pemodelan bisnis
Post on 11-Dec-2014
87 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT. karena atas rahmat dan petunjuknya saya
dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini berisi tentang jaringan untuk model bisnis yang
menguntungkan dan sumber daya manusia yang berkemampuan. Makalah ini dibuat untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Pemodelan Bisnis.
Bisnis adalah suatu kegiatan usaha individu yang terorganisasi untuk menghasilkan dan menjual
barang dan jasa guna mendapatkan keuntungan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Sedangkan
model dapat diartikan sebagai gaya, bentuk, dan sebagainya. Jadi, model bisnis atau business modelling
adalah sesuatu yang menggambarkan pemikiran tentang bagaimana sebuah organisasi menciptakan,
memberikan dan menangkap nilai – nilai baik ekonomi, sosial ataupun bentuk – bentuk nilai lainnya.
Untuk sebuah model bisnis yang begitu pentingnya bagi sebuah perusahaan, maka sangant
diperlukan adanya jaringan – jaringan yang dapat menguntungkan terutama bagi bisnis atau perusahaan
yang kita jalankan. Selain jaringan yang kita perlukan, kita juga membutuhkan sumber daya yang
mumpuni dan mempunyai kemampuan.
Dengan dibuatnya makalah ini, saya harap bisa menambah informasi dan pengetahuan terutama
bagi para pembaca. Saya juga sangat mengharapkan adanya kritik dan sarannya untuk makalah ini,
karena saya menyadari bahwa makalah ini sangat jauh untuk dikatakan sempurna.
Penyusun,
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang …………………………………………………………………………………………………. 3
1.2. Rumusan Masalah …………………………………………………………………………………………………. 3
1.3. Tujuan …………………………………………………………………………………………………. 4
1.4. Manfaat …………………………………………………………………………………………………. 4
BAB II CONNECTED ACTIVITIES FOR A PROFITABLE BUSINESS MODEL
A. Pengertian Jaringan Bisnis …………………………………………………………………………………….. 5
B. Arti Penting Jaringan Bisnis ………………………………………………………………………….…………. 6
C. Pemilihan Jaringan Bisnis ………………………………………………………………………….…………. 7
D. Bentuk Jaringan Bisnis …………………………………………………………….………………………. 8
E. Aspek Jaringan Bisnis ……………………………………………….……………………………………. 9
F. Tujuan Utama Jaringan Bisnis ……………………………………………………………………….. 10
G. Syarat – syarat Kelangsungan Keberadaan Jaringan Bisnis ………………………………….. 10
H. Pengembangan Jaringan Bisnis di Indonesia …………………………………………………………… 11
I. Kriteria SWOT Jaringan Bisnis ……………………………………………………………………….. 14
BAB III RESOURCES AND CAPABILITIES ……………………………………………………………………………………. 18
BAB IV KESIMPULAN ……………………………………………………………………………………………………………… 28
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………………………………………….. 29
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Model bisnis atau business modelling adalah sesuatu yang menggambarkan tentang bagaimanan
sebuah organisasi menciptakan, memberikan dan menangkap nilai – nilai baik ekonomi, sosial ataupun
bentuk – bentuk lainnya. Selain menetukan model bisnis yang akan dijalankan seperti apa, kita juga
dituntut untuk berpikir kreatif dan inovatif dalam menghasilkan suatu produk. Pada zaman sekarang
tentu harus memutar otak sedemikian kreatif dan inovatifnya untuk menghasilkan “buah” yang dapat
dirasakan dan diterima manfaat dan kegunaannya oleh masyarakat. Karena banyaknya para pesaing yang
memunculkan produk – produk kreatif mereka.
Melihat budaya orang Indonesia saat ini yang cenderung konsumtif, maka semakin mudah bagi para
pebisnis untuk memasarkan produk yang dihasilkannya. Apalagi jika produk tersebut menyerupai produk
luar negeri walaupun tidak original sekalipun.
Dalam berbisnis, selain harus memperhatikan hal – hal tersebut diatas, kita juga harus mencari
jaringan bisnis yang menguntungkan untuk usaha kita. Mencari jaringan tidaklah susah. Jaringan bisa
tercipta atau terjalin dari teman atau orang – orang yang kita kenal. Misalnya, teman sekolah, kuliah,
bahkan organisasi. Dengan begiu, kita bisa mendapat info – info yang up to date untuk kita memikirkan
usaha kita dan pemasarannya kemudian. Asalkan kita tetap terus menjalin komunikasi yang baik dengan
mereka, supaya tidak terjadi miss communication.
Setelah kita dapat jaringan, kita dituntut untuk lebih meningkatkan bisnis kita. Oleh karena itu, kita
pasti memerlukan sumber daya yang mumpuni dalam bidang bisnis yang akan kita jalani nanti. Baik
sumber daya manusia atau sumber daya yang lainnya.
1.2.Rumusan Masalah
a. Apa itu jaringan bisnis ?
b. Seberapa penting jaringan bisnis ?
c. Bagaimana memilih jaringan dan seperti apa bentuk jaringan itu?
d. Apa itu resources and capabilities ?
3
1.3.Tujuan
a. Mengetahui tentang jaringan bisnis dan seberapa penting jaringan bisnis, serta bagaimana
memilih suatu jaringan bisnis dan seperti apa bentuknya.
b. Memahami tentang sumber daya dan kemampuannya.
1.4.Manfaat
Dengan membaca makalah ini kita bisa menambah sedikit pengetahuan tentang jaringan bisnis yang
menguntungkan, tentang sumber daya, dan kemampuan.
4
BAB II
Connected Activities For A Profitable Business Model
(Jaringan Untuk Model Bisnis Yang Menguntungkan)
A. Pengertian Jaringan Bisnis
Jaringan bisnis atau jaringan usaha dapat diartikan sebagai suatu bentuk organisasi di
bidang ekonomi yang dimanfaatkan untuk mengatur koordinasi serta kerjasama antar unsur
dalam organisasi. Unsur – unsur tersebut pada umumnya berupa unit usaha dan dapa juga
berupa non unit usaha, tetapi merupakan unsur dalam yang memfasilitasi penyelenggaraan unit
usaha.
Organisasi yang dimaksud dapat bersifat formal, maupun informal. Karena prinsip
jaringan usaha adalah untuk memenangkan persaingan usaha yang pada akhirnya berpengaruh
bagi setiap pebisnis khususnya dan terhadap pembangunan perekonomian Indonesia pada
umumnya. Bentuk keterkaitan antara unit usaha tersebut dapat bersifat sangat longgar, tetapi
dapat juga sebaliknya sangat ketat atau bentuk diantara keduanya. Bentuk keterkaitan yang
longgar dapat berpa komunikasi internal di antara unit usaha. Bentuknya yang ketat dapat
berupa kerjasama usaha atau joint venture. Sedangkan yang berada diantara kedua bentuk
tersebut dapat berupa asosisasi atau konsorsium.
Terbentuknya jaringan usaha itu sendiri dapat terjadi karena adanya latar belakang
tertentu. Ada tiga latar belakang atau model yang dikemukakan, yaitu:
a. Menurut perspektif pertukaran yang dikembangkan oleh Blau.
b. Model ketergantungan sumber daya.
c. Model ekonomi biaya transaksi dari Williamson yang dikenal dengan “transaction cost
economy”.
