pembahasan - ipb repositoryrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/53355/bab vi...pada bulan...
Post on 03-Apr-2018
232 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PEMBAHASAN
Kebijakan penunasan di PT Inti Indosawit Subur adalah mempergunakan
sistem penunasan progresif. Penunasan progresif adalah penunasan yang
dilakukan oleh pemanen dengan bersamaan dengan panen. Penunasan progresif
dilakukan per blok dalam 6 seksi wilayah, satu seksi ditunas setiap dua bulan
sekali dan pembayaran dilakukan pada awal bulan ketiga dalam satu tahun.
Misalkan pada bulan Maret-April dilaksanakan penunasan progresif pada seksi A
pada blok B91a dan B90d, maka kedua blok tersebut harus dapat diselesaikan
pada bulan April dan pembayaran hasil tunasan progresif seksi A dibayarkan pada
awal bulan Mei.
Dalam pelaksanaan tunasan progresif, pemanen bertanggung jawab untuk
mempertahankan jumlah pelepah sesuai dengan ketentuan dan menurunkan
pelepah sengkleh dan kering. Pelepah daun yang telah ditunas dipotong menjadi
tiga bagian dan ditata dengan rapi di gawangan mati agar pelepah yang sudah
kering dapat berfungsi sebagai mulsa bagi tanaman kelapa sawit. Dalam setiap
bulannya pohon kelapa sawit membentuk 1 – 3 pelepah baru yang dipengaruhi
oleh umur, pertumbuhan tanaman, dan lingkungan dengan susunan kedudukan
daunnya berbentuk spiral. Setiap spiral terdapat 8 daun per putaran spiral, ada
yang ke arah kiri dan ada yang ke arah kanan, penyebabnya adalah faktor genetik.
Pokok yang ditunas terlalu berlebihan/over pruning diukur berdasarkan
jumlah pelepah per pokok lebih sedikit dibandingkan dengan ketentuan yang
ditetapkan, sedangkan untuk pokok yang tidak tertunas/under pruning diukur
berdasarkan jumlah pelepah per pokok lebih banyak dibandingkan dengan
ketentuan yang ditetapkan sesuai dengan umur tanaman. Kualitas penunasan yang
baik dalam suatu kebun dapat diperoleh dengan manajemen penunasan yang baik.
Manajemen penunasan dapat berkaitan dengan sistem penunasan, waktu dan
sistem pembayaran penunasan, teknik penunasan, serta jumlah pelepah yang
dipertahankan.
35
Sistem Penunasan
Sistem Penunasan
Sistem penunasan di PT Inti Indosawit Subur terdiri atas sistem penunasan
progresif dan juga sistem gang tunas.
Sistem penunasan progresif. Penunasan progresif adalah penunasan yang
dilakukan oleh pemanen bersamaan dengan panen. Penunasan progresif dilakukan
per blok dalam enam seksi wilayah, satu seksi ditunas setiap dua bulan sekali
dalam satu tahun. Sistem penunasan ini memiliki beberapa karakteristik,
diantaranya sistem hanca panen tetap, pemanen bertanggungjawab penuh
menunas hancanya sendiri, dan jumlah tenaga panennya harus cukup, sehingga
rotasi panennya relatif akan stabil. Sistem penunasan ini pun memiliki beberapa
kekurangan yaitu pendapatan pemanen dapat berkurang dan membutuhkan tenaga
kerja panen yang banyak.
Sistem penunasan progresif di Afdeling II PT Inti Indosawit Subur pada
kenyataannya masih belum berjalan dengan baik karena kurangnya tenaga kerja
pemanen, sehingga dapat mengakibatkan rotasi panen lebih lama. Berikut ini
adalah perhitungan jumlah tenaga kerja panen Afdeling II:
Kebutuhan tenaga kerja panen Afdeling II =
=
= 46 – 55 pemanen
Keterangan: 6 = Jumlah seksi panen, (2.5 s/d 3) ha = luas hanca pemanen
Jadi, kebutuhan tenaga kerja panen di Afdeling II adalah 46 – 55 pemanen,
tetapi tenaga kerja panen di Afdeling II hanya sebanyak 33 pemanen. Kekurangan
tenaga kerja panen inilah yang mengakibatkan penunasan progresif di Afdeling II
tidak dapat berjalan dengan baik. Oleh karena itu, kebijakan yang dilakukan PT
Inti Indosawit Subur adalah membentuk suatu kelompok khusus tunas yang
disebut gang tunas.
