pengangkatan anak yang tidak dicatatkan perspektif hukum...
Post on 03-Nov-2020
8 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENGANGKATAN ANAK YANG TIDAK DICATATKAN
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
(Studi Kasus Tiga Desa Di Kecamatan Glagah Kabupaten Lamongan
Tahun 2010-2018)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum
untuk memenuhi salah satu persyaratan
guna memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh :
Roudlotul Maghfiroh
11150440000046
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M/1441 H
v
PEDOMAN TRANSLITERASI
Pedoman transliterasi pada penulisan skripsi ini mengacu pada
pedoman transliterasi pada buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas
Syariah dan Hukum 2017.
a. Padanan Aksara
Daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
tidak dilambangkan ا
B be ب
T te ت
Ts te dan es ث
J je ج
H ha dengan garis bawah ح
Kh ka dan ha خ
D de د
Dz de dan zet ذ
R er ر
Z zet ز
S es س
Sy es dan ye ش
S es dengan garis bawah ص
D de dengan garis bawah ض
vi
T te dengan daris bawah ط
Z zet dengan garis bawah ظ
koma terbalik di atas hadap kanan ، ع
Gh ge dan ha غ
F ef ف
Q qo ق
K ka ك
L el ل
M em م
N en ن
W we و
H ha ه
apostrop ء
Y ya ي
b. Vokal
Vocal tunggal atau monoftong:
Tanda Vokal
Arab Tanda vokal latin Keterangan
ــــــ A fathah
I kasrah ـــــ
U dammah ــــ
vii
Vocal rangkap atau diftong:
Tanda Vokal
Arab Tanda vokal latin Keterangan
Ai a dan i ــــــ ي
Au a dan u ــــــ و
Vokal panjang atau madd:
Tanda Vokal
Arab Tanda vokal latin Keterangan
 a dengan topi di atas ـــــا
Î i dengan topi di atas ـــــي
Û u dengan topi di atas ـــــى
c. Kata sandang
Kata sandang dilambangkan dengan huruf alif dan lam (ال), dialih
aksarakan enjadi huruf “l” (el), baik diikuti huruf syamsiyah ataupun
qomariyah. Misalnya:
al-ijtihad = الإجتهاد
al-rukhsah atau ar-rukhsah = الرخصة
d. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal,
dalam transliterasi ini huruf kapital digunakan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Huruf capital
digunakan untuk menulis huruf di awal, nama, permulaan kalimat, serta
ketentuan lainnya.
viii
ABSTRAK
Roudlotul Maghfiroh, NIM 11150440000046. PENGANGKATAN ANAK
YANG TIDAK DICATATKAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM
POSITIF (Studi Kasus Tiga Desa Di Kecamatan Glagah Kabupaten Lamongan
Tahun 2010-2018), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 1441 H/2019 M. Xiii halaman + 63 halaman dan 39
halaman lampiran.
Penelitian dalam skripsi ini bertujuan untuk mengatahui penerapan hukum
pengangkatan anak di Kecamatan Glagah, selain itu juga untuk mencari tahu
faktor penyebab pengangkatan anak tidak dicatatkan yang terjadi di Kecamatan
Glagah Lamongan dan untuk mengetahui dampak hukum dari pengangkatan anak
yang tidak di catatkan menurut hukum Islam dan hukum positif.
Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian kualitatif
yang bertujuan untuk menemukan jawaban suatu fenomena atau pertanyaan
melalui aplikasi prosedur ilmiah secara sistematis. Dengan menggunakan jenis
penelitian sosiologis empiris yang datanya diperoleh langsung dari masyarakat
sebagai sumber pertama dengan melalui penelitian lapangan, yang dilakukan
melalui observasi dan wawancara.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
pengangkatan anak yang dilakukan oleh masyarakat pada tiga desa di kecamatan
Glagah Lamongan lebih banyak didasari oleh rasa belas kasihan dan karena tidak
dikaruniainya seorang anak dalam pernikahan. Faktor penyebab pengangkatan
anak tidak dicatatkan oleh sebagian masyarakat kecamatan Glagah, karena
rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap hukum terutama hukum
pengangkatan anak, dan selain itu dikarenakan ekspektasi masyarakat yang
berasumsi bahwa proses pengangkatan anak rumit sehingga memakan waktu yang
lama dan memakan biaya yang tidak sedikit. Sedangkan dampak dari
pengangkatan anak tidak dicatatkan pada masyarakat kecamatan Glagah antara
lain putusnya nasab anak angkat dengan orang tua kandungnya, sehingga
berdampak pula pada hubungan mahram, waris dan kewaliannya.
Kata Kunci : Pengangkatan Anak, Hukum Islam, Hukum Positif
Pembimbing : Qosim Arsadani, M.A.
Daftar Pustaka : 1986 s.d 2019 M
ix
KATA PENGANTAR
حيم حمن الره بسم الله الره
Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
yang telah memberikan rahmat, taufiq, hidayah, serta inayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengangkatan Anak Yang
Tidak Di Catatkan Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif (Studi Kasus Tiga
Desa Di Kecamatan Glagah Kabupaten Lamongan Tahun 2010-2018)”.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita
baginda Nabi besar Muhammad SAW, yang telah membawa ummatnya menuju
jalan lurus yang terang benderang dan yang diridhoi oleh Allah SWT.
Penulis sangat bersyukur bahwasanya dalam menyelesaikan skripsi ini
banyak Allah SWT datangkan orang-rang baik yang selalu membantu, memberi
arahan, serta dukungan baik berupa bantuan dan dukungan moril ataupun materiil,
tenaga maupun pikiran, oleh karena itu penulis ucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya, khususnya kepada:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, M.A., Rektor Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, M.A., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta berikut para wakil
Dekan I, II, dan III Fakultas Syariah dan Hukum.
3. Dr. H. Abdul Halim, M.Ag., dan Indra Rahmatullah, S.HI., M.H., selaku
Ketua Program Studi Hukum Keluarga dan Sekretaris Program Studi
Hukum Keluarga periode tahun 2015 - 2019 Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dr. Mesraini, M.Ag, dan Ahmad Chairul Hadi, M.A., selaku Ketua
Program Studi Hukum Keluarga dan Sekretaris Program Studi Hukum
Keluarga periode tahun 2019 - 2023 Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
x
5. H. Qosim Arsadani, S.Ag, M.., selaku Dosen Pembimbing Skripsi
penulis, yang selalu membimbing penulis dengan penuh kesabaran di
tengah kesibukan yang beliau hadapi, memberikan arahan serta masukan
yang sangat positif untuk perumusan dan penyusunan skripsi ini, sehingga
merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi penulis karena telah
dibimbing oleh orang hebat seperti beliau.
6. Kepada Para Aparat Kecamatan, dan Pencatatan Sipil Lamongan yang
telah membantu saya selama melakukan penelitian di Kecamatan Glagah.
Dan juga kepada para narasumber yang memberikan waktu dan
pengalamannya kepada penulis.
7. Kepada orang tua penulis, ayah, mama, ibu yang tercinta, yang telah
memberikan perhatian khusus, kasih sayang,dukungan dan yang tak
pernah berhenti mendoakan penulis.
8. Kepada kakak-kakak penulis tercinta H. Ahmad Mujtaba, S.E., Lilik
Hamidah, S.Ag, H. M. Iklil, Asmaul Fauziyah, Mochammad Mustafa,
Ph.D, Arie Vebrianti, Mafazah, M. Nur Cholis, M. Tarmudzi S.HI, Maulif
Mubaroh, Ali Murtadho, Winda Arie, Husnul Marom S.Si dan Fitria
Ningsih S.Pd, yang selalu menyeman gati penulis dan mengingatkan
penulis untuk menjadi pribadi yang lebih baik kedepannya khususnya
dukungan untuk pembuatan skripsi ini.
9. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum, yang telah mendidik penulis
dan memberikan keilmuannya sehingga skripsi ini dapat tuntas.
10. Para sahabat tersayang yang senantiasa mensupport penulis selama ini
khususnya Visca Melyana, Nadya Huttsy, Abdus Somad, Siti Khadizah,
Dea Ariska, dan Yanti Az-Zahra, serta teman seperjuangan selama
menyiapkan sidang Arabbiyatul Aidawiyah dan Dede Nurhasanah
11. Kepada keluarga saya yang telah membantu dan mensupport penulis,
terlebih lagi sepupu penulis Wardatul Bariroh dan keponakan penulis
Nabil Ramadhan yang telah meluangkan waktunya untuk menemani
penulis selama penelitian.
xi
12. Keluarga besar Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an, teman-teman KKN Galeri,
teman-teman HK 2015 khususnya HK A dan semua pihak yang telah
membantu dan mensupport penulis.
13. Dan untuk semua pihak yang telah membantu dan selalu mensupport
penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Pada akhirnya penulis berharap semoga Allah SWT membalas jasa-jasa
mereka, kebaikan mereka, dan melindungi mereka baik di dunia maupun di
akhirat kelak, Aamiin! Penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila
skripsi ini kurang berkenan bagi para pembaca, karena penulis menyadari bahwa
skripsi penulis jauh dari kata sempurna. Semoga skripsi ini membawa berkah dan
banyak manfaat bagi para pembaca.
Jakarta, 31 Oktober 2019
Roudlotul Maghfiroh
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI .................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................................... iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ............................................................................................. v
ABSTRAK ............................................................................................................................. viii
KATA PENGANTAR ............................................................................................................. ix
DAFTAR ISI........................................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1
B. Identifikasi, Pembatasan, Perumusan Masalah .......................................... 4
C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 6
E. Tinjauan Kajian Terdahulu .......................................................................... 6
F. Kerangka Teori .......................................................................................... 10
G. Metode Penelitian ...................................................................................... 11
H. Outline ....................................................................................................... 15
BAB II PENGANGKATAN ANAK DALAM HUKUM ISLAM DAN
HUKUM POSITIF
A. Pengertian Pengangkatan Anak
1. Secara Etimologis ................................................................................. 16
2. Secara Terminologis ............................................................................. 16
B. Pengangkatan Anak Menurut Hukum Islam
1. Pengertian Pengangkatan Anak............................................................. 18
2. Tujuan Pengangkatan Anak .................................................................. 19
3. Dasar Hukum Pengangkatan Anak ....................................................... 22
4. Hukum Pengangkatan Anak .................................................................. 26
5. Akibat Hukum Pengangkatan Anak ...................................................... 29
xiii
C. Pengangkatan Anak Menurut Hukum Positif
1. Pengertian Pengangkatan Anak............................................................. 34
2. Syarat-Syarat Pengangkatan Anak ........................................................ 36
3. Prosedur Pengangkatan Anak ............................................................... 38
4. Pencatatan Pengangkatan Anak ............................................................ 39
5. Akibat Hukum Pengangkatan Anak ...................................................... 41
BAB III KONDISI UMUM KECAMATAN GLAGAH
A. Letak Geografis ......................................................................................... 43
B. Kondisi Kependudukan ............................................................................. 43
C. Kondisi Kebudayaan .................................................................................. 48
BAB IV PENGANGKATAN ANAK DI KECAMATAN GLAGAH
LAMONGAN
A. Praktik Pengangkatan Anak ...................................................................... 49
B. Faktor Pengangkatan Anak Tidak Dicatatkan ........................................... 53
C. Akibat Hukum Pengangkatan Anak Tidak Dicatatkan .............................. 56
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................ 59
B. Saran-Saran................................................................................................ 60
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 61
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkawinan merupakan hal yang sakral bagi setiap manusia yang
menjalaninya. Selain itu perkawinan juga merupakan sarana yang terbaik
untuk mengaplikasikan rasa kasih sayang antara laki-laki dan perempuan.
Berkaitan dengan pengertian dari perkawinan itu sendiri, UU No.1 tahun
1974 menjelaskan bahwa “Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara
seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Suatu hubungan perkawinan tidak hanya semata untuk kehalalan
hubungan antara suami dan istri, melainkan juga untuk memperoleh
keturunan (anak), karena keluarga yang bahagia yaitu keluarga yang
sempurna, yang terdapat seorang anak didalamnya. Tidak jarang kita
jumpai terdapat keluarga yang tidak mempunyai anak, terkadang ini yang
menjadi salah satu alasan seseorang mengangkat anak orang lain. Namun
adakalanya seorang keluarga yang sudah diberi keturunan, namun ingin
memiliki keturunan dengan jenis kelamin lain, dan adakalanya juga
seseorang terlanjur sayang dengan anak orang lain, sehingga membuatnya
ingin mengangkat anak dari keluarga lain.
Banyak sekali sebab-sebab seseorang mengangkat anak, sehingga
dalam pengangkatan ini timbullah rasa cinta yang begitu mendalam dari
orang tua angkat terhadap anak angkatnya, sehingga antara anak angkat
dengan anak kandung tidak ada bedanya. Namun banyak masyarakat yang
melakukan pengangkatan anak yang tidak didasarkan pada hukum yang
telah di atur di Negara ini.
Yang dimaksud dengan anak angkat sendiri yakni anak yang
muncul karena adanya pengangkatan anak oleh seseorang terhadap orang
lain. Sedangkan menurut Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang
2
Perlindungan Anak, menyatakan bahwa “Anak angkat adalah anak yang
haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orangtua, wali yang
sah, atau orangtua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan
pengadilan.”1
Pengangkatan anak telah diatur dalam Peraturan Pemerintahan
Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan
Pengangkatan Anak. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 54 Tahun 2007 tentang pelaksanaan pengangkatan anak dijelaskan
bahwa: “Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang
mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang
sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan
dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua
angkat.”2
Karena pengangkatan anak merupakan perbuatan hukum, maka
melindunginya dibawah hukum di haruskan. Untuk itu perlu adanya
pengakuan secara hukum, dengan cara mencatatkan pengangkatan anak
tersebut..
Anak angkat dalam hukum adat dapat diartikan sebagai ikatan
sosial yang sama dengan ikatan kewangsaan biologis. Menurut wirjono
Prodjodikoro bahwa anak angkat adalah seorang bukan turunan dua orang
suami istri yang diambil, dipelihara dan diperlakukan oleh mereka sebagai
anak turunannya sendiri.3
Di negara ini pun telah membebaskan proses pengangkatan anak
baik itu secara hukum adat kebiasaan masyarakat atau secara peraturan
perundang-undangan. Namun karena hukum itu sebuah aturan maka apa
yang telah diatur haruslah di patuhi, begitu halnya dengan proses
1 N.M. Wahyu Kuncoro, waris permasalahan dan solusinya cara halal dan legal
membagi warisan, (Jakarta Timur; Raih Asa Sukses, 2015) hal.71 2Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.
3 M. Fahmi Al Amruzi, Anak Angkat di Persimpangan Hukum MMH, Jilid 4 No. Januari
2014
3
pengangkatan anak yang secara hukum adat kebiasaan harus dimohonkan
penetapan pengadilan.
Selain karena faktor tidak memiliki keturunan juga kebanyakan
pengangkatan anak yang dilakukan oleh masyarakat Glagah Lamongan
karena faktor kekeluargaan, seperti pengangkatan terhadap anak
saudaranya. Yang mana disebabkan karena orang tua sang anak yang
meninggal, bercerai, atau bahkan orang tua anak yang tidak mampu. Dan
segala urusan biaya sang anak ditanggung oleh orang tua angkatnya.
Di Kecamatan Glagah Lamongan, terdapat banyak fenomena
pengangkatan anak yang dilakukan masyarakat. Namun yang menjadi
permasalahan tidak sedikit dari mereka bahkan sebagian besar dari para
pengangkat anak tidak mencatatkan pengangkatannya.
Pengangkatan anak secara ilegal ini sudah menjadi kebiasaan di
Kecamatan Glagah Kabupaten Lamongan, bagi mereka yang buta akan
hukum baik itu hukum Islam maupun hukum positif, menjadikan hukum
adat sebagai acuan mereka, meskipun telah jelas dalam Peraturan
Permerintah Republik Indonesia bahwa kebebasan pengangkatan anak
secara hukum adat harus tetap melalui penetapan Pengadilan.
Selain masyarakat yang buta akan hukum, penyebab tidak
tercatatkannya pengangkatan anak salah satunya yakni prosedur
pengangkatan anak yang menurut mereka rumit dan biayanya yang tidak
sedikit. Sedangkan kebanyakan dari mereka yang mengangkat anak
berasal dari keluarga yang ekonominya berkecukupan.
Dengan melihat pengangkatan anak yang tidak terdata di
Kecamatan Glagah Kecamatan, dan di Kantor Dinas Pencatatan Sipil
hanya terdapat 8 data pengangkatan anak dari tahun 2006, sedangkan pada
kenyataannya dari 29 desa yang ada di Kecamatan Glagah terdapat
masyarakat yang melakukan pengangkatan anak di setiap desanya, maka
dapat di pastikan sebagian besar warga di Kecamatan Glagah yang
melakukan pengangkatan anak tidak mencatatkan pengangkatan anak.
Adapun dalam salah satu desa, tepatnya Desa Jatirenggo yang terdiri dari 7
4
dusun/kampung dengan jumlah penduduk 2.272 dan 741 KK,4 terdapat
masyarakat yang melakukan pengangkatan anak disetiap dusunnya dan
dari masyarakat tersebut tidak ada yang mencatatkan pengangkatannya.
Sehingga tidak tercatatkannya pengangkatan anak yang terjadi di
Kecamatan Glagah Lamongan, tidak memiliki kekuatan hukum baik bagi
orang tua angkat maupun anak yang diangkat. Maka dalam hal ini dapat
dikatakan bahwa fenomena yang terjadi di masyarakat tidak sesuai dengan
aturan hukum yang semestinya.
Dengan penjelasan diatas, maka penulis ingin mengangkat tema
penelitian “Legalitas Pengangkatan Anak” yang berjudul
“PENGANGKATAN ANAK YANG TIDAK DI CATATKAN
PRESPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF (Studi
Kasus Kecamatan Glagah Lamongan Tahun 2010-2018)”.
