penerapan hukum pelayaran dalam perjanjian kerja laut

Post on 11-Dec-2015

18 Views

Category:

Documents

0 Downloads

Preview:

Click to see full reader

DESCRIPTION

hukum maritim

TRANSCRIPT

PENERAPAN HUKUM PELAYARAN DALAM PERJANJIAN KERJA LAUT ( PKL )

BAB IPENDAHULUAN

1.1.Latar BelakangBetapa pentingnya keselamatan pelayaran bagi para pihak yang bersangkutan dengan

pengangkutan di laut terutama bagi para pemakai jasa angkutan sudah tidak dapat disangkal lagi. Telah menjadi prinsip umum  bahwa setiap orang yang mengirim barang atau penumpang kapal sebagaimana menghendaki terjaminnya keselamatan jiwa dan barang itu sejak saat pemberangkatannya sampai di tempat tujuan. Untuk maksud itulah maka kapal sebagai alat angkutan tersebut terjamin “ layak laut “- nya  ( sea worhness ), sehingga penyelenggaraan pengangkutan itu dapat terlaksana dengan tertib, aman dan sempurna.

Tentang layak laut-nya kapal itu hanyalah merupakan salah satu faktor saja bagi terjaminnya keselamatan pelayaran, sebab masih ada faktor – faktor lain yang dapat mempengaruhi keselamatan pelayaran, antara lain: diisyaratkannya kemampuan dan kebijaksanaan nahkoda sebagai pemimpin kapal atau bidang teknis – nautis serta adanya pengetahuan dan keahlian dari perwira kapal serta kepandaian yang cukup dari anak buah kapal tersebut dalam melakukan tugasnya. Hal ini sehubungan dengan adanya suatu pendapat yang mengatakan bahwa apabila kapal telah berada dilautan merupakan suatu masalah tersendiri dan disinilah kedudukan nahkoda memegang peranan yang sangat penting dan menentukan.

Dengan alasan inilah pemerintah perlu mengadakan usaha – usaha yang diperlukan guna mengatur terjaminnya keselamatan pelayaran bagi para penumpang dan barang yang diselenggarakan dengan menggunakan kapal itu.Disini tampak bahwa kapal yang digunakan pelayaran di laut itu hanya dilengkapi dengan segala alat-alat perlengkapan yang diperlukan, terutama tentang teknik-konstruksi kapal tersebut.

Meskipun nahkoda telah memenuhi persyaratan dalam memimpin kapal baik mengenai kemampuan dan keahliannya, tapi kalau kapal yang dipimpinnya itu belum cukup diperlengkapi dan belum cukup diawaki.Sudah barang tentu tentang keselamatan itu belum terjamin.maka sebelum kapal digunakan perlu terlebih dahulu diadakan penelitian tentang” layak – laut “kapal tersebut.

Untuk itu menjamin kelayak lautan nahkoda harus memperhatikan ketentuan yang ada mengenai “layak laut”(sea worthnees ).Mengenai layak laut kapal ini KUHD dalam pasal 459 menentukan  :            “Pengguna penyediaan kapal (pencarter kapal ) berwenang untuk menyuruh memeriksa kapal oleh seorang ahli atas biayanya sebelum mempergunakan menurut ketentuan yang terdapat dalam carter partai”

1.2.Rumusan Masalah

1.      Siapa saja pihak – pihak yang terlibat dalam Pelayaran?2.      Apa Hak dan Kewajiban anak buah kapal?3.      Apa yang anda ketahui mengenai PKL?

BAB IIPEMBAHASAN

2.3.1. Pihak-pihak yang Terlibat Dalam Pelayaran2.3.1.1. Perusahaan Pelayaran

Pengertian   Perusahaan   Perkapalan   terdapat   dalam   pasal   323 sampai340f KUHD, ada 24 buah pasal. Perusahaan Pelayaran (Rederij) adalah suatu badan      yang menjalankan perusahaan dengan cara mengoperasikan  kapal  atau usaha  lain  yang  erat hubungannya  dengan kapal. (H.M.N Purwosutjipto,2000: 80).1). Syarat Perusahaan Pelayaran

Dalam  Pasal  15  Peraturan  Pemerintah  Nomor  2   tahun  1969 tentang Perhubungan  laut  yang  berisi  ketentuan  mengenai  perusahaan pelayaran harusmemenuhi syarat-syarat:a.   a).  merupakan perusahaan pelayaran milik negara.

b).  merupakan  perusahaan  milik  pemerintah  daerah  sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.c).  merupakan badan hukum berbentuk perseroan terbatas.

b.   memiliki  satuan-satuan  kapal   lebih  dari  satu  unit  dengan jumlah minimal  3.000  m3  isi  kotor  dengan  memperhatikan syarat-syarat teknis/nautus perhitungan untung rugi.c.   tersedianya modal kerja yang cukup untuk kelancaran usahad.   melaksanakan kebijaksanaan angkutan laut nusantara