Sistem gang tunas. Gang tunas merupakan organisasi khusus yang
dibentuk oleh perusahaan yang bertugas untuk membantu kegiatan penunasan
agar kegiatan penunasan di setiap Afdeling dapat berjalan dengan baik. Sistem
36
penunasan ini adalah sistem hanca giring, yaitu satu mandor tunas menggiring
perpindahan penunas dari satu blok ke blok berikutnya dalam satu Afdeling.
Norma prestasi kerja penunas gang tunas dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Norma Prestasi Penunas Gang Tunas
Jenis tunas an Umur tanaman (tahun) Norma prestasi (HK/ ha)
Tunas Pasir < 3 (1 – 2 bulan sebelum TM) 0.7 – 1.0
Tunas
Periodik
4 – 7 tahun 1.0 – 1.3
≥ 8 tahun 1.7 – 3 Sumber: Agricultural Policy Manual (APM) Asian Agri (2008)
Dalam memperhitungkan kebutuhan tenaga kerja gang tunas per hari
dalam suatu Afdeling dapat dipergunakan rumus sebagai berikut:
Kebutuhan tenaga kerja gang tunas =
Keterangan: 9 bulan = Rotasi penunasan/tahun
25 hari = Hari Kerja/bulan
Berdasarkan rumus di atas, maka perhitungan kebutuhan tenaga kerja gang
tunas per hari di Afdeling II adalah sebagai berikut :
Diketahui: Luas Afdeling II = 827 ha
Karena umur tanaman di Afdeling II ≥ 8 tahun, maka norma prestasi
kerja penunas = 1.7 – 3 (hk/ha)
Kebutuhan tenaga kerja gang tunas =
= 6 – 11 penunas/hari
Jadi, kebutuhan tenaga kerja gang tunas per hari di Afdeling II adalah
6 – 11 penunas. Tenaga kerja tunas dapat berasal dari KHL mandoran lain
maupun anggota khusus yang didatangkan dari luar daerah. Tenaga tunas harus
terlatih dan tidak boleh diganti-ganti dengan orang yang belum terbiasa menunas.
Setiap penunas harus memasang nomor hanca (pancang hanca) di jalan pikul yang
akan ditunas. Hal ini diperlukan untuk memudahkan pengontrolan oleh asisten
Afdeling, mandor I, maupun mandor tunas. Sistem pembayaran gang tunas
disesuaikan dengan pokok-pokok yang telah ditunas, dengan biaya per pokok
sebesar Rp 1 500.00.
37
Nomor Penunas
Arah Ancak
Tanggal Tunas
Bulan Tunas
Pelepah
7
54
Gambar 5. Pancang Hanca Gang Tunas
Waktu dan Sistem Pembayaran Penunasan
Ketepatan waktu penunasan diukur berdasarkan penyimpangan dalam
satuan bulanan selama satu tahun dan berkaitan dengan sistem pembayaran.
Penunasan progresif di kebun inti PT Inti Indosawit Subur dilakukan per blok
dalam 6 seksi wilayah pada masing-masing hanca pemanen, satu seksi harus
ditunas setiap dua bulan sekali dan pembayaran dilakukan pada awal bulan ketiga
dalam satu tahun. Waktu penunasan dan sistem pembayaran yang harus
dilaksanakan di Afdeling II pada tahun 2011 disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Waktu dan Sistem Pembayaran Penunasan Progresif Afdeling II
Bulan Seksi Blok Keterangan
Januari A
B90d Pembayaran tunas seksi F
Februari B91a
Maret B
B90a Pembayaran tunas seksi A
April B89a
Mei C
B89a Pembayaran tunas seksi B
Juni B90b
Juli D
B89b Pembayaran tunas seksi C
Agustus B90c
September E
B90c Pembayaran tunas seksi D
Oktober B91d
November F
B91b Pembayaran tunas seksi E
Desember B91c Sumber: Agricultural Policy Manual (APM) Asian Agri (2008)
Realisasi penunasan progresif di Afdeling II dilakukan pada bulan Maret 2011
dan diselesaikan pada bulan Mei 2011. Keterlambatan waktu penunasan progresif
pada tahun 2011 ini disebabkan penunasan progresif pada tahun 2010 baru dapat
diselesaikan pada bulan Februari 2011 yang berdampak pada jumlah pelepah yang
38
dipertahankan dan kehilangan hasil (losses). Pembayaran hasil penunasan
progresif di kebun inti per hektar adalah sebesar Rp. 108 000.00, satu hanca
pemanen biasanya seluas 3 ha, jadi pembayaran total yang didapat pemanen setiap
seksi yang telah diselesaikan adalah sebesar Rp. 648 000.00. Waktu penunasan
pada kebun plasma dilaksanakan setiap 9 bulan sekali dengan pembayaran sebesar
Rp. 900 000.00/kavling. Keterlambatan waktu penunasan di kebun inti ini dapat
berpengaruh terhadap kehilangan hasil (losses) melalui berondolan tersangkut di
ketiak pelepah dan buah tinggal di pokok pada kedua blok pengamatan yaitu blok
B89a dan B91d. Data losses berondolan tersangkut di ketiak pelepah dan buah
tinggal di pokok dari 55 pokok sampel dapat dilihat pada Tabel 12 dan 13.