Menurut model pertama, jaringan bisnis dapat dipandang sebagai suatu struktur sosial
yang terbentuk karena adanya relasi sosial diantara para pelakunya, misalnya melalui pertukaran
secara langsung atau tidak langsung, mengenai segala sesuatu ( material maupun immaterial )
yang dianggap berharga.
5
Model kedua, menjelaskan bahwa terbentuknya jaringan bisnis atau jaringan usaha
adalah hasil upaya strategi unit usaha dalam mengamankan sumber daya penting yang dikuasai
pihak lain.
Menurut model ketga, dengan jaringan bisnis, maka suatu perusahaan dapat
memperoleh kebutuhan secara efisien melalui “pasar” atau “hirarki”.
B. Arti Penting Jaringan Bisnis
Manfaat terciptanya jaringan bisnis dalam perkembangan dunia usaha diyakini sangat
besar, bahkan ada k berani menetukan sebagai sangat dominan. Kenyataan di beberapa negara
Asia yang sekarang telah memasuki kategori sebagai negara industry, atau negara industry
pendatang baru seperti Jepang dan Taiwan telah mampu membuktikan besarnya manfaat dari
terciptanya jaringan bisnis, terutama jaringan usaha industry kecil dan menengah.
Demikian pula dengan pengalaman Italia. Pada awal perkembangan sector industry
manufacture di ketiga negara tersebut, digalakan adanya semacam “Bapak Angkat” dalam
mengembangkan industry kecil dan menengah.
Perusahaan manufacture besar ketiga negara tersebut selain memberikan berbagai
kesempatan kepada unit usaha yang lebih kecil seperti memasarkan, membantu permodalan,
menguasai teknologi yang lebih maju, mereka juga membantu membagi berbagai macam
informasi yang berkaitan dengan pengembangan usaha yang lebih kecil tersebut. Dengan
terciptanya hubungan yang terkoordinasi dan mampu menciptakan iklim keterkaitan antara
bapak angkat dan anak angkat tersebut dinilai sangat strategis dari peranan jaringan usaha.
Dikatakan startegis, karena dari pihak bapak angkat ada semacam kewajiban ikut
membantu memecahkan berbagai kendala dalam kaitannya dengan pemasaran hasil produksi
industry berskala kecil dan menengah. Tidak hanya membantu dibidang pemasaran tetapi juga
permodalan, teknologi produksi, bahan baku sampai manajemen juga. Dengan kata lain, peran
strategis itu timbul karena dengan adanya hubungan keterkaitan tersebut sehingga daya saing
dapat ditingkatkan, dalam arti para pelakunya dapat melakukan spesialisasi sehingga lebih
efisien, menekan biaya transaksi, menigkatkan fleksibilitas karena adanya rekanan terpercaya.
Dengan melibatkan diri dalam suatu jaringan bisnis, suatu perusahaan mempunyai
kesempatan lebih besar memasuki pasar baru, melakukan penawaran bersama untuk melakukan
6
proyek atau kontrak yang besar, membentuk produk dan jasa baru, atau membangun
keberadaan perusahaan pada pasar internasional, dengan biaya secara individu lebih rendah.
Bahkan lebih dari itu, perusahaan yang terlibat dalam suatu jaringan bisnis, akan mempunyai
kesempatan lebih terbuka dalam mengkoordinasikan produk – produk baik yang baru ataupun
yang sudah beredar di pasar, serta mempunyai akses atau informasi dan pengetahuan penting
tentang bisnis, mempunyai kesempatan mengurangi biaya produksi dan pemasran barang,
memperbaiki teknologi proses produksi, mampu membentuk jaringan pemasaran dan distribusi
yang efektif dan efisien dan memberikan alternative solusi permasalahan.
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa jaringan bisnis mengenal banyak bentuk serta
mengembangkan dan mengaitkan banyak golongan, mencapai tujuan, diselenggarakan dalam
jangka waktu yang bervariasi, dapat bersifat lintas sektoral, lintas wilayah, bahkan mungkin lintas
negara.
C. Pemilihan Jaringan Bisnis
Memilih suatu jaringan tidaklah mudah, karena alternative pilihannya terbuka luas dan
terbentang kemana – mana. Oleh sebab itu, diperlukan suatu pengembangan jaringan bisnis
yang baik bagi perusahaan besar, menengah maupun kecil yang pada hakekatnya merupakan
salah satu bagian dari upaya penyelenggaraan lingkungan bisnis atau usaha yang kondusif.
Dalam lingkungan semacam itu diharapkan akan tercapai pertmbuhan perusahaan
industry yang memiliki landasan sangat kuat. Untuk tercapainya kondisi lingkungan seperti itu
diperlukan upaya untuk melibatkan segenap pihak yang berkepentigan baik berasal dari internal
perusahaan maupun dari eksternal perusahaan.
Ketrlibatan yang dimaksud terutama dalam kegiatan ekonomi. Factor kedua, yang perlu
diperhatikan adalah bahwa penciptaan iklim yang kondusif tersebut harus diupayakan
pengembangannya melalui pemusatan perhatian pada misi – misi ekonomi, dan sifatnya
rasional. Dengan kata lain, sebenarnya jaringan bisnis merupakan suatu alat yang dapat
digunakan untuk melepaskan usaha di sector apapun utamanya di sektor industry manufaktur
yang berskala kecil dan menengah dari isolasi dan keterbatasan sumber daya yang sering
menjadi factor penghambat bagi mereka untuk berkembang.
7
D. Bentuk Jaringan Bisnis
Bentuk jaringan bisnis dapat didirikan untuk kepentingan produksi, pemasaran, maupun
pelayanan. Untuk kepentingan produksi, jaringan usaha semacam ini melibatkan usaha – usaha
yang bergerak dalam rangkaian kebelakang untuk maksud mewujudkan atau membentuk
berbagai fasilitas yang mendukung kegiatan produksi. Misalnya, penyediaan bahan baku dan
bahan pembantu, penyediaan tenaga kerja tingkat bawah, menengah sampai tingkat atas,
penyadiaan modal, baik modal kerja maupun modal investasi, penyediaan mesin dan peralatan
proses produksi, penyediaan lahan bagi pengembangan usaha.
Jika perusahaan merasa tidak cukup dengan serangkaian kegiatan produksi, maka cara
tepat untuk mengatasi kelemahan tersebut adalah dengan menjalin jaringan usaha dengan
perusahaan lain yang kegiatannya mengelola salah satu atau beberapa rangkaian tersebut.
Tujuan utamanya adalah melancarkan kegatan produksi normal maupun pada di saat
terjadi “booming”, atau bahkan pada saat terjadi kelesuan usaha tak terduga. Adalah sama
sulitnya mengelola usaha yang sedang booming dengan usaha yang sedang sepi bila dikaitkan
dengan kegiatan produksi.
Saat mengalami business booming, suatu perusahaan akan mengalami lonjakan dalam
permintaan bahan baku dan bahan pembantu, tenaga kerja, modal, dan bahkan peralatan dan
mesin produksi. Tanpa adanya koridor yang memberikan kesempatan untuk dapat diatasi. Begitu
juga halnya, pada saat terjadi kelesuan tak terduga dalam bisnis. Daya serap produksi terhadap
bahan baku, bahan pembantu, tenaga kerja dan modal akan menjadi tidak cukup besar untuk
menampung kepastian yang sudah terlanjur ditetapkan dalam kontrak.