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Terdapat beberapa permasalahan yang ditemukan dalam penelitian ini,
antara lain yaitu;
a. Bagaimana hukum pengangkatan anak menurut pandangan ulama?
b. Bagaimana hukum Islam mengatur tentang hak dan kewajiban
pengangkatan anak?
c. Bagaimana proses pengangkatan anak dalam Hukum Islam?
d. Bagaimana hukum pengangkatan anak menurut Undang-Undang
No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak?
e. Apa yang dimaksud anak angkat dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007?
f. Apa yang di maksud pengangkatan anak menurut Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007?
4 Suhanto, Kantor Kecamatan Glagah, Laporan Rekap Data Penduduk, Lamongan, 13
Februari 2019.
5
g. Bagaimana pelaksanaan pengangkatan anak menurut Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007?
h. Bagaimana pelaksanaan pengangkatan anak secara hukum adat
menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54
Tahun 2007?
i. Bagaimana pelaksanaan pengangkatan anak pada masyarakat di
Kecamatan Glagah Kabupaten Lamongan?
j. Bagaimana akibat hukum dari pengangkatan anak menurut hukum
Islam dan hukum positif?
k. Bagaimana dampak dari pengangkatan anak yang tidak dicatatkan?
2. Pembatasan Masalah
Dari identifikasi masalah yang diatur dan wilayah hukum
kecamatan Glagah Lamongan Jawa Timur yang terdiri dari 29 Desa,
agar ruang lingkup pembahasan tidak terlalu luas, maka dengan itu
peneliti membatasi penelitian skripsi ini hanya terkait pada
pelaksanaan pengangkatan anak menurut hukum Islam dan hukum
positif yang terjadi pada masyarakat di tiga Desa yakni Desa
Jatirenggo, Desa Glagah, dan Desa Wonorejo, dengan argumentasi
akademik kategori jumlah penduduk terbanyak, sedang, dan sedikit,
dan aturan yang sesungguhnya mengenai pengangkatan anak.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti merumuskan
masalah-masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana penerapan hukum Islam dan hukum positif terkait
pengangkatan anak di Kecamatan Glagah?
b. Apa faktor penyebab pengangkatan anak di Kecamatan Glagah
Lamongan tidak di catatkan?
c. Bagaimana dampak hukum pengangkatan anak tanpa di catatkan
menurut hukum Islam dan hukum positif?
6
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang ingin di capai adalah sebagai berikut:
1. Secara Pragmatis
a. Untuk mengatahui penerapan hukum di Kecamatan Glagah
b. Untuk mencari tahu penyebab pengangkatan anak yang terjadi
di Kecamatan Glagah Lamongan tidak di catatkan.
c. Untuk mengetahui dampak hukum dari pengangkatan anak yang
tidak di catatkan.
2. Secara Akademis
Bertujuan untuk memenuhi syarat kelulusan sehingga
mendapatkan gelar Sarjana Hukum (S.H) di Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara teoritis
Penulis berharap, penelitian ini memberikan manfaat berupa
sumbang pemikiran untuk penelitian lanjutan yang lebih luas,
khususnya yang berhubungan dengan hukum pengangkatan anak
yang seharusnya, dan untuk menambah khazanah bagi para pengkaji
tentang pengangkatan anak menurut hukum Islam dan hukum positif.
2. Secara praktis
Penulis berharap, penelitian ini dapat menambah pengetahuan,
khususnya mengenai hukum pengangkatan anak dan sebagai
pengingat akan pentingnya mematuhi hukum yang ditegak di
Indonesia.
E. Tinjauan Kajian Terdahulu
Dalam tinjauan pustaka ini peneliti mengemukakan pemikiran
sebelumnya dengan permasalahan yang pernah diangkat.
7
No Identitas Substansi Pembeda
1.
Yunitasari
(Skripsi S-1
Universitas Islam
Negeri Alauddin
Makasar, 2016)
Perlindungan hukum
terhadap
pengangkatan anak
secara illrgal menurut
hukum Islam
Dalam skripsinya dia
menjelaskan
mengenai pandangan
hukum Islam terkait
Pengangkatan anak
secara illegal, yang
mana hukum Islam
hanya menganjurkan
pengangkatan anak
yang tidak
memutuskan
hubungan nasab
antara orang tua
kandung dengan anak
yang diangkat.
Dijelaskan juga
dampak dan sanksi
terhadap
pengangkatan anak
secara illegal yang
akan menimbulkan
hubungan hak
perwalian dan
pewarisan dengan
orang tua
kandungnya terputus
dan akan beralih
kepada orang tua
angkatnya.
Dalam skripsi ini,
penulis akan
menjelaskan
mengenai
pengangkatan anak
menurut hukum
Islam dan hukum
posistif dan
penyebab terjadinya
pengangkatan anak
yang tidak di
catatkan pada
masyarakat
Kecamatan Glagah
Lamongan.
8
2.
Beni Sulistyo
(Skripsi S-1
Universitas
Muhammadiyah
Surakarta, 2014)
Proses pelaksanaan
pengangkatan anak
dan akibat hukum
terhadap anak setelah
diangkat
Dalam skripsinya dia
menjelaskan
mengenai proses
pengangkatan anak
berdasarkan motif
atau alasan
melakukan
pengangkatan anak
yang sesuai dengan
ketentuan dalam
Pasal 2 UU No. 4
Tahun 1979 tentang
Kesejahteraan Anak,
kesesuaian
pelaksanaan
persidangan
pengangkatan anak
dengan ketentuan
yang berlaku dan
pelaksanaan
pencatatan
pengangkatan anak
yag telah sesuai
dengan ketentuan
dalam Pasal 47 ayat
(2) dan (3) Undang-
undang No. 23 Tahun
2006 tentang
Administrasi
Kependudukan.
Dalam skripsi ini
penulis meneliti
mengenai ketidak
sesuaian tradisi
pengangkatan anak
dengan prosese
pengangkatan anak
yang telah di atur
dalam Peraturan
Pemerintah No. 54
Tahun 2007.
9
3.
Nadia Nur Syahidah
(Skripsi S-1
Universitas Islan
Negeri Syarif
Hidayartullah Jakarta,
2015)
Praktik pengangkatan
anak tanpa penetapan
pengadilan dan
dampak hukumnya
(studi kasus di Desa
Bantarjati,
Klapanunggal,
Bogor)
Dalam skripsinya dia
menjelaskan bahwa
alasan pengangkatan
anak terjadi karena
tidak mempunyai
anak atau menolong
anak terlantar. Dan
faktor penyebab
masyarakat Desa
Bantarjati Kecamatan
Klapanunggal
Kabupaten Bogor
mengangkat anak
tanpa penetapan
pengadilan karena
rendahnya
pengetahuan
masyarakat tentang
prosedur
pengangkatan anak,
dan akibat hukum
pengangkatan anak
tanpa penetapan
pengadilan.
Dalam skripsi ini
penulis akan
meneliti terkait
alasan pengangkatan
anak dan faktor
pengangkatan anak
tidak di catatkan
yang terjadi pada
masyarakat di
Kecamatan Glagah
Lamongan.
10
F. Kerangka Teori
Menurut hukum Islam pengangkatan anak merupakan hukum
hadhonah (hak asuh anak) yang diperluas dan sama sekali tidak mengubah
hubungan hukum, nasab dan mahram antara anak angkat dengan orang tua
dan keluarga asalnya.5
Indonesia sebagai negara yang menganut legal formal dalam
masalah pelaksanaan pengangkatan anak berdasarkan penetapan
pengadilan telah di jelaskan dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 54
Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak pasal 9 ayat (2)
bahwa “Pengangkatan anak berdasarkan adat kebiasaan setempat dapat
dimohonkan penetapan pengadilan” dan pasal 10 ayat (2) bahwa
“Pengangkatan anak berdasarkan peraturan perundang-undangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penetapan
pengadilan” .6
Cindy cynthia dalam bukunya yang berjudul tinjauan yuridis
terhadap pengangkatan anak yang dilakukan oleh orang tua angkat yang
belum menikah menjelaskan bahwa pengangkatan anak dilihat dari
keberadaan anak yang diangkat, dan ini dibedakan menjadi tiga macam
yaitu:7
1. Pengangkatan anak yang dilakukan terhadap calon anak angkat
yang berada dalam kekuasaan orang tua kandung atau orang
tua asal.
2. Pengangkatan anak yang dilakukan calon anak angkat yang
berada dalam organisasi sosial.
5Muhammad Rais, “Kedudukan Anak Angkat dalam Prespektif Hukum Islam, Hukum
adat dan Hukum perdata(a nalisis komparatif)”,Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 2,
Desember 2016 6Mutasir, “Dampak hukum pengangkatan anak pada masyarakat desa terantang
kecamatan tambang kabupaten kampar di tinjau dari hukum Islam”, Edisi desember 2017 Vol.4
No.2 7 Cindy Cynthia dkk, “Tinjauan Yuridis Terhadap Pengangkatan Anak yang Dilakukan
oleh Orang Tua Angkat yang Belum Menikah” Diponegoro Law Journal, Volume 6, Nomor 2,
Tahun 2017
11
3. Pengangkatan anak terhadap anak yang tidak berada dalam
kekuasaan orang tua asal maupun organisasi sosial, misalnya
anak yang ditemukan karena dibuang orang tuanya.
G. Metode Penelitian
Untuk menganalisis suatu masalah maka perlu adanya metode
penelitian yakni cara dan prosedur yang sistematis dan terorganisasi untuk
menyelidiki suatu masalah tertentu dengan maksud mendapatkan
informasi untuk digunakan sebagai solusi atas masalah tersebut.8
Dalam hal ini metode penelitian yang digunakan peneliti
menggunakan metode kualitatif yakni suatu strategi penyelidikan yang
menekankan pencarian makna, pengertian, konsep, karakteristik, gejala,
simbol, maupun deskripsi tentang suatu fenomena; fokus dan multimetode,
bersifat alami dan holistik; mengutamakan kualitas, menggunakan
beberapa cara, serta disajikan secara naratif. Dengan tujuan untuk
menemukan jawaban terhadap suatu fenomena atau pertanyaan melalui
aplikasi prosedur ilmiah secara sistematis.9
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian sosiolegal
untuk mencapai kebenaran korespondensi yaitu sesuainya atau tidak
hipotesis dengan fakta yang berupa data.10
Sehingga peneliti
menggunakan jenis penelitian sosiologis empiris yang mana penelitian
ini bertitik tolak pada data primer/dasar, yakni data yang diperoleh
langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama dengan melalui
8Dr. Ulber Silalahi, MA, Metode Penelitian Sosial, (Bandung; PT Refika Aditama, 2017)
hal.12 9 Prof. Dr. A. Muri Yusuf, M.Pd, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan
Penelitian Gabungan, (Jakarta; Prenadamedia Group, Cet.1 2014), h. 329 10
Prof. Dr. Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum: Edisi Revisi, (Jakarta: Kencana,
2017, cet.13), h. 47
12
penelitian lapangan, yang dilakukan baik melalui pengamatan
(Observasi), wawancara, ataupun penyebaran kuesioner.11
Metode penelitin dalam penelitian yang digunakan adalah bersifat
deskriptif analisis yakni menyajikan satu gambar yang terperinci
tentang satu situasi khusus, setting sosial atau hubungan.12
Dan juga
bersifat library research (penelitian kepustakaan) yakni penelitian
yang dilakukan dengan mengkaji dari literatur yang mempunyai
relevansi terhadap penelitian ini.
2. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data lapangan yang ada di wilayah
Kecamatan Glagah Lamongan, dan demi untuk mencapai informasi
yang valid maka peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang
berupa;
a. Data Primer
Data primer merupakan data atau keterangan yang
diperoleh oleh peneliti secara langsung dari sumbernya. Sumber
data primer menurut hukum Islam dapat diperoleh melalui
alquran, hadits, dan kitab-kitab fiqh yang terkait, dan menurut
hukum positif dapat diperoleh dari peraturan perundang-
undangan yang mengatur. Cara mengkaji sumber data primer
dengan menggunakan:
1) Wawancara (Interview) merupakan suatu kejadian atau
suatu proses interaksi antara pewawancara dan sumber
informasi atau orang yang diwawancarai melalui
komunikasi langsung.13
Dengan mewawancarai
masyarakat Kecamatan Glagah Kabupaten Lamongan
11
Jonaedi Efendi, Johnny Ibrahim, “Metode Penelitian Hukum: Normatif dan Empiris”,
(Depok: Prenademedia Group, 2016), h. 149 12
Dr. Ulber Silalahi, MA, Metode Penelitian Sosial, hal. 27 13
Prof. Dr. A. Muri Yusuf, M.Pd, “Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan
Penelitian Gabungan”, h. 372
13
khususnya keluarga yang memiliki anak angkat, para
perangkat desa atau kecamatan Glagah kabupaten
Lamongan dan tokoh masyarakat.
2) Observasi, dalam hal ini pengamat menggunakann non-
participation observer yakni suatu bentuk observasi
dimana pengamat (atau peneliti) tidak terlibat langsung
dalam kegiatan kelompok, atau dapat juga dikatakan
pengamat tidak ikut serta dalam kegiatan yang diamatinya.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan keterangan yang diperoleh dari
pihak kedua, baik berupa orang maupun catatan seperti buku,
laporan, buletin, dan majalah yang sifatnya dokumentasi. Maka
dalam hal ini cara yang digunakan untuk mengkaji sumber data
sekunder meliputi:
1) Library research (Penelitian kepustakaan) yakni penelitian
yang dilakukan dengan mengkaji dari literatur yang
mempunyai relevansi terhadap penelitian ini seperti kitab-
kitab atau buku-buku yang terkait.
2) Dokumentasi yang merupakan catatan atau karya
seseorang tentang sesuatu yang sudah berlalu.
3. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan studi
kasus. Studi Kasus adalah suatu proses pengumpulan data dan
informasi secara mendalam, mendetail, intensif, holistik, dan
sistematis tentang orang, kejadian, social setting, atau kelompok
dengan menggunakan berbagai metode dan teknik serta banyak
sumber informasi untuk memahami secara efektif bagaimana orang,
14
kejadian, latar alami (social setting) itu beroperasi atau berfungsi
sesuai dengan konteksnya.14
4. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan
mengurutkan data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar
sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja
seperti yang disarankan oleh data.15
Untuk mencari makna dibalik data yang melalui pengakuan
subyek pelakunya maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan
teknik analisis data yakni;
1. Reduksi data yakni proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstraksian, dan transformasi data kasar
yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan.
2. Penyajian data yakni sebagai sekumpulan informasi tersusun yang
memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan.
3. Menarik kesimpulan dan verifikasi.16
5. Teknik Penulisan
Skripsi ini disusun untuk memenuhi tugas akhir studi di Fakultas
Syariah dan Hukum, maka untuk teknik penulisan dalam penelitian ini
merujuk pada pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum
tahun 2017 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
14
Prof. Dr. A. Muri Yusuf, M.Pd, “Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan
Penelitian Gabungan”, h. 339 15
Sandu Siyoto, Ali Sodik “Dasar Metodologi Penelitian”, (Yogyakarta: Literasi Media
Publishing, 2015, cet.i), h. 109 16
Prof. Dr. A. Muri Yusuf, M.Pd, Metode :”Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan
Penelitian Gabungan”, h. 407
15
H. OUTLINE
Untuk memudah penulisan skripsi ini, maka penelitian ini dibagi
dalam 5 Bab, sebgai berikut:
Bab I adalah pendahuluan yang akan memuat tentang latar
belakang, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, tinjauan pustaka, manfaat penelitian, metode
penelitian yang digunakan oleh peneliti, dan rancangan
sistematika penulisan.
Bab II adalah penjelasan dari pengangkatan anak perspektif hukum
Islam dan hukum positif yang meliputi pengertian
pengangkatan anak, dasar hukum pengangkatan anak,
pengangkatan anak menurut hukum Islam, dan pengangkatan
anak menurut hukum positif
Bab III merupakan pembahasan terkait kondisi umum Kecamatan
Glagah yang meliputi letak geografis, kondisi kependudukan,
dan kondisi kebudayaan
Bab IV adalah pembahasan dari hasil penelitian yang akan
menjelaskan mengenai pengangkatan anak di kecamtan
Glagah, yang meliputi didalamnya analisis praktik
pengangkatan anak di kecamatan Glagah, Faktor yang
melatar belakangi pegangkatan anak tidak dicatatkan, dan
akibat hukum pengangkatan anak tidak dicatatkan.
Bab V merupakan bagian penutup. Pada bagian ini penulis akan
menyimpulkan seringkas mungkin hasil dari penelitian
sebagaimana yang telah dipaparkan dalam pembahasan.
Dalam bagian terakhir ini, akan dicantumkan juga saran yang
dapat dilakukan untuk kegiatan lebih lanjut terkait dengan
apa yang penulis kaji.
16
BAB II
PENGANGKATAN ANAK DALAM
HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
A. Pengertian Pengangkatan Anak
1. Secara Etimologis
Pengangkatan anak bukan lagi menjadi hal baru terutama di
Indonesia. Tradisi pengangkatan anak ini sudah lama dikenal di
lingkungan penduduk Indonesia, baik yang dilakukan secara adat
maupun menurut peraturan perundang-undangan.
Pengangkatan anak dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah
tabanni, yang berasal dari kata tabannahu artinya menjadikannya
anak angkat.1
Sedangkan pengangkatan anak dalam bahasa belanda di sebut
adoptie atau dalam bahasa Inggrisnya disebut adoption, yang dalam
bahasa indonesia lebih dikenal dengan istilah adopsi.2
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adopsi adalah
Pengangkatan anak orang lain menjadi anak sendiri, penerimaan suatu
usul atau laporan seperti dalam proses legislatif, pemungutan.3
Maka dari penjelasan di atas dapat diartikan bahwa
pengangkatan anak atau adopsi adalah menjadikan anak orang lain
sebagai anak sendiri.
2. Secara Terminologis
Pengertian pengangkatan anak menurut istilah dapat dilihat dari
hukum Islam dan hukum positif (Peraturan Perundang-undangan).