Bila  persyaratan  sebagaimana  tersebut  diatas  sudah  dipenuhi, maka perusahaan pelayaran dikenai kewajiban-kewajiban antara lain:

a.        melaksanakan   ketentuan   yang   ditetapkan   dalam   surat perjanjian.b.   mengumumkan kepada umum mengenai peraturan perjanjian kapal, tarif dan syarat-syarat

pengangkutan.c.  menerima pengangkutan penumpang, barang, hewan, dan pos satu dan yang lain sesuai dengan

persyaratan teknis kapal.d.    memberikan  prioritas  kepada  pengangkutan  barang-barang

sandang pangan lain sesuai dengan persyaratan teknis bahan- bahan industri dan eksport.e.  memberitahukan  kepada  pejabat  yang  ditunjuk  oleh  menteri

Perhubungan,    tarif                          pengangkutan                yang   dipergunakan, manifest dan keanggotaan Conference atau bentukkerjasama lainnya. Dan lain-lain. (Djoko Triyanto, 2005:30-31).2). Jenis-jenis Pelayaran

Menurut  Pasal  5  Peraturan  Pemerintah  Nomor  2  Tahun  1969, jenis-jenis pelayaran dibagi dalam 3 kelompok, antara lain:(1).   Pelayaran dalam negeri

a.     Pelayaran  nusantara,  yaitu  pelayaran  antar  pulau  antar pelabuhan Indonesia tanpa memandang jurusan.

b. Pelayaran  lokal atau pelayaran  jurusan  tetap, yaitu bertugasmenunjang kegiatan pelayaran nusantara dan pelayaran luar negeri,dengan  menggunakan  kapal-kapal  di  bawah  tonase175 BRT.

c.      Pelayaran   rakyat,   yaitu   pelayaran   nusantara   denganmenggunakan perahu layar tradisionald. Pelayaran penundaan laut, yaitu pelayaran nusantara denganmenggunakan  tongkang-tongkang  

yang  ditarik  oleh  kapal- kapal tunda (tugboat).(2).   Pelayaran luar negeri

a.    Pelayaran  samudra  dekat,  yaitu  pelayaran  ke  pelabuhan- pelabuhan  negara  tetangga  yang  tidak  lebih  dari  3000  mil laut dari  pelabuhan  terluar  Indonesia  (tanpa  memandang jurusan).

b.  Pelayaran  samudra,  yaitu  pelayaran  dari  dan  ke  luar  negeri yang bukan pelayaran samudra dekat.(3).   Pelayaran  khusus,  yaitu  merupakan  pelayaran  dalam  dan  luar

negeri dengan  menggunakan  kapal-kapal  pengangkut  khusus untuk pengangkutan  hasil  industri,  pertambangan  dan  hasil- hasil  usaha lainnya  yang  bersifat  khusus.  Misalnya:  minyak bumi, batu bara.2.3.1.2. Nahkoda

Ketentuan Pasal 341 dan Pasal 377 KUHD menyebutkan bahwa nahkoda adalah Pemimpin kapal,  yaitu seorang  tenaga kerja yang  telahmenandatangani   

perjanjian   kerja   laut   dengan   perusahaan   pelayaran sebagainahkoda, yang memenuhi syarat dan tercantum dalam sijil anak buah      kapal       sebagai     nahkoda             ditandatangani     dengan         mutasi  dari perusahaan   dan   pencantuman   namanya   dalam   surat   laut.   (Djoko Triyanto,   2005:32).   Dalam   menjalankan   tugasnya   sehari-hari   diatas kapalmempunyai jabatan penting:1). Nahkoda sebagai Pemimpin kapal

Tugasnya selaku pemimpin kapal, mengandung arti nahkodamerupakan  pemimpin  tertinggi  dalam  mengelola,  melayarkan  danmengarahkan kapal  tersebut. Demikian pula, setiap anak buah kapal akan turun  ke  darat  bila  kapal  sedang  berlabuh,  maka   ia  harus meminta  ijin lebih  dahulu  kepada  nahkoda,  dan  jika  ijin  tersebut ditolaknya,  maka nahkoda  harus  menulis  dalam  buku  harian  kapal dengan  alasan  yang cukup  sebagaimana  ditentukan  pada  pasal  385KUHD.  Selain  itu  nahkoda  harus  melayarkan  kapalnya  dari  suatu tempat  ke   tempat   lain   dengan   aman,   tepat   waktu,   praktis,   dan selamat.2). Nahkoda sebagai pemegang kewibawaan umum

a.      kewibawaan  terhadap  semua  pelayar,  artinya  :  semua orang yang  berada  di  kapal,  wajib  menuruti  perintah- perintah  nahkoda   guna   kepentingan   keselamatan   atau ketertibanumum.b.  kewibawaan  disiplin  terhadap  anak  buah  kapal,  artinya  :para awak kapal berada dibawah perintah nahkoda.3). Nahkoda sebagai jaksa atau abdi hukum.

