pemanfaatan limbah industri vco untuk …
Post on 23-Oct-2021
7 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PEMANFAATAN LIMBAH INDUSTRI VCO
UNTUK PEMBUATAN SABUN MANDI
TUGAS AKHIR
Untuk memenuhi persyaratan
guna memperoleh gelar Sarjana Teknik
Oleh
VIVINA AZMAR YUNAL
1410024428024
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI (STTIND)
PADANG
2018
HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI
Judul : Pemanfaatan Limbah Industri VCO Untuk
Pembuatan Sabun Mandi
Nama : VIVINA AZMAR YUNAL
NPM : 1410024428024
Program Studi : Teknik Lingkungan
Jurusan : Teknik Lingkungan
Padang, Desember 2018
Menyetujui :
Pembimbing I,
Eka Rahmatul.A , M.Pd
NIDN : 1024078801
Pembimbing II,
Hendri Sawir, ST, M.Si
NIDN : 1015086704
Ketua Jurusan,
Yaumal Arbi, MT
NIDN : 1007058407
Ketua STTIND Padang,
Riko Ervil, MT
NIDN : 1014057501
PEMANFAATAN LIMBAH INDUSTRI VCO
UNTUK PEMBUATAN SABUN MANDI
Nama : Vivina Azmar Yunal
NPM : 1410024428024
Pembimbing I : Eka Rahmatul Aidha,M.Pd
Pembimbing II : Hendri Sawir ST,M.Si
ABSTRAK
Abstrak : Tanaman kelapa (Cocos nucifera L) memiliki potensi besar menjadi
produk olahan yang bermanfaat. Salah satu produk olahan dari tanaman kelapa
adalah Virgin Coconut Oil (VCO ). Industri yang melakukan pengolahan kelapa
menjadi vco menghasilkan limbah. Limbah yang dihasilkan ini disebut blondo
yang apabila dibuang begitu saja dapat mencemari lingkungan. Salah satu upaya
untuk menangani limbah yaitu memanfaatkan limbah untuk pembuatan sabun
mandi cair dengan proses saponifikasi.Tujuan dari penelitian ini yaitu melihat
komposisi limbah yang tepat untuk membuat sabun mandi cair dengan
perbandingan (1:5), (2:5), (3:5), (4:5), (5:5). Pengujian mutu sabun ini dilakukan
dengan cara melakukan pengujian di laboratorium dengan menguji nilai pH, alkali
bebas, berat jenis, dan angka lempeng total. Komposisi yang tepat dalam
pemanfaataan limbah industri vco untuk pembuatan sabun mandi yaitu pada
perbandingan 5:5 karena dari data penelitian yang diperoleh memenuhi syarat
mutu SNI sabun mandi cair dengan nilai pH sebesar 10,64, nilai berat jenis
sebesar 1,10, nilai alkali bebas sebesar 0,11%, dan angka lempeng total tidak ada.
Sedangkan untuk uji organoleptiknya sabun memiliki bentuk kurang cair, wangi
dan bewarna sedikit gelap. Karena limbah industri vco bisa dimanfaatkan untuk
pembuatan sabun mandi cair maka pemanfaatan limbah industri vco ini dapat
menguntungkan secara materi.
Kata kunci : industri vco, blondo, sabun mandi
UTILIZATION OF VCO INDUSTRIAL WASTE
FOR MAKING BATH SOAP
Nama : Vivina Azmar Yunal
NPM : 1410024428024
Pembimbing I : Eka Rahmatul Aidha,M.Pd
Pembimbing II : Hendri Sawir ST,M.Si
ABSTRACT
Abstract: Coconut plants (Cocos nucifera L) have great potential to become
useful processed products. One of the processed products from coconut plants is
Virgin Coconut Oil (VCO). Industries that do coconut processing into vco
produce waste. The waste produced is called blondo, which if thrown away can
pollute the environment. One effort to deal with waste is utilizing waste for
making liquid bath soap with the saponification process. The purpose of this study
is to look at the composition of the appropriate waste to make liquid bath soap by
comparison (1: 5), (2: 5), (3: 5), (4: 5), (5: 5). This soap quality test is carried out
by conducting testing in the laboratory by testing the pH value, free alkali,
specific gravity, and total plate number. The right composition in the utilization of
VCO industrial waste for the manufacture of bath soap is in the ratio of 5: 5
because the research data obtained meets the SNI quality requirements for liquid
bath soap with a pH value of 10,64, the value of specific gravity is 1,10, the value
of free alkali equal to 0,11%, and the total plate number is absent. As for the
organoleptic test, the soap has a less liquid, fragrant and slightly dark color.
Because vco industrial waste can be used to make liquid bath soap, the utilization
of VCO industrial waste can be materially beneficial.
Keywords: industrial vco, blondo, bath soap
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat
dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul
“Pemanfaatan Limbah Industri VCO Untuk Pembuatan Sabun Mandi“
shalawat beserta salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, hingga kepada umatnya
hingga akhir zaman, aamiin.
Penulisan tugas akhir ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
kelulusan dalam jenjang perkuliahan Strata I Teknik Lingkungan Sekolah Tinggi
Teknologi Industri (STTIND) Padang.
Terselesaikannya tugas akhir ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak,
oleh karena itu, penulis dalam kesempatan ini menyampaikan ucapan
terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Antonius, SE selaku Ketua Yayasan Muhammad Yamin Sekolah
Tinggi Teknologi (STTIND) Padang
2. Bapak Riko Ervil, M.T selaku Ketua Sekolah Tinggi Teknologi Industri
(STTIND) Padang;
3. Bapak Yaumal Arbi, M.T selaku Ketua Program Studi Teknik Lingkungan
Sekolah Tinggi Teknologi Industri (STTIND) Padang;
4. Ibu Eka Rahmatul Aidha, M.Pd selaku Dosen Pembimbing I yang telah
membimbing dan memberikan banyak masukan sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan tugas akhir ini;
iii
5. Bapak Hendri Sawir, ST., M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang telah
meluangkan banyak waktu dalam memberikan bantuan moral, spiritual dan
material sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir ini;
6. Suami tersayang Devid Ratmat Arafat, S.Si yang telah memberikan bantuan
yang tidak dapat diungkapkan dan penulis katakan, baik dari segi moril
ataupun materil dalam mendukung penyelesaian tugas akhir ini;
7. Orang tua dan keluarga dari penulis yang telah memberikan banyak motivasi
dalam mendukung penyelesaian tugas akhir ini;
8. Teman-teman mahasiswa Teknik Lingkungan Sekolah Tinggi Teknologi
Industri (STTIND) Padang yang telah banyak membantu dalam penyelesaian
tugas akhir ini.
Akhirnya, penulis menyadari bahwa tugas akhir ini jauh dari sempurna
sehingga penulis membutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
kemajuan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang. Maka dari pada itu,
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, atas kritik dan saran
terlebih dahulu penulis ucapkan terimakasih.
Padang, November 2018
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .............................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................. iv
DAFTAR TABEL ................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ............................................................ 4
1.3 Batasan Masalah.................................................................. 4
1.4 Rumusan Masalah ............................................................... 4
1.5 Tujuan Penelitian ................................................................ 4
1.6 Manfaat Penelitian .............................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori ................................................................... 6
2.1.1 Limbah .................................................................. 6
2.1.1.1 Pengertian dan Pengelompokan Limbah .... 6
2.1.1.2 Kualitas Limbah sebagai Pencemar Ling-
kungan ....................................................... 10
2.1.1.3 Proses Pengolahan Limbah ........................ 13
2.1.2 Kelapa (Cocos nucifera L) ..................................... 14
2.1.2.1 Tanaman Kelapa......................................... 14
2.1.2.2 Kelapa Sebagai Pohon Kehidupan ............. 16
v
2.1.2.3 Pengembangan Produk dari Kelapa ........... 19
2.1.2.4 Bagan Alir Pemanfaatan Limbah Industri
VCO ............................................................ 21
2.1.2.5 Minyak Kelapa Murni (VCO) .................... 21
2.1.3 Limbah Virgin Coconut Oil (Blondo) .................... 24
2.1.4 Sabun ...................................................................... 26
2.1.4.1 Jenis-jenis Sabun ........................................ 27
2.1.4.2 Sifat-sifat Sabun ......................................... 32
2.1.4.3 Kegunaan Sabun......................................... 34
2.1.5 Saponifikasi ............................................................ 35
2.1.5.1 Reaksi Saponifikasi .................................... 35
2.1.5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Reaksi
Saponifikasi ................................................ 36
2.1.5.3 Metode Pembuatan Sabun .......................... 37
2.1.5.4 Sifat Fisik dan Kimia Bahan Pembuat
Sabun ......................................................... 39
2.1.6 Syarat Mutu Sabun ................................................. 44
2.2 Kerangka Konseptual ......................................................... 46
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian .................................................................... 47
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................. 47
3.3 Populasi dan Sampel .......................................................... 48
vi
3.3.1 Populasi ..................................................................... 48
3.3.2 Sampel ...................................................................... 48
3.4 Variabel Penelitian ............................................................. 48
3.5 Data dan Sumber Data ....................................................... 49
3.5.1 Data Primer ............................................................... 49
3.5.2 Data Sekunder ........................................................... 49
3.5.2 Sumber Data .............................................................. 49
3.6 Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data ...................... 50
3.7 Prosedur Pembuatan Sabun Mandi .................................... 51
3.7.1 Alat dan Bahan Yang Digunakan .............................. 51
3.8 Prosedur Pengujian Sabun Mandi ...................................... 52
3.8.1 Pengujian pH ........................................................... 52
3.8.2 Pengujian Alkali Bebas ........................................... 53
3.8.3 Pengujian Berat Jenis .............................................. 54
3.8.4 Pengujian Angka Lempeng Total ........................... 55
3.9 Kerangka Metodologi ............................................................ 57
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Produk Pemanfaatan ................................................. 58
4.2 Hasil Pengujian .................................................................. 59
4.3 Perhitungan Nilai Ekonomi ................................................ 68
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ........................................................................ 73
5.2 Saran ................................................................................... 73
vii
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Komposisi VCO ............................................................................ 24
Tabel 2.2 Kandungan Nutrisi Blondo per 100 gr .......................................... 25
Tabel 2.3 Perbandingan Kandungan Karbohidrat, Lemak, Protein, dan Air
yang ada dalam Blondo, Santan Kental, Daging Kelapa per 100
gr.................................................................................................... 26
Tabel 4.1 Data Hasil Pengujian Mutu Sabun Mandi Cair ............................. 59
Tabel 4.2 Data Hasil Pengujian pH Sabun Mandi Cair ................................. 60
Tabel 4.3 Data Hasil Pengujian Alkali Bebas Sabun Mandi Cair ................. 62
Tabel 4.4 Data Hasil Pengujian Bj Sabun Mandi Cair .................................. 63
Tabel 4.5 Data Hasil Pengujian Organoleptik Parameter Bau ...................... 65
Tabel 4.6 Data Hasil Pengujian Organoleptik Parameter Bentuk ................. 66
Tabel 4.7 Data Hasil Pengujian Organoleptik Parameter Warna .................. 67
Tabel 4.8 Rincian Biaya Produksi VCO ....................................................... 68
Tabel 4.9 Rincian Biaya Produksi Sabun Mandi Cair................................... 70
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Tanaman Kelapa ........................................................................ 15
Gambar 2.2 Akar Kelapa ............................................................................... 17
Gambar 2.3 Batang Kelapa ............................................................................ 18
Gambar 2.4 Daun Kelapa .............................................................................. 18
Gambar 2.5 Buah Kelapa .............................................................................. 19
Gambar 2.6 Jenis Sabun ................................................................................ 27
Gambar 2.7 Sabun Cair ................................................................................. 28
Gambar 2.7 Sabun Lunak 28
Gambar 2.9 Sabun Batang 29
Gambar 2.10 Sabun sebagai Pembersih 29
Gambar 2.11 Struktur Molekul Reaksi Penyabunan 33
Gambar 2.12 Struktur Molekul Reaksi Penyabunan 34
Gambar 3.1 Bagan Kerangka Metodologi 57
Gambar 4.1 Produk Sabun Mandi Cair Hasil Pemanfaatan Blondo 59
Gambar 4.2 Grafik Pengaruh Penambahan Volume Blondo dengan Nilai
pH 61
Gambar 4.3 Grafik Pengaruh Penambahan Volume Blondo dengan Nilai
Alkali Bebas 62
Gambar 4.4 Grafik Pengaruh Penambahan Volume Blondo dengan Nilai
Bj 64
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia sebagai negara agraris memiliki kelimpahan komoditas sektor
pertanian terutama subsektor perkebunan yang menjadi andalan dalam kegiatan
perdagangan internasional. Salah satu komoditas unggulan subsektor perkebunan
Indonesia adalah kelapa. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kelapa
utama di dunia. Luas lahan tanaman kelapa Indonesia pada tahun 2016 mencapai
3.566.103 hektar yang terdiri dari sekitar dua juta hektar lahan menghasilkan.
Pada tahun 2016 Indonesia memilki produksi kelapa sebesar 2.890.735 ton dan
menjadi sumber penghasilan bagi 2,5 juta keluarga petani (BPS, 2016).
Dari data yang diperoleh Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2016
memiliki luas lahan tanaman kelapa mencapai 90.418 hektar dan mempunyai
produksi kelapa sebesar 83.808 ton (BPS, 2016). Kabupaten Padang Pariaman
sebagai salah satu sentra dari komoditas kelapa di Sumatera Barat memiliki
produktivitas kelapa sebesar 35.435 ton dengan luas area perkebunan sebesar
40.755 hektar, dimana terdapat 24.923 hektar Tanaman Menghasilkan (TM),
4.395 hektar Tanaman Belum Menghasilkan (TBM), dan 11.427 hektar Tanaman
Tidak Menghasilkan (TTM) (BPS Padang Pariaman, 2016).
Tanaman kelapa (Cocos nucifera L) memiliki potensi besar menjadi
produk olahan yang bermanfaat. Salah satu produk olahan dari tanaman kelapa
adalah Virgin Coconut Oil(VCO). VCO merupakan bentuk olahan daging buah
kelapa menjadi minyak, bisa dimanfaatkan sebagai obat dan dipercaya dapat
2
menyembuhkan berbagai penyakit. Keunggulan minyak ini terletak pada
tingginya asam lemak jenuhnya yaitu sekitar 90% yang menjadikan minyak ini
minyak tersehat (Setiaji, 2006).
Berbagai cara telah dilakukan guna memperoleh hasil olahan minyak
kelapa, mulai dari cara tradisional sampai dengan cara modern. Indonesia sebagai
salah satu penghasil kelapa, mempunyai kepentingan yang tinggi untuk
mendapatkan cara pembuatan minyak kelapa yang efektif, efisien dan hasilnya
dapat bersaing di pasaran. Semakin meningkatnya permintaan minyak kelapa
maka banyak industri yang melakukan pengolahan kelapa menjadi minyak kelapa.
Dengan meningkatnya perkembangan industri pengolahan kelapa maka semakin
banyaknya limbah yang dihasilkan dari kegiatan indusri tersebut.
Gapoktan Berkah Bersama adalah gabungan dari beberapa Kelompok Tani
yang ada di Jorong Pintu Gabang Nagari Koto Baru Kecamatan Padang Sago
Kabupaten Padang Pariaman. Gapoktan Berkah Bersama merupakan industri
rumahan yang melakukan pengolahan kelapa menjadi produk yang memiliki nilai
jual tinggi. Salah satu Kelompok Tani yang ada di Gapoktan Berkah Bersama
adalah Kelompok Tani Sepakat Maju. Kelompok Tani Sepakat Maju merupakan
kelompok tani yang melakukan pengolahan kelapa menjadi VCO. Kelompok Tani
Sepakat Maju mulai melakukan pengolahan kelapa menjadi VCO sejak tahun
2005 hingga sekarang. Produksi VCO oleh Kelompok Tani Sepakat Maju masih
tergantung pada permintaan konsumen, karena keterbatasan dalam pemasarannya.
Untuk pemasaran VCO terhambat karena izin BPOM yang masih dalam proses
pengurusan, namun saat ini VCO yang diproduksi oleh Kelompok Tani Sepakat
Maju telah memilki izin IRT. VCO ini dipasarkan melalui Persatuan Keluarga
3
Daerah Pariaman (PKDP) yang ada di berbagai daerah seperti: Jambi, Dumai,
Pekanbaru, Jakarta, Palembang, dan lain-lain. Kelompok Tani Sepakat Maju saat
ini memproduksi VCO sebanyak 100 liter/bulan, dan menghasilkan limbah blondo
setiap bulannya sebanyak 50 liter.
Limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan industri pengolahan kelapa
menjadi VCO adalah blondo. Blondo merupakan sisa pengolahan santan kelapa
menjadi VCO dengan metode pancingan. Blondo yang dihasilkan oleh industri
pengolahan kelapa yang masih mengandung minyak. Lama kelamaan apabila
tidak diolah limbah ini dapat mencemari lingkungan dan estetika lingkungan.
Limbah industri pengolahan kelapa ini masih dapat dimanfaatkan, salah satu
bentuk upaya dalam pemanfaatan limbah industri pengolahan kelapa agar dapat
bermanfaat dari berbagai macam aspek ialah dengan mengubahnya secara proses
kimia menjadi sabun. Hal ini dapat dilakukan karena limbah yang dihasilkan dari
industri pengolahan kelapa juga merupakan minyak nabati, turunan dari Virgin
Coconut Oil (VCO) dan mengandung trigliserida yang cukup untuk dikonversi
menjadi sabun melalui reaksi saponifikasi.
Sabun adalah surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan
membersihkan. Sabun sendiri tidak pernah secara aktual ditemukan, namun
berasal dari pengembangan campuran antara senyawa alkali dan lemak atau
minyak. Sabun merupakan hasil dari proses saponifikasi. Saponifikasi adalah
proses penyabunan yang mereaksikan suatu lemak atau gliserida dengan basa
(Fadillah, 2018). Oleh karena itu pada penelitian ini penulis akan mencoba
membuat bagaimana proses perencanaan pengelolaan limbah industri VCO yang
selama ini belum termanfaatkan secara maksimal untuk pembuatan sabun .
4
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul ”Pemanfaatan Limbah Industri VCO untuk
Pembuatan Sabun Mandi.”
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat di identifikasikan masalah
pada penelitian ini adalah limbah industri VCO belum termanfaatkan secara
optimal sehingga ketika dibuang dapat mencemari lingkungan.