Tabel 12. Data Losses Berondolan Tersangkut di Ketiak Pelepah
Blok ∑ Berondolan tersangkut di ketiak pelepah Bobot total
(kg)
∑ Pokok
B89a 2248 24.73 55
B91d 2402 26.42 55 Sumber : Data Primer
Berdasarkan data Tabel 12 dapat dilihat bahwa jumlah bobot berondolan
tersangkut di ketiak pelepah di blok B89a adalah sebesar 24.73 kg, sehingga rata-
rata bobot berondolan tersangkut di ketiak pelepah/pokok adalah sebesar 0.45 kg.
Jumlah bobot berondolan tersangkut di ketiak pelepah di blok B89a adalah
sebesar 26.42 kg, sehingga rata-rata bobot berondolan tersangkut di ketiak
pelepah/pokok adalah sebesar 0.48 kg.
Tabel 13. Data Losses Buah tinggal di Pokok
Blok ∑ Buah tinggal di pokok Buah tinggal (%) ∑ Pokok
B89a 1 1.80 55
B91d 3 5.45 55 Sumber : Data Primer
Berdasarkan data Tabel 13, blok B91d memiliki jumlah buah tinggal yang
lebih banyak daripada B89a dari 55 pokok sampel. Blok B91d memiliki jumlah
buah tinggal sebesar 3 buah dari 55 pokok sampel, sehingga persentase yang
didapat sebesar 5.45 %, sedangkan B89a memiliki jumlah buah tinggal sebesar 1
buah dari 55 pokok sampel, sehingga persentase yang didapat sebesar 1.8 %.
39
Contoh perhitungan kerugian akibat kehilangan hasil (losses) produksi
pada bulan April untuk Blok B89a dan bulan Mei untuk Blok B91d:
Diketahui :
Total pokok produktif : Blok B89a: 12 478 pokok
Blok B91d: 9 565 pokok
Bobot janjang rata-rata: Blok B89a: 24.41 kg
Blok B91d: 24.11 kg
Ekstraksi minyak dari berondolan/kg: CPO/kg : 33 %
PKO/kg : 6 %
Ekstraksi minyak dari TBS/kg: CPO/kg : 22 %
PKO/kg : 4 %
Harga jual minyak: CPO = Rp. 9 000.00/kg
PKO = Rp. 5 000.00/kg
Bobot berondolan tersangkut di ketiak pelepah/pokok:
Blok B89a = 24.73 kg/55 pokok = 0.45 kg/pokok
Blok B91d = 26.42 kg/55 pokok = 0.48 kg/pokok
Kerugiannya:
Bobot total berondolan tersangkut di ketiak pelepah:
Blok B89a = 0.45 kg x 12 478 pokok = 5 615 kg
Blok B91d = 0.48 kg x 9 565 pokok = 4 591.2 kg
Setelah diekstraksi:
1. Kerugian dari CPO
- Blok B89a = 5 615 kg x 33 % = 1 852.95 kg CPO, maka kerugian
keungannya:
= Rp 9 000.00/kg x 1 852.95 kg = Rp 16 676 550.00/bulan.
- Blok B91d = 4 591.2 kg x 33 % = 1 515.09 kg CPO, maka
kerugian keuangannya:
= Rp 9 000.00/kg x 1 515.09 kg = Rp 13 635 810.00/bulan.
2. Kerugian dari PKO
- Blok B89a = 5 615 kg x 6 % = 336.90 kg PKO, maka kerugian
keuangannya:
= Rp 5 000.00/kg x 336.90 kg = Rp 1 684 500.00/bulan.
40
- Blok B91d = 4 591.2 kg x 6 % = 275.47 kg, maka kerugian
keuangannya:
= Rp 5 000.00/kg x 275.47 kg = Rp 1 377 350.00/bulan.
