cfu
meningkat menjadi (6 + 3)105 cfu/g daun pada tiga
hari setelah aplikasi.
Tahap pembentukan kalus dari daun pada
perbanyakan anggrek Phalaenopsis: (a) daun
yang telah dilukai dan (b) pembentukan plb di
dalam ruang cahaya.
Optimasi Kultur dan Bioreaktor padaProliferasi Embrio Somatik Dendrobium
Balithi memiliki beberapa informasi penting yang
terkait dengan pengembangan teknik somatik
embriogenesis (SE) pada perbanyakan klonal
beberapa klon harapan Dendrobium. Informasi
tersebut yaitu: (1) teknik sterilisasi mata tunas; (2)
sistem kultur dan media potensial untuk inisiasi tunas
pada media padat (TBN2); (3) jenis eksplan untuk
inisiasi kalus (mata tunas dan daun planlet); (4) teknik
dan media potensial untuk induksi dan regenerasi
kalus (PC1); (5) teknik dan media potensial untuk
proliferasi kalus (Pro-D5 dan D7); (6) teknik dan
media potensial untuk konversi kalus menjadi embrio
Gejala penyakit busuk lunak pada anggrek
Phalaenopsis.
Hortikultura
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201135
Alur perbanyakan benih anggrek Dendrobium: (1) sumber eksplan tunas anakan, (2 dan 3) tunas yang
sudah dikupas, (4) sterilisasi menggunakan kloroks, (5) mata tunas samping dan ujung, (6) mata tunas
steril yang telah diiris, (7) inisiasi plb dari mata tunas pada media cair, (8 dan 9) plb yang telah
terbentuk, (10 dan 11) plb yang diregenerasi pada media padat, dan (12) planlet yang terbentuk.
somatik/plbs (PCB dan D1); (7) kepadatan eksplan
yang optimal untuk proliferasi kalus (2-3 g/25 ml
media); (8) periode subkultur yang sesuai untuk
masing-masing tahapan; (9) studi pendahuluan
penggunaan sistem kultur thin film of liquid; dan (10)
studi pendahuluan penggunaan sistem bioreaktor
(kepadatan eksplan 5-10 g, media 1/2 MS dan VW
dengan penambahan BA 0,5 mg/l, dan oksigen
terlarut 5-10 vvm). Hasil penelitian sebelumnya
memperlihatkan bahwa pengembangan teknologi SE
pada Dendrobium harus melalui beberapa tahap dan
diawali dengan pembentukan kalus. Saat ini beberapa
klon harapan Dendrobium dapat diinisiasi dan
diproliferasi kalusnya, yaitu klon NS001/10, NS001/
31, NS022/21, NS22/62, NS22/58, NS22/28, dan
NS009/45.
Hortikultura
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201136
Eksplan dan Oksigen Terlarut pada SistemBioreaktor
Perbedaan kepadatan eksplan dan oksigen terlarut
memberikan respons yang bervariasi terhadap
pertumbuhan dan perkembangan plbs Dendrobium
klon NS022/62. Respons terbaik terdapat pada
perlakuan kepadatan inokulum 10 g/l yang di-
kombinasikan dengan oksigen terlarut 15 vvm (K2O
3).
Aplikasi bioreaktor untuk perbanyakan klonal plbs
Dendrobium tidak memberikan hasil yang signifikan
dalam proliferasi plbs karena plbs mengalami klorosis
dan akhirnya mati. Namun, penggunaan sistem ini
untuk perbanyakan klonal plbs Dendrobium Fatahilah
memberikan hasil yang signifikan. Kecepatan peng-
gandaan plbs mencapai dua kali lipat dalam waktu
15 hari, dengan pertumbuhan plbs yang vigor dan
tanpa klorosis.
Mikoparasit Penyakit Karat pada Krisan
Terdapat empat genus cendawan mikoparasit
penyakit karat (Puccinia horiana) yang ditemukan pada
tanaman krisan di Kabupaten Cianjur dan Bandung.
Dari 55 isolat mikoparasit, 92,7% merupakan genus
Cladosporium, selebihnya adalah genus Fusarium,
Trichoderma, dan Penicillium. Berdasarkan identifikasi
secara molekuler, isolat Cladosporium mempunyai
hubungan filogenetik terdekat dengan C. clado-
sporioides. Dari 20 isolat Cladosporium sp. yang diuji
efektivitasnya sebagai mikoparasit, hanya 11 isolat
yang mempunyai efektivitas > 50% dan signifikan
sebagai mikoparasit penyakit karat.
Teknologi Produksi Benih Bawang Merahuntuk Meningkatkan Pembuahan
Pembungaan dan hasil biji bawang merah antara lain
dipengaruhi oleh varietas, pemupukan, dan keber-
hasilan polinasi dan tanaman atraktan, yaitu caisim
dan tagetes. Untuk mengetahui pengaruh ketiga
faktor tersebut terhadap pembungaan dan hasil biji
bawang merah dilakukan penelitian menggunakan
varietas bawang merah Maja dan Bima yang diberi
pupuk P dan K, yaitu P2O
5 100 kg + K
2O 120 kg/ha
dan P2O
5 150 kg + K
2O 180 kg/ha. Hasilnya me-
nunjukkan bahwa varietas Bima yang mendapat pupuk
P2O
5 100 kg + K
2O 120 kg/ha menghasilkan jumlah
tanaman berbunga paling banyak (35,2%). Jumlah
umbel bunga paling banyak dihasilkan varietas Bima
yang dipupuk P2O
5 100 kg + K
2O 120 kg/ha dan
tanaman atraktan caisim, yaitu 301,15 umbel bunga
per petak (18 m2). Pembuahan paling banyak terdapat
pada varietas Bima dan tanaman atraktan caisim,
yang menghasilkan 22,77 buah per umbel bunga.
Jumlah biji paling banyak terdapat pada varietas Bima,
yaitu 71,21 biji per umbel bunga. Hasil biji bawang
merah terbanyak diperoleh varietas Bima dengan
pemupukan P2O
5 100 kg + K
2O 120 kg/ha, yaitu 28,65
g/18 m2 atau setara 15,92 kg/ha.
Mikroba Potensial untuk Pembuatan PupukMajemuk Hayati
Penggunaan pupuk kimia sintetis secara terus-
menerus pada suatu ekosistem memberi dampak
buruk bagi lingkungan. Residu pupuk akan mengalami
pencucian, penguapan, dan terikat oleh mineral
sehingga unsur hara tidak dapat dimanfaatkan oleh
tanaman. Salah satu cara memperbaiki tingkat
efisiensi penggunaan pupuk adalah dengan inokulasi
mikroba potensial.
Percobaan lapangan produksi benih bawang
merah melalui biji.
Hortikultura
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201137
Seleksi mikroba potensial menghasilkan
beberapa isolat bakteri yang memiliki kemampuan
cukup baik sebagai pelarut fosfat, antara lain isolat
Cw-19, Cr-13, Br-14, dan Lg-10 dengan indeks
kemampuan melarutkan fosfat masing-masing 7,58;
5,83; 4,26; dan 4,26. Seleksi dengan menggunakan
dua media bebas nitrogen memperoleh 20 isolat yang
diduga termasuk ke dalam kelompok Azotobacter spp.
dan Azospirillum spp. Dari 20 isolat yang dikoleksi
terdapat kelompok yang menghambat pertumbuhan
tanaman dan kelompok yang memperbaiki per-
tumbuhan tanaman. Isolat-isolat mikroba yang
memberikan pengaruh baik terhadap pertumbuhan
kecambah adalah isolat nomor 7, 6, 12, 15, dan 18.
Isolat nomor 6, 7, 12, dan 18 memacu pertumbuhan
akar, sedangkan isolat nomor 15 merangsang
perakaran dan tinggi tanaman.
Pengendalian Hama Penggerek Buah ManggaMenggunakan Minyak Serai Wangi
Produksi mangga menempati peringkat nomor dua
setelah pisang, yaitu 180.840 ton/tahun. Namun,
kualitas buah relatif rendah sehingga mangga
Indonesia sulit bersaing dengan mangga negara lain.
Salah satu penyebabnya adalah serangan hama
penggerek buah mangga (Noorda albizonalis).
Pengendalian hama tersebut perlu mempertim-
bangkan keamanan lingkungan dan konsumen. Untuk
itu, dilakukan pengujian efektivitas pestisida botani
dalam mengendalikan hama N. dorsalis.
Koloni mikroba yang diseleksi pada media pelarut fosfat (kiri), isolat kelompok Azotobacter spp.
(tengah), dan Azospirillum spp. (kanan).
Serangan Noorda albizonalis pada buah
mangga.
Salah satu bahan alami yang memiliki potensi
sebagai pestisida botani adalah minyak serai wangi.
Pengendalian penggerek buah mangga dengan
minyak serai wangi konsentrasi 2, 4, dan 6 cc/l
dengan interval penyemprotan enam hari sekali
mampu menurunkan serangan hama N. albizonalis
pada mangga Arumanis antara 30-40%. N. albizonalis
menyerang semua fase pertumbuhan buah, termasuk
buah masak. Efektivitas minyak serai wangi dalam
menekan serangan N. albizonalis pada periode
pemasakan buah lebih rendah dibandingkan pada
fase buah muda.
Hortikultura
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201138
Buah mangga gedong gincu setelah disimpan
dua hari (kiri) dan empat hari (kanan) setelah
dipetik.
Bahan Organik untuk Substitusi Pupuk NPK
Beberapa petani mangga mulai menggunakan pupuk
organik dan serasah daun dikombinasi dengan pupuk
NPK. Berkaitan dengan hal tersebut, Balitbu Tropika
telah meneliti kandungan nutrisi pupuk organik
tersebut dan kontribusi penggunaan pupuk organik
dalam menurunkan dosis pupuk NPK tanpa
mengurangi hasil dan kualitas buah. Hasil penelitian
menunjukkan penggunaan pupuk organik 50 kg/
tanaman dapat mengurangi penggunaan pupuk NPK
hingga 50% dari dosis yang biasa digunakan petani,
yaitu 5 kg/tanaman umur 10 tahun. Substitusi pupuk
sintetis dengan pupuk organik secara langsung dapat
mendukung program pengurangan emisi gas rumah
kaca akibat penggunaan pupuk sintetik sehingga
teknologi ini dapat mendukung program mengatasi
perubahan iklim.
Penentuan Saat Petik OptimumMangga Gedong Gincu
Berdasarkan karakter nutrisi, kadar air, dan rasa
manis, fase gedong gincu pada panen keempat
merupakan saat petik optimum untuk mangga gedong
gincu. Pada fase ini, mangga gedong gincu memiliki
karakter terbaik untuk kandungan vitamin C (> 70
mg/100 g), TSS (> 19° Brix), dan kadar air lebih
rendah dibanding saat petik lainnya (78-80%).
Namun, umumnya petani kurang menyukai panen
pada fase gedong gincu karena risikonya tinggi,
seperti pencurian, buah matang tidak serempak,
rawan rontok, serangan OPT, dan tambahan biaya.
Petani mangga di Cirebon dan daerah lain menyukai
panen pada fase gedong (panen pertama) karena
lebih menguntungkan. Hasil penelitian menunjukkan
saat petik optimum adalah fase gedong ditambah lima
hari (panen kedua) karena pada fase ini kandungan
vitamin C lebih tinggi dibanding pemetikan pada fase
gedong (panen pertama) dan fase gedong ditambah
10 hari (panen ketiga). Untuk karakter lain (TSS, total
asam, dan kadar air), ketiga fase gedong ini relatif
sama.
Hasil uji organoleptik menunjukkan, konsumen
memberi respons terbaik pada buah yang dipetik pada
fase gedong gincu dengan nilai rata-rata > 5,4 atau
termasuk kategori cukup suka hingga suka. Untuk
saat petik fase gedong, nilai respons konsumen relatif
sama. Untuk penerimaan konsumen terhadap buah,
nilai tertinggi dimiliki oleh buah yang dipetik pada fase
gedong ditambah lima hari. Bila parameter nutrisi
dan organoleptik digabungkan maka saat petik
optimum untuk mangga gedong gincu adalah fase
gedong ditambah lima hari. Untuk lama penyimpanan
terkait dengan kelayakan konsumsi, buah yang
disimpan dua dan empat hari setelah petik lebih
disukai konsumen dibanding buah yang disimpan
enam hari setelah petik.
Produksi Massal Benih Jeruk
Bebas Virus
Status Penyakit Jeruk Hasil SomatikEmbriogenesis
Pengujian status penyakit dimulai dengan pencarian
pohon induk positif yang akan diperbanyak dengan
teknik SE. Pada varietas jeruk yang bijinya berasal
dari induk yang positif terinfeksi penyakit
Huanglongbing (CVPD), semua varietas yang diuji
(Japanche Citroen/JC, keprok Batu 55, dan siem
Purworejo) tidak terinfeksi CVPD pada semua stadia
pertumbuhan (kalus, embrio, dan planlet) pada lama
perbanyakan 5-14 bulan.
Pada beberapa varietas jeruk yang bijinya berasal
dari induk yang terinfeksi citrus tristeza virus (CTV),
varietas keprok Kino, siem Kintamani, dan nipis
Hortikultura
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201139
Tulungagung pada stadia kalus, embrio, dan planlet
bebas dari CTV, tetapi pada varietas JC dari Tlekung,
pada fase embrio 40% dari sampel masih terinfeksi
CTV. Oleh karena itu, biji sebagai bahan perbanyakan
dengan teknik SE harus berasal dari tanaman induk
yang bebas dari penyakit sistemik, terutama CTV.
Evaluasi Keragaan Benih Hasil SambungEmbrio dan Planlet
Untuk mengevaluasi pertumbuhan benih hasil
sambung embrio atau planlet pada batang bawah
JC, benih sambungan umur satu tahun ditanam di
lapang. Hasil pengamatan menunjukkan, sampai
umur empat bulan di lapangan, tanaman belum
berkembang ke fase generatif. Hal ini tampak dari
tanaman yang belum berbunga dan duri masih
tumbuh. Pertumbuhan vegetatif sampai empat bulan
sangat baik. Pertumbuhan jeruk kalamondin yang
disambung dengan batang bawah JC asal semaian
lebih baik dibandingkan dengan batang bawah JC asal
lainnya. Pada umur delapan bulan setelah tanam,
tanaman mulai berubah ke fase generatif, yang
ditandai dengan munculnya bunga. Secara umum
batang atas yang berasal dari planlet menghasilkan
bunga yang lebih banyak dibanding yang berasal dari
embrio. Dengan demikian, jeruk kalamondin yang
diperbanyak dengan teknik SE dapat berbunga pada
umur delapan bulan setelah benih sambungan
ditanam di lapangan.
Konsistensi Sifat Tanpa Biji, Daya
Hasil, dan Kualitas Jeruk Hasil
Mutasi
Karakter yang ingin dicapai pada pemuliaan jeruk
adalah vigor tanaman baik, buah tanpa biji, warna
menarik, rasa enak (TSS tinggi), dan tahan hama
penyakit utama. Sampai akhir 2011 telah dilakukan
karakterisasi buah pada 64 tanaman M1V2 keprok
yang ditanam di pot, 68 tanaman M1V2 keprok yang
ditanam di lapangan, dan 10 tanaman M1V2 pamelo.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa karakter
tanpa biji (jumlah biji < 5) terdapat pada 28 aksesi
M1V2 keprok dan tujuh aksesi M1V2 pamelo. Melalui
observasi selama beberapa tahun, diperoleh
beberapa kandidat tanaman yang memiliki karakter
yang diinginkan. Namun untuk memenuhi persyaratan
pelepasan varietas, perlu dilakukan pengamatan
terhadap daya hasil, stabilitas karakter, kesesuaian
dengan beberapa batang bawah, dan ketahanannya
terhadap hama dan penyakit.
Sertifikasi Perbenihan Jeruk
Pada tahun 2011 telah dilakukan pembersihan 10
varietas jeruk dari penyakit sistemik dengan teknologi
penyambungan tunas pucuk pada varietas Kelele
Aceh, P. Kasua, P. Baco, lemon lokal tanpa biji,
Genensa Aceh, P. Pasaviki, Sanggul I, M. Komun,
Lebong, dan Fremon. Pembersihan varietas melalui
tahap STG, regrafting, indeksing, dan perbanyakan
pohon induk. Varietas yang selesai diindeksing dan
dinyatakan bebas penyakit kemudian diperbanyak
sebagai benih.
Indeksing pada pohon induk jeruk dilakukan
terhadap penyakit CTV dan CVPD, yaitu pada blok
fondasi 46 sampel, blok penggandaan mata tempel
(BPMT) 90 sampel, dan pohon induk 197 pohon.
Ditemukan 61 pohon induk yang positif CVPD dan 61
pohon induk yang tidak layak sebagai induk.
Pada tahun 2011, produksi benih sumber jeruk
kelas benih blok fondasi sebanyak 906 pohon dan
kelas benih BPMT 5.710 pohon. Benih tersebut telah
didistribusikan kepada pengguna, seperti Dinas
Pertanian Provinsi dan Kabupaten, Balai Benih
Hortikultura, kelompok tani, dan pihak swasta.
Kegiatan asistensi pengelolaan blok fondasi dan BPMT
telah dilakukan di Kecamatan Eban Kabupaten Timur
Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur, di Mataram Nusa
Tenggara Barat, dan di Balai Benih Induk Lubuk
Minturun, Padang, Sumatera Barat.
Perkebunan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201140
Perkebunan
Perkebunan mempunyai peran cukup strategis dari aspek
ekonomis, ekologis, dan sosial budaya dalam pembangunan
nasional. Secara ekonomi, perkebunan berkontribusi terhadap
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan penguatan ekonomi
wilayah melalui sumbangannya terhadap pendapatan petani,
wilayah maupun devisa negara. Secara ekologi, perkebunan
berfungsi dalam perbaikan konservasi tanah dan air, penyerap
karbon, penyedia oksigen dan penyangga kawasan lindung,
dan secara sosial budaya sebagai perekat dan pemersatu
bangsa. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan terus
berupaya untuk menghasilkan inovasi teknologi yang mudah
diterapkan, efektif, efisien, dan berdaya saing. Penelitian dan
pengembangan telah menghasilkan cukup banyak inovasi
teknologi yang terkait dengan upaya peningkatan biodiversitas
dan jumlah bahan tanaman, produktivitas dan mutu hasil, tek-
nologi pengolahan hasil, benih sumber, dan sintesis kebijakan.
Perkebunan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201141
Perakitan Varietas Unggul
Varietas Unggul Tanaman Perkebunan
Pada tahun 2011 telah dilepas 13 varietas unggul
untuk komoditas dan tanaman obat, masing-masing
satu varietas akar wangi, kunyit, sambiloto, pegagan,
kelapa, aren, dan jambu mete serta dua varietas
kemiri minyak dan empat varietas tembakau. Varietas
unggul kunyit dilepas dengan nama Curdonia 1.
Keunggulan varietas ini terletak pada kandungan
kurkumin (7,05%), minyak atsiri (4,77%), dan pati
(35,77%), selain agak tahan terhadap penyakit bercak
daun. Varietas ini beradaptasi baik pada dataran
menengah (ketinggian 425-484 m dpl).
Varietas sambiloto yang dihasilkan yaitu Sambina
1. Keunggulan varietas ini adalah produksi ternanya
tinggi 5,08-10,37 t/ha dan beradaptasi dengan baik
pada dataran rendah sampai medium (ketinggian
120-500 m dpl).
Varietas unggul akar wangi yang dilepas diberi
nama Verina 1 dan Verina 2. Verina 1 memiliki kadar
vetiverol tinggi (50,80% + 1,41%), produktivitas akar
basah 10,38 + 4,44 t/ha, dan produktivitas minyak
66,38 kg/ha. Verina 2 mempunyai kadar vetiverol
55,48% + 3,17% dengan produksi akar basah 10,64
+ 4,52 t/ha dan produktivitas minyak 60,46 kg/ha.
Keduanya beradaptasi baik pada dataran tinggi.
Kelapa Dalam unggul Adonara memiliki buah
berukuran sedang sampai besar, jumlah buah
berkisar antara 84-105 butir/pohon/tahun atau 8.400-
10.500 butir/ha, kadar minyak 66,83%, dan sabut
tipis. Tanaman toleran kekeringan sampai 5-7 bulan
berturut-turut sehingga sesuai dikembangkan pada
lahan kering dengan ketinggian tempat < 500 m dpl,
curah hujan < 1.000 mm/tahun dengan bulan kering
< 6 bulan.
Aren genjah yang dihasilkan yaitu Kutai Timur
dengan potensi produksi benih 4.000 butir/pohon dan
tahan terhadap hama dan penyakit. Wilayah pengem-
bangannya adalah daerah kering iklim basah, air tanah
dangkal, dan curah hujan 1.000-1.500 mm/tahun
dengan bulan kering < 6 bulan.
Keunggulan kemiri Sunan 1 dan Sunan 2 adalah
toleran terhadap hama daun (ulat kantung) dan tahan
Varietas unggul kunyit Curdonia 1 dengan kadar kurkumin 7,05%.
Perkebunan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201142
m dpl dengan tipe iklim B dan C. Kedua varietas ini
dapat diperbanyak melalui biji dan sambung. Empat
varietas unggul tembakau yang dihasilkan pada tahun
2011 yaitu tembakau bondowoso Maesan 1 dan
Maesan 2 serta tembakau probolinggo Paiton 1 dan
Paiton 2.
Tanaman, bunga, dan buah sambiloto unggul
Sambina 1.
Akar wangi varietas Verina 1 (atas) dan
Verina 2 (bawah).
Tanaman aren genjah Kutai Timur.
terhadap penyakit/tanaman pengganggu. Produksi biji
varietas Sunan 1 adalah 110,0 + 16,9 butir/pohon/
tahun dan Sunan 2 sebanyak 76,0 + 18,2 kg. Varietas
Sunan 1 dapat dikembangkan pada daerah dengan
ketinggian 500-700 m dpl dengan tipe iklim B,
sedangkan kemiri Sunan 2 pada ketinggian 50-400
Kelapa Dalam Adonara, buah berukuran
sedang hingga besar dengan produksi buah
84-105 butir/pohon/tahun.
Perkebunan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201143
Perakitan Varietas Tebu Toleran Iklim BasahIn Vitro
Kultur in vitro dapat dimanfaatkan untuk merakit
varietas unggul baru. Salah satu metode kultur in
vitro yang efektif dan efisien untuk merakit varietas
unggul adalah seleksi in vitro. Untuk mendapat
genotipe baru yang toleran iklim basah, populasi sel
somatik yang telah diiradiasi sinar gama atau diberi
mutagen kimia EMS dikulturkan pada kondisi in vitro
yang kelembapannya sangat tinggi. Kombinasi mutasi
fisik maupun kimiawi dengan seleksi in vitro dapat
meningkatkan keragaman genetik pada sel-sel
somatik. Regenerasi dari sel-sel somatik diharapkan
mempunyai sifat unggul toleran terhadap iklim basah.
Somaklon kemudian diuji di rumah kaca maupun di
lapangan sampai generasi M2 untuk mengetahui
karakter agronomi dan rendemen gulanya.
Perakitan varietas unggul tebu toleran iklim basah
melalui seleksi in vitro menunjukkan bahwa tingkat
pembentukan kalus dan regenerasi varietas PS 864
lebih besar dibandingkan dengan varietas Bululawang.
Induksi mutasi dengan iradiasi sinar gama dosis LD50
memperoleh kisaran dosis 20-30 Gy, sedangkan
persentase regenerasi kalus PS 864 setelah per-
lakuan iradiasi sinar gama dan perendaman dalam
media cair lebih besar dibandingkan dengan
Bululawang. Semakin tinggi dosis iradiasi sinar gama
dan waktu perendaman kalus dalam media cair, daya
regenerasi kalus dan jumlah tunas yang diperoleh
makin menurun. Induksi mutasi dengan perlakuan
EMS 1% dan waktu perendaman 5 jam memperlihat-
kan adanya peluang mendapatkan LD50. Kemampuan
hidup kalus dan beregenerasi membentuk tunas
setelah perlakuan EMS bervariasi.
Penambahan 2,4-D dalam media dapat meng-
induksi kalus dari eksplan daun muda tanaman tebu.
Peningkatan konsentrasi 2,4-D hingga 3 mg/l tanpa
penambahan ZPT lain cenderung menurunkan jumlah
eksplan berkalus. Penambahan kasein hidrolisat pada
media induksi kalus tidak memengaruhi jumlah kalus
yang dihasilkan, tetapi sangat berpengaruh terhadap
kualitas kalus. Regenerasi kalus menjadi planlet
memerlukan formulasi media yang berbeda untuk
masing-masing varietas. Penggunaan auksin (NAA dan
IBA) pada media perakaran dapat menginduksi pem-
bentukan akar. Metode perbanyakan ini telah diaplika-
sikan untuk memproduksi bibit tebu secara massal.
Keragaan kemiri Sunan 1 (kiri) dan Sunan 2 (kanan).
Perkebunan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201144
Pengujian Ketahanan Klon Tebu terhadapPenyakit Streak Mosaic
Streak mosaic adalah penyakit baru pada tanaman
tebu dengan tingkat sebaran yang cukup luas, khusus-
nya di Jawa. Penyakit ini disebabkan oleh sugarcane
streak mosaic virus (SCSMV). Rekomendasi
pengendaliannya masih terbatas pada penggunaan
bibit sehat dan pembatasan penanaman varietas PS
864 yang berdasarkan pengamatan di lapangan
terindikasi rentan. Penanaman varietas tahan me-
rupakan cara pengendalian yang efektif, namun
informasi tentang ketahanan varietas belum ada.
Pengujian ketahanan klon tebu terhadap penyakit
streak mosaic telah dilakukan di Kebun Percobaan
(KP) Bugul di Pasuruan. Sebanyak 30 klon tebu dari
varietas/klon unggul komersial, klon unggul
nonkomersial, dan klon harapan diuji ketahanannya
terhadap SCSMV. Hasil pengujian menunjukkan, dari
30 klon yang diuji tidak satupun yang tergolong
sangat tahan. Enam klon termasuk tahan, 11 klon
terklasifikasi sedang, delapan klon rentan, dan lima
klon sangat rentan. Klon yang tahan adalah PS 851,
BL, GMP 1, VMC 76-16, PS 04-526, dan PS 06-181.
Klon yang bereaksi sedang adalah PS 862, PS 882,
PSBM 901, Kidang Kencana, Kentung, PS 951, PSCO
902, PS 92-750, VMC 73-229, PS 05-130, dan PS 06-
155. Klon rentan adalah PS 863, PS 865, PS 881, PS
921, PSJT 941, GMP 2, PS 05-317, dan PS 06-346,
serta klon yang sangat rentan adalah PS 92-752, PS
05-382, PS 06-156, PS 06-196, dan PS 06-326.
Perakitan Sistem Genetik PembungaanKelapa Sawit
Dalam siklus pembungaan tanaman kelapa sawit,
proses diferensiasi seksual diawali dengan ter-
bentuknya primordia bunga dari jaringan meristem
bunga. Setelah itu terjadi diferensiasi seksual, yaitu
primordia bunga berkembang menjadi bunga jantan
atau betina, bergantung pada kondisi lingkungan.
Proses pembungaan hingga menjadi buah di-
kendalikan terutama oleh kelompok gen MADSBOX.
Pada banyak spesies tanaman, MADSBOX memiliki
struktur dan fungsi yang terkonservasi (highly
conserved). Setidaknya ada tiga gen MADSBOX yang
Visual kalus varietas tebu PS 864 setelah diiradiasi sinar gama dengan dosis (a) 50
Gy, (b) 40 Gy, (c) 30 Gy, (d) 20 Gy, dan (e) 10 Gy.
Perkebunan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201145
berperan dalam pembungaan kelapa sawit, yaitu
EgSQUA1, EgAG, dan EgAGL. Satu dari ketiga gen
tersebut diduga kuat berperan pula dalam proses
diferensiasi seksual pada pembungaan kelapa sawit.
Pada penelitian sebelumnya telah dirakit
konstruk genetik PEgAG2::GFP dan PEgAGL2::GFP
menggunakan teknologi Gateway (dari Invitrogen).
Selain itu telah diidentifikasi sumber-sumber bio-
regulator lokal yang berpotensi besar dapat me-
ningkatkan pertumbuhan vegetatif maupun generatif
kelapa sawit. Pada 2011 dilakukan konfirmasi
konstruk yang diperoleh sebelumnya dan regenerasi
kultur tanaman yang membawa konstruk
PEgAG2::GFP dan PEgAGL2::GFP serta inventarisasi
bioregulator penginduksi pembungaan tanaman,
dan yang paling mudah didapat dan digunakan.
Perakitan dan analisis sistem genetik memper-
oleh konstruk genetik PEgAG2::GFP dan
PEgAGL2::GFP dan telah berhasil disubkloning ke
Agrobacterium tumefaciens. Kedua konstruk tersebut
juga telah berhasil ditransformasi ke dalam eksplan
tanaman tembakau. Planlet yang membawa konstruk
tersebut berhasil diregenerasi. Pada media MS yang
diberi BAP 0,5 ppm dan sukrosa 30-40 g/l, planlet
yang beregenerasi menunjukkan struktur yang
berbeda dengan planlet yang tidak ditransformasi dan
diregenerasikan pada media baku. Fenomena ini
mengindikasikan bahwa kedua konstruk gen reporter
tersebut diekspresikan pada kondisi in vitro, atau
sistem genetik yang dirakit berfungsi dengan baik.
Pada percobaan rekonfirmasi pada padi gogo di
rumah kaca, bioregulator (bahan) alami mampu
meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan jumlah
anakan sehingga meningkatkan produktivitas dan
kualitas hasil.
Klon Kakao Unggul dan PengelolaanPertanaman di Lahan Kering Iklim Kering
Produktivitas tanaman kakao di Nusa Tenggara Timur
tergolong rendah, hanya 526 kg/ha, bahkan menurut
data Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2009
hanya 228 kg/ha. Rendahnya produktivitas antara lain
disebabkan bahan tanaman yang digunakan ber-
kualitas rendah dan kondisi lahan yang marginal.
Curah hujan hanya sekitar 1.200 mm/tahun dengan
6-8 bulan kering (curah hujan <60 mm/bulan). Di
lain pihak, dewasa ini telah ditemukan klon baru
dengan potensi hasil 2,0-3,0 ton biji kering/ha, yaitu
ICCRI 03, ICCRI 04 serta klon Sulawesi 01, Sulawesi
02, dan Sca 6 dengan produktivitas 1,5 t/ha. Batang
bawah yang toleran cekaman lengas juga sudah
ditemukan, yakni Sca 6 dan Sca 12.
Puslitbangbun telah memperoleh teknologi budi
daya kakao lindak spesifik lahan kering iklim kering
di NTT serta klon unggul yang adaptif. Bahan tanaman
dalam bentuk tanaman hasil sambung pucuk di-
siapkan di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao di Jember.
Pertumbuhan bibit sambungan yang dicerminkan oleh
tinggi tunas, diameter, jumlah daun, dan luas daun
tidak menunjukkan perbedaan antarklon.
Teknologi Budi Daya
Teknologi Perbanyakan Bibit Tebu
Salah satu teknologi yang potensial untuk memper-
banyak bibit secara cepat, dalam jumlah banyak, dan
seragam adalah teknologi kultur jaringan. Penyediaan
bibit tebu melalui kultur jaringan melalui empat
tahapan penting, yaitu induksi kalus, proliferasi kalus,
diferensiasi kalus, dan regenerasinya membentuk
planlet. Untuk itu dilakukan penelitian untuk mendapat
paket teknologi mikropropagasi dalam usaha
pengadaan bibit tebu unggul yang murah, cepat, dan
teruji dalam skala luas.
Hasil penelitian menunjukkan penggunaan media
untuk induksi kalus dengan penambahan 2,4-D dapat
menginduksi kalus dari eksplan daun muda tanaman
tebu. Peningkatan konsentrasi 2,4-D hingga 3 mg/l
dalam media tanpa penambahan ZPT lain cenderung
menurunkan jumlah eksplan berkalus. Penambahan
kasein hidrolisat pada media induksi kalus tidak
memengaruhi jumlah kalus yang dihasilkan, tetapi
sangat berpengaruh pada kualitas kalus. Regenerasi
kalus menjadi planlet memerlukan formulasi media
yang berbeda untuk masing-masing varietas. Peng-
gunaan auksin (NAA dan IBA) pada media perakaran
dapat menginduksi pembentukan akar. Metode
Perkebunan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201146
perbanyakan bibit tebu yang dihasilkan dari penelitian
ini telah diaplikasikan untuk memproduksi bibit tebu
secara massal. Benih tebu kultur jaringan yang
dihasilkan pada tahun 2011 mencapai 100 ribu planlet
yang berpotensi menghasilkan 2,8 juta budset G2
pada akhir 2012.
Teknologi Pengembangan Budi Daya Tebu-Ternak Terpadu
Tebu potensial diintegrasikan dengan ternak. Selain
menghasilkan gula, tebu juga berpotensi sebagai
sumber pakan. Produksi limbah tanaman berupa
batang dan daun cukup tinggi dan dapat dimanfaatkan
sebagai pakan. Limbah tanaman, limbah pengolahan
tebu, dan limbah ternak juga berpotensi sebagai
sumber energi baru dan terbarukan, berupa etanol
dan biogas, sehingga berpotensi menekan emisi gas
rumah kaca.
Pengembangan model perkebunan tebu-ternak
terpadu dilaksanakan di sentra tebu Desa Lambur,
Kecamatan Mrebet, Purbalingga, Jawa Tengah, pada
lahan tebu milik kelompok tani Mugilestari seluas 5
ha. Hasil pengamatan menunjukkan, pengawalan dan
aplikasi pupuk organik 5 t/ha, penerapan klentekan
dan rawis, dan pemeliharaan saluran meningkatkan
produktivitas lebih dari 100 t/ha. Estimasi produksi
pucuk, klentekan, dan rawis diperkirakan 28 t/ha yang
berpotensi sebagai pakan yang mengandung protein
tinggi. Dua unit instalasi biogas berkapasitas 5 m3
limbah ternak mampu memproduksi 2,16 m3 biogas
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan memasak
bagi dua keluarga petani selama masing-masing 3
jam. Pengukuran emisi gas rumah kaca pada
pertanaman tebu umur satu bulan menunjukkan emisi
CO2 sebesar 0,66 t/ha/bulan dan emisi N
2O 3,63 t/
ha/bulan. Gas metana dari limbah 16 ekor sapi
mencapai 3,24 m3/hari atau 1.083 m3/tahun. Nilai tam-
bah dari emisi metana sebagai bahan bakar untuk
Penyediaan bibit tebu melalui kultur jaringan: induksi dan proliferasi kalus (1-2), diferensiasi/
regenerasi tunas (3-4), dan pembentukan planlet (5-6).
Perkebunan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201147
rumah tangga yang diperoleh dari dua instalasi
biogas diperkirakan Rp912.000/KK.
Peningkatan Efisiensi Pemupukan padaKelapa Sawit
Telah diperoleh beberapa isolat unggul yang aktif
menguraikan lignin, selulosa, dan mempunyai aktivitas
enzim lipase. Pembuatan kompos tandan kosong
kelapa sawit dengan formula dekomposer yang
mengandung isolat tersebut dapat meningkatkan
kualitas kompos.
Penggunaan formula pupuk hayati dapat me-
ningkatkan efisiensi penggunaan pupuk pada pem-
bibitan kelapa sawit. Pemberian bioamelioran
meningkatkan serapan hara N kelapa sawit pada
tanah berpasir, memperbaiki sifat fisik tanah dan
efisiensi pemupukan, dan meningkatkan hasil tandah
buah segar. Pemberian bioamelioran juga me-
ningkatkan efisiensi pemupukan dan hasil tandah
buah segar pada tanah gambut.
Pengendalian Terpadu Penyakit Jamur AkarPutih pada Karet
Penyakit jamur akar putih (JAP) yang disebabkan oleh
patogen Rigidoporus microporus merupakan penyakit
penting pada karet karena sering mengakibatkan
kematian tanaman dan biaya pengendaliannya mahal.
Oleh karena itu, teknologi pengendalian JAP yang
efektif dan murah sangat diperlukan.
Pengendalian penyakit JAP dapat dilakukan
melalui tindakan pencegahan sebelum terjadi
serangan dan pengobatan terhadap tanaman yang
terserang. Hasil penelitian menunjukkan, pencegahan
penyakit yang efektif adalah melalui pengurangan
sumber infeksi dengan mempercepat pelapukan
tunggul karet dengan pembakaran atau inokulasi
jamur pelapuk. Perlindungan tanaman sebelum
terserang penyakit dilakukan dengan menanam
tanaman antagonis lidah mertua di sekeliling pangkal
batang pada awal penanaman karet. Pengobatan
tanaman yang terserang JAP yang paling efisien dan
efektif adalah dengan aplikasi fungisida berbahan aktif
triadimefon.
Pengendalian OPT pada Tanaman Teh
Residu pestisida pada produk teh akibat penggunaan
pestisida perlu mendapat perhatian untuk meng-
amankan dan meningkatkan ekspor teh Indonesia.
Upaya untuk meminimalkan penggunaan pestisida dan
residu yang diakibatkannya dapat dilakukan melalui
tiga pendekatan, yaitu pengendalian nonkimiawi,
perbaikan lingkungan, dan penggunaan pestisida
secara bijaksana. Untuk mendukung upaya ini,
dilakukan penelitian untuk menghasilkan teknologi
pengendalian yang ramah lingkungan untuk OPT
utama teh, seperti tungau jingga (Brevipalpus
phoenicis), penyakit cacar (Exobasidium vexans),
Empoasca flavescens, dan gulma picisan (Polypodium
nummularifoliums).
Aplikasi fungisida kimia, biofungisida Trichoderma koningii + belerang, dan penanaman tumbuhan
antagonis lidah mertua untuk mengendalikan penyakit jamur akar putih pada karet.
Perkebunan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201148
Penggunaan jamur entomopatogenik Paecilo-
myces fumosoroseus efektif untuk mengendalikan
tungau jingga. Di laboratorium, P. fumosoroseus pada
konsentrasi 108 spora/ml efektif mengakibatkan
kematian tungau jingga mulai hari keempat setelah
aplikasi. Di lapangan, P. fumosoroseus pada medium
beras pada dosis 3 kg/ha efektif mengendalikan
tungau jingga setelah enam kali aplikasi. Empat jenis
compost tea, yaitu CT1 (pupuk kandang kambing
25%, hijauan 45%, bahan berkayu 30%); CT2 (pupuk
kandang sapi 25%, hijauan 45%, bahan berkayu
30%); CT3 (pupuk kandang kambing 25%, hijauan
30%, bahan berkayu 45%); dan CT4 (pupuk kandang
kambing 50%, hijauan Arachis pintoi 50%), potensial
mengendalikan penyakit cacar.
Formulasi insektisida nabati marigold efektif
terhadap E. flavescens. Di laboratorium, formulasi
marigold 15% lebih efektif dibandingkan dengan
formulasi 10%, dan dosis 1 l/ha lebih efektif dibanding
dosis 0,5 l/ha. Di lapangan, efektivitas formulasi
marigold 10% pada dosis 0,5 l/ha sama dengan
formulasi marigold 15% dosis 0,5 dan 1,0 l/ha, dan
sebanding dengan insektisida kimia.
Pemangkasan memengaruhi perkembangan
gulma picisan. Pangkasan bersih dan pangkasan
tengah bersih lebih efektif mengendalikan gulma
picisan dibandingkan dengan pangkasan meja.
Pengendalian gulma picisan dengan herbisida setara
dengan pengendalian secara manual, kecuali 2,4-D
murni. Kombinasi glifosat dan pikloram menghasilkan
jumlah tunas primer teh terbanyak.
Pengembangan Formula Pupuk
Hayati Berbasis Bakteri Endofit
Penggunaan pupuk buatan takaran tinggi dan dalam
waktu lama dapat menurunkan populasi mikroflora
tanah. Oleh karena itu, pemanfaatan pupuk hayati
sangat diperlukan.
Pupuk hayati yang berkembang umumnya
menggunakan bakteri endofit. Enam isolat bakteri
penambat N endofitik telah diuji daya hidupnya dalam
formula pupuk hayati dan diuji efikasinya pada
tanaman tebu. Hasilnya menunjukkan bahwa
formulasi pupuk hayati yang dibuat dengan campuran
blotong 50%, zeolit 30%, dan tanah lempung 20%,
jumlah bakteri endofit pada hari ke-0 sampai ke-15
sebesar 8-6 x 106. Pada bulan ketiga, jumlah bakteri
dalam pupuk mencapai 6,33 x 102. Setiap bakteri
endofit memiliki pola yang spesifik yang meng-
gambarkan keberadaan dan persistensinya dalam
jaringan tebu. Bakteri tersebut mampu bertahan
selama 3 bulan dalam jaringan tanaman. Dalam
jaringan daun tebu, bakteri endofit membentuk
mikrokoloni. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
aplikasi bakteri endofit cenderung menurunkan
keragaan tebu.
