pemeriksaan pada bahan bukti phui
Post on 28-Jun-2015
507 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PEMERIKSAAN PADA BAHAN BUKTI
Pemeriksaan Laboratorium Forensik Darah
Pemeriksaan bercak darah merupakan salah satu pemeriksaan yang paling sering dilakukan
pada laboratorium forensik. Karena darah mudah sekali tercecer pada hampir semua bentuk
tindakan kekerasan, penyelidikan terhadap bercak darah ini sangat berguna untuk
mengungkapkan suatu tindakan kriminil.
a. Persiapan :Bercak yang menempel pada suatu objek dapat dikerok kemudian direndam
dalam larutan fisiologis, atau langsung direndam dengan larutan garam fisiologis bila
menempel pada pakaian.
b. Pemeriksaan Penyaringan ( presumptive test ) :
Prinsip pemeriksaan penyaringan:
H2O2 ——> H2O + On
Reagen —-> perubahan warna (teroksidasi)
Pemeriksaan penyaringan yang biasa dilakukan adalah dengan reaksi benzidine dan reaksi
fenoftalin. Reagen dalam reaksi benzidine adalah larutan jenuh Kristal Benzidin dalam asetat
glacial, sedangkan pada reaksi fenoftalin digunakan reagen yang dibuat dari Fenolftalein 2g +
100 ml NaOH 20% dan dipanaskan dengan biji – biji zinc sehingga terbentuk fenolftalein
yang tidak berwarna.
1. Reaksi Benzidine (Test Adler)
Cara pemeriksaan reaksi Benzidin:
Sepotong kertas saring digosokkan pada bercak yang dicurigai kemudian diteteskan 1 tetes
H202 20% dan 1 tetes reagen Benzidin.
2. Reaksi Phenolphtalein (Kastle – Meyer Test)
Cara Pemeriksaan reaksi Fenolftalein:
Sepotong kertas saring digosokkan pada bercak yang dicurigai langsung diteteskan reagen
fenolftalein.
c. Pemeriksaan Meyakinkan / Test Konfirmasi PadaDarah
Setelah didapatkan hasil bahwa suatu bercak merah tersebut adalah darah maka dapat
dilakukan pemeriksaan selanjutnya yaitu pemeriksaan meyakinkan darah berdasarkan
terdapatnya pigmen atau kristal hematin (hemin) dan hemokhromogen.
Terdapat empat jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk memastikan bercak darah
tersebut benar berasal dari manusia, yaitu :
1. Cara kimiawi
Terdapat dua macam tes yang dapat dilakukan untuk memastikan bahwa yang diperiksa itu
bercak darah, atas dasar pembentukan kristal-kristal hemoglobin yang dapat dilihat dengan
mata telanjang atau dengan mikroskopik. Tes tersebut antara lain tes Teichmann dan tes
Takayama.
a. Test Teichman (Tes kristal haemin)
Pertama kali dilakukan oleh Teicmann (1853). Test diawali dengan memanaskan darah yang
kering dengan asam asetat glacial dan chloride untuk membentuk derivate hematin. Kristal
yang terbentuk kemudian diamati di bawah mikroskop, biasanya Kristal muncul dalam bentuk
belah-belah ketupat dan berwarna coklat.
Cara pemeriksaan:
Seujung jarum bercak kering diletakkan pada kaca obyek tambahkan 1 butir kristal NaCL dan
1 tetes asam asetat glacial, tutup dengan kaca penutup dan dipanaskan.
b. Test Takayama (Tes kristal B Hemokromogen)
Apabila heme sudah dipanaskan dengan seksama dengan menggunakan pyridine dibawah
kondisi basa dengan tambahan sedikit gula seperti glukosa, Kristal pyridine
ferroprotoporphyrin atau hemokromogen akan terbentuk. (2)
Cara kerja:
Tempatkan sejumlah kecil sampel yang berasal dari bercak pada gelas objek dan biarkan
reagen takayama mengalir dan bercampur dengan sampel. Setelah fase dipanaskan, lihat di
bawah mikroskop.
Selain dua tes tersebut terdapat juga tes yang digunakan untuk memastikan bercak tersebut
berasal dari darah, yaitu :
c. Pemeriksaan Wagenaar
Cara pemeriksaan:
Seujung jarum bercak kering diletakkan pada kaca obyek, letakkan juga sebutir pasir, lalu
tutup dengan kaca penutup sehingga antara kaca obyek dan kaca penutup terdapat celah untuk
penguapan zat. Kemudian pada satu sisi diteteskan aseton dan pada sisi lain di tetes kan HCL
encer, kemudian dipanaskan.