Di  tengah  laut  nahkoda  wajib  menyelidiki  atau  mengusut kejahatan yang terjadi di dalam kapalnya :

a.      mengumpulkan  bahan-bahan  mengenai  peristiwa  yang terjadi.b.   menyita barang-barang yang dipakai dalam peristiwa itu

c.   mendengar  para  tertuduh  dan  saksi  dan  membuat  berita acaraketerangannya.d.    mengambil     tindakan    terhadap     tertuduh,    menurut

kebutuhan.       Misal:  mengasingkannya   (  menutup   )  di dalam kamar tutupan.e.   menyerahkan   tertuduh   dengan   bahan-bahannya   kepada

Pengadilan negeri di pelabuhan pertama yang disinggahi. Nahkoda wajib pula mencatat peristiwanya dan tindakan- tindakan yang telah diambilnya di dalam daftar hukuman. (Djoko Triyono, 2005:34)4). Nahkoda sebagai pegawai catatan sipil

Apabila  selama  dalam  pelayaran  ada  seseorang  anak  lahir atauseseorang meninggal di kapal, nahkoda harus membuatkan akta- akta pencatatan sipil yang bersangkutan di dalam buku harian kapal.a.  Pada kelahiranApabila ada seorang anak  lahir, nahkoda harus membuat aktakelahiran  di  dalam  buku  harian  kapal,  dalam waktu

24 jam, dengan dihadiri oleh si ayah dan dua orang saksi. b.  Pada KematianApabila  ada  seorang  meninggal  dunia  di  kapal,  nahkoda harus membuat  akta  kematian  juga  dalam  waktu  24  jam dengan dihadiri  pula  oleh  dua  orang  saksi.  Sebab-sebab kematian  tidak   boleh   disebut   dalam   akta   itu,   tetapi nahkoda  wajib mencatat  di  dalam  buku  hariannya.  Jika ada  seseorang  yang jatuh  di  laut  maka  nahkoda  tidakselalu   membuat   akta   kematian,   berhubungan   dengan kemungkinan  si  korban  akan  mencapai  kapal  lain  atau daratan.  Dalam  hal  sebaliknya,  nahkoda  harus  membuat aktatersebut serta menyebutkannya dengan jelas di dalam buku harian  kapal,  mengenai  tempat  dimana  kecelakaan itu  terjadi, keadaan  cuaca,  berapa  lama  telah  dicari,  ada kapal lain di dekatnya, dan sebagainya.5). Nahkoda sebagai notaris

Dalam pasal 947, 950 dan 952 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) menyebutkan bahwa, bilamana nahkoda dapat bertindaksebagai notaris dalam pembuatan surat wasiat seseorang di atas  kapal.Surat  warisan  itu  kemudian ditandatangani  oleh pewaris yang ada, nahkoda dan dua orang saksi.

Pembuatan  surat  wasiat   tersebut  didasarkan  atas  keadaan yang    tidak   dimungkinkan   si   pewaris   menemui   pejabat   yang berwenang.

Surat  wasiat  hanyalah  berlaku  sementara  waktu  saja,  sebab apabila  si  pewaris  itu  meninggal  dunia  lebih  dari  6  bulan  setelah pembuatan surat wasiat itu, maka surat itu tidak berlaku lagi.2.3.1.3.  Pengusaha Kapal

Pengusaha  kapal  (Reder)  adalah  seseorang  yang  mengusahakan kapal untuk  pelayaran  di  laut  dengan  melakukan  sendiri  pelayaran  itu, ataupun menyuruh  melakukannya  oleh  seorang  nahkoda  yang  bekerjapadanya.   (Pasal   320   Kitab   Undang-undang   Hukum   Dagang).   Pada lazimnya  seorang  pengusaha  dalam  menjalankan  usahanya  mempunyai tujuanuntuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnnya dengan biaya dan  tenaga atau  modal  yang  sekecil-kecilnya.  Dalam  praktik  sering terjadi pemilik kapalmenyewakan kapalnya pada orang  lain yang akan bertindak sebagai pengusahakapal, atau dapat juga menjalankan sendiri kapalnya dan ia bertindak sebagai nahkoda.

2.3.1.4.  Awak kapal atau anak buah kapal (ABK)Anak buah kapal adalah semua orang yang berada dan bekerja di

kapal kecuali  nahkoda,  baik  sebagai  perwira  ,  bawahan  (kelasi)  atau supercargo  yang   tercantum   dalam   sijil   anak   buah   kapal   dan   telah menandatangani perjanjian kerja laut dengan perusahaan pelayaran.

Adapun  syarat-syarat  wajib  yang  harus  dipenuhi  untuk  dapat bekerja sebagai  anak  buah  kapal  sesuai  dengan  Pasal  17  Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan, antara lain:

1).   memiliki   sertifikat   keahlian   pelaut   dan/   atau   sertifikat keterampilan  pelaut.2). berumur sekurang-kurangnya 18 tahun

3).   sehat   jasmani   dan   rohani   berdasarkan   hasil   pemeriksaan kesehatan yang khusus dilakukan untuk itu.4). Disijl2.3.2. Hak dan Kewajiban Anak Buah Kapal2.3.2.1. Hak – hak Anak Buah Kapal

Pada dasarnya hak-hak anak buah kapal, baik itu nahkoda, kelasi adalahsama, walaupun ada perbedaan sedikit namun tidak begitu berarti. Hak disebutkandalam pasal 18 ayat 3 Peraturan Pemerintah No.7 tahun2000 tentang Kepelautan antara lain:1). Hak atas Upah

Besarnya  upah  yang  diperoleh  anak  buah  kapal  didasarkan atasperjanjian kerja laut, sepanjang isinya tidak bertentangan dengan Undang-undang    Nomor  13  tahun  2003  tentang  Ketenagakerjaan, tidakbertentangan dengan Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 2000 tentang Kepelautan,  dan  tidak  bertentangan  dengan  Peraturan  gaji pelaut.