Jumlah total buah tinggal di pokok:
Blok B89a = 1.80 % x 12 478 pokok = 225 buah
Blok B91d = 5.45 % x 9 565 pokok = 521 buah
Bobot total buah tinggal di pokok
Blok B89a = 225 x 24.41 kg = 5 492.25 kg
Blok B91d = 521 x 24.11 kg = 12 561.31 kg
Setelah diekstraksi:
1. Kerugian dari CPO:
- Blok B89a = 5 492.25 kg x 22 % = 1 208.29 kg, maka kerugian
keuangannya:
Rp 9 000.00/kg x 1 208.29 kg = Rp 10 874 610.00/bulan.
- Blok B91d = 12 561.31 kg x 22 % = 2 763.49 kg, maka kerugian
keuangannya:
Rp 9 000.00/kg x 2 763.49 kg = Rp 24 810 410.00/bulan.
2. Kerugian dari PKO:
- Blok B89a = 1 208.29 kg x 4 % = 48.33 kg, maka kerugian
keuangannya: Rp 5 000.00/kg x 48.33 kg = Rp 241 650.00/bulan.
- Blok B91d = 2 763.49 kg x 4 % = 110.54 kg, maka kerugian
keuangannya: Rp 5 000.00/kg x 110.54 kg = Rp 552 700.00/bulan.
Teknik Penunasan
Teknik penunasan yang harus dilaksanakan di PT Inti Indosawit Subur adalah
teknik songgo satu, yaitu hanya menyisakan satu pelepah dari tandan buah paling
bawah. Hal ini dikarenakan umur tanaman rata-rata yang ditanam di PT Indosawit
Subur adalah di atas 15 tahun. Cara menunas di areal TM adalah pelepah dipotong
rapat ke batang agar berondolan yang jatuh tidak tersangkut pada batang. Pokok
yang pertumbuhannya kurang bagus atau kuning karena defisiensi hara, harus
ditunas lebih hati-hati, cukup membuang daun yang kering saja, dan pokok yang
41
telah dipastikan abnormal tidak perlu ditunas karena pada akhirnya akan di
thinning out.
Tabel 14. Hasil Pengamatan Teknik Songgo oleh Pemanen di Kebun Inti
dan Kebun Plasma
Kebun Blok Tahun tanam Songgo Persentase (%)
Inti B89a 1989 1 93.33
2 6.67
B91d 1991 1 80.00
2 20.00
Plasma Hamparan 20 1989 1 80.00
2 20.00
Hamparan 94 1991 1 66.67
2 23.33
3 10.00 Sumber : Data Primer
Data Tabel 14 didapat dengan mengamati teknik songgo di Afdeling II
(Blok B89a dan B91d) untuk kebun inti dan di satuan pemukiman (SP) II
(Hamparan 20 dan 94) untuk kebun plasma, dengan jumlah sampel tanaman pada
masing-masing blok pengamatan adalah 60 pokok dalam 3 hanca panen (masing-
masing 20 pokok/hanca). Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa teknik
penunasan di kebun inti masih lebih baik dibandingkan kebun plasma meskipun
masih terdapat beberapa pokok yang belum songgo satu. Hal ini dapat dilihat dari
persentase songgo satu di kedua blok kebun inti lebih besar dibandingkan dengan
kebun plasma.
Blok B89a (tahun tanam 1989) memiliki persentase songgo satu 93.33 %,
dan songgo dua 6.67 %, sedangkan blok B91d (tahun tanam 1991) memiliki
persentase songgo satu sebesar 80.00 % dan songgo dua sebesar 20.00 %.
Hamparan 20 (tahun tanam 1989) memiliki persentase songgo satu sebesar
80.00 % dan songgo dua sebesar 20.00 %. Teknik penunasan pada Hamparan 94
masih terbilang belum baik, karena masih terdapat beberapa pokok dengan songgo
tiga yaitu sebesar 10.00 %. Persentase songgo satu pada Hamparan 94 juga masih
terbilang rendah dibandingkan blok-blok pengamatan yang lain, yaitu 66.67 %
dan diikuti dengan persentase songgo dua yang cukup tinggi pula dibandingkan
blok-blok pengamatan yang lain yaitu 23.33 %.
42
Ketidaktepatan dalam teknik penunasan progresif yang dilakukan oleh
pemanen terurtama disebabkan ketidakterampilan pemanen dalam menunas
songgo satu dan juga ketidaksempatan pemanen dalam menunas sambil memanen,
sehingga masih banyaknya pelepah-pelepah gondrong (under pruning).
Gambar 6. Teknik Penunasan Songgo I
Jumlah Pelepah yang Dipertahankan
Kemampuan tanaman mempertahankan jumlah pelepah, selain ditentukan
oleh faktor genetik, juga dapat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan tumbuh
melalui pengaruhnya terhadap laju proses penuaan daun. Patah pelepah (sengkleh)
yang sering terjadi diduga disebabkan kahat hara kalium dan cekaman kekeringan.