Untuk kepentingan pemasaran, jaringan usaha dapat dibentuk dengan melibatkan usaha
– usaha yang bergerak dalam rangkaian ke depan kegiatan produksi. Rangkaian ke depan
tersebut untuk mewujudkan atau membentuk berbagai fasilitas yang mendukung distribusi dan
penyampaian hasil produksi kepada konsumen.
Jika susatu perusahaan merasa lemah dalam penyaluran hasil proaduksinya, maka untuk
mengatasinya adalah dengan membentuk jaringan usaha yang melibatkan berbagai pihak yang
kegiatannya menyangkut salah satu atau beberapa rangkaian tadi. Tujuan utamanya adalah
menyampaikan secepat mungkin barang hasil produksinya, dengan beban biaya penjualan secara
efisien. Dalam keadaan ini perlu juga dilibatkan usaha yang menangani kegiatan pemasaran dan
promosi.
8
Pembentukan jaringan bisnis untuk kepentingan pemasaran ini, selain untuk
kepentingan perluasan pangsa pasar dan peningkatan keuntungan usaha, juga untuk
kepentingan mempertahankan diri pada saat kelesuan usaha. Perlu ditegaskan bahwa, bentuk
usaha disini tidak selalu sama dengan bentuk joint venture. Dalam joint venture, beberapa
perusahaan digabung dalam satu nama.
Pada umumnya jarngan bisnis terbentuk atas dasar upaya mencari terobosan –
terobosan baru dalam menghadapi berbagai kendala yang kalau diperoleh cara mengatasbinya
akan menjanjikan keberhasilan dan peluang baru bagi pengembangan usaha. Dasar utamanya
dalam jaringan bisnis lebih dititik beratkan pada rasa saling percaya diantara pihak
pendukungnya.
E. Aspek Jaringan Bisnis
Aspek kerjasama yang dapat menjadi elemen jaringan bisnis dapat berupa aspek
pembelian, peningkatan tenga kerja, pengembangan produksi, penjualan dan pemasaran. Aspek
kerjasama pembelian pada dasarnya dodorong oleh rasa tanggung jawab untuk mengamankan
pasokan bahan baku dan bahan pembantu dengan biya yang efisien. Upaya untuk memasukkan
supplier ke dalam jaringan kerja merupakan kebutuhan besar. Oleh karena itu, perlu dipikirkan
bentuk manfaat yang dapat ditawarkan dan diterima supplier tersebut sehingga mereka dapat
menikmati manfaat jaringan bisnis.
Aspek kerjasama pengembangan produk pada umumnya menonjol kalau produk yang
dihasilkan peka terhadap perubahan dan pengembangan. Kepekaan tersebut dapat timbul
karena bentuk pasarnya sangat kompetitif, perusahaan bersiap diri setiap saat untuk merebut
calon pembeli sebagai pelanggannya. Kondisi pasar semacam itu, dapat mendorong para pesaing
untuk memebentuk kartel.
Aspek kerjasama peningkatan tenaga kerja biasanya menjadi suatu kebutuhan yang
mendesak pada saat dilakukan perluasan usaha atau peningkatan keahlian pada bidang – bidang
tertentu. Dengan demikian peningkatan kerja tersebut dapat bersifat kuantitatif maupun
limitatif. Untuk perusahaan skala besar peningkatan kualitas tenaga kerja mempunyai
kemungkinan untuk dikelola sendiri. Sebaliknya, perusahaan kecil akan sangat terbantu apabila
dapat menyediakan tenaga kerja dengan biaya pengadaan yang efisien melalui jaringan bisnis.
9
Aspek kerjasama penjualan dan pemasaran merupakan aspek yang sangat banyak
dibutuhkan dalam pembentukan jaringan bisnis, mengingat aspek ini sangat terkait dengan
kelangsungan keberadaan perusahaan. Aspek ini sangat menonjol baik pada saat ada rencana
ekspansi maupun pada saat terjadi kejenuhan pasar.
Kerjasama dalam bidang ini dapat mengambil bentuk yang paling sederhana, seperti
penggabungan informasi pasar secara bersama, pameran bersama atau penerbitan brosur.
Tetapi dapat juga dalam bentuk yang mengikat, seperti pembentukan bersama saluran distribusi
atau penetapan segmen – segmen pasar bagi masing – masing anggota jaringan bisnis.
F. Tujuan Utama Jaringan Bisnis
Tujuan utama suatu perusahaan melibatkan diri dalam suatu jaringan bisnis atau
jaringan usaha lebih bersifat jangka panjang, yaitu mempertahankan kelangsungan hidup
perusahaan melalui peningkatan daya saing. Dengan demikian, sebagai sesuatu yang logis
apabila masing – masing anggota jaringan berbuat yang terbaik demi dapat terus
dipertahankannya kehadiran jaringan kehadiran jaringan bisnisnya dan pada saat bersamaan
masing – masing anggota jaringan secara terus menerus memeperoleh manfaat dari status
keanggogotaannya.
Pada umumnya, aturan – aturan tentang jaringan bisnis bersifat fleksibel dan tidak selalu
dalam bentuk formal. Bahkan lebih terkesan bersifat informal. Mengingat kondisi yang dihadapi
tidaklah selalu sama sepanjang waktu, dan karena itu sifat saling percaya diantara para anggota
jaringan perlu terus dipelihara dengan baik. Disamping itu, sikap mau enaknya sendiri pada
anggota perlu disingkirkan jauh – jauh atau bahkan dikikis habis. Karena opportunisme semacam
itu merupakan virus ganas dalam mengembangkan kelangsungan hidup jaringan bisnis.
G. Syarat – syarat Kelangsungan Keberadaan Jaringan Bisnis
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar kerjasama dalam jaringan bisnis dapat terus
dipertahankan keberadaannya. Syarat tersebut antara lain:
10
1. Adanya disiplin kuat antara semua pihak yang berkepentingan dalam melaksanakan
kerjasama yang telah disepakati.
2. Adanya kejujuran yang sungguh – sungguh diantara pihak terkait dalam membawakan
kesepakatan.
3. Timbulnya sikap saling percaya.
4. Sikapa kesungguhan dalam menangani segala pekerjaan yang menjadi tugasnya.
5. Adanya tekad kuat untuk meraih kemajuan dalam kebersamaan.
6. Mengedepankan sikap transparansi dalam setap tinddakan yang melibatkan kepentingan
bersama.
7. Berusaha kuat menangani setiap masalah dan perbedaan demi kepentingan bersama.
H. Pengembangan Jaringan Bisnis di Indonesia
a. Pengembangan
Pemerintah Indonesia bukan saja menyadari arti penting jaringan bisnis bagi
pengembangan usaha di Indonesia, tetapi sebegitu jauh telah merealisasikannya dalam
bentuk kebijaksanaan. Seperti, kebijaksanaan yang tertuang dalam Deklarasi Jimbaran yang
tujuan utamanya mengangkat pengusaha kuat dengan pengusaha lemah, pendirian lembaga
permodalan dan penjamin usaha kecil, program Kredit kelayakan Usaha serta
diberlakukannya Undang – Undang Pembinaan Usaha Kecil pada tahun 1996, serta berbagai
program kemitraan dan keterkaitan lainnya.
