penerapan regresi spasial pada pemodelan kasus ... · penerapan regresi spasial ... pelanggaran...
Post on 12-Mar-2019
249 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENERAPAN REGRESI SPASIAL
PADA PEMODELAN KASUS KETERGANTUNGAN SPASIAL
(Studi Kasus: Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Tahun 2010)
WIDYA MARICELLA PANJAITAN
DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
RINGKASAN
WIDYA MARICELLA PANJAITAN. Penerapan Regresi Spasial pada Pemodelan Kasus
Ketergantungan Spasial (Studi Kasus: Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Tahun 2010).
Dibimbing oleh Bambang Sumantri dan La Ode Abdul Rahman.
Pelanggaran asumsi pada analisis regresi dapat saja terjadi. Jika salah satu asumsi tersebut
dilanggar, maka analisis regresi biasa akan menghasilkan penduga model yang tidak efisien.
Regresi Spasial dikembangkan untuk estimasi asumsi ketergantungan spasial. Regresi Spasial
akan diterapkan pada analisis Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia karena Indeks
Pembangunan Manusia dinilai penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan di Indonesia.
Regresi ini dapat mewakili permasalahan yang ada yaitu ketergantungan antar wilayah
berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia. Regresi Spasial yang terdiri
dari Model Spasial Lag dan Model Spasial Error diharapkan dapat melihat secara langsung
perbandingan hasil yang diperoleh jika adanya ketergantungan spasial tetap di analisis dengan
regresi klasik atau melakukan analisis alternatif yaitu regresi spasial. Berdasarkan hasil uji
pengganda Lagrange dan pemilihan model, hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa model yang
digunakan untuk kasus ketergantungan spasial pada Indeks Pembangunan Manusia tiap provinsi di
Indonesia adalah Model Spasial Eror. Persamaan regresi spasial error menghasilkan peubah-
peubah yang berpengaruh secara nyata terhadap IPM Indonesia, yaitu peubah persentase penduduk
buta huruf (X1), peubah angka partisipasi sekolah usia 16-18 tahun (X3), peubah angka harapan
hidup (X5), dan peubah rata-rata konsumsi per kapita (X6). Walaupun Model Regresi Klasik dan
Model Spasial Eror menghasilkan peubah-peubah nyata yang sama, tetapi terdapat ketidak
konsistenan tanda koefisien pada Model Regresi Klasik. Ini menunjukkan akibat yang terjadi
ketika pengaruh spasial nyata tetapi tidak diperhitungan ke dalam model.
Kata Kunci: Regresi Spasial, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Model Spasial Eror, Model
Regresi Klasik.
PENERAPAN REGRESI SPASIAL
PADA PEMODELAN KASUS KETERGANTUNGAN SPASIAL
(Studi Kasus: Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Tahun 2010)
WIDYA MARICELLA PANJAITAN
Skrispsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Statistika pada
Departemen Statistika
DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
Judul : Penerapan Regresi Spasial pada Pemodelan Kasus Ketergantungan Spasial
(Studi Kasus: Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Tahun 2010)
Nama : Widya Maricella Panjaitan
NRP : G14080032
Disetujui:
Pembimbing I
Ir. Bambang Sumantri
NIP. 19510228 1979031003
Pembimbing II
La Ode Abdul Rahman, S.Si, M.Si
Diketahui :
Ketua Departemen Statistika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Hari Wijayanto, M.Si
NIP. 19650421 1990021001
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat kasih dan
karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini yang berjudul “Penerapan
Regresi Spasial pada Pemodelan Kasus Ketergantungan Spasial (Studi Kasus: Indeks
Pembangunan Manusia di Indonesia Tahun 2010)”. Karya Ilmiah ini disusun sebagai salah satu
syarat untuk mendapat gelar Sarjana Stastistika di Departemen Statistika, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Bambang Sumantri dan kepada Bapak La
Ode Abdul Rahman, S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan,
masukan, dan saran selama penulisan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada:
1. Seluruh dosen dan staf pengajar Departemen Statistika yang telah memberikan ilmu dan
nasehat yang bermanfaat selama Penulis menuntut ilmu di Depertemen Statistika.
2. Seluruh Staf Departemen Statistika yang telah banyak membantu Penulis.
3. Orang tua, kakak, adik, dan keluarga besar tercinta atas doa, kasih sayang, serta dorongan
yang tulus kepada Penulis.
4. Jun Holland Simamora atas perhatian, kasih sayang, dan semangat yang telah diberikan
kepada Penulis.
5. Sahabat-sahabat tercinta Susi dan Ria yang selalu memberikan doa, semangat, dan masukan
kepada Penulis.
6. Teman-teman seperjuangan Metha, Cean, Murni, Arni, Debo, Hany, dan Nela atas dukungan,
semangat, dan motivasi kepada Penulis.
7. Teman-teman satu bimbingan Dila dan Dinar atas perjuangan, bantuan, dan kepedulian
kepada Penulis.
8. Teman-teman statistika 45 IPB dan teman-teman Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB
terutama untuk Komisi Pelayanan Anak (KPA) atas kebersamaannya dan kepeduliannya
kepada Penulis selama Penulis menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya. Terima kasih.
Bogor, Juli 2012
Widya Maricella Panjaitan
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Muara Bungo, Jambi pada tanggal 26 Oktober 1990 dari pasangan Bapak
Dimpos Panjaitan dan Ibu Ida Wahyuni. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.