Ketepatan jumlah pelepah yang dipertahankan ini merupakan faktor yang sangat
penting dan dapat berpengaruh terhadap nisbah seks (perbandingan bunga jantan
dan bunga betina) dan yang terutama berpengaruh terhadap kapasitas produksi
kelapa sawit. Terbuangnya sejumlah pelepah produktif secara berlebihan (over
pruning) mengakibatkan areal fotosintesis daun berkurang dan pokok menjadi
stress, sehingga terjadi penurunan bunga betina dan peningkatan bunga jantan.
Semakin banyaknya jumlah pelepah yang dipertahankan tidak sesuai dengan
ketentuan (under pruning) dapat menyulitkan pemanen dalam memotong buah,
sehingga dapat meningkatkan losses produksi melalui berondolan tersangkut di
ketiak pelepah dan buah tinggal di pokok
43
Jumlah pelepah yang harus dipertahankan berdasarkan umur tanaman dari
SOP PT Inti Indosawit Subur nomor AA-APM-OP-1100.13-RI adalah:
Tabel 15. Jumlah Pelepah Dipertahankan per Umur Tanaman Sesuai SOP
PT Inti Indosawit Subur
Umur tanaman (tahun) Jumlah pelepah dipertahankan
/ pokok Songgo
3 – 4 58 – 64 3
5 – 8 48 – 54 2
9 – 14 40 – 46 2
>14 32 – 36 1 Sumber: Agricultural Policy Manual (APM) Asian Agri (2008)
Pengukuran ketepatan jumlah pelepah yang dipertahankan dapat dilakukan
dengan cara pengamatan rata-rata jumlah pelepah yang dipertahankan, sehingga
dapat menunjukkan nisbah seks (perbandingan bunga jantan dan bunga betina)
dan jumlah tandan. Pengamatan ketepatan jumlah pelepah yang dipertahankan ini
dilaksanakan di kebun inti dan kebun plasma PT Inti Indosawit Subur.
Pemeriksaan pokok dilaksanakan secara sampling, yang diperoleh dari dua blok
pengamatan dengan umur tanam yang paling berbeda di Afdeling II untuk kebun
inti dan di satuan pemukiman (SP) II untuk kebun plasma. Data sampel
pengamatan diambil dari 60 pokok dalam 3 hanca pada masing-masing blok
pengamatan dengan jumlah pokok sampel per hanca sebesar 20 pokok. Berikut ini
adalah data-data pengamatan di kebun inti dan kebun plasma:
Kebun Inti
Tabel 16. Data Persentase Jumlah Pelepah per Interval Pelepah di Blok
B89a (Tahun Tanam 1989)
Sumber : Data Primer
Berdasarkan data Tabel 16, dapat disimpulkan bahwa jumlah pelepah pada
interval 32 – 36 pelepah memiliki nilai persentase tertinggi, yaitu 36.67 %,
sedangkan interval 42 – 46 pelepah memiliki nilai persentase terendah, yaitu
Interval Jumlah Pelepah (%) ∑ Pokok
27 – 31 25.00 15
32 – 36 36.67 22
37 – 41 26.67 16
42 – 46 5.00 3
47 – 51 6.67 4
44
5.00 %. Secara umum, penunasan di Blok B89a sesuai dengan SOP PT Inti
Indosawit Subur, yaitu 32 – 36 pelepah. Penunasan pada blok B89a harus tetap
dijaga untuk mencegah terjadinya over pruning dan under pruning.
Tabel 17. Data Persentase Jumlah Pelepah per Interval Pelepah di Blok
B91d (Tahun Tanam 1991)
Sumber : Data Primer
Berdasarkan data Tabel 17, dapat disimpulkan bahwa jumlah pelepah pada
interval 37 – 41 pelepah memiliki nilai persentase tertinggi, yaitu 28.33 %,
sedangkan interval 47 – 51 pelepah memiliki nilai persentase terendah, yaitu
10.00 %. Secara umum penunasan di blok B91d masih belum sesuai dengan SOP
PT Inti Indosawit Subur, yaitu 32 – 36 pelepah, karena masih banyak pokok yang
under pruning. Oleh karena itu, penunasan di blok B91d harus lebih dijaga lagi
sesuai dengan aturan yang telah ditentukan.
