pemerintah kabupaten tanggamus -...
Post on 01-Nov-2020
4 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PEMERINTAH KABUPATEN TANGGAMUS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUSNOMOR : 15 TAHUN 2012
TENTANG
PAJAK HIBURAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI TANGGAMUS,
Menimbang : a. bahwa untuk menyelenggarakan otonomi daerah yangluas, nyata dan bertanggungjawab diperlukankewenangan dan kemampuan menggali sumberkeuangan daerah yang salah satunya bersumber daripajak daerah;
b. bahwa sesuai ketentuan Pasal 2 ayat (2) huruf cUndang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang PajakDaerah dan Retribusi Daerah, Pajak Hiburanmerupakan kewenangan Kabupaten/ Kota;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a dan hurufb tersebut diatas perlu menetapkan Peraturan Daerahtentang Pajak Hiburan;
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang HukumAcara Pidana (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 3209);
3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1997 tentangPembentukan Daerah Tingkat II Tulang Bawang danKabupaten Daerah Tingkat II Tanggamus (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 2 ,Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 3667 );
4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentangPenagihan Pajak dengan Surat Paksa (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42,Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 3686) sebagaimana telah diubah denganUndang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2000, Nomor 129,Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 3987);
5. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentangPengadilan Pajak (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2002 Nomor 27, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4189 );
6. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentangKeuangan Negara (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2003 Nomor 47, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
7. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentangPerbendaharaan Negara (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4355);
8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentangPemerintahan Daerah (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2004 Nomor 125, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhirdengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 4844);
9. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang PajakDaerah dan Retribusi Daerah (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130,Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 5049);
10. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentangPembentukan Peraturan Perundang-undangan(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 5234);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentangPengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140,Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4578);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentangPembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,Pemerintahan Daerah Provinsi dan PemerintahanDaerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2007 Nomor 82, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentangJenis Pajak yang Dibayar Berdasarkan PenetapanKepala Daerah atau Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 5179);
14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerahsebagaimana telah diubah beberapa kali terakhirdengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21Tahun 2011;
15. Peraturan Daerah Kabupaten Tanggamus Nomor 03Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan DaerahKabupaten Tanggamus (Lembaran Daerah KabupatenTanggamus Tahun 2008 Nomor 29, TambahanLembaran Daerah Kabupaten Tanggamus Nomor 13);
16. Peraturan Daerah Kabupaten Tanggamus Nomor 01Tahun 2010 tentang Pokok-Pokok PengelolaanKeuangan Daerah (Lembaran Daerah KabupatenTanggamus Tahun 2010 Nomor 48);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS
dan
BUPATI TANGGAMUS
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK HIBURAN.
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam peraturan daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Tanggamus.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah KabupatenTanggamus sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan DaerahKabupaten Tanggamus.
3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Dewan Perwakilan RakyatDaerah Kabupaten Tanggamus.
4. Bupati adalah Bupati Tanggamus.
5. Pejabat adalah pegawai yang memberi tugas tertentu di bidang PajakDaerah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
6. Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan.
7. Hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan,dan/atau keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran.
8. Subjek Pajak adalah orang pribadi atau Badan yang dapat dikenakanPajak.
9. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau Badan, meliputi pembayarpajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hakdan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan perpajakan daerah.
10. Badan adalah Sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakankesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukanusaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan Komoditer,perseroan lainya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau BadanUsaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun,Firma, Kongsi, Koperasi, dana Pensiun Persekutuan,Perkumpulan,Yayasan, Organisasi Masa, Organisasi Politik atauOrganisasi lainya, lembaga dan bentuk badan lainya termasukKontrak Investasi Kolektif dan bentuk usaha tetap.
11. Masa Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalender atau jangkawaktu lain yang diatur dengan Peraturan Kepala Daerah paling lama 3(tiga) bulan kalender, yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untukmenghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang.
12. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatusaat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam BagianTahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
13. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai daripenghimpunan data objek dan subjek pajak, penentuan besarnyapajak yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak kepada WajibPajak atau serta pengawasan penyetorannya.
14. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkatSPTPD, adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untukmelaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajakdan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuaidengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakandaerah.
15. Surat Setoran Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SSPD, adalahbukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukandengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lainke kas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh KepalaDaerah.
16. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang selanjutnyadisingkat SKPDKB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukanbesarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlahkekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administratif,dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
17. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, yangselanjutnya disingkat SKPDKBT, adalah surat ketetapan pajak yangmenentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
18. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang selanjutnya disingkatSKPDN, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlahpokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajaktidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
19. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnyadisingkat SKPDLB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukanjumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebihbesar dari pada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
20. Surat Tagihan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat STPD, adalahsurat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratifberupa bunga dan/atau denda.
21. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yangmembetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruandalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan daerah yang terdapat dalam SuratPemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, SuratKetetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak DaerahKurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, SuratKetetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Tagihan Pajak Daerah,Surat Keputusan Pembetulan, atau Surat Keputusan Keberatan.
22. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatanterhadap Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan PajakDaerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, SuratKetetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat KetetapanPajak Daerah Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, atauterhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yangdiajukan oleh Wajib Pajak.
23. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas bandingterhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
24. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secarateratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yangmeliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlahharga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutupdengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan labarugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.
25. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun danmengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secaraobjektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaanuntuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban pajak dan/atauuntuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturanperundang-undangan perpajakan daerah.
26. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah adalahserangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencariserta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terangtindak pidana di bidang perpajakan daerah yang terjadi sertamenemukan tersangkanya.
BAB IINAMA, OBJEK, SUBYEK DAN WAJIB PAJAK
Pasal 2
Dengan nama Pajak Hiburan dipungut Pajak atas penyelenggaraanhiburan.
Pasal 3
(1) Objek Pajak Hiburan adalah penyelenggaraan hiburan dengandipungut bayaran
(2) Objek Pajak Hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. tontonan film;
b. pagelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana;
c. kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya;
d. pameran;
e. diskotik, karaoke, klab malam, dan sejenisnya;
f. sirkus, akrobat, dan sulap;
g. permainan bilyar, golf, dan boling;
h. pacuan kuda, lomba kendaraan bermotor, dan permainanketangkasan;
i. panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran (fitnesscenter); dan
j. pertandingan olahraga.
(3) Penyelenggaraan hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapatdikecualikan penyelenggaraan hiburan oleh Pemerintah atauPemerintah Daerah.
Pasal 4
(1) Subjek Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau Badan yangmenikmati Hiburan.
(2) Wajib Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau Badan yangmenyelenggarakan Hiburan.
BAB IIIDASAR PENGENAAN, TARIF DAN CARA PERHITUNGAN PAJAK
Pasal 5
(1) Dasar pengenaan Pajak Hiburan adalah jumlah uang yang diterimaatau yang seharusnya diterima oleh penyelenggara Hiburan.
(2) Jumlah uang yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud padaayat (1) termasuk potongan harga dan tiket cuma-cuma yang diberikankepada penerima jasa Hiburan.
Pasal 6
(1) Tarif Pajak Hiburan ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen).
(2) Khusus untuk Hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan,diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat,dan mandi uap/spa, tarif Pajak Hiburan dapat ditetapkan sebesar 35%(tiga puluh lima persen).
(3) Khusus hiburan kesenian rakyat/tradisional dikenakan pajak 5 %(persen).
(4) Kegiatan hiburan yang hasilnya diperuntukkan untuk kegiatan sosialdikenakan pajak 5 % (persen)
Pasal 7
Besaran pokok Pajak Hiburan yang terutang dihitung dengan caramengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dengan dasarpengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
BAB IVWILAYAH PEMUNGUTAN DAN MASA PAJAK
Pasal 8
(1) Pajak Hiburan yang terutang dipungut di wilayah daerah tempatHiburan diselenggarakan.
(2) Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bulan takwim.
(3) Saat pajak terutang terjadi pada saat penyelenggaraan hiburan.
BAB VPENETAPAN PAJAK
Bagian KesatuTata Cara Pemungutan
Pasal 9
(1) Pemungutan Pajak dilarang diborongkan.
(2) Wajib Pajak wajib membayar Pajak yang terutang dengan dibayarsendiri oleh Wajib Pajak berdasarkan peraturan perundang-undanganperpajakan.
(3) Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan sendirisebagaimana dimaksud ayat (2) dibayar dengan berdasarkan SPTPD,SKPDKB, dan/ atau SKPDKBT.
