pengadilan tinggi medan · pengadilan tinggi medan halaman 1 dari 104 putusan nomor...
Post on 09-Mar-2019
233 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 1 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
P U T U S A N
Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Tinggi Medan yang memeriksa dan mengadili perkara-
perkara perdata pada Pengadilan tingkat banding telah menjatuhkan putusan
sebagai berikut dalam perkara antara :
1. Pemerintah Republik Indonesia cq Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan RI, beralamat di Gedung Manggala Wanabhakti, di
Jl.Jenderal Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, semula disebut TERGUGAT
I sekarang PEMBANDING I ;
Dalam Perkara ini diwakili Kuasanya yaitu 1. Krisna
Rya.,S.H.,M.H, 2. Supardi.,SH., 3. Bambang Wiyono.,SH.,MH., 4.
Drs.Afrodian Lutoifi.,SH.,M.Hum., 5.Yudi Ariyanto.,SH.,MT., 6.
Mariana Tuty Sirait.,SH., 7. Hatoni.,SH., 8. M. Zaenuri.,SH., 9.
Francisca Budyanti.,SH.,MH., 10. Wijayadi Bagus Margono.,SH.,
kesemuanya adalah Pegawai Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan RI yang beralamat di Gedung Manggala
Wanabakti Blok VII Lt. 3, Jl. Gatot Soebroto, Senayan Jakarta
Pusat, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 20 April 2016
yang telah terdaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri
Padangsidimpuan Nomor : 79/2016 SK tanggal 26 April 2016 ;
2. Pemerintah Republik Indonesia cq Gubernur Kepala Daerah Provinsi Sumatera Utara cq Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, beralamat di Jl. Sisingamangaraja Km 5.5 No 14 Marindal Medan
20147, semula disebut TERGUGAT III sekarang PEMBANDING II;
Dalam Perkara ini diwakili oleh Kuasanya : 1. Zainuddi.,SP
Jabatan Kasubbag Umum pada Dinas Kehutanan Provinsi
Sumatera Utara., 2. Albert Sibuea.,SH.,MAP Jabatan Kepala
Seksi Pengamanan Hutan pada Dinas Kehutanan Provinsi
Sumatera Utara, 3. Ramlan.,SH Staf pada Dinas Kehutanan
Provinsi Sumatera Utara, beralamat di Jl. Sisingamangaraja Km
5.5 No 14 Marindal Medan 20147, berdasarkan Surat Kuasa
Khusus tanggal 22 Pebruari 2016 yang terdaftarkan di
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 2 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
Kepaniteraan Pengadilan Negeri Padangsidimpuan Nomor :
39/2016 SK tanggal 24 Pebruari 2016 ;
M e l a w a n
1. Koperasi Perkebunan Kelapa Sawit Bukit Harapan disingkat “KPKS BUKIT HARAPAN”, yang berkedudukan di Desa Tanjung Botung
Kecamatan Barumun Tengah, Tapanuli Selatan, Propinsi Sumatera Utara
untuk semula disebut PENGGUGAT sekarang TERBANDING;
Dalam Perkara ini diwakili oleh Kuasanya: 1.Marihot Siahaan
S.H.,M.H dan 2. Nurdin Siregar SH.,MH, Para Advokat dan
Pengacara pada Kantor Marihot Siahaan & Rekan beralamat di
Jalan Prapanca Raya No.28-29 Kelurahan Pulo, Kebayoran Baru
Jakarta Selatan 1260, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal
22 Desember 2015 yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan
Negeri Padangsidimpuan Nomor : 167/2015 SK tanggal 30
Desember 2015;
2. Jaksa Agung Republik Indonesia, cq Kepala Kejaksaan Tinggi Propinsi Sumatera Utara, beralamat di Jl.Jenderal Abdul Haris Nasution
No.1 C Medan 20146, semula disebut TERGUGAT II sekarang TURUT
TERBANDING I ;
3. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia cq. Kepala Kantor Wilayah Pertanahan Propinsi Sumatra Utara cq. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tapanuli
Selatan, beralamat di Jl. Wilem Iskandar No.8 Padang Sidempuan,
semula disebut TURUT TERGUGAT sekarang TURUT TERBANDING II ;
Pengadilan Tinggi tersebut ;
Telah membaca berkas perkara dan surat-surat yang berhubungan
dengan perkara ini ;
TENTANG DUDUK PERKARA
Mengutip serta memperhatikan surat gugat Penggugat tanggal 30
Desember 2015 yang diterima dan didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan
Negeri Padangsidimpuan pada tanggal 30 Desember 2015 dalam Register
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 3 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
Perkara Nomor 46/Pdt.G/2015/PN.Psp, dan perbaikan surat gugat tanggal 19
April 2016, telah mengajukan gugatan sebagai berikut:
1. Bahwa Penggugat adalah suatu badan hukum Koperasi Perkebunan Kelapa
Sawit Bukit Harapan (KPKS-BH), dan telah memperoleh Pengesahan
dari Menteri Koperasi Pengusaha Kecil dan Menengah RI, dengan Badan
Hukum No.07/BH/KDK2.9/IX/1998, tanggal 26 September 1998
sebagaimana telah dirubah dengan kepengurusan saat ini :
- Ketua : Ir. Jonggi
- Sekretaris : Nimrod S,SH .
- Bendahara : Tety Sitorus
2. Bahwa Koperasi tersebut didirikan untuk tujuan melakukan kegiatan
mengelola/pembudidayaan kebun-kebun kelapa sawit diatas
tanah/lahan kepunyaan masyarakat adat setempat yang menjadi petani
Kelapa Sawit, yang berada di areal Padang Lawas (bukan kawasan
hutan) yang diperoleh berdasarkan hak tradisionil yang turun temurun
yang seluruhnya ± 23.000 Ha didalamnya termasuk jalan, rawa
basah, sekolah dan fasilitas lingkungan hidup lainnya yang seluas ±
5.000, dan sebagai telah bersertifikat Hak Milik yang diterbitkan Turut
Tergugat. Masyarakat adat setempat tersebut juga sebagai anggota
dari Penggugat/ KPKS Bukit Harapan .
Bahwa letak Perkebunan yang dikelola Penggut berdasarkan titik
koordinat sebegai berikut :
- LU = 010 23’ 37” s/ d 010 33’ 24”
- BT = 1000 03’ 09” s/ d 1000 15’ 00”
Dengan batas-batasnya sebagai berikut :
Sebelah Utara : Dengan Areal Perkebunan PT. Firs Mujur
Plantations dan Industri (FMP & I)
Sebelah Timur : Dengan Areal HPHTI PT. SSPI
Sebelah Selatan : Dengan Jalan Good Win arah ke Sindur/Batas
Propinsi Riau
Sebelah Barat : Dengan JLn Ex PT. Barakaz dan KUD Langkimat .
3. Bahwa dalam melaksanakan kegiatannya Penggugat dibantu PT.TOR
GANDA sebagai pendamping dalam hal Pembinaan teknik management
dan modal, yang semula semuanya berjalan lancar ;
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 4 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
4. Bahwa kemudian kegiatan pengelolaan kebun kelapa sawit tersebut
terganggu/tidak berjalan sebagaimana mestinya karena adanya
Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan Para Tergugat baik secara
bersama-sama maupun sendiri-sendiri sebagaimana akan diuraikan
dibawah ;
5. Bahwa terkait pengajuan gugatan ini, Penggugat mempunyai
kepentingan hukum langsung dalam mengajukan gugatan ini karena
lahan kebun kelapa sawit seluas ± 23.000 Ha yang dikelola Penggugat
secara keliru telah dinyatakan dirampas oleh Tergugat II dengan
alasan berdasarkan dakwaan dan tuntuan JPU yang kemudian
dikabulkan oleh Putusan Pidana No. 481/PID.B/2006/PN.JKT.PST
tanggal 28 Juli 2006 jo Putusan PT. Jakarta No. 194/PID/2006/PT.DKI,
tanggal 11 Oktober 2006 jo Putusan No. 2642 K/PID/2006 tanggal 12
Februari 2007 jo Putusan No. 39 PK/2007, 16 Juni 2008 ;
6. Bahwa dalam dakwaan JPU tersebut yang pada dasarnya
mengkriminalisasi DL.Sitorus (Direktur Pendamping Penggugat) yaitu
dengan sewenang-wenangnya menyebutkan bahwa DL.Sitorus telah
menduduki kawasan hutan Negara tetap tanpa ijin Menteri Kehutanan,
yang menurutnya didasarkan pada :
1. Gouvernement Besluit (GB) No.50 Tahun 1924 tanggal 25 Juni 1924
yang direkayasa melalui terjemahan yang tidak benar ;
2. Surat Keputusan Menteri Kehutanan (sic. Menteri Pertanian) nomor
923/Kpts/Um/12/1982 tanggal 27 Desember 1982 tentang Penunjukkan
Areal Hutan di Wilayah Propinsi Dati I Sumatera Utara seluas
3.780.132.02 Ha, (yang tidak berlaku lagi karena diganti dengan SK.
Tergugat II Nomor 44 Tahun 2005 yang yang juga tidak berlaku karena
dinyatakan oleh Mahkamah Agung Tidak Sah) ;
Bahwa JPU dalam dakwaannya tersebut, telah dengan sengaja dan secara
keliru menyatakan lokasi perkebunan yang terletak di Kecamatan Barumun
Tengah sebagai Kawasan Hutan yang seolah-olah benar disebutkan dalam
GB No.50 tahun 1924, tetapi surat aslinya tidak pernah diperlihatkan oleh
JPU selama persidangan perkara Pidana tersebut diatas, sehingga
kemudian dengan Surat Keputusan Tergugat I Nomor 44 Tahun 2005
dijadikan dasar untuk menyatakan lokasi GB 50/1924 sebagai kawasan
hutan yang selanjutnya disebut-sebut Register 40, padahal dalam
kenyataannya hal tersebut tidak benar karena GB No.50 Tahun 1924 dalam
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 5 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
bahasa aslinya tidak pernah menyatakan lokasi tersebut sebagai kawasan
hutan produksi melainkan menyebut perkampungan, penggembalaan ternak
penduduk kampung, dan lahan-lahan untuk dipertimbangkan sebagai
rencana bagi pembangunan hutan yang baru. Bahkan sampai saat terakhir
dalam putusan Peninjauan Kembali (PK), GB No.50 yang dijadikan dasar
hukum untuk menjatuhkan pidana dan merampas perkebunan kelapa sawit
yang dikelola Penggugat sesungguhnya sudah di rekayasa dengan
merubah GB No.50 melalui terjemahan kedalam Bahasa Indonesia, yang
secara umum dan menyeluruh menyimpang dari fakta-fakta hukum yang
sebenarnya, terlebih lagi jikalau GB No.50 tersebut tidak tercatat dalam
daftar Staatsblaad Tahun 1924 yang harus menjadi dasar keberlakuan atau
kekuatan mengikat ;
Lagipula dokumen tersebut tidak pernah dicocokan dengan dokumen asli
untuk dapat diterima sebagai alat bukti yang sah (Vide Halaman 30, 31
Putusan No. 434/PDT/2011/PT.MDN, Halaman 2 Putusan nomor
134K/TUN/2007), dan Staatsblad Hindia Belanda Tahun 1924 juga tidak
menyebut adanya Gouvernement Besluit (GB) No.50 tersebut sebagaimana
terlihat dari daftar isi Staatsblad tahun 1924 ;
7. Bahwa dakwaan JPU tersebut diatas menyebutkan seolah-olah PT.Torus
Ganda dan Penggugat menduduki secara tidak sah Hutan Negara tetap
seluas 23.000 ha yang disebutkan terletak di Hutan Negara Kawasan
Hutan Produksi Padang Lawas Kecamatan Simangambat (dahulu
Kecamatan Barumun Tengah) Kabupaten Tapanuli Selatan, namun tidak
menjelaskan dengan rinci posisi kordinat yang pasti secara spasila
sebagai keharusan demi kepastian hukum dengan ketat (Lec stricta dan
lex certa) sehingga tidak menimbulkan keragu-raguan yang
menyebabkan kekeliruan dalam eksekusinya sebagaimana terjadi
dalam perkara a quo. Dengan demikian dakwaan JPU tersebut tidak
benar karena lokasi Perkebunan yang dikelola Pengugat yang
menyebabkan lahirnya amar putusan pidana “merampas” kebun milik
Penggugat seluas seluas 23.000 ha merupakam pelanggaran Hak Asasi
Manusia Penggugat yang sah ;
8. Bahwa dari fakta-fakta yang disebutkan diatas nyata-nyata JPU
jelas telah keliru dalam menentukan luas lokasi (locus) dari objek
sengketa dan objek barang bukti dalam perkara pidana karena lokasi
perkebunan yang dikelola Penggugat (dengan pendampingnya PT.TORUS
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 6 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
GANDA) bukan yang dimaksud dalam Dakwaan JPU, sehingga tidak ada
alasan menurut hukum untuk merampas lahan perkebunan sawit yang
dikelola Penggugat dengan pendampingan PT.TORUS GANDA yang
luasnya + 23.000 ha. Kekeliruan tersebut terjadi karena baik Tergugat I
maupun Tergugat II tidak pernah melakukan pemeriksaan setempat
(plaatselijkonderzoek) dan JPU tidak pernah mampu menentukan batas-
batasnya sesuai koordinat geographis sebagaimana mestinya ;
9. Bahwa terlepas dari kelalaian JPU yang tidak melakukan pemeriksaan
setempat dan tidak pernah mampu menentukan batas batas dengan cara
sebagaimana mestinya yang disebutkan diatas, ternyata kegiatan dalam
lokasi yang disebutkan dalam dakwaan JPU yang dikelola Penggugat tanpa
ijin dari Menteri Kehutanan, padahal hal tersebut tidak benar, justru
sebaliknya karena anggota Koperasi Perkebunan Kelapa Sawit Bukit
Harapan mengelola tanah masyarakat adat yang sebagian sudah
memperoleh sertifikat hak milik (SHM) dan oleh karena itu bukan dalam
kawasan hutan yang awalnya diperoleh berdasarkan hak tradisionil yang
turun menurun seluas ± 23.000 Ha, dan dikelola sesuai dengan tujuan
Koperasi dengan meminta pendampingan Management, financial
maupun administrasi dan operasional dari PT. Tor Ganda ;
10. Bahwa selain daripada itu lokasi yang dikelola Penggugat berdasarkan hak-
hak tradisionalnya dalam masyarakat hukum adat yang diperoleh dari Marga
Hasibuan yang menjadi anggota Koperasi Parsub yang diakui dan dilindungi
pada jaman penjajahan sampai sekarang dan saat ini sebagian besar sudah
memperoleh SHM. Dan setelah kemerdekaan sampai saat ini hak-hak
tradisional dimaksud diatas jelas-jelas diakui dan diatur konstitusi Negara RI
sebagaimana termuat dalam Pasal 18B ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi :
“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat
hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang” ;
11. Bahwa perlindungan dan pengakuan konstitusi atas hak-hak traditional
tersebut telah jelas-jelas ditegaskan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi
(MK) No.35/PUU-X/2012, tanggal 16 Mei 2013 yang intinya menyatakan :
“bahwa hutan adat yang dimiliki oleh masyarakat tidak termasuk hutan
Negara”
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 7 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
hal mana juga merupakan ketentuan yang dianut oleh UU No.41 Tahun
1999 Tentang Kehutanan khususnya Pasal 15 dan Putusan MK No.45/PUU-
IX/2011, tanggal 9 Februari 2012 tentang pemahaman dan
pemaknaan penetapan Kawasan Hutan harus melalui empat tahapan,
yaitu :
“Penunjukan, Penata Batasan, Pemetaan dan Pengukuhan/Penetapan,
tanpa mana Penunjukkan hutan tanpa proses tahapan tersebut adalah
praktek dari pada pemerintahan otoriter dan bukan merupakan praktek
dari pemerintahan yang demokratis” ;
12. Bahwa selain itu di lokasi Penggugat yang disebut-sebut oleh JPU berada di
5 (lima) desa sebagai locus delicti perbuatan pidana yang didakwakan
kepada DL. Sitorus pada kenyataannya terdapat sebanyak 43 badan usaha
diantaranya termasuk BUMN, PMA, yang mengelola perkebunan Kelapa
Sawit tanpa dipermasalahkan sebagai perkara pidana oleh Kejaksaan
Agung RI cq. Kejaksaan Tinggi Propinsi Sumatera Utara, Pemerintah
ataupun Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, yaitu antara lain :
1)PT.Hexa Setia Sawita, 1.1176ha, 2)PT.Sumber Sawit Makmur, 2.072ha,
3)PT.Damai Nusa Sekawan, 2.384ha, 3)PT.Agro Mitra Karya Sejahtera,
21.543.23ha, 4)PT.First Mujur Plantation dan Industri, 15.000ha
5)PT.Wonorejo Perdana, 15.000.00ha. 6)PT.Austindo/PT.Eka Pendawa
Sakti, 11.238ha, 7)PT.Barumun Raya Padang Langkat, 2.372.97ha,
8)PT.Sinar Tika Portibi Jaya Plantation, 1.679.12ha, 9)PT.Mazuma Agro
Indonesia (MAI), 12.266.43ha, 10)PT.Karya Agung Sawita (KAS), seluas
14.374.86ha, 11)PT.Perkebunan Nusantara II, seluas 4.000ha,
12)PT.Sibuah Raya, seluas 1.750.00ha, 13)PT.Perkebunan Nusantara IV,
1.294.20 ha, 14)PT.Toga Saudara Makmur, 192.55ha, dll, sebagaimana
disebutkan dalam laporan hasil audit Tim Interdep Mei 2005 .
Anehnya lahan KUD Serbaguna yang dinyatakan Menteri Kehutanan dan
Lingkungan Hidup berada di dalam kawasan hutan Register 40 yang
kemudian dipergunakan oleh JPU mendakwa DL. Sitorus menduduki
kawasan hutan tanpa ijin Menteri LHK, ternyata oleh Putusan Pengadilan
Tinggi Medan No.434/PDT/2011/PT.MDN (yang sudah berkekuatan
hukum tetap), dinyatakan tidak dalam kawasan hutan dan justru
kepemilikan tanah masyarakat anggota KUD serbaguna yang
didasarkan pada 624 624 SHM telah dinyatakan sah. Keraguan menjadi
nyata karena Menteri Kehutanan pernah mengeluarkan SK
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 8 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
No.922/Kpts-II/1992 tanggal 19 September 1992 yang memberikan
Hak Pengelolaan Hutan (HPH) seluas 104.800 Ha kepada PT. Inhutani
IV, sedangkan luas Register 40 berdasarkan SK No. 923/Kpts/Um/12/1982
hanya seluas 75.622 Ha, sehingga menimbulkan pertanyaan hukum
dimanakah lokasi lahan yang didakwakan kepada DL. Sitorus ;
13. Bahwa Lahan yang dikelola Penggugat tersebut telah ikut dituntut oleh
Tergugat II dan dinyatakan dirampas untuk Negara dan telah diputus
dengan Putusan No.2642K/Pid/2006, ternyata benar-benar keliru,
perampasan mana dilaksanakan dengan menyerahkan lahan tersebut
kepada Dinas Kehutanan Provinsi Sumut (Vide Berita Acara penyerahan
rampasan tanggal 26 Agustus 2009), dengan fakta dan hukum demikian
telah dapat menunjukkan terjadinya kesewenangan-wenangan
pemerintah (penguasa) sebagaimana yang disebutkan oleh putusan
Mahkamah Konsitusi No . 45/PUU/2012 sebagai praktek pemerintah
otoriter sehingga lahan milik masyarakat Adat Marga Hasibuan dan
sebagian sudah bersertifikat Hak Milik, dan yang diatasnya Negara pernah
menerbitkan izin HPH (Hak Pengusahaan Hutan) kepada 5 Perusahaan
secara tidak sah (secara sepihak tanpa melibatkan/mendapat persetujuan
masyarakat yang berhak) ;
Bahwa berdasarkan HPH yang pernah dikeluarkan sebagaimana dimaksud
diatas, lahan dibabat, tanpa ada tanggungjawab reboisasi,
akibatnya tanah tersebut menjadi lahan kritis sehingga kemudian
masyarakat Luhat Ujung Batu (sebagai pihak yang berhak atas lahan/tanah-
tanah adat tersebut yang sebagian besar juga sudah bersertifikat hak milik),
berusaha untuk memanfaatkan tanah-tanah tersebut dengan berencana
akan menanam tumbuhan yang dinilai produktif dan mempunyai nilai
ekonomis yaitu pohon kelapa sawit ;
14. Bahwa perampasan dan penyerahan Lahan Kebun Kelapa Sawit tersebut
diatas, dikarenakan DL. Sitorus/Dirut PT. Torusganda (Pendamping) telah
dikriminalisasi dengan mempersalahkannya seolah-olah DL. Sitorus secara
melawan hukum mengelola kawasan hutan seluas 24.000 Ha (dalam
rangka kerjasama dengan Koperasi Parsub) dengan menggunakan
alasan alasan yang dibuat-buat, antara lain :
- GB No.50, Tanggal 25 Juni 1924 ;
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 9 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
- Berita Acara Penyerahan Tanah Kawasan Hutan Padang Lawas dari
Masyarakat kepada Gubernur Sumut, Tanggal 20 Mei 1981 Seluas
12,000Ha, Tanggal 26 Mei 1981 seluas 10,000ha tanggal 06 Juni 1981
seluas 8.000 ha; (yang semuanya tidak pernah ada aslinya) ;
- Keputusan Menteri Kehutanan (sic Menteri Pertanian) nomor
923/Kpts/Um/12/1902, tanggal 27 Desember 1982 tentang Penunjukan
areal hutan di wilayah Propinsl Dati I Sumut Tata Guna Hutan
Kesepakatan (TGHK) telah dikeluarkan seolah-olah didasari GB 50
tersebut diatas ;
- Peraturan Daerah Propinsi Sumut No.7 Tahun 2003 tentang Rencana
TataRuang Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Sumut tahun 2003– 2018 ;
- Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan No.14 Tahun 1998
tentang RTRW Kab.Dati II Tapanuli Selatan ;
Bahwa areal tersebut diatas seolah-olah dilarang untuk diduduki tanpa ijin
dari Menteri Kehutanan Rl sesuai ketentuan pasal 6 ayat (1) Peraturan
Pemerintah (PP) No.28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan (padahal
kawasan tersebut bukanlah kawasan hutan sesuai dengan putusan MK dan
Putusan Pengadilan Tinggi tersebut diatas, dan terlebih-lebih hukum adat
tentang hak-hak tradisional masyarakat adat).
15. Bahwa sebagaimana telah disebutkan diatas ternyata lahan yang dirampas
dalam eksekusi (26 Agustus 2009) yang dilakukan oleh Tergugat II dan
diserahkan kepada Tergugat III dalam hal ini Dinas Kehutanan Provinsi
Sumatera Utara telah dinyatakan bukan Kawasan hutan berdasarkan
sebagaimana disebut dalam Putusan sebagai berikut :
Putusan PK PTUN No.06.PK/TUN/2008 Tanggal 05 Mei 2008 ;
Putusan Pengadilan Tinggi Medan No.434/PDT/ PT.MDN/2012, tanggal
4 Juni 2012. (sudah berkekuatan Hukum Tetap. Tidak ada Kasasi) ;
Dengan demikian baik Penggugat maupun DL. Sitorus selaku Direktur
PT.TORUSGANDA tidak pernah melakukan kegiatan di daerah terlarang
secara bertentangan dengan hukum yang berlaku in casu hukum adat
tentang perlindungan hak-hak tradisional. Hal ini dikuatkan dengan adanya
Putusan Perdata Pengadilan Tinggi Medan nomor 434/PDT/2012/PT.MDN,
tanggal 4 Juni 2012 (sudah inkracht) yang intinya mengatakan tidak ada
kawasan hutan di areal yang dijadikan kebun-kebun Kelapa Sawit
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 10 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
masyarakat anggota PARSUB yang dikelola PARSUB dengan
pendampingan PT. TORUS GANDA;
16. Bahwa Berdasarkan Putusan-Putusan Pengadilan terkait dengan kasus
yang sama dengan kasus Koperasi Perkebunan Kelapa Sawit (KPKS) Bukit
Harapan, Tergugat I telah diperintahkan untuk menyerahkan lahan Kebun
Sawit seluas + 23.000 Ha yang dikelolanya, dan membatalkan semua
pernyataan ataupun surat-surat keputusannya tentang Kawasan Hutan yang
dikelola KPKS Bukit Harapan yang kasusnya sama dengan Penggugat,
akan tetapi Tergugat I tidak mau menyerahkan dan membuat pembatalan
surat pernyataan/keputusannya sesuai dengan perintah Pengadilan TUN
dan hal tersebut telah secara tidak langsung mengakibatkan timbulnya
kerugian bagi Penggugat ;
17. Bahwa masyarakat Luhat Ujung Batu dan Simangambat yang sebagian juga
sebagai anggota PARSUB adalah sebagai pihak yang berhak secara sah
atas lahan yang dipermasalahkan, padahal masyarakat tesebut adalah
generasi ketujuh Marga Hasibuan yang hidup di Desa Tanah Adat Ulayat
Padang Lawas seluas + 178.000 ha sebagaimana juga yang diketahui dan
diakui pemerintah Belanda/Kolonial atas adanya hak ulayat masyarakat
hukum adat dimaksud (vide UUD 1945 sebelum perubahan). Bahwa Para
Penggugat hidup secara turun temurun dan selalu memanfaatkan sumber
daya alam di lokasi tersebut sebagai sumber penghidupan ;
18. Bahwa berkaitan dengan yang dikemukakan diatas, berdasarkan ketentuan
pasal 12 Ayat (1) UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok
Agraria (LN.Tahun 1960 No.104), yang menyatakan:
“Segala Usaha bersama dalam lapangan agraria di dasarkan atas
kepentingan bersama dalam rangka kepentingan nasional, dalam bentuk
koperasi atau bentuk-bentuk gotong royong lainnya”.
Sehingga dengan demikian DL. Sitorus secara bersama-sama dengan
PARSUB telah melaksanakan amanah yang diatur dalam pasal 12 ayat (1)
UUPA tersebut.
19. Bahwa berkaitan dengan apa yang dikemukakan diatas, menurut ketentuan
Pasal 15 UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dikatakan sebagai
berikut:
“Bahwa penunjukan kawasan hutan adalah salah-satu tahap dalam
proses pengukuhan kawasan hutan, dan ketentuan demikian harus
memperhati-kan kemungkinan adanya hak-hak perseorangan atau
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 11 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
ulayat pada kawasan hutan yang akan ditetapkan sebagai kawasan
hutan sehingga jika demikian terjadi, maka penataan batas dan
pemetaan batas kawasan hutan harus mengeluarkannya dari kawasan
hutan agar tidak merugikan bagi masyarakat yang berkepentingan
dengan kawasan yang akan ditetapkan sebagai kawasan hutan” ;
Oleh karena hal yang demikian, maka pada saat penataan batas dan
pemetaan batas kawasan hutan Pemerintah/ Menteri Kehutanan
seyogianya terlebih dahulu harus mengeluarkan semua tanah yang
menjadi Hak ulayat masyarakat adat setempat (anggota Parsub KPKS
Bukit Harapan) dari areal kawasan yang akan ditetapkan sebagai kawasan
hutan, tetapi dalam kenyataannya hal demikian tidak dilakukan. Dengan
demikian terbukti Para Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan
Hukum yaitu telah melanggar Pasal 15 UU No.41 Tahun 1999 tersebut
diatas dan Putusan M.K.No.45/PUU–IX/2011, 21 Pebruari 2012 ;
20. Bahwa sehubungan dengan hal tersebut diatas, Putusan Pengadilan Tinggi
Medan No.434/PDT/PT.MDN, tanggal 4 Juni 2012, di mana yang menjadi
Tergugat adalah Menteri Kehutanan RI dan bukti yang diajukan Menteri
Kehutanan sebagai T–1, adalah Gouvernement Besluit (G.B) No.50, 25 Juni
1924, yang diterjemahkan dari Bahasa Belanda ke Bahasa Indonesia oleh
Siti Warian Prawirasastra yang hanya dalam bentuk fotocopy yang tidak
pernah ada aslinya ;
21. Bahwa pada halaman yang sama, dalam pertimbangan Majelis Hakim
Tinggi Medan dinyatakan, bahwa selanjutnya surat lampiran peta kawasan
hutan Padang Lawas Reg.40 yang berskala 1:100.000 Gouvernement
Besluit 25 Juni 1924 No.50 (padahal dalam kenyataan GB No.50 Tahun
1924 tidak memiliki lampiran peta) dan Surat Gubernur Sumatra Utara 5
Nopember 1977 No.26081/3, tidak memuat keterangan apa-apa, tetapi
hanya tertulis sebagai berikut :
- Jalan ;
- Batas Areal Perladangan ;
- Batas kawasan yang telah diusulkan ;
- Areal Pemasukan baru;
22. Bahwa dalam pertimbangan selanjutnya Majelis Hakim menyatakan sebagai
berikut:
“Menimbang bahwa lampiran peta kawasan hutan Padang Lawas
Reg.40 GB No50 tanggal 25 Juni 1924 dan Surat GUBSU No.5/1077
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 12 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
No.26081/3 tersebut aslinya berbahasa Belanda, dan dirobah dan
ditambah dengan Bahasa Indonesia dan direkayasa menjadi; batas
kawasan yang telah diusulkan areal Pemasukan baru ” .
23. Bahwa pada halaman 31 alinea I, pertimbangan Majelis Hakim Tinggi
Medan mengemukakan sebagai berikut :
" Menimbang bahwa lampiran peta kawasan hutan Padang Lawas
adalah foto copy yang telah terjadi perubahan secara umum dan
menyeluruh Padang Lawas menjadi kawasan hutan register 40 dan
tidak menyebut nama Desa Parsombaan, Kecamatan Barumun, tidak
sesuai dengan daftar yang ditetapkan Gubernur Jenderal Hindia
Belanda, Batavia tanggal 25 Juni 1924 (No.50) tidak ada Desa
Parsombaan, Kecamatan Barumun dalam daftar Kawasan Hutan dan
Peta Kawasan Hutan Padang Lawas, Kawasan Hutan Register 40
karena foto copy yang tidak ada aslinya oleh karena itu harus ditolak”.