1 Husin Al-Habsyi, “Kamus Al-Kautsar Lengkap Arab Indonesia”, (Bangil: Yayasan
Pesantren Islam, 1986), h. 34 2 Musthofa Sy, Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2008, Cet. Pertama), h. 9 3 Ernawati Waridah, S.S., “Kamus Bahasa Indonesia”, (Jakarta: PT.KAWAHmedia,
2017), h. 3
17
Andi Syamsu dan Fauzan dalam bukunya yang berjudul hukum
pengangkatan anak perspektif Islam menjelaskan bahwa dalam hukum
Islam Mahmud Syaltut memberikan 2 pengertian untuk pengangkatan
anak yakni pertama mengambil anak orang lain untuk diasuh dan
dididik dengan penuh perhatian dan kasih sayang tanpa diberikan
status anak kandung kepadanya, dan kedua mengambil anak orang lain
sebagai anak sendiri dan ia diberi status sebagai anak kandung
sehingga ia berhak memakai nama keturunan orang tua angkatnya dan
saling mewarsisi harta peninggalan, serta hak-hak lain sebagai akibat
hukum antara anak anagkat dan orang tua angkatnya itu.4 Penjelasan
dari kedua pengertian di atas yang dimaksudkan adalah pengangkatan
anak lebih didasari perasaan iba atau belas kasih orang tua angkat
terhadap orang tua kandung dari anak angkatnya sehingga
pengangkatan anak dilakukan sebagai bentuk bantuan. Sedangkan bagi
suami istri yang tidak memiliki keturunan, pengangkatan anak
dilakukan agar anak yang diangkatnya dapat dididik dengan baik,
dengan harapan anak angkatnya suatu saat akan menjadi anak shaleh
dan berhasil sehingga dapat membantunya di masa yang akan datang.5
Pengertian pengangkatan anak yang di maksud hukum islam
sendiri adalah menjadikan anak orang lain menjadi anaknya sendiri
untuk dipelihara, dilindungi, diasuh, diberi pendidikan yang layak, dan
diberi kasih sayang layaknya anak sendiri dengan tidak menghapus
status orang tua kandungnya, sehingga orang tua angkat tidak dapat
menjadi walinya dan antara anak angkat dan orang tua angkat tidak
dapat saling mewarisi.
Sedangkan dalam Hukum Positif pengangkatan anak disebut
dengan adopsi. Istilah adopsi dan pengangkatan anak memiliki
perbedaan maksud, yang mana adopsi memberikan hak orang tua
4 Andi Syamsu Alam, M. Fauzan, “Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam”,
(Jakarta: Kencana, 2008), h. 30 5 Ahmad Kamil dan M. Fauzan “Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di
Indonesia” (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), h. 97
18
kandung terhadap orang tua angkatnya dan anak yang telah diangkat
dinasabkan kepada orang tua angkatnya, sehingga terputuslah hak-hak
anak angkat dengan orang tua kandungnya.
Selain dalam hukum Islam dan hukum positif, terdapat juga
pengertian dari pengangkatan anak menurut hukum adat. Sebagaimana
Musthofa Sy mengutip dari bukunya Surojo Wignjodipuro dengan
judul Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat bahwa pengangkatan anak
menurut hukum adat dapat di temukan dalam doktrin yang mana
dikemukanan oleh Surojo Wignjodipuro bahwa pengangkatan anak
adalah suatu perbuatan mengambil anak orang lain ke dalam
keluarganya sendiri sedemikian rupa sehingga antara orang yang
memungut anak dan anak yang dipungut itu timbul hubungan
kekeluargaan yang sama seperti yang ada antara orang tua dengan anak
kandungnya sendiri.6
Pengertian anak angkat menurut adat juga dapat di temukan
dalam yurisprudensi, yang mana terjadinya pengangkatan anak
bergantung pada formalitas adat pengangkat anak.7
Dalam bukunya Amran Suadi juga dijelaskan bahwa
pengangkatan anak menurut Soerjono Soekanto adalah suatu perbuatan
mengangkat anak untuk dijadikan anak sendiri atau mengangkat
seseorang dalam kedudukan tertentu yang menyebabkan timbulnya
hubungan yang seolah-olah didasarkan pada faktor hubungan darah.8
B. Pengangkatan Anak Menurut Hukum Islam
1. Pengertian Pengangkatan Anak
Anak angkat dalam bahasa arab memiliki dua maksud yakni yang
pertama, orang arab menyebutnya dengan tabanni yang artinya
6 Musthofa Sy, “Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama”, h. 14
7 Musthofa Sy, “Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama”, h. 14
8 Amran Suadi, Mardi Candra, “Politik Hukum Prespektif Hukum Perdata dan Pidana
Islam serta Ekonomi Syariah”, (Jakarta: Prenada Media, 2016)., h. 151
19
mengambil anak angkat. Secara bahasa lafadz ini berasal dari kata
tabannaahu yang artinya menjadikan anak angkat.9 Kedua disebut
luqata artinya mengambil anak pungut atau bisa diartikan juga dengan
budak yang dimerdekakan, yang berasal dari kata انهقظ yang berarti
yang di pungut.10
Yang dimaksud dengan luqata adalah anak yang
belum dewasa yang di temukan dijalan dan tidak diketahui identitas
dan nasabnya, yang kemudian dimerdekakan dengan mengangkatnya
menjadi anak.11
Pengertian tabanni menurut Wahbah al-Zuhaili adalah
pengangkatan anak (tabanni) “Pengambilan anak yang dilakukan oleh
seseorang terhadap anak yang jelas nasabnya, kemudian anak itu
dinasabkan kepada dirinya.12
Dalam Kompilasi Hukum Islam di jelaskan pada Pasal 171 huruf h
bahwa Anak angkat adalah anak yang dalam hal pemeliharaan untuk
hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih
tanggung jawabya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya
berdasarkan putusan pengadilan.
Musthofa Sy dalam bukunya menyebutkan bahwa pengangkatan
anak berdasarkan hukum Islam adalah pengangkatan anak yang
bersumber pada AL-Qur‟an dan sunnah serta hasil ijtihad yang berlaku
di Indonesia yang diformulasikan dalam berbagain produk pemikiran
hukum islam, baik dalam bentuk fikih, fatwa, putusan pengadilan,
maupun peraturan perundang-undangan, termasuk didalamnya
Kompilasi Hukum Islam.13
2. Tujuan Pengangkatan Anak
Pengangkatan anak bukan lah hal sepele yang dilakukan dengan
secara cuma-cuma, untuk itu pasti ada motif atau tujuan bagi seseorang
9 Husin Al-Habsyi, “Kamus Al-Kautsar Lengkap Arab Indonesia”, h. 34
10 Husin Al-Habsyi, “Kamus Al-Kautsar Lengkap Arab Indonesia”, h. 406
11 Sudarto, “Masailul Fiqhiyah AL-Haditsah” , (Yogyakarta: Deepublish, 2018), h. 129
12 Wahbah, Al-Zuhaili, al-Fiqih al-Islam wa al-Adillatuhu, Juz 9, (Berirut: Dar Al-
Mughniyah, al-Ahwal al-Syahsiyah „ala al-Madzahib al-Khamsah, (Beriut: Dar al-Ilmi Li al-
Malayain, 1964), h. 86 13
Musthofa Sy., SH., M.H, Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama, h. 14
20
yang mengangkat anak. Tujuan dari pengangkatan anak antara lain
salah satunya adalah untuk meneruskan keturunan suatu keluarga,
dalam hal ini suatu perkawinan suami Istri yang tidak memiliki
keturunan. Hal ini menjadi suatu solusi untuk pasangan suami istri
yang kebanyakan belum atau telah divonis dokter tidak mungkin
mempunyai anak, sebagai penerus perjuangan keluarga, yang
diharapkan dapat membantunya di masa tua nantinya.14
Adapun tujuan pengangkatan anak dalam Islam antara lain:
a. Untuk memberikan harapan hidup bagi masa depan anak
sebagaimana dala Q.S. Al-Maidah (5) :32:
فغبد شفظأ قزمفغبثغ ي ثإعشائمأ نككزجبعهأجمر ي
بفكؤ أحب ي عب بقزمانبطج عبفالسضفكؤ بأحبانبطج
نكفالسض ىثعذر كثشاي إ ىسعهبثبنجبدثى نقذجبءر
غشف ن
Artinya: “Oleh karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani
Israil, bahwa barangsiapa membunuh seseorang, bukan karena
orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat
kerusakan dibumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua
manusia. Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia,
maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua
manusia. Sesungguhnya Rasul Kami telah datang kepada mereka
dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas. Tetapi
kemudian banyak di antara mereka setelah itu melampaui batas di
bumi.”
Dalam penjelasan dalam Tafsir bahwa yang dimaksud dari
ayat di atas adalah sangat mustahil memisahkan seseorang
manusia selaku pribadi dan masyarakatnya. Pemisahan ini hanya
terjadi pada dataran alam teori, tetapi dalam kenyataannya
sosiologis, bahkan dalam kenyataan psikologis, manusia tidak
dapat dipisahkan dari masyarakatnya, walau ketika hidup di
14
H. Andi Syamsu Alam, M. Fauzan, “Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam”, h.
30
21
dalam gua sendirian. Bukankah manusia yang berada sendirian di
gua menemukan makhluk lain bersamanya, kalau bukan makhluk
sejenisnya, maka hantu yang menakutkannya atau malaikat yang
mendukungnya. Demikian, manusia membutuhkan selainnya.
Pada saat manusia merasakan kehadiran manusia-manusia lain
bersamanya, saat itu pula, seorang atau ribuan anggota
masyarakatnya mempunyai kedudukan yang sama bahwa semua
harus di hargai. Sehingga, barang siapa yang membunuh seorang
manusia tanpa alasan yang sah, maka seakan-akan ia telah
membunuh manusia seluruhnya, demikian sebaliknya.15
b. Mengangkat anak bagian dari tolong-menolong sebagaimana
dalam Q.S. Al-Maidah (5): 2:
ل اشعبئشالله الرحه ي ا بانز ـبل ذ لان شانحـشاو انش
اب سض ى ث س فضلي ذانحـشاوجـزغ انج يا ل ئذ
ارا انقل
ا ا حههزىفبصطبد كىع صذ وا ق لجشيكىشب غجذانحـشا ن
ا رعزذ وا انزق اعهانجش رعب ا ثى اعهال لرعب
ا نعذ ارقاالله ذانعقبة شذ الله ا
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu
melanggar syi'ar-syi'ar kesucian Allah, dan jangan (melanggar
kehormatan) bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) hadyu
(hewan-hewan kurban), dan Qalaid (hewan-hewan kurban yang
diberi tanda), dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang
mengunjungi Baitulharam; mereka mencari karunia dan keridaan
Tuhannya. Tetapi apabila kamu telah menyelesaikan ihram, maka
bolehlah kamu berburu. Jangan sampai kebencian(mu) kepada
suatu kaum karena mereka menghalang-halangimu dari
Masjidilharam mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada
mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa , dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah
sangat berat siksa-Nya.”
15
M.Quraish Shihab, “Tafsir Al-Misbah” (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 81
22
Maksud dari “Dan tolong-menolonglah kamu dalam
kebajikan dan ketakwaan, jangan tolong-menolong dalam dosa
dan pelanggaran”, merupakan prinsip dasar dalam menjalin
kerjasama dengan siapa pun, selama tujuannya adalah
kebajikan.16
c. Untuk mensejahterakan anak-anak terlantar dan anak yatim
sebagaimana dalam Q.S. Al-Insan (76): 8:
شا اع ب ز ب يغك حج انطعبوعه طع
Artinya: “Dan mereka memberikan makanan yang disukainya
kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan."
Maksud dari “Dan mereka memberikan makanan yang disukainya
kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan” yaitu
mereka memberikan makanan di saat mereka sendiri sangat suka
dan menginginkan. Mengenai orang miskin dan anak yatim telah
dijelaskan dijelaskan pengertian dan sifatnya. Adapun mengenai
tawanan merupakan istilah yang mencakup tawanan muslim
dankafir.17
3. Dasar Hukum Pengangkatan Anak
Praktik pengangkatan anak sebelumnya sudah ada sejak zaman
jahiliyah, hanya saja pada zaman jahilayah belum ada hukum yang
mendasari pengangkatan anak.
16
M.Quraish Shihab, “Tafsir Al-Misbah”, h. 14 17
Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i, “Ringkasan Ibnu Katsir jilid 4”, (Jakarta: Gema Insani
Press, 2000), h. 878
23
Kemudian setelah Islam hadir Allah menurunkan firmannya yang
berkenaan dengan pengangkatan anak dalam Q.S. Al-Ahzab (33): 4-5:
ف ج ف قهج نشجمي يبجعمالله ر ـئاجكىانه يبجعماص ش ظ
زكى اي ي يبجعمادعبءكىاثبءكى كى ا نـكىثبف نكىق ا ر
م ذانغج لانحق ق لله
Artinya: "Allah tidak menjadikan bagi seseorang dua hati dalam
rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu
zihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak angkatmu
sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah
perkataan di mulutmu saja. Allah mengatakan yang sebenarnya
dan Dia menujukkan jalan (yang benar)."
ذالله اقغظع ى ثبئ ىل ادع اكىف ىفبخ ثبء اا نىرعه فب
كى ان ي انذ اخطؤرىث ب كىجبحف ظعه ن ذد برع ي ك ن
ثكى ب قه ح ساس غف الله كب
Artinya: "Panggillah mereka (anak angkat itu) dengan (memakai)
nama bapak-bapak mereka; itulah yang adil di sisi Allah, dan jika
kamu tidak mengetahui bapak mereka, maka (panggillah mereka
sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan
tidak ada dosa atasmu jika kamu khilaf tentang itu, tetapi (yang
ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Allah Maha
Pengampun, Maha Penyayang.”
Pada ayat diatas Q.S. Al-Ahzab (33) ayat 4 dan ayat 5, M.
Quraish Shihab menjelaskan bahwa ayat ini turun berkenaan
dengan kasus Zaid Bin Haritsah yang dipelihara oleh kakeknya
yang suatu ketika diculik oleh segerombolan berkuda dari suku
Tihamah. Zaid dibawah ke Mekkah dan dibeli oleh Hakim Bin
Hizam Bin Khuwailid yang memberikannya kepada saudara
perempuan ayahnya yakni Khadijah binti Khuwailid. Khadijah
binti Khuwailid adalah seorang saudagar kaya yang sangat
dermawan, wanita yang mulia ini kemudian menikah dengan
Rasulullah SAW, dan menghadiahkan Zaid kepada Nabi SAW.
Zaid tinggal bersama Rasulullah SAW sekian lama. Hingga
akhirnya kakek dari Zaid bin Haritsah menemukan keberadaan
24
Zaid dan bersedia membayar tebusan bila beliau mengizinkan
Zaid ra kembali kepada keluarganya. Nabi Muhammad SAW pun
menawarkan kepada kakeknya jalan yang lebih baik, yakni beliau
bersedia mengizinkan Zaid kembali kepada keluarganya tanpa
tebusan bila itu yang menjadi pilihan Zaid, dan keluarganya
bersedia membiarkan Zaid tinggal bersama Rasulllah bila itu
menjadi keputusan Zaid. Ternyata Zaid lebih memilih tinggal
bersama Rasulullah, yang kemudian Rasulullah mengumumkan
kepada masyarakat Mekkah bahwa Zaid adalah putra Rasulullah
dan sejak itu nama Zaid pun berganti menjadi Zaid bin
Muhammad.18
Dan ayat ini diturunkan dimaksudkan untuk
membatalkan adopsi Nabi tersebut dan semua adopsi yang
dilakukan oleh masyarakat muslim yang memperlakukan anak
angkat sama persis dengan anak kandung dan menasabkan anak
angkat kepada orang tua angkatnya.
Yang juga dipertegas dalam Firman Allah Q.S. Al-Ahzab
(33): 40 :
خبرىانج لالله ع س ـك ن جبنكى س ذاثآاحذي يح يبكب
ب ءعه ش ثكم الله كب
Artinya: "Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang di antara
kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Dan
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."
Adapun hadits yang dikutip dari bukunya Az-Zabidi yang
berjudul Mukhtashar Shahih Bukhari menjelaskan mengenai
larangan mengakui orang yang bukan ayahnya sebagai ayahnya
yakni:19
عذ:قبلعاللهسضععذع ع لعهىعهاللصهانج :ق
(( شإنادعي ،غ أث شأعهى ،غ نجخفبأث ((حشاوعه
18
M.Quraish Shihab, “Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an” h.,
413 19
Az-Zabidi, “Mukhtashar Shahih Bukhari”, (Jakarta: Ummul Qura, 2016), h. 899
25
أب:فقبلثكشحلثرنكفزكش عز ع عبأرب قهج لي اللسع
.عهىعهاللصه
انجخبس()سا
Artinya: “Dari Sa'ad ra, ia berkata, "Aku mendengar Nabi SAW
bersabda, 'Barangsiapa menasabkan diri kepada selain ayahnya
padahal ia tahu bukan ayahnya, maka syurga haram baginya.'
Kemudian hadits ini disampaikan kepada Abu Bakrah dan ia
berkata, 'Aku mendengarnya dengan kedua telingaku sendiri, dan
hatiku juga memperhatikan betul dari Rasulullah SAW'. "
(HR. Al-Bukhari)
Sedangkan dalam bukunya Nasharuddin Al-Albani yang
berjudul ringkasan Shahih Muslim menjelaskan juga hadits
mengenai pengangkatan anak.20
ذث ل:يبكبذعص ق ب:أكب اللهع شسض ع اث حبسثخع
ضلفانقشآ ذحز يح ذث ص ذالله{}إل أقغظع ى ثبئ ى ادع
(٧/١٣١.)و
Artinya : “Dari Ibnu Umar RA, dia berkata, “Sesungguhnya kami
tidak pernah memanggil Zaid bin Haritsah melainkan dengan
panggilan Zaid bin Muhammad, hingga turunlah ayat Al-Qur‟an:
„Panggilah mereka {anak-anak angkat itu} dengan menggunakan
nama bapak-bapak mereka. Itulah yang lebih adil di sisi Allah.‟”
(Al Ahzaab (33): 5) (Muslim 7/131).