(4) SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus diisi dengan jelas,benar dan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Pajak atauKuasanya serta disampaikan kepada pejabat yang berwenang.
(5) SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus disampaikankepada Bupati selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelahberakhirnya masa pajak.
(6) Bentuk, isi dan tata cara pengisian SPTPD, SKPDKB, dan/ atauSKPDKBT ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
Pasal 10
(1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak,Bupati dapat menerbitkan:
a. SKPDKB dalam hal:
1. jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain,pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
2. jika SPTPD tidak disampaikan kepada Bupati dalam jangkawaktu 15 (lima belas) hari kerja dan setelah ditegur secaratertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimanaditentukan dalam surat teguran;
3. jika kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yangterutang dihitung secara jabatan.
b. SKPDKBT jika ditemukan data baru dan/atau data yang semulabelum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajakyang terutang.
c. SKPDN jika jumlah pajak yang terutang sama besarnya denganjumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kreditpajak.
(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimanadimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1 dan angka 2 dikenakansanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulandihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangkawaktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saatterutangnya pajak.
(3) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKBTsebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikenakan sanksiadministratif berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) darijumlah kekurangan pajak tersebut.
(4) Kenaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenakan jikaWajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakanpemeriksaan.
(5) Jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksudpada ayat (1) huruf a angka 3) dikenakan sanksi administratif berupakenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajakditambah sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen)sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayaruntuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitungsejak saat terutangnya pajak.
Pasal 11
Tata cara penerbitan, pengisian dan penyampaian SPTPD, SKPDKB, danSKPDKBT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) dan Pasal 10diatur dengan Peraturan Bupati.
Bagian KeduaTata Cara Pembayaran dan Penagihan
Pasal 12
(1) Setiap Wajib Pajak membayar pajak yang terutang harus denganmenggunakkan SSPD.
(2) SSPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi dengan jelas,benar dan lengkap serta ditandatangani oleh wajib pajak ataukuasanya dan disampaikan kepada pejabat yang berwenang.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk,isi dan tata cara pengisiandan penyampaian SSPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaturdengan Peraturan Bupati.
Pasal 13
(1) Bupati dapat menerbitkan STPD jika:
a. pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
b. dari hasil penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaransebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung;
c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administratif berupa bungadan/atau denda.
(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STPD sebagaimanadimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksiadministratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulanuntuk paling lama 15 (lima belas) bulan sejak saat terutangnya pajak.
(3) Bentuk, isi, dan tata cara penyampaian STPD diatur denganPeraturan Bupati.
Pasal 14
(1) Bupati menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoranpajak yang terutang paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah saatterutangnya pajak dan paling lama 6 (enam) bulan sejak diterimanyaSPPT dari Wajib Pajak.
(2) SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, SuratKeputusan Keberatan, dan Putusan Banding, yang menyebabkanjumlah pajak yang harus dibayar bertambah merupakan dasarpenagihan pajak dan harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
(3) Pembayaran pajak dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yangditunjuk oleh Bupati.
(4) Wajib Pajak wajib membayar atau menyetor pajak yang terutangdengan menggunakan SSPD ke kas Daerah melalui tempatpembayaran yang ditunjuk oleh Bupati.
(5) Tata cara pembayaran, penyetoran, dan tempat pembayaran pajakditetapkan dengan Peraturan Bupati.
Pasal 15
(1) Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas.
(2) Bupati dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untukmenunda dan mengangsur pajak terutang pada kurun waktutertentu, setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan.
(3) Penundaan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2)dilakukan sampai batas waktu yang ditentukan dengan dikenakanbunga sebesar 2% (dua persen) perbulan dari jumlah pajak yangbelum atau kurang bayar.
(4) Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2)harus dilakukan secara teratur dan berturut-turut dengan dikenakanbunga sebesar 2% (dua persen) perbulan dari jumlah pajak yangbelum atau kurang bayar.
(5) Persyaratan untuk menunda dan mengangsur pembayaran serta tatacara pembayaran penundaan dan angsuran sebagaimana dimaksudpada ayat (3) dan ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
Pasal 16
(1) Pajak yang terutang berdasarkan SKPDKB, SKPDKBT, STPD, SuratKeputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan PutusanBanding yang tidak atau kurang dibayar oleh Wajib Pajak dan dapatdi tagih dengan Surat Paksa.