Bahwa fakta yang diabaikan oleh putusan bahwa GB No. 50 Tahun
1924 tanggal 25 Juni 1924 sesungguhnya tidak mempunyai
lampiran Peta, akan diperhadapkan dengan alat bukti yang diajukan
Penggugat yang dibuat oleh ahli Pemetaan resmi sebagaimana
akan disajikan dalam tahapan pembukian, dengan stadar pemetaan
metode proyeksi : Universal Transverse Mercator (UTM) Datum : World
Grid System 84 (WGS84) Zone N telah ternyata terjadi kekeliruan
penentuan locus delicti dakwaan JPU terhadap DL Sitorus dan lokasi
daripada lahan perkebunan yang dikelola Penggugat .
Dengan demikian, jelas-jelas dan secara nyata terbukti bahwa
telah terjadi diskriminasi, kriminalisasi terhadap diri
DL.Sitorus karena pada kenyataannya terdapat banyak
perusahaan dilokasi tersebut diatas yang melakukan kegiatan
pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit tetapi justru tidak dituntut dan
tidak diajukan kedepan sidang Pengadilan. Oleh karenanya kriminalisasi,
diskriminasi yang dilakukan terhadap diri DL.Sitorus adalah Jelas-jelas
bertentangan dengan konstitusi, karena UUD 1945 secara tegas
mengamanatkan dalam pasal 27 ayat (1) yang bunyinya sebagai berikut:
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 13 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
“Segala warga Negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya.”
Kemudian dalam pasal 28I ayat (2) UUD 1945 mengamanatkan :
“Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif
atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap
perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.”
Dan juga jelas-jelas terbukti secara nyata bahwa perkebunan Kelapa
sawit yang dikelola Penggugat tersebut adalah bukan kawasan hutan
sebagaimana dimaksud JPU.
24. Bahwa jika perkara ini dihubungkan dengan Putusan M.K. No.45/PUU–
IX/2011, 21 Pebruari 2012, yang amar Putusannya sebagai berikut :
Mengabulkan Permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya ;
Frasa di tunjuk dan atau pasal 1 angka 3 UU No.41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan UU No.19 Tahun 2004
tentang Penetapan PERPU UU No.1 Tahun 2004 tentang Perubahan
atas UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi UU Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 No.86, TLNRI No.4412 bertentangan
dengan UUD RI Tahun 1945 ;
Frasa “ditunjuk dan atau“ dalam pasal 1 angka 3 UU nomor 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan sebagaiman telah diubah dengan UU No.19
Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi UU (LNRI Tahun 2004 No.86
TLNRI No.4412) tidak mempunyai kekuatan Hukum mengikat ;
Memerintahkan Pemuatan putusan ini dalam Berita Negara RI
sebagaimana mestinya.
25. Bahwa dalam hal ini putusan Mahkamah Konstitusi (“MK”) harus berlaku
surut, tentang hak yang diakui sebelum jaman kemerdekaan tetap
keberadaanya, oleh karena itu MK yang mempunyai wewenang mengadili
pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final, untuk
menguji UU terhadap UUD RI Tahun 1945, maka Putusan MK harus
dihormati yang merupakan pengawasan terhadap UU yang bertentangan
dengan UUD 1945, oleh karena itu Putusan MK harus diikuti, dengan
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 14 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
demikian Hak Ulayat sebagaimana dalam Pasal 3 UUPA No.5/1960
menyatakan :
“ Dengan mengingat ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak
ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat hukum adat,
sepanjang menurut kenyataannya masih ada harus sedemikian rupa
sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang
berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan
dengan UU dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi“.
26. Bahwa berdasarkan hal-hal yang dikemukakan diatas terbukti bahwa
Penggugat adalah sebagai Pihak yang berhak secara sah mengelola dan
membudidayakan perkebunan Kelapa Sawit diatas tanah seluas ± 23.000
ha tersebut yang terletak lokasinya sangat jauh dan berbeda dengan letak
lokasi yang disebutkan dalam dakwaan JPU dan Putusan Pidana
dimaksud (bukan lokasi yang didakwakan) dan bukan di kawasan hutan
karena sebagian sudah diterbitkan sertifikat Hak Milik dan sebagian
lagi tanah hak tradisonal dan sesuai juga dengan Putusan
Pengadilan Tinggi Medan No.434/Pdt/PT.Mdn, tanggal 4 Juni 2012
dan sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewidjs) .
27. Bahwa dari fakta-fakta diatas terbukti Para Tergugat telah menghalangi
Penggugat mengelola dan membudidayakan perkebunan Kelapa Sawit
dilahan tersebut, sehingga perbuatan Para Tergugat adalah merupakan
perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dalam pasal 1365
KUHPerdata ;
28. Bahwa karena dalam perkara TUN yang telah diputus sampai tingkat
Peninjauan Kembali, (Vide Putusan MA No.06.PK/TUN/2008, 05 Mei 2008),
yang amarnya intinya menyatakan batalnya Surat Keputusan Tergugat I
S.419/Menhut-II/2014, Putusan PT Medan yang sudah inkracht
No.434/PDT/2011/ PT.MDN, 04 Juni 2012 yang intinya menyatakan
perkebunan Kelapa Sawit yang terletak di Padang Lawas tidak termasuk
dalam Kawasan Hutan, Hal mana jelas diketahui Para Tergugat, sehingga
oleh karenanya Tergugat I mempunyai hak/wewenang untuk melarang/
mengancam siapa saja untuk membeli hasil kebun kelapa sawit dari kebun
yang di kelola Penggugat, sebagaimana surat Tergugat I No.S.13/Menlhk-
Setjen/RHS/ 2015, tanggal 25 Juni 2015 ;
29. Bahwa apa yang diamanatkan dalam pasal 27 ayat (1) dan pasal 28I ayat
(2) UUD 1945 adalah kewajiban untuk memperlakukan semua Warga
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 15 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
Negara Indonesia sama kedudukannya dimuka hukum oleh karena itu tidak
boleh ada perbedaan/diskriminasi perlakuan antara warga Negara yang
satu dengan yang lain dalam penegakan hukum, sehingga tidak tepat jika
DL. Sitorus didudukkan Jaksa Penuntut Umum sebagai Terdakwa, dalam
Perkara Pidana (Putusan Kasasi No.2642K/Pid/2006, tanggal 12 Pebruari
2007), sedangkan dilain pihak Perusahaan yang lain dibiarkan begitu saja.
Dengan demikian Terbukti perbuatan Tergugat II dalam hal ini Kejaksaan
Tinggi Medan-Sumut, melakukan Perbuatan Melawan Hukum dengan
membuat Berita Acara tertanggal 26 Agustus 2009, tentang Penyerahan
Barang Rampasan berupa :
- Perkebunan Kelapa Sawit dikawasan Padang Lawas seluas + 23.000 ha
yang dikuasai oleh KPKS Bukit Harapan dan PT.TOR GANDA beserta
bangunan yang ada diatasnya ;
- Perkebunan Kelapa Sawit dikawasan hutan Padang Lawas seluas +
24.000 ha yang dikuasai oleh Koperasi PARSUB dan PT. TORUS
GANDA beserta seluruh bangunan yang ada diatasnya ;
30. Bahwa kemudian pada tanggal 21 April 2015 Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan RI telah membuat Suratnya No.S.174/Menlhk-II/2015, perihal,
Penghentian Pelayanan oleh Gubernur Sumatra Utara dan Bupati Padang
Lawas Selatan, Bupati Padang Lawas Utara, dan Bupati Tapanuli Selatan,
dan kemudian tanggal 25 Juni 2015 Tergugat I (Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan RI), membuat Surat lagi melalui suratnya No.S.13/Menlhk-
Setjen/RHS/2015, yang ditujukan kepada Ketua Umum GAPKI, intinya
melarang dan mengancam kepada pihak yang melakukan transaksi dengan
Parsub dan KPKS Bukit Harapan, dalam suratnya yang terdiri dari III poin,
lengkapnya dikutip berbunyi sebagai berikut :
I. Bahwa Areal Perkebunan seluas 47.000 Hektar beserta seluruh
bangunan di atasnya di Kawasan Register 40 Padang Lawas Provinsi
Sumatra Utara, saat ini dikuasai secara illegal oleh KPKS Bukit Harapan
dan PT. Torganda serta Koperasi Parsub dan PT. Torus Ganda.
Berdasarkan Putusan MA Nomor 2642K/Pid/2006 merupakan hak
Negara ;
II. Bahwa segala kegiatan atau transaksi berkaitan dengan perkebunan dan
seluruh bangunan di atasnya di Kawasan Register 40 Padang Lawas
yang saat ini dikuasai secara illegal oleh KPKS Bukit Harapan dan PT.
Torganda serta Koperasi Parsub dan PT. Torus Ganda yang dilakukan
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 16 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
tanpa melalui Negara merupakan kegiatan melawan hukum Negara
Republik Indonesia, dan dapat dipidana ;
III. Bahwa Pemerintah mengalihkan manajemen perkebunan sawit beserta
seluruh bangunan diatasnya di dalam Kawasan Register 40 Padang
Lawas, Provinsi Sumatra Utara sebagaimana dimaksud Negara, dalam
hal ini kepada BUMN RI ;
Sehubungan dengan hal-hal tersebut, dikatakan lebih lanjut bahwa
Tergugat I meminta dukungan Ketua Umum GAPKI untuk
memberitahukan kepada anggota GAPKI agar tidak melakukan transaksi
dengan KPKS Bukit Harapan dan PT. Torganda serta Koperasi Parsub
dan PT. Torus Ganda. Dalam hal terjadi transaksi, Tergugat I mengancam
akan mengenakan pidana dan memproses secara hukum.
31. Bahwa sebagaimana dikemukakan diatas Perkebunan Kelapa Sawit yang
dikelola Koperasi Parsub dan PT. Torus Ganda sebagai pendamping di
areal Padang Lawas (bukan kawasan hutan) berdasarkan hak tradisional
yang turun temurun yang seluruhnya 24.000 Ha dan sebagian dari lahan
tersebut sudah bersertifikat Hak Milik, sehingga Putusan Pidana
No.481/PID.B/2006/ PN.JKT.PST Jo Putusan No.2642K/PID/2006 yang inti
amarnya bahwa Terdakwa DL.Sitorus dinyatakan bersalah melakukan
tindak pidana mengerjakan dan menggunakan kawasan hutan secara tidak
sah yang dilakukan secara bersama-sama dan berlanjut. Dan merampas
barang bukti berupa perkebunan Kelapa Sawit 47.000 Ha yang di kuasai
oleh KPKS Bukit Harapan dan PT. TORGANDA beserta seluruh bangunan
yang ada diatasnya dan Koperasi Parsub dan PT. TORUS GANDA,
padahal putusan pidana tersebut telah terkoreksi melalui putusan :
- Putusan PK Pengadilan TUN No.06 PK/TUN/2008, tanggal 05 Mei 2008.
- Putusan Pengadilan Tinggi. Medan No.434/PDT/PT.MDN/ 2012,
tanggal 4 Juni 2011 (sudah berkekuatan hukum tetap, tidak Kasasi dan
PK Menteri Kehutanan ditolak MA) .
Bahwa surat Tergugat I tersebut telah mengakibatkan tersendatnya
pendistribusian dan penjualan hasil kelapa sawit Penggugat, sehingga
menimbulkan kerugian kepada Penggugat, dan dengan demikian
Perbuatan Tergugat I adalah merupakan perbuatan melawan hukum
sebagaimana diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata ;
32. Bahwa akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan Tergugat I,
dengan mengeluarkan surat No.S.174/ Menlhk-II/2015 dan
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 17 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
No.S.13/Menlhk-Setjen/ RHS/2015 Penggugat telah mengalami kerugian
materiil sampai saat ini, dengan perhitungan sebagai berikut :
- Kerugian berupa hasil produksi yang dilarang dijual, yaitu 1 (satu)
bulan = Rp.5.000.000,- (Lima Juta rupiah) per hektar ;
- Bahwa disamping kerugian materiil yang diderita Penggugat, juga
mengalami kerugian immaterill, selaku badan hukum Koperasi
PARSUB, bersama anggotanya, akibat perbuatan Tergugat I,II, dan III
telah mengganggu ketenangan/kedamaian, dan kepastian berusaha
bagi penggugat dalam mengelola dan mengerjakan Kebun Kelapa
Sawit di area Padang Lawas tersebut, bahkan banyak anggota
koperasi stress, sakit, dan tertekan, yang jika dihitung secara adil
dengan uang, maka kerugian yang diderita Penggugat adalah sebesar
Rp.1.000.000.000.000,-(satu triliun rupiah) ;
33. Bahwa karena yang melakukan Perbuatan Melawan Hukum terhadap
Penggugat adalah Tergugat I, II, III, sehingga Penggugat memohon agar
Majelis Hakim dalam Perkara ini, menghukum Tergugat I, II, III secara
tanggung renteng membayar ganti-rugi materill kepada Penggugat secara
tunai dan sekaligus sebesar Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah) per hektar
dalam satu bulan, terhitung sejak tanggal 21 April 2015 sampai gugatan ini
didaftarkan (selama 8 bulan), sehingga seluruhnya berjumlah ± 23.000 ha x
8 x Rp 5.000.000 = Rp 920.000.000.000 (sembilan ratus dua puluh milyar
rupiah) secara tunai dan sekaligus ;
34. Bahwa Kerugian immateril sebagaimana dikemukakan diatas yang diderita
Penggugat sebesar Rp.1.000.000.000.000,-(satu triliun rupiah) mohon
Majelis Hakim yang mengadili perkara ini menghukum Tergugat I, II, III
membayarnya kepada Penggugat secara Tunai dan sekaligus ;
35. Bahwa karena Penggugat mengelola perkebunan kelapa sawit diluar
lokasi yang dimaksud dalam putusan Pidana tersebuat diatas melainkan
diatas dan atas hak-hak tradisional masyarakat adat yang diakui oleh
konstitusi, yang paralel dengan Putusan TUN nomor 06.PK/TUN/2008,
tanggal 05 Mei 2008 Jo Pasal 116 ayat (2) UU No.51 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua atas UU No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan TUN jo
Pasal 97 ayat (9) huruf a UU No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan TUN.
Maka penggugat mohon agar majelis Hakim yang mengadili perkara ini
menyatakan sah menurut hukum Penggugat mengelola dan
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 18 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
membudidayakan perkebunan kelapa sawit tersebut, termasuk untuk
menjual dan menerima hasil penjualannya ;
36. Bahwa karena Penggugat mengelola perkebunan kelapa sawit adalah
dengan cara yang tidak melawan hukum, diluar lokasi yang dimaksud
dalam dakwaan dan Putusan Pidana tersebut diatas maka Penggugat
memohon Majelis Hakim untuk terlebih dahulu mengeluarkan putusan provisi agar Para Tergugat tidak menghalangi Penggugat untuk
mengelola dan membudidayakan serta melakukan perbuatan yang
berhubungan dengan perkebunan kelapa sawit tersebut, sebagai berikut
:
a. Menyatakan dan menetapkan bahwa sebelum perkara ini
memperoleh putusan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap,
surat yang dikeluarkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI
No. S.174/MenLhk-II/2015 tanggal 21 April 2015 Perihal Penghentian
Pelayanan oleh Gubernur Sumatera Utara dan Bupati Tapanuli Selatan
kepada Penggugat dan Surat Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Nomor S.13/Menlhk-Set.Jen/RHS/2015, tanggal 25 Juni,
yang ditujukan kepada Ketua Umum GAPKI yang berkaitan dengan
pengelolaan dan pembudidayaan perkebunan kelapa sawit yang
dikelola Penggugat berdasarkan hak tradisional masyarakat adat
secara turun temurun dan hak pemilikan berdasarkan Sertifikat Hak
Milik (SHM) berada dalam status quo ;
b. Pernyataan bahwa Penggugat berhak untuk meneruskan
pengelolaan perkebunan kelapa sawit dan menjual/ menerima hasil
dari kebun kelapa sawit dimaksud tanpa ada gangguan dari pihak
manapun juga termasuk dari Para Tergugat, terhitung sejak
dibacakan Putusan Provisi atau setidak-tidaknya dalam waktu 14 hari
setelah adanya pembacaan putusan Provisi ini bila Tergugat I tidak
melaksanakannya secara sukarela, maka Pengadilan berdasarkan
Putusan ini telah memberikan hak secara serta merta kepada
Penggugat untuk meneruskan kembali mengelola dan menguasai
lahan perkebunan kelapa sawit dimaksud sehingga tidak diperlukan
acara penyerahan dari Tergugat I, serta menjual hasil
pengelolaannya serta menerima hasil penjualannya sebagai pihak
yang berhak ;
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 19 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
37. Bahwa karena Tergugat III, dalam hal ini selaku Kepala Dinas
Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, selaku pejabat yang wajib
mengetahui bahwa areal Perkebunan Kelapa Sawit yang dikelola
Penggugat seluas ± 23.000 Ha adalah bukan di kawasan hutan akan
tetapi di areal Padang Lawas yang dipunyai masyarakat berdasarkan
hak tradisional yang turun temurun yang diakui Pasal 18B ayat (2) UUD
1945 jo Pasal 3 UUPA Tahun 1960 dan berdasarkan Sertifikat Hak Milik
yang secara sah diterbitkan Turut Tergugat, akan tetapi justru sebaliknya
Tergugat III telah ikut menandatangani Berita Acara Penyerahan
Barang Rampasan dan menerima penyerahan yang dilakukan oleh
Tergugat III, tanggal 26 Agustus 2009, sehingga dengan demikian
perbuatan Tergugat III adalah merupakan Perbuatan Melawan Hukum
sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata .
38. Bahwa ada kekhawatiran yang sangat beralasan para Tergugat secara
semena-mena akan memaksakan eksekusi dari diktum yang non-
eksekutabel (tidak dapat dilaksanakan), sehingga untuk mengindari
kerugian yang lebih besar bagi Pengguggat dan seluruh anggotanya
yang juga adalah masyarakat setempat yang menggantungkan
nafkah/penghidupan pada pengelolaan perkebunan sawit beserta
hasilnya, agar gugatan perkara ini tidak menjadi sia-sia Penggugat
mohon Yang Mulia Majelis Hakim dalam Perkara ini untuk terlebih
dahulu meletakkan sita milik atas objek sengketa berupa kebun kelapa
sawit yang dikelola Penggugat ;
Untuk menentukan letak yang pasti dari Objek sengketa yang Penggugat
mohon untuk disita bersama ini dimohon kepada Bapak Pengadilan Negeri
agar menentukan sita atas lokasi objek sengketa dengan menggunakan
instrument Global Positioning System (GPS) sehingga diperolah koordinat
geografis secara spasial dengan akurat dan yang dapat menghindarkan
masalah kesalahan penentuan objek perkara (error in objecto) seperti yang
dialami dalam putusan Pidana No.481/PID.B/2006/PN.JKT.PST tanggal 28
Juni 2006 jo Putusan PT. Jakarta No.194/Pid/2006/PT.DKI, 11 Oktober
2006 jo Putusan No.2642K/PID/ 2006 tanggal 12 Februari 2007 jo
Putusan No.39PK/PID.SUS/2007, tanggal 16 Juni 2008 ;
39. Bahwa agar putusan dalam perkara ini dilaksanakan oleh Tergugat I, II, III,
mohon yang mulia Majelis Hakim perkara ini menghukum, memerintahkan
Tergugat I,II, III untuk bertanggung jawab membayar uang paksa
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 20 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
(dwangsom) Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) setiap hari, apabila
Tergugat I, II, III tidak melaksanakan putusan ini, terhitung sejak putusan ini
berkekuatan hukum yang pasti ;
40. Bahwa karena sifat perkara ini sangat exepsionil dan sangat penting
mengingat kepentingan yang sangat pokok sebagai sumber nafkah
anggota Koperasi Parsub (Penggugat) dan demi kemanusiaan, mohon
Majelis Hakim perkara ini agar putusan dapat dilaksanakan lebih dahulu,
walaupun ada banding maupun kasasi (uitvoerbaar bij voorraad) ;
41. Bahwa Turut Tergugat ditarik sebagai pihak dalam perkara ini, mengingat
objek perkara ini adalah langsung berhubungan dengan kewenangan turut
Tergugat selaku organ Pemerintah yang telah mengeluarkan ribuan
Sertifikat Hak Milik dan puluhan Hak Guna Usaha di Areal Padang Lawas
yang diklaim sebagai Kawasan Hutan oleh para Tergugat, termasuk
sebagian dari sertifikat yang diterbitkan Turut Tergugat diatas lahan yang
dikelola Penggugat dan telah dirampas Tergugat II dan diserahkan kepada
Tergugat III secara semena-mena. Dengan demikian mohon Majelis hakim
perkara ini menyatakan turut Tergugat tunduk dan mentaati putusan dalam
perkara ini ;
Berdasarkan hal-hal yang Penggugat kemukakan diatas mohon Majelis Hakim
yang memeriksa dan mengadili perkara ini kiranya berkenan memutuskan
sebagai berikut :
DALAM PROVISI ;
1. Menyatakan dan menetapkan sebelum perkara ini memperoleh putusan
yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap, surat yang dikeluarkan
Menteri Lingkungan hidup dan Kehutanan RI No. S.174/MenLhk-II/2015
tanggal 21 April 2015 Perihal Penghentian Pelayanan oleh Gubernur
Sumatera Utara dan Bupati Tapanuli Selatan kepada Penggugat dan
Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor S.13/Menlhk-
Set.Jen/RHS/2015, tanggal 25 Juni 2015, yang ditujukan kepada Ketua
Umum GAPKI yang berkaitan dengan pengelolaan dan pembudidayaan
perkebunan kelapa sawit yang dikelola Penggugat berdasarkan hak
tradisional masyarakat adat secara turun temurun dan hak pemilikan
berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) berada dalam status quo ;
2. Pernyataan bahwa Penggugat berhak untuk meneruskan pengelolaan
perkebunan kelapa sawit dan menjual/ menerima hasil dari kebun
kelapa sawit dimaksud tanpa ada gangguan dari pihak manapun
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 21 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
juga termasuk dari Para Tergugat, terhitung sejak dibacakan
Putusan Provisi atau setidak-tidaknya dalam waktu 14 hari setelah
adanya pembacaan putusan Provisi ini bila Tergugat I tidak
melaksanakannya secara sukarela, maka Pengadilan berdasarkan
Putusan ini telah memberikan hak secara serta merta kepada
Penggugat untuk meneruskan kembali mengelola dan menguasai
lahan perkebunan kelapa sawit dimaksud sehingga tidak
diperlukan acara penyerahan dari Tergugat I, serta menjual
hasil pengelolaannya serta menerima hasil penjualannya sebagai pihak
yang berhak ;
3. Menyatakan surat Menteri Lingkungan hidup dan Kehutanan RI No.
S.174/MenLhk-II/2015 tanggal 21 April 2015 Perihal Penghentian
Pelayanan oleh Gubernur Sumatera Utara dan Bupati Tapanuli Selatan
kepada Penggugat dan Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Nomor S.13/Menlhk-Set.Jen/RHS/2015, tanggal 25 Juni 2015, yang
ditujukan kepada Ketua Umum GAPKI, tidak sah dan tidak memiliki
kekuatan hukum mengikat (buiten effct), karena melanggar konstitusi
sebagaimana dimuat dalam pembukaan UUD-1945 tentang tujuan
dibentuknya NKRI adalah untuk melindungi segenap bangsa ;
4. Memerintahkan Tergugat I, II dan III serta Turut Tergugat untuk tidak
menghalangi Penggugat mengelola dan membudidayakan Perkebunan
Kelapa Sawit yang dikelola Penggugat berdasarkan hak tradisional
masyarakat adat secara turun menurun dan hak kepemilikan
berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) ;
5. Menyatakan Putusan Provisi berlaku sejak dibacakan atau setidak-
tidaknya dalam waktu 14 hari setelah adanya pembacaan putusan Provisi
ini bila Tergugat I, II, III lalai atau tidak melaksanakannya secara sukarela,
maka Pengadilan berdasarkan Putusan ini telah memberikan hak secara
serta merta kepada Penggugat untuk meneruskan kembali mengelola dan
menguasai perkebunan kelapa sawit (PKS) dimaksud sehingga tidak
diperlukan acara penyerahan dari Tergugat II atau dari pihak manapun
juga, serta menjual hasil pengelolaannya serta menerima hasil
penjualannya sebagai pihak yang berhak ;
DALAM POKOK PERKARA :
1. Menerima dan mengabulkan gugatan Para Penggugat seluruhnya ;
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 22 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
2. Menyatakan Perbuatan Para Tergugat merupakan perbuatan melawan
hukum (Onrechtmatige Daad) ;
3. Menyatakan sah dan berharga sita yang diletakan diatas objek sengketa ;
4. Menyatakan sah dan berharga putusan provisi tentang pernyataan Hakim
bahwa :
a. Menyatakan dan menetapkan bahwa sebelum perkara ini memperoleh
putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, surat yang
dikeluarkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI No.
No.S.174/MenLhk-II/2015 tanggal 21 April 2015 perihal Penghentian
Pelayanan oleh Gubernur Sumatera Utara dan Bupati Padang Lawas
Selatan, Bupati Padang Lawas Utara, dan Bupati Tapanuli Selatan,
kepada Penggugat, dan Surat Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan No.S.13/Menlhk-Set.Jen/RHS/2015, tanggal 25 Juni
2015, yang ditujukan kepada Ketua Umum GAPKI yang berkaitan
dengan pengelolaan dan pembudidayaan perkebunan kelapa sawit
yang dikelola Penggugat berdasarkan hak tradisional masyarakat
adat secara turun temurun dan hak kepemilikan berdasarkan
Sertifikat Hak Milik (SHM) berada dalam status quo ;
b. Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI No.
No.S.174/MenLhk-II/2015 tanggal 21 April 2015 perihal Penghentian
Pelayanan oleh Gubernur Sumatera Utara dan Bupati Padang Lawas
Selatan, Bupati Padang Lawas Utara, dan Bupati Tapanuli Selatan,
kepada Penggugat, dan Surat Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan No.S.13/Menlhk-Set.Jen/RHS/2015, tanggal 25 Juni 2015,
yang ditujukan kepada Ketua Umum GAPKI sebagai tidak sah dan
tidak memiliki kekuatan hukum mengikat (buiten effect) ;
c. Kehabsahan hak Penggugat untuk meneruskan pengelolaan
perkebunan kelapa sawit dan menjual/ menerima hasil dari kebun
kelapa sawit dimaksd tanpa ada gangguan dari pihak manapun juga
termasuk dari Para Tergugat, terhitung sejak dibacakan Putusan
Provisi atau setidak-tidaknya dalam waktu 14 hari setelah adanya
pembacaan putusan provisi ini bila Tergugat I tidak
melaksanakannya secara sukarela, maka Pengadilan berdasarkan
Putusan ini telah memberikan hak secara serta merta kepada
Penggugat untuk meneruskan kembali mengelola dan menguasai
lahan perkebunan kelapa sawit dimaksud sehingga tidak diperlukan
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 23 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
acara penyerahan dari Tergugat I, serta menjual hasil
pengelolaannya serta menerima hasil penjualan sebagai pihak yang
berhak ;
5. Menyatakan Gouvernement Besluit (G.B) No.50 tanggal 25 Juni 1924 yang
tidak pernah ada aslinya dan tidak terdaftar dalam staatsblad Hindia
Belanda Tahun 1924, tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk
penetapan kawasan hutan di Padang Lawas ;
6. Menyatakan bahwa Penggugat mengelola Perkebunan Kelapa Sawit di
areal Padang Lawas berdasarkan hak-hak tradisonil yang turun temurun
seluruhnya 23.000 ha, yang sebagian lahan tersebut sudah bersertifikat Hak
Milik yang diakui oleh Pasal 18B Ayat (2) UUD 1945 jo Pasal 3 UUPA Tahun
1960 adalah sah menurut hukum ;
7. Menyatakan bahwa kegiatan yang dilakukan Penggugat bukan di lokasi
yang di-sebutkan dalam Dakwaan maupun Putusan Pidana
No.2642K/PID/2006 tanggal 12 Pebruari 2007 jo Putusan
No.39PK/PID.SUS/2007, Tanggal 16 Juni 2008 ;
8. Menyatakan bahwa amar putusan Pidana No. 481/PID.B/2006/PN.JKT. PST
tanggal 28 Juni 2006 Jo Putusan PT.DKI Jakarta No.
194/Pid/2006/PT.DKI tanggal 11 Oktober 2006 Jo Putusan MA.RI No.
2642K/PID/2006 tanggal 12 Pebruari 2007 jo Putusan
No.39PK/Pid.Sus/2007 tanggal 16 Juni 2008 yang bunyinya “merampas
barang bukti” berupa Perkebunan Kelapa Sawit di kawasan hutan Padang
Lawas seluas ± 23.000 ha yang dikuasai oleh KPKS Bukit Harapan dan
PT.Torganda beserta seluruh bangunan yang ada diatasnya, dan
Perkebunan Kelapa Sawit dikawasan hutan Padang Lawas seluas ± 24.000
ha yang dikuasai oleh Koperasi PARSUB dan PT.Torus Ganda beserta
seluruh bangunan yang ada diatasnya, dirampas untuk Negara, adalah
amar putusan yang tidak sah dan batal demi hukum serta tidak dapat
dieksekusi (non executable) ;
9. Menyatakan Perkebunan Kelapa Sawit dikawasan hutan Padang Lawas
seluas + 23.000 ha beserta seluruh bangunan yang ada diatasnya, adalah
hak Penggugat yang sah ;
10. Menyatakan Berita Acara Eksekusi yang dilakukan Tergugat II tanggal 26
Agustus 2009 yang diserahkan kepada Tergugat III tidak sah dan tidak
berharga karena bertentangan dengan hukum ;
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 24 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
11. Menyatakan sah menurut hukum, Penggugat mengelola dan
membudidayakan Perkebunan Kelapa Sawit yang menjadi haknya termasuk
untuk menjual hasil perkebunan dan menerima hasil penjualannya sesuai
dengan putusan Peninjauan Kembali Peradilan TUN No.06.PK/TUN/2008,
tanggal 05 Mei 2008 Jo Pasal 116 ayat (2) UU Nomor 51 Tahun 2009
tentang Perubahan Kedua atas UU No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan
TUN jo Pasal 97 ayat (9) huruf a UU No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan
TUN ;
12. Menyatakan tidak sah, dan tidak berharga Berita Acara Eksekusi tanggal
26 Agustus 2009 yang dibuat Tergugat II dan Tergugat III ;
13. Menghukum Tergugat I, II, III dan Turut Tergugat untuk tidak menghalangi
Penggugat mengelola dan membudidayakan Perkebunan Kelapa Sawit
berdasarkan hak tradisional masyarakat adat secara turun temurun dan hak
kepemilikan berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) ;
14. Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar ganti-rugi
materiil kepada Penggugat sebesar Rp.920.000.000.000,-(Sembilan ratus
dua puluh milyar rupiah) secara tunai dan ganti-rugi immaterill sebesar
Rp.1.000.000.000.000,-(satu triliun rupiah) ;
15. Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar uang
paksa (dwangsom) Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) setiap hari, akibat
keterlambatan/ lalai melaksanakan atau mematuhi putusan ini, terhitung
sejak putusan ini mempunyai kekuatan hukum yang pasti ;
16. Menyatakan Putusan dalam perkara ini dapat dilaksanakan lebih dahulu
walaupun ada banding maupun kasasi (uitvoerbaar bij voorraad) ;
17. Menyatakan turut Tergugat tunduk dan taat terhadap putusan ini ;
18. Menghukum Para Tergugat untuk membayar biaya yang timbul dalam
perkara ini ;
Apabila yang mulia Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini
berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (Ex Aequo Et Bono) .