Selain dalam Al-Qur‟an dan hadits terdapat pula fatwa-fatwa
ulama kontemporer Indonesia yang tergabung dalam Majelis
ulama Indonesia. Yang mana dalam fatwanya dijelaskan tentang
adopsi sebagai berikut:21
1) Islam mengakui keturunan (nasab) yang sah, ialah anak
yang lahir dari perkawinan (pernikahan).
20
Muhammad Nashiruddin Al-Albani, “Ringkasan Shahih Muslim”, (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2003), h. 404 21
K.H. Ma‟ruf Amin, dkk, “Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesis Sejak 1975
(Edisi Terbaru)”, (Jakarta: Erlangga, 2015), h. 357
26
2) Mengangkat (adopsi) dengan pengertian anak tersebut
putus hubungan keturunan (nasab) dengan ayah dan ibu
kandungnya adalah bertentangan dengan syariat Islam.
3) Adapun pengangkatan anak dengan tidak mengubah
status nasab dan agamanya, dilakukan atas rasa tanggung
jawab sosial untuk memelihara, mengasuh, dan mendidik
mereka dengan penuh kasih sayang, seperti anak sendiri
adalah perbuatan yang terpuji dan termasuk amal saleh
yang dianjurkan oleh agam Islam.
4) Pengangkatan anak Indonesia oleh Warga Negara Asing
selain bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 34, juga
merendahkan martabat bangsa.
4. Hukum Pengangkatan Anak
Pada dasarnya Islam tidak melarang praktik pengangkatan anak,
sejauh hal tersebut untuk kebaikan si anak, hanya saja karena
pengangkatan anak ini juga termasuk perbuatan hukum maka tentu
pasti ada hukum-hukum yang harus dipatuhi.
Pengangkatan anak akan di larang apabila karena hal ini
mengakibatkan keluarnya anak angkat dari hubungan nasab antara si
anak dengan orang tua kandungnya, sehingga masuk ke dalam nasab
orang tua angkatnya.22
Akibat hukum dari pengangkatan anak sendiri, seperti dalam
buku masailil Fiqhiyah Al-Haditsah bahwa akibat hukum
pengangkatan anak, yaitu:23
a. Beralihnya tanggungjawab pemeliharaan hidup sehari-hari, biaya
pendidikan dan sebagainya dari orang tua asal kepada orang tua
angkat.
22
Sudarto, “Masailul Fiqhiyah AL-Haditsah” , (Yogyakarta: Deepublish, 2018)., h.132
23 Sudarto, “Masailul Fiqhiyah AL-Haditsah” , h. 129
27
b. Pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah/nasab
antara anka angkat dengan orang tua kandungnya sehingga tetap
berlaku hubungan mahram dan saling mewarisi.
c. Pengangkatan anak tidak menimbulkan hubungan darah/nasab
antara anak angkat dengan orang tua angkatnya.
Pengangkatan anak menurut pandangan ulama sebagaimana
mengutip dari bukunya aulia muthiah, bahwa dijelaskan oleh Yusuf
Qardhawi adopsi adalah pemalsuan atas realitas konkret. Pemalsuan
yang sebenarnya orang lain bagi suatu keluarga menjadi salah satu
anggotanya. Ia bebas saja berduaan dengan kaum perempuannya
dengan anggapan bahwa mereka adalah mahramnya, padahal secara
hukum mereka adalah orang lain baginya. Dan pendapat Ahmad
Syarabasyi menurutnya mengatakan bahwa Allah telah mengharamkan
pengangkatan anak yang dibangsakan atau dianggap bahwa anak
tersebut sebagai anaknya sendiri yang berasal dari shulbinya atau dari
ayah atau ibunya padahal anak tersebut adalah anak ajnabi (orang
lain).24
Pengangkatan anak dalam Islam di Indonesia menjadi
kewenangan Pengadilan Agama, seperti yang tertuang dalam Undang-
Undang RI Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang
kemudian diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2006
tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1989
tentang Peradilan Agama dalam Pasal 49 menyebutkan bahwa
Peradilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutuskan,
dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang
beragama Islam di bidang:
a. Perkawinan;
b. Waris
24
Aulia Muthiah, Novy Sri Pratiwi Hardani, “Hukum Waris Islam”, (Yogyakarta:
Medpress Digital, 2015
28
c. Wasiat
d. Hibah
e. Wakaf
f. Zakat
g. Infaq
h. Sedekah
i. Ekonomi Syariah
Adapun kewenanan pengadilan agama di bidang perkawinan
diatur dalam penjelasan Pasal 49 Huruf a Undang-Undang RI Nomor
3 Tahun 2006 bahwa yang dimaksud dengan perkawinan adalah hal-
hal yang diatur dalam atau berdasarkan undang-undang mengenai
perkawinan yang berlaku yang dilakukan menurut syariah, antara lain:
1. Izin beristri lebih dari seorang;
2. Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21
(dua puluh satu ) tahun, dalam hal orang tua wali, atau keluarga
dalam garis lurus ada perbedaan pendapat;
3. Dispensasi kawin:
4. Pencegahan perkawinan;
5. Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah;
6. Pembatalan perkawinan;
7. Gugatan kelalaian atas kewajiban suami dan istri;
8. Perceraian karena talak;
9. Gugatan perceraian;
10. Penyelesaian harta bersama;
11. Penguasaan anak-anak;
12. Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anka
bilamana bapak yang seharusnya bertanggungjawab tidak
mematuhinya;
13. Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami
kepada bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri;
29
14. Utusan tentang sah tidaknya seorang anak;
15. Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua
16. Pencabutan kekuasaan wali
17. Penunjukkan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal
kekuasaan seorang wali dicabut;
18. Penunjukkan seorang wali dalam hal seorang anak yang belum
cukup umur 18 (delapan belas) tahun yang ditinggal kedua orang
tuanya
19. Pembebasan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang
ada dibawah kekuasaannya;
20. Penetapan asal-usul anak dan penetapan pengangkatan anak
berdasarkan hukum Islam
21. Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk
melakukan perkawinan campuran
22. Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan
dijalankan menurut peraturan yang lain.
5. Akibat Hukum Pengangkatan Anak
Sebagimana yang telah di gariskan oleh hukum Islam bahwa hubungan
hukum antara orang tua angkat dengan anak angkat hanyalah sebatas
hubungan orang tua angkat dan anak yang diangkatnya dalam hal ini
sama sekali tidak merubah hubungan anak angkat dengan orang tua
kandungnya. Akibat hukum dari pengangkatan anak antara lain:
a. Hubungan Nasab
Pengangkatan anak yang di lakukan oleh orang tua angkat
atas anak angkatnya tidak dapat merubah nasab si anak, dalam hal
ini anak angkat tetap di nasabkan kepada orang tua aslinya,
sebagaimana dalam firman Allah Q.S. Al-Ahzab (33): 4 dan 5 yang
menjelaskan bahwa anak angkat tidak boleh dijadikan anak
kandung dan anak angkat tetap di panggil sesuai dengan nasab
ayah kandungnya sendiri.
30
نشجم يبجعمالله ف ج ف قهج ي ـئاجكىانه يبجعماص
زكى اي ي ش رظ يبجعمادعبءكىاثبءكى نـكىثب نكىق ر
كى ا م ف ذانغج لانحق ق الله
Artinya: "Allah tidak menjadikan bagi seseorang dua hati dalam
rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zihar
itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak angkatmu
sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah
perkataan di mulutmu saja. Allah mengatakan yang sebenarnya dan
Dia menujukkan jalan (yang benar)."
ذالله اقغظع ى ثبئ ىل ادع اكىف ىفبخ ثبء اا نىرعه فب
كى ان ي ظ انذ ن اخطؤرىث ب كىجبحف ذد عه برع ي ك ن
ثكى ب قه ح ساس غف الله كب
Artinya: "Panggillah mereka (anak angkat itu) dengan (memakai)
nama bapak-bapak mereka; itulah yang adil di sisi Allah, dan jika
kamu tidak mengetahui bapak mereka, maka (panggillah mereka
sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan
tidak ada dosa atasmu jika kamu khilaf tentang itu, tetapi (yang ada
dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Allah Maha Pengampun,
Maha Penyayang.”
Yang dimaksud dengan firman Allah (أثبءكى أدعبءكى جعم (يب
bukanlah melarang pengangkatan anak angkat (adopsi), atau
menjadikan ayah/ibu asuh, yang dilarangnya adalah menjadikan
anak-anak angkat iu memiliki hak serta status hukum seperti anak
kandung. Dan pernyataan أدعبءكى menunjukkan diakuinya
eksistensi anka angkat, tetapi yang dicegah adalah
mempersamakannya dengan anak kandung.25
b. Hubungan Mahram
Karena tidak adanya perpindahan hubungan nasab dari orang
tua kandung kepada orang tua angkatnya maka akibatnya adalah
25
M.Quraish Shihab, “Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an”
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), h., 413
31
orang tua angkat dengan anak angkatnya harus menjaga mahram,
dan keduanya dapat melangsungkan pernikahan. Sebagaimana
dalam firmah Allah Terdapat dalam Q.S. Al-Ahzab (33): 37 yang
mana dijelaskan bahwa janda dari anak angkat bukanlah mahram
bagi orang tua angkatnya, sehingga antara orang tua angkat dengan
mantan istri anak angkatnya bisa menikah.
ارق جك كص ايغكعه ذعه ع ا عه عىالله ا لنهز اررق الله
رخشانبط يجذ فغكيبالله ف رخف ٮ رخش ا احق الله
حشجف ؤي عهان لك بنك ك ج طشاص ب ذي ص بقض فه
ىار اجادعبئ طشااص اي ل اقض يفع ايشالله كب
Artinya: "Dan (ingatlah), ketika engkau (Muhammad) berkata
kepada orang yang telah diberi nikmat oleh Allah dan engkau
(juga) telah memberi nikmat kepadanya, Pertahankanlah terus
istrimu dan bertakwalah kepada Allah, sedang engkau
menyembunyikan di dalam hatimu apa yang akan dinyatakan oleh
Allah, dan engkau takut kepada manusia, padahal Allah lebih
berhak engkau takuti. Maka ketika Zaid telah mengakhiri
keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami nikahkan
engkau dengan dia (Zainab) agar tidak ada keberatan bagi orang
mukmin untuk (menikahi) istri-istri anak-anak angkat mereka,
apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya
terhadap istrinya. Dan ketetapan Allah itu pasti terjadi.”
Para ulama berbeda pendapat mengenai penakwilan ayat
ini, beberapa ulama diantaranya Qatadah, Ibnu Zaid, Ath-Thabari,
dan bebrapa ulama tafsir lainnya menyebutkan bahwa Nabi SAW
memiliki sedikit ketertarikan terhadap Zainab binti Jahsy, padahal
saat itu Zainab masih berstatus sebagai istri Zaid. Beliau
menantikan bila tiba waktunya Zaid menceraikan Zainab maka
beliau akan menikahinya. Kemudian ketika Zaid mengadu kepada
beliau mengenai kata-kata Zainab yang kasar dan sering menolak
keinginannya, hingga ia memutuskan untuk bercerai saja dengan
Zainab, lalu beliau berkata kepada Zaid, “Takutlah kepada Allah
(atas apa yang kamu katakan terhadapnya), dan tahanlah ia agar
tetap menjadi istrimu,” Beliau sebenarnya menyembunyikan
32
keinginan agar Zaid menceraikannya meskipun beliau berkata
seperti itu. Inilah yang sebenarnya disembunyikan beliau di dalam
hatinya, maka tetapi ia tetap diwajibkan untuk selalu
menganjurkan orang lain berbuat kebaikan.26
c. Hubungan Waris
Karena dalam anak angkat bukanlah keturunan dari orang tua
angkatnya dan tidak ada sangkut paut nasab atau kekerabatan dan
perkawinan, maka antara anak angkat dan orang tua angkat tidak
bisa saling mewarisi. Dalam hal ini sebagaimana firman Allah
dalam Q.S. Al-Anfal (8): 75 dijelaskan bahwa hak waris kerabat
dekat tidak boleh diabaikan karena adanya anak angkat.
كى ئكي ايعكىفبن ذ جب ا بجش ثعذ اي ي ا انز اناال
ثج ن ىا سحبوثعض تالله كز ى عضف ءعه ش ثكم الله ا
Artinya: "Dan orang-orang yang beriman setelah itu, kemudian
berhijrah dan berjihad bersamamu maka mereka termasuk
golonganmu. Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu
sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang
bukan kerabat) menurut Kitab Allah. Sungguh, Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu."
Maksud turunnya ayat di atas, yakni hukum waris hanya
diperbolehkan bagi para kerabat dan famili orang yang
bersangkutan saja, kemudian mengenai waris-mewarisi yang
disebabkan oleh saudara angkat tidak dilakukan lagi.27
Terkait kewarisan anak angkat Kompilasi Hukum Islam
(KHI) memberikan solusi yang berupa wasiat wajibah,
sebagaimana dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada
pasal 209 bahwa (1) Harta peninggalan anak angkat dibagi
berdasarkan pasal-pasal 176 sampai dengan 193 tersebut diatas,
26
Syaikh Imam Al-Qurthubi, “Tafsir Al-Qurthubi”, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009,
cet.i), h. 473 27
Imam Jalaluddin Al-Mahalli, Imam Jalaluddin As-Suyuti, “Tafsir Jalalain”.
Penerjemah Bahrun Abubakar, Terjemahan Tafsir Jalalain berikut Asbabun Nuzul, (Bandung:
Sinar Baru Algensindo, 2017), h.716
33
sedangkan terhadap orang tua angkat yang tidak menerima wasiat
diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknyan1/3 dari warisan anak
angkatnya. (2) Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat
diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan
orang tua angkatnya.
d. Hubungan Perwalian
Karena pengangkatan anak tidak memutus hubungan nasab antara
anak angkat dengan orang tua kandungnya maka dalam hal ini
tidak pula memutus perwalian antara anak angkat dengan orang tua
kandungnya, sehingga ketika suatu saat terjadi pernikahan anak
angkat perempuan maka tetap diwalikan oleh orang tua
kandungnya. Sebagaimana dalam firman Allah Q.S. Al-Ahzab
(33): 5 menjelaskan terkait anak angkat yang tidak jelas orang
tuanya diperlakukan seperti saudara.
ذالله اقغظع ى ثبئ ىل ادع اكىف ىفبخ ثبء اا نىرعه فب
كى ان ي انذ اخطؤرىث ب كىجبحف ظعه ن ذد برع ي ك ن
ثكى ب قه ح ساس غف الله كب
Artinya: "Panggillah mereka (anak angkat itu) dengan (memakai)
nama bapak-bapak mereka; itulah yang adil di sisi Allah, dan jika
kamu tidak mengetahui bapak mereka, maka (panggillah mereka
sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan
tidak ada dosa atasmu jika kamu khilaf tentang itu, tetapi (yang
ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Allah Maha
Pengampun, Maha Penyayang."
Dan dijelaskan pula penjelasan dari “Dan jika kamu tidak
mengetahui bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai)
saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu.” Yakni apabila
ayah asli dari anak angkat tersebut tidak diketahui maka akan
disebut dengan nama walinya, lalu apabila walinya juga tidak
diketahui maka ia akan disebut dengan sebutan أخ" wahai) "ب
34
saudaraku), yakni saudara seagama, karena memang kaum
muslimin itu semuanya bersaudara.28
C. Pengangkatan Anak Menurut Hukum Positif
1. Pengertian Pengangkatan Anak
Sebelum mengetahui pengertian pengangkatan anak ada baiknya
kita ketahui terlebih dahulu pengertian dari anak angkat yaitu upaya
mengalihkan hak serta kewajiban anak yang bukan asli keturunannya
untuk dimasukkan ke dalam satu keluarga, sehingga hak dan
kewajiban si anak menjadi beralih kepada pihak yang mengangkatnya
sebagai anak selayaknya anak kandung.29
Anak angkat merupakan anak yang dalam hal pemeliharaan
untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikannya dan sebagian beralih
tanggung jawabnya dari orang tua kandung kepada orang tua
angkatnya berdasarkan putusan pengadilan.30
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak pasal 1 angka 9 dijelaskan bahwa
anak angkat adalah Anak yang haknya dialihkan dari lingkungan
kekuasaan Keluarga Orang Tua, Wali yang sah, atau orang lain yang
bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan
Anak tersebut ke dalam lingkungan Keluarga Orang Tua angkatnya
berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.31
Pengangkatan anak dalam hukum positif biasa disebut juga
dengan istilah adopsi yang artinya pungut anak, ambil anak, angkat
anak, pengangkatan anak orang lain sebagai anak sendiri, peneri.
28
Syaikh Imam Al-Qurthubi, “Tafsir Al-Qurthubi”, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009,
cet.i), h. 297 29
Amran Suadi, Mardi Candra, “Politik Hukum Prespektif Hukum Perdata dan Pidana
Islam serta Ekonomi Syariah”, h. 150 30
Fauzan, Baharuddin Siagian, “Kamus Hukum dan Yurisprudensi”, (Jakarta: Kencana,
2016),. h. 742
31 “Undang-undang Perlindungan Anak”, (Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2016), h., 11
35
Dalam pasal 12 (UU Kesejahteraan Anak (UU No.4 Tahun 1979)
dijelaskan bahwasanya “pengangkatan anak menurut adat dan
kebiasaan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan
kesejahteraan anak.” Dan di jelaskan juga pada ayat 3 bahwa
pengangkatan anak uyang dilakukan di luar adat dan kebiasaan
dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan.32
Di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54
Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak dijelaskan pada
Pasal 1 bahwa Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang
mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali
yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan,
pendidikan dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan
keluarga orang tua angkat.33
Perlu diperhatikan juga maksud dari pengangkatan anak yang
semestinya, seperti yang tertera dalam Pasal 39 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 bahwa Pengangkatan anak
hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan
dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.34
Dalam bukunya Ellyne Dwi Poespasari menjelaskan pendapat
Tar Haar mengenai alasan pengangkatan anak menurut hukum adat
terdapat 13 jenis :35
a. Karena tidak memiliki anak
b. Karena belas kasihan terhadap anak-anak tersebut, dengan sebab
orangtua si anak tidak mampu memberikan nafkah kepadanya.