1.3 Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka penulis membatasi masalah
yaitu pemanfaatan limbah industri vco untuk pembuatan sabun mandi dengan
proses saponifikasi menggunakan basa kuat KOH dengan perbandingan volume
limbah dan KOH 30% yaitu (1:5), (2:5), (3:5), (4:5), (5:5).
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah diatas maka rumusan masalah dalam
penelitian ini, adalah sebagai berikut:
1. Apakah limbah industri vco bisa dimanfaatkan untuk pembuatan sabun
mandi?
2. Berapakah komposisi yang tepat sehingga limbah industri vco dapat dijadikan
sabun mandi berdasarkan standar mutu SNI ?
3. Berapakah nilai ekonomi yang didapatkan apabila dilakukan produksi dalam
skala tertentu ?
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah:
5
1. Diketahui bahwa limbah industri vco bisa dijadikan untuk pembuatan sabun
mandi.
2. Diperoleh komposisi yang tepat untuk pembuatan sabun mandi berdasarkan
standar mutu SNI.
3. Diperoleh nilai ekonomi dari produksi dalam skala tertentu.
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini, adalah sebagai berikut:
a. Bagi Peneliti
Menambah wawasan dan memperluas wawasan mengenai pemanfaatan
limbah menjadi sesuatu yang berguna. Serta penyelesaian tugas akhir untuk
menyelesaikan program Strata I Teknik Lingkungan di STTIND Padang.
b. Bagi Instrument Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan teknologi
khususnya teknologi pemanfaatan limbah industri.
c. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi tentang perlakuan masyarakat
sekitar industri untuk memanfaatkan limbah sehingga menghasilkan nilai
ekonomi.
e. Bagi Industri
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada pihak industri untuk
mengolah limbah tersebut sehingga menambah produk baru.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Limbah
2.1.1.1 Pengertian dan Pengelompokan Limbah
Secara umum yang disebut limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari
suatu kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri,
pertambangan, dan sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas, cair atau
padat. Limbah adalah zat atau bahan buangan yang dihasilkan dari proses kegiatan
manusia (Ign Suharto, 2011:226). Limbah lebih dikenal sebagai sampah, yang
seringkali tidak dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis.
Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia senyawa organik
dan senyawa anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran
limbah padat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan
manusia sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah.
Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada
jenis dan karakteristik limbah (The Friendkerz, 2018). Limbah dapat berupa
tumpukan barang bekas, sisa suatu kegiatan dan kotoran hewan. Keseimbangan
lingkungan menjadi terganggu jika jumlah hasil buangan tersebut melebihi
ambang batas toleransi lingkungan. Apabila konsentrasi dan kuantitas melibihi
ambang batas, keberadaan limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan
7
terutama bagi kesehatan manusia sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap
limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah bergantung pada
jenis dan karakteristik limbah.
Adapun karakteristik limbah secara umum menurut Nusa Idaman Said,
2011 adalah sebagai berikut:
1. Berukuran mikro, maksudnya ukurannya terdiri atas partikel-partikel kecil
yang dapat kita lihat.
2. Penyebarannya berdampak banyak, maksudnya bukan hanya berdampak
pada lingkungan yang terkena limbah saja melainkan berdampak pada
sector-sektor kehidupan lainnya, seperti sektor ekonomi, sektor kesehatan
dll.
3. Berdampak jangka panjang (antargenerasi), maksudnya masalah limbah
tidak dapat diselesaikan dalam waktu singkat. Sehingga dampaknya akan
ada pada generasi yang akan datang.
Penggolongan Limbah:
a. Berdasarkan polimer penyusun mudah dan tidak terdegradasinya menurut
Nusa Idaman Said, 2011, limbah dibagi menjadi dua golongan besar:
1. Limbah yang dapat mengalami perubahan secara alami (degradable waste
= mudah terurai), yaitu limbah yang dapat mengalami dekomposisi oleh
bakteri dan jamur, seperti daun-daun, sisa makanan, kotoran, dan lain-lain.
8
2. Limbah yang tidak atau sangat lambat mengalami perubahan secara alami
(nondegradable waste = tidak mudah terurai), misanya plastik, kaca,
kaleng, dan sampah sejenisnya.
b. Berdasarkan Wujudnya menurut Ign Suharto, 2011, limbah dibedakan
menjadi tiga, yaitu:
1. Limbah padat, adalah limbah yang berwujud padat. Limbah padat bersifat
kering, tidak dapat berpindah kecuali ada yang memindahkannya. Limbah
padat ini misalnya, sisa makanan, sayuran, potongan kayu, sobekan kertas,
sampah, plastik, dan logam.
2. Limbah cair,adalah limbah yang berwujud cair. Limbah cair terlarut dalam
air, selalu berpindah, dan tidak pernah diam. Contoh limbah cair adalah air
bekas mencuci pakaian, air bekas pencelupan warna pakaian, dan
sebagainya.
3. Limbah gas, adalah limbah zat (zat buangan) yang berwujud gas. Limbah
gas dapat dilihat dalam bentuk asap. Limbah gas selalu bergerak sehingga
penyebarannya sangat luas. Contoh limbah gas adalah gas pembuangan
kendaraan bermotor. Pembuatan bahan bakar minyak juga menghasilkan
gas buangan yang berbahaya bagi lingkungan.
c. Berdasarkan Sumbernya menurut A. K. Haghi, 2011, jenis limbah dapat
dibedakan menjadi:
1. Limbah rumah tangga, limbah rumah tangga disebut juga limbah
domestik.
9
2. Limbah industri, limbah industri adalah limbah yang berasal dari industry
pabrik.
3. Limbah pertanian, limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan pertanian,
contohnya sisa daun-daunan, ranting, jerami, dan kayu.
4. Limbah konstruksi. Adapun limbah konstruksi didefinisikan sebagai
material yang sudah tidak digunakan yang dihasilkan dari proses
konstruksi, perbaikan atau perubahan.Material limbah konstruksi
dihasilkan dalam setiap proyek konstruksi, baik itu proyek pembangunan
maupun proyek pembongkaran (contruction and domolition). Limbah
yang berasal dari perobohan atau penghancuran bangunan digolongkan
dalam domolition waste, sedangkan limbah yang berasal dari
pembangunan perubahan bentuk (remodeling), perbaikan (baik itu rumah
atau bangunan komersial), digolongkan ke dalam construction waste.
5. Limbah radioaktif, limbah radioaktif berasal dari setiap pemanfaatan
tenaga nuklir, baik pemanfaatan untuk pembangkitan daya listrik
menggunakan reaktor nuklir, maupun pemanfaatan tenaga nuklir untuk
keperluan industri dan rumah sakit. Bahan atau peralatan terkena atau
menjadi radioaktif dapat disebabkan karena pengoperasian instalasi nuklir
atau instalasi yang memanfaatkan radiasi pengion.
d. Berdasarkan sifatnya menurut A. K. Haghi, 2011, limbah terdiri atas enam
jenis, yaitu:
10
1. Limbah mudah meledak, limbah mudah meledak adalah limbah yang
melalui proses kimia dapat menghasilkan gas dengan suhu tekanan tinggi
serta dapat merusak lingkungan.
2. Limbah mudah terbakar, bahan limbah yang mudah terbakar adalah limbah
yang mengandung bahan yang menghasilkan gesekan atau percikan api
jika berdekatan dengan api.
3. Limbah reaktif, limbah reaktif adalah limbah yang memiliki sifat mudah
bereaksi dengan oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil
dalam suhu tinggi dan dapat menyebabkan kebakaran.
4. Limbah beracun, limbah beracun atau limbah B3 adalah limbah yang
mengandung racun berbahaya bagi manusia dan lingkungan.Limbah ini
mengakibatkan kematian jika masuk ke dalam laut.
2.1.1.2 Kualitas Limbah sebagai Pencemar Lingkungan
Kualitas limbah menunjukkan spesifikasi limbah yang diukur dari
kandungan pencemarnya. Limbah yang dihasilkan dari proses kegiatan manusia
berbeda satu dengan yang lain, masing-masing memiliki karakteristik tersendiri
pula. Karakteristik ini diketahui berdasarkan parameternya. Apabila limbah masuk
kedalam lingkungan, ada beberapa kemungkinan yang ditimbulkan. Kemungkinan
pertama, lingkungan tidak mendapat pengaruh yang berarti; kedua, ada pengaruh
perubahan tapi tidak menyebabkan pencemaran; ketiga, memberi perubahan dan
menimbulkan pencemaran.
11
Limbah tidak memberi pengaruh terhadap lingkungan karena volume
limbah kecil dan parameter pencemar yang terdapat di dalamnya sedikit dengan
konsentrasi kecil. Karena itu andai kata masuk pun dalam lingkungan ternyata
lingkungan mampu menetralisasinya. Konsentrasi kandungan bahan yang terdapat
dalam limbah barangkali dapat diabaikan karena kecilnya. Ada berbagai
parameter pencemar yang menimbulkan perubahan kualitas lingkungan namun
tidak menimbulkan pencemaran, artinya: lingkungan itu memberikan toleransi
terhadap perubahan serta tidak menimbulkan dampak negatif.
Kualitas limbah sebagai pencemar lingkungan dipengaruhi berbagai faktor
yaitu volume limbah, kandungan bahan pencemar, frekuensi pembuangan limbah.
Penetapan standar kualitas limbah harus dihubungkan dengan kualitas lingkungan.
Adanya perubahan konsentrasi limbah menyebabkan terjadinya perubahan
keadaan lingkungan. Semakin lama lingkungan dituangi air limbah, semakin
tinggi pula konsentrasi bahan pencemar di dalamnya.
Menurut A. K. Haghi, 2011 kualitas limbah dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Faktor yang memengaruhi kualitas limbah adalah sebagai berikut:
1. Volume limbah, banyak sedikitnya limbah mempengaruhi kualitas limbah.
Jika limbah di lingkungan terdapat dalam jumlah banyak, limbah tersebut
berbahaya. Akan tetapi, jika jumlahnya sedikit maka limbah tidak akan
membahayakan.
2. Kandungan bahan pencemar, kualitas limbah dipengaruhi oleh kandungan
bahan pencemar. Limbah dikategorikan berbahaya jika mengandung
12
pencemar berbahaya contoh logam berat. Jika limbah tidak mengandung
bahan pencemar berbahaya, berarti limbah tersebut tidak membahayakan.
3. Frekuensi pembuangan limbah, pembuangan limbah dengan frekuensi
yang tinggi akan menimbulkan masalah. Jika pembuangan limbah
dilakukan dengan frekuensi yang rendah maka limbah tidak akan
membahayakan.
Ketika zat-zat pencemar yang masuk ke dalam lingkungan sudah terlalu
banyak sehingga mengakibatkan tidak ada lagi kemampuan lingkungan untuk
menetralisasinya. Atas dasar ini perlu ditetapkan batas konsentrasi air limbah yang
masuk ke dalam lingkungan.
Dengan membatasi konsentrasi dan intensitas pembuangan limbah, walau
dalam jangka waktu seberapa pun lingkungan tetap mampu mentolerirnya.
Toleransi ini menunjukkan kemampuan lingkungan untuk menetralisasi ataupun
mengeliminasi bahan pencemaran sehingga perubahan kualitas negatif dapat
dicegah. Dalam hal inilah perlunya batasan-batasan konsentrasi yang disebut
dengan baku mutu limbah.
Pada jangka waktu yang cukup jauh akan timbul kesulitan menetapkan
perubahan kualitas karena periode waktu yang demikian jauh. Dengan konsentrasi
limbah tertentu, tidak terjadi perubahan kualitas lingkungan. Artinya perubahan
kualitas lingkiungan tidak muncul dalam waktu relatif pendek bila hanya
berdasarkan baku mutu limbah. Perubahan hanya dapat dipantau pada masa-masa
13
20 atau 25 tahun yang akan datang. Dengan demikian maka standar kualitas
lingkungan perlu ditetapkan sebagai bagian dari penetapan kualitas limbah.
2.1.1.3 Proses Pengolahan Limbah
Faktor – faktor yang perlu diperhatikan sebelum mengolah limbah adalah
sebagai berikut :
1. Jumlah Limbah
Sedikit dapat dengan mudah kita tangani sendiri. Banyak dapat
membutuhkan penanganan khusus tempat dan sarana pembuangan.
2. Sifat fisik dan kimia limbah
Sifat fisik mempengaruhi pilihan tempat pembuangan, sarana
pengangkutandan pilihan pengolahannya. Sifat kimia dari limbah padat akan
merusak dan mencemari lingkungan dengan cara membentuk senyawa-senyawa
baru.
3. Kemungkinan pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Karena lingkungan ada yang peka atau tidak peka terhadap pencemaran,
maka perlu kita perhatikan tempat pembuangan akhir (TPA), unsur yang
akanterkena, dan tingkat pencemaran yang akan timbul.
4. Tujuan akhir dari pengolahan
Terdapat tujuan akhir dari pengolahan yaitu bersifat ekonomis dan
bersifatnon-ekonomis. Tujuan pengolahan yang bersifat ekonomis adalah dengan
meningkatkan efisiensi pabrik secara menyeluruh dan mengambil kembali bahan
yang masih berguna untuk di daur ulang atau di manfaat lain. Sedangkan tujuan
14
pengolahan yang bersifat non-ekonomis adalah untuk mencegah pencemaran dan
kerusakan lingkungan
2.1.2 Kelapa (Cocos nucifera L)
2.1.2.1 Tanaman Kelapa
Tanaman kelapa (Cocos nucifera L) merupakan salah satu tanaman industri
yang memegang peranan penting dalam perekonomian di Indonesia. Bila ditinjau
dari sudut areal penanaman kelapa, Indonesia merupakan negara yang menempati
kedudukan pertama (Child,1971). Keadaan iklim Indonesia sangat cocok untuk
pertumbuhan tanaman kelapa. Hal tersebut terbukti Indonesia memiliki populasi
tanaman kelapa terbesar di dunia. Tanaman kelapa tumbuh menempati tidak
kurang dari 3 juta hektar lebih di Indonesia atau 30% dari total kelapa dunia.
Pohon kelapa biasa disebut pohon nyiur. Tanaman kelapa biasanya tumbuh pada
daerah atau kawasan tepi pantai. Dalam klasifikasi tumbuhan, pohon kelapa
termasuk dalam genus: cocos dan spesies: nucifera.
Di Indonesia, tanaman kelapa telah dikenali sejak tahunan lalu. Karena
tanaman kelapa dapat tumbuh mulai di sepanjang pesisir pantai dan di dataran
tinggi dan di lereng-lereng gunung di daerah tropis. Ditinjau dari biologi pohon
kelapa termasuk jenis Palmae yang berumah satu (monokotil). Batang tanaman
tumbuh lurus ke atas dan tidak bercabang. Adakalanya pohon kelapa dapat
bercabang, namun keadaan ini merupakan keadaan yang abnormal. Misalnya,
kejadian abnormal terjadi akibat serangan hama tanaman. (Andrianto, 2014).
15
Gambar 2.1 Tanaman Kelapa
Dalam tata nama atau sistematika (taksonomi) tumbuh-tumbuhan, tanaman kelapa
(Cocos nucifera) dimasukkan ke dalam klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom : Plantae (Tumbuh-tumbuhan)
Divisio : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)
Sub-Divisio : Angiospermae (Berbiji tertutup)
Kelas : Monocotyledonae (Biji berkeping satu)
Ordo : Palmales
Familia : Palmae
Genus : Cocos
Spesies : Cocos nucifera L.
Penggolongan varietas kelapa pada umumnya didasarkan pada perbedaan
umur pohon mulai berbuah, bentuk dan ukuran buah, warna buah, serta sifat-sifat
khusus yang lain. Tanaman kelapa memiliki multifungsi yang dapat meningkatkan
kesejahteraan bagi rakyat Indonesia. Manfaat yang dapat kita peroleh dari pohon
kelapa sangat banyak, mulai dari batang, daun dan buahnya. Dengan demikian
membudidayakan tanaman kelapa secara ekonomis sangat menguntungkan.
16
Mengingat tanaman kelapa memiliki nilai ekonomis yang tinggi, maka
tanaman kelapa secara komersial diperkebunkan di Indonesia. Perkebunan
tanaman kelapa yang ada di Indonesia sebagian besar merupakan perkebunan
rakyat (96,6%) sisanya milik negara (0,7%) dan swasta (2,7%). Di lihat dari data
tersebut Indonesia sangat potensial sebagai penghasil produk berbahan dasar
kelapa, seperti produk kelapa, sabut, tempurung dan sebagainya. Tetapi
kenyataannya dari potensi produksi sebesar 15 milyar butir kelapa per tahun,
kelapa yang dimanfaatkan baru sekitar 7,5 milyar butir pertahu atau sekitar 50%
dari potensi produksi. Masih banyak potensi kelapa yang belum dimanfaatkan
karena berbagai kendala terutama teknologi, permodalan, dan daya serap pasar
yang belum merata (Andrianto, 2014).
2.1.2.2 Kelapa sebagai Pohon Kehidupan
Kelapa merupakan tree of life (pohon kehidupan) karena hampir semua
bagian tanaman tersebut bermanfaat bagi kehidupan manusia. Adapun bagian dari
tanaman kelapa yang bisa dimanfaatkan adalah sebagai berikut:
1. Akar
Akar kelapa sangat berguna bagi lingkungan hidup kita. Pohon kelapa
mempunya akar yang menyurupai rambut dan memiliki sistem akar berserat. Akar
pohon kelapa mempunyai sifat piretik yang berfungsi menurunkan gejala panas
dan demam tubuh. Akar pohon kelapa juga dapat dimanfaatkan sebagai pewarna,
bahan dasar pembuatan sikat gigi, dan bahan dasar untuk alat pencuci mulut.
Rebusan akar kelapa juga dapat membantu mengobati berbagai macam gangguan
17
pencernaan seperti diare, disentri, dan juga dapat mengobati gatal -gatal. Akar
pohon kelapa juga bermanfaat untuk kerajinan tangan seperti pembuatan gelang
kalung dan lain sebagainya.
Gambar 2.2 Akar Kelapa
2. Batang
Kayu atau batang pohon kelapa sangatlah berguna, selain harga yang
relatif murah dengan kualitas menengah, kayu ini banyak dipakai sebagai
alternatif bahan bangunan, furniture, interior dan eksterior, juga digunakan
sebagai bahan dasar pembuatan kertas. Batang kelapa memiliki tiga macam
kepadatan yang terbagi dalam kepadatan keras yang cocok untuk struktural umum
seperti pilar, gulungan, arung jeram, kusen pintu dan jendela. Kemudian
kepadatan menengah yang dapat digunakan untuk dinding, langit-langit, balok,
dan kancing horizontal. Bagian ketiga dengan kepadatan rendah digunakan dalam
aplikasi bantalan non-beban seperti panel kayu, lis internal dan langit-langit, serta
peralatan rumah tangga.