2. Cara serologik
Pemeriksaan serologik berguna untuk menentukan spesies dan golongan darah. Untuk itu
dibutuhkan antisera terhadap protein manusia (anti human globulin) serta terhadap protein
hewan dan juga antisera terhadap golongan darah tertentu.
Prinsip pemeriksaan adalah suatu reaksi antara antigen (bercak darah) dengan antibody
(antiserum) yang dapat merupakan reaksi presipitasi atau reaksi aglutinasi.
a. Test Presipitin Cincin
Test Presipitin Cincin menggunakan metode pemusingan sederhana antara dua cairan didalam
tube. Dua cairan tersebut adalah antiserum dan ekstrak dari bercak darah yang diminta untuk
diperiksa.
Cara pemeriksaan :
Antiserum ditempatkan pada tabung kecil dan sebagian kecil ekstrak bercak darah
ditempatkan secara hati-hati pada bagian tepi antiserum. Biarkan pada temperatur ruang
kurang lebih 1,5 jam. Pemisahan antara antigen dan antibody akan mulai berdifusi ke lapisan
lain pada perbatasan kedua cairan.
b. Reaksi presipitasi dalam agar.
Cara pemeriksaan :
Gelas obyek dibersihkan dengan spiritus sampai bebas lemak, dilapisi dengan selapis tipis
agar buffer. Setelah agak mengeras, dibuat lubang pada agar dengan diameter kurang lebih 2
mm, yang dikelilingi oleh lubang-lubang sejenis. Masukkan serum anti-globulin manusia ke
lubang di tengah dan ekstrak darah dengan berbagai derajat pengenceran di lubang-lubang
sekitarnya. Letakkan gelas obyek ini dalam ruang lembab (moist chamber) pada temperature
ruang selama satu malam.
Pembuatan agar buffer :
1 gram agar; 50 ml larutan buffer Veronal pH 8.6; 50 ml aqua dest; 100 mg. Sodium Azide.
Kesemuanya dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer, tempatkan dalam penangas air mendidih
sampai terbentuk agar cair. Larutan ini disimpan dalam lemari es, yang bila akan digunakan
dapat dicairkan kembali dengan menempatkan labu di dalam air mendidih. Untuk melapisi
gelas obyek, diperlukan kurang lebih 3 ml agar cair yang dituangkan ke atasnya dengan
menggunakan pipet.
Selain dua tes tersebut terdapat juga tes yang digunakan untuk mengkonfirmasi bercak
darahtersebut, yaitu :
3. Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat morfologi sel darah merah.
Cara pemeriksaan :
Darah yang masih basah atau baru mengering ditaruh pada kaca obyek
kemudian ditambahkan 1 tetes larutan garam faal, dan ditutup dengan kaca penutup, lihat
dibawah mikroskop.
Cara lain, dengan membuat sediaan apus dengan pewarnaan Wright atau Giemsa.
Penentuan Golongan Darah
American Association of Blood Banks mendefinisikan golongan darah sebagai kumpulan
antigen yang diproduksi oleh alel gen. Bagaimanapun, golongan darah secara genetic
dikontrol dan merupakan karakteristik yang seumur hidup dapat diperiksa karena berbeda
pada tiap individual.
Darah yang telah mengering dapat berada dalam pelbagai tahap kesegaran.
§ Bercak dengan sel darah merah masih utuh.
§ Bercak dengan sel darah merah sudah rusak tetapi dengan aglutinin dan antigen yang masih
dapat di deteksi;
§ Sel darah merah sudah rusak dengan jenis antigen yang masih dapat dideteksi namun sudah
terjadi kerusakan aglutinin.
§ Sel darah merah sudah rusak dengan antigen dan agglutinin yang juga sudah tidak dapat
dideteksi.
Figure1. Penentuan golongan darah ABO cara makroskopik
Penentuan jenis antigen dapat dilakukan dengan cara absorpsi inhibisi, absorpsi elusi atau
aglutinasi campuran. Cara yang biasa dilakukan adalah cara absorpsi elusidengan prosedur
sebagai berikut:
Cara pemeriksaan :
2-3 helai benang yang mengandung bercak kering difiksasi dengan metil alcohol selama 15
menit. Benang diangkat dan dibiarkan mengering. Selanjutnya dilakukan penguraian benang
tersebut menjadi serat-serat halus dengan menggunakan 2 buah jarum. Lakukan juga terhadap
benang yang tidak mengandung bercak darah sebagai control negative.