Pelestarian Plasma Nutfah
Perakitan genotipe unggul karet sangat bergantung
pada ketersediaan plasma nutfah. Koleksi klon-klon
unggul karet merupakan sumber keanekaragaman
genetik yang sangat bermanfaat dalam program
pemuliaan karet. Indonesia memiliki sumber ke-
ragaman plasma nutfah karet yang penting, berupa
koleksi klon-klon unggul hasil introduksi maupun
perakitan di dalam negeri. Oleh karena itu, Kebun
Warna bakteri endofit yang telah berpenanda
gen gfp dilihat di bawah sinar ultraviolet.
Perkebunan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201149
koleksi klon-klon unggul karet perlu dibangun sebagai
kebun konservasi plasma nutfah, kebun induk benih,
dan kebun persilangan buatan untuk merakit klon
karet unggul.
Kebun koleksi karet telah dibangun di KP
Pakuwon, Sukabumi, Jawa Barat seluas 0,5 ha untuk
10 klon, yaitu AVROS 2037, GT 1, RRIC 100, BPM 1,
BPM 24, BPM 107, BPM 109, PB 260, IRR 5, dan IRR
104. Pembangunan kebun koleksi dimulai dengan
penyiapan bibit stum mata tidur di Balai Penelitian
Sungei Putih, Sumatera Utara, pembangunan pem-
bibitan stum mata tidur dalam polibeg di KP Pakuwon,
penyiapan lahan, dan penanaman di lapangan. Kebun
koleksi ditata secara blok klonal. Tiap plot terdiri atas
satu klon dengan jumlah tanaman 25 pohon sehingga
seluruhnya terdapat 10 plot. Penyiapan lahan dilaku-
kan secara mekanis dan penanaman mengacu kepada
standar manajemen pembangunan kebun karet.
Bahan tanaman berupa bibit satu payung daun dalam
polibeg. Deskripsi tiap klon didasarkan pada ciri-ciri
tanaman, yang meliputi helaian daun, anak tangkai
daun, tangkai daun, payung daun, mata tunas, kulit
batang, dan potensi hasil lateks.
Untuk plasma nutfah tanaman tebu, eksplorasi
di Jawa Tengah memperoleh 34 nomor koleksi (UBd
1 sampai UBd 34) dan di Jawa Timur mendapat 70
nomor koleksi (UBd 35 sampai UBd 105). Telah
dilakukan penanaman bagal mikro G1 tahap I dan II.
Varietas tebu yang dikoleksi memperlihatkan
keragaman genetik yang tinggi dan dapat digunakan
dalam perakitan varietas unggul baru.
Guna menunjang kebutuhan informasi dalam
pengembangan komoditas perkebunan, khususnya
kopi, kakao, karet, teh, tebu, dan kelapa sawit,
diciptakan sarana yang dapat memberikan informasi
mengenai deskripsi varietas/klon unggul. Ketersediaan
sarana tersebut diharapkan dapat membantu para
pemulia dalam memilih gen-gen yang dikehendaki
untuk mempercepat penemuan klon-klon unggul baru.
Sarana dilengkapi dengan informasi mengenai teknis
budi daya dan pascapanen agar pengguna dapat
memahami suatu komoditas secara lengkap. Sarana
tersebut dibuat dalam bentuk perangkat lunak dengan
pemrograman berbasis HTML (Hypertext Markup
Language) yang dipadukan dengan penggunaan
bahasa pemrograman PHP (Hypertext Preprocessor).
Data dan informasi yang tersedia pada pangkalan data
meliputi deskripsi morfologi 10 klon karet, lima varietas
kopi arabika, lima varietas/klon kopi robusta, lima
varietas/klon kakao, 16 klon teh, 23 varietas/klon
tebu, dan 13 varietas kelapa sawit serta data teknis
budi daya dan pascapanen komoditas karet, kopi,
kakao, teh, tebu, kina, dan kelapa sawit.
Pembibitan karet dengan naungan paranet.
Perkebunan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201150
Sintesis Kebijakan
Sistem Beli Putus Tebu
Salah satu bentuk kemitraan antara petani tebu rakyat
(PTR) dan pabrik gula (PG) adalah bagi hasil gula
yang didasarkan pada angka rendemen akhir tebu
petani. Di lapangan, masalah penetapan rendemen
sering menjadi potensi konflik karena PTR tidak
percaya dengan hasil yang diperoleh karena sangat
bergantung pada efisiensi dan kinerja PG. Sesuai
dengan rekomendasi Panja Gula Komisi VI DPR RI,
rendemen tebu petani harus diukur sebelum proses
pengolahan sehingga petani memperoleh rendemen
sesuai dengan mutu tebu yang dihasilkan.
Alternatif pola kemitraan antara petani dan PG
adalah sistem beli putus tebu sehingga petani tidak
menanggung risiko tingkat efisiensi pabrik dan
ketidaklancaran proses pengolahan. Untuk itu diperlu-
kan suatu rumus penetapan rendemen dan harga beli
tebu yang menguntungkan kedua belah pihak. Rumus
harga tebu ditetapkan berdasarkan bagi hasil,
rendemen tebu (R), HPP gula, bagi hasil tetes, dan
harga tetes (Tabel 1). Rumus tersebut secara umum
adalah:
Harga tebu/ton = 1.000 x {(gula bagian petani x R x
HPP gula) + ( tetes bagian petani x harga tetes)}.
Pengukuran rendemen dilakukan pada contoh tebu
yang diambil dengan alat yang mudah dioperasikan,
akurat, dan transparan, antara lain Core Sampler.
Keuntungan ekonomi sistem beli putus tebu ter-
hadap pendapatan petani adalah: (1) penilaian
Tabel 1. Proporsi bagi hasil gula dan tetes untuk petani.
Rendemen Bagian gula Bagian tetes
(%) petani (%) petani (%)
s/d 7 66,0 3,00
> 7-8 70,0 2,75
> 8-9 72,5 2,50
> 9 75,0 2,50
kualitas tebu secara individu memberi dampak positif
terhadap peningkatan produktivitas dan petani
menerima pembayaran harga tebu yang sesuai dan
optimal; (2) petani tidak dibebani dengan kondisi PG
yang kurang efisien; (3) pembayaran di muka akan
membantu petani untuk memenuhi kebutuhan primer
dan sekunder; dan (4) PG akan terdorong untuk me-
ningkatkan efisiensi pabrik.
Peluang Swasembada Gula 2014
Penerapan inovasi teknologi dalam peningkatan
produktivitas dan rendemen berperan penting dalam
mewujudkan swasembada gula 2014. Target produksi
gula tahun 2011 sebesar 2,73 juta ton diperkirakan
tidak akan tercapai karena rendemen turun dari rata-
rata 7,6% menjadi 7,4%. Permasalahan yang dihadapi
dari hulu hingga hilir untuk mencapai target swa-
sembada gula sangat sulit diatasi. Namun, dengan
adanya revisi target, perluasan lahan tidak perlu
dilakukan atau dapat dikurangi, tetapi dibarengi
dengan perbaikan varietas, budi daya, dan komitmen
dalam proses penggilingan tebu di pabrik gula.
Tabel 2 memperlihatkan simulasi produktivitas,
rendemen, dan produksi gula tanpa perluasan lahan
atau tetap dengan luas 437.000 ha. Jika alternatif ini
yang dijalankan maka varietas yang digunakan harus
yang mempunyai produktivitas 110 t/ha dengan
rendemen 12%. Apabila target diturunkan menjadi
3,6-4,3 juta ton maka produktivitas aktual tebu yang
diperlukan 90-100 t tebu/ha dengan rendemen 9-
10%.
Rata-rata produktivitas tebu pada Juni 2011 hanya
78 t/ha dengan rendemen 6,9%. Untuk meningkatkan
produksi sampai 3,7 juta ton pada 2014, Badan Litbang
Pertanian telah menghasilkan calon varietas unggul
dengan rendemen 9-12%, seperti PS 881, PS 882,
PS 862, dan VNC 766. Apabila benih ini diuji adaptasi
pada 2012 maka pada 2013 sudah dapat dikem-
bangkan. Calon varietas yang paling menjanjikan
adalah PS 89-20961 dan POJ 3016 serta varietas
introduksi dari Filipina dengan rendemen masing-
masing 9,5%, 14%, dan 16% dan produktivitas 140,
150, dan 150 t/tahun.
Perkebunan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201151
Tabel 2. Simulasi produktivitas, rendemen, dan produksi gula menunjang swasembada tanpa perluasan area tanam.
Penunjang swasembadaSimulasi
I II III IV V VI
Produktivitas (t/ha) 70 80 90 100 110 110
Rendemen (%) 7 8 9 10 11 12
Luas (000 ha) 437 437 437 437 437 437
Produksi gula nasional (000 t) 2.141,3 2.796,8 3.539,7 4.370 5.287,7 5.768,4
Untuk mengatasi senjang potensi hasil dan hasil
aktual, perlu perbaikan budi daya yang meliputi: (1)
penerapan program berbantuan bongkar ratun
seperti pada tahun 2004, dan ratun hanya bisa dipakai
sampai tiga tahun; (2) penggunaan komposisi varietas
masak awal, masak tengah, dan masak akhir; (3)
pemupukan berimbang antara pupuk organik dan
anorganik, seperti pupuk kandang 5 t/ha atau BBA
(blotong, bagas dan abu) 80 t/ha atau 40 t/ha kalau
sudah menjadi kompos; (4) aplikasi zat pengatur
tumbuh (etepon 400 mg/liter) pada tanaman tebu
umur lima bulan; (5) penerapan PHT terutama dengan
menggunakan varietas toleran/tahan; (6) pengelola-
an air dengan alur atau sprinkler sesuai dengan
kebutuhan tanaman; dan (7) sistem tanam yang
sesuai untuk bibit kultur jaringan.
Seluruh perlakuan budi daya disusun dalam
suatu demfarm (show window) di tiga lokasi
(Lampung, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan) yang
akan menjadi lokasi pelaksanaan uji multilokasi calon
varietas POJ 3016 dan PS 86-10029 serta klon
introduksi dan klon unggul harapan. Melalui demfarm
ini akan dihasilkan standar operasional prosedur (SOP)
pengembangan tebu berbasis kultur jaringan serta
varietas unggul.
Peta jalan pencapaian swasembada gula 2014
diusulkan sebagai berikut: (1) pada tahun pertama
demfarm di tiga lokasi diharapkan mulai tanam pada
November 2011 dan dilakukan sosialisasi ke pihak-
pihak terkait seperti Dewan Gula Indonesia, Direktorat
Jenderal Perkebunan, pabrik gula, dan PTPN; (2) pada
tahun kedua, SOP yang dihasilkan pada tahun
pertama disosialisasikan dan mulai dikembangkan;
dan (3) pada tahun ketiga (2014) diharapkan semua
sentra produksi tebu sudah menerapkan SOP dan
menggunakan varietas unggul berproduksi tinggi.
Pengembangan tebu berbasis kultur jaringan
dengan dukungan teknologi budi daya memerlukan
kerja sama semua pihak yang terkait. Diasumsikan
di luar perlakuan yang diaplikasikan semua berjalan
optimal, seperti pengukuran rendemen dan efisiensi
pengolahan di PG.
Peternakan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201152
Peternakan
Dalam mewujudkan swasembada daging sapi 2014, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Peternakan (Puslitbangnak)
beserta Unit Pelaksana Teknisnya berupaya menghasilkan
inovasi teknologi peternakan serta deteksi penyakit dan
pengendaliannya. Beberapa kegiatan yang dilakukan pada
tahun 2011 adalah analisis kebijakan pemanfaatan bungkil
inti sawit, keamanan pangan, dan penghentian ekspor sapi
dari Australia, vaksin bivalen avian influenza, uji diagnostik
cepat FELISA toksoplasma, bibit induk itik pedaging,
konsorsium sapi potong, hijauan pakan ternak, dan
biofermentasi limbah pengolahan tebu.
Peternakan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201153
Perspektif Pemanfaatan Bungkil Inti
Sawit
Salah satu kendala dalam, meningkatkan populasi,
produktivitas, dan daya saing peternakan adalah
terbatasnya lahan dan sumber pakan. Volume impor
bahan baku pakan mencapai lebih dari Rp10 triliun/
tahun sehingga menguras devisa negara dan tidak
kondusif bagi pengembangan usaha peternakan.
Bungkil inti sawit (BIS) berpotensi sebagai bahan
pakan, namun sebagian besar diekspor. Pabrik pakan
di dalam negeri masih enggan menggunakan BIS
karena berbagai alasan dan kendala dalam aspek
teknis maupun ekonomis. Produksi BIS diperkirakan
2,7 juta ton/tahun, 0,3 juta ton di antaranya digunakan
sebagai bahan baku pakan unggas dan 0,4 juta ton
untuk pakan pada usaha penggemukan sapi. Dengan
demikian, masih tersisa sekitar 2 juta ton yang belum
dimanfaatkan secara optimal. Pada tahun 2010,
ekspor BIS mencapai 2,5 juta ton dengan nilai USD
216,9 juta. Volume ekspor BIS pada kurun waktu
2006-2010 meningkat 13,9%.
Rencana pemerintah untuk menetapkan bea
keluar (BK) untuk ekspor BIS mendapat perhatian para
stakeholders. Kebijakan penetapan BK akan
berdampak terhadap area, produksi, konsumsi,
ekspor, impor, harga domestik, lapangan kerja, nilai
tambah, pendapatan petani, dan kesejahteraan
konsumen-produsen karena cukup besarnya
kontribusi penerimaan dari ekspor BIS. Memper-
timbangkan hal tersebut, pada 5 April 2011,
Puslitbangnak menyelenggarakan round table
discussion (RTD) untuk menelaah pemanfaatan BIS.
RTD dilaksanakan dengan mengundang beberapa
narasumber dan pakar di bidang perkebunan kelapa
sawit dan pakan ternak dari Kementerian Per-
dagangan, Kementerian Pertanian, pelaku usaha, dan
pengamat persawitan maupun peternakan.
Berdasakan penelaahan terhadap kekuatan,
kelemahan, peluang, dan tantangan maka langkah-
langkah pemanfaatan BIS meliputi:
a. Memantau perkembangan harga domestik dan
internasional produk kelapa sawit dan turun-
annya.
b. Melakukan exercise penerapan tarif secara
progresif maupun satuan unit terhadap seluruh
turunan produk kelapa sawit yang bermanfaat
sebagai pakan ternak.
c. Mengkaji daya saing dan efisiensi produk turunan
kelapa sawit.
d. Memutakhirkan analisis keputusan berkaitan
dengan adanya teknologi penggunaan turunan
produk kelapa sawit sebagai sumber pakan
ternak.
e. Mengkaji peraturan/kebijakan yang mampu
memberikan nilai tambah bagi setiap subsektor
lingkup pertanian maupun daya saing secara
nasional.
f. Melakukan road show ke sentra-sentra kelapa
sawit untuk menjaring opini dan membangun
sinergi penciptaan nilai tambah dengan semangat
nasionalisme.
g. Mendorong kegiatan penelitian konsorsium pe-
manfaatan turunan produk kelapa sawit sebagai
pakan ternak dan pembangunan pabrik pakan
konsentrat, terutama bagi ternak ruminansia. Dari
52 pabrik pakan di Indonesia, 80% adalah pabrik
pakan unggas yang sudah mapan, padahal peng-
gunaan BIS dalam ransum unggas baru 2-3%.Bungkil inti sawit potensial untuk pakan ternak.
Peternakan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201154
Rekomendasi kebijakan yang diusulkan:
a. Perlu sinkronisasi perolehan data dari instansi
terkait, dalam hal ini Badan Pusat Statistik.
b. Perlu adanya pemisahan kode Harmonized
Systems (HS) untuk produk BIS yang diekspor
dengan yang diimpor.
c. Perlu kajian lintas institusi dalam estimasi efisiensi
dan daya saing produk BIS sebagai pakan ternak.
d. Perlu dilakukan beberapa skenario analisis untuk
mensimulasi penerapan BK yang efektif dan
dampaknya bagi produsen, konsumen maupun
penerimaan pemerintah.
e. Perlu konsorsium penelitian untuk merumuskan
model integrasi yang ideal, selanjutnya diuji coba
di lapangan dengan mitra BUMN atau swasta
dengan memanfaatkan dana insentif riset dari
Kementerian Ristek.
Keamanan Pangan, Regulasi dan
Impor Daging Sapi dan Jeroan
Pada 28 April 2011 Puslitbangnak melaksanakan RTD
bersama para stakeholders yang berperan dalam
perumusan kebijakan, penelitian, keamanan pangan,
pemasukan dan penggunaan daging sapi dan jeroan.
Kesimpulan dari RTD tersebut sebagai berikut:
1. Kebutuhan bahan baku industri pengolahan
daging sudah memadai sehingga biaya produksi
dapat ditekan tanpa mengurangi nilai gizinya.
Jeroan (jantung) digunakan sebagai bahan baku
pangan olahan daging (bakso) pada industri
kecil, menengah maupun besar.
2. Berkaitan dengan impor daging, perlu dicermati
apakah produksi dalam negeri yang kurang
sehingga perlu impor atau impor yang berlebihan
sehingga produksi dalam negeri cenderung
menurun. Untuk meningkatkan produksi daging
dalam negeri perlu perbaikan manajemen budi
daya sehingga dapat menghasilkan sapi yang
berkualitas dengan persentase karkas yang
baik.
3. Rumah potong hewan (RPH) perlu diperbaiki
sehingga memenuhi standar internasional. Upaya
ini sedang ditempuh Pemerintah Provinsi Jawa
Timur bekerja sama dengan Asosiasi Distributor
Daging Indonesia.
4. Daging dan jeroan yang beredar di Indonesia
mengandung residu obat hewan, termasuk
trenbolon asetat (TBA) dan senyawa toksik
(pestisida, aflatoksin, dan logam berat), walau
masih di bawah batas maksimum residu (BMR).
Pemeriksaan terhadap residu hormon perlu
diperketat. Daging sapi, jeroan maupun sapi
bakalan yang mengandung hormon TBA dilarang
masuk ke Indonesia.
5. Kewenangan pemberian izin pemasukan daging
berada pada Menteri Perdagangan. Oleh karena
itu, Surat Persetujuan Pemasukan (SPP) akan
disempurnakan menjadi Rekomendasi Perse-
tujuan Pemasukan (RPP). Untuk meningkatkan
kualitas pengawasan pemasukan daging dan
jeroan dari luar negeri perlu dilakukan revisi
penggolongan jenis daging sehingga ada HS
number yang berbeda untuk masing-masing jenis
daging dan jeroan.
6. Pemasukan daging dan jeroan ke Indonesia harus
memenuhi syarat halal. Saat ini telah ada halal
approved establishment yang dapat menjadi
sumber daging halal bagi Indonesia dari Australia.
Kebijakan baru dari LP-POM MUI ini akan
memungkinkan adanya fully dedicated halal
establishment di luar negeri.
Posisi Industri Sapi Potong Dalam
Negeri Menghadapi Penghentian
Ekspor Sapi Hidup dari Australia
Kapasitas produksi daging sapi dalam negeri baru
mencapai 65% dari kebutuhan sehingga 35%
dipenuhi melalui impor. Pada tahun 2011, Indonesia
diperkirakan mengimpor sapi hidup 650 ribu ekor dari
Australia dan 72 ribu ton daging sapi beku (setara
dengan 220 ribu ekor sapi).
Peternakan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201155
Pada 30 Mei 2011, salah satu media elektronis
Australia menayangkan praktik pemotongan sapi di
beberapa RPH di Indonesia yang diduga tidak sejalan
dengan kaidah kesejahteraan hewan (animal
welfare). Selanjutnya, pada 8 Juni 2011 Pemerintah
Australia berencana menghentikan ekspor sapi hidup
ke Indonesia dalam jangka waktu enam bulan.
Puslitbangnak telah mengkaji permasalahan
tersebut dan menghasilkan tiga skenario kebijakan
sebagai respons dari keputusan Pemerintah Australia.
Rekomendasi kebijakan untuk masing-masing
skenario adalah sebagai berikut:
Skenario 1: Penghentian ekspor sementara (enam
bulan) tanpa kompensasi peningkatan volume ekspor
daging sapi beku.
a. Perlu diperhitungkan jumlah sapi yang telah
diekspor dan yang mendapat persetujuan dari
AQIS (health certificate) sehingga dapat diketahui
jumlah sapi yang tidak akan diekspor ke
Indonesia. Dengan demikian, kapasitas produksi
sapi potong dan komoditas penghasil daging
lainnya di dalam negeri perlu ditingkatkan untuk
mengkompensasi kekurangan tersebut.
b. Perlu peningkatan mobilitas pasokan sapi potong
dari sentra produksi ke wilayah konsumen. Hal
ini memerlukan kebijakan kemudahan trans-
portasi dan penghapusan sementara retribusi dan
pungutan (selama penghentian enam bulan) dari
pemerintah daerah yang wilayahnya dilalui
sarana transportasi sapi potong hidup.
c. Kebijakan pemasukan daging sapi beku ke
Indonesia tidak perlu direvisi dan harus tetap
sejalan dengan sasaran tahunan volume impor
daging beku, sesuai dengan Cetak Biru PSDS
2014 (72 ribu ton pada 2011).
d. Untuk mengantisipasi meningkatnya permintaan
daging sapi pada hari besar keagamaan, kebijak-
an pemenuhan kebutuhan daging sapi nasional
tetap menggunakan data skenario tahunan
sebagaimana tercantum dalam Cetak Biru PSDS
2014.
Skenario 2: Penghentian sementara (enam bulan)
dengan antisipasi pernyataan Menteri Perdagangan
dan Menteri Koordinator Perekonomian tentang tindak
lanjut penanganan impor daging sapi ke Indonesia.
a. Kewenangan Kementerian Pertanian dalam
pengaturan pemasukan hewan dan produk
hewan tetap didasarkan kepada UU No. 18/2009
tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan dan
UU No. 16/1992 tentang Karantina Hewan, Ikan,
dan Tumbuhan.
b. Seluruh kebijakan yang berkaitan dengan peng-
awasan pemasukan karkas, daging, dan jeroan
harus tetap dilaksanakan sesuai dengan
Permentan No. 20/2009 tentang Pemasukan dan
Pengawasan Peredaran Karkas Daging dan/atau
Jeroan dari Luar Negeri.
Skenario 3: Penghentian sementara ekspor sapi
hidup ke Indonesia diduga dapat merugikan industri
sapi potong terutama di wilayah Northern Territory.
a. Kebijakan stabilisasi harga pangan, termasuk
pangan asal hewan, harus menciptakan iklim
usaha yang kondusif bagi para pelaku industri
peternakan penghasil daging nonsapi. Hal ini
dimaksudkan agar pelaku usaha tidak membuat
perencanaan produksi yang berlebihan sebagai
respons terhadap peningkatan permintaan daging
sapi sebelum diperoleh keputusan yang tetap.Impor sapi hidup sebagai salah satu sumber
pasokan daging dalam negeri.
Peternakan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201156
b. Kebijakan ini juga berlaku bagi para pelaku industri
hulu yang berkaitan dengan sistem budi daya
peternakan penghasil daging dan para pelaku
usaha di bidang industri pengolahan daging.
c. Pemerintah harus memiliki strategi untuk
meredam gejolak harga daging sapi di dalam
negeri sebagai akibat ulah para spekulan.
Kebijakan mendorong industri sapi potong dalam
negeri sebagai pemasok utama daging sapi nasional
memerlukan perencanaan jangka panjang yang
didukung oleh: (1) penyediaan dan produksi pakan
di dalam negeri, termasuk pembatasan ekspor bahan
baku pakan; (2) penyelamatan sapi betina produktif;
(3) penataan pola pengembangan peternakan sapi
rakyat; (4) perbaikan sistem IB untuk menyelamatkan
sumberdaya genetik lokal; dan (5) akselerasi kerja
sama dengan industri dan lintas sektor dalam
pemanfaatan sumberdaya alam (sistem integrasi).
Pemerintah pusat dan daerah agar memastikan
pelaksanaan pemotongan sesuai kaidah kesejah-
teraan hewan.
Pengembangan Kampung Domba
Terpadu
Pengembangan Kampung Domba Terpadu (KDT)
dimulai pada pertengahan 2009 untuk meng-
introduksikan teknologi budi daya domba unggul
komposit Sumatera dan Garut. Kegiatan dilaksanakan
di Kampung Cinyurup, Kelurahan Juhut, Kecamatan
Karang Tanjung, Pandeglang, Banten.
Kelurahan Juhut berbatasan dengan kawasan
hutan lindung Gunung Karang, terletak pada ketinggi-
an 250-700 m dpl. Luas wilayah Juhud 402,86 ha
dan sebagian besar bertopografi lereng. Sebagian
besar penduduk bermata pencaharian sebagai kuli
bangunan dan buruh tani.
Pengembangan KDT merupakan model pem-
berdayaan masyarakat dengan memanfaatkan
potensi sumberdaya lokal melalui integrasi domba
dan tanaman hortikultura sebagai sumber pendapatan
baru petani (diversifikasi usaha). Di samping itu, KDT
dapat mendukung pelestarian lingkungan karena
wilayah tersebut berbatasan dengan kawasan hutan
konservasi, serta sebagai show window pengem-
bangan ternak domba oleh pemerintah setempat
melalui model “replikasi” sesuai dengan kondisi agro-
ekosistem.
Penerapan teknologi budi daya ternak domba
unggul memperlihatkan hasil yang memuaskan bagi
masyarakat. Populasi domba meningkat dari 275 ekor
pada awal kegiatan menjadi lebih dari 1.500 ekor
pada September 2011 karena bertambahnya tingkat
kelahiran dan adanya bantuan ternak dari berbagai
instansi (lembaga pemerintah, swasta, perbankan)
yang menaruh kepercayaan pada kelompok peternak.
Masyarakat yang sebelumnya merambah hutan untuk
mencukupi kebutuhannya, berbalik menjadi
melestarikannya dengan adanya ternak. Masyarakat
memanfaatkan hijauan tanaman sebagai pakan
ternak dan kotoran sebagai pupuk organik.
Kampung domba terpadu di Kelurahan Juhut, Pandeglang, Banten.
Peternakan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201157
Seiring dengan pesatnya perkembangan KDT,
pada 23 Mei 2011 Kepala Badan Litbang Pertanian
mengunjungi lokasi KDT dan menetapkannya sebagai
laboratorium lapangan Badan Litbang Pertanian.
Keistimewaan laboratorium lapangan Juhut sebagai
media diseminasi multi-spektrum adalah: (1) terdapat
integrasi kelembagaan, komoditas, program, dan
profesi; (2) dapat menjadi tempat pelatihan budi
daya berbagai komoditas pertanian; (3) sebagai
laboratorium komoditas unggulan Badan Litbang
Pertanian seperti ternak, tanaman pangan, horti-
kultura, dan perkebunan; dan (4) dapat menjadi
acuan untuk mereplikasi kegiatan KDT ke daerah lain
sesuai potensi masing-masing daerah.
Vaksin Bivalen Avian Influenza
Isolat Lokal Terbaru
Avian influenza (AI) merupakan salah satu penyakit
yang mematikan pada unggas (ayam). Virus AI di
Indonesia terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu: (1)
virus AI yang mirip dengan progeny virus tahun 2003;
(2) virus antigenic drift tahun 2006 dan beberapa virus
turunannya; dan (3) virus ekstensif antigenic drift
tahun 2007-2008. Master seed vaksin A/ck/Wj/Smi-
M6/2008 (H5N1) yang merupakan kelompok virus
ekstensif antigenic drift telah digunakan sebagai seed
vaksin. Vaksin tersebut mampu memberikan proteksi
90-100% dan menurunkan virus shedding berbagai
karakter genetik virus AI.
Vaksin inaktif komersial AI A/Ck/West Java/Pwt-
Wij/2006 serupa dengan virus antigenic drift dari
virus-virus AI subtipe H5N1 tahun 2010, namun tidak
mampu memberikan proteksi yang baik terhadap virus
ekstensif antigenic drift seperti A/ck/Wj/Smi-M6/
2008. Agar mampu memberikan proteksi tinggi
terhadap virus yang mempunyai antigenic drift dan
ekstensif antigenic drift, diperlukan vaksin inaktif
bivalen AI.
Untuk mengetahui efikasi vaksin inaktif bivalen
AI isolat lokal A/ck/Wj/Smi-M6/2008 (H5N1) yang
telah mengalami mutasi ekstensif antigenic drift dan
isolat lokal A/ck/Wj/PWT-D10-39/2010 (H5N1) yang
merupakan virus terbaru dan juga telah mengalami
mutasi antigenic drift, dilakukan uji efikasi di lapangan
di Sukabumi dan Cianjur, Jawa Barat. Hasilnya
memperlihatkan respons yang baik setelah vaksinasi
pada ayam ras petelur umur empat minggu, ayam
buras petelur (ayam arab) dewasa, ayam pelung
dewasa, dan ayam ras potong pejantan (Tabel 1).
Pada ayam buras umur empat minggu dan ayam ras
potong umur 10 hari, responsnya setelah vaksinasi
rendah. Respons titer antibodi yang baik dapat dicapai
pada ayam buras muda setelah vaksinasi ulang pada
umur delapan minggu.
Vaksin bivalen AI isolat lokal memberi perlindung-
an 100% pada ayam ras petelur terhadap berbagai
virus AI tantang, yaitu A/ck/WJ/Smi-Part/2006, A/ck/
WJ/Subang-JAPFA/2007, dan A/ck/WJ/Smi-Rahm2/
2011. Pada ayam ras potong pejantan, vaksin
memberi perlindungan 100% terhadap virus tantang
Tabel 1. Respons berbagai jenis ayam setelah empat minggu vaksinasi dengan vaksin bivalen AI isolat lokal.
Jenis ayam Umur vaksinasi
Respons titer antibodi (geometric mean titer)
Ag A/ck/WJ/Smi-M6/ 2008 Ag A/ck/WJ/PWT-D10-39/2010
Ras petelur 4 minggu 23,122 18,615
Buras arab dewasa 69,792 72,882
Buras pelung dewasa 71,202 60,677
Buras 4 minggu 8,915 7,025
Ras petelur jantan 4 minggu 28,715 30,643
Ras potong 10 hari 5,656 6,349
Peternakan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201158
Infeksi pada manusia dapat melalui berbagai
mekanisme, yang paling sering adalah tertelannya
ookista melalui makanan seperti buah dan sayur, serta
air minum yang terkontaminasi kotoran kucing
penderita toksoplasmosis. Infeksi juga bisa melalui
makanan (daging hewan) yang mengandung kista
(bradizoit) atau takizoit yang tidak dimasak secara
sempurna.
Toksoplasmosis pada manusia umumnya me-
nyebabkan keguguran pada ibu hamil atau bayi lahir
cacat (cacat kongenital). Kasus toksoplasmosis pada
manusia di Indonesia dilaporkan berkisar antara 43-
88%, kecuali di NTB hanya 28% pada 2003. Pada
hewan, khususnya sapi dan ayam, data terakhir
menunjukkan seroprevalensi toksoplasmosis pada
sapi di Garut, Sukabumi, dan Lembang masing masing
62%, 74%, dan 53,68%. Pada ayam buras di Jawa
kasusnya mencapai 24%.
Berbagai teknik diagnosis toksoplasmosis pada
manusia maupun hewan telah dikembangkan, baik
berbasis biosensor maupun molekuler. Teknik
diagnosis dengan isolasi dan identifikasi, khususnya
pada manusia dan hewan bukan bangsa kucing
(Felidae), kurang banyak membantu dan lebih banyak
negatif palsunya. Salah satu keunggulan diagnosis
biosensor dibanding molekuler adalah interpretasinya
cukup luas dengan akurasi yang sangat baik.
Balai Besar Penelitian Veteriner telah mengem-
bangkan perangkat diagnostik cepat yang disebut
FELISA (Field Enzyme-Linked Immunosorbent Assay,
Field ELISA). FELISA merupakan modifikasi dari ELISA
yang didesain untuk dapat diaplikasikan di lapangan
maupun laboratorium, dapat digunakan untuk
mendeteksi beberapa penyakit yang berbeda sekaligus
atau mendeteksi dua spesies yang berbeda untuk satu
penyakit yang sama dalam satu stik.
Penelitian dan pengembangan FELISA diarahkan
agar mampu mendeteksi beberapa penyakit secara
serologis (4-8 jenis penyakit) dalam satu perangkat
imunostik dengan waktu reaksi sekitar 23 menit, bila
menggunakan ELISA harus dikerjakan di laboratorium
yang membutuhkan waktu 3-4 jam. Kesesuaian
antara hasil uji ELISA dan FELISA berkisar antara
95-100%.
A/ck/WJ/Smi-Part/2006 dan A/ck/WJ/Smi-Rahm2/
2011, namun terhadap virus AI tantang A/ck/WJ/
Subang-JAPFA/2007 memberikan perlindungan 90%.
Hasil efikasi vaksin terhadap ayam ras potong kurang
baik, yaitu hanya 20% terhadap virus tantang A/ck/
WJ/Smi-Part/2006 dan 0% terhadap virus tantang
A/ck/WJ/Subang-JAPFA/2007 dan A/ck/WJ/Smi-
Rahm2/2011. Hal ini karena adanya pengaruh
maternal antibodi dan belum sempurnanya sistem
imun pada anak ayam. Hasil efikasi vaksin bivalen AI
isolat lokal terbaru mampu memberikan respons
setelah vaksinasi dan perlindungan dari berbagai
karakter genetik virus AI tantang pada ayam ras
petelur dan ayam potong pejantan, tetapi tidak
mampu memberikan respons setelah vaksinasi dan
perlindungan yang baik pada ayam ras potong dari
virus AI tantang.
Uji Diagnostik Cepat FELISA
Toksoplasmosis, Trypanosomiasis,
dan Fasciolosis
Toksoplasmosis merupakan penyakit parasit zoonosis
yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler
(mutlak harus hidup dalam sel), yaitu Toxoplasma
gondii. Induk semang T. gondii adalah bangsa kucing
(Felidae), sedangkan induk semang antaranya cukup
luas, meliputi berbagai jenis hewan liar maupun
domestikasi (ternak dan piaraan) serta manusia.
Kasus flu burung pada ayam ras potong.
Peternakan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201159
Hasil uji validasi FELISA toksoplasmosis dengan
menggunakan sampel serum kambing terseleksi
memperoleh akurasi 100%. Hasil uji komparasi
FELISA toksoplasmosis dengan ELISA memperoleh
kesamaan uji 95,9-100,0%. Kekuatan kesesuaian
(strength of agreement) antara FELISA dengan ELISA
sangat baik (very good agreement), sedangkan LAT
dengan FELISA maupun ELISA hanya moderat. Biaya
deteksi penyakit dengan FELISA juga lebih murah
(Rp27.500-Rp27.900) dibanding dengan ELISA
(Rp22.500-Rp88.000) untuk mendeteksi satu sampai
delapan penyakit tiap kali uji.
Pembentukan Bibit Induk Itik
Pedaging untuk Bibit Niaga
Itik serati merupakan hasil persilangan antara entok
dengan berbagai jenis itik, namun belum ada upaya
untuk mengembangkan galur tertentu untuk meng-
hasilkan itik serati yang mantap. Salah satu jenis itik
yang dapat dikembangkan sebagai bibit induk itik
serati adalah itik mojosari putih. Itik mojosari putih
mampu menghasilkan telur rata-rata 224 butir/tahun,
dengan rata-rata botot telur 65 g. Hasil persilangan
antara itik peking dan itik mojosari putih (itik PM)
dapat dikembangkan sebagai galur bibit induk dengan
tingkat produksi yang cukup baik, yaitu produksi telur
setahun 51,85% + 13,18% dengan fertilitas 74,77%
dan daya tetas 51,26%. Hasil silang itik betina PM
dengan pejantan entok (EPM) memiliki pertambahan
bobot badan yang cukup tinggi sehingga berpotensi
dikembangkan sebagai itik potong. Keunggulan itik
serati EPM adalah anak banyak dengan warna bulu
dominan putih. Warna bulu putih sangat penting untuk
itik pedaging karena dapat memberikan warna kulit
karkas yang bersih.
Guna memantapkan bibit induk itik serati
dilakukan seleksi untuk meningkatkan produktivitas
dan menghasilkan itik berbulu putih polos. Setelah
melalui beberapa generasi seleksi diharapkan dapat
dihasilkan parent stock (PS) yang dapat digunakan
untuk produksi bibit niaga itik serati unggul. Silang
tiga bangsa untuk menghasilkan itik serati terbukti
cukup efektif.
Hasil perkawinan inter se itik PM, yang disebut
PMp, mempunyai bobot tetas yang cukup tinggi yaitu
48,3 g dan bobot badan umur 18 minggu di atas 2
kg. Produksi telur enam bulan itik PMp sebagai
populasi dasar seleksi adalah 68,0% + 21,9% pada
generasi P0 dan dari kelompok terseleksi (G0) 84,6%
+ 8,6%, sehingga memberikan diferensial seleksi
24,5%.
Seleksi yang diterapkan pada itik PMp sebagai
calon bibit induk itik pedaging adalah seleksi dalam
galur. Dengan potensi produksi itik PM dan PMp serta
penyebaran warna bulu putih, seleksi diharapkan
dapat memperbaiki kinerja dan meningkatkan
keseragamannya sebagai bibit induk. Proses seleksi
secara terarah selama beberapa generasi diharapkan
dapat meningkatkan konsistensi dan produktivitas
bibit induk.
Ditinjau dari respons seleksi pada generasi F1,
umur pertama bertelur menurun 5,4% dari 184,5 hari
menjadi 174,6 hari dan produksi telur enam bulan
Hasil uji dengan FELISA pada serum sapi; 1 =
seropositif toksoplasmosis, 2 = seropositif
IBR, 3 = seropositif trypanosomiasis, 4 =
seropositif fasciolosis.
Peternakan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201160
Itik peking (kiri), itik mojosari putih (tengah), dan itik silangan peking dan mojosari putih (kanan).
meningkat dari 68,0% menjadi 78,2%. Namun bobot
badan pertama bertelur menurun dari 2,14 kg menjadi
2,08 kg dan bobot telur pertama menurun dari 61,2
g menjadi 56,7 g. Namun, pada generasi selanjutnya
(F2), umur pertama bertelur meningkat 180,2 hari
akibat faktor lingkungan.
Produksi telur itik PMp bulan ke-1 sampai ke-6
lebih baik dari induknya (itik PM) maupun dari itik
PMp generasi P0. Itik PM memiliki rata-rata produksi
telur satu tahun 51,8% dengan kisaran 27,7-66,2%.
Rata-rata tertinggi produksi telur itik PMp adalah
82,6% dan cukup stabil sampai bulan ke-6 sehingga
Betina mojosari putih
Jantan/betina peking mojosari
Perkawinan inter se
Jantan/betina peking mojosari putih
(populasi dasar)
Seleksi hingga stabil
(5-6 generasi)
Peking mojosari
betinaX
Jantan peking X Betina mojosari putih
Entok jantan Serati
Program pemuliaan itik serati.
Peternakan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201161
pejantan unggul dan pengembangan wilayah pem-
bibitan serta terbangunnya wilayah breeding stock
sebagai penyedia sapi potong berkualitas.
Bentuk kerja sama antara Lolit Sapi dan PT
Berau Coal meliputi sistem pengembangan ternak sapi
di Kampung Birang dalam bentuk Integrated Village
Breeding Center, dengan kegiatan utama pemuliaan
untuk menghasilkan bibit sapi, pemeliharaan induk
secara semiintensif, dan perkawinan dengan sistem
close nucleus breeding system (CNBS) atau pejantan
khusus. Juga dilakukan pengolahan limbah ternak
menjadi pupuk organik cair, pupuk organik padat
bentuk granul sehingga mudah diaplikasikan, dan
sumber energi (biogas-listrik) serta penerapan
formulasi pakan sederhana dengan memanfaatkan
sumberdaya pakan lokal. Sampai 2011, telah ter-
laksana pemetaan potensi dan sosialisasi, pembuatan
sketsa landscape dan desain bangunan, pemantapan
lahan, pembangunan pusat hijauan makanan ternak
dan padang penggembalaan, serta kandang dan
bangunan penunjang. Kegiatan lainnya akan di-
laksanakan pada 2012, yang meliputi pengadaan
induk dan pejantan, pembentukan dan penguatan
Badan Usaha Milik Kampung (BUMK), dan pemeli-
haraan ternak.
Peningkatan Produksi dan Nilai
Nutrisi Hijauan Pakan
Hijauan rumput yang ditanam bercampur dengan
leguminosa dapat meningkatkan pengikatan nitrogen
dari udara oleh tanaman leguminosa. Produksi rumput
Panicum maximum, Setaria spachelata, dan
Paspalum macrophylum pada pertanaman campuran
dengan Arachis glabrata cv. florigraze lebih tinggi
dibandingkan yang ditanam secara monokultur.