Tahun 1999 Penulis lulus dari TK Xaverius Muara Bungo kemudian melanjutkan ke SD N
194/II Muara Bungo dan pada Tahun 2002 Penulis melanjutkan ke SMP N 1 Muara Bungo. Tahun
2005 penulis melanjutkan studi ke SMA N 1 Muara Bungo dan pada tahun 2008 penulis diterima
di Institut Pertanian Bogor, jurusan Statistika. Memasuki tingkat ketiga perkuliahan, Penulis
mengambil minor Ekonomi dan Studi Pembangunan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK)
IPB dan tahun 2010 penulis menjadi wakil koordinator bagian pembinaan Komisi Pelayan Anak
PMK IPB. Penulis juga berkesempatan menjadi Asisten Dosen beberapa kali dalam Mata Kuliah
Metode Statistika dan Perancangan Percobaan 1. Penulis juga aktif dalam beberapa kegiatan
kepanitiaan seperti OMI 2009, Statistika Ria 2010, dan sebagainya. Penulis pernah menjadi finalis
Duta Lingkungan Hidup FMIPA tahun 2009. Tahun 2010, Penulis berkesempatan magang di
Badan Pusat Statistik (BPS) Muara Bungo, Jambi. Penulis juga pernah menjadi ketua dalam
Program Kreatifitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan (PKM-K) yang didanai dikti pada tahun
2011. Pada Februari-Maret 2012, Penulis melaksanakan kegiatan praktik lapang di PT. Swadaya
Panduartha, Jakarta.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR. .................................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ........................................................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................................ vii
PENDAHULUAN........................................................................................................................ 1
Latar Belakang .................................................................................................................... 1
Tujuan ................................................................................................................................. 1
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................... 1
Indeks Pembangunan Manusia. ........................................................................................... 1
Model Regresi Klasik. ......................................................................................................... 1
Model Umum Regresi Spasial. ............................................................................................ 2
Model Spasial Lag (SAR). ............................................................................................ 2
Model Spasial Eror (SEM). .......................................................................................... 2
Matriks Pembobot Spasial. .................................................................................................. 3
Indeks Moran. ...................................................................................................................... 3
Uji Pengganda Lagrange. .................................................................................................... 3
Kriteria Pemilihan Model. ................................................................................................... 4
METODOLOGI ........................................................................................................................... 4
Bahan. .................................................................................................................................. 4
Metode. ................................................................................................................................ 4
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................................... 5
Eksplorasi Data. ................................................................................................................... 5
Model Regresi Klasik. ......................................................................................................... 5
Indeks Moran. ...................................................................................................................... 6
Uji Pengganda Lagrange ..................................................................................................... 6
Model Spasial Eror (SEM). ................................................................................................. 6
Pemilihan Model. ................................................................................................................. 7
Interpretasi Koefisien Model Spasial Eror. .......................................................................... 7
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................................................... 8
Kesimpulan. ........................................................................................................................ 8
Saran.................................................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA . ................................................................................................................ 8
LAMPIRAN ................................................................................................................................. 10
DAFTAR GAMBAR
1 IPM Tiap Provinsi di Indonesia. ........................................................................................... 5
2 Plot Kenormalan Sisaan MKT. ............................................................................................. 6
DAFTAR TABEL
1 Nilai Statistik IPM di Indonesia. ........................................................................................... 5
2 Estimasi Parameter Regresi MKT. ........................................................................................ 5
3 Uji Pengganda Lagrange. ..................................................................................................... 6
4 Estimasi Parameter Regresi SEM. ........................................................................................ 7
5 Nilai Pemilihan Model. ......................................................................................................... 7
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kode Tiap Provinsi di Indonesia. .......................................................................................... 11
2 Plot IPM dengan Masing-masing Peubah Bebas. ................................................................. 11
3 Hasil Regresi Klasik.............................................................................................................. 12
4 Hasil Regresi Spasial Eror. ................................................................................................... 12
1
PENDAHULUAN
Latar belakang Hubungan antara peubah respon (peubah
tak bebas) dan peubah penjelas (peubah bebas)
dapat dianalisis menggunakan salah satu
metode analisis statistika yaitu analisis regresi.
Analisis regresi bertujuan untuk membuat
model yang baik yang menggambarkan
hubungan tersebut sehingga mampu
memprediksi nilai y jika diberikan nilai x
dengan eror terkecil. Model yang dihasilkan
disebut model regresi.
Pada pemodelan data seringkali
ditemukan pengamatan pada suatu lokasi
memiliki hubungan atau pengaruh dengan
lokasi lain yang berdekatan. Hal ini disebut
dengan ketergantungan spasial atau spasial
dependen. Jika kondisi ini tidak diperhatikan,
maka asumsi eror antar observasi yang saling
bebas secara spasial tidak terpenuhi, sehingga
diperlukan suatu model yang memperhatikan
efek ketergantungan spasial ini. Model ini
disebut dengan model ketergantungan spasial
atau model spasial dependen. Model
ketergantungan spasial ini mengembangkan
analisis regresi spasial yang terdiri dari Model
Spasial Lag (Spatial Autoregressive
Model/SAR) dan Model Spasial Eror (Spatial
Eror Model/SEM). Model Spasial Lag adalah
model yang memperhatikan ketergantungan
observasi antar lokasi. Model Spasial Eror
adalah model yang memperhatikan
ketergantungan eror antar lokasi.
Penelitian ini akan membahas penerapan
kasus ketergantungan spasial dalam suatu
studi kasus yaitu Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) di Indonesia. Berdasarkan
KOMPAS.com tanggal 17 April 2012, Indeks
Pembangunan Manusia di Indonesia dikatakan
sangat rendah. Ini dinilai buruk karena Indeks
Pembangunan Manusia merupakan salah satu
indikator penting yang dapat digunakan dalam
perencanaan dan evaluasi pembangunan, baik
pada tingkat nasional maupun pada tingkat
daerah, karena manusia dipandang sebagai
aset berharga yang memegang kunci
keberhasilan dan segala macam penuntasan
rencana pelaksanaan pembangunan.
Pemodelan Indeks Pembangunan Manusia di
tiap provinsi di Indonesia perlu memasukkan
efek spasial ke dalam model karena dilihat
bahwa karakteristik wilayah satu provinsi
mempengaruhi provinsi lain yang berada di
dekatnya/disekitarnya. Model ketergantungan
spasial yang akan digunakan untuk
memodelkan Indeks Pembangunan Manusia di
Indonesia akan dilihat berdasarkan uji
pengganda Lagrange dan uji kebaikan model.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menerapkan regresi spasial pada pemodelan
kasus ketergantungan spasial Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) tiap provinsi di
Indonesia.