Walaupun demikian, pengembangan jaringan bisnis di Indonesia bukan tanpa kendala.
Selama ini berbagai factor yang menjadi kendala dalam pengembangan jaringan bisnis di
Indonesia antara lain adalah :
1. Terbatasnya bidang yang dikembangkan. Sebegitu jauh upaya pengembangan jaringan
bisnis masih tebatas sector industry dan pertanian. Semestinya bidang – bidang lain juga
ikut dikembangkan, seperti bidang keuangan, transportasi, pariwisata, dan sebagainya.
2. Pola jaringan juga masih terbatas, yaitu lebih mengedepankan hubungan “Bapak Angkat
– Anak Angkat”. Padahal pola – pola bentuk lain juga sangat diperlukan.
11
3. Motivasi pembentukan jaringan tidak semata – mata bersifat ekonomi tetapi dapat
terjadi yang bersifat non ekonomis, seperti motivasi sosial, politik atau budaya. Padahal
sebetulnya motivasi utamanya adalah ekonomi.
4. Kurangnya kejelasan program pembinaan.
5. Pada pihak Bapak Angkat terdapat kesan adanya vested intersest dan sikap kurang serius
dalam mengembangkan jaringan bisnis.
6. Pada pihak Anak Angkat, kurangnya sikap entrepreneurship.
Program pembentukan jaringan di Indonesia menjadi tampak lebih jelas kehadirannya
ketika dilancarkannya program “bapak angkat – anak angkat”. Disatu sisi, menurut program
ini, si bapak angkat bertugas membantu segi manajemen pengelolaan, permodalan,
teknologi proses produksi, dan terakhir yang tak kalah penting adalah segi pemasaran dari
perusahaan yang menjadi anak angkat. Bapak angkat juga bertugas sebagai perusahaan
penjamin atas kredit yang dikeluarkan sector perbankan kepada anak angkat.
b. Kebutuhan Atas Jaringan Bisnis
Secara teori, jaringan bisnis telah diulas secara mendalam dalam literature tentang arti
pentingnya, serta pembahasan konsepnya telah melampaui waktu cukup lama. Pertisipasi
terhadap proses globalisasi industry, perdagangan, dan jasa yang semakin kuat
“interconnected” merupakan kenyataan baru bagi upaya mewujudkan daya saing suatu
bangsa.
The danger of disconnected terhadap global network merupakan salah satu postulat
utama yang diajukan oleh Rosabeth Moss Kanter. Konsep power dalam arti luas telah
bergeser ke network of the world business yang semakin terintegrasi dalam suatu sistem
yang dimotori oleh masyarakat kelas baru yang disebut sebagai transnasional society.
Mereka bahkan mengendalikan pergerakan mata rantai industry dan pemasaran yang
bersifat lintas batas ( cross border value chain ) termasuk di dalamnya “knowledge network”
baik intra maupun inter organization”.
Pada dasarnya operasi perusahaan global selalu berupaya mengintegrasikan semua
rangkaian bisnis secara lintas negara, bahkan perusahaan melalui aliansi strategis. Suatu
perusahaan yang ingin mencapai tahap pemasaran global, biasanya melakukan proses
pembelajaran yang dinamai dalam 6 tahap, yakni : pemasaran domestic, pemasaran ekspor,
12
pemasaran internasional, pemasaran multinasional, pemasaran multi regional, dan akhirnya
pemaswaran global.
Konsep pemasaran internasional dalam konteks teori bisnis internasional telah
mengalami beberapa kali perbaikan yaitu dimulai dari pemasaran internasional bergesr
menjadi pemasaran mult nasional, kemudian pemasaraan gobal dan masih banyak lagi yang
lain, namun esensi jaringan bisnis sebagai ujung tomabk bagi tumbuhnya ide tentang
terobosan baru dalam hubungan ekonomi internaisonal telah menunjukkan keberhasilan.
Sebagai contoh adalah yang telah dilakukan Canora Asia Inc. Canora adalah salah satu
perkongsian perseorangan terbatas yang terdiri dari 30 perusahaan kecil dan menengah di
bidang konsultasi lingkungan hidup, teknik dan leveransir mesin di seluruh Kanada. Tujuan
dari Canora adalah untuk hadir dan bersaing dilingkungan pasar Asia Tenggara dengan biaya
yang efisien. Disamping itu juga agar dapat memenangkan kontrak – kontrak yang besar, dan
mendapatkan proyek – proyek yang kemungkinannya sangat kecil untuk ditangani secara
individu.
Canora telah terbukti sukses di daerah Asia dan terus berupaya merebut kontrak –
kontrak baru. Lebih jauh secara spesifik menunjukkan apa sebenarnya yang ingin dicapai
jaringan bisnis. Secara konseptual keterkaitan usaha bertujuan untuk menciptakan kondisi
pasar yang sehat dan dinamis.
c. Pengalaman Dari Negara Lain
Pengalaman dari negara lain dapat dimanfaatkan sebagai bahan acuan dalam melihat
peranan jaringan usaha untuk mempertahankan dan mengembangkan usaha dan bahkan
bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Salah satu contoh pengalamannya yaitu, apa yang dilakukan oleh OZ Electronics
Manufacturting yang berasal dari Australia. Terbentuk atas kerjasama dari tiga perusahaan
elektronik, masing – masing menghadapi kebutuhan peralatan yang mahal. Maka secara
bersama membentuk sebuah jaringan dengan tujuan mendapatkan peralatan yang
dibutuhkan untuk digunakan secara bersama sehingga dapat menjaga keseimbangan dalam
persaingan.
Kerjasama yang serupa atu dalam bentuk dan tujuan yang berbeda dengan yang
dicontohkan di atas, telah mewarnai pertumbuhan perusahaan industry dari banyak negara
13
di dunia seperti Jepang, Taiwan dan Italia. Bahwa Jepang, Taiwan dan Italia tidak akan
mampu mencapai kemajuan industry yang mengesankan seperti sekarang tanpa jaringan
bisnis.
Kasus yang menarik adalah yang telah dilakukan Taiwan dalam mengembangkan sector
industrinya. Pada awal pertumbuhannya, sector industry Taiwan dikembangkan melalui
perusahaan berskala kecil dan menengah. Bahkan sekarang pun industry kecil dan
menengah tetap menjadi basis pertumbuhan sector industry.
Dengan membentuk jaringan bisnis, industry skala kecil dan menengah mampu
menembus berbagai tantangan seperti terbatasnya kemampuan mendapatkan informasi
tentang pasar internasional, terbatasnya kemampuan mempertahankan diri terhadap
pesaing asing baik di pasar domestic maupun pasar internasional. Terbatasnya akses
terhadap modal, terbatasnya akses terhadap jasa – jasa professional dan sebagainya.