Berdasarkan  Pasal  21  ayat  (1),  (2),  PP  No.7  tahun  2000, Upah tersebut didasarkan atas:a. 8 jam kerja setiap hari b. 44 jam permingguc. Istirahat sedikitnya 10 jam dalam jangka waktu 24 jam d. Libur sehari setiap minggue. Ditambah hari–hari libur resmi

Ketentuan  di  atas  tidak  berlaku  bagi  pelaut  muda,  artinya merekaberumur antara 16 tahun sampai 18 tahun tidak boleh bekerja melebihi  8   jam sehari  dan  40   jam  seminggu  serta   tidak  boleh dipekerjakan padawaktu  istirahat,  kecuali  dalam pelaksanaan  tugas darurat demi keselamatanberlayar. Dalam perjanjian kerja laut upahyang  dimaksud  tidak  termasuk  tunjangan  atas  upah  lembur  ataupremi  sebagaimana  diatur  dalam  Pasal:  402,  409,  dan  415  Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD)

Biasanya  jumlah upah yang diterima anak buah kapal paling sedikit adalah  yang  sesuai  dengan  yang  tertuang  dalam  perjanjian kerja  laut, kecuali  upah  yang  dipotong  untuk  hal-hal  yang  sudah disetujui   oleh  anak   buah   kapal   tersebut   atau   pemotongan   yang didasarkan   pada   hukum   yang    berlaku.    Pengaturan   mengenai pemotongan  tersebut menurut  Pasal  1602r  Kitab  Undang–undang Hukum Perdata, adalah sebagai berikut:

a.   Ganti rugi yang harus dibayarb.  Denda–denda yang harus dibayar kepada perusahaan yang

harus diberi  tanda  terima  oleh  perusahaan  (Pasal  1601s KUHPerdata)c.    Iuran  untuk  dana  (Pasal  1601s  Kitab  Undang–UndangHukum Perdata).

d.   Sewa  rumah atau  lain–lain yang dipergunakan oleh anak buah kapal di luar kepentingan dinas.e.  Uang Muka (Persekot) atas upah yang telah diterimanya.

f.   Harga  pembelian  barang–barang  yang  dipergunakan  oleh anak buah kapal di luar kepentingan dinasnya.g.   Kelebihan pembayaran upah-upah yang lalu.

h.    Biaya  pengobatan  yang  harus  dibayar  oleh  anak  buah kapal (Pasal 416 Kitab Undang-undang Hukum Dagang)

i.  Istri atau anggota keluarga lainnya sampai dengan keempat dengan jumlah  maksimum  2/3  dari  upah  (Pasal  444-445Kitab Undang-Undang Hukum Dagang).

Selain,    Pemotongan-pemotongan    tersebut    diatas,    maka besarnya  upah  anak  buah  kapal  juga  dapat  berkurang  disebabkan, antara lain:

a.  Denda  oleh  nahkoda  sesuai  dengan  peraturan  perundang- undangan.b.    Pengurangan  upah  karena  sakit  yang  sampai  membuat anak buah kapal tidak dapat bekerja

c. Perjalanan pelayaran terputus.d. Ikatan kerja terputus karena alasan–alasan yang sah.

Selain  itu  juga  harus  diperhatikan  bahwa  upah  anak  buah kapal dapat bertambah besarnya karena:

a.    Pengganti  libur  yang  seharusnya  dinikmati  anak  buah kapal, akan  tetapi  tidak  diambilnya  (Pasal  409  dan  415KUH Dagang) atau atas permintaan pengusaha angkutan perairan  paling   sedikit   20   hari   kalender   untuk   setiap jangkawaktu 1 tahun bekerja akan mendapatkan imbalan upah  sejumlah   cuti   yang   tidak   dinikmati   (Pasal   24Peraturan Pemerintah)

b.    Pembayaran  waktu  tambahan  pelayaran,  jika  perjanjian kerjalaut untuk suatu pelayaran karena suatu kerusakan, sehingga terpaksa  berhenti  di  pelabuhan  darurat  (Pasal423 KUH Dagang)

c.  Pembayaran  kerja  lembur,  yaitu  jam  kerja  melebihi  jam kerja wajib.  Khusus  untuk   upah   lembur  hari  minggu dihitung dua kali lipat pada hari biasa.Menurut  Pasal  22  Peraturan  Pemerintah  No.7   tentang Kepelautan, Perhitungan upah lembur sebagai berikut: Rumus = Upah minimum  x 1,25190

d.   Pembayaran    istimewa,    karena    mengangkut    muatan berbahaya,   menunda   menyelamatkan   kapal   lain   ataumengangkut   muatan   di   daerah   yang   sedang   perang, kecuali  untuk  tugas  negara  (Pasal  452f  Kitab  Undang- undang Hukum Dagang)

e.   Mengemban  tugas  yang  lebih  tinggi  yang  tidak  bersifat insidentil,  seperti  Mualim  II  (Pasal  443  Kitab  Undang- undang Hukum Dagang).f.   Kenaikan upah minimum yang ditetapkan oleh negara.g.    Kelambatan  pembayaran  upah  dari  waktu  biasa  (Pasal1801/  dan 1602n Kitab Undang-undang  Hukum  Perdata, jika itusebagai akibat dari kelalaian perusahaan pelayaran (Pasal 1602qKitab Undang–undang Hukum Perdata danPasal 452c Kitab Undang-undang Hukum Dagang)

h.  Tidak  diberikan  makanan  sebagaimana  ditetapkan  yangmenjadi hak anak buah kapal  ( Pasal 436 dan 437 Kitab Undang–undang Hukum Dagang)2).  Hak atas tempat tinggal dan makan