Kebun Plasma
Tabel 18. Data Persentase Jumlah Pelepah per Interval Pelepah di
Hamparan 20/Sumber Makmur (Tahun Tanam 1989)
Sumber : Data Primer
Berdasarkan data Tabel 18, dapat disimpulkan bahwa jumlah pelepah pada
interval 32 – 36 pelepah memiliki nilai persentase tertinggi, yaitu 35.00 %,
sedangkan interval 47 – 51 pelepah memiliki nilai persentase terendah, yaitu
0.00 %. Secara umum penunasan di Hamparan 20 sesuai dengan SOP PT Inti
Indosawit Subur, yaitu 32 – 36 pelepah, tetapi penunasan di Hamparan 20 harus
tetap dijaga, agar mencegah terjadinya over pruning dan under pruning.
Interval Jumlah Pelepah (%) ∑ Pokok
27 – 31 13.33 8
32 – 36 23.33 14
37 – 41 28.33 17
42 – 46 25.00 15
47 – 51 10.00 6
Interval Jumlah Pelepah (%) ∑ Pokok
27 – 31 16.67 10
32 – 36 35.00 21
37 – 41 30.00 18
42 – 46 18.33 11
47 – 51 0.00 0
45
Tabel 19. Data Persentase Jumlah Pelepah per Interval Pelepah di
Hamparan 94/Kerinci Sakti (Tahun Tanam 1991)
Sumber : Data Primer
Berdasarkan data Tabel 19, dapat disimpulkan bahwa jumlah pelepah pada
interval 37 – 41 pelepah memiliki nilai persentase tertinggi, yaitu 33.33 %,
sedangkan interval 47 – 51 pelepah memiliki nilai persentase terendah, yaitu
8.30 %. Secara umum penunasan di Hamparan 94 masih belum sesuai dengan
SOP PT Inti Indosawit Subur, yaitu 32 – 36 pelepah, karena masih banyak pokok
yang under pruning. Oleh karena itu, penunasan di Blok B91d harus lebih dijaga
lagi sesuai dengan aturan yang telah ditentukan.
Secara umum, tabel-tabel data persentase jumlah pelepah per interval
jumlah pelepah baik di kebun inti maupun kebun plasma menunjukkan bahwa
pada jumlah pelepah pada interval 32 – 36 di kebun inti, Blok B89a (tahun tanam
1989), dan di kebun plasma, Hamparan 20 (tahun tanam 1989), memiliki
persentase yang lebih tinggi dibandingkan jumlah pelepah interval yang lain
dengan persentase sebesar 36.67 % untuk blok B89a dan 35.00 % untuk
Hamparan 20. Blok B91d (tahun tanam 1991) di kebun inti dan Hamparan 94
(tahun tanam 1991) di kebun plasma memiliki persentase yang tertinggi pada
interval 37 – 41 sebesar 28.33 % (B91d) dan 33.33 % (Hamparan 94) diikuti
dengan jumlah pelepah pada interval 42 – 46 sebesar 25.00 % (B91d) dan
31.67 % (Hamparan 94).
Berdasarkan data Agricultural Policy Manual (APM) PT Inti Indosawit
Subur, jumlah pelepah yang harus dipertahankan pada umur tanaman >14 tahun
adalah 32 – 36 pelepah dan songgo satu. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan
penunasan pada blok B89a di kebun inti dan Hamparan 20 di kebun plasma masih
lebih baik dibandingkan dengan blok B91d dan Hamparan 94 karena memiliki
persentase jumlah pelepah pada interval 32 – 36 dengan songgo satu yang lebih
tinggi. Sebagian besar pokok tanaman pada blok B91d masih under prunning
Interval Jumlah Pelepah (%) ∑ Pokok
27 – 31 11.67 7
32 – 36 15.00 9
37 – 41 33.33 20
42 – 46 31.67 19
47 – 51 8.30 5
46
(banyak pelepah gondrong) yang dapat menyulitkan pemanen dalam memotong
buah (pokok tidak songgo satu), sehingga dapat meningkatkan losses produksi
melalui berondolan tersangkut di ketiak pelepah dan buah tinggal di pokok.
Jumlah pelepah yang dipertahankan juga dapat berpengaruh terhadap
nisbah seks dan jumlah tandan di kebun inti dan kebun plasma. Hal ini dapat
dilihat pada data Tabel 20 dan 21 untuk kebun inti serta Tabel 22 dan 23 untuk
kebun plasma.