TINJAUAN PUSTAKA
Indeks Pembangunan Manusia
Menurut istilah yang digunakan oleh
Departemen Dalam Negeri, ada dua pengertian
tentang IPM. Pertama, IPM merupakan suatu
alat yang dapat dipergunakan untuk mengukur
tingkat keberhasilan aspek-aspek yang relevan
dengan pelaksanaan otonomi dan
pembangunan daerah sebagai indeks komposit
yang secara generik terdiri dari tiga komponen
utama, yaitu kawasan pemerintah,
perkembangan wilayah, dan kebudayaan
masyarakat. Kedua, IPM adalah suatu alat
yang dapat dipergunakan untuk mengukur
tingkat keberhasilan pembangunan yang
menggunakan paradigma Human Centered
Development.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
bermanfaat untuk mengklasifikasikan apakah
sebuah negara adalah negara maju, negara
berkembang, atau negara terbelakang, dan
juga untuk mengukur pengaruh kebijakan
ekonomi terhadap kualitas hidup. Ada tiga
peubah yang digunakan untuk mengukur
keberhasilan pembangunan manusia, yaitu
derajat kesehatan, pendidikan, dan pendapatan
(Kintanami 2008).
Model Regresi Klasik
Persamaan regresi berganda adalah
persamaan regresi dengan satu peubah
dependen (Y) dengan lebih dari satu peubah
independen (X1, X2, …, Xp). Hubungan antara
peubah-peubah tersebut dapat dirumuskan
dalam bentuk model:
dimana merupakan konstanta dan
merupakan koefisien regresi peubah
independen ke p. Bila dituliskan dalam bentuk
matriks:
Asumsi-asumsi yang mendasari model
regresi adalah:
1. memiliki ragam homogen atau disebut
juga tidak ada masalah heteroskedastisitas
2
2. dan tidak berkorelasi, i≠j, sehingga
cov( , )=0
3. merupakan peubah acak normal,
dengan nilai tengah nol dan ragam .
Dengan kata lain,
Nilai dugaan bagi diperoleh dengan
menggunakan metode jumlah kuadrat terkecil,
yaitu dengan meminimumkan ∑
,
sehingga nilai dugaan bagi yaitu:
(Mattjik & Sumertajaya 2006; Draper & Smith
1992).
Model Umum Regresi Spasial
Model umum regresi spasial ditunjukkan
pada persamaan berikut (LeSage 1999):
dimana:
: peubah respon atau peubah tak bebas
: koefisien prediktor Model Spasial Lag
: vektor eror regresi yang diasumsikan
mempunyai efek random dan juga eror
yang berautokorelasi secara spasial
: matriks pembobot spasial dengan
ukuran nxn (elemen diagonal bernilai
nol),
n adalah banyaknya pengamatan
: vektor koefisien parameter regresi
: matriks peubah bebas
: koefisien dalam Model Spasial Eror
yang bernilai | |<1
Jika ≠ 0 dan = 0 maka model ini akan
menjadi Model Spasial Lag (SAR) dengan
persamaan:
dan jika ≠ 0 dan = 0 maka model ini akan
menjadi Model Spasial Eror (SEM) dengan
persamaan:
Misalkan kuadrat matriks pembobot dinotasikan sebagai
dan penduga diperoleh dengan
memaksimalkan fungsi log kemungkinan
Model Umum Regresi Spasial, maka penduga
adalah sebagai berikut:
Pengujian asumsi pada regresi spasial
sama halnya dengan pengujian asumsi pada
model regresi klasik dengan metode kuadrat
terkecil. Pengujian asumsi tersebut adalah
asumsi kehomogenan ragam dan kenormalan
pada sisaan (Anselin 1988, diacu dalam
Arisanti 2011).
Model Spasial Lag (SAR)
Model Spasial Lag atau Spatial
Autoregressive Model (SAR) adalah salah satu
model spasial dengan pendekatan area dengan
memperhitungkan pengaruh spasial lag pada
peubah dependen saja (Anselin 1999).
Model Spasial lag ditunjukkan dalam
bentuk berikut ini:
dimana Y adalah peubah bebas, X adalah
matriks peubah tak bebas, W adalah matriks
pembobot spasial, dan adalah koefisien
prediktor Model Spasial Lag. (Bivand et al.
2008; Ward & Gleditsch 2008).
Pendugaan untuk β dapat diperoleh
melalui (Ward & Gleditsch 2008):
dan penduga untuk ρ dan σ
2 dapat diperoleh
dari fungsi log kemungkinan Model Spasial
Lag, sehingga penduga untuk ρ adalah:
dan penduga untuk σ2 adalah:
(Anselin 1988, diacu dalam Arisanti 2011).
Model Spasial Eror (SEM)
Model Spasial Eror (Spatial Eror
Model/SEM) adalah model regresi spasial
dimana ketergantungan spasial masuk melalui
eror, bukan melalui komponen sistematis dari
model. Artinya, eror masih dapat menjelaskan
komponen sistematis spasial. Model Spasial
Lag mengasumsikan bahwa eror dari sebuah
model berkorelasi spasial. Model Spasial Eror
ditunjukkan dalam bentuk sebagai berikut:
dimana Y adalah peubah bebas, X adalah
matriks peubah tak bebas, W adalah matriks
pembobot spasial, λ adalah koefisien prediktor
Model Spasial Eror, adalah eror yang tidak
berkorelasi spasial memenuhi asumi regresi
klasik, dan adalah vektor eror yang
diasumsikan mengandung autokorelasi.
Pendugaan untuk , , dan diperoleh
dengan memaksimumkan fungsi log
kemungkinan Model Spasial Eror, sehingga
penduga untuk adalah:
(Ward & Gleditsch 2008).