I. Kriteria SWOT Jaringan Bisnis
Dengan SWOT sebagai pisau analisis dapat di kaji apakah bobot manfaat dari
pembentukan jaringan bisnis dapat diharapkan untuk membantu memecahkan kesulitan bidang
ekonomi untuk Indonesia. Mengingat bahwa kekuatan dan peluan akan mampu
menyumbangkan nilai positif sedangkan kelemahan dan ancaman dapat berpotensi memicu nilai
negative posisi ekonomi Indonesia. Kalau demikian, lalu apa yang menjadi kekuatan, kelemahan,
kesempatan dan ancaman yang dimiliki dan dihadapi Indonesia.
Agar pembentukan jaringan bisnis dapat memberikan hasil optimal maka factor efisiensi
dan efektifitas perlu menjadi pertimbangan utama. Dengan mempertimbangkan kedua factor
efisiensi dan efektifitas tersebut, empat kondisi yang dalam management stategis disebut
sebagai SWOT atau strength, weakness, opportunities, threat.
1. Kekuatan ( Strength)
Kekuatan yang dapat diandalkan dalam menunjang kelangsungan usahan Indonesia
adalah pertama jumlah penduduk. Sampai dengan akhir tahun 2005, penduduk Indonesia
telah mencatat lebih dari 225 juta orang. Dengan tingkat laju pertumbuhan sebesar sekitar
2,5 % rata – rata / tahun penduduk Indonesia membentuk suatu daerah pasar yang sangat
potensial untuk sejumlah komoditi. Ditambah dengan ketimpangan pendapatan yang cukup
14
signifikan, potensi pasar Indonesia bukan hanya terbatas untuk kondisi dengan mutu kelas
bawah, tetapi juga dengan mutu tinggi.
Tidak terpengaruhnya pasar Indonesia untuk barang – barang mode pakaian kelas
internasional pada saat berlangsungnya krisis ekonomi dan moneter di Indonesia,
menunjukkan bahwa pada saat ekonomi nasional mengalami kesulitan, ptensi pasar
Indonesia tetap menjanjikan untuk komoditi yang bersangkutan.
Pada tingkat ini factor penduduk Indonesia menampakkan diri sebagai suatu factor
positif dalam upaya mendapatkan pasar potensial bagi jenis – jenis barang tertentu.
Kedudukan Indonesia yang strategis semacam ini membekali usaha Indonesia untuk
mendapatkan posisi tawar menawar cukup kuat. Kemudian, dengan posisi semacam itu
dimanfaatkan untuk menutup berbagai kelemahan Indonesia di perdagangan Internasional.
Konkretnya, Indonesia dapat memainkan potensi pasar Indonesia sebagai modal bagi
kerjasama pembentukkan jaringan bisnis yang saling menguntungkan. Yang penting
pengelolaannya harus benar.
Kekuatan lain yang potensial yang dapat dimanfaatkan Indonesia adalah jumlah
penduduk Indonesia yang mayoritas muslim. Indonesia dengan penduduk muslim terbesar
di dunia memberikan arti tersendiri kepada Indonesia di mata pemerintah negara – negara di
Timur Tengah. Kekuatan kedua yang dimiliki Indonesia adalah sebagai penghasil sumber
daya alam tertentu, seperti minyak dan gas. Selain memberikan “mutually financial benerfit”
kepada Indonesia dan Jepang, minyak dan gas tersebut juga membekali Indonesia untuk
unggul dalam beberapa “event” tawar menawar kerjasama dengan negara – negara lain,
utamnya negara – negara yang terhadap mereka Jepang mempunyai pengaruh kuat untuk
menekan.
Kedudukan Indonesia semacam itu mempunyai arti istimewa yang tidak semua negara di
dunia memilikinya. Walaupun di akui bahwa tidaklah mudah untuk memanfaatkannya, dan
diperlukan kesungguhan dan kehati – hatian sangat tinggi dalam pelaksanaannya. Dalam
kaitan ini ada tiga bentuk jaringan usaha yang perlu dibangun, yaitu jaringan bisnis yang
melibatkan produsen, mereka yang mendukung proses produksi seperti pengusaha bahan
baku dan pembantu, pemasok tenaga kerja, perusahaan jasa informasi teknologi proses
produksi, serta mereka yang bergerak dibidang pemasaran dan teknologhi pemasaran.
Jaringan bisnis yang dimaksud dapat bersifat formal tetapi dapat juga bersifat informal.
Tetapi masing – masing pihak tetap menjunjung tinggi kemitraan mereka. Jaringan bisnis itu,
15
dapat membentuk suatu organisasi bersama, tetapi dapat juga berdiri sendiri walupun tetap
dalam suatu koordinasi.
2. Kelemahan (Weakness)
Kelemahan kondisi ekonomi Indonesia dapat dilihat pada banyak hal. Secara umum
kelemahan itu terasa pada keterkaitan kedepan, tingginya tingkat ketergantungan ekonomi
terhadap barang – barang impor, tingginya beban hutang luar negeri, tingginya impor
content barang hasil industry dalam negeri, rendahnya mutu sumber daya manusia,
terbatasnya jumlah entrepreneur dalam negeri, lemahnya minat bekerjasama diantara para
pengusaha, susahnya membentuk kekompakan antara pemerintah dengan swasta, masih
sangat terbatasnya dukungan real pemerintah terhadap pengusaha ekonomi lemah,
walupun jumlah mereka yang lemah ekonomi sangat dominan dalam ekonomi Indonesia.
Kepincangan yang terjadi dalam struktur industry di Indonesia yang antara lain
merupakan dampak dari “imbalance industrial policy” pemerintah orde baru juga
merupakan bukti lain bagi kelemahan ekonomi Indonesia.
3. Peluang (Opportunities)
Kesempatan membentuk jaringan bisnis dengan negara Asia masih terbuka, apabila
Indonesia dalam posisi sebagai produsen. Dengan demikian, jaringan bisnis yang mungkin
dapat dibentuk adalah jaringan bisnis yang melibatkan baik para produsen, para pengusaha
penunjang proses produksi, para pengusaha yang bergerak dibidang pemasaran, informasi
teknologi, proses produksi serta pengusaha jasa lain.
Kesempatan lain yang mungkin juga akan dapat dimanfaatkan bagi pembentukan
jaringan bisnis bagi Indonesia adalah kesempatan yang tercipta berkat kebijakan pemerintah
dari negara – negara lain di dunia. Kesempatan semacam ini biasanya menampak melalui
suatu pengamatan secara seksama atas kondisi ekonomi dan non ekonomi negara – negara
lain tersebut.
Jaringan bisnis dapat dibenuk atas dasar kesempatan yang dimiliki Indonesia.
Kesempatan itu sendiri tercipta karena berbgai alasan, mislanya karena lasan organisasi
rumpun atau etnis, wilayah, dan alasan – alasan non ekonomi lainnya tetapi dapat juga
karena alasan ekonomi.
Alasan organisasi, misalnya Indonesia lebih menjadi anggota ASEAN. Berbagai jaringan
bisnis diperkirakan akan dapat direalisasikan pembentukannya dengan melibatkan negara –
negara ASEAN, karena akan saling menguntungkan diantara pesertanya.
16
4. Ancaman (Threat)
Ancaman dan tantangan yang dihadapi terlalu banyak variasinya baik dibidang ekonomi,
politik, sosial dan budaya.