18
Gambar 2.3 Batang Kelapa
3. Daun
Sama halnya seperti Akar dan Batang, daun juga memiliki kegunaan yang
sangat signifikan seperti masyarakat Bali pada umumnya daun kelapa digunakan
dalam berbagai upacara keagamaan dan juga sebagai hiasan pada acara-acara
pernikahan. Daun kelapa yang masih muda atau biasa disebut janur dapat
dimanfaatkan untuk berbagai macam hal seperti bahan anyaman, dekorasi sebuah
acara adat, pembungkus makanan dan lain sebagainya. Daun kelapa yang sudah
tua digunakan sebagai bahan anyaman atap maupun dinding bangunan. Batang
daun atau lidi dimanfaatkan sebagai bahan alat kebersihan seperti sapu lidi.
Gambar 2.4 Daun Kelapa
4. Buah Kelapa
Buah kelapa yang paling banyak mempunyai manfaat selain isinya dapat
dimakan, dibuatkan santan, dijadiadikan sebagai minyak goreng dan ampas dari
19
isinya dapat dijadikan Patarana. Serabut kepala juga tidak kalah pentingnya
dengan bagian buah kelapa lainnya yang kebanyakan orang tidak tahu bahwa
serabut ini bisa diolah dan dijadikan barang komersil seperti keset kaki bahkan
jika diolah lebih lanjut bisa digunakan sebagai isi jok atau isi kasur. Untuk bagian
tempurung atau batok ini yang paling bernilai seni seperti wadah minuman
sebagai pengganti gayung, centong kuah dan juga berbagai macam aksesoris
menarik lainnya.
Gambar 2.5 Buah Kelapa
5. Bunga Kelapa
Untuk bunga kelapa mulai mekar ketika berumur sekitar 4 sampai 6 tahun,
bunga-bunga kelapa ini berwarna kuning dan beraroma manis. Bagian bunga ini
tersusun majemuk yang pada rangkaiannya dilindungi oleh Bractea. Bunga kelapa
dimanfaatkan sebagai hasil fermentasi dari getah bunga kelapa yang digunakan
sebagai bahan pembuatan alkohol dan cuka. Sebagai bahan obat-obatan
tradisional dan juga sebagai bahan kerajinan seperti topi, tas dan sandal tali.
2.1.2.3 Pengembangan Produk dari Kelapa
Adapun pengembangan produk dari kelapa adalah sebagai berikut:
20
1. Daging Buah
Hasil dari pengolahan daging dari buah kelapa minyak kelapa, ampas dan
blondo yang didapatkan dari proses pembuatan minyak kelapa. Kualitas minyak
yang dihasilkan berupa minyak yang putih, jernih yang banyak dipaarkan sebagai
VCO. Produk samping yang dihasilkan dari pengolahan minyak kelapa yaitu
ampas dan blondo. Ampas biasanya digunakan sebagai pakan ternak sedangkan
blondo di beberapa daerah digunakan sebagai bahan campuran makanan.
2. Tempurung Kelapa
Tempurung kelapa merupakan bagian pelindung pada inti buah kelapa, yang
terletak didalam buah kelapa setelah sabut. Biasanya tempurung kelapa di lakukan
pengolahan dengan proses pirolisis dan destilasi, dimana nantinya dari proses
pirolisis dan destilasi tempurung kelapa menghasilkan asap cair. Adapun arang
yang tersisa masih bisa juga dimanfaatkan sebagai arang aktif dengan beberapa
perlakuan.
3. Sabut Kelapa
Sabut kelapa biasanya dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan keset.
Namun pengembangan pemanfaatan sabut kelapa terus meningkat dengan
melakukan banyak cara sehingga bisa menghasilkan produk yang memiliki nilai
ekonomi tinggi, seperti: benang serabut, kerajinan tangan dan lain-lain.
4. Air Kelapa
Air kelapa memiliki kandungan unsur yang tinggi selain unsur makro,
namun juga mengandung unsur mikro. Unsur makro yang terkandung dalam air
21
kelapa adalah karbon dan nitrogen. Air kelapa biasanya di olah menjadi produk
makanan yaitu nata de coco.
2.1.2.4 Bagan Alir Pemanfaatan Limbah Industri VCO
Adapun bagan alir pemanfaatan limbah industri VCO untuk pembuatan
sabun bisa dilihat dari bagan dibawah ini:
2.1.2.5 Minyak Kelapa Murni (VCO)
Menurut Setiadji (2004), minyak kelapa yang dianggap racun malah
menjadi obat antivirus termasuk virus HIV. Minyak tersebut mengandung 48%
asam laurat, yaitu asam lemak jenuh dengan rantai karbon sedang (MCFA,
Medium Chain Fatty Acids) yang mudah diserap oleh tubuh, sehingga dapat
KELAPA
Batang kelapa Buah Kelapa Lidi
1. Furniture
2. Bahan
Bangunan
Kerajinan Daging Tempurung Sabut Air
1. Nata
decoco
2. Minuman
1. Karbon
aktif
2. Asap Cair
Matras Kopra Daging Parut
Bungkil Kopra Minyak VCO Blondo
Sabun Gliserin Pakan ternak Minyak goreng Kosmetik
22
langsung masuk dalam metabolisme menghasilkan energi, dan tidak menyebabkan
timbunan jaringan lemak. Selain itu di dalam tubuh asam laurat akan diubah
menjadi monolaurat yang bersifat antimikrobia.
Pembuatan minyak kelapa secara tradisional yang biasa dilakukan adalah
dengan cara merebus santan terus menerus hingga didapatkan minyak kelapa.
Minyak yang dihasilkan bermutu kurang baik, jika di uji mutunya akan
mempunyai angka peroksida dan asam lemak bebas yang tinggi, dan juga warna
minyak kuning kecoklatan sehingga minyak akan cepat menjadi tengik dalam dua
bulan. Dengan mengubah metode pembuatan minyak kelapa, minyak kelapa yang
biasa dibuat melalui proses pemanasan diubah menjadi pembuatan minyak kelapa
tanpa melalui pemanasan.
Pembuatan minyak kelapa yang dilakukan Setiadji (2004) adalah dengan
memancing minyak dalam santan dengan minyak kelapa. Teknologi ini
memanfaatkan reaksi kimia sederhana, dimana santan adalah campuran air dan
minyak. Kedua senyawa ini bisa bersatu karena adanya molekul protein yang
mengelilingi molekul-molekul minyak. Dengan teknik pemancingan, molekul
minyak dalam santan ditarik oleh minyak umpan sampai akhirnya bersatu.
Tarikan itu membuat minyak terlepas dari air dan protein. Minyak yang dihasilkan
adalah minyak kelapa dengan kualitas tinggu yang disebut Virgin Coconut Oil
(VCO).
VCO merupakan minyak kelapa murni yang terbuat dari daging kelapa
segar yang diolah dalam suhu rendah atau tanpa melalui pemanasan. Kandungan
23
yang penting dalam minyak tetap dapat dipertahankan, dan minyak mempunyai
warna lebih jernih dan dapat tahan selama dua tahun tanpa menjadi tengik
(Anonimous, 2005).
Salah satu cara untuk meningkatkan rendemen minyak yang terekstrak dari
krim santan dapat dilakukan dengan menambahkan suatu enzim yang dapat
memecah protein yang berperan sebagai pengemulsi pada santan. Pemecahan
emulsi santan dapat terjadi dengan adanya enzim proteolitik. Enzim papain
merupakan salah satu enzim proteolitik. Enzim ini dapat mengkatalisis reaksi
pemecahan protein dengan menghidrolisa ikatan peptidanya menjadi senyawa-
senyawa yang lebih sederhana (Muhidin, 2001).
Dibandingkan dengan minyak nabati lainnya misalnya seperti minyak sawit,
minyak kedelai, minyak jagung dan minyak bunga matahari, VCO memiliki
beberapa keunggulan yaitu kandungan asam laurat tinggi, komposisi asam lemak
rantai mediumnya tinggi dan berat molekulnya rendah. Asam laurat merupakan
asam lemak jenuh rantai sedang atau dalam istilah kesehatan lebih dikenal dengan
medium chain fatty acid (MCFA).
Beberapa asam lemak rantai sedang yang terkandung didalam VCO yaitu
asam kaprilat (C8) sebanyak 5.0-10.0%, asam caprat (C10) sebanyak 4.5-8.0%
dan asam laurat (C12) sebanyak 43-53%. Asam laurat misalnya, didalam tubuh
akan diubah menjadi monolaurin yaitu sebuah senyawa monogliseride yang
bersifat antivirus, antibakteri, antiprotozoa (Proyugo, 2006).
24
Selain asam laurat, VCO juga mengandung capric acid yang berantai
sedang. Asam inipun bermanfaat bagi kesehatan manusia yang didalam tubuh
akan diubah menjadi monocaprin. Monocaprin sangat bermanfaat mengatasi
berbagai penyakit.
Adapun komposisi dan kandungan dari minyak kelapa murni (VCO) adalah
sebagai berikut:
Tabel 2.1
Komposisi VCO
Asam Lemak Rumus Kimia Jumlah (%)
1. Asam lemak jenuh
Asam kaproat
Asam kaprilat
Asam kaprat
Asam laurat
Asam miristat
Asam palmitat
Asam stearat
(C5H11COOH)
(C7H15COOH)
(C9 H19COOH)
(C11H23COOH)
(C13H27COOH)
(C15H31COOH)
(C17H35COOH)
0,4 – 0,6
5,0 – 10,0
4,5 – 8,0
43,0 – 53,0
16,0 – 21,0
7,5 – 10,0
2,0 – 4,0
2. Asam lemak tak jenuh
Asam oleat
Asam linoleat
CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7COOH
CH2(CH2)4CH=CHCH2CH=CH(CH2)7
5,0 – 10,0
1,0 – 2,5
Sumber : www.google.com
2.1.3 Limbah Virgin Coconut Oil (Blondo)
Blondo adalah salah satu limbah yang dihasilkandari proses pembuatan
VCO selain sabut, tempurung, kulit ari, ampas dan air. Blondo pada proses
pembuatan minyak goreng dimanfaatkan, misalnya dicampurkan dalam sambal
yang sering disebut sambal kethak, dodol kethak atau campuran bumbu gudeg
25
jogja, (Marwah, 2005). Tetapi dalam keadaan mentah sampai saat ini belum ada
yang melakukan pengolahan. Karakteristik yang dimiliki blondo adalah berwarna
putih dengan protein yang berbentuk cream atau sering disebut inti santan yang
berbentuk cairan memiliki ciri dalam waktu empat hari akan mengeluarkan bau
yang tidak sedap dan sangat menyengat. Kandungan nutrisi blondo berdasarkan
uji proksimat yang telah dilakukan di Laboratorium Terpadu Fakultas Kesehatan
Masyarakat dapat diketahui sebagai berikut :
Tabel 2.2
Kandungan Nutrisi Blondo per 100 gr
Unsur Gizi Blondo (%)
Kalori 243.6792
Karbohidrat 13,9793
Lemak 17,17
Protein 8,308
Calsium 0,11
Phospor 0,19
Fe 0,054
Abu 0,6537
Zn 0,223
Yodium 2,4
Kalium 3,11
Vitamin A 0,002
Natrium 3,2
Air 49,80
Sumber : Haerani, 2010
Berdasarkan Tabel di atas diketahui Blondo masih memiliki kandungan
nutrisi yang cukup tinggidan untuk lebih jelas tingginya.
26
Tabel 2.3
Perbandingan Kandungan Karbohidrat, Lemak, Protein dan Air yang ada
dalam Blondo, Santan Kental, Daging Kelapa per 100 gr
Unsur Gizi Blondo Santan Murni Daging Kelapa Tua
Kalori 214.9629 316.40 359
Karbohidrat 13.9793 2.8 14
Lemak 17.17 35 34,7
Protein 8.308 70 3.4
Air 49,80 80 50
Sumber : Haerani, 2010
Dari tabel diatas diketahui kandungan nutrisi blondo masih cukup tinggi
dengan karakteristik yang dimiliki oleh blondo adalah berwarna putih yang
berbentuk cairan memiliki ciri dalam waktu empat hari akan mengeluarkan bau
yang tak sedap dan sangat menyengat. Hal inilah menyebabkan industri yang
memproduksi VCO harus membuat dan mencari tempat khusus yang jauh dari
pemukiman penduduk untuk membuang blondo sehingga tidak mencemari
lingkungan. Blondo yang selama ini dianggap limbah tanpa guna temyata masih
menggandung minyak yang cukup tinggi sehingga memungkinkan untuk diolah
menjadi produk sabun mandi yang bisa menambah produk sampingan bagi
industri pengolahan kalapa.
2.1.4 Sabun
Sabun mandi adalah senyawa natrium atau kalium dengan asam lemak dari
minyak nabati dan atau lemak hewani berbentuk padat, lunak atau cair, berbusa
digunakan sebagai pembersih, dengan menambahkan zat pewangi, dan bahan
lainnya yang tidak membahayakan kesehatan (SNI06-3532-1994). Sabun
27
diproduksi dan diklasifikasikan menjadi beberapa grade mutu. Sabun dengan
grade mutu A diproduksi oleh bahan baku minyak atau lemak yang terbaik dan
mengandung sedikit atau tidak mengandung alkali bebas. Sabun dengan grade B
diperoleh dari bahan baku minyak atau lemak dengan kualitas yang lebih rendah
dan mengandung sedikit alkali, namun kandungan alkali tersebut tidak
menyebabkan iritasi pada kulit. Sedangkan sabun dengan kualitas C mengandung
alkali bebas yang relatif tinggi berasal dari bahan baku lemak atau minyak yang
berwarna gelap. (Kamikaze, 2002). Jenis sabun yang dikenal yaitu sabun padat
(batangan) dan sabun cair seperti pada gambar 1 berikut:
Gambar 2.6 Jenis Sabun
2.1.4.1 Jenis-jenis Sabun
Prawira (2008) menyatakan bahwa pada perkembangan selanjutnya bentuk
sabun dikelompokkan menjadi bermacam – macam seperti:
1. Sabun Cair
a. Dibuat dari minyak kelapa
b. Alkali yang digunakan adalah KOH
c. Bentuk cair dan tidak mengental pada suhu kamar
Sabun cair dapa ditunjukkan pada gambar 2 berikut :
28
Gambar 2.7 Sabun Cair
2. Sabun lunak
a. Dibuat dari minyak kelapa, minyak kelapa sawit atau minyaktumbuhan
yang tidak jernih
b. Alkali yang dipakai KOH
c. Bentuk pasta dan mudah larut dalam air
Sabun lunak dapat ditunjukkan pada gambar 3 berikut :
Gambar 2.8 Sabun Lunak
3. Sabun Keras
a. Dibuat dari lemak netral yang padat atau dari minyak yang dikeraskan
dengan proses hidrogenasi
b. Alkali yang dipakai NaOH
c. Sukar larut dalam air
Sabun keras dapat ditunjukkan pada gambar 4 berikut :
29
Gambar 2.9 Sabun Batang
Kotoran yang menempel pada kulit tidak dapat dibersihkan jika hanya
menggunakan air, melainkan perlu suatu bahan yang dapat mengangkat kotoran
yang menempel tersebut. Karena sabun merupakan surfaktan, maka sabun dapat
menurunkan tegangan muka dan tegangan antarmuka, serta mempunyai sifat
menyabunkan, dispersibilitas, emulsifikasi, dan membersihkan.
Mekanisme pembersihan oleh sabun yaitu: saat kontak dengan air, sabun
berpenetrasi diantara kulit dan kotoran untuk menurunkan gaya adhesi dan
membuatnya lebih mudah dihilangkan. Kotoran tersebut selanjutnya dapat
dihilangkan secara fisikdan kemudian terdispersi dalam larutan sabun sebagai
hasil emulsifikasi oleh molekul sabun. Beberapa kotoran dapat dihilangkan
dengan cara tersolubilisasi dalam misel yang terbentuk oleh sabun (Mitsui dalam
Anggraeni, 2014). Berikutini gambar 10 merupakan gambar mekanisme
pembersihan oleh sabun.
Gambar 2.10 Sabun sebagai pembersih
30
Molekul sabun tersusun dari gugus hidrofobik dan hidrofilik. Ketika
menggunakan sabun untuk membersihkan kotoran (lemak), gugus hidrofobik
sabun akan menempel pada kotoran dan gugus hidrofilik menempel pada air.
Pengikatan molekul-molekul sabun tersebut dapat menyebabkan tegangan
permukaan air berkurang, sehingga kotoran dapat terbuang saat pembilasan.
Menurut Saepul Rohman (2009) terdapat beberpa jenis minyak atau lemak
yang biasa dipakai dalam proses pembuatan sabun diantaranya :
1. Tallow. Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh
industri pembuatan daging sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow
ditentukan dari warna, titer (temperatur solidifikasi dan asam lemak),
kandungan FFA, bilangan saponifikasi, dan bilangan iodin. Tallow dengan
kualitas baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan
tallow dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci.
Oleat dan stearat adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam
tallow. Jumlah FFA dari tallow berkisar antara 0,75-7,0 %, titer pada
tallow umumnya diatas 40oC dikenal dengan nama grease.
2. Lard. Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam
lemak tak jenuh seperti oleat (60 ~ 65%) dan asam lemak jenuh seperti
stearat (35 ~ 40%). Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus
dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk mengurangi ketidak
jenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih danmudah
berbusa.
31
3. Palm Oil (minyak kelapa sawit). Minyak kelapa sawit umumnya
digunakan sebagai pengganti tallow. Minyak kelapa sawit dapat diperoleh
dari pemasakan buah kelapa sawit. Minyak kelapa sawit berwarna jingga
kemerahan karena adanya kandungan zat warna karotenoid sehingga jika
akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan
terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak kelapa sawit akan
bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan sebagai
bahan baku pembuatan sabun, minyakkelapa sawit harus dicampur dengan
bahan lainnya.
4. Coconut Oil (minyak kelapa). Minyak kelapa merupakan minyak nabati
yang sering digunakan dalam industri pembuatan sabun. Minyak kelapa
berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi daging buah yang
dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak
jenuh yang tinggi, terutama asam laurat, sehingga minyak kelapa tahan
terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga
memiliki kandungan asam lemak kaproat, kaprilat, dan kaprat.