Membaca jawaban Tergugat I terhadap gugatan Penggugat tersebut
yang pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
I. . DALAM EKSEPSI
1. Pengadilan Negeri Padangsidimpuan tidak Berwenang untuk Memeriksa dan Mengadili Perkara a quo (Kompetensi Absolut)
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 25 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
Penggugat dalam Petitum memori gugatnya pada angka 4 huruf (a)
halaman 24 mengajukan permohonan kepada majelis hakim a quo untuk
menyatakan tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat (buiten
effect) Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehuatan RI No. S.174/Menlhk-
II/2015 tanggal 21 April 2015 perihal Penghentian Pelayanan oleh Gubernur
Sumatera Utara dan Bupati Padang Lawas Selatan dan Bupati Tapanuli
Selatan kepada KPKS bukit Harapan, PT. Torganda, Koperasi Parsadaan
Masyarakat Ujung Batu (Parsub) serta PT. Torus Ganda dan Surat Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. S.13/Menlhk-Set.Jen/RHS/2015
tanggal 25 Juni 2015 perihal pemberitahuan putusan MA Nomor : 2642
K/Pid/2006 tentang Register 40 Padang Lawas yang ditujukan kepada ketua
GAPKI .
Terhadap petitum Penggugat tersebut, Tergugat I tanggapi sebagai berikut :
a. Berdasarkan ketentuan Pasal 53 Ayat (1) Undang-Undang Nomor : 5
Tahun 1986 jo. Undang-undang Nomor : 9 Tahun 2004 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara diatur bahwa : “Seseorang atau badan
hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu
Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis
kepada Pengadilan yang berwenang berisi tuntutan agar Keputusan
Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak
sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitas” .
b. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Angka 9 Undang-undang Nomor : 51
Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-undang Nomor : 5
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara diatur bahwa :
“Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang
dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi
tindakan hukumTata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual dan final, yang
menimbulakan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum
perdata” .
c. Bahwa Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehuatan RI No.
S.174/Menlhk-II/2015 tanggal 21 April 2015 perihal Penghentian
Pelayanan oleh Gubernur Sumatera Utara dan Bupati Padang Lawas
Selatan dan Bupati Tapanuli Selatan kepada KPKS bukit Harapan, PT.
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 26 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
Torganda, Koperasi Parsadaan Masyarakat Ujung Batu (Parsub) serta
PT. Torus Ganda dan Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
No. S.13/Menlhk-Set.Jen/RHS/2015 tanggal 25 Juni 2015 perihal
pemberitahuan putusan MA Nomor : 2642 K/Pid/2006 tentang Register
40 Padang Lawas merupakan penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh
Pejabat Tata Usaha Negara dalam hal ini Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (Tergugat I), yang bersifat :
Konkret, karena keputusan tersebut berisi Penghentian Pelayanan oleh
Gubernur Sumatera Utara dan Bupati Padang Lawas Selatan dan Bupati
Tapanuli Selatan kepada koperasi Parsadaan Masyarakat Ujung Batu
(Parsub).
Individual, karena Keputusan TUN tersebut ditujukan kepada pihak
tertentu
dhi. Ketua GAPKI.
Final, karena Keputusan tersebut sudah memiliki akibat hukum untuk
dilaksanakan, yaitu GAPKI berhak untuk tidak menerima hasil
perkebunan yang berasal dari pihak lain harus menghormati Keputusan
tersebut (erga omnes).
Berdasarkan uraian tersebut diatas, karena Petitum Penggugat berisi
permohonan kepada Majelis Hakim untuk menyatakan tidak sah Surat
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehuatan RI No. S.174/Menlhk-II/2015
tanggal 21 April 2015 dan Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
No. S.13/Menlhk-Set.Jen/RHS/2015 tanggal 25 Juni 2015 yang merupakan
Keputusan Tata Usaha Negara, maka yang berwenang untuk memutuskan
dan mengadili adalah badan peradilan Tata Usaha Negara, sehingga
Pengadilan Negeri Padangsidimpuan tidak berwenang untuk memeriksa
dan mengadili perkara a quo (kompetensi absolute) ;
Dengan demikian cukup beralasan bagi majelis Hakim a quo untuk
menjatuhkan putusan sela dengan menyatakan gugatan tidak dapat
diterima (niet onvantkelijke verklaard) ;
2. Penggugat Tidak Mempunyai Kekuatan Hukum
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 27 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
Dalil Penggugat angka 6 halaman 5 s/d 6 yang intinya menyatakan bahwa
Penggugat sangat mempunyai kepentingan hukum langsung dalam gugatan
ini adalah dalil yang tidak beralasan hukum, dengan alasan :
a. Azas dasar dalam hukum acara Perdata adalah azas point d’interet point
d’action, yang berarti bahwa barangsiapa yang mempunyai kepentingan
dapat mengajukan gugatan ;
b. Dalam perkara a quo, Penggugat mendalilkan mengenai putusan
tanggal 28 Juni 2006 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor :
194/Pid/2006/PT.DKI tanggal 11 Oktober 2006 jo. Putusan Mahkamah
Agung Nomor : 2642 K/Pid/2006 tanggal 12 Pebruari 2007 jo. Putusan
Mahkamah Nomor : 39 PK/Pid.Susu/2007 tanggal 26 Juni 2008 ;
c. Bahwa dalam putusan tersebut huruf b di atas, yang telah berkekuatan
hukum tetap (Inkracht van gewijsde), Darianus Lungguk Sitorus
dinyatakan secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana mengerjakan dan menduduki kawasan hutan secara tidak sah
yang dilakukan secara bersama-sama dan dalam bentuk sebagai
perbuatan berlanjut ;
d. Selanjutnya dalam putusan tersebut dinyatakan barang bukti yang disita
berupa :
- Perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan Padang Lawas seluas +
23.000 hektar yang dikuasai oleh KPKS Bukit Harapan dan PT.
Torganda beserta seluruh bangunan yang ada di atasnya ;
- Perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan Padang Lawas seluas +
24.000 hektar yang dikuasai oleh Koperasi Parsub dan PT. Torus
Ganda beserta seluruh bangunan yang ada di atasnya.
Dirampas untuk Negara dalam hal ini Departemen Keuangan;
e. Bahwa terhadap perkebunan sebagaimana butir d di atas, telah
dilakukan eksekusi administrasi oleh Kejaksaan Tinggi Medan sesuai
Berita Acara tanggal 26 Agustus 2009 ;
f. Bahwa meskipun sudah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap
(inkracht van gewijsde), Penggugat secara melawan hukum masih
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 28 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
menguasai objek perkara dimaksud, yang sebenarnya di rampas dan di
kelola oleh Negara ;
Dengan demikian, maka Penggugat tidak mempunyai kepentingan
hukum untuk mengajukan gugatan a quo, sehingga cukup alasan bagi
Majelis Hakim a quo untuk menjatuhkan Putusan sela dengan
menyatakan gugatan tidak dapat diterima (Niet ontankelijke verklaard) ; II. DALAM POKOK PERKARA ;
1. Segala uraian yang terdapat dalam pokok perkara ini merupakan satu
kesatuan dengan eksepsi yang telah di sampaikan di atas ;
2. Bahwa tanah sengketa a quo merupakan adalah Kawasan Hutan
Register 40 Padang Lawas berdasarkan :
1) Putusan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap
(Inkracht van gewijsde) Nomor : 2642/Pid/2006 tanggal 12
Februari 2007 ;
2) Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.579/Menhut-II/2014
Tentang Kawasan Hutan Provinsi Sumatera Utara ;
3. Dalil Penggugat angka 2 s/d 3 Halaman 2 yang intinya menyatakan
bahwa atas tanah objek sengketa a quo telah diadakan kerjasama
pengelolaan perkebunan Kelapa Sawit antara Koperasi Parsadaan
Masyarakat Ujung Batu (Parsub) dengan PT. Torus Ganda atas lahan
seluas 23.000 Ha yang berada di Kecamatan Simangambat (Dahulu
Kecamatan Barumun Tengah) yang bukan merupakan kawasan hutan,
adalah dalil yang tidak berdasar hukum dengan alasan ;
a. Bahwa tanah objek sengketa merupakan kawasan hutan
sebagaimana uraian angka 2 di atas ;
b. Berdasarkan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, salah satu syarat
sahnya suatu perjanjian adalah adanya kausa yang halal ;
c. Bahwa karena obejk perjanjian merupakan kawasan hutan
Register 40 Padang Lawas yang belum memperoleh izin dari
Tergugat I sesuai kewenangannya berdasarkan ketentuan Pasal 4
Ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
kehutanan yaitu Undang-udang Nomor : 41 tahun 1999 tentang
Kehutanan yaitu “Mengatur dan menetapkan hubungan-
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 29 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
hubungan hukum antara orang dengan hutan, serta mengatur
perbuatan-perbutan hukum mengenai kehutaan” maka kausa
perjanjian kerjasama pengelolaan perkebunan Kelapa Sawit
antara Koperasi Parsadaan Masyarakat Ujung Batu (Parsub)
dengan PT. Torus Ganda atas lahan seluas 23.000 ha adalah
tidak halal .
d. Bahwa oleh karena causa (objek) yang diperjanjikan adalah tidak
halal/tidak sah maka perjanjian tersebut adalah batal demi hukm
(Vanrechtswegw Nietig), sehingga dianggap tidak benar ada .
Dengan demikian dalil Penggugat tidak berdasarkan hukum dan
harus ditolak .
4. Dalil Penggugat Angka 5 Halaman 2 yang intinya menyatakan bahwa
para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum sehingga
mengganggu kegiatan perkebutan Penggugat adalah tidak berdasar
hukum dengan alasan :
a. Bahwa tanah objek sengketa merupakan kawasan hutan
sebagaimana uraian angka 2 diatas ;
b. Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan
hukum tetap (inkracht van gewijsde) Nomor : 2642 K/Pid/2006
tanggal 12 Pebrurai 2007 tanah objek sengketa telah dijadikan
sebagai kawasan hutan dan dirampas oleh Negara untuk diserahkan
kepada Departement Kehutanan ;
Dengan demikian tidak terdapat unsure perbuatan melawan hukum pada
diri Para Tergugat, sehingga dalil Penggugat tidak beralasan hukum dan
harus di tolak ;
5. Dalil Penggugat angka 13 halaman 6, angka 19 Halaman 9, Angka 27
Halaman 12 yang intinya menyatakan Para Tergugat telah melakukan
perbuatan melawan hukum yaitu melanggar Pasal 15, Putusan
Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor : 45/PUU-IX/2011 tanggal 21 Pebruari
2012 dan Putusan MK Nomor : 35/PUU-X/2012, tanggal 16 Mei 2013
adalah dalil yang tidak beralasan hukum dengan alasan :
a. Berdasarkan pertimbangan Hukum Majelis Mahkamah Konstitusi
pada angka 3.14 Putusan Nomor : 45/PUU-IX/2011 tanggal 21
Februari 2012, dinyatakan “Bahwa meskipun Pasal 1 angka 3 dan
Pasal 81 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 30 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
sebagaimana telah di ubah dengan Undang-Undang Nomor : 19
Tahun 2004, mempergunakan frasa “ditujukan atau ditetapkan”
dalam Pasal 81 Tetap sah dan mengikat”.
b. Berdasarkan ketentuan Pasal 47 Undang-Undang Nomor: 24 Tahun
2003 tentang Mahkamah Konstitusi diatur bahwa Putusan Mahkamah
Konstitusi merupakan kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan
dalam sidang pleno terbuka untuk umum. Dalam putusan Mahkamah
Konstitusi tersebut tanggal 21 Pebruari 2012.
Dalam hukum tata Negara, keberlakuan suatu peraturan perundang-
undangan didasarkan pada asa proaktif, artinya berlakunya untuk
jangka waktu ke depan dan tidak retroaktif/ kebelakang.
c. Bahwa tempus delicti tindak pidana kehutanan atas nama Darianus
Lungguk Sitorus dan Putusan Mahkamah Agung Nomor : 2642
K/Pid/2006 tanggal 12 Pebruari 2007 adalah sebelum diucapkannya
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 45/PUU-IX/2011 tanggal 21
Pebruari 2012.
Berdasarkan uraian tersebut huruf a s/d c di atas, maka GB dan
Keputusan Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 923/Kpts/UM/12/1982
tanggal 27 Desember 1982 tentang Penunjukan Areal Hutan di Wilayah
Provinsi Dati I Sumatera Utara Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK)
dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.44/Menhut-II/2005
tanggal 16 Pebruari 2005 yang telah menunjuk Register 40 Padang
Lawas sebagai kawasan hutan adalah sah dan mempunyai kekuatan
hukum mengikat.
d. Terkait Putusan MK Nomor : 35/PUU-X/2012, tanggal 16 Mei 2013,
Mahkamah Konstitusi tidak mengabulkan permohonan pembatalan
Pasal 67 Undang-Undang Nomor : 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan. Dengan demikian quod non Penggugat adalah
masyarakat adat, maka pengukuhan keberadaannya harus
ditetapkan dengan peraturan daerah. Fakta hukumnya Penggugat
tidak dapat menunjukkan Paraturan Daerah yang mengukuhkan
keberadaan Penggugat sebagai masyarakat adat.
Dengan demikian tidak terdapat perbuatan melawan hukum pada diri
Para Tergugat, sehingga gugatan Penggugat harus dinyatakan ditolak.
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 31 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
6. Dalil Penggugat angka 33 dan 35 halaman 18 dan 20 yang intinya
menyatakan Tergugat I telah melakukan perbuatan melawan hukum
dengan Mengeluarkan Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehuatan RI
No. S.174/Menlhk-II/2015 tanggal 21 April 2015 perihal Penghentian
Pelayanan oleh Gubernur Sumatera Utara dan Bupati Padang Lawas
Selatan dan Bupati Tapanuli Selatan kepada KPKS bukit Harapan, PT.
Torganda, Koperasi Parsadaan Masyarakat Ujung Batu (Parsub) serta
PT. Torus Ganda dan Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
No. S.13/Menlhk-Set.Jen/RHS/2015 tanggal 25 Juni 2015 perihal
pemberitahuan putusan MA Nomor : 2642 K/Pid/2006 tentang Register
40 Padang Lawas adalah dalil yang tidak berdasarkan hukum dengan
alasan :
a. Bahwa dalam putusan Putusan MA Nomor : 2642 K/Pid/2006
tabggal 12 Pebruari 2007 di atas, yang telah berkekuatan hukum
tetap (inkracht van gewijsde), Darianus Lungguk Sitorus dinyatakan
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
melakukan tindak pidana mengerjakan dan menduduki kawasan
hutan secara tidak sah yang dilakukan secara bersama-sama dan
dalam bentuk sebagai perbuatan berlanjut .
b. Selanjutnya dalam putusan tersebut dinyatakan barang bukti yang
disita berupa :
- Perkebunan kelapa sawit di kawasna hutan Padang Lawas seluas
+ 23.000 hektar yang dikuasai oleh KPKS Bukit Harapan dan
PT. Torganda beserta seluruh bangunan yang ada di atasnya ;
- Perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan Padangf Lawas
seluas + 24.000 hektar yang dikuasai oleh Koperasi Parsub dan
PT. Torus Ganda beserta seluruh bangunan yang ada di
atasnya.
Dirampas untuk Negara dalam hal ini Departemen Keuangan ;
c. Berdasarkan Berita Acara Penyerahan Barang Bukti Rampasan
tanggal 26 Agustus 2009, telah dilaksanakan pelaksanaan putusan
MA Nomor : 2642 K/Pid/2006 tanggal 12 Pebruari 2007 ;
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 32 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
d. Bahwa sampai saat ini KPKS Bukit Harapan, PT. Torus Ganda, PT.
Torganda, Koperasi Parsub (Penggugat) tetap berada di tanah
objek sengketa dan menguasai objek perkara tersebut serta
memanen hasilnya yang seharusnya menjadi hak Negara ;
e. Dalam rangka pelaksanaan putusan dan agar pihak-pihak yang
terkait dalam putusan pidana dapat segera menyerahkan objek
perkara tersebut, maka dilakukan berbagai upaya yang antara lain
berupa Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehuatan RI No.
S.174/Menlhk-II/2015 tanggal 21 April 2015 dan Surat Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. S.13/Menlhk-
Set.Jen/RHS/2015 tanggal 25 Juni 2015.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka Tergugat I tidak melakukan
perbuatan melawan hukum, sehingga dalil Penggugat harus ditolak.
7. Dalil Penggugat dalam memori Gugatannya angka 37 halaman 21
berkaitan dengan ganti rugi yang harus dibayar Tergugat I kepada
Penggugat sebesar Rp.1.000.000.000.000,- (satu triliun rupiah) adalah
tidak beralasan hukum yang dilakukan Tergugat I yang menimbulkan
kerugian bagi Penggugat, tuntutan ganti rugi yang di ajukan oleh
Penggugat a quo juiga tidak di dukung dengan suatu perincian dan
dasar hukum yang jelas, sehingga sudah sepatutnya di tolak, karena
berdasarkan Yiriprudensi Mahkamah Agung Tanggal 18 Desember 1970
Nomor 492 K/Sip/1970 dan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1720
K/Pdt/1986 tanggal 18 Agustus 1988 dengan tegas dinyatakan bahwa
“Setiap tuntutan ganti rugi harus disertai perincian kerugian dalam
bentuk apa yang menjadi dasar tuntutannya Tanpa perincian dimaksud
maka tuntutan ganti rugi harus dinyatakan tidak dapat diterima karena
tuntutan tersebut tidak jelas/tidak sempurna ;
8. Petitum Penggugat angka 5 halaman 28 yang intinya menyatakan
putusan dalam perkara ini dapat dilaksanakan lebih dahulu walaupun
ada banding/ menjatuhkan putusan serta merta (uitvoerbaar bij voorraad)
adalah tidak berdasar hukum karena tidak memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Mahkamah Agung RI
Nomor : 03 Tahun 2000 tentang Putusan Serta Merta (uitvoerbaar bij
vorraad) dan provisional yaitu tidak terdapat gugatan provisional yang di
kabulkan dan gugatan tidak didasarkan pada putusan yang telah
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 33 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
memperoleh hukum tetap yang mempunyai hubungan dengan pokok
gugatan a quo. Di samping itu untuk dapat di kabulkannya putusan serta
merta harus memenuhi syarat antara lain :
a. Memenuhi Pasal 191 ayat (1) RBg.
b. Adanya pemberian jaminan yang nilainya sama dengan nilai
barang/obyek eksekusi. Sehingga tidak menimbulkan kerugian pada
pihak lain, apabila ternyata di kemudian hari dijatuhkan putusan yang
membatalkan putusan tingkat pertama.
Atas dasar SEMA tersebut diatas jeas bahwa permohonan putusan
serta merta yang di ajukan Penggugat tidak memenuhi syarat-syarat
yang telah di tentukan, sehingga harus ditolak.
II. DALAM REKONVENSI
a. Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan
hukum tetap (inkracht van gewijsde) Nomor : 2642 K/Pid/2006 tanggal
12 Pebruari 2007 tanah objek sengketa telah dinyatakan sebagai
kawasan hutan dan dirampas oleh Nagara untuk diserahkan kepada
Departemen Kehutanan .
b. Bahwa sampai saat ini KPKS Bukit Harapan, PT. Torus Ganda,
PT.Torganda Koperasi Parsub (Penggugat) tetap berada di tanah objek
sengketa dan menguasai objek perkara tersebut serta memanen
hasilnya yang seharusnya menjadi hak Negara .
c. Bahwa perbuatan Penggugat tidak melaksanakan putusan
Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap telah menimbulkan
kerugian Negara;
d. Selanjutnya Tergugat/Penggugat Rekonvensi mohon kepada Majelis
Hakim untuk menghukum Penggugat/Tergugat Rekonvensi untuk
membayar kerugian Negara sebesar Rp.409.689.000.000,- (empat
ratus sembilan milyar enam ratus delapan puluh sembilan juta
rupiah) .
Dari uraian yang terdapat baik dalam eksepsi dan pokok perkara, Maka
selanjutnya Tergugat I mohon dengan hormat kepada Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Padangsidimpuan yang memeriksa dan mengadili perkara
a quo untuk memutus sebagai berikut :
I. Dalam Eksepsi
a. Menerima Eksepsi Tergugat I ;
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 34 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
b. Menyatakan Pengadilan Negeri Padangsidimpuan tidak berwenang
untuk memeriksa dan mengadili perkara a quo (Kompetensi Absolut)
c. Menyatakan Penggugat tidak mempunyai Kepentingan Hukum ;
d. Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima ;
II. Dalam Rekonvensi
Mengabulkan gugatan Tergugat/Penggugat Rekonvensi
III. Dalam Pokok Perkara
a. Menolak seluruh gugatan Penggugat ;
b. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya-biaya dan ongkos
perkara.
Bila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex
aequo et bono) .
Menimbang, bahwa terhadap surat gugatan Penggugat tersebut,
Tergugat III melalui Kuasanya telah mengajukan jawabannya yang Majelis
Hakim terima pada sidang tanggal 26 April 2016, yang pada pokoknya
adalah sebagai berikut :
I. DALAM EKSEPSI
1. Eksepsi tentang Penggugat Tidak Memiliki Legal Standing
- Bahwa berdasarkan Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia di kenal
Subjek Hukum baik orang maupun Badan Hukum ;
- Bahwa dalam Surat Gugatan Penggugat tertanggal 30 Desember 2015
yang menjadi Penggugat adalah Koperasi Perkebunan Kelapa Sawit
Bukit Harapan (“KPKS Bukit Harapan”) yang subjek hukumnya adalah
Badan Usaha, seharusnya menurut Hukum Acara Perdata yang berlaku
Penggugat sebagai Badan Hukum diperantarai atau diwakili oleh
Pengurusannya ;
- Bahwa oleh karena Penggugat selaku Badan Hukum di dalam
memajukan gugatan ini tidak diperantarai/diwakili oleh organ pengurus
Koperasi PARSUB dengan demikian Penggugat jelas telah melanggar
ketentuan syarat formil suatu Gugatan dan oleh karena itu dimohonkan
agar Majelis Hakim dalam Perkara Perdata ini menyatakan Gugatan
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 35 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
Penggugat ditolak atau sebaik-baiknya menyatakan Gugatan Penggugat
tidak dapat diterima (Niet onvantkelijke verklaard).
2. Eksepsi Tentang Gugatan Kabur dan Tidak Jelas (Obscuur Libels).
2.1. Posita Gugatan Tidak Jelas Data Juridis Dan Data Fisiknya,
Karena Tidak Dicantumkan Secara Jelas Apa Dasar Hukum Dan
Alas Haknya, Siapa Pemiliknya, Berapa Luas, Ukurannya Serta
Batasannya .
- Bahwa didalam dalil Posita dan dalil Petitum gugatan Penggugat
tertanggal 24 Nopember 2015, Penggugat mengaku
mempunyai areal di Padang Lawas yang seluruhnya seluas ±
23.000 Ha dan sebagian dari lahan tersebut sudah ada yang
bersertifikat Hak Milik;
- Bahwa akan tetapi untuk mendukung dalil gugatan Penggugat
tersebut, Penggugat tidak secara jelas menyebutkan siapa
nama-nama anggota KPKS Bukit Harapan yang sudah memiliki
Sertifikat Hak Milik dari sebagian lahan seluas ± 23.000 Ha
tersebut, berapa luas dari masing-masing yang sudah
bersertifikat hak milik ;
- Bahwa berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor : 767
PK/PDT/2011 pada halaman 25 menyatakan “bahwa
berdasarkan surat pernyataan pelepasan hak dari Para
Pelawan (Baginda Partomuan Hasibuan, dkk selaku Anggota
KPKS Bukit Harapan) tanggal 30 September 1998
No.323/L/1998 yang dilegalisasi oleh Setiawati.,SH (Notaris) jo.
Akta No. 15 tanggal 30 September 1998 berupa pelepasan
hak kepada D.L. Sitorus, karenanya tanah tersebut bukan lagi
milik Para Pelawan”.
- Bahwa Penggugat dalam perubahan gugatannya halaman 2 point
“2” menyatakan bahwa letak perkebunan seluas + 23.000 Ha yang
dikelola Penggugat berdasarkan letak perkebunan seluas + 23.000
Ha yang dikelola Penggugat berdasarkan titik koordinat sebagai
berikut :
LU = 01o230370 s/d 01o230370
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 36 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
BT = 100o000 030 090 s/d 100o000 150 000
Berdasarkan titik koordinat yang menjadi dalil letak perkebunan
penggugat, maka luas perkebunan menjadi lebih luas yaitu seluas
+ 39.000 Ha.
- Bahwa sebagai Ilustrasi perkenankanlah Tergugat III menurunkan
Yudisprudensi tetap Mahkamah Agung RI, tertanggal 17 April 1979
No. 1149 K/Sip/1975, yang amar pertimbangan hukumnya
berbunyi sebagai berikut : “Karena dalam surat gugatan tidak
disebutkan dengan jelas letak/batas-batas tanah sengketa,
gugatan tidak dapat diterima“ ; 2.2. Dasar Hukum Dalil Gugatan Tidak Jelas
- Bahwa penggugat dalam posita gugatannya menyatakan bahwa tanah
tersebut berasal dari tanah ulayat masyarakat adat dengan tidak
mencantumkan peraturan perundang-undangan sebagai dasar hukum
pengukuhan keberatan masyarakat hukum adat, hal ini selaras dengan
putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012 tanggal 16 Mei 2013
tentang Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan Menjadi :
“ Pemerintah menetapkan status hutan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan hutan adat ditetapkan sepanjang menurut kenyataanya
masyarakat hukum adat yang bersangkutan masih ada dan diakui
keberadaannya “Dalam hal ini yang menetapkan status hukum adat
adalah Menteri Kehutanan sepanjang keberadaan masyarakat hukum
adat telah ditetapkan dalam peraturan Daerah.
Dan Pasal 67 ayat (2) Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang
kehutanan yang menyatakan bahwa:
“Pengukuhan keberadaan dan hapusnya masyarakat hukum adat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Peraturan
Daerah”
- Perkenaaan Tergugat III mengutip pertimbangan Hakim Agung pada
perkara pidana An. Terdakwa Darianus Lingguk Sitorus pada Putusan
Mahkamah Agung Nomor : 39 PK/Pid.Sus/2007 pada halaman 151 yang
menyatakan “Penguasaan hak ulayat (kalau masih ada) , kecuali
terbatas untuk keperluan anggota masyarakat hukum yang
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 37 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
bersangkutan, tidak dapat lagi secara bebas dipergunakan tanpa
diketahui oleh Negara melalui badan pemerintahan yang berwenang.
Bahwa sepanjang menyangkut hak perseorangan atas tanah, walaupun
dimanfaatkan oleh anggota masyarakat hukum yang bersangkutan, baru
akan sah apabila ditetapkan pemerintah seperti pemberian hak milik
atau hak perorangan lainnya. Kehadiran atau teori hak milik semata-
mata berdasarkan hukum adat tidak berlaku tanpa penguatan atau
penetapan peruntukan oleh yang berwenang seperti diatur dalam
Undang-Undang nomor 5 Tahun 1960. Dengan demikian, kalau ada
sejumlah orang yang mengaku penguasa adat, menyerahkan
penguasaan tanah dengan alasan sebagai hak ulayat sejak 1960 adalah
perbuatan melanggar hukum, karena semua tanah dan benda di atas
dan dibawahnya dikuasai Negara.
- Oleh karena Gugatan Penggugat yang tidak menjelaskan dasar apa dan
dari siapa Penggugat memperoleh haknya tersebut merupakan gugatan
yang tidak jelas dasar hukum dalil gugatannya Penggugat kabur dan
harus dinyatakan tidak diteriman (Niet Onvankelijke berklaard)
2.3. Gugatan penggugat antara Posiat dengan Petitum tidak saling mendukung.
- Bahwa dalam petitum Penggugat pada halaman 21 Point “18” yang
menyebutkan : “Menghukum Para Tergugat untuk membayar biaya yang
timbul dalam perkara ini”. Setelah diperlihatkan didalam posita Gugatan
Penggugat ternyata tidak ada diuraikan Penggugat tentang biaya
perkara harus dibebankan kepada Para Tergugat ;
- Bahwa begitu juga dengan petitum Penggugat halaman 20 Point “8”
yang menyatakan amar putusan pidana No.