Ancaman dibidang politik yang paling serius adalah gejala disintegrasi bangsa, terutama
yang menyangkut Aceh, Papua, Riau, dan Maluku, ancaman lain dibidang politik adalah
adanya upaya sistematis untuk tetap mempertahankan keutuhan dan keaslian UUD 1945.
Dalam beberapa kasus dapat dirasakan adanya kebutuhan cukup besar untuk mengadopsi
berbagai perkembangan baru di berbagai bidang di Indonesia, dimana perkembangan baru
tersebut berpotensi menimbulkan pandangan yang berlawanan arah dengan yang telah
ditetapkan dalam UUD 1945.
Ancaman dibidang ekonomi juga bervariasi. Diantara lain, ancaman yang cukup serius
adalah perilaku pengusha Indonesia dalam persaingan usaha. Banyak kasus yang dapat
disebut sebagai contoh, pembajakan buku, lagu, film, pemalsuan merk, pemalsuan barang
dan sebagainya. Ancaman lain dibidang ekonomi yang sering bersifat kontradiktif satu
terhadap yang lain, seperti kasus subsidi bahan bakar bagi rakyat kecil, yang dalam
pelaksanaannya justru dinikmati orang kaya. Begitu juga program pembenahan disektor
perbankan yang dilakukan BPPN, justyru uang rakyat untuk membantu orang kaya.
Ancaman dibidang hukum terasa serius dalam hal lemahnya perlindungan hukum,
lemahnya lembaga peradilan, dan lembaga kejaksaan. Pelanggaran hak intelektual yang
semakin marak merupakan contoh yang sangat sering dirasakan akan sangat mewarnai
penilaian dunia internasional terhadap Indonesia, yang pada gilirannya akan menjadi beban
dalam setiap kesempatan berlangsungnya proses bargaining.
Disamping tantangan dari dalam sendiri, Indonesia juga menghadapi berbagai macam
tantangan dari luar baik dibidang ekonomi maupun non ekonomi. Tantangan dari luar negeri
adalah semakin solidnya kerjasama ekonomi Uni Eropa, sehingga pintu masuk ke negara –
negara anggota semakin terbatas karena adanya kebijakan pintu masuk yang semakin
berkurang.
17
BAB III
RESOURCES AND CAPABILITIES
(SUMBER DAYA DAN KEMAMPUAN)
By better managing intellectual capital, firms can look forward to gaining long-term, sustainable
competitive advantage. Through a firm-wide analysis, firms will also be able to better understand
and harness internal capabilities, as well as develop strategies that exploit internal strengths.
It is clear that the intangible assets of every law firm form its greatest strengths. The tangible
assets — such as the building, the bank accounts, the equipment — are of little use without the
brain power of the human resources, allied to the strength of the firm’s reputation, brand and
client base. A firm’s intangible assets can be defined as its ‘intellectual capital’ — its resources
and capabilities made up of its human capital, its relational capital (which includes clients,
brands and networks) and its structural capital (which includes its processes, working
methodologies and culture).
In this article I explore how the effective application of the firm’s intellectual capital can confer
sustainable competitive advantage for a firm if harnessed and organized correctly. I also propose
that a thorough analysis of a firm’s intellectual capital can assist as a basis for helping to
formulate strategies that exploit the firm’s internal strengths.
In many firms the intellectual capital — however strong or weak — is often badly coordinated
and applied. Take, for example, a firm’s human resources — namely the expertise and effort
offered by partners and employees, which are clearly critically important to success. Law firms
are, after all, essentially people businesses and are heavily reliant on partners and staff to
manage engagements, satisfy the needs of clients, and produce results and outcomes that are
worth paying for. If, however, the firm remains a loose collection of individuals, it will not be
making the best use of its assets. The firm’s individual sets of resources are not fully productive
on their own. If resources are seen as the productive assets owned or used by the firm,
capabilities are what the firm can do with those resources when harnessed together. The
resources of individuals do not, of themselves, confer much competitive advantage — they must
18
work together within the firm’s business recipe to create organizational capability and it is
organizational capability that is the essence of superior performance.
The problem is that in many firms the relationship between the skills of individual lawyers or
departments and the overall performance of the firm is a weak one. Like some very famous
football clubs, firms may often not punch the weight that it seems that they have when viewing
their expert partners individually. It is not necessarily the size of the firm’s resource base, the
numbers of its people, its network of offices or the depth of its pocket that is the primary
determinant of its capability. It is the firm’s strategy and business recipe that brings together all
items of the firm’s intellectual capital and moulds them into the firm’s overall market
proposition. Indeed, the larger the law firm, the more difficult it is to harness a spirit of
collaborative cooperation.
This can give the smaller firms a useful starting point in trying to address their competitive
capability in relation to larger firms. The smaller firm can often prove both more flexible and
more collaborative than its larger competitors in organizing resources into competitive
organizational capabilities.
How an Appraisal of a Firm’s Resources and Capabilities Can Help Guide Strategy Formulation
In appraising resources and capabilities to guide strategy formulation there are four key steps.
Firstly, the key resources and capabilities have to be identified. Next they have to be appraised
both for their strategic importance, and then for their comparative strength in relation to
competitors. Finally, strategic implications — how these capabilities can drive value — have to be
developed.
Step One. Identifying Key Resources and Capabilities
The first step, therefore, is to identify the firm’s key resources and capabilities, and this should
be done both from the client end (what the clients need) and the firm’s supply end (what the
firm offers). It helps to thoroughly identify, analyze and appraise key resources and capabilities.
This work should include an overall look at the practice, some investigation of client needs,
19
industry and sector analysis, financial analysis, market intelligence, partner interviews and
practice-group discussions.
Much of this work can be done at departmental or practice-group level. The key is to work out
the elements of the overall practice mix that help make the firm successful. It is relatively easy to
identify the particular skills and experiences of each practice area, the types of engagements and
matters in which the firm is experienced, and the client types and industry sector in which it
normally operates. What lawyers find testing, however, is to identify their relevant sets of
expertise and experience in terms that are compelling to clients.
The sample table on the previous page shows the sort of organizational capabilities that a
practice area might include. The capabilities at firm level might appear somewhat different.
Step Two — Assessing the Strategic Importance of The Firm’s Resources and Capabilities
Once each practice group has fully identified all the resources and capabilities available to it, the
second step is to appraise the strategic importance of the items in the list. The principle here is
to assess how vital (or unimportant) it is for the firm or a department to have certain capabilities
in order to successfully pursue their strategic objectives. A volume conveyancing department
would clearly place a great importance on systems and efficiency, whereas a specialized tax
department might rate technical expertise as extremely important. A useful plan here is to look
at the list of resources and capabilities established in step one and to work out which items
potential clients are likely to value most, and focus on those that are likely to drive future
profitability.
The true test of strategic importance is to assess the extent to which the resources and
capabilities of the firm actually give the firm a sustainable competitive advantage against its
rivals. The true test of strategic importance is to assess the extent to which the resources and
capabilities of the firm actually give the firm a sustainable competitive advantage against its
rivals. In this context it has to be remembered that many law firms have practice areas and
offerings which, however strong, are to some extent irrelevant or superfluous to their
competitive position. It also has to be borne in mind that some resources and capabilities are
20
necessary merely to give the firm the chance of playing in their competitive league rather than
winning it. In his excellent book Contemporary Strategy Analysis 1, Robert Grant suggests that in
any assessment of the strategic importance of resources and capabilities for profit-earning
potential, it is vital to assess the potential for establishing and sustaining competitive advantage.