5. Palm Kernel Oil (minyak inti kelapa sawit). Minyak inti kelapa sawit
diperoleh dari biji kelapa sawit. Minyak inti sawit memiliki kandungan
asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat digunakan
sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki kandungan
asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih
rendah dari pada minyak kelapa.
32
6. Palm Oil Stearine (minyak sawit stearin). Minyak sawit stearin adalah
minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-asam lemak dari minyak sawit
dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam lemak terbesar
dalam minyak ini adalah stearin.
7. Marine Oil. Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut.
Marine oil memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi,
sehingga harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan
sebagai bahan baku.
8. Castor Oil (minyak jarak). Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan
digunakan untuk membuat sabun transparan.
9. Olive oil (minyak zaitun). Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah
zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi memiliki warna kekuningan.
Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang keras tapi
lembut bagi kulit.
10. Campuran minyak dan lemak. Industri pembuat sabun umumnya
membuat sabun yang berasal dari campuran minyak dan lemak yang
berbeda karena memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak memiliki
kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat sabun
mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan dan palmitat yang tinggi
dari lemak akan memperkeras struktur sabun.
2.1.4.2 Sifat-sifat Sabun
Sifat-sifat yang dimiliki oleh sabun (Harnawi, 2004) adalah:
33
1. Sabun bersifat basa. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suhu
tinggi sehingga akan dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun
dalam air bersifat basa.
2. Sabun menghasilkan buih atau busa. Jika larutan sabun dalam air diaduk
maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak akan terjadi pada air
sadah (air yang mengandung garam). Dalam hal ini sabun dapat
menghasilkan buih setelah garam Mg atau Ca dalam air mengendap.
3. Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia
koloid. Sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci
kotoran yang bersifat polar maupun non polar. Sabun mempunyai gugus
polar dan non polar. Saat dipakai mencuci sabun berperan sebagai
emulsifier sehingga sabun dikatakan dapat membersihkan lemak dan
kotoran. Molekul sabun mempunyai rantai hidrogen CH3(CH2)16 yang
bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) dan larut
dalam zat organik. Sedangkan COONa+ sebagai kepala yang bersifat
hidrofilik (suka air) dan larut dalam air. Struktur molekul sabun dapat
dilihat pada Gambar 2.7
Gambar 2.11 Struktur molekul sabun
34
Manfaat sabun adalah sebagai pembersih saat mencuci atau saat mandi.
Kotoran yang menempel pada kulit umumnya adalah minyak, lemak dan keringat.
Zat-zat ini tidak dapat larut dalam air karena sifatnya yang non polar. Sabun
digunakan untuk melarutkan kotoran-kotoran pada kulit tersebut. Sabun memiliki
gugus non polar yaitu gugus (–R) yang akan mengikat kotoran, dan gugus (–
COONa) yang akan mengikat air karena sama-sama gugus polar. Kotoran dapat
lepas karena terikat pada sabun dan sabun terikat pada air (Cavith, 2001). Reaksi
penyabunan (safonifikasi) dapat dilihat pada Gambar 2.12
Lemak Basa Sabun Gliserol
Gambar 2.12 Struktur Molekul Reaksi Penyabunan
(Sudarmadji dkk., 1997)
2.1.4.3 Kegunaan Sabun
Sabun berkemampuan untuk mengemulsi kotoran berminyak sehingga dapat
dibuang dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan oleh dua sifat sabun:
1. Rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun bersifat nonpolar sehingga
larut dalam zat non polar, seperti tetesan-tetesan minyak.
2. Ujung anion molekul sabun, yang tertarik dari air, ditolak oleh ujung
anion molekul-molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak lain.
Karena tolak menolak antara tetes sabun-minyak, maka minyak itu tidak
dapat saling bergabung tetapi tersuspensi. (Ralph J. Fessenden, 1992).
35
2.1.5 Saponifikasi
2.1.5.1 Reaksi Saponifikasi
Kata saponifikasi atau saponify berarti membuat sabun dalam bahasa latin
sapon yang berarti ssabundan fy adalah akhiran yang berarti membuat.
Saponifikasi adalah proses penyabunan yang mereaksikan lemak atau gliserida
dengan basa. Sabun dibuat dari proses saponifikasi lemak hewan (tallow) dan dari
minyak. Gugus pendek jarang digunakan karena menghasilkan sedikit busa.
Reaksi saponifikasi induk lemak disebut fatty acids yang terdiri dari rantai
hidrokarbon panjang (C-12 sampai C18) yang berikatan membentuk gugus
karboksil. Asam lemak rantai tidak lain adalah hidrolisis basa suatu ester dengan
alkali (NaOH, KOH). Reaksi penyabunan sebagai berikut :
C3H5(OOCR)3 + 3KOH ---> C3H5(OH)3 + 3KOOCR
Reaksi pembuatan sabun atau saponifikasi menghasilkan sabun sebagai
produk utama dan gliserin sebagai produk samping.Gliserin sebagai produk
samping juga memiliki nilai jual.Sabun merupakan garam yang terbentuk dari
asam lemak dan alkali. Sabun dengan berat molekul rendah akan lebih mudah
larut dan memiliki struktur sabun yang lebih keras. Sabun memiliki kelarutan
yang tinggi dalam air, tetapi sabun tidak larut menjadi partikel yang lebih kecil,
melainkan larut dalam bentuk ion.
Sabun pada umumnya dikenal dalam dua wujud, sabun cair dan sabun
padat.Perbedaan utama dari kedua wujud sabun ini adalah alkali yang digunakan
dalam reaksi pembuatan sabun.Sabun padat menggunakan natrium hidroksida atau
36
soda kaustik (NaOH), sedangkan sabun cair menggunakan kalium hidroksida
(KOH) sebagai alkali.Selain itu, jenis minyak yang digunakan juga mempengaruhi
wujud sabun yang dihasilkan. Minyak kelapa akan menghasilkan sabun yang
lebih keras daripada minyak kedelai, minyak kacang, dan minyak biji katun.
2.1.5.2 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Reaksi Saponifikasi
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses safonifikasi adalah
sebagai berikut:
1. Konsentrasi larutan KOH atau NaOH
Konsentrasi basa yang digunakan dihitung berdasarkan stoikiometri
reaksinya, dimana penambahan basa harus sedikit berlebih dari minyak agar
tersabunnya sempurna. Jika basa yang digunakan terlalu pekat akan menyebabkan
terpecahnya emulsi pada larutan sehingga fasenya tidak homogen, sedangkan jika
basanya terlalu encer, maka reaksi akan membutuhkan waktu yang lama.
2. Suhu
Dengan adanya kenaikan suhu akan mempercepat reaksi, yang artinya
menaikkan hasil dalam waktu yang lebih cepat. Tetapi jika kenaikan suhu telah
melibihi suhu optimumnya maka akan menyebabkan pengurangan hasil karena
harga konstanta keseimbangan reaksi K akan turun yangberarti reaksi bergeser ke
arah pereaksi aau dengan kata lain hasilnya akan menurun. Turunnya harga
konstanta keseimbangan reaksi oleh naiknya suhu merupakan akibat dari reaksi
oleh naiknya suhu merupakan akibatdari reaksi penyabuanan yang bersifat
eksotermis.
37
3. Pengadukan
Pengadukan dilakukan untuk memperbesar probabilitas tumbukan molekul-
molekul reaktan yang bereaksi. Jika tumbukan antar molekul reaktan semakin
besar, maka kemungkinan terjadinya reaksi semakin besar pula. Hal ini sesuai
dengan persamaan Arhenius dimana konstanta kecepatan reaksi K akan semakin
besar dengan semakin sering terjadinya tumbukan yang disimbolkan dengan
konstanta A.
4. Waktu
Semakin lama waktu reaksi menyebabkan semakin banyak pula minyak
yang dapat tersabunkan, berarti hasil yang didapat juga semakin tinggi, tetapi jika
reaksi telah mencapai kondisi setimabangnya, penambahan waktu tidak akan
meningkatakan jumlah minyak yang tersabunkan (Perdana & Hakim, 2008).
2.1.5.3 Metode Pembuatan Sabun
Adapun metode pembuatan sabun yang sering digunakan adalah sebagai
berikut:
1. Proses pendidihan penuh
Proses pendidihan penuh pada dasarnya sama dengan proses batch yaitu
minyak atau lemak dipanaskan di dalam ketel dengan menambahkan NaOH yang
telah dipanaskan, selanjutnya campuran tersebut dipanaskan sampai terbentuk
pasta kira kira setelah 4 jam pemanasan. Setelah terbentuk pasta ditambahkan
NaCL (10-12%) untuk mengendapkan sabun. Endapan sabun dipisahkan dengan
38
menggunakan air panas dan terbentuklah produk utama sabun dan produk
samping gliserin.
2. Proses semi pendidihan
Pada proses semi pendidihan, semua bahan yaitu minyak atau lemak dan
alkali langsung dicampur kemudian dipanaskan secara bersamaan terjadilah reaksi
saponifikasi. Setelah reaksi sempurna ditambah sodium silikat dan sabun yang
dihasilkan berwarna gelap.
3. Proses Dingin
Pada proses dingin semua bahan yaitu minyak, alkali, dan alkohol dibiarkan
didalam suatu tempat atau bejana tanpa dipanaskan (temperatur kamar 25OC ).
Reaksi antara NaOH pada uap air H2O merupakan reaksi eksoterm sehingga dapat
mengahasilkan panas. Panas tersebut kemudian digunakan untuk mereaksikan
minyak atau lemak dan NaOH alkohol proses ini memerlukan waktu untuk reaksi
sempurna selama 24 jam dan dihasilkan sabun berkualitas tinggi.
Adapun syarat syarat terjadinya proses dingin adalah sebagai berikut :
1. Minyak atau lemak yang digunakan harus murni.
2. Konsentrasi NaOH harus terukur dengan teliti
3. Temperatur harus tekontrol dengan baik.
4. Reaksi kimia proses netralisasi asam lemak adalah sebagai berikut :
39
Sabun yang dihasilkan tidak bersifat netral sehingga tidak dapat
menghasilkan busa yang banyak. Oleh karena itu, perlu dilakukan penetralan
dengan menambahkan Na2CO3. Reaksi penyabunan mula-mula berjalan lambat
karena minyak dan larutan alkali merupakan larutan yang tidak saling larut
(immiscible). Setelah terbentuk sabun maka kecepatan reaksi akan meningkat,
sehingga reaksi penyabunan bersifat sebagai reaksi autokatalitik, yaitu pada
akhirnya kecepatan reaksi akan kembali menurun karena jumlah minyak yang
sudah berkurang (Alexander etal, 1964 ). Reaksi penyabunan merupakan reaksi
eksotermis sehingga harus diperhatikan pada saat penambahan minyak dan alkali
agar tidak terjadi panas yang berlebihan. Pada proses penyabunan, penambahan
larutan alkali (KOH atau NaOH) dilakukan sedikit demi sedikit sambil diaduk dan
dipanasi (apabila untuk menghasilkan sabun cair) (Perdana & Hakim, 2008).
2.1.5.4 Sifat Fisik dan Kimia Bahan Pembuat Sabun
1. Minyak Kelapa
Lemak yang dipakai dalam pembuatan sabun adalah lemak yang memiliki
rantai karbon berjumlah 12-20 (C12-C20). Lemak dengan rantai karon kurang dari
12 tidak memiliki efek sabun (soapy effect) dan dapat menimbulkan iritasi pada
kulit, dan lemak dengan rantai karon lebih dari 20 memiliki kelarutan yang sangat
rendah. Minyak kelapa adalah contoh lemak nabati yang banyak diketahui
masyarakat. Minyak kelapa mengandung asam laurat. Rumus bangun minyak
kelapa adalah C12H24O2 (Corredoira dan Pandolfi, 1996). Minyak kelapa diperoleh
melalui ekstraksi kopra atau daging buah kelapa segar daging buah kelapa segar
40
mengandung 30-35% minyak dan jika dikeringkan (dijadikan kopra), kadar
minyaknya akan meningkat hingga 63-65% (Woodroof, 1979).
Minyak kelapa memiliki sifat mudah tersaponifikasi (tersabunkan) dan
cenderung menjadi tengik (rancid). Asam lemak yang paling dominan dalam
minyak kelapa adalah asam laurat. Asam-asam lemak yang lain adalah kaproat,
kaprilat, dan kaprat. Semua asam lemak tersebut dapat larut dalam air dan bersifat
mudah menguap jika didistilasi dengan menggunakan air atau uap panas. Didalam
pembuatan sabun sereh minyak kelapa berfungsi untuk bahan pembuatan stok
sabun, busa, kekerasan sabun, dan melembabkan saat dipakai (Shrivastava, 1982).
Minyak kelapa memiliki sekitar 90% asam lemak jenuh (Ketaren, 1986).
2. Natrium Hidroksida (NaOH)
Senyawa alkali merupakan garam terlarut dari logam alkali seperti kalium
dan natrium. Alkali digunakan sebagai bahan kimia yang bersifat basa dan
akanbereaksi serta menetralisir asam. Alkali yang umum digunakan adalah NaOH
atau KOH. NaOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun padat karena
sifatnya yang tidak mudah larut dalam air (Rohman, 2009). NaOH berwarna
putih, massa lebur, berbentuk pellet, serpihan atau batang atau bentuk lain. Sangat
basa, keras, rapuh dan menunjukkan pecahan hablur. Bila dibiarkan diudara akan
cepat menyerap karbondioksida dan melembab. NaOH membentuk basa kuat bila
dilarutkan dalam air. Senyawa ini sangat mudah terionisasi membentuk ion
natrium dan hidroksida. NaOH atau kaustik soda adalah senyawa alkali dengan
berat molekul 40 yang berbentuk padat dan berwarna putih, dapat mengakibatkan
41
iritasi pada kulit, senyawa NaOH larut dalam air dan bersifat basa kuat,
mempunyai :
Titik leleh : 318,4oC
Titik didih : 1390oC
Densitas : 2,1 gr/cm3 pada 20oC
Kristal NaOH merupakan zat yang bersifat hidroskopis sehingga harus
disimpan pada tempat yang tertutup rapat untuk mengurangi konsentrasi
basayang diperlukan (kirk et al, 1952 dalam Kamikaze, 2002). NaOH merupakan
salah satu jenis alkali, baik KOH ataupun NaOH harus dilakukan dengan takaran
yang tepat. Apabila terlalu pekat atau lebih, maka alkali bebas tidak berikatan
dengan trigliserida atau asam lemak akan terlalu tinggi sehingga dapat
menyebabkan iritasi pada kulit. Sebaiknya apabila terlalu encer atau jumlahnya
terlalu sedikit, maka sabun yang dihasilkan akan mengandung asam lemak bebas
yang tinggi, asam lemak bebas pada sabun dapat mengganggu proses emulsi
sabun dan kotoran pada saat sabun digunakan (Kamikaze, 2002).
3. Kalium Hidroksida (KOH)
Kalium hidroksida (KOH) adalah basa kuat yang terbentuk dari oksida basa
kalium oksida yang dilarutkan dalam air. Kalium hidroksida membentuk larutan
alkalin yang kuat ketika dilarutkan dalam air. Kalium hidroksida sama seperti
natrium hidroksida digunakan di dalam berbagai macam bidang industri.
Kebanyakan digunakan sebagai basa dalam proses industri bubur kayu, kertas,
tekstil, air minum, sabun, dan deterjen (Williams dan Schmitt, 2011).
42
Kalium hidroksida berwujud kristal padat bewarna putih. Dalam pembuatan
sabun konsentrasi kalium hidroksida harus tepat, karena apabila terlalu banyak
akan memberikan pengaruh negatif, yaitu iritasi pada kulit sedangkan apabila
terlalu sedikit maka sabun yang dihasilkan akan mengandung asam lemak bebas
tinggi yang mengganggu proses emulsi sabun dan kotoran (Kirk dkk., 1952). Ion
K+ dari KOH bereaksi dengan asam lemak membentuk sabun, sehingga KOH
dalam sabun sereh berfungsi untuk pembuatan stok sabun (Cavith, 2001).
4. Air
Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O. Satu molekul air
tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom
oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi
standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) dan temperatur 273,15K (0 °C)). Zat
kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting, yang memiliki kemampuan
untuk melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti garam- garam,gula, asam,
beberapa jenis gas dan banyak macam molekul organik. Dalam pembuatan sabun,
air yang baik digunakan sebagai pelarut yang baik adalah air sulingan atau air
minum kemasan. Air dari PAM kurang baik digunakan karena banyak
mengandung mineral.
5. Zat Adiktif
Zat aditif yang paling umum ditambahkan dalam pembuatan sabun adalah
parfum, pewarna, dan garam (NaCl). Parfum merupakan bahan yang ditambahkan
dalam suatu produk kosmetika khususnya untuk sabun wajah dan sabun badan
43
dengan tujuan menutupi bau yang tidak enak serta untuk memberikan wangi yang
menyenangkan terhadap pemakainya. Jumlah yang ditambahkan tergantung
selera, tetapi biasanya 2%-10% untuk campuran sabun. Sedangkan pewarna
digunakan untuk membuat produk lebih menarik (Utami dalam dalam Sella,
2013). NaCl merupakan komponen kunci dalam prosespembuatan sabun.
Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang
terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang
digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) ataupadatan (kristal). NaCl
digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin. Gliserin tidak
mengalami pengendapan dalam brine karena kelarutannya yangtinggi, sedangkan
sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan magnesium agar
diperoleh sabun yang berkualitas.
6. Antioksidan
Kerusakan minyak atau lemak terutama bau tengik (rancid) dapat dihindari
dengan menambahkan antioksidan misalnya stearil hidrazid dan
butilhidroksitoluen (BHT) sebanyak 0,02% - 0,1%. Beberapa bahan lain juga
dapat digunakan sebagai penghambat oksidasi, yaitu natrium silikat, natrium
hiposulfit, dan natrium tiosulfat.
7. Parfum
Isi sabun tidak lengkap bila tidak ditambah parfum sebagai pewangi.
Pewangi atau pengaroma adalah suatu zat tambahan yang ditujukan untuk
memberikan aroma wangi pada suatu sediaan agar konsumen lebih tertarik
44
(Anggaraeni, 2014). Setiap pabrik memilih bau sabun bergantung pada
permintaan pasar. Biasanya dibutuhkan wangi parfum yang tak sama untuk
membedakan produk masing-masing.