Loka Penelitian Kambing Potong telah me-
laksanakan penelitian peningkatan produksi dan
kualitas padang penggembalaan melalui pertanaman
campuran rumput dan leguminosa. Spesies rumput
yang ditanam yaitu rumput bede (Brachiaria
decumbens) dan notatum (Paspalum notatum),
sedangkan spesies leguminosa adalah Arachis pintoi
itik PMp sangat potensial dikembangkan sebagai bibit
induk itik pedaging. Oleh karena itu, program seleksi
terhadap itik PMp bukan hanya untuk memperbaiki
produktivitas, tetapi juga untuk meningkatkan
konsistensi produksinya.
Rata-rata bobot bagian tubuh itik serati ber-
variasi dengan perlakuan ransum yang berbeda.
Umur potong (10 dan 12 minggu) dan tingkat nutrisi
ransum berpengaruh sangat nyata terhadap bobot
hidup, bobot karkas, dan bobot dada, tetapi tidak
berpengaruh nyata terhadap bobot paha atas dan
paha bawah. Bobot potong dan bobot karkas pada
umur 10 minggu masing-masing adalah 1,80 kg dan
1,04 kg, dan meningkat menjadi 2,17 kg dan 1,31 kg
pada umur 12 minggu. Namun, bobot potong pada
umur 12 minggu masih lebih rendah dibandingkan
dengan target bobot potong yang ingin dicapai, yaitu
3 kg pada umur 12 minggu. Hal ini berarti seleksi
perlu dilanjutkan untuk menghasilkan itik serati yang
pertumbuhannya cepat.
Birang Integrated Village Breeding
Centre
Loka Penelitian Sapi Potong (Lolit Sapi) mengadakan
kerja sama konsorsium sapi potong dengan PT Berau
Coal di Kalimantan Timur untuk memperbaiki mutu
genetik sapi bali melalui penyediaan bibit pejantan
unggul dan mengembangkan wilayah pembibitan sapi
potong. Kegiatan penelitian diharapkan juga dapat
menjadi pusat pembelajaran budi daya ternak sapi
secara terpadu dan pembentukan wilayah breeding
stock penghasil sapi potong (sapi bali).
Populasi sapi bali di PT Berau Coal mencapai
8.150 ekor yang dipelihara oleh 2.152 KK, sedangkan
populasi kerbau 139 ekor yang dipelihara 65 KK. Budi
daya sapi bali masih bersifat konvensional sehingga
mutu genetik sapi makin menurun. Melalui konsor-
sium ini diharapkan dapat terbentuk kelompok
peternak penghasil bibit dan penggemukan sapi bali
untuk mendukung program pemuliabiakan dan
produksi daging. Produktivitas sapi potong lokal
diharapkan juga meningkat melalui penyediaan
Peternakan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201162
Selain meningkatkan produksi, penanaman
campuran juga memperbaiki nilai nutrisi rumput.
Kandungan protein kasar rumput bede dan notatum
meningkat masing-masing 3,83% dan 3,52% pada
pertanaman campuran dengan S. guianensis.
Peningkatan yang lebih tinggi masing-masing 29,7%
dan 14,1% diperoleh pada pertanaman campuran
dengan A. pintoi.
Limbah Pengolahan Tebu sebagai
Pakan Basal Kambing
Salah satu alternatif pakan pengganti hijauan yaitu
limbah perkebunan tebu (ampas/bagase dan pucuk
tebu). Proporsi ampas dan pucuk tebu berkisar antara
40-45% dari bobot tanaman tebu segar. Jika
produktivitas tebu per hektare per tahun 50-60 ton,
dengan luas perkebunan tebu Indonesia 450 ribu
hektare pada 2009, maka jumlah bagase dan pucuk
tebu yang dihasilkan cukup besar. Limbah tebu belum
dimanfaatkan secara optimal, hanya dibiarkan
menumpuk di lokasi pengolahan tebu sehingga
mencemari lingkungan.
Limbah tanaman tebu cukup potensial sebagai
bahan pakan ternak ruminansia, termasuk kambing.
Bagase tebu mengandung protein kasar 3,1%, serat
kasar 34,9%, lemak kasar 1,5%, abu 8,8%, dan BETN
51,7%. Pucuk tebu mengandung protein kasar 5,6%,
serat kasar 29,0%, lemak kasar 2,4%, dan TDN
55,3%. Faktor pembatas penggunaan bagase dan
pucuk tebu sebagai pakan ternak ruminansia adalah
tingginya kandungan serat. Bagase tebu mengandung
serat kasar dan lignin masing-masing 46,5% dan
14,0%. Kandungan nutrisi kedua limbah pengolahan
tebu tersebut sebanding dengan rumput. Dengan
demikian, bagase dan pucuk tebu hanya mampu
memenuhi kebutuhan hidup pokok ternak. Untuk per-
tumbuhan, bunting dan laktasi, ternak memerlukan
pakan tambahan untuk memenuhi kebutuhan protein
dan energi.
Teknologi biokonversi dapat meningkatkan nilai
gizi limbah pengolahan tebu, aman bagi ternak dan
lingkungan, dan biaya relatif murah. Biokonversi
dan Stylosanthes guianensis. Rumput dan legum
ditanam secara monokultur maupun campuran
dengan jarak tanam 30 cm x 30 cm. Kombinasi
penanaman yaitu rumput bede + arachis, rumput
bede + stylosanthes, rumput notatum + arachis, dan
rumput notatum + stylosanthes.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara
umum terjadi penurunan tinggi tanaman, lebar daun,
dan panjang daun rumput yang ditanam campuran
dengan leguminosa dibanding monokultur. Hal ini
karena adanya persaingan dalam memperoleh hara
dan air.
Hasil rumput yang ditanam secara campuran
dengan leguminosa meningkat 13-60% dibanding
monokultur. Produksi segar rumput bede pada
monokultur 1,66 kg/m2/panen meningkat menjadi
1,88 kg/m2/panen jika ditanam secara campuran
dengan A. pintoi, sedangkan hasil rumput notatum
meningkat 60,3% pada pertanaman campuran
dengan S. guianensis. Peningkatan hasil rumput bede
maupun notatum lebih tinggi jika ditanam dengan
leguminosa S. guianensis.
Budi daya rumput unggul dengan tanaman
legum.
Peternakan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201163
tersebut dapat digunakan dalam biofermentasi bagase
dan pucuk tebu. Inokolum jamur tiram putih dapat
diperbanyak dengan menggunakan media serbuk
gergaji. Bagase dan pucuk tebu dicacah dengan mesin
pencacah kemudian ditambahkan inokulum jamur
tiram putih 25 g/kg dan difermentasi dalam ruang
inkubasi dengan suhu 22°C dan kelembapan 80%
selama 40 hari, dengan ketebalan tumpukan 20 cm.
Uji biologis bagase dan pucuk tebu yang telah
dibiokonversi dilakukan pada 20 ekor kambing jantan
Boerka fase pertumbuhan (umur 9-10 bulan) dengan
bobot badan 12-14 kg. Ternak secara acak
dikelompokkan ke dalam empat perlakuan pakan.
Masing-masing kelompok ternak mendapat pakan
konsentrat 60%, sedangkan 40% rumput lapangan
diganti dengan bagase dan pucuk tebu yang
dibiofermentasi dengan proporsi 0-30%. Hasil
penelitian menunjukkan, teknologi biofermentasi
menggunakan jamur tiram putih dapat meningkatkan
kandungan protein dan energi sekaligus menurunkan
kandungan serat bagase dan pucuk tebu. Berdasarkan
konsumsi bahan kering, pertambahan bobot hidup
dan efisiensi penggunaan pakan (Tabel 2), bagase
dan pucuk tebu yang dibiofermentasi dapat digunakan
sampai 30% sebagai pengganti rumput dalam pakan
kambing, sehingga dapat menjadi pakan alternatif
pada musim paceklik rumput.
Tabel 2. Rata-rata pertambahan bobot hidup kambing Boerka yang mendapat berbagai formula pakan.
Perlakuan pakan
Uraian
R0 R1 R2 R3
Bobot hidup awal (kg) 12,93 12,95 12,97 12,94
Bobot hidup akhir (kg) 17,58 17,33 17,01 16,82
Pertambahan bobot hidup (g/ekor/hari) 66,43 62,57 57,71 55,43
Efisiensi penggunaan pakan 0,13 0,12 0,11 0,11
R0 = konsentrat 60% + rumput 40%; R1 = konsentrat 60% + rumput 30% + bagase dan pucuk tebu
10%; R3 = konsentrat 60% + rumput 20% + bagase dan pucuk tebu 20%; R3 = konsentrat 60% +
rumput 10% + bagase dan pucuk tebu 30%.
adalah proses fermentasi oleh mikroba untuk me-
ningkatkan kandungan nutrisi bahan pakan (protein
dan energi), menurunkan kandungan serat terutama
lignin, meningkatkan palatabilitas, dan memper-
panjang daya simpan.
Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) termasuk
jamur pembusuk yang dapat mendegradasi lignin dan
meningkatkan kecernaan pakan sehingga jamur
Limbah tebu yang dibiofermentasi dengan
jamur tiram putih.
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201164
Bioteknologi dan
Sumberdaya GenetikBioteknologi merupakan teknologi baru yang berkembang
pesat, mulai dari teknologi kultur jaringan, sekuensing, marka
molekuler, rekayasa genetik hingga teknologi nano.
Pemanfaatan teknologi ini diharapkan dapat mendukung upaya
penciptaan inovasi teknologi, khususnya dalam menghadapi
perubahan iklim dan mempertahankan ketahanan pangan.
Teknologi kultur jaringan dapat dimanfaatkan untuk
menghasilkan bibit tanaman dalam jumlah besar, cepat, dan
bebas penyakit serta untuk menghasilkan mutan atau klonal
tanaman yang tahan terhadap hama dan penyakit ataupun
toleran terhadap cekaman abiotik. Pemanfaatan teknologi
rekayasa genetik memberi peluang baru bagi pemulia untuk
memperbaiki sifat maupun kualitas tanaman. Konservasi dan
karakterisasi sumberdaya genetik sangat berguna dalam
pemanfaatan dan pengembangan sumber daya genetik.
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201165
Rekayasa Genetik
Perakitan Kedelai Transgenik Umur Genjahdan Produktivitas Tinggi
Kedelai merupakan tanaman pangan penting ketiga
setelah padi dan jagung. Di Indonesia, kedelai
terutama digunakan sebagai bahan baku pembuatan
tahu dan tempe yang mencapai lebih dari 80% dari
kebutuhan total. Produksi kedelai nasional masih
belum mencukupi kebutuhan sehingga diperlukan
usaha untuk meningkatkan produktivitasnya.
Varietas kedelai yang ada umumnya berumur
80-95 hari. Perakitan varietas kedelai unggul berumur
genjah merupakan salah satu upaya untuk me-
ningkatkan produksi kedelai nasional. Varietas kedelai
umur genjah (< 75 hari) terutama ditujukan pada
pola tanam padi-padi-kedelai atau padi-padi-padi-
kedelai, di mana waktu yang tersedia untuk tanaman
kedelai relatif pendek.
Waktu pembungaan merupakan salah satu
karakter penting bagi tanaman untuk beradaptasi
terhadap pola tanam dan musim yang berbeda.
Beberapa studi genetik mengenai waktu pembungaan
telah dilakukan dan beberapa gen yang mengontrol
fotoperiodisitas telah diidentifikasi dan diisolasi dari
Arabidopsis. Salah satu gen yang berperan dalam
mengontrol fotoperiodisitas adalah gen CONSTANS
(AtCO). Gen ini dapat dimanfaatkan untuk merakit
tanaman kedelai dengan umur berbunga yang lebih
pendek.
Melalui interaksi simbiosis dengan bakteri
Rhizobium, tanaman kedelai membentuk bintil akar
yang berperan dalam proses penambatan nitrogen
dari biosfer. Nodulasi dan fiksasi nitrogen merupakan
faktor penting yang memengaruhi produktivitas
kedelai. Isolasi gen yang berkaitan dengan nodulasi
dan fiksasi nitrogen dari tanaman kedelai kemudian
mengover-ekspresikan gen tersebut memberi peluang
untuk meningkatkan produktivitas tanaman kedelai.
Salah satu gen yang berkaitan dengan nodulasi dan
fiksasi nitrogen adalah Gen GmNFR1a.
Hasil transformasi kedelai varietas Wilis dan
Anjasmoro secara in planta menggunakan gen AtCO
dan GmNFR1a melalui vektor A. tumefaciens
menghasilkan tanaman transforman (Tabel 1). Hasil
analisis molekuler terhadap transforman kedelai
Anjasmoro dengan gen AtCO menunjukkan terdapat
satu tanaman yang positif PCR, yaitu A-COIP-2,
sementara transforman Wilis tidak ada yang positif
PCR. Galur AiP-CO-2 menghasilkan 13 benih T1 dan
setelah di-PCR kembali menghasilkan enam galur
AiP-CO-2-T1 yang positif PCR. Analisis PCR terhadap
transforman dengan gen GmNFR1a pada Anjasmoro
maupun Wilis sedang dilakukan. Hasil pengamatan
fenotipik menunjukkan tanaman A-COIP-2 memiliki
umur lebih genjah (lebih cepat berbunga) dibanding
kedelai nontransgenik.
Tabel 1. Transformasi kedelai secara in planta dengan gen AtCO dan GmNFR1a
menggunakan vektor Agrobacterium tumefaciens.
VarietasGen yang Jumlah eksplan Jumlah transforman
digunakan yang ditransformasi diaklimatisasi
Anjasmoro AtCO 101 45 (44,6%)
GmNFR1a 96 15 (15,6%)
Wilis AtCO 88 33 (37,5%)
GmNFR1a 92 15 (16,3%)
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201166
pada larutan EMS. Hasilnya menunjukkan adanya
variasi peningkatan kemampuan pelarutan fosfat,
aktivitas nitrogenase, dan produksi IAA setelah
dimutasi. Isolat mutan AzM1.7.2.12 dan AzM 3.7.1.14
dipilih untuk uji stabilitas dengan disubkultur selama
10 hari dibandingkan dengan isolat alam Aj Bandung
6.4.1.2. Berdasarkan pengukuran indeks P, kemam-
puan melarutkan fosfat, aktivitas nitrogenase, dan
produksi IAA, kedua mutan tersebut bersifat stabil
sampai hari ke-10 untuk ketiga sifat yang diuji.
Pada tahun 2011 dilakukan optimasi metode
transformasi isolat terpilih dengan elektroporasi,
pembentukan populasi mutan secara gene knockout
dengan menggunakan transposon EZ-Tn5<kan-
2>Tnp, dan pengujian pengaruh Azospirillum mutan
hasil tahun 2010 terhadap pertumbuhan vegetatif
tanaman padi. Hasil optimasi elektroporasi untuk
Azospirillum Aj Bandung 6.4.1.2 menunjukkan bahwa
pencucian dengan bufer gliserol 10% lebih baik
dibanding pencucian dengan air miliQ steril dilihat
dari viabilitas sel. Penggunaan kejutan listrik 3 volt/
cm pada proses elektroporasi lebih baik dibanding
voltase lain, yaitu 1,5; 3,0; 8,0; dan 15,0 volt/cm.
Pembentukan populasi mutan dengan EZ-Tn5<kan-
2>Tnp memperoleh 22 mutan dengan kemampuan
pelarutan fosfat yang bervariasi, yaitu tinggi (IP 2-
7), sama dengan tetua (IP = 2) atau lebih rendah
Rekayasa Genetik Azospirillum Unggul untukMenurunkan Penggunaan Pupuk N dan P padaPadi Sawah
Pertanian modern di Indonesia sangat bergantung
pada penggunaan pupuk kimia N, P, dan K. Peng-
gunaan Azospirillum sp. yang berfungsi ganda sebagai
penambat nitrogen dan pelarut fosfat akan sangat
membantu menurunkan penggunaan pupuk N dan P.
Oleh karena itu, penelitian peningkatan mutu genetik
Azospirillum yang memiliki sifat unggul dalam
penambatan nitrogen dan pelarutan fosfat sangat
diperlukan.
Penelitian pada tahun 2009 berhasil mengisolasi
dan menyeleksi 22 isolat Azospirillum yang berfungsi
ganda sebagai penambat nitrogen dan pelarut fosfat
berdasarkan aktivitas nitrogenase, produksi IAA
(indole acetic acid), dan kemampuan melarutkan
fosfat. Tiga isolat terpilih, yaitu Aj 18.3.1, Aj 5.2.5.1,
dan Aj Bandung 6.4.1.2 dengan kemampuan
melarutkan fosfat, aktivitas nitrogenase, dan produksi
IAA tertinggi dipantau kemampuannya dalam melarut-
kan fosfat secara kuantitatif, dan sedang diidentifikasi
secara molekuler dengan 16s rDNA. Pada tahun 2010
diperoleh 138 isolat mutan berdasarkan zona bening-
nya dan dilakukan penentuan killing curve dari isolat
terpilih terhadap konsentrasi EMS dan lama inkubasi
Hasil analisis PCR transforman kedelai Anjasmoro dengan primer AtCO;
M =1 Kb plus ladder (invitrogen). Sampel A-COIP-2 positif mengandung
gen AtCO (1.400 bp), sampel lainnya negatif (tidak mengandung gen
AtCO).
1.400 bp
A-CO
IP-1
A-CO
IP-2
A-CO
IP-3
A-CO
IP-4
A-CO
IP-5
A-CO
IP-6
A-CO
IP-7
A-CO
IP-8
A-CO
IP-9
A-CO
IP-1
0
A-CO
IP-1
1
A-CO
IP-1
2
A-CO
IP-1
3
Air
Plas
mid
M Anjasm
oro
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201167
Kemampuan pelarutan fosfat Azospirillum hasil transformasi pada media
Pikovskaya; A1-A6, B1-B6, C1-C6, D1-D4 = mutan Azospirillum dengan berbagai
kemampuan pelarutan fosfat; A6, B3, B5, B6 = mutan yang kehilangan kemampuan
melarutkan fosfat; D5 = strain tetua (Azospirillum Aj Bandung 6.4.1.2); D6 =
kontrol negatif (air).
dari tetua (IP<2), serta mutan yang kehilangan
kemampuan melarutkan fosfat (gene knockout).
Populasi ini selanjutnya digunakan untuk identifikasi
gen pelarutan fosfat.
Inokulasi Azospirillum lokal Aj Bandung 6.4.1.2
dan isolat mutan AJM 3.7.1.14 pada tahap pembibitan
terhadap pertumbuhan dan hasil padi varietas
Ciherang menunjukkan tidak ada pengaruh nyata
antara pemberian inokulan mutan AjM 3.7.1.14
dibandingkan dengan kontrol (tanpa pemberian)
maupun pemberian Azospirillum tetua Aj Bandung
6.4.1.2 terhadap perkecambahan benih umur satu
minggu maupun dua minggu. Perbedaan nyata terlihat
pada fase generatif, yaitu pada jumlah malai per
rumpun, bobot gabah per rumpun, dan bobot gabah
kering per rumpun.
Inokulasi Azospirillum pada waktu tanaman
sudah dipindahkan ke pot umur satu minggu
menunjukkan perbedaan yang nyata pada rata-rata
tinggi tanaman dan jumlah anakan pada umur tiga
minggu. Perbedaan yang sangat nyata terdapat pada
tinggi tanaman umur sembilan minggu dan jumlah
anakan pada umur 6 dan 9 minggu. Pada fase
generatif, pemberian Azospirillum memberikan
pengaruh yang sangat nyata terhadap tinggi tanaman,
jumlah malai per rumpun, bobot kering gabah per
rumpun, bobot basah jerami, dan bobot kering akar.
Hasil pengamatan visual terhadap perakaran bibit padi
Ciherang umur satu minggu yang diinokulasi
Azospirillum Aj Bandung 6.4.1.2 maupun mutan AjM
3.7.1.14 menunjukkan bibit mempunyai akar yang
lebih banyak dan lebih panjang.
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201168
Induksi Mutan Tanaman
Karakterisasi Agronomi dan Uji Daya HasilGalur Mutan Dihaploid Padi TurunanFatmawati
Fatmawati merupakan varietas unggul padi tipe baru
(VUTB) perdana yang dilepas pada akhir 2003.
Varietas ini memiliki tingkat pengisian biji yang
rendah sehingga persentase gabah hampa sangat
tinggi (25%). Namun, hasil Fatmawati tergolong tinggi
(6-9 t/ha, rata-rata 7,5 t/ha) karena jumlah bulir tiap
malainya banyak (200-300 butir) dan indeks bijinya
besar (bobot 1.000 butir 29 g). Varietas Fatmawati
agak tahan terhadap wereng batang coklat (WBC)
biotipe 2 dan 3, tahan hawar daun bakteri (HDB) strain
III dan agak tahan terhadap strain IV.
Untuk mendapatkan varietas baru Fatmawati
yang tahan penyakit blas dan berumur genjah
dilakukan perbaikan genetik melalui induksi mutasi
menggunakan sinar gama dosis 1.000-5.000 rad dan
diperoleh galur-galur mutan (galur M) yang tahan
blas daun. Selanjutnya teknik kultur antera diaplikasi-
kan untuk mempercepat perolehan galur homozigot
dari mutan-mutan tersebut. Sebanyak 119 galur
haploid ganda yang bersifat homozigot (galur MDH)
Pertumbuhan padi Ciherang dengan perlakuan inokulasi Azospirillum dan pupuk pada 6 dan 9 minggu
setelah inokulasi.
Pertumbuhan mutan Fatmawati pada fase generatif di Pusakanagara, Jawa Barat
(kiri), dan malai mutan Fatmawati dengan gabah hampa lebih sedikit (kanan).
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201169
diregenerasikan melalui kultur antera dan galur-galur
yang hasilnya tinggi diuji daya hasilnya di lapangan.
Uji daya hasil pendahuluan di Sukabumi dan
Pusakanagara, Jawa Barat pada 2010 memperoleh
galur-galur yang hasilnya lebih tinggi dibanding
tetuanya dan varietas pembanding. Galur-galur
tersebut digunakan sebagai bahan untuk uji daya
hasil.
Delapan galur terpilih dan dua galur Fatmawati
hasil kultur antera dan varietas pembanding Ciherang
dan Inpari 13 dievaluasi karakter agronomi dan daya
hasilnya di Pusakanagara. Hasil penelitian menunjuk-
kan adanya karakter agronomi yang berubah, yaitu
jumlah anakan pada galur F-104 dan Fat 1, dengan
rata-rata jumlah anakan masing-masing 10,5 dan
10,2 serta panjang malai pada galur F-125, F-130,
F-133, dan F-151 yang berkisar antara 29,2-30,7 cm.
Galur-galur tersebut menghasilkan gabah isi lebih
banyak. Tiga galur menghasilkan gabah kering lebih
tinggi dibandingkan Fatmawati, yaitu F-130, F-133,
dan Fat-1, masing-masing 7,8, 8,4, dan 7,7 t/ha.
Galur-galur tahan blas daun dan berproduksi tinggi
perlu diuji ketahanannya terhadap HDB serta uji
adaptasi dan stabilitas hasil di berbagai lokasi.
Uji Daya Hasil dan Keragaman GenetikPatogen Blas pada Galur Padi Gogo
Penyakit blas (Pyricularia grisea) merupakan kendala
utama dalam produksi padi, terutama padi gogo. Oleh
karena itu, program pemuliaan padi gogo tahan blas
menjadi prioritas dalam upaya menanggulangi
penyakit tersebut. Penyakit blas bersifat dinamis,
mudah membentuk ras baru, sehingga program
pemuliaan harus melahirkan galur harapan yang
ketahanannya bertahan lama (durable), antara lain
dengan merakit galur multigenik tahan blas.
Dalam rangka mendukung program perakitan
padi gogo tahan blas, telah dilakukan pembentukan
populasi haploid ganda (HG) multigen (Pi1, Pi2, Pi33,
Pi9, Pir4, dan Pir7) yang berasal dari persilangan
CT13432 (japonica) dengan galur haploid ganda
turunan IR64 (indica)/Oryza rufipogon (spesies padi
liar, Acc.IRGC 105491), yaitu Bio 46. Penelitian tahun
2009 telah memperoleh beberapa galur dari populasi
CT13432/Bio 46 yang memiliki karakter agronomi
seperti galur harapan padi gogo dan memiliki 5-6
gen ketahanan terhadap penyakit blas. Pada tahun
2011 dilakukan uji daya hasil lanjutan dan penelitian
keragaman genetik patogen blas menggunakan
marka SSR.
Uji daya hasil lanjutan di Subang, Jawa Barat
menunjukkan, galur Bio 177-AC-Blas mempunyai
potensi hasil 5,55 t/ha, setara hasil Situ Bagendit
(5,25 t/ha) dan lebih tinggi dari Batutegi (4,79 t/ha),
tetapi lebih rendah dibanding Inpago 8 (6,02 t/ha).
Tiga galur lainnya, Bio 178-Ac-Blas, Bio 172-AC-Blas,
dan Bio 173-AC-Blas mempunyai potensi hasil masing-
masing 4,95, 4,93, dan 4,81 t/ha.
Di Banyumas, Jawa Tengah, dari 11 galur yang
diuji, satu galur mampu berproduksi 5,4 t/ha, yaitu
Bio 170-AC-Blas dan satu galur berdaya hasil 4,75 t/
ha yaitu Bio 171-AC-Blas, lebih tinggi dari Inpago 8
(3,38 t/ha), Situ Bagendit (2,96 t/ha), dan Batutegi
(4,30 t/ha). Lima galur (Bio 169-AC-Blas, Bio 172-
AC-Blas, Bio 173-AC-Blas, Bio 174-AC-Blas, dan Bio
163-AC-Blas) mempunyai hasil yang sepadan dengan
Inpago 8.
Keragaman patogen blas pada galur-galur multi-
genik sesuai dengan tipe introgresi sekuen gen-gen
ketahanan terhadap penyakit blas yang dimiliki galur-
Pertanaman galur padi gogo tahan blas di
Banyumas, Jawa Tengah.
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201170
galur tersebut sebagai tanaman inang. Galur yang
memiliki introgresi indica - O. rufipogon - japonica
serta tahan terhadap isolat blas dengan genotipe
PH14-MAT1.1 atau CM28-MAT1.1 lebih cocok ditanam
di Sukabumi dan Banyumas. Galur-galur dengan
introgresi japonica - O. rufipogon serta tahan ter-
hadap isolat blas dengan genotipe CM28-MAT1.2 lebih
cocok ditanam di Lampung.
Konservasi, Karakterisasi, dan
Dokumentasi Sumberdaya Genetik
Sumberdaya Genetik Tanaman
Pada tahun 2010-2011, Bank Plasma Nutfah BB Biogen
mengoleksi 10.710 aksesi tanaman pangan, yaitu
4.274 aksesi padi, 754 aksesi jagung, 216 aksesi
sorgum, 800 aksesi kedelai, 65 aksesi gandum, 648
aksesi kacang tanah, 1.036 aksesi kacang hijau, 137
aksesi kacang potensial, 560 aksesi ubi kayu, 1.802
aksesi ubi jalar, dan 451 aksesi ubi potensial. Koleksi
plasma nutfah tersebut dikelola dan dipelihara dengan
baik sehingga berdaya guna bagi para pengguna.
Hasil pemantauan viabilitas benih 1.250 aksesi
plasma nutfah tanaman pangan (padi, jagung,
sorgum, gandum, kacang tanah, kacang hijau,
kedelai, dan kacang tunggak) yang disimpan dua
tahun menunjukkan bahwa 3-99% aksesi memiliki
daya kecambah < 85%. Plasma nutfah kacang hijau
memiliki daya kecambah yang tinggi, yaitu >97%.
Sebagian benih terinfeksi jamur Aspergillus sp.,
Penicillium sp., Xanthomonas sp., Pseudomonas sp.
atau Rhizopus sp. dengan intensitas 1-6%. Sebagian
kecil (1-8%) benih terserang hama gudang
Callosobruchus chinensis, Sitophilus oryzae, dan S.
zeamais yang menurunkan daya kecambah atau
menyebabkan kematian benih.
Karakterisasi telah dilakukan pada 400 aksesi
padi budi daya untuk karakter morfologi dan
agronomi, seperti persentase gabah hampa, jumlah
gabah isi, dan panjang malai. Dari 94 aksesi padi
liar, hanya 88 aksesi yang tumbuh baik. Lima aksesi
memiliki umur berbunga kurang dari 60 hari, yaitu
Oryza minuta (dua aksesi), O. nivara (satu aksesi),
dan O. punctata (dua aksesi).
Sebanyak 100 aksesi jagung telah diperbarui
benihnya dan dikarakterisasi 14 karakter morfologi
dan agronominya. Karakter agronomi penting meliputi
tinggi tanaman 76-175 cm, panjang tongkol 8,6-19,4
cm, diameter tongkol 2,0-4,3 cm, jumlah baris biji
per tongkol 9,3-15,6 baris, bobot biji 31,8-77,2 g/
300 biji, dan umur masak 80-102 hari. Delapan aksesi
berumur genjah (80 hari), yaitu Reg. 3793, Reg.
3810, Reg. 3818, Reg. 3819, Reg. 3836, Reg. 3838,
Reg. 3846, dan Reg. 3882. Rejuvenasi 200 aksesi
sorgum menghasilkan benih 489,3-2.627,5 g/aksesi.
Lima aksesi menghasilkan biji (benih) > 1 kg, yaitu
aksesi No. 8309/199026 (Reg. 13), M-3 (Reg. 728),
ICSV-LM-90541 (Reg. 759), ICSR 91026 (Reg. 861),
dan Red Ochuli (Reg. 878) (Tabel 2). Kelima aksesi
tersebut perlu dipelajari potensi hasilnya.
Tabel 2. Aksesi sorgum yang memiliki karakter unggul.
Karakter Aksesi
Tinggi tanaman < 85 cm Keris (Reg. 730), K.905 (Reg. 750), KSB II (Reg. 884), ICSV-LM-90502
(Reg. 758), ICSR 89028 (Reg. 881)
Umur berbunga < 40 HST 867.226 (Reg. 626), Keris (Reg. 730)
Umur panen genjah, Keris (Reg. 730), Keris M-3 (Reg. 731), 867.086 (Reg. 501), Badik (Reg. 732),
< 80 HST Hegari Genjah (Reg. 154), TU B7 (Reg. 875), RGV (Reg. 909), Demak 2 Gajah
(Reg. 886), Gadam Human (Reg. 737)
Bobot 100 butir > 3,5 g No. 14 Kaltim (Reg. 914), Entry 15 SDAC (Reg. 745), IS 23509 (Reg. 874),
ICSV 89102 (Reg. 775)
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201171
Rejuvenasi 200 aksesi gandum menghasilkan
benih baru masing-masing 1 kg/9 m2 dari masing-
masing aksesi dan selanjutnya disimpan sebagai
koleksi aktif dan koleksi dasar. Delapan aksesi
berbunga genjah (<50 hari), yaitu Highrainfall 018,
Highrainfall 023, Highrainfall 085, Highrainfall 113,
V003, V009, V013, dan V090 serta empat aksesi
berbatang pendek (<50 cm), yaitu Madona, Kauz/
Rayon, Fanggo/Seki, dan Selayar.
Karakter kualitatif dan agronomi 233 aksesi
kedelai telah diperoleh. Rejuvenasi memperoleh benih
baru 20,0-601,3 g/aksesi. Terdapat 56 aksesi yang
menghasilkan bobot biji <100 g. Delapan aksesi
memiliki daya hasil relatif tinggi (>1,6 t/ha). Varietas
lokal Pasuruan memiliki hasil paling tinggi (950,4 g
atau 2,64 t/ha), yakni 31% lebih tinggi dari Wilis,
48% lebih tinggi dari Rajabasa, dan 62% lebih tinggi
dari Tanggamus. Sebanyak 66 aksesi kedelai
edamame dan enam populasi F4 (persilangan
edamame x kedelai budi daya), satu populasi F5
(kedelai budi daya x edamame), dan tiga populasi F5
(edamame x edamame) telah ditanam di KP Pacet,
Cianjur. Rejuvenasi memperoleh benih baru 40-495
g/aksesi. Aksesi kedelai China dan B10428
diidentifikasi sebagai aksesi terbaik dengan bobot 100
biji berturut-turut 31,0 dan 34,3 g serta bobot biji
per tanaman 9,33 dan 13,89 g.
Rejuvenasi 250 aksesi kacang tanah memperoleh
benih baru serta karakter morfologi dan agronomi.
Aksesi Mlg 7525 memiliki bobot polong tertinggi (44
g/tanaman). Sebanyak 18 aksesi menghasilkan
polong 700-860 g/3,6 m2 atau 1,94-2,39 t/ha, umur
berbunga 25-31 hari, tinggi tanaman 21-68 cm,
jumlah cabang 3-7 buah, jumlah polong isi 6-50
polong/tanaman, dan bobot polong 4-44 g/tanaman.
Tujuh aksesi memiliki polong banyak (>39 polong/
tanaman), yaitu Pop Y- 6, Pop Galur Gajah, Cinem,
RR 1, MLG 7511, MLG 7512, dan Ckp-11.
Sebanyak 227 nomor aksesi kacang hijau yang
memiliki daya tumbuh rendah (< 70%) diperbarui
benihnya. Aksesi VR 200 berpotensi hasil tinggi (2,2
t/ha) dan toleran terhadap lahan suboptimal. Sebelas
karakter morfologi dan agronomi juga telah diamati
dan 115 aksesi kacang tunggak telah direjuvenasi.
Rejuvenasi kacang potensial memperoleh enam
aksesi koro pedang (Vigna ensiformis), 11 aksesi
kacang bogor (Vigna subterranea), delapan aksesi
kacang gude (Cajanus cajan), delapan aksesi koro
benguk (Mucuna pruriens), dan tujuh aksesi kacang
komak (Dolichos lablab). Delapan karakter morfologi
dan agronominya telah diamati.
Sebanyak 1.820 aksesi ubi jalar telah dikonser-
vasi di lapangan dan 137 aksesi hasil koleksi terbaru
telah dikarakterisasi daun, batang, dan umbinya.
Konservasi di lapangan dan karakterisasi karakter
morfologi dan agronomi juga telah dilakukan pada
520 aksesi ubi kayu. Bobot umbi bervariasi antara
0,50-8,33 kg/tanaman. Aksesi BIC 00848 mempunyai
Pelestarian/rejuvenasi plasma nutfah kedelai di lapangan (kiri), konservasi plasma nutfah ubi kayu, ubi
jalar, dan talas secara in vitro (tengah), dan penyimpanan jangka pendek benih plasma nutfah
tanaman pangan (kanan).
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201172
bobot umbi terbesar dan 23 aksesi lainnya mempunyai
berat umbi di atas 4,0 kg/tanaman, dengan jumlah
umbi 3,0 (BIC 00793) sampai 12,3 (BIC 00765).
Sebanyak 238 aksesi plasma nutfah ubi potensial
(dioscorea 106 aksesi, ganyong 67 aksesi, garut 30
aksesi, kentang hitam 9 aksesi, suweg 26 aksesi, dan
talas 220 aksesi) telah dikonservasi. Delapan aksesi
garut menghasilkan bobot umbi rata-rata di atas 1
kg, yaitu aksesi No. 625, 626, 667, 705, 705a, 773,
774, dan 787. Aksesi garut yang menghasilkan umbi
berukuran besar (10 umbi/rumpun) adalah No. 380,
667, 705, 772, 773, 774, dan 787.
Konservasi in vitro plasma nutfah umbi-umbian
mencakup sterilisasi dan penumbuhan pada media
pertumbuhan lambat. Diperoleh 25 aksesi ubi jalar
steril, 15 aksesi ubi kayu steril, dan 50 aksesi talas
steril yang ditanam dalam media pertumbuhan
lambat. Sebanyak 300 aksesi ubi jalar, ubi kayu, dan
talas dipelihara dan subkultur secara terus-menerus
dalam media pertumbuhan lambat.
Sampai Desember 2011, pangkalan data plasma
nutfah tanaman pangan telah menampung 10.449
record dengan 12-41 deskriptor/komoditas. Pada
tahun 2011, data baru plasma nutfah padi telah
dimasukkan ke dalam pangkalan data.
Sumberdaya Genetik Mikroba dan SpesimenSerangga Pertanian
Konservasi mikroba pertanian dalam jangka panjang
bertujuan untuk mengkoordinasi kultur koleksi BB-
Biogen dengan koleksi mikroba pertanian yang ada
di Indonesia, baik berupa patogen, pupuk hayati,
perombak, mikroba biokontrol, bioremediasi lahan
pertanian, dan agens bioindustri. Sebanyak 26 aksesi
mikroba entomopatogen dari kelompok fungi dan
bakteri telah dikoleksi dan disimpan untuk dikarak-
terisasi lebih lanjut. Beberapa isolat fungi telah
diidentifikasi berdasarkan struktur morfologi dan
sekuen ITS-nya. Dua isolat bakteri merah di-
identifikasi dengan amplifikasi gen 16s rRNA dan
tergolong ke dalam kelompok Seratia marcescens
yang efektif terhadap wereng batang coklat. Satu
isolat bakteri endofitik yang potensial (E 76)
diidentifikasi sebagai Burkholderia sp. yang efektif
terhadap fungi patogen padi (Rhizoctonia solani dan
Pyricularia oryzae). Tiga puluh aksesi mikroba
pertanian yang berupa agens biokontrol dan patogen
telah direjuvenasi dan diuji patogenisitasnya serta
disimpan dalam jangka pendek (agar miring) dan
jangka panjang (liofilisasi).
Prototipe database plasma nutfah mikroba
(bakteri, kapang, fungi, dan virus) dengan deskriptor-
nya telah memuat 500 record mikroba pertanian dan
data peralihan materi. Informasi mengenai koleksi
serangga hama pertanian disimpan dalam database
serangga hama pertanian.
Sebanyak 25 mikroba entomopatogen serangga
yang telah dikoleksi, terdiri atas 16 kelompok jamur
(Paecilomyces sp., Beauveria bassiana, Metarhizium
anisopliae, Hirsutella citriformis, dan Cordycep sp.).
Bakteri entomopatogen yang dikoleksi adalah Serratia
marcescens dan Bacillus thuringiensis. S. marcescens
bersifat patogenik terhadap wereng batang coklat.
Pigmen merah yang dihasilkan S. marcescens telah
diidentifikasi sebagai prodigiosin. Semua isolat B.
thuringiensis telah diidentifikasi dengan PCR dan diuji
patogenisitasnya terhadap Ostrinia furnacalis.
Potensi mikroba kitinolitik cukup besar dalam
mendegradasi kitin dan glukan sehingga dapat
menjadi pengendali hayati yang baik. Potensi ini dapat
diaplikasikan dalam bidang pertanian sebagai produk
fungisida hayati. Berdasarkan hasil uji karakteristik,
beberapa isolat mempunyai aktivitas kitinase dan
glukanase yang tinggi, yang ditunjukkan dengan
Hasil uji
glukanase.
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201173
terbentuknya zona bening yang besar. Isolat yang
mempunyai aktivitas kitinase tinggi yaitu 11 UJ,
sedangkan yang mempunyai aktivitas glukanase
tinggi yaitu 11 UJ dan C1D. Isolat yang mempunyai
aktivitas kitinase maupun glukanase yang tinggi
dapat menghambat pertumbuhan jamur seperti
Pyricularia oryzae dan Ganoderma boninense. Isolat
yang sangat baik dalam menghambat jamur ini ada-
lah isolat C33C dan C1D.
Isolat E76 menghasilkan enzim kitinase yang
dapat menghambat pertumbuhan R. solani dan P.
oryzae. Rata-rata zona bening yang dibentuk isolat
E76 adalah 0,98 cm. Hasil sekuensing 16S rDNA
menunjukkan bahwa isolat E76 tergolong Burkholderia
sp. namun memiliki kekerabatan yang cukup jauh
dengan spesies Burkholderia lainnya, seperti
Burkholderia cepacia dan Burkholderia lata.
Hasil karakterisasi dan pemurnian enzim beta-
glukanase dari Burkhorderia sp. menunjukkan enzim
tersebut memiliki tiga isozim yang berbeda, tetapi
belum dapat dimurnikan secara optimal. Aktivitas
beta-glukanase menunjukkan optimal pada suhu 40°Cdan pH 5-11. Tiga isolat menghasilkan AIA terbanyak,
yaitu isolat 1.2 KM, 8 KM, dan 10 J.
Data koleksi mikroba pertanian yang telah
dikonservasi dan diampulkan dimasukkan ke database
untuk melengkapi koleksi yang ada. Tambahan koleksi
mikroba terutama berasal dari institusi lingkup Badan
Litbang Pertanian. Pada tahun 2011, jumlah koleksi
serangga bertambah 500 spesimen. Prototipe
database serangga masih perlu disempurnakan
sehingga dapat menampilkan informasi koleksi secara
lengkap dan detail serta mudah diakses pengguna.
