pemodelan faktor-faktor yang memengaruhi siswa berusia 13 – 18 tahun di indonesia putus sekolah...
Post on 03-Jan-2016
184 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
1
PROPOSAL SKRIPSI
Judul:
Pemodelan Faktor-faktor Yang Memengaruhi Siswa Berusia 13 – 18 Tahun di
Indonesia Putus Sekolah pada Tahun 2012 Menggunakan Mixture Weibull Proportional
Hazards Model
Nama : Pray Putra Hasianro Nadeak
NIM/Kelas : 09.6087
Usulan Dosen Pembimbing : Ir. Jeffry Hamonangan Sitorus, M.Si
Latar belakang
Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dijelaskan bahwa salah satu
tujuan dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa. Selain itu, di era globalisasi sekarang ini juga bangsa Indonesia
sangat memerlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang cerdas, berkualitas dan berdaya
saing agar bangsa Indonesia mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lainnya dalam
tataran global. Untuk mewujudkannya, maka pendidikan merupakan hal yang sangat
penting untuk diperhatikan.
Berbagai program pun telah dibuat pemerintah untuk mewujudkan pendidikan
yang lebih baik, salah satunya Program Wajib Belajar Sembilan Tahun. Di samping itu,
pada tahun 2013 pemerintah juga sudah mulai mencanangkan Program Wajib Belajar
12 Tahun yang dirintis melalui Program Pendidikan Menengah Universal 2013
(http://edukasi.kompas.com/read/2012/09/01/11474811/Wajib.Belajar.12.Tahun.Diresp
ons.Beragam diakses pada Kamis, 15 November 2012 pukul 15:13). Program
pendidikan ini mengalami cukup banyak tantangan, salah satunya adalah keputusan
peserta didik untuk putus sekolah. Undang-Undang Dasar Pasal 31 ayat (1) menyatakan
bahwa pendidikan merupakan hak penduduk Indonesia sebagai warga negara. Namun
pada kenyataannya, belum sepenuhnya penduduk Indonesia dapat menikmati
pendidikan secara utuh, terutama bagi penduduk berusia sekolah. Banyak dari mereka
yang pada akhirnya putus sekolah karena faktor-faktor tertentu.
2
Agar lebih mudah dalam mendeskripsikan fenomena putus sekolah ini, maka
digunakanlah angka putus sekolah sebagai ukurannya. BPS (2011) mendefinisikan
bahwa angka putus sekolah adalah proporsi anak sekolah pada suatu jenjang tertentu
dalam kelompok usia yang sesuai dengan jenjang pendidikan tersebut terhadap
penduduk pada kelompok usia tertentu.
Gambar 1. Perkembangan Angka Putus Sekolah Menurut Jenjang Pendidikan Tahun
Ajaran 2004/2005 hingga Tahun Ajaran 2009/2010
Sumber : Indikator Kesejahteraan Rakyat 2009 & Indikator Kesejahteraan Rakyat
2010 (diolah)
Dapat dilihat pada gambar 1 bahwa angka putus sekolah mengalami penurunan
yang dari tahun ke tahun hanya pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD). Pada
tahun ajaran 2009/2010 tercatat bahwa angka putus sekolah untuk jenjang pendidikan
SD adalah sebesar 1,65%. Hal ini berarti secara rata-rata dari 100 anak usia 7-12 tahun
(siswa SD) yang sedang atau pernah bersekolah terdapat 1 sampai 2 anak yang putus
sekolah dan lebih cenderung 2 anak yang putus sekolah. Untuk jenjang Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan
(SMA/SMK) masih menunjukkan tren angka putus sekolah yang cenderung naik. Pada
tahun ajaran 2009/2010 tercatat bahwa angka putus sekolah untuk jenjang pendidikan
2.97 3.17
2.41
1.81 1.64 1.65
2.83
1.97
2.88
3.94
2.49 2.33
3.14 3.08
3.33
2.68
3.63
4.27
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
2004/2005 2005/2006 2006/2007 2007/2008 2008/2009 2009/2010
SD
SMP
SMA/SMK
Tahun Ajaran
An
gka
Pu
tus
Seko
lah
3
SMP sebesar 2,33%. Hal ini berarti secara rata-rata dari 100 anak usia 13-15 tahun
(siswa SMP) yang sedang atau pernah bersekolah terdapat 2 sampai 3 anak yang putus
sekolah dan lebih cenderung 2 anak yang putus sekolah. Pada tahun ajaran 2009/2010
tercatat bahwa angka putus sekolah untuk jenjang pendidikan SMA sebesar 4.27%. Hal
ini berarti secara rata-rata dari 100 anak usia 16-18 tahun (siswa SMA/SMK) yang
sedang atau pernah bersekolah terdapat 4 sampai 5 anak yang putus sekolah dan lebih
cenderung 4 anak yang putus sekolah.