481/Pid.B/2006/PN.JKT.PST tanggal 28 Juni 2006 Jo. Putusan PT. DKI
Jakarta No. 194/Pid/2006/PT.DKI tanggal 12 Februari 2007 jo. Putusan
MA RI Nomor : 39 PK/PID.SUS/2007 tanggal 16 Juni 2008 yang
bunyinya merampas barang bukti berupa perkebunan kelapa sawit
dikawasan hutan padang lawas seluas + 23.000 Ha yang dikuasai oleh
KPKS Bukit Harapan dan PT.TORGANDA beserta bangunan yang ada
diatasnya, dirampas untuk Negara adalah amar putusan yang tidak sah
dan batal demi hukum serta tidak dapat dieksekusi (non executable) ;
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 38 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
- Bahwa setelah diperhatikan dalam Posita Gugatan Penggugat ternyata
tidak ada diuraikan sebagaimana dalam Petitum Point “8” tersebut, lagi
petitum yang sangat aneh meminta sebagian amar Putusan dalam
Perkara Pidana yang sudah berkekuatan Hukum tetap dan telah
dilaksanakan eksekusinya untuk dinyatakan tidak sah dan batal demi
hukum dalam perkara perdata, bukanlah terhadap perkara yang sudah
berkekuatan hukum tetap dan dilaksanakan eksekusianya sudah selesai
atas perkara tersebut? Atau jika memohon putusan dibatalkan tentu
harus ditujukan kepada tingkatan Pengadilan diatas yang dimohonkan
putusan dibatalkan ;
- Bahwa dengan demikian jelas Petitum Penggugat membingungkan dan
sama sekali tidak mendukung oleh Posita Gugatan, menyebabkan
gugatan Penggugat menjadi kabur yang merupakan suatu alasan hukum
untuk menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (Niet
Onvankelijke verklaard) ;
3. Eksepsi Tentang Kurangnya Pihak (Plurium Litis Consortium)
- Bahwa Penggugat dalam dalil gugatannya pada :Halaman 2 Point “2”
Penggugat menyatakan bahwa Koperasi tersebut didirikan untuk tujuan
melakukan kegiatan mengelola/ pembudidayaan kebun-kebun kelapa
sawit diatas tanah / lahan kepunyaan masyarakat adat … dst, dan
sebahagian telah bersertifikat hak milik ;
Halaman 2 Point “3” penggugat mengakui bahwa dalam melaksanakan
kegiatan penggugat dibantu PT. TORGANDA sebagai pendamping
dalam hal pembinaaan teknik management dan modal ;
Halaman 13 Point “29” dimana Penggugat sudah mengetahui tentang
penyerahan barang rampasan berupa : Perkebunan kelapa sawit
dikawasan Padang Lawas seluas + 24.000 Ha yang dikuasai oleh
Koperasi PARSUB dan PT. TORUS GANDA beserta bangunan yang
ada diatasnya;
Bahwa di dalam perkara a quo Penggugat tidak menarik pihak-pihak lain
yaitu : PT. TORUS GANDA, PT. TORGANDA, Setiawati, SH., (Notaris),
Koperasi PARSUB dan Masyarakat yang memiliki sertifikat Hak Milik
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 39 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
yang sebenarnya memiliki hubungan hukum dengan tuntutan Penggugat
;
Bahwa oleh karena Gugatan Penggugat dalam perkara ini tidak
memenuhi syarat formil suatu Gugatan Perdata, dimana kurang pihak
sebagaimana yang diatur dalam Hukum Acara Perdata yang berlaku di
Indonesia yang memajukan Gugatan Perdata, maka dimohon kepada
Majelis Hakim dalam Perkara Perdata ini Menyatakan menolak gugatan
Penggugat atau setidak-tidaknya dinyatakan Gugatan Penggugat tidak
dapat diterima (Niet Onvankelijke Verklard)
II. DALAM PROVISI
Bahwa dalil gugatan Penggugat dalam Provisi dalam halaman 18 Point
“1” dan dalam Petitum halaman 19 Point 4 butir “b” yang mengajukan
permohonan kepada mejelis Hakim untuk menyatakan Surat Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI No. S.174/Menlhk-II/2015 tanggal
21 April 2015 perihal Penghentian Pelayanan oleh Gubernur Sumatera
Utara dan Bupati Padang Lawas Selatan dan Bupati Tapanuli Slatan
kepada Penggugat dan Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
No. S.13/Menlhk-Set.Jen/RHS/2015 tanggal 25 juni 2015 yang ditujukan
kepada ketua GAPKI tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum
mengikat (buiten effect) adalah merupakan kewenangan Pengadilan
Tata Usaha Negara (PTUN) untuk memeriksa dan mengadili
sebagaimana di atur dalam Pasa; 53 ayat (1) Undang-Undang No. 5
Tahun 1986 Jo. Undang-undang No. 9 Tahun 2004 tentang peradilan
Tata Usaha Negara yang menyatakan : “seseorang atau badan hukum
perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu keputusan
Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada
Pengadilan yang berwenang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha
Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah dengan
atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitasi”.
Bahwa Objek yang menjadi gugatan provisi adalah bentuk surat, maka
Peradilan yang berwenang untuk memeriksa dan mengadili Surat
diterbitkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.
S.174/Menlhk-II/2015 tanggal 21 April 2015 perihal Penghentian
Pelayanan Gubernur Sumatera Utara san Bupati Padang Lawas Selatan
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 40 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
dan Bupati Tapanuli Selatan kepada KPKS Bukit Harapan, PT. Torganda
dan Koperasi Parsadaan Masyarakat Ujung Batu (PARSUB) dan Surat
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.
S.13/Menlhk/Set.Jen/RHS/2015 tanggal 25 Juni 2015 perihal
Pemberitahuan Putusan MA RI No. : 2642 K/Pid/2006 tentang Register
40 Padang Lawas yang ditujukan kepada Ketua GAPKI adalah Peradilan
Tata Usaha Negara ;
Bahwa Surat-surat yang diterbitkan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan RI (ic. Tergugat I disebabkan karena Penggugat secara
melawan hukum masih menguasai objek perkara dalam hal ini barang
bukti yang disita berupa perkebunan kelapa sawit yang di dalam putusan
Mahkamah Agung Nomor : 2642 K/Pid/2006 diantaranya menyatakan
bahwa Perkebunan kelapa sawit di kawasan Hutan Padang Lawas
seluas + 23.000 Ha yang dikuasai oleh KPKS Bukit Harapan dan PT.
Torganda beserta Bangunan di atasnya dirampas untuk Negara dalam
hal ini Departemen Kehutanan.
Bahwa Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI (ic. Tergugat
I) bersifat konkrit karena nyata dibuat oleh Tergugat I dan berwujud
sebuah Surat No : S. 174/Menlhk-II/2015 tanggal 21 April 2015 perihal
Penghentian Pelayanan oleh Gubernut Sumatera Utara dan Bupati
Padang Lawas Selatan dan Bupati Tapanuli Selatan kepada Penggugat
dan sebuah surat No : 13/Menlhk.Set.Jen/RHS/2015 tanggal 25 juni
2015 perihal Pemberitahuan Putusan MA No. 2642 K/Pid/2006 tentang
Register 40 Padang Lawas yang ditujukan kepada Ketua GAPKI ;
Bahwa Surat-Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutnana RI (ic.
Tergugat I) sudah tidak pernah memerlukan persetujuan instansi lain
sehingga sudah memenuhi sifat defenitif serta sudah menimbulkan
akibat hukum ;
Bahwa yang dilakukan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutnana RI (ic.
Tergugat I) adalah penerbitan surat maka tindakan tersebut tetap
bersifat hukum publik bukan perdata sehingga Pengadilan Negeri
Padangsidimpuan tidak berwenang memeriksa dan mengadilinya ;
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 41 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
Bahwa tuntutan provisi pada point “2” dam “4” yang diajukan Penggugat
sudah mengenai materi pokok perkara yaitu ;
Point “2” : Pernyataan bahwa Penggugat berhak untuk meneruskan
pengelolaan perkebunan kelapa sawit dan menjual / menerima hasil dari
kebun kelapa sawit dimaksud tanpa ada gangguan … dst
Point “4” : Memerintahkan Tergugat I, II, III serta turut tergugat untuk
tidak menghalangi penggugat mengelola dan membudidayakan
perkebunan kelapa sawit yang dikelola pernggugat berdasarkan hak
masyarakat adat … dst
Bahwa menurut hukum acara perdata makna dari Putusan Provisi
adalah keputusan yang bersifat sementara yang berisikan tindakan
sementara menunggu putusan akhir mengenai pokok perkara dijatuhkan,
namun oleh karena Tuntutan Provisi tidak memenuhi syarat-syarat
sebagaimana ditentukan dalam pasal 191 ayat 1 Rbg/ 180 HIR Jis Surat
Edaran Mahkamah Agung RI No. 3 Tahun 2000, maka sangat berdasar
dan baralasan bagi yang mulia yang memeriksa dan mengadili perkara
ini untuk MENOLAK TUNTUTAN PROVISI PENGGUGAT ;
III. DALAM POKOK PERKARA
- Bahwa Tergugat III menyangkal dan menolak dengan tegas seluruh
dalil-dalil yang diajukan oleh Penggugat dalam gugatannya kecuali
sepanjang hal-hal yang diakui dengan tegas oleh Tergugat III didalam
jawaban tersebut ;
- Bahwa seluruh dalil-dalil dan alasan hukum yang diuraikan Tergugat III
dalam bahagian eksepsi di atas, secara mutatis mutandis merupakan
satu kesatuan dan menjadi dalil-dalil serta alasan-alasan hukum dalam
perkara ini serta tidak diulang lagi ;
- Bahwa Tergugat III dengan tegas membantah dan menolak dalil-dalil
gugatan Penggugat di dalam gugatannya pada halaman 22 Point “41”
yang pada pokoknya menyatakan Tergugat III melakukan perbuatan
melawan hukum karena Tergugat III ikut menandatangani Berita Acara
Penyerahan Barang Rampasan dan menerima penyerahan tanggal 26
Agustus 2009 ;
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 42 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
- Bahwa Tergugat III ikut menandatangai Berita Acara Penyerahan
Barang Rampasan dan menerima penyerahan tanggal 26 Agustus 2009
adalah untuk secara administrasi pelaksanaan proses eksekusi terhadap
Putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atas perkara
Pidana Nomor :481/PID.B/2006.PN.JKT.PST tanggal 28 Juni 2006 Jo.
Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 194/Pid/2006/PT.DKI tanggal 12
Pebruari 2007 jo. Putusan Mahkamah Agung RI No. 2642K/PID/2006
tanggal 12 Pebruari 2007 Jo. Putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 39
PK/PID.SUS/2007 tanggal 16 Juni 2008;
- Bahwa kedudukan Tergugat II adalah sebagai Jaksa yang berdasarkan
Ketentuan Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2004 Jo.
Pasal 54 ayat (1) Undang-undang 48 Tahun 2009 tentang Kekuatan
Kehakiman Mengatur bahwa : “Pelaksanaan putusan pengadilan dalam
perkara pidana dilakukan Jaksa” ;
- Bahwa oleh karena terhadap perkara pidana tersebut diatas telah
merubah kekuatan hukum tetap kemudian ditindak lanjuti Oleh Kepala
Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (ic. Tergugat II) dengan diterbitkan
surat perintah pelaksanaan putusan pengadilan No : Print-
223/N.2/Fuh.1/08/2009, tanggal 25 Agustus 2009 yang selanjutnya
dilaksanakan dengan pembuatan Berita Acara Penyerahan Barang
Rampasan dan menerima penyerahan tanggal 26 Agustus 2009 dari
Tergugat II kepada Tergugat III ;
- Bahwa kedudukan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara (ic.
Tergugat III) adalah merupakan perpanjangan tangan dari Gubernur
Sumatera Utara selaku SKPD (Satuan Kerja Perangkat Desa) ;
- Bahwa jelas dan nyata perbuatan Tergugat III ikut menandatangani
Berita Acara Penyerahan Barang Rampasan dan menerima penyerahan
yang dilakukan Tergugat II pada tanggal 26 Agustus 2009 adalah telah
sesuai dengan prosedur hukum dan sama sekali tidak bertentangan
dengan hukum ;
- Bahwa oleh karena perbuatan Tergugat III tidak bertentangan dengan
hukum sehingga tuntutan dalam provisi Penggugat untuk menghukum
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 43 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
Tergugat III untuk tidak menghalang-halangi Penggugat mengelola dan
membudidayakan perkebunan kelapa sawit yang dikelola Penggugat
dan begitu juga di dalam tuntutan petitum Penggugat untuk membayar
ganti rugi baik materil maupun immateril serta membayar uang paksa
secara tanggung rentang tidak berdasar dan tidak beralasan sema
sekali;
- Bahwa dalil-dalil yang dikemukakan oleh Tergugat III tersebut di atas
kiranya Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili Perkara A quo
berkenan memberi Putusan untuk menolak seluruh gugatan Penggugat,
dengan amar putusan sebagai berikut :
DALAM EKSEPSI
- Menerima Eksepsi Tergugat III untuk seluruhnya ;
- Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (Niet onvantkelijke
verklaard)
DALAM PROVISI ;
- Menolak gugatan Provisi Penggugat untuk seluruhnya ;
DALAM POKOK PERKARA
- Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya ;
- Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara yang timbul
dalam perkara ini ; Membaca putusan sela Pengadilan negeri Padangsidimpuan tanggal 31
Mei 2016 Nomr 46/Pdt.G/23015/PN.Psp atas eksepsi Tergugat I yang amar
selengkapnya berbunyi sebagai berikut :
1. Menolak Eksepsi dari tergugat I,
2. Menyatakan Pengadilan Negeri Padangsidimpuan berwenang memeriksa
dan mengadili perkara ini ;
3. Memerintahkan untuk melanjutkan pemeriksaan dalam perkara ini ;
4. Menangguhkan penghitungan dan pembebanan biaya perkara sampai
putusan akhir ;
Membaca putusan Provisi Pengadilan Negeri Padangsidimpuan tanggal
18 Agustus 2016 Nomor 46/Pdt.G/2015/PN.Psp atas tuntutan Provisi
Penggugat yang amar selengkapnya berbunyi sebagai berikut :
1. Mengabulkan permohonan Provisi Penggugat/Pemohon Provisi tersebut ;
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 44 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
2. Menyatakan dan menetapkan sebelum perkara ini memperoleh putusan
yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap, surat yang dikeluarkan
Menteri Lingkungan hidup dan Kehutanan RI No. S.174/MenLhk-II/2015
tanggal 21 April 2015 Perihal Penghentian Pelayanan oleh Gubernur
Sumatera Utara dan Bupati Tapanuli Selatan kepada Penggugat dan
Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor S.13/Menlhk-
Set.Jen/RHD/2015, tanggal 25 Juni, yang ditujukan kepada Ketua
Umum GAPKI yang berkaitan dengan pengelolaan dan pembudidayaan
perkebunan kelapa sawit yang dikelola Penggugat berdasarkan hak
tradisional masyarakat adat secara turun temurun dan hak pemilikan
berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) berada dalam status quo ;
3. Menyatakan dan menetapkan Penggugat berhak untuk meneruskan
pengelolaan perkebunan kelapa sawit dan menjual/ menerima hasil
dari kebun kelapa sawit dimaksud tanpa ada gangguan dari pihak
manapun juga termasuk dari Para Tergugat, terhitung sejak dibacakan
Putusan Provisi atau setidak-tidaknya dalam waktu 14 hari setelah
adanya pembacaan putusan Provisi ini bila Tergugat I tidak
melaksanakannya secara sukarela, maka Pengadilan berdasarkan
Putusan ini telah memberikan hak secara serta merta kepada
Penggugat untuk meneruskan kembali mengelola dan menguasai lahan
perkebunan kelapa sawit dimaksud sehingga tidak diperlukan acara
penyerahan dari Tergugat I, serta menjual hasil pengelolaannya
serta menerima hasil penjualannya sebagai pihak yang berhak ;
4. Menyatakan surat Menteri Lingkungan hidup dan Kehutanan RI No.
S.174/MenLhk-II/2015 tanggal 21 April 2015 Perihal Penghentian
Pelayanan oleh Gubernur Sumatera Utara dan Bupati Tapanuli Selatan
kepada Penggugat dan Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Nomor S.13/Menlhk-Set.Jen/RHD/2015, tanggal 25 Juni, yang ditujukan
kepada Ketua Umum GAPKI, tidak sah dan tidak memiliki kekuatan
hukum mengikat (buiten effct), karena melanggar konstitusi sebagaimana
dimuat dalam pembukaan UUD-1945 tentang tujuan dibentuknya NKRI
adalah untuk melindungi segenap bangsa ;
5. Memerintahakan Tergugat I, II dan III serta Turut Tergugat untuk tidak
menghalangi Penggugat mengelola dan membudidayakan Perkebunan
Kelapa Sawit yang dikelola Penggugat berdasarkan hak tradisional
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 45 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
masyarakat adat secara turun menurun dan hak kepemilikan
berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) ;
6. Menyatakan Putusan Provisi berlaku sejak dibacakan atau setidak-
tidaknya dalam waktu 14 hari setelah adanya pembacaan putusan Provisi
ini bila Tergugat I, II, III lalai atau tidak melaksanakannya secara sukarela,
maka Pengadilan berdasarkan Putusan ini telah memberikan hak secara
serta merta kepada Penggugat untuk meneruskan kembali mengelola dan
menguasai perkebunan kelapa sawit (PKS) dimaksud sehingga tidak
diperlukan acara penyerahan dari Tergugat II atau dari pihak manapun
juga, serta menjual hasil pengelolaannya serta menerima hasil
penjualannya sebagai pihak yang berhak ;
7. Menangguhkan biaya perkara hingga putusan akhir ;
Membaca putusan Pengadilan Negeri Padangsidimpuan tanggal 22
September 2016 Nomor 46/Pdt.G/2015/PN.Psp atas gugatan Penggugat yang
amar selengkapnya berbunyi sebagai berikut ;
DALAM EKSEPSI :
- Menolak Eksepsi Tergugat I dan Tergugat III untuk seluruhnya ;
DALAM PROVISI :
1. Mengabulkan permohonan Provisi Penggugat/Pemohon Provisi tersebut ;
2. Menyatakan dan menetapkan sebelum perkara ini memperoleh putusan
yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap, surat yang dikeluarkan
Menteri Lingkungan hidup dan Kehutanan RI No. S.174/MenLhk-II/2015
tanggal 21 April 2015 Perihal Penghentian Pelayanan oleh Gubernur
Sumatera Utara dan Bupati Tapanuli Selatan kepada Penggugat dan
Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor S.13/Menlhk-
Set.Jen/RHS/2015, tanggal 25 Juni, yang ditujukan kepada Ketua
Umum GAPKI yang berkaitan dengan pengelolaan dan pembudidayaan
perkebunan kelapa sawit yang dikelola Penggugat berdasarkan hak
tradisional masyarakat adat secara turun temurun dan hak pemilikan
berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) berada dalam status quo ;
3. Menyatakan dan menetapkan Penggugat berhak untuk meneruskan
pengelolaan perkebunan kelapa sawit dan menjual/ menerima hasil
dari kebun kelapa sawit dimaksud tanpa ada gangguan dari pihak
manapun juga termasuk dari Para Tergugat, terhitung sejak dibacakan
Putusan Provisi atau setidak-tidaknya dalam waktu 14 hari setelah
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 46 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
adanya pembacaan putusan Provisi ini bila Tergugat I tidak
melaksanakannya secara sukarela, maka Pengadilan berdasarkan
Putusan ini telah memberikan hak secara serta merta kepada
Penggugat untuk meneruskan kembali mengelola dan menguasai lahan
perkebunan kelapa sawit dimaksud sehingga tidak diperlukan acara
penyerahan dari Tergugat I, serta menjual hasil pengelolaannya
serta menerima hasil penjualannya sebagai pihak yang berhak ;
4. Menyatakan surat Menteri Lingkungan hidup dan Kehutanan RI No.
S.174/MenLhk-II/2015 tanggal 21 April 2015 Perihal Penghentian
Pelayanan oleh Gubernur Sumatera Utara dan Bupati Tapanuli Selatan
kepada Penggugat dan Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Nomor S.13/Menlhk-Set.Jen/RHS/2015, tanggal 25 Juni, yang
ditujukan kepada Ketua Umum GAPKI, tidak sah dan tidak memiliki
kekuatan hukum mengikat (buiten effct), karena melanggar konstitusi
sebagaimana dimuat dalam pembukaan UUD-1945 tentang tujuan
dibentuknya NKRI adalah untuk melindungi segenap bangsa ;
5. Memerintahkan Tergugat I, II dan III serta Turut Tergugat untuk tidak
menghalangi Penggugat mengelola dan membudidayakan Perkebunan
Kelapa Sawit yang dikelola Penggugat berdasarkan hak tradisional
masyarakat adat secara turun menurun dan hak kepemilikan
berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) ;
6. Menyatakan Putusan Provisi berlaku sejak dibacakan atau setidak-
tidaknya dalam waktu 14 hari setelah adanya pembacaan putusan Provisi
ini bila Tergugat I, II, III lalai atau tidak melaksanakannya secara sukarela,
maka Pengadilan berdasarkan Putusan ini telah memberikan hak secara
serta merta kepada Penggugat untuk meneruskan kembali mengelola dan
menguasai perkebunan kelapa sawit (PKS) dimaksud sehingga tidak
diperlukan acara penyerahan dari Tergugat II atau dari pihak manapun
juga, serta menjual hasil pengelolaannya serta menerima hasil
penjualannya sebagai pihak yang berhak ;
7. Menangguhkan biaya perkara hingga putusan akhir ;
DALAM POKOK PERKARA :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebahagian ;
2. Menyatakan Perbuatan Para Tergugat merupakan perbuatan melawan
hukum (Onrechtmatige Daad) ;
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 47 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
3. Menyatakan sah dan berharga putusan provisi yang telah diputus dalam
putusan provisi yaitu tentang :
a. Menyatakan dan menetapkan bahwa sebelum perkara ini memperoleh
putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, surat yang
dikeluarkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI No.
No.S.174/MenLhk-II/2015 tanggal 21 April 2015 perihal Penghentian
Pelayanan oleh Gubernur Sumatera Utara dan Bupati Padang Lawas
Selatan, Bupati Padang Lawas Utara, dan Bupati Tapanuli Selatan,
kepada Penggugat, dan Surat Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan No.S.13/Menlhk-Set.Jen/RHS/2015, tanggal 25 Juni
2015, yang ditujukan kepada Ketua Umum GAPKI yang berkaitan
dengan pengelolaan dan pembudidayaan perkebunan kelapa sawit
yang dikelola Penggugat berdasarkan hak tradisional masyarakat
adat secara turun temurun dan hak kepemilikan berdasarkan
Sertifikat Hak Milik (SHM) berada dalam status quo ;
b. Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI No.
No.S.174/MenLhk-II/2015 tanggal 21 April 2015 perihal Penghentian
Pelayanan oleh Gubernur Sumatera Utara dan Bupati Padang Lawas
Selatan, Bupati Padang Lawas Utara, dan Bupati Tapanuli Selatan,
kepada Penggugat, dan Surat Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan No.S.13/Menlhk-Set.Jen/RHS/2015, tanggal 25 Juni 2015,
yang ditujukan kepada Ketua Umum GAPKI sebagai tidak sah dan
tidak memiliki kekuatan hukum mengikat (buiten effect) ;
c. Kehabsahan hak Penggugat untuk meneruskan pengelolaan
perkebunan kelapa sawit dan menjual/ menerima hasil dari
kebun kelapa sawit dimaksud tanpa ada gangguan dari
pihak manapun juga termasuk dari Para Tergugat, terhitung sejak
dibacakan Putusan Provisi atau setidak-tidaknya dalam waktu 14
hari setelah adanya pembacaan putusan provisi ini bila Tergugat I
tidak melaksanakannya secara sukarela, maka Pengadilan
berdasarkan Putusan ini telah memberikan hak secara serta merta
kepada Penggugat untuk meneruskan kembali mengelola dan
menguasai lahan perkebunan kelapa sawit dimaksud sehingga tidak
diperlukan acara penyerahan dari Tergugat I, serta menjual hasil
pengelolaannya serta menerima hasil penjualan sebagai pihak yang
berhak ;
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 48 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
4. Menyatakan Gouvernement Besluit (G.B) No.50 tanggal 25 Juni 1924 yang
tidak pernah ada aslinya dan tidak terdaftar dalam staatsblad Hindia
Belanda tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk penetapan
kawasan hutan di Padang Lawas karena tidak ada informasi koordinat
geographis dan data spasial (peta lokasi) ;
5. Menyatakan Penggugat mengelola Perkebunan Kelapa Sawit di areal
Padang Lawas berdasarkan hak-hak tradisionil yang turun temurun
seluruhnya 23.000 ha, yang sebagian lahan tersebut sudah bersertifikat
Hak Milik yang diakui oleh Pasal 18B Ayat (2) UUD 1945 jo Pasal 3 UUPA
Tahun 1960 adalah sah menurut hukum ;
6. Menyatakan bahwa kegiatan yang dilakukan Penggugat bukan di lokasi
yang disebutkan dalam Dakwaan maupun Putusan Pidana
No.2642K/PID/2006 tanggal 12 Pebruari 2007 jo Putusan
No.39PK/PID.SUS/2007, Tanggal 16 Juni 2008 yaitu di 5 (lima) desa di
Kecamatan Barumun Tengah ;
7. Menyatakan bahwa amar putusan Pidana nomor 481/PID.B/2006/ PN.JKT.
PST tanggal 28 Juni 2006 jo Putusan PT. DKI Jakarta No.
194/Pid/2006/PT.DKI tanggal 11 Oktober 2006 Jo Putusan MA. RI Nomor
2642K/PID/2006 tanggal 12 Pebruari 2007 Jo Putusan No. 39
PK/Pid.Sus/2007 tanggal 16 Juni 2008 yang bunyinya “merampas barang
bukti” berupa Perkebunan Kelapa Sawit di kawasan hutan Padang Lawas
seluas ± 23.000 ha yang dikuasai oleh KPKS Bukit Harapan dan
PT.Torganda beserta seluruh bangunan yang ada diatasnya, dan
Perkebunan Kelapa Sawit dikawasan hutan Padang Lawas seluas ±
24.000 ha yang dikuasai oleh Koperasi PARSUB dan PT.Torus Ganda
beserta seluruh bangunan yang ada diatasnya, dirampas untuk Negara,
adalah amar putusan yang tidak sah serta tidak dapat di eksekusi (non
executable)
8. Menyatakan Perkebunan Kelapa Sawit dikawasan hutan Padang Lawas
seluas ± 23.000 ha beserta seluruh bangunan yang ada diatasnya, adalah
hak yang sah dari Penggugat ;
9. Menyatakan Berita Acara Eksekusi yang dilakukan Tergugat II tanggal
26 Agustus 2009 yang diserahkan kepada Tergugat III tidak sah dan tidak
berharga karena bertentangan dengan hukum ;
10. Menyatakan sah menurut hukum, Penggugat mengelola dan
membudidayakan Perkebunan Kelapa Sawit yang menjadi haknya
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 49 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
termasuk untuk menjual hasil perkebunan dan menerima hasil
penjualannya sesuai dengan putusan Peninjauan Kembali Peradilan TUN
No.06.PK/TUN/2008, tanggal 05 Mei 2008 Jo Pasal 116 ayat (2) UU Nomor
51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU No.5 Tahun 1986
tentang Peradilan TUN jo Pasal 97 ayat (9) huruf a UU No.5 Tahun 1986
tentang Peradilan TUN ;
11. Menyatakan tidak sah, dan tidak berharga Berita Acara Eksekusi
tanggal 26 Agustus 2009 yang dibuat Tergugat II dan Tergugat III ;
12. Menghukum Tergugat I, II, III dan Turut Tergugat untuk tidak menghalangi
Penggugat untuk mengelola dan membudidayakan Perkebunan Kelapa
Sawit yang dikelola oleh Penggugat berdasarkan hak tradisionil
masyarakat adat secara turun menurun dan hak kepemilikan
berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) ;
13. Menghukum Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III dan Turut Tergugat
secara tanggung renteng untuk membayar segala ongkos yang timbul
dalam perkara ini sejumlah Rp.2.571.000,- (dua juta lima ratus tujuh puluh
satu ribu rupiah) ;
DALAM REKONVENSI :
- Menolak gugatan Penggugat Dalam Rekonvensi/ Tergugat I Dalam
Konpensi untuk seluruhnya ;
Membaca relas pemberitahuan isi putusan Provisi tanggal 18 Agustus
2016 Nomor 46/Pdt.G/2015/PN.Psp kepada Tergugat I yang dibuat oleh
Jurusita Pengganti pada Pengadilan Negeri/Niaga/HAM Jakarta Pusat tanggal
7 September 2016, kepada Tergugat II yang dibuat oleh Jurusita Pengganti
Pengadilan Negeri Medan tanggal 14 September 2016, kepada Turut tergugat I
yang dibuat oleh Jurusita Pengadilan Negeri Padangsidimpuan tanggal 24
Agustus 2016 ;
Membaca relas pemberitahuan isi putusan tanggal 22 September 2016
Nomor 46/Pdt.G/2015/PN.Psp kepada Tergugat II yang dibuat oleh Jurusita
Pengghanti pada Pengadilan Negeri Medan tanggal 17 Nopember 2016,
kepada Turut Tergugat yang dibuat oleh Jurusita pada Pengadilan Negeri
Padangsidimpuan tanggal 8 Nopember 2016;
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 50 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
Membaca akta pernyatan permohonan banding yang dibuat oleh
Panitera Pengadilan Negeri Padangsidimpuan yang menyatakan bahwa pada
tanggal 30 Agustus 2016 Tergugat III/Pembanding I telah mengajukan
permohonan agar Putusan Dalam Provisi oleh Pengadilan Negeri
Padangsidimpuan tanggal 18 Agustus 2016 Nomor 46/Pdt.G/2015/PN.Psp
untuk diperiksa dan diputus dalam pengadilan tingkat banding, dan pernyataan
banding tersebut telah diberitahukan dengan cara seksama kepada Tergugat
I/Pembanding I pada tanggal 4 Oktober 2016, kepada Tergugat II/Turut
Terbanding I pada tanggal 17 Nopember 2016, kepada Turut tergugat/Turut
Terbanding II pada tanggal 27 Oktober 2016,kepada Penggugat/Terbanding
pada tanggal 9 Januari 2017 ;
Membaca akta pernyatan permohonan banding yang dibuat oleh
Panitera Pengadilan Negeri Padangsidimpuan yang menyatakan bahwa pada
tanggal 4 Oktober 2016 Tergugat I/Pembanding I telah mengajukan
permohonan agar Perkara yang diputus oleh Pengadilan Negeri
Padangsidimpuan tanggal 22 September 2016 Nomor 46/Pdt.G/2015/PN.Psp
untuk diperiksa dan diputus dalam pengadilan tingkat banding, dan pernyataan
banding tersebut telah diberitahukan dengan cara seksama kepada Tergugat
II/Turut terbanding I pada tanggal 17 Nopember 2016, kepada Tergugat
III/Pembanding II pada tanggal 17 Nopember 2016, kepada Turut
Tergugat/Turut Terbanding II pada tanggal 8 Nopember 2016, kepada
Penggugat/Terbanding pada tanggal 9 Januari 2017;
Membaca surat memori banding yang diajukan oleh Tergugat I/
Pembanding I tanggal 21 Desember 2016 dan surat memori banding tersebut
telah diberitahukan dengan cara seksama, kepadaTergugat II/Turut Terbanding
I pada tanggal 06 Januari 2017, kepada Tergugat III/Pembanding II pada
tanggal 06 Januari 2017, kepada pihak Turut Tergugat/Turut Terbanding II
pada tanggal 22 Desember 2016, dan kepada Penggugat/Terbanding pada
tanggal 9 Januari 2017 yang pada pokoknya mengemukakan hal-halsebagai
berikut:
1. Terhadap amar putusan yang menyatakan menolak Eksepsi Tergugat
I dan tergugat III untuk seluruhnya Pembanding/Tergugat I tanggapi
sebagai berikut :
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 51 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
a. Pengadilan Negeri Padangsidimpuan tidak Berwenang untuk
Memeriksa dan Mengadili Perkara a quo (kompetensi absolut)
Terhadap putusan sela Pengadilan Negeri Padangsidimpuan
Nomor: 46/Pdt.G/2015/PN.Psp tanggal 19 April 2016 yang
menyatakan bahwa Pengadilan Negeri Padangsidimpuan
berwenang memeriksa dan mengadili perkara a quo sehingga
menolak eksepsi kompetensi absolut yang diajukan oleh
Pembanding/Tergugat I, yang merupakan satu kesatuan yang
tidak terpisahkan dengan putusan yang dimohon banding a quo,
Pembanding menyatakan keberatan karena putusan tersebut
tidak berdasar hukum dengan alasan :
a. Berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan, diatur :
1) Pasal 1 angka 1 :
“Administrasi pemerintahan adalah tata laksana dalam
pengambilan keputusan dan/atau tindakan oleh badan
dan/atau pejabat pemerintahan.”