Serat benang dimasukkan ke dalam 2 tabung reaksi. Ke dalam tabung pertama diteteskan
serum anti-A dan kedalam tabung kedua serum anti-B hingga serabut benang tersebut teredam
seluruhnya. Kemudian tabung-tabung tersebut disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu
4 derajat Celcius selama satu malam.Lakukan pencucian dengan menggunakan larutan garam
faal dingin (4 derajat Celcius) sebanyak 5-6 kali lalu tambahkan 2 tetes suspense 2% sel
indicator (sel daram merah golongan A pada tabung pertama dan golongan B pada tabung
kedua), pusing dengan kecepatan 1000 RPM selama 1 menit. Bila tidak terjadi aglutinasi, cuci
sekali lagi dan kemudian tambahkan 1-2 tetes larutan garam faal dingin. Panaskan pada suhu
56 derajat Celcius selama 10 menit dan pindahkan eluat ke dalam tabung lain. Tambahkan 1
tetes suspense sel indicator ke dalam masing-masing tabung, biarkan selama 5 menit, lalu
pusing selama 1 menit pada kecepatan 1000 RPM.
Histopatologi
Pada awal abortus terjadilah perdarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti oleh nekrosis
jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau
seluruhnya, sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus
berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi
itu biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua secara
dalam. Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi koriales menembus desidua lebih
dalam, sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan
banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu ke atas umumnya yang dikeluarkan setelah
ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu kemudian plasenta. Perdarahan tidak
banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap.Hasil suction yang diduga janin pelu
dihantar ke bagian patologi untuk dilakukan pemeriksaan histopatologi bagi memastikan
apakah hasil suction itu benar janin ataupun bagian plasenta semata.
INTEPRETASI
Pemeriksaan darah pada forensik sebenarnya bertujuan untuk membantu identifikasi pemilik
darah tersebut.Sebelum dilakukan pemeriksaan darah yang lebih lengkap, terlebih dahulu kita
harus dapat memastikan apakah bercak berwarna merah itu darah. Oleh sebab itu perlu
dilakukan pemeriksaan guna menentukan :
a. Bercak tersebut benar darah
b. Darah dari manusia atau hewan
c. Golongan darahnya, bila darah tersebut benar dari manusia
Ada banyak tes penyaring yang dapat dilakukan untuk membedakan apakah bercak tersebut
berasal dari darah atau bukan, karena hanya yang hasilnya positif saja yang dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut.Pertama-tama sekali dibedakan dengan pemeriksaan penyaringan.
A Pemeriksaan Penyaringan ( presumptive test )
Hasil positif menyatakan bahwa bercak tersebut mungkin darah sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut. Sedangkan hasil negative pada kedua reaksi tersebut memastikan
bahwa bercak tersebut bukan darah.
1. Reaksi Benzidine (Test Adler)
Hasil:
Hasil positif pada reaksi Benzidin adalah bila timbul warna biru gelap pada kertas saring.
2. Reaksi Phenolphtalein (Kastle – Meyer Test)
Hasil:
Hasil positif pada reaksi Fenoftalin adalah bila timbul warna merah muda pada kertas saring.
Setelah didapatkan hasil bahwa suatu bercak merah tersebut adalah darah maka dapat
dilakukan pemeriksaan selanjutnya yaitu pemeriksaan meyakinkan darah berdasarkan
terdapatnya pigmen atau kristal hematin (hemin) dan hemokhromogen.
B Pemeriksaan Meyakinkan / Test Konfirmasi PadaDarah
Terdapat empat jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk memastikan bercak darah
tersebut benar berasal dari manusia, yaitu :
1. Cara kimiawi
a. Test Teichman (Tes kristal haemin)
Hasil:
Hasil positif dinyatakan dengan tampaknya Kristal hemin HCL yang berbentuk batang
berwarna coklat yang terlihat dengan mikroskopik.
Kesulitan :
Mengontrol panas dari sampel karena pemanasan yang terlalu panas atau terlalu dingin dapat
menyebabkan kerusakan pada sampel.
b. Test Takayama (Tes kristal B Hemokromogen)
Hasil :
Hasil positif dinyatakan dengan tampaknya kristal halus berwarna merah jambu yang terlihat
dengan mikroskopik.
Kelebihan:
Test dapat dilakukan dan efektif dilakukan pada sampel atau bercak yang sudah lama dan juga
dapat memunculkan noda darah yang menempel pada baju. Selain itu test ini juga
memunculkan hasil positif pada sampel yang mempunyai hasil negative pada test Teichmann.