Selain angka putus sekolah, fenomena putus sekolah ini juga dapat dilihat dari
Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisipasi Murni (APM) dan rata-rata lama
sekolah. APK dan APM erat kaitannya dengan remaja putus sekolah di setiap jenjang
pendidikan, karena didalam perhitungan APK dan APM dihitung dari jumlah siswa
yang sekolah di setiap jenjang pendidikan. Jika jumlah siswa yang bersekolah lebih
rendah daripada jumlah usia sekolah di setiap jenjang pendidikan, maka nilai APK dan
APM menjadi rendah. Semakin banyak siswa di jenjang pendidikan yang putus sekolah
maka semakin sedikit nilai persentase APK dan APM. Rata-rata lama sekolah pun
cukup erat kaitannya dengan remaja putus sekolah, dimana semakin banyak siswa di
jenjang pendidikan yang putus sekolah maka semakin rendah pula rata-rata lama
sekolahnya.
SD SMP SMA/SMK SD SMP SMA/SMK(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
2005 106.63 82.09 55.21 93.25 65.37 43.50
2006 109.96 81.87 56.69 93.54 66.52 43.77
2007 112.19 86.37 59.46 93.78 66.90 44.84
2008 111.12 86.86 59.06 93.99 67.39 44.97
2009 110.42 81.25 62.55 94.37 67.43 45.11
2010 111.68 80.59 62.85 94.76 67.73 45.59
2011 102.58 89.57 64.66 91.03 68.12 47.97
TahunAPK (%) APM (%)
Tabel 1. Angka Partisipasi Kasar dan Angka Partisipasi Murni
Menurut Jenjang Pendidikan Tahun 2005 - 2011
Sumber : http://www.bps.go.id/
4
Dapat dilihat pada tabel 1 bahwa APK dan APM pada tahun 2005 – 2011 untuk
jenjang pendidikan SMP dan SMA/SMK hanya berkisar antara 40% – 90 %, padahal
menurut Rasiyo (2008), salah satu parameter keberhasilan pendidikan adalah
menuntaskan Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) mutu
pendidikan untuk mencapai 95%. Selain itu, rata-rata lama sekolah di Indonesia pada
tahun 2010 sendiri masih bernilai 7,92, yang berarti penduduk usia sekolah hanya
sanggup menyelesaikan pendidikan hingga kelas 2 SMP saja. Hal ini sejalan pula
dengan perkembangan angka putus sekolah yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa
angka putus sekolah menunjukkan kencenderungan naik dan bergejolak dari tahun ke
tahun untuk jenjang pendidikan SMP dan SMA/SMK.
Identifikasi Masalah
Dari penjabaran sebelumnya dapat dilihat bahwa masalah putus sekolah adalah
masalah yang cukup krusial untuk ditangani, terutama fenomena putus sekolah yang
terjadi pada penduduk yang berusia 13 – 18 tahun (penduduk yang berpotensi
mengenyam pendidikan di jenjang pendidikan SMP dan SMA/SMK). Berbagai
kebijakan dan strategi yang tepat dibutuhkan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah
putus sekolah ini. Agar kebijakan dan strategi yang telah disusun tepat sasaran, maka
perlu diidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi resiko putus sekolah
siswa berusia 13 – 18 tahun untuk bersekolah karena menurut BPS (2011), angka putus
sekolah memiliki keterbatasan dalam menyajikan fenomena yang menyebabkan anak
putus sekolah.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik siswa putus
sekolah berusia 13 – 18 tahun di Indonesia pada tahun 2012 beserta faktor-faktor yang
dominan memengaruhinya untuk putus sekolah.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini bagi Pemerintah Indonesia adalah sebagai bahan evaluasi
kebijakan terkait pendidikan SMP dan SMA/SMK yang selama ini telah dilakukan,
sebelum menjalankan Program Wajib Belajar 12 Tahun yang mulai dicanangkan pada
tahun 2013. Bagi penyelenggara pendidikan dan masyarakat Indonesia diharapkan hasil
5
penelitian ini bisa dijadikan masukan dalam upaya menekan angka putus sekolah siswa
khususnya di tingkat SMP dan SMA/SMK di Indonesia.
Landasan Teori
Menurut Asuroh (2005), putus sekolah adalah mereka yang masuk/mengikuti
pendidikan di Sekolah Dasar atau Sekolah Menengah, tetapi mereka mengalami
kegagalan karena berbagai hal, sehingga berhenti tanpa memiliki STTB (Surat Tanda
Tamat Belajar).
Dalam penelitiannya, Asuroh (2005) dan Yensy (2009) menggunakan variabel
jenis pekerjaan ayah, status pekerjaan ayah, status pekerjaan ibu, pendidikan ayah,
pendidikan ibu dan jumlah ART (Anggota Rumah Tangga) untuk memodelkan rata-rata
lama sekolah anak berusia 6 – 19 tahun. Rata-rata lama sekolah ini berkaitan erat
dengan putus sekolah dimana semakin banyak siswa di jenjang pendidikan yang putus
sekolah maka semakin rendah pula rata-rata lama sekolahnya. Hasil penelitiannya
menyatakan bahwa hanya variabel jenis pekerjaan ayah, tingkat pendidikan ayah dan
tingkat pendidikan ibu yang sangat mempengaruhi resiko putus sekolah.