2.1.6 Syarat Mutu Sabun
Tabel 2.4
Syarat Mutu Sabun Mandi Cair
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
Jenis S Jenis D
1 Keadaan:
a. Bentuk
b. Bau
c. Warna
cairan
khas
homogen
cairan
khas
homogen
2 pH 25oC 8-11 6-8
3 Alkali Bebas (dihitung
sabagai NaOH)
% Maks. 0,1 Tidak
dipersyaratkan
4 Bahan Aktif % Min. 15 Min. 10
5 Berat Jenis 25oC 1,01-1,10 1,01-1,10
6 Cemara mikroba:
Angka Lempeng Total
Koloni/g Maks. 1x105 Maks. 1x105
Sumber : SNI 06-4085 Sabun Mandi Cair, 1996
1. pH
pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat
keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Ia didefinisikan sebagai
kologaritma aktivitas ion hidrogen (H+) yang terlarut. Koefisien aktivitas ion
hidrogen tidak dapat diukur secara eksperimental, sehingga nilainya didasarkan
pada perhitungan teoristis. Skala pH bukanlah skala absolut. Ia bersifat relatif
terhadap sekumpulan larutan standar yang pH nya ditentukan berdasarkan
persetujuan internasional. Pengukuran pH sangatlah penting dalam bidang yang
45
terkait dengan kehidupan atau industri pengolahan kimia seperti kimia biologi,
kedokteran, pertanian, ilmu pangan, rekayasa (keteknikan), dan oseanografi.
2. Alkali Bebas
Alkali bebas merupakan alkali dalam sabun yang tidak diikat sebagai
senyawa. Kelebihan alkali bebas dalam sabun tidak boleh lebih dari 0,1% untuk
sabun Na dan 0,14 % untuk sabun KOH karena alkali mempunyai sifat yang keras
dan menyebabkan iritasi pada kulit. Kelebihan alkali bebas pada sabun dapat
disebabkan karena konsentrasi alkali yang pekat atau berlebih pada proses
penyabunan. Sabun yang mengandung alkali tinggi biasanya digunakan untuk
sabun cuci (Qisti, 2009).
3. Berat Jenis
Prinsip dari berat jenis ini adalah perbandingan bobot contoh dengan bobot
air pada volume dan suhu yang sama.
4. Angka Lempeng Total
Pada Angka Lempeng Total yang dilihat yaitu perhitungan bakteri mesofil
aerob setelah contoh diinkubasikan dalam perbenihan yang cocok selama 24-48
jam pada suhu lebih kurang 350C.
5. Organoleptik
Pengujian organoleptik yaitu metoda untuk mengukur, menganalisa, dan
menginterpretasikan reaksi dari karakteristik bahan pangan yang diterima melalui
penglihatan, bau, rasa, sentuhan, dan pendengaran. Tujuan uji organoleptik adalah
untuk mendapatkan jawaban pertanyaan yang menyangkut mutu produk. Metode
46
uji organoleptik terbagi atas 2 kelompok yaitu uji hedonik dan mutu hedonik. Uji
hedonik (uji kesukaan) dilakukan apabila uji dari desain untuk memilih satu
produk diantara produk lain secara langsung. Sedangkan mutu hedonik tidak
menyatakan suka atau tidak suka melainkan menyatakan kesan tentang baik atau
buruk. Kesan baik atau buruk ini disebut mutu hedonik. Kesan mutu hedonik lebih
spesifik dari pada sekedar kesan suka atau tidak suka. Jadi uji yang digunakan
adalah uji hedonik karena uji hedonik ini dilakukan secara spontan. Hal ini penelis
diminta untuk menilai suatu produk secara langsung dan pada saat itu juga
mencoba tanpa membandingkan dengan produk seblum atau sesudahnya.
2. 2 Kerangka Konseptual
Berdasarkan dari landasan teori maka dapat dibuat kerangka konseptual
sebagai berikut:
Input Proses Output
1. Sampel blondo dan
basa kuat dengan
perbandingan (1:5),
(2:5), (3:5), (4:5),
(5:5).
2. Direaksikan dengan
KOH 30%
3. Dilanjutkan dengan
proses dilusi
4. Simpan sabun selama
24 jam.
Diperoleh produk
berupa sabun
Data penelitian yang
dibutuhkan :
1. Blondo dari industri
VCO
47
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah jenis penelitian yang bersifat
eksperimen yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan
penambahan volume blondo terhadap mutu sabun mandi. Penelitian eksperimen
merupakan metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh pelaku
tertentu terhadap yang lain dalam kondisi terkendali (sugiyono,2010).
Menurut Sukardi (2013: 179-180), penelitian eksperimen merupakan metode
penelitian paling produktif, karena jika penelitian tersebut dilakukan dengan baik
dapat menjawab hipotesis yang utamanya berkaitan dengan hubungan sebab
akibat. Ada dua alasan mengapa penelitian eksperimen cocok dilakukan di bidang
pendidikan. Pertama, metode pengajaran yang lebih tepat di setting secara alami
dan dikomparasikan di dalam keadaan yang tidak biasa. Kedua, penelitian dasar
dengan tujuan menurunkan prinsip-prinsip umum teoritis ke dalam ilmu terapan
yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh para penyelenggara
pendidikan.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian pembuatan sabun dari limbah industri vco ini dilakukan pada
bulan Juni sampai bulan Juli 2018 di Gapoktan Berkah Bersama Kecamatan
48
Padang Sago Kabupaten Pariaman dan Laboratorium Dinas Pertanian Tanaman
Pangan Provinsi Sumatera Barat.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi penelitian adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau
subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2005).
Jadi, populasi pada penelitian ini adalah limbah blondo industri pengolahan kelapa
di Gapoktan Berkah Bersama Kecamatan Padang Sago Kabupaten Padang
Pariaman.
3.3.2 Sampel
Menurut (Sugiyono, 2010), sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Sampel penelitian adalah
populasi yang diambil dan dipergunakan untuk menentukan sifat serta ciri yang
dikehendaki dari suatu populasi. Jadi, sampel pada penelitian ini adalah sebagian
limbah blondo dengan volume tertentu yang di ambil dari industri pengolahan
kelapa di Gapoktan Berkah Bersama Kecamatan Padang Sago Kabupaten Padang
Pariaman.
3.4 Variabel Penelitian
Variabel Penelitian adalah sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan
oleh seorang peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi mengenai hal
49
tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009). Sesuai dengan
permasalahan yang diteliti maka variabel pada penelitian ini adalah mutu sabun
yang dihasilkan dari komposisi blondo yang digunakan dengan variasi berbeda.
3.5 Data dan Sumber Data
Data primer dan data sekunder merupakan sumber-sumber data informasi
yang dikumpulkan untuk menjadi dasar kesimpulan dari sebuah penelitian.
3.5.1 Data Primer
Data primer yaitu, data yang dikumpulkan secara langsung dari sumber
asli atau pihak pertama. Data primer pada penelitian ini adalah:
1. Jumlah blondo yang dihasilkan dari industri pengolahan kelapa
2. Hasil pengujian laboratorium untuk mutu sabun yang dihasilkan dari
blondo
3.5.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung melalui
media perantara. Adapun data sekunder pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Basa kuat yang digunakan untuk proses penyabunan minyak atau
lemak
2. Suhu dan lama pengadukan selama proses penyabunan
3.5.3 Sumber Data
Sumber data yang peneliti dapatkan berasal dari pengamatan langsung
dilokasi penelitian di Gapoktan Berkah Bersama Kecamatan Padang Sago
50
Kabupaten Padang Pariaman dan hasil pengujian dari laboratorium Dinas
Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Sumatera Barat.
3.6 Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data
Dalam penelitian, teknik pengumpulan data merupakan faktor penting
demi keberhasilan penelitian. Hal ini berkaitan dengan bagaimana cara
mengumpulkan data, siapa sumbernya, dan apa alat yang digunakan. Jenis
sumber data adalah mengenai dari mana data diperoleh. Apakah data diperoleh
dari sumber langsung (data primer) atau data diperoleh dari sumber tidak
langsung (data sekunder). Metode Pengumpulan Data merupakan teknik atau
cara yang dilakukan untuk mengumpulkan data. Metode menunjuk suatu cara
sehingga dapat diperlihatkan penggunaannya melalui angket, wawancara,
pengamatan, tes, dokumentasi dan sebagainya. Sedangkan Instrument
Pengumpul Data merupakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data.
Dalam proses pengumpulan data penelitian ini, penulis melakukan beberapa
tahapan sebagai berikut :
1. Tahapan Pertama
Sebelum melakukan proses pembuatan sabun dari blondo, terlebih dahulu
kita ketahui banyak blondo yang dihasilkan dari kegiatan industri pengolahan
kelapa di Gapoktan Berkah Bersama.
2. Tahapan Kedua
Setelah didapatkan banyak blondo yang dihasilkan dari industri pengolahan
kelapa dilakukan proses pembuatan sabun dengan penambahan basa kuat KOH.
51
3. Tahapan Ketiga
Untuk mengetahui apakah blondo dapat dijadikan sebagai sabun mandi yang
sesuai standar mutu SNI, dapat diperoleh melalui hasil pengujian dilaboratorium.
3.7 Prosedur Pembuatan Sabun Mandi
3.7.1 Alat dan Bahan Yang Digunakan
a. Alat
1. Timbangan
2. Gelas ukur 10 ml, 50 ml
3. Hot Plate dan magnetic stirer
4. Gelas piala 250 ml, 500 ml
5. Termometer
b. Bahan
1. Blondo
2. KOH 30%
3. Gliserin
4. Aquades
5. Propilena Glikol (PG)
6. Coco-DEA
7. Bahan pendukung
c. Cara Kerja
1. Siapkan semua alat dan bahan yang diperlukan.
52
2. Masukan blondo sesuai komposisi ke dalam beaker glass 250 ml
dipanaskan hingga suhu 70oC dengan hot plate magnetic stirer.
3. Selanjutnya larutan KOH 30% dimasukkan dan diaduk hingga
homogen dan didiamkan selama lebih kurang 5 jam hingga
menjadi pasta sabun (campuran A).
4. Kemudian dimasukkan 10 ml aquades, 10 ml gliserin, 2 ml
pewangi dan 5 ml PG (campuran B).
5. Setelah itu campurkan campuran A dan campuran B aduk hingga
homogen.
6. Selanjutnya suhu diturunkan dan 5 ml Coco DEA dimasukkan
serta diaduk hingga homogen.
7. Simpan sabun mandi cair selama 24 jam dan sabun siap digunakan.
3.8 Prosedur Pengujian Sabun Mandi
3.8.1 Pengujian pH
a. Alat
1. pH meter
2. Gelas piala
3. Batang pengaduk
4. Elektroda
b. Bahan
1. Sabun
2. Larutan buffer
53
3. Aquades
c. Cara Kerja
1. Kalibrasi pH meter dengan larutan buffer, lakukan setiap saat
melakukan pengukuran.
2. Celupkan elektroda yang telah dibersihkan dengan air suling
kedalam contoh yang akan diperiksa (direndam dalam air es) pada
suhu 25oC.
3. Catat dan baca nilai pH pada skala pH meter yang terbaca.
3.8.2 Pengujian Alkali Bebas
a. Alat
1. Neraca analitik
2. Labu ukur 1 L
3. Pipet gondok 100 ml
4. Erlenmeyer tutup asah 250 ml
5. Penangas air
6. Pendingin
7. Buret 50 ml
b. Bahan
1. Sabun
2. Larutan HCl 0,1 N
3. Indikator pp
4. Alkohol netral 96%
54
5. Batu didih
c. Cara Kerja
1. Timbang contoh 5 gram, masukan kedalam erlenmeyer tutup asah
250 ml.
2. Tambahkan 100 ml alkohol netral 96%, batu didih serta beberapa
tetes larutan indikator pp.
3. Panaskan diatas penangas air memakai pendingin tegak selama 30
menit mendidih.
4. Bila larutan bewarna merah, kemudian titar dengan larutan HCl 0,1
N dalam alkohol sampai warna merah tepat hilang.
3.8.3 Pengujian Berat Jenis
a. Alat
1. Neraca analitik
2. Piknometer
b. Bahan
1. Sabun
2. Aseton
c. Cara Kerja
1. Bersihkan piknometer dengan cara membilas dengan aseton.
2. Keringkan piknometer dan timbang.
3. Isi piknometer dengan air dan timbang.
55
4. Bersihkan kembali piknometer dengan cara membilas dengan
aseton dan keringkan.
5. Isi piknometer dengan contoh dan timbang.
6. Ulangi pengerjaan 4 sampai 5 untuk setiap formulasi contoh.
3.8.4 Pengujian Angka Lempeng Total
a. Alat
1. Tabung reaksi
2. Rak tabung reaksi
3. Cawan petri
4. Inkubator
5. Pipet gondok 1 ml, 10 ml, 25 ml
6. Erlenmeyer
b. Bahan
1. Sabun
2. BPW
3. Media PCA
c. Cara Kerja
1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan dan bekerjalah
dengan aseptik.
2. Lakukan homogenisasi dengan memipet contoh 25 ml masukan
kedalam erlenmeyer yang berisi larutan pengencer dan diperoleh
pengenceran 1:10. Lakukan pengerjaan sesuai kebutuhan.
56
3. Pipet masing-masing 1 ml dari setiap pengenceran kedalam cawan
petri.
4. Tuangkan media PCA kedalam setiap cawan petri sebanyak 15 ml,
goyangkan cawan petri secara hati-hati.
5. Kerjakan cara yang sama untuk blanko.
6. Biarkan hingga campuran dalam cawan petri membeku.
7. Masukan semua cawan petri dengan posisi terbalik kedalam lemari
pengeram (inkubator) dan inkubasi pada suhu 35oC selama 1-2
hari.
57
3.9 Kerangka Metodologi
Adapun kerangka metodologi penelitian yang akan dilakukan dari penelitian
ini adalah yang terlihat dalam Gambar 3.1 berikut :
Gambar 3.1 Bagan Kerangka Metodologi
Survey Lapangan
IdentifikasiMasalah
RumusanMasalah
Pengumpulan Data
BatasanMasalah
Data Primer Data Sekunder
START
Pengolahan Data
Analisis Data
Kesimpulandan Saran
FINISH
StudiLiteratur
58
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Produk Pemanfaatan
Pembuatan sabun mandi dari blondo membutuhkan waktu sekitar 3 hari dimulai
dari proses sampling, pemanasan, dilusi dan bisa di gunakan sebagai sabun mandi.
Sebelum digunakan sebagai sabun mandi, blondo yang telah di sampling disimpan
dalam wadah tertutup didalam lemari pendingin. Setelah itu blondo ditakar sesuai
komposisi ke dalam beaker glass 250 ml dipanaskan hingga suhu 70oC dengan hot
plate magnetic stirer, lalu ditambah KOH 30% sebanyak 50 ml dan diaduk hingga
homogen dan didiamkan selama lebih kurang 5 jam hingga menjadi pasta sabun
(campuran A). Kemudian dimasukkan10 ml aquades, 10 ml gliserin, 2 ml pewangi
dan 5 ml PG (campuran B). Setelah itu campurkan campuran A dan campuran B aduk
hingga homogen. Selanjutnya suhu diturunkan dan 5 ml Coco DEA dimasukkan serta
diaduk hingga homogen dan simpan sabun mandi cair selama 24 jam.
Pemanasan dan pengadukan berguna untuk mempercepat proses reaksi.
Semakin lama pengadukan semakincepat proses reaksi. Sabun mandi merupakan
kebutuhan manusia setiap harinya, sabun mandi bisa dibuat dengan mereaksikan
minyak dan basa kuat. Blondo yang dihasilkan oleh Gapoktan Berkah Bersama masih
mengandung VCO sehingga berpotensi untuk menjadi sabun mandi. Produk sabun
59
mandi dari pemanfaatan blondo ini merupakan produk baru yang bisa diterapkan oleh
Gapoktan Berkah Bersama. Bentuk dari produk pemanfaatan dapat dilihat pada
gambar 4.1 berikut :
Gambar 4.1.Produk Sabun Mandi Cair Hasil Pemanfaatan Blondo
4.2 Hasil Pengujian
Dari hasil pengujian yang dilakukan di Laboratorium Dinas Pertanian Tanaman
Pangan Provinsi Sumatera Barat dengan peralatan instrument dan gelas maka
diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 4.1 Data Hasil Pengujian Mutu Sabun Mandi Cair
Formula Berat Jenis pH Alkali Bebas (%) ALT
1 : 5 1,16 10,81 0,46 -
2 : 5 1,14 10,72 0,29 -
3 : 5 1,11 10,69 0,17 -
4 : 5 1,10 10,66 0,14 -
5 : 5 1,10 10,64 0,11 -
60
Berdasarkan nilai standar baku mutu sabun mandi cair menurut SNI tahun
1996 maka diperoleh pembahasan:
a. Pengaruh Komposisi Volume Blondo Terhadap Derajat Keasaman (pH)
Sabun Mandi Cair
Derajat keasaman atau pH merupakan parameter kimiawi untuk mengetahui
sabun cair yang dihasilkan bersifat asam atau basa. pH merupakan parameter penting
pada produk kosmetika, karena nilai pH dapat mempengaruhi daya absorpsi kulit.
Sabun yang memiliki nilai pH sangat tinggi atau sangat rendah dapat meningkatkan
daya absorbansi kulit, sehingga menyebabkan iritasi pada kulit dan menjadikan kulit
iritasi seperti luka, gatal atau mengelupas (Wasiaatmaja, 1997). Menurut SNI 06-
4085-1996 sabun mandi cair yang baik memiliki nilai pH yaitu sekitar 8–11. Adapun
nilai pH sabun mandi cair dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.2 Data Hasil Pengujian pH Sabun Mandi Cair
Formulasi 1 : 5 2 : 5 3 : 5 4 : 5 5 : 5
pH 10,81 10,72 10,69 10,66 10,64
Dari hasil pengukuran nilai pH sabun cair yang dilakukan pada penelitian ini
menunjukkan bahwa produk sabun cair memiliki pH basa, hal ini dikarenakan bahan
dasar penyusun sabun cair yang dihasilkan adalah KOH yang bersifat basa. Grafik
61
nilai pH sabun mandi cair yang diperoleh dari penambahan voume blondo yang
berbeda dapat dilihat pada gambar 4.2
Gambar 4.2 Grafik Pengaruh Penambahan Volume Blondo dengan Nilai pH
Pada grafik dapat dilihat dari setiap formulasi terjadi penurunan nilai pH.
Dapat diambil kesimpulan bahwa penambahan volume blondo mempengaruhi nilai
pH. Semakin banyak volume blondo yang ditambahkan maka nilai pH semakin
menurun.
b. Pengaruh Komposisi Volume Blondo Terhadap Alkali Bebas Sabun Mandi
Cair
Alkali bebas merupakan alkali dalam sabun yang tidak diikat sebagai senyawa.