Selain dua tes tersebut terdapat juga tes yang digunakan untuk memastikan bercak tersebut
berasal dari darah, yaitu :
c. Pemeriksaan Wagenaar
Hasil:
Hasil positif bila terlihat Kristal aseton hemin berbentuk batang berwarna coklat. Hasil
negative selain menyatakan bahwa bercak tersebut bukan bercak darah, juga dapat dijumpai
pada pemeriksaan terhadap bercak darah yang struktur kimiawinya telah rusak, misalnya
bercak darah yang sudah lama sekali, terbakar dan sebagainya.
2. Cara serologik
a. Test Presipitin Cincin
Hasil:
Akan terdapat lapisan tipis endapan atau precipitate pada bagian antara dua larutan. Pada
kasus bercak darah yang bukan dari manusia maka tidak akan muncul reaksi apapun.
b. Reaksi presipitasi dalam agar.
Hasil :
Hasil positif memberikan presipitum jernih pada perbatasan lubang tengah dan lubang tepi.
Selain dua tes tersebut terdapat juga tes yang digunakan untuk mengkonfirmasi bercak darah
tersebut, yaitu :
3. Pemeriksaan Mikroskopik
Hasil :
Pemeriksaan mikroskopik kedua sediaan tersebut hanya dapat menentukan kelas dan bukan
spesies darah tersebut.
Kelas mamalia mempunyai sel darah merah berbentuk cakram dan tidak berinti, sedangkan
kelas lainnya berbentuk oval atau elips dan tidak berinti Bila terlihat adanya drum stick dalam
jumlah lebih dari 0,05%, dapat dipastikan bahwa darah tersebut berasal dari seorang wanita.
Kelebihan:
Dapat terlihatnya sel –sel leukosit berinti banyak. Dapat terlihat adanya drum stick pada
pemeriksaan darah seorang wanita.
Pemeriksaan lanjutan yang dapat dilakukan setelah suatu bercak merah benar bercak darah
dan benar bercak darah manusia, meliputi
Penentuan Golongan Darah
Bila didapatkan sel darah merah dalam keadaan utuhPenentuan golongan darah dapat
dilakukan secara langsung seperti pada penentuan golongan darah orang hidup, yaitu dengan
meneteskan 1 tetes antiserum ke atas 1 tetes darah dan dilihat terjadinya aglutinasi. Aglutinasi
yang terjadi pada suatu antiserum merupakan golongan darah bercak yang diperiksa, contoh
bila terjadi aglutinasi pada antiserum A maka golongan darah bercak darah tersebut adalah A.
Bila sel darah merah sudah rusak,penentuan golongan darah dapat dilakukan dengan cara
menentukan jenis aglutinin dan antigen. Antigen mempunyai sifat yang jauh lebih stabil
dibandingkan dengan aglutinin. Di antara system-sistem golongan darah, yang paling lama
bertahan adalah antigen dari system golongan darah ABO.
Hasil :
Pembacaan hasil dilakukan secara makroskopik. Bila terjadi aglutinasi berarti darah
mengandung antigen yang sesuai dengan antigen sel indicator.Pemeriksaan golongan darah
juga dapat membantu mengatasi kasus paternitas. Hal ini berdasarkan Hukum Mendel yang
mengatakan bahwa antigen tidak mungkin muncul pada anak, jika antigen tersebut tidak
terdapat pada salah satu atau kedua orang tuanya. Orang tua yang homozigotik pasti
meneruskan gen untuk antigen tersebut kepada anaknya. (Anak dengan golongan darah O
tidak mungkin mempunyai orang tua yang bergolongan darah AB).Perlu diingat bahwa
Hukum Mendel tetap berdasarkan kemungkinan (probabilitas), sehingga penentuan ke-ayah-
an dari seorang anak tidak dapat dipastikan, namun sebaliknya kita dapat memastikan
seseorang adalah bukan ayah seorang anak (“singkir ayah”/”paternity exclusion”).
Bayi tertukar.
Dilakukan pemeriksaan sistim golongan darah dari bayi serta kedua orang tuanya.
Table. Kasus bayi tertukar. Penentuan bercasarkan golongan darah ABO.
Bayi I Bayi II
A O
Pria O AB
Wanita O O
Jelas bayi II adalah anak dari pasangan I, sedangkan bayi I anak anak pasangan II.
Table. Kasus bayi tertukar. Penentuan berdasarkan golongan darah ABO.