Kebun Inti
Tabel 20. Pengaruh Jumlah Pelepah terhadap Nisbah Seks dan Jumlah
Tandan di Blok B89a (Tahun Tanam 1989)
Interval ∑ Bunga Jantan ∑ Bunga Betina ∑ Tandan ∑ Pokok
27 – 31 3.07 2.90 2.00 15
32 – 36 2.05 2.91 2.64 22
37 – 41 2.25 3.25 2.75 16
42 – 46 1.67 3.67 3.30 3
47 – 51 2.00 2.75 3.25 4 Sumber : Data Primer
Tabel 21. Pengaruh Jumlah Pelepah terhadap Nisbah Seks dan Jumlah
Tandan di Blok B91d (Tahun Tanam 1991)
Interval ∑ Bunga Jantan ∑ Bunga Betina ∑ Tandan ∑ Pokok
27 – 31 2.88 1.90 1.50 8
32 – 36 2.00 2.88 2.96 14
37 – 41 2.47 2.84 3.00 17
42 – 46 2.13 2.90 2.80 15
47 – 51 2.17 2.33 3.00 6 Sumber : Data Primer
Berdasarkan data Tabel 21 dan 22 dapat dilihat bahwa semakin banyak
jumlah pelepah per interval maka semakin banyak pula jumlah tandan. Penurunan
nisbah seks (peningkatan jumlah bunga jantan yang diikuti dengan peningkatan
gugurnya bunga betina) pada kedua blok tersebut terjadi pada interval jumlah
pelepah 27 – 31. Ketentuan teknik penunasan berdasarkan jumlah songgo,
terutama songgo satu cenderung berakibat over pruning untuk pokok yang bunga
betina/tandan buahnya sedikit atau jarang, dengan teknik songgo ini penunas
mengikuti posisi buah, bukan berpedoman pada jumlah pelepah yang harus
dipertahankan. Terbuangnya sejumlah pelepah produktif secara berlebihan
mengakibatkan areal fotosintesis daun berkurang dan pokok menjadi stres.
47
Penurunan nisbah seks juga berdampak pada penurunan produksi yang
dapat dilihat pada rata-rata jumlah tandan yang terendah dibandingkan interval
yang lain. Penunasan berlebihan pada pokok-pokok yang demikan akan
memperparah kondisi fisiologi tanaman.
Pada pokok yang produksinya rendah, seyogyanya diberlakukan
penunasan berdasarkan jumlah pelepah, bukan teknik songgo.
Gambar 7. Bunga Kelapa Sawit (a. Jantan dan b. Betina)
Kebun Plasma
Tabel 22. Pengaruh Jumlah Pelepah Terhadap Nisbah Seks dan Jumlah
Tandan di Hamparan 94/Kerinci Sakti (Tahun Tanam 1991)
Interval ∑ Bunga Jantan ∑ Bunga Betina ∑ Tandan ∑ Pokok
27 – 31 3.43 2.57 2.14 7
32 – 36 1.89 3.56 3.30 9
37 – 41 1.65 2.55 2.50 20
42 – 46 1.47 2.79 2.73 19
47 – 51 1.60 3.40 3.80 5 Sumber : Data Primer
Tabel 23. Pengaruh Jumlah Pelepah Terhadap Nisbah Seks dan Jumlah
Tandan di Hamparan 20/Sumber Makmur (Tahun Tanam 1989)
Interval ∑ Bunga Jantan ∑ Bunga Betina ∑ Tandan ∑ Pokok
27 – 31 2.60 2.90 2.20 10
32 – 36 1.62 3.05 2.57 21
37 – 41 2.17 3.00 2.56 18
42 – 46 3.09 2.73 2.54 11
47 – 51 - - - - Sumber : Data Primer
a b
48
Berdasarkan data Tabel 22 dan 23 dapat dilihat bahwa pada Hamparan 94
(tahun tanam 1991) terjadi peningkatan jumlah bunga jantan yang cukup tinggi
pada interval 27 - 31 yang disebabkan terjadinya over prunning, sedangkan pada
Hamparan 20 (tahun tanam 1989) peningkatan jumlah bunga jantan yang cukup
tinggi terjadi pada interval 42 – 46. Hal ini dapat disebabkan karena pokok
mengalami stres yang dapat disebabkan pokok kekurangan air dan unsur hara
(pemupukan tidak berjalan dengan baik). Selain itu, hal ini juga dapat disebabkan
karena pokok mengalami stres naungan yaitu terlalu banyak jumlah pelepah yang
dipertahankan sehingga pelepah yang terbawah tidak mendapat sinar matahari
yang cukup dan mengakibatkan peningkatan jumlah bunga jantan yang diikuti
dengan peningkatan gugurnya bunga betina. Penurunan nisbah seks pada
Hamparan 20 (tahun tanam 1989) ini pun berdampak pada rata-rata jumlah tandan
yang semakin menurun semakin bertambahnya jumlah bunga jantan, sedangkan
pada Hamparan 94 (tahun tanam 1991) rata-rata jumlah tandan cenderung
meningkat dengan bertambahnya jumlah interval pelepah.