Kelebihan alkali bebas dalam sabun tidak boleh lebih dari 0,1% untuk sabun Na dan
0,14 % untuk sabun KOH karena alkali mempunyai sifat yang keras dan
menyebabkan iritasi pada kulit. Kelebihan alkali bebas pada sabun dapat disebabkan
karena konsentrasi alkali yang pekat atau berlebih pada proses penyabunan (Qisti,
2009). Apabila semakin tinggi jumlah KOH yang digunakan tanpa diimbangi dengan
10.40
10.50
10.60
10.70
10.80
10.90
11.00
11.10
1 : 5 2 : 5 3 : 5 4 : 5 5 : 5
Standar
pH
pH
62
penambahan jumlah minyak yang cukup, maka akan semakin tinggi pula kandungan
alkali bebasnya. Hal ini disebabkan karena reaksi saponifikasi yang terjadi tidak
sempurna. Jumlah minyak yang tersedia tidak cukup untuk menyabunkan atau
mengikat KOH yang berlebih, sehingga jumlah alkali bebas makin besar (Mak dan
Firempong, 2011). Adapun nilai alkali bebas sabun mandi cair dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 4.3 Data Hasil Pengujian Alkali Bebas Sabun Mandi Cair
Formulasi 1 : 5 2 : 5 3 : 5 4 : 5 5 : 5
Alkali Bebas 0,46 0,29 0,17 0,14 0,11
Hasil pengukuran kadar alkali bebas pada penelitian sabun mandi cair ini
berkisar antara 0,11 % sampai dengan 0,43 %. Adapun grafik nilai alkali bebas sabun
mandi cair yang diperoleh dari penambahan voume blondo yang berbeda dapat dilihat
pada gambar 4.3
Gambar 4.3 Grafik Pengaruh Penambahan Volume Blondo dengan Alkali Bebas
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
1 : 5 2 : 5 3 : 5 4 : 5 5 : 5
Standar
Alkali Bebas
Alkali Bebas
63
Dari grafik diatas dapat dilihat dari setiap formulasi terjadi penurunan nilai
alkali bebas. Dapat diambil kesimpulan bahwa penambahan volume blondo
berpengaruh terhadap nilai alkali bebas. Semakin banyak volume blondo yang
ditambahkan maka nilai alkali bebas semakin menurun.
c. Pengaruh Komposisi Volume Blondo Terhadap Berat Jenis Sabun Mandi
Cair
Bobot jenis merupakan perbandingan bobot zat di udara pada suhu 25˚C
terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama (Voight, 1994). Pada
penelitian ini, pengukuran bobot jenis sabun cair menggunakan piknometer. Adapun
data nilai bobot jenis sabun mandi cair dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.4 Data Hasil Pengujian Bj Sabun Mandi Cair
Formulasi 1 : 5 2 : 5 3 : 5 4 : 5 5 : 5
Bj 1,16 1,14 1,11 1,10 1,10
Hasil pengukuran berat jenis pada penelitian sabun mandi cair ini berkisar
antara 1,10 % sampai dengan 1,10 %. Adapun grafik nilai berat jenis sabun mandi
cair yang diperoleh dari penambahan voume blondo yang berbeda dapat dilihat pada
gambar 4.4
64
Gambar 4.4 Grafik Pengaruh Penambahan Volume Blondo dengan Nilai Bj
Dari grafik diatas dapat dilihat dari setiap formulasi terjadi penurunan nilai
berat jenis. Penurunan nilai berat jenis dapat disebabkan oleh konsentrasi bahan baku
dalam larutan. Setiap bahan baku yang ditambahkan dalam formulasi sabun sangat
menentukan berat jenis produk sabun yang dihasilkan. Dapat diambil kesimpulan
bahwa penambahan volume blondo berpengaruh terhadap nilai alkali bebas. Semakin
banyak volume blondo yang ditambahkan maka nilai alkali bebas semakin menurun.
d. Pengujian Angka Lempeng Total Sabun Mandi Cair
Angka lempeng total (ALT) atau cemaran mikroba merupakan salah satu
pengujian terpenting karena dapat menentukan kelayakan sabun karena berkaitan
dengan ketahanan sabun akan mikroba pada kulit. Apabila setelah inkubasi terdapat
mikroba yang tumbuh pada cawan petri melebihi batas standar yang ditetapkan, maka
sabun tersebut tidak layak untuk digunakan. Pada penelitian ini, dari setiap formulasi
yang dibuat tidak ditemukan cemaran miroba pada produk sabun mandi cair yang
1.06
1.08
1.10
1.12
1.14
1.16
1.18
1 : 5 2 : 5 3 : 5 4 : 5 5 : 5
standar
Berat Jenis
65
dibuat dari blondo. Karena blondo yang digunakan dalam pembuatan sabun mandi
cair ini masih mengandung VCO dan dalam pembuatan VCO di Gapoktan Berkah
Bersama memakai metode pancingan.
Menurut Setyoningrum (2010), kandungan asam laurat pada VCO merupakan
antiobiotik alami sehingga mampu membunuh berbagai jenis kuman, virus,
mikroorganisme dengan cara merusak membran yang membungkus sel yang terdiri
atas asam lemak. Oleh sebab itu asam laurat berfungsi sebagai antibakteri, antijamur,
antiparasit, antiprotozoa, dan antivirus dan dapat mencegah infeksi bakteri patogen
seperti mikroba anaeorob yang terdapat pada kulit.
e. Uji Organoleptik
1. Bau
Dari uji organoleptik untuk parameter bau yang dilakukan kepada 20 orang
panelis yang tidak terlatih diperoleh hasil yang terlihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.5 Data Hasil Pengujian Organoleptik Parameter Bau
Formulasi Bau
1 Persentase 2 Persentase 3 Persentase
1:5 5 25% 14 70% 1 5%
2:5 4 20% 14 70% 2 10%
3:5 4 20% 14 70% 2 10%
4:5 4 20% 14 70% 2 10%
5:5 4 20% 10 50% 6 30%
66
1 Sangat Wangi
2 Wangi
3 Kurang Wangi
Bisa kita ketahui dari data yang diperoleh bahwa sabun mandi yang dihasilkan
memiliki persentase aroma wangi. Namun dari data yang diperoleh ada juga
responden yang menyatakan tidak wangi hal ini bisa disebabkan karena responden
tidak menyukai aroma pewangi yang digunakan.
2. Bentuk
Dari uji organoleptik untuk parameter bentuk yang dilakukan kepada 20 orang
panelis yang tidak terlatih diperoleh hasil yang terlihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.6 Data Hasil Pengujian Organoleptik Parameter Bentuk
Formulasi Bentuk
1 Persentase 2 Persentase 3 Persentase
1:5 20 100% - - - -
2:5 19 95% 1 5% - -
3:5 19 95% 1 5% - -
4:5 4 20% 16 80% - -
5:5 1 5% 19 95% - -
1 Cair
2 Kurang cair
3 Sangat Cair
67
Bisa kita ketahui dari data yang diperoleh bahwa sabun mandi yang dihasilkan
memiliki persentase bentuk sabun cair. Namun dari data yang diperoleh ada juga
responden yang menyatakan kurang cair yang terdapat pada formula 5:5, hal ini bisa
disebabkan karena penambahan volume blondo.
3. Warna
Dari uji organoleptik untuk parameter warnayang dilakukan kepada 20 orang
panelis yang tidak terlatih diperoleh hasil yang terlihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.7 Data Hasil Pengujian Organoleptik Parameter Warna
Formulasi Warna
1 Persentase 2 Persentase 3 Persentase
1:5 1 5% 18 90% 1 5%
2:5 - - 19 95% 1 5%
3:5 1 5% 18 90% 1 5%
4:5 1 5% 17 85% 2 5%
5:5 - - 4 20% 16 80%
1 Sangat menarik
2 Kurang menarik
3 Tidak menarik
Bisa kita ketahui dari data yang diperoleh bahwa sabun mandi yang dihasilkan
memiliki persentase warnasabun menarik. Namun dari data yang diperoleh ada juga
responden yang menyatakan kurang menarik yang terdapat pada formula 5:5, hal ini
68
bisa disebabkan karena penambahan volume blondo. Sehingga dengan banyaknya
penambahan volume blondo berpengaruh pada warna sabun yang akan dihasilkan.
4.3 Perhitungan Nilai Ekonomi
Tabel 4.8 Rincian Biaya Produksi VCO
No. Pembuatan VCO Harga Satuan Biaya
1. Alat (inventaris)
a. Mesin pemarut kelapa
b. Baskom
c. Wadah Pendiaman
d. Set Saringan
e. Selang
f. Sendok Palstik
g. Bahan Pendukung, dll
Rp1.000.000
Rp 50.000
Rp 10.000
Rp 300.000
Rp 10.000
Rp 5.000
Rp 50.000
1 unit
2 bh
5 bh
1 unit
1 m
4 bh
-
Rp 1.000.000
Rp 100.000
Rp 50.000
Rp 300.000
Rp 10.000
Rp 20.000
Rp 50.000
Total Rp 1.530.000
2. Bahan
a. Kelapa
b. VCO pancingan
c. Air
Rp 2.500
Rp 100.000
Rp 500
10 Butir
1 liter
10 liter
Rp 25.000
Rp 100.000
Rp 5.000
Rp. 130.000
3. Upah Tenaga Rp 50.000 2 org/hr Rp 100.000
4. Nilai Jual
a. VCO
b. Blondo ( diolah )
Rp 25.000
/125 ml
8 (1 liter) Rp 200.000
69
*produksi vco dalam setahun dilakukan sebanyak 120 hari jadi untuk biaya bahan
inventaris dibagi banyak produksi pertahun
Biaya inventaris = �.���.���
���= Rp. 12.750/produksi digenapkan Rp 13.000
Biaya produksi ( 10 butir )= upah + biaya inventarsis/produksi + biaya bahan baku
= Rp 100.000 + Rp 13.000 + Rp 130.000
= Rp 243.000
Biaya Produksi (50 butir)= upah + biaya inventarsis/produksi + biaya bahan baku
= Rp 100.000 + Rp 13.000 + (Rp 130.000x5)
= Rp 763.000
*produksi 50 butir kelapa/hari diperoleh 5 liter VCO jadi nilai ekonomi yang
diperoleh pertahun adalah :
No. Hasil Produksi Biaya Produksi
1. 120 x 5 liter = 600 liter
= 4.800 kemasan x Rp 25.000/kemasan =
Rp. 120.000.000
120 x Rp 763.000
= Rp 91.560.000
Nilai Ekonomi yang diperoleh/tahun
(Hasil produksi – biaya produksi)
Rp. 28.440.000
B/C Ratio produksi VCO adalah 1,3 (menguntungkan)
Dari rincian biaya produksi diatas dapat dilihat bahwa apabila memproduksi
dan menjual VCO maka akan menguntungkan bagi produsen. Selain itu kita juga bisa
memanfaatkan limbah yang dihasilkan dari industri VCO untuk menjadi sabun mandi
70
cair. Untuk rincian biaya produksi limbah menjadi sabun mandi cair bisa dilihat pada
tabel berikut ini:
Tabel 4.9 Rincian Biaya Produksi Sabun Mandi Cair
No. Pembuatan Sabun Harga Satuan Biaya
1. Alat (inventaris)
a. Timbangan
b. Gelas ukur
c. Magnetic stirer
d. Pemanas / Hot plate
e. Gelas piala
f. Termometer
Rp 1.000.000
Rp 50.000
Rp 50.000
Rp 5.000.000
Rp 100.000
Rp 50.000
1 unit
4 bh
1 bh
1 unit
5 pcs
1 bh
Rp 1.000.000
Rp 200.000
Rp 50.000
Rp 5.000.000
Rp 500.000
Rp 50.000
Total Rp 6.680.000
2. Bahan
a. Blondo
b. KOH 30%
c. Gliserin
d. Aquades
e. Propilena Glikol
f. Coco-DEA
g. Bahan pendukung
-
Rp 5.000
Rp 500
Rp 800
Rp 500
Rp 500
Rp 2.000
-
50 ml
5 ml
100 ml
5 ml
5 ml
-
-
Rp 5.000
Rp 2.500
Rp 800
Rp 2.500
Rp 2.500
Rp 2.000
Rp. 15.300
3. Upah Tenaga Rp 50.000 1 org/hr Rp 50.000
4. Nilai Jual
a. Sabun Mandi Cair
Rp 13.000
/250 ml
4 (1 liter) Rp 52.000
71
*produksi sabun mandi cair dalam setahun dilakukan sebanyak 120 hari jadi untuk
biaya bahan inventaris dibagi banyak produksi pertahun
Biaya inventaris = �.���.���
���= Rp. 55.666/produksi digenapkan Rp 56.000
Biaya produksi ( 1 liter )= upah + biaya inventarsis/produksi + biaya bahan baku
= Rp 50.000 + Rp 56.000 + Rp 15.300
= Rp 121.300
Biaya Produksi ( 4 liter )= upah + biaya inventarsis/produksi + biaya bahan baku
= Rp 50.000 + Rp 56.000 + (Rp 15.300x4)
= Rp 167.200
*produksi 50 butir kelapa/hari diperoleh 4 liter blondo jadi nilai ekonomi yang
diperoleh pertahun adalah :
No. Hasil Produksi Biaya Produksi
1. 120 x 4 liter = 480 liter
*50 ml blondo = 100 ml sabun cair
480.000/50 ml = 9.600 x 100 = 960.000 ml
= 3.840 kemasan x Rp 13.000/kemasan =
Rp. 49.920.000
120 x Rp 167.200
= Rp 20.064.000
Nilai Ekonomi yang diperoleh/tahun
(Hasil produksi – biaya produksi)
Rp. 29.856.000
B/C Ratio produksi sabun mandi cair adalah 2,5 (sangat menguntungkan)
72
Dari rincian biaya produksi diatas dapat dilihat bahwa apabila memproduksi
dan menjual sabun mandi cair dipasaran maka akan sangat menguntungkan bagi
produsen dan bahkan disaat harga jual yang kita berikan dibandingkan dengan harga
jual sabu mandi cair merek lain yang ada dipasaran.
73
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pada penelitian yang dilakukan terhadap pemanfaatan limbah industri vco
untuk pembuatan sabun mandi cair didapatkan hasil sebagai berikut :
1. Blondo yang dihasilkan dari limbah industri vco bisa diolah menjadi sabun
mandi cair.
2. Komposisi yang tepat dalam pemanfaataan limbah industri vco untuk
pembuatan sabun mandi yaitu pada perbandingan 5:5 karena dari data
penelitian yang diperoleh memenuhi syarat mutu SNI sabun mandi cair dengan
nilai pH sebesar 10,64, nilai berat jenis sebesar 1,10, nilai alkali bebas sebesar
0,11%, dan angka lempeng total tidak ada. Sedangkan untuk uji
organoleptiknya sabun memiliki bentuk kurang cair, wangi dan bewarna sedikit
gelap.
3. Didapatkan nilai ekonomi dalam pemanfaatan blondo menjadi sabun mandi
sebesar Rp. 29.856.000 dalam skala produksi vco 120 kali pertahunnya.
5.2. Saran
Demi kemajuan penelitian dibidang pemanfaatan limbah industri vco
untuk pembuatan sabun mandi cair ini maka beberapa saran untuk penelitian
selanjutnya adalah sebagai berikut :
1. Untuk peneliti selanjutnya disarankan mencoba formulasi lain dengan
persentase dan penambahan volume KOH yang lebih kecil.
2. Melakukan pengujian kadar bahan aktif yang terkandung dalam sabun.
74
3. Agar penelitian ini lebih baik maka penulis menyarankan untuk melakukan
penelitian lanjutan dengan memberikan variasi lain dalam pembuatan sabun
mandi sehingga didapatkan hasil sabun mandi cair yang lebih menarik minat
pembeli.
DAFTAR PUSTAKA
A.K Haghi. Sumber Limbah. Nova Science. Canada. 2011.
Anifriza. Strategi Pengembangan Agribisnis dan Agroindustri Kelapa dalam
Pengembangan Wilayah di Kabupaten Padang Pariaman. Thesis Master.
Institut Pertanian Bogor, Indonesia. 2016.
Asri, W. Anisa, Y., dan Sudaryanto, Z. Pembuatan Sabun Cair Berbasis Virgin
Coconut Oil (VCO) Dengan Penambahan Minyak Melati (Jasminum
Sambac) Sebagai Essential Oil. Jurnal Teknotan. 2017. ISSN : 2528-6285
11(2), 1-10.
Fadillah. Makalah Saponifikasi. Diakses pada 11 April 2018 dari
http://fadillahahmaddedi.blogspot.co.id/2015/08/saponifikasi.html.
Google. http://tanaman-kelapa.com diakses tanggal 25 Mei 2018
Hastuti, Sri, M.Si, dkk. Buku Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Dasar I. 2007.
Ign Suharto. “ Pengertian Limbah”. CV. Andi Offset. Yogyakarta, 2011.
Indonesia Dalam Angka. Luas Areal dan Produksi Tanaman Kelapa. Badan Pusat
Statistik. 2016 http://indonesia.bps.go.id/ diakses tanggal 20 Mei 2018
Khopkar, S.M.. Konsep Dasar Kimia Analitik, Universitas Indonesia. Jakarta. 2003.
Mak-Mensah, E.E. and C.K. Firempong. Chemical Characteristics of Toilet Soap
Prepared From Neem (Azadiracta Indica A.juss) Seed Oil, Asian J PI Sci
and Res. 1(4): 1-7. 2011
Padang Pariaman Dalam Angka. Luas Areal dan Produksi Tanaman Kelapa. Badan
Pusat Statistik. 2016 http://padangpariaman.bps.go.id/ diakses tanggal 20 Mei
2018
Riko Ervil, Dkk. Metode Penulisan Skripsi. Sekolah Tinggi Teknologi Industri
Padang. 2016.
Said, Nusa Idaman. “Penggolongan Limbah Domestik”. BPPT. Jakarta, 2011.
Setiaji, B. dan Prayugo, S. Membuat VCO Berkualitas Tinggi. Jakarta: Penebar
Swadaya. 2006.
Setiawan, R. Direktori Pasar Agrobisnis Dalam dan Luar Negeri. Jakarta: Escaeva.
2002.
SNI 06-3532-1994. Sabun Mandi. Badan Standarisasi Nasional.
http://www.scribd.com/doc/42403029/SNI-06-3532-1994-Sabun-mandi
diakses pada 26 April 2018.
SNI 06-4085-1996. Sabun Mandi Cair. Badan Standarisasi Nasional.
http://www.scribd.com/doc/42403029/SNI-06-4085-1996-Sabun-mandi-cair
diakses pada 26 April 2018.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan
R&D. Alfabeta. Bandung. 2010.