Pascapanen
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201174
Pascapanen
Aplikasi teknologi pascapanen untuk meningkatkan nilai tambah
dan daya saing produk pertanian sangat diperlukan dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Beberapa teknologi
pascapanen yang sangat penting dan strategis untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat adalah teknologi
produksi beras jagung termodifikasi, teknologi penggunaan
air panas untuk menekan kerusakan buah mangga, teknologi
produksi susu fermentasi kering probiotik dan produksi keju
rendah lemak, serta teknologi produksi starter mikroba untuk
meningkatkan mutu biji kakao. Aplikasi teknologi pascapanen
di bidang agribisnis memberi peluang bagi peningkatan
kesejahteraan pelaku agribisnis, seperti petani dan pengusaha
agribisnis.
Pascapanen
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201175
Pembuatan Beras Jagung
Termodifikasi
Jagung merupakan sumber kalori dan dapat menjadi
pengganti atau suplemen pangan pokok beras. Beras
jagung menjadi bahan makanan pokok bagi sebagian
masyarakat perdesaan, khususnya di Jawa Tengah,
Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, dan seluruh
provinsi di Sulawesi. Akhir-akhir ini, penderita penyakit
diabetes dianjurkan untuk mengonsumsi beras jagung
karena ada indikasi dapat menstabilkan glukosa dalam
darah.
Di pasar tradisional, jagung dijual dalam bentuk
pipilan dan grit (jagung pipilan yang sudah dipecah).
Hasil observasi di Gorontalo menunjukkan, konsumsi
beras jagung oleh masyarakat baru mencapai 30%.
Hal ini antara lain karena mengonsumsi beras jagung
dapat menimbulkan rasa sebah di perut.
Di Jawa Tengah, masyarakat membuat beras
jagung dengan cara merendam jagung grit dalam
air atau disebut fermentasi spontan. Perendaman
akan menyebabkan mikroba tumbuh secara spontan
dan tidak terkendali sehingga sering kali beras jagung
berasa asam. Untuk menghasilkan beras jagung
terstandar dengan mutu yang konsisten, Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian
(BB Pascapanen) telah menghasilkan teknologi proses
beras jagung termodifikasi melalui fermentasi
menggunakan bakteri asam laktat (BAL). Beras jagung
grit hasil fermentasi tidak menyebabkan sebah, waktu
tanaknya lebih cepat, dan tidak berasa masam.
Keunggulan ini diharapkan dapat meningkatkan
konsumen beras jagung, terutama penderita
diabetes.
Jagung yang dapat diolah menjadi beras jagung
termodifikasi yaitu varietas Srikandi Putih, Anoman,
Bisi 2, lokal Tretep, lokal Kodok, lokal Tlogomulyo,
lokal Sili, dan Pulut. Isolasi mikroba dari rendaman
jagung selama 72 jam memperoleh 10 koloni kapang,
lima koloni khamir, dan lima jenis bakteri. Kapang
tersebut teridentifikasi sebagai Aspergillus, Mucor,
Fusarium, dan Rhizopus yang bersifat amilolitik,
sedangkan jenis khamir teridentifikasi sebagai
Torulopsis sp. dan Candida sp. Candida guilliermondii
adalah khamir yang sering berasosiasi dengan jagung.
Bakteri yang tumbuh selama perendaman jagung
didominasi oleh BAL, yang terdiri atas Bacillus cereus,
Pseudomonas flourescens, Staphylococcus sapro-
phyticus, Leifsonia aquatica, dan Staphylococcus
haemolyticus. Kelima BAL tersebut tidak bersifat
amilolitik. Starter terbaik adalah campuran dari semua
isolat tanpa Aspergillus niger.
Penggunaan starter terbaik menghasilkan beras
jagung dengan kadar air 3,38-6,05% atau sangat
kering, sehingga dapat mencegah pertumbuhan
mikroba dan aflatoksin dan memperpanjang umur
simpan beras jagung menjadi lebih dari satu tahun.
Kadar abu berkisar antara 0,29-0,45%, lemak 0,009-
0,011%, protein 5,18-9,60%, dan karbohidrat 84,73-
89,92%. Waktu tanak berkisar antara 15-20 menit.
Proses beras jagung termodifikasi dengan mikroba
dan perebusan awal mempercepat waktu tanak dari
2-3 jam menjadi hanya kurang dari 20 menit.
Jagung pipilan
Pemecahan dan penyosohan
Pengayakan dan penampian Dedak
Starter Perendaman
Pemasakan
Pendinginan
Pengeringan dan pengemasan
Beras jagung
Tahapan pembuatan beras jagung
termodifikasi.
Pascapanen
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201176
Daya cerna pati beras jagung termodifikasi
berkisar antara 64,32-81,36%, sedangkan daya cerna
pati beras jagung tanpa modifikasi (fermentasi
spontan) 59,73-66,68%. Kandungan serat tak larut
5,02-6,60% dan kadar serat pangan larut menjadi
1,19-1,42%, terendah pada beras jagung Sili dan
tertinggi pada Bisi 2 dan lokal Tretep. Jagung yang
mengandung kadar serat terlarut rendah mempunyai
nilai daya cerna pati yang lebih tinggi. Dengan
demikian, jika bahan pangan mempunyai kadar serat
terlarut rendah maka daya cerna patinya akan tinggi.
Indeks glikemik beras jagung sangat rendah,
berkisar antara 28,66-41,74, tertinggi pada Srikandi
Putih. Namun, nilai tertinggi tersebut masih lebih
rendah dibandingkan dengan indeks glikemik pangan
sumber karbohidrat lain. Dengan demikian, beras
jagung sangat baik bagi penderita diabetes.
Proses fermentasi dapat menurunkan kandungan
aflatoksin dari 9,21-10,79 ppb menjadi kurang dari
0,5 ppb. Setelah penyimpanan 3 bulan, kandungan
aflatoksin beras jagung masih di bawah 0,5 ppb,
tetapi pada jagung tanpa proses fermentasi, aflatoksin
meningkat menjadi 12,59-26,36 ppb. Dengan
demikian, proses modifikasi dengan mikroba pada
pembuatan beras jagung dapat menekan kandungan
aflatoksin dan memperpanjang waktu simpan.
Keunggulan beras jagung termodifikasi adalah:
� Daya simpan lama, tidak mudah terkontaminasi
aflatoksin.
� Nilai cerna lebih tinggi sehingga tidak menimbul-
kan rasa sebah di perut.
� Indeks glikemik rendah sehingga baik bagi
penderita diabetes.
Beras jagung termodifikasi selama proses.
Jagung pipilan Jagung pecah kulit Perendaman jagung pecah kulit
Jagung sosoh pratanak varietas lokal dan Bisi 2
Pascapanen
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201177
� Cita rasa tidak asam, sebagaimana yang sering
terjadi pada pengolahan beras jagung secara
konvensional.
� Waktu tanak lebih cepat, hanya 15 menit (dengan
penanak nasi) atau sama seperti beras, sehingga
bila memasaknya dicampur beras akan masak
secara bersamaan.
Bekerja sama dengan Dinas Pertanian dan
Perkebunan Provinsi Nusa Tenggara Timur, pada
tahun 2012 akan diadakan alat penyosoh jagung 10
unit dan sosialisasi di Kabupaten Timor Tengah
Selatan, Timor Tengah Utara, di Belu. Teknologi
produksi beras jagung termodifikasi sangat prospektif
dikembangkan karena sebagian besar masyarakat di
kabupaten tersebut mengonsumsi jagung sebagai
makanan pokok. BB Pascapanen juga melakukan
negosiasi kerja sama pengolahan tepung dan beras
jagung dengan PT Bombana Bumi Lestari di Konawe
Selatan, Sulawesi Tenggara.
Teknologi proses jagung sosoh pratanak membe-
rikan beberapa alternatif bagi pelaku bisnis, yaitu
industri jagung sosoh pratanak (rendemen 57,6%),
industri starter mikroba (ragi) untuk fermentasi beras
jagung, dan industri pakan ternak dengan bahan baku
limbah sosoh jagung (rendemen 34%). Harga bahan
pokok jagung berkisar antara Rp3.500-Rp7.000/kg
dan harga beras jagung di tingkat konsumen
Rp10.000/kg. Teknologi pembuatan starter dengan
bahan baku tepung jagung menghasilkan rendemen
92,34%. Produksi 1 kg starter memerlukan modal
Rp12.500 yang akan kembali menjadi Rp100.000.
Teknologi Iradiasi dan Air Panas
untuk Menekan Lalat Buah dan
Kerusakan Buah Mangga untuk
Ekspor
Mangga merupakan salah satu buah-buahan Indo-
nesia yang memiliki peluang ekspor cukup besar. Pada
tahun 2008 volume ekspor mangga mencapai 1.908
ton dengan nilai US$1.645.948. Pangsa pasar utama
mangga segar Indonesia adalah Timur Tengah, Hong-
kong, Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam.
Pengiriman mangga ke negara tujuan ekspor
melalui transportasi laut lebih ekonomis, tetapi
memerlukan waktu lama (28-30 hari) sehingga
mangga banyak yang rusak atau busuk. Biaya
pengiriman dengan pesawat 10 kali lebih tinggi
dibanding biaya pengiriman melalui jalan darat atau
kapal laut. Hal ini menyebabkan harga jual mangga
Indonesia sulit bersaing dengan mangga dari negara
lain.
Selain itu, adanya kebijakan ekspor-impor
nontarif terkait dengan sanitary and phytosanitary
(SPS) menjadi kendala dalam ekspor mangga karena
mangga Indonesia belum terbebas dari permasalahan
lalat buah. Perlakuan buah dengan air panas telah
banyak digunakan untuk pengendalian hama dan
penyakit pascapanen setelah adanya pelarangan
Kerusakan buah mangga selama transportasi;
antraknosa (atas) dan busuk pangkal buah
(bawah).
Pascapanen
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201178
penggunaan bahan kimia seperti dalam fumigasi.
Teknik ini dianggap aman dan efektif untuk
mengendalikan lalat buah dan penyakit seperti
antraknosa dan busuk pangkal buah, tanpa me-
nyebabkan kerusakan pada buah. Berkaitan dengan
hal tersebut telah dilakukan pengkajian perlakuan air
panas dan iradiasi pada berbagai buah mangga
Indonesia untuk mencapai tingkat mortalitas lalat buah
yang diinginkan tanpa menyebabkan kerusakan buah.
Perendaman buah mangga dalam air panas
(suhu 53°C selama 3-5 menit) dapat menunda
munculnya gejala antraknosa dan busuk pangkal buah
masing-masing 9,4 dan 9,2 hari lebih lama dibanding
tanpa perendaman. Perendaman buah mangga
varietas Irwin pada air panas (suhu 46,5°C) selama
30 menit efektif menekan serangan penyakit
antraknosa dan busuk pangkal, dengan masa
kesegaran hingga 21 hari pada suhu 13°C. Buah
mangga gedong dan arumanis yang direndam dalam
air panas (suhu 53°C selama 5 menit), kemudian
dikemas dalam kotak karton dan disimpan pada suhu
kamar (27-29°C), tetap segar setelah disimpan satu
minggu, sedangkan buah mangga gedong tanpa
perlakuan mulai terserang busuk pangkal dan
antraknosa.
Hasil uji coba statis ekspor buah mangga Gedong
dalam kontainer 20 feets menunjukkan, setelah
disimpan dua minggu pada suhu 9°C, buah mangga
gedong tetap segar, matang sempurna, dan tidak
terserang busuk pangkal maupun antraknosa. Buah
mangga juga aman dikonsumsi sehingga berpeluang
meningkatkan volume ekspor. Penelitian juga dilaku-
kan dengan menggunakan fasilitas pada laboratorium
di Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu
Tumbuhan untuk pengamatan lalat buah, sedangkan
untuk perlakuan iradiasi menggunakan fasilitas
komersial pada PT Rel-Ion (Cibitung, Bekasi).
Teknologi Produksi Susu Fermentasi
Kering Probiotik dan Keju Rendah
Lemak
Harga susu sapi segar ditentukan berdasarkan kadar
lemak, padatan tanpa lemak, dan total plate count
(TPC). Susu sapi dengan nilai TPC lebih dari 1 juta
cfu/ml termasuk berkualitas rendah sehingga
harganya pun rendah. Untuk meningkatkan nilai
jualnya, susu sapi berkualitas rendah dapat diolah
menjadi produk fungsional, seperti produk sumber
probiotik, protein, vitamin, dan mineral atau produk
rendah lemak. Dengan harga bahan baku yang
rendah, harga jual produk olahannya akan dapat
bersaing dengan produk yang ada di pasaran. Pada
prinsipnya, susu sapi berkualitas rendah tidak me-
Mangga gedong tanpa perlakuan (kiri) dan dengan perlakuan perendaman dalam air panas (kanan).
Pascapanen
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201179
ngandung patogen karena patogen dapat dimatikan
dengan pemanasan.
Proses Pembuatan Susu Fermentasi KeringProbiotik
Untuk membuat susu fermentasi kering probiotik, susu
sapi segar dipasteurisasi pada suhu 72°C hingga
volumenya berkurang 25%. Susu pasteurisasi lalu
diinokulasi bakteri Streptococcus lactis 0,5% dan
bakteri probiotik pada suhu 37°C lalu dibiarkan
terfermentasi selama 24 jam (kadar asam 1%).
Selanjutnya, suhu susu fermentasi dinaikkan secara
bertahap setiap 10°C dan dipertahankan selama 10
menit hingga suhu akhir mencapai 80°C. Whey (air)
dibuang dengan penyaringan, lalu gumpalan susu
dipres agar air keluar sempurna. Gumpalan lalu diberi
cita rasa dan pemanis, dicetak dengan ketebalan ±1,5
cm kemudian dioven pada suhu ±50°C selama 39-41
jam. Susu fermentasi kering kemudian dikeringangin-
kan dan dikemas menggunakan aluminum foil atau
plastik polipropilen (PP).
Proses Pembuatan Keju Rendah Lemak
Untuk membuat keju rendah lemak, susu segar
diturunkan kandungan lemaknya atau lemak diganti
dengan lemak nabati, kemudian dipasteurisasi pada
suhu 72°C selama 2 menit agar patogen mati. Susu
pasteurisasi lalu ditambah 0,15% CaCl2 dan di-
inokulasi S. lactis pada suhu 37°C. Kemudian
ditambahkan 0,005% rennet dan dibiarkan 30 menit
hingga susu menggumpal. Gumpalan susu kemudian
dipotong-potong kecil agar airnya keluar lalu disaring
untuk membuang 80% air. Gumpalan ditambah 2-
4% garam, dicetak, dipres, dan dibiarkan ±15 jam.
Keju segar lalu dilayukan (aging) selama tujuh hari
pada suhu 5-10°C, kemudian dilapisi dengan
pengental yang sesuai, misalnya karagenan. Agar
teksturnya lebih keras, pelayuan dilanjutkan sampai
3, 6 atau 12 bulan untuk menghasilkan keju muda,
medium, dan keju tua. Keju segar juga dapat dikemas
dengan aluminum foil kemudian dilayukan.
Teknologi untuk memproduksi susu fermentasi
kering dan keju rendah lemak cukup mudah dan
Susu fermentasi kering.
Keju rendah lemak dalam kemasan dan dengan edible coating.
Pascapanen
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201180
sederhana sehingga dapat diaplikasikan pada skala
rumah tangga dan usaha kecil menengah (UKM).
Susu fermentasi kering memiliki nilai fungsional
sebagai sumber probiotik, kaya kalsium dan fosfor.
Keju rendah lemak yang teruji secara in vivo (pada
tikus) dapat menyeimbangkan kadar kolesterol low
density lipids (LDL) darah sehingga dapat mencegah
penyakit degeneratif seperti stroke dan jantung.
Teknologi Produksi Starter Mikroba
untuk Meningkatkan Mutu Biji
Kakao
Biji kakao Indonesia sebagian besar (85-90%)
diekspor dalam bentuk biji kakao kering tanpa
fermentasi dan bermutu sangat rendah. Biji kakao
segar mempunyai bau dan rasa yang tidak
menyenangkan sehingga harus difermentasi,
dikeringkan, dan disangrai untuk mendapatkan
karakteristik aroma dan cita rasa kakao.
Waktu fermentasi yang relatif lama merupakan
salah satu alasan petani enggan melakukan
fermentasi biji kakao. Alasan lainnya, petani tidak
memperoleh tambahan harga yang memadai untuk
biji kakao fermentasi dan alasan yang paling penting
adalah ingin cepat memperoleh uang tunai. Peng-
olahan biji kakao nonfermentasi relatif singkat. Biji
berpulp cukup dijemur 3-4 hari dan bisa langsung
dijual ke pedagang pengumpul. Biji kakao non-
fermentasi tidak memiliki cita rasa, aroma, dan warna
yang diharapkan pada produk coklat olahannya.
Walaupun demikian, biji ini tetap laku karena di-
gunakan sebagai bahan campuran atau diolah
menjadi produk coklat bermutu rendah.
Fermentasi biji kakao dengan menambahkan ragi
Saccharomyces cerevisiae dapat meningkatkan kadar
lemak menjadi dua kalinya dibandingkan kondisi awal,
Diagram alir proses fermentasi biji kakao.
Penimbangan
biji kakao
Inokulasi starter Pengadukan biji kakao
Pemasukan ke dalam
kotak fermentasi
Inkubasi/fermentasi
Penjemuran Biji kakao kering
Pencucian biji kakao fermentasi
Pascapanen
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201181
sedangkan komponen asam menurun cukup
signifikan. Biji kakao yang difermentasi alami (cara
petani) memiliki kadar lemak, gula reduksi, kafein,
dan mineral yang rendah.
Nilai pH selama proses fermentasi meningkat
pada hari pertama sampai hari kedua, kemudian
menurun pada hari ketiga sampai ketujuh. Kadar air
dan kadar abu biji kakao masing-masing berkisar
2,57% dan 4,00% meningkat menjadi 3,95% dan
4,50% setelah disangrai. Kadar lemak, protein, dan
gula pereduksi cenderung meningkat. Komponen
asam, yaitu asam laktat, asam asetat, dan asam sitrat
menurun, demikian juga kadar etanol. Komposisi
media kultur mikroba terbaik adalah fruktosa : glukosa
: sukrosa : asam sitrat pada perbandingan 61,99 :
41 : 32 : 22,49 dengan kandungan 2, 3, 5, 6 tetrametil
pirazin, 2,5 dimetil pirazin, dan teobromin masing-
masing 1,57; 6,34; dan 0,76 mg/g dan nilai
desirability 0,76.
Kemampuan mikroba dalam proses fermentasi
dapat dilihat dari kadar biomassa, etanol, gula
reduksi, gula total, asam asetat, dan asam laktat yang
dihasilkan. Jumlah biomassa meningkat seiring
bertambahnya jumlah mikroba dalam proses
fermentasi.
Aplikasi kultur mikroba dalam fermentasi biji
kakao menunjukkan bahwa komposisi starter,
substrat, dan lama fermentasi memengaruhi kadar
lemak dan protein. Hasil optimasi komposisi media
terbaik adalah starter 22,5 mg dan substrat 1.200
mg untuk fermentasi 3 kg biji kakao dengan lama
fermentasi lima hari. Kadar protein, lemak, air, abu,
gula reduksi, dan gula total masing-masing 16,28%,
48,10%, 3,95%, 4,10%, 6,52%, dan 5,13%. Dari hasil
tersebut, kadar terendah untuk protein adalah
14,13%, lemak 23,79%, air 1,81%, abu 2,36%, gula
reduksi 4,31%, dan gula total 1,68%, sedangkan
kadar tertingginya masing-masing adalah 18,43%,
72,41%, 6,09%, 5,84%, 8,73%, dan 8,58%.
Mutu biji kakao hasil fermentasi lebih baik di-
bandingkan biji kakao nonfermentasi. Dengan
demikian, teknologi fermentasi meningkatkan nilai jual
biji kakao 40-50%.
Mekanisasi
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201182
Mekanisasi
Inovasi teknologi mekanisasi pertanian memiliki kontribusi
penting dalam peningkatan produktivitas, efisiensi, mutu, dan
nilai tambah produk pertanian. Berkaitan dengan hal tersebut,
Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian (BBPMP) telah
merekayasa dan mengembangkan alat dan mesin pertanian
yang sesuai dengan kebutuhan pengguna. Pengembangan alat
dan mesin pengolah bahan pangan skala rumah tangga di
kawasan rumah pangan lestari di Pacitan, misalnya, berperan
penting dalam meningkatkan pendapatan keluarga serta
mendorong upaya diversifikasi pangan. Demikian pula
pengembangan mesin grading kentang, mangga, dan benih
kedelai serta mesin fermentasi biji kakao dapat meningkatkan
produktivitas, efisiensi, serta nilai tambah dan daya saing
produk. Penerapan alat dan mesin pertanian secara luas akan
lebih meningkatkan kontribusinya dalam peningkatan
kesejahteraan para pelaku usaha.
Mekanisasi
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201183
Penerapan Alat Mesin Pertanian
Mendukung Kawasan Rumah
Pangan Lestari di Pacitan
Untuk menggerakkan kembali budaya menanam di
lahan pekarangan, baik di perkotaan maupun di
perdesaan, Kementerian Pertanian menyusun konsep
Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL).
Pada tahun 2011, M-KRPL dilaksanakan di Desa Kayen,
Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan. Melalui M-
KRPL diperkenalkan cara memanfaatkan pekarangan
untuk budi daya tanaman pangan, sayuran, buah-
buahan, tanaman obat, ternak, dan ikan sehingga
dapat mendukung penyediaan bahan pangan keluarga
secara lestari. Untuk menyediakan benih tanaman di
kebun bibit desa, BBPMP memberi dukungan dalam
tata air mikro berupa peralatan irigasi tetes dan
sprinkler mikro untuk bibit serta mesin penggiling dan
pencampur pupuk organik.
Selain budi daya tanaman pekarangan, petani
juga digerakkan untuk meningkatkan diversifikasi
pangan lokal dengan mengembangkan usaha
pengolahan hasil tanaman yang ada di sekitar
lingkungan rumah tangganya, antara lain pengolahan
tepung ubi kayu untuk mensubstitusi terigu, kedelai
menjadi tempe maupun susu kedelai, dan pisang
menjadi keripik pisang. Untuk mendukung diversifikasi
pangan dan industri rumah tangga petani di KRPL,
BBPMP menerapkan hasil perekayasaan alat dan
mesin pengolah bahan pangan skala rumah tangga,
meliputi alat dan mesin pengolah ubi kayu ter-
fermentasi menjadi tepung dan pengupas kulit ari
untuk industri tempe skala rumah tangga. Dalam
menerapkan alat dan mesin tersebut, petani
mendapat pendampingan dan pelatihan untuk
memproduksi tepung ubi kayu fermentasi, susu
kedelai, dan keripik pisang. Diharapkan upaya ini
dapat meningkatkan pendapatan petani dan menjadi
Ubi kayu dikupas Penyawutan
Penepungan
Fermentasi
PenirisanPengeringan
Alat dan mesin untuk pengolahan tepung ubi kayu fermentasi.
Mekanisasi
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201184
rujukan model pengembangan KRPL di desa dan
provinsi lain.
Mesin Grading Kentang Berdasar
Diameter
Harga kentang selain ditentukan oleh mutunya juga
bergantung pada ukurannya. Oleh karena itu, kentang
perlu dikelompokkan berdasarkan ukurannya.
Umumnya grading dilakukan secara manual sehingga
memerlukan waktu lama dan tenaga kerja yang
banyak. Mesin grading kentang yang ada masih
diimpor dengan harga cukup mahal (di atas Rp300
juta) dan dioperasikan oleh delapan orang tenaga
kerja. Untuk mengatasi masalah tersebut, BBPMP
telah merekayasa mesin grading kentang berdasarkan
diameter.
Kentang varietas Granola mempunyai bentuk
yang tidak beraturan, namun umumnya mendekati
bulat. Oleh karena itu, grading kentang dapat
didasarkan pada diameternya. Mekanisme kerja mesin
ini adalah berdasarkan perbedaan jarak antara pipa-
pipa yang dipasang sesuai dengan kelas yang
disyaratkan. Kentang ditumpahkan pada pengumpan
(hopper) yang dibuat miring, kemudian akan turun
melalui pipa-pipa yang bergerak mengikuti putaran
sproket. Kentang akan jatuh dari sela-sela pipa sesuai
dengan ukuran diameternya ke wadah penampung.
Hasil pengujian di lapangan menunjukkan mesin
ini mampu mengelompokkan kentang ke dalam empat
kelas (AL, AB, C, dan D) dengan kapasitas 1,8 t/jam
dengan menggunakan tiga orang tenaga kerja. Tingkat
kesalahan kelas rata-rata 9-10%, lebih besar
dibanding mesin eks Belanda, yaitu kurang dari 5%.
Namun, mesin ini harganya kurang dari separuh
harga mesin impor tersebut.
Mesin Grading Buah Berdasar Berat
Proses awal penanganan buah segar yaitu pe-
ngelompokan berdasarkan mutu (sortasi) dan ukuran
(grading). Buah yang seragam ukurannya (diameter,
berat, bentuk) mempunyai harga yang lebih tinggi.
Buah yang akan diekspor harus memenuhi standar
ukuran yang mengacu pada Standar Nasional
Indonesia (SNI) atau yang ditetapkan negara peng-
impor. Pengkelasan buah biasanya dilakukan secara
manual dengan mengandalkan tenaga manusia.
Beberapa mesin pengkelas telah tersedia, namun
mempunyai kelemahan, antara lain kapasitasnya kecil
(kurang dari 1 t/hari), tingkat akurasinya rendah, dan
fleksibilitas terhadap jenis buah sangat terbatas.
Untuk mengatasi masalah tersebut, BBPMP
merekayasa mesin grading buah berdasar berat.
Mesin dapat digunakan untuk mengelompokkan
berbagai jenis dan bentuk buah. Mesin terdiri atas
tiga komponen, yaitu hopper, feeder, dan unit pe-
nimbang. Mekanisme kerjanya adalah penimbangan
secara mekanis otomatis. Buah ditumpahkan dalam
hopper yang dibuat miring sehingga akan meng-
gelinding masuk ke feeder. Dalam feeder tumpukan
Mesin grading kentang berdasarkan diameter.
Mekanisasi
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201185
buah akan bergerak satu per satu mengikuti conveyor
ke ujung feeder, kemudian jatuh ke mangkuk. Tiap
mangkuk akan melewati timbangan yang telah diatur
sesuai berat masing-masing kategori kelas buah.
Apabila berat buah masuk dalam kelas timbangan 1
maka mangkuk akan menjatuhkan buah ke dalam
wadah kelas 1 dan seterusnya. Kelas buah dapat
diatur melalui beban timbangan.
Pengujian pada mangga gedong menghasilkan
kapasitas mesin 600 kg/jam. Persentase salah sortir
5,6% karena posisi mangga gedong yang tidak tepat
di titik pusat beratnya.
Pemanfaatan Alat dan Mesin pada
Industri Mocaf di Sumatera Barat
Pengembangan alat dan mesin pengolahan dan reka-
yasa kelembagaan merupakan alternatif pemecahan
masalah dan kendala pengembangan industri Mocaf
dari ubi kayu di Sumatera Barat. Berkaitan dengan
hal tersebut, BBPMP mengintroduksikan mesin
penyawut serta melakukan rekayasa kelembagaan
berupa klaster – inti. Kelompok tani penghasil ubi
kayu berperan sebagai klaster dan Koperasi Mocal
Subur Jaya sebagai inti. Koperasi melakukan
pengolahan lebih lanjut berupa penepungan, pe-
ngemasan, dan pemasaran. Hasil tepung Mocaf
dipasarkan ke CV Cakrawala Mandiri.
Hasil uji kinerja mesin penyawut menunjukkan
kapasitas kerja mesin 1.022 kg/jam pada putaran
poros pisau 450 rpm dan celah pisau 3,5 mm,
sedangkan kapasitas kerja mesin sawut lokal hanya
54 kg/jam. Pada pengolahan ubi kayu di Koperasi
Mocal Subur Jaya, mesin penyawut tersebut bekerja
dengan kapasitas 1 t/jam. Untuk tahap awal, klaster
(kelompok tani) berfungsi sebagai penghasil ubi kayu
kupas, sedangkan Koperasi Mocal Subur Jaya sebagai
inti yang melakukan penyawutan, pengeringan, pe-
nepungan, pengemasan, dan pemasaran. Hasil
Buah bergerak dari hopper
ke feeder
Buah berada dalam mangkuk
penimbang
Buah jatuh dalam wadah sesuai kelasnya
Mesin grading buah berdasarkan berat.
Mekanisasi
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201186
analisis ekonomi memperlihatkan biaya operasional
mesin penyawut Rp19.305/jam atau Rp19,31/kg ubi
kayu, sedangkan biaya mesin penyawut lokal men-
capai Rp343,48/kg ubi kayu. Dengan demikian, selain
dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja, mesin
penyawut rekayasa BBPMP dapat menekan biaya
penyawutan sampai 1.679%. Kesepakatan telah
dibuat antara Koperasi Mocal Subur Jaya sebagai
produsen tepung Mocaf dengan CV Cakrawala Mandiri
untuk menampung tepung Mocaf sebanyak 2 t/
minggu.
Rekayasa Mesin Grading Benih
Kedelai
Kebutuhan benih kedelai nasional hingga 2014
mencapai 31.000 t/tahun. Penggunaan benih bermutu
di tingkat petani masih rendah, meskipun pemerintah
telah melepas lebih dari 20 varietas unggul kedelai.
Peningkatan produksi benih kedelai melalui pem-
binaan penangkar benih memiliki nilai strategis. Untuk
menjamin mutu benih sebar (daya tumbuh minimal
70%) dengan ukuran benih yang seragam, pemerintah
telah menetapkan standar mutu benih kedelai.
Untuk menjamin mutu benih kedelai, BBPMP telah
merekayasa mesin pemilah (grading) benih kedelai
bekerja sama dengan Balai Penelitian Kacang-
kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi). Mesin meng-
gunakan tipe saringan lonjong (ukuran lubang 6, 5,
dan 4 mm) dan tipe saringan bulat sebagai pem-
Alsin penyawut ubi kayu dan hasil sawutan.
Modifikasi alsin grading benih kedelai hasil
rekayasa BBPMP – Balitkabi dan mesin saat
beroperasi.
Mekanisasi
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201187
banding (ukuran lubang 6, 5, dan 4 mm) sesuai sifat
fisik varietas unggul kedelai. Hasil uji fungsional
kinerja menunjukkan, mesin dengan tipe saringan
lonjong dapat meningkatkan kapasitas alat dan kelas
mutu benih (mayoritas dari satu grade menjadi dua
grade), baik untuk kedelai biji besar maupun sedang,
dibandingkan dengan menggunakan tipe saringan
bulat. Kapasitas mesin dengan tipe saringan lonjong
berkisar antara 437-656 kg/jam, atau dengan waktu
kerja 8 jam/hari, kapasitas rata-rata sebesar 4,372
t/hari. Tingkat keseragaman benih hasil grading di
atas 90% atau tergolong cukup tinggi dan daya tumbuh
benih lebih besar dari standar mutu benih sebar
(70%). Pada tingkat harga alat Rp16 juta/unit dan
upah dua orang operator Rp150.000/hari, biaya pokok
pengoperasian alat sebesar Rp54/kg, titik impas 107
t/tahun, dan nisbah keuntungan dengan biaya (B/C)
1,59. Keunggulan lain alsin pengkelas benih kedelai
adalah perbaikan sistem per pada mekanisme
pemisahan cukup baik dan mempunyai prospek cukup
besar diterapkan di tingkat penangkar benih.
Rekayasa Alat Mesin Semprot Semi-
Otomatis untuk Mengendalikan OPT
Jeruk secara Sistemik pada Batang
Pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT)
jeruk oleh petani umumnya menggunakan insektisida
dengan mengaplikasikan penyemprotan volume tinggi
(high volume spraying technique = HVST) dengan
knapsack sprayer maupun power sprayer. Kelemahan
alat semprot tersebut adalah boros insektisida, mes-
kipun cukup praktis dan mudah digunakan. Aplikasi
alsin semprot yang lebih efektif dan efisien dalam
penggunaan air dan tenaga serta kompatibel untuk
berbagai kondisi tanaman perlu dipertimbangkan.
BBPMP bekerja sama dengan Balai Penelitian
Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (Balitjestro)
telah merekayasa alat aplikasi pestisida sistemik
melalui batang untuk meningkatkan efisiensi
pengendalian OPT, selain aman bagi musuh alami
dan ramah lingkungan. Prototipe alat yang disebut
Bark Pesticide Applicator (BPA) telah diuji di
laboratorium BBPMP, Serpong dan di Balitjestro, Batu.
Hasil pengujian menunjukkan, aplikasi insektisida
secara sistemik pada batang tanaman jeruk dengan
menggunakan BPA lebih efisien dan efektif dalam
mengendalikan kutu loncat jeruk Diaphorina citri dan
kutu daun Toxoptera sp. Aplikasi insektisida 4 ml/
batang secara murni dengan BPA mampu me-
ngendalikan kutu loncat jeruk hingga 28 hari dan kutu
daun sampai 16 hari. Aplikasi insektisida dengan alat
semprot hanya mampu menekan kutu loncat dan kutu
daun selama enam hari. Aplikasi insektisida pada
pertanaman jeruk umur 5 tahun seluas 1 ha dengan
alat BPA memerlukan waktu 2 jam, sedangkan
dengan alat semprot 5 jam. Pengendalian OPT dengan
BPA bersifat ramah lingkungan karena populasi musuh
alami dari famili Coccinellidae lebih banyak
dibandingkan dengan aplikasi insektisida secara
semprot pada kanopi tanaman.
Alsin penyemprot insektisida
hasil rekayasa BBPMP –
Balitjestro.
Mekanisasi
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201188
Pengujian prototipe nozzle dengan cairan insektisida pada batang tanaman jeruk.
Aplikasi insektisida secara sistemik pada batang
dapat menekan kehilangan cairan insektisida hingga
30% dan waktu aplikasinya lebih cepat sehingga
secara langsung menurunkan biaya produksi. BPA
digolongkan ke dalam alsin untuk pertanian presisi.
Alsin ini berpotensi untuk dipatenkan dengan harga
lebih murah Rp1 juta/unit.
Pengembangan Proses dan Mesin
Fermentasi Biji Kopi
Biji kopi Indonesia dikenal sebagai “kopi asalan”
karena mutunya rendah dan banyak biji cacat.
Fermentasi merupakan salah satu tahap pengolahan
biji kopi yang memengaruhi mutu dan cita rasa kopi.
Petani kopi biasanya melakukan fermentasi secara
alami dalam karung plastik selama 12 jam, sambil
menunggu penjemuran pada esok harinya. Proses
fermentasi kopi dalam perut luwak selama 4-6 jam
dapat menghasilkan biji kopi dengan mutu, aroma,
dan cita rasa yang sesuai dengan selera konsumen.
Oleh karena itu, perlu dilakukan rekayasa proses dan
mesin fermentasi biji kopi yang dapat menyerupai
proses fermentasi dalam perut luwak.
BBPMP bekerja sama dengan Pusat Penelitian
Kopi dan Kakao (Puslitkoka) telah merekayasa proses
dan mesin fermentasi biji kopi secara terkendali.
Prototipe mesin fermentasi berkapasitas 50 kg/batch.
Mesin terdiri atas empat komponen utama, yaitu
reaktor fermentasi berbentuk silinder, sumber
pemanas menggunakan elemen listrik, tenaga peng-
gerak dan sistem transmisi, dan kotak pengendali.
Tenaga penggerak menggunakan motor listrik, dan
kendali suhu menggunakan thermocontrol dan jam
kendali. Kendali putaran menggunakan jam kendali
karena jumlah putaran per satuan waktu telah diatur
pada rasio puli dan gigi reduksi.
Proses fermentasi kopi dalam fermentor dipacu
dengan menambahkan aktivator organik berupa
kotoran luwak dan Rhizopus sp. dan berlangsung pada
Prototipe mesin fermentasi biji kopi secara
terkendali dan uji coba mesin fermentasi kopi.
Mekanisasi
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201189
Buah kopi hasil panen dan biji kopi HS hasil
proses pengupasan.
suhu 30-40°C. Melalui proses tersebut, waktu
fermentasi lebih singkat dan konsistensi mutu akhir
produk lebih baik dibandingkan dengan proses
fermentasi konvensional. Limbah cair yang dihasilkan
dapat terlokalisasi dan termanfaatkan dengan baik.
Fermentor kopi terkendali memiliki kinerja yang
baik dan dapat digunakan untuk fermentasi biji kopi
arabika. Penggunaan aktivator organik dapat mem-
percepat proses peluruhan lapisan lendir yang
menempel pada permukaan biji kopi. Suhu proses
fermentasi yang baik dengan menggunakan aktivator
kotoran luwak dan Rhizopus sp. adalah 30°C.
Model Pengembangan Pertanian
Pedesaan melalui Inovasi SITT
Sawit-Sapi
Pengembangan Model Pembangunan Pertanian
Pedesaan Melalui Inovasi (MP3MI) bertujuan untuk
mendapatkan model pembangunan pertanian
pedesaan yang komprehensif berbasis sumberdaya
lokal, inovasi pertanian, dan kemandirian masyarakat
serta dilaksanakan secara partisipatif dengan pe-
rencanaan bersama melalui musyawarah dan pem-
berdayaan masyarakat petani dan pemangku
kepentingan di daerah. Pemilihan komoditas dan
inovasi pertanian didasarkan pada kesepakatan
masyarakat, permasalahan, dan potensi pengem-
bangan. Pengembangan infrastruktur dan kelembaga-
an menjadi tanggung jawab pemerintah daerah/dinas
terkait/petani. Bantuan hanya diberikan pada tahap
awal penerapan inovasi teknologi sebagai modal
kelompok.
BBPMP bersama dengan BPTP Riau, Dinas
Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Riau, dan
Dinas Perkebunan Provinsi Riau telah menerapkan
konsep MP3MI pada sistem integrasi tanaman -
ternak (SITT) sawit dengan dukungan alat mesin
pertanian. Dalam kegiatan tersebut, BBPMP berperan
dalam menyediakan inovasi alat mesin pertanian
untuk mendukung subsistem pakan, pupuk organik,
dan energi limbah bio. Hasil-hasil kegiatan MP3MI
SITT sawit di Provinsi Riau diinformasikan melalui
“Diskusi Teknis dan Temu Lapang Inovasi dan Pem-
belajaran SITT Berbasis Mektan” yang diselenggara-
kan di Pekanbaru pada 5 Juli 2011. Pada kesempatan
tersebut diserahkan fasilitas pabrik pakan skala kecil
pendukung SITT sawit.
Serah terima paket alat mesin pengolah
pakan ternak berbasis sawit oleh Kepala
BBPMP kepada Ketua Koperasi Bhirawa Bhakti.
Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201190
Sosial Ekonomi dan
Kebijakan
Pengembangan inovasi teknologi dan kelembagaan untuk
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani
memerlukan modal usaha yang mudah diakses. Untuk itu,
pemerintah telah memberikan bantuan langsung kepada
masyarakat (BLM) melalui program Pengembangan Usaha
Agribisnis Perdesaan (PUAP). Selain mengkaji program dan
kinerja PUAP, Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
(PSE-KP) pada tahun 2011 juga telah meneliti dampak
pembangunan pertanian dan perdesaan melalui Panel Petani
Nasional (PATANAS), peluang swasembada daging sapi, dan
dampak pengembangan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari
(M-KRPL) di Pacitan, Jawa Timur, serta pengembangan usaha
Diversifikasi Pangan.
Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201191
Penentuan Desa Calon Lokasi PUAP
dan Evaluasi Pelaksanaannya
Petani umumnya menghadapi kendala dalam
penyediaan modal maupun akses ke lembaga
permodalan. Oleh karena itu, sejak tahun 2000
pemerintah memberikan bantuan modal finansial
dalam bentuk bantuan langsung masyarakat (BLM)
ke kelompok tani atau gabungan kelompok tani
(gapoktan). Sejak 2008, BLM diperkenalkan melalui
program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan
(PUAP). Untuk menyempurnakan pelaksanaan
program PUAP 2011, Badan Litbang Pertanian me-
lakukan identifikasi untuk menyusun calon penerima
BLM PUAP serta mengevaluasi program dan
kinerjanya. Evaluasi dilakukan di empat provinsi, yakni
Banten, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Nusa
Tenggara Barat, yang meliputi 32 desa/gapoktan yang
tersebar di delapan kabupaten.
Evaluasi difokuskan pada program secara
keseluruhan dan pengembangan agribisnis dalam
kaitannya dengan sumber permodalan mikro serta
mengusulkan alternatif model lembaga keuangan
mikro agribisnis (LKM-A) yang tepat untuk diterapkan
di desa penerima BLM PUAP. Untuk jangka pendek,
LKM-A dapat bekerja sama dengan lembaga yang
sudah memiliki badan hukum seperti koperasi, Bank
Perkreditan Rakyat (BPR), dan lembaga keuangan
mikro lainnya.