Bayi I Bayi II
AB A
Pria A AB
Wanita B O
Jelas bayi I adalah anak pasangan I, tidak mungkin sebagai anak pasangan II, sedangkan bayi
II adalah anak dari pasangan II, walaupun pasangan I mungkin saja mempunyai anak
bergolongan darah A.
Ragu ayah (disputed paternity).
Dalam kasus ini siapa saja ayah yang sebenarnya dari seorang anak masih diragukan.
Table. Kasus ragu ayah. Penentuan berdasarkan golongan darah ABO.
Golongan darah
Bayi B MNS Rhesus +
Ibu A MNS Rhesus +
Pria I AB MNS Rhesus +
Pria II O MS Rhesus +
Pria III A MNS Rhesus +
Pria I tidak dapat disingkirkan kemungkinan menjadi ayah si anak, sedangkan Pria II dan III
pasti bukan ayah anak tersebut.
Ayah yang curiga si anak bukanlah anaknya yang sejati.
Table. Kasus ragu ayah. Curiga bukan anak yang sejati.
Golongan Darah
Anak O MNS Rhesus +
Ibu A MS Rhesus +
“Ayah” B MS Rhesus +
Anak tersebut pasti bukan anak dari “Ayah” tersebut.
Demikian pula kasus-kasus lainnya dapat dibantu penyelesaiannya dengan cara yang sama
seperti diatas.
Histopatologi
Hasil suction sekiranya dijalankan pemeriksaan histopatologi perlu mempunyai beberapa
karakteristik untuk memastikan apakah benar ianya hasil konsepsi .Hasil konsepsi pada
abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya kantong amnion kosong atau
tampak di dalamnya benda kecil tanpa bentuk yang jelas (blighted ovum); mungkin pula janin
telah mati lama (missed abortion).
Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat, maka ia dapat diliputi
oleh lapisan bekuan darah, sehingga dinamakan mola kruenta. Bentuk ini akan menjadi mola
karnosa apabila pigmen darah telah diserap dan sisanya akan mengalami organisasi, sehingga
semuanya tampak seperti daging. Bentuk yang lain dapat berbentuk mola tuberosa; dalam hal
ini amnion tampak berbenjol-benjol karena terjadi hematoma antara amnion dan korion.Pada
janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses mumifikasi: janin
mengering dan karena cairan amnion menjadi kurang oleh sebab diserap, ia menjadi agak
gepeng (fetus kompresus). Dalam tingkat lanjut ia menjadi tipis seperti kertas perkamen (fetus
papiraseus).Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak lekas dikeluarkan ialah terjadinya
maserasi; kulit terkelupas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar karena terisi cairan,
dan seluruh janin berwarna kemerah-merahan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Spalding, Robert P. Identification and Characterization Blood and Bloodstain. In: James SH, Nordby JJ, Editors. Forensic Science An Introduction to Scientific and Investigative Techniques. Boca Raton: CRC Press LLC; 2000. p. 181-98
2. Budiyanto A, Widiatmo W, Sudiono S, Winardi T, Mun’im A Sidhi, Hertian S, et al. Ilmu Kedokteran Forensik. 1st ed. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997. p. 47: 68-69: 92-100: 105-06: 111: 113: 125-26: 136-37: 144-46: 167—96
3. Sheperd R. Simpson’s Forensic Medicine. 12th ed. New York: Oxford University Press, Inc.; 2003. p. 58
4. Gonzales TA, Vance M, Helpern M, Umberger CJ. 2nd ed. New York: Appleton-Century-Croft, Inc.; 1954. p624-36: 389
5. Mansjoer, Arif M. Kapita Selekta. 3 rd ed. Jakarta : Media Aesculapius; 2003. p.233-36
6. Dahlan S. Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman Bagi Dokter dan Penegak Hukum. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2008. p. 172-76
7. Idries, A. M, Tjiptomartono, A. L. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses penyelidikan. Jakarta: Sagung seto; 2008. p. 174
8. Kubic TA, Petraco N. Microanalysis and Examination of Trace Evidence. In: James SH, Nordby JJ, Editors. Forensic Science An Introduction to Scientific and Investigative Techniques. Boca Raton: CRC Press LLC; 2000. p. 264-66
9. Greenfield, Andrew and Monica M Sloan. Identification of Biological Fluids and Stains. In: James SH, Nordby JJ, Editors. Forensic Science An Introduction to Scientific and Investigative Techniques. Boca Raton: CRC Press LLC; 2000. p. 203-20
10. http://hukumonline.com/detail.asp?.id=18467&c1=berita
top related