Penduga untuk adalah:
3
Untuk menduga parameter diperlukan suatu
iterasi numerik untuk mendapatkan penduga
untuk yang memaksimalkan fungsi log
kemungkinan Model Spasial Eror (Anselin
1988, diacu dalam Arisanti 2011).
Matriks Pembobot Spasial
Matriks pembobot spasial pada dasarnya
merupakan matriks ketergantungan spasial
(contiguity) dengan notasi W. Matriks
ketergantungan spasial adalah matriks yang
menggambarkan hubungan antar daerah dan
diperoleh berdasarkan informasi jarak atau
ketetanggaan. Matriks W ini adalah matriks
yang sudah distandarkan dimana jumlah tiap
barisan sama dengan satu dan diagonal dari
matriks ini umumnya diisi dengan nilai nol.
Dimensi dari matriks ini adalah nxn, dimana n
adalah banyaknya observasi atau banyaknya
unit lintas individu.
Tiga tipe dari matriks ketergantungan
spasial atau persinggungan (contiguity)
menurut Dubin (2009) adalah sebagai berikut:
1. Benteng Catur (Rook Contiguity)
Konsep persinggungan ini memberikan
nilai 1 untuk daerah yang bersisian di
utara, selatan, barat, dan timur yang
disebut persinggungan sisi (common side).
Sedangkan 0 untuk lainnya.
2. Gajah Catur (Bishop Contiguity)
Konsep persinggungan ini mendefinisikan
nilai 1 untuk daerah yang bersinggungan
sudut (common vertex) dari daerah yang
sedang diamati. Sedangkan 0 untuk
lainnya.
3. Ratu Catur (Queen Contiguity)
Konsep persinggungan ini mendefinisikan
nilai 1 untuk daerah yang persinggungan
sisi dan sudutnya bertemu dengan daerah
yang sedang diamati. Sedangkan nilai 0
untuk lainnya.
Setelah menentukan matriks pembobot
spasial yang akan digunakan, selanjutnya
dilakukan normalisasi pada matriks pembobot
spasial tersebut. Normalisasi pada matriks
pembobot spasial yang biasa digunakan adalah
normalisasi baris (row-normalize). Artinya
bahwa matriks tersebut ditransformasi
sehingga jumlah dari masing-masing baris
matriks menjadi sama dengan satu (Dubin
2009; Elhorst 2011). Suatu koneksi masih
dapat hadir jika suatu negara/pulau memiliki
perbatasan dalam 200 km satu sama lain
(Ward & Gleditsch 2008).
Indeks Moran
Koefisien Moran’s I atau Indeks Moran
digunakan untuk uji dependensi spasial atau
autokorelasi antar amatan atau lokasi.
Hipotesis yang digunakan adalah:
(tidak ada autokorelasi antar lokasi)
(ada autokorelasi antar lokasi)
Persamaan Indeks Moran adalah sebagai
berikut:
∑ ∑
∑ ∑ ∑
dimana w adalah elemen matriks pembobot
spasial hasil standarisasi baris, e vektor sisaan
regresi klasik, dan n adalah jumlah
pengamatan.
I dapat dianggap normal dengan nilai
mean . Ragam dari Indeks
Moran diperoleh dari:
∑ ( )
∑ (∑ ∑ )
∑
∑
Pengambilan keputusan H0 ditolak jika:
| | ,
dimana:
√
Nilai dari indeks I adalah antara 1 dan -1.
Apabila I > I0 maka data memiliki
autokorelasi positif yaitu nilai untuk tetangga
mirip satu sama lain, jika I < I0 maka data
memiliki autokorelasi negatif yaitu nilai untuk
tetangga tidak mirip satu sama lain (Ward &
Gleditsch 2008; Anselin 1999).
Uji Pengganda Lagrange
Uji yang digunakan untuk mengetahui
model pengaruh spasial dalam data adalah
menggunakan uji Pengganda Lagrange.
Pengujian hipotesis Pengganda Lagrange
adalah:
a. Model Regresi Spasial Lag (SAR)
H0 : ρ = 0 (tidak ada ketergantungan
spasial lag)
H1 : ρ ≠ 0 (ada ketergantungan spasial
lag)
b. Model Regresi Spasial Eror (SEM)
H0 : λ = 0 (tidak ada ketergantungan
spasial eror)
H1 : λ ≠ 0 (ada ketergantungan spasial
eror)
Statistik LM yang digunakan untuk Model
Regresi Spasial Lag adalah sebagai berikut:
⁄ ⁄
4
dengan:
[
]
dan statistik LM yang digunakan untuk Model
Regresi Spasial Eror adalah sebagai berikut:
⁄⁄
Dimana e adalah vektor sisaandari model
regresi klasik berukuran nx1, n adalah
banyaknya pengamatan, W adalah matriks
pembobot spasial yang telah dinormalisasi,
dan tr menyatakan operasi teras matriks.
Keputusan tolak H0 dilakukan jika nilai
statistik LM lebih besar dari , dengan q
adalah banyaknya parameter spasial yaitu 1,
atau nilai-p lebih kecil dari taraf nyata α
(Anselin 2009; Arisanti 2011).
Kriteria Pemilihan Model
Kriteria pemilihan model dilakukan
dengan menggunakan Akaide Information
Criterion (AIC). Jika nilai AIC lebih kecil,
maka model tersebut dikatakan lebih baik.
Rumus AIC dapat ditunjukkan sebagai
berikut:
dimana adalah log kemungkinan dan p
adalah banyaknya parameter (Ismail & Jemain
2007). Rumus log kemungkinan untuk regresi
klasik dapat ditunjukkan sebagai berikut:
dimana merupakan matriks parameter
koefisien regresi klasik peubah bebas X dan n
adalah banyaknya amatan.