Peraturan mengenai hak tempat tinggal dan makan bagi anak buahkapal diatur pada pasal 436-438 Kitab Undang-undang Hukum Dagang   dan  Pasal   13   Schepelingen   Ongevalien   (S.O)   1935. Berdasarkan ketentuan  pasal  tersebut,  anak  buah  kapal  berhak  atas tempat  tinggal yang  baik  dan  layak  serta  berhak  atas  makan  yang pantas  yaitu  cukup untuk  dan  dihidangkan  dengan  baik  dan  menu

yang  cukup  bervariasi setiap  hari.  Ketentuan  ini  dipertegas  dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7tahun 2000 tentang Kepelautan pasal25, yaitu:

a.  pengusaha  atau  perusahaan  angkutan  di  perairan  wajibmenyediakan makanan, alat-alat pelayanan dalam jumlah yangcukup dan  layak untuk setiap pelayaran bagi setiap anak buah kapal.

b.   makanan harus memenuhi  jumlah, serta nilai gizi dengan jumlah minimum  3.600  kalori  perhari  yang  diperlukan anak   buah  kapal   agar   tetap   sehat   dalam   melakukan tugasnya.

c.  air  tawar  harus  tetap  tersedia  di  kapal  dengan  cukup  danmemenuhi standar kesehatan.Apabila  ketentuan  diatas  dilanggar  maka  dapat  dikatakan

sebagai   pelanggaran   hukum,   dimana   anak   buah   kapal   dapatmelakukan           pemaksaan      terhadap                     perusahaan   pelayaran  untuk membayar ganti rugi terhadap kerugian yang diderita.3). Hak Cuti

Ketentuan yang mengatur hak cuti  anak buah kapal  terdapat dalamPasal-pasal 409 dan 415 KUH Dagang, yang prinsipnya sama dengan cutiyang diberikan kepada  tenaga kerja di perusahaan pada umumnya.Pasal 409 KUH Dagang menyebutkan:“  Bilamana  nahkoda  atau  perwira  kapal  telah  bekerja selama setahun  berturut-turut  /  terus  menerus,  maka  mereka  berhak atas cuti  selama  14  hari  atau  bila  dikehendaki  pengusaha pelayaran bisa  dilakukan  dua  kali,  masing-masing  delapan hari.  Inidilakukan mengingat kepentingan operasional kapal atau permintaan nahkoda”

Hak  cuti  ini  gugur  bila  diajukan  sebelum  satu  tahun  masa kerjanya  berakhir.  Dan  hak  ini  berlaku  untuk  perjanjian  kerja  laut yang didasarkan atas pelayaran.Pasal 415 KUH Dagang menyebutkan:“Bilamana  anak  buah  kapal  telah  bekerja  selama  setahun terus   menerus  sedangkan   perjanjian   kerja   lautnya   bukan perjanjian kerja  laut pelayaran,maka berhak atas cuti  7 hari kerja atau dua kali lima hari kerja dengan upah penuh”. 4). Hak waktu sakit atau kecelakaan

Pengertian sakit dalam perjanjian kerja laut dilihat dari sebab- sebabnya antara lain meliputi:(1). Sakit Biasa

Seorang anak buah kapal apabila sewaktu bertugas menderita sakitmaka berhak atas:a.   Pengobatan  sampai  sembuh,  akan  tetapi  paling  lama  52minggu bilamana diturunkan dalam 

kapal, demikian  juga bila  dia   tetap   berada   di   kapal   berhak   mendapatkan pengobatan sampai sembuh (Pasal 416 KUH Dagang)b. Pengangkutan cuma-cuma kerumah sakit atau ke kapal laindi mana ia akan dirawat dan ke tempat ditandatanganinya perjanjian kerja laut (Pasal 416 KUH Dagang)

Selama anak buah kapal sakit atau kecelakaan ia berhak atas upah sebesar  80%  dengan  syarat  tidak  lebih  dari  28  minggu  (Pasal416a   KUH   Dagang),   dan   jaminan   diperoleh   disamping   biaya perawatan sampai sembuh. Pasal tersebut mensyaratkan bahwa anak buah kapal  mengadakan  perjanjian  kerja  laut  untuk  waktu  paling sedikit  satu tahun  atau  bekerja  terus  menerus  selama  paling  sedikit satu setengah tahun.Demikian juga sebaliknya, Pasal 416b Kitab Undang-undang hukum dagangmenentukan bahwa jika anak buah kapal mengadakan perjanjian kerja lautkurang dari satu tahun, maka ia hanya mendapat perawatan  sampai  sembuh, dan  upah  yang  diterima  diperhitungkan dengan interval waktu tidak kurangdari 4 (empat) minggu tapi tidak lebih dari 26 (dua puluh enam) minggu.