Penyusunan Calon Penerima PUAP
Dalam kurun waktu 2008-2010, Kementerian Per-
tanian telah merealisasikan pencairan dana BLM
PUAP untuk 29.013 gapoktan yang tersebar di 33
provinsi, yakni 10.542 gapoktan pada 2008, 9.884
gapoktan pada 2009, dan 8.587 gapoktan pada 2010.
Hingga November 2011, dari target 10.000 gapoktan,
Salah satu tahapan kegiatan dalam identifikasi calon penerima PUAP.
Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201192
dana BLM PUAP mencakup 6.697 gapoktan dengan
nilai lebih dari Rp669 miliar. Hal ini berarti sampai
2011, dari seluruh desa di Indonesia (lebih dari 70.000
desa), separuhnya telah menerima dana BLM PUAP.
Sumber usulan calon penerima BLM PUAP adalah
pemerintah daerah, aspirasi masyarakat, dan unit
kerja eselon I lingkup Kementerian Pertanian.
Mekanisme pengusulannya selalu mengikuti
perubahan yang terjadi karena adanya penyesuaian
pelaksanaan PUAP. Demikian pula kriteria desa calon
penerima BLM PUAP, berubah karena berdasarkan
kondisi di lapangan, sulit untuk menemukan desa-
desa miskin karena sebagian besar telah memperoleh
BLM PUAP pada tahun sebelumnya.
Pada 2011, di Kementerian Pertanian juga ter-
jadi perubahan struktur organisasi. Ketua Pokja
Identifikasi Desa Tim PUAP Pusat yang awalnya
PSE-KP beralih ke Direktorat Pembiayaan Pertanian,
Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian. Oleh karena
itu, pada tahun 2011 PSE-KP hanya membantu
Direktorat Pembiayaan Pertanian dalam melak-
sanakan tugasnya.
Evaluasi Kinerja PUAP
Evaluasi terhadap aspek input menunjukkan, penyu-
sunan juklak dan juknis bervariasi, bergantung pada
kepentingan masing-masing pemerintah daerah.
Provinsi Sumatera Utara membuat juklak dan juknis
untuk menampung dana dari APBD, sedangkan
Kabupaten Lombok Barat, NTB, tidak menyusun juklak
dan juknis karena pedoman umum yang disusun Tim
PUAP Pusat telah sesuai dan mudah dipahami. Materi
pelatihan penyelia mitra tani (PMT) telah dilengkapi
praktik, namun sebagian materi praktik perlu di-
sempurnakan agar mudah diterapkan, yaitu e-form
dan kelembagaan petani.
Jumlah bantuan modal masih kurang dibanding-
kan dengan kebutuhan anggota, kelompok sasaran
kurang tepat, sosialisasi program kurang, namun
perencanaan sudah baik. Masalah atau kendala utama
dalam pelaksanaan program PUAP adalah dalam hal
sosialisasi, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan.
Penyaluran dana BLM PUAP masih dilakukan oleh
pengurus gapoktan atau unit usaha di bawah
gapoktan. LKM-A masih jarang ditemui, kecuali di
Jawa Timur dan Kabupaten Karo, walaupun masih
berupa unit usaha di bawah gapoktan dan pengurus-
nya masih merangkap sebagai pengurus gapoktan.
Dana PUAP di masing-masing gapoktan umumnya
sudah disalurkan ke anggota, hanya 12,5-37,5%
yang belum menyalurkan dana awal ke anggota.
Perputaran dana PUAP rata-rata pada perputaran
kedua hingga keempat, meskipun masih ada ga-
poktan penerima BLM PUAP tahun 2009 di Banten
dan Jawa Timur baru pada putaran pertama.
Operasionalisasi kegiatan LKM-A membutuhkan
pembinaan kepengurusan dan supervisi untuk
kegiatan administrasi maupun usaha ekonomi
produkif.
Dana BLM PUAP umumnya digunakan untuk
kegiatan budi daya dan hanya sebagian kecil untuk
nonbudi daya. Dana BLM PUAP dapat mendukung
usaha agribisnis, yakni untuk pengadaan sarana
produksi pertanian, dan sebagian kecil untuk bibit
ternak.
Introduksi inovasi teknologi dan rekayasa
kelembagaan lebih menekankan pada pendekatan
budaya material (bantuan dana, alsintan, sarana
produksi) dibanding nonmaterial (membangun sistem
nilai). Peran BPTP dalam menyediakan inovasi
teknologi cukup menonjol. Pembinaan kelembagaan
gapoktan dan LKM-A menggunakan pendekatan
kelompok, namun pendekatan partisipatif belum
dilakukan secara maksimal. Pengembangan
kelembagaan gapoktan dan LKM-A cenderung
menggunakan pendekatan struktural.
Secara umum dana PUAP berpengaruh terhadap
peningkatan pendapatan petani, meskipun relatif
kecil. Hal tersebut terlihat dari kemampuan untuk
mengembalikan pinjaman PUAP, memenuhi kebutuh-
an modal untuk musim tanam berikutnya maupun
kebutuhan rumah tangga, seperti pendidikan bagi
anggota keluarga. Sebelum PUAP, petani sering
menunda masa tanam karena kekurangan modal.
Di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, BLM PUAP
telah meningkatkan serapan tenaga kerja. Dengan
Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201193
lebih intensifnya petani dalam mengelola usaha tani,
seperti pemupukan dan pemberantasan hama
penyakit maka tenaga kerja yang dicurahkan pun lebih
banyak, baik yang bersumber dari dalam maupun
luar keluarga.
Unit usaha simpan pinjam pada gapoktan di
Kabupaten Karo sudah diberi nama LKM-A, hanya
belum sepenuhnya berfungsi sebagai lembaga
keuangan mikro agribisnis. Kepengurusan LKM-A
masih merangkap sebagai pengurus gapoktan.
Struktur organisasi pengelola LKM-A juga bervariasi.
Oleh karena itu, perlu dibuat standar baku struktur
organisasi LKM-A sehingga setiap daerah yang akan
membentuk LKM-A dapat menyesuaikannya dengan
kondisi dan situasi di daerah masing-masing.
Evaluasi Program PUAP
Kelembagaan pengelola Program PUAP merupakan
faktor pendorong keberhasilan program. Hal ini juga
memberikan indikasi pentingnya efisiensi lembaga
dengan perangkat administratifnya (peraturan,
pendanaan, dan pengelola/manajemen) untuk
mencapai keberhasilan program.
Komponen utama pendorong keberhasilan
program PUAP, yakni SDM dan fasilitasi usaha,
mempunyai tingkat kepentingan tertinggi dibanding
dua komponen lainnya, manajemen dan infrastruktur
dan dukungan finansial. Hal ini merupakan indikasi
yang cukup kuat untuk meningkatkan kinerja program
PUAP, dengan menata ulang kelembagaan yang
terlibat dalam penyelenggaraan kegiatan untuk
memperoleh manfaat yang optimal. Tiga unsur yang
perlu didorong dalam komponen utama adalah: (1)
keanggotaan gapoktan yang aktif dengan usaha
produktif; (2) pendampingan dalam kegiatan usaha
ekonomi; dan (3) penyediaan sarana dan prasarana
operasional kegiatan.
Transformasi kelembagaan gapoktan/LKM-A
agar lebih efektif melaksanakan kegiatannya
membutuhkan adanya: (1) kompatibilitas antara
struktur organisasi dengan peran dan fungsi yang
harus dijalankan; (2) aturan yang jelas dan
transparan; (3) keterampilan teknis dan kapabilitas
manajerial pengurus; (4) jiwa kewirausahaan
pengurus dan anggota; dan (5) jaringan kerja yang
semakin luas. Transformasi kelembagaan menjadi
kelembagaan hukum dapat berupa gapoktan dengan
akta notaris atau Badan Usaha Milik Petani. Unit usaha
simpan pinjam atau LKM-A dapat ditransformasi
menjadi koperasi simpan pinjam atau koperasi serba
usaha.
Panel Petani Nasional (PATANAS)
Untuk mengetahui hasil dan dampak pembangunan
pertanian, khususnya terhadap peningkatan
kesejahteraan petani, pemerintah membutuhkan
informasi dalam bentuk indikator-indikator pem-
bangunan ekonomi untuk mempertajam tujuan,
kebijakan, dan program pembangunan pertanian.
Dalam rangka menyediakan informasi tersebut, sejak
1983 PSE-KP melakukan penelitian Panel Petani
Nasional (PATANAS) secara periodik dalam interval
waktu tertentu pada lokasi (desa) dan rumah tangga
yang sama.
Pada tahun 2006, penelitian Patanas disem-
purnakan dari segi tipologi desa dan indikator
pembangunan yang dianalisis. Sebelum 2006, tipologi
desa lokasi penelitian Patanas adalah desa sawah
irigasi berbasis padi. Namun sejak 2007, tipologi desa
lokasi penelitian Patanas meliputi desa sawah irigasi
berbasis padi, desa lahan kering berbasis palawija
dan sayuran, dan desa lahan kering berbasis
perkebunan. Indikator pembangunan yang dianalisis
mencakup distribusi pemilikan/penguasaan lahan,
produktivitas tenaga kerja, produktivitas lahan,
struktur pengeluaran rumah tangga, dan distribusi
pendapatan. Selain indikator-indikator tersebut
ditambahkan indikator nilai tukar petani, persentase
penduduk miskin, dan kecukupan energi dan protein.
Pada tahun 2011, survei dilakukan pada rumah
tangga di agroekosistem lahan kering berbasis
sayuran dan palawija. Penelitian bertujuan untuk
menyajikan sejumlah indikator yang merefleksikan
dinamika hasil dan dampak pembangunan pertanian
dan perdesaan di wilayah tersebut, khususnya di
tingkat usaha tani dan rumah tangga.
Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201194
Pada desa-desa lokasi penelitian, luas lahan
tegalan relatif tetap namun jumlah penduduk terus
meningkat sehingga tekanan penduduk terhadap
lahan pertanian pun makin berat, yang diindikasikan
oleh rata-rata luas lahan tegalan per rumah tangga
yang makin sempit. Konsekuensinya, daya serap
subsektor tanaman pangan terhadap pertambahan
tenaga kerja makin terbatas. Fenomena setengah
pengangguran dijumpai di desa-desa lokasi pe-
nelitian, yang diindikasikan terjadinya migrasi
penduduk yang memiliki tingkat pendidikan dan
keterampilan yang rendah serta tingkat dan laju
kenaikan upah tenaga kerja yang relatif rendah selama
2008-2010. Fenomena ini mengisyaratkan pemerintah
perlu segera membuka seluas-luasnya lapangan kerja
di sektor nonpertanian.
Kapasitas produksi usaha tani komoditas utama
masih berpotensi ditingkatkan melalui penggunaan
benih unggul berlabel dan pemupukan berimbang.
Dalam kaitan ini, pemerintah perlu memberikan
subsidi pupuk anorganik serta benih palawija dan
sayuran untuk mengurangi beban biaya usaha tani
yang harus ditanggung petani.
Diversifikasi sumber pendapatan perlu dilakukan
rumah tangga petani sebagai konsekuensi ter-
batasnya pendapatan dari usaha tani. Dengan meng-
gunakan pangsa pengeluaran pangan sebagai
petunjuk tingkat kesejahteraan, selama 2008-2011
secara agregat kesejahteraan rumah tangga petani
lahan kering berbasis palawija meningkat, yang
ditunjukkan oleh penurunan pangsa pengeluaran
untuk pangan dari 62% pada 2008 menjadi 57% pada
2011. Namun tingkat kesejahteraan rumah tangga
petani lahan kering berbasis sayuran menurun, yang
ditunjukkan oleh kenaikan pangsa pengeluaran untuk
pangan dari 47% pada 2008 menjadi hampir 57%
pada 2011.
Mengacu pada garis kemiskinan BPS 2010,
jumlah rumah tangga miskin di lokasi contoh menurun
selama periode 2008-2011. Namun bila dilihat dari
profitabilitas usaha tani cenderung menurun, demikian
halnya dengan tingkat dan laju upah tenaga kerja
pertanian relatif rendah. Oleh karena itu, program
raskin akan tetap bermanfaat untuk meringankan
beban pengeluaran, khususnya untuk pangan bagi
penduduk miskin, selektif sesuai sasaran.
Akselerasi Swasembada Daging
Sapi
Senjang permintaan dan penawaran daging sapi
terus melebar dan ketergantungan pada impor daging
sapi makin meningkat. Kondisi ini mendorong
pemerintah melakukan upaya terobosan untuk
berswasembada daging sapi dan kerbau melalui
Program Swasembada Daging Sapi (PSDS) 2014.
PSE-KP melakukan analisis terhadap konsep PSDS,
serta mengevaluasi implementasi dan dampaknya.
Penelitian dilakukan di DKI Jakarta, Nanggroe Aceh
Darussalam, Riau, Jawa Barat, dan Nusa Tenggara
Barat.
Penelitian PATANAS untuk memperoleh
informasi mengenai indikator-indikator
pembangunan ekonomi.
Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201195
Dinamika dan Konsepsi PSDS
Secara umum konsep PSDS 2014 lebih baik dan lebih
lengkap dibanding konsep swasembada daging
sebelumnya, baik dari sisi instrumen kebijakan,
dukungan dana, maupun tata kelola program/
manajemen. Namun, dengan mempertimbangkan
tenggang waktu capaian swasembada, konsep PSDS
2014, dan ketidakberhasilan program swasembada
daging sebelumnya, perlu penajaman kegiatan yang
mencakup (1) pengembangan usaha pembiakan dan
penggemukan sapi lokal; (2) optimalisasi inseminasi
buatan (IB) dan intensifikasi kawin alam (INKA); (3)
penyediaan dan pengembangan pakan dan air; (4)
penanggulangan gangguan reproduksi dan
peningkatan pelayanan kesehatan hewan; (5)
penyelamatan sapi betina produktif (SPB); dan (6)
pengaturan stok sapi bakalan dan daging di antaranya
melalui pengendalian impor.
Implementasi Dasar Pendukung PSDS 2014
Kegiatan PSDS 2014 yang didanai Ditjen Peternakan
dan Kesehatan Hewan hanya sebagai pengungkit.
Dalam operasionalnya, PSDS 2014 mendapat
dukungan berbagai pihak lingkup Kementan,
kementerian lain, Pemda, dan pihak swasta. Di tingkat
pusat, peran Unit Manajemen dalam operasionalisasi
PSDS 2014 masih sangat lemah karena yang berpe-
ran dominan adalah masing-masing Direktorat dan
Sekretariat lingkup Ditjen Peternakan dan Kesehatan
Hewan. Di tingkat provinsi dan kabupaten, kegiatan
PSDS 2014 dilaksanakan oleh pejabat struktural
karena terbatasnya jumlah tenaga terampil. Program
PSDS 2014 didukung cetak biru sebagai pedoman
pelaksanaan kegiatan. Berdasarkan Permentan No.
19/2010, telah disusun pedoman umum, pedoman
teknis, dan petunjuk pelaksanaan, namun sosiali-
sasinya di berbagai daerah belum memadai.
Penyediaan Sapi Bakalan/Daging Sapi Lokal
Peningkatan populasi sapi potong tidak cukup dengan
merelokasi sapi dari sentra produksi ke daerah
pengembangan baru, tetapi juga perlu mendatangkan
sapi bibit impor. Sapi bibit impor disebar ke kelompok
yang berpengalaman atau ke usaha sapi potong skala
menengah. Peningkatan populasi dan produksi ternak
dan daging sapi berpengaruh positif terhadap
kelompok peternak. Namun demikian perlu juga ada
dorongan agar BUMN dan pihak swasta skala
menengah untuk dapat berinvestasi pada usaha
sapi potong.
Sebagian kelompok peternak dan sarjana
membangun desa (SMD) mengalami kesulitan dalam
menjalankan usaha ternak sapi karena kurangnya
pengalaman, sehingga perlu binaan Dinas dan kerja
sama dengan SMD maju. Pupuk organik dan biogas
sebagai produk samping usaha ternak belum
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
peningkatan pendapatan peternak.
Integrasi sawit-sapi berpotensi meningkatkan
populasi dan produksi ternak dan daging sapi. Riau
yang memiliki kebun sawit terluas di Indonesia dapat
menjadi daerah pertumbuhan baru industri sapi
potong melalui pola integrasi sawit-sapi.
Kondisi rumah potong hewan (RPH) di Indonesia,
terutama bangunan, fasilitas, higienitas, sanitasi, dan
jumlahnya masih jauh dari standar internasional.
Kondisi ini menyebabkan banyaknya praktik
pemotongan ternak di luar RPH pemerintah. Pem-
bangunan RPH berstandar internasional sulit dan
memerlukan biaya besar, namun secara bertahap
perlu dilakukan.
Integrasi sawit-sapi untuk meningkatkan
populasi dan produksi daging sapi.
Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201196
Peningkatan Produktivitas danReproduktivitas Sapi Lokal
Pelaksanaan inseminasi buatan (IB) mengalami
berbagai hambatan. Service per conception (S/C) 2,7,
conception rate (CR) 38%, dan jarak beranak berkisar
18 bulan. Di tingkat peternak, masalah yang dijumpai
adalah rendahnya kemampuan dalam mendeteksi
berahi sehingga peternak terlambat melapor ke
petugas. Hal tersebut dipersulit oleh terbatasnya
tenaga dan sarana transportasi petugas. Faktor yang
tidak kalah pentingnya adalah rendahnya nutrisi
ternak. Dengan adanya kelemahan tersebut maka
perkawinan secara alami perlu dioptimalkan, ter-
utama pada daerah yang memiliki padang peng-
gembalaan, yang dibarengi dengan penyediaan
pejantan unggul.
Ketersediaan pakan murah, bergizi, dan mudah
didapat merupakan prasyarat untuk keberlanjutan
usaha peternak. Upaya tersebut dapat dilakukan
dengan introduksi teknologi pakan dari BPTP. Peran
pemerintah dan swasta sangat diperlukan untuk
menindaklanjuti teknologi tersebut agar dapat
diaplikasikan secara massal, sehingga harganya
terjangkau.
Gangguan reproduksi yang paling utama adalah
hypufungsi ovary dan repeat breeder. Pada sebagian
daerah juga terdapat gangguan penyakit bruselosis
dan cacingan yang dapat menurunkan produktivitas
dan reproduktivitas ternak. Pemberian pakan yang
berkualitas baik dapat menghindarkan ternak dari
gangguan penyakit tersebut.
Pencegahan Pemotongan Sapi BetinaProduktif
Pencegahan pemotongan sapi betina produktif (SPB)
memerlukan komitmen seluruh komponen terkait,
tidak saja peternak dan pedagang, tetapi juga petugas
pemerintah. Peternak menjual SPB karena tidak
mempunyai alternatif lain untuk memperoleh uang
tunai, sedangkan sebagian pedagang hanya memburu
keuntungan. Penegakan hukum yang dibarengi
dengan edukasi diharapkan dapat mengatasi masalah
tersebut secara bertahap.
Penyelamatan SPB dapat dilakukan dengan cara
membeli sapi dengan harga di bawah harga pasar
sebagai bantuan pinalti dan memberikan peringatan
keras kepada pedagang. Oleh karena itu, diperlukan
dana talangan untuk menyelamatkan SPB. Skim usaha
kelompok peternak penyelamat SPB perlu dievaluasi
dan diperbaiki agar hasilnya efektif.
Penyediaan Bibit Sapi
Pengembangan sapi dengan IB melalui produksi
semen beku pejantan unggul sudah tercapai sesuai
target. Agar efisien, fungsi BIB lebih diarahkan untuk
menjaring pejantan-pejantan unggul lokal.
Dalam mendukung PSDS 2014, Balai Pembibitan
Ternak Unggul (BPTU) diperkirakan hanya mampu
menghasilkan sekitar 2.500 ekor bibit sapi, jauh dari
target 17.745 ekor. Untuk mencapai target tersebut,
peran BPTU lebih diarahkan untuk membina Village
Breeding Center (VBC) bekerja sama dengan Disnak
setempat. Peran utama yang perlu ditingkatkan
adalah melakukan sertifikasi bibit jantan dan betina
dengan menggunakan kriteria bobot lahir, tinggi
gumba, panjang badan, lingkar dada, dan kondisi
eksterior lain.
Kegiatan VBC sebaiknya tidak dimasukkan dalam
kegiatan mendukung PSDS 2014. Dana yang ada dapat
digunakan untuk kegiatan lain yang memperkuat
usaha pengembangbiakan sapi. Kegiatan VBC hanya
dilakukan pada daerah-daerah yang memiliki sumber-
daya bibit sapi potensial dan mudah melakukan
pengawasan kegiatan pemurnian, seperti di
Kabupaten Aceh Besar untuk sapi aceh; di Bali, NTB
dan Kupang untuk sapi bali; di Sumba untuk sapi SO;
dan di Madura untuk sapi madura.
Realisasi KUPS untuk memperbanyak sapi bibit
menghadapi berbagai kendala terkait aturan
perbankan. Pada beberapa daerah, peran bank
daerah sangat positif sehingga ke depan dapat lebih
ditingkatkan. Realisasi KUPS harus memerhatikan
pengguna. Jika kredit lebih banyak dimanfaatkan
swasta besar tanpa melibatkan kelompok peternak
dikhawatirkan misi PSDS 2014 untuk mensejahterakan
peternak tidak dapat tercapai.
Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201197
Pengaturan Stok Daging Sapi Dalam Negeri
Koordinasi penyusunan prognosa kebutuhan daging
sapi menjadi kunci penyempurnaan pengaturan stok
daging sapi di dalam negeri, disertai revitalisasi fungsi
Badan Karantina Pertanian guna meningkatkan
pendapatan peternak sapi lokal dan menjaga stabilitas
harga daging sapi di pasar domestik. Impor hanya
untuk menutupi kekurangan produksi dalam negeri.
Distribusi dan pemasaran sapi dan daging sapi
perlu memerhatikan aspek kesehatan ternak dan
masyarakat. Pencegahan penyakit menular dari
ternak ke ternak atau dari ternak ke manusia perlu
menjadi agenda semua pihak yang terlibat dalam
distribusi dan pemasaran. Kesadaran masyarakat
akan pentingnya memperoleh daging ASUH perlu
ditingkatkan. Pedagang perlu pula memerhatikan
aspek kesehatan ternak dalam mendistribusikan
ternak dari sentra produksi hingga ke RPH.
Pengembangan Usaha Diversifikasi
Pangan
Diversifikasi pangan merupakan salah satu strategi
untuk mencapai ketahanan pangan. Salah satu upaya
untuk meningkatkan diversifikasi pangan adalah
melalui percepatan penganekaragaman konsumsi
pangan pokok berbasis sumberdaya lokal. Dalam
upaya mendukung program percepatan diversifikasi
konsumsi pangan berbasis sumberdaya lokal. Badan
Litbang Pertanian menghasilkan inovasi teknologi
pengolahan makanan dan alat mesin. Upaya tersebut
sekaligus untuk meningkatkan substitusi aneka tepung
lokal terhadap terigu, seperti tepung kasava dan
Mocaf, tepung ubi jalar, dan tepung jagung.
Indonesia memiliki keanekaragaman pangan
yang sangat besar, baik dari kelompok umbi-umbian,
serealia, buah-buahan maupun pangan lainnya.
Berkaitan dengan hal tersebut, pengembangan
sumber pangan lokal didasarkan pada pertimbangan
berikut: (1) merupakan sumber karbohidrat, seperti
ubi jalar, padi, jagung, dan ubi kayu; (2) mempunyai
potensi produktivitas yang tinggi; (3) memiliki potensi
diversifikasi produk yang beragam; (4) memiliki
kandungan zat gizi yang beragam; dan (5) memiliki
potensi permintaan pasar lokal, regional, maupun
ekspor yang terus meningkat. PSE-KP telah melakukan
penelitian pengembangan diversifikasi konsumsi
pangan di tujuh lokasi, yaitu: (1) Jawa Barat (Badan
Ketahanan Pangan); (2) Kota Bogor (pusat penelitian,
balai penelitian, dan BB penelitian lingkup wilayah
Bogor); (3) Kabupaten Bandung (Dinas Pertanian
dan kelompok tani); (4) Kabupaten Bandung Barat
(kelompok tani); (5) Kabupaten Gunung Kidul, DI
Yogyakarta (BP2KP); (6) Kabupaten Malang (Balitkabi);
Distribusi dan pemasaran sapi dan daging sapi perlu memerhatikan kesehatan ternak dan masyarakat.
Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201198
dan (7) Kabupaten Trenggalek (Badan Ketahanan
Pangan).
Preferensi Konsumen terhadap Pangan Pokokdan Kudapan
Dari 471 responden, 41,2% di antaranya memilih ubi
kayu sebagai bahan pangan pokok pengganti beras,
lainnya memilih ubi jalar (27,8%), kombinasi ubi kayu
dan ubi jalar (9,3%), serta sorgum dan hanjeli
masing-masing 6,6 dan 1,3%. Sorgum dan hanjeli
memiliki kandungan gizi yang lebih baik dibanding
ubi kayu dan ubi jalar.
Sebanyak 45,9% responden tidak terlalu
menuntut bentuk olahan, cukup direbus, dikukus atau
digoreng, tetapi sebagian (19-21%) mengharapkan
bentuk olahan berupa mi, beras sorgum, beras
jagung, dan beras singkong. Responden lebih banyak
yang memilih rasa asli (70,3%), sedangkan sebagian
lainnya memilih cita rasa pandan, stroberi, atau
kombinasi. Untuk kandungan gizi, responden
mengharapkan kandungannya minimal sama dengan
beras (39,3%), lebih baik dari beras (36,5%) atau
sesuai dengan pangan pokok yang digunakan
(22,3%). Untuk bahan pangan kudapan pengganti
terigu, responden cenderung memilih ubi kayu
(37,8%), ubi jalar (35,7%), sorgum (4,3%), dan
hanjeli (1,9%), sedangkan yang memilih kombinasi
hampir 16%. Dengan demikian, bahan kudapan dapat
menggunakan ubi kayu yang diubah menjadi tepung
ubi kayu atau Mocaf.
Permintaan Pasar
Berdasarkan kajian, jenis pangan pokok sebagai
pengganti beras yang disarankan adalah beras
sorgum, beras jagung, dan beras singkong (RaSi).
Jika program diversifikasi pangan dengan pola
mengganti pangan pokok beras dengan ketiga jenis
beras tersebut di Badan Litbang Pertanian, maka
diperlukan beras sorgum, jagung, dan beras singkong
masing-masing sebanyak 12 ton/tahun. Jika program
diversifikasi dilaksanakan di Bogor, diperlukan beras
sorgum, jagung, dan ubi kayu masing-masing 3.734
ton/tahun. Jenis pangan kudapan yang layak untuk
mengurangi penggunaan terigu adalah kue kering
almon, getuk, brownies, dan bolu kukus.
Model Pengembangan Diversifikasi Pangan
Model pengembangan diversifikasi pangan di wilayah
Bogor dengan konsumen karyawan Satuan Kerja
(Satker) Badan Libang Pertanian di wilayah Bogor
adalah model alternatif-I, yakni bahan baku,
pengolahan, teknologi, dan pemasaran ditangani oleh
Badan Litbang Pertanian. Alternatif-I membutuhkan
infrastruktur seperti: (1) lahan seluas 6,60 ha untuk
pengadaan bahan baku; (2) ruang kerja dan produksi;
(3) alat untuk menyediakan bahan baku, pengolahan,
dan transportasi; (4) modal awal untuk benih
penyediaan bahan baku dan pengolahan; (5)
kelembagaan pengelola; dan (6) instrumen berupa
law enforcement dan power enforcement. Dukungan
Beras jagung dan tepung mocaf untuk mendukung diversifikasi pangan.
Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201199
satker dan peranannya dalam pengembangan
program diversifikasi pangan adalah: (1) Badan
Litbang Pertanian sebagai penanggung jawab,
pengarah, dan pengawas; (2) BB Biogen dan Balittro
sebagai penyedia lahan 6,60 ha; (3) BBPMP sebagai
sumber teknologi alat pengolahan pangan; (4) BB
Pascapanen sebagai koordinator dan sumber
teknologi pengolahan pangan; (5) unit KP mem-
produksi bahan baku pangan (sorgum, jagung, dan
ubi kayu); (6) unit pengolah bahan baku mengeringkan
dan sebagian mengolah menjadi beras sorgum,
jagung, dan ubi kayu; (7) unit showroom menyimpan
produk bahan pangan dan pangan jadi dan men-
distribusikannya ke satker di sekitar Bogor; (8) seluruh
satker di wilayah Bogor selain memiliki peran utama
juga sebagai pasar untuk kegiatan rapat dan makan
siang; dan (9) outlet, SKPD, serta tempat wisata
sebagai alternatif pengembangan pasar.
Pada model alternatif-II, bahan baku dan
pengolahan ditangani oleh pihak swasta (pemasok),
sedangkan teknologi dan pemasaran ditangani oleh
Badan Litbang Pertanian. Alternatif-II memerlukan
dukungan infrastruktur seperti: (1) ruang kerja; (2)
alat dan sarana transportasi; (3) modal awal untuk
pembelian pangan jadi; (4) kelembagaan pengelola;
dan (5) instrumen berupa law enforcement dan
power enforcement. Dukungan satker dan peranan
utamanya dalam pengembangan program diversifi-
kasi pangan adalah: (1) Badan Litbang Pertanian
sebagai penanggung jawab, pengarah, dan
pengawas; (2) BBPMP sebagai sumber teknologi alat
pengolahan pangan; (3) BB Pascapanen sebagai
koordinator dan sumber teknologi pengolahan
pangan; (4) unit showroom berfungsi sebagai
pengadaan pangan, menyimpan produk bahan
pangan dan pangan jadi yang siap didistribusikan ke
satker di sekitar Bogor; (5) seluruh satker di wilayah
Bogor selain memiliki peran utama juga sebagai pasar
untuk kegiatan rapat dan makan siang; dan (6) outlet,
SKPD, serta tempat wisata sebagai alternatif
pengembangan pasar baru.
Untuk menjalankan model alternatif-II perlu ada
penekanan kegiatan, di antaranya: (1) pengawasan
dan kontrol secara rutin dari pimpinan pusat terhadap
pelaksanaan kegiatan tiap bulan, seperti yang
dilaksanakan oleh Sekwilda Jawa Barat; dan (2) perlu
ada pengelola khusus yang dibebaskan dari tugas
administrasi, terutama pada unit vital seperti unit
pengolahan, pemasaran, dan distribusi.
Dengan memerhatikan sifat produk yang
diprogramkan pada pengembangan diversifikasi
pangan, kedua model ini memungkinkan untuk
dilaksanakan. Titik kritis terletak pada penyediaan
lahan dan peralatan pengolahan bahan baku dan
pengolahan pangan itu sendiri.
Pengembangan Model Kawasan
Rumah Pangan Lestari
Luas lahan pekarangan Indonesia mencapai 10,3 juta
hektare atau 14% dari luas lahan pertanian. Lahan
pekarangan mempunyai berbagai fungsi, antara lain
melestarikan sumberdaya alam dan lingkungan,
mengonservasi plasma nutfah, serta fungsi ekonomi,
sosial, dan estetika. Namun, umumnya masyarakat
belum memanfaatkan lahan pekarangan secara
optimal. Pemanfaatan lahan pekarangan untuk
komoditas pangan lokal dan komoditas yang bernilai
ekonomi tinggi dapat mencukupi sebagian kebutuhan
pangan, menghemat pengeluaran, dan meningkatkan
pendapatan rumah tangga. Pada tahun 2011 Badan
Litbang Pertanian mengembangkan pemanfaatan
lahan pekarangan melalui Model Kawasan Rumah
Pangan Lestari (M-KRPL). Pengembangan M-KRPL
diinisiasi di Dusun Jelok, Desa Kayen, Kabupaten
Pacitan, Jawa Timur. Berkaitan dengan hal tersebut,
PSE-KP melakukan penelitian untuk mengevaluasi
dampak pengembangan M-KRPL terhadap kesejah-
teraan rumah tangga dan ekonomi di perdesaan.
Hasil evaluasi kinerja terhadap pelaksanaan M-
KRPL menunjukkan tahapan pengembangan M-KRPL
perlu melalui proses sosial yang matang. Kelem-
bagaan pengelola KRPL belum terbentuk sehingga
distribusi bantuan menggunakan kelembagaan
pemerintah di tingkat lokal (RT, RW/Kepala Dusun,
dan pamong desa). Pembinaan melalui pendekatan
individual dan kelompok perlu diperkuat dalam
meningkatkan partisipasi masyarakat. Introduksi lebih
mengarah melalui budaya material, menggunakan
Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011100
teknologi atau intensifikasi sebagai entry point, namun
masih lemah dalam pengembangan kelembagaan
dan pemberdayaan masyarakat secara partisipatif.
Kelembagaan pengelola M-KRPL harus segera
dikembangkan melalui kelembagaan lokal yang telah
ada. Kelembagaan pendukung perlu dikembangkan
dan mengintegrasikan M-KRPL dengan program-
program pembangunan pertanian dan pemberdayaan
masyarakat pada pemerintah daerah.
Dampak M-KRPL
Pengembangan M-KRPL memberikan dampak positif
terhadap pola konsumsi pangan dan pola pangan
harapan (PPH). Melalui M-KRPL, skor PPH meningkat
dari 65,6% menjadi 77,5% atau sudah di atas target
PPH Kabupaten Pacitan 2012-2014, namun masih di
bawah target 2015 sebesar 80,9%.
Kontribusi produksi yang bersumber dari lahan
pekarangan terhadap total konsumsi rumah tangga
berkisar antara 1-15% atau rata-rata 6,8%. Kontribusi
terbesar secara berturut-turut adalah dari sayuran,
umbi-umbian, ternak, dan buah-buahan. Penerapan
M-KRPL dapat mengurangi pengeluaran rumah tangga
untuk konsumsi pangan, berturut-turut untuk sayuran,
umbi-umbian, produk ternak (telur), dan ikan.
Dampak M-KRPL terhadap tingkat pendapatan
rumah tangga relatif masih kecil dan bervariasi sesuai
luas lahan pekarangan. Sumbangan lahan pekarang-
an terhadap total pendapatan rumah tangga setelah
menerapkan M-KRPL mencapai 6,8%. Untuk
pekarangan dengan luas < 100 m2, sumbangannya
terhadap pendapatan berkisar antara 1-4%. Peka-
rangan dengan luas 100-300 m2 memberi sumbangan
pendapatan 4-8%, dan yang luasnya lebih dari 300
m2 (kategori luas) berkisar antara 8-15%.
Dampak M-KRPL terhadap pengembangan
ekonomi produktif di perdesaan masih terbatas,
dalam bentuk usaha pembibitan, pengolahan hasil
pertanian, dan usaha dagang. Untuk meningkatkan
nilai tambah umbi-umbian, masyarakat telah me-
ngembangkan pengolahan tepung ubi kayu dan garut,
pembuatan keripik pisang, mbote, dan ubi kayu,
serta susu kedelai. Produksi cabai rawit dipasarkan
ke luar wilayah kabupaten, seperti Wonogiri, Gunung
Kidul, dan Ponorogo.
Pengembangan M-KRPL untuk mendukung penyediaan pangan keluarga secara lestari.
Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011101
Pengembangan M-KRPL
Ke depan, pengembangan M-KRPL dapat meng-
gunakan dua pola. Pola pertama, secara integratif
melibatkan beberapa kelembagaan, seperti gapoktan
untuk memasok sarana produksi (bibit, pupuk, dan
obat-obatan) dan pemasaran hasil, PKK dan
kelompok dasa wisma untuk mengelola M-KRPL,
serta kelembagaan pemerintah pusat, daerah,
maupun desa yang berfungsi dalam mediasi dan
fasilitatif. Pola kedua, kelembagaan secara terpadu
dari hulu hingga hilir dikelola PKK dan kelompok dasa
wisma, dengan melibatkan Koperasi Wanita
(KOPWAN) sebagai lembaga keuangan dan unit
pemasaran dari produk-produk yang dihasilkan oleh
petani peserta M-KRPL. Membangun kelembagaan
kemitraan usaha yang bersifat saling membutuhkan,
saling memperkuat dan saling menguntungkan antara
petani dan perusahaan pengolah hasil pertanian juga
sangat penting.
Inovasi Spesifik Lokasi
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011102
Inovasi Spesifik Lokasi
Inovasi pertanian spesifik lokasi merupakan salah satu
komponen penting dalam pembangunan pertanian. Adanya
respons terhadap perubahan strategi pembangunan pertanian
nasional, menuntut ketersediaan inovasi pertanian yang
semakin meningkat. Dengan demikian, Balai Besar Pengkajian
dan Pengembangan Teknologi Pertanian sebagai institusi yang
mendapat tugas untuk melaksanakan pengkajian dan
pengembangan teknologi pertanian, memiliki ruang yang besar
untuk berkiprah dalam mendukung pembangunan pertanian.
Kegiatan pengkajian dan pengembangan teknologi pertanian
tersebut dilaksanakan di 31 Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP) dan dua Loka Pengkajian Teknologi Pertanian
(LPTP) di Sulawesi Barat dan Kepulauan Riau, untuk mendukung
pencapaian empat target sukses Kementerian Pertanian.
Inovasi Spesifik Lokasi
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011103
Percepatan Adopsi Varietas Unggul
Baru Padi Sawah dan Padi Rawa
Pengganti IR64 dan Ciherang
Dalam rangka mendukung Program Peningkatan
Produksi Beras Nasional (P2BN), BPTP Bengkulu
melaksanakan pengkajian dan introduksi VUB padi
sehingga petani tidak lagi menanam varietas unggul
lama, varietas lokal, atau VUB secara terus-menerus,
seperti IR64 dan Ciherang. Mengingat karakteristik
petani yang beragam maka pemahaman terhadap
karakteristik mereka merupakan suatu keharusan
dalam mengintroduksikan inovasi teknologi. Kepu-
tusan petani dalam memilih teknologi yang akan
diterapkan, selain dipengaruhi pandangannya ter-
hadap risiko usaha, juga akan ditentukan oleh
ketersediaan sumberdaya petani dan kelembagaan
pendukung yang ada di perdesaan.
Pengkajian dilaksanakan di enam kabupaten
dengan jumlah responden 152 petani. Hasil peng-
kajian menunjukkan 118 petani (77,63%) telah
menggunakan VUB padi. Sebanyak 139 petani
(91,45%) memiliki persepsi yang baik terhadap VUB
padi. Hal ini berarti tidak semua petani yang memiliki
persepsi baik terhadap VUB menggunakan VUB di
lahan mereka. Kondisi ini dipengaruhi oleh pengalam-
an petani dalam berusaha tani padi, luas lahan, dan
intensitas ke lahan sawah. Faktor penghambat adopsi
adalah benih kurang tersedia (49,34% responden),
pemeliharaan VUB lebih sulit (42,11% responden),
dan harga benih lebih mahal dibanding benih lokal
(61,18% responden). Faktor-faktor yang mendorong
petani menggunakan VUB adalah penggunaan pupuk
lebih sedikit, umur tanaman lebih genjah, produk-
tivitas lebih tinggi, tahan terhadap OPT, penampakan
gabah lebih baik, dan daya adaptasi baik.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan produktivitas dan produksi padi di
Bengkulu adalah penggunaan VUB yang memiliki
potensi hasil tinggi dan benihnya tersedia. Untuk
mempercepat adopsi VUB padi, kegiatan diseminasi
seperti demfarm, visitor plot, dan M-P3MI perlu
dikembangkan di setiap kabupaten, khususnya di
sentra produksi padi.
Pengembangan Varietas Unggul
Padi dengan Hasil Tinggi dari Ratun
Produktivitas padi di lahan pasang surut dapat
ditingkatkan antara lain dengan memanfaatkan
tanaman ratun, yaitu tunggul tanaman padi yang
Hamparan padi varietas unggul baru di lahan pasang surut
Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah.
Inovasi Spesifik Lokasi
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011104
tumbuh kembali setelah dipanen. Teknologi ini telah
dikenal masyarakat, khususnya di lahan pasang surut
pada usaha tani padi lokal. Namun, petani hanya
melakukannya seadanya dengan membiarkan
tanaman tumbuh kembali setelah dipanen dan
memanennya jika ratun telah siap dipanen. Perbaikan
teknologi budi daya ratun dengan menggunakan
varietas unggul, pemupukan, pengaturan tinggi
pemotongan, dan pemberian air dapat meningkatkan
hasil panen.
Hasil pengkajian di lahan pasang surut tipe B di
Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah dengan
menggunakan varietas IR42, Batanghari, Ciherang,
Intani-2, dan Batang Samo menunjukkan, varietas
Batang Samo yang dipupuk setengah dari dosis
tanaman utama menghasilkan gabah total dari ratun
tertinggi (rata-rata 127,11 butir/malai), meskipun
tidak berbeda dengan varietas Ciherang dan IR42.