Rumus log kemungkinan untuk Model
Spasial Lag dapat ditunjukkan sebagai berikut:
| |
dimana merupakan matriks parameter
koefisien regresi spasial lag, W adalah matriks
pembobot, I adalah nilai Indeks Moran, ρ
koefisien predictor Model Spasial Lag, dan n
adalah banyaknya amatan. Rumus log
kemungkinan untuk Model Spasial Eror dapat
ditunjukkan sebagai berikut:
| |
dimana merupakan matriks parameter
koefisien regresi spasial eror, W adalah
matriks pembobot, I adalah nilai Indeks
Moran, λ adalah koefisien prediktor Model
Spasial Eror, dan n adalah banyaknya amatan
(Ward & Gleditsch 2008).
METODOLOGI
Data
Data yang digunakan adalah data
sekunder yang diperoleh dari publikasi Badan
Pusat Statistik Indonesia. Secara keseluruhan
data yang digunakan mencakup 33 provinsi
yang ada di Indonesia. Peubah yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Peubah respon (Y) yaitu Indeks
Pembangunan Manusia (IPM).
b) Peubah penjelas (X) yaitu:
1. Persentase Penduduk Buta Huruf (X1)
2. Persentase Penduduk Miskin (X2)
3. Angka Partisipasi Sekolah Usia 16-18
Tahun (X3)
4. Angka Partisipasi Sekolah Usia 19-24
Tahun (X4)
5. Angka Harapan Hidup (X5)
6. Rata-rata Konsumsi Perkapita (X6)
7. Persentase Rumah Tangga (RT) yang
Memiliki Sumber Air Minum Tidak
Bersih (X7)
8. Persentase Rumah Tangga yang
Memiliki Fasilitas Buang Air Besar
(X8)
Metode
Metode penelitian yang akan digunakan
sebagai langkah-langkah pada penelitian ini
akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Melakukan eksplorasi data.
2. Melakukan Analisis Regresi Klasik dan
pemeriksaan asumsi.
3. Menentukan pembobot spasial (W) yaitu
ratu catur (queen contiguity).
4. Uji ketergantungan spasial atau korelasi
antara pengamatan yang saling berdekatan
dengan indeks moran atau Moran’s I pada
eror regresi klasik.
Hipotesis yang digunakan untuk uji
dependensi spasial :
(tidak ada autokorelasi antar
lokasi)
(ada autokorelasi antar lokasi)
5. Melakukan uji pengganda Lagrange
untuk Model Spasial Lag dan Model
Spasial Eror.
6. Melakukan analisis regresi spasial untuk
model yang nyata pada uji Lagrange.
5
Gambar 1 IPM Tiap Provinsi di Indonesia
55
60
65
70
75
80
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
7. Melakukan pemeriksaan asumsi pada
masing-masing model spasial.
8. Melakukan pemilihan model.
9. Interpretasi dan kesimpulan model
terbaik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksplorasi data
Eksplorasi data dilakukan untuk
mengetahui informasi awal yang berguna dari
data tanpa mengambil kesimpulan secara
umum. Bentuk eksplorasi dari penelitian ini
adalah melihat statistik Indeks Pembangunan
Manusia tiap Provinsi di Indonesia.
Tabel 1 Nilai Statistik IPM di Indonesia
Statistik IPM
Rataan 71.857
SE Rataan 0.518
Koef. Keragaman 2.975
Minimum 64.940
Median 71.700
Maksimum 77.600
Indeks Pembangunan Manusia tiap
provinsi di Indonesia kurang beragam. Hal ini
dapat dilihat pada nilai koefisien keragaman
yang kecil pada Tabel 1 yaitu 2.975%. Grafik
pada Gambar 1 (Horizontal: Provinsi,
Vertikal: IPM) menunjukkan bahwa nilai IPM
terbesar dimiliki oleh DKI Jakarta dengan
kode 11, yaitu sebesar 77.6. Sedangkan nilai
IPM terendah dimiliki oleh Papua dengan
kode 33, yaitu sebesar 64.94. Nilai rata-rata
Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia
adalah sebesar 71.857. Kode tiap provinsi
dapat dilihat pada Lampiran 1.
Hubungan tiap peubah bebas dengan IPM
dapat dilihat pada Lampiran 2. Plot tebaran
antara IPM dengan peubah bebasnya
menunjukkan bahwa IPM berbanding terbalik
(hubungan negatif) dengan persentase
penduduk buta huruf, persentase penduduk
miskin, dan Persentase Rumah Tangga (RT)
yang Memiliki Sumber Air Minum Tidak
Bersih. Ini ditandai dengan pergerakan IPM
yang semakin menurun dengan semakin
meningkatnya persentase penduduk buta
huruf, persentase penduduk miskin, dan
Persentase Rumah Tangga (RT) yang
Memiliki Sumber Air Minum Tidak Bersih.
Berbeda dengan peubah lainnya, IPM semakin
meningkat dengan semakin meningkatnya
Angka Partisipasi Sekolah Usia 16-18 Tahun,
Angka Partisipasi Usia Sekolah Usia 19-24
Tahun, Angka Harapan Hidup, Rata-rata
Konsumsi Perkapita, dan Persentase Rumah
Tangga yang Memiliki Fasilitas Buang Air
Besar. Ini menunjukkan hubungan yang positif
atau berbanding lurus antara IPM dengan
peubah-peubah tersebut.
Model Regresi Klasik
Pemodelan menggunakan model regresi
klasik menghasilkan empat peubah yang nyata
pada taraf α = 5% yaitu peubah persentase
penduduk buta huruf, peubah angka partisipasi
sekolah usia 16-18 tahun, peubah angka
harapan hidup, dan peubah rata-rata konsumsi
perkapita (Lampiran 3). Estimasi parameter
regresi dengan metode kuadrat terkecil (MKT)
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Estimasi Parameter Regresi MKT
Peubah Koefisien Galat Baku Nilai-p
Konstanta 32.50000 0.7347 0.000*
X1 -0.34460 0.0036 0.000*
X2 0.00301 0.0024 0.213*
X3 0.00786 0.0027 0.007*
X4 -0.00003 0.0033 0.991*
X5 0.35980 0.0120 0.000*
X6 0.98820 0.0151 0.000*
X7 -0.07870 0.1148 0.499*
X8 0.12370 0.1756 0.488* Keterangan: *) nyata pada α = 5%
6
Persamaan regresi klasik yang terbentuk
menggunakan metode kuadrat terkecil (MKT)
adalah:
Persamaan regresi yang terbentuk mempunyai
nilai R-kuadrat sebesar 99.945% yang berarti
model regresi klasik dapat menjelaskan
keragaman indeks pembangunan manusia
sebesar 99.945%, sedangkan sisanya sebesar
0.055% dijelaskan oleh peubah lain di luar
model.