Selanjutnya, Dewi (2010) dalam penelitiannya menggunakan tiga kelompok
variabel untuk memodelkan ketahanan siswa berusia 7 – 15 tahun terhadap program
wajib belajar sembilan tahun di DKI Jakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
faktor internal anak yaitu: nomor urut anak dalam rumah tangga, status kerja anak dan
faktor sosial ekonomi rumah tangga yaitu: umur kepala rumah tangga, pendidikan
kepala rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga yang
sekolah serta pengeluaran rumah tangga per kapita signifikan memengaruhi ketahanan
siswa pada program wajib belajar sembilan tahun. Model ketahanan ini berkaitan erat
dengan masalah putus sekolah, dimana event dari model ketahanan ini adalah putus
sekolah, sehingga secara tidak langsung variabel-variabel tersebut juga ikut berpengaruh
terhadap resiko anak untuk putus sekolah.
Berdasarkan penelitian tentang anak putus sekolah di Kecamatan Jangka
Kabupaten Bireuen oleh Grahacendikia (2009) serta di Madura dan Sumatera Selatan,
oleh Abiyoso Alifianto (2008) ditemukan penyebab anak putus sekolah adalah dari
faktor demografi, geografis, sosial budaya, dan ekonomi. Namun untuk masing-masing
6
wilayah tersebut terdapat perbedaan mengenai faktor mana yang paling dominan. Hal
ini tergantung dari kondisi wilayah dan penduduk di wilayah tersebut.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini memanfaatkan data sekunder, yaitu data Susenas KOR 2012 dan
data dari Kementerian Pendidikan Nasional.
Data ini nantinya akan dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif untuk
menggambarkan karakteristik dari siswa berusia 13 – 18 tahun di Indonesia dan
persebarannya pada tahun 2012, sedangkan untuk analisis inferensia menggunakan
Analisis Bayesian Mixture Survival dengan mengasumsikan waktu ketahanan
bersekolah mengikuti distribusi teoritis Weibull dengan dua komponen yang memiliki
bentuk umum:
Fungsi survival : )exp()1()exp()( 21
21
tttS
Fungsi hazard : 1
22222
1
1111121 )'exp()1()'exp()(
textexth iii
Menurut Dewi (2010) distribusi Weibull dapat digunakanan untuk model
distribusi ketahanan dari populasi dengan peningkatan, penurunan, atau risiko yang
konstan. Dalam penelitian ini diasumsikan perkembangan angka putus sekolah
cenderung konstan.
Daftar Pustaka
Alifianto, A. 2008. Kuliah Kerja Nyata Wajib Belajar 9 Tahun.
http://www.pewartakabarindonesia.blogspot.com/
Asuroh, Siti. 2005. Pemodelan Masa Belajar Usia Sekolah Dengan Menggunakan
Survival Analysis [Tesis]. Bogor : Institut Pertanian Bogor
Badan Pusat Statistik. 2010. Indikator Kesejahteraan Rakyat 2009. Jakarta : Badan
Pusat Statistik.
__________________. 2011. Indikator Kesejahteraan Rakyat 2010. Jakarta : Badan
Pusat Statistik.
7
Dewi, Ratih Kusuma. 2010. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ketahanan Siswa Usia
7-15 Tahun terhadap Program Wajib Belajar Sembilan Tahun di Provinsi DKI
Jakarta Tahun 2009 [Skripsi]. Jakarta : Sekolah Tinggi Ilmu Statistik.
Grahacendikia. 2009. Anak Putus Sekolah dan Cara Pembinaannya.
http://www.google.co.id /putus sekolah/Re-ferensi Penelitian Skripsi-Tesis
http://tolikarakab.bps.go.id/ensiklopedia/pendidikan/31-angka-putus-sekolah
http://www.bps.go.id/tab_sub/excel.php?id_subyek=28%20¬ab=3
http://www.bps.go.id/tab_sub/excel.php?id_subyek=28%20¬ab=4
Khoirunnisak, Mega dan Nur Iriawan. Pemodelan Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Mahasiswa Berhenti Studi (Drop Out) di Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Menggunakan Analisis Bayesian Mixture Survival. http://digilib.its.ac.id
/public/ITS-Undergraduate-13372-Paper.pdf
Rasiyo. 2008. Pemerataan Pendidikan Belum Tercapai. http://els.bappenas.go.id/upload
/kliping/Pemerataan%20Pendidikan%20blm.pdf
Yensy, Nurul Astuty. 2009. Aplikasi Analisis Ketahanan pada Data Anak Putus
Sekolah.http://repository.unib.ac.id/320/1/Judul%2010%20Nurul%20Astuti%20
Yensy.pdf.
top related