Gambar 8. Kondisi Pokok Kelapa Sawit (a. Under pruning dan b. Over pruning)
b a
49
Tabel 24. Perbandingan Rata-rata Jumlah Pelepah Terhadap Produksi
Kebun Blok Rata-rata
Σ pelepah
Ulangan Tanggal Σ TBS Bobot TBS
(kg)
Inti
B89a
(1989) 35.72
I 09-04-11 1 158 29 120
II 19-04-11 1 445 36 870
III 29-04-11 1 639 39 510
Total 4 242 105 500
BJR 24.87
B91d
(1991) 38.90
I 05-04-11 1 239 29 600
II 15-04-11 1 440 31 270
III 26-04-11 2 350 51 260
Total 5 029 112 130
BJR 22.29
Plasma
Hamparan
20
(1989)
36.87
I 23-05-11 1 599 34 370
II 03-06-11 2 208 48 615
III 13-06-11 1 852 41 215
Total 5 659 124 200
BJR 21.95
Hamparan
94
(1991)
39.68
I 21-05-11 1 214 20 370
II 01-06-11 2 957 36 250
III 11-06-11 1 603 31 415
Total 5 774 88 035
BJR 15.25 Sumber: Data Primer
Data Tabel 24 menunjukkan bahwa nilai BJR tahun tanam 1989 lebih
besar dibandingkan BJR tahun tanam 1991. Blok pengamatan pada kebun inti
menunjukkan bahwa blok B89a dengan rata-rata jumlah pelepah yang
dipertahankan sebesar 35.72 (sesuai dengan ketentuan SOP) dari tiga ulangan
pengamatan yang dilakukan menghasilkan jumlah tandan sebesar 4 242 tandan
dengan bobot 105 500 kg, sehingga nilai BJR yang dihasilkan sebesar 24.87. Blok
B91d dengan rata-rata jumlah pelepah yang dipertahankan sebesar 38.90 (tidak
sesuai dengan ketentuan SOP) menghasilkan jumlah tandan total sebesar 5 029
dengan bobot 112 130 kg, sehingga nilai BJR yang dihasilkan sebesar 22.29.
Hasil pengamatan pada kebun plasma menunjukkan bahwa Hamparan 20
dengan rata-rata jumlah pelepah yang dipertahankan sebesar 36.87 dari tiga
ulangan pengamatan yang dilakukan, menghasilkan jumlah tandan sebesar
5 659 tandan dengan bobot 124 200 kg, sehingga nilai BJR yang dihasilkan
sebesar 21.95. Hamparan 94 dengan rata-rata jumlah pelepah yang dipertahankan
sebesar 39.68 (tidak sesuai dengan ketentuan SOP) mengahasilkan jumlah tandan
50
total sebesar 5 774 tandan dengan bobot 88 035 kg, sehingga nilai BJR yang
dihasilkan sebesar 15.25.
Secara umum, pokok-pokok pada tahun tanam 1991 memiliki jumlah TBS
yang lebih tinggi dibandingkan dengan pokok-pokok pada tahun tanam 1989,
tetapi pokok-pokok pada tahun tanam 1989 memiliki nilai BJR yang lebih tinggi
dibandingkan pokok-pokok pada tahun tanam 1991. Hal ini dapat disebabkan
karena semakin tua umur suatu tanaman maka semakin tinggi bobotnya, karena
unsur hara yang diserap dan pasokan karbohidrat melalui fotosintesis pada
tanaman yang lebih tua lebih dikhususkan untuk menunjang produksi buah
daripada untuk pertumbuhan vegetatif tanaman. Nilai BJR pada kedua blok di
kebun inti secara umum lebih tinggi dibandingkan dengan kebun plasma. Hal ini
dapat disebabkan karena kegiatan pemeliharaan tanaman kelapa sawit pada kebun
inti masih lebih baik dibandingkan kebun plasma.
Pengelolaan tajuk dengan menjaga jumlah pelepah yang dipertahankan
tetap optimal sangat penting untuk maksimalisasi produksi. Oleh karena itu,
penentuan jumlah pelepah optimal yang harus dipertahankan harus tetap dijaga
sesuai dengan umur tanaman. Sesuai dengan SOP umur tanaman >14 tahun,
jumlah pelepah optimal yang harus dipertahankan sebesar 32 – 36 pelepah.
top related