Pengujian asumsi yang dilakukan pada
model regresi klasik adalah uji kehomogenan
sisaan dan kenormalan sisaan. Hasil dari tiap
pengujian asumsi adalah sebagai berikut:
a. Asumsi Kehomogenan Sisaan
Nilai-p pada uji Breush-Pagan (BP)
untuk asumsi kehomogenan sisaan adalah
sebesar 0.2664 (BP=9.9881) yang lebih
besar dari pada α = 0.05, sehingga tidak
tolak H0. Ini menunjukkan bahwa asumsi
kehomogenan ragam tidak dilanggar.
b. Asumsi Kenormalan Sisaan
Gambar 2 Plot Kenormalan Sisaan MKT
Uji asumsi kenormalan sisaan
dilakukan dengan menggunakan uji
Kolmogorov-Smirnov (KS). Nilai-p pada
Gambar 2 adalah sebesar 0.150. Ini
menunjukkan bahwa nilai-p lebih besar
dari α = 5%, sehingga H0 tidak dapat
ditolak, artinya sisaan dapat dianggap
menyebar normal. Dalam hal ini asumsi
kenormalan sisaan tidak dilanggar.
Indeks Moran
Pengujian Indeks Moran dilakukan
dengan menentukan matriks pembobot terlebih
dahulu. Matriks pembobot yang telah
diperoleh kemudian dilakukan standarisasi
baris. Pengujian Indeks Moran dilakukan
karena kemungkinan eror daerah yang
berdekatan saling berhubungan, atau secara
spasial berkorelasi dan atau daerah yang
berdekatan Indeks Pembangunan Manusia nya
berhubungan. Oleh karena itu dilakuakn
pengujian Indeks Pembangunan Manusia
untuk melihat apakah terdapat autokorelasi
spasial.
Hasil Indeks Moran untuk sisaan model
MKT Indeks Pembangunan Manusia
memperoleh nilai Indeks Moran sebesar I =
0.3898, dengan nilai-p sebesar 0.00326 ( < α =
0.05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
autokorelasi spasial pada sisaan MKT
sehingga perlu dilakukan uji pengganda
Lagrange untuk melihat regresi spasial yang
akan digunakan.
Nilai indeks moran yang lebih besar dari
I0 = -0.0313 menunjukkan bahwa terdapat
autokorelasi positif atau pola yang
mengelompok dan memiliki kesamaan
karakteristik sisaan pada lokasi yang
berdekatan. Hal ini dapat dilihat pula pada
nilai koefisien keragamannya yang kecil, yaitu
sebesar 2.7204.
Uji Pengganda Lagrange
Uji pengganda Lagrange (Lagrange
Multiplier/LM) dilakukan untuk mendekteksi
ketergantungan spasial yang lebih spesifik
yaitu ketergantungan spasial dalam lag atau
eror. Hasil uji pengganda Lagrange dapat
dilihat pada Tabel 3.
Nilai-p pada model spasial lag yang lebih
besar dari α = 0.05 menyimpulkan untuk tidak
tolak H0, yang artinya tidak ada
ketergantungan spasial lag, sehingga tidak
dapat dilanjutkan pada pembentukan model
SAR. Uji pengganda Lagrange pada Model
Spasial Eror memberikan nilai-p yang lebih
kecil daripada α = 0.05, yang menunjukkan
bahwa terdapat spasial eror sehingga perlu
dilakukan pembentukan Model Spasial Eror.
Tabel 3 Uji Pengganda Lagrange
Model Parameter Nilai-p
Model Spasial Lag
(SAR) 1.2839 0.2572
Model Spasial Eror
(SEM) 5.7879 0.0161
Model Umum Regresi Spasial digunakan jika
kedua Model Spasial Lag dan Spasial Eror
nyata, sehingga pembentukan Model Umum
Spasial tidak dilakukan.
Model Spasial Eror (SEM)
Model Spasial Eror berarti model regresi
yang dibentuk dengan melibatkan spasial eror.
7
Persamaan yang diperoleh adalah sebagai
berikut:
Pengujian signifikansi parameter Model
Spasial Eror secara parsial pada statistik uji z
yang secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 4
(Lampiran 4).
Dari Tabel 4 dapat disimpulkan bahwa
koefisien lamda (λ) nyata dengan nilai-p <
0.05 (α), artinya terdapat pengaruh spasial atau
lokasi yang berdekatan akan berpengaruh
terhadap pengamatan. Begitu pula dengan
peubah persentase penduduk buta huruf (X1),
peubah angka partisipasi sekolah usia 16-18
tahun (X3), peubah angka harapan hidup (X5),
dan peubah rata-rata konsumsi perkapita (X6)
nyata secara statistik, artinya peubah-peubah
tersebut memberikan pengaruh yang nyata
terhadap besar perubahan Indeks
Pembangunan Manusia di Indonesia.