If a resource or a capability is widely available it will not usually be a sufficient basis for giving a
firm a competitive edge over its rivals. Such capabilities may be needed in order to play in
certain markets but they are not usually sufficient in order to become the winning firm in those
markets.
Step Three -- Relative Strength
At step three, the firm or the parctice group should assess how its resources and capabilities
match up with rivals. Resources and capabilities need to be assessed for relative strength
compared with those firms identified as competitors. It is important for this exercise to be
carried out in each department or practice area as competitor firms will vary in different parts of
the firm. Here the firm should be wary of internal hype — past glories, hope for the future and
wishful thinking. Most firms also find it difficult to know how they compare with rival firms —
insights into the strengths and weaknesses of other firms tend to be anecdotal. Nevertheless,
the collection of publicly available data about rival firms is essential, because no strategy to
achieve a competitive advantage can really work unless the firm has a deep and profound
understanding of the competitive environment in which the firm operates. A thorough
competitor analysis — considering the likely strategies of competitors, their overall objectives,
their resources and capabilities, their positioning in their markets, their specialist strengths, the
sorts of clients and sectors they serve, their pricing, service levels and profitability — all helps to
establish ways in which the firm can successfully compete. In addition to public held information,
it is usually also possible to gain feedback on rivals from joint clients, referrer and staff who have
joined the firm from a competitor.
There are two other key matters to consider in an analysis of relative strength. The first is the
size question. A larger firm is not necessarily a more profitable firm, but it may mean that the
firm is able to field deeper teams of experts and it may also mean that the firm has greater
financial resources to support its development. The second question is the matter of
21
comparative branding and name recognition. The firm needs to identify if rival firms enjoy
benefits from being better known, higher profile and enjoy the fame of leading individuals.
In its review of comparative strength of resources and capabilities, the firm should also look out
for stagnating capabilities and declining competitiveness. Where relevant, benchmarking and
other analytical methods should be used to move from subjective to objective analysis.
Step Four — Bringing It All Together
These capabilities can then be brought together in accordance with Figure 12 and strategic
implications can be developed. Capabilities and resources that are relatively strong but are not
seen as significantly important will be shown in the top left-hand box.
Capabilities and resources where the firm is weak but the issues are of little strategic importance
will appear in the bottom right box. Capabilities and resources that are both important and
where the firm is comparatively strong will appear in the top right box and those that are
important but where the firm is relatively weak will appear in the bottom right-hand box. The
key is to focus on the two right-hand quadrants.
How does the firm exploit its key strengths more effectively and what should the firm do about
its vulnerabilities either to correct them or reduce the firm’s exposure to them? How does the
firm exploit its key strengths more effectively and what should the firm do about its
vulnerabilities either to correct them or reduce the firm’s exposure to them? On the two left-
hand columns, the firm should consider whether superfluous strengths are a possible distraction
and therefore should be dropped or alternatively deployed to greater effect. An example of just
such a superfluous strength for some firms is personal-injury work. For years, this work may have
been an extremely profitable area for many firms, and has provided them with high level
experience and reputation. However, such practices are notoriously hungry for working capital
due to the long running nature of cases, and may therefore utilize resources of the firm that
could be better used elsewhere. In the face of increasing competition from well organized and
well resourced bulk suppliers, many firms are deciding to abandon such practices. Another
obvious example is publicly funded work. However expert a firm in areas where public funding
22
applies, the relative lack of profitability of such work may mean that the strength of the firm in
such areas is not material for future profit-making potential.
Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia merupakan sumber daya yang paling penting untuk dapat memenangkan
persaingan. Dalam pengelolaan sumber daya manusia, mulai dari proses rekrutmen yang sangat
kompetitif sampai dengan jaminan pension yag memadai. Perusahaan yang memilik karyawan
yang terampil dan efektif merupakan salah satu kunci sukses perusahaan manufaktur. Dalam
jangka panjang, program pengembangan sumber daya manusia yang harus dimiliki perusahaan
sekurang-kurangnya memiliki tujuh hal, yaitu:
Pendidikan lanjutan bagi pegawai
Pelatihan regular bagi pegawai
System dan prosedur bagi rotasi kerja
System dan prosedur jalur karir
System dan prosedur untuk perbaikan kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja
Evaluasi kinerja individu
Pengukuran kepuasan pegawai yang menyangkut gaji, jam kerja, kesehatan dan keselamatan,
insentif, serta pelatihan dan pendidikan
Sebelum memulai program pengembangan sumber daya manusia, yang penting untuk dilakukan
adalah mendefinisikan kesiapan modal sumber daya manusia tersebut. Adapun pendefinisian
tersebut melalui tiga tahapan,yaitu:
Mengidentifikasi kelompok jabatan strategis
Mendefinisikan profil kompetensi yang cocok
Menilai kesiapan strategis program pengembangan sumber daya manusia
Kelompok jabatan strategis merupakan kelompok yang terdiri dari jabatan-jabatan yang
memberikan kontribusi terbesar bagi peningkatan proses internal. Profil kompetensi ini
didefinisikan sebagai pengetahuan, keahlian, dan nilai-nilai yang harus dimiliki karyawan yang
menduduki jabatan tersebut, supaya berhasil menjalankan tugas-tugasnya.
Ada banyak cara yang dapat digunakan untuk mengukur kondisi kompetensi sumber daya
manusia, mulai dari self-assesment yang dilakukan karyawan itu sendiri dibantu oleh mentor
23
atau manajer kariernya sampai dengan penggunaan metode penilaian 3600 berupa peer
evaluation dari atasan, bawahan, dan rekan-rekan kerjanya.
Ada 2 (dua) pendekatan yang sering digunakan untuk menyusun strategi pengembangan sumber
daya manusia, yaitu:
Model kelompok jabatan strategis → memprioritaskan dan memfokuskan kegiatan
pengembangan sumber daya manusianya pada kelompok yang memegang jabatan strategis.
Model nilai-nilai strategis → memfokuskan pengembangan pada aspek-aspek strategis dan
seluruh jabatan, dengan anggapan bahwa semua jabatan memiliki kontribusi bagi perusahaan
dengan kadar masing-masing.
Sumber Daya Teknologi
Usia, kondisi, dan teknologi yang diterapkan merupakan salah satu penentu kemampuan
organisasi/perusahaan untuk mengeksekusu strategi dan mencapai kepuasan pelanggan dalam
hal penyediaan produk dan layanan. Oleh karena itu, investasi dalam hal teknologi baru untuk
nebingkatkan kinerja perusahaan merupakan elemen penting dalam mencapai keberhasilan
pada jangka panjang.