2) Pasal 1 angka 7 :
“ Keputusan administrasi pemerintahan yang juga disebut
Keputusan Tata Usaha Negara adalah ketetapan tertulis
yang dikeluarkan oleh badan dan/atau pejabat
pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan”.
3) Pasal 1 angka 3 :
“ Badan dan/atau pejabat pemerintahan adalah unsur yang
melaksanakan fungsi pemerintahan, baik di lingkungan
pemerintah maupun penyelenggara negara lainnya”
b. Berdasarkan ketentuan tersebut huruf d di atas :
1) Bahwa Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(Pembanding) merupakan pejabat pemerintahan.
2) Bahwa Surat Pembanding Nomor. S.174/MenLHK-II/2015
tanggal 21 April 2015 dan Nomor: S. 13/MenLhk-
Set.Jen/RHS/2015, tanggal 25 Juni 2015 merupakan
tindakan pengambilan keputusan terkait penyelenggaraan
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 52 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
pemerintahan bidang kehutanan yang dituangkan dalam
bentuk ketetapan tertulis.
3) Dengan demikian 2 (dua) surat Pembanding tersebut
angka 2) di atas merupakan Keputusan Tata Usaha
Negara.
c. Berdasarkan ketentuan Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang
Nomor: 5 Tahun 1986 jo. Undang-Undang Nomor: 9 Tahun
2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara diatur bahwa:
“seseorang atau badan hukum perdata yang merasa
kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha
Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada
Pengadilan yang berwenang berisi tuntutan agar Keputusan
Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal
atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi
dan/atau rehabilitasi”.
d. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 9 Undang-Undang
Nomor: 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-
undang Nomor: 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara diatur bahwa: “Keputusan Tata Usaha Negara adalah
suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata
Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang
menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan
hukum perdata.”
e. Bahwa Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Nomor: S.174/MenLHK-II/2015 tanggal 21 April 2015 perihal
Penghentian Pelayanan oleh Gubernur Sumatera Utara dan
Bupati Padang Lawas Selatan dan Bupati Tapanuli Selatan
kepada KPKS Bukit Harapan, PT. Torganda, Koperasi
Parsadaan Masyarakat Ujung Batu (Parsub) serta PT. Torus
Ganda dan Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Nomor: S. 13/MenLhk-Set.Jen/RHS/2015, tanggal 25 Juni
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 53 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
2015 perihal Pemberitahuan Putusan MA Nomor: 2642
K/Pid/2006 tentang Register 40 Padang Lawas merupakan
keputusan Tata Usaha Negara karena merupakan penetapan
tertulis yang dikeluarkan oleh Pejabat tata Usaha Negara
dalam hal ini Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(Pembanding/Tergugat I), yang bersifat konkret, individual dan final yaitu:
- Konkret karena :
Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor:
S.174/MenLHK-II/2015 tanggal 21 April 2015 berisi
perintah agar Gubernur Sumatera Utara dan Bupati
Padang Lawas Selatan dan Bupati Tapanuli Selatan
menghentikan pelayanan kepada Koperasi Perkebunan
Kelapa Sawit Bukit Harapan .
Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor:
S. 13/MenLhk-Set.Jen/RHS/2015, tanggal 25 Juni 2015
berisi permintaan kepada Ketua Umum GAPKI agar
memerintahkan anggotanya tidak melakukan transaksi
dengan Terbanding/Penggugat
- Individual karena :
Subjek hukum Surat Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Nomor: S.174/MenLHK-II/2015 tanggal 21
April 2015 ditujukan kepada pihak tertentu dhi. Gubernur
Sumatera Utara dan Bupati Padang Lawas Selatan dan
Bupati Tapanuli Selatan.
Subjek Hukum Surat Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Nomor: S. 13/MenLhk-Set.Jen/RHS/2015
ditujukan kepada pihak tertentu dhi. Ketua Umum
GAPKI.
- Final karena:
Dengan adanya Surat Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Nomor: S.174/MenLHK-II/2015, Terbanding/
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 54 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
Penggugat tidak memperoleh pelayanan dari Pemerintah
Daerah.
Dengan adanya Surat Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Nomor: S.13/MenLhk-Set.Jen/RHS/2015,
Terbanding/Penggugat tidak lagi dapat melakukan
transaksi dengan anggota GAPKI.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, karena objek gugatan
Terbanding a quo adalah Surat Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Nomor: S.174/MenLHK-II/2015 tanggal 21 April 2015
dan Nomor: S. 13/MenLhk-Set.Jen/RHS/2015, tanggal 25 Juni
2015, yang merupakan Keputusan Tata Usaha Negara
sebagaimana didalilkan sendiri oleh Terbanding menimbulkan
kerugian pada diri Terbanding, maka kewenangan untuk
memeriksa dan mengadili perkara a quo ada pada Pengadilan
Tata Usaha Negara, sehingga putusan sela Pengadilan Negeri
Padangsidimpuan Nomor: 46/Pdt.G/2015/PN.Psp tanggal 19 April
2016 dan Putusan yang dimohonkan banding a quo yang menolak
eksepsi kompetensi absolut yang diajukan oleh
Pembanding/Tergugat I adalah tidak berdasar hukum sehingga
harus dibatalkan. Selanjutnya Pembanding mohon kepada Judex
Facti Pengadilan Tinggi Medan untuk mengadili sendiri dengan
menyatakan menerima eksepsi Pembanding dan menyatakan
Pengadilan Negeri Padangsidimpuan tidak berwenang mengadili
perkara a quo, serta menyatakan gugatan tidak diterima.
b. Penggugat Tidak mempunyai Kepentingan Hukum
Terhadap putusan a quo yang menolak eksepsi yang diajukan
Pembanding mengenai Penggugat tidak mempunyai kepentingan
hukum adalah putusan yang tidak benar dan menyesatkan
dengan alasan :
(1). Azas dasar dalam hukum acara Perdata adalah azas point
d’interet point d’action, yang berarti bahwa barangsiapa
yang mempunyai kepentingan dapat mengajukan gugatan.
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 55 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
(2). Dalam perkara a quo, Penggugat mendalilkan mengenai
putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor:
481/Pid.B/2006/ PN.JKT.PST tanggal 28 Juni 2006 jo
Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor:
194/Pid/2006/PT.DKI tanggal 11 Oktober 2006 jo Putusan
Mahkamah Agung Nomor: 2642 K/Pid/2006 tanggal 12
Februari 2007 jo Putusan Mahkamah Nomor: 39
PK/Pid.Sus/2007 tanggal 16 Juni 2008.
(3). Bahwa dalam putusan tersebut angka (2) di atas, yang
telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde),
Darianus Lunguk Sitorus dinyatakan secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
mengerjakan dan menduduki kawasan hutan secara tidak
sah yang dilakukan secara bersama-sama dan dalam
bentuk sebagai perbuatan berlanjut.
(4). Selanjutnya dalam putusan tersebut dinyatakan barang
bukti yang disita berupa :
- Perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan Padang
Lawas seluas ± 23.000 hektar yang dikuasai oleh
KPKS Bukit Harapan dan PT. Torganda beserta
seluruh bangunan yang ada di atasnya ;
- Perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan Padang
lawas seluas ± 24.000 hektar yang dikuasai oleh
Koperasi Parsub dan PT. Torus Ganda beserta seluruh
bangunan yang ada di atasnya
Dirampas untuk Negara dalam hal ini Departemen
Kehutanan.
(5). Bahwa terhadap perkebunan sebagaimana angka (4) di
atas, telah dilakukan eksekusi oleh Kejaksaan Tinggi
Medan sesuai Berita Acara tanggal 26 Agustus 2009,
sehingga secara hukum penguasaannya beralih kepada
negara dan oleh karenanya Terbanding tidak berhak atas
perkebunan kelapa sawit seluas ± 23.000 hektar tersebut.
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 56 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
(6). Bahwa meskipun sudah ada putusan yang berkekuatan
hukum tetap (inkracht van gewijsde), yang jelas
menyatakan bahwa perkebunan kelapa sawit di kawasan
hutan Padang Lawas seluas ± 23.000 hektar yang
dikuasai oleh KPKS Bukit Harapan dirampas untuk
Negara, Terbanding secara melawan hukum masih
menguasai objek perkara dimaksud dan memanen
hasilnya, yang seharusnya di rampas dan dikelola oleh
Negara serta hasilnya masuk ke kas Negara.
Dengan demikian, maka Terbanding tidak mempunyai
kepentingan hukum untuk mengajukan gugatan a quo, sehingga
pertimbangan hukum Judex Facti tersebut tidak berdasar dan
menyesatkan dan oleh karenanya cukup alasan bagi Judex Facti
Pengadilan Tinggi Medan yang memeriksa dan mengadili
permohonan banding a quo untuk menerima eksepsi Pembanding
dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Padangsidimpuan
yang dimohonkan a quo serta menyatakan gugatan tidak dapat
diterima.
2. Pertimbangan hukum Judex Facti halaman 94 yang menyatakan
terdapat fakta hukum bahwa surat Keputusan Gubernur Jenderal
Hindia Belanda Nomor: 50 yang dikeluarkan di Batavia tanggal 25
Juni 1924 telah dirubah dan ditambah dengan bahasa Indonesia dan
direkayasa adalah dalil yang tidak berdasar, dengan alasan:
a. Bahwa surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda
Nomor: 50 yang dikeluarkan di Batavia tanggal 25 Juni 1924 atau
yang di kenal dengan Gouvernement Besluit (G.B) Nomor: 50
tersebut telah diambil dari salinan asli yang ada di National
Archief Den Haaq, diterjemahkan oleh penterjemah resmi yang
terdaftar sebagai penerjemah tersumpah untuk Bahasa Indonesia
di wiilayah hukum s-Gravenhage dengan Nomor terjemahan Nr:
2005-475 ;
b. Bahwa terjemahan Gouvernement Besluit (G.B) Nomor: 50
tersebut telah disahkan oleh Pejabat Kementerian Luar Negeri
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 57 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
Belanda di Den Haag (Nw. I. M. Wissenburgh) dan diketahui oleh
Kedutaan Besar Indonesia di Belanda.
c. Bahwa dokumen GB Nomor: 50 tersebut sudah diterima sebagai
bukti yang sah dalam perkara Pidana Nomor:
481/PID.B/2006/PN.JKT.PST tanggal 28 Juni 2006 atas nama
Terpidana DL. Sitorus dan sudah mempunyai kekuatan hukum
tetap berdasarkan putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 2642
K/Pid/2006 tanggal 12 Februari 2007 (vide bukti T.I-9).
Dengan demikian pertimbangan hukum Judex Facti yang menguji
kembali bukti berupa Gouvernement Besluit (G.B) Nomor:50 tidak
relevan.
3. Pertimbangan Judex Facti halaman 88 s/d 92 yang intinya
menyatakan bahwa “Hak tradisional yang turun temurun dalam sistem
hukum atau dalam hukum adat atau Masyarakat adat secara hukum
nasional masih diakui dan wajib dilindungi”, dengan pertimbangan
keterangan Saksi Pangoloan Harahap yang menerangkan “dari dulu
sudah banyak kehidupan masyarakat Adat di Kecamatan Barumun
Tengah dan Kehidupan Masyarakat Adat masih berlangsung dan
masih ada sampai sekarang dan masih diakui oleh pemerintah
daerah, setahu saksi sebelum tahun 1981 sampai dengan sekarang,
berdasarkan dapat Pembanding tanggapi sebagai berikut:
1). Berdasarkan Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945
diatur “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang
masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam
undang-undang”.
Pasal 28I ayat (3) UUD 1945 :
“Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati
selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban”.
2). Berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, diatur bahwa
“Pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 58 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya
masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan
kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas
persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan
undang-undang dan peraturan- peraturan lain yang lebih tinggi.”
3). Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor: 5 Tahun 1999 tanggal 24 Juni
1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat
Masyarakat Hukum Adat yang merupakan pelaksanaan dari
Undang-Undang Nomor: 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria diatur sebagai berikut:
a. Pasal 2 :
(1). Pelaksanaan hak ulayat sepanjang pada kenyataannya
masih ada dilakukan oleh masyarakat hukum adat yang
bersangkutan menurut ketentuan hukum adat setempat.
(2). Hak ulayat masyarakat hukum adat dianggap masih ada
apabila:
a. terdapat sekelompok orang ......dst;
b. terdapat tanah ulayat tertentu.........dst
c. terdapat tatanan hukum adat .......dst.
b. Pasal 5 :
(1) Penelitian dan penentuan masih adanya hak ulayat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan oleh
Pemerintah Daerah dengan mengikutsertakan para
pakar hukum adat, masyarakat hukum adat yang ada
di daerah yang bersangkutan, Lembaga Swadaya
Masyarakat dan instansi-instansi yang mengelola
sumber daya alam.
(2) Keberadaan tanah ulayat masyarakat hukum adat yang
masih ada sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dinyatakan dalam peta dasar pendaftaran tanah dengan membubuhkan suatu tanda kartografi, dan
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 59 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
apabila memungkinkan, menggambarkan batas-batasnya
serta mencatatnya dalam daftar tanah.”
c. Pasal 6 :
“Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pasal 5 diatur
dengan Peraturan Daerah yang bersangkutan.”
4). Berdasarkan ketentuan Pasal 67 Undang-Undang No. 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan diatur sebagai berikut:
(1). Masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataannya
masih ada dan diakui keberadaannya berhak:
1) melakukan pemungutan hasil hutan untuk
pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat
adat yang bersangkutan;
2) melakukan kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan
hukum adat yang berlaku dan tidak bertentangan
dengan undang-undang; dan
3) mendapatkan pemberdayaan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraannya.
(2). Pengukuhan keberadaan dan hapusnya masyarakat
hukum adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Daerah.”
Penjelasan Pasal 67 ayat (2):
“Peraturan daerah disusun dengan mempertimbangkan
hasil penelitian para pakar hukum adat, aspirasi
masyarakat setempat, dan tokoh masyarakat adat yang
ada di daerah yang bersangkutan, serta instansi atau
pihak lain yang terkait”.
5). Bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-
X/2012 tanggal 16 Mei 2013, ketentuan Pasal 67 Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 1999 dinyatakan tetap berlaku sah
dengan pertimbangan hukum pada halaman 184 alinea 2 bahwa
pengaturan masyarakat hukum adat yang ditetapkan oleh
Peraturan Pemerintah dan Peraturan Daerah dapat dibenarkan
sepanjang peraturan tersebut menjadi kepastian hukum yang
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 60 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
berkeadilan. Atas dasar pertimbangan tersebut, maka
Mahkamah Konstitusi dalam putusannya menolak permohonan
pembatalan ketentuan Pasal 67 ayat (1), (2), dan (3) Undang-
Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
6). Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor: 52 Tahun
2014 Tentang Pedoman Pengakuan Dan Perlindungan
Masyarakat Hukum Adat, yang merupakan pelaksanaan dari
Undang-Undang Nomor: 6 Tahun 2014 tentang Desa, diatur
bahwa “Bupati/walikota melakukan penetapan pengakuan dan
perlindungan masyarakat hukum adat berdasarkan rekomendasi
Panitia Masyarakat Hukum Adat dengan Keputusan Kepala
Daerah”. (Pasal 6 ayat (2)).
Dengan demikian untuk dapat diakui sebagai masyarakat
hukum adat harus memenuhi kreteria sebagaimana dimaksud di
atas dan pengukuhan pengakuaanya harus didasarkan pada
peraturan daerah atau keputusan kepala daerah.
Faktanya, pemenuhan kriteria sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan tentang pengakuan masyarakat hukum adat
yang digunakan sebagai pertimbangan hukum Judex Facti belum
pernah dibuktikan keberadaannya di persidangan, sehingga
pertimbangan hukum Judex Facti tidak berdasar hukum dan
mengada-ada.
Quod non Judex Facti mempertimbangkan bahwa terdapat
masyarakat adat yang diakui keberadaannya, tetapi berdasarkan
keterangan saksi dan bukti T-1.13 sudah terdapat penyerahan tanah
dari masyarakat adat kepada pemerintah (pago-pago), sehingga
hubungan hukum antara tanah dengan masyarakat adat tersebut
sudah terputus. Selanjutnya tanah tersebut dikuasai oleh negara
dan tunduk pada undang-undang kehutanan.
Dengan demikian pertimbangan hukum Judex Facti tersebut diatas
keliru sehingga putusan tersebut menjadi cacat hukum dan harus
dibatalkan.
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 61 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka Judex Facti telah keliru
dalam pertimbangan hukumnya, sehingga putusan Pengadilan
Negeri Padangsidempuan yang dimohonkan banding a quo tidak
berdasar hukum dan harus dibatalkan.
4. Terhadap pertimbangan hukum Judex Facti terkait pengukuhan
kawasan hutan Register 40 Padang Lawas, Pembanding sampaikan
sebagai berikut:
a. Berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat (2) Peraturan Pemerintah
No. 21 Tahun 1970 tentang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan
Hak Pemungutan Hasil Hutan (HPHH), ditentukan bahwa luas
areal hutan yang diberikan sebagai areal kerja kepada
Pemegang Hak sebagaimana dilukiskan pada peta lampiran
surat keputusan Hak Pengusahaan Hutan yang dikeluarkan
Menteri Pertanian sekaligus merupakan penetapan kawasan
hutan.
b. Bahwa objek perkara a quo pernah diberikan Izin Hak
Pengusahaan Hutan kepada PT. Barakaz Lumber Industries
seluas 60.000 Ha dengan Keputusan Menteri Pertanian No.
519/Kpts/Um/11/70 tanggal 22 November 1970 (vide tambahan
bukti P/T.I-20) dan kepada PT. Goodwin Indonesia seluas
35.000 Ha dengan Keputusan Menteri Pertanian No.
299/Kpts/Um/6/1973 tanggal 21 Juni 1973 (vide tambahan bukti
P/T.I-18 dan P/T.I-19).
c. Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi RI No. 45/PUU-
IX/2011 tanggal 21 Februari 2012 dalam pertimbangan
hukumnya pada angka 3.14 menyatakan :
“Menimbang bahwa adapun mengenai ketentuan peralihan dari
UU Kehutanan, khususnya Pasal 81 yang menyatakan,
“Kawasan hutan yang telah ditunjuk dan atau ditetapkan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
sebelum berlakunya undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku
berdasarkan undang-undang ini”, menurut Mahkamah, meskipun
Pasal 1 angka 3 dan Pasal 81 Undang-Undang a quo
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 62 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
mempergunakan frasa “ditunjuk dan atau ditetapkan”, namun
berlakunya untuk yang “ditunjuk dan atau ditetapkan” dalam
Pasal 81 Undang-Undang a quo tetap sah dan mengikat” .
Berdasarkan hal tersebut, maka ketentuan Pasal 81 Undang-
Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang No. 19 Tahun 2004, yang
mengatur bahwa kawasan hutan yang telah ditunjuk dan atau
ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku sebelum berlakunya undang-undang ini dinyatakan tetap
berlaku, tetap mempunyai kekuatan hukum sah dan mengikat.
Atau dengan kata lain semua keputusan Menteri Kehutanan
tentang penunjukan kawasan hutan yang sudah ada
sebelum putusan Mahkamah Konstitusi dan Undang-
Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, tetap sah
secara hukum.
d. Bahwa sebagai bentuk penyesuaian terhadap Putusan
Mahkamah Konstitusi No. 45/PUU-IX/2011 tanggal 21 Februari
2012, maka Pembanding menerbitkan Surat Edaran No.
SE.3/Menhut-II/2012 tanggal 3 Mei 2012 kepada Gubernur di
seluruh Indonesia, Bupati/ Walikota di seluruh Indonesia dan
Kepala Dinas Provinsi, Kabupaten/Kota yang membidangi
Kehutanan, yang antara lain menyampaikan :
1) Keputusan Penunjukan Kawasan Hutan Provinsi maupun
parsial yang telah diterbitkan Menteri Kehutanan serta segala
perbuatan hukum yang timbul dari berlakunya Undang-
undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor
19 Tahun 2004 tetap sah dan mempunyai kekuatan hukum
mengikat.
2) Keputusan Menteri Kehutanan tentang penunjukan kawasan
hutan baik provinsi maupun parsial yang diterbitkan Menteri
Kehutanan setelah Putusan Mahkamah Konstitusi tetap sah
dan dimaknai sebagai penetapan awal dalam proses
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 63 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
pengukuhan kawasan hutan sebagaimana Pasal 15 ayat (1)
Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor
19 Tahun 2004.
Berdasarkan hal tersebut huruf b dan c diatas, maka Surat
Keputusan Menteri Pertanian No. 923/Kpts/Um/12/1982 tanggal
27 Desember 1982 tentang Penunjukan Areal Hutan Di Wilayah
Provinsi Dati I Sumatera Utara Seluas 3.780.132,02 Ha sebagai
Kawasan Hutan, tetap berlaku sah dan mengikat sebagai
penetapan kawasan hutan, maka pertimbangan hukum Judex
Facti tingkat pertama tidak berdasar hukum sehingga putusan a
quo cacat hukum dan harus dibatalkan.
5. Terhadap pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Negeri
Padangsidimpuan halaman 101 yang menyatakan Perbuatan
Tergugat merupakan perbuatan melawan hukum (Onrechtmatige
Daad) adalah pertimbangan yang keliru, dengan alasan :
1). Berdasarkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dinyatakan bahwa:
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”
2). Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan mengatur bahwa semua hutan di dalam
wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar-
besar kemakmuran rakyat.
3). Pasal 4 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan diatur bahwa penguasaan hutan oleh
Negara sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) memberi
wewenang kepada Pemerintah untuk:
(1). Mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan
dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan;
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 64 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
(2). Menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan
hutan atau kawasan hutan sebagai bukan kawasan
hutan; dan
(3). Mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan hukum
antara orang dengan hutan, serta mengatur perbuatan-
perbuatan hukum mengenai kehutanan.
4). Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.
923/Kpts/Um/12/1982 tanggal 27 Desember 1982, telah
ditunjuk Areal Seluas 3.780.132,02 Ha Sebagai Kawasan
Hutan Di Wilayah Provinsi Dati I Sumatera Utara.
5). Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 2642
K/Pid/2006 tanggal 12 Februari 2007 dinyatakan barang bukti
yang disita berupa :
- Perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan Padang Lawas
seluas ± 23.000 hektar yang dikuasai oleh KPKS Bukit
Harapan dan PT. Torganda beserta seluruh bangunan yang
ada di atasnya ;
- Perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan Padang lawas
seluas ± 24.000 hektar yang dikuasai oleh Koperasi Parsub
dan PT. Torus Ganda beserta seluruh bangunan yang ada di
atasnya
Dirampas untuk Negara dalam hal ini Departemen Kehutanan.
6). Berdasarkan point 1) s/d 5) di atas, Pembanding menerbitkan
Surat Nomor: S.174/MenLHK-II/2015 tanggal 21 April 2015 dan
Surat Nomor S.13/Menlhk-Set.Jen/RHS/2015 tanggal 25 Juni
2015.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka tidak terdapat perbuatan
melawan hukum pada diri Pembanding sehingga pertimbangan
Majelis Hakim yang menyatakan bahwa perbuatan Pembanding
merupakan perbuatan melawan hukum (Onrechtmatige Daad)
adalah pertimbangan yang keliru, sehingga harus dibatalkan.
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 65 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
6. Bahwa Judex Facti tidak memberikan pertimbangan yang cukup
dalam memutus perkara a quo dalam putusannya (onvoldoende
gemotiveerd), dengan alasan :
a. Telah menjadi fakta hukum bahwa Pembanding/Tergugat I
mengajukan bukti surat yaitu :
1) Gouvernment Besluit (GB) Nomor: 50/1924 tanggal 25 Juni
1924 (vide bukti T.I-1).
2) Berita Acara penyerahan tanah Kawasan Hutan Padang
Lawas dari masyarakat kepada Gubernur (Pago-Pago)
(videbukti T.I-13):
-tertanggal 20 Mei 1981 seluas 12.000 Ha;
- tertanggal 26 Mei 1981 seluas 10.000 Ha;
- tertanggal 6 Juni 1981 seluas 8.000 Ha;
3) Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 923/Kpts/Um/12/1982
tanggal 27 Desember 1982 tentang Penunjukan areal hutan di
wilayah Propinsi Dati I Sumatera Utara Seluas 3.780.132,02
Ha sebagai Kawasan Hutan (vide bukti T.I-5);
4) Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Utara Nomor: 7 Tahun
2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Daerah
Tingkat I Sumatera Utara tahun 2003 – 2018 (vide bukti T.I-6);
5) Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan Nomor: 14
Tahun 1998 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Daerah Tingkat II Tapanuli Selatan;
6) Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK. 44/Menhut-II/2005
menunjuk kembali kawasan hutan di wilayah Propinsi
Sumatera Utara seluas± 3.742.120 ha yang mencabut
Keputusan Menteri Kehutanan No. 923/Kpts/Um/12/1982
tanggal 27 Desember 1982 tentang Penunjukan areal hutan di
wilayah PropinsiDati I Sumatera Utara Seluas 3.780.132,02
Ha sebagai Kawasan Hutan (vide bukti T.I-7);
7) Putusan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum
tetap (inkracht van gewijsde) Nomor: 2642 K/Pid/2006
tanggal 12 Februari 2007 (vide bukti T.I-9);
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 66 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
8) Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK. 579/Menhut-
II/2014 tentang Kawasan Hutan Propinsi Sumatera Utara (vide
bukti T.I-8).
b. Faktanya, Judex Facti dalam Putusan yang dimohonkan banding
a quo tidak mempertimbangkan atau tidak memberikan
pertimbangan terkait bukti-bukti tersebut huruf a di atas, padahal
bukti-bukti tersebut sangat penting dan menentukan.
Dari seluruh uraian tersebut di atas maka tidak terdapat perbuatan
melawan hukum dari Pembanding, sehingga Putusan Pengadilan
Negeri Padangsidimpuan tersebut tidak berdasar dan oleh karenanya
harus dibatalkan.
Dengan tidak dipertimbangkannya bukti Pembanding yang
menentukan, maka Judex Facti telah memberikan pertimbangan
hukum yang tidak lengkap (onvoldoende gemotiveerd), sehingga
putusan Pengadilan Negeri Padangsidempuan yang dimohonkan
banding a quo cacat hukum dan harus dibatalkan.
Berdasarkan uraian pada memori banding tersebut di atas, dengan ini
Pembanding mohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Medan
yang memeriksa perkara banding ini untuk memutus sebagai berikut:
1. Menerima memori banding dari Pembanding/Pemohon/Tergugat.
2. Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Padang Sidimpuan No.
46/Pdt.G/2015/PN.Psp tanggal 22 September 2016.
Mengadili sendiri:
1. Menerima eksepsi dari Pembanding;
2. Menyatakan Pengadilan Negeri Padang Sidimpuan tidak
berwenang mengadili perkara a quo;
3. Menyatakan Terbanding tidak mempunyai kepentingan hukum;
4. Menyatakan gugatan tidak dapat diterima;
5. Menolak gugatan Terbanding seluruhnya;
6. Menghukum Terbanding untuk membayar biaya perkara.
Bilamana Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-
adilnya (ex aequo et bono)
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 67 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
Membaca surat kontra memori banding yang diajukan oleh
Penggugat/Terbanding tertanggal 30 januari 2017 dan surat kontra memori
banding tersebut telah pula diberitahukan dengan cara seksama kepada pihak
Tegugat I/Pembanding II pada tanggal 07 Pebruari 2017, kepadaTurut
tergugat/Turut terbanding I pada tanggal 08 Pebruari 2017, kepada Tergugat
II/Terbanding II pada tanggal 20 Pebruari 2017, yang pada pokoknya
menemukakan hal-halsebagaiberikut:
Adapun Tanggapan/BANTAHAN Penggugat/Terbanding terhadap dalil-dalil
PEMBANDING/Tergugat I dalam memori bandingnya pada bagian eksepsi
pada halaman 5,6,7 point 3, huruf a s/d e, adalah sebagai berikut:
1 Tentang Putusan Sela Pengadilan Negeri Padangsidimpuan yang
menyatakan menolak Eksepsi Tergugat I, dan Tergugat III, untuk seluruhnya (Kompetensi Relatif dan Kompetensi Absolut) adalah putusan yang sudah tepat. Bahwa Keberatan Pembanding I/Tergugat I atas putusan
Pengadilan Negeri Padangsidimpuan yang menyatakan menolak
Eksepsi Para Tergugat untuk seluruhnya (kompetensi Relatif dan
Kompetensi Absolut) adalah sebagai suatu “KEKELIRUAN FATAL”
dalam memahami putusan atas eksepsi tersebut dan kedudukannya
dalam perkara a quo dengan alasan hukum sebagai berikut:
1.1 Pembanding I/Tergugat I tidak mempunyai kwalitas ataupun
kapasitas/legal standing untuk mengajukan keberatan atas nama
Tergugat III dan Turut Tergugat.