Pemberian pupuk seperempat dosis tanaman utama
pada varietas Batang Samo menghasilkan gabah total
dan gabah isi terendah. Sebaliknya varietas Intani-2
yang dipupuk stengah dosis tanaman utama meng-
hasilkan gabah total dan gabah isi terendah, tetapi
bila dipupuk seperempat dosis tanaman utama,
menghasilkan gabah total dan gabah isi tertinggi. Hal
tersebut mengindikasikan ratun varietas Batang Samo
responsif terhadap takaran pemupukan lebih tinggi,
sedangkan ratun varietas Intani-2 lebih respons
terhadap dosis pemupukan rendah
Fase pertumbuhan tanaman ratun pada semua
varietas lebih pendek dibandingkan tanaman utama.
Rata-rata selisih antara umur berbunga dan umur
panen hanya 27,30 hari. Keluarnya tunas ratun sering
diikuti keluarnya bunga sehingga ratun hanya
mengalami dua fase pertumbuhan, yaitu fase
reproduktif dan pemasakan.
Usaha tani padi dengan sistem ratun melalui
pengelolaan pemupukan dan air layak diusahakan di
lahan pasang surut. Penerapan teknologi ini mampu
memberikan tambahan pendapatan Rp7.022.500/ha
untuk ratun yang diberi pupuk setengah dosis tanaman
utama dan Rp6.287.250/ha untuk ratun yang dipupuk
seperempat dosis tanaman utama, dengan nilai MBCR
masing-masing 11,4 dan 13,9.
Caplak Beroda untuk Pertanaman
Padi
Caplak yang biasa digunakan petani dalam menanam
padi belum optimal. Oleh karena itu, dirancang caplak
beroda untuk mempermudah dan mempercepat
pembuatan garis tanam padi pada lahan sawah
sehingga menghemat tenaga kerja. Ukuran diameter
roda 19,1 cm dan jarak antarroda 20 cm dan 40 cm,
yang akan membentuk pola garis tanam padi (20 cm
x 20 cm) x 40 cm sesuai rekomendasi pada
penanaman yang optimal. Tangkai caplak beroda
dapat digeser 10-12 cm sehingga sejajar dengan roda
untuk membentuk lorong.
Keunggulan caplak beroda dibandingkan dengan
caplak biasa yaitu: (1) menghemat tenaga kerja untuk
pembuatan pola garis tanam hingga 50%, seperti yang
diterapkan petani di Kabupaten Seluma; biaya mem-
buat garis tanam menurun dari Rp400.000 menjadi
Rp200.000 bila menggunakan caplak beroda; (2)
membentuk pola garis tanam padi untuk sistem
legowo 4:1 dengan jarak tanam dalam barisan
maupun antarbarisan yang lurus; (3) bidang tanam
tidak terinjak pada saat pembuatan garis tanam
sehingga mempermudah penanaman; (4) sesuai
digunakan pada petakan sawah yang luas maupun
sempit dan berkelok; dan (5) menggunakan sistem
Caplak beroda mempermudah dan
mempercepat pembuatan garis tanam pada
lahan sawah.
Inovasi Spesifik Lokasi
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011105
bongkar-pasang sehingga menghemat tempat
penyimpanan dan mudah dibawa. Penerapan tekno-
logi caplak beroda mempermudah dan mempercepat
petani untuk mengadopsi sistem tanam legowo 4:1
yang memiliki populasi tanaman optimal, sehingga
berpotensi meningkatkan hasil padi. Jarak tanam yang
tepat menjadikan pertanaman lebih teratur sehingga
mempermudah pembuatan petak ubinan guna
memperkirakan hasil padi.
Kontribusi SL-PTT Kedelai terhadap
Peningkatan Produksi
Program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman
Terpadu (SL-PTT) kedelai sudah berjalan tiga tahun
dan terbukti mampu memacu peningkatan produk-
tivitas kedelai nasional. Namun, pelaksanaan SL-PTT
memerlukan kondisi dan persyaratan pendukung.
Unsur “bantuan” masih belum dapat dilepaskan dari
pendekatan ini, khususnya penyediaan sarana
produksi dan biaya pelatihan.
Hasil pengkajian di Jawa Tengah menunjukkan,
penerapan PTT meningkatkan produksi dan produk-
tivitas kedelai masing-masing 39% dan 30%, dengan
kontribusi SL-PTT terhadap produktivitas sebesar
569,65 kg/ha. Kenaikan produksi dan produktivitas di
Nusa Tenggara Barat (NTB) masing-masing 33,7%
dan 21,7%, dengan kontribusi SL-PTT 498,67 kg/ha.
Di Jawa Tengah, total biaya adopsi yang harus
dikeluarkan petani sekitar Rp1.174,54/kg sedangkan
di NTB Rp1.050,68/kg. PTT juga mampu memberikan
keuntungan usaha tani yang cukup menarik, yang
ditunjukkan oleh nilai B/C di Jawa Tengah dan NTB
berturut-turut 1,21 dan 1,34, serta MBCR masing-
masing 3,73 dan 4,55. Dengan demikian, usaha tani
kedelai dengan menerapkan PTT layak untuk di-
kembangkan.
Tingkat pengetahuan dan penerapan petani
terhadap komponen teknologi PTT tergolong tinggi,
khususnya pada komponen teknologi utama. Faktor
utama yang mendorong petani menerapkan PTT yaitu
teknologinya diyakini meningkatkan hasil, mudah
diterapkan, dan sudah tersedia. Tingkat adopsi PTT
SL-PTT kedelai di Nusa Tenggara Barat dengan peningkatan hasil 21,7% atau rata-rata 0,5 t/ha
dibanding non-SL-PTT.
Inovasi Spesifik Lokasi
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011106
berkaitan erat dengan karakteristik petani. Di Jawa
Tengah, variabel yang berpengaruh positif dan
signifikan terhadap adopsi semua komponen teknologi
PTT adalah tingkat pendidikan formal, sedangkan di
NTB adalah tingkat pendidikan formal, umur, dan
frekuensi mengikuti pembelajaran sekolah lapang.
Kelembagaan kelompok tani, penyuluh, dan pengamat
hama memiliki kontribusi terbesar dalam memper-
kenalkan dan mendorong petani menerapkan inovasi
PTT.
Penyelenggaraan SL-PTT di kedua lokasi cukup
baik dan memberi kontribusi terhadap peningkatan
produksi. Namun ke depan, berbagai upaya perbaikan
perlu dilakukan, yang meliputi: (1) pemilihan CP-CL
sebagai salah satu faktor kunci terselenggaranya
sekolah lapang harus dilakukan dengan baik; (2)
pembelajaran perlu dilakukan secara optimal dengan
pendampingan intensif dari penyuluh lapangan; (3)
adopsi PTT setelah selesai mengikuti sekolah lapang
perlu diungkap untuk mengetahui keberlanjutannya;
dan (4) pemahaman bahwa PTT merupakan
“program bagi-bagi bantuan” memengaruhi kemauan
petani dalam mengadopsi teknologi, khususnya
varietas unggul baru, pupuk, dan obat-obatan,
termasuk keberlanjutan adopsinya setelah sekolah
lapang berakhir.
Sistem Usaha Tani Kedelai pada
Lahan Kering dan Sawah
Salah satu wilayah pengembangan kedelai di
Indonesia adalah Provinsi Banten dengan potensi
lahan sawah 134.558 ha dan lahan kering 9.000 ha,
sedangkan yang baru dimanfaatkan 4.975 ha dengan
produktivitas 1,10-1,38 t/ha. Pengembangan kedelai
di lahan kering dihadapkan pada kondisi tanah yang
kurang subur, kemasaman tanah tinggi, kandungan
aluminium tinggi, bahan organik rendah, ketersediaan
hara N, P, K, Ca, dan Mg rendah, serta kemampuan
tanah mengikat air juga rendah. Masalah tersebut
dapat diatasi melalui penerapan teknologi ameliorasi
lahan, seperti penggunaan pupuk organik dan pupuk
hayati, pemupukan sesuai status hara tanah, dan
penggunaan kapur. Di lahan sawah setelah padi,
permasalahannya lebih kompleks terkait dengan
tingginya kejenuhan air, kepadatan tanah dan struktur
tanah, pengendalian lengas tanah, pengelolaan hara,
pengendalian OPT, dan penanganan pascapanen yang
harus tepat. Berdasarkan keadaan tersebut BPTP
Banten melakukan pengkajian untuk mengidentifikasi
kondisi biofisik lahan serta mengetahui daya adaptasi
dan produktivitas beberapa varietas unggul kedelai
Kedelai varietas Burangrang mampu berproduksi 1,7 t/ha di lahan kering.
Inovasi Spesifik Lokasi
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011107
pada lahan sawah dan lahan kering di Kabupaten
Lebak dan Serang.
Varietas unggul kedelai yang dikaji yaitu
Anjasmoro, Argomulyo, Grobogan, Burangrang, Wilis,
dan Detam-1. Setiap lokasi memiliki 24 petak
percobaan dengan ukuran plot 4 m x 5 m dan jarak
tanam 40 cm x 15 cm. Lahan diberi kapur 1,5 t, pupuk
organik 2 t, urea 50 kg, SP-36 75-100 kg, dan KCl
50-75 kg/ha.
Pertumbuhan tanaman dan hasil kedelai sangat
ditentukan oleh faktor agroklimat (tanah dan iklim),
genetik, dan pengelolaan tanaman. Kedelai akan
berproduksi optimal jika ditanam pada tanah yang
gembur, lapisan olah dalam, kandungan bahan
organik sedang-tinggi, hara makro dan mikro cukup,
pH 5,5-6,5, dan kelembapan tanah cukup. Lahan
kering di Kabupaten Lebak bersifat agak masam
dengan pH 4,3, sedangkan pada lokasi lainnya pH
berkisar antara 6,0-6,3. Kandungan N pada lahan
sawah dan lahan kering berkisar antara 0,12-0,13
mg/100 g, lebih tinggi dibandingkan dengan Kabu-
paten Serang yang hanya 0,03-0,07 mg/100 g.
Kandungan hara P lahan sawah 109-135 mg/100 g,
lebih tinggi dibandingkan dengan lahan kering (27-
31 mg/100 g). Hara K tertinggi terdapat pada lahan
sawah di Lebak, yakni 102 mg/100 g, sedangkan
lokasi lainnya relatif sama yaitu 31-42 mg/100 g.
Daya tumbuh benih kedelai di lahan sawah Lebak
berkisar antara 91,9-96,9%. Hasil tertinggi diper-
lihatkan oleh varietas Wilis dan terendah pada varietas
Anjasmoro. Di lahan sawah Serang, daya tumbuh
benih berkisar antara 82,8-91,7% dengan hasil
tertinggi pada varietas Wilis dan terendah pada
varietas Detam-1. Pada lahan kering di Lebak, daya
tumbuh benih berkisar antara 76,7-96,7%, dengan
hasil tertinggi pada varietas Wilis dan terendah pada
varietas Grobogan, sedangkan di Serang daya tumbuh
benih 76,4-87,4% dengan hasil tertinggi pada varietas
Anjasmoro dan terendah pada varietas Burangrang.
Pertumbuhan tanaman pada lahan sawah lebih
baik dibanding pada lahan kering. Tinggi tanaman
kedelai pada umur 42 hari setelah tanam (HST) di
lahan sawah Lebak berkisar antara 38-59 cm (rata-
rata 48,3 cm) dan pada lahan kering 33-61 cm (rata-
rata 40,1 cm). Produktivitas kedelai di lahan sawah
juga lebih tinggi dibandingkan dengan di lahan kering.
Rata-rata produktivitas varietas Anjasmoro di lahan
sawah adalah 2,79 t, Argomulyo 2,83 t, Grobogan
1,56 t, Burangrang 2,65 t, Detam-1 2,05 t, dan Wilis
2,88 t/ha. Pada lahan kering, varietas Anjasmoro
mampu berproduksi 1,60 t, Argomulyo 1,30 t,
Grobogan 0,76 t, Burangrang 1,70 t, Detam-1 1,26 t,
dan Wilis 2,14 t/ha. Secara keseluruhan, produktivitas
kedelai di lahan sawah berkisar antara 1,56-2,88 t/
ha (rata-rata 2,46 t/ha), sedangkan di lahan kering
0,76-2,14 t/ha (rata-rata 1,51 t/ha).
Inovasi Teknologi Pembuatan Cabai
Kopay Blok
Produksi cabai merah, termasuk cabai kopay di
Sumatera Barat terus meningkat dari 13.458 ton pada
tahun 2005 menjadi 41.243 ton pada 2010. Sebagian
besar cabai diperdagangkan di pasar dalam negeri
dalam bentuk cabai segar. Hal ini menyebabkan daya
saing komoditas cabai menjadi rendah. Dibandingkan
dengan produk segar, produk olahan cabai mampu
memberi nilai tambah hingga 80%. Beberapa bentuk
olahan cabai yaitu cabai giling dalam kemasan, cabai
tablet/blok, saos cabai, cabai kering, cabai bubuk,
dan manisan cabai.
Cabai blok dibuat dari cabai giling kering dengan
perlakuan tertentu dan ditambahkan beberapa jenis
bahan pengisi (filler) untuk menghasilkan tekstur yang
Cabai kopay blok dalam kemasan.
Inovasi Spesifik Lokasi
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011108
kompak. Beberapa jenis pengisi yang dimanfaatkan
dalam industri pengolahan pangan adalah gum arab,
CMC, maizena, dan tapioka. Maizena merupakan
bahan pengisi terbaik untuk pengolahan cabai kopay
blok. Untuk tekstur yang lebih padat, gum arab adalah
yang terbaik karena tekstur cabai blok lebih rekat dan
padat. Untuk kemudahan rehidrasi, maizena mem-
buat cabai kopay blok lebih mudah direhidrasi dan
terlarut.
Analisis ekonomi pengolahan cabai kopay blok
memperoleh nilai R/C 1,56, artinya pengolahan dapat
meningkatkan nilai tambah 56% dari penjualan cabai
segar. Dengan demikian, usaha cabai blok berpotensi
dikembangkan sebagai industri rumah tangga untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya
petani cabai.
Dukungan Program PUAP pada
Peremajaan Tanaman Kakao
Untuk meningkatkan produktivitas kakao, sejak tahun
2008 pemerintah melaksanakan Gernas Kakao melalui
tiga program utama. Pertama, melakukan peremaja-
an pertanaman kakao yang rusak dengan klon unggul
baru dengan bantuan dana Rp1 juta/ha untuk
penebangan dan pembongkaran tunggul pohon.
Kedua, melakukan rehabilitasi pertanaman yang
produktivitasnya rendah melalui sambung samping.
Untuk kegiatan ini, petani mendapat bantuan dana
Rp750 ribu/ha untuk pemangkasan dan penebangan
batang utama kakao bila tanaman sambung samping
sudah tumbuh baik. Ketiga, melakukan intensifikasi
pertanaman yang kurang produktif melalui penerapan
teknik budi daya standar dan bantuan langsung Rp1
juta/ha dalam bentuk saprodi dan benih tanaman
pangan untuk ditanam selama tanaman kakao masih
muda.
Di wilayah Kabupaten Kolaka, bantuan Program
Gernas Kakao hanya untuk sambung samping karena
sebagian besar tanaman kakao sudah tua, lebih dari
15 tahun. Dengan adanya Program Gernas Kakao dan
dukungan program PUAP, petani secara konsisten
menerapkan lima komponen teknologi, yaitu sambung
samping, entres klon unggul, penggunaan pohon
pelindung, pemupukan NPK, dan pengendalian OPT.
Penerapan teknologi tersebut meningkatkan produk-
tivitas tanaman kakao dari 250 kg menjadi 500-750
kg/ha. BLM PUAP dapat membantu petani dalam
penyediaan sarana produksi seperti pupuk dan
pestisida. Ini mengindikasikan BLM PUAP berperan
dalam adopsi teknologi pertanian, khususnya pada
tanaman kakao.
Perbaikan Manajemen Kandang
untuk Pembibitan Sapi Bali
Sapi bali memberi kontribusi cukup besar terhadap
industri sapi potong di Nusa Tenggara Barat dan
Peremajaan tanaman kakao dengan sambung samping.
Inovasi Spesifik Lokasi
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011109
kawasan timur Indonesia. Upaya meningkatkan
produktivitas sapi bali sangat penting dalam rangka
mendukung program swasembada daging sapi dan
meningkatkan pendapatan peternak. Sapi bali telah
beradaptasi dengan kondisi peternakan skala kecil di
kawasan timur Indonesia dan memberi kontribusi
nyata terhadap penghasilan peternak.
NTB merupakan salah satu dari empat daerah
sumber sapi bali. Keunggulan sapi bali asal NTB antara
lain adalah bebas penyakit strategis dan potensi
produktivitasnya tinggi. Permintaan bibit sapi bali asal
NTB terus meningkat, namun ketersediaan bibit
semakin terbatas.
Di Pulau Lombok terdapat 775 kandang kompleks
yang dapat dikembangkan menjadi basis produksi
bibit sapi bali. Penelitian kolaborasi antara ACIAR,
Fakultas Peternakan Universitas Mataram, dan BPTP
NTB bekerja sama dengan peneliti dari University of
Queensland, Department of Primary Industries dan
CSIRO Sustainable Ecosystems Australia pada 36
kandang kompleks di Kabupaten Lombok Tengah.
Penelitian kolaborasi ini telah menghasilkan teknologi
“Posyandu Sapi Bali”. Teknologi tersebut dapat
meningkatkan produktivitas sapi bali, antara lain
angka kelahiran 86,7%, bobot lahir 16 kg, bobot sapih
90 kg, tinggi gumba umur 12 bulan lebih dari 110
cm, dan pedet yang lahir sesuai dengan ciri-ciri sapi
Kelompok kandang kompleks Putri Bekekem di Lombok Tengah, NTB (kiri) dan kandang perkawinan
yang terletak di dalam kandang kelompok untuk pejantan sapi bali terseleksi (kanan).
Pejantan sapi bali terseleksi (kiri) dan pedet sapi bali hasil penerapan teknologi posyandu sapi bali
(kanan).
Inovasi Spesifik Lokasi
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011110
bali. Sapi bali dari NTB berpotensi untuk mencapai
standar SNI pada umur yang lebih muda. Sapi betina
umur 12 bulan memiliki tinggi gumba rata-rata 110
cm, lebih tinggi dari standar SNI untuk ternak betina
umur 18-24 bulan dengan tinggi gumba 105 cm. Untuk
mempercepat adopsi, digunakan slogan “3 S” (Satu
Induk, Satu Anak, Satu Tahun).
Selanjutnya BPTP NTB melakukan penelitian
perbaikan manajemen kelembagaan kandang
kompleks di Kabupaten Lombok Tengah dengan
melibatkan 235 peternak. Penelitian menghasilkan
inovasi manajemen kelembagaan kandang kompleks
untuk memproduksi bibit sapi bali, model perbibitan
sapi bali berbasis masyarakat, aktivitas kelompok yang
terkait dengan pembibitan sapi bali, data adopsi,
kinerja, dan dampak penerapan teknologi “Posyandu
Sapi Bali”.
Semua kelembagaan kandang kompleks telah
melakukan pencatatan tanggal perkawinan dan
penimbangan bobot lahir, yang merupakan aktivitas
dasar dalam pembibitan sapi bali. Semua peternak
mengadopsi teknologi “Posyandu Sapi Bali” dan
mendapat pedet setiap 12 bulan sehingga berpotensi
menjual sapi setiap tahun. Mereka sebelumnya
memperoleh pedet dua ekor dalam tiga tahun. Rata-
rata bobot lahir pedet 16,7 kg dan pedet mencirikan
khas sapi bali. Kelembagaan dipergunakan oleh Dinas
Peternakan Provinsi NTB untuk melaksanakan
program-programnya, seperti penyelamatan sapi
betina produktif. Pemerintah Provinsi NTB juga
menggunakan teknologi “Posyandu Sapi Bali” sebagai
komponen program NTB Bumi Sejuta Sapi (NTB-BSS).
Introduksi Tanaman Pakan Unggul
Pennisetum purpureum di Sentra
Sapi Potong
Di perdesaan Sulawesi Utara, hanya 30% vegetasi
pastura alam yang sesuai untuk pakan sapi,
selebihnya berupa gulma. Carrying capacity pastura
alam di Sulut hanya 1-2 unit ternak (UT) sapi per
hektare. Introduksi tanaman pakan unggul
Pennisetum purpureum Schum cv Mott (PpM) dapat
meningkatkan carrying capacity menjadi lebih dari
20 UT/ha. Oleh karena itu, BPTP Sulawesi Utara
melakukan pengkajian untuk memperluas penyebaran
PpM pada sentra produksi sapi, mempercepat adopsi
inovasi hijauan pakan berproduksi dan bermutu tinggi,
dan mengkaji adaptasi PpM di lingkungan baru.
Kegiatan dilaksanakan di Kabupaten Minahasa dan
Bolaang Mongondow pada empat lokasi di wilayah
padat populasi sapi.
Lahan untuk penanaman diolah sempurna dan
setek PpM dua buku ditanam dengan jarak 50 cm x
100 cm. Penyiangan sesuai kebutuhan, pemupukan
P dan K pada 14 HST dan 6 bulan kemudian dengan
dosis masing-masing 100 kg/ha. Pupuk urea 200 kg/
ha diberikan pada 30 dan 45 HST dan pada setiap
Pastura alam di bawah tegakan tanaman
kelapa (atas) dan penanaman rumput unggul
di bawah tegakan tanaman kelapa (bawah).
Inovasi Spesifik Lokasi
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011111
pemotongan. Pemotongan pertama pada 75 HST dan
selanjutnya dengan interval 45 hari. Tinggi pemotong-
an 5 cm dari permukaan tanah.
Keragaan PpM bervariasi antarlokasi pada panen
pertama. Pemotongan pertama pada umur 75 HST
menghasilkan pakan segar 4,69 kg/rumpun. Dengan
populasi 20.000 tanaman/ha dikurangi 20% tidak
efektif (menjadi hanya 16.000 tanaman), potensi hasil
pada panen pertama adalah 75.040 kg/ha. Dengan
jarak pemotongan 45 hari, dalam setahun rumput
dapat dipanen 8,3 kali sehingga hasil pakan segar
per tahun adalah 600.320 kg/ha. Jika ternak
mengonsumsi pakan segar 40 kg/ekor/hari maka
carrying capacity PpM per hektare pada lahan di
bawah tegakan kelapa adalah 41,11 ST.
Kombinasi pupuk Ponska 300 kg dan urea 100
kg/ha menghasilkan hijauan pakan 4,69 kg/rumpun
dengan carrying capacity 41,12 ST/ha. Kandungan
gizi bagian daun jauh lebih tinggi daripada bagian
batang, terutama protein dan energi.
Introduksi PpM dengan pendekatan agro-
ekosistem dan agribisnis telah memperluas penyebar-
an dan pengembangannya. Pemanfaatan PpM akan
mendorong agribisnis sapi potong di tingkat desa pada
kabupaten sentra produksi sapi. Introduksi PpM yang
diikuti dengan kegiatan temu lapang yang dihadiri
pengambil kebijakan, petani, dan penyuluh memper-
cepat adopsi inovasi hijauan pakan unggul. Pada
tahun 2011, teknologi ini diadopsi oleh Dinas Pe-
ternakan setempat pada lahan 25 ha sebagai kebun
rumput unggul. Adaptasi tanaman pakan PpM
terhadap lingkungan pengembangan baru di Sulut
cukup tinggi sehingga mampu meningkatkan carrying
capacity lahan penggembalaan dari hanya 2 ST
menjadi lebih dari 30 ST/ha.
Pengembangan Usaha Ternak Sapi
Terintegrasi dengan Kelapa Sawit
Pendekatan usaha tani secara terintegrasi antara
perkebunan kelapa sawit dan ternak merupakan salah
satu alternatif pengembangan usaha peternakan
dengan memanfaatkan limbah kelapa sawit sebagai
sumber pakan ternak. Produksi pelepah kelapa sawit
cukup melimpah, berkesinambungan, dan tidak
bersaing dengan kebutuhan manusia.
Pengkajian sistem integrasi sapi dengan kelapa
sawit (SISKA) dilaksanakan pada kelompok ternak
Ingin Jaya, Desa Alue Nyamuk Kecamatan Birem
Area kebun sawit yang dimanfaatkan untuk
pemeliharaan sapi (atas), pencacahan pelepah
sawit sebelum diberikan kepada ternak sapi
(tengah), dan pembuatan kompos dari sisa
pakan dan kotoran sapi (bawah).
Inovasi Spesifik Lokasi
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011112
Bayeum Kabupaten Aceh Timur dengan mengguna-
kan 20 ekor sapi bali jantan umur 1,5-2,0 tahun,
yaitu 10 ekor milik petani kooperator (menerapkan
model SISKA) dan 10 ekor milik petani nonkooperator.
Petani kooperator memelihara sapi di kandang,
sedangkan sapi petani nonkooperator dilepas di kebun
sawit. Sapi petani kooperator memperoleh pakan
konsentrat berupa bungkil kelapa 1 kg dikombinasikan
dengan dedak 2 kg/ekor/hari. Ternak juga mendapat
hijauan berupa pelepah sawit dan rumput alam 10%
dari bobot badan serta pakan suplemen berupa
mineral blok, vitamin, dan obat cacing.
Formula pakan konsentrat mengandung bahan
kering 90,53%, kadar abu 11,04%, lemak 16,12%,
protein kasar 12,00%, dan serat kasar 26,76%
sehingga memenuhi kebutuhan gizi sapi potong untuk
penggemukan. Penerapan model SISKA selama 90
hari pada sapi milik petani kooperator menghasilkan
rata-rata pertambahan bobot badan harian 0,74 kg/
ekor, lebih tinggi dari bobot badan sapi milik petani
nonkooperator yang hanya 0,3 kg/ekor/hari.
Di Sumatera Barat, guna meningkatkan pro-
duktivitas sapi potong, BPTP Sumatera Barat meng-
introduksikan pakan berbasis hasil ikutan (limbah)
perkebunan kelapa sawit, yaitu pelepah, bungkil inti
sawit (BIS), dan solid. Selain meningkatkan
produktivitas dan reproduksi sapi lokal, peternak juga
mendapat keuntungan dalam hal efisiensi biaya,
waktu, dan tenaga. Demonstrasi teknologi di Pasaman
Barat menunjukkan, pemberian 2 kg bungkil sawit, 2
kg pelepah sawit, dan rumput pada sapi lokal segar
menghasilkan pertambahan bobot badan 0,6 kg/ekor/
hari, jauh lebih tinggi dibanding yang hanya diberi
rumput (0,2 kg/ekor/hari) atau 2 kg bungkil sawit
dan rumput segar (0,4 kg/ekor/hari).
Satu hektare kebun sawit mampu menyediakan
pelepah 6-7 t/ha/tahun. Pelepah sawit dapat
menggantikan rumput 50% karena kandungan gizinya
hampir sama dengan rumput segar. Sebaiknya
pelepah sawit diberikan bersama bungkil inti sawit
atau lumpur sawit (solid).
Selain meningkatkan produktivitas, mengguna-
kan pelepah sawit sebagai pengganti hijauan lebih
efisien dari segi biaya serta menghemat waktu dan
tenaga untuk mencari hijauan, terutama bagi peternak
yang berada di daerah perkebunan kelapa sawit.
Pemanenan tandan buah sawit menyisakan pelepah
yang berserakan di lahan sehingga pemanfaatan
pelepah sebagai pakan sapi dapat mengurangi
masalah lingkungan.
Di Sumatera Barat, menggunakan BIS sebagai
pakan konsentrat lebih murah Rp500/kg dibanding
memakai dedak. BIS dapat dibeli dalam jumlah
banyak dan disimpan. Untuk penggunaan solid
sebagai pakan, peternak hanya perlu membayar upah
muat sekitar Rp40-100/kg kepada pabrik, dan pabrik
sangat terbantu dalam mengurangi limbahnya.
Penerapan Teknologi Usaha Tani
Nilam di Lahan Kering
Sistem usaha tani lahan kering di Nanggroe Aceh
Darussalam (NAD) masih belum tersentuh teknologi.
Keadaan ini diperburuk oleh kondisi lahan kering yang
memiliki tingkat kemasaman tinggi, miskin bahan
organik, didominasi tanah podsolik merah kuning, dan
curah hujan tinggi.
Varietas unggul nilam Sidikalang.
Inovasi Spesifik Lokasi
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011113
Pertanaman nilam umumnya diusahakan secara
tradisional hingga semiintensif sehingga produk-
tivitasnya rendah karena petani belum menggunakan
teknologi budi daya yang tepat. Produktivitas dapat
ditingkatkan dengan menggunakan varietas unggul,
penanaman pada daerah yang sesuai, pemupukan,
serta pengendalian hama dan penyakit. Berkaitan
dengan hal tersebut, BPTP NAD melakukan pengkajian
paket teknologi usaha tani nilam pola petani dan
teknologi introduksi.
Pengkajian dilaksanakan di lahan petani di Desa
Kuala Bakong, Kecamatan Sampoiniet, Kabupaten
Aceh dengan melibatkan 10 petani kooperator pada
lahan ± 1 ha, yaitu lima petani kooperator menerap-
kan pola petani dan lima petani kooperator dengan
pola introduksi. Paket teknologi pola introduksi
meliputi varietas unggul Sidikalang, pupuk organik/
kompos 5 t, dolomit 2 t, urea 280 kg, SP-36 100 kg,
KCl 150 kg, dan NPK 150 kg/ha. Pola petani meng-
gunakan varietas lokal, tanpa pupuk organik/kompos
dan dolomit, urea 200 kg, SP-36 50 kg, dan KCl 100
kg/ha.
Hasil pengkajian menunjukkan, pada umur dua
bulan setelah tanam (BST) tinggi tanaman pada pola
introduksi 25,75 cm, diameter kanopi 41,28 cm, dan
jumlah cabang 5,63 buah. Pada pola petani, tinggi
tanaman 23,30 cm, diameter kanopi 26,70 cm, dan
jumlah cabang 4,90 buah. Keragaan vegetatif tanaman
pada 4 BST untuk pola introduksi yaitu tinggi tanaman
40,48 cm, diameter kanopi 83,28 cm, dan jumlah
cabang 14,50 buah, sedangkan untuk pola petani,
tinggi tanaman 39,30 cm, diameter kanopi 64,70 cm,
dan jumlah cabang 10,90 buah.
Model Kawasan Rumah Pangan
Lestari dan Pengembangannya ke
Seluruh Provinsi di Indonesia
Luas lahan pekarangan secara nasional mencapai
10,3 juta ha atau 14% dari seluruh luas lahan per-
tanian. Lahan seluas itu merupakan sumberdaya yang
potensial untuk menyediakan bahan pangan yang
bergizi dan bernilai ekonomi tinggi. Namun, umumnya
lahan pekarangan belum dimanfaatkan untuk mem-
budidayakan aneka komoditas pertanian, khususnya
sumber bahan pangan.
Pemanfaatan lahan pekarangan untuk usaha
berbagai komoditas kebutuhan keluarga (tanaman,
ternak, dan ikan) telah berlangsung lama, khususnya
di daerah perdesaan, dan masih berkembang hingga
kini meski ada berbagai pergeseran. Komitmen
pemerintah untuk melibatkan rumah tangga dalam
mewujudkan kemandirian pangan dapat diaktualisasi
dengan menggerakkan kembali budaya menanam di
lahan pekarangan, baik di perkotaan maupun di
perdesaan.
Tanaman kangkung dan selada tumbuh baik ditanam di bambu yang ditata di pagar.
Inovasi Spesifik Lokasi
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011114
Pemanfaatan lahan pekarangan untuk tanaman
obat keluarga (toga), tanaman pangan, hortikultura,
ternak, ikan, dan lainnya selain dapat memenuhi
kebutuhan keluarga, juga berpeluang menambah
penghasilan rumah tangga apabila dirancang dan
direncanakan dengan baik.
Kementerian Pertanian pada akhir 2010 me-
nyusun suatu konsep yang disebut Kawasan Rumah
Pangan Lestari (KRPL). KRPL adalah suatu himpunan
rumah yang mampu mewujudkan kemandirian
pangan keluarga melalui pemanfaatan pekarangan.
Hal tersebut ditujukan agar masyarakat dapat
melakukan upaya diversifikasi pangan berbasis
sumberdaya lokal sekaligus melestarikan tanaman
pangan untuk masa depan, serta tercapai pula upaya
peningkatan kesejahteraan keluarga dan masyarakat.
Badan Litbang Pertanian mendapat mandat dari
Kementerian Pertanian untuk mengembangkan
M-KRPL tersebut serta memberikan dukungan inovasi
teknologi dan bimbingan teknis ke seluruh provinsi di
Indonesia.
Dalam menerapkan M-KRPL, perlu diperhatikan
pengelompokan atau strata luas lahan pekarangan,
penataan, pemilihan komoditas, dan pengembangan-
nya. Pengelompokan KRPL dibedakan atas pekarangan
perkotaan dan perdesaan, baik untuk menetapkan
komoditas, skala usaha, maupun cara menata
tanaman, ternak, dan ikan.
Pekarangan perkotaan dikelompokkan menjadi
empat, yaitu: (1) tanpa pekarangan (perumahan tipe
21 dengan total luas lahan sekitar 36 m2); (2)
pekarangan sempit (perumahan tipe 36, luas lahan
sekitar 72 m2); (3) pekarangan sedang (perumahan
tipe 45, luas lahan sekitar 90 m2); dan (4) pekarangan
luas (perumahan tipe 54 atau 60, luas lahan sekitar
120 m2). Pekarangan perdesaan juga dibagi menjadi
empat kelompok, yaitu: (1) pekarangan sangat
sempit (tanpa halaman); (2) pekarangan sempit
(<120 m2); (3) pekarangan sedang (120-400 m2);
dan (4) pekarangan luas (> 400 m2).
Pemilihan komoditas didasarkan pada kebutuhan
pangan dan gizi keluarga serta kemungkinan
pengembangannya secara komersial berbasis
kawasan. Komoditas yang dapat diusahakan di
pekarangan antara lain adalah sayuran, toga, dan
tanaman buah (pepaya, belimbing, jambu biji,
srikaya, sirsak). Pada pekarangan yang lebih luas
dapat ditambahkan kolam ikan dan ternak (unggas
maupun ruminansia kecil). Setiap KRPL harus me-
nentukan komoditas pilihan yang dapat dikembangkan
secara komersial, dilengkapi dengan kebun bibit untuk
menjamin keberlanjutannya.
Penerapan RPL Strata 1 di Dusun Nogosari, Kayen, Pacitan (kiri) dan KRPL di Kelurahan Talang
Keramat, Banyuasin, Sumatera Selatan (kanan).
Inovasi Spesifik Lokasi
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011115
M-KRPL dilaksanakan dengan melibatkan semua
elemen masyarakat dan instansi terkait di pusat
maupun di daerah. Ketersediaan bibit juga akan
menentukan keberlanjutan KRPL. Oleh karena itu,
perlu dibangun kebun bibit desa (KBD) di setiap
kawasan. Pengaturan pola dan rotasi tanaman,
termasuk sistem integrasi tanaman dan ternak serta
model diversifikasi juga perlu dirumuskan dengan
tepat sehingga dapat memenuhi pola pangan ha-
rapan dan memberikan kontribusi terhadap pen-
dapatan keluarga.
Unit percontohan M-KRPL dibangun di Dusun
Jelok, Desa Kayen, Kecamatan Pacitan, Kabupaten
Pacitan, Jawa Timur, yang dimulai pada Februari 2011.
Kelompok sasarannya dibagi menjadi tiga strata, yaitu
rumah tangga berpekarangan sempit (<100 m2),
sedang (200-300 m2), dan luas (> 300 m2). Pada
rumah tangga berpekarangan sempit, contoh
pengelolaan lahan pekarangan adalah dengan mena-
nam sayuran secara vertikultur. Untuk rumah tangga
berpekarangan sedang dapat menanam sayuran dan
toga pada bedengan atau secara vertikultur serta
membuat kandang ayam. Untuk pekarangan yang
luas, dapat dilengkapi kandang kambing, tanaman
umbi-umbian, dan tanaman naungan.
Awalnya program dikembangkan di Desa Kayen,
Pacitan, Jawa Timur dengan melibatkan 30 kepala
keluarga pada November 2010 lalu. Pada akhir 2011,
M-KRPL telah diterapkan lebih dari 750 kepala
keluarga yang tersebar di empat kecamatan pada
sembilan desa di Pacitan. Program M-KRPL di Jawa
Timur telah berkembang di Kabupaten Pasuruan,
Mojokerto, Jombang, Sidoarjo, Malang, dan Kota
Malang. Konsep kebun bibit desa telah memberikan
dampak yang luar biasa karena dapat menekan
pengeluaran rumah tangga petani berkisar antara
Rp195.000-Rp715.000/bulan serta meningkatkan
indeks Pola Pangan Harapan (PPH) dari 76,3%
menjadi 83,3%.
Penerapan M-KRPL diperluas ke seluruh provinsi.
Pada tahun 2011, setiap BPTP di seluruh provinsi
melaksanakan 1-2 unit M-KRPL. Pada tahun 2012,
pengembangan model tersebut akan diperluas ke
seluruh kabupaten/kota secara bertahap.
Diseminasi Inovasi
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011116
Diseminasi Inovasi
Badan Litbang Pertanian memanfaatkan spektrum diseminasi
multichannel (SDMC) untuk mengeliminasi permasalahan yang
menghambat percepatan arus penyampaian inovasi kepada
pengguna. Semua UK/UPT lingkup Badan Litbang Pertanian
memberdayakan sumberdaya diseminasi yang dimiliki untuk
menyebarluaskan inovasi yang dihasilkan. Berkaitan dengan
hal tersebut, berbagai kegiatan diseminasi pun dilaksanakan,
seperti pameran, gelar teknologi, penggunaan media massa
cetak dan elektronis, serta pendampingan dalam penerapan
inovasi teknologi di lapangan. Pengembangan perpustakaan
juga mendapat perhatian penting untuk memudahkan
pengguna dalam mengakses informasi. Pemberian lisensi
kepada mitra diharapkan pula dapat mempercepat pengem-
bangan inovasi oleh pengguna, dengan tetap melakukan
pengelolaan terhadap hak kekayaan intelektual terhadap inovasi
yang dihasilkan.
Diseminasi Inovasi
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011117
Penyelenggaraan Pameran dan
Gelar Teknologi
Sepanjang tahun 2011, Badan Litbang Pertanian
menyelenggarakan dan berpartisipasi dalam berbagai
pameran dalam upaya mempromosikan inovasi
teknologi kepada pengguna (Tabel 1). Selain
berpartisipasi pada pameran yang rutin digelar setiap
tahun, seperti Agrinex, Agro & Food Expo, Hari
Kebangkitan Teknologi Nasional, Hari Pangan Sedunia,
Pameran Teknologi Tepat Guna, dan Pekan Flori dan
Flora Nasional, Badan Litbang Pertanian menyeleng-
garakan kegiatan diseminasi berskala nasional,
seperti Pekan Pertanian Rawa Nasional dan Pekan
Pertanian Spesifik Lokasi. Badan Litbang Pertanian
juga tampil penuh pada acara akbar Pekan Nasional
(Penas) XIII Petani-Nelayan yang berlangsung pada
18-23 Juni 2011 di Tenggarong, Kutai Kartanegara,
Kalimantan Timur. Badan Litbang Pertanian juga
berpartisipasi dalam acara tahunan para penerbit
buku nasional dan internasional Indonesia Book Fair
serta Gerakan Perempuan Tanam dan Pelihara dengan
mengusung model rumah pangan lestari.
Pendampingan dalam pengembangan varietas unggul
di lapangan, seperti Inpari 13, terbukti dapat mem-
percepat penggunaan varietas tersebut oleh petani.
Menggelar Teknologi di Penas XIII
Lahan seluas 50-an hektare di sekitar stadion olah
raga di Tenggarong yang semula tidak produktif ber-
ubah menjadi area pertanian ijo royo-royo. Tanaman
padi, palawija, hortikultura, dan tanaman perkebunan
yang digelar di lokasi ini membuat banyak orang
berdecak kagum.
Pada Penas XIII tahun 2011, Badan Litbang
Pertanian dengan kekuatan penuh menurunkan
hampir seluruh inovasi hasil penelitian terbaru. Gelar
teknologi inovasi terbaru tersebut ditata dalam empat
klaster, yaitu swasembada dan swasembada ber-
kelanjutan, kemandirian pangan, diversifikasi pangan,
serta nilai tambah, daya saing dan ekspor.