The Friendkerz. Makalah Pencemaran Limbah Industri. Diakses pada 11 April
2018 dari http://the-friendkerz.blogspot.co.id/2013/03/makalah-pencemaran-
limbah-industri.html.
Tim praktkum kimia instrumen. Panduan Praktikum Kimia Instrumen.
UPI. Bandung. 2016.
LEMBARAN KONSULTASI
Nama : Vivina azmar Yunal
NIM : 1410024428024
Program Studi : Teknik Lingkungan
Judul Laporan Tugas Akhir : Pemanfaatan Limbah Industri VCO
Untuk Pembuatan Sabun Mandi
No Tanggal Saran/Perbaikan Paraf
1.
2.
3.
4.
5.
6.
21 April 2018
25 April 2018
30 April 2018
07 Mei 2018
25 Mei 2018
30 Mei 2018
1. Perbaikan penulisan dan spasi judul
pada cover.
2. Perbaikan penulisan pada kata
pengantar.
3. Perbaikan pada bab 1 tentang latar
belkang masalah, identifikasi masalah,
batasan masalah, dan rumusan
masalah.
1. Perbaikan kata-kata pada rumusan
masalah.
2. Perbaikan penulisan pada batasan
masalah.
3. Penambahan lembar konsultasi.
1. Penambahan kesimpulan pada
ringkasan jurnal.
2. Buat ppt jurnal dan outline.
1. Acc seminar review jurnal
1. Perbaikan penulisan pada Bab 2 dan
Bab 3
2. Perbaikan Pada Bab 3
1. Perbaikan tentang teknik pengolahan
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
01 Juni 2018
01 Juni 2018
20 Juli 2018
20 Agustus 2018
13 September 2018
11 Oktober 2018
28 November 2018
1 Desember 2018
data
2. Cari referensi lain tentang Metodologi
Penelitian
1. Tambahkan lokasi penelitian
Acc Seminar Proposal
1. Perbaikan penulisan dan spasi
2. Perbaikan sumber
1. Perbaikan pada bab IV
1. Perbaikan Daftar Pustaka
Acc Ujian Komprehensif
1. Penambahan daftar pustaka dan
perbaikan grafik
Acc Jilid
Pembimbing I
Eka Rahmatul Aidha, M.Pd
NIDN : 1024078801
LEMBARAN KONSULTASI
Nama : Vivina Azmar Yunal
NIM : 1410024428024
Program Studi : Teknik Lingkungan
Judul Laporan Tugas Akhir : Pemanfaatan Limbah Industri VCO
Untuk Pembuatan Sabun Mandi
No Tanggal Saran/Perbaikan Paraf
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
07 Mei 2018
09 Mei 2018
11 Mei 2018
01 Juni 2018
02 Juni 2018
05 Mei 2018
23 Juli 2018
25 Agustus 2018
1. Perbaikan penulisan pada latar
belakang masalah.
2. Perbaikan identifikasi masalah.
3. Perbaikan rumusan masalah.
4. Perbaikan tujuan penelitian.
1. Pembahasan tentang jurnal.
2. Penambahan kepustakaan.
Acc seminar review jurnal
1. Perbaikan Penulisan Bab 2 dan 3
1. Penambahan Nilai Ekonomi pada
tujuan penelitian
2. Penambahan landasan teori di
tinjauan pustaka
Acc Seminar Proposal
1. Perbaikan Penulisan
2. Perbaikan sumber dan referensi
3. Perbaikan tata bahasa
1. Perbaikan Bab IV
2. Penambahan B/C pada nilai
9.
10.
11.
12.
15 September 2018
13 Oktober 2018
27 November 2018
02 Desember 2018
ekonomi
1. Penambahan tentang Bab IV
2. Penambahan Pembahasan dan
Saran
Acc Sidang Komprehensif
1. Perbaikan skripsi dan
penambahan baku mutu pada
grafik
Acc jilid
Pembimbing II
Hendri Sawir, ST., M.Si.
NIDN : 1015086704
LAMPIRAN I
1. Pembuatan Larutan HCl 0,1 N
a. Perhitungan
1. Konsentrasi HCl p.a = 37%
2. BE HCl = 36,5
3. Bobot jenis HCl = 1,19
4. Konsentrasi HCl sebenarnya
= 10 x 37 x 1,19
36,5
= 12,06 N
( V x N ) pekat = ( V x N ) encer
V pekat x 12,06 N = 1000 ml x 0,1 N
V pekat = 8,29 ml (8,3 ml)
b. Cara Kerja
1. Isi gelas piala dengan 100 ml aquades
2. Pipet 8,3 ml HCl pekat dengan pipet takar
3. Masukkan kedalam gelas piala melewati dinding dengan perlahan-lahan
4. Paskan hingga volume 1000 ml dengan aquades
5. Homogenkan, lalu masukkan kedalam botol reagen dan] beri label.
c. Standarisasi HCl 0,1 N dengan Na2CO3
1. BE Na2CO3 = 106 = 53
2
2. Berat Na2CO3 yang ditimbang
= V x N x BE
= 0,1 L x 0,1 N x 53
= 0,53 gr
3. Konsentrasi HCl yang sebenarnya
No Volume Penitaran
1. 10
2. 9,8
( V x N ) HCl = ( V x N ) Na2CO3
9,9 x N HCl = 10 ml x 0,1 N
N HCl = 0,1010 N
2. Pembuatan Larutan KOH 30%
a. Perhitungan
Yang dibutuhkan% � �� =����� �����
������� 100 %
30 % =�
��� �� 100 %
x =����
��� = 30 gram
b. Cara Kerja
1. Timbang 30 gram kristal KOH dengan neraca kasar.
2. Larutkan dengan sedikit aquades.
3. Paskan dengan aquades hingga volume 100 ml.
4. Lalu homogenkan dan masukan ke dalam botol reagen dan beri label.
3. Pembuatan Media PCA
1. Larutkan semua bahan untuk pembuatan Media PCA dalam 1 L air suling,
atur pH hingga 7,00
2. Masukan dalam botol dan sterilkan pada suhu 121oC selama 15 menit.
4. Pembuatan Indikator PP
1. Timbang 1 gram kristal PP dengan neraca kasar.
2. Larutkan dengan sedikit aquades.
3. Tambahkan alkohol 96% hingga semua larut.
4. Paskan dengan aquades hingga volume 100 ml.
5. Lalu homogenkan dan masukan ke dalam botol reagen dan beri label.
5. Pembuatan Larutan BPW
1. Siapkan semua alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Larutkan dalam 1 L air suling dan atur pH 7,0.
3. Masukan dalam labu dan sterilkan pada suhu 1210C selama 20 menit.
6. Data Analisa Mutu
a. Data Analisa pH
Formula pH
1 : 5 10,81
2 : 5 10,72
3 : 5 10,69
4 : 5 10,66
5 : 5 10,64
b. Data Analisa Bobot Jenis
Formula Berat (pikno+sampel) (gr)
1 : 5 24,0467
2 : 5 23,8291
3 : 5 23,5889
4 : 5 23,4699
5 : 5 23,4585
Pikno kosong 12,7586
Pikno + Air 22,4692
Rmus Bobot jenis = �� �� ����� !����"#$ �� �� %���� ��&���#
�� �� %���� ��#$ �� �� %���� ��&���#
1. Bobot Jenis (1:5) = �'(,�(*+#$ ��',+,-*#
�'',(*.'#$ ��',+,-*#
= 1,16
2. Bobot Jenis (2:5) = �'�,-'.�#$ ��',+,-*#
�'',(*.'#$ ��',+,-*#
= 1,14
3. Bobot Jenis (3:5) = �'�,,--.#$ ��',+,-*#
�'',(*.'#$ ��',+,-*#
= 1,11
4. Bobot Jenis (4:5) = �'�,(*..#$ ��',+,-*#
�'',(*.'#$ ��',+,-*#
= 1,10
5. Bobot Jenis (5:5) = �'�,(,-,#$ ��',+,-*#
�'',(*.'#$ ��',+,-*#
= 1,10
c. Data Analisa Alkali Bebas
Formula Volume titrasi (ml) Berat Sampel (gr)
1 : 5 4,1 5,0325
2 : 5 2,6 5,0864
3 : 5 1,5 5,0342
4 : 5 1,3 5,1316
5 : 5 1,0 5,0397
Konsentrasi HCl 0,1010 N
Bobot setara KOH 0,056
Perhitungan Kadar Alkali (sebagai KOH)
= / ����&� 0 1 23� 0 �,�,*
� �� &% � x 100%
Formulasi 1:5
= (,� � 0 �,���� 1 0 �,�,*
,,�-*( �� x 100%
= 0,46 %
Formulasi 2:5
= ',* � 0 �,���� 1 0 �,�,*
,,�-*( �� x 100%
= 0,29 %
Formulasi 3:5
= �,, � 0 �,���� 1 0 �,�,*
,,��(' �� x 100%
= 0,17 %
Formulasi 4:5
= �,� � 0 �,���� 1 0 �,�,*
,,���* �� x 100%
= 0,14 %
Formulasi 5:5
= � � 0 �,���� 1 0 �,�,*
,,��.+ �� x 100%
= 0,11 %
d. Data Uji Organoleptik
Persentase = 4 &%��5 �
6��� � &%��5 � x 100%
1. Parameter Bau
Formulasi 1:5 (1)
= ,
'� x 100% = 25%
Formulasi Bau Bentuk Warna
1 2 3 1 2 3 1 2 3
1:5 5 14 1 20 - - 1 18 1
2:5 4 14 2 19 1 - - 19 1
3:5 4 14 2 19 1 - 1 18 1
4:5 4 14 2 4 16 - 1 17 2
5:5 4 10 6 1 19 - - 4 16
Formulasi 1:5 (2)
= �(
'� x 100% = 70%
Formulasi 1:5 (3)
= �
'� x 100% = 5%
Formulasi 2:5 (1)
= (
'� x 100% = 20%
Formulasi 2:5 (2)
= �(
'� x 100% = 70%
Formulasi 2:5 (3)
= '
'� x 100% = 10%
Formulasi 3:5 (1)
= (
'� x 100% = 20%
Formulasi 3:5 (2)
= �(
'� x 100% = 70%
Formulasi 3:5 (3)
= '
'� x 100% = 10%
Formulasi 4:5 (1)
= (
'� x 100% = 20%
Formulasi 4:5 (2)
= �(
'� x 100% = 70%
Formulasi 4:5 (3)
= '
'� x 100% = 10%
Formulasi 5:5 (1)
= (
'� x 100% = 20%
Formulasi 5:5 (2)
= ��
'� x 100% = 50%
Formulasi 5:5 (3)
= *
'� x 100% = 30%
2. Parameter Bentuk
Formulasi 1:5 (1)
= '�
'� x 100% = 100%
Formulasi 2:5 (1)
= �.
'� x 100% = 95%
Formulasi 2:5 (2)
= �
'� x 100% = 5%
Formulasi 3:5 (1)
= �.
'� x 100% = 95%
Formulasi 3:5 (2)
= �
'� x 100% = 5%
Formulasi 4:5 (1)
= (
'� x 100% = 20%
Formulasi 4:5 (2)
= �*
'� x 100% = 80%
Formulasi 5:5 (1)
= �
'� x 100% = 5%
Formulasi 5:5 (2)
= �.
'� x 100% = 95%
3. Parameter Warna
Formulasi 1:5 (1)
= �
'� x 100% = 5%
Formulasi 1:5 (2)
= �-
'� x 100% = 90%
Formulasi 1:5 (3)
= �
'� x 100% = 5%
Formulasi 2:5 (2)
= �.
'� x 100% = 95%
Formulasi 2:5 (3)
= �
'� x 100% = 5%
Formulasi 3:5 (1)
= �
'� x 100% = 5%
Formulasi 3:5 (2)
= �-
'� x 100% = 90%
Formulasi 3:5 (3)
= �
'� x 100% = 5%
Formulasi 4:5 (1)
= �
'� x 100% = 5%
Formulasi 4:5 (2)
= �+
'� x 100% = 85%
Formulasi 4:5 (3)
= '
'� x 100% = 10%
Formulasi 5:5 (2)
= (
'� x 100% = 20%
Formulasi 5:5 (3)
= �*
'� x 100% = 80%
LAMPIRAN II
DOKUMENTASI
a. Gapoktan Berkah Bersama
Produk dari Gapoktan Berkah Bersama
Blondo dari Gapoktan Berkah Bersama
b. Pembuatan VCO
Pemisahan santan dan air Santan didiamkan 24 jam dengan
menambahkan VCO pancingan
Terpisahlah antara VCO dan
Blondo
Disaring
Disaring kembali dengan
penyaringan berlapis kapas
VCO dikemas
1
2
3 4
5
6
c. Pembuatan Sabun Mandi Cair
1. Pembuatan Pasta Sabun
2. Proses Dilusi
Sampel Ditakar Sampel Dipanaskan
Ditambahkan KOH 30% Didiamkan sekitar 5 jam dan
terbentuk pasta sabun
1 2
1 2
4 3
Pasta Sabun dipanaskan Ditambahkan 10 ml aquades, 10
ml gliserin, 5 ml PG dan 2 ml
pewangi
d. Pembuatan Sabun Mandi Cair
1. Pengujian pH
4 3
Diamkan selama 24 jam Sabun cair telah siap
Pengujian pH
dengan pH meter
1:5 2:5
5:5
3:5
4:5
2. Pengujian Bobot Jenis
Pengujian Bobot Jenis
dengan menggunakan
piknometer
Penimbangan
Piknometer Kosong
Penimbangan Sampel
1:5
Penimbangan
Piknometer + Air
Penimbangan Sampel
2:5
Penimbangan Sampel
5:5
Penimbangan Sampel
4:5
Penimbangan Sampel
3:5
3. Pengujian Alkali Bebas
4. Pengujian Angka Lempeng Total dan Organoleptik
Penimbangan Sampel Pemanasan Terlihat warna merah
muda
Titrasi dengan HCl 0,1 N Diperoleh TAT hingga
hilang warna merah
Pengujian Angka Lempeng
Total dengan metode tuang
Pengujian Kadar Alkali
bebas dalam sampel
sabun mandi cair
dengan titrasi
1
5
4
3 2
1:5
2:5 3:5
4:5
B 5:5
Pengujian Organoleptik Sabun
oleh panelis tak terlatih
sNlStandar Nasional Indonesia
sNr 064085-1996
tcs 71.100.70
Sabun mandi cair
Dewan Standardisasi Nasional - DSN
I
Pendahuluan
Rancangan SNI sabun mandi cair in i merupakan program dari pusatstandardisasi industri Departemen Perindustrian tahun 199411995
Penyusunah standar ini selain diutamakan untuk melindungi konsumendari segi kesehatan dan keselamatan, juga untuk:
Melindungi produsen dan konsumenMenunjang ekspor non migas
Rancangan standar ini telah dibahas dalamPrakonsensus dan terakhir dirumuskan dalampada tanggal 7 april 1995 di Jakarta.
Hadir dalam Rapat-rapat tersebut wakil-wakilLembaga I lmu Pengetahuan dan LembagaPemerintah yang terkait.
Rapat-rapat teknis, RapatRapat Konsensus Nasional
dari produsen, konsumen,Penel i t ian ser ta lns tans i
Daftar isi
Pendahu luan
Daftar isi ..
I Ruang l ingkup.. . .
3 Definisi
4 J e n i s
5 Syarat mutu
6 Cara pengambilan contoh
7 Cara uj i
8 Cara pengemasan
9 Syarat penandaan. . . .
Halaman
i
ii
I
I
I
I
I
2
2
t 2
t 2
sNI 06-4085- t9e6
Sabun mandi cair
I Ruang lingkup
Standar ini meliputi definisi, jenis, syarat mutu, cara pengambilan contoh,cara uji, cara pengemasan dan syarat penandaan.
2 Acuan
a) Keputusan direktur jendral pengawasan obat dan makanan No. HK.00.06.4.02894 tentang persyaratan cemaran mikroba pada kosmetika.
b) SNI 19-2897-1992, Cara uji cemaran mikrobac) SNI 19-0429-1992, Petunjuk pengambilan contoh cairan dan semi padatd) SNI 06-0062-1987, Deterjen bukan untuk mesin cuci
3 Definisi
Sabun mandi cair adalah sediaan pembersih kul i t berbentuk cair yangdibuat dari bahan dasar sabun atau deterjen dengan penambahan bahanlain yang ditjinkan dan digunakan untuk mandi tanpa menimbulkan iritasipada kul i t .
4 Jenis
Jenis S : sabun mandi cair dengan bahan dasar sabunJenis D : sabun mandi cair dengan bahan dasar deterjen
5 Syarat mutu
Syarat mutu sabun mandi cair sesuai dengan tabel :
I dari 12
No. Kriteria uj i SatuanPersvaratan
Jenis S Jenis D
I
2aJ
456
Keadaan- Bentuk
- Bau- WarnapH. 25 oC
Alkali bebas (dihitungsebagai NaOH)
Bahan aktifBobot jenis, 25 oC
Cemaran mikroba :Angka lempeng total
%
%
koloni/g
CairanhomogenKhasKhas8 - 1 1
maks. 0,1
min. 151 , 0 1 - 1 , 1 0
maks. I x 105
CairanhomogenKhasKhas6 - 8
tidak diper-syaratkanmin. 101 , 0 1 - 1 , , 1 0
maks. lx l05
sNr 06-4085- 1996
TabelSyarat mutu sabun mandi cair
6 Cara pengambilan contoh
Cara pengambi lan contoh sesuai dengan SNI. 19-0429-1989, "Petunjuk
pengambilan contoh cairan dan semi padat".
7 Cara uji
Contoh sebelum diambil untuk pengujian harus dikocok terlebih dahulu secaramerata.
7.1 Keadaan
Periksa isi contoh secara visual terhadap bentuk, bau dan warna.
7.2 pH
7.2.1 Prinsip
Pengukuran pH menggunakan pH meter yang terdiri dari gabungan elektrodagelas hidrogen sebagai standar polimer dan elktroda kalomel reference
2 dart 12
sNr 06-4085- t996
sebagai pasangan elktroda ini , akan menghasi lkan perubahan tegangan59.1 mv/pH uni t pada 25 oC.
7.2.2 Peralatan
- pH meter- Gelas piala- Pengaduk magnetik- Elektroda
7.2.3 Cara kerja
- Kalibrasi pII meter dengan larutan buffer pH. lakukan setiap saat akanmelakukan pengukuran.