Dalam menetapkan peremajaan teknologi, ada hal-hal yang harus dioerhatikan:
Analisis terhadap dampak lingkungan
Analisis ketepatan system otomitasi yang akan diterapkan
Analisis ergonomic
System dan prosedur untuk mengkalibrasi deviasi
Sistem dan prosedur untuk pemeliharaan dan perawatan
Kemudahan mendapatkan suku cadang
Biaya perawatan dan perbaikan
Kinerja teknologi
Sedangkan variable kinerja yang digunakan untuk mengelola teknologi adalah :
Rata-rata teknologi → rata-rata umur teknologi yang digunakan perusahaan
24
Daya guna teknologi → rata-rata jangka waktu beroperasi teknologi yang digunakan perusahaan
tersebut
Tingkat perbaikan → prosentase teknologi yang digunakan yang membutuhkan reparasi
Tingkat kerusakan → prosentase waktu rusak/waktu hidup
Tingkat penggunaan → persentase penggunaan teknologi/waktu hidup
Cacat produk → persentase produk cacat karena aspek teknologi
Waktu pengulangan → persentase waktu untuk mengulang pekerjaan
Waktu perbaikan → persentase waktu yang digunakan untuk memperbaiki
Produksi hilang → persentase produksi hilang karena proses pemeliharaan
Variabel kinerja perangkat keras dan lunak
Perangkat keras (hardware)
► adalah peralatan atau mesin yang digunakan
Perangkat lunak (software)
► berupa system, program, dan orang-orang yang menggunakan (brainware)
Sumber Daya Organisasi
Budaya organisasi → perilaku anggota di dalam organisasi, sebagai bentuk dan pemahaman visi,
misi, dan strategis organisasi.
Budaya merupakan nilai dasar yang harus diperhatikan dalam perencanaan dan pelaksanaan
strategi untuk mencapai tujuan organisasi. Budaya menggambarkan kebiasaan dan tingkah laku
individu yang ada di dalam kelompok atau organisasi.
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam perubahan budaya :
membuat agenda perubahan
membuat strategy map
Pada umumnya, ketujuh agenda perubahan tidak dilakukan secara bersama-sama oleh
perusahaan karena adanya prioritas yang harus dipilih. Hal ini terkait dengan lingkup perubahan
dan kapasitas organisasi.
25
Pada organisasi kecil, biasanya hanya akan diidentifikasikan dan dipilih dua hingga empat factor
saja, yaitu budaya, kepemimpinan, keselarasan, dan kerja sama tim.
Perubahan budaya sebagai prasyarat keberhasilan strategi organisasi bukanlah hal yang mudah
untuk dilakukan. Perusahaan biasanya menerapkan perubahan budaya organisasi dengan 5
(lima) pendekatan, yaitu :
Focus pada pelanggan
Inovasi dan pengambilan resiko
Pemahaman terhadap misi dan strategi
Akuntabilitas
Komunikasi yang terbuka
Kepemimpinan → suatu cara bagaimana organisasi tersebut dapat diarahkan dan dijalankan
selama proses mencapai kinerja tertentu
Kepemimpinan memiliki peran yang dominan bagi keberhasilan organisasi dalam mencapai
tujuannya.
Pemimpin adalah orang yang memimpin. Pimpinan adalah jabatan sebagai pemimpin.
Organisasi memiliki dua pendekatan dalam menentukan aturan kepemimpinan, yaitu :
Proses pengembangan
Model kepemimpinan
Keselarasan adalah kondisi yang sangat penting yang harus dicapai, dimana individu-individu
didalam organisasi memiliki kesatuan tujuan dan keterkaitan antarblevel manajemen untuk
merespons perubahan lingkungan usaha. Keselarasan mendorong karyawan untuk berani
mengambil tanggungjawab, melakukan inovasi, dan mengambil resiko sehingga setiap karyawan
diharapkan akan mengalami percepatan dalam mencapai level puncak di perusahaan.
Penyesuaian dicapai dalam 2 (dua) langkah :
Menciptakan kesadaran → dengan cara pemimpin harus mengkomunikasikan strategi jangka
panjang dan organisasi agar seluruh karyawan mengetahuinya dan harus memastikan bahwa
individu dan kelompok memiliki tujuan jangka pendek/operasional yang dapat membantu
tercapainya tujuan jangka panjang
26
Memberikan dorongan → agar setiap individu memiliki keberanian untuk bertanggungjawab
atas semua usaha yang telah dilakukan dengan cara memberlakukan penghargaan dan keadilan
dalam berkompetensi
Kerja sama tim dan membagi pengetahuan kepada seluruh anggota organisasi adalah strategi
penting yang dapat dikelola dan dimanfaatkan sebagai modal potensial untuk membantu
pencapaian tujuan organisasi. Kerja tim dan proses berbagi pengetahuan merupakan kesatuan
yang harus terintregasi dengan sukses di dalam organisasi. Kedua hal ini merupakan proses
pembelajaran organisasi untuk selalu berkembang.
27
BAB IV
KESIMPULAN
Jaringan bisnis atau jaringan usaha dapat diartikan sebagai suatu bentuk organisasi di bidang
ekonomi yang dimanfaatkan untuk mengatur koordinasi serta kerjasama antar unsur dalam
organisasi.
Manfaat jaringan bisnis yaitu : mengenal banyak bentuk serta mengembangkan dan mengaitkan
banyak golongan, mencapai tujuan, diselenggarakan dalam jangka waktu yang bervariasi, dapat
bersifat lintas sektoral, lintas wilayah, bahkan mungkin lintas negara.
Manfaat lainnya yaitu : meningkatkan daya saing dalam arti para pelakunya dapat melakukan
spesialisasi sehingga lebih efisien, menekan biaya transaksi, menigkatkan fleksibilitas karena
adanya rekanan terpercaya.
Untuk terciptanya sebuah lingkungan yang kondusif diperlukan upaya untuk melibatkan segenap
pihak yang berkepentigan baik berasal dari internal perusahaan maupun dari eksternal
perusahaan.
Tujuan utama bentuk jaringan bisnis adalah melancarkan kegatan produksi normal maupun pada
di saat terjadi “booming”, atau bahkan pada saat terjadi kelesuan usaha tak terduga. Adalah
sama sulitnya mengelola usaha yang sedang booming dengan usaha yang sedang sepi bila
dikaitkan dengan kegiatan produksi.
Aspek kerjasama yang dapat menjadi elemen jaringan bisnis dapat berupa aspek pembelian,
peningkatan tenga kerja, pengembangan produksi, penjualan dan pemasaran.
Tujuan utama suatu perusahaan melibatkan diri dalam suatu jaringan bisnis atau jaringan usaha
lebih bersifat jangka panjang, yaitu mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan melalui
peningkatan daya saing.
Pengembangan jaringan bisnis meliputi :
a. Pengembangan
b. Kebutuhan Atas Jaringan Bisnis
c. Pengalaman Dari Negara Lain
How an Appraisal of a Firm’s Resources and Capabilities Can Help Guide Strategy Formulation :
Step One. Identifying Key Resources and Capabilities
Step Two — Assessing the Strategic Importance of The Firm’s Resources and Capabilities
Step Three -- Relative Strength
Step Four — Bringing It All Together
28
DAFTAR PUSTAKA
http://www.google .co.id/ gwt/x?gl=ID&u=http://www.tu.bphn.go.id/substantive/Data/ISI%KEGIATAN%
2520TAHUN%25202006/20penelitian%2520JARINGAN%2520USAHA.pdf&ei=c6ECUaf-
F8mAkwXt64DQAw&wsctb&ct=np&whp=32239
29
top related