Klaster pertama menyajikan area percontohan
padi gogo, padi rawa, padi sawah, dan ternak,
sedangkan klaster kemandirian pangan menampilkan
Rumah Pangan Lestari (RPL). Pada klaster diversifi-
kasi pangan dapat ditemukan inovasi teknologi ubi
kayu dan aneka ubi, sorgum, dan sagu, sedangkan
pada klaster kemandirian energi digelar inovasi
teknologi terbaru jarak pagar, kemiri Sunan, nyam-
plung, dan ubi kayu untuk produksi etanol. Bukan
hanya contoh tanaman maupun produk hasil olahan,
di saung gelar teknologi Badan Litbang Pertanian
Wakil Presiden Budiono
didampingi Menteri
Pertanian, Suswono saat
meninjau stan Badan
Litbang Pertanian.
Diseminasi Inovasi
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011118
petani dapat berkonsultasi tentang inovasi teknologi
pertanian yang dibutuhkan.
Varietas unggul baru padi, jagung, dan kedelai
yang digelar di lapangan menunjukkan keragaan yang
optimal. Padi lahan pasang surut varietas Inpara 4,
misalnya, berproduksi 6,7 t/ha. Selama penelitian,
Inpara 4 mampu bertahan dari rendaman hingga 14
hari. Kedelai varietas Anjasmoro memiliki daya
adaptasi yang luas, dapat dikembangkan pada lahan
pasang surut tipe C, dan hasilnya di area gelar tekno-
logi berkisar antara 2,5-3,0 t/ha. Jagung hibrida QPM
(protein tinggi) yang digelar mampu pula berproduksi
10 t/ha dan daunnya masih hijau pada saat dipanen
sehingga dapat menjadi pakan sapi dan sejenisnya.
Selain menggelar teknologi di lapangan, berbagai
produk inovatif juga dipamerkan di arena yang tak
jauh dari lokasi gelar teknologi. Materi yang
dipamerkan mendapat cukup banyak perhatian dari
pengunjung. Media cetak seperti buku dan liflet yang
disediakan secara cuma-cuma juga tak luput dari
perhatian pengunjung.
Penas XIII Petani-Nelayan yang dibuka oleh Wakil
Presiden, Prof. Dr. Budiono, pada 18 Juni 2011 dinilai
sukses oleh banyak pihak. Indikatornya, acara nasional
ini tidak hanya dikunjungi oleh 30 ribuan petani-
nelayan dari 33 provinsi di Indonesia, tetapi juga
tingginya apresiasi masyarakat. Penas menjadi
wahana bagi para investor pertanian, perikanan, dan
kehutanan. Dalam acara gelar agribisnis telah
disepakati pula beberapa kerja sama untuk berbagai
aspek, termasuk pengembangan inovasi teknologi
yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian.
Indikator kesuksesan Penas XIII tentu tidak
terlepas dari keceriaan Presiden RI dalam acara
telekonferen Istana-Kutai Kartanegara pada 22 Juni
2011. Komunikasi interaktif antara Presiden dan
petani peserta Penas XIII berjalan lancar dan
mendapat aplus dari semua peserta telekonferen.
Tabel 1. Pameran/gelar teknologi yang diikuti/diselenggarakan Badan Litbang Pertanian, 2011.
Nama pameran Tempat dan waktu
Gebyar Pemuda Indonesia Bogor, Jawa Barat, 29-30 Januari 2011
Agrinex Expo Jakarta, 4-9 Maret 2011
Perubahan Iklim Jakarta, 26-29 Mei 2011
Agro & Food Expo Jakarta, 26-29 Mei 2011
Pekan Lingkungan Indonesia Jakarta, 1-5 Juni 2011
Penas XIII Tenggarong, Kutai Kartanegara, 18-23 Juni 2011
Pekan Pertanian Rawa Nasional Banjarbaru, Kalimantan Selatan, 12-15 Juli 2011
Hari Kebangkitan Teknologi Nasional Serpong, Banten, 10-12 Agustus 2011
Pameran pada Asean Ministerial Meeting on Agriculture Jakarta, 3-9 Oktober 2011
and Forestry (AMAF) ke-33
Pameran pada Munas II Masyarakat Perbenihan Jakarta, 3-9 Oktober 2011
dan Perbibitan Indonesia (MPPI)
Gelar Teknologi Tepat Guna XIII Kendari, Sulawesi Tenggara, 12-16 Oktober 2011
Expo Nasional Inovasi Perkebunan II Jakarta 14-16 Oktober 2011
Hari Pangan Sedunia Gorontalo, 20-23 Oktober 2011
Indonesian Disaster Preparedness and Responses Expo Jakarta, 27-30 Oktober 2011
and Conference (IDEC)
Pekan Pertanian Spesifik Lokasi Bogor, Jawa Barat, 17-21 November 2011
Indonesia Book Fair Jakarta, 24 November-4 Desember 2011
Gerakan Perempuan Tanam dan Pelihara Karawang, Jawa Barat, 2 Desember 2011
Pekan Flori dan Flora Nasional Bali, 19-22 Desember 2011
Diseminasi Inovasi
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011119
Hari Pangan se-Dunia 2011 di Gorontalo
Penduduk dunia kini sudah hampir 7 miliar dan pada
tahun 2050 diperkirakan akan bertambah menjadi 9
miliar orang. “Kita belum aman dalam hal penyediaan
pangan, ke depan kerawanan pangan akan terus
menghantui kita”, ujar Wakil Presiden RI, Prof. Dr.
Budiono dalam pembukaan Hari Pangan se-Dunia pada
20 Oktober 2011 di Bone Bolango, Gorontalo.
Kekhawatiran Wapres tentu mengingatkan
semua pihak untuk terus berupaya meningkatkan
produksi pangan. Di satu sisi, upaya peningkatan
produksi pangan dihadapkan kepada berbagai
masalah, termasuk perubahan iklim global. Di sisi lain,
kebutuhan pangan terus meningkat sejalan dengan
pertambahan jumlah penduduk. Oleh karena itu,
Wapres mengisyaratkan pentingnya penerapan
teknologi yang tepat dan pengelolaan sumberdaya
yang bijak untuk menghasilkan pangan yang cukup
bagi bangsa Indonesia. “Inilah cara yang dapat kita
lakukan untuk mengantisipasi ancaman kerawanan
pangan”, ujar Wapres.
Dalam kunjungannya ke lapangan, Wapres
kagum melihat keragaan varietas unggul yang ditanam
pada area gelar teknologi Badan Litbang Pertanian.
Kekaguman ini tercermin dari pemetikan polong
kedelai muda oleh Wapres dan mencicipinya untuk
membuktikan bernasnya biji kedelai yang digelar.
Tidak hanya itu, Wapres juga menyaksikan dari dekat
tanaman jagung hibrida bertongkol dua. Selama ini,
Panen perdana padi toleran rendaman varietas Inpara 4 oleh Menteri Pertanian, Suswono (depan,
kedua dari kanan), Gubernur Kalimantan Timur, Awang Faroek (depan, ketiga dari kanan), Bupati Kutai
Kartanegara (depan, kedua dari kiri), dan Prof. Dr. Jusuf, Staf Khusus Presiden RI untuk Bidang Pangan
dan Energi (depan kiri) di area gelar teknologi Penas XIII di Tenggarong, Kalimantan Timur. Pada lahan
rawa pasang surut di Kalimantan Timur, varietas unggul baru ini masih mampu berproduksi 6,7 t/ha
meski telah terendam hingga dua minggu.
Diseminasi Inovasi
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011120
Selain menggelar teknologi di lapangan, berbagai
produk inovatif juga dipamerkan di stan yang tak jauh
dari lokasi gelar teknologi. Pengunjung sangat
berantusias untuk memperoleh informasi mengenai
produk yang dipamerkan. Media cetak seperti buku
dan liflet yang disediakan secara cuma-cuma juga
tak luput dari perhatian pengunjung.
Pekan Pertanian Rawa Nasional
Pekan Pertanian Rawa Nasional (PPRN) I digelar di
Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa di Banjarbaru,
Kalimantan Selatan pada 12-15 Juli 2011. Acara yang
mengusung tema “Rawa Lumbung Pangan Meng-
hadapi Perubahan Iklim” ini terbilang sukses. Dibuka
secara resmi oleh Menteri Pertanian, Suswono, PPRN
I dihadiri oleh Gubernur Kalimantan Selatan dan 200-
an orang dari kalangan pemerintah, perguruan tinggi,
perusahaan swasta, BUMN, LSM, petani, pelajar,
mahasiswa, dan masyarakat umum.
Pada saat pembukaan, Mentan dalam sambutan-
nya menyampaikan pentingnya teknologi pertanian
lahan rawa yang merupakan salah satu peran Badan
Kepala Puslitbangtan, Dr. Hasil Sembiring,
menjelaskan kemajuan penelitian padi dan
palawija kepada Wakil Presiden di area gelar
teknologi Badan Litbang Pertanian pada
peringatan HPS di Gorontalo, 20 Oktober
2011.
tanaman jagung umumnya hanya memiliki tongkol
satu. Bagi Wapres dan bahkan bagi sebagian besar
masyarakat pertanian, tanaman jagung bertongkol
dua tentu menjadi sesuatu yang baru. Wapres juga
kagum melihat penampilan berbagai tanaman sayuran
dan biofarmaka di pekarangan Rumah Pangan Lestari
(RPL) yang dibangun di area gelar teknologi. Pada
peringatan HPS kali ini Badan Litbang Pertanian meng-
gelar berbagai inovasi teknologi di lapangan, yang
ditata ke dalam empat klaster, yaitu RPL, pangan
fungsional, swasembada pangan, dan tanaman obat
dan aromatik.
Kepala Balitsereal, Dr. M. Yasin (kedua dari
kiri), menjelaskan kemajuan penelitian jagung
hibrida yang memiliki dua tongkol per batang
kepada Wakil Presiden, Prof Dr. Budiono yang
didampingi oleh Menteri Pertanian, Dr.
Suswono (kanan).
Diseminasi Inovasi
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011121
Pekan Pertanian Spesifik Lokasi
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian sebagai ujung
tombak Badan Litbang Pertanian di provinsi telah
menghasilkan inovasi spesifik lokasi untuk mening-
katkan produktivitas, pendapatan, dan kesejahteraan
petani melalui pemberdayaan dalam mengakses
informasi, teknologi, dan modal untuk mengembang-
kan agribisnis dan kemitraan dengan sektor swasta.
Berdasarkan pemikiran tersebut dilaksanakan Pekan
Pertanian Spesifik Lokasi (PPSL) 2011 dengan
mengambil tema “Percepatan Transfer Inovasi
Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi untuk Pem-
berdayaan Petani Mendukung Ketahanan Pangan
Nasional”. Kegiatan dipusatkan di Kampus Penelitian
Pertanian Cimanggu, Bogor pada 17-21 November
2011. Tiga agenda kegiatan besar dilaksanakan,
yaitu: (1) percepatan transfer inovasi teknologi
pertanian spesifik lokasi, dengan kegiatan berupa
seminar, ekspose/pameran, konsultasi inovasi,
talkshow, bedah buku, dan open house UK/UPT
Kampus Pertanian Cimanggu; (2) pemberdayaan
petani, dengan kegiatan workshop PUAP, Penyiapan
Materi Diseminasi Partisipatif, dan konsolidasi FEATI,
temu teknologi, serta ekspose audio visual dan inovasi
pertanian spesifik lokasi; dan (3) dukungan teknologi
terhadap ketahanan pangan nasional, dengan kegi-
atan pencanangan gerakan M-KRPL oleh Menteri
Pertanian, displai M-KRPL di stan, workshop M-KRPL
dan P2BN, serta lomba olah pangan lokal.
PPSL 2011 dibuka oleh Wakil Menteri Pertanian
dan dihadiri oleh 400-an undangan dari instansi
pemerintah, mitra kerja sama, stakeholder, gapoktan
PUAP, dan perwakilan FMA FEATI. Wakil Menteri
Pertanian menekankan agar sedapat mungkin
teknologi yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian,
khususnya teknologi spesifik lokasi, diselaraskan
dengan kebutuhan pengguna dan kegiatan serupa
PPSL ini diharapkan mampu menjembatani sinergi
antara peneliti, penyuluh, dan pengambil kebijakan
di pusat maupun di daerah. Pada acara pembukaan
dilaksanakan penandatanganan sembilan naskah
kerja sama antara BPTP dan mitra dari Pemda mau-
pun swasta, penyerahan buku 100 Inovasi Teknologi
Spesifik Lokasi oleh Kepala Badan Litbang Pertanian
Litbang Pertanian untuk menghasilkan teknologi
tersebut. Sementara itu Gubernur Kalimantan Selatan
memberikan apresiasi yang sangat besar atas
terselenggaranya PPRN I. Gubernur menyatakan
pertanian rawa/pasang surut secara historis telah
menjadi salah satu keahlian masyarakat Banjar.
Acara yang diselenggarakan pada PPRN I antara
lain gelar teknologi lahan rawa, kunjungan Mentan
ke Desa Kayu Abang Kabupaten Hulu Sungai Selatan,
kursus budi daya melon di lahan rawa, peluncuran
produk, pemecahan rekor MURI, bedah buku, serta
pameran produk dan teknologi pertanian. Produk yang
diluncurkan meliputi pupuk hayati Biotara dan Biosure,
pupuk organik Organorawa, pengendali tikus Ritel,
prototipe Sistem Informasi Lahan Rawa (SILAR),
perangkat uji tanah rawa (PUTR), dan buku State of
the Art dan Grand Design Pengembangan Lahan
Rawa. Acara PPRN I dirangkai dengan Seminar
Nasional Sumberdaya Lahan. Rekor MURI yang
berhasil dipecahkan adalah koleksi plasma nutfah padi
rawa sebanyak 130 aksesi dan penyajian kue talepuk
terbesar dengan ukuran 1 m x 10 m x 0,5 m. Kue
talepuk berbahan dasar biji teratai yang tumbuh di
lahan rawa. Ajang promosi inovasi pertanian lahan
rawa yang baru pertama kali digelar ini direncanakan
akan dilaksanakan 3-4 tahun sekali.
Menteri Pertanian dan Gubernur Kalimantan
Selatan melakukan panen semangka di kebun
percobaan Balittra.
Diseminasi Inovasi
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011122
Litbang Pertanian kepada Kepala BPPSDMP, penyerah-
an Anugerah Agro Inovasi, penyerahan materi
pengembangan M-KRPL oleh Menteri Pertanian
kepada Gubernur Jawa Barat, Walikota Bogor, Wakil
Walikota Padang, Bupati Pacitan, dan Bupati Suka-
bumi, serta pemberian penghargaan Gerakan dan
Inovasi KRPL oleh Menteri Pertanian kepada Bupati
Pacitan dan Kepala BPTP Jawa Timur.
Pengembangan Padi Unggul BaruVarietas Inpari 13
Perubahan iklim berdampak terhadap perkembangan
organisme pengganggu tanaman (OPT). Hama
wereng batang coklat (WBC), misalnya, merusak
pertanaman padi di Pantai Utara (Pantura) Jawa Barat
dan Jawa Tengah pada MT 2010, dengan kerugian
yang cukup besar. Di Sukamandi, Jawa Barat, saja
lebih dari 350 ha pertanaman padi berumur 15-30
hari harus dieradikasi dan ditanam ulang, dengan
kerugian mencapai Rp1,5 miliar. Varietas IR64 dan
Ciherang yang telah berkembang luas di petani tidak
luput dari sergapan WBC.
Untuk mengatasi masalah itu, Badan Litbang
Pertanian mengembangkan varietas Inpari 13 di
berbagai daerah, terutama di sentra produksi padi.
Dilepas pada 2010, Inpari 13 tahan terhadap WBC,
berumur sangat genjah (99-103 hari) dan berpotensi
hasil tinggi (8,0 t/ha), lebih tinggi daripada varietas
Menteri Pertanian melakukan peluncuran
Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-
KRPL) .
kepada Wakil Menteri Pertanian, dan peluncuran PPSL
oleh Wakil Menteri Pertanian.
Acara Puncak PPSL dilaksanakan pada 21
November 2011 dan dihadiri oleh Menteri Pertanian,
Gubernur Jawa Barat, Bupati Pacitan, Walikota Bogor,
Wakil Walikota Padang, Kepala Dinas Pertanian
Provinsi Sumatera Barat, Bupati Sukabumi, dan
undangan lain dari pusat maupun daerah. Peluncuran
M-KRPL oleh Menteri Pertanian ditandai dengan
pelepasan balon udara dan burung merpati yang
dilanjutkan dengan pencanangan Taman Koleksi
Pangan Alternatif yang ditandai dengan penanaman
aneka varietas unggul ubi jalar. Pada acara puncak
PPSL 2011 ini juga dilakukan penyerahan materi
inovasi pertanian spesifik lokasi dari Kepala Badan
Menteri Pertanian di salah satu stan pameran
Pekan Pertanian Spesifik Lokasi.
Diseminasi Inovasi
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011123
Inpari 13 tahan WBC di Klaten, Jawa Tengah, didukung
oleh penyediaan benihnya oleh BB Padi sebanyak
20.100 kg. Pada 11 Agustus 2011, Gubernur Jawa
Tengah bersama Kepala Badan Litbang Pertanian,
Dirjen Tanaman Pangan, dan pejabat dari Kabupaten
Klaten melakukan panen Inpari 13 di kecamatan
Polanharjo, Klaten. Gubernur Jawa Tengah akan
menyebarkan Inpari 13 hasil panenan ini ke beberapa
Kabupaten di Jawa Tengah pada luas tanam 7.000
ha. Hasil panen ubinan Inpari 13 berkisar antara 6,7-
9,3 t/ha (GKP). Di Purwodadi dan Pekalongan,
produktivitas Inpari 13 mencapai 8,27 t/ha GKP.
Di Sumenep, Jawa Timur, hasil Inpari 13 berkisar
antara 6,72-7,84 t/ha (GKP), atau lebih tinggi 1,76 t/
ha dibandingkan dengan Ciherang dengah rata-rata
hasil 6,08 t/ha. Di Gorontalo, panen perdana Inpari
13 pada 30 Juni 2011 oleh Gubernur Gorontalo
memberikan hasil 8,2-8,6 t/ha (GKP). Hasil panenan
ini dibeli PT SHS untuk diperbanyak lebih lanjut.
Dodokan (5,0 t/ha) yang juga berumur sangat genjah
(100-105 hari). Selain itu, Inpari 13 juga tahan rebah
dengan tingkat kerontokan gabah sedang.
Di Jawa Barat dan Banten, panen perdana
varietas Inpari 13 dilakukan oleh Menteri Pertanian
dalam rangkaian Open House BB Padi pada Februari
2011 di Sukamandi. Selain menggunakan varietas
Inpari 13, keberhasilan panen padi di tengah
merebaknya hama WBC tidak terlepas dari tanam
serempak pada akhir November 2010. Diinisiasi oleh
BB Padi, tanam serempak juga dilakukan di tiga
kabupaten di Jalur Pantura (Subang, Purwakarta, dan
Karawang). Di Sukabumi, hasil varietas Inpari 13 yang
dipanen oleh Wakil Bupati Sukabumi pada 20 Agustus
2011 mencapai 8,7 t/ha (GKP), sedangkan Ciherang
hanya memberi hasil 6,9 t/ha (GKP).
Di Jawa Tengah, Gubernur berinisiatif dalam
sosialisasi penggunaan varietas Inpari 13 dan tanam
serempak kepada petani. Pengembangan varietas
Panen perdana Inpari 13 oleh Menteri Pertanian di Sukamandi, Jawa Barat, Februari 2011.
Diseminasi Inovasi
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011124
Pertemuan Tingkat Menteri dalam
Sidang Keempat Badan Pengatur
Sumberdaya Genetik untuk Pangan
dan Pertanian
Dalam upaya menghadapi perubahan iklim global
yang pengaruhnya sangat besar terhadap sistem
produksi pangan dan pertanian, diperlukan sumber-
daya genetik (SDG) sebagai bahan dasar dalam
perakitan varietas yang mampu beradaptasi terhadap
perubahan iklim. Perubahan iklim juga akan me-
mengaruhi dan mengancam keragaman hayati
dunia. Oleh karena itu, upaya utama yang harus
dilakukan adalah mengelola dan melestarikan SDG
secara tepat.
Indonesia memiliki komitmen dan keterikatan
dalam pelestarian dan pemanfaatan SDG serta meng-
aksesi International Treaty on Plant Genetic Resources
for Food and Agriculture (ITPGRFA). Pertemuan
Tingkat Menteri Negara Anggota ITPGRFA tentang
Keragaman Hayati, Ketahanan Pangan, dan Perubah-
an Iklim diselenggarakan pada 11 Maret 2011 di Nusa
Dua, Bali. Pertemuan tingkat menteri tersebut di-
lanjutkan dengan The Fourth Session of Governing
Body of International Treaty on Plant Genetic
Resources for Food and Agriculture (GB4-ITPGRFA)
di Bali pada 14-18 Maret 2011 dengan agenda ter-
penting membahas benefit sharing fund (BSF). Dana
BSF merupakan peluang bagi Indonesia untuk
pengelolaan, konservasi, dan penggunaan SDG secara
berkelanjutan, pertukaran informasi, transfer tekno-
logi, dan peningkatan kapasitas petani.
Kepala Badan Litbang Pertanian, Dr. Haryono, di
sela-sela pertemuan berlangsung menjelaskan bahwa
pengelolaan bersama SDG mampu menjamin
ketahanan pangan dunia. Terbentuknya kesepakatan
BSF merupakan peluang baru bagi petani dan
pertanian Indonesia.
Lebih jauh dijelaskan bahwa sidang menyepakati
perlunya sumber pendanaan jangka panjang untuk
mewujudkan sistem pembiayaan yang efektif, baik
melalui negara anggota, investasi maupun melalui
BSF. Kerja sama dengan lembaga-lembaga inter-
nasional, seperti UNDP dan IFAD, juga perlu dibangun,
Peluncuran Varietas Tanaman Hias
Industri tanaman hias terus berkembang mengikuti
selera konsumen yang bersifat dinamis. Berkaitan
dengan hal tersebut, Badan Litbang Pertanian
meluncurkan berbagai varietas unggul tanaman hias
pada 17 Oktober 2011. Selain 20 varietas unggul
anggrek yang telah dilepas, pada acara tersebut di-
luncurkan 47 varietas unggul baru tanaman hias
(enam varietas Dendrobium, enam varietas Phala-
enopsis tipe standar, tujuh varietas Phalaenopsis tipe
multiflora, dua varietas Vanda, 13 varietas krisan tipe
standar, dua varietas krisan tipe pot, empat varietas
gladiol, dua varietas mawar pot, dan lima varietas
anyelir). Pada kesempatan ini pula dilakukan uji
preferensi konsumen terhadap klon harapan anggrek
Dendrobium dan Phalaenopsis. Melalui uji preferensi
ini terpilih sembilan klon Phalaenopsis tipe standar
maupun multiflora dan empat klon Dendrobium yang
direncanakan akan diluncurkan pada tahun 2012.
Melalui interaksi antara pengunjung dan pemulia
pada peluncuran varietas ini dapat diketahui ke-
inginan pasar untuk masa yang akan datang. Pasar
menginginkan bunga mawar yang adaptif di dataran
rendah, Phalaenopsis tipe standar dengan warna
bunga putih bersih, kuntum bunga berukuran besar
dan petal tebal, serta Dendrobium yang berbunga
kuning atau putih.
Peluncuran varietas tanaman hias yang
dihasilkan Badan Litbang Pertanian pada 17
Oktober 2011.
Diseminasi Inovasi
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011125
seperti kerja sama penanganan kerawanan pangan
dan antisipasi perubahan iklim, sehingga keber-
adaannya bukan semata-mata memberi donasi. Kerja
sama juga dapat dibangun dengan sektor swasta dan
lembaga penyandang dana lainnya.
Menyangkut SDG, tantangan masyarakat dunia
saat ini adalah bagaimana mencapai ketahanan
pangan berkelanjutan di tengah pertumbuhan pen-
duduk yang cukup tinggi, perubahan peruntukan lahan
pertanian, degradasi sumberdaya alam, dan
perubahan iklim global. Kemampuan memelihara
ketahanan pangan serta meningkatkan produksi
pangan berkelanjutan dapat dibangun melalui
pemanfaatan SDG dalam perakitan varietas unggul
sehingga dapat merespons dinamika permintaan dan
perubahan lingkungan global.
Pertemuan tingkat menteri ini dihadiri oleh 17
menteri dan 111 peserta yang mewakili 48 negara
anggota ITPGRFA. Pertemuan menghasilkan Bali
Ministerial Declaration on the International Treaty on
Plant Genetic Resources for Food and Agriculture,
yang memuat pentingnya ITPGRFA dan implementasi
BSF dalam multilateral system (MLS). Ditekankan pula
pentingnya keterpaduan antara Convention on
Biological Diversity (CBD), ITPGRFA, dan Protokol
Nagoya dalam implementasinya.
Pelaksanaan Pertemuan Tingkat Tinggi
Menteri dalam sidang keempat ITPGRFA di
Bali.
Pemanfaatan Media Massa
Badan Litbang Pertanian mendayagunakan media
massa cetak dan elektronis untuk menyebarluaskan
informasi yang dihasilkan. Media elektronis seperti
siaran televisi dan radio maupun CD/VCD/DVD, serta
media cetak surat kabar, tabloid, majalah ilmiah dan
populer, petunjuk teknis informasi teknologi, liflet, dan
folder didayagunakan untuk menyebarkan informasi
teknologi pertanian.
Pada tahun 2011, Badan Litbang Pertanian me-
manfaatkan stasiun televisi nasional dan swasta untuk
menyebarluaskan informasi. Tiga topik yang men-
dapat perhatian khusus untuk ditayangkan adalah
penyelenggaraan GB4-ITPGRFA, Ekspo Nasional
Perkebunan (ENIP), KRPL, dan deversifikasi pangan
dalam rangka membangun ketahanan pangan ma-
syarakat. Selain melalui tayangan televisi, secara rutin
Badan Litbang Pertanian mengisi salah satu program
pada Radio Pertanian Ciawi, Bogor. Acara yang di-
siarkan mendapat tanggapan positif dari pendengar,
antara lain ditunjukkan melalui pertanyaan yang
disampaikan ke UK/UPT lingkup Badan Litbang
Pertanian.
CD/VCD/CD interaktif yang memuat informasi
hasil litbang juga diproduksi untuk melengkapi media
diseminasi yang telah ada. Media ini terutama
bermanfaat bagi penyuluh untuk menunjang kegiatan
penyuluhan.
Surat kabar nasional dan tabloid Sinar Tani juga
dimanfaatkan untuk menyebarluaskan informasi.
Sejak tahun 2007, Badan Litbang Pertanian mengelola
rubrik Agro Inovasi pada tabloid Sinar Tani untuk
menyampaikan informasi praktis hasil litbang kepada
masyarakat, terutama penyuluh. Konferensi pers dan
kunjungan wartawan juga penting untuk menyam-
paikan informasi kepada masyarakat luas.
Badan Litbang Pertanian menerbitkan majalah
ilmiah dan populer (Tabel 2), buku, prosiding, liflet,
folder, petunjuk teknis, dan sejenisnya untuk
menyebarluaskan informasi hasil litbang pertanian.
Majalah ilmiah berperan penting sebagai media
komunikasi bagi peneliti/ilmuwan, selain sarana untuk
Diseminasi Inovasi
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011126
Tabel 2. Publikasi berseri yang diterbitkan unit kerja lingkup Badan Litbang Pertanian.
Unit kerja Judul publikasi
Sekretariat Badan Informatika Pertanian
Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian Indonesian Journal of Agricultural Science
(PUSTAKA) Indonesian Journal of Agriculture
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Pengembangan Inovasi Pertanian
Jurnal Perpustakaan Pertanian
Buletin Teknik Pertanian
Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan
(Puslitbangtan) Buletin Iptek Tanaman Pangan
Berita Puslitbangtan
Buletin Palawija
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura Jurnal Hortikultura
(Puslitbanghorti)
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Jurnal Penelitian Tanaman Industri
(Puslitbangbun) Warta Puslitbang Tanaman Industri
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat
Perkembangan Teknologi Tanaman Rempah
dan Obat
Perspektif
Infotek Perkebunan
Majalah Semi Populer Tree Tanaman Rempah
dan Industri
Buletin Rempah dan Industri
Buletin Palma
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner
(Puslitbangnak) Wartazoa
Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jurnal Agro Ekonomi
(PSE-KP) Forum Penelitian Agroekonomi
Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian
Buletin Agro Ekonomi
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Jurnal Tanah dan Iklim
Pertanian (BBSDLP) Jurnal Sumberdaya Lahan
Warta Sumberdaya Lahan
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Jurnal Agro Biogen
Sumberdaya Genetik Pertanian (BB Biogen) Buletin Plasma Nutfah
Warta Biogen
Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian (BBPMP) Jurnal Enjiniring Pertanian
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
(BB Pascapanen) Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Jurnal Pengkajian dan Pengembangan
(BB Pengkajian) Teknologi Pertanian
Diseminasi Inovasi
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011127
takaan unit kerja lingkup Ditjen Hortikultura, Badan
Pengembangan dan Penyuluhan SDM Pertanian, dan
Badan Karantina Pertanian. Dengan demikian sampai
2010 perpustakaan digital telah dibangun di 70 UK/
UPT lingkup Kementerian Pertanian.
Perpustakaan digital terus disempurnakan agar
mampu memberikan layanan yang prima kepada
pengguna. Berkaitan dengan itu, kapasitas SDM dalam
pengelolaan perpustakaan dan pemanfaatan TI terus
ditingkatkan melalui pelatihan, magang, lokakarya
maupun seminar. PUSTAKA juga melakukan pen-
dampingan dan menyiapkan berbagai pedoman
pengelolaan perpustakaan dalam upaya memberikan
pelayanan prima kepada pengguna.
Koleksi perpustakaan ditingkatkan dengan me-
langgan jurnal internasional tercetak, pangkalan data
on-line Pro-Quest dan Science Direct, serta pangkalan
data off-line (CD-ROM) TEEAL. Selain itu, juga diada-
kan bahan referensi dan bahan pustaka lain terbitan
dalam dan luar negeri, baik melalui pembelian mau-
pun pertukaran. Untuk memanfaatkan secara optimal
informasi dalam pangkalan data, Badan Litbang
Pertanian melalui PUSTAKA membuka akses bagi per-
pustakaan UK/UPT untuk memanfaatkan jurnal ilmiah
teks lengkap yang dimuat dalam Pro-Quest dan
Science Direct.
Ruang baca dan akses informasi
melalui on-line public accsess
catalogue.
memperoleh nilai kredit bagi kepentingan jabatan
fungsional. Penerbitan artikel pada majalah ilmiah
internasional penting pula sebagai salah satu upaya
meningkatkan citra Badan Litbang Pertanian di tingkat
internasional.
Pengembangan Perpustakaan
Badan Litbang Pertanian melalui Pusat Perpustakaan
dan Penyebaran Teknologi Pertanian (PUSTAKA) sejak
2006 mengembangkan perpustakaan berbasis
teknologi informasi. Prototipe perpustakaan digital,
yang dikenal dengan Perpustakaan Model, dicoba
diimplementasikan di BPTP Jawa Tengah dan Biro
Hukum dan Hubungan Masyarakat (sekarang Biro
Hukum dan Informasi Publik), Sekretariat Jenderal
Kementerian Pertanian. Prototipe tersebut kemudian
dikembangkan menjadi perpustakaan semidigital
pada tahun 2007 di lima unit pelaksana teknis (UPT)
lingkup Badan Litbang Pertanian, yaitu BPTP Sumatera
Utara, BPTP Sumatera Barat, BPTP Sulawesi Selatan,
BPTP Kalimantan Selatan, dan BPTP Jawa Timur.
Pada 2008, perpustakaan semidigital dikem-
bangkan menjadi perpustakaan digital di 54 UK/UPT.
Selanjutnya pada 2009 perpustakaan digital dibangun
di lima UPT Badan Litbang Pertanian dan di perpus-
Diseminasi Inovasi
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011128
untuk komoditas hortikultura, peternakan, tanaman
perkebunan, pascapanen, dan tanaman pangan, dan
satu kali temu bisnis bekerja sama dengan
Masyarakat Perbenihan Pertanian Indonesia. Industri
yang berminat mengembangkan teknologi tersebut
diarahkan untuk membuat kesepakatan (MOU)
perjanjian lisensi. Perjanjian alih teknologi melalui
lisensi berupa pemberian izin kepada lisensor untuk
mengembangkan, memproduksi, dan memasarkan
produk hasil teknologi, dan Badan Litbang Pertanian
sebagai pemberi lisensi akan mendapat royalti KI
sebagai imbalan atas pemberian lisensi tersebut.
Pada tahun 2011 dihasilkan 20 perjanjian lisensi,
terdiri atas 11 paten dan sembilan varietas tanaman
(Tabel 4). Satu dari teknologi tersebut, yaitu SMARt
(formula pupuk hayati untuk tanaman padi) dilisensi
oleh tiga perusahaan secara noneksklusif. Pada tahun
2010 jumlah lisensi hanya 11 judul sehingga terjadi
kenaikan hampir dua kali.
Kemajuan dan keberhasilan serta jaminan
akuntabilitas (tanggung gugat) pelaksanaan kinerja
suatu perjanjian lisensi perlu diukur melalui kegiatan
pemantauan. Verifikasi merupakan salah satu alat
manajemen yang dapat digunakan untuk memantau
tingkat keberhasilan suatu kegiatan perjanjian lisensi
yang sedang berjalan. Data hasil verifikasi dapat
dijadikan sebagai bahan evaluasi dan menghasilkan
rekomendasi untuk perbaikan pelaksanaan dan atau
perencanaan berikutnya. Pada tahun 2011 telah
Tabel 3. Permohonan paten, ciptaan, merek, dan hak perlindungan varietas tanaman (PVT) Badan Litbang Pertanian,
2006-2011.
TahunPendaftaran/permohonan Sertifikat
Paten Cipta Merek PVT Varietas Jumlah Paten Cipta Merek PVT Varietas Jumlah
< 2006 59 6 22 - - 87 9 2 3 - - 14
2006 16 7 1 3 14 41 - 7 - - 11 18
2007 2 - - 2 18 22 7 - - 1 18 26
2008 15 5 7 6 64 97 5 - - 2 57 64
2009 13 10 4 4 104 135 2 1 - 2 100 105
2010 28 5 2 5 80 120 5 9 8 - 80 102
2011 16 6 4 7 86 119 6 1 2 - 86 95
Jumlah 149 39 40 27 366 621 34 20 13 5 352 424
Pengelolaan Hak Kekayaan
Intelektual Pertanian
Hak kekayaan intelektual (HKI) adalah hak eksklusif
yang diberikan oleh negara kepada seseorang atau
kelompok orang berupa perlindungan atas invensi,
ciptaan di bidang ilmu, teknologi, seni dan sastra,
serta pemakaian simbol atau lambang dagang, yang
meliputi paten, hak cipta, merek, rahasia dagang,
desain industri, desain tata letak sirkuit terpadu, dan
varietas tanaman. Pengelolaan kekayaan intelektual
pertanian dipandang sangat perlu, bukan saja agar
proses sertifikasi HKI dapat dilakukan secara optimal
dan sertifikat HKI dapat diterima tepat waktu, tetapi
juga untuk merangsang inventor agar berlomba
mendaftarkan invensinya. Invensi Badan Litbang
Pertanian yang unggul dan komersial menjadi target
utama untuk dilindungi HKI-nya.
Sejak tahun 2006 sampai 2011, jumlah per-
mohonan KI mencapai 621, meliputi 149 paten, 39
ciptaan, 40 merek, 27 perlindungan varietas tanaman
(PVT), dan 366 varietas. Untuk tahun 2011 jumlah
pendaftaran KI/HKI meliputi 16 paten, enam ciptaan,
empat merek, tujuh PVT, dan 86 varietas (Tabel 3).
Untuk mempromosikan teknologi hasil penelitian
pertanian kepada pengguna (industri, pemerintah,
dan masyarakat) dilakukan round table meeting
(RTM). Pada tahun 2011 dilakukan enam kali RTM
Diseminasi Inovasi
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011129
Kepala Badan Litbang Pertanian
menandatangani kerja sama
lisensi inovasi kepada mitra.
Tabel 4. Invensi Badan Litbang Pertanian yang dilisensi swasta tahun 2011.
Nama teknologi UK/UPT Mitra kerja sama
Jagung hibrida Bima 7 Balitsereal PT Biogen Plantation
Minuman kesehatan dari kulit buah manggis BPTP Sumbar PT Zena Nirmala Sentosa
Bio aditif BBM Balittro PT Sinergi Alam Bersama
AWS Sistem Telemetri (alat perekam data stasiun cuaca otomatis) Balitklimat PT Indocommit Citra Mahardhika
Feromon Exi (formulasi feromon seks pemikat serangga jantan) BB Biogen PT Nusagri
SMARt (formula pupuk hayati untuk tanaman padi) Balittanah PT Bio Nusantara
SMARt (formula pupuk hayati untuk tanaman padi) Balittanah PT Petrosida Gresik
SMARt (formula pupuk hayati untuk tanaman padi) Balittanah PT Buana Agro Sejahtera
Proses penurunan indeks glikemik pada beras BB Pascapanen PT Petrokimia Gresik
Padi hibrida Hipa 12 BB Padi PT Saprotan Benih Utama
Padi hibrida Hipa 14 BB Padi PT Saprotan Benih Utama
Jagung QPM Balitsereal PT Berdikari
Krisan Puspita Nusantara Balithi PT Alam Indah Bunga Nusantara
Krisan Swarna Kencana Balithi PT Alam Indah Bunga Nusantara
Buncis Tegak 1 Balitsa Fajar Seed
Buncis Tegak 2 Balitsa Fajar Seed
Atraktan Balittro PT Sianindo Kurniasejati
Lem perangkap lalat buah Balittro PT Sianindo Kurniasejati
Kangkung Sutera Balitsa PT Sang Hyang Seri
SMARt (Formula pupuk hayati untuk tanaman padi) Plus Balittro PT Sapa Berkah Persada
dilakukan verifikasi invensi yang dilisensi swasta
sehingga diketahui potensi jumlah royalti dari KI yang
telah dilisensikan ke swasta.
Usulan pendaftaran HKI pada tahun 2011 me-
ningkat dibanding tahun sebelumnya, namun masih
banyak usulan yang belum memenuhi persyaratan.
Untuk keperluan tersebut diterbitkan tiga panduan
umum, yaitu kriteria penilaian suatu invensi (paten
dan PVT), panduan umum valuasi invensi, dan
panduan umum verifikasi.
Pengembangan Organisasi
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011130
Pengembangan
Organisasi
Badan Litbang Pertanian terus melakukan pengembangan
organisasi dan peningkatan kemampuan manajemen seiring
dengan perubahan lingkungan strategis penelitian pertanian.
Pengembangan organisasi mencakup penambahan kewe-
nangan, evaluasi rincian tugas, dan penyempurnaan
nomenklatur sesuai dengan fungsi organisasi; pengembangan
sumberdaya manusia untuk meningkatkan kompetensi,
kemampuan, dan keahlian melalui pendidikan dan pelatihan;
pengembangan sarana dan prasarana; penajaman program
dan pengelolaan anggaran; serta pengembangan kerja sama
dalam maupun luar negeri.
Pengembangan Organisasi
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011131
Pengembangan Kelembagaan
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No. 61/2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Pertanian, Badan Litbang Pertanian mempunyai tugas
melaksanakan penelitian dan pengembangan perta-
nian. Untuk melaksanakan tugas tersebut, Badan
Litbang Pertanian menyelenggarakan fungsi: (1)
penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program
litbang pertanian; (2) pelaksanaan litbang pertanian;
(3) pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan
litbang pertanian; dan (4) pelaksanaan administrasi.
Pada tahun 2011 Badan Litbang Pertanian
melakukan penataan Unit Pelaksana Teknis (UPT)
terkait dengan adanya perubahan lingkungan
strategis, antara lain: (1) perubahan organisasi pada
Lembaga Riset Perkebunan Indonesia yang melim-
pahkan mandat penelitian tujuh komoditas perke-
bunan (kopi, kakao, karet, tebu, teh, kina, dan kelapa
sawit) ke Badan Litbang Pertanian; (2) kebutuhan akan
pengembangan teknologi pertanian di dua provinsi
baru, yaitu Kepulauan Riau dan Sulawesi Barat; (3)
dukungan terhadap percepatan program swa-
sembada daging sapi; dan (4) antisipasi terhadap
serangan organisme pengganggu tanaman akibat
anomali iklim. Penyempurnaan organisasi meliputi
perubahan nomenklatur, peningkatan eselon,
penambahan mandat, dan pembentukan UPT baru,
yaitu:
a. Penambahan Eselon V pada Loka Penelitian
Penyakit Tungro, Loka Penelitian Kambing Potong,
dan Loka Penelitian Sapi Potong.
b. Penambahan mandat komoditas dan perubahan
nomenklatur UPT lingkup Puslitbangbun, yaitu
Balai Penelitian Tanaman Palma, Balai Penelitian
Tanaman Pemanis dan Serat, Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat, dan Balai Penelitian
Tanaman Industri dan Penyegar.
c. Penambahan Loka Pengkajian Teknologi Perta-
nian (LPTP) Provinsi Kepulauan Riau dan LPTP
Provinsi Sulawesi Barat.