(2) Penagihan pajak dengan Surat Paksa dilaksanakan berdasarkanperaturan perundang-undangan.
Bagian KetigaKeberatan dan Banding
Pasal 17
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati ataupejabat yang ditunjuk atas suatu:
a. SKPDKB;
b. SKPDKBT;
c. SKPDLB;
d. SKPDN; dan
e. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkanketentuan peraturan perundang - undangan perpajakan daerah.
(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengandisertai alasan-alasan yang jelas.
(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga)bulan sejak tanggal surat, tanggal pemotongan atau pemungutansebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali jika Wajib Pajak dapatmenunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karenakeadaan di luar kekuasaannya.
(4) Keberatan dapat diajukan apabila Wajib Pajak telah membayar palingsedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak.
(5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksudpada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) tidak dianggap sebagaiSurat Keberatan sehingga tidak dipertimbangkan.
(6) Tanda penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh Bupati ataupejabat yang ditunjuk atau tanda pengiriman surat keberatan melaluisurat pos tercatat sebagai tanda bukti penerimaan surat keberatan.
Pasal 18
(1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan, sejaktanggal Surat Keberatan diterima, harus memberi keputusan ataskeberatan yang diajukan.
(2) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnyaatau sebagian, menolak, atau menambah besarnya pajak yangterutang.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal initelah lewat dan Bupati tidak memberi suatu keputusan, keberatanyang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
Pasal 19
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepadaPengadilan Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yangditetapkan oleh Bupati.
(2) Permohonan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukansecara tertulis dalam bahasa Indonesia, dengan alasan yang jelasdalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan diterima, dilampirisalinan dari surat keputusan keberatan tersebut.
(3) Pengajuan permohonan banding menangguhkan kewajiban membayarpajak sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan PutusanBanding.
Pasal 20
(1) Jika pengajuan keberatan atau permohonan banding dikabulkansebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikandengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulanuntuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
(2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejakbulan pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKPDLB.
(3) Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian,Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 50%(lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan keputusankeberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelummengajukan keberatan.
(4) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan banding, sanksiadministratif berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen)sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenakan.
(5) Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian,Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 100%(seratus persen) dari jumlah pajak berdasarkan Putusan Bandingdikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelummengajukan keberatan.
Bagian KeempatPembetulan, Pembatalan, Pengurangan Ketetapan, danPenghapusan atau Pengurangan Sanksi administratif
Pasal 21
(1) Atas permohonan Wajib Pajak atau karena jabatannya, Bupati dapatmembetulkan SKPDKB, SKPDKBT atau STPD, SKPDN atau SKPDLByang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis dan/ataukesalahan hitung dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentudalam peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
(2) Bupati dapat:
a. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administratif berupabunga, denda, dan kenaikan pajak yang terutang menurutperaturan perundang - undangan perpajakan daerah, dalam halsanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak ataubukan karena kesalahannya;
b. mengurangkan atau membatalkan SKPDKB, SKPDKBT atau STPD,SKPDN atau SKPDLB yang tidak benar;
c. mengurangkan atau membatalkan STPD;
d. membatalkan hasil pemeriksaan atau ketetapan pajak yangdilaksanakan atau diterbitkan tidak sesuai dengan tata cara yangditentukan; dan
e. mengurangkan ketetapan pajak terutang berdasarkanpertimbangan kemampuan membayar Wajib Pajak atau kondisitertentu objek pajak.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengurangan ataupenghapusan sanksi administratif dan pengurangan atau pembatalanketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur denganPeraturan Bupati.
Bagian KelimaPengembalian Kelebihan Pembayaran
Pasal 22
(1) Atas kelebihan pembayaran pajak, Wajib Pajak dapat mengajukanpermohonan pengembalian kepada Bupati.
(2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan, sejakditerimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajaksebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberi keputusan.
(3) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, sejakditerimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaransebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan.
(4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat(3) telah dilampaui dan Bupati tidak memberikan suatu keputusan,permohonan pengembalian pembayaran Pajak dianggap dikabulkandan SKPDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1(satu) bulan.
(5) Apabila Wajib Pajak mempunyai utang Pajak, kelebihan pembayaranPajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkanuntuk melunasi terlebih dahulu hutang Pajak tersebut.