Jaminan–jaminan  dalam  hal  perawatan  dapat  ditolak  oleh perusahaan pelayaran, apabila:

a. Anak buah kapal menolak menghindari pengobatan dokter atau lalaimengobatkan diri ke dokter.b.    Anak    buah    kapal    tidak    menggunakan    kesempatan pengobatan

Menurut ketentuan Pasal 416f Kitab undang-undang Hukum Dagang, tunjangan  atau  upah  dapat  tidak  dibayar  oleh  perusahaan pelayaran  atau dikurangi  jumlahnya  bila  sakitnya  atau  kecelakaan

yang terjadi karenaadanya faktor kesengajaan atau akibat kerja yang kasar atau tidak hati-hati dari anak buah kapal.(2). Sakit karena kecelakaan

Berdasarkan Pasal 1602 KUHPerdata, Anak buah kapal yangmengalami sakit karena kecelakaan maka berhak atas:

a.   Tuntutan   ganti   rugi   bila   terbukti   kecelakaan   tersebut disebabkan oleh kelalaian pihak perusahaan pelayaran

b.    Jika    kecelakaan    menimpa    anak    buah    kapal    danmengakibatkan meninggal, maka ganti ruginya diberikan kepada ahli warisnya

c.  Penggantian  akibat  kecelakaan  ditambah  dengan  hak-hak atas perawatan.(3). Kapal tenggelam

Pada             umumnya     hampir semua kapal          yang          beroperasi diasuransikan. Awak kapal termasuk nahkoda dijaminkan pada P &I Club   (Protection   and   Indernity   Club).   Jaminan   yang   diberikan kepada anak  buah  kapal  disesuaikan  dengan  peraturan  perundang– undangan negara  mengenai  Anak  Buah  Kapal  yang  bersangkutan. Jadi       jika     kapal          tenggelam      tidak  akan   memberatkan  pihak perusahaannya.Ketentuan Pasal 452g Kitab Undang-undang Hukum Dagang,  bahwa perusahaan  wajib  memberikan  ganti  rugi  kepada anak buah kapal berupa:

a.   Jumlah  upah  sampai  dia  tiba  kembali  di  tempat  dimana perjanjian kerja laut ditandatangani.b.   Jumlah  upah  selama  anak  buah  kapal   tersebut  belum bekerja paling lama 2 (dua) bulan.c.   Ganti  rugi  akibat  kelalaian  perusahaan  pelayaran  berupa barang milik  anak  buah  kapal  dan  

kerugian  lain  (  Pasal1602w Kitab undang–undang hukum Perdata).

d.  Bila  anak  buah  kapal  meninggal  dunia,  maka  perusahaan pelayaran  berkewajiban  menanggung  biaya  penguburan atau  pembuangan   jenazah   ke   laut   (Pasal   440   Kitab Undang-undang Hukum Dagang)2.3.2.2.  Kewajiban Anak Buah kapal

1).   Bekerja   sekuat   tenaga,   wajib   mengerjakan   segala   sesuatu   yang diperintah oleh nahkoda.2).  Tidak  boleh  membawa  atau  memiliki  minuman  keras,  membawa

barang terlarang,  senjata  di  kapal  tanpa  izin  nahkoda  (  Pasal  391Kitab Undang-undang Hukum Dagang).

3).  Keluar  dari  kapal  selalu  dengan  ijin  nahkoda  dan  pulang  kembali tidak terlambat (Pasal 385 Kitab Undang-undang Hukum Dagang).

4).   Wajib   membantu   memberikan   pertolongan   dalam   penyelamatan kapal dan  muatan  dengan  menerima  upah  tambahan  (Pasal  452/c Kitab Undang-undang Hukum Dagang)

5).   Menyediakan   diri   untuk   nahkoda   selama   3   hari   setelah   habis kontraknya,  untuk  kepentingan  membuat  kisah  kapal  (Pasal  452/b Kitab Undang-undang Hukum Dagang).

6).   Taat   kepada   atasan,   teristemewa   menjalankan   perintah-perintah nahkoda (Pasal 384 Kitab Undang-undang Hukum Dagang).2.3.3. Perjanjian Kerja Laut2.3.3.1.  Pengertian

Perjanjian  kerja  laut  terdapat  dalam  Pasal  395  Kitab  Undang- undang  Hukum  Dagang   pada   title   ke   empat   Bagian   pertama.   Jika dibandingkandengan perjanjian kerja pada umumnya yang diatur dalam Pasal  1601a KitabUndang-undang Hukum Perdata, maka akan  tampak bahwa  perjanjian   kerja  laut  merupakan  perjanjian   perburuhan   yang bersifat  khusus.  Pasal  1601a Kitab  Undang-undang  Hukum  Perdata menyebutkan   :   “Persetujuan  perburuhan   adalah   persetujuan   dengan mana  pihak  yang  satu,  si  buruh mengikatkan  dirinya  untuk  di  bawah perintahnya  pihak  yang  lain,  si  majikan untuk  sesuatu  waktu  tertentu melakukan  pekerjaan  dengan  menerima  upah”. Sedangkan,  Pengertian Perjanjian kerja laut juga diatur dalam Pasal 395 KitabUndang-Undang Hukum Dagang.Pasal 395 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang menyebutkan:

“    Perjanjian  kerja  laut  adalah  perjanjian  yang  dibuat  antara seorangpengusaha kapal di  satu pihak dan seorang di pihak lain, denganmana pihak tersebut terakhir menyanggupi untuk

bertindak   di  bawah   pengusaha   itu   melakukan   pekerjaan dengan mendapat upah, sebagai nahkoda atau anak kapal.”Sedangkan menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun2000 tentang Kepelautan, hanya memberikan pengertian secara eksplisit dan       singkat yaitu         perjanjian           kerja            laut      adalah            perjanjian    kerja perseorangan    yang    ditandatangani            oleh            pelaut  Indonesia    dengan pengusaha angkutan di perairan.         Jadi, secara singkat perjanjian kerja laut dapat dikatakan sebagai Perjanjian  kerja  yang  dibuat  antara  seorang  majikan  atau  pengusaha kapal dengan  seseorang  yang  mengikatkan  diri  untuk  bekerja  padanya, baik  nahkoda atau  anak  kapal  dengan  menerima  upah  dan  perjanjian tersebut   harus  dibuat   atau   ditandatangani   dihadapan   pejabat   yang ditunjuk  pemerintah serta  pembuatannya  harus  pula  menjadi  tanggung jawab  perusahaan pelayaran.  Maksud  dari  perjanjian  kerja  dibuat  di hadapan pejabat yang ditunjuk oleh Pemerintah (Administratur pelabuhan)   adalah   agar   pembuatan  akta   perjanjian   tersebut   harus berdasarkan atas kemauan kedua belah pihakatau tanpa adanya paksaan dan  dalam  perjanjian  tidak  terdapat  hal-hal  yang bertentangan  dengan undang-undang  atau  peraturan  yang  berlaku.  Dengan demikian  dalam pelaksanaannya           administratur      pelabuhan harusmemberitahu yang seterang-terangnya.

Melakukan  perjanjian  kerja  laut  antara  pengusaha  kapal  dengan nahkoda atau perwira kapal harus dibuat secara tertulis, supaya dianggap sah (berlaku)  dan  ditandatangani  oleh  kedua  belah  pihak  (  Pasal  399Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ).

Melakukan  perjanjian  kerja  laut  antara  pengusaha  kapal  dengan anak kapal  harus  dibuat  dihadapan  anak  kapal,  dihadapan  syahbandar atau pegawai  yang  berwajib  dan  ditandatangani  olehnya,  pengusaha kapal  dan anak  buah  kapal  tersebut  (Pasal  400  Kitab  Undang-Undang Hukum Dagang).

Di  samping  syarat  tertulis  perjanjian  kerja  laut  harus memenuhi pula ketentuan  yang  diatur  dalam  pasal  1320  Kitab  Undang-Undang HukumPerdata, antara lain:

1). Adanya kesepakatan atau kemauan secara sukarela dari kedua belah pihak.2). Masing-masing mempunyai kecakapan untuk bertindak.3). Persetujuan mengenai atau mengandung  suatu hak tertentu.

4).   Isi  perjanjian   tidak  boleh  bertentangan  dengan  peraturan perundang-undangan.2.3.3.2. Bentuk dan Isi Perjanjian Kerja laut2.3.3.2.1. Bentuk Perjanjian Kerja lautPerjanjian kerja laut dapat dilakukan untuk 3 macam ikatan kerja(Pasal 398 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang):

a.     Perjanjian   kerja   laut   yang   diselenggarakan   untuk  waktu tertentu atau  perjanjian  kerja  laut  periode,  misal:  untuk  2 (dua) tahun, 5(lima) tahun atau 10 (sepuluh) tahun, dan lain- lain. Dalam perjanjianini para pihak telah menentukan secara tegas  menegenai  lamanya waktu  untuk  saling  mengikatkan diri,   dimana   masing-masing  pihak   mempunyai   hak   dan kewajiban.

b. Perjanjian  kerja  laut  yang diselenggarakan untuk waktu  tidak tertentu..  Dalam  perjanjian  ini  hubungan  kerja  berlaku  terus sampai ada  pengakhiran  oleh  para  pihak  atau  sebaliknya hubungan kerja  berakhir  dalam  waktu  dekat  (besok),  besok lusa  dan sebagainya  jika  memang  salah  satu  pihak  ataupun para pihakmenghendakinya.

c.         Perjanjian  kerja  laut  yang  diselenggarakan  untuk  satu  atau beberapa  perjalanan  atau  trip  adalah  perjanjian  kerja  laut yang diselenggarakan  berdasarkan  pelayaran  yang  diadakan perusahaan pelayaran dari suatu pelabuhan ke pelabuhan lain.Kemudian jika ditinjau dari sudut perbedaan perjanjian kerja laut dalam Undang-undang, yaitu  menyangkut persoalan alasan-alasan yang sah untuk melakukanpemutusan hubungan kerja, maka perjanjian kerja laut dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu:a. Perjanjian kerja laut untuk nahkodab. Perjanjian kerja laut untuk anak buah kapal.