1.2 Tergugat III tidak mengajukan keberatan apapun terhadap
Putusan akhir perkara aquo.
Bahwa Tergugat III ditarik dalam perkara ini sebagai telah
melakukan Perbuatan Melawan Hukum karena menerima Barang
Rampasan dari Tergugat II sebagaimana dalam Berita Acara
tanggal 26 Agustus 2009 yang merupakan tindak lanjut dari
rangkaian Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan Tergugat
I, Tergugat II, dan Tergugat III. Dalam hal ini, terhadap gugatan
Penggugat dan Putusan akhir perkara a quo, Tergugat III tidak
mengajukankeberatan apapun. Dengan demikian Tergugat III
telah dengan sadar mengakui kebenaran akan gugatan
Penggugat, menyetujui dan menerima putusan akhir perkara a
quo dan mengakui tentang Perbuatan Melawan hukum yang
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 68 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
telah dilakukan secara bersama-sama dengan Tergugat II. Oleh
karena Tergugat III tidak mengajukan Banding maka Perbuatan
Melawan Hukumnya telah diakui Tergugat III dengan demikian
secara tidak langung Tergugat III juga mengakui Tergugat
II/Pembanding telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum
juga.
1.3 Turut Tergugat tidak mengajukan keberatan apapun baik
terhadap putusan Provisi maupun Putusan akhir perkara aquo.
Hal ini berarti Turut Tergugat telah menerima Putusan Provisi
maupun Putusan akhir perkara a quo. Sebagai Pihak yang telah
terbukti menerbitkan sertifikat-sertifikat secara sah menurut
hukum di dalam areal/wilayah 5 (lima) desa, yaitu 1) Desa
Aekraru, 2)Desa Paran Padang, 3) Desa Langkimat, 4) Desa
Janjimatogu, 5) Desa Mandasip yang membuktikan tidak adanya
Kawasan Hutan Register 40 di Padang Lawas (Vide Bukti P-3 s/d
7 dan P-8)
1.4 Objek yang menjadi perkara/sengketa dalam perkara a quo yaitu
sengketa tanah atau benda tidak bergerak adalah termasuk atau
berada diwilayah hukum PN.Padangsidimpuan. Hal ini sudah
sesuai dengan:
- Azas Forum Rei Sitae(Tempat barang sengketa)
- (Pasal 142 Ayat (5) RBg)
- Pedoman Pelaksanaan Tugas Dan Administrasi Pengadilan
Dalam Empat Lingkungan Peradilan yang dimuat dalam
Buku II Edisi Tahun 2007 yang diterbitkan/dikeluarkan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Tahun 2009 halaman
50 Tentang Wewenang Relatif pada huruf f menjelaskan
"Untuk Daerah yang berlaku RBg, apabila obyek
gugatan menyangkut benda tidak bergerak, maka
gugatan diajukan ke Pengadilan yang meliputi Wilayah Hukum dimana benda tidak bergerak itu berada (Pasal 142 Ayat (5) RBg)"
- Pendapat Pakar Hukum Prof.Dr.Sudikno Mertokusumo,SH
yang dalam buku Hukum Acara Perdata Indonesia karangan
Prof.Dr.Sudikno Mertokusumo,SH halaman 40 Alinea
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 69 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
keenam, edisi ketiga cetakkan Pertama, Penerbit Liberty,
Yogyakarta, Tahun 1988 pada pokoknya menjelaskan
" Apabila gugatan itu mengenai benda tetap
Gugatan diajukan kepada Pengadilan Negeri di tempat benda tetap itu terletak Forum rei sitae"
- Pendapat M.Yahya Harahap.,SH Mantan Hakim Agung RI
dalam bukunya yang berjudul Hukum Acara Perdata
halaman 198 pada angka 5 Sub Judul Forum Rei Sitae
(Tempat barang sengketa) Penerbit Sinar Grafika Cetakkan
keempat Tahun 2006 yang pada pokoknya menjelaskan
" Makna forum Rei Sitae, gugatan diajukan kepada
Pengadilan berdasarkan patokan tempat terletak benda tidak bergerak yang menjadi objek sengketa”
Penggarisan forum ini, diatur dalam Pasal 118 Ayat (3) HIR
kalimat terakhir, yang berbunyi
" atau kalau tuntutan itu tentang barang tetap (tidak bergerak), maka tuntutan itu diajukan
kepada Ketua Pengadilan Negeri yang dalam
daerah hukumnya terletak barang itu".
Ketentuan Pasal ini sama dengan Pasal 142 Ayat (5) RBg
yang pada pokoknya menjelaskan
" Dalam gugatannya mengenai barang tetap maka
gugatan diajukan kepada Ketua Pengadilan
Negeri di wilayah letak barang tetap tersebut”
1.5 Keberatan dalam eksepsi tentang kompetensi absolut yang
diajukan Pembanding I/Tergugat I menyangkut hal-hal berikut:
a. Surat Menteri Lingkungan hidup dan Kehutanan
No.174/MenLHK-II/2015 tanggal 21 April 2015 perihal
Penghentian Pelayanan Oleh Gubernur Sumatera Utara dan
Bupati Padang Lawas Selatan dan Bupati Tapanuli Selatan
kepada KPKS Bukit Harapan, PT.Torganda, Koperasi
Parsadaan Masyarakat Ujung Batu (Parsub serta PT.Torus
Ganda dan Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
No.S.13/Men.LHK-SetJen/RHS/2015, 25 Juni 2015 Perihal
Pemberitahuan Putusan MA No.2642K/Pid/2006 Tentang
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 70 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
Register 40 Padang Lawas merupakan Keputusan Tata
Usaha Negara karena merupakan Penetapan Tertulis yang
dikeluarkan oleh Pejabat Tata Usaha Negara dalam hal ini
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Pembanding
I/Tergugat I) yang bersifat kongkrit, individual dan final,
sehingga kewenangan untuk memeriksa dan mengadili
perkara a quo ada pada Pengadilan Tata Usaha Negara,
dan karenanya Pengadilan Negeri Padang Sidempuan tidak
berwenang karena:
b. Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
No.174/MenLHK-II/2015 tanggal 21 April 2015 dan Surat
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
No.S.13/Men.LHK-SetJen/RHS/2015 tanggal 25 Juni 2015
Perihal Pemberitahuan Putusan MA No.2642K/Pid/2006
Tentang Register 40 Padang Lawas bersifat kongkrit,
karena menghentikan pelayanan terhadap Koperasi Parsub,
dan agar anggota GAPKI tidak melakukan transaksi dengan
Penggugat/Terbanding; individual, karena subjek hukum
surat Menteri tersebut adalah Gubernur Sumatera Utara dan
Bupati Padang Lawas Selatan dan Bupati Tapanuli Selatan
dan GAPKI; final, karena Penggugat I/Terbanding tidak
memperoleh pelayanan pemerintah daerah dan tidak lagi
dapat melakukan transaksi dengan anggota GAPKI ;
c. Bahwa seluruh argumen tersebut tidak benar karena alasan-
alasan berikut:
1. Terlepas dari dijadikannya Pasal 1 angka 1, Pasal 1
angka 3 dan Pasal 1 angka 7 UU No.30 Tahun 2014 dan
Pasal 53 ayat (1) UU No.5 Tahun 1986 sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang No.9 Tahun 2004
dan UU No.51 Tahun 2009, maka Surat-Surat Menteri
Kehutanan dan LHKa quo bukanlah suatu keputusan yang bersifat kongkrit dan individual, melainkan
bersifat umum dan abstrak, karena meskipun ditujukan
kepada Gubernur dan Bupati, tetapi mempunyai dampak
secara umum bagi pihak-pihak lain diluar alamat surat
tersebut. Jikalau-pun disebut bahwa surat-surat demikian
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 71 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
sebagai Keputusan Pemerintahan, tetapi tidak memenuhi
syarat sebagai Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara
yang dimaksud dalam UU No.30 Tahun 2014 dan UU
Peradilan Tata Usaha Negara, melainkan keputusan
Pemerintahan yang bersifat regulasi yang disebut
beleids regel, dan dikenal sebagai peraturan perundang-undangan semu, yang bukan menjadi
kewenangan PTUN;
2. Bahwa meskipun keputusan dimaksud merupakan suatu
keputusan yang dikeluarkan oleh seorang Pejabat Tata
Usaha Negara akan tetapi dilihat dari titik singgung
antara kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara
(PTUN) menyangkut keputusan putusan TUN a quo yang
terkait dengan hak-hak keperdataan para penggugat
tentang hak milik dan hak pengelolaan atas tanah yang
dijadikan perkebunan sawit berdasarkan hak-hak
masyarakat hukum adat yang diakui oleh hukum dan
konstitusi Indonesia telah menyebabkan bahwa
keterkaitan antara dua kepentingan keperdataan
menurut hukum perdata dan hukum tata usaha Negara
harus diukur dari sudut titik berat kepentingan yang dipertahankan yang telah menjadi sengketa yang dihadapi hakim;
3. Bahwa pokok sengketa di dalam perkara a quo adalah
menyangkut hak keperdataan berdasarkan hak
masyarakat hukum adat yang sah dan dilindungi oleh
konstitusi, merupakan kepentingan yang terbesar yang
dihadapi berkenaan dengan putusan Pidana
No.481/PID.B/2006/PN.JKT.PST tanggal 28 Juni 2006 jo
Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta
No.194/Pid/2006/PT.DKI, 11 Oktober 2006jo Putusan
No.2642K/PID/2006 tanggal 12 Februari 2007 jo Putusan
No.39PK/PID.SUS/2007, tanggal 16 Juni 2008, yang
dalam salah satu diktumnya menyatakan objek sengketa
perkebunan sawit seluas 23.000 Ha yang menjadi hak
yang sah dari para penggugat dirampas untuk Negara.
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 72 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
4. Bahwa satu putusan pidana meski telah berkekuatan
hukum tetap tidak dapat di eksekusi (atau non-
eksekutabel) apabila terdapat : (i) pertentangan antara
putusan tersebut dengan putusan-putusan lain secara
kontradiktif menyangkut objek sengketa yang dinyatakan
dirampas tersebut (ii) jikalau terdapat ketidaksesuaian
antara batas-batas objek sengketa yang dinyatakan
dirampas dengan kenyataan yang terdapat dilapangan
(iii) apabila objek sengketa itu justru menjadi hak orang
lain dari pada seorang terdakwa dalam putusan yang
menyatakan perampasan tersebut; karena kompleksitas
perkara dan adanya Putusan-Putusan Hakim yang
berkekuatan hukum tetap tentang kasus yang sama
dalam bidang TUN dan Perdata tetapi tidak saling
terhubungkan satu sama lain terutama dengan putusan
perkara pidana, menyebabkan penilaian terhadap
kepentingan hukum yang diajukan dalam perkara a aquo
dengan titik berat perbuatan melawan hukum sebagai
perselisihan pokok (bodemgeschill) sehingga perkara
sedemikian menjadi kompetensi absolut peradilan
perdata in casu Pengadilan Negeri Padangsidimpuan.
5. Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan a quo
juga menimbulkan kerugian materil yang sangat besar
dengan tidak dapat dijualnya hasil perkebunan sengketa
untuk kehidupan anggota koperasi sebagai pemilik, tidak
dapat dicover oleh kompetensi peradilan TUN dengan
tuntutan ganti rugi secara terbatas yang jumlahnya
maksimal hanya Rp 5.000.000,-(limajuta rupiah).
6. Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan a quo
yang ditujukan juga kepada Ketua Umum GAPKI dan
kepada Gubernur Sumatera Utara serta Bupati Padang
Lawas Utara, Bupati Padang Lawas Selatan, dan Bupati
Tapanuli Selatan, tidak dapat dipandang sebagai
Keputusan TUN yang kongkrit dan individual karena dari
sifat dan tujuan surat tersebut dapat terlihat secara jelas
dia berlaku secara umum dan menuntut kepatuhan
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 73 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
dari semua pihak yang terlibat, termasuk para anggota
GAPKI dan masyarakat pada umumnya yang ingin
membeli hasil kebun kelapa sawit milik penggugat;
7. Bahwa alasan-alasan PembandingI/Tergugat I
sebagaimana dikemukakan diatas, dengan Kontra
argumen Penggugat I/Terbanding I menunjukkan
ketentuan yang diatur pada pasal 53 ayat (1) UU No.5
Tahun 1986 jo UU No.9 Tahun 2004 tentang Peradilan
TUN jo. UU Nomor 30 Tahun 2014, tidak relevan dengan
gugatan Penggugat, dan disamping itu didalam
ketentuan Hukum Acara Perdata dikenal asas bahwa
pemeriksaan dilaksanakan dengan cepat, sederhana,
dan biaya ringan sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat
(4) UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman, sehingga seandainyapun terdapat titik
singgung dengan kewenangan pengadilan TUN –quod non– maka titik berat kepentingan hukum Penggugatlah
yang menjadi kriteria dalam melihat kompetensi absolut
yang dikemukan Pembanding/Tergugat I.
1.6 Gugatan Penggugat adalah tentang Perbuatan Melawan Hukum (“PMH”) yang dilakukan oleh Tergugat I, Tergugat II dan
Tergugat III serta Turut Tergugat, Penggugat tidak ada menuntut
tentang pembatalan terhadap Keputusan Pejabat Tata Usaha
Negara, dan tentang tidak sah dan tidak memiliki kekuatan
hukum mengikat (buiten efect), hal ini sesuai dengan:
- Yurisprudensi M.A.RI No.981K/Sip/1972, 31Oktober 1974 yang
pada pokoknya menjelaskan
“Perbuatan Melanggar Hukum yang dilakukan
oleh Pejabat Negara tunduk pada yurisdiksi
Pengadilan Negeri/Umum”
- YuriprudensiM.A.RI.No.339K/Sip/1973,14 November 1974
yang pada pokoknya menjelaskan
“bahwa menurut yurisprudensi onrechtmatige
overheidsdaad Pengadilan Negeri berwenang
untuk mengadilinya”
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 74 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
- Yurisprudensi M.A.RI. No.115 K/Sip/1960 Dalam Perkara
Pemerintah Daerah Kota Padang (Kota Pradja Padang)
lawan Jap Soei Nia.dkk Pada pokoknya menjelaskan :
“Tuntutan mengenai pelaksanaan hak perdata
pribadi (subjectief privaatrecht) Pengadilan
Negeri berwenang mengadilinya, walaupun hak
itu bersumber pada pereturen yang bersifat
hukum public”: 1.7 Pendapat M.Yahya Harahap, dalam bukunya yang berjudul
Hukum Acara Perdata Tentang Guqatan, Persidangan,
Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Sinar
Grafika Jakarta, 2005, Halaman 527, Pasal142 Ayat (5) RBg
yang menjelaskan "Dalam gugatannya mengenai barang tetap
maka gugatan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri
diwilayah letak barang tetap tersebut";
1.8 Perbuatan melawan hukum diatur dalam Pasal 1365
KUHPerdata (BW)
1.9 Bahwa segala apa yang dikemukakan Pembanding I/Tergugat
I tentang kewenangan Pengadilan Negeri Padangsidimpuan
telah dimuat dalam Surat Jawabannya dan telah
dipertimbangkan secara cermat dan utuh oleh Majelis Hakim
perkara a quo sehingga tidak ada hal-hal yang baru yang
disampaikan Pembanding I/Tergugat I dalam Memori
Bandingnya
Dengan demikian putusan (Majelis Hakim) Pengadilan Negeri
Padangsidimpuan yang menolak Eksepsi Tergugat I, dan Tergugat III, untuk seluruhnya (kompetensi Relatif dan Kompetensi Absolut) adalah putusan yang sudah tepat dengan
didasari pertimbangan hukum yang cukup, cermat dan utuh, maka
Pengadilan Negeri Padangsidimpuan berwenang untuk memeriksa
dan mengadili perkara a quo
2 TENTANG PENGGUGAT TIDAK MEMPUNYAI KEPENTINGAN
HUKUM
Bahwa alasan-alasan yang dikemukan dalam memori banding
Pembanding I/Tergugat I bahwa Penggugat tidak mempunyai
kepentingan Hukum hanya karena adanya Putusan Pidana yang
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 75 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
telah mempunyai kekuatan hukum ( in kracht van gewijsde), sama
sekali tidak benar dan bahkan menggelikan, karena kepentingan
hukum Penggugat/Terbanding sangat nyata dalam perkara a quo
yang dengan cara-cara yang melawan hukum dirampas, dengan
alasan sebagai berikut:
2.1 Bahwa putusan pidana yang disebut telah berkekuatan hukum,
dengan segala keanehan dan dikatakan telah dieksekusi
diruangan Kejaksaan Tinggi Medan dalam sehelai surat
berupa serah terima antara Kepala Kejaksaan Tinggi dengan
Kepala Dinas Kehutanan Prov. Sumatera Utara, merupakan
keajaiban tersendiri dalam masalah eksekusi benda tidak
bergerak berupa lahan perkebunan, karena tanpaplaatselijk onderzoek dan constatering,Tergugat I, dan II menserah
terimakan secara fiktif lahan sebagai benda tidak bergerak,
tanpa prosedur yang harus dilalui dalam eksekusi benda tidak
bergerak dengan kehadiran pejabat pemerintah setempat
serta pihak-pihak terkait yang menunjukkan batas-batas yang
dieksekusi terutama seluruh pemilik yang terkait dengan
batas-batas yang jelas dengan patok-patok yang menentukan
secara kongkrit apa yang diserahkan. Justru pemeriksaan setempat (plaatseljk onderzoek)dalam perkara ini yang
dilakukan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Padang
Sidempuan, menunjukkan bahwa rujukan dan penentuan
lokasi lahan Penggugat yang dinyatakan dirampas untuk
negara yang menjadi objek sengketa dalam perkara a quo
justru tidak berada ditempat yang dirumuskan oleh Para
Tergugat, teristimewa Jaksa Penuntut Umum yang menjadi
patokan utama.
2.2 Bahwa seluruh rangkaian alat bukti dan peristiwa telah
menunjukkan bahwa Pembanding I/Tergugat I telah
melakukan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan
kerugian kepada Penggugat/Terbanding, karena tidak
terdapat alasan-alasan yang dapat mengesampingkan kenyataan bahwa dalam negara hukum, justru pelaksanaan kekuasaan negara harus tunduk pada hukum yang berlaku, dan penyelenggara negara tidak boleh
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 76 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak jelas dasar hukumnya, apalagi jika dilakukan rekayasa; eksekusi yang
dilaksanakan secara terburu-buru di penghujung masa jabatan
Menteri Kehutanan yang lama meskipun telah mengetahui
adanya Putusan Perdata dan Putusan TUN yang menunjukkan
bukti sebaliknya, menjadi tanggung jawab Pembanding secara
tanggung renteng;
2.3 Bahwa perlindungan dan pengakuan konstitusi atas hak-hak
traditional Penggugat telah jelas-jelas ditegaskan dengan
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 35/PUU-X/2012, 16
Mei 2013 yang intinya menyatakan :
“ bahwa hutan adat yang dimiliki oleh masyarakat tidak termasuk hutan Negara” hal mana juga
merupakan ketentuan yang dianut oleh UU No.41
Tahun 1999 Tentang Kehutanan khususnya Pasal
15 dan Putusan MK No.45/PUU-IX/2011, 9 Februari
2012 tentang pemahaman dan pemaknaan penetapan Kawasan Hutan harus melalui empat
tahapan, yaitu :
“ Penunjukan, Penata Batasan, Pemetaan dan
Pengukuhan/Penetapan, tanpa manaPenunjukkan
hutan tanpa proses tahapan tersebut adalah
praktek dari pada pemerintahan otoriter dan bukan merupakan praktek dari pemerintahan yang
demokratis ”.
2.4 Bahwa Penggugat/Terbanding menolak alasan
Pembanding/Tergugat I tentang pernyataan bahwa
Pembanding tidak melakukan perbuatan melawan hukum
hanya dengan mengulang alasan-alasan yang telah
dikemukakan dalam jawaban dan dupliknya dan sama-sekali
tidak membawa hal baru, dengan alasan bahwa Putusan MK
tidak berlaku surut dan Putusan No.45/PUU-
IX/2011mempertahankan Pasal 81 UU No.41 Tahun 1999
tentang Kehutanan tetap sah dan mengikat, karena Putusan
MK No.45/PUU-IX/2011 tidak berdiri sendiri dan beberapa
putusan MK lainnya secara jelas mengakui masyarakat hukum
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 77 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
adat atas lahan sengketa antara lain Putusan No.34/PUU-
IX/2011, No.35/PUU-X/2012, dan No.55/PUU-VIII/2010.
Lagipula hak masyarakat hukum adat yang telah ada sejak
sebelum Indonesia merdeka, yang merupakan hukum yang
berlaku jauh lebih awal daripada apa yang dirujuk oleh
Pembanding baik ketentuan pidana maupun tentang
penetapan kawasan hukum sebagai dasar perampasan lahan
perkebunan para penggugat dalam perkara Pidana
No.481/Pid.B/2006/PN.Jkt.Pst tanggal 28 Juli 2006. Oleh
karena itu pernyataan bahwa Putusan MK berlaku prospektif
dan bukan retroaktif sama sekali tidak relevan dalam perkara a
quo Bahwa putusan MK tersebut sama sekali tidak
membatalkan Pasal 15 dalam UU No.41 Tahun 1999 tetapi
menegaskan bahwa penetapan Kawasan Hutan harus melalui
empat tahapan yaitu Penunjukan, Penata Batasan, Pemetaan
dan Pengukuhan/Penetapan, tanpa mana Penunjukkan hutan
tanpa proses tahapan tersebut adalah praktek dari pada
pemerintahan otoriter dan bukan merupakan praktek dari
pemerintahan yang demokratis, sehingga dengan demikian
sejak awal juga sudah merupakan perbuatan yang melawan
hukum.
3 Bahwa selain itu di lokasi Penggugat yang disebut-sebut oleh JPU
berada di 5 (lima) desa sebagai locus delicti perbuatan pidana
yang didakwakan kepada DL. Sitorus, pada kenyataannya menurut
Hasil Audit Interdept bulan Mei 2005 (Vide Bukti P-22 dalam
halaman 62 Putusan perkara a quo) terdapat juga sebanyak 43 badan usaha lain termasuk BUMN dan PMA, yang mengelola perkebunan Kelapa Sawit tanpa dipermasalahkan sebagai
perkara pidana oleh Kejaksaan Agung RI cq. Kejaksaan Tinggi Propinsi Sumatera Utara, Pemerintah ataupun Menteri Kehutanan, yaitu antara lain:
1) PT.Hexa Setia Sawita, 1.1176ha, 2)PT.Sumber Sawit Makmur,
2.072 ha, 3)PT.Damai Nusa Sekawan, 2.384Ha, 3)PT.Agro Mitra
Karya Sejahtera, 21.543.23 ha, 4)PT.First Mujur Plantation dan
Industri, 15.000ha 5)PT.Wonorejo Perdana, 15.000.00 ha.
6)PT.Austindo/PT.Eka Pendawa Sakti, 11.238Ha, 7)PT.Barumun
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 78 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
Raya Padang Langkat, 2.372.97 ha, 8)PT.Sinar Tika Portibi Jaya
Plantation, 1.679.12 ha, 9)PT.Mazuma Agro Indonesia (MAI),
12.266.43 ha, 10)PT.Karya Agung Sawita (KAS), seluas 14.374.86
ha, 11)PT.Perkebunan Nusantara II, seluas 4.000 ha,
12)PT.Sibuah Raya, seluas 1.750.00 ha, 13)PT.Perkebunan
Nusantara IV, 1.294.20 ha, 14)PT.Toga Saudara Makmur, 192.55
ha, dll, sebagaimana dengan hal yang termuat dalam laporan hasil
audit Tim Interdep Mei 2005 (Vide Bukti P-22) tersebut,dapat
dengan jelas disimpulkan bahwa Pembanding/Terugat I menutup
mata terhadap diskriminasi yang dilakukannya, untuk
menunjukkan bahwa Pembanding/Tergugat I telah melakukan
tugasnya mempertahankan kawasan hutan dan lingkungan hidup
dengan optimal berdasarkan hukum yang berlaku dengan upaya
mengorbankan Para Penggugat; anehnya KUD Serbaguna yang
dinyatakan Menteri LHK berada di dalam wilayah kawasan hutan
Reg.40 yang kemudian dipergunakan oleh JPU mendakwa DL.
Sitorus menduduki kawasan hutan tanpa ijin Menteri LHK ternyata
oleh Putusan Pengadilan Tinggi Medan
No.434/PDT/2011/PT.MDN, tanggal 4 Juni 2912 yang sudah
berkekuatan hukum tetap (Vide Bukti P-11), dan Putusan
MA.PK.No.66PK/Pdt-2014, tanggal 26 Oktober 2015 (vide bukti P-
12)dinyatakan tidak dalam kawasan hutan dan kepemilikan
tanah masyarakat anggota KUD Serbaguna yang didasarkan pada
624 Sertifikat Hak Milik (SHM) adalah sah, fakta mana sama sekali
tidak ingin dilihat oleh Pembanding teristimewa Tergugat
I/Pembanding, agar tidak tampak kepada publik penyimpangan-
penyimpangan yang dilakukan Pembanding I/ Tergugat I.
4 Bahwa ketentuan Pasal 15 UU No.41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan menyatakan sebagai berikut:
“ Bahwa penunjukan kawasan hutan adalah salah satu tahap dalam proses pengukuhan kawasan hutan, dan ketentuan demikian harus memperhatikan
kemungkinan adanya hak-hak perseorangan atau ulayat pada kawasan hutan yang akan ditetapkan sebagai kawasan hutan sehingga jika demikian terjadi, maka penataan batas dan pemetaan batas
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 79 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
kawasan hutan harus mengeluarkannya dari kawasan hutan agar tidak merugikan bagi masyarakat yang berkepentingan dengan kawasan yang akan
ditetapkan sebagai kawasan hutan”,
Oleh karena hal yang demikian,maka pada saat penataan batas
dan pemetaan batas kawasan hutan Pemerintah/Menteri
Kehutanan (kini Menteri LHK) seyogianya terlebih dahulu harus
mengeluarkan semua tanah yang menjadi Hak ulayat masyarakat
adat setempat dari areal kawasan yang akan ditetapkan sebagai
kawasan hutan, tetapi dalam kenyataannya hal demikian tidak
dilakukan. Sebagai contoh, 5(lima) desa yang disebutkan dalam
dakwaan, pada kenyataannya berpenghuni dan sebagai
pemukiman masyarakat setempat, tidak boleh dimasukkan dalam
kawasan hutan bahkan harus dikeluarkan (enclave) kendatipun
Penggugat/Terbanding tidak pernah melakukan kegiatan disitu.