- Celupkan elktroda yang telah dibersihkandengan air suling kedalam contohyang akan diperiksa (direndam dalam air es) pada suhu 25 0C.
- Catat dan baca nilai pH pada skala pH meter yang ditunjukkan jarum skala.
7.3 Alkali bebas
7.3.1 Pr insip
Menitar alkal i bebas dalam contoh dengan larutan baku asam.
7.3.2 Peralatan
- Neraca analitis- Botol timbang- Labu takar I liter- Pipet volume 100 ml- Erlenmeyer tutup asah 250 ml- Penangas air- Pendingin tegak- Buret
7.3.3 Bahan
- Alkohol 96% netral- Larutan HCL 0,1 N dalam alkohol- Larutan penunjuk phenol phtalein
3 dari 12
sNr 06-4085- t996
7.3.4 Cara keja
- Timbang contoh sekitar 5 g, tnasukkan erlenmeyer tutup asah 250 ml.- fambahkan 100 ml alkohol 96 oh netral , batu didih serta beberapa
tetes larutan penunjuk phenol phtalein.- Panaskan diatas penangas air memakai pendingin tegak selama 30
menit 'mendidih.- Bila larutan berwarna merah, kemudian titar dengan larutan HCI 0,l N dalam
alkohol sampai warna merah tepat hilang.
Perhitungan:
V x N x 0 . 0 4Kadar alkli bebas (dihitung sebagai NaOH) - x l00o/o
wKeterangan :V : Volume HCI yang digunakan untuk titrasi, mlN : Normalitas HCIW : Bobot contoh, g0 .04 : Bobot setara NaOH
7.4 Bahan Aktif
7.4.1 Untuk bahan dasar sabun ( asam lemak jumlah )
7 .4.1.1 Pr insip
Asam lemak jumlah dihasilkan dari hidrolisa lemak maupun asam lemak bebasda lam suasana asam.
7.4.1.2 Peralatan
- Ner aca analistis- Gelas piala- Corong pemisah- Labu lemak- Alat penyuling- Penangas listrik- Lemari pengering- Eksikator
7.4.1.3 Bahan
- Asam klorid a l0 o/o- Larutan penunjuk metiljingga
4 dari 12
sNr 06-408s- 1996
Petroleum eter atau dieti l eter atau heksanaNetrium sulfat
7.4.1.4 Cara kerja
Timbang l0 g contoh, masukan kedalam gelas piala kemudian tambahkan 50ml air suling, beberapa tetes larutan penunjuk metil jingga dan asamklor ida l0 % sampai semua lemak d ibebaskan yang d i tun jukkandengan timbulnya warna merah.Masukkan larutan dalam corong pemisah. bila ada endapan jangan dimasukkan kedalam corong pemisah.Larutan diendap tuangkan dengan pelarut petroleum eter atau dietil eter atauheksana, diulangi sampai pelarut berjumlah lebih kurang l00ml.Pelarut dikocok dan dicuci dengan air suling sampai tidak bereaksi asam(lihat dengan kertas kongo). Pada tiap pencucian dipakai 1Oml air suling.Pelarut dikeringkan dengan Natrium sulfat kering, saring dan masukkankedalam labu lemak yang telah diketahui bobotnya beserta batu didih (W, ).Pelarut disuling dan labu lemak dikeringkan pada suhu 105 0C sampai bobottetap (W, )
Perhi tungan :w r - w ,
Bahan aktif untuk bahan dasar sabun (asam lemak jumlah)_ - x 100%w
Keterangan :W : bobot contoh, g
7.4.2 Untuk bahan dasar deterjen
7.4.2.1 Prinsip
Menitar bahan aktif dalam contoh denganpenunjuk campuran.
7.4.2.2 Peralatan
larutan hiamin 1622 memakai larutan
Neraca analitisLemari pengeringGelas p ia laLabu takarPipet volumeBuretErlenmeyer tutup asah
5 dari 12
sNI 06-4085- re96
7.4.2.3 Bahan
- Asam sulfat 0.1 N- Khloroform- Larutan natrium lauril sulfat 0,003 M :
0,28 g natrium laurilsulfat (yang sebalumnya dipanaskan dalam lemaripengering pada suhu 105 0C delama 60 menit)Dimasukkan labu takar 250 ml, encerkan dengan air suling sampai tandagaris dan kocok sampai homogen.
Bobot natrium lauril sulfat 1000Molaritas larutan natrium lauril sulfat
BM natrium lauril sulfat 250BM Natrium lauril sulfat : 288,38
- Larutan penunjuk campuran :0,049 g biro glansine A ( C' H,n N, Oo Sr Na ) dimasukkan labu ukur I literdan encerkan dengan air suling.Tambahkan 0,32 g dimidium bromida (2,7 datmino 9 fenol l0 metilfenantridium bromida) yang dilarutkan dengan 6,5 ml alkohol.Masukkan kedalam labu takar I liter tersebut diatas, tambahkan 6 mlasam sulfat pekat dan encerkan dengan air suling sampai I liter sertakocok sampai homogen.
- Larutan hiamin 1622 0,003 m :0,7 g hiamin 1622 dimasukkan labu takar 500 ml, diencerkan dengan airsuling sampai tanda garis dan kocok sampai homogen.Standardisasi larutan hiamin 1622 :'t Pipet l0 ml larutan natrium lauri l sulfat yang sudah diketahui
molaritasnya. masukkan ke dalam erlenmeyer tutup asah.* Tarnbahkan l0 ml air suling. netralkan dengan asam sulfat 0.1 N
menggunakan larutan penunjuk campuran.* Titrasi dengan larutan hiamin 1622 di atas sampai warna berubah menjadi
abu-abu kebiruan.
l 0 x MMolaritas larutan hiamin 1622 :
Keterangan :M _ Molaritas larutan natrium lauril sulfatV _ Volume larutan hiamin 1622 yang digunakan untuk titrasi.
- Larutan penunjuk phenol phttalein 0,1 % :0,1 g phenol phtalein dilarutkan dengan alkohol 96% sampai 100 ml dalamlabu takar.
6 dari 12
sNI 06-408s- 1996
7.4"2.4. Carat "rlu
- Timbang contoh sebanyak I + 0,001 g masukkan ke dalam labu takar 250 mlencerkan dengan air suling sampai tanda batas dan kocok sampai homogen.
- Pipet l0 ml larutan tersebut masukan ke dalam erlenmeyer tutup asah,tambahkan l0 ml air suling dan I - 2 tetes larutan penunjuk phenol phtalein 0,loh.
- Netralkan dengan menggunakan H2SO4 0,1 N sampai warna merah jambuhampir hilang. Tambahkan 15 ml kloroform dan l0 ml larutan penunjukcampuran.
- Tutup erlenmeyer dan kocok, kemudian biarkan beberapa saat.- Titar dengan larutan hiamin 1622 0,,003 M sampai warna larutan kloroform
berubahiadi merah jambu menjadi abu-abu kebiruan.
7.4.2.5 Penghitungan
V x M x f x 3 4 8Bahan aktif : x 100%
w
Keterangan :V _ Volume larutan hiamin 1622 yang digunakan untuk titrasiM : Molaritas larutan hiamin 1622W _ Mobot contoh, mgf : Faktor pengenceran348 : BM bahan aktif
7.5 Bobot jenis
7.5.1 Prinsip
Perbandingan bobot contoh dengan bobot air pada volume dan suhu yang sama.
A. Metode I
A.l Peralatan- Piknometer yang tutupnya dilengkapi termometer- Timbangan analistis
A.2 Bahan- Ase ton- Dietil eter- Air suling
7 dari 12
sNr 06-4085- 1996
A.3 Cara kerja- Bersihkan piknometer dengan cara membilas dengan aseton kemudian dengan
dietil eter.- Keringkan piknometer dan timbang.- Dinginkan contoh lebih ke dalam piknometer yang terendam air es, biarkan
sampai suhu 25 0C dan tepatkan sampai garis tera.- Angkat'pinometer dari dalam rendaman air es. diamkan pada suhu kamar
dan timbang- Ulangi pengerjaan tersebut dengan memakai air suling sebagai pengganti
contoh.
Perhi tungan :W
Bobot jenis, 25 oC :
wlKeterangan :W : bobot contohWr : bobot air
B. Metode 2
A.l Peralatan- Piknometer dengan tutup tanpa termometer- Timbangan analistis
A.2 Bahan- Aseton- Dietil eter- Air suling
A.3 Cara kerjaBersihkan piknometer dengan cara membilas dengan aseton kemudian dengandietil eter.
- Keringkan piknometer dan timbang.- Masukkan contoh ke dalam piknometer sampai di atas garis tera.- Tutup, kemudian masukan piknometer kedalam rendaman air es sampai suhu
25 0C. Permukaan air es harus lebih tinggi dari pada permukaan contoh dalampiknometer, sehingga semua isi piknometer terendam
- Biarkan piknometer terendam selama 30 menit kemudian buka tutuppiknometer dan bersihkan bagian dalam piknometer dengan gulungan kertassaringsapai tanda garis
- Diamkan pada suhu kamar dan timbang- Ulangi pengerjaan tersebut dengan memeakai air sulingsebagai pengganti
contoh.
8 dari 12
sNI 06-4085- 1996
Penghitungan :
Bobot jenis, 25 oC :
Keterangan :W - Bobot contohWr : Bobot air
wr
7.6 Angka lempeng toal
7.6.1 Prinsip
Perhitungan bakteri mesofil aerob setelah contoh diinkubasikan dalam perbenihanyang cocok selama 24 - 48jam pada suhu 35 + I 0C.
7.6.2 Peralatan
- Pipet ukur I ml dan 10 ml- Pipet volume 25 mI dan 100 ml- Pisau, gunting- Timbangan analistis- Tabung reaksi (22 x 220 mm)- Erlenmeyer- Cawan petri dari gelas/plastik (90 - 100 mm)- Penangas air 45 + I oC- Lemari pengeram 36 * 1 oC- Alat penghitung koloni (colony counter)
7.6.3 Pengencer dan pembenihan
- Bufferedpeptone water (BPW):Peptone I 0 g; Natrium Klorida 5 g; Disodium Hidrogen Fosfat 3,5 g; KaliumHidrogen fosfat 1.5 g; Larutan dalam I l i ter air sul ing, atur pH 7,0,masukan dalam botol (labu) dan steri lkan pada suhu l2l 0C selama20 menit .
- Plate Count Agar (PCA):Yeast extract 2,5 g;pancreatic digest of casein. 5 g; glulosa I g; agar 15-20 g;larutan dalam satu liter air suling, atur pH 7,0 , masukan kedalam labu dansterilkan pada suhu 121 0C selama l5 menit.
w
9 dari 12
sNr 06-4085- 1996
7.6.4 Carakerja
Disiapkan alat-alat untuk penyiapan contoh ),ang sudah steril atau dapatdisterilkan menggunakan api bunsen setelah lebih dahulu dibersihkan dengana{kohol 70%. Caraterahir dilakukan sesaat sebelum pengujian berlang.ung.Untuk wadah plastik, pada bagian yang akan dibuka dibersihkan denganalkohol 70 %, kemudian dibuka decara aseptik.Lakukan homogenisasi contoh dengan memipet 25 ml contoh masukan kedalam erlenmeyer atau wadah lain yang sesuai, yang telah berisi 225 mllarutanpengencer hingga diperoleh pengenceran I : 10 . Dikocok dengan baikkemudian dilanjutkan denghan pengenceran yang diperlukan (seperti yangtertera pada gambar I ).
Larutan : I ; l 0l m l l m l I rnl
9 ml. bufferedpeptone water
| : 100 I : 1 .000 I : 10.000
Gambar IPengenceran contoh
Pipet I ml dari masing-masing pengenceran (Gambar I ) kedalam cawan petristeril secara simplo dan duplo.Kedalam setiap cawan petri tuangkan sebanyak 12 -15 ml media pCAyang telah dicairkan yang bersuhu 45 + I 0C dalam waktu 15 menitdar i pengenceran pertama.Goyangkan cawan petri dengan hati-hati (putar dan goyangkan ke depan danke belakang serta ke kanan dan ke kiri) hingga contoh tercampur ratadengan perben ihan.Kerjakan pemeriksaan blangko dengan mencampur air pengencer denganperbenihan untuk setiap contoh yang diperiksa.Biarkan hingga campuran dalam cawan petri membeku.Masukan semua cawan petri dengan pososi terbalik kedalam lemari pengeram(inkubator) dan inkubasikan pada suhu 35 + I 0C selama24 - 4g jam.
I 0 dari 12
sNr 06-4085- re96
- Catat pertunrbuhan koloni pada setiap cawan yang mengadungZl - 250 kolonisetelah 48 jam.
- Hitung angka lempeng total dalam 1 gram atau I ml contoh denganmengalihkan jumlah rata-rata koloni pada cawan debgan faktor pengenceranyang digunakan (sesuai).
7.6.5 Cara menghitung dan menyatakan hasil
Pilih cawan petri (simplo dan duplo) dari satu pengenceran yang menunjukanjumlah koloni antara2l - 250 setiap cawan.Hitung semua koloni dalam cawan petri dengan menggunakan alat penghitungkoloni (colony counter).Hitung rata-rata jumlah koloni dan kalikan dengan faktor pengenceran.Nyatakan hasilnya sebagai jumlah bakteri per milimeter atau gram.Jika salah satu dari dua cawan petri terdapat jumlah koloni lebih kecildari 25 atau lebih besar dari 250, hitung rata-ratajumlah koloni, kalikandengan faktor pengenceran dan nyatakan hasi lnya sebagai jumlahbakteri per mil imeter atau gram.Jika hasil dari dua pengenceran jumlahnya berturut-turut terletak antara 25dan 250 koloni, hitung jumlah koloni dari masing-masing pengenceran sepertiyang disebut pada butir I dan 2 diatas, dan hitung rata-ratajumlah koloni darikedr"ra pengenceran tersebut..lika jumlah yang tertinggi lebih besar dari dua kali jumlah yang terkecil,nyatakan jumlah yang lebih kecil sebagai jumlah bakteri per milimeter ataugram.Jika rata-ratajumlah koloni masing-masing cawan petri tidak terletak antara25 dan 250 koloni, hitung jumlah koloni seperti pada butir I dan 2 di atas,dan nyatakan sebagai jumlah bakteri perkiraan per milimeter atau gram.Jika jumlah koloni dari semua pengenceran lebih dari 250 koloni, maka setiapdua cawan petri dengan pengenceran tertinggi dibagi ke dalam 2,4 atau 8sektor. hitung jumlah koloni dalam satu bagian atau lebih. Untuk mendapatkanjumlah koloni dalam satu cawan petri, hitung rata-ratajumlah koloni dankalikan dengan faktor pembagi dan pengenceran. Nyatakan hasilnyasebagai jumlah bakteri perkiraan per mil imeter atau gram.Jika dalam I /8 bagian cawan petri terdapat lebih dari 200 koloni, maka jumlahkoloni yang terdapat : 8 x 200 (1600), dikalikan dengan faktor pengencerandan nyatakan hasilnya sebagai jumlah bakteri perkiraan per milimeter ataugramlebih besar dari jumlah yang didapat ( > 1600 x faktor pengenceran).Jika tidak ada koloni yang tumbuh dalam cawan petri, nnyatakan jumlahbakteri perkiraanlebih kecil dari I dikalikan pengenceran yang terendah( < 1 0 ) .
I 1 dari 12
sNI 06-4085- t996
Menghitung koloni perambat (spre ader).Ada tiga macam perambatan pada koloni. yaitu :1) Merupakan rantai yang tidak terpisah-pisah.2) Perambatan yang terjadi diantara dasar cawan petri dan perbenihan.3) Perambatan yang terjadi pada pinggir atau permukaan perbenihan.
Kalau terjadi hanya satu perambatan (seperti rantai) maka koloni dianggap satu.Tetapi bila satu atau lebih rantai terbentuk dan yang berasal dari sumber yangterpisah-pisah dihitung sebagai 1 (satu) koloniBila 2 dan 3 terjadi maka sebaiknya pemeriksaan diulangi karena koloni dalamkeadaan semacam ini agak sukar dihitung.
7.6.6 Cara menghitung dan membulatkan angka
Dalam melaporkan jumlah koloni atau jumlah koloni perkiraan hanya dua angkapenting yang digunakan yaitu angka pertama dan angka kedua (dimulai dari kiri)sedangkan angka yang ketiga diganti dengan nol apabila kurang dari limadan apabila lima atau lebih dijadikan satu yang ditambahkan pada angkayang kedua.
Contoh :523 .000 dilaporkan sebagai 520.000 ( 5,2 x 105 )83.600 dilaporkan sebagai 84.000 ( 8,4 x 105)
8 Cara pengemasan
Produk dikemas dalam wadah yang tertutup rapat, tidak dipengaruhi ataumempengaruhi, aman selama penyimpanan dan pengangkutan.
9 Syarat penandaan
Pada setiap kemasan harus dicantumkan nama produk, isi bersih, lambang, namadan alamat produsen serta kode produksi.
12 dan 12
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : VIVINA AZMAR YUNAL
NIM : 14100224428024
Program Studi : Teknik Lingkungan
Dengan ini menyatakan bahwa tugas akir yang saya susun dengan judul:
“ PEMANFAATAN LIMBAH INDUSTRI VCO UNTUK PEMBUATAN
SABUN MANDI ”
Adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dan bukan merupakan plagiat
skripsi orang lain. Apabila kemudian dari pernyataan saya tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi akademis yang berlaku (dicabut predikat kelulusan dan
gelar kesarjanaannya).
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, untuk dapat
digunakan sebagaimana mestinya.
Padang, Desember 2018
Pembuat Pernyataan
(Vivina Azmar Yunal)
BIODATA WISUDAWAN
No. Urut :
Nama : Vivina Azmar Yunal
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/Tgl
Lahir
: Padang / 08 Maret 1993
Nomor Pokok
Mahasiswa
: 1410024428024
Program Studi : Teknik Lingkungan
Tanggal Lulus : 24 November 2018
IPK : 3,54
Predikat Lulus : Dengan Pujian
Judul Skripsi : Pemanfaatan Limbah Industri VCO
Untuk Pembuatan Sabun Mandi
Dosen
Pembimbing
: 1. Eka Rahmatul Aidha, M.Pd
2. Hendri Sawir, ST, M.Si
Asal SMTA : SMK – SMAK Padang
Nama Orang Tua : Zainal
Azizah (rahimahullah)
Alamat / Telp /
HP
: Kampung Tanjung RT 001 RW 003
Kel. Piai Tangah Kec. Pauh
Kota Padang, SUMBAR
/082285153811
top related