32
Jonaedi Efendi, “Kamus Istilah Hukum Populer” (Jakarta: Kencana, 2009), h. 33 33
“Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Undang-Undang Perlindungan
Anak” (Bandung: Citra Umbara, 2012), h. 174 34
Tim Redaksi Laksana, “Himpunan Peraturan Perundang-undangan Republik
Indonesia Undangan-undangan Perlindungan Anak”, (Jakarta: Laksana, 2018), h., 29 35
Dr. Ellyne Dwi Poepasari, S.H. M.H., “Pemahaman Seputar Hukum Waris Adat di
Indonesia”, (Jakarta: Kencana, 2018), h., 70
36
c. Karena belas kasihan, dengan sebab anak tersebut tidak
mempunyai orang tua
d. Karena hanya memiliki anak laki-laki, maka mengangkat anak
perempuan dan begitupun sebaliknya
e. Sebagai pemancing bagi yang tidak mempunyai anak kandung
f. Untuk menambah jumlah keluarga
g. Dengan maksud supaya anak yang diangkat mendapat pendidikan
yang layak
h. Kaena faktor kekayaan
i. Untuk menyambung keturunan dan mendapatkan ahli waris bagi
yang tidak mempunyai anak kandung
j. Karena faktor kekeluargaan
k. Diharapkan anak dapat menolong di hari tua dan menyambung
keturunan bagi yang tidak mempunyai anak
l. Ada perasaan kasihan atas nasib anak yang tidak terurus
m. Karena anak kandung yang sakit-sakitan, maka untuk
menyelamatkan si anak, diberikan anak tersebut kepada keluarga
atau orang lain yang belum atau tidak mempunyai anak dengan
harapan anak yang bersangkutan akan selalu sehat dan panjang
usia.
2. Syarat-Syarat Pengangkatan Anak
Dalam proses pengangkatan anak tentunya ada syarat-syarat
yang harus dipenuhi terlebih dahulu, baik iuntuk orang tua ankat
maupun anak angkatnya. Terkait syarat-syarat pengangkatan anak ini
dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tahun 54
tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak pada Pasal 12, 13
sebagaimana berikut:
Pasal 12
(1) Syarat anak yang akan diangkat, meliputi:
a. Belum berusia 18 (delapan belas) tahun;
37
b. Merupakan anak terlantar atau diterlantarkan
c. Berada dalam asuhan keluarga atau dalam lembaga pengasuhan
anak; dan
d. Memerlukan perlindungan khusus
(2) Usia anak angkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a. Anak belum berusia 6 (enam) tahun, merupakan prioritas
utama
b. Anak berusia 6 (enam) tahun sampai dengan belum berusia 12
(dua belas) tahun, sepanjang ada alasan mendesak; dan
c. Anak berusia 12 (dua belas) tahunsampai dengan belum berusia
18 (delapan belas) tahun, sepanjang anak memerlukan
perlindungan khusus
Pasal 13
Calon orang tua angkat harus memenuhi syarat-syarat:
a. Sehat jasmani dan rohani;
b. Berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun dan paling tinggi
55 (lima puluh lima) tahun;
c. Beragama sama dengan agama calon anak angkat;
d. Berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan
tindakan kejahatan;
e. Berstatus menikah paling singkat 5 (lima) tahun;
f. Tidak merupakan pasangan sejenis;
g. Tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu
orang anak;
h. Dalam keadaan mampu ekonomi dan sosial;
i. Memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis orang tua atau
wali anak;
38
j. Membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah
demi kepentingan terbaik bagi anak, kesejahteraan dan
perlindungan anak;
k. Adanya laporan sosial dari pekerja sosial setempat;
l. Telah mengasuh calon anak angkat paling singkat 6 (enam)
bulan, sejak izin pengasuhan diberikan; dan
m. Memperoleh izin Menteri dan/atau kepala instansi sosial.
3. Prosedur Pengangkatan Anak
Pada hakikatnya mengangkat anak merupakan tindakan hukum
yang juga harus dilindungi, sehingga antara anak angkat dan orang tua
angkatnya memiliki kekuatan hukum yang jelas yang dapat
memayungi mereka, dengan demikian antara anak angkat dan orang
tua angkatnya bisa terpenuhidengan baik hak-haknya.
Jonaedi Efendi dalam bukunya yang berjudul kamus isltilah
hukum populer dengan mengutip Surat Edaran Mahkamah Agung
bahwamenyampaikan bahwa prosedur pengangkatan anak meliputi:
a. Pengangkatan anak antarwarga negara Indonesia (domestic
adoption)
b. Adopsi anak Indonesia oleh orang tua angkat berkewarganegaraan
asing (Intercountry adoption)
c. Adopsi anak berkewarganegaraan asing oleh warga negara
Indonesia (incountry adoption).36
Sedangkan ketentuan dalam Departemen Sosial menurutnya,
tata cara pengangkatan anak dilangsungkan melalui tiga proses
tahapan:
a. Calon orang tua angkat mengajukan permohonan izin kepada
Kantor Wilayah Departemen Sosial setempat (dengan tebmbusan
36
Dr. Jonaedi Efendi, S.H.I., M.H “Kamus Istilah Hukum Populer” (Jakarta: Kencana,
2009), h.34
39
kepada Menteri Sosial dan private institution dimana calon anak
angkat berada)
b. Kantor Wilayah Departemen Sosial mengadakan penelitian
terhadap calon orang tua angkat, dan paling lama dalam 3 bulan
harus memberikan persetujuan atau penolakan.
c. Jika permohonan disetujui, dilakukan pengesahan/pengukuhan oleh
pengadilan.
4. Pencatatan Pengangkatan Anak
Pengangkatan Anak merupakan tindakan hukum yang harus
jelas dimata hukum hingga mempunyai kekuatan hukum, maka oleh
karena itu perlu adanya pencatatn dalam pengangkatan anak, sehingga
pengangkatan anak yang dilakukan tersebut sah secara hukum. Dalam
hal ini telah di atur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan pada bagian
kedelapan bahwa Adapun mengenai pengangkatan anak diatur sebagai
berikut:
a. Pencatatan Pengangkatan Anak di Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia diatur dalam pasal 47 sebagai berikut:
(1) Pencatatan engangkatan anak dilaksanakan berdasarkan
penetapan pengadilan di tempat tinggal pemohon.
(2) Pencatatan pengangkatan anak sebagaimana dimaksud pada
Ayat (1) wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi
Pelaksana yang menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran paling
lambat 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya salinan
penetapan pengadilan oleh Penduduk.
(3) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada Ayat (2),
Pejabat Pencatatan Sipil membuat catatan pinggir pada
Register Akta Kelahiran dan Kutipan Akta Kelahiran.
40
b. Pencatatan Pengangkatan Anak oleh Warga Negara Asing di luar
wilayah negara Indonesia diatur dalam Pasal 48 sebagaimana
berikut:
(1) Pencatatn anak warga negara asing yang dilakukan oleh Warga
Negara Indonesia di luar wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia wajib dicatatkan pada instansi yang berwenang di
negara setempat
(2) Hasil pencatatn pengangkatan anak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaporkan kepada Perwakilan Republik Indonesia
(3) Apabila negara setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak menyelenggarakan pencatatan Pengangkatan Anak bagi
warga negara asing, warga negara yang bersangkutan
melaporkan kepada Perwakilan Republik Indonesia setempat
untuk mendapatkan surat keterangan pengangkatan anak.
(4) Pengangkatan Anak warga negara asing sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan Ayat (3) dilaporkan oleh Penduduk kepada
Instansi Pelaksana ditempat tinggalnya paling lambat 30 (tiga
puluh) hari sejak yang bersangkutan kembali ke Republik
Indonesia.
(5) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada Ayat (4)
Instansi Pelaksana mengukuhkan Surat Keterangan
Pengangkatan Anak.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pencatatan
pengangkatan anak bukan dengan mengganti Akta Kelahiran sang
anak yang asli, namun dibuatkan catatan pinggir atas pengangkatan
yang telah dilakukan.
Catatan pinggir adalah catatan mengenai perubahan status atas
terjadinya peristiwa penting dalam bentuk catatan yang diletakkan
pada bagian pinggir akta atau bagian akta yang memungkinkan (di
41
halaman/bagian muka atau bagian belakang akta)oleh Pejabat
Pencatatan Sipil.37
5. Akibat Hukum Pengangkatan Anak
Pengangkatan anak yang menyangkut hak dan kewajiban
manusia bukanlah hal yang seharusnya di sepelekan. Dari tindakan
pengangkatan anak maka ada akibat hukum setelahnya, adapun akibat
hukum pengangkatan anak antara penetapan Pengadilan Negeri dan
Pengadilan Agama berbeda, antara lain:38
a. Dalam hubungan nasab
Penetapan Pengadilan Negeri mempunyai prinsip bahwa
nasab anak angkat putus dengan nasab orang tua kandung dan
saudaranya, dan nasab anak angkat beralih menjadi nasab orang tua
angkat, saudara angkat dan anaknya, sehingga panggilan anak
angkat menjadi bin/binti orang tua angkatnya.
Sedangkan dalam Pengadilan Agama memiliki prinsip
bahwa nasab anak angkat tidak putus dengan orang tua kandung
dan saudaranya, dan yang beralih kepada orang tua angkatnya
hanyalah tanggung jawab kewajiban pemeliharaan, nafkah,
pendidikan, dan lain-lain.
b. Dalam perwalian
Penetapan Pengadilan Negeri mempunyai prinsip bahwa
orang tua angkat dapat menjadi wali penuh terhadap diri, harta,
tindakan hukum, dan wali nikah atas anak angkatnya.
Sedangkan dalam Pengadilan Agama memiliki prinsip
bahwa kewalian orang tua angkat terbatas hanya menjadi wali atas
diri, harta, tindakan hukum, dan tidak termasuk wali nikah dari
anak angkat perempuan.
37
Musthofa Sy., SH., M.H, Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama”, h.,
157 38
Ahmad Kamil dan M. Fauzan “Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di
Indonesia” (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), h., 9
42
c. Dalam hubungan Mahram
Penetapan Pengadilan Negeri mempunyai prinsip bahwa
anak angkat tidak boleh dinikahkan dengan orang tua angkatnya,
juga tidak boleh dinikahkan dengan anak kandung atau anak
angkat dari orang tua angkatnya.
Sedangkan menurut prinsip Pengadilan Agama bahwa anak
angk at boleh menikah dengan orang tua angkatnya, juga boleh
menikah dengan anak kandung atau anak angkat dari orang tua
angkatnya.
d. Dalam hak waris
Pengadilan Negeri mempunyai prinsip bahwa anak angkat
dapat menjadi ahli waris terhadap harta warisan orang tua
angkatnya, sebagaimana layaknya kedudukan anak kandung.
Sedangkan dalam Pengadilan Agama bahwa anak angkat
tidak boleh menjadi ahli waris orang tua angkatnya, akan tetapi
anak angkat mendapatkan wasiat wajibah sebagai ganti harta
warisan dari orang tua angkatnya.
43
BAB III
KONDISI UMUM KECAMATAN GLAGAH
A. Letak Geografis
Kecamatan Glagah merupakan salah satu kecamatan di wilayah
Kabupaten Lamongan yang terletak di belahan utara, kurang lebih 15 Km
dari Ibu Kota kabupaten Lamongan, berada pada titik koodinat antara 06˚
53’ 30,81” - 7˚ 23’ 6” Lintang Selatan dan 112˚ 17’ 01,22” - 112˚ 33’ 12”
Bujur Timur, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
1. Sebelah Utara : Kecamatan Karangbinangun
2. Sebelah Timur : Kecamatan Gresik
3. Sebelah Selatan : Kecamatan Deket
4. Sebelah Barat : Kecamatan Deket
Kecamatan Glagah menempati bangunan seluas 4.832 Ha yang
berkependudukan di Jalan Raya Glagah Nomor 80 Glagah, jarak ke Ibu
Kota Kabupaten Lamongan 2 Km arah Barat, yang berbatasan sebelah
Utara dengan Kecamatan Karangbinangun, sebelah Timur Daerah
Kabupaten Gresik, sebelah Selatan dengan Kecamatan Deket dan sebelah
Barat dengan Kecamatan Deket.
B. Kondisi Kependudukan
Kondisi kependudukan Kecamatan Glagah antara lain :
1. Jumlah Desa : 29 Desa
2. Jumlah Dusun : 86 Dusun
3. Jumlah Penduduk : 49.122 jiwa
4. Jumlah Penduduk Laki-laki : 24.829 jiwa
5. Jumlah Penduduk Perempuan : 24.293 jiwa
6. Luas Wilayah : 48.97 Km2
7. Berada di Ketinggian : - 0,30 m s/d 1,50 m dpl
44
Kondisi kependudukan di Kecamatan Glagah juga dapat dilihat dari
data penduduk yang meliputi data menurut jenis kelamin, data menurut
umur, data menurut pekerjaan, data menurut pendidikan, dan data menurut
agama.
1. Data Penduduk Menurut Jenis Kelamin
No
Kelurahan
Jumlah
Penduduk
Total
Jumlah
Penduduk
Jumlah
KK Pria Wanita
01 Soko 951 920 1.871 560
02 Morocalan 585 608 1.193 369
03 Gempol Pendowo 657 634 1.291 393
04 Pasi 1.045 957 2.002 603
05 Rayung Gumuk 1.073 1.055 2.128 608
06 Menganti 1.000 998 1.998 687
07 Margoanyar 1.267 1.276 2.543 787
08 Began 329 324 653 208
09 Mendogo 737 736 1.473 444
10 Kentong 1.029 1.034 2.063 602
11 Sudangan 747 712 1.459 483
12 Medang 589 552 1. 141 375
13 Duduk Lor 811 787 1.598 503
14 Glagah 1.436 1.376 2.812 941
15 Wangen 780 729 1.509 455
16 Tanggungprigel 754 718 1.472 447
17 Karangagung 582 563 1.145 335
18 Bangkok 356 380 736 226
19 Jatirenggo 1.115 1.156 2.271 742
20 Bapuh Baru 617 625 1.242 390
21 Bapuh Bandung 840 799 1.639 498
22 Meluntur 255 282 537 176
45
23 Konang 323 339 662 230
24 Dukuh Tunggal 1.359 1.318 2.677 817
25 Panggang 611 598 1.209 359
26 Wonorejo 662 684 1.346 417
27 Wedoro 532 556 1.088 367
28 Karang Turi 894 898 1.792 558
29 Meluwur 654 691 1.345 409
Total 22.590 22.305 44.895 13.3989
2. Data Penduduk Menurut Umur
No Umur Jumlah Penduduk
01 0 – 4 2.977
02 5 – 9 3.168
03 10 – 14 3.152
04 15 – 19 3.598
05 20 – 24 3.636
06 25 – 29 3.224
07 30 – 34 3.171
08 35 – 39 3.571
09 40 – 44 3.332
10 45 – 49 3.158
11 50 – 54 2.932
12 55 – 59 2.695
3. Data Penduduk menurut Pekerjaan
No. Pekerjaan Jumlah Penduduk
01 Belum/Tidak Bekerja 7.241
02 Mengurus Rumah Tangga 7.693
03 Pelajar/Mahasiswa 10.447
04 Pensiunan 58
46
05 Pegawai Negeri Sipil (PNS) 384
06 Tentara Nasional Indonesia (TNI) 21
07 Kepolisian RI (POLRI) 21
08 Perdagangan 9
09 Petani/Pekebun 4.932
10 Peternak 1
11 Nelayan/Perikanan 30
12 Karyawan Swasta 4.051
13 Karyawan BUMN 12
14 Karyawan BUMD 2
15 Karyawan Honorer 2
16 Buruh Harian Lepas 138
17 Buruh Tani/Perkebunan 21
18 Pembantu Rumah Tangga 4
19 Tukang Cukur 1
20 Tukang Batu 3
21 Tukang Kayu 3
22 Tukang Jahit 3
23 Penata Ria 1
24 Mekanik 1
25 Wartawan 1
26 Ustadz/Mubaligh 1
27 Anggota DPRD Kab/Kota 1
28 Dosen 23
29 Guru 738
30 Pengacara 1
31 Konsultan 1
32 Dokter 6
33 Bidan 15
34 Perawat 47
47
35 Apoteker 5
36 Pelaut 1
37 Sopir 12
38 Pedagang 265
39 Perangkat Desa 33
40 Wiraswasta 8.474
41 Pekerjaan Lainnya 201
4. Data Penduduk Menurut Pendidikan
No Pendidikan Jumlah Penduduk
01 Tidak/Belum Sekolah 7.241
02 Belum TamatSD/Sederajat 5.340
03 Tamat SD/Sederajat 10.589
04 SLTP/Sederajat 7.943
05 SLTA/Sederajat 11.282
06 Diploma I/II 41
07 Akademi/Diploma III/S.Muda 297
08 Diploma IV/Strata I 2.054
09 Strata II 107
10 Strata III 47
5. Data Penduduk Menurut Agama
No. Agama Jumlah Penduduk
1 Islam 44.882
2 Kristen 12
3 Katholik 1
48
C. Kondisi Kebudayaan
Di kalangan masyarakat pada umumnya budaya atau tradisi sudah
menjadi hal biasa. Terlebih lagi di daerah-daerah yang memiliki
kebudayaan yang kental seperti di Jawa. Tradisi budaya yang nenek
moyang wariskan ini selalu menjadi pedoman masyarakat bahkan sampai
saat ini. Bahkan di zaman modern ini sering kali kita jumpai tradisi budaya
dari nenek moyang terdahulu yang masih dipertahankan.
Di Glagah saat ini tidak banyak budaya yang masih bertahan,
hanya beberapa budaya pada umumnya masih diberlakukan yang bisa kita
temui seperti gotong royong, saling tolong menolong baik sesama kerabat
maupun orang lain.
Selain budaya pada umumnya terdapat juga budaya kesenian yang
masih kerap kali dilakukan seperti Al-Banjari (Hadroh), Marawis, dll.
Menurut warga setempat terdapat pula warisan nenek moyang yang sudah
mentradisi sehingga sampai saat ini budaya tersebut masih melekat di
masyarakat yaitu Manaqib, Barzanji, Yasinan, Kupatan yang dilakukan di
setiap lima hari setelah hari raya Idul Fitri di setiap tahunnya, ada juga
bancaan yang mana ini dilakukan diberbagai acara seperti upacara empat
bulan dan tujuh bulan kehamilan, bancaan hari kemerdekaan, dll sebagai
rasa syukur kepada Allah SWT.