Dengan demikian terbukti Pembanding telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum yaitu telah melanggar UU No.5 Tahun
1967 (Vide Bukti P-48) Pasal 15 UU No.41 Tahun 1999 tersebut
diatas dan Putusan M.K.RI No.45/PUU–IX/2011, 21 Februari 2012;
5 Bahwa Lahan yang dikelola Penggugat tersebut telah ikut dituntut
oleh Tergugat II dan dinyatakan dirampas untuk Negara dan telah
diputus dengan Putusan MA No.2642K/Pid/2006, ternyata benar-benar keliru, perampasan mana dilaksanakan dengan
menyerahkan lahan tersebut kepada Dinas Kehutanan Provinsi
Sumut (Vide Bukti P – 42, Berita Acara penyerahan rampasan
tanggal 26 Agustus 2009), padahal fakta dan hukum menunjukkan lahan tersebut adalah merupakan lahan milik masyarakat Adat Marga Hasibuan dan sebagian sudah
bersertifikat Hak Milik, dan yang diatasnya Negara pernah
menerbitkan izin HPH (Hak Pengusahaan Hutan) kepada 5
Perusahaan secara tidak sah (secara sepihak tanpa
melibatkan/mendapat persetujuan masyarakat yang berhak) dan
kemudian setelah lokasi dibabat, lokasi ditinggal demikian saja;
6 Bahwa inventarisasi Tim Interdep pada bulan Mei 2005 (vide Bukti
Bukti P-22), dan Jaksa Agung RI, sesungguhnya telah
merekomendasikan untuk menyelesaikannya dengan Out of Court
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 80 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
Settlements (Vide Bukti P- 26)bahwa kenyataan yang ditemukan
dilapangan telah menyebabkan penanganan secara hukum pidana
seperti yang diajukan kepada DL.Sitorus yang putusannya menjadi
dasar perampasan barang bukti yang menjadi milik Para
Penggugat, sesungguhnya juga telah menjadi pendirian awal dari
Jaksa Agung R.I. saat itu, sebagai tampak dalam alat bukti yang
disajikan, dan perubahan sikap yang terjadi, dan hanya menjadikan
D.L.Sitorus dengan akibat terampasnya lahan perkebunan Para
Penggugat, merupakan sikap diskriminasi yang luar biasa, dan
pelanggaran konstitusi secara menyolok;
7 Bahwa Memori Banding Pembanding I/Tergugat I yang hanya
mendasarkan pada dokumen perkara dan putusan pidana, telah gagal
memberi argumen bahwa adanya putusan tata-usaha negara dan putusan perdata yang telah berkekuatan hukum tetap (in kracht)
mengenai barang bukti, yang kontradiktif dengan keseluruhan alat
bukti dalam perkara pidana, telah menyebabkan seluruh proses
eksekusi yang dikemukakan Tergugat kehilangan daya laku dan titel
eksekutorial, karena sebagaimana telah dikemukakan dalam
tanggapan bagian eksepsi diatas bahwa suatu putusan atau bagian
dari putusan, tidak dapat dilaksanakan atau non eksekutabel apabila
terdapat (i) pertentangan antara putusan tersebut dengan putusan-
putusan lain secara kontradiktif menyangkut objek sengketa yang
dinyatakan dirampas tersebut (ii) jikalau terdapat ketidaksesuain
antara batas-batas objek sengketa yang dinyatakan dirampas dengan
kenyataan yang terdapat dilapangan (iii) apabila objek sengketa itu
justru menjadi hak orang lain dari pada seorang terdakwa dalam
putusan yang menyatakan perampasan tersebut;
8 Bahwa apa yang disebut eksekusi administratif oleh Tergugat II
tidak memiliki dasar hukum dalam sistem yang dikenal, sebab
eksekusi barang bukti berupa lahan harus dilakukan secara riil di
lokasi di mana barang bukti berada, dengan tujuan supaya batas-
batas maupun seluruh objek yang berada diatasnya dapat
diinventarisasi, hal mana dilakukan dengan kehadiran pihak-pihak
yang berkepentingan disaksikan oleh Pejabat Pemerintahan setempat;
9 Bahwa tuduhan Tergugat II yang menyatakan penerbitan sertifikat
tanah di dalam kawasan hutan Padang Lawas oleh Kepala Kantor
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 81 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
Pertanahan Kabupaten Tapanuli Selatan/Turut Tergugat sebanyak
kurang-lebih 1820 sertifikat diduga fiktif, adalah bertentangan dengan
hukum yang berlaku, karena pada asasnya Sertifikat yang
dikeluarkan oleh Badan Pertanahan merupakan bukti autentik
yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna kecuali dapat
dibuktikan sebaliknya. Sampai saat ini upaya membuktikan apa yang
didalilkan Tergugat II tidak pernah dilakukan, apalagi upaya
pembatalannya pun tidak pernah terjadi;
10 Bahwa Memori Pembanding tentang Kawasan Hutan Register 40 yang
didasari sebagaimana dalam Memori Tergugat I/Pembanding adalah
tidak benar, dengan alasan sebagai berikut:
a. Bahwa GB No.50 Tahun 1924 bukan suatu keputusan penunjukkan kawasan hutan melainkan daftar 13 nama desa
(tidak termasuk lima desa seperti dalam dakwaan JPU yaitu Desa
Mandasip, Desa Paran Padang, Desa Aek Raru, Desa Langkimat,
dan Desa Janji Matogu) yang akan dipertimbangkan menjadi
kawasan hutan, padahal hingga sampai sekarang pun rencana
tersebut belum pernah/tidak dapat ditindaklanjuti menjadi kawasan
hutan, sebagaimana dimaksud dalam Putusan MK No.45/PUU-
IX/2011. Karena sejak dahulu 13 desa tersebut sudah menjadi
pemukiman penduduk (kota/desa), dan 5 Desa yang disebut dalam
dakwaan sejak dahulu sudah menjadi permukiman penduduk yang
memiliki pemerintahan desa. Bahkan dalam dokumen yang disebut
GB No.50 tahun 1924 tersebut, ada disebutkan lahan-lahan
penggembalaan ternak dari penduduk.
b. Bahwa JPU dalam dakwaannya tersebut, telah dengan sengaja
dan secara keliru menyatakan lokasi perkebunan yang terletak di
Kecamatan Barumun Tengah sebagai Kawasan Hutan yang
seolah-olah benar disebutkan dalam GB No.50 tahun 1924, tetapi
surat aslinya tidak pernah diperlihatkan oleh JPU selama
persidangan perkara Pidana tersebut diatas, sehingga kemudian
dengan Surat Keputusan Tergugat I No.44 Tahun 2005 dijadikan
dasar untuk menyatakan lokasi GB.50/1924 sebagai kawasan
hutan yang selanjutnya disebut-sebut sebagai register 40, padahal
dalam kenyataannya hal tersebut tidak benar karena GB No.50
tahun 1924 dalam bahasa aslinya tidak pernah menyatakan lokasi
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 82 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
tersebut sebagai kawasan hutan produksi melainkan menyebut
perkampungan, penggembalaan ternak penduduk kampung, dan
lahan-lahan untuk dipertimbangkan sebagai rencana bagi
pembangunan hutan yang baru. Bahkan sampai saat terakhir
dalam putusan Peninjauan Kembali (PK), GB No.50 yang dijadikan
dasar hukum untuk menjatuhkan pidana dan merampas
perkebunan kelapa sawit yang dikelola penggugat sesungguhnya
sudah direkayasa dengan merubah GB No.50 melalui terjemahan
kedalam bahasa Indonesia, yang secara umum dan menyeluruh
menyimpang dari fakta-fakta hukum yang sebenarnya, terlebih lagi
jikalau GB No.50 tersebut tidak tercatat dalam daftar
staatsblaad Hindia Belanda tahun 1924 yang harus menjadi
dasar keberlakuan atau kekuatan mengikat. Lagipula dokumen
tersebut tidak pernah dicocokkan dengan dokumen asli untuk
dapat diterima sebagai alat bukti yang sah (vide Halaman 30,31
Putusan Pengadilan Tinggi Medan No.434/PDT/2011/PT.MDN,
tanggal 4Juni 2012 vide Bukti P-11) Halaman 2 Putusan
No.134K/TUN/2007, dan Staatsblad Hindia Belanda Tahun 1924
juga tidak menyebut adanya Gouverment Besluit (GB) No.50
tersebut sebagaimana terlihat dari daftar isi Staatsblad tahun 1924.
Bahkan dalam GB No.50 tidak menyebut 5 (lima) Desa seperti
yang disebutkan dalam dakwaan JPU.
c. Surat Keputusan Menteri Kehutanan (sic. Menteri Pertanian)
No.923/Kpts/Um/12/1992, 27 Desember 1982 tentang Penunjukan
Areal Hutan di Wilayah Propinsi Dati I Sumatra Utara Tata Guna
Hutan Kesepakatan (TGHK) seluas 3.780.132.02 Ha, (yang tidak
berlaku lagi karena dengan SK Menteri Kehutanan No.44/2005
yang juga tidak berlaku karena dinyatakan oleh Mahkamah Agung
Tidak Sah).
Bahwa KeputusanMenteri Pertanian No.923 Tahun 1982 tidak
pernah menyebutkan TGHK dan Keputusan Menteri tersebut bukan
sebagai dasar hukum dari TGHK. Bahwa disebutkannya Keputusan
Menteri Pertanian No.923 Tahun 1982 tentang TGHK adalah
pembohongan publik karena hal tersebut sama sekali tidak disebut
dalam Keputusan Menteri Pertanian No.923 Tahun 1982. Bahkan
SK No.923/Kpts/Um/12/1992, 27 Desember 1982 tersebut bukan
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 83 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
merupakanpenetapan suatu areal kawasan hutan melainkan hanya
rencana belaka sebagaimana dapat dilihat dalam konsideran dan
diktum-diktumnya. Bahwa selain itu juga, GB No 50 dimaksud tidak
memuat informasi koordinat geographis dan data spasial, padahal
data koordinat dan data spasial tersebut sangat penting untuk
menentukan dalam meletakkan posisi pasti lahan atau lokasi –
termasuk objek perkara- yang dimaksud oleh Tergugat-Tergugat
yang hanya mengambil alih dari dakwaan JPU dalam perkara
pidana No 481/Pid.B/2006/PN.JKT.PST, 28 Juni 2007,
sebagaimana juga telah ternyata ketika dilakukan pemeriksaan
setempat yang dilakukan tanggal 1 Juni 2016 telah terbukti dalam
berita acara batas-batas yang disebutkan dalam putusan Pidana
tidak ditemukan sehingga oleh karenanya sesungguhnya tidak
dapat dipastikan bidang lahan yang mana yang dimaksudkan
dalam putusan maupun berita acara eksekusi tanggal 26
Agustus 2009 yang fiktip, sehingga oleh karenanya seluruh
argument dari pada Tergugat I/Pembanding tidak relevan dan
harus dikesampingkan. Lagi pula, alat bukti yang diajukan
Tergugat I/Pembanding tentang Tata Batas adalah Copy dari Copy
Berita Acara Tata Batas yang tidak memuat Koordinat maupun
data spasial serta sama sekali tidak ditandatangani oleh pejabat
yang berwenang untuk itu. Sehingga sama sekali tidak mempunyai
nilai kekuatan pembuktian.
d. Bahwa Dakwaan JPU tersebut pada intinya adalah
mengkriminalisasi DL.Sitorus (Pendamping Penggugat) karena
menyebutkan secara keliru bukan faktanya DL.Sitorus telah
menduduki kawasan hutan Negara tetap tanpa ijin Menteri
Kehutanan di lima desa yaitu Desa Mandasip, Desa Paran Padang,
Desa Aek Raru, Desa Langkimat, dan Desa Janji Matogu yang
menurutnya didasarkan pada :
1. Gouvernement Besluit (GB) 50 Tahun 1924 tanggal 24 Juni
1924, padahal GB No.50 dimaksud tidak pernah menetapkan
kawasan hutan sebagaimana dijelaskan di atas, dan sebagai
hasil rekayasa melalui terjemahan yang tidak benar.
2. Surat Keputusan Menteri Kehutanan (sic. Menteri Pertanian)
No.923/Kpts/Um/12/1992 tanggal 27 Desember 1982 tentang
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 84 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
Penunjukan Areal Hutan di Wilayah Propinsi Dati I Sumatra
Utara Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) seluas
3.780.132.02 Ha, padahal SK Menteri ini tidak ada hubungan
Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK).
3. Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) tidak mempunyai dasar
hukum yang jelas karena hanya bersifat kesepakatan, bukan
ketentuan hukum dan tidak dapat dipergunakan menjadi acuan
untuk produk hukum yang mengikat, sebagaimana dapat dilihat
dalam Pasal 7 UU No.12 Tahun 2011 jo TAP MPR No.III Tahun
2000. Kesepakatan yang dimaksud dalam TGHK adalah
kesepakatan yang dicapai antara pemerintah dengan pihak-
pihak yang berkepentingan dilahan hutan yang disepakati itu
yaitu semua pihak yang memiliki hak termasuk masyarakat
hukum adat. In casu dalam perkara pidana DL Sitorus yang
dalam dakwaan menyebut adanya TGHK tersebut dokumen
dimaksud yang memuat tanda tangan para pejabat
pemerintahan bukanlah menjadi lampiran daripada SK Menteri
Pertanian No.923 dan juga bukan merupakan kesepakatan
dimaksud dalam penentuan Tata Guna Hutan.
4. Bahwa memori dari Pembanding yang merujuk Perda Propinsi
Sumatera Utara No.7 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Prov.Daerah Tingkat I Sumatera Utara tahun 2003-
2018, dan Perda Kabupaten Tapanuli Selatan No.14 Tahun
1998 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten daerah
Tingkat II Tapanuli Selatan, sama sekali tidak menyebut TGHK
dan tidak mengalokasikan kecamatan Barumun Tengah sebagai
kawasan hutan. Secara jelas disebutkan dalam Pasal 2 bagian 2
tentang arahan pengembangan kawasan budi daya justru
menetapkan bahwa kawasan hutan produksi tetap, produksi
terbatas dan kawasan hutan produksi konversi berada di
wilayah kecamatan Kotanopan, Batang Natal, Padang Bolak,
Sosopan, Padang Sidimpuan Timur, Siais dan Kecamatan
Muara Batanggadis.
5. Dikaitkan dengan GB No.50 dan ketentuan-ketentuan lain yang
tidak pernah menyebutkan 5 (lima) Desa tersebut sebagai
kawasan hutan (P - 23,a,b,c) sedangkan masyarakat setempat
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 85 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
telah menguasai fisik sejak jaman dahulu (7 generasi). Oleh
karena itu Pembanding/Tergugat I tidak berhak menyatakan
areal yang dikuasai/dikelola masyarakat setempat adalah
sebagai kawasan hutan yang dilarang untuk didayagunakan.
Terlebih-lebih lagi dikaitkan dengan Putusan MK No.35/PUU-
X/2012, 16 Mei 2013 dan Putusan MK No.45/PUU-
IX/2011,tanggal 21 Februari 2012. Dengan demikian dalil-dalil
yang dikemukakan oleh Pembanding tidak benar dan harus
ditolak.
6. Bahwa pemahaman daripada Tergugat I/Pembanding tentang
konsep penguasaan Negara dalam Pasal 33 UUD 1945 sangat
sempit dan tidak merujuk pada konsep yang telah dirumuskan
oleh Mahkamah Konstitusi (MK) masing-masing dalam putusan
putusan yang menguji UU tentang sumber daya alam, antara lain
:
a. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 01-02-022/PUU-I/2003 b. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 002/PUU-I/2003 tgl 21
Desember 2004, c. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 058-059-060-63/PUU-
II/2004 tgl 19 Juli 2005
Masing-masing putusan tersebut pada dasarnya secara konsisten
menyatakan bahwa : “ Mahkamah Konstitusi secara khusus telah memberi pengertian
”penguasaan oleh negara” dalam putusan-putusannya sebagai
berikut ini :”...dengan memandang UUD 1945 sebagai sebuah
sistem...,maka penguasaan oleh negara dalam pasal 33
memiliki pengertian yang lebih tinggi atau lebih luas dari pada
pemilikan dalam konsepsi hukum perdata. Konsepsi
penguasaan oleh negara merupakan konsepsi hukum publik
yang berkaitan dengan prinsip kedaulatan rakyat yang dianut
dalam UUD 1945, baik dibidang politik (demokrasi politik)
maupun ekonomi(demokrasi ekonomi). Dalam paham
kedaulatan rakyat itu, rakyatlah yang diakui sebagai sumber,
pemilik dan sekaligus pemegang kekuasaan tertinggi dalam
kehidupan bernegara, sesuai dengan doktrin ”dari rakyat, oleh
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 86 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
rakyat dan untuk rakyat”. Dalam pengertian kekuasaan tertinggi
tersebut tercakup pula pengertian pemilikan publik oleh rakyat
secara kolektif. Bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung didalam wilayah negara, pada hakikatnya adalah
milik publik seluruh rakyat secara kolektif yang dimandatkan
kepada negara untuk menguasainya guna dipergunakan bagi
sebesar-besarnya kemakmuran bersama. Karena itu pasal 33
ayat (3) menentukan ”bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sesesar-besar kemakmuran rakyat”.
”...pengertian ”dikuasai negara” haruslah diartikan mencakup
makna penguasaan oleh negara dalam arti luas yang
bersumber dan diturunkan dari konsepsi kedaulatan rakyat
Indonesia atas segala sumber kekayaan ”bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung didalamnya, termasuk pula
didalamnya pengertian kepemilikan publik oleh kolektivitas
rakyat atas sumber sumber kekayaan yang dimaksud. Rakyat
secara kolektif itu dikonstruksikan oleh UUD 1945 memberikan
mandat kepada negara untuk melakukan fungsinya dalam
mengadakan kebijakan(beleid), tindakan pengurusan
(bestuursdaad), pengaturan(regelendaad),pengelolaan
(beheersdaad) dan pengawasan (toezichthoudensdaad)”.1
Pengertian ”dikuasainegara” dalam pasal 33 UUD 1945,
sebagai sistem mengandung pengertian yang lebih tinggi atau
lebih luas dari pada pemilikan dalam konsepsi hukum perdata.
Konsepsi penguasaan negara merupakan konsepsi hukum
publik yang berkaitan dengan prinsip kedaulatan rakyat yang
dianut dalam UUD 1945, baik dibidang politik (demokrasi
politik) maupun ekonomi (demokrasi ekonomi). Dalam paham
kedaulatan rakyat itu rakyatlah yang diakui sebagai sumber,
pemilik dan sekaligus pemegang kekuasaan tertinggi dalam
kehidupan bernegara, sesuai dengan doktrin dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat. Dalam pengertian kekuasaan tertinggi
1 Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 01-02-022/PUU-I/2003
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 87 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
tersebut, tercakup pula pengertian kepemilikan publik oleh
rakyat secara kollektif.2
Mahkamah juga memberi pendapat bahwa pengertian ”dikuasai
negara” tidak dapat diartikan hanya sebatas hak untuk mengatur
dan mengawasi sebagaimana menjadi pendirian Pemerintah3,
karena hal tersebut dengan sendirinya melekat dalam fungsi-
fungsi negara tanpa harus menyebut secara khusus dalam UUD
1945, dan sekiranyapun tidak dicantumkan dalam konstitusi
sebagaimana lazim dibanyak negara yang menganut paham
ekonomi liberal, sudah dengan sendirinya negara berhak
mengatur perekonomian. Atas dasar itu Mahkamah tidak
menerima pandangan yang mengartikan penguasaan oleh negara
sebagai identik dengan pemilikan dalam konsepsi perdata
maupun penguasaan negara hanya sebatas kewenangan
pengaturan. Dengan demikian penguasaan negara diartikan dari
konsepsi kedaulatan rakyat Indonesia atas segala sumber
kekayaan ”bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya”, sebagai pemilikan publik oleh kolektivitas rakyat atas
sumber-sumber kekayaan, dan kemudian rakyat tersebut secara
kolektif dikonstruksikan oleh UUD 1945 memberi mandat kepada
negara untuk mengadakan kebijakan (beleid), tindakan
pengurusan (bestuursdaad), pengaturan (regelendaad),
pengelolaan (bestuursdaad) dengan kewenangannya untuk
mengeluarkan dan mencabut fasilitas izin, lisensi, dan konsesi.
Sedang mengenai cabang produksi yang penting bagi negara
dan/atau yang menguasai hajat hidup orang banyak, maka hal itu
tergantung pada dinamika perkembangan kondisi masing-masing
cabang produksi. Yang harus dikuasai oleh negara harus
memenuhi dua syarat, yaitu cabang-cabang produksi yang
penting bagi negara dan/atau menguasai hajat hidup orang
banyak, yang dapat terjadi bahwa (i) cabang produksi yang
penting bagi negara dan menguasai hidup orang banyak, (ii)
penting bagi negara tetapi tidak menguasai hajat hidup orang
banyak, dan (iii) tidak penting bagi negara tetapi menguasai hajat
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 88 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
hidup orang banyak. Ketiga-tiganya menurut UUD 1945 harus
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Bahwa Penggugat/Terbanding mempunyai kepentingan secara
langsung atas objek sengketa dan hak pengelolahannya,
sebagaimana dikemukakan dalam
gugatanPenggugat/Terbanding tanggal 30 Desember 2015,
jelasnya point maupun pada Replik 10 Mei 2016 daerah
Kegiatan Penggugat mengelola perkebunan kelapa sawit yang
disebutkan baik dalam dakwaan JPU maupun putusan pidana
tersebut adalah di Desa Langkimat, Mandasip, Aek Raru,
Paran Padang dan Janji Matogu seluas 23.000 Ha, padahal
luas wilayah 5 desa tersebut hanya kurang lebih 6.682 Ha,
Bahwa Penggugat/Terbanding I adalah Badan Hukum
Koperasi Perkebunan Kelapa Sawit Bukit Harapan (KPKS
Bukit Harapan) yang didirikan masyarakat adat yang menjadi
petani kelapa sawit, untuk tujuan melakukan kegiatan
mengelola kebun-kebun kepunyaan masyarakat yang telah
ada di areal Padang Lawas yang bukan hutan, berdasarkan
hak-hak tradisional yang turun temurun yang seluruhnya
seluas kira-kira 23.000 Ha, dan sebagian telah bersertifikat
Hak Milik yang diterbitkan turut Tergugat/Kepala Kantor
Pertanahan Kabpaten Tapanuli Selatan.
Bahwa selain dari pada itu lokasi yang dikelola
Penggugat/Terbanding adalah berdasarkan hak-hak
tradisional dalam masyarakat hukum adat yang diperoleh dari
Marga Hasibuan yang menjadi anggota KPKS Bukit Harapan
yang diakui dan dilindungi pada jaman penjajahan, dan
setelah kemerdekaan sampai saat ini hak-hak tradisonal
dimaksud diatas jelas-jelas diakui dan diatur dalam Konstitusi
Negara RI sebagaimana termuat dalam Pasal 18B ayat 2 UUD
1945 yang berbunyi :
“ Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 89 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-undang.”
Bahwa lebih tegas lagi didalam pasal 12 ayat (1) UU No.5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria ( LN, Tahun 1960
No.104 ), yang menyatakan :
“ Segala usaha bersama dalam lapangan agrarian di dasarkan atas kepentingan bersama dalam rangka
kepentingan nasional, dalam bentuk koperasi atau bentuk-bentuk gotong royong lainnya.”
Sebagai konklusi dari putusan putusan dimaksud yang tidak
dipahami oleh Tergugat I/Pembanding telah meletakkan SK
Menteri Pertanian No. 923 itu tidak berada pada proporsi yang
konstitusional sebagaimana mestinya sehingga pendapat
Tergugat I/Pembanding ini harus dikesampingkan.
Berdasarkanhal-hal yang dikemukakan diatas terbukti bahwa
Penggugat/Terbanding Iadalah sebagai pihak yang berkepentingan
langsung secara hukumdalam mengajukan gugatan perkara a quo
dan berkepentingan untuk mengelola dan membudidayakan
perkebunan kelapa sawit diatas lahan sebagaimana dikemukakan
diatas, dengan demikian dalil-dalil yang dikemukakan Tergugat
I/Pembanding tidak benar dan harus ditolak.
II. TANGGAPAN TERHADAP MEMORI BANDING PEMBANDING/TERGUGAT I DALAM POKOK PERKARA.
1. Bahwa terhadap Memori Banding Pembanding/Tergugat I, halaman
8/d 14, point 4 s/d 8 adalah memori banding yang tidak jelasatau
tidak sempurna, karena pada point 3 halaman 7 s/d 8 alinea I,
memori banding Pembanding menanggapi terhadap pertimbangan
majelis hakim atas eksepsi, selanjutnya halaman 8 s/d 14 point
4,5,6,7,8 menanggapi pertimbangan majelis hakim tentang pokok
perkara, akan tetapi Pembanding/Tergugat I tidak memberikan
identifikasi yang jelas dalam memori bandingnya terhadap eksepsi
dan memori banding terhadap pokok perkara, sehingga menjadikan
memori banding yang tidak jelas (obscuur libel), dengan demikian
memori banding tersebut harus ditolak atau tidak dapat diterima.
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 90 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
2. Bahwa dalil yang dikemukakan Pembanding/Tergugat I point 4 sub
a,b,c tidak tepat dan menyesatkan, bahwa menurut ketentuan pasal
163 HIR/283 Rbg dan pasal 1865 KUIHPerdata menentukan :
“ Barang siapa yang mendalilkan mempunyai sesuatu hak atau
mengemukakan suatu peristiwa untuk menegaskan haknya
atau untuk membantah adanya hak orang lain, haruslah
membuktikan adanya hak itu adanya peristiwa itu.”
Membuktikan dalam arti Yuridis tidak lain memberi dasar-dasar
yang cukup kepada hakim yang menerima perkara yang
bersangkutan guna memberi kepastian tentang kebenaran
peristiwa yang diajukan. Kemudian alat-alat bukti dalam hukum
acara perdata diatur dalam pasal 164 HIR/284 Rbg, 1866
KUHPerdata.
Bahwa dalam perkara ini bukti yang disampaikan
Penggugat/Terbanding I sebanyak 68 bukti surat/tulisan yang
terdiri dari bukti P-1 s/d P-55 dan 4 (empat ) orang saksi dan 3
(tiga) orang ahli (vide hal. 37 s/d 46 putusan majelis hakim dalam
perkara ini dan halaman 85 pertimbangan majelis hakim dalam
perkara ini), dalam perkara ini bukti yang dikemukakan Penggugat
menanggapi dalil Tergugat I/Pembanding yang dikemukakan diatas
tentang Gouvernement Besluit (G.B) No.50, tanggal 25 Juni 1924,
Penggugat/Terbanding menanggapinya dengan bukti yang
disampaikan Penggugat/Terbanding di depan sidang Pengadilan
yaitu bukti P-11 Putusan Pengadilan Tinggi Medan
No.434/Pdt/PT.MDN/2012, 4 Juni 2012 sudah inkracht, yang pada
intinya mengemukakan lampiran peta kawasan hutan Padang
Lawas Register 40.GB No.50 tanggal 25 Juni 1924 dan Surat
GUBSU No.5/1077 No.2608/3 tersebut aslinya berbahasa Belanda,
dan telah dirubah dan ditambah dengan Bahasa Indonesia dan
direkayasa menjadi batas kawasan yang telah diusulkan areal
Pemasukan baru. Bahwa selain itu Putusan Pengadilan Tinggi
Medan tersebut telah diperkuat dengan bukti
Penggugat/Terbanding Bukti P-12 yaitu Putusan Mahkamah Agung
PK No.66 PK/Pdt/2014, tanggal 26 Oktober 2015, yang intinya
menolak Permohonan PK dari Tergugat I/Pembanding terhadap
Putusan Pengadilan Tinggi Medan tersebut.
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 91 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
Bahwa selain itu juga Penggugat/Terbanding telah mengajukan
bukti P-23a De Wetboeken Wetten en Verordeningen, Benevens
De Grondwet Van De Republiek Indonesia, P-23b, Himpunan
Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia disusun
menurut Sistem ENGELBRECHT, P-23c, STAATSBLAD Van
Nederlandsch – Indie Over her jaar 1924 yang menyatakan GB 50
tertanggal 24 Juni Tahun 1924 tidak terdapat dalam staatsblaad
tersebut. Bahwa prinsip dalam hukum acara perdata tentang
pembuktian, bukti yang relevan dengan perkara.mutlak diterima
dan dipertimbangkan sebagai alat bukti, karena bukti yang
disampaikan Penggugat/Terbandingadalah relevan dalam perkara
a quo, adalah tepat pertimbangan Majelis Hakim dalam
putusannya.
Bahwa putusan pidana Nomor 481/PID.B/2006/PN.JKT.PST,
tanggal 28 Juni 2006 atas nama Terpidana DL.Sitorus dan Putusan
Mahkamah Agung RI No 2642K/Pid/2006, tanggal 12 Februari 2007
adalah putusan yang tidak didasari dengan sumber hukum yang
sah, sebagaimana telah dibuktikan dengan bukti P-3 s/d P-8, dan
keterangan 4 (empat) orang saksi Fakta yaitu Ahmad Yani
Hasibuan dkk (vide putusan halaman 50 s/d 57), dengan demikian
dalil Tergugat I/Pembanding secara tegas harus ditolak.
3. Bahwa dalil Tergugat I/Pembanding point 5 sub angka 1 s/d 6,
halaman 9,10,11, sama sekali tidak benar dengan alasan sebagai
berikut :
3.1. Bahwa majelis hakim dalam pertimbangannya telah
memberikan pertimbangan hukum yang didasarkan alasan
dan dasar hukum yang tepat dan benar, hal ini ditandai
dengan secara cermat, jelas dan lengkap, telah dengan
seksama mempertimbangkan bukti surat/tulisan dan
keterangan saksi yang disampaikan Penggugat/Terbanding I,
maupun Tergugat I/Pembanding dan Tergugat II, III
sebagaimana pertimbangannya halaman 88 s/d 92. Bahwa
uraian yang disampaikan Tergugat I/Pembanding point 5 sub
1,2,3 adalah demikian kebenarannya, dan sebelum majelis
hakim sampai kepada pertimbangannya sebagaimana
halaman 92, telah lebih dulu memberikan pertimbangan
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 92 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
hukum atas perkara ini, pada halaman 88 alinea 4,5 yaitu
tentang Sejarah Padang Lawas dan Tapanuli Selatan,
berdasarkan pendapat Pakar Hukum Adat antara lain :
RM.Subanindyo Hadiliuwih,SH, yang menjelaskan dahulu
hasil penelitian Van Vollenhoven, kemudian dari buku
karangan Prof.Dr.Soerjono Soekanto,SH.,MA, kemudian
Soleman B.Taneko, SH Edisi kedua Penerbit Rajawali-
Jakarta.
3.2. Bahwa dari pendapat para ahli tersebut pada halaman 89
pertimbangan Majelis Hakim mengemukakan “ Di Tapanuli
terdapat tata susunan rakyat sebagai berikut : Bagian-bagian
clan (marga) masingmasing mempunyai daerah sendiri dst
…. (vider halaman 89 pertimbangan majelis hakim)
3.3. Bahwa selanjutnya pada halaman 90 alinea II, B. dalam
pertimbangannya majelis hakim mengemukakan, B. Sunirat
telah menyusun daftar nama-nama masyarakat hukum adat
berdasarkan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN)
tahun 1981–56 dst…(vide pertimbangan majelis hakim
halaman 90 alinea II), selanjutnya pada halaman yang sama
alinea II baris terakhir dan dilanjutkan halaman 91 aliea I,
dikemukakan Pemerintah Pusat yang menyatakan tentang
Masyarakat hukum adat atau masyarakat adat atasan dst…,
dan saksi dari Tergugat III PANGALOAN HARAHAP pada
intinya menjelaskan “Dari dulu sudah banyak kehidupan
Masyarakat Adat masih berlangsung dan masih ada sampai
sekarang dan masih diakui oleh pemerintahan daerah setahu
saksi sebelum tahun 1981 sampai dengan sekarang, karena
setiap ada pesta di desa saksi dan di Padang Lawas Raja
Panusunan Bulung harus ada, setelah uraian-uraian yang
dikemukakan diatasMajelis Hakim dalam pertimbangannya
mengemukakan Majelis Hakim memahami bahwa dari dahulu
sampai dengan saat itu tentang masyarakat hukum adat atau
masyarakat adat atasan disebut kuria di Tapanuli Selatan
dan Luhat di Padanglawas masih tetap ada atau diakui
secara Nasional Neggara Republik Indonesia. Jika
dihubungkan dengan dalil Tergugat I/Pembanding halaman 9
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 93 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
point 5 sub 1,2,3, adalah merupakan pengakuan terhadap
hak tradisional masyarakat hukum adat, dan hal ini sesuai
dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No.45/PUU-
IX/2011mempertahankan Pasal 81 UU No.41 Tahun 1999
tentang Kehutanan tetap sah dan mengikat, dan beberapa
Putusan Mahkamah Konstitusi lainnya secara jelas mengakui
masyarakat hukum adat atas lahan sengketa antara lain
Putusan No.34/PUU-IX/2011, No.35/PUU-X/2012, No.