Tabel 4 Estimasi Parameter Regresi SEM
Peubah Koefisien Galat Baku Nilai-p
Konstanta 32.8098 0.4770 0.000*
X1 -0.3454 0.0026 0.000*
X2 -0.0005 0.0018 0.802*
X3 0.0071 0.0023 0.002*
X4 0.0022 0.0021 0.296*
X5 0.3550 0.0081 0.000*
X6 0.9938 0.0087 0.000*
X7 -0.1668 0.0891 0.061*
X8 0.1464 0.1252 0.242*
Wu (λ) 0.6454 0.1134 0.000* Keterangan: *) nyata pada α = 5%
Pengujian asumsi yang dilakukan pada
Model Spasial Eror juga sama dengan uji
asumsi pada MKT yaitu uji kehomogenan
sisaan dan kenormalan sisaan. Hasil dari tiap
pengujian asumsi adalah sebagai berikut:
a. Asumsi Kehomogenan Sisaan
Nilai-p pada uji Breush-Pagan (BP)
untuk asumsi kehomogenan sisaan adalah
sebesar 0.2198 (BP=10.6918) yang lebih
besar dari pada α = 0.05, sehingga tidak
tolak H0. Ini menunjukkan bahwa asumsi
kehomogenan ragam tidak dilanggar.
b. Asumsi Kenormalan Sisaan
Uji asumsi kenormalan sisaan
dilakukan dengan menggunakan uji
Kolmogorov-Smirnov (KS). Nilai-p
adalah sebesar 0.135. Ini menunjukkan
bahwa nilai-p lebih besar dari α = 5%,
sehingga H0 tidak dapat ditolak, artinya
sisaan dapat dianggap menyebar normal.
Dalam hal ini asumsi kenormalan sisaan
tidak dilanggar.
Pemilihan Model
Kriteria yang digunakan untuk memilih
model adalah nilai AIC. Nilai AIC beserta log
kemungkinannya dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Nilai Pemilihan Model
Kriteria MKT SEM
AIC -63.131 -72.227
Log Kemungkinan 41.565 47.113
Model dikatakan baik jika memiliki nilai
AIC yang lebih kecil. Nilai AIC yang kecil
akan memperoleh nilai log kemungkinan yang
lebih besar. Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai
AIC yang lebih kecil terdapat pada Model
Spasial Eror, sehingga model yang dipilih
untuk menganalisis kasus ketergantungan
spasial Indeks Pembangunan Manusia di
Indonesia adalah Model Spasial Eror.
Interpretasi Koefisien
Model Spasial Eror
Model regresi yang terbentuk pada Indeks
Pembangunan Manusia menggunakan Model
Spasial Eror adalah:
Model yang terbentuk mengasilkan peubah-
peubah yang nyata pada taraf α = 0.05 yaitu
peubah persentase penduduk buta huruf (X1),
peubah angka partisipasi sekolah usia 16-18
tahun (X3), peubah angka harapan hidup (X5),
dan peubah rata-rata konsumsi perkapita (X6).
Walaupun Model Regresi Klasik dan Model
Spasial Eror menghasilkan peubah-peubah
nyata yang sama, tetapi terdapat ketidak
konsistenan tanda koefisien pada Model
Regresi Klasik. Peubah persentase penduduk
miskin dan angka partisipasi sekolah usia 19-
24 Tahun memberikan tanda hubungan yang
berbeda pada Model Regresi Klasik.
Persentase penduduk miskin yang diharapkan
akan berhubungan negatif dengan IPM
ternyata menghasilkan tanda yang positif
ketika menggunakan Model Regresi Klasik,
dan menjadi konsisten setelah di evaluasi
menggunakan Model Spasial Eror. Demikian
pula untuk peubah angka partisispasi sekolah
usia 19-24 tahun. Peubah ini diharapkan
memiliki hubungan yang positif dengan IPM
8
ternyata memberikan hubungan yang negatif
ketika menggunakan Model Regresi Klasik
dan menjadi konsisten setelah di evaluasi
menngunakan Model Spasial Eror. Ini
menunjukkan akibat yang terjadi ketika
pengaruh spasial nyata tetapi tidak
diperhitungan ke dalam model.
Koefisien λ yang nyata menunjukkan
bahwa jika suatu wilayah yang dikelilingi oleh
wilayah lain sebanyak n, maka pengaruh dari
masing-masing wilayah yang mengelilinginya
dapat diukur sebesar 0.6454 dikali rata-rata
eror disekitarnya. Koefisien peubah persentase
penduduk buta huruf sebesar -0.3454
menunjukkan bahwa setiap penurunan
persentase penduduk buta huruf di Indonesia
sebesar satu persen akan meningkatkan Indeks
Pembangunan Manusia di Indonesia sebesar
0.3454 poin, dengan asumsi peubah yang lain
dianggap konstan, demikian pula sebaliknya.
Ini menunjukkan bahwa untuk meningkatkan
indeks pembangunan manusia sebesar satu
poin, maka tiap provinsi harus menurunkan
persentase penduduk buta huruf sebesar
1/0.3454 = 2.895%, dengan asumsi peubah
yang lain dianggap konstan. Sehingga
pemberantasan buta huruf perlu di lakukan di
tiap provinsi di Indonesia.
Berbeda halnya dengan peubah angka
partisipasi sekolah usia 16-18 tahun, angka
harapan hidup, dan rata-rata konsumsi
perkapita. Setiap peningkatan angka
partisipasi sekolah usia 16-18 tahun, angka
harapan hidup, dan rata-rata konsumsi
perkapita masing-masing sebesar satu satuan
akan meningkatkan Indeks Pembangunan
Manusia masing-masing sebesar 0.0071,
0.3550, 0.9938 satuan, dengan asumsi peubah-
peubah yang selain dari masing-masing
peubah tersebut dianggap konstan, begitu pula
sebaliknya. Angka partisipasi sekolah usia 16-
18 tahun yang nyata menunjukkan pentingnya
program pemerintah untuk mewajibkan
program wajib belajar 12 tahun untuk
meningkatkan IPM Indonesia. Untuk
meningkatkan IPM Indonesia sebesar satu
poin, maka tiap provinsi di Indonesia harus
meningkatkan angka partisipasi sekolah usia
16-18 tahun sebesar 1/0.0071 = 140.845%,
dengan asumsi peubah yang lain dianggap
konstan. Angka harapan hidup dan rata-rata
konsumsi perkapita juga berpengaruh positif
terhadap IPM Indonesia. Rata-rata konsumsi
perkapita yang meningkat menunjukkan
semakin meningkatnya angka kesejahteraan
masyarakat. Oleh karena peubah angka
harapan hidup dan rata-rata konsumsi
perkapita bukan merupakan peubah
instrumental tetapi efek dari beberapa faktor
lain, maka kebijakan langsung untuk
meningkatkan angka harapan hidup dan
meningkatkan rata-rata konsumsi perkapita
tidak dapat dilakukan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Model Spasial Eror menghasilkan dugaan
parameter yang lebih baik dari Model Regresi
Klasik jika terjadi kasus ketergantungan
spasial pada pemodelan Indeks Pembangunan
Manusia di Indonesia. Peubah-peubah yang
berpengaruh terhadap IPM pada penelitian ini
adalah peubah persentase penduduk buta huruf
(x1), peubah angka partisipasi sekolah usia 16-
18 tahun (x3), peubah angka harapan hidup
(x5), dan peubah rata-rata konsumsi perkapita
(x6).