49
BAB IV
PENGANGKATAN ANAK DI KECAMATAN LAMONGAN
A. Praktik Pengangkatan Anak
Dalam sebuah rumah tangga memiliki anak pasti menjadi
keinginan setiap pasangan, karena terjadinya perkawinan selain untuk
sebagai wadah mengaplikasikan rasa kasih sayang antara pasangan
laki-laki dan wanita juga dimaksudkan untuk mendapatkannya
keturunan. Maka kehadiran seorang anak itu sangat dinantikan oleh
kebanyakan pasangan.
Akan tetapi tidak jarang juga diantara pasangan suami istri yang
belum atau tidak dikaruniai seorang anak, maka banyak diantara
mereka yang melakukan tindakan hukum pengangkatan anak baik dari
anak keluarganya sendiri maupun anak orang lain. Hal ini adakalanya
dimaksudkan selain untuk menyambung keturunan melalui anak
angkat dapat juga dimaksudkan untuk memancing dengan harapan
supaya dapat memiliki anak sendiri. Namun tak jarang orang tua yang
tidak memiliki anak melakukan pengangkatan anak karena di harapkan
kelak si anak dapat membantunya dimasa tua nanti.
Maksud dari anak angkat sendiri di jelaskan dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia nomor 54 Tahun 2007 pada Pasal 1 angka
(1) bahwa anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan
kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang
bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak
tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan
keputusan atau penetapan pengadilan.1
1 “Undang-Undang Republik Indonesia tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan
Perlindungan Anak”, (Bandung: Citra Umbara, 2012), h. 174
50
Dalam penelitian yang telah di lakukan pada tiga desa yang berada
di Kecamatan Glagah Kabupaten Lamongan telah terdapat enam informan.
Dari keenam informan tersebut dalam hal pengangkatan anak mereka
melakukannya atas dasar kesepakatan orang tua kandungnya, namun ada
satu informan yang mengangkat anak bahkan menjadikannya anak
kandung sejak dia lahir tanpa kesepakatan orang tuanya yakni Pak Aji
Mulyo, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Pak Aji Mulyo bahwa
waktu beliau bekerja di Balai Desa tiba-tiba ada orang gila yang
melahirkan, karena rasa iba pak Aji Mulyo terhadap bayi yang tidak
berdosa dengan ibu yang sedang gila maka anak tersebut diminta Pak Aji
ke Kepala Desa sebagi anak kandungnya.2 Sedangkan kelima informan
lainnya mengakui bahwa antara orang tua angkat dan orang tua
kandungnya ada kesepakatan antara keduanya, sebagaimana yang
dijelaskan Pak Suyono bahwa karena beliau tidak memiliki anak maka
saudaranya memberikan anaknya kepada beliau untuk beliau angkat dan
setelah anak itu diberikan ke beliau sejak itu beliau mengangkatnya dan
semua tanggung jawab orang tuanya menjadi tanggung jawab beliau.3
Begitupun dengan Bu Ruhanah yang beliau menuturkan bahwa dari si
anak TK orang tuanya meminta kepada beliau dan suami beliau untuk
merawat si anak dikarenakan orang tuanya yang tidak mampu dan sakit-
sakitan sehingga sejak itu bu Ruhanah mengangkat si anak dan semua
tanggung jawab orang tuanya beralih ke beliau.4 Dan Bu Roziyah pun
mnjelaskan bahwa karena di tinggal meninggal ibunya dan ayahnya si
anak tidak peduli jadi beliau mengangkat si anak karena kasihan dan sudah
terlanjur sayang, dan dengan kesepakatan orang tua itu dijelaskan dengan
bu Roziya yang mengatakan bahwa ayah kandung si anak pernah ke
rumahnya melihat si anak walau hanya sekali dalam satu tahun.5
Kemudian Bu Eni yang juga menjelaskan bahwa beliau meminta anaknya
2 Aji Mulyo, Orang Tua Angkat, Interview Pribadi, Glagah, 27 Agusus 2019.
3 Suyono, Orang Tua Angkat, Interview Pribadi, Glagah, 26 Agusus 2019.
4 Ruhanah, Orang Tua Angkat, Interview Pribadi, Glagah, 27 Agusus 2019.
5 Roziya, Orang Tua Angkat, Interview Pribadi, Glagah, 27 Agusus 2019.
51
ke orang tuanya di karenakan orang tuanya tidak mampu, dan ternyata
orang tuanya membolehkan.6 Begitu pula dengan Bu Kristiyaningsih yang
mana beliau meminta anak angkatnya itu kepada orang tua kandungnya
yang sudah bercerai untuk beliau besarkan dan beliau sekolahkan, dan
semua tanggung jawab orang tua kandungnya beliau yang menanggung.7
Tata cara pengangkatan anak di desa dimana penulis melakukan
penelitian pada dasarnya belum memenuhi syarat, yang mana
seharusnya pengangkatan anak melalui penetapan pengadilan, namun
dari semua informan tidak melakukan pengangkatan anak melalui
penetapan Pengadilan Agama dan ini bertolak belakang dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2007.
1. Pengangkatan Anak Menurut Hukum Islam
Berdasarkan teori yang telah dijelaskan pada bab 2, pengangkatan
anak menurut ajaran Islam diistilahkan dengan Tabanni, yang pada
saat itu telah dipraktikan oleh Nabi Muhammad SAW sebelum masa
kenabiannya, beliau mengangkat Zaid bin Haritsah sebagai anak
angkatnya.
Dalam sejarahnya pada saat Nabi Muhammad SAW mengangkat
Zaid bin Haritsah, beliau mengganti nama Zaid menjadi Zaid bin
Muhammad, hal tersebut disaksikan di depan kaum quraisy. Sebelum
Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul, masalah
pengangkatan anak dengan nasab digantikan kepada orang tua
angkatnya bukan menjadi sebuah permasalahan dalam Islam. Namun
beberapa waktu setelah Nabi Muhammad SAW diutus menjadi Rasul,
maka turunlah wahyu yang menegaskan perihal pengangkatan anak,
bagaimana aturan dan dampaknya pengangkatan anak dalam hukum
Islam, ini dijelaskan di dalam Q.S Al-Ahzab (33): 5.
Dengan demikian menurut hukum Islam dijelaskan bahwa
6 Eni, Orang Tua Angkat, Interview Pribadi, Glagah, 27 Agusus 2019.
7 Kristiyaningsih, Orang Tua Angkat, Interview Pribadi, Glagah, 23 Agusus 2019.
52
pengangkatan anak dengan memberikan status yang sama dengan anak
kandungnya atau mengubah nasab dari orang tua kandungnya atau
memberi waris kepada anak angkat sama dengan anak kandung ini
dilarang. Hal ini pun bertolak belakang dengan yang terjadi di tiga
desa di daerah Lamongan dimana penulis melakukan penelitian.
Disana beberapa masyarakat yang mengangkat anak merubah nasab
anak angkat tersebut menjadi anak kandungnya, dan tidakantara anak
angkat, saudara angkat dan orang tua angkatnya tidak ada tabir dalam
hal kemahraman. Seperti dalam hal waris-mewarisi, anak angkat
mendapat bagian sama dengan anak kandung, begitu pula dalam hal
perwalian yang sudah berganti kepada orang tua angkat, bukan lagi
atas orang tua kandung.
2. Pengangkatan Anak Menurut Hukum Positif
Maksud dari anak angkat telah dijelaskan dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia nomor 54 Tahun 2007 pada Pasal 1
angka (1) bahwa anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari
lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang
lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan
sebagaimana yang dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 pada Pasal 2 bahwa pengangkatan
anak bertujuan untuk kepentingan bagi anak dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan anak dan perlindungan anak, yang
dilaksanakan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.8
Dalam hal pengangkatan anak di desa dimana penulis melakukan
penelitian, dampak dari pengangkatan anak yang mereka lakukan
berdampak pada nasab si anak, hal ini juga bertentangan dengan
hukum positif yang berlaku di Indonesia. Dijelaskan di dalam Pasal 4
8 “Undang-Undang Republik Indonesia tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan
Perlindungan Anak”, h. 175
53
Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 2007 bahwa “Pengangkatan
anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat
dengan orang tua kandungnya”.
B. Faktor Pengangkatan Anak Tidak Dicatatkan
Dalam sebuah tindakan pasti setiap orang memiliki alasan, begitu
dengan pelaksanaan pengangkatan anak pun setiap orang pasti memiliki
alasan, sebagaimana kebanyakan seseorang mengangkatan anak dengan
alasan karena tidak memiliki anak atau karena rasa belas kasihan terhadap
si anak sehingga mereka kemudian menganggap anak angkatnya seperti
halnya anak sendiri, sampai pada akhirnya mereka mengabaikan hukum
pengangkatan anak yang telah diatur. Namun pengangkatan anak
merupakan tindakan hukum yang harus diresmikan pula secara hukum
guna untuk mendapatkan kekuatan hukum, sehingga mencatatkan
pengangkatan anak juga merupakan hal yang harus sangat diperhatikan.
Banyaknya masyarakat yang kurang sadar akan hukum terkadang
membuatnya menganggap sepele sebuah hukum, terlebih lagi dalam
masalah pengangkatan anak. Sehingga terjadi pula masalah yang berkaitan
dengan legalitas pengangkatan anak. Karena rendahnya pengetahuan,
terlebih lagi mengenai hukum pengangkatan anak, sehingga tidak
mencatatkannya atau tidak mengesahkannya menjadi hal biasa bagi
mereka.
Di lingkungan Kecamatan Glagah pengangkatan anak sudah
menjadi hal biasa, bahkan tidak mencatatkan pengangkatan anak juga
biasa bagi mereka,dan banyak masyarakat yang melakukan hal ini,
sebagaimana pernyataan dari Bapak Camat kecamatan Glagah yang
mengatakan bahwa sejauh beliau menjabat belum pernah mendapatkan
laporan pengangkatan anak yang sah dilakukan oleh masyarakat, tapi
dapat beliau pastikan bahwa banyak juga masyarakat yang melakukan
pengangkatan anak tapi asal mengangkat dengan kesepakatan dari kedua
54
belah pihak yakni orang tua kandung dan orang tua angkat.9 Dan sejauh ini
dikecamatan belum memiliki data warga yang melakukan pengangkatan
anak, karena memang tidak adanya laporan mengenai pengangkatan anak.
Sedangkan pernyataan dari Bapak Kepala Bidang Catatan Sipil juga
mengatakan bahwa selama ini jarang sekali pencatatan pengangkatan anak
yang dilakukan oleh warga dari kecamatan Glagah, dan di tahun 2019 ini
tidak ada warga dari kecamatan Glagah yang melakukan pencatatan
pengangkatan anak.10
Hal ini dapat dilihat dari kurangnya pengertian keenam informan
terhadap hukum yang telah diatur terlebih lagi mengenai hukum
pengangkatan anak. Sebagaimana tentang peraturan perundang-undangan
yang mengatur pengangkatan anak dan prosedurnya, para responden
yakni Bapak Suyono, Bapak Aji Mulyo, Bu Ruhanah, Bu Roziyah, Bu
Kristiyaningsih, dan Bu Eni kompak mengatakan bahwa mereka kurang
mengetahui akan hal tersebut, sehingga mereka pun kompak mengatakan
bahwa mereka tidak mencatatkan pengangkatan anak yang mereka
lakukan.
Akan tetapi kurangnya kesadaran hukum masyarakat tidak
sepenuhnya kesalahan dari masyarkat, dalam hal ini pemerintah sangat
berperan penting terutama dari perangkat desa, yang mana ketika
diadakan penyuluhan oleh pemerintah kepada perangkat desa guna untuk
disalurkan kepada masyarakat, namun apa yang didapat dalam
penyuluhan tidak disalurkan kembali oleh perangkat desa kepada
masyarakatnya. Sehingga setelah diteliti, rendahnya kesadaran hukum
masyarakat dikarenakan kurangnya sosialisasi dari aparatur desa kepada
masyarakat, padahal oleh pihak Pengadilan Agama telah diberi sosialiasi
kepada beberapa desa mengenai pentingnya pencatatan pengangkatan
anak
9 Suwignyo, S.Sos, Camat Kecamatan Glagah, Interview Pribadi, Glagah, 29 Agustus
2019. 10
Akhmat Zainuril, Kepala Bidang Pencatatan Sipil, Interview Pribadi, Lamongan, 28
Agustus 2019.
55
Adapun faktor yang mendasari mereka tidak mencatatkan
pengangkatan anak selain kurang mengertinya mereka tentang hukum
pengangkatan anak itu sendiri juga karena dugaan mereka yang
menganggap bahwa proses dari pengangkatan anak akan repot dan
memakan biaya yang cukup banyak, dan juga karena mereka sudah
menganggap si anak seperti anak kandungnya sendiri sehingga
mencatatkan pengangkatan anak bukanlah hal penting lagi. Hal ini
sebagaimana yang di lontarkan para responden, Pak Suyono yang
mengatakan bahwa tidak mencatatkan pengangkatan anka dengan alasan
karena proses pengangkatan anak yang ribet dengan modalnya yang tidak
sedikit.11
Sama halnya dengan Bu Kristiyani yang berasumsi bahwa
proses pengangkatan anak ribet dengan memakan waktu yang lama, dan
biaya yang mahal sehingga beliau tidak mencatatkan pengangkatan
anak.12
Berbeda dengan bu Kristiyani dan Pak Suyono, Bu Roziya
mengatakan bahwa karena ibunya tidak mengetahui akan pencatatan
pengangkatan anak yang seharusnya sedangkan karena ibunya sudah
menganggap si anak seperti anak kandungnya sendiri sehingga beliau
memilih tidak mencatatkan pengangkatan anak supaya tidak repot.13
Begitupun dengan Ibu Ruhanah yang mengatakan bahwa beliau tidak
mencatatkan pegangkatan anaknya dikarenakan beliau tidak ingin
mencatatkan karena sudah menganggap anaknya seperti anak
kandungnya sendiri.14
Berbeda dengan keempat responden diatas, yang
tidak mencatatkan sehingga akta kelahiran ank angkatnyanya masih nama
orang tua kandungnya, justru Ibu Eni dan Pak Aji Mulyo tidak
mencatatkan pengangkatan anak namun di dalam akta kelahiran anak
angkatnya sudah terdaftar nama beliau sebagai tua kandungnya.
Dari faktor penyebab tidak dicatatkannya pengangkatan anak
11
Suyono, Orang Tua Angkat, Interview Pribadi, Glagah, 26 Agusus 2019. 12
Kristiyaningsih, Orang Tua Angkat, Interview Pribadi, Glagah, 23 Agustus
2019 13
Roziya, Orang Tua Angkat, Interview Pribadi, Glagah, 27 Agusus 2019. 14
Ruhanah, Orang Tua Angkat, Interview Pribadi, Glagah, 27 Agusus 2019.
56
selain karena kurang sadarnya masyarakat akan hukum juga karena asumsi
mereka yang menganggap proses hukum yang rumit, yang memakan biaya
yang cukup mahal. Namun pada kenyataannya seperti yang di katakan
oleh ketua pengadilan agama bahwasanya proses permohonan saat ini di
pengadilan agama tidak lagi rumit dan tidak juga mahal, untuk membuat
permohonan pengangkatan anak juga sudah disediakan Posbakum (Pos
Bantuan Hukum) secara gratis, sehingga orang tua yang ingin melakukan
pengangkatan anak tinggal hadir saja dipengadilan tentunya dengan
memenuhi persyaratan yang di tentukan dari pengadilan itu sendiri.15
Adapun persyaratan pengangkatan anak yang tertera di SK Ketua
Pengadilan Agama Lamongan Nomor W13-A7/36/PS.00/SK/1/2017
sebagai berikut:
1. Menyerahkan Surat Permohonan kepada Pengadilan Agama
(Rangkap 6)
2. Menyerahkan Fotocopy Kutipan Akta Nikah/Duplikat Kutipan Akta
Nikah calon orang tua angkat (1 lembar)
3. Menyerahkan Fotocopy KTP Pemohon (1 lembar)
4. Menyerahkan Fotocopy Akta Kelahiran calon anak angkat (1 lembar)
5. Menyerahkan Surat Persetujuan dari orang tua kandung orang yang
bertanggung jawab aas anak yang akan diangkat, jika orang tua anak
tersebut telah meninggal dunia maka Pemohon harus menyertakan
Surat Keterangan Kematian dari Kepala Desa/Lurah Asli.
6. Menyerahkan Asli Surat Keterangan Penghasilan calon orang tua
angkat dari Kepala Desa/Lurah.
7. Persyaratan No. 2, 3, 4, 5, dan 6 di Nazegelen/dimeteraikan dan Cap
Kantor Pos
8. Membayar Panjar Biaya Perkara di BRI.
C. Akibat Hukum Pengangkatan Anak yang Tidak Dicatatkan
Apa yang terjadi dalam hidup ini tidak akan terlepas dari hukum dan
15
Harijah Damis, Ketua Pengadilan Agama Lamongan, Interview Pribadi, Lamongan, 02
September 2019
57
akibatnya, seperti halnya pengangkatan anak juga ada akibat hukumnya.
Adapun akibat hukum dari pengangkatan anak itu sendiri antara lain
mengenai, nasab, mahram, wali, dan waris.
Status anak angkat menurut hukum positif dan hukum Islam pada
dasarnya sama, yaitu status anak angkat tidak sama dengan anak
kandung, sehingga akibat hukumnya:16
1. Hubungan nasab antara anak angkat dan orang tua kandungnya
tidak terputus.
2. Wali nikah anak angkat perempuan tetap wali ayah kandungnya.
3. Antara anak angkat dengan orang tua angkat dan saudara
angkatnya tetap bukan mahram.
Hanya saja yang berbeda dalam hukum positif adalah dalam hal
waris-mewarisi, anak angkat mendapat bagian sama dengan anak
kandung, begitu pula dalam hal perwalian yang sudah berganti kepada
orang tua angkat, bukan lagi atas orang tua kandung.