(6) Pengembalian kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua)bulan sejak diterbitkannya SKPDLB.
(7) Jika pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelahlewat 2 (dua) bulan, Bupati memberikan imbalan bunga sebesar 2%(dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihanpembayaran pajak.
(8) Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimanadimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.
Bagian KeenamKedaluwarsa Penagihan
Pasal 23
(1) Hak untuk melakukan penagihan pajak menjadi kedaluwarsa setelahmelampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnyaPajak, kecuali apabila Wajib Pajak melakukan tindak pidana dibidangperpajakan daerah.
(2) Kedaluwarsa penagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)tertangguh apabila:
a. diterbitkan Surat Teguran dan/atau Surat Paksa; atau
b. ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak, baik langsungmaupun tidak langsung.
(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa sebagaimanadimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitungsejak tanggal penyampaian Surat Paksa tersebut.
(4) Pengakuan utang Pajak secara langsung sebagaimana dimaksudpada ayat (2) huruf b adalah Wajib Pajak dengan kesadarannyamenyatakan masih mempunyai utang Pajak dan belum melunasinyakepada Pemerintah Daerah.
(5) Pengakuan utang secara tidak langsung sebagaimana dimaksud padaayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonanangsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatanoleh Wajib Pajak.
Pasal 24
(1) Piutang pajak yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untukmelakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan.
(2) Bupati menetapkan keputusan Penghapusan Piutang Pajak yangsudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Tata cara penghapusan piutang pajak yang sudah kedaluwarsadiatur dengan Peraturan Bupati.
BAB VIPEMBUKUAN DAN PEMERIKSAAN
Pasal 25
(1) Wajib Pajak yang melakukan usaha dengan omzet paling sedikitRp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) pertahun wajibmenyelenggarakan pembukuan atau pencatatan.
(2) Kriteria Wajib Pajak dan penentuan besaran omzet serta tata carapembukuan atau pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 26
(1) Bupati berwenang melakukan pemeriksaan untuk mengujikepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dalam rangkamelaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
(2) Wajib Pajak yang diperiksa wajib :
a. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan,dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yangberhubungan dengan objek Pajak yang terutang;
b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruanganyang dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaranpemeriksaan; dan/atau
c. memberikan keterangan yang diperlukan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan Pajak diaturdengan Peraturan Bupati.
BAB VIIINSENTIF PEMUNGUTAN
Pasal 27
(1) Instansi yang melaksanakan pemungutan Pajak dapat diberi insentifatas dasar pencapaian kinerja tertentu.
(2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal iniditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(3) Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimanadimaksud pada ayat (1) berpedoman kepada ketentuan PeraturanPerundang-undangan yang berlaku.
BAB VIIIPENYIDIKAN
Pasal 28
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan PemerintahKabupaten Tanggamus diberi wewenang khusus sebagai Penyidikuntuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Pajak Hiburan,sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum AcaraPidana.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalahpejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan PemerintahDaerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai denganketentuan peraturan perundang - undangan.
(3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal iniadalah:
a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keteranganatau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang PajakHiburan agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebihlengkap dan jelas;
b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenaiorang pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yangdilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang PajakHiburan;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atauBadan sehubungan dengan tindak pidana di bidang PajakHiburan;
d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengantindak pidana di bidang Pajak Hiburan;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan buktipembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukanpenyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugaspenyidikan tindak pidana di bidang Pajak Hiburan;
g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkanruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsungdan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yangdibawa;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana dibidang Pajak Hiburan;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksasebagai tersangka atau saksi;
j. menghentikan penyidikan; dan/atau
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikantindak pidana di bidang Pajak Hiburan sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan.
(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal inimemberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasilpenyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik PejabatPolisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yangdiatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
BAB IXPENGAWASAN
Pasal 29
Bupati menunjuk pejabat tertentu untuk melaksanakanpengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah ini.
BAB XKETENTUAN PIDANA
Pasal 30
(1) Wajib Pajak tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidakbenar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidakbenar sehingga merugikan keuangan Daerah dapat dipidana denganpidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda palingbanyak 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang.
(2) Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD ataumengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkanketerangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerahdapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun ataupidana denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak yangterutang.
(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini adalahpelanggaran.
(4) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini merupakanpenerimaan negara.