Dilihat  dari  pihak  yang  mengikatkan  diri,  perjanjian  kerja  laut terbagimenjadi 2 (dua) yaitu:

a.      Perjanjian   kerja   laut   pribadi   atau   perseorangan,   yaitu perjanjian kerja  laut yang dibuat antara seorang  tenaga kerja dengan perusahaan pelayaran.

b.   Perjanjian kerja  laut kolektif, yaitu perjanjian kerja  laut yang dibuat    antara               perusahaan                    pelayaran     atau    gabungan perusahaan  pelayaran  dengan  gabungan  tenaga  kerja (anak buah   kapal),   dengan   syarat   masing-masing   pihak   harus berbentuk badan hukum.2.3.3.2.2. Isi Perjanjian kerja lautIsi  dari  Perjanjian  kerja  laut  (Pasal  401  Kitab  Undang-undangHukum Dagang) antara lain:

a.  Nama  lengkap,  tanggal  lahir  dan  tempat  kelahiran  dari  anak kapal.b. Tempat dan tanggal dilakukan perjanjian. c. Dikapal mana ia akan bekerjad.  Perjalanan-perjalanan yang akan ditempuh.

e.  Sebagai apa ia dipekerjakan atau jabatan tenaga kerja di kapal, baik sebagai nahkoda atau anak buah kapal.

f.      Pernyataan   yang   berisi:   apakah   tenaga   kerja   tersebutmengikatkan diri untuk tugas-tugas lain selain tugas di kapal.

g.   Nama   syahbandar   yang   menyaksikan   atau   mengesahkan perjanjian kerja laut itu.h.  Gaji atau upah dan jaminan-jaminan lainnya selain yang harus atau diharuskan oleh Undang-undang.

i.   Saat perjanjian kerja laut itu dimulai.j.    Pernyataan yang berisi: Undang-undang atau peraturan yang berlaku dalam penentuan hari libur

atau cuti .k.      Tanda   tangan   tenaga   kerja,   pengusaha   pelayaran   dan syahbandar

a).  Tanggal ditandatanganinya atau disahkannya perjanjian kerja lauttersebut.b).     Perihal pengakhiran hubungan kerja. (Djoko Triyono, 2005: 48-49).

BAB IIIKESIMPULAN DAN SARAN

1.1. KesimpulanBerdasarkan  pembahasan  mengenai  penerapan Hukum Pelayaran dalam Perjanjian Kerja Laut dapat disimpulkan sebagai berikut:

1.      Kita mengetahui Siapa saja pihak – pihak yang terlibat dalam Pelayaran dan apa Hak serta Kewajiban anak buah kapal?

2.      Kita mengetahui pengertian, syarat, bentuk dan isi dari Perjanjian Kerja Laut ( PKL )

1.2. SaranBerdasarkan simpulan hasil penelitian, saran yang perlu dikemukakan

adalah sebagai berikut:

1.      Pihak   tenaga   kerja   dikapal   atau   anak   buah   kapal   (ABK) seharusnya  semakin   menumbuhkan   kesadaran   hukum   yang tinggi   pada   diri   sendiri  sehingga   pelanggaran-pelanggaran diatas   kapal   tidak   akan   terjadi.   Dengan  adanya   kesadaran hukum yang  tinggi  maka  kinerja  tenaga  kerja  tidakterganggu sehingga dapat terwujud situasi kerja yang saling menghormati,menghargai  antara  pihak  perusahaan  dan  pihak  tenaga  kerja atau anak buah kapal (ABK).

2.      Pihak Perusahaan, seharusnya pihak perusahaan lebih meningkatkan kesejahteraan  tenaga  kerja  dikapal  atau  anak buah  kapal  (ABK)  dan keluarganya.  Salah  satunya  dengan mengingat   resiko   bahaya   dalam  berlayar   dan   jauh   dari keluarga.  Dan  harusnya  pihak  perusahaan   lebih menaikkan upah kerja. Walaupun PT.PELNI  merupakan BUMN harusnya upah tidak disamakan dengan Pegawai Negeri biasa.

3.      Pihak Pemerintah, hendaknya dapat merespon dan  lebih memperhatikan   nasib  para   tenaga   kerja   baik   yang   didarat maupun   yang   dilaut.   Dan   lebih  aktif   untuk   mengadakan pengawasan  agar  tenaga  kerja  dapat  memperoleh hak  mereka sesuai dengan sifat pekerjaan yang mereka  lakukan. Dan  lebihmemperhatikan   terhadap  segala  permasalahan  yang  dialami oleh  Perusahaan yang  bergerak  dibidang  jasa  transportasi  laut maupun darat.

DAFTAR PUSTAKA

1.      Triyanto Djoko S.H. 2004. Hukum Kapal. CV. Mandar Maju. Jakarta.2.      UU Nomor  17 tahun 2008 tentang Pelayaran. Permata Press. Jakarta.3.      Subekti. R. Prof., S.H. KUHD dan  UU Kepailitan. PT Pradnya Paramita. Jakarta4.      Http : / www. Kompas.com / 9611 / 12 / Hukum / Pej. Htn5.      Http : / www. Hamline. Edu / apakabar / Basisidan / 1996 / 11 / 12 / 0066.html

top related