35/PUU-VIII/2010.
3.4. Bukti yang dikemukakan Tergugat I/Pembanding, dalam
perkara ini yaitu bukti TI-13 tidak dapat dijadikan sebagai
alat bukti, karena adalah foto copy dari foto copy, dalam hal
ini Penggugat/Terbanding menolaknya, hal ini sesuai dengan
putusan Mahkamah Agung Nomor 701K/Sip/1974, tanggal 14
April 1976, yang pada prinsipnya bukti foto copy dari foto
copy bukanlah bukti yang sah menurut hukum, dengan
demikian pertimbangan Majelis Hakim dalam perkara ini
sudah tepat dan memberikan keadilan menurut hukum,
sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 1 UU No. 48 Tahun
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dengan demikian dalil
Tergugat I/Pembanding secara tegas harus ditolak.
4. Bahwa pada point 6 sub a/d dan angka 1, 2 halaman 11,12,13
memori banding Tergugat I/Pembanding adalah tidak benar,
dengan alasan sebagai berikut :
4.1. Sebelum menanggapi memori banding selanjutnya lebih dulu
Penggugat/Terbanding menanggapi memori banding sub b,
yaitu adanya bukti terselubung, bahwa pada pemeriksaan
perkara kepada para pihak Majelis hakim telah memberikan
kesempatan menyampaikan bukti kepada para pihak secara
seimbang sesuai dengan prinsip asas Hukum Acara
Perdata“Mendengar Kedua Belah Pihak”, hal ini sesuai
dengan ketentuan Pasal 4 ayat (1) UU No.48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi “Pengadilan
mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan
orang : atau disebut asas “audi et alteram partem”.
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 94 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
Selain itu menurut Pasal 13 ayat (1) UU No.48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi : Semua
pemeriksaan sidang pengadilan adalah terbuka untuk umum,
kecuali menentukan lain “. Dalam perkara a quo, Tergugat
I/Pembanding hanya menyampaikan bukti surat/tulisan di
depan sidang pengadilan sebanyak 17 bukti yang terdiri dari
bukti TI-I s/d TI-17, akan tetapi dalam memori bandingnya
ditambah dengan bukti TI-18, TI-19, TI-20, berdasarkan
alasan hukum yang dikemukakan diatas
Penggugat/Terbanding secara tegas menolak bukti tersebut
dijadikan sebagai alat bukti, dengan alasan tidak
disampaikan di depan sidang Pengadilan.
4.2. Bahwa atas dalil Tergugat I/pembanding, pointt 6 sub a, c, d
dan angka 1, 2 dari sub d adalah merupakan satu kesatuan,
Tergugat I/Pembanding, hanya mengulang-ulang saja, dan
tidak menguraikan dalil-dalil yang baru, sekalipun demikian,
sebagaimana dikemukakan sebelumnya, perlindungan dan
pengakuan konstitusi hak-hak tradisional telah dijelaskan
dengan Putusan MK No.35/PUU-X/2012, tanggal 16 Mei
2013 yang intinya menyatakan “
“ Bahwa hutan adat yang dimiliki oleh masyarakat
tidak termasuk hutan Negara”
Hal mana juga merupakan ketentuan yang dianut oleh UU
No.41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan khususnya Pasal 15
dan Putusan MK No.45/PUU-IX/2011, tanggal 9 Februari dan
diputuskan tanggal 21 Februari 2012, tentang pemahaman
dan pemaknaan Penetapan Kawasan Hutan, harus melalui
empat tahapan yaitu :
“ Penunjukan, Penata Batasan, Pemetaan dan
Pengukuhan/Penetapan, penunjukan hutan tanpa
proses tahapan tersebut adalah praktek dari pada
pemerintahan otoriter dan bukan merupakan
praktek dari pemerintahan yang demokratis.”
4.3. Bahwa selain itu setelah Majelis Hakim sesuai dengan
ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU No.48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 95 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
“ Hakim dan Hakim Konstitusi wajib menggali,
mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan
rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”
hal mana dalam fakta persidangan diperoleh melalui
keterangan saksi (vide halaman 99 putusan dalam perkara a
quo), saksi Muhammad Ali Arsyad, Ir.Rachmat Ajie, Prie
Supriadi, Ir.Dede Mardiko, Ir.Bowo Heri Satmoko,
Ir.Purnama Gandhi NZ, MM.
Bahwa Majelis Hakim berdasarkan keterangan saksi-saksi
tersebut Padanglawas belumlah dapat saat itu menyatakan
sebagai kawasan hutan, karena belum memenuhi syarat,
salah satunya belum pernah temu gelang, pada hal syarat
tersebut mutlak harus dipenuhi dalam penentuan suatu
wilayah untuk dinyatakan sebagai kawasan hutan/kawasan
hutan Negara.
Bahwa Saksi Ir. Bowo Heri Satmoko, yang pada saat itu
sebagai Kepala Bidang Areal Penggunaan Hutan sejak tahun
2005, pada halaman 999 pertimbangan majelis hakim yang
merupakan keterangan saksi dalam perkara pidana, halaman
182 putusan pidana pada pokoknya menjelaskan
“Penetapan Kawasan hutan dikawasan hutan
padang lawas belum dilaksanakan”
(vide putusan pengadilan dalam perkara ini halaman 99 dan
100),
berdasarkan uraian-uraian tersebut putusan majelis dalam
perkara ini sudah tepat menurut hukum, dan dalil-dalil
Tergugat I/Pembanding secara tegas harus ditolak.
5. Bahwa memori banding Tergugat I/Pembanding point halaman 13,
14, pointt 7 sub 1/d 6 adalah tidak benar dengan alasan sebagai
berikut :
5.1. Bahwa TergugatI/Pembanding tidak mengerti tentang
pemahaman ketentuan pasal 33 ayat (3) UUD 1945,
mengenai arti dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Bahwa sebagaimanadalam pembukaan UUD 1945,
mempunyai maksud agar Negara dapat memenuhi
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 96 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
kewajibannya, untuk melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, dan juga mewujudkan suatu keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Bahwa dalam Putusan MK No.002/PUU-I/2003 Mahkamah
memandang perlu menegaskan bahwa adanya hak
penguasaan oleh Negaraatas bumi, air dan seluruh kekayaan
alam yang ada didalamnya itu menunjukkan bahwa konsepsi
hak yang dianut oleh UUD 1945, berkenan dengan 3 hal yang
dimaksudbumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalam bumi dan air itu. Dalam pengarahannya Mahkamah
mengemukakan 3 (tiga) hal yaitu :
1. Bagi Negara bahwa hak menguasai yang diberikan oleh
UUD 1945 kepadanya bukanlah demi negara itu sendiri
melainkan terikat pada tujuan pemberian hak itu yakni
untuk dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
2. Bagi orang perorangan pemegang hak atas tanah
termasuk badan hukum dengan penegasan tersebut
berarti untuk kepastian bahwa dalam hak atas tanah yang
dipunyanya itu melekat pula pembatasan-pembatasan
yang lahir dari adanya hak penguasaan dari Negara.
3. Bagi pihak-pihak yang bukan pemegang punya hak atas
tanah juga diperoleh kepastian bahwa mereka tidak
semata-mata dapat meminta Negara untuk melakukan
tindakan penguasaan atas tanah yang terhadap tanah itu
sudah melekat suatu hak tertentu.
Dari yang dikemukakan diatas Penggugat/Terbanding
mengelola tanah tersebut berdasarkan hak-hak tradisional
yang diakui oleh UUD 1945, dan sebagian tanah tersebut telah
bersertifikat Hak Milik sebagaimana dimaksud dalam UU No.5
Tahun 1960 tentang UU Pokok Agraria, dengan demikian
putusan Pengadilan Negeri Sidimpuan dalam perkara ini
sudah benar.
5.2. Bahwa terhadap dalil Tergugat I/Pembanding yang hanya
merupakan pengulang saja terhadap ketentuan pasal 4 ayat
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 97 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
(1) dan ayat (2)UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,
point 7 sub 2,3.
Bahwa Tergugat I/Pembanding sama sekali tidak memahami
ketentuan yang di kemukakan dalam pasal tersebut jika
dihubungkan dengan perkara ini, sebagaimana dalam Pasal
15 UU No.41/1999 tentang Kehutanan dan Putusan MK
No.45/PUU-IX/2011, tanggal 9 Februari 2012 dan diputus
tanggal 21 Februari 2012, tentang pemahaman dan
pemaknaan penetapan kawasan hutan harus melalui empat
tahapan yaitu :
“ Penunjukan, Penata Batasan Pemetaan
danPengukuhan/Penetapan, tanpamana Penunjukan
hutan tanpa proses tahapan tersebut adalah praktek
dari pada pemerintahan otoriter dan bukan merupakan
praktek dari pemerintahan yang demokratis.”
Dengan demikian dalil dari Tergugat I/Pembanding tersebut
tidak relevan sama sekali dengan perkara a quo dan secara
tegas harus ditolak.
5.3. Bahwa apa yang dikemukakan Tergugat I/Pembanding point 7
sub 4,5,6, halaman 13 dan 14, sama-sekali tidak benar,
dengan alasan sebagai berikut: Surat Menteri
PertanianNo.923/Kpts/Um/12/1982, tanggal 27 Desember
1982, Surat Menteri Pertanian tersebut tidak berlaku lagi
berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.44 Tahun 2005, dan
SK Menteri Kehutanan tersebut juga tidak berlaku lagi,
berdasarkan Putusan M.A.RI No.47P/HUM/2011, tanggal 2
Mei 2012 (vide Bukti P-28).
Bahwa Putusan M.A. RI No.2642K/Pid, tanggal 12 Februari
2007, adalah Error in objecto, sebagaimana dalam bukti P-3
s/d P-8, dan keterangan saksi Fakta yang bernama 1. Ahmad
Yani Hasibuan,2. Zulkarnain Simamora,3. Humala Pontas
Harahap, 4. Amlan Harahap,karena Penggugat/Terbanding
tidak pernah mengelola lahan di lokasi sebagaimana disebut-
sebut dalam Surat Dakwaan JPU, berdasarkan uraian diatas
bahwa pertimbangan Majelis dalam perkara ini sudah tepat
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 98 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
menurut hukum, oleh karenanya dalil Tergugat I/Pembanding
dalam Memori bandingnya secara tegas harus ditolak.
6. Bahwa Memori Banding Tergugat I point 8 sub a angka 1 s/d 8 dan
sub b, hanya pengulangan saja, hal ini ditandai tentang GB No.50,
25 Juni 1924 dan Berita Acara Penyerahan Tanah, serta Keputusan
Menteri PertanianNo.923/Kpts/Um/12/1982, tanggal 27 Desember
1982, berikut putusan-putusan perkara pidana berdasarkan Surat
Dakwaan JPU tentang objek perkara Error in objekto, yang
semuanya putusan Pidana tersebut sejak semula direkaya Majelis
Hakim dalam perkara ini (vide putusan halaman 94 s/d halaman
102) telah mempertimbangkan dengan seksama, dengan jelas,
cermat dan komplit, dengan demikian dalil Tergugat I/Pembanding
dalam memori bandingnya secara tegas harus ditolak.
Bahwa berdasarkan uraian-uraian yang dikemukakan diatas,
mohon Ketua Pengadilan Tinggi Medan atau Yang Mulia Majelis
Hakim Tinggi yang memeriksa dan mengadili perkara ini dan
memutuskan sebagai berikut :
1. Menerima dan mengabulkan kontra memori banding
Penggugat/Terbanding.
2. Menolak seluruh memori banding Tergugat I/Pembanding.
3. Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Padangsidimpuan
No.46/Pdt.G/2016/PN.PSP, tanggal 22 September 2016. Yang
dimohonkan banding oleh Tergugat I/Pembanding.
4. Menghukum Tergugat I/Pembanding membayar biaya dalam
kedua pemeriksaan dalam perkara.
Membaca relas pemberitahuan memeriksa berkas perkara (Inzage)
Nomor 46/Pdt.G/2015/PN.Psp yang dibuat oleh Jurusita Pengganti pada
Pengadilan Negeri Padangsidimpuan kepada Turut Tergugat/Turut Terbanding
II pada tanggal 22 Desember 2016, oleh Jurusita Pengganti pada Pengadilan
Negeri Medan kepada Tergugat II/Turut Terbanding I pada tanggal 5 Januari
2017, oleh Jurusita Pengganti pada Pengadilan Negeri Medan kepada
Tergugat III/Pembanding I pada tanggal 6 Januari 2017, olerh Jurusita
Pengganti ada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kepada
Penggugat/Terbanding pada tanggal 9 Januari 2017, oleh Jurusita Pengganti
Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kepada Tergugat I/Pembanding II pada
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 99 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
tanggal 31 Januari 2017 untuk mempelajari berkas perkara di Kepaniteraan
Pengadilan Negeri Padangsidimpuan sebelum berkas perkara dikirim ke
Pengadilan Tinggi Medan;
TENTANG PERTIMBANGAN HUKUM
Menimbang, bahwa permohonan banding dari Tergugat I/ Pembanding I
dan Tergugat III/Pembanding II telah diajukan dalam tenggang waktu dan
menurut tata cara serta memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh Undang-
undang, oleh karena itu permohonan banding tersebut secara formal dapat
diterima;
Menimbang, bahwa majelis hakim tingkat banding setelah memeriksa
dan meneliti serta mencermati dengan seksama berkas perkara beserta
turunan putusan Pengadilan Negeri Padangsidimpuan tanggal 22 September
2016 nomor 46/Pdt.G/2015/PN.Psp dan telah pula membaca serta
memperhatikan dengan seksama surat memori banding yang diajukan oleh
Tergugat I/Pembanding I dan surat kontra memori banding yang diajukan oleh
Penggugat/Terbanding majelis hakim tingkat banding akan mempertimbangkan
sebagai berikut ;
Menimbang, bahwa majelis hakim tingkat banding setelah mencermati
dan memperhatikan putusan majelis hakim tingkat pertama tanggal 22
September 2016 Nomor 46/Pdt.G/2015/PN.Psp berikut berita acara
persidangan telah diperoleh fakta hukum sebagai berikut :
- Bahwa Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Nomor 50 yang dikeluarkan di Batavia tanggal 25 Juni 1924
telah dirobah dan di tambah dengan bahasa Indonesia dan direkayasa’,
sebagaimana Putusan Nomor 434/PDT/2011/PT.MDN yang telah berkekuatan hukum tetap adalah terjemahan yang tidak sah atau tidak dapat diterima secara hukum, karena dari aslinya berbahasa Belanda
telah di robah dan ditambah dengan bahasa Indonesia dan direkayasa
;
- Bahwa “Berita Acara mengenai “dari hutan yang akan
dijadikan Hutan tetap yang bernama Kawasan Hutan Padang Lawas
dengan Register No. 40 di Kecamatan Barumun Tengah Kabupaten
Tapanuli Selatan Propinsi Sumatera Utara, ditunjuk sebagai hutan tetap
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 100 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
dengan surat penetapan penunjukkan G.B,25 Juni 1924 No.50, tanggal 6
Juni 1978, yang ditunjuk dengan surat Keputusan dari Gubernur Kepala
Daerah Propinsi Sumatera Utara tanggal 18 Desember 1972 No.
704/I/GSU dan S.K. Bupati Kepala Daerah TK. II Tapanuli Selatan
No.967/77 tanggal 2 September 1977 untuk menetapkan batas-batas yang
tetap dari Kawasan Hutan Padang Lawas tidak ada ditandatangani oleh Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara sebagai pejabat
yang mengetahui dan tidak ada tandatangan Gubernur Kepala Daerah Tk I Propinsi Sumatera Utara sebagai Pejabat yang mengetahui dan menyetujui, hal tersebut bertentangan dengan hukum atau dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
1967 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan dalam Pasal 7
Ayat (1) dan Pasal 8 Ayat (2) dan (2), serta Pasal 9 Ayat (1) beserta
pejelasan Pasal 7 dan 8, serta Pasal 9 ;
- Bahwa Saksi-saksi dalam berkas perkara Putusan Nomor :
481/Pid.B/2006/ PN.JKT.PST yang dakwaannya diajukan oleh Tergugat II
dan kemudian diberikan kepada Tergugat I dan Tergugat III
menerangkan yang intisarinya yaitu : Saksi Ir. Surachmanto Hutomo.,Msc
dibawah sumpah menerangkan dalam halam 81 alinea ke 6 pada pokoknya
menjelaskan “Bahwa Saksi tidak mengetahui dengan pasti dan tidak mengetahui dengan jelas dimana lokasi Koperasi Bukit Harapan di
TGHK atau di Register 40” dan dalam halaman 87 aliniea ke 8 pada
pokoknya menjelaskan “Bahwa dalam Audit dikatakan proses
pemetaan kawasan hutan belum temu gelang sehingga belum dapat ditetapkan sebagai hutan tetap”, Saksi Muhammad Ali Arsyad yang
saat itu bertugas di Departemen Kehutanan sebagai Kepala Pusat
Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan hutan, pada halaman 112 aline
1 dibawah sumpah menerangkan “Bahwa tata batas yang Saksi nyatakan sudah dilaksanakan sebagian adalah tata batas belum
temu gelang” dan “..proses menteri menetapkan kawasan hutan
berdasarkan Berita Acara Tata Batas yang telah temu gelang
belum dilaksanakan”, Saksi Ir. Rachmat Ajie yang saat itu bertugas
sebagai Inspectur Jenderal Wilayah I dan wilayah kerja meliputi seluruh
Sumatera Utara, pada halaman 121 alinea ke 7 dibawah sumpah
menjelaskan “Bahwa di dalam audit dalam kesimpulan ada kalimat
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 101 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
“…belum pernah temu gelang sehingga belum dapat ditetapkan sebagai hutan tetap”, Saksi Prie Supriadi yang saat itu bertugas
sebagai Kepala Dinas Kehutanan Sumatera Utara, pada halaman 141
alinea ke 6 pada pokoknya menjelaskan “….proses pembuatan peta
kawasan hutan belum pernah temu gelang, sehingga belum dapat
disebutkan sebagai hutan tetap” dan pada halaman 144 alinea ke 4 menjelaskan pada pokoknya “Areal yang dikuasai Koperasi Bukit Harapan bukan Register 40”, Saksi Ir. Deka Mardiko yang saat itu
bertugas di Departemen Kehutanan sebagai Kepala Bidang Perubahan
Peruntukan Kawasan Hutan pada Halaman 163 alinea ke 8 pada pokoknya
menjelaskan “Bahwa Berita Acara Penataan Batas digunakan untuk
Pemetaan Kawasan Hutan, Penataan batas kawasan hutan dilakukan setelah temu gelang” dan pada halaman 164 alinea 1 pada pokoknya
menjelaskan “bahwa yang dimaksud dengan temu gelang kawasan
hutan adalah batas-batas yang sudah diyakini sebagai batas-batas
kawasan hutan” juga alinea 2 pada pokoknya menjelaskan “Bahwa
pemetaan kawasan hutan dilakukan setelah temu gelang”, serta
pada halaman 166 alinea ke 1 pada pokoknya menjelaskan “Bahwa
pengukuhan kawasan hutan adalah rangkaian kegiatan
penunjukkan, penataan batas, pemetaan dan penetapan kawan hutan
dengan tujuan untuk memberikan kepastian hukum atas status, letak dan luas kawasan hutan”, Saksi Ir.Bowo Heri Satmoko, saat itu
menjabat sebagai Kepala Bidang Areal Penggunaan Hutan sejak bulan Juli
2005 pada halaman 182 pada pokoknya menjelaskan “Penetapan
kawasan hutan di kawasan hutan padang lawas belum dilaksanakan”,
Saksi Ir.Poernama Gandhi NZ.,MM saat itu menjabat sebagai Ketua dan
penanggung jawab Audit dalam halaman 241 alinea ke 8 pada pokoknya
menjelaskan “…proses pembuatan peta kawasan hutan, belum pernah
temu gelang, sehingga belum dapat ditetapkan sebagai hutan
tetap…” pada halaman 244 alinea 3 pada pokoknya menjelaskan
“kata-kata temu gelang adalah ketemu kepala dan ekornya” ;
- Bahwa Government Besluit (GB) No : 50/1924 tidak
terdaftar dan tidak ada dimumumkan dalam Staatsblad (Lembaran Negara
Republik Indonesia atau LNRI dan bertentang dengan Peraturan Umum
mengenai perundang-undangan untuk Indonesia disingkat (AB) dalam
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 102 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
Pasal 1 menjelaskan “Ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Raja
atau Gouverneur General atas namanya, berlaku sebagai Undang-undang
di Indonesia, setelah diumumkan dalam bentuk yang ditetapkan dalam
peraturan tentang kebijaksanaan Pemerintah”;
- Bahwa bukti surat Tergugat bertanda T-16.a, T-16.b, T-
16.c, T-16.d, T-16.e yaitu berupa gambar Tata Batas Peta Padang
Lawas, setelah Majelis Hakim baca dan telaah dengan cermat didalam
bukti surat tersebut adalah tidak ada di tandatangani yang diketahui dan
disahkan oleh Gubernur Provinsi Sumatera Utara, Kepala Dinas
Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, Menteri Pertanian Direktur Jenderal
Kehutanan dan hal tersebut adalah bertentangan dengan Surat Keputusan
Menteri Pertanian No.579/Kpts/Um/9/1978 tidak ada ditandatangani oleh
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan/atau Kepala Direktorat Agraria
Tingkat I yang bersangkutan, apalagi dalam bagian tanda tangan Panitia
tata batas ada tandatangannya pada kolom Jabatan, akan tetapi siapa
nama penjabat yang menandatangani tidak ada tertulis atau disebutkan ;
- Bahwa keterangan Ahli dari Penggugat yaitu Dr. Maruarar
Siahaan.,SH menjelaskan yang intisarinya “setiap aturan untuk dapat di
berlakukan harus diumumkan dahulu dan terhadap G.B,25 Juni 1924 No.50
yang tidak diumumkan dalam lembaran Negara dan untuk produk hukum
di zaman Kolonial, diumumkan dalam Nederlands Hindie Staatsblad
sebagai syarat untuk mempunyai kekuatan hukum mengikat sesuai
dengan Algemene Bepalingen Van Wetgeving (AB) tidak dianggap
berlaku sebagaimana bukti bertanda P-30a, P-30b, P-30c ;
- Bahwa Ahli yang dihadirkan Penggugat IR.LILIK AMIN
RAHARDJO.,M.si menjelaskan : panduan/ aturan yang di gunakan pada
Kementerian Kehutanan dalam menentukan kawasan hutan, aturannya
yaitu Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 32/Kpts-II/2001
panduan aturan tersebut dikeluarkan di Jakarta tanggal 12 Pebruari 2001
oleh Menteri Kehutanan yaitu Dr.Ir. Nur Mahmudi Ismail., Msc dalam Pasal
4 menjelaskan Ruang Lingkup pengukuhan kawasan hutan, meliputi “a.
Penunjukan Kawasan Hutan, b.Penataan Batas Kawasan Hutan,
c.Pemetaan Kawasan Hutan, d. Penetapan Kawasan Hutan” ;
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 103 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
Menimbang, bahwa setelah memperhatikan fakta hukum tersebut diatas
majelis hakim tingkat banding akan mempertimbangkan mengenai putusan
dalam eksepsi, putusan provisi dan putusan akhir ;
Menimbang, bahwa Pembanding II semula Tergugat III dengan akta
permohonan banding tanggal 30 Agustus 2016 mengajukan permohonan agar
Putusan Provisi Pengadilan Negeri Padangsidimpuan tanggal 18 Agustus 2016
Nomor 46/PDT/2015/PN.Psp diperiksa dan diputus dalam pengadilan tingkat
banding namun permohon tersebut tidak mengajukan memori banding
sehingga majelis hakim tingkat banding tidak dapat mengetahui apa yang
menjadi keberatan Tergugat III atas putusan provisi tersebut;
Menimbang, bahwa Pembanding I semula Tergugat I dengan akta
permohonan banding tanggal 4 Oktober 2016 mengajukan permohonan agar
putusan Pengadilan Negeri Padangsidimpuan tanggal 22 September 2016
Nomor 46/Pdt.G/2016/PN.Psp diperiksa dan diputus dalam pengadilan tingkat
banding dengan mengajukan memori banding tanggal 21 Desember 2016,
sementara Tergugat III/Pembanding II tidak turut mengajukan permohonan
banding terhadap putusan tanggal 22 September 2016 Nomor
46/Pdt.G/2015/PN.Psp ;
Menimbang, bahwa atas eksepsi dari Tergugat I, majelis hakim tingkat
pertama telah menjatuhkan putusan sela tanggal 31 Mei 2016 Nomor
46/Pdt.G/2016/PN.Psp, yang menyatakan menolak eksepsi Tergugat I, majelis
hakim tingkat banding sependapat dengan pertimbangan majelis hakim tingkat
pertama dalam eksepsi tersebut, dan mengambil alih pertimbangan dalam
eksepsi tersebut menjadi pertimbangan majelis hakim tingkat banding sendiri
dalam mengadili dan memutus perkara di tingkat banding dan dianggap telah
tercantum pula dalam putusan ini,
Mrenimbang, bahwa atas tuntutan prtovisi dari Penggugat, majelis hakim
tingkat pertama telah mengambil putusan Provisi tanggal 18 Agustus 2016
nomor 46/Pdt.G/2015/PN.Psp, yang pada pokoknya mengabulkan tuntutasn
provisi dari Penggugat dengan pertimbangan sebagaimana termuat dalam
Putusan Provisi halaman 53 sampai dengan halaman 80, majelis hakim tingkat
banding dapat menyetujui dan membenarkan pertimbangan dan putusan
majelis hakim tingkat pertama dalam putusan provisi tersebut karena dalam
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 104 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
pertimbangan-pertimbangan hukumnya telah memuat dan menguraikan
dengan tepat dan benar semua keadaan serta alasan-alasan yang menjadi
dasar dalam putusan bersesuaian dengan fakta persidangan, dan mengambil
alih pertimbangan majelis hakim tingkat pertama tersebut sebagai
pertimbangan majelis hakim tingkat banding sendiri dalam mengadili dan
memutus tuntutan provisi dalam tingkat banding dan dianggap telah tercantum
pula dalam putusan di tingkat banding ;
Menimbang, bahwa dalam materi pokok perkara majelis hakim tingkat
banding telah mengambil putusan tanggal 22 September 2016 Nomor
46/Pdt5.G/2016/PN.Psp, dimana majelis hakim tingkat pertama dalam
pertimbangan-pertimbangan hukumnya dalam halaman 86 alinea ke-2 sampai
dengan halaman 105 putusannya telah memuat dan menguraikan dengan tepat
dan benar semua keadaan dan alasan-alasan yang menjadi dasar dalam
putusan bersesuaian dengan fakta persidangan, maka majelis hakim tingkat
banding dapat menyetujui dan membenarkan putusan majelis hakim hakim
tingkat pertama dan pertimbangan-pertimbanan majelis hakim tingkat pertama
tersebut diambil alih menjadi pertimbangan majelis hakim tingkat banding
sendiri dalam memeriksa dan memutis perkara ini dalam tingkat banding dan
dianggap telah tercantum pula dalam putusan di tingkat banding ;
Menimbang, bahwa dengan memperhatikan pertimbangan-pertimbangan
hukum tersebut majelis hakim tingkat banding menyatakan putusan Pengadilan
Negeri Padangsidimpuan tanggal 22 September 2016 Nomor
46/Pdt.G/2015/PN.Psp dapat dipertahankan dalam pengadilan tingkat banding
dan oleh karenanya haruslah dikuatkan;
Menimbang, bahwa oleh karena Pembanding I semula Tergugat I dan
Pembanding II semula Tergugat III tetap dipihak yang dikalahkan, baik dalam
pengadilan tingkat pertama maupun dalam pengadilan tingkat banding, maka
semua biaya perkara dalam kedua tingkat pengadilan tersebut dibebankan
kepadanya ;
Mengingat peraturan hukum dari perundang-undangan yang berlaku,
khususnya Undang-undang No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman,
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986 jo Undang-Undang No.08 Tahun 2004 jo
Undang-Undang No.49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum dan RBG ;
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 105 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
M E N G A D I L I
- Menerima permohonan banding dari Pembanding I semula Tergugat I
dan Pembanding II semula tergugat III ;
- Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Padangsidimpuan tanggal
22 September 2016 Nomor 46/Pdt.G/2015/PN.Psp yang dimohonkan
banding tersebut ;
- Menghukum Pembanding I semula Tergugat I dan Penggugat II
semula Tergugat III untuk membayar seluruh biaya perkara yang
timbul dalam kedua tingkat pengadilan, yang di tingkat banding
ditetapkan sebesar Rp.150.000,00 ( seratus lima puluh ribu rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat musyawarah Majelis Hakim
Pengadilan Tinggi Medan pada hari SELASA tanggal 6 JUNI 2017 oleh kami
BENAR KARO-KARO,SH,MH selaku Ketua Majelis dengan YANSEN
PASARIBU,SH dan PRASETYO IBNU ASMARA,SH,MH masing-masing
sebagai Hakim Anggota berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Tinggi
Medan tanggal 4 April 2017 Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN jo. Tanggal 15 Maret
2017 Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN untuk memeriksa dan mengadili perkara ini
dalam tingkat banding dan putusan tersebut pada hari SENIN tanggal 19 JUNI
2017 diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua
Majelis tersebut dengan didampingi Hakim - hakim Anggota, serta
HAMONANGAN RAMBE,SH,MH Panitera Pengganti pada Pengadilan Tinggi
tersebut akan tetapi tanpa dihadiri kedua belah pihak dalam perkara ini ;
Hakim Anggota : Hakim Ketua :
dto dto
1. YANSEN PASARIBU,SH BENAR KARO-KARO,SH,MH
dto
2. PRASETYO IBNU ASMARA,SH,MH
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 106 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
Panitera Pengganti :
dto
HAMONANGAN RAMBE,SH,MH
Rincian biaya perkara: - Meterai : Rp. 6.000,- - Redaksi : Rp. 5.000,-
- Pemberkasan : Rp.139.000,-
Jumlah : Rp.150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah)
top related