Dengan adanya perubahan tersebut, organisasi Badan
Litbang Pertanian pada tahun 2011 terdiri atas
Sekretariat Badan, empat Puslitbang, dua Pusat,
tujuh Balai Besar, 15 Balai Penelitian, satu Balai
Pengelola Alih Teknologi Pertanian, 31 Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian, dua Loka Pengkajian
Teknologi Pertanian, dan tiga Loka Penelitian. Struk-
tur organisasinya disajikan pada Gambar 1.
Sumberdaya Manusia
Pada tahun 2011 Badan Litbang Pertanian didukung
oleh 8.151 staf. Dari jumlah tersebut, 3.439 orang
(42,2%) adalah tenaga fungsional, yang terdiri atas
peneliti, perekayasa, pustakawan, pranata komputer,
arsiparis, teknisi litkayasa, statistisi, penyuluh, analis
kepegawaian, perencana, dan pranata humas
(Gambar 2).
Berdasarkan tingkat pendidikan, pegawai Badan
Litbang Pertanian yang berpendidikan di bawah S1
berjumlah 4.558 orang (55,9%), S1 2.076 orang
(25,5%), S2 1.133 orang (13,9%), dan S3 384 orang
(4,7%). Perkembangan komposisi pegawai menurut
tingkat pendidikan selama lima tahun terakhir
disajikan pada Tabel 1. Program pengembangan SDM
melalui pendidikan jangka panjang terus dilakukan
untuk meningkatkan jumlah pegawai berpendidikan
S2 dan S3 yang merupakan penggerak penelitian.
Selama lima tahun terakhir (2007-2011), Badan
Litbang Pertanian mengirim 467 petugas belajar ke
berbagai perguruan tinggi di luar dan dalam negeri,
yaitu program S3 228 orang, S2 212 orang, S1
delapan orang, D3 tujuh orang, dan D4 satu orang.
Berdasarkan sebaran usia, sebagian besar
pegawai berusia 46-55 tahun. Data tersebut
menunjukkan, dalam lima tahun ke depan cukup
banyak pegawai yang akan memasuki usia pensiun.
Upaya mengganti pegawai yang pensiun dilakukan
melalui rekruitmen pegawai baru.
Tenaga peneliti merupakan tenaga penggerak
utama dalam menghasilkan inovasi teknologi. Pada
tahun 2011 Badan Litbang Pertanian didukung oleh
1.644 orang peneliti, dan 441 peneliti nonkelas/calon
peneliti (Tabel 2). Jumlah peneliti pada tahun 2011
menurun 2,7% dibanding tahun 2010, yang mencapai
Pengembangan Organisasi
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011132
1.689 peneliti, karena sebagian memasuki masa
purna tugas. Jumlah peneliti Badan Litbang Pertanian
dirasakan masih kurang bagi suatu institusí penelitian.
Upaya memenuhi jumlah peneliti dilakukan melalui
rekruitmen tenaga baru serta pendidikan dan pelatih-
an (diklat) peneliti pertama yang diselenggarakan LIPI.
Pada tahun 2011, Badan Litbang Pertanian mengirim
81 orang untuk mengikuti diklat di LIPI. Badan Litbang
Pertanian mempunyai 94 orang Profesor Riset dari
berbagai disiplin ilmu, 15 di antaranya telah pensiun.
Anggaran
Pada tahun 2011, Badan Litbang Pertanian mengelola
anggaran Rp1,10 triliun, dan hibah luar negeri Rp21,95
miliar. Anggaran tersebut sekitar 6,3% dari total pagu
Gambar 2. Komposisi tenaga fungsional
Badan Litbang Pertanian, 2011.
0,12%
0,02%
0,02%0,00%
0,06%0,50%
10,54%0,22%
25,58%
0,42%
1,08%
57,81%
Peneliti
Pustakawan
Pranata Komputer
Arsiparis
Teknisi Litkayasa
Statistisi
Perekayasa
Penyuluh
Medik Veteriner
Pengawas Bibit Ternak
Analisis Kepegawaian
Perencana
Pranata Kehumasan
Administrasi
3,59%
0,02%
Gambar 1. Struktur organisasi Badan Litbang Pertanian, 2011.
Puslitbangtan Puslitbanghorti Puslitbangbun Puslitbangnak
BB Padi Bbalitvet BBSDLPBB
Pengkajian BB BiogenBB
PascapanenBBPMP
Badan LitbangPertanian
Sekretariat
LolitTungro
Balitkabi
BalitSereal
Balitsa
BalitbuTropika
Balithi
Balitjestro
Balittro
Balittas
Balitka
Balittri
Balitnak
Lolit Sapi
LolitKambing
Balittra
Balittanah
Balingtan
Balitklimat
Balai PATP
31 BPTP
PSE-KP PUSTAKA
2 LPTP
Pengembangan Organisasi
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011133
Sarana dan Prasarana
Laboratorium penelitian merupakan sumberdaya
penelitian yang sangat penting dalam menghasilkan
inovasi teknologi. Pada tahun 2011 Badan Litbang
Pertanian memiliki 153 laboratorium penelitian yang
tersebar pada UK/UPT di seluruh provinsi di Indonesia.
Jenis dan kemampuan laboratorium beragam
sehingga upaya meningkatkan kemampuan dan
kapasitasnya terus dilakukan.
Sebanyak 34 dari 153 laboratorium Badan Litbang
Pertanian sudah mendapat sertifikat ISO-17025-2000
dari Komite Akreditasi Nasional (KAN), yang berarti
telah mendapat pengakuan formal di tingkat nasional,
regional, dan internasional untuk melaksanakan
pengujian, 25 laboratorium dalam proses akreditasi,
dan 94 laboratorium belum terakreditasi. Dalam
jangka panjang, laboratorium Badan Litbang
Pertanian diharapkan dapat menjadi laboratorium
Tabel 1. Perkembangan pegawai Badan Litbang Pertanian menurut pendidikan,
2007-2011.
Pendidikan 2007 2008 2009 2010 2011
< S1 4.557 4.964 4.864 4.818 4.558
Sarjana (S1) 1.786 1.797 1.789 1.910 2.076
Master (S2) 1.104 1.093 1.099 1.098 1.133
Doktor (S3) 365 375 372 376 384
Jumlah 7.812 8.229 8.124 8.202 8.151
Tabel 2. Peneliti Badan Litbang Pertanian menurut jenjang peneliti dan usia, 2011.
Jenjang peneliti
Usia (tahun)
25-35 36-45 46-55 >55 Jumlah
Peneliti Utama 0 0 81 182 263
Peneliti Madya 0 37 343 150 530
Peneliti Muda 14 210 232 4 460
Peneliti Pertama 123 196 70 2 391
Peneliti Nonkelas 331 72 36 2 441
Jumlah 468 515 762 340 2.085
anggaran Kementerian Pertanian (Rp17,74 triliun),
dan naik Rp179,61 miliar (19,01%) dibanding tahun
2010.
Pengelolaan dan pemanfaatan anggaran
diklasifikasikan dalam tiga jenis belanja, yaitu belanja
pegawai, barang, dan modal. Belanja pegawai
Rp405,36 miliar (36,1%) digunakan untuk membiayai
kebutuhan gaji, tunjangan, uang makan, honor,
lembur, dan tunjangan kompensasi kerja. Belanja
barang Rp524,29 miliar (46,6%) untuk membiayai
program dan kegiatan utama litbang pertanian.
Belanja modal Rp194,54 miliar (17,3%) dimanfaatkan
untuk pemeliharaan aset dan pemupukan modal,
seperti pembangunan/renovasi gedung kantor,
laboratorium, dan revitalisasi kebun percobaan;
pengadaan perlengkapan sarana gedung kantor, alat
laboratorium, sarana kebun percobaan, serta jurnal
dan buku ilmiah, serta pemupukan modal nonfisik
lainnya untuk mendukung peningkatan kapasitas
litbang pertanian.
Pengembangan Organisasi
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011134
Tabel 3. Laboratorium UK/UPT Badan Litbang Pertanian yang sudah memperoleh akreditasi SNI
19-17025-2000.
Laboratorium Ruang lingkup uji
BBPMP Traktor, pompa air, dan alsin pascapanen biji-bijian
BB Padi Proksimat dan mutu benih UPBS ISO 9001:2008
BBSDLP/Balittanah Tanah, pupuk, dan air
BB Biogen GMO kualitatif dan RAPD
Bbalitvet Penyakit hewan, keamanan pangan, dan BSL3
BB Pascapanen Karakterisasi tepung
Balitbu Tropika Mutu benih
Balitsa Virus, tanah, tanaman, dan pupuk
Balittro Fisiologi dan ekofisiologi
Balithi Mutu benih
Balitnak Proksimat pakan
BPTP Sumatera Utara Tanah dan pupuk
BPTP Sumatera Barat Tanah dan pupuk
BPTP Yogyakarta Tanah dan pupuk
BPTP Jawa Timur Tanah dan pupuk
BPTP Nusa Tenggara Barat Tanah dan pupuk
BPTP Sulawesi Selatan Tanah dan pupuk
rujukan yang andal dan absah, tempat pelatihan dan
magang, serta sebagai pusat penelitian.
Pengelolaan laboratorium mengacu pada
Standar Nasional Indonesia (SNI) 19-17025-2000
yang merupakan adopsi dari ISO/IEC 17025:1999
dan SNI 19-9001:2001 untuk penerapan sistem
manajemen mutu. Pengelolaan laboratorium yang
sesuai dengan standar tersebut diharapkan meng-
hasilkan kinerja yang memiliki daya saing ilmiah dan
komersial.
Akreditasi laboratorium penelitian Badan Litbang
Pertanian telah dilaksanakan sejak 2002. Laborato-
rium pada 10 UK/UPT telah diakreditasi Komite
Akreditasi Nasional berdasarkan SNI 19-17025-2000,
yaitu laboratorium yang terdapat pada Balai Besar
Penelitian Veteriner, Balai Besar Pengembangan
Mekanisasi Pertanian, Balai Besar Penelitian Tanaman
Padi, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian, Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya
Genetik Pertanian, Balai Penelitian Tanaman Sayuran,
Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Balai
Penelitian Tanaman Hias, Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP) Sumatera Utara, dan BPTP Sulawesi
Selatan (Tabel 3).
Kebun percobaan (KP) mempunyai fungsi utama
mendukung kegiatan litbang di lapangan, selain
sebagai tempat konservasi ex situ sumberdaya
genetik (SDG), produksi benih sumber, show window
inovasi teknologi, kebun produksi, pendukung
ketahanan pangan, media pendidikan, dan wahana
agrowidyawisata. Badan Litbang Pertanian memiliki
119 KP dengan luas total 5.853,46 ha, tersebar di 43
UPT. Kondisi KP bervariasi, baik luas, status lahan,
pemanfaatan maupun keragaannya, tersebar pada
kondisi agroklimat yang berbeda pada dataran rendah
sampai dataran tinggi. Kapasitas KP secara kontinu
ditingkatkan melalui peningkatan anggaran, SDM
serta sarana dan prasarana. Peningkatan kapasitas
SDM dilakukan melalui pelatihan dan lokakarya
pengelolaan KP. Sementara itu, peningkatan sarana
prasarana dilakukan melalui revitalisasi KP yang
dimulai pada tahun 2011.
Pengembangan Organisasi
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011135
Pemasukan dan Pengeluaran Benih/Bibit/Sumberdaya Genetik untuk Penelitian
Badan Litbang Pertanian mendapat wewenang untuk
memberi izin pemasukan dan pengeluaran sumber-
daya genetik (SDG) untuk penelitian berdasarkan
Permentan No. 37/2011 tentang Pelestarian dan
Pemanfaatan Sumberdaya Genetik Tanaman.
Kewenangan tersebut meliputi:
1. Izin eksplorasi SDG (pencarian dan pengumpulan,
yang diikuti dengan identifikasi, karakterisasi,
dokumentasi, dan evaluasi) 15 hari kerja.
2. Pemberian tanda daftar kebun koleksi (pengum-
pulan yang diikuti dengan penyimpanan dan
pemeliharaan SDG hasil ekplorasi dalam bentuk
materi maupun informasi SDG) 15 hari kerja.
3. Pemasukan SDG dari luar negeri ke dalam wilayah
RI untuk kepentingan penelitian dan/atau
pemuliaan, 10 hari kerja.
4. Pengeluaran SDG ke luar wilayah RI dalam bentuk
tukar-menukar untuk kepentingan penelitian dan/
atau pemuliaan, 10 hari kerja.
Pada tahun 2011 telah diterbitkan 103 izin, yang terdiri
atas 62 izin pemasukan, 40 izin pengeluaran, dan
satu izin pendaftaran kebun koleksi atau tempat
penyimpanan SDG.
Kerja Sama
Kerja sama penelitian dan pengembangan bermanfaat
untuk mengoptimalkan penggunaan sumberdaya,
menghindari tumpang-tindih penelitian, meningkatkan
kualitas penelitian, mengefektifkan diseminasi hasil
penelitian, dan yang paling penting adalah dapat
memberikan luaran yang nyata seperti HKI, jurnal/
publikasi ilmiah, dan paten serta manfaat bagi
stakeholders khususnya petani. Ketahanan pangan,
perubahan iklim, dan keanekaragaman hayati
merupakan poin-poin penting dalam menjalin kerja
sama penelitian.
Badan Litbang Pertanian memiliki kerja sama
yang cukup luas, baik nasional maupun internasional.
Secara nasional telah terjalin kerja sama penelitian
beberapa komoditas dan bidang masalah dengan
lembaga penelitian di bawah koordinasi Kementerian
Ristek, LIPI, BATAN, BPPT, dan beberapa perguruan
tinggi. Untuk mengefektifkan diseminasi telah
terbentuk pula kerja sama dengan pemerintah
daerah, pihak swasta, dan instansi pengambil
kebijakan dalam lingkup Kementerian maupun di luar
Kementerian Pertanian. Secara internasional, Badan
Litbang Pertanian juga termasuk dalam jejaring kerja
sama bilateral, multilateral maupun regional.
Kerja Sama Dalam Negeri
Kerja sama dalam negeri UK/UPT Badan Litbang
Pertanian dilakukan dengan mitra seperti pemerintah
daerah, perusahaan swasta, BUMN, lembaga
swadaya masyarakat, perguruan tinggi, dan lembaga
pemerintah lainnya. Kerja sama meliputi penelitian,
pengembangan, pengkajian, perekayasaan, peme-
taan, bimbingan teknologi, evaluasi/karakterisasi
sumberdaya pertanian, serta pertukaran dan
pemanfaatan informasi. Kerja sama dalam negeri
dituangkan dalam nota kesepahaman.
Kerja sama pada dasarnya bertujuan untuk: (1)
mempercepat pematangan teknologi, seperti uji
verifikasi, uji multilokasi, uji adaptasi, dan uji
kelayakan; (2) mempercepat diseminasi dan adopsi
teknologi; (3) mempercepat pencapaian tujuan
pembangunan pertanian; (4) meningkatkan capacity
building UK/UPT lingkup Badan Litbang Pertanian; (5)
mendapat umpan balik untuk penyempurnaan
teknologi; dan (6) menciptakan alternatif sumber
pembiayaan litbang. Pada tahun 2011 Badan Litbang
Pertanian mengelola 598 kerja sama dalam negeri,
terdiri atas kerja sama dengan Kementerian Ristek
melalui program insentif sebanyak 276 kerja sama
(46%), program KKP3T 131 kerja sama (23%),
pemerintah provinsi dan kabupaten 102 kerja sama
(17%), dan swasta 79 kerja sama (14%).
Kerja Sama Luar Negeri
Kerja sama luar negeri meliputi kerja sama dengan
lembaga penelitian asing, organisasi internasional,
Pengembangan Organisasi
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011136
Tabel 4. Jumlah kerja sama penelitian dalam dan luar
negeri, 2007-2011.
TahunJumlah kerja sama
Dalam negeri Luar negeri
2007 2591) 48
2008 2051) 77
2009 8882) 45
2010 5822) 41
2011 5982) 65
1)termasuk KKP3T2)termasuk KKP3T dan SINTA/insentif
perguruan tinggi asing, swasta asing, dan LSM asing.
Badan Litbang Pertanian melakukan kerja sama
penelitian dengan berbagai mitra, seperti ACIAR
(Australian Centre for International Agricultural
Research), CSIRO (Commonwealth Scientific and
Industrial Research Organisation), JICA (Japan
International Cooperation Agency), JIRCAS (Japan
International Research Center for Agricultural
Sciences), Amarta, Ansoft, RDA (Rural Development
Administration), AFACI (Asian Food and Agriculture
Cooperation Initiative), US Department of State,
CIMMYT (International Maize and Wheat Improvement
Center), CIRAD (Agricultural Research for
Development), IRRI (International Rice Research
Institute), FAO (Food and Agriculture Organization),
Yuan Longping Ltd, HORTIN II, AFACI (Asian Food
and Agriculture Cooperation Initiative), Gent
University, MAFF (Ministry of Agriculture, Forestry and
Fisheries) Japan, AMNET, ICRAF (The World
Agroforestry Centre), ICCTF (Indonesia Climate
Change Trust Fund), IDRC (International Development
Research Centre), IAEA (International Atomic Energy
Agency), CIP (International Potato Centre),
Biodiversity International, IPNI (International Plant
Names Index), IOM, Malaysian Rubber Research
Institute, UNDP (United Nations Development
Programme), GIZ, Murdoch University, IFPRI
(International Food Policy Research Institute),
University of Queensland, IPI (International Potash
Institute), REDD ALERT, dan World Bank.
Kerja sama luar negeri diarahkan untuk lebih
meningkatkan akses terhadap metode dan teknologi
yang relevan untuk mendukung kegiatan Badan
Litbang Pertanian, serta meningkatkan kompetensi
peneliti/perekayasa Badan Litbang Pertanian di dunia
internasional. Kerja sama dilakukan melalui
hubungan kelembagaan formal dengan didasarkan
atas persamaan kedudukan yang saling meng-
untungkan serta dilaksanakan dengan sistem
pengendalian yang ketat.
Kerja sama luar negeri dilaksanakan melalui
skema kerja sama bilateral, regional, dan multi-
lateral. Kerja sama bilateral merupakan kerja sama
yang dilaksanakan oleh dua negara melalui
government to government maupun private to private.
Kerja sama regional dilakukan oleh beberapa negara
yang berada dalam satu kawasan dan kepentingan
tertentu, seperti ASEAN dan APEC. Kerja sama
multilateral dilaksanakan oleh banyak negara,
misalnya FAO, WHO, dan CGIAR.
Pada tahun 2011 Badan Litbang Pertanian
mengelola 65 kerja sama luar negeri, terdiri atas 40
kerja sama bilateral dan 25 kerja sama multilateral.
ACIAR memberikan kontribusi terbanyak pada jumlah
kegiatan kerja sama bilateral (18 kerja sama) diikuti
oleh AFACI - Korea Selatan (lima kerja sama). IRRI
terbanyak memberikan kontribusi pada jumlah
kegiatan kerja sama multilateral (13 kerja sama).
Perkembangan jumlah kerja sama penelitian dalam
dan luar negeri tahun 2007-2011 disajikan pada Tabel
4.
Kerja Sama Kemitraan Penelitian Pertaniandengan Perguruan Tinggi (KKP3T)
Pada tahun 2011, jumlah proposal yang masuk
melalui KKP3T sebanyak 260 proposal yang berasal
dari 47 perguruan tinggi dengan jumlah usulan biaya
Rp 33,755 miliar. Dari jumlah tersebut, 131 proposal
dari 30 perguruan tinggi layak didanai dengan nilai
Rp10,613 miliar atau biaya rata-rata per proposal
Rp81.018.183. Dari jumlah tersebut, 33 proposal
merupakan proposal lanjutan dan 98 proposal adalah
proposal baru. Berdasarkan biaya yang disetujui,
bidang penelitian sumberdaya lahan dan lingkungan
pertanian dan tanaman pangan memiliki nilai biaya
Pengembangan Organisasi
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011137
terbesar, masing-masing Rp1,821 miliar dan Rp1,805
miliar. Bidang bioteknologi dan SDG memiliki rata-
rata biaya per proposal terbesar, yakni Rp94.051.714/
proposal. Untuk jumlah proposal yang lolos, Institut
Pertanian Bogor adalah yang terbanyak dengan 53
proposal (40,5%), diikuti Universitas Gadjah Mada
23 proposal (17,6%) serta Universitas Padjadjaran
enam proposal (4,6%).
Program Insentif Peningkatan KemampuanPeneliti dan Perekayasa
Program ini merupakan kerja sama Badan Litbang
Pertanian dengan Kementerian Ristek dan berlangsung
sejak tahun 2009. Pada awalnya program ini bernama
SINTA (Sinergi Penelitian dan Pengembangan
Pertanian) yang didanai oleh Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Nasional.
Mulai tahun 2010, program ini didanai Kementerian
Ristek. Pada tahun 2011, terdapat 394 proposal
dengan usulan biaya Rp82,4 miliar. Proposal yang
disetujui sebanyak 276 proposal dengan biaya Rp43,8
miliar. Fokus penelitian meliputi ketahanan pangan
(264 proposal), teknologi kesehatan dan obat (10
proposal), serta sains dan kemanusiaan (dua
proposal). Pengkajian teknologi pertanian mendapat
biaya terbesar, yaitu Rp18,9 miliar, sedangkan
penelitian mekanisasi pertanian, sosiologi, dan
ekonomi pertanian mendapat biaya rata-rata per
proposal tertinggi, yaitu Rp183.333.333.
139Unit Kerja Lingkup Badan Litbang Pertanian
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011
Unit Kerja Lingkup Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Sekretariat Badan Penelitian danPengembangan Pertanian (Sekretariat Badan)Jalan Ragunan No. 29, PasarmingguJakarta 12540Telp. (021) 7505395, 7806202Faks. (021) 7800644E-mail : setaard@litbang.deptan.go.idWebsite : http://litbang.deptan.go.id
Pusat Penelitian dan Pengembangan TanamanPangan (Puslitbangtan)Jalan Merdeka No. 147, Bogor 16111Telp. (0251) 8334089, 8331718Faks. (0251) 8312755E-mail : crifc@indo.net.idWebsite : http://puslittan.bogor.net
Pusat Penelitian dan PengembanganHortikultura (Puslitbanghorti)Jalan Ragunan No. 29A, PasarmingguJakarta 12540Telp. (021) 7805768, 7892205Faks. (021) 7805135E-mail : puslitbanghorti@litbang.deptan.go.idWebsite : http://litbanghortikultura.go.id
Pusat Penelitian dan PengembanganPerkebunan (Puslitbangbun)Jalan Tentara Pelajar No. 1, Bogor 16111Telp. (0251) 8313083, 836194, 8329305Faks. (0251) 8336194E-mail : puslitbangbun@litbang.deptan.go.idWebsite : http://perkebunan.litbang.deptan.go.id
Pusat Penelitian dan PengembanganPeternakan (Puslitbangnak)Jalan Raya Pajajaran Kav. E-59, Bogor 16143Telp. (0251) 8322185, 8328383, 8322138Faks. (0251) 8328382E-mail : puslitbangnak@litbang.deptan.go.idWebsite : http://peternakan.litbang.deptan.go.id
Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian(PSE-KP)Jalan Ahmad Yani No. 70, Bogor 16161Telp. (0251) 8333964Faks. (0251) 8314496E-mail : pse@litbang.deptan.go.idWebsite : http://pse.litbang.deptan.go.id
Pusat Perpustakaan dan Penyebaran TeknologiPertanian (PUSTAKA)Jalan Ir. H. Juanda No. 20, Bogor 16122Telp. (0251) 8321746Faks. (0251) 8326561E-mail : pustaka@pustaka.litbang.deptan.go.idWebsite : http://pustaka.litbang.deptan.go.id
Balai Besar Pengembangan MekanisasiPertanian (BBPMP)Situgadung, Legok, Tangerang, Kotak Pos 2,Serpong 15310Telp. (021) 5376787, 70936787Faks. (021) 71695497E-mail : bbpmektan@litbang.deptan.go.idWebsite : http://mekanisasi.litbang.deptan.go.id
Balai Besar Penelitian dan PengembanganBioteknologi dan Sumberdaya GenetikPertanian (BB Biogen)Jalan Tentara Pelajar No. 3 A, Bogor 16111Telp. (0251) 8337975, 8339793Faks. (0251) 8338820E-mail : bb_biogen@litbang.deptan.go.idWebsite : http://biogen.litbang.deptan.go.id
Balai Besar Penelitian dan PengembanganPascapanen Pertanian (BB Pascapanen)Jalan Tentara Pelajar No. 12, Bogor 16114Telp. (0251) 8321762, 8350920Faks. (0251) 8321762E-mail : bb_pascapanen@litbang.deptan.go.idWebsite : http://pascapanen.litbang.deptan.go.id
Balai Besar Penelitian dan PengembanganSumberdaya Lahan Pertanian(BB SDLP)Jalan Tentara Pelajar No. 12, Bogor 16114Telp. (0251) 8323012, 8327215Faks. (0251) 8311256E-mail : bbsdlp@litbang.deptan.go.idWebsite : http://bbsdlp.litbang.deptan.go.id
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi)Jalan Raya No. 9, Sukamandi, Subang 41172Telp. (0260) 520157Faks. (0260) 520158E-mail : bbpadi@litbang.deptan.go.idWebsite : http://bbpadi.litbang.deptan.go.id
140Unit Kerja Lingkup Badan Litbang Pertanian
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011
Balai Besar Penelitian Veteriner (Bbalitvet)Jalan R.E. Martadinata No. 30, Kotak Pos 52Bogor 16114Telp. (0251) 8331048, 8334456Faks. (0251) 8336425E-mail : balitvet@litbang.deptan.go.idWebsite : http://bbalitvet.litbang.deptan.go.id
Balai Besar Pengkajian dan PengembanganTeknologi Pertanian (BB Pengkajian)Jalan Tentara Pelajar No. 10, Bogor 16114Telp. (0251) 8351277Faks. (0251) 8350928E-mail : bbp2tp@litbang.deptan.go.idWebsite : http://bbp2tp.litbang.deptan.go.id
Balai Pengelola Alih Teknologi Pertanian(Balai PATP)Jalan Salak No. 22, Bogor 16151Telp. (0251) 8382563, 8382567Faks. (025) 8382567E-mail : bpatp@litbang.deptan.go.idWebsite : http://bpatp.litbang.deptan.go.id
Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan danUmbi-umbian (Balitkabi)Jalan Raya Kendal Payak, Kotak Pos 66Malang 65101Telp. (0341) 801468Faks. (0341) 801496E-mail : balitkabi@litbang.deptan.go.id
blitkabi@telkom.netWebsite : http://balitkabi.litbang.deptan.go.id
Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal)Jalan Dr. Ratulangi, Kotak Pos 173 Maros 90514Telp. (0411) 371529Faks. (0411) 371961E-mail : balitsereal@litbang.deptan.go.idWebsite : http://balitsereal.litbang.deptan.go.id
Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa)Jalan Tangkuban Perahu 517 LembangBandung 40391Telp. (022) 2786245Faks. (022) 2786416E-mail : balitsa@litbang.deptan.go.idWebsite : http://balitsa.litbang.deptan.go.id
Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi)Jalan Raya Ciherang, Kotak Pos 8 SDLSegunung Pacet, Cianjur 43252Telp. (0263) 517056, 514138Faks. (0263) 514138E-mail : balithi@litbang.deptan.go.idWebsite : http://balithi.litbang.deptan.go.id
Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika(Balitbu Tropika)Jalan Raya Solok Aripan km 8, Kotak Pos 5Solok 27301Telp. (0755) 20137Faks. (0755) 20592E-mail : balitbu@litbang.deptan.go.idWebsite : http://balitbu.litbang.deptan.go.id
Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan BuahSubtropika (Balitjestro)Jalan Raya Tlekung No. 1, Junrejo, Kota Batu 65301Telp. (0341) 592683Faks. (0341) 593047E-mail : balitjestro@litbang.deptan.go.idWebsite : http://balitjestro.litbang.deptan.go.id
Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat(Balittro)Jalan Tentara Pelajar No. 3, Bogor 16111Telp. (0251) 8321879Faks. (0251) 8327010E-mail : balittro@litbang.deptan.go.idWebsite : http://balittro.litbang.deptan.go.id
Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar(Balittri)Jalan Raya Pakuwon km 2, ParungkudaSukabumi 43357Telp. (0266) 7070941Faks. (0266) 6542087E-mail : balittri@litbang.deptan.go.id
balittri@gmail.comWebsite : http://balittri.litbang.deptan.go.id
Balai Penelitian Tanaman Palma (Balitka)Jalan Bethesda II, Mapanget, Kotak Pos 1004Manado 95001Telp. (0431) 812430Faks. (0431) 812017E-mail : balitka@litbang.deptan.go.idWebsite : http://balitka.litbang.deptan.go.id
Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat(Balittas)Jalan Raya Karangploso km 4, Kotak Pos 199Malang 65152Telp. (0341) 491447Faks. (0341) 485121E-mail : balittas@litbang.deptan.go.idWebsite : http://balittas.litbang.deptan.go.id
141Unit Kerja Lingkup Badan Litbang Pertanian
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011
Balai Penelitian Ternak (Balitnak)Jalan Banjarwaru, CiawiKotak Pos 221Bogor 16002Telp. (0251) 8240752Faks. (0251) 8240754E-mail : balitnak@litbang.deptan.go.id
balitnak@indo.net.idWebsite : http://balitnak.litbang.deptan.go.id
Balai Penelitian Tanah (Balittanah)Jalan Tentara Pelajar No. 12, Bogor 16114Telp. (0251) 8336757Faks. (0251) 8321608E-mail : balittanah@litbang.deptan.go.idWebsite : http://balittanah.litbang.deptan.go.id
Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi(Balitklimat)Jalan Tentara Pelajar No.1 A, Bogor 16111Telp. (0251) 8312760Faks. (0251) 8312760E-mail : balitklimat@litbang.deptan.go.idWebsite : http://balitklimat.litbang.deptan.go.id
Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra)Jalan Kebun Karet Lok Tabat Utara, Kotak Pos 31Banjarbaru 70712Telp. (0511) 4772534Faks. (0511) 4773034E-mail : balittra@litbang.deptan.go.idWebsite : http://balittra.litbang.deptan.go.id
Balai Penelitian Lingkungan Pertanian(Balingtan)Jalan Raya Jakenan, Jaken km 5, Kotak Pos 5, JakenPati 59182Telp. (0295) 883927Faks. (0295) 883927E-mail : balingtan@litbang.deptan.go.idWebsite : http://balingtan.litbang.deptan.go.id
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)Nanggroe Aceh DarussalamJalan P. Nyak Makam No. 27, Kotak Pos 41,Lampineung, Banda Aceh 23125Telp. (0651) 7551811Faks. (0651) 7552077E-mail : bptp-aceh@litbang.deptan.go.id
bptp_aceh@yahoo.co.idWebsite : http://nad.litbang.deptan.go.id
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)Sumatera UtaraJalan Jend. A.H. Nasution No.1B, Kotak Pos 7 MDGJMedan 20143Telp. (061) 7870710Faks. (061) 7861020E-mail : bptp-sumut@litbang.deptan.go.idWebsite : http://sumut.litbang.deptan.go.id
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)Sumatera BaratJalan Raya Padang-Solok, km 40, SukaramiSolok 27366Telp. (0755) 31122, 31564Faks. (0755) 731138E-mail : bptp-sumbar@litbang.deptan.go.idWebsite : http://sumbar.litbang.deptan.go.id
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)RiauJalan Kaharudin Nasution km 40Padang Marpoyan, Kotak Pos 1020Pekanbaru 10210Telp. (0761) 674206Faks. (0761) 674206E-mail : bptp-riau@litbang.deptan.go.id
bptp_riau@yahoo.com.auWebsite : http://riau.litbang.deptan.go.id
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)JambiJalan Samarinda KotabaruKotak Pos 118, Kotabaru 36128Jalan Jambi-Palembang km 16, Desa Pondok Meja,Kecamatan Mestong, Kabupaten Muaro JambiTelp. (0741) 7053525, 40174Faks. (0741) 40413E-mail : bptp-jambi@litbang.deptan.go.id
bptp_jambi@yahoo.comWebsite : http://jambi.litbang.deptan.go.id
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)Sumatera SelatanJalan Kolonel H. Barlian km 6Kotak Pos 1265, Palembang 30153Telp. (0711) 410155Faks. (0711) 411845E-mail : bptp-sumsel@litbang.deptan.go.idWebsite : http://sumsel.litbang.deptan.go.id
142Unit Kerja Lingkup Badan Litbang Pertanian
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)Bangka BelitungJalan Mentok km 4, Pangkalpinang 33134Telp. (0717) 421797, 422858Faks. (0717) 421797E-mail : bptp-babel@litbang.deptan.go.idWebsite : http://babel.litbang.deptan.go.id
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)BengkuluJalan Irian km 6,5Kotak Pos 1010, Bengkulu 38119Telp. (0736) 23030Faks. (0736) 23030E-mail : bptp-bengkulu@litbang.deptan.go.idWebsite : http://bengkulu.litbang.dptan.go.id
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)LampungJalan Z.A. Pagar Alam No. 1A RajabasaBandar Lampung 35145Telp. (0721) 781776, 701328Faks. (0721) 705273E-mail : bptp-lampung@litbang.deptan.go.idWebsite : http://lampung.litbang.deptan.go.id
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)BantenJalan Raya Ciptayasa km 01, CiruasSerang 42182Telp. (0254) 280093, 281055Faks. (0254) 282507E-mail : bptp-banten@litbang.deptan.go.id
bptp-banten@indo.net.idWebsite : http://banten.litbang.deptan.go.id
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)Jawa BaratJalan Kayuambon No. 80, Kotak Pos 8495, LembangBandung 40391Telp. (022) 2786238Faks. (022) 2789846E-mail : bptp-jabar@litbang.deptan.go.id
bptplem@indo.net.idWebsite : http://jabar.litbang.deptan.go.id
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)DKI JakartaJalan Ragunan No.30, PasarmingguKotak Pos 7321/JKSPM, Jakarta 12540Telp. (021) 78839949, 7815020Faks. (021) 7815020E-mail : bptp-jakarta@litbang.deptan.go.id
bptp-jakarta@cbn.net.idWebsite : http://jakarta.litbang.deptan.go.id
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)Jawa TengahBukit Tegalepek, Sidomulyo,Kotak Pos 101 Ungaran 50501Telp. (024) 6924965, 6924967Faks. (024) 6924966E-mail : bptp-jateng@litbang.deptan.go.idWebsite : http://jateng.litbang.deptan.go.id
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)YogyakartaRingroad Utara Jalan Karangsari Wedomartani,Ngemplak, Sleman, Kotak Pos 1013Yogyakarta 55010Telp. (0274) 884662Faks. (0274) 562935E-mail : bptp-diy@litbang.deptan.go.id
bptpdiy@indosat.go.idWebsite : http://yogya.litbang.deptan.go.id
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)Jawa TimurJalan Raya Karangploso km 4, Kotak Pos 188Malang 65101Telp. (0341) 494052Faks. (0341) 471255E-mail : bptp-jatim@litbang.deptan.go.id
bptpjatim@yahoo.comWebsite : http://jatim.litbang.deptan.go.id
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)BaliJalan By Pass Ngurah Rai, PasanggaranKotak Pos 3480, Denpasar 80222Telp. (0361) 720498Faks. (0361) 720498Email : bptp-bali@litbang.deptan.go.id
bptpbali@yahoo.comWebsite : http://bali.litbang.deptan.go.id
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)Nusa Tenggara BaratJalan Raya Paninjauan NarmadaKotak Pos 1017, Mataram 83010Telp. (0370) 671312Faks. (0370) 671620E-mail : bptp-ntb@litbang.deptan.go.idWebsite : http://ntb.litbang.deptan.go.id
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)Nusa Tenggara TimurJalan Timor Raya km 32, Kotak Pos 1022 Naibonat,Kupang 85362Telp. (0380) 833766Faks. (0380) 829537E-mail : bptp-ntt@litbang.deptan.go.idWebsite : http://ntt.litbang.deptan.go.id
143Unit Kerja Lingkup Badan Litbang Pertanian
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)Kalimantan BaratJalan Budi Utomo No. 45 Siantan Hulu,Kotak Pos 6150, Pontianak 78061Telp. (0561) 882069Faks. (0561) 883883E-mail : bptp-kalbar@litbang.deptan.go.id
bptpkalbar@yahoo.comWebsite : http://kalbar.litbang.deptan.go.id
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)Kalimantan TengahJalan G. Obos km 5, Kotak Pos 122Palangkaraya 73111Telp. (0536) 3329662Faks. (0536) 3331416E-mail : bptp-kalteng@litbang.deptan.go.id
kalteng_bptp@yahoo.comWebsite : http://kalteng@litbang.deptan.go.id
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)Kalimantan TimurJalan P.M. Noor, Sempaja,Kotak Pos 1237, Samarinda 75119Telp. (0541) 220857Faks. (0541) 220857E-mail : bptp-kaltim@litbang.deptan.go.idWebsite : http://kaltim.litbang.deptan.go.id
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)Kalimantan SelatanJalan Panglima Batur Barat No. 4Kotak Pos 1018 & 1032, Banjarbaru 70711Telp. (0511) 4772346Faks. (0511) 4781810E-mail : bptp-kalsel@litbang.deptan.go.id
bptpkalsel@gmail.combptpkalsel@yahoo.com
Website : http://kalsel.litbang.deptan.go.id
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)Sulawesi UtaraJalan Kampus Pertanian Kalasey, Kotak Pos 1345Manado 95013Telp. (0431) 836637Faks. (0431) 838808E-mail : bptp-sulut@litbang.deptan.go.id
kspp.bptpsulut@gmail.comWebsite : http://sulut.litbang.deptan.go.id
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)Sulawesi TengahJalan Lasoso No. 62, BiromaruKotak Pos 51 PaluTelp. (0451) 482546Faks. (0451) 482549E-mail : bptp-sulteng@litbang.deptan.go.id
bptpsulteng@yahoo.comWebsite : http://sulteng.litbang.deptan.go.id
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)Sulawesi SelatanJalan Perintis Kemerdekaan km 17,5Kotak Pos 1234, Makassar 90242Telp. (0411) 556449Faks. (0411) 554522E-mail : bptp-sulsel@litbang.deptan.go.idWebsite : http://sulsel.litbang.deptan.go.id
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)Sulawesi TenggaraJalan Prof. Muh. Yamin No. 89, Kotak Pos 55Kendari 93114Telp. (0401) 312571Faks. (0401) 313180E-mail : bptp-sultra@litbang.deptan.go.idWebsite : http://sultra.litbang.deptan.go.id
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)GorontaloJalan Kopi No. 270, Desa Iloheluma, KecamatanTilongkabila, Kabupaten Bone BolangoGorontalo 96183Telp. (0435) 827627Faks. (0435) 827627E-mail : bptp_gtlo@yahoo.comWebsite : http://gorontalo.litbang.deptan.go.id
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)MalukuJalan Laksdya Leo Wattimena-WaiheruKotak Pos 204 Passo, Ambon 97232Telp. (0911) 3303865Faks. (0911) 322542E-mail : bptp-maluku@litbang. deptan.go.idWebsite : http://maluku.litbang. deptan.go.id
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)Maluku UtaraKomplek Pertanian Kusu, Kecamatan Oba UtaraKota Tidore Kepulauan 97000Telp. (0921) 326350Faks. (0921) 326350E-mail : bptp-malut@litbang.deptan.go.id
bptp_malut@yahoo.comWebsite : http://malut.litbang.deptan.go.id
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)PapuaJalan Yahim No. 49, Sentani, Kotak Pos 256, SentaniJayapura 99352Telp. (0967) 592179Faks. (0967) 591235E-mail : bptp_papua@litbang.deptan.go.idWebsite : http://papua.litbang.deptan.go.id
144Unit Kerja Lingkup Badan Litbang Pertanian
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)Papua BaratJalan Amban Pantai WaidemaKotak Pos 254, Manokwari 98314Telp. (0986) 213182, 211377Faks. (0986) 212052E-mail : bptp-pabar@litbang.deptan.go.idWebsite : http://papuabarat.litbang.deptan.go.id
Loka Pengkajian Teknologi PertanianKepulauan RiauJalan Pelabuhan Sungai Jang No. 38Tanjung PinangTelp. (0771) 22153Faks. (0771) 313299E-mail : lptp_kepri@yahoo.com
Loka Pengkajian Teknologi Pertanian SulawesiBaratJalan Martadinata No. 16Mamuju, Sulawesi BaratTelp. (0426) 22547Faks. (0426) 22547E-mail : bptpsulbar@yahoo.co.idWebsite : http://sulbar.litbang.deptan.go.id
top related