Saran
Kasus ketergantungan spasial pada
pemodelan Indeks Pembangunan Manusia di
Indonesia dipertimbangkan menggunakan
Model Umum Regresi Spasial, Model Spasial
Lag, dan Model Spasial Eror. Perlu dilakukan
pengecekan dan pemodelan untuk model
robust pada Model Spasial Lag dan Model
Spasial Eror.
DAFTAR PUSTAKA
Anselin L. 1999. Spatial Econometrics.
Dallas: University of Texas.
Anselin L. 2009. Spatial Regression.
Fotheringham AS, PA Rogerson, editor,
Handbook of Spatial Analysis. London:
Sage Publications.
Arika Y, Adhi R. 2012. Indeks Pembangunan
Manusia di Indonesia Sangat Rendah.
KOMPAS.com [terhubung berkala].
http://nasional.kompas.com/read/2012/04/
17/12214022 [4 Mei 2012].
Arisanti R. 2011. Model Regresi Spasial untuk
Deteksi faktor-faktor Kemiskinan di
Provinsi Jawa Timur [Tesis]. Bogor:
Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Bivand RS, Pebesma EJ, Rubio VG. 2008.
Applied Spatial Data Analysis with R.
New York: Springer.
Draper NR, Smith H. 1992. Analisis Regresi
Terapan. Edisi ke-2. Sumantri B,
penerjemah. Jakarta: Gramedia Pustaka
9
Utama. Terjemahan dari: Applied
Regression Analysis.
Dubin R. 2009. Spatial Weights. Fotheringham
AS, PA Rogerson, editor, Handbook of
Spatial Analysis. London: Sage
Publications.
Elhorst JP. 2011. Spatial Panel Models.
Netherlands: University of Groningen.
Ismail N, Jemain AA. 2007. Handling
Overdispersion with Negative Binomial
and Generalized Poisson Regression
Models. Virginia: Casualty Actuarial
Society Forum.
Kintanami I. 2008. Analisis Indeks
Pembangunan Manusia. Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan (No. 072
Tahun ke-14). [pdf]. https://
isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/14072084
21437.pdf [4 Mei 2012].
LeSage, J. P. 1999. The Theory of Practice of
Spatial Econometrics. Toledo: Universitas
of Toledo.
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006.
Perancangan Percobaan dengan Aplikasi
SAS dan Minitab. Edisi ke-2. Bogor: IPB
PRESS.
Ward MD, Gleditsch KS. 2008. Spatial
Regression Models. California: Sage
Publication, Inc.
10
LAMPIRAN
11
Lampiran 1 Kode Tiap Provinsi di Indonesia
Kode Provinsi
01 Nangroe Aceh Darussalam
02 Sumatera Utara
03 Sumatera Barat
04 R i a u
05 Jambi
06 Sumatera Selatan
07 Bengkulu
08 Lampung
09 Kep Bangka Belitung
10 Kepulauan Riau
11 DKI Jakarta
12 Jawa Barat
13 Jawa Tengah
14 DI Yogyakarta
15 Jawa Timur
16 Banten
17 B a l i
18 Nusa Tenggara Barat
19 Nusa Tenggara Timur
20 Kalimantan Barat
21 Kalimantan Tengah
22 Kalimantan Selatan
23 Kalimantan Timur
24 Sulawesi Utara
25 Sulawesi Tengah
26 Sulawesi Selatan
27 Sulawesi Tenggara
28 Gorontalo
29 Sulawesi Barat
30 Maluku
31 Maluku Utara
32 Papua Barat
33 Papua
Lampiran 2 Plot IPM dengan Masing-masing Peubah Bebas
12
Lampiran 3 Hasil Regresi Klasik
Persamaan Regresi Klasik
Peubah Koefisien Galat Baku t-hitung VIF
Konstanta 32.50000 0.7347 29.917
X1 -0.34460 0.0036 -96.394 2.4
X2 0.00301 0.0024 1.280 1.9
X3 0.00786 0.0027 2.945 2.3
X4 -0.00003 0.0033 -0.012 2.1
X5 0.35980 0.0120 29.917 2.9
X6 0.98820 0.0151 65.462 2.9
X7 -0.07870 0.1148 -0.686 1.2
X8 0.12370 0.1756 0.705 2.2
R-kuadrat = 99.945%
Lampiran 4 Hasil Regresi Spasial Eror
Persamaan Regresi Spasial Eror
Peubah Koefisien Galat Baku z-hitung
Konstanta 32.8098 0.4770 68.790
X1 -0.3454 0.0026 -131.589
X2 -0.0005 0.0018 -0.251
X3 0.0071 0.0023 3.069
X4 0.0022 0.0021 1.046
X5 0.3550 0.0081 43.877
X6 0.9938 0.0087 114.327
X7 -0.1668 0.0891 -1.873
X8 0.1464 0.1252 1.1688
top related