Pasal 31
Tindak pidana dibidang Pajak Hiburan tidak dituntut setelah melampauijangka waktu 5 (lima) tahun sejak saat terutangnya pajak atauberakhirnya Masa Pajak atau berakhirnya Bagian Tahun Pajak atauberakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan.
BAB XIKETENTUAN PENUTUP
Pasal 32
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan daerah ini, sepanjang mengenaiteknis pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 33
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka Peraturan DaerahKabupaten Tanggamus Nomor 12 Tahun 1998 tentang Pajak Hiburan(Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Tanggamus Tahun 1998Nomor 30 Seri A) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 34
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundanganPeraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran DaerahKabupaten Tanggamus.
Ditetapkan di Kota Agungpada tanggal
BUPATI TANGGAMUS,
dto
BAMBANG KURNIAWAN
Diundangkan di Kota Agungpada tanggal
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS,
dto
GUNAWAN TARWIN WIYATNA
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN 2012 NOMOR 92
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUSNOMOR : 15 TAHUN 2012
TENTANG
PAJAK HIBURAN
1. UMUM
Pemerintah daerah dalam rangka melaksanakan otonomi daerahmempunyai hak dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiriurusan pemerintahannya, untuk itu diperlukan kewenangan dankemampuan menggali sumber keuangan daerah yang salah satunyabersumber dari pajak daerah.
Salah satu usaha menambah pendapatan daerah dapat dilakukan dengancara memungut pajak daerah sebagaimana diatur dalam Undang-UndangNomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Salahsatu jenis pajak yang diatur dalam undang-undang tersebut adalah PajakHiburan. Pajak ini merupakan salah satu jenis pajak yang dapat dipungutoleh daerah sebagai sumber pendapatan daerah yang cukup potensialsehingga dapat memberikan kontribusi terhadap pendapatan asli daerahyang signifikan dari sektor pajak.
Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentangPajak Daerah dan Retribusi Daerah sehingga Peraturan Daerah KabupatenTanggamus Nomor 12 Tahun 1998 tentang Pajak Hiburan perludisesuaikan kembali dengan keadaan sekarang.
II.PASAL DEMI PASAL
Pasal 1Cukup jelas
Pasal 2Cukup jelas
Pasal 3Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf cCukup jelas
Huruf dYang dimaksud dengan pameran antara lain pasarmalam, pertunjukan keliling, komedi putar dansejenisnya yang diselenggarakan pihak swasta dandipungut bayaran.
Huruf eCukup jelas
Huruf fCukup jelas
Huruf gCukup jelas
Huruf hCukup jelas
Huruf iCukup jelas
Huruf jCukup jelas
Ayat (3)Tidak termasuk penyelenggaraan hiburan oleh Pemerintahatau Pemerintah Daerah yang pelaksanaannya dilakukanpihak ketiga/pihak swasta dan dipungut bayaran tetapdikenakan Pajak Hiburan.
Pasal 4Cukup jelas
Pasal 5Cukup jelas
Pasal 6Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)Cukup jelas
Ayat (3)Yang dimaksud hiburan kesenian rakyat/tradisional adalahhiburan kesenian yang mengandung unsur tradisionalkedaerahan, yang diselenggarakan oleh masyarakat/pihakswasta dan dipungut bayaran.
Ayat (4)Cukup jelas
Pasal 7Cukup jelas
Pasal 8Cukup jelas
Pasal 9Cukup jelas
Pasal 10Cukup jelas
Pasal 11Cukup jelas
Pasal 12Cukup jelas
Pasal 13Cukup jelas
Pasal 14Cukup jelas
Pasal 15Cukup jelas
Pasal 16Cukup jelas
Pasal 17Cukup jelas
Pasal 18Cukup jelas
Pasal 19Cukup jelas
Pasal 20Cukup jelas
Pasal 21Cukup jelas
Pasal 22Cukup jelas
Pasal 23Cukup jelas
Pasal 24Cukup jelas
Pasal 25Cukup jelas
Pasal 26Cukup jelas
Pasal 27Cukup jelas
Pasal 28Cukup jelas
Pasal 29Cukup jelas
Pasal 30Cukup jelas
Pasal 31Cukup jelas
Pasal 32Cukup jelas
Pasal 33Cukup jelas
Pasal 34Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR 25
top related