Dalam hal ini dari hasil penelitian yang telah dilakukan
menyimpulkan bahwa pengangkatan anak yang dilakukan oleh sebagian
warga Kecamatan Glagah tidaklah berpatok pada satu hukum melainkan
adanya kombinasi antara hukum Islam dengan hukum positif. Dalam hal
perwalian mereka masih memahami bahwa orang tua angkat tidak dapat
menjadi wali anak angkat perempuannya, sehingga mereka
menyerahkannya kepada wali hakim. Dalam segi nasab sebagian masih
mengetahui bahwa anak angkat tidak memutus nasab Orang tua
kandungnya, namun sebagian tidak mengetahuinya. Sedangkan dalam
segi mahram mereka masih meyakini bahwa orang tua angkat dan anak
angkat adalah mahram hal ini dapat dilihat bagaimana anak angkat dan
orang tua angkat membuka auratnya didepan satu sama lain. Dan dari
segi kewarisan banyak orang yang tidak memahaminya, sehingga mereka
berasumsi bahwa anak angkat juga menjadi ahli warisnya, hal ini
diketahui dari obrolan santai peneliti dengan responden yang rata-rata
16
Musthofa Sy, “Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama”, h. 22.
58
dari mereka sudah menganggap anak angkatnya sebagai anak
kandungnya sendiri sehingga kelak mereka juga akan mewariskan harta
peninggalannya kepada anak angkatnya.17
17
Hasil Observasi.
59
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Dari penelitian yang telah di lakukan mengenai praktik
pengangkatan anak yang tidak di catatkan pada masyarakan Kecamatan
Glagah dapat ditarik ksimpulkan sebagaimana berikut:
1. Pengangkatan anak yang dilakukan oleh masyarakat kecamatan
Glagah pada umumnya karena rasa belas kasihan dari orang tua angkat
ke anak angkatnya. Selain itu pengangkatan anak juga dilakukan
dengan alasan orang tua angkat tidak dikarunia seorang anak selama
beberapa tahun pernikahannya. Dalam hal ini pengangkatan anak lebih
banyak didasari dengan rasa tolong menolong, namun ada juga alasan
yang mendasari seseorang mengangkat anak yakni asumsi masyarakat
bahwa ketika belum dikaruniai anak, mengangkat anak menjadi solusi
sebagai pemancing kelahiran anak kandung dalam keluarga. Dan
kebanyakan dari mereka melakukan pengangkatan anak dengan tujuan
selain mensejahterakan si anak juga untuk meneruskan keturunan.
2. Faktor penyebab masyarakat kecamatan Glagah tidak mencatatkan
pengangkatan anak, bisa dilihat dari respon masyarakat yang tidak
mengetahui akan peraturan perundang-undangan yang mengatur
pengangkatan anak, prosedur pengangkatan anak yang semestinya dan
akibat hukum dari pengangkatan anak, maka tidak dicatatkannya
pengangkatan anak dikarenakan rendahnya pengetahuan masyarakat
akan aturan hukum terlebih lagi dalam hal pengangkatan anak. Dan
mereka berasumsi bahwa proses dari pengangkatan anak yang rumit,
dengan memakan waktu yang lama, dan biaya pengurusannya juga
yang tidak terbilang sedikit, sehingga masyarakat enggan mengurus
pencatatan pengangkatan anak, bahkan ada juga masyarakat yang
mengambil jalan pintas untuk menghindari proses dan biaya tersebut,
60
sehingga langsung mengatas namakannya menjadi orang tua
kandungnya.
3. Dari pengangkatan anak yang tidak di catatkan, ada juga yang
berdampak pada putusnya nasab antara si anak dengan orang tua
kandungnya, namun banyak pula yang berdampak pada mahram anak
angkat dengan orang tua angkatnya yang tidak ada tabir sehingga aurat
antara keduanya tidak lagi menjadi masalah, begitupun juga
berdampak dalam hal kewarisan, yang mana mereka mempercayai
bahwa anak angkatnya adalah ahli warisnya.
B. Saran-saran
1. Setelah dilakukannya penelitian ini diketahui bahwa rendahnya
pengetahuan masyarakat terhadap hukum khususnya hukum
pengangkatan anak, maka ada baiknya dilakukan penyuluhan
mengenai hukum pengangkata anak yang semestinya yang telah di atur
dalam Islam dan Peraturan perundang-undangan di setiap desa-desa
yang berada di kecamatan Glagah sehingga terciptanya kesadaran
hukum bagi mereka yang kurang mengerti akan hukum.
2. Bagaimana masyarakat menempatkan anak angkatnya menjadi ahli
warisnya, juga mengabaikan kemahramannya, dan sampai-sampai
memutus hubungan nasab orang tua kandungnya maka perlu adanya
pengurusan untuk mendapatkan penetapan pengadilan dan dilakukan
pencatatan pengangkatan anak, sehingga antara anak angkat dan orang
tua angkat selain mendapatkan kepastian hukum juga supaya hak-hak
antara keduanya terlindungi.
61
DAFTAR PUSTAKA
Al Albani, Muhammad Nashiruddin, “Ringkasan Shahih Muslim”, (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2003).
Al Amruzi, M. Fahmi, Anak Angkat di Persimpangan Hukum MMH, Jilid 4 No.
Januari 2014.
Al Habsyi, Husin, “Kamus Al-Kautsar Lengkap Arab Indonesia”, (Bangil:
Yayasan Pesantren Islam, 1986).
Al Mahalli, Imam Jalaluddin, Imam Jalaluddin As-Suyuti, “Tafsir Jalalain”.
Penerjemah Bahrun Abubakar, Terjemahan Tafsir Jalalain berikut
Asbabun Nuzul, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2017).
Al Qurthubi, Syaikh Imam, “Tafsir Al-Qurthubi”, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009,
cet.i).
Alam, Andi Syamsu dan M. Fauzan, “Hukum Pengangkatan Anak Perspektif
Islam”, (Jakarta: Kencana, 2008).
Amin Ma’ruf, dkk, “Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesis Sejak 1975 (Edisi
Terbaru)”, (Jakarta: Erlangga, 2015).
Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib, “Ringkasan Ibnu Katsir jilid 4”, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2000).
Az-Zabidi, “Mukhtashar Shahih Bukhari”, (Jakarta: Ummul Qura, 2016).
Cynthia, Cindy, dkk, Tinjauan Yuridis Terhadap Pengangkatan Anak yang
Dilakukan oleh Orang Tua Angkat yang Belum Menikah Diponegoro Law
Journal, Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017.
Efendi, Jonaedi, “Kamus Istilah Hukum Populer” (Jakarta: Kencana, 2009).
62
Efendi, Jonaedi danJohnny Ibrahim, “Metode Penelitian Hukum: Normatif dan
Empiris”, (Depok: Prenademedia Group, 2016).
Heriawan, Muhammad, Pengangkatan anak secara langsung dalam perspektif
perlindungan anak, 176 e Jurnal Katalogis, Volume 5 Nomor 5, Mei 2017.
Kuncoro, Wahyu, waris permasalahan dan solusinya cara halal dan legal
membagi warisan, (Jakarta Timur; Raih Asa Sukses, 2015).
Kamil, Ahmad dan M. Fauzan “Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di
Indonesia” (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008).
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum: Edisi Revisi, (Jakarta: Kencana, 2017,
cet.13).
Mutasir, Dampak hukum pengangkatan anak pada masyarakat desa terantang
kecamatan tambang kabupaten kampar di tinjau dari hukum Islam, Edisi
desember 2017 Vol.4 No.2.
Poepasari, Ellyne Dwi, “Pemahaman Seputar Hukum Waris Adat di Indonesia”,
(Jakarta: Kencana, 2018).
Rais,Muhammad, Kedudukan Anak Angkat dalam Prespektif Hukum Islam,
Hukum adat dan Hukum perdata (analisis komparatif), Jurnal Hukum
Diktum, Volume 14, Nomor 2, Desember 2016.
Shihab, M.Quraish, “Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an”
(Jakarta: Lentera Hati, 2002).
Siagian, Baharuddin dan Fauzan , “Kamus Hukum dan Yurisprudensi”, (Jakarta:
Kencana, 2016).
Silalahi, Ulber, Metode Penelitian Sosial, (Bandung; PT Refika Aditama, 2017).
63
Siyoto, Sandu dan Ali Sodik “Dasar Metodologi Penelitian”, (Yogyakarta:
Literasi Media Publishing, 2015, cet.i).
Suadi, Amran dan Mardi Candra, “Politik Hukum Prespektif Hukum Perdata dan
Pidana Islam serta Ekonomi Syariah”, (Jakarta: Prenada Media, 2016).
Sudarto, “Masailul Fiqhiyah AL-Haditsah” , (Yogyakarta: Deepublish, 2018).
Suhanto, Kantor Kecamatan Glagah, Laporan Rekap Data Penduduk, Lamongan,
13 Februari 2019.
Sy, Musthofa, Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2008, Cet. Pertama).
Tim Redaksi Laksana, “Himpunan Peraturan Perundang-undangan Republik
Indonesia Undangan-undangan Perlindungan Anak”, (Jakarta: Laksana,
2018).
“Undang-undang Perlindungan Anak”, (Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2016).
“Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Undang-Undang
Perlindungan Anak” (Bandung: Citra Umbara, 2012)
Waridah, Ernawati,“Kamus Bahasa Indonesia”, (Jakarta: PT.KAWAHmedia,
2017).
Yusuf, A. Muri, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian
Gabungan, (Jakarta; Prenadamedia Group, Cet.1 2014).
TRANSKRIP WAWANCARA
Nama : Bapak Suwignyo, S.Sos
Sebagai : Camat Glagah
Waktu Wawancara : 29 Agustus 2019
No Interview
1
Interviewer
Apakah boleh saya mengetahui sedikit mengenai
sejarah dan kondisi kebudayaan di Kecamatan
Glagah ini pak?
Interviewed
Untuk sejarah saya tidak begitu memahami karena
yang saya pahami dari segi strukturalnya saja di
kecamatan ini, namun untuk kebudayaan disini
masih budaya pada umumnya seperti kerja bakti,
gotong royong dan lain-lain, kalo untuk kebudayaan
dari segi agamanya ya seperti hadroh, manaqib,
marawis seperti itu. Tapi kalo kebudayaan adat dari
nenk moyang yang masih kental disini ya mungkin
bancaan sebagai wujud rasa syukur.
2
Interviewer Apa yang bapak ketahui terkait dengan
pengangkatan anak?
Interviewed
Pengangkatan anak itu sama dengan adopsi ya mba,
kalau disini istilahnya mupu anak bukan
mengangkat anak. Menurut saya mupu anak ini
sangat bagus, dengan begitu berarti orang yang
mupu menolong anak angkatnya. Tapi itu banyak
alasan ya mbak, bisa jadi karena orang tua
kandungnya kurang mampu sampai-sampai anaknya
terlantar atau bisa jadi orang tua yang mupu tidak
memiliki anak. Adopsi seperti itu sangat bagus mba
menurut saya. Tapi meskipun begitu pasti ada ke
khawatiran, takutnya sang anak jadi semakin
sengsara setelah di adopsi.
3 Interviewer
Apakah bapak mengetahui tentang Peraturan
Perundang-undangan terkait pengangkatan anak?
Interviewed Waduh, mengenai hal itu saya kurang faham mba
4
Interviewer
Apakah bapak mengetahui berapa banyak keluarga
yang melakukan pengangkatan anak di kecamatan
Glagah?
Interviewed
Sejauh ini selama saya menjabat sebagai camat, saya
belum pernah mendapatkan laporan mengenai
pengangkatan anak secara sah yang dilakukan oleh
warga sini. Entah karena saya masih menjabat
selama 7 bulan, tapi dapat dipastikan banyak
masyarakat yang melakukan pengangkatan anak tapi
asal mengangkat saja dengan adanya kesepakatan
dari orang tua angkat atau orang tua kandung, dan
jika ditanya datanya sejauh ini karena belum ada
yang melakukan pengangkatan anak secara sah jadi
belum ada data pengangkatan anak yang diterima
disini, jika mau datanya bisa coba mbaknya ke
pencatatan sipil.
5
Interviewer Apakah bapak mengetahui akibat hukum dari
pengangkatan anak?
Interviewed
Yang saya tau ya mba, akibatnya anak angkat tidak
bisa diwalikan oleh orang tua angkatnya dan warisan
juga tidak bisa saling mewarisi
6 Interviewer Apakah bapak mengetahui dampak hukum dari
pengangkatan anak yang tidak di catatkan
Interviewed
Mungkin dampak hukumnya yang paling jelas jika
mupu anak tidak di catatkan itu takut nanti hak-hak
anak angkat atau orang tua angkatnya tidak
terpenuhi.
7
Interviewer Apakah di Kecamatan Glagah ini bapak menemukan
fenomena pengangkatan anak yang tidak dicatatkan
Interviewed
Pernah tapi itu dulu sebelum saya menjabat, tapi
selama saya jadi Camat saya belum pernah
menemukan masalah tersebut secara langsung, tapi
saya yakin jika sebenarnya ada banyak hanya saja
saya tidak bisa memastikan satu-satu, kan Glagah ini
luas mbak, jadi jika mencari orang-orang yang
mengangkat anak apalagi yang tidak di catatkan ya
susah, karena memang tidak ada datanya mereka
mencatatkan pengangkatan anak.
8
Interviewer
Bagaimana bapak menyikapi fenomena
pengangkatan anak yang tidak dicatatkan pada
warga Glagah
Interviewed
Untuk menyikapinya sebenarnya saya juga kurang
memperhatikan, sedangkan ini juga merupakan
masalah yang harus diperhatikan yang kurang kita
sadari. Untuk itu kami sebenarnya butuh orang-
orang yang faham betul mengenai hukum di warga
kita yang mau mengeksplor pengetahuan dia
terutama terkait pengangkatan anak, karena ini
menyangkut masalah di masyarakat yang telah lama
di abaikan. Tapi mungkin setelah ini kita akan
bekerja sama dengan Pemda untuk melakukan
penyuluhan.
TRANSKRIP WAWANCARA
Nama : Bapak Akhmat Zainuril. S.H., M.M.
Sebagai : Kepala Bidang Catatan Sipil
Waktu Wawancara : 28 Agustus 2019
No Interview
1
Interviewer Bagaimana pengangkatan anak di atur di
Kabuppaten Lamongan ini?
Interviewed
Prosesnya, jika anak itu baru lahir maka harus
mengurus akta anak terlebih dahulu dengan nama
orang tua kandungnya, setelah itu baru ke
pengadilan negeri atau ke pengadilan agama, setelah
dapat penetapan dari pengadilan baru kita buatkan
catatan pinggir, jadi tidak menghilangkan asal-usul
orang tua kandungnya.
2
Interviewer Bagaimana akibat hukum dari pengangkatan anak
yang bapak ketahui?
Interviewed
Pengangkatan anak kan juga mengenai nasab, jadi
akibatnya nanti di perwalian dan juga di warisnya
mbak.
3
Interviewer Bagaimana prosedur pencatatan pengangkatan anak
di Kantor Catatan Sipil Lamongan
Interviewed
Sedangkan prosedur di catatan sipil sendiri, setelah
ada penetapan dari pengadilan dengan membawa
Akta atas nama orang tua kandung dan membawa
Kartu Keluarga kedua orang tua baik yang
mengangkat maupun yang orang tua kandung, sama
surat nikah
4
Interviewer
Apakah bapak mengetahui/pernah menangani
pencatatan pengangkatan anak warga kecamatan
Glagah?
Interviewed
Kalo dari Kecamatan Glagah ya ada tapi jarang
sekali mbak, untuk tahun ini saja tidak ada. Karena
begini bak, biasanya memang proses adopsi anak
memang terkadang terkendala dari masalah
prosesnya juga iya, masalah biaya lumayan iya, atau
orang itu mengambil jalan pintas untuk menghindari
proses dan biaya tersebut sehingga langsung
mengatas namakan orang tua kandung, nah
semestinya itu tidak boleh, itu sudah menyalahi
aturan, kalau ada permasalah seperti itu jika
ketahuan maka ada sanksinya, karena memanipulasi
data jadi sanksinya kurungan 6 tahun penjara atau
denda 75 juta, dan kasus seperti itu pasti ada.
5
Interviewer Bagaimana bapak menyikapi warga yang melakukan
pengangkatan anak tanpa di catatkan?
Interviewed
Memang pencatatan pengangkatan anak itu bisa
dibilang rumit mbak, sehingga msyarakat enggan
mencatatkannya, dan selain itu juga mengenai
karena biaya, sehingga rata-rata orang yang
mengangkat anak itu orang-orang kaya.
Kalo menyikapinya dari kita biasanya kita adakan
sosialisasi di kecamatannya mbak
6 Interviewer Bagaimana status anak angkat dalam Akta/Kartu
Keluarga?
Interviewed
Untuk status di Aktanya tetap bunyi anak angkat,
dan itu di catatkan di pinggir, kalau di Kartu
Keluarganya tetap status orang tua kandung di
kolom kedua, tetap tidak menghilangkan status
orang tua kandung.
TRANSKRIP WAWANCARA
Nama : Ibu Dr. Hj. Harijah D., M.H
Sebagai : Ketua Pengadilan Agama Lamongan
Waktu Wawancara : 02 September 2019
No Interview
1
Interviewer Bagaimana pengangkatan anak prespektif hukum
Islam dan hukum positif menurut ibu?
Interviewed
Kalau pengangkatan anak kan sama dengan adopsi,
kalau dalam hukum positif namanya adopsi dan itu
kedudukan anak seperti anak kandung, kalau islam
tidak, anak tetap nasab orang tua kandungnya,
kemudian dalam hal waris juga di hukum positif itu
anak angkat mewarisi sama seperti anak kandung,
sedangkan di islam kan anak angkat hanya dapat
sepertiga saja.
2
Interviewer Apa urgensi seseorang melakukan pengangkatan
anak menurut Ibu?
Interviewed
Untuk kepentingan anak, pendidikannya,
kesehatannya, dan lain-lain, memang khusus untuk
kepentingan anak.
3
Interviewer
Ketika warga tidak melakuakan pencatatan
pengangkatan anak, dengan alasan prosedurnya
yang repot dan membutuhkan biaya yang tidak
sedikit, maka apa langkah atau solusi yang
seharusnya di lakukan oleh pihak Pengadilan Agama
Interviewed Sekarang tidak ribet dan tidak mahal, datang saja
dengan membawa saksi bahwa benar anak itu dia
angkat, sudah tinggal bersama, layak untuk
memelihara anak, kita sekarang tidak ribet lagi,
malah banyak apresiasi bahwa Pengadilan agama
lebih cepat, lebih bagus, pelayanannya juga luar
biasa, kalau mahal juga tidak mahal, mungkin
mereka melihat setiap orang datang ke pengadilan
banyak biayanya, padahal untuk permohonan
pengangkatan anak tidak mahal, dan kalau tidak
terpakai di kembalikan.
Kalau solusinya, sebenarnya pengadilan agama kan
pasif ya , tidak mencari perkara, jadi sebenarnya
bisa koordinasi dengan Pemda untuk minta
penyuluhan terkait perlunya penetapan pengadilan
terhadap pengangkatan anak, karena ini menyangkut
hak-hak anak angkat maupun orang tua angkatnya.
4
Interviewer Bagaimana prosedur pengangkatan anak di
Pengadilan Agama ini dan apa syarat-syaratnya?
Interviewed
Prosedurnya kalau memang belum ada surat
permohonannya kan ada Posbakum (Pos Bantuan
Hukum) gratis, disitu antara lain dibuatkan
permohonan, tetapi biaya perkaranya nanti ada
sendiri kecuali kalau orang miskin nanti bisa prodeo,
namun bagaimana mau mengangkat anak kalau dia
miskin.
Kalau syaratnya orang tua kan harus ada surat nikah
orang tua angkat dan orang tua kandung, diperlukan
juga akta kelahiran anak, sementara itu hak identitas
orang.
5 Interviewer Apa akibat hukum dari pengangkatan anak yang Ibu
ketahui?
Interviewed
Kembali lagi ke hak-haknya tadi, salah satunya anak
berhak mendapatkan wasiat wajibah dari orang tua
angkatnya
6
Interviewer Bagaimana dampak hukum pengangkatan anak yang
tidak dicatatkan menurut Ibu?
Interviewed
Persoalan kemudian, salah satunya kan juga ini
terkait dean harta juga ya, nah kelemahannya kalau
tidak ada penetapan dari pengadilan kan susah juga,
karena tidak ada bukti-bukti, dan wali juga kan
harus orang tua kandungnya, karena tidak merubah
nasab.
TRANSKRIP WAWANCARA
Nama : Bapak Suyono
Sebagai : Orang Tua Angkat
Waktu Wawancara : 26 Agustus 2019
No Interview
1 Interviewer
Apa yang menjadi alasan dan tujuan Bapak
mengangkat anak
Interviewed Karena saya tidak memiliki keturunan
2
Interviewer Bagaimana cara Bapak mengangkat anak?
Interviewed
Awalnya dulu karena saya tidak memiliki anak jadi
saya di tawarin saudara saya buat angkat anaknya
yang kedua setelah anaknya nanti lahir, tapi ternyata
setelah anaknya lahir tidak ada omongan apa-apa
lagi bahkan anaknya tidak diberikan ke saya, karena
kita tidak mau berharap lagi sama dia ternyata tiba-
tiba pas lahir anaknya ketiga anaknya diberikan ke
saya buat saya angkat. Jadi semenjak dia dikasihkan
ke saya, saya menganggap dia seperti anak kandung
sendiri, semuanya saya tanggung, sampai sekarang
saya sekolahkan juga.
3
Interviewer Apakah sang anak mengetahui bahwa Bapak
merupakan orang tua angkatnya?
Interviewed Ya tau mbak, saya kasih tau, orang dia juga anak
kandung saudara saya.
4 Interviewer Apakah Bapak mencatatkan pengangkatan anak?
Interviewed Tidak saya catatkan
5 Interviewer Apaka yang menjadi alasan Bapak tidak
mencatatkan pengangkatan anak ini?
Interviewed
Ya mau gimana mbak selain karena dia anak dari
saudara saya, pencatatan adopsi juga prosesnya ribet
dan modalnya juga tidak sedikit, jadi mau tidak mau
ya tidak usah di catatkan, ya meskipun sebenarnya
ingin.
6 Interviewer
Apakah bapak mengetahu prosedur pengangkatan
anak yang semestinya?
Interviewed Saya tidak tahu
7 Interviewer
Apakah Bapak mengetahui Peraturan Perundang-
undangan mengenai pengangkatan anak?
Interviewed Tidak faham saya
8
Interviewer Apakah bapak mengetahui akibat hukum
pengangkatan anak?
Interviewed
Saya kurang faham mbak, ya yang saya tahu saya
harus merawat dia juga menyekolahkan dan
menafkahinya.
9
Interviewer Apakah Bapak mengetahui dampak pengangkatan
anak yang tidak dicatatkan?
Interviewed Tidak tahu saya mbak
10 Interviewer Bagaimana status anak angkat Bapak di akta/KK?
Interviewed Di akta masih anaknya orang tua kandungnya mbak
TRANSKRIP WAWANCARA
Nama : Bapak Aji Mulyo
Sebagai : Orang Tua Angkat
Waktu Wawancara : 27 Agustus 2019
No Interview
1 Interviewer
Apa yang menjadi alasan dan tujuan Bapak
mengangkat anak
Interviewed Saya kasihan, karena dia tidak berdosa tapi terlantar.
2
Interviewer Bagaimana cara Bapak mengangkat anak?
Interviewed
Jadi waktu itu saya bekerja di balai Desa, saat itu
ada orang gila yang melahirkan disana, saya yang
benar-benar melihat itu kasihan sama anknya yang
tidak berdosa itu, akhirnya saya bawa ke puskesmas,
dan saya minta anak itu ke Desa, saya minta ke
kepala Desa buat jadikan dia menjadi anak saya.
3
Interviewer Apakah sang anak mengetahui bahwa Bapak
merupakan orang tua angkatnya?
Interviewed Tidak tahu mbak, bagi saya dia anak kandung saya
ko.
4 Interviewer Apakah Bapak mencatatkan pengangkatan anak?
Interviewed Tidak
5
Interviewer Apaka yang menjadi alasan Bapak tidak
mencatatkan pengangkatan anak ini?
Interviewed Karena di Aktenya dia kan sudah menjadi anak
kandung saya mbak
6 Interviewer Apakah bapak mengetahu prosedur pengangkatan
anak yang semestinya?
Interviewed Tidak
7 Interviewer
Apakah Bapak mengetahui Peraturan Perundang-
undangan mengenai pengangkatan anak?
Interviewed Tidak
8 Interviewer
Apakah bapak mengetahui akibat hukum
pengangkatan anak?
Interviewed Tidak Faham
9
Interviewer Apakah Bapak mengetahui dampak pengangkatan
anak yang tidak dicatatkan?
Interviewed Tidak tahu
10
Interviewer Bagaimana status anak angkat Bapak di akta/KK?
Interviewed Di akte ya nama orang tuanya saya, dan di KK juga
ikut saya.
TRANSKRIP WAWANCARA
Nama : Ibu Kristiyaningsih
Sebagai : Orang Tua Angkat
Waktu Wawancara : 23 Agustus 2019
No Interview
1 Interviewer
Apa yang menjadi alasan dan tujuan Ibu
mengangkat anak
Interviewed Karena saya kasihan lihat anaknya mbak
2
Interviewer Bagaimana cara Ibu mengangkat anak?
Interviewed
Jadi karena orang tuanya yang bercerai, karena saya
kasihan melihatnya meskipun ibunya bisa
merawatnya tapi kan beda mbak rasanya ada bapak
dan ibu sama cumu ada ibu saja, makanya saya
minta dia buat saya rawat saya besarkan dan saya
sekolahkan, jadi semua tanggung jawab saya yang
tanggung mbak
3
Interviewer Apakah sang anak mengetahui bahwa Ibu
merupakan orang tua angkatnya?
Interviewed
Saya kasih tau, tapi begitu dia tetap anggap saya
seperti ibu kandungnya sendiri, kalau ditanya orang
juga bilangnya ibu kandungnya saya
4
Interviewer Apakah Ibu mencatatkan pengangkatan anak?
Interviewed
Tidak mbak, sebenarnya dulu pernah mau saya
catatkan tapi ternyata ada tetangga saya yang dia
mau memindahkan nama anak tirinya menjadi
anaknya dia di aktenya ternyata katanya ribet dan
biayanya juga mahal, jadi ya tidak saya catatkan.
5
Interviewer Apaka yang menjadi alasan Ibu tidak mencatatkan
pengangkatan anak ini?
Interviewed
alasannya ya karena prosesnya itu yang ribet dan
memakan waktu yang lama dan biayanya juga, jadi
ya udah tidak usah dicatatkan.
6 Interviewer
Apakah Ibu mengetahui prosedur pengangkatan
anak yang semestinya?
Interviewed Kurang faham saya mbak
7 Interviewer
Apakah Ibu mengetahui Peraturan Perundang-
undangan mengenai pengangkatan anak?
Interviewed Kurang tahu
8
Interviewer Apakah Ibu mengetahui akibat hukum pengangkatan
anak?
Interviewed Kurang faham, tapi ya yang penting semua tanggung
jawab orang tuanya ganti ke saya saja.
9
Interviewer Apakah Ibu mengetahui dampak pengangkatan anak
yang tidak dicatatkan?
Interviewed Mungkin di wali nikah dia nanti mungkin mbak,
berganti ke wali hakim. kurang lebih itu yang saya
tahu
10
Interviewer Bagaimana status anak angkat Ibu di akta/KK?
Interviewed Kalau di aktanya masih nama ibu dan bapak
kandungnya mbak, tapi di KK jadi satu sama saya.
TRANSKRIP WAWANCARA
Nama : Ibu Roziya
Sebagai : Orang Tua Angkat
Waktu Wawancara : 27 Agustus 2019
No Interview
1
Interviewer Apa yang menjadi alasan dan tujuan Ibu
mengangkat anak
Interviewed
Karena saya kasihan lihat anaknya nak dan saya
juga sudah terlanjur sayang sama dia, bahkan lebih
dari sayang ke anak-anak saya nak.
2
Interviewer Bagaimana cara Ibu mengangkat anak?
Interviewed
Orang tuanya bercerai nak, dia ikut ke ibunya, kenal
saya karena tetangga dulu kalau ibunya kerja
anaknya masih TK dititipkan ke saya, karena sering
dititipkan ke saya jadi saya sayang sama dia sudah
saya anggap anak saya sendiri. Trus pas SD dia
dibawa ibunya ke surabaya, setelah 2 tahun ibunya
meninggal, si anak ini mau di kembalikan ke
ayahnya, tapi ayahnya tidak peduli bahkan tinggal
dimana pun dia tidak memberi tahu, karena saya
kasihan dan saya terlanjur sayang sama anaknya
akhirnya ya saya angkat saja nak, saya anggap dia
seperti anak kandung saya sendiri.
3
Interviewer Apakah sang anak mengetahui bahwa Ibu
merupakan orang tua angkatnya?
Interviewed Iya dia tahu nak, karena ya memang dia sebelumnya
kan sudah pernah bertemu sama ibunya. Bapaknya
juga pernah kesini meskipun terkadang setahun
sekali bahkan setahun tidak kesini sama sekali pun
pernah.
4
Interviewer Apakah Ibu mencatatkan pengangkatan anak?
Interviewed
Gimana itu nak? Tidak kayanya, orang saya tidak
mengurus-mengurus surat-surat lagi semenjak
ibunya meninggal.
5
Interviewer Apaka yang menjadi alasan Ibu tidak mencatatkan
pengangkatan anak ini?
Interviewed
Mungkin karena saya tidak tahu, lagi pula dia kan
sudah seperti anak kandung saya sendiri, dia kasihan
tidak punya siapa-siapa, saya sudah sayang sekali
sama dia, jadi ya supaya tidak repot mengurusnya.
6 Interviewer
Apakah Ibu mengetahui prosedur pengangkatan
anak yang semestinya?
Interviewed Tidak tahu nak
7 Interviewer
Apakah Ibu mengetahui Peraturan Perundang-
undangan mengenai pengangkatan anak?
Interviewed Tidak tahu juga
8 Interviewer
Apakah Ibu mengetahui akibat hukum pengangkatan
anak?
Interviewed Tidak tahu nak
9
Interviewer Apakah Ibu mengetahui dampak pengangkatan anak
yang tidak dicatatkan?
Interviewed Tidak tahu juga nak
10
Interviewer Bagaimana status anak angkat Ibu di akta/KK?
Interviewed Aktanya masih ikut ibunya nak disana di Surabaya,
tadinya mau saya pindahkan ke saya saja nak, tapi
takutnya nanti kalau dia sekolah di Surabaya susah
buat mengurus surat pindah lagi.
TRANSKRIP WAWANCARA
Nama : Ibu Eni Mujiati
Sebagai : Orang Tua Angkat
Waktu Wawancara : 27 Agustus 2019
No Interview
1
Interviewer Apa yang menjadi alasan dan tujuan Ibu
mengangkat anak
Interviewed
Karena saya tidak memiliki anak mbak, sudah 2
tahun diberi tapi keguguran kemudian tidak diberi
lagi.
2
Interviewer Bagaimana cara Ibu mengangkat anak?
Interviewed
Saya angkat karena orang tuanya tidak mampu, jadi
niat saya selain tidak punya anak ya karena mau
menolong dia, akhirnya ya saya minta ke orang
tuanya buat saya angkat, ko ternyata orang tuanya
mau, dan kebetulan dia masih sudara dari suami
saya tapi ya saudara jauh.
3
Interviewer Apakah sang anak mengetahui bahwa Ibu
merupakan orang tua angkatnya?
Interviewed
Dulu awalnya tidak tahu mbak, terus pas sudah
besar saya kasih tahu dianya tidak percaya, karena
lihat di akte kan nama saya.
4 Interviewer Apakah Ibu mencatatkan pengangkatan anak?
Interviewed Saya catatkan jadi anak kandung saya
5 Interviewer Apaka yang menjadi alasan Ibu tidak mencatatkan
pengangkatan anak ini?
Interviewed Karena saya sudah anggap dia seperti anak kandung
saya sendiri
6 Interviewer
Apakah Ibu mengetahui prosedur pengangkatan
anak yang semestinya?
Interviewed Kurang tahu
7 Interviewer
Apakah Ibu mengetahui Peraturan Perundang-
undangan mengenai pengangkatan anak?
Interviewed Tidak
8 Interviewer
Apakah Ibu mengetahui akibat hukum pengangkatan
anak?
Interviewed Yang saya tahu ya hak-haknya itu beralih ke saya
9
Interviewer Apakah Ibu mengetahui dampak pengangkatan anak
yang tidak dicatatkan?
Interviewed Saya kurang tahu
10
Interviewer Bagaimana status anak angkat Ibu di akta/KK?
Interviewed Diaktanya dia nama orang tuanya sudah atas nama
saya.
TRANSKRIP WAWANCARA
Nama : Ibu Ruhanah
Sebagai : Orang Tua Angkat
Waktu Wawancara : 27 Agustus 2019
No Interview
1
Interviewer Apa yang menjadi alasan dan tujuan Ibu mengangkat
anak
Interviewed Saya angkat dia itu karena permintaan orang tuanya
dia
2
Interviewer Bagaimana cara Ibu mengangkat anak?
Interviewed
Dari dia Tk itu orang tuanya memasrahkan dia ke
saya dan suami saya, kebetulan kita kan masih
kerabat tapi jauh, hanya saja kita kenal dekat,
jadinya ya dia percayakan anaknya ke saya, soalnya
kan orang tuanya sakit-sakitan jadi dia tidak
sanggup, dari segi ekonomi juga tidak mampu. Sejak
itu semua tanggung jawab orang tuanya ya saya
yang nanggung mbak, dari mencukupi segala
kebutuhan dia, menyekolahkan juga.
3 Interviewer
Apakah sang anak mengetahui bahwa Ibu
merupakan orang tua angkatnya?
Interviewed Iya dia mengetahui
4 Interviewer Apakah Ibu mencatatkan pengangkatan anak?
Interviewed Tidak
5 Interviewer
Apaka yang menjadi alasan Ibu tidak mencatatkan
pengangkatan anak ini?
Interviewed Ya karena saya tidak ingin mencatatkannya,orang
dia sudah seperti anak saya sendiri
6 Interviewer
Apakah Ibu mengetahui prosedur pengangkatan anak
yang semestinya?
Interviewed Iya saya tidak tahu
7 Interviewer
Apakah Ibu mengetahui Peraturan Perundang-
undangan mengenai pengangkatan anak?
Interviewed Tidak
8
Interviewer Apakah Ibu mengetahui akibat hukum pengangkatan
anak?
Interviewed Setahu saya ya semua tanggung jawab orang tua
angkatnya pindah ke saya gitu saja mbak.
9
Interviewer Apakah Ibu mengetahui dampak pengangkatan anak
yang tidak dicatatkan?
Interviewed Saya kurang tahu mbak
10
Interviewer Bagaimana status anak angkat Ibu di akta/KK?
Interviewed Masih nama orang tua kandungnya mbak, kan saya
memang tidak memindahkan ke nama kami.
Foto Bersama Ibu Dr. Hj. Harijah Damis, M.H.
(Ketua Pengadilan Agama Lamongan)
Foto bersama Bapak Akhmat Zainuril, S.H, M.M. dan stafnya
(Kepala Bidang Catatan Sipil)
Foto bersama Bapak Suwignyo, S.Sos.
(Kepala Camat Kecamatan Glagah)
Foto Bersama Bapak Suyono
(Orang tua Angkat)
Foto bersama Bapak Aji Mulyo
(Orang Tua Angkat)
Foto bersama Ibu Eni Mujiati
(Orang Tua Angkat)
Foto bersama Ibu Ruhanah
(Orang Tua Angkat)
Foto bersama Ibu Roziya
(Orang Tua Angkat)
top related